filsafat · 2014. 1. 23. · aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat...

169

Upload: others

Post on 07-Mar-2021

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi
Page 2: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

Filsafat

IlmuFILSAFAT ILMU

Penulis Drs. Rizal Mustansyir M. Hum Drs. Misnal Munir

M. Hum

Desain Cover Haitamy el Jaid

Tata Letak Bima Bayu Atijah

Cetakan I, Maret 2001 Cetakan II, Juni 2002 Cetakan III, April 2003 Cetakan IV, Juni 2004 PP.2001.08

Penerbit PUSTAKA PELAJAR Celeban Timur UH III/548

Yogyakarta 55167 Telp. (0274) 381542, Fax. (0274) 383083 E-mail: [email protected]

Pencetak

Page 3: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

Pustaka Pelajar Offset

ISBN: 979-9289-48-3

Kata Pengantar

Ada semacam kecemasan yang menghinggapi benak kebanyakan filsuf. Kecemasan itu berkenaan dengan kemajuan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi, yang semula berjalan di atas rel kesejahteraan dan kepentingan umat manusia, namun belakangan justru berbalik menyengsarakan karena memperalat manusia. Mengapa hal ini bisa terjadi? Ada beberapa jawaban yang bisa diajukan untuk itu: Pertama, alasan historis, dosa —kalau memang boleh dikatakan demikian— anak-anak

Page 4: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

vi

Renaissance yang memisahkan antara aktivitas ilmiah dengan nilai-nilai keagamaan di masa lalu menjadikan ilmu bergerak tanpa kendali dan kering dari rambu-rambu normatif. Kedua, alasan normatif, orientasi akademik mengalami pergeseran dari wilayah keilmuan ke wilayah pasar yang cenderung profit oriented, sehingga demi uang segolongan ilmuwan tak segan-segan melanggar kode etik ilmiah.

Buku Filsafat Ilmu ini lebih ditujukan terutama bagi para peminat filsafat. Namun tidak tertutup kemungkinan bagi mereka yang ingin mengem- bangkan wawasan falsafatinya. Mengingat tujuan tersebut pembaca akan diantarkan mengenali berbagai pokok bahasan utama filsafat ilmu yaitu sejarah, prinsip-prinsip metodologi, klasifikasi, dan strategi pengembangan ilmu.

Pada bagian awal, pembaca diajak untuk mengenal sekilas filsafat dan filsafat ilmu. Pengenalan filsafat ini meliputi pengertian, ciri-ciri berpikir kefilsafatan, gaya-gaya berfilsafat, cabang-cabang filsafat serta prinsip-prinsip dalam berfilsafat. Sementara itu pengenalan sekilas tentang filsafat ilmu terutama dimaksudkan untuk memperjelas pengertian, objek material dan objek formal, tujuan serta implikasi filsafat ilmu. Buku ini juga mengantarkan pembaca untuk mengenali landasan-landasan pengembangan ilmu, yang bertumpu pada pilar utama filsafat yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ketiga landasan filosofis tersebut sangat menentukan sikap atau pendirian dari masing-masing ilmuwan. Pendirian ilmuwan tersebut sangat menentukan bagi strategi pengembangan ilmu yang dipilih.

Page 5: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

vi

Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi dan pergeseran paradigma yang menandai revolusi ilmu pengetahuan sejakjaman Yunani hingga Kontemporer. Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa setiap ilmu pengetahuan senantiasa dituntut meng

Page 6: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi
Page 7: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

vii

ikuti perkembangan yang terjadi di masyarakat, sehingga ilmu selalu kontekstual.

Jika kita belajar tentang sejarah perkembangan ilmu, mau tidak mau kita kembali menengok perkembangan ilmu di dunia Barat, karena mereka memang memiliki landasan pengembangan ilmu yang lebih sistematik dan terdokumentasi secara cermat daripada dunia Timur. Perkembangan ilmu di dunia Barat berakar pada tradisi Yunani yang berlandaskan Logos, Ethos, dan Pathos. Logos membimbing ilmuwan untuk mengambil keputusan yang lebih mendasarkan diri pada pemikiran yang bersifat rasional, dapat dinalar {reasonable). Ethos mengajarkan para ilmuwan tentang pentingnya rambu-rambu normatif dalam pengembangan ilmu, sebab di sinilah kunci utama bagi relasi antara produk ilmu dengan masyarakat. Pathos menyangkut komponen atau unsur rasa dalam diri manusia sebagai makhluk yang mencintai aspek keindahan, sehingga hidup ini tidak monoton dan kaku, selalu terbuka peluang untuk mengadakan improvisasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Hal yang sering dilupakan oleh kebanyakan sejarawan ilmu adalah sumbangan pemikiran Timur, terutama Islam bagi pengembangan ilmu di dunia Barat. Sejarah mencatat ketika dunia Barat mengalami tidur panjang pada jaman Abad Pertengahan, pemikiran Islam justru mengalami perkembangan yang pesat, terutama pada zaman Bani Abbasiyah. Bahkan karya- karya pemikir Islam banyak yang diambil alih oleh dunia Barat, yangjustru melahirkan renaissance. Oleh karena itu tidak berlebihan bila dikatakan bahwa pemikiran dunia Islam

Page 8: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

viii

merupakan salah satu pendorong timbulnya semangat renaissance.

Pokok bahasan filsafat ilmu yang paling penting adalah masalah metodologi, maka dalam buku ini ditampilkan beberapa pandangan tentang prinsip- prinsip metodologis ilmu seperti Prinsip Skeptik- Metodis Rene Descartes, Prinsip Verifikatif Ayer, dan Prinsip Falsifikatif Popper. Ketiga prinsip metodis ini memainkan peranan penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan kurun waktu yang melingkupinya masing-masing.

Klasifikasi ilmu pengetahuan selalu mengalami perkembangan sesuai dengan semangatjaman. Oleh karena itu dalam buku ini dikemukakan beberapa visi klasifikasi ilmu pengetahuan mulai dari Christian Wolff, August Comte yang banyak memberikan inspirasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bercorak Positivistik; klasifikasi ilmu menurut Popper yang didasarkan atas pengelompokan Dunia 1, 2, dan 3; kemudian perkembangan ilmu pengetahuan menurut Thomas Kuhn yang melahirkan berbagai perubahan paradigmatis yang mendorong teijadinya revolusi ilmiah. Akhirnya klasifikasi epistemologis tentang sifat dan jenis ilmu yang dikemukakan oleh Jurgen Habermas dengan penekanan

Page 9: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

pada interelasi antara jenis ilmu yang satu dengan ilmu yang lain.

Akhir kata, penulis berharap semoga buku ini bermanfaat. □

Pebruari 2000

PenulisDaftar Isi

Kata Pengantar — v Daftar Isi — x

Bab I. Pengenalan Ilmu Filsafat — 1 A. Pengantar — 1 B. Pengertian Filsafat — 2 C. Ciri-ciri Berpikir Kefilsafatan — 3 D. Beberapa Gaya Berfilsafat — 5 E. Cabang-cabang Utama Filsafat — 9

1. Metafisika — 10 2. Epistemologi — 16 3. Aksiologi — 26

F. Prinsip-prinsip dalam Berfilsafat — 36 G. Penutup — 38

Bab II. Selintas tentang Filsafat Ilmu — 43 A. Pengantar — 43 B. Objek Material dan Formal Filsafat Ilmu — 44

Page 10: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

10

C. Pengertian Filsafat Ilmu — 49 D. Tujuan dan Implikasi

Filsafat Ilmu — 51 /

1. Tujuan Filsafat Ilmu — 51 2. Implikasi Mempelajari Filsafat Ilmu — 53

E. Penutup — 53

Bab III. Sejarah dan Peranan Pemikiran Filsafat Barat dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan — 55 A. Pengantar — 55 B. Perkembangan Pemikiran Filsafat

Barat — 59 1. Zaman Yunani Kuno — 59 2. Zaman Pertengahan — 66 3. Zaman Renaissans — 69 4. Zaman Modern — 71 5. Zaman Kontemporer — 89

C. Penutup — 97

Bab IV. Prinsip-prinsip Metodologi — 107 A. Pengantar — 107 B. Beberapa Pandangan tentang Prinsip

Metodologi — 108 1. Rene Descartes — 108 2. Alfred Jules Ayer — 113 3. Karl Raimund Popper — 117

C. Penutup — 118 Bab V. Perkembangan, Pengertian, dan Klasifikasi

Ilmu Pengetahuan — 121 A. Pengantar — 121 B. Periodesasi Perkembangan Ilmu — 126

1. Periode Pra-Yunani Kuno — 126

Page 11: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

11

2. Zaman Yunani Kuno — 127 3. Zaman Pertengahan {Middle Age) — 127 4. Zaman Renaissance — 132 5. Zaman Modern — 134 6. Zaman Kontemporer — 135

C. Pengertian Ilmu — 138 D. Beberapa Pandangan tentang Klasifikasi Ilmu

Pengetahuan — 143' 1. Christian Wolff — 144 2. Auguste Comte — 148 3. Karl Raimund Popper — 151 4. Thomas S. Kuhn — 153 5. Jurgen Habermas — 156

E. Penutup — 160

Bab VI. Strategi Pengembangan Ilmu — 167 A. Pengantar — 167 B. Ilmu; Bebas Nilai atau Tidak? — 168 C. Strategi Pengembangan Ilmu di Indonesia — 173 D. Penutup — l?’7

Biodata — 180

Page 12: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi
Page 13: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

1

BABI

Pengenalan Ilmu Filsafat

A. Pengantar

Filsafat merupakan sebuah disiplin ilmu yang terkait dengan perihal kebijaksanaan. Kebijaksanaan merupakan titik ideal dalam kehidupan manusia, karena ia dapat menjadikan manusia untuk bersikap dan bertindak atas dasar pertimbangan kamanusiaan yang tinggi (actus humanus), bukan asal bertindak sebagaimana yang biasa dilakukan manusia (actus homini). Kebijaksanaan tidaklah dapat dicapai dengan jalan biasa, ia memerlukan langkah-langkah tertentu, khusus, istimewa. Beberapa langkah menuju ke arah kebijaksanaan itu antara lain: 1. Membiasakan diri untuk bersikap kritis terhadap

kepercayaan dan sikap yang selama ini sangat kita junjung tinggi. Misalnya: merefleksikan secara kritis norma-norma adat, hukum, etis, bahkan agama yang selama ini sudah kita yakini kebenarannya.

A

Page 14: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

2

2. Berusaha untuk memadukan (sintesis) hasil bermacam-macam sains dan pengalaman kemanusiaan, sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam semesta beserta isinya. Misalnya: mempelajari dan mengikuti perkembangan mutakhir temuan-temuan ilmiah, kemudian mempertanyakan apakah temuan-temuan tadi sesuai dengan sifat-sifat kemanusiaan.

3. Mempelajari dan mencermati jalan pemikiran para filsuf dan meletakkannya sebagai pisau analisis untuk memecahkan masalah kehidupan yang berkembang dalam kehidupan konkret, sejauh pemikiran itu memang relevan dengan situasi dan kondisi yang kita hadapi. „

4. Menelusuri butir-butir hikmah yang terkandung dalam ajaran agama, sebab agama merupakan sumber kebijaksanaan hidup manusia, tidak hanya untuk kepentingan duniawi, bahkan juga akhirat.

B. Pengertian Filsafat

Filsafat secara etimologis berasal dari bahasa Yunani Philosophia, Philos artinya suka, cinta atau kecenderungan pada sesuatu, sedangkan Sophia artinya kebijaksanaan. Dengan demikian secara sederhana filsafat dapat diartikan cinta atau kecenderungan pada kebijaksanaan.

Ada beberapa definisi filsafat yang telah diklasifikasikan berdasarkan watak dan fungsinya sebagai berikut:1 1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap

kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis (arti informal).

2. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi (arti formal).

3. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran

Page 15: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

3

keseluruhan. Artinya filsafat berusaha untuk mengombinasikan hasil bermacam-macam sains dan pengalaman kemanusiaan sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam (arti spekulatif).

4. Filsafat adalah analisis logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. Corak filsafat yang demikian ini dinamakan juga logo- sentrisme.

5. Filsafat adalah sekumpulan problema yang langsung, yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.

C. Ciri-ciri Berpikir Kefilsafatan

Berpikir kefilsafatan memiliki karakteristik tersendiri yang dapat dibedakan dari bidang ilmu lain. Beberapa ciri berpikir kefilsafatan dapat dikemuka- kan sebagai berikut:2 1. Radikal, artinya berpikir sampai ke akar-akarnya, hingga

sampai pada hakikat atau substansi yang dipikirkan. 2. Universal artinya pemikiran filsafat menyangkut

pengalaman umum manusia. Kekhususan berpikir kefilsafatan menurut Jaspers terletak pada aspek keumumannya.

3. Konseptual, artinya merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia. Misalnya: apakah kebebasan itu?

4. Koheren dan konsisten (runtut). Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir logis. Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi.

5. Sistematik, artinya pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.

6. Komprehensif, artinya mencakup atau menyeluruh.

Page 16: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

4

Berpikir secara kefilsafatan merupakan usaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.

7. Bebas, artinya sampai batas-batas yang luas, pemikiran filsafati boleh dikatakan merupakan hasil pemikiran yang bebas, yakni bebas dari pra- sangka-prasangka sosial, historis, kultural, bahkan relijius.

8. Bertanggungjawab, artinya seseorang yang berfilsafat adalah

orang yang berpikir sekaligus bertanggungjawab terhadap hasil pemikirannya, paling tidak terhadap hati nuraninya sendiri.

Ke delapan ciri berpikir kefilsafatan ini menjadikan filsafat cenderung berbeda dengan ciri berpikir ilmu-ilmu lainnya, sekaligus menempatkan kedudukan filsafat sebagai bidang keilmuan yang netral, terutama ciri ketujuh.

D. Beberapa Gaya Berfilsafat

Filsafat bisa dimengerti dan dilakukan melalui banyak cara, sehingga berlaku prinsip “Variis modis bene fit", dapat berhasil melalui banyak cara yang berbeda. Bertens3 menengarai ada beberapa gaya berfilsafat (styles of philosophizing). Pertama, berfilsafat yang terkait erat dengan sastra. Artinya, sebuah karya filsafat dipandang memiliki nilai-nilai sastra yang tinggi. Contoh: Sartre tidak hanya dikenal sebagai penulis karya filsafat, tetapi juga seorang penulis novel, drama, skenario film. Bahkan beberapa filsuf pernah meraih hadiah nobel untuk bidang kesusaste- raan yakni: Henri Bergson (1928), Bertrand Russell (1950), Sartre (1964) Albert Camus (1967). Filsuf Islam kenamaan seperti M.Iqbal juga dikenal sebagai seorang penyair. Karya besarnya yang berjudul Asrar-i Khudi memperlihatkan nilai-nilai sastra yang tinggi, di samping nuansa .filsafati yang sangat kaya dengan konsep

Page 17: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

5

insan kamil. Di sini orang acapkali mengidentikkan filsafat dengan sastra. Pendapat semacam ini hanya benar sebagian. Sebab ekspresi filsafati memang membutuhkan ungkapan bahasa yang tak jarang mengandung nilai-nilai sastra, namun sesung-guhnya kurang tepat mengatakan bahwa semua karya sastra mengandung dimensi filsafati, sebab masing- masing bidang memiliki kekhasannya sendiri-sendiri.

Kedua, berfilsafat yang dikaitkan dengan sosial politik. Di sini filsafat sering diidentikkan dengan praksis politik. Artinya, sebuah karya filsafat dipandang memiliki dimensi-dimensi ideologis yang relevan dengan konsep negara. Filsuf yang menjadi primadona dalam gaya berfilsafat semacam ini adalah Kari Marx (1818 -1883) yang terkenal dengan ungkapannya: “Para filsuf sampai sekarang hanya menafsirkan dunia. Kini tibalah saatnya untuk mengubah dunia". Filsuf-filsuf lain yang concern dengan masalah sosial politik antara lain: Thomas Hobbes, Jean Jacques Rousseau. Hobbes4 dalam karyanya Leviathan (1651) menegaskan bahwa kondisi manusia yang alami (natural) sangat rawan terhadap kekerasan, oleh karena itu diperlukan wadah yang dapat menjamin keamanan kelompok individual yang dinamakan negara. Dalam hal ini setiap individu menyerahkan kebebasan alami yang dimilikinya itu secara sukarela kepada negara demi keamanan dirinya. Lebih lanjut ia mene-

/ gaskan bahwa perang dimungkinkan demi keamanan. Pemikir politik lainnya, J.J. Rousseau5 dalam karyanya vang termashur Du Contract Sociale, melontarkan tesis awal yang berbunyi L ’homme est ne libre, et partout il est dans les fers (Man is born free, and is everywhere in chains). Keterikatan itu ada dalam negara. Negara bagi Rousseau merupakan perwujudan kehendak umum (volonte generate). Kehendak umum, ujarnya, sekelompok

Page 18: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

6

orang yang dibentuk oleh kesatuan semua pribadi yang lain. Kehendak umum merupakan suatu jenis bentuk abstrak kekuasaan kedaulatan negara.

Ketiga, filsafat yang terkait erat dengan metodologi. Artinya para filsuf menaruh perhatian besar terhadap persoalan-persoalan metode ilmu sebagaimana yang dilakukan oleh Descartes dan Karl Popper. Descartes mengatakan bahwa untuk memperoleh kebenaran yang pasti kita harus mulai dengan meragukan segala sesuatu. Sikap yang demikian ini dinamakan skeptis metodis. Namun pada akhirnya ada satu hal yang tak dapat kita ragukan, ujar Descartes, yakni kita yang sedang dalam keadaan ragu-ragu, Cogito Ergo Sum. Descartes menyajikan langkah- langkah metodis sebagai berikut:fi (1) Hendaklah kita mulai dengan meragukan segala sesuatu yang selama ini diterima sebagai suatu kebenaran (2)Kita mulai dengan mengklasifikasikan persoalan dari hal-hal yang sederhana hingga ke hal- hal yang rumit. (3) Pemecahan masalah dimulai dari

Page 19: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

7

hal-hal yang sederhana, kemudian meningkat secara bertahap ke arah hal-hal yang lebih rumit. (4) memeriksa kembali secara menyeluruh, mungkin ada hal-hal yang masih tersisa atau terabaikan.

Keempat, berfilsafat yang dikaitkan dengan kegiatan analisis bahasa. Kelompok ini dinamakan mazhab analitika bahasa dengan tokoh-tokohnya antara lain: G.E. Moore, Bertrand Russell, Ludwig Wittgenstein, Gilbert Ryle, dan John Langshaw Austin. Corak berfilsafat yang menekankan pada aktivitas analisis bahasa ini dinamakan logosentrisme. Tokoh sentral mazhab ini, Wittgenstein,7 mengatakan bahwa filsafat secara keseluruhan adalah kritik bahasa. Tujuan utama filsafat adalah untuk mendapatkan klarifikasi logis tentang pemikiran. Filsafat bukanlah seperangkat doktrin, melainkan suatu kegiatan.

Kelima, berfilsafat yang dikaitkan dengan menghidupkan kembali pemikiran filsafat di masa lampau. Di sini aktivitas filsafat mengacu pada penguasaan sejarah filsafat. Dalam hal ini cara mempelajari filsafat yang dipandang baik adalah dengan mengkaji teks- teks filosofis dari para filsuf terdahulu.

Keenam, masih ada gaya berfilsafat lain vang cukup mendominasi pemikiran banyak orang, terutama di abad keduapuluh ini vakni berfilsafat dikaitkan dengan filsafat tingkah laku atau etika. Etika dipandang sebagai satu-satunya kegiatan filsafat vang paling nyata, sehingga dinamakan juga praksiologis, bidang ilmu praksis. E. Cabang-cabang Utama Filsafat

Asas-asas filsafat merupakan suatu kajian yang me-ngetengahkan prinsip-prinsip pokok bidang filsafat. Dalam hal ini dikaji beberapa bidang utama filsafat seperti: metafisika, epistemologi dan etika. Ketiga bidang ini dapat dipandang sebagai pilar utama suatu bangunan filsafat manakala kita ingin memahami visi filsafati seseorang atau suatu aliran. Sontag menegaskan bahwa vitalitas dan sensitivitas filsafat itu berasal

Page 20: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

8

dari refleksi diri yang bersifat tetap dan terus-menerus (konstan). Filsafat itu semata-mata berisikan penolakan pada sesuatu yang pasti dalam berbagai lingkup teoritik atau prosedur dasariah yang bukan merupakan bagian konsepsi teoritik itu sendiri. Secara historis teori-teori filsafati yang efektif akan menghadirkan suatu konsepsi baru dan terang mengenai apa dan bagaimana cara keija filsafat itu. Oleh karena itu kesalahan utama terletak pada penghadiran filsafat sebagai persoalan diri yang dapat dieliminir dan seolah persoalan-persoalannya dapat dipecahkan secara tuntas.8 Filsafat justru menghadirkan problem-problem abadi {perennialproblems), yang menuntut pemecahan secara terus-menerus dan tidak pernah mengenal titik henti. Di sini acapkali teijadi kesalahpahaman terhadap filsafat, yang dipandang menciptakan teka- teki yang tidak mempunyai jawaban apa-apa. Tudingan semacam ini dilontarkan oleh para filsuf analitik abad keduapuluh, G.E.Moore, yang lebih mengandal- kan common sense dalam memecahkan persoalan-persoalan, hal ini dianalisis Moore dalam artikelnya “Proof of an External World".9

Aktivitas filsafat melibatkan akal pikir manusia secara utuh, konsisten dan bertanggungjawab. Dalam aktivitas akal itu para filsuf mencoba mengungkap tentang realitas. Kegiatan mengungkap realitas ini membutuhkan bahasa sebagai sarana bagi pemahaman terhadap realitas tersebut. Dari sini muncullah berbagai istilah teknis filsafati yang mengandung makna khas, seperti: substansi, eksistensi, impresi, kategori. Istilah-istilah teknis filsafati ini muncul dalam bidang-bidang utama filsafat, yakni; metafisika, epistemologi, dan aksiologi.

7. Metafisika

Metafisika adalah filsafat pertama dan bidang filsafat yang paling utama. Metafisika adalah cabang filsafat yang

Page 21: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

9

membahas persoalan tentang keberadaan (being) atau eksistensi (existence). Archie J. Bahm1'1 mengatakan bahwa metafisika merupakan suatu penyelidikan pada masalah perihal keberadaan. Dalam metafisika itu orang berupaya menemukan bahwa keberadaan itu memiliki sesuatu yang “kodrati”, yakni karakteristik umum, sehingga metafisika menjadi suatu penyelidikan ke arah kodrat eksistensi. Seorang metafisikus cenderung mengarahkan penyelidikan- nva pada karakteristik eksistensi yang universal seperti: kategori.

Istilah metafisika itu sendiri berasal dari kata Yunani meta ta physika yang dapat diartikan sesuatu vang ada di balik atau di belakang benda-benda fisik. Kendatipun demikian Aristoteles sendiri tidak memakai istilah metafisika, melainkan protophilosophia (filsafat pertama). Filsafat pertama ini memuat uraian tentang sesuatu yang ada di belakang gejala-gejala fisik seperti bergerak, berubah, hidup, mati. Metafisika dapat didefinisikan sebagai studi atau pemikiran tentang sifat yang terdalam (ultimate nature) dari kenyataan atau keberadaan.

Aristoteles menyebut beberapa istilah yang maknanya dapat dikatakan setara dengan metafisika, yaitu: Filsafat Pertama (First Philosophy), pengetahuan tentang sebab (knowledge of cause), Studi tentang Ada sebagai Ada (the study of Being as Being), Studi tentang Ousia (Being), studi tentang hal-hal abadi dan yang tidak dapat digerakkan (the study of the eternal and immovable), dan Theology.11

Christian Wolff mengklasifikasikan metafisika sebagai berikut: (1) Metafisika Umum (Ontologi), membicarakan tentang hal

“Ada” ( Being). (2) Metafisika Khusus:

(a) Psikologi; membicarakan tentang hakikat manusia. (b) Kosmologi; membicarakan tentang hakikat atau asal-

Page 22: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

10

usul alam semesta. (c) Theologi; membicarakan tentang hakikat keberadaan

Tuhan.

Metafisika berusaha memfokuskan diri pada prinsip dasar yang terletak pada berbagai pertanyaan atau yang diasumsikan melalui berbagai pendekatan intelektual. Setiap prinsip dinamakan “pertama”, sebab prinsip-prinsip itu tidak dapat dirumuskan ke dalam istilah lain atau melalui hal lain yang mendahuluinya. Sebagai contoh; istilah Prinsip Pertama yang dipergunakan Aristoteles merupakan penjelasan mengenai alam semesta yakni “Penggerak yang tidak digerakkan”, dikatakan menjadi sebab dari segala gerak tanpa dirinya digerakkan oleh hal ada yang lain. Itu berarti istilah tersebut menjelaskan semua gerak, tetapi ia sendiri tidak membutuhkan penjelasan tentang dirinya sendiri.12 Persoalan yang timbul di seputar metafisika —terutama di kalangan ilmuwan— yaitu; dapatkah metafisika dikategorikan sebagai sebuah disiplin ilmu?

Pertanyaan inilah yang paling banyak menghantui benak para pemula di dalam mempelajari ilmu filsafat. Kebanyakan mereka menyangsikan sifat keilmiahan metafisika ini, karena sedemikian abstraknya objek yang dipelajari. Oleh karena itu kalau ada pertanyaan: apakah metafisika itu ilmu? Maka minimal ada dua jawaban yang akan diperoleh. Pertama, metafisika tidak dapat dikatakan sebagai ilmu, manakala yang dimaksud dengan ilmu itu sendiri adalah sesuatu yang bersifat pasti {fixed) dan final. Kedua, metafisika itu dapat dikatakan sebuah ilmu, manakala yang dimaksud dengan ilmu itu adalah suatu penyeli-dikan yang dikaitkan dengan sikap (attitude) dan metode tertentu.

Bah m13 menegaskan bahwa suatu kegiatan baru dapat dikatakan sebuah ilmu manakala mencakup enam karakteristik: (1) Problem (problems) (2) Sikap (attitude) (3) Metode (method). (4) Aktivitas (activity) (5) Pemecahan (solutions) (6) Pengaruh

Page 23: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

11

(effect). Problem dalam arti bahwa suatu kegiatan ilmiah haruslah

bertitik tolak dari persoalan-persoalan tertentu yang menarik perhatian seseorang. Tanpa suatu problem tak akan ada ilmu. Sikap ilmiah melibatkan rasa ingin tahu (curiosity), keinginan pada keyakinan yang tertunda sampai seluruh bukti diperoleh, dan terus-menerus berhadapan dengan rintangan yang tak dapat begitu saja diatasi.

Sikap dalam arti orang yang tertarik pada persoalan tertentu harus memiliki sikap tertentu pula dalam menghadapi persoalan itu tadi.

Metode dalam arti bahwa persoalan yang menarik perhatian itu akan diselesaikan menurut cara-cara tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam

Page 24: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

12

pandangan Popper, metode haruslah menyesuaikan diri dengan objek material, bukan sebaliknya.

Aktivitas artinya seluruh proses yang terjadi dalam menghadapi persoalan itu tadi merupakan suatu kegiatan yang jelas dan terencana. Karena aktivitas ilmuwan merupakan dasar untuk membangun ilmu; dan kemajuan pengetahuan ilmiah sangat tergantung pada kemampuan (ability), keterampilan (skills), usaha (efforts), dan kesadaran moral (moral conscientiousness) sang ilmuwannya itu sendiri.

Pemecahan berangkat dari hipotesis atau teori yang dibentuk sebagai prinsip umum atau hukum- hukum. Ketika hipotesis tidak terbukti secara langsung, maka jalannya hipotesis atau pemecahan tentatif merupakan sesuatu yang dipostulasikan dan diujikan.

Pengaruh, pada akhirnya ini merupakan suatu bagian dari suatu rangkaian ilmiah yang memperlihatkan sejauhmana pengaruh ilmu terhadap kehidupan masyarakat, dan jika tindakan masyarakat berbeda dari biasanya, karena mereka percaya dan bertindak atas dasar kesimpulan yang dikemukakan oleh para ilmuwan, maka setiap perbedaan sikap itu merupakan konsekuensi praktis dari masing-masing ilmu.

Berdasarkan karakteristik yang dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metafisika itu termasuk ke dalam rumpun ilmu. Seorang metafisikus dapat membantu ilmuwan untuk menunjukkan

/ asumsi-asumsi metafisis yang diperlukan bagi pengem-bangan dan pembentukan teori atau paradigma ilmu pengetahuan.

Beberapa peran metafisika dalam ilmu pengetahuan yaitu:

Pertama, metafisika mengajarkan cara berpikir yang

Page 25: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

13

cermat dan tidak kenal lelah dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Sebab seorang metafisikus selalu mengembangkan pikirannya untuk menjawab persoalan-persoalan yang bersifat enigmatik (teka- teki). Persoalan-persoalan semacam itu menuntut alur berpikir yang serius dan sungguh-sungguh.

Kedua, metafisika menuntut orisinalitas berpikir yang sangat diperlukan bagi ilmu pengetahuan. Artinya, seorang metafisikus senantiasa berupaya menemukan hal-hal baru yang belum pernah diungkap sebelumnya. Sikap semacam ini menuntut kreativitas dan rasa ingin tahu yang besar terhadap suatu permasalahan. Pematangan sikap semacam ini akan mendidik seseorang untuk selalu berkiprah pada lingkup penemuan (context of discovery), bukan lingkup pem-benaran semata (context of justification).

Ketiga, metafisika memberikan bahan pertimbangan yang matang bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama pada wilayah praanggapan-praang- gapan, sehingga persoalan yang diajukan memiliki landasan berpijak yang kuat.

Keempat, metafisika juga membuka peluang bagi teijadinya perbedaan visi di dalam melihat realitas, karena tidak ada kebenaran yang benar-benar absolut. Hal ini akan menjadikan visi ilmu pengetahuan berkembang menurut ramifikasi (percabangan) yang sangat kaya dan beraneka ragam, sebagaimana yang terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini.

