pengaruh aerasi terhadap produksi biopestisida … · daftar riwayat hidup penulis dilahirkan di...
TRANSCRIPT
PENGARUH AERASI TERHADAP PRODUKSI BIOPESTISIDA OLEH
Pseudomonas putida MENGGUNAKAN SUBSTRAT LIMBAH CAIR TAHU
Oleh
Nunung Hartati
F34052921
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PENGARUH AERASI TERHADAP PRODUKSI BIOPESTISIDA OLEH
Pseudomonas putida MENGGUNAKAN SUBSTRAT LIMBAH CAIR TAHU
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian bogor
Oleh
NUNUNG HARTATI
F34052921
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
JUDUL SKRIPSI :PENGARUH AERASI TERHADAP PRODUKSI
BIOPESTISIDA OLEH Pseudomonas putida
MENGGUNAKAN SUBSTRAT LIMBAH CAIR TAHU
NAMA : NUNUNG HARTATI
NRP : F34052921
Menyetujui,
Bogor, April 2010
Mengetahui,
Kepala Departemen
Prof.Dr.Ir. Nastiti Siswi Indrasti
NIP : 19621009198903 2 001
Tanggal Lulus : 25 Maret 2010
PEMBIMBING I
Prof.Dr.Ir. Khaswar Syamsu, MSc.
NIP :19630817198803 1 003
PEMBIMBING II
Dra. Rita Harni, MSi.
NIP :19660827199803 2 002
Nunung Hartati F34052921. Pengaruh Aerasi terhadap Produksi Biopestisida oleh Pseudomonas putida Menggunakan Substrat Limbah Cair Tahu. Di bawah Bimbingan Khaswar Syamsu dan Rita Harni. 2010.
RINGKASAN
Biopestisida adalah pestisida yang mengandung mikroorganisme seperti bakteri, virus dan jamur. Biopestisida sudah banyak digunakan untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman, salah satu diantaranya adalah bakteri endofit untuk mengendalikan nematoda peluka akar Pratylenchus brachyurus pada nilam. Bakteri endofit adalah bakteri yang hidup mengkolonisasi jaringan bagian dalam tanaman tanpa menyebabkan gangguan pada tanaman tersebut. Diantara bakteri endofit yang telah digunakan sebagai biopestisida adalah Pseudomonas putida yang dikenal dapat menghasilkan antibiotika dan siderofor, yang mampu menekan pertumbuhan patogen tular-tanah. Bahan yang digunakan sebagai media kultivasi P. putida adalah limbah cair tahu, karena limbah cair tahu masih mengandung bahan organik seperti protein, lemak, dan karbohidrat. Bahan-bahan tersebut dibutuhkan oleh bakteri untuk pertumbuhannya. Selain komponen medium, kultivasi sangat ditentukan oleh kelarutan oksigen (aerasi). Fungsi utama aerasi untuk memasok kebutuhan oksigen bagi aktivitas metabolisme mikroba dan mengaduk mikroba supaya tersuspensi secara homogen di dalam media.
Tujuan penelitian ini adalah memproduksi biopestisida dari P. putida menggunakan substrat limbah cair tahu, dan menentukan pengaruh aerasi terhadap bobot biomassa dalam produksi biopestisida.
Metode penelitian dimulai dengan persiapan media kultivasi, persiapan inokulum pada media TSA dan TSB, kemudian inokulum tersebut di kultivasi pada substrat limbah cair tahu pada bioreaktor kolom gelembung dengan laju yang berbeda-beda. Laju aerasi yang digunakan pada penelitian ini adalah 0,5, 1, 1,5 vvm. Selama proses kultivasi, dilakukan pengukuran pH, optical density, bobot kering biomassa, dan kadar gula sisa. Setelah itu, pada akhir kultivasi dilakukan uji toksisitas terhadap nematoda P. brachyurus. Rancangan percobaan adalah rancangan acak lengkap dengan satu faktor yaitu laju aerasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah cair tahu cocok untuk digunakan sebagai substrat bagi pertumbuhan P. putida dalam memproduksi biopestisida. Perolehan bobot kering biomassa tertinggi dicapai pada kultivasi dengan laju aerasi 1 vvm setelah 36 jam, yaitu sebesar 1,608 g/l dan terendah pada laju aerasi 0,5 vvm yaitu sebesar 1,191 g/l. Hasil uji toksisitas terhadap nematoda P. brachyurus yang paling efektif ditunjukkan oleh tingkat mortalitas nematoda terdapat pada laju aerasi 1 vvm yaitu 99%.
Nunung Hartati F34052921. Aeration Effect to Biopesticide Production from Pseudomonas putida Using Tofu Waste Substrate. Supervised by Khaswar Syamsu and Rita Harni. 2010.
SUMMARY
Biopesticides is pesticide containing microorganism like bacteria, viruses, and fungal that are used to control pest. Biopesticides from endophitic bacteria are used to control nematode P. brachyurus. Endophitic bacteria are bacteria that colonize plant tissue without disturbing the plant. Pseudomonas putida is one of the endophitic bacteria that have the potency to control soil borne pathogen with antibiotics and siderophore from their activities. One of substrates that can be used as cultivation media is tofu waste. This waste come from filtration of soybean extract to make tofu through protein fractionation of soybean extract. This substrate contain organic material such as protein, fat, carbohydrate, and others which are useful for bacteria growth. One of the important factors for aerobic cultivation is aeration. The main function of aeration is as oxygen source to bacterial metabolism and homogenity on the medium.
The objectives of this research are to produce biopesticides from Pseudomonas putida using tofu waste as substrate, and to determine aeration effect to bacteria biomass on production of biopesticides. The first step of this research is cultivation of medium test. The second step is preparation of inoculums using TSA (Tryptic soybean agar) and TSB (Tryptic soybean broth). After that the inoculums are cultivated on tofu waste substrate using bubble column bioreactor with aeration of 0,5, 1, 1,5 vvm. The parameters from this research are pH, OD (optical density), bacteria biomass dry weight, and residual sugar. The last step is toxicity test to nematode P. brachyurus. Completely randomized factorial design test with aeration as factor is used in this research
The result showed that tofu waste can be used as substrate to P. putida growth to produce biopesticides. The highest biomass dry weight is 1,608 g/l which is obtained from cultivation with 1 vvm aeration after 36 hours and the lowest is 1,191 g/l from 0,5 vvm. The toxicity test of nematode P. brachyurus showed that the most effective treatment is using aeration 1 vvm. The percentage of nematode mortalitas is about 99%.
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul
“PENGARUH AERASI TERHADAP PRODUKSI BIOPESTISIDA OLEH
Pseudomonas putida MENGGUNAKAN SUBSTRAT LIMBAH CAIR TAHU“
adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali
yang dengan jelas ditujukan rujukannya.
Bogor, April 2010
Nunung Hartati
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciamis tanggal 23 Maret 1987. Penulis
anak ketiga dari tiga bersaudara dengan Ayah bernama
S.Sutarso dan Ibu bernama Titi Sumiati.
Penulis mulai menempuh pendidikan pada tahun 1992-1994
di TK.PGRI, kemudian melanjutkan pendidikannya di SD.
CIBODAS tahun 1994-1999. Penulis kembali melanjutkan
pendidikannya di SLTP 1 Banjar tahun 1999-2002, kemudian
melanjutkan pendidikannya di SMU 1 Banjar tahun 2002-2005. Pada tahun 2005
penulis diterima di Institut Pertanian Bogor ( IPB ) melalui jalur USMI ( Ujian
Seleksi Masuk IPB ).
Penulis melaksanakan kegiatan praktek lapang di PT. Rejo Agung Baru,
Madiun tahun 2008 dengan tema “ Mempelajari Aspek Penanganan Bahan Baku dan
Teknologi Proses Produksi di PG. Rejo Agung Baru, Madiun - Jawa Timur”. Untuk
menyelesaikan studinya dan mendapatkan gelar sarjana, penulis melakukan
penelitian dengan judul “PENGARUH AERASI PADA PRODUKSI
BIOPESTISIDA OLEH Pseudomonas putida MENGGUNAKAN SUBSTRAT
LIMBAH CAIR TAHU “.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allat SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “PENGARUH AERASI PADA PRODUKSI BIOPESTISIDA
OLEH Pseudomonas putida MENGGUNAKAN SUBSTRAT LIMBAH CAIR
TAHU“. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan
selama 4 bulan sejak bulan September sampai Desember 2009.
Selama melakukan penelitian sampai tersusunnya skripsi ini, penulis banyak
mendapat bimbingan, petunjuk dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan
ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak, Ibu dan Kakak-kakakku tercinta yang telah memberikan kasih sayang
dan dorongan selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi
ini.
2. Prof. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc., dan Dra. Rita Harni, MSi., Selaku dosen
pembimbing penulis yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan
saran selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3. Drs. Purwoko,MSi selaku dosen penguji atas saran dan masukannya.
