fakultas psikologi universitas islam negeri syarif...
TRANSCRIPT
PENGARUH SELF-REGULATED LEARNING TERHADAP
PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA
MTs N 3 PONDOK PINANG
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Disusun Oleh:
AINI FATNAWATI
108070000118
FAKULTAS PSIKOLOGIUNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
2011
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Pendidikan merupakan investasi penting yang menentukan masa depan bangsa.
Dewasa ini, pesatnya perkembangan teknologi dan informasi memiliki peranan
yang sangat penting dalam dunia pendidikan di era globalisasi dan pasar bebas
dunia. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sangat diperlukan bagi
negara-negara maju dan berkembang termasuk Indonesia, terlebih dengan
persaingan yang semakin kompetitif. Peningkatan SDM sangat tergantung pada
kualitas pendidikan di suatu negara.
Siswa sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meningkatkan
kualitas dirinya untuk kemajuan negara. Salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah melalui pendidikan di sekolah. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk
meningkatkan mutu pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Dunia
pendidikan dalam hal ini mencetak siswa-siswa menjadi sumber daya manusia
yang berkualitas yang diharapkan dapat berfikir secara kritis, kreatif, inovatif, dan
berwawasan luas untuk bersaing meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi
belajarnya.
Sistem pendidikan di Indonesia yang diatur oleh UU RI No. 20 Tahun 2003,
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan dirinya
2
untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan di setiap negara sangatlah penting. Di mana setiap pendidikan
selalu mengacu pada kurikulum yang telah ditetapkan oleh masing-masing negara
termasuk di Indonesia. Dalam kurikulum ini diberlakukan standar nasional
pendidikan yang berkenaan dengan standar isi, proses dan kompetensi kelulusan.
Salah satu pelajaran yang menjadi dasar kurikulum wajib pada setiap sekolah
ialah mata pelajaran matematika. Menurut Lerner (Abdurahman, 2003),
matematika di samping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal
yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan
ide mengenai elemen dan kuantitas. Dalam kegiatan sehari-hari, setiap individu
akan terlibat dengan matematika, mungkin dalam bentuk sederhana dan bersifat
rutin atau mungkin dalam bentuk yang sangat kompleks. Disadari atau tidak,
pengetahuan tentang matematika telah sering dipergunakan oleh masyarakat
dalam menyelesaikan permasalahan sehari-sehari. Seperti, para pedagang di pasar
tradisional yang begitu mahir dan cepat menghitung jumlah pembelian dan
sekaligus mengembalikan sisa uang pembeliannya.
Perkembangan pengetahuan dan teknologi yang menopang perkembangan
budaya dan kehidupan manusia di berbagai belahan dunia dipengaruhi oleh
kemajuan dalam bidang matematika. Matematika merupakan subjek yang sangat
penting di dalam sistem pendidikan di seluruh negara di dunia ini. Negara yang
mengabaikan pendidikan matematika sebagai prioritas utama akan tertinggal dari
3
segala bidang, dibanding dengan negara-negara lainnya yang memberikan tempat
bagi matematika sebagai subjek yang sangat penting. Di Indonesia mulai dari
sekolah dasar sampai universitas, syarat penguasaan matematika jelas sangat
dibutuhkan. Oleh karena itu, wajar apabila pada tingkat materi pelajaran di
sekolah pun konsep-konsep matematika melekat pada berbagai pelajaran, seperti
pelajaran geografi, fisika, kimia, biologi, ekonomi, dan sosial, sehingga
penguasaan konsep-konsep matematika merupakan prasyarat untuk dapat
memahami dan mengembangkan cabang ilmu yang lain (Masthoni, 2009).
Menurut Cockroft (Abdurahman, 2003), mengemukakan bahwa matematika
perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segi kehidupan
(2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai (3)
merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas (4) dapat digunakan
untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara (5) meningkatkan kemampuan
berfikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan, dan (6) memberikan kepuasan
terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. Dengan demikian
matematika menjadi mata pelajaran yang sangat penting dalam pendidikan dan
wajib dipelajari pada setiap jenjang pendidikan.
Sayangnya pelajaran matematika yang dianggap sangat penting dan wajib
dipelajari di setiap jenjang pendidikan, menurut Ketua Asosiasi Guru Matematika
Indonesia (AGMI), Firman Syah Noor (dalam Yusmiarini, 2009) mengatakan
prestasi matematika siswa kelas 2 SMP di Indonesia masih lebih rendah
dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura yang jumlah jam pengajarannya
setiap tahun lebih sedikit dibandingkan Indonesia. “Prestasi Indonesia 411,
4
Malaysia prestasinya 508, dan Singapura 605. Padahal jam pelajaran di Indonesia
adalah 169 jam rata-rata setiap tahun. Sedangkan Malaysia 120 jam dan Singapura
hanya 112 jam.” Bila nilai tersebut dikelompokkan, kata Firman, nilai 400-474
termasuk rendah, 475-449 termasuk menengah, 550-624 termasuk tinggi, dan 625
termasuk tingkat lanjut. Nilai tersebut, sambungnya merupakan hasil analisis
pelaksanaan (TIMSS) Trends in International Mathematics and Science Study
yang dilakukan Frederick KS Leung dari The University of Hong Kong. Hasil
analisis itu menunjukkan di Indonesia lebih banyak waktu yang dihabiskan siswa
di sekolah, tetapi tingkat prestasi siswanya rendah. Penyebabnya karena
kebanyakan soal matematika yang dikerjakan di ruang kelas diekspresikan dalam
bahasa dan simbol matematika yang pengajarannya tidak berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari. Akibatnya, siswa merasa takut dan malas belajar
matematika.
Berdasarkan fenomena yang terjadi di MTs N 3 Pondok Pinang melalui hasil
wawancara wakil kepala sekolah bagian humas dan peningkatan mutu, salah satu
guru matematika, BD pada tanggal 4 November 2010 mengaku bahwa, yang
menjadi faktor prestasi belajar matematika siswa bukanlah semata-mata tingkat
inteligensi, menurutnya yang paling tepat adalah kemampuan dasar yang tidak
dikuasai atau kurang mantapnya pengetahuan matematika dari SD; perasaan takut
dengan hitung-hitungan, deg-degan, dan banyak hafalan rumus menyebabkan
siswa malas membaca sehingga banyak siswa yang jarang mengerjakan tugas;
cara guru mengajar yang tidak sesuai dengan gaya belajar siswa; dan peran orang
tua atau keluarga karena kurang mendukung aktivitas belajar siswa, serta orang
5
tua yang jarang menyuruh anaknya untuk belajar. Prestasi belajar matematika
akan berhasil jika siswa benar-benar memahami konsep dan memperbanyak
latihan soal, maka akan terbentuk pemahaman dan penguasaan, sehingga jika
siswa bertemu soal matematika sudah paham dan tahu cara untuk menjawabnya.
Karena itu sangat disayangkan sekali jika ada siswa yang harus gagal pada UN
jikalau kurangnya persiapan pada diri siswa tersebut. Selain itu juga harus adanya
keterbukaan hubungan batin antara guru dan siswa agar keduanya sama-sama
mendapatkan timbal balik, guru dicintai dan pelajaran disukai.
Menurut Boekaerts (dalam Yulinawati, 2009), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan siswa untuk mencapai prestasi yang optimal dalam
belajar, yaitu inteligensi, kepribadian, lingkungan sekolah, dan lingkungan rumah.
Lebih lanjut, selain faktor-faktor tersebut ternyata self-regulation turut
mempengaruhi keberhasilan siswa dalam mencapai prestasi optimal. Bandura,
Zimmerman, dan Martinez-Pons (Papalia, 2001) berpendapat bahwa individu
yang mengatur diri mereka dalam belajar dan meyakini bahwa ia mampu
mengatasi bahan-bahan akademik akan memiliki kesuksesan dan prestasi belajar
yang tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak percaya akan kemampuan
dirinya. Usaha individu untuk mencapai tujuan belajar dengan mengaktifkan dan
mempertahankan pikiran, emosi dan perilaku disebut self-regulated learning
(SRL) (dalam Yulinawati, 2009).
Proses belajar melalui self-regulated learning apabila siswa yang aktif dalam
proses belajarnya, baik secara metakognitif, motivasi, maupun perilaku. Secara
metakognitif mereka bisa memiliki strategi tertentu yang efektif dalam
6
memproses informasi. Sedangkan motivasi berbicara tentang semangat belajar
yang sifatnya internal. Sedangkan perilaku yang ditampilkan adalah dalam bentuk
tindakan nyata dalam belajar (dalam Ismawati, 2010).
Kesadaran anak memilih dan menggunakan strategi belajar tertentu akan
membedakan anak yang belajarnya benar dan anak yang belajar sekedarnya. Anak
berusaha memahami materi bacaan kata kunci lalu membuat ringkasan. Untuk
dapat menguasai pelajaran matematika, siswa diharapkan memiliki keterampilan
kognitif dalam memahami konsep-konsep keruangan, konsep persamaan, konsep
membedakan, definisi, konsep pengukuran, dan analisa dalam bentuk soal cerita,
serta dalam pengerjaan tugas-tugas. Proses regulasi diri secara keseluruhan lebih
menekankan kepada proses kematangan siswa dimana semakin sering siswa
melakukan latihan mengerjakan soal-soal akan semakin banyak materi yang
dikuasai sehingga diharapkan siswa dapat mengembangkan self-regulated
learning.
Dalam hal ini, agar siswa dapat mengerti pemahaman yang menyeluruh
mengenai pelajaran matematika dibutuhkan langkah-langkah yang konkrit dengan
mengubah perilaku dan strateginya dalam proses belajar. Menurut Schunk dan
Zimmerman (dalam Wolters, 1998), siswa yang mengatur dirinya dalam belajar
pada umumnya digolongkan sebagai para siswa yang aktif secara efisien
mengelola pengalaman belajar mereka sendiri dengan berbagai cara yang berbeda-
beda. Secara teori, para siswa berada dalam ruang lingkup pendidikan mampu
mengatur diri mereka sendiri untuk menggunakan berbagai macam strategi
7
metakognitif yang siap mereka gunakan, ketika diperlukan, untuk memenuhi
tugas-tugas akademis.
Menurut Zimmerman (1989) agar siswa dapat dikatakan memiliki self-
regulated learning dalam proses belajarnya siswa harus melibatkan penggunaan-
penggunaan strategi khusus untuk mencapai tujuan akademisnya. Pengaturan
kognitif dan ketekunan siswa dalam mengerjakan soal-soal latihan merupakan
faktor yang menentukan keberhasilan prestasi karena keduanya memiliki
keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Karena itu kemauan dan keinginan siswa
untuk mengerjakan soal-soal latihan dan keinginan siswa untuk merubah perilaku
belajarnya dalam bentuk mempraktekan teori yang didapat di kelas serta
penggunaan self-regulated learning yang tepat akan meningkatkan prestasi.
Penelitian sebelumnya mendukung pentingnya self-regulated learning dengan
menghubungkan para siswa yang mengatur dirinya dengan hasil prestasi belajar.
Pintrich & DeGroot (1990), mendapati bahwa para siswa yang memiliki self-
regulated learning menggunakan motivasi instrinsik, dan self-efficacy yang lebih
besar. Demikian juga Zimmerman dan Martines-Pons (1986) juga mendapati
bahwa para siswa yang berprestasi tinggi lebih menggunakan 14 strategi
dibandingkan dengan siswa yang berprestasi rendah (dalam Wolters, 1998).
Selain itu, Menurut Zimmerman dan Matinez-Pons (1988) dalam
penelitiannya menjelaskan bahwa siswa yang memiliki self-regulated learning
akan mampu mengarahkan dirinya saat belajar (self-regulated learners), membuat
perencanaan (plan), mengorganisasikan materi (organize), mengarahkan diri
sendiri (self-instruction) dan mengevaluasi diri sendiri (self-evaluation) dalam
8
proses pengetahuan. Langkah-langkah tersebut pada akhirnya akan meningkatkan
prestasi. Hasil penelitian dari Zimmerman dan Martinnez-Pons (1990)
menunjukan bahwa siswa yang memiliki prestasi lebih sering menggunakan
strategi-strategi self-regulated learning dibandingkan dengan siswa yang kurang
prestasinya. Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan hasil belajar yang
baik, siswa yang memiliki prestasi tinggi hampir menggunakan seluruh strategi
dari self-regulated learning yang ada.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sudjana (2003), menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang posistif dan signifikan antara self-regulated
learning dengan prestasi belajar fisika siswa kelas 2 SMU, dengan koefisien
korelasi sebesar 0,250. Artinya terdapat hubungan yang positif (ada hubungan
yang searah) dan signifikan antara self regulated learning dengan prestasi belajar
fisika.
Lain halnya peneliti yang dilakukan oleh Endah dkk (2006) mengenai
memahami perilaku prokrastinasi akademik berdasarkan tingkat self-regulated
learning dan trait kepribadian, menemukan bahwa tidak ada hubungan antara
tingkat self regulated learning terhadap perilaku prokrastinasi akademik siswa,
yang diperoleh dari uji regresi Nilai F 1.130 dengan signifikan > 0.05 yang artinya
tidak ada hubungan yang positif antara tingkat self regulated learning terhadap
perilaku prokrastinasi akademik siswa.
Laporan penelitian Sugiharto, dkk (2008) tentang pengembang model
bimbingan kesulitan belajar berbasis self-regulated learning pada siswa sekolah
menengah atas, memberi kesimpulan bahwa perilaku belajar siswa yang
9
berkesulitan belajar tidak ada hubungannya dengan prinsip self-regulated
learning, terutama motivasi pribadi dan strategi belajar.
Bertolak dari hal tersebut diatas peneliti merasa tertarik untuk mengetahui :
Apakah ada pengaruh self-regulated learning terhadap prestasi belajar matematika
siswa MTs N 3 Pondok Pinang.
1.2 Perumusan dan pembatasan masalah
1.2.1 Pembatasan masalah
1. Prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau
kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya
sesuai dengan bobot yang dicapainya. Pretasi belajar matematika
diperoleh dari hasil ulangan harian dan ujian tengah semester genap
tahun 2010.
2. Self-regulated learning, merupakan kemampuan untuk mengatur diri
mereka sendiri baik secara metakognitif, motivasi, dan perilaku yang
merupakan partisipan aktif di dalam proses belajar mereka sendiri
yang ditujukan untuk mencapai tujuan (Zimmerman, 1989). Self –
regulated learning yang diungkapkan dalam penelitian ini meliputi 6
dimensi yang dikemukakan Zimmerman yaitu self-efficacy dan tujuan
diri; penggunaan strategi atau pelaksanaan yang rutin; pengelolaan
waktu; observasi diri, penilaian diri, reaksi diri; penstrukturan
lingkungan; dan pencarian bantuan yang selektif. (1994, 1998 dalam
Printrich & Schunk, 2008).
10
3. Siswa yang menjadi sampel peneliti adalah siswa–siswi MTs N 3
Pondok Pinang
1.2.2 Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, maka perumusan masalah
pada penelitian ini adalah:
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara self-efficacy dan tujuan diri
terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang?
2. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara penggunaan strategi atau
pelaksanaan yang rutin terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N
3 Pondok Pinang?
3. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara pengelolaan waktu terhadap
prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang?
4. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara observasi diri, penilaian diri
dan reaksi diri terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3
Pondok Pinang?
5. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara penstrukturan lingkungan
terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang?
6. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara pencarian bantuan yang
selektif terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok
Pinang?
11
1.3 Tujuan dan manfaat penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh self-efficacy dan tujuan diri
terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang.
2. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penggunaan strategi atau
pelaksanaan yang rutin terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N
3 Pondok Pinang.
3. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pengelolaan waktu terhadap
prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang.
4. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh observasi diri, penilaian diri dan
reaksi diri terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok
Pinang.
5. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penstrukturan lingkungan
terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang.
6. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pencarian bantuan yang selektif
terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang.
7. Untuk mengetahui tingkat prestasi belajar siswa pada mata pelajaran
matematika.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis maupun manfaat
praktis. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
12
1.3.2.1 Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan temuan yang bermanfaat
tentang peranan self-regulated learning terhadap prestasi belajar siswa
pada mata pelajaran matematika. Dengan demikian hasil penelitian ini
dapat memperkaya khazanah ilmiah tentang psikologi pendidikan.
1.3.2.2 Manfaat praktis
Penelitian ini agar lebih bermafaat bagi guru dan orang tua khususnya
dalam memperhatikan tingkat self-regulated learning siswa dalam
belajar sehingga mampu meraih prestasi belajar yang tinggi.
1.4 Sistematika penulisan
Kaidah penulisan yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini, berpedoman pada
buku panduan skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan sistematika sebagai berikut:
Bab 1 PENDAHULUAN, berisi tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta
sistematika penulisan.
Bab 2 KAJIAN TEORI, menjelaskan tentang teori yang digunakan dalam
penelitian ini, diantaranya Prestasi belajar: pengertian prestasi belajar,
tujuan belajar, faktor-faktor prestasi belajar, dan cara pengukuran
prestasi belajar; Self-regulated learning : pengertian self-regulated
learning, karakteristik siswa dengan self-regulated learning, faktor-
faktor self-regulated learning, dimensi-dimensi self-regulated learning,
13
strategi-strategi self-regulated learning, dan cara pengukuran self-
regulated learning; Kerangka berfikir ; dan Hipotesis
Bab 3 METODE PENELITIAN, membahas tentang pendekatan penelitian,
Subbab pertama membahas tentang pendekatan penelitian. Subbab
kedua membahas tentang populasi dan sampel serta teknik pengambilan
sampel. Subbab ketiga membahas identifikasi varaibel penelitian,
definisi konseptual, dan definisi operasional. Subbab keempat
membahas tentang tehnik pengumpulan data, alat ukur. Subbab kelima
membahas tentang uji validitas, uji reliabilitas. Subbab keenam
membahas tentang tehnik pengolahan dan analisa data. Subbab ketujuh
membahas mengenai prosedur penelitian.
Bab 4 HASIL PENELITIAN, menguraikan tentang presentasi dan analisis data
meliputi gambaran umum responden, deskripsi data penelitian, dan
deskripsi statistik serta analisis regresi.
Bab 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN, berisi tentang kesimpulan
hasil penelitian, diskusi mengenai temuan-temuan dalam penelitian dan
saran untuk penelitian lanjutan.
14
BAB 2
KAJIAN TEORI
Berikut ini akan diuraikan berbagai literatur yang terkait dengan variabel
penelitian, yaitu Prestasi belajar: pengertian prestasi belajar, tujuan belajar, faktor-
faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, dan pengukuran prestasi belajar; Self-
regulated learning : pengertian self-regulated learning, karakteristik siswa dengan
self-regulated learning, faktor-faktor self-regulated learning, dimensi-dimensi
self-regulated learning, strategi-strategi self-regulated learning, dan cara
mengukur self-regulated learning; Kerangka berfikir ; dan Hipotesis.
2.1 Prestasi Belajar
2.1.1 Pengertian prestasi belajar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000) prestasi adalah hasil yang telah
dicapai/dilakukan/dikerjakan seseorang dalam melakukan kegiatan. Sedangkan
belajar menurut Cronbach, Harold Spears, dan Geoch (dalam Sardiman, 1986)
adalah:
1. Cronbach memberikan definisi : Learning is shown by a change in behavior
as a result of experience.
2. Harold Spears memberikan batasan: Learning is to observe, to read, to
initiate, to try something themselves, to listen, to follow direction.
15
3. Geoch, mengatakan: Learning is a change in performance as a result of
practice.
Dari ketiga definisi di atas, maka dapat diterangkan bahwa belajar itu
senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan
serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan,
meniru, dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan lebih baik, kalau siswa itu
mengalami atau melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik.
Prestasi belajar merupakan suatu hasil usaha seseorang individu setelah ia
mengadakan suatu kegiatan belajar. Prestasi belajar sebagai akibat pengalaman
dari proses belajar siswa (dalam Syah, 2008). Prestasi berarti penilaian terhadap
tingkat keberhasilan siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam
sebuah program. Menurut Tardif, dkk (1989) prestasi belajar berarti proses
penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai
dengan kriteria yang telah ditetapkan (dalam Syah, 2003). Sedangkan, Winkel
(1996) juga mengatakan bahwa, “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan
belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya
sesuai dengan bobot yang dicapainya”.
Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan
hasil dari proses belajar.
16
2.1.2 Tujuan belajar
Dalam usaha pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya suasana belajar
yang kondusif. Tujuan belajar bila ditinjau secara umum ada tiga jenis, yaitu
(dalam Sardiman, 1986):
1. Untuk mendapatkan pengetahuan
Hal ini ditandai dengan kemampuan berfikir. Pengetahuan dan
kemampuan berfikir sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan.
Dengan kata lain, tidak dapat mengembangkan kemampuan berfikir
tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya kemampuan berfikir akan
memperkaya pengetahuan. Tujuan inilah yang memiliki kecenderungan
lebih besar perkembangannya di dalam kegiatan belajar.
2. Penanaman konsep dan keterampilan
Penanaman konsep, juga memerlukan suatu keterampilan. Jadi soal
keterampilan yang bersifat jasmani maupun rohani. Keterampilan
jasmani adalah keterampilan yang dapat dilihat, diamati, sehingga
menitikberatkan pada keterampilan gerak seseorang yang sedang belajar.
Termasuk dalam hal ini masalah tehnik dan pengulangan. Sedangkan
keterampilan rohani tidak selalu berurusan dengan masalah-masalah
keterampilan yang dapat dilihat, tetapi lebih abstrak, menyangkut
persoalan penghayatan dan keterampilan berfikir serta kreativitas untuk
menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah. Jadi semata-mata bukan
soal pengulangan, tetapi mencari jawab yang cepat dan tepat.
17
3. Pembentukan sikap
Untuk pembentukan sikap siswa peran guru sangat penting dalam
menumbuhkan sikap mental, perilaku dan pribadi siswa tersebut. Untuk
itu dibutuhkan kecakapan dalam mengarahkan motivasi dan berfikir
dengan tidak lupa menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh
atau model.
Jadi pada intinya, tujuan belajar itu adalah ingin mendapatkan pengetahuan,
keterampilan dan penanaman sikap mental atau nilai-nilai. Pencapaian tujuan
belajar berarti akan menghasilkan hasil belajar.
2.1.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Prestasi belajar yang dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi antara
berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal)
maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Pengenalan terhadap faktor-
faktor yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekali artinya dalam rangka
membantu siswa dalam mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya (dalam
Syah, 2008).
1. Faktor Internal Siswa
Faktor internal adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu
sendiri meliputi dua aspek yakni: 1) aspek fisiologis (yang bersifat
jasmaniah) ; 2) aspek psikologis (yang bersifat rohaniah).
18
a. Aspek fisiologis
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat
kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi
semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ
tubuh yang lemah, apalagi jika disertai pusing-pusingkepala misalnya,
dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang
dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. Untuk mempertahankan
tonus jasmani agar tetap bugar, siswa sangat dianjurkan mengkonsumsi
makanan dan minuman yang bergizi. Selain itu, siswa juga dianjurkan
memilih pola istirahat dan olah raga ringan yang sedapat mungkin
terjadwal secara tetap dan berkesinambungan. Hal ini penting sebab
perubahan pola makan-minum dan istirahat akan menimbulkan reaksi
tonus yang negatif dan merugikan semangat mental siswa itu sendiri
(dalam Syah, 2008).
Faktor fisiologis ada yang bersifat bawaan dan ada yang diperoleh. Yang
termasuk faktor fisiologis misalnya penglihatan, pendengaran, struktur
tubuh, dan sebagainya (dalam Ahmadi & Supriyono, 1991)
b. Aspek psikologis
Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi
kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Namun, diantara
faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial
itu adalah sebagai berikut: 1) tingkat kecerdasan / inteligensi siswa; 2)
sikap siswa; 3) bakat siswa; 4) minat siswa ; 5) motivasi siswa
19
Inteligensi Siswa
Inteligensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik
untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan
dengan cara yang tepat (dalam Syah, 2008). Jadi, inteligensi sebenarnya
bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ
tubuh lainnya. Akan tetapi, memang harus diakui bahwa peran otak dalam
hubungannya dengan inteligensi manusia lebih menonjol dari pada peran
organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan ”menara pengontrol ”
hampir seluruh aktivitas manusia.
Tingkat kecerdasan atau inteligensi siswa tak dapat diragukan lagi, sangat
menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin
tinggi kemampuan inteligensi seorang siswa maka semakin besar
peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan
inteligensi seorang siswa maka semakin kecil peluangnya untuk
memperoleh sukses.
Sikap
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif
tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif
maupun negatif. Sikap (attitude) siswa yang positif, terutama kepada guru
dan mata pelajaran yang disajikannya merupakan pertanda awal yang baik
bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negatif siswa
terhadap guru dan mata pelajarannya, apalagi jika diiringi kebencian
20
kepada guru bersangkutan atau kepada mata pelajarannya dapat
menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut.
Bakat Siswa
Secara umum, bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang
(dalam Syah, 2008). Dengan demikian, sebetulnya setiap orang pasti
memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke
tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Jadi, secara global
bakat itu mirip dengan inteligensi. Itulah sebabnya seorang anak yang
berinteligensi sangat cerdas (superoir) atau cerdas luar biasa (very
superior) disebut juga sebagai talented child, yakni anak berbakat.
Dalam perkembangan selanjutnya, bakat kemudian diartikan sebagai
kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak
bergantung pada upaya pendidikan dan latihan. Seorang siswa yang
berbakat dalam bidang matematika, misalnya, akan jauh lebih mudah
menyerap informasi, pengetahuan, dan keterampilan yang berhubungan
dengan bidang tersebut dibanding dengan siswa lainnya. Inilah yang
kemudian disebut bakat khusus (spesific aptitude) yang konon tak dapat
dipelajari karena merupakan karunia inborn (pembawaan sejak lahir).
Minat Siswa
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan
yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat seperti yang
dipahami dan dipakai oleh orang selama ini dapat mempengaruhi kualitas
21
pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang tertentu. Umpamanya,
seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap matematika akan
memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya.
Kemudian, pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang
memungkinkan siswa tadi untuk belajar lebih giat dan akhirnya mencapai
prestasi yang diinginkan. Guru dalam kaitan ini sejogianya berusaha
membangkitkan minat siswa untuk menguasai pengetahuan yang
terkandung dalam bidang studinya dengan cara yang kurang lebih sama
dengan kiat membangun sikap positif.
Motivasi Siswa
Motivasi adalah penting bagi proses belajar, karena motivasi
menggerakkan organisme (baik untuk manusia ataupun hewan) ,
mengarahkan tindakan, serta memilih tujuan belajar yang dirasa paling
berguna bagi kehidupan individu. Motivasi dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu : 1) motivasi instrinsik; dan 2) motivasi ekstrinsik. Motivasi
instrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa
sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Sedangkan
motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu
siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Pujian
dan hadiah, peraturan / tata tertib sekolah, suri teladan orangtua, guru, dan
lain-lain merupakan contoh-contoh konkret motivasi ekstrinsik yang dapat
menolong siswa untuk belajar.
22
Menurut Ahmadi dan Supriyono (1991), Faktor psikologis yang
mempengaruhi prestasi belajar baik yang bersifat bawaan maupun yang
diperoleh, terdiri atas:
a) Faktor intelektif yang meliputi:
1) Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat
2) Faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimiliki.
b) Faktor non intelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti
sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, penyesuaian diri.
2. Faktor Eksternal Siswa
Seperti faktor internal siswa, faktor eksternal siswa juga terdiri atas dua
macam, yakni: faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
a. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan
teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang
siswa.
Selanjutnya, yang termasuk lingkungan sosial siswa adalah masyarakat
dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan
siswa. Kondisi masyarakat di lingkungan kumuh yang serba kekurangan
dan anak-anak pengangguran akan sangat mempengaruhi aktivitas belajar
siswa.
Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah
orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktik
23
pengelolan keluarga, ketegangan keluarga, dan demografi keluaga (letak
rumah), semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap
kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.
b. Lingkungan Nonsosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah
dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat
belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-
faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.
Khusus mengenai waktu yang disenangi untuk belajar seperti pagi atau
sore hari, seorang ahli bernama J. Biggers (dalam Syah, 2008) berpendapat
bahwa belajar pada pagi hari lebih efektif daripada belajar pada waktu-
waktu lainnya. Namun, menurut penelitian beberapa ahli learning style,
hasil belajar itu tidak bergantung pada waktu secara mutlak, tetapi
tergantung pada pilhan waktu yang cocok dengan kesiapsiagaan siswa.
Dengan demikian, waktu yang digunakan siswa untuk belajar yang selama
ini sering dipercaya berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, tak perlu
dihiraukan. Sebab, bukan waktu yang penting dalam belajar melainkan
kesiapan sistem memory siswa dalam menyerap, mengelola, dan
menyimpan item-item informasi dan pengetahuan yang dipelajari siwa
tersebut.
24
Menurut Boekaerts (2005), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
keberhasilan seorang siswa untuk mencapai prestasi yang optimal. Diantaranya
adalah inteligensi, kepribadian, lingkungan sekolah, dan lingkungan rumah.
Namun selain faktor-faktor tersebut ternyata self-regulation turut mempengaruhi
keberhasilan siswa dalam mencapai prestasi yang optimal. Meskipun seorang
siswa memiliki tingkat inteligensi yang baik, kepribadian, lingkungan rumah, dan
lingkungan sekolah yang mendukungnya, namun tanpa ditunjang oleh
kemampuan self-regulated learning maka siswa tersebut tetap tidak akan mampu
mencapai prestasi yang optimal.
Dapat disimpulkan bahwa self-regulated learning merupakan faktor yang
dapat mempengaruhi prestasi belajar.
2.1.4 Pengukuran Prestasi Belajar
Prestasi belajar dapat diukur melalui tes yang sering dikenal dengan tes prestasi
belajar. Dalam pendidikan formal di kelas, tes prestasi belajar dapat berbentuk
ulangan-ulangan harian, tes formatif, tes sumatif, bahkan ebtanas dan ujian-ujian
masuk perguran tinggi (dalam Azwar, 1996). Dari penjelasan tersebut dapat
diartikan bahwa kita dapat mengukur prestasi belajar siswa dari hasil atau nilai
ulangan-ulangan harian dan berbagai macam jenis tes yang diadakan oleh pihak
sekolah yang bersangkutan. Dalam penelitian ini penulis mengukur prestasi
belajar siswa dengan cara memperoleh nilai yang didapatkan siswa melalui hasil
ulangan harian dan ujian tengah semester (UTS).
