fatwa tarjih
DESCRIPTION
IslamTRANSCRIPT
SUJUD SYUKUR DAN SUJUD TILAWAH
A. Sujud Syukur
Sujud syukur ialah sujud yang dilakukan
oleh seseorang ketika ia diberitahu atau
memperoleh sesuatu yang menggemberikan
hatinya, atau ia merasa telah memperoleh nikmat
yang besar dari Allah SWT. Sujud syukur dilakukan
sebagai reaksi spontan dari seseorang atas nikmat
yang diberikan Allah kepadanya, lalu ia bersujud
kepada Allah sebagai tanda bahwa ia tunduk dan
patuh kepada-Nya dan mensyukuri atas nikmat
serta kegembiraan yang telah dianugerahkan-Nya.
Dasar hukum sujud syukur ialah beberapa hadits
berikut ini:
"ذ ا إ ك ان ل)م و س -ه" ع ل ي الله0 ص ل)ى "ي) )ب الن أ ن) -ه0 ع ن الله0 ض"ي ر ة -ر ب ك "ي بأ ع ن-
.] [ . النسائى إال الخمسة رواه اج"دGا لله" س خ ر) ه0 Kر ي س0 م-ر أ ج اء ه0
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Bakrah ra.,
bahwasanya Nabi saw apabila datang sesuatu yang
menggemberikan kepadanya ia tunduk dalam
keadaan bersujud kepada Allah.” [HR. lima Imam
Hadits kecuali an-Nasaa’i]
)م ل و س -ه" ع ل ي الله0 ص ل)ى "ي) )ب الن أ ن) -ه0 ع ن الله0 ض"ي ر Zع از"ب -ن" ب اء" -لب ر) ا ع ن-
- - ال م"ه"م- "س- "إ ب "ي ع ل ف ك ت ب ق ال -ث0 -ح د"ي ال ف ذ ك ر -ي م ن" ال "ل ى إ iا "ي ع ل ب ع ث
. "ك ذ ل ع ل ى ت ع ال ى ا لله" Gر- ك ش0 اج"دGا س خ ر) -ك"ت اب ال الله" و-ل0 س0 ر أ ق ر ف ل م)ا
.] البخاري] في وأصله البيهقي رواه
Artinya: “Diriwayatkan dari Al-Baraa’ bin ‘Azib ra.,
bahwasanya Nabi saw telah mengutus Ali ke
Yaman, - maka tersebut dalam hadits, - ia berkata:
Maka Ali menulis surat (kepada Nabi saw) yang
memberitakan tentang masuk Islamnya penduduk
Yaman. Maka tatkala Rasulullah saw membaca
surat itu, beliau tersungkur dalam keadaan sujud
sebagai tanda syukur kepada Allah atas peristiwa
itu.” [HR. al-Baihaqi dan asalnya dari al-Bukhari].
الله" و-ل0 س0 ر ج د س ق ال -ه0 ع ن الله0 ض"ي ر Zع و-ف -ن" ب ح-م ن" الر) -د" ع ب ع ن-
-ل -ر"ي ب ج" "ن) إ ف ق ال ه0 س - أ ر ف ع ر 0م) ث ج0و-د Kالس ف أ ط ال ل)م و س -ه" ع ل ي الله0 ص ل)ى
.] [ . الحاكم وصححه أحمد رواه ا Gر- ك ش0 لله" ج د-ت0 ف س "ي ن ر ف ب ش) "ي أ ت ان
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdurrahman bin ‘Auf
ra., ia berkata: Rasulullah saw pernah sujud dan
lama sujudnya, kemudian beliau mengangkat
kepalanya, lalu bersabda: Sesungguhnya Malaikat
Jibril telah datang kepadaku (membawa kabar), dan
kabar itu menggemberikan hatiku, karena itu aku
sujud sebagai tanda syukur kepada Allah.” [HR.
Ahmad dan dinyatakan shahih oleh al-Hakim]
Tidak ditemukan tuntunan tentang sujud
syukur itu, kecuali sebagaimana diterangkan
hadits-hadits di atas. Karena itu para ulama
berbeda pendapat tentang kaifiyat sujud syukur
tersebut. Sebagian ulama mengqiyaskannya
kepada shalat biasa, dengan arti sebelum sujud
syukur itu berwudlu lebih dahulu, kemudian takbir
dengan menghadap ke kiblat, kemudian sujud dan
berdoa dan diakhiri dengan salam (Subulus-Salam,
Jilid 1 hal. 211). Sedang pendapat yang lain
menyatakan bahwa sujud syukur itu dilakukan
tanpa wudlu, tidak perlu menghadap ke kiblat, di
sembarang tempat, dilakukan sekali saja, tanpa
takbir dan salam, serta dilakukan di luar shalat.
