persepsi anak jalanan terhadap pendidikan formal …

77
PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL Studi Kasus di Lebak Bulus, Jakarta Selatan dan Pondok Ranji, Tangerang Selatan Disusun Oleh: DIAN SAFITRI 105015000631 JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009

Upload: others

Post on 17-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

PERSEPSI ANAK JALANAN

TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL

Studi Kasus di Lebak Bulus, Jakarta Selatan

dan Pondok Ranji, Tangerang Selatan

Disusun Oleh:

DIAN SAFITRI

105015000631

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2009

Page 2: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Dian Safitri

NIM : 105015000631

Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Angkatan Tahun : 2005

Alamat : Jl. M. Siban Rt.003/08 No.12 Kel. Kunciran Indah

Kec. Pinang Kota.Tangerang

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP

PENDIDIKAN FORMAL, adalah benar hasil karya sendiri dibawah bimbingan dosen:

Nama : Dr. Teuku Ramli Zakaria, M.A

Dosen Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima

segala konsekwensi apabila ternyata skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, 07 Desember 2009

Yang Menyatakan

Dian Safitri

Page 3: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

ABSTRAK

Pada tugas akhir ini diteliti mengenai persepsi anak jalanan tentang pendidikan

bagi diri mereka sendiri sebagai generasi muda bangsa dalam menyongsong masa depan

yang lebih baik. Persepsi anak jalanan dapat mempengaruhi tingkah laku dan cara

pandang mereka untuk dapat menjalani hidup tanpa harus berpendidikan.

Pendidikan yang merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia

sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia. Masyarakat luas

dapat memperoleh pendidikan selain melalui penyelenggaraan pendidikan di sekolah

yang bersifat formal, juga bisa melalui penyelenggaraan pendidikan luar sekolah yang

bersifat non formal.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui masalah dan pertimbangan anak

jalanan lebih memilih hidup di jalan tanpa mementingkan pendidikan, kesadaran anak

jalanan dalam mengembangkan identitas diri sebagai anak bangsa, bagian dari generasi

muda, kekeliruan pola pikir anak jalanan tentang dirinya sendiri dan arti penting

pendidikan.

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan cara observasi,

wawancara dan dokumentasi dan diperoleh hasil bahwa anak jalanan yang kerap kali

berada di jalan tanpa memandang panas atau hujan, menikmati hidup mereka di jalan

hanya untuk mencari nafkah guna mencukupi kebutuhan hidupnya dan

mengesampingkan pendidikan.

Kata kunci : Kebutuhan ekonomi sebagai pendorong keberadaan anak-anak di

jalan dan mengesampingkan pendidikan.

Page 4: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, atas berkat rahmat dan karunia Allah SWT sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan. Skripsi ini dibuat sebagai syarat kurikulum yang harus dipenuhi

untuk mengikuti ujian sarjana pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. H. Nurochim, MM selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Sosial juga selaku dosen pembimbing akademik.

4. Dr. Teuku Ramli Zakaria, MA selaku dosen pembimbing skripsi.

5. Seluruh staff pengajar dan administrasi pada Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Ayah, ibu, kakak dan adik-adikku serta seluruh keluarga yang telah mendo’akan

dan memberikan bantuan baik moral maupun material.

7. Keluarga besar Komando Resimen Mahasiswa ”Wira Dharma” UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta khususnya angkatan 8-8 ”Castrena I” dan umumnya seluruh

anggota baik senior maupun junior yang tidak dapat dituliskan namanya satu

persatu.

8. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Tarbiyah.

9. Keluarga besar Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta khususnya angkatan 2005.

10. Teman seperjuangan sesama mahasiswa yang tidak dapat dituliskan namanya satu

persatu, dan rekan-rekan yang telah banyak membantu sehingga selesainya

laporan ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala bantuan

dan kemurahan hati semua pihak yang telah ikhlas membantu.

Page 5: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini terdapat kekurangan-

kekurangan karena keterbatasan dan kemampuan, maka penulis mengharapkan saran dan

kritik.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan di

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Ciputat, Desember 2009

Penulis

Page 6: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

DAFTAR PUSTAKA

Abror, Abd. Rahman. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Trias Wacana Yogya, 1993. Ahmadi, Abu. Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta, 1992.

Ala, Andre Bayo. Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan. Yogyakarta: Liberty,

1981.

Anshori, Ibnu. Perlindungan Anak Menurut Perspektif Islam, Jakarta: Komis

Perlindungan Anak, 2007.

Bakri, Nazar. Tuntunan Praktis Metodologi Penelitian. Jakarta: CV Pedoman Jaya, 1994.

Darmodiharjo, Darji. Peranan Guru dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, Analisis

Pendidikan, 1982.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka, 1993.

Gunawan, Ary H. Kebijakan-kebijakan Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 1995.

Imron, Ali. Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 1996.

Irawan, Bambang. Pemberdayaan Masyarakat Yang Berkesinambungan. Jakarta: Diktat Pelatihan, Yayasan Bina Swadaya, 2001.

Iska, Zikri Neni. Psikologi. Jakarta: Kizi Brother’s, 2006.

Kartono, Kartini. Belajar di SMA dan Perguruan Tinggi. Jakarta: C.V. Rajawali, 1985.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, cet

ke-7, 1997 Mudzakir, Ahmad dan Joko Sutrisno. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Pustaka Setia, 1995.

Nazir, M. Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985.

Nurkancana, Wayan dan Sumartana. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Balai Pustaka, 1986.

Salam, Syamsir. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.

Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: C.V. Rajawali, 1990. Slameto. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Reneka Cipta,

2003.

Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2003.

Sukanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.

Sukardi, Dewa Ketut. Penggunaan test dalam Konseling Karir. Surabaya: Usaha

Nasional, 1999.

Suparlan, Parsudi. Kemiskinan di Perkotaan. Jakarta: Sinar Harapan, 1984.

Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006.

Syah, Darwyan, dkk. Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Faza Media, 2006.

Tilaar, H.A.R. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani di Indonesia. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya,1999.

Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara, 2000.

Page 7: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Vredenbergt, Jacob. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia,

1984.

Whitherington, H.Carl, (terj) M. Buchori. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Reneka Cipta,

1999. Zarkasi, Muslichah. Psikologi Manajemen. Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 1997.

http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_Jalanan

http://www.sinarharapan.co.id

http://www.hupelita.com

http://id.answers.yahoo.com

http://qym7882.blogspot.com

http:// creasoft.files.wordpress.com

http://sunartombs.wordpress.com

www.anneahira.com

http://www.stopberiuang.or.id

http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL

STUDI KASUS DI LEBAK BULUS, JAKARTA SELATAN DAN PONDOK RANJI,

Page 8: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

TANGERANG SELATAN telah diujikan dalam Sidang Munaqasah Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syariif Hidayatullah Jakarta pada

tanggal 23 Desember 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Sosiologi-Antropologi

(Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial).

Jakarta, 23 Desember 2009

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Drs. H. Nurochim, MM (……………………)

NIP. 19590715 198403 1 003

2. Penguji I : Iwan Purwanto, M.Pd (……………………)

NIP. 19730424 200801 1 012

3. Penguji II : Drs. H. Nurochim, MM (……………………)

NIP. 19590715 198403 1 003

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. DR. Dede Rosyada, MA

NIP. 19571005 198703 1 003

Page 9: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

Skripsi berjudul “Persepsi Anak Jalanan Terhadap Pendidikan Formal Studi

Kasus Di Lebak Bulus, Jakarta Selatan dan Pondok Ranji, Tangerang Selatan” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqosah, di hadapan Dewan Penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS). Jakarta, 23 Desember 2009

Panitia Ujian Munaqosah Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi) Tanggal Tanda Tangan

Drs. H. Nurochim, MM

NIP. 19590715 198403 1 003 ______ ____________

Penguji I

Iwan Purwanto NIP. 1919730424 200801 1 012 ______ ____________

Penguji II

Drs. H. Nurochim, MM NIP. 19590715 198403 1 003 _______ ____________

Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. Dede Rosyada, MA

NIP. 19571005 198703 1 003

Page 10: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Krisis moneter yang terjadi di Indonesia ditandai dengan menurunnya nilai tukar

rupiah, berkurangnya pendapatan dalam negeri, turunnya minat investasi, pengangguran

yang besar akibat pekerja yang di PHK dan angkatan kerja baru yang tidak mungkin

terserap, lonjakan jumlah penduduk miskin mencapai 79,14 juta jiwa, dan secara makro

pembangunan merosot dengan laju pertumbuhan 13,68% dan laju inflasi 77,68%1.

Menurut Soerjono Sukanto, keadaan kaya dan miskin secara berdampingan tidak

merupakan masalah sosial sampai saatnya perdagangan berkembang dengan pesat dan

timbulnya nilai-nilai sosial yang baru. Dan berkembangnya perdagangan keseluruh dunia

dan ditetapkannya taraf kehidupan tertentu sebagai suatu kebiasaan masyarakat,

kemiskinan muncul sebagai masalah sosial2.

Oleh karena banyaknya jumlah penduduk miskin, maka dampak yang terjadi pun

jumlah anak jalanan di Jakarta terus bertambah meski berbagai upaya telah dilakukan.

Tingginya mobilitas penduduk di Jakarta menjadi salah satu faktor utama meningkatnya

jumlah anak jalanan. Tapi itulah fenomena sebuah kehidupan di kota besar yang sudah

berbau metropolitan.

Banyak pihak dan yayasan yang telah mencoba menolong mereka dengan

memberikan sekolah gratis, makanan gratis dan rumah singgah bagi mereka namun

mereka tetap kembali ke jalan. Tapi jika dibiarkan, 10-20 tahun lagi mereka akan tetap

berada dijalanan dan bisa jadi menjadi preman yang tinggal di jalan dan melahirkan anak-

anak yang kurang mampu dan yang tidak berpendidikan.

Persepsi anak jalanan dapat mempengaruhi tingkah laku dan cara pandang mereka

untuk dapat menjalani hidup tanpa harus berpendidikan. Karena rata-rata cara berfikir

1 Bambang Irmawan, Pemberdayaan Masyarakat Yang Berkesinambungan, (JakartaDiktat

Pelatihan, Yayasan Bina Swadaya 2001) h.1 2 Soerjono Sukanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), cet ke-

35, h.365

Page 11: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

mereka didorong dari penghasilan yang didapat setiap harinya dengan tanpa adanya

pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya.

Saat ini banyak penampungan dan rumah singgah yang dikelola oleh pemerintah

dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang menangani anak-anak jalanan, namun

melihat kondisi saat ini, populasi anak-anak jalanan semakin banyak. Dan hal ini cukup

membuat repot pemerintah dan pengelola rumah singgah.

Upaya pendampingan dan pemberdayaan yang dilakukan pemerintah dan LSM

sejauh ini cukup beragam dari menyekolahkan sampai memberikan kemampuan diri (life

skill). Namun tidak sedikit dari mereka yang di sekolahkan, lebih memilih keluar dari

sekolahnya dan kembali menjadi pengamen dan anak jalanan. Sebagian dari mereka

menganggap sekolah adalah sesuatu yang tidak menyenangkan dan berada di jalan adalah

sesuatu yang menyenangkan karena akan mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari.

Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia.

Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia

menurut ukuran normatif yang sangat penting di dalam salah satu usaha pencerdasan

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Menyadari akan hal tersebut,

pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan

yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu

menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sektor pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah tentu sesuai dengan UUD

1945 pasal 23 yaitu mengenai sistem pendidikan nasional. Kewenangan kepada sektor

pendidikan selain dilakukan oleh pemerintah, juga dilakukan oleh berbagai organisasi

masyarakat berupa yayasan pendidikan, bimbingan belajar dan lembaga swadaya

masyarakat yang bergerak dalam bidang pendidikan.

Sedangkan pendidikan menurut undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun

2003 Bab VI pasal 13, menyatakan: “pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.

Page 12: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Krisis ekonomi dan bencana alam yang berkepanjangan yang melanda negara kita

akhir-akhir ini telah banyak menyebabkan orang tua dan keluarga yang mengalami

keterpurukan ekonomi akibat pemutusan hubungan kerja, menurunnya daya jual-beli

serta melambungnya harga barang sehingga tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan-

kebutuhan yang diperlukan oleh anak-anak mereka. Akibat yang lebih jauh lagi yaitu

banyak anak-anak yang meninggalkan orang tua dan rumah serta meninggalkan sekolah

guna mengais nafkah.

Bentuk pendidikan yang perlu disadari dan dilaksanakan oleh orang tua terhadap

anaknya antara lain adalah: memelihara dan membesarkannya, melindungi dan menjamin

kesehatannya baik jasmani maupun rohani dari gangguan berbagai macam penyakit atau

bahaya lingkungan yang akan membahayakan dirinya, mendidik anak dengan berbagai

ilmu pengetahuan dan keterampilan, serta memberikan bekal kepada anak untuk

kehidupan di dunia dan di akhirat.

Masyarakat memiliki hak yang sama dalam dunia pendidikan, tanpa memandang

tinggi rendahnya derajat seseorang dalam kehidupan sosialnya. Adanya kesempatan yang

diberikan pemerintah dalam pendidikan diimplementasikan dengan memberikan

beasiswa, BLT (bantuan langsung tunai), dan lain-lain yang harusnya menjadi faktor

pemicu dan berlomba-lomba untuk berprestasi dalam segala hal terutama pendidikan.

Agar bangsa ini terbebas dari kebodohan yang selama ini disebabkan karena menurunnya

tingkat pendidikan pada anak usia sekolah.

Selain itu, masyarakat luas dapat memperoleh pendidikan selain melalui

penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang bersifat formal, juga bisa melalui

penyelenggaraan pendidikan luar sekolah yang bersifat non formal. Pendidikan formal

merupakan kumpulan satuan mata pelajaran yang telah digariskan oleh pemerintah dalam

sistem pendidikan nasional. Sedangkan pendidikan non formal berupa pengajaran,

latihan, ilmu keterampilan yang disesuaikan dengan kebutuhan berbagai bidang

kehidupan.

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan pengkajian ilmiah tentang

”PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL STUDI

KASUS DI LEBAK BULUS, JAKARTA SELATAN DAN PONDOK RANJI,

TANGERANG SELATAN”.

Page 13: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

B. Fokus Penelitian

Fokus dalam suatu penelitian kualitatif adalah masalah pokok yang ingin dikaji dan

dibahas. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, fokus dalam penelitian ini

adalah persepsi anak jalanan tentang pendidikan bagi diri mereka sendiri sebagai generasi

muda bangsa dalam rangka menyongsong masa depan yang lebih baik.

C. Ruang Lingkup dan perumusan masalah

1. Ruang Lingkup Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian di atas, ruang

lingkup masalah dalam penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:

a. Pertimbangan anak jalanan lebih memilih hidup di jalan tanpa mementingkan

pendidikan.

b. Kesadaran anak jalanan dalam mengembangkan identitas diri sebagai anak

bangsa, bagian dari generasi muda.

c. Kekeliruan pola pikir anak jalanan tentang dirinya sendiri dan arti penting

pendidikan.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan ruang lingkup masalah yang ditentukan, maka masalah dalam

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Mengapa anak jalanan lebih memilih untuk tetap berada di jalan dan tidak

mau bersekolah?

b. Bagaimana cara anak jalanan mengembangkan identitas diri sebagai anak

bangsa?

c. Bagaimana meluruskan persepsi anak jalanan terhadap arti penting

pendidikan?

D. Kegunaan penelitian

Kegunaan penelitian ini antara lain:

Page 14: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

1. Bagi anak jalanan, diharapkan dapat memberi arah dan motivasi untuk bangkit

menjadi manusia cerdas dan terampil yang berguna bagi bangsa dan negara.

2. Bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), diharapkan dapat menjadi masukan

dalam mengembangkan dan melaksanakan program berkaitan dengan anak

jalanan dalam mewujudkan pendidikan.

3. Untuk pemerintah, diharapkan dapat menjadi masukan dalam merumuskan

kebijakan pendidikan yang adil dan merata bagi seluruh warga Negara tanpa

diskriminasi termasuk pendidikan untuk anak jalanan.

Page 15: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Persepsi dan Jenis-Jenis Persepsi

1. Pengertian Persepsi

Memfokuskan perhatian pada satu atau dua objek mengakibatkan terjadinya

perbedaan persepsi antara satu orang dengan orang lain. "Persepsi dalam arti sempit ialah

penglihatan, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana

seseorang memandang atau mengartikan sesuatu3".

