feminitas perempuan indonesia dalam sinetron

10

Upload: dsosickofyou

Post on 19-Jul-2015

72 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Feminitas Perempuan Indonesia Dalam Sinetron

5/16/2018 Feminitas Perempuan Indonesia Dalam Sinetron - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/feminitas-perempuan-indonesia-dalam-sinetron 1/10

FEMININITAS PEREMPUAN INDONESIA DALAM SINETRON'

Widjajanti M. Santoso

I.PENDAHULUAN

Artikel ini memproblematikkan

representasi perempuan Indonesia yang ada

pada sinetron, dengan menggunakan perspektif

feminis sosiologi yang dibangun oleh Dorothy

Smith. Kartun di bawah ini memperlihatkan isi

televisi secara umum. Secara kebetulanpenontonnya adalah lelaki yang menikmati kisah

sedih dan putus cinta.

Disertasi ini mengangkat visualisasi yang

dibaca dari teks yang ada, dengan menggunakan

perspektif perempuan, apakah perspektif

tersebut akan menghasilkan gambaran yang

berbeda?

Untuk mempertajam fokus, kajian ini

menggunakan konsep femininitas yang

mengacu pada bagaimana keperempuanan

ditampilkan. Kajian ini berpendapat bahwa

perspektif akan mempengaruhi tidak hanya

proses penelitian akan tetapi juga hasil

penelitian itu sendiri. Perempuan di sini

merupakan sebuah standpoint yang

Catatan: Diambil dari Kompas 28 Agustus 2005

Artikel ini adalah perubahan dad buku pengantar promosi doktor pada 6 Juni 2006. Artikel ini dipresentasikan pada

Research Day 12-14 September 2006 di FISIP UI. Penulis adalah peneliti PMB-LIPI.

19

Page 2: Feminitas Perempuan Indonesia Dalam Sinetron

5/16/2018 Feminitas Perempuan Indonesia Dalam Sinetron - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/feminitas-perempuan-indonesia-dalam-sinetron 2/10

ruling, yang tidak selalu menerima kondisi

perempuan beserta beban-bebannya,

Menyadari hal tersebut Dorothy Smith

melihat masyarakat mel a Iui perspekti fperempuan, dan menghasilkan paparan teritang

"ideology, institution and works". Melalui

cara seperti ini Smith memperlihatkan bahwa

apa yang terjadi pada kehidupan keseharian

memiliki kaitan erat dengan mekanisme institusi

di mana perilaku tersebut terdapat serta

berkaitan dengan ideologi patriarkal yang

mempengaruhi masyarakat. Kerangka seperti

ini merupakan model analisis yang membantu

melihat kejadian keseharian dengan konteks

strukturnya yang lebih besar. Disertasi ini

menggunakan kerangka berpikiryang diajukan

oleh Smith, yang muncul baik di dalam

pembagian bab maupun di dalam analisisnya,

walau terdapat perubahan di mana

pembahasan ten tang institusi dan ideologi

dipadukan. Hal ini dilakukan atas pertimbangan

kedekatan konseptual keduanya. Paparan

rnengenai works berdiri sendiri yang berisi

rangkaian terna-tema yang muncul melalui

adegan yang diperoleh melalui sinetron "Inikah

Rasanya". Adapun institusi dan ideologi

dipaparkan secara bersamaan melalui

penggarapan teks yang diperoleh melalui unsur-Seperti telah diterakan di depan bahwa unsur lain yang diperoleh dari media seperti

artikel ini menggunakan pemikir perempuan surat pembaca, buku tentang televisi, dan

yang mengembangkan feminis sosiologi yaitu sebagainya.

Dorothy Smith. Perempuan yang rnasuk ke Disertasi ini rnengangkat konteks

ruang publikmenurut Smith memiliki kegalauan masyarakat seperti yang diformulasikan oleh

karena dia berada pada situasi bifurcated pendekatan postrukturalis-posrnodernisme,

conciousness, yang mernperlihatkan bahwa pendekatan ini memperlihatkan bahwa media

kebidupan kesebariannya berada pada gap memainkan peran besar dalam penyisiran

dengan konteks struktur yang melingkupinya. knowledge dan juga elemenyang mendukung

Sebagai ilustrasi perempuan memahami sikap- beberapa knowledge meiljadidominan. Selain .sikap profesional di dalam pekerjaan, akan itu, penekanan tekIl{)19gik()111ul1ikasidantetapi ada masalah keluarga yang tidak dapat informasi ya,ngdiang\<.a(ad~lah;televisi yang

dilepaskan begitu saja. Oleh karena itu, sering semakin mernperlihatk~m'bahwarnekanisme

kali perempuan merasa bingung dan bersalah media yang'petlc~i~ind(!~illnn:y<lmemiliki

karena yang dilakukannya tampak kurang tepat dinamikayanglmik,.s~hingg~perhldikaj iecaraatau memiliki beban yang berat. Di lain pihak khusus ..·;.D:engan;katalairiI"~presentasi

masyarakat juga sulit menerima alasan perempuandimediajuganlemmjukkanmakna

negosiasi perempuan, misalnya perempuan yan~berbedakar~naclukungan!!ledia. Situasi

memer J uk an perb edaan per Iakuan han yasepet1i.ini,seringtida}{dit~g;gapis¢c:ara serius .