25
Gronlund ( dalam Azwar, 1996) dalam bukunya mengenai penyusunan tes
prestasi merumuskan beberapa prinsip dasar dalam pengukuran prestasi sebagai
berikut:
1) Tes prestasi harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara jelas
sesuai dengan tujuan instruksional.
2) Tes prestasi harus mengukur suatu sampel yang representatif dari hasil
belajar dan dari materi yang dicakup oleh program instruksional atau
pengajaran.
3) Tes prestasi harus berisi item-item dengan tipe yang paling cocok guna
mengukur hasil belajar yang diinginkan.
4) Tes prestasi harus dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaan hasilnya
5) Reliabilitas tes prestasi harus disesuaikan setinggi mungkin dan hasil ukurnya
ditafsirkan dengan hati-hati.
6) Tes prestasi harus dapat digunakan untuk meningkatkan belajar para anak
didik.
26
2.2 Self-Regulated Learning
2.2.1 Pengertian self-regulated learning
Regulasi diri (self regulation) berasal dari kata self yang berarti diri dan
regulation yang berarti pengaturan, jadi self regulation adalah pengaturan diri.
Teori pengaturan diri pertama kali dikemukakan oleh Bandura dalam latar teori
belajar sosial tentang tingkah laku. Menurut Bandura, bahwa individu memiliki
kemampuan untuk mengatur dan mengontrol dirinya dengan mengembangkan
langkah-langkah yang meliputi tiga proses, yaitu 1) observasi diri (memonitori
diri sendiri), 2) evaluasi diri (menilai diri sendiri), dan 3) reaksi diri
(mempertahankan motivasi diri sendiri).
Istilah self-regulation digunakan dalam belajar dan dikenal sebagai Self-
Regulated Learning (SRL atau Pembelajaran Regulasi Diri), menurut
Zimmerman (Zimmerman, 1989). menyatakan bahwa:
In general, students can be described as self-regulated to the degree
that they are metacognitively, motivationally, and behaviorally active
participants in their own learning process.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa self-regulated learning pada
umumnya, para siswa yang dapat dianggap memiliki kemampuan untuk mengatur
diri mereka sendiri baik secara metakognitif, motivasi, dan perilaku yang
merupakan partisipan aktif di dalam proses belajar mereka sendiri
Menurut Woolfolk (2009) regulasi diri merupakan proses mengaktifkan dan
mempertahankan pikiran, perilaku, dan emosi untuk mencapai tujuan. Sedangkan,
dalam pandangan Santrock (2007) mengatakan bahwa pembelajaran regulasi diri
27
adalah memunculkan dan memonitor sendiri, pikiran, perasaan, dan perilaku
untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan ini bisa jadi berupa tujuan akademik
(meningkatkan pemahaman dalam membaca, menjadi penulis yang baik, belajar
perkalian, mengajukan pertanyaan yang relevan), atau tujuan sosioemosional
(mengontrol kemarahan, belajar akrab dengan teman sebaya).
Menurut Schunk dan Zimmerman (dalam Wolters, 1998) menyatakan
bahwa:
Self-regulated learning are generally characterized as active learners
who efficiently manage their own learning experiences in many
different ways.
Dari apa yang dikemukakan Schunk dan Zimmerman, merupakan para siswa
yang mengatur dirinya dalam belajar pada umumnya digolongkan sebagai para
siswa yang aktif secara efisien mengelola pengalaman belajar mereka sendiri
dengan berbagai cara yang berbeda-beda (Schunk & Zimmerman, 1994). Secara
teori, para siswa yang mengatur diri memiliki berbagai macam strategi kognitif
dan metakognitif yang siap mereka gunakan, ketika diperlukan, untuk memenuhi
tugas-tugas akademis. Para siswa yang mengatur diri juga memiliki tujuan-tujuan
belajar yang adaptif dan tetap dalam upaya-upaya mereka untuk mencapai tujuan-
tujuan tersebut (Pintrich & Garcia, 1991; Schunk, 1994). Terakhir, para siswa
yang mengatur diri itu pandai dalam memonitoring dan, jika perlu, memodifikasi
penggunaan strategi mereka dalam merespon tuntutan-tuntutan tugas yang
berubah-ubah (Butler & Zinne, 1995; Zimmerman, 1989). Singkatnya, para siswa
28
yang mengatur diri itu merupakan para peserta aktif yang termotivasi, mandiri,
dan metakognitif dalam belajar mereka sendiri (Zimmerman, 1990).
Beberapa definisi self-regulated learning tersebut dapat disimpulkan bahwa,
suatu kegiatan belajar siswa yang memiliki kemampuan untuk menggunakan
aspek metakognisi, motivasi, dan perilaku dengan segigih mungkin, melalui
caranya sendiri dalam mengarahkan dirinya untuk mencapai suatu tujuan yang
telah ditetapkan. Siswa yang meregulasi dirinya dalam belajar memegang
keyakinan akan kecerdasan yang mereka miliki dan kegagalan serta kesuksesan
mereka sangat bergantung pada usaha mereka dalam menyelesaikan tugas.
Para peneliti menemukan bahwa siswa yang memiliki prestasi tinggi sering
kali merupakan pelajar yang juga belajar untuk mengatur diri sendiri (Paris &
paris, 2001; Pintrich, 2000; Pintrich & Schunk, 2002; Zimmerman, 1998, 2000,
2001; Zimmerman & Schunk, 2001). Guru, tutor, mentor, konselor, dan orang tua
dapat membantu siswa agar mampu meregulasi diri dalam belajar. Karena siswa
yang berprestasi tinggi pasti menentukan tujuan yang lebih spesifik, menggunakan
lebih banyak strategi belajar, memonitori sendiri proses belajar mereka, dan lebih
sistematis dalam mengevaluasi kemajuan mereka sendiri dibanding dengan siswa
yang berprestasi rendah (Santrock, 2007).
29
2.2.2 Karakteristik siswa yang mempunyai self-regulated learning
Menurut Winne (dalam Santrock, 2007) karakteristik dari pelajar yang
menggunakan self-regulated learning adalah:
a. Bertujuan memperluas pengetahuan dan menjaga motivasi.
b. Menyadari keadaan emosi mereka dan memiliki strategi untuk mengelola
emosinya.
c. Secara periodik memonitori kemajuan ke arah tujuannya
d. Menyesuaikan atau memperbaiki strategi berdasarkan kemajuan yang mereka
buat.
e. Mengevaluasi halangan yang mungkin muncul dan melakukan adaptasi yang
diperlukan.
Dari beberapa karakteristik mengenai siswa yang menggunakan self-
regulated learning yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa mereka harus memiliki motivasi yang kuat, tujuan yang akan dicapai,
mampu mengelola perasaan, dan memiliki berbagai macam strategi untuk belajar.
2.2.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi self-regulated learning
Menurut Woolfolk (2004), terdapat tiga hal yang mempengaruhi self-regulated
learning, yaitu:
a. Pengetahuan
Untuk menjadi pelajar yang memiliki regulasi diri (self-regulated leaners) siswa
memerlukan pengetahuan tentang diri mereka, subjek, tugas, strategi-strategi
30
untuk belajar dan konteks dimana mereka akan mengaplikasikan belajar mereka.
Siswa yang mahir tahu tentang diri mereka dan bagaimana cara yang terbaik
untuk belajar
b.Motivasi
Siswa yang teratur dalam belajar termotivasi untuk belajar. Mereka menemukan
tugas-tugas mereka menarik karena mereka menghargai belajar, tidak hanya
sekedar terlihat baik di mata orang lain. Walaupun mereka tidak termotivasi
secara instrinsik oleh suatu tugas tertentu, namun mereka serius untuk
mendapatkan manfaat dari tugas tersebut. Mereka tahu kenapa mereka sedang
belajar, sehingga tindakan dan pilihan mereka ditentukan oleh diri sendiri dan
tidak dikontrol oleh orang lain.
c.Kemauan / volition
Siswa yang teratur dalam belajar mampu melindungi diri dan pikiran mereka dari
hal yang dapat mengalihkan perhatian mereka dalam belajar. Mereka mampu
melakukan coping terhadap perasaan cemas, mengantuk, pusing, ataupun perasaan
malas.
Regulasi diri terdapat 2 faktor menurut Alwisol (2005), yaitu:
1. Faktor eksternal
a. Faktor lingkungan berinteraksi dengan pengaruh-pengaruh pribadi,
membentuk standar evaluasi tingkah laku seseorang. Melalui orang tua
dan guru anak-anak belajar baik-buruk, tingkah laku yang dikehendaki
dan tidak dikehendaki. Melalui pengalaman berinteraksi dengan
31
lingkungan yang lebih luas anak kemudian mengembangkan standar yang
dapat dipakai untuk menilai prestasi diri.
b. Regulasi diri dalam bentuk penguatan (reinforcement). Hadiah instrinsik
tidak selalu memberi kepuasan, orang membutuhkan insentif yang berasal
dari lingkungan eksternal. Standar tingkah laku dan penguatan biasanya
bekerja sama; ketika orang dapat mencapai standar tingkah laku tertentu,
perlu penguatan agar tingkah laku semacam itu menjadi pilihan untuk
dilakukan lagi.
2. Faktor internal.
Faktor eksternal berinteraksi dengan factor internal dalam pengaturan diri sendiri,
Bandura mengemukakan tiga bentuk pengaruh internal:
a. Observasi diri (self observation): dilakukan berdasarkan factor kualitas
penampilan, kuantitas penampilan, orisinalitas tingkah laku diri, dan
seterusnya. Orang harus mampu memonitori performansinya, walaupun
tidak sempurna karena orang cenderung memilih beberapa aspek dari
tingkah lakunya dan mengabaikan tingkah lakunya. Apa yang diobservasi
seseorang tergantung kepada minat dan konsep dirinya.
b. Proses penilaian atau mengadili tingkah laku (judgmental process): adalah
melihat kesesuaian tingkah laku dengan standar pribadi, membandingkan
tingkah laku dengan norma standar atau dengan tingkah laku orang lain,
menilai berdasarkan pentingnya suatu aktivitas, dan memberi atribusi
performansi.
32
c. Reaksi diri – afektif (self response): akhirnya berdasarkan pengamatan dan
judgement itu, orang mengevaluasi diri sendiri positif atau negatif, dan
kemudian menghadiahi atau menghukum diri sendiri. Bisa terjadi tidak
muncul reaksi afektif, karena fungsi kognitif membuat keseimbangan yang
mempengaruhi evaluasi positif atau negatif menjadi kurang bermakna
secara individual.
Selain itu, perkembangan regulasi diri dipengaruhi oleh banyak faktor,
diantaranya adalah modeling dan self-efficacy (Santrock, 2007).
a. Model adalah sumber penting untuk menyampaikan keterampilan regulasi diri.
Diantara keterampilan regulasi diri yang dapat dicontohkan oleh model adalah
perencanaan dan pengelolaan waktu secara efektif, memperhatikan dan
konsentarsi, mengorganisaskan dan menyimpan informasi secara strategis,
membangun lingkungan belajar/kerja yang produktif, dan menggunakan
sumber daya sosial. Misalnya, murid mungkin mengamati guru yang
melakukan strategi manajemen waktu yang efektif dan menjelaskan prinsip
yang tepat. Dengan mengamati model itu, murid dapat percaya bahwa mereka
juga bisa merencanakan dan mengelola waktu secara efektif, yang
menciptakan perasaan self-efficacy terhadap regulasi diri akademik dan
memotivasi murid untuk melakukan aktivitas itu.
b. Self-efficacy dapat mempengaruhi murid dalam memilih suatu tugas,
usahanya, ketekunannya, dan prestasinya (Bandura, 1997, 2001; Pintrich &
Schunk, 2002; Zimmerman& Schunk, 2001). Dibanding dengan murid yang
meragukan kemampuan belajarnya, murid yang merasa mampu menguasai
33
suatu keahlian atau melaksanakan suatu tugas akan lebih siap untuk
berpastisipasi, bekerja keras, lebih ulet dalam menghadapi kesulitan, dan
mencapai level yang lebih tinggi. Self-efficacy bisa mempengaruhi prestasi,
tetapi ia bukan satu-satunya factor pengaruh. Tingkat tinggi tidak akan
menghasilkan kinerja yang kompeten apabila siswa tak punya atau kekurangan
pengetahuan dan keahlian yang harus dipenuhi.
Dari berbagai pendapat para ahli mengenai faktor-faktor self-regulated
learning diatas bahwa self-regulated learning sangat dipengaruhi faktor internal
yang ada di dalam diri siswa tersebut, yakni pengetahuan, motivasi, kemauan,
self-observation, proses penilaian, self-response, dan self-eficacy. Sedangkan
faktor eksternal yang mempengaruhi self-regulated learning adalah faktor
lingkungan untuk mengevaluasi tingkah laku, penguatan (reinforcement), dan
memodeling tingkah laku seseorang.
2.2.4 Dimensi yang terdapat dalam self-regulated learning
Zimmerman (dalam Pintrich & Schunk, 2008) mengembangkan sebuah kerangka
konseptual yang menyusun seputar pertanyaan-pertanyaan kunci yang ditujukan
pada Tabel 2.1, sekaligus proses-proses pengaturan diri kritisnya. Unsur kritis dari
pengaturan diri adalah bahwa para pelajar memiliki beberapa pilihan yang ada
dalam sedikitnya satu bidang dan terutama dalam bidang-bidang yang lain.
34
Tabel 2.1
Dimensi-dimensi pengaturan diri
Pokok-pokok Pembelajaran Sub-proses Pengaturan diri
Mengapa
Bagaimana
Kapan
Apa
Dimana
Dengan siapa
Self-efficacy dan tujuan diri
Penggunaan strategi atau pelaksanaan yang rutin
Pengelolaan waktu
Observasi diri, penilaian diri, reaksi diri
Lingkungan tempat belajar
Pencarian bantuan yang selektif
a. Self-efficacy dan tujuan diri
Faktor self-efficacy merupakan faktor kunci yang mempengaruhi self-
regulated learning siswa dari dalam dirinya sendiri (Bandura, 1986;
Rosenthal & Bandura, 1978; Schunk, 1986; Zimmerman, 1986 dalam
Zimmerman, 1989). Menurut Zimmerman (1989) self-efficacy merupakan
persepsi siswa akan kemampuan dirinya dalam mengelola dan melakukan
tindakan yang penting untuk memperoleh tingkat keterampilan dalam sebuah
tugas. Siswa dengan self-efficacy tinggi menunjukan kualitas strategi belajar
yang lebih baik dan lebih banyak monitoring diri atas hasil-hasil belajar
mereka dari pada siswa dengan self-efficacy rendah. Selain itu menurut tujuan
definisi self-regulated learning, pengambilan keputusan metakognitif juga
tergantung dari tujuan jangka panjang siswa. Salah satu strategi yang efektif
untuk mencapai tujuan jangka panjang adalah dengan menyusun tujuan
35
jangka menengah berdasarkan tingkat kesukaran dan jarak waktu. Tujuan
yang tidak realistis dan memungkinkan untuk dicapai serta tidak terlalu
mudah atau terlalu sukar akan membuat individu tersebut termotivasi untuk
mencapainya. Bandura (1986, dalam Zimmerman, 1989) mengemukakan
bahwa orang yang mempunyai self-eficacy yang tinggi menetapkan tujuan
yang lebih menantang untuk dicapainya.
b. Pengguanaan strategi atau pelaksanaan yang rutin
Yaitu bagaimana cara siswa melakukan kegiatan rutin pada saat akan
memulai belajar. Seperti membaca buku pegangan, menandai bagian yang
penting, dan menulis kembali apa yang telah dibaca.
c. Pengelolaan waktu
Yaitu siswa yang memiliki self-regulated learning yang tinggi dalam proses
belajar akan memperhitungkan waktu dalam pengerjaan soal dan
memperhatikan waktu dalam belajar.
d. Observasi diri, penilaian diri, reaksi diri
a) Observasi diri, Mengacu pada respon siswa yang secara sistematis
memonitori tingkah lakunya sendiri. Pengamatan terhadap diri sendiri
dapat menyediakan informasi tentang kemajuan seseorang atas tujuannya.
