form pengajuan dana beasiswa€¦ · ad. pati (amilum) 50 gram 8.500 425.000 425.000 cv. chem-mix...
TRANSCRIPT
FORM PENGAJUAN DANA BEASISWA
Nama : Muhammad Badrul Huda Nama Bank : Bank Rakyat Indonesia (BRI) Nama Account : Muhammad Badrul Huda Nomor Rekening : 1369-01-003967-50-3 BIC / Swift Code : IBAN / ABA / BSB :
Kampus : Universitas Gadjah Mada
Negara : Indonesia
Jenis Dana Pengajuan
dan Jumlahnya
: Dana Penelitian Tesis Dalam Negeri Rp. 25.117.340
Berikut saya lampirkan : 1. Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) 2. Kartu Tanda Penduduk (KTP) 3. Rekening Buku Tabungan 4. Letter of Acceptance (LoA) 5. Surat Keterangan bahwa Penelitian tidak dibiayai oleh Kampus 6. Rancangan Anggaran Biaya Penelitian 7. Proposal Penelitian
1. KTM
2. KTP 3. Rekening Buku Tabungan
4. Letter of Acceptance (LoA)
5. Surat Keterangan bahwa Penelitian tidak dibiayai oleh Kampus
p. Silika gel 1 kg 75.000 75.000 75.000 CV. Chem-Mix Pratama Jogja
q. Etil Asetat 100 mL 1.438 143.800 143.800 http://simalab.mipa.ugm.ac.id
r. N-heksana 100 mL 720 72.000 72.000 http://simalab.mipa.ugm.ac.id
s. Aseton 50 gram 56.000 2.800.000 2.800.000 https://app.lppt.ugm.ac.id
t. Siklopentanon 50 mL 4.342 217.100 217.100 https://app.lppt.ugm.ac.id
u. Sikloheksanon (for
analysis, EMPLURA)
200 mL 1.484 296.800 296.800 Merck Chemical Pricelist 2017
v. Kalium Hidroksida 40 gram 900 36.000 36.000 http://simalab.mipa.ugm.ac.id
w. Asam Klorida 37% 50 mL 840 42.000 42.000 http://simalab.mipa.ugm.ac.id
x. Indikator pH Universal 2 kotak 180.000 360.000 360.000 CV. Chem-Mix Pratama Jogja
y. KH2PO4 for analysis
EMSURE
50 gram 2.396 119.800 119.800 Merck Chemical Pricelist 2017
z. K2HPO4 for analysis
EMSURE
50 gram 3.848 192.400 192.400 Merck Chemical Pricelist 2017
ab. Kalium Klorida 20 gram 1.297 25.940 25.940 http://simalab.mipa.ugm.ac.id
ac. Natrium Hidroksida 20 gram 575 11.500 11.500 http://simalab.mipa.ugm.ac.id
Rancangan Anggaran Biaya
Dana Bantuan Penelitian Tesis Tahun 2019
Nomor Induk Penerima Beasiswa 201808110213247
Nama Lengkap Muhammad Badrul Huda
Batch dan Tahun Persiapan Keberangkatan Batch 115 Tahun 2017
Program Studi Magister Kimia
Universitas Universitas Gadjah Mada
Jurusan Kimia
Penelitian Laboratorium
Negara Indonesia
No. Komponen Jumlah
yang
dibutuhkan
Satuan Harga
Satuan
Nominal
Dalam
IDR
Total Biaya Keterangan Komponen
1. Biaya Material Habis Pakai
a. 4-hidroksibenzaldehid
(for analysis)
25 gram 32.000 800.000 800.000 Progo Mulyo
b. 3-hidroksibenzaldehid 15 gram 62.000 930.000 930.000 Progo Mulyo
c. 2-hidroksibenzaldehid 250 mL 35.520 888.000 888.000 Progo Mulyo
d. N,N-
dimetilformamida
500 mL 1.628 814.000 814.000 Progo Mulyo
e. Kalium Iodida 20 gram 4.200 84.000 84.000 Progo Mulyo
f. Kalium Karbonat 50 gram 2.851 142.550 142.550 Progo Mulyo
g. Benzil Klorida 40 mL 462 18.480 18.480 Progo Mulyo
h. Akuades 200 Liter 1.300 260.000 260.000 Progo Mulyo
i. Kertas Saring 50 lembar 5.000 250.000 250.000 Progo Mulyo
j. Plastik Wrap 4 roll 40.000 160.000 160.000 Progo Mulyo
k. Aluminium Foil 2 roll 50.000 100.000 100.000 Progo Mulyo
l. Etanol (absolute for
analysis)
1,5 Liter 5280 792.000 792.000 Progo Mulyo
m. Aseton teknis 1 Liter 60.000 60.000 60.000 Progo Mulyo
n. Pipa Kapiler 2 botol 65.000 130.000 130.000 Progo Mulyo
o. Plat Kromatografi
Lapis Tipis (KLT)
4 lembar 180.000 720.000 720.000 http://simalab.mipa.ugm.ac.id
ad. Pati (Amilum) 50 gram 8.500 425.000 425.000 CV. Chem-Mix Pratama Jogja
ae. Iodin (I2 for analysis,
Suprapur)
10 gram 115.580 1.155.800 1.155.800 Merck Chemical Pricelist 2017
af. Enzim alfa amilase 1 0,25 kg 850.000 850.000 850.000 Delta Laboratorium Malang
ag. Enzim alfa-glukosidase 1 0,25 kg 850.000 850.000 850.000 Delta Laboratorium Malang
ah. p-Nitrofenil α-D-
glukopiranosida
(PNPG)
5 gram 44.000 44.000 220.000
ai. akarbosa 100 gram 2.750 2.750 27.500
ak. Tween 80 20 Gram 3.200 64.000 64.000 CV. Chem-Mix Pratama Jogja
al. Natrium Klorida 20 gram 906 18.120 18.120 http://simalab.mipa.ugm.ac.id
am. Sarung tangan lateks 4 kotak 48.000 192.000 192.000 CV. Chem-Mix Pratama Jogja
an. Masker 4 kotak 27.000 108.000 108.000 CV. Chem-Mix Pratama Jogja
ao. Tinta Canon 1 botol 55.000 55.000 55.000
Sub Total 14.205.220
2. Biaya Penggandaan
a. Fotokopi draft
proposal
5 Jilid 20.000 100.000 100.000
b. Fotokopi makalah
seminar proposal
5 Jilid 30.000 150.000 150.000
c. Fotokopi makalah
seminar hasil
5 Jilid 30.000 150.000 150.000
d. Fotokopi draft Tesis
tahap konsultasi
4 Jilid 40.000 160.000 160.000
e. Fotokopi draft Tesis
tahap Ujian
5 Jilid 40.000 200.000 200.000
f. Fotokopi draft Tesis
tahap koreksi
5 Jilid 40.000 200.000 200.000
g. Fotokopi dan
penjilidan hard cover
5 Jilid 70.000 350.000 350.000
Sub Total 1.310.000
3. Biaya Uji Laboratorium
a. FTIR 10 Jam 50.000 500.000 500.000 http://simalab.mipa.ugm.ac.id
b. GC-MS 15 Jam 60.000 900.000 900.000 http://simalab.mipa.ugm.ac.id
c. DI-MS 15 Jam 60.000 900.000 900.000 http://simalab.mipa.ugm.ac.id
d. H-NMR 6 sampel 400.000 2.400.000 2.400.000 https://layanan.lipi.go.id
e. C-NMR 6 sampel 400.000 2.400.000 2.400.000 https://layanan.lipi.go.id
f. Spektrofotometer
UV/VIS (dengan data
print)
20 jam 40.000 800.000 800.000 https://app.lppt.ugm.ac.id
g. TLC Scanner Camag 15 Jam 50.000 750.000 750.000 https://app.lppt.ugm.ac.id
h. TLC Scanner Shimadzu 15 Jam 35.000 525.000 525.000 https://app.lppt.ugm.ac.id
Sub Total 9.175.000
TOTAL BIAYA PENELITIAN 24.690.220
Yogyakarta, 23 September 2019
Diajukan Oleh Disetujui Oleh
Muhammad Badrul Huda Dr. Endang Astuti, M.Si
18/433836/PPA/05651 196812231997022001
i
Referensi Harga dan Komponen Honor Uji
ii
iii
i
PROPOSAL TESIS
SINTESIS ANALOG KURKUMIN MONO-KETON BERBAHAN DASAR
BENZILOKSI-BENZALDEHIDA DAN UJI AKTIVITASNYA SEBAGAI
INHIBITOR ENZIM α-AMILASE DAN α-GLUKOSIDASE
SYNTHESIS OF MONO-KETONE CURCUMIN ANALOGUES FROM
BENZYLOXY-BENZALDEHYDE AND THEIR ACTIVITY ASSAY AS
INHIBITOR OF α-AMILASE AND α-GLUKOSIDASE ENZYME
MUHAMMAD BADRUL HUDA
18/433836/PPA/05651
PROGRAM STUDI S2 KIMIA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
ii
HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL TESIS
SINTESIS ANALOG KURKUMIN MONO-KETON BERBAHAN DASAR
BENZILOKSI-BENZALDEHIDA DAN UJI AKTIVITASNYA SEBAGAI
INHIBITOR ENZIM α-AMILASE DAN α-GLUKOSIDASE
Telah dipersiapkan dan disusun oleh
MUHAMMAD BADRUL HUDA
18/433836/PPA/05651
Mengetahui,
Pembimbing
Dr. Endang Astuti, M.Si.
