fermentabilitas, populasi protozoa, alantoin … · 1 fermentabilitas, populasi protozoa, alantoin...
TRANSCRIPT
1
FERMENTABILITAS, POPULASI PROTOZOA, ALANTOIN
URIN, DAN NERACA NITROGEN DOMBA LOKAL
CALON INDUK YANG DIBERI SUMBER
ASAM LEMAK TAK JENUH BERBEDA
SKRIPSI
DARA OKTI SARI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
i
RINGKASAN
DARA OKTI SARI. D24080122. 2012. Fermentabilitas, Populasi Protozoa,
Alantoin Urin, dan Neraca Nitrogen Domba Lokal Calon Induk yang Diberi
Sumber Asam Lemak Tak Jenuh Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan
Pembimbing Anggota : Ir. Lilis Khotijah, M.Si
Domba lokal merupakan ternak yang memiliki sifat prolifik, yang
mempunyai kemampuan melahirkan anak lebih dari satu ekor dalam sekali kelahiran.
Akan tetapi, persentase kematian pada anak domba prasapih semakin meningkat
seiring dengan semakin banyaknya jumlah anak yang dilahirkan. Minyak jagung dan
minyak ikan lemuru merupakan sumber asam lemak tak jenuh (Poly Unsaturated
Fatty Acid/PUFA), yang mempunyai pengaruh yang positif terhadap percepatan
birahi dan kualitas reproduksi. Penggunaan minyak dapat meningkatkan lemak
ransum yang dikhawatirkan dapat menggangu aktivitas mikroba rumen yang pada
akhirnya mempengaruhi sistem fermentasi dalam rumen. Biohidrogenasi asam lemak
tak jenuh diduga dapat merubah pola fermentasi, yang akan mempengaruhi produk
fermentasi yang dihasilkan. Lemak juga dapat memberikan efek negatif dengan
membatasi sintesis yang dilakukan oleh mikroba rumen. Pemberian minyak ke dalam
pakan juga harus ditinjau, apakah telah memenuhi energi yang dibutuhkan oleh
ternak ataukah ternak harus merombak protein tubuhnya menjadi sumber energi.
Kecukupan asam lemak esensial yang termasuk dalam asam lemak tak jenuh juga
harus diperhatikan karena defiensi asam lemak esensial dalam pakan dapat
menurunkan nilai retensi nitrogen (N) dalam tubuh. Oleh karena itu, tujuan dari
penelitian ini adalah untuk membandingkan pengaruh pemberian berbagai sumber
asam lemak tak jenuh terhadap populasi protozoa, konsentrasi volatile fatty acid
(VFA) dan amonia (NH3), kadar alantoin urin, serta neraca N domba lokal calon
induk yang diberi sumber asam lemak tak jenuh berbeda.
Penelitian ini menggunakan 12 ekor domba lokal lepas sapih berumur 2-3
bulan dengan bobot badan rata-rata 9,32±2,28 kg. Rancangan percobaan
menggunakan rancangan acak kelompok dengan 4 perlakuan, yakni M0 = pakan
kontrol (tanpa minyak); MJ = pakan yang mengandung 1,5% minyak jagung; MIL =
pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru; dan MILT = pakan yang
mengandung 1,5% minyak ikan lemuru terproteksi. Tiap perlakuan terdiri dari 3 ekor
domba sebagai ulangan. Pengelompokan dilakukan berdasarkan bobot badan domba.
Parameter yang diukur adalah populasi protozoa, konsentrasi VFA, konsentrasi
amonia, kadar alantoin dalam urin, serta neraca nitrogen N dalam tubuh. Data
dianalisis menggunakan sidik ragam ANOVA lalu jika terdapat perbedaan yang
nyata diuji menggunakan uji lanjut kontras orthogonal.
Berdasarkan penelitian ini, pakan dengan penambahan sumber asam lemak
tak jenuh (minyak jagung, minyak ikan lemuru, dan minyak ikan lemuru terproteksi)
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) pada parameter populasi
protozoa, konsentrasi amonia, alantoin urin, dan neraca N dalam tubuh domba.
Penambahan tersebut sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi konsentrasi VFA dalam
rumen. Konsentrasi VFA minyak jagung (171,49 mM) dan minyak ikan lemuru
ii
(141,42 mM) lebih tinggi dibandingkan ransum kontrol (118,59 mM). Dari penelitian
ini dapat disimpulkan bahwa penambahan minyak jagung dan minyak ikan lemuru
pada level 1,5% mampu memperbaiki nilai VFA, tanpa mengganggu populasi
protozoa dan produksi NH3 dalam rumen, alantoin urin, serta neraca N dalam tubuh.
Kata-kata kunci : Alantoin, Fermentabilitas, Neraca N, Protozoa, PUFA
iii
ABSTRACT
Fermentability, Protozoa Population, Alantoin Urine, and Nitrogen Balance
of Local Lamb Prospective Parent Given by Different Sources of
Unsaturated Fatty Acid
D. O. Sari, K. G. Wiryawan and L. Khotijah
The addition of poly unsaturated fatty acid (PUFA) in feed is needed for
energy source and reproductive function. However, fat supplementation to the diet
can disrupt the fermentation system, microbial population in the rumen, and limit the
synthesis by rumen microbes. The objective of this research was to study the
influences of feed containing different sources of unsaturated fatty acid on protozoa
population, rumen fermentability, the urinary allantoin excretion rate, and the
nitrogen (N) balance in the body. Twelve three-months old post weaning local
female sheep were used in this study. The sheep were allocated in a Randomized
Block Design and divided into three groups based on body weight and subjected to
four treatments. Four treatments were M0 = control diet, MJ = diet containing 1.5%
corn oil, MIL = diet containing 1.5% lemuru fish oil, MILT = diet containing 1.5%
protected lemuru fish oil. Data were analyzed using analysis of variance and any
significant differences were further tested using contrast orthogonal. The results
showed that the protozoa population, ruminal NH3 level, excretion of allantoin, and
N retention were not affected (P>0.05) by dietary supplementation, but the volatile
fatty acid (VFA) level was very significantly (P<0.01) increased with the addition of
corn oil (171.49 mM) and lemuru fish oil (141.42 mM). It is concluded that different
sources of unsaturated fatty acid supplementation had no influence in protozoa
population, rumen activity, and urinary allantoin, but could improve the rate of VFA.
Keywords: allantoin, fermentability, N balance, protozoa, PUFA
iv
FERMENTABILITAS, POPULASI PROTOZOA, ALANTOIN
URIN, DAN NERACA NITROGEN DOMBA LOKAL
CALON INDUK YANG DIBERI SUMBER
ASAM LEMAK TAK JENUH BERBEDA
DARA OKTI SARI
D24080122
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
v
Judul : Fermentabilitas, Populasi Protozoa, Alantoin Urin, dan Neraca Nitrogen
Domba Lokal Calon Induk yang Diberi Sumber Asam Lemak Tak Jenuh
Berbeda
Nama : Dara Okti Sari
NIM : D24080122
Menyetujui,
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
(Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan) (Ir. Lilis Khotijah, M.Si)
NIP. 19610914 198703 1 002 NIP. 19660703 199203 2 003
Mengetahui:
Ketua Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
(Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc.Agr)
NIP. 19670506 199103 1 001
Tanggal Ujian: 9 Agustus 2012 Tanggal Lulus :
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara yang dilahirkan di Wonogiri, 4 Oktober 1990
dari pasangan Bapak Sugiharto dan Ibu Sunarni. Riwayat
pendidikan formal penulis dimulai sejak menempuh
pendidikan di TK Kusuma Djaya pada tahun 1995-1996.
Penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar Negeri
Larangan 09 Tangerang tahun 1996-2002. Pendidikan
lanjut tingkat pertama dilanjutkan tahun 2002-2005 di
SLTP Negeri 110 Jakarta. Pada tahun 2005 Penulis
melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 90 Jakarta dan selesai pada tahun 2008.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa pada
Program Studi Mayor Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan dan
tercatat sebagai mahasiswa pada Program Studi Minor Kewirausahaan Agribisnis,
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penulis selama tiga
tahun aktif menjadi anggota Paduan Suara Mahasiswa (PSM) Agria Swara IPB dan
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), antara lain BEM TPB (Tingkat Persiapan
Bersama) sebagai anggota Departemen Kewirausahaan periode 2008-2009 dan BEM
Fakultas Peternakan sebagai anggota Departemen Budaya, Olahraga, dan Seni
periode 2009-2010 dan 2010-2011. Penulis merupakan salah satu penerima beasiswa
Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun 2010-2012. Penulis pernah mengikuti
kegiatan magang di Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi Nutrisi tahun 2009
serta Balai Embrio Ternak, Cipelang, Bogor tahun 2010. Penulis juga berkesempatan
menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Kimia Dasar tahun 2011 dan Integrasi Proses
Nutrisi tahun 2012. Penulis pernah mendapatkan kesempatan menjadi salah satu
Finalis dalam kegiatan Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-XXIV di
Universitas Hasanuddin, Makasar pada tahun 2011.
Bogor, Juni 2012
Dara Okti Sari
D24080122
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat, karunia, hidayah, dan inayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, dan penyusunan skripsi yang berjudul
“Fermentabilitas, Populasi Protozoa, Alantoin Urin, dan Neraca Nitrogen
Domba Lokal Calon Induk yang Diberi Sumber Asam Lemak Tak Jenuh
Berbeda” ini dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan dari Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang dilakukan dari bulan Juli
2011 hingga April 2012. Pemeliharaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Lapang B Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja; sementara analisis berbagai
parameter dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja,
Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Ternak Perah, dan Laboratorium Biokimia dan
Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, serta Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU) Institut Pertanian
Bogor. Penelitian ini diharapan dapat memberikan informasi mengenai populasi
protozoa dan karakteristik fermentasi dalam rumen, kadar alantoin dalam urin, serta
neraca nitrogen dalam tubuh domba lokal calon induk yang mendapat ransum dengan
perlakuan sumber asam lemak tak jenuh berbeda.
Penulis berharap semoga karya ini menjadi salah satu sumber ilmu
pengetahuan dan bermanfaat secara umum dalam dunia peternakan Indonesia,
khususnya dalam upaya perbaikan aspek reproduksi yang akan berdamapak pada
peningkatan produktivitas dan populasi ternak domba lokal.
Bogor, Juni 2012
Dara Okti Sari
D24080122
viii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .............................................................................................. i
ABSTRACT. ................................................................................................ iii
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii
PENDAHULUAN....................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................. 1
Tujuan .............................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 3
Domba Lokal ................................................................................... 3 Domba Ekor Tipis ................................................................ 4 Domba Ekor Gemuk ............................................................ 4 Domba Garut ........................................................................ 4
Kebutuhan Pakan Domba ................................................................ 5 Bahan Pakan .................................................................................... 6
Rumput Lapang .................................................................... 6 Bungkil Kelapa .................................................................... 6 Onggok ................................................................................. 7 Urea ...................................................................................... 7 Minyak Jagung ..................................................................... 8 Minyak Ikan Lemuru ........................................................... 9
Asam Lemak .................................................................................... 9 Sistem Pencernaan Ruminansia ....................................................... 10 Metabolisme Lemak ........................................................................ 11 Proteksi terhadap Lemak ................................................................. 13 Protozoa ........................................................................................... 13 Volatile Fatty Acid (VFA) ............................................................... 15
Amonia (NH3) .................................................................................. 17 Alantoin Urin ................................................................................... 18
Neraca Nitrogen (N) pada Ruminansia ............................................ 20
MATERI DAN METODE........................................................................... 22
Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 22 Materi ............................................................................................... 22
Ternak Percobaan ................................................................ 22 Kandang ............................................................................... 23
ix
Alat dan Bahan ..................................................................... 23 Pakan .................................................................................... 24
Metode ............................................................................................. 26 Rancangan Percobaan .......................................................... 26 Prosedur Pemeliharaan ........................................................ 26 Pengambilan Cairan Rumen ................................................ 26 Pengumpulan Sampel Urine ................................................ 27 Pengukuran Populasi Protozoa ............................................ 27 Pengukuran Konsentrasi VFA ............................................. 27 Pengukuran Konsentrasi NH3 .............................................. 28 Pengukuran Alantoin Urin ................................................... 28 Analisis Konsentrasi Nitrogen ............................................. 29 Pengukuran Konsumsi Nitrogen .......................................... 29
Pengukuran Nitrogen Feses ................................................. 29 Pengukuran Nitrogen Urin ................................................... 30 Pengukuran Nitrogen Tercerna ............................................ 30 Pengukuran Kecernaan Nitrogen ......................................... 30 Pengukuran Retensi Nitrogen .............................................. 30 Perhitungan Ekskresi Derivat Purin ..................................... 30 Perhitungan Efisiensi Pemanfaatan N .................................. 30 Perlakuan ............................................................................. 30 Peubah yang diamati ............................................................ 31
Analisis Data .................................................................................... 31
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................... 32
Populasi Protozoa ............................................................................ 32 Fermentabilitas ................................................................................. 33
Volatile Fatty Acid (VFA) ................................................... 33 Amonia (NH3) ...................................................................... 35 Rasio VFA dan Amonia (NH3) ............................................ 36
Alantoin ........................................................................................... 37 Neraca Nitrogen (N) ........................................................................ 38
Konsumsi Nitrogen (N) ....................................................... 38
Nitrogen (N) Feses ............................................................... 40 Nitrogen (N) Urin ................................................................ 41 Kecernaan Nitrogen (N) ....................................................... 42 Retensi Nitrogen (N) ............................................................ 42
Efisiensi Penggunaan Nitrogen ............................................ 46
KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 47
Kesimpulan ...................................................................................... 47
Saran ................................................................................................ 47
UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 49
LAMPIRAN................................................................................................ 56
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Sifat-sifat Domba Prolifik........................................................................ 3
2. Kandungan Nutrien Rumput Lapang....................................................... 6
3. Komposisi Bahan Pakan.......................................................................... 25
4. Kandungan Nutrien Pakan....................................................................... 25
5. Populasi Protozoa Dalam Rumen............................................................ 32
6. Produksi VFA dan NH3 Dalam Rumen................................................... 33
7. Rataan Alantoin Domba Perlakuan......................................................... 37
8. Nilai Neraca Nitrogen Domba Perlakuan................................................ 39
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Struktur Asam Lemak......................................................................... 10
2. Proses Metabolisme Lemak................................................................ 12
3. Proses Metabolisme Karbohidrat........................................................ 15
4. Proses Metabolisme Nitrogen............................................................ 18
5. Proses Pembentukan Derivat Purin..................................................... 19
6. Contoh Domba Penelitian................................................................... 22
7. Kandang Penelitian............................................................................. 23
8. Perlengkapan Penelitian...................................................................... 24
9. Regresi dari Retensi N dan N Konsumsi............................................ 45
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Sidik Ragam Konsentrasi VFA........................................................... 57
2. Uji Lanjut Kontras Orthogonal Konsentrasi VFA.............................. 57
3. Sidik Ragam Konsentrasi NH3............................................................ 57
4. Sidik Ragam Rasio VFA/NH3............................................................. 58
5. Sidik Ragam Total Populasi Protozoa................................................. 58
6. Sidik Ragam Konsentrasi Alantoin..................................................... 58
7. Sidik Ragam Konsumsi N (g/e/h)....................................................... 59
8. Sidik Ragam Konsumsi N (g/kg BB0,75
/h).......................................... 59
9. Sidik Ragam Ekskresi N Feses (g/e/h)................................................ 59
10. Sidik Ragam Ekskresi N Feses (g/kg BB0,75
/h)................................. 60
11. Sidik Ragam Ekskresi N Urin (g/e/h)................................................ 60
12. Sidik Ragam Ekskresi N Urin (g/kg BB0,75
/h)................................... 60
13. Sidik Ragam N Tercerna (g/e/h)........................................................ 61
14. Sidik Ragam N Tercerna (g/kg BB0,75
/h)........................................... 61
15. Sidik Ragam Kecernaan N (%).......................................................... 61
16. Sidik Ragam Retensi N (g/e/h)........................................................... 62
17. Sidik Ragam Retensi N (g/kg BB0,75
/h).............................................. 62
18. Sidik Ragam Efisiensi Penggunaan N (%)........................................... 62
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan populasi masyarakat berdampak pada tuntutan akan ketersediaan
sumber pangan yang juga semakin meningkat. Hal tersebut merupakan peluang untuk
mengembangkan potensi domba lokal di Indonesia. Domba lokal merupakan ternak
yang memiliki sifat prolifik, yang mempunyai kemampuan melahirkan anak lebih dari
satu ekor dalam sekali kelahiran. Akan tetapi menurut Tiesnamurti (1992), persentase
kematian pada anak domba prasapih semakin meningkat seiring dengan semakin
banyaknya jumlah anak yang dilahirkan. Hal tersebut merupakan suatu permasalahan
dalam meningkatkan jumlah ternak domba lokal di Indonesia.
Pemberian asam lemak, terutama asam lemak tak jenuh dalam pakan sangat
dibutuhkan oleh domba betina calon induk. Asam lemak tak jenuh rantai panjang
EPA (asam eikosapentaenoat) dan AA (asam arakhidonat) merupakan prekursor dari
prostaglandin, prostacycline, thromboxane, dan leukotriene. Prostaglandin memiliki
peran yang penting dalam beberapa aspek reproduksi, antara lain ovulasi, estrus,
kelangsungan hidup embrio dan proses kelahiran (Abayasekara dan Wathles, 1999).
Wathes et al. (2007) menyatakan bahwa pemberian pakan yang mengandung asam
lemak tak jenuh yaitu asam linoleat akan meningkatkan produksi prostaglandin
endometrial dan plasenta pada domba, serta pemberian asam linolenat menurunkan
level progesteron pada sapi. Prostaglandin yang diproduksi akan melisiskan corpus
luteum (CL), sehingga level progesteron menurun. Pada saat tersebut, hipotalamus
akan mensekresikan folicle stimulating hormone (FSH) yang akan mengakibatkan
berkembangnya folikel di ovarium. Perkembangan folikel mengakibatkan
diproduksinya hormon estrogen, yang akan mempercepat birahi pada domba.
