forensik burju.doc

5
Nama Bukti Fisik : Gigi geligi , luka membusuk dan pola tusukan atau potongan tubuh mayat Topik Kasus : Mutilasi Tol Cikampek Kelompok : 10 Selasa, 5 maret 2013 ditemukan 6 potongan tubuh mayat wanita termutilasi tanpa identitas. Ke enam potongan tubuh ini berupa potongan kaki kanan, tangan kanan, kepala berisi rambut, dada dan tangan sebelah kiri. Setelah dianalisis oleh kedokteran forensik RSCM ( Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo). Dari barang bukti yang diketahui, analisis selanjutnya adalah menentukan identitas personal dari korban melalui bukti fisik gigi , bukti ini dapat digunakan sebagai analisis dalam identifikasi ras , jenis kelamin , DNA dari jaringan sel dalam rongga , rekonstruksi wajah dari tulang rahang. Pada kasus ini bukti fisik yang dianalisis adalah luka yang sudah membusuk pada tubuh korban yang berguna untuk menetukan waktu kematian korban, dan dari luka tersebut dapat di analisis benda atau senjata yang digunakan untuk membunuh korban. A. Pemeriksaan Gigi Geligi Pada mayat mutilasi dengan tubuh yang sudah terpisah-pisah, metode Gustafson pada penentuan umur dilakukan dalam enam pemeriksaan : 1. Atrisi adalah akibat penggunaan rutin pada saat makan, sehingga permukaan gigi mengalami keausan. 2. Penurunan tepi gusi adalah kesesuaian dengan pertumbuhan gigi dan pertambahan umur, maka tepi gusi (margin-gingival attachment) akan bergerak ke arah apikal. 3. Pembentukan dentin sekunder adalah upaya perlindungan alami pada dinding pulpa gigi akan dibentuk dentin sekunder yang bertujuan

Upload: marjoana-burju-harahap

Post on 22-Oct-2015

7 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Forensik Burju.doc

Nama Bukti Fisik : Gigi geligi , luka membusuk dan pola tusukan atau potongan tubuh mayat

Topik Kasus : Mutilasi Tol Cikampek

Kelompok : 10

Selasa, 5 maret 2013 ditemukan 6 potongan tubuh mayat wanita termutilasi tanpa identitas. Ke enam

potongan tubuh ini berupa potongan kaki kanan, tangan kanan, kepala berisi rambut, dada dan tangan

sebelah kiri. Setelah dianalisis oleh kedokteran forensik RSCM ( Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo). Dari

barang bukti yang diketahui, analisis selanjutnya adalah menentukan identitas personal dari korban

melalui bukti fisik gigi , bukti ini dapat digunakan sebagai analisis dalam identifikasi ras , jenis kelamin ,

DNA dari jaringan sel dalam rongga , rekonstruksi wajah dari tulang rahang. Pada kasus ini bukti fisik

yang dianalisis adalah luka yang sudah membusuk pada tubuh korban yang berguna untuk menetukan

waktu kematian korban, dan dari luka tersebut dapat di analisis benda atau senjata yang digunakan

untuk membunuh korban.

A. Pemeriksaan Gigi Geligi

Pada mayat mutilasi dengan tubuh yang sudah terpisah-pisah, metode Gustafson pada

penentuan umur dilakukan dalam enam pemeriksaan : 1. Atrisi adalah akibat penggunaan rutin pada

saat makan, sehingga permukaan gigi mengalami keausan. 2. Penurunan tepi gusi adalah kesesuaian

dengan pertumbuhan gigi dan pertambahan umur, maka tepi gusi (margin-gingival attachment) akan

bergerak ke arah apikal. 3. Pembentukan dentin sekunder adalah upaya perlindungan alami pada

dinding pulpa gigi akan dibentuk dentin sekunder yang bertujuan menjaga ketebalan jaringan gigi yang

melindungi pulpa. Semakin tua seseorang semakin tebal dentin sekundernya. 4. Pembentukan semen

sekunder adalah pemeriksaan dengan bertambahnya umur, maka semen sekunder di ujung akar pun

bertambah ketebalannya. 5. Transparansi dentin adalah proses kristalisasi pada bahan mineral gigi,

maka jaringan dentin gigi berangsur menjadi transparan. Proses transparan ini dimulai dari ujung akar

gigi meluas ke arah mahkota gigi. 6. Pemeriksaan terhadap penyempitan atau penutupan foramen

apicalis peakan semakin menyempit dengan bertambahnya umur dan bahkan akan menutup.