196812231997022001
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR TABEL vi
BAB I PENDAHULUAN 1
I.1 Latar Belakang 1
I.2 Tujuan Penelitian 4
I.3 Manfaat Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 5
II.1 Tinjauan Pustaka 5
II.1.1 Kurkumin 5
II.1.2 Sintesis analog kurkumin 6
II.1.3 Sintesis 4-benziloksibenzaldehida 7
II.1.5 Diabetes mellitus 9
II.1.6 Enzim 12
II.1.7 Enzim α-amilase dan α-glukosidase 20
II.2 Perumusan Hipotesis 23
II.2.1 Perumusan hipotesis 1 23
II.2.2 Perumusan hipotesis 2 24
II.2.3 Perumusan hipotesis 3 25
II.2.4 Perumusan hipotesis 4 25
II.2.5 Rancangan penelitian 26
BAB III METODE PENELITIAN 27
III.1 Bahan 27
III.2 Peralatan 27
III.3 Prosedur Penelitian 27
III.3.1 Sintesis senyawa 3-benziloksibenzaldehida 27
III.3.2 Sintesis senyawa analog kurkumin 28
III.3.3 Uji Aktivitas Inhibisi Enzim α-amilase dan α-glukosidase 28
iv
III.3.3.1 Pembuatan larutan buffer fosfat saline pH 6,9 28
III.3.3.2 Pembuatan substrat pati dan PNPG (0,5 g/L) 29
III.3.3.3 Pembuatan larutan iodin 0,2% (b/v) 29
III.3.3.4 Pembuatan larutan enzim (20 U/mL) 29
III.3.3.5 Penentuan panjang gelombang (λ maks) 29
III.3.3.6 Pembuatan larutan sampel analog kurkumin dan akarbosa 29
III.3.3.7 Uji aktivitas inhibisi analog kurkumin dan akarbosa terhadap
enzim α-amilase α-glukosidase 29
III.3.3.8 Pembuatan kurva standar 31
III.3.3.9 Penentuan KM dan Vmaks 31
III.3.3.10 Penentuan tipe inhibitor senyawa analog kurkumin dan akarbosa 32
DAFTAR PUSTAKA 33
LAMPIRAN
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Kurkumin dalam keto-enol tautomer 5
Gambar II.2 Contoh reaksi eter Williamson 8
Gambar II.3 Sintesis analog kurkumin 8
Gambar II.4 Model kunci dan gembok enzim dan substrat 16
Gambar II.5 Model induksi pas enzim dan substrat 13
Gambar II.6 Kurva energi dalam reaksi 14
Gambar II.7 Pengaruh konsentrasi substrat terhadap kecepatan awal
reaksi enzimatik 15
Gambar II.8 Grafik Lineweaver-Burk 17
Gambar II.9 Grafik Lineweaver-Burk untuk inhibitor kompetitif 18
Gambar II.10 Grafik Lineweaver-Burk untuk inhibitor non kompetitif 19
Gambar II.11 Grafik Lineweaver-Burk untuk inhibitor unkompetitif 20
Gambar II.12 Enzim α-amilase 21
Gambar II.13 Enzim α-glukosidase 23
vi
DAFTAR TABEL
Tabel III.1 Komposisi pereaksi dalam system reaksi 30
1
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1 Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme kompleks yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hyperglycemia). Hal tersebut
terjadi karena adanya ketidaknormalan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, sensitivitas insulin, atau kedua-
duanya. Penderita diabetes melitus dengan hiperglikemia kronis akan mengalami
beberapa gangguan fungsi organ seperti kebutaan, gagal ginjal, gangguan saraf,
gangguan hati, stroke, serangan jantung dan penghambatan pembuluh darah
(Baena, dkk., 2016). DM berada pada peringkat ketiga sebagai penyakit yang paling
mematikan di dunia, setelah kanker dan kardiovaskular (Guo et al., 2010).Jumlah
penderita diabetes melitus setiap tahunnya terus meningkat dan peningkatan
prevalansi ini diperkirakan akan jauh lebih besar terjadi di negara-negara
berkembang, seperti Indonesia (Zaccardi dkk., 2015). Indonesia masuk dalam 10
besar negara dengan jumlah penderita DM terbanyak di dunia. Penderita DM
masyarakat Indonesia sebanyak 5,6% dari total populasi yaitu sekitar 8,5 juta jiwa
dan pada tahun 2030 diperkirakan akan meningkat hingga 14,1 juta jiwa (Shaw
dkk., 2014). Pola makan, gaya hidup, dan kurangnya aktivitas fisik adalah penyebab
utama penyakit ini. Mihardja dkk. (2014) menyatakan penderita diabetes pada umur
produktif mempunyai resiko yang lebih besar. Faktor penyebabnya adalah obesitas,
hipertensi, dan dislipidemia yang dapat menyebabkan komplikasi seperti stroke dan
tuberkulosis.
Diabetes melitus diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu DM tipe 1 dan DM
tipe 2. DM tipe 1 disebabkan pengaruh dari sel beta, sistem imun, dan juga faktor
genetik dan lingkungan, yang menyebabkan kerusakan autoimun pada sel beta
pankreas dan menyebabkan tubuh penderita sama sekali tidak menghasilkan insulin
sehingga membutuhkan insulin eksogen. DM tipe 1 biasanya terjadi pada anak-anak
dan remaja. DM tipe 2 lebih banyak diderita oleh orang dewasa yang disebabkan
karena obesitas dan resistansi insulin, bersamaan dengan kurangnya fungsi sel beta
2
sehingga tidak memproduksi insulin yang cukup (Mancia dkk., 2015). Jumlah
mayoritas penderita penyakit diabetes melitus di seluruh dunia merupakan
penderita penyakit diabetes melitus tipe 2 dengan presentase mencapai 90-95%
sedangkan penderita diabetes melitus tipe 1 hanya berkisaran kurang dari 10%
(Olokoba dkk., 2012).
DM tipe 2 berkaitan dengan kenaikan hiperglikemia setelah makan. Jika
tubuh tidak mempunyai cukup insulin, kadar glukosa dalam darah akan tinggi
setelah makan karena semua glukosa akan tinggal di dalam darah. Penderita akan
merasa sangat sakit bahkan tidak sadarkan diri. Tubuh tidak mampu mengatasi gula
yang berlebihan dalam seketika. Keadaan inilah yang disebut keadaan
hiperglikemia (Richard, 2010). Salah satu strategi dalam menghadapi DM tipe 2
adalah dengan mengontrol kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa dalam darah
dapat dikontrol dengan menghambat absorbsi karbohidrat setelah masuknya
makanan. Keadaan ini dapat dilakukan dengan cara menghambat kerja enzim α-
amilase dan α-glukosidase. Enzim α-amilase bertindak sebagai katalis dalam reaksi
hidrolisis pati membentuk maltosa, maltotriosa dan oligosakarida (6-8 rantai
glukosa) melalui pemutusan ikatan glikosida (Agarwal dan Gupta, 2016).
Sedangkan enzim α-glukosidase berperan dalam menghidrolisis oligosakarida
menjadi glukosa pada dinding usus halus (Shinde dkk., 2008). Penghambatan dua
enzim ini dapat menunda pencernaan karbohidrat dan memperpanjang waktu
pencernaan karbohidrat, sehingga mengurangi kecepatan absorpsi glukosa yang
pada akhirnya dapat mengontrol kenaikan glukosa setelah makan (Oboh dkk.,
2016).
Pada saat ini obat yang digunakan untuk menginhibisi enzim α-amilase dan
α-glukosidase adalah Akarbosa, miglitol, dan voglibosa. Akan tetapi, obat sintetik
ini memiliki efek samping kepada penderitanya seperti mual, kembung, diare, dan
meningkatkan komplikasi diabetes (Nampoothiri dkk., 2011). Oleh karena itu, saat
ini sedang digalakkan penelitian mengenai senyawa lain yang dapat menghambat
enzim α-amilase dan α-glukosidase tanpa menimbulkan efek samping pada
penderitanya. Yousefi dkk., (2015) telah membuktikan bahwa senyawa kurkumin
dapat digunakan sebagai inhibitor enzim α-amilase dan α-glukosidase.
3
Kurkumin telah diketahui memiliki berbagai aktivitas biologis yang sangat
baik seperti antiinflamatori, antioksidan, antikarsinogenik, antimutagenik,
antikoagulan, antifertilitas, antidiabetes, antibakteri, antijamur, antiprotozoa,
antivirus, antiracun, dan antialzheimer (Najafian, 2015). Namun senyawa kurkumin
memiliki kelemahan yaitu bioavailabilitas dan stabilitasnya rendah sehingga
membatasi kemampuan kurkumin sebagai obat. Hal ini dikarenakan struktur
kurkumin yang mengandung gugus hidroksi fenolik yang bersifat labil dan bagian
β-diketon yang membuat kurkumin rentan terhidrolisis dan terdegradasi oleh
perubahan pH. Bagian β-diketon yang sangat reaktif menjadikan struktur kurkumin
tidak stabil pada pH diatas 6,5. Apalagi dengan adanya gugus hidroksi pada fenol
menyebabkan kurkumin sangat cepat termetabolisme karena glukuronidasi sangat
mudah terjadi. Jadi, gugus hidroksi yang tersubstitusi di benzaldehid pada
kurkumin harus ditutup atau dibuang agar kurkumin menjadi stabil (Jantarat, 2013).
Oleh karena itu, banyak penelitian yang modifikasi senyawa analog kurkumin agar
mendapatkan kurkumin yang lebih stabil. Modifikasi tersebut dapat dilakuakan
dengan cara mengganti substituen pada gugus fenil, mengubah gugus diketon
menjadi gugus monoketon yang biasa dikenal dengan istilah monokarbonil
kurkumin, dan menutup gugus hidroksi pada kurkumin menjadi gugus alkoksida.
Das dkk., (2015) telah melakukan modifikasi kurkumin dengan mengubah
gugus diketon menjadi monoketon yang memiliki aktivitas diabetes sangat tinggi
dengan menurunkan level glukosa hingga 93,35% pada tikus yang terkena diabetes.
Selain itu Lin dkk. (2013) juga telah membuktikan bahwa analog kurkumin
monokarbonil mampu menghambat aktivitas enzim 11β-HSD. Enzim 11β-HSD
merupakan katalis untuk mengaktifkan glukokortikoid dalam jaringan insulin
target. Bila jumlah glukokortikoid meningkat, maka akan menyebabkan
peningkatan glukosa yang dikeluarkan di hati serta mempengaruhi akumulasi
lemak, sehingga senyawa analog kurkumin tersebut dapat berfungsi sebagai
antidiabetes. Hawaiz and Omer (2017) melakukan sintesis 4-
benziloksibenzaldehida untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan dasar sintesis
analog kurkumin. Sintesis analog kurkumin dilakukan menggunakan metode
ultrasound yaitu dengan mereaksikan aseton dan 4-benziloksi-benzaldehida dalam
4
pelarut etanol dan katalis NaOH. Campuran direaksikan dalam suhu ruang selama
5-10 menit. Sintesis tersebut menghasilkan rendemen sebesar 90%.
Senyawa analog kurkumin monoketon dengan variasi subtituen pada
benzaldehida dapat meningkatkan stabilitas dan bioavailabilitasnya. Oleh karena
itu, pada penelitian ini dilakukan sintesis senyawa analog kurkumin dari turunan
benzaldehida yaitu 2-benziloksi-benzaldehida, 3-benziloksi-benzaldehida dan 4-
benziloksi-benzaldehida yang direaksikan dengan keton (aseton, siklopentanon dan
sikloheksanon). Penentuan aktivitas penghambatan dari senyawa analog kurkumin
tersebut dilakukan melalui uji aktivitas inhibisi terhadap enzim α-amilase dan α-
glukosidase serta dilakukan penentuan tipe inhibitor bagi senyawa analog kurkumin
hasil sintesis. Selain itu, juga dilakukan metode molecular docking untuk
mengamati interaksi analog kurkumin pada enzim α-amilase dan α-glukosidase.
Metode ini dilakukan menggunakan software PyRx dengan parameter binding
afinity.
I.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Melakukan sintesis bahan dasar benziloksi-benzaldehida dari hidroksi-
benzaldehida dan benzil klorida.
2. Melakukan sintesis senyawa analog kurkumin berbahan dasar benziloksi -
benzaldehida dengan variasi keton yaitu aseton, siklopentanon dan
sikloheksanon.
3. Melakukan uji aktivitas inhibisi senyawa analog kurkumin terhadap enzim
α-amilase dan α-glukosidase.
4. Menentukan tipe inhibitor senyawa analog kurkumin yang menghambat
aktivitas enzim α-amilase dan α-glukosidase.
5. Melihat interaksi senyawa analog kurkumin pada enzim α-amilase dan α-
glukosidase berdasarkan molecular docking.
5
I.3 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:
1. Memperoleh informasi mengenai senyawa baru yang dapat dijadikan
sebagai kandidat obat diabetes.
2. Memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam bidang kimia organik sintesis dan aplikasi di bidang
kesehatan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
II.1. Tinjauan Pustaka
II.1.1 Kurkumin
Kurkumin merupakan pigmen berwarna kuning yang terkandung dalam
rimpang tanaman Curcuma longa, yang secara tradisional dan secara luas telah
digunakan sebagai zat pewarna makanan alami. Kurkumin memiliki berat molekul
368,37 gram/mol, tidak larut dalam air dan eter tetapi larut dalam etanol, metanol,
aseton, kloroform, dimetilsulfoksida dan diklorometana. Kurkumin terdapat di
alam dalam bentuk enolik dan β-diketon. Kurkumin ada sebagai campuran
kesetimbangan dari dienon simetri dalam larutan dan keto-enol tautomer yang
distabilisasi oleh ikatan hidrogen intramolekul (Li dkk., 2015). Struktur kurkumin
ditunjukkan oleh Gambar II.2. Kurkumin dan turunannya menunjukkan berbagai
macam aktivitas biologis dan sifat farmakologis seperti antioksidan (Jovanovic
dkk., 2001), anti-inflammatori (Han dan Yang, 2005), anti-HIV protease
(Mazumder dkk., 1997), antikanker (Adams dkk., 2004), antimalaria (Ji dan Shen,
2009), dan antimikroba (Nelson dkk., 2017).