2. Epistemologi

Bidang kedua adalah epistemologi atau teori pengetahuan. Epistemologi berasal dari bahasa Yunani “episteme” dan “logos”. “Episteme” artinya pengetahuan

Page 26: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

14

(knowledge), “logos” artinya teori. Dengan demikian epistemologi secara etimologis berarti teori pengetahuan. Istilah-istilah lain yang setara dengan epistemologi adalah: (a) Kriteriologi, yakni cabang filsafat yang membi-

carakan ukuran benar atau tidaknya pengetahuan. (b) Kritik pengetahuan, yaitu pembahasan mengenai

pengetahuan secara kritis. (c) Gnosiology, yaitu perbincangan mengenai pengetahuan

yang bersifat ilahiah (Gnosis). (d) Logika Material, yaitu pembahasan logis dari segi

isinya, sedangkan logika formal lebih menekankan pada segi bentuknya.14

/

Objek material epistemologi adalah pengetahuan sedangkan objek formalnya adalah hakikat pengetahuan. Setiap filsuf menawarkan aturan yang cermat dan terbatas untuk menguji berbagai tuntutan lain vang menjadikan kita dapat memiliki pengetahuan, tetapi setiap perangkat aturan harus benar-benar mapan. Sebab definisi tentang “kepercayaan”, “kebenaran" merupakan problem yang tetap dan terus-menerus ada, sehingga teori pengetahuan tetap merupakan suatu bidang utama dalam penyelidikan filsafat.1’ Persoalan-persoalan penting yang dikaji dalam epistemologi berkisar pada masalah: asal-usul penge-tahuan, peran pengalaman dan akal dalam pengetahuan, hubungan antara pengetahuan dengan kenis- cavaan, hubungan antara pengetahuan dengan kebenaran. kemungkinan skeptisisme universal, dan bentuk-bentuk perubahan pengetahuan yang berasal dari konseptualisasi baru mengenai dunia. Semua persoalan tersebut di atas terkait dengan persoalan- persoalan penting filsafat lainnva seperti: kodrat kebenaran. kodrat pengalaman dan makna."’

Semua pengetahuan hanva dikenal dan ada di dalam

Page 27: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

15

pikiran manusia, tanpa pikiran pengetahuan tak akan eksis. Oleh karena itu keterkaitan antara pengetahuan dengan pikiran merupakan sesuatu vang kodrati. Bahm17 menyebutkan delapan hal penting yang berfungsi membentuk struktur pikiran manusia, vaitu:

(1) Mengamati (observes); pikiran berperan dalam mengamati objek-objek. Dalam melaksanakan peng-amatan terhadap objek itu maka pikiran haruslah mengandung kesadaran. Oleh karena itu di sini pikiran merupakan suatu bentuk kesadaran. Kendatipun demikian pikiran tidak melulu kesadaran, sehingga kita perlu juga mempelajari berbagai bentuk pikiran seperti: pikiran bawah sadar (subconscious mind), pikiran tanpa sadar (unconscious mind) dan berbagai level kejiwaan lainnya. Kesadaran adalah suatu karakteristik atau fungsi pikiran. Kesadaran jiwa (consious- ness) ini melibatkan dua unsur penting yakni kesadaran untuk mengetahui sesuatu (awareness) dan penam- pakkan sesuatu objek (appearance). Kodrat kesadaran untuk mengetahui sesuatu dan penampakan suatu objek ini merupakan unsur yang hakiki dalam pengetahuan intuisi. Intuisi senantiasa hadir dalam kesadaran. Sebuah pikiran mengamati apa saja yang menampak. Hal-hal yang diamati tadi dinamakan objek. Pengamatan acapkali timbul dari rasa ketertarikan pada objek. Dengan demikian pengamatan ini melibatkan pula fungsi-fungsi pikiran yang lain.

(2) Menyelidiki (inquires); ketertarikan pada objek dikondisikan olehjenis^jenis objek yang tampil. Objek-objek secara kodrati merupakan suatu cara penampakan, cara mereka dipersepsi, dikonsepsi, diingat, diantisipasi, baik secara sederhana maupun secara kompleks, dinamika atau statikanya, perubah-

Page 28: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

16

/ an atau ketetapannya, keterhubungan pada antese- dennya, konsekuennya, atau cara berkorelasi atau interelasi dengan objek-objek yang lain. Cara tumbuh dan berkembangnya objek-objek tersebut, cara kemungkinannya digunakan, konotasi nilai-nilai yang dikandungnya dan berbagai signifikansi khusus, serta apakah objek-objek itu melibatkan ungkapan-ungkapan linguistik atau tidak. Tenggang waktu atau durasi minat seseorang pada objek itu sangat tergantung pada “daya tariknya”. Kehadiran dan durasi suatu minat biasanya bersaing dengan minat-minat lainnya, sehingga paling tidak seseorang memiliki banyak minat pada perhatian yang terarah. Minat-minat ini ada dalam banyak cara. Ada yang dikaitkan dengan kepentingan jasmaniah, permintaan lingkungan, tuntutan masyarakat, tujuan-tujuan pribadi, konsepsi diri, rasa tanggung jawab, rasa kebebasan bertindak, dan lain-lain. Minat terhadap objek cenderung melibatkan komitmen, kadangkala komitmen ini hanya merupakan kelanjutan atau menyertai pengamatan terhadap objek. Minatlah yang membimbing seseorang secara alamiah untuk terlibat ke dalam pema-haman pada objek-objek.

(3) Percaya (believes); manakala suatu objek muncul dalam kesadaran, biasanya objek-objek itu diterima sebagai objek yang menampak. Kata percaya biasanya dilawankan dengan keraguan. Sikap menerima sesuatu yang menampak sebagai pengertian yang memadai setelah keraguan, dinamakan kepercayaan. Orang yang mengembangkan rasa keraguan dalam menerima kebenaran suatu objek dinamakan “skep- tikus'.

(4) Hasrat (desires); kodrat hasrat ini mencakup kondisi-kondisi biologis dan psikologis dan interaksi

Page 29: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

17

dialektik antara tubuh dan jiwa. Karena pikiran dibutuhkan untuk aktualisasi hasrat, maka kita dapat mengatakannya sebagai hasrat pikiran. Tanpa pikiran tak mungkin ada hasrat. Beberapa hasrat muncul dari kebutuhanjasmaniah: nafsu makan, minum, istirahat, tidur, dan lain-lain. Beberapa hasrat bisa juga timbul dari pengertian yang lebih tinggi seperti: hasrat diri, keinginan pada objek-objek, pada orang lain, kesenangan pada binatang, tumbuh-tumbuhan, dan proses interaktif. Beberapa hasratjuga timbul dari ketertarikan pada tindakan, pengaruh, pengendalian. Beberapa hasrat ini juga muncul dari ketertarikan pada kesenangan (melalui makan, bermain, belajar, dan lain-lain), dan dalam melupakan penderitaan (rasa perih, lapar, ketertutupan, ketidaktahuan, dan lain-lain). Beberapa hasrat itu dapat muncul dari ketertarikan pada kehormatan, penghargaan, reputasi dan rasa keamanan.

Hasrat biasanya melibatkan beberapa perasaan puas, dan frustrasi dan berbagai respons terhadap perasaan tersebut.

Page 30: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

18

(5) Maksud (intends)-, kendatipun seseorang me-miliki maksud ketika akan mengobservasi, menyelidiki, mempercayai dan berhasrat, namun sekaligus perasaannya tidak berbeda atau bahkan terdorong ketika melakukannya. Perubahan kehendak dari intensitas minimal ke maksimal, dari keinginan menerima hal-hal yang menampak akan menimbulkan pengaruh juga.

(6) Mengatur (organizes)', setiap pikiran adalah suatu organisme yang teratur dalam diri seseorang. Pikiran mengatur melalui kesadaran yang sudah menjadi. Kesadaran adalah suatu kondisi dan fungsi mengetahui secara bersama. Pikiran mengatur melalui intuisi yakni melalui kesadaran penampakan dalam setiap kehadiran. Pikiran mengatur manakala ia mengatasi setiap kehadiran melalui gap ketidaktahuan dalam penampakkan untuk menghasilkan kesadaran lebih lanjut seperti rasa bangun tidur. Pikiran mengatur melalui panggilan untuk memunculkan objek, dan berperan serta dalam pembentukan objek- objek ini dari sesuatu yang mendorong untuk diatur melalui otak. Pikiran mengatur melalui pengingatan dan mendukung penampakan pada objek-objek yang hadir, minat, dan proses. Pikiran mengatur melalui pengantisipasian, peramalan, dan menjadikan kesadaran terhadap objek-objek yang diramalkan. Pikiran mengatur melalui proses generalisasi, yaitu dengan mencatat kesamaan di antara berbagai objek dan menyatakan dengan tegas tentang kesamaan itu.

(7) Menyesuaikan (adapts); menyesuaikan pikiran-pikiran sekaligus melakukan pembatasan- pembatasan yang dibebankan pada pikiran melalui kondisi keberadaan yang tercakup dalam otak dan tubuh di dalam fisik, biologis, lingkungan sosial dan kultural dan keuntungan vang terlihat pada tindakan, hasrat dan

Page 31: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

19

kepuasan. Kehidupan terdiri atas kesiapan untuk menghadapi persoalan secara terus-menerus dan mencoba untuk memecahkannya. Beberapa solusi memperlihatkan rasa kepuasan selama beberapa waktu. Akibatnya muncul kebiasaan, adat, dan institusi dalam masyarakat. Beberapa solusi mungkin hanya memuaskan sebagian, atau untuk masa vang pendek, tetapi sebagian yang lain mungkin dapat membuat frustrasi, atau untuk waktu vang lebih pan-jang. Bahkan ada solusi vang keseluruhannya menimbulkan frustrasi.

(8) Menikmati (enjoys); pikiran-pikiran menda-tangkan keasyikan. Orang yang asyik dalam menekuni suatu persoalan, maka ia akan menikmati itu dalam pikirannva. Jenis kesenangan (juga kesusahan) bermacam-macam, dan sangat rumit, sehingga tidak mungkin diuraikan secara rinci di sini. Kebaikan secara intrinsik ada dalam rasa senang, sedang keburukan secara intrinsik ada dalam rasa susah.

Perbincangan penting dalam epistemologi juga terkait dengan jenis-jenis pengetahuan. Paling tidak ada dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan ilmiah dan nir-ilmiah. Pengetahuan ilmiah memiliki beberapa ciri pengenal sebagai berikut.18 (1) Berlaku umum, artinya jawaban atas pertanyaan

apakah sesuatu hal itu layak atau tidak layak, ter-gantung pada faktor-faktor subjektif.

(2) Mempunyai kedudukan mandiri (otonomi), artinya meskipun faktor-faktor di luar ilmu juga ikut berpengaruh, tetapi harus diupayakan agar tidak menghentikan pengembangan ilmu secara mandiri.

(3) Mempunyai dasar pembenaran, artinya cara keija ilmiah diarahkan untuk memperoleh derajat kepastian

Page 32: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

20

yang sebesar mungkin. (4) Sistematik, artinya ada sistem dalam susunan

pengetahuan dan dalam cara memperolehnya. (5) Intersubjektif, artinya kepastian pengetahuan ilmiah

tidaklah didasarkan atas intuisi-intuisi serta pemahaman-pemahaman secara subjektif, melainkan dijamin oleh sistemnya itu sendiri.

Pengetahuan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan untuk memperoleh kebenaran.

Pengetahuan dipandang dari jenis pengetahuan yang dibangun dapat dibedakan sebagai berikut:19 (1) Pengetahuan biasa (ordinary knowledge/ Common sense

knowledge). Pengetahuan seperti ini bersifat subjektif, artinya amat terikat pada subjek yang mengenal. Dengan demikian, pengetahuan jenis pertama ini memiliki sifat selalu benar, sejauh sarana untuk memperoleh pengetahuan itu bersifat normal atau tidak ada penyimpangan.

(2) Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas atau spesifik dengan menerapkan pendekatan metodologis yang khas pula, artinya metodologi yang telah mendapatkan kesepakatan di antara para ahli yang sejenis. Kebenaran yang terkandung dalam pengetahuan ilmiah bersifat relatif, karena kandungan kebenaran jenis pengetahuan ilmiah selalu mendapatkan revisi dan diperkaya oleh hasil penemuan yang paling mutakhir. Dengan demikian, kebenaran dalam pengetahuan ilmiah selalu mengalami pembaharuan sesuai dengan hasil penelitian yang paling akhir dan mendapatkan persetujuan (agreement) oleh para ilmuwan sejenis.

(3) Pengetahuan filsafati, yaitu jenis pengetahuan yang

Page 33: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

21

pendekatannya melalui metodologi pemikiran filsafati. Sifat pengetahuan ini mendasar dan menyeluruh dengan model pemikiran yang analitis, kritis, dan spekulatif. Sifat kebenarannya adalah absolut-intersubjektif. Maksudnya ialah nilai kebenaran yang terkandung pada jenis pengetahuan filsafat selalu merupakan pendapat yang selalu melekat pada pandangan dari seorang filsuf serta selalu mendapat pembenaran dari

filsuf kemudian yang menggunakan metodologi pemikiran yang sama pula.

(4) Pengetahuan agama yaitujenis pengetahuan yang didasarkan pada keyakinan dan ajaran agama tertentu. Pengetahuan agama memiliki sifat dogmatis, artinya pernyataan dalam suatu agama selalu didasarkan pada keyakinan yang telah tertentu, sehingga pernyataan-pernyataan dalam ayat-ayat kitab suci agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan untuk memahaminya itu. Implikasi makna dari kandungan kitab suci itu dapat berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan waktu, akan tetapi kandungan maksud dari ayat kitab suci itu tidak dapat dirubah dan sifatnya absolut.

Pengetahuan dipandang atas dasar kriteria karakteristiknya dapat dibedakan sebagai berikut:20 (1) pengetahuan indrawi; yaitujenis pengetahuan yang

didasarkan atas sense (indera) atau pengalaman manusia sehari-hari.

(2) pengetahuan akal budi; yaitujenis pengetahuan yang didasarkan atas kekuatan rasio.

(3) pengetahuan intuitif; jenis pengetahuan yang memuat pemahaman secara cepat. Intuisi, ujar Archie Bahm21

Page 34: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

22

adalah nama yang kita berikan pada cara pemahaman kesadaran ketika pema

Page 35: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

23

haman itu berujud penampakan langsung. Ia menegaskan bahwa tidak ada pengintuisian tanpa melibatkan kesadaran, demikian pula sebaliknya. (4) pengetahuan kepercayaan atau pengetahuan otoritatif; yaitujenis pengetahuan yang dibangun atas dasar kredibilitas seorang tokoh atau sekelompok orang yang dianggap profesional dalam bidangnya.

3. Aksiologi

Bidang utama ketiga adalah aksiologi, vang membahas tentang masalah nilai. Istilah axiology berasal dari kata Was dan logos. Axiosartinya nilai atau sesuatu yang berharga, logos artinya akal, teori. Axiology arti- nya teori nilai, penyelidikan mengenai kodrat, kriteria, dan status metafisik dari nilai. Dalam pemikiran filsafat Yunani, studi mengenai nilai ini mengedepan dalam pemikiran Plato mengenai idea tentang Kebaikan, atau yang lebih dikenal dengan Summuin Bonum (Kebaikan tertinggi).

Tokoh zaman pertengahan, Thomas Aquinas, membangun pemikiran tentang nilai dengan meng-identifikasi filsafat Aristoteles tentang nilai tertinggi dengan penyebab final (causa prima) dalam diri Tuhan sebagai keberadaan kehidupan, keabadian, dan kebaikan tertinggi. Pemikir zaman modern, Spinoza, memandang nilai sebagai didasarkan pada metafisik, berbagai nilai diselidiki secara terpisah dari ilmu pengetahuan. Tokoh Aujklarung, Kant, memperlihatkan hubungan antara pengetahuan dengan moral, estetik, dan religius. Dalam pandangan Hegel, moralitas, seni, agama, dan filsafat dibentuk atas dasar proses dialektik.

Problem utama aksiologi ujar Runes22 berkaitan dengan empat faktor penting sebagai berikut:

Page 36: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

24

Pertama, kodrat nilai berupa problem mengenai: apakah nilai itu berasal dari keinginan (voluntarisme: Spinoza), kesenangan (Hedonisme: Epicurus, Bentham, Meinong), kepentingan (Perry), preferensi (Martineau), keinginan rasio murni (Kant), pemahaman mengenai kualitas tersier (Santayana), pengalaman sinoptik kesatuan kepribadian (Personalisme: Green), berbagai pengalaman yang mendorong semangat hidup (Nietzsche), relasi benda-benda sebagai sarana untuk mencapai tujuan atau konsekuensi yang sungguh-sungguh dapat dijangkau (Pragmatisme: Dewey).

Kedua, jenis-jenis nilai menyangkut perbedaan pandangan antara nilai intrinsik, ukuran untuk kebijaksanaan nilai itu sendiri, nilai-nilai instrumental yang menjadi penyebab (baik barang-barang ekonomis atau peristiwa-peristiwa alamiah) mengenai nilai-nilai intrinsik.

Ketiga, Kriteria nilai artinya ukuran untuk menguji nilai yang dipengaruhi sekaligus oleh teori psiko- logi dan logika. Penganut hedonist menemukan bahwa ukuran nilai terletak pada sejumlah kenikmatan yang dilakukan oleh seseorang (Aristippus) atau masyarakat (Bentham). Penganut intuisionist menonjolkan suatu wawasan yang paling akhir dalam keutamaan. Beberapa penganut idealist mengakui sistem objektif norma-norma rasional atau norma- norma ideal sebagai kriteria (Plato). Seorang penganut naturalist menemukan keunggulan biologis sebagai ukuran yang standar.

Keempat, status metafisik nilai mempersoalkan tentang bagaimana hubungan antara nilai terhadap fakta-fakta yang diselidiki melalui ilmu-ilmu kealaman (Koehler), kenyataan terhadap keharusan (Lot/e) pengalaman manusia tentang nilai pada realitas kebebasan manusia (Hegel). Ada tiga jawaban penting yang diajukan dalam persoalan status

Page 37: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

25

metafisika nilai ini yaitu: (1) Subjektivisme menganggap bahwa nilai merupakan sesuatu yang terikat pada pengalaman manusia, seperti halnya: hedonisme, naturalisme, positivisme. (2) Objektivisme logis menganggap bahwa nilai merupakan hakikat atau subsistensi logis yang bebas dari keberadaannya yang diketahui, tanpa status eksistensial atau tindakan dalam realitas. (3) Objektivisme metafisik menganggap bahwa nilai atau norma adalah integral, objektif dan unsur-unsur aktif kenvataan metafisik, seperti yang dianut oleh: Theis- me. absolutisme, realisme.

Salah satu cabang aksiologi yang banyak membahas masalah nilai-baik atau buruk-adalah bidang etika. Etika mengandung tiga pengertian: (1) Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai atau

norma-norma moral yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

(2) Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral. Misalnya kode etik.

(3) Etika merupakan ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai- nilai tentang yang dianggap baik atau buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat —seringkah tanpa disadari— menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika dalam hal ini sama dengan filsafat moral.23

Secara etimologi, etika berasal dari kata Yunani ethos = watak. Sedang moral berasal dari kata Latin mos, bentuk tunggal, sedangkan bentuk jamak mores = kebiasaan. Istilah etika atau moral dalam bahasa Indonesia dapat diartikan kesusilaan. Objek material etika adalah tingkah

Page 38: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

26

laku atau perbuatan manusia. Perbuatan yang dilakukan secara sadar dan bebas. Objek formal etika adalah kebaikan dan keburukan atau bermoral dan tidak bermoral dari tingkah laku tersebut. Dengan demikian perbuatan yang dilakukan secara tidak sadar dan tidak bebas tidak dapat dikenai penilaian bermoral atau tidak bermoral.

Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tingkah laku moral dapat dihampiri berdasarkan atas tiga macam pendekatan, yaitu: Etika Deskriptif, Etika Normatif, dan Metaetika.

Etika deskriptif adalah cara melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas seperti: adat kebiasaan, anggapan tentang baik atau buruk, tindakan yang diperbolehkan atau tidak. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu, kebu- davaan atau sub-kultur tertentu. Oleh karena itu etika deskriptif ini tidak memberikan penilaian apa pun, ia hanva memaparkan. Etika deskriptif lebih bersifat netral. Misalnya: Penggambaran tentang adat mengayau kepala pada suku primitif.

Etika normatif mendasarkan pendiriannya atas norma. Ia dapat mempersoalkan norma yang diterima seseorang atau masyarakat secara lebih kritis. Ia bisa mempersoalkan apakah norma itu benar atau tidak. Etika normatif berarti sistem-sistem vang dimaksudkan untuk memberikan petunjuk atau penuntun dalam mengambil keputusan yang menyangkut baik atau buruk.24 Etika normatif ini dibagi menjadi dua, yaitu: (1) Etika Umum, yang menekankan pada tema-tema

umum seperti: Apa yang dimaksud norma etis?

Page 39: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

27

Mengapa norma moral mengikat kita? Bagaimana hubungan antara tanggungjawab dengan kebebasan?

(2) Etika khusus, upaya untuk menerapkan prinsip- prinsip etika umum ke dalam perilaku manusia yang khusus. Etika khusus juga dinamakan etika terapan. Kalau diskemakan, maka etika itu dapat diklasifikasikan sebagai berikut.25

Bagian lain etika adalah metaetika, yaitu kajian etika

Etika —

Page 40: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

28

yang ditujukan pada ungkapan-ungkapan etis. Bahasa etis atau bahasa yang dipergunakan dalam bidang moral dikaji secara logis. Metaetika menganalisis logika perbuatan dalam kaitan dengan “baik” atau “buruk”. Perkembangan lebih lanjut dari metaetika ini adalah Filsafat Analitik.

Lorens Bagus26 memerinci pandangan beberapa filsuf mengenai teori etika antara lain: (1) Socrates beranggapan bahwa menderita selalu lebih

baik daripada berbuatjahat. Ia mengajukan suatu pandangan yang tidak melihat pada akibat- akibat, melainkan pada prinsip batin.

(2) Plato memandang yang baik sebagai suatu forma eternal yang harus direalisir dalam kehidupan manusia.

(3) Aristoteles, tujuan hidup manusia ialah kebahagiaan atau eudaimonia (kesejahteraan, kesentosaan). Kebajikan dapat ditemukan dengan mencari Jalan Tengah Emas (Via Media Aura).

(4) Immanuel Kant membangun teori etikanva ber-dasarkan prinsip yang muncul dari ide hukum dan menuju imperatif kategoris dan praktis.

(5) Bentham memandang bahwa tujuan yang harus dicapai adalah kebaikan terbesar untuk jumlah terbesar. Hedonisme merupakan cara untuk memahami yang baik.

(6) Nietzsche beranggapan bahwa tujuan kehidupan adalah kehendak untuk berkuasa (Willezur macht) dan ini harus diterjemahkan ke dalam kesempurnaan yang melebihi dimensi-dimensi biasa dari kebaikan dan keburukan.

Page 41: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

29

Etika tidak hanva berkutat pada hal-hal teoritis, namun juga terkait erat dengan kehidupan konkret, oleh karena itu ada beberapa manfaat etika yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan kehidupan konkret, yaitu: (1) Perkembangan hidup masyarakat yang semakin

pluralistik menghadapkan manusia pada sekian banyak pandangan moral yang bermacam- macam, sehingga diperlukan refleksi kritis dari bidang etika. Contoh: Etika Medis tentang masalah abortus, bayi tabung, Kloning, dan lain-lain.

(2) Gelombang modernisasi yang melanda di segala bidang kehidupan masyarakat, sehingga cara berpikir masyarakat pun ikut berubah. Misalnya: cara berpakaian, kebutuhan fasilitas hidup modern, dan lain-lain.

(3) Etika juga menjadikan kita sanggup menghadapi ideologi-ideologi asing yang berebutan mempengaruhi kehidupan kita, agar tidak mudah terpancing. Artinya kita tidak boleh tergesa-gesa memeluk pandangan baru yang belum jelas, namun tidak pula tergesa-gesa menolak pandangan baru lantaran belum terbiasa.

Page 42: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

/

30

(4) Etika diperlukan oleh penganut agama manapun untuk menemukan dasar kemantapan dalam iman dan kepercayaan sekaligus memperluas wawasan terhadap semua dimensi kehidupan masyarakat yang selalu berubah.

Dengan demikian metafisika, epistemologi, dan aksiologi (khususnya etika) merupakan cabang utama filsafat yang terkait dengan realitas kehidupan manusia, termasuk perkembangan ilmu pengetahuan. Manakala ketiga bidang fundamental filsafat itu dikaitkan dengan proses akal budi dan pengetahuan filsafati yang diperoleh, maka akan diperoleh bagan sebagai berikut:

F. Prinsip-prinsip dalam Berfilsafat

Berfilsafat selalu terkait dengan pengalaman umum manusia. Oleh karena itu tidak tepat kalau dikatakan bahwa

BAGAN HUBUNGAN ANTARA PERSOALAN, AKTIVITAS, DAN PENGETAHUAN FILSAFATI (Dimodifikasi dari Bagan The Liang

Gie)27

Persoalan Filsafati Proses Akal Budi Pengetahuan Filsafati

1. Metafisis 1. Komprehensif, Spekulatif 1. Pandangan Dunia

2. Epistemologis 2. Analisis, In-

terpretasi Sistem Pemikiran,

kebenaran filsafat

3. Aksiologis 3. D e s k r i p s i ,

Preskripsi

Kearifan hidup

Page 43: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

31

orang yang berfilsafat itu melamun, tidak berpijak pada kenyataan, atau tidak menginjak bumi. Memang kadangkala aktivitas filsafat itu melampaui pengalaman-pengalaman konkret, tetapi itu tidak berarti berfilsafat itu menjauhi kenyataan- kenyataan yang ada di sekitar kita. Cara berfilsafat yang baik justru bermula dari hal-hal yang dialami sendiri oleh calon filsuf. Filsafat itu menurut Aristoteles, dimulai dari suatu thauma (rasa kagum) vang timbul dari suatu aporia, vakni problema yang sulit dicarikan jalan keluarnya. Di sinilah dibutuhkan beberapa prinsip atau asas-asas dalam berfilsafat. The Liang Gie ’s menengarai 5 prinsip penting dalam berfilsafat agar calon filsuf itu mendapatkan hasil vang optimal.

Pertama, meniadakan kecongkakan maha tahu sendiri. Seseorang yang ingin mulai berfilsafat harus mampu mengendalikan dirinya, terutama sikap merasa diri sudah tahu tentang hal yang akan dipelajari. Sikap yang demikian hanya akan melahirkan solip- sisme, yakni menganggap hanya pendapatnyalah yang paling benar. Kesulitan besar akan muncul di saat dialog dengan orang lain. Komunikasi yang diharapkan dapat menumbuhkan tukar-menukar pandangan, akan berubah menjadi debat kusir, bertele-tele tanpa ada ujung pangkalnya, lantaran masing-masing meng-anggap hanya pendapatnya yang paling benar.

Kedua, perlunya sikap mental berupa kesetiaan pada kebenaran ia loyality to truth). Kesetiaan pada kebenaran akan melahirkan keberanian untuk mempertahankan

Page 44: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

32

kebenaran yang diperjuangkannya. Sebagai contoh ketika Socrates dipenjara lantaran dituduh menghasut generasi muda, ada beberapa muridnya yang bersedia melepaskannya dari penjara, namun Socrates menolak, karena tidak berani menanggung resiko atas perbuatannva sendiri vang dianggapnya sebagai sikap pengecut dan tidak memiliki kesetiaan pada kebenaran. Kesetiaan pada kebenaran ini juga akan melahirkan kejujuran.

Ketiga, memahami secara sungguh-sungguh persoalan-persoalan filsafati serta berusaha memikirkan jawabannya. Dengan demikian ada upava untuk melatih pemikiran secara serius (intellectual exercises). Melalui latihan intelektual inilah akan diperoleh pengertian sejati tentang realitas.

Keempat, latihan intelektual itu dilakukan secara aktif dari waktu ke waktu dan diungkapkan baik secara lisan maupun tertulis. Proses mempelajari filsafat itu mencakup belajar memecahkan persoalan-persoalan filsafati oleh diri kita sendiri. Misalnya: Bagaimana pemahaman kita tentang keadilan? Apakah pengertian keadilan vang dipahami secara hukum itu sudah cukup memuaskan pemikiran kita? Kalau belum. bagaimana pengertian sejati tentang keadilan itu sesungguhnya?

Kelima, sikap keterbukaan diri, artinya orang yang mempelajari filsafat sevogyanya tidak dihinggapi oleh prasangka tertentu atau pandangan sempit yang tertuju ke suatu arah saja, atau sudah lebih dahulu memihak pada

Page 45: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

33

suatu pandangan tertentu. Sebab filsafat itu menyangkut seluruh pengalaman dan menyentuh semua aspek kehidupan manusia.

F. Penutup

Ketiga bidang utama filsafat, metafisika (khususnya ontologi), epistemologi, dan aksiologis merupakan landasan pengembangan ilmu pengetahuan. Landasan ontologi ilmu berkaitan dengan hakikat ilmu, sebab secara ontologis, ilmu mengkaji realitas sebagaimana adanya (das Sein). Landasan epistemologis ilmu berkaitan dengan aspek-aspek metodologis ilmu dan sarana berpikir ilmiah lainnya seperti: bahasa, logika, matematika, statistika. Landasan aksiologis ilmu berkaitan dengan dampak ilmu bagi umat manusia. Persoalan utama yang mengedepan di sini ialah: apa manfaat ilmu bagi umat manusia? Untuk apa ilmu itu digunakan? Apakah ilmu itu bebas nilai atau tidak? Dalam hal ini nilai kegunaan ilmu menempati posisi yang sangat penting. Dapatkah ilmu membantu manusia untuk memecahkan masalah-

Page 46: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

/

34

masalah yang dihadapinya sehari-hari atau justru seba-liknya?

Pengembangan ketiga landasan ilmu pengetahuan ini akan melahirkan sifat kebijaksanaan ilmuwan dalam menerapkan ilmunya di masyarakat. Sebab apa pun halnya, sulit bagi masyarakat untuk menerima kenyataan bahwa produk ilmiah malah menyengsarakan dan merugikan mereka. □

Catatan Kaki: lilus. Smith &: Nolan, 1984. Persoalan-persoalan Filsafat. Alihbahasa:

H.Nl.Rasjidi. h. 11-15 ■'Ali Mudholir. 1997. "Pengenalan Filsafat", dalam Filsafat Ihnu. h. 17-

18 ‘Bertens. 1993. Tantangan Kemanusiaan Universal, li. 44-45. 'John (Nottingham. 1996, Western Philosophy, h. 481. Ibid., h. 498. 'Tocti M era iv. 1994. Dialog Filsafat dengan Ilmu-Ilmu Pengetahuan;

Suatu Pengantar Aleta-Metodologi. h. 14. Wittgenstein. 1969. TractatusEogico-Pliilosophicus, h. 37. 49. 'Sontag, 1984. Elements of Philosophy, h. 9. Schilpp. Paul Arthur (cd.), 1952, The Philosophy of (j.F. M no re. h.

