fakultas ekonomi universitas sebelas maret …/analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan...

115
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN PATI TAHUN 2000-2009 SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Melengkapi Syarat-syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh: AHMAD JUNAIDI F 0104024 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Upload: buihanh

Post on 25-Aug-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DAN

PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

DI KABUPATEN PATI TAHUN 2000-2009

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Melengkapi Syarat-syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

AHMAD JUNAIDI F 0104024

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

Page 3: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

Page 4: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Sesungguhnya Allah SWT tidak merubah keadaan suatau kaum sehingga

mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”

“Untuk mendapatkan hasil yang berbeda

diperlukan cara berpikir dan tindakan yang berbeda pula”

Kupersembahkan karya yang sederhana untuk :

Bapak dan Ibuku tercinta yang telah berjuang untuk membesarkanku

Mbah Misri nenekku yang sangat memperhatikanku

Kakak, adik dan semua keluarga besarku

Page 5: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puja serta puji syukur penulis panjatkan hanya kepada Allah SWT karena

berkat rahmat dan karunia-Nya, akhirnya skripsi yang berjudul “Analisis

Kemandirian Keuangan Daerah Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi Di Kabupaten Pati Tahun 2000-2009” dapat diselesaikan untuk

memenuhi syarat dalam pencapaian gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi

Pembangunan pada Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini banyak sekali kendala yang penulis hadapi.

Namun, seiring dengan berlalunya waktu serta usaha yang tidak kenal lelah,

kendala yang muncul bisa teratasi. Tidak lupa penulis menghaturkan ucapan

terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang secara langsung maupun

tidak langsung memberikan bantuannya sehingga skripsi ini bisa diselesaikan.

Oleh karena itu dengan kerendahan hati dan ketulusan yang mendalam penulis

menghaturkan terima kasih kepada :

1. Bapak Sumardi, SE, selaku pembimbing yang dengan arif dan bijak telah

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing dan memberikan

masukan yang berarti dalam penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Wisnu Untoro, M.S selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas

Maret Surakarta yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak

membantu penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi UNS.

3. Drs. Supriyono, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan.

4. Dra Izza Mafruah, M.Si selaku sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan.

Page 6: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret

Surakarta beserta seluruh staff dan karyawan yang telah memberikan

bimbingan, arahan, dan pelayanan kepada penulis.

6. Keluarga yang senantiasa selalu mendoakan, memberi dorongan dan

bimbingan kepada penulis.

7. Titik Purwoningsih yang senantiasa menemaniku di saat suka dan duka, sehat

maupun sakit.

8. Teman-teman Ekonomi Pembangunan 2004 terutama kloter rerakhir Bram,

Puguh, Ridwan, Catur, Danang,

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu baik secara langsung

maupun tidak atas bantuannya kepada penulis hingga terselesaikannya

penelitian ini.

Penulis menyadari betul bahwa di dalam penulisan ini masih terdapat

kekurangan-kekurangan, yang dikarenakan keterbatasan waktu & pikiran. Semoga

skripsi ini bisa memberikan kontribusi yang berarti bagi perkembangan ilmu

pengetahuan. Saran serta kritik akan penulis terima, sebagai bahan evaluasi bagi

penulis.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Surakarta, Januari 2012

Penulis

Page 7: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................iv

KATA PENGANTAR ......................................................................................... v

DAFTAR ISI ........................................................................................................vii

DAFTAR TABEL .................................................................................................ix

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ..xi

ABSTRAK ...........................................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... ...1

A Latar Belakang Masalah .................................................................... ....1

B. Perumusan Masalah ........................................................................... .....5

C. Tujuan Penelitian ............................................................................... .....5

D. Manfaat Penelitian ............................................................................ .....6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... .....7

A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah .......................... .....7

Page 8: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

B. Otonomi Daerah ……………………... ............................................ ....14

C. Keuangan Daerah ……………….. ................................................... ....26

D. Penelitian Sebelumnya ..................................................................... ....45

E. Kerangka Pemikiran .......................................................................... ....48

F. Hipotesis Penelitian .......................................................................... ....49

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... ....50

A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... ....50

B. Jenis dan Sumber Data ......................................................................... ....50

C. Definisi Operasional Variabel .............................................................. ....51

D. Metode Analisis Data ........................................................................... ....52

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................. ....66

A. Deskripsi Wilayah Kabupaten Pati ...................................................... ....67

B. Hasil Analisai Data dan Pembahasan .................................................. ....75

1.Analisis Deskriptif. ..............................................................................75

2.Analisis Kuantitatif ..............................................................................77

BAB V PENUTUP .......................................................................................... ...100

A. Kesimpulan .......................................................................................... ...100

B. Saran ............................................................................................ ...105

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 9: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).........38

Tabel 3.1 Pola Hubungan dan Tingkat Kemampuan Keuangan Daerah.........57

Tabel 3.2 Uji Statistik Durbin-Watson……………………………………....63

Tabel 4.1 Pertumbuhan PDRB Kabupaten Pati……………………………...74

Tabel 4.2 Pertumbuhan APBD Kabupaten Pati Tahun 2000-2009………….75

Tabel 4.3 Kontribusi PAD terhadap APBD Kabupaten Pati

Tahun 2000-2009............................................................................76

Tabel 4.4 Ukuran DDF Kabupaten Pati...........................................................78

Tabel 4.5 Derajat Desentralisasi Fiskal 1 Kabupaten Pati...............................78

Tabel 4.6 Derajat Desentralisasi Fiskal 2 Kabupaten Pati …………………..79

Tabel 4.7 Derajat Desentralisasi Fiskal 3 Kabupaten Pati…………………...80

Tabel 4.8 Upaya Fiskal Kabupaten Pati...........................................................82

Tabel 4.9 Posisi Fiskal Kabupaten Pati……………………………………....83

Tabel 4.10 Kebutuhan Fiskal Propinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Pati……84

Tabel 4.11 Kapasitas Fiskal Propinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Pati……..85

Tabel 4.12 Derajat Otonomi Fiskal Kabupaten Pati………………………..…87

Tabel 4.13 Kemandirian Daerah dengan Pola Hubungan Kabupaten Pati……88

Page 10: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

Tabel 4.14 Hasil Regresi Linear ……………………………………………..90

Tabel 4.15 Hasil Uji t-Statistik………………………………………………..92

Tabel 4.16 Hasil Pengujian Mulitkolinearitas………………………………...96

Tabel 4.17 Hasil Uji White Test ……………………………………………...99

Page 11: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran...........................................................48

Gambar 3.1 Daerah Diterima Dan Daerah Tolak Uji t......................................60

Gambar 3.2 Daerah Diterima Dan Daerah Tolak Uji F.....................................62

Gambar 3.3 daerah terjadi atau tidak terjadi Autokorelasi................................64

Gambar 4.1 Perhitungan Durbin-Watson ..........................................................89

Page 12: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

ABSTRAK

ANALISIS KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DAN PENGARUHNYA TERHADA PERTUMBUHAN EKONOMI DI

KABUPATEN PATI TAHUN 2000-2009

Ahmad Junaidi F 0104024

Tujuan penelitian ini adalah: 1) Mengetahui tingkat kemandirian daerah Kabupaten Pati terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah jika diukur dengan rasio kemandirian daerah dengan pola hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 2) Untuk mengetahui apakah Derajat Desentralisasi Fiskal, Upaya Fiskal, Kebutuhan Fiskal Daerah Kabupaten Pati berpengaruh terhadap pertumbuhan PDRB Kabupaten Pati. Sehubungan dengan hal itu diajukan hipotesis 1) Kabupaten Pati diduga belum mandiri secara keuangan dalam membiayai penyelenggaraan Otonomi Daerah bila di ukur dengan Rasio Kemandirian dan pola hubungannya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah. 2) Diduga ada pengaruh yang signifikan antara variabel Derajat Desentralisasi Fiskal, Upaya Fiskal, Kebutuhan Fiskal Daerah Kabupaten Pati terhadap pertumbuhan PDRB Kabupaten Pati.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kuantitatif dan deskriptif. Penelitian ini merupakan studi mengenai Derajat Desentralisasi Fiskal, Kebutuhan Fiskal, Kapasitas Fiskal, Upaya fiskal, Derajat Otonomi Fiskal, Posisi Fiskal serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan PDRB Analisis data yang dilakukan dengan Metode Regresi Kuadrat Terkecil/OLS (ordinary least square) dengan bantuan program komputer Eviews4. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan runtut waktu 2000-2009. Data sekunder ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Bappeda Kabupaten Pati serta instansi-instansi yang terkait dalam penelitian ini.

Hasil analisis menunjukkan bahwa dari perhitungan t dan F hitung dapat diketahui bahwa variabel Derajat Desentralisasi Fiskal berpengaruh positif tidak signifikan secara statistik terhadap pertumbuhan PDRB di Kabupaten Pati. Variabel Upaya Fiskal, Kebutuhan Fiskal, Kapasitas Fiskal berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap pertumbuhan PDRB di Kabupaten Pati. Secara bersama-sama variabel independen (derajat desentralisasi fiskal, upaya fiskal, kebutuhan fiskal, dan upaya fiskal) berpengaruh signifikan secara statistik terhadap variabel dependen (pertumbuhan PDRB Kabupaten Pati)

Berdasarkan hasil kesimpulan diajukan beberapa saran yaitu : 1)Mengoptimalkan potensi daerah yang ada untuk meningkatkan PAD, 2)Menyusun program kebijakan dan strategi pengembangan serta menggali objek pungutan pajak baru yang potensial, 3) Mengoptimalkan pemungutan pajak dan retribusi sesuai dengan potensi objektif berdasarkan Perda yang berlaku, 4)Mengadakan studi banding ke daerah lain untuk mendapatkan informasi dan bahan referensi mengenai sumber-sumber PAD dan pengelolaannya.

Kata Kunci: Kemandirian Keuangan Daerah, Pertumbuhan ekonomi

Page 13: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sistem desentralisasi, ternyata telah dikenal sejak pemerintahan orde

baru, dengan dilaksanakannya UU No. 5 tahun 1974. Pokok- pokok yang

terkandung dalam Undang- undang ini antara lain berisi tiga prinsip (Mudrajat

Kuncoro, 2004) Pertama, desentralisasi yang mengandung arti penyerahan urusan

pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah. Kedua,

dekonsentrasi yang berarti pelimpahan wewenang dari pemerintah atau kepala

wilayah atau kepala instansi vertikal tingkat atasnya kepada pejabat - pejabat di

daerah. Ketiga, tugas perbantuan yang berarti pengkondisian prinsip desentralisasi

dan dekonsentrasi oleh kepala daerah yang memiliki fungsi sebagai penguasa

tunggal di daerah dan wakil pemerintah pusat di daerah.

Walaupun diakui konsep desentralisasi tersirat dalam isi UU No 5 tahun

1974 namun pada kenyataannya implementasinya sangat jauh dari konsep.

Sentralisasi (kontrol dari pusat) terutama ketergantungan jelas terlihat dari aspek

keuangan, dimana pemerintah daerah kehilangan keleluasaan bertindak untuk

mengambil keputusan-keputusan penting. Sistem pemerintahan sentralistik ini,

ternyata menyebabkan meningkatnya beban anggaran pusat padahal pada saat ini

pemerintah pusat semakin kesulitan mengusahakan biaya pembangunan.

Pemerintahan yang sentralistik ini mengakibatkan adanya ketimpangan

pendapatan dan pengelolaan keuangan antara pusat dan daerah. Sumber daya yang

Page 14: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cukup potensial yang dimiliki oleh daerah sebagian besar dikirim ke pusat,

padahal seharusnya sumber daya itu dikelola secara mandiri demi kesejahteraan

masyarakat daerah. Akibat lebih jauh dari kebijakan sentralistik ini adalah

munculnya ketimpangan masyarakat, antara pusat dan daerah, padahal peran

pembangunan yang diharapkan adalah memacu perekonomian dan mencapai

kesejahteraan masyarakat.

Model pemerintahan top down ini berimplikasi pada tumpang tindih

antara rencana dan realisasi di lapangan serta kreativitas pemerintah daerah

beserta aparatnya terbatas, hanya bergantung pada pemerintah pusat oleh karena

itu lahirlah UU No. 22 dan UU No.25 tahun 1999 antara lain merupakan

perwujudan dari pergeseran sistem pemerintahan sentralistik (top down) menuju

sistem desentralisasi (bottom up). Dengan adanya UU No. 22 tahun 1999, tentang

pemerintahan daerah kepala daerah diberi wewenang yang luas untuk mengurus

dan mengatur kepentingan masyarakat daerahnya sesuai dengan prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat (UU No. 22 th. 1999 pasal 1, huruf h). Pemberian

wewenang yang luas tidak berarti apabila tidak dibarengi dengan pemberian

wewenang atas pengelolaan keuangan yang memadai (UU No. 22 Th. 1999, pasal

8 ayat 1 dan 2) Tujuan pemberian kewenangan dalam penyelenggaran otonomi

daerah adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan

sosial.

Menurut UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU

No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Daerah. Pada pasal 1 ayat 5, “Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan

kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

Page 15: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

perundang- undangan.”. Berkaitan dengan hal itu peranan pemerintah daerah

sangat menentukan berhasilnya pembangunan di daerah, dengan pemilihan

strategi perencanaan yang tepat, maka tidak mustahil peran itu akan tercapai.

Efektivitas dalam penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah

adalah refleksi dari seberapa besar kewenangan dimiliki dalam menetapkan

kebijakan pada tingkat lokal. Apabila keleluasaan dalam menetapkan kebijakann

penataan, kelembagaan personal dan sumber - sumber keuangan maka peranan

pemerintah daerah akan kuat dan efektif. Keleluasaan tersebut dapat juga berupa

kewenangan untuk merumuskan kebutuhan- kebutuhan masyarakat di daerah

sekaligus prioritas-prioitas apa yang diperlukan bagi daerah. Namun proses

pemindahan otoritas kewenangan itu menjadi sia-sia jika pemerintah daerah tidak

didukung secara maksimal baik dari segi sarana atau prasarana. Salah satu

permasalahan yang dihadapi kabupaten dalam pelaksanaan otonomi adalah

seberapa siap daerah membiayai kepentingannya secara mandiri, seperti yang kita

ketahui tujuan dari adanya desentralisasi ini adalah mencapai sasaran

pembangunan (Mudrajat Kuncoro, 2004) seperti:

1. Meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah.

2. Meningkatkan pendapatan per kapita.

3. Mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan.

Di sisi lain, saat ini kemampuan keuangan beberapa pemerintah daerah

masih sangat tergantung pada penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat.

Sebenarnya, peranan pemerintah daerah mengelola keuangan daerah sangatlah

menentukan berhasil atau tidaknya pemerintah dalam mengelola

Page 16: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pemerintahannya. Selama ini, hubungan keuangan pusat dan daerah menyebabkan

relatif kecilnya peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di dalam struktur APBD

(Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Dengan kata lain, peranan atau

kontribusi penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat dalam bentuk Bagi

Hasil Pajak dan Bukan Pajak, sumbangan dan Bantuan mendominasi konfigurasi

APBD. Sumber-sumber penerimaan yang relatif lebih besar pada umumnya

dikelola oleh pusat, sedangkan sumber-sumber penerimaan yang relatif kecil

dikelola oleh daerah. Pola hubungan seperti inilah yang membuat pemerintah

daerah sangat tergantung oleh pusat.

Dari paparan diatas tampak jelas bahwa faktor kemampuan mengelola

keuangan daerah merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan

pelaksanaan Otonomi Daerah. Maka diharapkan kemampuan mengelola keuangan

daerah dapat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah.

Kabupaten Pati sebagai bagian integral dari pemerintahan pusat yaitu Negara

Kesatuan Republik Indonesia dan Propinsi Jawa Tengah serta didasarkan pada

pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh, berusaha menyelaraskan diri

dengan cita-cita otonomi daerah. maka ditulislah penelitian yang merupakan suatu

analisis mengenai pengelolaan kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya

terhadap perekonomian (pertumbuhan PDRB) di Kabupaten Pati tahun 2000-

2009. Tentunya banyak segi atau aspek keuangan daerah yang dapat diteliti

sehingga dapat diketahui seberapa tingkat kemandirian daerah di Kabupaten Pati

itu sendiri. Dalam hal ini, Peneliti memfokuskan pada analisis deskriptif melalui

pertumbuhan PAD dan pertumbuhan ekonomi di kabupaten Pati dan juga

Page 17: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

secara analisis kuantitatif melalui Derajat Desentralisasi Fiskal, Upaya Fiskal,

Posisi Fiskal, Kebutuhan Fiskal, Kapasitas Fiskal.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang seperti telah diutarakan di atas, permasalahan

penelitian yang diajukan pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana tingkat kemandirian daerah Kabupaten Pati terhadap pelaksanaan

Otonomi Daerah jika diukur dengan rasio kemandirian daerah dengan pola

hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah?

2. Apakah Derajat Desentralisasi Fiskal, Upaya Fiskal, Kebutuhan Fiskal,

Kapasitas Fiskal Daerah Kabupaten Pati berpengaruh terhadap pertumbuhan

PDRB Kabupaten Pati?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian, maka tujuan studi yang ingin

dicapai adalah:

1. Mengetahui tingkat kemandirian daerah Kabupaten Pati terhadap pelaksanaan

Otonomi Daerah jika diukur dengan rasio kemandirian daerah dengan pola

hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

2. Untuk mengetahui apakah Derajat Desentralisasi Fiskal, Upaya Fiskal,

Kebutuhan Fiskal, Kapasitas Fiskal Daerah Kabupaten Pati berpengaruh

terhadap pertumbuhan PDRB Kabupaten Pati

Page 18: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Dapat dijadikan sebagai masukan bagi pemerintah daerah Kabupaten Pati

dalam memaksimalkan potensi daerah sehingga kemandirian daerah otonom

dapat tercapai.