karena dia adalah perempuan. Hal ini~.~I"~rya;pail<l1iedia.maupun:.t~J.cnologidisebabkan karena norma dan nilai serta·k9rriunik.asiselaludilihats~bagaiisebuah

struktur sosial masyarakat terbentu1<lJlyl~l~i.~ebi.rtuhansepertiuntuf mengisi\Vaktiiluang.

pem ikir~l1leI~k.i; (!qty(}fth~fath~r)ya~g\ ... .' ..Be111ahaman yal1gme.l1g\<aitkari~ledia.id¢ngan

disos ia1i s ~ s i .Il:le~~J~irl"leJ.c#l1iSlTl¢te,l{l(i(JIJ.of;.. ·.··.··.··bel1~J.c·asyar";~~~:~~Bertiy,,;ngqigaiTIbarkan

Kornunika Vol. 10, No. 1,2007: 19-28

menunjukkan signifikansi masalahsosiologis

dari kajian ini.

Unsur lainnya adaIah, disertasi ini

memasukkan konteks era Kebebasan Pers

yang mengacu pada kondisi sosial pasca-Orde

Baru untuk mengangkat kekinian dan kajian ini,

di mana keberadaan media semakin

berkembang yang dapat diamati dari majunya

bisnis media. Secara kontekstual pilihan ini

menunjukkan kekuasaan menentukan

perbedaan pemaknaan konsep femininitas.

Femininitas Orde Baru dapat diwakilkan oleh

konsep "ibuism" yang muncul pada aktivitas

perempuan seperti Dharma Wanita. SeIain itu,

rezim Orde Baru juga memiliki ikon yang

menunjukkan hubungan biner yaitu model vs

maniac, Kartini sebagai model (=baik) dan

Gerwani sebagai maniac (=buruk). Dengan

demikian, bagaimana representasi perempuan

Indonesia saat ini, merupakan problematika

mendasar dari disertasi ini. Perubahan rezim

memperlihatkan perubahan kekuasaan di mana

setelah Orde Barn pasar banyak mempengaruhi

perkembangan media massa di Indonesia.

II. KERANGKA FEMINIS

SOSIOLOGI

20

Page 3: Feminitas Perempuan Indonesia Dalam Sinetron

5/16/2018 Feminitas Perempuan Indonesia Dalam Sinetron - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/feminitas-perempuan-indonesia-dalam-sinetron 3/10

Femipinitas Pei-enpuall Indonesia dalam Sinetron (Widjajanti M Santoso)

oleh kedua pendekatan ini membawa kesadaran

dan juga pemikiran terhadap apa yang dihadapi

oleh masyarakat Dunia Ketiga, khususnya

Indonesia. Masyarakat dapat dianggap berada

pada posisi kaget, bingung dalam menghadapi

representasi-representasi media. Dengan cara

seperti ini maka gap antara masyarakat dengandinamika media menjadi eiemen penting untuk

dikaji.

III. .FEMINITAS PEREMPUAN

DALAM SINETRON

Hasil penelitian terdiri dari dua bagian,

yang pertama adalah paparan yang diperoleh

dari ad egan sinetron. Hasil yang kedua

diperoleh melalui mekanisme media yangberhubungan dengan sinetron yang diperoleh

melaJui surat pembaca atau tulisan lain yang

berkaitan. Berdasarkan kerangka dualistis

Smith, bagian pertama akan menjelaskan apa

yang terjadi pada kehidupan keseharian,

sedangkan temuan kedua akan memberi

gambaran struktur nilai dan institusi termasuk

juga ideologi yang mendukung nilai patriarki

yang ada.

3.1 STIGMATISASI MASALAH PEREMPUAN

Temuan penelitian ini diperoleh melalui

kajian teks dengan menggunakan adegan dari

3 episode sinetron "Inikah Rasanya", Tiga

episode tersebut dipilih secara acak sehingga

ceritanya tidak berkaitan secara langsung.

Dasar pilihan tersebut adalah untuk '

memperlihatkan penekanan adegannya sebagai

dasar kajian. Pilihan ini merupakan kasus dari

sinetron tersebut untuk digali isi representasi

adegan yang berlangsung. Sinetron sebagai teks

akan memperlihatkan. Adegan dari sinetron

dipergunakan untuk memperlihatkan visualisasidari cerita dan representasi femininitas

perempuan yang ada. Paparan ini mengisi

konsep works dari kerangka yang diajukan oleh

Smith. Sinetron berada di tingkat kehidupan

keseharian karena keberadaannya mengisi

kebutuhan dan sinetron diciptakan bagi

kebutuhan masyarakat. Temuan terdiri dari 16

tern a dapat dipilah berdasarkan kerangka

Dorothy Smith

Sebanyak 16tema tersebut dikategorikanberdasarkan posisinya di dalam kerangka Smith,