397-398. "Bahm, 1986. Metaphysics: An Introduction, h. 6. Alan R. White. Methods of Metaphysics, h. 31.

-'Sontag. 1984. Elements of Philosophy, h. 11. ‘Bahm. Archie. 1986, Metaphysics: An Introduction, h. 6-7. ‘Socjono Soemargono, 1987. Filsafat Pengetahuan, h. 5. Sontag. 1984. Elements of Philosophy, h. 11.

"Blackburn, 1994. The Oxford Dictionary of Philosophy, h. 123. ‘'Bahm, 1995, Epistemology: Theory of Knowledge, h. 127-144. lsBeerling, dkk., 1986, Pengantar Filsafat Ilmu, Alihbahasa:

Page 47: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

35

Soejono Soemargono, h. 5-7 "’Soejono Soemargono, 1987, Filsafat Pengetahuan, h. 10. L'"Soejono Soemargono, 1987, Filsafat Pengetahuan, h.12. 21Bahm, 1995, h. 141. "Runes, 1979, Dictionary of Philosophy, h.. 32-33. -:1Bertens, 1993, Etika, h.6. -’Lorens Bagus, 1996, Kamus Filsafat, h. 217. - ’Dimodifikasi dari skema Etika Sosial, Magnis Suseno dkk.,

1991:7-8. -hLorens Bagus, 1996, Kamus Filsafat, h. 217. 27The Liang Gie, 1982, Dari Administrasi Ke Filsafat, h. 22. -*Ibid., h. 48-49.

Sumber Acuan

Ali Mudhofir, 1997, “Pengenalan Filsafat”, dalam Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Intan Pariwara, Klaten.

Bahm, Archie, J., 1986, Metaphysics: An Introduction, Harper and Row Publishers, Albuquerque.

Bahm, Archie, J., 1995, Epistemology: Theoty of Knowledge, Harper and Row Publishers, Albuquerque.

Bertens, Kees., 1993, Etika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Blackburn, Simon., 1994, The Oxford Dictionary of Philo-sophy, The Oxford University Press.

Cottingham,John, 1996, Western Philosophy, Blackwell, Cambridge.

Lorens Bagus, 1996, Kamus Filsafat, Gramedia Pustaka

Page 48: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

36

Utama, Jakarta.

Bertens, K. dalam Moedjanto, dkk, 1992, Tantangan Kemanusiaan Universal, Cetakan ke-2, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Nlagnis-Suseno, dkk., 1991, Etika Sosial, Gramedia, Jakarta.

Runes, D., 1979. Dictionary of Philosophy, Littlefield Adams & Co, Totowa, New Jersey.

Schilpp. Paul Arthur (ed.), 1952, The Philosophy of G.E. Moore.

Soejono Soemargono, 1984, Berpikir Secara Ktjilsa- fatan. Nur Cahaya, Yogvakarta.

1987, Filsafat Pengetahuan, Nurcahava, Yogva- karta.

Sontag, Frederick., 1984, Elements of Philosophy, Charles Schribner's Son, New York.

Titus. Smith & Nolan, 1984, Persoalan-persoalan Filsafat. Alihbahasa: H.M.Rasjidi, Bulan Bintang,Jakarta.

The Liang Gie. 1982, Dari Administrasi ke Filsafat. Cetakan ke-3, Penerbit Super Sukses, Yogyakarta.

Toeti Heraty, 1994, Dialog Filsafat dengan Ilmu-ilmu Pengetahuan; Suatu Pengantar Meta-Metodologi, Pidato Pengukuhan Guru Besar Pada Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Jakarta.

White, Alan. R., 1987, Methods of Metaphysics, Croom Helm

Page 49: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

37

Ltd, New York.

Wittgenstein, L., 1969, Tractatus Logico-Philosophicus, Rotledge & Kegan Paul Ltd, London.

BAB II

Selintas tentang Filsafat Ilmu

A. Pengantar

Perbincangan mengenai filsafat ilmu baru mulai merebak di awal abad keduapuluh, namun Francis Bacon dengan metode induksi yang ditampilkannva pada abad kesembilanbelas dapat dikatakan sebagai peletak dasar filsafat ilmu dalam khasanah bidang filsafat secara umum. Sebagian ahli filsafat berpandangan bahwa perhatian yang besar terhadap peran dan fungsi filsafat ilmu mulai mengedepan tatkala ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dalam hal ini ada semacam kekhawatiran di kalangan para ilmuwan dan filsuf, termasukjuga kalangan agamawan, bahwa kemajuan Iptek dapat mengancam eksistensi umat manusia, bahkan alam

Page 50: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

38

beserta isinya. Para filsuf terutama melihat ancaman tersebut muncul lantaran pengembangan Iptek berjalan terlepas dari asumsi-asumsi dasar filosofisnya seperti landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang cenderung berjalan sendiri- sendiri. Untuk memahami gerak perkembangan Iptek yang sedemikian itulah, maka kehadiran filsafat ilmu sebagai upaya meletakkan kembali peran dan fungsi Iptek sesuai dengan tujuan semula, yakni mendasarkan diri dan concern terhadap kebahagiaan umat manusia, sangat diperlukan. Inilah beberapa pokok bahasan utama dalam pengenalan terhadap filsafat ilmu, di samping objek dan pengertian filsafat ilmu yang akan dikedepankan terlebih dahulu.

B. Objek Material dan Formal Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu sebagaimana halnya dengan bidang- bidang ilmu yang lain, juga memiliki objek material dan objek formal tersendiri. Objek material atau pokok bahasan filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum. Di sini terlihatjelas perbedaan yang hakiki antara pengetahuan dengan ilmu pengetahuan. Pengetahuan itu lebih bersifat umum dan didasarkan atas pengalaman sehari-hari, sedangkan ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang bersifat khusus dengan ciri-ciri: sistematis, metode ilmiah tertentu, serta dapat diuji kebenarannya. Semua manusia terlibat dengan pengetahuan sejauh ia hidup secara normal dengan perangkat inderawi yang dimilikinya, namun tidak semua

Page 51: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

39

orang terlibat dalam aktivitas ilmiah, karena ada prasyarat yang harus dimiliki seorang ilmuwan. Prasyarat-prasyarat itu meliputi antara lain: Pertama, prosedur ilmiah yang harus dipenuhi agar hasil kerja ilmiah itu diakui oleh para ilmuwan lainnya. Kedua, metode ilmiah yang dipergunakan, sehingga kesimpulan atau hasil temuan ilmiah itu bisa diterima —entah sementara atau seterusnya— oleh para ilmuwan, terutama bidang ilmu vang sejenis. Ketiga, diakui secara akademis karena gelar atau pendidikan formal yang ditempuhnya. Keempat, ilmuwan harus memiliki kejujuran ilmiah sehingga tidak mengklaim hasil temuan ilmuwan lain sebagai miliknya. Kelima, ilmuwan yang baik juga harus mempunyai rasa ingin tahu (curiosity) yang besar, sehingga senantiasa tertarik pada perkem-bangan ilmu vang terbaru dalam rangka mendukung profesionalitas keilmuannya.

Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem-problem mendasar ilmu pengetahuan seperti: apa hakikat ilmu itu sesungguhnya? Bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah? Apa fungsi ilmu pengetahuan itu bagi manusia? Problem-problem inilah yang dibicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan, yakni landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Kalau diskema'kan, maka landasan pengembangan ilmu pengetahuan itu dapat digambarkan sebagai berikut.1

Page 52: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

40

Landasan ontologis pengembangan ilmu artinya titik tolak penelaahan ilmu pengetahuan didasarkan atas sikap dan pendirian filosofis yang dimiliki oleh seorang ilmuwan. Sikap atau pendirian filosofis secara garis besar dapat dibedakan ke dalam dua mainstream, aliran besar yang sangat mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan, yaitu materialisme dan spiritualisme. Materialisme adalah suatu pandangan metafisik yang menganggap bahwa tidak ada hal yang nyata selain materi. Bahkan pikiran dan kesadaran hanyalah penjelmaan dari materi dan dapat dikembalikan pada unsur-unsur fisik. Materi adalah sesuatu hal yang kelihatan, dapat diraba, berbentuk, menempati ruang.

Page 53: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

41

Spiritualisme adalah suatu pandangan metafisika yang menganggap kenyataan yang terdalam adalah roh yang mengisi dan mendasari seluruh alam,- Pengembangan ilmu berdasarkan pada materialisme cenderung pada ilmu-ilmu kealaman (Xatuunvissenschaften) dan menganggap bidang ilmunya sebagai induk bagi pengembangan ilmu-ilmu lain. Dalam perkembangan ilmu modern, aliran ini disuarakan oleh Positivisme. Sedangkan spiritualisme cenderung pada ilmu-ilmu kerohanian (Geisleswissen- srhaften) dan menganggap bidang ilmunya sebagai wadah utama bagi titik tolak pengembangan bidang- bidang ilmu lain. Jadi landasan ontologis ilmu pengetahuan sangat tergantung pada cara pandang ilmuwan terhadap realitas. Manakala realitas yang dimaksud adalah materi, maka lebih terarah pada ilmu-ilmu empiris. Manakala realitas vang dimaksud adalah spirit atau roh. maka lebih terarah pada ilmu-ilmu humaniora.

Landasan epistemologis pengembangan ilmu artinya titik tolak penelaahan ilmu pengetahuan didasarkan atas cara dan prosedur dalam memperoleh kebenaran. Dalam hal ini yang dimaksud adalah metode ilmiah. Metode ilmiah secara garis besar dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu siklus empirik untuk ilmu-ilmu kealaman, dan metode linier untuk ilmu-ilmu sosial-humaniora. Cara kerja metode siklus- empirik meliputi observasi, penerapan metode induksi, melakukan eksperimentasi (percobaan), verifikasi atau pengujian ulang terhadap hipotesis yang diajukan, sehingga melahirkan sebuah teori. Sedangkan cara keija metode linier meliputi langkah-langkah antara lain: persepsi yaitu penangkap irtderawi terhadap realitas yang

Page 54: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

42

diamati, kemudian disusun sebuah pengertian (konsepsi), akhirnya dilakukan prediksi atau peramalan tentang kemungkinan- kemungkinan yang akan terjadi di masa depan.

Landasan aksiologis pengembangan ilmu merupakan sikap etis yang harus dikembangkan oleh seorang ilmuwan, terutama dalam kaitannya dengan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya. Sehingga suatu aktivitas ilmiah senantiasa dikaitkan dengan kepercayaan, ideologi yang dianut oleh masyarakat atau bangsa, tempat ilmu itu dikembangkan. C. Pengertian Filsafat Ilmu

Ada berbagai definisi filsafat ilmu yang dihimpun oleh The Liang Gie,^ di sini hanya akan dikemukakan empat pendapat yang dianggap paling representatif.

1. Robert Ackermann: Filsafat Ilmu adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini yang dibandingkan dengan pendapat- pendapat terdahulu yang telah dibuktikan.

2. Lewis White Beck: Filsafat ilmu itu mempertanya-kan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah, serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.

3. Cornelius Benjamin: Filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafati vang menelaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metode- metodenya. konsep-konsepnya, dan praanggapan- praanggapannva, serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang pengetahuan intelektual.

4. May Brodbeck: Filsafat ilmu itu sebagai analisis yang netral secara etis dan filsafati. pelukisan, dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu.

Page 55: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

43

Keempat definisi tersebut memperlihatkan ruang lingkup atau cakupan yang dibahas di dalam filsafat ilmu, meliputi antara lain: (1) komparasi kritis sejarah perkembangan ilmu, (2) sifat dasar ilmu pengetahuan, (3) metode ilmiah, (4) praanggapan-praang- gapan ilmiah. (5) sikap etis dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Di antara faktor-faktor itu, yang paling banyak dibicarakan terutama adalah sejarah perkembangan ilmu, metode ilmiah dan sikap etis dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Sejarah perkembangan ilmu memaparkan berbagai wacana yang berkembang di seputar temuan-temu- an ilmiah sesuai dengan periodesasi-periodesasi. Setiap periode menampakkan kekhasannya masing- masing, sehingga perbandingan secara kritis antara satu periode dengan periode yang lain akan memperlihatkan kekayaan paradigma ilmiah sepanjang sejarah perkembangan ilmu. Kuhn bahkan menegas-kan terjadinya revolusi sains yang didukung oleh penemuan paradigma baru dalam bidang ilmu tertentu, sehingga mampu mengubah pola pikir masyarakat. Sebagai contoh: pada jaman Yunani sampai abad pertengahan masyarakat masih berpegang pada pandangan Geosentris, yakni bumi sebagai pusatjagat raya. Namun setelah revolusi Copernicus, masyarakat mempercayai bahwa bukan bumi sebagai pusatjagat raya, melainkan matahari, sehingga terjadi pergeseran paradigmatis dari geosentris ke heliosentris.

Metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, tata langkah, dan cara teknis untuk memperoleh pengetahuan baru atau memperkembangkan pengetahuan yang ada. Metode ilmiah pada umumnya diartikan sebagai prosedur yang dipergunakan oleh para ilmuwan

Page 56: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

44

dalam pencarian sistematis terhadap pengetahuan baru dan peninjauan kembali pengetahuan yang telah ada.4 Namun acapkali ilmuwan di dalam aktivitas ilmiahnya itu terjebak ke dalam sikap pemujaan yang berlebihan terhadap metode. Sikap yang demikian ini dinamakan metodolatri, yaitu menganggap metode sebagai tujuan yang hakiki dari sebuah proses ilmiah. Padahal metode itu hanva sekadar sarana untuk mendapatkan kebenaran ilmiah.

Sikap etis dalam pengembangan ilmu pengetahuan merupakan salah satu isu penting dalam filsafat ilmu, terutama untuk menjawab persoalan apakah ilmu itu bebas nilai atau tidak. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan ada dua kubu vang saling berhadapan, di satu pihak vang beranggapan bahwa ilmu itu harus bebas nilai (misalnva: Positivisme), di pihak lain ada vang beranggapan bahwa ilmu itu tidak mungkin bebas nilai, karena selalu terkait dengan kepentingan sosial.

D. Tujuan dan Implikasi Filsafat ilmu

I. Tujuan Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu sebagai cabang khusus filsafat yang membicarakan tentang sejarah perkembangan ilmu, metode-metode ilmiah, sikap etis yang harus dikem-bangkan para ilmuwan secara umum mengandung tujuan-tujuan sebagai berikut.

Pertama, filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah. Maksudnya, seorang ilmuwan harus memiliki sikap kritis terhadap bidang ilmunya sendiri, sehingga dapat menghindarkan diri dari sikap solipsistik,

Page 57: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

45

menganggap bahwa hanya pendapatnya yang paling benar.

Kedua, filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan. Sebab kecenderungan yang terjadi di kalangan para ilmuwan modern adalah menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur ilmu pengetahuan itu sendiri. Satu sikap yang diperlukan di sini adalah menerapkan metode ilmiah yang 'sesuai atau cocok dengan struktur ilmu pengetahuan, bukan sebaliknya. Metode hanya sarana berpikir, bukan merupakan hakikat ilmu pengetahuan.

Ketiga, filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis-rasional, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum. Semakin luas penerimaan dan penggunaan metode ilmiah, maka semakin valid metode tersebut, pembahasan mengenai hal ini dibicarakan dalam metodologi, yaitu ilmu yang mem-pelajari tentang cara-cara untuk memperoleh kebenaran. 2. Implikasi Mempelajari Filsafat Ilmu

a. Bagi seseorang yang mempelajari filsafat ilmu diperlukan pengetahuan dasar yang memadai tentang ilmu, baik ilmu alam maupun ilmu sosial, supaya para ilmuwan memiliki landasan berpijak vang kuat. Ini berarti ilmuwan sosial perlu mempelajari ilmu-ilmu kealaman secara garis besar, demikian pula seorang ahli ilmu kealaman perlu memahami dan mengetahui secara garis besar tentang ilmu-ilmu sosial. Sehingga antara ilmu yang satu dengan lainnya saling menyapa, bahkan dimungkinkan

Page 58: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

46

teijalinnya keija sama yang harmonis untuk memecahkan persoalan-persoalan kemanusiaan.

b. Menyadarkan seorang ilmuwan agar tidak terjebak ke dalam pola pikir “menara gading”, yakni hanya berpikir murni dalam bidangnya tanpa mengaitkannya dengan kenyataan yang ada di luar dirinya. Padahal setiap aktivitas keilmuan nyaris tidak dapat dilepaskan dari konteks kehidupan sosial-kemasyarakatan.

C. Penutup

Filsafat Ilmu diperlukan kehadirannya di tengah perkembangan iptek yang ditandai semakin menajamnya spesialisasi ilmu pengetahuan. Sebab dengan mempelajari filsafat ilmu, maka para ilmuwan akan menyadari keterbatasan dirinya dan tidak terperangkap ke dalam sikap arogansi intelektual. Hal yang lebih diperlukan adalah sikap keterbukaan diri di kalangan ilmuwan, sehingga mereka dapat saling menyapa dan mengarahkan seluruh potensi keilmuan vang dimilikinya untuk kepentingan umat manusia. □

Catatan Kaki: 'Like Wilardjo, 1998, Filsafat Ilmu Kealaman. -Bakker, 1992, h. 27-28. :,The Liang Gie, 1996, h. 57-59. AIbid., h. 110.

Sumber Acuan

Bakker, A., 1992, Ontologi atau Metafisika Umum, Kanisius, Yogyakarta.

Page 59: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

47

Liek Wilardjo, 1998, “Filsafat Ilmu Kealaman”, dalam Internship Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta.

The Liang Gie, 1996, Pengantar Filsafat Ilmu, Liberty, Yogyakarta.

- ♦ ♦ -

BAB III

Sejarah dan Peranan Pemikiran Filsafat Barat

dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan

A. Pengantar

Kebudayaan manusia dewasa ini ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang teramat cepat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini tidak dapat dilepaskan dari peran dan pengaruh pemikiran filsafat Barat. Pada awal perkembangan pemikiran filsafat Barat pada zaman Yunani Kuno, filsafat identik dengan ilmu pengetahuan, artinya antara pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan pada waktu itu tidak dipisahkan. Semua hasil pemikiran manusia pada waktu itu disebut filsafat. Pada abad

Page 60: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

48

Pertengahan terjadi perubahan, filsafat pada zaman ini identik dengan agama, artinya pemikiran filsafat pada waktu itu menjadi satu dengan dogma Gereja (Agama). Munculnya Renaissans pada abad ke-15 dan Aufklaerung di abad ke-18 membawa perubahan pandangan terhadap filsafat. Filsafat memisahkan diri dari agama, orang mulai bebas mengeluarkan pendapat tanpa takut dihukum oleh Gereja. Sebagai kelanjutan dari zaman renaissans, filsafat pada zaman modern tetap sekuler, namun sekarang filsafat ditinggalkan oleh ilmu pengetahuan. Artinya ilmu pengetahuan sebagai “anak-anak” filsafat berdiri sendiri dan terpecah menjadi berbagai cabang. Cabang-cabang ilmu berkembang dengan cepat, bahkan memecah diri dalam berbagai spesialisasi dan dan sub-spesialisasi pada Abad ke20.

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang dikem-bangkan oleh bangsa Barat telah menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan pada awalnya adalah suatu sistem yang dikembangkan manusia untuk mengetahui keadaannya dan lingkungannya, serta menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya, atau menyesuaikan lingkungannya dengan dirinya dalam rangka strategi hidupnya. Ilmu pengetahuan pada awalnya diciptakan dan dikembangkan untuk membuat hidup manusia lebih mudah dan lebih nyaman untuk dinikmati, artinya ilmu diciptakan dan dikembangkan sebagai sarana untuk membantu manusia meringankan beban kehidupannya. Namun dalam perkembangan selanjutnya, khususnya pada abad ke-20 dan menjelang abad ke- 21, ilmu tidak lagi sekedar sarana kehidupan bagi manusia, tetapi telah menjadi sesuatu yang substantif yang “menguasai” kehidupan umat manusia

Page 61: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

49

baik secara ekstensif maupun intensif. Berbagai spesialisasi ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam berbagai bentuk teknologi tinggi disamping kemanfaatannya yang “luar biasa” juga telah menimbulkan berbagai krisis kemanusiaan.

Berbagai krisis yang ditimbulkan oleh perkem-bangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada umumnya didorong oleh pemecahan masalah kemanusiaan yang sektoral. Banyak orang mengira bahwa masalah- masalah kemanusiaan akan dapat diselesaikan hanya oleh satu displin ilmu, bahkan ada yang mengira hanya disiplin ilmunyalah yang paling ampuh menyelesaikan berbagai masalah kemanusiaan dewasa ini. Selain itu juga muncul anggapan bahwa metodologi yang paling unggul dalam penelitian untuk mencapai kebenaran adalah metodologi yang dikembangkan dalam disiplin ilmunya, sedangkan yang di luar disiplin itu tidak diakui bobot ilmiahnya. Oleh karena itu agar perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sungguh dapat bermanfaat lebih banyak bagi kehidupan manusia, pemikiran sempit itu sudah saatnya ditinggalkan. Untuk memecahkan berbagai persoalan kemanusiaan dewasa ini tidak mungkin lagi dilakukan oleh ilmuwan dari satu disiplin ilmu saja, melainkan harus ditangani bersama oleh berbagai ilmuwan dalam bidang yang berbeda. Maka sudah saatnya para ilmuwan untuk kembali bertanya dan minta “petunjuk” kepada “Ibu” yang telah melahirkannya bagaimana seharusnya kita menyelesaikan masalah-masalah kemanusiaan yang semakin rumit dan kompleks. Salah satu upaya untuk itu adalah dengan mempelajari perkembangan pemikiran filsafat, dalam hal ini adalah filsafat Barat.

Page 62: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

50

Memahami tradisi pemikiran Barat sebagaimana tercermin dalam pandangan filsafatnya merupakan kearifan tersendiri; karena kita akan dapat melacak segi-segi positifnya yang harus kita tiru dan meniadakan segi-segi negatifnya untuk tidak kita ulangi.

Pemikiran Barat yang dijiwai oleh semangat Re-naissance dan Aufklaerung merupakan tradisi yang hingga dewasa ini merupakan “paradigma” bagi pengembangan budaya Barat dengan implikasi yang sangat luas dan mendalam dalam semua segi dan kehidupan.1

Perkembangan sejarah filsafat Barat dapat dibagi dalam empat periodisasi. Periodisasi ini didasarkan atas ciri pemikiran yang dominan pada waktu itu. Pertama, adalah zaman Yunani Kuno, ciri pemikiran filsafati pada zaman ini disebut kosmosentris. Para filosof pada masa ini mempertanyakan asal-usul alam semesta dan jagad raya. Kedua, adalah zaman Abad Pertengahan, ciri pemikiran pada zaman ini disebut teosentris. Para filosof pada masa ini memakai pemikiran filsafat untuk memperkuat dogma-dogma agama Kristiani. Ketiga, adalah zaman Abad Modern, para filosof zaman ini menjadikan manusia sebagai pusat analisis filsafat, sehingga lazim disebut dengan corak antroposentrisme. Keempat, adalah Abad Kontemporer, ciri pokok pemikiran jaman ini ialah logo- sentris, artinya teks menjadi tema sentral diskursus para filosof.

Tulisan ini akan mencoba menguraikan secara ringkas perkembangan pemikiran sejarah filsafat Barat sejak zaman Yunani Kuno sampai dengan Abad ke-20/Kontemporer. Pertama-tama dikemukakan secara singkat latar belakang kelahiran masing-masing zaman,

Page 63: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

51

kemudian ciri-ciri pokok pemikiran pada zaman tersebut beserta filosof-filosof yang berpengaruh dominan, akhirnya diberikan suatu catatan tentang pengaruh masing-masing zaman terhadap perkembangan pemikiran kemanusiaan pada umumnya. Khusus untuk pemikiran filsafat Barat modern dan kontemporer dibicarakan dalam kerangka aliran- aliran.

B. Perkembangan Pemikiran Filsafat Barat

7. Zaman Yunani Kuno (Abad 6 SM - 6 M)

Kelahiran pemikiran filsafat Barat diawali pada abad ke-6 sebelum masehi yang ditandai oleh runtuhnya mite-mite dan dongeng-dongeng yang selama ini menjadi pembenaran terhadap setiap gejala alam. Manusia pada waktu melalui mite-mite mencari keterangan tentang asal-usul alam semesta dan tentang kejadian yang berlangsung di dalamnya. Ada dua bentuk mite yang berkembang pada waktu itu, yaitu mite kosmogonis, yang mencari tentang asal usul alam semesta, dan mite kosmologis, berusaha mencari keterangan tentang asal usul serta sifat kejadian alam semesta.2 Mitologi Yunani meskipun memberikan jawaban terhadap pertanyaan-perta- nyaan tentang alam semesta, sayangnya jawaban- jawaban tersebut diberikan dalam bentuk mite yang lolos dari kontrol akal (rasio). Cara berpikir seperti ini berlangsung sampai abad ke-6 sebelum masehi. Sedangkan sejak abad ke-6 sebelum masehi orang mulai mencari jawaban-jawaban rasional tentang asal usul dan kejadian alam semesta.

Ciri yang menonjol dari filsafat Yunani Kuno di

Page 64: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

52

awal kelahirannya adalah ditujukannya perhatian terutama pada pengamatan gejala kosmik dan fisik sebagai ikhtiar guna menemukan sesuatu asas-mula (arche) yang merupakan unsur awal terjadinya segala gejala.3 Thales (640-550 SM) menyimpulkan bahwa air merupakan arche (asas -mula) dari segala sesuatu, pendapatnya ini didukung oleh kenyataan bahwa air meresapi seluruh benda-benda di jagad raya ini. Anaximander (611-545 SM) meyakini bahwa asas- mula dari segala sesuatu adalah apeiron yaitu sesuatu yang tidak terbatas. Anaximenes (588-524 SM) mengatakan bahwa asas-mula segala sesuatu itu adalah udara, keyakinannya ini didukung oleh kenyataan bahwa udara merupakan unsur vital kehidupan. Pythagoras (580-500 SM) mengatakan bahwa asas segala sesuatu dapat diterangkan atas dasar bilangan- bilangan, ia terkenal karena dalil tentang segi tiga siku-siku yang dikemukakannya dan masih berlaku sampai saat ini.

Diskusi kefilsafatan pada jaman Yunani menjadi semakin semarak dengan tampilnya dua filosof (pemikir), yaitu Herakleitos (540-475 SM) dan Parmenides (540-475 SM). Pertanyaan kedua filosof ini tidak lagi tentang apakah asal-usul dan kejadian alam semesta, tetapi apakah realitas itu berubah, tidak sesuatu yang tetap. Ungkapannya yang terkenal adalah panta rhei khai uden menei, semuanya mengalir dan tidak ada sesuatu pun yang tinggal mantap.4 Parmenides berpandangan sebaliknya, ia menegaskan bahwa realitas itu tetap, tidak berubah. Arti penting Parmenides adalah gagasannya tentang “ada”, ia merupakan filsuf pertama yang mempraktekkan cabang filsafat yang dikenal di kemudian hari dengan “metafisika”. Pernyataannya yang

Page 65: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

53

berkaitan dengan metafisika itu yaitu: “yang-ada itu ada, dan yang-tidak- ada itu tidak ada”.5 Kedua tokoh ini dalam sejarah filsafat menjadi cikal-bakal debat metafisika tentang “pluralisme” dan “monisme”, dalam bidang episto- mologi antara “empirisisme” dan “rasionalisme”. Herakleitos mewakili pluralisme dan empirisisme, sedangkan Parmenides adalah wakil dari monisme dan rasionalisme.

Pemikir Yunani lain yang penting dalam rangka perkembangan ilmu pengetahuan adalah Demokritos (460-370 SM). Ia menegaskan bahwa realitas terdiri dari banyak unsur yang disebutnya dengan atom (atomos, dari a = tidak, dan tomos = terbagi). Atom- atom itu sama sekali tidak mempunyai kualitas dan jumlahnya tidak berhingga.5 Pandangan Demokritos ini merupakan cikal-bakal perkembangan ilmu fisika, kimia dan biologi.

Filsafat Yunani yang telah berhasil mematahkan berbagai mitos tentang kejadian dan asal-usul alam semesta, dan itu berarti dimulainya tahap rasionalisasi pemikiran manusia tentang alam semesta. Filosof yang mengembangkan filsafat pada jaman Yunani yang begitu ramai dipersoalkan sepanjang sejarah filsafat adalah Socrates. Socrates (470 SM-399 SM) tidak memberikan suatu ajaran yang sistematis, ia langsung menerapkan metode filsafat langsung dalam kehidupan sehari-hari. Metode berfilsafat yang diuraikannya disebut “dialektika” (Yunani: dialegrsihai) yang berarti bercakap-cakap, disebut demikian karena dialog atau wawancara mempunyai peranan hakiki dalam filsafat Socrates.7 Socrates sendiri menyebut metodenya itu “maieutike tekhne” (seni kebidanan), artinya fungsi filosof hanya membidani lahirnya pengetahuan. Socrates sendiri tidak

Page 66: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

54

menyampaikan pengetahuan, tetapi dengan pertanyaan-pertanyaan nya ia membidani pengetahuan yang terdapat dalam jiwa orang lain. Dan dengan pertanyaan lebih lanjut ia menguji nilai pikiran-pikiran yang sudah dilahirkan.

Plato (428 SM-348 SM) adalah murid Socrates yang meneruskan tradisi dialog dalam berfilsafat. Plato meneruskan keaktifan Socrates dengan mengarang dialog-dialog, seperti gurunya, ia tidak mengenal lelah dalam mengadakan dialog dengan lawan bicaranya. Plato memilih dialog karena ia berkeyakinan bahwa filsafat pada intinya tidak lain daripada suatu dialog. Berfilsafat berarti mencari kebijaksanaan atau kebenaran, dan oleh karena itu dapat dimengerti bahwa mencari kebenaran itu sebaiknya dilakukan bersama-sama dalam suatu dialog.