2. Memberikan informasi dan bahan referensi kepada pihak-pihak yang

berkepentingan dalam membahas dan memperdalam masalah yang ada

hubungannya dengan penelitian ini.

3. Menjadi referensi dan bahan perbandingan bagi penelitian selanjutnya yang

sejenis.

Page 19: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah

1. Konsep dan Pengertian

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana

pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya

yang ada dan membentuk pola kemitraan antara pemerintah daerah dan

sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi dalam wilayah

tersebut) (Lincolin Arsyad, 1999:108). Sedangkan pertumbuhan ekonomi

daerah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di daerah

tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi di

daerah tersebut (Tarigan, 2004:44).

Pembangunan ekonomi daerah adalah proses. Yaitu proses yang

mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-

industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk

menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar

baru, dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru.

Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan

utama untuk meningkatkan jumlah dan peluang kerja untuk masyarakat

daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah

dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif

Page 20: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi

masyarakatnya dan dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang

ada harus mampu menaksir sumberdaya-sumberdayanya yang diperlukan

untuk merancang dan membangun perekonomian daerah.

Dari definisi diatas jelas bahwa pembangunan ekonomi

mempunyai pengertian :

a. Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus-menerus

b. Usaha untuk menaikkan pendapatan perkapita dan,

c. Kenaikan pendapataan perkapita itu harus berlangsung dalam jangka

panjang.

d. Perbaikan sistem kelembagaan di segala bidang (misalnya ekonomi,

politik, hukum, sosial dan budaya).

2. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah

Pada hakekatnya teori tentang pertumbuhan dan pembangunan

daerah berkisar pada dua hal, yaitu pembahasan yang berkisar tentang

metode dalam menganalisis perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang

membahas tentang faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi

suatu daerah.

Teori-teori yang mendukung pertumbuhan dan pembangunan

daerah diantaranya adalah sebagai berikut.

a. Teori Ekonomi Neo Klasik

Teori ini memberikan dua konsep pokok dalam pembangunan

ekonomi daerah yaitu keseimbangan dan mobilitas faktor produksi.

Artinya sistem perekonomian akan mencapai keseimbangan alamiahnya

Page 21: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

jika modal mengalir tanpa restriksi (pembatasan). Oleh karena itu, modal

akan mengalir dari daerah yang berupah tinggi menuju kedaerah yang

berupah rendah (Lincolin Arsyad, 1999:116).

b. Teori Basis Ekonomi

Teori ini menyatakan bahwa faktor penentu utama bagi

pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah hubungan langsung dengan

permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah.

c. Teori Lokasi

Para ekonom regional sering mengatakan bahwa ada 3 faktor

yang mempengaruhi petumbuhan daerah yaitu : lokasi, lokasi dan lokasi.

Pernyataan tersebut sangat masuk akal jika dikaitkan dengan

pengembangan kawasan industri, perusahaan cenderung untuk

meminimumkan biayanya dengan cara memilih lokasi yang

memaksimumkan peluangnya untuk mendekati pasar.

d. Teori tempat sentral

Teori tempat sentral (central Place theory) menganggap bahwa

ada hierarki tempat, setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat

tempat yang lebih kecil yang menyediakan sumber daya (industri dan

bahan baku), tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang

menyediakan jasajasa bagi penduduk yang mendukungnya. (Lincolin

Arsyad, 1999:117).

e. Teori Kausasi kumulatif

Kondisi daerah-daerah sekitar kota yang semakin buruk

menunjukkan konsep dasar dari tesis kausasi kumulatif (cumulative

Page 22: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

causation) Hal ini berarti kekuatan-kekuatan pasar cenderung

memperparah kesenjangan antara daerah-daerah tersebut (maju versus

terbelakang) Daerah yang maju mengalami akumulasi keunggulan

kompetitif dibanding daerah-daerah lainnya. Hal ini sering disebut

sebagai back-wash effect (Myrdal dalam Arsyad, 1999:118).

f. Model Daya Tarik (attraction)

Teori daya tarik industri adalah model pembangunan ekonomi

yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Teori ekonomi yang

mendasarinya adalah bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi

pasarnya terhadap industrialiasi melalui pemberian subsidi dan insentif.

g. Teori Harrod-Domar dalam Sistem Regional

Teori ini menyatakan agar suatu daerah tumbuh cepat,

dikehendaki tingkat tabungan tinggi, impor tinggi, ekspor kecil, serta

Capital Output Ratio (COR) kecil. Pertumbuhanyang mantap tergantung

pada apakah arus modal dan tenaga kerja interregional bersifat

menyeimbang atau tidak.

Teori Harrod-Domar sangat perlu diperhatikan bagi

wilayah yang masih terbelakang atau hubungan keluarnya sangat sulit.

Hasil produksi kurang layak untuk diekspor karena biaya angkut tinggi,

maka peningkatan produksi mengakibatkan produk tidak terserap oleh

pasar lokal sehingga merugikan konsumen. Oleh karena itu, lebih baik

mengatur pertumbuhan berbagai sektor secara seimbang. dengan

demikian pertambahan produksi di satu sektor dapat diserap oleh sektor

lain yang tumbuh secara seimbang (Tarigan, 2004:49-50).

Page 23: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3. Pembangunan Daerah

Pada dasarnya Pembangunan daerah merupakan bagian integral

dan merupakan penjabaran dari pembangunan nasional dalam rangka

pencapaian sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi,

aspirasi, dan permasalahan pembangunan di daerah. Pembangunan daerah

dilaksanakan dengan tujuan untuk mencapai sasaran pembangunan nasional

serta untuk meningkatkan hasil-hasil pembangunan daerah bagi masyarakat

secara adil dan merata.

Pembangunan daerah dapat dilihat dari berbagai segi. Pertama, dari

segi pembangunan sektoral. Pencapaian sasaran pembangunan nasional

dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan sektoral yang

dilaksanakan di daerah. Pembangunan sektoral di daerah disesuaikan

dengan kondisi dan potensinya. Kedua, dari segi pembangunan wilayah

yang meliputi perkotaan dan pedesaan sebagai pusat dan lokasi kegiatan

sosial ekonomi dari wilayah tersebut. Ketiga, pembangunan daerah dilihat

dari segi pemerintahannya. Agar tujuan dan usaha pembangunan daerah

dapat berhasil dengan baik maka pemerintah daerah perlu berjalan dengan

baik. Oleh karena itu, pembangunan daerah harus dilaksanakan dalam

rangka makin mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan

bertanggungjawab.

Secara umum pembangunan daerah mempunyai tujuan (Todaro,

2000 : 22-24) :

a. Menciptakan stabilitas perekonomian, yang ditempuh dengan cara

menciptakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan bagi pengembangan

Page 24: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kegiatan ekonomi di daerah, meliputi : penyediaan lahan, tenaga kerja,

pembiayaan dan bantuan teknis/manajemen untuk mencegah timbulnya

ketimpangan-ketimpangan yang dapat menghambat pembangunan.

b. Mendorong terciptanya lapangan pekerjaan yang berkualitas pada

masyarakat, yaitu dengan mengupayakan peningkatan sumber daya

manusia yang lebih berkualitas, sehingga akan mampu berperan dalam

aktifitas yang lebih produktif.

c. Meningkatkan standar hidup masyarakat, dimana tidak hanya berupa

peningkatan pendapatan tetapi juga meliputi panambahan penyediaan

lapangan pekerjaan, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan

kualitas kultural, yang semuanya itu akan memperbaiki kesejahteraan

materiil maupun non materiil.

d. Mendorong terciptanya diversifikasi ekonomi yang lebih luas, yang

diharapkan dapat memperkecil resiko fluktuasi bisnis, di mana dengan

adanya basis ekonomi yang kuat maka resiko fluktuasi ekonomi

regional/wilayah dapat diperkecil.

e. Meningkatkan ketersediaan dan perluasan distribusi berbagai bahan

kebutuhan pokok, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, dan

perlindungan keamanan.

f. Perluasan pilihan-pilihan ekonomi dan sosial bagi setiap individu serta

daerah secara keseluruhan yakni dengan membebaskan mereka dari

sikap ketergantungan, yang bukan saja pada orang atau daerah lain,

melainkan juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan

nilai-nilai kemanusiaan.

Page 25: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4. Peran Pemerintah Dalam Pembangunan Daerah

Ada 4 (empat) peran yang dapat diambil oleh pemerintah daerah

dalam proses pembangunan ekonomi daerah yaitu sebagai entrepreneur,

koordinator, fasilitator, dan stimulator bagi lahirnya inisiatif-inisiatif

pembangunan daerahnya (Lincolin Arsyad, 1999: 120)

a. Entrepreneur

Dengan perannya sebagai entrepreneur, pemerintah daerah

bertanggung jawab untuk menjalankan usaha bisnis. Pemerintah daerah

bisa mengembangkan suatu usaha sendiri (BUMD). Aset-aset daerah

harus dapat dikelola dengan baik sehingga secara ekonomis

menguntungkan.

b. Koordinator

Pemerintah daerah bertindak sebagai koordinator untuk

menetapkan kebijakan atau mengusulkan strategi-strategi bagi

pembangunan di daerahnya. Perluasan dari peranan ini dalam

pembangunan ekonomi bisa melibatkan kelompok-kelompok dalam

masyarakat dalam proses pengumpulan dan pengevaluasian informasi

ekonomi, misalnya tingkat kesempatan kerja , angkatan kerja,

pengangguran dan sebagainya. Dalam perannya ini, pemerintah daerah

bisa juga melibatkan lembaga-lembaga pemerintah lainnya, dunia usaha,

dan masyarakat dalam penyusunan sasaran-sasaran ekonomi, rencana-

rencana, dan strategi-strategi.

Page 26: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. Fasilitator

Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui

perbaikan linkungan attitudinal (perilaku atau budaya masyarakat) di

daerahnya. Hal ini akan mempercepat proses pembangunan dan prosedur

perencanaan serta pengaturan penetapan daerah (zoning) yang lebih baik.

d. Stimulator

Pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan dan

pengembangan usaha melalui tindakan-tindakan khusus yang akan

mempengaruhi perusahaan-perusahaan untuk masuk ke daerah tersebut

dan menjaga agar perusahaan-perusahaan yang telah ada tetap berada di

daerah tersebut. Stimulasi ini dapat dilakukan dengan cara antara lain:

pembuatan brosur-brosur, pembangunan kawasan industri, pembuatan

outlets untuk industri-industri kecil, membantu idustri-industri kecil

melakukan pemerataan (Lincolin Arsyad, 1999: 121).

B. Otonomi Daerah

1. Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi berasal dari bahasa Yunani, Autos yang berarti sendiri

dan Nomos yang berarti aturan. Beberapa penulis mengartikan otonomi

sebagai zelfwetgeving atau pengundangan sendiri, mengatur atau

memerintah sendiri atau pemerintahaan sendiri.

Di dalam negara kesatuan yang menganut Asas Desentralisasi,

dikenal adanya struktur Pemerintah Pusat (central government) dan daerah-

daerah yang menyelenggarakan pemerintahan sendiri. Dengan kata lain

bahwa daerah-daerah tersebut memiliki hak dan kewajiban, wewenang dan

Page 27: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

tanggung jawab untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri

yang disebut dengan otonomi.

Di dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

pasal 1 ayat 5, diterangkan bahwa Otonomi Daerah adalah hak, wewenang

dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. Otonomi Daerah memiliki makna sebagai

pemberian kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada

Daerah secara proposional menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

2. Landasan Hukum Otonomi Daerah

Dari sisi sejarah perkembangan penyelenggaraan pemerintahan di

daerah, telah dikeluarkan berbagai aturan perundangan yang mengatur

penyelenggaraan pemerintahan di daerah, antara lain:

1. Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah,

hanya mengatur pelaksanaan asas desentralisasi.

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan

Daerah, yang berdasarkan Undang-undang Sementara Republik

Indonesia.

3. Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 berisi tentang Pokok-Pokok

Pemerintahan Daerah.

4. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan

di Daerah, yang bertujuan melancarkan pembangunan dan stabilitas

politik serta kesatuan bangsa dan mengatur hubungan yang serasi antara

Pemerintah Pusat dan Daerah.

Page 28: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang

diperbaharui dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah.

6. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang diperbaharui dengan Undang-

Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Sejalan dengan perlunya dilakukan reformasi di sektor publik, saat

ini telah dikeluarkan juga Peraturan Pemerintah untuk mendukung

pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi, antara lain:

1. Peraturan Pemerintah No. 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan

yang diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005

tentang Dana Perimbangan.

2. Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan

Pertanggungjawaban Keuangan Daerah yang diperbaharui dengan

Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah.

3. Peraturan Pemerintah No. 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan

Pertanggungjawaban Keuangan Daerah dalam Pelaksanaan

Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

4. Peraturan Pemerintah No. 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah

yang diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2005

tentang Pinjaman Daerah.

Page 29: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5. Peraturan Pemerintah No. 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara

Pertanggungjawaban Kepala Daerah.

6. Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

7. Peraturan Pemerintah No. 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

8. Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi

Keuangan Daerah.

9. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah.

3. Maksud dan Tujuan Otonomi Daerah

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara republik

Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk

mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Di samping itu

melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing

dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan

keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanerakagaman daerah

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasar pencapaian tujuan di atas, maka Pemerintah Daerah

mengacu pada prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan

otonomi daerah adalah sebagai berikut (Penjelasan UU No. 32 Tahun

Page 30: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2004): Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-

luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur

semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah yang

ditetapkan Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat

kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan, peran serta,

prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan

kesejahteraan rakyat.

Sejalan dengan prinsip di atas dilaksankan pula prinsip otonomi

yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu

prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan

berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan

berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan

kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah

tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan

otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam

penyelenggaraanya harus benar-benar sejalan dengan maksud dan tujuan

pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah

termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama

dari tujuan nasional.

Ada dua alasan yang mendasari pemberian otonomi luas dan

desentralisasi (Mardiasmo, 2002: 66) yaitu:

a. Intervensi Pemerintah Pusat pada masa lalu yang terlalu besar telah

menimbulkan masalah rendahnya kapabilitas dan efektivitas Pemerintah

Page 31: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Daerah dalam mendorong proses pembangunan dan kehidupan demokrasi

di daerah;

b. Tuntutan ekonomi muncul sebagai jawaban untuk memasuki era new

game yang membawa new rules pada semua aspek kehidupan di masa

mendatang.

Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk

meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah.

Pada dasarnya terkandung tiga misi utama dalam pelaksanaan Otonomi

Daerah dan Desentralisasi Fiskal, yaitu (Mardiasmo, 2002: 59):

a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan

masyarakat.

b. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah.

c. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk

berpartisipasi dalam proses pembangunan.

Otonomi daerah dengan menggunakan Asas Desentralisasi

membawa berbagai kebaikan bagi Negara kita, antara lain (Josef Riwu

Kaho dalam Sumadi Agus Prayitno, 2005: 31):

a. Mengurangi menumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan.

b. Dalam menghadapi masalah yang mendesak, membutuhkan tindakan

yang cepat, di mana daerah tidak perlu menunggu lagi instruksi dari

pusat.

c. Dapat mengurangi birokrasi dalam arti yang buruk karena setiap

keputusan dapat segera dilaksankan.

Page 32: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

d. Dalam sistem desentralisasi, dapat diadakan perbedaan dan

pengkhususan bagi kepentingan tertentu.

e. Mengurangi kemungkinan terjadinya kesewenang-wenangan dari

pemerintah pusat.

4. Titik Berat Otonomi Daerah

Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan

oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan yang dimaksud

dengan Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang

mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut

prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat (UU No. 32 Tahun 2004,

Bab 1, Pasal 1).

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, menyatakan bahwa titik berat Otonomi Daerah diletakan pada

Daerah Kabupaten, sedangkan penjelasannya dikatakan bahwa dalam

rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat maka titik berat

pelaksanaan Otonomi Daerah diletakan pada Daerah kabupaten dengan

memandang pentingnya Daerah Kabupaten yang secara langsung

berhubungan dengan masyarakat sehingga diharapkan lebih dapat

mengetahui dan memahami aspirasi masyarakat.

Penyelenggaraan Otonomi Daerah dengan menitikberatkan pada

Daerah Kabupaten adalah merupakan suatu kebijakan yang harus didukung,

Page 33: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

artinya Daerah Kabupaten akan menjadi basis penyelenggaraan Otonomi

Daerah. Namun hal lain yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan

Otonomi Daerah yang menitikberatkan pada Daerah Kabupaten adalah

apakah kebijakan ini sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Beberapa pertimbangan yang mendasari penetapan daerah

Kabupaten dan Kota sebagai titik berat pelaksanaan Otonomi Daerah adalah

(Mudrajad Kuncoro, 1995: 4):

a. Dari dimensi politik, daerah Kabupaten dan Kota kurang memilki

fanatisme kedaerahan sehingga resiko separatisme dan peluang

berkembangnya aspirasi masyarakat federasi secara relatif dapat di

minimalisasi.

b. Dari dimensi administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan

pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif.

c. Daerah kabupaten dan Kota merupakan ujung tombak dalam

pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah Kabupaten dan Kota yang

lebih mengetahui potensi rakyat di daerahnya.

Otonomi Daerah dengan titik berat pada Daerah Kabupaten atau

Kota mempunyai beberapa tujuan, yaitu:

a. Untuk memungkinkan Daerah mampu mengatur dan mengurus rumah

tangganya sendiri. Daerah secara kreatif akan membina dan

mengembangkan kemampuan organisasi, aparatur dan sumber-sumber

keuangannya secara optimal.