Persepsi merupakan suatu proses pemahaman ataupun pemberian makna atas

suatu informasi terhadap stimulus. Stimulus didapat dari proses penginderaan terhadap

objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan antar gejala yang selanjutnya diproses oleh

otak. Tidak hanya indera pengliahatan (mata) saja yang dapat mempersepsikan sesuatu,

akan tetapi indera pendengar (telinga), indera penciuman (hidung), Indera peraba (kulit),

indera pengecap/perasa (lidah) pun dapat mempersepsikan sesuatu dari rangsangan-

rangsangan yang dialaminya4.

Dalam kamus psikologi persepsi diartikan sebagai proses pengamatan seseorang

terhadap segala sesuatu di lingkungannya dengan menggunakan indera yang dimilikinya,

sehingga menjadi sadar terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan tersebut (Dali, 1982).

Gibson, Ivancevich dan Donnelly (1996) mengatakan, persepsi adalah proses

pemberian arti terhadap lingkungan. Tinjauan terhadap konsep persepsi, khususnya untuk

objek-objek lingkungan dapat dikaji melalui dua pendekatan, yaitu : (1) melalui pendekatan

konvensional, (2) pendekatan ekologis terhadap lingkungan. Menurut Backler dalam

Abdurahman (1987), hubungan manusia dengan lingkungan merupakan titik tolak dan

merupakan sumber informasi, sehingga terlihat individu menjadi seorang pengambil

keputusan.

Istilah persepsi sering dikacaukan dengan sensasi. Sensasi hanya berupa kesan

sesaat, saat stimulus baru diterima otak dan belum diorganisasikan dengan stimulus

3 Muslichah Zarkasi, Psikologi Manajemen, (Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 1997), h. 28

4 Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 96

Page 16: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

lainnya dan ingatan yang berhubungan dengan stimulus tersebut. Misalnya meja yang

terasa kasar, yang berarti sebuah sensasi dari rabaan terhadap meja5.

Dari definisi-definisi di atas memberikan penjelasan bahwa persepsi ditimbulkan

dari rangsangan alat indera yang kemudian diproses dalam otak sehingga akan

menimbulkan sesuatu yang dapat menjadi pedoman dalam kehidupan dan bahkan bisa

menjadi ingatan yang ditimbulkan dari persepsi tersebut.

2. Jenis-jenis Persepsi

Proses pemahaman terhadap rangsang atau stimulus yang diperoleh oleh indera

menyebabkan persepsi terbagi menjadi beberapa jenis. Antara lain:

a) Persepsi Visual

Persepsi visual merupakan topik utama dari bahasan persepsi secara umum.

Menurut Bjorklund, D.V (2000) Children's Thinking: Developmental Function

and individual Differences. 3rd Ed. Belmont, CA: Wadsworth, Persepsi visual di

dapatkan dari indera penglihatan. Persepsi ini adalah persepsi yang paling awal

berkembang pada bayi, dan mempengaruhi bayi dan balita untuk memahami

dunianya.

Ada tiga macam penglihatan:

- Penglihatan terhadap bentuk; yaitu penglihatan terhadap objek dimensi

dua.

- Penglihatan terhadap warna; yaitu penglihatan terhadap objek psikis dari

warna.

- Penglihatan terhadap dalam; yaitu penglihatan terhadap objek yang

berdimensi tiga6.

Penglihatan yang diterima oleh mata hanyalah merupakan salah satu atau

bagian yang menerima stimulus, dan stimulus ini dilangsungkan oleh syaraf

sensori ke otak, hingga akhirnya individu dapat menyadari apa yang dilihat.

b) Persepsi Auditori

Persepsi auditori didapatkan dari indera pendengaran yaitu telinga. "Telinga

disamping sebagai alat indera pendengaran juga sebagai alat untuk

5 http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Persepsi&action=edit&section=2

6 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 19

Page 17: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

keseimbangan"7. Rangsangan yang sesuai dengan indera pendengaran adalah

getaran-getaran udara, atau perubahan-perubahan dalam tekanan udara8.

c) Persepsi Perabaan

Persepsi pengerabaan didapatkan dari indera taktil yaitu kulit. Indera ini dapat

merasakan rasa sakit, rabaan, tekanan, dan temperatur. Tetapi tidak semua bagian

dari kulit dapat menerima rasa-rasa ini.

d) Persepsi Penciuman

Persepsi penciuman atau olfaktori didapatkan dari indera penciuman yaitu

hidung. Kekuatan/kualitas rangsang pada objek pembauan dapat ditentukan oleh

kuantitas objek pembauan di sekitar subjek dan kepekaan fungsi saraf pada

hidung sangat dipengaruhi oleh kondisi kesehatan fisiologis pada hidung9.

e) Persepsi Pengecapan

Persepsi pengecapan didapatkan dari indera pengecap yaitu lidah. Indera

pengecap hanya peka terhadap empat macam rasa pokok, yaitu manis, asam, asin,

dan manis. Akan tetapi rasa makanan sebenarnya tidak hanya diamati semata-

mata atas dasar indera pengecap, melainkan atas dasar kombinasi-kombinasi

pembau dan pencecap10.

B. Anak Jalanan

1. Pengertian Anak Jalanan

Menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal

1 ayat 1, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih

dalam kandungan.

Dari bahasa Indonesia ensiklopedia bebas, anak jalanan adalah sebuah istilah

umum yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan,

7 Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 98

8 Zikri Neni Iska, Psikologi, (Jakarta: Kizi Brother's, 2006), h. 64

9 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h.23

10 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada), h. 33

Page 18: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya. Tapi hingga kini belum ada

pengertian anak jalanan yang dapat dijadikan acuan bagi semua pihak11

.

Anak-anak jalanan lebih banyak memiliki pengalaman yang getir dan imajinasi

mereka bahkan lebih tajam untuk dituangkan dalam bentuk puisi atau cerpen. Keseharian

yang menantang untuk dapat bertahan hidup di kota-kota besar akan dapat

mengumpulkan memori pengalaman yang unik12

.

Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa anak jalanan sebenarnya memiliki

keluarga dan sama-sama hidup di jalanan pula dengan anggota keluarganya. Akan tetapi,

ada sebagian anak jalanan yang tidak memiliki anggota keluarga atau terputus dari

keluarga13.

Anak jalanan tak dapat dipisahkan oleh kognisi sosial yang diartikan sebagai

pengetahuan tentang lingkungan sosial dan hubungan interpersonal. Model ini

menekankan tentang dampak/pengaruh pengalaman sosial terhadap perkembangan

kognitif. Selain itu, teori ini menekankan tentang kebudayaan sebagai faktor penentu bagi

perkembangan individu.

Anak jalanan yang cenderung pada anak berusia sekolah, tidak sepatutnya berada

di jalan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaiknya, anak masa usia sekolah

dasar atau disebut dengan istilah masa intelektual, atau masa keserasian bersekolah secara

relatif, anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya.

Oleh sebab keberadaan anak-anak dijalan sangat berpengaruh pada proses

pendidikan baik pada awal anak mengenal pendidikan di Sekolah Dasar hingga

Perguruan Tinggi yang penting diperhatikan ialah sikap anak terhadap otoritas

(kekuasaan), khususnya otoritas orang tua dan guru.

Idealnya, dunia anak adalah dunia kegembiraan, permainan, tanpa beban, dan

mencerdaskan. Namun pada kenyataannya, tidak semua anak mengalami masa-masa

bahagia dan mencerdaskan. Bahkan dari mereka sudah harus dibebani pekerjaan

membantu orang tua mencari nafkah.

Ada empat persoalan anak yang perlu mendapat perhatian khusus:

a. Pendidikan anak

11

http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_Jalanan 12

http://www.sinarharapan.co.id 13 http://www.sinarharapan.co.id

Page 19: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2001, ada 7,5 juta anak SD

terancam putus sekolah karena kekurangan biaya dan bahkan sebagian lainnya

tidak bisa mengenyam pendidikan sejak dini karena faktor kemiskinan14

.

b. Kesehatan anak

Kondisi kesehatan anak secara umum sangat buruk. Tahun 1999 ada sekitar

1,7 juta balita yang menderita kekurangan gizi dan 10 % diantaranya

tergolong kekurangan yang akut15

.

c. Pekerja anak

Sekarang ini jutaan anak Indonesia harus ikut mencari nafkah. Penelitian

singkat yang dilakukan internasional Labour Organization (ILO), terdapat

sejumlah anak yang harus menjalani perkerjaan terburuk, ada yang menjual

obat-obatan terlarang dan ada yang menjadi pekerja seks16

.

d. Anak-anak di daerah konflik dan bencana

Anak-anak di daerah konflik dan bencana mengalami truma berat dan depresi

sehingga sangat membutuhkan penangan khusus. Seperti di Ambon, Poso,

Aceh, dan lain sebagainya17.

2. Masalah Yang Dihadapi Anak Jalanan

Suatu masalah dapat diartikan secara formal sebagai suatu kondisi atau

ketidakpuasan-ketidakpuasan masyarakat yang memerlukan penanggulangan.

Penanggulangan tersebut dilakukan oleh mereka yang terkena masalah atau mereka yang

merasa bertanggung jawab untuk memecahkan masalah.

Usia Anak jalanan merupakan usia produktif yang seharusnya masa mereka

mendapatkan pendidikan, pembekalan, serta bermain dengan beradaptasi dan

14

Ibnu Anshori, Perlindungan Anak Menurut Perspektif Islam, (Jakarta: Komisi Perlindungan Anak Indonesia, 2007), h.6

15 Ibnu Anshori, Perlindungan Anak Menurut Perspektif Islam, (Jakarta: Komisi Perlindungan

Anak Indonesia, 2007), h.7 16

17

Ibnu Anshori, Perlindungan Anak Menurut Perspektif Islam, (Jakarta: Komisi Perlindungan

Anak Indonesia, 2007), h.7

Page 20: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

bersosialisasi di lingkungan masyarakat tanpa harus dibebankan oleh faktor ekonomi

yang mengharuskan mereka tetap berada di jalan18

.

Pada dasarnya, masalah anak jalanan tidak terlepas dari:

a. Dalam Diri

1) Minat

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa minat mengandung

arti kecenderungan hati yang tertinggi terhadap sesuatu19

. Pandangan para ahli

psikologi mengemukakan bahwa minat adalah sesuatu kecenderungan untuk

selalu memperhatikan dan mengingat sesuatu secara terus menerus berkaitan

dengan perasaan senang. Minat akan mengarahkan tindakan individu terhadap

suatu obyek, atas dasar rasa senang atau tidak senang. Perasaan senang atau

tidak senang merupakan dasar dari suatu minat20.

Jersild dan Tasch mengatakan bahwa minat (interst) menyangkut aktivitas-

aktivitas yang dipilih secara bebas oleh individu. Sedangkan menurut Doyles

Fryer, minat adalah gejala psikis yang berkaitan dengan objek atau aktivitas yang

menstimulir perasaan senang terhadap sesuatu21

.

H. Carl Whitherington mengatakan bahwa, ”minat adalah kesadaran

seseorang, bahwa suatu obyek, seseorang, suatu soal, atau situasi mengandung

sangkut paut dengan dirinya22. Dari definisi ini, rupa-rupanya minat dipandang

sebagai suatu respon yang sadar terhadap segala sesuatu yang mempunyai sangkut

paut dengan diri seseorang.

Selain definisi yang dikemukakan oleh H. Carl Whitherington di atas,

Hilgard juga memberikan rumusan tentang minat sebagaimana yang dikutip oleh

Slameto bahwa, ”minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan

dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang

18 http://www.hupelita.com

19 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1993), cet. ke-2, h.565 20

Dewa Ketut Sukardi, Penggunaan test dalam Konseling Karir, (Surabaya: Usaha Nasional,

1999), h.76 21

Wayan Nurkancana dan Sumartana, Evaluasi Pendidikan, (Surabaya: Balai Pustaka, 1986), cet.

ke-4, h. 229 22

H.Carl Whitherington, Psikologi Pendidikan, (terj) M.Buchori, (Jakarta: Reneka Cipta, 1999), cet.

Ke-7, h. 135

Page 21: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

diperhatikan terus menerus yang disertai rasa senang”23

. Sementara itu, Slameto

mendefinisikan minat dengan suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada

suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh24

.

Minat diartikan sebagai kehendak, keinginan atau kesukaan25. Minat

adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan erat dengan sikap. Minat dan sikap

merupakan dasar bagi prasangka, dan minat juga penting dalam mengambil

keputusan. Minat dapat menyebabkan seseorang giat melakukan menuju ke

sesuatu yang telah menarik minatnya26

. Minat merupakan sumber motivasi yang

mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas

memilih27.

Minat merupakan suatu perhatian khusus terhadap suatu hal tertentu yang

tercipta dengan penuh kemauan dan tergantung dari bakat dan lingkungannya.

Minat dapat dikatakan sebagai dorongan kuat bagi seseorang untuk melakukan

segala sesuatu dalam mewujudkan pencapaian tujuan dan cita-cita yang menjadi

keinginannya28.

Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar di atas, terlihat

bahwa antara definisi yang satu dengan definisi yang lain saling melengkapi,

sehingga panulis dapat menegaskan bahwa minat adalah kecenderungan hati

terhadap sesuatu, baik terhadap obyek, aktivitas ataupun situasi yang dianggap

penting dan berguna, sehingga sesuatu itu diperhatikan dan diingat terus menerus

yang disertai dengan perasaan senang.

Dari pengertian tersebut diatas dapat diperoleh kesan bahwa, minat

mengandung tiga unsur, yaitu kognisi, emosi dan konasi. Sebagaimana yang

diungkapkan oleh Abd Rachman Abror, yaitu:

Unsur kognisi (mengenal) dalam arti, minat itu didahului oleh pengetahuan

dan informasi mengeneai obyek yang dituju oleh minat tersebut. Unsur emosi

23

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Reneka Cipta, 2003), cet.

Ke-4, h.57 24

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Reneka Cipta, 2003), cet.

Ke-4, h.180 25

Kamisa, 1997 : 370 dalam http://id.answers.yahoo.com 26

Gunarso,1995 : 68 dalam http://id.answers.yahoo.com 27

Hurlock, 1995 : 144 dalam http://id.answers.yahoo.com 28 http://qym7882.blogspot.com

Page 22: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

(perasaan), karena dalam partisipasi atau pengalaman itu disertai dengan

perasaan tertentu (biasanya perasaan senang). Sedangkan unsur konasi

(kehendak) merupakan kelanjutan dari kedua unsur tersebut yaitu diwujudkan

dalam bentuk kemauan dari hasrat untuk melakukan suatu kegiatan29

.

Faktor – faktor utama yang mempengaruhi minat seseorang:

a) Kondisi pekerjaan

Tempat kerja yang memiliki suasana yang menyenangkan dengan

didukung oleh kerja sama yang profesional, saling bantu dapat

meningkatkan produksi.

b) Sistem pendukung

Dalam bekerja sangat diperlukan sistem pendukung yang memadai bagi

para pekerjanya sehingga diperoleh hasil produksi yang maksimal,

misalnya fasilitas kendaraan, perlengkapan pekerjaan yang memadai,

kesempatan promosi, kenaikan pangkat/kedudukan.

c) Pribadi pekerja

Semangat kerja, pandangan pekerja terhadap pekerjaannya, kebanggan

memakai atribut bekerja, sikap terhadap pekerjaannya30

.

2) Motivasi

McDonald memeberikan sebiah definisi tentang motivasi sebagai suatu

perubahan tenaga di dalam diri/pribadi seseorang yang ditandai oleh dorongan

efektif dan reaksi-reaksi dalam usaha mencapai tujuan31

.

Huitt, W. mengatakan motivasi adalah suatu kondisi atau status internal

(kadang-kadang diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, atau hasrat) yang

mengarahkan perilaku seseorang untuk aktif bertindak dalam rangka mencapai

suatu tujuan. Jadi ada tiga kata kunci tentang pengertian motivasi menurut Huitt,

29

Abd. Rachman Abror, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Trias Wacana Yogya, 1993), cet. Ke-4,

h. 112 30

Yuwono, 2001 : 40 dalam http// creasoft.files.wordpress.com 31 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 203

Page 23: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

yaitu: 1) kondisi atau status internal itu mengaktifkan dan memberi arah pada

perilaku seseorang; 2) keinginan yang memberi tenaga dan mengarahkan perilaku

seseorang untuk mencapai suatu tujuan; 3) Tingkat kebutuhan dan keinginan akan

berpengaruh terhadap intensitas perilaku seseorang.

