forensik5
TRANSCRIPT
-
7/27/2019 forensik5
1/27
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan 2
BAB II Laporan Kasus 3
BAB III Pembahasan 4
3.1 Aspek Hukum 4
3.2 Prosedur Tindakan Medis 6
3.3 Informed Consent 6
3.4 Prosedur Terapi 9
3.5 Rekam Medis 11
3.6 Aspek Etika 14
3.7 Dampak Hukum 16
BAB IV Tinjauan Pustaka 18
BAB V Kesimpulan 25
Daftar pustaka 26
1
-
7/27/2019 forensik5
2/27
BAB I
PENDAHULUAN
Praktek kedokteran dilakukan oleh para profesional kedokteran lazimnya dokter
dan kelompok profesi kedokteran lainnya yang meliputi perawat atau ahli farmasi.
Berdasarkan sejarah, hanya dokterlah yang dianggap mempraktekkan ilmu kedokteran
secara harfiah, dibandingkan dengan profesi-profesi perawatan kesehatan terkait. Profesi
kedokteran adalah struktur sosial dan pekerjaan dari sekelompok orang yang dididik
secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu kedokteran. Di berbagai
negara dan wilayah hukum, terdapat batasan hukum atas siapa yang berhak
mempraktekkan ilmu kedokteran atau bidang kesehatan terkait.
Dalam suatu profesi, perlu adanya norma yang mengatur segala aspek dalam
profesi tersebut. Kode etik profesi ini pada dasarnya mengatur hubungan antara
profesional (orang yang menguasai suatu bidang profesi), dengan klien (pihak yang
menggunakan jasa profesional). Profesional harus memberikan jasa atas keahliannya
sebaik-baiknya kepada Klien. Begitu pula sebaliknya, Klien harus membayar sejumlah
penghargaan atas jasa dari Profesional sesuai dengan kesepakatan. Ada pesan moral dan
tanggung jawab bagi yang menjalankan kode etik profesi ini.
Kode etik profesi tidak bersifat statis. Selalu ada perubahan ke arah yang lebih
baik. Perubahan ini dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan.
Pemerintah atau organisasi yang terkait, bisa melakukan perubahan dengan konvensi dari
seluruh profesional bidang profesi. Tapi ada kalanya etika profesi dilanggar. Hal ini
biasanya dilakukan oleh para profesional yang kurang baik dalam memberikan jasa pada
klien mereka. Sangsi untuk pelanggaran ini dapat berupa sangsi moral dari masyarakat,
atau bisa menjadi hukuman pidana.1
2
-
7/27/2019 forensik5
3/27
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang pasien berusia 62 tahun datang ke rumahsakit dengan karsinoma kolon
yang telah terminal. Pasien masih cukup sadar berpendidikan cukup tinggi. Ia memahami
benar posisi kesehatannya dan keterbatasan kemampuan ilmu kedokteran saat ini. Ia juga
memiliki pengalaman pahit sewaktu kakaknya menjelang ajalnya di ICU dengan perlatan
bermacam-macam tampak sangat menderita, dan alat-alat tersebut tampaknya hanya
memperpanjang penderitaannya saja. Oleh karena itu ia meminta kepada dokter apabila
dia mendekati ajalnya agar menerima terapi yang minimal saja (tanpa antibiotika, tanpa
peralatan ICU, dan lain-lain), dan ia ingin mati dengan tenang dan wajar. Namun ia tetap
setuju apabila ia menerima obat-obatan penghilang rasa sakit bila memang dibutuhkan.
3
-
7/27/2019 forensik5
4/27
-
7/27/2019 forensik5
5/27
b. Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.
Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter
yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1
Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan
tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada
persetujuan ( Ayat 2 ). Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum
dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah:
1. Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus segera bertindak
untuk menyelamatkan jiwa.
2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi
dirinya.
Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.2
UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Perlindungan Pasien
Pasal 56
(1) Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan
pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami
informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.
(2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
pada:
a. penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam
masyarakat yang lebih luas;
b. keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau
c. gangguan mental berat.
