fisiologi

Upload: hedithya-novel

Post on 18-Oct-2015

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Kerja Fisik dan Konsumsi Energi dan peningkatan efisiensi kerja fisik

TRANSCRIPT

BAB II

PAGE

BAB II

LANDASAN TEORI2.1. Kerja Fisik dan Konsumsi EnergiSecara umum yang dimaksudkan dengan kerja fisik (physical work) adalah kerja yang memerlukan energi fisik otot manusia sebagai sumber tenaganya (power). Kerja fisik seringkali disebut sebagai manual operation dimana performans kerja sepenuhnya akan tergantung manusia baik yang berfungsi sebagai sumber tenaga (power) ataupun pengendali kerja (control). Kerja fisik seringkali pula dikonotasikan sebagai kerja berat ataupun kerja kasar yang dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang memerlukan usaha fisik manusia yang kuat selama periode kerja berlangsung. Dalam hal kerja fisik ini, maka konsumsi energi (energy consumption) merupakan faktor utama dan tolak ukur yang dipakai sebagai penentu berat atau ringannya kerja fisik tersebut. Proses mekanisasi kerja dalam berbagai kasus akan diaplikasikan sebagai jalan keluar untuk mengurangi beban kerja yang terlalu berat dan harus dipikul manusia. Dengan mekanisasi peran manusia sebagai sumber energi kerja akan digantikan oleh mesin. Hal ini akan memberikan kemampuan yang lebih besar lagi untuk penyelesaian aktivitas-aktivitas yang memerlukan energi fisik yang besar dan berlangsung dalam periode lama.

Mengukur aktivitas kerja manusia adalah mengukur berapa besarnya tenaga tenaga kerja yang dibutuhkan oleh seorang pekerja untuk melaksanakan pekerjaannya. Tenaga yang dikeluarkan biasanya diukur dalam satuan kilokalori.

Secara umum kriteria pengukuran aktivitas kerja manusia dapat dibagi dalam dua kelas yaitu kriteria fisiologis dan kriteria operasional, yaitu:1. Kriteria fisiologisKriteria fisologis dari kegiatan manusia biasanya ditentukan berdasarkan kecepatan denyut jantung dan pernafasan. Usaha untuk menentukan besarnya tenaga yang setepat-tepatnya berdasarkan kriteria ini agak sulit, karena perubahan fisik dari keadaan normal menjadi keadaan fisik yang aktif akan melibatkan beberapa fungsi fisiologis yang lain, seperti tekanan darah, peredaran udara dalam paru-paru, jumlah oksigen yang digunakan, jumlah karbondioksida yang dihasilkan, temperatur badan, banyaknya keringat, dan komposisi kimia dalam urin dan darah. Secara lebih luas dapat dikatakan bahwa kecepatan denyut jantung dan kecepatan pernafasan dipengaruhi oleh tekanan psikologis, tekanan oleh lingkungan atau tekanan akibat kerja keras, dimana ketiga tekanan tersebut sama pengaruhnya. Sehingga apabila kecepatan denyut jantung seseorang meningkat, kita akan sulit menentukan apakah meningkatnya hal ini disebabkan akibat kerja atau tingkat temperatur yang terlampau panas. Dengan demikian pengukuran berdasarkan kriteria fisiologis ini bisa digunakan apabila faktor-faktor yang berpengaruh tersebut kecil atau situasi kerjanya harus dalam keadaan normal.

Volume oksigen yang dibutuhkan selama bekerja dipakai sebagai dasar menentukan jumlah kalori yang diperlukan selama kerja atas dasar persamaan: 1 liter = 4,7-5,0 kilokalori/menit. Volume oksigen yang digunakan tersebut dihitung dengan cara mengukur udara ekspirasi dan kemudian kadar oksigen ditentukan dengan teknik sampling. Dengan mengetahui temperatur dan tekanan udara, maka volume oksigen yang digunakan akan bisa diketahui.

Pengukuran berdasarkan kecepatan denyut jantung lebih mudah dilakukan tetapi pengukuran ini kurang tepat dibandingkan dengan konsumsi oksigen karena lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor individu, seperti: emosi, kondisi fisik, kelamin dan lain-lain. Sehubungan dengan pekerjaannya sendiri, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi besarnya pengeluaran tenaga selama bekerja, diantaranya cara melaksanakan kerjanya, kecepatan kerjanya, sikap pekerja, kondisi lingkungannya.

2. Kriteria Operasional

Kriteria operasional melibatkan teknik-teknik untuk mengukur atau menggambarkan hasil-hasil yang bisa dilakukan tubuh atau anggota-anggota tubuh pada saat melaksanakan gerakan-gerakannya. Secara umum hasil gerakan yang bisa dilakukan tubuh atau anggota tubuh dapat dibagi dalam berbagai bentuk yaitu range (rentangan) gerakan, pengukuran aktivitas berdasarkan kekuatan, ketahanan, kecepatan dan ketelitian. Untuk mengukur aktivitas-aktivitas tersebut, bisa digunakan bermacam-macam alat ukur seperti alat pengukur tegangan dinamometer. Pengukuran aktivitas fisik berdasarkan range dari gerakan, digunakan untuk jenis pekerjaan yang berulang dengan tetap. Hasil gerakan tubuh dikatakan menurun atau meningkat jika range gerakannya makin kecil atau makin besar. Maka dalam hal ini diperlukan teknik tertentu untuk menggambarkan atau mencatat informasi-informasi tentang gerakan fisik yang terlibat dalam suatu aktivitas. Teknik-teknik yang biasa digunakan untuk mencakup teknik film, pemakaian chronophoto graphy dan teknik elektronik serta mekanik.