Penambahan minyak dalam pakan akan turut meningkatkan kandungan lemak pakan,
yang berfungsi untuk mencukupi kebutuhan ternak akan pemberian sumber energi
(Parakkasi, 1999). Pada domba betina, pemberian energi yang cukup sangat penting
dalam meningkatkan bobot badan yang akan berdampak pada percepatan pencapaian
bobot dewasa kelamin. Kekurangan energi pada ternak muda akan menghambat
pertumbuhan dan pencapaian dewasa kelamin (Sudarman et al., 2008).
Minyak jagung dan minyak ikan lemuru merupakan sumber asam lemak tak
jenuh dari minyak nabati dan hewani. Minyak jagung mengandung 57,47% asam
2
linoleat (Ducket et al., 2002), sementara minyak ikan lemuru mengandung 20,72%
asam linolenat dan 22,83% asam eikosapentanoat (EPA) (Yogaswara, 2008). Pada
hewan ruminansia yang memiliki sistem pencernaan fermentatif, terjadi proses
biohidrogenasi oleh mikroorganisme rumen, yang mengubah asam lemak tak jenuh
(sempurna maupun sebagian) dari pakan menjadi asam lemak jenuh (Parakkasi,
1999). Untuk mencegah terjadinya biohidrogenasi oleh mikroba rumen maka perlu
dilakukan proteksi terhadap pakan yang diberikan (Tiven et al., 2011).
Pemberian lemak pada pakan ruminansia perlu diperhatikan, karena menurut
Adawiah et al. (2007), lemak yang tinggi akan mengganggu sistem fermentasi dan
populasi mikroba dalam rumen. Proses biohidrogenasi asam lemak tak jenuh menjadi
asam lemak jenuh di dalam rumen juga diduga akan merubah pola fermentasi dalam
rumen. Terganggunya sistem dan berubahnya pola fermentasi di rumen juga
dikhawatirkan dapat menyebabkan produk fermentasi VFA dan NH3 dalam rumen
ikut terhambat. Jalč et al. (2006) menyebutkan bahwa penggunaan lemak dalam
pakan ruminansia perlu diwaspadai karena lemak dapat memberikan efek negatif
yaitu membatasi sintesis yang dilakukan oleh mikroba rumen. Pemberian minyak ke
dalam pakan dapat digunakan untuk menilai efisiensi penggunaan nitrogen (N),
apakah energi yang dibutuhkan oleh ternak telah tercukupi ataukah ternak harus
merombak protein tubuhnya menjadi sumber energi. Kecukupan asam lemak esensial
yang termasuk dalam asam lemak tak jenuh juga harus diperhatikan karena
McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa defisiensi asam lemak tak jenuh dalam
pakan dapat menurunkan nilai retensi N dalam tubuh. Adanya N yang tersimpan
dalam tubuh diharapkan dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang akan
mempercepat bobot dewasa kelamin. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu
pengamatan mengenai pengaruh pemberian sumber asam lemak tak jenuh yang
berbeda terhadap populasi protozoa dan produk fermentasi dalam rumen, besarnya
ekskresi turunan purin (alantoin) dalam urin, dan neraca N dalam tubuh.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan pengaruh pemberian
berbagai sumber asam lemak tak jenuh terhadap populasi protozoa, fermentabilitas
(konsentrasi VFA, NH3, dan rasio VFA/NH3), kadar alantoin urin, dan neraca N
domba lokal calon induk.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Domba Lokal
Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang mempunyai daya
adaptasi yang baik terhadap iklim tropis dan makanan yang kualitasnya rendah, serta
dapat beranak sepanjang tahun (FAO, 2002). Menurut Blakely dan Bade (1998),
domba dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia (hewan)
Phylum : Chordata (hewan bertulang belakang)
Kelas : Mammalia (hewan menyusui)
Ordo : Artiodactyla (hewan berkuku genap)
Family : Bovidae
Genus : Ovis
Spesies : Ovis aries
Domba memiliki sifat prolifik, yaitu mempunyai kemampuan melahirkan
anak hingga empar ekor dalam satu kali kelahiran (Inounu, 1991). Sifat-sifat prolifik
pada domba menurut Tiesnamurti (1992) tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat-sifat Domba Prolifik
Sifat Tunggal Kembar Dua Kembar > 3
Rata-rata bobot lahir (kg) 2,6 1,8 1,2
Rata-rata bobot sapih per ekor (kg) 15,2 10,3 8,1
Kematian prasapih (%) 10 17 30
Laju pertumbuhan prasapih (g/e/h) 130 95 75
Laju pertumbuhan lepas sapih (g/e/h) 119 124 135
Umur pubertas betina (hari) 359,1 359,2 312
Rata-rata bobot badan setahun (kg) 25 20 18
Sumber: Tiesnamurti (1992)
Erlita (2006) melakukan perbandingan antara penampilan umum dan
kecernaan pakan domba dan kambing lokal. Hasil yang didapatkan adalah domba
lokal betina memiliki konsumsi bahan kering dan bahan organik sebesar
527,65±89,36 g/e/h dan 427,24±72,35 g/e/h, kecernaan bahan kering dan bahan
organik sebesar 59,67%±2,79% dan 62,35%±2,66%, serta pertambahan bobot badan
4
harian sebesar 59,03±12,57 g/e/h. Terdapat tiga jenis domba lokal di Indonesia, yaitu
domba Javanese thin-tailed (domba ekor tipis), Javanese fat-tailed (domba ekor
gemuk), dan domba priangan atau dikenal juga sebagai domba garut.
Domba Ekor Tipis
Domba ekor tips banyak ditemukan di Jawa Barat. Bobot rata-rata domba
ekor tipis betina dewasa sekitar 20 kg, tetapi dengan banyak variasi. Domba yang
diternakkan di dataran tinggi lebih tinggi bobotnya (rata-rata 27 kg) dibandingkan
dengan domba yang diternakkan di daerah dataran rendah (rata-rata 16 kg) pada jenis
ini. Tinggi pundak dari seekor domba betina dewasa sekitar 55 cm. Kebanyakan dari
jenis domba ini berwarna putih dengan bercak gelap (Gatenby, 1991).
Domba ekor tipis memiliki sifat prolifik, sehingga induk dapat menghasilkan
keturunan yang banyak dalam waktu yang singkat. Jumlah anak per kelahiran secara
alami pernah dicatat sampai enam ekor, dan di peternakan kembar dua dan kembar
tiga merupakan hal yang umum (Gatenby, 1991).
Domba Ekor Gemuk
Domba ekor gemuk (DEG) ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan
di beberapa pulau lain di bagian tengah dan barat Indonesia. Domba ini sedikit lebih
besar daripada jenis ekor tipis, memiliki wol yang sangat sedikit, dan mempunyai
ekor yang gemuk dan panjang. Diduga domba ini dibawa oleh pedagang dari
Pakistan atau Timur Tengah. Warna bulu normal adalah putih. Baik domba betina
maupun domba jantan keduanya tidak bertanduk (Gatenby, 1991).
Yusran dan Komarudin-Ma’sum (1990) menyatakan bahwa berat badan
induk DEG di saat kawin berkisar antara 19–33 kg, dengan umur induk yang kawin
1–4 tahun. Proporsi induk yang beranak kembar dua atau lebih meningkat dari 34,2%
pada waktu beranak pertama naik menjadi 55,9% pada waktu beranak ketiga. Pada
penelitian tersebut juga diperoleh rata-rata jumlah anak per kelahiran per induk untuk
induk-induk DEG berkisar antara 1,0 ekor sampai 2,4 ekor dengan rata-rata 1,7 ekor;
sehingga cenderung terjadi tipe kelahiran kembar dua.
Domba Garut
Salah satu keturunan dari domba ekor tipis dikenal sebagai domba priangan
atau domba garut. Domba ini digunakan untuk pertarungan domba. Jenis domba ini
5
besar, memiliki telinga sangat kecil, dan sering berwarna hitam (Gatenby, 1991).
Nurasa (2006) memperoleh hasil rataan lama birahi pada domba garut adalah
33,96±15,32 jam dengan angka service per conception (SPC) sebesar 1,53±0,73.
Laju ovulasi pada penelitian tersebut sebesar 2,05±1,06 buah/ekor. Jumlah ovum
yang terbuahi adalah 94,23%±6,56% dengan daya hidup embrio 89,23%±5,67%.
Jumlah anak rata-rata dalam sekali kelahiran pada domba garut yaitu 1.63±0,85
ekor/induk dengan total bobot lahir 3,88±1,64 kg/induk.
Kebutuhan Pakan Domba
Nutrien atau zat-zat pakan adalah substansi kimia dalam bahan pakan ternak
yang dapat dimanfaatkan untuk hidup pokok dan bila ketersediaannya cukup, maka
digunakan untuk pertumbuhan, gerak dan kerja oleh otot ternak, reproduksi, serta
laktasi (Purbowati, 2001). Pakan pada hewan ruminansia terbagi atas konsentrat dan
hijauan. Menurut Ensminger et al. (1990), konsentrat adalah pakan yang tinggi
kandungan Beta-N dan rendah kandungan SK-nya, yaitu lebih rendah dari 18%.
Menurut Haryanto dan Djajanegara (1993), energi dan protein merupakan
kebutuhan nutrisi utama yang harus terpenuhi secukupnya, setelah kebutuhan bahan
kering terpenuhi. Kebutuhan energi tergantung pada ukuran ternak, status fisiologis
ternak, dan kondisi lingkungan, sementara protein penting untuk efisiensi
penggunaan energi dan untuk pertumbuhan otot (Purbowati, 2001).
Menurut Prakoso et al. (2009), untuk dapat memberikan produk yang efisien
dan optimal pada ternak domba, diperlukan imbangan protein kasar (PK) dan total
digestible nutrients (TDN) yang tepat dalam pakan. Menurut Haryanto dan
Djajanegara (1993), kebutuhan PK dan TDN untuk domba yang digemukkan adalah
14%–15% dan 45%–65%. Sementara Umberger (1997) menyebutkan bahwa untuk
domba berbobot badan 13,5–31,5 kg yang sedang digemukkan memiliki kebutuhan
PK sebesar 15% serta domba berbobot badan 22,5–33,75 kg memiliki kebutuhan
TDN sebesar 70%–75%.
NRC (2007) menyatakan bahwa kebutuhan asam linoleat sebagai asam lemak
esensial untuk ternak ruminansia kecil dalam fase pertumbuhan berkisar antara 0,055
g/kg BB0,75
hingga 0,043 g/kg BB0,75
, dengan kebutuhan asam linoleat maksimum
untuk ternak ruminansia kecil lepas sapih diperkirakan sebesar 0,055 g/kg BB0,75
.
6
Bahan Pakan
Rumput Lapang
Hijauan merupakan pakan utama sumber serat bagi ternak ruminansia.
Hijauan yang umum digunakan sebagai pakan ternak terdiri atas leguminosa dan
rumput. Menurut Maulidina (2011), rumput lapang merupakan campuran dari
beberapa jenis rumput lokal yang tumbuh alami dan mudah didapat, tetapi memiliki
daya produksi dan kualitas nutrien yang rendah. Komposisi zat makanan rumput
lapang berdasarkan bahan kering dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2. Kandungan Nutrien Rumput Lapang Berdasarkan Bahan Kering
Nutrien Komposisi*
--------------------%BK--------------------
Abu (%) 6,46
Protein Kasar (%) 8,78
Lemak Kasar (%) 1,83
Serat Kasar (%) 27,78
Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (%) 55,15
Keterangan: *Hasil analisis Laboratorium PAU IPB
Bungkil Kelapa
Salah satu manfaat dari upaya pembudidayaan tanaman kelapa adalah untuk
memproduksi minyak kelapa yang berasal dari daging buah, yang menghasilkan hasil
samping berupa bungkil kelapa. Bungkil kelapa diperoleh dari sisa kopra setelah
proses pengepresan. Berdasarkan prosesnya, bungkil kelapa dibedakan menjadi
bungkil kelapa yang diekstraksi dengan uap air dan tekanan (bungkil kelapa expeller)
dan bungkil kelapa yang diekstraksi dengan pelarut organik (bungkil kelapa solvent)
(Hamid et al., 1999).
Bungkil kelapa merupakan bahan baku pakan yang tergolong sebagai sumber
protein. Bungkil kelapa mengandung bahan kering 90,6%; protein kasar 23,38%;
lemak kasar 6,5%; kalsium 0,01%; dan 0,66% fosfor (Sinurat et al., 1998).
Komposisi asam lemak pada bungkil kelapa sama dengan yang ada di minyak
kelapa, hanya saja berbeda dalam persentase jumlah lemak dalam kedua bahan
tersebut. Menurut Barus (2006), komposisi dari asam lemak minyak kelapa terdiri
7
antara lain asam lemak jenuh (0,54% C6; 7,88% C8; 6,43% C10; 48,96% C12; 18,51%
C14; 8,46% C16; dan 2,75% C18) serta asam lemak tak jenuh (5,18% C18:1 dan 1,15%
C18:2).
Jordan et al. (2006) melaporkan bahwa terjadi penurunan gas metan harian
(P<0,001) ketika dihitung per liter per hari maupun per kg konsumsi bahan kering
dan nilai GE (gross energy) rata-rata yang lebih besar dengan penambahan bungkil
kelapa dan minyak kelapa suling. Konsentrat dari bungkil kelapa menghasilkan
fraksi NDF dan ADF lebih besar karena tingginya konsentrasi NDF (649 g/kg BK)
dan ADF (331 g/kg BK) pada bungkil kelapa.
Onggok
Onggok merupakan hasil samping berupa padatan dari industri pengolahan
ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) menjadi tepung tapioka. Onggok memiliki
kandungan kadar air 12,73%; abu 9,1%; serat kasar 8,1%; protein kasar 2,5%; lemak
kasar 1%; dan karbohidrat 65,9% (Kurniadi, 2010) serta 0,31% kalsium dan 0,05%
fosfor (Wizna et al., 2008). Menurut Dixon (1986), onggok merupakan suatu bahan
pakan yang mengandung gula dan pati yang mudah terfermentasi, yang akan
memenuhi kebutuhan mikroorganisme rumen secara cepat setelah pemberian pakan,
sehingga onggok termasuk sumber energi yang tergolong karbohidrat mudah terpakai
(readily available carbohydrate/RAC).
Menurut FSANZ (2004), asam sianida (HCN) yang terdapat pada onggok
dapat menyebabkan rendahnya kebuntingan, menurunkan bobot fetus, bobot lahir
yang dihasilkan rendah, kematian anak yang tinggi, dan rusaknya fungsi tiroid.
Tetapi penggunaan onggok dalam ransum mampu menurunkan biaya ransum
(Rasyid, 1996) karena harganya murah, tersedia cukup dalam jumlah banyak, mudah
didapat, dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia.
Urea
Urea merupakan salah satu sumber nitrogen (N) bukan protein (Non Protein
Nitrogen/NPN) yang paling banyak digunakan pada ternak ruminansia. Ternak
ruminansia dapat memanfaatkan urea sebagai sumber NPN karena mikroorganisme
dalam rumen ruminansia memiliki kemampuan untuk mengubah NPN yang
terkandung dalam pakan menjadi protein (McDonald et al., 2002). Penggunaan urea
8
dalam ransum memiliki keuntungan karena harganya yang relatif murah untuk setiap
unit protein ekuivalen (N 6,25), sehingga memungkinkan biaya pembuatan ransum
yang relatif murah pula. Faktor konversi dari N ke protein kasar adalah konsentrasi N
dikalikan dengan 6,25; karena protein rata-rata mengandung 16% N (Freer dan Dove,
2002). Urea megandung 46,7% N yang setara dengan 291,875% protein kasar (46%
nitrogen 6,25). Penggunaan urea sebagai bahan pakan ternak maksimal 1% dari
ransum atau 5% dari konsentrat, atau jangan menggunakan urea melebihi ¼ bagian
dari seluruh kebutuhan N untuk ransum pertumbuhan. Selain itu, hendaknya
pemberian urea disertai dengan penambahan mineral (Parakkasi, 1999).
Penggunaan urea dapat pula merugikan dan menyebabkan keracunan jika
penggunaannya tidak semestinya. Tanda-tanda klinis keracunan urea antara lain
kesukaran respirasi, salivasi, tetani urat daging, dan kadar urea atau amonia yang
tinggi dalam darah (Parakkasi, 1999).
Minyak Jagung
Minyak jagung adalah minyak yang berasal dari lembaga biji jagung (Zea
mays L) yang telah mengalami proses pemurnian dengan atau tanpa penambahan
bahan tambahan yang diizinkan (SNI, 1998).
Menurut Ducket et al. (2002), minyak jagung merupakan sumber asam lemak
tak jenuh (Poly Unsaturated Fatty Acid/PUFA) yang tinggi, dengan konsentrasi
sebesar 86,05%. Komposisi asam lemak pada minyak jagung terdiri dari asam lemak
jenuh yakni 10,59% asam palmitat; 1,96% asam stearat; 0,43% asam arakhidat;
0,14% asam beheneat; dan 0,18% asam tetrakosanoat; serta asam lemak tak jenuh
antara lain 0,1 asam palmitoleat; 27,27% asam oleat; 57,47% asam linoleat; 0,97%
asam linolenat; 0,24% asam eikosenoat; dan sebanyak 0,22% merupakan asam lemak
yang tidak teridentifikasi.
Penggunaan minyak jagung dalam ransum menghasilkan gas CH4 sebesar
20,8% dan efisiensi penggunaan energi (VFA) sebesar 81% (Sutardi, 1997). Min et
al. (2007) menyatakan bahwa penambahan minyak jagung pada sapi jantan yang
digembalakan berbasis pakan gandum, tidak berpengaruh terhadap pertambahan
bobot badan harian dan aliran protein mikroba rumen, namun dapat menurunkan
total hari bloat. Level maksimum pemberian minyak jagung dalam sekali pemberian
adalah 15 gram minyak jagung per kg asupan bahan kering per hari.