(3) Ketentuan mengenai hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5
-
7/27/2019 forensik5
6/27
3.2 Prosedur Tindakan Medis
Pada kasus ini mula-mula kita sebagai dokter harus dapat menentukan diagnosis
pasti pada pasien. Selanjutnya, pada pasien dapat ditentukan beberapa hal, yaitu :
1. Klasifikasi kanker usus besar menurut Dukes :
I. Kanker di dalam dinding colon
II. Telah menyebar ke lapisan otot
III. Telah menyebar ke kelenjar-kelenjar limfa
IV. Telah menyebar ke organ-organ lain
Perawatan penderita tergantung pada tingkat staging kanker itu sendiri. Terapi
akan jauh lebih mudah bila kanker ditemukan pada stadium dini. Tingkat kesembuhan
kanker stadium 1 dan 2 masih sangat baik. Namun bila kanker ditemukan pada stadium
yang lanjut, atau ditemukan pada stadium dini dan tidak diobati, maka kemungkinan
sembuhnya pun akan jauh lebih sulit.
Tujuan pengobatan kanker ada dua, yaitu kuratif dan paliatif. Pengobatan kuratif
merupakan upaya yang ditujukan untuk mencapai kesembuhan penyakit kanker.
Sementara pengobatan paliatif ditujukan pada penderita kanker yang sudah tidak
memungkinkan kembali dicapainya kesembuhan. Di antara pilihan terapi untuk
penderitanya, pilihan operasi masih menduduki peringkat pertama, dengan ditunjang oleh
kemoterapi dan/atau radioterapi (mungkin diperlukan).
Pengobatan pada pasien tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi yang
berhubungan. Endoskopi, ultrasonografi dan laparoskopi telah terbukti berhasil dalam
pentahapan kanker kolorektal. Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering
dalam bentuk pendukung atau terapi adjuvan. Terapi adjuvan biasanya diberikan selain
pengobatan bedah. Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi atau imunoterapi.
3.3 Informed Consent
Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal
45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed
Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran SKB IDI
6
-
7/27/2019 forensik5
7/27
No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan
Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien
/ keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai saksi adalah
penting. Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut,
tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian.
Tujuan Informed Consent:
a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang
sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya
yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.
b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan
bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada
setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko ( Permenkes No.
290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 ).
Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan sebagai tindakan
melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 (trespass, battery, bodily assault).
Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008, persetujuan tindakan
kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi persetujuan,
sebelum dimulainya tindakan ( Ayat 1 ). Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran
harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan ( Ayat 2 ).
Informed consent memiliki tiga elemen :
1. Treshold elements
Sifat elemen ini lebih ke syarat yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang
kompeten (berkapasitas untuk membuat keputusan). Secara hukum seseorang
dianggap cakap (kompeten) adalah apabila telah dewasa, sadar dan berada dalam
keadaan mental yag tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia
telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mentalyang dianggap tidak kompeten adalah apabila ia mempunyai penyakit mental
sedemikian rupa atau perkembangan mentalnya terbelakang sedemikian rupa,
sehingga kemampuan membuat keputusannya terganggu.
7
-
7/27/2019 forensik5
8/27
2. Information elements
Elemen ini terdiri dari dua bagian, yaitu disclosure (pengungkapan) dan
understanding (pemahaman). Pengertian berdasarkan pemahaman yang adekuat
membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi
(disclosure) sedemikan rupa agar pasien dapat mecapai pemahaman yang adekuat.
Dalam hal ini, seberapa baik informasi harus diberikan kepada pasien dapat
dilihat dari tiga standart, yaitu:
Standar praktek profesi : Bahwa kewajiban memberikan informasi dan
kriteria ke-adekuat-an informasi ditentukan bagaimana biasanya dilakukan
dalam komunitas tenaga medis. Standar ini terlalu mengacu kepada nilai-
nilai yang ada di dalam komunitas kedokteran, tanpa memperhatikan
keingintahuan dan kemampuan pemahaman individu yang diharapkan
menerima informasi tersebut. Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa
kebiasaan tersebut di atas tiddak sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat,
misalnya : risiko yang tidak bermakna (menurut medis) tidak
diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi sosial/pasien.
Standar subyektif : bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yangdianut oleh pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan
haruss memadai untuk pasien tersebut dalam membuat keputusan.
Sebaliknya dari standar sebelumnya, standar ini sangat sulit dilaksanakan,
adaah mustahil bagi tenaga medis untuk memahami nilai-nilai yang secara
individual dianut pasien.
Standar pada reasonable person
Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya,
yaitu dianggap ccukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi
kebutuhan pada umumnya orang awam.
8
-
7/27/2019 forensik5
9/27
3. Consent elements
Elemen ini juga terdiri dari dua bagian, yaitu voluntariness (kesukarelaan,
kebebasan) dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak
adanya tipuan, misinterpretasi ataupun paksaan. Passien juga harus bebas dari
tekanan yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan dibiarkan
apabila tidak menyetujui tawarannya. Consent dapat diberikan dengan dinyataka
maupun tidak dinyatakan.
