file

Upload: rustifah-nishikata

Post on 14-Oct-2015

30 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

penelitian

TRANSCRIPT

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    AKTIVITAS ANTIMIKROBA DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN AKTIF RIMPANG TEMULAWAK

    (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

    TESIS

    DEASYWATY 0906573862

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    PROGRAM STUDI BIOLOGI

    PROGRAM PASCASARJANA

    DEPOK

    JULI 2011

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    AKTIVITAS ANTIMIKROBA DAN IDENTIFIKASI KOMPONEN AKTIF RIMPANG TEMULAWAK

    (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

    TESIS

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

    DEASYWATY 0906573862

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    PROGRAM STUDI BIOLOGI

    PROGRAM PASCASARJANA

    DEPOK

    JULI 2011

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • KATA PENGANTAR

    Bismillhir-rahmnir-rahm. Alhamdu llilhi rabbil lamn. Washalatu

    wassalamu ala Rasuulillah SAW, wa badu. Puji syukur kepada Allah SWT atas

    segala nikmat dan karunia yang terkira sepanjang masa.

    Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari

    masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya

    untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih

    kepada:

    (1) Dr. Wibowo Mangunwardoyo, M.Sc selaku Pembimbing I dan Dr. Tepy Usia,

    M.Phil selaku Pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga dan

    pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini;

    (2) Dr. Susiani Purbaningsih, DEA dan Drs. Iman Santoso, M.Phil, selaku

    penguji, untuk waktu, perhatian, ilmu, kritik dan saran;

    (3) Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Pusat Pengujian Obat dan

    Makanan Nasional (PPOMN), yang telah memberikan beasiswa dan

    membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan;

    (4) Papa (Alm), Mama, Abang Mesti dan anakku Tentani, atas doa dan kasih

    sayang yang tanpa lelah menemani dalam suka dan duka;

    (5) Rekan-rekan di Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN), yang

    telah membantu dalam melakukan penelitian;

    (6) Rekan-rekan Pascasarjana Biologi Angkatan 2009 yang telah berbagi

    informasi dan banyak membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini

    Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala

    kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat

    bagi pengembangan ilmu dan menambah informasi tentang bahan alam yang

    dapat digunakan sebagai obat tradisional.

    Penulis

    2011

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • ABSTRAK

    Nama : Deasywaty Program Studi : Biologi Judul : Aktivitas Antimikroba Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

    Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu tanaman

    obat yang banyak digunakan di Indonesia, dan di Asia Tenggara temulawak

    dimanfaatkan sebagai bumbu masak dan obat. Aktivitas antimikroba temulawak

    diuji terhadap Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC

    27853, Porphyromonas gingivalis ATCC 33277, Staphylococcus aureus ATCC

    25923, Bacillus cereus ATCC 11778, Streptococcus mutans Type F (MUI), dan

    Candida albicans ATCC 10231 dengan menggunakan broth dilution method.

    Ekstrak etanol 70% temulawak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram

    positif S. aureus dan S. mutans pada konsentrasi 1,0-5,0% b/v, dan B. cereus

    pada konsentrasi 2,0-5,0% b/v. Minimum Inhibitory Concentration (MIC) ekstrak

    etanol 70% temulawak adalah 0,1% b/v untuk S. aureus dan S. mutan, sedangkan

    terhadap B. cereus adalah 2,0% b/v.

    Kata Kunci : antimikroba; bakteri Gram positif; Curcuma xanthorrhiza Roxb. broth dilution method; temulawak

    xvi + 47 halaman : 7 lampiran; 8 gambar; 4 tabel Daftar Acuan : 57 (1969 2011)

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • ABSTRACT

    Name : Deasywaty Program Study : Biology Title : Antimicrobial Activities of Temulawak Rhizomes (Curcuma xanthorrhiza Roxb. )

    Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) is one of popular medicinal

    plant in Indonesia, has been used as spices and medicinal purposes in South-East

    Asian countries. Antimicrobial activity of temulawak was tested toward

    Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853,

    Porphyromonas gingivalis ATCC 33277, Staphylococcus aureus ATCC 25923,

    Bacillus cereus ATCC 11778, Streptococcus mutans Type F (MUI), and Candida

    albicans ATCC 10231. Antimicrobial assay was carried out by using broth

    dilution method. The ethanol 70% extract of temulawak inhibited the growth of

    Gram positive bacteria S. aureus and S. mutans at concentration of 1,0-5,0% w/v,

    while B. cereus at concentration 2,0-5,0% w/v. The Minimum Inhibitory

    Concentration (MIC) of ethanol 70% extract against S. aureus and S. mutans

    were 0,1% w/v, while against B. cereus were 2,0% w/v.

    Keywords : antimicrobial; broth dilution method; Curcuma xanthorrhiza Roxb.; Gram positive bacteria; temulawak

    xvi+ 47 pages : 7 appendixs; 8 pictures; 4 tables Bibliography : 57 (1969 2010)

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • ABSTRAK

    Nama : Deasywaty Program Studi : Biologi Judul : Identifikasi Komponen Aktif Antimikroba Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

    Analisis fitokimia ekstrak etanol 70% menunjukkan bahwa temulawak

    mengandung senyawa golongan alkaloid, kuinon, dan terpenoid. Analisis

    Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ekstrak etanol 70% menghasilkan 5 bercak, dari

    hasil uji antimikroba didapatkan bercak ke-3 dengan nilai Rf 0,64 efektif

    menghambat aktivitas Staphylococcus aureus ATCC 25923, Streptococcus

    mutans Type F (MUI), dan Bacillus cereus ATCC 11778 dan termasuk golongan

    senyawa terpenoid. Analisis dengan menggunakan spektofotometer UV-Vis dan

    Infra Red memperlihatkan spot ke-3 berada pada absorban 275, 2 nm dengan

    indikasi senyawa fenol, memiliki gugus fungsi -OH dengan panjang gelombang

    3387,06 cm-1 dan C-O pada 1100,41 cm-1, dan hasil analisis GC-MS adalah

    senyawa xantorizol dengan bobot molekul 218 g/mol.

    Kata Kunci : ekstraksi; Infra Red spektrofotometer; KLT; GC-MS, temulawak; UV-Vis spektrofotometer

    xvi+ 26 halaman : 9 gambar; 3 tabel Daftar Acuan : 45 (1963 2011)

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • ABSTRACT

    Name : Deasywaty Programme Study : Biology Title : Identification of Antimicrobial Compounds From

    Temulawak Rhizomes (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

    Phytochemical analysis of ethanol 70% extract of temulawak (Curcuma

    xanthorrhiza Roxb.) consist of alkaloid, quinone, and terpenoids. Thin Layer

    Chromatography (TLC) analysis showed five spots, the third spot contain

    terpenoids and effective inhibited Staphylococcus aureus ATCC 25923,

    Streptococcus mutans type F (MUI) and Bacillus cereus ATCC 11778. Analysis

    by using UV-Vis and Infra Red spectrophotometry showed the spot contains

    phenolic group at absorbance 275,2 nm and have functional groups OH in

    3387,06 cm-1 and C-O in 1100,41 cm-1. Result of GC-MS indicated that

    compound is xanthorrisol m/z 218.

    Keywords : extraction; IR-spectrofotometry; GC-MS; TLC; temulawak;

    UV-Vis spectrofotometry

    xvi + 26 pages ; 9 pictures; 3 tables Bibliography : 45 (1963 2011)

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Name : Deasywaty (0906573862) Date : July 2011

    Tittle : Antimicrobial Activities and Identification Active Compounds of

    Temulawak Rhizomes (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

    Thesis supervisor : I. Dr. Wibowo Mangunwardoyo, M.Sc.

    II. Dr. Tepy Usia, M.Phil

    SUMMARY

    Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) commonly known as Javanese

    turmeric, has been used traditionally for spices and medicinal purposes in South-

    East Asian countries (DepKes 1979; Shu 2000; Afifah 2005; BPOM 2005;

    Siagian 2006). The rhizomes of temulawak have been reported contain

    terpenoids, saponin, flavonoid, alkaloid, dan tannin (Afifah 2005; Siagian 2006;

    Tarigan et al. 2008). The chemical analysis of temulawak rhizomes showed

    contains of starch (48,18-59,64%), fiber (2,58-4, 83%), terpenoids (phelandren,

    kamfer, tumerol, sineol, borneol, and xanthorrhizol) (1,48-1,63%), and

    curcuminoid (curcumin dan desmetoxycurcumin) (1,6-2,2%) (Afifah 2005;

    Siagian 2006).

    This thesis consist of two papers, the first one entittled: Antimicrobial

    activities of temulawak rhizomes (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) and the second

    one entitled: Identification of antimicrobial compounds from temulawak rhizomes

    (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

    Extraction of active substances carried out by infusum, reflux and

    maceration of aerial parts of temulawak by using water, ethanol 70%, and

    dichlorometane as solvents. Antimicrobial activity of water, ethanol 70%, and

    dichlorometane extracts were determined by broth dilution method for Gram

    positive (Staphylococcus aureus ATCC 25923, Bacillus cereus ATCC 11778,

    Streptococcus mutans Type F (MUI)), Gram negative (Escherichia coli ATCC

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Porphyromonas gingivalis ATCC

    33277), and fungi (Candida albicans ATCC 10231).

    The ethanol 70% extract of temulawak inhibited the growth of

    Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans at concentration 1,0-5,0% w/v, and

    Bacillus cereus at concentrations of 2,0-5,0% w/v, but not showed inhibition

    against Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Porphyromonas gingivalis,

    and Candida albicans. The minimum inhibitory concentration (MIC) value of

    ethanol 70% extract against both S. aureus and S. mutans were 0,1% w/v, while

    against B.cereus were 2,0% w/v.

    Continued analysis of ethanol 70% extract by using Thin Layer

    Chromatography (TLC) method on silica gel 60F254 plate with eluents n-hexane :

    ethyl acetate (14:1) and compounds were identified by using phytochemical test

    for alkaloids, flavonoids, quinone, tannin, and terpenoids, followed by using UV-

    Vis, Infra red spectrofotometry, and GC-MS analysis. The antimicrobial activities

    of each spot in TLC were tested by using the broth dilution method.

