faktor prognosis dan stadium klinis karsinoma nasofaring

40
Tinjauan Pustaka Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring Oleh: Eka Arie Yuliyani, I Gde Ardika Nuaba, I Made Sudipta Bagian/SMF Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar ____________________________________________________________________ I. Pendahuluan Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan salah satu bentuk keganasan pada daerah kepala dan leher dimana tumor ini berasal dari sel epitel mukosa atau kelenjar yang terdapat pada nasofaring. KNF pertama kali dilaporkan oleh Regaud dan Schmincke pada tahun 1921. Penyakit ini seringkali ditemukan pada orang dewasa, namun jarang dijumpai pada anak dan remaja. Karsinoma nasofaring memiliki karakteristik yang khas baik secara histologi, epidemiologi dan biologi, hal ini yang akan menentukan gejala klinis dan pendekatan terapinya. 1,2 KNF adalah penyakit keganasan yang dapat menyebabkan kematian, di beberapa negara bagian Cina selatan sangat tinggi. Prevalensi KNF semakin meningkat pada Negara bagian lain di Asia Tenggara. KNF di Indonesia menduduki urutan ke empat sebagai penyakit keganasan yang paling sering terjadi setelah kanker servik, kanker payudara dan kanker kulit. KNF paling sering ditemukan pada keganasan kepala dan leher. 2 Secara epidemiologi KNF merupakan keganasan yang sangat menarik oleh karena penyebarannya berdasarkan geografi dan ras. Faktor genetik, sosial dan lingkungan sebagai etiologinya. Angka kejadian KNF di beberapa negara dapat sangat rendah dan bahkan menjadi suatu keganasan yang langka pada populasi penduduk di Amerika, Jepang, Korea dan Eropa. 2 KNF hingga saat ini masih merupakan suatu masalah. Hal ini disebabkan karena gejala dini yang tidak khas serta letak nasofaring yang tersembunyi sehingga diagnosis dini sering terlambat. Sebagian besar penderita datang pada stadium lanjut

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

Tinjauan Pustaka

Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

Oleh:

Eka Arie Yuliyani, I Gde Ardika Nuaba, I Made Sudipta

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan THT-KL

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar

____________________________________________________________________

I. Pendahuluan

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan salah satu bentuk keganasan pada

daerah kepala dan leher dimana tumor ini berasal dari sel epitel mukosa atau kelenjar

yang terdapat pada nasofaring. KNF pertama kali dilaporkan oleh Regaud dan

Schmincke pada tahun 1921. Penyakit ini seringkali ditemukan pada orang dewasa,

namun jarang dijumpai pada anak dan remaja. Karsinoma nasofaring memiliki

karakteristik yang khas baik secara histologi, epidemiologi dan biologi, hal ini yang

akan menentukan gejala klinis dan pendekatan terapinya.1,2

KNF adalah penyakit keganasan yang dapat menyebabkan kematian, di

beberapa negara bagian Cina selatan sangat tinggi. Prevalensi KNF semakin

meningkat pada Negara bagian lain di Asia Tenggara. KNF di Indonesia menduduki

urutan ke empat sebagai penyakit keganasan yang paling sering terjadi setelah kanker

servik, kanker payudara dan kanker kulit. KNF paling sering ditemukan pada

keganasan kepala dan leher.2

Secara epidemiologi KNF merupakan keganasan yang sangat menarik oleh

karena penyebarannya berdasarkan geografi dan ras. Faktor genetik, sosial dan

lingkungan sebagai etiologinya. Angka kejadian KNF di beberapa negara dapat

sangat rendah dan bahkan menjadi suatu keganasan yang langka pada populasi

penduduk di Amerika, Jepang, Korea dan Eropa.2

KNF hingga saat ini masih merupakan suatu masalah. Hal ini disebabkan

karena gejala dini yang tidak khas serta letak nasofaring yang tersembunyi sehingga

diagnosis dini sering terlambat. Sebagian besar penderita datang pada stadium lanjut

Page 2: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

1

Page 3: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

bahkan sebagian lagi datang dengan keadaan umum yang jelek. Kemoradiasi konkuren

menjadi terapi utama pada pasien dengan KNF oleh karena sifat tumor yang

sensitif terhadap radiasi dan kemoterapi. Akan tetapi, KNF masih memiliki angka

kekambuhan lokoregional dan metastasis jauh yang cukup banyak. Faktor

prognosis pada pasien KNF ini merupakan hal yang sangat penting dalam hal

optimalisasi rencana pengobatan sehingga dengan identifikasi terhadap faktor-

faktor tersebut dapat berperan dalam meningkatkan prognosis pasien dengan

KNF.2

Sehingga dengan alasan tersebut, penulis tertarik untuk membahas faktor

prognosis dan stadium klinis pada pasien KNF.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi

Nasofaring merupakan celah sempit berbentuk tabung yang terletak di

bagian bawah dasar tengkorak pada bagianfossa nasalis posterior. Bagian

anteriornya berbatasan dengan nares posterior, dimana terletak di bagian ujung

posterior konka media dan inferior. Bagian atapnya cenderung membentuk

permukaan yang konkaf dan dibentuk oleh bagian posterior tulang sphenoid,

komponen basilar tulang occipital dan cabang anterior dari atlas. Otot konstriktor

faringeal superior dan fasia terletak di dinding posterior. Atap nasofaring terdiri dari

palatum yang lunak. Dinding lateral terdiri dari struktur yang penting seperti tuba

faringotimpanikum, yang terletak 10-12 mm di belakang dan sedikit ke arah bawah

bagian posterior konka inferior.3

Dinding lateral terdiri dari dua lapis yaitu membran mukosa dan aponeurosis

faringeal. Kartilago tuba Eustachius melewati aponeurosis ini, membuka hingga ke

dalam fossa Rosenmuller. Bagian lateral hingga dinding lateral, n. mandibular

keluar dari foramen ovale masuk ke fossa infratemporal. Posterior tuba Eustachius

merupakan daerah retroparotid, dimana terdiri dari nodus lifatikus faringeal, arteri

karotis interna, vena jugularis interna, glossofaringeal, vagus, spinal accesorius dan

nervus hipoglosus sebagai nervus simpatis. Mengerti dan memahami lokasi

foramina yang melingkupi nasofaring dapat memberikan klinisi gambaran tentang

penyebaran

Page 4: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

2

Page 5: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

tumor berdasarkan pemeriksaan saraf kranialis.Enam foramina yang berbatasan

dengan dinding nasofaring yaitu, foramen laserum, foramen ovale, foramen

spongiosum, carotid canal, foramen jugular dan hypoglossal canal. Foramen laserum

dan foramen ovale dapat memberikan sedikit tahanan untuk penyebaran tumor ke

cranium dan foramen tersebut dekat dengan sinus kavernosus dan saraf kranialis II, III,