Thursan Hakim mengemukakan pengertian motivasi adalah suatu

dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan

untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam belajar, tingkat ketekunan siswa sangat

ditentukan oleh adanya motif dan kuat lemahnya motivasi belajar yang ditimbulkan

motif tersebut.

Pengertian motivasi yang lebih lengkap menurut Sudarwan Danim

motivasi diartikan sebagai kekuatan, dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan, atau

mekanisme psikologis yang mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk

mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Motivasi paling

tidak memuat tiga unsur esensial, yakni : (1) faktor pendorong atau pembangkit

motif, baik internal maupun eksternal, (2) tujuan yang ingin dicapai, (3) strategi

yang diperlukan oleh individu atau kelompok untuk mencapai tujuan tersebut.

Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan sikap,

kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Motivasi

sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh factor di dalam diri seseorang itu

sendiri yang disebut instrinsik sedangkan factor di luar diri disebut ekstrinsik32.

Terdapat 2 faktor yang membuat seseorang dapat termotivasi untuk belajar, yaitu:

Pertama, motivasi belajar berasal dari faktor internal. Motivasi ini terbentuk

karena kesadaran diri atas pemahaman betapa pentingnya belajar untuk

mengembangkan dirinya dan bekal untuk menjalani kehidupan.

Kedua, motivasi belajar dari faktor eksternal, yaitu dapat berupa rangsangan

dari orang lain, atau lingkungan sekitarnya yang dapat memengaruhi

psikologis orang yang bersangkutan33.

32

http://sunartombs.wordpress.com 33 www.anneahira.com

Page 24: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

b. Luar Diri

1) Kesenjangan Ekonomi

Pada dasarnya, masalah utama yang dihadapi anak jalanan adalah karena

faktor ekonomi. Masalah ekonomi anak jalanan yang identik dengan masalah

kemiskinan secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu standar tingkat hidup

yang rendah yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau

segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku

dalam masyarakat yang bersangkut34

.

Pengertian kemiskinan yang dipergunakan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) dan

badan-badan swasta lain menyatakan bahwa orang yang berpenghasilan di bawah

320 Kg beras pertahun dianggap miskin. Sementara Bank Dunia, bahwa aspek

kemiskinan itu adalah income atau pendapatan yang rendah, kekurangan gizi,

keadaan kesehatan buruk dan rendahnya pendidikan.

Andre Bayo Ala memberi arti kemiskinan dengan merincinya; pertama,

kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk uang

dan ditambah dengan keuntungan-keuntungan non material yang diterima

seseorang. Secara luas kemiskinan diartikan meliputi kekurangan-kekurangan atau

tidak memiliki pendidikan ,keadaan kesehatan yang buruk dan kurangnya

transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kedua, kadang kemiskinan diartikan

dari segi kurang atau tidak memiliki aset-aset seperti tanah, rumah, peralatan, uang,

emas, kredit dan lain-lain. Dan yang ketiga, meliputi kemiskinan nonmaterial yaitu

berbagai macam kebebasan, hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak, serta hak

atas rumah tangga dan kehidupan yang layak35

.

Oleh karena itu, seseorang yang pendapatannya belum mencukupi untuk

memenuhi kebutuhan pokok dapat digolongkan kepada golongan miskin atau

ekonomi lemah yang harus dibantu. Baik kebutuhan pokok yang bersifat sandang,

pangan, papan maupun pendidikan.

2) Lingkungan

34

Parsudi Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan, (Jakarta: Sinar Harapan, 1984) h.12 35 Andre Bayo Ala. Kemiskinan dan strategi memerangi kemiskinan, (Yogyakarta: Liberty,1981) h.5

Page 25: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Selain masalah ekonomi yang menyebabkan mereka tetap berada dijalan

adalah faktor lingkungan. Lingkungan memberikan kemungkinan-kemungkinan

atau kesempatan-kesempatan kepada individu. Bagaimana individu mengambil

manfaat dari kesempatan yang diberikan oleh lingkungan tergantung kepada

individu yang bersangkutan.

Sekalipun pengaruh lingkungan tidak bersifat memaksa, namun tidak dapat

diingkari bahwa peranan lingkungan cukup besar dalam perkembangan individu.

Lingkungan yang kurang menguntungkan dapat menyebabkan timbulnya kenakalan

anak, sebaliknya lingkungan yang menguntungkan dapat menjadikan anak sholeh

dan berbudi luhur.

Menurut Drs. Mustaqim bahwa:

”Penyebab kenakalan anak, keengganan atau kemalasannya dalam belajar dan

menerima pelajaran bisa diakibatkan oleh lingkungan yang kurang merangsang ia

untuk belajar. Karena faktor tekanan ekonomi, keluarga, atau ada hubungan antar

personal baik guru maupun kepada sesama temannya36.

Lingkungan secara garis besar dapat dibedakan menjadi:

1) Lingkungan fisik, yaitu lingkungan yang berupa alam, misalnya keadaan

tanah, keadaan musim dan sebagainya yang akan memberikan pengaruh yang

berbeda.

2) Lingkungan sosial, yaitu merupakan lingkungan masyarakat, dimana dalam

lingkungan masyarakat ada interaksi individu satu dengan individu lain.

Keadaan masyarakatpun akan memberikan pengaruh tertentu terhadap

perkembangan individu37

.

Hubungan antara individu dengan lingkungannya terdapat hubungan yang

saling timbal-balik, yaitu lingkungan dapat mempengaruhi individu, tetapi

sebaliknya individu juga dapat mempengaruhi lingkungan. Oleh sebab itu,

lingkungan amat sangat berperan penting dalam segala aspek kehidupan.

36

Ahmad Mudzakir dan Joko Sutrisno, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Setia, 1995), h.56 37 Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 201

Page 26: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Lingkungan menentukan ekonomi yang akan berimbas kepada tidak terpenuhinya

kebutuhan masyarakat dengan baik sehingga mengakibatkan bertambah banyaknya

jumlah populasi anak jalanan.

3. Upaya Pengentasan Anak Jalanan

Dalam realitasnya, di dunia ini tak ada Negara yang tak turut atas pendidikan

warga negaranya, maka di dunia pendidikan juga ada potensi-potensi konfliknya,

terutama yang berkaitan dengan upaya menjembatani antara kepentingan masyarakat

dengan pemerintah. Karena masyarakat bertekad mewariskan kepentingan-

kepentingannya sendiri kepada generasinya, sementara pemerintah juga berkepentingan

dengan mendidik warga Negara yang baik menurut paham pemerintah, maka tak mustahil

antara kepentingan masyarakat dan pemerintah bertubrukan.

Kepentingan masyarakat dan pemerintah memang tidak selamanya bertubrukkan,

bahkan banyak sekali yang seiring atau sejalan. Tetapi, realitas membuktikan, bahwa

antara kepentingan masyarakat dengan pemerintah kadang-kadang berlawanan. Tawar-

menawar antara banyaknya kepentingan masyarakat yang mesti dimasukkan ke dalam

kurikulum adalah salah satu wujud dari sekian banyak terjadinya konflik kepentingan

antara keduanya38

.

Dalam Undang-undang Perlindungan anak, di jelaskan bahwa penyelenggaraan

perlindungan anak adalah kewajiban dan tanggung jawab negara, pemerintah,

masyarakat, keluarga dan orang tua39.

a. Tanggung jawab Negara dan Pemerintah

Pada ketetapan MPRS Nomor XXVII/MPRS/1996, Bab II Pasal 3 Tujuan

Pendidikan Nasional Indonesia dimaksudkan untuk Membentuk manusia

Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki

oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pembentukan manusia

Pancasila sejati adalah sesuatu yang sangat diperlukan untuk mengubah

mental masyarakat40

.

Kewajiban dan tanggung jawab Negara dan pemerintah adalah:

38

Ali Imron, Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h.12 39

Ibnu Anshori, Perlindungan Anak Menurut Perspektif Islam, (Jakarta: Komisi Perlindungan

Anak Indonesia, 2007), h.17 40 Ary H. Gunawan, Kebijakan-kebijakan Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), h. 51

Page 27: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

1) Menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan

suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa,

status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/ atau

mental.

2) Memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan

perlindungan anak.

3) Menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan

memperhatikan hak dan kewajiban orangtua, wali, atau orang lain yang

secara hukum bertanggung terhadap anak.

4) Menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan

pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak41.

Peran negara dalam program sosial kemanusiaan yang menitikberatkan pada

kesejahteraan anak-anak terlantar, baik pendidikan maupun ekonomi sudah

seharusnya dilaksanakan secara konkret dan berkelanjutan agar program

pelaksanaan wajib belajar 9 tahun berjalan sebagaimana yang diharapkan dan

tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa pun dapat dicapai.

b. Kewajiban dan Tanggung Jawab Masyarakat

Masyarakat berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap perlindungan anak

yang dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan

perlindungan anak42.

Upaya yang dilakukan masyarakat dalam pengentasan anak jalanan dilakukan

dengan cara 1) Berbagi Kasih dengan Sahabat dengan mengundang anak jalanan

dan anak dari keluarga mampu, 2) menyelenggarakan Hari Anak Nasional dengan

berbagai kegiatan permainan atau perlombaan anak.

Yang pada dasarnya tujuan kegiatan Hari Anak Nasional adalah

menumbuhkan kepedulian, kesadaran, dan peran aktif masyarakat dalam

perlindungan dan pengasuhan, pemberian layanan pendidikan, kesehatan, gizi

41

Ibnu Anshori, Perlindungan Anak Menurut Perspektif Islam, (Jakarta: Komisi Perlindungan Anak

Indonesia, 2007), h.17 42

Ibnu Anshori, Perlindungan Anak Menurut Perspektif Islam, (Jakarta: Komisi Perlindungan Anak

Indonesia, 2007), h.17

Page 28: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

serta memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada seluruh lapisan

masyarakat untuk tidak mengeksploitasi anak dengan mempekerjakan mereka di

jalanan43

.

Selain menyelenggarakan Hari Anak Nasional, masyarakat pun berusaha keras

untuk mengajarkan mereka baca-tulis dan bahkan mereka di ajarkan untuk dapat

menciptakan karya sastra yang berupa puisi dan cerpen yang dituangkan

berdasarkan kejadian yang mereka alami dalam kehidupan mereka yang

kesehariannya berada di jalan. Karena sesungguhnya, apabila potensi anak jalanan

digali, mereka merupakan anak yang kreatif, hanya saja mereka tidak mampu

untuk membayar biaya sekolah.

Secara umum, ada beberapa upaya yang dilakukan untuk mengurangi anak-

anak jalanan, diantaranya:

a) Berhenti memberikan uang kepada mereka.

Dengan begitu kita menolong mereka dari resiko-resiko berbahaya serta

memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyambut uluran tangan

yayasan dan melakukan hal-hal yang berguna untuk masa depannya kelak.

b) Dukung usaha mereka

Mendukung usaha yang anak jalanan kelola walaupun dengan harga yang

sedikit lebih mahal, dengan tujuan memberikan peluang usaha daripada

memberikan peluang meminta-minta tanpa ada usaha.

c) Dukung Yayasan Sosial

Dengan mengalihkan bantuan keuangan yang diberikan pada anak jalanan

kepada pengurus yayasan ini dimaksudkan agar anak jalanan dapat

merasakan hak asasinya untuk tumbuh dan berkembang serta merasakan

dunia pendidikan sebagaimana masyarakat pada umunya44.

c. Kewajiban dan Tanggung Jawab Orang Tua dan Keluarga

43

http://www.hupelita.com 44 http://www.stopberiuang.or.id

Page 29: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Orang tua atau keluarga menempati posisi sentral bagi pemenuhan hak anak.

Kewajiban dan tanggung jawab orang tua dan keluarga dalam memberikan

perlindungan anak adalah:

1) Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak.

2) Menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan

minatnya.

3) Mencegah terjadinyaperkawinan pada usia anak-anak45

.

C. PENDIDIKAN FORMAL 1. Pengertian Pendidikan

Pendidikan merupakan kebutuhan manusia, dimana dengan pendidikan manusia

akan bertambah luas pemikiran dan wawasannya. Selain daripada itu, wawasannya pun

akan cepat tumbuh. Berbicara tentang pendidikan tentunya tidak akan lepas dari berbagai

aspek yang mempengaruhinya seperti: sarana, lingkungan, waktu, biaya dan lain

sebagainya.

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, Pendidikan berasal dara kata "didik", lalu

kata ini mendapat awalan me- sehingga menjadi "mendidik", artinya memelihara dan

memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran,

tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Selanjutnya,

"pendidikan" adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok

orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah

proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan,

pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi

pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi

lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan

45

Ibnu Anshori, Perlindungan Anak Menurut Perspektif Islam, (Jakarta: Komisi Perlindungan Anak

Indonesia, 2007), h.18

Page 30: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar

kebudayaan melewati generasi46.

Jadi, pendidikan berarti tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan yang

dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individudalam menguasai

pengetahuan, kebiasaan, sikap dan sebagainya secara sadar dan terencana.

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, Pendidikan berasal dara kata "didik", lalu

kata ini mendapat awalan me- sehingga menjadi "mendidik", artinya memelihara dan

memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran,

tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Selanjutnya,

"pendidikan" adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok

orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah

proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan,

pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.

Dengan kata lain, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan

juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan,

pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk

mengajar kebudayaan melewati generasi.

Akan tetapi untuk mendefinisikan hakikat pendidikan dapat dikategorisasikan

dalam dua pendekatan yaitu pendekatan epistimologi dan pendekatan ontologi atau

metafisik.

Pendekatan epistimologi yang menjadi masalah ialah akar atau kerangka ilmu

pengetahuan sebagai ilmu. Pendekatan tersebut berusaha mencari makna pendidikan

sebagai ilmu yaitu mempunyai objek yang akan merupakan dasar analisis yang akan

membangun ilmu pengetahuan yang disebut ilmu pendidikan.

46 http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan

Page 31: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Pendekatan ontologi atau metafisik menekankan kepada hakikat keberadaan.

Keberadaan pendidikan tidak terlepas dari keberadaan manusia. Oleh sebab itu, hakikat

pendidikan adalah berkenaan dengan hakikat manusia47

.

Untuk menciptakan sumber daya manusia yang ”berkualitas” maka sekolah

sebagai lembaga penyelenggara pendidikan formal merupakan lembaga kepercayaan

masyarakat sebagai komponen penting dalam mempersiapkan dan mengantarkan generasi

anak bangsa untuk mampu menghadapi kompetisi secara global yang kian hari semakin

jelas dan terasa dampaknya terhadap aktifitas kehidupan masyarakat48

.

2. Pendidikan Anak Jalanan

Ketidak mampuan orang tua akan berimbas pada hal-hal lain pada diri anak

terutama dalam penyediaan sarana dan prasarana belajar serta kualitas sekolah yang

dimasuki anak-anaknya. Biasanya para orang tua dari golongan tidak mampu

menyekolahkan anak tanpa melihat kualitas dan kondisi sekolah yang penting anaknya

bisa membaca dan menulis. Disamping itu juga biasanya sekolah yang berkualitas baik

akan membebankan biaya yang sangat mahal hingga akhirnya sekolah-sekolah tersebut

tidak dapat menjadi tempat belajar anak-anak yang kurang mampu.

Peran negara untuk menciptakan kader-kader bangsa yang berkualitas kiranya

tidaklah sebatas memanfaatkan momen dan menjalankan rutinitas perayaan aksi sosial

yang semu semata. Namun lebih dari itu, penggalangan aksi sosial kemanusiaan dan

pendidikan untuk kemandirian bagi anak-anak tersebut, harus terus diupayakan tanpa

kepentingan mengharapkan simpati, atau ketika pemilihan umum, untuk menambah suara

dari masyarakat.

Untuk memberikan pendidikan pada anak jalanan, hendaknya pemerintah dan

masyarakat menyiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan anak jalanan,

terutama pada mutu pendidikannya. "Mutu pengelolaan pendidikan di sekolah dapat

dinilai dari kemampuan kepala sekolah yang memungkinkan bagi murid-murid maupun

bagi guru-gurunya untuk belajar dengan aktif. Setiap pendidikan seperti buku,

47

H.A.R. Tilaar, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia, (Jakarta: PT.

