forensik

27
26 BAB II LANDASAN TEORI A. Pera nan Anal isis DNA Pada Pe nang anan Kas us Fore nsik Sebelum kita mengenal lebih dekat DNA dan peranannya, terlebih dahulu kita harus mengetahui dimana dan dari mana DNA itu berasal. DNA itu terletak didalam setiap sel-sel tubuh kita yang begitu banyaknya. Dalam setiap kilogram berat badan kita terdapat satu triliun sel. Oleh karena itu, bayi yang baru lahir dengan berat badan 3 (tiga) kilogram mempunyai tiga triliun sel. Jadi jika kita mempunyai berat badan 60 kilogram berarti kita mempunyai sel sebanyak 60 triliun sel dan di dalam sel itu mengandu ng gen yang sama. Dilihat dari strukt ur sel, di tenga h-teng ah sel terdap at sebu ah nu kleus ya ng dilapisi oleh membran. 21  Gen terletak di dalam nukleus. Asal mula manusia  berasal dari satu buah sel (sebuah sel telur yang telah dibuahi). Satu sel yang telah dibuahi tumbuh menjadi dua, dua menjadi empat, begitulah seterusnya  berkembang dengan cara membelah dirinya menjadi kelipatan dua di dalam rahim ibu selama sembilan bulan. Suatu saat dalam proses ini sel-sel tersebut 21  Kazuo Murakami, The Divine Message of The DNA, PT. Mizan Media Utama, Bandung, 2008, Hal. 31-33.

Upload: aulia-mursyida

Post on 14-Oct-2015

37 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

  • 26

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Peranan Analisis DNA Pada Penanganan Kasus Forensik

    Sebelum kita mengenal lebih dekat DNA dan peranannya, terlebih

    dahulu kita harus mengetahui dimana dan dari mana DNA itu berasal. DNA

    itu terletak didalam setiap sel-sel tubuh kita yang begitu banyaknya. Dalam

    setiap kilogram berat badan kita terdapat satu triliun sel. Oleh karena itu, bayi

    yang baru lahir dengan berat badan 3 (tiga) kilogram mempunyai tiga triliun

    sel. Jadi jika kita mempunyai berat badan 60 kilogram berarti kita mempunyai

    sel sebanyak 60 triliun sel dan di dalam sel itu mengandung gen yang sama.

    Dilihat dari struktur sel, di tengah-tengah sel terdapat sebuah nukleus yang

    dilapisi oleh membran.21 Gen terletak di dalam nukleus. Asal mula manusia

    berasal dari satu buah sel (sebuah sel telur yang telah dibuahi). Satu sel yang

    telah dibuahi tumbuh menjadi dua, dua menjadi empat, begitulah seterusnya

    berkembang dengan cara membelah dirinya menjadi kelipatan dua di dalam

    rahim ibu selama sembilan bulan. Suatu saat dalam proses ini sel-sel tersebut

    21 Kazuo Murakami, The Divine Message of The DNA, PT. Mizan Media Utama,

    Bandung, 2008, Hal. 31-33.

  • 27

    mulai berdiferensiasi dan terspesialisasi, sebagian menjadi tangan, sebagian

    menjadi kuku, kaki, jantung hati dan sebagainya.

    Nukleus sel mengandung asam deoksiribonukleat atau lebih dikenal

    dengan istilah deoxyribonucleic acid (DNA), yaitu: yang kita sebut sebagai

    gen. DNA terdiri dari dua untai berbentuk spiral yang menjadi permukaan

    tempat terdapatnya molekul-molekul yang namanya dapat disingkat menjadi

    empat huruf: A,T, C, dan G. Ini adalah kode kode genetik kita dan dipercayai

    mengandung semua informasi yang diperlukan untuk membentuk kehidupan.

    Nukleus dari satu buah sel manusia memiliki tiga miliar huruf-huruf ini.

    Hidup kita benar-benar bergantung pada informasi yang luar biasa banyaknya

    yang tersimpan dalam DNA kita itu. (Lihat Gambar 2.1. dan 2.2.).

    Semua informasi genetik dalam setiap organisme tertulis dalam heliks

    ganda ini di tempat-tempat yang menjadi anak tangga dengan menggunakan

    keempat huruf kimia A, T, C, dan G yang merupakan singkatan dari basa

    adenin, timin, sitosin (huruf C dari bahasa Inggris: Cytosine), dan guanin.

    Keempat zat kimia tersebut berpasang-pasangan dimana Adenin dan timin

    sementara itu, sitosin dan guanin. Pasangan ini merekatkan kedua untai gula

    fosfat sehingga menghasilkan bentuk heliks ganda. Inilah gen kita, informasi

    yang tersimpan di dalam gen kita yang dikenal sebagai infomasi genetik.

    Infomasi inilah yang sangat dibutuhkan oleh ilmu kedokteran forensik

    didalam menangani semua kasus yang berhubungan dengan proses identifikasi

    dalam suatu penegakan hukum.

  • 28

    Sejak ditemukannya penerapan teknologi DNA dalam bidang

    kedokteran forensik, pemakaian analisis DNA untuk penyelesaian kasus-kasus

    forensik juga semakin meningkat.22 Penerimaan bukti DNA dalam

    persidangan di berbagai belahan dunia semakin memperkokoh peranan

    analisis DNA dalam sistem peradilan.