Dinyatakan (expressed) : dinyatakan dapat secara lisan, maupun tertulis.
Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti di kemudian hari,
umumnya pada tindakan yang invasif atau yag berisiko mempengaruhi
kesehatan pasien secara bermakna. Permenkes tentang persetujuan
tindakan medis menyatakan bahwa semua jenis tindakan operatif harus
memperoleh persetujuan tertulis.
Tidak dinyatakan (implied)
Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun
melakukan tingkah laku (gerakan) yang menunjukan jawabannya. Consent
jenis inilah yang paling banyak dilakukan dalam praktek sehari-hari. 3
3.4 Prosedur Terapi
Peraturan menteri kesehatan No 585/Menkes/Per/IX/1989 tentang persetujuan
tindakan medis. Pada pasien ini, terdapat beberapa prosedur terapi yang dapat dilakukan
untuk menyelamatkan hidup pasien.4 Adapun terapi ini dibagi menjadi terapi yang
mengenai medika mentosa dan non-medika mentosa, yaitu :
Medika Mentosa1. Kemoterapi
5-flurouracil merupakan obat pilihan untuk kemoterapi karsinoma kolon.
9
-
7/27/2019 forensik5
10/27
Lemavisole serta leucovorin digunakan untuk pasien stadium 3 pasca operasi.
2. Radioterapi
Peran radioterapi dalam pengobatan kanker kolon masih terbatas tetapi radioterapi tetap
menjadi modalitas terapi standar. Untuk memperkecil tumor, mencapai hasil yang lebih
baik dari pembedahan, dan untuk mengurangi resiko kekambuhan. Untuk tumor yang
tidak dioperasi atau tidak dapat disekresi, radiasi digunakan untuk menghilangkan gejala
secara bermakna.
3.Terapi simptomatik
Termasuk antibiotic, analgesik dan lain-lain. Antara analgesik yang dugunakan adalah
golongan non steroid seperti aspirin dan ibuprofen dan golongan opiod seperti morfin,
fentanil, oxycodone,codein dan tramadol. Pemberian dimulai dengan analgesik lemah
dosis rendah dan ditingkatkan sesuai kebutuhan pasien.
Non Medika Mentosa
1. Pembedahan
Pembedahan masih merupakan terapi pilihan untuk memperpanjang kehidupan pasien.
Prosedur pembedahan pilihan adalah sebagai berikut (Doughty & Jackson,1993) :
Reseksi segmental dengan anostomosis (pengangkatan tumor dan porsi
usus pada sisi pertumbuhan, pembuluh darah dan nodus limfatik)
Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid 26isbandin
(pengangkatan tumor dan porsi sigmoid dan semua 26isban serta sfingter
anal)
Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anostomosis
serta reanastomosis lanjut dari kolostomi (memungkinkan dekompresi
usus awal dan persiapan usus sebelum reseksi)
Ileostomi (untuk menyembuhkan lesi obstruksi yang tidak dapatdireseksi).
2. Diet
1. Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat dapat
melancarkan pencemaan dan buang air besar sehingga berfungsi menghilangkan kotoran
dan zat yang tidak berguna di usus, karena kotoran yang terlalu lama mengendap di usus
10
-
7/27/2019 forensik5
11/27
akan menjadi racun yang memicu sel kanker.
2. Kacang-kacangan (lima porsi setiap hari)
3. Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi terutama
yang terdapat pada daging hewan.
4. Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal tersebut dapat
memicu sel karsinogen / sel kanker.
5. Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan.
6. Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur.5
3.5 Rekam Medis
Dalam pelayanan kedokteran/kesehatan, terutama yang dilakukan para dokter
baik dirumah sakit maupun praktik pribadi, peran pencatatan rekam medis (RM) sangat
penting dansangat melekat dengan kegiatan pelayanan tersebut. Dengan demikian, ada
ungkapan bahwa rekam medis adalah orang ketiga pada saat dokter menerima pasien. Hal
tersebut dapat dipahami karena catatan demikian akan berguna untuk merekam keadaan
pasien, hasilpemeriksaan serta tindakan pengobatan yang diberikan pada waktu itu.