seperti di dalam tabel di atas. Kemudian dari

16 tema seperti ini ditarik beberapa hal penting

seperti perempuan tidak hanya digambarkan

sebagai korban kekerasan, akan tetapi juga

sebagai pelaku kekerasan. Adegan

menunjukkan perempuan dew as a yang

direpresentasikan sebagaijanda yang menyiksa

perempuan yang masih remaja yang

sebenamya adalah keponakannya sendiri yangsudah yatim piatu. Kekerasan demi kekerasan

ditujukan pada tokoh protagonis oleh

perempuan-perempuan dewasa dan masih

remaj a. Gambaran ini memperlihatkan

stigmatisasi negatif dari stereotipe perempuan

tanpa lelaki sebagai perempuan yang tidak

lengkap. Sebaliknya tokoh yang mengalami

Id eo lo gy - m e ta ph ora institutions W orks· everyday life- kuasa - ruang (sekolah, rumah, - silence

- stereotipe, p en jara , ru mah s ak it, c afe ) - kesehatan

- stigma, - ruang pub lik - pertemanan

- identitas - privat - p ee r g ro up

- keluarga - sol id ar ita s pe re mpu an

- kelas sosial, uang - tubuh- seksualitas- komunikasi

- penc em aran nam a b aik

- kekerasan

- perkosaan

- p ele c eh an s ek su al

- religiositas

- romantisme

21

Page 4: Feminitas Perempuan Indonesia Dalam Sinetron

5/16/2018 Feminitas Perempuan Indonesia Dalam Sinetron - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/feminitas-perempuan-indonesia-dalam-sinetron 4/10

kekerasan tidak>merriiliki:J(~l'Wl.mPUan'untuk

menghindari diridarisiksaanyangdialaminya.Kehidupan yang'direpreseT\Hisikan

memperlihatkan bahwa komunikasi 'bukarilah

alat untuk berdialog melainkanrrienjadi

problematika di dalam pergaul an. Beberapa

adegan menunjukkan upaya untuk tidak terbukaatau salah paham dan sebagainya. Hubungan

sosial remaja direpresentasikan sebagai sesuatu

yang rnisterius dan penuh ketidaktahuan karena

lemahnya komunikasi. Tindakan kekerasan

yang ditampilkan adalah kecenderungan

naturalisasi dari tindakan kriminal. Kekerasan

simbolik seperti menghina dan menjelekkan

merupakan gambaran yang biasa. Naturalisasi

tindakan kriminal menunjukkan tindakan

mencekik, menenggelamkan, menyiksa dengansetrika dan sebagainya, sebagai representasi

kekerasan yang sudah melewati batas nonna!.

Kemudian kekerasan menjadi unsurdramatisasi

dan pengikat antaradegan. Kekerasan tidak

hanya menggambarkan adegan tetapi menjadi

unsur dramatisasi antaradegan. Jika dilihat

secara sekilas maka ad egan demi adegan

diwarnai oleh tindak kekerasan yang berbeda-

beda. Hal ini merupakan unsur yang berbeda

dari gambaran opera sabun umumnya yangmengandalkan romantisme bukan kekerasan.

Opera sabun pada umumnya disebut sebagai

representasi yang menggarap unsur perempuan

seperti romantis, penuh dialog, dan

membicarakan masalah sehari-hari.

Tokoh yang ditampilkanjuga berbeda dari

tokoh Orde Baru di mana ada bapak bijak, ibu

sejati berhadapan dengan ibu yang berlaku

curang. Pada sinetron ini tokoh bapak bijak

memudar, sedangkan tokoh perempuan pelakukekerasan mendominasi adegan, bersamaan

dengan korbannya yang perempuanjuga, masih

kecil dan memiliki hubungan kekeluargaan

dengan sang pelaku kekerasan. Secara umum

representasi seperti ini merupakan femininitas

dalam perspektif lelaki sehingga hubungan

sosial perempuan menjadi problematik

karenanya. Cara pandang lelaki diperlihatkan

melalui penokohan yang bersifat tunggaI tidak

bervariasi. Hubungan tokoh memperlihatkan

hubungan biner, di mana perempuan

diperlihatkan sebagai objek seks yang membuat

lelaki mudah kehilangan kontrol dirinya. Cara

pandang seperti ini menjadi pertanyaan penting

yang berhubungan dengan opera sabun, yaitu

22

mengapa cara pandang kita cenderung

menyukai visualisasi perempuan yang penuh

dengan kekerasan. Ratu rumah tangga rupanya

memiliki kekuasaan yang "mutlak" yang

menghasilkan kegetiran pada orang-orang yang

tidak.dianggap sebagai anggota keluarga.

