layanan.hukum.uns.ac.id file... · v kata pengantar puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang...

279
partai politik, ideologi, dan kekuasaan

Upload: others

Post on 05-Jul-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

partai politik, ideologi,

dan kekuasaan

Page 2: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang
Page 3: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

partai politik,ideologi,

dan kekuasaan

Dr. Isharyanto, S.H., M.Hum.

Page 4: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

partai politik,ideologi,

dan kekuasaanCetakan I Juli 2017

x+269 hlm.; 14,5 cm x 20,5 cmISBN: 978-602-1083-73-4

Penulis:Dr. Isharyanto, S.H., M.Hum.

Desain Cover:Husni. M

Layout:Eko Taufiq

Penerbit:CV. ABSOLUTE MEDIA

Krapyak Kulon RT 03 No. 100, Panggungharjo Sewon Bantul Yogyakarta

Email: [email protected]: 087839515741 / 082227208293

Website: www.penerbitabsolutemedia.com

Page 5: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang hadir di hadapan pembaca ini dapat diselesaikan.

Buku ini hendak mengupas tentang Partai Politik secara mendalam, mulai dari ikhwal sistem kepartaian hingga kajian yang bersifat kasuistis berbagai macam negara di dunia ini. Dengan membaca buku ini pembaca sekalian dapat mengetahui bagaimana sebuah hubungan partai politik dengan sistem pemerintahan, hegemoni partai politik, pemilu kompetitif, pengaruh dan ideologi partai politik, serta hubungan partai politik dan demokrasi konstitusional.

Mengingat materi dan uraian yang mengkaji tentang Partai Politik, maka buku ini sangat disarankan untuk dibaca dan dipahami oleh para mahasiswa, akademisi, praktisi, maupun politisi untuk pembangunan Partai Politik yang lebih baik yang bersendikan pada platform ideologis masing-masing Partai Politik dengan perbandingan berbagai macam negara.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada sejumlah pihak yang telah memberikan bantuan hingga terbitnya buku ini. Tiada hal yang sempurna di dunia ini, Penulis senantiasa menunggu masukan dan saran dari pembaca sekalian demi sempurnanya buku ini pada edisi berikutnya.

Selamat membaca !Penulis,

Dr. Isharyanto, S.H., M.Hum.

Page 6: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang
Page 7: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

vii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................... vDAFTAR ISI ........................................................................ vii

BAB I: PARTAI POLITIK, DEMOKRASI, DAN SISTEM PEMERINTAHAN .............................................................. 1

A. PENGANTAR ........................................................... 1B. Ikhwal Sistem Kepartaian ............................................ 17

1. Penyesuaian Lingkungan: Kasus Partai Sosialis Italia ....................................................... 312. Penyesuaian Lingkungan: Kasus Partai Sosialis

Prancis ............................................................... 393. Penyesuaian Lingkungan: Kasus Amerika Latin 474. Partai dan Resolusi Pasca Konflik ....................... 52

C. Partai Politik dan Sistem Pemerintahan ....................... 581. Sistem Presidensial ............................................. 582. Sistem Parlementer ............................................. 67

D. Sistem Kepartaian dan Pemilu ..................................... 88E. Partai Politik dan Pengaruh Sosial Ekonomi ................ 97

BAB II: SISTEM KEPARTAIAN HEGEMONIK DAN PERUBAHAN SISTEM KEPARTAIAN .............................. 99

A. PENGANTAR ........................................................... 99B. Hagemoni Partai Politik .............................................. 104C. Durasi Kekuasaan ........................................................ 117

Page 8: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

viii

BAB III: MEKSIKO DAN PERUBAHAN HEGEMONI PARTAI POLITIK ............................................................... 121

A. PENGANTAR ........................................................... 121B. Pemilu yang Kompetitif .............................................. 123C. Pengaruh Ideologi dan Strategi .................................... 128

1. PAN ................................................................... 1292. PRD................................................................... 134

BAB IV: PARTAI POLITIK DOMINAN DAN KONSTITUSIONALISME: PELAJARAN DARI AFRIKA . 139

A. Pengantar .................................................................... 139B. Konsolidasi Demokrasi di Afrika ................................. 143C. Mempertanyakan Konstitusi ....................................... 146D. Partai Politik dan Sistem Kepartaian ........................... 158

1. Kenya, Zambia, dan Republik Kongo ................ 1602. Faktor Etnik ....................................................... 162

E. Partai Politik dan Demokrasi Konstitusional ............... 172F. Kasus Uganda: Multipartai di Tengah Otoritarian ....... 180

BAB V: PARTAI RADIKAL KANAN POPULIS DI EROPA 187

A. PENGANTAR ........................................................... 187B. Partai Radikal Kanan ................................................... 191C. Partai Radikal Kiri ....................................................... 195

1. Yunani................................................................ 1982. Denmark ............................................................ 2013. Finlandia ............................................................ 2054. Islandia .............................................................. 212

Page 9: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

ix

5. Norwegia ........................................................... 2296. Swedia ................................................................ 241

DAFTAR PUSTAKA ............................................................ 249BIOGRAFI PENULIS ......................................................... 269

Page 10: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang
Page 11: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

1

BAB I

PARTAI POLITIK, DEMOKRASI,DAN SISTEM PEMERINTAHAN

A. PENGANTAR

Sebagai salah satu pilar demokrasi, partai politik atau parpol merupakan wadah perjuangan bagi masyarakat untuk mewujudkan kehidupan politik yang lebih baik. Masyarakat semestinya dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingannya melalui parpol. Namun kenyataannya, keberadaan parpol tidak berbanding lurus dengan fungsi yang diembannya. Parpol yang hadir masih dianggap sebagai masalah ketimbang solusi bagi demokratisasi.

Dalam demokrasi, partai berada dan beroperasi dalam suatu sistem kepartaian tertentu. Setiap partai merupakan bagian dari sistem kepartaian yang diterapkan di suatu negara. Dalam suatu sistem tertentu, partai berinteraksi dengan sekurang-kurangnya satu partai lain atau lebih sesuai dengan konstruksi relasi regulasi yang diberlakukan. Sistem kepartaian memberikan gambaran tentang struktur persaingan di antara sesama partai politik dalam upaya meraih kekuasaan dalam pemerintahan. Sistem kepartaian yang melembaga cenderung meningkatkan stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan.1

1Sabastian Salang, Potret Partai Politik di Indonesia, Asesmen Terhadap Kelembagaan, Kiprah, dan Sistem Kepartaian (Jakarta: Forum Politisi-Friedrich Naumann Stiftung, Oktober 2007), hlm. 3.

Page 12: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

2 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Jika demokrasi diandaikan sebagai proses dan alat kontrol masyarakat yang mengikat melalui keputusan kolektif dalam segenap persoalan publik, maka keterwakilan harus menjadi salah satu prasyaratnya. Sejauh mana institusi publik yang ada mampu mengakomodasi harapan dan kepentingan warga secara nyata ? Pemilu merupakan salah satu contoh mekanisme demokrasi yang diyakini dan diharapkan banyak pihak akan menjadi alat untuk mengagregasikan kepentingan warganegara secara damai. Partai politik (Parpol) sebagai institusi demokrasi karenanya menjadi penting sebagai lembaga representatif yang mewakili kepentingan konstituennya.

Secara konstitusional keberadaan parpol mengungkapkan kesetiakawanan diri dan keterlibatan aktif dalam peningkatan keadilan dan kesejahteraan di kalangan rakyat jelata. Dalam ajang perpolitikan, parpol berperan sebagai radar yang menangkap, menyergap, serta mengerti aspirasi dan tuntutan rakyat. Seharusnya setiap parpol memiliki kuping yang panjang, tajam, dan bijaksana menelaah suara rakyat berlalu tanpa bekas.

Adanya konstitusi yang mengartikulasikan nilai dan prinsip demokrasi tidak mencukupi untuk pembentukan sistem politik yang demokratis dalam praktik. Namun, sama benarnya bahwa sebuah konstitusi demokratis adalah sebuah kondisi yang mendahului pembangunan konstitusionalisme yang demokratis. Oleh karena itu, konstitusi perlu terus menerus dikaji ulang untuk memperkuat berbagai aspek demokrasi seperti partisipasi rakyat dalam proses politik, pertanggungjawaban negara terhadap masyarakat yang diaturnya, pemerintahan terbuka, dan the rule of law.2

2A.H.Y. Chen, “A Tale Of Two Islands: Comparative Reflections On Constitutionalism In Hong Kong And Taiwan”, Hong Kong Law Journal, Vol. 37, 2007, hlm. 647.

Page 13: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

3Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

Gelombang demokratisasi yang telah melanda negara-negara Afrika sejak tahun 1980-an misalnya, ditandai oleh pembentukan kembali politik multi partai. Hal ini sebagian besar terjadi di negara dengan sistem politik yang dalam jangka panjang secara de facto dan de jure membatasi kemampuan partai politik untuk berfungsi secara efektif. Sementara beberapa negara saat ini (contohnya termasuk Eritrea dan Swaziland) terus menyangkal prinsip dan legitimasi kemajemukan dan partai politik, sementara banyak partai politik di “negara-negara demokrasi baru” lainnya masih menghadapi hambatan dan ketentuan hukum serta administratif yang sangat membatasi kebebasan mereka.

Menarik dicermati, kekuatan demokratis baru di negara-negara Eropa Tengah, yang diyakinkan akan kebutuhan untuk menciptakan sistem partai nyata, sampai batas tertentu, alergi terhadap istilah (pengertian) “partai”. Mereka mencoba menghindari deskripsi “partai”, karena memiliki konotasi negatif dari masa lalu. Nama yang berbeda digunakan dan yang paling populer adalah istilah “gerakan” (movement) atau “komite warga negara” (citizen committee). Pada awalnya, organisasi ini dianggap kurang formal, namun dalam proses transformasi mereka berevolusi menjadi partai politik (misalnya, di Polandia dalam pemilihan parlemen tahun 1989, Solidaritas diselenggarakan atas dasar komite warga). Di Tunisia, istilah “partai politik” merujuk pihak manapun selain partai yang berkuasa. Lama di bawah kepemimpinan Bourguiba dan Ben Ali, orang Tunisia tidak perlu merujuk partai berkuasa dengan sebutan lengkap. Hal ini karena Tunisia dalam jangka waktu yang lama mengalami negara dengan sistem partai tunggal. Negara memaksa pengakuan partai tunggal sehingga partai lain harus beroperasi secara illegal (seperti Partai Komunis). Pada tahun

Page 14: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

4 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

1980an, tuntutan demokrasi menguat dan memaksa Presiden Bourguiba membuka ruang untuk kalangan oposisi.

Dalam beberapa tahun terakhir para ahli dan praktisi telah menganalisis banyak aspek dari fenomena ini, termasuk terutama peran selama pemilihan dan kampanye serta aspek organisasi dan keuangan partai. Yang mengejutkan, masalah yang lebih mendasar pelarangan partai politik telah terbengkalai dalam penelitian sebelumnya meskipun sebuah tinjauan awal sederhana tentang negara-negara Afrika menunjukkan meluasnya praktik ini. Partai berbasis etnis, agama, dan regional pernah dinyatakan ilegal di sejumlah besar negara Afrika. Sementara demokratisasi biasanya disamakan dengan politik multi partai, di Afrika sering terjadi pengecualian yang secara eksplisit ditujukan terhadap partai-partai berdasarkan klan, masyarakat, etnisitas, kepercayaan, jenis kelamin, bahasa, wilayah, ras, sekte dan suku. Mengingat prevalensi larangan partai yang begitu massif di kawasan Afrika, sangat mengejutkan betapa sedikit perhatian yang diberikan terhadap fenomena ini di kalangan masyarakat umum, organisasi internasional, penyedia donor bantuan, serta para ilmuwan. Tidak ada penelitian tentang larangan, asal usul, praktik atau dampak partai politik. Tidak ada upaya untuk menjelaskan adopsi larangan partai oleh begitu banyak negara demokrasi baru. Juga tidak ada pertanyaan diajukan apakah larangan partai kompatibel dengan demokrasi dan apakah larangan organisasi politik secara apriori, sepanjang perbedaan sosial budaya yang signifikan, tidak mengurangi legitimasi demokratis dari sistem multi-partai baru tersebut.

Pelarangan partai politik menghadirkan dilema bagi demokrasi. Di satu sisi, melarang sebuah partai memiliki konsekuensi mendalam atas kebebasan, perwakilan, dan kompetisi politik. Pelarangan ini sering menjadi tanda otoritarianisme. Di sisi

Page 15: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

5Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

lain, pelarangan partai politik ternyata berasalan mempromosikan bentuk otoriter dan perubahan rezim, melayani kepentingan kekuatan asing, merongrong integritas teritorial negara atau bersifat rasis. Oleh karena itu, kemungkinan besar akan membantu melindungi negara-negara demokrasi dari musuh-musuh mereka dan mempromosikan hak-hak warga negara yang rentan. Di sejumlah negara Eropa, United Macedonian Organisation Ilinden-Pirin (UMO Ilinden-Pirin) dan the National Bolshevik Party, partisipasi dalam pemilihan menjadi sangat sulit karena adanya rintangan dalam registrasi. Pembubaran sering melibatkan larangan pada bentuk kegiatan politik lainnya (seperti demonstrasi politik) dan penyitaan aset partai. Contoh kasus yang menimpa National Democratic Party (Austria), Workers Party dan Batasuna. Non-registrasi adalah bentuk ex-ante exclusion dari proses politik. Ini melibatkan keputusan formal oleh pemerintah untuk tidak mengakui partai politik dan dengan demikian menolak izin partai untuk berpartisipasi dalam pemilihan dan hak-hak politik tertentu lainnya. Sebagai contoh yang menimpa Republican Party of Russia, Christian Democratic Party of Russia dan UMO Ilinden-Pirin. Pada kasus lain, walaupun sudah dilarang oleh pengadilan, akan tetapi eksistensi partai politik bertahan dengan mengubah penampilan organisasi mereka, seperti kasus Partai Komunis di Yunani, yang mengubah diri United Democratic Left.3

Di Eropa, urusan ideologi juga acapkali menjadi dasar pelarangan partai politik, seperti kasus the Socialist Reich Party, National Democratic Party (Austria), Workers Party, dan the Center Party, dengan alasan “terlalu kanan.” Atau bisa jadi karena

3D. Kitsikis, “Popularism, Eurocommunism and the KKE”, dalam M. Waller and M. Fennema, eds., 1998, Communist Parties in Western Europe: Decline or Adaptation, Oxford: Basil Blackwell, hlm. 98.

Page 16: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

6 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

dituding sebagai partai komunis seperti di Jerman, Yunani, Russia, Latvia, dan Lithuania. Bahkan, karena alasan terlalu “demokratis” seperti kasus Republican Party of Russia, atau the Russian Christian Democratic Party.4

Keterlibatan dalam usaha kudeta atau peralihan rezim sering diikuti dengan pelarangan partai politik. Communist Party of the Soviet Union (CPSU) dilarang di negara bagian Rusia, menyusul usaha kudeta gagal terhadap kepemimpinan Presiden Mikhail Gorbachev pada Agustus 1991.5 Larangan itu ditetapkan melalui keputusan Presiden Boris Yeltsin. Mahkamah Konstitusi mempertanyakan keputusan tersebut walaupun mengakui wewenang Presiden dalam melarang sebuah partai politik.6 Contoh yang lain, The Communist Party of Latvia (CPL), dilarang pada September 1991 oleh Mahkamah Agung, seiring demokratisasi yang melarang keberadaan partai komunis. Pemilu telah memenangkan Popular Front. Dalam pemilu itu sendiri, partai komunis masih berpartisipasi dan sudah memperoleh 27% suara.

Partai politik diharapkan bisa melakukan banyak peran. Peran partai politik yang sering disebutkan di atas termasuk perawatan politisi untuk kontes pemilihan dan pembentukan pemerintah, memberikan pendidikan kewarganegaraan kepada publik, mengartikulasikan dan mewakili kepentingan masyarakat, menggabungkan preferensi dan tuntutan kebijakan rakyat dari semua lapisan masyarakat, dan mengembangkan platform kebijakan. Untuk memenangkan pemilih. Menurut Gino Concetti

4C. Danks, 2009, Politics Russia, Harlow, Pearson, hlm. 319.5Y. Feofanov, “The Establishment of the Constitutional Court in Russia and the

Communist Party Case”, Review of Central and East European Law, Vol. 6, 1993, hlm. 633.6G. Brunner, “The Treatment of Anti-constitutional Parties in Eastern Europe”,

dalam F. Feldbrugge dan W. Simons, eds., 2002, Human Rights in Russia and Eastern Europe, The Netherlands, Kluwer International Law, hlm. 28-30.

Page 17: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

7Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

dalam I partiti politici e l’ordine morale (1981), setiap parpol perlu mengingat 6 (enam) peran utama dalam hidup berpolitik. Pertama, setiap parpol seharusnya menjadi ekspresi dan artikulasi kepentingan rakyat melalui sistem kepartaian. Dalam konteks ini parpol tampil sebagai pengantara. Kedua, parpol mentransformasi bahan baku politik menjadi kebijakan dan keputusan dalam memajukan kepentingan umum. Ketiga, melalui proses partisipasi, parpol seharusnya mengintegrasikan individu ke dalam suatu sistem politik. Keempat, parpol berusaha mengajukan usul-usul kebijakan supaya mendapat dukungan seluas mungkin. Parpol berani menjatuhkan sanksi bagi anggota yang tidak loyal dengan visi-misi parpol. Kelima, setiap parpol memiliki sistem kontrol internal dan terhadap pemerintah dalam kegiatan harian. Keenam, parpol tidak hanya memobilisasi dan memerintah, tetapi juga harus menciptakan kondisi-kondisi bagi kelangsungan hidup dan kesejahteraan rakyat.7

Meskipun sulit membayangkan demokrasi berfungsi tanpa partai politik, namun ia tidak selalu diterima di negara-negara demokrasi muda. Sikap dan praktik anti-partisan sering terjadi di Eropa dan Amerika Serikat di masa lalu. Hasil politis dari praktik anti-partisan semacam itu adalah dominasi kepentingan khusus atau kepribadian dalam proses pengambilan keputusan dan inkonsistensi historis atau lateral dalam kebijakan publik. Seiring perkembangan demokrasi, sistem persaingan partai politik cenderung diakui sebagai bagian sistem demokrasi, yang memberikan beberapa perintah pada proses permainan demokratis yang tidak stabil dan tidak pasti. Secara umum, parpol hanya bekerja ketika menjelang pemilu saja sehingga hubungan antara masyarakat

7Wiliam Chang, “Disorientasi Partai Politik”, Kompas, 28 Maret 2014, hlm. 6.

Page 18: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

8 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

sebagai pemilih dengan parpol menjadi lemah.8 Selain itu, parpol juga cenderung untuk lebih mementingkan partai, kelompok, dan pribadi.9 Ketidakpercayaan tersebut timbul karena orientasi partai politik terhadap kepentingan rakyat cenderung dikalahkan oleh kepentingan pribadi dan golongan. Bahkan, parpol seringkali lupa memenuhi janji-janji kampanyenya kepada konstituen setelah memperoleh kekuasaan. Ketidakpercayaan masyarakat ini bukan hanya ditujukan kepada parpol lama, melainkan juga terhadap partai baru.10

Sebagai pilar demokrasi dalam membangun bangsa dan negara yaitu salah satunya menempatkan partai politik sebagai institusi untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat didalam proses politik untuk dijadikan sebagai kebijakan publik. Di Amerika Latin, ada lebih banyak pengakuan akan pentingnya partai politik untuk berfungsinya sistem politik. Meskipun demikian, terlepas dari transformasi sosial dan teknologi yang sangat besar yang telah terjadi di benua Amerika Latin dalam beberapa dekade terakhir, partai-partai politik belum cukup mereformasi diri mereka sendiri. Meskipun mayoritas orang Amerika Latin mendukung pemerintahan yang demokratis, kesenjangan antara orang kaya dan miskin serta meningkatnya kekerasan di sejumlah negara telah menyebabkan tampilnya pemimpin politik populis. Kekecewaan yang semakin meningkat terhadap demokrasi terkait

8Lili Romli (Ed.), Pelembagaan Partai Politik Pasca-Orde Baru Studi Kasus Partai Golkar, PKB, PBB, PBR, dan PDS, Jakarta: P2P-LIPI, 2008, hlm. 2.

9Lili Romli, “Pandangan Urang Awak terhadap Partai Politik: Kasus Sumatra Barat”, dalam Syamsuddin Haris (ed), Persepsi Masyarakat terhadap Partai Politik Peserta Pemilu 2004, Jakarta: Pusat Penelitian Politik-LIPI dan Balitbang Depdagri, 2003, hlm. 80.

10Luky Sandra Amalia, ”DPRD Banten: Relasi Formalistik dengan Konstituen”, dalam Lili Romli dan Luky Sandra Amalia (ed.), Kecenderungan Hubungan Anggota Legislatif dan Konstituen: Studi DPRD Provinsi Banten Hasil Pemilu 2009, (Jakarta:P2P-LIPI, 2010), hlm. 91.

Page 19: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

9Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

langsung dengan hasil buruk yang dicapai oleh politik dalam meningkatkan kehidupan masyarakat. Memperdalam demokrasi dan mereformasi partai politik menjadi agenda utama di Amerika Latin dan merupakan prasyarat penting bagi pertumbuhan ekonomi bagi setiap orang. Sementara itu, rintisan menuju pemerintahan demokratis di dunia Arab menuntut dukungan yang konsisten dari masyarakat internasional. Rejim otoriter yang telah mendominasi kawasan ini dalam dekade terakhir telah menghasilkan Islamisme politik di mana keadilan sosial merupakan andalan penting dalam memenangkan dukungan pemilu. Dengan dukungan yang dinikmati oleh gerakan Islam, proses demokratisasi yang tertunda di dunia Arab ini merupakan tantangan besar untuk mencegah reformasi agar tidak menjadi rezim antidemokrasi yang baru. Di Asia, kepentingan ekonomi dan geopolitik China dan India akan terus berkembang di tahun-tahun depan. Meski begitu, ada perbedaan penting diantara kedua negara ini. India adalah negara demokrasi terbesar di dunia. Di China, terlepas dari reformasi ekonominya, demokrasi tetap menjadi kutukan. Hal ini juga berlaku untuk sebagian besar negara lain di kawasan ini (misalnya, Laos, Kamboja, Myanmar dan beberapa negara di Asia Tengah seperti Kazakhstan, Uzbekistan, Kyrgyzstan, Tajikistan, dan Turkmenistan).

Meskipun aliansi politik yang stabil telah dibentuk, 6 (enam) negara di kepulauan Pasifik yaitu Nauru, Tuvalu, Palau, Kepulauan Marshall, Kiribati dan Negara Federasi Mikronesia tidak pernah mengalami pembentukan partai politik yang diformalkan, stabil, dan bertahan lama. Nauru adalah negara yang paling kecil, karena hanya terdiri dari satu pulau. Studi kasus mengenai politik Nauru menunjukkan bahwa, di masa lalu, beberapa upaya telah dilakukan untuk membentuk partai politik, namun selalu gagal. Dalam kasus

Page 20: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

10 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Tuvalu, konflik antara model kepemimpinan Barat dan demokrasi lokal terus menerus terjadi.11 Demikian pula di Kepulauan Marshall yang mengalami stabilitas relatif di bawah dominasi kepala negara tertinggi (Iroijlaplap) Amata Kabua selama 17 tahun. Akan tetapi, kematiannya pada tahun 1996 suatu periode ketidakstabilan politik dimulai.12 Di Negara Federasi Mikronesia, yang merupakan federasi dari 4 (empat negara bagian federal, persaingan antarnegara tampaknya mendominasi politik.13 Singkatnya, keenam negara-negara kecil di kawasan tersebut Pasifik tampaknya tidak hanya mengalami kurangnya partai, tetapi juga oleh politik yang sangat personalistik dan kompetitif, dan dengan terus melakukan gesekan antara institusi demokratis dan kepemimpinan tradisional dan budaya.

Melihat contoh-contoh di muka, walaupun sama-sama mengenal dan mengadopsi sistem kepartaian, akan tetapi narasi dan praksis partai politik di setiap negara tidak sama karena pengaruh operasi, nilai internal serta struktur masing-masing partai. Sebagai ilustrasi, studi tentang sistem kepartaian di Bolivia dan Peru mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi kemampuan dan kemauan partai politik untuk mengembangkan kebijakan yang berpihak pada kaum miskin. Di Peru, kajian tersebutr menemukan bahwa (i) warga negara lebih tertarik pada label ideologis daripada pilihan kebijakan teknis; (ii) Partai politik tidak memiliki akses data yang mendasari diskusi kebijakan; serta

11P. Panapa dan J. Fraenkel, 2008, State, Society, and Governance in Melanesia, Canberra, Australian National University, hlm. 9; T. Taafaki, “Tuvalu”, S. Levine (ed.), 2009, Pacific Ways. Government and Politics in the Pacific Islands. Wellington: Victoria University Press, hlm. 241.

12J. Fraenkel, “Strategic Registration From Metropolis To Periphery In The Republic Of The Marshall Islands”, Journal of Pacific History, Vol. 37, No. 3, 2002, hlm. 301; K.E. Stege, “Marshall Islands”, dalam Levine S (ed.) , op.cit., hlm. 113.

13G. Petersen, “Federated states of Micronesia”, dalam Ibid., hlm. 51.

Page 21: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

11Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

(iii) fokus pada kuantitas legislatif, daripada kualitas legislatif, dan perilaku parlementer lainnya sehingga menghalang-halangi reformasi. Di Bolivia, studi serupa menemukan kenyataan bahwa partai politik cenderung: (i) melakukan komunikasi top-down dalam partai politik; (ii) tidak memiliki lembaga pemikir strategis; (iii) membawa Keyakinan politisi bahwa perumusan kebijakan tidak akan mempengaruhi suara dalam pemilu; serta (iv) karena kombinasi kondisi pemilihan dan geografis mendorong tiap-tiap partai untuk fokus pembangunan perkotaan daripada pedesaan.14

Hubungan antara Partai Buruh Inggris dan serikat pekerja Inggris berjalan dalam kurun waktu yang lama. Partai ini didirikan pada tahun 1900 oleh serikat pekerja dan masyarakat sosialis. Pada awal sejarah partai, seseorang harus menjadi anggota serikat pekerja supaya dapat menjadi anggota partai dan serikat pekerja mensponsori legislator secara individual. Selain itu, peraturan dan organisasi partai memastikan bahwa serikat pekerja memiliki pengaruh kuat terhadap pembentukan kebijakan partai selama beberapa dekade. Serikat pekerja tidak hanya memegang 80-90% kursi pada konferensi tahunan, di mana kebijakan partai diadopsi, namun juga memiliki hak veto yang memungkinkan setiap anggota serikat pekerja mengendalikan pilihan kebijakan partai.15 Namun, kekuatan serikat pekerja dalam masalah kebijakan sebenarnya tidak mutlak dan pertanyaan siapa yang memiliki otoritas tertinggi atas kebijakan baik itu menyangkut pengambilan keputusan dalam konferensi partai atau kendali kepemimpinan partai di Parlemen,

14National Democratic Institute, 2013, Political Parties And Democracy In Theoretical And Practical Perspectives, Massachusetts, Center of Excellence on Democracy, Human Rights and Governance, hlm. 17.

15Thomas Quinn, “Block Voting In The Labour Party: A Political Exchange Model”, Party Politics, Vol. 8, No. 2, 2002, hlm. 215.

Page 22: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

12 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

telah menjadi subyek perdebatan yang sedang berlangsung.16 Pada tahun 1960an-1970an, stagflasi ekonomi berkepanjangan di Inggris menyebabkan konflik antara serikat pekerja dan kepemimpinan Partai Buruh atas upah, yang berpuncak pada musim dingin 1979. Pada musim gugur 1978, para pemimpin partai mendorong kenaikan gaji untuk memerangi inflasi. Konferensi Partai yang dikendalikan oleh serikat pekerja mengeluarkan resolusi yang menolak keputusan tersebut, namun pimpinan partai tersebut mengabaikan resolusi ini, menjatuhkan sanksi kepada kontraktor pemerintah yang menaikkan upah di atas target pertumbuhan upah 5 persen pimpinan. Langkah ini menghasut aksi serikat pekerja sektor publik utama di mana 1,5 juta pekerja melakukan pemogokan, sehingga mengakibatkan kerusuhan. Dampak pemogokan di negara tersebut, menyumbang kemenangan Partai Konservati dan menghantarkan Margareth Thatcher sebagai Perdana Menteri (1979-1991).17 Dalam beberapa dasawarsa setelah itu, pimpinan Partai Buruh bergerak untuk mencairkan pengaruh serikat pekerja di dalam partai agar tampil lebih elok. Di bawah kepemimpinan John Smith, partai tersebut menghapus veto serikat pekerja untuk memilih anggota parlemen pada tahun 1993. Di bawah Tony Blair (yang kemudian menjadi Perdana Menteri, 1997-2007), partai kemudian mengurangi porsi suara serikat pekerja di konferensi partai menjadi 50 persen. Perubahan lebih lanjut terhadap proses kebijakan partai adalah ketika pada tahun 1997 dibentuk sebuah forum untuk mengawasi pengembangan kebijakan partai. Serikat pekerja termasuk dalam badan ini bersama dengan perwakilan dari struktur partai lainnya.

16Ibid., hlm. 220.17Collin Hay, “Chronicles Of A Death Foretold: The Winter Of Discontent And

Construction Of The Crisis Of British Keynesianism”, Parliamentary Affairs, Vol. 63, No. 3, 2010, hlm. 446-470.

Page 23: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

13Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

Menurut Michael G. Roskin mengatakan partai politik berfungsi sebagai alat dalam hubungan rakyat-pemerintah, yaitu sebagai mediator antara kebutuhan dan keinginan warga negara dan responsivitas pemerintah dalam mendengar tuntutan rakyat. Artinya elit dan kader partai harus menjadi pejuang aspirasi rakyat. Kemampuan partai politik memperjuangkan aspirasi rakyat akan menciptakan kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan partai politik didalam institusi pemerintahan.

Partai dapat dipercaya rakyat adalah partai yang mampu berinteraksi dengan rakyat secara intensif. Dengan interaksi tersebut, partai politik dapat memahami dan memecahkan permasalahan yang dihadapi masyarakat. Melalui proses interaksi, pesan dan aspirasi masyarakat secara keselurahan akan dapat ditangkap oleh partai politik. Realitas sosial hanya dapat dimengerti dan dipahami melalui proses interaksi. Pemahaman realitas sosial tidak dapat dilakukan dalam ruang-ruang diskusi ditingkat elit dan dinternal partai politik. Kemampuan partai politik memecahkan persmasalahan rakyat secara langsung meningkatkan kepercayaan rakyat terhadap keberadaan elit dan kader partai politik. Karena itu, para elit dan kader partai harus berupaya berinteraksi dengan rakyat tanpa dibatasi waktu dan ruang elitis.

Selain perbaikan seperti di atas, hemat saya untuk mewujudkan partai politik pejuang aspirasi rakyat dibutuhkan perbaikan manajemen (pengelolaan) partai yang mengedepankan asas-asas demokrasi pada konteks kaderisasi dan penataan sumber keuangan partai politik. Kedua hal ini sangat penting untuk diperbaiki guna mewujudkan eksistensi partai politik sebagai pejuang aspirasi rakyat. Kaderisasi yang baik akan mewujudkan kader-kader partai yang berintegritas dan moralitas tinggi didalam berpolitik dan menjalankan tugas dan fungsinya sebagai politisi. Penataan sumber

Page 24: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

14 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

keuangan yang baik memperkuat idealisme partai politik didalam mengusung dan mendukung kader-kader terbaik dalam berpolitik untuk bangsa dan negara.

Partai politik yang mengabaikan peran dan fungsinya sebagai pejuang aspirasi rakyat, mengabaikan demokrasi, dan membudayakan politik dinasti secara langsung menjadikan bangsa dan negara semakin terpuruk. Karena itu, diharapkan ditahun pemilu ini partai politik dapat mengoptimalkan fungsi kerakyatannya, mampu berinteraksi dengan masyarakat tanpa dibatasi waktu dan ruang elitis, dan berupaya memperbaiki kaderisasi dan penataan sumber keuangan. Dengan melakukan hal-hal tersebut, partai politik akan semakin mantap sebagai pilar demokrasi untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara.

Sistem multipartai yang ada ‘gagal’ menghasilkan mayoritas di DPR. Banyaknya parpol yang masuk ke DPR dengan perolehan kursi yang relatif menyebar cenderung memperpanjang proses pengambilan keputusan di lembaga legislatif. Proses pengambilan keputusan kerap diwarnai oleh negosiasi-negosiasi politik berorientasi jangka pendek yang cenderung mengabaikan kepentingan publik. Hal ini dapat dilihat dari usul penggunaan hak interpelasi dan hak angket, serta penarikan kembali atas usulan tersebut memperlihatkan adanya negosiasi-negosiasi politik berorientasi jangka pendek tersebut. Hal ini akhirnya berdampak pada munculnya kecenderungan perilaku parlementarianisme di kalangan anggota parlemen di satu pihak dan tidak efektifnya sistem presidensial di pihak yang lain.

Berdasar hasil survei Cirus Surveyor Group awal tahun 2013 lalu, kepercayaan masyarakat terhadap DPR ternyata rendah. Masalah itu terjadi karena DPR tidak menjalankan fungsinya

Page 25: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

15Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

dengan baik. Survei tersebut menyebutkan bahwa 53,6 persen responden menilai anggota DPR periode 2009–2014 tidak memperjuangkan kepentingan rakyat. Kemudian, sebanyak 51,9 persen responden menilai anggota DPR belum melakukan pengawasan terhadap pemerintah dengan baik. Terakhir, sebanyak 47,9 persen responden menilai anggota DPR tidak membuat UU yang bermanfaat untuk kepentingan rakyat. Hasil lainnya, sebanyak 60,1 persen responden merasa anggota DPR tidak memperjuangkan aspirasi rakyat. Kemudian, sebanyak 50,1 persen responden merasa anggota DPRD kabupaten/kota tidak memperjuangkan aspirasi mereka. Lalu, sebanyak 58,4 persen responden merasa anggota DPRD provinsi juga tidak memperjuangkan aspirasi rakyat.

Pemilihan umum dengan sistem multipartai ekstrim yang ditandai oleh jumlah partai politik peserta yang terlalu banyak memang cenderung melahirkan sejumlah problematika dan dampak politik yang tidak sehat dalam kehidupan kepolitikan bangsa. Sebagaimana tampak gejalanya dalam perhelatan pemilihan umum pasca reformasi di Indonesia, problematika itu tampak pada aspek-aspek teknis perencanaan; penganggaran; manajemen logistik (pengadaan dan distribusi); pengaturan kampanye; tatakelola administrasi pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara; bahkan juga pada penyelesaian sengketa dan perselisihan hasil Pemilihan umum di kemudian hari.

Di samping menyangkut aspek teknis penyelenggaraan, pemilihan umum dengan sistem multipartai ekstrim juga berpotensi melahirkan konfigurasi kekuatan politik yang seimbang di parlemen karena sulitnya melahirkan partai pemenang pemilihan umum dengan perolehan suara yang signifikan untuk membentuk pemerintahan. Akibatnya, koalisi harus dibentuk untuk membangun blok-blok kekuatan dalam kerangka

Page 26: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

16 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

penyelenggaraan pemerintahan; dan koalisi yang terbentuk dalam situasi seperti ini cenderung hanya didasarkan pada praktik-praktik transaksional antar partai/ fraksi di parlemen.

Beberapa waktu lalu Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melansir hasil temuan penelitian survei mengenai persepsi masyarakat Indonesia atas demokrasi. Proses survei itu dilakukan sekitar dua pekan dengan melibatkan 1.700 responden dari seluruh Indonesia. Salah satu temuan penting dari survei LIPI ini adalah sikap positif masyarakat Indonesia terhadap demokrasi. Dari responden yang diwawancarai hanya dua persen saja di antara mereka yang beranggapan bahwa sistem demokrasi dengan ide “kedaulatan rakyat” adalah sistem yang buruk. Sekitar 79 persen responden melihat bahwa sistem pemerintahan demokrasi adalah sistem pemerintahan yang lebih baik dibanding sistem pemerintahan lainnya. Bahkan 7 persen di antaranya meyakini bahwa demokrasi adalah sistem politik terbaik. Sejalan dengan pandangan itu, 55 persen responden menyatakan bahwa demokrasi cocok bagi bangsa Indonesia dan hanya 7 persen saja yang memandangnya tidak sesuai bagi bangsa. Dari sepenggalan temuan hasil survei tersebut dapat dikatakan bahwa daya dukung masyarakat Indonesia terhadap demokrasi cukup memadai.

Temuan di atas nampaknya mengkonfirmasikan bahwa partai politik menghadapi sejumlah tantangan dalam peran perumusan kebijakan. Khususnya di negara-negara demokrasi yang masih muda, partai politik mungkin mengalami kondisi-kondisi seperti (i) tidak memiliki ideologi yang jelas; (ii) gagal mengartikulasikan proposal kebijakan yang koheren; (iii) memiliki struktur yang terbengkalai di luar periode kampanye pemilihan; (iv) memiliki basis pendukung yang sempit dan/atau sebatas oleh ikatan pribadi,

Page 27: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

17Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

regional atau etnis; serta (iv) kekuatan untuk aksi bersama di Parlemen. Di negara-negara demokrasi tradisional, keanggotaan partai menurun, sementara siklus media 24 jam memacu evolusi bagaimana partai-partai politik berkomunikasi, menarik, dan memobilisasi para pendukungnya. Inovasi teknologi sangat mempengaruhi proses sosial, ekonomi dan politik secara global. Selain itu, entitas transnasional semakin mempengaruhi pilihan fiskal dan kebijakan lainnya.

Oleh sebab itu, semakin mengemuka tuntutan supaya partai politik bertindak dalam organisasi yang khas, , dengan pemimpin yang populer, agar mempertahankan dukungan suara dalam pemilu. Dalam prakteknya, halauan partai seringkali bersifat cair dan kompleks. Namun, mengkonseptualisasikan pengembangan program-program sebagai siklus yang meliputi penyusunan, adopsi, implementasi, dan evaluasi merupakan kerangka kerja penting untuk mengidentifikasi peran berbagai pemangku kepentingan dalam aspek pengembangan partai. Hal ini disebabkan karena partai politik menavigasi proses pengembangan platform partai, manifesto pemilihan, dan program-program temporer, prinsip politik yang jelas dapat membantu memberikan narasi yang koheren dan konsisten. Sebagai tambahan, partai politik memerlukan struktur dan peraturan dalam mengatur program-program mereka.

B. Ikhwal Sistem Kepartaian

Sistem kepartaian adalah suatu mekanisme interaksi antar partai politik dalam sebuah sistem politik yang berjalan. Maksudnya, karena tujuan utama dari partai politik ialah mencari dan mermpertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasar ideologi tertentu, maka untuk merealisasikan program-program tersebut partai-partai politik

Page 28: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

18 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

yang ada berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam suatu sistem kepartaian secara klasik.18 Sistem kepartaian merupakan pola kompetisi terus-menerus dan bersifat stabil, yang selalu tampak di setiap proses pemilu tiap negara. Sistem kepartaian bergantung pada jenis sistem politik yang ada di dalam suatu negara. Selain itu, sistem kepartaian juga bergantung pada kemajemukan suku, agama, ekonomi, dan aliran politik yang ada. Semakin besar derajat perbedaan kepentingan yang ada di negara tersebut, semakin besar pula jumlah partai politik.

Sistem kepartaian belumlah menjadi seni politik yang mapan. Artinya, tata cara melakukan klasifikasi sistem kepartaian belum disepakati oleh para peneliti ilmu politik. Namun, yang paling mudah dan paling banyak dilakukan peneliti adalah menurut jumlah partai yang berkompetisi dalam sistem politik.

Partai politik dalam pengertian klasik adalah produk dari revolusi industri yang ditandai dengan perkembangan sosio-ekonomi yang cepat dan konflik sosial dan kelas antara kelas penguasa dan pekerja. Ketegangan ini mendorong pengembangan gerakan sosial dengan ideologi dan kepentingan yang berbeda-beda. Pada era pasca Perang Dunia II dan Perang Dingin, peran ideologi berkurang, kemakmuran semakin luas, kesenjangan sosial ekonomi berkurang dan keyakinan agama dan perpecahan memberi jalan pada peningkatan sekularisme di Eropa Barat.

Sistem Kepartaian (party system) untuk pertama kalinya diperkenalkan pada tahun 1950-an oleh Maurice Duverger yang melakukan klasifikasi sistem kepartaian menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu (i) sistem partai-tunggal, (ii) sistem dwi-partai, dan (iii) sistem

18Leo Agustino, Perihal Ilmu Politik Sebuah Bahasan Memahami Ilmu Politik, Yogyakarta: Graha Ilmu,t.t., hlm. 112-114.

Page 29: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

19Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

multi-partai.19 Para ilmuwan politik menganggap, bahwa istilah “sistem” dalam kosakata “sistem kepartaian” untuk kategori yang pertama (sistem partai-tunggal) adalah contradictio in terminis (menyangkal diri sendiri), sebab suatu sistem lazimnya selalu mengandung lebih dari satu bagian elemen. Dalam bukunya Political Parties, Duverger juga tidak memberikan rumusan pengertian tentang sistem kepartaian, kecuali secara implisit menggambarkannya melalui klasifikasi tadi. Selain itu, Duverger tidak pula menjelaskan bagaimana internal partai mempengaruhi kompetisi dan kerjasama, ideologi partai dan kekuatannya.20

Rumusan yang lebih operasional dan menggambarkan “suasana sistem” dari terma “sistem kepartaian” dikemukakan oleh William N. Chamber, yang merumuskan sistem kepartaian sebagai pola interaksi antara dua atau lebih partai politik yang bersaing untuk mendapatkan kekuasaan dalam pemerintahan dan untuk mendapatkan dukungan dari para pemilih, sehingga perilakunya perlu diperhitungkan dalam pemerintahan dan pemilihan umum.21

Pengertian yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Daniele Caramani22 yang merumuskan sistem kepartaian sebagai “….are sets of parties that compete and cooperate with the aim of increasing their power in controlling government” (sekumpulan partai yang bersaing dan bekerjasama dengan tujuan meningkatkan kekuasaan mereka dalam mengontrol pemerintahan. Selanjutnya

19Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 2008), hlm. 415.

20Luis F. Clemente, Party Systems Stability in Latin America : A Comparative Study (New York: State of University of New York, 2009), hlm. 20.

21William N. Chamber dalam Louis Sandy Maisel dan Mark D. Brewer, Parties and Election in America : The Electoral Process (Maryland: Rowman and Littlefield Publishing Group, 2012), hlm. 15.

22Daniele Caramani, Comparative Politic (New York: Oxford University Press, 2008), hlm. 319.

Page 30: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

20 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Caramani menjelaskan terdapat 3 (tiga) elemen penting yang membentuk sistem kepartaian, yaitu : (i) partai apa yang termasuk; (ii) berapa banyak partai dan berapa besarnya; dan (iii) bagaimana perilaku masing-masing partai tersebut.

Salah satu catatan kritis Sartori atas klasifikasi Duverger adalah pandangannya, bahwa penggolongan sistem kepartaian bukan sekedar masalah jumlah partai, melainkan jarak ideologi di antara partai-partai yang ada.23 Kongkritnya, penggolongan sistem kepartaian didasarkan atas jumlah kutub (polar), jarak di antara kutub-kutub itu (polarisasi) dan arah perilaku politiknya. Berdasarkan 2 (dua) aspek penting yaitu jumlah partai dan jarak ideologinya, Sartori kemudian membuat klasifikasi sistem kepartaian menjadi 4 (empat) tipologi, yaitu (i) Two-Party Systems (sistem dua partai), (ii) Moderate Pluralism (sistem multipartai dengan derajat polarisasi ideologi yang rendah), (iii) Polarized Pluralism (sistem multipartai dengan derajat polarisasi yang tinggi), dan (iv) Predominant-Party Systems (sistem di mana secara konsisten partai yang sama memenangi mayoritas kursi).

Tipologi yang kedua, Moderate Pluralism menurut Sartori itulah yang kemudian oleh para ilmuwan politik disebut sebagai Moderate Multiparty Systems (Sistem Multipartai Sederhana). Suatu sistem kepartaian yang dicirikan oleh gejala bipolar secara ideologis dengan arah kompetisi yang bersifat sentripetal. Surbakti menjelaskan, yang dimaksud dengan Bipolar ialah kegiatan aktual suatu sistem partai yang bertumpu pada dua kutub, meskipun jumlah partai lebih dari dua karena sistem kepartaian ini tidak memiliki perbedaan ideologi yang tajam.24

23Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 1992), hlm. 127.24Ibid., hlm. 127-128.

Page 31: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

21Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

Dari sisi jumlah (numbers of parties) untuk Sistem Multipartai Sederhana (moderate multiparty sisytem), para ahli pada umumnya menyebut kisaran angka 3 (tiga) sampai 5 (lima) partai yang efektif di parlemen. Dengan jumlah ini, secara hipotetis konfigurasi kekuatan politik di parlemen akan menjadi sederhana antara partai pemenang pemilihan umum yang memerintah dan partai yang kalah yang akan menjadi oposisi (penyeimbang).25

Sistem kepartaian berdasarkan jarak ideologi, menurut Daniel Dhakidae (1999), dapat dibedakan berdasarkan 5 (lima) hal. Pertama, perbedaan atas orientasi dasar. Kedua, perbedaan pada tujuan konkret yang hendak dicapai. Ketiga, perbedaan tentang cara mencapai tujuan. Keempat, perbedaan dalam menilai kepribadian politik. Kelima, perbedaan pada komposisi partai atau fraksi, terutama basis massa dan pengumpulan kekuatan politik. Dengan demikian, semakin besar perbedaan tersebut, semakin jauh jarak ideologi antarparpol.26

Giovani Sartori (1976), secara umum membagi sistem kepartaian ke dalam tiga kelompok berdasarkan jarak ideologi.27 Pertama, sistem kepartaian pluralisme sederhana. Pada sistem ini tidak terdapat perbedaan ideologi di antara partai-partai politik yang ada meskipun jumlah partai lebih dari dua. Contoh negara yang menerapkan sistem ini adalah Amerika Serikat. Kedua, sistem pluralisme moderat. Dalam sistem ini terdapat perbedaan ideologi di antara partai-partai politik yang ada, tetapi perbedaannya tidak terlalu jauh sehingga masih memungkinkan untuk mencapai

25Agus Sutisna, “Politik Penyederhanaan Sistem Kepartaian Di Indonesia Pasca Reformasi 1998”, Sosio Didaktika, Vol. 2, No. 2, 2015, hlm. 167-175.

26Lihat Muhammad Qodari, “Kembalinya Tradisi Golkar”, Kompas, 21 Desember 2004, hlm. 6.

27Baca Daniel Dhakidae (Ed.), Partai-Partai Politik Indonesia: Ideologi, Strategi, dan Program, (Jakarta: Kompas, 1999), hlm. 196

Page 32: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

22 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

kesepakatan. Persamaan kedua sistem kepartaian di atas adalah perilaku partai-partai politiknya masih mengarah ke integrasi nasional, bukan perpecahan. Contoh negara yang menerapkan sistem ini adalah Belanda. Ketiga, sistem pluralisme ekstrim. Dalam sistem ini terdapat perbedaan ideologi yang tajam di antara partai-partai politik yang ada. Dalam sistem ini biasanya konsensus sulit dicapai dan perilaku partai-partai politiknya mengarah ke perpecahan. Contohnya, Italia.

Namun demikian, masih menurut Sartori sebagaimana dikutip Sigit Pamungkas, sistem kepartaian berdasarkan jarak ideologi juga dapat dikategorikan berdasarkan kemampuan parpol dalam berkompetisi, yakni sistem kepartaian non-kompetitif dan sistem kepartaian kompetitif. Sistem kepartaian non-kompetitif sering disebut juga dengan sistem partai negara (party-state system) sebab keberadaan parpol identik dengan kepentingan negara sehingga sulit membedakan antara parpol dengan negara. Kondisi ini biasanya dilakukan melalui pembatasan ruang gerak terhadap parpol. Contohnya, sistem partai tunggal dan sistem partai hegemonik. Sedangkan, sistem kompetitif memungkinkan adanya persaingan antarparpol dan hak-hak politik parpol untuk menjalankan fungsinya dilindungi oleh negara melalui konstitusi. Contohnya, sistem kepartaian predominan, dwipartai, pluralisme terbatas/ moderat, pluralisme ekstrim/terpolarisasi, dan atomik.

“The End of Ideology”, demikianlah simpulan Fukuyama (1992) lebih dari dua dekade lalu atas perkembangan masyarakat dunia dewasa ini. Apa yang dimaksud oleh Fukuyama jelas bukanlah eksistensi ideologi telah berakhir, melainkan berakhirnya tantangan ideologis bagi demokrasi liberal dan kapitalisme pascaruntuhnya benteng diktatorial dan komunisme di Uni Soviet. Bagi Fukuyama, kejatuhan komunisme telah memantapkan posisi demokrasi liberal

Page 33: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

23Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

sebagai ideologi dominan yang menjadi semacam episentrum ideo- logis tanpa lawan yang berarti, sebagai ujung dari perjalanan sejarah manusia (the end of history). Masyarakat tidak lagi menempatkan ideologi sebagai acuan manakala melakukan ritual politik saat masuk dalam bilik-bilik suara, juga saat melakukan kampanye untuk mendapatkan suara. Mereka cenderung terlihat menjadi lebih pragmatis dalam berpolitik. Kehadiran sikap pragmatis tersebut pada akhirnya cukup mengesampingkan perhitungan-perhitungan yang lebih normatif, termasuk di dalamnya perhitungan atas dasar norma kebudayaan, kepercayaan atau aliran politik yang kemudian kerap juga disebut sebagai ideologi politik. Dengan demikian, ideologi politik tampak tidak lagi menjadi elemen yang cukup kuat untuk menjadi rujukan perilaku politik baik partai politik maupun masyarakat kebanyakan.

Deskripsi di atas mengukuhkan pandangan yang melihat bahwa politik aliran atau ideologi politik memainkan peran terbatas dalam menentukan perilaku politik. Masyarakat saat ini semakin melihat hal-hal di luar itu, termasuk lebih melihat pilihan-pilihan kebijakan dan performa pemerintah dalam menjatuhkan pilihan politiknya. Sehubungan dengan hal itu, tulisan ini berupaya menganalisis penurunan peran ideologi politik dalam kehidupan politik saat ini. Penulis tidak bermaksud menyatakan bahwa peran ideologi politik itu sudah tidak ada sama sekali, namun secara umum perannya sudah semakin rendah dan digantikan oleh hal lain yang bersifat pragmatis.

Hasil kajian Ambardi (2009) tentang perilaku partai sejak awal reformasi hingga kini berujung pada sebuah kesimpulan yang mematahkan asumsi kuatnya peran ideologi politik. Alih-alih digerakkan oleh kepentingan ideologi, dalam menjalankan aksinya, partai-partai sesungguhnya lebih digerakkan oleh upaya

Page 34: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

24 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

untuk bertahan hidup dan kepentingan untuk terus berada dalam arus kekuasaan, dengan menggunakan cara-cara yang pragmatis, yang untuk itu bahkan rela melakukan “migrasi ideologi” atau perpindahan sikap ideologis sekalipun. Ambardi kemudian menyimpulkan fenomena itu sebagai kartel politik.28

Sudut padang Katz dan Mair29 serta Ambardi30 menunjukkan 5 (lima) karakter sistem kepartaian yang terkartelisasi, yaitu (i) Ideologi sebagai sesuatu yang tidak penting dalam menentukan perilaku partai; (ii) Partai-partai bersikap permisif atau serba boleh (promiscuous) dalam membentuk koalisi; (iii) Oposisi cenderung menjadi tidak ada atau tidak dapat diidentifikasikan karena bercampur-baur dengan pemerintah; (iv) Hasil-hasil pemilu memberikan dampak minimal atau bahkan tidak memberikan dampak sama sekali terhadap perilaku partai-partai; serta (v) Partai-partai, baik yang ada dalam pemerintahan atau tidak, cenderung berafiliasi menjadi satu kelompok besar dalam menangani isu-isu kebijakan yang berkembang.

Ambardi beranggapan bahwa peran ideologi dalam kehidupan politik cenderung terhenti pada proses elektoral saja. Beberapa partai pada masa-masa menjelang pemilihan menunjukkan kecenderungan dan geliat pergerakan yang menjadikan ideologi sebagai patokan kebijakan dan manuver politiknya. Simbolisasi sebagai penerus partai dari masa lalu demikian ditonjolkan, namun nuansa ideologis terhenti seketika menjelang pembentukan kabinet.

Inilah yang kemudian disebut sebagai koalisi turah (grand coalition), yang bersifat lintas ideologi, dan menjadi ciri politik

28Kuskridho Ambardi, 2009, Mengungkap Politik Kartel. Studi tentang Sistem Kepartaian di Indonesia, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia-LSI.

29Richard Katz dan Peter Mair, 1994. How Party Organize: Change and Adaptation in Party Or- ganizations in Western Democracies. London: Sage Publication.

30Ambardi, op.cit., hlm. 28.

Page 35: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

25Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

kartel. Kemudian terlihat bahwa agenda dan program partai-partai menjadi tersingkirkan, digantikan oleh “kepentingan dadakan yang kolektif” yang dikelola kemudian secara kolektif pula sebagai satu “kelompok besar”. Situasi ini jelas tidak dapat terjawab oleh pendekatan ideologis yang dikembangkan oleh para pakar politik sebelumnya.

Ambardi berpendapat bahwa penyebab ini semua terkait dengan upaya partai-partai untuk melanjutkan keberlangsungan hidup mereka, melalui rente dari segenap jabatan negara yang ada. Upaya pemenuhan kepentingan pragmatis itu kerap bersifat trade off dengan upaya pencapaian kepentingan ideologis. Artinya, karena partai secara inheren tidak mampu membiayai dirinya, maka upaya perburuan rente menjadi pilihan yang tidak terelakkan dan pada akhirnya lebih diutamakan daripada perjuangan ideologis.

Pada tingkat elite atau parpol, pragmatisme pada umumnya digerakkan oleh keinginan untuk tetap berada dalam domain atau pusaran kekuasaan. Adapun pada tingkat masyarakat, paling tidak ada 2 (dua) faktor yang turut menentukan perilaku politik mereka.

Pertama, pilihan rasional (rational choice) masyarakat yang telah menimbulkan semacam skeptisisme politik dan objektivitas masyarakat dalam mengevaluasi kehidupan politik. Saat ini masyarakat dapat melakukan sebuah evaluasi personal atau pilihan-pilihan rasional terhadap kondisi politik yang dihadapinya daripada “mengembalikan” hal itu pada aliran politik yang ada di lingkungannya. Situasi ini tidak dapat dihindari lagi mengingat semakin membaiknya tingkat pendidikan dan semakin terbukanya jaringan informasi yang mengetengahkan beragam informasi mengenai politik.

Kedua, masalah kesejahteraan masyarakat dalam konteks politik. Problem klasik yang muncul dalam dunia politik yang

Page 36: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

26 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

berhubungan dengan masalah ekonomi, terkait dengan persoalan kemandirian masyarakat dalam berpolitik. Bagi sementara kalangan, asumsi semacam ini, yang terutama menggunakan pendekatan modernisasi di tahun 1960-an, sudah usang dan tidak lagi rele- van. Namun, untuk menghilangkan sama sekali variabel kemandirian ekonomi ini dari kehidupan politik, jelas merupakan hal yang tidak bijak. Kenyataannya, pada kebanyakan masyarakat, kecenderungan pilihan rasional berpotensi tergerus oleh persoalan keterbatasan atau ketidakmandirian ekonomi. Tentu saja ada faktor lain yang patut pula diperhitungkan manakala mencari penyebab munculnya gradasi peran ideologi politik dalam kehidupan politik kontemporer. Namun, tulisan ini tidak dalam kapasitas untuk mengkajinya.

Satu hal yang menurut saya harus menjadi pokok bahasan ketika kita berbicara soal partai politik adalah, bagaimana soal pendanaannya. Dana, atau bahasa terangnya duit, adalah urat nadi yang menentukan hidup-matinya parpol. Untuk menjawab topik tersebut, argumentasi saya sederhana. Parpol yang demokratis, di samping soal kaderisasi, penyelesaian konflik internal, dan lan-lain adalah parpol yang sistem keuangannya, termasuk sumber dana dan pembelanjaannya, dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip antikorupsi.

Terkait pengaruh uang terhadap politik, John Nichols dan Robert W McChesney menyebut Pemilu Amerika Serikat sebagai ‘Dollarocracy’. Dengan logika yang sama, saya ingin mengatakan, parpol yang sistem keuangannya bersih akan menjadi pendorong demokrasi, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sedangkan parpol yang keuangannya koruptif akan menjadi penyumbang tumbuh suburnya ‘Duitokrasi’, yaitu penyelenggaraan negara yang koruptif, pemerintahan dari duit, oleh duit, dan untuk duit.

Page 37: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

27Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

Tentang duit dan demokrasi, Nurcholis Hidayat, pernah menulis makalah menarik berjudul, “Counter-Oligarchy: Reducing The Influence And Domination Of Oligarchs From Indonesia’s Political Parties Through Reform Of Indonesia’s Party And Campaign Finance Systems”. Makalah ini menguatkan, salah satu persoalan mendasar di sistem kepartaian yaitu pengaruh buruk kekuatan oligarki kepada parpol, termasuk ketergantungan pendanaan parpol kepada segelintir pebisnis tersebut.

Dunia bisnis tentu penting. Tanpa bisnis, perekonomian negara tidak akan berjalan. Kesejahteraan rakyat tidak akan tercapai. Tetapi sebagaimana semua konsep, bisnis pun bisa menjadi pisau bermata dua. Untuk membawa manfaat, bisnis harus dihidupkan dalam iklim kompetitif yang fair. Di mana ruang kompetisi didasarkan pada kemampuan berusaha dan kerja keras, bukan hanya mendasarkan pada kedekatan penguasa, apalagi yang sifatnya kolutif.

Sistem kepartaian berdasarkan formasi pemerintahan, menurut Dahl (1966) dan Rokkan (1970) sebagaimana dikutip Sigit Pamungkas, dapat dibedakan berdasarkan pola oposisi partai.31 Menurut Dahl, sistem kepartaian berdasarkan pola oposisi partai dapat diklasifikasikan ke dalam 4 (empat) kelompok. Pertama, persaingan ketat (strictly competitive). Contohnya Inggris Raya. Kedua, bekerjasama dan bersaing (cooperative and competitive). Contohnya Amerika Serikat, Prancis, dan Australia. Ketiga, bergabung dan bersaing (coalescent and competitive). Contohnya Austria. Keempat, penggabungan ketat (strictly coalescent). Contohnya Kolombia.

Sementara itu, Rokkan (1970) dan kemudian dilanjutkan oleh Peter Mair (2006) membagi sistem kepartaian berdasarkan

31Sigit Pamungkas, op.cit, hlm. 47.

Page 38: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

28 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

pola oposisi ke dalam tiga kategori. Pertama, pola 1 vs 1+1 artinya sistem kepartaian didominasi oleh kompetisi antara dua partai utama dengan partai ketiga. Contohnya Austria dan Irlandia. Kedua, pola 1 vs 3-4 artinya satu partai besar berkonfrontasi dengan aliansi relatif formal antara tiga atau empat partai kecil secara reguler. Contohnya, Norwegia, Swedia, dan Denmark. Terakhir, pola 1 vs 1 vs 1+2-3 (pola multipartai) yaitu kompetisi didominasi oleh tiga atau lebih partai dengan besaran relatif setara. Sistem ini nampaknya yang terjadi di Indonesia.

Sementara itu, menurut Riswanda Imawan (1996), setidaknya ada dua faktor yang menentukan kinerja sebuah sistem kepartaian. Pertama, jumlah partai yang ada. Kedua, independensi partai-partai yang ada. Jumlah partai menentukan kompleksitas interaksi atau kompleksitas konflik yang ada dalam masyarakat. Bila jumlah partai terlalu banyak, bisa jadi isu-isu yang kurang penting atau kurang relevan dibicarakan pada tingkat negara masuk dalam mekanisme politik yang berlangsung. Sebaliknya, jika jumlah partai terlalu sedikit sementara masyarakatnya plural, maka bisa jadi akan terjadi simplifikasi terhadap aspirasi masyarakat berkembang.32

Pada sisi lain, banyak partai politik mengalami persoalan sehubungan dengan ancaman menurunnya kader politik atau macetnya kaderisasi. Partai politik Australia tidak terkecuali dengan kecenderungan ini. Dalam beberapa dekade terakhir, jumlah anggota telah menurun karena banyak kader mengalami penuaan dan kurang aktif dibandingkan pada periode sebelumnya. Namun, peran formal partai-partai demokrasi perwakilan Australia tetap sama, dan seperti partai-partai politik di negara lain, hanya ada

32Lihat Sigit Pamungkas, Partai Politik Teori dan Praktik di Indonesia, (Yogyakarta: Institute for Democracy and Welfarism, 2011), hlm. 59-60.

Page 39: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

29Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

sedikit tanda-tanda kemunduran dalam fungsi prosedural mereka, seperti memilih kandidat dan bersaing dalam kampanye pemilihan.33 Nilai keanggotaan partai biasanya dikonseptualisasikan dalam literatur ilmiah sebagai fungsi inti partai politik. Anggota dipandang sebagai kelompok aktivis yang berkomitmen menyebarkan ideologi, sumber penjangkauan dan inovasi kebijakan, penyedia finansial atau sumber daya kampanye, serta sebagai sumber legitimasi dan hubungan sosial.34 Terlepas keuntungan atas keanggotaan partai, argumen standarnya adalah bahwa partai telah berevolusi dari model massa, di mana anggota akar rumput menjadi fondasi partai, kemudian berkembang menjadi model organisasional, model pemilihan, hingga kartel di mana keanggotaan semakin terpinggirkan. Di antara faktor penyebab adalah (i) sentralisasi pengambilan keputusan partai di kalangan elit, (ii) ketergantungan teknik massa dan komunikasi dengan cara-cara modern (termasuk kampanye online), (iii) para profesional yang mermuskan strategi pemilihan, dan (iv) ketergantungan kepada anggaran publik yang meningkat.35 Secara normatif, semua transformasi ini menyebabkan perubahan antara partai dengan kader-kader di lapangan.36 Salah satu hasil dari perkembangan ini mungkin adalah partai “tanpa anggota” (memberless). Partai politik semacam ini bersandar kepada

33I. van Biezen, “The End Of Party Democracy As We Know It? A Tribute To Peter Mair”, Irish Political Studies, Vol. 29, No. 2, 2014, hlm. 177–193.

34S. Scarrow, 1996, Parties And Their Members: Organizing For Victory In Britain And Germany, Oxford, Oxford University Press, hlm. 42–46. Baca juga A. Ware, 1996, Political Parties And Party Systems, Oxford, Oxford University Press, hlm. 63–64.

35D. Farrell, “Political Parties In A Changing Campaign Environment”,dalam R. Katz and W. Crotty, Editors, 1996, Handbook Of Party Politics. London: Sage. Baca juga R. Katz dan P. Mair, 1995, “Changing Models Of Party Organization And Party Democracy: The Emergence Of The Cartel Party”, Party Politics, Vol. 1, 1995, hlm. 5–28. Baca juga: A. Panebianco, 1988, Political Parties: Organization And Power, Cambridge, Cambridge University Press.

36S. Scarrow, op.cit.

Page 40: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

30 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

pemimpin karismatik yang kuat dan termasuk Party for Freedom Belanda yang dipimpin oleh Geert Wilders, Partai Forza Italia pimpinan Silvio Berlusconi dan, di Australia, One Nation One pimpinan Pauline Hanson Partai-partai lain membuat keanggotaan menjadi lebih mudah diakses dan menurunkan hambatan untuk berpartisipasi.

Untuk mempertahankan pemilih dan mempertajam basis keanggotaan, partai-partai perlu untuk melakukan penyesuaian diri, termasuk menyesuaikan antara tujuan dasar partai dengan perubahan lingkungan. Penelitian komparatif oleh Katz dan Mair (1992) mengasumsikan bahwa partai-partai dari tahun 1960 sampai 1990 berubah dan beradaptasi.37 Beberapa ilmuwan, misalnya Panebianco,38 telah menggambarkan beberapa contoh perubahan mendadak ideologi partai untuk keuntungan pemilihan, dengan pergeseran ideologis SPD Jerman pada tahun 1959 sebagai contoh yang paling kentara. Pandangan alternatif ini berfokus pada tindakan spesifik yang diambil oleh partai dan terutama oleh para pemimpin partai dalam bereaksi terhadap perubahan lingkungan.39 Dalam hal partai-partai dengan posisi dominan atau berhimpun dalam sebuah koalisi menganggap kemurnian kebijakan menjadi lebih penting daripada memenangkan suara atau memperoleh akses jabatan, kegagalan pemilihan dan bahkan hilangnya partisipasi tak dirsakan sebagai goncangan berat jika dibandingkan dengan posisi kebijakan partai (atau ideologi, jika

37Richard S. Katz dan Peter Mair, Editors, 1992, Party Organizations: A Data Handbook on Party Organizations in Western Democracies, 1960-1990, London, Sage Publications, hlm. 9.

38A. Panebianco, op.cit., hlm. 253-257.39Frank L. Wilson, “Sources of Party Transformation: The Case of France”,

dalam Peter H. Merkl (ed.), 1980, Western European Party Systems: Trends and Prospects, New York, Free Press, hlm. 542-544.

Page 41: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

31Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

ada). Kejutan semacam itu bahkan menyebabkan kaum puritan dalam sebuah partai mempertimbangkan untuk mengubah identitas partai, bukan terutama karena pertimbangan pemilihan, melainkan karena kehilangan kepercayaan pada kebenaran atau pentingnya posisi kunci. Contohnya, dampak keruntuhan Tembok Berlin dan kegagalan komunisme Soviet terhadap partai komunis lainnya, seperti di Italia. Hal lain adalah pengurangan negosiasi yang berhasil dalam senjata nuklir sebagai basis perjuangan dalam Partai Hijau di Eropa, menyebabkan setidaknya kebutuhan untuk memprioritaskan posisi partai. Bahkan bagi kaum fundamentalis di dalam Partai Hijau, hilangnya sebuah isu sentral pasti merupakan penyebab yang cukup untuk memikirkan kembali prioritas kebijakan dan, sampai batas tertentu, identitas partai. Bagi partai politik yang tujuan utamanya adalah representasi aktif keanggotaan, perubahan lingkungan menjadi sebab utama mengubah artikulasi internal tujuan-tujuan politik. Penyebab eksternal mungkin berada di balik perubahan internal, seperti perubahan sistem masyarakat atau partai yang secara mendasar mengubah susunan keanggotaan partai. Contohnya adalah banyak partai agraris yang, seiring dengan menurunnya jumlah petani di negara mereka, menemukan komposisi keanggotaan mereka dari sektor nonpetani.