Catatan atau rekaman itu menjadi sangat berguna untuk mengingatkan kembali dokter
tentang keadaan, hasil pemeriksaan, dan pengobatan yang telah diberikan bila pasien
datang kembali untuk berobatulang setelah beberapa hari, beberapa bulan, bahkan setelah
beberapa tahun kemudian.Dengan adanya rekam medis, ia bisa mengingat atau mengenali
keadaan pasien saat diperiksa sehingga lebih mudah melanjutkan strategi pengobatan dan
perawatannya. Namun, kini makin dipahami bahwa peran rekam medis tidak terbatas
pada asumsi yang dikemukakan diatas, tetapi jauh lebih luas. Oleh karena itu, para tenaga
kesehatan masa kini harus memahami dengan baik hal-hal yang berkaitan dengan rekam
medis.
Dalam Undang-undang Kesehatan, walaupun tidak ada bab yang mengaturtentang rekam medis secara khusus, secara implisit Undang-undang ini jelas
membutuhkan adanya rekam medis yang bermutu sebagai bukti pelaksanaan pelayanan
kedokteran/ kesehatan yang berkualitas.
Kewajiban dokter untruk membuat rekam medis dalam pelayanan kesehatan
11
-
7/27/2019 forensik5
12/27
dipertegas dalam UUPK seperti terdapat pada pasal 46: (1). Setiap dokter atau dokter gigi
dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis. (2) Rekam medis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien selesai
menerima pelayanan kesehatan. Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu,
dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan. Selanjutnya dalam
pasal 79 diingatkan tentang sanksi hukum yang cukup berat, yaitu denda paling banyak
Rp. 50.000.000,- bila dokter terbukti sengaja tidak membuat rekam medis.Dalam
Permenkes No. 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang rekam medis, disebut pengertian
rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan,pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain kepada pasien apda sarana
pelayanan kesehatan.
Di rumah sakit didapat dua jenis rekam medis, yaitu:
Rekam medis untuk pasien rawat jalan
Rekam medis untuk pasien rawat inap
Untuk pasien rawat jalan, termasuk pasien gawat darurat, RM memiliki informasi pasien,
antara lain:
a. Identitas dan formulir perizinan (lembar hak kuasa)
b. Riwayat penyakit (anamnesis) tentang :
- keluhan utama
- riwayat sekarang
-riwayat penyakit yang pernah diderita
-riwayat keluarga tentang penyakit yang mungkin diturunkan
c. Laporan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan laboratorium, foto rontgen,
scanning,MRI, dan lain lain.
d. Diagnosis dan/atau diagnosis banding
12
-
7/27/2019 forensik5
13/27
e. Instruksi diagnostik dan terapeutik dengan tanda tangan pejabat kesehatan yang
berwenang. Untuk rawat inap, memuat informasi yang sama dengan yang terdapat dalam
rawat jalan, dengan tambahan :
Persetujuan tindakan medik
Catatan konsultasi
Catatan perawat dan tenaga kesehatan lainnya
Catatan observasi klinik dan hasil pengobatan
Resume akhir dan evaluasi pengobatan ,(tanggal masuk-keluar)
Secara umum kegunaan dari rekam medis adalah :
1.Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang ikut
ambilbagian dalam memberi pelayanan, pengobatan dan perawatan pasien. Dengan
membaca RM, dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang terlibat dalam merawat pasien
(misalnya,pada pasien rawat bersama atau dalam konsultasi) dapat mengetahui
penyakit,perkembangan penyakit, terapi yang diberikan, dan lain-lain tanpa harus
berjumpa satusama lain. Ini tentu merupa-kan sarana komunikasi yang efisien.
2.Sebagai dasar untuk perencanaan pengobatan atau perawatan yang harus diberikan
kepada pasien. Segala instruksi kepada perawat atau komunikasi sesama dokter ditulis
agar rencana pengobatan dan perawatan dapat dilaksanakan.
3.Sebagai bukti tertulis atas segala pelayanan, perkembangan penyakit dan pengobatan
selama pasien berkunjung/dirawat di rumah sakit. Bila suatu waktu diperlukan
buktibahwa pasien pernah dirawat atau jenis pelayanan yang diberikan serta
perkembangan penyakit selama dirawat, tentu data dari RM dapat mengungkapkan
dengan jelas.
4.Sebagai dasar analisis, studi, evaluasi terhadap mutu pelayanan yang diberikan kepada
pasien. Baik buruknya pelayanan yang diberikan tercermin dari catatan yang ditulis atau
13
-
7/27/2019 forensik5
14/27
data yang didapati dalam RM. Hal ini tentu dapat dipakai sebagai bahan studi
ataupunevaluasi dari pelayanan yang diberikan.