9
Minyak Ikan Lemuru
Minyak ikan lemuru merupakan hasil samping yang cukup banyak dari
industri pengalengan ikan dan kaya akan asam lemak tidak jenuh dan omega-3 yang
baik untuk kesehatan (Sudarman et al., 2008). Minyak ikan lemuru (Sardinella
lemuru) merupakan sumber asam lemak tak jenuh ganda (Poly Unsaturated Fatty
Acid/PUFA) yang mengandung 21,95% asam arakhidonat (Hartati, 2008). Sementara
hasil penelitian dari Yogaswara (2008), menunjukkan bahwa ikan lemuru
mengandung 90,88% asam lemak tak jenuh, antara lain 19,77% asam oleat; 22,89%
asam linoleat; 20,72% asam linolenat; 22,83% asam eikosapentanoat
(eicosapentaenoic acid/EPA); dan 4,67% asam dekosahexanoat (decosahexaenoic
acid/DHA) dengan kandungan lemak sebesar 36,48%.
Doreau dan Chilliard (1997) mengemukakan bahwa pemberian 200 gram
minyak ikan dalam sekali pemberian per hari tidak berpengaruh terhadap pola
fermentasi rumen, sedangkan pemberian 400 gram minyak ikan merubah produk
akhir fermentasi rumen (rasio asetat dan propionat).
Asam Lemak
Asam lemak adalah asam monokarboksilat yang berantai lurus dengan rantai
asam mulai dari C1 sampai C3 (yang biasanya tidak terdapat dalam lemak tapi
ditemukan sebagai hasil hidrolisis dari lemak) dan atom C4 (yang terdapat dalam
lemak) (Barus, 2006).
Klasifikasi asam lemak dapat didasarkan pada beberapa hal. Menurut ada
atau tidaknya ikatan rangkap pada rantai atom C, asam lemak dibedakan atas asam
lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SFA), asam lemak tidak jenuh tunggal (Mono
Unsaturated Fatty Acid/MUFA), dan asam lemak tidak jenuh ganda (Poly
Unsaturated Fatty Acid/PUFA). Jika didasarkan atas panjang pendeknya rantai, asam
lemak terdiri atas asam lemak rantai pendek (Short Chain Fatty Acid/SCFA), asam
lemak rantai sedang (Medium Chain Fatty Acid/MCFA), serta asam lemak rantai
panjang (Long Chain Fatty Acid/LCFA). Berdasarkan isomer geometriknya terdapat
isomer cis dan trans dari UFA (Barus, 2006).
Asam lemak jenuh dituding sebagai pemacu berbagai masalah kesehatan,
seperti kolesterol, atherosclerosis (penyempitan pembuluh darah), atau jantung
koroner. Asam lemak yang diklasifikasikan sebagai asam lemak jenuh antara lain
10
asam kaprilat (C8:0), asam kaprat (C10:0), asam laurat (C12:0), asam miristat (C14:0),
asam palmitat (C16:0), dan asam stearat (C18:0) (McDonald et al., 2002). Asam lemak
tak jenuh dikenal memiliki peran yang penting dan positif yang berkaitan dengan
aspek reproduksi (Abayasekara dan Wathles, 1999). Asam lemak yang
diklasifikasikan sebagai asam lemak tak jenuh antara lain asam palmitoleat (C16:1),
asam oleat (C18:1), asam linoleat (C18:2), asam α-linolenat (C18:3), asam arakhidonat
(C20:4), asam timnodonat (eicosapentaenoat) (C20:5), serta asam docosahexaenoat
(C22:5) (McDonald et al., 2002).
Asam lemak esensial adalah asam lemak yang tidak dapat disintesis oleh
tubuh ternak, sehingga harus terdapat dalam pakan ternak. Contoh dari asam lemak
esensial adalah asam linolet, asam linolenat, dan asam arakhidonat. Struktur dari
asam lemak dapat dilihat pada Gambar 1.
O
R - C - OH
Gambar 1. Struktur Asam Lemak (McDonald et al., 2002)
Penelitian dari Encinias et al. (2004) mendapatkan hasil peningkatan daya
tahan hidup anak domba yang induknya disuplementasi oleh 5,7% biji safflower
yang mengandung asam linoleat tinggi. Lebih banyak anak domba yang dilahirkan
oleh induk yang disuplementasi oleh level biji safflower yang lebih rendah (2,8%)
yang mengalami kematian akibat kelaparan dan pneumonia.
Sistem Pencernaan Ruminansia
Proses pencernaan adalah suatu proses perubahan yang dialami bahan
makanan baik secara fisik maupun kimiawi di saluran pencernaan menjadi zat-zat
yang lebih sederhana yang dipersiapkan untuk diabsorbsi dan digunakan oleh ternak
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Puastuti, 2005). Saluran pencernaan
merupakan sebuah sistem kompleks yang dimulai dari organ mulut dan berakhir di
rektum dan anus, dimana semua pakan yang tertelan mengalami mastikasi,
fermentasi oleh mikroba, dan pencernaan enzimatis (NRC, 2007). Proses pencernaan
pada ruminansia terjadi secara mekanis (proses pencernaan yang terjadi di mulut),
fermentatif (proses pencernaan oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh mikroba
11
rumen), dan hirolisis (proses pencernaan oleh enzim-enzim hewan induk semang
(Puastuti, 2005).
Ternak ruminansia memiliki sistem pencernaan yang lebih kompleks
dibandingkan ternak non-ruminansia, karena memiliki empat buah perut, yaitu perut
handuk (rumen), perut jala (retikulum), perut buku atau perut kitab (omasum), dan
perut sejati (abomasum). Retikulum merupakan bagian dimana bolus pakan masuk
dari kerongkongan dan memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan
pencampuran dan pergerakan pakan menuju rumen, regurgitasi digesta dari rumen
kembali ke mulut, dan pengeluaran isi omasum. Rumen adalah bagian yang terbesar
dari keempat kompartemen. Rumen berfungsi sebagai tempat penyimpanan, tempat
proses fermentasi, dan tempat hunian bagi populasi mikroba yang jumlahnya besar
dan beragam. Omasum merupakan perut yang mengeluarkan air dan mineral dari
ingesta sebelum mencapai abomasum, walaupun aktivitas pencernaan yang terjadi di
sini cukup sedikit. Abomasum dikatakan sebagai perut sejati, karena abomasum
memiliki fungsi yang serupa dengan perut pada hewan non-ruminansia (NRC, 2007).
Metabolisme Lemak
Pada ternak ruminansia, lemak pakan di dalam rumen akan mengalami proses
lipolisis dan biohidrogenasi. Menurut NRC (2007), langkah awal perubahan lipida
pakan dalam rumen adalah proses hidrolisis ikatan ester oleh enzim lipolitik mikroba
yang melepaskan gliserol dan asam lemak bebas (free fatty acid/FFA). Gliserol
kemudian dimetabolis oleh mikroorganisme dalam rumen menjadi untuk
menghasilkan VFA.
Proses biohidrogenasi di dalam rumen selanjutnya akan mengubah FFA asam
lemak tak jenuh yang terbentuk dari proses lipolisi menjadi asam lemak jenuh oleh
rumen bakteri (NRC, 2007). Modifikasi lipid bahan pakan tersebut menyebabkan
semua lipid yang memasuki duodenum terdiri dari asam lemak jenuh, yang sebagian
besar adalah asam stearat (Parakkasi, 1999). Hidrogenasi merupakan proses dimana
hidrogen ditambahkan pada ikatan rangkap dari asam lemak tak jenuh, dengan
demikian mengubahnya menjadi bentuk jenuh (McDonald et al., 2002).
Biohidrogenasi tidak hanya menghasilkan produksi asam lemak jenuh, tetapi juga
menghasilkan dalam bentuk isomer terkonjugasi dari asam linoleat dan linolenat
12
Galaktosil Asil Gliserol Triasil Gliserol
Lipolisis
Asam Lemak Galaktosa
& Gliserol
18:3
(Cis. 9 Cis. 12 Cis. 15) 18:2
(Cis. 9 Cis. 12) 18:1
(Cis. 9)
18:3
(Cis. 9 Trans. 11 Cis. 15)
18:2
(Cis. 9 Trans. 11)
18:1
(Trans. 11)
18:0
(Stearat)
sebagai hasil dari proses biohidrogenasi tidak lengkap (NRC, 2007). Skema proses
metabolisme lemak dalam rumen ternak ruminansia dapat dilihat pada Gambar 2.
+
Gambar 2. Proses Metabolisme Lemak dalam Rumen Ternak Ruminansia (Scott dan
Ashes, 1993)
Menurut NRC (2007), bakteri merupakan mikroorganisme yang paling
bertanggung jawab untuk proses biohidrogenasi di dalam rumen. Beberapa faktor
dari pakan yang mempengaruhi proses biohidrogenasi antara lain rasio
konsentrat:hijauan dalam pakan, kandungan nitrogen pakan, umur hijauan, spesies
hijauan, metode panen dan pengolahan, dan penambahan ionophore.
VFA
Lemak Pakan
13
Kebanyakan lipida di dalam pakan memasuki lacteal dalam bentuk
chylomicron, yang memasuki pembuluh darah vena melalui saluran thorac. Bagian
dari triasilgliserol pakan sangat sedikit yang dihidrolisis menjadi gliserol dan asam
berbobot molekul rendah dan kemudian langsung diserap ke aliran darah.
Chylomicron yang beredar lalu diserap oleh hati dan triasilgliserol dihidrolisis. Asam
lemak yang dihasilkan oleh mikroba rumen, bersama dengan asam lemak bebas
diserap dari darah oleh hati, lalu dimasukkan kembali ke aliran darah dalam bentuk
lipoprotein dan dibawa menuju ke berbagai organ dan jaringan (McDonald et al.,
2002).
Proteksi terhadap Lemak
Proses biohidrogenasi yang terjadi di dalam saluran pencernaan ruminansia
mengakibatkan semua lipida pakan yang memasuki duodenum didominasi oleh asam
lemak jenuh, yang menyebabkan lemak ruminansia menjadi lebih keras dan
meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular pada konsumennya. Untuk mencegah
terjadinya biohidrogenasi oleh mikroba rumen terhadap asam lemak tidak jenuh
maka perlu dilakukan proteksi terhadap pakan yang diberikan (Tiven et al., 2011).
Lemak yang diproteksi dapat menghindari efek negatif lemak pada mikroba rumen
dan memasok asam lemak esensial pada pascarumen (Adawiah et al., 2007).
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam melakukan proteksi
terhadap lemak, antara lain proteksi dengan formaldehida (Tiven et al., 2011),
proteksi dengan sabun mineral (Adawiah et al., 2007), dan proteksi dengan
campuran garam karboksilat kering (CGKK) (Tasse, 2010). Hasil yang diperoleh
pada proses proteksi menggunakan CGKK (Tasse, 2010) adalah peningkatan
konsentrasi VFA total dan penurunan konsentrasi amonia.
Protozoa
Protozoa merupakan mikroorganisme yang jumlahnya terbanyak kedua di
dalam rumen, yang perkiraan konsentrasinya sekitar 1×106 sel/ml cairan rumen untuk
sebagian besar sapi dan domba (Dehority, 2004). Populasi protozoa lebih sedikit dari
bakteri rumen, namun karena ukuran tubuhnya yang lebih besar, konsentrasinya
sebesar 60% dari biomassa rumen (McDonald et al., 2002). Biomassa protozoa
14
dalam rumen bervariasi, tergantung jenis ransum yang dimakan ternak induk semang
(Erwanto, 1995).
Menurut Freer dan Dove (2002), protozoa adalah mikrobiota rumen yang
terbesar, anaerob obligatif, motil, dan mikroba eukariotik. Protozoa ciliata
merupakan protozoa yang terbanyak, dan family Ophryoscolecidae adalah ciliata
utama di rumen, dengan lebih dari 100 spesies (Freer dan Dove, 2002).
Menurut Brock dan Madigan (1991), protozoa lebih menggemari substrat
yang mudah difermentasi seperti pati dan gula, walaupun protozoa juga
menghidrolisis selulosa dan menghasilkan produk fermentasi seperti asam asetat,
asam butirat, asam laktat, CO2, dan H2.
Protozoa mengandung 55% protein kasar, dan susunan asam aminonya tidak
dipengaruhi oleh ransum (Parakkasi, 1999). Sementara menurut Dehority (2004),
nilai biologis, kecernaan sejati, dan utilisasi protein netto protozoa rumen masing-
masing sebesar 82%, 87%–91%, dan 71%.
Hasil penelitian dari Adawiah et al. (2007) menunjukkan bahwa suplementasi
1,5% minyak jagung dan 1,5% minyak ikan menghasilkan populasi protozoa
sebanyak 6,5×104 sel/ml dan 10,4×10
4 sel/ml. Populasi protozoa dari domba yang
diberi perlakuan minyak ikan yang diproteksi oleh sabun kalsium adalah 8×104
sel/ml. Menurut Tiven et al. (2001), minyak dapat berperan sebagai agen defaunasi
bagi protozoa dalam rumen. Menurut Adawiah et al. (2007), penurunan jumlah
populasi protozoa dalam rumen disebabkan karena protozoa tidak dapat
memproduksi enzim lipolisis. Lemak yang diberikan akan menyelimuti protozoa dan
tidak dapat dirombak, sehingga tegangan permukaan dalam sel protozoa lebih rendah
dibandingkan dengan luar sel, yang berakibat protozoa mengalami lisis (Adawiah et
al., 2007).
Menurut Suharti et al. (2010), tingginya populasi protozoa dalam rumen
diduga dapat meningkatkan produksi gas metan. Di dalam rumen, protozoa
merupakan inang bagi archaea methanogen pada proses transfer hidrogen, sehingga
archaea methanogen menggunakan H2 yang dihasilkan oleh protozoa dan kemudian
mengubahnya menjadi CH4 (metan) (Suharti et al., 2010).
15
Selulosa Pati
Selobiosa
Glukosa-1-phosphate
Pektin Asam Uronat
Fruktosa-6-phosphate
Hemiselulosa
Pentosan
Pentosa Fruktosa-1,6-phosphate
Glukosa-6-phosphate
Maltosa Isomaltosa
Glukosa
Sukrosa
Fruktosa Fruktan
Format
CO2 H2
Metan
Asetil phospate
Asetat
Malonil
CoA
Piruvat
Asetil CoA
Asetoasetil
CoA
-hidroksibutiril
CoA
Krotonil CoA Suksinil CoA
Metilmalonil
CoA
Suksinat
Fumarat
Malat
Oksalasetat
Propionat
Propionil
CoA
Akrilil
CoA
Laktil
CoA
Laktat
Butirat
Butiril CoA
Volatile Fatty Acid (VFA)
Volatile Fatty Acid (VFA) atau asam lemak terbang yang dihasilkan dari
fermentasi dalam rumen digunakan sebagai sumber energi utama pada ternak
ruminansia. Skema proses metabolisme karbohidrat dalam rumen ternak ruminansia
dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Proses Metabolisme Karbohidrat dalam Rumen Ternak Ruminansia
(McDonald et al., 2002).
Dari total VFA rumen, proporsi molar asetat, propionat dan butirat sekitar
95% (Sun dan Zhao, 2009). Lebih lanjut Schlegel (1994) menyatakan proses
fermentasi dalam rumen menghasilkan asam asetat (C2) paling banyak sekitar 50-
16
70%, diikuti oleh asam propionat (C3) berkisar antara 17-21%, asam butirat (C4)
diproduksi sekitar 14-20% dari VFA total, serta asam valerat (C5) dan asam format
hanya terbentuk dalam jumlah kecil.
Menurut McDonald et al. (2002), di dalam rumen karbohidrat pakan dipecah
melalui dua tahap. Tahap pertama adalah proses pencernaan karbohidrat kompleks
menjadi gula-gula sederhana, seperti glukosa, fruktosa, dan pentosa yang dihasilkan
oleh enzim ekstraselular mikroba. Tahap kedua, gula-gula sederhana tersebut
kemudian didegradasi, sehingga menghasilkan hasil akhir utama dari proses
pencernaan karbohidrat dalam rumen, antara lain VFA (asam asetat, asam propionat,
dan asam butirat), CO2 (karbon dioksida), serta CH4 (metana). Selain dihasilkan dari
pencernaan karbohidrat, VFA juga dapat dihasilkan dari deaminasi asam amino,
yakni asam isobutirat yang dihasilkan dari valine, asam valerat dari proline, asam 2-
metilbutirat dari isoleucine, serta asam 3-metil butirat dari leucine (McDonald et al.,
2002).
Parakkasi (1999) menyatakan bahwa sebagian besar VFA langsung diserap
melalui dinding rumen; hanya sedikit asetat, beberapa propionat, dan sebagian besar
butirat yang termetabolisme dalam dinding rumen. Lebih lanjut McDonald et al.
(2002) merinci sekitar 75% dari total VFA yang diproduksi akan diserap langsung
oleh retikulo-rumen yang lalu masuk ke dalam darah, sekitar 20% diserap di
abomasum dan omasum, dan sekitar 5% sisa dari total VFA diserap di usus halus.
Konsentrasi VFA yang dihasilkan di dalam rumen sangat bervariasi,
dipengaruhi oleh pakan ternak dan waktu setelah pemberian pakan (McDonald et al.,
2002). Konsentrasi VFA total yang mencukupi untuk pertumbuhan mikroba rumen
sebesar 80-180 mM (Fathul dan Wajizah, 2010). Pemberian konsentrat yang tinggi
akan meningkatkan proporsi propionat, sementara pemberian hijauan akan
meningkatkan proporsi asetat (McDonald et al., 2002).