REMAJA ROSADAKARYA, 1999), h.18 48

Darwansyah, dkk., Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Faza

Media, 2006), h.2

Page 32: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

perpustakaan, alat praktek, alat peraga, sumber-sumber lingkungan, dan sebagainya

benar-benar disediakan dan dikelola secara efisien agar membantu memberikan

kemudahan bagi siswa untuk belajar49

. Akan tetapi semua itu akan berjalan seperti yang

diharapkan apabila ada keinginan dan motivasi.

Motivasi yang kuat dalam diri siswa akan meningkatkan minat, kemauan dan

semangat yang tinggi dalam belajar, karena antara motivasi dan semangat belajar berkaitan erat. Sejalan dengan hal tersebut, Sudirman A.M.

berpendapat bahwa dalam kegiatan belajar, maka motivasi menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar, sehingga

tujuan yang dikehendaki oleh subjek itu dapat tercapai.50

Banyak ahli pendidikan yang kemudian mencoba mengkategorikan faktor-faktor

yang secara langsung mempengaruhi kualitas belajar dan mutu belajar para pelajar di

sekolah. Sebagaimana yang dikutip oleh Kartini Kartono bahwasannya faktor-faktor yang

mempengaruhi belajar dikategorikan kepada dua faktor utama, yaitu faktor yang berasal

dari dalam diri pelajar (internal), dan faktor yang datang dari luar diri pelajar

(eksternal).51 Faktor yang datang dari diri pelajar cenderung dipengaruhi oleh faktor-

faktor yang berasal/berada di dalam diri pelajar itu sendiri. Hal tersebut dapat meliputi

kemampuan diri pelajar dalam hal menangkap materi yang disampaikan oleh gurunya

(kecerdasan intelegensinya), serta keinginannya untuk menguasai pelajaran di sekolahnya

(minat pelajar itu sendiri).

Faktor yang datang dari luar diri pelajar biasanya dipengaruhi oleh kapasitas

pengajar, dan kualitas pengajaran. Dalam hal ini yang menjadi titik fokus faktor-faktor

eksternal yang mempengaruhi belajar siswa adalah kemampuan para pendidik untuk

dapat menumbuhkan semangat belajar anak didiknya.

Pendidikan sebagai salah satu unsur dinamika sosial mempunyai kontribusi

terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia dan masyarakat. Fungsi pendidikan

dalam proses transformasi sosial dalam modernisasi, ditempuh melalui berbagai program

pembangunan sosial, terutama peningkatan kualitas manusia sebagai makhluk individu,

49

Darji Darmodiharjo, Peranan Guru dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, Analisis Pendidikan, III.4 (September, 1982), h. 239

50 Sardirman, A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: C.V. Rajawali, 1990), cet.

ke-3, h. 7 51

Kartini Kartono, Belajar di SMA dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: CV Rajawali, 1985), cet. ke-1,

h. 1

Page 33: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

sosial, dan berTuhan secara terpadu. Modernisasi yang menimbulkan perubahan sosial

tidak akan berlangsung tanpa didukung dengan sumber daya manusia yang terdidik dan

berkualitas guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan semuanya itu dapat

diperoleh dengan menjalankan serta menyukseskan pendidikan dengan sebaik-baiknya.

3. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan merupakan seperangkat hasil yang harus dicapai oleh peserta

didik setelah mengikuti serangkaian kegiatan pendidikan. Rangkaian kegiatan pendidikan

yang diikuti melalui bimbingan, pengajaran, dan atau latihan yang kesemuanya diarahkan

untuk tercapainya tujuan pendidikan.

Tujuan pendidikan meliputi:

a) Tujuan Pendidikan Nasional

Tujuan pendidikan nasional adalah tujuan pendidikan yang hendak dicapai

oleh suatu negara untuk jangka panjang dalam sistem pendidikan nasional yang

merupakan pedoman suatu kegiatan /usaha pendidikan di suatu negara.

Berdasarkan Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, Tujuan pendidikan nasional dirumuskan sebagai berikut: “Pendidikan

Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi anak didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab”52

.

b) Tujuan Institusional

Tujuan institusional (tujuan lembaga pendidikan) adalah tujuan dari masing-

masing institusi atau lembaga. Misalnya:

1) Tujuan Pendidikan Sekolah Dasar

52

Darwansyah, dkk., Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Faza

Media, 2006), h. 5

Page 34: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

2) Tujuan Pendidikan Sekolah Menengah Pertama

3) Tujuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas53

c) Tujuan Kurikuler

Tujuan kirikuler adalah tujuan dari masng-masing mata pelajaran atau bidang

studi. Misalnya:

1) Tujuan bidang studi Pendidikan Agama

2) Tujuan pendidikan bidang studi Matematika

3) Tujuan pendidikan bidang studi Ilmu Pengetahuan Alam54

d) Tujuan Pembelajaran (Instruksional)

Tujuan instruksional merupakan tujuan yang menggambarkan pengetahuan,

kemampuan, keterampilan dan sikap yang harus dimiliki setiap siswa sebagai

akibat dari hasil pengajaran yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku

(behavior) yang dapat diamati dan diukur.

Tujuan instruksional terdiri dari tujuan instruksional umum (standar kompetensi)

dan tujuan instruksional khusus (kompetensi dasar/indikator hasil belajar). Tujuan

instruksional umum sifatnya masih umum dan tidak dapat diukur karena

perubahan tingkah laku masih terjadi dalam diri manusia (intern). Sedangkan

tujuan instruksional khusus merupakan tujuan pembelajaran yang sifatnya

operasional yaitu dapat diamati, diukur dan menunjukkan perubahan tingkah

laku55.

4. Teori-teori Pendidikan

Teori merupakan deskripsi, penjelasan, dan prediksi mengenai hukum dasar.

Dalam pendidikan diperlukan teori-teori pendidikan untuk mendeskripsikan, menjelaskan

serta mempresiksi pendidikan di masa yang akan datang.

53

Darwansyah, dkk., Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Faza

Media, 2006), h. 5 54

Darwansyah, dkk., Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Faza

Media, 2006), h. 6 55

Darwansyah, dkk.,Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Faza

Media, 2006), h. 6

Page 35: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Beberapa teori pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli antara lain:

a. Teori empirisme

Teori empirisme dikenal dengan teori tabularasa yang dikemukakan oleh

John Lock (1632-1704). Menurut teori ini seorang anak dilahirkan bagai kertas

yang putih bersih dan lingkunganlah yang akan menulis kertas putih itu. Pribadi

seseorang yang masih putih bersih akan berkembang dan dipengaruhi oleh

pendidikan melalui lingkungan56

.

b. Teori Nativisme

Teori ini dikemukakan oleh Arthur Scopenhauer (1788-1860). Menurut

teori ini perkembangan pribadi seseorang hanya ditentukan oleh faktor hereditas,

faktor dalam yang berarti kodrat yang sudah ditentukan dan akan terjadi pada

manusia. Faktor hereditas atau gen atau pembawaan yang dibawa anak sejak lahir

akan bersifat tetap dan tidak dapat di rubah oleh pendidikan57.

c. Teori Konvergensi

Teori konvergensi dikemukakan oleh Wiliam Stern, yang mengemukakan

bahwa untuk berkembang secara maksimal seseorang disamping ditentukan oleh

faktor bawaan atau heredity sebagai faktor internal seseorang juga dapat

dikembangkan melalui lingkungan (pendidikan) sebagai faktor eksternal.

Perkembangan tiap individu merupakan hasil konvergensi atau perpaduan antara

faktor internal dan faktor eksternal58

.

d. Teori Sumber Daya Manusia

56

Darwansyah, dkk., Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Faza

Media, 2006), h.7 57

Darwansyah, dkk., Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Faza

Media, 2006), h.7 58

Darwansyah, dkk., Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Faza

Media, 2006), h.7

Page 36: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Teori sumber daya manusia dikemukakan oleh Langeveld yang mengatakan

bahwa manusia dapat mengembangkan dirinya sendiri untuk selanjutnya menjadi

makhluk yang berkepribadian59

.

e. Teori Relativisme Budaya

Teori relativisme budaya memandang manusia adalah memiliki nilai-nilai dan

norma-norma yang sama yang diwariskan melalui proses pendidikan bukan

melalui herediti. Dan manusia tidak dipisahkan dari kehidupan budaya serta nilai-

nilai yang mewarnai kehidupannya60

.

f. Teori Rekonstruktivisme

Teori rekonstruktivisme mengemukakan bahwa pendidikan merupakan sebuah

institusi sosial dan sekolahpun merupakan bagian lembaga yang ada di

masyarakat. Perkembangan ilmu, teknologi dan industri yang diciptakan dalam

kehidupan masyarakat telah mempengaruhi ke arah positif yaitu peningkatan

kesejahteraan umat manusia dan pada suatu saat telah membawa kepada keadaan

yang tidak menentu dan tiada kemantapan bagi manusia dan masyarakat itu

sendiri61

.

D. SINTESIS

Dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa anak-anak jalanan yang merupakan

sekelompok anak yang hidup di jalan baik bersama keluarga atau pun terpisah dari

keluarga merupakan anak yang tersisih dari dunia pendidikan formal dalam

kehidupannya. Walaupun pada hakikatnya mereka pun ingin merasakan pendidikan. Tapi

tak bisa mereka lepaskan kehidupan jalanannya.

Apalagi kalau diamati dari usia anak jalanan yang bisa dikatakan usia untuk

mengenyam awal dunia pendidikan yaitu Sekolah Dasar. Secara otomatis, faktor-faktor

59

Darwansyah, dkk., Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Faza

Media, 2006), h.7 60

Darwansyah, dkk., Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Faza

Media, 2006), h.7 61

Darwansyah, dkk., Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Faza

Media, 2006), h.8

Page 37: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

buta huruf yang selama ini menjadi kendala masyarakat dalam memeratakan kecerdasan

hidup berbangsa dan bernegara tak akan bisa terwujud tanpa adanya usaha anak jalanan

untuk membebaskan dirinya dari kehidupan dan kembali menjadi anak yang dapat

menjalani hidupnya tanpa dibebankan oleh faktor ekonomi.

Upaya yang dilakukan masyarakat dan pemerintah dalam pengentasan anak

jalanan adalah menjembatani anak-anak jalanan untuk tetap dapat merasakan pendidikan

baik yang bersifat formal, nonformal dan informal.

Persepsi ditimbulkan dari rangsangan alat indera yang kemudian diproses dalam

otak, sehingga akan menimbulkan sesuatu yang dapat menjadi pedoman dalam

kehidupan, dan bahkan bisa menjadi ingatan yang ditimbulkan dari persepsi tersebut.

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana yang bersifat kelembagaan

untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan,

kebiasaan, sikap, perilaku dan kecakapan hidup. Dengan demikian, pendidikan

merupakan salah satu unsur dinamika sosial yang mempunyai kontribusi terhadap

peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang bermuara pada peningkatan

kesejahteraan dan peradaban suatu bangsa.

Page 38: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan ruang lingkup dan perumusan masalah di atas maka tujuan yang

hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

a. Menganalisis dan memperoleh kebenaran empiris tentang alasan dan

pertimbangan anak jalanan lebih memilih hidup di jalan tanpa mementingkan

pendidikan.

b. Menganalisis dan memperoleh kebenaran empiris tentang kesadaran anak jalanan

mengembangkan identitas diri sebagai anak bangsa bagian dari generasi muda.

c. Menganalisis dan memperoleh kebenaran empiris tentang cara meluruskan pola

pikir anak jalanan tentang dirinya sendiri dan arti penting pendidikan

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di bawah Jembatan Lampu Merah Lebak Bulus Prov.

Jakarta Selatan dan stasiun Pondok Ranji kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang

Selatan, sedangkan waktu penelitian dilakukan dari tanggal 1 Mei 2009 sampai dengan

tanggal 15 Agustus 2009.

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah survai. Survai adalah suatu

metode yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah data, berkaitan dengan variable

mengenai sejumlah besar individu melalui alat pengukur wawancara62

.

Survai merupakan penelitian yang ditujukan pada sejumlah individu atau

kelompok, untuk memperoleh data guna menjawab pertanyaan penelitian dalam rumusan

62

Jacob Vredenbregt, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT Gramedia, 1984), h.

44

Page 39: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

masalah yang diajukan. Pada penelitian model survai, fokus perhatiannya hanya ditujukan

ke beberapa variable saja, mengingat unit yang ditelaahnya dalam jumlah besar63

.

Secara umum, pengertian survai dibatasi pada penelitian yang datanya

dikumpulkan untuk mewakili populasi yang sering disebut sampel atau dari seluruh

populasi yang sering juga disebut sensus. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian

ini, sesuai dengan karakteristik masalahnya adalah pendekatan kualitatif.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan untuk mendapatkan

data yang diperlukan sesuai dengan rumusan masalah. Data merupakan bahan mentah

berkaitan dengan fakta. Dalam pengumpulan data sangat dibutuhkan teknik yang tepat

dan relevan dengan data yang dicari.

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai

berikut:

1. Observasi

Observasi adalah "suatu cara mengumpulkan data dengan mengamati langsung

terhadap objeknya atau penggantinya (Misal: film, rekonstruksi, video dan

sejenisnya)"64

.

Pengamatan ialah proses mengenal dunia luar dengan menggunakan indera. C.

Wragg menjelaskan bahwa observasi yaitu pengamatan secara sistematis dan

analisa yang memegang peranan penting untuk meramalkan tingkah laku sosial,

sehingga hubungan antara satu peristiwa dengan yang lainnya menjadi jelas.

Menurutnya pula bahwa aspek-aspek yang diamati, sifat pribadi, interaksi verbal,

non verbal, aktifitas, pengaturan, keahlian professional, sarana dan alat yang

digunakan, afektif, kognitif, dan sosiologi65

.

Observasi ini sangat penting dilakukan karena dapat langsung melihat keadaan

objek dan membuat catatan mengenai segala sesuatu yang diperlukan data yang

lengkap dan akurat. Observasi ini dilakukan dengan mengadakan kunjungan ke

63

Syamsir Salam, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 15 64

Nazar Bakri, Tuntunan Praktis Metodologi Penelitian, (Jakarta: CV Pedoman Jaya, 1994 h. 36) 65 Syamsir Salam, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 30

Page 40: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Pondok Ranji yang bertujuan untuk melihat dan mencatat apa yang peneliti

perlukan.

Berdasarkan uraian di atas, yang diamati dalam penelitian observasi adalah segala

sesuatu yang dapat dilihat oleh mata, kemudian yang dapat didengar oleh telinga

yaitu suara, yang dikecap oleh lidah yaitu rasa, yang dapat dicium oleh hidung

yaitu bau dan yang dapat dilakukan secara langsung oleh peneliti.

2. Wawancara

Yang dimaksud dengan interview adalah suatu proses memperoleh keterangan

untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil tatap muka antara si

penanya dengan si penjawab (responden) dengan menggunakan alat yang

dinamakan interview guide (paduan wawancara)66

.

Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi. Dalam hal ini,

hasil wawancara ditentukan oleh beberapa factor yang berinteraksi dan

mempengaruhi arus informasi. Faktor-faktor tersebut ialah: pewawancara,

responden, topik penelitian yang tertuang dalam pertanyaan, dan situasi

pewawancara67.

Suatu wawancara dapat disifatkan sebagai suatu proses interaksi dan komunikasi

dalam mana sejumlah variable memainkan peranan yang penting karena

kemungkinan untuk mempengaruhi dan menentukan hasil wawancara68

.

Teknik wawancara ini penulis gunakan untuk menggali informasi dari pihak

terekai yaitu anak-anank jalanan untuk mengetahui dan mgungkapkan informasi

yang faktual dan aktual mengenai persepsi pendidikan bagi anak jalanan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah "pemberian atau pengumpulan bukti dan keterangan (seperti:

gambar, kutipan, guntingan koran dan bahasa referensi lain)69.

66

M. Nazir, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), h. 234 67

Syamsir Salam, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 79 68

Jacob Vredenbregt, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT Gramedia, 1984), h.

88 69 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-3

Page 41: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang tidak diperoleh dengan

mencatat dokumen-dokumen yang berupa catatan-catatan formal suatu organisasi.

Sumber data yang dapat dikumpulkan sebagai dokumenter yaitu berupa catatan

resmi tertentu, atau dokumen ekspresif tertentu, atau laporan media massa

tertentu70.

Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena

dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji,

menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. Dokumen biasanya dibagi atas dokumen

pribadi dan dokumen resmi.

Dokumen pribadi adalah catatan atau karangan seseorang secara tertulis tentang

tindakan, pengalaman, dan kepercayaannya. Maksud mengumpulkan dokumen

pribadi ialah untuk memperoleh kajian nyata tentang situasi sosial dan arti

berbagai faktor di sekitar subjek penelitian.