5.Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga
kesehatan lainnya. Bila timbul permasalahan (tuntutan) dari pasien kepada dokter
maupun rumah sakit, data dan keterangan yang diambil dari RM tentu dapat diterima
semua pihak. Di sinilah akan terungkap aspek hukum dari RM tersebut. Bila catatan dan
data terisi lengkap, RM akan menolong semua yang terlibat. Sebaliknya, bila catatan
yang ada hanya sekedarnya saja, apalagi kosong pasti akan merugikan dokter dan rumah
sakit. Penjelasan yang bagaimanapun baiknya tanpa bukti tertulis, pasti sulit dipercaya.
6.Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan
pendidikan. Setiap penelitian yang melibatkan data klinik pasien hanya dapat
dipergunakan bila telah direncanakan terlebih dahulu. Oleh karena itu, RM di rumah sakit
pendidikan biasanya tersusun lebih rinci karena sering digunakan untuk bahan penelitian.
7.Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik pasien. Bila
pasien mau dipulangkan, bagian administrasi keuangan cukup melihat RM, dan segala
biaya yang harus dibayar pasien/keluarga dapat ditentukan.
8.Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai bahan
pertanggungjawaban dan laporan.Data dan infomasi yang didapat dari RM sebagai bahan
dokumentasi, bila diperlukandapat digunakan sebagai dasar untuk pertanggungjawaban
atau laporan kepada pihak yang memerlukan masa mendatang.
3.6 Aspek Etika
Didalam menentukan tindakan dibidang kesehatan atau kedokteran, selain
mempertimbangkan keempat kebutuhan dasar, keputusan hendaknya juga
mempertimbangkan hak-hak asasi pasien. Pelanggaran atas hak pasien akan mengakibatkan
juga pelanggaran atas kebutuhan dasar, terutama kebutuhan kreatif dan spiritual pasien.
Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik dan buruk, atau benar-salahnya
14
-
7/27/2019 forensik5
15/27
suatu sikap dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas.
Penilaian baik buruk dan benar-salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori
etika yang paling banyak dianut orang adalah teori deontologi dan teleologi. Secara ringkas
dapat dikatakan bahwa, deontology mengajarkan bahwa baik-buruknya suatu perbuatan
harus dilihat dari perbuatannya itu sendiri (I kant), sedangkan teleology mengajarkan untuk
menilai baik-buruk tindakan dengan melihat hasil atau akibatnya (D Hume, J Bentham,
JSMills).
Beauchamp and Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai suatu
keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral, yaitu :
1. Prinsip otonomi
Prinsip moral untuk menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi
pasien (the rights to self determation)
2. Prinsip beneficence
Prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan
pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja,
melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar dari sisi
buruknya.
3. Prinsip non-malefience
Prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien.
Prinsip ini dikenal sebagai primum non nocere atau above all do no harm
4. Prinsip justice
Prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap
maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice).
Sedangkan rules derivatnya adalah veracity (berbicara benar, jujur, dan
terbuka), privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga
kerahasiaan pasien) dan fidelity (loyalitas dan promise keeping).
Selain prinsip atau kaidah dasar moral diatas yang harus dijadikan pedoman
dalam mengambil keputusan klinis, professional kedokteran juga mengenal etika profesi
sebagai panduan dalam bersikap dan berperilaku (code of ethical conduct). Sebagaimana
diuraikan pada pendahuluan, nilai-nilai dalam etika profesi tercermin didalam sumpah
15
-
7/27/2019 forensik5
16/27
dokter dan kode etik kedokteran. Sumpah dokter berisikan suatu kontrak moral antara
dokter dengan Tuhan sang penciptanya, sedangkan kode etik kedokteran berisikan
kontrak kewajiban moral antara dokter dengan peer-groupnya, yaitu masyarakat
profesinya.
Baik sumpah dokter maupun kode etik kedokteran berisikan sejumlah
kewajiban moral yang melekat kepada para dokter. Meskipun kewajiban tersebut
bukanlah kewajiban hukum sehingga tidak dapat dipaksakan secara hukum, namun
kewajiban moral tersebut haruslah menjadi pemimpin dari kewajiban dalam hukum
kedokteran. Hukum kedokteran yang baik haruslah hukum yang etis.
3.7 Dampak Hukum
Pada kasus ini dampak hukum yang dapat terjadi pada pekerja medis yang telah
diatur dalam undang-undang, adalah :
Pasal 344 KUHP:
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang
jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
Pasal 345 KUHP:
Barang siapa dengan sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri,
menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.