Terdapat dua metode yang digunakan individu dalam observasi siswa yaitu
laporan lisan atau tulisan dan reaksi individu.
36
b) Penilaian diri, Mengacu pada respon siswa yang secara sistematis
membandingkan kinerja mereka dengan standar atau tujuan. Pengetahuan
atas standar atau tujuan bisa didapatkan dari berbagai sumber seperti
tingkat performansi sebelumnya. Dua cara yang biasa digunakan siswa
untuk melakukan penilaian diri adalah dengan meneliti kembali jawaban
dan membandingkan hasil yang mereka peroleh dengan hasil yang
diperoleh orang lain.
c) Reaksi diri, Merupakan respon siswa terhadap hasil yang telah dicapainya.
Penilaian diri selalu diikuti dengan reaksi diri. Ketika individu berhasil
melakukan sesuatu, individu akan merasakan kepuasan atau kesenangan,
namun jika mengalami kegagalan, individu akan mengalami kekecewaan
atau perasaan tidak puas. Saat individu mengkaitkan kepuasan dengan
pencapaian hasil tertentu, individu akan memotivasi diri sendiri untuk
mengoptimalkan energi yang diperlukan guna mencapai tujuan.
e. Lingkungan tempat belajar
Menurut Zimmerman (1989) dua jenis pengaruh lingkungan yang
mempengaruhi self-regulated learning adalah
a) Pengalaman sosial
Salah satu pengalaman sosial yang berpengaruh bagi self-regulated
learning adalah belajar melalui pengamatan secara langsung terhadap
perilaku diri sendiri dan hasil yang diperoleh dari perilaku tersebut.
37
Modelling dari strategi-strategi self-regulated learning yang efektif dapat
meningkatkan self-eficacy siswa, baik pada siswa yang merasa kurang
mampu ataupun pada siswa yang yakin akan kemampuannya
(Zimmerman, 1989) modeling seperti ini lebih efektif bila model
dipersepsikan setara dengan orang yang mengobservasi (Schunk, Hanson
& Cox, 1987 dalam Zimmerman, 1989).
Bentuk pengalaman sosial lain yang juga penting adalah persuasi verbal.
Metode ini menjadi perantara yang sangat baik, sehingga siswa dapat
mempelajari berbagai keterampilan kognitif, afektif, dan akademis.
b) Struktur dari lingkungan belajar.
Menurut teori sosial kognitif, proses belajar siswa sangat tergantung pada
situasi lingkungan tempat terjadinya (Mischel & Peake, 1982;
Zimmerman, 1983 dalam Zimmerman, 1989). Misalnya mengubah tugas
akademis untuk meningkatkan level kesulitan atau mengubah tempat
belajar seperti dari rebut menjadi sepi, dihatapkan dapat mempengaruhi
self-regulated learning.
f. Pencarian bantuan yang selektif
Yaitu usaha yang dilakukan oleh siswa untuk meminta bantuan apabila tidak
mengerti pelajaran. Cara siswa memperoleh bantuan biasanya dari teman,
guru, bahkan orang dewasa ataupun orang tua mereka masing-masing.
38
2.2.5 Strategi-strategi self-regulated learning
Bandura (Zimmerman, 1989) menekankan pentingnya strategi self-regulated
learning untuk siswa. Dalam pandangannya, strategi yang diaplikasikan
menyediakan kepada siswa dengan pengetahuan self-efficacy yang bernilai.
Pengetahuan ini pada gilirannya akan mempengaruhi pemilihan atas strategi dan
tindakan. Strategi self-regulated learning merupakan tipe-tipe strategi yang
digunakan oleh siswa SMU dalam konteks belajar umum untuk meningkatkan
prestasi akademis mereka sebagaimana dilaporkan oleh Zimmerman dan
Martinez-Pons (1986). Mereka menemukan 14 tipe strategi self-regulated
learning yang diantaranya adalah:
1. Self-evaluation, yaitu siswa melakukan pemahaman tentang materi-materi
bahasan atau tingkah laku yang berkaitan untuk memahami tuntutan tugas.
Misalnya: ”saya mengecek semua tugas untuk memastikan bahwa saya
melakukannya dengan benar”.
2. Organizing and transforming, yaitu usaha penyusunan materi belajar atas
prakarsa sendiri untuk meningkatkan belajar. Misalnya: ” saya menggunakan
stabilo untuk menandai bagian-bagian penting dalam buku”.
3. Goal-setting dan planning, yaitu penetapan atas tujuan atau subtujuan
pendidikan dan perencanaan atas rangkaian, perwaktuan, dan penyelesaian
aktivitas yang berhubungan dengan tujuan tersebut. Misalnya: ” saya
tinggalkan dulu pertanyaan yang sulit hingga terakhir untuk kemudian saya
lihat kembali”.
39
4. Seeking information, yaitu usaha siswa atas prakarsa sendiri untuk menjamin
informasi lebih jauh atas tugas dari sumber-sumber non sosial ketika
mengerjakan suatu tugas. Misalnya: ”saya meminjam buku dari perpustakaan
tentang topik tertentu”.
5. Keeping records dan monitoring, yaitu usaha siswa dengan prakarsa sendiri
untuk merekam atau mencatat peristiwa atau hasil dalam proses belajar.
Misalnya: ” saya menulis catatan tentang diskusi kelas”.
6. Environmental structuring, yaitu usaha siswa dengan prakarsa sendiri untuk
mengatur konteks belajar agar belajar menjadi lebih mudah. Hal ini termasuk
pengaturan lingkungan secara fisik maupun psikologis. Misalnya: ” saya dapat
belajar dengan baik tanpa terpengaruh oleh situasi di sekeliling saya”.
7. Self-consequences, yaitu siswa membuat pengaturan atau membayangkan
tentang hadiah atau hukuman atas keberhasilan ataupun kegagalannya dalam
belajar. Misalnya: ” saya berfikir tentang kegagalan, dan hal itu membuat saya
ingin berusaha”.
8. Rehearsing dan memorizing, yaitu usaha siswa untuk mengingat materi
pelajaran. Misalnya: ” saya tuliskan semua poin penting berulang-ulang
hingga saya hafal”.
9. - 11 Seeking social assistance, yaitu usaha yang dilakukan siswa dalam
meminta pertolongan dari teman (9), guru (10), dan orang dewasa (11).
Misalnya: ” jika saya kesulitan dalam memahami pelajaran, saya akan
bertanya dengan teman yang lebih pandai, atau bertanya kepada guru dan
orang dewasa lainnya”.
40
12. - 14 Reviewing records, yaitu usaha siswa untuk membaca kembali catatan
(12), tes (13), atau buku (14). Misalnya: ” saya buka kembali semua catatan
saya pelajaran yang sulit”, ”saya buka kembali semua tugas dan tes yang telah
saya kerjakan”, dan ”saya baca buku pelajaran yang sulit beberapa kali”.
15. Other, yaitu perilaku belajar yang diprakarsai oleh orang lain seperti guru,
orang tua, pernyataan kehendak, ekspresi berbuat curang, dan semua respon
verbal yang tidak jelas. Misalnya: ” saya hanya melakukan pekerjaan apa yang
dikatakan oleh guru”.
2.2.6 Pengukuran self-regulated learning
Self-regulated learning diukur berdasarkan sebaran item dengan beberapa aspek,
sub aspek, dan indikator. Pada tabel 2.2 dibawah ini dijabarkan tentang beberapa
pernyataan yang mewakili berbagai indikator yang diangkat dari aspek-aspek self-
regulated learning.
Tabel 2.2
Pengukuran self-regulated learning
No Aspek Sub Aspek Indikator
1 Efikasi diri
dan Tujuan
Efikasi diri Memiliki keyakinan akan
kemampuan pada pelajaran
matematika
Tujuan Memiliki target pada pelajaran
matematika
2 Penggunaan
strategi atau
Pelaksanaan
Proses belajar Membaca buku pegangan
Menandai bagian yang penting
Menulis kembali apa yang telah
41
yang rutin dibaca
3 Waktu Proses Belajar Merencanakan kegiatan belajar
Memperhatikan waktu dalam
belajar
Proses
pengerjaan
soal
Memperhitungkan waktu dalam
pengerjaan soal
4 Observasi
diri, Penilaian
diri, dan
Reaksi diri
Observasi diri Mencatat nilai-nilai yang diperoleh
Meminta umpan balik atas tugas
yang dikerjakan
Menjadikan nilai yang diperoleh
sebagai acuan dalam belajar
Penilaian diri Meneliti kembali pekerjaan
Membandingkan nilainya dengan
nilai temannya
Reaksi diri Merasa puas ketika berhasil
mengerjakan soal matematika
Katika gagal akan terus berusaha
5. Struktur
lingkungan
Pengalaman
social
Mengamati / mencontoh
lingkungan belajar orang lain
Meniru lingkungan belajar orang
lain yang sesuai dengan dirinya
Struktur dari
lingkungan
belajar
Mengatur kondisi tempat belajar
Mengatur waktu belajar
Mengatur suasana belajar
6 Pencarian
bantuan yang
selektif
Bantuan teman Meminta bantuan teman saat
menghadapi kesulitan
Diskusi
dengan guru
Berdiskusi kepada guru dalam
menyelesaikan tugas
42
Bertanya
kepada orang
dewasa
Bertanya kepada orang dewasa jika
ada topik yang tidak paham
2.3 Kerangka berfikir
Berdasarkan uraian diatas, diketahui bahwa salah satu faktor yang diduga
mempengaruhi prestasi belajar adalah self-regulated learning.
Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan
hasil dari proses belajar, sehingga prestasi belajar merupakan taraf hasil belajar
yang ditujukan oleh siswa setelah mendapat pendidikan. Prestasi belajar
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, yaitu faktor internal dan eksternal.
Selain itu yang tidak kalah penting proses kognitif juga ikut mempengaruhi
prestasi belajar. Proses kognitif pada siswa digambarkan dengan bagaimana cara
siswa mengatur dirinya dalam mengarahkan metakognitifnya untuk memunculkan
pikiran, perasaan, dan perilakunya untuk mencapai prestasi yang diinginkan. Oleh
sebab itu peran dari proses kognitif akan digambarkan melalui self –regulated
learning pada siswa.
Menurut Zimmerman (1989), self-regulated learning merupakan para siswa
yang dapat dianggap memiliki kemampuan untuk mengatur diri mereka sendiri
baik secara metakognitif, motivasi, dan perilaku yang merupakan partisipan aktif
di dalam proses belajar mereka sendiri
Self-regulated learning merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi
prestasi belajar. Siswa yang memiliki self-regulated learning dalam belajar
43
memegang keyakinan akan kecerdasan yang mereka miliki dan kegagalan serta
kesuksesan mereka sangat bergantung pada usaha mereka dalam menyelesaikan
tugas. Para peneliti menemukan bahwa siswa yang memiliki prestasi tinggi sering
kali merupakan pelajar yang juga belajar untuk mengatur diri sendiri (Paris &
paris, 2001; Pintrich, 2000; Pintrich & Schunk, 2002; Zimmerman, 1998, 2000,
2001; Zimmerman & Schunk, 2001). Guru, tutor, mentor, konselor, dan orang tua
dapat membantu siswa agar mampu meningkatkan self-regulated learning dalam
belajar.
Siswa yang meregulasi dirinya dalam belajar memegang keyakinan akan
kecerdasan yang mereka miliki dan kegagalan serta kesuksesan mereka sangat
bergantung pada usaha mereka dalam menyelesaikan tugas berdasarkan
penggunaan strategi yang mereka pilih, yang pada akhirnya para siswa yang
meregulasi dirinya dalam belajar percaya bahwa peluang dalam menghadapi
tantangan dalam mengerjakan tugas, cara belajar mereka, mengembangkan suatu
pemahaman akan materi pelajaran, merupakan usaha untuk mencapai kesuksesan
prestasi belajar akademik mereka.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar siswa adalah siswa yang memiliki self-regulated learning dalam
belajar pada siswa yang mendorong individu untuk lebih berprestasi.
44
Bagan 2.1
Skema kerangka berfikir
Siswa
Matematika
Self-regulated learning:
1. Self-efficacy & tujuan
2. Penggunaan strategi
atau pelaksanaan
yang rutin
3. Pengelolaan waktu
4. Observasi diri,
penilaian diri &
reaksi diri
5. Lingkungan tempat
belajar
6. Pencarian bantuan
selektif
Prestasi belajar tinggi
Prestasi belajar rendah
45
2.4 Hipotesis
Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat pengaruh independent variable yang
diketahui terhadap dependent variable. Dalam penelitian ini dependent variable
yaitu prestasi belajar matematika, sedangkan Independent Variable berdasarkan
teori yaitu self-regulated learning. Hipotesis mayor dari penelitian ini yaitu :
“ada pengaruh yang signifikan dari self-regulated learning terhadap prestasi
belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang”. Selanjutnya hipotesis
minor penelitian ini yaitu :
Ha1: Ada pengaruh yang signifikan self-efficacy dan tujuan diri terhadap prestasi
belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang
Ha2: Ada pengaruh yang signifikan penggunaan strategi atau pelaksanaan yang
rutin terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang
Ha3: Ada pengaruh yang signifikan pengelolaan waktu yang rutin terhadap
prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang
Ha4: Ada pengaruh yang signifikan observasi diri, penilaian diri, reaksi diri
terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang
Ha5: Ada pengaruh yang signifikan lingkungan tempat belajar terhadap prestasi
belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang
Ha6: Ada pengaruh yang signifikan pencarian bantuan yang selektif terhadap
prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang
46
Kemudian dikarenakan adanya analisis statistik, maka hipotesis mayor
tersebut dibalik menjadi “Tidak ada pengaruh yang signifikan self-regulated
learning terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok
Pinang”. Adapun hipotesis nihil minor penelitian yaitu :
Ho1: Tidak ada pengaruh yang signifikan self-efficacy dan tujuan diri terhadap
prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang
Ho2: Tidak ada pengaruh yang signifikan penggunaan strategi atau pelaksanaan
yang rutin terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok
Pinang
Ho3: Tidak ada pengaruh yang signifikan pengelolaan waktu yang rutin terhadap
prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang
Ho4: Tidak ada pengaruh yang signifikan observasi diri, penilaian diri, reaksi
diri terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang
Ho5: Tidak ada pengaruh yang signifikan lingkungan tempat belajar terhadap
prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang
Ho6: Tidak ada pengaruh yang signifikan pencarian bantuan yang selektif
terhadap prestasi belajar matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang
47
BAB 3
METODE PENELITIAN
Bab ini terdiri dari enam subbab. Subbab pertama membahas tentang pendekatan
penelitian. Subbab kedua membahas tentang populasi dan sampel serta teknik
pengambilan sampel. Subbab ketiga membahas identifikasi varaibel penelitian,
definisi konseptual, dan definisi operasional. Subbab keempat membahas tentang
tehnik pengumpulan data, alat ukur. Subbab kelima membahas tentang uji
validitas, uji reliabilitas. Subbab keenam membahas tentang tehnik pengolahan
dan analisa data. Subbab ketujuh membahas mengenai prosedur penelitian.