1. Penyesuaian Lingkungan: Kasus Partai Sosialis Italia

Dewasa ini kaum sosialis Prancis menderita krisis yang dalam. Untuk pertama kalinya sejak tahun 1981, Partai Sosialis telah dikalahkan dalam dua pemilihan parlemen berturut-turut meskipun ada harapan yang diajukan oleh pemerintah Jospin antara tahun 1997 dan 2002. Keruntuhan partai dalam pemilihan Eropa terakhir semakin menonjolkan divisi internalnya. Dalam konteks dramatis ini, bagian penting dari parati menyerukan sebuah aliansi

Page 42: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

32 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

dengan MoDem yang dipimpin oleh André Bayrou dan, sejak pemilu Eropa, dengan partai ekologi yang agak moderat yang dipimpin oleh Daniel Cohn-Bendit. Selain itu, Prancis mungkin akan menjadi negara kedua di Eropa (setelah Italia) di mana pemilihan perdana terbuka (open primary election) diadakan, karena kemungkinan terpilihnya kandidat kiri tengah berikutnya untuk pemilihan presiden. Untuk itu, salah satu pemuka partai, Martine Aubry, menyerukan reformasi organisasi partai sosialis tersebut untuk mempromosikan bentuk partisipasi politik baru. Pencalonan Ségolène Royal dalam pemilihan presiden 2007 benar-benar merupakan usaha pertama untuk membangun hubungan langsung antara pemimpin dan pemilih yang akan melampaui mediasi pengurus partai. Peristiwa Prancis menunjukkan bahwa, dalam waktu dekat, pengalaman Italia dapat diulang di negara-negara Eropa lainnya di mana kaum kiri semakin lemah dan tidak dapat membangun mayoritas yang solid. Dari perspektif komparatif, analisis kasus Italia yang lebih dalam dapat membantu kita untuk lebih memahami transformasi (dan krisis) dari sisa sosial-demokrasi di wilayah Eropa lainnya.

Dengan lahirnya Partai Demokrat (Partito Democratico, PD), demokrasi sosial secara resmi sudah tidak ada lagi di Italia. Ini mungkin dianggap sebagai anomali, karena di semua negara Eropa Barat lain masih ada kekuatan politik penting yang tergabung dalam tradisi sosialis. Namun anomali ini lebih nyata. Seiring dengan tradisi sosialis Italia secara historis memang lemah, Italia telah mengalami terlebih dahulu apa yang mungkin dialami oleh negara-negara demokrasi mapan lainnya dalam waktu dekat. Demokrasi sosial Eropa telah lama menjadi kekuatan politik terbesar di sebelah kiri. Dengan sedikit pengecualian, ia selalu mewakili alternatif terkuat untuk pusat konservatif dan Kristen-demokratis. Dewasa

Page 43: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

33Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

ini, meski telah ditinggalkan sebagian besar nilai tradisinya di banyak negara Eropa, demokrasi sosial tetap menjadi label politik yang melambangkan sebuah tradisi bergengsi yang masih menarik jutaan suara. Yang pasti, hasil paling akhir pemilu Eropa telah mengkonfirmasi bahwa, secara umum demokrasi sosial mengalami krisis identitas yang dalam yang dapat menyebabkan keruntuhan. Namun di seluruh Eropa, penghujung sosialisme akan berjalan lebih tertatih-tatih daripada di Italia. Memang, Partai Sosialis Italia (Partito Socialista Italiano, PSI) tidak pernah menjadi partai reformis besar, dan secara harfiah runtuh pada awal tahun 1990an. Bahkan upaya selanjutnya untuk membangun kembali kekuatan sosialis di atas abu Partai Komunis Italia (Partito Comunista Italiano, PCI) akan terbukti gagal. Di Italia proses ini telah menghasilkan penciptaan PD yang secara terbuka bertentangan dengan tradisi sosialis. Namun, transformasi ini tidak mengarah pada pengembangan identitas baru. Pengalaman kegagalan PD mungkin menunjukkan bahwa sebagian besar daya tarik politik kiri moderat masih didasarkan pada identitas tradisional dan hubungannya dengan gerakan buruh. Ini sebagian menjelaskan mengapa para pemimpin reformis di Eropa umumnya enggan secara resmi untuk berhenti mendefinisikan diri mereka sebagai anggota keluarga sosial-demokratik. Kehadiran PD, sebagaimana dipahami oleh para pendirinya, seharusnya membuka jalan untuk pemilu dalam suasana pasca ideologis, pasca sosial-demokratis dan situasi Amerikanisasi di Eropa sekarang dianggap sebagai rintisan yang menyedihkan tentang apa yang pada akhirnya bisa terjadi di negara-negara Eropa lainnya.

Meskipun partai-partai sosialis di Eropa selatan dan utara berbeda secara signifikan satu sama lain, pada 1980-an mereka

Page 44: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

34 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

mulai menyatu dengan model “catch-all party.”40 Memang, di semua negara demokrasi barat, sosialisme menguasai sebagian besar pemungutan suara (berkisar antara 30 sampai 50 persen) dan sejauh ini merupakan kekuatan politik kiri yang terbesar. Dalam konteks ini, Italia mewakili pengecualian yang cukup signifikan. Dari tahun 1948 sampai runtuhnya di awal 1990-an, PSI tidak dapat memaksakan hegemoni atas kelompok kiri dan harus hidup berdampingan dengan partai komunis terkuat di Barat. Pada pemilihan 1976, PSI hanya memperoleh 9,7 persen suara sedangkan PCI mencetak lebih dari 34 persen. Situasi ini sedikit berubah pada tahun 1980an ketika kepemimpinan agresif Bettino Craxi mengubah PSI menjadi aktor sentral dalam politik Italia. Craxi ingin menumbuhkan kesan di kalangan elit kelas menengah bahwa dia bisa membuat Italia modern melalui kontrol eksekutif yang kuat.41 Namun dukungan pemilihan untuk PSI tidak pernah melampaui 14 persen pemungutan suara. Ketika Craxi menjadi Perdana Menteri, dia berada dalam posisi yang sangat berbeda dari rekan sosialisnya Felipe Gonzalez (Spanyol) dan Andreas Papandreou (Yunani), karena koalisinya terdiri dari 5 partai di mana Demokrat Kristen (Democrazia Cristiana, DC), dan bukan PSI, sebagai mitra yang paling berpengaruh.

Oleh karena itu tradisi sosialis di Italia muncul lebih lemah dari pada semua negara Eropa lainnya. Hal ini sebagian disebabkan oleh “Pluralisme terpolarisasi” (polarised pluralism)42 yang

40H.J. Puhle, “Socialist Parties in the New Southern Europe”, dalam P. N. Diamandouros dan R. Gunther (eds.), 2001, Parties, Politics, and Democracy in the New Southern Europe, Baltimore dan London: The John Hopkins University Press.

41D. Maguire, “The Recent Birth of Modern Italy”, dalam J. Kurth dan J. Petras (eds.), 1993, Mediterranean Paradoxes: The Politics and Social Structure of Southern Europe, Providence dan Oxford: Berg, hlm. 87.

42G. Sartori, 2005, Parties And Party Systems, Colchester: ECPR Press.

Page 45: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

35Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

menandai sistem politik partai Italia selama lebih dari 40 tahun. Dalam konteks ini, satu partai atau koalisi partai-partai terus-menerus menduduki kekuasaan untuk mencegah partai-partai lainnya yang kuat memperoleh sebagian besar kursi di Parlemen. Partai Sosialis, setelah memutuskan persekutuannya dengan Komunis di tahun 1950an, menjadi bagian dari persekutuan politik yang dibangun untuk membatasi PCI menjadi sebuah peran oposisi permanen. Di Italia tidak ada pergantian yang nyata antara partai sayap kiri dan sayap kanan dan situasi ini menghasilkan apa yang disebut “demokrasi yang tersumbat” (blocked democracy). DC dan PCI adalah dua partai terbesar, yang menguasai hampir 70 persen suara, namun yang terakhir dianggap sebagai partai oposisi. Ini mengikuti bahwa polarisasi dan sentrifugal yang kuat, bukan sentripetal.43 Selain itu, alternatif politik yang dihadapi pemilih, lebih banyak daripada di negara-negara Eropa barat lainnya, yang secara signifikan dibatasi oleh realitas politik Perang Dingin.44

Yang pasti, Italia jauh lebih maju dari Spanyol, Portugal dan Yunani. Di Italia utara ada kelas pekerja yang kuat, namun, tidak memilih secara besar-besaran untuk posisi kiri. Faktanya, Italia adalah salah satu dari sedikit negara industri Eropa di mana bagian kiri secara keseluruhan merupakan minoritas di kalangan pekerja industri. Baru pada tahun 1970an, hal itu secara signifikan meningkatkan suaranya di konstituen kelas pekerja, dan pada pemilihan umum tahun 1972, PCI dan PSI bersama-sama memperoleh, untuk pertama kalinya, lebih dari 50 persen suara di antara pekerja kerah biru. Faktor bahwa PCI bukanlah

43Ibid., hlm. 117-120.44G. Sani dan P. Segatti, “Antiparty Politics and the Restructuring of the Italian

Party System”, dalam P.N. Diamandouros dan R. Gunther (eds.), 2001, Parties, Politics, and Democracy in the New Southern Europe, Baltimore and London: The John Hopkins University Press.

Page 46: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

36 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

partai yang memiliki legitimasi pemerintah, sangat mempengaruhi perilaku pemilihan kelas pekerja. Meskipun pada tahun 1980an PCI menjalani proses “demokratisasi sosial” dan mempertahankan bagian penting dari pemilih, yang sebanding dengan partai sosial demokrat lainnya, namun kenyataannya masih tak mampu membangun karakteristik mereka. Tentu saja, ini memiliki hubungan yang kuat dengan CGIL, konfederasi serikat pekerja terbesar, tapi, seperti yang disarankan sebelumnya, hal itu tidak mewakili mayoritas kelas pekerja. Berpengalaman di pemerintahan daerah dan berusaha melakukan reformasi, meningkatkan citranya sebagai partai dengan cap sebagai partai pemerintah. Seperti yang Sheri Berman tunjukkan, untuk memahami mengapa partai-partai tertentu dapat merespons dengan lebih baik atas perubahan ekonomi dan sosial lainnya, “one has to look carefully inside the parties themselves, to their institutional structures, ideological traditions and leadership.”45 Baru setelah bubarnya Uni Soviet, PCI merasa berkewajiban mengubah nama dan logo dan meluncurkan transformasi radikal, meskipun ambigu, politis, dan programatik.46 “However flexible in other respects, the PCI remained Stalinist in both its internal structures and its external ties to the Soviet state.”47 Selain itu, pada tahun 1980an PCI tidak lagi mampu mendeteksi perubahan yang menentukan yang terjadi di tempat kerja. Interpretasi idealis resmi filsafat Gramsci “disabled it from grasping the material drives of the market and media that transformed leisure in Italy.” “The result was a gap so large between educated and popular sensibilities that the country was left more or less defenceless against

45S. Barman, “The Life of the Party”, Comparative Politics, Vol. 30, No. 1, 1997, hlm. 102-103.

46G. Pasquino, “The Democratic Party And The Restructuring Of The Italian Party System”, Journal of Modern Italian Studies, Vol. 14, No. 1, 2009, hlm. 203.

47P. Anderson, “An Invertebrate Left”, London Review of Books, 2009.

Page 47: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

37Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

the cultural counter-revolution of Berlsuconi’s television empire.”48 Selanjutnya, ketidakpastian dan ketidakjelasan dalam transisi PCI disertai oleh keruntuhan dramatis PSI, yang telah menjadi partai pribadi bagi Craxi dan meninggal saat masa kepemimpinannya, jatuh ke dalam aib. Semua peristiwa ini mencegah munculnya partai sosial-demokratik yang kuat di Italia. PDS, yang lahir dari abu PCI, awalnya mencoba membangun sebuah gerakan yang mirip dengan partai sosialis Eropa lainnya, tapi sudah terlambat. Demokrasi sosial di Italia tidak memiliki legitimasi politik dan daya tarik yang dinikmati di negara-negara Eropa lainnya.

Pada awal tahun 1990an, situasi untuk menciptakan partai sosial-demokratik Italia yang besar tampak lebih menguntungkan. Setelah runtuhnya Uni Soviet, PCI kehilangan bantalan ideologisnya dan mulai mencari titik acuan dalam demokrasi sosial Eropa. Pada tahun 1989 seorang anggota penting Demokrat Sosial Jerman, Peter Glotz, menyatakan bahwa “the PCI can be considered as a truly social-democratic party. It only needs to openly and officially define itself as social-democratic.”49 Di sisi lain, pemimpin PCI, Achille Occhetto, memiliki strategi yang kurang koheren karena ia berusaha untuk mendamaikan perdebatan internal partai. Ketidakjelasan dalam proses transformasi PCI-PDS sebagian menyumbang kegagalan meraih suara besar dalam pemilihan tahun 1992 (dari 26 menjadi 16 persen). Pada kesempatan ini, keunggulannya di pendukung aliran kiri terancam oleh PSI (14 persen). Tentu saja, kepemimpinan agresif Craxi merupakan hambatan bagi pembangunan aliansi antara PSI dan PCI-PDS. Ambisinya adalah untuk menyalip PCI secara elektoral seperti Partai Sosialis di Prancis di bawah François Mitterrand yang berhasil mengalahkan Partai

48Ibid.49Barbieri, 1989, hlm. 4.

Page 48: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

38 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Komunis Prancis (Parti Communiste Français, PCF). Namun, sementara Mitterrand mampu melemahkan PCF dengan bersekutu dengannya, Craxi berpikir bahwa marginalisasi PCI “was to be achieved by the PSI’s continuous presence in government alongside the DC and no other alliance was contemplated until the PCI had become the junior partner.”50 Selama periode 1994-1996, dua arus sayap kiri mulai terbentuk dari abu PCI lama: yang reformis, diwujudkan oleh PDS, dan yang radikal, yang ditunjukkan oleh RC. Hasil pemilihan tahun 1994 benar-benar menghancurkan PDS namun menegaskan bahwa partai ini, yang mendapatkan 20 persen suara, lebih penting karena mewakili sekitar 80 persen konstituen di ibukota ( Newell dan Bull, 1997: 100). Namun, PDS tidak cukup besar untuk bertindak sebagai alternatif dan segera menghadapi dilema baik terus menjadi bagian dari aliansi sayap kiri maupun mencoba membangun aliansi baru dengan apa yang tersisa dari kelompok Kristen. Setelah kekalahan dalam pemilu 1994, Occhetto mengundurkan diri dan Massimo D’Alema menjadi pemimpin baru. Dia segera menyadari bahwa penyebab utama kekalahan PDS adalah kegagalan untuk memperpanjang aliansi dengan kekuatan tengah. Oleh karena itu PDS memulai dialog dengan PPI yang menghasilkan aliansi pemilihan pertama pada pemilihan lokal tahun 1994. Dia mengajukan gagasan aliansi dengan kekuatan kiri dan moderat, tapi selalu menolak gagasan tentang Partai Demokrat menjadi serupa dengan di Amerika. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa di dalam internal PDS, lawannya yang paling sengit adalah Walter Veltroni, pemimpin masa depan Partai Demokrat yang baru.

50Abse, 2001, hlm. 64

Page 49: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

39Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

2. Penyesuaian Lingkungan: Kasus Partai Sosialis Prancis

Tak ada yang menyangkal bahwa tradisi kiri berakar kuat di Prancis. Pertama kali nampak pada zaman Revolusi Prancis tahun 1789, yang menggulingkan monarki absolut. Kemudian, kekuatan kiri mengkristal seputar prinsip universalisme tentang persamaan dan kebebasan, dan selama akhir abad ke-19, kan selalu dipengaruhi oleh ideologi Marxis. Setelah Revolusi Bolshevik tahun 1917 di Rusia, dan kekuatan kalangan kiri terlembaga dalam 2 partai politik, yaitu Parti Socialiste (PS) dan Parti Communiste Français (PCF). Dalam waktu-waktu kemudian, Partai Komunis mendominasi politik beraliran kiri di Perancis, dan keduanya akan muncul sebagai kekuatan politik utama pada lanskap politik setelah Perang Dunia II. Sementara PS saat ini masih eksis dalam sistem kepartaian di Prancis, dan bahkan secara reguler telah menghasilkan dua presiden terpilih (François Mitterrand, 1981-1995, dan François Hollande, 2012-2017), eksistensi PCF telah lama tumbang. Memang, partai tersebut mengalami kemunduran yang mantap sejak akhir 1970-an, namun ternyata masih meninggalkan jejak. Salah satu pertanyaan utama yang timbul adalah kapakah PCF kontemporer akan terus memberikan pengaruh dalam sistem politik yang lebih memberikan ruang nyaman untuk partai beraliran moderat, yang memiliki basis lebih luas luas. Kita juga bisa bertanya apakah PCF sekarang lebih sebagai tradisi ideologis yang ketinggalan jaman atau akan mampu berperan sebagai entitas politik yang membawa perubahan substantif dalam masyarakat di mana kapitalisme dipeluk dan tertanam kuat.

Landasan PCF adalah produk dari perpecahan sosialis yang disebabkan oleh keberhasilan Revolusi Rusia pada tahun 1917. PCF mengalami represi pemerintah yang luas dan perselisihan internal pada masa pra-perang (Adereth, 1984; Murphy, 1989;

Page 50: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

40 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Braunthal, 1963; Daniel, 1968). Di sisi lain, partai tersebut secara bertahap memperkuat fondasi partai untuk mempengaruhi politik nasional. Dimulai kesepakatan dengan SFIO (the Section Française De L`International Ouvrière) pada tahun 1934, PCF bekerja sama dengan kalangan kiri lainnya. Perkembangan signifikan PCF dimulai pada pemilu Oktober 1945 yang membuat partai memperoleh 26 persen suara. Akibatnya, kalangan komunis berpartisipasi dalam pemerintahan lewat koalisi dengan SFIO dan The Mouvement Républicain Populaire (MRP). Partai ini memperoleh 5 posisi kementerian, termasuk Maurice Thorez, Sekretaris Jenderal PFC, sebagai Wakil Perdana Menteri. Dengan demikian, PFC untuk pertama kali terlibat dalam pengambilan keputusan nasional. Pada sisi lain, Charles de Gaulle terpilih sebagai Presiden. Dalam koalisi tadi, pada awalnya, PFC meminta jatah kursi sebagai Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Luar Negeri, akan tetapi de Gaulle menolak. Kecuali satu posisi wakil perdana menteri, posisi-posisi lain dalam kabinet tak terlampau strategis.

Meskipun demikian, partisipasi dalam pemerintahan bukanlah menjadi tujuan final. Langkah selanjutnya, dipandu oleh Partai Komunis Soviet, adalah untuk mewujudkan sosialisme di Prancis. Pada sidang Majelis Konstitusi pertama tahun 1945, para anggota kalangan komunis mengusulkan, pembentukan majelis unikameral berdasarkan perwakilan proporsional dalam skala nasional. Proposal tersebut adalah prototipe pemerintah bergaya demokrasi rakyat yang dibentuk di Eropa Timur dan Tengah yang diterapkan bertahap di bawah inisiatif Soviet yang kuat pada akhir 1940an.

Sayangnya, keberadaan PFC di pemerintahan tidak kekal. Karena memprotes kebijakan Perdana Menteri Paul Ramadier

Page 51: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

41Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

(1947) soal kolonialisasi dan merasa memperoleh angina dengan dukungan kalangan buruh yang lebih luas, PFC menarik menteri-menteri dari kabinet. Selanjutnya, Thorez konsentrasi mengurus keutuhan partai. Sebagai penganut setia ajaran Stalin, Thores tak hanya mengharamkan pertentangan di dalam partai, tetapi juga tega menyingkirkan figur-figur populer yang dianggap sebagai pesaing. Setelah sebuah konferensi pada 1950, sejumlah politisi populer disingkirkan dari keanggotaan di Komite Sentral dan Polit Biro. Lalu, pada 1952, figur populer Andre Marty dan Charles Tillon, dicopot dari posisi masing-masing di secretariat dan polit biro. Pernyataan pemimpin Soviet, Khrushchev, yang cenderung anti Stalin pada 1956, tak dihiraukan oleh Thores. Pembersihan berlanjut hingga ia lengser dari posisi sebagai Sekretaris Jenderal pada sebuah konferensi di tahun 1965. Pada forum yang sama, PFC mengeluarkan resolusi yang berisi 3 (tiga) hal penting dan segera mendorong partai menjadi lebih moderat. Melewati resolusi penting yang membuat partai tersebut berubah menjadi tubuh moderat. Pertama, partai menolak revolusi dengan cara kekerasan dan menekankan transisi damai menuju sosialisme dengan sistem multipartai. Kedua, dedikasi komunis terhadap kediktatoran proletariat dihapus dari anggaran dasar partai. Ketiga, melakukan penataan internal partai dengan cara yang lebih demokratis. Resolusi dilancarkan untuk menarik minat kalangan kiri lainnya. Resolusi itu juga memberikan pencitraan lebih positif terhadap keberadaan partai dan menghapus ambisi mereka untuk menguasai perpolitikan Prancis dengan format partai tunggal.

Pada tahun 1966, selain SIFO, kekuatan kiri yang lain, The Fédération De La Gauche Démocrate Et Socialiste (FGDS), bersedia bekerja sama dengan PFC menghadapi pemilu. Pada Februari 1968, 3 bulan sebelum aksi Mei, aliansi itu mengeluarkan

Page 52: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

42 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

pernyataan bersama yang mengindikasikan sebagai pokok-pokok program yang disepakati. Pada titik ini, PCF mengadopsi 2 posisi yang berbeda. Salah satunya adalah platform radikal yang didasarkan pada warisan dan tradisi komunis. PCF adalah partai komunis dan pendukung internasionalisme, yang dirancang sentralistis dan dipimpin oleh Partai Komunis Soviet. Penciptaan sosialisme di Prancis di bawah pedoman Marxisme-Leninisme tidak pernah ditinggalkan. Yang lainnya adalah pendekatan baru dan moderat untuk melakukan koalisi dengan partai-partai lain berdasarkan konsep de-Stalinisasi. Bagi kaum komunis, cara untuk mencapai tujuan dilakukan dengan cara-cara fleksibel. Yang pasti, PCF tidak lagi menjadi partai terisolasi, dan siap muncul kembali sebagai partai yang kuat dalam politik Prancis.

Pada tahun 1970-an, persatuan orang-orang Prancis kiri (kaum Sosialis dan Komunis) menjadi perkembangan utama gerakan oposisi terhadap pemerintahan konservatif dan pada tahun 1980an, kalangan sosialis mendominasi arus utama politik nasional. Pada akhir 1970-an, koalisi kiri ini mulai pecah dan benar-benar berakhir pada 1980-an, saat di mana Partai Sosialis dipojokkan dan ditempatkan sebagai pecundang. Presiden Francois Mitterand (1981-1995) berhasil memulihkan kredibilitas partai, akan tetapi kekalahan dalam pemilu 1992 mengkonfirmasi pudarnya kekuatan sosialis ini.

Kalangan sosialis Prancis, dan kaum kiri yang tersisa pada umumnya, masih belum pulih dari keterkejutan pemilihan presiden tahun 2002 yang melihat kandidat mereka dieliminasi pada putaran pertama dan putaran kedua menyajikan pertarungan Presiden Jacques Chirac yang konservatif dan National Front’s Jean-Marie Le Pena, yang menganut ultranasionalis. Presiden Chirac menang telak 82% suara pada pemilu Juni tersebut. Kalangan sosialis

Page 53: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

43Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

menuding kekalahan mereka terletak pada kandidat Lionel Jospin dibandingkan mengevaluasi partai sosialis atau kehendak politik orang-orang kiri. Sejak awal Partai Sosialis mendominasi pusat-pusat kekuasaan (Presiden, DPR, Senat, dan Dewan Konstitusi). Meskipun masalah kepaduan kalangan konservatif bersatu bukan merupakan fragmentasi baru politisi kiri, penyebarannya di partai kecil dengan tujuan yang berbeda dan tantangan sayap kiri dan sayap kiri yang sama adalah hal yang benar-benar berbeda. Di bagian kiri ekstrem muncul Trotskyite dan tidak tertarik mengikuti arus utama politik. Ada juga tantangan dari ekstrem kanan dalam bentuk Front Nasional, dikomandani oleh Jean-Marie Le Pen.

Menyusul kemenangan pertama bagi partai kiri dalam pertarungan politik Prancis sejak tahun 1988, Francis Hollande terpilih sebagai Presiden pada tanggal 6 Mei 2012 dengan suara 51,64-4,36%. Hollande menjadi Presiden kedua dari Partai Sosialis sejak Republik Kelima didirikan pada tahun 1958. Jajak pendapat telah lama meramalkan kemenangan Hollande. Memang, dukungan terhadap petahana Sarkozy buruk dan ketidakpopuleran yang luar biasa bagi sebagian besar konstituen menunjukkan bahwa penolakan terhadap arus utama bisa jadi jauh lebih menentukan. Seperti yang cenderung terjadi dalam kampanye kepresidenan Prancis, jurang pemungutan suara antara dua pesaing utama menyempit saat jadwal pemberian suara mendekat. Sebuah undang-undang anti-ketenagakerjaan yang mencengkeram sejak 1981 dan seterusnya, dengan pemilih berulang kali menghukum para politisi menyusul melonjaknya angka pengangguran, telah membelah spectrum politik Prancis dalam dua kategori: kiri dan kanan. Setelah absen di tahun 2007, spektrum berayun kembali di tahun 2012. Program dan kampanye Hollande mereproduksi gagasan-gagasan Sosialis Prancis. Tenggelam menjadi masa oposisi

Page 54: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

44 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

sejak 2002, Hollande melakukan inovasi ideologis dalam Sosialisme Prancis. Posisi ideologis dan program Hollande di dalam partai selalu berada di tengah kiri tengah. Programnya mencerminkan garis keturunan ideologis koalisi internal Michel Rocard / Lionel Jospin (ligne majoritaire) yang berlaku di era pasca kepresidenan Mitterrand (1981-1995) dan telah dirumuskan oleh Hollande di akhir 1990an dan awal 2000an. Pada tahun 1980an dan 1990an, partai sosialis enggan meneruskan janji-janji yang tidak realistis untuk mengubah atau menghancurkan kapitalisme, yang menggema sejak tahun 1970an dan awal 1980an, saat penyatuan strategi kiri dengan jargon keterputusannya dengan kapitalisme. Jospin melanhgkah jauh, ketika dalam konferensi tahun 1987 menganjurkan “sekularisasi”, menjauhkan ideologi Marxis dalam kebijakan partai. Saat menjadi Perrdana Menteri (1995-2002), memberikan kesempatan kepada partai untuk mewujudkan kompromi baru tersebut: mempertemukan komitmen ideologi dengan praktik pemerintahan. Ideologi sosialis bergeser terutama pada 3 bidang penting: keuangan, perbankan, dan industri. Ketiga hal itu pula yang mencuatkan isu dalam pemilu 2012.

Krisis zona euro menjadi profil utama dalam pemilihan 2012. Tema kebijakan yang paling penting, substantif dan paling mendasar yang cukup kontras antara Hollande dan Sarkozy adalah persoalan zona euro, ekonomi dalam negeri, dan respons terhadap krisis tersebut. Sarkozy berusaha untuk meyakinkan bahwa krisis zona euro sebagian besar telah diselesaikan dan memberikan dirinya cukup banyak prestasi seperti gagasan Compact Fiskal. Hollande, di sisi lain, melihat Prancis dan Eropa masih dalam kondisi krisis. Pada tingkat kebijakan ekonomi domestik, perbedaan tajam antara Hollande dan Sarkozy nampak dalam usaha memulihkan keuangan publik dan menjamin kredibilitas keuangan. Sarkozy mencoba

Page 55: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

45Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

menabur benih keraguan tentang eksploitasi ekonomi Hollande. Dengan membangkitkan prospek pergerakan modal dan reaksi pasar yang berlawanan serupa dengan tahun 1981, pidato Sarkozy selama bulan April 2012 memobilisasi mitos Yunani. Sarkozy menyamakan masa depan Prancis di bawah kepresidenan Hollande akan terjebak seperti kesengsaraan Spanyol dalam krisis utang zona euro. Perdana Menteri Francois Fillon memperkuat kampanye ini dengan menuding komitmen Hollande untuk menegosiasikan kembali Perjanjian Uni Eropa pada Desember 2011 akan menyebabkan krisis keuangan. Program Hollande menunjukkan visi ekonomi politik yang relatif koheren, berorientasi pada pertumbuhan, dan intervensionis, sebuah visi yang menawarkan inovasi (jika tidak dikatakan “standar ganda”) ideologi sosialisme.

Prancis dalam pemilu 2017 menyajikan 11 calon presiden yang bertarung. Pemilu putaran pertama membawa kemenangan pada Macron dengan 23,75 persen dan Le Pen 21,53 persen. Hasil ini membawa Marcon yang merupakan the rising star dari sayap tengah (liberalis) dengan Le Pen yang datang dari sayap kanan (nasionalis) ke putaran ke dua pada bulan Mei 2017. Pemilu presiden kali ini jelas menunjukkan bahwa rakyat Perancis ingin perubahan di negara mereka. Dua partai besar yang biasanya bergiliran berkuasa, yakni Partai Sosialis dan Partai Konservatif, tidak berhasil meraih suara signifikan untuk bisa lolos ke putaran kedua. Kandidat dari Partai Sosialis Benoit Hamon dan Partai Konservatif Francois Fillon langsung menyatakan dukungan mereka bagi Macron. Marcon, yang maju melalui gerakan En Marche! (Maju!) atau lewat jalur independen dapat dinilai dari gerakan pembaharuannya yang ingin mendamaikan antara sayap kanan “kaum nasionalis” dan sayap kiri “sosialis.” Macron menegaskan partainya bertujuan memperbaiki sistem politik yang tidak mampu

Page 56: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

46 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

menyelesaikan masalah yang dihadapi Perancis dalam 30 tahun terakhir. Ia berjanji akan membawa wajah baru dan ide-ide segar bagi politik Perancis. Terhadap saingan utamanya dari kubu eksrem kanan Macron menyatakan tegas, ia berniat jadi presiden bagi patriot-patriot negara yang memerangi ancaman nasionalisme. Berbeda dengan saingannya, Le Pen yang menawarkan kebijakan sangat populis, ia akan mempertegas mengenai peraturan imigran masuk ke Prancis, juga sangat mencurigai islam sebagai aktor utama teroris. Le Pen mengkampanyekan Frexit mengikuti Inggris yaitu mengharapkan Prancis untuk keluar dari Uni Eropa. Padahal Marcon ingin sekali memperkuat peran Prancis di UE. Le Pen juga sangat benci terhadap ancaman globalisasi yang dapat merugikan Prancis, Calon yang didukung oleh Donald Trump ini sangat berfokus pada keamanan nasional.

Macron menyadari bahwa hampir separuh rakyat Perancis di putaran pertama memilih para kandidat yang memiliki visi sangat kritis terhadap Uni Eropa. Alasannya, banyak warga Perancis yang merasa terpinggirkan oleh globalisasi, stagnasi ekonomi, pengangguran, banjir imigran, dan merasa terancam oleh terorisme. Terkait hal itu, Macron merencanakan untuk ”mereformasi” rantai birokrasi Brussels, ”markas” Uni Eropa. Macron, antara lain, menghendaki negara-negara Uni Eropa yang tergabung dalam zona mata uang euro untuk memiliki pengaruh yang lebih besar dalam proses pengambilan keputusan. Namun, untuk bisa meyakinkan negara-negara anggota Uni Eropa, Macron dinilai harus membereskan masalah di dalam negeri dulu. Macron, misalnya, harus memenuhi janjinya untuk mengikis tingkat pengangguran di Perancis yang sudah bertahun-tahun berada di angka 10 persen. Hal ini merupakan tuntutan Uni Eropa yang tidak dapat dipenuhi pemerintahan Francois Hollande. Untuk menekan angka

Page 57: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

47Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

pengangguran ini, Macron berjanji akan melakukan pengetatan anggaran belanja pada pekan-pekan awal pemerintahannya. Namun, hal itu akan membuat berang banyak kalangan, khususnya pekerja. Barisan serikat pekerja sudah bersiap turun ke jalan pada hari pertama pemerintahannya. Presiden Perancis termuda ini juga akan menghadapi pemilu legislatif, Juni. Agar pemerintahannya efektif, Macron yang mendirikan partai La Republique En Marche harus memiliki dukungan mayoritas di parlemen.

Faktanya, alon Presiden Prancis Pro Uni Eropa, Emmanuel Marcon unggul di putaran II Pemilihan Presiden Prancis. Seperti dikutip dari Reuters, Senin (8/5), hasil exit poll mengungkapkan Marcon meraup 65,9 persen suara, sementara pesaingnya Marine Le Pen meraih 34,1 suara. Raihan ini memastikan, mantan bankir berusia 39 tahun itu akan menjadi Presiden Prancis, sekaligus menyabet predikat presiden termuda Prancis. Sebelumnya pada Pilpres putaran I yang dihelat pada 23 April, Marcon mendulang 24,01 persen, sedangkan Le Pen 21,30 persen.

3. PenyesuaianLingkungan:KasusAmerikaLatin

Dalam beberapa dekade terakhir, dominasi Amerika Serikat di wilayah Amerika Selatan mendapat tantangan. Politik “diplomasi dollar”, yang memberikan dana bantuan melalui lembaga-lembaga keuangan AS tak lagi berpengaruh seiring dengan menguatnya paham sosialis dan sistem politik kiri di berbagai negara di Amerika Selatan, seperti Venezuela, Bolivia dan Kuba.

Venezuela, sejak dipimpin oleh mantan presiden kontroversial Hugo Chavez tahun 1999, Venezula menjadi salah satu negara penting di Amerika Selatan. Dalam sebuah konferensi internasional pada tahun 2005, Presiden Hugo Chavez mengumumkan bahwa ia mengedepankan sistem sosialis dalam memimpin Venezuela.

Page 58: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

48 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Menurut Data dari Pusat Riset Ekonomi dan Kebijakan yang berbasis di Washington, dalam lima tahun awal kepemimpinan Chavez, pertumbuhan ekonomi Venezuela melejit naik hingga 94,7 persen dibanding pemerintahan sebelumnya, akibat sektor migas yang dieksplorasi secara besar-besaran untuk kepentingan ekspor. Kondisi ekonomi yang kian bergeliat secara otomatis menurunkan tingkat kemiskinan secara drastis hingga 72 persen, dan tingkat pengangguran lebih dari 50 persen. Tingkat kesehatan dan pendidikan pun ikut meningkat. Namun, gaya kepemimpinan Chavez yang keras membuat ia disebut sebagai dictator. Chavez juga dituduh menyuburkan perilaku korupsi di tingkat pemerintahan dan melakukan pelanggaran HAM. Pengamat dari negara-negara barat bahkan menyebut Venezuela sebagai negara yang “setengah merdeka”. Chavez menyusun konstitusi ”anti kapitalis” setelah revolusi sosialis pada 1999. Bagi rakyat, konstitusi ”buku biru kecil” (little blue book) itu merupakan peninggalan Chavez yang dianggap simbol visual revolusi Chavez. Buku biru kecil itu selalu dibawa ke mana pun dan dianggap buku terpenting kedua setelah kitab suci.

Sistem negara sosialis telah diterapkan di Bolivia sejak tahun 1952 oleh mantan presiden Paz Estenssoro, yang meliputi pengaturan kepemilikan publik dari seluruh pertambangan di Bolivia, besaran subsidi pemerintah dan kenaikan upah buruh yang signifikan, serta penegakan reformasi agraria. Namun, sistem politik Bolivia berubah haluan ke arah kanan semenjak mantan presiden Victor Paz Estenssoro memimpin negara ini pada periode 1985 hingga 1989. Sistem politik sayap kanan terus diterapkan di negara ini hingga Evo Morales memenangi pemilihan presiden pada 2005. Morales kemudian membawa Bolivia menerapkan kembali sistem politik sayap kiri, yang membuat perubahan signifikan terhadap situasi ekonomi Bolivia. Di bawah kepemimpinan Morales,

Page 59: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

49Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

pertumbuhan ekonomi Venezuela meningkat hingga rata-rata 5 persen per tahun, upah buruh meningkat hingga 13,63 persen, pendapatan dari sektor pertambangan dan kostruksi meningkat hingga 10 persen. Meskipun demikian, geliat ekonomi yang dialami Bolivia tak terlepas dari bantuan rekan sesama aliran sosialis, Hugo Chavez dan Fidel Castro. Gerakan sosialis Bolivia datang dari kehidupan warga pribumi yang memprihantinkan, yang menurut Morales diakibatkan sistem neoliberalisme yang telah mengungkung Bolivia. Terpilihnya Morales, yang merupakan warga pribumi dan mantan petani koka pada pemilihan umum tahun 2005, merupakan titik balik kekuasaan rakyat pribumi yang berjumlah lebih dari 60 persen total penduduk Bolivia.

Gerakan revolusi sosialis kuba dimulai oleh Fidel Castro bahkan sebelum abad ke-21. Rezim pemerintahan mantan presiden Carlos Prio Socarras pada periode 1948-1952 yang menjunjung demokrasi namun dinilai mengecewakan dan penuh tindakan korupsi membuat masyarakat lebih memilih partai politik beraliran sosialis. Partai Rakyat Kuba ortodoks (PPC-O) yang mengedepankan nasionalisme, anti-imperialisme dan sosialisme mendapat simpati besar dari rakyat. Namun pemilihan umum tahun 1952 digulingkan oleh Fulgencio Batista yang melakukan kudeta dan mengklaim dirinya sebagai perdana menteri. Rezim Batista kemudian digulingkan oleh Fidel Castro melalui aksi politiknya yang dikenal dengan nama Gerakan 26 Juli 1953. Di bawah kepemimpinan Castro, Kuba menerapkan sistem politik kiri, bersekutu dengan Uni Soviet ketika Perang Dingin berlangsung, dan menempatkan diri sebagai oposisi Amerika Serikat. Pemerintahan Castro membawa beberapa perubahan sosial penting bagi Kuba, salah satunya adalah peningkatan pendidikan yang memajukan sektor kesehatan dan menyuburkan tenaga profesional di negara itu.

Page 60: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

50 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Namun, tak semua program sosial berjalan baik pada pemerintahan Castro. Pelanggaran HAM melalui penculikan dan penahanan cenderung tinggi, khususnya kepada tokoh politik yang kritis maupun kepada kaum homoseksual.

Pendulum politik dan kebijakan ekonomi di Amerika Latin sudah mulai bergeser lagi. Ada yang berpendapat bahwa berbagai kejadian akhir-akhir ini di sejumlah negara Amerika Latin, terutama Venezuela, sebagai pertanda ”matinya gelombang merah muda (pink tide) sosialisme”. Meski demikian, tidak ditangkap adanya perubahan arah seismik ke kembalinya dominasi sayap kanan. Lalu, apa yang sesungguhnya terjadi di Amerika Latin saat ini? Pergerakan pendulum politik dan kebijakan Amerika Latin bisa dilacak kembali ke periode 1970-an dan berlanjut hingga 1990-an, periode reformasi negara neoliberal dan rezim otoritarian militer. Neoliberalisme meningkatkan kondisi kehidupan sulit, marjinalisasi, dan ketimpangan sosial-ekonomi; sementara otoritarianisme mengeliminasi atau mengurangi secara substansial kebebasan politik dan warga negara. Itulah yang mencirikan Amerika Latin pada masa lalu. Dan, kondisi seperti itu memicu munculnya pusaran besar-besaran mobilisasi gerakan melawan neoliberalisme, yang dalam banyak kasus telah menjatuhkan pemerintah. Argentina, misalnya, pernah memiliki lima presiden dalam dua minggu: 1) Fernando de la Rua, mundur 20 Desember 2001; 2) Ketua Senat Ramon Puerta menjadi penggantinya; 3) Kongres mengangkat Adolfo Rodriguez Saa sebagai presiden sementara; 4) Adolfo Rodriguez Saa pada 31 Desember mundur dan Eduardo Camano ditunjuk sebagai presiden sementara; 5) Kongres menunjuk Eduardo Duhalde, 2 Januari 2002. Semua terjadi karena krisis ekonomi dan politik. Keruntuhan sistem partai dan rezim politik terjadi pula di Ekuador dan Venezuela, Uruguay

Page 61: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

51Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

dan Brasil selamat. Namun, yang perlu dicatat adalah semua itu sebagai konsekuensi dan reformasi neoliberal yang mengakibatkan disinkorporasi arena sosial-politik massa rakyat miskin dan kelas menengah. Pendek kata, yang menjadi jalan berkuasanya kekuatan kiri di negara-negara itu adalah karena kegagalan neoliberalisme sebagai jalan pembangunan yang berkelanjutan. Pada masa itulah lalu muncul istilah ”berbelok ke kiri” dan pink tide (gelombang merah muda). Kedua frasa tersebut dipakai untuk menggambarkan naik panggungnya sosialisme di Amerika Latin. Namun, gelombang merah muda juga sering dipakai untuk menunjuk pada pemerintah kiri atau kiri tengah Venezuela sejak Hugo Chavez berkuasa pada tahun 1999. Hugo Chavez inilah yang sering disebut sebagai penganjur dan yang pertama mempraktikkan ”sosialisme abad ke-21”. Sosialisme abad ke-21 tersebut muncul sebagai dampak dari kegagalan sosialisme model Uni Soviet. Yang mereka sebut sebagai sosialisme abad ke-21 adalah sistem ekonomi yang secara radikal memutuskan hubungan dengan rezim neoliberal pasar bebas dan versi sosialisme ”statis” yang ditumbuhkembangkan (dulu) Uni Soviet, China, dan Kuba (James Petras). Pemerintahan ”merah muda” itu pada dasarnya, menurut Gregory Weeks, menolak dogmatisme pasar dan waspada pada AS. Mereka mengupayakan untuk mempercepat partisipasi rakyat dan mempersempit jurang perbedaan kaya dan miskin. Dalam praktiknya, pemerintah yang menganut rezim merah muda itu mengombinasikan perhatian yang lebih besar terhadap kesejahteraan sosial dengan kekuatan pasar serta investasi asing. Sebagai contoh, Dilma Rousseff (mantan Presiden Brasil). Ia dikenal sebagai orang kiri, tetapi ketika memerintah, ia mengajak serta bankir konservatif dan secara terang-terangan mengaku membutuhkan kebijakan pengetatan ikat pinggang. Para pekerja tambang di Peru selalu berpendapat bahwa Ollanta Moises Humala Tasso (Presiden Peru 2011-2016) bukanlah orang

Page 62: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

52 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

yang berhaluan kiri atau kanan, melainkan bawah. Dua contoh tersebut menggambarkan bahwa para pemimpin Amerika Latin yang sering disebut sebagai pemimpin kiri kadang-kadang berbicara dalam istilah-istilah sosialis, tetapi memerintah secara kapitalis. Veronica Michelle Bachelet Jeria (Presiden Cile sejak 11 Maret 2014, pernah menjadi presiden pada 2006-2010) adalah seorang anggota Partai Sosialis. Meskipun demikian, Bachelet secara hati-hati melindungi ekonomi yang sangat kapitalis. Menteri Ekonomi dan Keuangan Bolivia Luis Alberto Arce Catacora, meski tetap memasang foto Che Guevara di kantornya, tetap menarik investor asing. Presiden Ekuador Rafael Vicente Correa Delgado, meski sangat tajam mengkritik kapitalisme global, tetap mengundang investor asing di sektor pertambangan. Seperti apa sesungguhnya wajah Amerika Latin? Menurut jajak pendapat yang dilakukan oleh Latinobarometro 2013, sebanyak 55 persen orang Amerika Latin bahkan tidak menganggap diri mereka kiri atau kanan sama sekali. Mayoritas menganggap diri mereka tengah, dengan menginginkan penyelesaian masalah-masalah sosial-ekonomi-politik secara moderat. Kalau sekarang sosialisme ambruk, itu karena beban berat mereka sendiri yang harus diusung.

4. PartaidanResolusiPascaKonflik

Walaupun jarang dibahas, akan tetapi sistem kepartaian juga menjadi sarana untuk melakukan rekayasa menuju perdamaian pasca konflik. Pemerintahan di seluruh dunia menggunakan berbagai cara untuk mengakhiri perang sipil dan mempromosikan perdamaian yang abadi setelah perang. Beberapa menggunakan tindakan kejam seperti pembersihan etnis untuk mengakhiri konflik domestik secara permanen. Contoh-contoh yang menonjol termasuk upaya Saddam Hussein yang secara brutal

Page 63: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

53Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

menghancurkan pemberontakan Kurdi pada tahun 1988 dan taktik genosida etnik Slobodan Miloslovic melawan Muslim Bosnia pada tahun 1991-1992. Pemerintah, tak hanya menggunakan tindakan kejam ini untuk mencegah terulangnya perang saudara. Pemerintah juga menggunakan alat lain seperti menegosiasikan kesepakatan pembagian kekuasaan politik atau gencatan senjata dengan para pemimpin kelompok pemberontak untuk mendorong perdamaian abadi setelah perang sipil.51 Secara khusus, untuk menjamin perdamaian berkelanjutan, pemerintah sering mengusulkan kesepakatan pembagian kekuasaan di mana mereka (i) menawarkan konsesi pembagian kekuasaan seperti posisi kabinet, portofolio menteri, kursi legislatif, dan posisi birokrasi kepada pemimpin pemberontak dan/atau (ii) memungkinkan kelompok pemberontak membentuk partai politik untuk berpartisipasi dalam pemilihan multipartai.52 Contohnya tawaran kesepakatan pembagian kekuasaan oleh Perdana Menteri India Rajiv Gandhi kepada gerilyawan Mizo pada tahun 1986 dan tawaran Presiden George Cristiani tentang kesepakatan pembagian kekuasaan kepada pemberontak FMLN di El Salvador pada tanggal 15 Januari 1992.

Analis seperti Hampson (1996) dan Sisk (1996) mengemukakan bahwa pemerintah sering menawarkan kesepakatan pembagian kekuasaan secara politik. Ini berbeda dengan menawarkan gencatan senjata darurat. Dengan itikad baik berharap bahwa kesepakatan tersebut akan membantu mempertahankan perdamaian. Namun

51Michael W. Doyle dan N. Sambanis, “International Peacebuilding: A Theoretical and Empirical Analysis”, American Political Science Review, Vol. 9, No. 4, 2000, hlm. 779–802. Baca juga: Barbara F. Walter, “Does Conflict Beget Conflict? Explaining Recurring Civil War”, Journal of Peace Research, Vo. 41, No. 3, 2004, hlm. 371–388.

52Thimothy D. Sisk, 1996, Power Sharing and International Mediation in Ethnic Conflicts. Carnegie Com- mission on Preventing Deadly Conflict, US Institute of Peace, Washington Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI).

Page 64: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

54 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

demikian, apakah kesepakatan pembagian kekuasaan secara politis berhasil mempromosikan perdamaian? Penelitian yang dilakukan oleh Bumba Mukherjee53, dengan mengamati 111 perang saudara yang terjadi antara tahun 1944-1999, menunjukkan adanya 61 kesepakatan yang ditawarkan (54,9%). Merujuk kepada konseptualisasi ilmiah54, perdamaian dianggap gagal jika perang saudara terjadi kembali dalam waktu 24 bulan setelah kesepakatan pembagian kekuasaan politik dinegosiasikan. Dengan mengingat hal tersebut, Mukherjee mengatakan sebanyak 34 dari 61 kasus (55,7%), kesepakatan pembagian kekuasaan secara politis berhasil mendorong perdamaian. Namun, sebanyak 27 kesepakatan dari 61 kasus (44,3%), kesepakatan pembagian kekuasaan secara politik gagal untuk mempromosikan perdamaian dan menyebabkan terulangnya perang. Dalam data yang lain, Mukherjee mengatakan bahwa dampak kesepakatan pembagian kekuasaan politik memiliki efek panjang untuk menciptakan perdamaian. Durasi damai setelah penghentian perang sipil tersebut sampai dengan 31 Desember 1999 juga bervariasi secara dramatis. Dari 61 kasus di mana kesepakatan pembagian kekuasaan politik ditawarkan, perdamaian bertahan selama 95-183 bulan untuk 18 kasus, 67-94 bulan dalam 24 kasus, dan hanya 6-19 bulan di 19 kasus lainnya. Berikut ini disajikan daftar perang sipil, kesepakatan pembagian kekuasaan, dan dampak terhadap perdamaian sebagaimana dirumuskan oleh Mukherjee.55

53Bumba Mukherjee, “Why Political Power-Sharing Agreements Lead to Enduring Peaceful Resolution of Some Civil Wars, But Not Others?”, International Studies Quarterly, Vol. 50, 2006, hlm. 479–504.

54lihat Doyle dan Sambanis, loc.cit.55Bumba Mukherjee, op.cit., hlm. 481-482.

Page 65: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

55Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

Political Power- Country Sharing Agreement

Government Victory

Insurgent Victory

Military Stalemate

Peace Failure or Success

Afghanistan (1978–1992) 0 0 1 0 Failure Afghanistan (1993–) 0 0 0 1 Failure Algeria (1992–1997) 0 1 0 0 Failure Angola (1992–1994) 0 0 0 1 Failure Angola (1975–1989) 0 0 0 1 Failure Angola (1989–1991) 1 0 0 1 Failure Azerbaijan (1988–1996) 0 0 0 1 Success Bangladesh (1973–1997) 1 0 1 0 Success Bolivia (1952) 0 0 1 0 Success Burma (1948) 0 1 0 0 Failure Burma (1968–1982) 0 0 0 1 Failure Burma (1983–1995) 0 0 0 1 Failure Burundi (1972–1973) 0 0 0 1 Failure Burundi (1988) 1 1 0 0 Failure Burundi (1993–1994) 1 0 0 1 Failure Cambodia (1970–1975) 0 0 1 0 Failure Cambodia (1979–1991) 1 0 0 1 Success Chad (1965–1979) 1 0 0 1 Failure Chad (1980–1994) 1 0 1 0 Success China-Tibet (1950–1951) 0 1 0 0 Success Colombia (1948–1957) 1 0 0 1 Success Colombia (1966–1998)-ERC 1 0 0 1 Success Colombia (1968–1984)-FARC 1 0 0 1 Failure Congo-Zaire (1964–1997) 0 0 0 1 Success Congo-Kisanguni (1967) 1 1 0 0 Success Congo-Brazaville (1998–) 0 0 0 1 Failure Costa Rica (1948) 0 0 1 0 Failure Cyprus (1963–1964) 0 0 0 1 Failure Cyprus (1974) 0 0 0 1 Failure Djibouti (1991–1995) 1 0 0 1 Failure Dominican Rep (1965) 0 0 0 1 Success El Salvador (1979–1992) 1 1 0 0 Success Eritrea (1974–1991) 0 0 1 0 Failure Ethiopia-Ogad. (1975–1985) 0 1 0 0 Success Ethiopia (1977–1978) 0 1 0 0 Success Ethiopia-Tigray (1976–1989) 0 0 1 0 Success Greece (1944–1949) 0 1 0 0 Success Georgia-abkhazia (1991–1993) 0 0 0 1 Success Georgia-ossetia (1992–1994) 1 0 0 1 Success Guatemala (1954) 0 0 1 0 Failure Guatemala (1966–1972) 0 0 0 1 Failure Guinea-Bissau (1998) 1 0 0 1 Success Haiti (1991–1994) 1 0 1 0 Failure India-Partition (1946–1947) 0 0 0 1 Success India-Mizo (1966–1986) 1 1 0 0 Success India-Sikh (1984–1994) 1 1 0 0 Success India-Kashmir (1984–1999) 1 0 0 1 Failure India-Naga (1955–1973) 1 1 0 0 Success India-Boro (1988–1992) 1 1 0 0 Success India-Gorkha (1983–1988) 1 1 0 0 Success Indonesia-Dar. (1953–1957) 0 1 0 0 Failure Indonesia (1956–1960) 1 1 0 0 Failure Indonesia-Timor (1975–1982) 0 1 0 0 Failure Indonesia (1959–1969) 1 1 0 0 Failure Iran-Revn. (1978–1979) 0 0 1 0 Success Iraq-Shammar (1959) 0 1 0 0 Success Iraq-Kurds (1988–1994) 0 1 0 0 Failure Iraq-Kurds (1974–1975) 0 1 0 0 Failure

Page 66: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

56 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

TABLE 1. (Contd.) Political Power- Government Insurgent Military Peace Failure Country Sharing Agreement Victory Victory Stalemate or Success Iraq-Shiites (1991–1994) 0 1 0 0 Failure Jordan (1971) 0 1 0 0 Failure Korea (1950–1953) 0 0 0 1 Success Laos (1960–1975) 1 0 1 0 Failure Liberia (1989–1993) 1 0 0 1 Failure Liberia (1994–1997) 1 0 0 1 Failure Lebanon (1958) 1 1 0 0 Success Lebanon (1975–1978) 1 0 0 1 Failure Lebanon (1982–1992) 1 0 0 1 Success Malaysia (1948–1959) 1 1 0 0 Success Mexico (1992–1994) 1 1 0 0 Failure Moldova (1990–1994) 1 0 1 0 Success Mali (1990–1995) 1 0 0 1 Success Morocco (1975–1989) 1 0 0 1 Failure Mozambique (1979–1992) 1 0 1 0 Success Nicaragua (1968–1979) 1 0 1 0 Failure Nicaragua (1981–1989) 1 1 0 0 Success Nigeria-Biafra (1967–1970) 1 1 0 0 Success Nigeria-Muslim (1980–1984) 0 1 0 0 Success Pakistan-Bangla (1971) 0 0 1 0 Success Pakistan-Blch (1973–1977) 0 1 0 0 Success Paraguay (1949) 0 0 1 0 Success Peru (1980–1996) 0 0 0 1 Failure Philippines-NPA (1972–1994) 1 1 0 0 Success Philippines-MNLF (1972–1989) 1 0 0 1 Success Philippines-MILF (1989–1996) 1 0 0 1 Failure Russia-Chechen (1994–1996) 1 0 0 1 Failure Rwanda (1963–1964) 0 0 0 1 Failure Rwanda (1990–1991) 1 0 0 1 Failure Rwanda (1994) 1 0 1 0 Failure S. Africa (1976–1994) 1 0 0 1 Success Sierra Leone (1991–1996) 1 0 0 1 Failure Somalia (1988–1991) 1 0 0 1 Failure Somalia (1991–1993) 1 0 0 1 Failure Sri Lanka-JVP II (1987–1989) 0 1 0 0 Success Sri Lanka-Tamil (1983–1987) 1 0 0 1 Failure Sri Lanka-Tamil (1987–1995) 1 0 0 1 Failure Sri Lanka-Tamil (1996–) 0 0 0 0 Failure Sudan (1963–1972) 1 0 0 1 Success Sudan (1983) 0 0 0 1 Failure Tajikistan (1992–1994) 1 0 0 1 Success Thailand (1967–1985) 1 1 0 0 Success Turkey-Kurds (1984–) 0 1 0 0 Failure Uganda (1980–1988) 1 0 1 0 Failure Uganda (1985–1987) 0 1 0 0 Success Vietnam (1960–1975) 0 0 1 0 Success Yemen-N/AR (1962–1970) 1 0 1 0 Success Yemen-South (1986–1987) 0 0 0 1 Failure Yemen (1994) 1 0 0 1 Success Yugoslavia-Bosnia (1992–1995) 1 0 0 1 Success Yugoslavia-Croatia (1991) 1 0 0 1 Failure Yugoslavia-Croatia (1995) 1 0 0 1 Success Zimbabwe (1972–1980) 1 0 0 1 Success

Page 67: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

57Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

Meskipun dampak kesepakatan pembagian kekuasaan secara politik terhadap perdamaian sangat bervariasi, literatur teoritis memberikan prediksi yang baik mengenai persyaratan-persyaratan supaya kesepakatan pembagian kekuasaan secara politis berhasil atau malah menjadi gagal untuk mempromosikan perdamaian. Masyarakat yang telah mengalami satu perang sipil secara signifikan lebih mungkin mengalami perang kedua atau ketiga daripada masyarakat tanpa sejarah kekerasan sebelumnya. Indonesia, Irak, Burundi, Rwanda, Sri Lanka, dan Iran, misalnya, telah mengalami perang sipil berulang-ulang dimana kekerasan tidak terjadi satu kali pun, namun berulang kali seiring berjalannya waktu. Dalam banyak kasus, tidak ada pola yang konsisten untuk memprediksi munculnya perang. Negara-negara yang mengalami perang saudara yang berulang segera setelah dua tahun setelah satu perang berakhir, seperti yang terjadi di Iran, dan selama 33 tahun kemudian, seperti yang terjadi di Irak. Durasi rata-rata jeda perdamaian dalam antarkonflik yang terjadi tahun 1945-1996 adalah 14 tahun. Dengan demikian, bahkan satu dekade perdamaian pun tidak menjamin bahwa sebuah negara tidak akan mengalami perang sipil lagi. Secara empiris, sebagian besar perang saudara tidak ditakdirkan untuk berulang terus menerus. Dalam jangka waktu 1945 hingga 1996, hanya 36% perang sipil yang diikuti oleh perang-perang selanjutnya. Perang sipil tunggal, seperti yang terjadi di Argentina, Yunani, dan Kosta Rika, tak sekudar konflik yang berulang.56 Dari 58 kasus perang saudara yang berakhir antara tahun 1945 hingga 1996, 22 berulang kembali.

56Barbara F. Walter, op.cit., hlm. 371.

Page 68: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

58 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

C. PartaiPolitikdanSistemPemerintahan

Sistem kepartaian tidak dapat dilepaskan dari sistem pemerintahan. Pendekatan ini melihat seberapa kompatibel sistem kepartaian yang dipilih dengan sistem pemerintahan yang ada di suatu negara.

1. Sistem Presidensial

Pertama, Sistem dua partai sering dianggap sebagai sistem kepartaian yang paling ideal sebab kompatibel untuk sistem presidensial dan sistem parlementarian, sedangkan sistem multipartai dianggap hanya sesuai dengan sistem parlementer.57

Kedua, kekakuan sistemik mengenai masa jabatan presiden yang bersifat tetap mengakibatkan tidak ada peluang untuk mengganti presiden di tengah jalan meskipun kinerjanya tidak memuaskan publik.

Ketiga, prinsip pemenang mengambil semua memberi peluang bagi presiden untuk mengklaim pilihan-pilihan kebijakannya atas nama rakyat. Keempat, menurut Juan Linz, seperti dikutip Syamsuddin Haris, pemisahan kekuasaan antara lembaga eksekutif dan legislatif di dalam sistem presidensial cenderung menimbulkan polarisasi dan instabilitas politik, sehingga dianggap tidak cocok diterapkan di negara demokrasi baru.58

Kesulitan lain yang muncul akibat perpaduan sistem ini antara lain, pertama, sulitnya melembagakan format koalisi permanen di antara partai-partai tanpa mayoritas di parlemen. Kedua, lemahnya disiplin partai-partai dalam mempertahankan

57Ibid., hlm. 55.58Syamsuddin Haris, “Dilema Presidensialisme di Indonesia Pasca-Orde Baru

dan Urgensi Penataan Kembali Relasi Presiden-DPR”, dalam Moch. Nurhasim dan Ikrar Nusa Bhakti (Ed.), Ibid, hlm. 98.

Page 69: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

59Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

sikap dan prinsip politik dari lobi, negosiasi, dan kompromi politik. Oleh karena itu, ke depan, perlu ada semacam “kontrak politik” di antara partai- partai politik yang membentuk koalisi. Kondisi ini juga membawa keuntungan bagi masyarakat sebab masyarakat menjadi lebih mudah menagih janji-janji kampanye partai. Lebih jauh lagi, situasi ini dapat memperkuat sistem demokrasi presidensial.

Sementara itu, kombinasi sistem presidensialisme dan multipartai bukan hanya merupakan “kombinasi yang sulit”, melainkan juga membuka peluang terjadinya kebuntuan politik (deadlock) dalam hubungan eksekutif-legislatif yang kemudian berdampak pada instabilitas demokrasi presidensial. Kemandekan diakibatkan oleh banyaknya jumlah partai di parlemen ditambah dengan pemilu yang berbeda untuk memilih anggota parlemen dan presiden menyebabkan terjadinya perbedaan partai yang menguasai parlemen dengan partai yang memerintah. Peluang sebuah parpol untuk menjadi mayoritas di parlemen relatif kecil.59

Selama bertahun-tahun, sistem presidensial menunjukkan kurangnya insentif untuk koalisi dan menyebut kejadian tersebut sebagai peristiwa langka.60 Namun demikian, pandangan ini mulai berubah. Sejak tahun 1980an, sebagian besar sistem pemerintahan presidensial di kawasan Amerika Latin pada titik tertentu memiliki koalisi multipartai. Di Brasil, Cile, dan Uruguay, koalisi multipartai di pemerintahan nampaknya menjadi

59Maswadi Rauf, “Evaluasi Sistem Presidensial”, dalam Moch. Nurhasim dan Ikrar Nusa Bhakti (Ed.), Sistem Presidensial dan Sosok Presiden Ideal, Jakarta: Pustaka Pelajar dan Asosiasi Ilmu Politik Indonesia-AIPI, 2009, hlm. 35.

60Scott Mainwaring, “Presidentialism, Multipartism, and Democracy: The Difficult Combination”, Comparative Political Studies, Vol. 26,No. 2, 1993, hlm. 198-228. Baca juga Juan J. Linz dan Alfred Stepan, 1994, Problems of Democratic Transition and Consolidation: Southern Europe, South America, and Post-communist Europe, Baltimore, Md.: Johns Hopkins.

Page 70: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

60 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

kecenderungan umum. Dengan tidak adanya mayoritas partai di legislatif, format koalisi tersebut menjadi kewajaran.61 Jika kita melihat pada beberapa dekade terakhir, maka proporsinya bahkan lebih tinggi lagi. Meskipun meningkatnya pemerintahan koalisi dalam sistem kepresidenan telah mendorong minat terhadap proses pembentukan kabinet dan kinerja legislatif pemerintah koalisi, analisis dengan cakupan lintas negara tetap sedikit jumlahnya. Sejauh ini, telah ada sedikit diskusi teoritis mengenai aspek-aspek yang relevan dari pembentukan pemerintah dan stabilitas koalisi di bawah sistem presidensial. Kurangnya studi perbandingan mengenai pemerintahan koalisi dalam sistem kepresidenan berbeda dengan penelitian mutakhir pemerintah koalisi dalam sistem parlementer.

Tudingan bahwa sistem presidensial memberikan sedikit insentif untuk pembentukan koalisi, sebagian sebagai hasil perdebatan mengenai analisis perbedaan antara sistem presidensial dengan sistem parlementer sepanjang hampir 20 tahun yang lalu. Koalisi dalam sistem presidensial dituduh lebih sulit dibandingkan dalam sistem parlementer.62 Argumen ini didasarkan pada alasan institusional. Presiden tidak perlu membentuk mayoritas legislatif untuk mengambil alih jabatan, juga tidak memerlukan mayoritas legislatif untuk menangkis tantangan potensial (yaitu, mosi tidak percaya). Sistem presidensial, tidak seperti parlementer, tidak melembagakan aliansi multipartai dalam pembentukan atau pembubaran pemerintah. Presiden adalah formatur yang dipilih secara eksogen (populer), kemudian dapat saja memiliki pilihan untuk membentuk kabinet multipartai, bahkan dengan sedikit

61Cheibub dkk, loc.cit.62Scott Mainwaring, “Presidentialism in Latin America”, Latin America Research

Review, Vol. 25, No. 1, 1990, hlm. 169.

Page 71: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

61Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

dukungan legislatif sekalipun. Selain itu, partai non-presiden yang bergabung dengan pemerintah relatif kurang berkomitmen untuk mendukung program-program pemerintah. Lagi pula, pembelotan afiliasi di lembaga legislatif tidak membuat eksekutif bubar atau berhenti bekerja. Format koalisi bukanlah kejadian langka dalam sistem presidensial. Lebih dari satu dekade yang lalu, Dehesa (1997) meneliti 123 pemerintahan yang terbelah dan menemukan bahwa sebanyak 56% kasus membentuk koalisi multipartai. Hasil ini sesuai dengan analisis deskriptif lebih dari 6 (enam) negara penganut sistem presidensial yang dipresentasikan oleh Lanzaro (2001). Dan temuan Cheibub dkk. (2004)63 memberikan bukti tentang keduanya, sering terjadinya koalisi presiden. Literatur sebelumnya, nampaknya meremehkan kekuatan insentif-insentif terbentuknya keberhasilan koalisi dalam sistem pemerintahan.

Dalam sistem parlementer, partai pemerintah adalah pemain utama agenda kebijakan di parlemen sehingga mereka harus setuju agar terjadi perubahan kebijakan yang signifikan. Jika abai, tidak akan terjadi perubahan atau perubahan ini akan dilakukan oleh pemerintah yang berbeda. Dalam sistem presidensial, partai-partai di pemerintahan tidak merupakan penyusun utama kebijakan. Artinya, mereka bisa saja di parlemen mereka menolak rancangan undang-undang dan representasi mereka bertahan di pemerintahan.

Kita dapat melihat kasus Cile dan Meksiko. Presiden Cile memiliki otoritas formal yang jauh lebih besar daripada Presiden Meksiko. Namun, Parlemen Cile memiliki keanggotaan yang sangat profesional dalam sistem komite yang kuat, sementara di Meksiko memiliki sistem komite yang lebih lemah yang terdiri

63José Antonio Cheibub, Adam Przeworski, dan Sebastián M. Saiegh, “Government Coalitions and Legislative Success under Presidentialism and Parliamentarism”, British Journal of Political Science, Vol. 34, 2004, hlm. 565-587.

Page 72: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

62 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

dari anggota yang tidak dapat dipilih kembali dengan masa jabatan yang juga lebih pendek. Oleh karena itu dapat dikatakan walaupun memiliki format kelembagaan serupa, Presiden Cile memiliki posisi negosiasi yang lebih kuat daripada Presiden Meksiko, dan akibatnya partai-partai dalam kongres Chili lebih mungkin bergabung dengan koalisi pemerintah. Akibatnya, jika kapasitas adalah ukuran relevansi institusional yang lebih sesuai, maka Presiden cenderung membentuk koalisi pemerintah dengan kekuatan-kekuatan dalam parlemen dengan keanggotaan yang lebih profesional. Permintaan masa jabatan dan keterpilihan kembali adalah tindakan yang digunakan secara tradisional dalam literatur legislatif untuk menangkap kapasitas kelembagaan dan profesionalisasi keanggotaan parlemen.

Problematika yang tidak kalah penting adalah menyangkut relasi parlemen-pemerintah (DPR-Presiden). Pemilihan umum dengan jumlah partai yang terlalu banyak yang berdampak pada tidak adanya partai pemenang pemilihan umum dengan perolehan suara mayoritas yang signifikan, terlebih lagi jika parlemen justru dikuasai oleh partai atau koalisi partai yang berbeda dengan partai atau koalisi partai yang menjadi pendukung presiden terpilih, cenderung mengakibatkan tidak efektifnya pemerintahan presidensial.