Hasil penelitian dari Adawiah et al. (2007) menunjukkan bahwa konsentrasi
VFA yang didapatkan dari ransum perlakuan yang diberikan minyak jagung dan
minyak ikan pada domba adalah 105±28 mM dan 95±23 mM. Perlakuan minyak
ikan yang diproteksi dalam bentuk sabun mineral yang ditambahkan dengan kalsium
menghasilkan VFA sebesar 118±2 mM.
17
Proses biohidrogenasi asam lemak tak jenuh dapat merubah pola fermentasi
yang terjadi di dalam rumen. Proses biohidrogenasi yang terjadi berdampak pada
penambahan hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak tak jenuh untuk
mengubahnya menjadi ikatan tunggal dalam bentuk asam lemak jenuh (McDonald et
al., 2002). Inkorporasi (penggabungan) dua buah atom hidrogen ke asam lemak tak
jenuh dapat menurunkan suplai hidrogen yang dibutuhkan oleh archaea methanogen
untuk membentuk metan, sehingga asam lemak tak jenuh dapat dijadikan sebagai
suplementasi dalam pakan yang dapat menurunkan emisi gas metan dari proses
enteric fermentation ternak ruminansia. Penurunan gas metan diharapkan dapat
meningkatkan kadar VFA dalam rumen karena kehilangan energi dalam proses
fermentasi dapat dikurangi serta meningkatkan efisiensi penggunaan energi.
Amonia (NH3)
Protein yang berasal dari pakan dipecah menjadi peptida dan asam amino
oleh mikroorganisme dalam rumen. Beberapa asam amino kemudian dipecah
menjadi asam organik, amonia, dan CO2.
Kadar amonia dalam rumen merupakan petunjuk antara proses degradasi dan
proses sintesis protein oleh mikroba rumen. Jika pakan defisien akan protein atau jika
proteinnya tahan terhadap proses degradasi, maka konsentrasi amonia dalam rumen
akan rendah dan pertumbuhan mikroba rumen akan rendah, yang menyebabkan
terganggunya pemecahan karbohidrat (McDonald et al., 2002).
Menurut Ørskov (1992), efisiensi pemanfaatan NH3 untuk sintesis protein di
dalam rumen tergantung pada ketersediaan energi. Apabila terjadi kekurangan energi
maka protein akan berlebihan dan tidak dapat dimanfaatkan oleh mikroba rumen.
Soepranianondo (2005) menyatakan bahwa 60% protein pakan akan diubah menjadi
amonia N, sedangkan 40% akan diteruskan ke abomasum dan usus halus untuk
dicerna dan diabsorbsi dan sebagian dibuang ke feses.
Amonia dibutuhkan sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhan dan
pembentukan sel-sel mikroba yang hidup di dalam rumen, terutama bakteri untuk
mengoptimalkan fermentasi hijauan (Leng, 1991). Menurut McDonald et al. (2002),
kisaran konsentrasi optimum amonia dalam cairan rumen antara 85–300 mg/l, atau
5–17,65 mM. Menurut Bata dan Suwandyastuti (2005), produksi amonia dalam
rumen dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain level protein dalam ransum, waktu
18
setelah pemberian pakan, laju penyerapan oleh dinding rumen, level dan laju
degradasi protein, dan penyerapan oleh mikroorganisme. Skema proses metabolisme
komponen nitrogen dalam tubuh ternak ruminansia dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Proses Pencernaan dan Metabolisme Komponen Nitrogen dalam Rumen
(McDonald et al., 2002)
Hasil penelitian dari Adawiah et al. (2007) menunjukkan bahwa konsentrasi
amonia yang didapatkan dari ransum perlakuan yang diberikan minyak jagung dan
minyak ikan pada domba adalah 8,3±0,6 mM dan 8,0±2,6 mM. Perlakuan minyak
ikan yang diproteksi dalam bentuk sabun mineral yang ditambahkan dengan kalsium
menghasilkan NH3 sebesar 9,3±3,8 mM.
Alantoin Urin
Menurut Chen et al. (1992), purin merupakan asam amino bersifat basa yang
terdapat di dalam inti sel mikroba yang terdapat dalam digesta yang masuk ke dalam
usus halus. McDonald et al. (2002), menyatakan asam nukleat adalah senyawa
Protein Nitrogen Bukan Protein
Protein
Tidak Terdegradasi
Protein
Terdegradasi
Peptida
Asam Amino Amonia
Protein Mikroba
Pakan
Nitrogen
Bukan Protein
Dicerna di Usus Halus
Hati
NH3 Urea
Kelenjar
Ludah
Ginjal
Dikeluarkan di Urin
19
5-Nucleotidase AMP Aminohydrolase
5-nucleotidase Deaminasi Adenosine
Adenosine Inosine 5’-Phospate (IMP)
Inosine
Nucleosida Phosphorylase
Oksidasi
Xanthine
Asam Urat
Uricase
Alantoin
Adenosine 5’-phospate (AMP)
Oksidasi
Xanthine
berbobot molekul tinggi yang memiliki peran pokok di makhluk hidup sebagai
penyimpan informasi genetik. Protein dari organisme sel tunggal seperti bakteri
rumen mengandung banyak asam nukleat (80-160 g/kg BK bakteri) (McDonald et
al., 2002). Salah satu senyawa yang dihasilkan dalam proses hidrolisis asam nukleat
adalah purin. Skema proses degradasi purin nukleotida dan pembentukan derivat
purin pada ternak ruminansia dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Degradasi Purin Nukleotida dan Pembentukan Derivat Purin (Chen dan
Gomes, 1995)
Asam nukleat yang meninggalkan rumen pada dasarnya berasal dari mikroba
(Chen dan Gomes, 1995). Hal ini dikarenakan pakan ruminan biasanya memiliki
kadar purin yang rendah, yang kebanyakan mengalami degradasi ekstensif di dalam
rumen sebagai hasil dari fermentasi mikroba. Asam nukleat mikroba yang
meninggalkan rumen mengalami pencernaan ekstensif di usus halus. Di usus halus,
Adenine
Deaminasi Adenine
Guanine
Deaminasi Guanine
Guaninosine
Hypoxanthine
Xanthine
20
purin nukleotida dihidrolisis menjadi purin nukleosida dan basa bebas. Kedua bentuk
dapat diabsorbsi dari usus. Purin nukleosida dan basa bebas yang diserap dari lumen
usus mengalami degradasi serta pemanfaatan di mukosa usus. Purin asam nukleat
yang diabsorbsi didegradasi dan diekskresikan di urin sebagai derivatnya, antara lain
hypoxanthine, xanthine, asam urat, dan alantoin. Ekskresi derivat purin berhubungan
langsung dengan absorbsi purin (Chen dan Gomes, 1995). Menurut Arora (1989),
sintesis protein mikroba tergantung pada kecepatan absorpsi amonia, kecepatan
pemecahan nitrogen pakan, kebutuhan mikroba akan asam amino, kecepatan bahan
keluar dari rumen, dan jenis fermentasi mikroba berdasarkan jenis pakan.
Ekskresi derivat purin di urin ruminansia dapat digunakan untuk
mengestimasi suplai protein mikroba rumen ke tubuh ternak (Chen et al., 1990). Hal
tersebut dapat dilakukan dengan melakukan perhitungan (Chen dan Gomes, 1995)
terhadap absorpsi purin mikroba (X) melalui derivat purin yang diekskresikan (Y)
dengan hubungan berupa: Y = 0,84 X + (0,150 W0,75
e-0,25X
). Selanjutnya N mikroba
yang mengalir dalam usus dihitung dari nilai purin yang diabsorpsi (X) berdasarkan
persamaan: N Mikroba = X × 70 = 0,727 X.
0,116 × 0,83 × 1000
Neraca Nitrogen (N) pada Ruminansia
Neraca N digunakan untuk mengevaluasi apakah N dalam pakan yang
diberikan ke ternak telah cukup untuk memenuhi kebutuhan ternak ataukah ternak
harus merombak jaringan tubuhnya untuk memenuhi kebutuhan sebagai konsekuensi
atas kehilangan pada proses pencernaan pakan. Keseimbangan (neraca) N dapat pula
digunakan untuk menentukan kebutuhan protein ternak untuk mencukupi hidup
pokok, pertumbuhan dan produksi, serta dapat digunakan untuk mengetahui kualitas
protein atau nilai biologis protein pakan (Purbowati, 2001). Imbangan N dapat
dipakai untuk menentukan kebutuhan protein guna keperluan pertumbuhan (Tahuk et
al., 2008). Takaran minimal protein yang memberi retensi maksimal untuk
pertumbuhan ternak dalam prinsip imbangan N adalah kebutuhan protein bagi ternak
(Tillman et al., 1991).
Retensi N merupakan selisih antara N yang dikonsumsi, yang berada dalam
makanan, dengan N yang keluar dari dalam tubuh. Nitrogen yang dikeluarkan dari
tubuh terdiri dari N dalam feses dan N dalam urin. Nitrogen feses terdiri dari N
21
makanan yang tidak di absorbsi serta N yang berasal dari tubuh seperti sel-sel epitel
usus yang rusak (Parakkasi, 1999). Peningkatan laju deposisi protein (N) dalam
jaringan pada ternak sangat dipengaruhi oleh suplai protein (N) ransum (Rimbawanto
dan Iriyanti, 2000). Meningkatnya konsumsi N tidak selalu disertai dengan
peningkatan bobot badan terutama jika energi dalam ransum rendah (Parakkasi,
1999).
Penambahan minyak ke dalam pakan dapat digunakan untuk menilai efisiensi
penggunaan N (Sun dan Zhao, 2009), apakah energi yang dibutuhkan oleh ternak
telah tercukupi ataukah ternak harus merombak protein tubuhnya menjadi sumber
energi (Purbowati, 2001). Penambahan minyak juga dapat digunakan sebagai sumber
asam lemak esensial. Kecukupan asam lemak esensial yang termasuk dalam asam
lemak tak jenuh juga harus diperhatikan karena menurut McDonald et al. (2002),
defisiensi asam lemak tak jenuh dalam pakan dapat menurunkan nilai retensi N
dalam tubuh.
22
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang (Kandang) B Ilmu Nutrisi
Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis kimia dilaksanakan di Laboratorium
Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja; Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan
Mikrobiologi Nutrisi; Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Ternak Perah, Fakultas
Peternakan; serta Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU), Institut Pertanian
Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli 2011 sampai Maret 2012.
Materi
Ternak Percobaan
Ternak yang digunakan adalah 12 ekor domba lokal betina lepas sapih
berumur sekitar 2-3 bulan dengan bobot badan rata-rata 9,32±2,28 kg. Domba yang
digunakan adalah domba milik Laboratorium Lapang B Ilmu Nutrisi Ternak Daging
dan Kerja, yang merupakan persilangan antara domba lokal asal Unit Pendidikan dan
Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
yang berada di daerah Jonggol, Jawa Barat dengan domba garut. Domba UP3J
sendiri merupakan persilangan dari domba garut dengan domba ekor tipis. Contoh
domba penelitian ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6. Contoh Domba Penelitian
23
Kandang
Kandang yang digunakan dalam penelitian adalah kandang individu sebanyak
dua belas buah, berukuran 125 55 110 cm3 yang dilengkapi dengan tempat pakan
dan tempat air minum dari bahan plastik. Alas kandang dibuat dari kayu papan, antar
satu kayu papan dengan yang lainnya diberikan jarak ±2 cm. Hal tersebut
dimaksudkan agar kotoran yang dikeluarkan oleh ternak dapat jatuh ke tempat
penampungan yang berada di bawah bangunan kandang. Suhu dan kelembaban rata-
rata di dalam kandang pada pagi hari sebesar 21,5 ºC dan 91% serta pada siang hari
33,5 ºC dan 46%.
Pada minggu-minggu awal penelitian di beberapa kandang individu, alas
kayu papan tersebut ditutupi oleh rerumputan kering untuk mencegah kaki domba
yang berukuran kecil tidak terperosok ke dalam alas kayu papan. Pada minggu akhir
penelitian, yaitu saat pengambilan sampel feses dan urin, digunakan kandang
panggung. Tempat pakan dan minum juga dinaikkan menyesuaikan kondisi
ketinggian kandang panggungnya. Kandang yang digunakan pada penelitian
ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Kandang Penelitian
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain timbangan gantung
kapasitas 50 kg untuk menimbang bobot badan domba, serta timbangan digital untuk
menimbang pakan dan sisa pakan. Untuk pengambilan sampel urin dan rumen
peralatan yang digunakan adalah kandang metabolis yang dimodifikasi, gelas ukur,
termos, tabung film dan wadah penampung. Peralatan yang digunakan dalam
melakukan analisis di laboratorium antara lain sentrifugasi, tabung reaksi, alat
24
destilasi uap, labu erlenmeyer, cawan Conway, alat-alat titrasi, counting chamber,
Vortex, alkohol bath, spektrofotometer, serta labu Kjeldahl.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain HgCl2; H2SO4 7%;
H2SO4 15%, NaOH 0,5 N; Phenol Pthalin; HCl 0,5 N; larutan Na2CO3 jenuh;
larutan asam borat berindikator; vaselin; H2SO4 0,005 N; Tryphan Blue Formaline
Salin (TBFS); NaOH 0,5 M; HCl 0,5 M; Penylhydrazine; HCl pekat; potassium;
Selenium mixture; H2SO4 pekat; NaOH 40%; H3BO3 2%; Brom Cresol Green-
Methyl Red; HCl 0,1 N; es batu; aquades; serta air. Contoh peralatan yang digunakan
di lapang dan di laboratorium ditunjukkan pada Gambar 8.
(a) (b) (c)
(d) (e)
Gambar 8. Perlengkapan Penelitian berupa: (a) timbangan digital, (b) timbangan
gantung kapasitas 50 kg, (c) cawan Conway, (d) peralatan destilasi uap,
(e) peralatan titrasi.
Pakan
Pakan yang diberikan sebesar 3%–4% bobot badan dengan rasio
hijauan:konsentrat adalah 30%:70%, dengan penyusunan pakan berdasarkan kadar
protein kasar (PK) sebesar ±15% dan kadar total digestible nutrient (TDN) ±72%.
Air minum diberikan ad libitum. Komposisi bahan pakan yang digunakan dalam
25
ransum tercantum pada Tabel 3 dan kandungan nutrien zat makanan tercantum pada
Tabel 4.
Tabel 3. Komposisi Bahan Pakan
Bahan Pakan Perlakuan
M0 MJ MIL MILT
-----------------------------%BK-----------------------------
Rumput 30,00 30,00 30,00 30,00
Onggok 17,00 17,00 17,00 17,00
Bungkil Kelapa 50,50 49,00 49,00 49,00
CaCO3 1,50 1,50 1,50 1,50
Garam 0,25 0,25 0,25 0,25
Premix 0,15 0,15 0,15 0,15
Urea 0,60 0,60 0,60 0,60
Minyak Jagung - 1,50 - -
Minyak Ikan Lemuru - - 1,50 -
Minyak Ikan Terproteksi - - - 1,50
Keterangan: M0 = pakan kontrol (tanpa minyak); MJ = pakan yang mengandung 1,5%
minyak jagung; MIL = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru;
MILT = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru terproteksi.
Tabel 4. Kandungan Nutrien Pakan Perlakuan (Konsentrat + Hijauan)
Kandungan Nutrien Ransum Penelitian
M0 MJ MIL MILT
-----------------------------%BK-----------------------------
Abu 8,68 7,70 8,08 7,53
Protein Kasar 18,27 16,79 16,33 16,32
Lemak Kasar 3,84 5,21 6,37 9,33
Serat Kasar 14,91 15,50 15,24 15,03
Beta-N 54,30 54,81 53,98 51,80
Total Digestible Nutrien* 72,47 74,82 74,07 74,07
Keterangan: Hasil analisis Laboratorium PAU, IPB (2012). *) Perhitungan TDN menurut
Wardeh (1981). M0 = pakan kontrol (tanpa minyak);
MJ = pakan yang mengandung 1,5% minyak jagung;
MIL = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru;
MILT = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru terproteksi.
26
Metode
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Pengelompokan pada
penelitian ini didasarkan pada bobot badan domba, yakni bobot badan besar (11,80 ±
1,82 kg), bobot badan sedang (9,15 ± 0,53 kg), dan bobot badan kecil (7,00 ± 0,33
kg). Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie,
1993):
Yij = µ + i + βj + ij
Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
= Nilai rataan umum
i = Pengaruh perlakuan ke-i
βj = Pengaruh kelompok ke-j
ij = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Prosedur Pemeliharaan
Pemeliharaan domba dilakukan selama ±3 bulan. Sebelum digunakan domba
ditimbang terlebih dahulu, untuk mendapatkan bobot badan awal sebelum perlakuan.
Domba ditimbang setiap dua minggu sekali agar diketahui perubahan bobot
badannya. Konsentrat diberikan setiap pagi, sementara hijauan berupa rumput lapang
diberikan dua jam setelah pemberian konsentrat dan sore hari. Pakan yang diberikan
3% dari bobot badan, tetapi seiring bertambahnya bobot badan maka konsumsi
ransum dinaikkan sampai 4%. Konsumsi dan sisa pakan ditimbang setiap hari.
Pengambilan Cairan Rumen
Pengambilan sampel cairan rumen dilakukan dengan menggunakan alat bantu
selang yang dimodifikasi, dalam waktu empat jam setelah pemberian pakan. Sampel
rumen yang disimpan dalam termos lalu diberikan HgCl2 untuk menghentikan
aktivitas mikroba, kemudian ditutup rapat. Sementara sampel yang akan digunakan
untuk perhitungan populasi protozoa disimpan dalam tabung film tetapi tidak
diberikan merkuri klorida (HgCl2), kemudian ditutup rapat.
27
Pengumpulan Sampel Urine
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan penampungan urin
yang dipasang pada bagian bawah tiap kandang panggung ternak. Sampel urin
ditampung dengan menggunakan wadah yang telah ditetesi H2SO4 7% sekitar 10 ml
untuk mencegah terjadinya penguapan nitrogen (N). Koleksi urin dilakukan selama
tiga hari. Urin yang telah terkumpul lalu dikompositkan dan diambil sampel untuk
kemudian disimpan dalam freezer dan dapat digunakan sebagai contoh dan dianalisis
kandungan N dan alantoinnya.