Yang berhubungan dalam informed consent, apabila keluarga pasien meminta
keterangan tentang keadaan pasien (dengan pemaksaan/atas ijin pasien) maka kita dapat
memberikan informasi. Diatur dalam undang-undang :
Pasal 51 KUHP (1):
Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang
diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana
Apabila terdapat tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau
keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan
16
-
7/27/2019 forensik5
17/27
berdasarkan :
Pasal 351 KUHP :
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau [idana denda paling banyak 4500 rupiah
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama 5 tahun
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pudana penjara paling lama 7
tahun
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana
17
-
7/27/2019 forensik5
18/27
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Karsinoma colon
Neoplasma / Kanker adalah pertumbuhan baru (atau tumor) massa yang tidak
normal akibat proliferasi sel-sel yang beradaptasi tanpa memiliki keuntungan dan tujuan.
Neoplasma terbagi atas jinak atau ganas. Neoplasma ganas disebut juga sebagai kanker
(cancer).
Karsinoma atau kanker kolon ialah keganasan tumbuh lambat yang paling sering
ditemukan daerah kolon terutama pada sekum, desendens bawah, dan kolon sigmoid.
Prognosa optimistik; tanda dan gejala awal biasanya tidak ada. Kanker kolorektal adalah
tumbuhnya sel-sel ganas dalam tubuh di dalam permukaan usus besar atau rektum.
Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas biasa
disebut adenoma yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh sangat
cepat).
Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan kanker kolon adalah
tumbuhya sel-sel ganas di permukaan dalam usus besar (kolon) atau rektum. Lokasi
tersering timbulnya kanker kolon adalah di bagian sekum, asendens, dan kolon sigmoid,
salah satu penatalaksanaannya adalah dengan membuat kolostomi untuk mengeluarkan
produksi faeces.
Patofisiologi
Penyebab jelas kanker usus besar belum diketahui secara pasti, namun makanan
merupakan faktor yang penting dalam kejadian kanker tersebut. Yaitu berkorelasi dengan
faktor makanan yang mengandung kolesterol dan lemak hewan tinggi, kadar serat yang
rendah, serta adanya interaksi antara bakteri di dalam usus besar dengan asam empedu
dan makanan, selain itu dapat juga dipengaruhi oleh minuman yang beralkohol,
18
-
7/27/2019 forensik5
19/27
khususnya bir. Kanker kolon dan rektum terutama berjenis histopatologis (95%)
adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel dalam usus = endotel). Munculnya tumor
biasanya dimulai sebagai polip jinak, yang kemudian dapat menjadi ganas dan menyusup,
serta merusak; jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitarnya. Tumor dapat
berupa masa polipoid, besar, tumbuh ke dalam lumen, dan dengan cepat meluas ke
sekitar usus sebagai striktura annular (mirip cincin). Lesi annular lebih sering terjadi pada
bagi rektosigmoid, sedangkan lesi polipoid yang datar lebih sering terjadi pada sekum
dan kolon asendens.
Tumor dapat menyebar melalui :
1. Infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih
(vesika urinaria).
2. Penyebaran lewat pembuluh limfe limfogen ke kelenjar limfe perikolon dan
mesokolon.
3. Melalui aliran darah, hematogen biasanya ke hati karena kolon mengalirkan darah
balik ke sistem portal.
Gejala klinis kanker usus besar yang paling sering adalah perubahan pola defekas
adanya perdarahan per anus, nyeri, anemia, anoreksia dan penurunan berat badan tanda
dan gejala penyakit ini bervariasi sesuai dengan letak kanker, dan sering menjadi kanker
yang mengenai bagian kanan dan kiri usus besar .
Pemeriksaan penunjang
1. Endoskopi. Pemeriksaan endoskopi perlu dikerjakan, baik sigmoidoskopi maupun
kolonoskopi. Gambaran yang khas karsinoma atau ulkus akan dapat dilihat
dengan jelas pada endoskopi, dan untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan
biopsi.
2. Radiologi. Pemeriksaan radiologi yang dapat dikerjakan antara lain adalah : foto
dada dan foto kolon (barium enema). Pemeriksaan foto dada berguna selain untuk
melihat ada tidaknya metastasis kanker pada paru juga bisa digunakan untuk
persiapan tindakan pembedahan. Pada foto kolon dapat dapat terlihat suatu filling
defect pada suatu tempat atau suatu striktura.
3. Ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi ada tidaknya
19
-
7/27/2019 forensik5
20/27
metastasis kanker kelenjar getah bening di abdomen dan di hati.
4. Histopatologi/ Selain melakukan endoskopi sebaiknya dilakukan biopsi di
beberapa tempat untuk pemeriksaan histopatologis guna menegakkan diagnosis.