Problem efektivitas pemerintah yang dialami oleh Indonesia juga banyak dialami negara-negara lain yang menganut sistem pemerintahan presidensial. Mainwaring berpendapat bahwa hanya 4 (empat) negara penganut sistem presidensial yang berhasil dalam menciptakan pemerintah yang efektif dan stabil. Keempat negara tersebut adalah Amerika Serikat, Costa Rica, Columbia, dan Venezuela. Sebaliknya, mayoritas negara-negara yang menganut sistem parlementer dinilai sukses dalam hal menjaga stabilitas dan

Page 73: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

63Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

efektifitas pemerintahan. Beberapa negara tersebut antara lain; Australia, Austria, Belgia, Kanada, Denmark, Jerman, Irlandia, Belanda, Inggris, Selandia Baru, Italia, dan sebagainya.64

Persoalan yang perlu menadapat jawaban adalah mengapa kombinasi antara sistem presidensial dan sistem multi partai yang dipraktekkan di Indonesia tidak mendorong terjadinya pemerintahan yang efektif dan stabil? Penulis tidak ingin menyatakan bahwa sistem pemerintahan memiliki korelasi langsung terhadap efektivitas pemerintahan, karena terdapat bukti kalau kedua sistem pemerintahan mampu menciptakan pemerintahan yang efektif. Meskipun tidak ada hubungan yang langsung antara sistem pemerintahan dengan efektifitas pemerintah, akan tetapi ada beberapa hal di dalam sistem presidensialime yang mempengaruhi efektivitas pemerintah.

Terdapat beberapa alasan mengapa sistem presidensial dan sistem multi partai kurang berhasil di dalam menciptakan pemerintahan yang efektif dan stabil dibandingkan dengan sistem parlementer yang dikombinasikan dengan sistem dua partai. Menurut pengamatan penulis sekama ini, ada beberapa alasan/kelemahan sistem presidensial yang dikombinasikan dengan sistem multi partai.

Pertama, karena pemilihan presiden dan parlemen diselenggarakan secara terpisah maka kemungkinan presiden yang terpilih adalah presiden yang tidak mendapatkan dukungan mayoritas di parlemen. Semakin besar dukungan parlemen kepada presiden maka implementasi kebijakan publik oleh pemerintah akan semakin efektif. Sebaliknya semakin kecil dukungan parlemen

64Partono, “Sistem Multi Partai, Presidensial dan Persoalan Efektifitas Pemerintah”, makalah, 2010, hlm. 3.

Page 74: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

64 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

maka efektifitas pemerintah di dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakan akan semakin berkurang.

Kedua, personal presiden, termasuk kepribadian dan kapasitas merupakan salah satu faktor yang penting. Di dalam sebuah situasi yang sulit seperti keadaan krisis ekonomi saat ini presiden dihadapkan pada pekerjaan yang sangat banyak dan rumit. Oleh karena itu presiden juga dituntut memiliki kapasitas yang baik untuk menangani berbagai permasalahan yang sedang dihadapi. Selain dituntut untuk memiliki kapasitas dalam menangani permasalahan bangsa, karena presiden membutuhkan support/dukungan dari parlemen maka presiden juga dituntut untuk memiliki kemampuan berkomunikasi dan lobby yang baik dengan parlemen. salah satu faktor kurang efektifnya pemerintahan saat ini oleh beberapa kalangan dinilai disebabkan kelemahan di dalam mengelola dukungan dari koalisi partai politik yang mendukung pemerintah dan lemahnya/ketidakmampuan presiden melakukan komunikasi dan lobby politik dengan parlemen.

Ketiga, di dalam sebuah sistem presidensial dan multi partai membangun koalisi partai politik untuk memenangkan pemilu adalah hal yang sangat wajar dan umum terjadi. Koalisi partai politik terjadi karena untuk mendapatkan dukungan mayoritas dari parlemen merupakan sesuatu yang sangat sulit. Namun masalahnya adalah koalisi yang dibangun di dalam sistem presidensial, khususnya di Indonesia, tidak bersifat mengikat dan permanen. Partai politik yang tergabung di dalam sebuah koalisi mendukung pemerintah bisa saja menarik dukungannya. Tidak adanya jaminan bahwa koalisi terikat untuk mendukung pemerintah sampai dengan berakhirnya masa kerja presiden. Partai-partai politik yang tergabung di dalam koalisi cenderung mengambil keuntungan dari pemerintah. Jika kebijakan atau

Page 75: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

65Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

program yang diambil oleh pemerintah tidak populer partai politik cenderung melakukan oposisi.

Selanjutnya koalisi partai politik yang dibangun untuk mendukung calon presiden tidak mencerminkan dan menjamin dukungan semua anggota parlemen dari masing-masing partai politik yang ada di dalam koalisi kepada presiden. Partai politik tidak mampu melakukan kontrol terhadap para anggota-anggotanya di parlemen untuk selalu mendukung pemerintah.

Skema sistem presidensial, seperti diketahui, menempatkan presiden sebagai locus kekuasaan, dalam arti untuk memerintah (govern) dan mengeksekusi kebijakan. Karena itu, seorang presiden semestinya memperoleh derajat governability yang tinggi agar pemerintahan yang dihasilkan pemilu bisa bekerja efektif. Jumlah partai yang banyak di parlemen, memang boleh jadi mencerminkan representativeness yang tinggi. Namun, jumlah partai yang terlalu banyak secara natural juga mengurangi derajat governability presiden dalam sistem presidensial. Sebabnya sangat sederhana: too many players.

Dengan terciptanya sistem kepartaian yang lebih sederhana maka akan mendorong koalisi partai politik yang lebih ramping, disiplin dan mengikat. Upaya untuk mendorong agar supaya partai politik membangun koalisi yang disiplin dan mengikat. Pertama, memperbaiki disiplin internal partai politik masing-masing. Partai politik harus mampu mengontrol anggota-anggotanya di parlemen untuk mengikuti kebijakan partainya dalam mendukung pemerintahan. Jika perlu, partai politik memberikan sanksi tegas kepada anggotanya di parlemen yang tidak mendukung program dan kebijakan pemerintah. Kedua, fatsoen politik harus ditegakkan. Para politisi yang ada di DPR dan kabinet harus sejalan dan seiring dengan program dan kebijakan presiden. Pejabat partai

Page 76: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

66 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

politik yang dipilih di kabinet seharusnya mengundurkan diri dari jabatan di masing-masing partai untuk mengurangi conflict of interest. Ketiga, partai-partai politik di dalam koalisi harus berkomitmen kuat untuk terus mendukung sampai dengan pemilu presiden berikutnya.

Bila berbicara tentang sistem kepartaian, kita seringkali hanya memusatkan perhatian pada jumlah partai yang ada dalam sebuah negara. Akan tetapi, itu sebenarnya bukan berarti kita hanya membahas jumlah, melainkan juga sehat-tidaknya persaingan partai politik di suatu negara. Bila mengacu ke jumlah, kita akan menemui satu, dua, atau sistem banyak partai yang kita kenal. Namun, hal itu tidak cukup untuk menjadi satu-satunya ukuran ideal bahwa melihat sistem kepartaian ialah dengan melihat jumlah partai yang ada di suatu negara.

Bisa jadi jumlah parpol banyak, tetapi tidak bisa berkompetisi dengan baik sehingga hanya dua atau bahkan satu partai yang memegang peranan dalam pemerintahan suatu negara. Itu berarti sistem yang demikian tidak bisa lantas disebut sistem banyak partai. Meskipun terdapat lebih dari satu partai politik, partai-partai kecil tidak bisa memberikan pengaruh dalam proses pembuatan kebijakan. Partai nonpemerintah hanya dianggap sebagai pelengkap persyaratan prinsip demokrasi yang dianut. Ia hanya partai pinggiran, yaitu partai yang selalu berada di wilayah pinggiran. Dalam ikut menentukan jalannya pemerintahan negara, hanya satu partai yang memegang peranan secara dominan.

Idealnya, pada sebuah bangun kepartaian dari sisi kuantitas, tersedia partai yang memiliki komitmen dan konsistensi kerakyatan. Artinya, berapa pun jumlah partai, itu tidak menjadi masalah bila semuanya memang kebutuhan dari rakyat. Meski sedikit, itu akan menjadi persoalan bila tak satu pun merupakan wahana

Page 77: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

67Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

bagi aspirasi ma syarakat. Dari sisi kualitas, setiap partai memiliki kesempatan dan keinginan serta kemampuan untuk berkompetisi melaksanakan fungsi secara optimal dalam sebuah mekanisme yang kondusif. Keberadaan partai tidak semata-mata ditentukan rezim yang tengah berkuasa atau sebuah mekanisme administratif yang diciptakan secara tidak adil dan demokratis oleh penguasa secara sepihak.

Saya menilai, hilangnya peran sentral parpol dalam mengkader anggotanya, melahirkan tokoh berbasis ideologi, dan sebagai penyalur aspirasi publik, menjadi tanda-tanda kemunduran kualitas politik dan demokrasi. Hilangnya fungsi parpol ini dapat berdampak negatif terhadap tiga hal bagi perkembangan politik Indonesia. Pertama, pemilih akan lebih mengedepankan aspek visual dan kesukaan ketimbang isi dan gagasan dalam menentukan calon yang akan dipilih. Akibatnya, diskursus tentang bagaimana Indonesia ke depan akan semakin melemah. Kedua, parpol hanya sebatas administrator dan fasilitator dalam politik Indonesia. Akibatnya, tokoh populer atau pemilik modal besar sangat mudah menunggangi parpol untuk kepentingan individualnya. Ketiga, hilangnya wadah untuk mengasah negarawan muda masa depan bangsa. Tanpa kaderisasi parpol yang terintegrasi dan berintegritas, sulit rasanya ada alternatif untuk para calon pemimpin Indonesia ke depan mendidik kapasitas politiknya.

2. Sistem Parlementer

Di negara-negara dengan sistem parlementer, pemindahan kekuasaan dari satu pemerintahan ke pemerintahan lainnya terkadang ditandai oleh negosiasi yang panjang guna memperoleh keuntungan atas keputusan komposisi dan kebijakan kabinet baru. Pemilihan legislatif yang diadakan di Belgia pada tanggal 10

Page 78: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

68 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Juni 2007 diikuti oleh penundaan terpanjang dalam membentuk pemerintahan baru dalam sejarah Belgia. Seperti biasa, Raja selaku kepala negara menunjuk seorang informan untuk mengumpulkan informasi dan melaporkan kembali seorang formatur yang kemudian akan mengatur proses pembentukan pemerintahan. Raja walaupun non-partisan terpaksa harus aktif mengikuti perkembangan karena negosiasi mengenai kemungkinan koalisi berulang kali gagal. Sebuah kabinet sementara akhirnya dilantik oleh raja pada akhir Desember 2007, dalam 194 hari setelah pemilu digelar. Dalam bulan-bulan berikutnya, Guy Verhofstadt, yang menyandang sebagai pelaksana tugas Perdana Menteri, tak terlampau nyaman dalam bekerja, karena praktis tak bisa mengambil keputusan-keputusan strategis. Pada sebagian besar negara, termasuk Belgia, memiliki tradisi kuat bahwa pemerintahan sementara, tidak memiliki otoritas untuk membuat prakarsa kebijakan.65

Legitimasi pemerintahan dapat dengan mudah dirusak dalam situasi tawar-menawar yang panjang ini, baik karena pemerintah sementara tanpa mandat menerapkan kebijakan, atau karena pemerintah sementara tidak mengambil tindakan dan kelambanan ini dipandang merusak kepentingan umum. Sebagai contoh baru-baru ini, kasus penundaan 7 (tujuh) bulan dalam membentuk sebuah pemerintahan pasca pemilihan legislatif di Republik Ceko pada bulan Juni 2006. Sebuah media, akibat keadaan ini, melukiskan dengan mengenaskan bahwa Parlemen tidak menyelesaikan apa-apa, sementara undang-undang dan reformasi penting berada dalam keadaan terombang-ambing,

65Michael Laver dan Kenneth A. Shepsle, 1994, Making and Breaking Governments: Cabinets and Legislatures in Parliamentary Democracies, Cambridge: Cambridge University Press, hlm. 292.

Page 79: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

69Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

termasuk reformasi pensiun yang telah lama ditunggu, privatisasi perusahaan milik negara, perombakan KUHP, dan nasib pajak yang kontroversial. Parlemen yang tidak berfungsi membebani pembayar pajak sebanyak 3 juta Kc ($ 136,550) per hari. Pemerintah Ceko yang baru, dengan Mirek Topolanek sebagai perdana menteri, akhirnya memperoleh pengesahan pada 19 Januari 2007, nyaris 229 hari setelah pemilihan legislatif.

Proses pembentukan pemerintahan parlementer yang menguasai mayoritas legislatif bisa menjadi kompleks.66 Ketika sebuah partai politik memenangkan mayoritas legislatif, model pembentukan pemerintah selalu berkumpul pada prediksi bahwa hal itu akan membentuk pemerintahan tunggal dan menguasai semua portofolio kabinet. Hal ini hampir selalu benar secara empiris dan bukan pertanyaan teoritis terbuka. Meskipun kita mungkin memikirkan model yang masuk akal yang memperlakukan pemerintah mayoritas partai tunggal sebagai koalisi faksi partai, ini bukan fokus dari literatur yang kita hadapi. Dalam varian yang paling khas dari proses ini, ketika pada satu sisi kepala negara yang memimpin proses pembentukan pemerintah dan yang pada akhirnya menginvestasikan sebuah pemerintahan dengan kewenangan konstitusional untuk menjabat, pada sisi lain terdapat para formatur untuk membangun pemerintahan. Tata cara penunjukkan formatur bervariasi dari satu negara ke negara lain, meskipun biasanya formatur awal adalah pemimpin partai yang menguasai parlemen. Setelah dipilih, formatur harus membangun sebuah pemerintahan dengan dukungan dari legislatif. Ini biasanya membutuhkan alokasi portofolio menteri dan menetapkan kebijakan dasar yang ingin ditempuh pemerintah. Jika partai

66Michael Laver dan Norman Schofield, 1998, Multiparty Government: The Politics of Coalition in Europe (2nd. Ed.), USA, University of Michigan Press.

Page 80: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

70 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

formatur tidak menguasai mayoritas legislatif, maka formatur harus bernegosiasi mengenai hal ini dengan pimpinan partai lain. Bahkan jika partai formatur menguasai mayoritas legislatif, kemungkinan negosiasi serupa masih berlangsung dengan kalangan internal partai yang bersangkutan. Selama proses tawar-menawar ini, tidak jarang formatur gagal membentuk koalisi pada usaha pertama atau bahkan usaha kedua. Sebagai contoh, diperlukan 7 (tujuh) proposal koalisi yang berbeda selama 106 hari agar sebuah pemerintahan dibentuk setelah pemilihan legislatif Belgia tahun 1979.67 Jika tidak ada kesepakatan, formatur yang berbeda dapat ditunjuk dan rintisan membentuk pemerintahan dimulai lagi. Begitu sebuah kabinet pada akhirnya terbentuk, dukungan dari mayoritas legislatif dapat (atau harus) ditunjukkan dengan pemungutan suara formal. Jika pemungutan suara tidak berhasil, maka proses pembentukan pemerintah akan dimulai lagi, begitu seterusnya. Namun, jika pemungutan suara berhasil berhasil (atau mekanisme ini tidak diatur secara formal), maka kepala negara hanya akan meresmikan komposisi kabinet yang diusulkan oleh formatur. Pada titik ini, pemerintah bekerja hingga periode pemilu berikutnya atau ketika kehilangan dukungan mayoritas legislatif.

Dalam ranah empirik, pengalaman pemerintahan koalisi bervariasi antar negara. Jerman memiliki sistem pemerintahan koalisi yang berkembang dengan baik. Sebanyak 9 dari 100 pemerintahan yang terbentuk selama abad kedua puluh telah

67Lieven De Winter, Arco Timmermans, dan Patrick Dumont, “Belgium: On Government Agreements, Evangelists, Followers and Heretics”, dalam Wolfgang C. Müller dan Kaare Strøm (Editor), 2000, Coalition Governments in Western Europe, Oxford, Oxford University Press, hlm. 315.

Page 81: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

71Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

melibatkan dua atau lebih partai.68 Baik Denmark maupun Irlandia memiliki sistem koalisi yang relatif matang, walaupun koalisi hanya menjadi norma di Irlandia sejak 1989, ketika partai dominan, Fianna Fail, mengakhiri moratorium pembagian kekuasaannya. Selandia Baru memiliki pengalaman yang lebih terbatas dalam pemerintahan koalisi, yang berasal dari pertengahan 1990-an. Kisaran dalam masa jatuh tempo pemerintahan koalisi memungkinkan penelitian untuk mengeksplorasi implikasi jangka pendek dari sebuah pergeseran ke pemerintah pembagian kekuasaan (Selandia Baru) serta menilai pengaturan dalam sistem yang telah lama beradaptasi dengan kondisi koalisi (Jerman, Denmark , Irlandia). Sementara pemerintah di Selandia Baru memegang jabatan untuk 3 (tiga) tahun, sebagian besar negara Eropa Barat memiliki durasi jabatan hingga 4 (empat) tahun, sementara Inggris dan beberapa lainnya melakukan bahkan sampai 5 (lima) tahun. Dengan kata lain, dengan asumsi bahwa eksekutif dapat berjalan secara penuh, pemerintah di Selandia Baru akan tampak jauh kurang stabil daripada di Inggris.

Di Inggris, untuk menghentikan pemerintahan adalah melalui mosi tidak percaya yang harus didukung oleh semua oposisi.. Ketentuan serupa terjadi di Denmark, Irlandia dan Selandia Baru. Dalam praktiknya, tentu saja, partai oposisi mengalami kesulitan. Meskipun demikian, mereka menghadapi sedikit perjuangan daripada rekan-rekan mereka di negara-negara seperti Swedia, yang hanya bisa menjatuhkan sebuah pemerintahan jika didukung oleh mayoritas dari semua anggota parlemen. Akhirnya, dan yang paling membatasi, pemerintahan Jerman dan Spanyol aman kecuali jika

68Kaare Strøm dan Stephen M. Swindle, “The Strategic Use of Parliamentary Dissolution Powers”, paper delivered to ECPR Joint Sessions of Workshops, Copenhagen, April 14th-19th 2000, hlm. 2.

Page 82: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

72 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

pihak oposisi menggerogoti mayoritas mutlak anggota parlemen melawan pemerintah, dan juga menominasikan penggantinya. Ketentuan konstruktif diperkenalkan pertama kali di Jerman, untuk mencegah terulangnya instabilitas rezim Weimar di mana pemerintah dikalahkan tanpa legislatif mengajukan pemerintahan penggantinya.69 Ini memiliki 2 (dua) keunggulan. Pertama, ini mengurangi kemungkinan kebuntuan, di mana oposisi memiliki dukungan penting untuk menggantikan pemerintahan petahana tanpa konsensus yang bertele-tele. Kedua, dengan melakukan penggantian satu pemerintahan secara otomatis, akan mengurangi intervensi Kepala Negara dalam proses pembentukan pemerintah yang berpotensi kontroversial.70 Mosi tidak percaya hanya diuji 2 (dua) kali di Jerman yang gagal pada tahun 1972 melawan Willy Brandt, dan berhasil pada tahun 1982, ketika Helmut Kohl menggantikan Helmut Schmidt.71 Mosi tidak percaya baru diperkenalkan di Belgia sejak 1995 dan di Spanyol sejak tahun 1978, di mana tidak ada gerakan kecaman mengenai hal ini.72

Perubahan mekanisme mosi t idak percaya telah direkomendasikan di Irlandia, dan disarankan untuk dipertimbangkan di Selandia Baru, sebagai sarana untuk menopang pemerintah.73 Beberapa komentator melihat peraturan ini telah

69Thomas Saalfeld, “Germany: Stable Parties, Chancellor Democracy and the Art of Informal Settlement”, dalam dalam Wolfgang C. Müller dan Kaare Strøm (Editor), op.cit., hlm. 36.

70Michael Laver, “The Government Formation Proces in Ireland: Implications for the Constitutional Role of the President, the Government and the Dáil”, dalam Constitution Review Group, 1996, hlm. 478.

71Geoffrey K. Roberts, 2000, German Politics Today, Manchester, Manchester University Press, hlm. 118-119.

72Josep M. Colomer, “Spain and Portugal: Rule by Party Leadership”, dalam Josep M. Colomer, Editor, 1996, Political Institutions in Europe, London: Routledge, hlm. 191.

73Laver, op.cit.

Page 83: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

73Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

memberi kontribusi pada stabilitas pemerintah di Jerman pada periode pasca perang74 walaupun ada yang berpendapat bahwa sistem partai yang stabil telah benar-benar menjalankan peran yang paling utama.75

Ada varian dari ketentuan mosi tidak percaya yang menghindari membuat tugas oposisi terlalu berat. Salah satu varian tersebut adalah sistem di Belgia dan di New South Wales di Australia, di mana oposisi dapat mengindikasikan adanya penggantinya saat memberikan mosi tidak percaya. Jika oposisi bersatu melawan petahana tapi tidak mendukung pengganti apapun, sebuah mosi yang berhasil hanya mengarah pada pemilu baru.76

Cara lain untuk menjamin stabilitas pemerintahan adalah dengan melepaskan kekuatan atau insentif untuk mengadakan pemilu dini. Bagi seorang perdana menteri Inggris, satu-satunya kendala ketentuan bahwa pemilu harus dilaksanakan dalam 5 tahun sekali. Pemerintahan dalam jawngka waktu tersebut memperoleh lisensi stabilitas, walaupun perdana menteri akan selalu memperoleh tekanan untuk melakukan pemilu dini. Ketentuan serupa berlaku di Kanada (maksimum 5 tahun), Australia dan Selandia Baru (keduanya 4 tahun) - dan juga negara-negara Eropa seperti Austria, Belgia, Denmark, Finlandia, Jerman dan Belanda (semua mempersyaratkan 4 tahun) dan Prancis, Irlandia, Italia dan Luksemburg (mempersyaratkan 5 tahun). Di Swedia pemerintah dapat membubarkan parlemen sebelum masa pemilu berikutnya, namun pemilihan baru merupakan tambahan, dan bukan pengganti, sebab pemilihan harus diadakan setiap 4

74Geoffrey K. Robert, op.cit., hlm. 118-120.75Gordon Smith, “The Resources of a German Chancellor”, West European Politics,

Vol. 14, No. 2, hlm. 50.76De Winter, Timmermans dan Dumont, op.cit., hlm. 342.

Page 84: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

74 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

(empat) tahun sekali. Di negara ini, pemilu dini untuk pertama kali dilaksanakan pada 1958.77 Pemilu dini sempat dibahas dalam konteks krisis pemerintahan pada tahun 1978 dan 1981, namun urung dilaksanakan pada kedua kesempatan tersebut karena pemilihan reguler harus segera menyusul.78 Jika masa jabatan pemerintah diukur sebagai proporsi waktu maksimum dalam memangku jabatan, mekanisme di Swedia beroperasi dengan baik. Rata-rata durasi pemerintahan relatif mencapai 80%, jauh di atas rata-rata negara-negara di Eropa lainnya.79

Model ‘semi fixed’ ini memungkinkan terjadinya deadlock, namun meminimalkan insentif bagi pemerintah untuk memanfaatkan kondisi pemungutan suara yang menguntungkan dengan memaksakan pemilihan dini. Di Norwegia dan Swiss tidak memungkinkan fleksibilitas jadwal pemilu, yang ditetapkan setiap 4 (empat) tahun.

Di Negara dengan sistem parlementer seperti Inggris, di mana terdapat sebuah partai yang memenangkan mayoritas kursi legislatif, pembentukan pemerintahan awalnya merupakan proses yang mudah. Pemimpin partai pemenang menyajikan daftar anggota dewan yang diusulkan, terutama anggota partai pemenang yang terkenal, ke kepala negara (Ratu) untuk memperoleh persetujuan. Dalam pemilihan legislatif di Inggris pada tahun 2010 sayanganya tidak ada sebuah partai yang memenangkan mayoritas kursi legislatif. Hasil legislatif ini sangat tidak biasa untuk Inggris, namun serupa dengan apa yang terjadi di kebanyakan negara demokrasi parlementer lainnya. Jika tidak ada satu partai atau aliansi pemilihan

77Jonathan Boston, 1998, Governing Under Proportional Representation: Lessons from Europe, Victoria University of Wellington: Institute of Policy Studies, hlm. 116.

78Torbjörn Bergman, “Sweden: When Minority Cabinets are the Rule and Majority Coalitions the Exception”, dalam Müller dan Strøm, editor, op.cit., hlm. 199.

79Saalfeld, op.cit., hlm. 12.

Page 85: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

75Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

yang memenangkan mayoritas, dan partai-partai yang terpilih ke legislatif tidak dapat dengan mudah menemukan landasan bersama, maka proses pembuatan kabinet baru bersama bisa berlangsung lama dan berlarut-larut. Untuk waktu yang lama, contoh penundaan penundaan pembentukan pemerintah yang paling terkenal adalah pemilu Belanda yang dimulai pada tahun 1977, ketika dibutuhkan 208 hari bagi pembentukan pemerintahan baru. Rekor ini dipecahkan, pertama di Irak pada tahun 2010 ketika membutuhkan waktu 8 bulan bagi sebuah pemerintahan untuk dibentuk setelah pemilihan legislatif di sana, dan kemudian di Belgia ketika proses pembentukan pemerintah setelah pemilihan legislatif di tahun 2010 berlangsung selama 18 bulan yang luar biasa.

Inggris tak banyak memiliki pemerintahan sementara. Menyusul kekalahan pemerintah pada sebuah pemilihan, pemimpin oposisi biasanya diresmikan pada hari berikutnya dan pemerintah sepenuhnya diganti dalam 48 jam ke depan. Tetapi di negara-negara di mana sistem pemilihan proporsional tidak menghasilkan pemenang yang jelas, pembentukan pemerintah baru mungkin akan memakan waktu lebih lama. Periode terpanjang yang dibutuhkan untuk membentuk pemerintahan baru dalam 50 tahun terakhir di negara Eropa Barat adalah 208 hari yang diambil di Belanda pada tahun 1977.80 Akan tetapi Belanda tidak sendirian, rata-rata di 12 negara Eropa barat tidak termasuk Belanda adalah 19 hari, atau hanya di bawah tiga minggu. Apa yang terjadi pada pemerintahan selama periode ini? Di kebanyakan negara Eropa Barat, seperti disebutkan di atas, pemerintah petahana tidak dipaksa untuk mengundurkan diri pada, atau setelah, sebuah pemilihan. Sebaliknya, mereka mungkin terus bertugas sampai terbentuk pemerintahan sementara. Tapi jika mereka mengundurkan diri,

80Müller and Strøm, editor, op.cit., hlm. 570.

Page 86: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

76 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

entah karena mereka benar-benar kehilangan pemilihan atau karena mereka gagal membentuk pemerintahan baru. biasanya tetap bertugas sampai pemerintah baru dilantik, dengan kedudukan sebagai pemerintahan sementara. Mengingat bahwa pemerintahan sementara berlangsung selama beberapa minggu, bagaimanakah menentukan batasan wewenang yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan? Di beberapa negara, peran pemerintah sementara diatur secara tegas dalam undang-undang dasar atau dalam sebuah keputusan kabinet. Sebuah survei terhadap konstitusi di 6 (enam) negara Eropa Barat oleh Komisi Pelayanan Negara Selandia Baru (1995: 81) mengidentifikasi hanya Denmark yang secara formal menetapkan ketentuan soal pemerintahan sementara tersebut. Tetapi kebanyakan negara merumuskan secara informal bahwa pemerintahan sementara menghindari pengambilan keputusan kebijakan utama, misalnya dengan tidak memasukkan rancangan undang-undang ke parlemen, kecuali soal anggaran. Pengecualiannya adalah Irlandia, di mana pemerintahan sementara memiliki wewenang yang tak terbatas, dan bahkan sampai penunjukkan jabatan politik penting.81 Namun, bahkan di negara-negara yang konvensinya membatasi kekuasaan pemerintahan sementara, masih banyak interpretasi seputar maksud konvensi tersebut. Misalnya, Selandia Baru melarang pemerintahan sementara melakukan inisiatif kebijakan baru atau mengubah kebijakan yang ada. Implikasinya adalah implementasi kebijakan yang ada (misalnya, kebijakan pemerintah sebelum pemilihan) dapat berlanjut. Namun, mengusulkan kebijakan baru mungkin kontroversial. Setelah pemilihan tahun 1996 di Selandia Baru, dan meskipun ada upaya untuk merumuskan peraturan yang jelas, ada beberapa kebingungan dalam pemerintahan sementara mengenai

81Laver dan Shepsle, op.cit., hlm. 47.

Page 87: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

77Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

sejauh mana hal itu dapat dilaksanakan untuk tugas teknis pemerintahan sehari-hari dan sejauh mana perlu didiskusikan dengan partai-partai oposisi.82 Di Jerman, keputusan mendesak diambil oleh petahana hanya setelah berkonsultasi dengan calon penggantinya, seperti yang dilakukan Kanselir Kohl terhadap Gerhard Schröder pada bulan Oktober 1998 sehubungan dengan konflik di Bosnia. Negara-negara lain, seperti Selandia Baru, juga mengoperasikan sebuah konvensi bahwa pemerintahan sementara dihadapkan pada keputusan kebijakan utama yang mendesak akan berkonsultasi dengan calon pengganti, dan akan bertindak berdasarkan nasehatnya meskipun partai pemerintah tidak setuju dengan hal ini.83 Jika kandidat pemerintahan belum ditentukan, peraturan kabinet di Selandia Baru menetapkan bahwa masalah substantif tersebut (a) ditangguhkan; (b) ditangani sedemikian rupa agar tidak membebani pemerintahan masa depan; atau (c) diselesaikan melalui konsultasi dengan partai politik lainnya sehingga tindakan tersebut mendapat dukungan mayoritas di parlemen.

Jangka waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan pemerintahan diukur menurut jumlah hari antara waktu pelaksanaan pemilihan atau pengunduran diri pemerintah sebelumnya dan hari dimana pemerintahan baru dilantik secara resmi. Soal jangka waktu ini, dalam praktik di Eropa terdapat variasi. Yang pertama adalah variasi yang cukup besar dalam jangka waktu yang diperlukan untuk membentuk sebuah pemerintahan. Meskipun dibutuhkan waktu sekitar rata-rata seminggu (6,5 hari) untuk pembentukan kabinet di Inggris, bahkan bisa kurang dari

82Colin James, 1997, Under New Sail: MMP and Public Servants, Victoria University of Wellington: Institute of Policy Studies, hlm. 32.

83Matthew Palmer, “Collective Cabinet Decision Making in New Zealand”, dalam Laver dan Shepsle, op.cit., hlm. 244-245.

Page 88: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

78 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

masa itu di Prancis, Norwegia, dan Swedia, namun dibutuhkan lebih dari dua bulan (70,6 hari) di Belanda. Variasi kedua adalah perbedaan cukup besar jangka waktu yang diperlukan untuk membentuk pemerintahan setelah pemilihan dibandingkan dengan pembentukan pemerintahan sementara di antara pemilihan. Kecuali Norwegia dan Spanyol, pemerintah pasca pemilihan selalu membutuhkan waktu lebih lama untuk proses pembentukannya. Secara khusus, pemerintah pasca pemilihan membutuhkan waktu sekitar satu bulan (30,9 hari) untuk terbentuk dibandingkan dengan kurang dari dua minggu (12,5 hari) untuk pemerintahan sementara.

Menarik diperhatikan, penelitian yang dilakukan oleh Ecker dan Meyer, dengan meneliti 297 proses pembentukan pemerintahan pada 27 negara pasca tahun 1998.84 Dalam kurun waktu rata-rata, formasi pemerintahan di Belanda (90 hari) dan Austria (75 hari) membutuhkan waktu yang jauh lebih lama daripada di Denmark (4 hari), Yunani (3 hari), dan Prancis (2 hari). Ada juga variasi yang cukup besar, dengan 5% proses tawar menawar selama 95 hari atau lebih. Rata-rata durasi tawar-menawar negara-negara di Eropa Tengah dan Timur termasuk pola yang ekstrem ini: durasi pembentukan rata-rata di Republik Ceko (39 hari) sama dengan Belgia (43 hari), Spanyol (42 hari), dan Luksemburg (37 hari ). Dengan rata-rata 19 hari, durasi pembentukan pemerintah agak pendek terjadi di Rumania dan Slovakia, sebuah waktu yang hampir bersamaan untuk membentuk pemerintahan di Irlandia (20 hari) dan Finlandia (18 hari). Perundingan koalisi setelah pemilihan parlemen di Eropa Barat (40 hari) rata-rata delapan kali lebih lama dari pada negosiasi dalam konteks antar pemilihan

84Alejandro Ecker and Thomas M Meyer, “The Duration Of Government Formation Processes In Europe”, Research and Politics October-December 2015.

Page 89: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

79Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

(5 hari). Di Eropa Tengah dan Timur, perbedaan antara negosiasi paska pemilihan dan negosiasi pembentukan pemerintahan sementara pada dasarnya lebih kecil. Di sini, pembicaraan koalisi setelah pemilihan umum berlangsung kira-kira dua kali lebih lama daripada negosiasi antara pemilihan (43 vs 18 hari). Ada beberapa bukti yang mendukung klaim bahwa pembuatan undang-undang pemerintah memakan waktu lebih lama dalam negosiasi yang kompleks. Namun, efek ini hanya terlihat di Eropa Barat (22 vs 38 hari), namun tidak di Eropa Tengah dan Timur. Namun, dalam data yang baru dikumpulkan untuk Eropa Tengah dan Timur tidak ada bukti yang konsisten untuk efek kondisional dari ketidaktahuan dan kompleksitas. Ketidakpastian meningkatkan durasi negosiasi, namun efek ini serupa pada situasi negosiasi yang rendah (21 v.s. 40 hari), dan kompleksitas tinggi (16 vs 46 hari). Selanjutnya, kompleksitas hampir tidak berpengaruh pada durasi negosiasi. Bahkan dalam konteks ketidakpastian yang tinggi, perbedaan durasi negosiasi rata rata lebih rendah (40 hari) dan situasi negosiasi yang lebih kompleks (46 hari) jauh lebih kecil daripada perbedaan keduanya di Eropa Barat.

Hasil kajian Tom Louwerse dan Peter Van Aelst telah memaparkan Durasi proses pembentukan pemerintah di negara-negara demokrasi Barat selama 50 tahun terakhir.85 Mereka menganalisis perubahan dari waktu ke waktu dan fokus secara eksplisit dalam 15 tahun terakhir. Durasi rata-rata pembentukan koalisi kabinet pasca pemilihan di 24 negara industri yang telah demokratis setidaknya berlangsung sejak tahun 1980an. Meskipun ada banyak variasi tampak bahwa periode pembentukan

85Tom Louwerse dan Peter Van Aelst, “The Exceptional Belgian Case? Government Formation Duration In Comparative Perspective”, Paper prepared for presentation at the conference ‘Belgium: The State of the Federation’, Vereniging voor Politieke Wetenschappen/Association belge francophone de science politique, Louvain-la-Neuve, 18 October 2013.

Page 90: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

80 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

koalisi terpanjang pada tahun 2000an atau 2010 dalam 9 dari 24 kasus yang diperiksa. Jangka waktu yang meningkat terkuat di Belgia, namun cenderung juga terjadi di Austria, Denmark, Italia, Luksemburg, Norwegia, Swedia, Swiss, dan Inggris. Bagi beberapa negara, kenaikan durasi pembentukan memang kecil, seperti durasi formasi kabinet Italia dengan 61 hari, yang hanya satu hari lebih lama dari rata-rata durasi pembentukan pada tahun 1970an. Untuk negara lain, panjang pembentukan koalisi tidak terlalu bervariasi dari waktu ke waktu, terutama untuk negara dengan periode negosiasi yang relatif singkat. Ada juga sejumlah negara yang mengalami masa negosiasi yang panjang di tahun 1960an atau 1970an, pengurangan masa negosiasi pada tahun 1980an dan 1990an, namun sedikit meningkat dalam dekade terakhir. Ini termasuk Negara-negara Skandinavia dan Jerman. Singkatnya, data tersebut tidak menunjukkan peningkatan durasi pembentukan koalisi yang sistematis di negara-negara Barat, namun merupakan gambaran dengan pola yang beragam. Hanya di Belgia kenaikannya nampaknya ekstrem, sementara di beberapa negara lain durasinya mengalami peningkatan secara moderat. Jika membandingkan periode tahun 1950-2000 dengan tahun antara 2000-2013, terdapat peningkatan jumlah rata-rata durasi termasuk sistem tradisional “mayoritas” seperti Inggris. Hanya ada beberapa pengecualian, seperti Prancis, yang bergerak dari sistem proporsional ke sistem distrik. Bagi beberapa negara, peningkatan durasi negosiasi berjalan seiring dengan meningkatnya masa koalisi (Belgia, Swedia, Norwegia, Austria). Di negara lain, baik durasi pembentukan pembentukan pemerintahan maupun koalisi cenderung menurun (Prancis, Malta). Namun, untuk negara-negara lain, tampak kenaikan durasi pembentukan kabinet, namun tidak ada peningkatan yang signifikan dalam durasi pembentukan koalisi (Belanda, Yunani, Selandia Baru). Di dua negara mengalami

Page 91: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

81Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

penurunan, namun durasi pembentukan pemerintah tetap sama (Spanyol, Jepang).

Siapakah yang terlibat dalam negosiasi pembentukan pemerintahan pasca pemilu? Negosiasi pemerintah koalisi biasanya dilakukan oleh sekelompok kecil tokoh senior partai-partai. Sebagian besar dari apa yang disepakati antara para pihak menyangkut masalah kebijakan. Dengan demikian sangat jarang negosiasi dilakukan hanya oleh para pemimpin partai, karena mereka tidak memiliki semua informasi yang diperlukan untuk menyetujui sebuah program kebijakan. Di sisi lain, tim negosiasi jarang tersusun dalam jumlah yang besar, karena ini akan memperluas potensi ketidaksepakatan dan untuk mengkompromikan kerahasiaan. Di Irlandia setelah pemilihan 1997, negosiasi koalisi antara Fianna Fail dan Demokrat Progresif dilakukan oleh 8 orang. Pemimpin partai, Bertie Ahern dan Mary Harney, tidak terlibat langsung dalam negosiasi, namun menentukan parameter negosiasi tersebut (Mitchell, 1999a: 254). Bukan hal yang aneh bagi para pemimpin partai untuk tetap berada di samping negosiasi, menawarkan keputusan akhir untuk menyelesaikan perselisihan. Pada tahun 1992, negosiasi Fison-Fail-Labor melibatkan tim kecil dari tiga negosiator dari masing-masing partai dengan para pemimpin partai tidak lagi terlibat (Farrell, 1993). Di Denmark, para pemimpin partai biasanya memimpin perundingan, walaupun sekali lagi mereka membawa serta tim kecil yang terdiri dari calon menteri atau/ atau ketua partai di parlemen. Tim negosiasi di Jerman cenderung memiliki ukuran yang sama; tawar menawar antara SPD dan Partai Hijau pada tahun 1998 melibatkan dua tim dari empat anggota tetap dengan juru bicara lain yang dibawa untuk menegosiasikan isu-isu kebijakan tertentu (walaupun tim perunding di bawah Kohl biasanya mencapai 15-20

Page 92: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

82 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

orang).86 Ketiga partai politik yang terlibat dalam menegosiasikan koalisi di Selandia Baru setelah pemilihan 1996 mengadopsi pendekatan fleksibel terhadap tim mereka. Namun demikian, masing-masing partai membawa tambahan tim di berbagai titik selama negosiasi.87 Negosiasi antara Partai Buruh dan Partai Aliansi pada tahun 1999 dilakukan terutama sebelum, tidak setelah, pemilihan. Perlunya kerahasiaan membatasi tim negosiasi hanya terdiri atas 4 atau 5 anggota.88

Pembahasan mengenai agenda pemerintahan sudah barang tentu tak terlampau menjadi masalah bagi partai politik yang berpengalaman memerintah, akan tetapi tidak demikian halnya dengan partai yang baru pertama kali memperoleh kesempatan memegang kekuasaan. Misalnya, di Irlandia pada tahun 1997, Demokrat Progresif menegosiasikan membentuk pemerintahan dengan Fianna Fail. Meskipun telah menjadi mitra koalosi empat tahun sebelumnya, namun mereka membutuhkan pembahasan agenda kebijakan secara detail. Partai hanya mmeiliki segelintir penasehat, sementara Fianna Fail karena pengalaman sebelumnya memiliki akses sumber daya yang jauh lebih besar. Beruntung, partai tersebut memiliki akses ke pegawai negeri sipil dari Departemen Keuangan untuk meminta bantuan perumusan kebijakan. Dengan bantuan 2-3 pegawai negeri senior, mereka lebih mantap dalam memperoleh informasi kebijakan. Situasi sama pernah dilakukan oleh Partai Buruh di Irlandia dalam menghadapi diskusi dengan

86Saalfeld, op.cit., hlm. 47.87Jonathan Boston dan Elizabeth McLeay, “Forming the First MMP Government:

Theory, Practice and Prospects”, dalam Jonathan Boston, Stephen Levine, Elizabeth McLeay, dan Nigel S. Roberts, eds, 1996, From Campaign to Coalition: The 1996 MMP Election, Palmerston North, The Dunmore Press, hlm. 222-223.

88Jonathan Boston, dan Stephen Church, “Pre-Election Wheeling and Dealing: The New Zealand Experience”, dalam Jonathan Boston, Stephen Levine, Elizabeth McLeay, dan Nigel S. Roberts, eds, 1996, op.cit., hlm. 233-234.

Page 93: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

83Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

Fianna Fail tahun 1992-1993. Juga oleh Green Party dalam negosiasi dengan SDP pada 1998. Usai pemilu 1996 di Selandia Baru, partai baru dan juga paling kecil perolehan suaranya, New Zealand First, mengalokasikan dana hingga 150.000 poundsterling untuk jasa konsultasi dengan para ahli saat bernegosiasi mitra pemerintahan.

Sementara itu, di Denmark, para pegawai negeri tidak terlibat dalam negosiasi pembentukan pemerintahan pasca pemilu. Hal ini mengingat alokasi informasi yang tersedia setiap saat dan juga kalangan oposisi telah berhubungan dengan para pegawai negeri saat pelaksanaan kebijakan.89 Sebaliknya di Jerman, yang tak serupa dengan Inggris, para birokrat senior seringkali bersifat partisan, saat menghadapkan diri mereka kepada partai politik. Situasi ini sempat menyulitkan saat-saat pembentukan pemerintahan koalisi, terutama era pasca perang pada periode 1982 dan 1998, dengan mana partai pendatang baru kesulitan memperoleh informasi yang lebih netral. Tentu bagi SDP dan CGU tak masalah, sebab mereka biasa menanamkan pengaruh di kalangan birokrat senior, namun untuk partai seperti Green Party, yang tak pernah memerintah, akan menjadi persoalan sendiri. Selandia Baru telah mengembangkan konvensi yang mencakup hubungan antara pegawai negeri sipil dan partai politik selama negosiasi koalisi. Pegawai negeri sipil di Selandia Baru seperti di Inggris tapi tidak seperti di Jerman, yang sepenuhnya tidak partisan, dan kemunculan kondisi multi partai setelah beralih ke pemilihan di tahun 1996 menyebabkan kekhawatiran bahwa netralitas pegawai sipil mungkin akan terancam.90 Setiap partai memperoleh dasar negosiasi yang baik, karena tatanan

89Eric Damgaard, “The Life and Death of Government Coalitions”, dalam Müller dan Strøm, Editor, op.cit., hlm. 244-246.

90Jonathan Boston, Stephen Levine, Elizabeth McLeay, Nigel S Roberts, dan Hannah Schmidt, “The Impact of Electoral Reform on the Public Service: The New Zealand Case”, Australian Journal of Public Administration, Vol. 57, No. 3, 1998, hlm. 70.

Page 94: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

84 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

informasi negara tersebut bahkan mengizinkan pihak oposisi dapat memperoleh akses ke materi dan data resmi. Hal ini mengurangi kebutuhan partai untuk memiliki akses terhadap pegawai negeri sebagai bagian dari negosiasi pembentukan pemerintah. Seperti disebutkan di atas, permintaan informasi dan saran resmi sangat bergantung pada tingkat rincian dalam diskusi kebijakan. Ada sedikit permintaan peran pegawai negeri pada tahun 1999, ketika diskusi antara Buruh dan Aliansi berlangsung singkat dan dipusatkan pada masalah prosedural, bukan kebijakan. Sebaliknya, ada permintaan permintaan yang lebih tinggi pada tahun 1996, meskipun New Zealand First, yang ingin menegosiasikan sebuah kesepakatan kebijakan terperinci, menyalurkan permintaannya melalui pemerintah petahana. Sebagian besar permintaan berypa bantuan dalam penetapan proposal kebijakan.91

Masalah berikutnya adalah soal portofolio (lingkup kementerian). Isu portofolio dibagi menjadi dua: alokasi kementerian antara mitra koalisi, dan pilihan tokoh-tokoh tertentu untuk menjabat di kementerian tersebut. Alokasi kementrian disepakati oleh tim negosiasi dengan topik yang akan diajukan di jabatan menteri senior dan junior sesuai petunjuk para pemimpin partai. Namun, pemilihan tokoh spesifik untuk mengisi portofolio adalah, di sebagian besar negara Eropa, tergantung pada tradisi setiap partai. Partai-partai koalisi di Jerman mengoperasikan hak veto yang paling formal atas nominasi menteri92, meskipun nominasi juga menjadi subyek kesepakatan antar pihak di Denmark.93 Perilaku seperti itu juga dilaporkan terjadi di Irlandia, di mana pada tahun 1991 rekan junior memveto sebuah nominasi

91Boston dan McLeay, op.cit., hlm. 227-228.92Saalfeld, op.cit., hlm. 47-48, 58, dan 65-66.93Damgaard, op.cit., hlm. 248.

Page 95: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

85Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

menteri yang diajukan oleh pemimpin Fianna Fail.94 Untuk memberikan satu contoh lainnya, pembicaraan rahasia di Inggris antara para pemimpin Partai Buruh dan Demokrat Liberal setelah pemilihan umum 1997 tentang pembagian kekuasaan mencakup diskusi mengenai jumlah tokoh yang mungkin memiliki portofolio khusus. Demokrat Liberal dilaporkan menolak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan semacam itu jika seorang menteri tertentu mempertahankan portofolionya. Arah koalisi tergantung, bukan hanya partai mana yang mendapatkan suara terbanyak, tapi juga siapa yang diberi portofolio itu. Orang mungkin mengharapkan hal ini tercermin dalam diskusi kolektif yang lebih besar antara para pemimpin partai ketika sampai pada negosiasi portofolio. Alokasi kementerian antara partai-partai di negara-negara Eropa Barat telah terbukti sesuai dengan peraturan proporsionalitas, d imana portofolio didistribusikan ke partai-partai yang proporsional dengan perolahan suara asing-masing, yang diukur berdasarkan kursi legislatif mereka dalam koalisi (Browne Dan Franklin, 1973; Laver dan Schofield, 1990). Pengecualian utama mekanisme ini adalah kompensasi berlebihan kepada mitra yunior yang sering dilakukan agar mitra junior mempertahankan posisi mereka di dalam koalisi dan dengan demikian menghindari kehilangan dukungan publik.

Dalam sistem di mana jumlah kementerian tidak tetap (seperti Denmark, Jerman dan Selandia Baru), adalah mungkin untuk mengakomodasi tuntutan setiap partai dengan meningkatkan jumlah portofolio yang tersedia. Strategi seperti itu kadang-kadang

94Basil Chubb, 1992, The Government and Politics of Ireland, London, Longman, hlm. 172-173.

Page 96: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

86 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

dilakukan di Jerman, tetapi ini jarang untuk dilakukan.95 Tetapi di Irlandia, jumlah posisi kabinet sudah ditetapkan. Perselisihan antar mitra koalisi di Irlandia kadang-kadang diselesaikan dengan menciptakan jabtaan menteri muda (junior minister) dengan hak menghadiri rapat kabinet akan tetapi tidak dapat memberikan suara, atau dengan meningkatkan jumlah kementerian.96 Alokasi jabatan juga mencakup pula posisi di badan-badan atau lembaga nonkementerian lainnya.97

Kesepakatan sering digunakan oleh mitra koalisi yunior sebagai cara mengikat partai yang lebih besar. Tidaklah biasa jika perselisihan diselesaikan dengan memperhatikan komposisi suara, di mana partai yang lebih besar bisa berhasil karena mengendalikan lebih banyak kursi kabinet. Meskipun demikian, partai yang lebih besar akan mengendalikan lebih banyak portofolio dan, pada jabatan perdana menteri, kadang-kadang memiliki sarana untuk mengakhiri koalisi dengan menyerukan pembubaran parlemen. Kesepakatan koalisi tertulis dimungkinkan lahir dari kebutuhan mengendalikan perdana menteri. Kesepakatan digunakan oleh mitra yunior untuk membatasi perdana menteri dengan mencegahnya menggunakan otoritas ini secara sepihak.98 (Untuk menilai penggunaan kesepakatan koalisi, saya menggunakan

95Helmut Norpoth, “The German Federal Republic: Coalition Government at the Brink of Majority Rule”, dalam Eric. C. Browne dan John Dreijmanis, 1982, Government Coalitions in Western Democracies, New York, Longman, hlm. 22.

96John Garry, “The Demise of the Fianna Fail-Labour ‘Partnership’ Government and the Rise of the ‘Rainbow’ Coalition”, Irish Political Studies, Vol. 10, 1995, hlm. 192-199.

97Paul Mitchell, “Ireland: From Single Party to Coalition Rule”, dalam Müller dan Strøm, op.cit., hlm. 143-145.

98Kaare Kaare dan Wolfgang C . Müller, “Coalition Agreements and Governance”, paper delivered to the Annual Meeting of the American Political Science Association, San Francisco, 29th August-2nd September 2001, hlm. 16.

Page 97: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

87Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

studi komparatif komprehensif terbaru dari dokumen-dokumen ini, menganalisis kabinet di 15 negara Eropa Barat antara tahun 1945-1999. Studi tersebut menemukan bahwa hampir dua pertiga (65%) kabinet bersandar pada kesepakatan tertulis formal. Jadi, selama tahun 1940an, kurang dari setengah dari semua pemerintahan koalisi didasarkan pada kesepakatan tertulis, sementara pada tahun 1990an, angka ini meningkat menjadi 70%. Salah satu alasan penggunaan yang lebih besar dari kesepakatan formal adalah meningkatnya persaingan antara partai politik dan ketidakpercayaan bersama yang mungkin memunculkan persoalan dalam koalisi.99 Di antara negara-negara yang menjadi obyek kajian saya, kesepakatan koalisi banyak digunakan di Irlandia (rata-rata 4 dari 5 pembentukan kabinet), namun tak terlampau sering di Denmark dan Jerman (hanya 1 dari 2 kabinet). Salah satu alasan variasi ini berkaitan dengan gentingnya pemerintahan yang sedang terbentuk. Di negara-negara seperti Denmark, di mana kesepakatan hanya diproduksi separuh waktu, dan Italia, di mana mereka hampir tidak pernah menggunakan undang-undang, status minoritas pemerintah membuat kurang bermanfaat bagi mitra koalisi untuk menyetujui program legislatif yang jelas. Namun, tidak semua pemerintah minoritas menganggapnya berlebihan untuk menyetujui sebuah kesepakatan terperinci. Hak koalisi 3 partai di Norwegia pada tahun 1997, misalnya, mencapai kesepakatan kebijakan yang cukup panjang meskipun hanya memiliki seperempat kursi di parlemen.

Kapan kesepakatan kemitraan dibuat dan disetujui? Mayoritas (67%) kesepakatan koalisi setelah pemilihan, dengan 1/5 (21%) dilakukan masa pemilihan. Hanya 7% kesepakatan yang dibuat sebelum periode pemilihan. Beberapa koalisi (5%) menjadi subyek

99Ibid.

Page 98: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

88 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

kesepakatan pra-dan pasca pemilihan. Pola keterbukaan bervariasi antar negara: hanya di Luksemburg bahwa kesepakatan selalu dirahasiakan, sementara di Denmark dan Jerman, sekitar sepertiga dari kesepakatan tetap tersembunyi dari tatapan publik.100

D. Sistem Kepartaian dan Pemilu

Mayoritas sistem pemerintahan di seluruh dunia mengadopsi sistem multipartai sebagai basis demokrasi. Selama bertahun-tahun, Lindberg melakukan riset bahwa di Afrika, pemilu menjadi pintu pembuka untuk transisi demokrasi.101 Ia menyimpulkan bahwa demokrasi elektoral menjadi ujian terberat di kawasan itu, dan untuk mayoritas di seluruh dunia, justru menghasilkan situasi yang negatif. Saat mulai melakukan studi pada tahun 2006, Linberg mengamati dalam kurun waktu 1989 hingga 2003 yang mencakup 232 pemilu (97 pemilu presiden, 135 pemilu parlemen).

Bahkan, Bogaards ketika meneliti praktik di Afrika, menegaskan bahwa sistem multi partai telah menghasilkan instabilitas politik.102 Di kawasan itu, lanjut Bogaards, dari 43 negara yang menjalankan sistem multipartai, hanya 5 negara yang berhasil melampaui transisi dengan pemilu yang dilaksanakan secara teratur yaitu Ghana, Kenya, Madagascar, Senegal, and Tanzania, dan kemudian 2 di antaranya mundur kembali terjebak kepada pemerintahan otoritarian.

100Ibid., hlm. 5.101Baca: S. Lindberg, “The Surprising Significance Of African Elections”, Journal

of Democracy, Vol. 17, No. 1, hlm. 139-151. Baca juga S. Lindberg, Democratization By Elections? A Mixed Record”, Journal of Democracy Vol. 20, No. 3, hlm. 86-92.

102M. Bogaards, “Reexamining African Elections”, Journal of Democracy, Vol. 24, No. 4, 2013, hlm. 151-160.

Page 99: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

89Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

Di kawasan Amerika Latin, banyak rezim otoritarian selama puluhan tahun mencoba melaksanakan pemilu yang tak memuaskan, tetapi tak yang ada benar-benar menghantarkan ke gerbang demokrasi.103 Sebagai pengecualian, barangkali hanya Meksiko dan Panama yang relatif mulus mengubah watak pemerintahan.

Di Eropa Timur dan Asia Tengah, gelombang demokratisasi mendorong terjadinya pemilu yang walau sekejap, mampu mengakhiri sistem komunis.104 Fenomena transisi demokrasi mulai marak sejalan dengan terjadinya perubahan sosial politik sekitar dekade tahun 1980-an di Eropa Timur. Beberapa negara seperti Hongaria, Polandia, dan Chekoslavakia berhasil menumbuhkan semangat demokrasi dalam masyarakatnya. Pemberdayaan demokrasi di negara tersebut didasarkan atas keinginan untuk melepaskan diri dari kooptasi dan hegemoni negara yang terlalu memonopoli kehidupan mereka semasa rezim komunis berkuasa. Hal yang sama kemudian juga terjadi di negara Uni Sovyet (Rusia). Di tengah gencarnya teknologi komunikasi, pemerintah Uni Sovyet tidak dapat lagi menahan arus informasi dari berbagai arah. Arus informasi itu memengaruhi masyarakat dan membentuk opini publik yang mendewasakan cara berpikir dan meluaskan wawasan, sehingga sebagian dari mereka menjadi terbuka untuk mengoreksi masyarakat dan negaranya. Terjadinya perubahan itu dibarengi dengan perubahan status kenegaraan dan kemasyarakatan di beberapa negara di atas. Kenyataan itu terlihat pada konstitusi

103J. Mc Coy dan J. Hartlyn, “The Relative Powerlessness Of Elections In Latin America”, dalam S. Lindberg (Editor), 2009, Democratization by Elections: A New Mode of Transition, Baltimore: The Johns Hopkins University Press. hlm. 53.

104V. Bunce dan S. Wolchik, “Oppositions Versus Dictators: Explaining Divergent Electoral Outcomes In Post-Communist Europe And Eurasia”, dalam S. Lindberg (Editor), ibid., hlm. 246-248.

Page 100: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

90 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

mereka yang berbeda dengan konstitusi model komunis yang lama. Konstitusi yang baru memperlihatkan adanya kesadaran untuk memasukan konsepsi demokrasi dalam pasal-pasalnya.

Di Timur Tengah dan Afrika Utara, dengan pengecualian sejumlah negara di kawasan Teluk, juga melaksanakan demokrasi elektoral untuk membentuk parlemen dan memilih presiden, namun tak ada yang bisa mendorong demokrasi.

Di Asia, efek sistem kepartaian dan pemilu terhadap perkembangan demokrasi juga beragam.105 Tentu saja penilaian ini menyingkirkan negara dengan satu partai seperti China, Laos, Korea Utara, dan Vietnam. Sedikit pengecualian diberikan kepada Myanmar dan Bhutan, yang hanya memberikan satu gelombang pemilu untuk sistem multipartai.

Pola yang pertama adalah mendorong stabilitas demokrasi. Pelaksanaan pemilu India, Jepang, dan Papua Nugini sedikit memberikan sumbangan terhadap demokrasi, walaupun Jepang adalah negara dengan pemilu yang paling bebas. India menjadi negara yang mengalami kemerosotan pemilu sejak 1990-an. Di Papua Nugini, kualitas demokrasi terus mengalami kemerosotan. Jepang tidak pernah menikmati pemilu bebas dalam 3 (tiga) kali pemilu parlementer yang digelar usai Perang Dunia II.

Pola yang kedua adalah pelaksanaan pemilu oleh rezim otoritarian. Afganistan, Kamboja, dan Singapura, dalam standar Barat, tak pernah dikualifikasikan sebagai negara demokrasi. Dalam

105Kebanyakan negara-negara di Asia menjalankan demokrasi parlementer dan umumnya pemilu dilaksanakan dalam satu putaran. Sedikit negara yang lain menjalankan sistem semi presidensial. Dalam hal pemilu serentak, Timor Timur memberlakukan jadwal pemilu secara ketat. Namun, manakala pemilu berlangsung tak serentak, jadwal pemilu menjadi longgar seperti di Filipina, Korea Selatan setelah 1986, dan Taiwan sesudah 1996.

Page 101: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

91Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

kurun 20 tahun belakangan pemilu di Kamboja dan 50 tahun di Singapura, transisi demokrasi tak pernah terjadi.

Negara-negara lain mengalami demokrasi yang fluktuatif: Bangladesh, Fiji, Pakistan, Sri Lanka, serta Thailand. Riaz menilai bahwa pemilu di Bangladesh tak sungguh-sungguh mendorong terciptanya demokrasi dan bahkan terjebak dalam sistem “on the verge of de facto one-party authoritarianism.”106 Sebanyak dua negara memulai demokrasi namun berangsur-angsur mengalami kemerosotan yaitu Malaysia dan Nepal.

Welsh melihat sistem politik di Malaysia semakin berwatak otoritarian kompetitif dan kemudian “democratic progress through electoral politics has effectively stalled, and cynicism about the power of elections is likely to grow.”107 Nepal sebaliknya, di mana demokrasi elektoral lantas dipulihkan dan kembali sebagai keluarga negara yang menjalankan multipartai.108

Timor Timur dan Mongolia sama-sama menjanjikan. Mereka menjalankan pemilu pertama dalam situasi rezim otoritarian akan tetapi dalam pemilu selanjutnya semakin terdorong berwatak demokratis. Timor Timur ditandai dengan pemilu presiden pertama kali pada 2002, dan Mongolia menjadi demokratis sejak pemilu parlementer digelar.109

Filipina dan Indonesia berpengalaman terus menerus menyelenggarakan pemilu dalam sistem otoritarian. Akan tetapi,

106A. Riaz, “Bangladesh’s Failed Election”, Journal of Democracy, Vol. 25, No. 2, 2014, hlm. 119-130.

107B. Welsh, “Malaysia’s Elections: A Step Backward”, Journal of Democracy, Vol. 24, No. 4, 2013, hlm. 148.

108Lihat M. Lawonta, “Reform And Resistance In Nepal”, Journal of Democracy, Vol. 25, No. 4, 2014, hlm. 131-145.

109S. Fish, “The Inner Asian Anomaly: Mongolia’s Democratization In Comparative Perspective”, Communist and Post-Communist Studies, Vol. 34, No. 3, 2001, hlm. 323-338.

Page 102: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

92 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

kekuatan aksi massa (protes publik) lantas membalikkan situasi dan bukan pemilu yang mendorong demokratisasi. Thompson dengan meyakinkan mengatakan bahwa proses di Filipina dan Indonesia adalah contoh sukses revolusi sosial demokratis di kawasan Asia.

Filipina tak pernah memperoleh corak pemerintahan demokratis usai melaksanakan pemilu sebelum tahun 1986.110 Menurut Brownlee, kejatuhan rezim Marcos bukan karena kekalahannya dalam pemilu, namun karena instabilitas politik yang disebabkan pembelotan elit politik yang berpihak kepada gerakan populis.111 Masa pertama pemerintahan Marcos sebagai kepala negara (1965) sebenarnya tidaklah buruk. Terjadi perbaikan besar dalam infrastruktur, keuangan pemerintah yang stabil, dan kebijakan luar negeri yang aman. Karena keberhasilan yang dicapainya, Marcos terpilih kembali untuk masa jabatan kedua (1972).

Sayangnya, pemilihan umum yang memakan terlalu memakan anggaran, beberapa mengatakan karena Marcos membeli suara dan kecurangan pemilu lainnya, menyebabkan tingkat inflasi tinggi dan devaluasi peso Filipina. Bencana alam juga melanda berbagai wilayah silih berganti. Tuduhan nepotisme, suap, dan korupsi segera dilemparkan ke pemerintahan. Berbagai aktivis mahasiswa mulai menyerukan reformasi. Selain itu, Partai Komunis Filipina kembali bangkit. Keadaan yang tidak menentu ini ditanggapi Marcos dengan kekerasan. Demonstrasi mahasiswa dibubarkan dengan gas air mata dan pada tahun 1972 Hukum Darurat Militer diumumkan. Darurat Militer, yang berlangsung selama lebih dari sembilan tahun, membuat siapa pun yang berbicara menentang

110Appleton, 2001, hlm. xxx.111J. Brownlee, Bound To Rule: Party Institutions And Regime Trajectories In

Malaysia And The Philippines”, Journal of East Asian Studies, Vol. 8, No. 1, 2008, hlm. 112.

Page 103: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

93Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

pemerintah bisa ditangkap dan ditahan tanpa proses hukum. Mahasiswa, wartawan, tersangka komunis, bahkan lawan politik semuanya ditangkap dan ditahan. Cerita penyiksaan, pemerkosaan, dan jenis pelecehan lain merajalela. Media dipaksa menjadi corong pemerintah sementara pemilihan umum dipandang sebagai tidak lebih dari lelucon.

Pada tahun 1981, Marcos mencabut Darurat Militer, sebagian untuk mempersiapkan kedatangan Paus Yohanes Paulus II ke negara itu. Namun, hal ini dipandang sebagai sekedar ‘lip service’ oleh pihak oposisi karena tidak banyak yang berubah. Dua tahun kemudian, lawan politik Marcos, Benigno Aquino Jr dibunuh di landasan Bandara Internasional Manila. Dua juta warga Filipina menunjukkan dukungan mereka dengan menghadiri upacara pemakaman massal bagi Aquino. Pembunuhan ini banyak dilihat menjadi katalis bagi kejatuhan rezim Marcos.

Perjuangan menentang Marcos kemudian diteruskan janda Benigno Aquino, yaitu Ny. Maria Aquino yang lebih dikenal dengan nama Corazon Aquino atau Cory Aquino dan Salvador Laurel. Corazon langsung mengambil alih kepemimpinan kaum oposisi untuk menetang Marcos. Tampilnya Corazon ke panggung politik Filipina mendapat dukungan sebagian besar rakyat, beberapa kalangan militer, dan kalangan gereja. Demonstrasi dari beragam lapisan masyarakat membanjiri Manila. Aksi-aksi yang digelar para demonstran bertujuan menumbangkan kepemimpinan Marcos yang otoriter. Pihak keamanan tidak banyak berbuat sesuatu untuk menindak para demonstran sehingga aksi-aksi jalanan semakin berani dan merajalela, Untuk meredakan suhu politik yang memanas, Marcos memutuskan akan menyelenggarakan pemilihan umum pada 17 Februari 1986. Melalui pemilu, rakyat bisa menjatuhkan pilihan kepada Marcos atau kepada Corazon.

Page 104: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

94 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Pada bulan Februari 1986 hasil pemilu diumumkan yang menyatakan Marcos sebagai pemenangnya. Pihak oposisi menolak pengumuman pemerintah itu. Pihak oposisi menuduh pemerintah telah melakukan kecurangan dalam perhitungan suara. Dalam suasana saling tuduh dan merebaknya aksi demonstrasi, Presiden Marcos mempercepat proses pengambilan sumpah dan pelantikan dirinya sebagai presiden. Hal serupa dilakukan pula oleh Corazon yang mendapat dukungan berbagai kalangan. Dengan demikian, Filipina pada suatu ketika sempat mempunyai dua orang presiden.

Dalam perkembangan selanjutnya, aksi-aksi pihak oposisi semakin bertambah berani. Kaum demonstran di jalan-jalan banyak meneriakkan yel-yel anti-Marcos. Mereka menuntut Marcos meletakkan jabatan dan segera meninggalkan Filipina. Bentrokan-bentrokan dengan petugas keamanan pun tidak dapat dihindarkan. Letusan-letusan senjata sering terdengar di sana-sini. Akhirnya, Filipina berada dalam situasi yang mengarah kepada perang saudara.Pada saat krisis mengancam persatuan dan kesatuan negara, dua tokoh terkemuka Filipina menyampaikan pernyataan yang mengejutkan banyak pihak. Kedua tokoh itu ialah Jenderal Juan Ponce Enrile (Menteri Pertahanan dan Keamanan) dan Letjen Fidel Ramos (Kepala Deputi Angkatan Bersenjata). Kedua tokoh yang selama itu bungkam, kemudian menyatakan menggabungkan diri dengan Corazon Aquino. Bergabungnya kedua perwira tinggi itu ternyata mempercepat tersingkirnya Marcos. Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan mendesak Marcos menyerahkan kekuasaan dan segera menyingkir dari Filipina. Permintaan tersebut akhirnya diterima Marcos dengan pertimbangan supaya tidak terjadi pertumpahan darah.

Dengan menggunakan pesawat Amerika Serikat, Marcos dan keluarga dibawa pergi ke Guam, kemudian ke Hawaii. Akibatnya,

Page 105: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

95Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

berakhirlah era Marcos yang telah memangku jabatan presiden selama hampir 20 tahun. Pada 25 Februari 1986 Majelis Nasional melantik Ny. Corazon Aquino sebagai Presiden Filipina dan Salvador Laurel menjadi wakilnya.

Di Korea Selatan, pemilu multi partai di bawah rezim otoritarian berlangung sebanyak 2 (dua) kali. Pertama kali adalah tahun 1960. Namun pemerintahan sipil gagal bertahan menyusul kudeta militer pada tahun berikutnya oleh Jenderal Park Chung-Hee. Dengan bantuan temannya seorang Kolonel bernama Kim Jong-Pil, Mayjen Park menggulingkan pemerintahan sipil pimpinan Yun Po-Son, pada tanggal 6 Mei 1961, yang sebenarnya sekutunya ketika menggulingkan pemerintahan korup dan otoriter piimpinan Syngman Rhee. Dengan cepat Jenderal Park mengonsolidasikan kekuatannya. Tidak hanya politik, semuanya kekuatan sosial, ekonomi dan tentu saja militer berada dalam genggamannya. Sebagai mantan tentara, dia paham arti stabilitas, pembangunan ekonomi maupun pertahanan negeri. Jangan lupa, setelah Perang Korea, dia masih berhadapan dengan ancaman Korea Utara yang didukung China.