Page 34: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan

pemerintahan, dalam rangka pelayanan masyarakat dan pelaksanaan

pembangunan, melalui perluasan jenis pelayanan dalam berbagai bidang

kebutuhan publik.

c. Untuk menumbuhkan kemandirian daerah, Pemerintah Daerah dan

masyarakat perlu membangun usaha bersama yang mampu memberikan

daya saing bagi Daerah dalam pertumbuhannya yang secara nyata

berjalan bersama-sama dengan daerah-daerah lain.

d. Untuk dapat mengembangkan mekanisme demokrasi di tingkat Daerah,

dengan menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

e. Untuk mendukung pengembangan perekonomian daerah sesuai dengan

potensi yang dimiliki dan perluasan kewenangan birokrasi lokal.

5. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai ketentuan yang

tercantum dalam UU No. 32 Tahun 2004 dalam penjelasannya mengenai

Pembagian Urusan Pemerintahan menjelaskan bahwa Penyelenggaraan

Desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara

Pemerintah dengan Daerah Otonom. Pembagian urusan tersebut didasarkan

pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang

sepenuhnya atau tetap menjadi kewenangan pemerintah. Urusan

pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa

dan negara secara keseluruhan. Urusan pemerintahan yang dimaksud

diantaranya:

a. Politik luar negeri.

Page 35: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Pertahanan dan Keamanan.

c. Moneter.

d. Yustisi dan Agama.

e. Urusan tertentu pemerintah yang berskala nasional yang tidak diserahkan

kepada daerah.

Di samping itu terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat

concurrent artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian

tertentu dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dengan daerah.

Dengan demikian setiap urusan yang bersifat concurrent selalu ada bagian

urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah, ada yang diserahkan kepada

Provinsi, dan ada yang diserahkan kepada Kabupaten atau Kota.

Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang concurrent

secara proposional antara Pemerintah, Daerah Provinsi, Daerah

Kabupaten/Kota maka disusunlah tiga kriteria dengan mempertimbangkan

keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antar tingkat

pemerintahan yang meliputi (Baban Sobandi et. al, 2006: 104-105):

a. Kriteria Eksternalitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan

pemerintahan dengan mempertimbangkan dampak /akibat yang

ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut.

Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka urusan

pemerintahan tersebut menjadi kewenangan Kabupaten/Kota. Apabila

dampaknya regional maka menjadi kewenangan Provinsi, dan apabila

dampaknya nasional maka menjadi kewenangan Pemerintah.

Page 36: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Kriteria Akuntabilitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan

pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang

menangani suatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang lebih

langsung/dekat dengan dampak/akibat urusan yang ditangani tersebut.

Dengan demikian akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan

pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin.

c. Kriteria Efisiensi adalah pendekatan dalam pembagian urusan

pemerintahan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya

(personil, daya, peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian dan

kecepatan hasil yang harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian

urusan. Artinya apabila suatu bagian urusan dalam penanganannya

dipastikan akan lebih berdayaguna dan berhasilguna dilaksanakan oleh

Daerah Provinsi dan/atau Daerah Kabupaten/Kota dibandingkan apabila

dilaksanakan oleh Pemerintah maka bagian urusan tersebut diserahkan

kepada Daerah Provinsi dan/atau Daerah Kabupaten/Kota. Begitu juga

sebaliknya. Untuk itu pembagian bagian urusan harus disesuaikan dengan

memperhatikan ruang lingkup wilayah beroperasinya bagian urusan

pemerintahan tersebut. Ukuran dayaguna dan hasilguna tersebut dilihat

dari besarnya manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dan besar-

kecilnya resiko yang harus dihadapi.

Dalam menyelenggarakan otonomi, Daerah mempunyai hak

sebagai berikut (UU No. 32 Tahun 2004, Pasal 21):

a. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya

b. Memilih pimpinan daerah

Page 37: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. Mengelola aparatur daerah

d. Mengelola kekayaan daerah

e. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah

f. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber

daya lainnya yang berada di daerah

g. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah

h. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan.

Selain itu Daerah juga mempunyai kewajiban dalam

menyelenggarakan otonomi, yaitu (UU No. 32 Tahun 2004, Pasal 22):

a. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan

nasional, serta keutuhan NKRI

b. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat

c. Mengembangkan kehidupan demokrasi

d. Mewujudkan keadilan dan pemerataan

e. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan

f. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan dan sosial

g. Mengembangkan sistem jaminan sosial

h. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah

i. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah

j. Mengelola administrasi kependudukan

k. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai

dengan kewenangannya.

Page 38: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

C. Keuangan Daerah

1. Dimensi Keuangan Daerah

Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam

rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan

uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan

dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam kerangka Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (Bab 1, Pasal 1, Ayat (5) PP No. 58 Tahun

2005). Selanjutnya pada ayat (7) disebutkan bahwa Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat (APBD) adalah rencana keuangan

tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh

Pemerintah Daerah dan DPRD dan ditetapkan berdasarkan Peraturan

Daerah.

Pasal 18A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan

Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan agar hubungan keuangan,

pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya

lainnya antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur secara adil dan

selaras berdasarkan Undang-Undang. Perimbangan keuangan antara

Pemerintah dan Pemerintah Daerah dilakukan secara proposional,

demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan

kebutuhan daerah.

Pemerintah pada hakekatnya mengemban tiga fungsi utama di

dalam menyelenggarakan pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan

pembangunan, yaitu (Penjelasan Umum UU No. 33 Tahun 2004):

Page 39: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

a. Fungsi Distribusi yang meliputi pendapatan dan kekayaan masyarakat

serta pemerataan pembangunan. Fungsi distribusi berkaitan dengan upaya

pemerintah untuk menyalurkan anggaran, khususnya melalui pos belanja

pembangunan/belanja publik untuk menciptakan pemerataan atau

mengurangi tingkat kesenjangan antar wilayah, sektor maupun antar

golongan masyarakat.

b. Fungsi Stabilisasi, dimaksudkan bahwa melalui pengelolaan anggaran

(APBD), Pemerintah Daerah dapat menciptakan tingkat kesempatan kerja

yang memadai, kestabilan tingkat harga, serta pencapaian tingkat

pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi.

c. Fungsi Alokasi, berkaitan dengan upaya pemerintah di dalam

menyediakan dana bagi kebutuhan masyarakat luas yang tidak mungkin

disediakan oleh pihak swasta. Dengan kata lain fungsi alokasi merupakan

wujud intervensi pemerintah terhadap kebijakan yang tidak diminati oleh

sektor swasta agar terjadi alokasi anggaran yang merata melalui

penyediaan barang-barang dan jasa-jasa publik.

Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, penyerahan,

pelimpahan, dan penugasan urusan pemerintahan kepada Daerah secara

nyata dan bertanggung jawab harus diikuti dengan pengaturan, pembagian

dan pemanfaatan sumber daya nasional secar adil. Sebagai daerah otonom,

penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat tersebut

harus dilakukan berdasarkan prinsip transparasi, partisipasi dan

akuntabilitas.

Page 40: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam

mengelola daerahnya, adalah dilihat dari kemampuan daerah dalam

mengelola keuangannya. Hal tersebut dikarenakan faktor keuangan

merupakan hal terpenting untuk mengukur kemampuan daerah dalam

rangka melaksanakan otonomi. Agar daerah mempunyai pendapatan yang

mencukupi, maka daerah diharuskan untuk menggali potensi-potensi daerah

secara optimal, sehingga dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan

daerah tersebut.

2. Asas Umum Keuangan Daerah

Berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Pasal 4, prinsip-prinsip pengelolaan

keuangan daerah meliputi:

a. Efisien merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan

masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai

keluaran tertentu;

b. Ekonomis merupakan perolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas

tertentu pada tingkat harga yang terendah;

c. Efektif merupakan pencapaian hasil program dengan target yang telah

ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil;

d. Transparan merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan

masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-

luasnya tentang keuangan daerah;

e. Bertanggung jawab merupakan perwujudan kewajiban seseorang atau

satuan kerja untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan

Page 41: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan

kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan;

f. Tertib adalah tepat waktu dan tepat guna yang didukung dengan bukti-

bukti administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan;

g. Taat pada peraturan perundang-undangan adalah berpedoman pada

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

h. Keadilan adalah keseimbangan distribusi kewenangan dan

pendanaannya;

i. Kepatuhan adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar

dan proposional;

j. Manfaat adalah diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Selain itu prinsip-prinsip manajemen keuangan daerah harus

meliputi (Mardiasmo; 2002: 173 ):

a. Akuntabilitas yang merupakan prinsip pertanggungjawaban publik, yang

berarti proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, dan

pelaksanaan harus benar-benar dilaporkan dan dipertanggungjawabkan

kepada DPRD dan masyarakat secara umum. Hal ini berarti perumusan

kebijakan beserta cara dan hasil kebijakan tersebut harus dapat diakses

dengan baik.

b. Konsep Nilai Uang yang merupakan penerapan dari tiga prinsip dalam

proses penganggaran, yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Prinsip

ekonomi berkaitan dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya

dalam jumlah dan kualitas tertentu dengan harga yang paling minimum.

Prinsip efisiensi berarti bahwa penggunaan dana masyarakat tersebut

Page 42: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dapat menghasilkan output yang maksimal. Prinsip efektivitas berarti

bahwa penggunaan anggaran tersebut harus mencapai target/tujuan atas

kepentingan publik. Keberhasilan dari otonomi daerah diukur dari

meningkatnya pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin

baik, kehidupan demokrasi yang semakin maju, dan hubungan yang

serasi dan selaras antara Pemerintah dan Daerah dan juga antar Daerah.

Keadaan tersebut akan tercapai jika sektor publik dikelola dengan baik

dan memperhatikan Konsep Niai Uang yang merupakan cara untuk

mencapai good governance.

c. Transparasi yang merupakan keterbukaan pemerintah dalam memuat

kebijakan-kebijakan keuangan daerah sehingga dapat diketahui dan

diawasi oleh DPRD dan masyarakat secara umum. Transparasi

pengelolaan keuangan daerah akan mendorong terciptanya pemerintahan

yang bersih, efektif, efisien, akuntabel dan responsif terhadap aspirasi

dan kepentingan masyarakat.

d. Pengendalian yang di mana dilakukan untuk memonitor penerimaan dan

pengeluaran daerah, yaitu dengan cara membandingkan antara yang

dianggarkan dengan yang dicapai (target-realisasi). Agar daerah dapat

mengetahui dan mengoptimalkan potensi dan keunggulan yang

dimilikinya.

Prinsip-prinsip yang mendasari pengelolaan keuangan daerah

tersebut harus senantiasa dipegang teguh dan dilaksanakan oleh

penyelenggara pemerintahan dan Pengelolaan keuangan daerah harus

bertumpu pada kepentingan publik. Hal ini tidak saja terlihat pada besarnya

Page 43: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

porsi pengalokasian anggaran untuk kepentingan publik, tetapi juga terlihat

pada besarnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan

pengawasan keuangan daerah.

Pelaksanaan otonomi daerah membawa perubahan pada

pengelolaan keuangan daerah pada umumnya dan pengelolaan APBD pada

khususnya. Dalam PP No. 58 Tahun 2005 bab I pasal 4, dikemukakan asas

umum pengelolaan keuangan daerah Sebagai berikut:

a. Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-

undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab

dengan memperhatikan azas keadilan, kepatuhan dan manfaat untuk

masyarakat.

b. Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang

terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan

dengan Perda.

Peraturan Pemerintah di atas sudah memberikan gambaran dan

arahan secara umum kepada Pemerintah Daerah dalam menyusun dan

melaksanakan APBD. Di samping itu Daerah dituntut lebih kreatif dalam

penyusunan dan pelaksanaan APBD dengan menggunakan pendekatan

kerangka pengeluaran jangka menengah, penganggaran terpadu dan

penganggaran berdasarkan prestasi kerja. (PP No. 58 Tahun 2005 Pasal 36

ayat 2).

Page 44: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah Bab I, Pasal 1, Ayat 17

disebutkan bahwa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya

disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah

yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Kemudian disebutkan juga bahwa APBD, Perubahan APBD, dan

Perhitungan APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah dan merupakan

Dokumen Daerah.

Anggaran dapat diartikan sebagai suatu daftar atau pernyataan

yang terperinci tentang penerimaan dan pengeluaran organisasi yang

diharapkan dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun (Suparmoko

dalam Yuyun Vitaloka, 2007: 49).

Anggaran Daerah adalah rencana kerja Pemerintah Daerah dalam

bentuk uang (rupiah) dalam satu periode tertentu (satu tahun). Anggaran

Daerah atau umum disebut dengan istilah APBD merupakan instrumen

kebijakan yang utama bagi Pemerintah Daerah. Sebagai instrument

kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya

pengembangan kapabilitas dan efektivitas Pemerintah Daerah dalam

menjalankan fungsi dan peranannya secara efisien. Sedangkan efektivitas

diartikan sebagai upaya untuk menyelaraskan kapabilitasnya dengan

tuntutan dan kebutuhan publik (Mardiasmo, 2002: 177).

Page 45: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah mempunyai fungsi

utama, yaitu (UU No. 33 Tahun 2004, Pasal 66, Ayat 3):

a. Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi dasar

untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang

bersangkutan;

b. Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi

pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun

yang bersangkutan;

c. Fungsi pengawasan, mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi

pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan

daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;

d. Fungsi alokasi, mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diarahkan

untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta

meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian;

e. Fungsi distribusi, mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah

harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan.

Anggaran merupakan instrumen penting dalam mengelola

keuangan daerah, karena anggaran memilki arti penting sebagai berikut

(Mardiasmo, 2002: 121):

a. Anggaran merupakan alat yang penting bagi pemerintah dalam

menentukan arah kebijakan pembangunan sosial-ekonomi, menjamin

kesinambungan, meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan rakyat;

Page 46: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat

yang tidak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang

ada sangat terbatas;

c. Anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah

bertanggung jawab kepada rakyat, karena anggaran merupakan instrumen

pelaksanaan akuntabilitas publik.

Anggaran sektor publik mempunyai beberapa fungsi diantaranya

adalah (Mardiasmo, 2002: 121):

a. Anggaran sebagai alat perencanaan

Anggaran digunakan untuk merencanakan tindakan yang akan

dilakukan pemerintah, berapa biaya yang dibutuhkan, dan berapa hasil

yang akan diperoleh dari belanja pemerintah tersebut.

b. Anggaran sebagai alat pengendalian

Anggaran merupakan suatu alat untuk menghubungkan proses

perencanaan dan proses pengendalian. Anggaran memberikan rencana

detail atas pendapatan dan pengeluaran pemerintah agar pembelanjaan

yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Selain itu

anggaran juga berfungsi untuk meyakinkan kepada badan legislatif

bahwa pemerintah telah bekerja secara efisien tanpa pemborosan.

c. Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal

Anggaran digunakan untuk menstabilkan perekonomian dan

mendorong pertumbuhan ekonomi secara optimal.

d. Anggaran sebagai alat politik

Page 47: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Anggaran digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas dan

kebutuhan keuangan terhadap skala prioritas tersebut. Anggaran

merupakan alat politik sebagai bentuk komitmen dan kesepakatan

legislatif atas penggunaan dana publik untuk keperluan tertentu.

e. Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi

Anggaran sebagai alat koordinasi antar bagian dalam

pemerintahan yang fungsinya untuk menditeksi terjadinya inkonsistensi

suatu unit kerja dalam pencapaian tujuan organisasi. Anggaran juga

berfungsi sebagai alat komunikasi anatar unit kerja dalam lingkungan

eksekutif dan harus dikomunikasikan ke seluruh bagian organisasi untuk

dilaksanakan.

f. Anggaran sebagai alat penilaian kerja

Anggaran merupakan wujud komitmen dari eksekutif kepada

legislatif sehingga kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan pencapaian

target anggaran dan efisiensi pelaksanaan anggaran.

Anggaran daerah pada hakekatnya merupakan salah satu

instrument yang memegang peranan penting dalam rangka meningkatkan

pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan prinsip

otonomi daerah yang nyata, luas dan bertanggungjawab. Dengan demikian,

APBD harus benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat dengan

memperhatikan potensi dan kekhasan daerah, maka dari itu APBD harus

memperhatikan prinsip-prinsip anggaran sebagai berikut (Abdul Halim,

2004: 79-80):

Page 48: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

a. Keadilan Anggaran, di mana pembiayaan Pemerintah Daerah dilakukan

melalui mekanisme pajak dan retribusi yang dipilih oleh segenap lapisan

masyarakat daerah. Oleh karena itu Pemerintah Daerah wajib

mengalokasikan penggunaannya secara adil agar dapat dinikmati oleh

seluruh masyarakat tanpa adanya diskriminasi.

b. Disiplin Anggaran, Anggaran daerah disusun dengan orientasi pada

kebutuhan masyarakat tanpa harus meninggalkan keseimbangan antara

pemerintah, pembangunan, dan pelayanan publik.

c. Transparasi dan Akuntabilitas, Anggaran daerah harus mampu

memberikan informasi yang lengkap dan akurat, serta dilaksanakan

secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara tekhnis dan

ekonomi kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

d. Efisiensi dan Efektivitas, di mana Anggaran yang tersedia harus bisa

dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk dapat menghasilkan

peningkatan pelayanan dan kesejahteraan bagi kepentingan masyarakat.

e. Format Anggaran. Pada dasarnya APBD disusun berdasarkan format

anggaran defisit (defisit budget format). Selisih antara pendapatan dan

belanja mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit anggaran.

Menurut PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah Pasal 16-19, asas-asas umum APBD adalah:

a. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan

dan kemampuan pendapatan daerah;

b. Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah

Daerah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat;

Page 49: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,

distribusi dan stabilisasi;

d. APBD, perubahan APBD dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD

ditetapkan dengan Perda;

e. Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dianggarkan dalam APBD;

f. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan

yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber

pendapatan;

g. Seluruh pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah dianggarkan secara

bruto dalam APBD;

h. Pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD harus didasarkan

pada ketentuan peraturan perundang-undangan;

i. Dalam penyusunan APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung

dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang

cukup;

j. Penganggaran untuk setiap pengeluaran APBD harus didukung dengan

dasar hukum yang melandasinya;

k. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun mulai tanggal 1 januari

sampai dengan 31 desember.