Dokumen resmi terbagi atas dokumen internal dan dokumen eksternal. Dokumen

internal berupa memo, pengumuman, instruksi, aturan suatu lembaga masyarakat

tertentu yang digunakan dalam kalangan sendiri. Dokumen eksternal berisi bahan-

bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial. Dokumen eksternal

dapat dimanfaatkan untuk menelaah konteks sosial, kepemimpinan dan lain-lain71

.

E. Langkah-Langkah Analisis Data

1. Reduksi Data

Jika dalam penelitian kualitatif terdapat data yang bersifat kuantitatif yaitu dalam

bentuk angka-angka, maka sebaiknya angka-angka itu jangan dipisahkan dari

kata-katanya secara kontekstual, sehingga tidak mengurangi maknanya.

Pengumpulan data-data yang terdapat di lapangan kemudian di analisis dan

kemudian dilaporkan. Laporan-laporan tersebut direduksi, yaitu dengan memilih

hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian. Data-data yang telah direduksi

memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan

70

Syamsir Salam, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 81 71

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta:PT REMAJA ROSDAKARYA,

2006), cet Ke-22, h. 219

Page 42: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

mempermudah peneliti untuk mencarinya jika sewaktu-waktu diperlukan. Reduksi

dapat pula membentu dalam memberikan kode-kode pada aspek-aspek tertentu72

.

2. Coding Data

Coding data dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: Open Coding dengan artian

menjadikan data sebagai kategori. Selective Coding, yaitu memilih secara selektif

kasus-kasus yang sesuai topic bahasan dan membuat perbedaan secara kuantitas

terhadap semua data sehingga menjadi komplit. Selective coding ini terdiri dari

scanning data dan previous codes.

3. Menyusun Kategori

Kategori tidak lain adalah salah satu tumpukan dari seperangkat tumpukan yang

disusun atas dasar pikiran, intuisi, pendapat, atau kriteria tertentu. Selanjutnya

Lincoln dan Guba (1985:347-351) menguraikan ketegorisasi seperti berikut.

Tugas pokok kategorisasi adalah:

a. Mengelompokkan kartu-kartu yang telah dibuat ke dalam bagian-bagian isi

yang secara jelas berkaitan;

b. Merumuskan aturan yang menguraikan kawasan kategori dan yang akhirnya

dapat digunakan untuk menetapkan inklusi setiap kartu pada kategori dan juga

sebagai dasar untuk pemeriksaan keabsahan data; dan

c. menjaga agar setiap kategori yang telah disusun satu dengan yang lainnya

mengikuti prinsip taat asas.

Sebagai catatan dapat dikemukakan bahwa sejumlah kategori yang muncul tidak

dapat dikatakan “seperangkat” kategori. Yang dihasilkan seorang analis ialah

seperangkat yang menyediakan kontruksi data yang beralasan73

.

F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Teknik pemerikasaan data dilakukan berdasarkan sejumlah kriteria sebagai berikut:

72

Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi

Aksara, 2000), cet. Ke-3, h. 86 73

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997), cet.

Ke-7, h.193

Page 43: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

1. Derajat kepercayaan.

Kriteria derajat kepercayaan pemeriksaan datanya dilakukan dengan cara:

a. Perpanjangan keikutsertaan

Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data.

Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi

memerlukan perpanjangan keikutsertaan peneliti pada latar penelitian.

Perpanjangan keikutsertaan peneliti akan memungkinkan peningkatan

derajat kepercayaan data yang dikumpulkan. Perpanjangan keikutsertaan

juga menuntut peneliti agar terjun ke dalam lokasi dan dalam waktu yang

cukup panjang guna mendeteksi dan memperhitungkan distorsi yang

mungkin mengotori data. Distorsi dapat berasal dari responden, dapat

terjadi tanpa sengaja misalnya salah mengajukan pertanyaan. Dapat juga

terjadi dengan sengaja, misalnya berdusta, menipu, berpura-pura dari

pihak informan atau responden. Selain itu, perpanjangan keikutsertaan

dimaksudkan untuk membangun kepercayaan para subyek terhadap

peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti sendiri.

Jadi, perpanjangan keikutsertaan dimaksudkan untuk memungkinkan

peneliti terbuka terhadap pengaruh ganda, yaitu factor-faktor kontekstual

dan pengaruh bersama pada peneliti dan subyek yang akhirnya

mempengaruhi fenomena yang diteliti74.

b. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur

dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang kadang

dicari kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

Dengan kata lain, jika perpanjangan keikutsertaan menyediakan lingkup,

maka ketekunan pengamatan menyediakan kedalaman.

Hal ini berarti bahwa peneliti hendaknya mengadakan pengamatan dengan

teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang

74

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997), cet.

Ke-7, h.176

Page 44: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

menonjol. Kemudian ia menelaahnya secara rinci sampai pada suatu titik

sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau seluruh

faktor yang ditelaah sudah dipahami dengan cara yang biasa. Untuk

keperluan itu teknik ini menuntut agar peneliti mampu menguraikan secara

rinci bagaimana proses penemuan secara tentative dan penelaahan secara

rinci dapat dilakukan75

.

c. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksa keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak

digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Denzin

membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang

memanfaatkan sumber, merode, penyidik dan teori.

Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik

derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat

yang berbeda dalam metode kualitatif.

Pada triangulasi dengan metode, menurut Patton, terdapat dua straregi,

yaitu: 1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian

beberapa teknik pengumpulan data dan 2) penecekan derajat kepercayaan

beberapa sumber data dengan metode yang sama.

Triangulasi dengan penyidik ialah dengan jalan memanfaatkan peneliti

atau pengamat lainnya untuk pengecekan kembali dengan derajat data.

Triangulasi dengan teori, menurut Lincoln dan Guba, berdasarkan

anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajat

kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Di pihak lain, Patton

berpendapat lain, yaitu bahwa hal itu dapat dilaksanakan dan hal itu

dinamakannya penjelasan banding (rival explanation)76.

d. Pemeriksaan Sejawat Melalui Diskusi

75

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997), cet.

Ke-7, h.177 76

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997), cet.

Ke-7, h.178

Page 45: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil

akhir yang diperoleh dalam bentk diskusi analitik dengan rekan-rekan

sejawat.

Teknik ini mengandung beberapa maksud, yaitu: Pertama, untuk

membuat agar peneliti tetap mempertahankan sikap terbuka dan

kejujuran. Kedua, memberikan suatu kesempatan awal yang baik untuk

mulai menjajaki dan menguji hipotesis yang muncul dari pemikiran

peneliti77

.

e. Analisis Kasus Negatif

Teknik analisis kasus negatif dilakukan dengan jalan mengumpulkan

contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan

informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan

pembanding78

.

f. Kecukupan Referensial

Konsep kecukupan refernsial ini mula-mula diusulkan oleh Eisner (1975,

dalam Lincoln dan Guba, 1981:313) sebagai alat untuk menampung dan

menyesuaikan dengan kritik tertulis untuk keperluan evaluasi. Film atau

video-tape, misalnya, dapat digunakan sebagai alat perekam yang pada

saat senggang dapat dimanfaatkan untuk membandingkan hasil yang

diperoleh dengan kritik yang telah terkumpul. Jadi, bahan-bahan yang

tercatat atau terekam dapat digunakan sebagai patokan untuk menguji

sewaktu diadakan analisis dan penafsiran data79.

g. Pengecekan Anggota

Pengecekan dengan anggota yang terlibat dalam proses pengumpulan data

sangat penting dalam pemeriksaan derajat kepercayaan. Yang dicek

dengan anggota yang terlibat meliputi data, kategori analitis, penafsiran,

dan kesimpulan.

77

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997), cet.

Ke-7, h.179 78

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997), cet.

Ke-7, h.180 79

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997), cet.

Ke-7, h.181

Page 46: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Pengecekan anggota dapat dilakukan baik secara formal maupun secara

tidak formal. Banyak kesempatan tersedia untuk mengadakan pengecekan

anggota, yaitu setiap hari pada waktu peneliti bergaul dengan pada

subyeknya80.

2. Derajat Keteralihan

Usaha membangun keteralihan dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan

car ”uraian rinci” Keteralihan bergantung pada pengetahuan seorang peneliti

tentang konteks pengiriman dan konteks penerima. Dengan demikian peneliti

bertanggung jawab terhadap penyediaan dasar secukupnya yang

memungkinkan seseorang merenungkan suatu aplikasi pada penerima

sehingga memungkinkan adanya pembandingan.

Teknik ini menuntut peneliti agar melaporkan hasil penelitiannya sehingga

uraiannya itu dilakukan seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan

konteks tempat penelitian diselenggarakan. Jelas laporan itu harus mengacu

pada fokus penelitian.

Jadi, untuk mencapai kriterium keteralihan suatu penemuan hendaknya pihak

peneliti dibekali dengan pengetahuan secukupnya dengan konteks pengirim

dan penerima. Dengan kata lain, peneliti tidak dapat membahas keteralihan

jika ia hanya mempunyai sekeping data dari penelitiannya81

.

3. Derajat Kebergantungan

Derajat kebergantungan dilakukan dengan cara auditing, yaitu dengan cara

penelusuran audit (audit trail). Penelusuran audit tidak dapat dilaksanakan

apabila tidak dilengkapi dengan catatan-catatan pelaksanaan keseluruhan

proses dan hasil studi. Pencatatan pelaksanaan itu perlu diklasifikasikan

terlebih dahulu sebelum auditing itu dilakukan. Setelah pengklasifikasian

dilakukan, dilakukan proses auditing dengan mengikuti langkah-langkah

80

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997), cet.

Ke-7, h.181 81

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997), cet.

Ke-7, h.183

Page 47: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

seperti yang disarankan oleh Halpern, yaitu praentri, penetapan yang dapat

diudit, kesepakatan formal, dan terakhir penetuan keabsahan data.

Pada tahap praentri (pre-entrty), sejumlah pertemuan diadakan oleh auditor

dengan auditi (dalam hal ini peneliti) dan berakhir pada meneruskan,

mengubah seperlunya, atau menghentikan pelaksanaan usulan auditing.

Pada tahap penetapan dapatnya diaudit, tugas auditi ialah menyediakan segala

macam pencatatan yang diperlukan dan bahan-bahan penelitian yang tersedia.

Di pihak lain, tugas pertama auditor ialah mempelajari seluruh bahan yang

tersedia. Sesudah itu ia meminta penjelasan-penjelasan seperlunya tentang

apa yang belum dipahaminya secara mantap. Auditor perlu memahami bahan-

bahan yang tersedia dengan keadaan yang sebenarnya.

Tahap berikutnya dinamakan persetujuan resmi antara auditor dengan auditi.

Pada tahap ini auditor dengan auditi mengadakan persetujuan tertulis tentang

apa yang telah dicapai oleh auditor.

Tahap berikutnya ialah penentuan keabsahan. Tahap ini merupakan tahap

terpenting. Penelusuran auditing meliputi pemeriksaan terhadap kepastian

maupun terhadap kebergantungan82.

4. Derajat Kepastian

Sama halnya dengan pemeriksaan kriteria kepastian, dalam pemeriksaan

terhadap kriteria kebergantungan terdapat beberapa langkah kecil. Pertama-

tama auditor berurusan dengan kecukupan keputusan inkuiri dan pemanfaatan

metodologinya. Kemencengan peneliti juga ditelaah untuk menetapkan sejauh

manakah peneliti terlalu cepat mengakhiri suatu kegiatan pengumpulan data.

Pengaruh perasaan dan emosi dari pihak peneliti perlu pula diperiksa.

Keputusan tentang sampling dan proses triangulasi perlu juga ditelaah.

Terakhir, unsur-unsur rancangan penelitian yang muncul dari penelitian agar

juga diperiksa, dan auditor hendaknya mencatat jika sekiranya terjadi

hambatan atau ketidakstabilan.

82

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997), cet.

Ke-7, h.184

Page 48: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Tahap terakhir rentetan auditing ini ialah mengakhiri auditing itu sendiri

(closure). Pada tahap ini ada dua hal yang perlu dikerjakan oleh auditor, yaitu

memberikan umpan balik dan berunding dengan auditi, yaitu si peneliti

sendiri, dan menuliskan laporan hasil pemeriksaannya. Sebelum seluruh

penyusunan laporan di akhiri, sesuai dengan haknya, auditi berhak

mempelajari isi laporan tersebut terlebih dahulu. Hasil penelaahan auditi

dibicarakan dan dibahas bersama. Maksudnya ialah agar auditi dapat

mengetahui bahwa langkah-langkah yang ada dalam perjanjian telah

dilakukan83

.

G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah dan kajian

teori, dapat diuraikan sebagai berikut:

Pertama, anak jalanan lebih memilih berada di jalan untuk mencari nafkah

daripada bersekolah karena mereka beranggapan bahwasanya sekolah hanya

menghabiskan biaya. Artinya, untuk mencukupi kebutuhan hidupnya saja mereka

harus mencari nafkah sendiri. Apabila mereka dibebankan untuk bersekolah, yang

mereka pikirkan adalah bagaimana cara untuk membiayai pendidikan mereka,

sedangkan biaya pendidikan teramat mahal baginya.

Walaupun berbagai cara yang dilakukan oleh LSM untuk dapat

memberikan bantuan kepada anak jalanan agar mereka dapat menempuh

pendidikan, akan tetapi anak jalanan tetap kembali ke jalan dikarenakan mereka

lebih membutuhkan biaya untuk dapat mencukupi kebutuhan hidupnya. Artinya,

dengan bersekolah mereka beranggapan bahwasanya waktu untuk mencari nafkah

dan mendapatkan uang semakin berkurang. Dengan kata lain, mereka lebih

nyaman berada di jalan daripada mereka harus mengikuti proses belajar mengajar

83

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997), cet.

Ke-7, h.186

Page 49: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

yang dianggapnya hanya menghabiskan waktu tanpa mendapatkan uang guna

mencukupi kebutuhan hidupnya.

Kedua, mengembangkan identitas diri sebagai anak bangsa bagi anak

jalanan tidak hanya dapat dilakukan dengan cara bersekolah, melainkan mereka

dapat mengembangkannya dengan berbagai macam kemampuan dan keahliannya

yang mereka miliki, baik dalam bidang seni suara ataupun seni lukis. Akan tetapi,

hanya sebagian kecil dari anak jalanan yang memikirkan pengembangan identitas

bangsa. Sedangkan sebagian besar dari anak jalanan lebih bertumpu pada

pencarian nafkah tanpa perduli dengan kemampuan dan keahlian yang dimilikinya

baik yang diperoleh dari LSM ataupun dari kegiatan yang difasilitasi oleh

pemerintah secara gratis.

Berbagai macam upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat

untuk dapat mengurangi anak jalanan dan memberikan bekal hidup untuk dapat

memenuhi kebutuhan hidup anak jalanan. Akan tetapi upaya tersebut bernilai

percuma karena pola pikir anak jalanan yang sulit untuk diluruskan dan persepsi

mereka yang sejak dini sudah di tanamkan oleh orang tuanya untuk tidak

berangan-angan dapat merasakan pendidikan, baik pendidikan formal, informal

dan non formal.

Ketiga, Persepsi anak jalanan terhadap pendidikan dapat dikatakan sama

yaitu pendidikan adalah mahal. Artinya, bukan berarti mereka tidak mau berada

dalam dunia pendidikan, akan tetapi karena biaya yang dibebankan mereka untuk

dapat merasakan pendidikan amatlah mahal. Walaupun sekarang ada program

bantuan pemerintah untuk meringankan biaya pendidikan, akan tetapi tidak sedikit

pula beban yang diberikan sekolah terhadap anak didik untuk dapat mengikuti

proses belajar mengajar di sekolah. Itulah yang menjadi beban anak jalanan untuk

tetap memilih berada di jalan dan meninggalkan bangku sekolah guna mencukupi

kebutuhan hidupnya yang semakin hari semakin berat dan mahal. Belum lagi

beban yang dipikul anak jalanan bukan hanya untuk dirinya sendiri, melainkan

mereka memikul beban keluarga. Artinya, mereka mencari nafkah untuk orangtua

dan adik-adiknya.

Page 50: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Latar Penelitian

Bawah jembatan merupakan tempat yang kerap kali menjadi serbuan anak-anak

jalanan dalam mengais penghasilan. Bawah jembatan yang dimaksudkan di sini adalah di

bawah fly over atau jalanan yang di lalui kendaraan yang berada di bawah (kolong

jembatan), tepatnya kolong jembatan yang memiliki persimpangan atau lampu merah.

Dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk mengkaji anak jalanan yang berada di

kolong jembatan Lebak Bulus. Kolong jembatan Lebak Bulus ini memiliki 4 (empat)

persimpangan yaitu menuju Ciputat, Pondok Indah, Pasar Rebo dan Kebayoran Lama.

Dalam situasi lampu merah, biasanya anak jalanan langsung mendatangi kendaraan-

kendaraan yang berhenti menunggu sampai lampu hijau kembali. Disaat seperti itulah,

mereka menyebar dan mendapatkan penghasilan untuk mencukupi kehidupannya.

Berbagai macam cara dan upaya yang mereka lakukan untuk dapat menghasilkan

uang, mulai dari yang meminta-minta, mengamen mendatangi kendaraan, bahkan ada

yang mengamen dengan cara masuk ke dalam mobil angkutan dan membagikan amplop

kosong. Dengan kegiatan mereka seperti itulah yang membuat peneliti tertarik mengkaji

lebih jauh tentang aktivitas yang mereka lakukan di kolong jembatan Lebak Bulus84

.

Lebak Bulus merupakan suatu daerah yang berada di Jakarta Selatan yang

letaknya tidak jauh dari perbatasan Kota Tangerang Selatan. Lebak Bulus pun merupakan

daerah yang cukup strategis yang banyak dilalui oleh kendaraan baik dalam kota maupun

luar kota atau provinsi. Dan selain itu, kolong jembatan yang dijadikan obyek penelitian

pun letaknya tidak jauh dari terminal Lebak Bulus, sehingga memungkinkan banyak anak

jalanan yang mengais nafkah di sana.

Pada dasarnya, tidak semua anak jalanan yang mencari nafkah di kolong jembatan

Lebak Bulus berasal dari Lebak Bulus. Bahkan ada yang berasal dari Cijantung, Pondok

Labu dan lain sebagainya85.

84

Hasil pengamatan penulis 85 Hasil wawancara peneliti dengan anak jalanan

Page 51: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Penelitian ini selain dilakukan di kolong jembatan Lebak Bulus, pun dilakukan di

Stasiun Pondok Ranji. Stasiun Pondok Ranji merupakan salah satu stasiun yang

lintasannya antara Ciujung sampai Tanah Abang.

Stasiun Pondok Ranji berada di kelurahan Pondok Ranji, Kecamatan Ciputat

Timur, Kota Tangerang Selatan. Sedangkan jalanan yang melalui Pondok Ranji antara

Ciputat dan Bintaro.

Berbeda dengan kolong jembatan Lebak Bulus, anak-anak jalanan di stasiun

mengais nafkah dengan cara yang berbeda yaitu dengan menumpangi kereta yang melaju.

Mereka mencari nafkah dengan caranya sendiri, ada yang dengan cara meminta-minta

dengan penumpang, ada yang mengamen, ada pula yang membawa alat kebersihan dan

membersihkan kolong bangku lalu meminta upah sebagai uang lelah kepada yang

menduduki bangku tersebut86

.

Akan tetapi tidak semua anak jalanan yang berada di stasiun menumpangi kereta.

Tidak sedikit dari mereka yang melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan anak-

anak di kolong jembatan, bedanya hanya tempat dan keadaan berhentinya kendaraan.

Kalau di kolong jembatan Lebak Bulus, kendaraan berhenti karena lampu merah, tetapi

kalau di stasiun Pondok Ranji, kendaraan berhenti karena ada kereta yang melaju.

Perbedaan yang mencolok antara keduanya adalah dari tempat tinggal. Kalau

anak-anak jalanan kolong jembatan Lebak Bulus, semua memiliki tempat tinggal dan

mereka tinggal dengan cara mengkontrak rumah dan tinggal bersama keluarga dalam satu

atap. Akan tetapi kalau anak-anak jalanan stasiun Pondok Ranji, sebagian dari mereka

tidak memiliki tempat tinggal dan kebanyakan dari mereka meninggalkan rumah karena

memiliki ibu atau bapak tiri yang sering menyiksa mereka dan mengambil keuntungan

dengan mempekerjakan mereka dengan tidak layak.

Walaupun dengan kondisi dan cara yang anak-anak jalanan lakukan berbeda, akan

tetapi pada hakikatnya mereka berada di jalan untuk dapat memenuhi kebutuhan

hidupnya.

B. Deskriptif Hasil Penelitian

86 Hasil pengamatan penulis di dalam kereta

Page 52: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Pemenuhan kebutuhan ekonomi merupakan faktor yang paling mendasar yang

menyebabkan anak jalanan memilih tetap berada di jalan daripada harus mengikuti proses

belajar mengajar di sekolah. Kebutuhan ekonomi yang dimaksud adalah pemenuhan

kebutuhan sandang, pangan dan papan.

Keberadaan anak jalanan di jalan, menurut mereka dapat menemukan jati dirinya

dengan tidak mengikat ruang dan waktu. Karena jati diri seseorang dapat tertanam dari

suatu sikap dan kebiasaan mereka untuk dapat mempertahankan hidup dan memilih yang

terbaik untuknya dan dapat ditemukan dimana saja.

Orang yang menggantungkan hidupnya di jalan, biasanya memiliki sikap dan sifat

yang keras. Karena kehidupan di jalan tidak ada aturan khusus yang mengikat antar

individu, akan tetapi mereka lebih bersifat sosialis.

Pada dasarnya, motivasi anak jalanan tetap memilih berada di jalan karena mereka

menginginkan bisa mencari uang sendiri dan tidak mau memberikan tambahan beban

ekonomi terhadap orang tuanya, dari keuangan tersebut bagi sebagian anak jalanan

menggunakannya untuk membiayai pendidikannya. Selain itu, tidak sedikit dari anak

jalanan yang berasal dari keluarga yang ekonominya cukup berada di jalan. Biasanya

anak jalanan yang seperti itu memilih berada di jalan karena menganggap orang tuanya

tidak memperhatikannya dan mereka menginginkan kehidupan yang bebas tanpa ada

aturan yang mengikat seperti yang terjadi di masyarakat umum.

Mengembangkan identitas bangsa tidak hanya dapat ditunjukkan dalam dunia

pendidikan. Identitas bangsa juga dapat dilihat dari segi ekonomi, sosial, budaya, dan

lain-lain. Menurut ibu dari salah seorang anak jalanan, dengan prestasi dan tidak berbuat

nakal seperti mencuri, mengamen dengan tidak memaksa pun merupakan salah satu

upaya pengembangan identitas bangsa. Selain itu, dengan mengeluarkan bakat pun dapat

mengembangkan identitas bangsa.

Keberadaan anak jalanan di jalan yang bertujuan mencari uang, bukan berarti

pemerintah tidak perlu membuka lapangan kerja baru. Pada dasarnya, karena kurangnya

lapangan kerja yang menjadi penyebab keberadaan anak-anak jalanan. Apabila

pemerintah membuka lapangan kerja lebih banyak dalam penerimaannya, maka jumlah

pengangguran pun akan berkurang dan jumlah anak jalanan tidak akan terus bertambah

banyak.

Page 53: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Anak jalanan yang merupakan generasi muda yang menjadi tolok ukur jati diri

bangsa dapat mengembangkan jati dirinya di jalan dengan cara yang berbeda-beda.

Upaya yang dilakukan anak jalanan dalam mengembangkan jati dirinya berupa mengikuti

pelatihan-pelatihan dan penyuluhan yang diberikan LSM dan pemerintah yang berkaitan

dengan cara meningkatkan kebutuhan ekonomi.

Keberadaan anak-anak jalanan di jalan yang terkesan tidak terurus dan hanya bisa

melantunkan lagu dan syair-syair jalanan, bagi sebagian orang yang memanfaatkan

keberadaan mereka dapat memetik hasilnya dengan dibuatkannya album yang bertema

anak jalanan dan ada pula yang mengumpulkan karya seni anak jalanan yang berupa

lukisan dan cerpen anak jalanan lalu menjualnya di pasaran dengan harga yang tidak

murah. Akan tetapi tidak sedikit pula masyarakat yang hanya bisa mencela dan tidak

dapat menghargai karya-karya anak jalanan.

Populasi anak jalanan di kota-kota besar semakin tahun semakin meningkat

karena kebutuhan pangan yang semakin mahal dan tidak sesuainya pendapatan yang

diterima masyarakat. Harapan anak jalanan untuk dapat mengembangkan identitas bangsa

adalah dengan memberikan peluang kerja dan memberikan pendidikan yang benar-benar

gratis. Masyarakat memang sudah mendapatkan pendidikan gratis, akan tetapi untuk

biaya buku semakin tinggi. Hal itulah yang membuat masyarakat tidak mampu untuk

menempuh pendidikan.

Identitas diri bangsa pada hakikatnya tidak hanya dilihat dari pendidikan saja,

akan tetapi kenyataan yang terjadi di masyarakat dan ditekankan oleh pemerintah

hanyalah pendidikan. Padahal dengan karya seni yang berupa seni rupa dan sastra serta

prestasi-prestasi dalam olahraga pun dapat mengembangkan identitas diri bangsa. Bagi

anak jalanan, pemerintah hanya melihat pendidikan dan kurang kepedulian pemerintah

terhadap hasil karya anak jalanan.

Jika pendidikan di Indonesia berhasil diterapkan, bukan artinya identitas bangsa

berhasil dikembangkan. Karena identitas diri itu tidak hanya dilihat dari satu aspek, akan

tetapi dilihat dari tinjauan ekonomi, sosial dan budaya pula. Selain itu, tidak sedikit para

pengenyam pendidikan yang tidak dapat bersaing dalam mendapatkan pekerjaan, artinya

banyak sarjana yang menganggur. Dengan angka pengangguran tinggi pun artinya

pemerintah tidak dapat dikatakan berhasil mengembangkan identitas bangsa Indonesia.

Page 54: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Pada dasarnya, pendidikan itu penting. Akan tetapi banyak hal yang membuatnya

tidak penting di mata masyarakat. Faktor yang sangat mempengaruhinya adalah karena

faktor ekonomi yang tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup sehingga tidak dapat

membiayai pendidikan. Selain faktor ekonomi, faktor dorongan dalam diri pun bisa

menjadi penyebabnya. Artinya, anak-anak usia sekolah yang seharusnya bersekolah,

mereka lebih memilih untuk tidak mengikuti proses belajar mengajar dan lebih memilih

untuk putus sekolah karena mereka menganggap suasana sekolah membosankan dan

tidak dapat menghasilkan keuangan.

Anak jalanan yang tidak membutuhkan pendidikan biasanya terdorong untuk

tidak sekolah karena mereka menganggap setelah lulus sekolah mereka akan mencari

kerja. Akan tetapi untuk mendapatkan kerja pun tidak hanya bisa bermodalkan ijazah, itu

lah salah satu penyebab mereka memutuskan sekolah. Menurutnya, daripada harus

bersekolah yang hanya akan menghabiskan biaya dan pekerjaan sulit didapatkan, lebih

baik mereka mencari uang dengan mengamen di jalan dan yang penting dari bersekolah

adalah hanya untuk bisa baca dan tulis saja menurut Semi. Selain itu, anak jalanan tidak

membutuhkan pendidikan yang tinggi karena mereka lebih memilih mencukupi

kebutuhan hidup yang berupa sandang, pangan, dan papan daripada mencukupi

kebutuhan pendidikan.

Pandangan anak jalanan mengenai pendidikan adalah dilihat dari pembiayaannya

yang bisa dikatakan mahal. Mahal dalam arti mereka adalah mahal dari segi pemenuhan

kebutuhan sekolah seperti peralatan sekolah dan terlebih lagi buku panduan

pembelajaran, baik buku cetak maupun LKS. Selain itu, menurut Santi, pada saat

pelaksanaan ujian nasional para murid mendapatkan bantuan dari gurunya dalam

menjawab soal. Hal tersebut membuat guru semakin pintar dan murid semakin tidak mau

belajar dan mengandalkan jawaban dari guru. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia

tidak dapat maju dan berkembang karena sistem membantu anak murid saat ujian masih

terus diterapkan sehingga tidak dapat mencerdaskan kehidupan bangsa.

Di Indonesia, wajib belajar 9 tahun diterapkan sudah cukup lama. Akan tetapi

kesadaran masyarakat untuk dapat mengikuti proses belajar 9 tahun masih belum dapat

diterapkan secara merata. Di kota besar seperti kota Jakarta pun masih banyak anak-anak

usia sekolah yang tidak bersekolah apalagi di pedalaman. Bagi anak jalanan, untuk lulus

Page 55: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

SD pun memerlukan perjuangan yang panjang dalam mengatur keuangan yang

dibutuhkan dan mengatur waktu untuk belajar dan mencari uang. Apabila mereka tidak

bisa mencari uang sendiri dengan cara mengamen dan tidak pandai mengatur waktu,

maka mereka tidak akan bisa bersekolah dan lulus SD ataupun SMP seperti yang

diharapkan pemerintah.

Bagi sebagian anak jalanan, keberadaan mereka di jalan semata-mata tidak hanya

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya saja, melainkan untuk memenuhi kebutuhan

pendidikannya juga. Akan tetapi, tidak sedikit pula yang hanya memenuhi kebutuhan

sandang, pangan dan papan tanpa memperdulikan pendidikan.

Pendidikan yang mengajarkan dan menerapkan anak didiknya yang berupa

potensi agar dapat tertanam dan bisa memperbaiki cara hidup mereka dikemudian hari,

tidak dapat dirasakan secara merata karena pemenuhan kebutuhan hidup. Untuk

mendapatkan kebutuhan hidup yang layak dan lebih baik, yang diperlukan oleh masing-

masing individu selain memiliki kualifikasi pendidikan adalah memiliki kemampuan dan

keterampilan khusus. Akan tetapi, dengan kemampuan dan keterampilan khusus pun

tidak akan cukup karena apabila tidak bisa baca dan tulis, maka akan mudah ditipu oleh

orang lain.

C. Pertimbangan anak jalanan lebih memilih hidup di jalan tanpa mementingkan

pendidikan

Usia anak-anak yang seharusnya memacu orang tua untuk memahami

perkembangan-perkembangan yang terjadi pada anak, seperti perkembangan moral,

sosial, kreativitas, bicara, emosi, kepribadian, belajar, bermain, dan lain sebaginya.

Seolah tidak diperhatikan oleh orang tua, bahkan orang tua cenderung menyuruh anak

untuk tetap berada di jalan.

Pada dasarnya anak jalanan ingin hidup sebagaimana anak seusia mereka yang

belajar dan bermain di sekitar rumahnya dan ingin merasakan kebahagiaan bersama

keluarga. Akan tetapi karena faktor ekonomilah yang mendorong mereka untuk berada di

jalan dan mengais nafkah guna mencukupi kebutuhan hidup.

Walaupun kehidupan di jalan bersifat keras, akan tetapi tak seorang anak jalanan

yang jera terhadap kerasnya kehidupan tersebut. Bahkan ada beberapa orang diantara

Page 56: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

mereka mengatakan bahwa, kehidupan di jalan lebih menyenangkan karena tidak adanya

keterikatan dalam bersosialisasi. Artinya, mereka menganggap tidak perlu adanya norma

sopan santun dan tatakrama yang mengikat dalam masyarakat pada umumnya.

Pada saat dilakukan penelitian, nampak dari anak-anak jalanan memiliki

hubungan yang bebas tanpa memandang usia dan jenis kelamin serta beranggapan

mereka semua sama. Artinya tidak ada batasan-batasan antara mereka baik dalam bergaul

dan bertingkah laku. Oleh sebab itu, tidak sedikit anak remaja dan dewasa diantara

mereka yang menjadi tuna susila87

.

Pada awalnya, ketika mereka berusia dini, mereka mencari nafkah dengan cara

mengamen dan meminta-minta. Akan tetapi semakin dewasa, semakin banyak kebutuhan

yang mereka harus penuhi dan oleh sebab itu mulai berdatangan tawaran-tawaran untuk

menjadi tuna susila. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan, bagi

wanita yang mulai menginjak dewasa dan mulai malu dengan meminta-minta dan

mengamen, mereka menjadi tuna susila ketika berusia 15 tahun atau usia Sekolah

Menengah Pertama (SMP) kelas 3. Tetapi karena mereka tidak sekolah, oleh sebab itu

mereka melakukan dengan bebas88.