Pendapat yang terakhir ini berdasarkan
pemahaman terhadap arti zhahir dari hadits-hadits
di atas. Pada waktu sujud dibaca doa dan tasbih,
berdasarkan hadits:
)م ل و س -ه" ع ل ي الله0 ص ل)ى الله" و-ل س0 ر أ ن) -ه0 ع ن الله0 ض"ي ر ة -ر ي ه0ر "ي بأ ع ن-
[ . رواه الدKع اء و-ا "ر0 -ث كف أ اج"دGا س و ه0و �ه" ب ر م"ن- -د0 -ع ب ال 0و-ن "ك م ال ب0 أ ق-ر ق ال
مسلم[.
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra.,
bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Paling
dekatnya seorang hamba kepada Tuhannya ialah
pada waktu ia sedang sujud, oleh karena itu
perbanyaklah doa.” [HR. Muslim]
Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran
Islam mengikuti pendapat yang kedua, dengan arti
bahwa sujud syukur itu dilakukan tanpa wudlu,
tidak dalam shalat,tanpa takbir dan salam serta
langsung bersujud ketika mendengar atau
memperoleh sesuatu yang menggembirakan,
dengan mengucapkan tasbih, tahmid, dan doa.
B. Sujud Tilawah
Sujud tilawah ialah sujud yang dilakukan
oleh seorang muslim pada waktu membaca atau
mendengar bacaan ayat-ayat sajdah yang
dilakukan baik dalam keadaan sedang
melaksanakan shalat maupun di luar shalat,
berdasarkan beberapa hadits berikut:
-ه" ع ل ي الله0 ص ل)ى Kي" )ب الن أ ن) ق ال ق ال -ه0 ع ن الله0 ض"ي ر ة -ر ي ه0ر "ي بأ ع ن-
-ل ه0 و ي ي ا ي ق0و-ل0 -ك"ي ي ب -ط ان0 ي الش) ل "ع-ت ز ا ج-د ة الس) آد م -ن0 اب أ ق ر "ذ ا إ )م ل و س
-ت0 ف ع ص ي ج0و-د" Kالس" ب ت0 0م"ر- و أ )ة0 -لج ن ا ف ل ه0 ج د ف س ج0و-د" Kالس" ب آد م -ن0 اب 0م"ر أ
.] [ . ماجه وابن ومسلم أحمد رواه )ار0 الن ف ل"ي
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., ia
berkata: Rasulullah saw bersabda: Apabila
seseorang membaca ayat sajdah lalu ia sujud,
maka menyingkirlah syaithan dengan menangis
berkata: Sungguh celaka, manusia diperintah sujud
lalu ia sujud, maka baginya surga. Sedangkan aku
diperintah sujud tetapi aku membangkang, maka
bagiku neraka.” [HR. Ahmad, Muslim, dan Ibnu
Majah]
)م ل و س -ه" ع ل ي الله0 ص ل)ى الله" و-ل0 س0 ر أ ق ر )م ا ب ر0 ق ال )ه0 ن
أ ع0م ر -ن" اب ع ن-
ي ج"د0 م ا )ى ح ت -د ه0 ع"ن د ح م-ن ا از- )ى ح ت "ن ا ب ج0د0 ف ي س- ج-د ة" "الس) ب Kف ي م0ر آن -ق0ر- ال
] [ . مسلم رواه Zص ال ة -ر" غ ي ف"ي -ه" ف"ي ج0د "ي س- ل Gا م ك ان أ ح د0ن ا
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra., ia
berkata: Pernah Nabi saw membaca al-Qur’an lalu
bertemu dengan ayat sajdah, kami bersama-sama
beliau sujud, sehingga kami berdesak-desakan di
sekitarnya, sehingga di antara kami ada yang tidak
mendapatkan tempat sujud. Hal ini bukan di dalam
shalat.” [HR. Muslim]
Hukum sujud tilawah adalah sunat, berdasarkan
hadits:
ف ق د- ج د س ف م ن- ج0و-د" Kالس" ب 0ؤ-م ر- ن ل م- )ا "ن إ )اس0 الن Kه ا يأ ق ال ع0م ر -ن" اب ع ن-
.] [ . البخاري رواه -ه" ع ل ي -م "ث إ ف ال ج0د- ي س- ل م- و م ن- ص اب أ
Artinya: “Diriwayatkan dari Umar ra., ia berkata:
Hai sekalian manusia, kita tidak diperintah untuk
bersujud, barangsiapa yang bersujud ia mendapat
pahala, dan barangsiapa yang tidak bersujud ia
tidak berdosa.” [HR. al-Bukhari]
Jika sujud tilawah dalam shalat, tergantung kepada
imam pada saat membaca ayat sajdah. Jika imam
sujud makmum pun sujud, jika imam tidak sujud
makmum pun tidak sujud, berdasarkan hadits:
)م ل و س -ه" ع ل ي الله0 ص ل)ى "ي� )ب الن -د ع"ن أ ق ر غ0ال مGا "ن) إ ق ال Z ل م س-أ -ن" ب -د" ي ز ع ن-
و-ل س0 ر ي ا ق ال ل)م و س -ه" ع ل ي الله0 ص ل)ى "ي) )ب الن -غ0ال م0 ال -ت ظ ر ف ان ج-د ة الس)
ب ل ى )م ل و س -ه" ع ل ي الله0 ص ل)ى ق ال ج0و-دGا س0 ج-د ة" الس) ه ذ"ه" ف"ي ل ي-س الله"
.] [ . شيبة أبي ابن رواه ج د-ن ا ل س ج د-ت س و ل و- -ه ا ف"ي "م ام ن ا إ -ت 0ن ك )ك و ل ك"ن
Artinya: “Diriwayatkan dari Zaid bin Aslam ra.,
sesungguhnya seorang anak membaca ayat sajdah
di samping Nabi saw, ia tunggu Nabi saw sujud, tapi
beliau tidak sujud, anak itu berkata: Ya Rasulullah,
bukankah pada (waktu membaca) ayat sajdah ini
ada sujud? Nabi saw bersabda: Benar, tetapi
engkau menjadi imam kami padanya, dan kalau
engkau sujud kami pun sujud.” [HR. Ibnu Abi
Syaibah].
Sebaiknya membaca takbir sebelum melaksanakan
sujud tilawah, berdasarkan hadits:
"ذ ا ف إ آن -ق0ر- ال -ن ا ع ل ي 0 أ ي ق-ر )م ل و س -ه" ع ل ي الله0 ص ل)ى Kي" )ب الن ك ان ع0م ر -ن" اب ع ن-
.] [ . داود أبو رواه م ع ه0 ج د-ن ا و س ج د و س )ر ك ب ج-د ة" "الس) ب م ر)
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra., ia
berkata: Pernah Nabi saw membacakan al-Qur’an
atas kami. Maka apabila sampai kepada ayat
sajdah beliau bertakbir dan sujud, dan kami pun
sujud bersama beliau.” [HR. Abu Dawud]
Jika sujud tilawah dilakukan di luar shalat, tidak
perlu berwudlu lebih dahulu dan menukar pakaian
dengan yang bersih, berdasarkan hadits:
.] [ . البخاري رواه Zو0ض0و-ء -ر" غ ي ع ل ى ج0د0 ي س- ع0م ر -ن اب أ ن)
Artinya: “Bahwasanya Ibnu Umar melakukan sujud
tilawah (di luar shalat) tidak berwudlu lebih
dahulu.” [HR. al-Bukhari]
Pada waktu melakukan sujud tilawah dibaca doa:
“Sajada wajhii lil-ladzii khalaqahu wa shawwarahu
wa syaqqa sam‘ahu wa basharahu wa bi haulihi wa
quwwatihi”, berdasarkan hadits:
ج0و-د" س0 ف"ي ي ق0و-ل0 )م ل و س -ه" ع ل ي الله0 ص ل)ى Kي" )ب الن ك ان ق ال ت- ة "ش ع ائ ع ن-
ه0 و ب ص ر م-ع ه0 س ق) و ش ه0 و ص و)ر ل ق ه0 خ )ذ"ي- "ل ل و ج-ه"ي- ج د س -ل" )ي "الل ب آن" -ق0ر- ال
.] [ . داود أبو رواه "ه" و ق0و)ت "ه" "ح و-ل و ب
Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah ra., ia berkata:
Adalah Nabi saw membaca pada sujud tilawah di
malam hari (yang artinya): Wajahku sujud kepada
Dzat yang menjadikan dan membentuknya, dan
yang memberi pendengaran dan penglihatan
dengan kekuatan dan kekuasaannya.” [HR. Abu
Dawud].
Sekalipun tidak ada dalil yang menerangkan,
namun dari hadits-hadits tersebut di atas dapat
difahami bahwa sujud tilawah itu dilakukan sekali
saja.
