formulasi biopestisida berbahan aktif jamur …eprints.ulm.ac.id/255/1/jurnal biodiversitas.pdf ·...
TRANSCRIPT
FORMULASI BIOPESTISIDA BERBAHAN AKTIF JAMUR ENDOFITIK DAN BAKTERI RHIZOSFIR SPESIFIK LOKASI LAHAN PASANG SURUT UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG PADI
(Rhizoctonia solani)
71
FORMULASI BIOPESTISIDA BERBAHAN AKTIF JAMUR ENDOFITIK DAN BAKTERI RHIZOSFIR SPESIFIK LOKASI
LAHAN PASANG SURUT UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG
PADI (Rhizoctonia solani)
Ismed Setya Budi, Mariana dan Ismed Fachruzi Fakultas Pertanian Unlam Banjarbaru
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji keampuhan kombinasi bakteri
rhizosfir dan jamur endofitik spesifik lokasi lahan pasang surut terhadap
tingkat ketahanan tanaman padi akibat penyakit busuk pangkal batang
(Rhizoctonia solani) di lahan pasang surut. Hasil uji berpasangan terlihat
bahwa daya hambat jamur T. viride PS-2.1 (88,00%), dan FNP PS-1.5
(77,98%), sedangkan dari kelompok bakteri; P. flourescent PS-4.8
(65,80%), dan Bacillus sp. PS-3.14 (52,00%). Hasil uji daya antagonis di
rumah kaca, menunjukkan bahwa aplikasi antagonis ke dalam tanah satu
minggu sebelum tanam dan ditambah dengan cara perendaman benih
selama 24 jam sebelum tanaman, ternyata pada kombinasi FNP PS-1.5 + P.
flourescen PS-4.8 intensitas penyakit hanya 10,00% dengan tinggi tanaman
52,20 cm, sedangkan pada kombinasi T. viride PS-2.1 + P. flourescent PS-
4.8 intensitas penyakit 10,47% dengan tinggi tanaman 69,29 cm.
Berdasarkan hasil uji di lapang ternyata pada fase taradak, ampak dan lacak
menunjukkan bahwa aplikasi formulasi terbaik adalah T. viride PS-2.1 + P.
fluorescens PS-4.8 dengan intensitas penyakit 8,73%, 10,40% dan 5,00%
dengan tinggi tanaman masing-masing 24,15 cm, 44,17 cm dan 64,15 cm.
Intensitas penyakit tertinggi pada fase ampak dengan perlakuan FNP PS-1.5
+ Bacillus sp. PS-3.14 sebesar 23,28%. Dari hasil uji viabilitas menunjukkan
bahwa antagonis berada dalam batang dan akar tanaman padi, sehingga
dapat direisolasi kembali saat tanaman dipanen.
Kata kunci: Biopestisida, Rhizoctonia solani, padi, pasang surut
Ismed et al. Semnas Pestisida Nabati IV, Jakarta 15 Oktober 2011
72
PENDAHULUAN
Pengendalian hayati penyakit tanaman menggunakan mikroba
antagonis terus berkembang pesat seiring dengan makin meningkatnya
kebutuhan dan tantangan untuk menyediakan pangan yang sehat dan
berkualitas.
Penggunaan endofitik antagonis sebagai alternatif pengendalian
yang mampu mengendalikan perkembangan penyakit secara efektif, efisien
dan aman terhadap lingkungan, perlu terus dikembangkan untuk menjawab
tantangan masa depan.
Penyakit busuk pangkal batang padi akibat Rhizoctonia solani
menjadi masalah utama pada penanaman padi di lahan pasang surut
Kalimantan Selatan. Intensitas penyakit terus meningkat akibat
pengendalian menggunakan pestisida sintetis mengalami kendala karena
kondisi lahan yang kadang tergenang (Budi dan Mariana, 2007). Kegagalan
pengendalian juga akibat di dalam tanah pestisida sintetis mengalami
pencucian, fiksasi oleh liat, dan perombakan oleh mikroorganisme tanah
tertentu menjadi derivat yang tidak efektif (Bollen 1961; Frissel dan Bolt
1962). Bahkan pada sistem penanaman varietas lokal di lahan pasang surut
dengan tiga kali pemindahan (taradak, ampak dan lacak) mengakibatkan
penggunaan pestisida kurang efisien (Budi et al. 2010).