Pengukuran aktivitas fisik berdasarkan kekuatan dan daya tahan pada hakekatnya tidak hanya ditentukan oleh kekuatan otot saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor subjektif lainnya, seperti besarnya tenaga yang dikeluarkan, kecepatan kerja, cara dan sikap melaksanakan kerja, kebiasaan olahraga, jenis kelamin, umur, daya reaksi, stabilitas, letak posisi beban dan arah gerakan dari anggota tubuh. Besarnya penggunaan tenaga saat melakukan aktivitas tentu akan berpengaruh pada kekuatan dan daya tahan tubuh untuk melaksanakan aktivitas tersebut. Makin besar tenaga yang dituntut oleh pekerjaan tersebut berarti kekuatan dan daya tahan tubuh untuk menangani pekerjaan tersebut akan makin rendah, dan sebaliknya.

2.1.1.Proses Metabolisme

Proses metabolisme yang terjadi dalam tubuh manusia merupakan fase yang penting sebagai penghasil energi yang diperlukan untuk kerja fisik. Proses metabolisme ini bias dianalogikan dengan proses pembakaran yang kita jumpai dalam mesin motor baker (combustion engine). Lewat proses metabolisme akan dihasilkan panas dan energi yang diperlukan untuk kerja fisik (mekanis) lewat sistem otot manusia. Di sini zat-zat makanan akan bersenyawa dengan oksigen (O2) yang dihirup, terbakar dan menimbulkan panas serta energi mekanik.Dalam ergonomi, besarnya energi yang dihasilkan/dikonsumsi akan dinyatakan dalam unit satuan kilo kalori (Kcal) atau kilo joule (Kj) bilamana akan dinyatakan dalam Satuan Standar Internasional (SI), dimana:1 Kilocalories (Kcal) = 4.2 KiloJoules (KJ)

Selanjutnya dalam fisiologi kerja, energi yang dikonsumsikan seringkali bisa diukur secara langsung yaitu melalui konsumsi oksigen yang dihisap, dalam hal ini konversi bisa dinyatakan sebagai berikut:

1 Liter O2 = 4.8 Kkal = 20 KJ

Dari nilai konversi tersebut tampak bahwa nilai kalori dari O2 untuk setiap liter Oksigen yang dihirup akan menghasilkan energi rata-rata sebesar 4.8 Kcal atau 20 KJ. Istialah yang sering digunakan untuk mengkonversikan nilai 1 liter oksigen dengan energi yang dihasilkan oleh tubuh manusia adalah nilai klarifik dari Oksigen.

Pengukuran detak/denyut jantung nadi akan sangat sensitif terhadap temperatur dan tekanan emosi manusia, dan diisi lain pengukuran melalui konsumsi oksigen pada dasarnya tidak akan banyak dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik individu manusia yang akan di ukur. Dalam aktivitas penelitian tentang pengukuran energi fisik untuk kerja maka kedua metode ini yang paling sering diaplikasikan. Untuk pengukuran denyut nadi/jantung, pengukuran dilaksanakan pada saat sebelum siklus kerja dimulai, kemudian pada saat setiap menit selama siklus kerja berlangsung dan tiga menit selama periode pemilihan (recovery). Sedangkan untuk pengukuran oksigen yang dikonsumsikan (liter/menit), maka pengukuran dilakukan terhadap volume oksigen yang dihirup permenit yang diambil lima menit terakhir setiap siklus berlangsung.Perlu diketahui konsumsi oksigen akan tetap diperlukan meskipun orang tidak melakukan aktivitas fisik kondisi seperti ini disebut sebagai basal metabolism dimana dalam kondisi seperti ini energi kimiawi dari makanan hampir seluruhnya akan di pakai untuk menjaga panas badan agar manusia bisa tetap hidup. Adanya kerja fisik akan menyebabkan penambahan energi. Kenaikan konsumsi energi dalam kerja fisik ini disebut kalori kerja sehingga nilai konsumsi energi untuk kerja atau metabolisme kerja dapat diformulasikan sebagai berikut :Konsumsi energi untuk kerja = metabolisme basal + nilai kalori kerja

Basal metabolisme sering juga disebut sebagai metaabolisme dasar. Besar kecilnya akan ditentukan oleh berat badan, tinggi badan dan jenis kelalmin. Sebagai acuan dasar metabolisme untuk:Metabolisme Basal Pria 70 Kg = 1.2 Kkal/menit

