falsafah muhammadiyah dalam gerakan sosial

11
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak awal, gerakan Muhammadiyah telah berkecimpung dalam bidang sosial, terutama pendidikan. Sekolah yang pertama didirikan oleh K.H.A. Dahlan pada tahun 1911 di Yogyakarta diselenggarakan dengan fasilitas yang amat sederhana. Sekolah kecil ini akhirnya menjadi embrio munculnya organisasi secara formal pada tahun 1912 dibawah pimpinan K.H.A Dahlan sendiri. Setelah resmi menjadi organisasi, Muhammadiyah terus berangsur - angsur mengembangkan sayapnya melalui berbagai aktivitas sosial. Mulai dari pendidikan, pelayanan masyarakat, kesehatan dan lain- lain sehingga pada akhirnya aktivitas dalam bidang sosial ini dapat menjadikan Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan yang memperoleh sukses besar. Ditinjau dari aspek tertentu, berdirinya Muhammadiyah merupakan suatu kemunculan gerakan Iman, Ilmu, dan Amal. Sebagai gerakan Iman, Muhammadiyah dapat dilihat kepeloporannya dalam usaha mengembalikan paham agama kepada ajaran Tauhid murni tanpa dicampuri oleh unsur- unsur syirik , takhayul, dan khufarat . Dalam versi lain gerakan ini sering disebut “gerakan purifikasi.” Sedangkan indikasinya sebagai gerakan Ilmu dapat dilihat pada komitmennya terhadap persoalan pendidikan, disamping keberaniannya mendobrak tradisi lama untuk membuka kembali pintu ijtihad yang telah dinyatakan tertutup sejak Abad Pertengahan. Secara implisit, kedua komitmen terakhir ini mempunyai implikasi yang besar dalam aktivitas Muhammadiyah selanjutnya. Sementara itu, sebagai gerakan Amal, Muhammadiyah berhasil mengubah pola amal individu menjadi amalan kelompok dalam kehidupan masyarakat, terutama dapat dilihat dalam usaha menyantuni kaum dhu’afa, pelayanan kesehatan dan lain- lain. Keberhasilan Muhammadiyah dalam gerakan sosial itu tidak dapat dilepaskan dari hal - hal yang menajdi dasar dan pedoman gerakan itu sendiri. Sebagai organisasi religius, muhammadiyah menjadikan agama sebagai azaz gerakan untuk menciptakan tatanan sosial yang baru dengan warna keagamaan. Dalam konteks sosiologis, harapan Muhammadiyah itu dapat saja dibenarkan, oleh karena agama dalam perspektif sosial dapat dilestarikan oleh masyarakat serta memeliharanya dihadapan manusia, karena ia memberi nilai bagi manusia. Dengan

Upload: sqnonon

Post on 21-Jul-2015

911 views

Category:

Spiritual


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Falsafah muhammadiyah dalam gerakan sosial

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak awal, gerakan Muhammadiyah telah berkecimpung dalam bidang sosial, terutama

pendidikan. Sekolah yang pertama didirikan oleh K.H.A. Dahlan pada tahun 1911 di Yogyakarta

diselenggarakan dengan fasilitas yang amat sederhana. Sekolah kecil ini akhirnya menjadi

embrio munculnya organisasi secara formal pada tahun 1912 dibawah pimpinan K.H.A Dahlan

sendiri.

Setelah resmi menjadi organisasi, Muhammadiyah terus berangsur-angsur

mengembangkan sayapnya melalui berbagai aktivitas sosial. Mulai dari pendidikan, pelayanan

masyarakat, kesehatan dan lain-lain sehingga pada akhirnya aktivitas dalam bidang sosial ini

dapat menjadikan Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan yang memperoleh sukses

besar.

Ditinjau dari aspek tertentu, berdirinya Muhammadiyah merupakan suatu kemunculan

gerakan Iman, Ilmu, dan Amal. Sebagai gerakan Iman, Muhammadiyah dapat dilihat

kepeloporannya dalam usaha mengembalikan paham agama kepada ajaran Tauhid murni tanpa

dicampuri oleh unsur-unsur syirik, takhayul, dan khufarat. Dalam versi lain gerakan ini sering

disebut “gerakan purifikasi.” Sedangkan indikasinya sebagai gerakan Ilmu dapat dilihat pada

komitmennya terhadap persoalan pendidikan, disamping keberaniannya mendobrak tradisi lama

untuk membuka kembali pintu ijtihad yang telah dinyatakan tertutup sejak Abad Pertengahan.