Penggunaan gabungan beberapa antagonis mampu lebih baik
dibanding hanya menggunakan antagonis secara tunggal, namun hasilnya
tidak menentu karena dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan waktu
aplikasi (Yigit dan Dikilitas 2007). Penelitian menggunakan Trichoderma spp.
dan Gliocladium sp. memperoleh hasil yang optimal untuk mengendalikan
patogen tular tanah dan udara bila aplikasi dilakukan pada saat populasi
inokulum patogen masih rendah (Cook dan Baker 1983). Oleh sebab itu,
waktu aplikasi yang tepat perlu dipelajari.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh aplikasi
formulasi mikroba antagonis pada penanaman padi di lahan pasang surut
terhadap pertumbuhan tanaman dan penekanan perkembangan patogen
busuk pangkal batang (R. solani).
FORMULASI BIOPESTISIDA BERBAHAN AKTIF JAMUR ENDOFITIK DAN BAKTERI RHIZOSFIR SPESIFIK LOKASI LAHAN PASANG SURUT UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG PADI
(Rhizoctonia solani)
73
METODE PENELITIAN
Isolasi dan perbanyakan agens antagonis
Isolasi antagonis dilakukan dengan mengambil tanaman sampel dari
tanaman sehat yang berada di areal pertanaman padi yang terinfestasi R.
solani. Isolasi endofitik dari akar dan pangkal batang tanaman padi sesuai
menurut prosedur Homby (Tuite 1970) dan dilanjutkan dengan metode
teknik cawan pengenceran (dilution plate technique) pada tingkatan 10-4
sampai 10-6. Isolasi bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens
menggunakan media selektif Sands dan Rovira (1970) dengan prosedur
isolasi menurut Bashan et al. (1993). Setiap Pseudomonas kelompok
fluorescens yang diperoleh kemudian diuji menurut metode Dhingra dan
Sinclair (1995).
Uji in-vitro daya hambat antagonis terhadap R. solani dan uji
kesesuaian kombinasi antagonis
Uji dilakukan pada media agar dengan cara menginokulasikan isolat
yang ada secara berpasangan dalam cawan petri berdiameter 9 cm2. Isolat
yang akan diuji diambil dari biakan yang sudah berumur tujuh hari dan
diambil menggunakan pelubang gabus (cork borrer) berdiameter 3 mm
dengan jarak masing-masing 3 cm dari tepi cawan Petri (Gambar 1).
* *
A B
Gambar 1. Peletakan Kedua Isolat dalam Cawan Petri. A = isolat jamu
Endofitik/ bakteri, dan B = isolat patogen
Perhitungan daya penghambatan dilakukan dengan menggunakan
rumus Fokhema et al. (1959);
I = ( r1 - r2 ) (r1)-1 x 100
Keterangan:
I = persentase penghambatan r1 = jari-jari koloni A yang tumbuh ke arah berlawanan dengan tempat B r2 = jari-jari koloni A yang tumbuh ke arah B
Ismed et al. Semnas Pestisida Nabati IV, Jakarta 15 Oktober 2011
74
Uji in-vivo Kemampuan Isolat Antagonis Menekan Penyakit Busuk
Batang
Uji in vivo dilakukan di rumah kaca pada kondisi tanah steril dan di
lahan petani yang sudah terinfeksi penyakit busuk pangkal batang. Inokulasi
patogen di rumah kaca dilakukan pada tanaman padi berumur tiga minggu,
sedangkan aplikasi antagonis sesuai perlakuan. Pengamatan dilakukan tiga
minggu kemudian pada tiap fase penanaman (taradak, ampak dan lacak)
dengan menghitung jumlah tanaman yang layu atau bergejala busuk
pangkal batang dan mengukur tinggi tanaman.