Metabolisme Basal Wanita 60 Kg = 1.0 Kkal/menit

2.1.2.Standar untuk Energi Kerja

Standar dalam hal ini adalah pengaturan yang dibuat untuk mengetahui berapa energi atau tenaga yang dibutuhkan dalam melaksanakan aktivitas. Dari hasil penelitian mengenai fisiologi kerja diperoleh kesimpulan bahwa 5.2 Kcal/menit akan dipertimbangkan sebagai energi maksimum yang dikonsumsikan untuk melaksanakan kerja fisik berat atau kasar secara terus menerus. Bilamana nilai metabolisme basal = 1.2 Kcal/menit maka energi yang dikonsumsikan untuk kerja fisik berat adalah 4.0 Kcal/menit (5.2 Kcal/menit 1.2 Kcal/menit = 4.0 Kcal/menit).Kepastian energi yang mampu dihasilkan oleh seseorang juga akan dipengaruhi oleh faktor usia. Di sini kapasitas maksimum seorang pekerja adalah pada usia antara 2-30 tahun. persentase kemampuan kerja sesuai dengan usia dan kategori beban kerja sesuai dengan energi kerja dapat dilihat pada Tabel 2.1. dan Tabel 2.2.Tabel 2.1. Persentase Kemampuan Kerja Sesuai Dengan UsiaUsia (tahun)Persentase Kemampuan (%)

20-30100

4096

5090

6080

6575

Tabel 2.2. Kategori Beban Kerja Sesuai Dengan Energi Kerja

Beban KerjaEnergi Kerja

Ringan100 200 kkal/jam

Sedang>200 350 kkal/jam

Berat>350 500 kkal/jam

2.1.3. Pengukuran Denyut Jantung

Jantung adalah alat yang sangat penting bagi tubuh dimana bertugas sebagai alat transportasi, merubah dan mengangkut, memelihara dan mencegah. Sebagai contoh, jantung mengangkut O2 dan nutrisi serta mengedarkannya ke seluruh bagian tubuh. Jantung terdiri dari atrium dan ventrikel, jantung diatur oleh saraf simpatis, parasimpatis dan sistem hormon.

Di dalam sistem jantung terdapat cardiac output (CO). Cardiac Output adalah volume darah yang dipompakan ventrikel dalam unit waktu.

Tabel 2.3. Pengaruh Berbagai Keadaan Pada COCardiac OutputKondisi / Faktor

1. Tidak berubaha. Tidur

b. Perubahan suhu yang moderat

c. Cemas 50-100%

2. Bertambaha. Makan 30 %

b. Exercises 70 %

c. Suhu Tinggi

d. Kehamilan

e. Epincphrine

3. Menuruna. Duduk/ berdiri dari berbaring.

b. Aritmia yang cepat

c. Penyakit jantung

Jantung mengalami tiga fase yaitu fase systole, fase diastole, dan fase istirahat bila tekanan darah normal adalah 120/80 maka angka systole adalah 120 sedangkan diastole 80 dengan satuan mmHg diukur dengan tencimeter dan stetoskop. Denyutan jantung normal adalah 60-80 kali/menit diukur dengan meletakkan jari diatas arteri radialis sejajar dengan ibu jari diukur dalam 15 detik dan hasilnya akan dikalikan empat.

Heart rate adalah kemampuan jantung dalam melakukan aktivitas. Nervus Vagus bisa menurunkan Heart Rate 20-30 kali/menit.

Heart Rate Max:

Laki-Laki = 220 usia

Wanita = 200 usia

Normal Heart Rate = 60-85 kali / menit

% HR Reserve adalah peningkatan denyut nadi dari istirahat sampai kerja maksimum.

Ketahanan jantung adalah kemampuan jantung terhadap kerja tubuh hingga mengalami kelelahan dan melakukan recovery atau pemulihan. Contohnya adalah tubuh bekerja di tempat panas maka tubuh akan melakukan proteksi dengan penurunan denyut jantung tubuh akan meningkatkan pengeluaran keringat.

Gangguan jantung akibat kerja ada 2 yaitu:

1. Mekanis

Mekanis adalah adanya beban yang berlebihan secara mendadak tanpa melalui tahapan-tahapan yang rendah hingga ke tinggi.

Contoh: Pekerja pabrik bangunan secara manual mengangkut semen dengan beban awal yang sangat berat akan berpengaruh pada beban yang diberikan di bagian tubuh tempat meletakkan beban tersebut.2. Chemis

Efek kimia yang disekitar kita bekerja akan menimbulkan zat racun. Zat racun ini mmenyebabkan kerusakan jantung dengan 2 cara yaitu:

a. Mengenai jantung dan sistem pembuluh darah jantung.

b. Mengenai jaringan.

2.2. Peningkatan Efisiensi Kerja FisikGerakan-gerakan yang harus dilakukan oleh tubuh manusia khususnya tangan dan kaki pada saat melaksanakan kerja fisik akan sangat ditentukan oleh kemampuan ototnya. Manusia bisa bergerak ataupun menggerakkan anggota tubuhnya karena adanya sistem otot yang tersebar di seluruh tubuh (lebih dari 45% berat badan). Tenaga otot dari seorang pekerja laki-laki yang diperoleh akibat mengencangnya otot maksimal bisa mencapai 4 kilogram per cm2 luas penampang otot. Dengan luas penampang otot sekitar 2 cm2, maka beban maksimum yang bisa diangkat atau digerakkan bisa sebesar 12 kg. Tenaga terbesar dalam hal ini diperoleh pada saat otot mulai mengencang. Energi mekanis yang mengencangkan otot disebabkan oleh cadangan energi kimiawi dari otot. Glukosa yang diperoleh dari zat makanan yang masuk dan diolah dalam tubuh yang merupakan sumber energi terpenting bagi bekerjanya otot. Dalam hal ini, aliran darah berfungsi sebagai sarana untuk mensuplai glukosa dan oksigen ke sistem otot yang bekerja dan juga membuang sisa-sisa pembakaran.Agar penggunaan tenaga otot bisa optimal maka pengaturan cara kerjanya otot harus diperhatikan dengan benar. Dalam hal ini kegiatan otot dapat dibedakan dalam dua hal, yaitu:

