fenomena anak jalanan

8
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan kerap kali menjadi persoalan yang tidak kunjung selesai, mulai dari kesadaran masyarakat sampai kemampuan pemerintah dalam menganalisis masalah dan merencanakan program yang menjanjikan, namun faktanya program itu hanya bersifat aturan yang tertulis diatas kertas, Sedangkan keluh kesah warga keras terdengar di telinga. Contoh kecil, seperti anak jalanan yang hingga kini masih menuai masalah tanpa ada solusi yang tepat untuk mengatasinya. Fenomena anak hidup di jalan saat ini mudah kita temui di sudut-sudut kota besar terutama Kota Medan. Mata kita sudah tidak asing lagi melihat anak-anak mengerumuni mobil-mobil dipersimpangan lampu merah, mendatangi warung-warung pinggir jalan menawarkan jasa atau sekedar meminta sumbangan. Aktivitasnya mulai bermain musik, menjual koran, menyemir sepatu hingga meminta sumbangan dengan kotak amal. Sebagian dari anak jalanan menganggap bahwa mereka lebih baik bekerja dan mencari uang untuk jajan daripada pergi ke sekolah, karena malas berfikir. Apalagi mereka biasa mendapatkan kurang lebih Rp.20.000 sampai Rp.100.000 per hari dari bekerja di jalanan. Sehingga, anak-anak jalanan menjadi malas jika diajak ke habitat “normal” seperti anak seusia mereka pada umumnya. Jumlah anak jalanan semakin meningkat dari tahun ke tahun, banyak hal yang menjadi faktor pendorong ataupun penarik bagi seorang anak untuk terjun dan Universitas Sumatera Utara

Upload: eza-leoky

Post on 23-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Fenomena anak jalanan

TRANSCRIPT

Page 1: Fenomena anak jalanan

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Kemiskinan kerap kali menjadi persoalan yang tidak kunjung selesai, mulai

dari kesadaran masyarakat sampai kemampuan pemerintah dalam menganalisis

masalah dan merencanakan program yang menjanjikan, namun faktanya program itu

hanya bersifat aturan yang tertulis diatas kertas, Sedangkan keluh kesah warga keras

terdengar di telinga.

Contoh kecil, seperti anak jalanan yang hingga kini masih menuai masalah

tanpa ada solusi yang tepat untuk mengatasinya. Fenomena anak hidup di jalan saat

ini mudah kita temui di sudut-sudut kota besar terutama Kota Medan. Mata kita sudah

tidak asing lagi melihat anak-anak mengerumuni mobil-mobil dipersimpangan lampu

merah, mendatangi warung-warung pinggir jalan menawarkan jasa atau sekedar

meminta sumbangan. Aktivitasnya mulai bermain musik, menjual koran, menyemir

sepatu hingga meminta sumbangan dengan kotak amal.

Sebagian dari anak jalanan menganggap bahwa mereka lebih baik bekerja dan

mencari uang untuk jajan daripada pergi ke sekolah, karena malas berfikir. Apalagi

mereka biasa mendapatkan kurang lebih Rp.20.000 sampai Rp.100.000 per hari dari

bekerja di jalanan. Sehingga, anak-anak jalanan menjadi malas jika diajak ke habitat

“normal” seperti anak seusia mereka pada umumnya.

Jumlah anak jalanan semakin meningkat dari tahun ke tahun, banyak hal yang

menjadi faktor pendorong ataupun penarik bagi seorang anak untuk terjun dan

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Fenomena anak jalanan

bergabung menjadi anak jalanan, salah satunya adalah masalah kemiskinan yang

tentu saja bukan hal baru di Indonesia.

Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak (KPAI), diperkirakan tahun

2006 terdapat 150 ribu anak jalanan di Indonesia. Konsentrasi terbesar di Jakarta.

Sedangkan jumlah anak usia sekolah yang berada di jalanan kota Medan menjelang

akhir tahun 2009 mencapai 500-an. Pasalnya, selain minimnya keuangan dari

keluarga, anak juga dijadikan pekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari

meskipun mereka masih dikatakan dibawah umur. (http://www.waspada.co.id/ anak-

usia-sekolah-pengemis-jalanan, Medan, diakses pada tanggal 18 Desember 2010 pukul 15.22

WIB).

Dengan usia yang sangat muda, pada umumnya anak-anak jalanan bekerja di

sektor informal. Pilihan sektor informal adalah sebuah jawaban atas rendahnya

pendidikan dan keterampilan yang dimiliki oleh anak-anak jalanan. Seperti yang telah

dipaparkan diatas, biasanya anak-anak jalanan memimih bekerja sebagai penjual

makanan ringan, minuman ringan, penjual koran, penyemir sepatu, pengamen,

pemulung sampai pengemis sekalipun mereka kerjakan. Lokasi yang menjadi sasaran

untuk mereka di pusat perbelanjaan, terminal bus, stasiun kereta api, perempatan

jalan dan taman kota.

