far mako
DESCRIPTION
FarmakoTRANSCRIPT
A. Klasifikasi Stadium Anestesi Umum
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri sentral disertai hilangnya
kesadaran yang bersifat reversibel. Tindakan ini menimbulkan keadaan tidak sadar
selama prosedur medis dilakukan, sehingga pasien tidak merasakan atau mengingat
sesuatu yang terjadi. Dengan anestesi umum akan diperoleh trias anestesia, yaitu
hipnotik (tidur), analgesia (bebas dari nyeri), dan relaksasi otot (mengurangi
ketegangan tonus otot) (Muhiman, 2002).
Obat anestesi umum adalah obat atau agen yang dapat menyebabkan
terjadinya efek anestesi umum yang ditandai dengan penurunan kesadaran secara
bertahap karena adanya depresi susunan saraf pusat. Menurut rute pemberiannya,
anestesi umum dibedakan menjadi anestesi inhalasi dan anestesi intravena. Keduanya
berbeda dalam hal farmakokinetik dan farmakodinamik (Ganiswarna, 2010).
B. Klasifikasi Stadium Anestesi Umum
1. Stadium Analgesia
Stadium ini dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan
hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan
pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi (Mycek, 2011).
2. Stadium Eksitasi
Stadium ini dimulai dari hilangnya kesadaran sampai pernafasan kembali
teratur/sebelum permulaan stadium pembedahan. Pada stadium II terjadi
eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pernafasan tidak teratur,
inkontinensia urin, muntah, midriasis, hipertensi, dan takikardi (Mycek, 2011).
3. Stadium Operasi
Stadium ini dimulai dari timbulnya kembali pernafasan yang teratur dan
berlangsung sampai pernafasan hilang secara spontan. Pada stadium ini terjadi
pemutusan hubungan ke otak besar dan otak tengah serta medula spinalis.
Tanda-tanda yang dapat diamati pada stadium ini yaitu tonus otot rangka
menurun dan refleks diperlemah atau hilang. Sebaliknya, fungsi vegetatif
medula oblongata tetap bertahan seperti pernafasan teratur dan sirkulasi stabil.
Stadium ini dibagi menjadi empat plana yang dibedakan berdasarkan perubahan
pada gerakan bola mata dan lebar pupil yang menggambarkan semakin
dalamnya pembiusan. Tingkatan tersebut sebagai berikut (Mycek, 2011):
a. Plana 1: pernafasan teratur, spontan, dan seimbang antara pernafasan dada
dan perut, gerakan bola mata terjadi di luar kehendak, miosis, dan tonus otot
rangka masih ada.
b. Plana 2: pernafasan teratur tetapi frekuensinya lebih kecil, bola mata tidak
bergerak, pupil mata melebar, otot rangka mulai melemas, dan refleks laring
hilang sehingga pada tingkat ini dapat dilakukan intubasi.
c. Plana 3: pernafasan perut lebih dominan dari pada pernafasan dada karena
otot interkostal mulai lumpuh, relaksasi otot rangka sempurna, pupil lebih
lebar tetapi belum maksimal.
d. Plana 4: pernafasan perut sempurna karena otot interkostal lumpuh total,
tekanan darah mulai menurun, pupil sangat lebar, dan reflek cahaya hilang.
Diharapkan pembiusan jangan sampai mencapai tingkat 4, untuk itu harus
dicegah dengan memperhatikan sifat dan dalamnya pernafasan, lebar pupil
dibandingkan dengan keadaan normal dan turunnya tekanan darah.
4. Stadium Paralisis
Pada stadium ini terjadi depresi medulla oblongata yang ditandai dengan
terjadinya depresi berat pusat vasomotor dan pernafasan yang menyebabkan
kegagalan sirkulasi. Stadium ini ditandai dengan paralisis otot dada, pulsus
cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran seperti mata ikan
karena terhentinya sekresi lakrimal (Mycek, 2011).
C.Medikasi Pra Anestesia. Analgetik narkotik
Analgetik narkotik adalah obat-obat yang daya kerjanya meniru opioid
endogen yaitu dengan memperpanjang aktivasi dari reseptor-reseptor opioid
(biasanya μ-reseptor) (Tjay, 2007). Morfin adalah analgesik narkotik pertama
yang digunakan untuk mengurangi cemas dan ketegangan pasien menghadapi
pembedahan, mengurangi nyeri, menghindari takipnea pada anestesia dengan
trikloretilen, dan membantu agar anestesia berlangsung baik (Elizabeth, 2012).
Opioid lain yang digunakan sebagai medikasi pre-anestetik, sesuai dengan
urutan kekuatannya ialah sulfentanil (1000 kali) > remifentanil (300 kali) >
fentanil (100 kali) > alfentanil (15 kali) > morfin (1 kali) > meperidin (0,1 kali).
Meperidin 12,5-50 mg IV juga efektif untuk mengatasi menggigil akibat berbagai
sebab pada anestesia (Elizabeth, 2012).
Analgesik narkotik dapat digolongkan menjadi tiga macam berdasarkan
mekanisme kerjanya yaitu (Tjay, 2007):
a. Antagonis opiate
Golongan ini bekerja dengan menduduki salah satu reseptor opioid pada
sistem saraf. Contoh: nalokson, nalorfin, pentazosin, buprenorfin dan
nalbufin.
b. Agonis opiate
Golongan ini dapat menghilangkan rasa nyeri dengan cara mengikat reseptor
opioid pada sistem saraf. Contoh: morfin, kodein, heroin, metadon, petidin,
dan tramadol.
c. Kombinasi
Golongan ini bekerja dengan mengikat reseptor opioid, tetapi tidak
mengaktivasi kerjanya dengan sempurna.
b. Benzodiazepin
Benzodiazepin lebih dianjurkan daripada opioid dan barbiturat. Pada dosis
biasa, obat ini tidak menambah depresi napas akibat opioid. Benzodiazepin
menimbulkan amnesia retrograd dan dapat mengurangi kecemasan. Namun
benzodiazepin juga mengurangi tonus esofagus sehingga kemungkinan asam
lambung bisa masuk ke esofagus (Elizabeth, 2012 & Tjay, 2007).
Umumnya benzodiazepin diberikan per oral karena absorpsinya baik.
Benzodiazepin yang tidak larut dalam air misalnya diazepam dan lorazepam tidak
diberikan secara IV karena dapat menimbulkan iritasi vena. Tetapi, dapat
diberikan secara IM dalam pelarut propilen-glikol. Sedangkan, midazolam yang
larut dalam air dapat diberikan secara IV. Lorazepam lebih lambat mula kerjanya,
dosis 0,05 mg/kgBB IM (maksimum 4 mg) diberikan paling sedikit 2 jam
prabedah. Midazolam IV yang disuntikkan 15-60 menit prabedah memberikan
amnesia dengan masa kerja yang lebih singkat dan lebih sedikit efek sampingnya
(Elizabeth, 2012).
Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S. Anestesiologi. Edisi pertama. Jakarta.
Penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2002.p.34-98.
Elizabeth, Gunawan, A.G., Nafrialdi, R.S. 2012. Farmakologi & Terapi Edisi 5.
Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Mycek J, Mary, dkk. 2011. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi 2. Jakarta: Widya Medika.
Tjay, T. H., dan Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi 6. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.