Pada tanggal 6 Desember 1971, atas nama keamanan negara ketika dilanda demonstrasi besar-besaran, Presiden Park menyatakan keadaan darurat, membubarkan parlemen, dan menutup semua universitas yang menjadi basis aksi demo. Dia juga melarang kegiatan politik, dan pada bulan Oktober 1072 dia menerbitkan dekrit yang terkait dengan ‘Yushin Constitution’ yang menjamin kekuasan kediktatorannya. Berdasarkan Konstitusi ini pula lembaga yang dibentuknya, National Unification Council, memilih dia tanpa batas untuk menjadi presiden. Dia juga mengakui adanya parlemen, tetapi sepertiga anggota merupakan penunjukannya. Dia telah mengontrol parlemen. Dan dia didukung tentara, polisi, birokrat.

Page 106: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

96 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Pemilu yang kedua dilaksanakan pada tahun 1988. Hingga tahun 1970an Korea Selatan diperintah oleh presiden “bertangan besi” Park Chung-hee. Presiden Park Chung-hee mungkin telah membawa Korea mengalami pertumbuhan ekonomi yang menakjubkan yang dikenal dengan “perkembangan kediktatoran”, namun dia juga menebar ketidakpuasan sosial dengan menindas keinginan masyarakat untuk menegakkan demokrasi, memperbesar jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin, serta memperburuk pembangunan daerah yang tidak seimbang. Pembunuhan presiden Park Chung-hee pada tanggal 26 Oktober tahun 1979 merupakan puncak dari kebencian masyarakat terhadap pemerintahan tirani.

Kematian presiden Park dipandang sebagai suatu kesempatan untuk menegakkan demokrasi. Harapan besar untuk menciptakan era baru yang disebut “musim semi Seoul” bangkit, namun hanya bertahan dalam waktu yang singkat. Pemerintahan militer yang dipimpin jenderal Chun Doo-hwan melakukan manuver untuk memperkuat posisi politiknya, serta mengumumkan keadaan darurat nasional pada tanggal 17 Mei 1979. Lebih jauh lagi, pemerintahan militer melarang semua kegiatan politik serta menangkap lawan politiknya termasuk Kim Dae-jung yang muncul sebagai pemimpin oposisi, dan kemudian menjadi presiden (1997-2002). Tentara dikirim ke kampus-kampus dan kota-kota besar untuk menindak mahasiswa yang melakukan demonstrasi yang jumlahnya terus meningkat.

Peristiwa bentrokan berdarah antara mahasiswa dan tentara di Gwangju pada tanggal 18 Mei 1980 akhirnya tidak dapat dihindari. Konflik berdarah dan penindasan semena-mena terhadap mahasiswa akhirnya memicu gerakan demokrasi Gwangju. Kekerasan dan kebrutalan yang dilakukan militer jauh

Page 107: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

97Partai Politik, Demokrasi, dan Sistem Pemerintahan

dari yang diperkirakan pelaku demontrasi, sehingga mereka harus mempersenjatai diri untuk melindungi diri mereka dari para serdadu yang tidak mengenal belas kasihan. Kebrutalan yang semakin meningkat menyebabkan timbulnya milisia sipil.

Akhirnya Gwangju benar-benar tertutup dari dunia luar. Semua yang terjadi di kota itu ditutup rapat-rapat sehingga tidak ada orang dari luar yang mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi disana. Milisia sipil mengadakan perlawanan untuk mengembalikan situasi di dalam kota, namun meraka kembali mengalami kekalahan dalam pembataian massal yang dilakukan oleh tentara ketika mengobrak-abrik pertahanan terakhir mereka. Pemerintahan berikutnya menutupi gerakan demokrasi Gwangju dengan menyebutnya sebagai kerusuhan kecil atau “insiden Gwangju”. Bahkan jumlah korban yang pasti tidak pernah di ketahui, walaupun perhitungan secara tidak resmi menyebutkan ada ratusan korban meninggal dunia.

Pada bulan Juni tahun 1987, semangat Gwangju hidup kembali dan akhirnya menyalakan demonstrasi pro demokrasi di seluruh penjuru negeri. Para demonstran menuntut pengungkapan kebenaran pembantaian massal Gwangju dan menghukum orang-orang yang bertanggung jawab. Gerakan Demokrasi Gwangju membuka era baru bagi demokrasi di Korea, dan di kenal sebagai suatu contoh kemenangan gerakan sipil melawan tirani. Semangat gerakan itu akan terus memberikan tenaga bagi demokrasi Korea.

E. PartaiPolitikdanPengaruhSosialEkonomi

Para teoretikus dan pembuat kebijakan pada umumnya sepakat mengenai peran penting yang dimainkan partai politik dalam memberikan hubungan antara keanggotaan mereka dalam sistem perwakilan. Selain itu, tak terbantahkan bahwa tidak

Page 108: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

98 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

ada demokrasi kontemporer yang unggul tanpa partai politik.112 Meskipun demikian, partai-partai politik di seluruh dunia terus bergumul dengan tantangan institusional dan struktural dalam mengkompromikan legitimasi, efektifitas fungsi, dan eksistensi mereka. Tantangan tersebut mencakup menurunnya keanggotaan, pelembagaan yang buruk, lemahnya organisasi internal, konflik internal, dan kinerja pemilihan yang inferior.113 Jika tantangan-tantangan tadi tak teratasi, popularitas partai politik bisa berkurang, yang ditandai dengan menurunnya keanggotaan, ketidakpuasan masyarakat, dan meningkatnya identifikasi partisan.114

Perhatian terhadap perkembangan negatif tersebut telah mendorong kebangkitan kembali inisiatif reformasi partai politik untuk menghindari stagnasi, mendapatkan kembali legitimasi, memperbaiki fungsi internal, dan meningkatkan eksistensi baik di dalam maupun di luar pemerintahan. Agenda reformasi tersebut bertujuan memperlengkapi partai politik dengan kapasitas untuk melaksanakan fungsi yang meliputi: (i) peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses politik, (ii) perluasan agregasi kepentingan politik, (iii) pelaksanaan transfer kekuasaan politik secara demokratis, (iv) pengembangan akuntabilitas pemerintah, serta (v) pemberian legitimasi pada sistem politik.115 Tak kurang penting adalah perbaikan mekanisme internal partai supaya pengambilan keputusan dapat berlangsung secara transparan dan partisipatif.

112Teorell, 1999.113NIMD, 2004.114Hopkin, 2004.115Matlosa, 2005.

Page 109: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

99

BAB II

SISTEM KEPARTAIAN HEGEMONIK DAN PERUBAHAN SISTEM KEPARTAIAN

A. PENGANTAR

Kebanyakan rezim pemerintahan otoritarian memperkenalkan institusi nominal demokrasi seperti partai politik, pemilu, dan lembaga perwakilan. Diantara kelembagaan yang paling mengemuka adalah hegemoni partai politik. Partai ini selalu mendominasi perolehan suara dalam pemilu.116 Sebagai contoh partai yang mendominasi pemerintahan adalah Institutional Revolutionary Party (PRI) di Meksiko117, Unione Nazionale Africana di Zimbabwe-Fronte Patriottico (ZANU PF) di Zimbabwe118, United

116Lihat Ora John Reuter and Jennifer Gandhi, “Economic Performance and Elite Defection from Hegemonic Parties”, British Journal of Political Science, Vol. 41, January, 2011.

117Berdiri pada 1929 dan hingga dekade 1990-an terus menerus menjadi partai yang memerintah di Meksiko. Ketua Umum Partai juga menjadi Presiden Meksiko sebanyak-banyaknya untuk 2 periode masa jabatan. Hingga awal 1980-an, kalangan oposisi tak berdaya menghadapi kekuasaan partai yang juga memonopoli sumber daya. Situasi mulai berubah tatkala pertengahan 1980-an partai oposisi secara serius berhasil menata diri untuk melawan dominasi tersebut dalam kompetisi jabatan di tingkat nasional maupun lokal.

118Sejak tahun 1975, partai ini dipimpin oleh Robert Gabriel Mugabe dan hingga sekarang di usia 93 tahun masih memegang jabatan sebagai Presiden Zimbabwe. Mugabe juga pernah menjadi perdana menteri (1980-1987).

Page 110: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

100 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Malays National Organisation (UMNO) di Malaysia119, National Democratic Party (NDP) di Mesir120, dan United Russia di Rusia. 121 Para pakar sepakat bahwa partai-partai itu mampu bertahan tak sekedar berlindung dari kecurangan dan politik represif, namun juga karena faktor seperti penguasaan sumber daya yang mampu menjalankan patronase, memperbesar belanja sosial menjelang pemilu, charisma pemimpin partai, dan manakala kalangan oposisi tercerai berai.122

Dalam watak kepartaian hegemonik, partai mengatasi masyarakat, pemerintah, dan oposisi. Sistem Kepartaian Hegemonik diperkenalkan antara lain oleh La Palombara dan Weiner. Menurut La Palombara dan Weiner, Sistem Kepartaian Hegemonik ditandai oleh adanya sebuah partai politik atau sebuah koalisi partai yang

119Ini merupakan persekutuan partai politik yang dikendalikan oleh Barisan Nasional dan memerintah Malaysia sejak kemerdekaan 1957. Sebanyak 8 perdana menteri yang pernah memerintah adalah anggota UMNO. Dalam hal ini, UMNO adalah partai etnis Melayu dan merupakan kekuatan politik dominan di Malaysia yang multietnis. UMNO selalu melindungi dan mempromosikan kepentingan-kepentingan politik, sosial, budaya, agama, dan ekonomi Melayu.

120Partai Demokratik Nasional (NDP), yang didirikan tahun 1978 oleh mendiang Presiden Anwar Sadat, adalah partai berkuasa pada era Presiden Sadat dan Presiden Mubarak (1981-2011). Partai ini merupakan pengganti Partai Uni Sosialis yang didirikan mendiang Presiden Gamal Abdel Nasser. Saat itu Sadat melakukan reformasi politik terbatas dengan menerapkan sistem multipartai. Sadat membagi kekuatan politik di Mesir menjadi tiga kubu, yaitu kubu kanan yang membawa bendera Partai Ahrar, kubu kiri dengan mengusung Partai Amal (kerja), dan kubu tengah dengan Partai Mesir. Partai Mesir pimpinan Sadat kemudian diubah menjadi NDP. Sidang pengadilan administrasi tinggi Mesir, Sabtu (16/4/2011), memvonis pembubaran Partai Demokratik Nasional dan mengembalikan aset partai itu kepada negara.

121Ini merupakan partai terbesar di Rusia yang hingga 2017 memiliki kursi mayoritas DPR (Dumma) sebanyak 342 (or 76.22%) dari 450 kursi. Partai didirikan pada Desember 2001 sebagai fusi Partai Unity dan Partai Fatherland – All Russia. Partai ini merupakan pendukung Presiden Vladimir Putin, yang juga tak disanggah sebagai aktor dan tokoh partai yang terkemuka.

122Lihat Kenneth Greene, Why Dominant Parties Lose, (New York: Cambridge, 2007).

Page 111: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

101Sistem Kepartaian Hegemonik dan Perubahan Sistem Kepartaian

mendominasi proses politik dalam suatu negara dalam waktu yang lama. Kemudian Wiatr lebih mengembangkan penjelasan tentang Sistem Kepartaian Hegemonik ini dengan menyebutkan bahwa dalam sistem itu, partai-partai politik dan organisasi-organisasi sosial diakui keberadaanya akan tetapi peranan mereka dibuat seminimal mungkin.123 Partai Hegemonik tidak akan membiarkan untuk terjadinya kompetisi baik yang bersifat formal maupun yang aktual. Partai-partai lain diadakan hanyalah sebagai partai kelas dua dan sekedar diberi lisensi, karena mereka tidak akan diperkenankan untuk berkompetisi yang antagonistik dan basis yang sama. Di dalam kenyataanya, perubahan tidak hanya tidak diperkenankan, bahkan tidak dapat dilakukan, karena kemungkinan untuk terjadinya rotasi kekuasaan tak pernah terpikirkan.

Partai politik adalah salah satu institusi penting dlam demokrasi modern yang mengandaikan sistem keterwakilan (representatives). Keberadaan dan inerjanya merupakan ukuran mutlak bagaimana demokrasi berkembang di suatu negara. Partai politik akan mempengaruhi dan bagaimana dan kearah mana pelaksanaan pemerintahan. Oleh karena itu, dinegara-negara maju, ukuran keberhasilan demokrasi secara tepat bisa dilihat dari bagaimana partai politik menjalankan fungsinya untuk memasukan agenda-agenda kebijakan publik yang bermanfaat tidak saja bagi konstituen pemilihnya melainkan juga bermanfaat bagi seluruh komponen bangsa yang ada. Maka bisa dikatakan, parpol adalah institusi inti demokrasi.

Mencermati perwujudan jaminan bagi partisipasi politik warga negara tak terlepas dari bagaimana kita memandang peran partai politik sebagai instrumen dalam sistem politik sekaligus

123https://adisuryapurba.wordpress.com/2013/11/15/kehidupan-partai-partai-politik-di-masa-orde-baru-1971-1998/, diakses 25 Maret 2017.

Page 112: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

102 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

sebagai bagian produktif dari transisi demokrasi. Dibandingkan dengan kelompok kepentingan dan masyarakat sipil, parpol memainkan peranan penting yang tidak dapat digantikan oleh organisasi lainnya. Peran penting ini mendudukkan parpol diposisi pusat (pilical centrality) yang memiliki dua dimensi. Pertama, setelah berhasil mengagregasikan berbagai kepentingan dan nilai yang ada dalam masyarakat, parpol kemudian mentranspormasikannya menjadi sebuah agenda yang adapat dijadikan platform pemilu. Diharapkan paltform tersebut mampu menarik banyak suara dari rakyat sehingga parpol akan mendapatkan banyak kursi di parlement. Selanjutnya parpol harus mampu mempengaruhi proses politik dalam legislasi dan implementasi program kebijakan publik. Kedua, parpol adalah satu-satunya pihak yang dapat menerjemahkan kepentingan dan nilai masyarakat ke dalam legislasi dan kebijakan publik yang menginkat. Hal ini dapat mereka lakukan setelah mereka mendapatklan posisi yang kuat dalam parlemen daerah maupun nasional.

Sayangnya, fungsi ideal partai tersebut acapkali tidak berjalan sebagaimana mestinya. Partai politik seperti ada dan tiada, timbul tenggelam, datang dan pergi. Parpol ada dan hadir sering kali hanya pada saat menjelang hajatan demokrasi, seperti pemilihan presiden, pemilihan anggota legislatif, atau pemilihan kepala daerah. Parpol juga hadir dalam gegap gempita kampanye politik periodik, pada momen-momen itu. Selebihnya seperti lenyap ditelan bumi. Atau, muncul ketika ada anggotanya yang terjerat kasus korupsi. Di parlemen, parpol muncul ketika anggotanya melanggar etika atau terlibat keributan saat membahas suatu rancangan undang-undang.

Performa buruk partai politik ini seakan-akan membenarkan anggapan bahwa selama ini partai politik hanya berfungsi sebagai kendaraan yang digunakan untuk mencapai kepentingan pribadi.

Page 113: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

103Sistem Kepartaian Hegemonik dan Perubahan Sistem Kepartaian

Bentuknya bisa bermacam-macam. Bagi orang yang tidak mempunyai pekerjaan, partai politik bisa memberi profesi baru. Bagi para pengusaha plat merah, partai politik bisa menjadi kendaraan untuk melakukan lobi yang menguntungkan dirinya. Bagi orang-orang yang secara hukum bermasalah, partai politik akan menjadi pelindung politik (political shield) dari kejaran penegakan hukum. Wajah carut marut ini juga membenarkan kritik beberapa pengamat dan beberapa jajak pendapat yang dilakukan belakangan ini. Partai politik seakan-akan sedang mangalami demarketing atau pemasaran yang buruk. Proses pemburukan partai baik dari dalam maupun kritikan dari luar akan melemahkan kekuatan partai politik sebagai salah satu tiang penyangga bekerjanya sistem demokrasi. Layaknya organ tubuh, melemahnya partai politik berarti fungsinya tidak berjalan.

Secara substantif, jika partai politik melemah, demokrasi tidak akan berjalan dengan baik. Partai politik itu seperti setir yang menghubungkan antara kepentingan rakyat sebagai penumpang mobil demokrasi dan pemerintah sebagai mesin demokrasi. Kalau setir tidak berfungsi dengan baik,tidak akan mampu mengendalikan laju mesin ke arah tujuan penumpangnya. Mesin politik akan berjalan menuju arah yang diinginkan sendiri yang ujungnya akan menipu penumpangnya. Jika partai politik mengalami impotensi, jika maraknya partai politik tidak menghasilkan peningkatan taraf kehidupan rakyat, jika tuntutan masyarakat yang semakin marak tidak bisa dipenuhi oleh partai politik melalui wakilnya di DPR, jika elite partai merasa nyaman dengan terus-menerus berkelahi, kemungkinan untuk merevisi praktik demokrasi tidak tertutup. Karena demokrasi itu memang seperti kendaraan atau alat untuk mencapai tujuan kehidupan bersama.

Page 114: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

104 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Dalam konteks demikian, perubahan sistem kepartain acapkali menjadi salah satu mekanisme untuk merevisi praktik demokrasi tersebut. Perubahan tersebut seringkali pula menjadi ciri transisi demokrasi yang penting.

B. HagemoniPartaiPolitik

Sistem partai politik hagemonik124 merupakan fenomena lumrah di banyak sistem politik. Sistem ini dicirikan dominasi partai politik atau koalisi partai politik yang “maintains a grip on power through repeated victories in contested elections for the highest offices of government.” Dominasi partai dapat berlangsung dalam sistem pemerintahan otoritarian maupun dalam demokrasi liberal. Perkiraan konservatif menunjukkan sebanyak 40 negara menjalankan sistem itu, dari negara yang menjadi sasaran studi terkemuka seperti Jepang, Malaysia, Singapura, Italia, Israel, Swedia, Afrika Selatan, dan India, hingga yang jarang memperoleh perhatian seperti Seychelles, Djibouti, Samoa, Liechtenstein, Botswana, dan Namibia. Dalam beberapa kasus “some ruling parties endure in power under electorally competitive conditions for extremely.”125 Kemudian, “dominant party systems tend to occur at the beginning of a period of electoral contestation and gradually evolve into something more competitive over time.”126 Kebanyakan dari partai yang dominan ini “enjoy electoral advantages that originate in their

124Dalam literatur terdapat aneke istilah dengan pengertian serupa seperti dominant party regime, dominant party system, hegemonic party regime, hegemonic party regime, single-party regime, atau predominant party system. Lihat: Greene 2007, Friedman dan Wong 2008, Magaloni 2006; Geddes 1999, dan Sartori, 1976.

125Ibid., hlm. 23.126Ibid.

Page 115: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

105Sistem Kepartaian Hegemonik dan Perubahan Sistem Kepartaian

role in creating the regime, giving them a ‘first-mover advantage’ in the party system long periods of time.”127

Dengan demikian, sistem partai politik hegemonik bertahan walaupun harus menghadapi kompetisi dalam pemilihan umum. Partai seperti ini bertahan walaupun terdapat perubahan komposisi pemilih, munculnya isu-isu baru, atau bahkan saat publik tidak puas dengan kinerja pemerintah. Misalnya, di Jepang, the Liberal Democratic Party (LDP) tetap bertahan memerintah antara 1955 hingga 2009, dengan durasi lama atau dalam waktu antara 10 bulan atau bahkan hanya 20 hari.128 Ia mendominasi pemerintahan pasca perang, selamat selama perang dingin, dan tetap dipilih di tengah kemerosotan ekonomi.129

Serupa dengan itu, sejak kemerdekaan Malaysia 1957, UMNO mendominasi pemerintahan dan bertahan terhadap

127Ibid., hlm. 24.128Lihat Scheiner, 2006, hlm. 11-13.129Salah satu sebabnya adalah sistem kabinet parlementer yang dianut Jepang.

Dalam sistem ini, rakyat Jepang memilih anggota parlemen dalam Pemilu. Partai yang anggotanya paling banyak dipilih akan memenangkan Pemilu. Kemudian, partai ini dapat mengusulkan siapa yang akan menjadi perdana menteri Jepang. Apabila perdana menteri yang mereka pilih dirasa tidak mampu atau terlibat skandal, parlemen dapat membubarkan diri atau mengajukan mosi tidak percaya (no-confidence motion) terhadap perdana menteri. Setelah itu, Pemilu dapat dilakukan lagi. Mudah dan cepat memang.

Page 116: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

106 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

ancaman kerusuhan etnis130, krisis suksesi kepemimpinan, dan juga krisis ekonomi Asia.131

Kaum intelektual telah memeriksa sistem kepartaian hegemonik untuk 60 tahun.132 Walaupun demikian, tak ada definisi tunggal untuk “dominasi partai politik” dalam sistem seperti itu. Publikasi yang ilmiah memiliki keragaman dalam memberikan pengertian dan sudut pandang.

Dalam pengantar editor, Giliomee dan Simpkins merumuskan pengertian bahwa sistem kepartaian hegemonik “within a framework in which at least some democratic rules or practices have to be observed.”133 Analisis kedua pakar ini terpusat pada kenyataan politik di negara industri selama 40 tahun terakhir, seperti Afrika Selatan, Taiwan, Malaysia, dan Meksiko.

Sebaliknya, Friedman dan Wong memasukkan sistem kepartaian hegemonik mencakup pula dalam negara di mana oposisi diberangus. Ini mencakup studi terhadap negara komunis

130Isu-isu golongan dan ras yang menyentuh emosi dan sentimen menjadi tema utama sepanjang kampanye Pemilu 1969 yang mengakibatkan meningkatnya semangat masyarakat Melayu dan Tionghoa di Malaysia. Selama kampanye Pemilu 1969, para calon serta anggota-anggota partai politik, khususnya dari partai oposisi, mengangkat soal-soal sensitif yang berkaitan dengan bahasa nasional (Bahasa Melayu), kedudukan istimewa orang Melayu (Bumiputera) dan hak kerakyatan warga non-Melayu. Hal ini menimbulkan sentimen rasial dan kecurigaan. Partai Perikatan (UMNO-MCA-MIC) telah mengalami kekalahan yang telak dalam Pemilu 1969. Jumlah kursi yang dimenangkannya dalam Dewan Rakyat (Parlemen) telah menurun dari 89 kursi pada tahun 1964 menjadi 66 kursi pada tahun 1969. Partai Perikatan telah hilang kebanyakan dua pertiga dalam Dewan Rakyat. Partai Gerakan, DAP dan PPP menang 25 buah kursi dalam Dewan Rakyat sementara PAS menang 12 kursi.

131Bilveer Singh, “Malaysia in 2008: The Elections that Broke the Tiger’s Back”, Asian Survey Vol. 49, No. 1, hlm. 156-165.

132Kharis Ali Templeman, 2012, The Origins And Decline Of Dominant Party Systems: Taiwan’s Transition In Comparative Perspective, Dissertation Doctor of Philosophy Political Science, The University of Michigan, Not Published, hlm. 30.

133Ibid., hlm. xv.

Page 117: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

107Sistem Kepartaian Hegemonik dan Perubahan Sistem Kepartaian

di Eropa Timur dan bekas Uni Soviet, Tiongkok, dan partai konservatif di Korea Selatan, yang menggabungkan kekuatan eksekutif dengan kendali rezim militer.134 Dalam konteks ini, bahkan Brownlee berpendapat bahwa tiada perbedaan antara partai tunggal dengan sistem hegemonik.135

Oleh sebab itu, dalam sejumlah riset mengenai sistem kepartaian ini kemudian melestarikan 2 (dua) tradisi. Pertama, fokus terhadap sistem kepartaian dan kemudian melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan bertahan dalam jangka panjang sebuah partai politik. Dalam konteks ini, termaktub pula sebuah pertanyaan penting: mengapa andaikata terdapat pemilu yang demokratis, partai yang bersangkutan tetap bertengger di kekuasaan? Kedua, fokus terhadap jangka waktu rezim mampu bertahan: mengapa kekuasaan otokrat yang didukung oleh partai pemerintah mampu bertahan, dalam kondisi bagaimana hegemoni partai terpecahkan, dan apa konsekuensi terhadap sistem politik?

Menurut pendapat saya, syarat untuk dapat dikategorikan “dominan” dalam sistem kepartaian hegemonik adalah sistem multipartai. Dengan demikian, harus dibedakan antara sistem kepartaian dengan rezim pemerintahan. Selanjutnya, sistem multipartai tersebut diikuti dengan syarat pemilu multipartai yang secara terus menerus berhasil mempertahankan dominasi sebuah partai atau sebuah koalisi partai. Artinya, terdapat oposisi yang diperkenankan mengikuti pemilu juga. Secara ringkas, dengan konsep ini, dapat dijabarkan bahwa dominasi partai meliputi bagian dari sistem multipartai yang membentuk sistem kepartaian dan menentukan konfigurasi pemerintahan (rezim).

134Ibid., hlm. 1.135Jason Brownlee, “Portents of Pluralism: How Hybrid Regimes Affect Democratic

Transitions”, American Journal of Political Science, Vol. 53, No. 3, hlm. 515-532.

Page 118: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

108 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Dalam pemahaman saya, hegemoni partai dapat terjadi dalam 2 (dua) tipe rezim: demokrasi dan otokrasi elektoral. Jadi diskusi mengenai hegemoni partai dapat terjadi dalam demokrasi liberal maupun nonliberal, atau kalau mengikuti istilah Sartori, dalam sistem “hegemonic” maupun “predominant.” Namun hegemoni partai tak terdapat dalam semua bentuk otokrasi. Praktik di Tiongkok misalnya, di mana semua partai di luar partai pemerintah dilarang berpartisipasi dalam pemilu, cenderung saya sebut sebagai “sistem partai tunggal.” 136 Demikian pula, saat partai mendominasi perolehan suara, namun tak menjadi jalan menuju kekuasaan seperti di Iran dan Burma, maka sistem yang terbangun tak menggambarkan sistem kepartaian. Jadi kata kunci di sini bukanlah terpenuhi kriteria demokrasi atau nondemokratis, namun ada tidaknya sebuah pemilu, sebagaimana digambarkan oleh Levitsky and Way.137

Kriteria demokrasi dan nondemokrasi sulit ditemukan tolok ukur baku dalam penilaian praktik. Sebagai contoh kasus Zimbabwe dan Bostawana. Di kedua negara terdapat satu partai yang terus menerus memerintah dan memenangkan pemilu sejak kemerdekaan. Akan tetapi, orang tak memiliki penilaian yang sama terhadap respon the Botswana Democratic Party, dengan ZANU-PF, saat terancam kalah dalam pemilu, di mana partai terakhir melakukan intimidasi kejam terhadap oposisi dan melakukan manipulasi terhadap kotak suara, sebab Zimbabwe tak pernah

136Bandingkan dengan Dan Slater dan Nicholas Smith, “The Power of Counterrevolution: Contentious Origins of Dominant Party Durability in Asia and Africa”, Paper presented at the APSA Annual Conference, Washington, D.C., September, 2010.

137Steven Levitsky dan Lucan Way, “The Rise of Competitive Authoritarianism”, Journal of Democracy, Vol. 13, No. 2, hlm. 51-65.

Page 119: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

109Sistem Kepartaian Hegemonik dan Perubahan Sistem Kepartaian

melakukan pemilu untuk jeda kekuasaan.138 Demikian pula dengan kasus Taiwan dan Meksiko, saat partai petahan terus menerus berkuasa dan tak pernah kalah, namun akibat liberalisasi politik, tiba-tiba muncul kemungkinan oposisi meraih kekuasaan dan dominasi partai semakin merosot.

Dalam sistem kepartaian hegemonik, sebuah partai atau koalisi partai lantas menjadi dominan dalam sistem politik yang bersangkutan yang dapat dikategorikan ke dalam 3 karakter sebagai berikut.

Pertama, dominasi suara atau perolehan kursi parlemen. Dalam hal ini, partai memperoleh suara meyakinkan dalam pemilu. Namun demikian, di kalangan sarjana, terdapat perbedaan untuk menentukan ambang batas perolehan suara tersebut. Pempel menggunakan ukuran “yang penting mayoritas.”139 Sementara Reuter mensyaratkan bahwa kemenangan itu cukup meyakinkan untuk membentuk pemerintahan tanpa koalisi.140 Pakar yang lain mengajukan angka pasti: 60%141, 75%142 dan ada pula yang ektrem

138Adam Pzeworski, Michael Alvarez, Jose Cheibub, and Fernando Limongi. 2000, Democracy and Development: Political Institutions and Material Well-Being in the World, 1950-1990, Cambridge: Cambridge University Press, hlm. 23-28.

139T.J. Pempel (Editor), 1990, Uncommon Democracies: The One-Party Dominant Regimes, Ithaca, NY: Cornell University Press.

140Ora John Reuter, 2010, “The Origins of Dominant Parties”, Unpublished Ph.D. dissertation, Department of Political Science, Emory University.

141Nicholas Van de Walle dan Kimberly Butler, “Political Parties and Party Systems in Africa’s Illiberal Democracies,” Cambridge Review of International Affairs, Vol. 13, No. 1, hlm. 25.

142Philip Keefer, “.Database of Political Institutions: Changes and Variable Definitions,” Development Research Group, Washington: World Bank.

Page 120: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

110 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

ketika mengatakan bahwa suara harus mencapai 100% dan diikuti dengan menumpas habis kekuatan oposisi.143

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa watak hegemonik memungkinkan partai tak perlu dukungan pihak lain untuk menjalankan kewenangan saat membentuk pemerintahan, meloloskan undang-undang, merancang dan melaksanakan kebijakan, serta mengubah undang-undang dasar.144 Dalam sistem parlementer, dominasi partai menunjukkan kekuatan supra mayoritas. Dalam sistem presidensial, dominasi partai menunjukkan kemampuan mengendalikan eksekutif dan mengontrol suara parlemen.

Kedua, dominasi dalam jangka waktu berkuasa. Alternatif kriteria hegemoni lainnya adalah kemampuan mengelola kekuasaan. Soal durasi ini, para pakar juga berbeda pendapat. Reuter mengatakan durasi harus minimal satu periode, sementara Przeworski mensyaratkan 2 (dua) periode. Yang lain, 3 (tiga) periode berturut145, 10 tahun146, 15-20 tahun147, 20 tahun148,

143John Ishiyama dan John James Quinn, “African Phoenix?: Explaining the Electoral Performance of the Formerly Dominant Parties in Africa”, Party Politics, Vol. 12, No. 3, 2006, hlm. 317-340.

144Beatriz Magaloni, “Comparative Autocracy.” Presented at Research Frontiers in Comparative Politics conference, Duke University, April 27-28 2006, hlm. 33-34, mencatat bahwa kewenangan sepihak mengubah undang-undang dasar ini yang membedakan antara sistem kepartaian hegemonik dengan sistem predominan.

145Matthijs Bogaards, “Counting Parties and Identifying Dominant Party Systems in Africa,” European Journal of Political Research, Vol. 43, 2, hlm. 175.

146Brendan O’Leary, “Britain’s Japanese Question: ‘Is There a Dominant Party?’”, dalam Helen Margetts dan Gareth Symth, (Editors), 1994, Turning Japanese: Britain with a Permanent Party of Government, London, Lawrence & Wishart, hlm. 10.

147Monty G. Marshall dan Keith Jaggers, 2009, “POLITY IV Project: Political Regime Characteristics and Transitions, 1800-2007,” Dataset Users’ Manual, Center for Systemic Peace, hlm. 80.

148Kenneth F. Greene, 2007, Why Dominant Parties Lose: Mexico’s Democratization in Comparative Perspective, New York, Cambridge University Press, hlm. 12.

Page 121: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

111Sistem Kepartaian Hegemonik dan Perubahan Sistem Kepartaian

dan 30-50 tahun.149 Walaupun ambang batas durasi tidak sama, akan tetapi semua memiliki persamaan: dalam sistem “normal”, semestinya petahana akan kalah atau menang, cepat atau lambat. Dalam kaitan ini, “a party’s ability to maintain unbroken control of government reflects something more systemic than just a lucky run of favorable electoral conditions or savvy leadership.”150

Durasi ini juga menimbulkan konsep yang ambigu mengenai siapa yang mengendalikan atau ruang lingkup pengendalian tersebut. Satu kelompok pakar mengatakan bahwa dominasi itu harus dipimpin oleh sebuah partai politik151 atau dalam sistem presidensial, ketika pemerintahan terbelah, satu partai mengendalikan eksekutif dan mampu mengabaikan dukungan parlemen.152 Sementara kalangan intelektual lainnya mensyaratkan sebuah koalisi pemerintahan dan kemudian menjadi fokus analisisnya.153

Ketiga, dominasi dalam negosiasi. Kriteria ini lazimnya bekerja dalam sistem parlementer. Sebuah partai cukup membutukan satu rekan koalisi untuk membentuk pemerintahan. Partai menjadi dominan baik karena kedudukan maupun karena bobot suaranya. Jika kaidah ini dipegang, maka sebuah partai dominan tak harus mengendalikan sebagian besar kursi parlemen, akan tetapi manakala relatif bebas dalam membentuk pemerintahan. Dengan demikian, tidak selalu harus satu partai yang sama dalam setiap

149Gary Cox, 1997, Making Votes Count: Strategic Coordination in the World’s Electoral Systems, Cambridge, Cambridge University Press, hlm. 238.

150Anthony J. McGann, 1999, The Modal Voter Result: Preference Distributions, Intra-Party Competition, and Political Dominance, Unpublished Ph.D. dissertation, Department of Political Science, Duke University, hlm. 108-109.

151Alan Ware, 1996, Political Parties and Party Systems, Oxford, Oxford University Press, hlm. 159.

152Kneeth Greene, op.cit., hlm. 12.153Pempel, loc.cit.

Page 122: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

112 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

siklus pemilu, walaupun kecenderungan yang terjadi adalah partai yang sama akan tetap bertahan dalam posisinya.154

Keempat, dominasi dalam menentukan agenda kebijakan. Dalam hal ini partai menentukan program-program pemerintahan baik karena memperoleh posisi utama dalam koalisi maupun karena menguasa lembaga-lembaga penentu kebijakan di pemerintahan. Menurut Pempel, hal ini terjadi ““[b]ecause of its long-standing presence at the core of government, the dominant party carries out what many would call a historical project, a series of interrelated and mutually supportive public policies that give particular shape to the national political agenda.”155 Dengan demikian, kriteria ini mempersyaratkan sebuah partai terus menerus menguasai pemerintahan dan berperan penting dalam merancang dan melaksanakan kebijakan di seluruh negeri.156

Kelima, dominasi dalam mengendalikan oposisi. Kriteria yang terakhir, ada pakar yang memasukkan kemampuan untuk mengendalikan oposisi baik karena jangkauan ideologis maupun karena ditarik ke sisi pemerintah. Sama halnya dengan kriteria lain, kriteria ini dibuat transparan, misalnya hanya memberi jatah kemenangan oposisi sebesar 33%, seperti dalam kasus Kanada tahun 1960-an atau jika terdapat 3 (tiga) partai maka salah satu diantaranya “diatur” supaya memperoleh minimal 40%.157 Jika diamati secara seksama, maka nampak bahwa kriteria ini serupa dengan kriteria pertama, dominasi melalui jumlah suara. Sebuah partai politik diusahakan memperoleh kemengan mayoritas,

154William Riker, 1976, “The Number of Political Parties: A Reexamination of Duverger’s Law,” Comparative Politics, Vol. 9, No. 1, hlm. 93-106.

155Pempel, op.cit., hlm. 4.156O’Leary, op.cit., hlm. 4.157Robert J. Jackson dan Doreen Jackson, 2009, Politics in Canada, 7th ed.

Toronto: Prentice Hall, hlm. 385.

Page 123: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

113Sistem Kepartaian Hegemonik dan Perubahan Sistem Kepartaian

dengan selisih margin yang relatif jauh dibandingkan pesaingnya. Dengan demikian, kalangan oposisi kecil potensinya untuk segera menggeser pemerintah.158

Sebuah partai hagemonik memiliki kultur khas dalam pengambilan keputusan internal. Partisipasi keanggotaan dalam partai politik terjadi melalui proses perumusan kebijakan, pemilihan kepemimpinan dan kandidat serta peran dalam organ partai di semua tingkatan struktur partai.159 Semua hal tersebut sangat bergantung pada struktur kelembagaan formal dan informal yang dibangun dalam sistem partai politik yang bersangkutan. Interaksi antara proses formal dan informal dalam kaitan ini menentukan tingkat demokrasi internal dalam sebuah partai politik. Dalam hal ini, apa yang disebut sebagai “intra-party democracy” atau demokrasi intra-partai mengacu pada sejauh mana partai-partai politik “membuat struktur dan proses pengambilan keputusan dengan memberi kesempatan kepada anggota untuk mempengaruhi pilihan yang ditawarkan partai kepada pemilih dan pada akhirnya menentukan jenis pemerintahan yang terbentuk.”160 Demokrasi intra-partai sangat penting bagi penciptaan dan pertumbuhan institusi demokrasi yang berfungsi dengan baik dan berkelanjutan. Pertama, ia mendorong budaya debat demokratis dan pertimbangan isu kritis dan oleh karena itu kepemilikan bersama atas keputusan. Kedua, mempromosikan kesatuan partai

158Amir Abedi dan Stephen G. Schneider, “Federalism, Parliamentary Government, and Single-Party Dominance: An Examination of Dominant Party Regimes in Canada, Australia, Germany, and Austria.” Paper presented at the Annual Meeting of the American Political Science Association, Philadelphia, hlm. 3-4.

159N.G. Wanjohi, “Sustainability of Political Parties in Kenya”, in M.A.M. Salih (Ed), 2003, African Political Parties: Evolution, Institutionalism And Governance, Sterling, Virginia, Pluto Press.

160S. Scarrow, 2005, Political Parties And Democracy In Theoretical And Practical Perspectives: Implementing Intra-Party Democracy, National Democratic Institute.

Page 124: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

114 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

dengan meredam kemunculan faksi dan/atau ancaman perpecahan. Ketiga, ia menciptakan sistem pengelolaan konflik internal secara baik. Keempat, ia mengurangi penggunaan wewenang delegasi yang oportunistik dan sewenang-wenang.161 Pencapaian demokrasi intra-partai bergantung pada sejauh mana proses partisipasi keanggotaan yang efektif ditetapkan secara formal dan diterapkan secara praktis dalam peraturan dan prosedur organisasi partai. Bila ada penegakan yang tidak efektif, atau tidak adanya peraturan semacam itu, partai tersebut dapat menghadapi tantangan operasional yang signifikan termasuk proses negosiasi dan koalisi yang terpusat, proses seleksi kepemimpinan yang tidak inklusif, mekanisme pengelolaan konflik yang tidak demokratis, dan konvensi partai yang tidak konstitusional atau tidak sah. Oleh karena itu, demokrasi internal sangat diperlukan jika partai politik harus memenuhi peran mereka sebagai agen demokratisasi yang sah dan kredibel di masyarakat.

Banyak penelitian telah dikembangkan mengenai demokrasi intra-partai di masyarakat barat menurut praktik di negara-negara seperti Amerika Serikat, Swiss dan negara-negara Skandinavia. Tentu saja, karena faktor-faktor tertentu, ada perbeadaan kalau dikaji di kawasan lain, seperti demokrasi intra-partai di Afrika. Sebaliknya, sistem demokrasi internal yang telah melembaga di Swiss dengan preferensi relatif untuk demokrasi langsung dalam bentuk referendum reguler telah dikontraskan dengan politik partai berbasis demokratik dan berbasis kepentingan di Amerika Serikat.162 Di Afrika, terdapat riset terbatas untuk menyelidiki aspek internal

161Josh Maiyo, 2008, Political Parties And Intra-Party Democracy In East Africa From Representative To Participatory Democracy, Master of Philosophy in African studies Africa Studies Centre, Leiden University, Tidak Diterbitkan, hlm. 6.

162N. Anstead, 2008, “Internal Party Democracy in Europe and the United States: Different Models in a Changing Environment”, Conference Paper, Political Studies Association, 1 - 3 April 2008, Swansea University.

Page 125: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

115Sistem Kepartaian Hegemonik dan Perubahan Sistem Kepartaian

struktur, fungsi, dan pelembagaan partai politik pada umumnya dan proses demokrasi internal pada khususnya. Baru belakangan ini ada beberapa riset yang dilakukan pada aspek demokrasi intra-partai tertentu dari perspektif kelembagaan dan pengembangan kapasitas yang bertentangan dengan pendekatan berorientasi proses yang memprioritaskan dan memperkuat partisipasi anggota.163 Demikian pula, pluralisme politik cenderung disamakan dengan kehadiran beberapa partai politik yang bersaing dalam pemilu tanpa memperhatikan lingkungan politik di mana mereka beroperasi dan struktur kelembagaan serta proses internal dimana partai-partai ini menawarkan pilihan nyata kepada pemilih. Meningkatnya kesadaran politik masyarakat di kawasan ini terutama sejak akhir tahun 1990an telah meningkatkan jumlah pemilih dan partisipasi dalam pemilihan, namun ini lebih merupakan cerminan dari pemilih “faith in the electoral process as a means of changing leadership, as opposed to faith in political parties as institutions of democracy.”164

Partai politik di kawasan Afrika adalah produk dari kondisi historis, sosio-ekonomi, dan politik yang berbeda dibandingkan dengan negara-negara demokrasi barat. Satu-satunya titik sejarah yang agak paralel dengan model Eropa adalah masa pra dan pasca kemerdekaan ketika partai politik Afrika melakukan gerakan pembebasan massal berbasis massa yang mewujudkan sebuah ideologi pembebasan dari pemerintahan kolonial. Partai politik yang lahir dari pergerakan kemerdekaan, merumuskan ideologi tunggal kekuasaan, menjadi fenomana umum di Afrika dan berhubungan dengan keanekaragaman etnis. Mayoritas partai politik di Afrika kurang terorganisir dan tidak memiliki kapasitas kelembagaan,

163Josh Maiyo, op.cit., hlm. 11.164M. Chege, 2007, Political Parties in East Africa: Diversity in Political Party

Systems, Stockholm, IDEA.

Page 126: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

116 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

proses pengambilan keputusan mereka tidak terstruktur, dan kekuasaan sering kali terletak di tangan pemimpin partai dan beberapa krooni yang menyumbang uang untuk menghidupi partai.165 Peran anggota partai menjadi minimal, biasanya untuk mendukung keputusan yang telah dibuat oleh elit. Mobilisasi politik mengasumsikan bentuk kultus dan loyalitas kepribadian yang seringkali ditujukan kepada pimpinan partai dibandingkan dengan partai sebagai institusi. Ini mendorong politik “perpisahan partai” (party hopping) di mana ketidaksepakatan kepemimpinan dapat menyebabkan satu pemimpin melompat dari satu partai ke partai yang lainnya dengan membawa gerbong pendukung. Contoh ekstrem yang lain misalnya terdapat partai yang terorganisasi dengan baik, sangat terpusat, dan terstruktur yang telah berkuasa sejak kemerdekaan seperti CCM (Chama Cha Mapinduzi) di Tanzania. Sentralisasi kemudian menghilangkan kekuatan pengambilan keputusan dari organ dan cabang di tingkat lokal dan mengkonsentrasikannya pada kelompok inti oligarki partai seperti Komite Pusat CCM.166 Di Afrika khususnya, perdebatan pilihan prioritas antara demokrasi dan pembangunan menjadi lebih penting. Beberapa pemimpin Afrika seperti mantan presiden Kenya, Daniel Arap Moi, telah mengajukan argumen serupa untuk menjelaskan preferensi mereka terhadap peraturan partai tunggal.167 Presiden Uganda Yoweri Museveni memberlakukan banyak larangan dalam kegiatan partai politik dengan alasan bahwa partai politik mengembangkan konflik di negara-negara yang sedang berkembang; otoriter, menjauhkan elit perkotaan dengan masyarakat kecil; korup; tidak memiliki kebijakan yang

165Wanjohi, loc.cit.166Mayo, op.cit., hlm. 28.167Ibid.

Page 127: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

117Sistem Kepartaian Hegemonik dan Perubahan Sistem Kepartaian

jelas; minim dukungan kelas menengah; dimanipulasi oleh aktor eksternal untuk mencapai kepentingan neo-kolonial (proxy); atau sesungguhnya terdapat sistem lain yang lebih demokratis daripada sistem multipartai.168 Meskipun beberapa dari atribut ini mungkin berlaku untuk beberapa partai politik di beberapa negara Afrika, namun tidak demikian halnya dengan karakter partai yang akurat di seluruh benua.169 Bisa diperdebatkan bahwa partai politik mungkin bukan penyebabnya, melainkan refleksi dari perpecahan sosial yang sudah ada sebelumnya dan larangan atau pembatasan aktivitas partai politik mungkin bukan solusi untuk masalah ini. Kontra secara intuitif, partai politik yang efektif dan berfungsi dengan baik dapat berfungsi sebagai katup pengaman sehingga ketegangan dan frustrasi sosial dapat disalurkan melalui cara-cara damai. Partai politik yang menjamin tingkat partisipasi keanggotaan secara efektif dan transparan dalam mempertimbangkan kebijakan, pemilihan kepemimpinan, dan pengambilan keputusan secara keseluruhan dapat memberikan jalan bagi kohesi sosial, meminimalkan kemungkinan konflik terbuka, dan memfasilitasi penyelesaian konflik secara damai.

C. Durasi Kekuasaan

Dari uraian di atas nampak bahwa terdapat minimal 6 (enam) kriteria untuk menetapkan watak hegemonik partai. Menurut saya, keenam kriteria itu tidak satupun memiliki definisi tunggal. Dalam literatur biasanya tercakup 2 atau 3 kriteria saja, namun demikian indikator yang ditampilkan acapkali tidak sama.

168J. Okuku, 2002, Ethnicity, State Power and the Democratisation Process in Uganda.

169Mc Mahon, 2004.

Page 128: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

118 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Menurut saya, diantara keenam kriteria tadi, maka kriteria “durasi kekuasaan” adalah yang paling unik. Kriteria ini berhubungan dengan pengorganisasian partai politik, sistem kepartaian, dan derajat kompetitif pemilu. Dalam pelacakan yang paling konvensional, sifat kompetitif pemilu dilahirkan manakala partai pemerintah terjungkal dari kekuasaan.

Kriteria lain tidak menggambarkan sistem kepartaian secara utuh. Dominasi perolehan suara sudah memperoleh perhatian setidak-tidaknya sejak ditulis oleh Duverger.170 Publikasi ini menguntungkan sebab menggambarkan sistem kepartaian yang dipertajam dengan kompetisi pemilu yang berangkat dari ruang sosial yang tidak sama bagi setiap negara, sehingga tidak ada keragu-raguan untuk menganalisis dominasi partai dalam kursi legislatif seperti dalam kasus Inggris. Dominasi partai di lembaga perwakilan mencerminkan 3 (tiga) hal yaitu perolehan kursi dari setiap distrik, perolehan suara setiap partai, dan konversi dari kedua hal tersebut.

Namun dalam analisis yang lebih kritis, dominasi partai politik dalam perolehan suara acapkali mengaburkan partai politik mana yang sesungguhnya memperoleh kemenangan dalam pemilu. Kita dapat melihat kasus di Inggris atas dominasi Partai Konservatif (1979-1997)171 dan sesudah 1997 oleh Partai Buruh.172 Fakta bahwa Partai Buruh mengendalikan mayoritas legislatif dengan dukungan 63% (418 kursi dari 635 kursi) walau hanya memperoleh dukungan suara 43% dapat dijelaskan dengan penggunaan sistem pluralitas dalam keterwakilan tunggal setiap distrik. Kriteria ini cukup mengaburkan mengingat kemenangan

170Maurice Duverger, 1954, Political Parties, Their Organization and Activity in the Modern State, London: Meuthen.

171Hellen Margetts dan Gareth Smyth (Editors), 1994, Turning Japanese: Britain with a Permanent Party of Government. London: Lawrence and Wishart.

172Matthijs Bogaards dan Francoise Boucek, op.cit., hlm. 2.

Page 129: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

119Sistem Kepartaian Hegemonik dan Perubahan Sistem Kepartaian

partai tidak berhasil mendominasi parlemen dalam pemilu 4 tahun sebelum pemilu 1997 digelar.

Situasi ekstrem terjadi di Jamaica. Pada pemilu 1976, the Jamaican Labour Party (JLP) hanya memperoleh 22% kursi parlemen (13 dari 60 kursi)) dengan dukungan 41% suara pemilih, sementara itu the People’s National Party (PNP) memperoleh 47 kursi (78%) hanya dengan 57% suara pemilih. Situasi berbalik 4 tahun berikutnya, JLP mendapatkan 51 kursi (59% suara) dan PNP 9 kursi (41% suara).

Dengan memperhatikan kasus-kasus tersebut, bagi saya durasi kekuasaan menjadi lebih rasional dibandingkan perolehan kursi parlemen dalam menentukan watak dominasi partai. Hal ini karena, “there is a common mismatch between the conceptualization of a dominant party as one that ‘rules for a long time; and its operationalization as one that ‘controls most of the seats.”173

Dominasi partai politik dalam kekuasaan seperti Zimbabwe, acapkali diindentifikasi sebagai partai yang berperan sejak pembentukan negara dan melimpahnya sumber keuangan yang dimilikinya. Namun dalam praktik, terdapat contoh di mana kedua hal itu tidak melekat pada partai namun mampu menduduki eksekutif dalam jangka waktu yang lama. Kemampuan Partai Liberal (Kanada, 1935-1957), Sosial Demokrat (Swedia, 1936-1976), koalisi Partai Liberal (Australia, 1949-1972), dan Kristen Demokrat (Luksemburg, 1979-sekarang) mengkonfirmasikan hal tersebut.

173Jean-Francois Caulier dan Patrick “Measuring One-Party Dominance with Power Indices”, Dalam Mattijs Bogaards and Francoise Boucek (Editors), 2010, Dominant Political Parties and Democracy: Concepts, Measures, Cases and Comparisons, New York: Routledge, hlm. 45-59.

Page 130: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang
Page 131: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

121

BAB III

MEKSIKO DAN PERUBAHAN HEGEMONI PARTAI POLITIK

A. PENGANTAR

Tak ada proses transisi demokrasi yang berlarut-larut seperti halnya di Meksiko. Kritik terhadap sistem kepartaian yang hegemonik sesungguhnya sudah dilancarkan sejak gerakan mahasiswa tahun 1968 dan kemudian ditanggapi dengan represif. Sesudah peristiwa itu, partai oposisi kecil mulai dikenal dan kemudian bahkan menguasai politik lokal sejak 1980-an.

Akar sistem kepartaian di Meksiko barangkali bisa dirujuk sejak masa sebelum 1930an. Akan tetapi, sesungguhnya sistem kepartaian terbentuk baru belasan tahun belakangan. Pada tahun 1929 dibentuk PRI, disusul PAN pada 1930, dan yang terbentuk belakangan adalah PRD. Wajah kepartaian memang menunjukkan keberadaan lebih dari satu partai, tetapi sesungguhnya hanya mencerminkan representasi di tingkat nasional. Diantara partai itu, hanya PRI yang memiliki dukungan relatif merata di seluruh negeri. Sistem kepartaian di Meksiko menggambarkan situasi sebagai “the control of both the executive and legislative powers continuously by one single party for at least 20 years, or else four consecutive elections.”174

174Kenneth F. Greene, 2007, Why Dominant Parties Lose: Mexico’s Democratization in Comparative Perspective, Cambridge: Cambridge University Press, hlm. 12.

Page 132: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

122 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Sebelum tahun 1988, PRI tak pernah sekalipun kehilangan kursi presiden, gubernur, maupun senator federal. Partai ini selalu memperoleh 98% kursi DPR. Kandidat oposisi tak pernah muncul dan jarang memperoleh kemenangan di tingkat kota sekalipun. Para intelektual antara 1960-an hingga 1970-an cenderung menyebut sistem kepartaian Meksiko sebagai “hegemonic party system” untuk membedakan sistem partai tunggal di negara komunis, mengingat partai oposisi diperkenankan hadir dalam kompetisi.

Hegemoni PRI berakar dari sejarah peran di masa revolusi. Partai mengusung reformasi agraria, memperhatikan hak-hak pekerja, dan mengusahakan pembangunan ekonomi secara menyeluruh. Partai menyediakan saluran korporatis untuk mengkooptasikan buruh dan tani, sembari royal memberikan imbalan finansial bagi organisasi-organisasi terafiliasi.175 Kemampuan PRI merebut jabatan-jabatan eksekutif di semua tingkatan pemerintahan mempermudah akses terhadap sumber daya berkedok intervensi pemerintah dalam sektor ekonomi. Sebaliknya, kalangan oposisi tidak mampu menantang PRI mengingat mereka tak punya sumber daya memadai sebagai imbalan bagi para pendukung-pendukungnya. Prestasi PRI semacam ini bertahan, walaupun pemilu berlangsung di tengah krisis ekonomi dan ketidakpuasan publik atas kinerja pemerintah pada 1980-an hingga 1990-an, sehingga melampaui kalangan oposisi disebabkan oleh 3 hal.

Pertama, ketimpangan akses dana antara partai pemerintah dengan oposisi. Akses ini disebabkan karena (i) ketersediaan dana dari anggaran publik; (ii) bertahannya elit PRI di pemerintahan federal dan lokal; serta (iii) ketimpangan kapasitas birokrasi dan

175Hernández Rodríguez, 1998, hlm. 74.

Page 133: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

123Meksiko dan Perubahan Hegemoni Partai Politik

memudarnya independensi penyelenggara pemilu.176 Kedua, berlangsungnya patronase selektif untuk mempengaruhi kalangan oposisi atau ketika cara ini gagal, kemudian menjalankan sistem represif secara terbatas.177 Ketiga, kendali pemerintah yang dominan dalam administrasi pemilu.178

B. PemiluyangKompetitif

Munculnya pemilu yang kompetitif tak dapat dilepaskan keberhasilan modernisasi ekonomi sejak usai Perang Dunia II. Keberhasilan yang diperoleh dari kinerja pemerintah sejak 1960-an hingga pertengahan 1980-an, mendorong memudarnya hegemoni kepartaian. 179 Kepudaran itu semakin kencang pada akhir 1980-an hingga 1990-an. Terlepas efek modernasi itu, nampaknya percepatan perubahan itu juga dipengaruhi reformasi sistem pemilu sebagai hasil negosiasi PRI dengan kalangan oposisi.180 Dengan berlangsung dalam situasi krisis ekonomi tahun 1980-an yang dituding sebagai ekses kebijakan PRI, maka dampak terhadap dominasi partai penguasa menjadi semakin terasa.181 Sekilas ini

176Joseph L. Klesner, “Electoral Competition and the New Party System in Mexico”, Latin American Politics & Society, Vol. 47, No. 2, 2005.

177Lihat Greene,loc.cit.178Juan Molinar, “Changing the Balance of Power in a Hegemonic Party System:

The Case of Mexico”, dalam Arend Lijphart dan Carlos H. Waisman [Editors], 1996, Institutional Design in New Democracies: Eastern Europe and Latin America, Boulder, CO: Westview.

179Diskusi yang menarik soal ini, lihat Joseph L. Klesner, Joseph L. (1987), “Changing Patterns of Electoral Participation and Official Party Support in Mexico”, dalam Judith Gentleman [comp.], 1987, Mexican Politics in Transition, Boulder, CO: Westview.

180Oniel Francisco Díaz-Jiménez dan Igor Vivero-Ávila, “The Dimensions Of Competition In The Mexican Party System (1979-2012)”, Convergencia, Vol. 68, 2015, hlm. 4.

181 Ibid.

Page 134: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

124 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

menjadi kelaziman partai penguasa yang tergerus karena legitimasi kebijakannya memudar, walaupun untuk kasus Meksiko, seperti diuraikan sebelumnya, tetap saja PRI memperoleh dukungan suara tinggi untuk pemilu di akhir 1980-an hingga awal 1990-an. 182

Sebuah alternatif penjelasan lain barangkali erat kaitannya dengan kinerja partai oposisi. Langkah liberalisasi ekonomi yang dirancang mengatasi krisis lantas menyumbang sokongan delegitimasi PRI. Sampai akhir 1980-an, PRI masih menikmati akses terhadap dana-dana publik dan ini tergerus dengan cepat akibat reformasi ekonomi. Privatisasi perusahaan negara menyumbang kemacetan sumber-sumber dana partai dan sekaligus juga mempersempit manuver untuk membangun patronage dengan oposisi. Sayangnya, dalam situasi demikian, publik masih saja enggan menerima kehadiran peran partai oposisi. Bukan saja karena kelembagaan struktur dominan yang sudah mengakar demikian lama, akan tetapi juga karena kecemasan terhadap kemampuan oposisi untuk mengelola hasil elektoral.

Suatu ancaman terhadap hegemoni PRI mulai muncul saat pemilu presidensial digelar pada 1988. Saat itu, Cuauhtémoc Cárdenas, yang diajukan oleh the National Democratic Front (Frente Democrático Nacional, or FDN), yang memunculkan spekulasi kelangsungan FRI di masa depan. Namun demikian, usai kompetisi sengit pada 1988, PRI kembali mengendalikan elektoral pada 1991 dan sejak saat itu gambaran untuk menggusur dominasinya lenyap tak berbekas.

Sesudah krisis ekonomi 1980-an, tak banyak partai oposisi yang mengemuka kecuali PAN, yang cenderung berideologi kanan

182Diskusi lebih lanjut, baca Beatriz Magaloni, 2006, Voting for Autocracy: Hegemonic Party Survival and its Demise in Mexico, Cambridge: Cambridge University Press.

Page 135: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

125Meksiko dan Perubahan Hegemoni Partai Politik

tengah, serta the Party of the Democratic Revolution (Partido de la Revolució Democrática, or PRD) yang beraliran kiri. Pada masa itu tak satu pun gubernur dipegang oleh kalangan oposisi, namun hingga 1990-an, oposisi berhasil menempatkan Walikota di wilayah yang berpenduduk padat. Pada 1997, PRI masih mengendalikan DPR, walau dibayang-bayangi oleh PAN dan PRD, dan 2 partai oposisi kecil lainnya. Puncaknya, PRI tersingkir ketika Vincet Fox, kandidat PAN, merebut jabatan Presiden pada 2000.

Modernisasi ekonomi nampaknya memberikan dampak negatif, termasuk mengikis perolehan suara PRI rata-rata 2% dalam kompetisi di tingkat federal.183 Partai oposisi terutama memperoleh dukungan di kawasan perkotaan dan kawasan industri di mana penduduknya relatif memperoleh pendidikan dan akses media lebih baik.184 Di kawasan pedesaan, di mana partai oposisi tak terang-terangan menampakkan diri, perolehan suara PRI kadang-kadang melampaui daftar pemilih. Suara demikian besar diperoleh sebagai imbalan distribusi tanah atau tekanan para kepala desa, tak pernah diperoleh pasti, mengingat media massa jarang menyentuh kawasan pedesaan dibandingkan kawasan perkotaan. Sekalipun korupsi dan kecurangan pemilu diumbar, tetap saja PRI mampu mempertahankan dominasinya karena sepanjang dekade 1940-an hingga 1970-an pemerintah mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang menggembirakan. Sementara itu, kalangan oposisi tak pernah sungguh menawarkan alternatif kebijakan atau memiliki figur pengganti yang potensial.

Di tingkat perwakilan nasional, Meksiko mencirikan penampilan 3 (tiga) partai, namun di tingkat lokal, bisa didominasi

183Joseph L. Klesner, op.cit., hlm. 7.184Joseph L. Klesner, “Modernization, Economic Crisis, and Electoral Alignment

in Mexico”, Mexican Studies/Estudios Mexicanos, Vol. 9, No. 2, 1993, hlm. 187-223.

Page 136: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

126 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

salah satu diantara partai-partai itu, yaitu antara PRI dengan salah satu partai politik lainnya. Kondisi ini semakin tajam sejak 1997.

Kemampuan oposisi untuk mengubah konfigurasi politik relatif mengejutkan bagi kalangan intelektual dan jurnalis. Saat kekalahan oposisi dalam pemilu 1988, sampai pertengahan 1990-an para pengamat cenderung menyebut kemungkinan lebih lama lagi bagi hegemoni PRI. 185 Namun usai pemilu 1997, kondisi mulai merubah dan para intelektual meyakini bahwa saat itulah berlangsungnya pemilu paling demokratis sepanjang sejarah Meksiko. 186 Oposisi dinilai tidak hanya menjadi pilihan alternatif, akan tetapi diyakini menjadi aktor potensial untuk mendorong demokratisasi.

Melalui pemilu 1997, oposisi berhasil mempengaruhi komposisi DPR federal, Senat, Kepala Pemerintahan Federal (‘kepala negara di tingkat negara bagian’), 6 (enam) gubernur negara bagian, dan ratusan kepala pemerintahan lokal lainnya. Namun demikian, yang paling meyakinkan adalah upaya mengendalikan Kepala Pemerintahan Federal, yang saat itu artinya menjangkau 7,2 juta pemilih, dibandingkan daftar pemilih di tingkat negara bagian yang mencapai 8,9 juta.

Sinar oposisi mencuat dengan kegemilangan Cuauhtémoc Cárdenas, ketua PRD yang sekaligus aktivis kiri sejak 1980-an, yang mana partai yang dipimpinnya berhasil mengemuka dengan mengendalikan suara di tingkat federal sekaligus menempatkannya sebagai kekuatan politik terbesar kedua di Meksiko. Kemenengan Cardenas menandakan kebangkitan politisi kiri dan sekaligus revitalisasi partai yang terjungkal sejak pemilihan presiden 1994. Ketika itu PRD meraih suara 16,59%, kalah telak dibandingkan

185Davis and Coleman, 1994.186Mainwaring, 1999.

Page 137: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

127Meksiko dan Perubahan Hegemoni Partai Politik

PRI dan PRD, yang masing-masing meraih 48% dan 25%. Dengan demikian, berjauhan dengan analisis kaum intelektual waktu itu, PRD tak jatuh dalam kubang kehancuran setelah pemilu 1997. Politisi kiri menjadi kekuatan penentu sekaligus penanda paling kentara bangkitnya demokratisasi di Meksiko.

Sesudah pemilu 1997, kalangan oposisi semakin mencuat ketika berhasil merebut jabatan gubernur pada pemilu di tahun berikutnya. Dalam hal ini, PRD menggeser PRI untuk jabatan gubernur di Zacatecas dan Tlaxcala (1998) dan Baja California Sur (1999). Sementara itu, PAN bertengger di eksekutif negara bagian Querétaro dan Nuevo León (1997), Aguascalientes (1998), kemudian Guanajuato, Jalisco, serta Morelos (2000). Setelah itu, koalisi PAN dan PRD berhasil memenagkan pemilu gubernur di Nayarit (1999) dan Chiapas (2000).

Puncaknya, PRI menyerah kalah dalam pemilu Presiden tahun 2000. Kandidat PAN, Vincent Fox, yang secara telak menekuk Francisco Labastida (kandidat PRI) dan Cuauhtémoc Cárdenas (kandidiat PRD) dengan perolehan suara 42%. Kemenangan Fox secara politik menandai konfigurasi politik baru yang memperluas kritik terhadap hagemoni PRI. 187 Kebangkitan oposisi tidak lagi karena loyalitas kepada ideologi atau program, namun kemampuan dalam membangkitkan sentiment anti PRI. 188 Tak pelak, tahun 2000 untuk pertama kali oposisi merebut jabatan kepresidenan dan juga mampu mengurangi kendali PRI di DPR.

Pengembangan kekuatan oposisi Meksiko menempuh jalan terjal. Pada tahun 1968, muncul aksi massa dan gerakan mahasiswa yang menuntut demokratisasi dan perlindungan hak-hak sipil. Situasi terus memburuk memasuki dekade 1970-an,

187Schedler, 2000, hlm. 5-7188Magaloni and Poiré, 18-19.

Page 138: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

128 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

hingga Presiden José López Portillo (1976-1982), pada 1977 menyerah kepada tuntutan untuk melaksanakan reformasi pemilu. Walaupun demikian, pembaruan itu tidak disertai mekanisme untuk menggunting dominasi PRI di DPR.189

Namun demikian, kebijakan pembangunan yang dilaksanakan sejak akhir 1930-an, berdampak buruk terhadap pemerintah. Sesudah jebakan krisis hutang pada 1982, pemerintah mulai menjalankan ekonomi pasar dan kebijakan neoliberal. 190 devaluasi mata uang pada 1988 dan 1994 memperburuk keadaan.191 Keterpurukan ekonomi berimbas kepada stabilitas politik. Kecurangan pemilu pada akhir 1980an menyeruak dan menimbulkan protes meluas di seluruh negeri.192 Kebijakan pemerintah yang menandatangani perjanjian pasar bebas dengan Kanada dan Amerika Serikat meningkatkan protes dalam negeri. Akhirnya, pada 1986, PRI bersedia menerima kenyataan dengan mengundang 5 (lima) partai oposisi terkemuka dan aturan yang memungkinkan lenyapnya hegemoni PRI.193 Reformasi pemilu yang dilaksanakan untuk kompetisi 1989-90, 1993, 1994, dan 1996 berhasil meningkatkan iklim kompetisi pemilu dan mendorong demokratisasi.

C. Pengaruh Ideologi dan Strategi

Sistem kepartaian di Meksiko memberi gambaran bahwa ada 1 partai politik yang mendominasi perwakilan di tingkat

189Becerra et al., 21-22 Ricardo Becerra, Pedro Salazar, dan Jose Woldenberg, 2005, The Mechanism of Political Competition in Mexico, Mexico City, Cal y Arena, hlm. 22.

190Edwar L. Gibson, “The Populist Road to Market Reform: Policy and Electoral Coalitions in Mexico and Argentina”, World Politics, Vol. 49, No. 3, 1997, hlm. 339-342.

191Ricardo Becerra, Pedro Salazar, dan Jose Woldenberg, op.cit., hlm. 59.192Ibid., hlm. 64.193Ibid., hlm. 97-99.

Page 139: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

129Meksiko dan Perubahan Hegemoni Partai Politik

nasional, namun 2 (dua) partai lainnya mempengaruhi komposisi pemerintahan di tingkat lokal. Penguasaan tingkat lokal ini memberikan peluang kepada partai-partai tersebut untuk mengesampingkan faktor ideologis. Dalam hal ini, PAN dan PRD benar-benar telah menjauh dari ideologi partai, yang cenderung beraliran kiri dan fokus kepada iso sosial ekonomi, pada saat didirikan dan ini mempengaruhi ketertarikan para pemilih.