1. Kerja otot dinamik (bergerak)

2. Kerja otot statik (tetap)

Pada kerja dinamik, otot akan mengencang dan mengerut (mengendor secara bergantian) atau berirama, sedangkan pada kerja statik atau bersikap tetap otot akan berada dalam posisi mengencang dalam waktu yang cukup lama.Selama kerja dinamik berlangsung maka otot akan bekerja secara bergantian, sesuai dengan irama tegang/kencang tekan atau kendor seperti layaknya sebuah pompa yang membawa dampak pada kelancaran aliran darah. Di sini otot akan banyak sekali membawa/menerima glukosa dan O2 pada saat mengencang dan selanjutnya membuang metabolis (sisa hasil pembakaran) pada saat mengendor karena mekanisme mengencang dan mengendornya otot terjadi secara bergantian, maka sirkulasi darah + O2 dan metabolis akan berlangsung secara lancar. Sebaliknya yang terjadi dalam kerja otot secara statik adalah mengencangnya otot dalam waktu yang lama akan menyebabkan aliran darah terganggu suplai glukose + O2 terhambat dan metabolis tidak bisa segera terbuang. Kondisi tersebut akan mengakibatkan rasa sakit dan lelah pada otot.Maksimum tenaga yang bisa dihasilkan oleh otot manusia akan sangat tergantung pada jenis kelamin (seks) dan umur. Puncak tenaga otot baik laki-laki atau wanita akan berada pada umur antara 20-30 tahun. Pada umur sekitar 50-60 tahun, tenaga otot hanya bisa menghasilkan sekitar 75% dari maksimumnya. Selanjutnya berdasarkan fisiologi bisa ditarik kesimpulan bahwa kekuatan otot yang dihasilkan rata-rata wanita ternyata hanya sekitar 70% saja dari kekuatan otot laki-laki. Oleh karena itu, dalam perancangan dan penyusunan deskripsi kerja harus ada pertimbangan-pertimbangan khusus yang berkaitan dengan penyesuaian kemampuan pekerja ditinjau dari kedua aspek ini.2.3.Evaluasi Metode Kerja dengan Cara Pengukuran Energi yang Dikonsumsi

Pengukuran fisiologis sering kali juga diaplikasikan sebagai dasar untuk mengevaluasi dan menetapkan tata cara kerja yang harus diikuti. Suatu cara kerja dibandingkan dengan cara kerja yang lain, dimana tolak ukur akan ditetapkan berdasarkan pemakaian energi fisik yang paling minimal. Beberapa sikap dan cara kerja tertentu yang harus diselesaikan dengan posisi berdiri tegak, duduk, jongkok, ataupun harus membungkukkan badan ternyata memerlukan konsumsi energi fisik yang berbeda-beda.Dalam kasus pengukura fisiologis kerja yang dilakukan terhadap berbagai macam cara membawa beban akan memberikan hasil yang berbeda-beda dalam hal konsumsi energi yang harus dipikul. Dalam penelitian ini, pengukuran fisiologis dilakukan dengan mengukur konsumsi oksigen yang dihirup bilamana orang yang harus membawa beban dalam jumlah yang sama dengan berbagai macam cara. Cara membawa beban dari hasil penelitian adalah:

1. Metode Double Pack

Dalam metode ini, beban dibawa dengan cara meletakkannya menempel di dekat dada dan di bahu. Kebutuhan konsumsi oksigen dalam hal ini ternyata yang paling kecil dibandingkan dengan cara lain. Bilamana kebutuhan O2 dengan cara seperti ini ditetapkan 100%, maka tolok ukur tersebut selanjutnya akan dipakai sebagai referensi cara-cara lain untuk membawa beban yang sama.2. Metode Head Pack

Metode Head Pack dilakukan dengan cara meletakkan beban di atas kepala. Dalam kasus ini kebutuhan relatif untuk oksigen adalah sebesar 105% dibandingkan dengan metode Double Pack.

3. Metode Yoke Pack

Dalam metode ini, beban diletakkan pada masing-masing ujung alat pemikul badan. Di sini akan terjadi momen pada masing-masing ujung pikulan, sehingga konsumsi relatif oksigen yang dibutuhkan juga lebih besar lagi yaitu sebesar 130%.

4.Metode Hands Pack

Pada metode ini, beban akan dibawa dengan kedua tangan. Cara semacam ini ternyata memberikan hasil yang paling buruk, dimana konsumsi relatif oksigen sekitar 145%. Selain itu otot menjadi kaku dan tangan akan memikul beban statis.