3.1. Pendekatan Penelitian
Pada penelitian ini yang hendak diteliti adalah apakah ada pengaruh dari self-
regulated learning terhadap prestasi belajar matematika. Oleh karena itu,
pendekatan yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut
adalah pendekatan kuantitatif, dimana temuan penelitian merupakan hasil
kesimpulan statistik beserta analisisnya.
3.2 Populasi, Sampel dan Tehnik Pengambilan Sampel
3.2.1 Populasi
Menurut Sugiyono (2008) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas:
obyek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi
48
dalam penelitian ini adalah siswa-siswi MTs N 3 Pondok Pinang yang berjumlah
782 siswa
3.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (dalam Sugiyono, 2008).
Slovin dalam Sevilla (2006) menjelaskan bahwa dalam menentukan ukuran
sampel dari suatu populasi dapat menggunakan rumus :
n = N
1 + N (e) 2
= 782
1 + 782 (0.1) 2
= 99.8 (pembulatan 100 sampel)
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e = Error (% yang dapat ditoleransi terhadap ketidaktepatan penggunaan sampel
sebagai pengganti populasi)
Bila dihitung menggunakan rumus tersebut maka diperoleh jumlah sampel
dari populasi yaitu sebanyak 100 siswa.
3.2.3 Teknik pengambilan sampel
Cara pengambilan sampel penelitian dilakukan di MTs N 3 Pondok Pinang.
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode probability
sampling dengan teknik cluster random sampling, yaitu populasi yang dibagi atas
kelompok berdasarkan tingkatan (dalam Nazir, 2003). Pengambilan acak dalam
49
penelitian ini adalah dari seluruh kelas, baik kelas VII, VIII, dan IX yang ada di
sekolah tersebut, setelah diadakan teknik pengambilan secara cluster random
sampling, pada akhirnya yang terpilih adalah tiga kelas dari masing-masing
angkatan, yaitu kelas VII-2, VIII-1 dan IX-1
3.3 Variabel penelitian
3.3.1 Identifikasi variabel penelitian
Variabel adalah konsep yang mempunyai bermacam-macam nilai. Menurut
Kerlinger (2000), variabel adalah simbol atau lambang yang padanya kita lekatkan
bilangan atau nilai. Variabel terbagi menjadi dua macam, yaitu variabel terikat
(Dependent Variable) dan variabel bebas (Idependent Variable).
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Variabel terikat (dependent variable) adalah prestasi belajar.
b. Variabel bebas (independent variable) adalah self-regulated learning.
3.1.2 Definisi konseptual
Definisi konseptual kedua variabel penelitian ini yaitu:
1. Prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan
seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot
yang dicapainya.
2. Self-regulated learning merupakan kemampuan untuk mengatur diri sendiri
baik secara metakognitif, motivasi, dan perilaku yang merupakan partisipan
50
aktif di dalam proses belajar yang ditujukan untuk mencapai suatu tujuan
(dalam Zimmerman, 1989)
3.1.3 Definisi operasional
Definisi operasional kedua variabel penelitian ini adalah:
1. Prestasi belajar yang dipakai dalam penelitian ini adalah skor yang diperoleh
dari hasil prestasi belajar siswa yang diperoleh dari nilai ulangan harian
matematika dan ulangan tengah semester ganjil tahun 2010.
2. Self-regulated learning yang merupakan skor yang diperoleh dari responden
tentang kemampuan siswa dalam dirinya yang memiliki self-efficacy dan
tujuan diri; penggunaan strategi atau pelaksanaan yang rutin; pengelolaan
waktu; observasi diri, penilaian diri, reaksi diri; lingkungan tempat belajar;
dan pencarian bantuan yang selektif.
3.4 Pengumpulan data
3.4.1 Tehnik pengumpulan data
Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data dari lapangan dengan
menggunakan model skala Summated rating scale atau Likert scale didasarkan
pada asumsi bahwa masing-masing pernyataan atau item di dalam skala memiliki
attitudinal value nilai sikap dan importance kepentingan yang sama dengan istilah
yang menggambarkan sikap terhadap isu yang ada pada soal. Subjek akan
memilih satu jawaban yang paling dapat menggambarkan dirinya atau yang paling
mendekati dirinya.
51
Pernyataan yang digunakan bersifat langsung dan tertutup. Bersifat langsung
karena diisi langsung oleh responden atau tidak dapat diwakili. Bersifat tertutup
karena pernyataan yang disusun oleh peneliti mempunyai jawaban telah
disediakan.
3.4.2 Alat ukur
Alat ukur pengumpulan data dalam penelitian ini adalah skala self-regulated
learning. Skala self-regulated learning yang digunakan dalam penelitian ini
disusun oleh peneliti berdasarkan 6 dimensi self-regulated learning yang
dikemukakan oleh Zimmerman (dalam Pintrich & Schunk, 2008) yakni self-
efficacy dan tujuan diri; penggunaan strategi atau pelaksanaan yang rutin;
pengelolaan waktu; observasi diri, penilaian diri, reaksi diri; lingkungan tempat
belajar; dan pencarian bantuan yang selektif.
Tabel 3.1
Blue print Skala Self regulated-learning (Try Out)
No Aspek Sub Aspek Indikator F UF Jumlah
item
1 Efikasi diri
dan Tujuan
Efikasi diri Memiliki keyakinan akan
kemampuan pada pelajaran
matematika
1* 5 2
Tujuan Memiliki target pada
pelajaran matematika
26* 31 2
2 Penggunaan
strategi atau
pelaksanaan
yang rutin
Proses
belajar
Membaca buku pegangan 8*,
42
3, 17,
37*
5
Menandai bagian yang
penting
4 13 2
52
Menulis kembali apa yang
telah dibaca
36* 1
3 Waktu Proses
Belajar
Merencanakan kegiatan
belajar
2,
22*,
32*
3
Memperhatikan waktu
dalam belajar
46,
52*
7,
33*
4
Proses
pengerjaan
soal
Memperhitungkan waktu
dalam pengerjaan soal
6*,
16*
11* 2
4 Observasi
diri,
Penilaian
diri, dan
Reaksi diri
Observasi
diri
Mencatat nilai-nilai yang
diperoleh
20* 9* 2
Meminta umpan balik atas
tugas yang dikerjakan
25* 1
Menjadikan nilai yang
diperoleh sebagai acuan
dalam belajar
50* 27 2
Penilaian
diri
Meneliti kembali pekerjaan 10*,
24*,
34*
21*,
35*
5
Membandingkan nilainya
dengan nilai temannya
38 1
Reaksi diri Merasa puas ketika berhasil
mengerjakan soal
matematika
28*,
48
2
Katika gagal akan terus
berusaha
30,
40*
2
5. Struktur
lingkungan
Pengalaman
social
Mengamati / mencontoh
lingkungan belajar orang
lain
12 1
Meniru lingkungan belajar
orang lain yang sesuai
dengan dirinya
43 1
53
Struktur dari
lingkungan
belajar
Mengatur kondisi tempat
belajar
47*,
39
19* 3
Mengatur waktu belajar 44 1
Mengatur suasana belajar 49* 1
6 Pencarian
bantuan
yang selektif
Bantuan
teman
Meminta bantuan teman
saat menghadapi kesulitan
23 14,
41*
3
Diskusi
dengan guru
Berdiskusi kepada guru
dalam menyelesaikan tugas
18*,
45
15* 3
Bertanya
kepada
orang
dewasa
Bertanya kepada orang
dewasa jika ada topik yang
tidak paham
51*,
53*
29* 3
Total 34 19 53
Item Valid (*)
Setelah melakukan try out di SMP N 3 Tangerang Selatan pada tanggal 26
Oktober 2010 dengan jumlah sampel 80 siswa, di dapatkan 21 item yang gugur, 3
diantaranya tidak mewakili indikator dan 2 diantaranya tidak mewakili sub aspek
sehingga item-item tersebut dilakukan perubahan agar semua aspeknya dapat
terwakilkan. Sehingga item yang tersisa adalah sebanyak 38. Seperti dijelaskan
dalam tabel berikut ini
Tabel 3.2
Blue print Skala Self regulated-learning (Field Test)
No Aspek Sub Aspek Indikator F UF Jumlah
item
1 Efikasi diri
dan Tujuan
Efikasi diri Memiliki keyakinan akan
kemampuan pada pelajaran
1 1
54
matematika
Tujuan Memiliki target pada
pelajaran matematika
27 1
2 Penggunaan
strategi atau
pelaksanaan
yang rutin
Proses
belajar
Membaca buku pelajaran
matematika
4 19 2
Menandai bagian yang
penting
2 9 2
Menulis kembali apa yang
telah dibaca
26 1
3 Waktu Proses
Belajar
Merencanakan kegiatan
belajar
16,
22
2
Memperhatikan waktu
dalam belajar
37 23 2
Proses
pengerjaan
soal
Memperhitungkan waktu
dalam pengerjaan soal
3, 10 7 3
4 Observasi
diri,
Penilaian
diri, dan
Reaksi diri
Observasi
diri
Mencatat nilai-nilai yang
diperoleh
14 5 2
Meminta umpan balik atas
tugas yang dikerjakan
17 1
Menjadikan nilai yang
diperoleh sebagai acuan
dalam belajar
35 1
Penilaian
diri
Meneliti kembali pekerjaan 6, 18,
24
15,
25
5
Membandingkan nilainya
dengan nilai temannya
28 1
Reaksi diri Merasa puas ketika berhasil
mengerjakan soal
matematika
20 1
55
Katika gagal akan terus
berusaha
29 1
5. Struktur
lingkungan
Pengalaman
social
Mengamati / mencontoh
lingkungan belajar orang
lain
8 1
Meniru lingkungan belajar
orang lain yang sesuai
dengan dirinya
31 1
Struktur dari
lingkungan
belajar
Mengatur kondisi tempat
belajar
33 13 2
Mengatur suasana tempat
belajar
34 1
Mengatur waktu belajar 32 1
6 Pencarian
bantuan
yang selektif
Bantuan
teman
Meminta bantuan teman
saat menghadapi kesulitan
30 1
Diskusi
dengan guru
Berdiskusi kepada guru
dalam menyelesaikan tugas
12 11 2
Bertanya
kepada
orang
dewasa
Bertanya kepada orang
dewasa jika ada topik yang
tidak paham
36,
38
21 3
Total 27 11 38
Skala self-regulated learning ini merupakan skala model Likert dengan
metode summated ratings. Menurut Azwar (2008) metode summated rattings
yaitu pernyataan-pernyataan yang menempatkan individu pada suatu situasi yang
menggambarkan dirinya, dengan memilih salah satu dari empat alternatif jawaban
yang disediakan, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat
tidak setuju (STS).
56
Penulis menggunakan skala model Likert karena memiliki kelebihan-
kelebihan sebagai berikut:
1. Metodenya sederhana
2. Waktu membuatnya singkat
3. Informasi tentang jawaban subjek dapat lebih jelas dan tetap
4. Sikap yang ditampilkan subjek mudah diinterpretasikan, hanya dengan
melihat jumlah skor total subjek, sikap positif atau menyetujui terhadap
objek sikap akan terlihat dalam jumlah keseluruhan yang tinggi, sedangkan
sikap yang negatif atau tidak menyetujui objek sikap akan rendah.
Skor yang digunakan untuk setiap kategori ada penelitian ini berdasarkan pada
norma berikut:
Tabel 3.3
Nilai kategori dalam tiap jawaban
Skala Favorable Unfavorable
Sangat setuju (SS) 4 1
Setuju (S) 3 2
Tidak setuju (TS) 2 3
Sangat tidak setuju (STS) 1 4
b. Prestasi belajar
Adapun data mengenai prestasi belajar matematika diperoleh dari hasil skor nilai
ulangan harian matematika dan ulangan tengah semester ganjil tahun 2010.
57
3.5 Alat ukur penelitian
3.5.1 Uji validitas
Validitas tes menyangkut apa yang diukur tes dan seberapa baik tes itu dapat
mengukur (dalam Anastasi & Urbina, 2006). Untuk menguji validitas skala yang
telah dibuat digunakan teknik korelasi Product moment pearson. Validitas suatu
item pernyataan dapat dilihat pada hasil output SPSS versi 17. Validitas masing-
masing item pernyataan dapat dilihat dari nilai corrected item- total correlation
masing-masing item pernyataan.
Dalam penelitian try out yang telah dilakukan sebelumnya, dari 53 item yang
terdapat pada skala self-regulated learning diketeahui hanya 32 item yang valid,
sedangkan sisanya sebanyak 21 item dinyatakan gugur, karena skor validitas dari
21 item yang gugur tersebut kurang dari 0,3. Namun dari total 21 item yang
gugur, 4 diantaranya tidak mewakili indikator dan 2 diantaranya tidak mewakili
sub indikator sehingga ke-6 item tersebut dilakukan perubahan. Jumlah total item
yang digunakan untuk penelitian adalah 38 item.
3.5.2 Uji reliabilitas
Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi maksudnya adalah pengukuran yang
dapat menghasilkan data yang terpercaya, terandalkan, ajeg, konsisten, dan stabil
(dalam Azwar, 1996). Untuk mencari nilai estimasi reliabilitas dari instrument
penelitian yang digunakan, peneliti menggunakan teknik Alpha Cronbach, dalam
perhitungannya adalah dengan menggunakan program SPSS 17.
58
S21 + s2
2
α = 2 (1 - ) s2
x
α = Koefisien reliabilitas Alpha
K = Banyaknya belahan
S2j = Varians skor belahan (j)
S2x = Varians skor tes (X)
Tinggi atau rendahnya reliabilitas yang dihasilkan dilihat dari kaidah
reliabilitas Guilford dan pendapat Azwar (2008) yang menyatakan bahwa semakin
tinggi koefisien reliabilitas yang mendekati 1,00 berarti semakin baik, begitu juga
sebaliknya. Hal tersebut terlihat di bawah ini:
Tabel 3.4
Kaidah Reliabilitas Guilford
Koefisien Kriteria
> 0,90 Sangat Reliabel
0,70 – 0,89 Reliabel
0,49 – 0,69 Cukup Reliabel
0,20 – 0,39 Tidak Reliabel
Hasil uji reliabilitas skala self-regulated learning adalah nilai reliabilitas
skala self-regulated learning dengan 38 item yang valid adalah sebesar 0.852.
Oleh karena itu, skala self-regulated learning ini dapat dikatakan reliabel dan
dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian.
59
3.6 Teknik Analisa Data
Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian yaitu apakah terdapat pengaruh
yang signifikan antara self-regulated learning terhadap prestasi belajar
matematika siswa MTs N 3 Pondok Pinang, dan untuk mengetahui seberapa besar
kontribusi yang diberikan self-regulated learning terhadap prestasi belajar
matematika, penulis menggunakan metode statistika karena datanya berupa
angka-angka yang merupakan hasil pengukuran atau perhitungan. Dalam hal ini
berdasarkan hipotesis yang akan di ukur peneliti menggunakan tehnik analisi
multiple regression / analisis regresi berganda untuk mengetahui besar dan arah
hubungan antara self-regulated learning dengan prestasi belajar matematika.
Analisis multi regresi adalah suatu metode untuk mengkaji akibat-akibat dan
besarnya akibat dari lebih satu variabel bebas terhadap satu variabel terikat,
dengan menggunakan prinsip-prinsip korelasi dan regresi (dalam Kerlinger, 1990)
3.7 Prosedur penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mencoba merencanakan langkah-langkah yang
diharapkan dapat menunjang kelancaran penelitian, langkah-langkah tersebut
sebagai berikut :
1. Persiapan Penelitian
- Dimulai dengan perumusan masalah dan pembatasan masalah.
- Menentukan variabel-variabel yang akan diteliti.
60
- Melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran dan landasan
teori yang tepat.
- Menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan
dalam penelitian ini yaitu skala self-regulated learning yang dirancang
berupa skala Likert.
2. Tahap Pengambilan Data
- Menentukan jumlah sampel penelitian.
- Memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian dan meminta
kesediaan responden untuk mengisi skala penelitian.
- Memberikan alat ukur yag telah disiapkan kepada responden.
3. Tahap Uji Coba
Peneliti melakukan uji coba alat ukur skala self-regulated learning pada
tanggal 26 Oktober 2010 pada 80 responden yang berada di SMP N 3
Tangerang Selatan.
4. Tahap Field Study
Skala self-regulated learning terdiri dari 38 item pernyataan. Selanjutnya
skala ini diberikan kepada responden pada tanggal 4 November 2010 di MTs
N 3 Pondok Pinang
61
5. Tahap Pengolahan Data
- Melakukan skoring terhadap hasil skala yang telah diisi oleh responden.
- Analisis data menggunakan teknik statistik.
- Melakukan Interpretasi dan membahas hasil yang didapat, serta membuat
kesimpulan dan laporan akhir penelitian.
6. Penutup
Akhir dari penelitian ini adalah membuat kesimpulan dari apa yang didapat
pada hasil penelitian serta membuat saran bagaimana layaknya penelitian ini
untuk dijadikan rujukan penelitian lanjutan.
62
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab 4 ini akan membahas mengenai presentasi dan analisis data meliputi:
Gambaran umum responden: berdasarkan jenis kelamin, usia, penghasilan orang
tua, dan pendidikan orang tua; Deskripsi data penelitian; Hasil uji statistik; dan
Hasil uji hipotesis.
4.1. Gambaran umum responden
Gambaran umum subjek penelitian ini diuraikan secara rinci di bawah ini, yaitu
berdasarkan jenis kelamin, usia, les tambahan, penghasilan orang tua, dan
pendidikan orang tua. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi
MTs N 3 Pondok Pinang yang berjumlah 782 orang, sedangkan yang menjadi
responden dalam penelitian ini berjumlah 100 orang.
4.1.1 Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, subjek dalam penelitian ini dapat digambarkan
sebagaimana terlihat dalam tabel berikut:
63
Tabel 4.1
Gambaran umum subjek berdasarkan jenis kelamin
Jenis
kelamin
Kelas
Jumlah PersentaseVII-2 VIII-1 IX-1
Wanita
Pria
28
12
21
7
29
3
78
22
78%
22%
Total 40 28 32 100 100%
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dalam penelitian ini subjek berjenis
kelamin perempuan lebih banyak dari pada subjek laki-laki. Adapun subjek
perempuan ini berjumlah 78 orang (78%), sedangkan jumlah subjek laki-laki
adalah 22 orang (22%).
4.1.2 Gambaran subjek berdasarkan usia
Berdasarkan usia, subjek dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagaimana
terlihat pada tabel berikut:
Tabel 4.2
Gambaran umum subjek berdasarkan usia
Usia
Kelas
Jumlah PersentaseVII-2 VIII-1 IX-1
12 Tahun
13 Tahun
14 Tahun
40
28
32
40
28
32
40%
28%
32%
Total 40 28 32 100 100%
64
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa sebagian dari subjek penelitian ini
berada dalam rentang 12-15 tahun. Subjek berusia 12 tahun berjumlah paling
banyak yaitu berjumlah 44 orang (44%), berikutnya subjek berusia 14 tahun yang
berjumlah 28 orang (28%) dan subjek berusia 13 tahun yang berjumlah 27 orang
(27%), serta yang paling sedikit adalah subjek berusia 15 tahun berjumlah 1 orang
(1%).
4.1.3 Gambaran subjek berdasarkan penghasilan orang tua
Data mengenai penghasilan orang tua subjek dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagaimana terlihat pada tabel berikut:
Tabel 4.3
Kategorisasi skor penghasilan orang tua
Penghasilan
orang tua
Kelas
Jumlah PersentaseVII-2 VIII-1 IX-1
< 1 juta
1 juta – 3 juta
> 3 juta
10
11
19
9
15
4
4
14
14
23
40
37
23 %
40 %
37 %
Jumlah 40 28 32 100 100 %
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dalam penelitian ini orang tua subjek
lebih banyak yang memiliki penghasilan 1 juta – 3 juta dibanding yang > 3 juta
maupun < 1 juta. Adapun orang tua subjek yang memiliki penghasilan < 1 juta
berjumlah 23 orang (23%), penghasilan orang tua 1 juta – 3 juta 40 orang (40 %),
dan > 3 juta berjumlah 37 orang (37 %).
65
4.1.4 Gambaran subjek berdasarkan pendidikan orang tua
Data mengenai pendidikan orang tua subjek dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagaimana terlihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4
Kategorisasi skor pendidikan orang tua
Pendidikan
orang tua
Kelas
Jumlah PersentaseVII-2 VIII-1 IX-1
SMA
D3
S1
S2
13
7
5
15
8
5
13
2
4
9
11
8
25
21
29
25
25 %
21%
29 %
25 %
Jumlah 40 28 32 100 100 %
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dalam penelitian ini orang tua subjek
lebih banyak yang memiliki pendidikan terkahir S1 dibanding S2 dan SMA
maupun D3. Adapun orang tua subjek yang memiliki pendidikan terakhir SMA
berjumlah 25 orang (25%), pendidikan terakhir D3 berjumlah 21 orang (21%),
pendidikan terakhir S1 berjumlah 29 orang (29%), dan pendidikan terakhir S2
berjumlah 25 orang (25%).
66
4.2 Deskripsi data penelitian
4.2.1 Kategorisasi skor self-regulated learning
Data skor self-regulated learning diperoleh melalui angket / kuesioner yang
disebar kepada siswa kelas VII, VIII,dan IX. Selanjutnya peneliti membuat
kategorik responden untuk menentukan tinggi dan rendah pada tiap variabel.
Tabel 4.5
Skor perolehan self-regulated learning
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Self-regulated
learning
100 71.00 116.00 93.8900 9.07644
Valid N (listwise) 100
Pada variabel self-regulated learning memiliki nilai maximum 116, minimum
71, dan mean 93.8900. Berdasarkan skor perolehan di atas maka hasil yang
didapat adalah sebagai berikut
Tabel 4.6
Klasifikasi skor self-regulated learning
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa tingkat self-regulated learning yang
rendah dengan persentase 46% (46 orang), sedangkan subjek dengan tingkat self-
regulated learningyang tinggi 54% (54 orang) dari total sampel.
Kategori Rentang Skor Responden Persentase
Rendah
Tinggi
71 – 93
94 - 116
46
54
46 %
54%
Jumlah 100 100 %
67
4.2.2 Kategori skor prestasi belajar
Data mengenai prestasi belajar diperoleh melalui nilai ulangan harian matematika
dan ulangan tengah semester ganjil tahun 2010. Peneliti membuat kategorik
responden untuk menentukan tinggi dan rendah pada prestasi belajar.
Tabel 4.7
Skor perolehan prestasi belajar
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Prestasi belajar 100 45.00 97.50 77.3050 10.52556
Valid N (listwise) 100
Pada prestasi belajar memiliki nilai maximum 97.50, minimum 45 dan mean
77.3050. Melalui skor prestasi belajar maka akan diperoleh klasifikasi prestasi
belajar siswa sebagai berikut:
Tabel 4.8
Klasifikasi skor prestasi belajar
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa tingkat prestasi belajar matematika
siswa yang masuk pada kategori rendah dengan persentase 46% (46 orang), dan
untuk kategori prestasi belajar matematika tinggi memiliki persentase sebesar
54% (54 orang).
Kategori Rentang Skor Responden Persentase
Rendah
Tinggi
45 – 76.5
77.5 - 97.5
46
54
46 %
54%
Jumlah 100 100 %
68
4.3 Hasil uji statistik
4.3.1 Uji anova
Peneliti menggunakan uji anova (post hoc) untuk mengetahui mean kelompok
yang berbeda signifikan antara usia, penghasilan orang tua dan pendidikan orang
tua terhadap prestasi belajar.
4.3.1.1 Uji anova usia terhadap prestasi belajar
Dengan menggunakan uji anova dapat melihat mean kelompok yang berbeda
signifikan usia terhadap prestasi belajar, maka dapat dilihat hasil sebagai berikut:
Tabel 4.9
Uji anova usia terhadap prestasi belajar
Multiple Comparisons
(I) usia (J) usia
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
12 tahun kls 7 13 tahun kls 8 7.55893* 2.22058 .004 2.0385 13.0794
14 tahun kls 9 -6.82500* 2.13738 .008 -12.1386 -1.5114
13 tahun kls 8 12 tahun kls 7 -7.55893* 2.22058 .004 -13.0794 -2.0385
14 tahun kls 9 -14.38393* 2.33208 .000 -20.1816 -8.5863
14 tahun kls 9 12 tahun kls 7 6.82500* 2.13738 .008 1.5114 12.1386
13 tahun kls 8 14.38393* 2.33208 .000 8.5863 20.1816
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Dari hasil perhitungan uji anova yang di dapat mean atau rata-rata prestasi
belajar usia 14 tahun jauh lebih besar dibanding mean atau rata-rata prestasi
belajar dari usia 12 tahun dan 13 tahun , sedangkan mean atau rata-rata prestasi
belajar usia 13 tahun jauh lebih kecil dibandingkan mean atau rata-rata prestasi
belajar usia 12 tahun dan 14 tahun.
69
4.3.1.2 Uji anova penghasilan orang tua terhadap prestasi belajar
Dengan menggunakan uji anova dapat melihat mean kelompok yang berbeda
signifikan penghasilan orang tua terhadap prestasi belajar, maka dapat dilihat
hasil sebagai berikut:
Tabel 4.10
Uji anova penghasilan orang tua terhadap prestasi belajar
Multiple Comparisons
(I)
Penghasilan
(J)
penghasilan
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
< 1 juta 1 juta - 3 juta -5.80652* 2.20898 .036 -11.2981 -.3149
> 3 juta -16.05112* 2.24143 .000 -21.6234 -10.4788
1 juta - 3 juta < 1 juta 5.80652* 2.20898 .036 .3149 11.2981
> 3 juta -10.24459* 1.92544 .000 -15.0313 -5.4579
> 3 juta < 1 juta 16.05112* 2.24143 .000 10.4788 21.6234
1 juta - 3 juta 10.24459* 1.92544 .000 5.4579 15.0313
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Dari hasil perhitungan uji anova yang di dapat mean atau rata-rata prestasi
belajar siswa dengan penghasilan orang tua > 3 juta lebih besar dibanding mean
atau rata-rata prestasi belajar siswa dengan penghasilan orang tua < 1 juta dan 1
juta – 3 juta, sedangkan mean atau rata-rata prestasi belajar siswa dengan
penghasilan orang tua < 1 juta jauh lebih kecil dibandingkan mean atau rata-rata
prestasi belajar siswa dengan penghasilan orang tua 1 juta - 3 juta dan > 3 juta.
70
4.3.1.3 Uji anova pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar
Dengan menggunakan uji anovadapat melihat mean kelompok yang berbeda
signifikan pendidikan orang tua siswa terhadap prestasi belajar, maka dapat
dilihat hasil sebagai berikut:
Tabel 4.11
Uji anova pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar
Multiple Comparisons
(I)
pendidikan
(J)
pendidikan
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
sma d3 -8.17905* 2.82296 .044 -16.2124 -.1457
s1 -8.09448* 2.60275 .026 -15.5012 -.6878
s2 -13.20000* 2.69743 .000 -20.8761 -5.5239
d3 sma 8.17905* 2.82296 .044 .1457 16.2124
s1 .08456 2.73263 1.000 -7.6918 7.8609
s2 -5.02095 2.82296 .372 -13.0543 3.0124
s1 sma 8.09448* 2.60275 .026 .6878 15.5012
d3 -.08456 2.73263 1.000 -7.8609 7.6918
s2 -5.10552 2.60275 .285 -12.5122 2.3012
s2 sma 13.20000* 2.69743 .000 5.5239 20.8761
d3 5.02095 2.82296 .372 -3.0124 13.0543
s1 5.10552 2.60275 .285 -2.3012 12.5122
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Dari hasil perhitungan uji anova yang di dapat mean atau rata-rata prestasi
belajar siswa dengan pendidikan orang tua S2 lebih besar dibanding mean atau
rata-rata prestasi belajar siswa dengan pendidikan orang tua SMA D3 S1,
sedangkan mean atau rata-rata prestasi belajar siswa dengan pendidikan orang tua
71
SMA jauh lebih kecil dibandingkan mean atau rata-rata prestasi belajar siswa
dengan pendidikan orang tua D3 S1 S2.
4.4 Hasil uji hipotesis
4.4.1 Hasil uji regresi
4.4.1.1 Deskripsi statistik
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik
analisa data multiple regresi,untuk penghitungannya dibantu dengan software
SPSS 17.0.
4.4.1.1.1 Deskripsi statistik self-regulated learning terhadap prestasi belajar
matematika
Dengan menggunakan teknik analisa data multiple regresi berdasarkan self-
regulated learning terhadap prestasi belajar matematika, maka dapat dilihat hasil
sebagai berikut:
Tabel 4.12
Deskripsi statistik self-regulated learning terhadap
prestasi belajar matematika
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 285.686 6 47.614 .415 .868a
Residual 10682.262 93 114.863
Total 10967.948 99
a. Predictors: (Constant), self-regulated learning
b. Dependent Variable: PB
Berdasarkan perhitungan diatas dapat diketahui bahwa nilai F ( 6, 93 ) =
0.415, dengan signifikan 0.868, P > 0.05. Artinya tidak ada pengaruh yang
72
signifikan self-regulated learning terhadap prestasi belajar matematika. Maka
hipotesis nihil yang berbunyi, tidak ada pengaruh self-regulated learning
berdasarkan prestasi belajar matematika pada siswa MTs N 3 Pondok Pinang
diterima.