Interaksi anak-anak di jalan membuat mereka rentan terhadap perlakuan

kekerasan dan eksploitasi. Anak-anak jalanan yang dipaksa berjuang untuk

mempertahankan hidupnya. Keadaan ini membentuk jiwa anak-anak jalanan menajdi

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Fenomena anak jalanan

keras dan terkadang timbul kesan jauh dari etika dan norma-norma kehidupan

masyarakat.

Anak-anak yang hidup di jalan sangat berbeda dengan anak-anak yang hidup

dalam asuhan orang tuanya. Anak-anak dijalan hidup secara bebas. Mereka bebas

melakukan apa saja yang mungkin belum patut dilakukan anak-anak seumuran

mereka. Umumnya terlihat berpakaian lusuh, kumal, dandanan jauh dari kesan rapi

hingga tato menghiasi tubuh mereka. Rokok, minuman keras, dan mabuk-mabukan

sepertinya sudah umum dilakukan anak-anak seusia mereka yang seharusnya

mengenyam pendidikan di sekolah. Anak-anak di jalan sebagian besar putus sekolah

karena ketiadaan biaya. Akibatnya mereka seakan tidak terdidik.

Keadaan-keadaan inilah yang menyebabkan sebagian besar kelompok

masyarakat mengasingkan mereka. Masyarakat tidak menganggap mereka bagian dari

warga masyarakat. Akibatnya terjadi penolakan di setiap kehadiran mereka.

Terbitnya Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sumatera Utara No.6 Tahun

2003 tentang Gelandangan dan Pengemis merupakan bentuk konkrit kepedulian

pemerintah terhadap penanggulangan anak jalanan. Namun pada kenyataannya hal itu

hanya legalisasi pelepasan tanggung jawab pemerintah, padahal anak-anak jalanan

dan kaum miskin perkotaan adalah tanggung jawab negara. Pelayanan yang diberikan

terhadap anak jalanan masih tidak terarah, tidak bermakna, bahkan dinas yang

seharusnya bertanggungjawab tidak ada program yang bersentuhan langsung dalam

penanggulangan anak jalanan.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Fenomena anak jalanan

(http://kksp.or.id/id/PenangananAnakJalananMasihPendekatanKriminalisasiBelumBe

rparadigmaTanggungjawab, Medan, diakses jumat, 05 November 2010 Pukul 14.54

wib)

Sejak tahun 1991, Yayasan Kelompok Kajian Sosial Perkotaan (KKSP) yang

merupakan pusat pendidikan dan informasi hak anak memulai ide program

pendampingan dan advokasi anak jalanan melalui pendekatan basis jalanan dan

center. Pendidikan alternatif yang diberikan pada anak jalanan adalah pendidikan luar

sekolah. Pendidikan ini bertujuan untuk pengembangan karakter, meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan, namun tetap mempertimbangkan prinsip pluralisme,

partisipasi dan semua orang adalah guru.

Melalui pendampingan, Yayasan Kelompok Kajian Sosial Perkotaan (KKSP)

mencoba membantu mengatasi persoalan yang dihadapi anak jalanan, membimbing

mereka agar dapat menerapkan hak partisipasi dalam menentukan sesuatu, baik

kegiatan yang berhubungan dengan kerja maupun kebutuhan lainnya. Menjelaskan

batas-batas pekerjaan yang bisa mereka lakukan untuk membantu ekonomi keluarga

atau dirinya sendiri.

Dalam penanganan masalah anak jalanan, Yayasan Kelompok Kajian Sosial

Perkotaan (KKSP) mempunyai dua pendekatan. Pendekatan pertama disebut

eliminasi. Anak jalanan ditarik dari jalanan kemudian diberikan pendidikan, diberi

bantuan usaha, disupervisi usaha dan eksistensinya. Namun pendekatan ini tidak

memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Anak-anak itu kembali turun kejalan.

Alasannya beragam, mulai dari pasar yang tidak menyerap karya mereka karena

dianggap terlalu mengusung nilai-nilai idealisme yang belum menyatu dengan nilai-

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Fenomena anak jalanan

nilai masyarakat lain hingga keterbatasan sumber daya. Satu sisi lagi pemerintah

dianggap tidak melakukan apa-apa, dan malahan mempersempit ruang gerak anak

jalanan tanpa memberikan solusi. Padahal pemerintah memiliki sumber daya untuk

itu dan sudah diamanatkan undang-undang seperti tercantum dalam pasal 34 UUD

1945, “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara negara.”