    Secara umum teknologi DNA dimanfaatkan untuk identifikasi

    personal, pelacakan hubungan genetik (disputed parentaged atau kasus ragu

    orang tua), dan pelacakan sumber biologis. Identifikasi personal dilakukan

    pada kasus penemuan korban tak dikenal, seperti pada kasus kecelakaan,

    pembunuhan, bencana massal, kecelakaan pesawat terbang, dsb. Pelacakan

    hubungan orang tua dilakukan pada kasus dugaan perselingkuhan, kasus ragu

    ayah, kasus ragu ibu, kasus bayi tertukar, kasus imigrasi dsb. Sedangkan

    pelacakan sumber adalah pemeriksaan barang bukti renik (trace evidence)

    dalam rangka pencarian pelaku delik susila (pemeriksaan bercak mani, usap

    vagina, kerokan kuku), pencarian korban (bercak darah pada pakaian

    tersangka, di TKP, dan analisis sel pada peluru bullet cytology) serta analisis

    potongan tubuh pada kasus mutilasi.

    Short Tandem Repeats (STR) adalah bagian DNA yang pendek dan

    bersifat polimorfik sehingga dijadikan lokus pilihan untuk penyelesaian kasus-

    kasus forensik. Lokus STR memiliki keistimewaan karena memiliki jenis alel

    yang banyak, tetapi rentang yang sempit sehingga memungkinkan

    diperbanyak secara multiplex dalam suatu tabung reaksi. Dengan melakukan

    22 Djaja Surya Atmadja, Evi Untoro, Peranan Analisis DNA Pada Penanganan Kasus Forensik,

    FKUI, Jakarta, 2007, hal. 2.

  • 29

    pemeriksaan pada lokus STR, identifikasi individu dapat dilakukan dengan

    ketepatan yang amat tinggi.

    STR merupakan core-DNA sehingga ia diturunkan menurut hukum

    Mendel dari kedua orang tua. Pada setiap lokus STR, setiap anak memiliki

    dua buah alel, dimana satu alel berasal dari ayahnya (DNA paternal), satu alel

    berasal dari ibunya (DNA maternal).

    Teknologi STR digunakan untuk menganalisis wilayah tertentu dari sel

    DNA. Variasi hasil dari STR dapat digunakan untuk membedakan profil

    DNA satu dengan yang lain. Badan investigasi Federal Amerika (FBI)

    menggunakan standar satuan sebanyak 13 STR untuk CODIS, CODIS adalah

    piranti lunak yang digunakan untuk mengoperasikan pusat data DNA lokal,

    negara bagian maupun nasional di Amerika dari para tersangka kejahatan.

    Bukti-bukti kejahatan yang tidak terpecahkan serta orang hilang.

    Kemungkinan dari dua orang yang memiliki 13 Loci DNA yang sama adalah

    1 banding 1 miliyar.

    Analisis STR dalam bidang forensik dapat dilakukan dengan dua

    pendekatan, yaitu: analisis ayah-anak-ibu (FCM analysis) dan analisis

    pembandingan (matching analysis).

    Pada analisis FCM dilakukan perbandingan alel STR tersangka ayah

    (F), anak (C), dan ibu (M). Dicari apakah DNA paternal anak ada padanannya

    atau tidak dengan salah satu DNA tersangka ayah. Adanya kesesuaian pada

    semua lokus STR yang diperiksa menunjukkan bahwa tersangka ayah adalah

    AYAH BIOLOGIS dari anak tersebut.

  • 30

    Pada analisis perbandingan (matching analysis) dilakukan

    perbandingan antara dua set profil DNA dari dua buah sampel. Atas dasar

    ketentuan bahwa semua sel dari individu yang sama memiliki profil DNA

    yang sama, dua sampel yang memiliki profil DNA yang sama pastilah berasal

    dari individu yang sama.

    Jadi, pada saat ini, identifikasi individu, penentuan hubungan genetik,

    dan pelacakan bahan biologis dalam kasus forensik telah dapat dipecahkan

    secara akurat melalui pemeriksaan DNA. Analisis DNA dapat dilakukan pada

    kasus-kasus ini adalah analisis kasus ayah-anak-ibu dan analisis perbandingan.

    Data frekuensi alel lokus DNA dari populasi yang sama amat diperlukan

    untuk mempertajam hasil penyimpulan analisis DNA. Untuk kasus forensik

    saat ini, pemeriksaan DNA yang dianjurkan dilakukan adalah pemeriksaan 13

    lokus STR yang dikenal sebagai CODIS 13. Dengan melakukan analisis DNA

    pada lokus yang dianjurkan FBI, hasil pemeriksaan DNA di Indonesia dapat

    dibandingkan dengan analisis DNA di laboratorium manapun di dunia.23

    Peranan tes DNA dalam mengungkap identitas korban pembunuhan

    khususnya terhadap korban yang sudah dalam keadaan rusak dan tidak dapat

    di ident visual lagi sangatlah penting.

    DNA forensic is the most powerful tool for identification in contemporary society. The future of DNA as evidence is firmly set as a standard tool criminal inverstigators.24

    23 Daniel Drell, Using DNA to Solve Cold Cases, a special report from the National Institute of

    Justice, U.S. DOE Human Genome Program, July, 2002.24 Christopher D. Duncan., op.cit.