Gambar II.1 Kurkumin dalam keto-enol tautomer.
Kurkumin juga bersifat sebagai antidiabetes karena menunjukkan efek
penghambatan terhadap enzim 11β-HSD1 dalam sel yang utuh pada manusia dan
tikus (Yuan dkk., 2014). Meskipun kurkumin menunjukkan berbagai macam
7
aktivitas biologis dan farmakologis, namun kegunaannya sebagai agen terapeutik
sangat terbatas. Hal tersebut dikarenakan sifat kurkumin yang tidak larut dalam air,
memiliki bioavailabilitas dan stabilitas yang rendah. Stabilitas yang rendah
dipengaruhi oleh gugus β-diketon dan gugus metilena. Oleh karena itu,
penghilangan kedua gugus tersebut dapat meningkatkan stabilitas dari turunan
kurkumin (Ramya dkk., 2018). Berbagai penelitian terbaru menunjukkan bahwa
struktur kurkumin sebagai kurkumin mono-keton dapat meningkatkan
kestabilannya secara signifikan, tetapi tetap menjaga sifat tidak toksiknya serta
bioavailabilitas yang tinggi (Li dkk., 2015).
II.1.2 Sintesis Analog Kurkumin
Kurkumin dilaporkan memiliki sifat yang sangat aman karena kurkumin
tidak menyebabkan efek samping, bahkan jika dikonsumsi dalam jumlah dosis yang
tinggi. Bioavailabilitas dari kurkumin merupakan suatu fokus utama yang
membatasi pemanfaatan terapeutiknya. Hampir 75% kurkumin yang dikonsumsi
akan diekskresikan dalam feses, hal tersebut mengindikasikan terjadinya
penyerapan kurang efektif yang terjadi di dalam usus. Oleh karena itu, untuk
mengatasi kekurangan tersebut maka dilakukan sintesis analog kurkumin sebagai
alternatif utama untuk mendapatkan kurkumin dengan bioavailabilitas dan stabilitas
yang tinggi serta meningkatkan potensial metabolismenya di dalam tubuh (Vyas
dkk., 2013). Analog kurkumin merupakan senyawa yang relatif berbeda dengan
bentuk dasar kurkumin. Analog kurkumin dapat diperoleh dari penyederhanaan
gugus β-diketon menjadi gugus mono-keton. Berbagai metode telah dilaporkan
dalam sintesis analog kurkumin, salah satunya adalah metode sintesis konvensional
kondensasi aldol silang Claisen-Schmidt (Wang dkk., 2017). Reaksi terjadi pada
suatu aril aldehida dan alkil keton baik dengan katalis asam maupun katalis basa
seperti NaOH dan KOH (Ramya dkk., 2018).
Namun, penggunaan katalis basa lebih banyak digunakan karena alasan
efisiensi produk reaksi (Patil dkk., 2009). Pada reaksi berkatalis basa, tahap pertama
adalah kondensasi aldol silang yang melibatkan adisi nukleofilik karbanion dari
keton alkil terhadap karbon karbonil dari aldehida aromatik, dilanjutkan dehidrasi
hidroksi keton untuk membentuk analog kurkumin (Ramya dkk., 2018).
8
Yuan dkk. (2014) telah berhasil melakukan sintesis senyawa analog
kurkumin dari reaksi kondendasi turunan benzaldehida dengan aseton,
siklopentanon dan sikloheksanon menggunakan katalis basa berupa larutan KOH
5% (b/v) dengan metode refluks selama 50 menit. Li dkk. (2015) telah berhasil
melakukan sintesis senyawa analog kurkumin dari variasi turunan benzaldehida
dengan aseton menggunakan katalis basa berupa larutan NaOH 8% (b/v). Hawaiz
dan Omer (2017) telah melakukan sintesis analog kurkumin berbahan dasar 4-
benziloksibenzaldehida dengan aseton menggunakan katalis basa berupa larutan
NaOH 8%.
Yousefi dkk. (2015) telah berhasil mensintesis senyawa analog kurkumin-
pirano[2,3-d]pirimidin dan menguji aktivitasnya sebagai inhibitor enzim α-
glukosidase. Senyawa analog kurkumin-pirano[2,3-d]pirimidin terbukti memiliki
aktivitas penghambatan yang lebih baik dibandingkan dengan obat antidiabetes
yang telah paten seperti akarbosa. Hal tersebut ditunjukkan dengan persen
penghambatan senyawa analog kurkumin-pirano[2,3-d]pirimidin sebesar 90%,
sedangkan persen penghambatan akarbosa hanya sebesar 85%. Oleh karena itu,
senyawa analog kurkumin dikatakan memiliki sifat antidiabetes yang baik.
II.1.3 Sintesis 4-benziloksi-benzaldehida
Senyawa 4-benziloksibenzaldehida dengan rumus molekul C14H12O2
adalah senyawa organik dengan berat molekul 212,25 g/mol. Senyawa ini tidak
larut dalam air tetapi larut dalam etanol dan kloroform. Sintesis 4-
benziloksibenzaldehida umum dilakukan dengan mekanisme reaksi eter
Williamson. Reaksi eter Williamson adalah suatu reaksi SN2 antara suatu alkil
halida dan suatu alkoksida atau fenoksida. Pada reaksi ini, gugus hidroksi dari
hidroksialdehida yang telah terdeprotonasi oleh basa berperan sebagai nukleofil,
sedangkan gugus halida pada alkil halida berperan sebagai gugus pergi. Rendemen
terbaik diperoleh apabila alkil halida berupa metil atau primer (alkil halida sekunder
atau tersier akan menghasilkan alkena, sedangkan aril dan vinil halida tidak
bereaksi SN2). Contoh reaksi eter Williamson dapat dilihat pada Gambar II.6
(McMurry, 2016).
9
Gambar II.2 Contoh reaksi eter Williamson (McMurry, 2016)
Terdapat beberapa metode untuk mensintesis 4-benziloksibenzaldehida
dengan menggunakan berbagai macam pelarut, basa, dan benzil halida. Lin et
al.,(2005) melakukan sintesis benzilasi menghasilkan berbagai macam turunan
benziloksibenzaldehida dengan mereaksikan benzilklorida dalam pelarut THF dan
K2CO3 sebagai basa. Senyawa 4-benziloksibenzaldehida didapatkan rendemen
sebesar 92%.
Metode lain dikemukakan oleh Rahman et al., (2018) dalam melakukan
sintesis 4-benziloksibenzaldehida. Sintesis tersebut dari 4-hidroksibenzaldehida
dan benzil klorida dalam pelarut aseton dan K2CO3 sebagai basa. Sintesis
dilakukan dengan menggunakan metode refluks selama 3 jam. Hasil reaksi
kemudian diekstraksi dengan pelarut etil asetat (30 mL x 3) menghasilkan
rendemen sebesar 85%. Sintesis 4-benziloksibenzaldehida juga dikemukakan oleh
Baugaard (2013). Senyawa 4-hidroksibenzaldehida direaksikan dengan benzil
bromida dalam pelarut DMF dan K2CO3 sebagai basa. Campuran reaksi diaduk
menggunakan stirrer selama 3 jam pada suhu 90 °C. Sintesis tersebut menghasilkan
padatan dengan rendemen 84,4%. Sintesis 4-benziloksibenzaldehida yang
dilakukan oleh Baugaard (2013) dapat dilihat pada Gambar II.7.
Gambar II.3 Sintesis 4-benziloksibenzaldehida (Baugaard, 2013)
Senyawa 4-benziloksibenzaldehida selanjutnya digunakan sebagai bahan
dasar pembuatan senyawa analog kurkumin dengan mereaksikan menggunakan
keton.
10
II.1.4 Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme kompleks yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah secara tidak normal
(hyperglicemia). Hal tersebut terjadi karena adanya ketidaknormalan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin,
sensitivitas insulin, atau kedua-duanya. Glukosa merupakan merupakan
monosakarida dari proses pemecahan ikatan glikosida suatu polisakarida,
oligosakarida dan disakarida. Glukosa di dalam usus akan diserap dan dialirkan
oleh darah ke seluruh tubuh. Hal ini menyebabkan kadar glukosa dalam darah akan
meningkat dan memicu sel beta pulau langerhans kelenjar pankreas mensekresikan
hormon insulin. Insulin berperan dalam dalam proses transpor glukosa ke dalam sel
sehingga insulin dapat membantu mengatur kadar glukosa darah dalam tubuh.
Glukosa akan mengalami proses metabolisme yang bertujuan untuk menghasilkan
energi. Adanya sekresi insulin dan masuknya glukosa ke dalam sel mengakibatkan
kadar glukosa dalam darah menurun. Ketika kadar glukosa dalam darah tinggi maka
sekresi insulin juga akan meningkat. Hal tersebut tidak terjadi pada penderita
diabetes melitus. Perubahan kadar glukosa dalam darah pada penderita diabetes
melitus tidak stabil karena terjadi gangguan pada produksi insulin atau sensitivitas
insulin. Penurunan sekresi insulin dan gangguan sensitivitas insulin dapat
menghambat masuknya glukosa ke dalam sel-sel yang mengakibatkan
hiperglikemia (Surya dkk., 2014).
Diabetes melitus dibagi menjadi dua jenis yaitu diabetes melitus tipe 1 dan
diabetes melitus tipe 2. Penyakit diabetes melitus tipe 1 sering dikenal dengan
istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). IDDM disebabkan oleh
gangguan autoimun yaitu sistem pertahanan tubuh menyerang sel beta pulau
langerhans kelenjar pankreas sebagai penghasil insulin. Kerusakan sel beta
menyebabkan jumlah insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas menurun.
Akibatnya glukosa yang masuk ke dalam tubuh tidak dapat diproses secara
sempurna sehingga konsentrasi glukosa dalam darah akan meningkat. Penderita
diabetes melitus tipe 1 sekitar 5-10% dari semua kasus diabetes. Hampir 80-90%
diabetes melitus tipe 1 diderita oleh anak-anak dan remaja (Atkinson dkk., 2014).
11
Umumnya pengobatan diabetes melitus tipe 1 dilakukan dengan penyuntikkan
insulin untuk mendapatkan insulin pengganti (Gregory dkk., 2013). Penyakit
diabetes melitus tipe 2 sering dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM). NIDDM merupakan tipe diabetes yang terjadi karena
insulin yang dihasilkan oleh sel beta pulau langerhans kelenjar pankreas mengalami
resistensi sehingga bersifat kurang efektif dalam merespon sel-sel secara normal.
Konsumsi glukosa yang berlebih dan resistensi yang terjadi pada insulin
akan menyebabkan terjadinya peningkatan glukosa darah. Diabetes melitus tipe 2
disebabkan oleh dua faktor utama yaitu gaya hidup dan genetik. Sejumlah gaya
hidup seperti pola makan, kurangnya aktivitas fisik, merokok, mengkonsumsi
alkohol dan mengkonsumsi obat-obatan terlarang dapat berperan penting dalam
pengembangan penyakit diabetes melitus tipe 2 ini. Jumlah mayoritas penderita
penyakit diabetes melitus di seluruh dunia merupakan penderita penyakit diabetes
melitus tipe 2 dengan presentase mencapai 90-95% sedangkan penderita diabetes
melitus tipe 1 hanya berkisaran kurang dari 10% (Olokoba dkk., 2012). Pengobatan
diabetes melitus tipe 2 dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat oral. Penggunaan
obat-obatan tersebut memberikan efek hipoglikemik sehingga mencegah kadar
glukosa dalam darah meningkat (Matthaei dkk., 2009).