4. Ibu Rini yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.
5. Mbak Pepi, Mbak Emi, Mbak Nia, Mbak Ara, Pa Asep, Pa Yanto, Pa Iri, Ibu
Ika, Ibu Enny dan teman-teman di RBP ( mbak Yhaya, Mbak Fatma, Mas
Daud, dan Prima) yang telah banyak membantu dan setia menemani penulis
selama penelitian.
6. Ibu Ega, Pak Eddy, Pak Sugi, Pak Darwan, Ibu Sri, Pak Gun, Pak Dhiki, pak
Anwar .
7. Adi Irfan Panggalih atas dukungan dan perhatian selama penulis
menyelesaikan skripsi.
8. Novi P.Y, Ai, Marlina, Dewi, Epul ( Grup Sunda ), atas bantuan dan
dukungan terhadap penulis.
9. Ibnu, Eri, Desmia, Fitriana, Deni dan teman-teman TIN angkatan 42 atas
dukungan terhadap penulis.
10. Teh Rini, Nidia (Dugong), Mbak Iffan, Puput, Juli, dan teman-teman di
Pondok Ami atas bantuannya terhadap penulis.
11. Mbak Didi, Mbak Herma, Lea, Nova, Dita dan semua teman-teman yang ada
di Wisma Padasuka.
Saran, kritik dan tanggapan dari semua pihak sangat penulis harapkan.
Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Bogor, April 2010 Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. vii
I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ........................................................................... 1
B. TUJUAN ............................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3
A. BIOPESTISIDA ................................................................................... 3
B. LIMBAH CAIR TAHU ........................................................................ 4
C. Pseudomonas putida ............................................................................. 6
D. NEMATODA Pratylenchus brachyurus ............................................. 8
E. AERASI DAN BIOREAKTOR KOLOM GELEMBUNG .................... 12
F. KINETIKA FERMENTASI .................................................................. 13
III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 16
A. ALAT DAN BAHAN ........................................................................... 16
B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN .............................................. 16
C. METODE PENELITIAN ...................................................................... 16
1. Persiapan Medium Fermentasi ......................................................... 16
2. Persiapan Inokulum ......................................................................... 17
3. Proses kultivasi Produksi Biopestisida ............................................. 17
4. Pengambilan Contoh ( Sampling ).................................................... 18
C. ANALISIS PARAMETER ................................................................... 18
D. RANCANGAN PERCOBAAN ............................................................ 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 20
A. PENGUJIAN AWAL MEDIA KULTIVASI ........................................ 20
B. PENGARUH LAJU AERASI ............................................................... 20
1. Pola Perubahan pH .......................................................................... 20
2. Pertumbuhan Pseudomonas putida dan Total Gula Sisa ................... 21
3. Uji Toksisitas ................................................................................... 25
C. KINETIKA FERMENTASI .................................................................. 26
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 28
A. KESIMPULAN .................................................................................... 28
B. SARAN ................................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 29
LAMPIRAN ................................................................................................. 32
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi Limbah Cair Tahu ...............................................................6
Tabel 2. Karakteristik Fisika Limbah Cair Tahu .................................................6
Tabel 3. Klasifikasi Bakteri Pseudomonas putida ...............................................7
Tabel 4. Klasifikasi Bakteri P. brachyurus .........................................................9
Tabel 5. Kombinasi Perlakuan ...........................................................................18
Tabel 6. Kadar karbon dan kadar nitrogen dalam limbah cair tahu......................20
Tabel 7. Hasil Perhitungan Parameter Kinetika Fermentasi ................................26
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Tahu .................................................... 5
Gambar 2. Gambar Pseudomonas putida ...................................................... 7
Gambar 3. Pratylenchus brachyurus ............................................................ 10
Gambar 4. Siklus Hidup Pratylenchus brachyurus ....................................... 11
Gambar 5. Bioreaktor Kolom Gelembung (swarancang) .............................. 13
Gambar 6. Diagram Alir Proses Persiapan Medium Fermentasi.................... 17
Gambar 7. Diagram Alir Persiapan Inokulum ............................................... 17
Gambar 8. Diagram Alir Proses Fermentasi ................................................. 19
Gambar 9. Grafik Hubungan Antara pH dan Waktu Fermentasi ................... 21
Gambar 10. Grafik Hubungan Antara Biomassa dan Total Gula Sisa ............. 22
Gambar 11. Grafik Efisiensi Penggunaan Substrat Pada Saat Biomassa Maksimum (Xmax)PadaSemua Perlakuan....................................24
Gambar 12. Grafik Hasil Uji Toksisitas Semua Perlakuan .............................. 25
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Metode Analisis Pra-Kultivasi .................................................. 33
Lampiran 2. Metode Analisa Selama Kultivasi .............................................. 35
Lampiran 3. Uji Toksisitas Biopestisida ........................................................ 38
Lampiran 4. Rekapitulasi Data pH Rata-rata Selama Kultivasi ...................... 39
Lampiran 5. Rekapitulasi Data Bobot Kering Biomassa (g/l) Rata-rata Selama Kultivasi ........................................................................ 40
Lampiran 6. Rekapitulasi Data Total Gula Sisa (g/l) Selama Kultivasi .......... 41
Lampiran 7. Rekapitulasi Data Uji Toksisitas ................................................ 42
Lampiran 8. Hasil Analisa Ragam Uji F dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Nilai pH (α= 0,05).......................................................................43 Lampiran 9. Hasil Analisa Ragam Uji F dan Uji Lanjut Duncan Terhadap
Nilai Bobot Kering Biomassa (α=0,05)......................................45
Lampiran 10. Hasil Analisa Ragam Uji F dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Nilai Total Gula Sisa (α=0,05)...................................................47
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Biopestisida adalah pestisida yang mengandung mikroorganisme seperti
bakteri, virus dan jamur. Biopestisida tidak menimbulkan resistensi terhadap hama
target, bersifat alami dan relatif aman bagi lingkungan, manusia dan hama non target.
Biopestisida dapat digunakan untuk mengendalikan nematoda peluka akar
Pratylenchus brachyurus pada tanaman nilam. Serangan nematoda P. brachyurus
pada tanaman nilam menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat, warna daun
merah atau kekuning-kuningan dan menyebabkan luka nekrosis pada akar rambut
dan kadang-kadang akar membusuk ( Mustika et al.,1995 ).
Salah satu biopestisida yang digunakan untuk pengendalian P. brachyurus
adalah bakteri endofit. Bakteri endofit adalah bakteri yang hidup mengkolonisasi
jaringan bagian dalam tanaman tanpa menyebabkan gangguan pada tanaman
tersebut. Harni et al (2007) melaporkan, bahwa bakteri endofit yang berasal dari
perakaran nilam dapat mengendalikan nematoda P. brachyurus 73,9% pada tanaman
nilam di rumah kaca.
Limbah cair tahu yaitu hasil samping proses pembuatan tahu yang masih
mengandung karbon dan nitrogen. Limbah cair tahu ini dapat dimanfaatkan sebagai
substrat pembuatan biopestisida karena masih mengandung nutrisi seperti bahan
organik berupa protein, lemak, karbohidrat dan bahan an organik (Ca, Fe, Cu, Na, N,
P, K, Cl, Mg) yang dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroba. Menurut Winarno
(2002) dari 0,45 kg kedelai dapat menghasilkan 3,6 kg tahu dan limbah cair tahu
sebanyak 3,78 l. Menurt BPS (2001) jumlah anggota produsen tahu di Indonesia
sebanyak 10094, setiap anggota membutuhkan kedelai 5000 ton per tahunnya,
sehingga dapat diperkirakan jumlah limbah cair tahu dalam setiap tahun
menghasilkan 40000 m3. Hal tersebut menjadi salah satu alasan pemanfaatan limbah
cair tahu sebagai media kultivasi.
Pada penelitian ini, diteliti pengaruh aerasi terhadap bobot biomassa dalam
produksi biopestisida oleh bakteri endofit menggunakan substrat limbah cair tahu.
Aerasi merupakan faktor yang sangat penting dalam kultivasi aerobik. Fungsi
utamanya adalah untuk memasok kebutuhan oksigen bagi aktivitas metabolisme
mikroba, juga untuk mengaduk mikroba supaya tersuspensi secara homogen di dalam
media (Gumbira-Said, 1987).
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Memproduksi biopestisida dari Pseudomonas putida menggunakan substrat
limbah cair tahu
2. Menentukan pengaruh aerasi terhadap bobot biomassa dalam produksi
biopestisida.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. BIOPESTISIDA
Biopestisida adalah pestisida yang mengandung mikroorganisme seperti
bakteri, virus dan jamur. Biopestisida tidak menimbulkan kekebalan atau resistensi
terhadap hama target, aman bagi lingkungan, manusia dan hama non target. Berbagai
biopestisida telah dilaporkan dapat mengendalikan hama dan penyakit tanaman,
diantaranya :
1. Insektisida biologi (Bioinsektisida)
Berasal dari mikroba yang digunakan sebagai insektisida. Mikroorganisme
yang menyebabkan penyakit pada serangga tidak dapat menimbulkan gangguan
terhadap hewan-hewan lainnya maupun tumbuhan. Jenis mikroba yang akan
digunakan sebagai insektisida harus mempunyai sifat yang spesifik artinya harus
menyerang serangga yang menjadi sasaran dan tidak pada jenis-jenis lainnya.