IV dan VI yang dapat menjelaskan kekerapan terjadinya kelumpuhan pada saraf cranial

tersebut pada diagnosis KNF.3

Gambar 1. Anatomi Hidung dan Nasofaring Tampak Samping4

Aliran limfatik nasofaring salah satunya melewati secara langsung saluran

efferent ke nodus limfatikus bagian dalam di segitiga posterior atau pertama kali

melewati dinding lateral faringeal ke retroparotid atau nodus limfatikus lateral faringeal

dan kemudian ke arah atas ke rantai jugular. Beberapa saluran dapat melewati secara

Page 6: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

langsung ke rantai jugulodigastrikus. Saluran limfatik selalu menyebrangi bagian

tengah dan siap memberikan akses ke dua bagian leher.3

3

Page 7: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

2.2. Epidemiologi

KNF merupakan salah satu keganasan yang menyebabkan kematian terbanyak

pada sebagian populasi di Asia. Insiden KNF jarang ditemukan di Jepang, Eropa dan

Amerika Utara. Distribusi KNF memiliki kemajuan yang luar biasa berdasarkan

geografis dan ras dengan interaksi yang kompleks dengan faktor genetik, virus,

lingkungan dan makanan.2

Insiden KNF pada tahun 2008 diperkirakan sekitar 84.400 kasus dengan angka

kematian 51.600 kasus, mewakili sekitar 0,7% beban kanker secara global. KNF dapat

merupakan suatu kenagasan yang langka pada beberapa negara bagian di dunia dengan

prevalensi kurang dari 1/100.000. Angka kejadian KNF di wilayah Cina selatan, tepatnya

di propinsi Guangdong memiliki prevalensi tertinggi di dunia sekitar 20 hingga 40 kasus

per 100.000 penduduk. Data terbaru juga mendapatkan adanya prevalensi yang tinggi

untuk KNF ini yaitu pada suku Bidayuh di Serawak, Malaysia sekitar 23,1/100.000

penduduk.2

Adham,dkk pada penelitiannya tahun 1995-2005 di RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusumo, angka kejadian KNF lebih banyak dijumpai pada pasien dengan jenis

kelamin laki-laki yaitu sekitar 789 orang (70,4%) dari 1121 kasus dan rasio antara laki-

laki dan perempuan yaitu 2,4:1. Distribusi KNF berdasarkan usia dari beberapa negara

berkisar pada usia antara 4 hingga 91 tahun dengan puncak tertinggi pada usia 50 hingga

60 tahun pada populasi Cina. Secara umum, KNF jarang terjadi pada usia dibawah 20

tahun, mengingat distribusi usia bimodal telah digambarkan di Afrika utara dengan 20%

pasien berusia dibawah 30 tahun.2,5

2.3. Etiologi

Penyebab KNF masih belum diketahui secara pasti. Studi epidemiologi

menduga karsinoma nasofaring terkait dengan faktor lingkungan dan kerentanan genetik

serta infeksi, namun hal ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Di daerah

endemik, KNF merupakan penyakit yang komplek yang disebabkan oleh interaksi faktor

onkogenik akibat infeksi kronis virus EBV, faktor lingkungan dan

Page 8: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

4

Page 9: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

faktor genetik.2,6 Berikut adalah beberapa faktor risiko karsinoma nasofaring antara

lain:

1. Infeksi Virus Epstein barr (EBV)

Keterkaitan antara karsinoma nasofaring dan EBV untuk pertama kali telah

diketahui pada tahun 1966. EBV merupakan faktor risiko mayor karsinoma nasofaring.

Sebagian besar infeksi EBV tidak menimbulkan gejala. EBV dapat memasuki sel-sel

epitel orofaring dengan jalur yang masih belum jelas, bersifat menetap dan tersembunyi.

EBV dapat ditransmisikan melalui saliva dan infeksi primer terjadi selama masa anak-

anak dengan replikasi virus di sel-sel epitel orofaring diikuti dengan infeksi laten pada

limfosit B ( target primer EBV).2

Infeksi EBV pada permulaannya bersifat aktif kemudian virus tersebut menetap

dalam tubuh tanpa menimbulkan gejala sampai virus tersebut aktif kembali oleh karena

kondisi tertentu seperti penurunan daya tahan tubuh. Pada pasien KNF ditemukan adanya

peningkatan antibodi IgG dan IgA yang dapat digunakan sebagai pedoman tes skrining

KNF pada kelompok risiko tinggi2,5.

2. Lingkungan

Konsumsi ikan asin sangat erat hubungannya dengan kejadian KNF, dimana

konsumsi ikan asin lebih dari tiga kali sebulan dapat meningkatkan risiko KNF. Potensi

karsinogenik ikan asin ini didukung oleh penelitian dengan menggunakan hewan coba

dimana ditemukan bahwa proses pengawetan dengan garam dapat menimbulkan

akumulasi nitrosamine yang bersifat karsinogenik. Konsumsi ikan asin pada anak-anak

dari usia dini merupakan faktor risiko yang sangat substansial untuk terjadinya KNF, hal

ini telah dilaporkan melalui penelitian pada orang Cina di Malaysia5.

Merokok dapat meningkatkan kejadian KNF sebanyak 2 sampai 6 kali, oleh

karena kandungan nitrosamine yang terdapat dalam rokok.Sekitar 60% KNF tipe I

berhubungan dengan merokok, sedangkan tipe II dan tipe III tidak berhubungan. Perokok

berisiko untuk terkena KNF sebesar 30%-100% dibandingkan dengan bukan perokok.