Gambaran histopatologi karsinoma kolorektal ialah adenokarsinoma, dan perlu
ditentukan differensiasi sel.
5. Laboratorium. Tidak ada petanda yang khas untuk karsinoma kolorektal,
walaupun demikian setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa Hb.
Tumor marker (petanda tumor) yang biasa dipakai adalah CEA. Kadar CEA lebih
dari 5 mg/ ml biasanya ditemukan karsinoma kolorektal yang sudah lanjut.
Berdasarkan penelitian, CEA tidak bisa digunakan untuk mendeteksi secara dini
karsinoma kolorektal, sebab ditemukan titer lebih dari 5 mg/ml hanya pada
sepertiga kasus stadium III. Pasien dengan buang air besar lendir berdarah, perlu
diperiksa tinjanya secara bakteriologis terhadap shigella dan juga amoeba.
6. Scan (misalnya, MR1. CZ: gallium) dan ultrasound: Dilakukan untuk tujuan
diagnostik, identifikasi metastatik, dan evaluasi respons pada pengobatan.
7. Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum): Dilakukan untuk diagnostik banding dan
menggambarkan pengobatan dan dapat dilakukan melalui sum-sum tulang, kulit,
organ dan sebagainya.
8. Jumlah darah lengkap dengan diferensial dan trombosit: Dapat menunjukkan
anemia, perubahan pada sel darah merah dan sel darah putih: trombosit meningkat
atau berkurang.
9. Sinar X dada: Menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer.
Komplikasi pada pasien dengan kanker kolon yaitu:
1. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
2. Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran
langsung.
3. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon
yang menyebabkan hemorragi.
4. Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
5. Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.6
20
-
7/27/2019 forensik5
21/27
4.2 Euthanasia
Pengertian Euthanasia.
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani yaitu Eu, yang berarti Indah, bagus,
terhormat atau Gracefully and With Dignity, dan Thanatos yang berarti mati. Jadi secara
etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik. Euthanasia dalam
Kamus Oxford English Dictionary dirumuskan sebagai kematian yang lembut dan
nyaman, dilakukan terutama pada kasus penyakit yang penuh penderitaan dan tak
tersembuhkan. Sedangkan dalam Kamus Kedokteran Dorland euthanasi mengandung
dua pengertian, yaitu:
1. Suatu kematian yang mudah dan tanpa rasa sakit.
2. Pembunuhan dengan kemurahan hati, pengakhiran kehidupan seseorang
yang menderita dan tak dapat disembuhkan dan sangat menyakitkan, secara
hati-hati dan disengaja.
Jenis-Jenis Euthanasia
Bila ditinjau dari cara pelaksanaannya, eutanasia dapat dibagi menjadi tiga
kategori, yaitu eutanasia agresif, eutanasia non agresif, dan eutanasia pasif.
1. Eutanasia agresif
Disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja yang
dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat
atau mengakhiri hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat dilakukan
dengan pemberian suatu senyawa yang mematikan, baik secara oral
21
-
7/27/2019 forensik5
22/27
maupun melalui suntikan. Salah satu contoh senyawa mematikan tersebut
adalah tablet sianida.
2. Eutanasia non agresif
Kadang juga disebut eutanasia otomatis (autoeuthanasia) digolongkan
sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak secara
tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui
bahwa penolakannya akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan
tersebut diajukan secara resmi dengan membuat sebuah codicil (pernyataan
tertulis tangan). Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah suatu praktik
eutanasia pasif atas permintaan pasien yang bersangkutan.
3. Eutanasia pasif
Dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif yang tidak
menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan
seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian
bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa
contohnya adalah dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang
mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak memberikan antibiotik kepada
penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi yang seharusnya
dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang
rasa sakit seperti morfin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian.
Tindakan eutanasia pasif seringkali dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan
rumah sakit. Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis
maupun pihak keluarga yang menghendaki kematian seseorang, misalnya akibat
keputusasaan keluarga karena ketidaksanggupan menanggung beban biaya
pengobatan. Pada beberapa kasus keluarga pasien yang tidak mungkin membayar
biaya pengobatan, akan ada permintaan dari pihak rumah sakit untuk membuat
22
-
7/27/2019 forensik5
23/27
pernyataan pulang paksa. Meskipun akhirnya meninggal, pasien diharapkan
meninggal secara alamiah sebagai upaya defensif medis.
Ditinjau dari sudut pemberian izin maka eutanasia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :
1. Eutanasia di luar kemauan pasien
Yaitu suatu tindakan eutanasia yang bertentangan dengan keinginan si
pasien untuk tetap hidup. Tindakan eutanasia semacam ini dapat disamakan
dengan pembunuhan.