    Identification of compounds from the ethanol 70% extract showed the

    extract contain alkaloid, quinone, and terpenoids. Continued analysis of ethanol

    70% extract by using TLC resulted five spots, and the third spot with Rf 0,64

    showed effective inhibition against S. aureus, S. mutans, and B.cereus. The third

    spot recomfirmed as a terpenoid. UV-Vis spectrophotometry analysis showed

    absorbance at 275,2 nm, Infra red showed compounds have functional groups

    contain -OH in 3387, 06 cm-1 and C-O in 1100,41 cm-1. The analysis with GC-MS

    showed the compound is xantorhorrhizol with molecul weigth m/z 218 .

    xvii + 77 pp.; 7 appendixs; 17 plates; 7 tables Bibl.: 69 (1963 2011)

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL i HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ii HALAMAN PENGESAHAN . iii KATA PENGANTAR . v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH vi ABSTRAK vii SUMMARY .. xi DAFTAR ISI xiii DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR TABEL . xvi DAFTAR LAMPIRAN xvii PENGANTAR PARIPURNA .. 1 MAKALAH I: UJI ANTIMIKROBA DARI RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) PENDAHULUAN . 4 Lokasi dan Waktu Penelitian .. 6 Bahan dan Cara kerja ... 6 HASIL DAN PEMBAHASAN . 11 KESIMPULAN DAN SARAN . 28 DAFTAR ACUAN . 29 LAMPIRAN 35 MAKALAH II: IDENTIFIKASI KOMPONEN AKTIF

    ANTIMIKROBA RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

    PENDAHULUAN .. 42 Lokasi dan Waktu Penelitian .... 44 Bahan dan Cara kerja 44 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51 KESIMPULAN DAN SARAN ... 63 DAFTAR ACUAN .. 64 DISKUSI PARIPURNA . 68 RANGKUMAN KESIMPULAN DAN SARAN .. 73 DAFTAR ACUAN .. 75

    DAFTAR GAMBAR

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Gambar Halaman 1.2.1. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak

    terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dalam medium

    TSB.. 14

    1.2.2. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak

    terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada media

    selektif BPA . 15

    1.2.3. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak

    terhadap Bacillus cereus ATCC 11778 dalam medium TSB . 20

    1.2.4. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak

    terhadap Bacillus cereus ATCC 11778 pada media selektif

    MYPA. 20

    1.3.1. Konsentrasi hambat minimum Staphylococcus aureus

    ATCC 25923 + ekstrak etanol 70% dalam media cair TSB. 25

    1.3.2. Konsentrasi hambat minimum Streptococcus mutans Type F

    (MUI) + ekstrak etanol 70% dalam media cair BHIB +

    yeast ekstrak 26

    1.3.3. Konsentrasi minimum ekstrak etanol 70% menghambat

    Staphylococcus aureus pada media selektif BPA.. 26

    1.3.4. Konsentrasi minimum ekstrak etanol 70% menghambat

    Streptococcus mutans Type F (MUI) pada media selektif GNA 27

    2.2.1. Kromatografi Lapis Tipis ekstrak etanol 70% temulawak

    dengan larutan pengembang kloroform:metanol

    {A.(9:1); B.( 8:2); C. (6:4)}. 55

    2.2.2. Kromatografi Lapis Tipis ekstrak etanol 70% temulawak

    dengan larutan pengembang n-heksan:etil asetat

    {A.( 9:1); B.( 8:2); C. (6:4); D. (14:1)} 55

    2.2.3. Hasil KLT dengan larutan pengembang n-heksan : etil asetat

    (14:1).. . 57

    2.3.1. Aktivitas antimikroba hasil KLT terhadap Staphylococcus aureus

    ATCC 25923 (A) pada medium TSB, Streptococcus mutans

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Type F(MUI) (B) pada medium BHIB + yeast ekstrak, dan

    Bacillus cereus ATCC 11778 (C) pada medium TSB. 58

    2.3.2. Aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus

    ATCC 25923 pada medium BPA (A), Streptococcus mutans

    Type F (B) pada medium GNA dan Bacillus cereusATCC

    11778 pada medium MYPA (C). 58

    2.4.1. Profil kromatogram spektrofotometri UV-Vis. 59

    2.4.2. Profil spektrofotometri Infra Red......... 60

    2.4.3. Spektrum massa ekstrak etanol 70% temulawak

    (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). 61

    2.4.4. Struktur kimia xantorizol.. 62

    DAFTAR TABEL

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Tabel Halaman

    1.1.1. Jumlah rendemen yang diperoleh pada ekstraksi 100 g serbuk

    temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). 11

    1.2.1. Aktivitas antimikroba ekstrak ekstrak akuades, etanol 70%,

    dan diklorometan temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

    pada bakteri Gram positif......... 17

    1.2.2. Aktivitas antimikroba ekstrak akuades, etanol 70%,

    dan diklorometan temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

    pada bakteri Gram negatif dan fungi... 22

    1.3.1. Hasil penetapan Minimum Inhibitory Concentration (MIC)

    ekstrak etanol 70% terhadap bakteri Staphylococcus aureus

    ATCC 25923 dan Streptococcus mutans Type F (MUI). 24

    2.1.1. Hasil analisis fitokimia ekstrak etanol 70% temulawak

    (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) 54

    2.2.1. Hasil analisis KLT ekstrak etanol 70% temulawak

    (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dengan larutan pengembang

    n-heksan: etil asetat (14:1)... 56

    2.4.1. Panjang gelombang Infra red ekstrak etanol 70% temulawak

    (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) .. 61

    DAFTAR LAMPIRAN

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Lampiran Halaman

    1.1. Rimpang temulawak..... 35

    1.2. Bagan kerja ekstraksi........... 36

    1.3. Pembuatan medium....... 37

    1.4. Aktivitas antimikroba pada Escherichia coli

    ATCC 25922 + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan)

    pada medium TSB & media selektif EMBA .. 38

    1.5. Aktivitas antimikroba pada Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853

    + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada

    medium TSB & media selektif CETA................................................. 39

    1.6. Aktivitas antimikroba pada Porphyromonas gingivalis ATCC

    33227 + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan)

    pada medium BB & media selektif Brucella agar 40

    1.7. Aktivitas antimikroba pada Candida albicans ATCC 10231+ ekstrak

    (akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada medium TSB

    & media selektif PDA........................................................................... 41

    PENGANTAR PARIPURNA

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati berupa flora

    dan fauna yang menempati urutan ke dua di dunia dan memiliki potensi dalam

    pengembangan obat tradisional berbasis tumbuhan. Diperkirakan dari 30.000

    spesies tumbuhan asli Indonesia, 9.600 spesies diantaranya telah dimanfaat

    sebagai obat, dan sebagian di antaranya telah digunakan sebagai obat tradisional

    (Ahmad et al. 1992).

    Penelusuran senyawa kimia bertujuan untuk membuktikan khasiat

    tumbuhan, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah tumbuhan tersebut sebagai

    obat infeksi. Penelusuran senyawa kimia dilakukan dengan mengisolasi bahan

    aktif untuk mendapatkan bahan baku obat yang berasal dari tumbuhan dalam

    bentuk fitofarmaka. Salah satu spesies tanaman Zingiberaceae yang berkhasiat

    obat adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) (Rukayadi 2006;

    Rukayadi & Hwang 2006; Siagian 2006). Rimpang temulawak mengandung pati,

    kurkuminoid dan minyak atsiri (Afifah 2005; Siagian 2006). Menurut Afifah

    (2005) dan Bermawie et al. (2008), kurkuminoid temulawak terdiri atas kurkumin

    dan desmetoksikurkumin. Minyak atsiri rimpang temulawak terdiri dari

    phelandren, kamfer, tumerol, sineol, dan xantorizol (Afifah 2005; Siagian 2006).

    Berdasarkan hasil analisis kimia, kandungan utama temulawak terdiri dari pati

    (48,18-59,64%), serat (2,58-4,83%), minyak atsiri 1,48-1,63%) serta

    kurkuminoid (1,6-2,2%) (Afifah 2005; Siagian 2006).

    Khasiat rimpang temulawak diduga karena kandungan berbagai senyawa

    kimia yang berkhasiat, di antaranya adalah kurkumin, minyak atsiri, saponin,

    flavonoid, alkaloid dan tanin (DepKes 1979; Siagian 2006; Tarigan et al. 2008).

    Rimpang temulawak telah dimanfaatkan untuk secara tradisional oleh masyarakat

    Indonesia untuk mengobati sakit maag, diare, ambeien, batuk, asma dan sariawan

    serta penambah nafsu makan (Afifah 2005; Siagian 2006; Bermawie et al. 2008).

    BPOM (2005) menyatakan, temulawak memiliki tujuh khasiat yaitu untuk

    memperbaiki nafsu makan, memperbaiki fungsi pencernaan, memelihara fungsi

    hati, meredakan nyeri sendi dan tulang, menurunkan lemak darah dan antioksidan.

    Temulawak dapat juga digunakan sebagai obat anti jerawat karena membantu

    membersihkan wajah dari bakteri patogen sehingga dapat mengobati radang

    jerawat (Afifah 2005; Siagian 2006; Bermawie et al. 2008).

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Beberapa mikroorganisme yang bersifat patogen terhadap manusia adalah

    Escherichia coli menyebabkan infeksi usus, Pseudomonas aeruginosa,

    Stapylococcus aureus, dan Candida albicans menyebabkan infeksi kulit (Pelczar

    & Chan 1988; Jawetz 1996; Lorian 1996). Bakteri Streptococcus mutans dan

    Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri patogen penyebab infeksi rongga

    mulut terutama gigi (Lorian 1996 ; Wallace et al. 2002).

    Pengembangan obat tradisional di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini

    dapat dilihat dari nilai ekspor bahan mentah simplisia obat tradisional lebih tinggi

    daripada nilai ekspor bahan jadi obat tradisional (Elfahmi et al. 2006). Saat ini

    penggunaan obat tradisional banyak disosialisasikan dikarenakan mempunyai

    efek samping relatif lebih kecil, harga yang dapat dijangkau masyarakat, efek

    farmakologi yang dapat dipercepat dan diperkuat dengan cara purifikasi ekstrak

    serta adanya data ilmiah yang lengkap. Sejalan dengan program pemerintah untuk

    meningkatkan penggunaan obat tradisional menjadi sediaan obat fitofarmaka dan

    untuk tujuan pembakuan bahan alam dan sediaan fitofarmaka, maka perlu

    dilakukan penelitian terhadap ekstrak rimpang temulawak sebagai antimikroba

    dan identifikasi komponen aktif yang dikandung oleh rimpang temulawak

    tersebut.

    Hasil penelitian tentang ekstraksi dan identifikasi senyawa antimikroba

    rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ditampilkan dalam dua

    makalah.

    Makalah I dengan judul : Aktivitas antimikroba rimpang temulawak

    (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), bertujuan untuk mengetahui aktivitas antimikroba

    rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dari beberapa jenis ekstrak

    dengan pelarut akuades, etanol 70%, dan diklorometan terhadap beberapa jenis

    bakteri Gram positif, Gram negatif dan fungi, serta mengetahui konsentrasi

    minimum dari ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba.

    Makalah II dengan judul : Identifikasi komponen aktif antimikroba

    rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), bertujuan mengidentifikasi

    golongan senyawa dalam ekstrak etanol 70% rimpang temulawak yang

    mempunyai aktivitas antimikroba menggunakan metode kromatografi lapis tipis

    (KLT), spektrofotometri UV-Vis dan Infra Red, serta GC-MS.

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • MAKALAH I

    AKTIVITAS ANTIMIKROBA RIMPANG TEMULAWAK

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

    Deasywaty

    Email: [email protected]

    ABSTRACT

    Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) is one of popular medicinal plant in Indonesia, has been used as spices and medicinal purposes in South-East Asian countries. Antimicrobial activity of temulawak was tested toward Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Porphyromonas gingivalis ATCC 33277, Staphylococcus aureus ATCC 25923, Bacillus cereus ATCC 11778, Streptococcus mutans Type F (MUI), and Candida albicans ATCC 10231. Antimicrobial assay was carried out by using broth dilution method. The ethanol 70% extract of temulawak inhibited the growth of Gram positive bacteria S. aureus and S. mutans at concentration of 1,0-5,0% w/v, while B. cereus at concentration 2,0-5,0% w/v. The Minimum Inhibitory Concentration (MIC) of ethanol 70% extract against S. aureus and S. mutans were 0,1% w/v, while against B. cereus were 2,0% w/v.