Keluarga di dalam sinetron adalahkeluarga yang bermasalah yang diperlihatkan

dengan ketiadaan sosok lelaki, atau kalaupun

ada, tokoh lelaki tersebut selalu berada di luar

ruang keluarga sehingga representasi keluarga

bermasalah selalu dikaitkan dengan perempuan

yang bermasalah (karen a tidak ada laki-laki)

seperti janda. Janda dalam hal ini merupakan

stigmatisasi stereotipe yang hidup di dalam

cerita seperti ini. Hal ini memperlihatkan

stereotipe negatif tentang perempuan yanghidup di Indonesia. Selain itu,hubungan sosial

yang digambarkan di dalam sinetron cenderung

memperlihatkan konflik antar-kelas sosiaI, di

mana kelas yang lebih tinggi tidak memiliki

empati, suka menghina dan merendahkan kelas

di bawahnya.

Tokoh protagon is yang terus-menerus

mengalami kekerasan merupakan gambaran

individu yang tidak berdaya. Remaja sebagai

konteks penokohan merupakan sosok yangrentan karena mengalami dua beban

subordinatif; sebagai perempuan dan masih

remaja, sehingga tokoh ini tidak dapat berbuat

lain kecuali diam dan bertahan. Namun di

samping itu, ada juga tokoh remaja yang dapat

memaksa orang dewasa yang menjadi pekerja

pada orang tuanya, untuk menyuruhnya

mengikuti kemauannya. Posisi kekuasaan yang

dimiliki tokoh seperti ini memperlihatkan posisi

kelas sosial di mana tingkat ekonorni orang tuadengan sendirinya diambil alih anak untuk

kepentingannya sendiri. Kemudian pergaulan

remaja diangkat dalam pergaulan umur yang

lebih tua yang rnenunjukkan ruang seksual

mereka juga menjadi lebih terbuka.

Representasinya adalah remaja yang

menggunakan kafe, punya aktivitas clubbing.

Aktivitas seperti ini tidak bisa dipisahkan dari

perkembangan sosial yang teIjadidi1tidonesia.

Representasi ini perlu disikapi den~~Il bijak,

Remaja perlu memahami bahwa keIJ~tal:laannya

di ruang seperti ini mengeksp6se:fl1~re~apada

hubungan kekuasaan ya.li~n:arnpu

mempengaruhi mereka. Barang;kaIi,.$elain

temuan bahwa perempuan$¢l:>.~g<l,~~p~laku

Page 5: Feminitas Perempuan Indonesia Dalam Sinetron

5/16/2018 Feminitas Perempuan Indonesia Dalam Sinetron - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/feminitas-perempuan-indonesia-dalam-sinetron 5/10

Femininitas Perempuan Indonesia dalam Sinetron {Widjajanti M. Santoso)

kekerasan menjadi ikon yang dominan,

kecenderungan voyoristik yang tampil bukanlah

mengenai romantisme ataupun sensualitas akan

tetapi kekerasan itu sendiri. Representasi ini

menjadi agenda penting dari masalah sosial

yang menjadi ikon yang hidup di dalam alam

bawah sadar, Kekerasan menjadi penting untukdisikapi karena menjadi bagian dari cara

pandang di mana kekerasan tersebut bisa I

bertahan dan bahkan menjadi semakin menjadi-

jadi,

3.2 TEKS DANMEKANISME MEDIA

Konteks institusi dan ideologi

memperlihatkan bahwa pemirsa berada pada

posisi yang lemah, meskipun mereka adalahpemirsa fanatik yang memiliki pendapat dan

keterikatan terhadap sinetron, Melalui surat

pembaca dapat dilihat bahwa pemirsa selain

mernuj a sinetron namun juga memahami

kelemahannya. Pemirsa menyadari bahwa

sinetron memperlihatkan tubuh para pemain

menjadi ajang asesoris dan juga perbedaan

seperti kaya-miskin, normal-tidak normal. Selain

itu, pemirsajuga tidak menyukai pola menakut-

nakuti yang dipergunakan untuk menekankanunsur moral atau nilai yang baik dan buruk.

Seperti juga kekerasan, representasi ini menjadi

representasi yang menonjol dan menjadi bagian

yang tidak terpisahkan dari program televisi.

Pemirsa juga sadar bahwa rating

merupakan elemen yang sangat berpengaruh

di dalam industri pertelevisian. Rating

cenderung membuat isi sinetron menjadi tidak

memiliki inti cerita karena rating menjadi alat

legitimasi bahwa kekerasan dan program yang

penuh aktivitas takut-menakuti menjadi elemen

yang disukai oleh masyarakat. Rating

membuat media "takut" berkreasi karena ada

sejumlah uang yang diletakkan pada risiko

kegagalan yang tinggi. Selain itu, pemirsa sadar

bahwa sinetron tidak sensitif terhadap usia anak.

Usia anak dalam hal ini remaja cenderung dilihat

sebagai bagian dari target pasar sehingga cerita

tidak seIaIu sesuai dengan kelompok umur yang

ada, seperti cerita dengan pelaku putih biru

(auak SMP), putih abu-abu (SMU) diletakkan

pada jam malam, karena adegan mengandung

nilai asosial yang tidak baik bagi anak, padahaI

pemainnya adalah remaja. Selain itu, dengan

cara seperti ini maka sinetron seperti ini dapat

dengan mudah dimasukkan pada jam tayang

sore hari. Representasi sinetron membuatnya

menjadi luwes untuk ditayangkan pada jam

tayang mana pun.