Pengobatan diabetes melitus dilakukan dengan penyuntikkan insulin
ataupun mengonsumsi obat-obatan oral sintesis. Penggunaan obat-obatan oral
sintesis memberikan efek hipoglikemik sehingga mencegah kadar glukosa dalam
darah meningkat. Ada berbagai jenis obat oral sintesis yang biasanya dikonsumsi
oleh penderita diabetes melitus khususnya diabetes melitus tipe 2, yaitu:
a. Metformin
Metformin merupakan turunan dari guanidine yang dapat meningkatkan
pemanfaatan glukosa di seluruh tubuh. Metformin akan memperbaiki kontrol
diabetes dengan mengurangi resistensi insulin di dalam hati dan meningkatkan
sensitivitas jaringan otot tanpa meningkatkan sekresi sel beta pulau langerhans
kelenjar pankreas sehingga absorpsi glukosa ke dalam sel-sel jaringan tubuh
meningkat (Natali dan Ferrannini, 2006). Selain itu, metformin juga dapat
12
menghambat proses glukoneogenesis sehingga dapat menurunkan produksi glukosa
oleh hati (Song, 2016).
b. Sulfonilurea dan Meglitinida
Sulfonilurea dan Meglitinida telah digunakan untuk mengobati diabetes
melitus tipe 2. Kedua obat tersebut bekerja dengan merangsang sel beta pulau
langerhans kelenjar pankreas untuk mensekresikan insulin dan memberikan efek
hipoglikemik. Penggunaan sulfonilurea dan meglitinide menyebabkan berat badan
bertambah dan peningkatan risiko terkenal penyakit cardiovaskular (Penalver dkk.,
2016).
c. Tiazolidinedione
Rosiglitazone dan pioglitazone merupakan obat oral sintesis yang termasuk
ke dalam golongan tiazolidinedione. Obat-obatan oral sintesis tersebut dapat
meningkatkan sensitivitas terhadap insulin yang bekerja pada otot dan jaringan
disposal pada sel sehingga terjadinya peningkatan pemanfaatan glukosa. Selain itu,
tiazolidinedione dapat mengurangi glukosa yang dihasilkan oleh hati dan mengatur
kadar glukosa dalam darah dengan menjaga fungsi sel beta pankreas. Penggunaan
obat tiazolidinedione dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan serangan
jantung, bertambahnya berat badan dan kepadatan tulang menurun (Park dkk.,
1997).
d. Penghambat α-Amilase dan α-Glukosidase
Akarbosa, miglitol, voglibose dan quercetin merupakan obat oral sintesis
yang dapat menghambat kerja enzim α-amilase dan α-glukosidase. Penggunaan
obat-obatan oral sintesis ini dimaksudkan untuk mengontrol kadar glukosa post-
prandial sehingga menyebabkan absorpsi glukosa setelah makan tertunda.
Penggunaan obat sintesis ini juga dapat mengurangi risiko terkena penyakit
cardiovascular, tetapi tetap memberikan efek samping seperti alergi dan hepatitis
akut (Chiasson dkk., 2003).
Akarbosa merupakan senyawa yang termasuk golongan oligosakarida
dengan berat molekul sebesar 645 g/mol. Akarbosa telah terbukti mempunyai
aktivitas penghambatan terhadap enzim α-glukosidase dan α-amilase. Akarbosa
mampu menurunkan kadar glukosa dalam darah. Saat ini, akarbosa telah banyak
13
digunakan untuk mengobati diabetes melitus tipe 2. Penggunaan akarbosa dalam
jangka waktu pendek relatif aman. Apabila dikonsumsi dalam jangka waktu yang
lama dan dosis tinggi maka dapat memberikan efek samping seperti gangguan
saluran pencernaan dan perut kembung (Pratley, 2013).
II.1.5 Enzim
Enzim merupakan biokatalisator. Enzim adalah protein yang mengkatalisis
reaksi kimia spesifik tanpa pembentukan produk samping. Enzim bersifat spesifik
terhadap substratnya. Enzim berperan penting dalam metabolisme makhluk hidup.
Beberapa enzim hanya terdiri dari polipeptida dan sebagian enzim lain ada yang
memerlukan komponen tambahan pendukung untuk dapat beraktivitas. Komponen
pendukung tersebut dapat berupa senyawa organik (koenzim) atau senyawa
anorganik (kofaktor) seperti ion Fe2+, Mn2+, dan Zn2+ (Nelson dan Cox, 2012).
Enzim mempunyai berat molekul sekitar 12.000 sampai lebih dari 1 juta Da.
Enzim mempunyai ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan substrat sehingga
menyebabkan tidak semua sisi enzim dapat mengalami kontak dengan substrat.
Kontak antara enzim dengan substrat hanya terjadi pada bagian sisi aktif enzim.
Mekanisme interaksi antara enzim dengan substrat telah dijelaskan oleh Emil
Fischer pada tahun 1894. Emil Fischer menjelaskan bahwa mekanisme enzim
dengan substrat dapat dianalogikan seperti kunci dan gembok yang bentuknya
saling bersesuaian (lock and key model). Ilustrasi kunci dan gembok ditunjukkan
pada Gambar II.3.
Gambar II.4 Model kunci dan gembok enzim dan substrat (Nelson dan Cox,
2012).
Kontak antara enzim dan substrat hanya dapat terjadi apabila bagian sisi
aktif enzim memiliki ruang yang tepat untuk menampung substrat. Jika substrat
memiliki bentuk atau konformasi yang tidak sesuai dengan enzim maka substrat
14
tidak bisa ditampung oleh sisi aktif enzim. Hal tersebut yang menyebabkan enzim
dikatakan memiliki spesifitas tertentu terhadap substrat (Denniston dkk., 2007).
Seiring dengan perkembangan pengetahuan tentang konformasi struktur enzim,
diketahui bahwa sisi aktif enzim bersifat fleksibel dan tidak kaku. Bentuk dari
enzim, sisi aktif dan substrat menyesuaikan supaya didapatkan posisi pas secara
maksimal untuk memperbaiki proses katalisis. Model ini disebut dengan model
induksi pas (induced-fit model). Model ini lebih konsisten dengan rentang yang
lebih luas dalam menjelaskan mekanisme kerja enzim. Ilustrasi induksi pas
ditunjukkan oleh Gambar II.4.
Gambar II.5 Model induksi pas enzim dan substrat (Nelson dan Cox, 2012).
Berdasarkan reaksi yang dikatalisis, enzim diklasifikasikan ke dalam enam
kelas. Kelas oksidareduktase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi transfer
elektron (reduksi oksidasi). Kelas transferase adalah enzim yang mengkatalisis
reaksi pemindahan atom dan gugus fungsi selain oksigen dan hidrogen. Kelas
hidrolase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis. Kelas liase adalah
enzim yang mengkatalisis reaksi non-hidrolisis untuk menghilangkan gugus fungsi
dari substrat sehingga produk yang terbentuk memiliki ikatan rangkap. Kelas
isomerase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi pemindahan gugus di dalam
molekul dan menghasilkan bentuk isomer (rasemasi dan cis-trans isomerase). Kelas
ligase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi pembentukan ikatan C−C, C−S,
C−O, dan C−N melalui reaksi kondensasi (Nelson dan Cox, 2012).
Kinetika Enzim
Enzim (E) mengikat substrat (S) dalam reaksi bolak-balik membentuk
kompleks enzim-substrat (ES). Reaksi ini berlangsung cepat.
E+S ES (II.1)
15
Kompleks enzim-substrat (ES) kemudian terurai dalam reaksi satu arah
menghasilkan produk reaksi (P) dan enzim bebas (E). Reaksi ini berjalan lambat,
sehingga reaksi ini digunakan untuk menghitung kinetika suatu enzim.
ES P+E (II.2)
Reaksi enzimatis akan menghasilkan senyawa intermediet yang
membutuhkan energi aktivasi lebih rendah daripada reaksi tanpa enzim. Enzim
berperan sebagai biokatalisator yang mampu mempercepat reaksi kimia dengan
menurunkan energi aktivasi (Gambar II.5). Energi aktivasi adalah energi minimal
yang diperlukan untuk mengawali suatu reaksi. Dalam reaksi enzimatis energi
aktivasi diperlukan untuk dapat mencapai keadaan transisi antara reaktan dan
produk (Copeland, 2000).
Kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim dipengaruhi oleh konsentrasi
substrat. Jika konsentrasi substrat meningkat maka kecepatan reaksi juga akan
meningkat. Pada titik tertentu, kecepatan reaksi hanya akan meningkat sedemikian
kecil dengan bertambahnya konsentrasi substrat. Hal ini menunjukkan bahwa
kecepatan reaksi maksimum (Vmaks) telah tercapai. Enzim telah jenuh oleh
substrat dan tidak dapat berfungsi lebih cepat.
Gambar II.6 Kurva energi dalam reaksi (Nelson dan Cox, 2012).
Kurva yang menyatakan hubungan antara konsentrasi substrat dengan kecepatan
reaksi enzimatik mengikuti pola hiperbola seperti yang ditunjukkan pada Gambar
II.6.
16
Gambar II.7 Pengaruh konsentrasi substrat terhadap kecepatan awal reaksi
enzimatik (Nelson dan Cox, 2012).
Michaelis dan Menten mendefinisikan suatu tetapan, yang sekarang
dinyatakan sebagai KM yang bermanfaat dalam menyatakan hubungan yang tepat
di antara konsentrasi substrat dan kecepatan reaksi enzimatis. KM didefinisikan
sebagai konsentrasi substrat tertentu pada saat enzim mencapai setengah kecepatan
maksimumnya. Persamaan Michaelis-Menten menyatakan bentuk kurva kejenuhan
substrat yang khas bagi suatu enzim. Persamaan tersebut diturunkan menjadi bentuk
matematika sederhana. Penurunan persamaan Michaelis-Menten secara modern
diawali dengan persamaan reaksi dasar yang terlibat dalam pembentukkan dan
penguraian kompleks enzim substrat sebagai berikut:
P EES S E 2
1
1-
kk
k
(II.3)
k1 adalah konstanta laju reaksi pembentukan kompleks enzim-substrat dan k-1
adalah konstanta laju reaksi penguraian kompleks enzim-substrat menjadi substrat
dan enzim sedangkan k2 adalah konstanta laju reaksi pembentukan produk.
Ketika konsentrasi substrat menjadi sangat besar untuk menggeser
kesetimbangan menuju ke pembentukkan ES, maka reaksi tahap pembentukkan
produk menjadi reaksi pembatas karena tidak ada lagi ES yang dapat diubah dan
kompleks enzim-substrat berada pada nilai maksimumnya. Oleh karena itu,
persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut:
17
∂[ES]
∂t = k1[E][S] – k-1[ES] – k2[ES] (II.4)
Dengan pendekatan steady state maka
∂[ES]
∂t = 0 (II.5)
∂[ES]
∂t = k1[E][S] – k-1[ES] – k2[ES] = 0 (II.6)
Penataan ulang menghasilkan persamaan untuk tetapan Michaelis-Menten (KM).
KM = k−1 + k2
k1 =
[E] [S]
[ES] (II.7)
Laju reaksi pembentukkan produk dirumuskan sebagai berikut
v0 = k2[ES] (II.8)
dengan k2 adalah konstanta laju reaksi pembentukan produk dan enzim bebas.