Pengukuran Populasi Protozoa Rumen (Ogimoto dan Imai, 1981)
Populasi protozoa dihitung berdasarkan pewarnaan dengan larutan Tryphan
Blue Formaline Salin (TBFS). Tahapan perhitungan adalah cairan rumen dicampur
dengan larutan TBFS dengan perbandingan 1:1. Dua tetes campuran tersebut
ditempatkan pada counting chamber setebal 0,2 mm, luas kotak terkecil 0,0625 mm2.
Perhitungan jumlah protozoa dilakukan dengan mikroskop pada pembesaran 100
kali. Protozoa per ml cairan rumen dihitung dengan rumus:
Protozoa/ml cairan rumen = 1×1000×C×FP
0,2×0,00625×16×5
Keterangan: C = jumlah protozoa terhitung dalam counting chamber
FP = faktor pengenceran
Pengukuran Konsentrasi VFA (Steam Destilation Methode)
Pengukuran konsentrasi volatile fatty acid (VFA) dalam rumen dilakukan
menurut metode destilasi uap (Department of Dairy Science, 1966). Sampel
supernatan yang akan dianalisis diambil sebanyak 5 ml, kemudian dimasukan ke
dalam tabung destilasi. Labu erlenmeyer yang berisi 5 ml NaOH 0,5 N ditempatkan
di bawah selang tampungan. Sebanyak 1 ml H2SO4 15% ditambahkan ke tabung
destilasi yang di dalamnya telah berisi larutan sampel, kemudian penutup kacanya
segera ditutup, dan dibilas dengan aquadest secukupnya. VFA akan didesak oleh uap
air dan akan terkondensasi dalam pendingin. Air yang terbentuk kemudian
ditampung oleh labu erlenmeyer yang telah berisi 5 ml NaOH 0,5 N sampai
volumenya mencapai 300 ml. Indikator PP (Phenol Pthalin) ditambahkan sebanyak
2-3 tetes pada air yang ditampung tersebut. Air tampungan tersebut lalu dititrasi
28
dengan HCl 0,5 N sampai warna titrat berubah dari merah menjadi merah muda
seulas. Konsentrasi VFA total yang dihasilkan dihitung dengan menggunakan rumus:
mM VFA total = (a b) N HCl
Keterangan: a = volume titran blangko
b = volume titran contoh
Pengukuran Konsentrasi NH3 (Conway Micro Diffusion Methode)
Pengukuran konsentrasi amonia (NH3) dilakukan menurut metode mikro
difusi Conway (Department of Dairy Science, 1966). Sebelum sampel diletakkan
dalam cawan Conway, terlebih dahulu bibir cawan diolesi dengan vaselin. Sampel
supernatan diambil sebanyak 1 ml, kemudian ditempatkan pada salah satu ujung
cawan Conway. Sebanyak 1 ml larutan Na2CO3 jenuh ditempatkan pada ujung lain
dari cawan Conway yang berseberangan dengan supernatan. Sebanyak 1 ml larutan
asam borat berindikator ditempatkan dalam bagian yang terletak di tengah cawan
Conway. Cawan Conway yang telah diolesi vaselin ditutup rapat hingga tidak ada
udara yang masuk. Larutan Na2CO3 dicampurkan dengan supernatan hingga merata,
yakni dengan cara cawan tersebut digoyang–goyangkan dan dimiringkan. Setelah itu
dibiarkan selama 24 jam dalam suhu kamar. Setelah 24 jam cawan tersebut dibuka.
Asam borat berindikator dititrasi dengan H2SO4 0,005 N hingga terjadi perubahan
warna dari biru menjadi merah. Hasil titrasi dicatat dan konsentrasi amonia (NH3)
dihitung dengan mengggunakan rumus:.
N NH3 (mM) = ml H2SO4 N H2SO4 1000
Pengukuran Alantoin Urin (Chen dan Gomes, 1995)
Pengukuran konsentrasi amonia (NH3) dilakukan menurut metode
kolorimeter (Colorimetric Methode). Sebanyak 1 ml sampel, standar, dan blanko
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 5 ml aquades dan 1 ml NaOH
0,5 M. Larutan diaduk dengan menggunakan Vortex, lalu disimpan di tabung reaksi
dalam air mendidih selama tujuh menit. Tabung diangkat kemudian dinginkan dalam
air es. Setiap tabung ditambahkan dengan 1 ml HCl 0,5 M sampai pH mendekati 2 –
3. Ditambahkan pula 1 ml Penylhydrazine, diaduk kembali menggunakan Vortex,
kemudian dimasukkan kembali ke dalam air mendidih selama 7 menit. Tabung
diangkat dari air mendidih kemudian dimasukkan ke dalam alkohol bath beberapa
29
menit. Sebanyak 3 ml HCl pekat dan 1 ml potassium ditambahkan. Absorbansi
dibaca pada 522 nm setelah 20 menit.
Analisis Konsentrasi Nitrogen (AOAC, 1980)
Sampel kering sebanyak 0,25 g ditempatkan dalam labu Kjeldahl dan
ditambahkan 0,25 g Selenium mixture dan 20 ml H2SO4 pekat. Selanjutnya dilakukan
destruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam hingga larutan jernih.
Setelah dingin, larutan tersebut ditambahkan aquadest hingga 120 ml. Sebanyak 5 ml
sampel diambil dan 10 ml NaOH 40%, lalu didestilasi. Hasil destilasi tersebut
ditampung dalam labu erlenmeyer yang berisi campuran antara 10 ml H3BO3 2% dan
2 tetes indicator Brom Cresol Green-Methyl Red yang berwarna merah muda.
Setelah volume hasil destilat mencapai 40 ml dan berwarna hijau kebiruan, destilasi
dihentikan. Hasil destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N hingga berwarna merah muda.
Perlakuan yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Kadar nitrogen total dihitung
dengan rumus:
% Kadar N =
100%
Keterangan: S = volume titran sampel (ml);
B = volume titran blanko (ml);
w = bobot sampel kering (mg).
Pengukuran Konsumsi Nitrogen
Konsumsi Bahan Kering × % Protein Kasar Pakan
Konsumsi Nitrogen (g/e/h) =
6,25
Konsumsi Nitrogen
Konsumsi Nitrogen (g/kg BB0,75
/h) =
Bobot Badan0,75
Pengukuran Nitrogen Feses
Feses yang Keluar × % Protein Kasar Feses
Nitrogen Feses (g/e/h) =
6,25
Nitrogen Feses
Nitrogen Feses (g/kg BB0,75
/h) =
Bobot Badan0,75
30
Pengukuran Nitrogen Urin
Nitrogen Urin (g/e/h) = % N Urin × Volume Urin × Berat Jenis Urin
Nitrogen Urin
Nitrogen Urin (g/kg BB0,75
/h) =
Bobot Badan0,75
Pengukuran Nitrogen Tercerna
Nitrogen Tercerna (g/e/h) = Konsumsi Nitrogen Nitrogen Feses
Nitrogen Tercerna
Nitrogen Tercerna (g/kg BB0,75
/h) =
Bobot Badan0,75
Pengukuran Kecernaan Nitrogen
Nitrogen Tercerna
Kecernaan Nitrogen (%) =
Konsumsi Nitrogen
Pengukuran Retensi Nitrogen
Retensi Nitrogen (g/e/h) = Konsumsi Nitrogen Nitrogen Feses Nitrogen Urin
Retensi Nitrogen
Retensi Nitrogen (g/kg BB0,75
/h) =
Bobot Badan0,75
Perhitungan Ekskresi Derivat Purin (Chen dan Gomest, 1995)
Ekskresi Alantoin
Ekskresi Derivat Purin (mmol/l) =
0,85
Perhitungan Efisiensi Pemanfaatan Nitrogen (Sun dan Zhao, 2009)
Retensi Nitrogen
Efisiensi Pemanfaatan Nitrogen (%) = × 100%
Konsumsi Nitrogen
Perlakuan
Perlakuan yang diberikan pada domba yaitu pemberian berbagai macam
minyak sebagai sumber asam lemak tak jenuh. Perlakuan yang diberikan antara lain:
M0 = Pakan kontrol (tanpa minyak)
MJ = Pakan yang mengandung 1,5% minyak jagung
MIL = Pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru
31
MILT = Pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru terproteksi
Peubah yang diamati
1. Populasi Protozoa Rumen
2. Pengukuran Konsentrasi VFA
3. Pengukuran Konsentrasi NH3
4. Pengukuran Alantoin Urin
5. Analisis Konsentrasi Nitrogen
6. Pengukuran Konsumsi Nitrogen
7. Pengukuran Nitrogen Feses
8. Pengukuran Nitrogen Tercerna
9. Pengukuran Kecernaan Nitrogen
10. Pengukuran Nitrogen Urin
11. Pengukuran Retensi Nitrogen:
12. Perhitungan Ekskresi Derivat Purin
13. Efisiensi Pemanfaatan Nitrogen
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance. Jika perlakuan
berpengaruh nyata terhadap peubah yang diukur maka dilanjutkan dengan uji lanjut
kontras orthogonal (Steel dan Torrie, 1993).
32
HASIL DAN PEMBAHASAN
Populasi Protozoa
Protozoa merupakan jenis mikroorganisme yang menempati populasi kedua
terbesar di dalam rumen. Berdasarkan hasil sidik ragam, tidak ada pengaruh yang
nyata (P>0,05) antar perlakuan terhadap populasi protozoa dalam rumen. Populasi
protozoa yang dihasilkan dari perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Populasi Protozoa Dalam Rumen
Perlakuan Total Protozoa
( 104 sel/ml )
M0 9,10
MJ 6,92
MIL 7,31
MILT 12,95
SEM 1.37
Keterangan: M0 = pakan kontrol (tanpa minyak),
MJ = pakan yang mengandung 1,5% minyak jagung,
MIL = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru,
MILT = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru terproteksi.
SEM = standard error of mean
Populasi protozoa dalam rumen yang tidak berbeda secara nyata menandakan
bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai sumber asam lemak tak jenuh pada
level 1,5% memiliki pengaruh yang sama terhadap populasi protozoa dalam rumen.
Populasi protozoa yang diperoleh pada penelitian ini antara 6,92–12,95 (×104 sel/ml),
masih rendah dibandingkan standar populasi protozoa menurut Ogimoto dan Imai
(1981) yang menyatakan populasi protozoa optimal adalah 105–10
6 sel/ml. Populasi
protozoa pada penelitian ini sejalan dengan populasi protozoa yang diperoleh oleh
Adawiah et al. (2007), yakni 6,5–10,4 (×104 sel/ml). Hasil yang diperoleh Zain et al.
(2008) menunjukkan bahwa penggunaan minyak jagung mampu mengeliminasi
protozoa rumen secara signifikan sampai 11,72% dari 1,45 105 sel/ml menjadi 1,28
105 sel/ml dan mengakibatkan peningkatan populasi bakteri rumen dari 8,80 10
10
koloni/ml menjadi 11,40 1010
koloni/ml, atau naik sebesar 29,5%.
33
Fermentabilitas
Volatile Fatty Acid (VFA)
Pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi VFA dalam rumen yang tertera di
Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan berbagai jenis minyak yang digunakan pada
penelitian ini sangat nyata mempengaruhi produksi VFA dalam rumen (P<0,01).
Rataan produksi VFA pada perlakuan MJ dan MIL sangat berbeda nyata (P<0,01)
meningkat dibandingkan dengan M0 dan MILT. Hal ini menggambarkan bahwa
pemberian MJ dan MIL dapat meningkatkan efisiensi metabolisme energi di dalam
rumen. Menurut Sutardi (1997), penggunaan minyak jagung dalam ransum
menghasilkan efisiensi penggunaan energi (VFA) sebesar 81% dan gas CH4 sebesar
20,8%. Hartati (1998) juga menyatakan konsentrasi VFA total meningkat secara
linear apabila ransum mendapat penambahan minyak ikan lemuru. Rataan produksi
VFA pada penelitian ini berkisar dari 110,24–171,49 mM. Rataan yang dihasilkan
masih berada dalam kisaran normal, sesuai dengan pernyataan Fathul dan Wajizah
(2010) yang mengatakan bahwa konsentrasi VFA total yang mencukupi untuk
pertumbuhan mikroba rumen adalah 80–180 mM.
Tabel 6. Produksi VFA dan NH3 Dalam Rumen
Parameter Perlakuan
SEM M0 MJ MIL MILT
VFA (mM) 118,59c 171,49
a 141,42
b 110,24
c 8,40
NH3 (mM) 6,49 7,48 6,90 5,47 0,48
Rasio VFA/NH3 18,40 25,66 21,28 21,19 1,53
Keterangan: M0 = pakan kontrol (tanpa minyak),
MJ = pakan yang mengandung 1,5% minyak jagung,
MIL = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru,
MILT = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru terproteksi.
SEM = standard error of mean
Rataan dengan superskrip huruf kecil dalam baris yang sama menunjukkan
perbedaan yang nyata (P<0,05)
Kedua pemberian lemak pada perlakuan MJ dan MIL sangat nyata (P<0,01)
meningkatkan VFA dalam rumen domba. Hal tersebut dikarenakan populasi
protozoa yang diperoleh pada domba yang diberi perlakuan MJ dan MIL cenderung
menurun (Tabel 5). Penurunan jumlah protozoa akibat penambahan minyak sebagai
sumber asam lemak tak jenuh diduga akan meningkatkan populasi bakteri dalam
34
rumen. Zain et al. (2008) menyatakan bahwa penggunaan minyak jagung sebagai
agen defaunasi mampu mengeliminasi protozoa rumen dari 1,45 105 sel/ml menjadi
1,28 105 sel/ml dan mengakibatkan peningkatan populasi bakteri rumen dari 8,80
1010
koloni/ml menjadi 11,40 1010
koloni/ml, atau naik sebesar 29,5%. Menurut
Fathul dan Wajizah (2010), bertambahnya jumlah bakteri rumen sebanyak satu
milyar sel/ml akan meningkatkan produk VFA sebanyak 0,1592 mM. Jumlah bakteri
mempengaruhi produk VFA sebanyak 85%, sedangkan sebanyak 15% oleh faktor
lain.
Produksi VFA pada MJ nyata lebih tinggi (P<0,05) daripada VFA yang
diproduksi oleh MIL. Tingginya VFA yang diperoleh oleh MJ dibandingkan MIL
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Adawiah et al. (2007), yang
mendapatkan nilai VFA pada ransum yang diberi minyak jagung lebih tinggi 10 mM
dibandingkan yang diberi minyak ikan ((MJ = 105±28 mM; MIL = 95±23 mM).
Lebih tingginya konsentrasi VFA yang dihasilkan oleh MJ dibandingkan MIL diduga
disebabkan selain karena populasi protozoa yang dihasilkan perlakuan MIL lebih
rendah dari yang dihasilkan perlakuan MJ (Tabel 5), namun dapat juga disebabkan
oleh konsumsi pakan domba. Konsumsi bahan kering konsentrat MJ (348,05 g/e/h)
cenderung lebih tinggi dibandingkan konsumsi bahan kering konsentrat MIL (336,59
g/e/h) (Ici, 2012). Konsumsi yang cenderung lebih rendah dengan pemberian MIL
dibandingkan dengan MJ mungkin disebabkan oleh bau amis dari MIL yang kurang
disukai oleh ternak.
Lemak juga diketahui mengandung energi yang lebih tinggi daripada
karbohidrat atau protein dan menghasilkan panas metabolis yang lebih rendah
(Sudarman et al., 2008). Akan tetapi, hal tersebut tidak terjadi pada pemberian pakan
yang mengandung minyak ikan lemuru terproteksi (MILT). Produksi VFA pada
minyak yang terproteksi (MILT) nyata lebih rendah jika dibandingkan dengan yang
tidak terproteksi (MIL) (P<0,01). Produksi VFA MILT tidak berbeda secara nyata
dengan perlakuan pakan kontrol (M0) yang tanpa penambahan minyak (P>0,05),
bahkan nilainya cenderung mengalami penurunan. Hal tersebut diduga disebabkan
oleh proses perlindungan dengan saponifikasi minyak ikan lemuru menjadi garam
karboksilat. Proses saponifikasi tersebut ikut berperan dalam melindungi lemak,
terutama asam lemak tak jenuh dari proses hidrogenasi di dalam rumen. Dalam
35
rumen sabun garam karboksilat itu belum mencair karena sabun yang terbentuk
berupa kristal padat dan kompak tersebut mudah mencair pada pH 3. Pada kondisi
lingkungan yang netral seperti rumen, sabun dapat melewati rumen tanpa
mengganggu aktifitas rumen. Saat melewati omasum sampai usus halus (yang
memiliki pH 4-3) sabun akan terurai menjadi asam lemak bebas. Selanjutnya asam
lemak diserap melalui usus halus untuk digunakan sebagai energi (Joseph, 2007).
Penurunan kadar VFA pada lemak yang diproteksi juga dilaporkan oleh Tiven et al.
(2011), yang melaporkan terjadinya penurunan terhadap kadar asetat, propionat,
butirat, serta total VFA pada perlindungan sumber lemak dari crude palm oil (CPO)
dengan formaldehida.
Amonia (NH3)
Amonia (NH3) merupakan sumber nitrogen utama yang penting untuk sintesis
protein mikroba. Pemberian berbagai minyak sebagai sumber asam lemak di pakan
yang tertera pada Tabel 6 tidak mempengaruhi konsentrasi NH3 dalam rumen secara
nyata (P>0,05). Hal tersebut menandakan bahwa pemberian minyak yang berbeda
sebagai sumber asam lemak tak jenuh pada level 1,5% memiliki pengaruh yang sama
dalam proses degradasi protein dalam rumen, sehingga tidak mempengaruhi pasokan
nitrogen untuk mikroba rumen.