Beban kerja statik akibat rancangan kerja yang salah bisa dihindari dengan cara membuat rancangan kerja yang memperhatikan ukuran tubuh manusia. Dengan rancangan yang lebih ergonomis maka pekerja tidak lagi harus bekerja dengan posisi membungkuk atau posisi lain yang tidak memberi kenyamanan bagi anggota tubuh lainnya.2.4. Kelelahan Akibat KerjaKelelahan akibat kerja seringkali diartikan sebagai proses menurunnya efisiensi, aktivitas kerja dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan. Ada beberapa kelelahan yang dikenal dan diakibatkan oleh faktor-faktor yang berbeda seperti:

1. Lelah otot

Dalam hal ini, dapat muncul gejala kesakitan yang amat sangat ketika otot harus menerima beban yang berlebihan.2. Lelah visual

Merupakan kelelahan yang diakibatkan ketegangan yang terjadi pada organ visual (mata). Mata yang terkonsentrasi secara terus menerus pada suatu objek akan terasa lelah. Cahaya yang terlalu kuat yang mengenai mata juga akan bisa menimbulkan gejala yang sama.

3. Lelah mental

Pada kasus ini, datangnya kelelahan bukan diakibatkan secara langsung oleh aktivitas fisik, melainkan lewat kerja mental. Lelah mental ini seringkali juga disebut lelah otak.4. Lelah monotonis

Merupakan suatu jenis kelelahan yang disebabkan oleh aktivitas yang bersifat rutin, monoton ataupun lingkungan kerja yang sangat membosankan. Pekerjaan-pekerjaan yang tidak memberikan tantangan, tidak memerlukan skill akan menyebabkan motivasi pekerja rendah. (Sumber: Sritomo Wignjosoebroto, Ergonomi dan Studi Gerak Waktu).Kelelahan yang disebabkan oleh sejumlah faktor yang berlangsung secara terus menerus dan terakumulasi akan menyebabkan lelah kronis. Gejala-gejala yang tampak jelas akibat lelah kronis dicirikan sebagai:

1. Meningkatnya emosi dan rasa jengkel sehingga orang menjadi kurang toleran terhadap orang lain.

2. Munculnya sikap apatis terhadap pekerjaan.

3. Depresi yang berat.

Dampak yang nyata akibat kondisi seperti ini bisa menjawab pada fisiologis maupun psikologis manusia yang akhirnya akan memerlukan perawatan khusus.Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah, dimana produk-produk sisa ini bersifat bisa membatasi kelangsungan aktivitas otot. Atau, mungkin bias dikatakan bahwaproduk-produk sisa ini mempengaruhi serat-serat saraf dan system saraf pusat sehingga menyebabkan orang menjadi lambat bekerja jika sudah lelah.

Makanan yang mengandung glikogen, mengalir dalam tubuh melalui peredaran darah. Setiap kontraksi dari otot selalu diikuti oleh reaksi kimia (oksidasi glukosa) yang merubah glikogen tersebut menjadi tenaga, panas dan asam laktat (produk sisa). Dalam tubuh dikenal dengan fase pemulihan, yaitu suatu proses untuk merubah asam laktat menjadi glikogen kembali dengan adanya oksigen dari pernapasan, sehingga memungkinkan otot-otot bisa bergerak secara kontinu ini berarti, keseimbangan kerja bisa dicapai dengan baik, apabila kerja fisiknya terlalu berat. Pada dasarnya kelelahan ini timbul karena terakumulasinya produk sisa dalam otot atau peredaran darah yang disebabkan tidak seimbangnya antara kerja dan proses pemulihan.2.4.1. Pengertian KelelahanBanyak defenisi yang memberikan arti pada kelelahan ini, tetapi secara garis besarnya dapat diartikan bahwa kelelahan merupakan suatu pola yang timbul pada suatu keadaan yang secara umum terjadi pada setiap individu yang tidak sanggup lagi untuk melakukan aktivitasnya. Pada dasarnya pola kelelahan ditimbulkan oleh dua hal yaitu akibat kelelahan fisiologis dan psikologis.

Kelelahan fisiologis merupakan kelelahan yang timbul karena adanya perubahan-perubahan fisiologis dalam tubuh manusia. Dari segi fisiologis, tubuh manusia dianggap sebagai mesin yang mengkonsumsi bahan bakar dan memberikan output berupa tenaga-tenaga yang berguna untuk melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.

Kelelahan psikologis merupakan kelelahan yang terjadi akibat perubahan dalam perasaan dan kesadaran manusia tersebut.

2.4.2. Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan Akibat Kerja

Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah, dimana produk-produk sisa ini bersifat bisa membatasi kelangsungan aktivitas otot. Atau, mungkin bisa dikatakan bahwa produk-produk sisa ini mempengaruhi serat-serat saraf dan sistem saraf pusat sehingga menyebabkan orang menjadi lambat bekerja dan sudah lelah.

Setelah pekerja melakukan pekerjaannya, maka umumnya terjadi kelelahan. Dalam hal ini kita harus waspada, dan harus kita bedakan jenis kelelahannya. Beberapa ahli membedakan atau membaginya sebagai berikut :1. Kelelahan fisik

Kelelahan fisik akibat kerja yang berlebihan, dimana masih dapat dikompensasi dan dapat diperbaiki performansnya seperti semula. Kalau tidak terlalu berat kelelahan ini dihilangkan dengan istirahat dan tidur yang cukup.2. Kelelahan yang patologis

Kelelahan ini tergabung dengan penyakit yang diderita, biasanya muncul tiba-tiba dan berat gejalanya.

3.Psikologis dan emotional fatigue

Kelelahan ini adalah bentuk yang umum. Kemungkinan merupakan sejenis mekanisme melarikan diri dari kenyataan pada penderita psikosomatik. Semangat yang baik dan motivasi kerja akan mengurangi angka kejadiannya di tempat kerja.

