fisioterapi jurnal ilmiah fisioterapi · beberapa rumah sakit dan klinik fisioterapi yang terpilih...

46
ISSN 2302-3929 FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI Jurnal Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 April 2014 Program Studi Fisioterapi STIKes Binawan Pengembangan Diri Pada Fisioterapi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Dan Pengalaman Kerja Di Wilayah Dki Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Imam Waluyo, Ririn Cholisotul Mu’awanah, Muh Arsyad Subu, Kurnia Refta Novianti, Gambaran Karakteristik Pasien Terhadap Kepuasan Pasien Berdasarkan Pelayanan Fisioterapi di Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih, Noraeni Arsyad Perbedaan Tingkat Depresi Antara Persalinan Normal Dengan Operasi Sesar Pada Wanita Postpartum Di Pelayanan Kota Sukabumi, Jawa Barat Tahun 2013 Sri yani, Muammar Syadzali, Septian Arif Gandaputra, Tilawaty Apriana Hubungan Komunikasi Fisioterapis Dengan Pengalaman Kerja Di Rumah Sakit Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Sri Yani, Danang Subur, Muhammad Arsyad Subu, Djadjang Aditaruna Perbedaan Kepuasan Pasien Di Rumah Sakit Negeri Dengan Rumah Swasta Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia Dan Tingkat Pendidikan Di Dki Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Soemarno, Inswiasri, Desi Kurniawati, Septian Arif Gandaputra

Upload: others

Post on 06-Nov-2020

26 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

ISSN 2302-3929

FISIOTERAPI

JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI

Jurnal Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 April 2014

Program Studi Fisioterapi STIKes Binawan

Pengembangan Diri Pada Fisioterapi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Dan Pengalaman Kerja Di

Wilayah Dki Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013

Imam Waluyo, Ririn Cholisotul Mu’awanah, Muh Arsyad Subu, Kurnia Refta Novianti,

Gambaran Karakteristik Pasien Terhadap Kepuasan Pasien Berdasarkan Pelayanan Fisioterapi di

Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun

2013

Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih, Noraeni Arsyad

Perbedaan Tingkat Depresi Antara Persalinan Normal Dengan Operasi Sesar Pada Wanita

Postpartum Di Pelayanan Kota Sukabumi, Jawa Barat Tahun 2013

Sri yani, Muammar Syadzali, Septian Arif Gandaputra, Tilawaty Apriana

Hubungan Komunikasi Fisioterapis Dengan Pengalaman Kerja Di Rumah Sakit Jakarta Dan

Sekitarnya Tahun 2013

Sri Yani, Danang Subur, Muhammad Arsyad Subu, Djadjang Aditaruna

Perbedaan Kepuasan Pasien Di Rumah Sakit Negeri Dengan Rumah Swasta Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia Dan Tingkat Pendidikan Di Dki Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013

Slamet Soemarno, Inswiasri, Desi Kurniawati, Septian Arif Gandaputra

Page 2: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI

SUSUNAN PENGURUS JURNAL FISIOTERAPI

PEMIMPIN UMUM : Imam Waluyo, SMPh., MBA PEMIMPIN REDAKSI : Imam Waluyo, SMPh., MBA

WAKIL PEMIMPIN REDAKSI : Sarkosih,SST,Drs,MKKK

REDAKSI : Inswiasri, Mkes, Dr : Siswo Poerwanto, Msc,MPH,PhD : Dwi Susilowati, dr, Sp.GK,Dr

: Slamet Sumarno, Drs, M,Fis REDAKSI AHLI TAMU : Dave Holmes, Prof. (Ottawa University, Canada)

REDAKSI KONTRIBUTOR : Muhammad Arsyad Subu (Ottawa University, Canada)

: Septian Arif Gandaputra (Asia University, Taiwan)

: Galih Nindy (Germany) PENYUNTING PENGELOLA : Sriyani,SST.Ft, MSi

BAGIAN PROMOSI : Lika Efriandini, ST.Ft BAGIAN TATA USAHA : Noraeni Arsyad, SST.Ft

Sekretariat: Pusat Pengelola Jurnal Ilmiah Fisioterapi STIKes Binawan

Jl. Kalibata Raya No. 25 – 30 Jakarta 13630 Indonesia Website: www.binawan-ihs.ac.id email: [email protected]

Page 3: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI

Daftar Isi Pengembangan Diri Pada Fisioterapi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Dan Pengalaman Kerja Di Wilayah Dki Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013

………………………………........................................................................................................... 1 Imam Waluyo, Ririn Cholisotul Mu’awanah,Muh Arsyad Subu, Kurnia Refta Novianti,

Gambaran Karakteristik Pasien Terhadap Kepuasan Pasien Berdasarkan Pelayanan Fisioterapi di

Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta dan Sekitarnya Tahun 2013

………………………………………………………………..………………………………………….………………............. 11 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih, Noraeni Arsyad

Perbedaan Tingkat Depresi Antara Persalinan Normal Dengan Operasi Sesar Pada Wanita Postpartum Di

Pelayanan Kota Sukabumi, Jawa Barat Tahun 2013

……………………................................................................................................................. 20 Sri yani, Muammar Syadzali, Septian Arif Gandaputra, Tilawaty Apriana

Hubungan Komunikasi Fisioterapis Dengan Pengalaman Kerja Di Rumah Sakit Jakarta Dan Sekitarnya

Tahun 2013

................................................................................................................................................... 27 Sri Yani, Danang Subur, Muhammad Arsyad Subu, Djadjang Aditaruna

Perbedaan Kepuasan Pasien Di Rumah Sakit Negeri Dengan Rumah Swasta Berdasarkan Jenis Kelamin,

Usia Dan Tingkat Pendidikan Di Dki Jakarta Dan Sekitarnya Tahun2013

…………………………………………………………………………………………………………..……………………… 35

Slamet Soemarno, Inswiasri, DesiK urniawati, Septian Arif Gandaputra

Sebagai Mitra Bestari untuk penerbitan: Dr. dr. YettyRamli, Sp.S

Page 4: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI

Kata Pengantar

Sejak tahun 2012 jurnal Fisioterapi mendapat dukungan dari Canada Prof Dave Holmes sebagai

redaksi ahli disamping adanya konstributor dari Taiwan, Canada danJerman yang merupakan

alumni fisioterapi yang melanjutkan kuliah dan bekerja di negara-negara tersebut.

Pada volume 4 no 1 tahun 2014 ini selain tentang kesehatan wanita paska melahirkan juga

berisi artikel yang menyangkut kinerja professional fisioterapi terkait dengan kepuasan

pasiennya di lingkungan Rumah Sakit atau Klinik Fisioterapi yang ada di Jakarta dan

perkembangan anak

Pada penerbitan kali ini sebagai mitra bestari adalah Dr. dr. Yetty Ramli, Sp.S

Semoga artikel pada penerbitan kali dapat bermanfaat dan kami juga mengharapkan saran dan

kritik membangun untuk meningkatkan mutu Jurnal Fisioterapi Stikes Binawan

Salam

Redaksi

Page 5: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

FISIOTERAPIJURNAL ILMIAH FISIOTERAPI

Copyright by Program StudiFisioterapiSTIKesBinawan, 2012

Copyright by Fisioterapi STIKes Binawan, 2014

ISSN 2302-3929

Page 6: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

1 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014 (Edisi April)

PENGEMBANGAN DIRI PADA FISIOTERAPI BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN KERJA DI WILAYAH

DKI JAKARTA DAN SEKITARNYA TAHUN 2013

Imam Waluyo2, Muh Arsyad Subu3, Kurnia Refta Novianti1, Ririn Cholisotul Mu’awanah1 1 Peneliti dan Staff Pengajar Prodi Fisioterapi STIKes Binawan

2 Staf Pengajar, Peneliti Pusat Studi Wellness & CAM Prodi Fisioterapi STIKes Binawan

Jl. Kalibata Raya No. 25 – 30 Jakarta 13630 Indonesia 3. Ottawa University , Canada

[email protected]

Abstract

This study was determine self directed learning physical therapy based on level education and work experience in Jakarta and around at 2013. This study was using cross sectional survey design with a group consisting 104 population and all of population used to sample. The instrument in this study was modification from Self Directed Learning Readiness Scale for Nurse Education (SDLRSNE) and Physical Therapy Profile Questionnaire (PTPQ). 65,4 % physical therapist in Jakarta and around has low desire of learning, 67,3 % physical therapist in Jakarta and around has low self control and 64,4 % physical therapist in Jakarta and around has low self management. The correlation between Level education and of self directed learning (desire of learning, self control and self management), (p = 0.84, 0.26, and 0.02). And the correlation between work experience and self directed learning (desire of learning, self control and self management), (p = 0,9, 0,8, and 0,9). There are no significant correlation between self directed learning (desire of learning and self-control) of physical therapist and level education and There is significant correlation between self directed learning (self management) of physical therapist and level education. And There are no significant correlation between self directed learning (desire of learning, self-control and self management) of physical therapist and work experience. Keywords : Desire for learning, Self control, Self management, Self directed learning, Physical therapist, Level education and Work experience

Pendahuluan

Profesionalisme adalah sebuah kunci

fisioterapis untuk maju ke depan, dimana di dalam profesionalisme ini terdapat tiga bagian penting, yaitu: pendidikan, praktisi

dan riset. (Rogers EM dan Shoemaker FF, 1971).

Menurut Panduan Conduct Profesional American Physical Therapy Association

(2004), Seorang fisioterapis memiliki tanggung jawab profesi, untuk menjaga kompetensi selama seumur hidup melalui

self-assessment berkelanjutan, pendidikan, dan peningkatan pengetahuan dan

keterampilan. Seorang fisioterapis memiliki tanggung jawab untuk memperbarui

keterampilan mereka dan menerapkan pengetahuan mereka secara efisien dan aman untuk meningkatkan praktek klinis.

(Elizabeth A, et all. 1985). Pengembangan diri erat kaitannya

dengan pengembangan profesi, hampir sebagian besar fisioterapi di dunia seperti

Kanada, Inggris dan Australia, sadar akan pentingnya pengembangan diri, hal ini dapat diketahui melalui kesadaran mereka

akan pengembangan diri.

Page 7: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

2 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014 (Edisi April)

Pengembangan diri bagi fisioterapis merupakan suatu bentuk pembelajaran

mandiri yang di dapat melalui pembelajaran formal dan non formal selama sepanjang usia mereka. Seorang fisioterapis

berkewajiban memperbarui ilmu pengetahuan mereka sehingga dapat memberikan pelayanan yang holistik dan

terbaik bagi pasien. Selain itu, organisasi profesi juga menuntut seorang fisioterapis untuk selalu memperbarui ilmu

pengetahuan mereka, dan memberi kesempatan mereka untuk mengembangkan pengetahuan sesuai dengan kode etik

profesi. Sehingga seorang fisioterapis diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan profesionalisme dan melengkapi diri dengan keterampilan yang memadai. (Kode Etik

Profesi Fisioterapi, 2001). Berdasarkan hasil penelitian Choudhry,

Fletcher dan Soumerai (2001), disebutkan

bahwa 94% penurunan kompetensi profesi terjadi seiring dengan makin bertambahnya usia seseorang.

Pengembangan Diri Knowles (1975) mendefinisikan

pengembangan diri sebagai suatu proses yang dilakukan individu untuk mengambil suatu inisiasi, dengan atau tanpa bantuan

orang lain, kemudian mengidentifikasikan kebutuhan pembelajaran, membentuk tujuan pembelajaran, mengidentifikasikan

sumber daya untuk pembelajaran, memilih dan menerapkan strategi pembelajaran dan mengevaluasi hasil pembelajaran.

Long (1987) mendefinisikan pengembangan diri sebagai suatu proses pengarahan mental yang bertujuan pribadi, yang disertai

dan didukung oleh kegiatan lain yang terlibat dalam identifikasi dan proses pencarian informasi.

Candy (1991) memiliki pandangan bahwa ada hubungan timbal balik antara pengembangan diri dan pendidikan seumur

hidup. Dimana di satu sisi, pengembangan diri adalah proses pembelajaran sepanjang masa hidup mereka atau selama menerima

pendidikan formal. Sedangkan di sisi lain, pengembangan diri adalah pembelajaran

yang melengkapi orang-orang dengan keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melanjutkan pendidikan

mereka sendiri, yaitu di luar pendidikan formal. Dalam pengertian ini, pengembangan diri merupakan sebuah

proses pembelajaran secara bersamaan dan berlangsung seumur hidup.

Pengembangan Diri Fisioterapis Berdasarkan Tingkat Pendidikan Dan Pengalaman Kerja

Perbedaan pengetahuan dan pengalaman pada setiap orang juga akan menentukan tanggung jawab dan kebijakan yang berbeda pula, sesuai dengan pengetahuan

dan pengalaman seseorang tersebut. (Van Norman, 1998). Pengalaman kerja sangat erat kaitannya

dengan pengembangan diri. Hal ini terlihat dari kemampuan fisioterapis tersebut dalam melakukan proses fisioterapi, dimulai dari

anamesa sampai dengan evaluasi pasien. Richardson berpendapat, tindakan fisioterapis yang kurang pengalaman sangat

dipengaruhi oleh lingkungan kerja dan persepsi rekan-rekan senior. (Richardson, 1999). Lopopolo menyatakan bahwa

anggota kelompok kerja terang-terangan "berusaha untuk mempengaruhi individu agar sesuai dengan harapan kelompok

tentang bagaimana peran yang harus ditetapkan." (Lopopolo, 2001). Fisioterapis yang kurang pengalaman

memiliki rasa penekanan profesional yang kuat untuk melanjutkan pendidikan, hal ini disebabkan karena peserta kegiatan

pendidikan lebih besar, mereka sadar akan pentingnya peran pendidikan dalam profesi mereka, atau dipengaruhi oleh penekanan

profesi lanjutan. Fisioterapis berpengalaman, biasanya lebih profesional dan memiliki rasa kepemilikan peran

organisasi yang lebih besar jika dibanding fisioterapis yang kurang pengalaman. Sedangkan fisioterapis yang kurang

Page 8: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

3 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014 (Edisi April)

berpengalaman dengan tuntutan untuk produktivitas yang lebih besar telah

disosialisasikan ke lingkungan rumah sakit. (Lopopolo, 2002). Dalam penelitiannya, Jensen, et all.

(1990) melaporkan bahwa fisioterapis berpengalaman menghabiskan lebih banyak waktu dengan pasien daripada fisioterapis

pemula dalam memberikan perawatan, mencari informasi, dan mengevaluasi dan mendidik pasien. Fisioterapis

berpengalaman tampaknya mampu menangani interupsi dari intervensi langsung, lebih efisien daripada fisioterapis

pemula. Dan fisioterapis yang berpengalaman juga menghabiskan waktu lebih banyak saat interaksi sosial dengan pasien, dan dengan pendidikan pasien,

daripada yang dilakukan oleh fisioterapis pemula. Selain itu juga, dalam penelitian Joan Mc

Mekeen, et all (2005) juga disebutkan bahwa bahwa fisioterapis membutuhkan pendidikan lebih lanjut untuk

pengembangan profesi mereka, contohnya fisioterapis pemula membutuhkan akses untuk mengembangkan profesi mereka dan

memperdalam kemampuan dan pengetahuan. Sedangkan fisioterapis ahli membutuhkan pendidikan formal untuk

mengembangkan spesialisasinya. Dan para karyawan menyatakan bahwa mereka membutuhkan pendidikan lebih

lanjut pada area tertentu, contohnya: pediatrik, manajemen kecacatan, fisioterapi perkotaan, fisioterapi komunitas dan

fisioterapi pada sektor sekolah. Metode

Fisher dan Targue (2001), membagi pengembangan diri dalam 3 bagian yaitu: keinginan belajar, manajemen diri dan

pengendalian diri, sehingga dapat dibuat sebuah kerangka alur yang menjadi konsep dalam penelitian ini, yang terfokus kepada

pengembangan diri fisioterapis dan karakteristik individu fisioterapis (tingkat pendidikan akhir dan pengalaman kerja).

Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian cross sectional atau potong melintang yang

mengambil data secara bersamaan antara variabel yang akan dibuat deskripsi. Dan sebagai unit analisis adalah fisioterapis yang

berada di pelayanan kesehatan (Rumah sakit dan klinik) di Wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.

Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Wilayah DKI

Jakarta dan sekitarnya. Waktu penelitian dilakukan selama 4 bulan, bulan Juni - September tahun 2013

Populasi, Sampel, Kriteria Inklusi dan Ekslusi Populasi pada penelitian ini adalah semua

fisioterapis yang berada di pelayanan kesehatan di Wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Subyek penelitian yang diambil

dari unit analisa adalah fisioterapis yang berada di pelayanan kesehatan di Wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Sedangkan

sampel pada penelitian ini adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Didapatkan sampel minimun sebanyak 81 orang,

dengan cadangan sebanyak 11 orang maka dibulatkan menjadi 92 orang. Yang termasuk dalam kriteria inklusi pada

penelitian ini adalah fisioterapis yang telah berkerja selama lebih dari 3 tahun. Yang termasuk dalam kriteria eksklusi pada

penelitian ini adalah fisioterapis yang berkerja kurang dari 3 tahun.

Pengambilan Data Sampel yang digunakan pada penelitian

ini adalah seluruh fisioterapis yang berada

di unit analisis, yang memenuhi kriteria inklusi.

Sebelum memberikan instrument

penelitian, peneliti menjelaskan tentang apa saja kegiatan yang akan dilakukan oleh subyek dan meminta kesediaan subyek

Page 9: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

4 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014 (Edisi April)

dengan cara mengisi isian formulir informed consent. Instrument yang digunakan dalam

penelitian ini adalah modifikasi instrumen dari Learning Readiness Scale for Nurse Education (SDLRSNE) dan Physical Therapy

Profile Questionnaire (PTPQ). Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara kuisioner.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Analisa deskriptif dilakukan untuk

mengetahui distribusi karakteristik tiap - tiap variabel (keinginan belajar, pengendalian diri, manajemen diri, tingkat

pendidikan dan pengalaman kerja) yaitu mean, standar deviasi dan frekuensi dari sampel dengan mengunakan analisa univariat.

Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui apakah apakah ada hubungan antara variabel independen (tingkat

pendidikan dan pengalaman kerja) dengan variabel dependen (keinginan belajar, pengendalian diri dan manajemen diri).

Yang disajikan secara deskriptif dalam tabel silang.

