fermentasi perpindahan panas
DESCRIPTION
-TRANSCRIPT
TEKNIK FERMENTASI
PERPINDAHAN PANAS PADA FERMENTASI
Disusun Oleh :Kelompok 6 / T06
1. Slamet (135080301111166)2. Richard Makanoneng (135080307111002)3. Vickoviola Prima Putra (135080307111003)4. Adeyan Al Fikri (135080307111006)5. Lia Afifah Kholid. (135080307111009)
TEKNOLOGI HASIL PERIKANANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG
2015
PENDAHULUAN
Fermentasi sebenarnya sudah dikenal sejak zaman dahulu, namun fermentasi
baru mulai menjadi suatu ilmu pengetahuan pada tahun 1857 ketika Louis Pasteur
menemukan bahwa fermentasi merupakan sebuah hasil dari aktivitas suatu
mikroorganisme yang spesifik. Pada tahun 1865 Louis Pasteur dengan percobaannya
yang menggunakan botol yang ditutup dengan pipa melengkung serupa leher angsa berisi
kaldu telah berhasil meyakinkan para ilmuan pada saat itu bahwa kaldu tidak berubah
menjadi asam. Akal istimewa tersebut telah membuahkan kesimpulan yang telah menjadi
pendapat dunia sampai saat ini yaitu : “ Omne vivum ex ovo, omne ovum ex vivo” yang
artinya “ semua kehidupan berasal dari telur, dan semua telur berasal dari yang hidup”.
Hasil temuan Louis Pasteur tersebut kemudian diikuti penyelidikan- penyelidikan
ilmuan lainnya seperti Fuchs, Lister, von Hessling yang akhirnya memperkuat bukti-
bukti kebenaran pendapat dari Louis Pasteur antara lain ternyata bahwa berbagai bakteri
dan kapang diketahui merupakan penghasil bermacam-macam zat organic dan antibiotic.
Jadi mikroorganismelah yang bisa dikatakan sebagai “mesin” pengolahannya.
Saat ini fermentasi memiliki arti yang berbeda bagi seorang ahli biokoimia dan
bagi seorang “ Industrial microbiologist”.
1. Dari sisi arti biokimia : fermentasi berhubungan dengan pembangkitan energi
dengan proses katabolisme senyawa-senyawa organik, yang berfungsi sebagai
donor elektron dan terminal electron acceptor
2. Dari sisi Industrial microbiologist : fermentasi berhubungan dengan proses
produksi produk dengan menggunakan mikroorganisme sebagai biokatalis.
Dari berbagai pengertian tersebut, dapat diketahui pula dalam suatu proses
fermentasi akan terjadi perubahan komposisi suatu zat dari bersenyawa kompleks
menjadi lebih sederhana yang melibatkan suatu perpindahan panas dan massa dari zat
tersebut yang dipengaruhi oleh aktivitas mikroorganisme spesifik. Sehingga sangat perlu
untuk dipelajari lebih lanjut mengenai bagaimana proses fermentasi dapat berlangsung
yang terutama bagaimana suatu aktivitas transfer kalor dapat terjadi dalam proses
fermentasi, yang sebenarnya suhu juga sangat erat hubungannya terhadap keberhasilan
Produk fermentasi.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Fermentasi
Fermentasi adalah suatu cara untuk merubah suatu susunan zat dengan
menguraikan senyawa tersebut yang berlangsung secara anaerob. Pada proses fermentasi
terjadi suatu proses penguraian secara biologis atau semibiologis terhadap senyawa-
senyawa komplek terutama karbohidrat, protein maupun lemak menjadi senyawa –
senyawa yang lebih sederhana dalam keaadaan terkontrol.
Menurut Riadi (2013), proses fermentasi dapat dibedakan fermentasi “submerge
culture” dan “fermentasi Solid state”. Kondisi fermentasi dapat berupa kondisi aerob,
mikoroaerophilik, maupun anerob.
Fermentasi “submerged culture”
Fermentasi submerged culture adalah prose fermentasi yang mikrorganismenya dan
subtrat berada menjadi satu dalam “submerged culture” dalam media cair dalam jmlah
besar. Mikroorganisme ditumbukan pada media cair yang tumbuh berbeda dalam kondisi
tercelup dalam media cairan. Tujuannya untuk pembentukan produk yang dihasilkan oleh
pertumbuhan mikroorganisme. Pertumbuhan yang terjadi umumnya cepat dan menjadi
tampak setelah 24 jam.
Fermentasi “solid state”
Fermentasi “solid state” secara ringkas dapat didefinisikan sebagai proses fermentasi
yang pertumbuhan mikroorganisme dan pembentukan produk terjadi pada permukaan
subtrat padatan. Fermentasi “solid state” adalah metode menumbuhkan mikroorganisme
di kondisi yang kandungan airnya terbatas tanpa memiliki aliran air yang mengalir bebas.