Beberapa peneliti juga menemukan bahwa pajanan asap pembakaran kayu bakar dapat

meningkatkan resiko kejadian KNF. Sebanyak 93% dari penderita KNF

Page 10: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

5

Page 11: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

tinggal di rumah dengan ventilasi yang buruk dan terpapar oleh asap pembakaran kayu

bakar.2,7

Pajanan pekerjaan seperti debu kayu, debu katun, bahan kimia lainnya, pajanan

tempat kerja yang panas atau produk bakaran dapat meningkatkan kejadian KNF. Adanya

iritasi dan inflamasi kronik nasofaring, penghambatan transport mukosilier dan

perubahan sel epitel akibat paparan tersebut dapat pula memicu KNF.2

3. Genetik

Pada familial clustering biasanya terjadi pada karsinoma nasofaring tipe II dan

III. Kerabat pertama, kedua dan ketiga pasien karsinoma nasofaring lebih berisiko untuk

terkena KNF.2

Genetik juga memegang peranan penting dalam risiko KNF, dimana human

leucocyte antigens (HLA), termasuk didalamnya HLA-A2, HLA-B46 dan HLA-B58

memiliki hubungan dengan kejadian KNF,5,8. Pada kasus familial yang jarang, pewarisan

perubahan genetik dapat menjadi penyebab utama dan infeksi EBV yang ke dua. Oleh

sebab itu kasus pewarisan genetik ini biasanya terjadi pada pasien KNF dengan usia

muda. Translokasi, amplifikasi dan delesi pada 3p,5p dan 3q menunjukkan suatu

kerusakan genetik yang sangat memungkinkan timbulnya suatu KNF pada seseorang.2

2.4. Patogenesis

Terdapat tiga kelompok utama gen pada regulasi pertumbuhan sel normal

yaitu protoonkogen, gen penekan tumor dan gen gatekeeper. Protoonkogen berperan

dalam stimulasi, regulasi pertumbuhan dan pembelahan sel. Gen penekan tumor bekerja

sebagai penghambat pertumbuhan sel atau menginduksi apoptosis. Gen gatekeeper

memiliki fungsi untuk mempertahankan integritas genomik dengan mendeteksi kesalahan

pada genom dan memperbaikinya. Gen-gen ini dikenal sebagai gen antionkogen karena

berfungsi melakukan kontrol negatif atau menekan pertumbuhan sel. Adanya mutasi pada

gen-gen ini mengakibatkan terbukanya

6

Page 12: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

peluang terbentuknya suatu kanker. Jika terjadi ketidakseimbangan dari ketiga gen-gen

tersebut akan mencetuskan suatu penyimpangan dari siklus sel.4

Pada umumnya proses keganasan dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu

pemendekan waktu siklus sel sehingga akan lebih banyak sel yang diproduksi dalam

satuan waktu dan penurunan jumlah kematian sel akibat gangguan dalam proses

apoptosis. Jika proses ini terjadi dalam suatu sel yang dicetuskan oleh karena mutasi dari

ketiga gen tersebut, maka siklus sel tidak akan berjalan semestinya dan terjadi

pertumbuhan sel tidak terkendali dan proses karsinogenesis dimulai.4

Gambar 2. Skema patofisiologi terjadinya keganasan4

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa faktor risiko penyebab KNF bersifat

multifaktorial, akan tetapi virus Epstein Barr yang paling sering dikaitkan

Page 13: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

7

Page 14: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

dengan kejadian KNF disamping faktor-faktor predisposisi lainnya yaitu genetik,

nitrosamine yang terdapat pada ikan asin dan makanan yang diawetkan, paparan asap,

dan lain-lain. Infeksi yang disebabkan oleh EBV seringkali bersifat asimptomatis. EBV

masuk ke dalam tubuh dan dapat bersifat laten sehingga tidak menimbulkan gejala dalam

jangka waktu lama. Untuk mengaktifkan virus EBV diperlukan mediator tertentu seperti

kebiasaan konsumsi ikan asin dan paparan kondisi lingkungan tertentu

sehinggamenimbulkan KNF.2,6

2.5. Gejala Klinis

Pasien karsinoma nasofaring jarang datang dengan keluhan yang berarti

kecuali bila telah ada penyebaran ke kelenjar getah bening regional. Pembesaran dan

ekstensi tumor pada nasofaring dapat menimbulkan adanya keluhan seperti hidung

tersumbat, sekret pada hidung, perdarahan pada hidung, gangguan pendengaran biasanya

dihubungkan dengan adanya sumbatan pada tuba Eustachius seperti otitis media efusi

dan tinnitus. Kelumpuhan saraf kranial biasanya dihubungkan dengan adanya penyebaran

tumor ke dalam dasar tengkorak, seperti gejala pada mata berupa diplopia. Massa atau

benjolan di leher seringkali menjadi alasan pasien KNF melakukan pemeriksaan. Sekitar

60-90% pasien KNF memiliki metastasis kelenjar leher pada evaluasi menggunakan

modalitas pencitraan.2,5

Adanya keluhan berupa nyeri pada kepala dan keluhan lain yang berhubungan

dengan keterlibatan saraf intrakranial merupakan tanda bahwa KNF telah mencapai

stadium lanjut. Keterlibatan saraf kranialis yang paling sering adalah saraf V dan VI

dimana akan menimbulkan keluhan berupa baal pada wajah dan diplopia. Pada KNF

stadium lanjut dapat muncul keterlibatan saraf kranialis IX, X, XI dan XII. Dapat pula

ditemukan adanya keluhan berupa trismus yang terjadi akibat infiltrasi pada otot

pterygoid. Gejala lainnya yaitu disfagia dan proptosis.5

2.6. Diagnosis

Diagnosis KNF ditegakkan berdasarkan anamnesis yang cermat tentang

keluhan yang dirasakan oleh pasien, gejala klinis yang nampak pada pasien,

Page 15: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

8

Page 16: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Oleh karena nasofaring merupakan

tempat yang tersembunyi dan sulit dilihat, maka diperlukan teknik khusus untuk dapat

melihat kondisi nasofaring, yaitu dengan menggunakan alat endoskopi atau kaca laring

apabila fasilitas tersebut tidak tersedia.8

Pemeriksaan penunjang radiologis berupa computed tomography (CT) dan

magnetic resonance imaging (MRI) dapat digunakan untuk melihat adanya pertumbuhan

tumor yang bersifat lokal dan perluasan intrakranial. MRI lebih sensitif daripada CT

untuk mendeteksi tumor primer dan adanya metastasis ke kelenjar getah bening dan

perineural sehingga mejadi pilihan dalam mengevaluasi penyebab lokoregional. CT lebih

baik daripada MRI dalam hal mengidentifikasi adanya erosi tulang.8

Untuk menentukan diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan penunjang

yaitu histopatologi yang diperoleh dari hasil biopsi nasofaring. Biopsi nasofaring

dikerjakan di ruang tindakan dengan atau tanpa bantuan alat endoskopi, kemudian

sampel hasil biopsi tersebut di kirim ke laboratorium patologi anatomi guna dilakukan

pemeriksaan histopatologi di bawah mikroskop untuk melihat sel kanker. Biopsi

merupakan gold standard untuk menegakkan diagnosis KNF.5,8

Untuk penentuan stadium KNF digunakan American Joint Committee on Cancer

(AJCC) 2010/TNM edisi 7 seperti yang dijelaskan pada tabel berikut,

Tabel 1. Sistem klasifikasi TNM edisi 7/ AJCC 20105

Tumor

TX : Primary tumor cannot be assessed T0 :