4 Upaya kesehatan dalam mengatasi kesalahan, meskipun seseorang mempunyai batas ketahanan. Akan tetapi ada beberapa hal akan mengurangi kelelahan yang tidak seharusnya terjadi:

a. Lingkungan harus bersih dari zat-zat kimia. Pencahayaan dan ventilasi harus memadai dan tidak ada gangguan bising.

b. Jam kerja sehari diberi waktu istirahat sejenak dan istrihat yang cukup saat makan siang.

c. Kesehatan pekerja harus tetap dimonitor.d. Tempo kegiatan tidak harus terus-menerus.

e. Waktu perjalanan dari dan ke tempat kerja harus sesingkat mungkin, kalau memungkinkan.

f. Secara aktif mengindentifikasikan sejumlah pekerja dalam peningkatan semangat kerja. g. Fasilitas rekreasi dan istirahat harus disediakan di tempat kerja.

h. Waktu liburan harus diberikan pada para pekerja.

i. Kelompok pekerja yang rentan harus lebih diawasi.

2.4.3.Langkah-Langkah Mengatasi Kelelahan

Agar operator tidak mengalami kelelahan yang begitu lama diperlukan cara untuk mengurangi atau mengatasai kelelahan tersebut. Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara, diantaranya:1. Sediakan kalori secukupnya sebagai input untuk tubuh.

2. Bekerja dengan menggunakan metode kerja yang baik, misalnya bekerja dengan memakai prinsip ekonomi gerakan.

3. Memperhatikan kemampuan tubuh, artinya pengeluaran tenaga tidak melebihi pemasukannya dengan memperhatikan batasan-batasannya.

4. Memperhatikan waktu kerja yang teratur. Berarti harus dilakukan pengaturan terhadap jam kerja, waktu istirahat, dan rekreasi.

5. Mengatur lingkungan fisik sebaik-baiknya, seperti temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, warna dan lainnya.

6. Berusaha untuk mengurangi sikap yang monoton dan ketegangan-ketegangan akibat kerja, misalnya dengan menggunakan warna dan dekorasi ruangan kerja.7. Lingkungan kerja bebas dari zat berbahaya, penerangan memadai, sesuai dengan jenis pekerjaan yang dihadapi, maupun pengaturan udara yang adekuat, bebas dari kebisingan, getaran, serta ketidaknyamanan.

8. Waktu kerja diselingi istirahat pendek dan istirahat untuk makan.

9. Kesehatan umum dijaga dan dimonitor.10. Pemberian gizi kerja yang memadai sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban kerja.

11. Tempat tinggal diusahakan sedekat mungkin dengan tempat kerja, kalau perlu bagi tenaga kerja dengan tempat tinggal jauh diusahakan transportasi dari perusahaan.

12. Pembinaan mental secara teratur dan berkala dalam rangka stabilitas kerja dan kehidupannya.

13. Cuti dan liburan diselenggarakan sebaik-baiknya.14. Diberikan perhatian khusus pada kelompok tertentu seperti tenaga kerja beda usia, wanita hamil dan menyusui, tenaga kerja dengan kerja gilir di malam hari, tenaga baru pindahan.

15. Mengusahakan tenaga kerja bebas alkohol, narkoba dan obat berbahaya.

2.4.4. Pengukuran KelelahanPengukuran kelelahan kerja dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya:1. Waktu reaksi2. Uji ketuk jari (fingger-tapping test).3. Uji flicker fusion4. Critical flicker fusion5. Uji Bourdon Wiersma Skala kelelahan IFRC (Industrial Fatique Rating Committe)6. Skala fatique rating (FR Scale)7. Ekskresi katekolamin8. Stroop test9. Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2)10. Indikator pengukuran kelelahan kerja yaitu waktu reaksi dan rasa lelahSampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Grandjean (1993) dalam Tarwaka et al (2004) mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok, yaitu:

1. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan

2. Uji psikomotor

3. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)

4. Perasaan kelelahan secara subjektif

5. Uji mental

2.5. Beban Kerja

Beban kerja merupakan beban yang diterima oleh operator akibat pelaksanaan kerja. Beban kerja ini diterima oleh tubuh akibat melaksanakan suatu aktivitas kerja. Beban kerja dapat mempengaruhi reaksi fisiologis operator. terdapat klasifikasi beban kerja dan reaksi fisiologisnya terhadap operator dalam mealkukan pekerjaan. Reaksi fisiologis tersebut dapat berupa energi yang dikeluarkan, denyut jantung dan konsumsi oksigen.

Tabel 2.4. Klasifikasi Beban Kerja dan Reaksi Fisiologis

Tingkat PekerjaanEnergi EkspenditurDenyut jantungKonsumsi Oksigen

Kkal/menitKkal/8 jamDenyut/menitLiter/menit

Unduly Heavy>12.5>6000>175>2.5

Very heavy10 12.54800 - 6000150- 1752 2.5

Heavy7.5 - 103600 - 4800125 1501.5 2

Moderate5 7.52400 3600100 1251 1.5

Light2.5 - 51200 240060 - 1000.5 1

Very light< 2.5< 1200< 60< 0.5

2.5.1. Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja

Grandjean (1993) menjelaskan bahwa konsumsi energi sendiri tidak cukup untuk mengestimasi beban kerja fisik tidak hanya ditentukan oleh jumlah KJ yang dikonsumsi, tetapi juga ditentukan oleh jumlah otot yang terlibat dan meningkatkan denyut nadi. Berdasarkan hal tersebut, maka denyut nadi lebih mudah dan dapat digunakan untuk menghitung indeks beban kerja. Rodhal (1989) menyatakan bahwa denyut nadi mempunyai hubungan linier yang tinggi dengan asupan oksigen pada waktu kerja. Dan salah satu yang sederhana untuk menghitung denyut nadi adalah dengan merasakan denyutan pada arteri radialis di pergelangan tangan.