Kadar NH3 yang dihasilkan oleh domba yang diberi minyak lemuru yang
diproteksi cenderung menghasilkan nilai NH3 yang terendah. Konsentrasi NH3 pada
minyak lemuru terproteksi sejalan dengan yang hasil penelitian Tiven et al. (2011),
yang mendapatkan kenaikan level formaldehida sebagai agen perlindungan terhadap
CPO menyebabkan kadar amonia mengalami penurunan. Hal tersebut karena partikel
minyak dikelilingi oleh ikatan antara protein dengan formaldehida. Ikatan tersebut
tidak terpecah pada kondisi pH yang netral (6–7) di dalam rumen, sehingga minyak
tidak mengganggu aktivitas fermentasi di dalamnya.
Kisaran konsentrasi yang didapat (5,47–7,48 mM) masih berada dalam
kisaran normal konsentrasi NH3, menurut McDonald et al. (2002) yaitu 5–17,65 mM.
Walaupun kisaran NH3 yang dihasilkan masih berada dalam kisaran normal, tetapi
konsentrasi NH3 dari keempat perlakuan ini dapat dikatakan rendah. Adawiah et al.
(2007) mendapatkan nilai NH3 pada perlakuan 1,5% minyak jagung sebesar 8,3 mM
dan perlakuan 1,5% minyak ikan sebesar 8,0 mM. Cenderung rendahnya konsentrasi
36
NH3 tersebut diduga disebabkan sumber protein utama yang dipakai pada penelitian
ini adalah bungkil kelapa sebesar 49%–50,50% dari total ransum. Hal tersebut
dikarenakan menurut Sampath (1990), bungkil kelapa tergolong sebagai bahan pakan
dengan kandungan undegradable dietary protein (UDP) tinggi, yakni 70%–81%,
dengan nilai rata-rata yakni 76% dari protein kasar. Protein sulit terdegradasi (UDP)
merupakan protein pakan yang tidak terdegradasi dalam rumen sehingga menjadi
protein bypass lalu sampai ke usus halus untuk diserap. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan McDonald et al. (2002) yang menyatakan jika protein pakannya sulit
didegradasi dalam rumen, maka konsentrasi NH3 dalam rumen akan rendah.
Penelitian ini menggunakan onggok sebagai sumber karbohidrat yang mudah
terfermentasi. Ranjhan (1977) menyatakan bahwa peningkatan jumlah karbohidrat
yang mudah difermentasi akan mengurangi produksi NH3, karena terjadi kenaikan
penggunaan NH3 untuk pertumbuhan protein mikroba. Kondisi yang ideal adalah
sumber energi tersebut difermentasi sama cepatnya dengan pembentukan NH3,
dengan cara menyediakan karbohidrat nonstruktural atau readily available
carbohydrate (RAC) dan nitrogen secara seimbang (Syahrir et al., 2009). Diharapkan
pada saat NH3 terbentuk, terdapat produk fermentasi asal karbohidrat (VFA) yang
akan digunakan sebagai sumber kerangka karbon dari asam amino protein mikroba
yang prekursor utamanya berasal dari NH3. Mikroba rumen memiliki kemampuan
untuk mengubah urea sebagai sumber non protein nitrogen (NPN) menjadi protein,
karena ketika memasuki rumen urea segera dihidrolisis menjadi NH3 oleh enzim
urease dari bakteri (McDonald et al., 2002).
Rasio VFA dan Amonia (NH3)
Rasio VFA dan NH3 merupakan perbandingan antara konsentrasi VFA dan
konsentrasi NH3 yang dihasilkan di dalam rumen. Tidak terdapat perbedaan yang
nyata (P>0,05) antar sumber asam lemak tak jenuh, baik yang diproteksi maupun
yang tidak diproteksi dengan kontrol terhadap rasio VFA dan NH3. Hal tersebut
menandakan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai sumber asam lemak tak
jenuh pada level 1,5% memiliki pengaruh yang sama terhadap produk fermentasi
yang terjadi di dalam rumen. Rasio VFA dan NH3 yang dihasilkan dari perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 6.
37
Menurut Prayuwidayati dan Widodo (2007), rasio antara VFA terhadap NH3
mempengaruhi kecukupan kebutuhan mikroba rumen untuk metabolisme optimal di
dalam rumen. Pada penelitian Prayuwidayati dan Widodo (2007), didapatkan rasio
VFA dan NH3 sebesar 9,75–14,55. Rasio antara VFA dan NH3 yang dihasillkan dari
penelitian ini berkisar antara 18,40–25,66. Rasio pada penelitian ini lebih tinggi jika
dibandingkan hasil Prayuwidayati dan Widodo (2007). Hal tersebut dikarenakan
konsentrasi VFA yang dihasilkan pada penelitian ini (110,24–171,49 mM) lebih
tinggi dibandingkan hasil Prayuwidayati dan Widodo (2007) (70,00–90,00 mM),
sementara konsentrasi NH3 yang dihasilkan (5,47–7,48 mM) lebih rendah
dibandingkan konsentrasi NH3 yang dihasilkan Prayuwidayati dan Widodo (2007)
yang berkisar antara 5,84–9,36 mM. Konsentrasi VFA yang tinggi sementara
konsentrasi NH3 yang rendah diduga mengurangi efisiensi pembentukan protein
mikroba, karena banyak tersedianya kerangka karbon bagi pembentukan protein
mikroba tidak diimbangi dengan sumber nitrogen utama bagi sintesis protein
mikroba.
Alantoin
Alantoin dapat digunakan untuk memperkirakan produksi protein mikroba
rumen, karena alantoin dikeluarkan oleh ternak dalam jumlah yang lebih konstan dari
derivat purin lainnya (Orellana-Boero et al., 2001). Lebih lanjut Chen dan Gomes
(1995) menyatakan bahwa dalam 100% derivat purin yang diekskresikan di urin,
85%-nya merupakan senyawa alantoin. Kadar alantoin dalam urin yang dihasilkan
dari perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan Alantoin Domba Perlakuan
Parameter Perlakuan
SEM M0 MJ MIL MILT
Ekskresi Alantoin (mmol/l) 0,19 0,15 0,17 0,25 0,02
Ekskresi Derivat Purin (mmol/l) 0,22 0,18 0,20 0,30 0,02
Keterangan: M0 = pakan kontrol (tanpa minyak),
MJ = pakan yang mengandung 1,5% minyak jagung,
MIL = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru,
MILT = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru terproteksi.
SEM = standard error of mean
38
Pada Tabel 7, alantoin yang diekskresikan oleh domba tidak dipengaruhi
secara nyata (P>0,05) perlakuan sumber asam lemak tak jenuh yang diberikan.
Ekskresi alantoin yang tidak berbeda secara nyata menandakan bahwa pemberian
minyak yang berbeda sebagai sumber asam lemak tak jenuh pada level 1,5% masih
termasuk dalam level yang aman dan memiliki pengaruh yang sama terhadap proses
pembentukan derivat purin pada ternak. Walaupun tidak berbeda secara statistika,
namun pemberian sumber asam lemak tak jenuh cenderung menurunkan ekskresi
alantoin dibandingkan kontrol. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Jalč et al.
(2006) yang menyatakan pemberian lemak yang tinggi dapat membatasi sintesis
yang dilakukan oleh mikroba rumen. Asam lemak tidak jenuh memiliki efek toksik
bagi bakteri.
Nilai kisaran yang didapatkan dari penelitian ini (0,15–0,25 mmol/l) lebih
rendah dibandingkan penelitian Nurlaela (2006) yang membandingkan derivat purin
antara domba dan kambing lokal, dengan nilai yang diperoleh pada alantoin domba
lokal adalah 0,22–0,24 mM. Perbedaan nilai ekskresi alantoin ini diduga karena
kecepatan bahan keluar dari rumen, kecepatan absorpsi amonia, kecepatan
pemecahan nitrogen pakan, dan jenis fermentasi mikroba berdasarkan jenis
pakannya. Besarnya mikroba yang tersedia untuk ternak kemungkinan sangat
dipengaruhi oleh tingkat pemberian pakan (Chen et al., 1992).
Neraca Nitrogen (N)
Konsumsi Nitrogen (N)
Hasil pengukuran konsumsi nitrogen (N) dapat dilihat pada Tabel 8. Ransum
perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05), saat
nilainya dihitung per gram per ekor per hari maupun per bobot badan metabolis
terhadap konsumsi N ternak percobaan.
Konsumsi N yang tidak berbeda pada penelitian ini menunjukkan bahwa
pemberian minyak yang berbeda sebagai sumber asam lemak tak jenuh pada level
1,5% memiliki pengaruh yang sama terhadap palatabilitas ternak terhadap bahan
pakan. Nilai konsumsi N yang didapatkan pada penelitian ini berkisar antara 11,59–
13,56 g/e/h. Pada penelitian yang dilaporkan oleh Khoerunnisa (2006) yang
membandingkan metabolisme N pada domba dan kambing lokal, didapatkan hasil
39
konsumsi protein domba lokal betina sebesar 72,87±15,92 g/e/h. Jika konsumsi
protein tersebut dikonversikan menjadi konsumsi N, akan dihasilkan nilai konsumsi
N sebesar 11,66±2,55 g/e/h. Nilai tersebut serupa dengan yang dihasilkan dari
penelitian tersebut.
Tabel 8. Nilai Neraca Nitrogen Domba Perlakuan
Parameter Perlakuan
SEM M0 MJ MIL MILT
Konsumsi N
g/e/h 13,56 13,16 12,42 11,59 0,86
g/kg BB0,75
/h 1,62 1,52 1,44 1,45 0,03
Ekskresi N
Feses
g/e/h 3,77 3,81 3,87 3,19 0,32
g/kg BB0,75
/h 0,46 0,44 0,44 0,40 0,02
Urin
g/e/h 0,79 0,98 1,13 0,88 0,10
g/kg BB0,75
/h 0,09 0,11 0,13 0,11 0,01
N Tercerna
g/e/h 9,78 9,35 8,55 8,40 0,64
g/kg BB0,75
/h 1,17 1,08 1,00 1,05 0,03
Kecernaan N (%) 71,76 70,99 69,25 72,65 1,45
Retensi N
g/e/h 9,00 8,37 7,42 7,52 0,59
g/kg BB0,75
/h 1,07 0,97 0,86 0,95 0,04
EPN (%) 65,93 63,64 59,87 65,36 1,72
Keterangan: M0 = pakan kontrol (tanpa minyak),
MJ = pakan yang mengandung 1,5% minyak jagung,
MIL = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru,
MILT = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru terproteksi.
SEM = standard error of mean, EPN = efisiensi pemanfaatan N.
Menurut Purbowati et al. (2007), faktor yang mempengaruhi konsumsi
protein kasar adalah kandungan protein kasar dalam pakan dan konsumsi bahan
kering. Nilai konsumsi N berbanding lurus dengan nilai konsumsi protein, karena
40
nilai konsumsi N didapatkan dari hasil perkalian antara konsumsi N dengan 0,16;
yang merupakan kandungan N rata-rata dalam protein. Jika dilihat dari kandungan
protein kasar hasil analisis laboratorium, pola konsumsi N dalam gram per ekor per
hari mengikuti pola kandungan protein kasar ransum, walaupun hasilnya tidak
berbeda secara statistika. Konsumsi N tertinggi penelitian ini diperoleh oleh domba
kontrol, dengan kandungan protein kasar yang tertinggi. Sementara konsumsi N
terendah diperoleh domba MILT, dengan kandungan protein kasar yang terendah.
Tidak berbeda nyatanya konsumsi N dapat disebabkan karena tidak berbedanya
konsumsi bahan kering yang diperoleh. Rataan konsumsi bahan kering yang
didapatkan antara lain M0 458,09 g/e/h; MJ 482,91 g/e/h; MIL 470,48 g/e/h; dan
MILT 437,78 g/e/h (Ici, 2012).
Nitrogen (N) Feses
Perlakuan yang diberikan tidak menimbulkan perbedaan yang nyata (P>0,05)
terhadap jumlah N dalam feses dihitung per gram per ekor per hari maupun per bobot
badan metabolis ternak (Tabel 8). Ekskresi N dalam feses yang tidak berbeda pada
penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai sumber
asam lemak tak jenuh pada level 1,5% memiliki pengaruh yang sama terhadap proses
pencernaan nitrogen ternak.
Kandungan N dalam feses yang dihasilkan dalam penelitian ini yaitu 3,19–
3,87 g/e/h. Kandungan N tersebut masih berada dalam kisaran kadar N yang
dikeluarkan dari feses domba lokal betina pada penelitian Khoerunnisa (2006) yang
membandingkan metabolisme N antara domba dan kambing lokal, yakni 3,05±1,25
g/e/h.
Pengeluaran N melalui feses dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
tipe makanan yang dikonsumsi, tipe saluran pencernaan (Pond et al., 1995), hasil
pencernaan oleh mikroba, dan efisiensi pemeliharaan bakteri (Van Soest, 1982).
Sehingga tidak berbedanya ekskresi N dalam feses pada penelitian ini mungkin
dipengaruhi oleh tidak berbedanya kecernaan N. Van Soest (1982) juga menyatakan
bahwa N yang hilang dalam feses ruminansia ±0,6% dari konsumsi bahan kering
atau ±4% dari protein ransum. Sementara pada penelitian ini didapatkan hasil N yang
hilang dan terkandung dalam feses lebih tinggi dibandingkan pernyataan Van Soest
(1982), yakni 0,84% pada perlakuan kontrol, 0,79% pada perlakuan MJ, 0,81% pada
41
perlakuan MIL, dan 0,72% pada perlakuan MILT dari konsumsi bahan kering
domba. Hal tersebut diduga karena pemakaian bungkil kelapa sebagai bahan yang
sulit didegradasi dalam pakan penelitian ini. Swanson et al. (2000) yang melaporkan
adanya kecenderungan untuk kehilangan N melalui feses lebih banyak pada
tambahan yang lambat didegradasi dibandingkan dengan tambahan yang cepat
didegradasi.
Nitrogen (N) Urin
Berdasarkan hasil sidik ragam, tidak ada pengaruh yang nyata (P>0,05)
terhadap nilai nitrogen (N) urin per gram per ekor per hari atau per bobot badan
metabolis dari perlakuan yang diberikan. Ekskresi N dalam urin yang tidak berbeda
pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai
sumber asam lemak tak jenuh pada level 1,5% memiliki pengaruh yang sama
terhadap proses metabolisme nitrogen ternak. Nitrogen yang diekskeresikan dalam
urin tertera di Tabel 8.
Pengeluaran N melalui urin memiliki korelasi linier dengan tingkat konsumsi
ransum dan pengeluaran N feses (Smith et al., 1992). Hasil samping dari proses
metabolisme protein di dalam tubuh dikeluarkan di urin dalam bentuk kreatinin,
amonia, asam amino, urea, (Banerjee, 1982), dan derivat purin (asam urat, alantoin,
xanthine, dan hipoxanthine) (Chen dan Gomes, 1995). Menurut Roy (1970), faktor-
faktor yang mempengaruhi kadar N dalam urin antara lain tingkat konsumsi N,
penyerapan nitrogen dalam tubuh, sumber N, tingkat protein ransum, koefisen cerna
protein, bentuk fisik dan macam bahan pakan, tingkat energi ransum, serta fase
pertumbuhan ternak.
Nitrogen yang terkandung dalam urin di penelitian ini berkisar antara 0,79–
1,13 g/e/h. Jumlah N urin tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan studi
komparatif yang dilakukan Khoerunnisa (2006) yang menghasilkan jumlah N dalam
urin domba lokal betina sebesar 0,029±0,013 g/e/h. Hal tersebut diduga disebabkan
karena penambahan urea pada pakan. Karena Mehrez dan Ørskov (1978) melaporkan
suplementasi urea pada pakan jerami-gandum menghasilkan efek yang sedikit
terhadap ekskresi N dalam feses, namun meningkatkan ekskresi N dalam urin, yang
dihubungkan dengan degradasi urea yang tinggi dalam rumen.
42
Kecernaan Nitrogen (N)
Nilai nitrogen (N) tercerna per gram per ekor atau per bobot badan metabolis
serta nilai kecernaan N yang diperoleh pada penelitian ini tidak berbeda nyata
(P>0,05). Hal tersebut menandakan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai
sumber asam lemak tak jenuh pada level 1,5% memiliki pengaruh yang sama
terhadap proses pencernaan nitrogen ternak.
Kecernaan N dipengaruhi oleh ransum perlakuan yang diberikan, karena
McDonald et al. (2002) menyebutkan bahwa kecernaan protein tergantung pada
banyaknya kandungan protein di dalam pakan. Secara lengkap nilai N yang tercerna
dan persentase kercernaan N disajikan pada Tabel 8. Dari tabel tersebut diketahui
bahwa nilai kecernaan N berkisar antara 69,25%–72,65%. Hasil tersebut serupa
dengan yang dilaporkan oleh Khoerunnisa (2006), yang menyatakan bahwa
kecernaan protein pada domba lokal betina memiliki nilai 69,45%±6,53%.
Retensi Nitrogen (N)
Retensi nitrogen N merupakan selisih perhitungan antara N yang dikonsumsi
dengan N yang diekskresikan melalui feses dan urin. Perhitungan retensi N dapat
digunakan untuk menilai kualitas pakan yang diberikan, apakah pakan tersebut telah
memenuhi kebutuhan hidup pokok bagi ternak ataukah ternak harus merombak N
yang berada di jaringan tubuhnya untuk menutupi kekurangan dari pakan.
Pengaruh ransum perlakuan terhadap retensi N disajikan pada Tabel 8, yang
menunjukkan ransum perlakuan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) mempengaruhi N
yang teretensi dalam tubuh ternak. Retensi N yang tidak berbeda pada penelitian ini
menunjukkan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai sumber asam lemak
tak jenuh pada level 1,5% memiliki pengaruh yang sama terhadap proses
pemanfaatan nitrogen dalam tubuh ternak.