Plato dikenal sebagai filosof dualisme, artinya ia mengakui adanya dua kenyataan yang terpisah dan berdiri sendiri, yaitu dunia ide dan dunia bayangan (inderawi). Dunia ide adalah dunia yang tetap dan abadi, di dalamnya tidak ada perubahan, sedangkan dunia bayangan (inderawi) adalah dunia yang berubah, yang mencakup benda-benda jasmani yang disajikan kepada indera. Bertitik tolak dari pandangannya ini, Plato mengajarkan adanya dua bentuk pengenalan. Di satu pihak ada pengenalan Idea-idea yang merupakan pengenalan dalam arti yang sebenarnya. Pengenalan ini mempunyai sifat-sifat yang sama seperti objek-objek yang menjadi arah pengenalan yang sifatnya teguh, jelas, dan tidak berubah. Di pihak lain ada pengenalan tentang benda-benda jasmani. Pengenalan ini mempunyai sifat-sifat tidak tetap, selalu berubah.8

Pemikiran filsafat Yunani mencapai puncaknya pada

Page 67: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

55

murid Plato yang bernama Aristoteles (384 SM- 322 SM). Ia mengatakan bahwa tugas utama ilmu pengetahuan ialah mencari penyebab-penyebab objek yang diselidiki. Kekurangan utama para filosof sebe-lumnya yang sudah menyelidiki alam adalah bahwa mereka tidak memeriksa semua penyebab. Aristoteles berpendapat bahwa tiap-tiap kejadian mempunyai empat sebab yang semuanya harus disebut, bila manusia hendak memahami proses kejadian segala sesuatu. Keempat penyebab itu menurut Aristoteles adalah: a. Penyebab material (material cause): inilah bahan

dari mana benda dibikin. Misalnya kursi dibuat dari kayu.

b. Penyebab formal {formal cause): inilah bentuk yang menyusun bahan. Misalnya bentuk kursi ditambah pada kayu, sehingga kayu menjadi sebuah kursi.

c. Penyebab efisien (efficient cause): inilah sumber kejadian: inilah faktor yang menjalankan kejadian. Misalnya, tukang kayu yang membikin sebuah kursi.

d. Penyebab final {final cause): inilah tujuan yang menjadi arah seluruh kejadian. Misalnya kursi dibikin supaya orang dapat duduk di atasnya.9

Ajaran metafisika Aristoteles menyelidiki tentang hakikat ada, ia membedakan ada yang primer dan sekunder. Ada yang primer disebutnya “substansi” yaitu suatu ada yang berdiri sendiri, tidak memerlukan sesuatu yang lain. Ada yang sekunder disebutnya “aksiden-aksiden”, yaitu suatu hal yang tidak berdiri sendiri, tetapi hanya dapat dikenakan kepada sesuatu yang lain yang berdiri sendiri. Aksiden-aksiden hanya dapat berada dalam suatu substansi dan tidak pernah lepas

Page 68: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

56

daripadanya."’ Realitas menurut Aristoteles tersusun atas satu substansi dan sembilan aksidensi yang terkenal nama sepuluh kategori. Sembilan aksidensi itu antara lain: kualitas, kuantitas, relasi, tempat (ruang), waktu, aksi, passi.

Sama halnya dengan Plato, Aristoteles juga mengemukakan tentang adanya dua pengetahuan, yaitu pengetahuan inderawi dan pengetahuan akali. Pengetahuan inderawi merupakan hasil tangkapan keadaan yang konkret benda tertentu; pengetahuan akali merupakan hasil tangkapan hakikat, jenis benda tertentu. Pengetahuan inderawi mengarah kepada ilmu pengetahuan, namun ia sendiri bukan ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan hanya terdiri dari pengetahuan akali. Itulah sebabnya baik menurut Aristoteles maupun menurut Plato, tidak mungkin terdapat ilmu pengetahuan mengenai hal-hal yang konkret, melainkan yang ada hanyalah ilmu pengetahuan mengenai hal-hal yang umum. Jalan untuk sampai pada ilmu pengetahuan ialah jalan abstraksi. Akal tidaklah mengandung idea-idea bawaan, melainkan mengabstraksikan idea-idea yang dipunyainya, yaitu bentuk yang dipunyai benda-benda, berdasarkan hasil tangkapan inderawi.11 Sumbangan Aristoteles dalam perkembangan ilmu pengetahuan adalah pemikirannya tentang sillogisme. Sillogisme adalah suatu cara menarik kesimpulan dari premis-premis sebelumnya. Pasca Aristoteles filsafat Yunani mengalami “kemunduran” dalam arti filsafat cenderung untuk memasuki dunia praktis bahkan berlanjut mengarah kedunia mistik sebagaimana dikembangkan oleh faham Stoisisme, Epucurisme dan Neo-Plato- nisme.

Page 69: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

57

2. Zaman Pertengahan (6 - 16 M)

Zaman Pertengahan di Eropa adalah zaman ke-emasan bagi kekristenan. Abad pertengahan selalu dibahas sebagai zaman yang khas, karena dalam abad- abad itu perkembangan alam pikiran Eropa sangat terkendala oleh keharusan untuk disesuaikan dengan

Page 70: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

58

ajaran agama. Filsafat zaman pertengahan biasanya dipandang terlampau seragam, dan lebih dari itu dipandang seakan-akan tidak penting bagi sejarah pemikiran sebenarnya. Bila kita hendak memahami perkembangan pemikiran kefilsafatan, maka pendapat semacam itu hendaknya ditinjau kembali. Apa yang terungkap pada masa Renaissans dan pada filsafat abad ke-17, tidak mungkin dipahami, manakala kita mengabaikan permainan pendahuluan tentang hal-hal tersebut yang terjadi pada abad pertengahan.12 Filosof Yunani yang berpengaruh pada abad pertengahan adalah Plato dan Aristoteles, Plato menampakkan pengaruhnya pada Agustinus sedangkan Aristoteles pada Thomas Aquinas.

Filsafat Agustinus (354-430) merupakan filsafat mengenai keadaan ikut ambil bagian, suatu bentuk Platonisme yang sangat khas. Dengan pengetahuannya mengenai kebenaran-kebenaran abadi yang disertakan sejak lahir dalam ingatan dan yang menjadi sadar karena manusia mengetahui sesuatu, manusia ikut ambil bagian dalam idea-idea Tuhan, yang mendahului ciptaan dunia. Ciptaan merupakan keadaan yang ikut ambil bagian dalam idea-idea Tuhan, tetapi manusia adalah ciptaan yang unik, ia bukan keadaan yang ambil bagian yang pasif melainkan diwujudkan secara aktif dalam suatu pengetahuan yang penuh kasih.13 Secara demikian manusia melalui penciptaan dapat mendaki sampai pada pengakuan yang penuh kasih akan Tuhan. Dalam arti tertentu keadaan ikut ambil bagian ini terjadi dengan mengetahui sesuatu, namun semua perbuatan mengetahui dibimbing oleh kasih. Demikianlah menurut Agustinus berpikir dan mengasihi berhubungan secara

Page 71: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

59

selaras dan tak terceraikan. Tuhan adalah ada sebagai ada, yang bersifat pribadi dan sebagai pribadi menciptakan seluruh jagad raya secara bebas, dan tidak dengan jalan emanasio yang niscaya terjadi, seperti dikatakan oleh Plotinos.

Pemikiran filsafat Aristoteles direnungkan secara mendalam oleh Thomas Aquinas (1125-1274), tanpa ragu-ragu ia mengambil pemikiran filsafat Aristot eles sebagai dasar dalam berfilsafat. Namun demikian pemikiran filsafat Thomas tidak semata-mata merupakan pengulangan dari filsafat Aristoteles. Ia membuang hal-hal yang tidak pas dengan ajaran Kristiani dan menambahkan hal-hal baru, sehingga filsafatnya melahirkan suatu aliran yang bercorak Thomisme, yang menjadi ciri khas filsafat zaman Pertengahan yang dikenal dengan predikat “Ancilla Theologiae”.

Thomas dalam hal terjadinya alam semesta menganut teori penciptaan, artinya Tuhan menciptakan alam semesta. Dengan tindakan mencipta, Tuhan menghasilkan ciptaan dari ketiadaan. Tuhan mencipta dari ketiadaan pada awal mulanya tidak terdapat dualisme antara Tuhan (kebaikan) dengan materia (keburukan). Karena segala sesuatu timbul oleh penciptaan dari Tuhan maka segala sesuatujuga ambil bagian dalam kebaikan Tuhan; berarti bahwa juga alam material mempunyai bentuk kebaikan sendiri. Selanjutnya penciptaan itu bukan merupakan tindakan pada suatu saat tertentu, yang sesudah itu ciptaan tersebut untuk seterusnya dibiarkan mengadu nasibnya. Mencipta berarti secara terus-menerus menghasilkan serta memelihara ciptaan.14Tuhan mencipta alam semesta serta waktu dari keabadian, gagasan penciptaan tidak bertentangan dengan alam abadi. Kitab suci mengajarkan bahwa alam semesta berawal mula, tetapi filsafat tidak membuktikan hal itu, seperti halnya filsafat juga tidak dapat membuktikan bahwa alam semesta tidak berawal mula.

Page 72: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

60

3. Zaman Renaisans (14-16 M)

Peralihan dari zaman pertengahan ke zaman modern ditandai oleh suatu era yang disebut dengan ’renaissans’. Renaissans adalah suatu zaman yang sangat menaruh perhatian dalam bidang seni lukis, patung, arsitektur, musik, sastra, filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi.15 Pada zaman ini berbagai gerakan bersatu untuk menentang pola pemikiran abad pertengahan yang dogmatis, sehingga melahirkan suatu perubahan revolusioner dalam pemikiran manusia dan membentuk suatu pola pemikiran baru dalam filsafat .lfl Zaman renaissans terkenal dengan era kelahiran kembali kebebasan manusia dalam berpikir. Renaissans adalah zaman atau gerakan yang didukung oleh cita-cita lahirnya kembali manusia yang bebas. Manusia bebas yang dimaksudkan dan didambakan adalah manusia bebas seperti yang ada dalam zaman Yunani Kuno. Pada zaman renaissans ini manusia Barat mulai berpikir secara baru, dan secara berangsur-angsur melepaskan diri dari otoritas kekuasaan Gereja yang selama ini telah “mengung-kung” kebebasan dalam mengemukakan kebenaran filsafat dan ilmu pengetahuan.

Pemikir renaissans yang dapat dikemukakan dalam tulisan ini antara lain: Nicolaus Copernicus (1473-1543) dan Francis Bacon (1561-1626). Copernicus adalah seorang tokoh gerejani yang ortodoks, ia menemukan bahwa matahari berada di pusatjagad raya, dan bumi memiliki dua macam gerak, yaitu: perputaran sehari-hari pada porosnya dan gerak tahunan mengelilingi matahari. Teorinya ini disebut “heliosentrisme” di mana matahari adalah pusatjagad raya, bukan bumi sebagaimana yang dikemukakan oleh Ptolomeus yang diperkuat oleh Gereja. Teori Ptolomeus ini disebut “geosentrisme”, bumi adalah pusatjagad raya. Teori Copernicus ini melahirkan revolusi pemikiran tentang alam

Page 73: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

61

semesta, terutama astronomi. Bacon adalah pemikir yang seolah-olah meloncat keluar dari jamannya dengan menjadi pe-rintis filsafat ilmu pengetahuan. Ungkapan Bacon

Page 74: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

62

yang terkenal adalah knowledge is power “pengetahuan adalah kekuasaan”. Ada tiga contoh yang dapat membuktikan pernyataan ini, yaitu: (1) mesiu menghasilkan kemenangan dan perang modern; (2) kompas memungkinkan manusia mengarungi lautan; (3) percetakan yang mempercepat penyebaran ilmu pengetahuan.17

4. Zaman Modern (17-19 M)

Filsafat Barat modern yang kelahirannya didahului oleh suatu periode yang disebut dengan ‘renaissans’ dan dimatangkan oleh “gerakan” Aufklaerung di abad ke-18 itu, di dalamnya mengandung dua hal yang sangat penting. Pertama, semakin berkurangnya kekuasaan Gereja, kedua, semakin bertambahnya kekuasaan ilmu pengetahuan.18 Pengaruh dari gerakan renaissans dan Aufklaerung itu telah menyebabkan peradaban dan kebudayaan Barat modern berkembang dengan pesat, dan semakin bebas dari pengaruh otoritas dogma-dogma Gereja. Terbebasnya manusia Barat dari otoritas Gereja dampak semakin dipercepatnya perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan. Sebab pada zaman renaissans dan Aufklaerung perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan tidak lagi didasarkan pada otoritas dogma- dogma Gereja, melainkan didasarkan atas kesesuaiannya dengan akal. Sejak itu kebenaran filsafat dan ilmu pengetahuan didasarkan atas kepercayaan dan kepastian intelektual (sikap ilmiah) yang kebenarannya dapat dibuktikan berdasarkan metode, perkiraan dan pemikiran yang dapat diuji. Kebenaran yang dihasilkan tidak bersifat tetap, tetapi dapat berubah dan dikoreksi sepanjang waktu. Kebenaran merupakan never ending process', bukan sesuatu yang mandeg, selesai dalam kebekuan normatif atau dogmatis.

Page 75: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

63

Filsafat Barat modern dengan demikian memiliki corak yang berbeda dengan periode filsafat Abad Pertengahan. Perbedaan itu terletak terutama pada otoritas kekuasaan politik dan ilmu pengetahuan. Jika pada Abad Pertengahan otoritas kekuasaan mutlak dipegang oleh Gereja dengan dogma-dogmanya, maka pada zaman Modern otoritas kekuasaan itu terletak kemampuan akal manusia itu sendiri. Manusia pada zaman modern tidak mau diikat oleh kekuasaan manapun, kecuali oleh kekuasaan yang ada pada dirinya sendiri. Kekuatan yang mengikat itu ialah Agama dengan Gerejanya, serta Raja dengan kekuasaan politiknya yang bersifat absolut.

Para filosof modern pertama-tama menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau dogma-dogma Gereja, juga tidak berasal dari kekuasaan feodal, melainkan dari diri manusia sendiri.19 Sebagai ahli waris zaman renaissans, filsafat zaman modern itu bercorak “antroposentris”, artinya manusia menjadi pusat perhatian penyelidikan filsafati. Semua filsuf pada zaman ini menyelidiki segi-segi subjek manusiawi; “aku” sebagai pusat pemikiran, pusat pengamatan, pusat kebebasan, pusat tindakan, pusat kehendak, dan pusat perasaan.20

Wacana filsafat yang menjadi topik utama pada zaman modern, khususnya dalam abad ke-17, adalah persoalan epistemologi. Pertanyaan pokok dalam bidang epistemologi adalah bagaimana manusia memperoleh pengetahuan dan apakah sarana yang paling memadai untuk mencapai pengetahuan yang benar, serta apa yang dimaksud dengan kebenaran itu sendiri. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bercorak epistemologis ini, maka dalam filsafat abad ke-17 muncullah dua aliran filsafat yang memberikan jawaban berbeda, bahkan saling bertentangan. Aliran filsafat tersebut ialah rasionalisme dan empirisisme.

Page 76: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

64

a. Rasionalisme

Usaha manusia untuk memberi kepada akal suatu kedudukan yang ‘berdiri sendiri’, sebagaimana yang telah dirintis oleh para pemikir ‘renaissans’ berlanjut terus sampai abad ke-17. Abad ke-17 adalah abad dimulainya pemikiran-pemikiran kefilsafatan dalam artian yang sebenarnya. Semakin lama manusia semakin menaruh kepercayaan yang besar terhadap kemampuan akal, sehingga tampaklah adanya keya-kinan bahwa dengan kemampuan akal itu pasti dapat diterangkan segala macam persoalan, dapat dipahami segala macam permasalahan, dan dapat dipecahkannya segala macam masalah kemanusiaan.

Akibat dari keyakinan yang berlebihan terhadap kemampuan akal itu, dinyatakanlah perang terhadap mereka yang malas mempergunakan akalnya, terhadap kepercayaan yang bersifat dogmatis seperti yang terjadi pada Abad Pertengahan, terhadap tata-susila yang bersifat tradisi, terhadap apa saja yang tidak masuk akal, dan terhadap keyakinan-keyakinan dan anggapan-anggapan yang tidak masuk akal.21

Dengan berkuasanya akal ini, orang mengharapkan akan lahirnya suatu dunia baru yang'lebih sempurna, suatu dunia baru yang dipimpin oleh akal manusia yang sehat. Kepercayaan terhadap akal ini terutama terlihat dalam lapangan filsafat, yaitu dalam bentuk suatu keinginan untuk menyusun secara ‘a priori’ suatu sistem keputusan akal yang luas dan bertingkat tinggi. Corak berpikir dengan melulu mengandalkan atau berdasarkan atas kemampuan akal (rasio), dalam filsafat dikenal dengan nama aliran ‘rasionalisme’.

Aliran filsafat rasionalisme ini berpendapat, bahwa sumber pengetahuan yang memadai dan dapat dipercaya adalah akal (rasio). Hanya pengetahuan yang diperoleh melalui akallah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh sifat umum

Page 77: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

65

dan harus mutlak, yaitu syarat yang dituntut oleh semua pengetahuan ilmiah. Sedangkan pengalaman hanya dapat dipakai untuk mengukuhkan kebenaran pengetahuan yang telah diperoleh melalui akal. Menurut aliran ini akal tidak memerlukan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan yang benar, karena akal dapat menurunkan kebenaran itu dari dirinya sendiri. Metode yang diterapkan oleh para filsuf rasionalisme ialah metode deduktif, seperti yang berlaku pada ilmu pasti.

Secara ringkas dapatlah dikemukakan dua hal pokok yang merupakan ciri dari setiap bentuk rasionalisme, yaitu: 1) Adanya pendirian bahwa kebenaran-kebenaran yang

hakiki itu secara langsung dapat diperoleh dengan menggunakan akal sebagai sarananya.

2) Adanya suatu penjabaran secara logik atau deduksi yang dimaksudkan untuk memberikan pembuktian seketat mungkin mengenai lain-lain segi dari seluruh sisa bidang pengetahuan berdasarkan atas apa yang dianggap sebagai kebenaran- kebenaran hakiki tersebut di atas.22

Tokoh-tokoh aliran filsafat rasionalisme ini ialah Descartes, Spinoza, dan Leibniz, dari ketiga tokoh ini yang dibicarakan dalam rangka aliran ini adalah Descartes.

Tokoh penting aliran filsafat rasionalisme adalah Rene Descartes (1598-1650) yang juga adalah pendiri filsafat modern. Ia pantas untuk mendapat keduduk- an itu dengan alasan, pertama, karena usaha mencari satu-satunya metode dalam seluruh cabang penyelidikan manusia; kedua, karena dia memperkenalkan dalam filsafat, terutama tentang penelitian dan konsep dalam filsafat yang menjadi prinsip dasar dalam perkembangan filsafat modern.23 Metode Descartes dimaksudkan bukan saja sebagai metode penelitian ilmiah, ataupun penelitian filsafat, melainkan sebagai metode

Page 78: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

66

penelitian rasional mana saja, sebab akal budi manusia selalu sama.24

Descartes memulai metodenya dengan meragu- ragukan segala macam pernyataan kecuali pada satu pernyataan saja, yaitu bahwa ia sedang melakukan keragu-raguan25 sendiri menegaskan bahwa ia dapat saja meragukan segala hal, namun satu hal yang tidak mungkin diragukan adalah kegiatan meragu-ragukan itu sendiri. Maka ia sampai pada kebenaran yang tak terbantahkan, yakni: saya berpikir, jadi saya ada (Cogito ergo sum). Pernyataan ini begitu kokoh dan meyakin-kan, sehingga anggapan kaum skeptik yang paling ekstrim pun tidak akan mampu menggoyahkannya. Cogito ergo sum ini oleh Descartes diterima sebagai prinsip pertama dari filsafat.

Bagi Descartes pernyataan “saya berpikir, jadi saya ada” adalah terang dan jelas, segala sesuatu yang bersifat terang dan jelas bagi akal pikiran manusia dapatlah dipakai sebagai dasar yang tidak perlu dibuktikan lagi kebenarannya untuk melakukan penjabaran

Page 79: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

67

terhadap pernyataan-pernyataan yang lain.26 Segenap ilmu pengetahuan haruslah didasarkan atas kepastian- kepastian yang tidak dapat diragukan lagi akan kebenarannya yang secara langsung dilihat oleh akal pikiran manusia. Metode semacam ini dinamakan juga metode ’apriori’ yang secara harafiah berarti berdasarkan atas hal-hal yang adanya mendahului. Dengan mengunakan metode a priori ini kita seakan-akan sudah mengetahui segala gejala secara pasti, meskipun kita belum mempunyai pengalaman inderawi mengenai hal-hal yang kemudian tampak sebagai gejala-gejala itu.

Sistem filsafat yang dikembangkan Descartes tak dapat dipisahkan dari sikap kritik yang berkembang dalam pergolakan Renaissans, kebangkitan budaya yang sekaligus membawa suatu skeptisisme terhadap dogma agama dan praktek politik yang sampai saat itu menjamin ketahanan status gereja dan negara. Skeptisisme ini meluas menjiwai Descartes yang dengan konsekuen meragukan pengetahuan yang kita peroleh secara inderawi. Tetapi kemudian metode keraguan ini akhirnya dapat menumbangkan skeptisisme yang berkelanjutan (ekstrim), karena menemukan suatu landasan kebenaran baru.27

b. Empirisisme

Para penganut aliran empirisisme dalam berfilsafat bertolak belakang dengan para penganut aliran rasionalisme. Mereka menentang pendapat- pendapat para penganut rasionalisme yang berdasarkan atas kepastian-kepastian yang bersifat a priori. Menurut penganut empirisisme metode ilmu pengetahuan itu bukanlah bersifat a priori, tetapi a posteriori. Yang dimaksud dengan metode a posteriori ialah metode yang berdasarkan atas hal-hal yang datang atau terjadinya atau adanya kemudian.

Page 80: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

68

Bagi penganut empirisisme sumber pengetahuan yang memadai itu ialah pengalaman, yang dimaksud dengan pengalaman di sini ialah pengalaman lahir yang menyangkut dunia dan pengalaman batin yang menyangkut pribadi manusia. Sedangkan akal manusia hanya berfungsi dan bertugas untuk mengatur dan mengolah bahan-bahan atau data yang diperoleh melalui pengalaman. Oleh karena itu para penganut aliran empirisisme berkeyakinan bahwa manusia tidak mempunyai ide-ide bawaan atau innate ideas. Bagi mereka manusia itu ibarat kertas putih yang belum terisi oleh apa-apa, dan baru terisi melalui pengalaman- pengalaman, baik pengalaman lahiriah maupun pengalaman batiniah.

Aliran empirisisme pertama kali berkembang di Inggris pada abad ke-15 dengan Francis Bacon sebagai pelopornya. Bacon memperkenalkan metode eksperimen dalam penyelidikan atau penelitian. Menurut Bacon, manusia melalui pengalaman dapat mengetahui benda-benda dan hukum-hukum relasi antara benda-benda. Iajuga memberikan sejumlah petunjuk agar seorang ilmuwan berhati-hati terhadap idola- idola, yaitu: (1) idola tribus yaitu menarik kesimpulan secara terburu-buru); (2) idola specus yaitu menarik kesimpulan sesuai dengan seleranya; (3) idola fori yaitu menarik kesimpulan berdasarkan pendapat orang banyak; (4) idola theatri yaitu menarik kesimpulan berdasar pendapat ilmuwan sebelumnya. Filosof empiris lainnya adalah Thomas Hobbes, iajuga meyakini bahwa pengenalan atau pengetahuan itu diperoleh dari pengalaman. Berbeda dari pendahulunya, John Locke lebih terdorong untuk mengemukakan tentang asal mula gagasan manusia, kemudian menentukan fakta-fakta, menguji kepastian pengetahuan dan memeriksa batas-batas pengetahuan manusia.

Paham empirisisme ini kemudian dikembangkan oleh

Page 81: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

69

David Hume (1611-1776), ia menegaskan bahwa sumber satu-satunya untuk memperoleh pengetahuan adalah pengalaman, dan ia sangat menentang kaum rasionalisme yang berlandaskan pada prinsip a priori, yang bertitik tolak dari ide-ide bawaan. Ia mengajarkan bahwa manusia tidak membawa pengetahuan bawaan ke dalam hidupnya. Sumber pengetahuan adalah pengamatan, melalui pengamatan ini manusia memperoleh dua hal yaitu: kesan-kesan (impresion) dan pengertian-pengertian (ideas) .28 Kesan-kesan (impressions) adalah pengamatan langsung yang diterimadari pengalaman, baik lahiriah maupun batiniah. Kesan-kesan ini menampakkan diri dengan jelas hidup dan kuat terhadap pengamat. Pengertian- pengertian {ideas) merupakan gambaran tentang pengamatan yang redup, kabur atau samar-samar yang diperoleh dengan merenungkan kembali atau merefleksikan dalam kesadaran kesan-kesan yang telah diterima melalui pengamatan langsung.

Pada hakikatnya pemikiran Hume bersifat analitis, kritis dan skeptis. Ia berpangkal pada suatu keyakinan bahwa hanya kesan-kesanlah yang pasti, jelas dan tidak dapat diragukan. Berdasarkan pendapatnya ini, Hume sampai pada kesimpulan bahwa “akuv ter-masuk dalam dunia khayalan. Sebab bagi Hume dunia hanya terdiri dari kesan-kesan yang terpisah-pisah, yang tidak dapat disusun secara objektif sistematis, karena tidak ada hubungan sebab akibat di antara kesan-kesan.

Secara ringkas dapatlah dikatakan bahwa pengetahuan yang bersifat a priori terdiri dari proposisi ana- litik, yakni proposisi yang predikatnya sudah tercakup dalam subyek. Sebagai contoh, semua angsa putih, semua jejaka itu laki-laki, es itu dingin, lingkaran itu bulat dan lain-lain. Dan pendapat ini merupakan ciri khas pemikiran yang bercorak rasionalistik. Sebaliknya ciri khas dari empiristik adalah a posteriori, dan proposisinya adalah

Page 82: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

70

sintetik, yakni yang tak dapat diuji kebenarannya dengan cara menganalisis pernyataan, tetapi harus diuji kebenarannya secara empiris. Misal: rumah mahal, motor baru, dan lain-lain.

c. Kritisisme

Seorang filsuf besar Jerman yang bernama Immanuel Kant (1724-1804) telah melakukan usaha untuk menjembatani pandangan-pandangan yang saling bertentangan, yaitu antara rasionalisme dan empirisisme. Kekurangan-kekurangan yang ditunjukkan oleh masing-masing pandangan tersebut di atas hendak digantinya dengan pandangan yang memberikan keleluasaan bagi adanya bahan-bahan yang bersifat pengalaman inderawi dan juga bagi adanya subyek yang mengetahui yang secara aktif mengelola bahan-bahan yang bersifat pengalaman inderawi tersebut. Sebagaimana telah disebutkan paham empirisisme secara berat sebelah memberikan titik berat pada pengalaman inderawi yang bersifat langsung sedangkan paham rasionalisme memberikan peranan yang terlalu besar kepada pikiran manusia, artinya memberikan titik berat atau pengutamaan pada penglihatan yang bersifat akali dan penjabaran yang bersifat logik.29

Filsafat Immanuel Kant, yang disebut dengan aliran filsafat kritisisme. Kritisisme adalah sebuah teori pengetahuan yang berusaha untuk mempersatukan kedua macam unsur dalam filsafat rasionalisme dan empirisisme dalam suatu hubungan yang seim-bang, yang satu tidak terpisahkan dari yang lain. Menurut Kant pengetahuan merupakan hasil terakhir yang diperoleh dengan

Page 83: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

71

adanya kerja sama di antara dua komponen, yaitu di satu pihak berupa bahan- bahan yang bersifat pengalaman inderawi, dan di lain pihak cara mengolah kesan-kesan yang bersangkutan sedemikian rupa sehingga terdapat suatu hubungan antara sebab dan akibatnya.30 Sesungguhnya relasi- relasi antara sebab dan akibat tidaklah terdapat di dalam dunia seperti yang terhampar di depan kita yang adanya tidak tergantung pada kita, melainkan merupakan bentuk-bentuk penafsiran manusia yang gunanya ialah agar gejala-gejala yang begitu beraneka ragam yang kita hadapi, dapatlah dijadikan sesuatu yang dapat kita pahami dan kalau dapat kita pergunakan untuk kepentingan kita.

Kant yang mencoba untuk mempersatukan rasionalisme dan empirisisme, mengatakan bahwa dengan hanya mementingkan salah satu dari kedua aspek sumber pengetahuan (rasio dan empiri) tidak akan diperoleh pengetahuan yang kebenarannya bersifat universal sekaligus dapat memberikan informasi baru. Pengetahuan yang rasional adalah pengetahuan yang analitis a priori, di sini predikat sudah termuat dalam subyek. Sedangkan pengetahuan yang empiris adalah pengetahuan yang sintetis a posteriori, di sini predikat dihubungkan dengan subyek yang berdasarkan peng- alaman inderawi. Masing-masing mempuyai kekuatan dan kelemahan. Pengetahuan rasional (analitis a priori) adalah pengetahuan yang bersifat universal, tapi tidak memberikan informasi baru. Sebaliknya pengetahuan empiris (sintetis a posteriori) dapat memberikan informasi baru, tetapi kebenarannya tidak universal.

Untuk menyelesaikan perbedaan pandangan antara rasionalisme dan empirisisme ini, Kant mengemukakan bahwa

Page 84: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

72

pengetahuan itu seharusnya sintetis a priori. Yang dimaksud dengan pengetahuan yang sintetis a priori ini ialah; pengetahuan bersumber dari rasio dan empiri yang sekaligus bersifat a priori dan a posteriori.31 Di sini akal budi dan pengalaman inderawi dibutuhkan serentak. Selanjutnya Kant mengatakan bahwa pengetahuan selalu bersifat sintetis. Pengetahuan inderawi misalnya merupakan sintetis hal-hal dari luar dan dari bentuk-bentuk ruang dan waktu di dalam saya. Sedangkan pengetahuan dari akal merupakan sintetis dari data inderawi dan sumbangan dari kategori-kategori.

Dengan filsafat kritisnya Immanuel Kant telah menunjukkan jasanya yang besar, karena berdasarkan atas penglihatannya yang begitu jelas mengenai keadaan yang saling mempengaruhi di antara subyek pengetahuan dan obyek pengetahuan. Ia telah mem-berikan pembetulan terhadap sikap berat sebelah yang dikemukakan oleh penganut rasionalisme dan empirisisme. Sehingga ia telah membuka jalan bagi perkembangan filsafat di kemudian hari.

d. Idealisme

Permulaan pemikiran idealisme dalam sejarah filsafat Barat biasanya selalu dihubungkan dengan Plato (427-347 SM). Akan tetapi istilah idealisme untuk menunjukkan suatu aliran filsafat, baru dipakai pada abad-ke-19.32 Aliran filsafat idealisme dalam abad ke- 19 merupakan kelanjutan dari pemikiran filsafat rasionalisme pada abad ke-17. Para pengikut aliran idealisme ini pada umumnya filsafatnya bersumber dari filsafat kritismenya

Page 85: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

73

Immanuel Kant. Fichte (1762- 1814) yang dijuluki sebagai penganut idealisme subyektif adalah merupakan murid Kant. Demikian juga dengan Scelling yang filsafatnya disebut dengan idealisme obyektif. Kemudian kedua idealisme ini (subyektif dan obyektif) disintesiskan dalam filsafat idealisme mutlaknya Hegel (1770-1831).