  • 31

    Forensik DNA merupakan alat pengidentifikasian yang terkini. Dimasa

    yang akan datang, DNA adalah merupakan alat bukti yang pasti dijadikan

    standar utama oleh team investigasi dalam mengungkap siapakah korban

    maupun pelaku tindak pidana.

    B. Proses Identifikasi

    Proses identifikasi dimulai dari pemeriksaan tempat kejadian perkara

    (crime scene investigation).25 Tempat kejadian perkara (crime scene) adalah

    sangat penting bagi seorang penyidik. Jika di dalam menangani identifikasi

    tersebut menemukan mayat yang sudah sulit untuk diidentifikasi secara visual,

    kondisi mayat sudah rusak berat maka penyidik harus memanggil seorang ahli

    forensik atau ahli lainnya sesuai dengan Pasal 7 KUHAP ayat (1) huruf h :

    Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

    pemerikasaan perkara dan Pasal 133 KUHAP ayat (1) : Dalam hal penyidik

    untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan

    ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia

    berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran

    kehakiman atau dokter dan ahli lainnya, ayat (2) : Permintaan keterangan

    ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang

    dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk memeriksa luka atau

    pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

    25 Koesparmono Irsan, Ilmu Kedokteran Kehakiman, op.cit., hal. 53.

  • 32

    Di tempat kejadian perkara dapat ditemukan bukti-bukti yang relevan,

    khususnya bukti-bukti fisik sehubungan dengan terjadinya suatu tindak

    pidana. Menemukan bukti fisik mempunyai dua kepentingan: Pertama, yang

    paling penting adalah merupakan faktor yang menentukan dalam memastikan

    salah atau tidaknya seseorang. Keterangan seorang ahli forensik dapat

    digunakan untuk menentukan suatu keputusan akhir di pengadilan. Untuk itu,

    harus dapat disajikan fakta-fakta yang benar dan tepat. Kedua, pemeriksaan

    bukti fisik dapat merupakan bantuan materiil dalam menggiring pelaku

    kejahatan. Bukti-bukti fisik sering merupakan bahan yang sangat berguna bagi

    penyidik sebelum melakukan penangkapan seseorang yang melakukan tindak

    pidana bahkan sebelum ia mempunyai kecurigaan terhadap pelaku kejahatan

    sesuai dengan bunyi Pasal 17 KUHAP : Perintah penangkapan dilakukan

    terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan

    bukti permulaan yang cukup.

    Dalam kasus mayat yang sudah dalam kondisi rusak berat, semua

    bukti-bukti fisik yang dapat ditemukan di jalan yang menuju tempat si mayat

    harus dikumpulkan, seperti track jejak ban kendaraan yang diperkirakan

    untuk mengangkut jenasah atau pernik-pernik dari pakaian yang

    tertinggal/tercecer yang mungkin dipakai oleh korban atau pelaku yang

    tercecer harus difoto in situ (ditempat aslinya).

    Di dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman diterangkan bahwa ada dua

    macam pengidentifikasian mayat/korban pembunuhan, yaitu: melalui

    Identifikasi Primer seperti:

  • 33

    1. Daktiloskopi (sidik jari forensik);

    2. Odeontologi (gigi geligi forensi); dan

    3. DNA Forensik;

    Sedangkan Identifikasi sekunder terdiri dari:

    1. Administrasi berupa identitas, catatan-catatan diri seorang/dokumen dan

    lain-lain;

    2. Identifikasi visual berupa pengenalan kembali oleh seseorang;

    3. Patologi forensik berupa mengenali luka yang terjadi pada seseorang

    akibat suatu kejadian dan;

    4. Antropologi forensik berupa mengenali bekas-bekas luka seseorang yang

    ada sebelum kejadian.26

    Setelah pemeriksaan yang dilakukan oleh seorang ahli forensik

    terhadap mayat di tempat TKP maka akan didapat Visum et Repertum (VER),

    yaitu: keterangan yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik yang

    berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup

    atau mati ataupun bagian yang diduga bagian dari tubuh manusia berdasarkan

    keilmuan di bawah sumpah untuk kepentingan peradilan.27 VER menguraikan

    segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik dan dianggap sebagai

    pengganti benda bukti/barang bukti. Hal ini tertuang di dalam bagian

    kesimpulan dari isi VER.

    Hasil dari identifikasi yang berupa VER tersebut nantinya akan

    dijadikan sebagai alat bukti bagi Penuntut Umum untuk mengajukan dakwaan

    26 Ibid, hal. 86-87.27 Ibid, hal. 35.

  • 34

    kepada tersangka. Oleh sebab itu, penyidik mempunyai suatu tugas berat di

    dalam sistem peradilan pidana tersebut, yaitu: mengumpulkan alat-alat bukti

    yang cukup guna mendapatkan kebenaran material.