Berdasarkan PP No. 58 Tahun 2005, pasal 20, ayat (1) disebutkan

bahwa struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri atas:

1) Pendapatan Daerah;

2) Belanja Daerah; dan

3) Pembiayaan Daerah.

Page 50: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi/

Kabupaten/ Kota berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor

13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Tabel 2.1

Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Nomor Uraian Jumlah I PENDAPATAN DAERAH 1.1 Pendapatan Asli Daerah 1.1.1 Pajak Daerah 1.1.2 Retribusi Daerah 1.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 1.1.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah 1.2 Dana Perimbangan 1.2.1 Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 1.2.2 Dana Alokasi Umum 1.2.3 Dana Alokasi Khusus 1.3 Lain-Lain Pendapatan yang Sah 1.3.1 Hibah 1.3.2 Dana Darurat 1.3.3 Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemda lainnya 1.3.4 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khhusus 1.3.5 Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemda lainnya Jumlah Pendapatan II BELANJA DAERAH 2.1 Belanja Tidak Langsung 2.1.1 Belanja Pegawai 2.1.2 Belanja Bunga 2.1.3 Belanja Subsidi 2.1.4 Belanja Hibah 2.1.5 Belanja Bantuan Sosial 2.1.6 Belanja Bagi Hasil kpd Provinsi/Kabupaten/Kota/Desa

2.1.7 Belanja Bantuan Keuangan kpd Provinsi/Kabupaten/Kota/Desa

2.1.8 Belanja Tidak Terduga 2.2 Belanja Langsung 2.2.1 Belanja Pegawai 2.2.2 Belanja Barang dan Jasa 2.2.3 Belanja Modal Jumlah Belanja Surplus/ (Defisit) III PEMBIAYAAN DAERAH 3.1 Penerimaan Pembiayaan 3.1.1 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya (SILPA) 3.1.2 Pencairan Dana Cadangan

Page 51: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Nomor Uraian Jumlah 3.1.3 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 3.1.4 Penerimaan Pinjaman Daerah 3.1.5 Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman 3.1.6 Penerimaan Piutang Daerah Jumlah Penerimaan Pembiayaan 3.2 Pengeluaran Pembiayaan 3.2.1 Pembentukan Dana Cadangan 3.2.2 Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah 3.2.3 Pembayaran Pokok Utang 3.2.4 Pemberian Pinjaman Daerah Jumlah Pengeluaran Pembiayaan Pembiayaan (neto/bruto)

3.3 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun berkenaan (SILPA)

Sumber: Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006, hal. 137-138 (Ringkasan Perhitungan APBD Propinsi/ Kabupaten/ Kota).

4. Sumber Penerimaan Daerah

Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dijelaskan

sumber-sumber penerimaan daerah terdiri atas:

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh

Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. PAD bertujuan untuk memberikan

kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai di dalam

pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah yang dimiliki.

Sumber-sumber penerimaan PAD antara lain yaitu:

1) Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi

atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang,

yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan

Page 52: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan

pemerintah dan pembangunan daerah. Ketentuan mengenai Pajak

Daerah ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, sedangkan

penetuan tarif dan tata cara pemungutan pajak ditetapkan dengan

Peraturan Daerah;

2) Retribusi Daerah adalah pungutan daerah dengan imbalan jasa secara

langsung sebagai pembiayaan atas jasa atau pemberian ijin tertentu

yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah

untuk kepentingan pribadi atau badan. Ketentuan mengenai Retribusi

Daerah ditetapkan dengan Undang-undang, sedangkan penentuan

tarif dan tata cara pemungutannya ditetapkan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan;

4) Lain-lain PAD yang sah, yang meliputi: (i) hasil penjualan kekayaan

daerah yang tidak dipisahkan, (ii) jasa giro, (iii) pendapatan bunga,

(iv) keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing,

dan (v) komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari

penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.

b. Dana Perimbangan

Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari

pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai

kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

Page 53: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sumber Dana Perimbangan terdiri dari:

1) Dana Bagi Hasil

Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari

pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Pemerintah Daerah

berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah

dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Bagi Hasil berasal

dari:

a) Pajak, yang terdiri atas:

1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);

2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB);

3. Pajak Penghasilan (PPh).

b) Sumber Daya Alam, yang berasal dari:

1. Kehutanan;

2. Pertambangan Umum;

3. Perikanan;

4. Pertambangan minyak bumi, gas bumi, dan panas bumi.

2) Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari

pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan

kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan

daerah dalam rangka desentralisasi. Jumlah DAU ditetapkan

sekurang-kurangnya 26% dari pendapatan dalam negeri neto yang

ditetapkan dalam APBN (UU No. 33 Tahun 2004, Pasal 27). Proporsi

DAU antara daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan

Page 54: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

berdasarkan imbangan kewenangan antara provinsi dan

kabupaten/kota. Hasil perhitungan DAU per provinsi, kabupaten/kota

ditetapkan dengan Keputusan Presiden dan ketentuan lebih lanjut

mengenai DAU diatur dalam Peraturan Pemerintah. Proporsi DAU

suatu Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan atas dasar

celah fiskal dan alokasi dasar. Celah Fiskal Daerah Provinsi dan

Kabupaten/Kota dihitung dari Kebutuhan Fiskal dikurangi Kapasitas

Fiskal. Kebutuhan Fiskal Daerah merupakan kebutuhan pendanaan

Daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum. Kapasitas

Fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan Daerah yang berasal

dari PAD ditambah Dana Bagi Hasil. Proporsi DAU menurut Alokasi

dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.

3) Dana Alokasi Khusus

Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari

pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan

tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan

urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Dengan demikian

tidak semua Daerah menerima alokasi DAK.

4) Lain-lain Pendapatan

Lain-lain pendapatan terdiri atas:

a) Pendapatan Hibah

Pendapatan Hibah adalah penerimaan Daerah yang

berasal dari Pemerintah negara asing, lembaga asing, lembaga

internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau

Page 55: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang

dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu

dibayar kembali.

Hibah kepada Pemerintah Daerah yang bersumber dari

luar negeri dilakukan melalui Pemerintah dan tata cara mengenai

pemberian, penerimaan, dan penggunaan hibah, baik dari dalam

negeri maupun luar negeri diatur dengan Peraturan Pemerintah.

b) Pendapatan Dana Darurat

Dana Darurat adalah dana yang berasal dari APBN untuk

keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional

dan/atau peristiwa luar biasa dan mengalami krisis solvabilitas

yang tidak dapat ditanggulangi oleh Daerah dengan menggunakan

APBD.

5. Indikator Kinerja Keuangan Daerah

Pada dasarnya terdapat dua hal yang dapat dijadikan sebagai

indikator kinerja, yaitu Kinerja Anggaran dan Anggaran Kinerja. Kinerja

anggaran merupakan instrumen yang dipakai oleh DPRD untuk

mengevaluasi kinerja Kepala Daerah, sedangkan Anggaran kinerja

merupakan instrumen yang dipakai oleh Kepala Daerah untuk mengevaluasi

unit-unit kerja yang ada di bawah kendali Daerah selaku manager eksekutif.

Penggunaan indikator kinerja sangat penting untuk mengetahui apakah

suatu program kerja telah dilaksanakan secara efisien dan efektif

(Mardiasmo, 2002: 19).

Page 56: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Keuangan daerah dikatakan berhasil apabila mampu meningkatkan

penerimaan daerah secara berkesinambungan sesuai dengan perkembangan

perekonomian tanpa memperburuk alokasi faktor-faktor produksi dengan

sejumlah biaya administrasi tertentu. Berdasarkan konsep Musgrave dalam

Sukanto Reksohadiprodjo (2001: 153-158), indikator keuangan daerah

adalah sebagai berikut:

a. Derajat Desentralisasi Fiskal

Derajat Desentralisasi Fiskal antara Pemerintah Pusat dan

Daerah pada umumnya ditunjukan oleh variabel-variabel: (i) Pendapatan

Asli Daerah (PAD) terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD), (ii) Rasio

Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak Daerah (BHPBP) terhadap Total

Penerimaan Daerah (TPD) dan (iii) Rasio Sumbangan Bantuan Daerah

(SBD) terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD).

b. Kebutuhan Fiskal

Variabel-variabel kebutuhan daerah dibagi atas variabel

kependudukan dan variabel kewilayahan. Variabel kependudukan

meliputi Jumlah Penduduk dan Indeks Kemiskinan Relatif. Sedangkan

Variabel kewilayahan meliputi Luas Wilayah dan Indeks Harga

Bangunan (Mardiasmo, 2002: 160).

c. Kapasitas Fiskal

Kapasitas Fiskal adalah sejumlah pajak yang seharusnya mampu

dikumpulkan dari dasar pajak, yang biasanya berupa pendapatan

perkapita.

Page 57: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Upaya peningkatan kapasitas fiskal daerah sebenarnya tidak

hanya menyangkut peningkatan PAD. Peningkatan kapasitas fiskal

daerah pada dasarnya adalah optimalisasi sumber-sumber penerimaan

daerah. Variabel-variabel potensi daerah terdiri dari potensi PAD dan

potensi penerimaan Bagi Hasil (PBB, BHPBP, PPh Perseorangan dan

SDA).

d. Usaha fiskal

Usaha Pajak dapat diartikan sebagai rasio antara penerimaan

pajak dengan kapasitas membayar pajak di suatu Daerah. Salah satu

indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan

membayar pajak masyarakat adalah Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB). Jika PDRB meningkat maka kemampuan daerah dalam

membayar pajak juga meningkat. Hal ini berarti bahwa administrasi

penerimaan daerah dapat meningkatkan daya pajak.

D. Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang dilakukan oleh Ana Dwi Kurniawati (2004: 11) dalam

penelitiannya yang berjudul Analisis Kemampuan Keuangan Daerah di

Kabupaten Sukoharjo (Perbandingan Era Sebelum dan Sesudah Otonomi

Daerah)menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sukoharjo

mengalami peningkatan. Jika dilihat dari analisis kuantitatif menunjukkan bahwa

Kabupaten Sukoharjo belum mampu secara keuangan dalam pelaksanaan

Otonomi Daerah, bila dilihat dari Derajat Desentralisasi Fiskal, Kebutuhan Fiskal,

Kafasitas Fiskal, Upaya atau Posisi Fiskal, Matrik Potensi Pendapatan Asli

Daerah, Rasio Aktivitas dan Efektifitas Pendapatan Asli Daerah. Selanjutnya

Page 58: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kabupaten Sukoharjo belum mandiri secara keungan dalam membiayai

penyelenggaraan Otonomi Daerah jika diukur dengan rasio kemandirian dan pola

hubungannya. Kemudian Kabupaten Sukoharjo belum siap dalam

penyelenggaraan Otonomi Daerah jika dilihat dari Rasio Pendapatan Asli Daerah

terhadap Pengeluaran Total, Rasio Pendapatan Asli Daerah dan bagi hasil

terhadap Pengeluaran Rutin. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kabupaten

Sukoharjo dari sisi keuangannya belum mampu untuk melaksanakan Otonomi

Daerah. Hal ini terlihat dengan proporsi Pendapatan Asli Daerah terhadap total

penerimaan daerah yang rendah sekali baik pada era sebelum dan sesudah

otonomi daerah. Tingkat kemandirian Kabupaten Sukoharjo hanya sebesar

12,65% dengan pola hubungan yang instruktif. Sedangkan rasio Pendapatan asli

daerah dan bagi hasil terhadap total pendapatan rutin baik pada era sebelum dan

sesudah otonomi daerah masih sangat kecil.

Penelitian oleh Harmanto Yuandhi Wibowo (2006) yang berjudul

Analisis Kinerja Keuangan Daerah sebelum dan pada masa Otonomi Daerah

(Studi Kasus di Kabupaten Sragen tahun Anggaran 1996/97-2005). Tujuan

penelitan tersebut adalah untuk mengetahui kemampuan keuangan daerah

Kabupaten Sragen baik sebelum dan pada masa Otonomi daerah. Data yang

digunakan adalah data APBD sepuluh tahun anggaran dari tahun 1996/97-2005.

Tekhnik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif.

Hasil dari analisis deskriptif menunjukan bahwa APBD kabupaten Sragen

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hasil dari analisis kuantitatif

menunjukan bahwa Kabupaten Sragen belum mampu dan mandiri secara

keuangan dalam membiayai penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Hasil

Page 59: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

penelitian menunjukan bahwa proporsi PAD terhadap TPD tergolong rendah baik

sebelum dan sesudah Otonomi Daerah. Dimana rasio PAD rata-rata sebelum

Otonomi Daerah yaitu 15,21% dan rasio PAD rata-rata sesudah Otonomi Daerah

adalah 9,45%.

Penelitian oleh Fatima Zahra (2008) yang berjudul Analisis Keuangan

Daerah Di Kabupaten Karanganyar Perbandingan Sebelum Dan Selama Otonomi

Daerah (Periode 1994/1995-2006). Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa

Kontribusi PAD terhadap APBD Kabupaten Karanganyar cenderung menurun

selama Otonomi Daerah. Begitu juga dengan Proporsi Pengeluaran Daerah

terhadap APBD selama Otonomi Daerah mengalami penurunan. Hasil analisis

Kuantitatif menunjukkan bahwa Kabupaten Karanganyar belum mampu secara

keuangan dalam melaksanakan Otonomi Daerah. Jika dilihat dari Derajat

Desentralisasi Fiskal, Kebutuhan Fiskal, Kapasitas Fiskal, Upaya/Posisi Fiskal,

Matrik Potensi PAD, Rasio Aktivitas (Keserasian) serta Efektivitas PAD.

Kabupaten Karanganyar belum mandiri terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah,

diukur dari rasio kemandirian dan pola hubungannya. Dimana besar rasio

kemandirian keuangan daerah Kabupaten Karanganyar adalah 21,49% sebelum

Otonomi Daerah dan 9,47% selama Otonomi Daerah. Berdasarkan nilai tersebut

dapat dikatakan Kabupaten Karanganyar cenderung memiliki ketergantungan

finansial yang sangat tinggi terhadap Pemerintah Pusat dan berpola Instruktif

karena besar Rasio Kemandirian Keuangan Daerah hanya sebesar 0%-25%.

Disimpulkan Pemerintah Kabupaten Karanganyar belum siap dalam menghadapi

Otonomi Daerah.

Page 60: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

E. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Berdasar dari gagasan peneliti dan teori-teori yang telah dikumpulkan

sebelumnya dapat diperoleh kerangka pemikiran seperti di atas. Kerangka

pemikiran ini nantinya akan dijadikan acuan peneliti dalam melakukan penelitian

ini. Kerangka Pemikiran yang sistematis dan terarah akan mempermudah proses

penulisan dalam suatu penelitian sehingga akan diperoleh kesimpulan yang logis

dan tepat

Berdasar kerangka yang dibuat dapat diketahui bahwa penulis mencoba

untuk menganalisis sektor keuangan daerah kabupaten Pati dimana setelah masa

otonomi daerah bergulir, pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri dan lebih

menggali potensi daerah yang dimiliki, salah satunya melalui sektor keuangan

Analisis Deskriptif

Analisis Kuantitatif

Kemandirian Keuangan Kabupaten Pati

APBD Kabupaten Pati

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Pati

Page 61: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

daerah. Dalam hal ini penulis menggunakan dua metode analisis, yaitu Analisis

deskriptif dan analisis kuantitatif, yang terdiri dari beberapa indikator kinerja

keuangan daerah. Dari penghitungan menggunakan dua alat analisis tersebut akan

diketahui dan ditarik disimpulkan sejauh mana kesiapan dan kemandirian

Pemerintah Daerah Kabupaten Pati dalam menghadapi era otonomi daerah.

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan semua paparan yang ada dalam latar belakang, perumusan

masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, maka hipotesis penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Diduga tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten Pati terhadap

pelaksanaan Otonomi Daerah jika diukur dengan rasio kemandirian daerah

dengan pola hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah masih

cukup rendah.

2. Didiga variabel X1 ( Derajat Desentralisasi Fiskal ) berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Y ( Pertumbuhan PDRB ), Didiga variabel X2 ( Upaya

Fiskal ) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Y ( Pertumbuhan PDRB ),

Didiga variabel X3 ( Kebutuhan Fiskal ) berpengaruh positif dan signifikan

terhadap Y ( Pertumbuhan PDRB ), Didiga variabel X4 ( Kapasitas Fiskal )

berpengaruh positif dan signifikan terhadap Y ( Pertumbuhan PDRB ).

Page 62: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kuantitatif dan

deskriptif. Penelitian ini merupakan studi menyeluruh mengenai Derajat

Desentralisasi Fiskal, Kebutuhan Fiskal, Kapasitas Fiskal, Upaya fiskal, Derajat

Otonomi Fiskal, Posisi Fiskal.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan

runtut waktu 2000-2009. Data sekunder ini diperoleh dari kantor Badan Pusat

Statistik, Bappeda Kabupaten Pati serta instansi-instansi yang terkait dalam

penelitian ini.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

bersifat time series (dari waktu ke waktu). Data tersebut diperoleh dari berbagai

sumber diantaranya:

1. Data gambaran umum Kabupaten pati dalam angka (Badan Pusat Statistik.)

2. Data penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Pati

(Badan Pengelolaan Keuangan Daerah)

3. Data Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Pati (Badan Pusat Statistik).

4. Data Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Jawa Tengah (Jawa Tengah

dalam angka, BPS)

5. Data lain yang bersumber dari referensi studi kepustakaan melalui, jurnal,

artikel dan bahan lain dari berbagai situs website yang mendukung.