Mikroorganismenya tubuh pada permukaan padatan yang lembab, tetapi juga dapat
berhubungan dengan udara secara langsung. Fermentasi “solid state” banyak
diaplikasikan di negara-negara Cina, Jepang dan Korea, yang dikenal dengan fermentasi
“koji, untuk produksi produk-prouk soya seperti tempe, soya sauce dll. Akhir-akhir ini
telah dikembangkan beberapa terobosan baru untuk Fermentasi “solid state” yang
mengurangi biaya manufactur karena menggunakan limbh pertanian padat dan juga
mengurangi biaya aerasi.
Fermentasi “solid state” dibedakan menjadi 2 berdasaran keadaan fisik dan subtratnya :
1. Padatan dengan kadar air rendah
a. Padatan dengan kadar air rendah difermentasikan tanpa pengadukan
b. Padatan dengan pengadukan air rendah dan dilakukan pengadukan
sewaktu-waktu
c. Padatan dengan kadar air rendah dan dilakukan agitasi secara kontinyu
2. Padatan terlarut
Padatan terlarut difermentasikan “packed column” dengan cairan disirkulasikan,
contoh dalam pembuatan rice wine.
Menurut Smith (1993), dalam bentuk yang paling sederhana, proses
fermentasi dapat dilakukan hanya dengan mencampur miikroorganisme dengan
suatu nutrisi dan membiarkan komponennya bereaksi. Proses berskala besar yng
lebih canggih memerlukan pengawasan lingkungan yang ketat sehingga proses
fermentasi dapat besinambungan dan efisien. Sehingga seluruh proses
bioteknologi dikerjakan dalam bioreaktor. Dengan mempertimbangkan bentuk
bioreactor yang steril dan pengoperasian yang lebih baik, serta pengawasan proses
yang lebih baik, sehingga mengenai batas laju kecepatan suatu system, terutama
dalam perpindahan massa dan panas dapat dikontrol dengan baik.
B. Reaksi yang Terjadi Pada Proses Fermentasi
Pada suatu proses fermentasi terdapat adanya suatu reaksi endoterm.
Reaksi endoterm dapat terjadi karena suhu atau temperature pada suatu bahan
lebih rendah dari pada suhu yang ada di lingkungan sekitarnya. Keadaan inilah
yang menyebabkan suatu bahan yang akan diubah susunan senyawanya oleh
aktivitas mikroorganisme tertentu tersebut akan menyerap sumber panas dari
lingkungan sekitarnya.
Menurut Apriansyah (2010), reaksi endoterm adalah reaksi yang
memerlukan energi atau menyerap energi dari lingkungan ketika reaksi terjadi.
Umumnya reaksi ini menghasilkan suhu dingin. Contoh reaksi endoterm adalah
membakar mimyak tanah di kompor minyak dan nyala api unggun di saat
kemping. Pada reaksi endoterm, sistem menyerap energi. Oleh karena itu, entalpi
sistem akan bertambah. Artinya entalpi produk (Hp) lebih besar daripada entalpi
pereaksi (Hr). Akibatnya, perubahan entalpi, merupakan selisih antara entalpi
produk dengan entalpi pereaksi (Hp-Hr) bertanda positif.
C. Perpindahan Panas
Perpindahan panas atau transfer kalor selalu terjadi dari benda yang memiliki
termperatur atau suhu yang tinggi menuju pada benda dengan suhu yang lebih rendah.
Perpindahan kalor akan terhenti apabila telah terjadi keseimbahan. Dua buah benda atau
lebih yang saling berdekatan dan memiliki suhu saling berbeda nantinya akan saling
mentranferkan panas yang dimilikinya. Benda yang memiliki temperature lebih rendah
akan menyerap kalor sedangkan benda dengan termperatur yang lebih tinggi akan
melepaskan kalor. Perpindahan panas itu sendiri dapat berlangsung dari suatu benda
menuju benda lain melalui tiga cara, yaitu secara konveksi, konduksi, dan radiasi.
D. Macam Perpindahan Panas dalam Fermentasi
Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas melalui zat penghantar / konduktor tanpa disertai dengan perpindahan bagian – bagian zat itu. Biasanya perpindahan panas seperti ini terjadi pada zat padat. Menurut Pribadi (2010), perpindahan kalor secara hantaran/konduksi merupakan satu proses pendalaman karena proses perpindahan kalor ini hanya terjadi di dalam bahan. Arah aliran energi kalor, adalah dari titik bersuhu tinggi ke titik bersuhu rendah. Dan untuk menghitung perpindahan panas secara konduksi dapat digunakan dengan rumus sebagai berikut :
Dengan : q = Laju perpindahan panas (w) A = Luas penampang dimana panas mengalir (m2)
dT/dx = Gradien suhu pada penampang, atau laju perubahan suhu T terhadap jarak dalam arah aliran panas x
k = Konduktivitas thermal bahan (w/moC).Kemudian untuk perpindahan panas secara konveksi adalah perpindahan kalor
melalui zat pengantar disertai dengan perpindahan pada bagian-bagian zat itu. Pada umumnya terjadi pada zat yang berupa gas dan cairan. Sedangkan menurut Pribadi (2010), Proses perpindahan kalor secara aliran/konveksi merupakan satu fenomena permukaan. Proses konveksi hanya terjadi di permukaan bahan. Jadi dalam proses ini struktur bagian dalam bahan kurang penting. Keadaan permukaan dan keadaan sekelilingnya serta kedudukan permukaan itu adalah yang utama. Dan untuk menghitung perpindahan panas secara konveksi dapat digunakan dengan rumus sebagai berikut :
Dengan : q = Laju perpindahan panas konveksi (w) h = Koefisien perpindahan panas konveksi (w/m2 0C)
A = Luas penampang (m2) ∆T = Perubahan atau perbedaan suhu (0C; 0F).