Secara implisit, kedua komitmen terakhir ini mempunyai implikasi yang besar dalam aktivitas

Muhammadiyah selanjutnya. Sementara itu, sebagai gerakan Amal, Muhammadiyah berhasil

mengubah pola amal individu menjadi amalan kelompok dalam kehidupan masyarakat, terutama

dapat dilihat dalam usaha menyantuni kaum dhu’afa, pelayanan kesehatan dan lain-lain.

Keberhasilan Muhammadiyah dalam gerakan sosial itu tidak dapat dilepaskan dari hal-

hal yang menajdi dasar dan pedoman gerakan itu sendiri. Sebagai organisasi religius,

muhammadiyah menjadikan agama sebagai azaz gerakan untuk menciptakan tatanan sosial yang

baru dengan warna keagamaan. Dalam konteks sosiologis, harapan Muhammadiyah itu dapat

saja dibenarkan, oleh karena agama dalam perspektif sosial dapat dilestarikan oleh masyarakat

serta memeliharanya dihadapan manusia, karena ia memberi nilai bagi manusia. Dengan

Page 2: Falsafah muhammadiyah dalam gerakan sosial

2

demikian, gerakan sosial Muhammadiyah tidak dapat dipisahkan dari keterlibatan paham

keagamaanya secara intensif.

Dalam makalah ini akan diusahakan usaha menjelaskan pandangan filosofis dan dasar-

dasar gerakan sosialnya serta amal usahanya yang telah dilaksanakan sebagai konsekuensi

implikatif dari paham keagmaannya.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat di tarik dari penjelasan latar belakang adalah bagaimana

Muhammadiyah mendasarkan segala gerak dan amal usahanya sebagaimana prinsip-prinsip yang

tersimpul dalam Muqaddimah Anggaran Dasar-Nya?

C. Tujuan Pembahasan

Tujuan dari pembahasan ini adalah melakukan diskusi yang di harapkan dapat

menjelaskan dan memahami bagaimana Filsafah Muhammadiya dalam bidang sosial.

D. Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode kepustakaan, yaitu dalam

mencari bahan-bahan yang diperlukan dan sesuai dengan judul makalah ini melalui buku

Gerakan Sosial-Keagamaan Modernis.

E. Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri dari tiga bab yang secara sistematis disusun menurut urutan sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Bab II : Pembahasan

Bab III : Penutupan

Page 3: Falsafah muhammadiyah dalam gerakan sosial

3

BAB II

PEMBAHASAN

Filsafah dan Dasar-dasar Gerakan Sosial Muhammadiyah

Menurut teori fungtional dalam telaah sosiologis, masyarakat dipandang sebagai lembaga

sosial yang berada dalam keseimbangan. Lembaga sosial tersebut menciptakan pola kegiatan

manusia berdasarkan norma-norma atau nilai-nilai yang dianut bersama serta dianggap sah dan

mengikat peran serta manusia itu sendiri. Lembaga-lembaga sosial yang terbentuk berdasarkan

tatanan nilai tertentu di dalam masyarakat merupakan bagian-bagian yang saling memiliki

ketergantungan satu sama lain. Dengan demikian, adanya perubahan pada salah satu

bagian(lembaga), akan mempunyai dampak kepada yang lainnya.

Agama, disamping mengandung nilai-nilai yang dapat menjadi dasar pembentukan

lembaga sosial, ia juga mengatur seperangkat tingkah laku yang bisa melembaga. Oleh sebab itu,

maka tidak diragukan lagi bahwa secara fungsional, agama akan memainkan peran penting

dalam pembentukan perilaku sosial. Baik itu berupa perilaku yang secara eksplisit telah diatur

dan ditentukan oleh agama, maupun yang terbentuk berdasarkan nilai-nilai yang dibawahnya.

Hal ini dapat dibuktikan sendiri oleh aksioma dari teori fungsional yang menyatakan bahwa

segala hal yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya. Oleh karena dalam kenyataannya

agama dari dahulu hingga sekarang masih tetap eksis, maka jelaslah bahwa ia memiliki fungsi,

atau bahkan memerankan sejumlah fungsi dalam kehidupan manusia(sosial).