    Apabila dijabarkan, fungsi mencari dan menemukan kebenaran ini

    haruslah didukung oleh adanya alat-alat bukti yang sah sesuai ketentuan

    hukum yang berlaku (pasal 184 ayat 1) dan selaras dengan ketentuan Pasal

    183 KUHAP.

    C. Alat Bukti

    Dalam keseharian kita sering berhadapan dengan bukti, alat bukti, dan

    pembuktian. Terlebih lagi ketika bukti, alat bukti dan pembuktian itu terkait

    dengan persidangan suatu perkara baik pidana maupun perdata, tata usaha

    negara maupun peradilan agama.28

    Acara pembuktian menempati posisi penting dari jalannya

    peradilan/persidangan tersebut. Hakim dalam menjatuhkan vonis/putusan akan

    selalu berpedoman kepada hasil pembuktian ini. Pengertian yang terkait

    dengan bukti, membuktikan, dan pembuktian adalah sebagai berikut:

    a. Bukti adalah sesuatu hal (peristiwa dan sebagainya) yang cukup untuk

    memperlihatkan kebenaran sesuatu hal (peristiwa dan sebagainya);

    b. Tanda bukti, barang bukti adalah apa-apa yang menjadi tanda sesuatu

    perbuatan (kejahatan dan sebagainya);

    c. Membuktikan mempunyai pengertian-pengertian:

    28 Koesparmono Irsan, 2008, hal. 90.

  • 35

    1). Memberi (memperlihatkan) bukti;

    2). Menandakan, menyatakan (bahwa sesuatu benar);

    3). Meyakinkan, menyaksikan.

    4). Pembuktian adalah perbuatan (hal dan sebagainya) membuktikan.29

    Dalam pengertian yuridis, tentang bukti dan alat bukti dapat disimak

    pendapat Soebekti yang menyatakan, bukti adalah sesuatu untuk meyakinkan

    akan kebenaran sesuatu dalil atau pendirian. Alat bukti, alat pembuktian,

    upaya pembuktian, bewijsmiddel adalah alat-alat yang dipergunakan untuk

    dipakai membuktikan dalil-dalil suatu pihak di muka pengadilan, misalnya

    bukti-bukti tulisan, kesaksian, persangkaan, sumpah dan lain-lain. 30

    Pengertian membuktikan dalam arti yuridis menurut Sudikno

    Mertokusumo, tiada lain berarti memberi dasar-dasar yang cukup kepada

    hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberikan

    kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan. Menurutnya, bahwa

    membuktikan itu mengandung tiga pengertian yaitu membuktikan dalam arti

    logis, membuktikan dalam arti konvensional dan membuktikan dalam hukum

    acara mempunyai arti yuridis.31

    Jadi, alat bukti adalah sesuatu hal (barang dan bukan barang) yang

    ditentukan oleh undang-undang yang dapat dipergunakan untuk memperkuat

    dakwaan, tuntutan atau gugatan.

    29 Ibid, mengutip W.J.S. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka.30 Ibid, mengutip Soebekti dan Tjitrosoedibio R., Kamus Hukum, Pradnya Paramitra, Jakarta, 1980,

    hal. 21.31 Ibid, hal. 91, mengutip Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum - Suatu Pengantar,

    Yogyakarta: Liberty , 1986 hal. 91.

  • 36

    Barang bukti adalah bukti dalam perkara pidana, yaitu: mengenai

    mana delik dilakukan (obyek delik) dan barang dengan mana delik dilakukan,

    misalnya pisau, pistol, kapak atau benda-benda lainnya.32

    Barang bukti dapat diperoleh dari:

    a. Obyek delik/tindak pidana;

    b. Alat yang dipakai untuk melakukan delik/tindak pidana;

    c. Barang-barang tertentu yang mempunyai hubungan langsung dengan

    delik/tindak pidana yang terjadi.

    Alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP adalah:

    1. Keterangan Saksi adalah seorang yang dapat memberikan keterangan guna

    kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara

    pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. (Pasal1

    angka 26 KUHAP).

    2. Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang

    memiliki keahlian-keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk

    membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan

    dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang (Pasal 1

    angka 28 KUHAP), seperti Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter

    atau dokter spesialis forensik. Keterangan ahli adalah apa yang seorang

    ahli nyatakan disidang pengadilan. (Pasal 186 KUHAP).

    32 Ibid, hal. 94, mengutip Andi Hamzah, op.cit, hal. 100.

  • 37

    3. Surat sebagai dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1) huruf c dibuat atas

    sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah (Pasal 187 KUHAP)

    adalah:

    a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh

    pejabat umum atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat

    keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat, atau

    yang dialami sendiri, disertai alasan yang jelas dan tegas tentang

    keterangan itu;

    b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

    atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termaksud

    dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang

    diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;

    c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan

    keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta

    secara resmi dari padanya.

    4. Petunjuk (Pasal 188 ayat (1) KUHAP) adalah perbuatan, kejadian atau

    keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang

    lain, maupun tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi

    tindak pidana dan siapa pelakunya pasal 188 ayat (2). Petunjuk sebagai

    mana dimaksud ayat (1) hanya dapat diperoleh dari:

    1) Keterangan saksi;

    2) Surat;

    3) Keterangan terdakwa.

  • 38

    Pasal 188 ayat (3) : Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu

    petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif

    lagi bijaksana, setelah mengadakan pemeriksaan dengan penuh

    kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya.

    5. Keterangan Terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan di sidang

    tentang perbuatan yang ia lakukan atau apa yang ia ketahui sendiri atau

    alami sendiri (Pasal 189 ayat (1) KUHAP). Pasal 189 ayat (2) :

    Keterangan terdakwa yang berikan di luar sidang dapat digunakan untuk

    membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung

    oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan

    kepadanya. Pasal 189 ayat (3) : Selanjutnya keterangan terdakwa hanya

    dapat digunakan terhadap dirinya sendiri.