No evidence of primary tumor

T1: Tumor confined to nasopharynx or tumor extends to oropharynx and or nasal cavity

without parapharyngeal extension

T2 : Tumor with paapharyngeal extension

T3 : Tumor involves bony structures of skull base and or paranasal sinuses T4:Tumor

with intracranial extension and or involvement of cranial nerves,

hypopharynx, orbit or with extension to infratemporal fossa/masyicator space

Page 17: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

9

Page 18: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

Nodal

NX : Regional lymph nodes cannot be assessed

N0 : No regional lymph nodes metastasis

N1 : Unilateral metastasis in cervical lymph node (s), 6 cm or less in greatest dimenson,

above the supraclavicula fossa, and/or unilateral bilateral, retropharyngeal lymph

nodes, 6 cm or less, in greatest dimension

N2 : Bilateral metastasis in cervical lymph node(s), 6 cm or less in greatest

dimension,above supraclavicular fossa

N3 : Metastasis in a lymph node (s) > 6 cm and or to supraclavicular fossa

N3a: More than 6 cm in dimension

N3b: Extension to the supraclavicular fossa

Metastasis

MX : Metastasis cannot be assessed

M0 : No evidence of metastasis present

M1: Distant metastasis present

Stage grouping

0 : TisN0M0

I : T1N0M0

II : T1N1M0, T2N0M0, T2N1M0

III : T1-2N0M0, T3N0-2M0

IVA: T4N0-2M0

IVB : AnyTN3M0

IVC : AnyTAnyNM1

2.7. Histopatologi

Klasifikasi histopatologi pada KNF menurut WHO ada tiga bentuk yaitu tipe I

karsinoma sel skuamosa, berkeratin dengan diferensiasi sedang-baik, terdapat jembatan

intersel, tipe II karsinoma tidak berkeratin, ditemukan sel matur hingga anaplastik dengan

keratin minimal, tipe III sel tidak berdiferensiasi (termasuk limfoepitelioma, anaplastik,

clear cell, dan varian sel spindel). WHO tipe I ini sekitar

Page 19: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

10

Page 20: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

25% dari semua KNF di Amerika Utara, tapi hanya 1% didaerah endemis. Gambaran

histopatologi WHO tipe III adalah yang paling sering ditemukan pada daerah dengan

prevalensi KNF yang tinggi. Negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia merupakan

daerah endemik KNF.2,5,8

Pada orang dewasa, gambaran histopatologi yang tersering adalah tipe I dan

dikaitkan dengan pajanan terhadap tembakau/rokok dan faktor lingkungan lainnya,

sedangkan pada anak lebih sering ditemukan tipe III, yang berhubungan dengan infeksi

EBV dan predisposisi genetik. Berbagai literatur juga menghubungkan gambaran tumor

tipe III ini dengan kombinasi antara infeksi EBV dan paparan diet yang mengandung

nitrosamin.2

Gambar 3.Klasifikasi histopatologi menurut WHO, (A).Keratinizing

Squamous Cell Carcinoma, (B). Non-Keratinizing carcinoma,

(C). Undifferentiated Carcinoma.5

2.8. Penatalaksanaan

Radioterapi

Radioterapi merupakan terapi utama untuk KNF oleh karena sangat

radiosensitif.KNF stadium I-II dapat diterapi dengan menggunakan radioterapi saja,

sedangkan stadium III-IV dapat diberikan kemoterapi dan radioterapi. Untuk

Page 21: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

11

Page 22: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

radioterapi, sebagian besar pasien menjalani fraksi radioterapi konvensional dengan

energi tinggi 6-8 MV X-ray dengan percepatan linear. Terdapat empat teknologi

radioterapi yang dapat digunakan yaitu, (1).Radioterapi konvensional dua dimensi (2D-

RT), (2).CT simulation treatment planning radiotherapy, (3). Radioterapi konformal tiga

dimensi (3D-CRT) dan (4).Intensity-modulated radiotherapy (IMRT). Akumulasi dosis

yang digunakan untuk tumor primer yang besar termasuk pembesaran kelenjar getah

bening di leher adalah sebesar 66-70 Gy dan daerah sekitar yang benjolan sebesar 50-60

Gy.9

Penatalaksanaan KNF dengan IMRT dinilai lebih baik dibandingkan dengan

teknik 2D-RT oleh karena IMRT merupakan teknik konformal radioterapi yang dapat

memberikan dosis yang cukup pada target tumor dan dosis yang rendah untuk daerah

disekitarnya dan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Pemilihan teknik radioterapi

ini ditentukan berdasarkan pada indikasi klinis dan modalitas yang dimiliki oleh masing-

masing institusi kesehatan.5,10

Kemoterapi

Kemoterapi diberikan pada pasien KNF stadium III-IV dan biasanya

dikombinasikan dengan radioterapi. Kemoterapi dapat diberikan melalui beberapa cara

yaitu neoadjuvant, adjuvant dan concomitant kemoterapi. Kemoterapi neoadjuvant

diberikan sebelum tindakan definitif dan diberikan pada kanker stadium lanjut dengan

maksud mengecilkan volume kanker dan mengurangi mikrometastasis. Kemoterapi

neoadjuvant ini biasanya menggunakan cisplatin atau karboplatin ditambahkan docetaxel.

Adjuvant chemotherapy diberikan pada pasien KNF oleh karena ukuran tumor yang

terlampau besar atau respon terhadap radioterapi sangat rendah. Kemoradiasi yang diikuti

adjuvant kemotrapi dapat digunakan cisplatin + radioterapi diikuti cisplatin/5-FU atau

karboplatin/5-FU. Pasien KNF dengan ukuran tumor yang sangat besar dapat diberikan

pula concomitnant chemotherapy dengan cisplatin tiap minggu (40 mg/m2) selama

radioterapi dan dosis radioterapi yang diberikan > 64,5 Gy. Pada KNF non keratin

didapatkan komplit respon 70-90%.11,12

Page 23: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

12

Page 24: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

Operasi

Pilihan operasi pada KNF jarang dilakukan, hal ini disebabkan oleh karena

lokasinya yang rumit disertai letaknya yang sangat berdekatan dengan organ penting

sekitarnya hampir tidak memungkinkan untuk tepi sayatan bebas tumor. Tindakan

operatif dapat dilakukan teutama pada kasus yang rekuren lokal atau regional yang masih

dapat dieksisi dengan tepi sayatan bebas kanker. Adapun beberapa pendekatan operasinya

yaitu transnasal, palatal split, transpalatal flap, trascervico-mandibulo-palatal,

infratemporal, maxillary swing.12

2.9. Faktor yang mempengaruhi prognosis KNF

Prognosis pasien dengan kanker daerah kepala dan leher yang utama adalah

tergatung pada keagresifan tumor yang dikaitkan dengan karakteristik penjamu dan terapi

atau penatalaksanaan yang diberikan. Stadium klinis, keterlibatan kelenjar limfatik

regional dan tatalaksana serta adanya metastasis jauh merupakan faktor penting dalam

penentuan prognosis yang berkaitan dengan angka harapan hidup secara keseluruhan.10,13