Jika agama secara fungsional memainkan peran penting dalam kehidupan sosial, maka

berarti bahwa ia telah menjadi dasar komunikasi manusia. Dalam hal inilah implikasi

nilai(agama) dapat muncul dalam seperangkat pola tingkah laku atau gerakan. Kaitannya dengan

masalah ini, Muhammadiyah yang muncul sebagai gerakan sosial, yang dapat ditafsirkan sebagai

salah satu bentuk protes terhadap kondisi sosial yang telah mapan dengan seperangkat tatanan

nilai, baik nilai agama maupun budaya, jelas mempengaruhi tatanan sosial yang ada ketika itu.

Terutama sekali dari pihak-pihak yang telah merasa”damai” dengan suasana kemapanan itu.

Namun karena beberapa hal Muhammadiyah sanggup menawarkan solusi, baik secara

filosofis maupun praktis, yang mampu memberikan harapan bagi perbaikan pola tingkah laku

dan taraf kehidupuan sosial, maka dalam waktu yang relatif singkat gerakan ini dapat

memperoleh simpati dari berbagai kalangan. Sehingga kemudian dalam hal ini, Muhammadiyah

Page 4: Falsafah muhammadiyah dalam gerakan sosial

4

telah mampu membentuk pola lembaga sosial baru dengan berdasarkan pada seperangkat tata

nilai yang ditawarkannya, yang berbeda dari pola sebelumnya.

Sebagai gerakan islam, tata nilai yang ditawarkan Muhammadiyah untuk merubah pola

kehidupan sosial itu secara filosofis berdasarkan atas pemahamannya terhadap ajaran islam, yang

disesuaikan dengan jiwa zamannya. Hal ini tentu tidak terlepas dari identitas gerakan ini, yaitu

sebagai gerakan tajdid(pembaruan).

Menurut Muhammadiyah, secara umum kehidupan sosial termasuk ke dalam bidang

gerakannya, berkenaan dengan masalah Mu’amalah Duniyawiyah. Dalam persoalan ini,

Muhammadiyah berusaha mencurahkan kemampuan akal secara optimal dengan berdasarkan

pada ruh ajaran Islam untuk kemaslahatan kehidupan sosial. Jadi, perubahan sosial yang

diharapkan oleh Muhamamdiyah adalah berperannya nilai-nilai agama(al-islam) secara

fungsional dalam segala segi kehidupan, sehingga tidak ada celah-celah kehidupan yang sunyi

dari nilai-nilai Ibadah.

Untuk merealisasikan dasar pemikiran ini, Muhammadiyah menetapkan nilai-nilai dasar,

baik yang berkenaan dengan aspek filosofis maupun yang berkenaan dengan aspek praktis

(operasional). Nilai-nilai dasar yang berkenaan dengan aspek filosofis dirumuskan dalam

Muqqadimah Anggaran Dasar, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah serta

Kepribadian Muhammadiyah. Sedangkan yang menyangkut aspek praktik (operasional)

dirumuskan dalam Khittah Perjuangan Muhammadiyah.

Dalam realisasinya, nilai-nilai dasar tersebut akan dapat dilihat dalam identitas gerakan

Muhammadiyah itu sendiri. Yaitu sebagai gerakan Islam, dakwah, dan tajdid (perbaruan).

Dengan demikian, maka Muhammadiyah dalam setiap gerakannya selalu terkandung tiga

maksud yaitu:

1. Sebagai pengamalan Islam itu sendiri.

2. Sebagai ajakan (dakwah) kepada segenap umat manusia untuk memahami dan

mengamalkan ajaran Islam.

3. Sebagai evaluasi, koreksi dan interpretasi baru terhadap berbagai aktivitas pemikiran dan

pengalaman yang pernah dilakukan.

Sasaran utama gerakan dan amal usaha Muhammadiyah dalam kehidupan sosial itu

adalah untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dimana kesejahteraan,

kebaikan, dan kebahagiaan tersebar luas secara merata. Untuk mencapai cita-cita itu,

Page 5: Falsafah muhammadiyah dalam gerakan sosial

5

Muhammadiyah mendasarkan segala gerak dan amal usahanya sebagaimana prinsip-prinsip yang

tersimpul dalam Muqqaddimah Anggaran Dasar-nya.