4.4.1.1.2 Deskripsi statistik usia terhadap prestasi belajar matematika
Dengan menggunakan teknik analisa data multiple regresi berdasarkan
usiaterhadap prestasi belajar matematika, maka dapat dilihat hasil sebagai berikut:
Tabel 4.13
Deskripsi statistik usia terhadap prestasi belajar matematika
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 671.731 1 671.731 6.394 .013a
Residual 10296.217 98 105.063
Total 10967.948 99
Berdasarkan perhitungan diatas dapat diketahui bahwa nilai F ( 1, 98 ) =
6.394, dengan signifikan 0.013, P < 0.05. Artinya ada pengaruh yang signifikan
usia terhadap prestasi belajar matematika.
4.4.1.1.3 Deskripsi statistik penghasilan orang tua terhadap prestasi belajar
matematika
Dengan menggunakan teknik analisa data multiple regresi berdasarkan
penghasilan orang tua terhadap prestasi belajar matematika, maka dapat dilihat
hasil sebagai berikut:
73
Tabel 4.14
Deskripsi statistik penghasilan orang tua terhadap prestasi belajar
matematika
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1693.237 2 846.618 8.854 .000a
Residual 9274.711 97 95.616
Total 10967.948 99
Berdasarkan perhitungan diatas dapat diketahui bahwa nilai F (2, 97) = 8.854,
dengan signifikan 0.000, P < 0.05. Artinya ada pengaruh yang signifikan
penghasilan orang tua terhadap prestasi belajar matematika.
4.4.1.1.4 Deskripsi statistik pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar
matematika
Dengan menggunakan teknik analisa data multiple regresi berdasarkan pendidikan
orang tua terhadap prestasi belajar matematika, maka dapat dilihat hasil sebagai
berikut:
Tabel 4.15
Deskripsi statistik pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar
matematika
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2072.560 3 690.853 7.456 .000a
Residual 8895.387 96 92.660
Total 10967.948 99
74
Berdasarkan perhitungan diatas dapat diketahuibahwa nilai F (3, 96) = 7.456,
dengan signifikan 0.000, P <0.05. Artinya ada pengaruh yang signifikan
pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar matematika.
4.4.1.2 Analisis regresi
Analisis regresi digunakan untuk menghitung kontribusi sumbangan yang
diberikan self-regulated learning, usia, penghasilan orang tua, dan pendidikan
orang tua kepada prestasi belajar
4.4.1.2.1 Analisis regresi self-regulated learning terhadap prestasi belajar
matematika
Dengan menggunakan analisis regresi dapat melihat kontribusi self-regulated
learning terhadap prestasi belajar matematika, maka dapat dilihat hasil sebagai
berikut:
Tabel 4.16
Analisis regresi self-regulated learning terhadap prestasi belajar matematika
Model Summary
Model R
R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .161a .026 -.037 10.71742 .026 .415 6 93 .868
a. Predictors: (Constant), self-regulated learning
Berdasarkan hasil output perhitungan multiple regresi maka dapat dilihat
kontribusi self-regulated learning terhadap prestasi belajar matematika diperoleh
R square sebesar 0.026, yang berarti kontribusi self-regulated learning terhadap
75
prestasi belajar matematika hanya sebesar 2.6%. sedangkan sisanya (100% - 2.6%
= 97.4%) dipengaruhi oleh faktor lainnya.
4.4.1.2.2 Analisis regresi usia terhadap prestasi belajar matematika
Dengan menggunakan analisis regresi dapat melihat hasil kontribusi usia
terhadap prestasi belajar matematika, maka dapat dilihat hasil sebagai berikut:
Tabel 4.17
Analisis regresi usia terhadap prestasi belajar matematika
Model Summary
Model R
R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .247a .061 .052 10.25005 .061 6.394 1 98 .013
a. Predictors: (Constant), usia
Berdasarkan hasil output perhitungan regresi linear maka dapat dilihat
kontribusi usia terhadap prestasi belajar matematika diperoleh R square sebesar
0.061, yang berarti kontribusi usia terhadap prestasi belajar matematika hanya
sebesar 6.1%. sedangkan sisanya (100% - 6.1% = 93.9%) dipengaruhi oleh faktor
lainnya.
4.4.1.2.3 Analisis regresi penghasilan orang tua terhadap prestasi belajar
matematika
Dengan menggunakan analisis regresidapat melihat hasil kontribusi penghasilan
orang tua terhadap prestasi belajar matematika, maka dapat dilihat hasil sebagai
berikut:
76
Tabel 4.18
Analisis regresi penghasilan orang tua terhadap prestasi belajar matematika
Model Summary
Model R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .393a .154 .137 9.77832 .154 8.854 2 97 .000
a. Predictors: (Constant), penghasilan orang tua
Berdasarkan hasil output perhitungan regresi linear maka dapat dilihat
kontribusi penghasilan orang tua terhadap prestasi belajar matematika diperoleh
R square sebesar 0.154, yang berarti kontribusi penghasilan orang tua terhadap
prestasi belajar matematika hanya sebesar 15.4%. sedangkan sisanya (100% -
15.4% = 84.6%) dipengaruhi oleh faktor lainnya.
4.4.1.2.4 Analisis regresi pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar
matematika
Dengan menggunakan analisis regresi dapat melihat kontribusi pendidikan orang
tua terhadap prestasi belajar matematika, maka dapat dilihat hasil sebagai berikut:
Tabel 4.19
Analisis regresi pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar matematika
Model Summary
Model R
R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .435a .189 .164 9.62602 .189 7.456 3 96 .000
a. Predictors: (Constant), pen3, pen1, pen2
77
Berdasarkan hasil output perhitungan regresi linear maka dapat dilihat
kontribusi pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar matematika diperoleh R
square sebesar 0.189, yang berarti kontribusi pendidikan orang tua terhadap
prestasi belajar matematika hanya sebesar 18.9%. sedangkan sisanya (100% -
18.9% = 81.1%) dipengaruhi oleh faktor lainnya.
4.4.1.3 Uji koefisien
Uji koefisien digunakan untuk melihat pengaruh yang positif atau negatif dari
self-regulated learning, usia, penghasilan orang tua, dan pendidikan orang tua
kepada prestasi belajar.
4.4.1.3.1 Uji koefisien self-regulated learning terhadap prestasi belajar
matematika
Untuk melihat pengaruh yang positif atau negatif dari self-regulated
learningkepada prestasi belajar, maka dapat dilihat hasil sebagai berikut:
Tabel 4.20
Uji koefisien self-regulated learning terhadap prestasi belajar matematika
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) 67.766 8.048 8.420 .000
Self-efficcy dan
tujuan diri
.035 .128 .033 .272 .786
78
Penggunaan strategi
atau pelaksanaan
yang rutin
.131 .153 .124 .856 .394
Pengelolaan waktu -.065 .173 -.062 -.376 .708
Observasi diri,
penilaian diri dan
reaksi diri
-.027 .139 -.026 -.196 .845
Lingkungan tempat
belajar
-.005 .124 -.005 -.039 .969
Pencarian bantuan
selektif
.122 .126 .116 .967 .336
a. Dependent Variable: PB
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel di atas dapat disampaikan persamaan
regresi sebagai berikut:
Prestasi belajar: 67.766 + (0.035) dimensi self efficacy dan tujuan diri + (0.131)
dimensi penggunaan strategi atau pelaksanaan yang rutin + (-
0.065) dimensi pengelolaan waktu + (-0.027) dimensi observasi
diri, penilaian diri, dan reaksi diri + (-0.005) dimensi lingkungan
tempat belajar + (0.122) dimensi pencarian bantuan selektif.
Berdasarkan tabel di atas, dari enam dimensi self-regulated learning: self-
efficacy dan tujuan diri; penggunaan strategi atau pelaksanaan yang rutin;
pengelolaan waktu; observasi diri, penilaian diri, reaksi diri; lingkungan tempat
belajar ; dan pencarian bantuan yang selektif tidak signifikan karena nilai p >
0.05. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-masing
dimensi self-regulated learning adalah sebagai berikut:
79
a. Dimensi self-efficacy dan tujuan diri: diperoleh nilai koefisien regresi
sebesar 0.035 yang berarti bahwa dimensi self efficacy dan tujuan diri
secara positif mempengaruhi prestasi belajar tetapi tidak signifikan karena
signifikansi pada dimensi self efficacy dan tujuan diri terhadap prestasi
belajar 0,786 > 0,05. Jadi, semakin tinggi skor self-efficacy dan tujuan diri
maka semakin tinggi pula pretasi belajar.
b. Dimensi penggunaan strategi atau pelaksanaan yang rutin : diperoleh nilai
koefisien regresi sebesar 0.131 yang berarti bahwa dimensi penggunaan
strategi atau pelaksanaan yang rutin secara positif mempengaruhi prestasi
belajar tetapi tidak signifikan karena signifikansi pada dimensi penggunaan
strategi atau pelaksanaan yang rutin terhadap prestasi belajar 0,394> 0,05.
Jadi, semakin tinggi skor penggunaan strategi atau pelaksanaan yang rutin
maka semakin tinggi pula pretasi belajar .
c. Dimensi pengelolaan waktu: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.065
yang berarti bahwa dimensi pengelolaan waktu secara negatif
mempengaruhi prestasi belajar tetapi tidak signifikan karena signifikansi
pada dimensi pengelolaan waktu terhadap prestasi belajar 0,708 > 0,05.
Jadi, semakin tinggi skor pengelolaan waktu maka semakin rendah pula
pretasi belajar.
d. Dimensi observasi diri, penilaian diri, dan reaksi diri: diperoleh nilai
koefisien regresi sebesar -0,027 yang berarti bahwa dimensi observasi diri,
penilaian diri, dan reaksi diri secara negatif mempengaruhi prestasi belajar
80
tetapi tidak signifikan karena signifikansi pada dimensi observasi diri,
penilaian diri, dan reaksi diri terhadap prestasi belajar 0,845 > 0,05. Jadi,
semakin tinggi skor kekompakan kelompok maka semakin rendah pula
pretasi belajar.
e. Dimensi lingkungan tempat belajar: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar
-0.005 yang berarti bahwa dimensi lingkungan tempat belajar secara negatif
mempengaruhi prestasi belajar tetapi tidak signifikan karena signifikansi
pada dimensi lingkungan tempat belajar terhadap prestasi belajar 0,969 >
0,05. Jadi, semakin tinggi skor lingkungan tempat belajar maka semakin
rendah pula pretasi belajar.
f. Dimensi pencarian bantuan selektif: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar
0.122 yang berarti bahwa dimensi pencarian bantuan selektif secara positif
mempengaruhi prestasi belajar tetapi tidak signifikan karena signifikansi
pada dimensi pencarian bantuan selektif terhadap prestasi belajar 0,336 >
0,05. Jadi, semakin tinggi skor ukuran kelompok maka semakin tinggi pula
pretasi belajar.
4.4.1.3.2 Uji koefisien usia terhadap prestasi belajar matematika
Untuk melihat pengaruh yang positif atau negatif dari usia kepada prestasi belajar,
maka dapat dilihat hasil sebagai berikut:
81
Tabel 4.21
Uji koefisien usia terhadap prestasi belajar matematika
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) 37.665 15.710 2.397 .018
usia 3.068 1.213 .247 2.529 .013
a. Dependent Variable: PBM
Variable usia: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 3.068 yang berarti
bahwa usia secara positif mempengaruhi prestasi belajar dan signifikan karena
signifikansi pada usia terhadap prestasi belajar 0,013 < 0,05. Jadi, semakin tinggi
skor ukuran kelompok maka semakin tinggi pula pretasi belajar.
4.4.1.4 Uji signifikan
Dengan menggunakan uji signifikan dapat melihat apakah pengaruh IV terhadap
DV signifikan atau tidak dari dimensi self-regulated learningyaitu: self-efficacy
dan tujuan diri; penggunaan strategi atau pelaksanaan yang rutin; pengelolaan
waktu; observasi diri, penilaian diri, reaksi diri; lingkungan tempat belajar; dan
pencarian bantuan yang selektif terhadap prestasi belajar. Dapat menggunakan
rumus Pembagi disini adalah R2 itu sendiri dengan df nya (dilambangkan k), yaitu
sejumlah IV yang dianalisis, sedangkan penyebutnya (1 – ܴ2) dibagi dengan df nya N
– k – 1 dimana N adalah total sampel. Jika digambarkan maka :
82
=hܨ ܴ2/ ݇ R2= R square
(1−ܴ2) / (ܰ− −݇1) K = IV
N = jumlah sampel
Tabel 4.22
Proporsi varians pada dimensi self-reguated learning
IV R2 R2 change F hitung DF F tabel SIGNIFIKAN
T1 0.005 0.005 0.49 (1.98) 3.94 Tidak signifikan
T12 0.016 0.011 1.083 (1.97) 3.94 Tidak signifikan
T123 0.016 0 0 (1.96) 3.94 Tidak signifikan
T1234 0.016 0 0 (1.95) 3.94 Tidak signifikan
T12345 0.016 0 0 (1.94) 3.94 Tidak signifikan
T123456 0.026 0.010 0.954 (1.93) 3.94 Tidak signifikan
Total 0.026
Keterangan:
T1: Self eficacy dan tujuan diri
T12: Penggunaan strategi atau pelaksanaan yang rutin
T123: Pengelolaan waktu
T1234: Observasi diri, penilaian diri, dan reaksi diri
T12345: Lingkungan tempat belajar
T123456: Pencarian bantuan selektif
Besarnya kontribusi masing-masing aspek dapat dilihat pada table 4.24 sebagai
berikut:
1. Dimensi self-efficacy dan tujuan diri terhadap prestasi belajar matematika
diperoleh nilai f hitung sebesar 0.49 pada signifikansi 0.786 < f table 3.94,
sehingga dimensi self-efficacy dan tujuan diri dari variabel self-regulated
learning terhadap prestasi belajar matematika terdapat hubungan yang tidak
signifikan.
83
Tabel 4.23
Uji signifikan self-eficacy dan tujuan terhadap prestasi belajar matematika
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .072a .005 -.005 10.55145
a. Predictors: (Constant), T1
2. Dimensi penggunaan strategi atau pelaksanaan yang rutin terhadap prestasi
belajar matematika diperoleh nilai f hitung sebesar 1.083 pada signifikansi
0.394 < f table 3.94, sehingga dimensi penggunaan strategi atau
pelaksanaan yang rutin dari variabel self-regulated learning terhadap
prestasi belajar matematika terdapat hubungan yang tidak signifikan.
Tabel 4.24
Uji signifikan penggunaan strategi atau pelaksanaan yang rutin terhadap
prestasi belajar matematika
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .125a .016 -.005 10.55053
a. Predictors: (Constant), T2, T1
3. Dimensi pengelolaan waktu terhadap prestasi belajar matematika diperoleh
nilai f hitung sebesar 0 pada signifikansi 0.708 < f table 3.94, sehingga
dimensi pengelolaan waktu dari variabel self-regulated learning terhadap
prestasi belajar matematika terdapat hubungan yang tidak signifikan.
