faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat …digilib.unila.ac.id/55505/3/skripsi tanpa bab...

90
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT ADOPSI PETANI MANGGIS TERHADAP GOOD AGRICULTURE PRACTICES (GAP) DALAM MENUNJANG REGISTRASI KEBUN DAN SERTIFIKASI PRODUK DI KECAMATAN KOTA AGUNG KABUPATEN TANGGAMUS (Skripsi) Oleh AZIL AGUSTINO JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2019

Upload: others

Post on 03-Mar-2020

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANTINGKAT ADOPSI PETANI MANGGIS TERHADAP

GOOD AGRICULTURE PRACTICES (GAP) DALAM MENUNJANGREGISTRASI KEBUN DAN SERTIFIKASI PRODUK

DI KECAMATAN KOTA AGUNG KABUPATEN TANGGAMUS

(Skripsi)

Oleh

AZIL AGUSTINO

JURUSAN AGRIBISNISFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG2019

ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANTINGKAT ADOPSI PETANI MANGGIS TERHADAP

GOOD AGRICULTURE PRACTICES (GAP) DALAM MENUNJANGREGISTRASI KEBUN DAN SERTIFIKASI PRODUK

DI KECAMATAN KOTA AGUNG KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

Azil Agustino

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat adopsi petani manggis terhadapGood Agriculture Practices (GAP), faktor-faktor yang berhubungan dengantingkat adopsi petani manggis terhadap GAP, dan kendala-kendala yang dihadapipetani dalam penerapan GAP. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan KotaAgung Kabupaten Tanggamus. Responden terdiri atas 74 petani manggis yangsedang dan telah menerapkan GAP dengan metode sampel acak sederhana (simplerandom sampling). Penelitian dilakukan dengan metode survei, pengumpulandata menggunakan kuesioner. Analisis data dengan deskriptif dan uji statistiknonparametrik korelasi Rank Spearman. Hasil menunjukkan bahwa tingkatadopsi petani manggis terhadap GAP masuk ke dalam klasifikasi sedang(64,86%), faktor-faktor yang berhubungan nyata adalah pengalaman berusahatani,tingkat pendidikan formal, karakteristik inovasi, dan tingkat kekosmopolitan,sedangkan faktor-faktor yang tidak berhubungan nyata adalah luas lahan danketersediaan modal. Kendala-kendala yang dihadapi adalah kondisi cuaca yangtidak dapat diprediksi, serangan hama dan penyakit pengganggu tanaman,permainan harga oleh oknum pedagang, kurangnya informasi dan pengetahuanpetani mengenai GAP, serta belum diterbitkannya nomor registrasi kebun GAP diPekon Penanggungan.

Kata kunci: GAP, petani manggis, tingkat adopsi

ABSTRACT

Factors Related with Mangosteen Farmers Adoption Level anGood Agriculture Practices (GAP) in Supporting Land Registration andProduct Certification in Kota Agung Subdistrict of Tanggamus District

By

Azil Agustino

The purposes of this research are to analyze farmers adoption level on GoodAgriculture Practices (GAP), factors related to the adoption level, and theconstraints faced by farmers in the implementation of GAP. This research wasconducted in Kota Agung subdistrict of Tanggamus district, by interviewing 74respondents, mangosteen farmers who joined and applied GAP at Kota Agung.Data were collected using a survey method with descriptive analysis and RankSpearman correlation test to examine hypothesis. The results showed thatadoption level of mangosteen farmers on GAP is included on a mediumclassification (64,86%), the factors related are experience of farming, formaleducation level, characteristics of innovation, and level of cosmopolitecharacteristic, while the unrelated factors are land area and capital availability.The constraints faced are unpredictable weather conditions, pests and plantdiseases, price determination by traders, lack of information and knowledge ofGAP, and unpublished GAP land registration number in Penanggungan village.