Page 63: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

C. Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini menggunakan beberapa indikator beserta variabel-

variabel untuk melihat kondisi keuangan daerah suatu Kabupaten. Definisi

operasional masing-masing variabel adalah sebagai berikut:

1. Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB ) adalah nilai barang-barang dan

jasa-jasa yang diproduksi dalam suatu daerah dalam satu tahun tertentu.

Dalam hal ini digunakan PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga

berlaku dan atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga konstan yaitu

nilai produk domestik regional bruto yang dihitung menurut harga yang tidak

berubah dari satu tahun ke tahun lainnya. Sedangkan PDRB atas dasar harga

berlaku yaitu nilai produk domestik regional bruto yang dihitung menurut

harga yang berlaku pada tahun tersebut yang digunakan untuk menilai barang

dan jasa pada tahun tersebut.

2. Kemandirian Keuangan Daerah (Otonomi Fiskal) menunjukkan kemampuan

Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,

pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak

dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. (Abdul

Halilm, 2004;150)

3. Kapasitas Fiskal adalah sejumlah pajak yang seharusnya mampu dikumpulkan

dari dasar pajak (tax base), yang biasanya berupa pendapatan per kapita.

(Suparmoko, 1987;320)

4. Derajat Desentralisai Fiskal merupakan perhitungan konttribusi PAD terhadap

total APBD serta kontribusi sumbangan dan bantuan terhadap total APBD.

Page 64: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5. Upaya fiskal digunakan untuk mengukur sejauh mana sumber pendapatan

yang ada mampu membiayai biaya penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

6. Kebutuhan fiskal digunakan untuk mengetahui seberapa besar kebutuhan per

kapita penduduk suatu daerah jika jumlah seluruh pengeluaran Pemerintah

Daerah dibagi secara merata kepada semua penduduk di daerah tersebut.

D. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan dua teknik analisis,yaitu analisis deskriptif

dan analisis kuantitatif.

1. Analisis Deskriptif

Merupakan teknik analisis data yang tidak berwujud angka,

analisis ini berdasarkan pendapatan atau pikiran yang penyajiannya dalam

bentuk keterangan-keterangan, penjelasan dan pembahasan secara tertulis.

Analisis deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang

perkembangan komponen APBD Kabupaten Pati dari waktu ke waktu.

2. Analisis Kuantitatif

Merupakan analisis yang menggunakan data yang diukur dalam

suatu skala numerik atau angka (Mudrajad Kuncoro, 2003: 124).

Tujuan menggunakan analisis kuantitatif adalah untuk

mengetahui tingkat kemampuan keuangan daerah, kemandirian daerah dan

kinerja/kesiapan Kabupaten Pati serta kesiapan Pemerintah Daerah

Kabupaten Pati dalam menghadapi pelaksanaan Otonomi Daerah. Untuk

mengetahui apakah Derajat Desentralisasi Fiskal, Upaya Fiskal, Kebutuhan

Page 65: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Fiskal Daerah Kabupaten Pati berpengaruh terhadap pertumbuhan PDRB

Kabupaten Pati.

Untuk mengetahui kondisi perkembangan dan tingkat kemampuan

keuangan daerah di Kabupaten Pati, maka digunakan beberapa indikator

kemampuan keuangan daerah yang terdiri dari:

1) Derajat Desentralisasi Fiskal

Untuk mengukur derajat desentralisasi fiskal antara

Pemerintah Pusat dan Daerah, dapat menggunakan beberapa indikator

sebagai berikut (Sukanto Reksohadiprodjo, 2001: 155):

%100tan

1 xhimaanDaeraTotalPener

AsliDaerahPendapaDDF = ..........................(1.1)

%100&

2 xhimaanDaeraTotalPener

BukanPajakajakBagiHasilPDDF = ................(1.2)

%100&

3 xhimaanDaeraTotalPenerrahBantuanDaeSumbangan

DDF = ...................(1.3)

Dimana: DDF adalah Derajat Desentralisasi Fiskal.

Ukuran Derajat Desentralisasi Fiskal = 50%.

Apabila nilai DDF1, DDF2 > 50% maka Daerah dikatakan semakin

mandiri dan ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat semakin kecil.

Jika nilai DDF, DDF2 < 50% maka ketergantungan Pemerintah Daerah

terhadap Pemerintah Pusat masih tinggi.

Untuk DDF3 berlaku sebaliknya, jika DDF3 < 50% maka daerah

dikatakan semakin mandiri, dan jika DDF3 > 50% ketergantungan

daerah kepada pemerintah pusat semakun besar.

Page 66: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2) Upaya Fiskal

Upaya Fiskal yang merupakan sumber pendapatan yang

digunakan untuk membiayai pembangunan dapat dihitung dengan

(Abdul Halim, 2004: 25-26):

)(TanpaMigasBerlakuPDRB

PADUPPAD

kab

kab= .........................(1.4)

Kemudian dihitung Tingkat PAD Standar dan Indeks Kinerja PAD:

åå å=

)35(/

/

KotaKabupaten

BerlakuPDRBPADTPAD propprop

S .....................(1.5)

%100xTPADUPPAD

IKPADS

= .....................................................(1.6)

Dimana: UP PAD adalah Upaya Fiskal Kabupaten Pati.

TPADs adalah Tingkat Pendapatan Asli Daerah Standar.

IK PAD adalah Indeks Kinerja Pendapatan Asli Daerah.

3) Posisi Fiskal

Posisi Fiskal (tax effort) dihitung dengan mencari koefisien

elastisitas PAD terhadap PDRB. Semakin elastis PAD suatu daerah,

maka struktur PAD di daerah tersebut makin baik dengan formula

sebagai berikut (Abdul Halim, 2001: 105):

Elastisitas PAD =PDRBnPertumbuhaPADnPertumbuha

%%

...........(1.7)

4) Kebutuhan Fiskal

Kebutuhan fiskal dihitung dengan mengukur Indeks

Pelayanan Publik Per Kapita dengan rumus (Abdul Halim, 2004: 25):

Page 67: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

åå å=

)35(/

/

KotaKabupaten

tengPendudukJanJatengPengeluaraKFPJateng .....(1.8)

KFPJateng

nPerkapitaPembangunanRutinPengeluaraKFKPt å= &

.....(1.9)

Dimana:

KFP Jateng adalah Kebutuhan Fiskal Propinsi Jawa Tengah

KFKPt adalah Kebutuhan Fiskal Kabupaten Pati.

Semakin besar hasilnya, maka semakin tinggi Kebutuhan

Fiskal Pemerintah Daerah.

5) Kapasitas Fiskal

Kapasitas fiskal dihitung dengan rumus (Abdul Halim, 2004:

25):

åå å=

)35(/

/

KotaKabupaten

tengPendudukJauPDRBBerlakJatengKFS ......(1.10)

JatengKF

bPtPendudukKauPDRBBerlakPtKF

SS

å å=/

...............(1.11)

Dimana : KFs Jateng adalah Kapasitas Fiskal Propinsi Jawa Tengah.

KFs Pt adalah Kapasitas Fiskal Kabupaten Pati.

Semakin besar hasilnya, maka semakin tinggi Kapasitas Fiskal

Pemerintah Daerah.

Page 68: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6) Derajat Otonomi Fiskal

Dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Mulyanto,

2004: 7):

%100xSubsidiDaerahPenerimaan

PADDOF

å -=

Dimana: DOF adalah Derajat Otonomi Fiskal Kabupaten Pati.

a. Hipotesis 1

Untuk mengetahui tingkat kemandirian daerah Kabupaten Pati

terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah jika diukur dengan rasio

kemandirian daerah dengan pola hubungan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah.

Rasio Kemandirian dan Pola Hubungan

Ada empat macam pola hubungan yang terkenal dengan

“Hubungan Situasional” yang dapat digunakan dalam pelaksanaan

otonomi daerah, terutama pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun

2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan

Daerah, yaitu:

1) Pola Hubungan Instruktif di mana peranan pemerintah pusat lebih

dominan daripada kemandirian pemerintah daerah (daerah yang tidak

mampu melaksanakan otonomi).

2) Pola Hubungan Konsultatif di mana campur tangan pemerintah pusat

sudah mulai berkurang, karena daerah dianggap sedikit lebih mampu

melaksanakan otonomi.

3) Pola Hubungan Partisipatif di mana peranan pemerintah pusat

semakin berkurang, mengingat daerah yang bersangkutan tingkat

Page 69: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kemandiriannya mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi

daerah.

4) Pola Hubungan Delegatif di mana campur tangan pemerintah pusat

sudah tidak ada karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri

dalam melaksanakan urusan otonomi daerah.

Berdasarkan teori di atas, pedoman dalam melihat hubungan

dengan kemampuan daerah dari sisi keuangannya dapat dikemukakan

tabel sebagai berikut:

Tabel 3.1 Pola Hubungan dan Tingkat Kemampuan Keuangan Daerah

Kemampuan Keuangan

Kemandirian Pola Hubungan

Rendah Sekali 0% - 25% Insruktif

Rendah 25% - 50% Konsultatif

Sedang 50% - 75% Partisipatif

Tinggi 75% - 100% Delegatif

Sumber: Abdul Halim (2004). Kemandirian daerah menunjukkan kemampuan Daerah dalam

membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan

kepada masyarakat, yang dihitung dengan rumus (Abdul Halim, 2004:

284):

%100&

xSumbanganBantuan

PADdirianRasioKeman = ..................(1.16)

Page 70: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Hipotesis 2

Untuk mengetahui apakah Derajat Desentralisasi Fiskal, Upaya

Fiskal, Kebutuhan Fiskal Daerah Kabupaten Pati berpengaruh terhadap

pertumbuhan PDRB Kabupaten Pati dengan menggunakan metode

regresi kuadrat terkecil/OLS (Ordinary Least Square).

1) Metode Regresi Kuadrat Terkecil

Proses analisis data dalam penelitian ini adalah OLS

(ordinary least square). Model estimasi pengruh Kemandirian

Keuangan Daerah terhadap Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pati

adalah sebagai Berikut :

Yt = 0b + tX 11b + tX 22b + tX 33b + β4X4t + te

Keterangan:

Yt = Pertumbuhan ekonomi kabupaten Pati dari tahun 2000-2009

1X = Deraja desentralisasi fiskal

2X = Upaya Fiskal

3X = Kapasitas fiskal

X4 = Kebutuhan fiskal

0b = Konstanta regresi

321 ,, bbb , 4b = Koefisien regresi

te = Variabel pengganggu pengganggu

t = Periode tahun 2000-2009

Formulasi ini merupakan model estimasi yang diterapkan pada

penelitian ini.

Page 71: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2) Uji Statistik

a. Uji t

Uji t merupakan uji secara individual dari semua

koefisien regresi untuk mengetahui signifikan atau tidaknya

pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

(Gujarati, 1997:79).

Uji t dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah

masing-masing variabel independen secara parsial adalah

signifikan dalam mempengaruhi variabel dependen. Uji t dapat

dengan membandingkan t hasil perhitungan dengan t tabel. Jika t

perhitungan lebih besar daripada t tabel maka hasilnya adalah

signifikan dan sebaliknya jika t hitung lebih kecil daripada t tabel

maka hasilnya tidak signifikan. Signifikan berarti ada hubungan

yang berarti (Modul Lab. Ekonometrika : 17).

Langkah-langkah pengujian :

1) hitungt

hitungt = )( te

t

s bb

Dimana :

1b : koefisien regresi

es : tingkat kesalahan

2) Hipotesis

Dengan derajat kebebasan (n; k-1) dan taraf signifikansi 5%,

maka:

Page 72: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

:0H 1b , 2b , 3b = 0, artinya variabel independen tidak

berpengaruh terhadap variabel dependen.

:0H 1b , 2b , 3b ¹ 0 artinya paling tidak salah satu variabel

independen berpengaruh terhadap variabel dependen.

3) Kriteria Pengujian :

a) Jika tabelt < hitungt > tabelt maka 0H diterima dan aH ditolak,

yang berarti bahwa signifikansi atau variabel independen

yang diuji secara nyata berpengaruh terhadap variabel

dependen.

b) Jika hitungt < - tabelt atau hitungt > tabelt maka aH diterima dan

0H ditolak, yang berarti bahwa signifikansi atau variabel

independen yang diuji secara nyata tidak berpengaruh

terhadap variabel dependen.

GAMBAR 3.1 Daerah Diterima Dan Daerah Tolak Uji t

Ho ditolak Ho ditolak Ho diterima

–t (α/2,n-k) t (α/2,n-k)

sumber: Modul Laboratorium Ekonometrika UNS

b. Uji F

Uji F merupakan uji secara bersama-sama dari semua

koefisien regresi untuk mengetahui signifikan atau tidaknya

pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen (Modul

Statistik ekonomi, 2007).

Page 73: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Langkah pengujian :

1) F hitung

hitungF =

)()1(

12

2

knR

kR

--

-

Dimana :

2R = koefisien determinasi n = jumlah data atau sampel k = banyaknya variabel bebas

2) Dalam penelitian ini menggunakan tingkat signifikan sebesar

0,05 dengan derajat kebebasan (df) pembilang (k-1) dan

penyebut (n-k).

Df = k-1; n-k

3) Hipotesis

0H = 1b = 2b = 3b = 0, artinya secara bersama-sama

variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel

dependen.

¹¹ 10 bH ¹¹ 32 bb 0, artinya secara bersama-sama

variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.

4) Kriteria Pengujian

a) Jika hitungF > tabelF , maka 0H ditolak dan aH diterima

berarti signifikansi atau variabel independen secara

bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen.

b) Jika hitungF < tabelF , maka aH ditolak dan 0H diterima

berarti tidak signifikansi variabel independen secara

Page 74: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

keseluruhan tidak berpengaruh terhadap variabel

dependen.

c) tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

GAMBAR 3.2 Daerah Diterima Dan Ditolak Uji F

Ho ditolak

Ho diterima

F( a ;k-1 : n-k)

sumber: Modul Laboratorium Ekonometrika UNS

d) Uji Koefisien Determinasi ( 2R )

Untuk mengukur kebaikan dari model regresi maka

diperlukan perhitungan determinasi ( 2R ), yaitu angka

untuk persentase total variasi variabel dependen yang

dapat dijelaskan variabel independen dalam model.

c. Uji Asumsi Klasik

Uji ini dilakukan untuk menguji ada atau tidaknya

penyimpangan asumsi klasik, maka dilakukan pengujian terhadap

gejala autokorelasi, multikolinieritas dan heteroskedastisitas.

1) Uji Autokorelasi

Autokorelasi terjadi karena adanya korelasi antar

variabel gangguan sehingga penaksir tidak lagi efisien baik

dalam sampel kecil maupun dalam sampel besar. Metode yang

digunakan adalah dengan percobaan Durbin-Watson (d-test),

dimana langkah-langkah yang dilakukan adalah berikut :

Page 75: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1) Melakukan regresi seperti biasa untuk memperoleh nilai

residual 1e dan d .

2) Mencari nilai kritis Ld dan ud

3) Mambandingkan nilai Durbin-Watson yang sudah diperoleh

dengan nilai teoritis dengan menggunakan derajat kebebasan

(n; k-1), dimana k merupakan jumlah variabel bebas

termasuk variabel konstanta.

Hipotesis yang digunakan untuk menguji ada atau

tidaknya autokorelasi adalah :

TABEL 3.2 Uji Statistik Durbin-Watson

Ho Keputusan Jika

Tidak ada autokorelasi positif Ditolak 0 < d < dL

Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada keputusan dL ≤ d ≤ dU

Tidak ada autokorelasi negatif Ditolak 4 - dL < d < 4

Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada keputusan 4 - dU ≤ d ≤ 4 - dL

Tidak ada autokorelasi positif/

negatif Diterima dU < d < 4 - dU

Sumber : Ekonometrika, 2003

GAMBAR 3.3 Autokorelasi

Ragu-ragu Ragu-ragu Autokorelasi Autokorelasi Positif Negatif

TidakadaAutokorelasi

0 Ld ud 4- ud 4- Ld 4

sumber: Modul Laboratorium Ekonometrika UNS

Page 76: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2) Uji Multikolinieritas

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah pada

model ditemukan korelasi antar variabel independen. Jika

terjadi kolinieritas maka terdapat masalah multikolinieritas.

Metode yang digunakan adalah metode Klein. Menurut L.R

Klein, masalah multikolinieritas menjadi masalah apabila

derajatnya lebih tinggi dibanding dengan korelasi antara

variabel secara bersama-sama. Langkah-langkah yang

dilakukan adalah semua variabel independen diregres secara

berpasangan, kemudian 2r hasil regres tersebut dibandingkan

dengan 2R awal. Jika 2R > 2r maka tidak terjadi masalah

multikolinieritas, sebaliknya jika 2R < 2r maka terjadi

masalah multikolinieritas (Gujarati, 1997:159).

3) Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor

gangguan tidak memiliki varian yang sama. Pengujian terhadap

gejala heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melakukan

White Test, yaitu dengan cara meregresi residual kuadrat ( Ei2

)

dengan variabel bebas, variabel bebas kuadrat dan perkalian

variabel bebas. Dapatkan nilai R2

untuk menghitung χ2, di

mana χ2 = Obs*R square (Gujarati, 2003).

Uji Hipotesis untuk menetukan ada tidaknya

heterokedastisitas.

Ho : ρ1

= ρ2

= ....= ρq= 0 , Tidak ada heterokedastisitas

Page 77: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Ha : ρ1

≠ ρ2

≠....≠ ρq ≠ 0 , Ada heterokedastisitas

Perbandingan antara 2c hitung dengan χ2tabel

. Jika

menunjukkan χ2hitung

< χ2tabel

, berarti Ho diterima dan Tidak

ada heterokedastisitas, dan bila hasilnya χ2hitung

> χ2tabel

maka

berarti ha yang diterima dan terjadi heterokedastisitas.