Denyut nadi untuk mengestimasi indeks beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis yang didefinisikan oleh Grandjean (1993), yaitu :

1. Denyut nadi istirahat adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai

2. Denyut nadi kerja adalah rerata denyut nadi selama bekerja3. Nadi kerja adalah selisih antara denyut denyut nadi istirahat dan denyut nadi kerja.

2.5.2. Penilaian Beban Kerja Fisik

Beban kerja fisik (physical workload) merupakan beban yang diterima oleh fisik akibat pelaksanaan kerja. Beban kerja fisik ini diterima oleh tubuh akibat melaksanakan suatu aktivitas kerja. Prinsip dasar dalam ergonomi adalah bagaimana agar demand < capacity sehingga perlu diupayakan agar beban kerja fisik yang diterima oleh tubuh saat bekerja tidak melebihi kapasitas fisik manusia (pekerja) yang bersangkutan. Untuk mengetahui mengevaluasi suatu pekerjaan berdasarkan kapasitas fisik manusia dapat dilihat dari 2 sisi, yakni sisi biomekanika dan sisi fisiologi. Sisi fisiologis melihat kapasitas kerja manusia dari sisi fisiologi tubuh (faal tubuh), meliputi denyut jantung, pernapasan, dan lain-lain. Sedangkan biomekanika lebih melihat kepada aspek terkait proses mekanik yang terjadi pada tubuh, seperti kekuatan otot, dan sebagainya. Ada sejumlah faktor resiko ergonomi yang erat kaitannya dengan pembebanan fisik, yakni:

1. Masalah postur kerja yang tidak normal

2. Pekerjaan yang berulang (repetitif)

3. Durasi kerja yang lama

4. Pembebanan statis pada otot

5. Tekanan kontak fisik

6. Getaran

7. Temperatur

Resiko-resiko di atas dapat menyebabkan terjadinya permasalahan ergonomi secara fisik, khususnya yang terkait dengan permasalahan sistema oto-rangka (muskuloskeletal disorder). Beberapa metode sudah banyak dikembangkan untuk mengevaluasi faktor resiko tersebut yang ada pada suatu pekerjaan.2.5.2.1.Penilaian Beban Kerja Fisik Secara Langsung

Penilaian beban kerja fisik secara langsung dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :

1. Metode Heart Rate reserve (HR reserve)

Untuk melakukan penilaian beban kerja fisik dengan menggunakan metode ini, dapat ditentukan klasifikasi beban kerjanya berdasarkan peningkatan cardiac output dari istirahat sampai kerja maksimum. Peningkatan yang potensial dalam denyut nadi dari istirahat sampai kerja maksimum tersebut oleh Rodhal (1989) didefenisikan sebagai heart rate reserve (HR reserve). HR reserve tersebut diekspresikan dalam persentase yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

2. Metode Cardiovasculair Load (CVL)

Menurut Manuaba & Vanwonterghem (1996), untuk melakukan penilaian beban kerja fisik dengan menggunakan metode ini, dapat ditentukan klasifikasi beban kerjanya berdasarkan peningkatan denyut nadi verja yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimum karena beban kardiovaskuler (cardiovasculair load = %CVL) yang dihitung dengan humus sebagai berikut:

Dimana denyut nadi maksimum adalah (220 umur) untuk laki-laki dan (200 umur) untuk wanita.

Dari hasil penghitungan %CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut :

< 30%

= Tidak terjadi kelelahan

30 s.d. < 60%= Diperlukan perbaikan

60 s.d. < 80%= Kerja dalam waktu singkat

80 s.d. < 100%= Diperlukan tindakan segera

> 100%

= Tidak diperbolehkan beraktivitas

2.5.2.2.Penilaian Beban Kerja Fisik Secara Tidak Langsung

Penilaian beban kerja fisik secara tidak langsung dapat dilakukan dengan cara metode Brouha. Kilbon (1992) mengusulkan denyut nadi pemulihan atau dikenal dengan metode Brouha. Keuntungan dari metode ini adalah sama sekali tidak mengganggu atau menghentikan pekerjaan, karena pengukuran dilakukan tepat setelah subjek berhenti bekerja. Denyut nadi pemulihan (P) dihitung pada akhir 30 detik pada menit pertama, kedua, dan ketiga.

P1, P2, dan P3 adalah rata-rata dari ketiga tersebut dan dihubungkan dengan total cardiac cost dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Jika P1 P3 > 10 atau P1, P2, dan P3 seluruhnya < 90, maka nadi pemulihan normal.