Sebelum melakukan analisa bivariat,

perlu dilakukan uji pengujian pendahuluan yaitu uji normalitas. Uji ini berguna untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi

data dari variabel tersebut. Uji normalitas dilakukan hanya pada variabel pengalaman kerja, karena variabel ini mengunakan skala

data interval, sedangkan uji normalitas yang digunakan adalah uji kolmogrov.

Hasil Deskripsi Penelitian

Jumlah responden yang digunakan

dalam penelitian ini sebanyak 104 responden untuk diolah dalam penelitian ini dari 109 total kuisioner yang disebarkan.

Karakteristik subyek penelitian

N Persentase

Jenis pelayanan fisioterapi:

Rumah Sakit 88 84,6 %

negeri & swasta Klinik umum &

fisioterapi

16 15,3 %

Jenis kelamin:

Perempuan 55 52,8 % Laki- laki 49 47,1 %

Usia:

< 29 tahun 22 21,1 % 30-39 tahun 41 39,4 %

40-49 tahun 25 24,0 % ≥ 50 tahun 16 15,3 %

Tingkat pendidikan:

D3 82 78,8 % D4/S1 22 21,1 %

Pengalaman kerja:

< 10 tahun 41 39,4 % ≥ 10 tahun 63 60,5%

Jika dilihat besaran jumlah, berdasarkan tabel di atas, berdasarkan jenis pelayanan

fisioterapi, yang paling banyak adalah berasal dari rumah sakit swasta dan rumah sakit negeri, sebanyak 84,6%. Berdasarkan jenis kelamin, fisioterapis yang paling

banyak adalah perempuan sebanyak 52,8%. Jika dilihat berdasarkan usia, presentase terbesar adalah fisioterapis usia

antara 30-39 tahun, sebanyak 39,1%. Sementara berdasarkan tingkat pendidikan, presentase tertinggi adalah fisioterapis

dengan jenjang pendidikan D3, sebanyak 78,8% dan berdasarkan pengalaman kerja, fisioterapis yang paling banyak adalah

memiliki pengalaman kerja selama ≥ 10 tahun, sebanyak 60,5%.

Pengembangan diri pada fisioterapis terdiri dari 3 bagian yaitu: keinginan belajar, pengendalian diri dan manajemen diri.

Dimana masing - masing bagian ini, saling berhubungan dalam membentuk pengembangan diri.

Page 10: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

5 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014 (Edisi April)

Berdasarkan tabel di atas, keinginan

belajar pada fisioterapis di Wilayah DKI

Jakarta dan sekitarnya tergolong kurang, kurangnya keinginan belajar pada fisioterapi di Wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya bernilai 65.4 %. Begitu juga pada

pengendalian diri fisioterapis di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya yang masih juga tergolong kurang, dengan presentase 67,3

%. Manajemen diri pada fisioterapis di Wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya juga tergolong kurang, yakni dengan presentase

64.4%. Pengembangan diri fisioterapis

didapatkan melalui beberapa cara antara

lain berupa: pendidikan formal, pelatihan bersertifikasi pasca lulus, seminar, rekomendasi teman, resep dari dokter,

artikel jurnal / penelitian, buku/ referensi lain dan pengalaman.

Cara pengembangan diri yang paling banyak dilakukan oleh fisioterapis di

Wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya adalah melalui pendidikan formal (59,62%) dan yang paling sedikit berasal dari buku atau

referensi lainnya (0,96%). Analisis Bivariat

Mayoritas fisioterapis di Wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya dengan tingkat pendidikan D3, memiliki keinginan belajar

yang kurang, yaitu sebanyak 65,9 %. Dan juga terlihat bahwa mayoritas fisioterapis di Wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya dengan

tingkat pendidikan D4/ S1, memiliki keinginan belajar yang baik, yaitu sebanyak 63,6 % .

Fisioterapis di Wilayah DKI Jakarta

dan sekitarnya dengan tingkat pendidikan D3, memiliki pengendalian diri yang kurang, yaitu sebanyak 64,6%. Dan mayoritas

fisioterapis di Wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya dengan tingkat pendidikan D4/ S1 memiliki pengendalian diri yang kurang,

yaitu sebanyak 77,3 % Fisioterapis di Wilayah DKI Jakarta

dan sekitarnya dengan tingkat pendidikan

D3 memiliki manajemen diri yang kurang apabila dibandingkan dengan manajemen diri yang baik, yaitu sebanyak 67,1 %. Serta

terlihat bahwa mayoritas fisioterapis di Wilayah DKI Jakarta dengan tingkat pendidikan D4/ S1, memiliki manajemen diri

yang kurang, yaitu sebanyak 54,4%. Fisioterapis di Wilayah DKI Jakarta

dan sekitarnya dengan pengalaman kerja

selama < 10 tahun memiliki keinginan belajar yang kurang, yaitu sebanyak 65,8 %. Terlihat bahwa mayoritas fisioterapis di

Wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya dengan pengalaman kerja selama ≥ 10 tahun memiliki keinginan belajar yang kurang,

yaitu sebanyak 65,1 %. Fisioterapis di Wilayah DKI Jakarta

dan sekitarnya dengan pengalaman kerja

selama < 10 tahun memiliki pengendalian diri yang kurang, yaitu sebanyak 65,9 %. Terlihat bahwa mayoritas fisioterapis di

65.4

67.3

64.4

34.6

32.7

35.6

0 20 40 60 80

KeinginanBelajar

PengendalianDiri

Manajemen diri

Baik

Kurang

Page 11: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

6 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014 (Edisi April)

Wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya dengan pengalaman kerja selama ≥ 10 tahun

memiliki pengendalian diri yang kurang, yaitu sebanyak 68,3%.

Fisioterapis di Wilayah DKI Jakarta

dan sekitarnya dengan pengalaman kerja selama < 10 tahun memiliki manajemen diri yang kurang, yaitu sebanyak 63,4%.

Terlihat bahwa mayoritas fisioterapis di Wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya dengan pengalaman kerja selama ≥ 10 tahun

memiliki manajemen diri yang kurang, yaitu sebanyak 65,1 %.

Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan

terhadap fisioterapis di Wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, didapatkan hasil bahwa

tinggi rendahnya pendidikan fisioterapis tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengembangan diri dalam hal

manajemen diri, dengan nilai r=0,02 dan p=0.84. begitu pula dalam hal keinginan belajar, tingkat pendidikan tidak

mempengaruhi secara signifikan dengan nilai r=0,1 dan nilai p=0,26. Namun tingkat pendidikan berpengaruh terhadap

pengembangan diri dalam hal pengendalian diri dengan asosiasi negative, dengan nilai r=-0,11 dan nilai p=0,02.

Sementara berdasarkan pengalaman kerja, tidak ada korelasi yang bermakna terhadap pengembangan diri fisioterapis di

wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, dengan nilai r=0,007 dan nilai p=0,9 dalam hal keinginan belajar, nilai r=-0,025 dan p=0,8

dalam hal pengendalian diri, dan nilai r=-0,01 dan p=0,8 dalam hal manajemen diri.

Daftar Pustaka Agho, A.O, Mueller, C.W & Price, J.L. (1993).

Determinants of employee job satisfaction: an empirical test of a causal model. Human Relations. 46:1007–1027.

American Physical Therapy Association. (2004). Guide for Professional Conduct. Retrieved October 29, 2004, at http://www.apta.org/PT_Practice/ethics_pt/pro_conduct (GPC 5.2).

Ariawan, Iwan. (2003). Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan. Depok. Jurusan Biostatistik dan Kependudukan. FKM UI

Association of Danish Physiotherapists. (2005). Guide til kompetenceudvikling, http://kompetenceudvikling.fysio.dk/sw68.asp electronically based guidelines - in Danish.

Australian Physiotherapy Council, (2006). Australian Standards for Physiotherapy. Australian Physiotherapy Council: Canberra, July

Bandura, A. (1995). Exercise of personal and collective efficacy in changing societies. In A. Bandura. (Ed.). Self-efficacy in changing societies. New York: Cambridge University Press.17

Boekaerts, M., Pintrich, P. R., & Zeidner M. (Eds.). (2000). Handbook of self-regulation. San Diego, California: Academic Press.

Bridges Patricia H, Bierema,L, & Valentine,T. (2007). The propensity to adopt evidence-based practice among physical Therapists. BMC Health Services Research, 7, 103 doi:10.1186/1472-6963-7-103.

Brookfield. (1980). Independent Adult Learning, Unpublished doctoral dissertation University of Leicester.

Bryan, V., & Schulz, S. F. (1995). Self-directed learning in distance education: The relationship between Self Directed Learning Readiness Scale scores and success in completing distance education programs through home-study training. In H. B. Long, & Associates (Eds.), New dimensions in self-directed learning. University of Oklahoma, College of Education: Public Managers Center, 135-157.

Candy.(1991), Self-Direction for Lifelong Learning,

San Francisco: Jossey-Bass,15-23 Campo, M.A, Weiser, S. & Koenig, K.L. (2009). Job

Strain in Physical Therapy. PHYS THER. 89:946-956.

Carré, P, Jézégou, A, Kaplan, J, Cyrot, P & Denoyel. N. (2011). L’Autoformation: The State Of Research On Self- (Directed) Learning In France. International Journal of Self-Directed Learning, 8-1,10

Chan, G. (1993). Classroom environment and approaches to learning. In J. B. Biggs, & D. Watkins (Eds.). Learning and teaching in Hong Kong: What is and what might be. Faculty of Education, University of Hong Kong.

Choudhry, Fletcher & Soumerai. (2005). Ann Intern Med, 142, 260-73.

Confessore, S. J., & Confessore, G. J. (1994). Learner profiles: A cross-sectional study of selected factors associated with self-directed learning. In H. B. Long & Associates (Eds.), New ideas about self-directed learning. Oklahoma: Oklahoma Research Center for Continuing

Page 12: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

7 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014 (Edisi April)

Professional and Higher Education, University of Oklahoma, 201-227.

Cronbach, L. J., Schoneman, P., McKie, D. (1965). Alpha coefficient for stratified parallel tests. Educational & Psychological Measurement, 25, 291-312.

Curriculum Development Council. (2001). Learning to learn: Life-long learning and whole-person development. Hong Kong: Government Printing Department.

Daniels, Z,M, Betsy J. V, Betty J. S, Sanders, M,L & Robert L. R. (2007). Factors in Recruiting and Retaining Health Professionals for Rural Practice. National Rural Health Association, 62, 23,1.

Dizon, J, M, Grimmer, K, S, & Kumar, S. (2011). The physical therapy profile questionnaire (PTPQ): development, validation and pilot testing. BMC Research Notes, 4, 362 http://www.biomedcentral.com/1756-0500/4/362.

Dowds J, French H. (2008). Undertaking CPD in the workplace in physiotherapy. Physiotherapy Ireland. 29,11-19. http://epubs.rcsi.ie/sphysioart/2

Dron, J. (2007). Control and constraint in e-learning: Choosing when to choose. London: Idea Group Pub.

Embrey DG, Guthrie MR, White OR & Dietz J. (1996). Clinical decision making by experienced and inexperienced pediatric physical therapists for children with diplegic cerebral palsy. Phys Ther,76, 20–33.

Ellinger, A. (2004). The concept of self-directed learning and its implications for human resource development. Advances in Developing Human Resources, 6(2), 158-177

Elizabeth A. Domhlodt and Terry R.( 1985). Evaluating Research Literature: The Educated Clinician. PHYS THER, 65, 487-491,1.

Ericsson K.A, (1996). The Road to Excellence. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates Inc, 1–50.

Fishbein M, Ajzen I. (1975). Belief, Attitude, Intention and Behavior: An Introduction and theory and research. Reading, Mass: Addison-Wesley,

Fisher M, King J, & Tague G. (2001). Development of a self-directed learning readiness scale for nurse education. Nurse Education Today, 21, 516-525.

Foster, Bill. (2001). Pembinaan untuk Peningkatan Kinerja Karyawan. Jakarta: PPM

Fox RD, West RF. (1984). Medical students strategies for self-directed learning. Mobius, 4, 20-25.

Georgopoulus BS, (1981). Distinguishing organizational features of hospitals.In: Weiland GF, ed. Improving Health Care Management. Ann Arbor, Mich: Health Administration Press, chap 1

General Meeting of the European Region of the WCPT (2006), Informative paper With Recommendations on Continous Professional Development. adopted at the General Meeting 25-27 May 2006 Šibenik, Croatia

Gollwitzer, P. M. (1996). The volitional benefits of planning. In P. M. Gollwitzer & J. A. Bargh (Eds.), The psychology of action: Linking cognition and motivation to behavior, New York: Guilford, 287-312.

Green LA, Gorenflo DW, & Wyszewianski L. (2002). Validation of an instrument for selecting interventions to change physician practice patterns. A Michigan Consortium for Family Practice Research Study.

Guglielmino, L.M. (1989). Reaction to Field’s Investigation into the SDLRS. Adult Eduation, Quarterly, 39, 4, 235-245.

Guilford, J. P. (1956). Fundamental Statistics in Psychology and Education. New York: Mc Graw-Hill Book Co. Inc.

Hadfield I, Murdoch G, Smithers J, Vaioleti L & Patterson H (2007): Is a professional portfolio, as a record of continued professional development, the most effective method to assess a physiotherapist’s competence?. New Zealand Journal of Physiotherapy 35(2): 72-83.

Hiemstra, R & Brockett, R.G. (1991). Self-Direction in Adult Learning: Perspectives on Theory, Research and Practice. London: Routledge,24.

Hiemstra, R & Brockett, R. (1994). Overcoming Resistance to Self-Direction in Adult Learning. San Francisco, Jossey-Bass, 24.

Hofer, B. K., & Pintrich, P. R. (1997). The development of epistemological theories: Beliefs about knowledge and knowing and their relation to learning. Review of Educational Research, 67(1), 88-140

Jensen, G.M, Shepard, K.F & Hack, L.M. (1990). The novice versus the experienced clinician: insights into the work of the physical therapist. Phys Ther. 70:314–323

Jensen GM, Shepard KF, Gwyer J & Hack LM. (1992). Attribute dimensions that distinguish master and novice physical therapy clinicians in orthopedic settings. Phys Ther. 72:711–722.

Jensen G.M, Gwyer J, Hack L.M & Shepard K.F. (1999). Expertise in Physical Therapy Practice. Boston, Mass: Butterworth-Heinemann

Jensen GM, Gwyer J, Shepard KF & Hack LM. (2000). Expert practice in physical therapy. Phys Ther. 80:28–43; discussion 44–52

Jette, D.U, Bacon, K, Batty, C., Carlson, M., Ferland, A., Hemingway, R.D., Volk, D. (2003). Evidence-Based Practise: beliefs, attitudes, knowledge, and behaviors of physical therapists. Physical therapy, 8, 786-805

Page 13: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

8 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014 (Edisi April)

Jézégou, A. (2005). Formations ouvertes: Libertés de choix et autodirection de l'apprenant. Paris, France: L'Harmattan.

Jones, J. E. (1992). Validation study of the Self-

Directed Learning Readiness Scale with university and community art students. In H. B. Long & Associates (Eds.), Self-directed learning: Application and research Norman, OK: Oklahoma Research Center for Continuing Professional and Higher Education, University of Oklahoma, 131-145.

Katz D, Kahn R. (1978). The Social Psychology of Organizations. New York, NY; John Wiley & Sons Iic. 2, chap 7.

Kell C, Van Deursen R. (2000). The fight against professional obsolescence should begin in the undergraduate curriculum. Medical Teacher, 22,160-163.

King, P. M., & Kitchener, K. S. (1994). Developing reflective judgment: Understanding and promoting intellectual growth and critical thinking in adolescents and adults. San Francisco: Jossey-Bass Publishers.

King, P. M., & Kitchener, K. S. (2004). Reflective judgment: Theory and research on the development of epistemic assumptions through adulthood. Educational Psychologist, 39(1), 5-18

Knowles M. (1975). Self-directed learning. New York: Association Press.18

Kode Etik Profesi Fisioterapi Indonesia. (2001). Keputusan Ikatan Fisioterapi Indonesia. Nomor:Kep./100/VIII/2001/IFI. Ditetapkan di Jakarta, 20 Agustus 2001, VI &VII,

Kothari, C.R. (1990). Research methodology: Methods and techniques. New Delhi: Wiley Eastern Limited.

Kumar, S P. (2010). Physical Therapy: Past, Present and Future a paradigm shift. J Phys Ther,1, 58 -67. pg:64.

Last JM. (2001). A dictionary of epidemiology. Oxford: Oxford University Press.

Leach, Linda. (2000). Self-Directed Learning: theory and practice. University of Technology, Sydney, 167

Long, H.B (1987). Self-directed learning and learning theory. Unpublished paper presented at Conference of the Commission of Professors of Adult Education. Washington, DC, 3

Long, H. B. (1991b). College students’ self-directed learning readiness and educational achievement. In H. B. Long & Associates (Eds.), Self-directed learning: Consensus and conflict (pp. 107-122). Norman, OK: Oklahoma Research Center for Continuing Professional and Higher Education, University of Oklahoma.

Long, H. B., & Smith, S. W. (1996). Self-directed learning readiness and student success. In H.

B. Long & Associates (Eds.), Current developments in self-directed learning. University of Oklahoma, College of Education: Public Managers Cente, 193-200.

Long, H. B., & Stubblefield, C. H. (1994). Childhood experiences as origins of self-directed learning readiness. In H. B. Long & Associates (Eds.), New ideas about self-directed learning. Norman, OK: Oklahoma Research Center for Continuing Professional and Higher Education, University of Oklahoma, 15-22

Long, H. (2000). Understanding self-direction in learning. In H.B. Long & Associates (Eds.), Practice and theory in self-directed learning. Shaumberg, IL: Motorola University Press.14,11-24

Long, H. B. (2001a). A multi-variable theory of self-direction in learning. In H.B. Long & Associates (Eds.), Self-directed learning and the information age [CD]. Available from International Society for Self-Directed Learning at www.sdlglobal.com

Lopopolo, R.B. (2001). Development of the Professional Role Behaviors Survey (PROBES). Phys Ther.81:1317–1327.

Lopopolo, R. B (2002). Relationship of Role-Related Variables to Job Satisfaction and Commitment to the Organization in a Restructured Hospital Environment. PHYS THER.82:984-999.

Lusardi MM, LeVangie PK, Fein BD. (2002). A problem-based learning approach to facilitate evidence-based practice in entry-level education. Journal of Prosthetics and Orthotics, 4, 40-50.