Pada beberapa studi menggambarkan bahwa faktor yang terkait dengan

karakteristik pasien seperti usia, jenis kelamin dan ras merupakan faktor yang signifikan

dapat mempengaruhi prognosis pasien dengan kanker dan sangat berkaitan dengan

stadium klinis dan histologi. Distribusi pasien KNF di Indonesia berdasarkan usia yaitu

sekitar 40-49 tahun dan lebih dari 80% pasien telah terdiagnosis pada rentang usia 30 dan

59 tahun. Selain itu didapatkan pula data bahwa KNF pada usia kurang dari 30 tahun

sebesar 20% walaupun hal ini jarang terjadi. Pada beberapa penelitian menyebutkan

bahwa usia dapat mempengaruhi prognosis pada pasien KNF dimana pasien dengan usia

muda memiliki angka harapan hidup yang lebih baik. Beberapa studi juga menunjukkan

hal tersebut dikaitkan dengan kontrol lokal dan metastasis jauh.11,13,14 Akan tetapi

penelitian yang dilakukan oleh Ma seperti yang dikutip Xiao,dkk melaporkan bahwa

pasien dengan usia muda (< 40 tahun) memiliki angka harapan hidup dan kontrol lokal

yang lebih baik dengan analisis multivariat.

Page 25: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

13

Page 26: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

Pada penelitian yang dilakukan di Washington University tahun 1980 dan 1991 untuk

pasien dengan squamous cell carcinoma kepala dan leher (HNSCC) yang pertama kali

diterapi menunjukkan bahwa prognosis pasien berusia < 40 tahun memiliki angka

harapan hidup yang lebih baik dibandingkan pasien berusia tua. Pasien dengan usia lebih

tua memiliki angka komorbiditas dan status kondisi pasien yang lebih rendah jika

dikaitkan dengan rendahnya toleransi terhadap intensitas terapi (kemoterapi dan

radioterapi) serta kondisi lain yang dapat meningkatkan angka kematian di luar faktor

keganasan itu sendiri.7,11

Penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan jenis kelamin dapat

mempengaruhi prognosis KNF telah banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan di

Cina menunjukkan bahwa angka harapan hidup pada pasien berjenis kelamin perempuan

lebih baik daripada laki-laki. Menurut Xiao pada beberapa penelitian yang pernah

dilakukan, pasien laki-laki memiliki prognosis yang lebih buruk daripada perempuan jika

dilihat dari beberapa faktor yaitu kontrol lokal dan metastasis jauh. Pasien KNF berjenis

kelamin laki-laki memiliki prevalensi metastasis jauh yang lebih tinggi daripada

perempuan sehingga angka harapan hidup menjadi rendah. Penelitian yang dilakukan di

University of Oslo di Norwegia pada pasien dengan HNSCC menunjukkan angka

harapan hidup yang lebih baik pada pasien berjenis kelamin perempuan.7,11

Ras merupakan faktor prognosis yang berdiri sendiri yang dapat mempengaruhi

prognosis pasien KNF. Penelitian yang dilakukan pada pasien HNSCC didapatkan data

bahwa angka harapan hidup pada orang ras kulit putih lebih baik dibandingkan ras kulit

hitam.Data di Indonesia menujukkan bahwa orang dari suku jawa memiliki prevalensi

lebih besar yang mendapatkan terapi KNF dibandingkan suku lainnya. Walaupun hal ini

diduga adanya suatu keterkaitan dengan kontrol genetik akan tetapi insiden yang terjadi

diantara suku di Indonesia tidak menunjukkan perbedaan.2,7

Kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan merokok merupakan etiologi dan sekaligus

mempengaruhi faktor prognosis pasien KNF. Konsumsi akohol dan merokok dapat

menurunkan keefektifan terapi dan meningkatkan risiko terjadinya

14

Page 27: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

pertumbuhan tumor yang semakin besar dan secara tidak langsung mempengaruhi angka

harapan hidup pasien. Menghentikan kebiasaan ini dapat meningkatkan prognosis

pasien.Selain itu status gizi pasien dengan kanker kepala dan leher sering mengalami

gangguan dimana terjadi penurunan pada status gizi yang disebabkan karena gangguan

secara anatomi yang menyebabkan suatu kondisi sehingga pasien menjadi sulit untuk

mendapatkan nutrisi yang baik.Seringkali pasien dengan pecandu alkohol dan merokok

didapatkan dengan penurunan status gizi. Malnutrisi dapat menyebabkan penurunan

fungsi immunologi, penyembuhan luka yang lambat dan meningkatkan kemungkinan

terjadinya infeksi. Penanganan terhadap hal ini harus dapat dengan cepat dilakukan

karena menjadi faktor prognostik terhadap keberhasilan pengobatan.5,7

Anemia juga merupakan salah satu faktor yang mempengauhi prognosis pasien

dengan KNF. Kemoradioterapi merupakan terapi standar untuk metastasis lokoregional

pada KNF sesuai dengan National Comprehensive Cancer Network Guidelines. Akan

tetapi, hal tersebut dapat menyebabkan prevalensi pasien KNF dengan anemia menjadi

meningkat oleh karena efek mielosupresif. Anemia ringan hingga sedang kerapkali

didapatkan pada pasien KNF dengan terapi tersebut dan hal ini jarang diperhatikan oleh

para ahli onkologi. Penurunan kadar Hb pada pasien kanker telah dilaporkan dapat

menjadi faktor prognosis yang penting dalam penatalaksanaan radioterapi. Kadar Hb

yang rendah dapat menyebabkan terjadinya hipoksia tumor dan meningkatkan sel yang

hipoksik sehingga berpengaruh terhadap resistansi radioterapi dan prognosis yang

buruk.10,15

Klasifikasi Ho’s dari Hongkong, American Joint Committee on Cancer

(AJCC) dan beberapa klasifikasi lainnya merupakan sistem yang digunakan untuk

penentuan stadium klinis pada KNF. Masing-masing klasifikasi ini memiliki kriteria yang

berbeda untuk klasifikasi T dan N sehingga tahun 1987 digunakan dua klasifikasi utama

untuk stadium KNF yaitu AJCC dan UICC.5

Klasifikasi TNM tetap merupakan indikator prognosis yang kuat dengan dua

faktor prognosis yang berdiri sendiri yaitu ukuran tumor atau valume tumor (T) dan

pembesaran kelenjar getah bening (N). Klasifikasi T memiliki pengaruh pada kontrol