Page 78: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab IV ini akan mendeskripsikan daerah penelitian yang meliputi

gambaran umum daerah penelitian, keadaan geografis, kondisi demografis,

kondisi sosial ekonomi yang meliputi kondisi sosial masyarakat, kondisi

perekonomian daerah yang ditinjau dari aspek keuangan daerah, perbankan,

pertumbuhan ekonomi (PDRB) dan inflasi. Dalam bab ini juga akan diuraikan

hasil analisis data yang meliputi analisis deskriptif dan analisis kuantitatif.

Analisis kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kemampuan

keuangan daerah (perkembangan keuangan daerah), kemandirian daerah dan

kesiapan Pemerintah Daerah Kabupaten Pati dalam menghadapi penyelenggaraan

Otonomi Daerah dengan menggunakan beberapa indikator kinerja keuangan

daerah. Untuk mengetahui kemampuan keuangan daerah Kabupaten Pati

menggunakan: Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF), Upaya Fiskal, Posisi Fiskal,

Kebutuhan Fiskal, Kapasitas Fiskal, Derajat Otonomi Fiskal (DOF).

Untuk mengukur mengetahui apakah Derajat Desentralisasi Fiskal,

Upaya Fiskal, Kebutuhan Fiskal Daerah Kabupaten Pati berpengaruh terhadap

pertumbuhan PDRB Kabupaten Pati dilakukan dengan uji regresi maupun uji

statistik.

.

Page 79: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

A. Deskripsi Wilayah Kabupaten Pati

1. Kondisi Geografis

a. Letak Kabupaten Pati

Kabupaten Pati merupakan bagian dari 35 Kabupaten dan

Kota di Propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Patisebelah selatan

berbatasan dengan Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora, sebelah

utara berbatasan dengan Kabupaten Jepara dan Laut Jawa, sebelah

timur berbatasan dengan Kabupaten Rembang dan Laut Jawa dan

sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kudus dan Kabupaten

Jepara. Kabupaten Pati terletak diantara 110° 50’ - 111º, 15’ bujur

timur dan 6º 25’ - 7º,00 lintang selatan, dan mempunyai luas wilayah

150.368 Ha, yang terbagi menjadi 21 kecamatan.Wilayah tertinggi

adalah Kecamatan Gembong dengan ketinggian 380 m dari permukaan

air laut dan wilayah terendah adalah Kecamatan Juwana dengan

ketinggian 4 m dari permukaan air laut.

b. Keadaan Iklim

Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan

Kabupaten Pati dan Kantor Meteorologi dan Geofisika, Kabupaten Pati

memiliki rata – rata curah hujan di Kabupaten Pati di tahun 2008

sebanyak 1.002 mm dengan 51 hari hujan, untuk keadaan hujan cukup,

sedangkan untuk temperatur Suhu maksimum 39ºC dan suhu minimum

23ºC.Berdasarkan curah hujan wilayah di Kabupaten Pati terbagi atas

berbagai tipe iklim (oldeman).

Page 80: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. Penggunaan Lahan

Secara administratif Kabupaten Pati terbagi menjadi 21

kecamatan. Luas Kabupaten Pati tercatat 150.368 Haatau sekitar 4,62

% dari luas Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah tersebut terbagi

menjadi dua bagian, yaitu lahan sawah seluas 58.448 Ha atau 38,87 %

dan lahan bukan sawah seluas 91.920 Ha atau 61,13 %.

Menurut penggunaannya lahan kering/ bukan sawah terbagi

kedalam berbagai penggunaan, yaitu 27.077 Ha merupakan rumah dan

pekarangan atau sekitar 18,04 %, tegal/ kebun seluas 26.952 Ha atau

sekitar 17,95 %, padang rumput seluas 2 Ha, hutan rakyat seluas 1.592

Ha atau sekitar 1,06 %, hutan negara seluas 17.766 Ha atau sekitar

11,83 %, perkebunan seluas 2.464 Ha atau sekitar 1,64 %, Rawa-rawa

seluas 19 Ha, Tambak seluas 10.544 Ha atau 7,02 %, kolam 314 Ha,

dan untuk penggunaan lainnya seluas 4.284 Ha atau sekitar 2,85 %.

2. Pemerintahan

a. Pembagian wilayah administrasi

Kabupaten Pati terbagi menjadi 21 Kecamatan dan 406

Desa/Kelurahan, 401 merupakan Desa dan 5 merupakan Kelurahan.

Menurut klasifikasinya semua desa/kelurahan sudah menjadi

desa/kelurahan swasembada. Disamping itu Pemerintah Daerah

Kabupaten Pati juga didukung oleh lembaga tingkat Desa/Kelurahan

yaitu RT dan RW, adapun jumlah RT 7.463 dan RW sebanyak 1.464.

Page 81: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Keanggotaan DPRD Kabupaten Pati pada tahun 2009

berjumlah 50 anggota, terdiri dari 7 fraksi, yaitu: Fraksi PDIP (12

kursi), Fraksi Partai Demokrat (8 kursi), Fraksi Partai Golkar (5 kursi),

Fraksi Partai PKS (5 kursi) dan Fraksi Partai PKB (4 kursi), Fraksi

BPPN PB (8 kursi), Fraksi Djoyo Kusumo (8 kursi).

3. Penduduk dan Tenaga Kerja

a. Jumlah dan Komposisi Penduduk

Penduduk Kabupaten Pati setiap tahun terus bertambah pesat.

Menurut registrasi penduduk pada akhir tahun 2009 jumlahnya

mencapai 1.265.225 jiwa yang terdiri dari laki-laki 625.183 jiwa dan

perempuan 640.042 jiwa. Selama 5 tahun terakhir rata-rata

pertumbuhan penduduk pertahun sebesar 0,62 %, dengan pertumbuhan

tertinggi terjadi pada tahun 2006 (1,45 %) dan pertumbuhan terendah

pada tahun 2009 (0,08 %).

Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin menunjukan

jumlah penduduk laki-laki lebih sedikit dibanding penduduk

perempuan, yang diindikasikan dengan angka sex rasio sebesar 97,68.

Sementara itu dari distribusi penduduk menurut kecamatan,

menunjukan Kecamatan Pati adalah yang paling banyak penduduknya,

yaitu sebesar 107.998jiwa (8,5 %), diikuti Kecamatan

Juwana93.851jiwa (7,4 %) kemudian Kecamatan Sukolilo 90.442 jiwa

(7,1 %), sedangkan yang jumlah penduduknya paling sedikit adalah

Kecamatan Gunung Wungkal 18.713 jiwa (1,5 %).

Page 82: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Penduduk usia produktif adalah penduduk yang melaksanakan

kegiatan produksi dan segi ekonomi, dimana segala kebutuhannya

ditanggung mereka sendiri. Sedangkan penduduk usia tidak produktif

adalah penduduk yang belum bisa bekerja untuk dapat mencukupi

kebutuhan sendiri dan penduduk yang diangggap tidak mampu

bekerja. Batasan penduduk usia tidak produktif adalah 0-14 tahun dan

65 tahun ke atas, meskipun pada kenyataannya orang yang telah

berusia 65 tahun atau lebih masih banyak yang mampu bekerja

termasuk juga anak–anak yang berumur kurang dari 15 tahun, banyak

yang sudah mencari nafkah. Dari jumlah penduduk usia produktif dan

tidak produktif bisa diketahui angka beban tanggungan yaitu angka

yang menunjukkan banyak penduduk pada usia tidak produktif (0–14

dan 65 + ) yang harus ditanggung oleh setiap penduduk usia produktif

(15–64 tahun ). Jumlah penduduk usia produktif tahun 2009 adalah

856.500 jiwa (67,7 %) dan penduduk usia tidak produktif adalah

408.724 jiwa (32,3 %) dari total jumlah penduduk Kabupaten Pati

sebesar 1.265.225 jiwa.

Kepadatan penduduk di Kabupaten Pati tahun 2009 yaitu 841

jiwa/km2, penduduk terpadat berada di Kecamatan Pati (2.542

jiwa/km2) dan yang kepadatan penduduknya terendah adalah

Kecamatan Pucakwangi (421 jiwa/km2).

b. Tenaga Kerja

Dalam konsep ketenagakerjaan angkatan kerja adalah

penduduk usia kerja ditambah dengan penduduk pencari kerja. Data

Page 83: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dari Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Pati menunjukan banyaknya

pencari kerja yang mendaftarkan diri pada Dinas Tenaga Kerja pada

tahun 2009berjumlah 8.394 orang pada tahun 2009. Pencari kerja pada

tahun 2009 lebih banyak perempuan dibanding laki-laki, masing-

masing sebanyak 4.730 orang dan 3.664 orang.

Terbatasnya lapangan pekerjaan menyebabkan tidak semua

pencari kerja segera mendapatkan pekerjaan. Penempatan tenaga kerja

melalui Dinas Tenaga Kerja pada tahun 2009 sebanyak 1.252 orang

atau sebesar 14,92 % dari total jumlah pencari kerja terdaftar.

4. Kondisi Sosial Ekonomi

a. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam upaya

meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Perhatian pemerintah dalam

bidang ini antara lain diwujudkan melalui penyediaan sarana/prasarana

pendidikan dan peningkatan kualitas tenaga pengajar. Perhatian

pemerintah tersebut sesungguhnya tidak cukup tanpa disertai

partisipasi aktif dari masyarakat.

Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan

Kantor Departemen Agama Kabupaten Pati, jumlah murid SD dan MI

tahun 2009 sebanyak 101.369 siswa. Jumlah murid SMP/Sederajat

pada tahun 2009sebanyak 59.159 siswa. Sedangkan jumlah murid

SMA/Sederajat pada tahun 2009sebanyak 39,523 siswa.

Page 84: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Kesehatan dan Keluarga Berencana

Pembinaan di bidang kesehatan bertujuan agar semua lapisan

masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, murah

dan merata. Dengan upaya tersebut diharapkan akan tercapai derajat

kesehatan masyarakat yang baik. Salah satu sasaran pembinaan

kesehatan adalah meningkatkan derajat kesehatan balita. Usaha yang

dilakukan ditujukan untuk menurunkan angka kematian bayi dan

memperpanjang usia harapan hidup, usaha–usaha tersebut terkait

dengan penanganan kelahiran, imunisasi, pemberian ASI dan status

gizi balita.

Penggalakan program KB sebagai salah satu upaya

meningkatkan kesejahteraan penduduk melalui pengendalian angka

kelahiran juga telah menunjukkan peningkatan. Persentase peserta KB

aktif tertinggi adalah Kecamatan Jakenan yaitu mencapai 85,21 %

terhadap pasangan usia subur (PUS).

c. Agama

Dari total 1.263.092 penduduk Kabupaten Pati Sebagian besar

merupakan pemeluk agama Islam yaitu berjumlah 1.229.797 orang

atau sekitar 97.36%. Sedangkan penduduk yang beragama Kristen

(Katolik & Protestan) tercatat 1,67 % dan sisanya merupakan pemeluk

agama katolik, Budha, Hindu dan lainnya.

Page 85: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5. Keuangan, Perbankan dan Perekonomian

a. Keuangan Daerah

Realisasi pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) Kabupaten Pati tahun anggaran 2009 sebesar

Rp.929.172.521.485,- yang merupakan pendapatan yang terbagi

menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp.90.396.847.846,-.

Dana Perimbangan sebesar Rp.752.673.931.046,- dan Lain-lain

Pendapatan yang Sah sebesar Rp.86.101.742.593,-. Belanja Daerah

terbagi menjadi belanja aparatur daerah dan belanja pelayanan publik.

Jumlah realisasi belanja daerah tahun anggaran 2009 sebesar

Rp.957.324.511.392-. Dari realisasi APBD Kabupaten Pati tahun 2005

terjadi defisit Rp.28.151.989.907,-.

b. Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)

Kondisi perekonomian daerah dapat diketahui dengan

menghitung pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan

perekonomian daerah dapat dilihat melalui jumlah Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) baik atas dasar harga berlaku maupun harga

konstan.

Page 86: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 4.1

Pertumbuhan PDRB Kabupaten Pati

Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan

Tahun PDRB Harga Berlaku (Ribuan)

Δ PDRB (%)

PDRB Harga Knstan (Ribuan)

Δ PDRB (%)

2000 3.042.695.820 10.12 3.042.695.820 - 2001 3.468.314.563 13,99 3.161.503.826 3,9 2002 3.830.204.615 10,43 3.256.362.763 3 2003 4.224.828.343 10,3 3.331.575.279 2,31 2004 4.648.350.181 10,02 3.473.080.904 4,25 2005 5.200.371.820 11,88 3.609.798.364 3,94 2006 6.033.083.060 16,01 3.770.330.520 4,45 2007 6.717.815.820 11,35 3.966.062.170 5,19 2008 7.705.219.100 14,7 4.157.370.530 4,82 2009 8.386.572.240 8,84 4.357.144.030 4,81

Rerata 5.321.950.156 11,76 3.612.592.421 4.07 Sumber: BPS Kabupaten Pati (Beberapa Tahun). Pati Dalam Angka.

Berdasar tabel 4.1 di atas dapat diketahui besar pertumbuhan

PDRB atas harga konstan dan berlaku Kabupaten Pati pada masa

sebelum dan selama Otonomi Daerah. Pertumbuhan PDRB atas dasar

harga berlaku Kabupaten Pati mengalami fluktuasi naik turun, dimana

pertumbuhan terendah terjadi pada tahun anggaran 2009 sebesar 9,68

% dan pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun anggaran 2006 yaitu

sebesar 16,01 %. Rata-rata pertumbuhan PDRB atas dasar harga

berlaku Kabupaten Pati yaitu 11,76 %.

Jika ditinjau dari pertumbuhan PDRB atas dasar harga

konstan, maka dapat diketahui bahwa pertumbuhan PDRB yang

tertinggi adalah pada tahun anggaran 2007 sebesar 5,19 % dan

terendah pada tahun anggaran 2003 sebesar 2,31 %. Rata-rata

pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan yaitu 4,07 %.

Page 87: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

B. Hasil Analisis Data dan Pembahasan

1. Analisis Deskriptif

a. Rasio Pertumbuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Rasio pertumbuhan APBD bertujuan mengukur seberapa

besar kemampuan Pemerintah Daerah dalam mempertahankan dan

meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai dari periode sebelumnya

ke periode berikutnya.

Tabel 4.2

Pertumbuhan APBD Kabupaten Pati Tahun 2000-2009

Tahun Pendapatan Daerah Belanja Daerah Surplus/Defisit Pertumbuhsn

surplus/deficit(%)

2000 129.930.034.478 135.846.756.000 -5.916.721.522 _

2001 327.382.164.963 331.367.283.000 -3.985.118.037 32,65

2002 364.382.101.874 324.087.778.000 40.294.323.874 1111,12

2003 417.562.677.736 419.773.703.000 -2.211.025.264 -105,49

2004 437.031.452.562 437.343.084.000 -311.631.438 85,91

2005 480.024.278.000 498.246.778.000 -18.222.500.000 -5747,45

2006 681.437.700.302 576.233.096.000 105.204.604.302 677,33

2007 786.092.424.341 747.390.736.000 38.701.688.341 -63,21

2008 886.445.867.234 900.119.171.000 -13.673.303.766 -135,33

2009 929.172.521.485 957.324.511.000 -28.151.989.515 -105,89

Rata-rata 543.946.122.298 532.773.289.600 11.172.832.698 -472,262 Sumber: Kabupaten Pati Dalam Angka (2000-2009).

Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa

pertumbuhan surplus/defisit pada APBD Kabupaten Pati tertinggi terjadi

pada tahun anggaran 2002, yaitu sebesar 1111,12% (dari -3.985.118.037

menjadi 40.294.323.874), sedangkan yang mengalami penurunan paling

besar surplus/defisit pada APBD Kabupaten Pati adalah pada tahun

anggaran 2005, yaitu sebesar -5747,45% (dari -311.631.438 menjadi -

Page 88: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18.222.500.000). Jika dilihat dari rata-rata maka pertumbuhan

surplus/defisit pada APBD Kabupaten Pati adalah sebesar -404,70%. Pada

tahun 2006 terdapat peningkatan Penerimaan yang sangat signifikan

sehingga APBD bisa surplus sampai 105.204.604.302 hal ini disebabkan

adanya perubahan Peraturan Pemerintah No. 104 Tahun 2000 tentang Dana

Perimbangan yang diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No. 55

Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.

b. Kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah

Kontribusi PAD terhadap APBD bertujuan untuk mengetahui

seberapa besar pengaruh PAD dalam membiayai roda pemerintahan

dan pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Pati

Tabel 4.3

Kontribusi PAD terhadap APBD Kabupaten Pati Tahun

2000-2009

Tahun PAD APBD Kontribusi (%)

2000 12.732.616.632 135.846.756.356 9.37

2001 25.022.517.318 331.367.283.947 7.55

2002 34.573.274.285 324.087.778.534 10.67

2003 40.826.750.080 419.773.703.274 9.73

2004 55.030.348.945 437.343.084.174 12.58

2005 57.150.612.888 498.246.778.000 11.47

2006 66.197.687.376 576.233.096.051 11.49

2007 69.152.375.409 747.390.736.019 9.25

2008 80.677.766.092 900.119.171.674 8.96

2009 90.396.847.846 957.324.511.392 9.44

Rata-rata 53.176.079.687 532.773.289.942 10.05 Sumber: Pati Dalam Angka (2000-2009).

Page 89: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa besarnya

kontribusi PAD Kabupaten Pati yang tertinggi terjadi pada tahun

anggaran 2004, yaitu sebesar 12,58% sedangkan kontribusi terendah

terjadi pada tahun anggaran 2001, yaitu senilai 7,55%. Jika dilihat dari

rata-ratanya Kontribusi PAD terhadap APBD Kabupaten Pati adalah

sebesar 10,05. Hal ini menunjukan bahwa kontribusi PAD terhadap

APBD relatif masih rendah, sehingga Pemerintah Daerah Kabupaten

Pati masih perlu mengoptimalkan lagi penggalian potensi-potensi

daerahnya yang potensial bagi pemasukan PAD.