Ada lima belas ayat-ayat sajdah yang terdapat
dalam al-Qur’an, sebagaimana diterangkan oleh
hadits:
أ ق ر ل)م و س -ه" ع ل ي الله0 ص ل)ى الله" و-ل س0 ر أ ن) ق ال -لع اص" ا -ن" ب و ع م-ر ع ن-
و ف"ي -لم0ف ص)ل" ا ف"ي ث ال ث¡ -ه ا ف"ي آن" -ق0ر- ال ف"ي Gج د ة س ة ر ع ش- خ م-س ف"ي
.] [ . ماجه وابن داود أبو رواه ج د ت ان" س -لح ج� ا
Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Amr bin ‘Ash ra., ia
berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw
mengajarkan lima belas ayat sajdah dalam al-
Qur’an, tiga di antaranya terdapat dalam surat
mufashshal (pendek-pendek) dan dua dalam surat
al-Hajj.” [HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah].
Ayat-ayat sajdah yang lima belas itu ialah
sebagai berikut:
1. QS. al-A‘raf (7): 206
2. QS. ar-Ra‘d (13): 15
3. QS. an-Nahl (16): 49
4. QS. al-Israa’ (17): 107
5. QS. Maryam (19): 58
6. QS. al-Hajj (22): 18
7. QS. al-Hajj (22): 77
8. QS. al-Furqan (25): 60
9. QS. an-Naml (27): 25
10. QS. as-Sajdah (32): 15
11. QS. Shaad (38): 24
12. QS. Fushshilat (41): 37
13. QS. an-Najm (53): 62
14. QS. al-Insyiqaq (84): 21
15. QS. al-‘Alaq (96): 19.
PENGERTIAN SYIRIK DAN MACAM-MACAMNYA
Kata ‘syirik’ ( ك¡ ر- ,( ش" berasal dari kata
‘syarika’ ( ر"ك ,yang berarti: berserikat, bersekutu ( ش
bersama atau berkongsi. Arti lughawi (bahasa) ini
mengandung makna bersama-sama antara dua
orang atau lebih dalam satu urusan atau keadaan.
Dalam al-Qur’an, kata syirik dengan
berbagai bentuknya disebutkan 227 kali dengan
makna yang berbeda-beda sesuai dengan
konteksnya, antara lain:
a. Persekutuan dalam pemilikan harta, seperti
disebutkan dalam surat an-Nisa’ (4): 12.
Kل0ث" ... الث ف"ي ك اء0 ر ش0 ف ه0م- ذ ل"ك م"ن- -ث ر كأ 0وا ك ان "ن- ف إ
Artinya: “Jika saudara-saudara seibu itu lebih dari
seorang, maka mereka bersekutu dalam yang
sepertiga itu, …” [QS. an-Nisa (4): 12]
b. Persekutuan dalam merasakan adzab di akhirat,
seperti disebutkan dalam surat az-Zukhruf (43): 39.
0ون ت ر"ك م0ش- -ع ذ اب" ال ف"ي 0م- )ك أ ن 0م- ظ ل م-ت "ذ- إ -ي و-م ال 0م0 -ف ع ك ي ن و ل ن-
Artinya: “(Harapanmu itu) sekali-kali tidak akan
memberi manfaat kepadamu di hari itu karena
kamu telah menganiaya (dirimu sendiri).
Sesungguhnya kamu bersekutu dalam azab itu.”
[QS. az-Zukhruf (43): 39]
c. Persekutuan dalam kekuasaan atau penciptaan
antara Allah dengan berhala-berhala atau makhluk
lain ciptaan Allah, seperti disebutkan dalam surat
Yusuf (12): 106 dan Ali ‘Imran (3): 36.
. 0ون ر"ك م0ش- و ه0م- ( "ال إ "الله" ب ه0م- -ث ر0 كأ 0ؤ-م"ن0 ي و م ا
Artinya: “Dan sebahagian besar dari mereka tidak
beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan
mempersekutukan Allah (dengan sembahan-
sembahan lain).” [QS. Yusuf (12): 106]
Gا ... -ئ ي ش "ه" ب 0وا ر"ك 0ش- ت و ال الله 0د0وا و اع-ب
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun …”
[QS. an-Nisa (4): 36]
Macam ketiga inilah yang dimaksudkan
dengan ‘syirik’ ini, yaitu menyekutukan Allah
dengan selain-Nya yang diharamkan oleh Allah
SWT. Menurut ar-Raghib al-Asfahaniy, syirik terbagi
menjadi dua:
1. Asy-Syirk al-Akbar ( -ب ر0 ك-أل ا ك0 ر- ,(الش� syirik besar,
yaitu syirik dalam bidang keyakinan, yaitu meyakini
adanya Tuhan selain Allah atau menyekutukan
Allah dengan makhluk ciptaannya dalam hal
ketuhanan.