Semua perlakuan diuji dengan rancangan lingkungan acak kelompok
dengan lima ulangan pada tiap perlakuan. Untuk mengetahui pengaruh
antar perlakuan dilakukan uji beda nilai tengah Duncan (DMRT) taraf uji 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil isolasi mikroba pada empat tipe lahan pasang, secara
akumulatif ditemukan sebanyak 98 koloni dan diantaranya terdapat 14
koloni bakteri, sedangkan hasil isolasi endofit dari pangkal batang tanaman
padi ditemukan 17 koloni jamur. Hal ini membuktikan bahwa lahan sawah
pasang surut yang kadang tergenang akibat pengaruh langsung dari pasang
surutnya air laut memiliki mikroba yang berbeda. Dengan demikian, masing-
masing tipe lahan memiliki ekosistem yang khas sehingga macam dan
jumlah mikroba dominan juga berbeda.
Berdasarkan hasil uji daya hambat secara berpasangan terhadap
semua isolat yang ada, terbukti semua isolat mampu menghambat
pertumbuhan patogen R. solani. Isolat yang mempunyai kemampuan daya
hambat tertinggi adalah End 2.1 (Trichoderma viride PS-2.1) sebesar
88,00%, dan isolat End 1.5 (Fusarium non-patogen PS-1.5) sebesar
77,98%. Pada kelompok bakteri rhizosfir, kemampuan tertinggi pada isolat
Bak 4.8 (Pseudomonas fluorescent PS-4.8) sebesar 65,80% sedangkan isolat
Bak 3.14 (Bacillus sp PS-3.14) sebesar 52,00%.
Dari hasil uji kesesuaian kemungkinan pasangan isolat, terbukti ada
empat kombinasi pasangan yang tepat yakni (T. viride PS-2.1+ P.
fluorescens PS-4.8), (FNP PS-1.5 + P. fluorescens PS-4.8), (T. viride PS-2.1
+ Bacillus sp.) dan pasangan (FNP PS-1.5 + Bacillus sp PS-3.14).
FORMULASI BIOPESTISIDA BERBAHAN AKTIF JAMUR ENDOFITIK DAN BAKTERI RHIZOSFIR SPESIFIK LOKASI LAHAN PASANG SURUT UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG PADI
(Rhizoctonia solani)
75
Penggunaan antagonis secara tunggal maupun dengan kombinasi
terbukti mampu menghambat perkembangan patogen busuk pangkal batang
padi. Dibanding dengan kontrol terjadi pengurangan penyakit berkisar
antara 29,22 – 87,29%, dan kombinasi terbaik adalah penggunaan
pasangan T. viride PS-2.1 + P. fluorescens PS-4.8 (84,50%) dan FNP PS-1.5
+ P. fluorescens PS-4.8 (87,29%). Penggunaan gabungan beberapa
antagonis akan mampu meningkatkan daya hambat terhadap
perkembangan penyakit busuk pangkal batang padi. Guetsky et al. (2001)
menyatakan bahwa kombinasi antagonis yang tepat mampu meningkatkan
daya hambat terhadap penyakit.
Hasil uji waktu aplikasi menunjukkan bahwa penggunaan antagonis
akan lebih efektif apabila aplikasi ke tanah dilakukan satu minggu sebelum
tanam dan ditambah dengan perendaman benih selama 12 jam sebelum
tanam dalam suspensi antagonis dengan kerapatan 105 konidia/ml, dimana
aplikasi kombinasi (T. viride PS-2.1+ P. fluorescens PS-4.8) mampu
mengurangi serangan sebesar 84,50% sedangkan aplikasi kombinasi (FNP
PS-1.5 + P. fluorescens PS-4.8) sebesar 87,29%. Namun aplikasi gabungan
empat macam antagonis (T. viride + FNP PS-1.5 + P. fluorescens PS-4.8 +
Bacillus sp. PS-3.14) terjadi pengurangan hanya 29,22% (Tabel 1).