    Dalam KUHAP tidak diberikan pengertian khusus tentang mengenai

    apa yang diartikan dengan keterangan terdakwa. Namun demikian, di dalam

    KUHAP terdapat dua definisi yang berkaitan dengan terdakwa, yaitu: Pasal 1

    angka 15 tentang terdakwa dan apa yang tertuang dalam Pasal 189 ayat (1),

    (2), dan (3) KUHAP sebagaimana diuraikan diatas. Berdasarkan Pasal 1 angka

    15 KUHAP pengertian terdakwa adalah seorang tersangka, yang dituntut,

    diperiksa dan diadili di sidang Pengadilan.

    Keterangan terdakwa tidaklah sama dengan pengakuan

    terdakwa.33Karena pengakuan terdakwa sebagai alat-alat bukti mempunyai

    syarat-syarat, yaitu:

    33 Ibid, hal. 123.

  • 39

    1. Mengakui ia yang melakukan delik yang didakwakan.

    2. Mengaku bahwa ialah yang bersalah.

    Dua macam pengakuan terdakwa tersebut masih harus disertai syarat-

    syarat yaitu bahwa keterangan yang berisi pengakuan yang diberikan

    oleh terdakwa tersebut harus diberikan dalam keadaan bebas, tanpa

    adanya tekanan atau paksaan dalam bentuk apapun, sebagaimana

    ditentukan dalam pasal 153 ayat (2) huruf b jo. Pasal 117 ayat (1)

    KUHAP.

    D. Hukum Pembuktian

    Tugas hakim dalam memeriksa perkara pada sidang Pengadilan

    adalah untuk mencari dan menemukan kebenaran, yaitu: Tindak pidana yang

    didakwakan terhadap terdakwa benar-benar telah terjadi dan ia dapat

    dipertanggungjawabkan atas perbuatan tersebut, ia memiliki kesalahan dalam

    melakukan perbuatan tersebut.

    Dalam pemeriksaan perkara pidana, Hakim mencari dan menemukan

    kebenaran yang sesungguhnya, kebenaran riil atau kebenaran materiil.

    Berbeda dengan proses perkara perdata, hakim hanya mencari dan

    menemukan kebenaran formal, ia hanya menilai hal-hal atau bukti-bukti yang

    diajukan oleh pihak-pihak (penggugat atau tergugat) tanpa harus meneliti isi

    alat bukti mengandung kebenaran atau tidak. Sedangkan dalam proses perkara

    pidana, hakim mencari kebenaran materiil, yaitu: Tidak hanya percaya pada

    bukti-bukti yang diajukan secara formal oleh Penuntut Umum maupun

    terdakwa, tetapi dikejar sampai diketemukan kebenaran yang sesungguhnya.

  • 40

    Oleh karena itu, dalam sidang Pengadilan perkara pidana, hakim

    mengali dan menilai bukti-bukti yang diajukan dalam rangka membuktikan

    bahwa apa yang didakwakan kepada terdakwa adalah benar.

    Hukum pembuktian yang mengatur dalam proses perkara pidana

    tersebut meliputi hal-hal:

    1. Cara Penggunaan dan dengan alat bukti apa agar dapat dibuktikan

    sesuatu perbuatan.

    Hal ini adalah mengenai Alat bukti (bewijsmiddelen). Undang-undang

    akan menentukan alat bukti apa saja yang boleh dipergunakan dalam

    pembuktian, misalnya: keterangan saksi, keterangan ahli, termasuk hasil

    tes DNA, surat-surat, dan sebagainya. Alat bukti menurut KUHAP diatur

    dalam pasal 184.

    2. Persoalan kekuatan apa yang harus diberikan kepada masing-masing

    alat bukti.

    Hal ini adalah mengenai kekuatan bukti (bewijskracht). Aturan tentang

    hal ini misalnya, Apakah keterangan terdakwa saja yang berisi

    pengakuan sudah cukup membuktikan perbuatan pidana yang

    didakwakan? Menurut ketentuan pasal 189 ayat (4) keterangan

    terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah

    melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus

    disertai dengan alat bukti yang lain. Alat bukti surat yang bagaimanakah

  • 41

    yang mempunyai kekuatan bukti penuh? Apakah keterangan saksi di luar

    sidang dengan disumpah memiliki kekuatan pembuktian yang penuh?

    3. Mengenai persoalan tentang siapa yang harus mengajukan bukti

    tentang perbuatan yang dilakukan.

    Hal ini adalah mengenai beban pembuktian (bewijslast). Sesuai dengan

    asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) beban pembuktian

    dalam perkara pidana adalah kewajiban penuntut umum. Sebagaimana

    dapat dibaca pada pasal 66 KUHAP : Tersangka atau terdakwa tidak

    dibebani kewajiban pembuktian. Hanya dalam undang-undang

    pemberantasan tindak pidana korupsi (Undang-undang No. 31 tahun 1999

    jo Undang-undang No. 20 tahun 2001) pasal 12 B tentang gratifikasi,

    pemberian hadiah kepada penyelenggara Negara, yang nilainya lebih dari

    Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) diterapkan beban pembuktian

    terbalik. Artinya terdakwa yang harus membuktikan bahwa pemberian

    atau hadiah itu bukan suap. Penerapan beban pembuktian terbalik dalam

    perkara tindak pidana korupsi hanya dilakukan di pemeriksaan sidang

    Pengadilan, bukan pada pemeriksaan di tingkat penyidikan.