2. Asy-Syirk al-Ashgar ( ص-غ ر0 -أل ا ك0 ر- ,(الش� syirik kecil,
yaitu menyekutukan Allah dalam tujuan beribadah
atau beramal kebaikan yang tujuannya untuk
memperoleh pujian dari orang lain, padahal tujuan
beribadah dan beramal kebaikan itu seharusnya
hanya untuk mencari keridlaan Allah SWT. (al-
Mausu’ah al-Qur’aniyah: 369)
Kedua macam syirik tersebut hukumnya
haram, dan Allah SWT tidak akan mengampuninya
kecuali dengan bertaubat sebelum meninggal,
sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah SWT:
و م ن- اء0 ي ش "م ن- ل ذ ل"ك د0ون م ا و ي غ-ف"ر0 "ه" ب ك ر 0ش- ي أ ن- ي غ-ف"ر0 ال الله "ن) إ
النسآء، ] ع ظ"يمGا -مGا "ث إ ى اف-ت ر ف ق د" "الله" ب ر"ك- 0ش- [48: 4ي
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni
segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa
yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah
berbuat dosa yang besar.” [QS. an-Nisa’ (4): 48]
Adapun bentuk syirik, tidak terhitung
banyaknya; misalnya meyakini kekuasaan atau
kekuatan ilahiyah (ketuhanan) pada benda-benda
yang dianggap keramat seperti pohon beringin,
keris, akik, akar bahar, binatang, kuburan, batu,
patung dan sebagainya. Mengucapkan perkataan -ل و
(seandainya) apabila mengesampingkan takdir
(kepastian) Allah, juga termasuk bentuk syirik.
Misalnya seseorang berkata: ‘Seandainya ia tidak
naik pesawat, niscaya ia selamat’, karena
berkeyakinan bahwa penyebab tewasnya adalah
naik pesawat yang mengalami kecelakaan. Padahal
tewasnya karena sudah ditakdirkan Allah SWT.
Tidak naik pesawat pun, jika sudah ditakdirkan
Allah, pasti akan mati juga. Memberikan penjelasan
dengan disertai uraian tentang sebab akibat adalah
sah-sah saja, karena Islam juga mengakui adanya
sebab dan akibat. Namun harus disertai pula
dengan penjelasan bahwa semua itu karena takdir
Allah. Mengembalikan peristiwa kepada sebab
akibat saja, tanpa dengan meyakini takdir Allah
adalah adat kebiasaan orang-orang munafik. Allah
menegaskan dalam firman-Nya:
عمران... ... ] ) آل ه اه0ن ا -ن ا "ل ق0ت م ا ي-ء¡ ش -أل م-ر" ا م"ن ل ن ا ك ان ل و- ي ق0ول0ون
3 :)154]
Artinya: “… mereka berkata: ‘Sekiranya ada bagi
kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam
urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh
(dikalahkan) di sini’ …” [QS. Ali Imran (3): 154]
Pada ayat lainnya Allah berfirman:
عمران، ... ] آل "ل0وا ق0ت م ا أ ط اع0ون ا ل و- و ق ع د0وا "ه"م- "خ-و ان إل" 0وا ق ال )ذ"ين :3ال
168]
Artinya: “(Mereka itu adalah) orang-orang yang
mengatakan kepada saudara-saudaranya dan
mereka tidak turut pergi berperang: ‘Sekiranya
mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak
terbunuh’ …” [QS. Ali Imran (3): 168]
Dalam suatu hadits ditegaskan sebagai berikut:
اح-ر"ص- ل)م و س -ه" ع ل ي الله0 ص ل)ى الله" س0ول0 ر ق ال ق ال ة -ر ي ه0ر "ي بأ ع ن-
ل و- ت ق0ل- ف ال ي-ء¡ ش ص اب ك أ "ن- و إ ت ع-ج ز- و ال "الله" ب ت ع"ن- و اس- -ف ع0ك ي ن م ا ع ل ى
ل و- "ن) ف إ ف ع ل اء ش و م ا الله" ق د ر0 ق0ل- و ل ك"ن- و ك ذ ا ك ذ ا ك ان ف ع ل-ت0 �ي أ ن
] مسلم ] أخرجه -ط ان" ي الش) ع م ل ت ف-ت ح0
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa
Rasulullah saw bersabda: Usahalah dengan keras
untuk memperoleh apa yang bermanfaat bagimu
dan mohonlah pertolongan kepada Allah, dan
janganlah kamu lemah semangat. Dan apabila
kamu tertimpa musibah janganlah berkata:
seandainya saya melakukan ini dan itu, niscaya
menjadi begini dan begitu, melainkan katakanlah:
Allah telah mentakdirkan, dan apa yang Dia
kehendaki, Dia kerjakan. Sebab sesungguhnya
perkataan ‘lau’ (seandainya) itu membuka
perbuatan syaitan.” [Ditakhrijkan oleh Muslim]
Kedua ayat di atas menegaskan bahwa
terbunuhnya adalah karena takdir Allah SWT,
sedangkan hadits Nabi saw melarang mengatakan
‘lau’ (seandainya), yang maksudnya hanya
memikirkan sebab akibat saja, dan memberi
perintah wajib menyerahkan semuanya kepada
Allah SWT, karena sebab dan akibatnya Allah jualah
yang menghendaki dan menciptakannya. Lain
halnya jika perkataan ‘lau’ tersebut merupakan
ungkapan penyesalan sebagai bagian dari usaha
untuk introspeksi atau mengambil hikmah dari
suatu peristiwa dan tidak mengingkari takdir Allah,
maka hal itu diperbolehkan.