Hasil penelitian ini sama dengan yang pernah dilakukan Yigit dan
Dikilitas (2007), bahwa penggunaan (FNP + P. fluorescent) dan (T.
harzianum T-22 + P. fluorescent) pada uji laboratorium menunjukkan
kemampuan yang terbaik menghambat perkembangan Fusarium oxysporum
f.sp. lycopersici Snyder dan Hansen dibanding hanya menggunakan satu
jenis. Bahkan sebelumnya Fuchs et al. (1999) dan Alabouvette et al (1993)
sudah membuktikan bahwa kombinasi Fusarium isolat Fo47 + dan P.
fluorescent strain C7 terbaik dalam menghambat perkembangan layu
fusarium pada tomat. Aplikasi gabungan antara P. fluorescent dan Bacillus
subtilis pada uji di tanah steril menunjukkan kemampuan daya hambat yang
lebih baik dibanding aplikasi hanya satu jenis secara tunggal karena kedua
bakteri mampu bekerja secara sinergis (Janisiewiez et al. 1988).
Ismed et al, Prosiding Semnas Pesnab IV, Jakarta, 15 Oktober 2011
76
Gambar 2. Pengaruh perlakuan terhadap intensitas penyakit akibat R. solani
Kemampuan Trichoderma spp memang sudah banyak diteliti yang
menunjukkan adanya mekanisme kerja dari enzim seperti β-1-3 glucanases
dan β-1-4 glucanases. Trichoderma juga mampu menghasilkan zat
antibiosis, dapat memacu perkembangan ketahanan (induced resistance)
dan kemampuannya berkompetisi ruang dan nutrisi dibanding patogen.
Namun yang tidak kalah pentingnya jamur ini mampu meningkatkan
kesuburan tanah, terbukti dengan adanya penambahan tinggi tanaman baik
pada saat fase taradak, ampak maupun lacak (Tabel 1). Keberadaan jamur
antagonis disamping mampu menekan perkembangan penyakit, juga
mampu sebagai penyedia unsur hara bagi pertumbuhan tanaman (Altomare
et al. 1999; Hanson dan Howell 2004; Harman 2006).
Kemampuan FNP tidak kalah dibanding Trichoderma sp menurut
Benhamou et al. (2002) karena ke-mampuannya mengkoloni permukaan
akar tanaman dengan cepat sehingga menjadi pelindung bagi gangguan
patogen, namun menurut Tamietti et al. (1993) justru yang lebih berperan
karena kemampuannya menghasilkan enzym kitinase, β-1-3 glucanase dan
1-4 glucosidase, bahkan ditambahkan oleh Thomashow dan Weller (1996)
akibat beberapa faktor seperti adanya toksin, antibiotik dan siderofor.
