fgd v creative financing 160414_final (2)
TRANSCRIPT
Beberapa Fakta dan Pemikiran Tentang Pembiayaan Inovatif Sektor Transportasi
FGD V RPJMN 2015-2019
16 April 2014
2
RPJMN I 2005-2009
RPJMN II 2010-2014
RPJMN III 2015-2019
RPJMN IV 2020-2025
Meningkatnya kompetisi global, tuntutan global compliance dan meningkatnya
kompleksitas tatanan sosial, ekonomi, dan politik domestik
Political
Determination
<Conjecture>
The future of the future
Conjecture
Kegagalan membangun infrastruktur transportasi yang
maju dan modern akan membawa implikasi yang
sangat berbahaya bagi perekonomian mendatang.
2005 2010 2015 2025
RENSTRA I
RENSTRA II
RENSTRA III
RENSTRA IV
2020
RPJMN I dan RPJMN II
RENSTRA I & RENSTRA II
Transportasi di Indonesia
mengalami defisit dan kesenjangan
yang luar biasa besar dan oleh
karenanya perencanaan
pembangunannya tidak dapat
dibuat berdasarkan pendekatan
linier dan teknokratik semata.
Harus berani menggunakan
pendekatan non-linier dan kalau
perlu eksponensial dan harus ada
determinasi politik yang kuat.
RPJMN III dan RPJMN IV
sangat kritis bagi
pembentukan landasan
menuju Indonesia maju secara
ekonomi, politik, sosial budaya
The future of the past
Technocratic
Determination
<Projection>
PENDAHULUAN
Oleh karena itu RENSTRA 2015-2019 harus menempuh
lintasan non-linier……
Tahun 2025-2030 infrastruktur transportasi Indonesia seharusnya
sudah “well established” melayani pergerakan ekonomi maju dan
menopang negara Indonesia yang modern, bersatu dalam ekonomi
dan politik, dan lebih sejahtera.
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019 Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 2
Business as usual
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019 Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 2
3
APBN & PEMBELANJAAN SEKTOR PUBLIK
Ruang fiskal kita untuk investasi transportasi sangat sempit dan
akan tetap seperti itu untuk 5 tahun kedepan, kecuali ….
Pendapatan negara dalam
APBNP 2013 sebesar Rp.
1.502 triliun (pajak, PNBP,
hibah) sedangkan belanja
negara Rp. 1.726,2 triliun,
yang terdiri dari belanja
pemerintah pusat Rp.
1.196,8 triliun dan transfer ke
daerah Rp. 529,4 triliun.
APBNP menderita defisit
sebesar RP. 224,2 triliun.
Tabel dibawah ini
memperlihatkan bahwa biaya
rutin dalam APBN kita
mencapai lebih dari 70% dari
pendapatan negara dan
meninggalkan ruang fiskal
yang sangat sempit untuk
pembangunan infrastruktur
termasuk transportasi.
Belanja
Pemerintah Pusat 2013
Belanja Pemerintah Pusat (Rp. Trilun). Kecenderungan akan tetap sama 5 tahun kedepan. Sumber: APBN dan Indikator Ekonomi 2013 Kementerian Keuangan, Ditjen Anggaran. Okt. 2013
Background Paper RENSTRA 2015-2019 Kementerian Perhubungan & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 3
APBNP Belanja
Pegawai
Belanja
Barang
Belanja
Modal
Bunga Utang
Dalam Negeri
Bunga Utang
Luar Negeri
Subsidi
Energi
Subsidi
Non
Energi
Belanja
Hibah
Bantuan
Sosial
Belanja
Lain Lain
2012 212,3 162,0 176,1 84,7 33,0 202,4 42,7 1,8 86,0 68,5
2013 233,0 206,5 192,6 96,8 15,8 299,8 48,3 2,3 82,5 19,3
4
INVESTASI & PEMBIAYAAN
Berapa magnitude investasi yang diperlukan untuk transportasi
5 tahun kedepan? Pendekatan makro, top-down.