    Keywords : antimicrobial; broth dilution method; Curcuma xanthorrhiza Roxb.; Gram positive bacteria; temulawak.

    PENDAHULUAN

    Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati berupa flora

    dan fauna yang menempati urutan ke dua di dunia dan memiliki potensi yang

    sangat besar dalam pengembangan obat tradisional berbasis tumbuhan.

    Diperkirakan bahwa dari 40.000 spesies tumbuhan yang hidup di dunia, 30.000

    spesies diantaranya tumbuh di Indonesia, dan sebanyak 9.600 jenis merupakan

    tumbuhan berkhasiat obat (Achmad et al. 1992). Badan Pengawas Obat dan

    Makanan (BPOM) (2005) melaporkan, telah terdaftar sebanyak 283 jenis

    simplisia tumbuhan obat yang digunakan dalam Industri Obat Tradisional (IOT)

    dan Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) sebagai bahan baku dengan total

    serapan sebanyak 1.841.802 ton/tahun. Menurut Elfahmi et al. (2008), industri

    jamu Indonesia pada tahun 2000 berhasil menjual produk jamu dengan total

    pendapatan US $ 150 juta, sedangkan nilai ekspor tanaman obat di pasar

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • internasional diantaranya Amomum cardamomum, Cinnamomum burmani dan

    Piper sp. adalah US $ 126,8 juta. Nilai pasar obat tradisional Indonesia dari tahun

    ke tahun memiliki kecenderungan terus meningkat.

    Temulawak dengan nama Latin Curcuma xanthorrhiza Roxb., merupakan

    tanaman obat yang dimanfaatkan secara turun temurun oleh nenek moyang bangsa

    Indonesia (DepKes 1979; Shu 2000; Afifah 2005; BPOM 2005; Siagian 2006).

    Secara tradisional hampir seluruh daerah di Indonesia memanfaatkan rimpang

    temulawak sebagai penambah nafsu makan, penyembuh sakit maag, obat diare,

    obat ambeien, obat batuk, obat asma, dan obat sariawan. Wanita Indonesia juga

    memanfaatkan temulawak untuk memperbanyak air susu ibu (ASI), mengobati

    gangguan saat nifas dan menstruasi (Afifah 2005; Siagian 2006; Bermawie et al.

    2008), serta membantu membersihkan wajah dari bakteri patogen penyebab

    jerawat (Soebagio et al. 2006). BPOM (2005) menyatakan bahwa temulawak

    memiliki tujuh khasiat yaitu untuk memperbaiki nafsu makan, memperbaiki

    fungsi pencernaan, memelihara kesehatan fungsi hati, mengurangi nyeri sendi dan

    tulang, menurunkan lemak darah, sebagai antioksidan untuk memelihara

    kesehatan dan membantu menghambat penggumpalan darah. Selain di Indonesia,

    temulawak juga digunakan di beberapa negara seperti Singapura, Perak (Malaya),

    dan Belanda. Di Singapura, temulawak disebut Ubat jamu dimanfaatkan untuk

    penyakit pada saluran pencernaan. Di Perak (Malaya), air perasan temulawak

    digunakan untuk penyakit rematik, dyspepsia amenorhe atau gangguan haid, dan

    sebagai obat penguat setelah melahirkan sedangkan masyarakat di Belanda

    memanfaatkan temulawak untuk penyembuh penyakit hati dan batu empedu

    (Duke et al. 2003).

    Bagian temulawak yang paling banyak dimanfaatkan sebagai obat adalah

    rimpangnya. Rimpang temulawak mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid,

    alkaloid, dan tannin (Afifah 2005; Siagian 2006; Tarigan et al. 2008) dan

    berdasarkan hasil analisis kimia, kandungan utama temulawak terdiri dari pati

    (48,18-59,64%), serat (2,58-4,83%), minyak atsiri (phelandren, kamfer, tumerol,

    sineol, borneol, dan xantorizol) (1,48-1,63%) serta kurkuminoid (kurkumin dan

    desmetoksikurkumin) (1,6-2,2%) (Afifah 2005; Siagian 2006).

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Penelitian tentang kandungan senyawa kimia dan manfaat temulawak telah

    dilakukan, di antaranya adalah: ekstrak temulawak dengan pelarut etanol 96%

    juga dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Staphylococcus

    epidermidis penyebab jerawat (Soebagio et al. 2006). Isolasi xantorizol dari

    ekstrak metanol temulawak dapat menghambat pertumbuhan bakteri

    Streptococcus mutans ( Rukayadi 2006; Rukayadi & Hwang 2006)

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antimikroba

    rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dari beberapa jenis ekstrak

    dengan pelarut akuades, etanol 70%, dan diklorometan terhadap beberapa jenis

    bakteri Gram positif, Gram negatif dan fungi, serta mengetahui konsentrasi

    minimum dari ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba, sehingga

    temulawak dapat dikembangkan sebagai sediaan antimikroba untuk obat

    tradisional di Indonesia.

    METODOLOGI

    Lokasi dan waktu penelitian

    Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pusat Pengujian Obat

    dan Makanan Nasional (PPOMN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),

    Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat, pada bulan Juli 2010 Maret 2011.

    Bahan dan Cara kerja

    Bahan tanaman

    Sampel berupa simplisia kering rimpang temulawak yang diperoleh dari

    PT Vitaher, Semarang. Tanaman temulawak ditanam pada ketinggian 75-100 m

    (dpl) dan dipanen 10 bulan setelah tanam. Pengeringan simplisia temulawak

    menggunakan oven dengan suhu awal 50-55 C selama 7 jam (Lampiran 1.1).

    Bahan kimia

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Pelarut dan pereaksi yang digunakan adalah kualitas analitik: etanol dan

    diklorometan (Merck).

    Media

    Media yang digunakan untuk menumbuhkan dan memelihara mikroba

    adalah Potato Dextrose Agar (PDA) (Oxoid), Eosin Methylen Blue Agar

    (EMBA) (Merck), Cetrimide Agar (CETA) (Merck), Baird Parker Agar (BPA)

    (Merck), Tryptic Soy Agar (TSA) (Difco), Tryptic Soy Broth (TSB) (Difco), Brain

    Heart Infusion Broth (BHIB) (Difco), Brucella Broth (BB) (Difco), Manitol Egg

    Yolk Polymixin Agar (MYPA) (Merck), Pepton (Merck), Agar (Bacto), Beef

    extract (Difco), Yeast extract (Oxoid), Egg Yolk (Difco), dan darah kambing.

    Mikroba uji

    Mikroba uji yang digunakan terbagi atas bakteri Gram positif yang terdiri

    dari Staphylococus aureus ATCC 25923, Bacillus cereus ATCC 11778, anaerob

    Streptococcus mutans type F (MUI). Bakteri Gram negatif terdiri dari

    Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, dan

    anaerob Porphyromonas gingivalis ATCC 33277 serta fungi Candida albicans

    ATCC 10231. Mikroba diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi, PPOMN,

    Badan POM dan Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Gigi,

    Universitas Indonesia.

    Alat

    Alat-alat yang digunakan adalah mortar, seperangkat alat refluks, vacuum

    evaporator (Buchi), timbangan analisis (Shimadzu), laminar air flow (Lab

    Conco), inkubator (Memmert), autoklaf (Holten), hot Plate (Thermoline), vortex

    (Scientific), shaker (N-Biotec), anaerobic jar (Merck), mikro pipet 1-10 l dan

    100 - 1000 l (Eppendorf), dan piranti gelas yang digunakan di laboratorium

    kimia dan mikrobiologi.

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Cara kerja

    Ekstraksi

    Rimpang temulawak dalam bentuk simplisia dihaluskan sampai berbentuk

    serbuk. Sebanyak 100 g serbuk dimasukkan dalam labu ukur 1000 ml kemudian

    ditambahkan akuades sampai seluruh serbuk terendam (500 ml), kemudian

    dididihkan selama 20 menit (Wiyono 2003) dan disaring menggunakan glass

    wool. Ekstrak kental akuades diperoleh dengan cara penguapan pada penangas

    air. Residu penyaringan direfluks dengan etanol 70% selama 1 jam dan disaring

    menggunakan glass wool. Etanol yang terdapat pada filtrat dihilangkan dengan

    cara diuapkan menggunakan evaporator vakum (vacuum evaporator) pada suhu

    40 C, sehingga diperoleh ekstrak kental etanol 70%. Residu etanol diekstraksi

    kembali menggunakan diklorometan secara maserasi dengan pengadukan

    menggunakan shaker kecepatan 120 rpm selama 24 jam dan disaring dengan glass

    wool. Ekstrak diklorometan diuapkan menggunakan evaporator vakum (vacuum

    evaporator) pada suhu 40 C sehingga diperoleh ekstrak kental diklorometan .

    Rendemen yang diperoleh ditimbang dan dicatat (Harborne 1996; Kusmiyati &

    Agustin 2006; Rita 2010). Prosedur ekstraksi secara umum dapat dilihat pada

    skema kerja (Lampiran 1.2).

    Pembuatan medium

    Pembuatan medium Potato Dextrose Agar (PDA), Eosin Metylen Blue

    Agar (EMBA), Cetrimide Agar (CETA), Baird Parker Agar (BPA), Tryptic Soy

    Agar (TSA), Tryptic Soy Broth (TSB), Brain Heart Infusion Broth (BHIB),

    Brucella Broth (BB), Manitol Egg Yolk Polymixin Agar (MYPA) berdasarkan

    petunjuk pada kemasan. Cara pembuatan medium yang tidak sesuai petunjuk

    kemasan dapat dilihat pada Lampiran 1.3.

    Pembuatan inokulum

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Pembuatan inokulum ditentukan menggunakan perbandingan kekeruhan

    Mc Farland 0,5. Inokulum dibuat dengan menambahkan biakan fungi

    (Candida albicans) berumur 24 jam, biakan bakteri Gram positif (Staphylococcus

    aureus, Bacillus cereus dan Streptococcus mutans), dan bakteri Gram negatif

    (Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan Porphyromonas gingivalis) yang

    berumur 18-24 jam kedalam 3 ml larutan NaCl (0,85%). Kemudian suspensi

    dibandingkan dengan kekeruhan larutan Mc Farland 0,5 (Thrupp 1980; Rosenblatt

    1980).

    Pembuatan larutan ekstrak uji

    Masing-masing ekstrak kental rimpang temulawak ditimbang dan

    dilarutkan dalam akuades, hingga diperoleh konsentrasi 50%, 40%, 30%, 20% dan

    10% (b/v). Pelarutan ekstrak dilakukan dengan bantuan ultrasonik selama 30

    menit.

    Pengujian antifungi dengan menggunakan Broth Dilution method

    Pengujian antifungi menggunakan broth dilution method untuk melihat

    adanya aktivitas antifungi dari ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan.