Sebagai konsekuensinya, kedua partai ini menjadi pelampiasan aneka ragam kepentingan pemilih yang enggan dengan jargon-jargon ideologis PRI. Hal ini memicu konflik internal di tubuh PRI yang terutama mencuat sejak akhir 1990-an untuk mencari strategi pemenengan yang tepat. Baiklah, kita akan memeriksa bagaimanakah konfigurasi PAN dan PRD yang mampu menjadi lawan tanding tangguh yang menentang dominasi PRI tersebut.

1. PAN

Partai PAN didirikan oleh sekelompok aktivis Katolik, pengusaha, dan kalangan profesional yang keberatan terhadap kebijakan pemerintah yang mendorong hapusnya hak-hak ekslusif gereja, termasuk kesempatan untuk menyekolahkan anak-anak ke sekolah paroki ketika negara bergerak menjadi berhaluan kiri di bawah Presiden ke-49, Lázaro Cárdenas (1934-1940).

Selama memegang tampuk kekuasaan, Cardenas, yang hingga kini dijuluki “the perfect politician”, mengusung ideologis sosialis dengan menaruh perhatian terhadap layanan kesehatan, kalangan pribumi, infrastruktur, dan redistribusi tanah. Tentu saja yang paling banyak dikenang adalah keberanian melakukan nasionalisasi terhadap industri minyak yang dikendalikan oleh Inggris dan Amerika Serikat pada tahun 1938. Nasionalisasi dilakukan dengan dalih ketentuan Pasal 27 Konstitusi 1917, yang menempatkan

Page 140: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

130 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

rakyat sebagai penguasa utama sumber daya alam. Kebijakan kiri Cardenas menyebabkan Meksiko terperosok ke dalam perangkap utang yang cukup besar, akan tetapi rakyat dengan kesadaran sendiri lantas menyumbang kekayaan mereka (perhiasan, ternak) untuk membiayai utang tersebut. Ini adalah tindakan patriotik yang luar biasa, mengingat monopoli industri minyak sudah berlangsung sejak pemerintahan dictator Porfirio Diaz, yang berkuasa selama 30 tahun sejak 1911.

Reformasi agrarian sendiri diusung Cardenas diusung sejak 1931, saat ia menjadi Gubernur Michoacan, yang sekaligus kemudian berhadapan dengan pengaruh gereja Katolik. Sesungguhnya, memudarnya pengaruh gereja di sektor publik sudah terasa sejak amandemen konstitusi yang dirancang oleh Presiden Plutarcho Elias Calles tahun 1926. Kebijakan ini telah memicu radikalisme agama. Cardenas sendiri lantas secara sistematik merancang kebijakan pendidikan yang bersifat sekuler.

Partai PAN, yang lantas dikenal sebagai partai berhaluan konservatif, sejak 1939 menempatkan dirinya sebagai oposisi hingga mampu merebut kursi kepresidenan pada tahun 2000. Kesempatan berperan lebih sgnifikan terutama dipicu oleh kebijakan Presiden Lopez Partillo yang menasionalisasi bank pada tahun 1982 dan memunculkan krisis ekonomi pada dekade 1980-an. Kalangan pengusaha dan kelas menengah tidak menyukai kebijakan PRI yang dianggap congkak dan terlalu kiri tersebut.194 Basisi pendukugn PAN sendiri umumnya pemilih yang berasal dari kawasan di bagian utara Meksiko.

Tudingan kecurangan pemilu oleh PRI pada pemilu 1985 dan 1986, memicu PAN untuk menggalang aksi pemogokan

194Lihat Yemile Mizrahi, “Rebels Without a Cause? The Politics of Entrepreneurs in Chihuahua”, Journal of Latin American Studies, Vol. 26, No. 1, 1994, hlm. 137-158.

Page 141: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

131Meksiko dan Perubahan Hegemoni Partai Politik

massal dan protes, sesuatu yang benar-benar baru dalam agenda aksi partai sejak didirikan.195 Intervensi ekonomi oleh negara yang dianggap terlalu besar memicu bergabungnya kalangan kelas pengusaha dan kelas menengah pada 1980-an memperkuat posisi PAN. Sejak saat itu, pelan-pelan ideologi partai mulai memudar hanya dalam 20 tahun sejak didirikan. Kebijakan Presiden Carlos Salinas de Gortari (berkuasa 1988-1994) yang berkompromi dengan PAN mendorong kesadaran partai untuk lebih berperan dalam pemerintahan.

Kompromi itu lantas memberi keuntungan bagi PAN dan Salinas.196 Untuk pertama kali, PAN merebut jabatan gubernur di Baja California dan Chihuahua masing-masing pada 1989 dan 1992. Menyusul terkuaknya kecurangan pemilu di Guanajuato dan San Luis Potosí pada tahun 1991, Salinas memaksa mundur kandidat PRI dan segera menunjuk kader PAN untuk mengisi jabatan tersebut. Kemenangan PAN mengkonfirmasi keseriusan Salinas untuk meperlunak hagemoni partai. Bahkan, sesudah Presiden Ernesto Zedillo (1994-2000) menduduki jabatan, PAN segera memperoleh kemenangan kursi gubernur di Calisco, Guanajuato, Querétaro, Nuevo León, dan Aguascalientes serta sejumlah kota penting lainnya.

Pada masa itu, sejak Salinas hingga Zedillo, kebijakan ekonomi liberal konsisten dijalankan, sesuatu yang membuat PAN nyaman dengan kekuasaan. Kerjasama itu memperkuat posisi PAN. Bahkan, studi terhadap perilaku anggota DPR terbaru menunjukkan sesungguhnya ideologi PAN dan PRI lambat laun

195Juan Molinar Horcasitas, ““The Future of the Electoral System” dalam Wayne A. Cornelius, Judith Gentleman, Peter H. Smith (editors), 1989, Mexico’s Alternative Political Futures, La Jolla: Center for U.S.Mexican Studies, University of California at San Diego.

196Stephen D. Morris, 1995, Political Reformism in Mexico: An Overview of Contemporary Mexican Politics, Boulder: Lynne Rienner, hlm. 90.

Page 142: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

132 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

telah seiring dan sejalan.197 Situasi ini mendorong PAN untuk mempercayai demokrasi dan habis-habisan memperjuangkan sebuah undang-undang yang dibahas di parlemen. Diantara kemesraan PAN terhadap kekuasaan nampak ketika partai ini mendukung referendum untuk melanjutkan petahana PRI, sembari menyerukan kesetaraan demokrasi.

Di tingkat lokal, PAN mengusung pemerintahan yang amanah, di tengah tudingan korupsi, kroniisme dan salah kelola pemerintahan oleh kader PRI. Dampaknya di tingkat lokal menyajikan adegan berhadap-hadapan antara PRI dan PAN. Mencitrakan sebagai partai yang mampu menyediakan kader alternatif untuk memerintah di samping PRI, secara bertahap PAN “merangkak” memperoleh dukungan meyakinkan untuk pencarian kekuasaan.198 Strategi ini berbeda dengan yang ditempuh PRD, yang cenderung konfrontatif terhadap penguasa, sebelum 1997.

Keretakan PAN muncul seiring dengan kalangan idealis internal yang bersaing dengan kalangan pendukung pasar bebas sejak tahun 1970-an.199 Keretakan ini menunjukkan evolusi manajemen partai yang bergerak dari sebuah organisasi kaku menuju entitas yang mendamba kuasa, satu pihak pada jabatan di tingkat lokal, parlemen, dan berharap di pihak lain, menduduki jabatan Presiden. Bekas ketua PAN, Felipe Calderón, mendeskripsikan

197Antonia Martínez Rodríguez, “Parliamentary Elites and the Polarization of the Party System in Mexico”, dalam Mónica Serrano (editor), 1998, Governing Mexico: Political Parties and Elections, London: Institute of Latin American Studies, hlm. 61.

198Yemile Mizrahi, “The Costs of Electoral Success: The Partido Acción Nacional in Mexico”, dalam Mónica Serrano (Editor), 1998, Governing Mexico: Political Parties and Elections, London: Institute of Latin American Studies.

199Ann L. Craig dan Wayne A. Cornelius, “Houses Divided: Parties and Political Reform in Mexico”, dalam Scott Mainwaring dan Timothy R. Scully (Editors), 1995, Building Democratic Institutions: Party Systems in Latin America, Stanford: Stanford University Press, hlm. 269-270.

Page 143: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

133Meksiko dan Perubahan Hegemoni Partai Politik

situasi ini sebagai proses transisi dan usaha dilematis antara peran sebagai partai oposisi dengan harapan menjadi pemerintah tanpa kehilangan identitas.200 Situasi ini berlangsung terus hingga kepemimpinan Calderon dan mendiang Carlos Castillo yang memperoleh dukungan kuat dalam kepengurusan nasional, sebuah situasi yang berbeda dengan waktu 1960-1970-an, di mana aktivis gereja terlalu mengendalikan organisasi. Kalangan idealis mengeluhkan mekanisme laju partai yang dikhawatirkan menjadi barbar, menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan.

Menjadi partai pragmatis tidaklah menjadi dambaan kalangan idealis, namun pada 1990-an, partai semakin bergerak ke arah ini. Kebutuhan memperoleh kemenangan dalam pemilu, kompromi dengan PRI soal isu-isu pembangunan ekonomi, serta strategi merangkak, menjadi faktor perubahan ideologi partai. Namun demikian, kalangan idealis, seperti Castillo Peraza, tetap saja berhasil memenangkan pemilu gubernur Mexico City pada 1997. Merasakan bahwa kalangan idealis akan menghalangi ambisi Vicent Fox untuk meraih jabatan Presiden, ia membuat “Friends of Fox” sebagai simpul dukungan nonpartai untuk membantu pendanaan kampanye, yang kemudian melahirkan keragu-raguan pengurus PAN untuk menunjuk kandidiat lain di luar Fox. Berbeda dengan tradisi partai, Fox dengan keras menunjuk diri sebagai figur alternatif PRI yang hendak mengakhiri dominasi rezim hegemonik. Menyadari bahwa tak semua rakyat Meksiko berada dalam kubu anti dan pro rezim pemerintah, memperkuat posisi Fox, yang terkonfirmasi dalam kemenangan kursi gubernur Guanajuato. Ketika itu, perbedaan kebijakan antara dirinya dengan kandidat PRI, Labastida tidak menjadi pusat kampanye.

200Yemile Mizrahi, The Costs of Electoral Success…, op.cit., hlm. 110.

Page 144: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

134 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

2. PRD

Kampanye kepresidenan Cuauhtémoc Cárdenas Solórzano, putra bekas Presiden Lazaro Cardenas, tahun 1988 menyatukan kekuatan kalangan kiri dalam wadah the National Democratic Front (Frente Democrático Nacional, atau FDN). Pada awalnya, Cardenas adalah Gubernur Michoacán, yang juga merupakan kader PRI. Pada tahun 1989, ia mendirikan partai PRD dan kemudian memenangkan jabatan Walikota Mexico City pada tahun 1997. Ia mencoba juga peruntungan kursi kepresidenan pada pemilu 1994 dan 2000, walaupun gagal.

Tidak suka dengan watak korup partai yang semakin kentara, ia nekat keluar dari PRI dan mencalonkan diri sebagai Presiden pada pemilu 6 Juli 1988. Hasilnya menakjubkan: ia nyaris menjadi pemenang, andaikata pemilu berlangsung kompetitif. Tudingan kecurangan menyeruak dan ia gagal mengambilalih kekuasaan.

Kandidat PRI, Carlos Salinas de Gortari ditetapkan Menteri Dalam Negeri menjadi pemenang dengan dukungan suara 50.7%. Perolehan suara itu cukup mengkhawatirkan sebab menjadi kemenangan paling rendah sejak PRI mengendalikan pemerintah pada tahun 1917. Ketika itu, PRI memperoleh 260 kursi (dari alokasi 500) di parlemen. Untuk mempertahankan kekuasaan, pemerintah mengelak dari tudingan kecurangan dan kambing hitam dituduhkan kepada sistem komputer perhitungan suara yang rusak. Walaupun bagi kebanyakan orang, bukanlah komputer, melainkan politik yang mengalami kerusakan.

Pernyataan itu tidaklah berpijak dari angan-angan. Situasi politik itu hasil akumulasi kekecewaan publik terhadap kinerja pemerintah PRI yang mengecewakan. Namun, sejak pemilu 1934, peralihan kekausaan tidak ditentukan oleh pemilu, melainkan oleh Presiden petahana. Usai diskusi dengan mediator

Page 145: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

135Meksiko dan Perubahan Hegemoni Partai Politik

kekuasaan dalam tubuh PRI, petahan akan menentukan siapa presiden pengganti dan lantas dilegitimasi lewat pemilu “rubber stamp.” Salah urus pemerintahan dan menurunnya harga minyak (yang kini sebenarnya menyumbang 1/3 pendapatan Meksiko) menuntut dilaksanakan keterbukaan ekonomi pada akhir 1980-an, sesuatu yang sangat berbeda dibandingkan kebijakan PRI sejak mendominasi pemerintahan. Presiden Miguel de la Madrid (1982-88), kader PRI kala itu, mengambil kebijakan yang menurunkan pendapatan masyarakat Meksiko. Akibatnya: popularitas partai, juga pemerintah, merosot tajam. Lebih lanjut, PRI mengalami keretakan terbesar sepanjang sejarah. Sementara kalangan internal menuntut demokrasi yang kompetitif dan sistem multipartai tak dapat ditunda. Penunjukkan Carlos Salinas de Gortari, kader PRI, yang juga teknokrat didikan Harvard, memperbesar keretakan partai.

Dalam sebuah wawancara televisi tahun 2005, bekas Presiden de la Madrid mengakui bahwa sesungguhnya pada pemilu 1988 PRI telah kehilangan suara. Namun ia kemudian melakukan klarifikasi karena pernyataan yang benar adalah PRI telah kehilangan mayoritas suara. Senator Manuel Bartlett, yang pernah menjadi Ketua Komisi Federal pada masa pemerintahan de la Madrid, mengingatkan bahwa Salinas memperoleh dukungan suara paling kecil sepanjang sejarah dibandingkan dengan kandidat PRI lainnya. Bartlett menyalahkan ingatan de la Mardid, yang ketika itu, sudah mencapai 71 tahun sehingga bias mengeluarkan pernyataan.

Perlu pula dicatat, di pihak Cuauhtémoc Cárdenas Solórzano, jalan menuju kampanye tidaklah gampang. Pada tahun 1988, ketika mengusahakan bersatunya kekuatan politik beraliran kiri, 3 (tiga) partai yaitu the Partido Auténtico de la Revolución Mexicana,

Page 146: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

136 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

atau PARM; the Partido Popular Socialista atau PPS; dan the Partido Frente Cardenista de Reconstrucción Nacional atau PFCRN, meninggalkan koalisi FDN. Akibatnya, menjelang pemilu 1997, koalisi ini mendaftarkan diri sebagai PRD.

Revolusi nasionalisme menjadi atribut PRD, namun banyak anggota yang juga menyadari bahwa nasionalisme ekonomi dan kebijakan substitusi industri tak menyokong banyak untuk pemulihan ekonomi. Namun, PRD menjadi juru bicara terkemuka untuk kritik terhadap kebijakan neoliberal dalam membangun format kepartaian. Karena terbangun dari kalangan sosialis, bekas kader PRI, maka partai lantas memperbesar dukungan dari pespektif sosioekonomis. Identitas sosial democrat lebih kentara di bawah ketua partai Porfirio Muñoz (yang kemudian mengundurkan diri pada 2000), dan semakin melembaga di bawah ketua partai Andrés Manuel Obrador.

Kader PRD militant tak lepas terus menuding kecurangan pemilu 1988, represi partai di bawah pemerintahan Salinas, dan kenyataan keluarnya kader PRI akibat tak diakomodasi dalam kandidasi pemilu. Akibatnya, PRD enggan berdiskusi dengan pemerintah, mencela hasil pemilu legislatif, dan terus menerus menyerukan reformasi sistem pemilu. Strategi ini efektif menarik pemilih independen dalam 6-8 tahun pertama peran sebagai oposisi.201 Selain itu, para pemuka partai lebih mengutamakan kader yang berjuang sejak awal dibandingkan memberi tempat untuk pengurus partisan. Percecokan antar pemimpin partai lantas mempengaruhi citra partai. Keretakan itu disayangkan memberikan kontribusi tidak maksimal dalam kampanye pemilu 1988.

201Kathleen Bruhn, “The Making of the President, 2000: Race to Los Pinos”, dalam Jorge I. Domínguez dan Chappell Lawson, 2001, Mexico 2000: Voting Behavior, Campaign Effects, and Democratization in Mexico, London: Institute of Latin American Studies.

Page 147: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

137Meksiko dan Perubahan Hegemoni Partai Politik

Dengan situasi dan gerak partai semacam itu, pemerintah enggan mengajak PRD dan lebih suka membangun kompromi dengan PAN. Di dalam pemilu lokal Michoacán dan México tahun 1989 dan 1990, perselisihan antara PRI dan PRD meningkat, sementara pemerintah memihak PRI. Oleh sebab itu, usai gagal menguasai representasi di tingkat nasional, pada 1990-an, PRD mengadopsi strategi PAN dengan cara membangun konstituen di tingkat lokal. Kemenangan dalam pemilu lokal Meksiko tahun 1997, mempertegas keinginan partai untuk mengesampingkan ideologis. Selanjutnya, PRD meraih kemenangan pemilu gubernur di Zacatecas dan Tlaxcala tahun 1998 dan kemudian di Baja California Sur tahun 1999. Melalui koalisi dengan PAN, PRD memenangkan pemilu lokal di Nayarit (1999) dan Chiapas (2000).

Page 148: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang
Page 149: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

139

BAB IV

PARTAI POLITIK DOMINAN DAN KONSTITUSIONALISME: PELAJARAN DARI AFRIKA

A. PENGANTAR

Selama hampir satu dekade belakangan, Afrika moncer sebagai rumah yang ramah untuk perkembangan demokrasi. Ada 2 (dua) pertanyaan mengemuka: apa yang menjadi faktor penyebab dan apa sumbangan terhadap konsolidasi demokrasi?

Dua negara penting untuk menjadi contoh: Afrika Selatan dan Nigeria. Bukan saja kontribusi ekonomi dan makna penting di kawasan, tetapi juga ada faktor pembeda signifikan. Demokrasi di Afrika Selatan berwujud sistem presidensial di mana Presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan tetapi diangkat dan bertanggung jawab kepada Parlemen. Di sisi lain, seperti kebanyakan negara Afrika lain, Nigeria menjalankan sistem presidensial “utuh.”

Di Afrika Selatan, pemilihan parlemen dengan sistem proporsional dan Nigeria menjalankan sistem distrik. Keduanya juga dicirikan dengan dominasi satu partai politik. Terdapat sedikit persamaan di kedua negara: peran eksekutif dalam mengangkat dan memberhentikan anggota parlemen, namun semua hanya untuk kelengkapan tingkat representasi. Tetapi tidak dapat

Page 150: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

140 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

dipungkiri bahwa di kedua negara eksekutif sangat dominan namun memberikan efek demokrasi yang berbeda.202

Pada titik ini, partai politik mempunyai sumbangan yang penting. Bukan saja memupuk kekuasaan eksekutif dan menyediakan jalan patronage, tetapi juga membentuk parlemen lengkap dengan klaim akuntabilitas dan representasi. Namun demikian, pernyataan-pernyataan ini perlu dibuktikan secara empiris mengingat seperti telah diteliti oleh Samuels dan Shugart yang mengatakan bahwa ada banyak jalan bagaimana interaksi partai terhadap pihak lain dalam wadah partai dominan.203 Secara keseluruhan hal yang harus diamati adalah gerak partai dalam menghubungkan dirinya dengan sistem pemilu, sistem perwakilan, dan sistem pemerintahan. Nyaris di seluruh kawasan Afrika, gerak itu berlangsung dalam sistem multipartai yang kompleks.

Sejarah ketatanegaraan di kawasan Afrika adalah studi kasus yang sangat baik mengenai berbagai kesulitan yang dihadapi dalam situasi pasca-kolonial dan terus dihadapi dalam proses penemuan diri sendiri.204 Konflik tak berujung dan perang sipil di sebagian besar negara di benua ini mempengaruhi aktivitas politik negara. Memang, negara-negara Afrika yang merdeka pada tahun 1960an memproklamirkan komitmen mereka terhadap demokrasi, pemerintahan yang baik dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Kesepakatan yang dipostulasikan ini mudah dicapai, mengingat bahwa undang-undang kebebasan negara sebagian besar datang dengan paket jaminan yang berlimpah kepada warga negara. Sebagai gantinya, segera setelah kemerdekaan, konstitusi sebagian

202Farrell, 1971, hlm. x.203Samuels dan Shugart, 2010, hlm. 21.204Abutudu, Musa. “A Critical Assessment of the Constitutionalism Landscape in

West Africa”. Western Journal Of Black Studies 33, No. 2 (Summer 2009), hlm. 132-139.

Page 151: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

141Partai Politik Dominan dan Konstitusionalisme: Pelajaran dari Afrika

besar, jika tidak dapat dikatakan secara keseluruhan, negara-negara berkembang segera mengalami sejumlah amandemen, yang dilakukan dengan cara yang menyiratkan esensi konstitusionalisme dan pemerintahan yang demokratis.205

Sayangnya, di penghujung tahun 1960-an ditandai oleh negasi demokrasi dan pelanggaran berat hak asasi manusia dengan impunitas di seluruh benua Afrika. Demokrasi multipartai yang dijanjikan berhenti tak lebih buah bibir belaka karena partai oposisi dianggap sebagai penghambat roda kemajuan.206 Partai-partai yang berkuasa tidak toleran terhadap politik oposisi, menahan demokrasi, dan mengorbankan konstitusionalisme dalam bingkai keserakahan politik. Akibatnya, gelombang kudeta menyapu seluruh benua, di mana militer menggulingkan pemerintah, dengan jargon klasik untuk membereskan kekacauan sosio-ekonomi dan politik yang ditinggalkan pemerintahan sipil. Namun, pemerintahan militer lagi-lagi terjebak ke dalam kesalahan yang sama dengan pemerintahan sipil. Jelas, meskipun pemerintah Afrika diharapkan merangkul dan mempromosikan konstitusionalisme dan demokrasi pada saat kemerdekaan, mereka juga mengabaikan impunitas tersebut.

Menurut Smoke, kudeta adalah alat umum perubahan rezim di Afrika pasca kemerdekaan.207 Dia menyatakan bahwa kegagalan pemerintahan negara-negara pasca-kemerdekaan bahkan membuat beberapa pengamat melihat kudeta merupakan kejahatan yang

205Paul Seaton, “Fortunate Powerlessness”, Perspectives On Political Science 34, no. 2: (2005), hlm. 79.

206Linda Camp Keith dan Ayo Ogundele, “Legal Systems and Constitutionalism in Sub-Saharan Africa: An Empirical Examination of Colonial Influences on Human Rights “, Human Rights Quarterly 29, no. 4 (May, 2007), hlm. 1065-1097.

207Paul Smoke, “The Evolution Of Fiscal Decentralization Under Kenya’s New Constitution: Opportunities And Challenges”, Proceedings of The Annual Conference On Taxation 104, (2011), hlm. 109-115.

Page 152: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

142 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

diperlukan guna menyudahi rezim predator dan otokratik, dan dapat dianggap memfasilitasi transisi menuju demokrasi. Ada dua masalah dengan argumen ini.

Pertama, pada aras normatif, apa pun motif sebuah kudeta, secara inheren merusak pemerintahan dan tidak sesuai dengan tatanan konstitusional. Kedua, kenyataan menunjukkan, mereka yang mengambil alih kekuasaan melalui kudeta telah menunjukkan ketidakmampuan mereka, dengan salah urus ekonomi dan menghancurkan struktur sosial masyarakat Afrika. Smoke selanjutnya berpendapat bahwa perubahan rezim Afrika akibat polarisasi perang dingin kehilangan agensi mereka (dengan sedikit pengecualian) untuk menempuh cara-cara konstitusional. Menurutnya, konstitusi telah menjadi peta jalan menuju kekuasaan, dan telah menggagas kudeta atau revolusi sebagai dasar reformasi.208

Sejalan dengan studi Bennett et.al., sebuah konstitusi tidak dapat diharapkan sebagai obat mujarab untuk semua masalah politik. Banyak konstitusi yang lalu dinegosiasikan oleh partai-partai terkunci dalam semacam kebuntuan politik yang mengakar dalam ruang ketidaksetaraan kekuasaan diantara mereka. Konstitusi ini terutama dirancang melindungi dan kemudian memperkuat perubahan demokrasi, dengan membiarkan mereka yang telah memegang kekuasaan tanpa legitimasi demokratis untuk mengambil risiko mencabutnya. Namun, negosiasi itu disertai bayangan transformasi negara yang lebih luas berdasarkan pada mengakomodasi kepentingan bersaing dalam visi realitas bersama.209

208Ibid.209Sara Bennett, et.al. “Policy challenges facing integrated community case

management in Sub- Saharan Africa”, Tropical Medicine & International Health, Vol. 19, No. 7: (2014), hlm. 872-882.

Page 153: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

143Partai Politik Dominan dan Konstitusionalisme: Pelajaran dari Afrika

B. KonsolidasiDemokrasidiAfrika

Di kawasan Afrika, pergerakan kemerdekaan selama masa kolonial dan pasca kolonial, serta cengkeraman pemerintahan militer memberikan warna dalam perkembangan demokrasi. Pemerintahan yang terbentuk tersusun dari kalangan pergerakan akan tetapi gagal menjalankan kontinuitas bernegara karena keenggaanan menjalankan akuntabilitas, pemilu yang tidak demokratis, dan kemampuan mempertahankan kinerja eksekutif.

Kepemimpinan politik yang pada umumnya berasal dari kalangan pergerakan kemderkaan di kebanyakan negara Afrika, lantas membangun demokrasi dengan topeng sistem domestik, lewat mobilisasi etnik, pemaksaan dominasi partai tunggal, pembatasan kebebasan politik, serta penguasaan aset strategis ekonomis untuk kepentingan patronase. Argument awal adalah untuk mengupayakan persatuan dalam negeri sembari mengusahakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Sejak dekade 1960-an, legitimasi dan charisma kepemimpinan politik menyumbang porsi tersebesar dengan memberikan keuntungan ekonomi bagi sejumlah kecil negara. Namun yang terjadi kemudian, korupsi merajelala dan para pemegang pemerintahan cenderung memberikan kesejahteraan bagi segilintir orang di sekitarnya. Partai pemerintah menjadi alat teror untuk memberangus perlawanan dan kemakmuran ditebar untuk golongan politik tertentu yang cenderung otokratif dan terpusat.

Arah pembentukan negara pada umumnya cenderung digerakkan oleh cara-cara evolusioner. Harapan terhadap demokrasi di sanubari rakyat telah meningkatkan perasaan frustasi bagi tentara dan polisi yang terus dijadikan alat untuk membungkam perbedaan pendapat.

Page 154: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

144 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Pada pertengahan 1960-an, sejumlah negara seperti Malawi, Gabon, Ghana, dan Nigeria memang menikmati stabilitas pemerintahan, namun kemudian benih-benih kediktatoran muncul dan memancing pergolakan sipil dan terbentuknya pemerintahan militer. Gangguan seperti itu terus merembet ke negara-negara seperti Liberia, Republik Benin, dan Kongo, yang dilanda kerusuhan sipil dan kemerosotan ekonomi.

Krisis legitimasi dalam negeri dan paksaan negara-negara pemberi utang (dalam situasi perang dingin), mampu memaksa sejumlah negara untuk melakukan demokratisasi pada akhir 1980-an dan awal 1990-an. Masa-masa ini adalah pertumbuhan perdebatan demokrasi paling penting di kawasan ini. Sejumlah pakar kemudian menyebut bahwa penerimaan demokrasi di Afrika terjadi dengan cara penggabungan jargon-jargon Barat dan tradisi setempat.210

Berbeda dengan kriteria gelombang demokratisasi yang dirumuskan oleh Huntington211, negara-negara Afrika memiliki karakter tersendiri sehubungan dengan tahapan ini. Karakter tersebut berlangsung dalam 3 (tiga) tahapan.212 Pertama, periode perjuangan kemerdekaan (1945-1960). Kedua, pasca kemerdekaan dan gangguan terhadap demokrasi (1960-1988). Ketiga, periode pemulihan dan konsolidasi demokrasi (1988-sekarang). Ciri khas yang paling menonjol dalam proses demokratisasi tersebut adah proses kelembagaan yangberbarengan dengan mobilisasi sosial.213

Secara kualitatif, konsolidasi demokrasi di banyak negara dapat dikategorikan dalam 3 (tiga) warna: sukses, sedikit berhasil,

210Ake, 2000.211Huntington, 1991.212Nzongola-Ntalaja, 2006, hlm. 1-4.213Chazan et al, 1992, hlm. 14. Baca juga Radelet, 2010, hlm. 90.

Page 155: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

145Partai Politik Dominan dan Konstitusionalisme: Pelajaran dari Afrika

dan gagal total. Demokrasi berlangsung dalam 2 (dua) antinomi: berkembang dan sekaligus merosot. Dalam sebuah survei, keberlangsungan demokrasi di kawasan Afrika memiliki indeks yang rendah karena absennya akuntabilitas dan kegagalan imparsialitas pemilu.214 Kerusakan imparsialitas itu karena kekuasaan Presiden dan melenggangnya kekausaan parlemen yang menjadi faktor penyumbang terbesar.

Secara visual, tahapan pertumbuhan demokrasi di negara-negara Afrika dapat dilukiskan sebagai berikut:

Jika dicermati dalam visual di atas, gelombang demokratisasi bergerak dari kondisi awal hingga tahun 1950-an, yang kemudian mengalami penerimaan selama dekade 1960-an, hingga kemudian dipulihkan kembali pada 1990-an, sebuah masa yang dikenal

214Freedom House, 2012.

Page 156: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

146 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

sebagai dekade transisi. Diperoleh juga deskripsi, bahwa otokrasi mulai menggeliat pada 1960-an hingga masa hampir 20 tahun kemudian. Otokrasi dipraktikkan oleh negara-negara yang mengalami kemerdekaan pada dekade 1950-an hingga 1960-an, hingga kembali mengalami demokratisasi 1990-an. Sayangnya, kelembagaan demokrasi dalam periode ini cenderung lemah, hingga menciptakan sistem laksana 60 tahun sebelumnya.

Sebagaimana digambarkan oleh Mustapha dan Whitfield, otentifikasi demokrasi di Afrika memperoleh dukungan publik paling besar dibandingkan dengan kawasan lain.215 Walaupun ada persoalan akuntabilitas pemerintahan, akan tetapi kemampuan negara-negara untuk mengembalikan demokrasi mulai tampak dalam 20 tahun belakangan.216

Pada 1989-2000, banyak negara berhasil menyelenggarakan pemilu kepresidenan kompetitif.217 Sejak 2012, pemilu multipartai menjadi ukuran yang paling ditemui untuk mengukur derajat demokrasi di Afrika.218

Jika pada 1989, hanya ada 3 (tiga) negara yang dikualifikasi sebagai negara dengan pemilu yang bebas, maka pada 2011 melonjak menjadi 18 negara. Pada tahun yang sama, sebanyak 15 negara telah menggelar pemilu presiden dan pemilu legislatif (nasional dan lokal).

C. MempertanyakanKonstitusi

Patologi demokrasi yang menggerogoti banyak negara-negara di Afrika terutama disebabkan oleh adopsi desain konstitusional.

215Mustapha dan Whitfield, 2009, hlm. 226.216Ibid., hlm. 227.217van de Walle, 2007, hlm. 67.218Africa Research Institute, 2012, hlm. 1.

Page 157: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

147Partai Politik Dominan dan Konstitusionalisme: Pelajaran dari Afrika

Sejarah konstitusi di kawasan ini merupakan sumber pembelajaran luar biasa untuk menggambarkan keragu-raguan dan komitmen jati diri negara pascakolonil.219 Terlebih lagi, kerusuhan sipil tak berkesudahan di banyak negara, menjadi pertanyaan utama, keberlangsungan konstitusi untuk tekad “guarantee everyone equal participation in the economic, social and political activities of their respective nations.”220 Kala dilanda kemerdekaan pada 1960-an, 3 (tiga) kata selalu menjadi mantera: demokrasi, good governance, dan hak asasi manusia.221 Konstitusi yang lahir dalam masa itu penuh dengan jargon-jargon perlindungan hak-hak warganegara.222

Sayangnya, pada akhir 1960-an, demokrasi diberangus menyusul pergolakan internal yang merajelala.223 Partai pemerintah cenderung membungkam oposisi dan kemudian mengiris-iris konstitusi dalam cengkeraman kekuasaan mereka.224 Situasi itu melahirkan kekacauan, yang mengundang tentara melakukan kudeta dengan dalih memulihkan situasi sosial dan ekonomi.225 Meskipun rezim militer melakukan perebutan kekuasaan memperoleh penerimaan publik akan tetapi lambat laun mereka jatuh dalam kubangan kesalahan yang sama dengan pemerintahan sipil.

219Morris Kiwinda Mbondenyi dan Tom Ojienda, 2013, Constitutionalism and Democratic Governance in Africa: Contemporary Perspectives from Sub-Saharan Africa, Cape Town, Pretoria University Law Press, hlm. 3.

220Ibid., hlm. 4.221M.K. Mbondenyi, 2011, International Human Rights And Their Enforcement

In Africa , LawAfrica, hlm. 89-90.222Ibid.223U Umozurike The African Charter on Human and Peoples’ Rights (1997),

hlm. 23.224Sebagai contoh, pada 1982, Konstitusi Kenya diubah sekedar mendeklarasikan

partai tunggal.225U. Umozurike, op.cit., hlm. 22.

Page 158: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

148 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Fenomena pelarangan partai politik lantas menjadi pilihan utama. Fenomena tersebut dapat dirumuskan ke dalam 4 persoalan pokok sebagai berikut: 1) Fenomena empiris mana yang dapat didefinisikan sebagai larangan terhadap partai politik dan bagaimanakah jenis larangan tersebut?; 2) Apa efek dari larangan formal tersebut? Mengapa sedikit negara yang mengadopsi larangan partai secara aktif? Dan sejauh mana larangan tersebut secara formal terhadap partai etnis merupakan instrumen efektif dalam pengelolaan konflik etnis? 3) Mengapa begitu banyak rezim demokratis baru di Afrika mengadopsi larangan partai? Dan variabel mana yang menjelaskan bahwa negara lain tidak? 4) Mengingat bahwa hal itu masuk dalam kategori pembatasan kebebasan politik, bagaimana keberadaan mereka dapat disesuaikan dengan aspirasi demokratis rezim konstitusional baru atau yang terkonsolidasi?

Pelarangan etnis dan agama bukan merupakan fenomena Afrika Sub-Sahara secara eksklusif. Kebijakan ini telah diberlakukan di beberapa negara di Eropa Timur pasca komunis, merupakan bagian dari banyak konstitusi di Asia, termasuk dalam konstitusi baru Afghanistan dan Irak, dan telah diberlakukan di Turki dan Aljazair. Meskipun sangat menarik untuk memperluas cakupan dan memasukkannya ke dalam analisis negara dan wilayah lain, pada tahap ini, fokus pada Afrika merekomendasikan dirinya sendiri, alasan utamanya adalah pengalaman bersama mengenai politisasi etnisitas dan upaya bertahan lama dalam pengelolaan konflik etnis melalui rekayasa kelembagaan di wilayah tersebut.

Pasca kemerdekaan, negara-negara di Afrika memiliki sejarah panjang soal rekayasa politik dan kemampuan melakukan eksperimen desain institusional. Banyak pengamat Afrika mempertanyakan relevansi peraturan dan institusi formal yang

Page 159: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

149Partai Politik Dominan dan Konstitusionalisme: Pelajaran dari Afrika

tersedia dan menekankan sejauh mana dinamika proses politik dan perilaku aktor dibentuk secara efektif oleh lembaga informal. Parlemen berusaha untuk merevisi dan memanipulasi institusi formal, dan pakar internasional telah memberikan kontribusi mengenai rancangan alternatif kelembagaan serta bukti empiris tentang kemungkinan konsekuensi kebijakan tersebut.

Paling sering, larangan partai secara eksplisit diatur dalam konstitusi. Pengecualian adalah Namibia, dimana larangan keanggotaan partai dibatasi dengan alasan jenis kelamin, ras, warna kulit, asal etnis, agama, kepercayaan atau status sosial atau ekonomi menurut undang-undang. Cara lain, ketentuan hukum soal pendaftaran partai dan pembubaran partai. Dalam kebanyakan kasus, peraturan untuk pendaftaran tampaknya juga berlaku untuk pembubaran pihak. Artinya, sebuah partai bisa kehilangan pendaftarannya saat ditemukan oleh pihak berwenang yang berwenang bahwa hal itu telah melanggar persyaratan pendaftaran. Konstitusi Mauritania (1991) merupakan pengecualian dalam hal tersebut. Namun, acapkali pula, larangan partai politik dinyatakan secara umum. Misalnya, di Kongo. Konstitusi Madagaskar 1992 melarang organisasi atau partai “yang mengkhotbahkan totalitarianisme atau segregasi suatu etnis, kesukuan, atau agama” (Pasal 14 ayat (1)). Larangan terhadap partai politik diarahkan pada salah satu aspek-aspek tersebut secara terpisah atau kombinasi. Sebuah negara melarang partai-partai keagamaan, agama dilarang dalam program, keanggotaan, simbol, dan organisasi partai. Liberia adalah sebuah pengecualian. Di Liberia, dasar yang berbeda untuk berbagai aspek organisasi politik partai ditetapkan. Di Pantai Gading, alasan larangan terhadap partai politik tidak berhubungan dengan aspek organisasi politik partai namun sesuai dengan dasar hukumnya.

Page 160: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

150 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Larangan terhadap partai politik di negara Afrika pasca kemerdekaan diadopsi oleh Presiden Nkrumah (Ghana) pada tahun 1960an. Saat ini, setidaknya 22 dua negara Afrika telah melarang partai-partai politik. Negara-negara tersebut adalah Benin, Burkina Faso, Burundi, Tanjung Verde, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Djibouti, Guinea Khatulistiwa, Ghana, Guinea, Pantai Gading, Kenya, Liberia, Mauritania, Namibia, Niger, Nigeria, Rwanda, Senegal , Sierra Leone, Tanzania dan Togo. Beberapa negara yang lain memiliki undang-undang yang dapat digunakan untuk melarang partai-partai (Angola, Kamerun, Chad, Gabon, Madagaskar, dan Mozambik).

Untuk partai lokal, banyak negara Afrika yang berbahasa Prancis memiliki klausul ini, seperti Djibouti, Mauritania, dan Senegal. Dalam beberapa kasus, bahkan tidak jelas apakah undang-undang dasar atau undang-undang melarang partai-partai sub-nasional seperti itu. Gabon, Kamerun, dan Chad melarang “propaganda” atau “diskriminasi” oleh partai politik. Konstitusi Mozambik (1990) dan Angola (1992) mewajibkan partai politik untuk “berada dalam lingkup nasional.” Dengan sendirinya, ini bukan merupakan larangan bagi partai-partai lokal, walaupun klausul tersebut dapat digunakan untuk keperluan itu. Konstitusi Rwanda tahun 2003 mensyaratkan bahwa partai-partai harus mencerminkan persatuan nasional. Dalam upaya rekrutmen dan seleksi kepemimpinan, meskipun tidak ada upaya yang dilakukan untuk menentukan kuota atau rincian lainnya. Oleh sebab itu, informasi lebih rinci diperlukan untuk menjawab pertanyaan yang menjengkelkan ini. Akhirnya, berdasarkan rekonstruksi historis dan normatif ini, perlu mengembangkan sejumlah kriteria normatif yang dapat digunakan oleh pembentuk undang-undang di Afrika untuk mereformasi ketentuan kelembagaan mereka.

Page 161: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

151Partai Politik Dominan dan Konstitusionalisme: Pelajaran dari Afrika

Singkatnya, walaupaun pemerintahan di negara Afrika diharapkan mengembangkan demokrasi dan hak asasi, akan tetapi mereka mengabaikan sendiri merasa kebal dari hal-hal itu. Seperti Babu dengan sinis mengatakan perihal praktik penahanan sewenang-wenang, pengabaian hukum acara pidana, pemenjaraan tanpa proses peradilan, penyangkalan kebebasan berpendapat, pemolisian secara sistematis dan brutal, dan lain-lain penyelewengan tindakan aparatur negara.226 Situasi ini terjadi di Afrika selama beberapa dekade. Oleh karena itu, seseorang akan setuju dengan Odinkalu bahwa perlindungan hak asasi manusia yang efektif di Afrika pasca kolonial mengharuskan dilakukannya orientasi ulang infrastruktur kelembagaan dan orientasi sikap yang diwarisi dari masa kolonial.227 Sayangnya, proses ini tidak pernah dilakukan. Sebenarnya, sebagian besar undang-undang, institusi dan sikap yang melindungi pelanggaran hak asasi manusia selama penjajahan terus berlangsung pasca kemerderkaan.228

Hampir setengah abad setelah kebanyakan negara di benua tersebut mencapai kemerdekaan, banyak dari mereka terus menggunakan undang-undang kolonial yang mengatur asosiasi politik, kesehatan masyarakat, pendidikan dan kebebasan berekspresi. Konsekuensinya adalah bahwa klaim mereka untuk membuat perbedaan dalam realitas hak asasi manusia orang-orang yang mereka kelola secara efektif dinegasikan.229 Negara-negara Afrika pasca-kemerdekaan tidak hanya mempertahankan beberapa

226Babu African socialism or socialist Africa?, 1981, hlm. 171.227C.A. Odinkalu ‘Back to the future: The imperative of prioritising for the

protection of human rights in Africa’ , 2003, Journal of African Law , hlm. 1-2.228Ibid.229J Oloka-Onyango ‘Human rights and sustainable development in contemporary

Africa: A new dawn or retreating horizons?’, 2000, Human Development Report 2000 Background, Paper 4 a

Page 162: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

152 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

undang-undang kolonial setelah kemerdekaan akan tetapi juga praktik amandemen konstitusi yang tidak bertanggung jawab, guna mengakomodasi keinginan kelas penguasa. Dengan demikian, mereka berusaha keras mendukung budaya pemerintahan yang kronis. Akibatnya, warga tak berdosa tanpa henti gagal menikmati banyak hak-hak dan kebebasan fundamental mereka.

Pandangan sekilas pada abad ke-21 dengan jelas menunjukkan bahwa masih juga terdapat negara-negara di Afrika yang masih berkubang dalam pemerintahan yang buruk, sambil berusaha tetap bertahan di lautan kekacauan konstitusional. Situasi yang sedang berlangsung di Afrika adalah indikasi yang jelas tentang bagaimana merongrongnya konstitusionalisme yang menampilkan antitesis demokrasi dan pemerintahan yang baik. Situasinya juga menjelaskan mengapa pada awal abad ke-21, benua ini telah menyaksikan, lebih dari sebelumnya, agitasi reformasi konstitusional dan tata pemerintahan yang baik yang lebih komprehensif.

Di atas kertas, tata pemerintahan yang baik dipengaruhi oleh konstitusi demokratis yang memungkinkan pemerintah mengelola urusan negara secara efektif, sementara pada saat yang sama memberdayakan warga negara untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Warga negara harus berpartisipasi dalam penyusunan dan pelaksanaan konstitusi semacam itu. Tata pemerintahan yang baik tidak dapat dijalankan di Afrika, mayoritas karena ‘konstitusi otoriter’ yang mengabaikan doktrin konstitusionalisme dan ditopang oleh kekuatan senjata. Ketidaksepakatan dengan konstitusi semacam itu, ditambah dengan kritik soal penyalahgunaan kekuasaan eksekutif oleh para pemain lama, telah menyebabkan agitasi untuk reformasi konstitusional di Afrika, yang dewasa ini menjadi titik pusat

Page 163: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

153Partai Politik Dominan dan Konstitusionalisme: Pelajaran dari Afrika

pembicaraan di banyak negara di benua ini. Ada kepercayaan kuat di bahwa hanya reformasi konstitusional komprehensif yang dapat menjamin konstitusionalisme berkelanjutan, pemisahan kekuasaan, dan mengakhiri penyalahgunaan wewenang pemerintahan.

Sebagai akibat dari Perang Dunia II dan dalam konteks pembangunan kerangka kelembagaan untuk wacana (dan tindakan) di antara masyarakat bangsa-bangsa, nilai menjadi penting dalam konstitusi, dan kemampuan negara untuk melindungi diri dari pengaruh pihak lain telah dikurangi secara substansial. Sayangnya, bagaimana konstitusi harus dibentuk setelah peperangan, tidak menetes ke bawah dan mempengaruhi negara-negara Afrika. Sebaliknya, karena benua Afrika masih berada di bawah kolonialisme, apartheid, atau setelah perjuangan kemerdekaan, secara menyedihkan, perjuangan untuk independen dari penjajah berakhir dengan kekecewaan pasca pembentukan undang-undang dasar.

Misalnya, Tanganyika (sekarang Tanzania setelah bergabung dengan Zanzibar pada tahun 1964) memiliki konstitusi pada tahun 1961. Tanganyika mencapai kemerdekaannya pada tahun 1961. Inggris, penguasa kolonial, menyerahkan di samping memberikan kemerdekaan, juga meninggalkan konstitusi tertulis. Konstitusi menciptakan negara berdaulat Tanganyika. Bentuk pemerintahan di bawah konstitusi pertama sangat banyak didasarkan pada model Inggris dengan supremasi parlemen, demokrasi multipartai, pemerintahan oleh perdana menteri dan Gubernur Jenderal sebagai kepala negara yang mewakili Ratu Inggris dan bertindak simbolis. Jadi, konstitusi disusun oleh pemerintahan kolonial.230 Dari

230LC Backer ‘God(s) over constitutions: International and religious transnational constitutionalism in the 21st Century’ (2007-2008) 27 Mississippi College Law Review 11.

Page 164: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

154 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

kemerdekaan sampai sekarang, Tanzania telah memiliki 5 konstitusi yang ada. Namun, pertanyaan tentang legitimasi dalam pembuatan setiap konstitusi untuk memenuhi ujian konstitusionalisme masih diperdebatkan, yang hasilnya saat ini memuncak ke dalam proses reformasi konstitusi. Proses pembuatan konstitusi tidak dapat dianggap sebagai reproduksi sederhana dari beberapa prinsip dasar yang mungkin ditemukan oleh masyarakat tertentu.

Sejak Perang Dunia II, banyak negara Afrika telah menderita oleh epidemi pembuatan konstitusi. Wabah ini dimulai dan dipelihara oleh kekuatan yang dikeluarkan oleh dekolonisasi.231 Akibatnya, studi pembuatan konstitusi di hampir setiap negara Afrika yang mengalami masa kolonial, tidak membentuk pengecualian apapun, pasti akan bertumpu kepada dokumen konstitusional yang dihasilkan. Hal ini disebabkan oleh fakta yang tidak dapat dihindari bahwa sebagian besar konstitusi pasca kemerdekaan negara-negara Afrika bukanlah dokumen domestic dan populer namun merupakan pemaksaan dari negara kolonial pendahulu.

Shivji juga mencatat bahwa ada aneka rupa pembentukan konstitusi di negara-negara Afrika pasca-kemerdekaan, mulai dari konstitusi kemerdekaan liberal hingga konstitusi otoriter, sebuah proses yang dilakukan dengan berbagai metode pembentukan konstitusi.232 Di sejumlah negara, majelis nasional yang sudah ada sebelumnya, biasanya dibentuk berdasarkan undang-undang dasar dan oleh karena itu pasca kemerdekaan badan legislatif mengubah diri menjadi badan konstituante untuk membuat konstitusi baru. Hal ini dilakukan di Ghana dan Tanganyika saat mereka

231S. Adelman, ‘Constitutionalism, pluralism and democracy in Africa’, 1998, 42 Journal of Legal Pluralism, hlm. 73.

232IG Shivji et al Constitutional and legal systems of Tanzania: A civics source book, 2004, hlm. 47-48.

Page 165: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

155Partai Politik Dominan dan Konstitusionalisme: Pelajaran dari Afrika

menjalani masa transisi sistem monarki ke republik. Metode ini juga digunakan oleh Obote untuk memberlakukan Konstitusi Uganda di tahun 1967 setelah “kudeta istana” menggulingkan tatanan konstitusional pasca kemerdekaan.233

Ethiopia telah memiliki 4 (empat) Konstitusi sepanjang sejarahnya. Sebelum tahun 1974, bentuk pemerintahan adalah monarki. Perpaduan monarki dengan agama dan mitos garis keturunan Nabi Sulaiman memberikan legitimasi, kekuatan dan kontinuitas sistem pemerintahan. Asal mula konstitusionalisasi di Ethiopia dimulai dengan diadopsinya Konstitusi untuk pertama kali pada tahun 1931 setelah pemerintahan Kaisar Haile Sellasie I. Konstitusi ini “memberi ekspresi institusional gagasan baru yang dibawa ke Ethiopia terutama melalui segelintir elit terdidik akan tetapi berpengaruh.”234 Namun, tujuan utama konstitusi tidak membatasi kekuasaan pemerintah akan tetapi juga untuk memusatkan pemerintahan, terutama di bidang perpajakan dan administrasi peradilan, dan melemahkan penguasa feodal yang berpengaruh di tingkat lokal. Konstitusi ini tetap berfungsi sebagai instrumen hukum diganti pada tahun 1955, terlepas dari terputusnya kekuasaan monarki karena pendudukan Italia 1936-1941 yang singkat.

Konstitusi 1955 mewakili pergeseran ideologis dari kekuasaan personal menuju kekuasaan rasional dan dari konsentrasi kekuasaan berganti menjadi desentralisasi. Konstitusi ini diadopsi sebagian untuk mengakomodasi dan memperbaiki anomali konstitusional yang dihasilkan oleh federasi Eritrea dengan Ethiopia pada tahun

233IG Shivji, ‘Three generations of constitutions and constitution-making in Africa: An overview and assessment in social and economic context’ in MS Rosen (ed) Constitutionalism in transition: Africa and Eastern Europe, 2003, hlm. 79.

234HB Selassie ‘Constitutional development in Ethiopia’, 1966, 10 Journal of African Law, hlm. 74-76.

Page 166: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

156 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

1952 setelah rekomendasi dari Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Konstitusi secara eksplisit menyatakan kedaulatan berada di tangan Kaisar, dan ia berfungsi sebagai pemutus akhir perselisihan, dan karenanya, mengaburkan pemisahan kekuasaan antara berbagai lembaga negara. Konstitusi dan bentuk kerajaan berakhir secara mendadak pada tahun 1974 setelah salah satu revolusi terbesar dalam sejarah Etiopia yang terutama diatur oleh kaum intelektual, militer dan petani. Kegagalan menangani masalah kesetaraan kelompok etnis dan menjamin kepemilikan lahan kepada petani miskin ditambah dengan prevalensi dan keunggulan gagasan sosialis memberikan alasan utama terjadinya pemberontakan yang menyebabkan penggulingan monarki. Rezim militer di bawah kepemimpinan Kolonel Mengistu Haile Mariam memanfaatkan kekosongan kekuasaan setelah penggulingan monarki. Rezim militer secara resmi mendukung komunisme sebagai ideologi politik dan berafilisasi dengan Uni Soviet.

Sebelum 1974, selama masa kekuasaan monarki, agama (lebih khusus lagi, Gereja Orthodok Etiopia) memainkan peran penting dalam pemerintahan sosial dan politik dan urusan lainnya di negara ini. Dukungan dari gereja sebenarnya merupakan prasyarat kekuasaan. Namun, selama rezim Dergue, kecenderungan sosialis rezim pengaruh demikian dipudarkan. Konstitusi saat ini mengambil pendekatan tengah karena mengklaim telah memisahkan negara dan agama secara keseluruhan. Dengan demikian, negara mungkin tidak ikut campur dalam masalah agama, dan sebaliknya.

Konstitusi Etiopia saat ini pada awalnya merupakan Piagam Transisi yang berfungsi sebagai Konstitusi Sementara (konstitusi yang kelima) selama masa transisi, 1991 – 1995. Komisi Konstitusi dibentuk pada tahun 1992. Komisi tersebut terdiri dari 29 anggota

Page 167: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

157Partai Politik Dominan dan Konstitusionalisme: Pelajaran dari Afrika

Majelis Umum, Komite Eksekutif, dan berbagai komite ahli lainnya. Meskipun struktur prosedural dan institusional domestik menjadi fokus, akan tetapi konstitusi asing juga ddibahas untuk tujuan komparatif dengan dukungan dari para ahli lokal dan asing.

Sistem satu partai secara de jure selama Dergue telah merosot namun dominasi partai tunggal tak terelakkan. Dominasi partai tersebut sangat terlihat setelah pemilu 2005. Periode sebelum pemilihan tahun 2005 berlangsung semarak dan pemerintah dengan murah hati memberikan akses media kepada partai politik oposisi. Pemerintah menunjukkan komitmen, termasuk kepada komunitas internasional, sebuah demokrasi dan pemilihan yang kompetitif. Hasil pemilihan tahun 2005 tampaknya merupakan tanda kebangkitan partai yang berkuasa yang segera secara agresif berkonsultasi dengan rakyat mengenai masalah dan keluhan mereka. Ada juga kampanye rekrutmen keanggotaan sangat besar yang menargetkan siswa dan lulusan pendidikan tinggi. Selanjutnya, terdapat kebijakan tidak tertulis mengenai preferensi anggota dalam akses terhadap pekerjaan pemerintah dan manfaat sumber daya lainnya.

Partai yang berkuasa bertekad menghindari terulangnya pemilihan tahun 2005. Dalam waktu kurang dari 5 (lima) tahun, keanggotaan meningkat 4 (empat) kali lipat dan pemilihan Mei 2010 menghasilkan partai yang berkuasa dengan lebih dari 99,6 persen kursi di parlemen. Pada awal pemilihan 2010, kepercayaan kepada oposisi masih gelap. Situasi ini memancing kemungkinan partai pemerintah untuk bertahan, walaupun pemerintah sama sekali tidak menyangka memperoleh kemenangan demikian menakjubkan. Pertumbuhan ekonomi telah membantu partai yang berkuasa dalam mengumpulkan dukungan dan mungkin membuat partai politik oposisi nampaknya tidak relevan. Pemerintah

Page 168: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

158 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

mengklaim bahwa pertumbuhan ekonomi menjadi faktor penentu dalam kemenangan petahana.

D. PartaiPolitikdanSistemKepartaian

Dasawarsa terakhir abad ke-20 ditandai oleh kebangkitan multipartai di Afrika. Kehadiran partai politik menghasilkan diskontinuitas tidak hanya dalam kehidupan politik benua tersebut, namun juga dalam studi politik Afrika. Sejumlah penelitian lahir dan sebagian besar didasarkan pada teori dan konsep yang ada dalam ilmu politik. Karya-karya baru ini memberi kontribusi pada peningkatan integrasi studi politik selatan Sahara dengan sains politik arus utama.

Kemajemukan partai pertama kali muncul di sub-Sahara Afrika pada tahap akhir periode kolonial, dalam dekade 1950-an dan awal 1960-an. Namun, transplantasi model Barat, seperti negara modern, konstitusionalisme liberal atau pemerintah perwakilan cepat ditolak oleh hampir semua masyarakat Afrika. Baru pada awal 1990an, usaha kembali membangun sistem multipartai mulai terjadi di benua yang secara historis cenderung menolak atau mendistorsi peraturan dan praktik demokrasi tersebut. Karena semakin banyak negara terlibat dalam prosesnya, kebangkitan multipartai di Afrika memicu sejumlah analisis baru mengenai partai dan sistem kepartaian.

Sejarah partai-partai politik Afrika mungkin sudah berlangsung lama jika melihat asal mula partai pertama di benua itu (the True Whig Party, yang didirikan di Liberia pada tahun 1860).235 Pada tahun 1945, di wilayah yang masih sebagian besar berada di bawah pemerintahan kolonial, kurang dari selusin

235Shaheen Mozaffar, “Introduction”, Party Politics, Vol. 11, No. 4, hlm. 395.

Page 169: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

159Partai Politik Dominan dan Konstitusionalisme: Pelajaran dari Afrika

partai telah didirikan oleh segelintir kelompok elit Afrika sebagai ungkapan terorganisir tuntutan politik eformasi sistem kolonial, mendapatkan akses ke pemerintah kolonial, dan mempengaruhi kebijakan kolonial.236 Pasca kemerdekaan negara-negara Afrika, dan selama periode yang segera mendahuluinya, partai-partai mulai berkembang. Pada 1945-1968, sebanyak 143 partai politik baru telah muncul di benua ini dan menjadi kendaraan penting mobilisasi pemilih nasional yang pada akhirnya diberi hak pilih dan pembentukan pemerintah pasca kemerdekaan untuk pertama kali.237

Sistem multipartai segera terbukti berakar buruk di benua itu. Tidak lama kemudian sistem itu ditinggalkan. Dengan cara yang berbeda, sebagian besar negara Afrika memilih untuk menggantinya dengan sistem partai dominan atau bahkan partai tunggal. Dalam waktu beberapa tahun selanjutnya, bentuk pemerintahan otoriter berlaku nyaris di seluruh benua. Variasinya adalah (i) pemerintahan rezim militer238; (ii) pemerintahan rezim partai tunggal239; (iii) pemerintahan multipartai240; dan (iv) pemerintahan berbasis rasial.241 Politik multipartai hanya dipertahankan di Botswana, Gambia dan Mauritius, juga di Senegal dan Zimbabwe selama tahun 1970an dan 1980an, namun ini paling sering terjadi di bawah naungan partai dominan dengan watak nonkompetitif.

236Ibid.237Ibid.238Burkina Faso, Burundi, Chad, Ghana, Guinea, Lesotho, Liberia, Mauritania,

Nigeria, Sudan, serta Uganda.239Angola, Benin, Kamerun, Tanjung Verde, Republik Afrika Tengah, Komoros,

Kongo, Djibuti, Guyana Khatulsitiwa, Ethiopia, Gabon, Guinea- Bissau, Pantai Gading, Kenya, Madagascar, Malawi, Mali, Mozambique, Niger, Rwanda, São Tomé, Seychelles, Sierra Leone, Somalia, Swaziland, Tanzania, Togo, Zaire, serta Zambia.

240Botswana, Senegal, Mauritius, Gambia, serta Zimbabwe.241Afrika Selatan.

Page 170: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

160 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

1. Kenya, Zambia, dan Republik Kongo

Kisah menarik soal keberhasilan dan kegagalan partai politik di 3 (tiga) negara Afrika: Kenya, Zambia, dan Republik Demokratik Kongo, layak pula untuk ditengok. Karakteristik, perkembangan, dan kejatuhan partai politik utama di negara-negara ini, berlangsung sejak kemerdekaan di tahun 1960an sampai pertengahan 1990-an. Ketiga negara memperoleh kemerdekaan dalam periode waktu yang sama. Ketiga negara memperoleh kemerdekaan selama paruh pertama tahun 1960an, yang terjadi setelah beberapa bentuk kerusuhan dan pemberontakan melawan penjajah. Republik Demokratik Kongo mendapatkan kemerdekaan dari Belgia pada tahun 1960. Kenya memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1963, dan Zambia pada tahun 1964, juga dari Inggris. Mereka berbagi berbagai karakteristik rezim. Chazan et.al., (1999) mengklasifikasikan ketiga negara yang menjadi subjek analisis ini sebagai “rezim administratif-hegemonik.”242 Selain itu, Kenya, Zambia, dan Kongo berbagi kehadiran partai tunggal yang dominan. Namun, pada tahun 1994, ketiga negara telah mencapai tahap demokratisasi yang berbeda.

Zambia relatif kaya dibandingkan negara-negara Afrika lainnya, terutama karena produksi tembaga mereka. Namun, seperti di koloni lain, Zambia sebagian besar telah dikeluarkan dari akses terhadap sumber daya sosial dan ekonomi. Baylies dan Szeftel berpendapat bahwa pengeluaran itu untuk memastikan bahwa struktur multi partai yang diwarisi pada kemerdekaan pada tahun 1964, dan burjuasi kecil yang mengatur yang mengoperasikannya,

242Naom Chazan et.al., 1999, Politics and Society in Contemporary Africa, 3rd edition, Boulder, CO: Lynne Rienner, hlm. 141.

Page 171: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

161Partai Politik Dominan dan Konstitusionalisme: Pelajaran dari Afrika

akan menjadi tidak aman, lemah dan tidak efektif.243 Birokrasi merupakan jabatan yang menjanjikan askses sumber daya tersebut, sehingga jalinan patron klien kemudian terjalin dengan rapi.

Di Kenya, perkembangan partai-partai nasional dilarang sampai tahun 1960, organisasi politik hanya diperbolehkan di tingkat kabupaten. Untuk pemilihan tahun 1961, masih di bawah pemerintahan kolonial Inggris, dua partai besar terbentuk, yaitu the Kenyan African National Union (KANU) and the Kenyan African Democratic Union (KADU). Karena keadaan, kedua partai politik pada dasarnya adalah koalisi longgar dari organisasi politik tingkat kabupaten dan lokal.244

Kongo dihadapkan pada situasi yang serupa namun lebih ekstrem. Pemerintahan kolonial Belgia lebih terpusat dan kurang pragmatis dibandingkan kolonialisasi Inggris di Kenya dan Zambia. Belgia mencoba untuk melawan kemerdekaan Kongo selama mereka bisa dan menawarkan sedikit persiapan untuk tugas-tugas di masa depan.245 Partai politik tidak diijinkan sebelum kemerdekaan. Dalam situasi seperti ini, “the most active organisational framework for the activation of vote banks which competitive elections require was the numerous ethnic associations.”246 Oleh karena itu, sama halnya dengan Kenya, etnisitas menjadi kendaraan penting untuk

243C. Baylies dan M. Szeftel, “Elections in the One-Party State”, dalam Gertzel Cherry, et.al., 1999, The Dynamics of the One-Party State in Zambia, Manchester: Manchester University Press, hlm. 84.

244Joel D. Barkan, “The Rise and Fall of a Governance Realm in Kenya”, dalam Goran Hyden dan Michael Bratton, eds., 1987, Governance and Politics in Africa, Boulder, CO: Lynne Rienner, hlm. 218.

245Paul Cammack et al, 1993, Third World Politics: A Comparative Introduction, Hampshire: Macmillan Press.

246M. Crawford Young, “Elections in Zaire: The Shadows of Democracy”, dalam Fred M. Hayward, ed., 1987, Elections in Independent Africa, Boulder: Westview Press, hlm. 192.

Page 172: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

162 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

memobilisasi pemilih. Pentingnya hubungan etnis dan regional juga ditegakkan oleh perubahan yang sangat cepat terhadap kemerdekaan. Pada bulan Januari 1960, Belgia sepakat memberikan kemerdekaan pada bulan Juni. Pemilihan provinsi dan nasional dijadwalkan pada bulan Mei, yang hanya tersisa tiga bulan untuk persiapan. Dalam pemilihan tahun 1960, hampir semua partai yang terdaftar bersifat regional, etnik atau lokal. Hanya 2 (dua) saja sebagai pengecualian yaitu the Parti National du Progrès (PNP) dan the Mouvement National Congolais-Lumumba (MNC-L).

2. Faktor Etnik

Salah satu karakteristik benua Afrika adalah keragaman etniknya. Sebuah kelompok etnis dapat didefinisikan sebagai “people who share a distinctive and enduring collective identity based on a belief in common descent and on shared experiences and cultural traits.”247 Di Zambia ada sekitar 70 kelompok etnis, dengan jumlah terbesar sekitar 27% dari jumlah penduduk. Bandingkan hanya ada sekitar 40 kelompok di Kenya, di mana kelompok terbesar berjumlah sekitar 22% dari total jumlah penduduk. Kongo memiliki tingkat fraksionalitas etnis yang sangat tinggi dengan sekitar 250 kelompok etnis. Diantara ketiga negara tersebut, pada awal 1990an, etnis memainkan peran utama di Kongo, dan lebih menonjol dalam politik di Kenya daripada di Zambia. Seperti telah diuraikan di atas, partai nasional di Kenya dilarang sampai tahun 1959. Ketika KANU dan KADU terbentuk pada tahun 1960, KANU mewakili beberapa kelompok etnis besar, termasuk Kikuyu, yang mengklaim dukungan lebih dari 60% populasi. Namun, hal

247Nicolas Van de Walle, dan Kimberly Smiddy Butler, “Political Parties and Party Systems in Africa’s Illiberal Democracies”, Cambridge Review of International Affairs, Vol. 14, No, 1, 1999, hlm. 14-28.

Page 173: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

163Partai Politik Dominan dan Konstitusionalisme: Pelajaran dari Afrika

itu tidak berhasil membangun rasa komunitas di kalangan pengikut KANU dan di berbagai kelompok etnis.248 Ini menunjukkan bahwa perpecahan etnis yang diwakili dalam kedua partai tidak cukup menonjol dan mewakili beberapa kelompok etnis tertentu, sembari mengorbankan akses yang lebih baik terhadap sumber daya negara. Setelah pelarangan the Kenyan Peoples Union (KPU) pada tahun 1969, Kenya bersimbiosis menjadi negara yang menjalankan sistem partai tunggal. Pada 1990, the Forum for the Restoration of Democracy (FORD) diakui sebagai partai politik akibat tekanan domestik dan internasional.

Di Zaire, etnisitas telah memainkan peran penting sejak awal kemerdekaan. Ini adalah faktor utama pendorong pemilu pertama pasca kemerdekaan pada tahun 1960, yang menghasilkan parlemen yang sangat terfragmentasi dan mengancam agenda pembentukan konstitusi. Untuk pemilihan tahun 1965, 227 partai terdaftar, berdasarkan pembelahan lokal, klaim regional, dan etnis terhadap otonomi dan ketidakmampuan pemerintah pusat untuk memberlakukan kekuasaan, yang menyebabkan tidak adanya partai nasional. Etnisiras yang kuat mengakibatkan tingginya tingkat kekerasan dan pemberontakan berbasis etnis. Setelah Presiden Kasavubu memecat Perdana Menteri Tshombe, yang memimpin pemisahan Katanga pada tahun 1960-1963, seorang perdana menteri baru tidak dapat dikonfirmasi di parlemen yang heterogen. Pada tanggal 24 November 1965, Mobutu Sese Seko diproklamasikan sebagai Presiden oleh komando tertinggi tentara. Parlemen menyetujui kudeta tersebut, yang juga mendapat banyak dukungan dari masyarakat. Partai politik segera dilarang sampai konstitusi baru pada tahun 1967 mengizinkan 2 (dua) partai. Presiden Mobutu mengkhotbahkan politik nonetnis dan berbagai

248Barkan, 1992, hlm. 171.

Page 174: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

164 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

kelompok etnis diwakili dalam kabinetnya. Tapi lingkaran dalam penasihatnya hanya dikelola oleh kelompok etniknya.

Dibandingkan dengan Kenya dan Zaire, etnisitas memainkan peran yang relatif kecil dalam politik Zambia. Persaingan sumber daya mencerminkan pembagian etnis yang tak mengakibatkan perpecahan di tingkat regional dan provinsi. Ketika United Progressive Party (UPP) dibentuk pada tahun 1971, ini mewakili sedikit perpecahan yang bermotif etnis daripada “protest by some disadvantaged groups (or those who perceived themselves as disadvantaged) against the increasing dominance in national affairs of better educated politicians and the bureaucracy.”249 Setelah Zambia menjadi negara dengan sistem partai tunggal pada bulan Desember 1972, Presiden Kaunda berusaha mencapai koalisi maksimum di bawah the United National Independence Party (UNIP), baik dengan kooptasi maupun dengan cara-cara represif. Pada 1990, sebuah partai politik baru dibentuk, the Movement for Multi-Party Democracy (MMD). Partai ini didukung oleh elit terdidik baik dari kalangan dunia usaha, dosen, pengacara, maupun serikat buruh. Pembentukan partai baru tidak terutama didasarkan pada etnis tetapi untuk membangun sistem multipartai.

Reformasi tahun 1990-an secara harfiah menghidupkan ratusan “partai politik” baru. Namun banyak negara dengan sistem partai tunggal yang telah mendominasi kehidupan politik banyak negara selama Perang Dingin masih eksis. Banyak dari mereka berhasil mempertahankan kekuasaan dengan memastikan bahwa reformasi dijaga seminimal mungkin dan dengan demikian mencegah adanya perubahan nyata (seperti terjadi terhadap the Movimento Popular de Libertação de Angola di Angola, African National Union-Patriotic Front di Zimbabwe, the Parti Démocratique

249Gertzel et al., 1984, hlm. 15.

Page 175: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

165Partai Politik Dominan dan Konstitusionalisme: Pelajaran dari Afrika

Gabonais di Gabon atau Rassemblement Démocratique du Peuple Camerounais di Kamerun). Dengan demikian, partai dominan yang berkuasa berhasil beradaptasi dan bertahan, setidaknya untuk sementara, di hadapan partai oposisi, seperti kasus the United National Independence Party di Zambia atau the Parti Démocratique de la Côte d’Ivoire di Pantai Gading.

Kekuatan politik baru, sebaliknya, terbentuk dengan 3 (tiga cara yang berbeda). Di negara-negara seperti Uganda, Nigeria, Pantai Gading, atau Kenya, partai baru dibentuk oleh politisi yang sudah tenar di muka publik. Sebagai contoh Kizza Besigye yang membentuk Forum for Democratic Change di Uganda, Olusegun Obasanjo merintis People’s Democratic Party di Nigeria, Laurent Gbagbo yang membentuk Front Populaire Ivoirien di Pantai Gading serta Mwai Kibaki yang membentuk Democratic Party. Cara yang lain adalah dibentuk oleh kekuatan dan jaringan masyarakat sipil seperti the New Patriotic Party (Ghana), the Movement for Multiparty Democracy (Zambia), the Movement for Democratic Change (Zimbabwe). Pada akhir 1980-an pula, para pemberontak duduk di pemerintahan atau gagasan-gagasan mereka diintegrasikan ke dalam konstitusi baru. The Rwandan Patriotic Front (Rwanda), the Ethiopian People’s Revolutionary Democratic Front (Ethiopia) atau the Burundian Conseil National Pour la Défense de la Démocratie–Forces pour la Défense de la Démocratie (Burundi), misalnya, berhasil memerintah setelah negosiasi dengan rezim penguasa sebelumnya. Kemudian, Resistência Nacional Moçambicana (Mozambik) memperoleh pengesahan sebagai partai usai 15 tahun menggelorakan ajaran Marxis.

Pengalaman politik di tiap-tiap negara juga beragam. Beberapa negara (seperti Kenya dan Tanzania) telah menikmati periode stabilitas politik dalam negeri yang lama. Sudan terjebak

Page 176: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

166 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

pergolakan satu perang saudara sejak kemerdekaan 1956, kecuali periode antara 1972 hingga 1983 (di bawah Gaffar al Nimeiry) ketika Kesepakatan Addis Ababa antara pemerintah Khartoum dan sebuah otonomi khusus Sudan Selatan diberlakukan. Sementara itu, Kenya, Sudan, Tanzania dan Uganda memperoleh kemerdekaan setelah berpuluh-puluh tahun dijajah Inggris. Terlepas dari pendudukan singkat oleh Italia (1939-1944), Ethiopia memiliki sejarah panjang sebagai negara merdeka yang telah bertahan dalam usaha pendudukan asing selama berabad-abad. Di atas semua ini, negara-negara tersebut mengalami perpecahan internal yang tajam dalam banyak dimensi. Baik atas basis wilayah, identitas etnik, agama, budaya, ras, maupun kelas.

Perlu dicatat, bahwa sejak akhir Perang Dunia II hingga 1960-an, label “partai massa” banyak diadopsi saat rintisan sistem kepartaian dimulai. Banyak partai baru di benua ini pada mulanya muncul sebagai gerakan pembebasan yang bertujuan memobilisasi penduduk untuk kemerdekaan. Tentu saja watak kepartaian ini lantas melahirkan format dan kondisi yang beragam. Kondisi sebagai partai massa ini terus bertahan hampir 20 tahun pasca kemerdekaan.250 Kelahiran pemerintahan pasca kemerdekaan, di samping itu, melibatkan pemindahan sejumlah besar kader partai yang diperlukan ke institusi dan administrasi negara. Kader-kader partai pun berkurang. Banyak negara yang kemudian menyingkirkan pentingnya melembagakan partai politik sembari lebih nyaman menyusun pemerintahan dalam format partai politik tunggal. Hanya sedikit partai politik yang berhasil membangun struktur kelembagaan yang baik seperti Tanganyika African National

250Nelson Kasfir, 1976, The Shrinking Political Arena. Participation And Ethnicity In African Politics With A Case Study Of Uganda, Berkeley, University of California Press, hlm. 244.

Page 177: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

167Partai Politik Dominan dan Konstitusionalisme: Pelajaran dari Afrika

Union (Tanzania), atau the Mouvement Révolutionnaire National pour le Développemen (di Rwanda).251

Memasuki dekade 1970-an, seiring pergerakan kemerdekaan di Angola dan Mozambik, atau kudeta di Etiopia dan Somalia, banyak partai yang mengadopsi ideoloagi Marxis dalam menjalankan pemerintahan. Gagasan bahwa partai tunggal dianggap sebagai ‘pelopor’ perubahan revolusioner yang seharusnya tidak lagi mengarah pada keanggotaan massal, melainkan hanya memilih dan melibatkan kader militan yang sangat termotivasi. Di Mozambik, Frelimo mendeklarasikan dirinya sebagai partai pelopor revolusioner pada tahun 1977. Ini memiliki implikasi praktis, termasuk penerapan kriteria ketat untuk pendaftaran partai, keutamaan partai atas negara dan penindasan terhadap oposisi.252

Partai politik mencerminkan lingkungan sosial dan ekonomi di mana mereka tumbuh dan berkembang. Tidak mungkin memahami dasar struktur dan persaingan antar partai tanpa adanya apresiasi terhadap perbedaan-perbedaan ini. Meskipun demikian, penting juga untuk menghargai tingkat kesamaan misalnya di 5 (lima) negara yang menjadi obyek pengamatan, seperti Sudan, Kenya, Sudan, Tanzania, dan Uganda. Tabel 1 merangkum fitur yang paling menonjol di negara-negara ini. Relevansi mereka akan menjadi lebih jelas saat kita melanjutkan menganalisis sistem kepartaian masing-masing.

251Gérard Prunier, 1997, The Rwanda Crisis: History Of A Genocide, London: Hurst, hlm. 76.

252Giovanni M. Carbone, “Continuidade na renovação? Ten Years Of Multiparty Politics In Mozambique: Roots, Evolution And Stabilisation Of The Frelimo-Renamo Party System”, Journal of Modern African Studies, Vol. 43, No. 3, 2005, hlm. 424.

Page 178: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

168 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

CountrySize

(sq km, ’000)

Population(m.) 2004

Income per capita (USD)

FreedomHouse rating

No. of ethnic groups

No. of registered

parties, 2006

Ethiopia 1,222 75.6 114 5 (PF) 80 60

Kenya 583 33.5 481 3 (PF) 42 66

Sudan 2,506 35.5 594 7 (NF) 150 7

Tanzania 945 37.6 288 3.5 (PF) 120 25

Uganda 236 27.8 245 4.5 (PF) 22 10

Sumber: World Bank, African Development Indicators (Washington, DC: World Bank, 2006) (columns 2–4); Freedom House, Freedom in the World (New York: Freedom House, 2006) (column 5); national censuses (column 6).

Seperti yang terlihat dari tabel, Sudan adalah negara yang secara geografis paling luas, diikuti oleh Ethiopia, kemudian Tanzania, Kenya dan Uganda, dalam urutan itu. Sudan, negara terbesar di Afrika, menempati 2,5 juta kilometer persegi (km), dibandingkan dengan Uganda seluas 236.000 km persegi. Ethiopia, secara geografis setengah kali ukuran Sudan, memiliki populasi dua kali lebih besar. Secara internal, daerah-daerah di semua negara kurang terintegrasi karena jumlah jalan, kereta api dan telekomunikasi relatif rendah, namun Sudan dan Ethiopia sangat dirugikan.

Komunikasi internal lebih baik di Kenya dan Uganda, tetapi bahkan ada beberapa daerah (Kenya bagian utara dan Uganda bagian utara) tidak terintegrasi dengan baik ke negara lain. Meskipun kelima negara bagian adalah negara berpenghasilan rendah (765 dolar AS (USD) per kapita pada harga tahun 2003), terdapat banyak variasi. Sudan (sejak produksi minyak dilanjutkan pada tahun 1999) sekarang memiliki pendapatan per kapita

Page 179: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

169Partai Politik Dominan dan Konstitusionalisme: Pelajaran dari Afrika

tertinggi dibandingkan kelima negara lainnya, dan Ethiopia paling rendah karena hanya memperoleh 20 persen pendapatan Sudan. Kenya memiliki ekonomi paling beragam di antara kelima negara tersebut dan merupakan pusat perdagangan dan komunikasi di Afrika Timur.

Tingkat keanekaragaman etnis pa kelima negara dapat dilihat pada kolom 6 Tabel 1 di atas. Namun, seperti di tempat lain di Afrika, data yang disajikan di sini (dari data sensus terakhir) harus diperhatikan dengan hati-hati. Identitas etnis di Afrika bermutasi dengan cepat dari waktu ke waktu dan tergantung pada bagaimana orang diminta untuk mengidentifikasi diri mereka sendiri. Untuk alasan ini, identitas etnis merupakan faktor netral dalam kehidupan politik.

Tingkat keragaman budaya dan karena itu tak serta merta menjadi faktor tunggal kekisruhan domestik. Perhatikan, negara-negara di kawasan Afrika Timur dengan keragaman rendah (Somalia dan Rwanda) telah menderita kekerasan antar etnis yang ganas, sementara negara-negara yang menunjukkan pluralisme etnis yang luar biasa luas (seperti Tanzania) telah menikmati masa damai antar masyarakat. Sejauh mana pemimpin partai, ideolog dan penggerak menarik stereotip etnik, budaya, dan agama secara negatif adalah faktor penentu apakah keragaman berubah menjadi kesengsaaraan (seperti di Somalia dan Rwanda) daripada aset - yang mungkin bisa terjadi dalam pengaturan demokratis. Namun, jelas dari Tabel 1, bahwa kelima negara sangat beragam secara etnik sehingga para pemimpin partai dan penyelenggara yang bermaksud melakukan kejahatan dapat selalu memanfaatkan situasi tersebut untuk membuat transisi menuju demokrasi menjadi gagal, atau proses semacam itu hanya akan menyebabkan anarki dan kegagalan negara.

Page 180: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

170 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Nampak sebagaimana dirumuskan dalam Tabel 1, terlepas dari kasus khusus Sudan, negara-negara di kawasan Afrika Timur telah mengizinkan sejumlah besar partai politik untuk berpartisipasi. Sekali lagi, Kenya memimpin mengakui 66 partai politik. Sebaliknya, 7 (tujuh) partai politik utama Sudan telah beroperasi dalam kondisi yang sulit sejak tahun 1989, ketika semua organisasi politik dilarang. Pemerintahan Sudan adalah otokrasi sipil-militer partai tunggal yang membenarkan peraturannya atas dasar agama. Sejak tahun 2005, partai yang berkuasa telah memperpanjang pembagian kekuasaan ke beberapa partai regional tanpa mengorbankan posisi dasar tersebut. Sekali lagi, 3 (tiga) negara lainnya berada di antara keduanya. Di sebelah Kenya, Tanzania memiliki struktur partai yang relatif liberal, dengan 25 partai terdaftar. Uganda dan Ethiopia telah mengizinkan pendaftaran pluralitas partai namun kebebasan untuk partai oposisi tetap sangat dibatasi.

Selain gerakan antikolonial dan situasi pasca kemerdekaan, nasionalisme di Afrika sangat setara dengan politisasi tuntutan yang diajukan oleh masyarakat sub-nasional atau etnis. Nuansa populis menandai tuntutan ini dengan cara yang sama seperti yang sering dilakukan di wilayah dunia lain. Kadang-kadang, tuntutan perjuangan etnis mencakup otonomi daerah atau kemerdekaan, yang oleh Gunther dan Diamond menghasilkan perbedaan antara partai-partai etnis dan partai pluralis-nasionalis penuh.253 Selama masa-masa transisi Afrika Selatan yang panjang dan bermasalah, misalnya, the Inkatha Freedom Party mengancam akan memisahkan diri jika konstitusi federal yang memberikan otonomi kepada orang-orang Zulu yang diundangkan. Partai-partai dengan watak

253Richard Gunther dan Larry Diamond, “Species Of Political Parties. A New Typology”, Party Politics, Vol. 9, No. 2, 2003, hlm. 167-199.

Page 181: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

171Partai Politik Dominan dan Konstitusionalisme: Pelajaran dari Afrika

“Ultranationalist mass parties” mendominasi di kawasan Afrika. Sementara itu, “Religious mass parties”, absen dari sistem kepartaian pasca kemerdekaanNamun pengecualian tidak sepenuhnya hilang. Di Uganda, persaingan pemilihan selama awal 1960-an dan 1980an sebagian besar dibentuk oleh antagonisme antara umat Katolik dan Protestan, masing-masing kelompok memiliki kendaraan politik istimewa yaitu the Democratic Party dan the Uganda People’s Congress. Konsep “partai gerakan” (“movement party”) juga tampaknya tidak banyak berguna untuk skenario Afrika, kecuali bahwa, dengan beberapa adaptasi, citra tersebut dapat digunakan untuk transformasi bekas organisasi gerilya menjadi partai-partai hegemonik atau dominan, yang secara formal bersaing untuk kursi parlemen, seperti di Uganda atau Rwanda selama akhir 1980an dan 1990an.

Kehadiran partai-partai yang didasarkan pada identitas etnis di Afrika tidak mengherankan, mengingat heterogenitas etnik adalah ciri yang hampir dimiliki semua masyarakat di kawasan ini, beberapa di antaranya menggabungkannya dengan perpecahan agama yang akut. Di sejumlah negara, politik partai tampaknya mencerminkan keragaman komunal. Sebagai contoh, Parti du Mouvement de l’Émancipation Hutu dan lawannya, Union National Rwandaise, pada tahun-tahun awal “Republik Pertama Rwanda” atau Inkatha Freedom Party di Afrika Selatan.

Persepsi bahwa partai Afrika secara sistematik terkait dengan kelompok komunal, sesungguhnya menyesatkan. Erdmann (2004: 71) mengklaim bahwa partai etnik, yang jauh pola di Afrika, sebenarnya adalah pengecualian. Beberapa partai pada kenyataannya, dibentuk dan didukung oleh orang-orang dari latar belakang budaya yang berbeda, entah bagaimana menolak keterbelahan etnik. Partai-partai ini bisa berbentuk partai trans-

Page 182: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

172 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

etnis utuh (apa yang oleh Gunther dan Diamond disebut “pesta kongres”), yang dicirikan tujuan mempromosikan integrasi dan koalisi pemilih atau partai yang merujuk pada komunitas yang berbeda. Kasus yang paling terkenal adalah the African National Congress, di mana “faktor pembebasan” (liberation factor) berkontribusi untuk melestarikan kesatuan komponen sosial pemilih yang berbeda (kecuali untuk etnis Zulu yang mendukung Inthaka Freedom Party). People’s Revolutionary Democratic Front di Ethiopia menunjukkan karakter serupa. Di Kenya, the Kenya African National Union dan the National Rainbow Coalition, yang memenangkan pemilu 2002, yang menghimpun 15 partai berbasis etnis-regional, merupakan contoh lain yang menarik.254

E. PartaiPolitikdanDemokrasiKonstitusional

Bagian ini merujuk kepada 4 (empat) negara Afrika Barat (Nigeria, Benin, Ghana, dan Senegal) yang menawarkan wawasan yang berbeda mengenai keterkaitan antara demokrasi konstitusional dan partai politik, terutama, setelah gelombang ketiga demokrasi yang melanda Afrika setelah tahun 1989255, yang memicu reintroduksi pemilihan kompetitif disertai dengan kebangkitan partai politik di sebagian besar kawasan ini.

Secara keseluruhan, corak pemerintahan di negara-negara benua Afrika menunjukkan peningkatan pesat dalam demokrasi dari tahun 1989 sampai 1995, diikuti oleh stagnasi secara keseluruhan setelahnya. Meskipun pola akhir transisi secara keseluruhan diketahui, tampilan yang lebih rinci menunjukkan

254Stephen Ndegwa, “Kenya: Third Time Lucky?”, Journal of Democracy, Vol. 14, No. 3, 2003, hlm. 147.

255Samuel P. Huntington, 1991, The Third Wave: Democratization in the Late Twentieth Century, Norman OH, University of Oklahoma Press.

Page 183: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

173Partai Politik Dominan dan Konstitusionalisme: Pelajaran dari Afrika

bahwa transisi awal di semua negara berjalan dengan rute-rute yang tidak sama, dari demokratisasi radikal hingga peningkatan otoritarianisme.

Hingga tahun 2011, di kawsan Afrika terdapat 9 (Sembilan) negara demokrasi, 23 negara nondemokrasi, dan 16 negara tak dapat dikategorikan sebagai demokrasi, yang semua berasal dari proses yang bertahan dalam waktu 20 tahun. Sekitar 90 persen negara yang demokratis pada tahun 1995 masih demokratis pada tahun 2011, dan sekitar 75 persen berikutnya mengalami interupsi yang menampilkan demokrasi tidak utuh. Secara keseluruhan, sekitar 68 persen perubahan demokrasi di seluruh benua antara tahun 1989 hingga 2011 dapat dikaitkan dengan perubahan antara tahun 1989 hingga 1995. Lebih penting lagi, demokratisasi di sebagian besar negara-negara ini pada akhir tahun 2013 juga ditandai dengan pergantian partai pemerintah ke partai oposisi.256

Nigeria, Ghana, dan Benin memenuhi kategorisasi ini karena mereka melibatkan transisi “top down” di mana rezim militer petahana menyerahkan kekuasaan kepada kepemimpinan sipil. Sementara Senegal, yang selalu memiliki pemerintahan pimpinan sipil, berubah dari negara pihak ketiga yang dominan diktator menjadi negara multi partai.257 Demokrasi membutuhkan partai politik kuat dan berkelanjutan dengan kapasitas mewakili warga negara dan memberikan pilihan kebijakan yang menunjukkan kemampuan mereka dalam mengatur kepentingan publik.258

256Sebastian Elischer, 2013, Political Parties in Africa: Ethnicity and Party Formation, Cambridge, Cambridge University Press, hlm. 22- 27.

257Giovanni M. Carbone, “Political Parties and Party Systems in Africa: Themes and Research Perspectives”, World Political Science Review, Vol. 3, No. 3, 2007, hlm. 1-10.

258Kenneth Janda, 2005, Political Parties and Democracy in Theoretical and Practical Perspectives: Adopting Party Law, Washington, The National Democratic Institute for International Affairs.

Page 184: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

174 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Partai politik telah diperdebatkan sebagai perlengkapan yang sangat diperlukan di negara-negara demokrasi modern, walaupun formasi dan perkembangan mereka tak dapat berjalan seragam259, konstitusi di negara-negara Afrika secara sederhana mengandung ketentuan untuk keberadaan dan legitimasi partai-partai tersebut. Namun, pengalaman dan praktik demokrasi konstitusional di sebagian besar negara Afrika sub-Sahara, seperti yang dicontohkan oleh Nigeria, Benin, Ghana, dan Senegal, telah melukiskan beragam hasil, terutama, dampak partai politik dalam proses demokratisasi, praktik demokrasi, dan pembangunan nasional.

Oleh karena itu, sebuah konstitusi baru biasanya menandai transisi dari rezim otoriter atau dominan petahana ke rezim baru atau kembali ke demokrasi multi-partai, untuk menetapkan nada bagi pemerintahan yang demokratis atau menetapkan peraturan keterlibatan untuk semua aktor politik.260 Pemilu multi partai akan menimbulkan demokrasi konstitusional dan, akhirnya konstitusionalisme.261 Namun, terdapat perbedaan adaptasi teori ini dalam praktik, yang timbul dari perbedaan latar belakang politik-sosial-budaya, prosedur pembuatan konstitusi, dan struktur konstitusional dan institusional, di berbagai negara.262

Proses pembuatan konstitusi di Benin, Ghana, dan Senegal melibatkan prosedur referendum, sementara di Nigeria, Konstitusi 1999 mulai diberlakukan tanpa melalui prosedur

259Shaheen Moazaffar dan James R. Scarritt, 2005, “The Puzzle of African Party Systems”, Party Politics, Vol. 11. No. 4, 2005, hlm. 400.

260Michele Brandt, Jill Cottrell, Yash Ghai, and Anthony Regan, 2011, Constitution-Making And Reforms: Options For The Process, Interpeace, hlm. 13-14.

261Charles Manga Fombad, “Constitutional Reforms and Constitutionalism in Africa: Reflections on Some Current Challenges and Future Prospects”, Buffalo Law Review, Vol. 59, 2007, hlm. 1009-1010.

262Joe Clare, “Democratization and International Conflicts: The impact of Institutional Legacies”, Journal Peace Research, Vol. 44, No. 3, 2007, hlm. 259 – 276.

Page 185: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

175Partai Politik Dominan dan Konstitusionalisme: Pelajaran dari Afrika

referendum dan diganggu oleh pertanyaan tentang legitimasinya yang telah mempengaruhi keefektifannya sejauh dua konferensi konstitusional, yang pertama, di bawah mantan Presiden Olusegun Obasanjo, dan yang kedua (masih berlangsung), di bawah Presiden saat ini, Goodluck Jonathan.

Senegal mengalami periode pemerintahan sipil stabil dan tanpa intervensi militer. Reformasi konstitusi pada tahun 1976 dan 1978 mendorong pemilu yang kompetitif dengan mengundang kepesertaan oposisi. Hal itu diikuti oleh amandemen undang-undang dasar dan undang-undang pemilihan tahun 1991, yang menghasilkan konfigurasi politik baru tahun 2000 ketika pemilihan presiden mengakhiri hegemoni Partai Sosialis (PS) secara mengejutkan. Ketika itu, Partai Demokrat Senegal (PDS), berhasl memenangkan kontestasi dan memberikan kemenangan kepresidenan terhadap Abdoulaye Wade. Pemerintahan Wade kemudian melakukan penyusunan konstitusi baru melalui sebuah referendum pada tanggal 7 Januari 2001. Dalam pemilihan presiden 2012 Presiden Wade, dikalahkan oleh Aliansi untuk Republik - Yaakar, yang dipimpin oleh Macky Sall, bersama dengan oposisi yang luas.263

Di Benin, saat koalisi pemerintahan The National Conference of Active Forces of the Nation, mengambilalih pemerintahan pada Februari 1990, menandakan muara demokrasi yang terbuka. Sebuah konstitusi baru disahkan pada tahun itu dan lantas untuk pertama kali sebuah pemilu yang demokratis digelar pada 1991. Pelaksana tugas Perdana Menteri Nicephore Soglo berhasil merebut suara kepresidenan dengan menekuk dictator Mathieu Kerekou,

263Michael Washman, “Democratization through Alternation?- Comparing the cases of Ghana, Kenya, and Senegal”, Paper prepared for delivery at the Annual Meeting of the Swedish Political Science Association, Gothenburg, 30 October 2011.

Page 186: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

176 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

yang sebelumnya sudah berkuasa salama 17 tahun (1972-1991) melalui sebuah kudeta militer. Pada 30 November 1974, Kerekou mengadopsi aliran Marxis dalam pemerintahannya (dan kelak diakhiri pada Desember 1989), diikuti nasionalisasi perbankan dan industri minyak. The People’s Revolutionary Party of Benin didirikan pada tahun 1980 sebagai satu-satunya partai yang diakui oleh negara. Dalam sebuah Konferensi Nasional pada 1990, parlemen secara sepihak menunjukkan sikap permusuhan dengan Kerekou dan menyatakan dirinya sebagai badan yang berdaulat dan independen. Kerekou walaupun menyebut tindakan itu sebagai kudeta sipil, namun membiarkan deklarasi itu, sesuatu yang lantas memukul dirinya sendiri karena sejak saat itu kekuasaan Presiden dilucuti. Seorang ekonom Bank Dunia, Nicéphore Soglo, ditunjuk sebagai pelaksana tugas Perdana Menteri dan memulai jabatan pada Maret 1990. Pemilu Februari 1990 mengakhiri kepemimpinan Kerekou, menjadi pemimpin pertama di Afrika yang menjadi pecundang lewat elektoral. Namun demikian, Kerekou kembali memerintah sejak 1996 sampai akhirnya menyerah setelah dikalahkan oleh Boni Yayi pada pemilu 2006.

Konstitusi Benin, Ghana, Senegal dan Nigeria, seperti kebanyakan negara demokratisasi sub-Sahara memuat ketentuan tentang partai politik dan pemilihan264Namun, demokratisasi multi partai melalui pemilihan di panggung partai politik menimbulkan beberapa tantangan terhadap konstitusionalisme di negara-negara ini, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang praktik konstitusionalisme di negara-negara demokrasi konstitusional

264Constitution of Benin 1990 Art 4-6; Constitution of Ghana 1992 (as amended 1996)sections 3(1) & (2), 42-56; Constitution of Senegal 2001 (as amended 2009) Art.4,12, 32, 35 ; and Constitution of Nigeria 1999 (as amended 2010 &2011) sections 40, 221- 229.

Page 187: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

177Partai Politik Dominan dan Konstitusionalisme: Pelajaran dari Afrika

baru ini.265 Sementara konstitusi Benin, Ghana, dan Senegal telah melahirkan pemilu teratur melalui demokrasi multipartai, yang sampai batas tertentu dianggap bebas dan adil, karena menjadi saksi pergantian partai politik yang terpilih menjadi pemerintahan di ketiga negara tersebut266, dan jika merujuk kepada laporan the Report of the African Union Election Observation Mission pada 7 Desember 2012 atas pelaksanaan pemilu di Ghana membuktikan pendalaman demokrasi di negara tersebut. Sementara pengalaman demokratisasi Nigeria sejak tahun 1999, dapat dengan mudah diringkas sebagai pengingkaran konstitusionalisme.267

Kinerja Mahkamah Konstitusi untuk menjadi penjaga demokrasi konstitusional memperoleh kritik negatif di Benin dan Sinegal, akan tetapi bekerja secara baik di Benin dan Ghana. Di Nigeria petisi telah menjadi penghalang independensi peradilan bahkan dalam menghadapi bukti malpraktek pemilihan berskala besar. Kadang-kadang sebuah percikan independensi dan aktivisme peradilan oleh pengadilan tertinggi, putusan mereka telah menimbulkan lebih banyak kontroversi dan membuat kebingungan.

Kontrol amandemen konstitusi oleh pimpinan partai politik yang berkuasa di pemerintahan selalu juga merupakan tantangan bagi konstitusionalisme. Di Senegal, amandemen konstitusi telah dikendalikan oeh Presiden Wade dan Sall untuk tujuan politik.

265Peter Burnell, “The Relationship of Accountable Governance and Constitutional Implementation with Reference to Africa”, Journal of Politics and Law, Vol. 1, No. 3, 2008, hlm. 21-22.

266Lindsay Whitfield, “Change for a Better Ghana’: Party Competition, Institutionalization and Alternation in Ghana’s 2008 Elections”, African Affairs, 108/433, 2009, hlm. 621–641.

267S.M. Omodia dan V.Egwemi, “Party Politics and the Challenge of Political Representation in Nigeria”, International Journal of Bussiness & Social Science, Vol. 2, No. 22, December 2011, hlm. 270-275.

Page 188: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

178 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Amandemen Konstitusi pada tahun Presiden Wade, amandemen konstitusi tahun 2001 adalah contoh dari kesediaannya untuk “berkeinginan untuk mengubah peraturan formal yang sesuai dengan kebutuhan politiknya yang mendesak.” Rute yang sama diikuti oleh Presiden Sall dalam mengubah konstitusi untuk menghapuskan jabatan Wakil Presiden dan Senat. Konstitusi Republik Ghana tahun 1992 mengalami perubahan pada tahun 1996. Sementara Konstitusi 1999 di Nigeria telah diubah pada tahun 2010 dan 2011.

Secara konklusif, pembentukan konstitusi demi demokratisasi belum melembagakan demokrasi konstitusional atau mendorong perkembangan partai politik beraras konstitusionalisme. Perkembangan konstitusional di 4 (empat) negara, yaitu Benin, Ghana, Senegal, dan Nigeria, berjalan dengan rute-rute yang tidak sama, dengan Nigeria berada di ujung spektrum terendah. Meskipun gelombang konstitusi baru mungkin tidak menimbulkan demokrasi dan konstitusionalisme, proses demokratisasi menawarkan kesempatan reformasi konstitusi untuk memperbaiki kelemahan yang diamati dan meningkatkan keefektifan partai politik dalam pemerintahan negara, dengan pelajaran dari Ghana, Benin, dan Senegal.

Terlepas dari faktor-faktor umum yang tampak yang memulai transisi demokratis menuju demokrasi konstitusional multipartai di seluruh benua Afrika, sistem partai nasional menunjukkan karakteristik yang berbeda Karena sistem partai politik yang muncul di era demokratisasi ini sangat bervariasi. Variasi dalam sistem partai Afrika dapat dicirikan oleh beberapa partai nasional yang bersaing untuk mendapatkan kekuasaan di semua tingkat, seperti Ghana, Senegal, dan Afrika Selatan. Pada sisi lain terdapat hal-hal yang dipersonalisasi, partikular, dan terbatas secara geografis, di negara-

Page 189: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

179Partai Politik Dominan dan Konstitusionalisme: Pelajaran dari Afrika

negara seperti Benin, Nigeria dan Zambia, dengan sistem dan partai politik yang sangat terfragmentasi dan hanya mewakili wilayah atau kepentingan etnis tertentu. Secara akdemik hal ini memiliki implikasi besar terhadap partisipasi warga, representasi, mobilisasi, dan pertanggungjawaban dan pembuatan kebijakan pemerintah.

Misalnya, faktor apa yang dapat dipertanggungjawabkan atas perbedaan sistem partai politik antara Ghana dan Nigeria, bahkan dengan kemiripan serupa dengan sejarah Inggris, namun diinterupai oleh beberapa kudeta militer, pluralisme etnis, dan keterbelakangan ekonomi? Sistem bipartai di negara Ghana melibatkan 2 (dua) partai besar, NDC dan PLTN, didukung oleh pola pembelahan elektoral dan organisasi partai regional, berubah pemilihan sejak tahun 1992.268

Di Nigeria salah satu institusi demokrasi yang paling penting akan tetapi juga paling tidak berkembang adalah sistem partai politik, karena saat ini terdapat lebih dari 50 partai politik, yang sebagian besar bersifat personalistik, etnik, regional, atau kumpulan orang-orang sekedar mengejar ambisi kekuasaan. Situasi ini telah menghasilkan partai yang dominan, PDP, sejak 1999, dan tidak ada partai oposisi yang efektif.

Dalam praktik, partai-partai oposisi tidak dapat menjadi pesaing partai dominan, karena kontrol undang-undang dan keuangan, pengendalian pengadilan, represi pasukan keamanan, tingginya tingkat buta huruf pemilih, dan tingginya insiden kekerasan setiap pemilu.269 Dalam sebuah analisis empiris terhadap sistem kepartaian yang kontras di Benin dan Senegal, akibat

268Minion K. C. Morrison dan Jae Woo Hong, “Ghana’s Political Parties: How Ethno/Regional Variations Sustain the National Two-Party System”, Journal of Modern African Studies, Vol. 44, No. 4, 2006, hlm. 623–647.

269A. K. Oladipupo, “Democratic Waves in West Africa: Nigeria and Ghana as a Case in View”, Afro Asian Journal of Social Sciences, Vol. 2, No. 2, 2011.

Page 190: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

180 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

dominasi atau kelemahan pejabat otoriter untuk mengendalikan dinamika transisi melalui pengaruh peraturan formal, identitas kolektif, dan norma-norma organisasi.

F. KasusUganda:MultipartaidiTengahOtoritarian

Bagian ini menguraikan fungsi partai politik dalam pemerintahan yang demokratis. Uraian mencakup masalah yang dihadapi oleh partai politik dalam proses membangun dan mempertahankan sistem politik yang kompetitif. Bagian ini melihat kembali kondisi yang telah menyebabkan kebangkitan kembali demokrasi multipartai dalam dua dekade terakhir dan menyoroti kasus Uganda sebagai negara yang gagal mencapai politik monopoli dan mendukung demokrasi multipartai.

Seperti telah diuraikan di muka, pada umumnya partai politik di Afrika memainkan peran kunci dalam perjuangan nasionalis melawan pemerintahan kolonial. Namun, pasca kemerdekaan, sebagian besar partai lantas melarang partai oposisi, mengkriminalisasi kegiatan mereka atau paling tidak menganggap remeh peran oposisi dalam keputusan pemerintahan. Setelah kemerdekaan, kebanyakan para penguasa di negara-negara Afrika memproklamasikan negara-negara dengan sistem partai tunggal. Entah disebabkan oleh kinerja pemerintahan sipil atau militer, berkurangnya peran partai politik kemudian memicu bencana. Kediktatoran, otoritarianisme, kronisme, korupsi, dan keterbelakangan ekonomi merajalela, yang menyebabkan terjadinya negara gagal di Afrika. Seperti ditunjukkan oleh beberapa ilmuwan, sebagian besar pemerintahan pasca kolonial di Afrika memilih untuk menjiplak gaya penguasa kolonial dengan mengabaikan sebagian besar rakyat dan mengisolasi kelompok-kelompok oposisi.

Page 191: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

181Partai Politik Dominan dan Konstitusionalisme: Pelajaran dari Afrika

Kecenderungan ini menabur benih pemerintahan otoriter di Afrika.270

Uganda sangat terpengaruh oleh kepemimpinan pasca kolonial yang mengejar stabilitas politik. Negara ini mengalami intoleransi partai tunggal pada tahun 1960an, rezim militer Idi Amin yang terkenal kejam pada tahun 1970an, dan juga pemerintah Trotkom yang tidak stabil dan bertikai pada tahun 1980an. Sejak 1986, pemerintahan the National Resistance Movement (NRM) secara bertahap telah memandu untuk tegaknya demokratisasi. Namun demikian, tetap saja ada kampanye yang disengaja oleh beberapa aktivis pro-pemerintah untuk menghukum partai politik sebagai makhluk penuh dosa.271 Dalam retrospeksi, dasar demokrasi multipartai yang diletakkan pada saat kemerdekaan telah dibongkar. Sedangkan tradisi liberal menganggap demokrasi sebagai hak rakyat untuk mengatur dan memilih pemerintahan mereka melalui sistem multipartai yang dilembagakan, sesuatu yang di Uganda, ini masih dipandang dengan kecurigaan oleh elit politik. Pendeknya, pasca kolonial, eksistensi partai dalam sistem politik disingkirkan.

Di Uganda, kekuatan pemerintahan otoriter dan kesalahan manajemen ekonomi paling dirasakan selama rezim Idi Amin (1971-1979). Rezim Amin menyeret Uganda, dari sebuah negara yang pernah mengalami kemakmuran menjadi negara paling melarat di dunia.272 Memang selama tahun 1970an dan paruh

270Goran Hyden (1983), No Shortcuts to Progress: African Development Management in Perspective, Los Angeles: University of California Press, hlm. 44.

271Lihat Pasal 70 Konstitusi Uganda (1995).272Dan Mudoola (1996), Religion, Ethnicity and Politics in Uganda, Kampala:

Fountain Publishers.

Page 192: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

182 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

pertama tahun 1980an, situasi politik menjadi brutal. Pemerintahan Idi Amin meninggalkan bekas teror pada sejarah Uganda.273

Kehadiran Idi Amin sebagai penguasa merupakan hasil kesalahan yang dilakukan pendahulunya, Milton Obote. Pemerintah Milton Obote sebagai pemerintahan pertama pasca-kolonial telah melemahkan oposisi dan membatalkan konstitusi demokratik pada tahun 1962 dan lantas menggantinya dengan konstitusi baru yang disusun secara tergesa-gesa pada tahun 1966.274 Hal ini mengakibatkan penyingkiran kaum oposisi, penghapusan monarki, dan embrio pemerintahan partai tunggal. Menurut pandangan Obote, demi persatuan nasional, perang melawan kemiskinan, wabah penyakit dan kebodohan, maka perlu dibentuk sistem partai tunggal. Lagipula, bagi Obote, oposisi tak lebih dari buih-buih kapitalisme yang patut disingkirkan. Pemerintahan partai tunggal, kata Mobote, tak berarti meninggalkan kebebasan berespkresi danm membungkam kritik-kritik yang membangun.

Kegagalan demokrasi multipartai di Uganda bertanggung jawab atas kelesuan politik yang diderita negara tersebut di era pasca-kolonial. Negara-negara lain yang mendukung toleransi terhadap pluralisme demokrasi cenderung menikmati stabilitas politik dan kemajuan ekonomi. Tampaknya keliru untuk membantah, seperti yang telah dilakukan beberapa penulis, bahwa politik multipartai bertanggung jawab atas perpecahan sektarian dan berkurangnya kemajuan dalam masyarakat. Bukti berlimpah menunjukkan bahwa di Uganda periode paling makmur adalah pemerintahan langsung pasca-kolonial ketika politik multipartai berkembang pesat. Tidak hanya itu, pemberian layanan sosial berlangsung secara efisien dan efektif. Situasi berubah

273Henry Kyemba (1997), State of Blood: An Inside Story of Idi Amin, Kampala: Fountain Publishers.

274Phares Mutibwa, 1982, Uganda Since Independence: A story of Unfulfilled Hopes, London, Hurst &Co.

Page 193: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

183Partai Politik Dominan dan Konstitusionalisme: Pelajaran dari Afrika

usai Obote membatalkan konstitusi pada tahun 1967, menghentikan pemilihan umum, dan membuat langkah menuju negara dengan sistem partai tunggal. Situasi buruk tersebut lantas menjadi alasan yang diajukan oleh Idi Amin untuk menggulingkan Milton Obote dalam kudeta militer pada tahun 1971.

Kemungkinan memanfaatkan demokrasi multipartai dilempar keluar saat rezim militer Idi Amin (1971-1979). Di bawah rezim tersebut tidak ada jejak demokrasi atau bentuk partisipasi warga dalam pemerintahan. Sebaliknya, rezim tersebut dituduh telah melakukan pembunuhan massal, represi sistemik, dan penculikan paksa atas warga negara yang dicurigai sebagai oposisi.

Pemerintah Uganda menolak diperkenalkannya kompetisi multipartai lebih kuat daripada pemerintah manapun di kawasan ini, kecuali Sudan. Presiden Yoweri K. Museveni berkuasa pada tahun 1986 setelah sebuah kampanye gerilya 6 (enam) tahun melawan pemerintah pusat. Ia berpenadangan bahwa kompetisi partai bertanggung jawab atas sejarah pasca-kemerdekaan yang keras di negara ini. Sejak awal pula ia berkehendak untuk menyatukan semua kekuatan strategis domestik di dalam sebuah “pergerakan” (movement), tidak dalam sebuah partai politik.

Partai-partai di Uganda cenderung terfokus secara sektarian dan etnis di masa lalu. Kendati demikian, tekanan untuk pluralisme politik meningkat, dan referendum untuk memutuskan atau melawan sistem multipartai diselenggarakan pada tahun 2000. Takut bahwa politik multipartai akan mengenalkan kembali kekerasan, dan sebagian karena penyimpangan pemilihan, penduduk memberikan suara 90 persen untuk mendukung “pergerakan.” Tapi agitasi yang memperjuangkan multipartai politik tidak berhenti. Oposisi mulai secara lebih terbuka terbuka. Dalam referendum lain pada tanggal 28 Juli 2005, 92 persen

Page 194: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

184 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

pemilih memilih sistem multipartai. Hasil ini selaras dengan putusan pengadilan 2004 yang menyatakan pembatasan terhadap partai politik oposisi tidak konstitusional.

Dalam situasi tersebut, NRM mendominasi pemilihan parlemen 1996 dan 2001, menyusul boikot oleh partai oposisi. Meskipun mereka mengetahui popularitas pribadi Museveni, karena orang yang menghentikan perang, sebagian besar pengamat independen meragukan kejujuran pemilu-pemilu tersebut. Para pengamat mencemaskan dominasi NRM atas media, serta pembatasan pertemuan dan kampanye oposisi, beberapa di antaranya dibubarkan secara paksa. Namun, DPR tidak monolitik. NRM biasa menunjuk sejumlah besar anggota khusus Parlemen yang loyal kepada pemerintah walau bukan kader partai seperti dari kalangan pemimpin perempuan, serikat pekerja, militer dan sebagainya. Namun, setelah pemilihan 2001, penantang utama Museveni dalam pemilihan presiden, Dr. Kizza Besigye, harus melarikan diri dari negara tersebut, dilaporkan karena ancaman terhadap dirinya.

Baru setelah referendum Juli 2005, kemunculan kembali sistem kepartaian yang benar-benar kompetitif untuk pertama kalinya sejak 1962, saat kemerdekaan Uganda dari Inggris Raya. Perlu dicatat bahwa pada tahun 1962 ada 3 (tiga) partie yang dominan, yaitu the Democratic Party (DP) (dengan dukungan kaum Katolik), Kabaka Yekka (pendukung monarki), dan the pan-Africanist Uganda People’s Congress (UPC). Namun, pada pemilu 2006, konfigurasi politik berubah dengan kemunculan bermacam-macam partai politik. Situasi 40 tahun dalam kekacauan dan kediktatoran telah mengurangi energi partai-partai tahun 1960-an meskipun basis etnis dan budaya mereka yang berbeda masih dapat terdeteksi di bawah permukaan. Sebaliknya, Uganda memiliki satu partai dominan dan sejumlah kelompok kecil yang bersaing.

Page 195: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

185Partai Politik Dominan dan Konstitusionalisme: Pelajaran dari Afrika

Dalam pemilihan parlemen bulan Februari 2006, partai NRM, yang selama ini mendominasi pemerintahan memenangkan 191 dari 273 kursi yang diperebutkan. Basis dukungan utama ada di Uganda Barat, kampong halaman Museveni, sebuah hasil yang tetap tak memberi ruang gerak kepada oposisi. Dalam pemilihan presiden bulan yang sama, Museveni, yang diusung oleh NRM memperoleh dukungan 59% suara. Pemilu presiden itu sendiri dilaksanakan sesudah perubahan konstitusi yang memungkinkan Museveni mencalokan diri untuk ketiga kalinya.

Dalam hal ini, NRM telah lama menikmati semua ruang politik sendirian. Reintroduksi multipartai agak dirasakan sebagai penyumbatan ruang politik yang melimpah itu. Hal ini dapat menjelaskan perilaku politik beberapa negara bagian pasca 2006 terhadap partai politik oposisi dan kegiatan mereka. Sementara NRM telah membiarkan organisasi masyarakat sipil berkembang dan melaksanakan kegiatan dengan bebas, telah terjadi peningkatan intoleransi terhadap kegiatan partai politik. Di masa lalu, kegiatan semacam itu dilarang karena dilarang oleh undang-undang. Ironisnya, sejumlah negara bagian ingin berperilaku seperti itu sebelum sebelum sistem multipartai diizinkan.

Perlu dicatat, pada tahun 1986, ketika NRM mengambil alih kekuasaan, argumen yang diajukan oleh pemimpinnya, Yoweri Museveni adalah masalah utama yang menyebabkan keterbelakangan di Afrika adalah para pemimpin Afrika yang berusaha terus menerus berkuasa. Anehnya setelah 23 tahun tetap berkuasa, konstitusi telah diubah hanya untuk ia dapat mencalonkan diri kembalidan mungkin tetap berkuasa selama yang waktu yang diinginkan. Sementara Museveni telah menunjukkan tekad untuk mempertahankan kekuasaan, masyarakat tampaknya merasa bahwa NRM telah melampaui batas waktu. Masalahnya

Page 196: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

186 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

baik di dalam NRM maupun di oposisi pemimpin alternative belum muncul. Di sisi oposisi masih sering terjadi keributan. Sementara itu, korupsi di tubuh NRM merajalela. Kedua kelemahan ini memberikan celah bagi Museveni tanpa pesaing kuat untuk mempertahankan jabatan. Beberapa pendapat cenderung menyarankan agar Museveni menunjuk anaknya sendiri untuk mengambil alih kekuasaan.

Kecenderungan karakteristik rezim otoriter semakin terlihat dalam NRM yang berkuasa di bawah Yoweri Museveni. Kekuasaan negara tidak hanya didominasi oleh NRM, namun pemimpinnya, Yoweri Museveni tampaknya mengejar masa jabatan yang panjang dalam masa kepresidenan. Ini mengikuti amandemen konstitusi pada tahun 2005 yang memungkinkan dia memenuhi syarat untuk jabatan tersebut.

Pada sisi lain, Partai politik kembali ke panggung politik Uganda setelah 20 tahun berada dalam kebekuan. Partai politik seharusnya menjadi juru bicara terkemuka ikhwal kebebasan politik dan menjadi pendukung hak rakyat. Pertanyaan yang diajukan adalah apakah Uganda memiliki kemauan untuk mempromosikan dispensasi politik baru yang dibawa oleh sistem multipartai. Iklim politik di Uganda pada dasarnya tetap memusuhi evolusi sistem multipartai yang kompetitif. Pemerintah khawatir kembali kepada keadaan di tahun 1960-an yang bergejolak. Partai-partai oposisi, seperti tahun 1960-an, nampaknya bersifat lokal, kecil, dan terfragmentasi. Beberapa dari mereka rentan terhadap kekerasan. Reformasi pemilihan dan konstitusi diperlukan untuk merespons kenyataan ini untuk menghasilkan partai nasional dalam sistem etnis yang pluralistik yang tampaknya tidak mampu dibentuk bahkan hampir 50 tahun kemerdekaan.

Page 197: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

187

BAB V

PARTAI RADIKAL KANAN POPULIS DI EROPA

A. PENGANTAR

Populis, radikal dan kadang rasistis. Partai-partai kanan radikal semakin populer di banyak negara Eropa. Serangan berdarah di Norwegia memicu diskusi, apakah perkembangan politik ini memupuk aksi-aksi teror semacam itu. Mereka menentang Uni Eropa, membenci pendatang, terutama pemeluk agama Islam. Inilah pemersatu kaum ekstrim kanan di Eropa, meskipun ada sejumlah perbedaan dari negara ke negara. Partai kanan radikal populis telah menjadi aktor berpengaruh di panggung politik di beberapa negara demokrasi Eropa Barat. Mendapatkan suara terutama sejak pertengahan 1980an dan seterusnya, mereka mewakili tipe partai terakhir yang muncul di peta politik Eropa Barat. Kelompok sayap kanan radikal populis lebih beragam daripada tipe partai lain di kawasan ini, karena mencakup organisasi yang memiliki latar belakang dan asal usul yang berbeda. Faktor pemersatu saat ini adalah seruan mereka untuk pembatasan imigrasi dan diversifikasi etnis, budaya, dan agama masyarakat Europa Barat, dan prioritas tinggi yang mereka tetapkan untuk politik ini. Partai politik yang berkampanye menentang imigran asal minoritas telah muncul dan telah memperebutkan pemilihan di semua negara Eropa Barat. Misalnya, partai kanan radikal populis belum berpengaruh secara politis di negara seperti Irlandia, Inggris, Jerman, Spanyol, Portugal, Yunani, Wallonia dan Italia selatan.

Page 198: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

188 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Swedia dan Finlandia, sampai saat ini, juga negara-negara yang tidak memiliki perwakilan signifikan untuk partai semacam itu, namun parlemen Swedia sekarang memiliki partai ekstrem sayap kanan kecil dan parlemen Finlandia memiliki partai radikal yang cukup besar. Partai kanan radikal populis menerima sorotan media dan perhatian ilmiah baik secara nasional maupun internasional, karena tampaknya baru dan karena politisi arus utama dan komentator lainnya bereaksi dengan kuat.

Di Perancis, Marine Le Pen dari Front Nasional berhasil membuat keberadaan partainya diakui. Jajak pendapat menunjukkan dukungan meningkat bagi Marine Le Pen di Perancis. Mencari teman pun tidak susah tampaknya. Nyonya Le Pen memiliki hubungan baik dengan Lega Nord di Italia dan FPÖ di Austria. Kedua partai ini sudah bertahun-tahun menolak keberadaan warga asing dan berpolemik mengenai Eropa.

Kemudian di Hongaria. Pemilu tahun lalu menunjukkan pergeseran ke kanan. Partai Fidesz memerintah dengan duapertiga mayoritas dan mengubah konstitusi yang berlaku. Nasionalisme dipupuk, sementara undang-undang media yang diperketat menyebabkan semakin banyak jurnalis kritis yang tak bisa bekerja. Birgit Sippel politisi tingkat Eropa dari partai SPD mengecam politik yang disebutnya, berjalan mundur dan dibangun atas pembatasan kelompok.

Di Eropa utara, beberapa negara yang sebelumnya liberal kini beringsut ke kanan. Di Denmark, politik luar negeri sudah dipengaruhinya. Penjagaan perbatasan yang belum lama ini diberlakukan, terjadi atas desakan kaum populis ini. Dalam pemilu awal tahun ini di Finlandia, partai nasionalis „True Finns“ berhasil merebut suara yang tidak sedikit. Ketua partai itu, Timo Soini begitu populernya sehingga dalam sebuah talk-show, kehadirannya

Page 199: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

189Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

disambut dengan jingle khusus. Keberhasilan Soini dicapai lewat sejumlah kalimat sederhana: Tolak uang untuk negara-negara bangkrut seperti Portugal, Tolak Perkawinan Sejenis, Tolak Imigrasi. Partai “True Finns” juga menolak tanggung jawab sebagai pemerintah, mereka memilih duduk di bangku oposisi dan turut mempengaruhi kebijakan politik dari situ. Gambaran sama terlihat di Belanda. Pemerintah yang hanya mendapat dukungan minoritas, terpaksa berkoalisi dengan Geert Wilders agar bisa bertahan. Padahal Wilders secara terbuka menentang Qur’an dan Islam. Putusan pengadilan yang membebaskan Wilders, juga menegaskan haknya untuk bebas mengemukakan pendapat. Menurut sastrawan Belanda Hans-Maarten van den Brink, iklim masyarakat sudah berubah. Peraturan semakin ketat, toleransi terhadap pendatang sudah berkurang. Ketakutan terus menyulut perdebatan, dan kelompok yang paling lemah dijadikan kambing hitam. Di Eropa, kelompok terlemah adalah kaum pendatang asing.

Pada 25 Januari 2015, rakyat Yunani melakukan Pemilu untuk menentukan siapa yang harus memegang tampuk kekuasaan nasional. Pemilu ini begitu menarik untuk diperhatikan secara seksama, karena untuk pertama kali kekuatan politik kiri (radikal, ya radikal kawan-kawan) berpeluang besar untuk membangun pemerintahan nasional di Yunani. Sampai dengan tulisan ini dibuat, exit polls pemilu setidaknya telah menunjukan bahwa Syriza memperoleh lebih dari 36 persen suara dari 76 persen pemilih. Suatu prosentase yang sangat besar jika kita menilik bagaimana kecenderungan partai-partai kiri baru di pemilu Eropa yang cenderung selalu menjadi minoritas. Harus diakui bahwa Syriza sebenarnya sangat terinspirasi oleh gelombang gerakan ‘Sosialisme Abad 21’ di tanah Bolivarian Amerika Latin. Namun kita tidak dapat mengabaikan capaian historis dari Syriza itu

Page 200: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

190 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

sendiri. Kemenangan Syriza, tepat berada di jantung terdalam kapitalisme global, yakni di Eropa. Artikulasi politik Syriza juga meresonansikan perlawanan popular rakyat yang terjadi secara mengglobal pasca krisis 2008, yang ditandai dengan perlawanan lapangan Tahrir di Mesir beserta “musim Semi Arab’-nya; Occupy Wall Street sampai dengan perlawanan rakyat Turki di Taman Gezi. Syriza adalah salah satu elemen aktif yang ikut serta dalam gerakan lapangan Syntagma, yang secara lantang menyerukan perlawanan sengit terhadap kediktatoran troika (Bank Sentral Uni Eropa, IMF, dan Komisi Uni Eropa) yang telah mengantarkan implementasi kebijakan pengetatan (austerity) melalui utang. Utang dari Troika ini sendiri adalah bagian dari agenda neoliberalisme yang telah menyebabkan Negara Yunani kehilangan kapasitasnya untuk menyediakan kebutuhan sosial mendasar bagi warga negaranya.

Politik anti-Uni Eropa (Eurosceptic) yang ganas adalah fenomena pinggiran pada awal abad kedua puluh satu dan merupakan inti dari politik Eropa saat ini. Partai politik dengan platform anti-Eropa telah mendapatkan dukungan suara yang cukup besar dalam beberapa tahun terakhir.

Pada 2017, partai Eurosceptic menjadi pesaing utama dalam sejumlah pemilihan nasional di Eropa Barat. Baru-baru ini, Partij voor de Vrijheid (Partai Kebebasan, PVV) menjadi partai terbesar kedua dalam pemilihan nasional Belanda pada tanggal 15 Maret 2017 dengan dukungan sekitar 13% suara. Republik Federal Jerman, yang lama kebal politik radikal dan politik Eurosceptic, kemungkinan besar akan menyaksikan masuknya pertama partai Eurosceptic yang benar pertama dalam sejarah Bundestag (Parlemen), Alternative für Deutschland (Alternative for Germany, AfD).

Page 201: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

191Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

Secara keseluruhan, partisipasi pemerintah partai radikal populis tetap jarang terjadi di Eropa Barat. Lebih dari 200 pemerintah nasional yang telah terbentuk di Eropa Barat sejak tahun 1980, hanya delapan diantaranya yang melibatkan partai-partai ini. Dalam semua kasus itu mereka menjadi mitra junior dalam koalisi. Sementara hanya tiga negara Eropa Barat yang memiliki pemerintah mayoritas dengan partisipasi partai kanan populis radikal (Austria, Italia dan Swiss), dan 2 (dua) memiliki pemerintah minoritas dengan dukungan mereka (Denmark dan Belanda. Pada tahun 1980an, tidak ada pemerintahan seperti itu, namun demikian pada tahun 1990an terdapat satu di Italia (Berlusconi I), namun pada dekade pertama abad kedua puluh satu, ada tujuh pemerintah mayoritas dan tiga pemerintah minoritas. Namun, saat ini, hanya satu pemerintah mayoritas yang mencakup partai politik kanan radikal, yaitu Swiss, sementara partai dalam kategori ini yang secara resmi mendukung pemerintah minoritas hanya di satu negara lain, Belanda.

B. Partai Radikal Kanan

Protagonis utama partai anti Uni Eropa dapat ditemukan di ujung paling kiri dan kanan dari spektrum partai.275 Tokoh kanan radikal tidak hanya menggelorakan anti-Eropa. Pandangan ini adalah profil ideologis mereka. Memang, walaupun ada variasi, hampir semua partai radikal percaya bahwa integrasi Eropa adalah isu kebijakan yang sangat menonjol.276

275Leonard Ray, “Validity of Measured Party Positions on European Integration: Assumptions, Approaches, and a Comparison of Alternative Measures”, Electoral Studies, Vol. 26, No. 1, 2007, hlm. 159.

276Maurits J. Meijers, 2016, Is Euroscepticism Contagious? Examining the Impact of Eurosceptic Challenger Parties on Mainstream Party Attitudes toward the European Union, PhD Thesis: Hertie School of Governance, Berlin, khususnya Bab 2.

Page 202: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

192 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Penolakan integrasi supranasional berdasarkan argumen budaya. Penolakan penyatuan supranasional Eropa bagi partai-partai kanan radikal merupakan konsekuensi wajar dari pandangan nativisis yang radikal. Nativisme adalah perspektif ideologis yang menetapkan bahwa hanya anggota kelompok pribumi, yang menjadi unsur sah pemerintahan.277 Secara historis dan ideologis, nativisme terkait erat dengan gagasan negara-bangsa, sebuah konstruksi nasionalis yang telah menjadi landasan politik Eropa dan global. Hanya negara yang didefinisikan secara etnis atau budaya dapat menjadi dasar kedaulatan rakyat dan memberi sebuah pemerintahan dengan legitimasi. Akibatnya, keterlibatan politik masyarakat, orang atau gagasan politik non-pribumi dianggap sebagai ancaman terhadap integritas nasional. Proyek integrasi Eropa tentu saja bertentangan dengan konsepsi sempit tentang kedaulatan rakyat ini. Integrasi supranasional didasarkan pada gagasan bahwa kedaulatan rakyat tidak terbatas pada negara-bangsa. Namun, tidak semua partai radikal di Eropa Barat secara konsisten menentang integrasi Eropa. Sebaliknya, sebelum penandatanganan Perjanjian Maastricht, sejumlah pihak yang sekarang sangat terkait dengan politik anti Uni Eropa, seperti Front Nasional di Perancis atau Freiheitliche Partei Österreichs (Partai Kebebasan Austria, FPÖ), pada awalnya mendukung Uni Eropa.278

Pada pertengahan 1980an, pemimpin Front Nasional Jean-Marie Le Pen secara aktif menganjurkan integrasi lebih lanjut, terutama di bidang isu-isu sensitif seperti imigrasi, “kebijakan anti-terorisme” dan kontrol perbatasan. Bagi FN dan sejumlah partai

277Cas Mudde, 2007, Populist Radical Right Parties in Europe, Cambridge: Cambridge University Press, hlm. 159.

278Dimitri Almeida, “Europeanized Eurosceptics? Radical Right Parties and European Integration”, Perspectives on European Politics and Society, Vol. 11, No. 3, 2010, hlm. 237–253.

Page 203: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

193Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

lain seperti Republikaner di Jerman (Republik), dukungan awal untuk integrasi Eropa ini sebagian besar berasal dari kepercayaan bahwa negara-negara Eropa harus bersatu sebagai entitas yang secara etnis berisfat homogen.279 Namun, tidak semua partai radikal benar-benar mendukung unifikasi Eropa yang menganut konsepsi etnis tentang persatuan Eropa. Misalnya, dukungan UE dari FPÖ pada tahun 1970an dan 1980an merupakan konsekuensi dari program liberal partai saat itu.280 Kemudian, Lega Nord Italia (Liga Utara, LN) mendukung integrasi Eropa karena menganggap Komunitas Ekonomi Eropa sebagai kendaraan yang berguna untuk memajukan otonomi daerah yang lebih besar.281

Sumber: Ray, “Measuring Party Orientations towards European Integration: Results from an Expert Survey.”

279Catherine Fieschi, James Shields, dan Roger Woods, “Extreme Rightwing Parties and the European Union: France, Germany and Italy”, dalam Political Parties and the European Union, 1996, London, Routledge, hlm. 237.

280Hans-Georg Betz, 1994, Radical Right-Wing Populism in Western Europe, Houndmills, London, Macmillan, hlm. 11.

281Michael Keating,“The European Union and the Regions”, dalam Barry Jones dan Michael Keating, Editors, 1995, In The European Union and the Regions, Oxford: Oxford University Press.

Page 204: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

194 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Dengan ditandatanganinya Perjanjian Maastricht pada tahun 1992, partai politik kanan radikal benar-benar menolak proses integrasi Eropa. Perjanjian Maastricht menggembar-gemborkan era baru integrasi politik Eropa. Perkembangan keseluruhan radikal kanan Euroscepticism seperti digambarkan di atas. Sebuah partai menolak Uni Eropa apabila memiliki skor di bawah 4. Bagi partai kanan radikal terdapat kecenderungan menurun sejak tahun 1992 dan seterusnya. Titik-titik tersebut mewakili rata-rata posisi Uni Eropa saat itu, sedangkan garis menunjukkan kisaran posisi Uni Eropa di antara partai-partai kanan radikal. Kisaran posisi Uni Eropa mereka menurun secara signifikan menandakan perkembangan posisi anti integrasi yang semakin homogen di antara partai-partai kanan radikal. Krusial, bukan saja mereka mengubah posisi mereka dalam isu integrasi Eropa, mereka juga menganggap isu Uni Eropa juga semakin penting.282 Bagi Independence Party di Inggris, penentangannya terhadap Perjanjian Maastricht adalah pelaksaan kebijakan pendiri partai tersebut saat dibentuk pada tahun 1993 oleh anggota Liga Anti-Federalis, sebuah gerakan yang dibentuk pada tahun 1991 untuk menentang Perjanjian Maastricht.283

Saat ini, anti Uni Eropa adalah salah satu fitur inti dari partai politik kanan radikal di Eropa. Tidak hanya integrasi Uni Eropa telah diperdalam dalam banyak hal, krisis utang dan krisis zona Euro berikutnya memungkinkan partai-partai radikal untuk menggabungkan argumen identitas budaya melawan Uni Eropa dengan keberatan terhadap penyatuan kedaulatan. Meski demikian,

282Meijers, loc.cit.283Robert Ford, Matthew J. Goodwin, dan David Cutts. “Strategic Eurosceptics

and Polite Xenophobes: Support for the United Kingdom Independence Party (UKIP) in the 2009 European Parliament Elections”, European Journal of Political Research, Vol. 51, No. 2, 2012, hlm. 204–234.

Page 205: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

195Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

tetap ada perbedaan penting antara partai-partai kanan radikal di seluruh Eropa. PVV pimpinan Geert Wilders, misalnya, adalah bentuk tanpa syarat, yang populer disebut sebai “Europhobia.” Sementara, AfD di Jerman lebih bersifat lunak.284 Oleh karena itu, Wilders adalah pendukung setia “Nexit” atau keluarnya Belanda dari Uni Eropa. Namun demikian, keberatan paling mengemuka AfD adalah soal mata uang tunggal dan transfer keuangan di Eropa, namun mencatat bahwa hanya jika kerangka institusional Eropa tidak dapat direformasi, akan menganjurkan pembubaran Uni Eropa, yang akan memungkinkan pembentukan kembali komunitas ekonomi Eropa. Selain itu, dalam beberapa kasus, partai-partai radikal telah memoderasi gaya saat berada dalam koolisi pemerintahan. Saat terlibat dalam pemerintahan Berlusconi, Lega Nord tidak mendorong memberlakukan kebijakan anti Uni Eropa walaupun masih mengusung ideologi anti integrasi.285 Demikian pula, the Finns Party (Perussuomalaiset) telah menolak oposisi terhadap integrasi Eropa saat mereka memasuki pemerintahan Finlandia dan pemimpinnya, Timo Soini, menjadi Wakil Perdana Menteri pada Mei 2015.

C. Partai Radikal Kiri

Keberadaan partai kiri radikal terutama dibayang-bayangi oleh ancaman efek ekonomi mengenai proses integrasi. Kekhawatiran tersebut lebih merupakan produk oposisi mereka terhadap ekonomi

284Aleks Szczerbiak dan Paul Taggart, “Opposing Europe: Party Systems and Opposition to the Union, the Euro and Europeanisation”, SEI Working Papers, No. 36 , 2000. Baca juga: Yves Bertoncini dan Nicole Koenig, “Euroscepticism or Europhobia: Voice vs. Exit?”, Policy Paper N. 121, Jacques Delors Institute, November 2014.

285Marco Tarchi, “Italy: A Country of Many Populisms”, dalam Daniele Albertazzi dan Duncan McDonnell (Editors), 2007, Twenty-First Century Populism: The Spectre of Western European Democracy, Basingstoke: Palgrave Macmillan, hlm. 97.

Page 206: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

196 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

pasar bebas dan pencarian keadilan ekonomi dan sosial daripada penolakan terhadap sebuah pemerintahan dengan konstituen multinasional.286 Partai politik radikal kiri memandang struktur kelembagaan dan logika pembuatan kebijakan Uni Eropa bias ideologis terhadap kebijakan pasar. Seperti dikatakan oleh ilmuwan terkemuka Uni Eropa Fritz Scharpf, partai kiri radikal percaya bahwa terdapat asimetri institusional dalam Uni Eropa ketika membuat peraturan pasar.287 Oleh karena itu, penolakan terhadap integrasi Eropa timbul dari gagasan bahwa realisasi kebijakan sosial egaliter tidak mungkin dilakukan dalam kerangka kelembagaan saat ini. Tentu saja, banyak ilmuwan dan komentator, antara lain Giandomenico Majone, menolak pandangan Uni Eropa sebagai pemerintahan liberal pro pasar. Meskipun demikian, kurangnya kebijakan sosial berfungsi sebagai bukti bagi partai politik kiri radikal bahwa Uni Eropa merupakan sebuah pemerintahan neoliberal.

Sementara partai politik radikal kanan Eropa Barat secara bertahap menyetujui politik anti-Eropa, perkembangan partai politik kiri radikal kurang linier. Perjanjian Maastricht tidak mewakili titik balik yang jelas bagi semua partai kiri radikal. Sementara beberapa partai kiri radikal menganggap Perjanjian Maastricht dan penggabungan ideologi liberal pasar, partai yang lain dengan hati-hati mempertimbangkan dimulainya persatuan politik yang sejati karena kemungkinan membentuk kembali Uni

286Luke March dan Cas Mudde, “What’s Left of the Radical Left? The European Radical Left After 1989: Decline and Mutation”, Comparative European Politics, Vol. 3, No. 1, 2005, hlm. 23–49 ; Baca juga Liesbet Hooghe, Gary Marks, dan Carole. J. Wilson, “Does Left/Right Structure Party Positions on European Integration?”, Comparative Political Studies, Vol. 35, No. 8, 2002, hlm. 965–989.

287Fritz W.Scharpf, “Negative and Positive Integration in the Political Economy of European Welfare States”, dalam Governance in the European Union, 1996, SAGE, hlm. 15-18.