Apabila [E]t adalah konsentrasi enzim total maka [E]t = [E] + [ES]. Substitusi
persamaan tersebut ke persamaan (II.6) sehingga didapatkan persamaan berikut
k1([E]t – [ES])[S] = (k-1 + k2) [ES] (II.9)
Terjadi penataan ulang sehingga
[ES](k-1 + k2 + k1[S]) = k1[E]t [S] (II.10)
Persamaan di atas dapat lebih disederhanakan lagi dengan mengkalikan kedua ruas
dengan k1 sehingga didapatkan persamaan
[ES] = [E]t [S]
KM+[S] dengan KM =
k−1 + k2
k1 (II.11)
Kedua ruas dikalikan dengan k2 untuk memperoleh nilai Vmaks sehingga diperoleh
k2[ES] =k2[E]t [S]
KM+[S] dengan v0 = k2[ES] dan Vmaks = k2[E]t (II.12)
sehingga diperoleh persamaan Michaelis-Menten sebagai berikut:
v0 = Vmaks [S]
KM+[S] (II.13)
Persamaan (II.13) merupakan persamaan Michaelis-Menten yang merupakan
pernyataan aljabar bagi bentuk kurva hiperbolik dengan parameter berupa
konsentrasi substrat ([S]), kecepatan awal (v0), kecepatan maksimum (Vmaks) dan
tetapan Michaelis-Menten (KM). Ketika keadaan steady state KS dapat diganti
dengan KM. Umumnya, karena tahap substrat mengikat molekul enzim relatif lebih
18
cepat dibandingkan tahap penguraian kompleks ES menjadi produk dan enzim
maka 𝐾𝑀≈𝐾𝑆.
Persamaan Michaelis-Menten merupakan dasar bagi penelitian mengenai
kinetika kerja enzim. Persamaan Michaelis-Menten menghubungkan kecepatan
reaksi enzim dengan konsentrasi substrat dan Vmaks melalui tetapan KM. Jika nilai
KM dan Vmaks diketahui maka kecepatan reaksi dari suatu enzim pada setiap
konsentrasi substrat dapat dihitung. Penentuan nilai KM dan Vmaks dilakukan
dengan melakukan inversi terhadap persamaan Michaelis-Menten menjadi
persamaan Lineweaver-Burk.
1
v0 =
KM
Vmaks [S] +
1
[Vmaks] (II.14)
Jika laju reaksi diukur pada berbagai variasi konsentrasi substrat maka dapat dibuat
grafik dari persamaan Lineweaver-Burk untuk mendapatkan nilai KM dan Vmaks
(Gambar II.7).
Setiap enzim memiliki nilai KM yang khas bagi substrat tertentu sehingga
dengan demikian nilai KM merupakan parameter kinetik yang menjadi gambaran
karakteristik dari suatu enzim (Nelson dan Cox, 2012).
Gambar II.8 Grafik Lineweaver-Burk (Nelson dan Cox, 2012).
Inhibitor enzim
Inhibitor dapat mempengaruhi aktivitas kerja suatu enzim. Inhibitor adalah
suatu senyawa yang dapat menghambat atau menurunkan laju reaksi yang
19
dikatalisis oleh enzim. Ada dua jenis tipe inhibitor yaitu inhibitor yang bekerja
secara tidak dapat balik (irreversible) dan inhibitor yang bekerja secara dapat balik
(reversible). Inhibitor reversible adalah inhibitor yang dapat berikatan dengan suatu
enzim. Inhibitor reversible digolongkan menjadi 3 yaitu
a. Inhibitor kompetitif
Inhibitor kompetitif (I) mempunyai struktur yang menyerupai substrat dan
bersaing dengan substrat (S) untuk dapat berikatan dengan sisi aktif enzim (E).
Inhibitor kompetitif akan berikatan secara dapat balik dengan enzim membentuk
suatu kompleks enzimi-inhibitor (EI).
(II.15)
Adanya inhibitor kompetitif menyebabkan nilai KM meningkat karena afinitas
enzim terhadap substrat menurun tetapi tidak mempengaruhi nilai Vmaks.
Pergeseran nilai KM ditunjukkan pada Gambar II.8.
Gambar II.9 Grafik Lineweaver-Burk untuk inhibitor kompetitif (Nelson dan
Cox, 2012).
20
b. Inhibitor non-kompetitif atau inhibitor campuran (mixed inhibitor)
Inhibitor non kompetitif (I) tidak berikatan pada sisi aktif enzim (E)
melainkan berikatan pada sisi lain dari enzim bebas (E) dan kompleks enzim-
substrat (ES). Inhibitor non kompetitif termasuk dalam inhibitor campuran.
(II.16)
Adanya inhibitor non kompetitif menyebabkan nilai Vmaks menurun sedangkan
nilai KM tetap atau tidak mengalami perubahan. Pergeseran nilai Vmaks
ditunjukkan pada Gambar II.12.
Gambar II.10 Grafik Lineweaver-Burk untuk inhibitor non kompetitif (Nelson dan
Cox, 2012).
c. Inhibitor unkompetitif
Inhibitor unkompetitif (I) tidak dapat berikatan dengan enzim bebas (E) namun
hanya dapat berikatan dengan kompleks enzim-substrat (ES).
21
(II.17)
Adanya inhibitor unkompetitif menyebabkan nilai KS dan Vmaks menurun.
Penurunan KM menunjukkan afinitas enzim terhadap substrat mengalami
peningkatan karena kompleks enzim substrat yang terbentuk tidak produktif
sehingga mengakibatkan konsentrasi enzim bebas menurun. Pergeseran nilai KM
dan Vmaks ditunjukkan pada Gambar II.13.
Gambar II.10 Grafik Lineweaver-Burk untuk inhibitor unkompetitif (Nelson dan
Cox, 2012).
II.1.6 Enzim α-Amilase dan α-Glukosidase
Enzim α-Amilase
Enzim amilase diklasifikasikan menjadi 3 tipe yaitu α, β, dan γ amilase,
sedangkan tipe α dan β yang paling banyak digunakan. Enzim α-amilase lebih cepat
dari β-amilase dalam menghidrolisis substrat. Enzim α-amilase bekerja dengan cara
menghidrolisis pati pada ikatan α-1,4 glikosida dan kemudian dapat disebut juga
sebagai enzim hidrolase glikosida. Amilase dikelompokkan lagi menjadi
22
endoamilase dan eksoamilase. Endoamilase mengkatalisis hidrolisis molekul
substrat secara acak. Hal ini menyebabkan terbentuknya oligosakarida linier dan
bercabang dengan panjang tertentu. Eksoamilase menghidrolisis substrat dari
ujungnonreduksi rantai pati, menghasilkan produk yang lebih pendek secara
berurutan. Semua α-amilase menghidrolisis polisakarida sebagai substrat kemudian
menghasilkan maltosa (disakarida), oligosakarida, dan dengan bantuan enzim α -
glukosidase menghasilkan unit-unit kecil glukosa (monosakarida). Struktur enzim
α-amilase disajikan pada Gambar II.15 (Gopinath et al., 2017).
Gambar II.12 Struktur enzim α-amilase (Gopinath, 2017)
Enzim α-amilase dapat bereaksi pada pati, glikogen, dan polisakarida serta
oligosakarida melalui reaksi tertentu. Enzim α-amilase merupakan enzim yang
berperan dalam proses pencernaan dengan cara mengkatalisis tahap hidrolisis dari
pati untuk diubah menjadi oligosakarida yang terdiri dari maltosa, maltotriosa, dan
beberapa α-(1,6) serta α-(1,4) oliglukan (Singh et al., 2012). Metode yang
digunakan dalam mengukur aktivitas α-amilase adalah dengan mengukur warna
kompleks iodin dengan pati. Pati yang terhidrolisis akan menghasilkan maltosa.
Ketika terdapat penambahan iodin, iodin akan berikatan kompleks dengan maltosa
menghasilkan warna ungu. Semakin besar aktivitas enzim α-amilase maka jumlah
pati yang terhidrolisis semakin banyak. Warna kompleks dapat dikuantifikasi
23
dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Metode lain yang digunakan
adalah pengukuran gula pereduksi yang terbentuk akibat hidrolisis pati oleh enzim
α-amilase. Terdapat pereaksi yang umum digunakan dalam pengukuran gula
pereduksi yaitu reagen asam 3,5-dinitrosalisilat (DNS). DNS akan tereduksi oleh
maltosa hasil hidrolisis pati dan menghasilkan kompleks warna jingga yang
kemudian dapat dikuantifikasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Xiao et al.,
2006).
Enzim α-Glukosidase
Enzim α-glukosidase adalah enzim yang berperan pada konversi
karbohidrat (oligosakarida) menjadi glukosa. Karbohidrat akan dicerna diserap ke
dalam tubuh dan meningkatkan kadar gula darah. Proses pencernaan karbohidrat
tersebut menyebabkan pankreas melepaskan enzim α-glukosidase ke dalam usus
yang akan mencerna karbohidrat menjadi oligosakarida yang kemudian akan
diubah lagi menjadi glukosa oleh enzim α-glukosidase yang dikeluarkan oleh sel-
sel usus halus yang kemudian akan diserap ke dalam tubuh.
Dengan dihambatnya kerja enzim α-glukosidase, kadar glukosa dalam darah
dapat dikembalikan dalam batas normal. Enzim α-glukosidase adalah golongan
karbohidrase eksotipe dengan nama trivial yaitu maltase. Enzim-enzim α-
glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase, dan sukrase) berfungsi untuk
menghidrolisis oligosakarida dan disakarida pada dinding usus halus (Shinde dkk.,
2008). Struktur molekul dari enzim α-glukosidase dapat dilihat pada Gambar II.14
Berdasarkan spesifisitas terhadap substratnya, enzim α-glukosidase dibedakan
menjadi α-glukosidase golongan I dan II. α-glukosidase golongan I berasal dari
bakteri, yeast (Saccharomyces cerevisiae) dan serangga, sedangkan α-glukosidase
golongan II berasal dari mold, tumbuhan dan mamalia (Budiman, 2011). Pada
manusia, enzim α-glukosidase terdapat pada membran lisosom sel epitel instine dan
berperan pada pencernaan karbohidrat makanan. α-glukosidase dapat memutus
ikatan glikosida α(1→4) dan α(1→6) pada titik percabangan amilopektin dan
glikogen menghasilkan glukosa (Risma, 2012).
24
Gambar II.11 Enzim α-glukosidase (Bemmiler dan Whistler, 2009).
II.1.7 Molecular Docking
Dalam penelitian pemodelan molekul, docking adalah metode yang
digunakan untuk memprediksi posisi terbaik antara molekul satu (ligan) dengan
molekul lainnya (protein) untuk membentuk ikatan kompleks stabil (Lengauer dan
Rarey, 1996). Docking berguna untuk memprediksi kuatnya interaksi molekul satu
dengan yang lain menggunakan nilai binding affinity. Docking Molekuler
merupakan metode yang paling sering digunakan dalam pemodelan obat
berdasarkan struktur suatu molekul. Hal tersebut dikarenakan kemampuan metode
Docking Molekuler dalam memprediksi konformasi ligan pada sisi pengikatan
target molekul.
Gambar II.8 Ilustrasi docking protein dan ligand (Meiler dan Baker, 2006).