Masalah lainnya adalah inkonsistensi. Anak jalanan kurang bisa

mempertahankan apa yang sudah diusahakannya. Misalnya semula memutuskan

membuka warung kopi, namun bisa segera berbalik arah jika menemui hambatan.

Kembali turun ke jalan lagi menjadi pilihan mereka, karena itu perlu bimbingan dan

pengawasan dari pihak yang peduli terhadap mereka.

Pendekatan kedua adalah pendekatan kultur dengan program penguatan

kelompok. Anak jalanan tetap berada di jalanan. Mereka diajarkan agar respek

dengan pasar mereka dan dibekali keterampilan agar karyanya bisa dihargai. Mereka

dibekali wawasan dan bimbingan bagaimana berinteraksi dengan masyarakat. Ada

etika yang harus ditaati agar bisa diterima sebagai bagian dari kehidupan sosial

masyarakat.

Yayasan Kelompok Kajian Sosial Perkotaan (KKSP) memiliki konsep, anak

jalanan yang ingin menjadi mitra harus memiliki karakter, difasilitasi untuk mandiri

agar bisa hidup secara baik. Kosep rumah singgah pun digagas untuk melepaskan

anak-anak dari jalanan. Mereka yang bergabung diperlakukan sebagai mitra sederajat.

Peraturan kelompok pun dibuat anak jalanan itu sendiri. Mereka yang melanggarnya

akan mendapatkan konsekuensi dari mereka sendiri.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Fenomena anak jalanan

Berangkat dari kondisi yang telah dipaparkan dan latar belakang

permasalahan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian berkenaan dengan

evaluasi pelaksanaan program penguatan kelompok yang diberikan oleh Yayasan

Kelompok Kajian Sosial Perkotaan (KKSP) Medan terhadap anak jalanan serta

melihat sejauh mana keberhasilan pelaksanaan program tersebut dalam upaya

pemberdayaan anak jalanan di kota Medan. Untuk itu, penulis mengangkat

permasalahan yang dirangkum dalam penelitian sebuah karya ilmiah berbentuk

skripsi dengan judul: Evaluasi pelaksanaan program penguatan kelompok anak

jalanan oleh Yayasan Kelompok Kajian Sosial Perkotaan (KKSP) Medan”.

I.2 Perumusan Masalah

Menurut Husaini Usman dan Purmono Setiady Akbar, (1995:26) perumusan

masalah ialah usaha untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan

penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicarikan jalan pemecahannya.

Perumusan masalah merupakan penjabaran dari identifikasi masalah dan pembatasan

masalah. Perumusan masalah bertujuan agar keseluruhan proses penelitian bisa

benar-benar terarah dan fokus pada satu topik penelitian yang jelas. Berdasarkan latar

belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan suatu permasalahan yaitu sebagai

berikut :

“Bagaimana pelaksanaan program penguatan kelompok anak jalanan yang

diberikan oleh yayasan Kelompok Kajian Sosial Perkotaan (KKSP) Medan?”

I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

I.3.1 Tujuan Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Fenomena anak jalanan

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengevaluasi pelaksanaan program penguatan kelompok yang

dilakukan oleh Yayasan Kelompok Kajian Sosial Perkotaan (KKSP) Medan

untuk anak jalanan.

I.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara akademis, dapat memberikan sumbangan yang positif terhadap

keilmuan yang dikembangkan Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial dan

dapat bermanfaat dalam pembuatan keputusan dan kebijakan dalam upaya

menyikapi masalah sosial.

2. Secara teoritis, dapat mempertajam kemampuan penulis dalam penulisan

karya ilmiah, menambah pengetahuan dan mengasah kemampuan berpikir

penulis dalam menyikapi dan menganalisis masalah-masalah sosial.

3. Secara praktis, dapat digunakan sebagai bahan masukan, pertimbangan dan

sebagai bahan evaluasi khususnya bagi Yayasan Kelompok Kajian Sosial

Perkotaan (KKSP) Medan dan bagi pemerintah, maupun pihak-pihak luar

secara umum guna meningkatkan pelaksanaan program yang diberikan

kepada anak jalanan.

I.4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah :

BAB I : PENDAHULUAN

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Fenomena anak jalanan

Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika

penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan tentang uraian dan teori-teori yang berkaitan

dengan masalah dan objek yang akan diteliti, kerangka

pemikiran, definisi konsep dan definisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang tiooe penelitian, lokasi penelitian,

populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, dan

teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang uraian sejarah geografis dan

gambaran umum lokasi penelitian yang berhubungan dengan

masalah objek yang diteliti.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari

hasil penelitian beserta analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian

dan saran atas penelitian yang telah dilakukan.

Universitas Sumatera Utara