Mathieu,J.E & Zajac, D. (1990). A review and meta-analysis of the antecedents, correlates, and consequences of organizational commitment. Psychol Bull. 108:171–194.

McCauley, V. (2002). The development of information technology-based self-directed learning in physics. Doctoral Thesis. University of Limerick: Limerick, Ireland.

McMeeken. Joan, Gillian Webb, Kerri-Lee Krause, Ruth Grant & Robin Garnett. (2005). Learning Outcomes and Cuririculum Development In Australian Physiotherapy Education. The University of Melbourne, Australia.

McCombs, B. L. (2001). What do we know about learners and learning? The learner-centered framework: Bringing the educational system into balance. Educational Horizons, 79(4), 182-93.

McCune, S. K., Guglielmino, L. M., & Garcia, G. (1990). Adult self-direction in learning: A meta-analytic study of research using the Self Directed Learning Readiness Scale. In H. B. Long & Associates (Eds.), Adult self directed learning: Emerging theory and practice. Norman, OK: Oklahoma Research Center for

Page 14: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

9 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014 (Edisi April)

Continuing Professional and Higher Education, University of Oklahoma,145-156.

Mercer D (1991). Intermediate epidemiology (Coursework). New Orleans, LA: Tulane School of Public Health and Tropical Medicine.

Meyer, D. T. (2001). The measurement of intentional behavior as a prerequisite to autonomous learning (Doctoral dissertation, The George Washington University, 2001). Dissertation Abstracts International, 61(12), 4697A.

Mills A, Millsteed J. (2002). Retention: an unresolved workforce issue affecting rural occupational therapy services. Aust Occ Ther J. 49, 170-81.

Norwegian Physiotherapist Association, www.fysio.no Oddi, L. F. (1984). Development and validation of an

instrument to identify self-directed continuing learners. Adult Education Quarterly, 36, 97-107.

Oddi, L. F., Ellis, A. J., & Roberson, J. E. A. (1990). Construct validation of the Oddi Continuing Learning Inventory. Adult Education Quarterly, 40(3), 139-145.

Oliveira, A, Tomás, J, Guglielmino, S.L & Guglielmino, P,J. (2010). A Cross Cultural study of Self Directed Learning Reasiness, performance, creativity and problem Solving in a sample from Portugal. International Journal of Self-Directed Learning, 7-1, 44

Orest M. (1994). Clinician’s perceptions of self assessment in clinical practice. Phys Ther, 75, 824–829.

O’Sullivan, Julia. (2003). Unlocking the Workforce Potential: is support for effective continuing professional development the key?. Chartered Society of Physiotherapy, London: United Kingdom. Research in Post-Compulsory Education, 8(1).

Perry R. Hinton, Charlotte, Brownlow, Isabella, McMurray & Bob Cozens. (2004). SPSS Explained. Routledge,356

Phillips, D. C. (1995). The good, the bad and the ugly: The many faces of constructivism. Educational Researcher, 24 (7), 5-12.

Physiotherapists Board, (2011). Continuing Professional Development Manual for Registered Physiotherapists, Voluntary Scheme, Education Committee Physiotherapists Board Hong Kong SAR.

Pintrich, P. R. (2000). The role of goal orientation in self-regulated learning. In M. Boekaerts, P. R. Pintrich, & M. Zeidner (Eds.), Handbook of self-regulation (pp. 452-502). San Diego, CA: Academic Press

Preczewski, S. C. (1999). Measuring self-directedness for continuing learning: A cross-sectional survey approach using the Oddi Continuing Learning Inventory (OCLI). In H. B. Long & Associates (Eds,), Contemporary ideas and practices in self-directed learning (pp. 117-

126). University of Oklahoma, College of Education: Public Managers Center.

Reio, T,G Jr. & Davis,W. (2005). Age And Gender in Self Directed Learning Readiness: A Development Persective. International Journal of Self-directed Learning, 2-1, 47

Resnik, L and Hart, L D. (2003). Using Clinical Outcomes to Identify Expert Physical Therapists. PHYS THER. 83:990-1002.

Resnik, L and Jensen, G.M. (2003).Using Clinical Outcomes to Explore the Theory of Expert Practice in Physical Therapy. PHYS THER. 83:1090-1106.

Richardson, B. (1999). Professional development, 2: professional knowledge and situated learning in the workplace. Physiotherapy. 85:467–474.

Robin K, Roots and Linda, C Li. (2013). Recruitment and retention of occupational therapists and physiotherapists in rural regions: a meta-synthesis. BMC Health Services Research,13, 59. doi:10.1186/1472-6963-13-59,

Rogers EM, Shoemaker FF. (1971). Communication of innovations. New York: The Free Press.

Royal Dutch Society for Physical Therapy (KNGF). www.kngf.nl

Schommer,M. (1998). The influence of age and schooling on epistemological beliefs. The British Journal of Educational Psychology, 68, 551-562.

Stagnitti K, Schoo A, Reid C, Dunbar J. (2005). Retention of allied health professionals in south-west of Victoria. Aust J Rural Health. 13, 364-5.

Stockdale, S. L. (2003). Development of an instrument to measure self-directedness. Dissertation Abstracts International, A64/06, AAT 3092836.

Stockdale, S. L., & Brockett, R. G. (2011). Development of the PRO-SDLS: A measure of self-direction in learning based on the personal responsibility orientation model. Adult Education Quarterly, 61(2), 161-180.

Streiner DL, Norman GR (2000). Health measurement scales: A practical guide to their development and use. Oxford: Oxford University Press.

Sternberg RJ, Horvath JA. (1995). A prototype view of expert teaching. Educational Researcher. 24:9–17.

Swedish Association of Registered Physical Therapists http://www.lsr.se/index.asp?start=fou/forskning_pagar.htm

Swisher, L, L; Page G, & Catherine G. (2005). Professionalism in Physical Therapy: History, Practice; and Development. Elsevier. USA, 9, 195.

Tough, (1979). The Adult’s Learning Projects: A Fresh Approach to Theory and practice in Adult Learning, Austin,Texas: Learning Concepts.

The Physiotherapy Board of New Zealand. (2005)

Page 15: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

10 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014 (Edisi April)

The Federation Of State Boards of Physical Therapy. (2000). Standards of Competence. Approved by the Board of Directors, Adopted: August 2000 Revised: October 19, 2006

The Chartered Society of Physiotherapy, CSP. (2001). Continuing Professional Development (CPD), Portfolio of learning. CSP: London http://www.csp.org.uk/director/libraryandpublications/publications.cfm?item_id=74C87561BC27B74AE8DFC1B03310FBAC

The Chartered Society of Physiotherapy, CSP. (2003). Continuing Professional Development (CPD), Briefing and Policy Statement. This document is not available electronically; jan.2006, but we refer to the CSP documents below,

The Chartered Society of Physiotherapy, CSP. (2003). Framework for the Creation of Successful Systems of CPD in Physiotherapy Services, CSP:London.http://www.csp.org.uk/director/libraryandpublications/publications.cfm?item_id=74C877A5AE1277A5BE07BD86FE16F3B2

The Chartered Society of Physiotherapy, CSP. (2005). Keeping a portfolio using your CD-Rom.CSP:London http://www.csp.org.uk/director/libraryandpublications/publications.cfm?item_id=2FBC9012D3000F9F78DB1B21E6039707

The Chartered Society of Physiotherapy, CSP. (2005). The CPD Process, CSP(revised2005).http://www.csp.org.uk/uploads/documents/csp_cpd30_cpd_process.pdf

Van Norman, G.(1998). Interdisciplinary Team Issues. University of Washington School of Medicine,

Vollmer HM, Mills DL. (1966). Professionalization. Englewood Cliffs, Nj: Prentice-Hall

Wainwright SF, Shepard KF, Harman LB, & Stephens J. (2010). Novice and experienced physical therapist clinicians: a comparison of how reflection is used to inform the clinical decision-making process. Phys Ther, 90,75–88

Williams E, D'Amore W & McMeeken J. (2007). Physiotherapy in rural and regional Australia. Aust J Rural Health, 15, 380-6.

Wlodkowski, R., & Westover, T. (1999). Accelerated courses as a learning format for adults. Canadian Journal for the Study of Adult Education, 13(1), 1-20,1

Zimmerman, B. J. (1998). Developing self-fulfilling cycles of academic regulation: An analysis of exemplary instructional models. In D. H. Schunk & B. J. Zimmerman (Eds.), Self-regulated learning and performance (pp. 1-19). Hillsdale, N.J.: Lawrence Erlbaum Associates

Page 16: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

11 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN TERHADAP KEPUASAN PASIEN BERDASARKAN PELAYANAN FISIOTERAPI Di BEBERAPA

RUMAH SAKIT DAN KLINIK FISIOTERAPI YANG TERPILIH DI DKI DAN SEKITARNYA TAHUN 2013

Slamet Sumarno2, Atik Freeyanti1, Sarkosih2, Noraeni Arsyad1

1 Peneliti Pusat Studi Gerak & Stimulasi Kognitif STIKes Binawan 2 Peneliti Pusat Studi Gerak & Stimulasi Kognitif& Staf Pengajar Prodi Fisioterapi STIKes Binawan

Jl. Kalibata Raya No. 25–30 Jakarta 13630 Indonesia [email protected]

Abstrak

Indonesia is one country that is experiencing continuous developments in the field of health and professional performance of physiotherapy in Indonesia as a health care system, one of which includes the satisfaction of patients or clients to service quality physiotherapist. The higher the education of a patient, the higher the desires, hopes, and beliefs of the patient or the patient's family against any medical treatment. However, related to improving the quality of physiotherapy services it is still a lot of obstacles so that one of the ways that is expected to assess the quality of physiotherapy services. This survey using cross sectional method on 200 samples that meet the inclusion and exclusion criteria with random sampling techniques and analysis chis square. In this study also used a patient satisfaction questionnaire. With a P value> 0.05, which means that Ho is accepted where there is no connection to the educational level of patient satisfaction category physiotherapy services in hospitals and clinics in Jakarta and surrounding areas in 2013.With a P value> 0.05, which means that Ho is accepted where there is no connection to the educational level of patient satisfaction category physiotherapy services in hospitals and clinics in Jakarta and surrounding areas by 2013. However, if viewed from the distribution spread of patient satisfaction categories by level of education patients, patients with high levels of education more likely to have the satisfaction of both low satisfaction n = 33 (49.3%), satisfaction was n = 39 (50.6%) and high satisfaction n = 29 (51.6%). Keyword: Patient satisfaction, Level of Education and Physiotherapy

Pendahuluan

Konsumen pelayanan kesehatan/

pasien menginginkan kepuasan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pada dasarnya konsep pelayanan berkualitas

sebagai penilaian baik buruknya rumah sakit dapat dilihat dari empat komponen yang mempengaruhinya yaitu: 1) aspek klinik yang meliputi pelayanan dokter,

perawat, dan teknis medis, 2) efisiensi dan efektifitas, yaitu pelayanan yang murahdan tepat guna, 3) keselamatan pasien, yaitu

upaya perlindungan pasien dari hal yang membahayakan keselamatan pasien, serta 4) kepuasan pasien, yaitu tentang

kenyamanan, keramahan, dan kecepatan pelayanan (Roush, 1995; Friedman, 1987). Kepuasan pasien sebagai salah satu

indikator pelayanan berkualitas harus menjadi perhatian karena berhubungan

langsung dengan pengguna pelayanan kesehatan dan merupakan reaksi afeksi dan dinamis yang berhubungan dengan

perasaan kenyamanan, keramahan, kecepatan pelayanan serta pemberian informasi tentang kesehatan yang dibutuhkan (Yosafianty, 2010).

Kualitas pelayanan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan konsumen kualitas dalam organisasi jasa

tertentu bukanlah sesuatu yang mudah didefinisikan karena hal tersebut sangat berhubungan erat dengan pandangan

konsumen (Djunaidi, 2006). Secara umum di katakan bahwa kualitas adalah karakteristik produk atau jasa yang di

Page 17: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

12 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

tentukan oleh pemakai dan di peroleh melalui pengukuran proses serta melalui

perbaikan yang berkelanjutan. Kualitas pelayanan menurut wyckof adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan

pengadaan atas tingkat keunggulan tersedia tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan atau konsumen (Djunaidi, 2006;

Indraty, 2010). Taraf pendidikan masyarakat akan

mengacu pada perkembangan tekhnologi

yang dapat mempercepat atau menghambat perubahan atau pembangunan kesehatan yang selanjutnya

akan dapat mempengaruhi perilaku perorangan atau masyarakat (Reeder, 1972). Hal ini dikarenakan semakin tingginya pendidikan seorang pasien maka

semakin tinggi pula keinginan, harapan, dan kepercayaan dari pasien atau keluarga pasien terhadap segala penanganan medis

yang dilakukan oleh tim medis demi keselamatan dan kesembuhan pasien tersebut (Yuniarta, 2011; Guzman, 1988).

Pasien dengan pendidikan tinggi pun mampu memahami dengan benar informasi-informasi yang diberikan tim

medis sehingga apabila seorang pasien kurang berkenan terhadap tindakan medis yang dilakukan oleh tim medis, maka pasien

dapat menolak tindakan medis tersebut. Pasien dengan pendidikan rendah cenderung kurang memahami makna dari

informasi-informasi yang diberikan terhadap penanganan medis yang akan dilakukan pada pasien tersebut. Sehingga tingkat

kepuasannya pun lebih rendah dibandingkan dengan pasien berpendidikan lebih tinggi (Yuniarta, 2011; Rahmvqist,

2001). Fisioterapis merupakan tenaga

profesional yang independen maupun

sebagai bagian tim dari profesi penyedia kesehatan lainnya, memiliki fungsi untuk menyediakan pelayanan kepada individu

dan masyarakat untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak maksimum dan kemampuan fungsional

selama kehidupan. Hal ini meliputi kesejahteraan fisik, psikologis, emosional,

dan sosial (Kigin, 2009; WCPT, 2011). Standarisasi dari profesi fisioterapi meliputi: kemampuan fisioterapis dalam memberikan

komunikasi yang efektif kepada sesama anggota profesi, pengusaha, profesi kesehatan lainnya, pemerintah dan

masyarakat (WCPT, 2011), kemampuan untuk memberikan mutu pelayanan yang profesional dimana salah satunya

adalahkemampuan untuk mengukur tingkat kepuasan pasien/klien (Casserley-Feeney et al., 2008; Monnin & Perneger, 2002).

Beberapa penelitian (Cleary, 1988; Linder-Pelz, 1982; Nelson, 1990; Keith, 1998) telah mengemukakan bahwa kepuasan pasien adalah konsep

multidimensi. Dan baru-baru ini sebuah penelitian (Edgman-Levitan, 1996) telah menunjukkan bahwa sedikit yang diketahui

tentang Informasi yang paling penting bagi konsumen ketika membuat keputusan mengenai pemilihan perawatan kesehatan.

Berbagai jenis konsumen cenderung memiliki perbedaan kebutuhan meskipun tidak ada standarisasi pokok untuk

pengukuran kepuasan pasien. Studi terbaru oleh Nelson (1990) sangat membantu dalam menentukan point point yang terdiri

dari kepuasan pasien. Nelson melakukan isi sebuah analisis pada survei dari 18 layanan kesehatan yang dipilih dan berusaha untuk

mencocokkan pertanyaan dengan indikator kualitas seperti yang dijelaskan oleh Donabedian (1988) Berdasarkan kerangka

ini, ia menyimpulkan bahwa akses, administrasi manajemen teknis, manajemen teknis klinis, manajemen interpersonal, dan

kesinambungan perawatan yang domain yang menentukan kepuasan pasien. Domain ini juga terwakili di beberapa instrumen

survei kepuasan pasien saat ini digunakan oleh fisioterapis di beragam praktek (American Physical Therapy Association,

1995). Komunikasi fisioterapis dengan

pasien sangat berhubungan dengan tingkat

Page 18: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

13 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan oleh fisioterapis. Dengan

demikian, dalam pelaksanaannya fisioterapis perlu fokus kepentingan pasien atau patient-centred commkepenting

unication (PCC) yang meliputi: kejelasan tujuan komunikasi, empati, kemampuan mendengarkan, humor, dan kedekatan

antara pasien dengan fisioterapis secara positif (Lakatoo, 2006).Di lain pihak upayameningkatkan kualitas pelayanan

fisioterapi dengan upaya meningkatkan taraf pendidikan dirasa masih banyak kendala dalam menjaga kualitas pelayanan

fisioterapi (quality ansurance), sehingga salah satu cara yang diharapkan dapat menilai kualitas pelayanan fisioterapi yaitu dengan melihat tingkat kepuasan pasien

yang mana penelitian mengenai hal tersebut khususnya belum banyak dilakukan di Indonesia.

Oleh karena itu diperlukan suatu studi penelitian kinerja profesional fisioterapi di Indonesia sebagai sistem

pelayanan kesehatan yang salah satunya meliputi kepuasan pasien atau klien terhadap kualitas pelayanan fisioterapis. Hal

ini dikarenakan semakin tingginya pendidikan seorang pasien maka semakin tinggi pula keinginan, harapan, dan

kepercayaan dari pasien atau keluarga pasien terhadap segala penanganan medis yang dilakukan oleh tim medis demi

keselamatan dan kesembuhan pasien tersebut. Namun terkait dengan upayapeningkatan kualitas pelayanan

fisioterapi dirasa masih banyak kendala sehingga salah satu cara yang diharapkan dapat menilai kualitas pelayanan fisioterapi

yaitu dengan melihat tingkat kepuasan pasien berdasarkan karakteristiknya yang mana penelitian mengenai hal tersebut

khususnya belum banyak dilakukan di Indonesia.