Keywords: GAP, mangosteen farmers, adoption level

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

TINGKAT ADOPSI PETANI MANGGIS TERHADAP

GOOD AGRICULTURE PRACTICES (GAP) DALAM MENUNJANG

REGISTRASI KEBUN DAN SERTIFIKASI PRODUK

DI KECAMATAN KOTA AGUNG KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

Azil Agustino

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA PERTANIAN

Pada

Program Studi Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 10 Juli

1995. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara

dari pasangan Bapak Asmayadi dan Ibu Asniwa. Penulis

menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 2

Palapa pada tahun 2007, pendidikan sekolah menengah

pertama di SMP Negeri 25 Bandar Lampung pada tahun 2010, pendidikan

sekolah menengah atas di SMA YP UNILA pada tahun 2013. Penulis diterima di

Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2013

melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama menempuh pendidikan di Jurusan Agribisnis Universitas Lampung,

penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Bedarou Indah Kecamatan

Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang pada tahun 2016 dan melakukan

Praktik Umum (PU) di kelompok tani Mekar Tani Jaya dan Sixplus Agrotech di

Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Penulis juga aktif sebagai Ketua

Bidang Kewirausahaan pada organisasi LS-MATA periode 2014/2015 dan aktif

sebagai Kepala Divisi Media, Informasi, dan Komunikasi pada organisasi Badan

Eksekutif Mahasiswa periode 2015/2016, lalu sebagai Kepala Departemen

Informasi dan Komunikasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat

Pertanian Unila periode 2016/2017. Pada tahun 2016, penulis membentuk sebuah

organisasi di bidang pertanian yang bernama Teras Petani.

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya,

sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-faktor yang

Berhubungan dengan Tingkat Adopsi Petani Manggis terhadap Good

Agriculture Practices (GAP) dalam Menunjang Registrasi Kebun dan

Sertifikasi Produk di Kecamatan Kota Agung Kabupaten Tanggamus”

dengan baik. Penulis menyadari skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik

tanpa adanya dukungan, bimbingan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung.

2. Dr. Teguh Endaryanto, S.P., M.Si., selaku Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas

Pertanian.

3. Ir. Indah Nurmayasari, M.Sc., selaku Pembimbing Pertama, yang

memberikan bimbingan, saran, pengarahan, motivasi, dan semangat kepada

penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ir. Begem Viantimala, M.Si., sebagai Pembimbing ke dua, yang telah

memberikan bimbingan, saran, pengarahan, motivasi, dan semangat selama

penulis menyelesaikan skripsi ini.

5. Dr. Ir. Tubagus Hasanuddin, M.S., selaku Penguji Bukan Pembimbing, yang

telah memberikan saran, arahan, dan masukan untuk perbaikan skripsi.

6. Prof. Dr. Ir. Irwan Effendy, M.S., selaku Pembimbing Akademik, yang telah

memberikan arahan dan saran selama menjadi mahasiswa Jurusan Agribisnis.

7. Seluruh dosen Jurusan Pertanian yang telah memberikan ilmu pengetahuan

dan pengalaman kepada penulis dan staf/karyawan yang telah memberikan

bantuan dan kerjasamanya selama ini.

8. Keluargaku tercinta Bapak Asmayadi, Ibu Asniwa, Abang Ari, Abang Angga,

dan Ica serta keluarga besar penulis yang memberikan kasih sayang, bantuan

dan doa yang tiada henti.

9. Seluruh responden di Pekon Terdana dan Pekon Penanggungan yang telah

memberikan izin melakukan penelitian dan memberikan informasi terkait

penelitian penulis.

10. Bapak Dedi Hernawan yang telah memberikan motivasi dan inspirasi kepada

penulis.

11. Rienda Monica Novyana yang telah memberikan bantuan, dukungan dan

kasih sayang kepada penulis.

12. Teman-teman “Club Billiard” Manda, Khairul, Pungki, Dirga, Rama, Ivan,

dan Bambang yang telah menghabiskan waktu dengan cukup bijak.

13. Rekan-rekan dunia persilatan Tsu gigi, Citang, Ayu, Coti, Diqa, Fadia hese,

Rini pidoy, dan Madem manusia ikan yang telah mendukung penulis untuk

selalu berprilaku baik dan terpuji.

14. Seluruh rekan seperjuangan Agribisnis 2013 yang tidak dapat penulis

sebutkan satu per satu, terimakasih atas segala bantuan dan motivasi kalian.

15. Seluruh pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per

satu, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kalian selama ini.

Dengan segala kekurangan yang ada, penulis berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi kita semua. Mohon maaf atas segala kesalahan dan kekhilafan

selama proses penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan

terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan.