Sungguhpun demikian, manusia dituntunkan
untuk menggapai takdir yang baik dari Allah
dengan melakukan usaha atau ikhtiar. Bahkan
manusia wajib berikhtiar dengan semaksimal
mungkin, baru kemudian menyerahkan segala-
galanya (bertawakkal) kepada Allah SWT tentang
takdir-Nya. Tidak dibenarkan seseorang pasrah
begitu saja tanpa melakukan usaha atau ikhtiar
sama sekali, hanya menunggu takdir Allah datang.
Sebagai contoh, misalnya seseorang yang
dalam keadaan mengantuk berat, sebagai bentuk
ikhtiar hendaknya ia tidak mengemudikan mobil
sebelum beristirahat secukupnya. Bagaimanapun
juga mengemudi dalam keadaan mengantuk
sangat berbahaya dan dapat menimbulkan
kecelakaan. Setelah dirasa cukup istirahat dan
tidak lagi mengantuk, barulah ia dapat
mengemudikan mobil secara lebih baik dan
bertawakkal pada Allah dengan berdoa atau
setidaknya membaca basmalah (Dengan menyebut
asma Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang). Apabila ternyata tetap terjadi
kecelakaan dan ia meninggal dunia, maka itulah
takdir Allah. Di sini, yang perlu difahami adalah
orang tersebut sudah memaksimalkan kewajiban
berikhtiar dan bertawakkal.
Allah SWT berfirman:
... [ آل "ين �ل -م0ت و ك ال K0ح"ب ي الله "ن) إ الله" ع ل ى )ل- ف ت و ك م-ت ع ز "ذ ا ف إ
[159: 3عمران،
Artinya: “... kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertawakkal kepada-Nya.” [QS. Ali Imran, 3:
159]
Contoh lain, ketika seseorang menderita
sakit, maka hendaknya ia berikhtiar dengan
berobat. Setelah sembuh, apabila ia mengucapkan
‘saya sembuh karena berobat’, asalkan dengan
keyakinan bahwa berobat tersebut adalah bagian
dari ikhtiar dan kesembuhannya adalah takdir
Allah, maka hal itu bukan termasuk syirik dan tidak
ada masalah. Apabila ternyata ia tidak sembuh
bahkan kemudian meninggal dunia, sama dengan
contoh sebelumnya, bahwa orang itu sudah
memaksimalkan kewajiban berikhtiar dan
bertawakkal.
ARWAH GENTAYANGAN
Majlis Tarjih dan Tajdid Divisi Fatwa
mengucapkan terima kasih atas pertanyaannya.
Sebelum menjawab pertanyaan Saudara tentang
posisi ruh (arwah) manusia yang telah meninggal,
terlebih dulu ingin kami paparkan beberapa hal
yang ada hubungannya dengan masalah itu.
Pertama, tentang alam, bahwa alam itu
terbagi menjadi tiga, yaitu alam dunia, alam
barzakh dan alam akhirat. Ketiga jenis alam itu
memiliki status dan aturan sendiri. Alam dunia
adalah refieksi dari jasad sedangkan ruh sebagai
bagiannya, namun sebaliknya alam barzakh adalah
refleksi dari ruh sedangkan jasad sebagai
bagiannya. Dan terakhir alam akhirat atau Dar al-
Qarar adalah alam setelah kebangkitan manusia
dari kuburnya untuk mendapatkan balasan, di
mana jasad dan ruh digabungkan kembali.
Kedua, kematian atau maut adalah
berpisahnya ruh dengan jasad, dan ketika
pemisahan tersebut terjadi, ruh berada di alam
barzakh atau alam kubur. Ibarat perjalanan waktu,
manusia yang sudah pindah ke alam lain itu tidak
akan kembali ke alam semula. Ruh manusia yang
sudah pindah ke alam barzakh juga tidak akan
kembali ke alam dunia. Ketiga, barzakh secara
bahasa berarti pembatas antara dua hal, dan di sini
maksudnya pembatas antara alam dunia dengan
alam akhirat.