Sedangkan untuk perpindahan panas secara radiasi adalah perpindahan kalor tanpa memerlukan zat perantara. Dan contoh perpindahan panas secara radiasi yaitu panas dari cahaya matahari yang sampai di bumi yang sebenarnya melalui ruang hampa udara. Sehingga untuk perpindahan panas secara radiasi tidak akan terjadi selama proses fermentasi.
q=−kA .dTdx
q=h . A .(∆ T )
E. Sumber Energi Panas Dalam Bioreaktor
Menurut Smith (1993), dalam proses fermentasi dalam suatu bioreactor, suatu
energi panas dapat timbul didalam suatu system tersebut dari empat sumber utama, yaitu :
1. Energi adukan mekanis; masukan daya listrik atau daya untuk mekanisme
pengaduk akan dikonversikan menjadi energy kinetic gerak fluida dan akhirnya
muncul sebagai panas.
2. Energi gas dan energi aerasi; sebagian energi digunakan dilubang penyemprotan
dan mengakibatkan terjadinya pusaran turbulensi, meskipun sebagian besar
energi jenis ini dikonversi berupa kerja yang dilakukan oleh gas ketika memuai.
3. Energi metabolisme; organisme didalam bioreactor mengoksidasi molekul
organic dan sebagian energi akan berubah menjadi panas.
4. Entalpi; panas bisa timbul dalam bioreactor jika masukan berada pada suhu lebih
tinggi dari pada isi bioreactor.
Terkumpulnya panas dalam bioreactor dapat mengakibatkan suhu larutan (massa
cair) fermentasi melampaui suhu optimum untuk produktivitas. Konsekuensinya, panas
dapat dibuang melalui perambatan ke udara sekitar atau ke air pendingin dalam koil
internal, selubung luar atau penukaran panas eksternal. Contoh system pendingin bentuk
bioreactor diperlihatkan dalam gambar1. Bila bioreactor dioperasikan pada suhu diatas
udara sekitar, maka – walaupun ada panas yang berasal dari mekanisme di atas – suatu
sumber panas mungkin masih dibutuhkan untuk mempertahankan suhu optimum.
Gambar 1: Beberapa metode pembuangan panas. (a.) Bejana berselubung, (b.)Koil separuh eksternal, (c.) koil internal, (d.) penukar panas luar, (e.) Penukar panas shell dan tabung.
F. Prinsip Perpindahan Panas Akibat Metabolisme Mikroorganisme
Pertumbuhan dan metabolisme dari suatu mikroorganisme yang ada dalam suatu
proses fermentasi membutuhkan suplai nutrisi berupa senyawa organik. Selama proses
fermentasi tersebut mikroorganisme yang berperan akan mengoksidasi berbagai molekul
organik yang tersedia dengan memanfaatkan berbagai sumber panas yang ada disekitar
fermentor baik berupa suhu lingkungan maupun dengan menambahkan sumber panas
berupa lampu untuk mengoptimalkan suhu pertumbuhan mikroorganisme tersebut.
Dengan memanfaatkan factor tersebut mikroorganisme dapat mengubah molekul dari
senyawa organik yang semula berupa senyawa kompleks menjadi senyawa-senyawa yang
lebih sederhana. Selain itu, dalam proses fermentasi mikroorganisme yang berperan juga
dapat menghasilkan sebagian energi panas pada hasil produk fermentasi.
DAFTAR PUSTAKA
Apriansyah, .2010. Pengaruh Temperatur Terhadap Proses Fermentasi Pembuatan
Bioetanol dengan Menggunakan Lampu Sebagai Sumber Panas.
Universitas Gunadarma. Jurnal Bioteknologi.
Pribadi, Rangga A. 2010. Pengaruh Temperatur Terhadap Proses Fermentasi
Pembuatan Bioetanol. Universitas Gunadarma. Jurnal Bioteknologi.
Riadi, Lieke. 2013. Teknologi Hasil Fermentasi Edisi 2. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Smith, John E. 1993. Prinsip Bioteknologi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama