faktor sukses dalam proses kolaborasi desain (studi kasus...

10
Konferensi Nasional Teknik Sipil 12 Batam, 18-19 September 2018 ISBN: 978-602-60286-1-7 MK - 389 FAKTOR SUKSES DALAM PROSES KOLABORASI DESAIN (STUDI KASUS BIRD’S NEST BEIJING NATIONAL STADIUM) Herlina Suciati Jurusan Teknik Sipil, Universitas Batam, Jl. Raja M.Saleh-Kompleks Uniba No.5, Batam Email: [email protected] ABSTRAK Dalam pekerjaan konstruksi untuk bangunan-bangunan yang kompleks, sering kali harus melibatkan konsultan-konsultan yang tidak terikat pada kontraktor pelaksana dalam proses desainnya. Hal ini menyebabkan timbulnya kesulitan dalam mencapai integrasi obyek dan desainer proyek untuk menghasilkan desain terbaik. Salah satu akibat dari desain yang tidak maksimal adalah tidak terintegrasinya sistem bangunan dalam desain. Hal tersebut dapat menyebabkan adanya pekerjaan ulang dalam pelaksanaan konstruksi, sehingga mengakibatkan timbulnya biaya tambahan dan mempengaruhi jadwal proyek secara keseluruhan. Penelitian ini merupakan studi literatur untuk melihat bagaimana konsep kolaborasi desain diterapkan dalam proyek pembangunan mega building Bird’s Nest Beijing National Stadium. Bird’s Nest merupakan stadium olahraga skala olimpiade yang dipersiapkan pemerintah Republik Rakyat Cina sebagai tuan rumah olimpiade 2008. Syarat utama bangunan tersebut adalah harus menampilan nilai budaya Cina, berkonsep green building dan sekaligus harus menjadi ikon baru kota Beijing. Dengan dana proyek sebesar US$ 500 Juta dan masa pembangunan yang kurang dari empat tahun, membuat pembangunan Bird’s Nest stadium bukan saja menjadi proyek mega building namun juga memerlukan proses desain yang cukup rumit. Hasil penelitian menunjukkan bagaimana konsep kolaborasi desain yang diterapkan mampu mencapai desain terbaik dan terintegrasi pada proyek pembangunan Bird’s Nest Beijing National Stadium tersebut. Kata kunci: kolaborasi desain, Bird's Nest stadium, proses desain, multidisiplin desain 1. PENDAHULUAN Perkembangan industri konstruksi yang mengarah pada terlibatnya berbagai disiplin ilmu dalam menyelesaikan pekerjaan konstruksi, sehingga masalah yang timbul dalam sistem rekayasa konstruksi semakin kompleks dan memerlukan langkah-langkah pemecahan (Liu, dkk. 2004). Mencapai kualitas desain yang optimal dan memiliki manajemen desain yang sistematis sangat penting pada proyek konstruksi. Pada bangunan yang bersifat kompleks, hal ini menjadi lebih sulit karena melibatkan para ahli dengan berbagai disiplin ilmu yang berbeda untuk mengintegrasikan pengetahuan yang berhubungan dengan berbagai kriteria yang ada pada keseluruhan sistem bangunan. Berbagai pihak tersebut, seperti klien, tim desain, konsultan utama dan berbagai spesialis sub konsultan biasanya berada pada berbagai lokasi yang berbeda. Hal ini menyebabkan timbulnya berbagai masalah, seperti koordinasi yang buruk, kurangnya kolaborasi, variasi yang berlebihan, perubahan desain, pekerjaan ulang dan delay dalam pekerjaan (Ping, dkk. 2011). Koordinasi pada pekerjaan desain, komunikasi proyek dan manajemen informasi di antara tim desain yang berbeda sering menjadi perhatian besar pada sistem proyek multidisipliner (Mark dan Duncan, 1998). Untuk itu dibutuhkan kolaborasi desain dari para ahli untuk menghasilkan solusi yang optimal dari keseluruhan sistem desain bangunan. Bird’s Nest Beijing National Stadium adalah salah satu contoh dari proyek mega building yang berhasil menerapkan konsep kolaborasi desain dalam proses dasain dan pembangunannya. Stadium skala olimpiade dengan kapasitas 80.000 pengunjung (91.000 pada saat olimpeade dengan menggunakan 11.000 kursi tambahan), berbiaya US$500 juta dan masa pembangunan yang kurang dari empat tahun membuat proyek ini menjadi proyek yang kompleks dan rumit, bukan saja dari segi desain namun juga dalam pelaksanaan pembangunannya. Berbagai persyaratan yang ditetapkan pemerintah Cina menambah kompleksitas dari desain bangunan tersebut, seperti harus menggambarkan nilai-nilai budaya Cina, menjadi ikon baru di Beijing, harus merupakan bangunan multi fungsi serta menerapkan konsep green building (Arup Journal, 2009) Penelitian ini merupakan studi literatur terhadap pembangunan Bird’s Nest Beijing National Stadium untuk melihat bagaimana konsep kolaborasi desain diterapkan mulai dari proses awal desain hingga pelaksanaan pembangunannya sehingga mampu mencapai desain yang optimal dengan sistem bangunan yang terintegrasi serta memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan berbagai literatur dan laporan mengenai

Upload: dinhkien

Post on 15-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FAKTOR SUKSES DALAM PROSES KOLABORASI DESAIN (STUDI KASUS ...konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/MK-48-319.pdfFAKTOR SUKSES DALAM PROSES KOLABORASI DESAIN (STUDI KASUS BIRD’S

Konferensi Nasional Teknik Sipil 12 Batam, 18-19 September 2018

ISBN: 978-602-60286-1-7 MK - 389

FAKTOR SUKSES DALAM PROSES KOLABORASI DESAIN

(STUDI KASUS BIRD’S NEST BEIJING NATIONAL STADIUM)

Herlina Suciati

Jurusan Teknik Sipil, Universitas Batam, Jl. Raja M.Saleh-Kompleks Uniba No.5, Batam

Email: [email protected]

ABSTRAK

Dalam pekerjaan konstruksi untuk bangunan-bangunan yang kompleks, sering kali harus melibatkan

konsultan-konsultan yang tidak terikat pada kontraktor pelaksana dalam proses desainnya. Hal ini

menyebabkan timbulnya kesulitan dalam mencapai integrasi obyek dan desainer proyek untuk

menghasilkan desain terbaik. Salah satu akibat dari desain yang tidak maksimal adalah tidak

terintegrasinya sistem bangunan dalam desain. Hal tersebut dapat menyebabkan adanya pekerjaan ulang

dalam pelaksanaan konstruksi, sehingga mengakibatkan timbulnya biaya tambahan dan mempengaruhi

jadwal proyek secara keseluruhan. Penelitian ini merupakan studi literatur untuk melihat bagaimana

konsep kolaborasi desain diterapkan dalam proyek pembangunan mega building Bird’s Nest Beijing

National Stadium. Bird’s Nest merupakan stadium olahraga skala olimpiade yang dipersiapkan

pemerintah Republik Rakyat Cina sebagai tuan rumah olimpiade 2008. Syarat utama bangunan tersebut

adalah harus menampilan nilai budaya Cina, berkonsep green building dan sekaligus harus menjadi

ikon baru kota Beijing. Dengan dana proyek sebesar US$ 500 Juta dan masa pembangunan yang kurang

dari empat tahun, membuat pembangunan Bird’s Nest stadium bukan saja menjadi proyek mega

building namun juga memerlukan proses desain yang cukup rumit. Hasil penelitian menunjukkan

bagaimana konsep kolaborasi desain yang diterapkan mampu mencapai desain terbaik dan terintegrasi

pada proyek pembangunan Bird’s Nest Beijing National Stadium tersebut.

Kata kunci: kolaborasi desain, Bird's Nest stadium, proses desain, multidisiplin desain

1. PENDAHULUAN

Perkembangan industri konstruksi yang mengarah pada terlibatnya berbagai disiplin ilmu dalam menyelesaikan

pekerjaan konstruksi, sehingga masalah yang timbul dalam sistem rekayasa konstruksi semakin kompleks dan

memerlukan langkah-langkah pemecahan (Liu, dkk. 2004). Mencapai kualitas desain yang optimal dan memiliki

manajemen desain yang sistematis sangat penting pada proyek konstruksi. Pada bangunan yang bersifat kompleks,

hal ini menjadi lebih sulit karena melibatkan para ahli dengan berbagai disiplin ilmu yang berbeda untuk

mengintegrasikan pengetahuan yang berhubungan dengan berbagai kriteria yang ada pada keseluruhan sistem

bangunan. Berbagai pihak tersebut, seperti klien, tim desain, konsultan utama dan berbagai spesialis sub konsultan

biasanya berada pada berbagai lokasi yang berbeda. Hal ini menyebabkan timbulnya berbagai masalah, seperti

koordinasi yang buruk, kurangnya kolaborasi, variasi yang berlebihan, perubahan desain, pekerjaan ulang dan delay

dalam pekerjaan (Ping, dkk. 2011). Koordinasi pada pekerjaan desain, komunikasi proyek dan manajemen informasi

di antara tim desain yang berbeda sering menjadi perhatian besar pada sistem proyek multidisipliner (Mark dan

Duncan, 1998). Untuk itu dibutuhkan kolaborasi desain dari para ahli untuk menghasilkan solusi yang optimal dari

keseluruhan sistem desain bangunan.

Bird’s Nest Beijing National Stadium adalah salah satu contoh dari proyek mega building yang berhasil menerapkan

konsep kolaborasi desain dalam proses dasain dan pembangunannya. Stadium skala olimpiade dengan kapasitas

80.000 pengunjung (91.000 pada saat olimpeade dengan menggunakan 11.000 kursi tambahan), berbiaya US$500 juta

dan masa pembangunan yang kurang dari empat tahun membuat proyek ini menjadi proyek yang kompleks dan rumit,

bukan saja dari segi desain namun juga dalam pelaksanaan pembangunannya. Berbagai persyaratan yang ditetapkan

pemerintah Cina menambah kompleksitas dari desain bangunan tersebut, seperti harus menggambarkan nilai-nilai

budaya Cina, menjadi ikon baru di Beijing, harus merupakan bangunan multi fungsi serta menerapkan konsep green

building (Arup Journal, 2009)

Penelitian ini merupakan studi literatur terhadap pembangunan Bird’s Nest Beijing National Stadium untuk melihat

bagaimana konsep kolaborasi desain diterapkan mulai dari proses awal desain hingga pelaksanaan pembangunannya

sehingga mampu mencapai desain yang optimal dengan sistem bangunan yang terintegrasi serta memenuhi semua

persyaratan yang ditetapkan. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan berbagai literatur dan laporan mengenai

Page 2: FAKTOR SUKSES DALAM PROSES KOLABORASI DESAIN (STUDI KASUS ...konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/MK-48-319.pdfFAKTOR SUKSES DALAM PROSES KOLABORASI DESAIN (STUDI KASUS BIRD’S

MK - 390

ISBN: 978-602-60286-1-7

pembangunan Bird’s Nest serta literatur mengenai konsep kolaborasi desain untuk kemudian dianalisa dan melihat

bagaimana konsep tersebut diterapkan dalam pembangunan Bird’s Nest.

2. KOLABORASI DESAIN

Ada beberapa defenisi yang menjabarkan arti dari kolaborasi desain. Kolaborasi desain adalah proses kegiatan kolektif

yang terdiri dari berbagai tim dengan kompetensi dan tanggung jawab yang berbeda dalam suatu obyek desain yang

sama (Bucciarelli, 2002). Kolaborasi desain dapat dianggap sebagai suatu proses desain di mana para pihak yang

terlibat berkomunikasi dan bekerja bersama secara aktif untuk menentukan tujuan desain dan membangun solusi

desain bersama (Zha dan Du, 2006). Chiu (2002) mendefenisikan kolaborasi desain sebagai kegiatan yang

membutuhkan partisipasi dari anggota yang terlibat dalam membagi pengetahuan yang dimiliki, serta

pengorganisasian tugas dan sumber daya yang dimiliki, terutama pada proyek berskala besar, di mana desain

diproduksi oleh banyak ahli yang bekerja bersama dalam proses desain dengan melakukan kegiatan seperti bertukar

pengetahuan dan data, negosiasi, pengambilan keputusan, koordinasi, dan mengelola tugas-tugas desain. Proses

kolaborasi desain selalu melibatkan banyak ahli dalam berbagai bidang, ada dua proses penting dalam kolaborasi

desain, yaitu proses koordinasi dalam mengelola tugas yang saling bergantung satu sama lain dan proses negosiasi

dalam mengintegrasikan berbagai perspektif yang ada (Detienne, 2006).

Secara garis besar, proses kolaborasi desain diilustrasikan oleh Rahmawati, dkk. (2013) pada Gambar 1. Dari ilustrasi

tersebut dapat dijelaskan bahwa utama tujuan dalam melakukan kolaborasi desain yang sukses adalah untuk

membangun desain yang optimal sebagai solusi terintegrasi dari para ahli. Tujuan tersebut dapat diwujudkan melalui

proses negosiasi yang sukses dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang mendukung proses

intergrasi (Rahmawati, dkk. 2013).

Gambar 1. Proses Kolaborasi Desain

Berdasarkan penelitian yang diadakan oleh Rahmawati, dkk (2013), ada tiga hal utama yang mempengaruhi

keberhasilan dan proses kolaborasi desain yang efesien dan sukses, yaitu; pendekatan fisik, pendekatan teknis dan

pendekatan sosial.

Pendekatan fisik

Pada pelaksanaan proses kolaborasi desain, beberapa peserta berada pada lokasi atau tempat yang terpisah secara

geografis sehingga menyebabkan sulitnya untuk mengadakan rapat dan briefing dalam memecahkan masalah dan

dalam pengambilan keputusan. Pendekatan fisik merupakan pendekatan yang digunakan untuk menfasilitasi proses

kolaborasi desain dalam menghadapi masalah jarak dan waktu dari para partisipan (Rahmawati, dkk. 2013). Penelitian

mengungkapkan bahwa masalah ketersedian tempat dan waktu tersebut dapat dihilangkan atau dihindari

menggunakan alat dan sistem yang didukung oleh teknologi computer (Kvan, 2000). Aplikasi internet dan website

dapat diterapkan untuk mendukung proses kolaborasi desain, terutama dalam proses desain konseptual dengan kondisi

peserta di lokasi yang terpisah (Wang, dkk. 2002).

Dapat disimpulkan bahwa pengembangan IT mampu menyelesaikan masalah yang terkait dengan waktu dan

ketersediaan tempat peserta (Rahmawati, dkk. 2013). Selain menunjang proses negosiasi dan pengambilan keputusan,

dalam proses pekerjaan desainnya sendiri, perkembangan teknologi memungkinkan para desainer yang terpisah oleh

jarak dapat bekerja pada satu halaman kerja (workspace) yang sama. Penelitian yang dilakukan oleh Woo, dkk. (2001)

mengemukakan kemungkinan untuk memfasilitasi proses kolaborasi desain dengan menggunakan ruang kerja multi-

user, di mana para partisipan dapat bekerja bersama dalam satu media (workspace), dengan sistem pendukung serta

peralatan perekam proses desain yang memungkinkan para partisipan untuk melakukan edit terhadap objek desain

Page 3: FAKTOR SUKSES DALAM PROSES KOLABORASI DESAIN (STUDI KASUS ...konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/MK-48-319.pdfFAKTOR SUKSES DALAM PROSES KOLABORASI DESAIN (STUDI KASUS BIRD’S

MK - 391

ISBN: 978-602-60286-1-7

Pendekatan teknis

Ada beberapa kelemahan dalam penggunanaan media kerja bersama, di mana konflik yang muncul dapat

menyebabkan desain yang tidak optimum. Perbedaan latar belakang dan pengalaman para partisipan menyebabkan

munculnya perbedaan persepsi, yang mana hal ini dapat menimbulkan konflik (Gu, dkk. 2005). Membangun

lingkungan berbagi pemahaman (share understanding environment) yang sama antar partisipan sangat penting untuk

menghindari konflik (Simoff dan Maher, 2000). Pendekatan teknis digunakan untuk memecahkan kesulitan dalam

mengintegrasikan obyek desain karena masalah dalam mencapai pemahaman yang sama antara beberapa peserta dan

dalam memodifikasi desain (Rahmawati, dkk. 2014).

Berbagi pemahaman dapat dicapai dengan mengintegrasikan data dan pengetahuan melalui manajemen pengetahuan

(knowledge management – KM) (Kvan dan Candy, 2000). Pendekatan teknis mencakup isu-isu dan solusi yang terkait

dengan pencapaian pemahaman bersama antara partisipan dengan menggunakan KM, di mana tujuannya adalah untuk

secara teknis mengkolaborasikan proses desain. Informasi tentang pengembangan desain, seperti alternatif desain,

kriteria desain, deskripsi atau narasi dan juga keputusan, didefinisikan sebagai pengetahuan dalam desain kolaboratif

(Rahmawati, dkk. 2014).

Pendekatan sosial

Masalah sosial disebabkan oleh perilaku peserta yang beragam (Peng, 1994) yang mempengaruhi timbulnya

komunikasi yang tidak memadai antar partisipan. Penyediaan fasilitas komunikasi, yang sebagian berbasis teknologi

(ICT – Information and Communication Technology) juga dapat menimbulkan masalah sosial yang mempengaruhi

tim desain (Cheng, 2003). Dalam penelitiannya, Ping dkk. (2011) menemukan bahwa kolaborasi dapat dimunculkan

melalui tim desain yang terintegrasi, oleh karenanya langkah awal yang sangan penting untuk dilakukan pada proses

kolaborasi adalah membentuk teamwork.

Teamwork, kompromi dan negosiasi, budaya dan keragaman sosial, partisipasi serta komunikasi adalah kemampuan

kolaborasi yang dibutuhkan. Dapat disimpulkan bahwa faktor sosial juga sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan

bersama. Hal ini dapat diperoleh melalui proses yang baik dari pengambilam keputusan terhadap pengetahuan terbaik

yang diajukan oleh para ahli atau partisipan. Faktor sosial menentukan kesuksesan dan efektifitas dari proses

kolaborasi (Rahmawati, dkk, 2014).

Terhadap ketiga pendekatan di atas, Rahmawati, dkk (2014), menyimpulkan faktor yang mempengaruhi kesuksesan

proses kolaborasi desain seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Faktor yang mempengaruhi kesuksesan proses kolaborasi desain

Factors Sub-Factors Description

A. Physical

Factors

1. Information & Communication

Technology (ICT)

ICT-based tools and systems that need to be applied to support

virtual meeting and to avoid time-place availabilities issues

B. Technical

Factors

2. Software The use of similar software that need to be applied as an

approach to support the integration of design process

3. Perception The achievement of similar perception through shared

understanding enviroment in collaborative design process

C. Social

Factors

4. Personality Consideration of partisipants' personality which influences

design team and process

5. Social Relationship Consideration of social relationship between participants in

design team

3. BIRD’S NEST STADIUM

Pada 13 Juli 2001 Presiden International Olympic Committee (IOC) Juan Antonio Samaranch mengumumkan Beijing

sebagai tuan rumah Olimpiade 2008. Bagi pemerintah dan rakyat Cina, ini merupakan momentum.untuk menunjukkan

kemampuan ekonomi Cina di mata dunia. Tahun 2002 Beijing Municipal Planning Commission mengadakan

kompetisi Internasional untuk desain stadium utama Olimpiade ke 29 tahun 2008 (Ali, 2013 dan Arup Journal, 2009).

Kriteria desain yang ditetapkan oleh Beijing Municipal Planning Commission adalah sebagai berikut:

1. Kapasitas tempat duduk sejumlah 100.000 orang pada saat pertandingan olimpiade dan menjadi 80.000 orang

setelah olimpiade selesai.

2. Atap yang dapat dibuka tutup

3. Desain yang multi fungsi, sehingga dapat digunakan untuk berbagai keperluan lain setelah olimpiade selesai.

Page 4: FAKTOR SUKSES DALAM PROSES KOLABORASI DESAIN (STUDI KASUS ...konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/MK-48-319.pdfFAKTOR SUKSES DALAM PROSES KOLABORASI DESAIN (STUDI KASUS BIRD’S

MK - 392

ISBN: 978-602-60286-1-7

4. Harus memenuhi standar green building dan menggunakan teknologi canggih.

Kompetisi tersebut diikuti oleh 13 perusahaan desain dan dimenangkan oleh perusahaan arsitektur Switzerland,

Herzog & de Meuron (Arup Journal, 2009). Penjelasan umum mengenai proyek Bird’s Nest Stadium terlihat pada

Tabel 2 .

Tabel 2. Informasi umum proyek Bird’s Nest Stadium

Pemilik Pemerintah Republik Rakyat China

Nama Proyek Beijing National Olympic Stadium

Lokasi Area olimpiade Hijau, Beijing, China

Mulai Pembangunan 24 Desember 2003

Pembukaan 28 Juni 2008

Biaya Konstruksi US$ 500 juta

Arsitek Herzog & de Meuron

-Arup Sport

-China Architectural Design & Research Group

-Ai Weiwei (Konsultan artistik)

Teknisi Struktural Arup

Kapasitas 80.000 (untuk pengunjung), 91.000 (termasuk 11.000 bangku sementara -

Olympic 2008, pada saat olimpiade)

Tipe Bangunan Stadion olahraga olimpiade umum

Sistem Konstruksi Rangka baja dan struktur selaput

Gaya Modern ekspresionis

Julukan “The Bird’s Nest – Sarang Burung”

(sumber : olahan peneliti)

Stadium memiliki luas lahan seluas 258.000 m2 dan dianggap menjadi ruang tertutup terbesar di dunia. Stadium juga

merupakan struktur baja terbesar dunia, membentang sepanjang 333 m dari utara ke selatan dan 294 m dari timur

kebarat, dengan ketinggian 69,2 m yang permukaan terluarnya condong 13° dari garis vertikal, dengan penggunaan

baja terbuka sepanjang 26 km berbentuk pelana eliptik seberat 42.000 ton. Jumlah material baja untuk bahan rangka

elemen struktural Bird’s Nest ini mendukung satu sama lain, yang berkumpul dalam formasi berbentuk grid/jaringan

dalam jumlah banyak menyerupai sebuah sarang. Rancangan stadiun termasuk 91.000 kursi dengan 11.000 kursi yang

dapat dibongkar. Tempat duduk terjauh berjarak 140 m dari tengah lapangan.

Bangunan dirancang sebagai bangunan tahan gempa. Agar dapat menerima dan menyalurkan beban pada desain atap

struktur baja dibagi kedalam beberapa frame yang terpisah. Struktur atap juga dibuat terpisah dari struktur bawah dan

tidak bersentuhan dengan bagian mangkok bawah. Dengan frame yang terpisah tersebut maka jika terjadi gempa,

rangka atap dapat bergerak fleksibel dan dapat menyalurkan beban gempa serta tidak meneruskannya pada bangunan

bagian bawah. Desain mangkok bawah sendiri juga dibuat menjadi enam bagian yang terpisah dengan gap yang cukup

lebar sehingga jiga terjadi keruntuhan pada satu segmen tidak akan mempengaruhi segmen yang lain.

Stadiun terdiri dari dua struktur bebas, berdiri terpisah sejauh 50 kaki (15 m) yaitu mangkuk tempat duduk dari struktur

beton dan kerangka baja terluar di sekelilingnya seperti terlihat pada Gambar 2, sedangkan Gambar 3. memperlihatkan

beberapa elemen penting yang digunakan dalam pembangunan Bird’s Nest Stadium.

Gambar 2. Struktur utama Bird’s Nest (The Arup Journal, 2009)

Page 5: FAKTOR SUKSES DALAM PROSES KOLABORASI DESAIN (STUDI KASUS ...konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/MK-48-319.pdfFAKTOR SUKSES DALAM PROSES KOLABORASI DESAIN (STUDI KASUS BIRD’S

MK - 393

ISBN: 978-602-60286-1-7

Gambar 3. Elemen Penting Bird’s Nest Stadium

Berbagai pihak terlibat sejak awal konsep desain hingga tahapan konstruksi. Tabel 3. Memperlihatkan partisipan dari

poyek Bird’s Nest Stadium beserta peran masing-masing partisipan,

Tabel 3. Tahapan dan keterlibatan partisipan dalam proyek Bird’s Nest Stadium

(sumber : olahan peneliti)

Konseptual

Desain

Detail

Desain

Produksi

Desain

Tahap

Pembangunan

1 Client National Stadium Co.Ltd Beijing

Mengkoordinasikan dan mengawasi semua desain

& pembangunan Stadion Nasional Olimpiade

Beijing

2 Promoters

Beijing Municipal Planning

Commission and Beijing

Organizing Committee

Beijing Memulai & mengawasi proyek tersebut

3 ArchitectHerzog & de Meuron

Architekten AGLondon

Ide awal dari konsorsium untuk kerja tim yang

terintegrasi

4

Associate

architect/civil

engineer

Chinese Architectural Design

& Research GroupChina Bertanggung jawab untuk dokumentasi konstruksi

5

SMEP

engineering,

acoustics and fire

strategy,

lighting, and

sports

architecture

Arup

Scope Arup yakni mengcover arsitektur yang

berhubungan dengan olahraga dan semua disiplin

ilmu teknik termasuk struktural, mekanik, kesehatan

listrik masyarakat, penghawaan , api, dan teknik

seismik, studi lingkungan dan iklim mikro,

accoustics dan desain pencahayaan.

6Lighting

Consultant

Beijing Institute of

Architectural Design (BIAD)Beijing

Mengembangakan dan mendetail fitur pencahayaan

arsitektur dan acara pencahayaan untuk Stadion

7Main

Contractors

Beijing Urban & Construction

Group and CITIC International

Contracting

Beijing Membangun Stadion

Keterlibatan Partisipan

No Partisipan Nama Lokasi Peran

Page 6: FAKTOR SUKSES DALAM PROSES KOLABORASI DESAIN (STUDI KASUS ...konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/MK-48-319.pdfFAKTOR SUKSES DALAM PROSES KOLABORASI DESAIN (STUDI KASUS BIRD’S

MK - 394

ISBN: 978-602-60286-1-7

4. ANALISA DAN PEMBAHASAN

Kolaborasi merupakan proses dimana terjadi pertukaran informasi dan negosiasi untuk memecahkan masalah dalam

pengambilan keputusan. Dalam proyek Beijing National Olympic stadium proses kolaborasi dilihat dari permasalahan

dan cara penyelesaian masalah melalui proses kolaborasi dari sisi teknis, fisik dan sosial yang terjadi selama tahap

konseptual desain sampai tahap konstruksi.

Konsep awal dari desain Herzog & de Meuron adalah merancang sebuah karya arsitektur yang tidak hanya akan

menjadi arena olah raga pada olimpiade 2008, namun juga sebuah karya yang menggambarkan nilai-nilai budaya Cina

serta menjadi ikon baru bagi Beijing. Sesuai dengan persyaratan dari Beijing Municipal Planning Commission,

bangunan juga harus dapat terus berfungsi sebagai ruang publik bagi masyarakat Kota Beijing.

Sejak awal kompetisi Herzog & de Meuron bekerjasama dengan Arup. Herzog & de Meuron terkenal dengan

keahliannya menghadirkan karya arsitektur yang unik dengan nilai budaya lokal yang sangat kuat. Sementara Arup

telah berpengalaman mendesain stadiun olah raga yang berfungsi baik, bagi penonton, atlit dan pengelola. Keduanya

sebelumnya sudah pernah bekerjasama dalam proyek Allianz Arena di Munich (Arup Journal 2009).

Untuk dapat memahami kultur budaya Cina dan menjembatani perbedaan cara berpikir antara barat dan timur, Herzog

& de Meuron berkonsultasi dan berkolaborasi dengan artis-kurator terkemuka Cina, Ai Weiwei, menghasilkan konsep

dasar yang diilhami oleh seni tradisional Cina berupa sweeping lines yaitu pola organik yang tidak beraturan sebagai

struktur pembentuknya yang mengelilingi pot/mangkok keramik khas Cina. Bentukan ini yang dikemudian hari

mendapatkan julukan Bird’s Nest dari warga China, Gambar 4. Desain mangkok besar memiliki karakter mengundang

orang untuk masuk dan berkumpul, hal ini sejalan dengan karakter masyarakat Cina yang suka berkumpul dan

beraktifitas di ruang-ruang publik Bentuk dasar dari stadium ini adalah elips melingkar yang dalam hal ini mewakili

simbol surga dalam kebudayaan Cina. Dari kejauhan, stadium terlihat menyerupai sebuah bentuk kolektif raksasa,

seperti kapal bergelombang landai yang dilapisi dengan fasade bangunan berupa garis-garis abstrak (sweeping lines).

Desain stadiun terbagi menjadi dua bagian yang terpisah yaitu bagian mangkok bawah yang merupakan stadium itu

sendiri (Gambar 5) dan bagian atap yang menutup berbentuk sarang burung (Gambar 6).

Gambar 4. Bird’s Nest (The Arup Journal, 2009)

Arup di sisi lain memanfaatkan jaringannya yang sangat luas dan bersifat global. Selain kantor pusatnya di London,

Arup menggerakkan kantor-kantornya yang ada di Manchester, Beijing, Hongkong & Shenzen. Untuk menjamin

kesinambungan proses desain sebagian personel kantor Beijing dan Hongkong ditempatkan di kantor Manchester.

Dari pihak klien, National Stadium Co. Ltd, pada tahap ini berperan dalam memberikan dukungan data dan sumber

daya lain yang dibutuhkan, memberikan batasan-batasan desain, memonitor perkembangan pekerjaan desain yang

Gambar 5. Bentuk dasar mangkok (bowl)

stadium (The Arup Journal, 2009)

Gambar 6. Desain atap berbentuk sarang

burung dengan bagian atap yang dapat

dibuka tutup (The Arup Journal, 2009)

Page 7: FAKTOR SUKSES DALAM PROSES KOLABORASI DESAIN (STUDI KASUS ...konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/MK-48-319.pdfFAKTOR SUKSES DALAM PROSES KOLABORASI DESAIN (STUDI KASUS BIRD’S

MK - 395

ISBN: 978-602-60286-1-7

sedang berjalan. Untuk menjaga komunikasi antara pihak klien dengan tim desain, sebagian personel Beijing dan

Hongkong yang masih tinggal membentuk tim yang bertugas menjadi penghubung dan berkoordinasi dengan pihak

National Stadium dan otoritas setempat.

Pada tahapan detail desain, setelah memenangkan kompetisi, Herzog & de Meuron (HdeM) dan Arup berbagi tugas,

HdeM bertugas membuat perencanaan bagian atapnya, sedangkan Arup bertanggung jawab pada bagian ‘mangkok’

atau tribun stadiun. Kedua bagian ini diputuskan untuk berdiri sendiri-sendiri, karena ketentuan bahwa Stadion harus

tahan gempa dan adanya tenggat waktu yang harus dipenuhi. Dengan dipisahnya bagian mangkok dan atap, pekerjaan

jadi lebih sederhana dan tahap konstruksi dapat dikerjakan secara paralel. Sehingga proses fabrikasi baja struktur atap

dan fasade bisa dilaksanakan bersamaan dengan proses ereksi bagian ‘mangkok’. Pada tahap ini, giliran sebagian tim

Manchester yang ditempatkan di Beijing untuk memberikan dukungan pada kantor Beijing dan Hongkong.

Setelah desain mangkok dan atap selesai, HdeM melanjutkan dengan pekerjaan desain lampu hias. Pekerjaan ini

didukung oleh Arup Lighting untuk pengembangannya, yang juga berkolaborasi dengan tenaga ahli lokal: Beijing

Institute of Architectural Design (BIAD) untuk fase pengembangan desain dan Landsky sebagai supplier. Selain itu,

Arup sendiri juga melakukan perencanaan untuk sistem penghawaan dan akustik, sistem pemadaman kebakaran dan

pekerjaan MEP lainnya.

Pada tahapan produksi desain, pihak Arup bekerjasama dengan perusahaan lokal yaitu Chinese Architectural Design

& Design Group (CDAG) untuk memproduksi gambar-gambar DED yang dibutuhkan untuk proses konstruksi.

Proses konstruksi dilaksanakan oleh konsosrsium yang terdiri dari Beijing Urban Construction Group dan CITIC

International Contracting Inc. dengan tetap mendapatkan dukungan teknis dari CADG sebagai pembuat dokumen

konstruksi.

Gambar 7. memperlihatkan diagram kolaborasi yang terjadi dalam proyek Bird’s Nest Stadium, sedangkan Tabel 4.

Memperlihatkan faktor-faktor penunjang dalam penyelesaian permasalahan yang timbul dengan pendekatan konsep

kolaborasi desain, yaitu dengan konsep pendekatan fisik, teknis dan sosial.

Gambar 7. Diagram Kolaborasi dan Koordinasi Desain Pada Proyek Bird’s Nest Stadium

(sumber : olahan peneliti)

Page 8: FAKTOR SUKSES DALAM PROSES KOLABORASI DESAIN (STUDI KASUS ...konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/MK-48-319.pdfFAKTOR SUKSES DALAM PROSES KOLABORASI DESAIN (STUDI KASUS BIRD’S

MK - 396

ISBN: 978-602-60286-1-7

Tabel 4. Faktor-faktor penunjang keberhasilan kolaborasi tim desain Bird’s Nest Stadium

No Permasalahan Pendekatan

1 Physical

Partisipan berada di lokasi yang terpisah jauh - Email & Phone

Herzog & de Meuron – Swiss ;

Arup – London ;

Ai Wei Wei - Beijing ;

CADG – Beijing ;

Klien – Beijing

- Memanfaatkan associates dari Arup yang berada di China (Arup

Beijing, Arup Hongkong, & Arup Shenzen)

- Pada tahap Schematic Design:

Sebagian personel Arup Beijing & Hongkong ditempatkan di kantor

Arup Manchester sementara sisanya yang di China menjadi

penghubung dan berkoordinasi dengan pihak klien & otoritas

setempat

- Pada tahap Preliminary Design:

Sebagian personel Arup UK (Arup London & Arup Manchester)

ditempatkan di Beijing untuk memberikan pendampingan teknis

terhadap Arup China & CADG

2 Technical:

a. Perbedaan pemahaman akan obyek yang

didesain - Penggunaan sistem BIM (Catia & GSA software)

- Sistem BIM memungkinkan banyak partisipan menggunakan model

CAD yang sama sehingga memiliki tingkat kompatibilitas yang

tinggi, mengurangi konflik

- Arup associates yang memiliki sekaligus menangani sebagian besar

pekerjaan teknis: structural, mechanical, electrical, dan piping

(SMEP), akustik dan pemadaman kebakaran, pencahayaan dan sport

arsitektur. Hal ini sangat memudahkan proses kolaborasi karena

memiliki cara kerja yang sama.

b. Bangunan harus menerapkan prinsip Green

Building sementara China merupakan negara

dengan tingkat polusi tertinggi di dunia

- Menggunakan penutup atap berbentuk 2 lapis membran transparan

ETFE, Membran ini mengisi ruang antar balok baja pada bagian

atap, berfungsi sebagai pelindung terhadap hujan dan angin namun

masih dapat tembus oleh cahaya matahari yang berfungsi sebagai

penerang di siang hari sehingga mampu menghemat energi

- Dilakukan penanaman pohon di sekeliling area stadion

- Menerapkan water catcher system untuk menangkap air hujan yang

digunakan sebagai sumber air bagi rumput di lapangan stadium

c. Harus memenuhi semua syarat dari Olympic

Stadium seperti menggunakan high technology,

big screen, fasilitas pengunjung seperti toko.

Masalah utama adalah harus menyediakan

pengaturan kursi yang mampu memberikan

great view bagi setiap penonton pertandingan.

- Herzog & de Meuron berkoordinasi secara intens dengan komite

olimpiade untuk memperoleh gambaran yang tepat terhadap syarat

dan standar yang harus dipenuhi diantaranya: menggunakan high

technology, big screen, fasilitas pengunjung seperti toko serta

pengaturan kursi penonton yang harus mampu memberikan view

yang maksimal bagi semua penonton.

d. Ukuran bangunan yang besar namun

bangunan harus didesain tahan gempa ,

sementara lokasi stadion berada di area wilayah

gempa

- Desain kubah/atap: Steel frame dibagi menjadi frame yang

terpisah, kubah luar tidak menyentuh bagian bowl stadium sebelah

dalam, sehingga jika terjadi retakan/patahan pada bagian bowl akibat

gempa maka kubah luar tidak akan terpengaruh. Frame yang terpisah

juga membuta kubah luar tersebut dapat menerima dan menyalurkan

beban gempa secara lebih fleksibel.

- Desain bowl stadium: juga dipisahkan menjadi 6 bagian yang berdiri

sendiri. Gap antar bagian yang cukup lebar membuat tiap bagian

dapat menyerap tenaga gempa dan bergerak secara independent

sehingga jika terjadi keruntuhan pada suatu bagian tidak akan

mempengaruhi bagian yang lain.

e. Ketersediaan lahan - Ketersediaan Lahan: Proyek pembangunan Birds Nest Stadium

berlokasi di tengah kota yang padat pemukiman penduduk,

sedangkan untuk membangun stadion tersebut memerlukan lahan

yang sangat luas yaitu 258.000 m2, sehingga pada pada proses

pembebasan lahannya sebuah desa tradisional dihancurkan,

menimbulkan kontroversi namun dapat diselesaikan dengan harapan

masyarakat terhadap ikon baru kta Beijing.

f. Design harus menyerap unsur-unsur budaya

Cina - Arsitek Herzog & de Mueron berkolaborasi dengan Artis Cina Ai

Weiwei menghasilkan konsep desain yang terinspirasi dari seni Cina

kuno : sweeping line mengelilingi vas/pot/mangkok besar, desain ini

yang kemudian dikenal sebagai Bird’s Nest

g. Desain harus dipastikan dapat dilaksanakan - Arsitek Herzog & de Mueron berkolaborasi dengan Arup dan CADG

untuk membuat detail desain dan desain for construction

Page 9: FAKTOR SUKSES DALAM PROSES KOLABORASI DESAIN (STUDI KASUS ...konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/MK-48-319.pdfFAKTOR SUKSES DALAM PROSES KOLABORASI DESAIN (STUDI KASUS BIRD’S

MK - 397

ISBN: 978-602-60286-1-7

No Permasalahan Pendekatan

2 Technical:

h. Adanya peristiwa runtuh nya terminal 2E pada

airport Prancis hanya dalam waktu 1 tahun

setelah digunakan. Menewaskan 4 orang, 2

diantaranya warga beijing. Airport tersebut

memiliki design atap yang serupa dengan The

Bird’s Nest. Klien dari pihak Cina menghentikan

sementara seluruh proyek Bird’s Nest dan

melakukan peninjauan ulang pada keseluruhan

desain

- Selama 5 bulan proyek dihentikan, semua pihak melakukan

perundingan dan peninjauan ulang terhadapt desain struktur

atap dari Olimpyc Stadium menghasilkan kesepakan untuk

melakukan desain ulang struktur atap dengan menghilangkan

bagian atap yang dapat dibuka tutup, hal ini meningkatkan

faktor keamanan terhadap keseluruhan struktur atap dari The

Bird’s Nest sekaligus dapat menghemat budget proyek.

i. Koordinasi dengan ahli cuaca karena akan ada

badai yang datang. - Keselamatan Proyek: Birds Nest stadium merupakan proyek

dengan teknologi konstruksi tinggi, melibatkan banyak

multidisiplin, multi partisipan, dan juga tenaga kerja sehingga

keselamatan dan kesehatan kerja harus menjadi perhatian utama

selama pelaksanaan proyek tersebut.

- Koordinasi Proyek: Tim manajemen proyek dan lapangan

berkoordinasi dengan ahli cuaca, jika terjadi badai maka proyek

harus dihentikan sementara, sehingga ada antisipasi akan resiko

keamanan yang dapat terjadi.

j. Transportasi dari pabrik baja dari Shanghai ke

Beijing - Transportasi Material: Struktur utama dari Bird’s Nest adalah

merupakan struktur baja besar berbentuk pelana eliptik dengan

berat 42.000 ton. Pabrikasi baja untuk proyek Bird’s Nest

terletak di Shanghai sehingga diperlukan sistem transportasi

pengangkutan baja yang efektif dan tidak mengganggu lalu

lintas dari Shanghai ke Beijing yang sangat padat. Langkah yang

ditempuh yaitu baja tersebut diangkut dengan trailer pada malam

hari atau pada saat kondisi arus lintas yang tidak terlalu padat

sehingga dapat meminimalkan timbulnya kemacetan jalan.

Koordinasi dengan otoritas transportasi Cina dilakukan dalam

proses ini.

k. Saat konstruksi Bird’s Nest selesai dilakukan

dan kolom sementara penunjang atap dilepas

menarik minat warga Beijing untuk datang dan

melihat langsung, ikon baru kota Beijing tersebut.

Hal ini menimbulkan kemacetan di lokasi proyek

sementara proyek masih terus berjalan.

- Untuk mengatasi kemacetan tersebut maka diperlukan petugas

penertib jalan, sehingga ketika kendaraan pengangkut material

menuju lokasi tidak terhalangi oleh orang-orang yang berfoto di

lokasi tersebut.

- Pihak otoritas transportasi Beijing melakukan rekayasa lalulintas

dengan memindahkan beberapa jalur lalulintas yang menuju ke

lokasi Bird’s Nest.

3 Social

Konflik personal di antara personel / individu - Herzog & de Meuron dan Arup dapat dipandang sebagai

sebuah tim karena sebelumnya pernah bekerjasama saat

menangani Alianz Stadium

- Semua partisipan memiliki pandangan yang sama untuk

keberhasilan proyek ini, sehingga kerjasama yang terjadi

bersifat membangun, tidak ada konflik yang terjadi, sebaliknya

dihasilkan solusi-solusi baru dalam menangani problem yang

timbul (sumber : olahan peneliti)

5. KESIMPULAN

Proses kolaborasi desain dengan tim yang terintegrasi baik dalam pembangunan Bird’s Nest Stadium memberikan

manfaatnya tercapainya desain bangunan yang optimum, termasuk diantaranya pengembangan desain yang efektif,

manajemen waktu dan biaya yang efisien, peningkatan fleksibilitas, peningkatan kualitas desain, pengurangan

pengerjaan ulang dan mampu menghindari konflik antar partisipan yang terlibat.

Proses kolaborasi desain juga membantu membangun tim yang kompak dengan tujuan terpadu, sehingga manfaat

seperti peningkatan efisiensi, peningkatan peluang untuk inovasi, dan peningkatan berkelanjutan dari produk

berkualitas dapat tercapai. Pendekatan fisik, teknis dan sosial yang digunakan merupakan faktor utama yang

mempengaruhi keberhasilan dalam proses kolaborasi desain sehingga mampu meningkatkan efisiensi dan efektifitas

dari semua partisipan yang terlibat terutama pada proyek-proyek mega building yang membutuhkan keahlian dari

berbagai multidisplin ilmu dan melibatkan banyak partisipan seperti pada proyek Bird’s Nest.

Page 10: FAKTOR SUKSES DALAM PROSES KOLABORASI DESAIN (STUDI KASUS ...konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/MK-48-319.pdfFAKTOR SUKSES DALAM PROSES KOLABORASI DESAIN (STUDI KASUS BIRD’S

MK - 398

ISBN: 978-602-60286-1-7

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M.I.B., (2013). “Beijing Bird’s Nest National Olympic Stadium”. Construction Technology V, BCM 524, UITM

Shah Alam.

Bucciarelli, L. (2002). “Between Thought and Object in Engineering Design”, Design Studies, Vol. 23, 219-223.

Cheng, N. Y. (2003). “Review: Approaches to design collaboration research”. Automation in Construction, Vol. 12,

715-723.

Chiu, M.L. (2002). “An Organization View of Design Communication in Design Collaborative”. Design Studies, Vol.

23, 187-210.

Detienne, F. (2006).”Collaborative Design: Managing Task Interdependencies and Multiple Perspective”, Interacting

With Computer, Vol. 18, 1-20.

Gu, N., Xu, J., Wu, X., Yang, J., dan Ye, W. (2005). “Ontology Based Semantic Conflicts Resolution In Collaborative

Editing Of Design”, Documents Journal of Advanced Engineering Informatics, Vol.19, 103-111.

Kvan, T. (2000), “Collaborative Design: What Is It?” Automation in Construction, Vol. 9, 409-415.

Kvan, T., & Candy, L., (2000). “Designing collaborative environments for strategic knowledge in design”.

Knowledge-based System, Vol.13, 429-438.

Liu, H., Tang, M., and Frazer, J.H. (2004). “Supporting Dynamic Management in a Multi-Agent Collaborative Design

System”. Advance in Engineering Software, Vol. 35, 493-502.

Mark, P. dan Duncan, S. (1998). “Coordinating joint design work: the role of communication and artefacts”. Design

Studies, Vol.19, 273-288.

Peng, C. (1994). “Exploring Communication In Collaborative Design: Co-Operative Architectural Modelling”.Design

Studies, Vol. 15(1), 19-44.

Ping, C.S., Keung, C.N.Y, Ramanathan, N. (2011). “Integrated team design process – Successful stories of Hong

Kong MTR corporation projects”. Procedia Engineering, Vol. 14, 1190–1196

Rahmawati, Y., Anwar, N., Utomo, C., (2013). “A Concept of Successful Collaborative Design towards Sustainability

of Project Development”, International Journal of Economics and Management Engineering, Vol.7 (4), 1042-

1048.

Rahmawati Y., Utomo C., Anwar N., Nurcahyo, C., B., Negoro, N., P. (2014). “Theoretical Framework of

Collaborative Design Issues”, Jurnal Teknologi Vol 7 (7), 47 – 53.

Rahmawati Y., Utomo C., Anwar N., Nurcahyo, C. B., Setijanti, P. (2014). “An Empirical Model for Successful

Collaborative Design Towards Sustainable Project Development”, Journal of Sustainable Development, Vol.

7 (2).

Simoff, S. J., & Maher, M. L. (2000). “Analysing participation in collaborative design environments”. Design Studies,

Vol. 21, 119-144.

The Beijing National Stadium Special Issue (2009). The Arup Journal, Vol.1, 1 – 52

Wang, L., Shen, W., Xie, H., Neelamkavil, J., and Pardasani, A. (2002). "Collaborative Conceptual Design - State Of

The Art and Future Trends", Computer-Aided Design, Vol. 34, 981-996.

Woo, S., Lee, E., and Sasada, T., (2001). “The Multiuser Workspace as The Medium for Communication in

Collaborative Design”, Automation in Construction, Vol. 10, 303-308.

Zha, X.F., and Du, H. (2006). “Knowledge Intensive Collaborative Design Modelling and Support Part 1: Review

Distributed Models and Framework”, Computers in Industry, Vol. 57, 39-55.