84
Tabel 4.25
Uji signifikan pengelolaan waktu terhadap prestasi belajar matematika
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .126a .016 -.015 10.60334
a. Predictors: (Constant), T3, T1, T2
4. Dimensi observasi diri, penilaian diri, dan reaksi diri terhadap prestasi
belajar matematika diperoleh nilai f hitung sebesar 0 pada signifikansi 0.845
< f table 3.94, sehingga dimensi observasi diri, penilaian diri, dan reaksi diri
dari variabel self-regulated learning terhadap prestasi belajar matematika
terdapat hubungan yang tidak signifikan.
Tabel 4.26
Uji signifikan observasi diri, penilaian diri, dan reaksi diri
terhadap prestasi belajar matematika
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .126a .016 -.026 10.65900
a. Predictors: (Constant), T4, T1, T2, T3
5. Dimensi lingkungan tempat belajar terhadap prestasi belajar matematika
diperoleh nilai f hitung sebesar 0 pada signifikansi 0.969 < f table 3.94,
sehingga dimensi lingkungan tempat belajar dari variabel self-regulated
85
learning terhadap prestasi belajar matematika terdapat hubungan yang tidak
signifikan.
Tabel 4.27
Uji signifikan lingkungan tempat belajar
terhadap prestasi belajar matematika
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .127a .016 -.036 10.71376
a. Predictors: (Constant), T5, T4, T1, T2, T3
6. Dimensi pencarian bantuan selektif terhadap prestasi belajar matematika
diperoleh nilai f hitung sebesar 0.954 pada signifikansi 0.336 < f table 3.94,
sehingga dimensi pencarian bantuan selektif dari variabel self-regulated
learning terhadap prestasi belajar matematika terdapat hubungan yang tidak
signifikan.
Tabel 4.28
Uji signifikan pencarian bantuan selektif
terhadap prestasi belajar matematika
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .161a .026 -.037 10.71742
a. Predictors: (Constant), T6, T5, T1, T2, T4, T3
86
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa sumbangsih masing-masing
aspek self-regulated learning terhadap prestasi belajar adalah sebagai berikut:
a. Aspek self-efficacy dan tujuan diri sebesar 0.5%
b. Aspek penggunaan strategi atau pelaksanaan yang rutin sebesar 1.1%
c. Aspek pengelolaan waktu sebesar 0%
d. Aspek observasi diri, penilaian diri, dan reaksi diri sebesar 0%
e. Aspek lingkungan tempat belajar sebesar 0%
f. Aspek pencarian bantuan selektif sebesar 1%
87
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini akan menguraikan kesimpulan hasil penelitian mengenai pengaruh
self-regulated learning terhadap prestasi belajar matematika siswa di MTs N 3
Pondok Pinang. Selanjutnya akan dikemukakan pula diskusi yang membahas hasil
penelitian ini.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian, maka kesimpulan yang dapat diambil
dari penelitian ini adalah : “Tidak ada pengaruh self-regulated learning terhadap
prestasi belajar matematika siswa di MTs N 3 Pondok Pinang”.
Peneliti juga melihat uji signifikan yang dapat melihat apakah pengaruh IV
terhadap DV signifikan atau tidak dari dimensi self-regulated learning terhadap
prestasi belajar. Dari enam dimensi self-regulated learning: self-efficacy dan
tujuan diri; penggunaan strategi atau pelaksanaan yang rutin; pengelolaan waktu;
observasi diri, penilaian diri, reaksi diri; lingkungan tempat belajar ; dan pencarian
bantuan yang selektif tidak signifikan dari penambahan ܴ2 terhadap prestasi
belajar matematika karena Fh<Ft 3.94.
Perhitungan analisis regresi mendapatkan bahwa kontribusi untuk self-
regulated learning terhadap prestasi belajar matematika hanya sebesar 2.6%
sedangkan sisanya 97.4% dipengaruhi oleh faktor lainnya; kontribusi untuk usia
terhadap prestasi belajar matematika hanya sebesar 6.1%. sedangkan sisanya
88
93.9% dipengaruhi oleh faktor lainnya; kontribusi untuk penghasilan orang tua
terhadap prestasi belajar matematika hanya sebesar 15.4% sedangkan sisanya
84.6% dipengaruhi oleh faktor lainnya; dan kontribusi untuk pendidikan orang tua
terhadap prestasi belajar matematika hanya sebesar 18.9% sedangkan sisanya
81.1% dipengaruhi oleh faktor lainnya.
Selain menggunakan regresi juga menggunakan uji anova (post hoc) untuk
mengetahui mean kelompok yang berbeda signifikan. Untuk mean kelompok yang
berbeda signifikan usia terhadap prestasi belajar di dapat mean atau rata-rata
prestasi belajar usia 14 tahun jauh lebih besar dibanding usia 12 tahun dan 13
tahun, mean kelompok yang berbeda signifikan penghasilan orang tua terhadap
prestasi belajar di dapat mean atau rata-rata prestasi belajar penghasilan orang tua
> 3 juta lebih besar dibanding penghasilan orang tua < 1 juta dan 1 juta – 3 juta,
dan mean kelompok yang berbeda signifikan pendidikan orang tua terhadap
prestasi belajar di dapat mean atau rata-rata prestasi belajar pendidikan orang tua
S2 lebih besar dibanding pendidikan orang tua SMA D3 S1.
5.2 Diskusi
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan apakah ada pengaruh self-
regulated learning terhadap prestasi belajar matematika siswa di MTs N 3 Pondok
Pinang sebanyak 782 orang, diketahui bahwa tidak ada pengaruh self-regulated
learning terhadap prestasi belajar matematika siswa di MTs N 3 Pondok Pinang.
Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian Sudjana (2003) yang melihat
hubungan self-regulated learning dengan prestasi belajar. Pada penelitian Sudjana
89
(2003), mengatakan bahwa ‘ada hubungan yang posistif dan signifikan antara self-
regulated learning dengan prestasi belajar’ yang diperoleh dari hasil perhitungan
korelasi dengan menggunakan rumus korelasi Product Momen, didapat keofisien
korelasi sebesar 0,250. Artinya terdapat hubungan yang positif (ada hubungan
yang searah) dan signifikan antara self regulated learning dengan prestasi belajar.
Para ahli juga menemukan bahwa siswa yang memiliki prestasi tinggi sering
kali merupakan pelajar yang juga belajar untuk mengatur diri sendiri. Karena
siswa yang berprestasi tinggi menentukan tujuan yang lebih spesifik,
menggunakan lebih banyak strategi belajar, memonitori sendiri proses belajar
mereka, dan lebih sistematis dalam mengevaluasi kemajuan mereka sendiri
dibanding dengan siswa yang berprestasi rendah (dalam Santrock, 2007).
Lain halnya peneliti yang dilakukan oleh Sugiharto dkk (2008) tentang,
pengembang model bimbingan kesulitan belajar berbasis self-regulated learning
pada siswa sekolah menengah atas, memberi kesimpulan bahwa perilaku belajar
siswa yang berkesulitan belajar tidak ada hubungannya dengan prinsip self-
regulated learning, terutama motivasi pribadi dan strategi belajar.
Peneliti beranggapan bahwa hasil dari tidak adanya pengaruh self-
regulated learning terhadap prestasi belajar matematika siswa, diduga karena
beberapa hal yaitu, pertama belum adanya alat ukur baku yang digunakan oleh
para ahli. Kedua, adanya tingkat kesalahan pengukuran atau tingkat error dalam
penelitian sebesar 5%. Ketiga, dimensi-dimensi dari self-regulated learning, self
efficacy dan tujuan diri; penggunaan strategi atau pelaksanaan yang rutin;
pengelolaan waktu; observasi diri, penilaian diri, dan reaksi diri; lingkungan
90
tempat belajar; dan pencarian bantuan yang selektif tidak berhubungan langsung
dengan prestasi belajar, tetapi ada variabel lain sebagai mediator Ketiga, peneliti
juga menduga adanya beberapa faktor psikologis maupun non-psikologis yang
juga berpengaruh dalam memprediksi prestasi belajar. Misalnya kondisi fisiologis
siswa, iklim kelas siswa, dan lain-lain. Keempat, tidak adanya manajemen waktu
atau disiplin waktu dan kurang bisa mengatur jadwal waktu bermain dengan
belajar pada siswa meskipun siswa memiliki prestasi belajar yang tinggi, sehingga
self-regulated learning menjadi rendah. Kelima, alat ukur inteligensi siswa yang
digunakan pihak MTs kurang mampu memberikan hasil yang valid atau
sebenarnya untuk mengukur tingkat inteligensi siswa.
Selain menggunakan variabel self-regulated learning, peneliti ikut
menambahkan variabel usia, penghasilan orang tua dan pendidikan orang tua,
yang ketiganya memiliki kontribusi 6.1% untuk usia, 15.4% untuk penghasilan
orang tua, dan 18.9% untuk pendidikan orang tua. Kontribusi usia, penghasilan
orang tua dan pendidikan orang tua kepada prestasi belajar matematika ikut
memberi pengaruh karena ketiganya memiliki signifikan < 0.05 yang artinya ada
pengaruh terhadap prestasi belajar matematika.
Pada penelitian ini usia yang digunakan adalah 12 tahun, 13 tahun, dan 14
tahun, yang dianggap masih memiliki pola berfikir konkret menurut tahapan
perkembangan Piaget (dalam Crain, 2007). Di usia ini siswa lebih ingin
mengetahui segala sesuatu yang belum mereka ketahui sebelumnya. Rasa
penasaran untuk mengetahui dan memecahkan persoalan sulit dalam pelajaran
matematika juga mereka rasakan, yang pada akhirnya mereka menggunakan cara
91
dalam strategi untuk belajar matematika. Selain itu, pendidikan orang tua
memberi pengaruh terhadap prestasi belajar matematika, karena self-regulated
learning ada suatu kesamaan yang diantaranya pencarian bantuan yang selektif,
dimana siswa mencari bantuan kepada orang-orang disekelilingnya termasuk
orang tua. Pada saat seorang anak belajar dan mengalami kesulitan biasanya hal
yang pertama dilakukan adalah menanyakan kesulitan tersebut kepada orang
terdekat di rumah. Sewajarnya orang tua ikut membantu dan mendukung setiap
kegiatan pembelajaran siswa di rumah. Hal ini menuntut orang tua mengetahui
sedikit materi pembelajaran siswa di sekolahnya, meskipun tingkat pendidikan
orang tua lebih rendah ataupun lebih tinggi dari siswa. Sedangkan latar belakang
ekonomi keluarga, siswa yang pandai dan merasa ilmu yang diperolehnya belum
mencukupi akan berusaha untuk mengikuti latihan les-les tambahan di luar jam
sekolah. Adanya kemauan dan penghasilan orang tua yang berlebih dapat
menunjang keinginan siswa untuk mengikuti kegiatan les tambahan dan
memperbanyak ragam strategi pemecahan persoalan untuk setiap mata
pelajarannya.
5.3 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis seluruh proses dan isi laporan,
peneliti beranggapan masih terdapat ketidaksempurnaan, sehingga ada beberapa
saran yang dapat diberikan peneliti untuk selanjutnya dapat digunakan bagi yang
akan menggunakan topik atau pendekatan yang sama, antara lain:
92
5.3.1 Saran Teoritis
1. Jika ada yang ingin melanjutkan penelitian dengan tema yang sama, penulis
menyarankan agar sebaiknya bidang studi yang digunakan lebih dari satu
atau mungkin semua bidang studi serta menambahkan beberapa variabel lain
yang ikut mempengaruhi prestasi belajar.
2. Bila meneliti self-regulated learning, hendaknya mencari alat tes yang baku
dari para ahli agar hasil penelitian lebih akurat
5.3.2 Saran praktis
1. Peneliti menganjurkan kepada pihak sekolah dan guru-guru MTs N 3 Pondok
Pinang untuk memberikan pembekalan dan pembinaan pengetahuan pada diri
siswanya mengenai pentingnya strategi-strategi dalam belajar.
2. Selain itu peniliti juga menganjurkan kepada orang tua siswa agar lebih
mengetahui strategi belajar anak yang selalu digunakan dan bagaimana
strategi belajar yang baik agar dikemudian hari mampu meningkatkan
kemampuan di segala macam bidang pelajaran di sekolahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, M. (2003), Pendidikan bagi anak berkesulitan belajar. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Abu, A. & Supriyono, W. (1991), Psikologi belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Alwisol. (2005), Psikologi kepribadian. Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang
Anastasi, A. & Urbina, S. (2007), Tes psikologi. Jakarta: PT Indeks.
Azwar, S. (1996), Tes prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Boekaerts, M., & Corno, L. (2005). Self-regulation in the classroom : A
perspective on assessment and intervention, Applied psychology: an
international review. Vol 54 (2) 199-231
Crain, W. (2007), Teori perkembangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Endah dkk. (2006), Memahami perilaku prokrastinasi akademik berdasarkan
tingkat self-regulated learning dan trait kepribadian. Universitas
Airlangga Surabaya.
Ismawati, F. & Sirodj, S. (2010), Perbedaan self-confidence dan self-regulated
learning antara siswa kelas IMERSI dan siswarReguler. IAIN Sunan
Ampel Surabaya
Yulinawati, I., Hartati, S, & Sarwati D. R, (2009), Self-regulated learning
mahasiswa fast track. Universitas Diponegoro.
Kerlinger. (2000), Foundations of behavioral research. Harcourt Coliege
Publishers.
Masthoni. (2009), wordpress.com/.../manusia dan kebutuhannya terhdap
matematika/
Nazir, M. (2003), Metode penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Syah, M. (2008), Psikologi pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.
Syah, M. (2003), Psikologi belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (2000), Kamus besar bahasa
Indonesia. Departeman Pendidikan dan Kebudayaan: Balai Pustaka.
Santrock, J.W. (2007), Psikologi pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
Sardiman A.M. (1986), Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Sevilla, G. (2006), Pengantar metode penelitian. Jakarta: UI Press
Schunk, Pintrich, Judith. (2008), Motivation in educational. U.S.A or Canada:
Pearson Merrill Prentice Hall.
Sudjana (2003), Hubungan antara self-regulated learning dengan prestasi belajar
fisika siswa kelas 2 SMU Negeri 5 Jakarta. Universitas Indonesia
Sugiharto dkk (2008), Pengembang model bimbingan kesulitan belajar berbasis
self-regulated learning pada siswa sekolah menengah atas. Universitas
Negeri Semarang.
Sugiyono. (2008), Metode penelitian kuatitatif kualitatif dan R & D . Bandung:
Alfabeta
Winkel, W. S. (1996), Psikologi pengajaran. Jakarta: PT. Gramedia
Wolters, Cristopher A. (1998). Self-regulated learning and college students
regulation of motivational. Journal of educational psychology. Vol. 90,
No.2. 224-235.
Woolfolk, A. (2009), Educational psychology active learning edition.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yusmiarini (2009). blogspot.com/.../mutu-pendidikan-matematika-di-
indonesia.html.
Zimmerman, B.J. (1989). A Social cognitive view of self-regulated academic
Learning. Journal of education psychology. 329-339. Vol 81 no 3.
Zimmerman , B.J., dan Martinez-pons, M. (1988). Construct validation of strategy
of students self –regulated learning, Journal of educational psychology,
Vol. 80, No.3, 284-290.
Zimmerman , B.J., dan Martinez-pons, M. (1990) Students differences in self-
regulated learning: relating grade, sex, and giftedness to self efficacy and
strategy use, Journal of educational psychology, Vol. 82, No.1, 51-59.