    Ekstrak yang telah dilarutkan dengan akuades (konsentrasi 50%, 40%, 30%, 20%

    dan 10% (b/v)), dimasukkan sebanyak 200 l kedalam tabung yang berisi media

    TSB. Tabung yang berisi campuran media TSB dan ekstrak, diinokulasikan

    inokulum fungi Candida albicans dengan kekeruhan Mc Farland 0,5 sebanyak

    200 l dengan volume akhir tabung 2 ml. Tabung diinkubasikan pada suhu 22-

    25 C selama 18-24 jam, kemudian setiap tabung yang telah diinkubasi digoreskan

    pada media agar PDA, dan diinkubasikan kembali pada suhu 22-25 C selama 24

    jam (Chitwood 1969; Rosenblatt 1980; Jawetz et al.1996; MacKane & Kandel

    1996).

    Pengujian antibakteri dengan menggunakan Broth Dilution Method

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Pengujian dilakukan untuk melihat aktivitas antibakteri dari ekstrak

    akuades, etanol 70%, dan diklorometan. Ekstrak yang telah dilarutkan

    menggunakan akuades (konsentrasi 50%, 40%, 30%, 20% dan 10% (b/v)),

    kemudian ditambahkan 200 l pada media yang sesuai untuk pertumbuhan

    masing-masing bakteri. Untuk pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus,

    Bacillus cereus, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli ekstrak

    dilarutkan dalam tabung yang berisi TSB, sedangkan untuk pertumbuhan bakteri

    Porphyromonas gingivalis menggunakan media Brucella Broth dan

    Streptococcus mutans menggunakan media BHIB + yeast ekstrak. Setiap tabung

    yang berisi campuran medium dan ekstrak dengan berbagai konsentrasi

    diinokulasikan suspensi bakteri sebanyak 200 l dengan kekeruhan Mc Farland

    0,5, kemudian tabung yang berisi ekstrak + media + inokulum diinkubasi pada

    suhu 35-37 C selama 18-24 jam, bakteri anaerob diinkubasi menggunakan

    anaerobic jar. Selanjutnya, hasil pengenceran tabung digoreskan ke media agar

    BPA untuk bakteri Staphylococcus aureus, MYPA untuk bakteri Bacillus cereus,

    CETA untuk Pseudomonas aeruginosa, EMBA untuk Escherichia coli (Chitwood

    1969; Rosenblatt 1980; Jawetz et al. 1996; MacKane & Kandel 1996; Lalitha

    2004). Untuk bakteri Porphyromonas gingivalis menggunakan Brucella agar

    darah ( Pane & Sugiarto 1987), dan GNA untuk bakteri Streptococcus mutans

    (Pratiwi 2005) kemudian diinkubasi kembali pada suhu 35-37o C selama18- 24

    jam, untuk bakteri anaerob diinkubasi menggunakan anaerobic jar.

    Penetapan Minimum Inhibitory Concentration (MIC)

    Setelah diketahui bahwa ekstrak etanol 70% yang mempunyai daya

    hambat lebih kuat selanjutnya dilakukan penetapan kemampuan hambat

    minimum. Penetapan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) adalah untuk

    mengetahui konsentrasi terendah yang memberikan aktivitas antibakteri terhadap

    bakteri uji dengan menggunakan metode broth dilution method. Ekstrak

    diencerkan sampai diperoleh konsentrasi 0,025%; 0,05%; 0,10%; 0,25%; 0,50%

    dan 0,75%., kemudian dilakukan pengujian terhadap bakteri Staphylococcus

    aureus dan Streptococcus mutans. Pengujian diulang sampai tiga kali (Chitwood

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • 1969; Thrupp 1980; Rosenblatt 1980; McKane & Kandel 1996; Lalitha 2004;

    Zaenab et al. 2004; Oladunmoye 2006).

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    1. Ekstraksi Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

    Hasil ekstraksi 100 g rimpang temulawak dengan pelarut akuades

    menghasilkan 63, 54 g (63,54 %), ekstraksi dengan etanol 70% menghasilkan

    rendemen 13,33 g (13,33%), dan ekstraksi dengan diklorometan menghasilkan

    rendemen 3,01 g (3,01%) (Tabel 1.1.1). Karakteristik rendemen yang dihasilkan

    adalah kental dengan warna kuning kecoklatan untuk ekstrak akuades, ekstrak

    kental bewarna coklat untuk ekstrak etanol 70%, dan ekstrak kental bewarna

    kuning kecoklatan untuk ekstrak diklorometan.

    Tabel 1.1.1. Jumlah rendemen yang diperoleh pada ekstraksi 100 g serbuk temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

    Jenis pelarut Berat rendemen

    (g) Karakteristik rendemen

    Akuades 63, 54 g

    Kuning kecoklatan, kental

    Etanol 70% 13,33 g

    Coklat, kental

    Diklorometan 3,01 g

    Coklat kekuningan, kental

    Perbedaan rendemen hasil ekstraksi diduga disebabkan karena adanya

    perbedaan kandungan senyawa yang terlarut dalam akuades, etanol 70%, dan

    diklorometan. Menurut Harborne (1996), ekstraksi adalah proses penyarian

    kandungan kimia yang terdapat dalam bahan tanaman dengan menggunakan

    pelarut tertentu. Pemilihan pelarut merupakan faktor yang menentukan dalam

    suatu proses ekstraksi karena jenis dan jumlah senyawa yang tersarikan akan

    tergantung dari sifat senyawa kimia penyari.

    Proses ekstraksi senyawa antimikroba dapat dilakukan dengan dua cara,

    yaitu aquous phase dan organic phase. Ekstraksi dengan aquous phase

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • menggunakan pelarut air, sedangkan organic phase menggunakan pelarut organik,

    dengan prinsip kelarutan bahwa pelarut polar akan melarutkan senyawa polar

    sedangkan pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar (Harborne

    1996).

    Adapun yang menjadi kriteria pemilihan akuades dan etanol 70% untuk

    digunakan dalam ekstraksi adalah karena kedua pelarut tersebut lebih aman

    dikonsumsi (relatif tidak beracun) dan umumnya digunakan dalam berbagai

    industri obat tradisional (Saifudin et al. 2011). Sedangkan untuk melihat aktivitas

    dari senyawa-senyawa semi polar atau non polar dari temulawak, digunakan

    pelarut diklorometan yang relatif lebih aman dibandingkan pelarut non polar

    lainnya seperti kloroform ataupun eter. Hal yang perlu diperhatikan adalah harga

    yang murah, sifat pelarut, kemampuan mengekstraksi dan tidak beracun (Pelczar

    & Chan 1988; Harborne 1996).

    Rendemen akuades diduga menghasilkan pati dan senyawa fenol, karena

    akuades adalah pelarut polar yang dapat melarutkan pati dan senyawa fenol

    (Harborne 1996). Indrawati (2009) dan Hidayathulla et al. (2011) menyatakan

    bahwa ekstrak akuades mempunyai kandungan senyawa metabolit sekunder yaitu

    alkaloid, saponin, dan kuinon. Pati merupakan komponen utama dari temulawak

    dengan jumlah antara 48,18-59,64% (Afifah 2005; Siagian 2006). Direktorat

    Aneka Tanaman (2000) (lihat Asriani 2010) menyatakan jumlah pati yang tinggi

    pada temulawak juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat tumbuh, temulawak

    yang ditanam pada ketinggian dibawah 240 m (dpl) akan menghasilkan jumlah

    pati yang tinggi.

    Selain ketinggian tempat tumbuh, proses pengeringan rimpang juga

    berpengaruh terhadap kandungan bahan aktif. Menurut Hernani & Nurdjanah

    (2009), proses pengeringan simplisia juga mempengaruhi bahan aktif, warna,

    kontaminan mikroba, dan kadar metabolit sekunder yang dikandung tanaman,

    pada pengeringan dengan suhu 60 C tidak terjadi kehilangan minyak atsiri

    sampai kadar air mencapai 10%. Pengeringan dilakukan juga untuk mendapatkan

    warna simplisia yang baik dengan menggunakan alat pengering yang dibuat

    sedemikian rupa dengan mengatur suhu dan aliran udara dengan suhu awal

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • 50-55 C selama lebih kurang 7 jam (Depkes 1979; Siagian 2006) atau dengan

    menggunakan pengeringan ban berjalan (conveyor) (Hernani & Nurjanah 2009).

    Ekstraksi dengan pelarut etanol 70% dilakukan karena etanol 70%

    merupakan pelarut serbaguna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan dan bersifat

    universal (Harborne 1996), sehingga dapat menarik senyawa-senyawa polar yang

    terkandung di dalam rimpang temulawak terutama alkaloid (Sastrohamidjoyo

    1995; Omajosola & Awe 2004; Tarigan et al. 2008; ), kuinon, dan terpenoid

    (Harborne 1996) sampai senyawa non polar ( Saifudin et al. 2011). Komponen

    lain yang dihasilkan dari ektraksi menggunakan etanol adalah senyawa fenol dan

    kurkuminoid (Harborne 1996; Hertiani et al. 2003; Omajosola & Awe 2004;

    Elfahmi et al. 2008; Hidayathulla et al. 2011). Ekstraksi rimpang temulawak

    dengan diklorometan menghasilkan jumlah rendemen paling kecil dibandingkan

    ekstraksi dengan akuades dan etanol 70%, karena pelarut diklorometan

    merupakan pelarut semi polar sehingga ekstraksi hanya dapat menarik senyawa

    semi polar sampai non polar, misalnya beberapa golongan flavonoid (Harborne

    1996; Fitrial et al. 2008), triterpenoid (Fitrial et al. 2008; Sukadana et al. 2008;

    Hidayathulla et al. 2011), alkaloid (Fitrial et al. 2008) dan saponin (Hidayathulla

    et al. 2011).

    Hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran

    yang berbeda yaitu akuades, etanol 70%, dan diklorometan memperlihatkan

    bahwa ketiga ekstrak menghasilkan senyawa yang sama yaitu terpenoid, fenol,

    dan alkaloid. Menurut Hidayathulla et al. (2011), ekstraksi akuades, methanol,

    etil asetat, dan n- heksan juga menghasilkan senyawa terpenoid, fenol, dan

    alkaloid karena tingkat kepolaran pelarut yang digunakan sama, yaitu dari pelarut

    polar sampai semi polar atau non polar.

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • 2. Aktivitas antimikroba ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

    Pengujian aktivitas antimikroba ekstrak rimpang temulawak dilakukan

    dengan menggunakan broth dilution method. Ekstrak temulawak dalam media

    pengkaya dengan konsentrasi 1,0%; 2,0%; 3,0%; 4,0%; dan 5,0% , kemudian

    ditambahkan mikroba uji Gram positif (Staphylococcus aureus ATCC 25923,

    Bacillus cereus ATCC 11778, Streptococcus mutans Type F (MUI)), Gram

    negatif (Escherichia coli ATCC 25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853,

    Porphyromonas gingivalis ATCC 33277), dan fungi (Candida albicans ATCC

    10231). Hasil pengujian menggunakan broth dilution method dengan tingkat

    konsentrasi yang berbeda tidak dapat memperlihatkan kekeruhan larutan, hal ini

    karena ekstrak rimpang temulawak menjadikan larutan uji bewarna kuning dan

    keruh, dan menyebabkan hasil pengamatan terhadap pertumbuhan mikroba uji

    menjadi bias karena pertumbuhan mikroba uji tidak dapat diamati berdasarkan

    kekeruhan media (Gambar 1.2.1) .