Dengan demikian, ketika seorang meninggal
(mati, berpisah jasad dari ruhnya), maka ia tidak
akan kembali ke alam dunia. Pada hari kiamat
nanti, orang-orang kafir akan memohon kepada
Allah agar dikembalikan lagi ke dunia untuk
beramal shalih, tetapi permintaan itu tidak
dikabulkan oleh Allah. Ada beberapa pendapat
tentang keberadaan ruh setelah meninggal hingga
hari kiamat. Dari sekian banyak pendapat yang
ada, tidak satu pun yang menerangkan bahwa ada
ruh yang gentayangan. Ruh orang-orang beriman
berada di alam barzakh yang luas, yang di
dalamnya ada ketenteraman dan rezeki serta
kenikmatan, sedangkan ruh orang-orang kafir
berada di barzakh yang sempit, yang di dalamnya
hanya ada kesusahan dan siksa. Allah berfirman:
G ال"حا ج"ع0ون" . ل ع ل�ي أ ع-م ل0 ص¼¼ ب� ار- -م و-ت0 ق ال ر "ذ ا ج اء أ ح د ه0م0 ال )ى إ ح ت
" و-م "ل ى ي¼¼ خ¡ إ ز ر- "ه"م ب¼¼ ائ ا و م"ن و ر 0ه¼¼ "ل و ق ائ ة¡ ه¼¼0 ا ك ل"م¼¼ )ه¼¼ "ن -ت0 ك ال) إ ك ف"يم ا ت ر
0ون -ع ث 0ب ي
Artinya: “(Demikianlah keadaan orang-orang kafir
itu), hingga apabila datang kematian kepada
seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku
kembalikanlah aku (ke dunia). agar aku berbuat
amal yang shaleh terhadap yang telah aku
tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu
adalah perkataan yang diucapkannya saja, dan di
hadapan mereka ada barzakh (dinding) sampai hari
mereka dibangkitkan".” [QS. al-Mukminun (23):
100]
Memang ada sebagian kalangan yang
berkeyakinan dan menyatakan bahwa ruh orang
Islam yang meninggal akan berputar-putar di
sekitar rumahnya selama satu bulan sejak
meninggalnya dan setelah itu berputar-putar
sekitar makamnya selama satu tahun. Keyakinan
tersebut berdasarkan pada hadits yang bersumber
dari Abu Hurairah r.a.
ه" ل)ى الل¼¼ه ع ل ي¼¼- و-ل" الل¼¼ه ص¼¼ س¼¼0 ه0 ع ن- ر ض"ي الله ع ن¼¼- ة ر -ر ي "ي- ه0ر ب ع ن- أ
"ل ى ر0 إ -ظ¼¼0 ا ف ي ن Gه-ر و-ل د ار"ه" ش¼¼ و-ح0ه0 ح¼¼ -م0ؤ-م"ن0 ح ام ر0 "ذ ا م ات ال ل)م : إ و س
"ذ ا أ ت م) إ ه0 ف¼ 0و-ن¼ ؤ د�ي- د0ي ف ي¼0 م0 م ال ه0 و ك ي¼- -ف ي ق-س" "ه" ك ي ي ال م ن- خ ل ف م"ن- ع"
ه0 ه" و ي د-ع0و-ل¼¼ "ي¼¼- ت- ر0 م ن- ي أ -ظ¼¼0 -ر"ه" و ي ن "ه" ف ي ح0و-م0 ح و-ل ق0ب ت "ل ى ح ف-ر د) إ ا ر0 Gه-ر ش
و اح0 ر--أل ه" ا -ث0 ي ج-ت م"ع0 ف"ي¼¼- "ل ى ح ي و-ح0ه0 إ ف"ع ر0 ن ةG ر0 "ذ ا أ ت م) س -ه" ف إ و ي ح-ز"ن0 ع ل ي
-ف خ0 ف"ى الصKو-ر" 0ن " ي "ل ى ي و-م إ
Artinya : (Diriwayatkan) dari Abu Hurairah r.a., dari
Rasulullah saw bahwa apabila seorang mukmin
meninggal dunia, maka arwahnya berkeliling-
keliling diseputar rumahnya selama satu bulan. Ia
memperhatikan keluarga yang ditinggalkannya
bagaimana mereka membagi hartanya dan
membayarkan hutangnya. Apabila telah sampai
satu bulan, maka arwahnya itu dikembalikan ke
makamnya dan ia berkeliling –keliling di seputar
kuburannya selama satu tahun, sambil
memperhatikan orang yang mendatanginya dan
mendoakannya serta yang bersedih atasnya.
Apabila telah sampai satu tahun, maka arwahnya
dinaikkan ditempat dimana para arwah berkumpul
menanti hari ditiupnya sangkakala.