Bagi Hegel pikiran adalah essensi dari alam dan alam adalah keseluruhan jiwa yang diobyektifkan. Alam adalah proses pemikiran yang memudar, yang adalah juga akal yang mutlak (absolute Reason) yang mengekspresikan dirinya dalam bentuk luar. Oleh karena itu menurut Hegel hukum-hukum pikiran merupakan hukum-hukum realitas. Sejarah adalah cara zat yang mutlak (Absolut) itu menjelma dalam waktu dan pengalaman manusia. Oleh karena alam itu satu, dan bersifat mempunyai maksud serta berpikir, maka alam itu berwatak pikiran. Jika kita memikirkan keseluruhan tata tertib yang mencakup in-orga- nik, organik, tahap-tahap keberadaan spiritual dalam suatu tata-tertib yang mencakup segala-galanya, pada waktu itulah kita membicarakan tentang yang mutlak, jiwa yang mutlak atau Tuhan.33

Dari uraian di atas Hegel secara sepintas tampaknya mengingkari adanya realitas luar atau realitas obyektif. Akan tetapi sebenarnya ia tidak mengingkari adanya realitas luar atau realitas obyektif tersebut. Hegel hanya percaya bahwa sikapnya adalah satu-satunya sikap yang bersifat adil kepada segi obyektif peng-alaman. Hal ini karena ia menemukan dalam alam prinsip-prinsip akal dan maksud yang sama seperti yang ditemukan manusia dalam dirinya sendiri. Dalam diri manusia terdapat suatu akal yang

Page 86: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

74

memiliki maksud di dalam alam. Hegel percaya bahwa hal ini ditemukan bukan sekedar difahami dalam alam. Alam menurut Hegel telah ada sebelum manusia ada. tetapi adanya arti dalam dunia, mengandung arti bahwa ada sesuatu seperti akal atau pikiran di tengah-tengah idealitas. Tata-tertib realitas yang sangat berarti itu diberikan kepada manusia agar ia memikirkan dan berpartisipasi di dalamnya. Keyakinan terhadap arti dan pemikiran dalam struktur dunia merupakan intuisi dasar yang menjadi asas idealisme.

Page 87: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

75

Setelah era Hegel telah muncul beberapa filsuf yang menyebut dirinya sebagai penganut aliran idealisme. Di antaranya ialah F.H. Bradley dari Inggris, dan aliran filsafatnya kadang-kadang disebut juga neo- Hegelianisme Inggris. Filsafat Idealisme F.H. Bradley ini sangat berpengaruh terhadap munculnya filsafat analitik pada abad ke-20.

e. Positivisme

Pendiri dan sekaligus tokoh terpenting dari aliran filsafat positivisme adalah Auguste Comte (1798- 1857). Filsafat Comte anti-metafisis, ia hanya menerima fakta-fakta yang ditemukan secara positif-ilmiah, dan menjauhkan diri dari semua pertanyaan yang mengatasi bidang ilmu-ilmu positif. Semboyan Comte yang terkenal adalah savoir pour prevoir (mengetahui supaya siap untuk bertindak), artinya manusia harus menyelidiki gejala-gejala dan hubungan-hubungan antara gejala-gejala ini supaya ia dapat meramalkan apa yang akan terjadi.34 Semenjak Hegel dan karena Hegel muncul “mode” di kalangan para filsuf untuk “meramalkan” perkembangan dunia sebagaimana dikembangkan oleh Auguste Comte, Karl Marx, Emille Durkheim, Talcot Parson, Amitai Etzioni, van Peursen, Alvin Toffler, John Naisbitt dan lain-lain.33

Filsafat positivisme Comte disebut juga faham empirisisme-kritis, bahwa pengamatan dengan teori berjalan seiring. Bagi Comte pengamatan tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan penafsiran atas dasar sebuah teori dan pengamatanjuga tidak mungkin dilakukan secara “terisolasi”, dalam arti harus di- „ kaitkan dengan suatu teori.3,1

Page 88: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

76

Metode positif Auguste Comte juga menekankan pandangannya pada hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain. Baginya persoalan filsafat yang penting bukan masalah hakikat atau asal-mula pertama dan tujuan akhir gejala-gejala, melainkan bagaimana hubungan antara gejala yang satu dengan gejala yang lain.

Filsafat Auguste Comte terutama penting sebagai pencipta ilmu sosiologi. Kebanyakan konsep, prinsip dan metode yang sekarang dipakai dalam sosiologi, berasal dari Comte. Comte membagi masyarakat atas “statika sosial” dan “dinamika sosial”, statika sosial adalah teori tentang susunan masyarakat, sedangkan dinamika sosial adalah teori tentang perkembangan dan kemajuan. Sosiologi ini sekaligus suatu “filsafat sejarah”, karena Comte memberikan tempat kepada fakta-fakta individual sejarah dalam suatu teori umum, sehingga teijadi sintesis yang menerangkan fakta-fakta itu. Fakta-fakta itu dapat bersifat politik, yuridis, ilmiah, tetapi juga falsafi, religius, atau kultural.37

f. Marxisme

Sampai dengan dekade 1990-an tidak kurang sepertiga penduduk dunia terpengaruh oleh filsafat Marxisme, sekurang-kurangnya menjadi simpatisannya. Pendiri aliran filsafat ini adalah Karl Marx (1818- 1883). Filsafat Marx adalah perpaduan antara metode dialektika Hegel dan filsafat materialisme Feuerbach. Marx terutama mengkritik Hegel yang menurutnya berjalan atas kepalanya, oleh karena itu filsafat ini harus diputarbalikkan. Filsafat abstrak harus ditinggalkan, karena

Page 89: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

77

teori, interpretasi, spekulasi dan sebagai- nya tidak menghasilkan perubahan dalam masyarakat.38 Sama halnya dengan Hegel, Marx mengajarkan bahwa sejarah dijalankan oleh suatu logika tersendiri, namun ia tidak sependapat dengan Hegel yang me-ngatakan bahwa “motor” sejarah adalah “ide” atau “roh” yang sedang berkembang. Bagi Manx motor sejarah terdiri dari hukum-hukum sosial ekonomis dan hukum ini tidak merupakan sesuatu yang “transenden” yang mengatasi manusia dan dunia, melainkan justru merupakan hasil kerja dan perjuangan manusia sendiri.

Pemikiran Marx menghubungkan dengan sangat erat ekonomi dengan filsafat. Bagi Marx masalah filsafat bukan hanya masalah pengetahuan dan masalah kehendak murni yang utama, melainkan masalah tindakan. Para filosof menurut Marx selama ini hanya sekedar menafsirkan dunia dengan berbagai cara, namun menurutnya yang terpenting adalah mengubahnya.39 Hal yang perlu diubah itu ialah keadaan masvarakat yang tertindas oleh kaum borjuis dan kapitalis yang menghisap kaum proletar. Oleh karena itu menurut Marx kaum proletar harus merebut peranan kaum Boijuis dan Kapitalis itu melalui revolusi.

Di samping berkembangnya aliran-aliran epistemologi, filsafat modern juga mengantarkan lahirnya revolusi industri di abad ke-18 dan negara-negara ke- bangsaan, serta ideologi-ideologi dunia seperti Liberalisme/Kapitalisme dan Sosialisme/Komunisme.

5. Zaman Kontemporer (Abad ke-20 dan seterusnya Tema yang menguasai refleksi filosofis dalam abad ke-20 ini

Page 90: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

78

adalah pemikiran tentang bahasa. Sebagian besar pemikir abad ke-20 pernah menulis tentang bahasa.4" Ungkapan filsafat yang membingungkan. Tugas filsafat bukanlah membuat pernyataan- pernyataan tentang sesuatu yang khusus —sebagaimana yang diperbuat para filsuf sebelumnya— melainkan memecahkan persoalan yang timbul akibat ketidakpahaman terhadap bahasa logika.41

Russell dan Wittgenstein melangkah lebih jauh ke dalam metode analisa bahasa ini sebagai sikap atau keyakinan ontologis memilih alternatif terbaik bagi aktivitas berfilsafat. Menurut Wittgenstein, apa yang dihasilkan oleh sebuah karya filsafat bukan melulu sederetan ungkapan filsafati, melainkan upaya membuat ungkapan-ungkapan itu menjadi jelas. Tujuan filsafat adalah penjelasan logis terhadap pemikiran- pemikiran. Filsafat bukanlah doktrin, melainkan aktivitas. Sebuah karya filsafat pada hakikatnya terdiri atas penjelasan (elucidations).42

Dengan demikian jelaslah apa yang diperbuat oleh para filsuf analitik ini tidak lain sebagai reaksi atau respons terhadap aktivitas filsafat yang dilakukan oleh para penganut aliran filsafat idealisme. Sebab aliran filsafat idealisme lebih menekankan pada upaya mengintrodusir ungkapan-ungkapan filsafati. Padahal ungkapan-ungkapan filsafati yang diintrodusir oleh penganut idealisme itu menurut filsuf analitik - kebanyakan bermakna ganda, kabur dan tidak terpahami oleh akal sehat. Hal-hal semacam itulah yang perlu diatasi dengan analisis bahasa.

f

Perkembangan filsafat abad ke-20 juga ditandai oleh munculnya berbagai aliran filsafat, dan kebanyakan dari aliran itu merupakan kelanjutan dari aliran-aliran filsafat yang telah

Page 91: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

79

berkembang pada abad modern, seperti: neo-thomisme, neo-kantianisme neo-hegelianisme, neo-marxisme, neo-positivisme dan sebagainya. Namun demikian ada juga aliran filsafat yang baru dengan ciri dan corak yang lain sama sekali, seperti; fenomenologi, eksistensialisme, pragmatisme, strukturalisme, dan yang paling mutakhir adalah aliran postmodernisme. Pada bagian ini hanya dibicarakan beberapa aliran dan tokoh yang paling ber-pengaruh pada abad ke-20.

Page 92: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

80

Tokoh pertama adalah Edmund Husserl (1859- 1938), selaku pendiri aliran fenomenologi, ia telah mempengaruhi pemikiran filsafat abad ke-20 ini secara amat mendalam. Fenomenologi adalah ilmu pengetahuan (logos) tentang apa yang tampak (phainomenon). Fenomenologi dengan demikian adalah ilmu yang mempelajari apa yang tampak atau apa yang menampakkan diri atau fenomenon.13 Bagi Husserl fenomen ialah realitas sendiri yang tampak, tidak ada selubung atau tirai yang memisahkan subjek dengan realitas, realitas itu sendiri yang tampak bagi subjek. Dengan pandangan tentang fenomen ini Husserl mengadakan semacam revolusi dalam filsafat Barat. Sejak Descartes, kesadaran selalu dimengerti sebagai kesadaran tertutup atau cogito tertutup, artinya, kesadaran mengenal diri sendiri dan hanya melalui jalan itu mengenal realitas. Sebaliknya Husserl berpendapat bahwa kesadaran terarah pada realitas, “kesadaran bersifat intensional” sebetulnya sama artinya dengan mengatakan realitas menampakkan diri.

Eksistensialisme dan fenomenologi merupakan dua gerakan yang sangat erat dan menunjukkan pemberontakan tambahan terhadap metode-metode dan pandangan-pandangan filsafat Barat. Istilah eksistensialisme tidak menunjukkan suatu sistem filsafat se-cara khusus. Meskipun terdapat perbedaan-perbedaan yang besar antara para pengikut aliran ini, namun terdapat tema-tema yang sama sebagai ciri khas aliran ini yang tampak pada para penganutnya.44 mengidentifikasi ciri aliran eksistensialisme sebagai berikut: a. Eksistensialisme adalah pemberontakan dan protes terhadap

rasionalisme dan masyarakat modern, khususnya terhadap

Page 93: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

81

idealisme Hegel. b. Eksistensialisme adalah suatu protes atas nama individualis

terhadap konsep-konsep, filsafat akademis yang jauh dari kehidupan konkret.

c. Eksistensialisme juga merupakan pemberontakan terhadap alam yang impersonal (tanpa kepribadian) dari zaman industri modern dan teknologi, serta gerakan massa. Masyarakat industri cenderung untuk menundukkan orang seorang'kepada mesin.

d. Eksistensialisme merupakan protes terhadap gerakan-gerakan totaliter, baik gerakan fasis, komunis, yang cenderung menghancurkan atau menenggelamkan perorangan di dalam kolektif atau massa.

e. Eksistensialisme menekankan situasi manusia dan prospek (harapan) manusia di dunia.

f. Eksistensialisme menekankan keunikan dan kedudukan pertama eksistensi, pengalaman kesadaran yang dalam dan langsung.

Salah seorang tokoh eksistensialisme yang populer adalah Jean Paul Sartre (1905-1980), ia membedakan rasio dialektis dengan rasio analitis. Rasio analitis dijalankan dalam ilmu pengetahuan. Rasio dialektis harus digunakan, jika kita berpikir tentang manusia, sejarah, dan kehidupan sosial. Rasio terakhir ini bersifat dialektis, karena terdapat identitas dialektis antara Ada dan pengetahuan. Di sini ada tidak dilahap oleh pengetahuan (seperti halnya idealisme), tetapi pengetahuan termasuk Ada, artinya pengetahuan merupakan suatu proses yang berlangsung dalam

Page 94: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

82

Ada. Rasio ini dialektis karena objek yang diselidikinya bersifat dialektis dan juga karena ia sendiri ditentukan oleh tempatnya dalam sejarah.45

Aliran filsafat eksistensialisme yang menjadi mode berfilsafat pada pertengahan abad ke-20 mendapat reaksi dari aliran strukturalisme. Jika eksistensialisme menekankan pada peranan individu, maka strukturalisme justru melihat manusia “terkung-kung” dalam berbagai struktur dalam kehidupannya. Secara garis besar ada dua pengertian pokok yang sangat erat kaitannya dengan strukturalisme sebagai aliran filsafat. Pertama, strukturalisme adalah metode atau metodologi yang digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu kemanusiaan dengan bertitik tolak dari prinsip-prinsip linguistik yang dirintis oleh Ferdinand de Saussure. Di sini ilmu-ilmu kemanusiaan dimaksudkan sebagai ilmu-ilmu yang dalam terminologi Dilthev disebut Geisteswissenschaften yang dibedakan dengan ilmu-ilmu pengetahuan alam atau Naturwissenschaf- ten. Kedua, strukturalisme merupakan aliran filsafat yang hendak memahami masalah yang muncul dalam sejarah filsafat. Di sini metodologi struktural dipakai untuk membahas tentang manusia, sejarah, kebudayaan, serta hubungan antara kebudayaan dan alam, yaitu dengan membuka secara sistematik struktur- struktur kekerabatan dan struktur-struktur yang lebih luas dalam kesusasteraan dan dalam pola-pola psiko-logik tak sadar yang menggerakkan tindakan manusia.46

Para strukturalis filosofis yang menerapkan prin- sip-prinsip strukturalisme linguistik dalam berfilsafat bereaksi terhadap aliran filsafat Fenomenologi dan eksistensialisme yang melihat manusia dari sudut pandangan yang subjektif. Para penganut aliran filsafat

Page 95: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

83

strukturalisme ini memiliki corak yang beragam, namun demikian mereka memiliki kesamaan, yaitu: penolakan terhadap prioritas kesadaran. Bagi mereka manusia tidak lagi merupakan titik pusat yang otonom, manusia tidak lagi menciptakan sistem melainkan takluk pada sistem.

Tokoh berpengaruh dalam aliran filsafat strukturalisme adalah Michel Foucault (1926-1984). Kesudahan “manusia” sudah dekat, itulah pendirian Foucault yang sudah terkenal tentang “kematian” manusia. Maksud Foucault bukannya bahwa nanti tidak ada manusia lagi, melainkan bahwa akan hilang konsep “manusia” sebagai suatu kategori istimewa

Page 96: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

84

dalam pemikiran kita.47 Manusia akan kehilangan tempatnya yang sentral dalam bidang pengetahuan dan dalam kultur seluruhnya.

Pada abad ke-20 ada aliran filsafat yang pengaruhnya dalam dunia praksis cukup besar, yaitu aliran filsafat Pragmatisme. Pragmatisme merupakan gerakan filsafat Amerika yang menjadi terkenal selama satu abad terakhir. Aliran filsafat ini merupakan suatu sikap, metode dan filsafat yang memakai akibat-akibat praktis dari pikiran dan kepercayaan sebagai ukuran untuk menetapkan nilai kebenaran.48 Kelompok pragmatis bersikap kritis terhadap sistem-sistem filsafat sebelumnya seperti bentuk-bentuk aliran materialisme, idealisme dan realisme. Mereka mengatakan bahwa pada masa lalu filsafat telah keliru karena mencari hal-hal mudak, yang ultimate, esensi-esensi abadi, substansi, prinsip yang tetap dan sistem kelompok empiris, dunia yang berubah serta problema-pro- blemanya, dan alam sebagai sesuatu dan manusia tidak dapat melangkah keluar daripadanya.

Salah seorang tokoh pragmatisme adalah William James (1842-1910), ia memandang pemikirannya sendiri sebagai kelanjutan empirisme Inggris, namun empirismenya bukan merupakan upaya untuk menyusun kenyataan berdasar atas fakta-fakta lepas sebagai hasil pengamatan. James membedakan dua macam bentuk pengetahuan, pertama, pengetahuan yang langsung diperoleh dengan jalan pengamatan, kedua, merupakan pengetahuan tidak langsung yang diperoleh dengan melalui pengertian.49 Kebenaran itu suatu proses, suatu ide dapat menjadi benar apabila didukung oleh peristiwa-peristiwa sebagai akibat atau buah dari ide itu. Oleh karena kebenaran itu hanya suatu yang

Page 97: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

85

potensial, baru setelah verifikasi praktis (berdasarkan hasil/buah pemikiran), kebenaran potensial menjadi real.

Postmodernisme sebagai trend dari suatu pemikiran yang sangat populer pada penghujung abad ke- 20 ini merambah ke berbagai bidang dan disiplin filsafat dan ilmu pengetahuan. Istilah “Postmodern” telah digunakan dalam demikian banyak bidang dengan meriah dan hiruk-pikuk. Kemeriahan ini menyebabkan setiap referensi kepadanya mengandung resiko dicap sebagai ikut mengabadikan mode intelektual yang dangkal dan kosong.

Pada awalnya postmodernisme lahir sebagai reaksi terhadap kegagalan modernisme. Dalam modernisme, filsafat memang berpusat pada Epistemologi yang bersandar pada gagasan tentang subjektivitas dan objektivitas murni yang satu sama lain terpisah tak saling berkaitan. Tugas pokok filsafat adalah mencari fondasi segala pengetahuan (Fondasionalis- me), dan tugas pokok subjek adalah merepresentasikan kenyataan objektif (Representasionalisme). Dengan demikian maka klaim-klaim dari kaum postmodernis tentang “berakhirnya Modernisme” biasanya dimaksudkan untuk menunjukkan berakhirnya anggapan modern tentang “subjek” dan “dunia objektif’ tadi.50

Wacana postmodern menjadi populer setelah Francois Lyotard (1924-) menerbitkan bukunya The Postmodern Condition: A Report on Knowledge (1979). Modernitas menurut Lyotard ditandai oleh kisah- kisah besar yang mempunyai fungsi mengarahkan serta menjiwai masyarakat modern, mirip dengan mitos-mitos yang mendasari masyarakat primitif dulu. Seperti halnya dengan mitos dalam masyarakat primitif, kisah-kisah besar pun melegitimasi institusi- institusi serta praktek-praktek sosial

Page 98: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

86

politik, sistem hukum serta moral, dan seluruh cara berpikir. Tetapi berbeda dengan mitos-mitos, kisah-kisah besar itu tidak mencari legitimitas dalam suatu peristiwa yang teijadi pada awal mula (seperti penciptaan oleh dewa- dewa), melainkan dalam suatu masa depan, dalam suatu Ide yang harus diwujudkan.51 Salah satu contoh kisah besar yang berusaha mewujudkan Ide seperti itu adalah emansipasi progresif dari rasio dan kebebasan dalam liberalisme politik.

C. Penutup

Berdasarkan paparan singkat perkembangan sejarah filsafat Barat sejak kelahirannya pada zaman Yunani Kuno sampai dengan Abad ke-20 atau zaman Kontemporer, maka secara singkat dapat ditegaskan bahwa pemikiran filsafat Barat berkembang sebagai reaksi terhadap mitos dan sikap dogmatis. Reaksi terhadap mitos dan sikap dogmatis ini melahirkan pemikiran rasional, artinya suatu pendapat yang di-mitoskan dan telah menjadi dogma yang beku dilawan, ditentang dan dikoreksi berdasarkan asumsi- asumsi ilmiah yang baru. Di sini ciri utama filsafat spekulatif menjadi lebih dominan, artinya ada keberanian untuk menemukan hal-hal baru, walaupun manusia padajamannya mungkin belum dapat menerima ide-ide tersebut pada masa itu, sebagaimana halnya Copernicus, Galileo Galilei yang pandangan Heliosentrisnya belum dapat diterima oleh,umat pada zamannya, namun akhirnya pandangan mereka tetap diakui kebenarannya pada era-era sesudahnya.

Kelahiran filsafat pada zaman Yunani Kuno merupakan

Page 99: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

87

reaksi terhadap mitos-mitos yang berkembang pada waktu itu mengenai asal-usul dan kejadian alam semesta. Para filosof Yunani menerangkan asal-usul dan kejadian alam semesta berdasarkan analisis pemikiran rasional, padahal manusia pada zaman itu belum mampu melepaskan diri mereka dari belenggu mitos. Terobosan yang dilakukan oleh para filsuf pada masa itu mungkin tak terpahami pada zamannya, namun akhirnya manusia mengakui pentingnya peran akal dalam memahami alam semesta.

Demikian juga halnya dengan kelahiran filsafat Modern —yang dirintis sejak Renaissance dan Aufklaerung— merupakan reaksi terhadap pemikiran filsafat Abad Pertengahan yang bersifat teologis dogmatis. Gereja sebagai institusi pada waktu menjadi satu-satunya otoritas yang mengakui kebenaran dan keabsahan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan. Padahal perkembangan ilmu pengetahuan di luar kontrol Gereja sudah berjalan sangat pesat, terutama bidang Astronomi. Sehingga upaya mengontrol perkembangan ilmu pengetahuan ke dalam sekat-sekat agama mengalami kegagalan. Terjadilah sekularisasi ilmu, yakni pemisahan antara aktivitas ilmiah dengan aktivitas keagamaan.

Pada abad ke-20 kelahiran postmodernisme juga sebagai reaksi terhadap pemikiran modern yangjuga telah berubah menjadi mitos baru. Filsafat modern yang lahir sebagai reaksi terhadap sikap dogmatis Abad Pertengahan, menurut kaum postmodernis telah terjebak dalam membangun mitos-mitos baru. Mitos-mitos itu ialah suatu keyakinan bahwa dengan pemikiran filsafat, ilmu pengetahuan, dan aplikasinya dalam teknologi, segala persoalan kemanusiaan dapat diselesaikan. Padahal kenyataannya banyak agenda kemanusiaan yang masih membutuhkan pemikiran-

Page 100: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

88

pemikiran baru. Di sinilah postmodernisme “menggugat” modernisme yang telah mandeg dan berubah menjadi mitos baru.

Berdasarkan aksi dan reaksi yang muncul dalam sejarah perkembangan pemikiran Filsafat Barat ini, maka ada beberapa butir kesimpulan vang dapat ditarik sebagai berikut: 1. Filsafat dapat dipandang sebagai sikap kritis yang

mempersoalkan segala sesuatu yang menurut kacamata awam tidak perlu dipersoalkan.

2. Filsafat memiliki daya dobrak yang tinggi terhadap kemapanan yang diciptakan oleh manusia dalam peradaban dan kebudayaannya.

3. Filsafat bukan merupakan dogma, melainkan suatu aktivitas yang menuntut kreativitas pikir secara terus-menerus, sehingga merupakan sebuah proses panjang dalam sejarah pemikiran umat manusia.

4. Peran filsafat yang terpenting dalam abad ke-21 adalah peran untuk mengembangkan pendekatan interdisipliner. Filsafat sebagai “Ibu” ilmu pengetahuan diharapkan dapat kembali mengarahkan “anak-cucunya” sebagai “mitra dialog” dalam menyelesaikan persoalan-persoalan aktual manusia masa kini dan masa datang yang semakin kompleks ruang lingkupnya. □

Catatan Kaki: 'Koento Wibisono, 1985, h. 2-3 ’Bertens, 1975, h. 12 *Fuad Hasan, 1996, h. 14. 4Bertens, 1991, h. 45 'Ibid., h. 47. *Ibid., h. 62 'Bertens, 1975, h. 87. HIbid., h. 108-109. '’Bertens, 1975, h. 144.

Page 101: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

89

'°Ibid., h. 156-157. "Delfgaauw, 1992, h. 32-33. ‘-Delfgaauw, 1992, h. 63. "Ibid., h. 58. l4Delfgaauw, 1992, h. 86-87. ’’Lucas, 1960, h. 3. '"Patterson, 1971, h. 2. 17Verhaak, 1996, h. 4. IKRussell, 1957, h. 511. '“Nico Syukur Diester, 1992, h. 55. -"Ilammersma, 1983, h. 3-4. -'Epping dkk., 1977, h. 229. ‘--Nuchelmans, 1984, h. 104. -''Scruton, 1986, h. 31. 24Bakker, 1984, h. 71-72. -’’Descartes, 1995, h. 34. 2hNuchelmans, 1984, h. 105. '-’'Toeti Herati, 1984, h. 41. “Harun Hadiwijono, 1980, h. 52. 2!’Nuchelmans, 1984, h. 109. Ibid.,1984, h. 109-110. ’’Hamersma, 1983,

h. 29.,2Titus dkk., 1984, h. 321. “Titus dkk., 1984, h. 322. MHammersma, 1983, h. 54-55. sr’Koento Wibisono, 1983, h. 74-95. *6Ibid., 1983, h. 48. ,7Hammersma, 1983, h. 56-57. “Hammersma, 1983, h. 70. s"Delfgaa\v, 1992, h. 150-151. 4llBertens, 1981, h. 17. 41Charlesworth, 1959, h. 2. 42Wittgenstein, 1963, h. 49. 4:,Bertens, 1981, h. 100. 44Titus dkk., 1984, h. 382. 4"’Bertens, 1996, h. 111.

Page 102: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

90

4BKurzwell, 1980, h. vi-x. 47Bertens, 1996, h. 217. 4sTitus, dkk., 1984, h. 340. 4"Delfgaauw, 1988, h. 62. ’’"Bainbang Sugiharto, 1996, h. 33. 51 Bertens, 1966, h. 348.

Sumber Acuan Bambang-Sugiharto, I., 1996, Postmodernisme: Tantangan

Bagi Filsafat, Kanisius, Yogyakarta.

Bertens, K., 1975, Sejarah Filsafat Yunani: Dari Thales Ke Aristoteles, Yayasan Kanisius, Yogyakarta.

Bertens, K, 1981, Filsafat Barat Dalam Abad XX, jilid I, PT Gramedia, Jakarta.

Bertens, K., 1996, Filsafat Barat Abad XX, Prancis, jilid II, PT Gramedia, Jakarta.

Charlesworth, 1959, Philosophy An Linguistic Analysis, Duquesne University, Pittsburgh.

Delfgaauw, B., 1988, Filsafat Abad 20, Alih bahasa: Soejono Soemargono, Tiara Wacana, Yogyakarta.

Delfgaauw, B., 1992, Sejarah Ringkas Filsafat Barat, Alih bahasa: Soejono Soemargono, Tiara Wacana, Yogyakarta.

Descartes, R., 1995, Risalah Tentang Metode, Alih bahasa: Ida Sundari Husen & Rahayu S. Hidayat, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Epping 8c Stockum, 1977, Filsafat E.N.S.I.E., Jenmars, Bandung.

Fuad-Hassan, 1966, Pengantar Filsafat Barat, Pustaka Jaya,

Page 103: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

91

Jakarta.

Hammersma, H., 1983, Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, PT. Gramedia, Jakarta.

Jones, W.T., 1969, A History Of Western Philosophy: The Medieval Mind, Harcourt, Brace 8c World, Inc., New York.

Koento-Wibisono, 1983, Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Koento-Wibisono, 1995, IlmuFilsafat dan Aktualitasnya dalam Pembangunan Nasional, Gadjah Mada Uni-versity Press, Yogyakarta.

Lowith, K., 1965, From Hegel To Nietzsche: The Revolution In Nineteenth-Century Thougth, Translated from the German by David E. Green, Holt, Rinehart and Winston, New York.

Kurzwell, E., 1980, The Age of Structuralism, Columbia University Press, New York.

Lucas, H.S., 1960, The Renaissance And The Reformation, Harper & Row Publishers, New York.

Nico-Syukur-Diester, 1992, “Descartes, Hume, Dan Kant: Tiga Tonggak Filsafat Modern”, dalam: Fx. Mudji Sutrisno & F. Budi Hardiman (eds), Para Filsuf Penentu Gerak Zaman, Kanisius, Yogyakarta.

Nuchelsmans, G., 1984, “Filsafat Pengetahuan”, dalam Berpikir Secara Kefilsafatan, Editor dan Alih bahasa: Soejono Soemargono, Nur Cahaya, Yogyakarta.

Page 104: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

92

Patterson, C.H., 1971b, Western Philosophy: Since 1600, vol. II, Cliffs Notes, Inc, Nebraska.

Russell, B., 1957, History of Western Philosophy, George Allen & Unwin Ltd., London.

Scruton, R., 1986, Sejarah Singkat Filsafat Modem: Dari Descartes Sampai Wittgenstein, Alih bahasa: Zainal Arifin Tanjung, PT Pantja Simpati, Jakarta.

Titus, et.al., 1983, Persoalan-persoalan Filsafat, terjemahan: H.M. Rasjidi, Bulan Bintang, Jakarta.

Toeti-Heraty, 1984, Aku dalam Budaya, Pustaka Jaya, Jakarta.

Wittgenstein, L., 1963, Tractatus Logico-Philosophicus, Routledge & Kegan Paul LTD., London.