Pada saat ini insektisida biologi sudah digunakan dan diperdagangkan secara
luas. Mikroba yang berpotensi sebagai insektisida biologi salah satunya adalah
Bacillus thuringiensis. B. thuringiensis var. kurstaki telah diproduksi sebagai
insektisida biologi dan diperdagangkan dalam berbagai nama seperti Dipel, Sok-Bt,
Thuricide, Certan dan Bactospeine. Sedangkan B. thuringiensis var. israelensis
dengan nama dagang Bactimos, BMC, Teknar dan Vektobak. Insektisida ini efektif
untuk membasmi larva nyamuk dan lalat (Sastroutomo, 1992).
Jenis insektisida biologi yang lain adalah yang berasal dari protozoa, Nosema
locustae, yang telah dikembangkan untuk mengendalikan belalang dan jengkerik.
Nama dagangnya adalah NOLOC, Hopper Stopper, sdangkan nematoda yang
pertama kali didaftarkan sebagai insektisida ialah Neoplectana carpocapsae, yang
diperdagangkan dengan nama Spear, Saf-T-Shield. Insektisida ini digunakan untuk
membunuh rayap (Sastroutomo, 1992).
2. Herbisida biologi (Bioherbisida)
Termasuk dalam golongan herbisida ini ialah pengendalian gulma dengan
menggunakan bakteri, jamur dan virus. Bioherbisida yang pertama kali digunakan
ialah DeVine yang berasal dari Phytophthora palmivora yang digunakan untuk
mengendalikan Morrenia odorata, gulma pada tanaman jeruk. Bioherbisida yang
kedua dengan menggunakan Colletotrichum gloeosporioides yang diperdagangkan
dengan nama Collego dan digunakan pada tanaman padi dan kedelai di Amerika
(Sastroutomo, 1992).
3. Fungisida biologi (Biofungisida)
Biofungisida yang dipakai untuk mengendalikan penyakit jamur. Beberapa
biofungisida yang telah digunakan adalah spora Trichoderma sp. untuk
mengendalikan penyakit akar putih pada tanaman karet dan layu fusarium pada cabai
dengan merek dagang Saco P dan Biotri P (Novizan, 2002).
Biofungisida lainnya menurut Novizan (2002), yaitu kelompok Gliocladium
yaitu G. roseum dan G. virens. Produk komersialnya dengan merek dagang
Ganodium P yang direkomendasikan untuk mengendalikan busuk akar pada cabai
akibat serangan jamur Sclerotium rolfsii dan B. subtilis untuk mengendalikan
serangan jamur Fusarium sp. pada tanaman tomat. Bakteri ini telah diproduksi
secara masal dengan merek dagang Emva dan Harmoni BS (Novizan, 2002).
B. LIMBAH CAIR TAHU
Tahu merupakan makanan yang mempunyai nilai tinggi dalam memenuhi
kriteria makanan sehat, karena tahu mempunyai nilai gizi yang tinggi sehingga baik
jika dikonsumsi. Pada sisi lain proses pembuatan tahu menghasilkan dua jenis limbah
yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat dari proses pembuatan tahu sudah
banyak dimanfaatkan tetapi untuk limbah cairnya masih sedikit. Limbah cair tahu
merupakan cairan yang berasal dari sari kedelai yang disaring dalam proses menjadi
tahu melalui proses pengumpalan protein sari kedelai. Limbah cair tahu sebagian
besar mengandung bahan organik berupa protein, lemak, karbohidrat dan bahan an
organik (Ca, Fe, Cu, Na, N, P, K, Cl, Mg). Proses pembuatan tahu dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Diagram alir pembuatan tahu (Moertinah dan Djarwanti, 2003)
Limbah cair tahu dapat digunakan sebagai media fermentasi karena masih
mengandung nutrisi yang dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroba. Komposisi
dan karakteristik fisika limbah cair tahu dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Komposisi limbah cair tahu
Komponen Penggumpal
CaSO4 ( a ) CaSO4 ( b ) Asam asetat
Air ( % b/v) - 99.007 -
Pati ( % b/v) - 0.010 -
Glukosa ( % b/v) 0.009 - 0.037
Total N ( % b/v) 0.043 0.157 0.023
Abu ( % b/v) - 0.209 -
Ca ( ppm ) 34.030 24.37 2.940
Cu ( ppm ) 0.178 - 0.107
Na ( ppm ) 0.591 - 0.537
Mg ( ppm ) - 2.961 -
Fe ( ppm ) - 0.143 -
a. Kuswardani ( 1985 ) b. Rochani ( 1986 )
Tabel 2. Karakteristik fisika limbah cair tahu
No Karakteristik Hasil Pengukuran
1 Suhu 37-45°C
2 Padatan terendap 175-190 mg/l
3 Padatan tersuspensi 635-660 mg/l
4 Padatan total 810-850 mg/l
5 Warna 2225-2250 Pt.co
6 Amonia-Nitrogen 23,3-23,5 mg/l
7 Nitrit-Nitrogen 3,5-4,0 mg/l
8 Nitrat-Nitrogen 32-40 mg/l
9 pH 4-6
10 Kebutuhan oksigen biologi (BOD) 6000-8000 mg/l
11 kebutuhan oksigen kimia (COD) 7500-14000 mg/l
( Nurhasan,1987)
C. Pseudomonas putida
Genus Pseudomonas dapat dibedakan berdasarkan berbagai karakter
fisiologis dan genetiknya. P. fluorescens dikelompokkan ke dalam bakteri ungu
kelompok gamma, bersama P. aeroginosa, P. putida, dan P. syringae yang disebut
subkelompok flourescens. Pada penelitian ini menggunakan Pseudomonas putida
untuk memproduksi biopestisida.
Bakteri antagonis P. putida termasuk ke dalam genus Pseudomonas, yang
berbentuk lengkung batang atau ramping berukuran ( 0,5-1,0) x ( 1,5-5,0 ) µm dan
bergerak dengan satu atau beberapa flagelum polar. Bakteri ini bersifat gram negatif,
aerob, berjenis metabolisme respirasi dengan oksigen sebagai penerima elektron
akhir. Golongan bakteri antagonis ini tidak mempunyai fase istirahat, tidak
fermentasi, katalase positif, dan mempunyai pigmen hijau, biru, ungu, merah muda,
atau kuning yang menyebar terutama pada medium kaya zat besi, dan beberapa
spesies tidak berpigmen. Bakteri juga bersifat kemolitotrof fakultatif, menggunakan
CO2 dan bahan organik sebagai sumber energi bagi pertumbuhannya ( Soesanto,
2008 ). Klasifikasi bakteri Pseudomonas putida dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Klasifikasi bakteri Pseudomonas putida
Kingdom Eubacteria Phylum Proteobacteria Class Gamma Proteobacteria Ordo Pseudomonadales Family Pseudomonadaceae Genus Pseudomonas Species putida
Gambar 2. Gambar Pseudomonas putida (www.google.com)
Bakteri P. putida mempunyai habitat ekologi yang mirip dengan bakteri
antagonis lainnya, khususnya dari genus Pseudomonas. Kondisi dengan kelembaban
tinggi dan kaya bahan organik, terutama rizosfer dan rizoplan, sangat disukainya.
Bakteri mempunyai kemampuan mengoloni akar secara agresif, sehingga dikenal
dengan istilah rhizobakteri. Kemampuannya yang tinggi tersebut disebabkan oleh
tingkat pertumbuhan yang tinggi, pergerakannya dan ketertarikan terhadap bahan
kimia atau kemotaksis, terutama terhadap eksudat akar, yang menyediakan unsur
nutrisi seperti C, N, dan Fe (Soesanto, 2008).
Bakteri antagonis Pseudomonas putida dikenal dapat menghasilkan
antibiotika dan siderofor, yang mampu menekan pertumbuhan tular-tanah. Selain itu,
bakteri dapat berperan sebagai rhizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman (PGPR).
Antibiotika yang dihasilkan antara lain pyrolnitrin, pyocyanin, asam pseudomonat,
floroglusinol, dan fenazin. Siderofor diproduksi secara luar sel yang mempunyai
daya ikat sangat kuat terhadap besi (III) dan berperan sebagai penghambat
pertumbuhan patogen, faktor pertumbuhan tanaman, dan sebagai antibiotika. Selain
itu, bakteri antagonis ini juga mempunyai kemampuan bersaing yang tinggi sebagai
salah satu mekanisme antagonisnya. Persaingan dilakukan terhadap nutrisi dan
tempat infeksi. Persaingan terhadap ion besi (III) dengan mikroba tular-tanah lainnya
dapat menekan infeksi patogen (Soesanto, 2008).