    Gambar 1.2.1. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dalam medium TSB.

    Keterangan: (1) ektrak etanol 70% {5,0%}, (2) {4,0%}, (3) {3,0%}, (4) {2,0%}, (5) {1,0%},

    (K+) media TSB + S. aureus, (K-) media TSB

    1

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Metode dilution broth juga merupakan metode pendekatan kuantitatif dengan

    perhitungan jumlah antimikroba yang dibutuhkan untuk mendapatkan konsentrasi

    hambat minimum mikroba uji (Pelczar & Chan 1988; Jawetz et al. 1996). Prinsip

    kerja metode ini adalah melihat adanya pertumbuhan inokulum mikroba uji di

    dalam beberapa konsentrasi zat antimikroba yang dimasukkan kedalam tabung

    berisi medium pengkaya yang berfungsi untuk membantu pertumbuhan, setelah

    diinkubasi kemudian diamati konsentrasi zat antimikroba yang menghambat

    pertumbuhan (Rosenblatt 1980; Jawetz et al. 1996). Hal lain yang mendasari

    pemilihan metode dilution broth dalam penelitian ini adalah karena beberapa

    mikroba uji yang digunakan merupakan bakteri yang bersifat anaerob yaitu S.

    mutans dan P. gingivalis. Menurut Zaenab et al. (2004), metode broth dilution

    baik dilakukan untuk bakteri anaerob.

    Penghambatan pertumbuhan koloni mikroba uji dapat dilihat dengan

    melakukan konfirmasi menggunakan media plate selektif yang sesuai dengan

    pertumbuhan masing-masing mikroba (Gambar 1.2.2).

    Gambar. 1.2.2. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 pada media selektif BPA Keterangan: (K+) = Staphylococcus aureus ATCC 25923 tanpa ekstrak temulawak

    K+ 5,0%

    4,0%

    3,0%

    2,0%

    1,0%

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Tabel 1.2.1. Aktivitas antimikroba ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada bakteri Gram positif

    Mikroba uji

    Konsentrasi

    % (b/v)

    Daya hambat

    Ekstrak akuades

    Ekstrak Etanol 70%

    Ekstrak diklorometan

    Staphylococcus aureus ATCC 25923

    5,0 + + +

    4,0 + + +

    3,0 + + +

    2,0 + + +

    1,0 + + +

    Bacillus cereus ATCC11778

    5,0 - + -

    4,0 - + -

    3,0 - + -

    2,0 - + -

    1,0 - - -

    Streptococcus mutans Type F (MUI)

    5,0 + + +

    4,0 + + +

    3,0 + + +

    2,0 + + +

    1,0 + + +

    Keterangan: + : ekstrak temulawak mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji - : ekstrak temulawak tidak mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji

    Uji penghambatan antimikroba oleh ekstrak akuades, etanol 70%, dan

    diklorometan menunjukkan bahwa ketiga ekstrak mempunyai kemampuan yang

    sama dalam penghambatan bakteri uji Gram positif yaitu S. aureus dan S. mutans

    yaitu 1,0-5,0% b/v, kecuali pada bakteri B. cereus, ekstrak etanol 70% memiliki

    kemampuan yang lebih baik dengan penghambatan pada konsentrasi 2,0-5,0%

    b/v. Kemampuan dari ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan untuk

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • menghambat pertumbuhan mikroba berkaitan dengan kandungan senyawa kimia

    yang terdapat di dalam ekstrak. Senyawa fenol yang dikandung ketiga ekstrak

    diduga berperan dalam penghambatan pertumbuhan mikroba. Turunan senyawa

    fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorbsi yang melibatkan

    ikatan hidrogen dan dapat merubah permeabilitas membran sel (Siswandono &

    Soekardjo 1995; Parwata & Dewi 2008). Penetrasi fenol dengan kadar yang

    tinggi ke dalam sel dapat menyebabkan koagulasi protein dan lisis pada membran

    sel (Hertiani et al. 2003; Parwata & Dewi 2008). Mekanisme penghambatan

    senyawa fenol adalah melalui pembentukan ikatan hidrogen antara gugus

    hidroksil pada senyawa fenol dengan protein membran sel, yang menyebabkan

    gangguan terhadap permeabilitas membran, sehingga komponen sel yang esensial

    keluar dari dalam sel dan menyebabkan kematian bakteri (Sastrohamidjojo 1995;

    Hertiani et al. 2003; Elfahmi et al. 2006; Al Rubiay et al. 2008). Sementara itu,

    senyawa fenol dengan konsentrasi rendah dapat membentuk ikatan protein-fenol

    dengan ikatan lemah dan mudah terurai dan apabila terjadi penetrasi fenol ke

    dalam sel dapat menyebabkan koagulasi protein dan lisis pada membran sel.

    Dampak yang ditimbulkan adalah terjadi gangguan pada sistem transpor nutrisi

    (Volk & Wheeler 1988; Hertiani et al. 2003; Parwata & Dewi 2008). Membran

    sel tersusun dari protein dan lemak sangat rentan terhadap zat kimia yang

    menurunkan tegangan permukaan membran sel sehingga mengakibatkan kematian

    sel (Volk & Wheeler 1988).

    Senyawa antibakteri diduga dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram

    positif dengan menembus dinding sel, dinding sel bakteri Gram positif memiliki

    susunan yang sederhana terdiri dari 60-100% peptidoglikan, yang terbuat dari

    N-asetil glukosamin dan asam N-asetil muramat. Beberapa bakteri Gram positif

    juga mengandung asam teikoat dan asam teikoronat yang terkait pada asam

    muramat dari lapisan peptidoglikan. Kandungan lipid pada bakteri Gram positif

    adalah 2-4% (Hugo & Russell 1981; Volk & Wheeler 1988; Brock et al. 1994).

    Penyusun dinding sel yang sederhana dan tidak adanya selaput luar menyebabkan

    senyawa antibakteri dapat menembus dinding sel dan menganggu proses

    biosintesis dinding sel (Lambert et al. 2001; Soebagio et al. 2006; Ajizah et al.

    2007; Hidayathulla et al. 2011). Pelczar & Chan (1988) dan Jawetz et al. (1996)

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • menyatakan bahwa zat antimikroba mempengaruhi pertumbuhan bakteri dengan

    cara merusak dinding sel, merubah permeabilitas sel, menghambat kerja enzim

    dan sintesis asam nukleat. Aktivitas zat antimikroba juga dapat dilakukan dengan

    menghambat kerja enzim yaitu dengan menganggu aktivitas dari protein sel.

    Senyawa fenol diduga mampu menghalangi fungsi protein dalam mengkatalisis

    enzim untuk melakukan metabolisme sel (Volk & Wheeler 1988).

    Penghambatan pada bakteri Bacillus cereus oleh ekstrak etanol 70% pada

    konsentrasi 2,0-5,0% diduga karena kandungan senyawa pada ekstrak etanol 70%

    mampu menembus dinding sel (Gambar 1.2.3 dan 1.2.4). Ekstrak etanol 70%

    memiliki aktifitas antimikroba yang lebih baik dibanding ekstrak akuades

    (Chattopadhyay et al. 2004; Omajosola & Awe 2004; Voravuthikunchai et al.

    2006). Ekstrak etanol memiliki kemampuan antimikroba yang baik terhadap

    bakteri Gram positif (Sarac & Ugur 2007; Jagessar & Gomez 2008; Kresnawaty

    & Zainuddin 2009; Rita 2010; Hidayathulla et al. 2011). Pattaratanawadee (2006)

    melaporkan bahwa ekstrak etanol jahe dan kunyit dari famili Zingiberaceae

    mampu menghambat pertumbuhan B.cereus pada konsentrasi 0,4% dan 1% v/v.

    Penelitian Mustaffa et al. (2011), melaporkan bahwa ektrak metanol

    Cinnamomum iners yang mengandung senyawa aktif xantorizol menghambat

    pertumbuhan bakteri B.cereus pada konsentrasi 12,5 mg/ml sementara itu

    Nohynek et al. (2006), juga melaporkan bahwa ekstrak berry dapat menurunkan

    pertumbuhan B. cereus.

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Gambar I.2.3. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak terhadap Bacillus cereus ATCC 11778 dalam medium TSB.

    Keterangan: (1). Ekstrak etanol 70% {5,0%}, (2) {4,0%}, (3) {3,0%}, (4) {2,0%}, (5) {1,0%}, (K+) TSB +

    Bacillus cereus, (K-) media TSB

    Gambar. 1.2.4. Aktivitas antimikroba ekstrak etanol 70% temulawak terhadap Bacillus cereus ATCC 11778 pada media selektif MYPA Keterangan: (K+) = Bacillus cereus ATCC 11778 tanpa ekstrak

    2 3 4 5 K+ K-

    K+ 5,0%

    4,0%

    3,0%

    2,0%

    1,0%

    1 2 3 4 5 K+ K-

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan tidak dapat menghambat

    pertumbuhan bakteri Gram negatif Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,

    Porphyromonas gingivalis, dan fungi Candida albicans (Tabel 1.2.2; Lampiran

    1.4, 1.5, 1.6, dan 1.7).

    Tabel 1.2.2. Aktivitas antimikroba ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada bakteri Gram negatif dan fungi

    Mikroba uji

    Konsentrasi

    % (b/v)

    Daya hambat

    Ekstrak

    akuades

    Ekstrak

    Etanol 70%

    Ekstrak

    diklorometan

    Escherichia coli

    ATCC 25922

    5,0 - - -

    4,0 - - -

    3,0 - - -

    2,0 - - -

    1,0 - - -

    Pseudomonas aeruginosa

    ATCC 27853

    5,0 - - -

    4,0 - - -

    3,0 - - -

    2,0 - - -

    1,0 - - -

    Porphyromonas gingivalis

    ATCC 33277

    5,0 - - -

    4,0 - - -

    3,0 - - -

    2,0 - - -

    1,0 - - -

    Candida albicans

    ATCC 10231

    5,0 - - -

    4,0 - - -

    3,0 - - -

    2,0 - - -

    1,0 - - -

    Keterangan:

    ( - ) : ekstrak temulawak tidak mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan tidak mampu menghambat

    pertumbuhan bakteri E. coli, P. aeruginosa, P. gingivalis, hal ini diduga karena

    konsentrasi ekstrak tidak mampu menembus dinding sel bakteri Gram negatif dan

    fungi. Dinding sel bakteri Gram negatif memiliki susunan kimia yang lebih

    komplek dibandingkan bakteri Gram positif. Selain peptidoglikan, bakteri Gram

    negatif mempunyai lapisan luar dinding sel yang terdiri dari lipopolisakarida,

    lipoprotein, dan periplasma yang terikat pada peptidoglikan (Hugo & Russell

    1981; Volk & Wheeler 1988; Brock et al. 1994; Hamouda & Baker 2000;

    Nohynek 2006; Hidayathulla et al. 2011). Lipopolisakarida merupakan lapisan

    luar berfungsi sebagai pertahanan sel bekerja sama dengan peptidoglikan dan

    melakukan seleksi terhadap zat-zat asing. Lipoprotein mengandung molekul

    protein yang disebut porin yang bersifat hidrofilik. Kemungkinan adanya porin

    pada membran luar bakteri Gram negatif menyebabkan ekstrak sulit menembus

    dinding sel bakteri karena bersifat hidropobik (Brock et al. 1994; Nohynek 2006;

    Hidayathulla et al. 2011).