    Dalam menilai kekuatan pembuktian alat-alat bukti yang ada, dikenal

    beberapa sistem atau teori pembuktian.34 Pembuktian tentang benar atau

    tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan merupakan

    bagian yang terpenting dalam acara pidana dimana hak asasi manusia

    34 Andi Hamzah, op.cit., hal. 251.

  • 42

    dipertaruhkan. Bagaimana akibatnya manakala hakim berdasarkan

    keyakinannya dan adanya alat bukti yang tidak benar menyatakan bahwa

    terdakwa terbukti bersalah telah melakukan tindakan yang didakwakan

    kepadanya. Hukum acara pidana selalu mencari kebenaran materiil.35

    Pembuktian adalah suatu proses bagaimana alat-alat itu dipergunakan,

    diajukan atau dipertahankan sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Dari

    sudut hukum acara pidana, arti pembuktian adalah antara lain:

    1. Ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usahanya mencari

    dan mempertahankan kebenaran. Baik hakim, penuntut umum, terdakwa

    atau penasehat hukum masing-masing terikat pada ketentuan tata cara

    dan penilaian alat bukti yang ditentukan undang-undang;

    2. Majelis hakim dalam mencari dan meletakkan kebenaran yang akan

    dijatuhkan dalam putusan harus berdasarkan alat-alat bukti yang telah

    ditentukan undang-undang secara limitatif sebagaimana yang dimaksud

    dalam Pasal 184 KUHAP.

    Pasal 183 KUHAP : Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada

    seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah

    ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan

    bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

    Dalam menilai kekuatan pembuktian dari alat-alat pembuktian yang ada

    dikenal beberapa sistem atau teori, yaitu:

    35 Koesparmono Irsan, 2008, hal. 124.

  • 43

    1. Sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara

    positif (Positief wettelijk bewijstheorie), yaitu: Pembuktian yang

    didasarkan hanya pada alat-alat pembuktian yang disebut undang-

    undang. Biasanya disebut sebagai teori atau sistem pembuktian

    berdasarkan undang-undang secara positif.

    Dikatakan secara positif, disebabkan pembuktian ini hanya didasarkan

    pada alat-alat bukti tertentu yang disebut dalam undang-undang. Dengan

    memberi kekuatan bukti yang penuh, jika suatu perbuatan telah terbukti

    sesuai dengan alat bukti yang disebut oleh undang-undang, maka hakim

    harus menyatakan kebenaran atau terbuktinya dakwaan. Keyakinan

    hakim tidak diperlukan sama sekali. Sistem ini juga disebut sebagai

    pembuktian formal (formele bewijstheorie).

    Indonesia tidak menganut sistem ini, karena tidak sesuai dengan Pasal

    183 KUHAP, terdapat kalimat yang maknanya, Harus ada keyakinan

    hakim bahwa terdakwalah yang bersalah.

    2. Sistem atau teori pembuktian berdasarkan hanya pada kayakinan

    hakim semata. Teori ini adalah merupakan kebalikan dari teori

    pembuktian menurut undang-undang secara positif. Sistem atau teori

    pembuktian semacam ini sering disebut sebagai conviction intime.

    Bagaimana caranya hakim mendapat keyakinan tersebut apakah dengan

    adanya saksi atau alat bukti lain, tidaklah penting. Dengan teori ini

  • 44

    dimungkinkan hakim menjatuhkan pidana tanpa didasarkan kepada alat-

    alat bukti dalam undang-undang.

    Sistem ini memberikan kepada hakim kebebasan terlalu besar, hal ini pun

    tidak sesuai dengan Pasal 183 KUHAP yang kalimatnya menyiratkan,

    Sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ditambah dengan

    keyakinan hakim.

    3. Sistem atau teori pembuktian berdasarkan kayakinan hakim atas

    alasan yang logis (La conviction raisonnee). Ini adalah sistem atau teori

    berdasarkan keyakinan hakim sampai batas tertentu. Menurut teori atau

    sistem ini, hakim dapat memutuskan seseorang bersalah atau tidak

    berdasarkan keyakinan. Akan tetapi keyakinan tersebut harus didasarkan

    kepada alasan-alasan yang menjadi dasar keyakinannya. Alasan-alasan

    tersebut harus berlandaskan ilmu pengetahuan dan logika. Hakim wajib

    mempertanggungjawabkan cara, bagaimana ia memperoleh keyakinan

    tersebut. Sistem ini disebut juga sebagai sistem atau teori vrij

    bewijstheorie atau sistem pembuktian bebas. Hakim bebas untuk

    meyebutkan alasan-alasan yang logis untuk memperoleh keyakinannya

    tersebut.

    4. Sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif

    (negatief wettelijk bewijstheorie). Manakala kita membahas teori-teori

    pembuktian. Dapat dipastikan bahwa Pasal 183 KUHAP menganut teori

  • 45

    pembuktian negatif atau disebut sebagai pembuktian berdasarkan

    undang-undang secara negatif.