Hubungan Tingkat Pendidikan Pasien Dengan Kepuasan

Taraf pendidikan masyarakat akan mengacu pada perkembangan tekhnologi

yang dapat mempercepat atau menghambat perubahan atau pembangunan kesehatan yang selanjutnya

akan dapat mempengaruhi perilaku perorangan atau masyarakat (Reeder, 1972). Hal ini dikarenakan semakin

tingginya pendidikan seorang pasien maka semakin tinggi pula keinginan, harapan, dan kepercayaan dari pasien atau keluarga

pasien terhadap segala penanganan medis yang dilakukan oleh tim medis demi keselamatan dan kesembuhan pasien

tersebut (Yuniarta, 2011; Guzman, 1988). Pasien dengan pendidikan tinggi pun mampu memahami dengan benar informasi-informasi yang diberikan tim

medis sehingga apabila seorang pasien kurang berkenan terhadap tindakan medis yang dilakukan oleh tim medis, maka pasien

dapat menolak tindakan medis tersebut. Pasien dengan pendidikan rendah cenderung kurang memahami makna dari

informasi-informasi yang diberikan terhadap penanganan medis yang akan dilakukan pada pasien tersebut. Sehingga tingkat

kepuasannya pun lebih rendah dibandingkan dengan pasien berpendidikan lebih tinggi (Yuniarta, 2011; Rahmvqist,

2001). Menurut Kotler & Amstrong (dalam

Huriyati,2005 & Rangkuti, 2006) faktor-

faktor yang mempengaruhi kepuasan berhubungan dengan tingkah laku konsumen yang mana salah satunya adalah

faktor pribadi. Faktor pribadi merupakan keputusan seseorang dalam menerima pelayanan dan menanggapi pengalaman

sesuai dengan tahap-tahap kedewasaannya, dan salah satu faktor pribadi dari seseorang klien atau pasien yaitu pendidikan yang

merupakan proses pengajaran baik formal maupun informal (Casserley-Feeney, 2008). Hasilnya akan mempengaruhi sikap dan

perilaku seseorang dalam mendewasakan diri. Selain itu. pendidikan juga berkaitan dengan harapan. Seseorang yang tingkat

Page 19: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

14 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

pendidikannya tinggi akan mengharapkan pelayanan yang lebih baik dan lebih tinggi

(Kamau, 2005). Metode

Penelitian ini di merupakan “cross sectional” atau potong melintang yang mengambil data secara bersamaan antar variabel yang akan di buat deskripsi dan

analisis hubungan antara variabel independen yaitu tingkat pendidikan pasien dan variabel dependen yaitu kepuasan

pasien berdasarkan pelayanan fisioterapi. Sebagai unit analisis adalah rumah sakit atau klinik yang memberikan pelayanan

fisioterapi. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit dan Klinik terpilih di wilayah Jabodetabek dengan sampel sebanyak 200 subjek penelitian. Adapun kriteria sampel

yaitu; pasien yang mendapat pelayanan fisioterapi yang sudah melakukan fisioterapi sebanyak 3 kali kunjungan atau sesi terapi

dan dapat membaca, menulis, berkomunikasi. Sampel pada dasarnya menggunakan sampel Riset

FasilitasKesehatan (RIFASKES) yang dimodifikasi ditambah beberapa RS dan klinik yang diambil secara acak dengan

kriteria:Pasien yang berobat ke layanan fisioterapi setelah kunjungan ketiga menjadi subyek penelitian yang diambil secara

random yang jumlahnya proforsional dengan jumlah fisioterapi di RS dan klinik tersebut.

Sebelum diberikan instrument penelitian, dilakukan penjelasan tentang apa saja kegiatan yang akan dilakukan dan

diminta kesediaannya dengan isian formulir informed consent.Instrumen dalam penelitian ini dikembangkan berdasarkan

instrument yang telah teruji validitas dan reabilitasnya dari beberapa negara berupa lembarkuesioner dan lembar pengamatan

kepuasan pasien yang diadaptasi dari rujukan Goldstein et al. (2000) & Monnin (2012).Pengambilan data dengan

wawancara menggunakan kuesioner KUESIONER UNTUK PASIEN (Pengenalan

Tempat, Kuesioner Identitas Pasien, Kuesioner Kepuasan).

Hasil Deskripsi data sampel dilakukan

dengan analisa univariat untuk mengetahui

distribusi karakteristik individu.

Tabel. 5.1

Distribusi frekuensi responden menurut usia pasien rawat jalan pelayanan fisioterapi

Karakteristik

FREKUENSI

PERSENTASI

Mean

Usia Muda 85 42,5 %

32,1

Usia Dewasa

58 29 %

Usia Tua 57 28,5 %

Berdasarkan tabel 5.1, diketahui dari

200 sampel di dominasi oleh pasien berusia muda sebanyak 85 sampel atau 42,5% sedangkan usia dewasa dan usia tua

masing-masing 58 sampel atau 29% dan 57 sampel atau 28,5 sampel dengan rata-rata usia pasien (mean) sama dengan 32,1.

Tabel. 5.2 Distribusi frekuensi responden menurut tingkat pendidikan pasien rawat jalan

pelayanan fisioterapi Karakteristik FREKUENSI PERSENTASI

Tingkat Pendidikan Rendah

80 40 %

Tingkat Pendidikan Sedang

19 9,5 %

Page 20: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

15 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

Tingkat Pendidikan Tinggi

101 50,5 %

Berdasarkan tabel 5.2, diketahui

tingkat pendidikan pasien rawat jalan pelayanan fisioterapi lebih banyak yang memiliki pendidikan tinggi atau setara SMA

dan perguruan tinggi sebanyak 101 sampel atau 50,5%, sedangkan yang berpendidikan rendah (belum/tidak pernah sekolah/tidak

tamat SD) sebanyak 80 sampel atau 40%, pendidikan sedang (tamat SD/Tamat SMP) sebanyak 19 sampel atau hanya 9,5%.

Tabel. 5.3

Distribusi frekuensi kepuasan pasien rawat

jalan pelayanan fisioterapi Karakteristik FREKUENSI PERSENTASI

Kepuasan Rendah

67 33,5 %

Kepuasan Sedang

77 38,5 %

Kepuasan Tinggi

56 28 %

Pada tabel 5.3, tidak ditemukan

pasien yang tidak puas terhadap pelayanan

fisioterapi sehingga kategori yang dapat dilihat yaitu kepuasan pasien yang dibagi menjadi kepuasan rendah sebanyak 67 pasien atau 33,5%, kepuasan sedang 77

pasien atau 38,5% dan kepuasn tinggi sebanyak 56 pasien atau 28%.

Mengingat dalam penelitian ini yang

ingin diketahui bagaimana hubungan tingkat pendidikan pasien terhadap kepuasan pasien pelayanan fisioterapi di

rumah sakit dan klinik terpilih di jabodetabek tahun 2013 dan tidak ditemukannya pasien yang tidak puas

terhadap pelayanan fisioterapi, maka pada tabel 5.4 dibawah ini hanya akan

menganalisis tingkat pendidikan pasien terhadap kategori kepuasan pasien.

Tabel. 5.4

Analisis Hubungan Tingkat Pendidikan Pasien Terhadap Kategori Kepuasan Pasien Pelayanan Fisioterapi Di Rumah Sakit Dan

Klinik Terpilih Di Jabodetabek Tahun 2013 Kategori Kepuasan Pasien

Tingkat Pendidikan Pasien

P

Rendah

Sedang

Tinggi

Kepuasan Rendah

29 (43,3%)

5 (7,5%)

33 (49,3%)

0,942+ Kepuas

an Sedang

30 (39%)

8 (10,4%)

39 (50,6%)

Kepuasan Tinggi

21 (37,5)

6 (10,7%)

29 (51,6%)

(*) Signifikan bermakna (p < 0,05), (+) Tidak Signifikan (p > 0,05)

Berdasarkan tabel 5.4 di atas, dengan nilai P > 0,05 yang berarti Ho diterima dimana tidak ada hubungan tingkat

pendidikan terhadap kategori kepuasan pasien pelayanan fisioterapi di rumah sakit dan klinik se-jabodetabek tahun 2013.

Pembahasan

Distribusi frekuensi responden

menurut usia pasien rawat jalan pelayanan fisioterapi di DKI Jakarta dan Sekitarnya menunjukkan dari 200 sampel didominasi

oleh pasien berusia muda < 20 tahun sebanyak 85 sampel atau 42,5% dengan rata-rata usia pasien 32,1. Berbeda dengan

yang di temukan Rahayu (2010) kecenderungan pada pengguna jasa layanan fisioterapi di poliklinik fisioterapi

Page 21: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

16 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

RSUD Wonogiri cenderung berasal dari kelompok umur dewasa yaitu 30 – 65 tahun

sebanyak 53 (70,6%). Hal ini memungkinkan terjadi berdasarkan pengamatan dilapangan dikarenakan

beberapa rumah sakit yang diteliti dalam penelitian ini adalah Rumah Sakit Ibu dan Anak yang mana di rumah sakit umum

biasanya juga dapat ditemukan banyak pasien anak, ditambah lagi pasien dewasa atau tua lebih banyak yang menolak untuk

dilakukan wawancara karena beberapa faktor; alasan pekerjaan (tidak ada waktu), kelelahan setelah dilakukan penanganan

fisioterapi seperti exercise endurance, streaching atau strengtening dan lain sebagainya. Sehingga lebih banyak yang bersedia di wawancarai adalah orang tua

atau ibu yang sedang menunggui anaknya dilakukan penanganan fisioterapi.

Usia mempunyai dimensi kronologis

dan intelektual, artinya berdimensi kronologis karena bersifat progres berjalan terus dan tidak akan kembali sedangkan

pendidikan berdimensi intelektual berkembang melalui pendidikan dan pelatihan (Kotler & Amstrong dalam

Huriyati, 2005 & Rangkuti, 2006). diketahui tingkat pendidikan pasien

rawat jalan pelayanan fisioterapi lebih

banyak yang memiliki pendidikan tinggi atau setara SMA dan perguruan tinggi sebanyak 101 sampel atau 50,5%,

sedangkan yang berpendidikan rendah (belum/tidak pernah sekolah/tidak tamat SD) sebanyak 80 sampel atau 40%,

pendidikan sedang (tamat SD/Tamat SMP) sebanyak 19 sampel atau hanya 9,5%. Sama halnya yang di temukan Rahayu

(2010) kecenderungan tingkat pendidikan pada pengguna jasa layanan fisioterapi di poliklinik fisioterapi RSUD Wonogiri proporsi

responden terbesar memiliki tingkat pendidikan sedang (SLTP - SLTA) yaitu sebanyak 50 (66,60 ), tingkat pendidikan

rendah (SD atau tidak tamat SD) sebanyak 20 (26,1(%) dan tingkatpendidikan tinggi

(perguruan tinggi) sebanyak 5 (6,7%) responden.

Walaupun ada perbedaan kategori tingkat pendidikan namun jika dilihat jenjang pendidikan yang dimaksud seperti

SLTA pada penelitian rahayu (2010) dikategorikan pendidikan sedang, sedangkan di penelitian ini SLTA yang

setara SMA termasuk kategori pendidikan tinggi sehingga hasil yang ditemukan untuk kecenderungan tingkat pendidikan pasien

pengguna jasa fisioterapi yaitu lebih banyak berpendidikan tinggi apalagi untuk kategori wilayah DKI jakarta yang notaben

masyarakatnya lebih menjunjung pendidikan tinggi.

Rahayu (2010) menemukan Indikator kehandalan sebagai salah satu

faktor kepuasan pasien terhadap pelayanan fisioterapi di poliklinik fisioterapi RSUD Wonogiri, sebagian besar responden

pengguna jasa layanan fisioterapi yaitu sebanyak 54 (72%) menyatakan "cukup". Sebanyak 14 (18,67%) menyatakan

mutunya "baik" dan sebanyak 7 (9,33%) menyatakan mutunya "kurang". Diketahui pula dari Rustanti (2003) bahwa dari 75

responden, sebanyak 55 (73,34%) diantaranya menyatakan tingkat kepuasan terhadap pelayanan fisioterapi dalam

kategori "baik". Sebanyak 20 (26,66%) yang lain dalam kategori "kurang".

Sama halnya yang ditemukan pada

penelitian ini menunjukkan tidak ditemukan pasien yang tidak puas terhadap pelayanan fisioterapi sehingga kategori yang dapat

dilihat yaitu kepuasan pasien yang dibagi menjadi kepuasan rendah sebanyak 67 pasien atau 33,5%, kepuasan sedang 77

pasien atau 38,5% dan kepuasn tinggi sebanyak 56 pasien atau 28%. Hal ini berarti mutu kehandalan pelayanan

fisioterapi sudah cukup dengan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.

Analisis Hubungan Tingkat Pendidikan Pasien Terhadap Kepuasan Pasien

Page 22: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

17 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

Pelayanan Fisioterapi Di Rumah Sakit Dan Klinik Terpilih Di Jabodetabek

Tahun 2013 Taraf pendidikan masyarakat akan

mengacu pada perkembangan tekhnologi

yang dapat mempercepat atau menghambat perubahan atau pembangunan kesehatan yang selanjutnya

akan dapat mempengaruhi perilaku perorangan atau masyarakat (Reeder, 1972). Pasien dengan pendidikan tinggi pun

mampu memahami dengan benar informasi-informasi yang diberikan tim medis sehingga apabila seorang pasien

kurang berkenan terhadap tindakan medis yang dilakukan oleh tim medis, maka pasien dapat menolak tindakan medis tersebut (Yuniarti, 2011).

Pasien dengan pendidikan rendah cenderung kurang memahami makna dari informasi-informasi yang diberikan terhadap

penanganan medis yang akan dilakukan pada pasien tersebut. Sehingga tingkat kepuasannya pun lebih rendah

dibandingkan dengan pasien berpendidikan lebih tinggi (Yuniarta, 2011; Rahmvqist, 2001). Seseorang yang tingkat

pendidikannya tinggi akan mengharapkan pelayanan yang lebih baik dan lebih tinggi (Kamau, 2005).

Namun pada penelitian ini nilai P > 0,05 yang berarti Ho

diterima dimana tidak ada hubungan tingkat

pendidikan terhadap kategori kepuasan pasien pelayanan fisioterapi di rumah sakit dan klinik se-jabodetabek tahun 2013.

Namun jika dilihat dari distribusi penyebaran kategori kepuasan pasien berdasarkan tingkat pendidikan pasien,

pasien yang dengan tingkat pendidikan tinggi lebih banyak yang mempunyai kepuasan baik kepuasan rendah n = 33

(49,3%), kepuasan sedang n = 39 (50,6%) dan kepuasan tinggi n = 29 (51,6%). Hal ini dikarenakan semakin tingginya pendidikan

seorang pasien maka semakin tinggi pula keinginan, harapan, dan kepercayaan dari pasien atau keluarga pasien terhadap

segala penanganan medis yang dilakukan oleh tim medis demi keselamatan dan

kesembuhan pasien tersebut (Yuniarta, 2011; Guzman, 1988).

Kesimpulan Dari 200 sampel di dominasi oleh pasien berusia muda dan diketahui tingkat

pendidikan pasien rawat jalan pelayanan fisioterapi lebih banyak yang memiliki pendidikan tinggi atau setara SMA dan

perguruan tinggi. Tidak ditemukan pasien yang tidak puas terhadap pelayanan fisioterapi sehingga kategori yang dapat

dilihat yaitu kepuasan pasien yang dibagi menjadi kepuasan rendah sebanyak 67 pasien atau 33,5%, kepuasan sedang 77 pasien atau 38,5% dan kepuasn tinggi

sebanyak 56 pasien atau 28%.Dengan nilai P > 0,05 yang berarti Ho diterima dimana tidak ada hubungan tingkat pendidikan

terhadap kategori kepuasan pasien pelayanan fisioterapi di rumah sakit dan klinik di DKI Jakarta dan sekitarnya tahun

2013. Namun jika dilihat dari distribusi penyebaran kategori kepuasan pasien berdasarkan tingkat pendidikan pasien,

pasien yang dengan tingkat pendidikan tinggi lebih banyak yang mempunyai kepuasan baik kepuasan rendah n = 33

(49,3%), kepuasan sedang n = 39 (50,6%) dan kepuasan tinggi n = 29 (51,6%).

DAFTAR PUSTAKA Awinda, D. (2004). Tingkat Kepuasan Pasien

Perusahaan Dan Pasien Pribadi Terhadap Mutu Pelayanan Ruang Rawat Inap Rs Permata Bunda Medan. Tesis Pasca Sarjana Usu, Medan.

Beattie, P. F,. Pinto, M. Nelson, M. K. & Nelson, R. (2002). Patient Satisfaction With Outpatient Physical Therapy; Instrument Validation. Physical Therapy, 82(6);562-563.

Beattie, P., Turner, C., Dowda, M., Michener, L,. & Nelson, R. (2005). The Medrisk Instrument For Measuring Patient Satisfaction With Physical Therapy Care: A Psychometric Analysis. Journal Of Orthopedics & Sport Physical Therapy, 35(1);29-31.

Casserley-Feeney, S. N., Phelan, M., Duffy, F., Roush, S., Cairns, M. C., & Hurley, D. A. (2008). Patient Satisfaction With Private Physiotherapy

Page 23: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

18 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

For Musculoskeletal Pain. Bmc Musculoskeletal Disorders, 9, 50.

Cleary Pd, Mcneil Bj. (1988). Patient Satisfaction As An Indicator Of Quality Of Care. Inquiry;25:25–36.

Dixon Anna, Robertson Ruth, Appleby John, Burge Peter, Devlin Nancy, Magee Helen. (2010). How Patients Choose And How Providers Respon. The King’s Fund.

Davies Ar, Ware Je Jr, Kosinski M. (1995).

Standardizing Health Care Evaluations. Medical Outcomes Trust Bulletin;3(4):2–3.

Davies Ar, Ware Je Jr. (1991). Ghaa’s Consumer Satisfaction Survey And User’s Manual. Washington, Dc: Group Health Association Of America.

Donabedian A. (1988). The Quality Of Care: How Can It Be Assessed? Jama;260:1743–1748.

Djunaidi, Moch, 2006, Analisis Kepuasan Pelangan Dengan Pendekatan Fuzzy Service Quality Dalam Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan, JurnalIlmiah Teknik Industri, Vol 4, No.3, Hal 139-146

Edgman-Levitan S, Cleary Pd. (1996). What Information Do Consumers Want And Need? Health Aff (Millwood);15:42–56.

Friedman Ml, Churchill Ga. (1987). Using Consumer Perceptions And A Contingency Approach To Improve Health Care Delivery. Journal OfConsumer Research;13:492–510.

Gibson, J.L., Ivancevich, J.M., Donnely, J.H. (1999). Organisasi Dan Manajemen Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Erlangga.

Guzman Pm, Sliepcevich Em, Lacey Ep,. (1988). Tapping Patient Satisfaction: A Strategy For Quality Assessment. Patient Education AndCounseling;12:225–233.