    Menurut Hamouda & Baker (2000), dinding sel bakteri Gram negatif

    memiliki kandungan lipid yang tinggi, hal ini menyebabkan bakteri Gram negatif

    relatif resisten terhadap senyawa kimia, dan bersifat impermeable dengan

    melakukan difusi yang terbatas. Hertiani et al. (2003) menyatakan bakteri Gram

    negatif memiliki komposisi dinding sel yang lebih komplek dan bersifat non polar

    sehingga ketiga ekstrak temulawak yang merupakan senyawa polar sampai semi

    polar lebih sulit menembus dinding sel bakteri. Hal ini juga dilaporkan oleh

    Kusmiyati & Agustini (2006), Oboh et al. (2007), dan Hidayathulla et al. (2011)

    yang menyatakan bahwa bakteri Gram negatif lebih tahan terhadap senyawa

    antimikroba dibanding dengan bakteri Gram positif.

    Uji aktivitas antimikroba ekstrak akuades, etanol 70%, dan diklorometan

    rimpang temulawak terhadap fungi Candida albicans menunjukkan hasil bahwa

    ketiga ekstrak tidak mampu menghambat pertumbuhan C. albicans. Oboh et al.

    (2007) melaporkan bahwa ekstrak etanol 90% Sida acuta Burm. juga tidak

    mampu menghambat pertumbuhan C.albicans. Nohynek et al. (2006),

    melaporkan bahwa ekstrak berry dalam pelarut aceton-air (70:30) tidak dapat

    menghambat pertumbuhan C. albicans. Diduga tidak terjadinya penghambatan

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • karena kandungan zat kimia ekstrak tidak mampu menembus membran sterol

    pada dinding sel dan menghambat sintesis kitin pada dinding sel fungi yang

    bersifat kaku (Pelczar & Chan 1988; Jawetz et al. 1996). Menurut Brock et al.

    (1994), dinding sel fungi mempunyai sifat kaku, yang terdiri dari kitin, glukan dan

    mannan, dan secara umum mengandung 80-90% polisakarida.

    3. Minimum Inhibitory Concentration (MIC)

    Penetapan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dilakukan untuk

    mendapatkan konsentrasi terendah yang mampu menghambat pertumbuhan

    mikroba (Thrupp 1980; Rosenblatt 1980; Pelczar & Chan 1988; Jawetz et al.

    1996). Pada penelitian ini kemampuan hambat minimum ditetapkan pada bakteri

    Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Streptococcus mutans Type F (MUI),

    karena pada uji aktivitas antimikroba kedua bakteri tidak menunjukkan

    pertumbuhan pada konsentrasi terendah yang digunakan, yaitu 1,0%.

    Kemampuan hambat minimum dilakukan dengan menurunkan konsentrasi ekstrak

    menjadi 0,025%; 0,05%; 0,10%; 0,25%; 0,50%; dan 0,75% (Tabel 1.3.1).

    Tabel 1.3.1. Hasil penetapan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) ekstrak etanol 70% terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Streptococcus mutans Type F (MUI)

    Konsentrasi

    (%)

    Minimum Inhibitory Concentration (MIC)

    Staphylococcus aureus ATCC 25923

    Streptococcus mutans Type F (MUI)

    0,025 - -

    0,05 - -

    0,10 + +

    0,25 + +

    0,50 + +

    0,75 + +

    Keterangan: + : ekstrak temulawak mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji - : ekstrak temulawak tidak mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Minimum Inhibitory Concentration (MIC) atau konsentrasi hambat

    minimum dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan larutan uji (Gambar 1.3.1

    dan 1.3.2). Ekstrak etanol 70% mampu menghambat pertumbuhan pada bakteri

    S. aureus dan S. mutans pada konsentrasi 0,10-0,75% b/v. Kemampuan

    antimikroba dipengaruhi tingkat konsentrasi zat uji, semakin tinggi konsentrasi zat

    yang digunakan semakin tinggi daya hambat antimikroba (Pelczar & Chan 1988).

    Soebagio et al. (2006) melaporkan konsentrasi hambat ekstrak etanol 95%

    temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah 0,4% terhadap bakteri

    S. aureus. Hasil penelitian Mustaffa et al. (2011) pada ekstrak metanol daun

    Cinnamomum iners yang mengandung xantorisol didapatkan MIC sebesar 0,78

    mg/ml terhadap S. aureus, dan Rukayadi & Hwang (2006), melaporkan bahwa

    xantorisol yang diisolasi dari ekstrak metanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza

    Roxb.) menghambat pertumbuhan S. mutans pada konsentrasi 5,0 Mol/l.

    Ekstrak etanol 70% rimpang temulawak konsentrasi 0,10- 0,75%

    menunjukkan kondisi tabung yang jernih pada bakteri Staphylococcus aureus dan

    Streptococcus mutans, walaupun tidak begitu jelas terlihat karena adanya

    pengaruh warna kuning dari temulawak. Untuk konfirmasi pertumbuhan bakteri

    digunakan media plate yaitu media selektif yang sesuai pertumbuhan bakteri

    (Gambar 1.3.3 dan 1.3.4).

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Gambar 1.3.1. Konsentrasi hambat minimum Staphylococcus aureus ATCC 25923 + ekstrak etanol 70% dalam media cair TSB

    Keterangan: (1) Ekstrak etanol 70% (1) {0,025%}, (2) {0,05%}, (3) {0,10%}, (4) {0,25%}, (5) {0,50%}, (6) {0,75%},

    (K+) TSB + S.aureus, (K-) media TSB.

    Gambar 1.3.2 Konsentrasi hambat minimum Streptococcus mutans Type F (MUI) + ekstrak etanol 70% dalam media cair BHIB + yeast ekstrak

    Keterangan: (1). Ekstrak etanol 70% {0,025%}, (2) {0,05%}, (3) {0,10%}, (4) {0,25%}, (5) {0,50%}, (6) {0,75%}, (K+) BHIB + yeast ekstrak + S. mutans, (K-) media BHIB + yeast ekstrak

    1

    1 2 3 4 5 6 K+ K-

    2 3 4 5 6 K+ K-

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Gambar. 1.3.3. Konsentrasi minimum ekstrak etanol 70% menghambat Staphylococcus aureus pada media selektif BPA Keterangan: (K+) = Staphylococcus aureus ATCC 25923 tanpa ekstrak rimpang temulawak.

    Gambar. 1.3.4. Konsentrasi minimum ekstrak etanol 70% menghambat Streptococcus mutans Type F (MUI) pada media selektif GNA Keterangan: (K+) = S. mutans Type F (MUI) tanpa ekstrak

    K+

    0,025% 0,05%

    0,10%

    0,25%

    0,50% 0,75%

    K+ 0,025%

    0,05%

    0,10%

    0,25% 0,50%

    0,75%

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • KESIMPULAN

    Hasil ekstraksi 100 g serbuk rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza

    Roxb.) dengan pelarut akuades, etanol 70% , dan diklorometan menghasilkan

    rendemen dengan berat 63, 54 g, 13,33 g, dan 3,01 g.

    Ekstrak rimpang temulawak efektif menghambat pertumbuhan bakteri

    Gram positif Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Streptococcus mutans

    Type F(MUI), sedangkan Bacillus cereus ATCC 11778 hanya mampu dihambat

    etanol 70%. Bakteri Gram negatif yang terdiri dari Escherichia coli ATCC

    25922, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853, Porphyromonas gingivalis ATCC

    33277, dan fungi Candida albicans ATCC 10231 tidak dapat dihambat

    pertumbuhannya oleh ketiga ekstrak. Ekstrak etanol 70% rimpang temulawak

    efektif menghambat pertumbuhan S. aureus dan S. mutans pada konsentrasi 1,0-

    5,0% b/v, sedangkan B.cereus konsentrasi 2,0-5,0% b/v, dengan Minimum

    Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,1% b/vpada S. aureus dan S. mutans .

    Ekstrak etanol 70% temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terbukti

    efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus, B.cereus, dan

    S. mutans. Sehingga sangat memungkinkan dikembangkan sebagai produk obat

    tradisional untuk mengobati berbagai infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram

    positif.

    SARAN

    Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut senyawa-senyawa antibakteri yang

    terkandung dalam ekstrak etanol 70% rimpang temulawak. Diharapkan dimasa

    datang ekstrak rimpang temulawak dapat dimanfaatkan untuk pengembangan obat

    tradisional terutama sebagai antimikroba.

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • DAFTAR ACUAN

    Achmad, S.A., E.H. Hakim & L. Makmun. 1992. Hutan tropis sebagai sumber

    yang potensial untuk bahan kimia masa depan. Prosiding Seminar

    Nasional Kimia dan Pembangunan, Bandung: 465-468.

    Afifah, E. 2005. Khasiat dan manfaat temulawak, rimpang penyembuh aneka

    penyakit. Agromedika Pustaka. iv + 84 hlm.

    Ajizah, A., Thihana & Mirhanuddin. 2007. Potensi ekstrak kayu ulin

    (Eusideroxylon zwageri) menghambat pertumbuhan Staphylococcus

    aureus secara in vitro. Bioscientiae 4(1): 37-42.

    Al Rubiay, K.K., N.N. Jaber, B.H. Al Mhaawe & L.K. Alrubaay. 2008.

    Antimicrobial of henna extract. Oman Medical Journal 23(4): 4 hlm.

    Asriani, D. 2010. Isolasi xanthorrhisol dari temulawak terpilih berdasarkan

    nomor harapan. Tesis. Institut Pertanian Bogor: i + 45.

    Bennett, R.W & G.A. Lancette. 2002. Staphylococcus aureus. Dalam: AOAC.

    Bacteriological Analytical Manual. AOAC International, Gaithersburg: 5

    hlm.

    Bermawie, N., M. Rahardjo, D. Wahyuno & Mamun. 2008. Status teknologi

    budidaya dan pasca panen tanaman kunyit dan temulawak sebagai

    penghasil kurkumin. Laporan Hasil Penelitian Tanaman Rempah dan

    Obat. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor: 84-97.

    BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). 2005. Gerakan Nasional Minum

    Temulawak. InfoPOM 6(6): 1-4

    Brock, T.D., M.T. Madigan, J.M. Martinko & J. Parker. 1994. Biology of

    microorganisms. Prentice- Hall International, USA: 58-66.

    Chattopadhyay, I., K. Biswas, U. Bandyopadhyay & R.K. Banerjee. 2004.

    Tumeric and curcumin : Biological action and medicinal application.

    Current Science 87(1): 44-53.