Di dalam masyarakat ada perkembangan

yang resistan terhadap sinetron dan televisi

secara umum. Seperti yang diperlihatkan oleh

kritik terhadap sinetron yang dikemukakan oleh

jaringan LSM pemerhati media dan anak,

dengan protes mereka terhadap sinetron

"Bunglon". Kritik ini berhasil menghentikan

sinetron tersebut, yang secara kebetulan

memiliki rating yang kurang baik. Selain itu,

unsur lain dari masyarakat yang berkembang

adalah dari kalangan yang mengangkat nilai

agama sebagai nilai tandingan terhadap apa

yang disiarkan oleh televisi.Secara umum temuan-temuan di atas

memperlihatkan bahwa media memang terlihat

memiliki kuasa karena mereka memiliki

mekanisme rating yang dianggap sebagai

representasi dari kecenderungan minat

masyarakat. Rating menjadi patokan dan

legitimasi di dalam bisnis media dan juga

menentukan kecenderungan yang semakin

dikembangkan oleh media. Melalui mekanisme

seperti ini maka visualisasi perempuan sebagaipelaku kekerasan menjadi bertahan sebagai

ikon yang dominan. Secara umum sinetron

berbeda dari pola opera sabun karena

cenderung tidak mencerrninkan romantisme

dalam hubungan sosial, melainkan

memperlihatkan penekanan terhadap kekerasan

sebagai inti cerita.

Pemirsa seperti tidak berdaya dan

memiliki nostalgia yang mengacu pada situasi

di mana pemerintah mengatur media denganketat. Pemirsa merasa tidak senang karena

misalnya sekolah direpresentasikan menjadi

tempat bergaya dan tidak mencenninkan fungsi

pendidikan. Namun sesungguhnya di dalam

aktivitas melek media, sekolah merupakan

institusi yang strategis untuk memperluas

pemahaman tentang apa yang dimaksud

dengan melek media. Artinya dengan

representasi sekolah yang tidak sesuai dengan

fungsinya, maka aktivitas melek media dapatmenggunakan argumentasi bahwa sekolah

perIu mendapatkan representasi yang lebih

baik,

23

Page 6: Feminitas Perempuan Indonesia Dalam Sinetron

5/16/2018 Feminitas Perempuan Indonesia Dalam Sinetron - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/feminitas-perempuan-indonesia-dalam-sinetron 6/10

Komunika Vol. 10, No.1, 2007: 19-28

Seperti telah dijelaskan sebelumnya

bahwa terdapat perubahan kebiasaan

kekuasaan dari Orde Baru ke pasca-Orde Baru

di dalam mengatur media, di mana pada pasca-

Orde Baru atau masa Era Kebebasan Pers,

pasar menjadi semakin mernper lihatkan

kekuasaannya. Pemerintah tidak lagi dapatbertindak sebagai lembaga yang mensensor

penyiaran dan isi siaran yang ada, meskipun

ada beberapa keinginan pemirsa yang

rnenghendaki peran pemerintah di dalam

masalah ini, Nilai yang dipertahankan dan

menjadi perhatian media adalah nilai agama,

yang tampak pada bulan Ramadhan.

Kartun ini memperlihatkan bahwa bulan

Ramadhan menjadi bulan saattelevisi mengacu

pada performativitas religius, di mana pernirsamaupun tontonannya memiliki kesamaan

berpikir,

Representasi perempuan yang bermasalah

tampaknya menjadi elemen cerita yang secara

terus-menerus digali dan dikembangkan dengan

bumbu kekerasan. Representasi seperti ini

merupakan garnbaranyangtidak menguntungkan

perempuan karena visualisasi ini menjadi

berpotensi menjadi semakin absurd dan banal.

Sinetron adalah opera sabun yang justru

memiliki potensi untuk membahas stigma atau

stereotipe yang tidak menguntungkan

perempuan. Namun ada juga unsur lain yang

berkembang seperti kelompok masyarakat yang

berusaha mengembangkan nilai lain, yaitu

dengan melek media mengembangkan

kesadaran masyarakat akan pengaruh media.

Secara umum dapat dikatakan bahwa media

dan masyarakat memiliki posisi standpoint yang

sangat bertentangan. Meskipun dalam urusan

bisnis media, sebenarnya resistansi dari

masyarakat yang mengembangkan kesadaran

terhadap pengaruh media merupakan unsur

yang potensial untuk dikembangkan. Selain itu,

potensi ini berada di ruang antara kutub-kutub

yang bertentangan sehingga bisa mengembangkan

keanekaragaman dad pendapat di dalam

masyarakat. Keanekaragaman seperti ini

diharapkan menghasilkan unsur-unsur yang

lebih kondusifuntuk bisa saling berkornunikasi.