25
Docking sering kali dikaitkan dengan teori gembok dan kunci, karena
sifatnya yang hampir sama yaitu mencari posisi (pose) yang paling sesuai pada
suatu molekul untuk membuat ikatan kompleks. Docking menggunakan dua
pendekatan yaitu pendekatan bentuk dan pendekatan secara simulasi. Pendekatan
bentuk berarti metode yang memperhatikan kemiripan bentuk geometri antara
protein dan ligan (Goldman dan Wipke, 2000). Metode simulai lebih rumit, pada
pendekatan ini protein dan ligan dipisahkan secara fisik, dan ligan harus
menemukan posisi menuju sisi pengikatan protein dalam beberapa pergerakan.
Energi total yang dihasilkan dihitung berdasarkan setiap pergerakan pada protein,
dalam metode simulasi protein bersifat rigid (kaku) sedangkan ligan bersifat
fleksibel (Feig dkk., 2003). Aplikasi docking molekuler yang sering digunakan
adalah AutoDock Vina, Glide, FlexX, GOLD dan DOCK.
II.2 Perumusan Hipotesis dan Rancangan Penelitian
II.2.1 Perumusan Hipotesis 1
Reaksi eterifikasi Williamson merupakan reaksi pembentukkan eter melalui
reaksi substitusi nukleofilik (SN2) yang terjadi antara alkilhalida primer dan
alkohol yang membutuhkan konsentrasi nukleofil kuat untuk membentuk eter.
Reaksi eterifikasi Williamson membutuhkan katalis basa untuk mendeprotonasi
gugus alkohol menjadi ion alkoksida sehingga ion alkoksida dapat bereaksi dengan
alkilhalida primer membentuk eter (Clayden dkk., 2001). Reaksi eterifikasi
Williamson hanya dapat terjadi dalam suasana basa. Salah satu reaksi eterifikasi
Williamson adalah benzilasi. Benzilasi terhadap senyawa aldehida yang memiliki
gugus hidroksi (fenolik) banyak dilakukan untuk menghasilkan senyawa prekursor,
salah satunya 4-benziloksibenzaldehida (Hawaiz dan Omer, 2017).
Metode umum untuk benzilasi vanilin adalah dengan melibatkan THF atau
DMF sebagai pelarut, K2CO3 sebagai katalis basa dan KI. Lin dkk. (2005)
melakukan benzilasi terhadap o-vanilin menggunakan benzil klorida dalam pelarut
THF, K2CO3 sebagai basa dan KI dengan metode refluks pada temperatur 85 ℃
selama 1 jam menghasilkan padatan berupa serbuk dengan rendemen 89% dan titik
leleh 58-59 °C.
26
Hipotesis 1
Jika senyawa 3-hidroksi-benzaldehida direaksikan dengan benzil klorida
melalui reaksi eterifikasi Williamson menggunakan KI dan katalis basa K2CO3
dengan metode refluks pada temperatur 85 ℃ selama 1 jam maka akan dihasilkan
senyawa 3-benziloksi-benzaldehida.
II.2.2 Perumusan Hipotesis 2
Senyawa analog kurkumin dapat disintesis dengan cara reaksi kondensasi
aldol silang Claisen-Schmidt yaitu reaksi antara aril aldehida dengan alkil keton
untuk membentuk α,β-tak jenuh (Wang et al., 2017). Reaksi kondensasi aldol silang
Claisen-Schmidt dapat terjadi dalam suasana asam atau basa seperti NaOH dan
KOH (Ramya dkk., 2018). Namun, penggunaan katalis basa lebih banyak
digunakan karena alasan efisiensi produk reaksi (Patil dkk., 2009). Pada reaksi
berkatalis basa, tahap pertama adalah kondensasi aldol silang yang melibatkan adisi
nukleofilik karbanion dari keton alkil terhadap karbon karbonil dari aldehida
aromatik, dilanjutkan dehidrasi hidroksi keton untuk membentuk analog kurkumin
(Ramya dkk., 2018).
Yuan dkk. (2014) telah berhasil melakukan sintesis senyawa analog
kurkumin dari reaksi kondendasi turunan benzaldehida dengan aseton,
siklopentanon dan sikloheksanon menggunakan katalis basa berupa larutan KOH
5% (b/v) dengan metode refluks pada temperatur 50 ℃ selama 50 menit
menghasilkan rendemen sebesar 70%. Hawaiz dan Omer (2017) telah melakukan
sintesis analog kurkumin berbahan dasar 4-benziloksibenzaldehida dengan aseton
menggunakan katalis basa berupa larutan NaOH 8%.
Hipotesis 2
Jika senyawa 3-benziloksi-benzaldehida direaksikan dengan senyawa alkil
keton (aseton dan siklopentanon) melalui reaksi kondensasi aldol silang Claisen-
Schmidt menggunakan katalis basa KOH 5% (b/v) dengan metode refluks pada
temperatur 50 ℃ selama 50 menit maka akan dihasilkan senyawa analog kurkumin
aseton ((1E,4E)-1,5-bis(3-(benziloksi-fenil)penta-1,4-dien-3-on), siklopentanon
27
((2E,5E)-2,5-bis(3-(benziloksi-fenil)siklopenta-1-on), dan sikloheksanon ((2E,5E)-
2,6-bis(3-(benziloksi-fenil)sikloheksa-1-on).
II.2.3 Perumusan Hipotesis 3
Pengobatan bagi penderita diabetes melitus dilakukan dengan penyuntikan
insulin dan mengkonsumsi obat-obatan oral sintesis. Adapun jenis obat-obatan oral
sintesis yang biasanya dikonsumi oleh penderita diabetes melitus salah satunya
adalah obat yang menghambat kerja enzim α-glukosidase. Enzim α-glukosidase
memainkan peranan penting dalam peningkatan konsentrasi glukosa darah di dalam
tubuh. Enzim α- glukosidase bertindak sebagai katalis dalam reaksi maltosa,
maltotriosa, dan oligosakarida menjadi monomernya (glukosa) (Sales dkk., 2012).
Senyawa analog kurkumin dilaporkan mampu menghambat aktivitas enzim
α-glukosidase. Yousefi dkk. (2015) telah berhasil mensintesis senyawa analog
kurkumin- pirano[2,3-d]pirimidin dan menguji aktivitasnya sebagai inhibitor enzim
α-glukosidase. Senyawa analog kurkumin-pirano[2,3-d]pirimidin terbukti memiliki
aktivitas penghambatan yang lebih baik dibandingkan dengan obat antidiabetes
seperti akarbosa. Hal tersebut ditunjukkan dengan persen penghambatan senyawa
analog kurkumin-pirano[2,3-d]pirimidin sebesar 96%, sedangkan persen
penghambatan akarbosa hanya sebesar 89%.
Hipotesis 3
Jika sintesis senyawa analog kurkumin yang berasal dari 3-benziloksi-
benzaldehida dan alkil keton (aseton, siklopentanon dan sikloheksanon) berhasil
dilakukan maka diharapkan ketiga senyawa tersebut akan memiliki persen
penghambatan lebih tinggi dibandingkan akarbosa terhadap aktivitas enzim α-
amilase dan α-glukosidase.
II.2.4 Perumusan Hipotesis 4
Persamaan Michaelis-Menten merupakan dasar bagi penelitian mengenai
kinetika kerja enzim sehingga memungkinkan analisis penghambatan enzim dapat
diketahui (Nelson dan Cox, 2012). Acarbose dan miglitol merupakan jenis obat oral
sintetis yang dapat menghambat aktivitas enzim α-glukosidase. Inhibitor
glukosidase akan menghambat atau menurunkan laju reaksi hidrolisis ikatan 1,6’-
α-glikosida pada suatu oligosakarida. Du dkk. (2006) telah melakukan sintesis
28
analog kurkumin dan menentukan tipe inhibitor terhadap enzim α-glukosidase
secara in vitro. Senyawa analog kurkumin yang disintesis dapat menghambat enzim
α-glukosidase secara unkompetitif.
Hipotesis 4
Jika senyawa analog kurkumin yang berasal dari 3-benziloksi-benzaldehida
dan alkil keton (aseton, siklopentanon dan sikloheksanon) dapat menurunkan nilai
KM dan Vmaks terhadap nilai KM dan Vmaks enzim α-amilase dan α-glukosidase
tanpa inhibitor. Maka tipe inhibitor dari kedua senyawa analog kurkumin tersebut
adalah inhibitor unkompetitif.
II.2.5 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian dibuat untuk membuktikan hipotesis tersebut, maka
akan dilakukan beberapa langkah dalam penelitian ini. Penelitian diawali dengan
melakukan sintesis senyawa prekursor 3-benziloksi-benzaldehida, dengan cara
benzilasi senyawa 3-hidroksi-benzaldehida dengan reagen benzil klorida, K2CO3
sebagai katalis basa dan KI menggunakan metode refluks pada temperatur 85 ℃
selama 1 jam. Langkah selanjutnya dilakukan sintesis senyawa analog kurkumin
aseton ((1E,4E)-1,5-bis(3-(benziloksi-fenil)penta-1,4-dien-3-on), siklopentanon
((2E,5E)-2,5-bis(3-(benziloksi-fenil)siklopenta-1-on), dan sikloheksanon ((2E,5E)-
2,6-bis(3-(benziloksi-fenil)sikloheksa-1-on) dari bahan dasar 3-benziloksi-
benzaldehida dan KOH 5% sebagai katalis basa dalam pelarut dengan
menggunakan metode refluks pada temperatur 50 ℃ selama 50 menit. Hasil sintesis
ketiga senyawa tersebut kemudian dibuktikan kebenaran strukturnya, dilakukan
elusidasi struktur dengan spektrometer FTIR, Direct Inlet-MS, 1H-NMR dan 13C-
NMR. Senyawa analog kurkumin aseton dan siklopentanon hasil sintesis diuji
aktivitas inhibisinya terhadap enzim α-amilase dan α-glukosidase serta ditentukan
tipe inhibitornya.
29
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Bahan
Bahan yang digunakan untuk sintesis memiliki kualitas pro analisis dari
Merck, antara lain benzil klorida, kalium karbonat, kalium iodida, N,N-
dimetilformamida, etanol, aseton, siklopentanon, sikloheksanon, kalium
hidroksida, 2-hidroksi-benzaldehida, 3-hidroksi-benzaldehida dan 4-hidroksi-
benzaldehida. Bahan lain yang digunakan antara lain kertas saring Whattman dan
akuades.
Bahan yang digunakan untuk uji aktivitas inhibisi enzim yaitu enzim α-
amilase dan α-glukosidase (Xi’an Lyphar Biotech Co., LTD) dan bahan yang
memiliki kualitas pro analisis dari Merck antara lain yaitu, KH2PO4, K2HPO4, KCl,
amilum, p-Nitrofenil α-D-glukopiranosida (PNPG), Tween 80, NaOH, iodin, KI.
Bahan lain yang digunakan adalah akuades.
III.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk sintesis benziloksi-benzaldehida dan
analog kurkumin yaitu peralatan gelas laboratorium, satu set alat refluks, plat
pemanas dan pengaduk magnet (hot plate Thermo Scientific), desikator vakum,
penangas air, timbangan analitik (Libror EB-330 Shimadzu), penentu titik lebur
(Electrothermal 9100), bejana pengembang (chamber glass) dan penyaring
Buchner. Peralatan untuk analisis struktur adalah Spektrofotometer Fourier
Transform Infrared (FTIR, Shimadzu Prestige-21), Direct-Inlet Spektrometer
Massa (DI-MS, Shimadzu QP2010S), Spektrometer Resonansi Magnetik Inti
Proton dan Inti Karbon (NMR, 1H dan 13C (500 MHz) JEOL JNM-ECZ).