    Chitwood, L.A. 1969. Tube dilution antimicrobial susceptibility testing: Efficacy

    of microtechnique applicable ti diagnostic laboratories. Appl.

    Microbiology 17(5): 707 709.

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • DepKes (=Departemen Kesehatan). 1979 . Materia Medika Indonesia.

    DitjenPOM, Jakarta: 63-70.

    Duke, J.A., M.J.B. Godwin & J. duCellier. 2003. Medicinal spices. CRC Press.

    New York: II + 316 hlm.

    Elfahmi, K. Roslan, R. Bos, O. Kayser, H.J. Woerdenbag & W.J. Quax. 2008.

    Jamu. The Indonesian Traditional Herbal Medicines. Penerbit Eisei,

    Jakarta: 14 34.

    Fitrial, Y., M. Astawan, S. S. Soekarto, K. G. Wiryawan, T. Wresdiyati & R.

    Khairina. 2008. Aktivitas antibakteri ekstrak biji teratai (Nympaea

    pubescens Wild.) terhadap bakteri pathogen penyebab diare. J. Teknol.

    dan Industri Pangan 19(2): 158-164.

    Hamouda, T. & J.R. Baker. 2000. Antimicrobial mechanism of action of

    surfactant lipid preparation in enteric Gram negative bacilli. J. of Appl.

    Microbiology (89): 397-403.

    Harborne, J.B. 1996. Phytochemical methods. A guide to modern techniques of

    plants analysis. 2nd Ed. Chapman & Hall, London: xiii + 302 hlm.

    Hernani & R. Nurdjanah. 2009. Aspek pengeringan dalam mempertahankan

    kandungan metabolit sekunder pada tanaman obat. Perkembangan

    Teknologi TRO 21(2): 33-39.

    Hertiani, T., S.I. Palupi, Sanliferianti & D.H. Nurwindasari. 2003. In vitro test on

    antimicrobial potency against Staphylococcus aureus, Escherichia coli,

    Shigella dysentriaea and Candida albicans of some herbs traditionally

    used cure infection diseases. Pharmacon 4(2): 89-95.

    Hidayathulla, S., C.K. Keshava & K.R. Chandrashekar. 2011. Phytochemical

    evaluation and antibacterial activity of Pterospermum diversifolium

    Blume. Int. J. of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 3(2): 165-167.

    Hugo, W.B. & A.D. Russell. 1981. Pharmaceutical microbiology. 2nd Ed.

    Blackwell Scietific Publication, London: xiii + 352 hlm.

    Indrawati, I. 2009. Potensi ekstrak air, etanol dan minyak atsiri bawang merah

    (Allium cepa L.) kultivar Batu terhadap bakteri penyebab karies gigi. J.

    Biotika 7(1): 40-48.

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Jagessar, R.C & A.M. Gomes. 2008. An evaluation of the antibacterial and

    antifungal of leaf extracts of Mimorcadia charantia against Candida

    albicans, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Nature and Science

    6(1): 1-14.

    Jawetz, E., J.L. Melnick & E.A. Adelberg. 1996. Medical Microbiology. 14th Ed.

    Lange Medical Publications, Canada: ix + 593 hlm.

    Kresnawaty, I. & A. Zainuddin. 2009. Aktivitas antioksidan dan antibakteri dari

    derivat metil ekstrak etanol daun gambir (Uncaria gambir). Jurnal Littri

    15(4): 145-151.

    Kusmiyati & N. W. S. Agustini. 2006. Uji aktivitas senyawa antibakteri dari

    mikrooalga Phorphyridium cruentum. Biodiversitas 8(1): 48-53.

    Lalitha, M.K. 2004. Manual on antimicrobial susceptibility testing. NCCLS,

    Pennsylvania USA: 47 hlm.

    Lambert, R.J.W., P.N. Skandamis, P.J. Coote & G.J.E. Nychas. 2001. A study

    of the minimum inhibitory concentration and mode of action of oregano

    essential oil, thymol and carvacrol. J. Appl. Microbiol. 91 (3): 453-462.

    MacKane, L. & J. Kandel. 1996. Microbiology essentials and applications.

    McGraw. Hill., Inc: 396-398 hlm

    Mustaffa, F., J. Indurkar, S. Ismail, M. Shah & S.M. Mansor. 2011. An

    antimicrobial compound isolated from Cinnamomum Iners leaves with

    activity against Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus. Moleculs

    16: 3037-3047.

    Nohynek, L.J., H.A. Alakomi, M.P. Khknen, M. Heinonen, Ilkka M. Helander,

    Kirsi-Marja Oksman-Caldentey, and Riitta H. Puupponen-Pimi. 2006.

    Berry Phenolics: Antimicrobial Properties and Mechanisms of Action

    Against Severe Human Pathogens. Nutrient and Cancer 54(1): 18-32.

    Oboh, I.E., J.O. Akerele & O. Obasuyi. 2007. Antimicrobial activity of ethanol

    extract of the aerial parts of Sida acuta Burmn. (Malvaceae). Tropical

    Journal Pharmaceutical Research 6(4): 809-813.

    Oladunmuye, M.K. 2006. Comparative evalution of antimicrobial activities and

    phytochemical screening of two varieties of Alcalipha wilkesiana. Intl. J.

    Trop. Med. 1(3): 134-136.

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Omojasola, P.F. & S. Awe. 2004. The antibacterial of the leaf extract of

    Anacardium occidentale and Gossypium hirsutum against some selected

    microorganism. Bioscience Research Communication 16(1): 25-28.

    Pane, A.R. & A. Sugiharto. 1987. Panduan praktis isolasi dan identifikasi

    kuman anaerob. Bagian Mikrobiologi FKG UI. Jakarta. 1-16.

    Parwata, IM, O.A. & P.F.S. Dewi. 2008. Isolasi dan uji aktvitas antibakteri

    minyak atsiri dari rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.). J. Kimia 2(2):

    100-104.

    Pattaratanawadee, E., C. Rachtanapun & P. Wanchaitanawong. 2006.

    Antimicrobial activity of spice extract against pathogenic and spoilage

    microorganism. Kasetsart J. Nat. Sci. 40: 159-165.

    Pelczar, M.J & E.C.S.Chan. 1988. Dasar-dasar mikrobiologi . Terj. dari

    Elements of microbiology, oleh Hadioetomo, R.S., T. Imas, S.S.

    Tjitrosomo & S.L. Angka. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta: 447-

    540.

    Pratiwi, R. 2005. Perbedaan daya hambat terhadap Streptococcus mutans dari

    beberapa pasta gigi yang mengandung herbal. J. Dent. 38 (2). 64-67.

    Rhodehamel E.J. & S.M. Harmon. 2002. Bacillus cereus. Dalam: AOAC. 2002.

    Bacteriological Analytical Manual. AOAC International, Gaithersburg: 4

    hlm.

    Rita, W.S. 2010. Isolasi, identifikasi, dan uji aktivitas antibakteri senyawa

    golongan triterpenoid pada rimpang temu putih (Curcuma zedoaria

    (Berg.) Roscoe. Jurnal Kimia 4(1): 20-26.

    Rosenblatt, J.E. 1980. Antimicrobial susceptibility testing af anaerobes. Dalam:

    Lorian, V. (ed). 1980. Antibiotics in laboratory medicine. Williams &

    Wilkins, London: 114-134.

    Rukayadi, Y. 2006. Effect of xanthorrhisol on Streptococcus mutans biofilm in

    vitro. Jurnal Mikrobiologi Indonesia 11 (1): 4 hlm.

    Rukayadi, Y. & J.K. Hwang. 2006. In vitro activity of xanthorrhizol against

    Streptococcus mutans biofilms. J. Applied Microbiology 42:400-404.

    Saifudin, A., V. Rahayu & H.Y. 2011. Standarisasi bahan obat alam. Graha

    Ilmu, Yogyakarta: viii+104 hlm.

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Sarac, N. & A. Ugur. 2007. Antimicrobial activities and usage in folkforic

    medicines of some Lamiaceae spesies growing in Mugla, Turkey. J. Bio.

    Sci. 4:2-37.

    Sastrohamidjojo, H. 1995. Sintesis bahan alam. Gajah Mada University Press:

    ix + 243 hlm.

    Shu, J.H. 2000. Curcuma Linneaus, Sp. Pl. 1: 2. 1753, nom. cons. Flora of

    China 24: 359-362.

    Siagian, M.H. 2006. Temulawak sebagai tanaman obat dan budidayanya secara

    intensif. Balitbang Botani, Puslitbang Biologi LIPI, Bogor. 8 hlm.

    Siswandono & B. Soekardjo. 1995. Kimia medicinal. Airlangga Press,

    Surabaya: 257- 259 hlm.

    Soebagio, B., S.Soeryati & K. Fauziah. 2006. Pembuatan sediaan krim antiakne

    ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb.). Prosiding

    Pertemuan Ilmiah Pembuatan Sediaan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza

    Roxb) dari Produk Empiris Sampai Produk Fitofarmaka, Unpad, Bandung.

    5 hlm.

    Sukadana, I.M., S.R. Santi & N.K. Juliarti. 2008. Aktivitas antibakteri golongan

    senyawa triterpenoid dari biji papaya (Carica papaya L.). J. Kimia 2(1):

    15-18.

    Tarigan, J., C.F. Zuhra & H. Sihotang. 2008. Skrining fitokimia tumbuhan yang

    digunakan oleh pedagang jamu gendong untuk merawat kulit wajah di

    Kecamatan Medan Baru. J. Biologi Sumatra 1(3): 1-6.

    Thrupp, D.L. 1980. Susceptibility testing of antibiotics in liquid media. Dalam:

    Lorian, V. (ed). 1980. Antibiotics in laboratory medicine. Williams &

    Wilkins, London: 73-113.

    Volk, W.A. & M.F. Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar. Terj. dari Basic

    microbiology, oleh Markham. Edisi ke-5. Penerbit Erlangga, Jakarta: xii

    + 396 hlm.

    Voravuthikunchai, S.P., S. Limsuwan, O. Supapol & S.Subhadhirasakul. 2006.

    Antibacterial activity of extracts from family Zingiberaceae against

    foodborne pathogens. J. of Food Safety 26: 325334

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Wijono, S.S.H. 2003. Isolasi dan identifikasi flavonoid pada daun katu

    (Sauropus androgynus (L.) Merr). Jurnal Makara Sains 7(2): 51-64.

    Zaenab, H.W. Mardiastuti, V.P. Anny & B. Logawa 2004. Uji antibakteri Siwak (Salvadora persica Linn.) terhadap Streptococcus mutans (ATC31987) dan Bacteriodes melaninogenicus. Jurnal Makara Kesehatan 8 (2): 37-40.