D. Nematoda Pratylenchus brachyurus
Pratylenchus brachyurus adalah salah satu spesies nematoda parasit yang
sangat merusak pertanaman nilam di Indonesia. Serangan P. brachyurus pada
tanaman nilam menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat, warna daun merah
atau kekuning-kuningan dan menyebabkan luka nekrosis pada akar rambut dan
kadang-kadang akar membusuk (Mustika et al. 1995; Harni & Mustika 2000). Selain
menghambat pertumbuhan tanaman, infeksi P. brachyurus juga mampu menurunkan
kandungan klorofil dan kadar minyak, baik pada kultivar rentan maupun agak tahan
(Sriwati 1999). Kerusakan akibat serangan nematoda tersebut pada tanaman nilam
dapat menurunkan hasil sampai 85% (Mustika et al. 1995). Klasifikasi P. brachyurus
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Klasifikasi bakteri P. brachyurus
Kingdom Animalia
Phylum Nematoda
Class Adenophorea
Subclass Diplogasteria
Ordo Tylenchida
Superfamily Tylenchoidea
Family Pratylenchidae
Subfamily Pratylenchinae
Genus Pratylenchus
Species P. brachyurus
(Thorne,1961)
Pratylenchus brachyurus mempunyai dua anul pada daerah bibir dan
panjang tubuh antara 0,45 – 0,75 mm. Stilet kelihatan agak kaku dengan panjang 17-
22 µm, kekar dan berkembang dengan baik serta memiliki knop. Jantan jarang
ditemukan bahkan tidak ada. Pada nematoda betina tidak terlihat spermateka yang
mengindikasikan spermateka tidak berfungsi. Lokasi vulva jauh ke belakang,
jaraknya kurang dari dua kali panjang ekor, ujung ekor membulat dan tumpul
(Thorne, 1961). Morfologi spesies Pratylenchus brachyurus dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3. Pratylenchus brachyurus. A: Female posterior region; B, C: Female tails; D: Femalelabial region; E: En face view; F: Entire female; G: SEM micrographs ofen face view; H: SEM micrographs of female tail. Rectangular box indicatesphasmid position. (Scale bars: G = 2 µm; H = 5 µm.) ,Corbett (1976)
Gambar 4. Siklus Hidup Pratylenchus brachyurus (Singh dan Sitaramaiah,1993)
Singh dan Sitaramaiah (1993) mengemukakan bahwa semua stadia mulai
larva instar 2 sampai dewasa dari nematoda ini dapat masuk ke dalam akar. Kondisi
yang sesuai untuk penetrasi biasanya pada daerah elongasi. Setelah masuk ke dalam
akar, nematoda mengkonsumsi isi sel kortek yang menyebabkan luka meluas pada
akar. Luka tersebut pada awalnya kecil dan secara bertahap akan membesar karena
aktivitas makan nematoda yang berlangsung terus menerus. Nematoda ini
menyelesaikan siklus hidupnya dalam jaringan akar dan dapat berpindah dari akar
tua ke akar yang lebih muda. Siklus hidup (Gambar 4) dapat berlangsung dalam 30-
75 hari tergantung pada kesesuaian tanaman inang dan kondisi lingkungan.
E. AERASI DAN BIOREAKTOR KOLOM GELEMBUNG
Mikroorganisme membutuhkan oksigen yang berbeda-beda. Pada proses
fermentasi aerob, campuran mikroorganisme, nutrien dan udara merupakan hal yang
penting dan utama. Untuk memperoleh hal tersebut, perlu dilakukan agitasi dan
aerasi secara terus menerus selama proses fermentasi. Hal ini penting apabila kultur
ditumbuhkan dalam tangki atau labu (Vandekar dan Dulmage, 1982).
Agitasi dan aerasi merupakan metode penyediaan dan pemasokan oksigen
yang sesuai untuk kebutuhan mikroorganisme di dalam bioreaktor dan untuk
mempertahankan kondisi aerobik serta membuang gas karbondioksida yang
dihasilkan selama fermentasi ( Hartoto, 1991 ).
Tujuan utama aerasi adalah memberikan oksigen yang cukup untuk
kebutuhan metabolisme mikroorganisme pada kultur terendam ( Standbury and
Whitaker, 1984 ). Bioreaktor yang digunakan pada penelitian ini adalah bioreaktor
kolom gelembung ( bubble column ). Bioreaktor kolom gelembung merupakan
bioreaktor yang berbentuk kolom yang dilengkapi dengan pemasok udara dari bagian
bawah dan tanpa pengadukan mekanis. Pada biorektor ini, pencampuran semata-mata
bergantung pada sirkulasi udara yang dimasukkan ( Crueger, 1987 ).
Menurut Pons, et al. ( 1987 ), bioreaktor kolom gelembung menunjukkan
proses pengadukan dan transfer oksigen yang baik. Selain itu, laju perpindahan
oksigen dapat mencapai nilai maksimum ( Crueger, 1987 ). Pergerakan gelembung-
gelembung udara tersebut menurut Deckwer ( 1990 ) dapat terjadi secara bersamaan
atau gerakan bolak-balik sehingga membentuk pola sirkulasi yang menyebabkan
pengadukan yang intensif dalam fasa cairan.
Bioreaktor kolom gelembung merupakan biorektor yang mempunyai
konstruksi sederhana, mudah perawatannya, mempunyai sistem pencampuran, sistem
pindah panas maupun pindah massa yang sangat baik ( Deckwer, 1990 ). Selain itu,
bioreaktor jenis ini membutuhkan pasokan energi kurang dari 1,0 KW/m3, sedangkan
bioreaktor tangki berpengaduk membutuhkan energi 1,0-2,0 KW/m3. Hartoto (1991)
menyebutkan bahwa bila dibandingkan dengan bioreaktor teragitasi secara mekanis,
bioreaktor kolom gelembung dapat menghasilkan biomassa dan yield metabolit
sekunder yang lebih tinggi.
F. KINETIKA KULTIVASI
Kinetika fermentasi menggambarkan pertumbuhan dan pembentukan produk
oleh mikroorganisme. Kinetika fermentasi juga menggambarkan kegiatan sel-sel
istirahat dan mati karena banyak produk komersial yang diproduksi setelah
pertumbuhan sel terhenti (Gumbira-Said, 1987) selanjutnya Judoamidjojo et al.,
(1989) mengemukakan pula bahwa kinetika fermentasi secara umum dikaji
berdasarkan laju penggunaan substrat, laju pertumbuhan biomassa dan laju
pembentukan produk.
Gambar 5. Bioreaktor Kolom Gelembung
Ciri-ciri pertumbuhan mikrobial adalah waktu yang dibutuhkan untuk
menggandakan massa atau jumlah sel. Waktu ganda massa sel dapat berbeda dengan
waktu ganda jumlah sel karena massa sel dapat meningkat tanpa peningkatan jumlah
sel (Gumbira-Said, 1987).
Pertumbuhan mikroorganisme pada fase eksponensial dapat dinyatakan
dalam persamaan sebagai berikut :
................................................................................................(1)
atau
..................................................................................................(2)
Dimana, X = Konsentrasi sel (g/l)
N = Konsentrasi sel (total sel/l)
T = selang waktu (jam)
µx = Laju pertumbuhan sel (jam-1 massa)
µo = Laju pertumbuhan sel (jam-1 jumlah)
Pada umumnya pertumbuhan sel diukur dengan peningkatan massa sel,
sehingga µx dapat digunakan. Nilai besaran µxX adalah laju pertumbuhan volumetrik
(produktivitas volumetrik) dalam g/l.jam. pengintegralan keseimbangan (1)
memberikan :
.............................................................................................(3)
Jika laju pertumbuhan spesifik adalah tetap, maka keseimbangan (3) dapat
menghasilkan persamaan berikut :
.................................................................................................(4)
=µxX
=µoN
dXx = µ dt
ln(푋푋표) = 휇∆푡
atau
LnXt = Ln Xo + µ ∆t ................................................................................................(5)
Keseimbangan (4) dapat diselesaikan untuk kasus dimana ∆푡=td, yaitu waktu
yang dibutuhkan untuk mendapatkan massa sel dua kali jumlah massa sel semula, Xt
= 2Xo, sehingga :
td = .............................................................................................(6)
Menurut Wang et al.,(1978), koefisien hasil sel terhadap sumber karbon
dinyatakan sebagai Y x/s, sedangkan koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yp/s. Perhitungannya
menggunakan persamaan berikut:
Yx/s = ...........................................................................................(7)
Yp/s = .............................................................................................(8)
Koefisien konversi nutrien dalam substrat berhubungan dengan efisiensi penggunaan substrat. Perhitungan untuk menghitung efisiensi penggunaan substrat adalah sebagai berikut :
% penggunaan substrat = ....................................................(9)
Ln 2µ
Δ푋Δ푆
Δ푃Δ푆
푆표 − 푆푡푆표
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. ALAT DAN BAHAN
Alat-alat utama yang digunakan pada proses produksi adalah bioreaktor
kolom gelembung, rotary shaking incubator, autoclave, pemanas listrik, pH-meter,
labu erlenmeyer, sentrifuse, loop inkubasi, tabung reaksi, pipet, lemari pendingin,
spektrofotometer, timbangan analitik, gelas piala, kertas saring, bunsen, keranjang
tabung, ependorf, tabung film, tabung ulir, pipet mekanik, oven, tanur, desikator,
serta alat gelas lainnya.