1274
851637
278
222
140
155
115
75
563
424
282
91
80
60
182
165
100
Skenario Penuh100%
Skenario 75% Skenario Dasar 50%
Investasi Transportasi 2015-2019 (Rp. Triliun)
Bandara
ASDP
Pelabuhan
Transportasi Kota
Kereta Api
Jalan
Proyeksi melalui pendekatan makro yang dilakukan oleh Bappenas &
JICA Study dengan benchmarking negara-negara di Asia yang sudah
maju sistem dan jaringan transportasinya. Pendekatannya berbasis
negara berpenghasilan menengah keatas yakni dengan PDB/kapita
sebesar > USD 14.000.
Sumber: Medium Term Economic Infrastructure Strategy,
Bappenas & JICA , Febr. 2014
S-100% S-75% S-50%
Standar
Internasional
Full compliance
in 2020
75% compliance
in 2020
50% compliance in
2020 and full
compliance in 2030
Transportasi 2.543 T 1.857 T 1.294 T
Perhubungan 1.269 T 1.006 T 657 T
Menurut Bappenas-JICA, skenario 100% akan memerlukan peningkatan
rasio utang/PDB dari 22,5% ke 26%, KPS diatas 20%, dan implementasi
off-balance sheet funding. Selain itu implementasi memerlukan komitmen
dan kepemimpinan yang kuat dalam birokrasi.
Subsektor Pelabuhan dan Kereta Api merupakan subsektor yang harus
didanai sangat besar dalam 5 tahun kedepan dan ini sangat sejalan
dengan semangat untuk membangun konektivitas nasional dan
membangun industri transportasi nasional yang lebih maju dan modern.
Program dan proyek strategis yang termuat dalam RIPNAS dan RIPN
dapat menjadi Quick Win Projects dalam pipeline pembangunan sektor
perhubungan kedepan.
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019 Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 4
5
INVESTASI & PEMBIAYAAN
Berapa magnitude investasi yang diperlukan untuk transportasi
5 tahun kedepan? Pendekatan sektor, bottom-up.
Proyeksi melalui
pendekatan
mikro sektoral
didasarkan atas
berbagai-bagi
dokumen
perencanaan
yang ada seperti
Rencana Induk,
Cetak Biru,
Kajian Latar
Belakang
Transportasi
Perkotaan, dll.
Proyeksi ini
terletak antara
skenario 75%
dan 50% dari
pendekatan
makro.
Sumber: RIPNAS, RIPN, Cetak Biru ASDP, Tatanan Kebandarudaraan, GIZ
KEBUTUHAN DETAIL KEBUTUHAN BIAYA (USD)
PERKERETAAPIAN 28.354.310.000
Sarana kereta api
Lokomotif 1.720 unit, kereta 12.220 unit, gerbong 9.625 unit, kereta perkotaan 1673 unit
11.823.500.000
Prasarana jalan rel KA
Jalan Rel Antar Kota 3.303 km dan Jalan Rel Perkotaan 2.364 km
16.530.810.000
TRANSPORTASI LAUT 33.716.462.500
Prasarana pelabuhan
Terminal (peti kemas , CPO, minyak bumi, batubara , curah lainnya, lainnya),CDC/ multi moda, pesiar/pariwisata , lahan/infra dasar
12.391.000.000
Sarana kapal Kapal kontainer 391 unit, tanker 467 unit, general cargo 1790 unit, penumpang 785 unit, tongkang 3163 unit, tug boat 2969 unit
19.599.462.500
TRANSPORTASI UDARA 30.522.037.669
Prasarana bandara
Bandara baru (UPT dan BUMN) dan peningkatan bandara eksisting
4.430.691.085
Sarana pesawat
Pesawat komersiil (AOC 121 dan AOC 135) dan pesawat perintis
25.792.690.476
Navigasi +keselamatan penerbangan
Pembangunan, rehabilitasi dan pemiliharaan prasarana navigasi penerbangan serta prasarana keamanan penerbangan
298.656.108
TRANSPORTASI PENYEBERANGAN 186.000.000
Pelabuhan baru 106.250.000
Kapal penyeberangan 79.750.000
LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN 324.583.300
Prasarana Lalu Lintas Jalan 118.750.000
Sarana Lalu Lintas Jalan 205.833.300
TRANSPORTASI PERKOTAAN (BRT (IOM) dan sistem pendukungnya), MRT 11.230.761.900
TRANSPORTASI MULTIMODA 1.781.571.429
TOTAL (USD) 106.115.726.797
TOTAL (Rupiah, Kurs 1 USD = Rp. 1.500) Rp. 1.114 Trilyun
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019 Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 5
6
atau konsorsium swsta.