- ♦ ♦ -'

Page 105: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

93

BABIY

Prinsip-prinsip Metodologi

A. Pengantar

Metodologi merupakan bagian epistemologi yang mengkaji perihal urutan langkah-langkah yang ditempuh supaya pengetahuan yang diperoleh memenuhi ciri-ciri ilmiah. Metodologi juga dapat dipandang sebagai bagian dari logika yang mengkaji kaidah penalaran yang tepat.1 Manakala kita membicarakan metodologi, maka hal yang tak kalah pentingnya adalah asumsi-asumsi yang melatarbelakangi berbagai metode yang dipergunakan dalam aktivitas ilmiah. Asumsi-asumsi yang dimaksud adalah pendirian atau sikap yang akan dikembangkan para ilmuwan di dalam kegiatan ilmiah mereka. Filsuf-filsuf yang paling banyak menaruh perhatian terhadap persoalan penting di balik metodologis atau prinsip-prinsip metodologi, yaitu Descartes, Ayer, dan Popper. Ketiga pandangan filsuf inilah yang akan dikemukakan dalam bagian ini.

Page 106: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

94

B. Beberapa Pandangan tentang Prinsip Metodologis

I. Rene Descartes

Salah satu filsuf yang menaruh perhatian sangat besar terhadap asumsi-asumsi tersebut adalah Rene Descartes yang mengusulkan suatu metode umum yang memiliki kebenaran yang pasti. Dalam karyanya yang termashur, Discourse on Method, Risalah tentang metode, diajukan enam bagian penting sebagai berikut.2 a. Membicarakan masalah ilmu-ilmu yang diawali dengan

menyebutkan akal sehat (common-sense) yang pada umumnya dimiliki semua orang. Menurut Descartes, akal sehat ada yang kurang, ada pula yang lebih banyak memilikinya, namun yang terpenting adalah penerapannya dalam aktivitas ilmiah. Metode yang ia coba temukan itu merupakan upaya untuk mengarahkan nalarnya sendiri secara optimal. Descartes menandaskan bahwa pengetahuan budaya itu tetap kabur, pengetahuan bahasa memang berguna, puisi itu memang indah tetapi memerlukan bakat. Ia lebih concern pada bidang matematika yang dianggapnya belum dimanfaatkan secara optimal kemungkinannya yang cemerlang. Filsafat bagi Descartes rancu dengan gagasan yang acapkali saling ber

Page 107: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

tentangan, oleh karena itu perlu dibenahi. Satu hal yang diperlukan dalam menuntut ilmu ialah melepaskan diri dari cengkeraman otoritas kaum guru atau dosen, mengerahkan diri untuk belajar dari “buku alam raya” dan mempelajari dirinya sendiri.

b. Menjelaskan kaidah-kaidah pokok tentang metode yang akan dipergunakan dalam aktivitas ilmiah. Bagi Descartes sesuatu yang dikerjakan oleh satu orang lebih sempurna daripada yang dikerjakan oleh sekelompok orang secara patungan. Descartes mengajukan empat langkah atau aturan yang dapat mendukung metode yang dimaksud sebagai berikut.3

Pertama, janganlah pernah menerima baik apa saja sebagai benar, jika anda tidak mempunyai pengetahuan yang jelas mengenai kebenarannya. Artinya, dengan cermat hindari kesimpulan-kesimpulan dan prakonsepsi yang terburu-buru, dan janganlah memasukkan apa pun ke dalam pertimbangan anda lebih daripada yang terpapar dengan begitu jelas, sehingga tidak perlu diragukan lagi.

Kedua, pecahkanlah tiap kesulitan anda menjadi sebanyak mungkin bagian dan sebanyak yang dapat dilakukan untuk mempermudah penyelesaiannya secara lebih baik.

Ketiga, arahkan pemikiran anda secara tertib, mulai dari objek yang paling sederhana dan paling mudah diketahui, lalu meningkat sedikit-demi sedikit, setahap demi setahap, ke pengetahuan yang paling kompleks, dan dengan mengandaikan sesuatu urutan bahkan di antara objek yang sebelum itu tidak mempunyai ketertiban kodrati.

Page 108: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

96

Keempat, buatlah penomoran untuk seluruh permasalahan selengkap mungkin, dan tinjauan ulang secara menyeluruh sehingga anda dapat merasa pasti tidak sesuatu pun yang ketinggalan.

Keempat, langkah yang dikemukakan Descartes ini menggambarkan suatu sikap skeptis-metodis dalam upaya memperoleh kebenaran yang pasti. Descartes mengaitkan aktivitas ilmiah dengan metode skeptis dalam skema berikut.4

Page 109: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

97

/

Prinsip Pertama

COGITO ERGO SUM

Opini

Ilmu Pengetahuan

Page 110: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

98

c. Menyebutkan beberapa kaidah moral yang menjadi landasan bagi penerapan metode sebagai berikut.5 1) Mematuhi undang-undang dan adat-istiadat negeri,

sambil berpegang pada agama yang diajarkan sejak masa kanak-kanak.

2) Bertindak tegas dan mantap, baik pada pendapat yang paling meyakinkan maupun yang paling meragukan.

3) Berusaha lebih mengubah diri sendiri daripada merombak tatanan dunia.

d. Menegaskan pengabdian pada kebenaran yang acapkali terkecoh oleh indera. Kita memang dapat membayangkan diri kita tidak .bertubuh, namun kita tidak dapat membayangkan diri kita tidak bereksistensi, karena terbukti kita dapat menyangsikan kebenaran pendapat lain. Oleh karena itu, ujar Descartes, kita dapat saja meragukan segala sesuatu, namun kita tidak mungkin meragukan kita sendiri yang sedang dalam keadaan ragu-ragu, Cogito ergo sum.

e. Menegaskan perihal dualisme dalam diri manusia, yang terdiri atas dua substansi, yaitu res cogitans (jiwa bernalar) dan res extensa (jasmani yang meluas). Tubuh (res Extensa) diibaratkan dengan mesin, yang tentunya karena ciptaan Tuhan maka tertata lebih baik. Ada ketergantung- an antara dua kodrat ialah jiwa bernalar dan kodrat jasmani, jiwa secara kodrati tidak mungkin mati bersama dengan tubuh. Jiwa manusia itu abadi.

f. Dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan spekulatif dan pengetahuan praktis. Pengetahuan praktis terkait dengan objek-objek konkret seperti: api, air, udara, planet, dan

Page 111: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

99

lain-lain sedang pengetahuan spekulatif menyangkut hal-hal yang bersifat filosofis. Berkat kedua pengetahuan ini-lah manusia menjadi penguasa alam.fi

2. Alfred Jules Ayer

Pemikiran Ayer yang termuat dalam bukunya yang berjudul Language, Truth and Logic tersebut. Ajaran terpenting yang terkait dengan masalah metodologis adalah prinsip Verifikasi. Pada mulanya perbincangan mengenai prinsip verifikasi ini mengacu pada metode ilmiah yang diterapkan dalam bidang Fisika Modern, atau kritik terhadap metode Fisika Klasik Isaac Newton. Teori “Relativitas” Einstein yang termasyhur itu telah memperlihatkan secara jelas bahwa konsep “Ruang dan waktu yang absolut” dari Fisika Klasik yang diajukan oleh Newton, hanya bermakna manakala seseorang dapat merinci apakah pelaksanaan terhadap percobaan yang dilakukan itu dapat ditasdikan.7 Kritik yang dilancarkan Einstein terhadap konsep Newton mengenai “Ruang dan Waktu yang bersifat absolut” itu telah mengilhami tokoh-tokoh Positivisme Logik, seperti Moritz Schlick dan Rudolf Carnapp yang pada dasarnya mempunyai latar-belakang pendidikan sains yang cukup kuat. Kemudian mereka menerapkan prinsip verifikasi yang semula dipergunakan dalam bidang fisika itu ke dalam teknik analisis bahasa. Cara yang demikian itu membawa perubahan yang cukup besar terhadap tolok ukur untuk menentukan bermakna atau tidaknya suatu pernyataan. Sebab bagi Positivisme Logik “sesuatu yang tidak dapat diukur (ditasdikan) itu tidak mempunyai makna. Dengan demikian makna sebuah proposisi tergantung apakah kita dapat

Page 112: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

100

melakukan verifikasi terhadap proposisi yang bersangkutan.8 Kendati tokoh Positivisme Logik secara umum menerima

prinsip verifikasi itu sebagai tolok-ukur untuk menentukan konsep tentang makna, namun mereka membuat rincian yang cukup berbeda mengenai prinsip verifikasi itu sendiri. Tokoh pemula Positivisme Logik, seperti Moritz Schlick misalnya, menafsirkan “verifikasi” ini dalam pengertian pengamatan empirik secara langsung bahwa hanya proposisi yang

mengandung istilah yang diangkat langsung dari objek yang diamati (ini dinamakan kalimat Protokol) itulah yang benar-benar mengandung makna.9 Bagi Schlick, jelas bahwa salah-satu cara pengetahuan itu dimulai dengan pengamatan peristiwa. Peristiwa semacam itu terlihat dalam kalimat protokol dan inilah yang menjadi permulaan bagi ilmu.10 Akan tetapi tafsiran Schlick mengenai prinsip verifikasi ini menim-bulkan perdebatan di antara kaum positivisme Logik itu sendiri —terutama penganut Positivisme Logik yang muncul kemudian. Sebab dengan meletakkan prinsip verifikasi hanya pada peristiwa yang dapat dialami secara langsung, berarti Schlick telah menafikan bidang sejarah —sebagai produk masa lampau— dan prediksi (ramalan) ilmiah— sebagai produk bagi masa yang akan datang.

Ayer, salah seorang penganut Positivisme Logik yang muncul kemudian, atau dapat dikatakan sebagai generasi penerus tradisi Positivisme Logik, menyadari pula kelemahan yang terkandung dalam prinsip pentasdikan yang diajukan Schlick itu. Oleh karena itu Ayer memperluas prinsip verifikasi dalam pengertian berikut: “Prinsip verifikasi itu merupakan pengandaian untuk melengkapi suatu kriteria, sehingga melalui kriteria tersebut dapat ditentukan apakah suatu kalimat

Page 113: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

101

mengandung makna atau tidak”.11 Melalui prinsip verifikasi ini tidak hanya kalimat yang teruji secara empirik saja yang dapat dianggap bermakna, tetapi juga kalimat yang dapat dianalisis. Hal ini ditegaskan Ayer dalam pernyataan berikut: “Suatu cara yang sederhana untuk merumuskan hal itu adalah dengan mengatakan bahwa suatu kalimat mengandung makna,jika dan hanyajika proposisi yang diung

Page 114: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

102

kapkan itu dapat dianalisis atau dapat diverifikasi secara empirik”.12 Penafsiran yang diajukan Aver terhadap prinsip verifikasi ini berhasil mengatasi kelemahan yang terdapat dalam pandangan tokoh Positivisme Logik sebelumnya, yang hanya menerima proposisi yang dapat diverifikasi secara empirik. Hal mana terlihatjelas dalam pandangan Moritz Schlick, yang mengaitkan prinsip verifikasi itu dengan kalimat protokol, atau kalimat yang dapat diperiksa benar atau salahnya melalui pengamatan empirik secara langsung. Menurut pandangan Ayer, prinsip verifikasi seperti yang diajukan Schlick itu merupakan verifiable dalam arti yang ketat (Ayer menambahkan pengertian verifiable dalam arti yang longgar atau lunak). Kedua macam pengertian verifiable ini dijelaskan oleh Aver sebagai berikut: “ Verifiable dalam arti yang ketat (st rong verifiable) yaitu, sejauh kebenaran suatu proposisi itu didukung pengalaman secara meyakinkan. Sedangkan verifiable dalam arti yang lunak, yaitu jika suatu proposisi itu mengandung kemungkinan bagi pengalaman atau merupakan pengalaman yang memungkinkan”.13

Melalui kedua macam pengertian verifiable ini Ayer —terutama verifiable dalam arti yang lunak— telah membuka kemungkinan untuk menerima pernyataan dalam bidang sejarah (masa lampau) dan juga prediksi ilmiah (ramalan masa depan) sebagai pernyataan yang mengandung makna. Namun Ayer menampik kehadiran metafisika dalam dunia ilmiah, karena pernyataan-pernyataan metafisika (termasuk, etika, theologi) merupakan pernyataan yang meaningless (tidak bermakna.) lantaran tidak dapat dilakukan verifikasi apa pun.

Page 115: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

103

3. Karl Raimund Popper

Popper seorang filsuf kontemporer yang melihat kelemahan dalam prinsip verifikasi berupa sifat pembenaran {justification) terhadap teori yang telah ada. Ia mengajukan prinsip falsifikasi yang dapat diurai sebagai berikut.

Pertama, Popper menolak anggapan umum bahwa suatu teori dirumuskan dan dapat dibuktikan kebenarannya melalui prinsip verifikasi, sebagaimana yang dianut oleh kaum positivistik. Teori-teori ilmiah selalu bersifat hipotetis (dugaan sementara), tak ada kebenaran terakhir. Setiap teori selalu terbuka untuk digantikan oleh teori yang lebih tepat.

Kedua, cara kerja metode induksi yang secara sistematis dimulai dari pengamatan (observasi) secara teliti gejala yang sedang diselidiki. Pengamatan yang berulang-ulang itu akan memperlihatkan adanya ciri- ciri umum yang dirumuskan menjadi hipotesa. Selanjutnya hipotesa itu dikukuhkan dengan cara menemukan bukti-bukti empiris yang dapat mendukungnya . Hipotesa yang berhasil dibenarkan (justifikasi) akan berubah menjadi hukum. Popper menolak cara kerja di atas, terutama pada asas verifiabilitas, bahwa sebuah pernyataan itu dapat dibenarkan berdasarkan bukti- bukti pengamatan empiris.

Ketiga, Popper menawarkan pemecahan baru dengan mengajukan prinsip falsifiabilitas, yaitu bahwa sebuah pernyataan dapat dibuktikan kesalahannya. Maksudnya, sebuah hipotesa, hukum, ataukah teori kebenarannya hanya bersifat sementara, sejauh belum ditemukan kesalahan-kesalahan yang ada di dalamnya. Jika ada pernyataan “semua angsa itu berbulu putih”, melalui prinsip falsifiabilitas itu cukup ditemukan seekor angsa yang berbulu selain putih (entah hitam, kuning,

Page 116: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

104

hijau, dan lain-lain), maka runtuhlah pernyataan semula. Bagi Popper, ilmu pengetahuan dapat berkembang maju manakala suatu hipotesa telah dibuktikan salah, sehingga dapat digantikan dengan hipotesa baru. Namun ada kemungkinan lain, yaitu hanya salah satu unsur hipotesa yang dibuktikan salah untuk digantikan dengan unsur baru yang lain, sehingga hipotesa telah disempurnakan. Menurut Popper, apabila suatu hipotesa dapat bertahan melawan segala usaha penyangkalan, maka hipotesa tersebut semakin diperkokoh (corroboration).u

C. Penutup

Prinsip metodologis dalam hal ini bukan dimaksud sebagai langkah-langkah metodis, melainkan asumsi-asumsi yang melatarbelakangi munculnya sebuah metode. Metodologis sangat terkait erat dengan epistemologi, karena asumsi-asumsi yang diajukan oleh para filsuf memasuki wilayah a priori, dugaan mendahului pengalaman. Di sini kita melihat ketiga filsuf, yakni Descartes, Ayer, dan Popper memiliki keistimewaan tersendiri dalam mengajukan prinsip metodologis. Descartes lebih bertitik tolak pada prinsip keraguan metodis (skeptis-metodis), Ayer memilih prinsip verifikasi sebagai sarana untuk menguji bermakna atau tidaknya sebuah pernyataan, sedangkan Popper memandang prinsip falsifiabilitas justeru dapat memperkokoh (corroboration) sebuah hipotesa. □

Catatan Kaki: 'Toeti Heraty, 1994, h. 2. 2Ibid., h. 3-6. ’Sorell, Tom., 1991, h. 57-58.

Page 117: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

105

4Milton D. Hunnex, 1986, h. 41. ’Toety Heraty, 1994, h. 6. HIbid. 'Charlesworth, 1959, h. 130. HIbid. "Ibid., h. 13. "'Beerling, h. 107. "Ayer, 1952, h. 5. '-Ibid "Ibid., h. 37. 14Sastrapratedja, 1982, h. 87-88.

Sumber Acuan Ayer, A.J., 1952, Language, Truth, and Logic, Dover

Publications, New York.

Charlesworth, MJ, 1959, Philosophy And Linguistic Analysis, Duguesne University, Pittsburgh.

Hunnex, Milton, D. , 1986, Chronological Charts of Phi-losophies.

Sastrapratedja, M., (Editor), 1982, Manusia Multi Di-mensional: Sebuah Renungan Filsafat, Gramedia, Jakarta.

Sorell, Tom., 1991, Descartes; Say a Berpikir Maka Saya Ada, Terjemahan dari judul asli': Descartes, Penerjemah: A.Hadyana, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.

Toeti Heraty., 1994, Dialog Filsafat Dengan Ilmu-ilmu Pengetahuan: Suatu Pengantar Meta-Metodo- logi, Universitas Indonesia, Jakarta.

- ♦ ♦ -

Page 118: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

106

BABV

Perkembangan, Pengertian, dan Klasifikasi Ilmu Pengetahuan

A. Pengantar

Ilmu pengetahuan berkembang seiring dengan perkembangan kebudayaan manusia yang berlangsung secara bertahap, evolutif. Oleh karena untuk memahami strategi pengembangan ilmu, maka kita perlu mengetahui secara global sejarah perkembangan ilmu. Karena melalui sejarah perkembangan ilmu, kita dapat memahami makna kehadiran ilmu bagi umat manusia. Sejarah perkembangan ilmu itu sen-diri merupakan suatu tahapan yang terjadi secara periodik. Setiap periode menampilkan ciri khas tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Comte menunjukkan tiga stadia perkembangan kebudayaan pada umumnya, ilmu pengetahuan pada khususnya sebagai berikut. Tahap pertama adalah theolo- gis yang menampakkan dominasi kekuatan adikodrati atas diri manusia, sehingga peran subjek tenggelam dalam kekuatan alam atau Tuhan. Tahap kedua adalah metafisik yang menampakkan langkah kemajuan dalam diri manusia sebagai subjek. Di sini manusia sudah mempersoalkan tentang keberadaan dirinya, namun belum mampu

Page 119: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

107

merealisasikan kekuatan dirinya secara maksimal bagi keperluan-keperluan yang lebih konkret. Tahap ketiga adalah positivistik yang memperlihatkan suatu sikap ilmiah yang paling jelas dengan segala ukuran yang jelas dan pasti, sehingga bisa dipertanggungjawabkan keasliannya. Tokoh lain yang senada dengan Comte adalah van Peursen yang juga menunjukkan tiga tahap perkembangan budaya (termasuk ilmu) yakni, tahap mitis yang memperlihatkan penguasaan objek (kekuatan alam) atas diri manusia (subjek). Tahap ontologis memperlihatkan kemampuan manusia mengambil jarak terhadap alam, namun belum memfungsikan alam secara maksimal. Tahap ketiga adalah Fungsional di mana manusia sudah mampu memfungsikan alam bagi kepentingan dirinya. Perbedaan antara kedua tokoh itu terletak pada saling berkelindannya ketiga tahap tersebut. Comte tidak menunjukkan ketiga tahap itu sebagai hal yang saling berkelindan, sedangkan van Peursen justru sangat menekankan hal itu.

Sejarah perkembangan ilmu dalam kebudayaan umat manusia ditengarai tidaklah terpusat di satu

tempat tertentu. Penemuan-penemuan empirik yang kelak melahirkan temuan-temuan ilmiah itu justru menyebar dari Babylonia, Mesir, Cina, India, Yunani, baru ke daratan Eropah. Oleh karena itu kalau manusia sekarang melihat Eropa sebagai gudang ilmu pengetahuan, maka pendapat yang demikian itu sangat ahistoris. Sejarah perkembangan ilmu menampakkan sumbangsih besar dunia Timur bagi kemajuan ilmu pengetahuan hingga seperti sekarang ini. Banyak penemuan yang terjadi di dunia Timur yang baru dikembangkan belakangan di dunia Barat. Namun perkembangan pemikiran

Page 120: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

108

secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani. Oleh karena itu periodesasi perkembangan ilmu yang disusun di sini dimulai dari peradaban Yunani, kemudian diakhiri pada penemuan-penemuan pada zaman kontemporer. Kesemuannya itu merupakan rangkaian panjang sejarah peradaban umat manusia, yang dengan kemampuan akal pikirnya selalu melangkah maju. Salah satu dorongan untuk membuat manusia melangkah ke arah kemajuan ilmiah adalah rasa ingin tahu (curiosity). Revolusi Sains, ujar Kuhn1 dalam Pengantar bukunya Peran Paradigma dalam Revolusi Sains, mengubah perspektif historis masyarakat yang mengalaminya, dan perubahan itu ikut pula mempengaruhi struktur buku-buku teks dan publikasi-publikasi riset pascarevolusi. Contoh yang paling jelas adalah revolusi Copernicus tentang Heliosentris. Kuhl sendiri

Page 121: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

109

sangat menaruh perhatian terhadap sejarah sains, karena data-data historis yang diperoleh dapat merupakan sumber orientasi yang lengkap dan sumber sebagian struktur masalah yang dapat dikembangkan dalam studi lebih lanjut, terutama pemahamannya tentang konsep paradigma.

Mohammad Hatta2 menyatakan bahwa ilmu pengetahuan itu lahir karena manusia dihadapkan pada dua masalah, yaitu alam luaran (kosmos) dan soal sikap hidup (etik). Ilmu-ilmu alam senantiasa memandang alam dari satu jurusan melalui ukuran atau metode dan saran tertentu dan peninjauan yang tertentu pula. Ilmu alam mencari keterangan mengenai alam yang bertubuh atau benda-benda di alam yang dapat diketahui dengan pancaindera (alat tertentu yang membantu fungsi pancaindera agar bekerja lebih sempurna, Pen.). Cabang-cabang ilmu alam vang muncul pertama kali adalah ilmu perbintangan (astronomi) disusul matematik yang merupakan sarana berpikir. Kemudian disusul ilmu fisika, kimia, botani Zoologi, ilmu Bumi, dan lain-lainnya. Pada awalnya ilmu-ilmu alam itu hanya bersifat teoritik, manusia semata-mata ingin mengetahui sifat-sifat benda dan kodrat alam. Ketika manusia menerapkannya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam kehidupannya, maka timbullah ilmu-ilmu praktik seperti: teknik, agraria, kedokteran, dan lain-lain. Ilmu sosial timbul karena manusia menyadari akan adanya masalah dalam hubungan manusia dalam masyarakat. Berbagai macam segi kehidupan sosial dipelajari, sehingga melahirkan ilmu ekonomi, hukum, sosiologi, dan lain-lain. Ilmu sosial juga ada yang bersifat teoritik dan praktik. Ilmu teoritik se- mata-mata bertujuan untuk mendapat pengertian tentang kedudukan sifat-sifat sosial. Ilmu praktik bertujuan merancangjalan untuk

Page 122: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

110

mencapai beberapa tujuan hidup misalnya: manajemen, ilmu pemerin tahan, pedagogik (ilmu mendidik).

Perbedaan ilmu teoritik dengan ilmu prakdk, ujar Hatta, ilmu teoritik memandang ke belakang karena memikirkan keadaan masalah-masalah yang sudah berlaku dengan menyatakan hubungan sebab-akibat. Ilmu praktik memandang ke depan, karena mempergunakan ilmu yang ada untuk memperoleh jalan baru yang mesti ditempuh untuk mencapai satu perbaikan keadaan dan syarat hidup yang lebih sempurna. Dengan demikian pada awalnya tujuan pokok lahirnya ilmu itu adalah untuk meningkatkan tarap hidup kemanusiaan, bukan sebaliknya. Namun yang terjadi belakangan ini, terutama ilmu-ilmu kealaman lebih banyak dipergunakan untuk hal-hal yang mengancam kehidupan manusia seperti: pembuatan senjata nuklir. Oleh karena itu strategi pengembangan ilmu yang perlu dilakukan dewasa ini, terutama di Indonesia, harus belajar banyak pada sejarah perkembangan ilmu di satu pihak. Di pihak lain tidak mengulangi kesalahan yang sama, terutama dalam kaitannya dengan ilmu-ilmu terapan yang dapat diibaratkan pisau bermata dua. Di satu sisi ia mengandung kemaslahatan bagi umat manusia, di sisi lain ia mengandung risiko merusak kehidupan manusia.

B. Periodesasi Perkembangan Ilmu

Perkembangan ilmu dapat diidentifikasi ke dalam beberapa periode berikut:

7. Periode pra-Yunani Kuno

Page 123: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

111

Yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Pertama, Know how dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan pada pengalaman. Kedua, Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman itu diterima sebagai fakta dengan sikap receptive mind, keterangan masih dihubungkan dengan kekuatan magis. Ketiga, Kemampuan menemukan abjad dan sistem bilangan alam sudah menampakkan perkembangan pemikiran manusia ke tingkat abstraksi. Keempat, kemampuan menulis, berhitung, menyusun kalender yang didasarkan atas sintesa terhadap hasil abstraksi yang dilakukan. Kelima, kemampuan meramalkan suatu peristiwa atas dasar peristiwa-peristiwa sebelumnya yang pernah terjadi. Misalnya: gerhana bulan dan matahari.

2. Zaman Yunani Kuno

Zaman yang dipandang sebagai zaman keemasan Filsafat ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Pertama: pada masa ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide pendapatnya. Kedua: masyarakat pada masa ini tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi, yang dianggap seba-gai suatu bentuk pseudo-rasional. Ketiga: masyarakat tidak dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap menerima begitu saja), melainkan menumbuhkan sikap an inquiring attitude (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis). Sikap belakangan inilah yang menjadi cikal-bakal tumbuhnya ilmu pengetahuan mo-dern. Sikap kritis inilah yang menjadikan bangsa Yunani

Page 124: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

112

tampil sebagai ahli pikir-ahli pikir terkenal sepanjang masa.

3. Zaman Pertengahan (Middle Age)

Era Pertengahan ini ditandai dengan tampilnya para theolog di lapangan ilmu pengetahuan di belahan dunia Eropa. Para ilmuwan pada masa ini hampir semua adalah para Theolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Atau dengan kata lain, kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan yang berlaku bagi ilmvi pada masa ini adalah Ancilla l'heologia, abdi agama. Namun di Timur terutama negara-negara Islam justru terjadi perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat. Di saat Eropa pada zaman Pertengahan lebih berkutat pada masalah-masalah keagamaan, maka peradaban dunia Islam melakukan penerjemahan besar-besaran terhadap karya-karya filosof Yunani, dan berbagai temuan di lapangan ilmiah lainnya.

Peradaban dunia Islam, terutama pada Bani Umayyah telah menemukan suatu cara pengamatan astronomi pada abad 7 Masehi, 8 abad sebelum Galileo Galilei dan Copernicus. Sedangkan kebudayaan Islam yang menaklukkan Persia pada abad 8 Masehi telah mendirikan sekolah Kedokteran dan Astronomi di Jundishapur. Pada zaman keemasan kebudayaan Islam, dilakukan peneijemahan berbagai karya Yunani, dan bahkan Khalifah Al-makmun telah mendirikan Rumah Kebijaksanaan (House of Wisdom) pada abad 9 Masehi.

Sumbangan sarjana Islam dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bidang, yaitu: 1. Menerjemahkan peninggalan bangsa Yunani dan

menyebarluaskannya sedemikian rupa, sehingga

Page 125: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

113

dapat dikenal dunia Barat seperti sekarang ini. 2. Memperluas pengamatan dalam lapangan ilmu

kedokteran, obat-obatan, astronomi, ilmu kimia, ilmu bumi, dan ilmu tumbuh-tumbuhan.

3. Menegaskan sistem desimal dan dasar-dasar aljabar.

Pada jaman abad tengah, ketika manusia Eropa berada dalam masa tidur panjang akibat pengaruh dogma-dogma agama, maka kebudayaan Islam di jaman dinasti Abbasiyah berada pada puncak keemasannya. Ali Kettanis menengarai kemajuan umat Islam pada masa itu lantaran didukung oleh semangat sebagai berikut: (1) Universalism (2) Tolerance (3) International character of the market (4) Respect for science and scientist (5) The Islamic nature of both the ends and means of sci-

ence.

Universalisme artinya pengembangan Iptek mengatasi sekat-sekat kesukuan, kebangsaan, bahkan keagamaan. Toleransi artinya sikap tenggangrasa dalam pengembangan Iptek dimaksudkan untuk membuka cakrawala di kalangan para ilmuwan, sehingga perbedaan pendapat dipandang sebagai pemacu ke arah kemajuan, bukan sebagai penghalang. Di zaman dinasti Abbasiyah perpustakaan Darul Hikmah membuka pintu terhadap para ilmuwan non muslim untuk memanfaatkan dan mempelajari berbagai literatur yang ada di dalamnya. Pemasaran terhadap hasil-hasil lptek merupakan suatu wahana untuk menjamin kontinyuitas aktivitas ilmiah itu sendiri, karena itu pasar yang bersifat internasional sangatlah dibutuhkan. Penghargaan yang tinggi

Page 126: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

114

dalam arti, setiap temuan dihargai secara layak dan memadai sebagai hasil jerih-payah atau usaha seseorang atau sekelompok orang. Akhirnya, sarana dan tujuan lptek haruslah terkait dengan nilai-nilai agama artinya, setiap kegiatan ilmiah tidak boleh bebas nilai, apalagi nilai agama. Sebab ilmuwan yang melepaskan diri dari nilai-nilai agama akan terperangkap pada arogansi intelektual, dan menjadikan perkembangan lptek yang depersonalisasi dan dehumanisasi.