FORMULASI BIOPESTISIDA BERBAHAN AKTIF JAMUR ENDOFITIK DAN BAKTERI RHIZOSFIR SPESIFIK LOKASI LAHAN PASANG SURUT UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG PADI
(Rhizoctonia solani)
77
Tabel 1. Intensitas penyakit busuk pangkal batang padi pada perlakuan waktu aplikasi dan kombinasi antagonis
ANTAGONIS TANAMAN BERGEJALA TINGGI TANAMAN (cm)
FORMULASI WAKTU APLIKASI INTENSITAS
PENYAKIT (%)
PENGU-
RANGAN
Kontrol 85,14 a 0,00 28,20 a
T. viride PS-2.1
+
P. fluorescen PS-4.8
7 hari sblm tanam 25,18 b 70,43 37,64 b
Perendaman benih 20,44 c 75,99 39,12 b
7 hari sblm tanam + Perendaman benih
10,47 d 87,71 69,29 d
FNP PS-1.5
+
P. fluorescen PS-4.8
7 hari sblm tanam 18,39 c 78,41 38,56 b
Perendaman benih 13,78 cd 83,82 31,92 ab
7 hari sblm tanam +
Perendaman benih
10,00 d 88,26 52,20 c
T. viride PS-2.1
+
Bacillus sp PS-3.14
7 hari sblm tanam 31,20 b 63,35 30,25 ab
Perendaman benih 27,25 b 67,99 39,00 b
7 hari sblm tanam +
Perendaman benih
20,50 c 75,92 45,25 c
FNP PS-1.5
+
Bacillus sp PS-3.14
7 hari sblm tanam 34,40 b 59,60 37,64 b
Perendaman benih 31,00 b 63,59 39,50 b
7 hari sblm tanam + Perendaman benih
22,47 c 73,61 45,70 c
Keterangan: Bilangan yang diikuti huruf yang sama pada kolom menunjukkan
tidak berbeda pada taraf 5% uji DMRT
Penggunaan variasi kombinasi antagonis terbukti mampu
meningkatkan daya antagonis dan menambah kesuburan tanaman. Hasil ini
sama seperti pengujian yang dilakukan oleh Duijff et al. (1998) yang
memperlihatkan bahwa terjadi sinergistik pada penggunaan kombinasi
antara Pseudomonas fluorescent WCS417 + FNP sehingga mampu
menghambat perkembangan patogen layu fusarium dengan lebih baik
dibanding secara tunggal. Alabouvette et al. (2003) berhasil mengurangi
variabilitas pengendalian pada kondisi lingkungan berbeda dengan
menggunakan dua macam antagonis yaitu F. oxysporum avirulen
digabungkan dengan Pseudomonas kelompok fluorescens dalam
Ismed et al, Prosiding Semnas Pesnab IV, Jakarta, 15 Oktober 2011
78
mengendalikan penyakit layu pada berbagai tanaman. Kombinasi beberapa
isolat bakteri antagonis dengan jamur Trichoderma hamatum lebih efektif
menekan penyakit disebabkan R. solani dibandingkan dengan hanya satu
jenis isolat antagonis (Kwok et al. 1987).
Gambar 3. Intensitas penyakit dan tinggi tanaman padi setelah aplikasi antagonis di lahan pasang surut
Kemampuan dari FNP menghambat perkembangan beberapa
penyakit pernah dikemukakan Weller (1988), mekanisme pertahanan
tanaman yang dipicu oleh suatu imbasan tertentu seperti adanya agens
antagonis yang bersifat endofit. Informasi sebelumnya pernah dikemukakan
oleh Loon et al. (1998) bahwa sebagai agen induksi resistensi (induced
resistance) yang dapat memicu pertahanan tanaman dapat berupa bahan
kimia tertentu, mikroorganisme non-patogen, patogen virulen atau ras
inkompatibel.
Kemampuan jamur endofit mengambat perkembangan patogen
karena mekanisme antibiosis, kompetisi dan mikoparasit. Ozbay dan
Newman (2004) membuktikan bahwa jamur Trichoderma spp mampu
mengakumulasi CO dalam kompetisinya mendapatkan ruang dan nutrisi,
FORMULASI BIOPESTISIDA BERBAHAN AKTIF JAMUR ENDOFITIK DAN BAKTERI RHIZOSFIR SPESIFIK LOKASI LAHAN PASANG SURUT UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG PADI
(Rhizoctonia solani)
79
bahkan pada T. harzianum strain T24 mampu menghasilkan enzim selulose
berupa 1,3-glukanase satu jam setelah inokulasi. Pada strain SC164, SC 167
dan SC 168 yang diuji di rumah kaca mampu menghambat serangan R.
solani pada tomat karena menghasilkan enzim khitinasi dan glukanase.
