fakultas teologi universitas kristen satya wacana …

35
i Studi Mengenai Pengutamaan Kenoto Dalam Adat Perkawinan di Jemaat Ruba Deo Sabu Dari Perspektif Teori Tindakan Sosial Max Weber TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi : Teologi, Fakultas: Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Oleh, Alyan Maurits Sioh 712015082 FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2019

Upload: others

Post on 19-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

i

Studi Mengenai Pengutamaan Kenoto Dalam Adat Perkawinan di Jemaat Ruba

Deo Sabu Dari Perspektif Teori Tindakan Sosial Max Weber

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi : Teologi, Fakultas: Teologi

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana

Oleh,

Alyan Maurits Sioh

712015082

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2019

Page 2: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

ii

Page 3: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

iii

Page 4: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

iv

Page 5: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

v

Page 6: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan atas penyertaan Tuhan dalam hidup saya,

khususnya yang suda memberikan saya kesempatan untuk menyelesaikan Tugas

Akhir sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains dalam

bidang Teologi (S.Si Teol). Sayan menulis Tugas Akhir ini dengan harapan dapat

membantu memberikan penjelasan kepada masyarakat terkhususnya Jemaat Ruba

Deo Sabu tentang pentingnya Perkawinan Kenoto.

Saya menyadari bahwa dalam pembuatan Tugas Akhir ini tidak lepas dari

bimbingan, arahan dan dukungan dari pihak lain. Oleh karena itu, pada kesempatan

ini saya ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Pdt. Dr. Rama Tulus Pilakoannu dan Bapak Pdt. Dr. Ebenhaizer

Nuban Timo selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak

waktu, bantuan, arahan dan sabar dalam membimbing selama proses

pembuatan Tugas Akhir.

2. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Teologi yang sudah memberikan ilmu

sebagai bekal bagi hidup saya.

3. Bapak Pdt. Simon Julianto, M.Si selaku Dosen Wali Studi yang membantu

saya dalam memenuhi administrasi selama perkuliahan.

4. Buat keluarga yang selama ini mendukung saya, memberi semangat serta

doa, sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Terlebih kepada

kedua orang tua saya Papa Melkias Sioh dan Mama Ferderika Boimau, dan

adek bungsu saya Deni Sioh yang bersedia memberi waktu untuk selalu

mengingatkan saya dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

5. Kekasih Meti Kamlasi yang sudah memberi dorongan, dukungan dan

semangat dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

6. Seluruh Warga Jemaat Ruba Deo Sabu yang dengan setia memberi waktu

kepada saya untuk melakukan penelitian, motivasi dan dukungan yang terus

diberikan kepada saya sampai saat ini untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Page 7: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

vii

7. Teman angkatan Teologi 2015, Keluarga RP terkhusunya Alis Mailoa, Krisna

Amerta dan Donny Papoko yang sudah menjadi teman baik saya selama

berkuliah di UKSW.

8. Bintang Timur Football Club (BTFC) yang sudah menjadi keluarga sekaligus

wadah untuk belajar.

9. Teologi FC (Sepak Bola dan Futsal) yang sudah menjadi keluarga sekaligus

wadah untuk saling bertukar pikiran.

10. Anak kos Alpatras No 53A, yang selalu memberi dukungan, semangat, dalam

menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Page 8: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

viii

DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................... i

LEMBARAN PENGESAHAN ........................................................................ ii

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ............................................................... iii

PERSETUJUAN AKSES ................................................................................ iv

PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................................................................ v

KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................... viii

MOTTO ........................................................................................................... ix

ABSTRAK ....................................................................................................... x

PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

Latar Belakang ............................................................................................. 1

Metode Penelitian ........................................................................................ 3

LANDASAN TEORI ....................................................................................... 5

Adat ............................................................................................................. 5

Simbol .......................................................................................................... 6

Perkawinan .................................................................................................. 8

Tindakan Sosial Max Weber ....................................................................... 9

HASIL PENELITIAN ...................................................................................... 10

Lokasi dan Gambaran Umum Jemaat Ruba Deo Sabu ................................ 10

Pengutamaan Perkawinan Kenoto daripada

Perkawinan Gereja ....................................................................................... 11

ANALISA ........................................................................................................ 16

Adat ............................................................................................................. 16

Simbol .......................................................................................................... 18

Perkawinan .................................................................................................. 19

Tindakan Sosial Max Weber ....................................................................... 20

KESIMPULAN dan SARAN ........................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 24

Page 9: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

ix

MOTTO

“SEMUA KEMAJUAN TERWUJUD DI

LUAR ZONA NYAMAN”

Page 10: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

x

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif untuk meneliti pengutamaan

kenoto dalam adat perkawinan di Jemaat Ruba Deo Sabu dari perpesktif teori

tindakan sosial Max Weber. Fokus penelitian ini adalah menjelaskan

pengutamaan kenoto dari Perpektif tindakan sosial Max Weber. Tujuan dari

penelitian ini adalah memberikan suatu jawaban alasan-alasan warga Jemaat Ruba

Deo Sabu mengutamakan perkawinan kenoto dari pada perkawinan gerejawi ,

menjelaskan nilai-nilai luhur yang ada dalam perkawinan kenoto serta maaf yang

dapat diberikan secara teoritis, memberikan kontribusi serta sumbangsih kepada ilmu

sosiologis dalam kesadaran menyingkapi perkawinan kenoto sebagai lambang

persatuan dan tidak selamanya terlepas dari hubungan dengan gereja dalam hal inilah

yang perlu menjadi pertimbangan gereja. secara praktis, dapat dijadikan sebagai

bahan acuan dan pertimbangan bagi Gereja dalam mencari informasi bagi penelitian

yang lebih lanjut.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode observasi dan

wawancara terstruktur. Data yang dianalisis adalah hasil wawancara dan observasi

dengan Tokoh Adat, Tokoh Agama dan Pasangan Nikah di Jemaat Ruba Deo Sabu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengutamaan perkawinan kenoto di

Jemaat Ruba Deo Sabu sangat penting dan menjadi dasar. Karena Perkawinan Kenoto

menunjukkan harga diri dari seorang perempuan, artinya ketika pihak laki-laki mau

mengambil mempelai perempuan untuk keluar dari rumah orangtuanya. Memang

nilai seorang perempuan tidak ditentukan dengan apa yang dibawa oleh mempelai

laki-laki, tetapi dapat menghormati adat istiadat yang belaku, karena perempuan lahir

dari adat. Manfaat yang didapatkan bahwa Perkawinan Kenoto menjadi lambang

persatuan dan tidak akan pernah lepas dari Gereja, Penelitian pada tradisi perkawinan

kenoto ini termasuk suatu kejadian yang sudah terjadi turun-temurun atau sejak dulu

kala. Akan tetapi dalam serangkaian acara perkawinan kenoto tersebut mencerminkan

nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Untuk lebih memahami secara

komprehensif, analisa ini akan memberikan jawaban melalui pemahaman tipikal teori

tindakan sosial Weber,tipe tindakan sosial yang cocok atau yang dipergunakan dalam

perkawinan kenoto yakni Tindakan Tradisional dan Rasionalitas Nilai.

Kata Kunci: Kenoto, Teori Tindakan Sosial, Rasionalitas Nilai, Max Weber.

Page 11: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

1

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Perkawinan di daerah Sabu mempunyai nilai-nilai yang luhur, norma-norma

adat bersumber dalam perkawinan untuk mengatur secara teliti tentang sesuatu yang

penting oleh warga masyarakat dalam kelompok suku bangsa, kebudayaan dan

keluarga. Kedudukan manusia dalam kebudayaan adalah sentral, bukan manusia

sebagai orang, melainkan sebagai pribadi1. Perkawinan sangat penting dalam

kehidupan warga masyarakat sehingga perlu disiapkan dan diatur sebaik mungkin

karena perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa2.

Di Sabu, Kenoto merupakan adat perkawinan yang diharuskan atau

diwajibkan. Kata Kenoto dalam bahasa Sabu ialah tempat sirih yang terbuat dari daun

lontar dan dipakai oleh pria.3 Pemuda atau pemudi yang sudah dewasa dan siap nikah

disebut Kepai. Pada dasarnya perkawinan adat Sabu atau Kenoto ini memiliki urut-

urutan dan pola yang tetap dan setiap unsur memiliki maknanya sendiri4.

Tradisi masyarakat suku Sabu mengenal adanya tradisi Kenoto. Menurut

Narasumber Bapak Melkias Sioh, Kenoto adalah pernikahan adat suku Sabu. Kenoto

bukan sebuah acara seremonial, tapi mengandung pesan filosofi adat, di mana

seorang laki-laki dan perempuan sah membentuk sebuah rumah tangga jika sudah

melalui adat Kenoto, masing-masing pihak mengetahui hak dan kewajiban, serta

mengetahui resiko jika melanggar kesepakatan yang sudah disepakati saat

berlangsungnya Kenoto5. Menurut Bpk Melkias, bagi orang Sabu yang memegang

teguh adat budaya Kenoto, tentu dia akan tetap menghalangi pernikahan gereja itu

sebelum anaknya di Kenoto. Maka itu sering terjadi ada yang batal nikah karena

belum di Kenoto, sehingga Kenoto merupakan sebuah tradisi yang dianggap lebih

1 JWM Bakker. Filasafat Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius, 1984. Hal. 17

2 Prof R Subeki SH dan R Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta 1974. Hal. 471

3 Julius Djara. Kenoto dalam Perkawinan Adat Sabu, (Semarang: Artha Media Group, 2010). Hal 3

4 Yunita Wadu, Kebudayaan Sabu, http://yunita-wadu.blogspot.com. Akses 07-01-19, 20.00 WIB

5 Hasil Wawancara dengan Bapak Melkias Sioh, 28 Agustus 2018 pukul 11.00 Wita

Page 12: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

2

penting dari pada pernikahan gereja. Sehingga masyarakat suku Sabu yang belum

melakukan tradisi Kenoto dianggap sebagai pasangan kumpul kebo dan mereka akan

mendapakan perlakuan yang tidak terhormat.

Prosesi Kenoto bagi masyarakat suku Sabu tetap menjunjung tinggi makna

kekristenan dalam adat istiadat, dimana Kenoto bagi masyarakat suku Sabu bukan

menjadi ajang gengsi tetapi melestarikan nilai yang diwariskan oleh leluhur, tentunya

tidak bertentangan dengan prinsip kekristenan yaitu kasih, sehingga dengan demikian

masyarakat melihat Kenoto sesuai dengan kontekstualisasi dalam pernikahan

Kristen6.

Menurut Max Weber dunia terwujud karena tindakan sosial, manusia

melakukan sesuatu karena mereka memutuskan untuk mencapai apa yang mereka

kehendaki7. Teori Tindakan Sosial Max Weber seperti contoh, bunga anggrek tidak

memilih untuk membuka daun-daunya, apel tidak memutuskan jatuh dari pohon,

sehingga dengan demikian seorang Ilmuwan ilmiah tentu tidak akan menjelaskan

perilaku manusia seperti anggrek dan apel. Perhatian Max Weber pada teori-teori

tindakan berorientasi pada tujuan dan motivasi pelaku, tidak berarti bahwa ia hanya

tertarik pada kelompok kecil saja tetapi juga terjadi pada interaksi antar individu8.

Dengan demikian memandang dari suatu sudut pandang tertentu adalah hal

yang tak terelakkan dari manusia, kata Max Weber, manusia seharusnya tidak boleh

mengabaikan fakta, melainkan membuat eksplisit dalam uraian dan pemahaman

tentang dunia9. Dimana manusia harus menguraikan dan menjelaskan realistas

dengan mengungkapkan dan menekankan sisi pandang kita sebagai manusia yang

mengambarkan dunia yang nyata dengan mengkonstruksi dari realitas yang terjadi.

Perkawinan Kenoto dilihat sebagai sebuah tindakan sosial. Sebuah tindakan

yang merujuk pada suatu tindakan tertentu, namun bagaimanapun Kenoto adalah

sesuatu ciri khas masyarakat suku Sabu yang harus tetap dipertahankan. Kenoto

6 Jurnal Romi Adi Kurnia Bangngu Sikap GKS Jemaat Kambaniru Terhadap Makna Tradisi Kenoto

Ditinjau dari Teori Mas Kawin. Fakultas Teologi UKSW 2015. Hal 15 7 Pip Jones. Pengantar Teori-teori Sosial dari Teori Fungsionalisme hingga Post-modernisme (Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia, 2009). Hal. 113 8 Pip Jones. Pengantar Teori-teori Sosial…hal 114

9 Pip Jones. Pengantar Teori-teori Sosial…hal 118

Page 13: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

3

adalah sebuah bentuk penghargaan kepada perempuan, Oleh karena itu masyarakat

suku Sabu harus terus mepertahankan perkawinan Kenoto, yang merujuk pada

tindakan sosial yang diberikan oleh Max Weber.

Dari permasalahan yang ada maka penulis memberikan Judul Studi Mengenai

Pengutamaan Kenoto Dalam Adat Perkawinan di Jemaat Ruba Deo Sabu dari

Perspektif Teori Tindakan Sosial Max Weber. Alasan pemilihan judul karena penulis

melihat banyak pasangan kawin yang lebih memilih Kenoto dari pada perkawinan

gereja.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukan di atas, maka dirumuskanlah

pokok masalah sebagai berikut: Mengapa warga Jemaat Ruba Deo Sabu

mengutamakan perkawinan adat daripada perkawinan gereja?. Nilai apa yang ada

dalam Perkawinan Kenoto?. Hal itu dilakukan dengan tujuan. Pertama, Mengetahui

alasan-alasan Jemaat Ruba Deo Sabu mengutamakan perkawinan Kenoto daripada

perkawinan gerejawi . Kedua, Menjelaskan nilai yang ada dalam perkawinan Kenoto.

Berdasarkan tujuan penelitian itu, maka diharapkan penelitian ini bermanfaat

dalam dua aspek, teoritis dan praktis. Secara teoritis: dapat memberikan kontribusi

serta sumbangsih kepada ilmu sosiologi dalam kesadaran menyikapi perkawinan

Kenoto sebagai lambang persatuan dan tidak selamanya terlepas dari hubungan

dengan gereja hal inilah yang perlu kembali menjadi pertimbangan Gereja. Secara

praktis : bahan acuan dan pertimbangan bagi Gereja dalam mencari informasi bagi

penelitian yang lebih lanjut.

METODE PENELITIAN

Pendekatan Penelitian yang digunakan ialah penelitian secara kualitatif yang

bertitik tolak pada dari paradigma fenomologis yang objektivitasnya dibangun atas

rumusan tentang situasi tertentu sebagaimana yang dihayati oleh individua tau

kelompok sosial tertentu dan relevan denga tujuan dari penelitian itu10

. Penelitian

kualitatif ini dilakukan pada sebuah latar alamiah atau juga pada sebuah konteks

10

Lexi J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung :Remaja Rosdakarya, 1989) hal v (dalam kata sambutan)

Page 14: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

4

keutuhan (entity)11

. Paradigma alamiah memberi tekanan pada penggunaan teknik

kualitatif12

. Jenis penelitian yang akan di gunakan didalam penelitian ini ialah secara

deskriptif. Data yang akan di kumpulkan berupa kata-kata, gambar yang

berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah di teliti dan juga data

tersebut mungkin akan berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto,

videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya13

.

Waktu untuk melakukan penelitian ini yaitu pada tahun 2019. Tempat yang di

tentukan berdasarkan penelitian yang akan di lakukan yaitu di Jemaat Ruba Deo

Klasis Sabu Barat Kabupaten Sabu Raijua, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Maksud penulis memilih lokasi ini karena lebih dapat di jangkau karena ada

beberapa wilayah yang belum memiliki jaringan telekomunikasi dan juga ingin

memperkenalkan Kabupaten Sabu Raijua terkhusunya Jemaat Ruba Deo karena

pengaruh daerah otonom. Adapun subjek penelitian yang akan menjadi narasumber

dalam penelitian ini yaitu tokoh-tokoh adat yang mengerti tentang perkawinan suku

sabu dan pasangan nikah yang melakukan perkawinan Kenoto. Peneliti

menggunakan Purposive Sampling untuk tokoh-tokoh adat yang dimana salah satu

teknik sampling non random sampling dimana peneliti menentukan pengambilan

sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan

penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian14

. Peneliti

menggunakan Teknik Random untuk pasangan nikah yang akan diteliti atas dasar

teknik random sederhana (simple random sampling). Teknik random sederhana yaitu

subjek tidak dipilih-pilih atau distratakan terlebih dahulu; semua subjek langsung

dipilih secara random atau acak15

. Untuk mengumpulkan data penulis mengunakan

dua metode yaitu obeservasi dan wawancara.

Dalam tahap observasi pengamatan akan menggunakan alat bantu sebagai

penunjang penelitian yaitu kamera dan video. Observasi yang di lakukan oleh

11

Lexi J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif…hal 4 12

Lexi J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif…hal 16 13

Lexi J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif…hal 6 14 https://www.statistikian.com/2017/06/penjelasan-teknik-purposive-sampling.html/amp/.Akses

12-02-19. 12.00 WIB 15

Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 59

Page 15: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

5

pengamat dengan sasaran benda diam jika ada keraguan pada diri peneliti dan jika

sasarannya adalah suatu proses, pengulangan pengamatan hampir tidak mungkin

dilakukan kecuali peneliti mempunyai rekaman video atau film yang dapat

menunjukkan proses yang di amati16

. Kemudian format yang disusun berisi item-

item tentang kejadian atau tingkah laku yang di gambarkan akan terjadi17

. Untuk

wawancara dilakukan lewat Tanya jawab dengan narasumber dan juga pertanyaan

yang di berikan sesuai dengan fokus dan pertanyaan yang terstruktur penelitian dan

meminta keterangan atau pendapat tentang suatu hal dengan alat bantu rekaman

suara, video atau gambar pada saat wawancara berlangsung18

.

Untuk menjelakan pokok-pokok diatas, penjelasan dalam jurnal ini dibagi

dalam lima bagian. Bagian pertama, pendahuluan yang berisi latar belakang,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan

sistematika penulisan. Bagian kedua, akan membahas tentang teori sosio-teologis

yang di gunakan menurut Teori Tindakan Sosial Max Weber. Bagian ketiga, akan

membahas hasil penelitian dari data di lapangan yang telah dikumpulkan yaitu

pemahaman Jemaat Ruba Deo tentang pengutamaan perkawinan Kenoto. Bagian

keempat, akan berisi tentang analisa dari data lapangan. Bagian kelima, yaitu

penutup yang akan berisi tentang kesimpulan serta saran-saran yang akan menjadi

kontribusi bagi penelitian mendatang.

LANDASAN TEORI

Adat, Simbol, Perkawinan dan Teori Tindakan Sosial Max Weber

Adat

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, adat adalah aturan yang lazim

dituruti atau dilakukan sejak dahulu kala. Kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan,

wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan

aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem. Istilah adat telah

16

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta:Rineka Cipta, 1993),hal. 197 17

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian…hal 234 18

Michael H. Walizer, Aruef Sadiman, Paul L. Wienir, Metode dan Analisis Penelitian Mencari Hubungan Jilid 1, (Jakarta: Erlangga,1993) hal. 277

Page 16: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

6

diserap ke dalam Bahasa Indonesia dan menjadi kebiasaan maka istilah hukum adat

dapat disamakan dengan hukum kebiasaan. Menurut Prof. Kusumadi

Pudjosewojo,adat adalah tingkah laku yang oleh masyarakat diadatkan. Adat ini ada

yang tebal dan ada yang tipis dan senantiasa menebal dan menipis. Aturan-aturan

tingkah laku didalam masyarakat ini adalah aturan adat dan bukan merupakan

aturan hukum. Dengan demikian unsur-unsur terciptanya adat adalah adanya tingkah

laku seseorang, dilakukan terus menerus, adanya dimensi waktu serta diikuti oleh

orang lain atau masyarakat.19

Adat istiadat mempunyai ikatan dan pengaruh yang kuat dalam masyarakat.

Jadi, adat adalah merupakan kebiasaan-kebiasaan, aturan-aturan yang harus dipatuhi

oleh masyarakat adat yang memuat kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai dan norma-

norma hukum lainnya yang saling mempengaruhi dan menjadi suatu sistem yang

hidup dalam suatu masyarakat tertentu. Dengan demikian adat merupakan aturan yang

berlaku pada suatu masyarakat agar masyarakat dapat menyesuaikan perbuatannya

dengan tata kelakuan yang dibuatnya tersebut.

Simbol

Dalam latar belakang telah digambarkan secara singkat tentang Kenoto yang

berarti tempat sirih pinang yang terbuat dari daun lontar dan khusus dipakai oleh pria.

Berbicara mengenai simbol maka perlu untuk mengetahui perbedaan antara simbol

dan simbolisme, agar dalam penggunaannya tidak terjadi kekeliruan. Simbolisme

adalah tata pemikiran atau paham yang menekankan atau mengikuti pola-pola yang

mendasarkan diri kepada simbol-simbol20

. Simbolisme di dalamnya mencakup

simbol itu sendiri, yang di dalam simbol itu juga terdapat isyarat dan tanda.21

Dari zaman ke zaman simbolisme tetap memiliki arti yang sangat penting

dalam kehidupan manusia, di dalamnya manusia memakai simbol-simbol untuk

mengungkapkan dirinya. Buku Dillistone yang berjudul The Power of Symbol di

katakan kesatuan sebuah kelompok seperti semua nilai budayanya, pasti diungkapkan

19

Muhammad, Bushar. Asas-asas hukum adat (Jakarta:Pradnya paramita, 1997), hal 8 20

Budiono Herusatoto, Simbolisme dalam Budaya Jawa (Yogyakarta: PT Hanindita, 1984) Hal. 5 21

Budiono Herusatoto, Simbolisme……….Hal.5

Page 17: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

7

dengan memakai simbol22

. Simbol sekaligus merupakan sebuah pusat perhatian yang

tertentu, sebuah sarana komunikasi dan landasan pemahaman bersama. Setiap

komunikasi dengan bahasa atau sarana lain mengunakan simbol-simbol sehingga

dengan demikian masyarakat hampir tidak mungkin ada tanpa simbol-simbol.23

Berdasarkan apa yang telah dikatakan oleh Dillistone, nilai-nilai budaya

diungkapkan dengan memakai simbol-simbol. Maka simbol adalah salah satu dari

produksi budaya atau sebaliknya simbol dapat memproduksikan sebuah kebudayaan

karena simbol dan kebudayaan adalah dua hal yang memiliki timbal balik.

Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Budiono Herusatoto bahwa eratnya

kebudayaan manusia dengan simbol-simbol sehingga manusia dapat juga disebut

makhluk bersimbol.24

Memiliki hubungan yang erat sehingga manusia dapat

dikatakan sebagai mahkluk bersimbol jadi kebudayaan adalah dunia yang penuh

dengan simbol. Manusia berpikir, berperasaan dan bersikap dengan ungkapan-

ungkapan simbolis.25

Menurut Paul Tillich simbol memiliki ciri yang bersifat figuratif. Simbol

selalu menunjuk kepada sesuatu di luar dirinya sendiri, sesuatu yang tingkatannya

lebih tinggi. Simbol bersifat dapat diserap, baik sebagai bentuk objektif maupun

sebagai konsep imajinatif. Simbol memiliki daya kekuatan yang melekat. Tillich

membedahkan antara tanda dan simbol, menurutnya, tanda bersifat unifok, arbiter

dan dapat diganti karena tidak mempunyai hubungan intristik dengan sesuatu bentuk

yang realitas.26

Fungsi simbol menurut Tillich adalah membukakan kepada manusia adanya

tingkat-tingkat realitas bahwa simbol membukakan roh manusia kepada pandangan-

pandangan yang lebih tentang yang kudus dalam dimensi transenden.27

Dengan

demikian simbol berfungsi sebagai ekspresi dari manusia. Simbol dapat menuju

kepada sebuah kata benda, suatu peristiwa adapun bentuk-bentuk simbol di antaranya

22

F. W. Dillistone, The Power Of Symbol (Yogyakarta: Kanisius, 2002) Hal. 15 23

F. W. Dillistone, The Power…………………Hal. 5 24

Budiono Herusatoto, Simbolisme..... Hal 10 25

Budiono Herusatoto, Simbolisme.... Hal 16 26

F. W. Dillistone, The Power..... Hal 124,127. 27

F. W. Dillistone, The Power..... Hal 125

Page 18: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

8

berkaitan dengan tubuh dan makanan, tanah, pakaian, terang dan gelap, api dan air

darah dan kurban. Penjelasan kali ini akan lebih difokuskan kepada suatu peristiwa

sebagai simbol lebih tepatnya Kenoto sebagai simbol.

Tradisi masyarakat suku Sabu mengenal adanya tradisi Kenoto. Menurut

responden yaitu bapak Melkias Sioh, Kenoto adalah pernikahan adat suku Sabu.

Kenoto bukan sebuah acara seremonial, tapi mengandung pesan filosofi adat, di mana

seorang laki-laki dan perempuan sah membentuk sebuah rumah tangga jika sudah

melalui adat Kenoto, masing-masing pihak akan tahu hak dan kewajiban, serta tahu

apa resiko atau akibat jika melanggar kesepakatan yang sudah disepakati saat

berlangsungnya Kenoto.

Perkawinan Kenoto bagi masyarakat suku Sabu khususnya Jemaat Ruba Deo

Sabu menjunjung tinggi makna kekristenan dalam adat istiadat, dimana Kenoto bukan

menjadi ajang gengsi tetapi melestarikan nilai yang diwariskan oleh leluhur, tentunya

tidak bertentangan dengan prinsip kekristenan yaitu kasih, sehingga dengan demikian

masyarakat suku Sabu melihat Kenoto sesuai dengan kontekstualisasi dalam

pernikahan agama Kristen yang mengajarkan tentang hukum kasih.

Perkawinan

Perkawinan adalah suatu proses yang sudah melembaga, yang mana laki-laki

dan perempuan memulai dan memelihara hubungan timbal balik yang merupakan

dasar bagi suatu keluarga. Hal ini menimbulkan hak dan kewajiban baik antara laki-

laki dan perempuan maupun dengan anak-anak yang kemudian dilahirkan28

. Dari

kutipan di atas maka dapat disimpulkan perkawinan adalah suatu hubungan yang

mempunyai timbal balik antara hak dan kewajiban bukan hanya kepada suami atau

istri tetapi juga kepada anak-anak mereka.

Rumusan arti perkawinan29

, dengan “ikatan lahir batin” dimaksudkan bahwa

perkawinan itu tidak hanya cukup dengan adanya “ikatan lahir” atau “ikatan batin”

saja tetapi harus keduannya. Suatu “ikatan lahir” adalah ikatan yang dapat dilihat.

28

I Ketut Atardi, Hukum Adat Bali dengan Aneka Masalahnya Dilengkapi Yurisprudensi (Denpasar: Setia Lawan Cet. II, 1987)Hal. 169 29

K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawianan Indonesia. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000). Hal 14

Page 19: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

9

Mengungkapkan adanya suatu hubungan hukum antara seorang pria dan wanita untuk

hidup bersama, sebagai suami istri, dengan kata lain dapat disebut “hubungan

formil”30

. Sebaliknya, suatu “ikatan batin” adalah hubungan yang tidak formil, suatu

ikatan yang tidak dapat dilihat, walau tidak dapat dilihat nyata, tapi ikatan itu harus

ada. Karena tanpa adanya ikatan batin, ikatan lahir akan menjadi rapuh31

. Dengan

demikian dapat diartikan bahwa perkawinan harus didasarkan ikatan lahir batin, tidak

hanya batin atau lahir tetapi harus keduannya.

Tindakan Sosial Max Weber

Teori tindakan sosial Max Weber berorientasi pada motif dan tujuan pelaku.

Dengan menggunakan teori ini setiap individu maupun kelompok bahwa masing-

masing memiliki motif yang berbeda terhadap sebuah tindakan yang dilakukan.

Teori ini bisa digunakan untuk melihat perilaku tindakan setiap individu maupun

kelompok. Dengan memahami perilaku setiap individu maupun kelompok, sama

halnya kita telah menghargai dan memahami alasan-alasan mereka dalam

melakukan suatu tindakan. Sebagaimana diungkapkan oleh Weber, cara terbaik

untuk memahami berbagai kelompok adalah menghargai bentuk-bentuk tipikal

tindakan yang menjadi ciri khasnya. Sehingga kita dapat memahami alasan-alasan

mengapa warga masyarakat tersebut bertindak32

.

Adapun keempat klasifikasi tipe tindakan, yaitu sebagai berikut: Pertama,

Tindakan Tradisional, yaitu tindakan yang ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan

yang sudah mengakar secara turun- temurun. Kedua, Tindakan Afektif, merupakan

tindakan yang ditentukan oleh kondisi-kondisi dan orientasi-orientasi emosional si

aktor. Ketiga, Rasionalitas Instrumental, adalah tindakan yang ditujukan pada

pencapaian tujuan-tujuan yang secara rasional diperhitungkan dan diupayakan

sendiri oleh aktor yang bersangkutan. Keempat, Rasionalitas Nilai, yaitu

tindakan rasional berdasarkan nilai, yang dilakukan untuk alasan-alasan dan tujuan-

30

K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan..... Hal 14 31

K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan.... Hal 15 32

Pip Jones. Pengantar Teori-teori Sosial dari Teori Fungsionalisme hingga Post-modernisme (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009). Hal. 115

Page 20: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

10

tujuan yang ada kaitanya dengan nilai-nilai yang diyakini secara personal tanpa

memperhitungkan prospek-prospek yang ada kaitanya dengan berhasil atau

gagalnya tindakan tersebut33

.

Menurut Turner, adanya pembagian dari keempat tipe ini oleh Weber,

memberitahukan kepada kita tentang suatu sifat aktor itu sendiri, karena tipe-tipe itu

mengindikasikan adanya kemungkinan berbagai perasaan dan kondisi-kondisi

internal, dan perwujudan tindakan-tindakan tersebut menunjukan bahwa para aktor

memiliki kemampuan untuk mengkombinasikan tipe-tipe tersebut dalam formasi-

formasi internal yang kompleks yang termanifestasikan dalam suatu bentuk

pengcangkokan orientasi terhadap tindakan34

.

Dengan demikian dalam satu tindakan yang dilakukan oleh setiap individu

atau kelompok terdapat orientasi atau motif dan tujuan yang berbeda-beda. Dalam

konteks tradisi tentang Kenoto suku Sabu tersebut, setiap pelaku juga memiliki motif

dan tujuan yang sama. Oleh karena itu, dengan melakukan pemetaan teori tindakan

sosial menjadi satu tipe khusus untuk menjawab permasalahan yang dalam

perkawianan Kenoto yaitu dipakai Teori Tindakan Tradisonal dan Rasionalitas Nilai.

HASIL PENELITIAN

Lokasi dan Gambaran Umum Jemaat Ruba Deo Sabu

Gereja Masehi Injili di Timor Jemaat Ruba Deo Sabu terletak di Desa

Raemadia Kecamatan Sabu Barat Kabupaten Sabu Raijua, Propinsi Nusa Tenggara

Timur. Luas wilayah Pelayanan GMIT Ruba Deo Sabu yaitu 4 Km2 dengan

kepadatan jumlah jemaat sebanyak 1206 orang, Wilayah pelayanan Jemaat Ruba Deo

Sabu merupakan daerah daratan rendah disepanjang pantai, sedangkan sebelah barat

dari timur dan selatan merupakan dataran tinggi. Batas-batas wilayah, sebelah Utara

berbatasan dengan Laut Sabu, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Roboaba,

sebelah Timur berbatasan dengan Desa Menia dan sebelah Barat berbatasan dengan

33

Bryan S. Turner, Teori Sosial dari Klasik Sampai Postmodern. (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2012).

Hal. 115 34

Bryan S. Turner, Teori Sosial..... Hal. 116

Page 21: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

11

Kelurahan Mebba. Adapun waktu tempuh dari pusat Ibu Kota Propinsi yaitu Kota

Kupang dengan pesawat 1 jam, kapal feri 12 jam dan kapal cepat 5 jam perjalanan.

Gambaran umum pelayanan Jemaat Ruba Deo Sabu, memiliki delapan

wilayah/rayon antara lain: Lobohiha Bawah dengan jumlah KK 38, Lobohiha Atas

berjumlah 42 KK, Raekedarru berjumlah 43 KK, Leomadamu berjumlah 52 KK,

Pararaja berjumlah 39 KK, Bora berjumlah 26 KK, Raewatta berjumlah 40 KK dan

Lie berjumlah 36 KK, dengan total seluruh KK berjumlah 316 KK dengan jumlah

jiwa sebanyak 1206 jiwa. Antara lain jumlah anggota Sidi dan Babptis berjumlah

1154 jiwa. Mata pencaharian Jemaat Ruba Deo Sabu dominan adalah Petani, Buruh

dan Nelayan sedangkan untuk Pegawai Negeri Sipil hanya sebagian orang itupun

hanya orang-orang pendatang bukan masyarakat asli Sabu yang memiliki pekerjaan

tetap seperti Pegawai Negeri Sipil35

.

Pengutamaan Perkawinan Kenoto daripada perkawinan gerejawi

Pada prinsipnya perkawinan terjadi karena keputusan antara laki-laki dan

perempuan yang saling jatuh cinta36

. Hal ini merupakan hal yang paling mendasar

dalam suatu perkawinan, baik di tiap daerah maupun suku bangsa tentunya

mempunyai tata upacara perkawinannya sendiri yang sesuai dengan adat istiadat di

mana kita tinggal. Tata cara perkawinan tiap suku bangsa juga memiliki nilai-nilai

dan ketentuan-ketentuan yang sangat dijungjung tinggi. Upacara perkawinan pasti

dilaksanakan oleh setiap masyarakat di daerah manapun dan oleh berbagai lapisan

masyarkat, yang tergolong kelas ekonomi bawah maupun golongan ekonomi atas.

Selain memiliki keunikan tersendiri dalam suatu perkawinan, maka di

kalangan warga jemaat Ruba Deo Sabu masih sangat memegang teguh adat atau

kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun dan juga nilai-nilai yang terkandung

dalam suatu perkawinan. Perempuan suku Sabu di wajibkan untuk melakukan

perkawinan kenoto karena ketika perempuan suku Sabu tidak melakukan

Perkawinan Kenoto, hukum adat Sabu akan berlaku.37

35

Data Statistik Jemaat Ruba Deo Sabu Tahun 2018, Akses 03 April 2019, pukul 18.00 36

Hasil Wawancara dengan Bapak Yakob Kale Dara, 31 Maret 2019 pukul 11.00 Wita 37

Hasil Wawancara dengan Bapak Bernabas Bunga Djami, 01 April 2019, Pukul 11.00 Wita

Page 22: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

12

Asal mula perkawinan kenoto

Pada prinsipnya perkawinan kenoto terjadi karena keputusan laki-laki dan

perempuan yang saling jatuh cinta, sedangkan sejak kapan perkawinan kenoto itu ada,

menurut Narasumber sebenarnya tidak ada batas waktu awal mulanya kenoto,

masyarakat suku Sabu sudah dikenal pada zaman penjajahan, lewat sebuah

peninggalan benteng, tetapi berbicara awal mula baik dari zaman penjajahan sampai

zaman Indonesia merdeka tidak nampak ceritanya yang pasti, tetapi untuk menjamin

kenoto itu tidak punah ialah masyarkat suku Sabu sendiri lewat satu tradisi gigi

mereka sehari-hari itu digosok pakai batu, karena orang jepang lihat perempuan kalau

giginya kotor meski umur masih muda itu dianggap sudah tua atau sama seperti

nenek-nenek, tetapi berbicara tentang Kenoto tidak ada informasi apapun dari

siapapun dimulai dari kapan38

.

Melakukan perkawinan kenoto sama saja melestarikan hukum adat. Hukum

adat yang berlaku bagi warga Jemaat Ruba Deo Sabu terkhusunya suku Sabu antara

lain ialah hukum adat yang baik dan yang tidak baik atau secara langsung melanggar

hukum adat tersebut ialah mengolah hasil tanah dengan paksaan, mengiris tuak,

membunuh, mencuri, berzinah, menggingini milik orang lain, sedangkan perbuatan

yang baik yang dipandang memelihara hukum adatyang berlaku ialah menghormati

orang tua, memelihara nama baik janda dan duda dan menjaga anak-anak yatim piatu

membantu dalam segala hal, itulah hal-hal yang dipandang penting dalam

kekhukusan hukum adat Sabu39

.

Syarat-syarat yang wajib dilakukan Pasangan Nikah

Tahap awal dari upacara adat Kenoto ini adalah proses perkenalan yang

bertujuan untuk menyampaikan isi hati dari sang pria terhadap sang gadis (tentunya

mereka telah menjalin hubungan sebelumnya). Pada waktu perkenalan itu, dua orang 38

Hasil wawancara dengan Tokoh Adat Bapak Yakob Kale Dara, 31 Maret 2019 pukul 11.00 Wita dan dilengkapi dengan wawancara bersama Bapak Petrus Bara Paa, 31 Maret 2019, pukul 12.35 Wita, Hasil Wawancara Bapak Melkisedek Palike, 31 Maret 2019, pukul 21.00 Wita dan Hasil Wawancara dengan Bapak Bernabas Bunga Djami, 01 April 2019, Pukul 11.00 Wita 39

Hasil wawancara dengan Tokoh Adat Bapak Yakob Kale Dara, 31 Maret 2019 pukul 11.00 Wita dan dilengkapi dengan wawancara bersama Bapak Petrus Bara Paa, 31 Maret 2019, pukul 12.35 Wita, Hasil Wawancara Bapak Melkisedek Palike, 31 Maret 2019, pukul 21.00 Wita dan Hasil Wawancara dengan Bapak Bernabas Bunga Djami, 01 April 2019, Pukul 11.00 Wita

Page 23: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

13

sebagai utusan keluarga (orangtua) datang dan membawa sirih pinang, sebagai tanda

bahwa kedatangan orangtua dari pihak laki-laki mengandung maksud tertentu. Maka

pada saat memasuki rumah sang gadis para utusan dan orang tua dari laki-laki

mencium orang tua daripada si gadis. Ciuman itulah yang menjadi awal tahap

perkenalan.40

Pada saat perkawinan kenoto, mempelai laki-laki harus membawa beberapa

persyaratan. Pertama, Sirih pinang dilengkapi kapur dan tembakau secukupnya.

Kedua, Bada Walli yaitu berupa sejumlah binatang yang diserahkan sebagai

ungkapan perasaan dari pihak lelaki sesuai pembicaraan atau kesepakatan. Ketiga,

emas. Warga Jemaat Ruba Deo tidak menuntut berapa besar gram emas yang

diberikan tetapi cukup seadanya, tetapi tetap diusahakan harus ada walaupun kecil

sekalipun, sehingga syarat atau ketentuan tidak dianggap disepelekan.41

Aturan-aturan dalam Perkawinan Kenoto

Aturan yang mengikat dalam Perkawinan Kenoto hewan atau benda yang di

bawa keluarga laki-laki tidak boleh disentuh oleh mempelai perempuan. Mempelai

perempuan harus disambut atau dipangku oleh orang tua (dalam hal ini ibu dari

mempelai laki-laki) atau dalam bahasa Sabu laha`o, disambut dengan sarung baru

atau Wini (marga baru untuk si gadis) dan aturan-aturan yang telah disepakati tidak

boleh dilanggar atau dikurangi dan keluarga laki-laki harus secara sopan santun

mendatangi keluarga perempuan dan aturan yang memikat lainnya ialah jika terjadi

perselisihan dalam rumah tangga berarti itu menjadi harga mati atau dengan kata lain

barang dan segala sesuatu bisa dikembalikan kecuali ada kesepakatan bersama jika

terjadi pelanggaran dari salah satu pihak42

. Ketentuan yang terjadi pada masyarakat

40

Hasil wawancara dengan Tokoh Adat Bapak Yakob Kale Dara, 31 Maret 2019 pukul 11.00 Wita dan dilengkapi dengan wawancara bersama Bapak Habakuk Willa, 31 Maret 2019, pukul 16.15 Wita, Hasil Wawancara Bapak Melkisedek Palike, 31 Maret 2019, pukul 21.00 Wita dan Hasil Wawancara dengan Bapak Bernabas Bunga Djami, 01 April 2019, Pukul 11.00 Wita 41

Hasil wawancara dengan Tokoh Adat Bapak Yakob Kale Dara, 31 Maret 2019 pukul 11.00 Wita dan dilengkapi dengan wawancara bersama Bapak Habakuk Willa, 31 Maret 2019, pukul 16.15 Wita, Hasil Wawancara Bapak Melkisedek Palike, 31 Maret 2019, pukul 21.00 Wita dan Hasil Wawancara dengan Bapak Bernabas Bunga Djami, 01 April 2019, Pukul 11.00 Wita 42

Hasil wawancara dengan Tokoh Adat Bapak Yakob Kale Dara, 31 Maret 2019 pukul 11.00 Wita dan dilengkapi dengan wawancara bersama Bapak Petrus Bara Paa, 31 Maret 2019, pukul 12.35 Wita.

Page 24: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

14

suku Sabu terkhususnya Jemaat Ruba Deo Sabu ialah Udu (mengikuti garis bapak)

dan Hubi (mengikuti garis ibu)

Perkawinan Kenoto bukan merupakan jaminan pasangan nikah tetap

bertahan

Meski perkawinan Kenoto menjadi hal yang terpenting dalam masyarakat

suku Sabu dan terkhusunya warga jemaat Ruba Deo, tetapi disatu sisi perkawinan

kenoto mempunyai kelemahan yang dimana perkawinan kenoto tidak menjamin untuk

rumah tangga tetap utuh dan harmonis, kelemahan itu yang menjadi titik tolak bahwa

dengan perkawinan kenoto juga pasti akan bercerai43

.

Status Derajat, Kedudukan Keluarga dan Penerimaan melakukan

Kenoto dan tidak melakukan Kenoto

Berbicara status pendidikan keluarga bahkan mempelai, kedudukan keluarga

dalam warga jemaat Ruba Deo Sabu baik dia keturunan bangsawan maupun

keturunan rakyat jelata, status tidak mempengaruhi dalam perkawinan kenoto, hal

yang penting ialah jika sanggup untuk memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dan

dilandasi adanya rasa cinta oleh laki-laki dan perempuan tersebut. Sedangkan

berbicara tentang penerimaan, tentu ada perbedaan penerimaan baik pasangan nikah

yang sudah melakukan kenoto dan tidak melakukan kenoto, entah itu bisa dikatakan

kumpul kebo atau hal dalam kesetaraan44

.

Hal-hal yang menjadikan Perkawinan Kenoto menjadi tidak sah

Perkawinan kenoto menjadi tidak sah jika apa yang telah disepakati bersama

pada saat tahap perkenalan, tidak dibawah lengkap pada saat penyerahan kenoto

Hasil wawancara dengan Bapak Habakuk Willa, 31 Maret 2019 pukul 16.15 Wita. Hasil Wawancara dengan Bapak Melkisedek Palike, 31 Maret 2019, pukul 21.00 Wita dan Hasil Wawancara dengan Bapak Bernabas Bunga Djami, 01 April 2019, Pukul 11.00 Wita 43

Hasil wawancara dengan Tokoh Adat Bapak Yakob Kale Dara, 31 Maret 2019 pukul 11.00 Wita dan dilengkapi dengan wawancara bersama Bapak Petrus Bara Paa, 31 Maret 2019, pukul 12.35 Wita. Hasil wawancara dengan Bapak Habakuk Willa, 31 Maret 2019 pukul 16.15 Wita dan Hasil Wawancara dengan Bapak Bernabas Bunga Djami, 01 April 2019, Pukul 11.00 Wita 44

Hasil wawancara dengan Tokoh Adat Bapak Yakob Kale Dara, 31 Maret 2019 pukul 11.00 Wita dan dilengkapi dengan wawancara bersama Bapak Petrus Bara Paa, 31 Maret 2019, pukul 12.35 Wita. Hasil wawancara dengan Bapak Habakuk Willa, 31 Maret 2019 pukul 16.15 Wita dan Hasil Wawancara dengan Bapak Bernabas Bunga Djami, 01 April 2019, Pukul 11.00 Wita

Page 25: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

15

(perkawinan kenoto), hal ini akan membuat masyarakat suku Sabu sendiri untuk tetap

berpegang teguh pada kesepakatan yang telah disepakati bersama demi terciptanya

suatu keselarasan dan agar perkwinanan kenoto tidak dibatalkan dan bisa juga

dianggap tidak sah jika nanti dalam berumah tangga terjadi KDRT atau perzinahan

yang dilakukan oleh masing-masing individu45

.

Perkawinan Kenoto menjaga relasi dalam keluarga

Perkawinan Kenoto tidak terlepas dari dukungan keluarga masing-masing

pasangan nikah, dalam observasi yang dilakukan pasangan nikah sangat berterima

kasih kepada keluarga besar yang mendukung mereka. Keluarga juga menjadi jalan

untuk meringankan setiap mahalnya sebuah permintaan yang diberikan oleh

mempelai perempuan jadi bisa dikatakan relasi keluarga yang baik akan sangat

membantu pasangan nikah46

.

Nilai-nilai moral dalam perkawinan Kenoto

Perkawinan kenoto banyak terkandung nilai moral antara lain nilai

kebersamaan, nilai persaudaraan, nilai sopan santun, nilai penghormatan terhadap

orang tua, nilai Kasih, nilai menghargai, mengasihi dan nilai budaya suku Sabu

sendiri lewat pemakaian pakakain adat suku Sabu dalam proses perkawinan kenoto

yakni laki-laki menggunakan selimut dan perempuan sarung (semua yang datang

mengikuti acara wajib).47

Keberadaan Perkawinan Kenoto dalam Agama

Perkawinan kenoto sering didahulukan daripada perkawinan gerejawi hal ini

mengingat tradisi yang sudah berlangsung pada zaman dahulu. Perkawinan Kenoto

45

Hasil wawancara dengan Tokoh Adat Bapak Yakob Kale Dara, 31 Maret 2019 pukul 11.00 Wita dan dilengkapi dengan wawancara bersama Bapak Petrus Bara Paa, 31 Maret 2019, pukul 12.35 Wita. Hasil wawancara dengan Bapak Habakuk Willa, 31 Maret 2019 pukul 16.15 Wita. Hasil Wawancara dengan Bapak Melkisedek Palike, 31 Maret 2019, pukul 21.00 Wita dan Hasil Wawancara dengan Bapak Bernabas Bunga Djami, 01 April 2019, Pukul 11.00 Wita 46

Hasil Wawancara dengan Pasangan Nikah Melki F Ratu Djara dan Belandina W. Molawahi, 02 April 2019 pukul 19.10 Wita dan dilengkapi dengan Hasil Wawancara dengan Pasangan Nikah Nimron Banu dan Yublina Bunga, 02 April 2019 pukul 19.55 Wita 47

Hasil wawancara dengan Tokoh Adat Bapak Yakob Kale Dara, 31 Maret 2019 pukul 11.00 Wita dan dilengkapi dengan wawancara bersama Bapak Petrus Bara Paa, 31 Maret 2019, pukul 12.35 Wita. Hasil wawancara dengan Bapak Habakuk Willa, 31 Maret 2019 pukul 16.15 Wita dan Hasil Wawancara dengan Bapak Bernabas Bunga Djami, 01 April 2019, Pukul 11.00 Wita

Page 26: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

16

menunjukkan harga diri dari seorang perempuan artinya ketika pihak laki-laki mau

ambil untuk keluar dari dalam rumah orang tua perempuan memang nilai seorang

perempuan tidak ditentukan dengan apa yang dibawa oleh mempelai laki-laki, tetapi

dapat menghormati adat istiadat yang belaku karena perempuan lahir dari adat. Oleh

karena itu adat sangat penting. Tetapi disatu sisi perkawinan Kenoto selalu

melibatkan Gereja. Kenoto dan Agama tidak pernah berjalan sendiri lewat doa

maupun ibadah (adat dan gereja berjalan bersamaan). Disatu sisi Perkawinan Kenoto

juga berbicara tentang hukum kasih sama seperti Agama berbicara tentang hukum

kasih48

.

ANALISA

Adat

Adat berfungsi sebagai hukum yang merupakan tata tertib setiap sikap,

tingkah laku, dan perbuatan manusia dalam hidup bermasyarakat dan hubungan

dengan alam. Dalam bagian landasan teori dijelaskan bahwa adat senantiasa

menebal dan menipis, dalam padangan Jemaat Ruba Deo Sabu adat adalah sama

dengan aturan-aturan keagamaan, dimana hukum adat sama dengan hukum agama,

keduanya dapat dibedakan tetapi tidak terpisahkan satu dengan yang lain. Mengiris

tuak dengan melanggar adat, membunuh, mencuri, berzinah, merampas hak milik

orang lain yang dipandang sebagai perbuatan yang melanggar hukum adat istiadat

yang berlaku di masyarakat suku Sabu, sebaliknya, melaksanakan tugas dan

kewajiban sesuai adat yang berlaku ialah menghormati orangtua, memelihara janda,

yatim piatu dipandang sebagai perbuatan yang memelihara hukum adat. Bagi Jemaat

Ruba Deo Sabu memahami atau taat kepada adat ada pahalanya baik bagi pribadi

maupun bagi masyarakat luas yang dimana kehidupan mereka akan bebas dari

segala bencana dan sakit penyakit bahkan kehidupannya akan diliputi dengan

ketenangan49

. Dengan demikian adat dikatakan tebal jia segala peraturan dan

ketentuan dilakukan dengan baik dan terus-menerus dijaga bahkan di lestarikan

48

Hasil Wawancara dengan Tokoh Agama Pdt. Lefrodia Hadjoh, S.Th, Rabu 03 April 2019 pukul 19.00 Wita dan dilengkapi dengan Hasil Wawancara dengan Tokoh Agama Pdt. Em. Banni Hede Wata, S.Th, 31 Maret 2019, pukul 12.00 Wita 49

Lihat hasil penelitian tentang asal mula perkawinan kenoto hal. 13

Page 27: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

17

sedangkan menepis berarti adat itu hanya dijadikan lambang saja tidak dapat dikhayati

atau diteruskan bahkan dijaga dan dirawat.

Unsur-unsur terciptanya adat dilakukan terus menerus, Perkawinan kenoto

menjadi satu keistimewaan dalam masyarakat suku Sabu yang dimana

mempertahankan sesuatu ketentuan secara turun-temurun50

. Ketentuan yang dimaksud

yaitu suatu pengarisan yang menuruti keturunan dari generasi ke generasi, ketentuan

itu berlaku dengan sendirinya dan bersifat otomatis. Ketentuan yang terjadi pada

masyarakat suku Sabu terkhususnya Jemaat Ruba Deo Sabu ialah Udu (mengikuti

garis bapak) dan Hubi (mengikuti garis ibu).51

Unsur yang lain dalam adat sehingga terciptanya dengan baik ialah adanya

dimensi waktu yang panjang, dalam masyarakat suku Sabu terkhususnya Jemaat Ruba

Deo Sabu perkawinan kenoto bukan hanya terjadi sementara tetapi dibutuhkan waktu

yang sangat panjang terlihat dari proses atau syarat-syarat yang wajib dilakukan

pasangan nikah, disini pasangan nikah bersama orang tua masing-masing harus tetap

mengikuti segala yang sudah ditetapkan para leluhur dan tidak boleh ada ketimpangan

satu sama lain segala tahap dan proses harus ada dan wajib dilakukan agar dapat

diterima dengan baik.52

Dalam bagian landasan teori dijelaskan bahwa adat mempunyai ikatan dan

pengaruh yang kuat dalam masyarakat hal ini terlihat jelas dalam perkawinan kenoto.

Kenoto adalah adat perkawinan dalam suku Sabu dan kenoto menjadi sesuatu yang

diharuskan atau diwajibkan. Sebelum pernikahan secara Gerejawi dan pencatatan

Sipil dilakukan Perkawinan adat yakni Kenoto harus lebih dulu dilaksanakan53

. Di sini

keterikatan masyarakat suku Sabu terhadap perkawinan Kenoto sudah begitu kental

alias sudah mendarah daging. Orang tidak rela akan menikahkan saja anaknya

sebelum melakukan kenoto, karena itu tidak dapat dihindari banyak keluarga-keluarga

meski sudah punya anak bahkan sudah punya cucu yang belum menikah secara

Gerejawi/agama dan di Catat nikahnya di Pencatat Sipil.

50

Lihat hasil penelitian tentang asal mula perkawinan kenoto hal. 13 51

Lihat hasil penelitian tentang aturan-aturan perkawinan kenoto hal. 14 52

Lihat hasil penelitian syarat-syarat yang wajib dilakukan pasangan nikah hal. 13 53

Lihat hasil penelitian keberadaan perkawinan kenoto dalam Agama hal. 16

Page 28: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

18

Simbol

Dalam bagian landasan teori telah dijelaskan bahwa kenoto terbuat dari tempat

sirih pinang yang terbuat dari daun lontar dan khusus dipakai oleh kaum pria. Dengan

demikian kenoto merupakan sebuah simbol yang ada dalam kebudayaan suku Sabu

bahkan bisa dikatan bahwa kenoto merupakan simbol identitas masyarakat suku Sabu.

Kenoto sebagai simbol itu diadakan tidak sekedar sebagai suatu tempat yang

disiapkan khusus untuk maksud sebuah perkawinan adat dengan berisi berbagai jenis

benda seperti uang, emas, sirih pinang dan tembakau, akan tetapi sebagai ciri khas

adat masyarakat Sabu.54

Simbol memiliki hubungan yang erat sehingga manusia dapat dikatakan

sebagai mahkluk bersimbol, Ciri khas itulah sebagai simbol yang hanya melekat pada

warga jemaat Ruba Deo Sabu saja terkhususnya suku Sabu, suku lain bahkan tidak

didengar adanya Kenoto. Mungkin ada bentuk isi dan sifatnya hampir sama, namun

nama atau istilahnya tidak sama. Di satu sisi kenoto mengandung pernyataan luhur

dari mempelai laki-laki kepada keluarga perempuan yaitu bahwa perkawinan yang

terbentuk dengan melalui kenoto sekaligus mengikrarkan terciptanya sebuah ikatan

keluarga baru yang berasal dari dua keluarga besar dan bahwa dengan terciptanya

keluarga baru yang bersifat permanen itu akan muncul generasi-generasi penerus

keturunan.

Simbol bersifat figuratif daya kekuatan yang melekat, perkawinan kenoto

sangat jelas terlihat kenoto yang dibawa harus lengkap dan sudah menjadi harga mati

lewat berbagai kesepakatan yang telah disepakati bersama, hal ini menjadi tanda

bahwa jika sesuatu yang dilanggar atau tidak dipenuhi maka ada dampak yang sangat

fatal, bisa saja perkawinan kenoto tidak akan dilaksanakan atau ditunda sementara

waktu untuk melekapi isi dari kenoto tersebut.55

Selain status kedudukan dan penerimaan keluarga, ada juga nilai ekonomi

yang berperan penting di dalam perkawinan kenoto bagaimana keluarga menutupi

mahalnya sebuah permintaan dari keluarga mempelai perempuan serta peran serta

54

Lihat hasil penelitian Syarat-syarat yang wajib dilakukan pasangan nikah. Hal. 13 55

Lihat hasil penelitian aturan-aturan dalam perkawinan kenoto hal. 14

Page 29: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

19

dalam menyanggupi perkawinan kenoto, di sini terlihat jelas bahwa perkawinan

kenoto yang terjadi di kalangan masyarakat Sabu terkhususnya Jemaat Ruba Deo

Sabu keluarga besar sangat berperan aktif, hal ini terlihat bahwa keluarga tidak

meninggalkan begitu saja tetapi terlibat langsung meringankan beban dari orang tua

mempelai laki-laki. Keikutsertaan keluarga yang lain menambah kepercayaan bahwa

perkawinan kenoto dapat menyatuhkan berbagai keluarga.56

Perkawinan

Hal yang terlihat jelas dalam perkawinan kenoto di kalangan Jemaat Ruba Deo

Sabu tidaklah sederhana untuk dilaksanakan karena harus melalui proses yang

panjang, melibatkan seluruh anggota keluarga baik tahap perkenalan, maupun sampai

pada tahap perkawinan kenoto, perkawinan kenoto mempunyai makna yang penting

untuk menjalin relasi antara laki-laki dan perempuan yang merupakan pola hidup

masyarkat turun-temurun supaya kehidupan berlangsung aman, tentram dan lancar.57

Ikatan lahir batin dalam suatu perkawinan sangat jelas terlihat dalam

Perkawinan kenoto, kenoto memiliki sebuah kesakralan lewat sebuah janji tetapi disini

jelas terlihat bahwa ikatan lahir batin yang dijelakan dalam bagian landasan teori tidak

selamanya menjadi ketetapan atau jaminan sebuah pernikahan yang langgeng dan

harmonis jika sejalan tetapi yang terlihat dalam Perkawinan kenoto, kenoto bukan

merupakan jaminan pasangan nikah untuk tetap bertahan dari hasil observasi yang

dilakukan beberapa narasumber meyakini bahwa keutuhan dalam keluarga dapat

bertahan ialah timbul rasa kasih sayang, menghargai satu sama lain dan tidak ada

penindasaan dalam keluarga maka keluarga tersebut akan tetap aman tetapi jika

berbanding terbalik maka kelangsungan berumah tangga akan dengan sendirinya akan

berpisah satu sama lain, hal ini membuktikan bahwa perkawinan kenoto tidak

selamanya akan membuat orang rasa aman tetapi juga lewat kepribadian masing-

masing individu perkawinan kenoto bisa saja menjamin untuk terjadinya perceraian.58

Lewat perkawinan kenoto ada beberapa nilai-nilai moral yang ingin disampaikan,

56

Lihat hasil penelitian perkawinan kenoto menjaga relasi dalam keluarga. Hal. 15 57

lihat hasil penelitian syarat-syarat yang wajib dilakukan pasangan nikah. Hal. 13 58

Lihat hasil penelitian perkawinan kenoto bukan merupakan jaminan pasangan nikah tetap bertahan. Hal. 14

Page 30: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

20

antara lain, nilai kebersamaan, persaudaraan, sopan santun, penghormatan terhadap

orang tua, dan perkawinan Kenoto disatu sisi tidak bertentangan dengan Alkitab

(penghormatan terhadap perempuan).59

Teori Tindakan Sosial Max Weber : Tindakan Tradisional dan Rasionalitas

Nilai

Penelitian pada tradisi perkawinan kenoto ini termasuk suatu kejadian yang

sudah terjadi turun-temurun. Akan tetapi dalam serangkaian acara perkawinan

kenoto tersebut mencerminkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Untuk lebih

memahami secara komprehensif, analisa ini akan memberikan jawaban melalui

pemahaman tipikal teori tindakan sosial Weber, yang cocok atau yang dipakai dalam

perkawinan kenoto yakni Tindakan Tradisional dan Rasionalitas Nilai.

Tindakan Tradisional, menurut teori ini semua tindakan ditentukan oleh

kebiasaan-kebiasaan yang sudah mengakar secara turun-temurun dan tetap

dilestarikan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Dalam tradisi warga

Jemaat Ruba Deo Sabu secara umumnya masyarakat suku Sabu, memang menaruh

perhatian besar dalam menjaga tradisi, terutama menjaga tradisi yang telah

diwariskan dari para nenek moyang yang telah berperan besar bagi perekmbangan

adat istiadat suku Sabu sendiri sampai saat ini. Melestarikan apa yang telah

dilakukan para nenek moyang dahulu merupakan suatu hal yang penting, karena di

situ ada nilai-nilai historis yang bisa diambil dan dijadikan sebagai nilai moral untuk

diterapkan oleh generasi sekarang dan yang akan datang.60

Warga Jemaat Ruba Deo Sabu sendiri, upaya menjaga tradisi sudah banyak

dilakukan agar tetap memegang teguh warisan dan tradisi dari para nenek moyang.

Dalam konteks perkawinan Kenoto, kita dapat melihat bagaimana upaya yang

dilakukan oleh masyarakat suku Sabu untuk tetap melestarikan tradisi-tradisi yang

sudah ada sebelumnya, karena didalam perkawinan kenoto sendiri penghormatan

terhadap perempuan merupakan suatu hal yang dianggap penting dan sangat bernilai

59

Lihat hasil penelitian keberadaan kenoto dalam agama. Hal. 16 60

Lihat hasil penelitian asal mula perkawinan kenoto hal. 13

Page 31: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

21

tinggi.61

Dengan melakukan analisis terhadap tradisi perkawinan kenoto

mengunakan teori tindakan tradisonal Weber, kita akan mengetahui secara

komprehensif mengenai motif dan tujuan yang dilakukan oleh Warga Jemaat Ruba

Deo Sabu sendiri melakukan perkawinan kenoto, yaitu ingin menjaga dan

melestarikan tradisi yang sudah dilakukan secara turun-temurun oleh para leluhur

mereka.

Di sisi lain tipe teori tindakan sosial yang bisa digunakan untuk menjawab

kebutuhan yang terjadi pada perkawinan kenoto ialah teori tindakan Rasionalitas

Nilai, menurut teori ini, tindakan yang dilakukan didasarkan pada nilai-nilai yang

bisa diperoleh dari para pelaku yang ikut membuat kegiatan-kegiatan perkawinan

tersebut. Dalam artian, nilai yang ingin mereka cari seperti kebersamaan, sopan

santun, berkah dan hidup tentram dan lain sebagainya yang dimana ketika mereka

melakukan sebuah tindakan.62

Dalam kontes ini, nilai menjadi dasar penting yang

ingin didapatkan oleh para pelaku atau pembuat tradisi. Menurut hasil wawancara,

dalam tradisi perkawinan kenoto yang dilakukan oleh Warga Jemaat Ruba Deo Sabu

yaitu sebagai upaya untuk meniru perilaku para leluhur yang dengan setia menjaga

nilai-nilai yang terkandung dalam perkawinanj kenoto agar tidak luntur begitu saja

tertapi mendarah daging sampai pada anak cucu mereka.

Dalam konteks ini perilaku para leluhur nenek moyang masyarakat suku Sabu

menjadi model atau nilai bagi para pelaku tradisi dan menjadi sesuatu yang mereka

kagumi sampai saat ini. Dengan demikian mereka ingin mewujudkanya dan terus

melestarikannya dengan meniru segala bentuk kegiatan-kegiatan model perkawinan

kenoto. Dalam konteks ini, yang mereka kerjakan ialah dengan melaksanakan tradisi

perkawinan kenoto secara benar meskipun banyak mengalami perubahan yang di

mana hal itu juga telah dilakukan oleh para leluhur suku Sabu.

Selain mengikuti dari tradisi-tradisi yang telah dilakukan oleh para leluhur,

yakni tentang perkawinan kenoto, warga Jemaat Ruba Deo Sabu secara umum

masyarakat suku Sabu juga meresepsi nilai-nilai untuk mengikuti para leluhur atau

61

Lihat hasil penelitian keberadaan kenoto dalam agama. Hal. 16 62

Lihat hasil penelitian nilai-nilai moral dalam perkawinan kenoto hal. 16

Page 32: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

22

nenek moyang mereka yang terlihat dari perilaku maupun kebiasaan yang dilakukan

oleh para leluhur, seperti cara berbicara, cara bertatakrama, cara berpakaian

(menggunakan selimut untuk laki-laki dan sarung untuk perempuan)ketika mengikuti

proses perkawinan kenoto yang terjadi dikalangan masyarakat suku Sabu.63

Dengan menggunakan teori tindakan Rasionalitas Nilai Max Weber, kita bisa

mendapatkan atau mengetahui apa yang dilakukan oleh Warga Jemaat Ruba Deo

Sabu atau masyarkat suku Sabu sendiri yaitu ingin mengambil nilai-nilai seperti nilai

kebersamaan atau kekeluargaan, nilai sopan santun, hikmah dan menjaga tradisi dari

para leluhur. Selain itu juga nilai-nilai untuk meniru para leluhur juga tercermin dari

perilaku atau kebiasaan yang dilakukan, seperti menggunakan pakaian yang serba

tenunan sendiri seperti Selimut untuk laki-laki dan Sarung untuk kaum perempuan.

Disinilah terlihat jika sebuah nilai memiliki peran penting sebagai pengikat para

pelaku tradisi tersebut untuk senantiasa menjaga, merawat dan melestarikannya.

Kesimpulan

Pengutmaan perkawinan kenoto di warga Jemaat Ruba Deo Sabu dan secara

umum masyarakat suku Sabu, sudah mendarah daging dan merupakan sebuah tradisi

atau peninggalan dari para leluhur yang tidak bisa ditiadakan sampai saat ini.

Perkawinan kenoto sejauh ini tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran keagamaan,

salah satu contoh ajaran keagaaman yaitu tentang kasih. Di dalam perkawinan kenoto

hukum kasih menjadi dasar dan pegangan masyarakat suku Sabu karena wujud dari

kasih ialah bentuk kebersamaan, menyanyangi dan menghargai sesama manusia,

disatu sisi perkawinan kenoto tidak bertentangan dengan Alkitab, di dalam Alkitab

mengajarkan tentang persembahan dan penghormatan terhadap orang tua begitu

sebaliknya dengan perkawinan kenoto banyak nilai-nilai moral yang terkandung

dalam perkawinan kenoto.

Perkawinan kenoto jika dilihat dari perspektif tindakan sosial Max Weber

yaitu dengan menggunakan tipe Tindakan Tradisional dan Rasionalitas nilai, yang

dimana menurut teori ini semua tindakan ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan yang

sudah mengakar secara turun-temurun dan tetap dilestarikan dari satu generasi ke

63

Lihat hasil penelitian nilai-nilai moral dalam perkawinan kenoto hal. 16

Page 33: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

23

generasi. Sehingga dengan demikian warga Jemaat Ruba Deo Sabu secara umumnya

masyarakat suku Sabu, memang menaruh perhatian besar dalam menjaga tradisi,

terutama menjaga tradisi yang telah diwariskan dari para nenek moyang yang telah

berperan besar bagi perkembangan adat istiadat suku Sabu sendiri sampai saat ini.

Saran

Guna melengkapi nilai dan maaf dari penelitian ini, maka dipandang perlu

ditambahkan saran-saran sebagai berikut:

1. Perkawinaan kenoto merupakan suatu kewajiban bagi masyarakat suku Sabu

secara menyeluruh untuk tetap dipelihara serta terus dilestarikan karena dari

perkawinan kenoto muncul suatu karakter yang pantas diketahui oleh

masyarakat luas.

2. Gereja: kepada Gereja untuk terus melihat kenoto sebagai lambang persatuan

dan kesatuan dan tidak memvonis perkawinanan kenoto sebagai sesuatu

yang bertentangan dengan ajaran keagamaan.

Page 34: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

24

DAFTAR PUSTAKA

Abineno, J.L. Ch. 1983. Perkawinan (persiapan, persoalan-persoalan dan

pembinaanya). Jakarta. BPK Gunung Mulia.

Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur penelitian. Jakarta. Rineka Cipta.

Atardi, I Ketut. 1987. Hukum Adat Bali dengan Aneka Masalahnya Dilengkapi

Yurisprudensi. Denpasar. Setia Lawan.

Bakker, J.W.M. 1986. Filsafat Kebudayaan. Yogyakarta. Kanisius.

Bushar, Muhammad. 1997. Asas-asas Hukum Adat. Jakarta. Pradnya Paramita.

Djara, Julius. 2010, Kenoto Dalam Perkawinan Adat Sabu. Semarang. Arta Media

Group

Data Statistik Jemaat Ruba Deo Sabu Tahun 2018, Akses 03 April 2019, pukul

18.00

Dillistone, F. W. 2002. The Power Of Symbol. Yogyakarta. Kanisius.

Faisal, Sanapiah. 2007. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta. PT

RajaGrafindo Persada.

Giddens, Anthony, Daniel Bell and Michael Forse. 2004. Sosiologi Sejarah dab

Berbagai Pemikirannya. Yogyakarta. Kreasi Wacana.

Herusatoto, Budiono. 1984. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta. PT

Hanindita.

Jones, Pip. 2009. Pengatar Teori-teori Sosial dari Teori Fungsionalisme hingga

Post-modernisme. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.

Masinambow, E.K.M. 1997. Koentjanigrat dan Antropologi di Indonesia. Jakarta.

Yayasan Obor Indonesia.

Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatf . Bandung. Remaja

Rosdakarya.

Saleh, K. Wantjik. 2000. Hukum Perkawianan Indonesia. Jakarta. Ghalia

Indonesia.

Subeki, R dan Tjitrosudibio. 1974. Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Jakarta. Pradnya Paramitha.

Page 35: FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA …

25

Subagyo, Joko. 2011. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta.

Rineka Cipta.

Turner, Bryan. S. 2012. Teori Sosial dari Klasik Sampai Postmodern. Yogyakarta.

Pustaka Belajar.

Wazer, Michael H, Arief Sadiman dan Paul L. Wienir. 1986. Metode dan Analisis

Penelitian : Mencari Hubungan jilid 1. Jakarta. Erlangga.

WEBSITE

https://www.statistikian.com/2017/06/penjelasan-teknik-

purposivesampling.html/amp/. Akses 12-02-19. 12.00 WIB

Yunita wadu, Kebudayaan Sabu, http://yunita-wadu.blogspot.com. Akses 07-01-19,

20.00 WIB.

JURNAL

Jurnal Romi Adi Kurnia Bangngu Sikap GKS Jemaat Kambaniru Terhadap Makna

Tradisi Kenoto Ditinjau dari Teori Mas Kawin. Fakultas Teologi UKSW

2015.

WAWANCARA

Bapak Yakob Kale Dara, 31 Maret 2019 pukul 11.00 Wita.

Ibu. Pdt. Em. Banni Hede Wata, S.Th, 31 Maret 2019, pukul 12.00 Wita.

Bapak Petrus Bara Paa, 31 Maret 2019, pukul 12.35 Wita.

Bapak Habakuk Willa, 31 Maret 2019 pukul 16.15 Wita.

Bapak Melkisedek Palike, 31 Maret 2019, pukul 21.00 Wita.

Bapak Bernabas Bunga Djami, 01 April 2019, Pukul 11.00 Wita.

Bapak Melki F Ratu Djara dan Ibu. Belandina W. Molawahi, 02 April 2019 pukul

19.10 Wita.

Bapak Nimron Banu dan Ibu. Yublina Bunga, 02 April 2019 pukul 19.55 Wita.

Ibu. Pdt. Lefrodia Hadjoh, S.Th, Rabu 03 April 2019 pukul 19.00 Wita.