fixxxx rp
TRANSCRIPT
MAKALAH ETIKA KEPERAWATAN
SURROGATE MOTHER (PRO)
Disusun Oleh :
1. Abit Mawan Dayoko (462010002)
2. Stefanus Oka Mahendra (462010009)
3. Oktanti Yuseta (462010021)
4. Kristin ayu M K (462010045)
5. Nanda Pradipta (462010055)
6. Yantri (462010066)
7. Stevani Helena Rihi (462010091)
8. Liya Apriani (462010096)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan sains dan teknologi berpengaruh juga pada cara manusia
mengembangkan keturunannya, sehingga bila kita perhatikan sekarang, ada dua cara
manusia melangsungkan dan memperoleh keturunannya. Pertama, dilakukan melalui
hubungan langsung antar lawan jenis. Kedua, dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan
teknologi berupa inseminasi buatan. Ilmu dan teknologi sekarang sangat canggih, tapi
sedikit sekali perhatian diberikan kepada studi mengenai masalah-masalah etisnya.
Keperawatan sebagai profesi dituntut untuk mengembangkan keilmuannya sebagai wujud
kepeduliannya dalam meningkatkan kesejahteraan manusia.
Termasuk melakukan bayi tabung, atau bahkan mencari ibu pengganti alias sewa
rahim atau surrogate mother atau ibu tumpang. Sewa rahim yaitu menggunakan rahim
wanita lain untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah disenyawakan dengan
benih lelaki (sperma) (pasangan suami istri), dan janin itu dikandung oleh wanita tersebut
sehingga dilahirkan. Pasangan suami istri, membayar sejumlah uang kepada ibu
tumpangan atau syarikat yang menguruskan kerja mencari ibu tumpang yang sanggup
mengandungkan anak percantuman benih mereka dan dengan syarat ibu tumpang akan
menyerahkan anak tersebut setelah dilahirkan atau pada masa yang telah dijanjikan.
Rahim pinjaman ini sudah banyak dilakukan baik di Indonesia maupun di Luar
negeri. Dalam artikel Perlu Payung Hukum Sewa Rahim yang dimuat suara
merdeka.com, pakar hukum kesehatan Undip, dokter Sofwan Dahlan mengatakan praktik
sewa rahim secara medis sangat mungkin dilakukan mengingat prosesnya secara garis
besar sama dengan bayi tabung. Hanya saja, menurutnya, rahim inang yang digunakan
berbeda. Dalam artikel tersebut juga ditulis pernyataan dari Prof Dr Agnes Widanti yang
mengatakan bahwa kasus sewa rahim memang menjadi satu dilema. Dia mengatakan, di
satu sisi masyarakat membutuhkan, namun di sisi hukum belum ada aturan yang
mengatur sewa menyewa rahim sehingga bisa menimbulkan suatu masalah di kemudian
hari yang penyelesaiannya sangat sulit. Prof Agens juga mengatakan bahwa kenyataan di
Indonesia, surrogate mother ini dibutuhkan dan sudah dilakukan oleh masyarakat dengan
diam-diam atau secara kekeluargaan.
Di india, hal ini sering terjadi. Banyak pasangan dari Amerika Serikat yang
menitipkan janin di rahim perempuan India. Hal ini dilakukan untuk mencukupi
kebutuhan keluarga para wanita di India yang terpuruk dalam kemiskinan. Para
perempuan muda itu rela meminjamkan rahimnya bagi pasangan-pasangan yang biasanya
berasal dari negara-negara kaya untuk mengandung anak-anak mereka. Karena biasanya,
pasangan-pasangan tersebut memiliki masalah dengan kesehatan, atau uterus sang isteri
tak mampu mengandung janin dan alasan kesehatan lainnya.
Didalam artikel Surrogate Mother (ibu pengganti), sewa rahim atau sering juga
dikenal dengan istilah surrogate mother sebenarnya belum ada peraturannya dalam
hukum Indonesia. Hukum di Indonesia hanya mengatur mengenai upaya kehamilan di
luar cara alamiah yang mana hasil pembuahan dari suami isteri tersebut ditanamkan
dalam rahim isteri dari mana ovum berasal. Dan hal ini masih terdapat pro dan kontra.
1.2 Tujuan
Mengetahui legalitas sewa rahim baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Mengetahui pro dan kontra sewa rahim dalam bentuk hukum, agama, dan etika.