Dengan demikian, jamur endofit dari dalam batang tanaman dan
bakteri dari rhizosfir tanah sekitar akar, setelah diperbanyak dan dilepas
kembali ke daerah perakaran tanaman merupakan usaha konservasi
lingkungan rhizosfir yang akan memberikan prospek cerah dalam usaha
konservasi lingkungan secara hayati. Navi dan Bandyopadhyay (2002)
menyatakan aplikasi lahan pertanaman jahe dengan penambahan
(augment) jamur rhizosfir asal tanaman seperti T. viride, maka akan terjadi
resistensi berkelanjutan karena terjadi kelimpahan jamur antagonis yang
mampu melindungi tanaman terhadap patogen penyebab tanaman layu.
Demikian pula, aplikasi T. viride pada tanaman pisang mampu mencegah
penyakit layu akibat Fusarium sp. (Getha dan Vineswary 2002).
KESIMPULAN
Kombinasi formulasi terbaik adalah menggunakan T. viride + P.
fluorescen atau FNP + P. fluorescen.
Waktu aplikasi antagonis terbaik adalah pmberian ke tanah 7 hari
sebelum tanam dan ditambah dengan cara perendaman benih selama 24
jam sebelum tanaman.
Antagonis T. viride, FNP, P. flurichoderma sp bukan hanya sebagai
biopestisida yang efektif untuk penyakit busuk pangkal batang pada padu
tapi juga dapat sebagai biofertilizer karena terbukti mampu meningkatkan
pertumbuhan tanaman
Perlu dilakukan pengujian biopestisida terhadap penyakit busuk
batang pada tanaman lain seperti kedelai, tomat, jagung dan kelapa sawit,
mengingat semua tanaman tersebut sering pula ditanam di lahan pasang
surut
Ucapan terima kasih: Terima kasih diucapkan kepada Direktorat Jenderal pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional yang telah memberikan bantuan dana penelitian melalui Hibah Bersaing tahun 2010/2011
Ismed et al, Prosiding Semnas Pesnab IV, Jakarta, 15 Oktober 2011
80
DAFTAR PUSTAKA
Alabouvette, C.,P. Lemanceuau dan C. Steinberg. 1993. Recent advances in
the biological control of Fusarium wilt. Pestic. Sci., 37:365-373
Altomare, C., W.A. Norvell, T. Bjbrkmar dan G.E. Harman. 1999. Solubilization
of phosphates dan micronutriens by the plant growth promoting and
biocontrol fungus Trichoderma harzianum Rifai 1295-22. Applied
Environ. Microbiol, 65: 2926-2933.
Baker, K.F. dan R.J. Cook. 1996. The nature and Practice of Biological
Control of Plant Pathogen 3nd . The Amer. Phytopathol. Soc. pp. 367
Benhamou,N., C. Garand dan A Goulet. 2002. Ability of Nonpathogenic
Fusarium oxysporum Strain Fo47 to Induce resistence aggainst Pythium
ultimum infection in cucumber. Applied Environ. Microbiol.68:4044-4060
Budi, I.S. dan Mariana. 2007. Upaya pengendalian penyakit layu padi di lahan
pasang surut Kalimantan Selatan dengan memanfaatkan antagonis dan
pestisida botanis . Fakultas Pertanian Unlam Banjarbaru.
Budi, I.S. dan Mariana. 2009. Formulasi biopestisida berbahan aktif jamur
Endofitik untuk pengendalian penyakit busuk batang padi (Rhizoctonia
solani). Fakultas Pertanian Unlam Banjarbaru.
Cook, R.J. & K.F. Baker. 1983. The Nature and Practice of Biological Control of
Plant Pathogens. APS Press, St. Paul, MN, USA.
Duijff, B.J., D. Pouhair, C. Olivain, C. Alabouvette dan P. Lemanceau. 1998.
Implication of systemic induced resistance in the suppresion of fusarium
wilt of tomato by Pseudomonas fluorescens WCS417r and by
nonpathogenic Fusarium oxysporum Fo47. Eur. J. Palnt Pathol. 104:
903-910.