Pertama, hidup berdasarkan Tauhid, Ibadah dan taat kepada Allah. Makna yang

terkandung dalam prinsip ini adalah bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan sosial, segala

pemikiran dan tindakan yang dimunculkannya harus merupakan gerakan Ibadah yang

berdasarkan Tauhid. Jika Tauhid berperan sebagai jiwa, maka Ibadah merupakan wujud nyata

dan bangunan yang berdiri di atas pola dasar Tauhid itu. Dari sinilah kelihatan munculnya

perumusan-perumusan tentang Ibadah dalam pemahaman keagamaan Muhamamdiyah itu.

Dalam hal ini, Ibadah dirumuskan dalam dua pengertian, yaitu Ibadah dalam arti

khusus (Ibadah Mahdhah) dan Ibadah dalam arti umum (Ibadah Ghairu Mahdhah). Ibadah

dalam arti khusus adalah segala amal Ibadah yang perincian, tingkah-laku dan tata caranya telah

ditetapkan oleh Allah. Jadi, baik secara prinsip maupun teknisnya telah ditetapkan dan diatur

oleh Allah, baik secara langsung maupun melalui Nabi Muhammad s.a.w. Sementara Ibadah

dalam pengertian umum adalah segala amal perbuatan yang diizinkan oleh Allah, tanpa

ditunjukkan teknis pelaksanaannya.

Dalam pengertian Ibadah umum yang juga disebut Mu'amalah Duniawiyah itulah segala

gerakan dan amal usaha Muhammadiyah memperoleh dasar-dasar filosofis secara luas. Dasar

pemikiran ini dengan merujuk di antaranya kepada firman Allah, surat al-Anbiya:25 yang

berbunyi :

Kedua, hidup bermasyarakat. Hidup bermasyarakat merupakan Sunnatullah, sesuai

dengan hukum Qudrat dan Iradat-Nya bagi manusia. Dalam membangun masyarakat utama, adil

dan makmur yang diridhai oleh Allah s.w.t. tentu Muhammadiyah tidak mungkin dapat bekerja

dengan sendirian. Oleh sebab itu, hal ini mesti diusahakan dengan menjalin kerjasama dengan

Page 6: Falsafah muhammadiyah dalam gerakan sosial

6

kekuatan-kekuatan sosial lainnya, terutama sekali yang memiliki hubungan aspiratif dengan

Muhammadiyah. Sebagai gerakan sosial, Muhammadiyah dalam setiap langkah gerakannya

harus secara sadar menempatkan diri sebagai suatu potensi umat. Adapun dalam konteks

nasional, Muhammadiyah menempatkan diri sebagai unsur kekuatan bangsa. Sedangkan pada

peringkat individu sebagai anggota Persyarikatan, dalam hal ini berarti apa yang dilakukan harus

dalam kerangka hidup bermasyarakat.

Keharusan dasar gerak dengan hidup bermasyarakat bagi Muhammadiyah juga dilandasi

atas kondisi subyektif dan obyektif organisasi itu sendiri. Kondisi subjektifnya adalah bahwa

organisasi tersebut muncul dari kekuatan masyarakat. Oleh sebab itu, ia harus bergerak dalam

masyarakat yang sekaligus sebagai obyek gerakannya.

Ketiga, mematuhi dan meyakini ajaran Islam sebagai satu-satunya landasan kepribadian

dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Muhammadiyah berkeyakinan

sepenuhnya bahwa hanya dengan ajaran Islamlah kebaikan dan kebahagiaan bersama itu akan

tercapai, baik di dunia maupun di akhirat. Agama islam mengandung ajaran yang sempurna dan

penuh kebenaran, merupakan petunjuk dan rakhmat Allah kepada manusia untuk mendapatkan

kebahagiaan hidup yang hakiki di dunia dan akhirat. Keyakinan ini berdasarkan firman Allah

dalam surat Al-Imran: 19 dan 85 yang berbunyi :

Page 7: Falsafah muhammadiyah dalam gerakan sosial

7

Keyakinan inilah agaknya yang turut mendorong Muhammadiyah bersikap kritis

terhadap ajaran Islam, sehingga menolak segala bentuk atau nilai-nilai baru ciptaan manusia,

seperti lada nilai-nilai Akhlak yang diperjuangkannya. Namun di satu sisi, hal semacam ini akan

menjadi basis pertahanan tetap tegak dan utuhnya ajaran Islam.

Keempat, berjuang untuk menegakkan dan menjujung tinggi ajaran Islam.