Bandar Lampung,

Penulis,

Azil Agustino

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka berpikir tingkat adopsi petani manggis terhadapkaidah Good Agriculture Practices (GAP) dalam menunjangregistrasi kebun dan sertifikasi produk di Kecamatan Kota AgungKabupaten Tanggamus ........................................................................ 50

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jumlah petani dan luas kebun Good Agriculture Practices (GAP)milik petani di Provinsi Lampung tahun 2014 ...................................... 5

2. Jumlah petani dan luas kebun Good Agriculture Practices (GAP)di Kabupaten Tanggamus tahun 2014 ................................................... 7

3. Kajian penelitian terdahulu.................................................................... 42

4. Pengukuran variabel .............................................................................. 61

5. Sebaran sampel penelitian di Kecamatan Kota AgungKabupaten Tanggamus .......................................................................... 62

6. Sebaran usia petani responden............................................................... 72

7. Sebaran petani responden berdasarkan lama berusahatani .................... 73

8. Sebaran petani responden berdasarkan jenis pekerjaansampingan .............................................................................................. 74

9. Sebaran petani responden berdasarkan jumlah tanggungankeluarga.................................................................................................. 75

10. Sebaran petani responden berdasarkan tingkat adopsi petani terhadapGood Agriculture Practices (GAP) ....................................................... 77

11. Tingkat adopsi petani dilihat dari setiap indikator pengukuranterhadap Good Agriculture Practices (GAP) ........................................ 77

12. Sebaran petani responden berdasarkan kesesuian penerapanStandard Operating Procedure (SOP) persiapan lahan ........................ 78

13. Sebaran petani responden berdasarkan kesesuian penerapanStandard Operating Procedure (SOP) persiapan benih/bibit................ 79

iv

14. Sebaran petani responden berdasarkan kesesuian penerapanStandard Operating Procedure (SOP) penanaman ............................... 80

15. Sebaran petani responden berdasarkan kesesuian penerapanStandard Operating Procedure (SOP) penyiangan ............................... 81

16. Sebaran petani responden berdasarkan kesesuian penerapanStandard Operating Procedure (SOP) pemupukan............................... 83

17. Sebaran petani responden berdasarkan kesesuian penerapanStandard Operating Procedure (SOP) pengendalian organismepengganggu tanaman (OPT) .................................................................. 84

18. Sebaran petani responden berdasarkan kesesuian penerapanStandard Operating Procedure (SOP) pemanenan ............................... 85

19. Sebaran petani responden berdasarkan pemahaman mengenaiprogram keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan ketersediaanfasilitas pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)........................... 86

20. Sebaran petani responden berdasarkan pemahaman mengenai standarmutu dan keamanan produk .................................................................. 88

21. Sebaran petani responden berdasarkan kesesuian penerapanStandard Operating Procedure (SOP) sortasi dan pengkelasan ........... 88

22. Sebaran petani responden berdasarkan pengalamanberusahatani ........................................................................................... 91

23. Sebaran pengalaman berusahatani petani responden dengan tingkatpenerapan Good Agriculture Practices (GAP) pada aspeklingkungan (planet)................................................................................ 92

24. Sebaran pengalaman berusahatani petani responden dengan tingkatpenerapan Good Agriculture Practices (GAP) pada aspekkeselamatan dan kesejahteraan petani (people) ..................................... 94

25. Sebaran pengalaman berusahatani petani responden dengan tingkatpenerapan Good Agriculture Practices (GAP) pada aspekkeuntungan (profit) ................................................................................ 97

26. Sebaran petani responden berdasarkan tingkat pendidikan formal ...... 99

27. Sebaran petani responden berdasarkan luas lahan.................................101

28. Sebaran petani responden berdasarkan ketersediaan modal ..................103

v

29. Sebaran petani responden berdasarkan karakteristik inovasi ................106

30. Sebaran petani responden berdasarkan indikator pengukurankarakteristik inovasi...............................................................................107

31. Sebaran petani responden berdasarkan tingkat kekosmopolitan ...........113

32. Rekapitulasi faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan tingkatadopsi petani manggis terhadap Good Agriculture Practices (GAP)....114

33. Hasil analisis faktor-faktor yang diduga berhubungan dengantingkat adopsi petani manggis terhadap Good AgriculturePractices (GAP).....................................................................................115

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI................................................................................................. iDAFTAR TABEL ........................................................................................ iiiDAFTAR GAMBAR .................................................................................... vi