Zaman keemasan Islam (Golden Age) itu ditandai dengan kemajuan pesat ilmu matematika yang membangun mode matematika baru dengan memperkenalkan sistem desimal. Filsuf muslim Al-Khawarizmi yang mengembangkan trigonometri dengan memperkenalkan teori sinus dan cosinus, tangent dan cotangent. Ilmu Fisika menampilkan Fisikus asal Bagdad Musa Ibn Sakir dan putranya Muhammad, Ahmad, dan Hasan yang mengarang Kitab Al-Hiyal, yang menggambarkan hukum-hukum mekanika dan problem stabilitas. Ibn Al-Haytham (965-1039) yang mengarang Kitab Al-Manadhir, yang membuktikan hukum

Page 127: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

/

115

refraksi cahaya. Bidang astronomi pada awalnya me-nerjemahkan karya-karya di bidang astronomi klasik padajaman Bani Umayah dan dilanjutkan pada jaman Abbasiyah awal. Ibn Habib Al-Fazari (777) merupakan ilmuwan Muslim pertama yang menerjemahkan karya Ptolemy yang berjudul Almagest. Bidang ilmu Kimia menampilkan Jabir Ibn Hayyan Al-Kufi dari Kufah yang memiliki laboratorium dekat Bawabah Damaskus yang melakukan percobaan pada pancaindera, penggunaan metalik, dan lain-lain. Jabir menggambarkan eksperimen yang dilakukannya dalam kalimat berikut: “Pertama kali saya mengetahui sesuatu dengan tangan dan otak saya, dan saya menyelidiki sesuatu itu sampai menjadi benar, dan mencari kesalahan-kesalahan yang ada di dalamnya

Bidang ilmu kedokteran di dunia Islam sebenarnya sudah dirintis sejak Rasulullah mendirikan rumah sakit di Madinah, termasuk rumah sakit untuk angkatan Perang Islam. Ar-Razi merupakan ahli medis muslim pertama yang mempimpin Rumah Sakit Rayy dekat Teheran, kemudian iajuga memimpin Rumah sakit Bagdad. Ar-Razi juga menulis buku tentang Diet, Farmakologi dan lain-lain. Buku medis lainnya ditulis oleh ’Ali Ibn Abbas Al-Ahwazi (940), Al Kitab Al- Malaki tentang teori dan praktek medis. Salah seorang tokoh jenius dalam bidang kedokteran adalah Ibn Siena yang mengarang buku teks dalam bidang medis yang berjudul Al-Qanun, yang menjadi buku standar selama 500 tahun di dunia Islam dan Eropa. Ibn Siena juga meneliti tentang masalah anatomi, kesehatan anak, Gynaecology.

Dalam bidang geografi, para ilmuwan muslim me-ngembangkan jarum magnetik untuk dipergunakan dalam

Page 128: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

116

navigasi dan penemuan kompas, sehingga mereka berjasa dalam penemuan pulau-pulau baru dan rute laut lingkar Asia, Afrika, dan Eropa. Mereka membangun kapal di pabrik-pabrik yang disebut dar al-sina’ah (arsenal; gudang senjata) dan setiap kapal memiliki ahlinya yang dinamakan an amir al-bahr (admiral; laksamana). Ilmuwan muslim memakai metode baru untuk menemukan rute perjalanan mereka melalui tata letak bintang-bintang dan peta perjalanan laut. Para petualang muslim menjelajahi Cina, Jepang, India, Asia Tenggara, dan samudera India, Eropa, termasuk Skandinavia, Irlandia, Jerman, Perancis, dan Rusia. Pada abad kesembilan ahli geografi muslim, Ahmad Ibn Ya’kub Al-Ya’kubi menggambarkan perjalanannya dalam Kitab Al-Buldan, dan ’Ubayd-Allah Ibn ’Abd-Allah Ibn Khurd Dhabah (825-912) yang mempublikasikan bukunya Al-Masalik wa Al-Mamalik (Garis Edar dan Kerajaan).

4. Zaman Renaissance (14-17 M)

Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran yang bebas dari dogma-dogma agama. Renaissance ialah zaman peralihan ketika kebudayaan abad Tengah mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern. Manusia pada zaman Renaissance adalah manusia yang merindukan pemikiran yang bebas, seperti pada zaman Yunani Kuno. Pada zaman Renaissance manusia disebut sebagai animal rationale, karena pada masa ini pemikiran manusia mulai bebas dan berkembang. Manusia ingin mencapai kemajuan (progress) atas hasil usaha sendiri, tidak didasarkan atas campur tangan ilahi.

Penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern sudah

Page 129: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

117

mulai dirintis pada zaman Renaissance. Ilmu pengetahuan yang berkembang maju pada masa ini

adalah bidang astronomi Tokoh-tokohnya yang terkenal seperti: Copernicus, Kepler, Galileo Galilei. Langkah-langkah vang dilakukan oleh Galileo dalam bidang ini menanamkan pengaruh yang kuat bagi perkembangan ilmu pengetahuan modern, karena menunjukkan beberapa hal seperti: pengamatan (observation), penyingkiran (elimination) segala hal yang tidak termasuk dalam peristiwa yang diamati, idealisasi, penyusunan teori secara spekulatif atas peristiwa tersebut, peramalan (prediction), pengukuran (measurement), dan percobaan (experiment) untuk menguji teori vang didasarkan pada ramalan matema- tik. 5. Zaman Modern (17 - 19 M)

Zaman modern ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmiah. Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern ini sesungguhnya sudah dirintis sejak zaman Renaissance, yaitu permulaan abad XIV. Benua Eropa dipandang sebagai basis perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini menurut Slamet Iman Santoso4 sebenarnya mempunyai tiga sumber, yaitu: a. Hubungan antara kerajaan Islam di Semenanjung Iberia

dengan negara-negara Perancis. Para Pendeta di Perancis banyak yang belajar di Spanyol, kemudian mereka inilah yang menyebarkan ilmu pengetahuan yang diperolehnya itu di lembaga- lembaga pendidikan di Perancis.

b. Perang Salib (1100-1300) yang terulang sebanyak enam kali tidak hanya menjadi ajang peperangan fisik, namun juga menjadikan para tentara atau serdadu Eropa yang

Page 130: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

118

berasal dari berbagai negara itu menyadari kemajuan negara-negara Islam, sehingga mereka menyebarkan pengalaman mereka itu sekembalinya di negara-negara masing- masing.

c. Pada tahun 1453 Istambuljatuh ke tangan Bangsa Turki, sehingga para pendeta atau sarjana mengungsi ke Itali atau negara-negara lain. Mereka ini menjadi pionir-pionir bagi perkembangan ilmu di Eropa.

Tokoh yang dikenal sebagai bapak filsafat Modem Rene Descartes. Ia telah mewariskan suatu metode berpikir yang menjadi landasan berpikir dalam ilmu pengetahuan modern. Langkah-langkah berpikir menurut Descartes adalah sebagai berikut:

a. Tidak menerima apa pun sebagai hal yang benar, kecuali kalau diyakini sendiri bahwa itu memang benar.

b. Memilah-milah masalah menjadi bagian-bagian terkecil untuk mempermudah penyelesaian.

c. Berpikir runtut dengan mulai dari hal yang sederhana sedikit demi sedikit untuk sampai ke hal yang paling rumit.

d. Perincian yang lengkap dan pemeriksaan menyeluruh diperlukan supaya tidak ada yang terlupakan.5

6. Zaman Kontemporer (abad 20 - dan seterusnya)

Di antara ilmu-ilmu khusus yang dibicarakan oleh para filsuf, maka bidang Fisika menempati kedudukan yang paling tinggi. Menurut Trout ,5 Fisika dipandang sebagai dasar ilmu pengetahuan yang subjek materinya mengandung unsur-unsur fundamental yang membentuk alam semesta. Iajuga

Page 131: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

119

menunjukkan bahwa secara historis hubungan antara fisika dengan filsafat terlihat dalam dua cara. Pertama, diskusi filosofis mengenai metode-metode fisika, dan dalam interaksi antara pandangan substansial tentang fisika (misalnya: tentang materi, kuasa, konsep ruang dan waktu). Kedua, ajaran filsafat tradisional yang menjawab fenomena tentang materi, kuasa, ruang dan waktu. Dengan demikian sejak semula sudah ada hubungan yang erat antara filsafat dan fisika.

Fisikawan termashur abad keduapuluh adalah Albert Einstein. Ia menyatakan bahwa alam itu tak berhingga besarnya dan tak berbatas, tetapi juga tak berubah status totalitasnya atau bersifat statis dari waktu ke waktu. Einstein percaya akan kekekalan materi. Ini berarti bahwa alam semesta itu bersifat kekal, atau dengan kata lain, tidak mengakui adanya penciptaan alam. Namun pada tahun 1929 seorang fisikawan lain Hubble yang mempergunakan teropong bintang terbesar di dunia melihat galaksi-galaksi di sekeliling kita tampak menjauh galaksi kita dengan kelajuan yang sebanding dengan jaraknya dari bumi. Observasi ini menunjukkan bahwa alam semesta itu tidak statis, melainkan dinamis, sehingga meruntuhkan pendapat Einstein tentang teori kekekalan materi dan alam semesta yang statis. Jagad raya ternyata berekspansi. Berdasarkan perhitungan mengenai perbandingan jarak dan kelajuan gerak masing-masing galaksi yang teramati, para fisikawan kontemporer (Gamovv, Alpher, Herman) menarik kesimpulan bahwa semua galaksi di jagad raya ini semula bersatu padu dengan galaksi kita, Bimasakti, kira-kira 15 Milyar tahun yang lalu. Pada saat itu teijadi ledakan yang maha dahsyat yang melemparkan materi ke seluruh jagad raya ke semua arah, yang kemudian membentuk bintang-bintang

Page 132: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

120

dan galaksi. Dentuman besar (Big Bang) itu terjadi ketika seluruh materi kosmos terlempar dengan kecepatan sangat tinggi keluar dari keberadaannya dalam volume yang sangat kecil.7

Di samping teori mengenai fisika, teori alam semesta, dan lain-lain, maka zaman kontemporer ini ditandai dengan penemuan berbagai teknologi canggih. Teknologi komunikasi dan informasi termasuk salah satu yang mengalami kemajuan sangat pesat. Mulai dari penemuan komputer, berbagai satelit komunikasi, internet, dan lain sebagainya. Manusia dewasa ini memiliki mobilitas yang sangat tinggi, karena pengaruh teknologi komunikasi dan informasi.

Bidang ilmu lain juga mengalami kemajuan pesat, sehingga terjadi spesialisasi-spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Ilmuwan kontemporer mengetahui hal yang sedikit tetapi secara mendalam. Ilmu kedokteran semakin menajam dalam spesialis dan sub- spesialis atau super-spesialis, demikian pula bidang- bidang ilmu lain. Di samping kecenderungan ke arah spesialisasi, kecenderungan lain adalah sintesis antara bidang ilmu satu dengan lainnya, sehingga dihasilkannya bidang ilmu baru seperti: bioteknologi vang dewasa ini dikenal dengan teknologi kloning.

C. Pengertian Ilmu

Istilah ilmu dalam pengertian klasik dipahami sebagai pengetahuan tentang sebab-akibat atau asal- usul. Istilah pengetahuan (knowledge) biasanya dilawankan dengan pengertian opini, sedang istilah sebab (causa) diambil dari kata Yunani “aitia", yakni prinsip pertama.8

Page 133: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

121

Setiap aktivitas ilmiah tentu bertolak dari konsep, karena konsep merupakan sebuah struktur pemikiran. Sontag9 menyatakan bahwa setiap pembentukan konsep selalu terkait dengan empat komponen, yaitu, kenyataan (reality), teori (theory), kata-kata (words), dan pemikiran (thought). Kenyataan (reality) hanya akan merupakan sebuah misteri manakala tidak diungkapkan ke dalam bahasa. Teori merupakan tingkat pengertian tentang sesuatu yang sudah teruji, sehingga dapat dipakai sebagai titik tolak bagi pema-haman hal lain. Kata-kata merupakan cerminan ide- ide yang sudah diverbalisasikan. Pemikiran merupakan produk akal manusia yang diekspresikan ke dalam bahasa. Kesemuanya itu akan membentuk pengertian pada diri manusia, pengertian ini dinamakan konsep. Bagan pembentukan konsep adalah sebagai berikut:

Gaston Bachelard1" menyatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu produk pemikiran manusia yang sekaligus

Page 134: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

122

menyesuaikan antara hukum-hukum pemikiran dengan dunia luar. Atau dengan kata lain, ilmu pengetahuan mengandung dua aspek, yaitu subjektif dan objektif, sekaligus memerlukan kesamaan di antara keduanya; oleh karena itu sesungguhnya manusia tidak mungkin mengubah hukum-hukum pemikiran dengan mengubah hukum-hukum alam semesta. Bachelard menengarai bahwa adanya dua aspek tersebut-subjektif dan objektif-melahirkan dua pandangan yang berbeda dalam epistemologi. Pertama, pandangan rasionalisme yang memandang bahwa hukum alam itu direfleksikan ke dalam hukum- hukum pemikiran, lebih memihak pada sikap subjek- tif. Hal ini dapat dikatakan senada dengan pernyataan Hegel yang berbunyi “semua yang rasional adalah real”. Kedua, pandangan realisme universal yang memandang bahwa hukum-hukum pemikiran secara mutlak mencontoh hukum-hukum pemikiran.

Daoed Joesoef menunjukkan bahwa pengertian ilmu mengacu pada tiga hal, yaitu- produk-produk, proses, masyarakat. Ilmu pengetahuan sebagai produk yaitu pengetahuan yang telah diketahui dan diakui kebenarannya oleh masyarakat ilmuwan. Pengetahuan ilmiah dalam hal ini terbatas pada kenyataan- kenyataan yang mengandung kemungkinan untuk disepakati dan terbuka untuk diteliti, diuji dan dibantah oleh seseorang.

Ilmu pengetahuan sebagai proses artinya kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan demi penemuan dan pemahaman dunia alami sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang kita kehendaki. Metode ilmiah yang khas dipakai dalam proses ini adalah analisis- rasional, objektif, sejauh mungkin “impersonal” dari masalah-masalah yang

Page 135: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

123

didasarkan pada percobaan dan data yang dapat diamati. Bagi Thomas Kuhn “normal science” adalah ilmu pengetahuan dalam artian proses.

Ilmu pengetahuan sebagai masyarakat artinya dunia pergaulan yang tindak-tanduknya, perilaku dan sikap serta tutur katanya diatur oleh empat ketent uan (imperative) yaitu universalisme, komunalisme, tanpa

Page 136: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

/

124

pamrih (disinterstedness), dan skeptisisme yang teratur. 11 Van Melsen12 mengemukakan beberapa ciri yang

menandai ilmu, yaitu: (1) Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang secara logis koheren. Itu berarti adanya sistem dalam penelitian (metode) maupun harus (susunan logis). (2) Ilmu pengetahuan tanpa pamrih, karena hal itu erat kaitannya dengan tanggung jawab ilmuwan. (3) Universalitas ilmu pengetahuan. (4) Objektivitas, artinya setiap ilmu terpimpin oleh objek dan tidak didistorsi oleh prasangka-prasangka subjektif (5) Ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang bersangkutan, karena itu ilmu pengetahuan harus dapat dikomunikasikan. (6) Progresivitas artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah sungguh-sungguh, bila mengandung pertanyaan-pertanyaan baru dan menimbulkan problem- problem baru lagi. (7) Kritis, artinya tidak ada teori ilmiah yang difmitif, setiap teori terbuka bagi suatu peninjauan kritis yang memanfaatkan data-data baru. (8) Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan kebertautan antara teori dengan praktis.

Aktivitas ilmiah tergantung pada sarana ilmiah berupa bahasa, pernyataan ilmiah. Lyotard mengajukan beberapa argumentasi yang disyaratkan bagi sebuah pernyataan ilmiah, yaitu Pertama, diakuinya aturan-aturan yang telah ditentvikan alat argumentasi, yakni fleksibilitas sarana itu berupa pluralitas bahasannya. Kedua\ karakternya sebagai bentuk permainan pragmatis yakni diakuinya “gerak” yang berlangsung tergantung pada suatu rangkaian kontrak di antara para ilmuwan sebagai partner dialog. Akibatnya ada dua jenis kemajuan yang berbeda dalam pengetahuan: pertama,

Page 137: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

125

kesesuaian pada suatu gerak baru (argumen baru) di dalam aturan-aturan yang pasti; kedua, menemukan aturan-aturan baru yakni perubahan pada suatu permainan baru.13

Rickert sebagaimana dikutip oleh Hatta14 menyebutkan bahwa dalam aktivitas ilmiah sangat ditentukan oleh metode yang dipilih. Metode untuk menyelidiki dunia lahir ada dua, yaitu metode abstraksi untuk mengetahui hukum-hukum umum dinamakan metode ilmu kealaman (Windelband menamakannya dengan istilah Nomothetisch). Metode untuk mengetahui hal-hal khusus atau yang satu-satunya dinamakan metode historika (Ideographisch).

Metode abstraksi (Nomothetisch) ini dimaksudkan untuk menentukan hukum-hukum umum yang berlaku dalam segala kenyataan dan keadaan bagi sesuatu, sehingga merupakan metode induktif yang berupaya membuat generalisasi. Misalnya: hukum umum tentangjatuhnya benda-benda karena pengaruh daya tarik bumi (gravitasi). Hatta15 menyebutkan bahwa ada tigajalan untuk mengetahui pengertian atau sifat hukum yang umum, yaitu: Pertama, dengan jalan memperbandingkan. Kedua, dengan jalan eksperimen, yaitu mengadakan percobaan seperti yang biasa dikerjakan oleh ilmu fisika. Pengetahuan bahwa uap adalah suatu tenaga (energi) didapat karena pengalaman dan percobaan. Ketiga, denganjalan memperhatikan. Jalan ini lazim dipakai dalam ilmu sosial yang bekerja dengan metode abstraksi.

Metode historika (Ideographisch) dipakai untuk menerangkan keadaan yang teijadi di masa lalu, yang tidak terulang kembali untuk mencari atau menemukan hubungan sebab-akibatnya. Masih ada metode lain yang merupakan gabungan metode abstraksi dan historika, yaitu metode

Page 138: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

126

sosiologi. Metode sosiologi ini mempertalikan hukum dengan sejarah. Metode ini menyatakan hukum mana yang menguasai perubahan persekutuan hidvip dari satu tingkat tertentu ke tingkat yang lebih tinggi menurut garis tertentu.

D. Beberapa Pandangan tentang Klasifikasi Ilmu Pengetahuan Klasifikasi atau penggolongan ilmu pengetahuan

mengalami perkembangan atau perubahan sesuai dengan semangat zaman. Ada beberapa pandangan yang terkait dengan klasifikasi ilmu pengetahuan sebagai berikut. J. Christian Wolff (1679- 1754)

Wolff lebih dikenal sebagai pembela setia ajaran- ajaran Leibnitz, namun di samping itu iajuga cukup gigih mengembangkan logika-matematik sistem filsafat yang terkait dengan berbagai lapangan pengetahuan dengan mempergunakan sarana metode deduktif seperti yang dipakai dalam matematik. Wolff mengklasifikasi ilmu pengetahuan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu ilmu pengetahuan empiris, matematika, dan filsafat. Wolff menjelaskan pokok- pokok pikirannya mengenai klasifikasi ilmu pengetahuan itu sebagai berikut:16 a. Dengan mempelajari kodrat pemikiran rasional, kita

dapat menemukan sifat yang benar dari alam semesta. Semua yang ada di dunia ini terletak di luar pemikiran kita yang direfleksikan dalam proses berpikir rasional. Sebab alam semesta ini merupakan suatu sistem rasional yang isinya dapat diketahui dengan menyusun cara deduksi dari hukum-hukum berpikir.

b. Pengetahuan kemanusiaan terdiri atas ilmu-ilmu murni

Page 139: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

127

dan filsafat praktis. Ilmu-ilmu murni adalah theologi rasional yang terkait dengan pengetahuan tentang Tuhan; psikologi rasional yang terkait dengan masalah-masalah jiwa; dan kosmologi rasional yang terkait dengan kodrat dunia fisik. Filsafat praktis mencakup etika sebagai ilmu tentang tingkah laku manusia; politik atau ilmu pemerin-tahan; ekonomi sebagai bidang ilmu apa yang harus dilakukan seseorang untuk mencapai kemakmuran.

c. Ilmu-ilmu murni dan filsafat praktis sekaligus merupakan produk metode berpikir deduktif. Ilmu-ilmu teoritis dijabarkan dari hukum tak bertentangan yang menyatakan bahwa sesuatu itu tak dapat ada dan tidak ada dalam waktu yang bersamaan. Apa yang sanggup kita ketahui tentang dunia fisik diturunkan dari hukum alasan yang mencukupi (sufficien reason) yang menyatakan bahwa ada suatu alasan yang niscaya bagi keberadaan segala sesuatu.

d. Seluruh kebenaran pengetahuan diturunkan dari hukum-hukum berpikir. Apa yang dikatakannya tentang moral dan religi adalah suatu kodrat yang abstrak dan formal secara niscaya. Etika dalam pandangannya tidak lebih daripada seperangkat aturan yang kaku dan harus diikuti, sesuatu yang tidak terjawab yang hanya hadir dalam kasus-kasus tertentu saja. Agamajuga demikian, diformalkan ke dalam seperangkat kepercayaan tentang Tuhan dan jiwa manusia. Unsur-unsur emosi yang bermain secara normal masing-masing berperan penting di dalam wilayah pengalaman yang sangat minim.

Page 140: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

c. Jiwa manusia dalam pandangan Wolff dibagi menjadi tiga, yaitu mengetahui, menghendaki, dan merasakan. Ketiga aspek jiwa manusia ini akan mempengaruhi pandangan Immanuel Kant tentang tiga kritiknya yang terkenal, yaitu, Kritik atas Rasio Murni, Kritik atas Rasio Praktis. Kritik atas Daya Pertimbangan.

Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut Wolff ini dapat diskemakan sebagai berikut.

Page 141: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

129

2. Auguste Comte (1791-1857)

Page 142: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

130

Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dikemukakan Auguste Comte sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala-gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Kemudian disusul dengan gejala-gejala pengetahuan yang semakin lama semakin rumit atau kompleks dan semakin konkret. Oleh karena dalam mengemukakan penggolongan ilmu pengetahuan, Auguste Comte memulai dengan mengamati gejala-gejala yang paling sederhana, yaitu gejala-gejala yang letaknya pa-ling jauh dari suasana kehidupan sehari-hari. Urutan dalam penggolongan ilmu pengetahuan Auguste Comte sebagai berikut.17

a. Ilmu pasti (matematika)

Ilmu pasti merupakan dasar bagi semua ilmu pengetahuan, karena sifatnya yang tetap, abstrak dan pasti. Dengan metode-metode yang dipergunakan, melalui ilmu pasti, kita akan memperoleh pengetahuan tentang sesuatu yang sebenarnya, yaitu hukum ilmu pengetahuan dalam tingkat “kesederhanaan dan ketetapan” yang tertinggi, sebagaimana abstraksi yang dapat dilakukan akal manusia.

b. Ilmu perbintangan (astronomi)

Dengan didasari rumus-rumus ilmu pasti, maka ilmu perbintangan dapat menyusun hukum-hukum yang bersangkutan dengan gejala-gejala benda langit. Ilmu perbintangan menerangkan bagaimana bentuk, ukuran, kedudukan, serta gerak benda langit seperti bintang, bumi, bulan, matahari, atau planet-planet lainnya.

c. Ilmu alam (fisika)

Ilmu alam merupakan ilmu vang lebih tinggi daripada ilmu perbintangan, maka pengetahuan mengenai benda-benda langit

Page 143: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

131

merupakan dasar bagi pemahaman gejala-gejala dunia anorganik. Gejala-gejala dalam ilmu alam lebih kompleks, yang tidak akan .dapat difahami, tanpa terlebih dahulu memahami hukum-hukum astronomi. Melalui pemahaman gejala-gejala fisika dan hukum fisika, maka akan dapat diramalkan dengan tepat semua gejala yang ditunjukkan oleh suatu benda, yang berada pada suatu tatanan atau keadaan tertantu.

d. Ilmu kimia (chemistry)

Gejala-gejala dalam ilmu kimia lebih kompleks dari pada ilmu alam, dan ilmu kimia mempunyai kaitan dengan ilmu hayat (biologi) bahkan juga dengan sosiologi. Pendekatan yang dipergunakan dalam ilmu kimia ini tidak hanya melalui pengamatan (observasi) dan percobaan (eksperimen), melainkan juga dengan perbandingan (komparasi).

e. Ilmu hayat (fisiologi atau biologi)

Ilmu hayat (biologi) merupakan ilmu yang kompleks dan berhadapan dengan gejala-gejala kehidupan. Gejala-gejala dalam ilmu hayat ini mengalami perubahan yang cepat dan perkembangannya belum sampai pada tahap positif. Ini berbeda dengan ilmu- ilmu sebelumnya seperti ilmu pasti, ilmu perbintang-an, ilmu alam, dan ilmu kimia yang telah berada pada tahap positif. Karena sifatnya yang kompleks, maka cara pendekatannya membutuhkan alat yang lebih lengkap.

f. Fisika sosial (sosiologi)

Fisika sosial (sosiologi) merupakan urutan tertinggi dalam penggolongan ilmu pengetahuan. Fisika sosial sebagai ilmu berhadapan dengan gejala-gejala yang paling kompleks, paling

Page 144: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

132

konkret dan khusus, yaitu gejala yang berkaitan dengan kehidupan umat manusia dalam berkelompok.

Klasifikasi Ilmu pengetahuan menurut Auguste Comte secara garis besar dapat diskemakan sebagai berikut:

3. Karl Raimund Popper

Popper mengemukakan bahwa sistem ilmu pengetahuan manusia dapat dikelompokkan ke dalam tiga Dunia (World), yaitu Dunia 1, Dunia 2, dan Dunia 318. Popper menyatakan bahwa Dunia 1 (World I) merupakan kenyataan fisis dunia, sedangkan Dunia 2 (World II) adalah kejadian dan kenyataan psikis dalam

Page 145: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

133

diri manusia, dan Dunia 3 (World III), yaitu segala hipotesa, hukum, dan teori ciptaan manusia dan hasil kerjasama antara Dunia 1 dan Dunia 2, serta seluruh bidang kebudayaan, seni, metafisik,

agama, dan lain sebagainya. Menurut Popper Dunia 3 itu hanya ada selama dihayati, yaitu dalam karya dan penelitian ilmiah, dalam studi yang sedang berlangsung, membaca buku, dalam ilham yang sedang mengalir dalam diri para seniman, dan penggemar seni yang mengandaikan adanya suatu kerangka. Sesudah penghayatan itu, semuanya langsung “mengendap” dalam bentuk fisik alat-alat ilmiah, buku-buku, karya seni, dan lain sebagainya. Semua itu merupakan bagian dari Dunia 1. Dalam pergaulan manusia dengan sisa dunia 3 dalam Dunia 1 itu, maka Dunia 2-lah yang membuat manusia bisa membangkitkan kembali dan mengembangkan Dunia 3 tersebut. Menurut Popper Dunia 3 itu mempunyai kedudukannya sendiri. Dunia 3 berdaulat (autonomous), artinya tidak semata-mata begitu saja terikat pada Dunia 1, tetapi sekaligus tidak terikat juga pada subjek tertentu. Maksudnya Dunia 3 tidak terikat pada Dunia 2, yaitu pada orang tertentu, pada suatu lingkungan masyarakat maupun pada periode sejarah tertentu. Dunia 3 inilah yang merupakan dunia ilmiah yang harus mendapat perhatian para ilmuwan dan filsuf. Kalau diskematisasikan, maka hubungan antara ketiga Dunia (World) tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Page 146: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

Dunia 1 Dunia 2

134

3. Thomas S. Kuhn

Pandangan Kuhn merespons pendapat Popper yang terlebih dahulu menguraikan terjadinya ilmu empiris melalui jalan hipotesa untuk kemudian

Hipotesa, Hukum, Teori (Ciptaan Manusia)

Dunia 3

Page 147: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

135

diberlakukan prinsip falsifikasi. Sejarah ilmu pengetahuan hanya dipergunakan Popper sebagai “bukti” untuk mempertahankan pendapatnya.19 Kuhn justru lebih mementingkan sejarah ilmu sebagai titik tolak penyelidikan. Filsafat Ilmu harus berguru kepada sejarah ilmu, sehingga dapat memahami kenyataan ilmu dan aktivitas ilmiah yang sesungguhnya. Kuhn berpendapat bahwa perkembangan atau kemajuan ilmiah bersifat revolusioner, bukan kumulatif sebagaimana anggapan sebelumnya. Revolusi ilmiah itu pertama-tama menyentuh wilayah paradigma, yaitu cara pandang terhadap dunia dan contoh-contoh prestasi atau praktek ilmiah konkret. Menurut Kuhn cara kerja paradigma dan terjadinya revolusi ilmiah dapat digambarkan ke dalam tahap-tahap sebagai berikut.2"

Tahap pertama, paradigma ini membimbing dan mengarahkan aktivitas ilmiah dalam masa ilmu normal (normal science). Di sini para ilmuwan berkesempatan menjabarkan dan mengembangkan paradigma sebagai model ilmiah yang digelutinya secara rinci dan mendalam. Dalam tahap ini para ilmuwan tidak bersikap kritis terhadap paradigma yang membimbing aktivitas ilmiahnya. Selama menjalankan aktivitas ilmiah itu para ilmuwan menjumpai berbagai fenomena yang tidak dapat diterangkan dengan para-digma yang dipergunakan sebagai bimbingan atau arahan aktivitas ilmiahnya itu, ini dinamakan anomali. Anomali adalah suatu keadaan yang memperlihatkan adanya ketidakcocokan antara kenyataan (fenomena) dengan

Page 148: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

136

paradigma yang dipakai. Tahap kedua, Menumpuknya anomali menimbulkan

krisis kepercayaan dari para ilmuwan terhadap paradigma. Paradigma mulai diperiksa dan dipertanyakan. Para ilmuwan mulai keluar dari jalur ilmu normal.

Tahap ketiga, para ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang lama sembari memperluas dan mengembangkan suatu paradigma tandingan yang dipandang bisa memecahkan masalah dan membimbing aktivitas ilmiah berikutnya. Proses peralihan dari paradigma lama ke paradigma baru inilah vang dinamakan revolusi ilmiah.

Revolusi ilmiah menurut pandangan Thomas Kuhn dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut.