Page 207: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

197Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

Eropa sebagai kendaraan kebijakan kalangan sayap kiri. Selain itu, partai politik kiri radikal telah menunjukkan jalan berbeda mengenai evolusi posisi mereka dalam integrasi Eropa. Sementara sebagian besar partai kiri radikal tetap anti integrasi, kecenderungan menunjukkan bahwa rata-rata dukungan untuk membubarkan Uni Eropa meningkat dari tahun 1980an sampai pertengahan tahun 2000an, setelah itu lalu sedikit menurun. Sejumlah partai kiri radikal secara konsisten memegang posisi anti-Eropa. Bagi Socialistische Partij di Belanda misalnya, sikap anti inetgrasi adalah ciri khas identitas partainya.288 Juga dalam kampanyenya untuk pemilihan parlemen Belanda 2017, Socialistische Partij secara tidak sengaja menyerang Uni Eropa karena dugaan fasilitasi bisnis raksasa dengan mengorbankan warga biasa. Di Denmark, Aliansi Merah-Hijau, yang menyatukan pandangan sosialis kiri dengan masalah ekologis, telah menganjurkan pembubaran Uni Eropa dan mempertahankan posisi anti-Eropa selama bertahun-tahun.289 Partai politik kiri radikal lainnya mengubah posisi mereka dalam isu integrasi Eropa. Langkah serupa yang lebih pragmatis terhadap Uni Eropa ketika di pemerintahan telah terlihat di PCF Prancis (Parti communiste français, Partai Komunis Prancis), misalnya. Meskipun anti integrasi telah menjadi ciri khas PCF Prancis pada tahun 1980an hingga 1990an, ia memperlemah penentangannya terhadap Eropa selama partisipasi pemerintahnya di pemerintahan Perdana Menteri Lionel Jospin tahun 1997.290 Namun demikian, partai tersebut kembali ke platform anti-Eropa setelah kalah dalam pemilihan 2002 dan membentuk resolusi bersama Jean-

288Luke March,2011, Radical Left Parties in Europe, London: Routledge, hlm. 130.289Ibid., hlm. 105.290David Bell, “The French Extreme Left and Its Suspicion of Power”, dalam

Left Parties in National Governments, 2010, Basingstoke: Palgrave Macmillan, hlm. 40.

Page 208: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

198 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Luc Mélenchon. 291Partai Folkeparti (Partai Sosialis Rakyat), juga menganjurkan penarikan dari Masyarakat Ekonomi Eripa sampai pertengahan 1980an, namun secara signifikan bersikap lunak di tahun-tahun berikutnya untuk membedakan dirinya dari pesaing radikal Red-Green Alliance (Enhedslisten - De Rød-Grønne) dan untuk menarik pemilih.292

1. Yunani

Syriza di Yunani adalah contoh kasus karena semakin menentang integrasi Eropa selama bertahun-tahun: Pada masa-masa awal tahun 1980an dan 1990an, pendahulu SYRIZA pada awalnya sangat mendukung integrasi Eropa. Namun, pada tahun 2000an mereka menjadikan sikap anti integrasi sebagai inti program. Sikap anti integrasi yang dikombinasikan dengan status orang asing membuat partai tersebut sebagai kandidat terdepan dalam sentiment anti disiplin fiskal di Yunani saat mereka memenangkan pemilihan Januari 2015. Namun, keputusan terakhir Aléxis Tsípras untuk menerima dana talangan lain disertai dengan serangkaian langkah-langkah penghematan pada bulan Juli dan Agustus 2015, telah menunjukkan bahwa Syriza, sampai batas tertentu, bersedia melampaui oposisi prinsipnya terhadap Uni Eropa. Pada Juli 2015 tersebut, Tsipras mencetuskan referendum kepada rakyat Yunani. Referendum itu sejatinya memberi pilihan kepada rakyat Yunani untuk menyetujui atau menolak proposal Komisi Eropa, Bank Sentral Eropa, dan Dana Moneter Internasional (IMF). Dia mendesak rakyat Yunani memilih ‘Tidak’ agar pemerintah memiliki posisi tawar yang kuat untuk memulai negosiasi dengan pihak kreditur. Nyatanya, Tsipras

291March Luke, op.cit., hlm. 68.292Ibid., hlm. 103.

Page 209: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

199Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

harus mengakui keunggulan kubu ‘Ya’ yang memilih pemerintah menerima dana talangan. Melihat realitas tersebut, Tsipras memecat sejumlah menteri sayap kiri dalam perombakan kabinetnya, Jumat (17/7/2015), menyusul pemberontakan di tubuh partainya terhadap kesepakatan dana talangan baru yang disepakati pada pekan ini. Sejumlah menteri yang dipecat antara lain adalah Menteri Energi Panagiotis Lafazanis dan dua wakil menteri lainnya. Tsipras tengah berupaya membersihkan upaya pemberontakan di Partai Syriza setelah 39 anggota parlemen dari partai tersebut menolak mendukung pemerintah terkait dana talangan baru yang penuh dengan syarat ketat dari kreditor Eropa, seperti pengurangan belanja negara, reformasi pensiun, dan peningkatan pajak. Meskipun demikian, susunan menterian di lembaga perekonomian utama negara ini tidak berubah. Kementerian Keuangan tetap dipimpin oleh Euclid Tsakalotos yang baru beberapa pekan dilantik menggantikan Yanis Varoufakis. Sementara, Menteri Ekonomi tetap dipegang George Stathakis. Tsipras mengganti Menteri Tenaga Kerja, Panos Skourletis, salah satu menteri yang disebut-sebut sekutu terdekatnya. Menteri Reformasi Administrasi, George Katrougalos akan mengambil alih di kementerian tersebut. Tsipras juga mengganti Menteri Energi, Lafazanis, yang juga merupakan pemimpin Platform Kiri Syriza, sebuah faksi yang sangat menentang dana talangan dalam partai tersebut. Dengan turunnya Lafazanis, Tsipras akan bertanggung jawab langsung terhadap sejumlah masalah privatisasi lembaga energi Yunani yang sensitif, yang juga menjadi syarat dalam dana talangan tersebut. Selain Lafazanis, wakil menteri tenaga kerja, Dimtris Stratoulis dan wakil menteri pertahanan, Costas Isychos juga kehilangan posisi mereka. Stratoulis digantikan oleh Pavlos Chaikalis, mantan aktor dari mitra koalisi sayap kanan Syriza, The Independent Greeks. Sementara, mantan wakil menteri keuangan, Nadia Valavani, yang

Page 210: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

200 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

juga menentang dana talangan, mengundurkan diri awal pekan ini sebelum pemungutan suara parlemen. Valavani digantikan oleh Tryfon Alexiadis, anggota terkemuka dari serikat ahli pajak Yunani. Selain itu, Christoforos Vernardakis, seorang akademisi terkemuka di Yunani, akan menjabat sebagai Wakil Menteri Pertahanan, sementara anggota parlemen dari Syriza, Olga Gerovasili dilantik sebagi juru bicara pemerintah yang baru.

Lalu, pada 15 Agustus 2015, menteri keuangan negara-negara anggota zona mata uang euro sepakat mengucurkan dana talangan sebesar 86 miliar euro atau Rp1.260 triliun untuk Yunani dalam kurun tiga tahun mendatang. Sebagai gantinya, Uni Eropa menuntut serangkaian persyaratan ketat, seperti pemangkasan anggaran belanja pemerintah, kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) yang membuat pajak makanan dan restoran menjadi 23%, pajak energi dan air menjadi 13%, dan pajak obat serta buku menjadi 6%. Perdana Menteri Yunani Alexis Tsipras kemudian mengumumkan pengunduran diri dari jabatannya pada Agustus 2015 sembari menyerukan digelarnya pemilihan umum dini. Tsipras mengundurkan diri karena dia kehilangan suara mayoritas di parlemen setelah sejumlah anggota partainya sendiri, Partai Syriza, tidak mendukung kebijakannya. Dalam pemungutan suara mengenai dana talangan di parlemen, sebanyak 43 orang dari 149 anggota parlemen fraksi Syriza menentang atau memilih abstain. Tsipras praktis mengandalkan suara oposisi saat memutuskan menerima dana talangan. Tsipras, yang baru terpilih sebagai perdana menteri pada Januari 2015, mengaku dirinya memiliki kewajiban moral untuk menuju ke tempat pemungutan suara setelah gagal memenuhi janjinya menolak proposal pengucuran dana talangan dari Komisi Eropa, Bank Sentral Eropa, dan Dana Moneter Internasional (IMF). Perdana Menteri Alexis Tsipras

Page 211: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

201Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

mengumumkan kabinet baru Yunani, Selasa (22/9/2015). Tsipras dipercaya kembali memimpin Yunani setelah sempat mengundurkan diri dari jabatan PM pada Agustus 2015. Dalam kabinet baru ini, Tsipras masih mempercayakan jabatan Menteri Keuangan kepada Euclid Tsakalotos, seorang ekonom sayap kiri yang bertekad mempertahankan Yunani di zona euro. Panos Kammenos, tokoh yang memimpin partai sayap kanan, sekali lagi menjadi Menteri Pertahanan. Nikos Kotzias kembali menjadi Menteri Luar Negeri, dan urusan keimigrasian juga masih dipegang Yanis Varoufakis.

2. Denmark

Pada tahun 2009, partai politik berhaluan kiri seperti the Social Democrats (SD), the Socialist People’s Party (Socialistisk Folkeparti/SF), the Radical Liberals (Radikale Vens tre2/RV) and the Red-Green Alliance Unity List (RGA) mengembangkan kemitraan yang erat untuk menggantikan pemerintah borjuis kanan. Kemitraan dimulai dengan kesepakatan kerja sama antara SD dan SF. Peran penting kaum Sosial Demokrat dalam pembangunan negara kesejahteraan Denmark di abad ke-20 menjadikan Partai Demokrat Sosial sebagai satu-satunya partai kelas pekerja Denmark yang benar-benar hebat selama periode tersebut - terutama setelah Perang Dunia Kedua, ketika Demokrat Sosial menjadi Partai yang menentukan politik Denmark. Pada umumnya, partai borjuis sayap kanan, khususnya Konservatif dan Liberal, bersedia melestarikan negara kesejahteraan Denmark, meskipun dengan enggan, karena mereka menikmati dukungan yang luar biasa dari penduduk Denmark untuk menjaga negara kesejahteraan.

Konsensus parlemen kanan-kiri ini efektif pecah pada dekade pertama abad baru oleh pemerintahan borjuis Anders

Page 212: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

202 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Fogh Rasmussen yang mulai berkuasa pada tahun 2001 dengan dukungan dari Partai Rakyat Denmark sayap kanan ekstrim (Dansk Folkeparti / DF ). Pemerintah memotong pengeluaran sektor publik secara besar-besaran, terutama di sektor rumah sakit. Hanya dalam kasus yang jarang terjadi, pemerintah mencari konsensus dengan SD dan RV dan lebih jarang lagi dengan SF. Salah satu contohnya adalah kesepakatan pertahanan pada tahun 2009, untuk peningkatan anggaran militer. Situasi parlementer ini turut mendorong pengembangan kerjasama antara SD dan SF, untuk pertama kalinya dalam politik Denmark. Sebelumnya, Demokrat Sosial lebih suka menjalin koalisi dengan RV yang beraliran kiri-liberal. Namun, kebijaka Sosial Demokrat yang baru ini juga merupakan reaksi pragmatis atas hilangnya dukungan partai selama 10 sampai 15 tahun terakhir. Ini sangat penting untuk menyesuaikan diri dengan ketentuan monetaris Uni Ekonomi dan Moneter (EMU) dan diadopsinya kebijakan neoliberal, seperti privatisasi sektor publik. Bagi sebagian penduduk Denmark, tidak ada lagi perbedaan antara kebijakan Demokrat Sosial dan partai borjuis yang berkaitan dengan dukungan terhadap sistem kesejahteraan. Faktor penting lainnya kebijakan baru partai adalah meningkatnya aktivitas serikat pekerja selama tahun-tahun sebelumnya untuk kenaikan upah, dan kesetaraan pendapatan di sektor publik dan swasta, disertai dengan munculnya gerakan sosial melawan pemotongan kesejahteraan masyarakat, yang telah memberikan keuntungan bagi SF dengan mengorbankan SD. Gerakan sosial ini masih cukup kuat arus bawahnya. Kerusuhan sosial adalah perkembangan baru di Denmark, karena tidak ada tindakan serikat pekerja atau gerakan sosial yang meluas di Denmark sejak tahun 1985. Gerakan serikat buruh yang sangat terpusat dibangun oleh Partai Sosial Demokrat karena persamaan visi di abad ke-19. Namun serangan neo-liberalisme merusak serikat

Page 213: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

203Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

pekerja, mengurangi keanggotaan mereka, dan melemahkan posisi mereka, meskipun mereka masih cukup kuat dibandingkan negara-negara di luar Skandinavia.

Daya tarik SF bagi pekerja publik, mengingat dukungan SD yang melemah sejak tahun 1990an. Namun, hal itu tidak berarti bahwa para pekerja ini sekarang telah diradikalisasi atau dipindahkan lebih jauh ke kiri. Pertanyaan besarnya adalah harapan konkret mereka terhadap pemerintah pusat-kiri yang baru. Sebuah survei jajak pendapat pada bulan Januari 2010 tentang calon pemilih SF, sekitar 18-19% pemilih, tidak ragu mengenai harapan tersebut, terlepas dari kompromi SF terhadap beberapa kebijakan sebelumnya. Dengan demikian muncul ketergantungan baru antara SD dan SF, dengan yang pertama bergantung pada SF untuk menarik pemilih, sementara kemitraan itu sendiri meningkatkan pemungutan suara di SF, karena memberikan kredibilitas sebagai partai pemerintah di masa depan. Di sisi lain, kemitraan baru ini berarti bahwa SF menyesuaikan diri dengan banyak posisi Sosial Demokrat, yang memegang risiko untuk menentukan posisinya.

Radikalisasi berkontribusi pada perpecahan pertama dan satu-satunya di SF, ketika memenangkan 20 kursi dari 179, menyusul keberhasilan besar pertamanya dalam pemilihan tahun 1966. Partai lalu memutuskan untuk mendukung pembentukan pemerintah Sosial Demokrat , akan tetapi tanpa kursi kabinet SF, karena resistansi internal terhadap langkah tersebut. Ketika pada tahun 1967 partai mendukung suspensi pemerintah atas biaya tunjangan hidup bagi pekerja, terjadi keributan dalam partai tersebut, termasuk kelompok parlementernya. Pada sebuah konferensi luar biasa, sayap radikal mendapat dukungan hampir setengah dari delegasi, yang menyebabkan perpecahan dan pembentukan Sosialis Kiri (Venstre-socialisterne/ VS), sebuah partai Kiri Baru. Dalam

Page 214: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

204 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

pemilihan parlemen di awal 1968, VS memenangkan 4 kursi, sementara SF turun menjadi 11.

Sejak tahun 1960an, SF telah bercita-cita untuk membentuk pemerintahan dengan SD. Hal ini mempengaruhi kebijakan SF, terkadang sampai tingkat yang luar biasa. Kadang-kadang, partai mampu menarik banyak dukungan dalam pemilihan parlemen terutama setelah tahun 1966, pada tahun 1987 (27 kursi) dan 1988 (24 kursi namun kemudian turun lagi perolehannya, biasanya karena adanya pergeseran posisi Social Democratic, dengan maksud meletakkan dasar untuk kerja sama di masa depan. Pada tahun 1993, misalnya, SF mendukung kompromi Kesepakatan Edinburgh, setelah mendukung Perjanjian Denmark terhadap Perjanjian Maastricht pada tahun 1992. Hal ini menyebabkan kerugian parlemen pada Pemilu 1994 (turun menjadi 13 kursi) dan membuka jalan bagi sebuah Formasi partai baru atas dasar aliansi longgar yang disebut Red-Green Unity List (RGA), yang telah memenangkan 6 kursi dalam pemilihan. Namun, penurunan tersebut telah dimulai pada pemilihan sebelumnya pada tahun 1990, ketika SF hanya memiliki 15 kursi, mungkin sebagai efek samping dari runtuhnya Blok Soviet.

Dalam hal ini, RGA dibentuk pada 1989 dengan komposisi yang terdiri atas partai-partai kiri revolusioner serta komunis yang merasa perlu untuk bekerja sama, dalam sebuah menjadi aliansi atau partai baru, dengan ruang untuk keragaman dan kecenderungan yang berbeda. Dasar utama untuk ini adalah reformasi politik DKP di akhir tahun 1980an. RGA mengikuti ideologi Marxis. Memandang diri sebagai partai akar rumput, dan bekerja untuk sebuah masyarakat yang berbasis sosialisme dan ekologi demokratis. Partai ini menentang kapitalisme dan globalisasi neo-liberal. RGA adalah partai yang paling kiri di Parlemen Denmark, yang masuk

Page 215: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

205Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

pada pemilihan pada tahun 1994, memenangkan 6 kursi. Pada pemilihan tahun 2007, memperoleh 2,2% suara dan 4 anggota parlemen. Dalam pemilihan lokal pada bulan November 2009, mereka memiliki wakil pada 16 anggota dewan regional dan lokal, dan satu wakil walikota di Kopenhagen.

3. Finlandia

Perdana Menteri merupakan kepala pemerintahan, sebuah posisi yang dicalonkan oleh Presiden selaku kepala negara. Menurut konstitusi 2000, Presiden mengajukan calon kepala pemerintahan sesudah partai-partai di parlemen menyepakati komposisi kabinet dan program-program pemerintahan. Seorang kandidat Perdana Menteri harus memperoleh dukungan mayoritas absolut suara parlemen. Jika suara tidak tercapai, maka harus dilakukan negosiasi ulang mengenai komposisi dan program pemerintahan. Selanjutnya, kandidat yang disepakati diajukan oleh kepala negara dan harus memperoleh dukungan absolut parlemen. Jika tetap tidak memperoleh suara yang dimaksud, maka parlemen mengadakan pemilihan kandidat kepala pemerintahan dan hasilnya akan disahkan oleh Presiden.

Prosedur di atas pertama kali digunakan untuk memilih Anneli Jäätteenmäki sebagai Perdana Menteri pada tahun 2003. Sebelum Konstitusi baru mulai berlaku, kekuasaan formal menunjuk Perdana Menteri dan kabinet merupakan hak istimewa Presiden, dengan diskresi yang bisa menyimpang dari prinsip-prinsip parlementer, walaupun menteri yang ditunjuk harus memiliki kepercayaan lembaga perwakilan. Meskipun Perdana Menteri adalah salah satu tokoh politik terkemuka di negara tersebut, dia tidak sekuat rekan-rekannya di Eropa utara. Hal ini terutama karena tidak ada partai yang memiliki kesempatan realistis

Page 216: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

206 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

untuk memenangkan mayoritas, dan sangat sulit bagi kelompok sosialis dan non-sosialis untuk membentuk sebuah pemerintahan sendiri. Perdana Menteri biasanya memimpin koalisi besar dari 3 partai atau lebih. Kabinet mengikuti sebuah platform pemerintah yang disepakati oleh partai-partai yang berpartisipasi.

Aliansi Kiri (Vasemmistoliitto / VAS) adalah koalisi aliran kiri di Finlandia. Dalam pemilihan parlemen terakhir, partai tersebut memenangkan 8,13% suara dan 14 kursi di parlemen dari 200 kursi parlemen yang diperbutkan, turun dari 17 kursi 4 tahun sebelumnya. Partai ini didirikan pada tahun 1990 oleh gabungan the Communist Party of Finland (CPF) dengan Democratic League for the Finnish People (DLFP). Keduanya telah berpisah pada tahun 1980an, karena CPF terkait dengan jalur pro-Soviet, sementara DLFP bergerak dalam arah spectrum komunisme di Eropa. Kelompok kiri lainnya, the Democratic Alternative, juga bergabung dengan Aliansi. Ketika Uni Soviet masih eksis, kalangan kiri di Finlandia telah bekerja sama erat dengan sistem negara tersebut, dan sampai batas tertentu berada di bawahnya. Terutama untuk generasi yang lebih tua, sosialisme tetap berarti sosialisme Soviet, sehingga penggunaan istilah sosialis tradisional masih menjadi tabu bagi banyak orang. Dalam platform partainya, Aliansi Kiri dengan hati-hati mendefinisikan dirinya sebagai “partai red-green dengan nilai fundamental, yaitu kebebasan, pembangunan berkelanjutan, dan kesetaraan.” Dalam definisi itu, “green” tentu mengacu pada masalah lingkungan, sementara “red” berarti tradisi gerakan buruh, namun juga, dalam arti yang lebih luas, tuntutan akan keadilan sosial. Partai tersebut mendukung model negara kesejahteraan dengan tunjangan atas layanan kesehatan, keperawatan, dan pendidikan oleh negara dan tunjangan pengangguran terkait pendapatan, serta jaminan sosial untuk semua orang.

Page 217: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

207Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

Partai CFP bergerak di bawah tanah sampai akhir Perang Dunia Kedua. Sementara itu, DLFP didirikan setelah perang berfungsi sebagai organisasi pemilihan CPF, dan sebagai front rakyat berbasis luas. Ini mendapat dukungan pemilihan yang signifikan, dan bahkan pada saat itu menjadi partai terkuat di Finlandia. Namun, pada akhir tahun 1960an, CPF / DLFP terjerumus ke dalam konflik internal yang menimbulkan faksi akut antara golongan moderat (yang mengkompromikan garis partai termasuk terlibat dalam pemerintahan), dan mereka yang ingin melanjutkan politik oposisi, yang disebut minoritas atau garis keras. Pada pertengahan 1980-an, CPF/DLFP akhirnya terbelah menjadi dua kekuatan politik yang saling bersaing dalam pemilihan.

Untuk itu pada tahun 1990 kemudian dibentuk VAS yang menyatukan kembali kekuatan golongan kiri. Partai baru ini berusaha menyatukan dan mereformasi kelembagaan yang telah terguncang oleh jatuhnya sistem sosialis. Namun, upaya menyatukan berbagai kelompok juga menyebabkan konflik internal lanjutan: perpecahan antara garis keras dan sayap reformis yang lebih banyak diwariskan dari gerakan lama. Ini terwujud sebagai prasangka yang tidak dapat diatasi, dan berakibat pada perselisihan seberapa besar kompromi yang mungkin dilakukan partai tersebut. Konflik internal partai sampai pada tahap akut ketika resesi awal tahun 1990an menghasilkan kemenangan pemilihan bagi politisi kiri di Finlandia pada tahun 1995. VAS mengambil bagian dalam apa yang disebut “Pemerintah Pelangi” (Rainbow Government) bersama dengan Demokrat Sosial, Partai Hijau , Partai Swedia dan Partai Koalisi Nasional yang moderat-konservatif, yang memerintah dari tahun 1995 sampai 2003. Sementara di pemerintahan, VAS bersedia berkompromi karena menerima kebijakan pengurangan bantuan sosial dan pemotongan tunjangan anak.

Page 218: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

208 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Selama tahun 1990an, dukungan untuk VAS stabil pada kisaran 10-12%, namun sejak itu turun menjadi di bawah 9%. Krisis yang disebabkan oleh kekalahan pemilihan tahun 2003, dan hilangnya kredibilitas, memuncak dalam pengunduran diri dua pemimpin partai dan reformasi organisasi partai. Setelah tak lagi bergabung dengan pemerintahan dan orang-orang mulai menuntut lebih banyak politik sayap kiri, beberapa pemimpin serikat pekerja, termasuk seorang mantan sekretaris partai yang bertindak sebagai arsitek kerja sama pemerintah, mengundurkan diri dari partai. Pada musim gugur tahun 2009, anggota parlemen berusia 32 tahun Paavo Arhinmäki, terpilih sebagai ketua partai tersebut.

Esko Tapani Aho terpilih menjadi Perdana Menteri untuk masa bakti 1991-1995. Aho pertama kali terpilih menjadi anggota parlemen pada tahun 1983. Ia menjadi Ketua the Center Party pada tahun 1990, sebuah jabatan yang ia pegang sampai tahun 2002. Partai tersebut adalah satu dari 3 partai politik besar di Finlandia. Dalam usia 36 tahun, ia menjadi Perdana Menteri paling muda dalam sejarah Finlandia. Ia memimpin koalisi pemerintahan yang tersusun atas the Centre Party, the National Coalition Party, the Christian Democrats, dan the Swedish People’s Party. Partai Aho sendiri, mendapatkan sebagian besar dukungannya dari daerah pedesaan, adalah yang paling menentang keanggotaan Uni Eropa. Perhatian terbesar mereka adalah situasi pertanian, namun mereka diyakinkan untuk mendukung keanggotaan karena diplomasi perdana menteri. Finlandia mengajukan keanggotaan Uni Eropa pada tanggal 16 Maret 1992 dan sebuah referendum diadakan dua setengah tahun kemudian. Pemerintahan Aho juga menghadapi depresi ekonomi yang mendalam pada awal 1990an. Meskipun terjadi kenaikan utang nasional yang tajam, pemerintah Aho menerapkan disiplin fiskal ketat yang membuatnya tidak populer.

Page 219: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

209Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

Hal ini menyebabkan turunnya perolehan suara dalam pemilihan tahun 1995 dan menempatkan the Center Party sebagai oposisi selama 8 tahun kemudian. Paavo Tapio Lipponen, ketua the Social Democratic Party of Finland, kemudian menjadi Perdana Menteri (1995-2003). Lipponen membentuk kabinet 5 partai termasuk partai kanan dan kiri. Namun, kebijakan ekonomi Lipponen didominasi oleh sayap kanan. Tugas utama kabinet adalah mengurangi jumlah pengangguran. Kebijakan fiskal ketat memungkinkan partisipasi Finlandia dalam mata uang tunggal Eropa, yang mengakibatkan diperkenalkannya Euro pada tahun 1999. Perdagangan luar negeri meningkat di atas rata-rata Eropa 1995-1999. Konstitusi baru disahkan dan mulai berlaku pada tanggal 1 Maret 2000. Lipponen memimpin kampanye SDP pada tahun 1999 yang memperoleh dukungan suara minimal, namun SDP tetap menjadi partai terbesar di parlemen. Koalisi yang dibentuk pada tahun 1995 diperbaharui. Selama kabinet Lipponen kedua, dia menjadi Presiden Uni Eropa selama 6 bulan dan menjalankan kebijakan pro-integrasi dan pro-ekspansi.

Selanjutnya, Anneli Tuulikki Jäätteenmäki dalam masa singkat menjadi Perdana Menteri (7 April 2003-24 June 2003), dan sekaligus perempuan kepala pemerintahan pertama dalam sejarah Finlandia. Pemilu 2003, sedikit mengangkat pamor the Centre Party of Finland, mengalahkan the Social Democratic Party of Finland. Menurut konstitusi baru, yang berlaku untuk pertama kalinya setelah pemilihan ini, Jäätteenmäki diberi kesempatan pertama untuk membentuk kabinet baru. Setelah negosiasi berhasil menyusun format pemerintahan dengan the Social Democrats dan the Swedish People’s Party. Anneli Jäätteenmäki mengundurkan diri pada tanggal 18 Juni 2003, mendapat tekanan akibat tuduhan bahwa dia telah berbohong kepada Parlemen dan publik mengenai

Page 220: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

210 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

bagaimana dia mendapatkan dokumen rahasia Kementerian Luar Negeri yang dia gunakan untuk tujuan politik selama kampanye pemilihan. Dia mengundurkan diri sebagai pemimpin Center Party. Menteri Pertahanan Matti Vanhanen terpilih sebagai pemimpin partai baru pada 5 Oktober, dan dia menggantikannya sebagai Perdana Menteri. Vanhanen juga terpilih sebagai ketua the Center Party. Pemerintahnya memotong pajak penghasilan dari 35,5% menjadi 33,5% pada tahun 2005 dan 32,5% di tahun 2006 (menghasilkan sekitar 55% jumlah tarif pajak setelah pajak pemerintah daerah dan jaminan sosial). Tarif pajak perusahaan juga turun menjadi 26% dan capital gain menjadi 28% (keduanya sebelumnya 29%), meski pada saat bersamaan dividen sebagian dibuat kena pajak. Vanhanen mengatakan dia bersedia melanjutkan pemotongan pajak.

Setelah pemilihan Maret 2007, the Center Party masih menjadi partai terbesar walaupun kehilangan 4 kursi. Namun rekan koalisi mereka, SDP, kehilangan 8 kursi dan Partai Koalisi Nasional kanan tengah memperoleh 10 kursi. Kabinet kedua Vanhanen dibentuk dengan mitra kecil the Green League dan the Swedish People’s Party.

Pemilihan parlemen tahun 2011 menciptakan situasi politik baru di Finlandia dan pukulan bagi VAS. Pecundang terbesar adalah the Center Party pimpinan Perdana Menteri Mari Kiviniemi yang liberal, yang memperoleh dukungan minimal. Alasan utamanya adalah korupsi politik di sekitar partai tersebut, yang telah diungkap selama dua sampai tiga tahun sebelumnya. Sementara itu, VAS mengalami kemunduran, turun menjadi 8,1dan kehilangan tiga kursi dan seluruhnya hanya memperoleh 14 kursi. Namun, di distrik pemilihan Helsinki, partai tersebut meningkatkan kepemilikannya dari 6,8% menjadi 10,4% suara, dan Ketua Partai

Page 221: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

211Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

Arhinmäki mendapat suara terbanyak dari kandidat manapun di Distrik Helsinki (17.099 suara. Anggota parlemen baru terdiri dari 8 pria dan 6 wanita, yang 6 diantaranya berusia kurang dari 40 tahun. Pandangan umum kelompok ini lebih kiri daripada sebelumnya.

Pemenang pemilihan yang sesungguhnya adalah True Finns, yang beraliran nasionalis, yang mendapat 19% suara (+14,9%) dan 39 kursi (+34) di parlemen dengan kapasitas 200 kursi. Partai ini secara konsisten menjadi penentang utama pemerintahan koalisi yang dikendalikan oleh Demokrat Sosial, yang selama 30 tahun terakhir memegang monopoli kekuasaan politik. Karena situasi itu, maka ketertarikan orang terhadap politik cenderung rendah yang tercermin dalam partisipasi pemilih. Partai True Finns sendiri mengusung ideologi kanan, akan tetapi cenderung mengadopsi program-program yang jauh bersifat sosialis. Timo Soini, Ketua Partai saat itu, meminta semua kalangan menerima hasil pemilu sambil menyebut bahwa era baru bagi negaranya telah dimulai. True Finns merupakan partai yang menentang pemberian bailout atau dana talangan kepada sesama negara Uni Eropa yang terkena krisis. Belakangan, Timo Soini bersama partainya juga bersuara keras menentang rencana Uni Eropa memberikan dana talangan untuk membantu menyelamatkan ekonomi Portugal dari kebangkrutan. Kemenangan partai sayap kanan Finlandia ini diperkirakan bakal berpengaruh pada kebijakan dana talangan Uni Eropa terhadap Portugal. Sebelumnya, Uni Eropa telah melemparkan sinyal bakal menolong Portugal yang kini sedang dilanda krisis ekonomi. Namun, Partai True Finn telah melemparkan sinyal bakal menentang rencana bailout. Kemenangan partai yang kritis terhadap bailout ini, diperkirakan akan mempengaruhi kebijakan

Page 222: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

212 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

dana talangan di dalam Uni Eropa. Apalagi Finlandia punya hak veto untuk menentang.

4. Islandia

Ketika monarki konstitusional diperkenalkan di Denmark pada tahun 1849, Islandia masih merupakan bagian dari Kerajaan Denmark. Reformasi 1849 memberikan kekuasaan legislatif ke parlemen Denmark yang baru, namun berbagi kekuasaan dengan Raja selaku kepala negara yang harus menyetujui semua undang-undang dengan pengesahan. Raja juga mengendalikan penunjukkan menteri sampai tahun 1901. Penghapusan absolutisme di Denmark memicu tuntutan akan otonomi politik yang lebih besar bagi Islandia. Pemimpin pergerakan kemerdekaan Islandia berpendapat bahwa sebagai negara yang terpisah, Islandia harus memiliki parlemen dan pemerintahan sendiri. Pada tahun 1845 parlemen setempat (Alþingi) dipulihkan namun hanya sebagai badan konsultatif tanpa kekuasaan. Kemudian pada tahun 1874 Alþingi diberi kekuasaan legislatif dalam urusan dalam negeri Islandia. Raja selaku kepala negara masih mempertahankan hak veto, dan Islandia tetap berada di bawah kekuasaan administratif Denmark. Tetapi bagi kaum nasionalis Islandia, reformasi terlalu terbatas sehingga mereka menuntut lebih banyak otonomi. Namun, ketika itu tuntutan tidak mencakup pelaksanaan demokrasi parlementer.

Perlu dicatat bahwa penerapan demokrasi parlementer di Islandia dan Denmark merupakan hasil persaingan kekuasaan antara raja dan mayoritas parlemen di majelis rendah Denmark (Folketing), di mana Islandia tidak memiliki perwakilan. Akhirnya, Raja mengakui pada tahun 1901 bahwa para menteri membutuhkan dukungan dari mayoritas parlemen. Setelah konsesi ini raja memiliki peran politik yang tidak signifikan. Titik balik

Page 223: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

213Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

terakhir dalam hal ini ketika pada tahun 1920 Raja Christian X menolak menyetujui susunan kabinet. Hal ini menyebabkan krisis konstitusional yang serius. Krisis dapat dipecahkan saat raja menyerah dan bersedia menerima kenyataan hanya menjadi kepala negara belaka dengan fungsi simbolis.

Penerapan demokrasi parlementer di Denmark menghasilkan kekhawatiran baru bagi pemimpin parlemen Islandia. Perubahan tersebut menelanjangi kekuasaannya untuk membuat keputusan independen mengenai ratifikasi undang-undang dan pengangkatan menteri. Kekuasaan raja yang surut membuat kaum nasionalis Islandia memperbesar tuntutan akan otonomidengan akibat bahwa otonomi khusus Islandia tercapai pada 1904. Seperti Denmark, Islandia juga mengadopsi demokrasi parlementer. Perdana Menteri adalah kepala pemerintahan yang mendapat dukungan anggota parlemen. Sejak saat itu hampir semua menteri Islandia juga pernah menjadi anggota parlemen. Namun, otonomi khusus tidak mengubah fakta bahwa undang-undang Islandia masih harus diratifikasi oleh raja Denmark, yang pada gilirannya harus mempertimbangkan pendapat kabinet Denmark. Orang Islandia terus membenci hal ini, dan terus mendesak kemerdekaan dari Denmark. Pada tahun 1918 Islandia akhirnya menjadi negara berdaulat meski bukan republik. Raja Denmark diakui sebagai kepala negara. Dengan kedaulatan pada tahun 1918 dan kemerdekaan penuh pada tahun 1944, masyarakat Islandia mulai berubah, masyarakat pertaniannya semakin industrial, dan menyebabkan perubahan cepat dalam gaya hidup. Sistem partai orang Islandia tidak kebal terhadap perubahan struktur sosial ini.

Pasca kemerdekaan, sistem kepartaian berkembang dengan cepat dari aliansi parlemen yang diatur secara longgar menjadi partai-partai yang terorganisasi dengan baik. Menjelang akhir

Page 224: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

214 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

1930an transformasi ini selesai. Pada saat yang sama tantangan ekonomi yang dipresentasikan oleh Great War, dan kemudian Great Depression, meletakkan fondasi sistem yang ditandai oleh tingkat kontrol publik terhadap ekonomi yang tinggi. Selanjutnya, sampai akhir 1960-an ekspor perikanan mencapai hampir 90% dari total ekspor. Saat ini, jika dibandingkan, nilai ekspor perikanan dari total pendapatan ekspor sekitar 30%.

Pada tahun 1930-an, serikat pekerja berhasil mendapatkan konsesi dari pengusaha yang membuat keanggotaan serikat wajib bagi semua pekerja. Gerakan serikat Islandia, seperti yang Denmark, diatur di sekitar kerajinan dibandingkan sektor yang lain. Namun, terlepas dari keanggotaan serikat pekerja, gerakan serikat pekerja tetap agak terdesentralisasi sampai tahun 1990an. Struktur desentralisasi merupakan kerugian bagi munculnya neo-korporatisme, yang selama ini dianggap sebagai salah satu ciri model Skandinavia bersamaan dengan tradisi pemerintah minoritas. Berbeda dengan neo-korporatisme yang muncul di beberapa negara Skandinavia pada akhir 1930an, Islandia mengembangkan sebuah model di mana sebagian pendapatan disishkan untukmenghadapi fluktuasi ekspor, yang terkait dengan permintaan tenaga kerja yang besar, kenaikan biaya tenaga kerja atau kerugian serta kondisi pasar internasional. Model ini mengandalkan kontrol modal, indeksasi upah, pengendalian harga, subsidi pertanian serta kontrol impor dan ekspor. Kemudian devaluasi menjadi instrument tambahan. Hal ini memberi pemerintah kekuatan besar atas ekonomi untuk mencapai stabilitas ekonomi. Tetapi fungsi sistem juga sangat bergantung pada kompromi antara partai politik, baik selama pembentukan koalisi maupun dalam eksistensi mereka. Secara kasar, dapat dikatakan bahwa the Independence Party, biasanya mewakili kepentingan pemilik bisnis; the Progressive Party mewakili

Page 225: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

215Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

kepentingan petani, koperasi dan daerah pedesaan; Sedangkan partai-partai kiri berusaha mewakili gerakan buruh.

Sejak 1959, Islandia memiliki sistem pemilu proporsional dengan ambang batas 5%. Sistem ini menggantikan sebuah sistem yang menggabungkan ciri-ciri mayoritas dan proporsional yang menghasilkan sistem partai yang terdiri dari 4 partai. Sejak awal 1930an, partai politik terbesar adalah the Independence Party (beraliran tengah). Partai terbesar kedua adalah the Progressive Party yang berakar di daerah pedesaan serta diikuti oleh 2 partai kecil: People´s Party dan the People´s Alliance (dahulu Partai Sosialis). Dari tahun 1983, 5 atau 6 partai selalu diwakili dalam Alþingi.

Sebelum 1999, the Progressive Party dan the People ‘s Alliance selalu menjalankan peran utama dalam menentukan koalisi. Tanpa peran salah satu partai itu, the Independence Party tidak dapat merumuskan koalisi. Oleh sebab itu, the Progressive Party and the People´s Party selalu menjadi mitra koalisi hingga tahun 1942. Tapi sejak saat itu kedua partai tersebut tidak pernah meraih suara mayoritas di parlemen. Itu berarti mereka harus memasukkan politisi kiri ke dalam koalisi mereka atau bernegosiasi dengan the Independence Party. Pada puncak Perang Dingin, kaum krii tidak dianggap sebagai mitra koalisi yang menarik, karena mereka menentang keanggotaan NATO dan bersimpati kepada Soviet. Ini memastikan bahwa the Independence Party mendominasi pemerintahan dari tahun 1944 sampai 1956 dan juga pada tahun 1959 sampai 1971.

Pada pemilu 1971 dan 1974, pemilu parlemen telah melahirkan kekuatan partai kiri (Party of Liberals dan Leftists) yang meraih suara terbanyak dalam pemilu. Ini menunjukkan fragmentasi partai kiri, tetapi 1983-1993, kekuatan politisi kiri diwakili oleh 4 partai di parlemen. Namun demikian, gabungan

Page 226: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

216 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

keempat partai itu tak cukup menandingi the Indendence Party, yang nyaris mendekati komposisi 40% suara. Memasuki dekade 1980-an, suara partai-partai kiri merosot dari 25% hingga 20%. Pada pemilu 1999, keempat partai kiri membangun aliansi dalam menghadapi pemungutan suara dan tergabung dalam the Social Democratic Alliance. Akan tetapi kalangan kiri radikal dan paham lingkungan menolak bergabung dalam aliansi ini. Mereka memilih mandiri dengan membentuk Left-Green-Movement. Pemilu 1999 sendiri menghasilkan suara 26% untuk the Social Democratic Alliance, dan 9% untuk Left-Green-Movement. Sementara the Liberal Party menduduki peringkat ketiga dengan suara 7%. Sebaliknya, the Independence Party meraih suara terbanyak dalam 25 tahun terakhir (40,5%). Antara 1999-2013, kelima partai itu selalu memperoleh wakil di parlemen. Pada pemilu 2013, 6 partai mengirimkan wakil rakyat, dan suara the Independence Party dan the Social Democratic Alliance masing-masing 24% dan 12%, merosot jika dibandingkan pemilu 1999.

Perdana Menteri Geir Haarde, yang telah memerintah selama krisis finansial, dipecat dari jabatan kurang dari seminggu kemudian. Namun, demonstrasi di Reykjavík terus berlanjut sepanjang tahun ini, karena pemerintah berikutnya juga berusaha mengendalikan warga Islandia untuk bertanggung jawab atas sebagian dari hutang yang diakumulasikan oleh bank-bank yang gagal. Pada akhirnya, kreditur asing dipaksa untuk menerima kerugian sebagian besar hutang perbankan, sebuah solusi yang paling tidak biasa untuk menghadapi tahun 2008 (seperti yang terus kita lihat dalam krisis zona euro hari ini). Namun, komitmen luar biasa untuk memprioritaskan kepentingan konsumen atas kepentingan pemodal inilah yang mendorong Islandia masuk dalam berita internasional lagi. Bekas kepala pemerintahan

Page 227: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

217Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

Haarde ditangkap, diadili, dan dihukum karena perannya dalam membiarkan krisis.

The Progressive Party (Framsóknarflokkurinn), yang memperjuangkan kepentingan petani, dan the Social Democratic Party (Alþýðuflokkurinn), yang didukung masyarakat perkotaan, keduanya didirikan pada tahun 1916. Pada tahun 1929, sebuah partai sayap kanan, the Independence Party (Sjálfstæðisflokkurinn) dibentuk, sebagai gabungan dari Partai Konservatif dan Partai Liberal. Pada 1930, Partai Komunis terbentuk dari pecahan the Social Democratic Party. Tahun 1938, faksi kiri the Social Democratic Party keluar dan bergabung dengan partai komunis, namun nama partai ini lantas diubah menjadi Partai Sosialis. Pada tahun 1956, faksi lain keluar dari the Social Democratic Party dan kemudian membentuk People’s Alliance (Alþýðubandalagið). Meskipun partai lain telah muncul dan terpilih ke Alþingi (parlemen), mereka belum berhasil mendapatkan pijakan yang kuat dalam lanskap politik. Jadi, partai sayap kanan , partai tengah, partai sosial-demokrat dan partai sayap kiri telah mendominasi politik Islandia selama beberapa dekade terakhir. Suatu pengecualian layak diberikan kepada the Women’s Alliance (Kvennalistinn) yang didirikan pada tahun 1983 dan memperjuangkan kandidasi perempuan. Walaupun sulit menempatkan basis ideologi partai ke dalam spectrum sayap kanan dan sayap kiri, akan tetapi isu feminisme yang diusung memiliki pengaruh kuat. Dalam masa sebelum pembentukan partai ini, hanya ada 3 anggota parlemen perempuan. Partai-partai kiri di Islandia tak stabil lantaran banyaknya faksional yang mendorong pembentukan partai-partai baru, sementara partai sayap kanan cenderung stabil. Sampai di penghujung 1990-an, tak seperti negara Skandinavia lain, Islandia memiliki banyak sekali partai-partai beraliran kiri. Barulah, ketika the Women’s Alliance bergabung

Page 228: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

218 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

dengan the Social Democratic Party pada 1999, situasi kepartain nyaris serupa dengan negara-negara Nordic lainnya.

Di Islandia, keberadaan pangkalan militer Amerika Serikat dan keanggotaan NATO menjadi penanda spectrum partai. Partai-partai kiri cenderung menolak kedua isu tersebut, sementara partai kanan nampaknya mendukung. Partai-partai kiri juga cenderung kritis terhadap isu perpajakan dan mendukung belanja sosial, sesuatu yang ditolak oleh partai-partai kanan. Gender dan isu lingkungan menjadi pegangan partai kiri, sementara fokus partai kanan tidak terhadap kedua isu itu.

Sepanjang tahun 1998-1999, diskusi mengenai penyatuan partai-partai kiri mengemuka. Hal ini didorong kenyataan bahwa partai-partai kiri cenderung tidak stabil dan mengalami perpecahan hampir tiap kali usai pemilu. Para politisi ketika itu mempertimbangkan penggabungan 4 partai kiri: the Social Democrats, the People’s Alliance, People’s Movement, dan the Women’s Alliance. Selama beberapa dekade, The Social Democrats dan the People’s Alliance telah mendominasi parlemen. The People’s Movement pecah kongsi dengan The Social Democrats usai pemilu 1995 dan mampu mengirimkan 4 wakil ke parlemen. Pada saat yang sama, The Women’s Alliance pecah pamor dan hanya mampu menempatkan 3 wakil. Namun demikian, aliansi kekuatan kiri yang tergabung pada 8 Mei 1999 dalam the Social Democratic Alliance (Samfylkingin) dan setahun kemudian resmi mengikuti pemilu sebagai partai politik. Minoritas penentang dalam kedua partai kiri tersebut membentuk Left-Green Movement (Vinstrihreyfingin – Grænt framboð), yang mengklaim pengusung sosialisme dan ekologi sebagai alternatif terhadap The Social Democrats pada 6 Februari 1999. Kekuatan konservatif seperti the Humanists dan the Christian Democratic Party mencoba bertahan walau tak memperoleh dukungan parlemen.

Page 229: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

219Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

Dalam pemilu 2000, The Left-Green Movement memperoleh dukungan 9,1% suara dan menghasilkan 6 legislator. Sementara the Social Democratic Alliance menghasilkan 17 legislator dengan dukungan 26,8%. Secara keseluruhan, jika dibandingkan pemilu 1995, 4 partai kiri seluruhnya memperoleh 23 kursi (37,8%). Oleh sebab itu, pemilu paling akhir itu nampaknya partai tidak memperoleh kemenangan signifikan. Namun demikian the Left-Green Movement sejak itu secara perlahan terus memperoleh dukungan, kecuali di tahun 2003 yang hanya mampu mengirimkan 1 wakil rakyat.

Pada musim gugur tahun 2009, Islandia memiliki empat partai politik utama, the Social-Democratic Alliance, the Left-Green Party, the Independence Party, dan the Progressive Party. Apa yang membuat ketidakpuasan politik negara ini begitu parah karena kedua partai yang pertama mewakili pemerintah menderegulasi industri perbankan dan membiarkannya menghasilkan banyak hutang, sementara kedua partai berikutnya menawarkan membentuk pemerintahan baru yang berusaha meyakinkan publik menerima kewajiban membayar hutang untuk menghindari sanksi internasional. Rakyat merasa bahwa tawaran pembentukan pemerintahan baru pun tidak memiliki makna karena tetap saja mereka menanggung hutang yang begitu besar dan tawaran itu pula tak menyelesaikan persoalan politik. Situasi berubah pada bulan November 2009, ketika sebuah partai baru, Besti Flokkurinn (the Best Party), muncul, meskipun segera dicemoohkan secara luas sebagai “lelucon” oleh elit politik Islandia.

Usai pemilu 2009, The Left-Green Movement dan the Social Democratic Alliance sepakat membentuk pemerintahan. Walaupun merupakan mayoritas timpang, akan tetapi Progressive Party bersedia untuk memberikan dukungan. Kabinet terdiri atas 4

Page 230: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

220 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

menteri The Left-Green Movement, 4 menteri the Social Democratic Alliance, dan 2 menteri nonpartai. Pemerintah dalam banyak hal berhasil, terutama berkenaan dengan berbagi informasi dengan publik melalui pertemuan mingguan dengan media. Pemerintah menata ulang Bank Sentral, menahan sementara penyitaan, mengizinkan orang berpenghasilan rendah untuk mendapatkan akses dana pensiun, meningkatkan kredit, mengadopsi srencana baru memerangi perdagangan manusia, memperkenalkan kode etik pemerintahan, dan sebagainya.

Tahun 2016, Islandia mengumumkan percepatan pemilu parlemen. Hal itu dipicu pengungkapan skandal lewat Panama Paper, yang memaksa Perdana Menteri Sigmundur Davíð Gunnlaugsson mundur pada April 2016. Gunnlaugsson adalah petinggi negeri pertama yang terjungkal setelah keluarnya dokumen yang mengungkap penggelapan pajak global itu. Pengungkapan itu memicu aksi protes besar-besaran yang jarang terjadi di Islandia. Meski kepala pemerintahan mundur, pemerintahan masih tetap berjalan. Pemerintah Islandia menunjuk Menteri Perikanan Sigurdur Ingi Johannsson sebagai perdana menteri baru. Johannsson, yang juga pernah menjabat sebagai menteri pertanian, menyatakan bahwa pemerintah akan berfokus pada sejumlah proyek besar yang selama tiga tahun terakhir tertunda akibat kebijakan kontrol modal.

Perdana Menteri Islandia hari Minggu (30/10/2016) mengundurkan diri setelah hasil pemilihan parlemen menunjukkan tidak ada partai yang meraih mayoritas yang dibutuhkan untuk membentuk pemerintahan baru. Perdana Menteri Sigurdur Ingi Johannsson dari Partai Progresif yang berhaluan tengah, mengatakan, sesuai konstitusi, ia akan menyerahkan pengunduran dirinya kepada presiden dan akan tetap menjabat, jika diminta,

Page 231: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

221Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

sampai pemerintahan baru terbentuk. Koalisi partai Independent dan Progresif yang memerintah sejak tahun 2013 bersama-sama memenangkan 29 kursi dalam parlemen dengan 63 anggota. Partai Pirate yang radikal, dibentuk empat tahun sebelumnya, meraih banyak suara, tetapi tidak sebanyak yang selama ini tampak dalam jajak pendapat. Pirate, pendukung demokrasi langsung yang anti-otoriter dan kebebasan digital, meraih hampir tiga kali lipat suara, dari 5 persen tahun 2013 menjadi 14,5 persen, dan akan mendapat 10 kursi dalam parlemen. Bersama tiga sekutu kiri-tengah, mereka memenangkan 27 kursi. The Left-Green Movement, yang meraih 15,9 persen suara, juga akan mendapat 10 kursi dalam parlemen. Perolehan itu menunjukkan, parlemen Islandia akan terpecah antara partai-partai berhaluan kanan dan kiri.

Demokrasi parlementer di Islandia menyisakan perhatian yang unik terhadap posisi Presiden. Ketika Jerman menduduki Denmark pada bulan April 1940, Alþingi secara sepihak mengakhiri Undang-undang Uni Denmarik-Islandia 1918. Tindakan tersebut memungkinkan dilakukannya revisi dalam 25 tahun, namun pendudukan Denmark membuat orang Islandia segera memutuskan untuk mendirikan sebuah republik. Sebagai langkah ke arah itu Alþingi memilih presiden sementara pada tahun 1941. Juga sebuah komite parlementer khusus, yang terdiri dari perwakilan partai politik, diberi tugas untuk mengusulkan perubahan konstitusi untuk mendirikan sebuah republik.

Komite khusus tersebut hanya sedikit melakukan perubahan seperti mengganti kata “raja” dengan kata “presiden.” Namun, proses meratifikasi undang-undang diubah agar kecil kemungkinan presiden tergoda untuk ikut campur dalam proses legislatif. Dengan demikian jika sebuah undang-undang sudah dibahas parlemen, terlepas dari penolakan presiden untuk menandatangani

Page 232: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

222 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

undang-undang bersama menteri, akan tetap berlaku sampai hasil referendum mengatakan sebaliknya (pasal 26). Dengan frasa ini, maka nasib akhir sebuah undang-undang yang menghadapi penolakan Preisden, akan ditentukan dalam sebuah referendum.

Anggota parlemen pada awal 1940-an sudah merasakan bagaimana situasi politik yang harus dihadapi tatkala Presiden dibiarkan tak terkendali. Pada tahun 1942 presiden sementara telah menunjuk orang-orang yang bukan anggota parlemen untuk menjalankan pemerintahan setelah perundingan koalisi yang berkepanjangan gagal menghasilkan pemerintahan baru. Para pemimpin parlemen tidak senang dengan keputusan ini, namun ada juga kesadaran bahwa pada saat itu partai-partai tidak dapat membuat kompromi yang diperlukan untuk membentuk pemerintahan. Sementara kebuntuan berlangsung, pemerintahan berjalan tanpa kontrol anggota parlemen. Akhirnya, partai-partai politik dapat menghasilkan mayoritas parlemen pada akhir tahun 1944 dan itu hanya beberapa bulan setelah Islandia menjadi republik. Dalam 70 tahun sejak Islandia menjadi sebuah republik, Presiden tercatat hanya beberapa kali terlibat aktif dalam membantu pembentukan sebuah pemerintahan. Keterlibatan itu didorong oleh situasi serupa di mana partai-partai politik mengalami kesulitan untuk mencapai kompromi penyelesaian permasalahan ekonomi (1947, 1949, 1958, 1978 dan 1979). Intervensi Presiden yang lain karena kegagalan pengambilan keputusan soal sistem pemilu (1958). Negosiasi gagal untuk membentuk pemerintahan telah menghasilkan pembentukan pemerintahan minoritas sementara (1949, 1958, 1979, 2009). Perbedaan kebijakan luar negeri menyebabkan pecahnya koalisi pemerintahan sehingga Presiden melakukan intervensi dalam pembentukan eksekutif (1946, 1956). Perdebatan cara penyelesaian persoalan ekonomi

Page 233: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

223Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

juga dapat mendorong perpecahan koalisi sebelum akhir masa jabatan eksekutif (1958, 1974, 1979, 1987, 2009). Sejarah juga menunjukkan bahwa pemerintahan dengan lebih dari 3 partai akan lebih rentan mengalami keretakan dibandingkan koalisi oleh 2 partai. Semua fakta sejarah tercatat sebagai penyebab intervensi Presiden dalam pembentukan pemerintahan walaupun hanya terbatas sebagai formatur.

Terkadang teks sebuah konstitusi memberikan informasi terbatas tentang kekuatan sebenarnya parlemen berhadapan dengan presiden. Dalam hal ini, konteks politik itu penting. Austria adalah contoh sebuah negara dengan sebuah konstitusi yang tampaknya memberi presiden yang dipilih langsung terlibat dalam prosedur legislasi. Presiden Islandia memiliki peran yang sangat terbatas dalam pembentukan koalisi, dengan beberapa pengecualian seperti ditunjukkan dalam uraian sebelumnya. Apalagi, presiden tidak memiliki wewenang untuk membubarkan parlemen tanpa persetujuan perdana menteri. Presiden juga tidak pernah ikut campur dalam proses legislatif sampai tahun 2004. Ketika itu terjadi sebuah era baru dalam hubungan antara presiden dan pemerintah, juga terhadap parlemen, yang mungkin memiliki implikasi terhadap wewenang Presiden dalam pembentukan pemerintah dan pembuatan kebijakan publik.

Pada tahun 2004 Ólafur Ragnar Grímsson menjadi presiden Islandia pertama yang menolak menandatangani undang-undang yang disahkan oleh parlemen. Grímsson terpilih sebagai presiden pada tahun 1996, dan terpilih lagi tahun 2000, 2004, 2008, 2012. Tidak seperti kebanyakan pendahulunya, dia adalah seorang politisi sebelum menjadi presiden. Hanya salah satu pendahulunya yang sebelumnya adalah seorang politisi yaitu Ásgeir Ásgeirsson (1952-1968). Kepala negara sebelumnya adalah Vigdís Finnbogadóttir

Page 234: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

224 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

(akademisi, 1980-1996, menjadi perempuan pertama di dunia yang dipilih langsung sebagai Presiden), Kristján Eldjárn (akademisi, 1968-1980), dan Sveinn Björnsson (diplomat, 1944-1952, meninggal dunia dalam periode ketiga jabatan Presiden tahun 1952).

Selama dua periode kepresidenan Grímsson the Independece Party dan the Progressive mengendalikan pemerintah. Selama kurun waktu tersebut Grimsson menjauh dari sikap intervensi politik. Tapi sebuah kesempatan muncul saat Alþingi mengeluarkan undang-undang kontroversial pada tahun 2004 yang membatasi kepemilikan media massa oleh sebuah kelompok bisnis. Muncul keragaman pendapat di media sebagai keberatan terhadap undang-undang tersebut. Oposisi di parlemen juga menentang undang-undang tersebut. Dikatakan bahwa undang-undang tersebut memberikan bukti lain tentang kontrol pemerintah dalam bidang politik. Tidak lama sesudah itu sebuah jajak pendapat menunjukkan bahwa sebagian besar pemilih skeptis terhadap undang-undang tersebut. Ini menciptakan ruang aman bagi Presiden Grímsson untuk menggunakan kasus ini guna memperluas tindakan kepala negara. Grimsson memberikan pernyataan terbuka bahwa ia tidak akan menandatangani undang-undang media tersebut dengan alasan tidak memperoleh dukungan publik. Dengan tindakan ini, Grimsson menempatkan Presiden sebagai pembela rakyat yang memastikan supaya mayoritas anggota parlemen tidak mengabaikan kehendak rakyat. Tindakan ini tak pelak merupakan reinterpretasi radikal terhadap Pasal 26 konstitusi yang telah diberlakukan sejak 1944 untuk membatasi keterlibatan Presiden dalam prosedur legislasi. Tentu saja, reinterpretasi tersebut tidak diterima dengan baik oleh mayoritas parlemen. Namun para pemimpinnya menerima tindakan tersebut sebagai fait accompli.

Page 235: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

225Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

Apalagi walaupun konstitusi meminta referendum bila tahapan legislasi menghadapi situasi semacam itu, para pemimpin partai sepakat bahwa tindakan terbaik adalah menarik kembali rancangan undang-undang tersebut. Jajak pendapat telah menunjukkan bahwa pemerintah kemungkinan akan menjadi pecundang apabila sebuah referendum digelar. Oposisi segera memuji sikap Presiden. Koalisi pemerintah berusaha mencegah situasi serupa terulang kembali sembari membentuk usul perubahan undang-undang dasar. Namun usul itu kandas mengingat prasyarat konsensus pembahasan usul perubahan tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Lagipula, kalangan oposisi menolak usul tersebut dan cenderung gembira menerima sikap seorang kepala negara yang menjadi mitra tanding pemerintah.

Pada tahun 2007 the Social Democratic Alliance menggantikan the Progressive Party sebagai mitra koalisi the Independence Party. Setahun kemudian Islandia terjebak krisis keuangan yang mengerikan karena 3 bank utama di dalam negeri terjebak utang yang jumlahnya mencapai 9 kali PDP negara tersebut. Deregulasi industri perbankan Islandia pada awal tahun 2000an telah menciptakan banyak insentif bagi bank untuk menemukan kembali diri mereka sebagai perusahaan kewiraswastaan yang spesifik. Investasi internasional dan skema keuangan berbahaya lainnya dilakukan, menggelembungkan sektor perbankan dan pinjaman dalam negeri, yang mendorong sebuah revolusi konsumen yang membuat Islandia, selama beberapa tahun, salah satu negara terkaya per kapita di dunia. Namun 3 bank swasta utama Islandia juga akhirnya mengumpulkan lebih dari $ 85 miliar utang internasional pada tahun 2008, beberapa kali lipat produk domestik bruto Islandia. Ketika pasar kredit internasional mengering setelah runtuhnya Lehman Brothers pada bulan September, hutang bank

Page 236: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

226 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

tidak dapat lagi dibayarkan, dan ketiganya gagal dan dinasionalisasi, membawa Bank Sentral Islandia nyaris berada di ambang kebangkrutan. Pemegang rekening bank asing, terutama di Inggris, menekan pemerintah untuk mengembalikan simpanan mereka. Dalam waktu kurang dari dua minggu, kredibilitas utang negara diturunkan, dan mata uang krona kehilangan dua pertiga nilainya. Muncul inflasi dan pengangguran, lalu IMF masuk pada bulan November dengan paket stabilisasi senilai $ 4 miliar, mengakhiri fase krisis yang paling mengerikan. Tapi akibatnya meluas ke tahun 2009, saat demonstrasi melawan mereka yang dituduh memicu krisis meningkat.

Pada akhir Januari 2009, the Social Democratic Alliance mengakhiri kerja sama dengan Partai Kemerdekaan untuk membentuk pemerintahan minoritas dengan Left-Green Movement. Pemerintah mengandalkan dukungan the Progressive Party sebagai pengganti janji pemilihan awal dan reformasi konstitusi. Pemilihan pada bulan April 2009 kemudian berhasil mengamankan kemitraan baru itu sebagai mayoritas solid di parlemen. Tugas sulit segera menghadang pemerintah dan antara lain adalah menyelesaikan perselisihan dengan pemerintah Inggris dan Belanda mengenai pertanggungjawaban atas kegagalan yang dijalankan oleh salah satu bank swasta gagal di negara tersebut. Pada bulan Juni pemerintah baru mencapai kesepakatan dengan pemerintah Inggris dan Belanda yang menjamin bahwa Islandia akan membayar € 5 miliar dengan bunga yang relatif tinggi. Tentu saja komitmen itu merupakan jumlah yang sangat besar untuk sebuah negara kecil dengan populasi hanya 320.000, dan sudah terperangkap hutang. Rakyat berpendapat bahwa bank yang harus bertanggung jawab, bukan pembayar pajak. Meski begitu, parlemen meloloskan kesepakatan tersebut setelah berdebat panjang dan gagal melakukan negosiasi

Page 237: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

227Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

ulang persyaratan tersebut. Kesepakatan tersebut didukung oleh semua anggota parlemen kedua partai koalisi tersebut dan disahkan sebagai undang-undang, namun sangat ditentang oleh partai oposisi.

Oposisi berpaling kepada Presiden untuk membantu membatalkan undang-undang tersebut. Ada keragu-raguan apakah Grímsson akan berbalik melawan mantan sekutu politiknya pada saat kritis seperti itu. Tapi ternyata Presiden bergabung dengan oposisi dan menolak menandatangani undang-undang tersebut pada Januari 2010. Akibatnya, peringkat popularitasnya melonjak. Sebaliknya, pemerintah dengan cepat kehilangan dukungan. Jajak pendapat pada saat itu juga menunjukkan bahwa kepercayaan di parlemen berada pada titik terendah sepanjang sejarah. Kurangnya kepercayaan mencerminkan fakta bahwa publik menyalahkan politisi atas krisis ekonomi yang sedang berlangsung. Presiden Grímsson menggunakan kurangnya kepercayaan di parlemen sebagai salah satu alasan utama untuk tidak menandatangani undang-undang. Presiden juga mengatakan telah menerima sebuah petisi yang ditandatangani oleh 25% pemilih yang memintanya untuk tidak menandatangani undang-undang tersebut. Dalam pernyataannya Presiden Grímsson mengatakan sebuah referendum tersebut akan memulihkan kepercayaan pada sistem politik dan mempromosikan persatuan nasional.

Pemerintah terkejut ketika melihat Presiden secara efektif menghalangi kesepakatan penting yang telah mereka lakukan dengan pemerintah asing. Namun pemerintah taka da pilihan kecuali melaksanakan referendum, yang kemudian mendapat banyak perhatian internasional. Presiden memberikan wawancara di semua media internasional dan menjelaskan bahwa Islandia adalah negara demokratis kecil yang tidak dapat didorong oleh kekuatan besar

Page 238: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

228 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

untuk menerima persyaratan yang tidak adil. Dalam referendum di bulan Maret 2010 93% memilih menentang undang-undang tersebut. Setelah kekalahan ini, pemerintah mengumpulkan tim perunding baru, termasuk orang-orang yang dipercaya oleh oposisi. Beberapa bulan kemudian kesepakatan penyelesaian kreditur asing yang lebih menguntungkan tercapai. Sebuah rancangan undang-undang soal itu sudah disetujui, akan tetapi secara mengejutkan Presiden Grímsson menolak mengesahkan produk legislatif itu. Presiden berkilah bahwa masalah demikian penting bukan urusan parlemen tetapi harus memperoleh persetujuan rakyat. Presiden menunjuk 3 alasan: parlemen baru belum dipilih, kepercayaan internasional belum pulih, dan kehendak rakyat untuk menjadi pihak penentu keputusan pemerintah.

Sebuah referendum terpaksa digelar pada bulan April 2011 dan hasilnya telak, walau disepakati parlemen, sebanyak 60% rakyat menolak. Belanda dan Inggris berang, dan menyeret masalah itu ke Pengadilan Eropa. Pada bulan Februari 2013, pengadilan memutuskan bahwa Uni Eropa tidak memiliki kewenagan untuk menuntut pembayaran dana deposito di dalam bank swasta sebuah negara manakala skema penjaminan tidak dapat berjalan dengan baik. Putusan pengadilan disambut sorak gembira pembayar pajak Islandia dan juga Presiden Grimsson. Namun putusan itu juga sekaligus memukul legitimasi pemerintah yang dianggap tidak becus menyelesaiakan perselisihan yang melibatkan pemerintah asing.

Pada tahun 2012 Grímsson terpilih kembali sebagai Presiden. Hasilnya menunjukkan bahwa mayoritas pemilih menyukai tindakan-tindakan Presiden Grímsson. Pemilihan dianggap sebagai mandat bagi kepala negara untuk menjadi lebih vokal pada isu-isu yang berkaitan dengan kedaulatan dan perubahan konstitusil. Selama bertahun-tahun presiden juga menciptakan sebuah profil

Page 239: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

229Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

internasional yang kuat. Misalnya, Grimsson memiliki hubungan yang lebih erat dengan para pemimpin di negara-negara seperti China, India dan Rusia. Dia juga telah mempromosikan kerjasama internasional yang lebih dekat di wilayah Arktik dan memiliki reputasi internasional dalam memerangi pemanasan global.

5. Norwegia

Sejak tahun 1981, sistem politik Norwegia telah mengalami dua perubahan mendasar. Pertama, deregulasi dan privatisasi yang ekstensif dengan dukungan seluruh kekuatan parlemen, kecuali the Socialist Left Party (SV) dan the Centre Party (SP). Kedua, seluruh partai menyetujui integrasi ekonomi Norwegia dengan Eropa. Tindakan ini menyebabkan kebijakan ekonomi yang sudah ditempuh tidak dapat dievaluasi dan bahkan justru menuntut tindakan-tindakan lain yang cenderung neoliberal.

Perdana Menteri merupakan kepala pemerintahan Norwegia. Perdana Menteri dan Kabinet (yang terdiri dari semua kepala departemen pemerintahan) secara kolektif bertanggung jawab atas kebijakan dan tindakan mereka kepada Parlemen Norwegia. Norwegia memiliki sebuah konstitusi, yang diadopsi pada 17 Mei 1814. Posisi Perdana Menteri diatur dengan undang-undang. Perdana Menteri Modern memiliki keterlibatan dalam proses legislasi, namun asalkan memperoleh dukungan parlementer, mereka dapat mengendalikan legislatif dan eksekutif (Kabinet) dan karenanya memiliki kekuatan de facto yang cukup besar. Tidak seperti praktik sistem pemerintahan sejenis di Eropa, Perdana Menteri Norwegia tidak berwenang memberikan usul kepada kepala negara (raja atau ratu) untuk membubarkan parlemen dan mengusulkan pemilu dini. Konstitusi mensyaratkan bahwa parlemen menjalani masa jabatan 4 tahun. Jika Perdana

Page 240: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

230 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Menteri kehilangan kepercayaan dari parlemen, dia harus mengundurkan diri.