Mikroorganisme yang digunakan adalah isolat Pseudomonas putida yang
didapatkan dari koleksi Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik . Bahan baku
yang digunakan sebagai substrat dalam penelitian ini adalah limbah cair tahu yang
didapatkan dari produsen tahu di Bojonggede, Bogor. Bahan kimia yang digunakan
terdiri atas Tryptic Soy Agar (TSA), Tryptic Soy Broth ( TSB ), HCl, NaOH, glukosa,
H2SO4 pekat, etanol 95%, fenol 5 %, air suling, dan spirtus. Mineral ( trace element )
yang digunakan meliputi, MgSO4.7H2O 0,3%, MnSO4.7H2O 0,02%, FeSO4.7H2O
0,02%, dan ZnSO4.7H2O 0,02% yang berfungsi sebagai sumber mineral dan CaCO3.
B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Rekayasa Bioproses ( PAU ) dan
laboratorium penunjang lainnya di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai bulan September sampai Desember
2009.
C. METODE PENELITIAN
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam fermentasi Pseudomonas
putida untuk memproduksi biopestisida adalah sebagai berikut :
1. Persiapan Medium Kultivasi
Medium yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair tahu sebagai
sumber karbon dan nitrogen dengan tingkat perbandingan C : N sebesar 5 : 1.
Perbandingan ini diperoleh berdasarkan perbandingan kadar karbon dan nitrogen
pada limbah cair tahu yaitu 0,26 : 0,05. Jenis dan jumlah mineral yang digunakan
untuk pembuatan 1 liter medium kultivasi ditambahkan MgSO4.7H2O 0,3%,
MnSO4.7H2O 0,02%, FeSO4.7H2O 0,02% dan ZnSO4.7H2O 0,02% dan CaCO3.
Persiapan medium kultivasi dijelaskan pada Gambar 6.
Gambar 6. Diagram alir proses persiapan medium kultivasi (modifikasi dari Vandekar dan Dulmage, 1982)
2. Persiapan Inokulum
Penyegaran kultur ( inokulum ) dilakukan dengan menginokulasikan kultur
Pseudomonas putida pada agar miring dengan tujuan untuk mendapatkan kultur
segar. Kultur hasil inokulasi tersebut digunakan sebagi kultur sediaan untuk kultivasi
produksi biopestisida. Prosedur persiapan inokulum disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Diagram alir persiapan inokulum ( modifikasi dari Vandekar dan Dulmage, 1982 )
3. Proses Kultivasi Produksi Biopestisida
Kultivasi dilakukan dalam bioreaktor kolom gelembung, perlakuan yang
dicobakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Limbah cair tahu + CaCO3 trace element
Sterilisasi pada suhu 121°C, 1 atm, 15 menit.
Dimasukkan ke dalam bioreaktor steril
Inkubasi dalam rotary shaking incubator, 200 rpm, 27°C,48 jam
Satu koloni biakan P. putida
Inokulasi dalam 16 ml medium TSB
Tabel 5. Kombinasi perlakuan
Sandi kultivasi Jenis bioreaktor Laju aerasi (v/v/m)
A1B1 Kolom Gelembung 0,5
A1B2 Kolom Gelembung 1,0
A1B3 Kolom Gelembung 1,5
Keterangan : A : jenis bioreaktor
B : laju aerasi
Proses kultivasi secara ringkas adalah sebagai berikut :
Gambar 8. Diagram Alir Proses Fermentasi ( modifikasi dari Vandekar dan Dulmage, 1982)
4. Pengambilan Contoh ( Sampling )
Pengambilan contoh ( sampling ) dilakukan sebanyak 9 kali dengan volume
20 ml. Pengambilan contoh ini dilakukan pada saat inkubasi 0, 6, 12, 18, 24,30,36,
42 dan 48 jam.
C. ANALISIS PARAMETER
Analisis parameter dalam penelitian ini meliputi analisis selama kultivasi dan
analisis pasca fermentasi. Pengumpulan data untuk analisis selama kultivasi
dilakukan dengan cara :
Pengukuran pH cairan kultivasi
Kultur inokulum 2 % Bioreaktor yang berisi medium fermentasi steril
Inkubasi pada 30°C, pH 7 laju aerasi sesuai dengan perlakuan, selama 48 jam
Biakan diamati setiap 6 jam
Pengukuran pertumbuhan sel dengan menggunakan metode perhitungan
optical density.
Pengukuran pertumbuhan sel dengan menggunakan metode langsung
( pengukuran bobot kering biomassa )
Pengukuran kadar gula sisa dengan menggunakan metode fenol.
Analisis pasca kultivasi dilakukan dengan cara menentukan toksisitasnya
terhadap nematoda.
Langkah-langkah pengerjaan analisis selama kultivasi dapat dilihat pada
lampiran 2. Analisis pasca kultivasi dilakukan dengan cara menguji produk
biopestisida untuk semua jenis perlakuan dengan menentukan toksisitas biopestisida
terhadap nematoda P. brachyurus yang dinyatakan dalam persen mortalitas.
Langkah-langkah penentuan aktivitas biopestisida dapat dilihat pada lampiran 3.
D. RANCANGAN PERCOBAAN
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
dengan satu faktor yaitu laju aerasi.
= µ + Ai + ij
µ = rata-rata
Ai = pengaruh perlakuan laju aerasi ( i : 0,5, 1, 1,5)
ij = galat perlakuan (i) pada ulangan ke-j
A = laju aerasi 0,5 vvm
laju aerasi 1 vvm
laju aerasi 1,5 vvm
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENGUJIAN AWAL MEDIA KULTIVASI
Banyak bahan yang dapat digunakan sebagai media kultivasi salah satunya
limbah cair tahu. Limbah cair tahu merupakan cairan yang berasal dari sari kedelai
yang disaring dalam proses menjadi tahu melalui proses pengumpalan protein sari
kedelai. Sebelum digunakan sebagai media kultivasi perlu diketahui terlebih dahulu
komposisi karbon, nitrogen dan mineral pada limbah cair tahu oleh karena itu
dilakukan analisis pra kultivasi. Kadar karbon dan kadar nitrogen dalam limbah cair
tahu sebagai substrat kultivasi dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kadar karbon dan nitrogen dalam limbah cair tahu
No Komponen Kadar ( % b/b) Kadar (g/l) 1 Glukosa 0,26 2,613 2 Nitrogen ( N ) 0,05 0,5025 3 Abu 0,11 - 4 Air 99,34 - Hasil analisa kadar karbon dan nitrogen pada limbah cair tahu adalah 0,26
dan 0,05 persen. Hasil ini lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh Kuswardani (1985)
pada Tabel 1 dan limbah cair tahu ini dapat digunakan sebagai substrat untuk
pertumbuhan P. putida.
B. PENGARUH LAJU AERASI
1. Pola Perubahan pH
Pengukuran pH cairan kultur kultivasi bertujuan untuk mengamati perubahan
pH selama kultivasi. Perubahan pH yang terjadi diharapkan berada pada kisaran
toleransi pH pertumbuhan bakteri P. putida. Pengamatan pH ini berkorelasi dengan
pendapat Rehm dan Reed, seperti dikutip Judoamidjojo et al., (1989) yang
menyatakan bahwa laju pertumbuhan bakteri sangat tergantung pda pH, karena pH
dapat mempengaruhi kinerja membran sel, enzim dan komponen intra seluler
lainnya. Hasil pengukuran pH terhadap cairan selama kultivasi cenderung konstan.
Gambar 9 dan Lampiran 4.
Gambar 9. Grafik hubungan antara pH dan waktu kultivasi
Berdasarkan Gambar 9, memperlihatkan bahwa pH cairan kultivasi berkisar
antara 7,22 – 8,81. Kisaran pH ini masih berada pada kisaran pH pertumbuhan P.
putida yaitu pH 4 – 8 (Moat,1979). Menurut Judoamidjojo (1992) derajat keasaman
(pH) merupakan parameter yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan
produk karena protein mempunyai gugusan yang dapat terionisasi, sehingga
perubahan pH akan berpengaruh terhadap katalitik dan konformasi enzim.
2. Pertumbuhan Pseudomonas putida dan Total Gula Sisa
Pengukuran bobot kering biomassa dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan
sel dan menghitung laju pertumbuhan maksimum P. putida selama kultivasi. Hasil
pengukuran bobot kering biomassa menunjukkan bahwa dari semua perlakuan
mempunyai pola pertumbuhan yang hampir sama yaitu fase awal, fase eksponensial,
dan fase stasioner. Ketiga fase yang terbentuk ini sesuai dengan apa yang dinyatakan
Wang, et al., (1978), yaitu bahwa pertumbuhan mikroorganisme mempunyai tiga
fase, yaitu fase awal, eksponensial, stasioner dan penurunan.