Muhammadiyah menjadikan perjuangannya untuk menjunjung tinggi, menyebarluaskan dan

mempertahankan agama Islam sebagai dasar filosofis gerakannya. Semangat perjuangan itu

muncul karena adanya sejumlah perintah dan gambaran keutamaan berjuang di jalan Allah,

seperti ditunjukkan dalam surat al-Hujarat:15 yang berbunyi :

Berjuang di jalan Allah memang selalu menjadi tuntutan sepanjang masa. Tuntutan itu

muncul karena adanya dua faktor penting, yaitu :

a. Faktor yang secara subyektif muncul dari diri seorang yang beriman, meliputi:

1. Kesadaran akan kewajiban beribadah kepada Allah untuk berbuat Ikhsan dan Ishlah

kepada manusia/masyarakat.

Page 8: Falsafah muhammadiyah dalam gerakan sosial

8

2. Pahamnya akan Islam dengan sebenar-benarnya, dengan keyakinan akan keutamaan

dan tepatnya sebagai sendi untuk mengatur hidup dan kehidupan

manusia/masyarakat.

b. Faktor kondisi obyektif umat. Secara jelas dalam Penjelasan Muqqaddimah

Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan:

"Rusaknya masyarakat Islam khususnya dan masyarakat umumnya, dikarenakan

meninggalkan atau menyeleweng dari ajaran Islam baik karena tidak mengetahui,

salah atau kurang memahami ajaran Islam yang sebenarnya, atau karena adanya usaha

dari luar yang sengaja ingin merusak dan mengalahkan Islam."

Kelima, ittiba' kepada langkah dan perjuangan Nabi s.a.w. Muhammadiyah menjadikan

Rasulullah s.a.w sebagai "tauladan" (uswah) perjuangan yang diikuti, sesuai dengan nama

organisasi itu sendiri. Dasar filosofinya merujuk kepada surat al-Ahzab:21 yang berbunyi :

Dalam berbuat sesuatu, tauladan dari orang-orang terdahulu sangat penting artinya.

Dengan adanya tauladan itu, orang akan dapat memahami dan menghayati kenyataan sejarah atas

norma-norma yang diyakini dan dijadikan pedoman hidupnya, bahkan ia akan mengikuti jejak-

jejak mereka. Islam datang dengan ajaran yang lengkap, sekaligus Rasul sebagai tauladan

pelaksanaan bagi umatnya. Perjuangan Rasul dalam menegakkan agama penuh dengan

kesungguhan, pengorbanan, rintangan, kesabaran dan ketabahan, hanya semata-mata menuntut

keridhaan Allah.

Hal seperti itulah yang mesti dihadapi oleh Muhammadiyah yang menamakan diri

sebagai pengembang risalah Rasulullah. Semenjak kelahirannya, Muhammadiyah telah

menghadapi banyak rintangan, baik yang dating dari kalangan umat islam seendiri, maupun dari

Page 9: Falsafah muhammadiyah dalam gerakan sosial

9

kalangan non-Islam. Hanya penuh dengan kesabaran dan ketabahan dengan mengharap ridha

Allah serta semangat ittiba’ kepada Rasul-Nya, perjuangan Muhammadiyah telah banyak

membuahkan hasil dan tetap berlanjut hingga sekarang.

Keenam, keharusan berorganisasi. Organisasi merupakan fenomena modern bagi umat

islam. Walaupun pada zaman Rasulullah belum terdapat tauladan untuk itu, namun kelihatannya

nilai-nilainya sudah ada, seperti musyawarah untuk mufakat, tolong-menolong untuk berbuat

baik dan taqwa dan lain-lain. Penyiaran dan pengembangan agama Islam tidak mungkin hanya

dilaksanakan secara individual. Oleh sebab itu kehadiran suatu organisasi merupakan alternative

yang baik. Dengan memandang karena nilai-nilai positif dari organisasi itu, serta dengan dijiwai

oleh firman Allah Surat Ali Imran ayat 104, maka Muhammadiyah menjadikan organisasi

sebagai satu-satunya alat atau cara perjuangan yang sebaik-baiknya.

Ketegasan Muhammadiyah untuk menjadikan organisasi sebagai satu-satunya alat,

berdasarkan pula atas pemikiran tidak akan tegaknya amal baik yang wajib dilakukan tanpa

organisasi, mendorong Muhammadiyah ber-ijtihad dengan menetapkan bahwa organisasi untuk

melakukan (perintah agama) adalah wajib. Pemikiran ini berdasarkan kaidah Ushul FIqh, yaitu:

“Ma la yatimmu al-wajib illa bihi fa huwa wajib” (sesuatu kewajiban tidak selesai kecuali

dengan adanya suatu barang, maka barang itu hukumnya wajib).

