faktor risiko penggunaan heroin

2
Melihat masih tingginya prevalensi PGZ di Indonesia, berdasarkan estimasi BNN pada tahun 2011, sebesar 2,23% (Hasil penelitian 2008, 1,99%), perlu dipikirkan apakah upaya pencegahan/prevention yang dijalankan sudah efektif. Apakah juga program pencegahan yang bersifat skill-based dengan sasaran kelompok risiko tinggi sudah lebih sering dilakukan dibanding program pencegahan yang bersifat penyuluhan/information- based baik dalam kelompok maupun lewat media seperti penerbitan buku, brosur, leaflet dan pemasangan billboard ditempat-tempat strategis. Esensi dari pencegahan adalah membuat orang kebal atau “imun” terhadap sumber masalah, dalam hal adiksi tentu “imun” terhadap narkoba. Dari pengalaman dunia kedokteran, kekebalan terhadap penyakit hanya terjadi ketika ditemukannya vaksin yang dapat melawan kuman penyakit. Contohnya vaksinasi BCG, Difteri dll yang dapat mencegah timbulnya penyakit TBC dan Difteri. Sebaliknya penyakit Demam Berdarah, sampai saat ini masih merajalela karena belum adanya vaksin yang bisa membuat orang kebal terhadap demam berdarah sekalipun pemberantasan nyamuk yang menjadi penyebab penyakit cukup gencar dilakukan. Bagaimana dengan” imunitas” terhadap narkoba ? Walaupun narkoba bukanlah kuman, melainkan zat kimia tertentu. Ternyata ada beberapa “vaksin” yang berupa program- program pencegahan yang sudah diteliti selama dua dekade terakhir dan terbukti (evidence-based) efektif dalam mencegah terjadinya gangguan PGZ. Dari beberapa penelitian tersebut, ditemukanlah beberapa prinsip-prinsip dasar yang menjadi kunci berhasilnya upaya-upaya pencegahan. NIDA( National Institute on Drug Abuse ), suatu badan penelitian narkoba terkemuka di Amerika mengemukakan 14 Prinsip-prinsip Pencegahan berdasarkan riset pencegahan PGZ yang terbukti efektif dalam mencegah timbulnya penyakit adiksi. Tentu ini sangat membantu para praktisi pencegahan dalam merencanakan dan melaksanakan program pencegahan PGZ agar berhasil. Semua Prinsip-prinsip pencegahan tersebut fokus pada risiko terjadinya PGZ dan masalah perilaku lainnya sepanjang perkembangan seorang anak hingga remaja. Karena berdasarkan riset, GPZ berawal dari adanya interaksi beberapa faktor risiko (risk factor) dan faktor pelindung(protective factor) yang “melekat” pada individu ketika masa kanak dan remaja. Empat prinsip pertama dari 14 Prinsip-prinsip Pencegahan terkait dengan faktor- faktor risiko dan faktor-faktor protektif PGZ. Faktor-faktor Risiko dan Faktor-faktor Protektif Sudah banyak penelitian yang mempelajari bagaimana awal mula dan perjalanan selanjutnya penyalahgunaan zat hingga akhirnya menjadi adiksi/kecanduan. Telah diketahui beberapa faktor yang membuat seseorang rentan/”vulnerable” atau tidak untuk menjadi pecandu narkoba. Faktor-faktor yang memiliki potensial besar untuk menyebabkan seseorang menjadi pecandu disebut sebagai faktor-faktor risiko (risk factor). Sedangkan faktor-faktor yang dapat mengurangi potensi seseorang menjadi pecandu disebut sebagai faktor protektif (protective factor). Faktor risiko yang melekat pada diri seorang individu(internal) biasanya sudah ada sejak bayi/infancy atau masa kanak. Faktor ini tidak serta merta membuat seseorang menjadi pecandu/adikisi narkoba. Barulah ketika faktor ini bertemu dengan faktor luar dirinya(eksternal), ketika dia sudah mengenal lingkungan dengan bertambah