Page 28: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

15

Page 29: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

lokal dan volume serta diameter tumor merupakan dua indeks yang dapat

menggambarkan pembesaran tumor, sedangkan klasifikasi N signifikan dalam

memprediksi kontrol regional dan metastasis jauh. Pasien dengan N3 memiliki prognosis

yang buruk.10,14,15

KNF merupakan jenis tumor yang sangat infiltratif dengan kecenderungan

menyebar ke struktur jaringan lunak sekitar dan dasar tengkorak. Tanpa modalitas CT

Scan atau MRI volume tumor tidak dapat diukur dengan mudah secara klinis. Pada

beberapa penelitian volume tumor primer menjadi faktor prognosis yang lebih penting

dibandingkan klasifikasi T pada pasien KNF. Untuk pasien KNF stadium lanjut kita juga

mempertimbangkan volume tumor primer menjadi faktor prognosis yang penting dalam

hal keberhasilan terapi. Oleh Fletcher bahwa volume tumor dapat menjadi indikasi dari

jumlah klonogen tumor yang seharusnya hilang. Untuk kasus KNF yang memperoleh

kemoradiasi dimana ukuran tumor yang besar memiliki dampak yang bermakna terhadap

kontrol lokal karena peningkatan risiko jumlah klonogen serta tumor berukuran besar

cenderung mengandung area hipoksik sehingga resisten terhadap terapi radiasi.5,15,16,17

Menurut WHO, klasifikasi KNF secara histopatologi dibagi menjadi tiga yaitu

karsinoma sel skuamosa berkeratin (WHO tipe I) yang dikaitkan dengan infeksi EBV di

daerah endemis memiliki prognosis yang lebih buruk daripada karsinoma sel skuamosa

tidak berkeratin atau karsinoma tidak berdiferensiasi (WHO tipe II atau WHO tipe III).

Pemeriksaan histopatologi lebih banyak digunakan untuk mengevaluasi adanya suatu

metastasis jauh.5,18

Biomarker tumor merupakan marker diagnostik dan prognostik pada pasien

kanker. Beberapa biomarker telah dilaporkan yang terkait dengan diagnosis dan

prognosis KNF. Salah satunya yaitu DNA EBV yang terdapat didalam plasma atau serum

pasien KNF yang dapat digunakan dalam hal deteksi dini, diagnosis dan menentukan

prognosisnya. Keberadaan EBV pada semua sel tumor membuat EBV menjadi suatu

target diagnostik untuk pasien KNF. Peningkatan secara menetap kadar DNA di dalam

plasma dikaitkan dengan ketidak berhasilan dalam eradikasi sel tumor dan hal ini

mengindikasikan suatu angka harapan hidup yang rendah pada pasien

Page 30: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

16

Page 31: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

KNF. Monitoring kadar plasma secara baik dapat mendeteksi adanya suatu metastase dan

rekurensi penyakit, dimana hal ini menujukkan penambahan jumlah sel tumor dapat

melepaskan DNA viral di dalam darah saat replikasi. Banyak studi menunjukkan kadar

antibodi anti-EBV yang lebih tinggi pada kasus KNF dibandingkan orang normal.2,5

Selain itu ada pula biomarker plasma yang lain yang dapat mempengaruhi

prognosis KNF. Transformasi sel normal menjadi sel kanker sering menyebabkan sintesis

enzim serum yang abnormal bahkan sebelum terjadi perubahan morfologi tumor.

Proliferasi tumor memiliki karakteristik metabolik yang unik termasuk perubahan pada

beberapa indikator di serum, seperti enzim, protein dan hormon. Untuk memproduksi

energi, sel kanker menggunakan jalur anaerob glikolisis yang menghasilkan transformasi

piruvat menjadi laktat.Peningkatan serum LDH sebelum penatalaksanaan telah dikaitkan

dengan angka harapan hidup yang rendah pada pasien KNF.Alkali phosphatase (ALP)

merupakan antigen yang berkaitan dengan tumor dan ditemukan peningkatan ALP pada

KNF dengan T3-4 yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi angka harapan hidup

pasien KNF. Peningkatan kadar ALP dikaitkan dengan infasif tumor lokal dan hal ini

dapat menjadi prediksi adanya suatu invasi ke tulang tengkorak pada pasien KNF dengan

T3-4.5,9

III. PEMBAHASAN

KNF merupakan karsinoma sel skuamosa nonlimfomatosa yang terjadi pada sel

epitelial di nasofaring. KNF memiliki karakteristik yang khas baik secara histologi,

epidemiologi dan biologi. Hal ini yang akan menentukan gejala klinis dan pendekatan

terapinya2. Angka kejadian KNF di wilayah Cina selatan, tepatnya di propinsi

Guangdong memiliki prevalensi tertinggi di dunia sekitar 20 hingga 40 kasus per 100.000

penduduk. Data terbaru juga mendapatkan adanya prevalensi yang tinggi untuk KNF ini

yaitu pada suku Bidayuh di Serawak, Malaysia sekitar 23,1/100.000 penduduk. Ho

melaporkan bahwa KNF menempati urutan ke tiga keganasan pada pada laki-laki dengan

insiden 50 kasus per 100.000 di propinsi Guangdong, Cina selatan.2,8

17

Page 32: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

KNF merupakan penyakit yang komplek yang disebabkan oleh adanya interaksi

antara infeksi kronis dengan onkogenik gamma herpesvirus EBV dan faktor lingkungan

serta genetik termasuk proses karsinogenik multistep. Diagnosis ditegakkan berdasarkan

anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis

berkaitan dengan keluhan utama pasien dan gejala klinis yang menyertai yang merupakan

tanda khas pada pasien KNF. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan endoskopi fiber

optik untuk melihat adanya massa tumor di fossa

Rosenmuller atau peninggian di atap nasofaring. Pemeriksaan penunjang radiologis

berupa computed tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI) dapat

digunakan untuk melihat adanya pertumbuhan tumor yang bersifat lokal dan perluasan

intrakranial. MRI lebih sensitif daripada CT untuk mendeteksi tumor primer dan adanya

metastasis ke kelenjar getah bening dan perineural sehingga menjadi pilihan dalam

mengevaluasi penyebaran lokoregional.8

Selain itu, dilakukan pula pemeriksaan biopsi yang merupakan gold standard

untuk menegakkan diagnosis KNF. Untuk penentuan stadium KNF digunakan

American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2010/TNM edisi 7. Klasifikasi

histopatologi pada KNF menurut WHO ada tiga bentuk yaitu tipe I karsinoma sel

skuamosa, berkeratin dengan diferensiasi sedang-baik, terdapat jembatan intersel, tipe II

karsinoma tidak berkeratin, ditemukan sel matur hingga anaplastik dengan keratin

minimal, tipe III sel tidak berdiferensiasi (termasuk limfoepitelioma, anaplastik, clear

cell, dan varian sel spindel).5,18

Untuk penatalaksanaan KNF dapat dilakukan dengan radioterapi, kemoterapi dan

operasi. Radioterapi merupakan terapi utama untuk KNF oleh karena sangat radiosensitif.

KNF stadium I-II dapat diterapi dengan menggunakan radioterapi saja, sedangkan

stadium III-IV dapat diberikan kemoterapi dan radioterapi. Penatalaksanaan KNF dengan

IMRT dinilai lebih baik dibandingkan dengan teknik 2D-RT. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Sheng Fa Su,dkk yang dikutip oleh Hamida menunjukkan bahwa IMRT

memberikan angka kesintasan hidup selama 5 tahun yang cukup baik pada pasien KNF

stadium dini yaitu desease-spesific

Page 33: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

18

Page 34: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

survival 97,3%, local recurrence-free survival 97,7% dan distant metstasis-free survival

97,8%.5

Kemoterapi diberikan pada pasien KNF stadium III-IV dan biasanya

dikombinasikan dengan radioterapi. Kemoterapi dapat diberikan melalui beberapa cara

yaitu neoadjuvant, adjuvant dan concomitant kemoterapi. Pada stadium III-IV walaupun

pencapaian kontrol lokoregional tinggi, tapi risiko metastasis jauh masih sangat tinggi

sekitar 25% pada 5 tahun pertama. Pemberian neoadjuvant kemoterapi cisplatin dan 5 FU

didapatkan hasil pengecilan volume tumor > 50% dari 70% pasien. Kemoradiasi yang

diikuti adjuvant kemotrapi dapat digunakan cisplatin + radioterapi diikuti cisplatin/5-FU

atau karboplatin/5-FU. Pasien KNF dengan ukuran tumor yang sangat besar dapat

diberikan pula concomitnant chemotherapy dengan cisplatin tiap minggu (40 mg/m2)

selama radioterapi dan dosis radioterapi yang diberikan > 64,5 Gy. Suatu studi

membandingkan antara konkomitan kemoterapi dengan radioterapi saja pada pasien KNF

stadium lokoregional lanjut diperoleh angka kesintasan hidup 5 tahun untuk yang

mendapat terapi radiasi saja sebesar 58,6% dan untuk yang mendapat konkomitan

kemoterapi sebesar 70,3%.5,11,12

Selain kemoterapi dan radiasi, operasi juga merupakan pilihan terapi pada pasien

dengan KNF. Pilihan operasi pada KNF jarang dilakukan, hal ini disebabkan oleh karena

lokasinya yang rumit disertai letaknya yang sangat berdekatan dengan organ penting

sekitarnya, hampir tidak memungkinkan untuk tepi sayatan bebas tumor.12

Prognosis KNF telah menjadi salah satu fokus penelitian yang sangat penting.

Stadium klinis, keterlibatan kelenjar limfatik regional dan tatalaksana serta adanya

metastasis jauh merupakan faktor penting dalam penentuan prognosis yang berkaitan

dengan angka harapan hidup secara keseluruhan. Pada beberapa studi menggambarkan

bahwa faktor yang terkait dengan karakteristik pasien seperti usia, jenis kelamin dan ras

merupakan faktor yang signifikan dapat mempengaruhi prognosis pasien dengan kanker

dan sangat berkaitan dengan stadium klinis dan histologi. Dalam perkembangannya yang

berhubungan dengan rekurensi atau tumor primer baru dengan angka harapan hidup 5

tahun, beberapa peneliti menunjukkan

Page 35: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

19

Page 36: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

bahwa pasien KNF usia muda (< 40) tahun memiliki angka harapan hidup yang lebih

baik secara statistik dibandingkan usia pertengahan (41-64) tahun dan usia tua (> 65)

tahun yaitu 66% vs 52% vs 37%.7,10,13

Penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan jenis kelamin dapat

mempengaruhi prognosis KNF telah banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan di

University of Oslo di Norwegia pada pasien dengan HNSCC menunjukkan angka

harapan hidup yang lebih baik pada pasien berjenis kelamin perempuan. Secara

keseluruhan angka harapan hidup sekitar 52,8% dan secara statistik signifikan dalam

hubungannya dengan jenis kelamin. Data di Indonesia menujukkan bahwa orang dari

suku jawa memiliki prevalensi lebih besar yang mendapatkan terapi KNF dibandingkan

suku lainnya yaitu 32% diikuti dengan suku sunda (19,2%), Cina (10,6%), batak (9,5%),

betawi (7,6%), lampung (2,9%), dan minangkabau (2,4%). Walaupun hal ini diduga

adanya suatu keterkaitan dengan kontrol genetik akan tetapi insiden yang terjadi diantara

suku di Indonesia tidak menunjukkan perbedaan.2,7,11

Kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan merokok merupakan etiologi dan sekaligus

mempengaruhi faktor prognosis pasien KNF. Konsumsi alkohol dan merokok dapat

menurunkan keefektifan terapi dan meningkatkan risiko terjadinya pertumbuhan tumor

yang semakin besar dan secara tidak langsung mempengaruhi angka harapan hidup

pasien. Menghentikan kebiasaan ini dapat meningkatkan prognosis pasien. Pasien yang

mengalami penurunan 10% dari berat badannya dan memiliki kadar albumin < 3,2 mg/dl

atau total limfosit 1500 sel/ml termasuk dalam kondisi malnutrisi dan sangat

memungkinkan untuk mendapat suatu suplemen atau vitamin.7

Penurunan kadar Hb pada pasien kanker telah dilaporkan dapat menjadi faktor

prognosis yang penting dalam penatalaksanaan radioterapi. Kadar Hb yang rendah dapat

menyebabkan terjadinya hipoksia tumor dan meningkatkan sel yang hipoksik sehingga

berpengaruh terhadap resistansi radioterapi dan prognosis yang buruk. Penurunan kadar