Partai Buruh yang didirikan pada 21 Agustus 1887 merupakan partai dengan ideologi sosial demokrasi. Slogannya sejak tahun 1930an adalah “semua orang ambil bagian”, dan partai tersebut secara tradisional mendukung negara kesejahteraan yang kuat, didanai melalui pajak dan bea. Sejak tahun 1980an, partai tersebut telah memasukkan lebih banyak prinsip ekonomi pasar sosial, yang memungkinkan dilakukannya privatisasi aset serta pelayanan publik yang dikelola oleh pemerintah dan mengurangi pajak penghasilan, mengikuti gelombang liberalisasi ekonomi di tahun 1980an. Selama pemerintahan Stoltenberg yang pertama, kebijakan partai tersebut terinspirasi oleh visi Tony Blair dan melibatkan privatisasi paling masif oleh pemerintahan Norwegia sampai saat itu. Partai ini sering digambarkan berwatak neoliberal sejak tahun 1980an, baik oleh ilmuwan politik maupun penentangnya, para politisi kiri. Partai Buruh mengungguli dirinya sebagai partai progresif menggalang kerja sama di tingkat nasional maupun internasional. Partai Buruh selalu menjadi pendukung kuat keanggotaan NATO dan telah mendukung keanggotaan Norwegia di Uni Eropa dengan mengajukan 2 referendum (1972 dan 1994). Selama Perang Dingin, ketika partai tersebut mendominasi pemerintahan, telah menyejajarkan Norwegia dengan Amerika Serikat di tingkat internasional dan mengikuti kebijakan anti-komunis di tingkat domestik, setelah pidato Kråkerøy tahun 1948 dan berpuncak pada Norwegia sebagai anggota pendiri NATO pada tahun 1949.

Didirikan pada tahun 1887, partai memperoleh dukungan besar hingga menjadi partai terbesar di Norwegia pada tahun 1927. Selama tahun 1920-an, kemudian mengikuti mencatatkan diri sebagai bagian gerakan komunis internasional tahun 1919

Page 241: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

231Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

sampai 1923. Pengikatan dalam gerakan internasional ini memicu perpecahan dengan terbentuknya the Social Democratic Labour Party of Norway. Tahun 1923, partai keluar dari gerakan internasional, menyisakan perpecahan dengan terbentuknya the Communist Party of Norway.

Partai Buruh membentuk pemerintahan pertamanya pada tahun 1928. Christopher Hornsrud membentuk pemerintahan pertama Partai Buruh; dan hanya bertahan dua minggu. Pada awal 1930an Buruh meninggalkan profil revolusionernya dan menetapkan sebuah program reformis. Partai Buruh kemudian kembali ke pemerintahan pada tahun 1935 dan tetap berkuasa sampai tahun 1965 (kecuali periode pengasingan Perang Dunia II antara 1940-1945 dan satu bulan di tahun 1963). Selama hampir dua puluh tahun pertama setelah Perang Dunia II, Einar Gerhardsen memimpin partai dan negara tersebut. Hal ini sering dianggap sebagai “zaman keemasan” Partai Buruh dan telah memimpin pemerintah selama 16 tahun sejak 1935. Dari tahun 1945 sampai 1961, partai menguasai mayoritas mutlak di parlemen, satu-satunya saat ini yang pernah terjadi dalam sejarah Norwegia. Periode lain kepemimpinan Partai Buruh pemerintah nasional adalah 1971-1972, 1973-1981, 1986-1989, 1990-1997 dan 2000-2001.

Sejak 1945-1961, Partai Buruh mendominasi pemerintahan. Einar Henry Gerhardsen menjadi perdana menteri paling lama dalam sejarah Norwegia sejak 1945, yaitu selama 17 tahun (945–1951, 1955–1963, dan 1963–1965). Dia dianggap sebagai salah satu arsitek utama pembangunan kembali Norwegia setelah Perang Dunia II. Menjelang pertengahan tahun 1930an, Buruh merupakan kekuatan utama di panggung politik nasional, menjadi partai pemerintahan di bawah pemerintahan perdana menteri

Page 242: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

232 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Johan Nygaardsvold dari tahun 1935 sampai invasi Jerman pada tahun 1940. Setelah pendudukan Jerman tahun 1940, Gerhardsen menjadi pelaksana tugas ketua Partai Buruh, karena sang ketua, Oscar Torp telah pergi ke pengasingan. Gerhardsen menjadi walikota Oslo pada tanggal 15 Agustus 1940, namun dipaksa untuk mengundurkan diri oleh tentara Jerman pada tanggal 26 Agustus tahun yang sama. Pada bulan September, pemerintah pendudukan melarang semua partai, termasuk Partai Buruh. Setelah perang, Gerhardsen membentuk pemerintahan sementara yang duduk sejak akhir pendudukan pada bulan Mei 1945 sampai pemilihan diadakan pada bulan Oktober tahun yang sama. Pemilu memberi Buruh mayoritas absolut di Parlemen, yang dipertahankan sampai tahun 1961.

The Socialist Peoples’ Party (SF) terbentuk pada 1961, dengan dukungan faksi-faksi Partai Buruh yang menentang keanggotaan Norwegia dalam NATO dan pelucutan senjata nuklir. Sejak saat itu, dominasi Partai Buruh berakhir. John Daniel Lyng menjadi Perdana Menteri dari tanggal 28 Agustus sampai 25 September 1963 di sebuah pemerintahan koalisi yang terdiri dari the Conservative, Centre, Christian Democratic, dan Liberal. Itu adalah pemerintahan pertama dalam 28 tahun yang tidak dipimpin oleh Partai Buruh. Masa singkat memegang jabatan Perdana Menteri terjadi pada Agustus 1963 setelah dua perwakilan Partai Sosialis (SF) bergabung mengajukan mosi tidak percaya atas kabinet Gerhardsen. Lyng segera menyadari di antara mereka, partai-partai non-sosialis hanya memiliki satu kursi di parlemen, dan jika mereka bergabung bersama, mereka akan bisa membentuk pemerintahan selama SF abstain. Dia dengan cepat menghadapi koalisi yang mulai pada tanggal 28 Agustus. Aksi parlementer menyebabkan kabinet Partai Buruh dipulihkan sebulan kemudian setelah SF

Page 243: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

233Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

memberikan dukungannya kembali. Meski kabinet Lyng hanya bertahan sebulan, ternyata partai non-sosialis tersebut mampu membentuk pemerintahan. Setelah pemilihan 1965, partai-partai non-sosialis memenangkan mayoritas dengan Per Borten sebagai Perdana Menteri, dan John Lyng sebagai Menteri Luar Negeri. Dia digantikan oleh Svenn Stray pada tahun 1970.

Per Borten menjadi Perdana Menteri Norwegia dari tahun 1965, dia memimpin pemerintahan koalisi 4 partai kanan tengah, sampai 17 Maret 1971, ketika pemerintah membubarkan diri. Dia mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri ketika diketahui bahwa dia telah menunjukkan informasi rahasia tentang Norwegia dalam negosiasi mengenai keanggotaan Komunitas Ekonomi Eropa, antara lain Arne Haugestad, yang kemudian menjadi pemimpin Gerakan Rakyat melawan keanggotaan Masyarakat Ekonomi Eropa di Norwegia.

Trygve Martin Bratteli, Ketua Partai Liberal, kemudian menjadi Perdana Menteri (1971–1972 dan 1973–1976). Dalam kebijakan sosial, Bratteli melihat bertanggung jawab atas penetapan sebuah undang-undang pada bulan Juni 1972 yang menurunkan usia pensiun menjadi 67 tahun. Inti karir politiknya adalah masalah keanggotaan Norwegia dalam Komunitas Eropa. Setelah penolakan publik dalam referendum 1972, kabinetnya mengundurkan diri.

Lars Korvald, ketua the Christian Democratic Party menjadi Perdana Menteri. Korvald merupakan Perdana Menteri Norwegia dari tahun 1972 sampai 1973, memimpin kabinet ketika Trygve Bratteli mengundurkan diri setelah referendum pertama mengenai keanggotaan Norwegia di Komunitas Ekonomi Eropa. Kabinet Korvald bertugas dari tanggal 18 Oktober 1972 sampai 16 Oktober 1973. Meskipun berumur pendek, ini merupakan tonggak sejarah penting dalam politik Norwegia, karena masa pemerintahan

Page 244: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

234 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Korvald menandai berakhirnya perdebatan sengit mengenai keanggotaan Norwegia di Uni Eropa, dan karena pemerintahan ini sendiri merupakan sebuah koalisi non-sosialis sentris. Dia juga perdana menteri pertama dari partainya. Korvald juga terbukti menjadi perdana menteri yang efektif dalam situasi politik yang sangat sulit dan transisional. Kabinetnya menugaskan perundingan untuk sebuah perjanjian perdagangan dengan Uni Eropa dan melembagakan kebijakan perminyakan Norwegia yang pertama.

Odvar Nordli menjadi Perdana Menteri pada tahun 1976, menggantikan Bratteli kabinet kedua. Nordli harus mengatur melalui beberapa kasus sulit seperti resolusi ganda mengenai NATO dan kontroversi nasional mengenai pembendungan sungai Alta-Kautokeino. Kabinet Nordli memerintah sampai Februari 1981, ketika diikuti oleh kabinet partai buruh lainnya: Gro Harlem Brundtland.

Brundtland, perdana menteri perempuan pertama di Norwegia ini, memegang jabatan kepala pemerintahan dalam 3 periode yaitu 1981, 1986-1989, dan 1990-1996. Masa jabatan yang kedua adalah tanggal 9 Mei 1986 sampai 16 Oktober 1989 dan kabinet ini dikenal di seluruh dunia karena tingginya proporsi menteri perempuan: hampir setengah, atau 8 dari total 18 menteri, adalah perempuan. Untuk waktu yang lama, politik parlementer dan kebijakan pemerintah sebagian besar adalah daerah laki-laki dan hampir tidak memberi tempat kepada politisi perempuan. Di Barat, ada kepercayaan luas bahwa perempuan tidak dapat menjadi politisi kompeten, sebuah pandangan yang bertahan bahkan setelah Perang Dunia II. Sejumlah anggota parlemen perempuan yang muncul setelah Perang Dunia II cenderung dipandang sebagai pengecualian terhadap pandangan tersebut. Mereka diharapkan membatasi diri mereka pada area kebijakan yang secara tradisional dianggap

Page 245: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

235Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

cocok untuk perempuan, seperti kesehatan, pekerjaan sosial dan pendidikan, dan menyerahkan bidang yang lebih berbobot dan bergengsi seperti ekonomi, urusan luar negeri dan pertahanan ke politisi laki-laki. Pada tahun 1990an, kurang dari 30 persen menteri kabinet di 10 negara di Eropa Barat adalah perempuan (Swedia, Norwegia, Prancis, Belanda, Spanyol, Denmark, Inggris, Irlandia, Italia, Jerman). Ada lebih banyak perempuan di parlemen, lebih banyak menteri perempuan dan bahkan ada beberapa perempuan Perdana Menteri, walaupun hanya 2 di antaranya berpengaruh di Barat. Kedua perdana menteri perempuan ini berkuasa pada waktu yang kurang lebih sama, yaitu Margaret Thatcher (Inggris, 1979-1990) dan Gro Harlem Brundtland (Norwegia 1981, 1986-1989, 1990-1996).

Gro Harlem berasal dari keluarga demokratis yang terkemuka. Ayahnya telah menjadi menteri dua kali pada periode 1955-1965, dan Perdana Menteri Norwegia yang terkenal demokratis pada tahun lima puluhan dan enam puluhan, Einar Gerhardsen, adalah seorang teman keluarga. Gro pernah mengalami seksisme untuk pertama kalinya dalam hidupnya dan akan menjadi dasar feminisme baginya. Dari tahun 1974 sampai 1979, dia adalah Menteri Lingkungan Hidup di kabinet Trygve Bratteli (1973-1976) dan Odvar Nordli (1976-1981), dan dia berfungsi dengan baik dalam posisi ini. Setelah kabinet Brundtland pada 1986-1989, sebagian besar kabinet berikutnya juga terdiri dari setidaknya 40% perempuan. Selain itu, pemerintah menetapkan sebuah panduan bahwa 40% dari semua fungsi politik di berbagai tingkat harus diisi oleh perempuan. Sejak tahun 1970-an Norwegia menjadi negara terkaya di kawasan Skandinavia karena cadangan minyaknya. Hal ini tentu membantu negara tersebut untuk bertahan dalam krisis ekonomi tahun 1980-an. Namun ketika harga minyak dunia mulai

Page 246: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

236 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

turun pada paruh kedua dekade ini, langsung menjadi pukulan bagi Norwegia. Namun kebijakan kabinet kedua Brundtland dikenal dengan langkah-langkah efektifnya seperti mengendalikan inflasi dengan menaikkan suku bunga, pengurangan ekonomi, dan devaluasi mata uang untuk meningkatkan daya saing Norwegia. Harga yang harus dibayar untuk ini adalah kenaikan tingkat pengangguran 2-4% persen, lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Eropa Barat, namun tertinggi untuk Skandinavia. Situasi itu memukul Partai Buruh dan kemudian menyebabkan kekalahan pada pemilu 1989. Dari tahun 1990-96 dia kembali sebagai perdana menteri ketika tantangan terbesarnya adalah membawa Norwegia ke Uni Eropa. Dalam referendum tahun 1994, pendukung kalah dalam sebuah referendum (48% melawan 52%). Secara umum, kabinetnya menikmati reputasi yang baik.

Usai periode ketiga, kedudukan Brundtland digantikan oleh Thorbjørn Jagland, yang menjadi kepala pemerintahan 25 Oktober 1996 – 17 Oktober 1997. Kabinet Jagland berumur pendek dengan dua menteri dipaksa untuk mundur. Dia mengundurkan diri setelah pemilihan 1997 meski partainya memenangkan suara terbanyak. Jagland masih merupakan ketua partai, namun memberikan porsi perdana menteri kepada Jens Stoltenberg membentuk kabinet keduanya pada tahun 2005. Menjelang pemilihan parlemen 1997, Jagland mengumumkan kabinet akan mengundurkan diri jika Partai Buruh menerima kurang dari 36,9% suara rakyat. Ini adalah persentase suara yang diterima partai tersebut dalam pemilihan 1993 ketika Brundtland masih memimpin, yang telah memberi mereka mandat yang tidak jelas untuk memerintah.

Kabinet Buruh hanya didukung langsung oleh kelompok partainya sendiri, yang terdiri dari 67 dari 165 anggota Parlemen. Untuk meloloskan undang-undang, kabinet telah meminta

Page 247: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

237Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

dukungan dari partai oposisi terbesar, yaitu the Center Party dan juga musuh tradisional Partai Buruh, Partai Konservatif. Brundtland telah menggunakan taktik ad-hoc ini selama masa jabatannya sebagai Perdana Menteri. Namun, negosiasi untuk mendapatkan anggaran negara tahunan pada tahun 1996 sangat sulit. Menurut ilmuwan politik Trond Nordby, Jagland merasa bahwa sebuah kabinet yang mencapai kurang dari 36,9% akan kesulitan memerintah. Hasil pemilu menunjukkan Partai Buruh hanya memperoleh 35,0% suara, walaupun masih merupakan partai terbesar. Jagland mengundurkan diri pada tanggal 29 September 1997 dan kekuasaan diberikan kepada Kjell Magne Bondevik, ketua Christian Democratic Party.

Bondevik menjadi Perdana Menteri pada 1997-2000 dan 2001-2005, menempatkannya sebagai kepala pemerintahan nonPartai Buruh yang paling lama berkuasa sesudah Perang Dunia II. Pemerintahan pertama dengan koalisi the Christian Democratic Party, the Centre Party dan the Liberal Party. Pemerintahan kedua terdiri atas koalisi the Christian Democratic Party, the Conservative Party dan the Liberal Party.

Pada tahun 2000 kabinet pertama Bondevik mengundurkan diri menyusul kegagalan mosi tidak percaya. Kabinet pertama Stoltenberg memerintah Norwegia dari tanggal 17 Maret 2000 sampai 19 Oktober 2001. Stoltenberg adalah wakil ketua partai buruh sementara Jagland menjadi ketua partai. Sebagai gantinya Jagland diberi jabatan sebagai Menteri Luar Negeri. Masa jabatan Stoltenberg yang pertama sebagai Perdana Menteri (2000-2001) kontroversial di dalam partainya sendiri, bertanggung jawab atas reformasi dan modernisasi negara kesejahteraan yang mencakup privatisasi beberapa layanan utama perusahaan dan korporasi.

Page 248: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

238 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Dalam pemilihan parlemen tanggal 10 September 2001, Partai Buruh mengalami salah satu hasil terburuknya, memenangkan hanya 24% suara. Pemilu mendorong krisisi internal terhadap Partai Buruh. Setelah pemilihan pada tahun 2001, Stoltenberg dan kabinetnya dipaksa untuk mengundurkan diri, dengan Partai Buruh mengalami kegagalan dukungan karena kampanye pemilu terburuk sejak 1924. Dengan perolehan suara 98%, Partai Buruh hanya mengumpulkan 24%, turun dari 35%. Beberapa analis telah menunjukkan bahwa salah satu penyebab kekalahan Partai Buruh adalah bahwa dengan hanya satu tahun berkuasa sampai pemilihan berikutnya, lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk memulai atau mencoba memulai reformasi tanpa konsultasi publik. Reformasi itu termasuk penjualan di perusahaan milik negara, pengorganisasian kembali perawatan kesehatan dan rumah sakit umum dan perubahan tunjangan kesehatan. Krisis internal partai segera diikuti oleh pertempuran kepemimpinan antara Jagland dan Stoltenberg. Baik Jagland, sebagai ketua, dan Stoltenberg, sebagai wakil ketua, mengatakan bahwa mereka terbuka untuk ditantang karena posisi mereka dalam kongres partai tersebut pada bulan November 2002. Stoltenberg menolak untuk mengatakan apakah dia akan menantang Jagland untuk posisi kepemimpinan, yang dilihat oleh pengamat sebagai pertanda bahwa dia mungkin akan mencari posisi kepemimpinan. Pada awal Februari 2002, Jagland, yang dirawat di rumah sakit pada bulan Januari, dan mendapat cuti sakit, mengatakan bahwa dia tidak akan mencalonkan kembali dalam bursa kepemimpinan partai. Pada bulan November 2002, Stoltenberg dengan suara bulat dipilih sebagai pemimpin baru.

Setelah pemilu 2001, sebuah pemerintahan minoritas kanan tengah terbentuk oleh the Conservatives, the Christian Democrats (KF), dan the Liberals, yang hanya mengantongi 62 kursi dari

Page 249: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

239Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

165 kursi parlemen. Kjell Magne Bondevik (Christian Democratic Party) menjadi Perdana Menteri. Bondevik akhirnya menjabat sebagai Perdana Menteri Norwegia dari tahun 1997 sampai 2000 (dalam koalisi pemeritnahan the Christian Democratic Party, the Centre Party, dan the Liberal Party), dan dari tahun 2001 sampai 2005 membuatnya menjadi perdana menteri yang paling lama di Norwegia sejak Perang Dunia II. Saat menjabat dalam periode pertama, Bondevik menarik perhatian internasional pada Agustus 1998 ketika dia mengumumkan bahwa dia menderita depresi, menjadi pemimpin dunia tertinggi yang harus menerima kenyataan mengalami penyakit jiwa saat menjabat. Setelah pengakuan ini, Anne Enger Lahnstein bertindak sebagai Perdana Menteri selama 3 minggu, dari tanggal 30 Agustus sampai 23 September, hingga Bondevik sembuh dari depresi. Bondevik kemudian kembali memimpin pemerintahan. Bondevik menerima ribuan surat yang mendukung, dan mengatakan bahwa pengalaman itu positif secara keseluruhan, baik untuk dirinya sendiri maupun karena penyakit mental tersebut membuat masyarakat lebih dapat menerima. Kabinet pertama Bondevik dikalahkan oleh mosi tidak percaya pada bulan Maret 2000 sebagai akibat dari perselisihan mengenai pembangunan pembangkit listrik tenaga gas dan digantikan oleh pemerintah Partai Buruh yang dipimpin oleh Jens Stoltenberg sampai kekalahan mereka dalam pemilihan parlemen tahun 2001.

Pada pemilihan tahun 2001 Partai Buruh memperoleh dukungan terendah 24,3% suara rakyat, namun masih merupakan partai terbesar di parlemen. Pada pemilihan tahun 2005 partai memperoleh kembali dukungan dan menerima 32,7% suara rakyat. Ini adalah mitra utama di Koalisi Hijau-Tengah-kiri, yang memenangkan mayoritas dalam pemilihan tahun 2005. Pemimpin buruh Jens Stoltenberg menjadi Perdana Menteri dan memimpin

Page 250: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

240 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

sebuah pemerintahan koalisi, pemerintah koalisi pertama yang memasukkan Partai Buruh. Stoltenberg sebelumnya adalah Perdana Menteri dari tahun 2000 sampai 2001.

Kabinet kedua Stoltenberg memerintah Norwegia dari 17 Oktober 2005 sampai 16 Oktober 2013. Pemilu parlemen 2005 menghasilkan dukungan suara besar untuk Partai Buruh, dan partai tersebut memperoleh mayoritas di parlemen bersamaan dengan partai-partai “Merah-Hijau” lainnya, the Socialist Left Party dan the Centre Party. Ini membuka jalan bagi sebuah sejarah pertama di Norwegia, karena Partai Buruh bergabung dalam sebuah pemerintahan koalisi dengan kekuatan kiri lain. Sejak pembentukan pemerintah, isu-isu politik utama seperti partisipasi militer Norwegia dalam perang Afghanistan, kegiatan perminyakan di Laut Barents, hak LGBT, imigrasi dan kualitas pendidikan telah diperdebatkan oleh masyarakat. Dengan terpilihnya kembali Stoltenberg di tahun 2009, langsung berhadapan dengan resesi global dan memperjuangkan kebijakan lingkungan melalui perpajakan swasta dan perusahaan. Pada tanggal 22 Juli 2011, sebuah bom meledak di Oslo di luar gedung pemerintah yang menjadi kantor perdana menteri, menewaskan sedikitnya 8 orang sembari melukai yang lain. Sekitar satu jam kemudian, sebuah penembakan, yang menewaskan 69 orang, dilaporkan di Utøya, sebuah pulau yang berjarak 45 menit di mana Partai Buruh yang berkuasa mengadakan kemah pemuda tahunan. Perdana Menteri dijadwalkan mengunjungi kemah pemuda tersebut keesokan harinya, dan sedang berada di kediamannya menyiapkan pidatonya pada saat ledakan Oslo. Pada tanggal 24 Agustus 2012, Anders Behring Breivik yang berusia 33 tahun dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Distrik Oslo karena telah melakukan serangan teroris, pemboman kantor perdana menteri, dan penembakan di pulau

Page 251: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

241Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

Utøya, dan dihukum dalam tahanan hukuman penjara khusus yang dapat diperpanjang tanpa batas waktu - dengan kerangka waktu 21 tahun dan waktu minimum 10 tahun, yang merupakan hukuman maksimum di Norwegia.

Stoltenberg kemudian menjadi kandidat Perdana Menteri pada Pemilu 2013, yang sedang mencari dukungan kembali untuk masa jabatan ketiga. Pada tanggal 9 September 2013, koalisi gagal meraih mayoritas, dengan 72 mandat yang dibutuhkan, meskipun Partai Buruh tetap menjadi partai terbesar di Norwegia dengan 30,8% suara. Dalam sambutannya di malam yang sama, dia mengumumkan bahwa kabinetnya akan mengundurkan diri pada bulan Oktober 2013. Stoltenberg kembali ke Parlemen di mana dia menjadi pemimpin parlemen untuk Partai Buruh dan anggota Komite Tetap untuk Urusan Luar Negeri dan Pertahanan.

Selanjutnya, Erna Solberg menjadi kepala pemerintahan setelah memenangkan pemilihan umum pada tanggal 9 September 2013 dan diangkat menjadi Perdana Menteri pada tanggal 16 Oktober 2013. Solberg adalah Perdana Menteri wanita kedua Norwegia setelah Gro Harlem Brundtland. Solberg merupakan wakil ketua Partai Konservatif dari tahun 2002 sampai 2004 dan, pada tahun 2004, dia menjadi ketua partai.

6. Swedia

Demokrasi parlementer dilaksanakan di Swedia. Perdana Menteri merupakan kepala pemerintahan. Jauh sebelum jabatan perdana menteri dibentuk pada 1876, posisi eksekutif menyatu dalam diri kepala negara yang juga pemimpin monarki (raja). Louis Gerhard De Geer, arsitek sistem bikameral, kemudian menjadi orang yang pertama kali menjadi perdana menteri pada 1876. Sejak 1917, sistem parlementer telah mantap dilaksanakan, di mana

Page 252: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

242 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

kepala negara memiliki diskresi untuk menunjuk perdana menteri dan kabinet. Sejak saat itu, kepala pemerintahan tergantung mayoritas dukungan suara parlemen. Reformasi konstitusi pada 1974, pada akhirnya, menempatkan kepala negara dalam posisi simbolik, dan pembentukan pemerintahan sama sekali tidak berhubungan dengannya, karena amat tergantung sepenuhnya kepada lembaga perwakilan.

Jika Perdana Menteri berhenti atau mengundurkan diri, Ketua Parlemen akan meminta yang bersangkutan atau salah satu wakilnya, untuk tetap melaksanakan tugas sementara sampai ditunjuknya kepala pemerintahan yang baru. Ketua Parlemen lalu bernegosiasi dengan pemimpin partai untuk menunjuk figur Perdana Menteri yang akan disahkan oleh Parlemen. Jika figur itu memperoleh dukungan parlemen, maka yang bersangkutan akan menjadi kepala pemerintahan dan diberikan keleluasaan untuk menentukan komposisi kabinet.

Perdana Menteri dapat memperoleh mosi tidak percaya yang mengakibatkan kabinet harus meletakkan jabatan. Sebaliknya, Perdana Menteri dapat membubarkan parlemen, kecuali jika terjadi dalam masa 3 bulan usai pemilu. Di atas kertas, jabatan kepala pemerintahan di Swedia secara konstitusional lebih kuat, apabila dibandingkan dengan posisi serupa di Denmark dan Norwegia, karena menerima konsentrasi kekuasaan eksekutif secara de facto dan de jure. Di kedua negara tersebut, kepala negara masih memiliki kekuasaan nominal, yang secara konvensi memerlukan persetujuan kepala pemerintahan.

Partai Kiri Swedia (Vänsterpartiet) adalah penerus Partai Komunis Swedia, namun hari ini menjauhkan diri dari ajaran-ajaran komunis. Partai ini merupakan partai kiri radikal yang paling sukses di Swedia. Selain Partai Kiri, Swedia memiliki sejumlah besar

Page 253: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

243Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

partai yang setia terhadap ajaran komunis, ajaran Trotskyis, dan pendukung Mao, yang telah berkali-kali mencetak keberhasilan kecil di tingkat lokal.

Pada tahun 1917, the Social Democratic Left Party of Sweden (SSV) dibentuk sebagai sempalan Partai Sosial Demokrat. Pada tahun 1919, SSV menjadi pendiri Komunis Internasional, dan pada tahun 1921 berganti nama menjadi Partai Komunis Swedia (Sveriges Kommunistiska Parti, SKP). Anggota SKP berpartisipasi dalam brigade internasional dalam Perang Sipil Spanyol, dan mengorganisir perlawanan terhadap Nazi. Selama Perang Dunia Kedua, SKP tidak dilarang secara resmi, namun aktivitas politiknya ditekan oleh berbagai pembatasan dan tindakan represif. Menjelang akhir perang, partai ini tetap menikmati kemajuan besar dalam pemilihan, berkat perlawanannya terhadap Nazisme. Namun, ini hanya fenomena singkat, dan dengan dimulainya Perang Dingin, hasil pemilihan turun menjadi sekitar 5%, lalu mereka bertahan hingga 1998. Sampai tahun 1960an, SKP sebagian besar berkiblat ke Moskow dan tahun 1967, mengubah nama menjadi Partai Kiri Komunis (Vänsterpartiet Komunisterna, VPK). Partai ini merupakan salah satu partai pertama yang secara terbuka mengutuk invasi Soviet ke Cekoslovakia pada tahun 1968, sebuah sikap yang mengejutkan jika dibandingkan dengan partai-partai komunis Barat lainnya. Dengan bubarnya Uni Soviet pada tahun 1991, partai tersebut sekarang menyebut dirinya Partai Kiri (Vänsterpartiet).

Rekonstruksi partai dan juga sistem kepartaian di Swedia berlangsung berliku dan sulit. Partai Kiri secara konsisten menjadi alternatif elektoral terhadap Partai Sosial Demokrat, dan menjadi pilihan konkrit bagi pengikut setia aliran kiri. Partai Kiri menjadi perisai bagi sistem Welfare State dan sistem jaminan sosial di Swedia. Sikap partai menjadi penting mengingat Partai

Page 254: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

244 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Sosial Demokrat Swedia sudah bergerak untuk menerima paham ekonomi neoliberal, menentang welfare state, dan pembatasan campur tangan publik. Partai Kiri sudah menarik diri dari paham komunis usai bubarnya Uni Soviet.

Di bawah kepemimpinan Gudrun Schyman (1993-2003), yang sampai hari ini merupakan salah satu politisi paling populer di Swedia, politik feminis didirikan bersamaan dengan sosialisme sebagai salah satu fondasi Partai Kiri pada Kongres Partai 1996. Schyman sendiri awalnya penganut ajaran komunis, namun di bawah kepemimpinannya, Partai Kiri membuka diri terhadap gerakan sosial baru. Setelah memimpin Partai Kiri, Schyman menelurkan ideologi baru yang mengarah kepada feminisme, sebuah fitur Swedia yang unik di lanskap partai Eropa. Sebagai hasil dari garis partai barunya, Partai Kiri pada tahun 1998 memenangkan 12% suara, hasil pemilihan yang tertinggi disbanding pemilu sebelumnya. Keberhasilan pemilihan itu adalah hasil dari kekecewaan pemilih kiri dengan Partai Sosial Demokrat, dan juga berkat penolakan yang jelas dari Partai Kiri terhadap integrasi Uni Eropa tahun 1995. Aset terbesar Schyman adalah daya tariknya bagi para pemilih, dan partainya melipatgandakan jumlah anggota parlemen selama kepemimpinannya. Dia mendapatkan popularitas untuk sikapnya yang terbuka; misalnya, dia terbuka tentang usaha mengatasi ketergantungan terhadap minuman keras dan telah mendukung prakarsa menjadikan kantor parlemen sebagai tempat kerja bebas alcohol.

Schyman meninggalkan Partai Kiri pada tahun 2004 dan pada tahun 2005 mendirikan Inisiatif Feminis, sebuah organisasi yang pada kongres pertamanya memutuskan untuk mengikuti pemilihan parlemen yang akan datang. Pada tahun 2006 Jane Fonda mendukungnya dalam kampanye partai sebelum pemilihan

Page 255: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

245Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

2006. Inisiatif Feminis hanya memperoleh sekitar 0,7% suara, dibandingkan dengan ambang batas 4% yang diperlukan untuk perwakilan parlemen. Pada pemilihan parlemen Eropa 2009, partai tersebut mendapat 2,22% suara. Pada musim panas tahun 2010-menjelang pemilihan 2010-Schyman membakar 100.000 krona Swedia dalam sebuah demonstrasi melawan gaji yang tidak setara di Swedia. Perhatian terhadap partai meluas, akan tetapi dalam pemilu hanya memperoleh 0,4% suara. Pada pemilu Eropa, Inisiatif Feminis memperoleh 5,3% suara sehingga mampu mengirimkan seorang wakil sebagai anggota parlemen. Pada pemilu 2014, partai ini hanya memperoleh 3,1% suara, masih kurang dengan ambang batas suara 4%, sehingga tidak dapat mengirimkan wakil ke parlemen. Tetapi ia merupakan partai politik paling populer di luar parlemen.

Pada tahun 2004, Lars Ohly terpilih menjadi Ketua Partai Kiri. Seperti Schyman, dia adalah anggota sayap kiri akan tetapi lebih konservatif, dan setelah pemilihannya, dia menggambarkan dirinya sebagai seorang komunis, yang segera memancing kritik tajam. Sekelompok faksi penentang, yang menamakan dirinya Left Crossroads (Vägval Vänster), yang meminta sebuah platform partai yang lebih luas, dan menggulirkan wacana aliansi hijau-merah. Namun, faksi ini tidak mendorong perpecahan, dan bahkan faksi ini tidak aktif sejak tahun 2009.

Dalam pemilihan parlemen tahun 2006, Partai Kiri mengalami kemunduran bersejarah, dengan dukungan pemilih merosot dari 12,7 menjadi 5,7% suara. Dalam posisinya sebagai pendukung pemerintahan minoritas Sosial Demokrat, ia tidak lagi memberikan alternatif yang kredibel. Hasil pemilihannya memperkuat pola di antara banyak partai kiri Eropa sejak era 90an, yang menurutnya memasuki pemerintahan koalisi dengan Sosial

Page 256: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

246 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Demokrat, atau mendukung pemerintah minoritas, lalu terpuruk dalam pemilihan. Hal ini terutama benar mengingat fakta bahwa disiplin anggaran yang dilakukan oleh pemerintah didukung oleh Partai Kiri, sejak tahun 1990an meningkatkan kesenjangan antara kaya dan miskin dan menyebabkan peninjauan terhadap sistem jaminan sosial. Partai sayap kanan terbesar, kaum moderat, memuji reaksi populer terhadap pengurangan negara kesejahteraan dan privatisasi yang diperkenalkan oleh Demokrat Sosial.

Dalam pemil ihan 2010, untuk pertama kal inya mempresentasikan sebuah platform pemilihan umum, dengan Partai Kiri, Social Democratic SAP (Sverigig socialdemokratiska arbetareparti) dan Partai Lingkungan Hijau (Miljöktiet) berkampanye untuk sebuah “Koalisi hijau-hijau.” Upaya tersebut diluncurkan pada bulan Desember 2008 setelah beberapa penolakan awal gagasan kerja sama dengan Partai Kiri di SAP telah diatasi dan ketua partai Mona Sahlin terpaksa menyerah pada tekanan kader partai. Beberapa bagian dari gerakan serikat buruh juga menentang koalisi SAP dan Partai Hijau, karena partai yang terakhir mendukung pemikiran liberal, terutama di pasar tenaga kerja dan kebijakan ekonomi. Mereka juga menunjukkan watak konservatif-liberal dengan mayoritas parlementer dalam beberapa isu lainnya, seperti imigrasi. Partai Kiri kemudian berdiri bersama SAP dan Partai Hijau melawan blok borjuis. Ini sudah terbentuk sebelum pemilihan tahun 2006, dan setelah kemenangannya, membentuk pemerintahan borjuis murni yang konservatif pertama di negara pasca perang. Peran Partai Kiri berhadapan dengan Demokrat Sosial, yang telah mendominasi pemerintahan sampai tahun 2006, adalah sebuah korektif, kritik terhadap Demokrat Sosial telah berjalan seiring dengan dukungan untuk kerja pemerintahan Sosial Demokrat. Namun sekarang, partisipasi dalam pemerintahan

Page 257: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

247Partai Radikal Kanan Populis di Eropa

menjadi tujuannya. Untuk memasuki koalisi hijau-merah, Partai Kiri harus membuat sejumlah kompilasi substantif.

Dari tahun 1998 sampai 2006, Partai Kiri menandatangani sebuah kesepakatan formal untuk mendukung pemerintah minoritas Sosial Demokrat. Tapi bahkan sebelum itu, Demokrat Sosial dapat memastikan bahwa Partai Kiri akan mendukung pemerintah minoritas atau partai tunggal mereka, karena satu-satunya alternatif pasti adalah dukungan de facto untuk pengambilalihan oleh blok borjuis. Umumnya, tidak ada konsesi yang dibuat. Bergantung rancangan undang-undang apa yang sedang dipermasalahkan, Demokrat Sosial akan berusaha meraih dukungan dari berbagai partai kecil, baik Partai Liberal maupun Partai Kiri. Bentuk aliansi merah-hijau menandai berakhirnya era kelima, dan sekarang enam, spektrum partai, dengan Demokrat Sosial sebagai titik fokus kekuasaannya yang tak tergoyahkan. Sekarang tidak dapat ditarik kembali dua blok tiga partai, dengan kerja sama melintasi batas antara mereka tidak dimasukkan.

Page 258: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang
Page 259: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

249

DAFTAR PUSTAKA

Abutudu, Musa. “A Critical Assessment of the Constitutionalism Landscape in West Africa”, Western Journal Of Black Studies 33, No. 2 (Summer 2009).

Adam Pzeworski, Michael Alvarez, Jose Cheibub, and Fernando Limongi. 2000, Democracy and Development: Political Institutions and Material Well-Being in the World, 1950-1990, Cambridge: Cambridge University Press.

Agus Sutisna, “Politik Penyederhanaan Sistem Kepartaian Di Indonesia Pasca Reformasi 1998”, Sosio Didaktika, Vol. 2, No. 2, 2015.

A.H.Y. Chen, “A Tale Of Two Islands: Comparative Reflections On Constitutionalism In Hong Kong And Taiwan”, Hong Kong Law Journal, Vol. 37, 2007.

A K. Oladipupo, “Democratic Waves in West Africa: Nigeria and Ghana as a Case in View”, Afro Asian Journal of Social Sciences, Vol. 2, No. 2, 2011.

Alan Ware, 1996, Political Parties and Party Systems, Oxford, Oxford University Press.

Alejandro Ecker and Thomas M Meyer, “The Duration Of Government Formation Processes In Europe”, Research and Politics October-December 2015.

Aleks Szczerbiak dan Paul Taggart, “Opposing Europe: Party Systems and Opposition to the Union, the Euro and Europeanisation”, SEI Working Papers, No. 36 , 2000. Baca juga: Yves Bertoncini dan Nicole Koenig, “Euroscepticism or Europhobia: Voice

Page 260: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

250 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

vs. Exit?”, Policy Paper N. 121, Jacques Delors Institute, November 2014.

Amir Abedi dan Stephen G. Schneider, “Federalism, Parliamentary Government, and Single-Party Dominance: An Examination of Dominant Party Regimes in Canada, Australia, Germany, and Austria.” Paper presented at the Annual Meeting of the American Political Science Association, Philadelphia.

Ann L. Craig dan Wayne A. Cornelius, “Houses Divided: Parties and Political Reform in Mexico”, dalam Scott Mainwaring dan Timothy R. Scully (Editors), 1995, Building Democratic Institutions: Party Systems in Latin America, Stanford: Stanford University Press.

Anthony J. McGann, 1999, The Modal Voter Result: Preference Distributions, Intra-Party Competition, and Political Dominance, Unpublished Ph.D. dissertation, Department of Political Science, Duke University.

Antonia Martínez Rodríguez, “Parliamentary Elites and the Polarization of the Party System in Mexico”, dalam Mónica Serrano (editor), 1998, Governing Mexico: Political Parties and Elections, London: Institute of Latin American Studies.

A Riaz, “Bangladesh’s Failed Election”, Journal of Democracy, Vol. 25, No. 2, 2014.

Basil Chubb, 1992, The Government and Politics of Ireland, London, Longman.

Beatriz Magaloni, “Comparative Autocracy.” Presented at Research Frontiers in Comparative Politics conference, Duke University.

Becerra et al., 21-22 Ricardo Becerra, Pedro Salazar, dan Jose Woldenberg, 2005, The Mechanism of Political Competition in Mexico, Mexico City, Cal y Arena.

Page 261: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

251Daftar Pustaka

Bilveer Singh, “Malaysia in 2008: The Elections that Broke the Tiger’s Back”, Asian Survey Vol. 49, No. 1.

Brendan O’Leary, “Britain’s Japanese Question: ‘Is There a Dominant Party?’”, dalam Helen Margetts dan Gareth Symth, (Editors), 1994, Turning Japanese: Britain with a Permanent Party of Government, London, Lawrence & Wishart.

Bumba Mukherjee, “Why Political Power-Sharing Agreements Lead to Enduring Peaceful Resolution of Some Civil Wars, But Not Others?”, International Studies Quarterly, Vol. 50, 2006.

B. Welsh, “Malaysia’s Elections: A Step Backward”, Journal of Democracy, Vol. 24, No. 4, 2013.

Cas Mudde, 2007, Populist Radical Right Parties in Europe, Cambridge: Cambridge University Press.

Catherine Fieschi, James Shields, dan Roger Woods, “Extreme Rightwing Parties and the European Union: France, Germany and Italy”, dalam Political Parties and the European Union, 1996, London, Routledge.

C.A. Odinkalu ‘Back to the future: The imperative of prioritising for the protection of human rights in Africa’ , 2003, Journal of African Law.

C. Baylies dan M. Szeftel, “Elections in the One-Party State”, dalam Gertzel Cherry, et.al., 1999, The Dynamics of the One-Party State in Zambia, Manchester: Manchester University Press.

C. Danks, 2009, Politics Russia, Harlow, Pearson.Charles Manga Fombad, “Constitutional Reforms and

Constitutionalism in Africa: Reflections on Some Current Challenges and Future Prospects”, Buffalo Law Review, Vol. 59, 2007.

Page 262: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

252 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Colin James, 1997, Under New Sail: MMP and Public Servants, Victoria University of Wellington: Institute of Policy Studies.

Collin Hay, “Chronicles Of A Death Foretold: The Winter Of Discontent And Construction Of The Crisis Of British Keynesianism”, Parliamentary Affairs, Vol. 63, No. 3, 2010.

Daniel Dhakidae (Ed.), Partai-Partai Politik Indonesia: Ideologi, Strategi, dan Program, (Jakarta: Kompas, 1999).

Daniele Caramani, Comparative Politic (New York: Oxford University Press, 2008).

Dan Mudoola (1996), Religion, Ethnicity and Politics in Uganda, Kampala: Fountain Publishers.

David Bell, “The French Extreme Left and Its Suspicion of Power”, dalam Left Parties in National Governments, 2010, Basingstoke: Palgrave Macmillan.

D. Farrell, “Political Parties In A Changing Campaign Environment”,dalam R. Katz and W. Crotty, Editors, 1996, Handbook Of Party Politics. London: Sage.

D. Kitsikis, “Popularism, Eurocommunism and the KKE”, dalam M. Waller and M. Fennema, eds., 1998, Communist Parties in Western Europe: Decline or Adaptation, Oxford: Basil Blackwell.

D. Maguire, “The Recent Birth of Modern Italy”, dalam J. Kurth dan J. Petras (eds.), 1993, Mediterranean Paradoxes: The Politics and Social Structure of Southern Europe, Providence dan Oxford: Berg.

Dimitri Almeida, “Europeanized Eurosceptics? Radical Right Parties and European Integration”, Perspectives on European Politics and Society, Vol. 11, No. 3, 2010.

Page 263: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

253Daftar Pustaka

Edwar L. Gibson, “The Populist Road to Market Reform: Policy and Electoral Coalitions in Mexico and Argentina”, World Politics, Vol. 49, No. 3, 1997.

Frank L. Wilson, “Sources of Party Transformation: The Case of France”, dalam Peter H. Merkl (ed.), 1980, Western European Party Systems: Trends and Prospects, New York, Free Press.

Fritz W.Scharpf, “Negative and Positive Integration in the Political Economy of European Welfare States”, dalam Governance in the European Union, 1996, SAGE.

Henry Kyemba (1997), State of Blood: An Inside Story of Idi Amin, Kampala: Fountain Publishers.

Gary Cox, 1997, Making Votes Count: Strategic Coordination in the World’s Electoral Systems, Cambridge, Cambridge University Press.

G. Brunner, “The Treatment of Anti-constitutional Parties in Eastern Europe”, dalam F. Feldbrugge dan W. Simons, eds., 2002, Human Rights in Russia and Eastern Europe, The Netherlands, Kluwer International Law.

Geoffrey K. Roberts, 2000, German Politics Today, Manchester, Manchester University Press.

Gérard Prunier, 1997, The Rwanda Crisis: History Of A Genocide, London: Hurst.

Giovanni M. Carbone, “Continuidade na renovação? Ten Years Of Multiparty Politics In Mozambique: Roots, Evolution And Stabilisation Of The Frelimo-Renamo Party System”, Journal of Modern African Studies, Vol. 43, No. 3, 2005.

_________________, “Political Parties and Party Systems in Africa: Themes and Research Perspectives”, World Political Science Review, Vol. 3, No. 3, 2007.

Page 264: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

254 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Goran Hyden (1983), No Shortcuts to Progress: African Development Management in Perspective, Los Angeles: University of California Press.

Gordon Smith, “The Resources of a German Chancellor”, West European Politics, Vol. 14, No. 2.

G. Pasquino, “The Democratic Party And The Restructuring Of The Italian Party System”, Journal of Modern Italian Studies, Vol. 14, No. 1, 2009.

G. Sani dan P. Segatti, “Antiparty Politics and the Restructuring of the Italian Party System”, dalam P.N. Diamandouros dan R. Gunther (eds.), 2001, Parties, Politics, and Democracy in the New Southern Europe, Baltimore and London: The John Hopkins University Press.

G. Sartori, 2005, Parties And Party Systems, Colchester: ECPR Press.Hans-Georg Betz, 1994, Radical Right-Wing Populism in Western

Europe, Houndmills, London, Macmillan.HB Selassie ‘Constitutional development in Ethiopia’, 1966, 10

Journal of African Law.Hellen Margetts dan Gareth Smyth (Editors), 1994, Turning

Japanese: Britain with a Permanent Party of Government. London: Lawrence and Wishart.

Helmut Norpoth, “The German Federal Republic: Coalition Government at the Brink of Majority Rule”, dalam Eric. C. Browne dan John Dreijmanis, 1982, Government Coalitions in Western Democracies, New York, Longman.

H.J. Puhle, “Socialist Parties in the New Southern Europe”, dalam P. N. Diamandouros dan R. Gunther (eds.), 2001, Parties, Politics, and Democracy in the New Southern Europe, Baltimore dan London: The John Hopkins University Press.

Page 265: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

255Daftar Pustaka

https://adisuryapurba.wordpress.com/2013/11/15/kehidupan-partai-partai-politik-di-masa-orde-baru-1971-1998/, diakses 25 Maret 2017.

IG Shivji et al Constitutional and legal systems of Tanzania: A civics source book, 2004.

IG Shivji, ‘Three generations of constitutions and constitution-making in Africa: An overview and assessment in social and economic context’ in MS Rosen (ed) Constitutionalism in transition: Africa and Eastern Europe, 2003.

I van Biezen, “The End Of Party Democracy As We Know It? A Tribute To Peter Mair”, Irish Political Studies, Vol. 29, No. 2, 2014.

Jason Brownlee, “Portents of Pluralism: How Hybrid Regimes Affect Democratic Transitions”, American Journal of Political Science, Vol. 53, No. 3.

J. Brownlee, Bound To Rule: Party Institutions And Regime Trajectories In Malaysia And The Philippines”, Journal of East Asian Studies, Vol. 8, No. 1, 2008.

Jean-Francois Caulier dan Patrick “Measuring One-Party Dominance with Power Indices”, Dalam Mattijs Bogaards and Francoise Boucek (Editors), 2010, Dominant Political Parties and Democracy: Concepts, Measures, Cases and Comparisons, New York: Routledge.

J. Fraenkel, “Strategic Registration From Metropolis To Periphery In The Republic Of The Marshall Islands”, Journal of Pacific History, Vol. 37, No. 3, 2002.

J. Mc Coy dan J. Hartlyn, “The Relative Powerlessness Of Elections In Latin America”, dalam S. Lindberg (Editor), 2009, Democratization by Elections: A New Mode of Transition, Baltimore: The Johns Hopkins University Press.

Page 266: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

256 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Joe Clare, “Democratization and International Conflicts: The impact of Institutional Legacies”, Journal Peace Research, Vol. 44, No. 3, 2007.

John Garry, “The Demise of the Fianna Fail-Labour ‘Partnership’ Government and the Rise of the ‘Rainbow’ Coalition”, Irish Political Studies, Vol. 10, 1995.

John Ishiyama dan John James Quinn, “African Phoenix?: Explaining the Electoral Performance of the Formerly Dominant Parties in Africa”, Party Politics Vol. 12, No. 3, 2006.

J. Okuku, 2002, Ethnicity, State Power and the Democratisation Process in Uganda.

J Oloka-Onyango ‘Human rights and sustainable development in contemporary Africa: A new dawn or retreating horizons?’, 2000, Human Development Report 2000 Background.

Jonathan Boston dan Elizabeth McLeay, “Forming the First MMP Government: Theory, Practice and Prospects”, dalam Jonathan Boston, Stephen Levine, Elizabeth McLeay, dan Nigel S. Roberts, eds, 1996, From Campaign to Coalition: The 1996 MMP Election, Palmerston North, The Dunmore Press.

Jonathan Boston, Stephen Levine, Elizabeth McLeay, Nigel S Roberts, dan Hannah Schmidt, “The Impact of Electoral Reform on the Public Service: The New Zealand Case”, Australian Journal of Public Administration, Vol. 57, No. 3, 1998.

Jonathan Boston, 1998, Governing Under Proportional Representation: Lessons from Europe, Victoria University of Wellington: Institute of Policy Studies.

José Antonio Cheibub, Adam Przeworski, dan Sebastián M. Saiegh, “Government Coalitions and Legislative Success

Page 267: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

257Daftar Pustaka

under Presidentialism and Parliamentarism”, British Journal of Political Science, Vol. 34, 2004.

Joseph L. Klesner, “Electoral Competition and the New Party System in Mexico”, Latin American Politics & Society, Vol. 47, No. 2, 2005.

Josh Maiyo, 2008, Political Parties And Intra-Party Democracy In East Africa From Representative To Participatory Democracy, Master of Philosophy in African studies Africa Studies Centre, Leiden University, Tidak Diterbitkan.

Joseph L. Klesner, “Modernization, Economic Crisis, and Electoral Alignment in Mexico”, Mexican Studies/Estudios Mexicanos, Vol. 9, No. 2, 1993.

Juan Molinar Horcasitas, ““The Future of the Electoral System” dalam Wayne A. Cornelius, Judith Gentleman, Peter H. Smith (editors), 1989, Mexico’s Alternative Political Futures, La Jolla: Center for U.S.Mexican Studies, University of California at San Diego.

Kaare Kaare dan Wolfgang C . Müller, “Coalition Agreements and Governance”, paper delivered to the Annual Meeting of the American Political Science Association, San Francisco, 29th August-2nd September 2001.

Kaare Strøm dan Stephen M. Swindle, “The Strategic Use of Parliamentary Dissolution Powers”, paper delivered to ECPR Joint Sessions of Workshops, Copenhagen, April 14th-19th 2000.

Kathleen Bruhn, “The Making of the President, 2000: Race to Los Pinos”, dalam Jorge I. Domínguez dan Chappell Lawson, 2001, Mexico 2000: Voting Behavior, Campaign Effects, and Democratization in Mexico, London: Institute of Latin American Studies.

Page 268: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

258 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

“Kembalinya Tradisi Golkar”, Kompas, 21 Desember 2004.Kenneth F. Greene, 2007, Why Dominant Parties Lose: Mexico’s

Democratization in Comparative Perspective, Cambridge: Cambridge University Press.

Kenneth F. Greene, 2007, Why Dominant Parties Lose: Mexico’s Democratization in Comparative Perspective, New York, Cambridge University Press.

Kenneth Janda, 2005, Political Parties and Democracy in Theoretical and Practical Perspectives: Adopting Party Law, Washington, The National Democratic Institute for International Affairs.

Kharis Ali Templeman, 2012, The Origins And Decline Of Dominant Party Systems: Taiwan’s Transition In Comparative Perspective, Dissertation Doctor of Philosophy Political Science, The University of Michigan, Not Published.

Kuskridho Ambardi, 2009, Mengungkap Politik Kartel. Studi tentang Sistem Kepartaian di Indonesia, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia-LSI.

LC Backer ‘God(s) over constitutions: International and religious transnational constitutionalism in the 21st Century’ (2007-2008) 27 Mississippi College Law Review 11.

Leo Agustino, Perihal Ilmu Politik Sebuah Bahasan Memahami Ilmu Politik, Yogyakarta: Graha Ilmu,t.t.

Leonard Ray, “Validity of Measured Party Positions on European Integration: Assumptions, Approaches, and a Comparison of Alternative Measures”, Electoral Studies, Vol. 26, No. 1, 2007.

Lieven De Winter, Arco Timmermans, dan Patrick Dumont, “Belgium: On Government Agreements, Evangelists, Followers and Heretics”, dalam Wolfgang C. Müller dan Kaare Strøm (Editor), 2000, Coalition Governments in Western Europe, Oxford, Oxford University Press.

Page 269: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

259Daftar Pustaka

Lili Romli, “Pandangan Urang Awak terhadap Partai Politik: Kasus Sumatra Barat”, dalam Syamsuddin Haris (ed), Persepsi Masyarakat terhadap Partai Politik Peserta Pemilu 2004, Jakarta: Pusat Penelitian Politik-LIPI dan Balitbang Depdagri, 2003.

Lili Romli (Ed.), Pelembagaan Partai Politik Pasca-Orde Baru Studi Kasus Partai Golkar, PKB, PBB, PBR, dan PDS, Jakarta: P2P-LIPI, 2008.

Linda Camp Keith dan Ayo Ogundele, “Legal Systems and Constitutionalism in Sub-Saharan Africa: An Empirical Examination of Colonial Influences on Human Rights “, Human Rights Quarterly 29, no. 4 (May, 2007).

Lindsay Whitfield, “Change for a Better Ghana’: Party Competition, Institutionalization and Alternation in Ghana’s 2008 Elections”, African Affairs, 108/433, 2009.

Luis F. Clemente, Party Systems Stability in Latin America : A Comparative Study (New York: State of University of New York, 2009).

Luke March dan Cas Mudde, “What’s Left of the Radical Left? The European Radical Left After 1989: Decline and Mutation”, Comparative European Politics, Vol. 3, No. 1, 2005.

Luke March,2011, Radical Left Parties in Europe, London: Routledge.

Luky Sandra Amalia, ”DPRD Banten: Relasi Formalistik dengan Konstituen”, dalam Lili Romli dan Luky Sandra Amalia (ed.), Kecenderungan Hubungan Anggota Legislatif dan Konstituen: Studi DPRD Provinsi Banten Hasil Pemilu 2009, (Jakarta:P2P-LIPI, 2010).

Marco Tarchi, “Italy: A Country of Many Populisms”, dalam Daniele Albertazzi dan Duncan McDonnell (Editors), 2007,

Page 270: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

260 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Twenty-First Century Populism: The Spectre of Western European Democracy, Basingstoke: Palgrave Macmillan.

Maswadi Rauf, “Evaluasi Sistem Presidensial”, dalam Moch. Nurhasim dan Ikrar Nusa Bhakti (Ed.), Sistem Presidensial dan Sosok Presiden Ideal, Jakarta: Pustaka Pelajar dan Asosiasi Ilmu Politik Indonesia-AIPI, 2009.

Matthijs Bogaards, “Counting Parties and Identifying Dominant Party Systems in Africa,” European Journal of Political Research, Vol. 43, 2.

Maurice Duverger, 1954, Political Parties, Their Organization and Activity in the Modern State, London: Meuthen.

Maurits J. Meijers, 2016, Is Euroscepticism Contagious? Examining the Impact of Eurosceptic Challenger Parties on Mainstream Party Attitudes toward the European Union, PhD Thesis: Hertie School of Governance, Berlin.

M. Bogaards, “Reexamining African Elections”, Journal of Democracy, Vol. 24, No. 4, 2013.

M. Chege, 2007, Political Parties in East Africa: Diversity in Political Party Systems, Stockholm, IDEA.

M. Crawford Young, “Elections in Zaire: The Shadows of Democracy”, dalam Fred M. Hayward, ed., 1987, Elections in Independent Africa, Boulder: Westview Press.

Michael Keating,“The European Union and the Regions”, dalam Barry Jones dan Michael Keating, Editors, 1995, In The European Union and the Regions, Oxford: Oxford University Press.

Michael Laver dan Kenneth A. Shepsle, 1994, Making and Breaking Governments: Cabinets and Legislatures in Parliamentary Democracies, Cambridge: Cambridge University Press.

Page 271: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

261Daftar Pustaka

Michael Laver dan Norman Schofield, 1998, Multiparty Government: The Politics of Coalition in Europe (2nd. Ed.), USA, University of Michigan Press.

Michael Laver, “The Government Formation Proces in Ireland: Implications for the Constitutional Role of the President, the Government and the Dáil”, dalam Constitution Review Group, 1996.

Michael Washman, “Democratization through Alternation?- Comparing the cases of Ghana, Kenya, and Senegal”, Paper prepared for delivery at the Annual Meeting of the Swedish Political Science Association, Gothenburg, 30 October 2011.

Michael W. Doyle dan N. Sambanis, “International Peacebuilding: A Theoretical and Empirical Analysis”, American Political Science Review, Vol. 9, No. 4, 2000.

Michele Brandt, Jill Cottrell, Yash Ghai, and Anthony Regan, 2011, Constitution-Making And Reforms: Options For The Process, Interpeace.

Minion K. C. Morrison dan Jae Woo Hong, “Ghana’s Political Parties: How Ethno/Regional Variations Sustain the National Two-Party System”, Journal of Modern African Studies, Vol. 44, No. 4, 2006.

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 2008).

M.K. Mbondenyi, 2011, International Human Rights And Their Enforcement In Africa, LawAfrica.

Monty G. Marshall dan Keith Jaggers, 2009, “POLITY IV Project: Political Regime Characteristics and Transitions, 1800-2007,” Dataset Users’ Manual, Center for Systemic Peace.

Page 272: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

262 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Morris Kiwinda Mbondenyi dan Tom Ojienda, 2013, Constitutionalism and Democratic Governance in Africa: Contemporary Perspectives from Sub-Saharan Africa, Cape Town, Pretoria University Law Press.

N. Anstead, 2008, “Internal Party Democracy in Europe and the United States: Different Models in a Changing Environment”, Conference Paper, Political Studies Association, 1 - 3 April 2008, Swansea University.

Naom Chazan et.al., 1999, Politics and Society in Contemporary Africa, 3rd edition, Boulder, CO: Lynne Rienner.

National Democratic Institute, 2013, Political Parties And Democracy In Theoretical And Practical Perspectives, Massachusetts, Center of Excellence on Democracy, Human Rights and Governance.

Nelson Kasfir, 1976, The Shrinking Political Arena. Participation And Ethnicity In African Politics With A Case Study Of Uganda, Berkeley, University of California Press.

N.G. Wanjohi, “Sustainability of Political Parties in Kenya”, in M.A.M. Salih (Ed), 2003, African Political Parties: Evolution, Institutionalism And Governance, Sterling, Virginia, Pluto Press.

Nicolas Van de Walle, dan Kimberly Smiddy Butler, “Political Parties and Party Systems in Africa’s Illiberal Democracies”, Cambridge Review of International Affairs, Vol. 14, No, 1, 1999.

P. Anderson, “An Invertebrate Left”, London Review of Books, 2009.

Partono, “Sistem Multi Partai, Presidensial dan Persoalan Efektifitas Pemerintah”, makalah, 2010.

Page 273: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

263Daftar Pustaka

Peter Burnell, “The Relationship of Accountable Governance and Constitutional Implementation with Reference to Africa”, Journal of Politics and Law, Vol. 1, No. 3, 2008.

Paul Seaton, “Fortunate Powerlessness”, Perspectives On Political Science 34, no. 2: (2005).

Paul Smoke, “The Evolution Of Fiscal Decentralization Under Kenya’s New Constitution: Opportunities And Challenges”, Proceedings of The Annual Conference On Taxation 104, (2011).

Phares Mutibwa, 1982, Uganda Since Independence: A story of Unfulfilled Hopes, London, Hurst &Co.

Philip Keefer, “.Database of Political Institutions: Changes and Variable Definitions,” Development Research Group, Washington: World Bank.

P. Panapa dan J. Fraenkel, 2008, State, Society, and Governance in Melanesia, Canberra, Australian National University, hlm. 9; T. Taafaki, “Tuvalu”, S. Levine (ed.), 2009, Pacific Ways. Government and Politics in the Pacific Islands. Wellington: Victoria University Press.

Paul Cammack et al, 1993, Third World Politics: A Comparative Introduction, Hampshire: Macmillan Press.

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia, 1992).

Richard Gunther dan Larry Diamond, “Species Of Political Parties. A New Typology”, Party Politics, Vol. 9, No. 2, 2003.

Richard S. Katz dan Peter Mair, Editors, 1992, Party Organizations: A Data Handbook on Party Organizations in Western Democracies, 1960-1990, London, Sage Publications,

_________________________, 1994. How Party Organize: Change and Adaptation in Party Or- ganizations in Western Democracies. London: Sage Publication.

Page 274: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

264 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Robert Ford, Matthew J. Goodwin, dan David Cutts. “Strategic Eurosceptics and Polite Xenophobes: Support for the United Kingdom Independence Party (UKIP) in the 2009 European Parliament Elections”, European Journal of Political Research, Vol. 51, No. 2, 2012.

Robert J. Jackson dan Doreen Jackson, 2009, Politics in Canada, 7th ed. Toronto: Prentice Hall.

Oniel Francisco Díaz-Jiménez dan Igor Vivero-Ávila, “The Dimensions Of Competition In The Mexican Party System (1979-2012)”, Convergencia, Vol. 68, 2015.

Ora John Reuter, 2010, “The Origins of Dominant Parties”, Unpublished Ph.D. dissertation, Department of Political Science, Emory University.

Sabastian Salang, Potret Partai Politik di Indonesia, Asesmen Terhadap Kelembagaan, Kiprah, dan Sistem Kepartaian (Jakarta: Forum Politisi-Friedrich Naumann Stiftung, Oktober 2007).

S. Adelman, ‘Constitutionalism, pluralism and democracy in Africa’, 1998, 42 Journal of Legal Pluralism.

Samuel P. Huntington, 1991, The Third Wave: Democratization in the Late Twentieth Century, Norman OH, University of Oklahoma Press.

Sara Bennett, et.al. “Policy challenges facing integrated community case management in Sub- Saharan Africa”, Tropical Medicine & International Health, Vol. 19, No. 7: (2014).

S. Barman, “The Life of the Party”, Comparative Politics, Vol. 30, No. 1, 1997.

Scott Mainwaring, “Presidentialism in Latin America”, Latin America Research Review, Vol. 25, No. 1, 1990.

Page 275: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

265Daftar Pustaka

_______________, “Presidentialism, Multipartism, and Democracy: The Difficult Combination”, Comparative Political Studies, Vol. 26,No. 2, 1993.

Sebastian Elischer, 2013, Political Parties in Africa: Ethnicity and Party Formation, Cambridge, Cambridge University Press.

S. Fish, “The Inner Asian Anomaly: Mongolia’s Democratization In Comparative Perspective”, Communist and Post-Communist Studies, Vol. 34, No. 3, 2001.

Shaheen Mozaffar, “Introduction”, Party Politics, Vol. 11, No. 4.Shaheen Moazaffar dan James R. Scarritt, 2005, “The Puzzle of

African Party Systems”, Party Politics, Vol. 11. No. 4, 2005.Sigit Pamungkas, Partai Politik Teori dan Praktik di Indonesia,

(Yogyakarta: Institute for Democracy and Welfarism, 2011).S.M. Omodia dan V.Egwemi, “Party Politics and the Challenge of

Political Representation in Nigeria”, International Journal of Bussiness & Social Science, Vol. 2, No. 22, December 2011.

S. Scarrow, 1996, Parties And Their Members: Organizing For Victory In Britain And Germany, Oxford, Oxford University Press, hlm. 42–46. Baca juga A. Ware, 1996, Political Parties And Party Systems, Oxford, Oxford University Press.

Stephen D. Morris, 1995, Political Reformism in Mexico: An Overview of Contemporary Mexican Politics, Boulder: Lynne Rienner.

Stephen Ndegwa, “Kenya: Third Time Lucky?”, Journal of Democracy, Vol. 14, No. 3, 2003.

Steven Levitsky dan Lucan Way, “The Rise of Competitive Authoritarianism”, Journal of Democracy, Vol. 13, No. 2.

Thimothy D. Sisk, 1996, Power Sharing and International Mediation in Ethnic Conflicts. Carnegie Com- mission on

Page 276: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

266 PARTAI POLITIK, IDEOLOGI, DAN KEKUASAAN

Preventing Deadly Conflict, US Institute of Peace, Washington Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI).

Thomas Quinn, “Block Voting In The Labour Party: A Political Exchange Model”, Party Politics, Vol. 8, No. 2, 2002.

T.J. Pempel (Editor), 1990, Uncommon Democracies: The One-Party Dominant Regimes, Ithaca, NY: Cornell University Press.

Tom Louwerse dan Peter Van Aelst, “The Exceptional Belgian Case? Government Formation Duration In Comparative Perspective”, Paper prepared for presentation at the conference ‘Belgium: The State of the Federation’, Vereniging voor Politieke Wetenschappen/Association belge francophone de science politique, Louvain-la-Neuve, 18 October 2013.

Wiliam Chang, “Disorientasi Partai Politik”, Kompas, 28 Maret 2014.

William N. Chamber dalam Louis Sandy Maisel dan Mark D. Brewer, Parties and Election in America : The Electoral Process (Maryland: Rowman and Littlefield Publishing Group, 2012).

William Riker, 1976, “The Number of Political Parties: A Reexamination of Duverger’s Law,” Comparative Politics, Vol. 9, No. 1.

Yemile Mizrahi, “Rebels Without a Cause? The Politics of Entrepreneurs in Chihuahua”, Journal of Latin American Studies, Vol. 26, No. 1, 1994.

Yemile Mizrahi, “The Costs of Electoral Success: The Partido Acción Nacional in Mexico”, dalam Mónica Serrano (Editor), 1998, Governing Mexico: Political Parties and Elections, London: Institute of Latin American Studies.

Page 277: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

267Daftar Pustaka

Y. Feofanov, “The Establishment of the Constitutional Court in Russia and the Communist Party Case”, Review of Central and East European Law, Vol. 6, 1993.

Page 278: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang
Page 279: layanan.hukum.uns.ac.id file... · v KATA PENGANTAR Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan taufik, rahmad, dan inayahNya sehingga buku yang

269

BIOGRAFI PENULIS

Dr. Isharyanto, S.H., M.Hum. Lahir di Gunungkidul, 1 Mei 1978. Merupakan dosen hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret sejak 2004. Menyelesaikan pendidikan sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (2001), Magister Hukum Universitas Gadjah Mada (2003), dan Doktor Ilmu Hukum

Universitas Sebelas Maret (2014). Pernah menempuh Sandwich Like Program di School of Economics, Law, and Governemnt Utrecht University, Netherland (2012) untuk memperdalam riset hukum dan penulisan jurnal internasional. Pernah menjabat sebagai Sekretaris Badan Mediasi dan Bantuan Hukum Universitas Sebelas Maret (2004-2011), Kepala Pusat Penelitian Konstitusi dan Hak Asasi Manusia LPPM Universitas Sebelas Maret (2010-2012), dan Koordinator Tenaga Ahli Rektor Bidang Hukum (2015-sekarang). Aktif melakukan penelitian antara lain Hibah Kajian Wanita (2005), Hibah Strategi Nasional Dirjen Dikti (2012 dan 2013), Hibah Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi (2015), dan Hibah Prioritas Nasional MP3EI Dirjen Dikti (2016), serta penelitian yang dibiayai oleh PNBP Universitas Sebelas Maret (2013 dan 2015). Ia juga aktif menulis di media nasional dan lokal untuk isu-isu hukum dan politik serta berpengalaman melakukan advokasi kebijakan publik dan menjadi mentor dalam bimbingan teknis pengembangan fungsi lembaga-lembaga pemerintahan.