    P.A.F. Lamintang menuliskan bahwa:

    a. Disebut wettelijk atau menurut undang-undang karena untuk

    pembuktian, undang-undanglah yang menentukan tentang jenis dan

    banyaknya alat bukti yang harus ada, dan

    b. Disebut negatif, adanya jenis-jenis dan banyaknya alat bukti yang

    ditentukan oleh undang-undang itu belum membuat hakim harus

    menjatuhkan pidana bagi seorang terdakwa apabila jenis-jenis dan

    banyaknya alat-alat bukti itu belum dapat menimbulkan keyakinan

    pada dirinya bahwa suatu tindak pidana itu benar-benar telah

    terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.36

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa negatief wettelijk bewijs

    theorie pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif,

    mensyaratkan bahwa minimal dua alat bukti yang sah harus dipenuhi oleh

    penuntut umum untuk meyakinkan hakim bahwa suatu tindak pidana telah

    terjadi, akan tetapi kalau memang hakim tidak mendapat keyakinan akan

    kesalahan terdakwa maka pidana tidak dapat dijatuhkan.

    36 Koesparmono Irsan, 2008, hal. 130, mengutip P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir,

    Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1983, hal. 421.

  • 46

    E. Tindak Pidana

    1. Istilah Dan Pengertian Tindak Pidana

    Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum

    pidana Belanda, yaitu: strafbaar feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS

    Belanda, dengan demikian juga WvS Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak

    ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit itu.

    Oleh karena itu, para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari

    istilah itu. Sayangnya, sampai kini belum ada keseragaman pendapat.

    Istilah-istilah yang pernah digunakan, baik dalam perundang-undangan

    yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari

    istilah strafbaar feit adalah sebagai berikut:

    a. Tindak pidana, dapat dikatakan berupa istilah resmi dalam perundang-

    undangan pidana kita. Ahli hukum yang mengunakan istilah ini seperti

    Wirjonoprodjodikoro (lihat buku Tindak-tindak Pidana Tertentu di

    Indonesia).

    b. Peristiwa pidana, digunakan oleh beberapa Pokok-pokok Hukum

    Pidana yang ditulis oleh M. H. Tirtaamidjaja.

    c. Delik, yang sebenarnya berasal dari bahasa latin delictum juga

    digunakan untuk menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan

    Strafbaar feit.

    d. Pelanggaran pidana, dapat dijumpai dalam buku.

  • 47

    e. Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini digunakan oleh Karni dalam

    buku Ringkasan tentang Hukum Pidana. Begitu juga Schravendijk

    dalam buku Pelajaran Tentang Hukum Pidana Indonesia.

    f. Perbuatan yang dapat dihukum.

    g. Perbuatan pidana, digunakan oleh. Moelyatno dalam berbagai tulisan

    beliau, misalnya dalam buku Asas-asas Hukum Pidana.

    Nyatalah kini setidaknya-tidaknya dikenal ada tujuh istilah dalam

    bahasa kita sebagai terjemahan dari istilah strafbaar feit, terdiri dari tiga kata,

    yakni straft, baar, dan feit. Dari tujuh istilah yang digunakan sebagai

    terjemahan dari strafbaar feit , ternyata sraft diterjemahkan dengan pidana

    dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh.

    Sementara itu, untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa,

    pelangaran, dan perbuatan.

    Sementara itu, untuk kata peristiwa menggambarkan pengertian

    yang lebih luas dari perkataan perbuatan karena peristiwa tidak saja menunjuk

    pada perbuatan manusia, melainkan mencakup pada seluruh kejadian yang

    tidak saja disebabkan oleh adanya perbuatan manusia semata tetapi juga oleh

    alam. Seperti matinya seseorang karena tersambar petir atau tertimbun tanah

    longsor dimana dianggap tidak penting dalam hukum pidana. Baru menjadi

    penting dalam hukum pidana apabila kematian orang itu diakibatkan oleh

    perbuatan manusia (pasif maupun aktif).

    Untuk istilah tindak memang telah lazim digunakan dalam peraturan

    perundang-undangan kita walaupun masih dapat diperdebatkan juga

  • 48

    ketepatannya. Tindak menunjuk pada hal kelakuan manusia dalam arti positif

    (bandelen) semata, dan tidak termaksud kelakuan manusia dalam arti positif

    (handelen). Padahal, pengertian yang sebenarnya dalam istilah feit itu adalah

    termasuk baik perbuatan pasif atau negatif (nalaten) tersebut. Perbuatan aktif,

    artinya: Suatu bentuk perbuatan yang untuk mewujudkannya

    diperlukan/diisyaratkan adanya suatu gerakan atau gerakan-gerakan dari tubuh

    atau bagian dari tubuh manusia, misalnya mengambil (pasal 362 KUHP) atau

    merusak (pasal 406 KUHP). Sementara itu, perbuatan pasif, Suatu bentuk

    tidak melakukan suatu bentuk perbuatan fisik apapun yang oleh karenanya

    seseorang tersebut telah mengabaikan kewajiban hukumnya, misalnya

    perbuatan tidak menolong (pasal 531 KUHP) atau perbuatan membiarkan

    (pasal 304 KUHP).

    Sementara itu, istilah delik secara literlijk sebetulnya tidak ada

    kaitannya dengan istilah strafbaar feit karena istilah ini berasal dari kata

    delictum (latin), yang juga dipergunakan dalam perbendaharaan hukum

    belanda; delict, namun isi pengertiannya tidak ada perbedaan prinsip dengan

    istilah strafbaar feit.

    Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, yaitu: Perbuatan

    yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman

    (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan

    tersebut. 37

    37 Adam Chazawi, Pelajaran hukum Pidana, bagian I, PT. Raja Grafindo Persada, 2002, hal. 67-71.

  • 49

    Vos merumuskan bahwa strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia

    yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan (martiman P.2,

    1996 :16).

    Sedangkan yang dimaksud dengan tindak pidana dalam bahasa

    Belanda adalah strafbaarfeit, kata tersebut merupakan istilah resmi yang

    digunakan dalam KUHP yang pada saat ini berlaku di Indonesia. Tindak

    pidana juga merupakan suatu perbuatan yang dapat dikenakan hukuman

    pidana.

    Menurut Pompe strafbaar feit (tindak pidana) itu secara teoritis

    dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap

    tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah

    dilakukan oleh seorang pelaku dimana penjatuhan hukuman dan terjaminnya

    kepentingan umum atau sebagai de normovertreding (verstoring der

    rechtsorde), waaraan de overtreder schuld heeft en waaraan de bestrafing

    dienstig is voor den handhaving der rechts orde en de behartiging van het

    algemeen welzijn.38

    Sebagai contoh telah dikemukakan oleh Pompe, suatu pelanggaran

    norma seperti yang telah dirumuskan di dalam Pasal 338 Kitab Undang-

    undang Hukum Pidana yang berbunyi: Barang siapa dengan sengaja

    menghilangkan nyawa orang lain karena bersalah telah melakukan

    pembunuhan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas

    tahun. Menurut hukum positif kita, suatu strafbaar feit itu sebenarnya

    38 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bandung, 1997, hal.

    39, mengutip Pompe, Handoek.

  • 50

    adalah tidak lain daripada suatu tindakan yang menurut sesuatu rumusan

    undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.

    Simons telah merumuskan bahwa strafbaar feit itu adalah Suatu

    tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun

    tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas

    tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu

    tindakan yang dapat dihukum.39

    2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

    E. Y. Kanter dan SR Sianturi, memberikan pengertian Tindak Pidana

    sebagai Suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu, yang

    dilarang (atau diharuskan) dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

    bersifat melawan hukum, serta dengan kesalahan dilakukan oleh seseorang

    (yang mampu bertanggung jawab).

    Dari uraian tersebut diatas secara ringkas dapatlah disusun unsur-unsur

    dari tindak pidana, yaitu:

    a. Subyek;

    b. Kesalahan;

    c. Perbuatan yang melawan hukum (dari tindakan);

    d. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang

    /perundangan dan terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana;

    39 Ibid, hal. 185, mengutip Simons, Leerboek I, hal. 122.

  • 51

    e. Tempat, waktu, dan keadaan. (unsur obyektif lainnya).40

    Pada bab pertanggungjawaban dalam hukum pidana menjelaskan

    pada waktu membicarakan pengertian perbuatan pidana telah diajukan bahwa

    dalam istilah tersebut tidak termasuk pertanggung jawaban. Perbuatan pidana

    hanya menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan dengan suatu

    pidana.

    Apakah orang yang melakukan perbuatan (pidana) kemudian juga

    dijatuhi pidana, sebagaimana telah diancamkan, ini tergantung dari soal

    apakah dalam melakukan perbuatan ini dia mempunyai kesalahan. Sebab asas

    dalam pertanggung jawaban dalam hukum pidana ialah: Tidak dipidana jika

    tidak ada kesalahan (geen straf zonder schuld; actus non facit reum nisi men

    sit rea) asas ini tidak tersebut dalam hukum tertulis tapi dalam hukum yang

    tidak tertulis yang juga berlaku di Indonesia.41

    Subyek dari suatu tindak pidana adalah manusia. Pada dasarnya

    manusia mempunyai akal dan kehendak, yang dapat pula membedakan mana

    yang salah dan mana yang benar.

    Pengertian kesalahan adalah ada atau tidak adanya kesalahan pada

    seseorang yang nantinya akan menentukan seseorang itu dapat atau tidaknya

    dipidana atau berat ringannya hukuman seseorang.

    Sifat melawan hukum ini biasa dikenal oleh para sarjana hukum

    dengan istilah wederrechtelijk, yaitu: Suatu perbuatan yang bersifat melawan

    hukum berarti suatu perbuatan yang sangat bertentangan dengan ketentuan

    40 E. Y. Kanter, Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumni PHM-

    PTHM, Jakarta, 1982, hal. 211. 41 Moeljatno, op.cit., hal. 53.

  • 52

    peraturan perundang-undangan yang berlaku atau merugikan kepentingan

    orang lain.

    Tempat, dan waktu kejadian, berarti perbuatan itu pasti dilakukan pada

    satu tempat dalam waktu tertentu. Pihak penyidik dan juga Jaksa Penuntut

    Umum dalam menyusun surat dakwaan akan menentukan sebagai tempat

    kejadian perkara (TKP), juga untuk mengetahui kapan tindak itu terjadi dan

    kapan daluarsanya suatu ancaman pidana. Dari keadaan korban di tempat

    kejadian perkara akan ditentukan seberapa berat atau ringannya hukuman

    yang akan diberikan kepada pelaku.