Dhingra,O.D. & J.B. Sinclair. 1995. Basic Plant Pathology Methods. Second
edition. CRC Press, Inc., Boca Raton.
Fokkema, N.J., J.H. Bond dan H.A. Fribourg. 1959. Methods for Studying Soil
Microflora Plant Disease Relationships. Burgess Publ. Co. USA. pp. 247.
Fuchs, J.G., Y. Moenne-Loccoz dan G. Defago. 1999. Nonpathogenic Fusarium
oxysporum strain Fo47 to protect tomato against Fusarium wilt. Bio.
Control, 4:105-110 in tomato
Guetsky, R., D. Shtienberg, Y. Elad & A. Dinoor. 2001. Combining biocontrol
FORMULASI BIOPESTISIDA BERBAHAN AKTIF JAMUR ENDOFITIK DAN BAKTERI RHIZOSFIR SPESIFIK LOKASI LAHAN PASANG SURUT UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG PADI
(Rhizoctonia solani)
81
Agents to reduce the variability of biological control. Phytopathol 91:
621-627.
Howell, C.R. dan Stipanovic. 1995. Mechanisms in the control of Rhizoctonia
solani induced cotton seedling disese by Gliocladium virens antibiosis.
Phytopathol. J. 85:469-472
Hanson, L.E. dan C.R. Howell. 2004. Elicitors of plant defense responses from
biocontrol strains of Trichoderma virens. Phytopathol. 94:171-176.
Harman G.E. 2006. Overview of mechanisms and uses of Trichoderma spp.
Phytopatol. 96:190-194
Kwok, O. C. H., Gahy, P. C., Hoitink, H. A. J., dan Kuter, G. A. 1987.
Interactions Between bacteria and Trichoderma hamatum in uppression
of Rhizoctonia damping-off in bark compost media. Phytopathology
77:1206-1212.
Menge, J.A. & L.W. Timmer. 1982. Procedures for inoculation of plants with
vesicular-arbuscular mycorrhizae in the laboratory, greenhouse and field.
pp. 59-68 In. N.C.Schenck (Ed.). Methods and Principles of Mycorrhizal
Research. American Phytopathological Society, St. Paul.
Nel, B., C. Steinberg, N. Labuschagne dan A. Vilioen. 2006. The potential of
non-pathogenic Fusarium oxysporum and other biological control
organisms for suppressing fusarium wilt of banana. Plant Pathol. Journal,
1(55):217-223
Ozbay, N dan S. Newman. 2004. Biocontrol with Trichoderma spp with
emphasis on T. harzianum. Pakistan Journal of Biological Science
7(4):478-484
Sands, D.C. & A.D. Rovira. 1970. Isolation of fluorescent pseudomonads with a
selective medium. Applied Microbiology 20: 513-514.
Thomashow,L.S. dan D.M. Weller. 1996. Current concepts in the use of
introduced bacteria for biological disease control: Mechanisms and
antifungal metabolites. In: Plant-Microbe Interactions. Stacey, G., dan
N.T. Keen (Eds) New York: Chapman and Hill. Pp:236-271.
Tuite, J. 1970. Plant Pathological Method Fungi and Bacteria. Burgess Publ.
Co. Minneapolis. pp. 232
Ismed et al, Prosiding Semnas Pesnab IV, Jakarta, 15 Oktober 2011
82
Von Alten, H., A. Lindemann dan F. Schönbeck. 1993. Stimulation of vesicular
arbuscular mycorrhiza by fungicides or rhizosphere bacteria. Mycorrhiza
2 :
Weller, D. M. 1988. Biological control of soilborne plant pathogens in the
rhizosphere with bacteria. Annu. Rev. Phytopathol. 26:379-407.
Yigit, F dan M. Dikilitas. 2007. Control of Fusarium wilt of tomato by
combination of Fluorescent Pseudomonas, Non-pathogen Fusarium and
Trichoderma harzianum T-22 in Greenhouse Conditions. Plant Pathol.
Journal 6: 159-163