2. Analisis Kuantitatif

Indikator Kinerja Keuangan Daerah kabupaten Pati tahun 2000-2009

1) Derajat Desentralisasi Fiskal

Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) digunakan untuk

mengukur kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Pati dalam

mengumpulkan pendapatannya sesuai dengan potensi daerahnya. DDF

dapat diukur menggunakan tiga rumus, rumus pertama yaitu dengan

membandingkan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total

Penerimaan Daerah (TPD) yang disebut dengan DDF I. Besarnya

DDF I menunjukan kemandirian murni Kabupaten Pati. Rumus kedua

yaitu dengan membandingkan antara Bagi Hasil Pajak & Bukan Pajak

(BHPBP) terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) yang disebut

dengan DDF II. Besarnya DDF II menunjukan kemandirian semu

Kabupaten Pati. Rumus ketiga yaitu dengan membandingkan antara

Sumbangan & Bantuan Daerah terhadap Total Penerimaan Daerah

Page 90: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(TPD) yang disebut dengan DDF III. Besarnya DDF III menunjukan

ketergantungan Pemerintah Daerah Kabupaten Pati terhadap

Pemerintah Pusat.

Tabel 4.4

Ukuran DDF Kabupaten Pati

DDF Kemampuan Keuangan Daerah

< 50% Rendah

> 50% Tinggi

Sumber: Sukanto Reksohadiprodjo. (2001). Ekonomika Publik, Edisi I. Yogyakarta: BPFE UGM, hal 155.

Tabel 4.5

Derajat Desentralisasi Fiskal 1 Kabupaten Pati

Tahun DDF 1 Kemampuan Keuangan Daerah

2000 9,80 Rendah 2001 7,64 Rendah 2002 9,49 Rendah 2003 9,78 Rendah 2004 12,59 Rendah 2005 11,91 Rendah 2006 9,71 Rendah 2007 8,80 Rendah 2008 9,10 Rendah 2009 9,73 Rendah

Rata-rata 9,85 Rendah Sumber: Pati Dalam Angka, data diolah.

Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa

Pemerintah Daerah Kabupaten Pati cenderung mempunyai tingkat

kemandirian murni (rasio PAD terhadap Total Penerimaan Daerah)

yang rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya angka DDF I

yang menunjukan persentase di bawah 50% dimana persentase DDF I

Page 91: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

tertinggi dicapai pada tahun anggaran 2004 sebesar 12,59% sedangka

yang terendah terjadi pada tahun anggaran 2001 yaitu sebesar 7,64%.

Rata rata DDF I Kabupaten Pati adalah sebesar 9,85%. Dari hasil

tersebut diketahui bahwa PAD Kabupaten Pati masih mempunyai

proporsi yang relatif kecil terhadap Total Penerimaan Daerah

Kabupaten Pati yaitu rata-ratanya kurang dari 50%. Padahal sebagai

daerah otonom, penggalian dana untuk membiayai pembangunan lebih

ditekankan pada PAD, karena PAD merupakan cerminan kemampuan

keuangan daerah, khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten Pati.

Tabel 4.6

Derajat Desentralisasi Fiskal 2 Kabupaten Pati

Tahun DDF 2 Kemampuan Keuangan Daerah

2000 7,68 Rendah

2001 6,62 Rendah

2002 6,25 Rendah 2003 5,14 Rendah

2004 5,21 Rendah

2005 5,26 Rendah

2006 4,71 Rendah

2007 4,74 Rendah

2008 4,88 Rendah

2009 5,99 Rendah Rata-rata 5,65 Rendah Sumber: Pati Dalam Angka (2000-2009), data diolah

Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa

Pemerintah Daerah Kabupaten Pati cenderung mempunyai tingkat

kemandirian semu (Rasio Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak terhadap

Total Penerimaan Daerah yang rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari

Page 92: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

besarnya angka DDF II yang menunjukan persentase di bawah 50%

dimana persentase DDF II tertinggi dicapai pada tahun anggaran 2000

sebesar 7,68% sedangka yang terendah terjadi pada tahun anggaran

2006 yaitu sebesar 4,71%.Rata-rata DDF II Kabupaten Pati adalah

sebesar 5,65%. Dari hasil tersebut diketahui bahwa Pemerintah Daerah

Kabupaten Pati belum optimal dalam menggali pos-pos pajak

daerahnya.

Tabel 4.7

Derajat Desentralisasi Fiskal 3 Kabupaten Pati

Tahun DDF 3 Ketergantungan Keuangan Daerah

2000 73,09 Tinggi

2001 82,93 Tinggi

2002 84,36 Tinggi

2003 84,09 Tinggi

2004 83,05 Tinggi

2005 85,81 Tinggi

2006 89,59 Tinggi

2007 89,95 Tinggi

2008 92,51 Tinggi

2009 79,98 Tinggi

Rerata 84,54 Tinggi Sumber: Pati Dalam Angka (2000-2009), data diolah.

DDF3 < 50% berarti ketergantungan keuangan Pemerintah

Daerah Kabupaten Pati terhadap pemerintah Pusat rendah dan semakin

mandiri, sedangkan Jika DDF3 > 50% berarti ketergantungan

keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pati terhadap Pemerintah

Pusat masih tinggi.

Page 93: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa

Pemerintah Daerah Kabupaten Pati cenderung mempunyai tingkat

ketergantungan yang tinggi terhadap Pemerintah Pusat. Hal tersebut

dapat dilihat dari besarnya angka DDF III yang menunjukan

persentase di atas 50%, dimana persentase DDF III tertinggi dicapai

pada tahun anggaran 2008 sebesar 92,51%, hal ini bisa disebabkan

karena inflasi yang terjadi dan meningkatnya belanja rutin pemerintah

daerah. Sedangkan yang terendah terjadi pada tahun anggaran 2000

yaitu sebesar 73,09%. Rata-rata besarnya DDF III Kabupaten Pati

adalah sebesar 84,54.

2) Upaya Fiskal

Upaya fiskal digunakan untuk mengukur sejauh mana sumber

pendapatan yang ada mampu membiayai biaya penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah

Daerah.

Upaya fiskal dapat dilihat dari usaha pengumpulan PAD, yang

merupakan perbandingan antara penerimaan PAD terhadap kapasitas

PAD. Kapasitas PAD adalah pendapatan yang diterima jika seluruh

potensi telah digunakan secara optimal. Karena untuk mengetahui

kapasitas PAD sangat sulit, maka digunakan PDRB sebagai proyeksi

kapasitas PAD.

Page 94: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 4.8

Upaya Fiskal Kabupaten Pati

Tahun UP PAD TPADs IKPAD

2000 0,00418 0.00012 34.30 2001 0,00721 0.00018 40.42 2002 0,00903 0.00023 38.66 2003 0,00966 0.00025 38.89 2004 0,01184 0.00028 42.97 2005 0,01099 0.00030 36.19 2006 0,01097 0.00027 41.14 2007 0,01029 0.00032 31.92 2008 0,01052 0.00029 36.14 2009 0,01078 0.00029 37.06

Rata-rata 0,00955 0.00025 37.70 Sumber: Pati Dalam Angka (2000-2009), data diolah.

Berdasarkan tabel 4.8 di atas diketahui bahwa besarnya upaya

fiskal Kabupaten Pati tahun 2000-2009, dimana upaya fiskal terendah

terjadi pada tahun anggaran 2007, yaitu sebesar 31,92% dan yang

tertinggi terjadi pada tahun anggaran 2004, yaitu sebesar 42,97%. Jika

dilihat dari reratanya. Nilai rata-rata upaya fiskal Kabupaten Pati tahun

2000-2009 adalah sebesar37,70% yang menandakan bahwa Indeks

Kinerja PAD Kabupaten Pati masih cukup rendah karena masih kurang

dari 50%.

Page 95: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3) Posisi Fiskal

Posisi fiskal digunakan untuk mengukur sejauh mana

pertumbuhan PAD terhadap pertumbuhan PDRB mampu tumbuh

secara sinergis. Posisi fiskal diukur dengan menggunakan rasio

pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pertumbuhan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Tabel 4.9

Posisi Fiskal Kabupaten Pati

Tahun Posisi Fiskal

2000

2001 6,90

2002 3,66

2003 1,76

2004 3,47

2005 0,32 2006 0,99

2007 0,39

2008 1,13

2009 1,36

Rata-rata 2,22 Sumber: Pati Dalam Angka (2000-2009), data diolah.

Berdasarkan tabel 4.9 di atas diketahui bahwa besarnya nilai

posisi fiskal tertinggi dicapai pada tahun anggaran 2001 dan yang

terendah terjadi pada tahun anggaran 2005, yaitu sebesar 0,32. Dari

tahun 2000-2009 posisi fiskal Kabupaten Pati mengalami fluktuasi

dengan rata-rata sebesar 2,22. Artinnya pertumbuhan PAD dan

pertumbuhan PDRB mampu tumbuh secara sinergis karena

elastisitasnya tinggi.

Page 96: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4) Kebutuhan Fiskal

Kebutuhan fiskal digunakan untuk mengetahui seberapa besar

kebutuhan perkapita penduduk suatu daerah jika jumlah seluruh

pengeluaran Pemerintah Daerah dibagi secara merata kepada semua

penduduk di daerah tersebut. Kebutuhan fiskal juga dapat diartikan

sebagai biaya pemeliharaan sarana prasarana sosial ekonomi suatu

daerah. Kebutuhan fiskal juga menunjukan besarnya nilai indeks

pelayanan publik per kapita daerah tersebut.

Tabel 4.10

Kebutuhan Fiskal Propinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Pati

Tahun KFP Jateng KFK Pati 2000 0.796 14,55 2001 1.387 20,23 2002 1.923 14,21 2003 2.481 14,19 2004 2.269 16,02 2005 2.549 16,09 2006 3.553 13,10 2007 2.591 23,14 2008 3.594 20,00 2009 4.521 16,73

Rata-rata 2.566 16,83 Sumber: Pati Dalam Angka (2000-2009), data diolah.

Berdasarkan tabel 4.10 di atas diketahui bahwa standar

kebutuhan fiskal Propinsi Jawa Tengah cenderung mengalami

peningkatan, dimana tahun anggaran 2000 merupakan yang terendah,

yaitu sebesar 0,796 dan yang tertinggi terjadi pada tahun anggaran

2009, yaitu sebesar 4,521 dan apabila dilihat dari rata-rataadalah

sebesar 2.566.

Page 97: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pada tabel 4.10 di atas juga dapat diketahui indeks pelayanan

publik per kapita Kabupaten Pati yang cenderung mengalami fluktuasi,

dimana pada tahun anggaran 2007 merupakan yang tertinggi, yaitu

sebesar 23,14 dan yang terendah yaitu 13,10 pada tahun anggaran

2006. Apabila dilihat dari rata-ratanya adalah sebesar 16,83.

5) Kapasitas Fiskal

Kapasitas fiskal adalah sejumlah pajak yang seharusnya

mampu dikumpulkan dari dasar pajak (tax base), yang biasanya berupa

pendapatan per kapita. Peningkatan kapasitas fiskal daerah pada

dasarnya adalah optimalisasi sumber-sumber penerimaan daerah.

Kapasitas fiskal digunakan untuk mengetahui seberapa besar

usaha daerah untuk mengumpulkan pendapatannya apabila setiap

penduduk harus memberi pemasukan yang sama kepada daerah.

Tabel 4.11

Kapasitas Fiskal Propinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Pati

Tahun KFs Jateng KFs Pati

2000 108.378 23.94

2001 120.532 24,37

2002 138.708 23,29

2003 155.907 22,74

2004 174.463 22,14 2005 210.148 20,38

2006 250.775 19,44

2007 275.678 19,55

2008 317.831 19,27

2009 341.648 19,40

Rata-rata 209.407 21.45 Sumber: Pati Dalam Angka (2000-2009), data diolah.

Page 98: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Berdasarkan tabel 4.11 di atas diketahui bahwa kapasitas

fiskal Propinsi Jawa Tengah cenderung mengalami kenaikan dari tahun

ke tahun, dimana kapasitas fiskal Propinsi Jawa Tengah yang tertinggi

terjadi pada tahun anggaran 2009, yaitu sebesar 341.648dan yang

terendah terjadi pada tahun anggaran 2000, yaitu sebesar 108.378,

sedangkan kapasitas fiskal Kabupaten Pati cenderung mengalami

penurunan dari tahun ke tahun, dimana kapasitas fiskal Kabupaten Pati

yang tertinggi terjadi pada tahun anggaran 2001, yaitu sebesar 24,37

dan yang terendah sebesar 19,27 pada tahun anggaran 2008. Jika

dilihat dari rata-ratanya, kapasitas fiskal Propinsi Jawa Tengah adalah

sebesar 209.407. Kapasitas fiskal Kabupaten Pati cenderung

mengalami penurunan dari tahun ke tahun walaupun tidak terlalu

signifikan, dilihat dari rata-rata kebutuhan Kabupaten Pati adalah

sebesar 21,45. Hal tersebut berarti terdapat sedikit hambatan bagi

Pemerintah Daerah Kabupaten Pati dalam mengoptimalkan sumber-

sumber penerimaannya.

6) Derajat Otonomi Fiskal

Kemandirian Keuangan Daerah (Otonomi Fiskal) menunjukan

kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan

penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada

masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber

pendapatan yang diperlukan daerah (Abdul Halim, 2004: 150).

Page 99: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Derajat Otonomi Fiskal Kabupaten Pati dihitung dengan

menggunakan perbandingan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD)

terhadap penerimaan daerah tanpa subsidi.

Tabel 4.12

Derajat Otonomi Fiskal Kabupaten Pati

Tahun DOF

2000 20,45% 2001 42,77% 2002 35,92%

2003 36,69% 2004 45,78% 2005 44,06% 2006 46,08% 2007 39,21% 2008 75,21% 2009 38,94%

Rata-rata 42,51% Sumber:Pati Dalam Angka (2000-2009), data diolah.

Berdasarkan tabel 4.12 di atas diketahui Derajat Otonomi

Fiskal terendah terjadi pada tahun anggaran 2000, yaitu sebesar

20,45% dan yang tertinggi dicapai pada tahun anggaran 2008, yaitu

sebesar 75,21%. Sedangkan pada masa sesudah Otonomi Daerah.

Secara rerata besarnya Derajat Otonomi Fiskal Kabupaten Pati sebesar

42,51%. Hal ini berarti masih ada kecenderungan ketergantungan

finansial Pemerintah Daerah Kabupaten Pati terhadap Pemerintah

Pusat.

Page 100: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

a. Hipotesis 1

Kemandirian Daerah dan Pola Hubungan

Kemandirian Daerah dengan Pola Hubungan digunakan untuk

mengetahui kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri

penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada

masyarakat. Rasio Kemandirian Daerah dapat dihitung dengan

membandingkan PAD terhadap Bantuan & Sumbangan Daerah.

Tabel 4.13

Kemandirian Daerah dengan Pola Hubungan Kabupaten Pati

Tahun Rasio Kemandirian Pola Hubungan

2000 13,41 Instruktif 2001 9,22 Instruktif 2002 11,25 Instruktif 2003 11,63 Instruktif 2004 15,16 Instruktif 2005 13,87 Instruktif 2006 10,84 Instruktif 2007 9,78 Instruktif 2008 9,84 Instruktif 2009 12,16 Instruktif

Rata-rata 11,72 Instruktif Sumber: Pati Dalam Angka (2000-2009), data diolah.

Berdasarkan tabel 4.25 di atas dapat diketahui bahwa

Pemerintah Daerah Kabupaten Pati cenderung mempunyai tingkat

kemandirian yang rendah dalam mencukupi pembiayaan

penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada

masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya Rasio

Kemandirian yang menunjukan persentase di bawah 25% sehingga

Page 101: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

menunjukan pola hubungan instruktif, dimana peranan Pemerintah

Pusat lebih dominan dibanding kemandirian Pemerintah Daerah. Rasio

Kemandirian tertinggi dicapai pada tahun anggaran 2004 sebesar

15,16% sedangkan yang terendah terjadi pada tahun anggaran 2001

yaitu sebesar 9,22%.

Untuk meningkatkan rasio kemandirian daerah Kabupaten

Pati dapat dilakukan dengan mengoptimalkan pos-pos penerimaan

daerah yang merupakan komponen PAD, seperti

1) Mengoptimalkan pemungutan pajak yang dikelola oleh Pemerintah

daerah.

2) Mengoptimalkan pemungutan retribusi

3) Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdya alam yang ada di daerah.

Page 102: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Hipotesis 2

1) Hasil Regresi

Analisis hasil regresi ini menggunakan alat bantu yaitu

program komputer Eviews. Hasil regresi linier berganda yang

didapat adalah sebagai berikut :

TABEL 4.14 Hasil Regresi Linear

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.747744 3.337063 0.823402 0.4565

DDF1 0.009557 0.114963 0.083128 0.9377

IKPAD 0.159180 0.069220 2.299625 0.0830

KFK 0.223996 0.061296 3.654358 0.0217

KFS 0.409272 0.094072 4.350609 0.0122

R-squared 0.896759 Mean dependent var 4.074444

Adjusted R-squared 0.793518 S.D. dependent var 0.923947

S.E. of regression 0.419844 Akaike info criterion 1.402315

Sum squared resid 0.705077 Schwarz criterion 1.511884

Log likelihood -1.310416 F-statistic 8.686073

Durbin-Watson stat 2.756387 Prob(F-statistic) 0.029775

Sumber: Hasil olah data Eviews

2) Koefisien Determinasi ( 2R )

Perhitungan yang dilakukan untuk mengukur proporsi atau

prosentase dari variasi total variabel dependen yang mampu

dijelaskan oleh model regresi. Diperoleh nilai 2R dalam regresi

sebesar 0,793518. Ini berarti variabel pertumbuhan ekonomi di

Kabupaten Pati dapat dijelaskan oleh DDF1, IKPAD, KFK dan

KFS sebesar 79,3518 persen, sisanya dijelaskan oleh variabel lain di

luar model.