INVESTASI & PEMBIAYAAN
Investasi yang diperlukan untuk koridor ekonomi: siapa
yang akan memikulnya? Semua pemangku kepentingan.
Projects Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Bali, NTB,
NTT
Kep. Maluku
& Papua
JSS 150.000 - - - -
MRT - 70.000 - - -
Toll 24.890 176.660 - 1.732 1.489 -
Kereta Api 76.400 35.010 35.300 - 12.100 -
Pelabuhan 5.710 44.880 9.713 4.692 - 58.498
Bandara 3.977 16.169 2.800 - 2.879 150
Jalan & Jembatan 64.272 - 20.543 2.973 460 56.725
ASDP 4.684 3.188 - - 367 -
Total 329.933 345.907 68.356 9.397 17.295 115.373
Indikasi Investasi Kegiatan Ekonomi Utama 6
Koridor, 2011-2014
Sumber: MP3EI, 2011
• Dari sekitar Rp. 2.500 triliun yang
diperlukan untuk investasi infrastruktur
di koridor ekonomi, investasi untuk
membangun transportasi saja
mencpai sekitar Rp. 886 triliun
• Ini masih merupakan indikasi investasi
untuk Fase 1, sedangkan untuk Fase
2 dan Fase 3 akan dirumuskan
kemudian
• Hybrid Financing merupakan indikasi
investasi antara Pemerintah dan
Swasta (PPP/KPS) maupun antara
BUMN dan Swasta atau konsorsium
swasta.
25%
44%
23%
8% Pemerintah
BUMN
Swasta
Hybrid
Nilai Indikasi
Investasi
Berdasarkan
Investor (%)
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019 Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 6
7
INVESTASI & PEMBIAYAAN
Investasi transportasi tidak pernah dan tidak akan bisa
ditanggung oleh pemerintah sendirian ………
Investasi Transportasi
APBN dan Pembelanjaan Sektor Publik
Infrastruktur dasar, non-komersial, non
cost-recovery, secara ekonomi sangat
layak, secara finansial tidak layak, strategis
secara nasional, akses kepada daerah tertinggal dan
perdesaan, meningkatkan
ekonomi nasional dan lokal dan merupakan
kewajiban pemerintah (Public Service Obligation,
PSO)
Kemitraan Pemerintah dan
Swasta
Infrastruktur dasar, komersial dan non-komersial, potensi
cost-recovery, secara ekonomi sangat
layak, secara finansial layak atau kurang
layak, dapat menjadi layak apabila ada
dukungan pemerintah, strategis secara nasional, akses
kepada daerah tertinggal dan
perdesaan, meningkatkan
ekonomi nasional dan lokal, mendukung
logistik dan koridor ekonomi
Investasi Swasta Murni
Infrastruktur ekonomi yang komersial, full
cost-recovery, secara ekonomi sangat
layak, secara finansial juga layak, strategis
secara nasional, akses kepada pelabuhan
dan bandara internasional , meningkatkan
ekonomi nasional dan lokal. Penyediaan
infrastruktur khusus seperti Special
Railways, Special Ports, dan Special
Airports dapat menggunakan skema
ini dengan sifat unsolicited dan tanpa
tender.
Kerjasama Pemerintah
Swasta
KPS Konvensional
Pemerintah melakukan persiapan
KPS Aliansi Strategis
Pemerintah & Swasta bersama-sama sejak awal
Investasi Swasta Murni
Solicited Program
Pemerintah
Unsolicited Inisiatif Swasta, Special Facilities
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019 Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 7
8 8
CREATIVE FINANCING
Dengan ruang fiskal yang sempit apa yang dapat dilakukan
untuk membiayai transportasi kedepan?