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Rahim Pinjaman
Pengertian Sewa Rahim Secara Bahasa
Yaitu kata “sewa” berarti pemakaian (peminjaman) sesuatu dengan membayar
uang. Sedangkan arti kata “rahim” yaitu kandungan. Jadi pengertian sewa rahim
menurut bahasa adalah pemakaian atau peminjaman kandungan dengan
membayar uang atau dengan pembayaran suatu imbalan.
Pengertian Sewa Rahim Secara Istilah
Menurut istilah adalah menggunakan rahim wanita lain untuk mengandungkan
benih wanita (ovum) yang telah disenyawakan dengan benih laki-laki (sperma)
yaitu pasangan suami istri, dan janin itu dikandung oleh wanita tersebut sampai
lahir kemudian suami istri itu yang ingin memiliki anak akan membayar dengan
sejumlah uang kepada wanita yang menyewakan rahimnya.
Pengertian Sewa Rahim Menurut Pandangan Kesehatan
Sewa rahim atau rahim pinjaman sering disebut juga surrogate mother (Ibu
pengganti), yaitu seorang wanita yang mengadakan perjanjian dengan pasangan
suami istri yang mana si wanita bersedia mengandung benih dari pasangan suami
istri infertil tersebut dengan imbalan tertentu.
2.2 Tipe Sewa Rahim
Sewa rahim semata (gestational surrogacy);
embrio yang lazimnya berasal dari pasangan suami istri yang dipertemukan
melalui teknik IVF, ditanamkan dalam rahim perempuan.
Sewa rahim dengan keikutsertaan sel telur (genetic surrogacy).
sel telur yang membentuk embrio adalah sel telur milik perempuan yang rahimnya
turut disewa itu, sedangkan spermanya adalah sperma suami. Pada tipe kedua,
walaupun perempuan pemilik rahim itu adalah juga pemilik sel telur, ia tetap
harus menyerahkan anak yang dikandung dan dilahirkannya kepada suami istri
yang menyewanya. Sebab secara hukum, jika sudah ada perjanjian, ia bukanlah
ibu dari bayi itu. Pertemuan sel sperma dan sel telur pada tipe kedua dapat melalui
inseminasi buatan, dapat juga melalui persetubuhan antara suami dengan
perempuan pemilik sel telur yang rahimnya disewa.
2.3 Bentuk-bentuk sewa rahim yaitu:
a) Benih isteri (ovum) disenyawakan dengan benih suami (sperma), kemudian
dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Kaedah ini digunakan dalam keadaan
isteri memiliki benih yang baik, tetapi rahimnya dibuang karena pembedahan,
kecacatan yang teruk, akibat penyakit yang kronik atau sebab-sebab yang lain.
b) Sama dengan bentuk yang pertama, kecuali benih yang telah disenyawakan telah
dibekukan dan dimasukkan ke dalam rahim ibu tumpang selepas kematian
pasangan suami isteri itu.
c) Ovum isteri disenyawakan dengan sperma lelaki lain (bukan suaminya) dan
dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Apabila suami mandul dan isteri ada
gangguan kehamilan.
d) Sperma suami disenyawakan dengan ovum wanita lain, kemudian dimasukkan ke
dalam rahim wanita lain. Keadaan ini berlaku apabila isteri ditimpa penyakit pada
ovari dan rahimnya tidak mampu memikul tugas kehamilan, atau isteri telah
mencapai tahap putus haid (menopause).
e) Sperma suami dan ovum isteri disenyawakan, kemudian dimasukkan ke dalam
rahim isteri yang lain dari suami yang sama.
2.4 Alasan Melakukan Sewa Rahim
a) Istri dari pasangan yang mempunyai anak tidak dimungkinkan bisa hamil, bisa
karena penyakit atau rahimnya yang bermasalah.
b) Rahim Istri telah diangkat
c) Wanita yang ingin punya anak namun tidak ingin hamil.
d) Wanita yang ingin memiliki anak namun tak mampu memproduksi sel telur.
2.5 Akibat atau Pengaruh sewa Rahim
Adapun akibat atau pengaruh dari sewa rahim, yaitu:
Memaksa wanita untuk mendermakan rahimnya.
Membunuh rasa keibuan, setelah mengandung dengan susah payah.
Terjadinya percampuran nasab ketika suami wanita pemilik rahim menggauli
istrinya.
Perselisihan dalam menetapkan nasab.
Perrselisihan ketika ibu pengganti menolak menyerahkan bayi kepada pemilik
ovum.
Permasalahan ketika ibu pengganti merupakan ibu atau saudara pemilik ovum.