0,001,002,003,004,005,006,007,008,009,00
10,00
0 6 12 18 24 30 36 42 48
pH
Waktu (jam)
Laju Aerasi 0,5 v/v/m
Laju Aerasi 1 v/v/m
Laju Aerasi 1,5 v/v/m
( b )
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
2,000
2,200
0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
0 6 12 18 24 30 36 42 48
Tot
al g
ula
(g/l)
Bio
mas
sa (g
/l)
Waktu (jam)
biomassa (g/l) total gula (g/l)
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
2,000
2,200
0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
0 6 12 18 24 30 36 42 48
Tot
al G
ula
(g/l)
Bio
mas
sa (g
/l)
Waktu (jam)
biomassa (g/l) total gula (g/l)
( a )
( c )
Gambar 10. Grafik hubungan antara biomassa dan total gula sisa (a) : laju aerasi 0,5 vvm, (b) laju aerasi 1 vvm, (c) laju aerasi 1,5 vvm
Berdasarkan Gambar 10 (a,b,c), pada laju aerasi 1 vvm dan 1,5 vvm fase
eksponensial pertumbuhan P. putida dimulai pada jam ke-6 sedangkan pada laju
aerasi 0,5 vvm fase eksponensial terjadi pada jam ke- 24. Perbedaan waktu fase
eksponensial ini dapat terjadi karena pada laju aerasi 0,5 vvm konsentrasi oksigen
terlarut lebih kecil dari pada laju aerasi 1 dan 1.5 vvm.
Bobot kering biomassa tertinggi diperoleh pada laju aerasi 0,5 vvm dan 1,5
vvm pada jam ke-30, sedangkan pada laju aerasi 1,0 vvm bobot kering biomassa
tertinggi pada jam ke-36. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, pada laju aerasi 1,0
vvm bobot kering biomassa pada jam ke 36 tidak berbeda nyata dengan bobot kering
biomasa pada jam ke- 30. Sehingga dapat disimpulkan bahwa waktu optimun dari
seluruh perlakuan adalah pada jam ke-30. Oleh karena itu untuk menghemat waktu,
proses kultivasi dapat dilakukan hanya sampai jam ke-30.
Pada akhir kultivasi (jam ke-48), bobot kering biomassa yang dihasilkan
bervariasi dari 1,147 g/l sampai 1,228 g/l. Berdasarkan data yang diperoleh dapat
disimpulkan bobot kering biomassa yang tinggi terdapat pada laju aerasi 1 vvm yaitu
1,228 g/l (Gambar 10b, Lampiran 9). Hal ini menunjukan bahwa pada sistem tersebut
proses transfer oksigen ke dalam sel berlangsung secara optimal untuk pertumbuhan.
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
2,000
2,200
0,0000,2000,4000,6000,8001,0001,2001,4001,6001,800
0 6 12 18 24 30 36 42 48
Tot
al G
ula
(g/l)
Bio
mas
sa (g
/l)
Waktu (jam)
biomassa (g/l) total gula (g/l)
Penambahan laju aerasi ternyata dapat menurunkan perolehan bobot kering
biomassa, begitu juga apabila laju aerasinya dikurangi. Jika konsentrasi oksigen
terlarut lebih kecil dari konsentrasi oksigen kritis, maka metabolisme sel akan
terganggu (Rachman, 1989). Pada laju aerasi yang lebih tinggi, jumlah oksigen yang
dimasukkan lebih banyak dan menyebabkan oksigen cenderung pada fase gas dan
gelembung gas ini akan cepat pecah kembali sebelum terjadi pelarutan oksigen ke
dalam kultur ( Stanbury & Whitaker, 1984). Menurunnya jumlah oksigen terlarut di
dalam kultur menyebabkan berkurangnya oksigen yang dikonsumsi oleh sel. Pasokan
oksigen ke dalam kultur harus seimbang dengan laju konsumsi oksigen.
Pada proses kultivasi, sel memerlukan sumber karbon yang akan dikonversi
menjadi biomassa dan produk. Pada penelitian ini sumber karbon berasal dari
glukosa yang terdapat pada limbah cair tahu. Hal ini ditandai dengan berkurangnya
konsentrasi glukosa yang ditunjukkan dengan total gula sisa. Tinggi rendahnya total
gula sisa dalam medium kultivasi dipengaruhi oleh kemampuan sel dalam
mengkonversi substrat dari glukosa menjadi biomassa dan produk. Selain itu juga
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, misalnya suhu dan pH. Berdasarkan Gambar
10 (a,b,c), total gula sisa secara umum memperlihatkan nilai yang menurun pada
semua perlakuan. Hal ini menunjukkan glukosa tersebut digunakan oleh sel untuk
dikonversi menjadi biomassa.
Gambar 11. Grafik efisiensi penggunaan substrat pada saat biomassa maksimum
(Xmax) pada semua perlakuan
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
0,5 1 1,5
Pers
enta
se P
engg
unaa
n Su
bstr
at (%
)
Laju Aerasi (vvm)
Perbedaan penggunaan glukosa pada setiap perlakuan akan lebih terlihat pada
efisiensi penggunaan substrat yang terlihat pada Gambar 11. Berdasarkan data dari
gambar 11, nilai efisiensi penggunaan substrat ((So-St)/So) pada saat Xmax untuk laju
aerasi 1,0 dan 1,5 vvm besarnya hampir sama yaitu 0,414 (41%) dan 0,418 (42%),
sedangkan yang paling rendah terjadi pada kultivasi dengan laju aerasi 0,5 vvm
yaitu sebesar 0,361( 36%). Penggunaan substrat pada laju aerasi 1,0 dan 1,5 vvm
lebih efisien daripada penggunaan substrat pada laju aerasi 0,5 vvm.
3. Uji Toksisitas
Uji toksisitas digunakan untuk menentukan aktivitas bahan aktif dari
biopestisida terhadap nematoda P. brachyurus. Tingkat keefektifan biopestisida
mikrobial ditentukan berdasarkan kemampuan bahan aktif biopestisida membunuh
nematoda target yang ditunjukkan oleh tingkat mortalitas nematoda yang tinggi.
Gambar 12. Grafik hasil uji toksisitas semua perlakuan
Berdasarkan Gambar 12 tingkat mortalitas tertinggi diperoleh pada laju aerasi
1 vvm. Pendugaan tingginya tingkat mortalitas nematoda pada laju aerasi 1 vvm
disebabkan oleh banyaknya jumlah metabolit yang dihasilkan dibandingkan dengan
jumlah metabolit pada laju aerasi 0,5 dan 1,5 vvm. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Harni (2005), perlakuan kultur filtrat Pseudomonas E26, Bacillus
0
20
40
60
80
100
120
0,5 1 1,5
Jum
lah
nem
atod
a (%
)
laju Aerasi (vvm)
jumlah hidup (%)
jumlah mati ( % )
NA22 dan Bacillus NJ46 memberikan pengaruh tinggi terhadap mortalitas nematoda.
Tingginya mortalitas pada P. brachyurus diduga karena P. putida menghasilkan
metabolit sekunder seperti enzim kitinase yang merupakan toksin terhadap P
brachyurus. Enzim kitinase merupakan enzim penting yang dihasilkan P. putida,
karena enzim ini dapat mendegradasi kutikula nematoda (Tian et al., 2000).
C. KINETIKA KULTIVASI
Judoamidjojo et al., (1989) mengemukakan bahwa kinetika kultivasi secara
umum dikaji berdasarkan laju penggunaan substrat, laju pertumbuhan biomassa dan
laju pembentukan produk. Kinetika pertumbuhan sel dan pembentukan produk
dipengaruhi oleh kemampuan sel (Gumbira-Sa’id, 1987). Menurut Mangunwidjaja
dan Suryani (1994), hubungan kinetika pertumbuhan sel dan pembentukan produk
tergantung pada peranan produk tersebut dalam metabolisme sel. Pertumbuhan
Pseudomonas putida dapat dicirikan dengan waktu yang digunakan untuk
menggandakan jumlah atau massa sel dan konversi substrat menjadi biomassa. Hasil
perhitungan kinetika kultivasi adalah Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Perhitungan parameter kinetika kultivasi
Parameter Kinetika Laju Aerasi 0,5 vvm Laju aerasi 1 vvm Laju Aerasi 1,5 vvm X-max (g/l) 1,191 (jam ke-30) 1,608 (jam ke-36) 1,352 (jam ke-30) µxmax (jam-1) 0,111 (jam ke-30) 0,160 (jam ke-12) 0,156 (jam ke-12) Td (jam) 6,245 4,332 4,453 (So-St)/So pada Xmax 0,361 0,414 0,418 Yx/s pada Xmax 1,401 1,442 1,227
Berdasarkan perhitungan kinetika kultivasi pada Tabel 7. dapat diketahui
bahwa nilai efisiensi penggunaan substrat ((So-St)/So), maka nilai yang paling baik
terjadi pada kultivasi 1 dan 1,5 vvm. Hal ini menunjukkan bahwa metabolisme sel
pada kedua sistem ini lebih baik jika dibandingkan dengan sistem pada laju aerasi 0,5
vvm. Hasil ini berkorelasi positif terhadap pembentukan biomassa. Berdasarkan hasil
perhitungan parameter kinetika kultivasi seperti pada Tabel 7. dapat diketahui bahwa
nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (µx-maks) tertinggi dimiliki oleh perlakuan
laju aerasi 1 vvm yaitu 0,160/jam dan menghasilkan bobot biomassa maksimum
tertinggi yaitu 1,608 g/l. Tingginya laju pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh substrat
yang terdapat pada media dan lamanya mikroorganisme menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya. Selain substrat, laju pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh
temperatur, pH, aerasi dan agitasi.