IV. PERSPEKT IF PEREMPUAN

Perspektif perempuan mensikapi hal ini

dengan pemahamannya yang muncul terkaitstrategi textual politics dengan menghasilkan

teks-teks alternatif, antara lain seperti yang

dicontohkan dari karya Toety Heraty tentang

Calon Arang. Adapun implikasi lainnya adalah

menggunakan kajian ini dan mencoba

rnenerapkan pada Pedoman Penyiaran. Upaya

ini dilakukan sebagai upaya menggarap

sumbangan akademis terhadap masalah-

masalah yang ada di dalam masyarakat.

Seperti telah dinyatakan pada pertanyaan

penelitian maupun pada tujuan penelitian

tentang penekanan pada perspektif perempuan,

maka bab tentang femininitas secara khusus

membahas masalah ini. Perspektif perempuan

selain melakukan kajianjuga mengembangkan

kesadaran perempuan sebagai bagian yang

tidak dapat dilepaskan dari kajian yang

berkaitan dengan perernpuan. Bagaimana

Catatan: Diambil dari Republika 26 Oktober 2003

24

Page 7: Feminitas Perempuan Indonesia Dalam Sinetron

5/16/2018 Feminitas Perempuan Indonesia Dalam Sinetron - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/feminitas-perempuan-indonesia-dalam-sinetron 7/10

Femininitas Perempuan indonesia dalam Sinetron (Widjajanti M Santoso)

perspektif perempuan memposisikan diri

terhadap isi cerita yang tidak menguntungkan

perempuan maupun struktur sosial yang

mendukung visualisasi stigmatisasi perempuan?

Kartun di bawah ini memperlihatkan bahwa

visualisasi perempuan seperti ibu gila tapijahat,

idiot cerewet merupakan gambaran femininitas

perempuan yang mengandung stigma buruk, Si

Timun, tokoh ini menganggap representasi

tersebut sebagai mimpi buruk semata, namun

perspektif ini memperlihatkan bahwa

representasi tersebut harus disikapi oleh

perempuan.

Pembahasan ini merupakan bagian dari

diskusi teoritis yang membahas kepentingan

perempuan untuk menulis, sebagai bagian dan

textual politics. Menulis sendiri merupakan

bagian dari perkembangan metode penelitian

kualitatif. Feminis mengemasnya menjadi

metode yang ampuh meskipun perempuan

harus mengalami proses transformasi untuk

membuatnya berani mengemukakan

pendapatnya sendiri , Perempuan tidak

menyadari pentingnya menulis karena

mekanisme nilai yang menyelubunginya

menghendaki dirinya untuk diarn dan tidak

bersuara.Sebagai i1ustrasi temuan penelitian

memperlihatkan bahwa femininitas perempuan

menjadi problematik karena eara pandang

maskulin yang misoginis. Kemudian struktur

media memperlihatkan posisi pemirsa yang

lemah dibandingkan dengan posisi media yang

mengaturpemirsa. Dengan demikian, situasi ini

memperlihatkan konteks silence di mana

kepentingan perempuan untuk mendapatkan

representasi yang lebih ramah sangat sulit

diwujudkan. Bagaimana perspektifperempuan

mensikapi hal ini? Pertanyaan ini merupakan

pertanyaan umum yang menunjukkan menjadi

strategi feminis di dalam kajian akademis yang

tidak memisahkan diri dengan strategi

pemberdayaan atau membuka kesadaran

perempuan akan situasi yang silence seperti

yang diperlihatkan oleh disertasi ini. Strategi

textual politics mengangkat aktivitas menulis

menjadi salah satu mekanisme yang bisa

dikerjakan oleh perempuan.

Mekanisme menulis merupakan unsur

strategis dari kajian perempuan karena dengan

eara seperti ini, mala ruang publikjuga memiliki

teks dengan pandangan perempuan. Ruang

publik merupakan ranah negosiasi yang dapat

dipergunakan oleh perspektif perempuan untuk

menghasilkan teks yang berbeda dati apa yang

umumnya terdapat di dalam masyarakat.

Melalui eara seperti ini maka mitos perempuan

yang eenderung negatifdivisualisasikan dalam

bentuk stigma akan mendapatkan altematif

pemaknaan yang barn. Dengan eara seperti ini,

masyarakat diharapkan mampu mengembangkan

pemahaman yang lebih setara dan adil

mengenai perempuan. Melalui cara seperti ini,perspektifperempuan memperlihatkan bahwa

dirinya tidak hanya berbicara mengenai

kepentingan dirinya sendiri melainkan juga

untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas.

Media menghasilkan representasi seperti

yangdiperkirakanolehperspektif postrnktural isme

dan posmodernisme. Media menghasilkan

gambaran yang dikemasnya sendiri melalui

kreativitas yang ada, di mana gambaran

Catatan: Diambil dari Kompas 29 Agustus 2004

25

Page 8: Feminitas Perempuan Indonesia Dalam Sinetron

5/16/2018 Feminitas Perempuan Indonesia Dalam Sinetron - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/feminitas-perempuan-indonesia-dalam-sinetron 8/10

Kornunika Vol. 10, No. 1,2007: 19-28

tersebut merupakan ikon-ikon representasi,

Representasi yang dihasilkan membuat

masyarakat gundah, bingung karena

representasi tersebut teras a lebih-lebih

mengerikan dan menakutkan. Representasi

mempengaruhi masyarakat terutama pada

masyarakat yang mernil iki kecenderungan

budaya oral, sebuah representasi hidup sebagai

bagian dari knowledge masyarakatnya. Pada

budaya oral, masyarakat menikmati

representasi-representasi menjadi bagian dari

kehidupannya, di mana di lain pihak masyarakat

tidak terbiasa melakukan penelaahan ulang atau

mencek representasi tersebut melalui cara lain.