Ketimpangan dalam perkawinan si anak selanjutnya jika ibu pengganti
menyewakan rahimnya lebih dari sekali.
Menimbulkan kerusakan dan fitnah ketika hamilnya ibu pengganti yang tidak
bersuami
2.6 Aspek Hukum
Praktek surrogate mother atau lazim diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia dengan
ibu pengganti/sewa rahim tergolong metode atau upaya kehamilan di luar cara yang
alamiah. Dalam hukum Indonesia, praktek ibu pengganti secara implisit tidak
diperbolehkan. Dalam pasal 127 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU
Kesehatan) diatur bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan
oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
a) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan
dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
b) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan.
c) Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
Hal ini berarti bahwa metode atau kehamilan di luar cara alamiah selain yang diatur
dalam pasal 127 UU Kesehatan, termasuk ibu pengganti (surrogate mother), secara
hukum tidak dapat dilakukan di Indonesia. Larangan ini juga termuat dalam pasal 16 UU
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (lama), yang menegaskan bahwa kehamilan di
luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri
mendapat keturunan, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 73/Menkes/Per/II/1999
tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Buatan: Pasal 4, juga
menegaskan bahwa pelayanan teknologi reproduksi buatan hanya dapat diberikan kepada
pasangan suami istri yang terikat perkawinan yang sah dan sebagai upaya terakhir untuk
memperoleh keturunan serta berdasarkan suatu indikasi medik.
Sewa menyewa rahim pada prakteknya sangat berhubungan dengan hukum perjanjian
atau perikatan. Menurut pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian didefinisikan sebagai
sesuatu perbuatan dimana seseorang atau beberapa orang mengikatkan dirinya kepada
seorang atau beberapa orang lain. Dengan kata lain masing-masing orang yang
mengadakan perjanjian mempunyai keterikatan, mengikatkan diri pada sebuah perjanjian.
Kemudian pada pasal 1233 KUH Perdata, perikatan ditegaskan sebagai sesuatu yang
dilahirkan karena perjanjian maupun undang-undang. Karena itu, berdasarkan kedua
pasal tersebut semua yang tercantum atau diperjanjikan merupakan undang-undang bagi
mereka dan termasuk kepada unsur perjanjian.
Selain itu, untuk mengetahui sahnya suatu perjanjian maka persyaratan dari suatu
perjanjian harus dipenuhi oleh para pihak. Dalam pasal 1320 syarat sahnya suatu
perjanjian meliputi bebarapa hal antara lain :
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu pokok persoalan tertentu.
4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
2.7 Sewa Rahim ditinjau dari Hak Asasi Anak
Anak adalah makhluk Tuhan yang memiliki hak sebagaimana hak yang dimiliki orang
dewasa. Hak anak setara dengan hak orang dewasa. Akan tetapi dalam kasus penyewaan
rahim anak diperlakukan sebagaimana barang atau benda yang dapat berpindah dari ibu
yang satu ke ibu yang lain. Hak anak untuk mendapatkan kasih sayang dari ibu yang
melahirkan hilang karena tergerus oleh perjanjian orang dewasa, yang satu bermotif
ekonomi dan yang lainya bermaksud memenuhi segala macam keinginannya yang tidak
mampu ia dapatkan. Akibat dari tarik menarik dua kehendak ini, anak dijadikan sebagai
obyek “perdagangan”.
Praktek sewa rahim atau ibu pengganti tidak disadari sudah menghancurkan masa
depan kehidupan manusia. Bagaimana mungkin seorang ibu tega memberikan bayi yang
dikandung dan dilahirkannya kepada orang lain, padahal ia sudah mempertaruhkan
nyawanya sendiri. Hanya ada satu jawaban jika itu terjadi yaitu motif ekonomi. Latar
belakang ekonomilah yang paling kuat melandasi praktek sewa rahim tersebut, sehingga
untuk mengadakan perjanjian tidak mempertimbangkan akibat-akibat yang mungkin akan
dialaminya kelak, baik bagi dirinya sediri maupun bagi bayi yang akan dilahirkannya
kelak.
Dalam kasus sewa rahim terdapat beberapa pelanggaran terhadap hak asasi anak. Hak
tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa pelanggaran :
1. Penelantaran :
Anak kehilangan kasih sayang dari ibu kandungnya dan ibu penyewa
rahim.
Anak tidak mengetahui orang tua kandung.
Anak disuramkan asal usulnya.
Anak dipisahkan dari ibu kandungnya.