Pemahaman Muhammadiyah tentang perintah pembentukan “ummah” dalam surat Ali

Imran ayat 104 itu adalah bahwa “ummah” berarti satu golongan atau kelompok yang memiliki

satu kesamaan kondisi, naksud, dan tujuan. Dalam usaha mencapai maksudnya, mereka mesti

bekerjasama. Oleh karena itu jelas memerlukan adanya pemimpin, pembagian tugas dan bidang,

serta tata tertib atau tata peraturan. Itulah yang dinamakan organisasi.

Namun doktrin keharusan berorganisasi ini sering dipahami tidak tepat. Hal ini dapat

dilihat adanya kecenderungan akhir-akhir ini untuk menjadikan organisasi bukan sebagai alat

lagi, tetapi bahkan telah bergeser dijadikan sebagai tujuan. Kecenderungan yang demikian bukan

hanya muncul dari sebagian kalangan Muhammadiyah, tetapi juga pada organisasi-organisasi

islam lainnya. Sehingga hal ini sering menjadikan suasana diharmonis atau disintegrasi umat

dalam skala yang luas. Agaknya, kecenderungan ini menyebabkan perlu adanya penyegaran

kembali terhadap pemahaman doktrin secara komprehensif, terutama di kalangan

Muhammadiyah, sehingga misi suci dari organisasi ini dapat menjadi semakin nyata.

Page 10: Falsafah muhammadiyah dalam gerakan sosial

10

BAB III

KESIMPULAN

Muhammadiyah yang muncul sebagai gerakan sosial, yang dapat ditafsirkan sebagai

salah satu bentuk protes terhadap kondisi sosial yang telah mapan dengan seperangkat tatanan

nilai, baik nilai agama maupun budaya, jelas mempengaruhi tatanan sosial yang ada ketika itu.

Muhammadiyah telah mampu membentuk pola lembaga sosial baru dengan berdasarkan pada

seperangkat tata nilai yang ditawarkannya, yang berbeda dari pola sebelumnya.

Sebagai gerakan islam, tata nilai yang ditawarkan Muhammadiyah untuk merubah pola

kehidupan sosial itu secara filosofis berdasarkan atas pemahamannya terhadap ajaran islam, yang

disesuaikan dengan jiwa zamannya. Hal ini tentu tidak terlepas dari identitas gerakan ini, yaitu

sebagai gerakan tajdid(pembaruan).

Untuk merealisasikan dasar pemikiran ini, Muhammadiyah menetapkan nilai-nilai dasar,

baik yang berkenaan dengan aspek filosofis maupun yang berkenaan dengan aspek praktis

(operasional). Nilai-nilai dasar yang berkenaan dengan aspek filosofis dirumuskan dalam

Muqqadimah Anggaran Dasar, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah serta

Kepribadian Muhammadiyah. Sedangkan yang menyangkut aspek praktik (operasional)

dirumuskan dalam Khittah Perjuangan Muhammadiyah. Untuk mencapai cita-cita itu,

Muhammadiyah mendasarkan segala gerak dan amal usahanya sebagaimana prinsip-prinsip yang

tersimpul dalam Muqqaddimah Anggaran Dasar-nya.

1. Hidup berdasarkan Tauhid, Ibadah dan taat kepada Allah.

2. Hidup bermasyarakat.

3. Mematuhi dan meyakini ajaran Islam sebagai satu-satunya landasan kepribadian dan

ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.

4. Berjuang untuk menegakkan dan menjujung tinggi ajaran Islam. Muhammadiyah

menjadikan perjuangannya untuk menjunjung tinggi, menyebarluaskan dan

mempertahankan agama Islam sebagai dasar filosofis gerakannya.

5. Ittiba' kepada langkah dan perjuangan Nabi s.a.w. Muhammadiyah menjadikan Rasulullah

s.a.w sebagai "tauladan" (uswah) perjuangan yang diikuti, sesuai dengan nama organisasi

itu sendiri.

6. Keharusan berorganisasi.

Page 11: Falsafah muhammadiyah dalam gerakan sosial

11

DAFTAR PUSTAKA

Sutarmo.2005.Muhammadiyah: Gerakan Sosial-Keagamaan Modernis.Yogyakarta:Suara Muhammadiyah.