2. Eutanasia secara tidak sukarela
Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi bahan perdebatan
dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga. Hal ini
terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk
mengambil suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si
pasien (seperti pada kasus Terri Schiavo). Kasus ini menjadi sangat kontroversial
sebab beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan
bagi si pasien.
3. Eutanasia secara sukarela
Dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini juga masih
merupakan hal kontroversial.
Ditinjau dari sudut tujuan pokok dari dilakukannya eutanasia antara lain yaitu:
1. Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing).
2. Eutanasia hewan.
23
-
7/27/2019 forensik5
24/27
3. Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada
eutanasia agresif secara sukarela.
Aspek Hukum Euthanasia
Dalam mengkaji mengenai aspek tentang Euthanasia yang sampai sekarang masih
bagitu banyak pertentangan pro dan kontra terhadap euthanasia, maka dari itu kita patut
melihat euthanasia dari beberapa aspek seperti :
1. Aspek hukum
Undang-undang yang tertulis dalam KUHP (pasal 340, 344) pidana hanya
melihat dari Dokter sebagi pelaku utama dalam euthanasia, khususnya etuhanasia
aktif dan dianggap sebagai suatu pembunuhan berencana (pasal 340).
2. Aspek Hak Asasi Manusia
HAM selalu diakaitkan dengan hak hidup, damai dan sebagainya. Tapitidak trcantum dengan jelas hak seseorang untuk mati. Mati sepertinya selalu
dihubungkan dengan pelanggaran. Hal ini terbukti dari hukum euthanasia yang
cenderung menyalahkan Dokter. Seharusnya jika dianut hak untuk hidup, secara
tidak langsung terbesit hak untuk mati.
3. Aspek Ilmu pengetahuan
Pengetahuan kedoteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan
upaya tindakan medis untuk mencapai kesembuhan atau pengurangan penderitaan
pasien.
4. Aspek agama
24
-
7/27/2019 forensik5
25/27
Kelahiran dan kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak
seorangpun di dunia ini yang mempunyai hak untuk memperpanjang atau
memperpendek umurnya. Pernyataan ini melarang tindakan euthanasia.
BAB V
KESIMPULAN
Kode etik profesi tidak bersifat statis. Selalu ada perubahan ke arah yang lebih
baik. Perubahan ini dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan.
Pemerintah atau organisasi yang terkait, bisa melakukan perubahan dengan konvensi dari
seluruh profesional bidang profesi. Tapi ada kalanya etika profesi dilanggar. Hal inibiasanya dilakukan oleh para profesional yang kurang baik dalam memberikan jasa pada
klien mereka. Sangsi untuk pelanggaran ini dapat berupa sangsi moral dari masyarakat,
atau bisa menjadi hukuman pidana.
Perlu juga dilakukan Informed Consent yang merupakan persetujuan tindakan
kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan
penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap
pasien tersebut.Pada kasus ini euthanasia dilarang di Indonesia, mengingat aspek hukum,
aspek agama, aspek ilmu pengetahuan, serta aspek hak asasi manusia. Setiap orang
berhak memiliki hak untuk hidup. Pelanggaran-pelanggaran terhadap kasus ini telah
diatur dalam Undang-undang Pasal 344, 345, 351, 51 Ayat 1 KUHP.
25
-
7/27/2019 forensik5
26/27
DAFTAR PUSTAKA
1. Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran dan hukum kesehatan. Jakarta: EGC; 1999.
2. Zuhroni, H. Riani, Nur. Nazaruddin, Nirwan. 2003.Kesehatan dan Kedokteran 2
(Fiqih Kontemporer). Jakarta : Departemen Agama RI.
3. Majelis Kehormatan Etika Kedokteran. 2002.Kode Etik Kedokteran Indonesia.
Jakarta : Majelis Kehormatan Etika Kedokteran.
4. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran. Jakarta; 2005.
5. Wiradharma D. Tindakan Medis Aspek Etis dan Yuridis: syarat legal tindakan medis.
Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti; 2008; p:36-7
6. Departemen ilmu penyakit dalam fkui. 2011. Available at :
http://www.internafkui.or.id/?page=centerofexcellent.view&id=8. Accessed on: October
16, 2012.
26
http://www.internafkui.or.id/?page=centerofexcellent.view&id=8http://www.internafkui.or.id/?page=centerofexcellent.view&id=8 -
7/27/2019 forensik5
27/27