Hb dikaitkan dengan terapi konkomitan kemoradioterapi oleh karena toksisitas

mielosupresif dan mukositis pada traktus digestivus bagian atas yang berkaitan dengan

kurangnya nutrisi selama terapi.15

Page 37: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

20

Page 38: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

Selain faktor-faktor tersebut di atas, masih terdapat beberapa faktor lain yang

mempengaruhi prognosis pada pasien KNF yaitu volume tumor primer, stadium klinis,

histopatologi, biomarker tumor. Tumor dengan volume tumor primer >15 cm3 memiliki

kontrol lokal yang lebih buruk akan tetapi angka harapan hidup 5 tahun tidak didapatkan

perbedaan yang bermakna. Berdasarkan stadium klinis, semakin besar kategori T dan N

maka semakin rendah tingkat kontrol lokal dan regional. Menurut penelitian oleh Guo

Li,dkk dilakukan analisis hubungan antara peningkatan kadar LDH dan ALP terhadap

prognosis KNF. Peningkatan LDH didapatkan pada 44 kasus (8,3%) dengan angka

harapan hidup dan bebas metastasis jauh yang lebih buruk daripada kasus dengan kadar

LDH normal. Peningkatan ALP pada 41 kasus (7,7%) memiliki angka harapan hidup dan

bebas dari kekambuhan lokal yang lebih buruk daripada kadar ALP normal.9

IV. KESIMPULAN

KNF merupakan salah satu jenis keganasan pada daerah kepala dan leher dimana

tumor ini berasal dari sel epitel mukosa atau kelenjar yang terdapat pada nasofaring. KNF

ini memiliki karakteristik yang unik dengan angka kejadian yang sangat tinggi di Asia

Tenggara. Diagnosis KNF ditegakkan berdasarkan pada anamnesis yang cermat meliputi

keluhan utama pasien dan gejala klinis yang menyertai, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan pasien KNF dapat dilakukan dengan

kemoterapi, radioterapi dan operatif. Akan tetapi radioterapi merupakan penatalaksanaan

yang utama pada KNF karena sifatnya yang radiosensitif. Faktor utama yang

mempengaruhi prognosis pasien dengan KNF yaitu meliputi keagresifan tumor yang

dikaitkan dengan karakteristik pejamu dan terapi atau penatalaksanaan yang diberikan.

Stadium klinis, keterlibatan kelenjar limfatik regional dan tatalaksana serta adanya

metastasis jauh merupakan faktor penting dalam penentuan prognosis yang berkaitan

dengan angka harapan hidup secara keseluruhan.

21

Page 39: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

DAFTAR PUSTAKA

1. William I. Wei. Nasopharyngeal Cancer. In : Bailey Byron J, Johnson Jonas T,

Newlands Shawn D, editors. Head & Neck Surgery-Otolaryngology.

Lippincott Williams & Wilkins, 4thEdition 2006 ; 7 : 117.

2. Adham M,dkk. Nasophayngeal carcinoma in Indonesia: Epodemiology, incidence,

signs, and symptoms at presentation. In : Chinese Journal of Cancer. 2012.p. 61-80

3. Ondrey FG, Simon K, K.Wright. Neoplasm of the Nasopharynx.In :

Ballanger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Sixteenth Edition.

2003.p. 1392-1407

4.Maulana AS, dkk.Kasus Karsinoma Nasofaring di RSUD dr. Soebandi Jember Periode

2009-2010.2010; diunduh tanggal 8 Mei

2016.http://mylifeismypride.files.wordpress.com

5. Faisal HH. Gambaran Karakteristik Karsinoma Nasofaring Dan Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Prognosis. Di Bagian Telinga Hidung Tenggorok Universitas

Indonesia.2014: diunduh tanggal 8 Mei 2016.http://www.rscm.quality-journey.com

6. Zeng MS &Yi Xin Zeng. Pathogenesis and Etiology of Nasopharyngeal Carcinoma.In

: Cancer Center of Sun Yat-sen University. Diunduh tanggal 8

Mei 2016, http://www.cancer.org

7.Piccirillo JF & Anna Vlahiotis. General Patient Factor. In: Prognosis In Head

And Neck Cancer. Rotterdam. 2000.p. 73-84

8. Tabuchi K, dkk. Early Detection of Nasofaringeal Carcinoma. In: International Journal

of Otolaryngology. 2011; diunduh tanggal 8 Mei 2016,http://www.researchgate.net

9. Li Guo, dkk. Increased Pretreatment levels of serum LDH and ALP as Poor Prognostic

Factors For Nasopharyngeal Carcinoma.In :Chinese Journal of Cancer.2012. Diunduh

tanggal 8 Mei 2016, http://www.cjcsysu.com

22

Page 40: Faktor Prognosis dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring

10.Wang W, dkk. Clinical Outcomes and Prognostic Factors of 695 Nasopharyngeal

Carcinoma Patients Treated with Intensity-Modulated Radiotherapy. In : BioMed

Research International. 2014. Diunduh tanggal 8 Mei 2016.

http://www.dx.doi.org/10.1155/2014/814948

11. Xiao G, dkk. Influence of gender and age on the survival of patients with

nasopharyngeal carcinomaIn :BMC Cancer.2013. Diunduh tanggal 8 Mei

2016.http://www.biomedcentral.com

12. Kurnia HA. Kanker Nasofaring. In : Kanker Kepala Leher Dan Rekonstruksi.

Divisi Bedah onkologi/HNBSCT FKUI/RSCM Jakarta.2012.p.1-42 13.Kowalski LP

& Andre L. Carvalho.General Tumor Factor. In : Prognosis In

Head And Neck Cancer. Rotterdam. 2000.p.127-138

14.Raissouni S, dkk. Clinical prognostic factors in locally advanced nasopharyngeal

carcinoma in Moroccan population .Department Oncology Morocco. 2013. Diunduh

tanggal 8 Mei 2016. http://www.applications.emro.who.int

15. Liang Xue X, dkk.Significant Prognostic Impact of Chemoradiotherapy-Induced

Hemoglobin Decrease on Treatment Outcomes of Nasopharyngeal Carcinoma.In :

Journal of Cancer. South China. 2015. Diunduh tanggal 8 Mei

2016.http://www.jcancer.org

16.Chen Mu, dkk. Better Prediction of Prognosis for Patients with Nasopharyngeal

Carcinoma Using Primary Tumor Volume.American Cancer Society. 2004. Diunduh

tanggal 8 Mei 2016. http://www.interscience.wiley.com

17. Feng Mei, dkk. Tumor volume is an independent prognostic indicator of local control

in nasopharyngeal carcinoma patients treated with intensity-modulated radiotherapy.

In : BiMed Central. 2013. http://www.ro-journal.com

18. Velthusyen MLV, dkk. Histopathology. In : Prognosis In Head And Neck Cancer.

Rotterdam. 2000.p.139-153

23