Pembahasan khusus ten tang apa yang

dipahami oleh perspektif feminis tentang

temuan seperti ini, menjadi bagian yang tidakterlepaskan dari keteguhan perspektifini untuk

membangun kesadaran. Perspektifperempuan

sampai pada pembahasan tentang perempuan

menulis, seperti telah disebutkan merupakan

langkah strategis yang dikemas oleh feminis.

Melalui perempuan menulis ini maka perspektif

perempuan berdialog secara mengesankan

dengan sosiologi. Melalui mekanisme seperti

ini, feminis yang bertumpu pada kajian budaya

bertemu dengan sosiologi yang menggali kajiansosial. Dalam hal ini ada konteks sejarah yang

panj ang dari kedua kubu tersebut yang terpaksa

tidak dijelaskan dengan panjang lebar di dalam

disertasi ini, sebagai bagian dari keterbatasan

kajian ini sendiri. Melalui, perempuan menulis,

feminis mengembangkan textual politics, yang

berarti feminis sadar bahwa dia harus

menghasilkan teks alternatif. Teks alternatif

menyumbang pada peningkatan pengetahuan

dan kesadaran khalayak tentang adanya cara

alternatif melihat fenomena di dunia ini.

Tantangan textual politics adalah mampukah

pernikiran tentangperempuan menulis menjadi

energi yang mendorong berkembangnya

budaya tulis di dalam masyarakat, sebagai yang

diperlihatkan melalui cerita Calon Arang karya

Toety Heraty.

Penemuan ferninis tentang signifikansi

perempuan menulis, memperlihatkan bahwa

ranah sosial menjadi penting sebagai bagian dari

strategi negosiasi feminis itu sendiri. Selain itu,

menulis itu sendiri merupakan perkembanganbagian dari perkembangan metode penelitian

kualitatif. Diskusi seperti itu merupakan bagian

dari membahas pentingnya femininitas di dalam

masyarakat sebagai sebuah paparan teoritis.

Diskusi praktis membahas masalah peraturan

seperti P3SPS yang menjadi bagian dari UU

Pers di Indonesia dalam kaitannya dengan

kajian yang telah dilakukan. Harus diakui

bahwa tidak mudah memasukkan unsur

perspektifuntuk melihat refleksinya terhadapaturan yang telah disebut di atas. P3SPS

sebagai aturan main yang mengatur tentang

penyiaran telah menterakan apa yang tidak

boleh disiarkan di mana aturan tersebut telah

memaparkan butir-butir atau isi sinetron sendiri.

26

Page 9: Feminitas Perempuan Indonesia Dalam Sinetron

5/16/2018 Feminitas Perempuan Indonesia Dalam Sinetron - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/feminitas-perempuan-indonesia-dalam-sinetron 9/10

Femipinitas Perellpuan Indonesia dalam Sinetron (Widjajanti M. Santoso)

Posisi Pedoman Penyiaran ini sendiri tidakjelas

sesuai dengan ketidakjelasan dari posisi KPI

sebagai badan independen. ~eskipun

mengembangkan Pedoman Penyiaran namun

di dalam praktiknya KPI belum memperlihatkan

apa yang bisa dilakukan berhubungan dengan

konteks seperti ini, karena ada konteks tarik-menarik antara KPI dan Kominfo yang tidak

memberikan kekuatan pada KPI untuk

memberikan sanksi.

Pembahasan praktis ini menghasilkan

pemikiran tentang bagaimana mensikapi

aturan. Seperangkat aturan yang tertera pada

Pedoman Penyiaran apakah bisa dipergunakan

sebagai layaknya sebuah UU yang mengikat

peny iaran , ataukah menjadi semacam

parameter di mana lembaga penyiaranmemasukkannya sebagai sesuatu yang perlu

untuk dipertimbangkan di dalam pembuatan

program mereka. Ataukah masalah seperti ini

memperlihatkan bahwa sesama media tidak

pernah mernbahas masalah etik di mana

masyarakat di ruang publik dapat menilai bahwa

media memiliki itikad baik terhadap kehidupan

masyarakat.

Kartun Sukribo ini memperlihatkan

bagaimana televisi menyumbang padahubungan sosial yang ada di masyarakat seperti

topik-topik yang dibicarakan yang menyangkut

acara atau berita yang ditampilkan oIeh televisi.

Selain itu bahasa yang dipergunakan anak-anak

juga ban yak yang meniru televisi sehingga

terdapat kebiasaan berbahasa yang buruk.