CREATIVE FINANCING
APBN On-Budget
APBN 2,5% to 5% PDB
PDF/ VGF
PMN
Hibah
Obligasi /SUN Infra-
struktur
Obligasi /Sukuk Infra-
struktur
Performance Based
Annuity Scheme
PBAS
Available Direct
Payment
Availale Indirect
Payment
BUMN Infra-
struktur
Obligasi Syariah/
Sukuk
DCM Off-Budget
Per- bankan
Bank Infra-
struktur
Asset Backed
Securities
Dana Pensiun
Dana Asuransi
Pasar Modal Reksa-dana
Off-Budget Private Financing
KPS/ PPP
Conven-tional KPS
Aliansi Strategis
KPS
SMI/IIGF /PIP
Swasta Murni/
PFI
Unsolicited Fasilitas Khusus
PBAS= Performance-based Annuity Scheme, merupakan perjanjian kerjasama penyediaan infrastruktur antara Pemerintah dengan operator, yang
besarnya didasarkan pada kinerja Pihak Swasta, melalui pembayaran angsuran multi years dari pemerintah ke operator. Swasta berperan dalam hal:
design, construct, finance, operate dan maintain; sebuah proyek sehingga mencapai suatu standard tertentu yang disepakati. Pemerintah berperan dalam
hal: melaksanakan pembayaran berbasis kinerja (performance-based payments) selama jangka waktu kontrak 20-20 tahun. Isu ke depan: (1) Kriteria
proyek yang cocok dengan skema PBAS; (2) Strategi pemilihan proyek PBAS; (3) Alokasi anggaran MoF dana PBAS; (4) Penyusunan mekanisme dan
aturan pencairan dana PBAS (di MOF, dan PJPK); dan (5) Kelembagaan yang tepat untukmengelola PBAS;
DCM: Domestic Capital Market
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019 Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 8
9
• BUMN: - BUMN Sektor
- Bank BUMN
• BANK SWASTA
(short-term)
• Dana Pensiun (long-term)
• Asuransi (long-term)
• Reksadana (long-term)
CREATIVE FINANCING
Batasan dan potensi aplikasinya di Indonesia
ON BUDGET 2,5% PDB
SUMBER ON-BUDGET
• Pajak
• PNBP
• SUN (termasuk infrastruktur)
• SUKUK (termasuk
infrastruktur)
PENGGUNAAN:
• Dukungan pemerintah
• VGF (MoF 223/2012)
• Penjaminan pemerintah
• PIP
• Hibah
• PBAS
• Road Preservation Fund
ISU STRATEGIS:
Bagaimana caranya agar dana
on-budget dapat ditingkatkan
secara signifikan lebih dari
2,5% PDB?
OFF-BUDGET
SUMBER OFF-BUDGET
PENGGUNAAN DANA OFF-BUDGET UNTUK
PROYEK INFRASTRUKTUR
PT. BADAN USAHA INFRASTRUKTUR
(BUI) (sebagai PJPK)
• Leader Bank BUMN
(mayoritas)
• Bank Swasta sekitar
5-15%
• Tenor max 7 tahun
Equity
= 30%
Pinjaman
= 70%
Saham
pendiri
SINDIKASI BANK
PASAR MODAL
LEMBAGA PEMBIAYAAN
INFRASTRUKTUR
(misalnya: SMI, IIF, PIP)
• Sumber dana:
- Multilateral (WB/ADB/JICA)
- Pasar modal
• Fokus:
- Pembiayaan infrastruktur
- Pinjaman jangka pajang
• Prasyarat:
Kapasitas manajemen resiko yang
kuat
Private placement
ISU STRATEGIS:
Bentuk intervensi regulasi dan insentif fiskal
apa yang diperlukan?