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Lampiran 1.1. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

    A. Tanaman temulawak B. Bunga temulawak

    C. Rimpang temulawak D. Simplisia temulawak, dari PT Vitaher, Semarang

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Lampiran 1.2. Bagan kerja ekstraksi

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Lampiran 1.3. Pembuatan medium

    a. Nutrient Agar (NA) (Pratiwi 2005)

    NA digunakan sebagai medium pertumbuhan S.mutans. Untuk membuat

    200 ml NA dibutuhkan 0,6 gr Beef extract, 1 g Pepton, 3 g Bacto agar, dan 200 ml

    akuades. Medium tersebut disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121o C, tekanan

    2 atm selama 15 menit.

    b. Glukosa Nutrien Agar (GNA) (Zaenab & Mardiastuti 2004; Pratiwi 2005)

    GNA digunakan sebagai medium selektif untuk pertumbuhan Streptococcus

    mutans. Untuk membuat 300 ml GNA dibutuhkan 1,5 g Beef extract, 3 g Pepton,

    3 g Bacto agar, kemudian cukupkan volumenya menjadi 250 ml dengan

    menambahkan akuades. Medium disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121o C,

    tekanan 2 atm selama 15 menit. Kemudian larutkan 10 g Glukosa adalam 50 ml

    akuades steril. Campurkan kedua larutan kemudian panaskan kembali selama 15

    menit agar tercampur sempurna.

    c. Brucella Agar Darah (BAD) (Pane & Sugiarto 1987)

    Medium ini digunakan untuk pertumbuhan bakteri Porphyromonas

    gingivalis. Untuk membuat 1 L BAD dibutuhkan 43 g Brucella Broth, 5% Bacto

    agar, 1 ampul Vitamin K, 4 mg serbuk Kanamycin, 3-5% darah kambing.

    Medium Brucella Broth dan Bacto agar disterilkan dalam autoklaf pada suhu 12o

    C, tekanan 2 atm selama 15 menit. Biarkan dingin hingga suhu 45-50o C,

    kemudian tambahkan kanamycin, vitamin K dan agar darah.

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Lampiran 1.4. Aktivitas antimikroba pada Escherichia coli ATCC 25922 + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada medium TSB & media selektif EMBA

    Keterangan:

    A. Ekstrak akuades : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0% B. Ekstrak etanol 70% : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0% C. Ekstrak diklorometan : (1) 5,0%; (2) 40,%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%

    Keterangan: (K+) = Escherichia coli ATCC 25922 tanpa ekstrak temulawak

    Escherichia coli ATCC 25922 pada medium TSB

    A B C

    1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

    Escherichia coli ATCC 25922 pada medium EMBA

    A B C

    K+

    1,0% 2,0%

    3,0%

    4,0% 5,0%

    K+

    1,0% 2,0%

    3,0%

    4,0% 5,0%

    K+

    1,0%

    2,0%

    3,0%

    4,0%

    5,0%

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Lampiran 1.5. Aktivitas antimikroba pada Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada medium TSB & media selektif CETA

    Keterangan:

    A. Ekstrak akuades : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0% B. Ekstrak etanol 70% : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0% C. Ekstrak diklorometan : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%

    Keterangan: (K+) = Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 tanpa ekstrak temulawak

    Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 pada medium TSB

    A B C

    1 2 3 4

    5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

    Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 pada medium selektif CETA

    A B C

    K+

    1,0% 2,0%

    3,0%

    4,0% 5,0%

    1,0% K+

    5,0%

    4,0%

    3,0%

    2,0% 1,0% 2,0%

    3,0%

    4,0% 5,0%

    K+

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Lampiran 1.6. Aktivitas antimikroba pada Porphyromonas gingivalis ATCC 33227 + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada medium Brucella Broth & media selektif Brucella Agar Keterangan:

    A. Ekstrak akuades : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%; (K+) BB + P. gingivalis; (K-) media BB B. Ekstrak etanol 70% : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%; (K+) BB+ P. gingivalis; (K-) media BB C. Ekstrak diklorometan : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%; (K+) BB + P. gingivalis; (K-) media BB Keterangan: (K+) = Porphyromonas gingivalis ATCC 33277 tanpa ekstrak temulawak

    Porphyromonas gingivalis ATCC 33227 pada medium Brucella Broth

    A B C

    1 2 3 4 5 K+

    K- 1 2 3 4 5 K+ K- 1 2 3 4

    5 K+

    K-

    K

    10%

    K+ 50%

    40%

    30%

    Porphyromonas gingivalis ATCC 33227 pada medium Brucella Agar

    A B C

    2,0%

    3,0%

    4,0% 5,0%

    K+

    1,0%

    1,0% K+

    5,0%

    4,0% 3,0%

    2,0%

    K+ 5,0%

    4,0%

    3,0% 2,0%

    1,0%

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Lampiran 1.7. Aktivitas antimikroba pada Candida albicans ATCC 10231 33227 + ekstrak (akuades, etanol 70%, dan diklorometan) pada medium TSB & media selektif PDA

    Keterangan:

    A. Ekstrak akuades : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%,; (5) 1,0%; (K+) TSB + C. albicans; dan (K-) media TSB B. Ekstrak etanol 70% : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%; (K+) TSB+ C. albicans; dan (K-) media TSB C. Ekstrak diklorometan : (1) 5,0%; (2) 4,0%; (3) 3,0%; (4) 2,0%; (5) 1,0%; (K+) TSB+ C. albicans; dan (K-) media TSB Keterangan: (K+) = Candida albicans ATCC 10231 tanpa ekstrak temulawak

    Candida albicans ATCC 10231 pada media PDA

    A B C

    2

    1,0%

    K+ 5,0%

    4,0%

    3,0%

    K+

    5,0% 4,0%

    3,0%

    2,0% 1,0%

    1,0%

    K+ 5,0%

    4,0%

    3,0% 2,0%

    Candida albicans ATCC 10231 pada media TSB

    A B C

    1 2 3 4 5 K+ K- 1 2 3 4 5 K

    K- 1 2 3 4 5 K+ K-

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • MAKALAH II

    IDENTIFIKASI KOMPONEN AKTIF ANTIMIKROBA RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

    Deasywaty

    Email: [email protected]

    Phytochemical analysis of ethanol 70% extract of temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) consist of alkaloid, quinone, and terpenoids. Thin Layer Chromatography (TLC) analysis showed five spots, the third spot contain terpenoids and effective inhibited Staphylococcus aureus ATCC 25923, Streptococcus mutans type F (MUI) and Bacillus cereus ATCC 11778. Analysis by using UV-Vis and Infra Red spectrophotometry showed the spot contains phenolic group at absorbance 275,2 nm and have functional groups -OH in 3387,06 cm-1 and C-O in 1100,41 cm-1. Result of GC-MS indicated that compound is xanthorrisol m/z 218.

    Keywords: Curcuma xanthorrhiza Roxb; extraction; GC-MS; Infra Red spectrophotometry; TLC; UV-Vis spectrophotometry.

    PENDAHULUAN

    Indonesia sebagai negara tropis memiliki beraneka ragam tumbuhan yang

    dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Sejak zaman dahulu bangsa

    Indonesia telah mengenal tumbuhan yang mempunyai khasiat obat atau dapat

    menyembuhkan berbagai macam penyakit. Hal tersebut dapat diketahui dari

    kemampuan sebagian masyarakat meracik tumbuhan obat dan tradisi minum

    jamu. Dewasa ini meski pengobatan modern sudah mengalami perkembangan

    yang cukup pesat namun masyarakat Indonesia masih belum meninggalkan

    warisan leluhur tersebut. Hal ini diduga karena obat yang berasal dari tumbuhan

    yang diracik secara tradisional tidak menimbulkan efek samping seperti obat

    sintetis. Dari sekian banyak tumbuhan obat yang digunakan sebagai obat

    tradisional salah satunya adalah temulawak (Siagian 2006; Bermawie et al. 2008).

    Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu jenis

    tumbuhan dari famili Zingiberaceae, yang secara empirik rimpangnya digunakan

    sebagai obat tradisional, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran. Secara

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • tradisional temulawak digunakan masyarakat sebagai obat untuk menyembuhkan

    sakit maag, obat diare, obat ambein, obat asma, obat sariawan, dan memperlancar

    air susu ibu (ASI) (Afifah 2005; Siagian 2006; Bermawie et al. 2008). Seiring

    dengan kemajuan ilmu pengetahuan diketahui pula manfaat lain dari temulawak

    sebagai antimikroba (Afifah 2005; Samsundari 2006; Rukayadi 2006; Bermawie

    et al. 2008). Minyak atsiri dan kurkuminoid merupakan komponen utama

    temulawak yang bersifat antimikroba (Afifah 2005; Siagian 2006; Rukayadi 2006;

    Bermawie et al. 2008).

    Metode pemisahan dengan kromatografi lapis tipis (KLT) telah dilakukan

    oleh beberapa peneliti antara lain Arias et al. (2004) melaporkan pemisahan

    menggunakan kloroform:metanol (9:1) pada tujuh ekstrak etanol dan 3 ekstrak air

    dari bagian akar, batang, dan daun tumbuhan akasia (Acacia aroma Gill.).

    Jagessar & Gomez (2008) melakukan pemisahan ekstrak etanol daun pare

    (Mimorcadia charantia L.) menggunakan fase gerak diklorometan:n-heksan

    (90:10). Sukadana et al. (2008) dengan menggunakan fase gerak n-heksan:eter:

    etilasetat:etanol (2:3:3:2) untuk pemisahan ekstrak n-heksan biji pepaya (Carica

    papaya L.). Kresnawaty & Zainuddin (2010) menggunakan fase gerak

    kloroform:metanol (99:1) untuk memisahkan ekstrak etanol daun gambir

    (Uncaria gambir). KLT juga dilakukan oleh Asriani (2010) dengan larutan

    pengembang n-heksan:etil asetat (10:1) untuk mengisolasi xantorizol dari ekstrak

    rimpang temulawak.

    Metode spektrofotometri UV-Vis, Infra Red dan GC-MS telah dilakukan

    untuk identifikasi bahan alam, diantaranya Rita (2010), melakukan identifikasi

    golongan triterpenoid pada rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.)

    Roscoe). Karthishwaran et al. (2010) melakukan penelitian identifikasi fitokimia

    ekstrak metanol daun Pergularia daemia dan Hayati et al. (2010) melakukan

    fraksinasi dan identifikasi tanin pada daun belimbing wuluh (Averhoa belimbii

    L.). Asriani (2010), mengidentifikasi xantorizol dari temulawak dan Mustaffa et

    al. (2011) mengidentifikasi xantorizol dari ekstrak daun Cinnamomum iners.

    Aktivitas Antimikroba..., Deasywaty, FMIPA UI, 2011

  • Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi golongan senyawa dalam

    ekstrak etanol 70% rimpang temulawak yang mempunyai aktivitas antimikroba

    menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT), spektrofotometri UV-Vis

    dan Infra Red, serta GC-MS.

    METODOLOGI

    Lokasi dan waktu penelitian

    Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pusat Pengujian Obat

    dan Makanan Nasional (PPOMN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),

    Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat, pada bulan Juli 2010 Maret 2011.

    Bahan dan Cara kerja

    Bahan tanaman

    Sampel berupa simplisia kering rimpang temulawak yang diperoleh dari

    PT Vitaher, Semarang. Temulawak ditanam pada ketinggian 75-100 m (dpl) dan

    dipanen umur tanam 10 bulan. Simplisia kering dibuat dengan cara pengeringan

    menggunakan oven suhu 50-55o C selama lebih kurang 7 jam.

    Bahan ki