Nilai µx-maks digunakan untuk menghitung waktu yang dibutuhkan oleh sel
memperbanyak diri dua kali massa sel semula. Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa waktu ganda sel tercepat berdasarkan massanya (td) sebesar 4,332 jam
terdapat pada laju aerasi 1 vvm. Semakin cepat sel menggandakan jumlah massanya
menunjukkan semakin baik laju pertumbuhannya.
Tingginya laju pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh substrat yang terdapat di
dalam media dan lamanya mikroorganisme menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya. Selain substrat, laju pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh
temperatur, pH, aerasi dan agitasi.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah cair tahu dapat digunakan
sebagai substrat bagi pertumbuhan Pseudomonas putida untuk memproduksi
biopestisida.
Perolehan bobot kering biomassa tertinggi dicapai pada kultivasi dengan laju
aerasi 1 vvm setelah kultivasi berlangsung selama 36 jam, yaitu sebesar 1,608 g/l.
Berdasarkan hasil perhitungan kinetika fermentasi, dapat diketahui bahwa laju
pertumbuhan spesifik berdasarkan bobot kering biomassa (µx) dan efisiensi
pengubahan substrat menjadi biomassa (Yx/s) tertinggi dicapai pada kultivasi dengan
laju aerasi 1 vvm, yaitu sebesar 0,160/jam dan 1,442 g sel/g substrat.
Hasil uji toksisitas terhadap nematoda P. brachyurus, produk yang dihasilkan
pada kultivasi dengan aerasi 1 vvm memperlihatkan tingkat mortalitas nematoda
tertinggi yaitu 99 persen.
B. SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ada beberapa hal yang perlu
disarankan, diantaranya :
1. Perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui bahan aktif yang terkandung
pada P. putida yang dapat mengendalikan nematoda.
2. Penelitian produksi biopestisida pada skala pilot
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of Association of Official Agricultural Chemist. Washington, DC.
BPS. 2001. Statistical Year Book of Indonesia. BPS, Jakarta.
Corbett, D.C.M. (1976). Pratylenchus brachyurus. CIH Descriptions of plant-parasitic nematodes, Set 6, No. 89. Farnham Royal, UK, Commonwealth Agricultural Bureaux, 4 pp.
Crueger, W. 1987. Physical Aspect of Bioreactor Performance. Dechema. Frankfrut.
Deckwer, W.D. 1990. Bubble Column Reactor. Fachbereich Chemie, Fachgebiet technishe, Universiat Oldenburg, Oldenburg.
Gumbira-Said, E. 1987. Bioindustri. Penebar Swadaya, Jakarta.
Harni, R. 2005. Potensi Bakteri Endofit untuk Pengendalian Nematoda Peluka Akar (Pratylenchus brachyurus (Godfrey) Filipjev & Stekhoven) Pada Tanaman Nilam. Tesis. IPB, Bogor.
Harni R, Munif A, Mustika I, Supramana. 2007. Pemanfaatan Bakteri Endofit untuk
Mengendalikan Nematoda Peluka Akar (Pratylenchus brachyurus) pada Tanaman Nilam. Jurnal Hayati 14 (1) : 7-12
Harni R. dan Mustika I. 2000. Pengaruh Infestasi Pratylenchus brachyurus,
Meloidogyne incognita dan Radopholus similis pada Tanaman Nilam. Buletin Balitro Vol XI No.2 p. 47-54
Hartoto, L. 1991. Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. PAU Bioteknologi-IPB, Bogor.
Judoamidjojo. R.M.,Gumbira-Sa’id, E., dan Hartoto,L. 1989. Biokonversi. PAU
Bioteknologi-IPB, Bogor. Judoamidjojo, R.M., A. Aziz Darwis dan Gumbira-Said, E. 1992. Teknologi
Fermentasi. Rajawali Pers, Jakarta. Kuswardani, I. 1985. Mempelajari Pemanfaatan Limbah Cair Tahu sebagai Media
Pertumbuhan Mikroba Penghasil Enzim Pemecah Pati Menjadi Glukosa. Skripsi. FATETA-IPB, Bogor.
Mangunwidjaja, D. Dan A. Suryani. 1994. Teknologi Bioproses. Penebar Swadaya,
Jakarta. Moat, A.G. 1979. Microbial Psychology, John Wiley and Sons. Inc.,New York.
Moertinah, Sri dan Djarwanti. 2003. Penelitian Identifikasi Pencemaran Industri Kecil Tahu-Tempe di Kelurahan Debong Tengah Kota Tegal dan Konsep Pengendaliannya. Laporan Penelitian. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Semarang
Mustika, I., Rahmat A., Suyanto. 1995. Pengaruh Pupuk, Pestisida dan Bahan
Organik Terhadap pH Tanah, Populasi Nematoda dan Produksi Nilam. Medkom. Penelitian dan Pengembangan Tantri. 15: 70-74.
Nurhasan. 1987 . Pengolahan Air Buangan Industri Tahu. Suatu Pedoman Praktis
Diterbitkan atas Kerjasama Yayasan Bina Harta Lestari dengan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia.
Novizan. 2002. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. Agro
Media Pustaka, Jakarta.
Pons, A, L.G. Dussap dan J. B. Gross. 1987. Comparison of Bubble Column and Stirred Tank Fermentor perpormance for Xanthan Gum Production. Prod 4th, European Congress of Biotechnology.
Rachman, A. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. PAU Pangan dan Gizi IPB,
Bogor. Rochani, R. 1986. Aktivitas Protease dari Bacillus subtilis pada Media Limbah Cair
Tahu. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. FATETA-IPB, Bogor. Sastroutomo. (1992). Dasar-Dasar Pestisida dan Dampak Penggunaanya. PT.
Gramedia Pustaka Utama Jakarta Singh, R.S., dan Sitaramaiah, K. 1993. Plant Pathogens The Nematodes.
International Science Publisher, New York. Soesanto, L. 2008. Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman. PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta. Sriwati, R. 1999. Ketahanan Beberapa Kultivar Nilam (Pogostemon cablin Benth.)
terhadap Pratylenchus brachyurus (Godfrey) Filipjev & Stekhoven. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Standburry, P.F. dan A. Whitaker. 1984. Principles of Fermentation Technology.
Pergamon Press, Oxford. Thorne, G. 1961. Principles of Nematology. McGraw-Hill Book Company, INC,
New York. Tian, H., Riggs R.D., Crippen DL.2000. Control of Soybean Cyst Nematode by
Chitinolytic Bacteria With Chitin Substrate. Journal of Nematology 32(4):377-388.
Vandekar, M dan H.T. Dulmage. 1982. Guidelines for Production Bacillus thuringiensis H-14. Proceeding of a Consultation held in Geneva, Switzerland.
Wang, D.I.C., C.L. Cooney, A. L. Demain, P. Dunhill, A.E., Humphrey and M.D.
Lilly. 1978. Fermentation and Enzyme Technology. John Wiley ang Sons, New York.
Winarno, F.G. 2002. Produksi Tahu Cina Tradisional. MBRIO Press, Bogor.
Yamamoto, T., T. Lizuka dan J.N. Aronson. 1983. Mosquitodical Protein of Bacillus
thuringiensis var israelensis : Identification and Partial Isolation of the Protein. Current Microbiology, vol.9,pp.279-284.
Lampiran 1. Metode Analisis Pra-Kultivasi
a. Kadar Air (AOAC,1984)
Cawan aluminium kosong yang sudah dipanaskan dalam oven pada
suhu 105 oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30
menit dan ditimbang. Prosedur pengeringan cawan ini diulang sampai di
dapatkan bobot tetap. Contoh sebanyak 4-5 gram di timbang dalam cawan
tersebut, kemudian di panaskan dalam oven pada suhu 105 oC selama 3-5 jam.
Setelah itu cawan dikeluarkan dari oven dan didinginkan, diulangi sampai
didapatkan bobot tetap bahan. Persentase kadar air di hitung dengan rumus
sebagai berikut :
Kadar Air (% b/b) = (W1 – W2) x 100% W1
Keterangan :
W1 = Berat sampel sebelum dikeringkan (g)
W2 = Berat sampel setelah dikeringkan (g)
b. Kadar Abu (AOAC,1984)
Contoh bahan sebanyak 4-5 gram ditimbang dalam cawan yang
bobotnya konstan. Dibakar sampai tak berasap di atas bunsen denagn api kecil,
kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 oC sampai menjadi abu.
Cawan didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang.
Pengabuan diulangi dengan cara dimasukkan kembali dalam tanur pada suhu
600 oC selama 1 jam sampai didapat bobot tetap. Persentase kadar abu dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :
Kadar Abu (% b/b) = (A – B) x 100% W Keterangan :
A = Berat cawan + sampel setelah pengabuan
B = Berat cawan setelah pengeringan
W = berat contoh setelah pengeringan
Lampiran 2. Metode Analisa Selama Kultivasi
1. Prosedur Pengukuran pH
Pengukuran pH cairan kultur dilakukan dengan menggunakan pH-meter yang
telah dikalibrasi dengan menggunakan larutan buffer standar (4 dan 7). Sampel
cairan kultur langsung diukur dengan pH-meter tanpa dilakukan pengenceran terlebih
dulu.