Namun setelah ditelusuri dan diteliti, yaitu
menggunakan Program al-Maktabah asy-Syamilah
(edisi 2), Program al-Jami’ al-Akbar (edisi 2), dan
Program al-Jami’ al-Kabir (edisis 4, 2007-2008) kami
tidak menemukan sumber hadits yang dinyatakan
di atas. Dapat dinyatakan bahwa hadits yang
sedang kita selidiki ini tidak tercantum dalam
satupun dari sumber-sumber orisinal hadits yang
ada.
Oleh karena itu, apa yang ditanyakan,
bahwa ada ruh-ruh yang bergentayangan itu adalah
setan yang melakukan tipu daya dengan
menyerupai orang yang sudah meninggal. Dan
ketika ruh akan dibangkitkan dari alam barzakh
(alam kubur) ke alam akhirat, ruh itu dikembalikan
ke jasad yang baru yang diciptakan untuk alam
akhirat. Begitu juga kaitannya dengan Jin, bahwa Jin
itu makhluk yang dapat menjelma atau merubah
fisiknya menyerupai bentuk manusia atau makhluk-
makhluk yang lain. Setan yang berasal dari Jin,
ingin menyebarkan tipu daya dan keraguan pada
keimanan manusia, maka salah satu caranya
adalah dengan menjelma menyerupai seseorang
yang telah meninggal. Akibat dari penjelmaan
tersebut, orang-orang yang melihat menganggap
dan berkeyakinan bahwa yang mereka lihat adalah
ruh dari orang yang mereka kenal sebelumnya.
Oleh karena itu, apa yang dikatakan oleh kaum
awam tentang adanya ruh gentayangan tidaklah
benar menurut ajaran Islam.
Tentunya agar kita bisa terbebas dari
gangguan-ganguan arwah jahat yang itu
merupakan setan yang melakukan tipu daya, yaitu
dengan senantiasa meningkatkan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah swt, dengan menjalankan
segala perintah-Nya dan menjauhkan segala
larangan-Nya yang merupakan jalan setan, serta
senantiasa berdzikir dan mengingat Allah.
Bukankah dengan senantiasa berdzikir hati kita
akan tenang, sebagaimana dalam firman-Nya:
-ق0ل0وب0 "نK ال )ه" ت ط-م ئ -ر" الل "ذ"ك )ه" أ ال ب -ر" الل "ذ"ك 0ه0م- ب 0وب "نK ق0ل 0وا و ت ط-م ئ )ذ"ين آ م ن ال
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan
hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah
hati menjadi tenteram.” [QS. ar-Ra’d (13): 28]
Adapun mengenai kemungkinan adanya
komunikasi antara manusia yang masih hidup
dengan orang yang sudah meninggal juga tidak
benar, sampai para Nabi dan wali yang telah
meninggal sekalipun, tidak bisa berkomunikasi
dengan manusia yang masih hidup. Memang ada
firman Allah:
�ه"م- ب اء ع"ن¼¼د ر ل- أ ح-ي¼¼ G ب¼¼ م-و ات¼¼اÄه" أ "يل" الل ب - ف"ي س 0وا "ل )ذ"ين ق0ت ب ن) ال و ال ت ح-س
ق0ون ز 0ر- ي
Artinya: “Janganlah kamu mengira bahwa orang-
orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan
mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan
mendapat rezeki.” [QS. Ali Imran (3): 169]
Demikian juga hadis Nabi saw yang
diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dalam kitabnya,
Hayat al-Anbiya fi Quburihim, bahwasanya
Rasulullah saw bersabda:
اء0 "ي¼¼ -ب : ا أل- ن ل)م -ه" و س¼¼ ول0 الله" ص ل)ى الله0 ع ل ي س0 -ن" م ال"كZ ق ال ر ع ن- أ ن س" ب
. [رواه البيهقى] Kو-ن 0ص ل 0و-ر"ه"م- ي أ ح-ي اء¡ ف"ي- ق0ب
Artinya: “Para Nabi itu hidup di dalam kubur
mereka senantiasa dalam keadaan shalat.” [HR. al-
Baihaqi]
Namun demikian, maksud ayat di atas
adalah menjelaskan tentang adanya bentuk
kehidupan yang dialami para Syuhada dan para
Nabi setelah mereka meninggal. Kehidupan yang
dimaksud adalah kehidupan secara khusus yang
tidak dapat diketahui hakikatnya kecuali oleh Allah
swt. Dan mengenai hadits di atas, setelah diteliti
dan ditelusuri sumber haditsnya, kami menemukan
ada rawi yang dinilai bermasalah yaitu Hasan bin
Qutaibah dan Husain bin ‘Arafah yang
mengakibatkan kedaifan kualitas hadits diatas.
Wallahu a’lam.