B. Pemeriksaan Luka Membusuk

Dalam bidang forensik identifkasi ini disebut entomologi forensik yang menggunakan serangga

untuk mengetahui lama waktu kematian suatu mayat. Dalam kasus mutilasi ini digunakan metode Using

successional waves of insects . Metode ini adalah melihat lama waktu kematian dengan

Page 2: Forensik Burju.doc

mengidentifikasi serangga yang ada pada mayat tersebut. Serangga yang menyukai mayat yang

sudah/setengah membusuk, salah satunya Piophilidae yang datang ke mayat setelah terjadi proses

fermentasi. Secara kronologis, jika ada mayat yang mati dan masih baru, serangga yang menyukainya

akan langsung menuju mayat tersebut, melakukan reaksi enzimatis pada mayat tersebut (dapat berupa

proses fermentasi) dan apabila sudah selesai, maka gelombang serangga yang berikutnya akan datang,

dan melakukan reaksi enzimatis pula, begitu seterusnya.

Langkah- langkah Forensik Entomologi

1. Saat menghembuskan nafas terakhir , belatung dapat memberikan kontribusi untuk perkiraan waktu

kematian. Caranya memeriksa alat pernafasan belatung, sebab alat pernafasan ini terus mengalami

perubahan sejalan dengan waktu. Tentu saja yang bisa mengetahuinya adalah para ahli forensik.

2. Perpindahan mayat, belatung dapat membantu menentukan apakah lokasi ditemukannya mayat

sama dengan lokasi kematian. Caranya mencocokkan jenis belatung atau serangga lain yang ditemukan

di tubuh mayat dengan tipe lalat atau serangga lain yang hidup di sekitar lokasi ditemukannya mayat.

4. Mencari Penyebab Kematian, Caranya bagian tubuh mayat yang menjadi tempat paling favorit

berkumpulnya belatung merupakan sebuah petunjuk penting. Belatung umumnya paling menyukai

hidup dibagian mata, hidung, telinga, mulut. Intinya bagian berlobang dari tubuh, karena belatung suka

kegelapan di lobang.

Hasil analisis diperoleh perkiraan kematian oleh kedokteran forensik pada mayat kasus mutilasi

tol cikampek sekitar 3 – 5 hari , dilihat dari pembusukan mayat dan rambut yang mulai terlepas dari kulit

kepala.

C. Pola Tusukan atau Potongan Tubuh Mayat

Dari luka tersebut dapat juga dianalisis dari jenis luka yang disebabkan oleh benda tajam yang

digunakan saat membunuh. Luka tusuk disebabkan oleh benda tajam dengan posisi menusuk atau

korban yang terjatuh di atas benda tajam. Bila pisau yang digunakan bermata satu, maka salah satu

sudut akan tajam, sedangkan sisi lainnya tumpul atau hancur. Jika pisau bermata dua, maka kedua

sudutnya tajam.

Penampakan luar luka tusuk tidak sepenuhnya tergantung dari bentuk senjata. Jaringan elastis

dermis, bagian kulit yang lebih dalam, mempunyai efek yang sesuai dengan bentuk senjata. Terdapat

Page 3: Forensik Burju.doc

beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah satunya adalah reaksi korban saat ditusuk

atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat menyebabkan lukanya menjadi tidak begitu khas. Pola tusukan

dalam kasus mutilasi ini adalah, tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah

satu sudut, ehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan kulit seperti

ekor.

Jika senjata digunakan dengan kekuatan tambahan, dapat ditemukan kontusio minimal pada

luka tusuk tersebut. Hal ini dapat diindikasikan adanya pukulan anjang saluran luka dapat

mengindikasikan panjang minimun dari senjata yang digunakan. Harus diingat bahwa posisi tubuh

korban saat ditusuk berbeda dengan pada saat autopsi. Posisi membungkuk, berputar, dan mengangkat

tangan dapat disebabkan oleh senjata yang lebih pendek dibandingkan apa yang didapatkan pada saat

autopsi. Manipulasi tubuh untuk memperlihatkan posisi saat ditusuk sulit atau bahkan tidak mungkin

mengingat berat dan adanya kaku mayat. Poin lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya kompresi

dari beberapa anggota tubuh pada saat penusukan.

Pisau yang ditusukkan pada dinding dada dengan kekuatan tertentu akan mengenai tulang

rawan dada, tulang iga, dan bahkan sternum. Karakteristik senjata paling baik dilihat melalui trauma

pada tulang. Biasanya senjata yang tidak begitu kuat dapat rusak atau patah pada ujungnya yang akan

tertancap pada tulang. Sehingga dapat dicocokkan, ujung pisau yang tertancap pada tulang dengan

pasangannya.

Dari hasil analisis, diperoleh bahwa mayat korban mutilasi dipotong – potong bagian tubuhnya

pada keadaan setengah membusuk dan sebelum potongan tubuh korban dibuang ke tol cikampek .

Dari hasil analisis barang bukti , kesimpulan yang didapatkan antara lain :

1. Hasil analis dengan metode Gustafson diperkirakan korban berumur 30-an .

2. Hasil analisis terhadap luka pembusukan, diperkirakan mayat korban dibunuh 3 – 5 hari

sebelum ditemukan.

3. Dari pola tusukan / pemotongan tubuh korban, diketahui bahwa mayat dimutilasi dalam

keadaan setengah membusuk sebelum dibuang ke tol cikampek .

Page 4: Forensik Burju.doc