Dengan kehidupan mereka yang bebas, tidak sedikit dari anak-anak jalanan yang

memiliki cita-cita dan angan-angan yang tinggi yang itu semua hanya tinggal angan dan

khayalan serta tak mungkin mereka raih karena faktor ekonomi yang mereka tidak miliki.

Menurut Drs. Mustaqim bahwa:

”Penyebab kenakalan anak, keengganan atau kemalasannya dalam belajar dan

menerima pelajaran bisa diakibatkan oleh lingkungan yang kurang merangsang ia

untuk belajar. Karena faktor tekanan ekonomi, keluarga, atau ada hubungan antar

personal baik guru maupun kepada sesama temannya89

.

Faktor ekonomi merupakan faktor yang paling menentukan kehidupan manusia.

Apabila semua manusia tercukupi kebutuhan-kebutuhannya, maka tak akan ditemukan di

jalanan anak-anak usia sekolah yang harusnya bersekolah dan menikmati permainan di

rumah.

87

Hasil pengamatan peneliti di kolong jembatan Lebak Bulus 88

Hasil wawancara peneliti dengan anak jalanan 89 Ahmad Mudzakir dan Joko Sutrisno, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Setia, 1995), h.56

Page 57: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Pada dasarnya, masalah utama yang dihadapi anak jalanan adalah karena faktor

ekonomi. Masalah ekonomi anak jalanan yang identik dengan masalah kemiskinan secara

sederhana dapat diartikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya

suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan

dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkut90.

Berdasarkan hasil penelitian di kolong jembatan Lebak Bulus, anak-anak jalanan

usia sekolah yang mengamen dan meminta-minta di lampu merah, hampir semuanya

bersekolah. Walaupun ada sebagian diantara mereka yang tidak bersekolah dan hanya

tamatan SMP91

.

Bagi anak-anak yang masih bersekolah, biasanya setelah pulang dari sekolah,

mereka langsung menuju kolong jembatan lampu merah Lebak Bulus. Mencari nafkah

untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan biaya sekolah mereka. Hampir setiap hari

mereka mengais nafkah mulai pulang sekolah yaitu pukul 12.00 WIB hingga pukul 18.00

WIB. Penghasilan yang mereka dapat pun bervariasi, tergantung pada sedikit banyaknya

kendaraan yang berhenti di lampu merah. Akan tetapi, bagi anak-anak yang tidak

bersekolah, biasanya mereka mulai beroperasi pukul.09.00 WIB sampai pukul 18.00

WIB.

Oleh karena itu, peneliti tertarik mengkaji lebih dalam tentang cara pembagian

waktu mereka untuk belajar, bermain dan mencari nafkah. Ternyata dari hasil yang

didapat, Ningsih (13 tahun) salah seorang anak jalanan yang bersekolah kelas 5 di SDN

07 Pasar Rebo, ia menyempatkan waktu untuk belajar sebelum berangkat ke kolong

jembatan Lebak Bulus dan setelah pulang dari kolong jembatan Lebak Bulus. Hasil

belajarnya pun tidak mengecewakan, ia mengatakan sempat beberapa kali menjadi juara

kelas92

.

Seperti yang dikemukakan di atas, tidak sedikit dari anak-anak jalanan yang

memiliki cita-cita, akan tetapi karena terbentur masalah biaya dan faktor kebutuhan

keluarga yang membuat mereka mngurungkan niatnya untuk mencapai cita-cita mereka.

90

Parsudi Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan, (Jakarta: Sinar Harapan, 1984) h.12 91

Hasil wawancara pada tanggal 22 juli 2009 92 Hasil wawancara pada tanggal 22 Juli 2009

Page 58: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Suasana yang berbeda yang terjadi di stasiun Pondok Ranji, kalau anak jalanan

yang mengais nafkah di kolong jembatan Lebak Bulus hampir semua bersekolah, kalau

yang mencari nafkah di stasiun Pondok Ranji rata-rata dari mereka tidak bersekolah.

Kembali pada pertimbangan anak jalanan memilih hidup di jalan, pada dasarnya

keberadaan mereka di jalan ada yang atas keinginan sendiri, ajakan teman, bahkan ada

yang karena perintah orang tua untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Akan tetapi,

penyebab utama anak-anak usia sekolah tetap berada di jalan pada jam sekolah adalah

karena faktor ekonomi yang harus mereka penuhi untuk mencukupi kebutuhan hidup.

D. Kesadaran anak jalanan dalam mengembangkan identitas diri sebagai anak bangsa

yang merupakan bagian dari generasi muda.

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang dapat menentukan baik-

buruknya suatu bangsa dan Negara. Sebab, bangsa dan Negara akan menjadi baik jika

masyarakatnya baik dan masyarakat akan menjadi baik jika setiap keluarga berhasil

membentuk kepribadian yang baik pada masing-masing anggotanya.

Demikian pula dengan generasi muda. Generasi muda adalah harapan bangsa. Jika

generasi muda baik, maka Negara pun akan baik. Sebaliknya, jika generasi muda buruk,

maka Negara akan hancur dibuatnya. Karena identitas diri bangsa berada di tangan

generasi muda.

Anak jalanan merupakan sekumpulan anak-anak usia sekolah yang berada di jalan

untuk mencari nafkah baik dengan cara mengamen atau pun meminta-minta. Dengan

keberadaan mereka yang seperti itu, tidak sedikit mata dunia yang mengarah pada

Indonesia yang merupakan salah satu Negara besar dan memiliki jumlah penduduk yang

banyak.

Anak-anak jalanan lebih banyak memiliki pengalaman yang getir dan imajinasi

mereka bahkan lebih tajam untuk dituangkan dalam bentuk puisi atau cerpen. Keseharian

yang menantang untuk dapat bertahan hidup di kota-kota besar akan dapat

mengumpulkan memori pengalaman yang unik93.

Peran negara untuk menciptakan kader-kader bangsa yang berkualitas kiranya

tidaklah sebatas memanfaatkan momen dan menjalankan rutinitas perayaan aksi sosial

93

http://www.sinarharapan.co.id

Page 59: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

yang semu semata. Namun lebih dari itu, penggalangan aksi sosial kemanusiaan dan

pendidikan untuk kemandirian bagi anak-anak tersebut, harus tetap diupayakan tanpa

kepentingan mengharapkan simpati, atau ketika pemilihan umum, untuk menambah suara

dari rakyat.

Semakin banyak anak-anak usia sekolah yang berada di jalan, semakin turun

harga diri bangsa di mata dunia. Melihat kondisi yang seperti itu, banyak upaya yang

dilakukan pemerintah dan LSM dalam mengurangi populasi anak jalanan, mulai dari

penertiban, memberikan rumah tinggal dan lain sebagainya94

.

Akan tetapi, hal tersebut terasa percuma ketika anak-anak jalanan tersebut

kembali lagi ke jalan untuk mencari nafkah dan tidak memiliki keinginan untuk

bersekolah. Padahal bila dicermati lebih jauh, mereka tidak akan mampu bersaing hidup

apabila mereka tidak memiliki pendidikan dan keterampilan. Karena hukum rimba

berlaku di kota-kota besar seperti Jakarta. Artinya, siapa yang kuat dan memiliki

kekuasaan, dia yang akan tetap bertahan hidup.

Sedangkan anak-anak jalanan yang tidak memiliki bekal baik pendidikan maupun

keterampilan, hanya dapat meminta belas kasih dari orang-orang yang berlalu lalang

melewatinya. Hal tersebut, tanpa mereka sadari akan membawa dampak yang buruk bagi

Indonesia.

Cara mengembangkan identitas diri bangsa dapat dilakukan dengan cara

berlomba-lomba untuk mencapai prestasi yang terbaik. Akan tetapi hal tersebut tidak

menjadikan anak jalanan berfikir untuk memberi yang terbaik untuk bangsa. Karena yang

ada dalam benak mereka hanya berupaya untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara

bagaimanapun dan tidak mementingkan identitas dirinya sebagai anak bangsa yang

merupakan bagian dari generasi muda.

Generasi muda yang merupakan tolok ukur jati diri suatu bangsa, seharusnya

tertanam pada diri anak-anak jalanan agar mereka dapat mengembangkan dirinya pada

arah yang lebih baik. Akan tetapi, anak-anak jalanan belum sadar untuk memajukan

Negara ini. Padahal mereka mengetahui cara yang mereka ambil untuk hidup dan mencari

nafkah di jalan adalah salah, tetapi mereka tak punya jalan lain selain meminta-minta dan

94

Hasil wawancara dengan ibu Na’umi (Humas Yayasan Nanda Dian Nusantara) pada tanggal 11

November 2009

Page 60: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

mengamen karena latar belakang mereka yang tidak berpendidikan dan tidak memiliki

keterampilan.

E. Kekeliruan pola pikir anak jalanan tentang dirinya sendiri dan arti penting pendidikan

Ciri utama kehidupan dalam era globalisasi adalah perubahan terjadi semakin

cepat, semakin kompetitif, semakin tajam, semakin beragam atau pluralis, dan dengan

kata lain semakin kompleks, namun semakin kreatif dan semakin bermutu.

Pendidikan merupakan faktor penting yang harus di penuhi oleh setiap manusia,

karena pendidikan dapat membawa manusia ke jalan yang lebih baik. Tanpa pendidikan,

manusia senatiasa tidak akan berguna baik dalam masyarakat, pergaulan, dunia kerja, dan

lain sebagainya. Oleh sebab itu, pendidikan harus diterapkan sedini mungkin untuk

mencapai keberhasilan yang diharapkan.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat

dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan

kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan

melewati generasi95.

Bagi sebagian anak jalanan, menempuh pendidikan merupakan faktor penting,

akan tetapi biaya untuk sekolah itu yang menjadi faktor penghambat untuk dapat

melaksanakan pendidikan. Sehingga mengakibatkan mereka harus berada di jalan guna

mencukupi kebutuhan hidupnya.

Berdasarkan pernyataan humas Yayasan Nanda Dian Nusantara, persepsi anak

jalanan mengenai biaya pendidikan adalah MAHAL. Pernyataan ini dikemukakan karena

pertimbangan anak jalanan yang lebih mengutamakan untuk mencari nafkah guna

95

http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan

Page 61: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

mencukupi kebutuhan hidupnya dibandingkan mengeluarkan biaya untuk masalah

pendidikan96

.

Kekeliruan pola pikir anak jalanan yang memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri

itulah yang membuat mereka berpikir lebih baik tidak bersekolah daripada tidak makan.

Kebutuhan hidup seperti sandang, pangan dan papan memang tidak dapat dihindari dalam

kehidupan masyarakat. Terutama pada masyarakat yang memiliki penghasilan di bawah

rata-rata atau ekonomi rendah.

Penghasilan selaras dan dapat terpenuhi semua kebutuhan hidup merupakan

harapan semua orang. Akan tetapi setiap kekurangan pasti ada kelebihan, begitu pula

dengan kelebihan pasti ada kekurangan.

Bagi orangtua anak-anak jalanan, mereka seperti acuh tak acuh terhadap

pelaksanaan pendidikan anak-anaknya. Bahkan mereka menganggap tidak butuh

pendidikan karena biaya pendidikan lebih mahal daripada biaya hidup mereka sehari-hari.

Paradigma keliru tentang anak di kalangan banyak orang tua. Seolah anak adalah

hak milik orang tua yang boleh diperlakukan semaunya, asal dengan alasan yang menurut

orang tua masuk akal.

96 Hasil wawancara dengan humas Yayasan Nanda Dian Nusantara.

Page 62: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Latar belakang anak jalanan rata-rata masih memiliki orang tua, akan tetapi orang

tua mereka tidak mampu untuk memberikan kebutuhan mereka dengan cukup.

Baik dari segi sandang, pangan dan papan. Oleh sebab itu untuk mempertahankan

kehidupannya, mereka harus mencari nafkah sendiri di jalan dengan berbekal

tutup botol yang dijadikan alat mengamen atau dengan botol yang berisi pasir.

Bahkan ada yang hanya menampakkan wajah “melas” agar orang berbelas kasih

terhadapnya.

2. Anak-anak jalanan memilih tetap berada di jalan karena mereka ingin memenuhi

kebutuhan ekonomi terutama untuk mencukupi kebutuhan pangan (makanan) baik

untuk kehidupannya sendiri maupun untuk kebutuhan keluarganya.

3. Tidak semua anak jalanan tidak mengenyam pendidikan, bahkan ada diantara

mereka yang tetap mempertahankan hidup di jalan selain untuk memenuhi

kebutuhan pangan, mereka pun mencari uang untuk dapat melanjutkan sekolah.

Biasanya, anak jalanan yang bersekolah memiliki banyak adik atau kakak.

Sehingga orang tua mereka tidak mampu memberikan pelayanan terbaik untuk

dapat menyekolahkan anaknya.

4. Anak jalanan yang merupakan bagian dari generasi muda tidak mampu

mengembangkan diri untuk memajukan bangsa. Karena latar belakang mereka

yang tidak memiliki pendidikan dan keterampilan. Bahkan mereka menyadari

bahwa dirinya hanya akan menjadi “sampah masyarakat”. Tetapi hal tersebut

terjadi semata-mata karena untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

5. Menurut anak-anak jalanan, identitas diri bangsa tidak hanya tercermin pada

kemampuan dalam dunia pendidikan. Bahkan dengan karya-karya anak jalanan

yang tertuang dalam sebuah nyanyian dan apresiasi musik mereka pun dapat

mengembangkan identitas diri bangsa.

6. Menurut anak-anak jalanan, pendidikan pada dasarnya penting. Akan tetapi nilai

pendidikan tidak penting ketika kebutuhan perut mereka tidak terpenuhi. Artinya,

Page 63: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

untuk apa bersekolah apabila mereka kelaparan. Sedangkan biaya pendidikan

teramat mahal apabila dibandingkan dengan kebutuhan hidup mereka yang

terkadang untuk makan saja tidak cukup, apalagi untuk dapat bersekolah.

7. Bagi kebanyakkan anak jalanan, mereka tidak akan berada di jalan ketika

kebutuhan mereka telah terpenuhi. Baik kebutuhan primer, sekunder maupun

tersier. Terutama pada kebutuhan primernya yaitu sandang, pangan dan papan.

B. Implikasi

1. Apabila orang tua anak-anak jalanan dapat memenuhi kebutuhan hidup anak-

anaknya, maka tak akan ditemukan anak-anak berusia sekolah berada di jalan

pada saat proses belajar mengajar berlangsung di sekolah.

2. Apabila mereka tidak berada di jalan dalam arti mereka tidak mencari uang, maka

mereka tidak bisa makan. Hal tersebut yang membuat mereka bertahan di jalan

tanpa mementingkan pendidikan.

3. Anak-anak jalanan dapat merasakan pendidikan (bersekolah) apabila mereka

punya kemauan, dengan cara menyisahkan sebagian uang yang di dapat untuk

membiayai sekolah mereka.

4. Kesadaran anak-anak jalanan sebagai generasi muda yang merupakan harapan

bangsa, tidak tumbuh karena kurang terpenuhinya kebutuhan hidup mereka.

5. Apabila anak-anak jalanan dibiarkan tetap berada di jalan, maka identitas bangsa

akan menurun di mata dunia dan Negara lain tidak akan menghargai bangsa

Indonesia karena di nilai tidak bisa mengatasi masalah ekonomi dalam Negara.

6. Pentingnya pendidikan tidak akan bisa terpenuhi apabila kebutuhan pangan belum

terpenuhi.

C. Saran-saran

1. Hendaknya orang tua memperhatikan anak dari sejak dini dan dapat memenuhi

kebutuhan anak dengan usaha, keterampilan dan pendidikan yang dimilikinya.

Agar anak tidak memiliki beban untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.

2. Bagi masyarakat yang memiliki penghasilan di atas rata-rata (ekonomi atas),

hendaknya memberi bantuan baik dengan cara menjadi orang tua asuh atau

Page 64: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

bahkan mendirikan yayasan untuk membantu anak-anak jalanan dan kurang

mampu untuk dapat merasakan pendidikan.

3. Bagi pemerintah, hendaknya memberikan pelayanan terbaik untuk anak-anak

jalanan dan kurang mampu. Baik pemberian beasiswa, ongkos sekolah maupun

fasilitas yang dibutuhkan untuk sekolah gratis.

4. Hendaknya anak-anak jalanan dapat mengatur keuangannya dan menyisahkan

uangnya untuk biaya pendidikan mereka dan dengan dibantu oleh masyarakat

yang memiliki ekonomi atas.