• Penerbitan obligasi
atau IPO saham
• Tenor panjang (>
20 tahun)
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019 Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 9
10 10
PERBEDAAN SUDUT PANDANG (GAP) ANTARA DEBITUR - KREDITUR
Akar masalah yang perlu mendapat perhatian yang proper dari semua pihak, agar
proses pengembangan pembiayaan infrastruktur transportasi dapat berjalan lancar:
Debitur / Development Agent Gap Analysis Kreditur / Financier / Private Investor
• Pemda (selaku Penerbit Obligasi)
• SoE Transportasi
• BU Transportasi
Strategi meningkatkan kerjasama kreditur – debitur & membangun hubungan bisnis yang sehat : Pertegas status “market
friendly” Perbaiki kinerja keuangan +
operasional secara jelas Tingkatkan aspek GCG (good
corporate governance) Tingkatkan kualitas leadership
+ managerial khususnya dalam pengendalian pinjaman
Perkuat kinerja keuangan & tingkat kepercayaan terhadap Laporan keuangan perusahaan
• DCM Dana Pensiun Asuransi Bank
• Bank Umum • Multilateral
Potensi perbaikan yang mungkin: - Masih adanyanya ambivalensi
mekanisme pasar vs aturan - Kinerja keuangan + kinerja
operasional perusahaan belum jelas
- Penerapan GCG (good corporate governance) yang belum memadai
- Leadership + managerial capacity belum standard
- Standar laporan keuangan belum baku
Tuntutan yang diharapkan: - Pemberlakukan azas mekanisme
Pasar yang adil dan bertanggung jawab
- Perlunya prudent operation, utamanya dalam hal: Kinerja keuangan + operasional
- Tuntutan terhadap Leadership + managerial capacity baik dan terpercaya
- Diterapkannya GCG (good corporate governance) sebagai dasar skema B-to-B
- Proffessional & Profit oriented
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019 Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 10
11 11
INVESTASI & PEMBIAYAAN
Dengan ruang fiskal yang sempit apa yang dapat
dilakukan untuk membiayai transportasi kedepan?
Funding
Method Description Key Success Factor Risks
Penguatan
sistem
Pembiayaan 3-
in-1 MoF (IIGF,
PT IIF, PT SMI,
IIA)
Memperkuat struktur permodalan dari PT SMI dan PT
IIF dengan melibatkan lebih banyak lembaga donor
Internasional/ Multinational Institution, membangun
platform hukum yang memungkinkan percepatan dan
eskalasi Project Financing untuk proyek (Mega Proyek)
nasional yg dianggap strategis
• Mencapai skala ekonomi
(asset)= $ 1 Billion
• Coverage: ...% dr Cap
2,5% investasi
infrastruktur
• CAGR= ...%
• Institutional risk
(birokrasi)
• Regulation risk
(ketidaksiapan
perangkat hukum)
Peningkatan
investasi BUMN
Fokus pada BUMN Transportasi, memperkuat struktur
modal BUMN Transportasi, memberi ‘failitas
perundangan’ agar bisa investasi capex prasarana,
menyehatkan BUMN investasi sehinga feasible dlm
mengeluarkan Obligasi
• Mencapai kondisi BUMN
yg sehat dgn
kemampuan likuiditas
baik
• Penyiapan aturan UU &
PP yg menjadi dasar
• Corporate
Business risk
• Regulation risk
(ketidaksiapan
perangkat hukum)
Akselerasi
penerapan
PBAS/
Availability
PPPs
Mengenalkan dan kemudian meng-aplikasikan PBAS/
Availability PPPs secara sistematis dan serempak
(national-wide) dgn tujuan melibatkan se-optimal
mungkin dana swasta dalam proyek infrastruktur
terseleksi, memberikan prioritas dan kebijakan insentif
(perundangan &/ fiscal) kepada investor
• Seleksi & kualifikasi
proyek PBAS
• Penyiapan aturan UU &
PP yg menjadi dasar
• Ketersediaan anggaran
PBAS di MoF
• Institutional risk
(birokrasi)
• Regulation risk
(ketidaksiapan
perangkat hukum)
• Operational risk
(praktik yg
Pengembangan
Bank
Infrastruktur
Membangun sebuah Institusi Bank Komersial yg
berkemampuan memberkan Kredit Likuiditas untuk
Pinjaman Infrastruktur dgn skema pembiayaan lunak
(grass period, interest bearing rendah, tenor lama)