Upload: rhesaamadeaharahap

Post on 12-Nov-2015

219 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Heroin

TRANSCRIPT

Melihat masih tingginya prevalensi PGZ di Indonesia, berdasarkan estimasi BNN pada tahun 2011, sebesar 2,23% (Hasil penelitian 2008, 1,99%), perlu dipikirkan apakah upaya pencegahan/prevention yang dijalankan sudah efektif. Apakah juga program pencegahan yang bersifatskill-baseddengan sasaran kelompok risiko tinggi sudah lebih sering dilakukan dibanding program pencegahan yang bersifat penyuluhan/information-basedbaik dalam kelompok maupun lewat media seperti penerbitan buku, brosur, leaflet dan pemasangan billboard ditempat-tempat strategis.Esensi dari pencegahan adalah membuat orang kebal atauimunterhadap sumber masalah, dalam hal adiksi tentuimunterhadap narkoba. Dari pengalaman dunia kedokteran, kekebalan terhadap penyakit hanya terjadi ketika ditemukannya vaksin yang dapat melawan kuman penyakit. Contohnya vaksinasi BCG, Difteri dll yang dapat mencegah timbulnya penyakit TBC dan Difteri. Sebaliknya penyakit Demam Berdarah, sampai saat ini masih merajalela karena belum adanya vaksin yang bisa membuat orang kebal terhadap demam berdarah sekalipun pemberantasan nyamuk yang menjadi penyebab penyakit cukup gencar dilakukan.Bagaimana dengan imunitas terhadap narkoba ? Walaupun narkoba bukanlah kuman, melainkan zat kimia tertentu. Ternyata ada beberapavaksinyang berupa program-program pencegahan yang sudah diteliti selama dua dekade terakhir dan terbukti (evidence-based) efektif dalam mencegah terjadinya gangguan PGZ. Dari beberapa penelitian tersebut, ditemukanlah beberapa prinsip-prinsip dasar yang menjadi kunci berhasilnya upaya-upaya pencegahan.NIDA( National Institute on Drug Abuse ), suatu badan penelitian narkoba terkemuka di Amerika mengemukakan 14 Prinsip-prinsip Pencegahan berdasarkan riset pencegahan PGZ yang terbukti efektif dalam mencegah timbulnya penyakit adiksi. Tentu ini sangat membantu para praktisi pencegahan dalam merencanakan dan melaksanakan program pencegahan PGZ agar berhasil.Semua Prinsip-prinsip pencegahan tersebut fokus pada risiko terjadinya PGZ dan masalah perilaku lainnya sepanjang perkembangan seorang anak hingga remaja. Karena berdasarkan riset, GPZ berawal dari adanya interaksi beberapa faktor risiko (risk factor) dan faktor pelindung(protective factor) yang melekat pada individu ketika masa kanak dan remaja.Empat prinsip pertama dari 14 Prinsip-prinsip Pencegahan terkait dengan faktor-faktor risiko dan faktor-faktor protektif PGZ.Faktor-faktor Risiko dan Faktor-faktor ProtektifSudah banyak penelitian yang mempelajari bagaimana awal mula dan perjalanan selanjutnya penyalahgunaan zat hingga akhirnya menjadi adiksi/kecanduan. Telah diketahui beberapa faktor yang membuat seseorang rentan/vulnerable atau tidak untuk menjadi pecandu narkoba. Faktor-faktor yang memiliki potensial besar untuk menyebabkan seseorang menjadi pecandu disebut sebagai faktor-faktor risiko (risk factor). Sedangkan faktor-faktor yang dapat mengurangi potensi seseorang menjadi pecandu disebut sebagai faktor protektif (protective factor).Faktor risiko yang melekat pada diri seorang individu(internal) biasanya sudah ada sejak bayi/infancy atau masa kanak. Faktor ini tidak serta merta membuat seseorang menjadi pecandu/adikisi narkoba. Barulah ketika faktor ini bertemu dengan faktor luar dirinya(eksternal), ketika dia sudah mengenal lingkungan dengan bertambah umurnya biasanya pada masa remaja awal dimana dia mulai mengenal teman/peer yang memakai narkoba dia mulai mencoba yang pada akhirnya menyebabkan dia menjadi pecandu. Itupun kalau faktor protektif yang ada tidak berfungsi.Contohnya, faktor risiko yang sudah ada sejak masa kanak seperti tingkah laku agresif, hiperaktif. Bilamana tidak diatasi ketika masa kanak, akan terus terbawa ketika dia pertama kali masuk sekolah. Perilaku agresif/hiperaktif disekolah menyebabkan dia tidak diajak serta/ditolak oleh temannya dalam pergaulan, kadangkala dihukum oleh guru atau kesulitan dalam menangkap pelajaran. Apabila masalah ini tidak diatasi juga maka akan berlanjut hingga dia sering bolos sekolah, bertemu dengan teman yang pakai narkoba sehingga dia mulai pula mengenal narkoba hingga dapat selajutnya menjadi pecandu.Dengan melihat perjalanan risiko tadi/risk path, maka program pencegahan seyogyanya dilaksanakan sedini mungkin dalam perkembangan mental dan perilaku individu. Dimana faktor protektif diperkuat dan faktor risiko dikurangi jauh sebelum perilaku bermasalah muncul.