Page 149: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi
Page 150: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

138

4. Jurgen Habermas

Pandangan Jurgen Habermas tentang klasifikasi ilmu pengetahuan sangat terkait dengan sifat dan jenis ilmu, pengetahuan yang dihasilkan, akses kepada realitas, dan tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Dalam hal im Ignas Kleden21 menunjukkan tiga jenis metode ilmiah berdasarkan sifat dan jenis ilmu seperti terlihat dalam bagan berikut:

IKHTISAR EPISTEMOLOGI HERD ASAR ATAS SIFAT DAN JENIS ILMU

Ignas Kleden22 menunjukan pandangan Habermas tentang

Sifat Ilmu Jenis Ilmu Pengetahuan

vano dihasilkan

Akses kep.ida Realitas

Tujuan

Empiris- emiris

Ilmu alam dan sosial empii is

Informasi Observasi Penguasaan teknik

Histoiis- hermeneutis

Humaniora Interpretasi

Pemahaman arti via bahasa

Pengem bangan inter subjektif

Sosial-kritis Ekonomi, sosiologi politik

Analisis Self- Reflexion

Pembebasan kesadaran 11011 reflektif

Page 151: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

139

ada tiga kegiatan utama yang langsung mempengaruhi dan menentukan bentuk tindakan dan bentuk pengetahuan manusia, yaitu kerja, komunikasi, dan kekuasaan. Kerja dibimbing oleh kepentingan vang bersifat teknis, interaksi dibimbing oleh kepen-tingan vang bersifat praktis, sedangkan kekuasaan dibimbing oleh kepentingan yang bersifat emansi- patoris. Ketiga kepentingan ini mempengaruhi pula proses terbentuknya ilmu pengetahuan, yaitu ilmu- ilmu empiris-analisis, ilmu historis-hermeneutis, dan ilmu sosial kritis (ekonomi, sosiologi, dan politik).

Ilmu empiris-analitis memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Memiliki satu sistem referensi vang sama, yang menentukan

arti proposisi-proposisi empiris, peraturan untuk membangun suatu teori dan peraturan tentang pengujian empiris yang akan dikenakan pada teori vang bersangkutan (nomo- logis).

2. Ilmu empiris-analitis menghasilkan teori-teori vang muncul kemudian dengan bantuan metode deduksi, dan memungkinkan diturunkannya hipotesa-hipotesa yang lebih banyak kandungan empirisnya.

3. Hipotesa-hipotesa ini merupakan proposisi tentang korelasi antar variabel (kovarians) dalam suatu objek yang diamati, yang kemudian dapat pula menghasilkan ramalan (prognose) tertentu.

4. Arti tiap prognose terdapat dalam manfaat teknisnya, sebagaimana yang ditentukan oleh aturan- aturan tentang aplikasi suatu teori.

5. Kenyataan yang hendak disingkapkan oleh teori- teori empiris-analitis adalah kenyataan yang dipengaruhi oleh kepentingan untuk memperoleh informasi, yang diperlukan

Page 152: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

140

untuk mengembangkan kemampuan teknis manusia dengan bantuan suatu model feed back monitoring (suatu test empi-ris akan mentransfer-balik konfirmasi atau falsi- fikasi kepada hipotesa).

Pada akhirnya ilmu empiris-analitis ini akan menghasilkan informasi-informasi, yang akan memperbesar penguasaan teknis pada manusia.

Ilmu-ilmu historis-hermeneutis memiliki ciri-ciri berikut: 1. Jalan untuk mendekati kenyataan melalui pemahaman arti. 2. Ujian terhadap salah-benarnya pemahaman tersebut

dilakukan melalui interpretasi. Interpretasi yang benar akan meningkatkan intersubjek- tivitas, sedang interpretasi yang salah akan mendatangkan sanksi (contoh: senyum basa-basi yang diinterpretasikan jatuh cinta!).

3. Pemahaman hermeneutis selalu merupakan pemahaman berdasarkan pra-pengertian. Pemahaman situasi orang lain hanya mungkin tercapai melalui pemahaman atas situasi diri sendiri terlebih dahulu. Pemahaman berarti mencipta- kan komunikasi antara kedua situasi tersebut.

4. Komunikasi tersebut akan menjadi semakin intensif apabila situasi yang hendak dipahami oleh pihak yang hendak memahaminya diaplikasikan kepada dirinya sendiri.

5. Kepentingan yang ada di sini adalah kepentingan untuk mempertahankan dan memperluas inter- subjektivitas dalam komunikasi, yang dijamin dan diawasi oleh pengakuan umum tentang kewajiban yang harus ditaati.

Page 153: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

141

Ilmu-ilmu historis-hermeneutis akan menghasilkan interpretasi-interpretasi yang memungkinkan adanya suatu orientasi bagi tindakan manusia dalam kehidupan bersama.

Ilmu-ilmu sosial-kritis memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Menghasilkan pengetahuan nomologis (laws of nature)

yang diturunkan dari suatu sistem referensi yang sama. 2. Meneliti apakah teori-teori yang ada (khususnya theories

of action) benar-benar menangkap korelasi tetap yang sungguh ada dalam social action, bukan hanya menunjukkan suatu korelasi semu yang dipaksakan secara ideologis.

3. Tujuan yang hendak dicapai ialah mengguncang kembali lapisan kesadaran yang sudah malas (non-

Page 154: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

142

reflective) yang menjadi kondisi yang sangat cocok bagi munculnya hubungan-hubungan yang bersifat ketergantungan.

4. Tujuan tersebut dicapai melalui self-reflection.

Ilmu sosial-kritis akan menghasilkan analisis yang membebaskan kesadaran manusia dari kungkungan kepercayaan yang didikte oleh ketergantungan kepada kekuasaan ataupun ketergantungan struktural. Ketiga kelompok ilmu ini, Ignas Kleden, mempunyai hubungan kritis yang bersifat timbal-balik. Pertama, ilmu empiris-analitis mencegah kelompok historis- hermeneutis dari subjektivisme yang ditandai oleh interprestasi sewenang-wenang; sebaliknya ilmu historis-hermeneutis mencegah kelompok empiris- analitis supaya tidak terjebak ke dalam determinisme buta. Kedua, ilmu sosial-kritis mencegah kelompok ilmu enpiris-analitis dari pengelabuhan kesadaran hukum ilmiah dan objektivisme, dan memberi perspektif kepada ilmu historis-hermeneutis bahwa dunia kesadaran subjektif dan dunia sosial adalah dua dunia yang berbeda; sebaliknya ilmu empiris-analitis mencegah ilmu sosial-kritis dari penciptaan mitos karena sosio-analisis yang terlampau politis.

E. Penutup

Perkembangan ilmu pengetahuan yang dirunut sejak zaman Yunani hingga ke zaman kontemporer menunjukkan bahwa terjadi perkembangan dalam tubuh ilmu pengetahuan (body of knowledge) itu sendiri di satu pihak. Namun di pihak lain spesialisasi ilmu vang semakin menajam menampakkan

Page 155: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

disharmoni hubungan antara disiplin ilmu yang satu dengan disi-plin ilmu yang lain. Keadaan semacam inilah yang perlu diatasi melalui strategi pengembangan ilmu yang akan dipaparkan dalam Bab berikutnya. Klasifikasi atau pengelompokkan ilmu yang dilakukan oleh para filsuf sebagaimana dikemukakan di atas, membuka cakrawala pengetahuan kita bahwa ilmu bukanlah “barangjadi” yang hanya selesai dalam satu kali proses, melainkan merupakan sebuah perjalanan panjang yang harus terus-menerus dilihat dan di- tinjau-ulang kembali. Dengan demikian para ilmuwan dan filsuf melibatkan diri dalam sebuah proses vang menuntut sikap kritis dan kreatif, agar ilmu pengetahuan benar-benar dapat menjawab tantangan zaman dan senantiasa up to date. □

Catatan Kaki: 'Kuhn, 1989, h. xi. -Hatta, 1979, h. 17-23. 'Ali Kettani, 1984, h. 85. 4Slamet Iman Santoso, 1997, 65. ’Toeti Heraty, 1997, h.6 "Trout 1993, h. 463. Baiquni, 1994, h. 14. sRunes, 1979, h. 196. "Sontag, 1987, h. 141. "'Gaston Bachelard, 1984, h. 2. "Daoed Joesoef, 1987, h. 25-26. '-Van Melsen, 1985, h. 65-66. '’Lyotard, 1979, h. 43. 14Hatta, 1979, h. 29. ' 'Hatta. 1979, h. 32. 'hPatterson, 1971, h. 53-54. '"Koento

Page 156: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

144

Wibisono, 1983, 24-25. IKVerhaak, dkk., 1995, h. 162. '"Verhaak, dkk., 1995, h. 164. -"Ibid, h. 165. ’'Ignas Kleden, 1987, h. 36. --Ibid, h. 32-35.

Sumber Acuan Bahm, Archie, J., 1986, Metaphysics: An Introduction. Harper

and Row Publishers, Albuquerque.

Bahm, Archie,J., 1995, Epistemology: Theory of Knowledge, Harper and Row Publishers, Albuquerque.

Bakker, Anton, tt, Filsafat Sejarah Sistematik, Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Bakker, Anton, 1992, Ontologi: Metafisika Umum, Kanisius, Yogyakarta.

Bertens, K., 1992, “Mengajar Filsafat Apa Gunanya?”, dalam Moedjanto, dkk., Tantangan Kemanusiaan Universal, Cetakan ke-2, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Bertens, Kees, 1993, Etika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Blackburn, Simon, 1994, The Oxford Dictionary of Philosophy, The

Page 157: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

145

Oxford University Press. %

Daoed Joesoef, 1987, “Pancasila Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan”, dalam Pancasila Sebagai Orientasi Pengembangan Ilmu, Editor: Soeroso Prawirohardjo, dkk., PT Badan Penerbit Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta.

Habermas, Jurgen, 1979, Communication and the Evolution of Society, Beacon Press, Boston.

Ignas-Kleden, 1987, Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan, LP3ES, Jakarta.

Koento Wibisono, 1983, Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte, Gadjah Mada University Press.

Kuhn, Thomas, S., 1989, Peran Paradigma dalam Revolusi Sains, Penerjemah: Tjun Suijaman, Remadja Karya, Bandung.

Lorens Bagus, 1996, Kamus Filsafat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Milton D. Hunnex, 1986, Chionologicaland Thematic Charts ofPhilosophies and Philosophers.

Mohammad-Hatta, 1979, Pengantar ke Jalan Ilmu dan Pengetahuan, Cetakan Keenam, Penerbit Mutiara, Jakarta.

Patterson, Charles H., 1971, Western Philosophy, Volume II, Cliff s Notes Inc., Nebraska.

Runes, D., 1979, Dictionary of Philosophy, Littlefield Adams dan Co, Totowa, Newjersey.

Root, Michael, 1993, Philosophy of Social Science, Blackwell Publishers, Cambridge.

Page 158: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

146

Situmorang,Joseph, MMT., 1996, “Ilmu Pengetahuan dan Nilai-Nilai”, dalam Majalah Filsafat DRIYARKARA, Th. XXII No. 4, Jakarta.

Slamet-Imam-Santoso, 1977, Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Sastra Hudaya, Jakarta. Soejono Soemargono, 1984, Berpikir Secara Kefilsafatan, Nurcahaya, Yogyakarta.

Soejono Soemargono, 1987, Filsafat Pengetahuan, Nurcahaya, Yogvakarta.

Sontag, Frederick, 1984, Elements of Philosophy, Charles Schribner’s Son, New York.

The Liang Gie, 1982, Dari Administrasi ke Filsafat, Cetakan ke-3, Penerbit Super Sukses, Yogya- karta.Toeti Heraty, 1994, Dialog Filsafat dengan Ilmu-ilmu Pengetahuan: Suatu Pengantar Meta- Metodologi, Universitas Indonesia, Jakarta.

Verhaak, C. & Haryono Imam, 1995, Filsafat Ilmu Pengetahuan: Telaah Keija Atas Keija Ilmu-ilmu, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

White, Alan, R., 1987, Methods of Metaphysics, Croom Helm Ltd, New York.

BABVI

Strategi Pengembangan Ilmu

A. Pengantar Setiap kali berbicara tentang strategi pengembangan ilmu, maka

Page 159: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

147

pertanyaan pertama yang muncul di benak kita yaitu: apakah ilmu itu bebas nilai atau tidak? Sebab kedua cara pandang yang berbeda itu membawa implikasi yang berbeda pula dalam strategi pengembangan ilmu yang dipilih. Kadangkala orang mengaitkan pilihan antara bebas atau tidak bebas nilai itu dengan jenis ilmu yang dikembangkan. Artinya, ilmu-ilmu sosial dipandang lebih banyak terkait dengan masalah-masalah sosial, sehingga lebih kuat keterkaitannya dengan masalah nilai. Sedangkan ilmu-ilmu eksak, nyaris terlepas dari intervensi sosial, sehingga dipandang lebih bebas nilai. Apakah pendapat yang demikian itu dapat diterima atau tidak, tentu pembuktian di lapangan sangat menentukan bahwa ilmu-ilmu eksak sekalipun tidak kalis terhadap kepentingan sosial, sehingga sedikit banyak terikat pula dengan nilai-nilai.

A. Ilmu: Bebas Nilai atau Tidak?

Rasionalisasi ilmu pengetahuan terjadi sejak Descartes dengan sikap skeptis-metodisnya meragukan segala sesuatu, kecuali dirinya yang sedang ragu- ragu, Cogito Ergo Sum. Sikap ini berlanjut pada masa Aufklarung, suatu era yang merupakan usaha manusia untuk mencapai pemahaman rasional tentang dirinya dan alam. Aufklarung, ujar Alex Lanur, mewarisi pandangan Francis Bacon tentang ilmu pengetahuan, pada hakikatnya ilmu pengetahuan itu harus berdaya- guna, operasional; karena pengetahuan itu bukan demi pengetahuan itu sendiri. Kebenaran bukanlah kontemplasi melainkan operation, to do business. Kebenaran berdaya-guna hanya berhasil dalam proses eksperimentasi.1 Sikap ini melahirkan pragmatisme dalam dunia ilmiah, yakni perkembangan ilmu dianggap berhasil manakala memiliki konsekuensi-konsekuensi pragmatis. Keadaan ini menggiring ilmuwan pada sikap menjaga jarak terhadap problem nilai secara langsung.

Page 160: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

148

Tokoh sosiologi, Weber, menyatakan bahwa ilmu sosial harus bebas nilai tetapi ia juga mengatakan bahwa ilmu-ilmu sosial harus menjadi nilai yang i ele- van (value-relevant). Weber tidak yakin ketika para ilmuwan sosial melakukan aktivitasnya seperti mengajar atau menulis mengenai bidang ilmu sosial itu mereka tidak terpengaruh oleh kepentingan-kepen- tingan tertentu atau tidak bias. Nilai-nilai itu harus diimplikasikan bagian-bagian praktis ilmu sosial jika praktek itu mengandung tujuan atau rasional. Tanpa keinginan melayani kepentingan segelintir orang, budaya, moral atau politik yang mengatasi hal-hal lainnya, maka ilmuwan sosial tidak beralasan mengajarkan atau menuliskan itu semua. Suatu sikap moral yang sedemikian itu tidak mempunyai hubungan objektivitas ilmiah.2 Weber sendiri mengatakan-seba- gaimana yang disitir Michael Root sebagai berikut.3

“Persoalan-persoalan disiplin ilmu empirik adalah bahwa ia dipecahkan, bukan secara evaluatif. Mereka bukanlah persoalan evaluasi, tetapi persoalan- persoalan ilmu-ilmu sosial dipilih atau ditentukan melalui nilai yang relevan dari fenomena yang ditampilkan. Ungkapan ‘relevansi pada nilai-nilai’ (relevance to values) mengacu pada interpretasi filosofis dari kepentingan ilmiah yang bersifat khusus, kepentingan- kepentingan tersebut menentukan pilihan dari pokok masalah dan persoalan-persoalan analisis empiris yang diajukan".

Istilah “relevansi pada nilai-nilai” yang diajukan oleh Weber mengacu pada nilai-nilai yang diajukan para ilmuwan sosial sebagai suatu alasan untuk mendukung suatu persoalan atau studi guna mengatasi hal lainnya; tetapi nilai-nilai itu sendiri tidak diperlukan oleh para ilmuwan itu sendiri. Sebagai contoh: beberapa psikolog di Universitas Minnesota mempelajari hubungan antar intelegensi dan faktor gen, tetapi tidak mempunyai kepentingan dengan bidang eugenetika. Di pihak lain perdana menteri Singapura berkepentingan dan sangat mendukung studi

Page 161: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

149

tersebut, karena ia percaya bahwa temuan para pakar psikologi itu sangat relevan dengan rencananya untuk mempromosikan mengenai bidang eugenetika di negaranya.

Kehati-hatian Weber dalam memutuskan apakah ilmu itu bebas nilai atau tidak, bisa dipahami mengingat di satu pihak objektivitas merupakan ciri mutlak ilmu pengetahuan, sedang di pihak lain subjek yang mengembangkan ilmu (ilmuwan) dihadapkan pada nilai-nilai yang ikut menentukan pemilihan atas masalah dan kesimpulan yang dibuatnya. Oleh karena itu perlu dirumuskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan bebas nilai (valuefree) itu.Josep Situmorang4 menyatakan bahwa bebas nilai artinya tuntutan terhadap setiap kegiatan ilmiah agar didasarkan pada hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan menolak campurtangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu pengetahuan itu sendiri. Paling tidak ada tiga faktor sebagai indikator bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai, yaitu:

Pertama, ilmu harus bebas dari pengandaian- pengandaian yakni bebas dari pengaruh eksternal seperti: faktor politis, ideologi, agama, budaya, dan unsur kemasyarakatan lainnya. Kedua, perlunya kebebasan usaha ilmiah agar otonomi ilmu pengetahuan terjamin. Kebebasan itu menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri. Ketiga, penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis itu sendiri bersifat universal.

Indikator pertama dan kedua menunjukkan upava para ilmuwan untuk menjaga objektivitas ilmiah, sedangkan indikator kedua menunjukkan adanya faktor X yang tak terhindarkan dalam perkem-bangan ilmu, yaitu pertimbangan etis (ethical Judgement). Hampir dapat dipastikan bahwa mustahil bagi para ilmuwan untuk menafikan pertimbangan etis ini, karena setiap ilmuwan memiliki hati nurani sebagai institusi moral terkecil yang ada dalam dirinya sendiri.

Page 162: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

150

Indikator lain yang dicoba hindari oleh kebanyakan ilmuwan, namun kehadirannva sulit untuk ditolak adalah kekuasaan. Kekuasaan memainkan peran besar dalam perkembangan ilmu —baik secara lang-sung maupun tidak — karena para ilmuwan sulit untuk memancangkan bendera otonomi ilmiah di dalam suatu negara vang meletakkan kekuasaan sebagai faktor yang dominan dalam mengambil suatu kebi-jakan. Kemungkinan timbulnya konflik kepentingan antara kedua belah pihak-ilmuwan dengan klaim kebenaran (truth claimrnya.) sedang penguasa dengan klaim kewenangan (authority claim) berpeluang besar untuk terjadi. Di negara-negara yang sedang berkembang konflik itu hampir dapat dipastikan dimenangkan oleh pemegang kekuasaan, karena para otoritas ilmuwan hanya sebatas lingkup akademik yang terletak dalam lingkup yang lebih besar, yakni kekuasaan (otoritas politik).

Habermas berpendirian teori sebagai produk ilmiah tidak pernah bebas nilai. Pendirian ini diwarisi Habermas dari pandangan Husserl yang melihat fakta atau objek alam diperlukan oleh ilmu pengetahuan sebagai kenyataan yang sudah jadi (scientisme). Fakta atau objek itu sebenarnya sudah tersusun secara spontan dan primordial dalam pengalaman sehari- hari, dalam Lebenswelt atau dunia sebagaimana di-hayati. Setiap ilmu pengetahuan mengambil dari Lebenswt'lt itu s< jumlah fakta yang kemudian diilmiahkan berdasarkan kepentingan-kepentingan praktis. Habermas menegaskan lebih lanjut bahwa ilmu pengetahuan alam terbentuk berdasarkan kepentingan-kepentingan teknis. Ilmu pengetahuan alam tidaklah netral, karena isinya tidak lepas sama sekali dari kepentingan praktis. Ilmu sejarah dan hermeneu- tika juga ditentukan oleh kepentingan-kepentingan praktis kendati dengan cara yang berbeda. Kepentingannya ialah memelihara serta memperluas bidang saling pengertian antar manusia dan perbaikan komunikasi. Setiap kegiatan teoritis yang melibatkan pola subjek-subjek selalu mengandung kepentingan tertentu. Kepentingan itu bekerja pada tiga

Page 163: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

151

bidang, yaitu: (1) pekerjaan, (2) bahasa dan, (3) otoritas. Pekerjaan merupakan kepentingan ilmu pengetahuan alam; bahasa merupakan kepentingan ilmu sejarah dan hermeneutika; sedang otoritas merupakan kepentingan ilmu sosial.5

B. Strategi Pengembangan Ilmu di Indonesia

Model pengembangan ilmu sangat terkait dengan pembangunan, sebab ilmu merupakan prasyarat bagi pembangunan. Ilmu membimbing aktivitas manusia dalam pembangunan, baik pembangunan fisik maupun nir-fisik. Oleh karena itu strategi pengembangan ilmu di Indonesia merupakan faktor yang sangat penting.

Beberapa syarat yang dibutuhkan bagi strategi pengembangan ilmu di Indonesia yaitu:

Pertama, terbentuknya masyarakat ilmiah yang memiliki kekuatan tawar-menawar (Bargainingpower), baik dengan pemerintah maupun dengan perusahaan-perusahaan besar. Di sinilah letak pentingnya Ilmu pengetahuan sebagai masyarakat sebagaimana yang ditengarai oleh Daoed Joesoef. Salah seorang tokoh Postmodernisme, Jean Francois Lyotard,6 sangat memperhatikan persoalan ini. Ia menegaskan bahwa transformasi ilmu pengetahuan akan memperhatikan akibat pada kekuatan publik yang ada, kekuatan mereka ini, terutama civil society, akan dipertimbangkan kembali dalam hubungan (baik de jure maupun de facto) dengan perusahaan-perusahaan besar. Muhammad A.S. Hikam7 mengatakan bahwa istilah civil society (masyarakat madani) dalam tradisi Eropa sampai abad ke-18 mengacu pada pengertian suatu kelompok/kekuatan yang mendominasi seluruh kelompok masyarakat lain. Istilah civil society pernah dipahami secara radikal, yaitu sebagai kelompok yang menekankan aspek kemandirian dan perbedaan posisinya sedemikian

Page 164: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

152

rupa sehingga menempatkan posisinya sebagai antitesa dari negara. Bagi Marx, yang dimaksud civil society adalah kelas borjuasi. Dalam pengertian ini civil society didefinisikan sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan: kesukarelaan (voluntary), keswasem- badaan (self-generation), dan keswasembadaan (self supporting), kemandirian tinggi berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti warganya. Akar civil society di Indonesia bisa dirunut secara historis pada tokoh-tokoh pergerakan nasional yang membentuk organisasi sosial modern di awal abad ke-20. Sedangkan dewasa ini yang dimaksud civil society lebih mengacu pada LSM yang jumlahnya mencapai lebih dari 10.000, namun kedudukan mereka masih lemah manakala dihadapkan dengan kekuatan negara. Kelompok cendekiawan yang diharap dapat berperan sebagai aktor pelopor perkembangan civil society di Indonesiajuga masih lemah, karena minimnya pemikiran-pemikiran alternatif yang mereka tawarkan, mereka justru lebih dekat dengan pusat kekuasaan, karena tidak hendak memikul resiko menentang kebijakan pemerintah. Cendekiawan yang berumah di atas angin (meminjam istilah Rendra) tidak begitu besar perannya dalam menentukan kebijakan pembangunan di Indonesia. Mereka nyaris tidak memiliki bargaining power dengan pemerintah. Namun ketika arus reformasi berhasil mendobrak kekuasaan yang terlalu mendominir kehidupan masyarakat hingga ke dunia akademik, maka arus perubahan itu telah berhasil menciptakan kemandirian yang tinggi di kalangan akademik.

Kendatipun demikian masih ada sebagian kecil kelompok masyarakat ilmiah justru berada pada pusat- pusat kekuasaan pemerintah di Indonesia, mengingat para birokrat di pemerintahan sekaligus adalah ilmuwan atau yang biasa dikenal dengan istilah kelompok elit. Dalam hal

Page 165: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

153

kelompok elit ini Saafroedin Bahar mengutip pendapat Robert D Punam yang menyebutkan tiga cara untuk mengenal apakah seseorang itu termasuk ke dalam kelompok elit atau tidak, yaitu (1) analisis posisi formal, kedudukan resminya dalam pemerintahan; (2) analisis reputasi, peranannya yang bersifat informal dalam masyarakat; (3) analisis kepu- tusan, peranan yang dimainkannya dalam pembuatan atau penentangan terhadap keputusan politik.8

Kedua, pengembangan ilmu di Indonesia tidak bebas nilai (value-free), melainkan harus memperlihatkan landasan metafisis, epistemologis, dan aksiologis dari pandangan hidup bangsa Indonesia. Van Melsen9 menekankan pentingnya hubungan antara ilmu pengetahuan dengan pandangan hidup, karena ilmu pengetahuan tidak pernah dapat memberikan penyelesaian terakhir dan menentukan, lantaran tidak ada ilmu yang mendasarkan dirinya sendiri secara absolut. Di sinilah perlunya pandangan hidup, terutama peletakan landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis bagi ilmu pengetahuan, sehingga teijadi harmoni antara rasionalitas dengan kearifan.

Ketiga, pengembangan ilmu di Indonesia haruslah memperhatikan relasi antar ilmu tanpa mengorbankan otonomi antara masing-masing disiplin ilmu. Di sini diperlukan filsafat sebagai mediator, terutama bidang Filsafat Ilmu. Dalam hal ini Gaston Bachelard10 menegaskan perlunya hubungan yang erat antara ilmu dengan filsafat. Filsafat, ujarnya, harus mampu memodifikasi bahasa teknisnya agar dapat memahami perkembangan ilmu dewasa ini. Sebaliknya ilmu pengetahuan harus dapat memanfaatkan kreativitas filsafat. Di sinilah diperlukan filsafat ilmu, sebab filsafat ilmu mendorong upaya ke arah pemahaman disiplin ilmu lain, interdisipliner sistem.

Keempat, pengembangan ilmu di Indonesia harus memperhatikan dimensi religiusitas, karena masyarakat Indonesia masih sangat kental dengan nuansa religiusitasnya. Walaupun bisa terjadi kendala pe-

Page 166: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

154

ngembangan ilmu yang disebabkan oleh agama dalam arti eksoteris (lembaga atau pranata keagamaannya), bukan dalam arti esoteris (hakikat keagamaan itu sendiri). Oleh karena itu dimensi esoteris keagamaan perlu digali agar masyarakat ilmiah dapat memadukan dimensi ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai religius atau mengembangkan sinyal-sinyal yang terkandung secara implisit dalam ajaran agama tentang manfaat ilmu pengetahuan bagi umat manusia.

C. Penutup

Uraian yang dikemukakan di atas merupakan kilas balik dari perkembangan ilmu pengetahuan yang memerlukan interpretasi secara terus-menerus. Strategi pengembangan ilmu di masa mendatang tidak boleh mengulangi kesalahan yang pernah di perbuat di Barat, terutama pandangan yang menganggap ilmu itu bebas nilai, sejak tokoh-tokoh pada zaman Renaissance merasa tidak perlu lagi berhubungan dengan agama dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Di pihak lain, intervensi nilai yang berlebihan ke dalam pengembangan ilmu hanya akan menjadikan ilmu sebagai wadah berbagai kepentingan, terutama kepentingan yang semata-mata ideologis, sehingga para ilmuwan menjadi terpasung dalam kungkungan ideologis atau kepentingan politis semata.

Pengembangan ilmu di Indonesia memang tidak boleh tercerabut dari akar budaya bangsa Indonesia sendiri, terutama nilai-nilai Pancasila. Namun Pancasila seyogyanya lebih berperan sebagai rambu-rambu yang dapat memelihara nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokratis, dan Keadilan; tanpa mengurangi otonomi dan kreativitas ilmu itu sendiri. Pengembangan ilmu di Indonesia seyogyanya tidak berorientasi pada tujuan, melainkan lebih berorientasi pada pengabdian umat manusia. Rasionalitas ilmiah tidak boleh mengorbankan nilai-nilai spiritualitas keagamaan, nilai kemanusiaan, wawasan kebang- saan,

Page 167: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

155

demokratisasi, dan cita-rasa keadilan; sebab tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan rasionalitas. Masih ada beberapa faktor lain di samping ilmu pengetahuan, yang menggiring manusia untuk mencapai kebahagiaan, antara lain: agama, seni, hubungan kemasyarakatan. Oleh karena itu strategi pengembangan ilmu yang baik adalah gerak rasionali-sasi yang beriringan dengan spiritualisasi, ekspresi keindahan, dan sosialisasi nilai-nilai kemanusiaan. Sumber Acuan Alex Lanur, 1997, “Mazhab Frankfurt”, dalam Majalah Filsafat

DRIYARKARA, Th. XXIII No. 1, Jakarta.

Bachelard, Gaston, 1984, The New Scientific Spirit, Beacon Press, Boston.

Lyotard, Jean-Francois,1979, The Postmodern Condition: A Report on Knowledge, Mancheester University Press.

Muhammad AS Hikam, 1997, Demokrasi dan Civil Society, LP3ES, Jakarta.

Saafroedin Bahar, 1997, “Elit dan Etnik serta Negara- Nasional”, dalam PRISMA, LP3ES, Jakarta.

Situmorang, Joseph, MMT, 1996, “Ilmu Pengetahuan dan Nilai-Nilai”, dalam Majalah Filsafat DRIYARKARA, Th. XXII No. 4, Jakarta.

Van Melsen, Ilmu Pengetahuan dan Tanggung Jawab Kita, Diterjemahkan oleh: Bertens, Gramedia, Jakarta.

- ♦♦ -

Page 168: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi

156

Drs. Rizal Mustansyir M.Hum. Lahir di Singkawang, Kalimantan Barat, 24 Agustus 1954. Pendidikan 51- nya ditempuh di Fakultas Filsafat UGM, selesai tahun 1985 dan 52- nva, Filsafat UGM, selesai tahun 1995. Dosen Filsafat Ilmu di Fakultas Filsafat UGM ini pernah menjabat sebagai Pimpinan Redaksijurnal Filsafat (1990-1996) dan Pimpinan Redaksi Jurnal Pusat Studi Pancasila (1997 - 2000). Karyanya yang pernah dipublikasikan

adalah Filsafat Analitik, Rajawali Press, Jakarta, tahun 1987; Filsafat Bahasa, Prima Karya, Jakarta, tahun 1988.

Drs. Misnal Munir M.Hum. Lahir di Solok, Sumatra Barat, pada 8 Oktober 1958. Ia menvele- saikan pendidikan SI Filsafat UGM, tahun 1985, dan S2 Filsafat di perguruan yang sama. Hingga sekarang ia tercatat sebagai Staf Pengajar di Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta. □

Page 169: Filsafat · 2014. 1. 23. · Aspek sejarah perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan mendapat penekanan dalam buku ini karena dengan belajar sejarah kita dapat melihat berbagai visi