melalui struktur permodalan gabungan antara Bank
BUMN, Lembaga Donasi Internasional, dll
• Insentif regulasi
khususnya untuk skema
pembiayaan
• Struktur Modal yg kuat/
CAR > 10%-12%
• Institutional risk
(birokrasi)
• Banking business
risk
Creative Financing pada Public Sector Spending
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019 Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 11
12 12
PENINGKATAN KAPABILITAS PEMBIAYAAN PT SMI
Bagaimana membangun model bisnis baru SMI berperan besar
sebagai ‘bridging financing agent’ untuk meng-absorb kebutuhan
pembiayaan infrastruktur transportasi
Balance Sheet
Investor/ Kontraktor/ SOE Transportasi
Short-term Loan / Working Cap
Loan
Long -term Loan / Capital Expenditure &
Infrastructure Loan
Mezannie (sub-
ordinated & shareholder)
Loan
Equity financing
SMI
Peran pembiayaan PT SMI sebagai ‘bridging
finance’ pembiayaan infrastruktur
Berbentuk Mezannie Loan (sub-rodinated loan /
shareholder Loan) dengan ciri utama: Jangka
Waktu pinjaman yang panjang (misal: > 15 thn)
Mezannie Loan seharusnya memiliki ‘low –
interest bearing’ yang meggambarkan bentuk
subsidi risiko (insentif) dari pihak Kreditur (SMI)
Junior Loan
Dengan asumsi (target) kemampuan ‘multiplier
effect’ yang menjadi strategi SMI dimana setiap
20% bagian Loan SMI seharusnya mampu
mendatangkan 80% Commercial Bank Loan
memberikan peluang Debitur untuk masuk lebih
jauh dalam pembiayaan infrastruktur
Sampai dengan 2019, Road-map SMI
direncanakan memiliki kapasitas pembiayaan
sampai dgn Rp 20 Trilyun setara dengan
pembiayaan infrastruktur transportasi sebesar
Rp. 100 Trilyun
Commercial Bank
Fasilitas Pinjaman SMI yang bersifat
Mezannie Loan, dapat memperbaiki
kinerja keuangan / memperbaiki DER ---
Debt-to-Equity Ratio ---; dengan catatan
asumsi-asumsi karakter pembiayaannya
dapat ‘hampir serupa’ dengan Ekuitas
500 T
2.043 T
Potensi Kontribusi SMI dalam Total Kebutuhan
Pembiayaan Infrastruktur 2014-2019
(Bappenas – JICA, Skenario Penuh 100%)
Rp. 2.543 Trilyun
Sisa
‘Outstanding’
pembiayaan
Kontribusi SMI
sbg bentuk
‘stimulan’
Pemerintah
Strategic Action:
Menambah kapasitas
SMI hingga Rp. 100 T
Obligation / Bonds
financing
Bond holders/ capital market
Project Preparatio
n (land acq. Etc.) & Quality
Gov Mindset in PPP
financing
Rigid commercial interest
rate on SMI Loan
Kendala dlm eskalasi SMI Loan
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019 Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 12
13 13
INVESTASI & PEMBIAYAAN
Performance Based Annuity Scheme, PBAS, memberi opsi
yang rasional bagi pembiayaan on-budget
Traditional
Contracts
PBAS/Availability
Contract
Constructor
receives payments
during construction
Payment only starts when
project commissioned –
constructor and rest of PPP
consortium bear
construction risk
Contractor and
O&M partners work
at different phases
Contractor and O&M
partners work at the same
time, allowing integration of
whole of life efficiencies
Contractor and
O&M partners do
not have equity at
risk
Contractor and O&M
partners have equity at risk
for term of concession – all
parties incentivised to
perform and take a “long-
term” view
Conventional
procurement
inputs-focussed,
mainly construction
phase focus, and
subject to scrutiny
only by
independent
verifiers
The lenders to a PPP are
an additional independent
verifier…lenders will focus
on quality construction to
minimise any potential
downstream loss to them
due to poor operating and
performance of an asset
Contractor not
responsible for
residual life of
asset
PPP Consortium
responsible for handing
over the asset in a fit-for-
purpose condition
Kontrak/pengadaan konvensional: Pemerintah memenuhi semua kebutuhan
pengeluaran.