Indraty, (2010). Analisis Pengaruh Tingkat Kualtas Pelayanan Jasa Puskesmas Terhadap Kepuasan Pasien. Semarang. Universitas Diponegoro

Jacobalis Samsi, (1992). Manojemert Mutu Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta . Persi

Jennings, B. M., Heiner, S.I., Loan, L., Hemman, E. & Swanson, K. M. (2005). What Really Matter To Health Care Customers, Journal Of Nursing Administration, 35(4): 178-179.

Kamau, P. W. (2005). Patient Satisfaction with Physiotherapy Services for Low Back Pain at Selected Hospitals in Kenya. University of the Western Cape.

Kotler, Philip, 1997. Manajemen Pemasaran. Jakarta, Prenhalindo.

Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran, Jilid 2 Edisi Kesebelass, Jakarta: Pt Indeks.

Keith Ra. (1998). Patient Satisfaction And Rehabilitation Services. Arch Phys Med Rehabil;79:1122–1128.

Kigin, C. (2009). A Systems View Of Physical Therapy Care: Shifting To A New Paradigm For The Profession. Physical Therapy, 89, 1117–1119.

Lakatoo, N. M. (2006). Older Adults’ Satisfaction With Physical Therapists' Communication And Physical Therapy Treatment. Gerontology Theses, 2.

Linder-Pelz Su. (1982). Toward A Theory Of Patient

Satisfaction. Soc Sci Med;16:577–582. May, S. J. 2001. Part 1: patients satisfaction with

management of back pain. Physiotherapy, 87(1):4-9.

Marajabessy (2008). The Dimentionality Of Consumption Emotion Patterns And Consumer Satisfaction. Dikutip Dari Http://Proquest.Umi.Com/Pqdweb?Did=576212&Sid=5&%20fmt=2&Clientid=63928&Rqt=309&Vname=Pqd&Cfc=1 Pada Tanggal 9 September 2013.

Monnin, D., & Perneger, T. V. (2002). Scale To Measure Patient Satisfaction With Physical Therapy. Physical Therapy, 82, 682–91.

Nelson Cw. (1990). Patient Satisfaction Surveys: An Opportunity For Total Quality Improvement. Hospital And Health Services Administration;35:409–425.

Patient Satisfaction Instruments. (1995). A Compendium. Alexandria, Va: American Physical Therapy Association.

Ratih Hurriyati, 2005, Bauran Pemasaran Dan Loyalitas Konsumen; Bandung: Alfabeta.

Rahayu, I. N. (2010). Hubungan Antara Mutu Pelayanan Fisioterapi Dengan Kepuasan Pasien Pada Instalasi Rawat Jalan Poliklinik Fisioterapi Rsud Kabupaten Wonogiri. Jurnal Litbang Universitas Muhammadiyah Semarang.

Rangkuti, Freddy. 2006. Measuring Customer Satisfaction. Pt. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Roush Se. (1995). The Satisfaction Of Patients With Multiple Sclerosis Regarding Services Received From Physical And Occupational Therapists. International Journal Of Rehabilitation And Health.1:155–166.

Reeder Lg. (1972). The Patient-Client As A Consumer: Some Observations On The Changing Professional-Client Relationship. J Health Soc Behav;13:406–412.

Rahmqvist, 2001. Patient Satisfaction In Relation To Age, Health Status And Other Background Factors: A Model For Comparison Of Care Units. International Journal For Quality In Health Care. Vol 13:5, Pp.385-390.

Rustanti, M. (2003). Hubungan Antara Karakteristik Dan Persepsi Pasien Tentang Mutu Pelayanan Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan Fisioterapi Pada RSO "Prof Dr R Soeharso".

Page 24: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

19 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

Jurnal Litbang Universitas Muhammadiyah Semarang.

Santoso, S. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia Di Rumahh Sakit. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

Soejadi, 1996. Efisiensi Pegelolaan Rumah Sakit, Grafik Barber Johnson Sebagai Salah Satu Indikator. Katriga Bina, Jakarta.

Steers, R. M., & L. W. Porter (1992). feel about their

jobs and how it affects their performance. Lexington Books: New York.

Sumarwan, Ujang. 2003. Perilaku Konsumen, Teori Dan Penerapan Dalam Pemasaran. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Siswanto Sutojo,. 2003. Manajemen Penjualan Yang Efektif, Cetakan Pertama, Pt. Damar Mulia Pustaka, Jakarta.

WCPT. (2011). Policy Statement: Description Of Physical Therapy. United Kingdom: The 17Th General Meeting Of Wcpt, June 2011.

Woodside, Arch G., Lisa L., And Robert Imothy Daly (1989), Lingking Service Quality, Customersatisfaction, And Bahaviour Intention, Journal Of Health Care Marketing, 9 December, 5-17.

Yosafianti & Alfiyanti, (2010). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Persiapan Pasien Pulang Terhadap Kepuasan Pasien Tentang Pelayanan Keperawatan Di Rs Romani Semarang. Unimus

Yuniarta, (2011). Hubungan Tingkat Pendidikan Pasien Terhadap Kepuasan Pemberian Informed Consent Di Bagian Bedah Rsup Dr. Kariadi Semarang. Semarang. Universitas Diponegoro

Page 25: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

20 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI ANTARA PERSALINANNORMAL DENGAN OPERASI SESAR PADA WANITA POSTPARTUM DI

PELAYANAN KOTA SUKABUMI, JAWABARAT TAHUN 2013

Sri yani2, Muammar Syadzali1, Septian Arif Gandaputra3 , Tilawaty Apriana4

1 Peneliti Pusat Studi Gerak & Stimulasi Kognitif STIKes Binawan 2 Peneliti Pusat Studi Gerak & Stimulasi Kognitif& Staf Pengajar Prodi Fisioterapi STIKes Binawan

Jl. Kalibata Raya No. 25–30 Jakarta 13630 Indonesia 3 Asia University , Taiwan

4. Akbid Aisyiah Pontaianak [email protected]

Abstrak

One of postpartum problem is depression, which cause problem for mother and her family especially for her child. The purpose of this study is analyzed differences level of depression in women who had normal delivery and caesarean section.This study used cross-sectional, we investigateddepression level in women after delivering their children using Edinburg Postpartum Depression Scale (EPDS)in Kota Sukabumi.The data was analyzed by Chi-square test to see the significant value.Study result showed that there were no significant differences of depression level between women after normal delivery and caesarean section. This finding suggest thatfurther research is needed for women after childbirth. Keywords: Depression level, postpartum, normal delivery, caesarean section.

Pendahuluan

Menurut WHO Istilah kehamilan secara tradisional adalah telah berlalunya 260-294 hari sejak hari pertama periode

menstruasi berakhir, di katakan prematur apabila umur kehamilan kurang dari 37 minggu selesai kehamilan dan di katakan

postterm apabila umur kehamilan lebih dari 42 minggu dan seterusnya (WHO, 1992). Federasi Obstetri Ginekologi Internasional

juga mendefinisakan, kehamilan adalah fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi

atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40

minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi dalam 3 trimester, dimana trimester

kesatu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua adalah 15 minggu (minggu ke 13 hingga ke 27), dan trimester ketiga

adalah 13 minggu (minggu ke 28 hingga ke 40) ( Adriaansz G, 2008).

Kesehatan ibu sangat di tentukan

oleh status kesehatan jiwanya, oleh karena itu ibu perlu mendapatkan perhatian khusus, teruama bagi ibu yang mengalami

trauma psikis setelah mengalami proses persalinan. Kesehatan jiwa ibu yang terganggu akan sangat mempegaruhi

perkembangan dan pertumbuhan anaknya. Berbagai masalah psikologis yang di alami ibu setelah melahirkan sangat memerlukan

perhatian dan perawatan bagi tenaga kesehatan juga keluarganya ( Yusdiana D, 2009).

Kehamilan, periode postpartum, dan pengasuhan menyajikan berbagai tantangan bagi banyak perempuan dan

pasangannya. Temuan dari survey psikologis ibu menunjukkan bahwa banyak ibu mengalami berbagai gejala fisik dan

emosional setelah kelahiran (Declercq, E. R., Sakala, C., Corry, M. P., & Applebaum, S, 2006).

Banyak metode yang telah di kembangkan untuk menilah tinggkat depresi seorang ibu setelah melahirkan,

Page 26: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

21 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

salah satunya adalah edinburgh postpartum depresion scale terkait dengan pemeriksaan

kondisi psikis sang ibu pasca melahirkan. Target objek pemeriksaan yaitu ibu setelah melahirkan yang mengalami depresi ringan

sampai depresi parah dari pasca kelahiran tahun pertama.

Fenomena depresi postpartum

merupakan masalah kesehatan wanita yang terus meningkat, di Amerika serikat tahun 1960 prevalensi depresi pasca persalinan

tercatat hanya 3% - 6% kemudian meningkat menjadi 20% tahun 1980 dan tahun 1990 sekitar 26%, Angka kejadian

postpartum blues di Asia cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%, sedangkan di Indonesia angka kejadian postpartum blues antara 50-70% dari

wanita pasca persalinan (Ibrahim F, Rahma, Ikhsan M, 2012). Di Kota Sukabumi dimana dengan angka kelahiran (7264 tahun 2011)

(Dinas kesehatan Kota Sukabumi 2012) sehingga dapat menjadi asumsi awal kemungkinan adanya depresi terhadap

wanita postpartum di Kota Sukabumi, berkaitan dengan hal tersebut peneliti tertarik untuk meelakukan penelitian di Kota

Sukabumi karena hal ini belum dilakukan di Kota Sukabumi Jawa Barat.

Metode Jenis penelitian ini adalah Penelitian

survei dengan menggunakan metode

potong lintang (Cross Sectional) dimana baik variable dependen dan independen pengambilan data dilakukan sesaat pada

waktu bersamaan, hanya satu kali dan tidak ada perlakuan terhadap responden. Penelitian ini melihat perbedaan tingkat

depresi antara persalinan persalinan spontan dengan Operasi Sesar pada sekelompok orang sesuai dengan kriteria

inklusi dan eksklusi yang dapat digambarkan dengan desain sebagai berikut:

Populasi dan Sampel Populasi

Populasi target penelitian adalah wanita yang melakukan persalinan di Kota

Sukabumi Jawa Barat. Sampel Sampel adalah populasi yang memenuhi

kriteria inklusi, dimana jumlah sampel yang ditargetkan didapatkan dengan rumus dibawah ini:

Sehingga dibulatkan menjadi 70 sampel

untuk masing-masing kelompok 1 (wanita postpartum persalinan spontan) dan kelompok 2 (wanita postpartum Operasi Sesar).

Inklusi dan Eksklusi Kriteria InklusiPost partum Operasi Sesar

dan Persalinan spontan tanpa komplikasi Ibu-ibu hamil yang melahirkan di Kota Sukabumi Jawa Barat. Kriteria

EksklusiMelahirkan dengan komplikasi. Teknik Pengumpulan Data

Formulir informed consent, berisi mengenai pertanyaan kesediaan peserta menjadi subjek atau responden penelitian untuk

dapat mengikuti penelitian ini dari awal hingga akhir.Formulir kuesioner terdiri dari: identitas individu. Formulir

pemeriksaan.Prosedur Wawancara Edinburgh Postnatal Depression ScaleDepresi pasca melahirkanadalah

komplikasi yang paling umummelahirkan anak. 10-pertanyaan Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) adalah cara yang

baik dan efisien untuk mengidentifikasi pasien berisiko untuk depresi "perinatal". EPDS ini mudah dijalankan dan telah

terbukti menjadi alat skrining yang efektif. Alat ukur : Kuesioner dengan 10 buah pernyataan

Metode : Pasien diminta mengisi setiap pernyataan yang dirasakan melalui kuesioner yang disediakan oleh peneliti

n = (Z1-α/2)2.[p1.(1-p1)+ p2.(1-p2)]

d2

Page 27: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

22 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

sesuai dengan keadaan pasien secara jujur. SCORING

Khusus no 1, 2, & 4 dari atas kebawah 0 – 3, no 3, 5 – 10 dari atas kebawah 3 – 0,Maksimumskor:30KemungkinanDepresi:

10atau lebih besarSelalumelihatangka 10(pikiran untuk bunuhdiri).

Etika Penelitian Sebelum melaksanakan penelitian responden yang memenuhi persyaratan

akan mendapat penjelasan tentang tujuan dan manfaat dari penelitian tersebut. Saat pengisian angket ataupun kuisioner

responden dipersilahkan untuk membaca lembar persetujuan (inform concernt) dan apabila responden bersedia, responden menandatangani lembar persetujuan dan

kuisioner responden. Hasil

Analisis Univariat Berdasarkan tabel 1 maka dilakukan pemisahan kategori untuk tingkat depresi

yang dipengaruhi oleh usia, dan tingkat pendidikan berdasarkan jenis persalinan. Pengkategorian usia saat persalinan dibagi

dalam 2 kelompok yaitu usia tidak beresiko (21-34) dan usia yang beresiko (<20 dan >35) (Riskesdas .2010). Pengkategorian

tingkat pendidikan dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu pendidikan di bawah 9 tahun ( rendah ), pendidikan 12 tahun (

cukup ), dan pendidikan di atas 12 tahun ( tinggi ) ( Herva A. 2007). Pengkategorian tingkat depresi dapat di bagi dalam dua

kelompok yaitu score <13 untuk depresi ringan, sedangkan >=14 untuk depresi berat, digunakan edinburg postpartum depression scale (EPDS) (Gibson J, McKenzie-McHarg K, Shakespeare J, Price J, Gray R. A 2009). sebagai alat ukur tingkat

depresi pada kedua jenis persalinan. Berdasarkan dari hasil pengamatan table 5.1 Dapat di gambarkan bahwa pada

kategori persalinan normal depresi berat dengan koresponden 13 memiliki presentase terbesar sebanyak 59,1%, lalu

untuk tingkat pendidikan yang memiliki presentasi tertinggi yaitu persalinan normal

dengan pendidikan rendah dengan koresponden 36 (60%). Kemudian kategori tingkat depresi persalinan sesar dengan

depresi ringan memiliki presentasi terbesar dengan 61 koresponden (51,7%)

Tabel 1. DistribusiTingkat depresi berdasarkan karakteristik individu Usia, Tingkat pendidikan pada kelompok wanita

persalinan normal dan persalinan Sesar di Kota Sukabumi Tahun 2013

Persalinan

Normal

Persalinan

Sesar

N % N %

Usia

Tidak

Berisiko

57 52,3 57 47,7

Berisiko 13 41,9 18 58,1

Tingkat pendidikan

Pendidikan rendah

36 60 24 40

Pendidkan

tinggi

34 42,5 46 57,5

Tingkat

depresi

Depresi ringan

57 48,3 61 51,7

Depresi berat

13 59,1 9 40,9

Analisis Bivariat Untuk variabel depresi ringan pada

persalinan normal dan persalinan sesar menunjukkan nilai p value yang lebih besar dari 0.05, maka Ho diterima sehingga tidak

terdapat perbedaan depresi ringan antara persalinan normal dan persalinan sesar.

Untuk variabel depresi ringan pada

persalinan normal dan persalinan sesar menunjukkan nilai p value yang lebih besar dari 0.05, maka Ho diterima sehingga tidak terdapat perbedaan depresi ringan antara

persalinan normal dan persalinan sesar.

Page 28: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

23 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

Dari hasil gambaran tabel 5.3 dilakukan pemisahan kategori untuk tingkat

depresiberat yang di pengaruhi oleh karakteristik usia ibu dan karakteristik tingkat pendidikan. Untuk variabel usia

menunjukkan nilai p value yang lebih besar dari 0.05, Ho diterima sehingga diketahui tidak terdapat perbedaan depresi ringan

berdasarkan usia antara persalinan normal dan persalinan sesar. Sedangkan untuk

variabel Tingkat pendidikan nilai p Value juga menunjukkan angka yang lebih besar dari 0.05, maka Ho diterima sehingga tidak

ditemukan adanya perbedaan depresi berat berdasarkan Tingkat pendidikan antara kedua jenis persalinan.

Tabel 2: Analisis Tingkat Depresi Pada kelompok Persalinan Normal dan Persalinan Sesar

Tingkat depresi p OR CI 95%

Persalinan Normal

Persalinan Sesar

Upper Lower

N % N %

Tingkat depresi

Depresi ringan 57 48,3 61 51,7 0,353 1,546 3,892 0,614

Depresi berat 13 59,1 9 40,9

Tabel 3: Analisis Tingkat depresi ringan Berdasarkan Usia dan Tingkat pendidikan Pada

kelompok Persalinan Normal dan Persalinan Sesar.

Depresi Ringan p OR CI 95%

Persalinan Normal

Persalinan Sesar

Upper Lower

N % N %

Usia

Tidak berisiko 46 51,1 44 48,9 0,274 0,619 1,468 0,261

Berisiko 11 39,3 17 60,7

Tingkat pendidikan

Pendidikan rendah 29 58 21 42 0,071 0,507 1,063 0,242

Pendidikan tinggi 28 41,2 40 58,8

Tabel 4: Analisis Tingkat depresi berat Berdasarkan Usia dan Tingkatpendidikan Pada kelompok Persalinan Normal dan Persalinan Sesar

Depresi Berat p OR CI 95%

Persalinan Normal Persalinan Sesar Upper Lower

N % N %

Usia

Tidak Berisiko 11 57,9 8 42,1 0,364 2,909 31,214 0,271

Berisiko 4 80 1 20

Tingkat pendidikan

Pendidikan rendah 8 72,7 3 27,3 0,341 0,438 2,437 0,079

Pendidikan tinggi 7 53,8 6 46,2

Pembahasan

Deskripsi Subjek Penelitian

Dari hasil subjek penelitian yang di lakukan

di kota sukabumi tahun 2013, dapat di lihat

Page 29: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

24 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

bahwa 140 responden yang terpilih sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi,

sebanyak 118 responden memiliki tingkat depresi ringan dan sebanyak 22 koresponden memiliki tingkat depresi berat,

hal ini membuktikan bahwa tingkat depresi yang gejalanya bisa berlanjut terjadi pada sekita 19,2% ibu dalam periode tiga bulan

pasca melahirkan (Beck C.T, 2006). Depresi setelah melahirkan ini bisa di definisikan sebagai suatu kelainan depresi

mayor akibat pasca bersalin dan terdapat tanda-tanda bahwa gejala depresi timbul dalam jangka waktu 1-2 minggu pasca

persalinan, juga penyakit yang sering tidak terdeteksi dan biasanya ditutupi oleh wanita, yang menyebabkan dia menderita dalam keheningan. Para ibu baru yang

depresi ini dirampas kesenangan dan kegembiraan ketika melahirkan dan merawat bayinya yang baru lahir (Zauderer

C, 2009; Gondo H.K, 2012). Depresi pasca melahirkan merupakan masalah global yang sudah meluas pada

kebanyakan negara. Dan resiko depresi meningkatdengan sangat dramatis pada wanita yang mengalami kehamilan dan

setelah melahirkan, terutama wanita yang mengalami komplikasi saat melahirkan (NIHCM, 2010; Stone S.D & Menken A.E.