Peralatan yang digunakan untuk uji aktivitas inhibisi enzim α-amilase dan
α-glukosidase adalah peralatan gelas laboratorium, timbangan analitik (Libror EB-
330 Shimadzu), termometer, pH meter, dan spektrometer UV-Vis (Shimadzu UV-
1800).
30
III.3 Prosedur Penelitian
III.3.1 Sintesis Bahan Dasar Benziloksi-benzaldehida
Metode sintesis benzilasi ini mengacu pada sintesis yang telah dilakukan
oleh Lin dkk., (2005). Sebanyak 9,87 mmol hidroksi-benzaldehida (orto,meta dan
para) dimasukkan ke dalam 10 mL N,N-dimetilformamida kemudian ditambahkan
0,68 mmol KI dan 15,99 mmol K2CO3. Campuran tersebut direfluks hingga
mencapai temperatur 85 ºC sambil diaduk dengan pengaduk magnetik. Campuran
kemudian ditambahkan 13,35 mmol benzil klorida sedikit demi sedikit dan refluks
dilanjutkan selama 1 jam. Campuran didinginkan pada temperatur ruangan.
Campuran tersebut kemudian dituang ke dalam es akuades dan diaduk
menggunakan pengaduk magnet hingga seluruh es mencair. Padatan yang terbentuk
kemudian disaring dengan menggunakan corong Buchner. Selanjutnya, padatan
direkristalisasi menggunakan 20 mL etanol panas. Hasil rekristalisasi dituang
kembali ke dalam es akuades. Padatan yang terbentuk kemudian disaring
menggunakan Buchner. Padatan dikeringkan di dalam oven dan ditimbang. Padatan
kemudian diuji titik lebur dan strukturnya dianalisis dengan FT-IR, Direct Inlet-
MS, 1H dan 13C-NMR.
III.3.2 Sintesis Analog Kurkumin
Sintesis analog kurkumin mengacu pada metode yang telah dilakukan Yuan
dkk. (2014). Mula-mula sebanyak 3,85 mmol turunan benzaldehida (orto, meta, dan
para) direaksikan dengan 1,75 mmol keton (aseton, siklopentanon, sikloheksanon)
kemudian ditambahkan 10 mL etanol dan larutan diaduk pada temperatur kamar
selama 20 menit. Campuran ditambahkan 2 mL KOH 5% (b/v) tetes demi tetes.
Pengadukan dilanjutkan kembali pada temperatur 50 °C selama 50 menit.
Campuran didinginkan hingga mencapai temperatur kamar. Campuran kemudian
didinginkan dalam penangas es untuk mengoptimalkan hasil sintesis. Padatan yang
diperoleh disaring menggunakan corong Buchner dan dicuci dengan etanol dingin
dan akuades dingin. Padatan tersebut dikeringkan dalam oven sampai berat konstan
dan disimpan di desikator. Produk ditimbang, diuji titik leburnya dan elusidasi
struktur senyawa menggunakan spektrometer FT-IR, Direct Inlet-MS, 1H dan 13C
NMR.
31
III. 3.3 Uji Aktivitas Inhibisi Enzim α-amilase dan α-Glukosidase
III.3.3.1 Pembuatan larutan buffer fosfat saline pH 6,9
Sebanyak 1,74 g KH2PO4 ditimbang untuk membuat konsentrasinya 0,1 M
dan 1,36 g untuk membuat K2HPO4 0,1 M kemudian masing-masing dilarutkan
dalam akuades 100 mL. Sebanyak 60 mL KH2PO4 0,1 M dan 40 mL K2HPO4 0,1
M dicampurkan kemudian ditambahkan KCl sebanyak 0,5 g. Agar didapatkan pH
6,9 ditambahkan NaOH 1 M tetes demi tetes dan diukur menggunakan pH meter.
III.3.3.2 Pembuatan substrat pati dan p-Nitrofenil α-D-glukopiranosida
(PNPG) (0,5 g/L)
Sebanyak 100 mL buffer fosfat pH 6,9 dipanaskan pada temperatur 70 °C.
Sebanyak 0,05 g pati kemudian dimasukkan ke dalam larutan buffer fosfat dan
diaduk selama 15 menit. Sedangkan untuk substrat p-Nitrofenil α-D-
glukopiranosida (PNPG) sebanyak 0,05 g dilarutkan dalam aqua demineralisasi.
III.3.3.3 Pembuatan larutan iodin 0,2% (b/v)
Sebanyak 0,2 gram iodin dilarutkan dalam 100 mL akuades yang
mengandung 2% (b/v) kalium iodida.
III.3.3.4 Pembuatan larutan enzim (20 U/mL)
Sebanyak 0,01 gram enzim (α-amilase dan α-glukosidase) ditambahkan ke
dalam 10 mL buffer fosfat pH 6,9. Larutan enzim yang telah dibuat kemudian
diencerkan 100 kali.
III.3.3.5 Penentuan panjang gelombang (λmaks)
Larutan substrat (pati dan p-Nitrofenil α-D-glukopiranosida (PNPG)) yang
telah dibuat sebelumnya diambil 10 mL kemudian ditambahkan larutan iodin 0,2%
(b/v) sebanyak 0,1 mL. Campuran larutan tersebut kemudian diukur absorbansinya
pada panjang gelombang 400-800 nm.
III.3.3.6 Pembuatan larutan sampel senyawa analog kurkumin dan akarbosa
Pembuatan larutan sampel berupa senyawa analog kurkumin A, senyawa
analog kurkumin B, senyawa analog kurkumin C, dan senyawa akarbosa dengan
variasi konsentrasi 0,0625; 0,125; 0,250; 0,500; 1,000 mM. Sebanyak 0,0506 gram
senyawa analog kurkumin A, 0,0532 gram senyawa analog kurkumin B, 0,0532
gram senyawa analog kurkumin C, dan 0,0645 gram senyawa akarbosa masing-
32
masing ditambahkan 1 mL larutan Tween 80. Larutan ditambahkan 100 mL larutan
buffer fosfat pH 6,9 sehingga diperoleh larutan sampel dengan konsentrasi 1 mM.
Larutan sampel kemudian diencerkan untuk memperoleh larutan dengan variasi
konsentrasi 0,0625; 0,125; 0,250; 0,500 mM.
III.3.3.7 Uji aktivitas inhibisi analog kurkumin dan akarbosa terhadap enzim
α-amilase dan α-glukosidase
Larutan substrat yang telah dibuat pada prosedur III.3.3.2 kemudian
ditambahkan 1 mL larutan sampel senyawa analog kurkumin (analog kurkumin A
analog kurkumin B, dan analog kurkumin C pada gelas yang berbeda) dengan
variasi konsentrasi yang digunakan yaitu 0,0625; 0,125; 0,250; 0,500; 1,000 mM.
Larutan ditambahkan 0,5 mL larutan enzim kemudian diinkubasi pada temperatur
37 °C selama 10 menit. Larutan ditambahkan 1 mL larutan HCl 1% kemudian
ditambahkan 0,1 mL larutan iodin 0,2%. Larutan diukur absorbansinya pada λmaks.
Pemilihan waktu inkubasi selama 10 menit dikarenakan telah dilakukan optimasi
sebelumnya.
Dalam pengujian inhibisi ini dilakukan pengujian pada empat sistem yang
berbeda namun perlakuan yang diperoleh sama. Sistem pertama (S1) berupa sistem
yang mengandung sampel (larutan analog kurkumin A, larutan analog kurkumin B,
larutan analog kurkumin C dan Akarbosa), substrat dan enzim. Sistem kedua (S0)
berupa sistem yang mengandung sampel (larutan analog kurkumin A, larutan
analog kurkumin B, larutan analog kurkumin C, dan akarbosa), substrat dan tanpa
enzim. Sistem ketiga (kontrol) berupa sistem yang mengandung enzim, substrat dan
tanpa sampel. Sistem keempat (blanko) berupa sistem yang mengandung substrat
tetapi tidak mengandung sampel dan enzim. Komposisi pereaksi dalam sistem
reaksi untuk setiap pengujian dapat dilihat pada Tabel III.1.
Tabel III.1 Komposisi pereaksi dalam sistem reaksi
Blanko (mL) Kontrol (mL) S0 (mL) S1 (mL)
Larutan sampel - - 1 1
Larutan substrat 10 10 10 10
Larutan enzim - 0,5 - 0,5
Inkubasi 37 °C Selama 10 menit
Larutan HCl 1% - 1 - 1
33
Larutan iodin 0,2% 0,1 0,1 0,1 0,1
Presentase inhibisi dapat ditentukan dengan rumus berikut:
Persentase inhibisi = (Ablanko−Akontrol)−(AS0−AS1)
(Ablanko−Akontrol) (III.1)
Keterangan:
AS1 = Absorbansi dari sistem yang mengandung substrat, enzim dan sampel
AS0 = Absorbansi dari sistem yang mengandung substrat, sampel tanpa enzim
Akontrol = Absorbansi dari sistem yang mengandung substrat, enzim tanpa sampel
Ablanko = Absorbansi dari sistem yang mengandung substrat tanpa enzim dan
sampel
III.3.3.8 Pembuatan kurva standar
Pembuatan kurva standar dilakukan dengan membuat variasi konsentrasi
substrat. Variasi konsentrasi larutan substrat yang digunakan yaitu 0,0100; 0,0125;
0,0250; 0,0375; 0,0625; 0,0875; 0,1000 g/L. Sebanyak 0,00100; 0,00125; 0,00250;
0,00375; 0,00500; 0,00625; 0,00750; 0,00875; 0,01000 gram substrat masing-
masing dilarutkan dalam 100 mL larutan buffer fosfat pH 6.9 yang telah dipanaskan
hingga 70 °C. Larutan dipanaskan kembali pada temperatur 70 °C selama 15 menit.
Larutan didinginkan kemudian masing-masing larutan ditambahkan 0,1 mL larutan
iodin 0,2%. Larutan kemudian diukur absorbansinya pada λmaks. Kurva standar
dibuat dengan memplotksn konsentrasi substrat dengan absorbansinya.
III.3.3.9 Penentuan KM dan Vmaks
Penentuan nilai KM dan Vmaks dilakukan dengan membuat variasi substrat.
Variasi konsentrasi larutan substrat yang digunakan yaitu 0,100; 0,125; 0,250;
0,375; 0,500; 0,625; 0,750; 0,875; 1,000 g/L. Sebanyak 0,00100; 0,00125; 0,00250;
0,00375; 0,00500; 0,00625; 0,00750; 0,00875; 0,01000 gram substrat masing-
masing dilarutkan dalam 10 mL larutan buffer fosfat pH 6.9 yang telah dipanaskan
hingga 70 °C. Larutan dipanaskan kembali pada temperatur 70 °C selama 15 menit.
Larutan didinginkan kemudian ditambahkan 0,5 mL larutan enzim. Larutan
diinkubasi pada temperatur 37 °C selama 10 menit. Larutan ditambahkan 1 mL
larutan HCl 1%. Larutan kemudian ditambahkan 0,1 mL larutan iodin 0,2%.
34
Larutan diukur absorbansinya pada λmaks. Tabel dibuat dengan membuat grafik
(1/V) lawan (1/S) kemudian ditentukan nilai KM dan Vmaks yang didasarkan atas
persamaan kurva Lineweaver-Burk.
1
v0 =
KM
Vmaks [S] +
1
Vmaks (III.2)
III.3.3.10 Penentuan tipe inhibitor senyawa analog kurkumin dan akarbosa
Penentuan nilai KM dan Vmaks dilakukan dengan membuat variasi substrat.