Page 103: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3) Pengujian t-Statistik

Uji t-statistik digunakan untuk mengetahui hubungan

antara masing-masing variabel independen terhadap variabel

dependen. Pengujian t-statistik dilakukan dengan cara

membandingkan antara t-hitung dengan t-tabel. (Gujarati, 2003)

t-tabel = { α ; df ( n-k ) }

t-hitung = )( te

t

s bb

Keterangan : α = Level of significance, atau probabilitas menolak hipotesis

yang benar.

n = Jumlah sampel yang diteliti.

k = Jumlah variabel independen termasuk konstanta.

Se = Standar error.

Uji t-statistik yang dilakukan menggunakan uji satu sisi

(one tail test), dengan α = 5 %.

Jika t-tabel < t-hitung berarti Ho ditolak atau variabel Xi

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, tetapi jika t-

tabel ≥ t-hitung berarti Ho diterima atau variable Xi tidak

berpengaruh terhadap variabel dependen.

Page 104: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

TABEL 4.15 Hasil Uji t-Statistik

Variabel Koefisien t-hitung t-tabel Keterangan DDF1 0.009557 0.083128 2,132 Tidak signifikan IKPAD 0.159180 2.299625 2,132 Signifikan KFK 0.223996 3.654358 2,132 Signifikan KFS 0.409272 4.350609 2,132 Signifikan

Sumber: Hasil olah data Eviews

a) Uji t-Statistik Variabel Derajat Desentraliasi Fiskal (DDF1)

Hipotesis pengaruh variabel Derajat Desentraliasi

Fiskal (DDF1) terhadap variabel Pertumbuhan ekonomi di

Kabupaten Pati yang digunakan adalah :

Ho : β1

≤0 , berarti variabel Derajat Desentraliasi Fiskal (DDF1)

terhadap tidak berpengaruh terhadap variabel Pertumbuhan

ekonomi di Kabupaten Pati.

Ha : β1

> 0, berarti variabel Derajat Desentraliasi Fiskal (DDF1)

terhadap berpengaruh terhadap variabel Pertumbuhan ekonomi

di Kabupaten Pati.

Hasil perhitungan yang didapat adalah t-hitung X1

=

0.083128 sedangkan t-tabel = 2,132 (df (n-k) 9-5 = 4 ,α = 0,05),

sehingga t-hitung < t-tabel (0.083128 < 2,132). Perbandingan

antara t-hitung dengan t-tabel, yang menunjukkan bahwa t-

hitung < t-tabel, Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa

variabel Derajat Desentraliasi Fiskal DDF1 tidak berpengaruh

signifikan secara statistik terhadap pertumbuhan ekonomi

Kabupaten Pati.

Page 105: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b) Uji t-Statistik Variabel Upaya Fiskal (IKPAD)

Hipotesis pengaruh variabel Upaya Fiskal (IKPAD)

terhadap variabel Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pati yang

digunakan adalah :

Ho : β2

<0 , berarti variabel Upaya Fiskal (IKPAD) tidak

berpengaruh terhadap variable Pertumbuhan ekonomi di

Kabupaten Pati.

Ha : β2

> 0, berarti variabel Upaya Fiskal (IKPAD) berpengaruh

terhadap variabel Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pati.

Hasil perhitungan yang didapat adalah t-hitung X2

=

2.299625 sedangkan t-tabel = 2,132 (df (n-k) = 4 ,α = 0,05),

sehingga t-hitung > t-tabel (2.299625 < 2,132). Perbandingan

antara t-hitung dengan t-tabel, yang menunjukkan bahwa t-

hitung > t-tabel, Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa

variabel Upaya Fiskal (IKPAD) berpengaruh signifikan secara

statistik terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pati.

c) Uji t-Statistik Variabel Kebutuhan Fiskal (KFK)

Hipotesis pengaruh variabel Variabel Kebutuhan Fiskal

(KFK) terhadap variabel Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten

Pati yang digunakan adalah :

Ho : β4

<0 , berarti variabel Variabel Kebutuhan Fiskal (KFK)

tidak berpengaruh terhadap variabel Pertumbuhan ekonomi di

Kabupaten Pati.

Page 106: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Ha : β4

> 0, berarti variabel Variabel Kebutuhan Fiskal (KFK)

berpengaruh terhadap variabel Pertumbuhan ekonomi di

Kabupaten Pati.

Hasil perhitungan yang didapat adalah t-hitung X1

=

3.654358 sedangkan t-tabel = 2,132 (df (n-k) = 4 ,α = 0,05),

sehingga t-hitung > t-tabel (3.654358 > 2,132). Perbandingan

antara t-hitung dengan t-tabel, yang menunjukkan bahwa t-

hitung > t-tabel, Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa

variabel Variabel Kebutuhan Fiskal (KFK) berpengaruh positif

dan signifikan secara statistik terhadap pertumbuhan ekonomi

Kabupaten Pati.

d) Uji t-Statistik Variabel Kapasitas Fiskal (KFs)

Hipotesis pengaruh variabel Variabel Kapasitas Fiskal

(KFs) terhadap variabel Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten

Pati yang digunakan adalah :

Ho : β4

<0 , berarti variabel Variabel Kapasitas Fiskal (KFs)

tidak berpengaruh terhadap variabel Pertumbuhan ekonomi di

Kabupaten Pati.

Ha : β4

> 0, berarti variabel Variabel Kapasitas Fiskal (KFs)

berpengaruh terhadap variabel Pertumbuhan ekonomi di

Kabupaten Pati.

Page 107: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Hasil perhitungan yang didapat adalah t-hitung

X1

= 4.350609 sedangkan t-tabel =2,132 (df (n-k) = 4 ,α = 0,05),

sehingga t-hitung > t-tabel (4.350609 > 2,132 ). Perbandingan

antara t-hitung dengan t-tabel, yang menunjukkan bahwa

t-hitung > t-tabel, Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa

variabel Variabel Kapasitas Fiskal (KFs) berpengaruh signifikan

secara statistik terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pati.

4) Pengujian F-Statistik

Uji F-statistik digunakan untuk mengetahui hubungan

antara variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel

dependen. Pengujian F-statistik ini dilakukan dengan cara

membandingkan antara F-hitung dengan F-tabel. (Gujarati, 2003)

F-hitung =

)()1(

12

2

knR

kR

--

-

F-tabel = ( α : k-1, n-k ) α = 5 %, ( 5-1= 4 ; 9-5 = 4 )

Jika F-tabel < F-hitung berarti Ho ditolak atau variabel

independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap

variabel independen, tetapi jika F-tabel ≥ F-hitung berarti Ho

diterima atau variabel independen secara bersama-sama tidak

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Hipotesis yang digunakan adalah :

Ho : b1 = b2 = b3 = 0, berarti variabel independen secara

keseluruhan tidak berpengaruh terhadap variabel independen.

Page 108: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0, berarti variabel independen secara

keseluruhan berpengaruh terhadap variabel independen.

Hasil perhitungan yang didapat adalah F-hitung =

8.686073 sedangkan F-tabel = 6,39 (α = 0,05 ; 4 ; 4), sehingga F-

hitung > F-tabel (86.686073 > 6,39). Perbandingan antara F-hitung

dengan F-tabel yang menunjukkan bahwa F-hitung > F-tabel,

menandakan bahwa variabel independen secara bersama-sama

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen,

5) Pengujian Asumsi Klasik

a) Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah hubungan yang terjadi diantara

variabel-variabel independen atau variabel independen yang satu

fungsi dari variabel independen yang lain. Pengujian terhadap

gejala multikolinieritas dapat dilakukan dengan membandingkan

koefisien determinasi parsial (r2) dengan koefisien determinasi

majemuk (R2), jika r

2 lebih kecil dari R

2 maka tidak ada

multikolinieritas.

TABEL 4.16

Hasil Pengujian Mulitkolinearitas

Sumber: Data diolah dengan Eviews

Variabel r2 R

2 Keterangan

X1 dengan X2, X3, X4 0.277811 0.896759 Tidak ada multikolinieritas

X2 dengan X1, X3, X4 0.572302 0.896759 Tidak ada multikolinieritas X3 dengan X1, X2, X4 0.477719 0.896759 Tidak ada multikolinieritas

X4 dengan X1, X2, X3 0.360039 0.896759 Tidak ada multikolinieritas

Page 109: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dari tabel 4.5 diketahui bahwa nilai 2R > 2r berarti

tidak ada gejala multikolinieritas. Variabel satu atau lebih

variabel independen tidak terdapat korelasi (hubungan) dengan

variabel independen lainnya. Dengan kata lain satu atau lebih

variabel independen tidak merupakan fungsi linier dari variabel

independen lainnya.

b) Autokorelasi

Autokorelasi terjadi karena adanya korelasi antar

variabel gangguan sehingga penaksir tidak lagi efisien baik

dalam sampel kecil maupun dalam sampel besar. Metode yang

digunakan adalah dengan percobaan Durbin-Watson (d-test),

dimana langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Melakukan regresi seperti biasa untuk memperoleh nilai

residual 1e dan d.

2. Mencari nilai kritis dL dan dU.

3. Mambandingkan nilai Durbin-Watson yang sudah

diperoleh dengan nilai teoritis dengan menggunakan derajat

kebebasan (n;k-1), dimana k merupakan jumlah variabel bebas

termasuk variabel konstanta.

Dalam penelitian ini k=4 dan n=9, maka dari tabel

Durbin Watson diperoleh nilai dL=0,2957 dan dU=2,5881.

Dari hasil perhitungan analisis Durbin-Watson dengan

program Evies diperoleh nilai Durbin-Watson (DW) sebesar

2,756.

Page 110: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

GAMBAR 4.1 Autokorelasi

Ragu-ragu Ragu-ragu Autokorelasi Autokorelasi Positif Negatif

TidakadaAutokorelasi 0 dL dU 4-dU 4-dL 4

0,296 2,588 1,412 2.756 3,704 DW

Dari analisis perhitungan Durbin-Watson diperoleh

nilai DW sebesar 2,756. Diperoleh kesimpulan bahwa nilai DW

berada di daerah antara 4-dU dan 4-dL, artinya berada di area

ragu-ragu.

c) Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor

gangguan tidak memiliki varian yang sama. Pengujian terhadap

gejala heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melakukan

White Test, yaitu dengan cara meregresi residual kuadrat ( Ui2

)

dengan variabel bebas, variabel bebas kuadrat dan perkalian

variabel bebas. Dapatkan nilai R2

untuk menghitung χ2, di mana

χ2 = Obs*R square ( Gujarati, 2003 ).

Page 111: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Uji Hipotesis untuk menetukan ada tidaknya

heterokedastisitas.

Ho : ρ1

= ρ2

= ....= ρq= 0 , Tidak ada heterokedastisitas

Ha : ρ1

≠ ρ2

≠....≠ ρq ≠ 0 , Ada heterokedastisitas

TABEL 4.17 Hasil Uji White Test

White Heteroskedasticity Test:

Obs*R-squared 9.000000 Probability 0.342296

Sumber: Data diolah dengan Eviews.

Hasil perhitungan yang didapat adalah Obs*R square

(χ2hitung

) = 9,00 sedangkan χ2tabel

= 9.48773 (df = 3 ,α = 0,05),

sehingga χ2hitung

< χ2tabel

(9,00 < 9.48773). Perbandingan antara

χ2hitung

dengan χ2tabel

, yang menunjukkan bahwa χ2hitung

< χ2tabel

,

berarti Ho tidak dapat ditolak. Dari hasil uji White Test tersebut

dapat disimpulkan bahwa tidak ada heterokedastisitas.

6) Interpretasi Hasil Secara Ekonomi

1) Secara bersama-sama variabel independen (derajat desentralisasi

fiskal, upaya fiskal, kebutuhan fiskal, dan upaya fiskal) dengan

tingkat signifikansi 5% di dalam penelitian ini berpengaruh

signifikan terhadap terhadap variabel dependen (pertumbuhan

PDRB Kabupaten Pati). Terlihat dari nilai probabliitas F sebesar

0,0000 dan nilai F statistik sebesar 8,6686073 lebih besar

dibandingkan dengan F tabel sebesar 6,39.

Page 112: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2) Variabel Derajat Desentralisasi Fiskal berpengaruh positif tidak

signifikan secara statistik terhadap pertumbuhan ekonomi di

Kabupaten Pati. Semakin besar Derajat Desentralisasi Fiskal maka

akan menyebabkan Pertumbuhan PDRB semakin besar pula.

Koefisien regresi variabel Deajat Desentralisasi Fiskal diperoleh

hasil sebesar 0,009557. Nilai koefisien regresi tersebut memberikan

makna bahwa pada kondisi cateris paribus, jika jumlah Deajat

Desentralisasi Fiskal meningkat sebesar satu satuan, maka

Pertumbuhan PDRB akan mengalami peningkatan sebesar 0,009557

satuan.

3) Upaya Fiskal berpengaruh positif signifikan secara statistik terhadap

pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pati. Semakin besar Upaya

Fiskal maka akan menyebabkan Pertumbuhan PDRB semakin besar

pula. Koefisien regresi variable Upaya Fiskal diperoleh hasil

sebesar 0,159180. Nilai koefisien regresi tersebut memberikan

makna bahwa pada kondisi cateris paribus, jika jumlah Upaya

Fiskal meningkat sebesar satu satuan, maka Pertumbuhan PDRB

akan mengalami peningkatan sebesar 0,159180 satuan.

4) Kebutuhan Fiskal berpengaruh positif dan signifikan secara statistik

terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pati. Semakin besar

Kebutuhan Fiskal maka akan menyebabkan Pertumbuhan PDRB

semakin besar pula. Koefisien regresi variabel Kebutuhan Fiskal

diperoleh hasil sebesar 0,223996. Nilai koefisien regresi tersebut

memberikan makna bahwa pada kondisi cateris paribus, jika

Page 113: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

jumlah Kebutuhan Fiskal meningkat sebesar satu satuan, maka

Pertumbuhan PDRB akan mengalami peningkatan sebesar 0,223996

satuan.

5) Kapasitas Fiskal berpengaruh positif dan signifikan secara statistik

terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pati. Semakin besar

Kapasitas Fiskal maka akan menyebabkan Pertumbuhan PDRB

semakin besar pula. Koefisien regresi variabel Kapasitas Fiskal

diperoleh hasil sebesar 0,409272. Nilai koefisien regresi tersebut

memberikan makna bahwa pada kondisi cateris paribus, jika

jumlah Kapasitas Fiskal meningkat sebesar satu satuan, maka

Pertumbuhan PDRB akan mengalami peningkatan sebesar 0,409272

satuan.

Page 114: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan mengenai kemandirian

keuangan daerah dan pengaruhnya terhada pertumbuhan PDRB di Kabupaten Pati

tahun 2000-2009, maka penulis menyimpulkan kesimpulan dan saran sebagai

berikut :

A. Kesimpulan

1. Ditinjau dari rasio kemandirian, Pemerintah Daerah Kabupaten Pati

memiliki tingkat kemandirian yang rendah dan cenderung memilki pola

hubungan dengan Pemerintah Pusat yang bersifat instruktif yang

menjadikan kabupaten Pati masih sangat tergantung pada Pemerintah

Pusat. Dari paparan tersebut dapat dikatakan bahwa Pemerintah Daerah

Kabupaten Pati belum siap dalam menghadapi penyelenggaraan Otonomi

Daerah.

2. Secara bersama-sama variabel independen (Derajat Desentralisasi Fiskal,

Upaya Fiskal, Kebutuhan Fiskal, Dan Kapasitas Fiskal) di dalam

penelitian ini berpengaruh signifikan secara statistik terhadap variabel

dependen (pertumbuhan PDRB Kabupaten Pati).

3. Salah satu Variabel Indikator Keuangan daerah yaitu Derajat

Desentralisasi Fiskal secara parsial berpengaruh positif tetapi tidak

signifikan secara statistik terhadap pertumbuhan PDRB Kabupaten Pati.

Page 115: FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Analisis...analisis kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten pati tahun 2000-2009 skripsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4. Salah satu Variabel Indikator Keuangan daerah yaitu Upaya Fiskal secara

parsial berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap

pertumbuhan PDRB Kabupaten Pati

5. Salah satu Variabel Indikator Keuangan daerah yaitu Kebutuhan Fiskal

secara parsial berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap

pertumbuhan PDRB Kabupaten Pati.

6. Salah satu Variabel Indikator Keuangan daerah yaitu Kapasitas Fiskal

secara parsial berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap

pertumbuhan PDRB Kabupaten Pati.

B. Saran

Berdasarkan Kesimpulan di atas diketahui bahwa Pertumbuhan PDRB

Kabupaten Pati Dipengaruhi Oleh Indikator Keuangan Daerahnya. Kemandirian

keuangan cenderung rendah. Beberapa langkah yang perlu dilakukan oleh

Pemerintah Daerah Kabupaten Pati untuk memperbaiki kinerjanya, yaitu:

1. Mengoptimalkan potensi daerah dengan memanfaatkan sumber daya dengan

sebaik-baiknya sehingga dapat meningkatkan PAD.

2. Menyusun program kebijakan dan strategi pengembangan serta menggali

objek pungutan pajak baru yang potensial.

3. Mengoptimalkan pemungutan pajak dan retribusi sesuai dengan potensi

objektif berdasarkan Perda yang berlaku.

4. Mengadakan studi banding ke Daerah lain untuk mendapatkan informasi dan

bahan referensi mengenai sumber-sumber PAD dan pengelolaannya.