V . PENUTUP

Sebagaipenutup,kajiandi atas memperlihatkankebutuhan untuk mengembangkan pembuatan

produk budaya yang Iebih kosmopolitan yang

tidak menyudutkan perempuan for the sake

of the story. Kajian dengan perspektiffeminis

sosiologis merupakan sebuah kebutuhan untuk

memperlihatkan altematif atau variasi pemikiran

yang berkembang di dalam masyarakat.

Pembahasan ini merupakan pekerjaan yang

tidak mudah karena selain berhubungan dengan

upaya untuk memperbaiki kinerja dan

pembuatan cerita yang lebih baik.juga berkaitan

dengan pernbelajaran sesuatu yang berbeda.

Tantangan seperti ini juga diemban oleh feminis

sosiologi yang berusaha melihat tidak hanya di

dalarn formulasi konseptual akan tetapi juga

mengkajinya di dalam kancah sosial, selainjuga

membahas masalah etik di dalam kehidupan

rnasyarakat. Pembahasan tentang hal ini bukan

hal yang mudah karena etik tidak hanya

berhubungan dengan masalah teknis tetapijuga

membicarakan kenyataan sosial dalam bentuk

idealnya. Terutama di dalampembuatan ceritaatau sinetron, pembahasan hal ini tidak hanya

menyentuh pembuatan desain cerita, tetapi juga

masalah teknis seperti cara memvisualisasikan

cerita yang lebih san tun.

Selain itu, kajian ini rnemperlihatkan

kebutuhan mengkaji media mengingat

keberadaan media yang semakin meningkat

sehingga akan mempengaruhi masyarakat dan

juga sebaliknya. Dengan meningkatnya media

dengan sendirinya representasi perempuanakan semakin banyak karena pekerjaan

perempuan ban yak berkembang di media

seperti model, pembawa berita, dan

sebagainya. Hal ini memberikan lebih ban yak

kesempatan pada perempuan berada di ruang

publik, namun dari sisi lain kesempatan ini

merupakan akses untuk merepresentasikan

perempuan dalam nilai-nilai yang bisa

diperdebatkan, karen a tidak selalu

menguntungkan perempuan.Saran lainnya adalah memperbanyak

kajian yang berkaitan dengan te1evisi khususnya

dan media pada umurnnya, tentunya yang

berkaitan dengan representasi perempuan.

Media akan semakin berkembang dan tidak

dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan

dunia secara umum. Kondisi seperti ini perlu

dipantau karena regulasi di Indonesia tidak

berjalan atau tidak responsif terhadap

perkembangan yang ada. Dalam hal ini mediadilihat sebagai bagian dari civil society, sebagai

wacana tandingan terhadap pendapat bahwa

media mementingkan keuntungan dan bisnis

saja. Saran Iainnya adalah mengembangkan

metode penelitian dan perspektif kritis yang

mempu memperlihatkan altematifpandangan,

dengan tujuan memberikan pemahaman

mengenai kompleksitas masalah yang ada.

Selain itu, perempuanjuga menghimpun

dana untuk membiayai produksi miniseri atautayangan yang ramah perempuan. Dana juga

diperlukan untuk membelijam tayang, supaya

hasil produksi dapat ditayangkan. Hubungan

kerja sama di antara beberapa institusi perlu

lebih dikembangkan antara lain dengan meng-

27

Page 10: Feminitas Perempuan Indonesia Dalam Sinetron

5/16/2018 Feminitas Perempuan Indonesia Dalam Sinetron - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/feminitas-perempuan-indonesia-dalam-sinetron 10/1

Komunika Vol. 10, No.1, 2007: 19-28

galang kerja sarna dengan Kernentrian

Pernberdayaan Perempuan (KPP). Kerja

sarna seperti itu rnenggunakan perayaan hari-

hari istirnewa yang berkaitan dengan

perempuan, yang dapat menekan media secara

langsung atau tidak, untuk menayangkan cerita

yang ramah perempuan. Namun sebelurn cita-

cita ini terwujud, perempuan Indonesia perlu

bekerja keras menghasilkan banyak karya yang

bermutu karena ketika karya perempuan

masuk ke ruang publik maka karya tersebut

akan berjuang, bemegosiasi dengan nilai-nilai

patriarki yang ada.

28

DAFTAR PUSTAKA

Toe ty , He rat y. 2000. Calo n A ra ng K isa h P eremp ua n

Karban Patriarki. Ja ka rta : Y ay asan Obor

Indonesia.

Dorothy, Smith. 1989. "Soc io log ic al Theory, Me thod

o f Wr it in g P at ria rc hy ". Da lam Ru th A . Wa lla ce ,Feminism andSociological Theory.Newbury

Pa rk , Sage Publ ic at ion .

. 1990. Texts, Facts and Femininity.

-Exploring the Relation of Ruling. London:

Routledge.

. 1 9 90 . The Conceptual Practice ofPower,A

--Feminist Sociology of Knowledg. Boston:

N orth ea ste rn U n iv ersity P re ss .

. 1 991 . TheEveryday WorldasProblematic.

--A Feminist Sociology. To ron to : Un iv er si tyo f T oro nto P re ss.