Variasi konsentrasi larutan substrat yang digunakan yaitu 0,100; 0,125; 0,250;
0,375; 0,500; 0,625; 0,750; 0,875; 1,000 g/L. Sebanyak 0,00100; 0,00125; 0,00250;
0,00375; 0,00500; 0,00625; 0,00750; 0,00875; 0,01000 gram substrat masing-
masing dilarutkan dalam 10 mL larutan buffer fosfat pH 6.9 yang telah dipanaskan
hingga 70 °C. Larutan didinginkan kemudian ditambahkan 1 mL larutan senyawa
analog kurkumin (analog kurkumin A dan kurkumin B pada gelas yang berbeda)
pada konsentrasi yang memiliki persen inhibisi tertinggi. Larutan kemudian
ditambahkan 0,5 mL larutan enzim. Larutan diinkubasi pada temperatur 37 °C
selama 10 menit. Larutan ditambahkan 1 mL HCl 1% kemudian ditambahkan 0,1
mL larutan iodin 0,2%. Larutan diukur absorbansinya pada λmaks. Tabel dibuat
dengan memplotkan (1/V) dan (1/S) kemudian ditentukan nilai KM dan Vmaks yang
didasarkan atas persamaan kurva Lineweaver-Burk.
1
v0 =
KM
Vmaks [S] +
1
Vmaks (III.3)
Nilai KM dan Vmaks yang diperoleh selanjutnya dibandingkan dengan nilai
KM dan Vmaks dari enzim α-amilase dan α-glukosidase (prosedur III.3.3.9) sehingga
dapat ditentukan tipe inhibitornya. Jika nilai Vmaks tidak berubah dan KM meningkat
maka tipe inhibitornya adalah kompetitif. Jika nilai Vmaks menurun dan KM tidak
berubah maka tipe inhibitornya adalah non kompetitif. Jika nilai KM dan Vmaks
menurun maka tipe inhibitornya adalah unkompetitif (Nelson dan Cox, 2012).
Penentuan tipe inhibitor untuk senyawa akarbosa dilakukan dengan prosedur yang
sama. Namun, larutan sampel analog kurkumin digantikan oleh larutan sampel
sampel akarbosa dengan konsentrasi yang memiliki persen inhibisi tertinggi.
35
DAFTAR PUSTAKA
Adams, B. K., Ferstl, E. M., Davis, M. C., Herold, M., Kurtkaya, S., Camalier, R.
F., Hollingshead, M. G., Kaur, G., Sausville, E. A., Rickles, F. R., Synder,
J. P., Liotta, D. C. and Shoji, M., 2004, Synthesis and Biological Evaluation
of Novel Curcumin Analogs as Anti-Cancer and Anti-Angiogenesis Agents,
Bioorg. Med. Chem., 12(14), 3871-3883.
Atkinson, M. A., Eisenbarth, G. S. and Michels, A. W., 2014, Type 1 Diabetes,
Lancet., 383, 69-82.
Chiasson, J. L., Josse, R. G., Gomis, R., Hanefeld, M., Karasik, A. and Laakso, M.,
2003, Acarbose Treatment and The Risk of Cardiovascular Disease and
Hypertension in Patients with Impaired Glucose Tolerance: The STOP-
NIDDM Trial, JAMA, 290, 486-494.
Clayden, J., Greeves, N. and Warren, S., 2012, Organic Chemistry, 2nd Ed, Oxford
University Press, Oxford.
Copeland, R., 2000, Enzymes: A Pratical Introduction to Structure, Mechanism,
and Data Analysis, 2nd Ed., A John Wiley & Sons Inc., New York.
Denniston, K.D., Topping, J.J., Robert. L. and Caret, L. L., 2007, General Organic
and Biochemistry, 5th Ed, Mc-Graw Hill, New York.
Gregory, J. M., Moore, D. J. and Simmons, J. H., 2013, Type 1 Diabetes Mellitus,
Pediatr. Rev., 34(5), 203-215.
Hawaiz, F. E. and Omer, D. A. S., 2017, Ultrasound-assisted Synthesis of Some
New Curcumin Analogs and Their Corresponding Pyrazoline Derivatives,
ARO, 30-35.
Ji, H. F. and Shen, l., 2009, Interaction of Curcumin with The PfATP6 Model and
The Implications for Its Antimalarial Mechanism, Bioorg. Med. Chem.
Lett., 19(9), 2453-2455.
Jovanovic, S. V., Steenken, S., Boone, C. W. and Simic, M. G., 2001, How
Curcumin Works Preferentially with Water Soluble Antioxidant, J. Am.
Chem. Soc., 123, 3064-3068.
Matthaei, S., Bierwirth, R., Fritsche, A., Gallwitz, B., Haring, H. U., Joost, H. G.,
Kellerer, M., Kloos, C., Kunt, T., Nauck, M., Schernthaner, G., Siegel, E.
and Thienel, F., 2009, Medical Antihyperglycaemic Treatment of Type 2
Diabetes Mellitus, Exp. Clin. Endocrinol. Diabetes., 117, 522-557.
Mazumder, A., Neamati, N., Sunder, S., Schluz, J., Pertz, H., Eich, E. and Pommier,
Y., 1997, Curcumin Analogs with Altered Potencies Against HIV-1
36
Integrase as Probes for Biochemical Mechanisms of Drug Actions, J. Med.
Chem., 40 (19), 3057-3063.
Mun’im, A., and Hanami, E., 2011, Fitoterapi Dasar, PT. Dian Rakyat, Jakarta.
Natali, A. and Ferrannini, E., 2006, Effects of Metformin and Thiazolidinediones
on Suppression of Hepatic Glucose Production and Stimulation of Glucose
Uptake in Type 2 Diabetes: a Systematic Review. Diabetologia, 49, 434-
441.
Nelson, D. L. dan Cox, M. M., 2012, Lehninger Principles of Biochemistry, 6th Ed,
W. H. Freeman, New York.
Nelson, K. M., Dahlin, J. L., Bisson, J., Graham, J., Pauli, G. F. and Walters, M.
A., 2017, The Essential Medicinal Chemistry of Curcumin, J. Med. Chem.,
60, 1620-1627.
Olokoba, A. B., Obateru, O. A. and Olokoba, L. B., 2012, Type 2 Diabetes Mellitus:
A Review of Current Trends, Oman. Med. J., 27(4), 269-273.
Park, K. S., Ciaraldi, T. P., Carter, L. A., Mudaliar, S., Nikoulina, S. E. and Henry
R. R., 1997, PPAR-Gamma Gene Expression is Elevated in Skeletal Muscle
of Obese and Type II Diabetic Subjects, Diabetes., 46, 1230-1234.
Patil, C.B., Mahajan, S.K. and Katti, S.A., 2009, Chalcone: A Versatile Molecule,
J. Pharm. Sci. & Res., 1(3), 11-22.
Penalver, J. J. M., Timon, I. M., Collantes, C. S. and Gomes, F. J. C., 2016, Update
on Treatment of Type 2 Diabetes Mellitus, World. J. Diabetes., 7(17), 354-
395.
Pratley, R. E., 2013, The Early Treatment of Type 2 Diabetes, Am. J. Med., 126(9),
1-9.
Ramya, P. V. S., Guntuku, L., Angapelly, S., Karri, S., Digwal, C. S., Babu, B. N.,
Naidu, V. G. M. and Kamal, A., 2018, Curcumin Inspired 2-
Chloro/Phenoxy Quinoline Analogues: Synthesis and Biological Evaluation
as Potential Anticancer Agents, Bioorg. Med. Chem. Lett., 28, 892-898.
Risma, D., 2012, Isolasi dan Karakterisasi Enzim α-Gluosidase Dari Beras Lapuk
(Oryza Sativa), Skripsi, Universitas Indonesia, Depok.
Riyaphan, J., Jhong, C. H., Tsai, M. J., Lee, D. N., Leong, M. K. and Weng, C. F.,
2017, Potent Natural Inhibitors of Alpha-Glucosidase and Alpha-Amylase
Against Hyperglycemia in Vitro and in Vivo, Preprints., 1-20.
37
Sales, P. M., Souza, P. M., Simeoni, L. A., Magalhaes, P. O. and Silveira, D., 2012,
α-Amylase Inhibitors: A Review of Raw Material and Isolated Compounds
from Plant Source, J. Pharm. Pharmaceut. Sci., 15(1), 141-183.
Shinde, J. , T. Taldone, M. Barletta, N. Kunaparaju, H. Bo, dan S. Kumar. 2008.
Alpha-glucosidase Inhibitory Activity of Syzygium cumini (Linn) Skeels
Seed Kernel in Vitro an in Goto-Kakizaki (GK) Rats. Journal Carbohydrate
Research. 343(7), 1278-1281.
Song, R., 2016, Mechanism of Metformin: A Tale of Two Sites, Diabetes Care.,
39, 187-189.
Subroto, A., 2006, Ramuan Herbal untuk Diabetes Melitus, Penebar Swadaya,
Depok.
Surya, S., Salam, A. D., Tomy, D. V., Carla, B., Kumar, R. A. and Sunil, C., 2014,
Diabetes Mellitus and Medical Plants-A Review, Asian, Pac. J. Trop. Dis.,
4(5), 337-347.
Vyas, A., Dandawatea, P., Padhyea, S., Ahmad, A. and Sarkarb, F., 2013,
Perspectives on New Synthetic Curcumin Analogs and their Potential
Anticancer Properties, Curr. Pharm. Des., 19(11), 2047-2069.
Wang, Z. S., Chen, L. Z., Zhou, H. P., Liu, X. H. and Chen, F. H., 2017,
Diarylpentadienone Derivatives (Curcumin Analogues): Synthesis and
Anti-Inflammatory Activity, Bioorg. Med. Chem. Lett., 27, 1803-1807.
Yadav, G. D. and Lande, S. V., 2006, Rate Intensive and Selective Etherification
of Vanillin with Benzyl Chloride under Solid–Liquid Phase Transfer
Catalysis by Aqueous Omega Phase, J. Mol. Catal. A. Chem., 244(1), 271-
277.
Yousefi, A., Yousefi, R., Panahi, F., Sarikhani, S., Zolghadr, A., Bahaoddini, A.
and Nezhad, A. K., 2015, Novel Curcumin-Based Pyrano[2,3-d]Pyrimidine
Anti-Oxidant Inhibitors for α-Amylase and α-Glucosidase: Implications for
Their Pleiotropic Effects Against Diabetes Complications, Int. J. Biol.
Macromol., 78, 46-55.
Yuan, X., Li. H., Bai, H., Su, Z., Xiang, Q., Wang, C., Zhao, B., Zhang, Y., Zhang,
Q., Chu, Y. and Huang, Y., 2014, Synthesis of Novel Curcumin Analogues
for Inhibition of 11β-Hydroxysteroid Dehydrogenase Type 1 with Anti-
Diabetic Properties, Eur. J. Med. Chem., 77, 223-230.
Zaccardi, F., Webb, D. R., Yates, T. and Davies, M. J., 2015, Pathophysiology of
Type 1 and Type 2 Diabetes Mellitus: a 90-year Perspective, Postgrad. Med.
J., 1-7.
38
JADWAL PENELITIAN
No. Jenis Kegiatan Waktu Pelakanaan
2019 2020
Jul Agt Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar
1. Penyiapan
literatur,
penyusunan
proposal
penelitian,
pengadaan bahan
kimia, dan
persiapan alat.
2. Pelaksanaan
kegiatan
penelitian, sintesis
senyawa
target, dan
elusidasi struktur
senyawa yang
dihasilkan.
3. Uji senyawa hasil
sintesis untuk
mengetahui
aktivitas inhibisi
terhadap enzim α-
amilase sebagai
antidiabetes.
4. Analisis data,
penyusunan
naskah penelitian,
seminar/publikasi,
dan sidang akhir
penelitian.