2. Perlakuan salah :
Anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum antara lain tidak
dilahirkan di luar pernikahan , baik menurut agama maupun negara.
Anak dieksploitasi secara ekonomi.
Anak membawa beban psikologi yang berat.
2.8 Sewa rahim menurut Hukum Islam
Dalam buku Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid 3, ulama besar Mesir Dr. Yusuf
Qaradhawi antara lain menulis bahwa semua ahli fiqih tidak membolehkan penyewaan
rahim dalam berbagai bentuknya. Menurutnya, para ahli fiqih dan para pakar dari bidang
kedokteran telah mengeluarkan fatwa yang membolehkan suami-istri atau salah satunya
untuk memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan demi membantu mereka mewujudkan
kelahiran anak. Namun, mereka syaratkan spermanya harus milik sang suami dan sel telur
milik sang istri, tidak ada pihak ketiga di antara mereka.
Selanjutnya, Qaradhawi menulis, jika sperma berasal dari laki-laki lain baik diketahui
maupun tidak, maka ini diharamkan. Begitupula jika sel telur berasal dari wanita lain,
atau sel telur milik sang istri, tapi rahimnya milik wanita lain, inipun tidak diperbolehkan.
Ketidakbolehan ini, menurut Qaradhawi, dikarenakan cara ini akan menimbulkan sebuah
pertanyaan membingungkan, “Siapakah sang ibu bayi tersebut, apakah si pemilik sel telur
yang membawa karakteristik keturunan, ataukah yang menderita dan menanggung rasa
sakit karena hamil dan melahirkan?” Padahal, ia hamil dan melahirkan bukan atas
kemauannya sendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa rahim pinjaman ditinjau
dari dunia media dapat diperbolehkan (legal) dengan alasan yaitu Istri dari pasangan
yang mempunyai anak tidak dimungkinkan bisa hamil, karena penyakit atau rahimnya
yang bermasalah, rahim Istri telah diangkat,wanita yang ingin punya anak namun tidak
ingin hamil, wanita yang ingin memiliki anak namun tidak mampu memproduksi sel
telur. Dan secara hukum di Indonesia sewa rahim belum diatur dalam UU, sehingga tidak
adanya aturan hukum yang mengikat. Maka sewa rahim dapat dilakukan jika adanya
perjanjian diantara kedua belah pihak yaitu pihak penyewa (suami istri yang sah dalam
ikatan pernikahan) dan pihak yang disewa (ibu pengganti).
Banyak Negara yang sudah memiliki hukum legal untuk penyewaan rahim yaitu
negara Eropa, Amerika, dan India. Dari ketiga negara ini yang memiliki presentasi
tertinggi yaitu negara India dengan alasan Di India jasa yang diberikan kepada para
surrogate mother di sana jauh lebih murah dibandingkan di Negara Barat. Di AS,
pasangan yang tidak mempunya anak harus menghabiskan lebih dari US$50.000 atau
sekitar Rp 495 juta untuk melakukan hal ini, sedangkan di India hanya perlu antara
US$10.000-US$12.000, kata Gautama Allahbadia, seorang spesialis kesuburan
reproduksi yang baru saja membantu warga Singapura memperoleh keturunan lewat cara
ini di India.
Jadi menurut kelompok kami rahim pinjaman ini merupakan tindakan yang dapat
dilakukan dengan legal. Dalam pasal 127 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(UU Kesehatan) diatur bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat
dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah. dalam pasal 16 UU Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan (lama), yang menegaskan bahwa kehamilan di luar cara alami dapat
dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapat keturunan,
dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 73/Menkes/Per/II/1999 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Buatan: Pasal 4, juga menegaskan
bahwa pelayanan teknologi reproduksi buatan hanya dapat diberikan kepada pasangan
suami istri yang terikat perkawinan yang sah dan sebagai upaya terakhir untuk
memperoleh keturunan serta berdasarkan suatu indikasi medik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Meinke, Sue A .2001. Surrogate Motherhood: Ethical and Legal Issues. National
Reference Center for Bioethics Literature
2. Qaradhawi, Yusuf,2001, Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid 3. Jakarta: Gema Insani
Pers
3. Rasyid, Muhammad Hamdan.2003. Fiqih Indonesia Himpunan Fatwa-Fatwa Aktual.
Jakarta: Almawardi Prima,
4. Ratman, Desriza. 2012. Surrogate Mother dalam Perspektif Etika dan Hukum:
Bolehkah Sewa Rahim di Indonesia?; Jakarta: Elex Media Komputindo