2. Pengukuran Optical Density
Prosedur pengerjaan pengukuran pertumbuhan sel dengan perhitungan OD
sebagai berikut : Sebanyak 10 ml sampel diambil untuk mengetahui jumlah biomassa
dari Pseudomonas putida. Pengukuran jumlah biomassa ini dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm. Diagram alirnya
sebagai berikut :
Masukkan 10 ml sampel cairan kultur ke dalam tabung ulir
Ukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm
Lanjutan Lampiran 2. Metode Analisa Selama Kultivasi
3. Pengukuran Bobot Kering Biomassa
Bobot kering biomassa dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Tabung eppendorf kosong dikeringkan
pada suhu 70°C selama 1 jam
Dinginkan dalam desikator selama 30 menit
1,5 ml sampel cairan kultur kultivasi dimasukkan ke tabung eppendorf
Sentrifuge dengan kecepatan 10000 rpm selama 15
menit
Pisahkan filtrat dan endapan, filtrat digunakan untuk
pengujian kadar gula sisa
Endapan yang terdapat pada tabung eppendorf
dipanaskan dalam oven pada suhu 80°C selama 4-5
jam ( sampai berat konstan)
Dinginkan dalam desikator selama 30 menit dan timbang
Bobot kering biomassa = bobot eppendorf akhir – bobot eppendorf awal
Lanjutan Lampiran 2. Metode Analisa Selama Kultivasi 4. Penentuan Kadar Gula Sisa Metode fenol
a. Pembuatan Kurva Standar
larutan glukosa dengan konsentrasi 0, 10, 20, 30, 40, 50 dan 60 mg/l, diambil
sebanyak dua ml dan masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
ditambahkan 1 ml larutan fenol 5% dan ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 5 ml.
Setelah itu biarkan selama 10 menit, larutan dipanaskan dalam penangas air selama
15 menit. Larutan diukur absorbansinya pada λ = 490 nm.
Kadar Gula(mg/l) Absorbansi 490 nm 0 0
10 0,073 20 0,152 30 0,235 40 0,315 50 0,389 60 0,466
Gambar 9. Grafik Kurva Standar Glukosa
y = 0,0078x - 0,0021R² = 0,9997
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0 20 40 60 80
Abs
orba
nsi (
490
nm)
Konsentrasi (mg/l)
Kurva Standar Glukosa
Series1
Lanjutan Lampiran 2. Metode Analisa Selama Kultivasi b. Penetapan Sampel
Ditambah 1 ml larutan fenol 5 %
Ditambah 5 ml H2SO4 pekat biarkan selama 10 menit
Kocok dan tempatkan pada penangas air selama 15 menit
Diukur absorbansinya pada λ = 490 nm
2 ml supernatan cairan kultivasi masukkan ke dalam tabung reaksi
Lampiran 3. Uji Toksisitas Biopestisida ( Modifikasi dari Yamamoto et al., 1983)
Sentrifuge hasil akhir kultivasi kemudian saring menggunakan
millipore
Masukkan nematoda Pratylenchus brachyurus ke dalam cawan hitung sebanyak 20 ekor yang masih hidup
Masukkan 5 ml cairan kultivasi yang tadi sudah disaring ke dalam cawan hitung yang berisi nematoda
Biarkan selama 24 jam, kemudian Hitung jumlah nematoda yang mati dan yang hidup.
Lampiran 4. Rekapitulasi Data pH Rata-rata Selama Kultivasi
Jam Laju Aerasi 0,5 v/v/m Laju Aerasi 1 v/v/m Laju Aerasi 1,5 v/v/m 0 7,22 7,23 7,27 6 7,28 7,40 7,46
12 7,70 7,91 7,67 18 8,05 8,11 7,82 24 8,24 8,04 7,83 30 8,62 8,22 7,89 36 8,77 8,51 8,05 42 8,68 8,63 8,40 48 8,70 8,81 8,30
Lampiran 5. Rekapitulasi Data Bobot Kering Biomassa (g/l) Rata-rata Selama
Kultivasi
Jam Laju Aerasi 0,5 v/v/m Laju Aerasi 1 v/v/m Laju Aerasi 1,5 v/v/m
0 0,113 0,320 0,295 6 0,149 0,545 0,430
12 0,337 1,425 1,094 18 0,549 1,472 1,053 24 0,613 1,542 1,282 30 1,191 1,500 1,352 36 1,171 1,608 1,276 42 1,155 1,462 1,247 48 1,147 1,228 1,220
Lampiran 6. Rekapitulasi Data Total Gula Sisa (g/l) Selama Kultivasi
Jam Laju Aerasi 0,5 v/v/m Laju Aerasi 1 v/v/m Laju Aerasi 1,5 v/v/m
0 2,130 2,157 2,061 6 1,866 1,814 1,818
12 1,827 1,538 1,537 18 1,515 1,416 1,515 24 1,478 1,366 1,369 30 1,361 1,308 1,201 36 1,098 1,263 1,162 42 1,045 1,227 1,096 48 1,010 1,129 1,021
Lampiran 7. Rekapitulasi Data Uji Toksisitas
laju aerasi (vvm) ulangan jumlahhidup jumlah mati 0,5 1 6 14
2 7 13 3 6 14 4 6 14 5 4 16 1 1 20 2 20 3 1 19 4 20 5 20
1,5 1 20 2 1 19 3 20 4 3 17 5 20
kontrol 1 20 2 20 3 20 4 20 5 20
Lampiran 8. Hasil Analisa Ragam Uji F dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Nilai pH
(α= 0,05)
Pada jam ke-30
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:pH
Source Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model
.535a 2 .268 24.246 .014
Intercept 408.045 1 408.045 36982.937 .000 aerasi .535 2 .268 24.246 .014 Error .033 3 .011
Total 408.613 6
Corrected Total .568 5
a. R Squared = ,942 (Adjusted R Squared = ,903)
pH Duncana,,b
aerasi N
Subset
1 2
1.5 2 7.8950
1.0 2 8.2200
.5 2 8.6250 Sig. .054 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,011. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = 0,05.
Pada jam ke-36
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:pH
Source Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model
.524a 2 .262 6.013 .089
Intercept 427.402 1 427.402 9810.289 .000 aerasi .524 2 .262 6.013 .089 Error .131 3 .044
Total 428.056 6
Corrected Total .655 5
a. R Squared = ,800 (Adjusted R Squared = ,667)
Lampiran 9. Hasil Analisa Ragam Uji F dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Nilai
Bobot Kering Biomassa (α= 0,05)
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:biomassa
Source Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model
.303a 5 .061 5.566 .030
Intercept 21.862 1 21.862 2006.983 .000 perlakuan .303 5 .061 5.566 .030 Error .065 6 .011
Total 22.230 12
Corrected Total .369 11
a. R Squared = ,823 (Adjusted R Squared = ,675)
biomassa
Duncana,,b
perlakuan N
Subset
1 2 3
2 2 1.17150
1 2 1.19100
6 2 1.27600 1.27600
5 2 1.35200 1.35200 1.35200 3 2 1.50050 1.50050 4 2 1.60750 Sig. .150 .083 .056 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,011. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = 0,05.
Keterangan :
1 : Kultivasi pada jam ke-30 dengan laju aerasi 0,5
2 : Kultivasi pada jam ke-36 dengan laju aerasi 0,5
3 : Kultivasi pada jam ke-30 dengan laju aerasi 1,0
4 : Kultivasi pada jam ke-36 dengan laju aerasi 1,0
5 : Kultivasi pada jam ke-30 dengan laju aerasi 1,5
6 : Kultivasi pada jam ke-36 dengan laju aerasi 1,5
Lampiran 10. Hasil Analisa Ragam Uji F dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Nilai
Total Gula Sisa (α= 0,05)
Pada jam ke-30
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:gula
Source Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model
.027a 2 .013 13.172 .033
Intercept 9.985 1 9.985 9898.810 .000 aerasi .027 2 .013 13.172 .033 Error .003 3 .001
Total 10.014 6
Corrected Total .030 5
a. R Squared = ,898 (Adjusted R Squared = ,830)
gula Duncana,,b
aerasi N
Subset
1 2
1.5 2 1.20100
1.0 2 1.30800 .5 2 1.36100 Sig. 1.000 .194 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,001. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = 0,05.
Pada jam ke-36
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:gula
Source Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model
.028a 2 .014 32.482 .009
Intercept 8.277 1 8.277 19300.509 .000 aeerasi .028 2 .014 32.482 .009 Error .001 3 .000
Total 8.306 6
Corrected Total .029 5
a. R Squared = ,956 (Adjusted R Squared = ,926)
gula Duncana,,b
aeerasi N
Subset
1 2
.5 2 1.09800
1.5 2 1.16200
1.0 2 1.26350 Sig. .054 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,000. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = 0,05.