5. Bagi para investor, hendaknya mendirikan sekolah khusus anak-anak jalanan agar

mereka dapat terbantu dalam urusan sekolah dengan memberikan biaya yang

cukup murah.

Page 65: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

LEMBAR UJI REFERENSI

NAMA : Dian Safitri NIM : 105015000631

Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Judul Skripsi : Persepsi Anak Jalanan Terhadap Pendidikan Formal

Pengarang, Judul Buku dan Halaman

Bambang Irmawan, Pemberdayaan Masyarakat Yang Berkesinambungan, (JakartaDiktat Pelatihan, Yayasan Bina

Swadaya 2001) h.1

Soerjono Sukanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), cet ke-35, h.365

Dra. Muslichah Zarkasi, Psikologi Manajemen, (Jakarta: Gelora Aksara Pratama, 1997), h. 28

Drs. H. Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 96, 98, 201

Drs. Wasty Soemanto, M.Pd, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 19, 23, 203

Zikri Neni Iska, Psikologi, (Jakarta: Kizi Brother's, 2006), h. 64

Drs. Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada), h. 33

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), cet. ke

Dewa Ketut Sukardi, Penggunaan test dalam Konseling Karir, (Surabaya: Usaha Nasional, 1999), h.76

Wayan Nurkancana dan Sumartana, Evaluasi Pendidikan, (Surabaya: Balai Pustaka, 1986), cet. ke-4, h. 229

H.Carl Whitherington, Psikologi Pendidikan, (terj) M.Buchori, (Jakarta: Reneka Cipta, 1999), cet. Ke

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Reneka Cipta, 2003), cet. Ke-

Abd. Rachman Abror, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Trias Wacana Yogya, 1993), cet. Ke-4, h. 112

Parsudi Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan, (Jakarta: Sinar Harapan, 1984) h.12

Andre Bayo Ala. Kemiskinan dan strategi memerangi kemiskinan, (Yogyakarta: Liberty,1981) h.5

Ahmad Mudzakir dan Joko Sutrisno, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Setia, 1995), h.56

Drs. Ali Imron, MPd, Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h.12

Drs. Ary H. Gunawan, Kebijakan-kebijakan Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), h. 51

Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia,

ROSADAKARYA, 1999), hal.18

Darji Darmodiharjo, Peranan Guru dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, Analisis Pendidikan, III.4 (September, 1982),

h. 239

Sardirman, A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: C.V. Rajawali, 1990), cet. ke-3, h. 7

Page 66: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Kartini Kartono, Belajar di SMA dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: CV Rajawali, 1985), cet. ke-1, h. 1

Jacob Vredenbregt, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT Gramedia, 1984), h. 44, 88

Prof. Dr. H. Syamsir Salam, MS, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 15, 30, 79, 81

Nazar Bakri, Tuntunan Praktis Metodologi Penelitian, (Jakarta: CV Pedoman Jaya, 1994 h. 36)

M. Nazir, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), h. 234

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-3

Prof. Dr. Lexy J. Moleong, M.A, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta:PT REMAJA ROSDAKARYA, 2006), cet Ke

22, h. 176, 177, 178, 179, 180, 181, 183, 184, 186, 193, 219

Dr. Husaini Usman, M.Pd dan Purnomo Setiady Akbar, M.Pd, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000),

cet. Ke-3, h. 86

Ibnu Anshori, Perlindungan Anak Menurut Perspektif Islam, (Jakarta: Komisi Perlindungan Anak Indonesia, 2007), h.6, 7,

Darwansyah, dkk., Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Faza Media, 2006), h.2, 5, 6, 7, 8

http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_Jalanan

http://www.sinarharapan.co.id

http://www.hupelita.com

http://id.answers.yahoo.com

http://qym7882.blogspot.com

Yuwono, 2001 : 40 dalam http// creasoft.files.wordpress.com

http://sunartombs.wordpress.com

www.anneahira.com

http://www.stopberiuang.or.id

http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan

Page 67: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

PEDOMAN WAWANCARA

1. Apakah alasan anak jalanan memilih berada di jalan?

2. Apakah kehidupan jalanan dapat membantu menemukan jati diri anak jalanan?

3. Bagaimanakah karakteristik orang yang biasa hidup di jalanan?

4. Apakah yang menjadi motivasi anak jalanan tetap berada di jalan?

5. Bagaimana cara anak jalanan mengembangkan identitas diri bangsa?

6. Apakah dengan keberadaan anak jalanan di jalan, maka pemerintah tidak perlu

membuka lapangan kerja baru?

7. Apakah anak jalanan merupakan generasi muda yang menjadi tolok ukur jati diri

bangsa dapat mengembangkan jati dirinya?

8. Apakah anak jalanan yang mengembangkan diri di jalan sama artinya dengan

mengembangkan nama baik bangsa dan negara?

9. Apakah dengan keberadaan anak-anak jalanan, bangsa Indonesia dapat

mengembangkan dirinya melalui syair-syair anak jalanan?

10. Apakah dengan semakin banyak populasi anak jalanan, semakin sulit bangsa

Indonesia mengembangkan identitas diri bangsa?

11. Apakah identitas diri bangsa hanya dapat terlihat dari kacamata pendidikan saja?

12. Jika pendidikan berhasil diterapkan di Indonesia, apakah artinya negara berhasil

mengembangkan identitas dirinya?

13. Apakah pendidikan itu penting bagi seluruh anak bangsa?

14. Apakah anak jalanan menganggap dirinya tidak membutuhkan pendidikan?

15. Bagaimana pandangan anak jalanan melihat pendidikan di Indonesia?

16. Apakah dengan adanya wajib belajar, hanya menambah beban kehidupan keluarga

anak jalanan semakin bertambah?

17. Apakah anak jalanan berada di jalan selain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

sendiri, juga untuk memenuhi kebutuhan pendidikan?

18. Jika anak jalanan tidak berpendidikan dan tidak bisa baca tulis, maka apakah anak

jalanan bisa menjadi lebih baik dalam memenuhi kebutuhan hidupnya?

Page 68: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

JAWABAN WAWANCARA DI LEBAK BULUS

(Rabu, 8 Juli 2009)

1. Apakah alasan anak jalanan memilih berada di jalan?

Ningsih : Kebutuhan ekonomi

Dilah : Kebutuhan ekonomi

Tuti : Kebutuhan ekonomi

Ilman : Senang, yang penting bisa buat makan

2. Apakah kehidupan jalanan dapat membantu menemukan jati diri anak jalanan?

Ningsih : Tidak juga

Ibu Nia : Bisa, tergantung anaknya.

Dilah : Bisa, kan belajarnya dari jalanan

3. Bagaimanakah karakteristik orang yang biasa hidup di jalanan?

Ibu Nia : Keras...karena jalanan itu kejam dan ga pandang bulu

Ningsih : Keras, tapi tergantung orangnya

4. Apakah yang menjadi motivasi anak jalanan tetap berada di jalan?

Tuti : Biar bisa cari uang sendiri

Rizal : Cari uang untuk biaya sekolah

5. Bagaimana cara anak jalanan mengembangkan identitas diri bangsa?

Ilman : Mengeluarkan bakat sesuai kemampuan

Ibunya Fitri : Berprestasi dan tidak berbuat nakal seperti mencuri dan ngamen

dengan memaksa

6. Apakah dengan keberadaan anak jalanan di jalan, maka pemerintah tidak perlu

membuka lapangan kerja baru?

Ibunya Anton : Karena lapangan kerja kurang makanya anak-anak saya, saya

suruh ngamen. Kalau cari kerja gampang, mungkin sekarang saya

ga ada di jalan.

Ibunya Fiti : Pemerintah perlu buka lapangan kerja lebih banyak, biar anak-

anak tidak berada di jalan.

Page 69: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

7. Apakah anak jalanan merupakan generasi muda yang menjadi tolok ukur jati diri

bangsa dapat mengembangkan jati dirinya?

Ibunya Adi : Bisa, kan anak-anak jalanan yang ngamen di Lebak Bulus rata-

rata sekolah.

8. Apakah anak jalanan yang mengembangkan diri di jalan sama artinya dengan

mengembangkan nama baik bangsa dan negara?

Ningsih : Bisa juga...tapi tergantung orangnya.

9. Apakah dengan keberadaan anak-anak jalanan, bangsa Indonesia dapat

mengembangkan dirinya melalui syair-syair anak jalanan?

Anton : Ga tau

10. Apakah dengan semakin banyak populasi anak jalanan, semakin sulit bangsa

Indonesia mengembangkan identitas diri bangsa?

Ningsih : Kalau dari nyanyian anak jalanan, kan bisa bikin pemerintah

terharu dan nanti kan akhirnya ada upaya ngembangin identitas diri

bangsa.

11. Apakah identitas diri bangsa hanya dapat terlihat dari kacamata pendidikan saja?

Cifa : Dari karya anak jalanan yang berupa lagu atau lukisan juga bisa

12. Jika pendidikan berhasil diterapkan di Indonesia, apakah artinya negara berhasil

mengembangkan identitas dirinya?

Ibunya Fitri : Ga juga...kan banyak orang yang sekolah tapi lulusnya karena

dibantu guru. Kalau begitu pendidikan bukan ngembangin bangsa,

malah jadi ngebodihin murid.

Ningsih : Ga juga...

13. Apakah pendidikan itu penting bagi seluruh anak bangsa?

Ilman : Penting

Ningsih : Penting, tapi kalau biayanya ga ada kan sama aja.

Dilah : Penting

14. Apakah anak jalanan menganggap dirinya tidak membutuhkan pendidikan?

Ningsih : Butuh, tapi lebih butuh buat makan. Apalagi adik saya banyak.

Ibunya Anton : Pendidikan butuh, tapi jangankan buat sekolah, buat makan aja

kurang. Yang penting pada bisa baca-tulis aja udah syukur.

Page 70: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

15. Bagaimana pandangan anak jalanan melihat pendidikan di Indonesia?

Ningsih : Pengennya Ningsih sekolah sampai lulus, tapi karena biaya

pendidikan mahal, makanya Ningsih ga bisa lanjutin sekolah.

Ibunya Fitri : Pendidikan banyak mengeluarkan biaya.

16. Apakah dengan adanya wajib belajar, hanya menambah beban kehidupan keluarga

anak jalanan semakin bertambah?

Novi : Ga juga... kalau anaknya mau bantu orang tua cari uang, pasti ga

akan putus sampai SD aja...

17. Apakah anak jalanan berada di jalan selain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

sendiri, juga untuk memenuhi kebutuhan pendidikan?

Ningsih : Iya...Tapi untuk biayain Tuti dan adik-adik yang lain...

Ibu Nia : Iya...

Novi : Iya... makanya Novi masih bisa sekolah sampai kelas 9.

18. Jika anak jalanan tidak berpendidikan dan tidak bisa baca tulis, maka apakah anak

jalanan bisa menjadi lebih baik dalam memenuhi kebutuhan hidupnya?

Novi : Tergantung orangnya, punya kemampuan apa ga.

Ningsih : Kalau ga bisa baca-tulis ga bisa lebih baik, kan nanti jadinya

banyak yang nipu

Page 71: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

JAWABAN WAWANCARA DI PONDOK RANJI

(Senin, 10 Agustus 2009)

1. Apakah alasan anak jalanan memilih berada di jalan?

Aziz : Kurang terpenuhinya kebutuhan ekonomi

Asep : Ekonomi tidak terpenuhi

2. Apakah kehidupan jalanan dapat membantu menemukan jati diri anak jalanan?

Asep : Bisa, kan jati diri bisa ditemukan dimana aja

Azizi : Ga tau

3. Bagaimanakah karakteristik orang yang biasa hidup di jalanan?

Putri : Tergantung orangnya

Rani : Cuek aja apa kata orang

4. Apakah yang menjadi motivasi anak jalanan tetap berada di jalan?

Sera : Kehidupan yang bebas

5. Bagaimana cara anak jalanan mengembangkan identitas diri bangsa?

Rani : Mengeluarkan bakatnya.

6. Apakah dengan keberadaan anak jalanan di jalan, maka pemerintah tidak perlu

membuka lapangan kerja baru?

Semi : Perlu, emangnya kita mau selamanya ada di jalan. Kan kita juga

pengen kerja dan punya gaji.

7. Apakah anak jalanan merupakan generasi muda yang menjadi tolok ukur jati diri

bangsa dapat mengembangkan jati dirinya?

Ubay : Tergantung orangnya, kalau dia mau ngembangin dirinya,

biasanya kalau ada penyuluhan dia ikutin.

8. Apakah anak jalanan yang mengembangkan diri di jalan sama artinya dengan

mengembangkan nama baik bangsa dan negara?

Santi : Ga...

9. Apakah dengan keberadaan anak-anak jalanan, bangsa Indonesia dapat

mengembangkan dirinya melalui syair-syair anak jalanan?

Thahirin : Tergantung siapa yang dengar...khan ada orang yang bisa

memaknai syair-syair anak jalanan yang akhirnya dibuat album dan

ada juga yang bisanya cuma nyela anak-anak jalanan.

Page 72: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

10. Apakah dengan semakin banyak populasi anak jalanan, semakin sulit bangsa

Indonesia mengembangkan identitas diri bangsa?

Ahmad : Seharusnya kalau mau ngembangin identitas diri bangsa dan ga

mau banyak anak jalanan, pemerintah nyiapin lapangan kerja atau

pendidikan benar-benar gratis.

11. Apakah identitas diri bangsa hanya dapat terlihat dari kacamata pendidikan saja?

Thahirin : Katanya si Iya...

Buktinya pemerintah gembar-gemborin pendidikan terus.

12. Jika pendidikan berhasil diterapkan di Indonesia, apakah artinya negara berhasil

mengembangkan identitas dirinya?

Sera : Ga juga...

Walaupun banyak sarjana, tapi kalau banyak yang nganggur kan

sama aja pendidikannya ga berhasil.

13. Apakah pendidikan itu penting bagi seluruh anak bangsa?

Santi : Penting...

Tapi tergantung orangnya...

Semi : Penting... Tapi saya kalau disuruh sekolah males, makanya ga

dilanjutin. Yang penting bisa baca-tulis.

14. Apakah anak jalanan menganggap dirinya tidak membutuhkan pendidikan?

Semi : Kalau udah bisa baca, pendidikan ga terlalu perlu.

Santi : Pendidikan perlu, tapi untuk kerja aja susah, makanya butuh ga

butuh dah...

15. Bagaimana pandangan anak jalanan melihat pendidikan di Indonesia?

Santi : Pendidikan di Indonesia mahal trus pas waktu ujian gurunya pada

ngebantuin siswa, kan jadinya gurunya tambah pinter dan siswanya

jadi keenakkan ga belajar tapi bisa lulus. Sama aja pendidikan di

Indonesia, bukan bikin cerdas siswa.

16. Apakah dengan adanya wajib belajar, hanya menambah beban kehidupan keluarga

anak jalanan semakin bertambah?

Asep : Tergantung anaknya... Kalau dia mau sekolah, ya harusnya cari

uang sendiri.

Page 73: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

17. Apakah anak jalanan berada di jalan selain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya

sendiri, juga untuk memenuhi kebutuhan pendidikan?

Rani : Kebutuhan pendidikan itu belakangan, yang penting kebutuhan

hidup dulu. Nanti kalau kebutuhan hidupnya sudah cukup dan

terpenuhi, baru mikirin pendidikan.

18. Jika anak jalanan tidak berpendidikan dan tidak bisa baca tulis, maka apakah anak

jalanan bisa menjadi lebih baik dalam memenuhi kebutuhan hidupnya?

Santi : Kalau dia ga berpendidikan, ga mungkin bisa lebih baik. Kecuali

dia punya kemampuan dan kreatif.

Istirahat di pinggir rel kereta api stasiun Pondok Ranji

Kebersamaan anak jalanan di stasiun Pondok Ranji

Page 74: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Suasana padat penumpang kereta api di stasiun Pondok Ranji

Kekeluargaan anak-anak jalanan di lampu merah Lebak Bulus

Suasana menunggu lampu merah

Page 75: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Mengamen di lampu merah

Mendatangi kendaraan yang berhenti di lampu merah

Duduk

di

lampu

merah

sambil

menunggu

kendaraan

berhenti

Page 76: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …

Meninggalkan kendaraan yang ingin melaju

Anak jalanan menumpangi kereta api

Anak jalanan bersama penumpang turun dari kereta api

Page 77: PERSEPSI ANAK JALANAN TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL …