fakultas syari’ah dan hukum -...
TRANSCRIPT
HUKUMAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA JENAYAH DALAM RANG
UNDANG-UNDANG KESALAHAN KESELAMATAN (LANGKAH-
LANGKAH KHAS) NO. 747 TAHUN 2012 DI MALAYSIA
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Siti Balqis Binti Halim
NIM : 1110045200030
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2017 M
i
ABSTRAK
Siti Balqis Binti Halim. Nim 1110045200030. Hukuman Bagi Pelaku
Tindak Pidana Jenayah Dalam Rang Undang-Undang Kesalahan Keselamatan
(Langkah-Langkah Khas) No. 747 Tahun 2012 Di Malaysia Dalam Perspektif
Hukum Islam. Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah) Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1438H /
2017M.Ix + 67 halaman.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bentuk hukuman yang dikenakan
kepada pelaku tindak pidana rang undang-undang kesalahan keselamatan (langkah-
langkah khas) di Malaysia dalam perspektif hukum Islam.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yang mana penulis
menggunakan data primer dan sekunder sebagai objek penelitian yaitu Akta
Kesalahan Keselamtan (Langkah-Langkah Khas) 2012 di Malaysia sebagai bahan
pokok dari penelitian ini. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara
menggunakan teknis studi dokumentasi dengan mengadakan kajian, menelaah serta
menelusuri literature yang berkenaan dengan perlaksanaan akta kesalahan
keselamatan (langkah-langkah khas) 2012 berupa akta, buku, artikel, dan sebagainya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Akta kesalahan
keselamatan (langkah-langkah khas) 2012 adalah selaras dengan peruntukan 149
Perlembagaan Persekutuan. Akta ini bertujuan membanteras aktiviti pengganas,
pengintipan dan ancaman terhadap keselamatan Negara dan masyarakat Malaysia.
Dalam perspektif hukum Islam, hukuman bagi pelaku tindak pidana yang diatur
dalam akta kesalahan keselamatan (langkah-langkah khas), adalah hukuman takzir
yakni dibenarkan dalam Islam. Hukuman yang tertakluk kepada budi bicara
pemerintah, badan perundangan atau hakim kerana hukuman bagi kesalahan ini tidak
disebut di dalam al-Quran atau Sunnah. Skop kesalahan takzir adalah luas kerana
semua bentuk kesalahan yang tidak tertakluk kepada hukuman qisas dan hukuman
hudud adalah tertakluk kepada hukuman takzir.
Kata kunci : Akta Kesalahan Keselamatan (Langkah-Langkah Khas) 2012,
Akta Keselamatan Dalam Negeri 1960, Perlembagaan
Persekutuan, Hukum Pidana Islam.
Pembimbing : Dr. Hj. Isnawati Rais, M.A
Daftar Pustaka : Tahun 1960 s.d Tahun 2017
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Uinversitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 14 Juli 2017
Siti Balqis binti Halim
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas berkat dan Rahmat-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat dan
salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan
para pengikutnya.
Dalam penyelesaikan skripsi ini, tentunya tidak terlepas dari bantuan dan
motivasi dari berbagai pihak, baik secara personal maupun secara kelembagaan.
Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
pada semua pihak, baik yang secara langsung maupun tidak langsung dalam
membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, maka sebagai ungkapan rasa
hormat yang dalam penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.
2. Dra. Maskufa, MA, Ketua Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah) dan
kepada Ibu Sri Hidayati, M.Ag, Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara
(Siyasah) yang telah membantu penulis secara tidak langsung dalam
menyiapkan skripsi ini.
3. Ibu, Dr. H. Isnawati Rais, MA, Dosen Pembimbing yang telah meluangkan
waktu, memberi inspirasi, saran, kritikan, serta arahan kepada penulis dalam
menyusun skripsi ini.
iv
4. Prof. Dr. Drs. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, Pembimbing
Akademik yang juga senantiasa mengingatkan penulis semasa mengikuti
perkuliahan hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Afwan Faizin, M.Ag, Dosen yang telah membantu dan memberikan
nasehat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Segenap Bapak/Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu
pengetahuannya kepada penulis selama duduk dibangku perkuliahan.
7. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, serta
Perpustakaan Negeri Malaysia, yang telah memberikan fasilitas kepada
penulis dalam pencarian literatur yang diperlukan.
8. Untuk pemberi semangat Ayahanda Tn. Haji Abd Halim bin Ismail dan
Ibunda Hajah Rodziah binti Saidon, terima kasih atas kasih sayang, motivasi
dan dukungan yang kalian berikan baik moril maupun materil, sehingga
penulis mampu mengenyam pendidikan yang layak untuk masa depan.
Semoga Allah SWT. selalu melindungi dan memberikan kasih sayang kepada
kalian, sebagaimana kalian mencurahkan semua itu kepada penulis.
9. Tidak dilupakan saudara-saudaraku, kakanda Khairul Anwar bin Halim serta
isteri Rohaida binti Ahmad, Siti Sarah binti Halim serta suami Azmi bin
Khalid, dan Siti Hajar binti Halim serta suami Mohammad Zulfa bin Abdul
Malek, dan adinda-adindaku, Siti Khadijah binti Halim, Khairul Fikri bin
v
Halim dan Siti Aisyah binti Halim, ucapan jutaan terima kasih yang telah
banyak membantu dan mendoakanku. Tidak lupa juga buat kesayangan
Anjang, Muhammad Syabil Al-Awraq, Muhammad Raeyqal Aqeef dan Auni
Khaulah. Semoga kalian menjadi anak yang soleh solehah dan insan yang
berguna di dunia dan akhirat.
10. Dalam ingatan, pihak IPA (Institut Pengajian Al-Azhar), Ustaz Muhammad
Zain, Ustaz Muhaiyat, Sir Haji Wan, Ustaz Zailani dan Ustazah Hassanah.
Pihak KUDQI (Kolej Universiti Darul Quran Islamiyyah) yang telah memberi
kesempatan untuk menuntut ilmu yang bermanfaat kepada penulis.
11. Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 yang sama-sama menimba ilmu di
Negeri Indonesia yakni, Halijah, Zuriah, Sumayyah, Jannah, Sahara, Fuad,
Hilmi dan Hafis. Serta teman-teman senior dan junior yang juga sama-sama
menimba ilmu di Negeri Indonesia ini bersama saya.
12. Teman-teman seperjuangan, SS dan SJS angkatan 2010, teman dari Indonesia,
antaranya Siti Nurlaela, teman-teman dari UIN Bandung, UIN Surabaya, UIN
Jogjakarta, UIN Malang dan yang mengenali penulis yang tidak mampu
penulis catatkan satu persatu disini.
13. Kepada adik-adik kesayangan, Benny dan Fitriati, terima kasih atas dorongan
dan mendengar keluh resah penulis. Tidak lupa juga buat Amirul, yang
senantiasa mendoakan diri ini, memberi semangat untuk terus berjuang
menyelesaikan skripsi ini.
14. Kerajaan Malaysia dan Pemerintah Indonesia.
vi
15. Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat penulis sebut satu persatu sepanjang
penyusunan skripsi ini. Semoga segala bantuan dan niat baik tersebut diterima
sebagai amal soleh di sisi Allah SWT.
Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang
berlipat ganda. Akhirnya, ‘Sirru a’la barakatillah’ dan semoga skripsi ini dapat
memberikan masukan yang positif kepada pembaca sekalian.
Jakarta, 14 Juli 2017
Syawal 1438 H
Siti Balqis binti Halim
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR............................................................................................. iii
DAFTAR ISI............................................................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................. 1
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah............................................. 6
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian....................................................... 7
D. Tinjauan Pustaka............................................................................. 8
E. Metodologi Penelitian...................................................................... 9
F. Sistematika penelitian...................................................................... 11
BAB II KONSEP HUKUM ISLAM TENTANG HUKUMAN TERHADAP
TINDAK PIDANA JENAYAH......................................................... 13
A. Tindak pidana menurut Hukum Islam............................................. 13
B. Macam-Macam Tindak Pidana dalam Hukum Islam...................... 15
C. Sanksi terhadap Pelaku Tindak Pidana dalam Hukum Islam.......... 23
BAB III GAMBARAN UMUM UNDANG-UNDANG KESALAHAN
KESELAMATAN LANGKAH-LANGKAH KHAS....................... 34
A. Kuasa Khas bagi Kesalahan Keselamatan....................................... 34
B. Faktor-Faktor Penting tentang Kesalahan Keselamatan................. 42
C. Macam-macam Jenayah yang diatur dalam Kesalahan
Keselamatan.................................................................................... 45
viii
BAB IV HUKUMAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA JENAYAH
UNDANG-UNDANG KESALAHAN KESELAMATAN
(LANGKAH-LANGKAH KHAS) NO. 747 TAHUN 2012 DI
MALAYSIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM………… 49
A. Pelaksanaan Undang-Undang Kesalahan Keselamatan Langkah-
Langkah Khas Di Malaysia terhadap Tindak Pidana…………….. 49
B. Hukuman bagi Pelaku Tindak Pidana Kesalahan Keselamatan
(Langkah-Langkah Khas) dalam Perspektif Hukum Islam………. 55
BAB V PENUTUP........................................................................................... 62
A. Kesimpulan...................................................................................... 62
B. Saran................................................................................................ 65
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 66
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Akta Keselamatan Dalam Negeri atau lebih dikenali sebagai ISA adalah satu
akta yang diwujudkan oleh parlimen Malaysia yang mula berkuatkuasa di Malaysia
Barat pada 1hb Ogos 1960 dan di Malaysia Timur pada 'Hari Malaysia' (16 september
1963). Akta yang dinamakan sebagai Akta Keselamatan Dalam Negeri 1960 (Akta
82) dan tersohor dengan singkatan ISA ini bertujuan mencegah tindakan oleh
sekumpulan orang yang substantial dari dalam dan luar Malaysia.1
i. Untuk menyebabkan keganasan berancang terhadap orang atau harta, atau
untuk menyebabkan sebilangan besar warganegara takut akan keganasan itu;
dan
ii. Untuk mendapatkan perubahan, dengan apa-apa cara lain daripada cara yang
sah. Kerajaan Malaysia yang sah ditubuhkan menurut undang-undang.2
Sejak Kerajaan memperkenalkan Akta Keselamatan Dalam Negeri atau lebih
dikenali dengan ISA pada tahun 1960, banyak kontroversi timbul tentang akta ini.
1 Akta Keselamatan dalam Negeri, Diakses pada 16 november 2016, dari
http://mymassa.blogspot.com/2009/.
2 International Law Book Services, Akta Keselamatan Dalam Negeri 1960 (Akta 82),
(Selangor Darul Ehsan 2009), h. 7.
2
Tidak berperikemanusiaan, zalim, melanggar hak asasi manusia, bercanggah dengan
Al-Quran dan Sunnah, dan pelbagai reaksi diutarakan oleh sebahagian masyarakat.3
Kerajaan membuat keputusan untuk memansuhkan ISA kerana prihatin
terhadap aspirasi rakyat dan sentiasa menyedari dan memahami kehendak rakyat,
bertepatan dengan hasratnya mempertahankan hak asasi seorang individu.4 Suhakam
mengalu-alukan pemansuhan Akta Keselamatan Dalam Negeri 1960 atas alasan ia
positif kearah memperbaiki keadaan hak asasi manusia Negara, namun mahu Rang
Undang-Undang Kesalahan Keselamatan (Langkah-Langkah Khas) 2012 yang
menggantikannya dikaji semula. Antara langkah yang diadakan dalam rang undang-
undang baru yang bertujuan menggantikan Akta Keselamatan Dalam Negeri 1960
ialah tiada seseorang boleh ditangkap atau ditahan atas kepercayaan atau aktiviti
politiknya.
Rang Undang-Undang Kesalahan Keselamatan (Langkah-Langkah Khas)
2012 atau SOSMA telah menggantikan ISA pada 31 Julai 2012. Satu aspek positif
yang dilihat adalah SOSMA mengurangkan tempoh penahanan tanpa pertuduhan pada
peringkat awal sekali daripada 60 hari kepada 28 hari dan mewajibkan sama ada
suspek disabitkan dengan pertuduhan di mahkamah atau dibebaskan selepas tempoh
tersebut. Akan tetapi, kandungan dalam akta tersebut juga mengurangkan
perlindungan hak asasi, termasuklah definisi kesalahan keselamatan yang terlalu luas,
3 Abu Umair, Akta Keselamatan dalam Negeri ISA Menurut Siyasah Syariyyah, h. 15.
4 Abu Umair, Akta Keselamatan dalam Negeri ISA Menurut Siyasah Syariyyah, h. 172.
3
menyerahkan kuasa kepada pihak polis (bukan mahkamah) untuk memintas sebarang
komunikasi sewaktu siasatan dan memberi izin kepada pihak pendakwa sekiranya
tidak mahu mendedahkan sumber bukti dan identiti saksi, lalu mengelak daripada
pemeriksaan balas. Malah, sekiranya seseorang suspek dibebaskan sekalipun di
bawah SOSMA, akta tersebut membenarkan rayuan dibuat oleh pendakwa dengan
suspek ditahan tanpa peluang mendapat jaminan, mengakibatkan suspek tersebut
ditahan untuk tempoh masa yang tidak terbatas.5
Pada penggubalan SOSMA, tiga orang termasuk bekas tahanan Akta
Keselamatan Dalam Negeri 1960 (ISA) Yazid Sufaat, Halimah Hussein dan Mohd
Hilmi Hasim, merupakan tahanan pertama di bawah Akta Kesalahan Keselamatan
(Langkah-Langkah Khas) 2012 pada tahun 2013. Mereka ditahan atas dakwaan
mencetuskan keganasan.6 Apabila SOSMA telah digubal, senarai `kesalahan
keselamatan' adalah kesalahan di bawah Bab VI Kanun Keseksaan (kesalahan-
kesalahan terhadap Negeri) dan Bab VI A Kanun Keseksaan (kesalahan yang
berkaitan dengan keganasan). Pada tahun 2014, senarai itu diperluaskan kepada Bab
VI B Kanun Keseksaan (jenayah terancang) dan juga kesalahan di bawah Bahagian
III A Akta Antipemerdagangan Orang dan Antipenyeludupan Migran 2007. Dan
senarai kesalahan tersebut diperluaskan lagi pada bulan Jun lalu dengan
5 Akta Keselamatan dalam Negeri, Diakses pada 16 november 2016, dari
http://mymassa.blogspot.com/2009/.
6 Wikipedia Akta Kesalahan Keselamatan (Langkah-Langkah Khas) 2012. Diakses pada 23
Mei 2017. https://ms.wikipedia.org/wiki
4
memasukkannya ke dalam peruntukan Akta Langkah-Langkah Khas Menentang
Keganasan di Luar Negara 2015.
Dan diantara beberapa kesalahan yang ditahan dibawah akta ini seperti:
1. Memiliki buku-buku mempromosi fahaman militan seperti IS7
2. Menghina Islam
3. Memimpin Bersih 2.0 (Demokrasi)
4. Pelajar terlibat kongsi gelap
Sehingga kini, seramai 989 orang ditahan di bawah SOSMA bagi tempoh 31
Julai 2012 hingga 22 Febuari 2017. Sebanyak 363 telah dibebaskan dan 139 dalam
proses perbicaraan manakala 502 orang telah dijatuh hukum.8
Internal Security Act atau Akta Keselamatan Dalam Negeri, dan Security
Offences Special Measure Act atau Undang-undang Kesalahan Keselamatan
(Langkah-langkah Khas), bisa dikategorikan sebagai hukum takzir. Hukuman yang
tertakluk kepada budi bicara pemerintah, badan perundangan atau hakim kerana
hukuman bagi kesalahan ini tidak disebut di dalam al-Quran atau Sunnah. Skop
7 Kumpulan militan radikal yang menggunakan nama Islam untuk berjihad, dan kini telah
menguasai sebahagian besar kawasan di timur Syria, di utara serta barat Iraq. Kumpulan ini
menggunakan taktik ganas termasuk pembunuhan beramai-ramai musuh yang ditangkap, penculikan,
dan memenggal kepala petugas media dari negara luar sehingga menyebabkan campur tangan tentera
Amerika Syarikat (AS) yang menyerang kubu kumpulan itu di Iraq.
8 Tahanan sosma dilanjutkan lima tahun lagi. Diakses 22 Mei 2017. http://www.ismaweb.net/
5
kesalahan takzir adalah luas kerana semua bentuk kesalahan yang tidak tertakluk
kepada hukuman qisas dan hukuman hudud adalah tertakluk kepada hukuman takzir.9
Takzir dalam hukum Islam terbahagi kepada dua iaitu:
1. Kesalahan yang termasuk dalam kategori kesalahan hudud tetapi hukuman
hudud tidak dapat dilaksanakan kerana ia tidak memenuhi syarat
pelaksanaannya. Syeikul Islam Ibnu Taimiyyah sebagaimana dikutip dalam
bahasan Fathi Yusof, takzir adalah: Maksiat-maksiat yang tidak dikenakan
hukuman had yang tertentu dan tidak pula dikenakan kifarat adalah termasuk
dalam takzir seperti orang yang mencium lelaki atau wanita ajnabi, bercumbu-
cumbuan, atau mencuri barang yang tidak diletakkan di tempat yang wajar,
atau barang yang dicuri tidak cukup nisab.
2. Kesalahan yang selain dari kategori kesalahan hudud dan qisas. Ia meliputi
semua bentuk kesalahan samada kesalahan itu disebut dalam al-Quran dan
Hadith atau tidak. Ia juga mencakupi kesalahan terhadap hak Allah, terhadap
hak manusia atau hak kedua-duanya.10
Hukum Islam berisi keadilan, kepedulian, kasih sayang dan kesetaraan. Tidak
hanya kesamaan di depan hukum, tetapi hukum Islam memberikan hak yang setara
kepada setiap orang berdasarkan norma hidup yang berlaku di masyarakat. Dari
kutipan Rifqy Yatunnisa dalam pernyataan Ibn Qayyim al-Jawziyyah, yaitu “Asas
9 Fathi Yusof, Muhammad, Undang-undang Jenayah Islam. (Kuala Lumpur. 2015), h. 8.
10 Fathi Yusof, Muhammad, Undang-undang Jenayah Islam, h. 9.
6
dan pijakan syari’at Islam adalah hikmah dan kemaslahatan, kebaikan, kehidupan
duniawi dan ukhrawi umat manusia; semuanya bercitrakan keadilan, kemaslahatan
dan hikmah kehidupan masyarakat; dan (syari’at Islam) sebaliknya yang menentang
segala kerusakan, kedzoliman dan kesia-siaan.”11
Sepertimana diketahui Islam sangat
menitikberatkan mengenai lima Hak dasar manusia (الضرورية الخمس) yaitu agama,
nyawa, akal, martabat dan harta.12
Hukuman, ancaman, sanksi memang bukan merupakan sesuatu yang maslahat
(baik), bahkan sebaliknya hukuman itu akan berakibat buruk, menyakitkan,
menyengsarakan, membelenggu kebebasan bagi pembuat kejahatan. Namun, bila
dibandingkan dengan kepentingan orang banyak, kehadiran peraturan beserta sanksi
hukumannya sangat diperlukan.13
Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan di atas dan untuk meneliti tentang
pelaksanaan SOSMA di Malaysia, maka dari itu penulis tertarik untuk menulis skripsi
yang berjudul “Hukuman Bagi Pelaku Tindak Pidana Jenayah Dalam Undang-
Undang Kesalahan Keselamatan (Langkah-Langkah Khas No 747 Tahun 2012) Di
Malaysia Dalam Perspektif Hukum Islam”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
11
Rifqy Yatunnisa, Praktek Itsbat Nikah Pernikahan Sirri, 2010, h. 1.
12 Rifqy Yatunnisa, Praktek Itsbat Nikah Pernikahan Sirri, 2010, h. 2.
13 Rahmat Hakum, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), (Bandung; Pustaka Setia, 2000), h.
17.
7
1. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian skripsi yang akan dilakukan ini, maka penulis membatasi
masalah hanya pada hukuman bagi pelaku tindak pidana jenayah undang-undang
kesalahan keselamatan (langkah-langkah khas) no 747 tahun 2012 di Malaysia dalam
perspektif hukum Islam. Mengacu kepada pembatasan masalah di atas, maka
permasalahan yang akan menjadi objek penelitan, penulis merumuskannya sebagai
berikut:
2. Perumusan Masalah
Supaya tidak menjadi pembahasan yang panjang penulis merumuskan
permaslahan sebagai berikut:
1. Apa sajakah jenayah yang bisa dikenakan sanksi Kesalahan Keselamatan
Langkah-Langkah Khas?
2. Bagaimana Hukuman Kesalahan Keselamatan No 747 tahun 2012 di Malaysia
dalam Perspektif Hukum Islam?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian disesuaikan pada perumusan masalah di atas yang
meliputi :
1. Untuk mengetahui jenayah apa saja yang bisa dikenakan sanksi dibawah
undang-undang kesalahan keselamatan (langkah-langkah khas).
2. Untuk mengetahui hukuman kesalahan keselamatan (langkah-langkah khas)
no 747 tahun 2012 di Malaysia dalam perspektif hukum Islam.
8
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan dalam
kajian ilmiah, antara lain :
1. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan kepada masyarakat dalam
memberikan pemahaman untuk mengenal pasti jenayah yang dilakukan oleh
pelaku tindak pidana dibawah undang-undang kesalahan keselamatan (langkah-
langkah khas).
2. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai sumbangan
pemikiran dan sekaligus untuk mencari tahu apa saja hukuman yang bisa
dikenakan dibawah undang-undang kesalahan keselamatan (langkah-langkah
khas) No 747 tahun 2012 di Malaysia dalam perspektif hukum Islam.
D. Tinjauan Pustaka/Penelitian Terdahulu
Sepanjang penyusunan skripsi ini penulis tidak menemukan tulisan-tulisan
berupa buku atau skripsi yang mengkaji tentang undang-undang kesalahan
keselamatan (langkah-langkah khas) No. 747 tahun 2012 di Malaysia secara spesifik
atau secara umum. Adapun yang digunakan adalah dokumen-dokumen tertulis yang
berkait rapat dalam bahasan ini dengan pokok permasalahan yang akan dibahas,
adalah seperti berikut:
Karya Mohd Farid skripsi “Internal Security Act dalam Perspektif Hukum
Islam”, karya ini adalah karya mahasiswa Jurusan Ketatanegaraa Islam Fakultas
Syariah dan Hukum, 2011. Dalam kajian penelitian ini penulis lebih focus kepada
9
Akta Keselamatan Dalam Negeri dalam Perspektif Hukum Islam, Ia memperjelaskan
bagaimana akta keselamatan dalam negeri ini dilaksanakan jika dilihat dari aspek
hukum islam.
Sedangkan kajian yang lainnya berkaitan dengan judul buku, seperti “Derita
Penjara Tanpa Bicara : Kisah Kekejaman Akta Zalim”, Karya Saari Sungib. Dalam
buku ini penulis menjelaskan mengenai bukti-bukti yang konkrit tentang kezaliman
ISA daripada pelbagai aspek dan perspektif, dan dengan menghuraikan segala
pengalaman yang dilaluinya sendiri dan juga yang dialami oleh ramai orang tahanan
lain di bawah ISA di negara ini.
Dari beberapa penelitian terdahulu di atas, yang tidak berkaitan sosma tetapi
boleh dikaitkan dalam bahasan skripsi penulis yang lebih menfokuskan mengenai
Hukuman bagi Pelaku Tindak Pidana Jenayah Rang Undang-Undang Kesalahan
Keselamatan (Langkah-Langkah Khas) No 747 Tahun 2012 Di Malaysia dalam
Perspektif Hukum Islam.
E. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Ada beberapa hal yang terkait dengan metode yang digunakan dalam
penelitian skripsi ini, yakni :
a. Jenis Penelitian
10
Jenis penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research) yaitu
mengumpulkan bahan-bahan sekunder sebagai bahan pokok dari penelitian, dan
bahan-bahan lainnya yang mendukung terhadap penulisan skripsi ini, yang kemudian
dibahas, dianalisa dan dituangkan dalam bentuk ilmiah.
Kemudian di dalam pembahasannya, penulis menggunakan metode deskriptif
analisa, dimana penulis akan berusaha mengumpulkan data dari pelbagai sumber
yang ada, baik berupa buku-buku maupun artikel, kemudian menguraikan dan
menjelaskan permasalahan yang dibahas merujuk kepada data sekunder yang
terkumpul, selanjutnya menginterprestasikan hasil-hasil penelitian tersebut.
b. Sumber Data
Jenis sumber data yang dijadikan sebagai bahan pengambilan data penelitian
ini, yakni jenis data dari sumber primer, sekunder dan tertier. Sumber data primer
berupa undang-undang kesalahan keselamatan (langkah-langkah khas) 2012 di
Malaysia, Kanun Keseksaan Malaysia (Akta 574) 2002 yang berkaitan langsung
dengan bahasan skripsi ini. Sumber data sekunder merupakan pendukung dari sumber
primer yang berasal dari data kepustakaan, seperti buku-buku terutama yang
membahas tentang perspektif hukum Islam misalnya kitab-kitab fikih dan data-data
tertulis yang ada relevansinya dengan judul skripsi ini. Dan digunakan juga sumber
data tertier berupa kamus, jurnal dan artikel.
2. Teknik Pengumpulan Data
11
Untuk menjelaskan penelitian normatif dilakukan dengan cara studi
dokumentari atau bahan tertulis, yakni dengan menelusuri bahan pustaka terkait
dengan hukuman, tindak pidana, baik itu dari perundang-undangan Malaysia maupun
dari referensi-referensi Islam yang terkait dengan objek masalah yang dikaji dalam
skripsi ini.
3. Teknik Analisa Data
Teknik analisa dara dalam penelitian ini adalah analisa isi kualitatif. Analisa
ini kualitatif yaitu menghuraikan data melalui kategorasi-kategorasi serta pencarian
sebab akibat dengan menggunakan teknik analisa induktif (usaha penemu jawaban
dengan mengalisa berbagai data untuk diambil sebuah kesimpulan).
4. Teknik penulisan Skripsi
Sementara untuk teknis penulisan ini penulis berpedoman pada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi” yang disusun oleh fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.
F. Sistematika Pembahasan
Skripsi ini disusun dalam lima bab pembahasan yang terdiri dari sub-sub bab
dengan perincian sebagai berikut:
Bab I, merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
12
pustaka/penelitian terdahulu, metodologi penelitian dan teknik penulisan, dan
sistematika penulisan.
Bab II konsep hukum Islam tentang hukuman terhadap tindak pidana, yang
terdiri dari beberapa sub bab, yaitu tindak pidana menurut hukum Islam, macam-
macam tindak pidana dalam hukum Islam, sanksi terhadap pelaku tindak pidana
dalam hukum Islam.”
Pada Bab III pembahasan mengenai gambaran umum undang-undang
kesalahan keselamatan langkah-langkah khas, yang terdiri dari beberapa sub bab,
yaitu kuasa khas bagi kesalahan keselamatan, faktor-faktor penting tentang kesalahan
keselamatan, macam-macam jenayah yang diatur dalam kesalahan keselamatan.
Adapun pada Bab IV akan membahaskan masalah utama yang difokuskan,
hukuman bagi pelaku tindak pidana jenayah undang-undang kesalahan keselamatan
(langkah-langkah khas) no 747 tahun 2012 di Malaysia dalam perspektif hukum
Islam yang terdiri dari dua sub bab, yaitu pelaksanaan undang-undang kesalahan
keselamatan langkah-langkah khas di Malaysia terhadap tindak pidana, hukuman bagi
pelaku tindak pidana kesalahan keselamatan (langkah-langkah khas) dalam
pandangan perspektif hukum Islam.
Bab V adalah penutup, yang meliputi kesimpulan dan saran.
13
BAB II
KONSEP HUKUM ISLAM TENTANG HUKUMAN TERHADAP TINDAK
PIDANA JENAYAH
A. Tindak pidana menurut hukum Islam
Tindak pidana dalam hukum Islam dikenal dengan 2 istilah, jinayah dan jarimah.1
1. Jinayah secara etimologi adalah nama bagi hasil perbuatan seseorang yang buruk
dan apa yang diusahakan. Adapun secara terminologi, setiap perbuatan yang
diharamkan atau dilarang oleh Allah SWT dan RasulNya, yang membahayakan
agama, jiwa, akal, kehormatan dan harta, serta diancam oleh Allah SWT dengan
hukuman had atau takzir.2
2. Jarimah secara etimologi adalah berarti berbuat dosa atau kesalahan, berbuat
kejahatan dan delik.3 Jarimah secara terminologi adalah syariah Islam yaitu
larangan-larangan syara’ yang diancam oleh Allah SWT., dengan hukuman had
atau takzir.4
Pengertian jarimah terpulang pada perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh
syara’ dan pelakunya dapat diancam dengan hukuman. Larangan-larangan tersebut
1 Zainuddin Ali. Hukum Pidana Islam. (Jakarta: Sinar Grafika. 2009), h. 11.
2 Abd. Al-Qadir Audah, al-Fiqh al-Jina’I al-Islami. h.67.
3 Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Progresif, T.Th).
cet. I, h. 201.
4 Abd. Al-Qadir Audah, al-Fiqh al-Jina’I al-Islami (Qahirah: Dar al-Turats, T.Th), jilid I,
h.67.
14
adakalanya berupa mengerjakan perbuatan yang dilarang, atau meninggalkan
perbuatan yang diperintah.5
Abdul Qadir Audah mengemukakan bahwa unsur-unsur umum untuk jarimah itu ada
tiga macam:6
1. Unsur Formal (Rukun Syar’i), yaitu adanya nash (ketentuan) yang melarang
perbuatan dan mengancamnya dengan hukuman.
2. Unsur Material (Rukun Maddi), yaitu adanya tingkah laku yang membentuk
jarimah, baik berupa perbuatan nyata (positif) maupun sikap tidak berbuat
(negatif).
3. Unsur Moral (Rukun Adaby), yaitu bahwa pelaku adalah orang mukallaf
yakni orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang
dilakukannya.
Ketiga unsur tersebut harus terpenuhi ketika menentukan suatu perbuatan
untuk digolongkan kepada jarimah. Di samping unsur-unsur umum tersebut, dalam
setiap perbuatan jarimah juga terdapat unsur-unsur yang dipenuhi yang kemudian
dinamakan dengan unsur khusus jarimah, misalnya suatu perbuatan dikatakan
pencurian jika barang tersebut itu minimal bernilai 1/4 (seperempat) dinar, dilakukan
diam-diam dan benda tersebut disimpan dalam tempat yang pantas. Jika tidak
5 A. Djazuli, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah). (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 49.
6 A. Djazuli, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), h. 52-53.
15
memenuhi ketentuan tersebut, seperti barang tak berada dalam tempat yang tidak
pantas. Nilainya kurang dari 1/4 (seperempat) dinar atau dilakukan secara terang-
terangan. Meskipun memenuhi unsur-unsur umum bukanlah dinamakan pencurian
yang dikenakan hukuman potong tangan seperti dalam ketentuan nash Al-Qur'an.
Pelakunya hanya terkena hukuman ta'zir yang ditetapkan oleh penguasa.
B. Macam-macam tindak pidana dalam hukum Islam
Macam-macam tindak pidana dalam hukum Islam bergantung pada sudut
pandang mana kita melihatnya atau aspek yang ditonjolkan, jarimah atau tindak
pidana dapat dibagi menjadi bermacam-macam bentuk dan jenis. Macam-macam
tindak pidana sesuai aspek yang dilihat terbagi atas:7
1. Dilihat dari Pelaksanaannya
2. Dilihat dari Niatnya
3. Dilihat dari Objeknya
4. Dilihat dari Motifnya
5. Dilihat dari Bentuk Hukumannya
1) Dilihat dari Pelaksanaannya
Tinjauan dari sisi pelaksanaan yang ditonjolkan dari perbuatan jarimah ini ada
2 aspek, jarimah ijabiyyah dan jarimah salabiyyah. Jarimah ijabiyyah yaitu seseorang
yang melakukan atau melaksanakan perbuatan yang sudah dilarang atau perbuatan
7 A. Djazuli, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), h. 23-26.
16
yang terlarang. Dalam hukum positif disebut dengan delict commisionis contoh
melakukan zina, pembunuhan dan lain-lain. Jarimah salabiyah pula, seseorang yang
tidak mengerjakan perbuatan yang diperintahkan oleh Islam. Dalam hukum positif
dinamai delict ommisionis. Contohnya meninggalkan sholat, zakat, puasa dan lain-
lain. Sebagian ulama dalam kaitannya dengan aspek ini, memunculkan bentuk
campuran ijabiyyah (aktif) dengan salabiyyah (pasif), seperti dicontohkan dalam
kasus seperti ini, seorang bermaksud membunuh tawanan, namun tidak dilakukan
dengan cara membunuhnya, melainkan dengan menahan yang bersangkutan di satu
tempat tanpa memberinya makan dan minum sampai si tawanan itu mati. Maka si
tawanan tadi didakwa telah membunuh dengan tidak berbuat sesuatu, yaitu tidak
memberi makan dan minum.
2) Dilihat dari Niatnya
Tinjauan dari sisi niatnya terbagi menjadi dua bagian yaitu perbuatan yang
disengaja (jaraim al-makhsudah) dan perbuatan yang tidak disengaja (jaraim ghair
makhsudah). Contoh perbuatan disengaja adalah seseorang yang masuk ke rumah
orang lain dengan maksud mencuri sesuatu yang ada di rumah tersebut. Sedangkan
contoh perbuatan yang tidak disengaja adalah seseorang yang bermaksud
mengejutkan orang lain tetapi yang dikejuti mempunyai penyakit jantung akhirnya
meninggal dunia.
3) Dilihat dari Objeknya
17
Tinjauan dari sisi objek ini tertuju pada manusia atau sekelompok masyarakat.
Jika objeknya perseorangan maka disebut dengan jarimah perseorangan. Dan jika
objeknya masyarakat maka disebut dengan jarimah masyarakat. Kemudian para
ulama mengatakan bahwa jarimah perseorangan menjadi hak adami (hak
perseorangan ), sedangkan jarimah masyarakat menjadi hak jama’ah (hak Allah).
4) Dilihat dari Motifnya
Tinjauan dari sisi motif ini di bagi menjadi 2 bagian yaitu jarimah politik dan
jarimah biasa. Arti dari jarimah politik adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang-
orang tertentu yang bertujuan politik untuk melawan pemerintah, contohnya
pemberontakan bersenjata, mengacaukan perekonomian dan lain-lain. Sedangkan
jarimah biasa adalah perbuatan yang tidak ada hubungan dengan politik, contohnya
perbuatan mencuri ayam, mencuri sepeda motor dan lain-lain.
5) Dilihat dari Bentuk Hukumannya
Tinjauan dari sisi bentuk hukumannya, para ulama membagi menjadi tiga
bagian yaitu jarimah hudud, jarimah qishash/diyat dan jarimah takzir. Pembagian ini
didasarkan terhadap bentuk hukuman yang dikenakan terhadap pelaku jarimah,
sedangkan hukuman itu sendiri didasarkan atas ada tidaknya dalam nash Al-Qur’an
atau As-Sunnah. Bentuk hukumannya seperti berikut:8
1) Jarimah Hudud
8 Djazuli, Fiqh Jinayah , h. 3.
18
Secara etimologi, hudud merupakan bentuk jamak dari kata had yang berarti
Adapun secara terminologi, Al-Jurjani mengartikan .(larangan, pencegahan) المنع
sebagai sanksi yang telah ditentukan dan yang wajib dilaksanakan secara hak karena
Allah SWT.9
Jarimah hudud adalah suatu jarimah yang bentuknya telah ditentukan syara’
sehingga terbatas jumlahnya. Selain ditentukan bentuknya (jumlahnya), juga
ditentukan hukumannya secara jelas, baik melalui Al-Qur’an maupun As-Sunnah.
Lebih dari itu, jarimah ini termasuk dalam jarimah yang menjadi hak Allah. Jarimah-
jarimah yang menjadi hak Allah, pada prinsipnya adalah jarimah yang menyangkut
masyarakat banyak, yaitu untuk memelihara kepentingan, ketenteraman, dan
keamanan masyarakat. Oleh karena itu, hak Allah identic dengan hak jamaah atau
hak masyarakat, maka pada jarimah ini tidak dikenal pemaafan atas pembuat jarimah,
baik oleh perseorangan yang menjadi korban jarimah (mujnaa alaih) maupun oleh
negara.10
Jarimah hudud terbagi menjadi tujuh macam:
1. Jarimah zina: Rajam, melempari pezina dengan batu sampai ajal.
2. Jarimah qadzaf (menuduh zina) menuduh wanita baik-baik berbuat zina tanpa
ada bukti yang meyakinkan.
9 Ali bin Muhammad al-Jurjani, Kitab al-Ta’rifat, (Jakarta: Dar Al-hikmah), h. 88.
10 A. Djazuli, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah). (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 27.
19
3. Jarimah Syurbul Khamr: diharamkan, termasuk narkotika, sabu, heroin, dan
lainnya. Hukumannya 40 kali dera sebagai had, dan 40 kali dera sebagai
hukum ta`zir sebagaimana yang dipraktekkan oleh Umar bin Khattab.
4. Jarimah pencurian: Sariqah ialah perbuatan mengambil harta orang lain secara
diam-diam dengan maksud untuk memiliki serta tidak adanya paksaan. Dalam
Al-Quran, Jarimah Sariqah adalah potong tangan.
5. Jarimah hirabah: sekelomok manusia yang membuat keonaran, pertumpahan
darah, merampas harta, dan kekacauan. Hukuman bagi haribah adalah
hukuman bertingkat.
6. Jarimah riddah: keluar dari agama islam.
7. Jarimah Al Bagyu: pemberontakan, yaitu keluarnya seseorang dari ketaatan
kepada Imam yang sah tanpa alasan.11
2) Jarimah Qishash/Diyat
Secara etimologi qishash berasal dari kata قصصا -يقص -قص yang berarti
mengikuti, menelusuri jejak atau langkah. Adapun arti qishash secara terminologi
yang dikemukakan oleh Al-Jurjani, yaitu mengenakan sebuah tindakan (sanksi
hukum) kepada pelaku persis seperti tindakan yang dilakukan oleh pelaku tersebut
(terhadap korban).12
11
Hakim, H. Rahmat, Hukum Pidana Islam,( Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), hlm. 27.
12 Ali bin Muhammad al-Jurjani, Kitab al-Ta’rifat, (Jakarta: Dar Al-hikmah), h. 176.
20
Jarimah qishash/diyat menjadi hak perseorangan atau hak adami yang
membuka kesempatan pemaafan bagi si pembuat jarimah oleh orang yang menjadi
korban, wali, atau ahli warisnya. Jadi, dalam kasus jarimah qishash/diyat ini, korban
atau ahli warisnya dapat memaafkan perbuatan si pembuat jarimah, meniadakan
qishash, dan menggantikannya dengan diyat atau meniadakan diyat sama sekali.
Hak perseorangan yang dimaksud, hanya diberikan kepada korban, dalam hal
si korban masih hidup, dan kepasa wali atau ahli warisnya kalau korban meninggal
dunia. Oleh karena itu, seorang kepala Negara dalam kedudukannya sebagai
penguasa pun tidak berkuasa memberikan pengampunan bagi pembuat jarimah. Lain
halnya kalau si korban tidak mempunyai ahli waris, maka kepala negara bertindak
sebagai wali bagi orang tersebut, seperti disebutkan: “Penguasa adalah wali bagi
mereka yang tidak mempunya wali.”
Jarimah yang termasuk dalam kelompok jarimah qishash/diyat ada lima:
1. Pembunuhan sengaja (al-qathlul amd)
2. Pembunuhan semi sengaja (al-qathlul syibhul amd)
3. Pembunuhan karena kesalahan (al-qathlul khata’)
4. Penganiayaan sengaja (al-jurhul amd)
5. Penganiayaan tidak sengaja (al-jurhul khata’).13
Perbedaan antara qishas dengan diyat adalah qishas merupakan bentuk
hukuman bagi pelaku jarimah terhadap jiwa dan anggota badan yang dilakukan
13
Abdul Qadir al-Audah, al-Tasri’ al-Jina’i al-Islami Muqaran fi al-Qanun al-Wadh’I
muktabah Dar al-urubah. (Beirut: Surya, 1963). h. 79.
21
dengan sengaja. Adapaun diyat objeknya sama dengan qishash tetapi dilakukan
dengan tanpa disengaja. Di samping itu diyat merupakan hukuman pengganti dari
hukuman qishash yang dimaafkan.
3) Jarimah Takzir
Jarimah takzir menurut arti kata adalah at-ta’dib artinya memberi pengajaran.
Dalam fiqh jinayah, takzir merupakan suatu bentuk jarimah, yang bentuk atau macam
jarimah serta hukuman (sanksi)nya ditentukan oleh penguasa.14
Takzir menurut bahasa adalah masdar (kata dasar) bagi azzara yang berarti
menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti menguatkan, memuliakan, membantu.
Takzir juga berarti hukuman yang berupa memberi pelanggaran. Disebut dengan
takzir karena hukuman tersebut sebenarnya menghalangi si terhukum untuk tidak
kembali ke jarimah atau dengan kata lain membuatnya jera.15
Jarimah ini sangat berbeda dengan jarimah hudud dan qishash/diyat yang
macam jarimah dan bentuk hukumannya telah ditentukan syara’. Tidak ditentukan
macam dan hukuman pada jarimah takzir sebab jarimah ini berkaitan dengan
perkembangan masyarakat serta kemaslahatannya. Seperti kita faham, kemaslahatan
selalu berubah berkembang dari satu waktu ke lain waktu dan dari satu tempat ke
tempat lain. Oleh karena itu, sesuatu dapat dianggap kemaslahatan pada suatu masa,
14
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, h. 31.
15 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, h 163-165.
22
bias jadi tidak lagi demikian pada waktu yang lain. Demikian pula halnya, sesuatu itu
dapat dianggap maslahat di suatu tempat, ada kemungkinannya tidak lagi demikian di
tempat lain.16
Jarimah takzir terbagi menjadi tiga bagian:
1. Jarimah hudud atau qisas atau diyat yang subhat atau tidak memenuhi syarat,
namun sudah merupakan maksiat. Misalnya percobaan pembunuhan, percobaan
pencurian, pencurian dikalangan keluarga dan pencurian listrik.
2. Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh al-Quran dan Hadits, namun tidak
ditentukan sanksinya. Misalnya, penghinaan, saksi palsu, tidak melaksanakan
amana, dan menghina agama.
3. Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh Ulil Amri untuk kemaslahan umum. Dalam
hal ini, nilai ajaran Islam dijadikan pertimbangan penentuan kemaslahatan umum.
Jarimah takzir terbagi dalam dua kategori, takzir syara’ dan takzir penguasa.
Dua bentuk jarimah takzir tersebut memiliki perbedaannya disamping ada
kesamaanya. Takzir syara’ ditentukan oleh syara’ dan bersifat abadi, artinya sejak
diturunkan oleh pembuat syari’at dan sampai kapanpun akan dianggap sebagai
jarimah. Ini karena jarimah takzir syara’ sejak awalnya memang telah dianggap
sebagai suatu perbuatan maksiat, yaitu perbuatan yang dilarang karena perbuatan itu
sendiri dan melakukannya dianggap maksiat. Adapun takzir penguasa ditentukan oleh
16
A. Djazuli, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah). h. 31.
23
penguasa dan bersifat sementara bergantung pada keadaan dan dapat dianggap
jarimah kalau memang diperlukan. Demikian pula, dapat dianggap bukan jarimah
kalau memang menghendaki demikian. Hal ini karena pada dasarnya takzir penguasa
itu bukan suatu perbuatan yang dilarang mengerjakannya, namun keadaan
menyebabkan perbuatan itu dilarang.17
Adapun persamaan kedua jarimah tersebut adalah sanksi keduanya ditentukan
oleh penguasa. Contohnya, perbuatan riba atau menipu timbangan walaupun Al-
Qur’an menyebutnya sebagai suatu kejahatan, hukuman kedua jarimah tersebut tidak
disertakan (tidak dijelaskan). Oleh karena itu, ketentuan sanksi perbuatan tersebut
diserahkan kepada penguasa dan hakim akan memilihnya dari rangkaian hukuman
yang ada. Penerapan asas legalitas bagi jarimah takzir berbeda dengan penerapannya
pada jarimah hudud dan qishash/diyat. Jarimah hudud dan qishash/diyat, seperti
diketahui, bersifat ketat, artinya setiap jarimah hanya diberikan sanksi yang sesuai
dengan ketentuan syara’. Sebaliknya, jarimah takzir bersifat longgar.
C. Sanksi terhadap pelaku tindak pidana dalam hukum Islam
Sanksi atau hukuman dalam Islam disebut ‘uqubah yang artinya mengiringi.
Adapun pengertian hukuman sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah
17
A. Djazuli, Fiqh Jinayah. h. 30-33.
24
hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk kemaslahatan masyarakat, karena
adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan.18
Hukuman adalah sanksi hukum yang telah ditentukan untuk kemaslahatan
masyarakat karena melanggar perintah Syari’ (Allah SWT dan Rasul-Nya). Hukuman
ditetapkan untuk memperbaiki dan mengajari individu (islah), menjaga masyarakat
umum, dan memelihara system mereka. Allah-lah yang mensyariatkan hukum ini dan
memerintahkannya kepada manusia. Allah tidak dirugikan oleh kemaksiatan manusia
walaupun seluruh manusia di bumi bermaksiat kepada-Nya. Begitu juga, Ia tidak
diuntungkan oleh ketaatan manusia walaupun semua manusia mematuhi-Nya.19
Dalam hukum Islam tindak pidana terbagi menjadi tiga dari segi pelaksanaan
hukumannya, yaitu tindak pidana hudud, tindak pidana qishash/diyat, dan tindak
pidana takzir. Orang yang terbukti memperbuat salah satu tindak pidana tersebut, ia
mendapat hukumannya yang telah ditetapkan, sedangkan orang yang tidak terbukti
memperbuat tindak pidana yang dituduhkan kepadanya, ia dibebaskan dari tuntutan
hukumannya.20
1) Hudud
18
Abdul Qadir Audah, al-Tasyri’ al-Jinal al-Islami:I (Bairut: Dar al-Kutub, 1963), h. 609.
19 Muhammad Ahsin Sakho, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam. (Jakarta: PT. Kharisma Ilmu,
2007), h. 19.
20 Muhammad Ahsin Sakho, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam. h. 20.
25
Hukuman ini sangat jelas diperuntukkan bagi setiap tindak pidana karena
hanya ada satu macam hukuman untuk setiap tindak pidana, tidak ada pilihan
hukuman bagi tindak pidana ini dan tentu saja tidak mempunyai batas tertinggi
maupun terendah seperti layaknya hukuman yang lain. Dalam pelaksaan hukuman
terhadap pelaku yang telah nyata-nyata berbuat jarimah yang masuk dalam kelompok
hudud, tentu dengan segala macam pembuktian, hakim tinggal melaksanakannya apa
yang telah ditentukan syara’. Jadi, fungsi hakim terbatas pada penjatuhan hukuman
yang telah ditentukan, tidak berijtihad memilih hukuman.21
Karena beratnya sanksi yang akan diterima si terhukum kalau dia memang
bersalah melakukan tindak pidana ini, maka penetapan asas legalitas bagi pelaku
jarimah ini harus ekstrahati-hati, ketata dalam penerapannya serta tidak ada keraguan
sedikitpun bagi hakim dalam penerapannya. Mengapa harus demikian? Karena sanksi
jarimah hudud manyangkut hilangnya nyawa atau hilangnya anggota badan si
pembuat jarimah. Dengan demikian, kesalahan dalam menentukan jarimah akan
menimbulkan dampak yang buruk.22
2) Qishash dan Diyat
Yang dimaksudkan dalam tindak pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang
diancam hukuman qisas atau hukuman diyat. Baik qishash maupun diyat adalah
hukuman-hukuman yang telah ditentukan batasnya, dan tidak mempunyai batas
21
A. Djazuli, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah). (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h.26.
22 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam. h. 26.
26
terendah atau tertinggi, tetapi menjadi hak perseorangan, dengan pengertian bahwa si
korban bisa memaafkan si pembuat, dan apabila dimaafkan, maka hukuman tersebut
menjadi hapus.23
Kekuasaan hakim seperti halnya tindak pidana hudud terbatas pada
penjatuhan hukuman apabila pembuatan yang dituduhkan itu dapat dibuktikan.
Penjatuhan hukuman qishash pun dapat dijatuhkan hakim selama korban atau ahli
warisnya tidak memaafkan perbuatan tindak pidana. Adapun jika hukuman qisas
dapat diamanatkan dan korban atau ahli warisnya maka hakim harus menjatuhkan
diyat. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa diyat tersebut dapat dihapuskan
karena berbagai pertimbangan dan hakim bisa menjatuhkan takzir yang tujuannya
disamping ta’dib (memberi pengajaran), juga sebagai hukuman pengganti bagi kedua
hukuman terdahulu yang dihapuskan korban atau ahli warisnya, sebagai pengganti
penghapusan semua hukuman, namun demikian, takzir adalah hak pengusa, hal itu
terserah pada pihak yang mempunyai hak dengan berbagai pertimbangan. Qishash
ditujukan agar pembuat tindak pidana dijatuhi hukuman yang setimpal atas perbuatan
yang dilakukan. Perbedaan qishash dan diyat merupakan bentuk hukuman bagi
pelaku tindak pidana terhadap jiwa atau anggota badan yang dilakukan dengan
sengaja. Adapun diyat merupakan hukuman yang dijatuhkan bagi pelaku jarimah
23
Abdul Qadir al-Audah, al-Tasri’ al-Jina’i al-Islami. h. 79.
27
dengan objek yang sama (nyawa dan anggota badan) tetapu dilakukan dengan tidak
sengaja.24
3) Takzir
Para fuqaha mengartikan takzir dengan hukuman yang tidak ditentukan oleh
al-Quran dan Hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah swt
dan hak hamba yang berfungsi sebagai pelajaran bagi terhukum dan pencegahannya
untuk tidak mengulangi kejahatan serupa. Hukuman takzir boleh dan harus diterapkan
sesuai dengan tuntutan kemaslahatan. Para ulama membagi jarimah takzir yakni yang
berkaitan dengan hak Allah swt dan hak hamba. Sehingga dapat dibedakan bahwa
untuk takzir yang diberlakukan teor tadakhul yakni sanksi dijumlahkan sesuai dengan
banyak kejahatan, Ulil Amri tidak dapat memaafkan, sedangkan takzir yang berkaitan
dengan hak Allah swt, tidak harus ada gugatan da nada kemungkinan Ulil Amri
memberi pemaafan bila hal itu membawa kemaslahatan sehingga semua orang wajib
mencegahnya.25
Macam-macam hukuman takzir:
1. Hukuman takzir yang mengenai badan
a) Hukuman mati
Untuk tindak pidana takzir pada hukuman mati ini ditetapkan para fuqaha
secara beragam. Hanafiyah membolehkan kepada ulil amri untuk menerapkan
24
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam. h. 29.
25 Djazuli, Fiqh Jinayah. h. 167.
28
hukuman mati sebagai takzir dalam tindak pidana yang jenisnya diancam dengan
hukuman mati apabila tindak pidana tersebut secara berulang-ulang. Malikiyah juga
membolehkan hukuman mati sebagai takzir untuk tindak pidana takzir tertentu.
Sedangkan fuqaha Syafi’iyah membolehkan hukuman mati sebagai takzir dalam
kasus penyebaran aliran-aliran sesat yang menyimpang dari ajaran al-Quran dan as-
Sunnah.
b) Hukuman Jilid (Dera)
Adapun alat yang digunakan untuk hukuman jilid ini adalah cambuk yang
pertengahan (sedang, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil) atau tongkat. Pukulan
atau cambuk tidak boleh diarahkan ke muka, farji dan kepala. Hukuman jilid tidak
boleh sampai menimbulkan cacat dan membahayakan organ-organ tubuh yang
terhukum, apalagi sampai membahayakan jiwanya, karena tujuannya adalah memberi
pelajaran dan pendidikan kepadanya.26
2. Hukuman yang berkaitan dengan kemerdekaan
1) Hukuman penjara
Dalam bahasa Arab ada dua istilah untuk hukuman penjara al-Habsu dan as-
Sijau. Al-Habsu yang artinya menahan atau mencegah, al-habsu juga diartikan as-
sijau. Dengan demikian kedua kata tersebut mempunyai arti yang sama. Hukuman
penjara menurut para ulama dibagi menjadi dua, yaitu: penjara yang dibatasi
waktunya dan penjara yang tidak dibatasi waktunya.
26
Ahmad wardi Muslich, Hukum pidana Islam. (Jakarta: Sinar Grafika. 2005). h. 258-260.
29
Hukuman penjara yang dibatasi waktunya adalah penjara yang dibatasi
lamanya hukuman yang secara tegas harus dilaksanakan oleh si terhukum. Contohnya
hukuman penjara bagi pelaku penghinaan, pemakan riba, penjual khamar, saksi palsu,
oaring yang mengairi ladangnya dengan air tetangganya tanpa izin dan sebagainya.
Sementara itu untuk hukuman penjara yang tidak dibatasi waktunya tersebut
tidak mencapai kesepakatan diantara ulama. Penjara yang tidak dibatasi waktunya
bisa berupa penjara seumur hidup, bisa juga dibatasi sampai ia bertaubat. Hukuman
penjara seumur hidup adalah hukuman penjara untuk kejahatan-kejahatan yang sangat
berbahaya, misalnya pembunuhan yang terlepas dari sanksi qishash.
2) Hukuman Pengasingan
Meskipun ketentuan hukuman pengasingan diancamkan kepada pelaku
jarimah hudud, tetapi para ulama mereapkan hukuman pengasingan ini dalam jarimah
takzir juga. Hukuman pengasingan ini dijatuhkan pada pelaku jarimah yang
dikhawatirkan berpengaruh kepada orang lain sehingga pelakunya harus dibuang atau
diasingkan untuk menghindarkan pengaruh-pengaruh tersebut.
3. Hukuman takzir yang berkaitan dengan harta
Hukuman terhadap dapat berupa denda atau penyitaan harta si mujirim.
Hukuman berupa denda, umpamanya pencurian buah yang masih tergantung di
pohonnya dengan keharusan pengembalian dua kali lipat harga asalnya. Hukuman
denda juga dapat dijatuhkan bagi orang yang menyembunyikan, menghilangkan, atau
merusakkan barang milik orang lain dengan sengaja.
30
Adapun bentuk lain adalah perampasan terhadap harta yang diduga
merupakan hasil perbuatan jahat atau mengabaikan hak orang lain yang ada di dalam
hartanya. Dalam hal ini, boleh menyita harta tersebut bila terbukti harta tersebut tidak
dimiliki dengan jalan yang sah. Selain itu, dapat menahan harta tersebut selama
dalam persengketaan, kemudian mengembalikannya kepada pemiliknya setelah
selesai persidangan.27
Dalam menentukan hukuman tersebut, penguasa hanya menentukan hukuman
secara global saja. Artinya pembuat undang-undang tidak menetapkan sekumpulan
hukuman, dari yang seringan-ringannya sampai yang seberat-beratnya. Tujuan
diberikannya hak penentuan jarimah takzir dan hukumannya kepada penguasa adalah
agar mereka dapat mengatur masyarakat dan memelihara kepentingan-
kepentingannya, serta bisa menghadapi dengan sebaik-baiknya setiap keadaan yang
bersifat mendadak.28
Tujuan dari hukuman dalam syariat Islam merupakan realisasi dari tujuan
hukum Islam itu sendiri yakni hukuman yang bersifat umum maupun khusus,
ketentuan ini diberlakukan karena hukuman dalam Islam dianggap sebagai ikhtiyat
bahkan hakim dalam Islam harus menegakkan dua prinsip:
1. Hindari hukuman had dalam perkara yang mengandung hukum subhad.
27
A. Djazuli, Fiqh Jinayah. h. 202.
28 Ahmad wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam. h. 20.
31
2. Seorang imam atau hakim lebih baik salah memaafkan daripada salah
menjatuhkan hukuman.
Esensi dari pemberian hukuman bagi pelaku suatu jarimah menurut Islam
adalah pertamana, pencegahan serta balasan (ar-radu waz zahru) dan kedua, adalah
perbaikan dan pengajaran (al-islah wat-tahdzib). Dengan tujuan tersebut, pelaku
jarimah diharapkan tidak mengulangi perbuatan jeleknya. Di samping itu, juga
merupakan preventif bagi orang lain untuk tidak melakukan hal yang sama. Seperti
telah dijelaskan pada bagian lain bahwa perbuatan tindak pidana atau jarimah itu,
mengandung dua pengertian. Pengertian pertama, adalah si pelaku melakukan
pelanggaran terhadap suatu perbuatan yang dilarang, maka pencegahan pada bentuk
seperti ini adalah mencegahnya untuk melakukan perbuatan yang dilarang tersebut.
Pengertian kedua, si pelaku tidak mengerjakan perbuatan yang diperintahkan atau si
pelaku meninggalkan suatu kewajiban. Pemberian hukuman pada jenis ini ditujukan
agar si pelaku menghentikan ketidaacuhannya terhadap kewajiban. Dengan adanya
sanksi yang dijatuhkan, si pelaku tergerak untuk melaksanakan kewajiban tersebut.29
Dalam aplikasinya, hukuman dapat dijabar menjadi beberapa tujuan, sebagai
berikut:30
29
A. Djazuli, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah). h. 63.
30 A. Djazuli, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah). h. 64-65.
32
1) Untuk memelihara masyarakat.dalam kaitan ini pentingnya hukuman bagi
pelaku jarimah sebagai upaya menyelamatkan masyarakat dari perbuatannya.
Pelaku sendiri sebenarnya bagian dari masyarakat.
2) Sebagai upaya pencegahan atau prevensi khusus bagi pelaku. Apabila
seseorang melakukan tindak pidana, dia akan menerima balasan yang sesuai
dengan perbuatannya. Dengan balasan tersebut, pemberi hukuman berharap
terjadinya dua hal. Pertama, pelaku diharapkan menjadi jera karena rasa sakit
dan penderitaan lainnya, sehingga ia tidak akan mengulangi perbuatan yang
sama di masa dating. Kedua, orang lain tidak meniru perbuatan si pelaku
sebab akibat yang sama juga akan dikenakan kepada peniru.
3) Sebagai upaya pendidikan dan pengajaran (takdib dan tahdzib). Hukuman
bagi pelaku pada dasarnya juga sebagai upaya mendidiknya agar menjadi
orang baik dan anggota masyarakat yang baik pula. Dari segi ini, pemberian
hukuman tersebut adalah sebagai upaya mendidik pelaku jarimah mengetahui
akan kewajiban dan hak orang lain.
4) Hukuman sebagai balasan perbuatan. Pelaku jarimah akan mendapat balasan
atas perbuatan yang dilakukannya.
Kalau tujuan-tujuan penjatuhan di atas tidak dapat tercapat, upaya terakhir
dalam hukum positif adalah menyingkirkan penjahat. Artinya pelaku kejahatan
tertentu yang sudah sangat sulit diperbaiki, dia harsu disingkirkan dengan pidana
seumur hidup atau hukuman mati. Dalam hal ini hukum Islam juga berpendirian
sama, yaitu kalau cara takdib (pendidikan) tidak menjerakan si pelaku jarimah dan
33
malah menjadi sangat membahayakan masyarakat, hukuman takzir bisa diberikan
dalam bentuk hukuman mati atau penjara tidak terbatas. Dari aplikasi tujuan-tujuan
hukum, tujuan akhirnya atau tujuan pokoknya adalah menyadarkan semua anggota
masyarakat untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan jelek, mengetahui kewajiban
dirinya, dan menghargai hak orang lain sehingga apa yang diperbuatnya di kemudian
hari berdasarkan kesadaran tadi, tidak selalu dikaitkan dengan ancaman hukuman.
Dalam ungkapan lain, perbuatan baiknya semata-mata karena kesadaran hukumnya
yang meningkat, bukan karena takut hukum.31
31
A. Djazuli, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah). (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 66.
34
BAB III
GAMBARAN UMUM UNDANG-UNDANG KESALAHAN KESELAMATAN
LANGKAH-LANGKAH KHAS
A. Kuasa khas bagi kesalahan keselamatan
Akta Keselamatan Dalam Negeri 1960 sebenarnya dirangka oleh R.H.
Hickling pada awalnya. Kemudian ia dijadikan undang-undang pada tahun 1960.
Semasa akta itu mula digunakan, ia membenarkan kajian semula, akan tetapi sejak
itu, ISA telah dipinda sebanyak lebih daripada 20 kali dan peruntukan ini telah
dikeluarkan. Kuasa mutlak telah diberikan kepada Menteri Hal Ehwal Dalam Negeri
membolehkan beliau menahan sesiapa pun tanpa merujuk kepada mahkamah.
Sebaliknya tahanan mempunyai hak representasi di hadapan Lembaga Penasihat yang
diwujudkan di bawah Perlembagaan Persekutuan.1
Di dalam akta ini, sesiapa pun boleh ditahan oleh polis selama 60 hari
berturut-turut tanpa perbicaraan untuk tindak-tanduk yang dijangka mengancam
keselamatan negara atau mana-mana bahagian daripadanya. Selepas 60 hari,
seseorang tahanan itu boleh ditahan lagi selama tempoh dua tahun jika diluluskan
oleh Menteri Hal Ehwal Dalam Negeri, dan sekaligus membolehkan penahanan terus
tanpa perbicaraan. Pada tahun 1989, kebolehan mahkamah untuk menyiasat kuasa
Menteri di bawah peruntukan ini telah dihapuskan dengan beberapa pindaan kepada
1 Akta Keselamatan Dalam Negeri. https://ms.wikipedia.org/wiki/. Diakses pada 11 Juli 2017.
35
Akta ini. Pada masa kini, mahkamah hanya boleh melihat semula perkara-perkara
teknikal sahaja berkenaan sebarang penahanan di bawah ISA.2
Sejak Ogos 1960, seramai 10,662 orang telah ditahan di bawah pelbagai
undang-undang pencegahan. Sejumlah 4,139 orang telah ditahan di bawah ISA.
Sebanyak 2,066 orang telah dikenakan sekatan terhadap kawasan bermastautin serta
aktiviti harian mereka. Sebanyak 12 orang pula telah dijatuhkan hukuman mati bagi
kesalahan di bawah ISA antara tahun 1984 hingga 1993. Dan sehingga Julai 2009,
seramai 13 orang masih berada dalam tahanan. Dr. Mahathir berkuasa dari 1981
hingga 2003. ISA yang diangkat bercanggah dengan rukun-rukun asas perundangan
antarabangsa yang antara lain menekankan hak seseorang individu untuk bebas,
kebebasan dari penahanan secara sembarangan, hak untuk dimaklumkan tujuan
penahanan, hak bagi seseorang individu dianggap tidak bersalah sehingga dibuktikan
sebaliknya, serta hak untuk mendapatkan perbicaraan yang adil dan terbuka di
mahkamah.3
Sejak 1960 itu juga apabila akta tersebut berkuatkuasa, ribuan orang termasuk
ahli kesatuan pekerja, pemimpin mahasiswa, aktivis pekerja, aktivis politik,
kumpulan keagamaan, ahli akademik, dan aktivis NGO telah ditahan di bawah ISA.
Ramai aktivis politik pada masa lalu telah ditahan lebih dari satu dekad lamanya.
2 Akta Keselamatan Dalam Negeri. https://ms.wikipedia.org/wiki/.
3 ISA lebih kejam dari SOSMA. http://klxpress.com.my/editorial/7100. Diakses pada 11 Juli
2017.
36
Pemansuhan Akta Keselamatan Dalam Negeri (ISA) 1960 yang di umumkan
Dato Sri Mohd. Najib Tun Razak pada 16 September 2011 jelas menunjukkan
bahawa keprihatinan kerajaan di bawah pimpinan beliau untuk menjadikan negara
Malaysia sebagai sebuah negara demokrasi terbaik dunia. Pemansuhan ISA 1960
yang diumumkan Perdana Menteri adalah sebagai salah satu daripada perjalanan
transformasi negara.
Usaha mengubahsuai undang-undang sedia ada adalah perlu agar seimbang
dengan perubahan zaman dan menjamin kepentingan keselamatan negara dan rakyat.
Kebanyakan perkara perlu dilakukan secara bersama oleh pelbagai pihak dalam
menggubal dua undang-undang baru bagi menggantikan Akta ISA ini supaya Akta
baru yang digubal itu akan lebih sesuai dan pragmatik sesuai dengan tuntutan semasa.
Dato Sri Mohd. Najib Tun Razak dalam perutusan sempena Hari Malaysia 2011
mengumumkan pemansuhan Akta ISA 1960 adalah merujuk kepada penamatan tiga
proklamasi darurat bagi membolehkan Malaysia mengamalkan sistem demokrasi
yang lebih dinamik.
Sementara itu, Menteri di Jabatan Perdana Menteri, Datuk Seri Jamil Khir
Baharom berkata tindakan berani Perdana Menteri memansuhkan akta itu
membuktikan bahawa ISA bukan digunakan sebagai senjata Barisan Nasional (BN)
seperti yang sering didakwa pembangkang. Kerajaan mengambil tindakan berani di
luar pemikiran pembangkang, di mana rakyat kini mendapat hak sepenuhnya untuk di
bicara.
37
Manakala Timbalan Menteri Perdagangan Antarabangsa dan Industri, Datuk
Mukhriz Mahathir pula menyifatkan keputusan pemansuhan ISA itu merupakan
hadiah bermakna sempena Hari Malaysia dan ia merupakan kepercayaan dari Perdana
Menteri yang yakin negara ini tidak lagi diganggu dengan jenayah keganasan dan
sebagainya. Ketua Penerangan UMNO, Datuk Ahmad Maslan berkata pemansuhan
Akta ISA merupakan penamat kepada segala tomahan pembangkang yang mendakwa
akta itu digunakan kerajaan untuk menzalimi rakyat.
Oleh demikian, dapatlah dikatakan bahawa kita sebagai rakyat negara ini
perlu memandang positif pemansuhan akta tersebut kerana setiap tindakan yang
dilakukan oleh pihak kerajaan adalah bertujuan untuk kesejahteraan rakyat dan usaha
ini perlulah disambut baik dan bukanya dengan pandangan negatif terhadap setiap
tindakan yang dilakukan kerajaan. Setiap perubahan yang dilakukan memerlukan
sokongan daripada semua pihak untuk merealisasikan keberkesanan dan kejayaannya
demi untuk kebaikan rakyat dan negara tercinta ini.
Akta Kesalahan Keselamatan (Langkah-langkah Khas) 2012 diperkenalkan
selaras dengan perkara 149 Perlembagaan Persekutuan. Perkara 149 (1) memberi
kuasa kepada Parlimen untuk membuat undang-undang bagi menangani ancaman
yang dilakukan oleh sesuatu kumpulan seperti berikut:4
4 Undang-Undang Malaysia, Perlembagaan Persekutuan. (International Law Book Services),
(Selangor Darul Ehsan: Golden Books Centre SDN.BHN. 2009), h. 15.
38
(a) Menyebabkan kekerasan yang dirancang terhadap orang atau harta, atau
sesuatu menyebabkan sebilangan besar warganegara takut akan kekerasan itu.
(b) Membangkitkan perasaan tidak suka terhadap Yang di Pertuan Agong atau
mana-mana kerajaan dalam Persekutuan.
(c) Mengembangkan perasaan jahat atau pemansuhan antara beberapa kaum atau
golongan penduduk.
(d) Mengubah dengan apa-apa cara lain daripada cara yang sah, apa-apa jua yang
tertubuh menurut undang-undang.
(e) Mendatangkan mudarat kepada penyelenggaraan atau perjalanan apa-apa
bekalan atau perkhidmatan kepada orang ramai atau mana-mana golongan orang
ramai dalam persekutuan.
(f) Mendatangkan mudarat kepada ketenteraman awam atau keselamatan
Persekutuan atau mana-mana bahagiannya.
SOSMA memberi kuasa mutlak kepada polis untuk mengumpul bahan bukti
serta memintas atau gangguan maklumat komunikasi tanpa waran mahkamah.
Penangkapan dan penahanan mana-mana orang yang berkenaan dengannya boleh
dilakukan oleh seorang polis tanpa waran, atas sebab untuk mempercayai terlibat
dalam kesalahan keselamatan. Orang tersebut boleh ditahan untuk tempoh selama 24
39
jam bagi maksud penyiasatan namun, tempoh siasatan boleh dilanjutkan tidak lebih
dari tempoh 28 hari bagi membantu penyiasatan.5
Pihak polis mempunyai kuasa untuk membuat tangkapan dan tahanan tanpa
waran seperti yang disebut oleh seksyen 4(1) terhadap “mana-mana orang yang
berkenaan dengannya dia mempunyai sebab untuk mempercayai terlibat dengan
kesalahan keselamatan”. Frasa “mempunyai sebab untuk mempercayai”
menimbulkan kebimbangan kerana memberikan budi bicara yang luas kepada polis
untuk membuat tangkapan dan tahanan. Kebimbangan tersebut boleh diatasi jika
perbandingan dibuat antara seksyen 4(1) Akta 747 dengan seksyen 73(1) Akta
Keselamatan dalam Negeri 1960 (ISA). Seksyen 4(1) merupakan akta yang telah
dipinda daripada seksyen 73 ISA. Oleh itu, prinsip yang pernah dilahirkan oleh
seksyen 73(1) ISA mungkin mempengaruhi pentafsiran seksyen 4(1) Akta 747.
Berdasarkan kes Mohamad Ezam, kuasa budi bicara pihak polis untuk membuat
tahanan boleh diperiksa oleh mahkamah untuk menentukan sama ada keputusan
badan eksekutif dibuat berdasarkan pertimbangan keselamatan negara. Mahkamah
berhak menyiasat atas alasan bahawa pihak berkuasa yang menahan untuk
menentukan orang tahanan telah bertindak atau berniat bertindak atau mungkin
bertindak dalam cara yang memudaratkan keselamatan Malaysia (Mohamad Ezam
bin Mohd. Noor lwn Ketua Polis Negara & Other Appeals [2002] 480, 508). Oleh itu,
diharapkan mahkamah akan kekal menggunakan ujian objektif dan kuasa membuat
5 Undang-undang Malaysia, Akta Kesalahan Keselamatan (Langkah-langkah Khas) 2012,
(Kuala Lumpur: Percetakan Nasional Malaysia Berhad, 2012), h. 9.
40
perintah tahanan boleh diperiksa oleh mahkamah. Dalam kes ini, mahkamah melihat
sejauh manakah benar soalan yang dikemukakan oleh polis semasa siasatan yang
bertujuan menyiasat perlakuan yang menggugat keselamatan negara.6
Semua pendakwaan di bawah SOSMA mestilah dibawa ke Mahkamah Tinggi.
Justeru, dalam kes ini pihak pendakwa telah meminta mahkamah Majistret Ampang
memindahkan kes terbabit ke Mahkamah Tinggi Shah Alam. Mereka yang didakwa
akan diberikan pengadilan sewajarnya di mahkamah. Malah, individu yang ditahan di
bawah SOSMA boleh mencabar penahanan mereka di mahkamah. Tahanan boleh
menfailkan writ habeas corpus7 ke atas sebab dan tujuan penahanan mereka.
Jelaslah, bahawa di bawah penguatkuasaan akta ini, kuasa untuk membuat
semakan kehakiman ke atas sebab penahanan dan perbicaraan mesti dibuat di
mahkamah, berbanding ISA yang kuasanya hanya ada pada menteri berkaitan. Malah,
SOSMA lebih adil berbanding undang-undang cegah keganasan yang diperkenalkan
Amerika Syarikat yang membenarkan penahanan tanpa bicara di Guantanamo Bay,
sehingga 10 tahun.
6 Jalil, Faridah dan Muhammad Munzil. Ulasan Perundangan. h. 393.
7 Habeas corpus (Bahasa Inggeris sebutan: /ˌheɪbɪəs ˈkɔrpəs/; Bahasa Latin: anda mesti
menghadirkan orang itu di mahkamah) adalah sebuah writ (tindakan undang-undang) yang
memerlukan seseorang yang di bawah penangkapan dibawa ke hadapan seorang hakim atau ke dalam
mahkamah. Ini memastikan seseorang banduan boleh dibebaskan daripada penahanan salah. Di dalam
ertikata lain, penahanan kekurangan sebab atau bukti. Penawaran ini boleh dibuat oleh banduan itu
atau orang lain yang datang memberikan bantuan. Hak undang-undang untuk memohon satu habeas
corpus juga disebut dengan nama yang sama. Hak ini berasal dari sistem undang-undang Inggeris, dan
sekarang ini boleh didapati di dalam banyak negara. Secara sejarahnya ia adalah alat undang-undang
yang penting bagi menjaga kebebasan individu terhadap tindakan against penguatkuasaan.
41
Akta ini juga menyatakan secara khusus bahawa tiada siapa akan ditahan
kerana fahaman politik. Untuk memastikan penguatkuasaan akta tersebut
dilaksanakan seperti mana yang diperuntukkan maka satu jawatankuasa ditubuhkan
bagi memantau pelaksanaannya dan membuat kajian berterusan ke atas akta baru itu,
serta membuat pindaan sekiranya perlu. Justeru, timbul soal ia disalahgunakan oleh
kerajaan.
Rakyat perlu faham bahawa dalam trend keganasan global hari ini, negara
pada bila-bila masa boleh diancam oleh pengganas sama ada yang datang dari dalam
mahupun dari luar atau kedua-dua sekali berpadu tenaga untuk menghancurkan
negara. Justeru, satu bentuk undang-undang yang dapat mencegah dan membendung
kejahatan kemanusiaan seperti ini amat diperlukan.
Rakyat juga perlu faham bahawa setiap kebebasan itu perlu berasaskan
kepada konsep „hak berserta tanggungjawab‟. Malah, dalam Artikel 29 (2) Piagam
Sejagat mengenai hak asasi manusia ada menggariskan bahawa setiap orang
hendaklah dikenakan had yang ditentukan oleh undang-undang bagi tujuan
menegakkan dan mengiktiraf hak dan kebebasan orang lain. Ini bermakna hak
kolektif tidak harus diketepikan.
Undang-undang ini amat diperlukan bagi mencegah dan mengawal sebarang
aktiviti keganasan. Penguatkuasaan SOSMA itu bertujuan membendung aktiviti
42
kegiatan seseorang atau kumpulan yang mahu mengguling atau melemahkan
demokrasi berparlimen dengan cara keganasan dan tidak berlandaskan Perlembagaan.
B. Faktor-faktor penting tentang kesalahan keselamatan
Semasa perbahasan, pihak pembangkang telah mengusulkan supaya empat
fasal dipinda termasuk mencadangkan untuk menggugurkan seksyen baru iaitu
Seksyen 18 (B) yang menyentuh mengenai komunikasi suami isteri. Usul itu
bagaimanapun gagal apabila tidak mendapat sokongan majoriti. Kerajaan telah
membentangkan tujuh RUU merangkumi dua akta baharu serta lima pindaan terhadap
undang-undang sedia ada. Ia adalah bertujuan bagi membendung aktiviti jenayah di
negara ini. Dua akta baharu yang dibentangkan itu ialah RUU Pencegahan Keganasan
2015 (POTA) dan RUU Langkah-Langkah Khas Menentang Keganasan di Luar
Negara 2015.8
Tujuan akta ini digubalkan adalahah untuk menangani kasus subversive,
keganasan terancang dan perbuatan jenayah yang memudaratkan keselamatan awam
dan penggubalannya adalah berdasarkan perkara 149 perlembagaan. Oleh sebab itu,
pada permulaan akta dinyatakan tujuan akta digubalkan bagi menangani kasus:9
1. Menyebabkan keganasan terancang terhadap orang atau harta, atau
menyebabkan sebilangan besar warganegara takut akan keganasan itu;
8 Berita Astro Awani. Diakses pada 29 Juni 2017. http://www.astroawani.com/berita.
9 Fakta yang perlu diketahui. Diakses pada 30 Mei 2017. http://www.astroawani.com.
43
2. Membangkitkan perasaan tidak setia terhadap Yang di-Pertuan Agong;
3. Memudaratkan ketenteraman awam di dalam Persekutuan atau mana-mana
bahagiannya, atau yang memudaratkan keselamatan Persekutuan atau mana-
mana bahagiannya;
4. Mendapatkan perubahan, selain dengan cara yang sah, apa-apa jua yang
ditetapkan melalui undang-undang;
5. Dan Parlimen berpendapat bahawa adalah perlu tindakan itu dihentikan.
Di bawah akta ini, pesalah akan dibicarakan di Mahkamah Tinggi seperti
mana yang dinyatakan di dalam Seksyen 12 Akta Kesalahan Keselamatan (Langkah-
Langkah Khas) 2012 di mana semua kesalahan keselamatan akan dibicarakan di
Mahkamah Tinggi. Hal ini dapat dikaitkan dengan kesalahan seperti membunuh dan
memiliki dadah berbahaya apabila kes tidak akan dibicarakan di mahkamah rendah
dan akan dibicarakan bermula di Mahkamah Tinggi.10
Adapun terdapat 10 faktor yang penting harus diketahui umum tentang Akta
kesalahan keselamatan (Langkah-Langkah khas) 2012 ini, yaitu:11
1. Seseorang pegawai polis boleh, tanpa waran, menangkap mana-mana pihak
yang berkenaan dengannya jika dipercayai terlibat dalam kesalahan
keselamatan
10
Akta Kesalahan Keselamatan. Diakses pada 30 Mei 2017. https://ms.wikipedia.org
11 Akta Kesalahan Keselamatan. Diakses pada 30 Mei 2017. https://ms.wikipedia.org
44
2. Seseorang yang ditangkap hendaklah dimaklukan dengan seberapa segera
yang boleh, mengapa dia ditangkap.
3. Tiada seorang pun boleh ditangkap dan ditahan di bawah seksyen ini
semata-mata atas kepercayaan politiknya atau aktiviti politiknya.
4. Pihak yang ditangkap boleh ditahan selama 24 jam bagi tujuan
penyiasatan.
5. Polis boleh melanjutkan tempoh tahanan untuk tempoh yang tidak lebih
daripada 28 hari.
6. Peranti pengawasan elektronik boleh dipasangkan pada tertuduh yang
dilepaskan.
7. Jaminan tidak boleh diberikan kepada seseorang yang dipertuduh atas
kesalahan keselamatan.
8. Semua kesalahan keselamatan hendaklah dibicarakan oleh Mahkamah
Tinggi.
9. Semasa perbicaraan, Mahkamah tidak boleh memerintahkan Pendakwa
Raya mengemukakan apa-apa maklumat yang dianggap sensitif dan
memudaratkan keselamatan kepentinggan Negara.
10. Seseorang tertuduh yang dipenjarakan di bawah seksyen ini, hendaklah
ditahan sehingga semua rayuan dibereskan.
45
C. Macam-macam jenayah yang diatur dalam kesalahan keselamatan
Akta kesalahan keselamatan ini bersesuaian dengan prinsip bahwa rupa
bentuk kerajaan hanya boleh ditentukan rakyat itu sendiri. “Lindung jamin terbesar
dalam akta ini adalah kuasa dan kehendak rakyat. Kita harus maklum bahawa di
tangan rakyatlah kuasa setiap 5tahun untuk mengamanahkan parti atau gabungan
parti mana yang hendak diberi kuasa sebagai kerajaan. Itulah teras asas sistem
demokrasi berparlimen,” Perdana menteri berkata demikian ketika membentangkan
Rang undang-undang baru akta kesalahan keselamatan (langkah-langkah khas) 2012
untuk bacaan kali kedua di dewan rakyat disini hari ini.
Menurut najib, paling utama 3 prinsip itu perlu kekal dalam sebarang evolusi
kerangka perundangan baru itu iaitu untuk menangani perbuatan dan perlakuan
berikut yang :
i) Mendatangkan kebencian atau penghinaan atau bagi membangkitkan
perasaan tidak setia terhadap Yang di-Pertuan Agong atau mana-mana Raja.
ii) Mengembangkan perasaan niat jahat dan permusuhan antara kaum atau
golongan penduduk yang berlainan di Malaysia.
iii) Mempersoalkan apa-apa perkara, hak, taraf, kedudukan, keistimawaan,
kedaulatan, atau prerogative yang ditetapkan atau dilindungi oleh peruntukan
46
Bahagian III Perlembagaan Persekutuan atau Perkara 151, 153 dan 181 perlembagaan
persekutuan.
Beberapa kasus dan kesalahan yang ditahan dibawah SOSMA:
1. Pertuduhan membabitkan diri dalam aktiviti keganasan di Syria
Yazid dan seorang lagi yang didakwa bersubahat dengannya, Halimah
Hussein (52) telah dihadapkan di Mahkamah Majistret Ampang. Yazid dituduh di
bawah Seksyen 130 G (a) Kanun Keseksaan, manakala Halimah dituduh di bawah
pertuduhan yang sama yang dibaca bersama Seksyen 109 kanun yang sama.
Kesalahan di bawah seksyen 130 G (a) kanun terbabit sudah digolongkan
sebagai kesalahan keselamatan di bawah SOSMA (Security Offences Special Measure
Act 2012). Oleh sebab mereka ditahan di bawah SOSMA maka pihak pendakwa telah
memohon kes itu dipindahkan ke Mahkamah Tinggi Shah Alam berdasarkan
peruntukan Seksyen 117 A (1) Kanun Tatacara Jenayah.
2. Tahanan SOSMA yang memiliki bahan penyelidikan untuk pengajian
Penangkapan Siti Noor Aishah yang didakwa mempunyai hubung kait dengan
pengganas khususnya IS sejak dua tahun lalu. Dalam tempoh dua tersebut beliau
telah dikenakan tahanan dalam rumah di rumahnya di Sura yang terletak di daerah
Dungun, Terengganu. Sewaktu penahanan tersebut Siti Aishah telah dikenakan
dibawah Seksyen 130 JB Kanun Keseksaan dan Sosma - atau Akta Kesalahan
47
Keselamatan (Langkah-langkah Khas) 2012 kerana memiliki sejumlah buku yang
diharamkan. Berikut adalah senarai buku yang dimilikinya:
1. Visi Politik Gerakan Jihad
2. Generasi Kedua Al-Qaedah: Apa Dan Siapa Zarqawi, Apa Rencana Mereka
Ke Depan
3. Akankan Sejarah Terulang
4. Deklarasi Daulah Islam Iraq
5. Merentas Jalan Jihad Fisabillah
6. Misteri Pasukan Panji Hitam
7. Turki Negara Dua Wajah
8. Masterplan 2020: Strategi al-Qaeda Menjebak Amerika
9. Dari Usama Kepada Para Aktivis
10. Dari Rahim Ikhwanul Muslimin Ke Pangkuan al-Qaeda
11. Ketika Maslahat Dipertuhankan dan Menjadi Taghut Model Baru
12. Seri Materi Tauhid for the Greatest Happiness
Memang tidak dinafikan bahawa bahan bacaan sedemikian seakan mampu
menjerumus seseorang kepada keganasan. Lagipun kita sendiri tahu bahawa
kewujudan kumpulan pengganas di Timur Tengah seperti Al Qaeda dan IS. Manakala
kewujudan Boko Haram di benua Afrika ini adalah semuanya permainan Barat.
3. Pelajar terlibat kongsi gelap disakwa bawah Sosma
48
Tangkapan terhadap kumpulan kongsi gelap, Gang 24. Dalam tangkapan itu,
3 pelajar sekolah menengah antara 13 suspek yang ditahan. Ia tidak jelas undang-
undang mana yang patut digunakan terhadap mereka. Paulsen berkata pihak berkuasa
dilihat mengambil langkah yang melampau jika mereka menggunakan Sosma atau
Poca terhadap pelajar sekolah itu. Kerajaan mengisytiharkan Gang 24 adalah
pertubuhan haram pada 2013.
Polis menahan 53 suspek dalam satu operasi terhadap aktiviti kongsi gelap. 37
pelajar adalah antara suspek yang ditahan dan dibebaskan daripada tahanan tanpa
syarat. Seorang lagi peguam, faizal abdul rahman berkata peruntukan sosma tidak
mengecualikan kanak-kanak daripada dibicarakan di bawah undang-undang. “mereka
boleh dibicarakan di mahkamah apabila mereka didakwa bersama-sama dengan orang
dewasa bagi jenayah keganasan dan menentang kerajaan.”
49
BAB IV
HUKUMAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA JENAYAH UNDANG-
UNDANG KESALAHAN KESELAMATAN (LANGKAH-LANGKAH KHAS)
NO. 747 TAHUN 2012 DI MALAYSIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM
ISLAM
A. Pelaksanaan Undang-undang Kesalahan Keselamatan Langkah-langkah
Khas di Malaysia terhadap Tindak Pidana
Penangkapan seseorang individu atau kelompok oleh pihak yang berwajib
tidak berarti dikarenakan jenayah yang dilakukan. Ada juga penangkapan individu
atau kelompok karena langkah berwaspada demi menjaga maslahah umum dan
mengelakkan keburukan. Motif penangkapan bisa saja terjadi karena untuk hukuman
ataupun untuk waspada sahaja.
Selain itu maksud bagi “kesalahan keselamatan” undang-undang ini jelas
diperuntukan bagi langkah-langkah khas yang berhubungan mengekalkan
ketenteraman awam dan keselamatan dan bagi perkara-perkara yang berkaitan
dengannya.
Contoh-contoh kasus yang ditahan di bawah SOSMA:
1. Siti Aisyah seorang mahasiswi memiliki 12 judul buku yang meraikan perjuangan
Al-Qaeda dan fahaman militan
50
Seorang mahasiswi memiliki beberapa judul buku, semua judul itu meraikan
perjuangan Al-Qaeda dan fahaman militan, bagaimanapun buku tersebut tidak pernah
disenarai hitam atau diharamkan oleh Kementerian Dalam Negeri (KDN). Pertama
kali beliau ditahan pada Mac 2016, di bawah Seksyen 130 JB Kanun Keseksaan dan
Akta Kesalahan Keselamatan (Langkah-Langkah Khas) 2012 kerana memiliki 12
buah buku yang didakwa berkaitan kumpulan militan. Tindakan pihak berkuasa
terhadap Siti Aisyah adalah demi keselamatan dan menghindari daripada berlaku apa-
apa yang tidak diingini.
Hakim mengatakan, Siti Aisyah dinyatakan bersalah karena jaksa, Mohd
Mustaffa P Kunyalam berhasil membuktikan bahwa semua pernyataan pembelaannya
tidak wajar. Jaksa meminta pengadilan mengambil tindakan serius untuk memberi
palajaran kepada Siti Aisyah dan seluruh rakyat Malaysia. Bagaimanapun, Siti
Aisyah mengaku tidak bersalah telah memiliki buku-buku tersebut di Pengadilan
Tinggi Kuala Lumpur pada April 2016 dan mengklain buku itu adalah untuk
penelitiannya dalam bidang Magister Akidah dan Pemikiran Islam di Universitas
Malaya (UM) pada 2012 sampai 2013. Pada September 2016, Pengadilan Tinggi
melepas dan membebaskan Siti Aishah dari semua tuduhan dengan alasan tidak ada
bukti kuat atas kasusnya. Namun, dia ditahan kembali di bawah UU Pencegahan
51
Kejahatan (Amandemen dan Pemerluasan) 2014 atau Poca selama 60 hari, pada hari
yang sama saat dia dibebaskan.1
Begitu dibebaskan, dia ditempatkan di bawah tahanan rumah dengan dipasang
perangkat pengawasan elektronik untuk memastikan dia tidak meninggalkan daerah
Surah di Dungun, Terengganu, tanpa persetujuan polisi. Siti Aishah kemudian
ditahan kembali di bawah Sosma dan dimasukkan ke Penjara Kajang sejak 29 Maret
2017. Mahkamah Tinggi Kuala Lumpur pada Rabu (26/04/2017) menjatuhkan
hukuman penjara 5 tahun untuk Siti Noor Aishah Atam setelah dinyatakan bersalah
atas dakwaan memiliki 12 buku yang mempromosikan paham militan seperti ISIS.2
2. Tiga pelajar dituduh mempunyai hubungan dengan kumpulan kongsi gelap
Ketua Jabatan Siasatan Jenayah Selangor, Senior Asisten Komisioner Fadzil
Ahmat memaklumkan pihaknya berjaya menangkap tiga suspek terbaharu yang
disyaki mempunyai hubungan dengan kumpulan kongsi gelap Geng 24. Semua
mereka adalah pelajar, antara tingkatan empat dan lima. Pihak berkuasa melancarkan
ops khas untuk menangkap penggerak utama mereka. Peruntukan Sosma tidak
mengecualikan kanak-kanak daripada dibicarakan di bawah undang-undang. Mereka
boleh dibicarakan di mahkamah apabila mereka didakwa bersama-sama dengan orang
dewasa bagi jenayah keganasan dan menentang kerajaan. Mereka yang dikenakan
1 Akbar online. Arrahmahnews.com. Diakses pada 11 Juli 2017.
2 Akbar online. Arrahmahnews.com. Diakses pada 11 Juli 2017.
52
tindakan di bawah SOSMA yang apabila didakwa, mahkamah tidak akan
memberi ikat jamin sehingga selesai perbicaraan kes.
3. Penahanan Pengerusi Bersih Maria Chin di bawah SOSMA kerana gugat
keselamatan Negara
Penahanan Maria Chin Abdullah di bawah Akta Kesalahan Keselamatan
(Langkah-Langkah Khas) 2012 dibuat selepas pihak polis menemui bahan bukti yang
serius ketika mengeledah pejabatnya. Ketua Polis Negara, Tan Sri Khalid Abu Bakar
berkata, penemuan tersebut menyebabkan polis mengambil keputusan menggunakan
akta tersebut untuk melakukan siasatan rapi. "Ketika pihak polis mengeledah
pejabatnya pada 18 November 2017, kita menemui dokumen yang membawa
petunjuk kepada kesalahan di bawah Seksyen 124C Kanun Keseksaan di bawah
prosedur SOSMA kerana cuba menggugat keselamatan demokrasi berparlimen di
Malaysia
"Penahanan dia tiada kena mengena dengan perhimpunan haram Bersih tetapi
dibuat di bawah SOSMA kerana boleh menggugat keselamatan negara," katanya
dalam sidang akhbar di Lapangan Terbang Antarabangsa Kuala Lumpur (KLIA).
Penahanan di bawah akta itu membolehkan pihak polis menahannya selama 28 hari
bagi menyiasat setiap bukti dalam bentuk dokumen dan alat komputer yang ditemui
di pejabatnya.
53
Dalam pelaksanaan Akta Kesalahan Keselamatan (Langkah-Langkah Khas)
No. 747 tahun 2012 di Malaysia, jenayah di bawah akta keselamatan ini berdasarkan
peruntukan 149 Perlembagaan Persekutuan. SOSMA memfokuskan kesalahan
keselamatan yang dinyatakan dalam seksyen 2, jadual pertama, yaitu kesalahan dalam
Kanun Keseksaan (Akta 574) Bab VI yang melibatkan kesalahan terhadap Negara
dan Bab VI (A) tentang kesalahan yang berkaitan dengan fahaman keganasan
(terorisme). Kesalahan yang disebutkan dalam Bab VI ada antaranya yang bersifat
subjektif. Misalnya, kesalahan yang menggugat demokrasi berparlimen, mencetuskan
keganasan dan pelanggaran undang-undang secara ganas, kegiatan yang
menimbulkan kegusaran awam, sabotaj dan pengintipan. Bab VI pula menyebutkan
12 jenis kesalahan (seksyen 130 C – 130 M) yang melibatkan pencegahan kegiatan
yang berkaitan dengan fahaman keganasan dan kegiatan sampingan yang menyokong
fahaman keganasan dan kumpulan fahaman keganasan, termasuk menjadi ahli
pengganas (seksyen 130 KA).
Penindasan kepada Perbuatan Keganasan dan Sokongan kepada Perbuatan
Keganasan
130C. Melakukan perbuatan keganasan
130D. Menyediakan peranti kepada kumpulan pengganas
130E. Merekrut orang supaya menjadi anggota kumpulan pengganas atau
mengambil bahagian dalam perbuatan keganasan
54
130F. Menyediakan latihan dan tunjuk ajar kepada kumpulan pengganas dan
orang yang melakukan perbuatan keganasan
130FA. Menerima latihan dan tunjuk ajar daripada kumpulan pengganas dan
orang yang melakukan perbuatan keganasan
130FB. Kehadiran di sesuatu tempat yang digunakan bagi latihan keganasan
130G. Mengapikan, menggalakkan atau meminta harta bagi melakukan perbuatan
keganasan
130H. Menyediakan kemudahan bagi menyokong perbuatan keganasan
130I. Mengarahkan aktiviti kumpulan pengganas
130J. Mencari atau memberi sokongan kepada kumpulan pengganas atau
perbuatan keganasan
130JA. Membuat perjalanan ke, menerusi atau dari Malaysia untuk melakukan
perbuatan keganasan di sesuatu negara asing atau mana-mana bahagian sesuatu
negara asing
130JB. Mempunyai dalam milikan, jagaan atau kawalannya, mengadakan,
mempamerkan, mengagihkan atau menjual apa-apa barang yang dikaitkan dengan
mana-mana kumpulan pengganas atau perbuatan keganasan
130JC. Kesalahan membina, melengkapkan atau menghantar mana-mana
kenderaan, atau mengeluarkan atau menghantarserahkan apa-apa tempahan bagi
mana-mana kenderaan, dengan niat atau pengetahuan atau dengan mempunyai alasan
yang munasabah untuk mempercayai bahawa kenderaan itu akan digunakan dalam
55
atau oleh suatu kumpulan pengganas untuk memajukan aktiviti sesuatu kumpulan
pengganas atau untuk melakukan sesuatu perbuatan keganasan
130JD. Melibatkan diri dalam apa-apa kelakuan sebagai persediaan bagi
melakukan sesuatu perbuatan keganasan atau untuk membantu seseorang yang lain
untuk melakukan sesuatu perbuatan keganasan
130K. Melindungi orang yang melakukan perbuatan keganasan
130KA. Anggota suatu kumpulan pengganas
130L. Konspirasi jenayah
130M. Sengaja meninggalkan daripada memberi maklumat berkenaan dengan
perbuatan keganasan
SOSMA tidak memandang siapa atau apa tindakan yang dilakukan sehingga ia
mengancam keselamatan awam atau menjurus ke jenayah yang menurut undang-
undang bisa disabitkan kesalahan. Bagi tujuan pencegahan,pelaku tindak pidana ini
perlu ditahan 48 jam atau lanjut 28 hari sehingga dibuktikan bersalah atau tidak. Dan
dibawa ke mahkamah apabila perlu, untuk pembuktian yang jelas bahawa pelaku
tindak pidana tersebut perlu dihukum atau tidak.
B. Hukuman bagi Pelaku Tindak Pidana Kesalahan Keselamatan (langkah-
langkah khas) dalam Perspektif Hukum Islam
Hukum Pidana Islam mempunyai berbagai jenis sanksi yang dapat dikenakan
terhadap pelaku kejahatan sesuai dengan tingkat kejahatannya, diantaranya adalah
56
takzir. Takzir sendiri secara bahasa berarti pencegahan, pertolongan, dan kemudian
kata ini sering digunakan untuk menunjukkan arti pendidikan dan pengajaran.
Menurut Prof. Dr. Wahbah Al-Zuhailiy, takzir secara syara‟ berarti hukuman yang
disyari‟atkan atas perbuatan maksiat atau jinayah yang tidak ada had dan kafarat
didalamnya. Baik itu jinayah terhadap hak Allah, seperti makan di siang hari bulan
Ramadhan, ataupun jinayah terhadap hak hamba, seperti pencurian yang tidak
mencapai satu nishab, pencurian yang barangnya tidak diambil dari al-hirz, dan
tuduhan yang bukan tuduhan zina . Sedangkan menurut Dr. Musthafa al-Rafi‟i, ta‟zir
adalah hukuman yang ukurannya tidak dijelaskan oleh nash syara‟ dan untuk
menentukannya diberikan pada waliy al-amri dan qadli. Berdasarkan konsep pidana
takzir diatas, maka jelaslah bahwa dalam hal nash-nash syara‟ belum mengatur
tentang suatu kejahatan atau pidana, seorang imam/hakim, bila memang perlu, punya
kewenangan dan boleh untuk melakukan kriminalisasi dan penalisasi sendiri.
Menurut jumhur ulama (selain Malikiyyah), disini qadli punya kewenangan bebas
untuk menentukan jenis pidananya, tetapi tidak untuk kadar pidananya, karena ada
batas maksimum untuk pidana takzir. Apalagi menurut Al-Qarrafiy, pidana takzir
dapat saja berbeda-beda, sesuai dengan tempat dan waktu. Para fuqoha berpendapat
bahwa jenis pidana takzir tidak terbatas. Adapun jenis pidana takzir yang disebutkan
dalam kitab-kitab fiqih, maka hal itu hanyalah penyebutan beberapa contoh saja, dan
sama sekali bukan penyebutan secara keseluruhan.
57
Bila kita mencermati beberapa pendapat ulama tersebut di atas, jelaslah
bahwa sebenarnya hukum Islam tidak pernah menutup kemungkinan diadakannya
pidana penjara, sepanjang itu memang diperlukan.
Meski pidana penjara dimungkinkan dalam hukum Islam, dalam
penerapannya tetap ada batasan dan aturan. Pidana ini termasuk pidana takzir,
sehingga untuk aturan penerapan dan pelaksananya harus mengikuti kaidah-kaidah
umum penjatuhan pidana takzir. Diantara asas-asas umum pidana takzir yang paling
penting adalah:
1. Berbeda dengan pidana hudud, qishash, dan diyat yang ukurannya sudah
ditentukan, pidana takzir adalah pidana yang tidak ada ketentuan kadarnya. Karena
itu, imam/hakim dalam penjatuhan pidana penjara haruslah menentukan kadar yang
pantas dan adil bagi semua pihak: masyarakat, pelaku, dan korban.
2. Dalam takzir harus diperhatikan kondisi pelaku dan jenis perbuatannya. Ini berbeda
dengan pidana hudud, qishash/diyat, dan kafarat yang hanya melihat jenis kejahatan
saja; sepanjang unsur delik telah terpenuhi, pidana harus dijatuhkan tanpa melihat
kondisi pelaku. Karena itu, dalam menjatuhkan hukuman pidana penjara (yang sudah
jelas merupakan bagian dari takzir), kondisi pelaku harus dipertimbangkan juga.
Kadar pidana penjara untuk orang yang bandel dan sehat harus berbeda dengan kadar
untuk mereka yang penurut dan lemah fisiknya.
3. Tujuan utama pidana takzir adalah untuk pembalasan, pelajaran, dan pencegahan.
Karena itulah, pidana penjara, mengingat termasuk pidana takzir yang diantara
tujuannya adalah untuk pembalasan, bagaimanapun juga, harus mengandung unsur
58
nestapa bagi pelaku dan jangan terlalu „memanjakannya‟, tapi juga jangan terlalu
menyengsarakannya secara berlebihan. Inilah yang mungkin sering dilupakan dalam
konsep pidana penjara barat, dimana seringkali pidana penjaranya terlalu
mengedepankan unsur pendidikan an sich, sampai kemudian penjara dianggap
sebagai „lembaga pemasyarakatan‟ dan „sekolahan para napi‟ semata, yang
didalamnya sangat minim penderitaan. Pola penjara seperti di barat ini sangat
memperhatikan -- bahkan memanjakan -- posisi pelaku (offender), dan sangat
mengabaikan posisi korban (victim).
4. Harus diperhatikan efektifitas dari penjatuhan pidananya. Apabila pidana penjara
diperkirakan justru akan menjadi madlarat, seperti menjadi ajang berbagi ilmu
kejahatan antara para napi misalnya, maka pidana ini harus dihindari dan diganti
dengan jenis ta‟zir lainnya.
Undang-undang jenayah Islam tidak membenarkan pemerintah menahan
seseorang tanpa dibawa kemuka pengadilan dan didakwa menurut proses yang sah.
Islam menjunjung tinggi konsep bahawa „pada asalnya seseorang itu tidak bersalah‟
(al-aslu bara’ah al-zimmah). Tahanan tanpa bicara dianggap satu kezaliman dalam
Islam walau dengan apa alasan sekali pun. Jika seseorang itu dikatakan melakukan
jenayah, maka perkara jenayah itu perlu dibuktikan oleh pendakwa di hadapan hakim
di mahkamah. Beban bukti terletak pada pendakwa. Jika tiada bukti bahawa tertuduh
itu melakukan jenayah, maka tertuduh itu perlu dilepaskan dan dia bebas dari tuduhan
itu. Dalam undang-undang jenayah sivil, terdapat peruntukan yang membenarkan
59
tahanan tanpa bicara yang disebut sebagai tahanan pencegahan atau preventive
detention. Contohnya Akta Kesalahan Keselamatan (Langkah-Langkah Khas)
membenarkan seseorang yang disyaki menjejaskan keselamatan awam ditahan
selama 28 hari untuk siasatan. Seseorang yang pada pendapat Menteri Dalam Negeri
boleh menjejaskan keselamatan awam pula boleh ditahan selama dua tahun atau
lebih.
Undang-undang Islam memperuntukkan pelbagai bentuk hukuman yang
mempunyai kesan yang mendalam. Bagi hukuman hudud terdapat hukuman rejam
sampai mati, cambuk, hukuman mati, potong tangan, potong kaki, salib, dan buang
negeri. Bagi kesalahan qisas, terdapat hukuman qisas iaitu balasan yang sama dengan
jenayah iaitu nyawa dengan nyawa, mata dengan mata, telinga dengan telinga dan
seterusnya, serta hukuman diyat iaitu gantirugi dengan kadar yang berbeza. Hukuman
takzir pula amat luas dan boleh dikenakan mengikut maslahah, keperluan dan
kebijaksanaan pemerintah, badan perundangan serta hakim. Dalam undang-undang
kesalahan keselamatan, hukumannya yang utama hanyalah hukuman mati, penjara,
cambuk dan denda. Walau pun terdapat hukuman lain seperi jaminan perkelakuan
baik, gantirugi, dan arahan untuk remaja, hukuman yang utama adalah hukuman mati,
penjara, denda dan cambuk. Di antara keempat-empat hukuman ini pula hukuman
yang paling banyak adalah hukuman penjara. Boleh dikatakan hampir semua bentuk
kesalahan jenayah boleh dihukum dengan hukuman penjara.
60
Sementara hukum takzir bagi kesalahan yang tidak terdapat dalam al-Quran
atau Sunnah adalah lebih luas kerana semua bentuk pelanggaran undang-undang yang
dikuatkuasakan untuk maslahah umum boleh dihukum secara takzir. Perkembangan
hidup manusia yang semakin kompleks menuntut agar pemerintah Islam sentiasa
peka dengan keperluan undang-undang untuk menjamin keharmonian dan
kebahagiaan rakyat.
Akta kesalahan keselamatan (langkah-langkah khas) tidak begitu
menjelaskan apakah hukuman yang akan dilaksanakan kepada pelaku tindak pidana,
sebelum ia di bawa ke mahkamah untuk dibicarakan kesalahannya. Dengan itu ia
boleh berubah-ubah, sama seperti hukum Islam. Hukum takzir ialah hukum bagi
jenayah atau kesalahan yang selain daripada jenayah hudud, qisas atau diyat. Contoh-
contoh hukum takzir ialah seperti hukuman dalam semua kesalahan yang terdapat
dalam undang-undang yang diamalkan di negara ini seperti Akta Dadah Berbahaya
1952, Akta Pengangkutan Jalan, Akta Buruh, Akta Mesin Cetak, Akta Kesalahan
Keselamatan (Langkah-Langkah Khas) 2012, Akta Perbankan, Kanun Acara Jenayah,
Kanun Kesiksaan dan semua akta atau kanun yang ada di dunia ini yang dibikin dan
digubal oleh manusia melalui dewan perwakilan rakyat.
Jelaslah bahawa, akta kesalahan keselamatan (langkah-langkah khas) ini
dalam perspektif hukum Islam dikategorikan sebagai hukum takzir, karena tidak ada
penjelasan berkaitan dengan hukuman yang akan dikenakan sehingga mahkamah atau
61
pemerintah menjatuhkan hukuman bagi pelaku tindak pidana atau pelaku hanya
ditangkap atas dasar pencegahan semata-mata.
62
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pelaksanaan Akta Kesalahan Keselamatan (Langkah-Langkah Khas)
No. 747 tahun 2012, bagi jenayah dan hukuman bagi pelaku tindak pidana jenayah
rang undang-undang kesalahan keselamatan dalam perspektif hukum Islam. Maka
penulis menyimpulkan dengan senantiasa berpijak pada rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Jenayah di bawah SOSMA ini berdasarkan peruntukan 149 Perlembagaan
Persekutuan, serta Kanun Keseksaan (Akta 574) Bab VI. Penindasan kepada
perbuatan keganasan dan sokongan kepada perbuatan keganasan berikut:
a. Melakukan perbuatan keganasan.
b. Menyediakan peranti kepada kumpulan pengganas.
c. Merekrut orang supaya menjadi anggota kumpulan pengganas atau
mengambil bahagian dalam perbuatan keganasan.
d. Menyediakan latihan dan tunjuk ajar kepada kumpulan pengganas dan orang
yang melakukan perbuatan keganasan.
e. Menerima latihan dan tunjuk ajar daripada kumpulan pengganas dan orang
yang melakukan perbuatan keganasan.
f. Kehadiran di sesuatu tempat yang digunakan bagi latihan keganasan.
63
g. Mengapikan, menggalakkan atau meminta harta bagi melakukan perbuatan
keganasan.
h. Menyediakan kemudahan bagi menyokong perbuatan keganasan.
i. Mengarahkan aktiviti kumpulan pengganas.
j. Mencari atau memberi sokongan kepada kumpulan pengganas atau perbuatan
keganasan.
k. Membuat perjalanan ke, menerusi atau dari Malaysia untuk melakukan
perbuatan keganasan di sesuatu negara asing atau mana-mana bahagian
sesuatu negara asing.
l. Mempunyai dalam milikan, jagaan atau kawalannya, mengadakan,
mempamerkan, mengagihkan atau menjual apa-apa barang yang dikaitkan
dengan mana-mana kumpulan pengganas atau perbuatan keganasan.
m. Kesalahan membina, melengkapkan atau menghantar mana-mana kenderaan,
atau mengeluarkan atau menghantarserahkan apa-apa tempahan bagi mana-
mana kenderaan, dengan niat atau pengetahuan atau dengan mempunyai
alasan yang munasabah untuk mempercayai bahawa kenderaan itu akan
digunakan dalam atau oleh suatu kumpulan pengganas untuk memajukan
aktiviti sesuatu kumpulan pengganas atau untuk melakukan sesuatu perbuatan
keganasan.
n. Melibatkan diri dalam apa-apa kelakuan sebagai persediaan bagi melakukan
sesuatu perbuatan keganasan atau untuk membantu seseorang yang lain untuk
melakukan sesuatu perbuatan keganasan.
64
o. Melindungi orang yang melakukan perbuatan keganasan.
p. Anggota suatu kumpulan pengganas.
q. Konspirasi jenayah.
r. Sengaja meninggalkan daripada memberi maklumat berkenaan dengan
perbuatan keganasan.
2. Hukuman bagi pelaku tindak pidana yang diatur dalam akta kesalahan
keselamatan (langkah-langkah khas) tahun 2012 adalah hukuman penjara,
hukuman mati, tetapi tidak dijelaskan terperinci karena setiap kesalahan yang
dituduh di bawah SOSMA bisa berubah-ubah hukumannya sesuai jenayah dan
kesalahan jenayah itu sendiri. Adapun didalam perspektif hukum Islam,
hukuman takzir boleh dikaitkan dengan SOSMA karena hukuman yang akan
dilaksanakan oleh mahkamah setelah tertuduh terbukti bersalah yaitu,
hukuman penjara, hukuman mati dan sebagainya. Hukuman bagi pencegahan
keganasan seperti ditahan selama siasatan juga dibenarkan dalam Islam.
Hukuman takzir adalah hukuman yang tertakluk kepada budi bicara
pemerintah, badan perundangan atau hakim kerana hukuman bagi kesalahan
ini tidak disebut di dalam al-Quran atau Sunnah. Skop kesalahan takzir adalah
luas kerana semua bentuk kesalahan yang tidak tertakluk kepada hukuman
qisas dan hukuman hudud adalah tertakluk kepada hukuman takzir.
65
B. Saran
Kesangsian rakyat Malaysia terhadap pemakaian akta ini berbangkit daripada
dakwaan bahawa berlakunya penyalahgunaan untuk menahan individu karena
kepercayaan dan kegiatan politiknya. Sebagai rakyat Malaysia, penulis berharap
sosma memadai untuk pihak berkuasa menangani sebarang tindakan jenayah yang
mengancam keselamatan Negara dan bukan mempolitikkan undang-undang ini.
Rakyat Malaysia juga perlu memberi peluang untuk melihat sosma berfungsi dan
selama ini pelaksanaan sosma belum nampak kelemahannya.
66
Daftar Pustaka
al-Qur’an al-Karim.
Abdullah, Musthafa. Intisari Hukum Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1983.
Abu Zahrah. Ushul Fiqh. Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus, 1994.
Adami Chazawi. Pelajaran hukum Pidana. Jakarta : Penerbit Raja Grafindo Persada,
2002.
Ahmadi, Fahmi Muhammad. Aripin, Jaenal. Metode Penelitian Hukum.Lembaga
Penelitian. 2010.
Akta Kesalahan Jamin Keselamatan Negara. Diakses pada 29 November 2016.
http://pmr.penerangan.gov.my.
Ali, Mahrus. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika, 2011.
Ali, Zainuddin, Hukum Pidana Islam, Jakarta : Sinar Grafika, 2007.
Al Faruq, Alsadulloh. Hukum Pidana Islam dalam Sistem Hukum Islam. Bogor:
Ghalia Indonesia. 2009.
Al Maliki, Abdurrahman. Sistem Sanksi dalam Islam. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah.
2002.
Al-Yamani, Mohd Rafizal Zulkifli. Fiqh Al-Jinayah, (Perbahasan Undang-Undang
Jenayah Islam). Al-Jawhar Training dan consultancy. 2012.
As-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Hukum-Hukum Fiqh Islam. Semarang:
PT. Pustaka Rizki Putra. 1997.
Audah, Abdul Qadir. Ensiklopedi Hukum Islam. Bogor : Penerbit PT. Kharisma Ilmu,
2007.
Aziz Hussin, Abdul. Panduan Umum Undang-Undang Jenayah Di Malaysia, Edisi 2.
(Dewan Bahasa & Pustaka) 2000.
Bayan, Al. Shahih Bukhari Muslim, Bandung: Jabal, 2010.
Berita Harian Online. Diakses pada 20 November 2016. www.bharian.com.my/
67
Chazawi, Adami, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2001.
Djazuli, Ahmad. Fiqh Jinayah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Cetakan I.1999.
Danim, Sudarwan. Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia, 2002.
Farid, Zainal Abidin. Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika. 2007.
Gunadi, Ismu. Efendi, Jonaedi. Hukum Pidana (Cepat & Mudah Memahami).
Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri. 2014.
Hakim, Rahmat, Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), Bandung: Pustaka Setia,
2000.
Hassan, Mustafa dan Saebani, Beni Ahmad. Fiqh Jinayah, (Hukum Pidana Islam).
Bandung: Pustaka Setia, 2014.
Hanafi, Ahmad, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1976.
Human Rights Watch, January 2013. Diakses pada 13 january 2014.
Irfan, Nurul dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, Jakarta: Amzah, 2013.
Ibnu Syarif, Mujar dan Khamami Zada. Fiqh Siyasah: Doktrin dan Pemikiran Politik
Islam. Erlangga, 2008.
Ibrahim, Ahmad. Sistem Undang-undang di Malaysia, (kuala Lumpur: Dewan
bahasa dan Pustaka) 2005.
Kallaf, Abdul wahab. Ilmu Ushul Al-Fiqh. Ad Dar Al Kuwaitiyah. Cetakan VIII.
1968.
Laman Berita Rasmi Parti Keadilan Rakyat, Keadilan Daily.
Lembaga Penyelidikan Undang-Undang. Perlembagaan Persekutuan (International
Law Book Services), Selangor Darul Ehsan: Golden Books Centre SDN.BHN,
2009.
Marsum. Jarimah Ta’zir: (Perbuatan Dosa dalam Hukum Pidana Islam).
Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. 1988.
Marsum, Fiqh Jinayat (Hukum Pidana Islam), Yogyakarta: BAG. Penerbitan FH UII,
1991.
68
Mawardi, al. Al-Ahkam As-Sulthaniyah, Jakarta: Darul Falah, 2006.
Mubarak, Jaih. Kaidah-Kaidah Fiqh Jinayah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. 2004.
Muslich, Ahmad Wardi. Pengantar dan Asas Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
2004.
Prasetyo, Teguh. Hukum Pidana. Jakarta: PT RajaGafindo Persada. 2010.
Rahman, Abdur. Tindak Pidana dalam Syariat Islam. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
1992.
Radjab, Suryadi. Dasar-Dasar Hak Asasi Manusia. Jakarta: PBHI, 2002.
Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah, Jilid 10. Bandung: PT Al ma’arif, 1987.
Siang, Lim Kit, Hak Untuk Berbeza Pendapat. Subjek: Politics, Malaysia, History &
Biography. Gerak Budaya. 2012.
Sjadzali, H.Munawir. Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah Dan Pemikiran.
Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press), 2003.
Soekanto,Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-PRESS, 2007.
Sosma ganti Isa, Pengamal Undang-Undang. Diakses pada 20 November 2016.
http://www.sinarharian.com.my/nasional.
Sungib, Saari. Islam Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, Kuala Lumpur: Percetakan
Zafar Sdn Bhn, 2011.
------- Derita Penjara Tanpa Bicara. Subjek: Politics,Social Studies2014.
Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada. 2003.
Undang-Undang Kesalahan Keselamatan (Langkah-langkah Khas 2012), panduan
penjelasan Isu semasa.
Undang-Undang Malaysia. Akta 82: Akta Keselamatan Dalam Negeri 1960.
------- Akta 747: Akta Kesalahan Keselamatan (langkah-Langkah Khas) 2012.
------- Akta 297: Akta Pencegahan Jenayah (Pindaan dan Pemerluasan ) 2013.
69
------- Akta Pencegahan Jenayah (Pindaan dan Pemerluasan) Akta A1459 2014.
------- Rang Undang-Undang Pencegahan Keganasan 2015.
------- Kanun Keseksaan Malaysia (Akta 574). 2002.