Pemerintah membayar untuk masukan, bukan keluaran
Kontrak-kontrak D/C/O/M terpisah – tidak ada optimalisasi siklus-hidup
Tidak ada standar kinerja sepanjang masa proyek
Kontraktor mempunyai insentif untuk menambah beban kerja mereka
Risiko perpanjangan waktu/pembengkakan biaya ditanggung oleh Pemerintah
Fluktuasi signifikan atas belanja Pemerintah
Kemenkeu mendukung sepenuhnya prinsip PBAS karena dirasakan bahwa di PBAS Pemerintah akan membiayai proyek yang sebenarnya 'sudah jadi' atau sudah 'siap
pakai‘. Kemenkeu sedang menyiapkan regulasi baru, khususnya karena alasan hukum, PBAS dapat berpotensi memerlukan perubahan UU Keuangan Negara, utamanya
dalam hal penerapan pembayaran proyek secara multi years dalam APBN. Pihak swasta juga memberikan tanggapan yang positif. Melalui PBAS ini diharapakan
pelaksanaan proyek dapat lebih efisien, harga lebih murah dan terjadinya transparansi pengendalian proyek. Dari kacamata perbankan pun, PBAS mendapat sambutan
yang cukup baik, karena pembiayaan yang dilakukan akan dijamin sepenuhnya oleh Pemerintah.
Pengadaan Berbasis Kinerja
Pemerintah membayar hanya
untuk layanan yang diberikan
Pemegang konsesi menyediakan
layanan sepanjang siklus hidup
proyek
Pemegang konsesi mengelola
risiko D/C/O/M melalui sub-
kontrak –
perpanjangan/pembengkakan
biaya tidak mempengaruhi
Pemerintah
Optimalisasi siklus-hidup
Pemerintah membayar hanya
untuk yang diterimanya
Pemegang konsesi mendapat
insentif melalui mekanisme
pembayaran untuk menjaga
standar kinerja tinggi
Belanja Pemerintah yang dapat
diprediksi menjangkau masa
depan
Masa Konsesi
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019 Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 13
14
Creative Financing atau off-budget financing adalah sumber
pembiayaan pembangunan proyek-proyek infrastruktur dan
transportasi yang inkonvensional. Satu dari opsinya adalah
Domestic Capital Market, terdiri dari dana yang ada di perbankan,
industri asuransi, dana pensiun, pasar modal, dan di lembaga
keuangan non-bank.
INVESTASI & PEMBIAYAAN
Domestic Capital Market: aset perbankan, industri asuransi, dana
pensiun, pasar modal, dan lembaga non-bank, ….
Total Aset Perbankan Nasional (Rp. T)
Sumber: DS Besar, Bank Indonesia, Juni 2012 Sektor finansial di Indonesia didominasi oleh perbankan yang
menguasai 79,5% dari pasar keuangan nasional. Total aset
perbankan meningkat cukup signifikan dari Rp. 2.310,6 triliun di akhir
tahun 2008 ke Rp. 3.708,7 triliun di bulan Maret 2011. Jumlah bank
mencapai 121 buah dengan 13.453 kantor-kantor cabang di
Indonesia. Sebesar 70% dari total aset perbankan dikuasai oleh
hanya 14 bank komersial besar sementara 47 bank dimiliki oleh
investor asing dengan 45,8% pangsa pasar. Pada saat itu total aset
pasar keuangan domestik (DCM) diperkirakan mencapai sekitar
Rp.4.564 triliun. Kondisi dan komposisi dari DCM Indonesia ini pada
tahun 2012 didominasi perbankan komersial yang mencapai 79,5%,
diikuti oleh dana asuransi sebesar 8,8% (sekitar Rp. 402 triliun),
lembaga keuangan non-bank sebesar 4,4% (sekitar Rp. 200 triliun),
dan dana pensiun 3,1% (sekitar Rp. 142 triliun).
Naskah Teknokratik RPJMN 2015-2019 Bappenas & Indonesia Infrastructure Initiative Slide No. 14
15
TERIMAKASIH