2008 ; Government Of Western Australia. 2006; Machmudah et al, 2012). Meningkatnya resiko depresi setelah

melahirkan menunjukkan adanya korelasi dengan berbagai macam faktor satu di antaranya adalah faktor demografi yang

meliputi usia, status pernikahan, paritas, tingkat pendidikan, dan status sosial. (Herva A, 2007).

Analisis Perbedaan Tingkat Depresi Persalinan Normal Dengan Persalinan Sesar

Hasil penelitian antara perbedaan tingkat depresi dari kedua persalinan tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini

sejalan dengan penelitian yang pernah di lakukan sebelumnya, yang menyebutkan bahwa perbedaan persalinan antara

persalinan normal dan persalinan sesar tidak menujukkan hasil yang signifikan

(Sankapithilu G.B, 2010; Donna E. Stewart et al, 2003). Berbeda dengan hasil penelitian lainnya yang menyatakan bahwa

adanya perbedaan tingkat depresi pada kedua jenis persalinan, terutama pada kasus kelahiran yang memiliki komplikas

dan durasi melahirkan yang lama (Machmudah et al, 2012). Peneliti berasumsi bahwa wanita banyak

beranggapan bahwa persalinan dengan operasi menjadi hal yang menakutkan, karena persalinan dengan durasi yang lebih

lama dan nyeri yang lebih banyak di laporkan menjadi salah satu masalah terjadinya depresi postpartum (Merritt T, Kuppin S, Wolper M, 2001). Selain itu jenis

persalinan bukanlah penyebab tunggal tingkat depresi (Herva A, 2007; NIHCM, 2010).

Analisis Perbedaan Usia Terhadap Tingkat Depresi Postpartum

Dari tabel 5.3 dan 5.4 dapat di tarik kesimpulan bahwa ibu yang melahirkan pada masa umur beresiko kecendrungan

mengalami depresi, pada kategori umur beresiko pada depresi berat kelahiran sesar menunjukkan presentase yang paling besar

(80%). Namun di dapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara karakteristik usia pada tingkat depresi

ringan dan depresi berat, juga hasil analisis dari depresi ringan dan depresi berat tidak memiliki hasil yang signifikan.

Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian terdahulu yang pernnah di lakkukan, yang menyebutkan bahwa karakteristik usia ibu

tidak mempengaruhi tingkat depresi (Gjerdingen D, 2009; Sankapithilu G.B, 2010; Donna E et al, 2003). Namun NIHCM

foundation (2010) menyebutkan terdapat perbedaan sangat signifikan namun pada ras tertentu.

Analisis Perbedaan Tingkat Pendidikan Terhadap Tingkat Depresi Postpartum

Page 30: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

25 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

Berdasarkan data yang didapatkandi tarik kesimpulan bahwa hampir di dapatkan

perbedaan signifikan tingkat pendidikan pada depresi ringan dengan p 0,071, ibu yang melahirkan dengan tingkat pendidikan

, pada kategori tingkat pendidikan pada depresi berat kelahiran normal juga menunjukkan presentase yang paling besar

(72,7%). Namun di dapatkan dari analisis karakteristik Tingkat pendidikan pada depresi ringan dan depresi berat tidak

memiliki hasil yang signifikan. Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian terdahulu yang pernnah di lakkukan, yang menyebutkan

bahwa karakteristik Tingkat pendidikan ibu tidak mempengaruhi tingkat depresi (Donna E et al, 2003; Sankapithilu G.B, 2010). Namun Fatma ibrahim (2010) menyebutkan

terdapat hubungan Tingkat pendidikan dengan tingkat depresi pada wanita yang berpendidikan tinggi di karenakan adanya

faktor tekanan soasial dan konflik peran. Kesimpulan

Tidak ada perbedaan bermakna terhadap tigkat depresi pada wanita dengan persalinan normal dan persalinan spontan

dengan p> 0.05 baik pada depresi ringan maupun deprei berat.Tidak Terdapat perbedaan tingkat depresi berdasarkan usia

antara persalinan normal dan persalinan sesar dengan p> 0.05 . sehingga dapat disimpulkan bahwa usia bukan menjadi

salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya depresi didalam penelitian ini. Tidak terdapat perbedaan tingkat depresi

berdasarkan tingkat pendidikan antara persalinan normal dan persalinan sesar dengan p> 0.05 . yang dapat di simpulkan

tingkat pendidikan juga bukan merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya depresi didalam penelitian ini.

Daftar Pustaka ACOG, (2011). Postpartum Depression. The American

Collage of Obstreticians and Gynechologists. Beck, C. T. (2006). Postpartum Depression: It Isn’t

Just The Blues. The American Journal Of Nursing, 106(5), 40–50.

Beck C.T. (2002). Revision Of The Postpartum 16 Depression Predictors Inventory. JOGNN.; 31: 394-402.

Bloch M, Schmidt PJ, Danaceau M, Murphy J, Nieman

L, Rubinow DR.( 2000). Effects Of Gonadal Steroids In Women With A History Of Postpartum Depression. Am J Psychiatry,; 157: 924 30.

Zauderer C . (2009). Postpartum Depression:How Childbirth Educators Can Help Break The Silence. The Journal Of Perinatal Education | Spring 2009, Volume 18, Number 2.

Claesson I.M, Josefsson A, Sydsjö G, (2010). Prevalence Of Anxiety And Depressive Symptoms Among Obese Pregnant And Postpartum Women: An Intervention Study. BMC Public Health 2010, 10:766

Declercq, E. R., Sakala, C., Corry, M. P., & Applebaum, S. (2006). Listening To Mothers II: Report Of The Second National U.S. Survey Of Women’s Childbearing Experiences.New York: Childbirth Connection.

Dennis CL.( 2005) Psychosocial And Psychological Interventions For Prevention Of Postnatal Depression: Systematic Review. British Medical Journal.; 331: 1-8

Donna E. Stewart, E. Robertson, Cindy-Lee Dennis, Sherry L. Grace, Tamara Wallington. (2003). Postpartum Depression: Literature Review Of Risk Factors And Interventions. University Health Network Women’s Health Program.

Gjerdingen D, Fontaine P, Crow S, Mcgovern P, Center B, Miner M. (2009). Predictors Of Mothers’ Postpartum Body Dissatisfaction. National Institute Of Health.

E. R. Ellsworth-Bowers And E. J. Corwin. (2012). Nutrition And The Psychoneuroimmunology Of Postpartum Depression. University Of Colorado Anschutz Medical Campus

Ibrahim F, Rahma , Ikhsan M. (2012). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Depresi Postpartum Di Rsia Pertiwi Makassar Tahun 2012. Universitas Hasanudin.

George Adriaansz. (2008). Asuhan Antenatal. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik – Kesehatan Reproduksi.

Gibson J, Mckenzie-Mcharg K, Shakespeare J, Price J, Gray R. A. (2009). Systematic Review Of Studies Validating The Edinburgh Postnatal Depression Scale In Antepartum And Postpartum Women. Acta Psychiatrica Scandinavica.

Government Of Western Australia. 2006. UsingThe Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) Translated Into Languages Other Than English. Goverment Of Western Australia.

Herva A, (2007).Depression In Association With Birth Weight, Age At Menarche, Obesity And

Page 31: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

26 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

Metabolic Syndrome In Young Adults. Universitatis Ouluensis.

Ing-Marie Claesson, Ann Josefsson, Gunilla Sydsjö.

(2010). Prevalence Of Anxiety And Depressive Symptoms Among Obese Pregnant And Postpartum Women:An Intervention Study. BMC Public Health.

Katrina M. Krause, Truls Østbye, Geeta K. Swamy. (2010). Occurrence And Correlates Of Postpartum Depression In Overweight And Obese Women: Results From The Active Mothers Postpartum (AMP) Study. National Institute Of Health.

Keshavarzi F, Yazdchi K, Rahimi M, Rezaei M, Farnia V , Omran, Davarinejad, Abdoli N, Jalili M, (2011). Post Partum Depression And Thyroid Function. Iran J Psychiatry 2011; 6: 117-120

Kira M. Weier,C NM,M Sna, Nd Margaretw Beal, CNM,P Hd, (2004). Complementary Therapies As Adjuncts In The Treatment Of Postpartum Depression. Journal Of Midwifery & Women's Health

Daniela Meçe, (2013).Life Events and Postpartum Depression in Tirana, Albania. Aleksander Moisiu University, Durres, Albania.

Machmudah, Setyowati, Rahmah H, Rachmawati I.N, (2012). Persalinan Komplikasi dan kemungkinan terjadinya Postpartm Blues.Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Jakarta 10430,Indonesia

Merritt T, Kuppin S, Wolper M, (2001). Postpartum Depression Causes And Correlates, University Of South Florida

Michele L. Okun, Jim Luther, Aric A. Prather, James M. Perel, Stephen Wisniewski, & Katherine L. Wisner. (2011). Changes In Sleep Quality, But Not Hormones Predict Time To Postpartum

Depression Recurrence. University Of Pittsburgh School Of Medicine.

Nica L, Moldovan M, Moţoescu E.P, (2010). Clinical And Therapeutic Management

In Postpartum Depression. University Of Medicine And Dentistry Titumaiorescu

NICE, (2011). Caerarean Section. NICE clinical guideline 132

NIHCM. (2010). Identifying And Treating Maternal Depression: Strategies & Considerations For Health Plans NIHCM Foundation Issue Brief. National Institute For Health Care Management Foundation.

Queensland Goverment, (2012). Queensland Maternity And Neonatal Clinical Guideline: Normal Birth. MN12.25-V1-R17

RISKESDAS (2010). Riset Kesehatan Dasar. Bakti Husada

Roshni R Patel, Deirdre J Murphy, Tim J Peters, (2005). Operative delivery and postnatal depression. BMJ 2005;330;879

Sankapithilu G.B, (2010). A comparative study of frequency of postnatal depression among subjects with normal and caesarean deliveries. Online Journal of Health and Allied Sciences.

Stone SD, Menken AE. (2008). Perinatal Mood Disorder: An Introduction. In Perinatal And Postpartum Mood Disorder: Perspectives And Treatment Guide For Health Care Practicioner. Springer Publishing Company.

WHO, (1992). International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems.

Yusdiana.D. (2009). Perbedaan Kejadian Stress Pascatrauma Pada Ibu Post Partumdengan Seksio Sesaria Emergenci, Partus Pervaginam Dengan Vakumdan Partus Spontan Di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. Universitas Sumatra Utara

Page 32: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

27 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

HUBUNGAN KOMUNIKASI FISIOTERAPIS DENGANPENGALAMAN KERJA DI RUMAH SAKITJAKARTA

DAN SEKITARNYA TAHUN 2013

Sri Yani2, Danang Subur1, Muhammad Arsyad Subu3, Djadjang Aditaruna2

1 Peneliti Pusat Studi Gerak & Stimulasi Kognitif STIKes Binawan 2 Peneliti Pusat Studi Gerak & Stimulasi Kognitif& Staf Pengajar Prodi Fisioterapi STIKes Binawan

Jl. Kalibata Raya No. 25–30 Jakarta 13630 Indonesia 3 Ottawa University , Canada

[email protected]

Abstrak Physiotherapy, as one of health profession, must be professional, effective and efficient on doing their duties and function. According to WCPT, one of physiotherapy profession standard is effective communication skill. Communication skill improve message delivery capacity and make a better interaction between Physiotherapist and patient. Communication of physiotherapist and patient has strong relationship with patient satisfaction level of the Phsiotherapy service. Research found that the communication skill is influenced by the work experience and giving positive effect to the patient’s behaviour and condition.This research use cross sectional methode. Hospitals and clinics as an analyzing unit who give pt service. The research use chi square test to view the correlation between dependence and independence variable, with significancy (p) 0,05. The conclusion can be reviewed by significancy (p), if p<0,05 equals to Ha received and Ho rejected. If p>0,05 Ha rejected and Ho received.From this research we know that there is no correlation between PT communication skill and work experience with p= 0,731 (>0,05). This research found that work experience has not influence the communication skill of physiotherapist in Jakarta and around. Needs to improve the communication skill with course and training, because this skill has positif effect on improving patient and one of proffesion standart according to WCPT. Keyword: Physiotherpist, skill communication, hospital,work experience Pendahuluan

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masayarakat dengan karakteristik tersendiri yang

dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi

masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat

agar terwujud derajat kesehatan yang setingi-tingginya. Dalam mencapai peningkatan mutu dan jangkauan

pelayanan rumah sakit serta pengaturan hak dan kewajiban masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan,

rumah sakit harus memenuhi persyaratan

lokasi, bangunan, prasarana, sumber

daya manusia, kefarmasian, dan peralatan (UU RI NO 44 Th 2009)

Pelayanan sumber daya

manusia di rumah sakit khususnya fisioterapi merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh

seorang fisioterapis yang memiliki pengetahuan dasar dan atau ketrampilan melaui pendidikan formal di bidang

fisioterapi. Fisioterapi sebagai salah satu profesi kesehatan dituntut untuk melaksanakan tugas dan fungsinya

secara profesional, efektif dan efisien. Hal ini disebabkan karena pasien secara penuh mempercayakan problematik atau

permasalahan gangguan gerak dan

Page 33: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

28 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

1

fungsi yang dialaminya untuk mendapatkan pelayanan fisioterapi yang

bermutu dan bertanggung jawab. Guna meningkatkan kinerja

fisioterapi salah satunya diperlukan

standar profesi sebagai dasar setiap fisioterapis dalam menjalankan profesinya dengan mengacu kepada standar internasonal yang dikeluarkan oleh World

Confederation For Physical Therapy (WCPT) yang disesuaikan dengan keadaan Indonesia. Standar profesi

fisioterapi memiliki tujuan salah satunya untuk menilai dan mengkaji segala bentuk tuntutan dari masyarakat

pengguna jasa fisioterapi atas pelayanan yang diberikan. Bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada pasien

oleh fisioterapi untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh menggunakan penanganan

secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterpeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, dan

komunikasi (KEPMENKES RI No 376/MENKES/SK/III/2007).

Fisioterapi adalah seseorang

yang telah lulus pendidikan formal fisioterapi dan kepadanya diberikan kewenangan tertulis untuk melakukan

tindakan fisioterapi atas dasar keilmuan dan kompetensi yang dimilikinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku (Kementrian Kesehatan). World Confederation for

Physical Therapy (WCPT) mengeluarkan

kebijakan untuk profesi fisioterapi. Fisioterapi sebagai salah satu profesi tenaga kesehatan di tuntun melalukan tugas dan fungsinya secara

profesional,efektif dan efisien. Di karenakan pasien/klien fisioterapi secara penuh mempercayakan problemtik atau

permasalahan gangguan gerak dan fungsi yang dialamainya mendapatkan pelayanan fisioterapi yang bermutu dan

bertanggung wewenang dan

bertanggung jawab untuk menetapkan hal-hal yang berkaitan dengan lingkup

kegiatan profesi fisioterapi (WCPT, 2011). WCPTmendefinisi operasional

dari profesionalisme fisioterapi yang

mandiri. Standar dari profesi fisioterapi meliputi salah satunya: kemampuan fisioterapis dalam memberikan komunikasi yang efektif kepada sesama

anggota profesi, pengusaha, profesi kesehatan lainnya, pemerintah dan masyarakat (WCPT, 2011),

Salah satu aspek yang paling penting dan di perhatikan oleh tenaga profesional kesehatan adalah komunikasi

(Lucca, 2006; Roberts & Bucksey, 2007). Dalam perkembangan jaman, aspek komunikasi merupakan daerah lingkup

fisioterapi yang dianggap paling penting tetapi kurang terwakili dalam literatur kesehatan (Roberts & Bucksey, 2007).

Saat praktisi kesehatan menunjukkan kemampuan berkomunikasi efektif dan tertantang untuk melakukannya sehingga

dapat memberikan umpan balik dan mereka akan mampu untuk bekerja lebih baik (Kigin, 2009). Memperkuat

kemampuan berkomunikasi akan membantu menambah kapasitas penyampaian pesan dan membuat

interaksi di kedua pihak dalam hal ini antara fisioterapis dengan pasiennya (Fischhoff, 2012). Komunikasi fisioterapis

dengan pasien sangat berhubungandengan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan yang

diberikan oleh fisioterapis. Dengan demikian, dalam pelaksanaannya fisioterapis perlu fokus kepentingan pasien atau patient-centred commkepenting unication (PCC) yang meliputi: kejelasan tujuan komunikasi, empati, kemampuan mendengarkan,

humor, dan kedekatan antara pasien dengan fisioterapis secara positif (Lakatoo, 2006).

Page 34: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

29 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

Kemampuan komunikasi fisioterapis berhubungan dengan nilai

pekembangan diri fisioterapi yang dipengaruhi oleh : umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan akhir, persentase

waktu yang dihabiskan dalam pelayanan pada pasien, dan lama lisensi fisioterapis yang diterima. (Swisher, Beckstead, & Muriel, 2004).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Robert ditemukan bahwa komunikasi dipengaruhi oleh pengalaman

kerja dan memberikan efek positif terhadap perilaku dan perkembangan pasien (Robert et.al, 2007).

Hal serupa juga ditemukan dalam pengukuran yang dilakukan oleh Casserley di Irlandia bahwa pasien yang

mendapatkan treatment secara baik dan

komunikatif oleh terapis akan merespon secara optimal (Casserley, 2008).

Ditemukan bahwa komunikasi yang terjadi berbeda secara signifikan antara fisioterapi yang sudah lama

bekerja dan fisioterapi yang baru lulus dalam segi pendekatan dan kemampuan verbal terhadap pasien (Lucca, 2006).Kualitas komunikasi akan

berkembang dengan baik jika pengalaman kerja seorang fisioterapis memadai

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan kemampuan komunikasi fisioterapi dengan

pengalaman kerja di beberapa rumah sakit di Jakarta dan sekitarnya pada tahun 2013.