Retensi N yang tidak berbeda dapat disebabkan karena tidak terjadi
perbedaan tingkat konsumsi N dan tingkat ekskresi N dalam feses dan urin pada
keempat ransum. Peningkatan laju deposisi protein (N) dalam jaringan pada ternak
sangat dipengaruhi oleh suplai protein (N) ransum (Rimbawanto dan Iriyanti, 2000),
dengan hubungan yang positif (Melaku et al., 2004). Walaupun tidak terdapat
perbedaan secara statistika, tetapi nilai retensi N domba yang diberi perlakuan asam
lemak tak jenuh cenderung turun dibandingkan nilai retensi N kontrol. Hal tersebut
43
mungkin dapat menjadi suatu indikator bahwa level 1,5% penambahan sumber asam
lemak tak jenuh masih kurang untuk kebutuhan ternak. Tidak berbedanya nilai
retensi N menandakan defisiensi tersebut tidak terlalu besar. Menurut McDonald et
al. (2002), defisiensi asam lemak tak jenuh dalam pakan dapat menurunkan nilai
retensi nitrogen dalam tubuh. Hal tersebut dikarenakan MJ yang banyak mengandung
asam linoleat dan asam linolenat serta MIL yang banyak mengandung asam
arakhidonat, merupakan prekursor dari prostaglandin yang berfungsi dalam
penyerapan nutrien (Adawiah et al., 2006). Khoerunnisa (2006) mendapatkan nilai
retensi N bagi ternak domba lokal berjenis kelamin betina yakni 8,00±1,23 g/e/h.
Pada penelitian ini didapatkan nilai retensi N domba yang diberi perlakuan tidak
berbeda dari retensi N yang diperoleh Khoerunnisa (2006), yakni antara 7,42–9,00
g/e/h.
Pemberian minyak sebagai sumber asam lemak tak jenuh dalam pakan dapat
digunakan untuk menilai efisiensi penggunaan N. Pemberian lemak yang tinggi
kalorinya akan meningkatkan kandungan energi di dalam pakan. Jika energi yang
terdapat dalam pakan telah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan
produksi ternak, maka ternak dapat mendepositkan nitrogen dan nutrien lainnya ke
dalam jaringan tubuh. Namun jika energi dalam pakan masih kurang untuk
memenuhi kebutuhan ternak, kemungkinan ternak akan merombak protein tubuhnya
menjadi sumber energi.
Pemberian sumber asam lemak tak jenuh berbeda ke dalam pakan domba
perlakuan menghasilkan nilai retensi N yang positif. Jumlah retensi N yang positif
menunjukkan banyaknya N yang tertahan di dalam tubuh ternak karena
dimanfaatkan oleh ternak (Prayuwidayati dan Widodo, 2007). Hermon (2009)
menyatakan jika energi dari karbohidarat dan lemak cukup tersedia dalam tubuh,
asam amino akan ditimbun dalam tubuh yang dikenal dengan retensi N. Tetapi jika
suplai energi dari karbohidat dan lemak kurang, maka asam amino akan dioksidasi
dan kadar asam amino plasma darah akan meningkat (Hermon, 2009). Nilai retensi N
yang dihasilkan pada keempat perlakuan bernilai positif, maka dalam penelitian ini
mengindikasikan adanya pengaruh yang positif dari perlakuan sumber asam lemak
tak jenuh yang berbeda. Hal tersebut juga menandakan bahwa N dalam pakan yang
diberikan sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan ternak, sehingga ternak tidak
44
perlu merombak jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhannya sebagai konsekuensi
atas kehilangan pada proses pencernaan (Purbowati, 2001). Ternak mengalami
penyimpanan protein di dalam jaringan, yang ditandai dengan adanya peningkatan
bobot badan harian pada domba perlakuan sebagai akibat dari penambahan urat
daging atau deposit lemak tubuh, serta mengalami pertumbuhan jaringan baru.
Melaku et al. (2004) melaporkan adanya hubungan antara N yang dikonsumsi
gram per hari dengan N yang teretensi gram per hari dalam tubuh. Pada
penelitiannya tersebut, didapatkan hasil hubungan tersebut memiliki korelasi yang
positif, dengan nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,89 dengan nilai persamaan garis
regresi adalah NR (Nitrogen Retention) = -1,38 + 0,49 NI (Nitrogen Intake). Pada
penelitian ini didapatkan pula korelasi yang positif antara konsumsi N, yang
dianggap sebagai faktor yang independen, dengan retensi N tubuh (faktor dependen).
Korelasi positif bermakna jika terjadi peningkatan pada nilai konsumsi N, maka nilai
N yang teretensi dalam tubuh pun akan ikut meningkat, begitu pula sebaliknya.
Korelasi tersebut memiliki nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,922, atau dengan
kata lain 92,2% jumlah N yang tersimpan dalam jaringan tubuh berhubungan dengan
jumlah N yang dikonsumsi. Menurut Hasan (2003), nilai korelasi antara 0,90–<1,00
memiliki kekuatan nilai korelasi yang sangat tinggi atau kuat sekali. Korelasi
tersebut sangat signifikan pada level 0,01 (P<0,01). Persamaan garis regresi yang
dihasilkan adalah Y = 0,632 X + 0,070, atau NR = 0,632 NI + 0,070. Regresi antara
retensi N dengan konsumsi N ditampilkan pada Gambar 9.
45
Gambar 9. Regresi dari Retensi N dan N Konsumsi
Kemapuan ternak untuk meretensi N ke dalam jarimgan tubuh dipengaruhi
oleh pasokan protein dan energi dalam pakan. Adanya proses deposisi nutrien ke
dalam jaringan tubuh merupakan suatu indikator terjadinya pertumbuhan ternak yang
ditandai dengan adanya pertambahan bobot badan harian (PBBH). Adawiah et al.
(2006) melaporkan adanya peningkatan bobot badan yang disebabkan oleh
peningkatan retensi N ternak dan efisiensi penggunaan lemak. Nilai PBBH yang
dihasilkan dari penelitian ini antara lain 84,98 g/e/h (M0); 88,64 g/e/h (MJ); 82,05
g/e/h (MIL); dan 81,32 g/e/h (MILT) (Nopita, data belum dipublikasikan). Walaupun
hasil pengujian statistika menunjukkan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) baik
terhadap nilai N yang teretensi ataupun PBBH ternak, namun terdapat
kecenderungan tidak terdapat pola hasil yang sama antara retensi N dengan PBBH.
Perlakuan yang cenderung memiliki nilai retensi N tertinggi (MJ) tidak
menghasilkan PBBH yang tertinggi, dan perlakuan yang cenderung memiliki nilai
retensi N terendah (MIL) tidak lantas menghasilkan PBBH yang terendah pula. Hal
tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan kebutuhan energi dan protein untuk
keperluan hidup pokok. Nutrien yang dibutuhkan untuk keperluan produksi dapat
dimanfaatkan jika keperluan nutrien untuk hidup pokoknya sudah terpenuhi.
Purbowati (2001) menyatakan bahwa hasil pengurangan N dalam pakan dengan N
Y = 0,632 X + 0,070
Retensi N
(g/e/h)
X
Y
46
yang hilang selama pencernaan merupakan N yang tersedia untuk hidup pokok dan
produksi. Adanya nitrogen yang tersimpan dalam tubuh dapat menghasilkan
pertambahan bobot badan yang akan mempercepat bobot dewasa kelamin. Hasil
penelitian dari Puastuti (2005) menunjukkan bahwa nilai retensi yang positif, antara
9,2–11,8 g/e/h menghasilkan pertambahan bobot badan harian sebesar 92–151 g/e/h.
Efisiensi Penggunaan Nitrogen (Efficiency N Utilization/EPN)
Nilai efisiensi penggunaan nitrogen (EPN) merupakan persentase antara
nitrogen yang teretensi dalam tubuh per nitrogen yang dikonsumsi oleh ternak.
Rataan nilai EPN yang dihasilkan dalam penelitian ini tidak berbeda secara nyata
(P>0,05) antar perlakuan yang diberikan. Efisiensi penggunaan N yang tidak berbeda
pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai
sumber asam lemak tak jenuh pada level 1,5% memiliki pengaruh yang sama
terhadap efisiensi penggunaan N oleh ternak.Kisaran EPN yang didapatkan, yakni
59,87%–65,93% lebih tinggi dibandingkan kisaran yang diperoleh oleh Puastuti
(2005), yaitu 44,1%–56,3%.
47
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pakan dengan penambahan minyak jagung dan minyak ikan lemuru sebagai
sumber asam lemak tidak jenuh pada level 1,5% mampu memperbaiki nilai VFA,
tanpa mengganggu produksi amonia dan populasi protozoa dalam rumen, alantoin
urin, serta neraca nitrogen dalam tubuh.
Saran
Perlu adanya pengujian terhadap produk fermentasi lainnya, yakni
konsentrasi VFA parsial dan produksi gas metan serta pengujian terhadap aspek
reproduksi secara lengkap terhadap domba yang diberi perlakuan pada penelitian ini.
Perlu dilakukan penelitian serupa dengan menggunakan sumber asam tak jenuh lain
untuk melihat keefektifannya.
48
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat,
karunia, dan hidayah -Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir.
Komang G. Wiryawan selaku pembimbing utama dan pembimbing akademik serta
Ir. Lilis Khotijah, M. Si selaku pembimbing anggota yang telah banyak membimbing
Penulis dalam menyelesaikan tugas akhir. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS dan Dr. Ir. Mohammad Yamin, M. Agr.
Sc. sebagai dosen penguji sidang dan Dr. Ir. Suryahadi, DEA sebagai dosen penguji
seminar, serta Ir. Dwi Margi Suci, MS dan Ir. Lidy Herawati, MS sebagai panitia
sidang dan seminar atas sumbangan pemikirannya untuk skripsi ini. Rasa terima
kasih juga tak lupa disampaikan kepada Dr. Ir. Kartiarso, M. Sc yang sempat menjadi
pembimbing akademik atas segala arahannya selama penulis berkuliah di IPB.
Ucapan terima kasih spesial Penulis tujukan untuk rekan-rekan sepenelitian:
Indari Ici, Indri Nopita, Andrew Dharmawan, Ponam L. Wahyuni, dan Ermana S.
Dini atas kerjasama dan kebersamaannya selama ±5 bulan di lapang, serta Mang
Asep, Mang Sugi, Ka Tantry, Ka Ikka, Ka Fatmi, Ka Faris, Bapak Djaja, Devide, dan
Maha atas bantuannya selama di kandang. Terima kasih untuk Pak Wawan, Ibu Dian,
Ibu Adriyani, Dewi, Putri, Prastiwi, Dea, serta Nurul H. (Bio’45) atas bantuannya di
laboratorium. Terima kasih kepada Yolanda, Feri, Meta, Liza A., Tekad, Fredi, serta
seluruh warga ‘Genetic 45’ lainnya atas segala kebersamaan dan diskusinya. Terima
kasih teruntuk Tanti, Niear, Dina, Yuni, Nisa, Eka, dan Kanti atas kebersamaannya
di ‘Citra Ayu’, serta terima kasih pula teruntuk Jundi dan Adit (Biokim’45).
Terima kasih tulus dan tak berhingga teruntuk orang tua Bapak Sugiharto dan
Ibu Sunarni serta adik Boston Bilardo atas segala dukungan baik moril maupun
materi yang telah diberikan. Terima kasih kepada Ayu, Lek Ati, dan keluarga yang
lain, serta pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir namun
belum dapat Penulis sebutkan satu persatu.
49
DAFTAR PUSTAKA
Abayasekara, D. R. & D. C. Wathes, 1999. Effects of altering dietary fatty acid
composition on prostaglandin synthesis and fertility. Prostaglandins Leukot.
Essent. Fatty Acids 61: 275–287.
Adawiah, T. Sutardi, T. Toharmat, W. Manalu, Nahrowi, & U. H. Tanuwiria. 2006.
Suplementasi sabun mineral dan mineral organik serta kacang kedelai sangrai
pada domba. Med. Pet. 29(1): 27-34.
Adawiah, T. Sutardi, T. Toharmat, W. Manalu, N. Ramli, & U. H. Tanuwiria. 2007.
Respons terhadap suplementasi sabun mineral dan mineral organik serta
kacang kedelai sangrai pada indikator fermentabilitas ransum dalam rumen
domba. Med. Pet. 30: 63-70.
Arora, S. P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Penerjemah: R. Muwarni.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Association of Official Anylitical Chemist (AOAC). 1980. Official Methodes of
Analysis. 13th
Edition, Washington DC.
Badan Standardisasi Nasional. 1998. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3394-
1998: Minyak Jagung sebagai Minyak Makan. Jakarta.
Baneerjee, G.C. 1982. Animal Husbandry. Oxford dan IBH Publishing Co., New
Delhi, Bombay, Calcuta.
Barus, P. 2006. Studi reaksi interesterifikasi antara RBDPS dengan minyak kelapa
atau minyak kemiri menjadi CBS atau margarin yang mengandung asam
lemak omega-3 dan omega-6. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Bata, M. & S. N. O. Suwandyastuti. 2005. The improving quality of concentrate diet
with fibrolytic enzyme and it’s effect on rumen metabolism and blood
parameter of fattening holstein male. Animal Production. 7(3): 127-134.
Blakely, J. & D. H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Edisi ke-4. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Brock, T. D. & M. T. Madigan. 1991. Biology of Microorganism. 6th
Edition.
Prentice-Hall International, London.
Chen, X. B., F. D. Deb. Hovell, E. R. Ørskov, & D. S. Brown. 1990. Excretion of
purine derivatives by ruminant: effect of exogenous nucleic acid supply on
purine derivative excretion by sheep. British Journal of Nutrition 63: 131-
142.
Chen, X. B., G. Grubic, R. Ørskov, & P. Osuji. 1992. Effect of feeding frequency on
diurnal variation in plasma and urinary purine derivatives in steers. Anim.
Prod. 55: 185-191.
Chen, X. B. & M. J. Gomest. 1995. Estimation of microbial protein supply to sheep
and cattle based on urinary excretion of purin derivatives – An overview of
the technical detail. International Feed Resources Unit. Rowett Research
Institute, Bucksburn, Aberdeen, United Kingdom.
50
Dehority, B. A. 2004. Rumen Microbiology. Nottingham University Press.
Nottingham, United Kingdom.
Department of Dairy Sci. 1966. General Laboratory Procedures. University of
Wisconsin, Madinson.
Dixon, R. M. 1986. Maximazing the Rate of Fibre Digestion in the Rumen.
Proceeding of the 7th
annual workshop of the Australian-Asian Ruminant
Feeding Systems Utilizing Fibrous Agricultural Residues Research Network.
Chiang Mai University, Thailand.
Doreau, M. & Y. Chilliard. 1997. Digestion and metabolism of dietary fat in farm
animals. Br. J. Nutr. 78(Suppl.). S15-S35.
Ducket, S. K., J. G. Andrae, & F. N. Owens. 2002. Effect of high-oil corn or added
corn oil in ruminal biohydrogenation of fatty acid and conjugated linoleic
acid formation in beef steers fed finishing diet. J. Anim. Sci. 80: 3353-3360.
Encinias, H. B., G. P. Lardy, A. M. Encinias, & M. L. Bauer. 2004. High linoleic
acid safflower seed supplementation for gestating ewes: Effects on ewe
performance, lamb survival, and brown fat stores. J. Anim. Sci. 82: 3654-
3661.
Ensminger, M. E., J. E. Oldfield, & W. W. Heinemenn. 1990. Feeds and Nutrition.
2nd
Edition. Ensminger Publishing Co. Clovis, California.
Erlita, A. S. 2006. Studi perbandingan penampilan umum dan kecernaan pakan pada
kambing dan domba lokal. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Erwanto. 1995. Uji banding gamal dan angsana sebagai sumber protein, daun
kembang sepatu dan minyak kelapa sebagai agensia defaunasi dan
supelementasi, analog hidroksi methionin dan amonium sulfat dalam ransum
pertumbuhan sapi perah. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Fathul, F. & S. Wajizah. 2009. Penambahan mikromineral Mn dan Cu dalam ransum
terhadap biofermentasi rumen domba secara in vitro. JITV. 15(1): 9-15.
Food and Agricultural Organization (FAO). 2002. Conserving and Developing Farm
Animal Diversity. Secretariat of the Report on the State of the World’s
Animal Genetic Resource, Rome.
Food Standards Australia New Zealand (FSANZ). 2005. Cyanogenic Glycosides In
Cassava and Bamboo Shoots. A human health risk assessment. Technical
report series no. 28. Canberra, Australia.
Freer, M. & H. Dove. 2002. Sheep Nutrition. CABI Publishing, Australia.
Gatenby, R. M. 1991. The Tropical Agriculturalist: Sheep. Macmillan Education Ltd,
London.
Hamid, H., T. Purwadaria, T. Haryati, & A. P. Sinurat. 1999. Perubahan nilai
bilangan peroksida bungkil kelapa dalam proses penyimpanan dan fermentasi
dengan Aspergillus niger. JITV. 4(2): 101-107.
51
Hartati, E. 1998. Suplementasi minyak lemuru dan seng ke dalam ransum yang
mengandung silase pod coklat dan urea untuk memacu pertumbuhan sapi
holstein. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Haryanto, B. & A. Djajanegara. 1993. Pemenuhan Kebutuhan Zat-Zat Makanan
Ternak Ruminansia Kecil. Di dalam: Wodzicka-Tomaszewska, M., I. M.
Mastika, A. Djajanegara, S. Gradier, & T. R. Wiradaya (Eds.). Produksi
Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press,
Surakarta.
Hasan, I. 2003. Pokok-Pokok Materi Statistik I. Statistik Deskriptif. Edisi Kedua. PT
Bumi Aksara, Jakarta.
Hermon. 2009. Indeks sinkronisasi pelepasan N-protein dan energi dalam rumen
sebagai basis formulasi ransum ternak ruminansia dengan bahan lokal.
Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ici, I. 2012. Daya cerna ransum yang ditambah minyak jagung dan minyak ikan
lemuru pada domba lokal calon induk. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Inounu, I. 1991. Production performance of prolific javanese sheep. Tesis. Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Jalč, D., A. Potkański., M. Szumacher-Strabel, J. Kowalczyk, & A. Cieślak. 2006.
The effect of a high concentrate diet and different fat sources on rumen
fermentation in vitro. J. Anim. Feed Sci. 15: 137–140.
Jordan, E., D. K. Lovett, F. J. Monahan, J. Callan, B. Flynn, & F. P. O’Mara. 2006.
Effect of refined coconut oil or copra meal on methane output and on intake
an performance of beef heifers. J. Anim. Sci. 84: 162-170.
Joseph, G. 2007. Suplementasi sabun kalsium dalam pakan ternak ruminansia
sebagai sumber energi alternatif untuk meningkatkan produksi daging yang
berkualitas. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Khoerunnisa. 2006. Studi komparatif metabolisme nitrogen antara domba dan
kambing lokal. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kurniadi, T. 2010. Kopolimerisasi grifting monomer asam akrilat pada onggok
singkong dan karakteristiknya. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Leng, R. A. 1991. Application of Biotechnology to Nutrition of Animals in
Developing Countries. FAO, Rome.
Mathius, I-W & A. P. Sinurat. 2001. Pemanfaatan bahan pakan inkonvensional untuk
ternak. Wartazoa. 11(2): 20-31.
Maulidina, A. 2011. Hubungan level energi ransum dengan percepatan perkawinan
calon induk domba lokal. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
McDonald, P., R. A. Edwards, & J. F. D. Greenhalgh. 2002. Animal Nutrition. 6th
Edition, New York.
52
Melaku, S., K. J. Peters, & A. Tegegne. 2004. Microbial nitrogen supply, nitrogen
retention, and rumen function in menz sheep supplemented with dried leaves
multipurpose trees, their mixtures of wheat bran. Small Ruminant Research.
52: 25-36.
Mehrez, A. Z. & Ørskov, E. R. 1978. Protein degradation and optimum urea
concentration in cereal based diets for sheep. Br. J. Nutr. 40: 337-345.
Min, B. R., W. E. Pinchak, D. Mathews, & J. D. Fulford. In vitro rumen fermentation
and in vivo bloat dynamics of steers grazing winter wheat to corn oil
supplementation. Anim. Feed Science and Technology. 133: 192-205.
National Research Council. 2007. Nutrient Requirements of Small Ruminants. Natl.
Acad. Press., Washington, DC.
Nopita, I. 2012. Pengaruh penambahan minyak jagung dan minyak ikan lemuru
dalam ransum pertumbuhan terhadap penampilan produksi calon induk
domba ekor tipis. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,
Bogor. (Sedang Proses Publikasi).
Nurasa, R. V. 2006. Performa reproduksi domba priangan betina dan hasil
persilangannya dengan domba st. croix dan charollais. Skripsi. Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nurlaela. 2006. Studi perbandingan mikroba rumen antara domba dan kambing lokal.
Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ogimoto, K. & S. Imai. 1981. Atlas of Rumen Microbiology. Japan Science. Societes
Press, Tokyo.
Orellana-Boero, P., J. Balcells, S. M. Martín Orue, J. B. Liang, & J. A. Guada. 2001.
Modelling purine derivative excretion in cows: endogenous condition and
recovery of exogenous purine baases. Livest. Prod. Sci. 68: 243-250.
Ørskov, E. R. 1992. Protein Nutritional in Ruminant. Academic Press, London.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Pond, W. G., D. E. Church, & K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and
Feeding. 4th
Edition. John Willey & Sons, New York.
Prakoso, M. R. B., F. Mulia, F. A. Setyawatie, S. Dartosukarno, S. Mawati, E.
Rianto, R. Adiwinarti, & Soedarsono. 2009. Pengaruh imbangan protein dan
total digestible nutrients yang berbeda terhadap presentase karkas, edible
portion, meat bone ratio dan yield grade domba lokal jantan. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Fakultas Peternakan,
Universitas Diponegoro, Semarang.
Prayuwidayati, M. & Y. Widodo. 2007. Penggunaan bagas tebu teramoniasi dan
terfermentasi dalam ransum ternak domba. Maj. Ilmu Petern. Fakultas
Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar. 10(1): 9-12.
Puastuti, W. 2005. Tolak ukur mutu protein ransum dan relevansinya dengan retensi
nitrogen dengan retensi nitrogen serta pertumbuhan domba. Disertasi.
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
53
Purbowati, E. 2001. Balance energi dan nitrogen domba yang mendapat berbagai
aras konsentrat dan pakan dasar yang berbeda. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan. Bogor.
Purbowati, E., C. I. Sutrisno, E. Baliarti, S. P. S. Budhi, & W. Lestariana. 2007.
Pengaruh pakan komplit dengan kadar protein dan energi yang berbeda pada
penggemukan domba lokal jantan secara feedlot terhadap konversi pakan.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
Ranjhan, S. K. 1977. Animal nutrition and feeding practises in India. Vikas
Publishing House PVT. Ltd., New Delhi, Bombay.
Rasyid, G., A. B. Sudarmadji & Sriyana. 1996. Pembuatan dan Pemanfaatan Onggok
sebagai Pakan Ternak. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Karangploso,
Malang.
Rimbawanto, E. A. & N. Iriyanti. 2000. Pengaruh penggunaan kulit biji kedelai
sebagai pengganti jagung dalam ransum terhadap kecernaan energi, protein,
dan kinerja domba. Anim. Prod. 2 (2): 98-103.
Roy, J. H. B. 1970. The Calf: Nutrition and Health. Vol. 2. 3rd
Edition. Iliffe Books
Ltd., London.
Sampath, K. T. 1990. Rumen degradable protein and undegradable crude protein
content of feeds and fooders – a review. Indian J. Dairy. Sci. 43: 1-10.
Sartika, R. A. D. 2009. Pengaruh suhu dan lama proses menggoreng (deep frying)
terhadap pembentukan asam lemak trans. Makara Sains. 13(1): 23-28.
Scott, T. W. & J. R. Ashes. 1993. Dietary lipids for ruminants: protection, utilization,
and effect on remodeling of skeletal muscle phospholipids. Aust. J. Agric.
Res. 44: 495-508.
Sinurat, A. P., T. Purwadaria, A. Habibie, T. Pasaribu, H. Hamid, J. Rosida, T.
Haryati, & I. Sutikno. 1998. Nilai gizi bungkil kelapa terfermentasi dalam
ransum itik petelur dengan kadar fosfor yang berbeda. JITV. 3(1): 15-21.
Smith, S. B., B. L. Prior, L. J. Koong, & H. J. Mersmann. 1992. Nitrogen and lipid
metabolism in heifers fed at increasing levels of intake. J. Anim. Sci. 70: 152-
160.
Soepranianondo, K. 2005. Dampak isi rumen sapi sebagai substitusi rumput raja
terhadap produk metabolit pada kambing Peranakan Etawa. Med. Kedok.
Hewan. 21: 94-96.
Steel, R. G. D. & J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Sudarman, A., K. G. Wiryawan & H. Markhamah. 2008. Penambahan sabun-kalsium
dari minyak ikan lemuru dalam ransum: 1. Pengaruhnya terhadap tampilan
produksi domba. Med. Pet. 31(3): 166-171.
54
Suharti, S., A. Kurniawati, D. A. Astuti, & E. Wina. 2010. Microbial population and
fermentation characteristic in response to Sapindus rarak mineral block
supplementation. Med. Pet. 33(3): 150-154.
Sun, Y & G. Zhao. 2009. The relationship between the volatile fatty acids supply and
the nitrogen retention in growing sheep nourished by total intragastric
infusions. Small Rum. Res. 81: 8-12.
Sutardi, T. 1997. Peluang dan tantangan pengembangan ilmu-ilmu nutrisi ternak.
Orasi Ilmiah. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Swanson, K. C., J. S. Caton, D. A. Redmer, V. I. Burke, & L. P. Reynolds. 2000.
Influence of undegraded intake protein on intake, digestion, serum hormones
and metabolites, and nitrogen balance in sheep. Small Rum. Res. 5: 225-233.
Syahrir, S., K. G. Wiryawan, A. Parakkasi, M. Winugroho, & O. N. P. Sari. 2009.
Efektivitas daun murbei sebagai pengganti konsentrat dalam sistem rumen in
vitro. Med. Pet. 33(2): 112-119.
Tahuk, P. K., E. Baliarti, & H. Hartadi. 2008. Keseimbangan nitrogen dan
kandungan urea darah kambing bligon pada penggemukan dengan level
protein pakan berbeda. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 33(4): 290-298.
Tasse, A. M. 2010. Tampilan asam lemak dalam susu sapi hasil pemberian ransum
mengandung campuran garam karboksilat atau metil ester kering. Disertasi.
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirakusumo & S.
Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Dasar. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Tiesnamurti, B. 1992. Alternatif pemilihan jenis ternak ruminansia kecil untuk
wilayah Indonesia bagian timur. Potensi ruminansia kecil Indonesia bagian
timur. Prosiding Lokakarya Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat. BPT
Bogor.
Tiven, N. C., L. M. Yusiati, Rusman, & U. Santoso. 2011. Ketahanan asam lemak
tidak jenuh dalam crude palm oil terproteksi terhadap aktivitas mikrob rumen
domba in vitro. Med. Pet. 34(1): 42-49.
Umberger, S. H. 1997. Whole grain diet for finishing lamb. Knowledge for the
Common Wealth. Virhinia. Cooperative Extension, Virginia
Van Soest, P. J. 1982. Nutrition Ecology of the Ruminant. Cornell University,
Oregon.
Wardeh, M. F. 1981. Models for estimating energy and protein utilization for feed.
Ph. D. Dissertation. Utah State Univ, Logan.
Wathes, D. C., D. R. E. Abayasekara, & R. J. Aitken. 2007. Polyunsaturated fatty
acids in male and female reproduction. Biology of Reproduction. 77: 190-
201.
Wizna, H. Abbas, Y. Rizal, A. Dharma & I. P. Kompiang. 2008. Improving the
quality of tapioca by product (onggok) as poultry feed through fermentation
55
by Bacillus amyloliquefaciens. Makalah Seminar Internasional Bioteknologi
The 4th
Indonesian Biotechnology Conference.
Yogaswara, G. 2008. Mikroenkapsulasi minyak ikan dari hasil samping industri
penepungan ikan lemuru (Sardiniella lemuru) dengan metode pengeringan
beku (freeze drying). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Yusnan, M. A. & Komarudin-Ma’sun. 1990. Tipe kelahiran domba ekor gemuk
ditinjau dari perbedaan umur dan berat badan induk di Desa Toyaning
Pasuruan. J. Ilmiah Penelitian Ternak Grati. 1(1): 31-34.
Zain, M., T. Sutardi, Suryahadi, & N. Ramli. 2008. Effect of defaunation and
supplementation methionine hydroxy analogue and branched chain amino
acid in growing sheep diet based on palm press fiber ammoniated. Pakistan J.
Nut. 7(6): 813-816.
56
LAMPIRAN
57
Lampiran 1. Sidik Ragam Konsentrasi VFA Rumen
Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Total 11 9304,46
Perlakuan 3 6761,83 2253,94 11,73 4,76 9,78
Kelompok 2 1389,89 694,95 3,62 5,14 10,92
Error 6 1152,74 192,12
Keterangan: db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah;
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data;
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05);
F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 2. Uji Lanjut Kontras Orthogonal Konsentrasi VFA Rumen
Sumber
Keragaman db JK KT Fhit F0,05 F0,01 Keterangan
Total 11 9304,46
Perlakuan 3 6761,83 2253,94 11,73 4,76 9,78
1, 2 vs 0, 3 1 5301,26 5301,26 27,59 5,99 13,75 **
1 vs 2 1 1355,95 1355,95 7,06 5,99 13,75 *
0 vs 3 1 104,63 104,63 0,55 5,99 13,75 NS
Kelompok 2 1389,89 694,95 3,62 5,14 10,93
Error 6 1152,74 192,12
Keterangan: db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah;
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data;
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05);
F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
** = sangat berbeda nyata pada selang kepercayaan 1% (α = 0,01)
* = berbeda nyata pada selang kepercayaan 5% (α = 0,05)
NS = non signifikan (tidak ada perbedaan nyata)
Lampiran 3. Sidik Ragam Konsentrasi NH3 Rumen
Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Total 11 22,97
Perlakuan 3 4,09 1,36 0,57 4,76 9,78
Kelompok 2 4,58 2,29 0,96 5,14 10,92
Error 6 14,30 2,38
Keterangan: db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah;
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data;
58
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05);
F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 4. Sidik Ragam Rasio VFA/NH3 Rumen
Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Total 11 303,33
Perlakuan 3 80,89 26,96 0,99 4,76 9,78
Kelompok 2 64,35 32,18 1,18 5,14 10,92
Error 6 163,08 27,18
Keterangan: db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah;
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data;
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05);
F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 5. Sidik Ragam Total Populasi Protozoa Rumen
Sumber
Keragaman db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Total 11 24658530571,99
Perlakuan 3 6828155818,54 2276051940 1,14 4,76 9,78
Kelompok 2 5838264299,80 2919132150 1,46 5,14 10,92
Error 6 11992110453,65 1998685076
Keterangan: db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah;
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data;
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05);
F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 6. Sidik Ragam Konsentrasi Alantoin Urin
Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Total 11 2,90
Perlakuan 3 1,54 0,51 2,68 4,76 9,78
Kelompok 2 0,21 0,10 0,54 5,14 10,92
Error 6 1,15 0,19
Keterangan: db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah;
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data;
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05);
F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
59
Lampiran 7. Sidik Ragam Konsumsi Nitrogen (g/e/h)
Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Total 11 97,64
Perlakuan 3 6,78 2,26 0,71 4,76 9,78
Kelompok 2 71,67 35,84 11,21 5,14 10,92
Error 6 19,19 3,20
Keterangan: db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah;
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data;
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05);
F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 8. Sidik Ragam Konsumsi Nitrogen (g/kg BB0,75
/h)
Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Total 11 0,15
Perlakuan 3 0,06 0,02 0,007 4,76 9,78
Kelompok 2 0,07 0,03 0,01 5,14 10,92
Error 6 0,02 0,003
Keterangan: db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah;
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data;
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05);
F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 9. Sidik Ragam Ekskresi Nitrogen Feses (g/e/h)
Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Total 11 13,61
Perlakuan 3 0,90 0,30 0,31 4,76 9,78
Kelompok 2 6,97 3,49 3,65 5,14 10,92
Error 6 5,74 0,96
Keterangan: db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah;
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data;
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05);
F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
60
Lampiran 10. Sidik Ragam Ekskresi Nitrogen Feses (g/kg BB0,75
/h)
Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Total 11 0,07
Perlakuan 3 0,01 0,001966 0,002 4,76 9,78
Kelompok 2 0,01 0,005 0,005 5,14 10,92
Error 6 0,06 0,010
Keterangan: db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah;
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data;
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05);
F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 11. Sidik Ragam Ekskresi Nitrogen Urin (g/e/h)
Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Total 11 1,25
Perlakuan 3 0,19 0,06 2,40 4,76 9,78
Kelompok 2 0,89 0,44 16,67 5,14 10,92
Error 6 0,16 0,03
Keterangan: db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah;
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data;
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05);
F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 12. Sidik Ragam Ekskresi Nitrogen Urin (g/kg BB0,75
/h)
Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Total 11 0,010
Perlakuan 3 0,002 0,0008 0,03 4,76 9,78
Kelompok 2 0,003 0,0016 0,06 5,14 10,92
Error 6 0,004 0,0007
Keterangan: db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah;
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data;
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05);
F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
61
Lampiran 13. Sidik Ragam Nitrogen Tercerna (g/e/h)
Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Total 11 54,12
Perlakuan 3 3,90 1,30 0,48 4,76 9,78
Kelompok 2 33,94 16,97 6,25 5,14 10,92
Error 6 16,29 2,71
Keterangan: db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah;
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data;
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05);
F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 14. Sidik Ragam Nitrogen Tercerna (g/kg BB0,75
/h)
Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Total 11 0,15
Perlakuan 3 0,05 0,02 1,17 4,76 9,78
Kelompok 2 0,03 0,01 1,03 5,14 10,92
Error 6 0,08 0,01
Keterangan: db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah;
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data;
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05);
F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 15. Sidik Ragam Kecernaan Nitrogen (%)
Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Total 11 276,72
Perlakuan 3 18,82 6,27 0,15 4,76 9,78
Kelompok 2 3,70 1,85 0,04 5,14 10,92
Error 6 254,19 42,37
Keterangan: db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah;
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data;
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05);
F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
62
Lampiran 16. Sidik Ragam Retensi Nitrogen (g/e/h)
Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Total 11 45,79
Perlakuan 3 5,03 1,68 0,60 4,76 9,78
Kelompok 2 23,92 11,96 4,26 5,14 10,92
Error 6 16,83 2,81
Keterangan: db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah;
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data;
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05);
F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 17. Sidik Ragam Retensi Nitrogen (g/kg BB0,75
/h)
Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Total 11 0,17
Perlakuan 3 0,07 0,022 1,42 4,76 9,78
Kelompok 2 0,01 0,006 0,38 5,14 10,92
Error 6 0,09 0,016
Keterangan: db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah;
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data;
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05);
F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 18. Sidik Ragam Efisiensi Penggunaan Nitrogen (%)
Sumber Keragaman db JK KT Fhit F0,05 F0,01
Total 11 389,01
Perlakuan 3 67,15 22,38 0,44 4,76 9,78
Kelompok 2 15,41 7,70 0,15 5,14 10,92
Error 6 306,45 51,08
Keterangan: db = derajat bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah;
Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data;
F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05);
F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)