2. Jika rata-rata P1 yang tercatat 110, dan P1 P3 > 10,maka beban kerja tidak berlebihan.

3. Jika P1 P3 < 10, dan jika P3 > 90, perlu ada perbaikan.

Laju pemulihan denyut nadi dipengaruhi oleh nilai absolut denyut nadi pada ketergantungan pekerjaan (the interruption of work), tingkat kebugaran (individual fitness) dan pemaparan panas lingkungan. Jika nadi pemulihan tidak segera tercapai, maka diperlukan redesign pekerjaan untuk mengurangi tekanan fisik. Redesign tersebut dapat berupa variabel tunggal maupun variabel keseluruhan dari variabel bebas (tasks, organisasi kerja, dan lingkungan kerja) yang menyebabkan beban kerja tambahan.

Kerja fisik mengakibatkan pengeluaran energi yang berhubungan erat dengan konsumsi energi. Konsumsi energi pada waktu kerja biasanya ditentukan dengan cara tidak langsung, yaitu dengan pengukuran kecepatan denyut jantung dan konsumsi oksigen. Bentuk regresi hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung adalah regresi kuadratis dengan persamaan berikut:Y = 1.80411 0.0229038 X + 4.71711x 10-4 X2

2.6. Penentuan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat

Problematik kelelahan akhirnya membawa manajemen untuk selalu berupanya mencari jalan keluarnya. Selain memberikan waktu istirahat yang cukup untuk proses pemulihan kondisi fisik yang lelah, beberapa penelitian telah berhasil membuktikan bahwa pengaturan waktu kerja yang diselingi dengan beberapa kali waktu istirahat di samping juga perubahan lamanya periode waktu kerja bisa memberikan dampak perubahan terhadap efisiensi operator. Sebagai contoh, dari suatu hasil penelitian ternyata dengan memperpendek jam kerja di pabrik dari 8 jam/hari menjadi 8 jam/hari akan bisa menghasilkan peningkatan prestasi 3% sampai 10%. Kesimpulan yang bisa ditarik dalam hal ini adalah dengan memperpendek jam kerja harian akan menghasilkan kenaikan output per jam, sebaliknya dengan memperpanjang jam kerja harian akan menjurus memprlambat kecepatan kerja yang akhirnya berakibat pada penurunan prestasi kerja per jamnya. Penurunan total prestasi kerja tersebut cenderung diakibatkan oleh penurunan kecepatan kerja akibat kelelahan yang menjadi faktor-faktor penyebab utamanya.

Memperpanjang jam kerja harian dengan lembur, misalnya bisa terlalu berlebihan tidak hanya memberikan hasil yang akan meragukan, tetapi juga akan diikuti dengan meningkatnya absent karena sakit atau rasa lelah yang berlebihan. Penelitian yang berkaitan dengan pengukuran fisiologis kerja memberikan kesimpulan bahwa jam kerja 8 jam/hari sulit untuk dilampaui tanpa menimbulkan efek-efek negatif terhadap fisik manusia. Penambahan jam kerja hanya bisa ditoleransi untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu, ringan, non fisik dan banyak memiliki kesempatan untuk istirahat. Pengaturan jadwal kerja harian sebesar 8 jam/hari sudah merupakan hasil yang optimal.

Pemberian istirahat pada dasarnya diperlukan untuk memulihkan kesegaran fisik ataupun mental bagi diri manusia atau pekerja. Jumlah total waktu yang dibutuhkan untuk istirahat berkisar rata-rata 15%dari total waktu kerja. Tetapi besar kecilnya persentase tersebut juga dapat tergantung pada tipe pekerjaannya. Untuk pekerjaan normal fisik berat, persentase waktu istirahat yang diperlukan bisa mencapai 30%. Bekerja dengan frekuensi istirahat yang sering akan lebih baik dibandingkan dengan yang jarang. Beberapa kali melakukan istirahat pendek akan memberikan hasil yang lebih baik ditinjau dari output yang dihasilkan maupun efek terhadap fisik tubuh dari pada diberikan sekaligus istirahat dalam jangka waktu panjang.

Untuk mengestimasi jumlah waktu untuk istirahat yang baik harus dijadwalkan atau tidak terjadwal yang diperlukan dalam pelaksanaan kerja dapat diformulasikan:R = T (K S)/ K 1,5

Dimana:

R = Waktu istirahat yang diperlukan (menit)

T = Total waktu yang dipergunakan untuk kerja (menit)

K = Rata-rata energi yang dikonsumsikan untuk kerja (Kcal/menit)

S = Standar beban kerja normal yang diaplikasikan (Kcal/menit)

Pengaturan jadwal waktu istirahat umumnya dilakukan dengan dasar pertimbangan pemakaian energi yang dikonsumsikan untuk kerja. Untuk kegiatan-kegiatan yang dikualifikasikan ringan akan memerlukan waktu istirahat sekitar 10-15 menit yang dijadwalkan pada pagi atau siang hari di luar jadwal istirahat makan siang pada periode waktu kerjanya. Untuk kergiatan-kegiatan yang bersifat rutin atau monoton seperti halnya kegiatan yang mengharuskan melakukan pengamatan atau pengawasan terus-menerus, maka akan memerlukan periode waktu istirahat yang diatur dengan frekuensi yang lebih sering. Bagi seseorang professional umumnya akan lebih menyenangi jadwal istirahat yang diatur secara tidak tersruktur ketat.2.7.

_1297275492.unknown

_1299235945.unknown

_1296938222.unknown