BAHAN AND CARA KERJA

Penelitian ini di merupakan “cross

sectional” atau potong melintang yang seluruh variabel diambil secara bersamaan berhubungan dengan

variabel independen dan dependen. Sebagai unit analisis adalah Rumah Sakit atau Klinik yang memberikan pelayanan

fisioterapi. Waktu yang diperlukan untuk pengumpulan data di dalam peneltian ini yaitu dari periode awal Juni 2013 sampai

akhir Agustus 2013.Populasi target penelitianadalah fisioterapisyang berada di pelayanan kesehatan di wilayah

Jakarta dan sekitarnyadengan menggunakan dari sampel penelitian induk sebesar 104 orang .

Karakteristik fisioterapi merupakan komponen yang mempengaruhi kualitas komunikasi antara fisioterapsi dan pasien pada saat

proses pelayanan fisioterapi. Karakteristik fisioterapi meliputi: pengalaman kerja, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan

dan jumlah pasien yang dilayani fisioterapis. Penelitian ini mengambil pengalaman kerja fisioterapi dihubungkan

dengan kemampuan komunikasi

fisioterapis saat melakukan proses

fisioterapi. Dibawah ini merupakan kerangka konsep dari penelitian yang dilakukan.Variabel-variabel yang

dipergunakan dalam penelitian ini adalah komunikasi fisioterapis dengan pasien/klien. Hasil ukur pada variabel

komunikasi diambil dengan cara membagi tiga hasil jumlah skor kuesioner komunikasi pasien dengan fisioterapis

menjadi 3 bagian. Komunikasi baik skor 15 – 39. Komunikasi sedang dengan skor 40-65. Komunikasi kurang skor 66-95.

(lakato, 2006). Hasil ukur pada variabel

pengalaman kerja yang berupa 4

tingkatan diambil dari study literatur jurnal American of Physical Therapy Association. (Jette,2003). Hipotesa: Kemampuan komunikasi

berhubungan erat dengan pengalaman masa kerja fisioterapis di beberapa rumah sakit di Jakarta dan Sekitarnya

pada tahun 2013.

Page 35: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

30 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

Hasil Penelitian Deskriptif data sampel dilakukan

dengan analisa univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi menurut kelompok pengalaman kerja dan

kemampuan komunikasi fisioterapis.Berdasarkan histogram 5.1 bahwa menunjukan bahwa jumlah fisioterapis paling banyak terdapat pada

pengalaman kerja diatas 15 tahun dengan populasi 37,5 %. Pengalaman kerja 5 tahun dan 11 sampai 15 tahun

menempati posisi paling sedikit dengan populasi 19,2%. Dapat dilihat pada histogram 5.2 bahwa kemampuan

komunikasifisioterapis terbanyak pada penilaian sedang mencapai 76 orang

dengan 73,1%. Kemampuan komunikasi baik berjumlah 28 orang dengan 26,9%. Kemampuan komunikasi kurang tidak

diketemukan atau berjumlah 0 orang atau 0%.Deskriptif data sampel dilakukan dengan analisa bivariat untuk mengetahui hubungan pengalaman kerja dan

kemampuan komunikasi fisioterapis. Di bawah ini gambaran hasil analisa

distribusi frekuensi pengalaman kerja fisioterapi menurut kelompok pengalaman kerja di Rumah Sakit:

Histogram 5.1 Distribusi frekuensi Pengalaman Kerja fisioterapis menurut kelompok pengalaman kerja di Rumah Sakit Jakarta Dan Sekitarnya 2013

0%

20%

40%

60%

80%

100%

≤ 5 tahun (n=20)

6-10tahun(n=25)

11-15tahun(n=20)

> 15tahun(n=39)

19.2%24.0%

19.2%

37.5%

Page 36: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

31 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

Histogram 5.2

Distribusi frekuensi kemampuan komunikasi fisioterapis persepsi pasien di Jakarta Dan Sekitarnya 2013

Histogram 5.3

Hubungan pengalaman kerja dengan kemampuan komunikasi fisioterapis menurut persepsi pasien di Rumah Sakit Jakarta Dan Sekitarnya 2013

X2- test p = 0,731 ( p< 0,05 = berbeda bermakna )

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Baik (n=28) Sedang (n=76) Kurang(n=0)

26.9%

73.1%

0.0%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

=<5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun >15 tahun

35.0%

24.0%20.0%

28.2%

65.0%

76.0%80.0%

71.8%

Komunikasi Baik

Komunikasi Sedang

Page 37: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

32 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

Berdasarkan histogram 5.3 ternyata

secara keseluruhan kemampuan komunikasi yang dipersepsikan oleh pasien paling banyak di katagori sedang.

Pada kelompok pengalaman kerja =<5 tahun dipersepsikan pasien kemampuan paling baik. Namun secara statistik kurang bermakna.

Data dari hasil komunikasi pasien dan pengalaman kerja setelah dimasukan dengan hasil uji statistik chi sguare test

didapat nilai p= 0,731 (>0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara kemampuan komunikasi

fisioterapis dengan pengalaman kerja. Didalam penelitian ini gambaran responden menurut karakteristik individu

dari pengalaman kerja.menurut hasil penelitian yang telah di lakukan di rumah sakit dan klinik di Jakarta Dan Sekitarnya

secara keseluruhan kurang bermakna dimana pengalaman kerja akan mempengaruhi kemampuan komunikasi

fisioterapis saat melakukan interaksi dengan pasien .Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh

Kreitner (2004) mengatakan bahwa masa kerja yang lama akan cenderung membuat seorang pegawai lebih merasa

betah dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan lingkungannya yang

cukup lama sehingga seorang pegawai akan merasa nyaman dengan pekerjaannya.

Penelitian ini kurang bermakna kemungkinan fisioterapis Jakarta dan sekitarnya tidak memperhatikan pentingnya kemampuan komunikasi

dengan pasien. Seminar tentang komunikasi dengan pasien jarang di selenggarakan di Jakarta. Seminar lebih

banyak tentang teknis dan skill tentang metode pelaksanaan asuhan fisioterapi. Tingkat Pendidikan Fisioterapis di Jakarta

sebagian besar masih DIII, walaupun

sudah berpengalaman kerja cukup lama,

Fisioterapis di Jakarta tidak mau melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi. Dengan demikian kemampuan

komunikasi fisioterapis di Jakarta terbanyak mendapat nilai sedang. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian (Bames, 2003) bahwa kompetensi internal

fisioterapis dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Hasil penelitian menunjukan kemampuan

komunikasi terbaik pada pengalaman kerja kurang 5 tahun. Penelitian tersebut tidak sejalan dengan Akinbo(2009)

bahwaFisioterapis yang memiliki pengalaman kerja kurang dari 5 tahun dibandingkan dengan pengalaman kerja

lebih dari 15 tahun memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang komunikasi (Akinbo, okunola & adebora, 2009)

Dalam penelitian ini Fisioterapis dengan pengalaman kerja kurang dari 5 tahun berkemampuan komunikasi terbaik,

kemungkinan hal ini dipengaruhi oleh karena fisioterapis lulusan di bawah 5 tahun telah mendapat materi kuliah ilmu

komunikasi . Fisioterapis pada kelompok pengalaman diatas 5 tahun belum mendapat materi kuliah ilmu komunikasi.

Kemudian kemampuan komunikasi terbaik selanjutnya pada fisioterapis dengan pengalaman kerja diatas 15

tahun, kemungkinan dipengaruhi oleh fisioterapis pada kelompok ini telah terlatih berkomunikasi selama menjalani

profesinya sebagai pemberi layanan fisioterapi.

Agar dapat meningkatkan kemampuan Fisioterapis dalam

berhubungan dengan pasien perlu dikembangkan pelatihan komunikasi termasuk komunikasi terapeutik sehingga

diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan Fisioterapis.

Page 38: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

33 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

Kesimpulan

Gambaran pengalaman kerja fisioterapsis terbanyak diatas 15 tahun dengan 39 orang (37,5%). Kemampuan komunikasi

fisioterapis menurut persepsi pasien terbanyak di katagorikan sedang dengan 73,1% atau 76 orang, sedang yang baik hanya 26,9% (28).Kemampuan

komunikasi fisioterapis paling baik pada pengalaman kerja =<5 Tahun diikuti dengan kelompok pengalaman kerja>15

tahun secara statistic tak bermakna.

Daftar Pustaka Akinbo, adebiyi, okunala (2009) : Evidence-Based

ractice:Knowledge, Attitudes And Beliefs Of Physiotherapists In Nigeria : Department of Physiotherapy, College of Medicine of the University of Lagos Nigeria

Asri, Marwan. 1986. Pengelolaan Karyawan. BPFE : Yogyakarta.

Bames M, Gordon S and Hamer P. 2003 : The Physiotherapy experience in private : The patient’s perspective. Australian Journal of Physiotherapy 49: 195-202.

Casserley-Feeney, S. N., Phelan, M., Duffy, F., Roush, S., Cairns, M. C., & Hurley, D. a. (2008). Patient satisfaction with private physiotherapy for musculoskeletal pain. BMC musculoskeletal disorders, 9, 50.

Fischhoff, B. (2012). Communicating Risks and Benefits: An Evidence Based User’s Guide. Government Printing Office.

Foster, Bill. 2001. Pembinaan untuk Peningkatan Kinerja Karyawan. PPM : Jakarta

Heiwe,et all ( 2010) Eviden Base Practise : Attitude, knowledge and behaviuor among allied health care professional. International journal for quality in Health care 2011. Vol 23. No.2 : PP 198-209

Higgs, J., Refshauge, K., & Ellis, E. (2001). Portrait of the physiotherapy profession. Journal ofinterprofessional care, 15, 79.

Hulme, J. B., Bach, B. W., & Lewis, J. W. (1988).Communication between physicians and physical therapists. Physical Therapy, 68, 26–31.

Jette, Diane U,Kimberly Bacon, CherylBatty, Melissa (2003), EvidenBased Practice: Beliefs, Attitudes,Knowledge, and

Behaviors, Attitudes of Physical Therapist , 791-805.

Kreitner J, Eva Grill, Erika O. Huber, Thomas Gloor-Juzi and Gerold(2004).Intervention Goals Determine Physical Therapists' Workload in the Acute Care Setting

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 376/MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Fisioterapi Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Kigin, C. (2009). A systems view of physical therapy care: shifting to a new paradigm for the profession. Physical Therapy, 89, 1117–1119.

Lakatoo, N. M. (2006). Older Adults’ Satisfaction with Physical Therapists' Communication and Physical Therapy Treatment. Gerontology Theses, 2.

Lucca, J. (2006). Communication and Clinical Effectiveness in Rehabilitation. Physical Therapy, 86, 460.

Manulang. 1984. Manajemen Personalia. Ghalia Indonesia : Jakarta.

Mathieu & Zajac, 1990. A review and Metaanalysis of the antecendent, correlates, and consequences of the organizational commitment. American Psychological Association. Psycological Bulletin. Vol. 108(2). Sep 1990. 171-194

Moghimi, Chamanzamin & Shaghagi, 2013.The Relationship between communication Skills and Job Performance of the Employees, Fire Managers of Rasht City. International Journal of Business and Behavioral Sciences. Vol. 3, No.2; February 2013 Mirah. 2011. Tesis: Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan dan Word of Mouth. Universitas Udayana, Denpasar.

Ogiwara, S. (2003). Physiotherapists’ Perspectives on Professional Practice in Comparison to Occupational Therapists'. Journal of Physical Therapy Science, 15, 53–63.

Robbins, SP & Judge T.A (2006). Organizational Behaviour. (12 th Edition) Prentice Hall

Roberts, L., & Bucksey, S. J. (2007). Communicating with patients: what happens in practice? Physical Therapy, 87, 586–594.

Salbach, N. M., Guilcher, S. J., Jaglal, S. B., & Davis, D. a. (2010). Determinants of research use in clinical decision making among physical therapists providing services post-stroke: a cross-sectional study. Implementation science : IS, 5, 77.

Stern & Rone-Adams, 2006. An Alternative Model for First level clinical Educational

Page 39: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

34 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

Experience in Physical Therapy the internal journal of allied Health Sciences and Practice. Vol 4 No. 3. 540-580.

Swisher, L. L., Beckstead, J. W., & Muriel, J. (2004). Research Report Factor Analysis as a Tool for Survey Analysis Using a Professional Role Orientation Inventory as an Example.

Triezenberg,1996. The Indentification of Ethical Issue in Physical Therapy Practice.

Journal of the American Physical Therapy Association. 1996: 76: 1097-1107

Tjipto F dan Chandra G. 2007. Service Quality & Satisfaction. Yogyakarta : Penerbit ANDI.

Undang-Undang No. 23 Tahun 1992. Tentang Kesehatan.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009. Tentang Rumah Sakit

WCPT. (2011). Policy Statement: Description of Physical Therapy. United Kingdom: the 17 Th General Meeting of WCPT, June 2011

Page 40: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

35 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

PERBEDAAN KEPUASAN PASIEN DI RUMAH SAKIT NEGERI

DENGAN RUMAH SWASTA BERDASARKAN JENIS KELAMIN, USIA DAN TINGKAT PENDIDIKAN DI DKI JAKARTA DAN SEKITARNYA

TAHUN2013

Slamet Soemarno2, Inswiasri2, Desi Kurniawati1, Septian Arif Gandaputra3 1 Peneliti Pusat Studi Gerak & Stimulasi Kognitif STIKes Binawan

2 Peneliti Pusat Studi Gerak & Stimulasi Kognitif& Staf Pengajar Prodi Fisioterapi STIKes Binawan Jl. Kalibata Raya No. 25–30 Jakarta 13630 Indonesia

3 Asia University , Taiwan [email protected]

Abstrak

This study is to know the differences between patients at public hospital and private hospital based on gender, age and level education.This study was held at Public and Private Hospitals in Around DKI Jakarta 2013.This study used cross-sectional with population20 to 50 years old.Data was analyzed by Chi-square test to see the significant value.Study result showed that there were differences of the patients satisfaction . Depend on all factors related to age, sex, and level education. Age and level education, have significant differences on patients satisfaction. However, sex has no differences. Keywords: Patient Satisfaction, Physiotherapy, Public, Private

Pendahuluan

Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator dari kualitas pelayanan yang di berikan kepada pengguna

layanan.Indikator ini juga dapat di gunakan sebagai tolak ukur untuk memastikan kualitas pelayanan fisioterapi di fasilitas

kesehatan (Kamau, 2005). Adapun aspek yang dapat di pelajari dalam menilai kepuasan pasien adalah interaksi anatara

fisioterapis dengan pasien, profesionalissme dari pelayanan serta kemampuan dan keterampilan pemberi pelayanan fisioterapi,

privasi pasien dan lingkungan pelayanan yang memadai (Kamau, 2005). Dalam studi literaturnya, (Goldstein 2000)

mengidentifikasi tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan fisioterapi melelui beberapa dimensi seperti: akses atau

kemudahan mencapai fasilitas kesehatan termasuk jam kerja dan jarak tempuh ke fasilitas fisioterapi, ketersediaan lahan

parkir, manajemen pembayaran dan

fasilitas pembayaran, kualifikasi staf teknis, manajemen interpersonal meliputi keramahan, kenyamanan, efisiensi,

ketepatan waktu dan respon terhadap complain,perencanaan tindakan yang berkesinambungan termasuk ketepatan

diagnosis dan hasil yang di capai dari pelayanan fisioterapi (Casserley-Feeney et.al, 2008). Rohyadi tahun 2004

menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin besar keinginan dan harapannya,maka tingkat

pendidikan lebih tinggi cenderung tingkat kepuasannya lebih rendah sehingga di perlukan pelayanan yang berkualitas tinggi

untuk mendapatkan kepuasan. Kepuasan pasien merupakan salah

satu indikator dari kualitas pelayanan yang

di berikan kepada pengguna layanan.Indikator ini juga dapat di gunakan sebagai tolak ukur untukmemastikan

Page 41: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

36 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

kualitas pelayanan fisioterapi di fasilitas kesehatan (Kamau, 2005). Adapun aspek

yang dapat di pelajari dalam menilai kepuasan pasien adalah interaksi anatara fisioterapis dengan pasien, profesionalissme

dari pelayanan serta kemampuan dan keterampilan pemberi pelayanan fisioterapi, privasi pasien dan lingkungan pelayanan

yang memadai (Kamau, 2005). Dalam studi literaturnya, (Goldstein 2000) mengidentifikasi tingkat kepuasan pasien

terhadap pelayanan fisioterapi melelui beberapa dimensi seperti: akses atau kemudahan mencapai fasilitas kesehatan

termasuk jam kerja dan jarak tempuh ke fasilitas fisioterapi, ketersediaan lahan parkir, manajemen pembayaran dan fasilitas pembayaran, kualifikasi staf teknis,

manajemen interpersonal meliputi keramahan, kenyamanan, efisiensi, ketepatan waktu dan respon terhadap

complain,perencanaan tindakan yang berkesinambungan termasuk ketepatan diagnosis dan hasil yang di capai dari

pelayanan fisioterapi (Casserley-Feeney et.al, 2008). Dapat dairumuskan permasalahan pada penelitian ini yakni

mengkaji Perbedaan kepuasan pasien di Rumah Sakit Negeri dan Swasta berdasarkan jenis kelamin, usia dan tingkat

pendidikan di DKI Jakarta dan Sekitarnya Tahun 2013”

Metode Peneliti mengunakan desain yang bersifat cross sectional tujuannya adalah untuk

mengetahui perbedaan kepuasan pasien berdasarkan usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Penelitian ini di lakukan dalam

kurun waktu 5 bulan 2013 di RS wilayah DKI Jakarta dan Sekitarnya.

Populasi dan Sampel Populasi target penelitian adalah seluruh pasien fisioterapi di rumah sakit Negeri dan

Swasta di Jabodetabek berjenis kelamin laki-laki dan wanita sesuai dengan kriteria inklusi.

Sampel adalah populasi yang memenuhi standar kriteria inklusi dan ekslusi. Dimana

jumlah sampel untuk mewakili populasi tersebut di hitung oleh rumus:

Dari rumus dan keterangan di atas, maka dapat di tetapkan jumlah seluruh sampel dari setiap kelompok survei yaitu pelayanan

fisioterapi dan kepuasan pasien masing-masing dibulatkan berjumlah 82 orang.

Teknik Sampling Dari beberapa rumah sakit Negeri dan Swasta di pilihlah 14 rumah sakit yang memiliki pelayanan fisoterapi di wilayah DKI

Jakarta dan Sekitarnya sebagai tempat pengambilan subyek penelitian. Pada Rumah Sakit Negeri di pilih 5 Rumah

Sakit dan Rumah Sakit Swasta di pilih 9 Rumah Sakit secara sistematik random sampling.

Rumah Sakit Negeri yang terpilih menjadi unit analisis masing-masing sampel untuk rumah sakit negeri terpilih 82 sampel dari

82 sampel induk dan untuk Rumah Sakit Swasta terpilih 82 sampel dari 233 sampel induk masing-masing kelompok sesuai

dengan perhitungan sampel di atas untuk di jadikan subyek penelitian dengan cara random dengan menggunakan komputer.

Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah

Pasien fisoterapi yang menerima pelayanan fisioterapi yang sudah melakukan terapi sebanyak 3 kali kunjungan atau sesi terapi

dan dapat membaca dan menulis.Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Kriteria EksklusiPasien yang tidak mampu

berkomunikasi seperti pasien stroke dengan aphasia.

Teknik Pengumpulan Data Instrumen dalam penelitian ini berupa lembar kuesioner dan lembar pengamatan

n=(Z1-α/2).[p1.(1-p1)+p2.(1-p2)]/d2

d2

Page 42: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

37 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

untuk rekam medik fisioterapi. Instrumen dikembangkan berdasarkan instrument yang

telah teruji validitas dan reabilitasnya dari beberapa negara.Pengambilan data dengan wawancara menggunakan kuesioner

meliputi:UNITPELAYANAN KESEHATAN (Pengenalan Tempat, Kuesioner Manajemen, Kuesioner Identitas dan Karakteristik Unit

Pelayanan Fisioterapi.KUESIONER UNTUK PASIEN (Kuesioner Identitas Pasien, Kuesioner Kepuasan,).Secara khusus

kuesioner dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapat/opini dari:PasienMenilai tingkat kepuasan pasien dengan cara

melingkari setiap pernyataan yang ada di kuesioner dengan pernyataan yang paling sesuai tentang kepuasan yang di rasakan pasien. 1. Sangat tidak setuju, 2. Tidak

setuju, 3. Setuju, 4. Sangat setuju.) pada no 1-20 di kuesioner II B tentang kepuasan pasien.

Etika Penelitian Sebelum melaksanakan penelitian

responden yang memenuhi persyaratan akan mendapat penjelasan tentang tujuan dengan manfaat dari penelitian, dan

kerahasiaan serta subjek boleh menolak jika tidak setuju dan apabila responden bersedia atau setuju, responden diminta

menandatangani lembar persetujuan (Informed Consent). Kajian etika untuk mendapat persetujuan etik peneliti (Ethical Approval) dari komite etik penelitian dari STIKes Binawan.

Hasil Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Tabel 1 diatas terlihat bahwa

dari keseluruhan variabel dapat dikatakan bahwa kategori puas lebih banyak pada kelompok rumah sakit swasta dengan

presentase 40.2% dari total jumlah pasien dari kategori puas.Sedangkan untuk kategori cukup puas lebih banyak pada

kelompok rumah sakit negeri dengan presentase 14.6%.

Tabel 1 Distribusi Karakteristik Individu

(Usia, Jenis Kelamin, Latar Belakang Pendidikan) dan Tingkat Kepuasan

Pada Kelompok Rumah Sakit Negeri dan

Rumah Sakit Swasta

Kepuasan Pasien

Puas Cukup puas

N % N %

Usia

<20 tahun 46 28.0 14 8.5

20-50 tahun 32 19.5 9 5.5

>50 tahun 46 28.0 17 10.4

Jenis Kelamin

Laki-Laki 48 29.3 16 9.8

Perempuan 76 46.3 24 14.6

Tingkat

pendidikan

<=SLTP 58 35.4 16 9.8

>=SMA 66 40.2 24 14.6

Kategori Rumah Sakit

RS negeri 58 35.4 24 14.6

RS swasta 66 40.2 6 9.8

Analisis Perbedaan Kepuasan pasien antara

rumah Sakit Negeri dan Rumah Sakit Swasta

Berdasarkan Tabel 2 di atas terlihat bahwa kepuasan pasien pada kategori puas lebih banyak pada rumah sakit swasta dengan

presentase 80,3% sedangkan kepuasan pasien pada kategori cukup puas lebih banyak pada rumah sakit negeri dengan presentase 29.2%.

Tabel 2

Analisis perbedaan kepuasan pasien pada

kelompok rumah sakit negeri dan swasta

Rumah Sakit p

RS negeri RS swasta

Page 43: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

38 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

Kepuasan pasien

Puas 58 (70.8) 66 (80.3) 0.146 Cukup puas 24 (29.2) 16 (19.7)

Analisis Tingkat Kepuasan (Puas)

Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, dan Latar Belakang Pendidikan Pada kelompok Rumah Sakit Negeri dan Rumah Sakit Swasta.

Berdasarkan Tabel 3 diatas terlihat bahwa kelompok rumah sakit negeri lebih banyak pasien puas yang berusia> 50 tahun

dengan presentase 28,2% sedangkan kelompok jenis kelamin terhitung lebih banyak puas pada perempuan di kelompok

rumah sakit negeri dengan presentase 31,5%.Selanjutnya untuk tingkat pendidikan lebih banyak puas pada kategori pendidikan >SMA terdapat pada rumah

sakit negeri dengan presentase 34,7% dan untuk rumah sakit swasta lebih bnyak pada kategori pendidikan <SMP dengan

presentase 34.7%.

Tabel 3.

Analisis Tingkat Kepuasan (Puas)

Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, dan Latar Belakang Pendidikan Pada kelompok Rumah

Sakit Negeri dan Rumah Sakit Swasta

X2 tingkat Kepuasan “ Puas” di Rumah

Sakit Swasta dan Rumah Sakit Negeri , usia p 0.00*, jenis kelamin p 0.202, Tingkat Pendidikan p 0.00*

Analisis Tingkat Kepuasan (Cukup Puas) Berdasarkan Usia, Jenis

Kelamin, dan Latar Belakang Pendidikan Pada kelompok Rumah Sakit Negeri dan Rumah Sakit Swasta Berdasarkan Tabel 4 diatas terlihat bahwa

kelompok rumah sakit negeri lebih banyak cukup puas pasien yang berusia > 50 tahun dengan presentase 40,0% sedangkan

kelompok jenis kelamin terhitung lebih banyak cukup puas pada perempuan di kelompok rumah sakit negeri dengan

presentase 37,5%.Selanjutnya untuk tingkat pendidikan lebih banyak pada kategori pendidikan >SMA terdapat pada

rumah sakit negeri dengan presentase 45.0%.

Tabel 4

Analisis Tingkat Kepuasan (Cukup Puas) Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, dan Latar

Belakang Pendidikan

Pada kelompok Rumah Sakit Negeri dan Rumah Sakit Swasta

Kategori Cukup Puas P RS Negri RS Swasta

N % N %

Usia

<20 tahun 5 12.5 9 22.5 0.00*

20-50

tahun

3 7.5 6 15.0

>50 tahun 16 40.0 1 2.5

Jenis Kelamin

Laki-Laki 9 22.5 7 17.5 0.693

Perempua 15 37.5 9 22.5

Kategori Puas P RS Negeri RS swasta

N % N %

Usia 0.00*

<20 tahun 4 3.2 42 33.9

20-50 tahun

19 15.3 13 10.5

>50 tahun 35 28.2 11 8.9

Total

Jenis Kelamin

Laki-Laki 19 15.3 29 23.4 0.202

Perempuan

39 31.5 37 29.8

Tingkat pendidikan

<=SLTP 15 12.1 43 34.7 0.00*

>=SMA 43 34.7 23 18.5

Page 44: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

39 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

n

Tingkat pendidikan

<=SLTP 6 15.0 10 25.0 0.018

>=SMA 18 45.0 6 15.0

X2 tingkat Kepuasan “Cukup Puas” di

Rumah Sakit Swasta dan Rumah Sakit Negeri, usia p 0.00*, jenis kelamin p 0.693, Tingkat Pendidikan p 0.018*

Kesimpulan Karakteristik responden sebagaian besar

adalah usia >50 tahun memiiki proporsi paling banyak dengan presentase 28,2%. Karakteristik responden mayoritas berjenis

kelamin perempuan paling banyak dengan presentase 46,3%.Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan yang

mendominasi adalah ber pendidkan menengah ke atas ( ≥ SMA dan perguruan tinggi )dengan presentase sebesar

40,2%.Pada tingkat kepuasan pasien pada kategori PUAS lebih banyak pada Rumah Sakit Swasta dengan presentase 80,3% sedangkan pada kategori CUKUP PUAS

lebih banyak pada Rumah Sakit Negeri dengan presentase 29,2%.Ada perbedaan tingkat kepuasan kategori PUAS dan CUKUP

PUAS berdasarkan usia 20-50 tahun dan tingkat pendidikan antara Rumah Sakit Negeri dengan Rumah Sakit Swasta dengan

p<0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat adanya perbedaan tingkat kepuasan pasien dengan nilai perbedaan

yang bermakna.Sedangkan tingkat kepuasan kategori PUAS dan CUKUP PUAS berdasarkan jenis kelamin antara Rumah

sakit Negeri dengan Swasta dengan p>0,05 sehingga dapat di katakan tidak terdapat tingkat perbedaan kepuasan pasien antara

kedua jenis rumah sakit tidak memiliki perbedaan yang bermakna.

Daftar Pustaka Aderson, E. W., Fornell, C. & Mazvancheryl, S. K.

(2004). Customer satisfaction and

shareholder value. Journal of Marketing, 68 (4): 181

Anderson LA.( 1989): Pa- tients’ perceptions of their clinical interactions: develop- ment of the multidimensional desire for control scales. Health Educ Res 1989; 4: 383-397.

Azwar.A (1996) .Menjaga mutu pelayanan kesehatan apalikasi prinsip lingkaran pemecah masalah.Pustaka sinar harapan. Jakarta.

Bahar.L.(2006).Hubungan antara kulitas pelayanan dan kepuasan pasien di instalasi rawat inap dan rawat jalan budi lestari Bekasi 2006.Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia.Depok

Barata,A,A(2006) Dasar-dasar pelayanan prima Jakarta: PT Elex media komputindo

Barnes, James G. (2003), Secrets of Customer Relationship Management: Rahasia ManajemenHubungan Pelanggan, Terjemahan Andreas Winardi, Yogyakarta: Penerbit Andi

Beattie, P., Dowda, M., Turner, C., Michener, L. & Nelson, R. (2005b). Longitudinal continuity of care is associated with high patients satisfaction with physical therapy. Physical Therapy, 85 (10):1050 – 1051.

Beattie, P. F., Pinto, M. B., Nelson, M. K. & Nelson, R. (2002). Patient satisfaction with outpatient physical therapy: Instrument validation. Physical Therapy, 82 (6): 562-563

Beattie, P., Turner, C., Dowda, M., Michener, L. & Nelson, R. (2005a). The MedRisk instrument for measuring patient satisfaction with physical therapy care: A psychometric analysis. Journal of Orthopaedics & Sports Physical Therapy, 35 (1): 29-31

Boshoff, C. & Gray, B. (2004). The relationship between service quality, customer satisfaction and buying intentions in the private hospital industry. South Africa. Bus. Management, 35 (4): 29, 33.

Casserley-Feeney, S. N., Phelan, M., Duffy, F., Roush, S., Cairns, M. C., & Hurley, D. a. (2008). Patient satisfaction with private physiotherapy for musculoskeletal pain. BMC musculoskeletal disorders, 9, 50.

Cook, F. M. & Hassenkamp, A. M. (2000). Active Rehabilitation for chronic low back pain: The patients’ perspective. Physiotherapy, 86(2): 61,65-67.

Cohen G. (1996) Age and health status in a patient satisfaction survey. Appendix. Adjustment for background Soc Sci Med; 42: 1085–1093

Goldstein, M. S., Elliott, S. D., & Guccione, A. A. (2000). The development of an instrument to measure satisfaction with physical therapy. Physical therapy, 80, 853–63.

Page 45: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

40 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

Gunarsa. ( 2002 ). Kiat meningkatkan kepuasan pelanggan. Jakarta.

Haber, S. & Reichel, A. (2005). Identifying performance measures of small ventures- The case of tourism industry. Journal of Small Business Management, 43 (3): 261, 275

Jennings, B. M., Heiner, S.l. , Loan, L. , Hemman, E. & Swanson, K. M. (2005). What really matter to health care consumers, Journal of Nursing Administration, 35 (4): 178-179.

Kamau, P. W. (2005). Patient Satisfaction with Physiotherapy Services for Low Back Pain at Selected Hospitals in Kenya. University of the Western Cape.

Kerssens, J. J., Sluijs, E. M., Verhaak, P. F. M., Knibbe, H. J. J. & Herman, I. M. J (1999). Back care instructions in physical therapy: A trend analysis of individualised back care programmes. Physical Therapy, 79 (3): 293-294.

Kigin, C. (2009). A systems view of physical therapy care: shifting to a new paradigm for the profession. Physical Therapy, 89, 1117–1119.

Kotler, P., Bowen, J. and Makens, J.( 2003).Marketing for Hospitality andTourism, Prentice-Hall International,Englewood Cliffs, NJ.

Kotler, P. (2002). Manajemen Pemasaran, Edisi Bahasa Indonesia, Jakarta: PT Prenhalindo

Kurniasih ,Yuyun (2002). Hubungan Kinerja Perawat Pelaksana dalam Melakukan Asuhan Keperawatan dengan Kepuasan Pasien ditinjau dari Persepsi Pasien di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Sepolisian Pusat Raden Sahid Sukanto Jakarta tahun 2002.Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.Depok.

Kuswara,(2003).Analisis faktor-faktor Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Pelayanan Keperawatan pada Badan RSUD 45 Kabupaten Kuningan tahun2003.Tesis.Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.Depok.

Lamb, Jr. C. W., Hair, Jr. J. F., MacDaniel, C., Boshoff, C.&Terblanche, N. S. (2004). Marketing. Second South African edition, Cape Town: Oxford University Press Southern Africa

Lumenta B (1989) .Pelayanan medis, citra konflik dan harapan .Yogyakarta: Kainsius

Matsuda, S. J, Clark, M. J, Schopp, L. H., Hangglund, K. J.& Mokelke, E. K. (2005) Barriers and satisfaction associated with personal assistant services: Results of consumer and personal assistant focus group. OTJR: Occupation, Participation and Health, 25 (2): 68, 71-72.

May, S. J. (2001). Part 1: Patients satisfaction with management of back pain. Physiotherapy, 87 (1):4-9

Mead, J. (2000). Patient partnership. Physiotherapy, 86 (6): 282-283

Metcalfe, C. J. & Klaber Moffett, J. A. (2005). Do patients’ expectations of physiotherapists affect treatment outcome? Part 2: Survey result. International Journal of Therapy and Rehabilitation, 12 (3): 116-118

Monnin, D., & Perneger, T. V. (2002). Scale to measure patient satisfaction with physical therapy. Physical therapy, 82, 682–91.

Notoatmodjo,S (2001).Metodologi penelitian kesehatan ,Jakarta :PT Rinekacipta

Nurhanah.Toti,(2004).Gambaran Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap pelayanan Kesehatan Dasar di Puskesmas Cimandala Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tahun 2004.Skripsi.Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.Depok.

Penelitian kesehatan nasional tahun ( 2001 ) tentang kesehatan

Rahnawati,Windy (2006).Hubungan karakteristik pasien dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatn di rumah sakit islam sukapura Jakarta utara.Tesis.fakultas ilmu keperawatan universitas Indonesia.depok.

Rangkutti. Freddy (2002). Measuring customer satisfaction, teknik mengukur dan strategi meningkatkan kepuasan pelanggan. Pt :gramedia pustaka utama Jakarta.

Resmisari,R (2008 ).Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan laboraturium patologi klinik.

Rohyadi,Yosep(2004).Analisa Hubungan antara Karakteristik Demografik dengan Kepuasan Pasien Tentang Pelaksanaan Fungsi Komunikasi studi di ruangrawat inap Dewasa RSU Cibabat tahun 2004.Tesis.Fakultas Ilmu Keperawatn Universitas Indonesia.Depok.

Roush, S. E. & Sonstroem, R. J. (1999). Development of the physical therapy outpatient satisfaction survey (PTOPS). Physical Therapy, 79 (2):167-168.

Santoso, Soeroso (2003),Manjemen Sumber Daya Manusia di Rumah Sakit.Penerbit buku kedokteran.Jakarta.

SJ Hossain1, J Ferdousi2, MK Biswas3, N Mahfuz4, G Biswas (2012 )Quality of Care: View of Patient Satisfaction with Physiotherapy inGovernment and Private Settings in Dhaka, Bangladesh.Faridpur Med.Coll.J.7(2):71-74.

Talvitie, U. & Reunanen, M. (2002). Interaction between physiotherapists and patients in stroke management. Physiotherapy, 88 (2): 85-87.

Page 46: FISIOTERAPI JURNAL ILMIAH FISIOTERAPI · Beberapa Rumah Sakit dan Klinik Fisioterapi yang Terpilih di DKI Jakarta Dan Sekitarnya Tahun 2013 Slamet Sumarno, Atik Freeyanti, Sarkosih,

41 Jurnal Ilmiah Fisioterapi Volume 4 Nomor 1 2014(Edisi April)

Tjiptono, Fandi dan Gregorius Candra (2005), Service, Quality and Satisfaction, Yogyakarta:Andi Offset.

Tjiptoherijanto,P (1994 ).Ekonomi kesehatan:Rieneka cipta

Thoha, M. (2002). Perilaku Organisasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Utama,Surya,(2003). Memahami fenomena kepuasan pasien rumah sakit referensi pendukung untuk mahasiswa,akademik, pimpinan,organisasi dan praktisi kesehatan.Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara.

Undang-undang pemerintah daerah no 32 tahun 2004

Undang-undang kesehatan n0 36 tahun 2009 Yoseph.(2001). Karakteristik Pasien dan Dimensi

Mutu yang Berpengaruh terhadap Persepsi Mutu Pelayanan Rawat jalan di RS Panti Wilasa DrCipto. Semarang.

Zaini,Sarliana (2001). Analisa Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Keperawatan di Ruang Rawat inap Rumah Sakit ibu dan Anak Hermina Jatinegara Jakarta tahun 2001.Tesis. Fakultas ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.Depok.