I. PENDAHULUANA. Latar Belakang dan Masalah ....................................................... 1B. Rumusan Masalah ....................................................................... 9C. Tujuan Penelitian......................................................................... 10D. Manfaat Penelitian....................................................................... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRANA. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 12

1. Deskripsi Manggis .............................................................. 122. Manfaat Manggis ................................................................ 133. Pengertian Adopsi ................................................................ 144. Tahapan Adopsi ................................................................... 165. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kecepatan

Adopsi Suatu Inovasi ........................................................... 176. Kaidah Good Agriculture Practices (GAP) ......................... 24

a. Pengertian kaidah Good Agriculture Practices (GAP) ... 24b. Kriteria Titik Kendali Indonesia Good Agriculture

Practices (IndoGAP)....................................................... 26c. Registrasi Kebun ............................................................. 30d. Metode Penilaian Registrasi Kebun ................................ 32e. Bentuk Jaminan atau Sertifikasi pada Produk ................. 34

7. Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Manggis.... 358. Tingkat Kematangan Buah Manggis Berdasarkan

Indeks/Tahapan .................................................................... 40B. Kajian Penelitian Terdahulu........................................................ 41C. Kerangka Pemikiran.................................................................... 47D. Hipotesis...................................................................................... 51

III. METODOLOGI PENELITIANA. Konsep Dasar dan Definisi Operasional ..................................... 52

1. Variabel X (Variabel Bebas) ................................................ 52

ii

2. Variabel Y (Variabel Terikat) .............................................. 56B. Penentuan Lokasi, Waktu Penelitian, dan Responden ................ 61C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data................................. 63D. Metode Analisis Data .................................................................. 63

IV. HASIL DAN PEMBAHASANA. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................... 66

1. Kabupaten Tanggamus......................................................... 662. Kecamatan Kota Agung, Pekon Terdana dan Pekon

Penanggungan ...................................................................... 683. Gambaran Umum Good Agriculture Practices (GAP) dan

Sertifikasi Prima................................................................... 69B. Keadaan Umum Responden ........................................................ 71C. Deskripsi Variabel Y (Tingkat Adopsi) ...................................... 76D. Deskripsi Faktor-faktor yang Diduga Berhubungan dengan

Tingkat Adopsi Petani Manggis terhadap Good AgriculturePractices (GAP) .......................................................................... 891. Pengalaman Berusahatani (X1)............................................ 902. Tingkat Pendidikan Formal (X2) ......................................... 983. Luas Lahan (X3) ..................................................................1004. Ketersediaan Modal (X4).....................................................1025. Karakteristik Inovasi (X5)....................................................1056. Tingkat Kekosmopolitan (X6) .............................................112

E. Pengujian Hipotesis.....................................................................115F. Kendala yang Dihadapi Petani pada Penerapan

Good Agriculture Practices (GAP).............................................123

V. KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan..................................................................................126B. Saran............................................................................................127

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................128LAMPIRAN..................................................................................................132

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Pada era globalisasi ini sebagai dampak dari lingkungan hidup yang semakin

berkembang, serta pola pikir dan pola konsumsi masyarakat terhadap suatu

produk makanan telah mengalami perubahan. Mutu dan keamanan pangan

serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu hal yang penting untuk

diperhatikan (Febriana dan Artanti, 2009). Saat ini tuntutan konsumen baik

di pasar domestik maupun pasar global mengenai jaminan mutu dan

keamanan makanan (food safety) semakin meningkat. Kontaminasi bahan

kimia pada produk pertanian khususnya tanaman pangan masih sangat tinggi

di beberapa negara berkembang (Wahyuni, 2010).

Organisasi Pangan Dunia (FAO) yang bernaung di bawah PBB dalam

pertemuan pangan dunia menyatakan tiga tantangan utama pertanian saat ini

yakni: 1) peningkatan ketahanan pangan, mata pencaharian dan pendapatan

penduduk pedesaan; 2) peningkatan kebutuhan akan berbagai macam produk

pangan yang aman; 3) pelestarian sumber daya alam dan lingkungan (FAO,

2003). Salah satu tantangan dan kendala utama industri pangan nasional saat

ini adalah harus mampu menghasilkan produk bermutu dan aman bagi

kesehatan manusia. Kandungan bahan kimia yang masih sangat tinggi dan

2cara budidaya yang tidak terstandarisasi pada produk pertanian di Indonesia

menyebabkan produk pangan di Indonesia berada pada daya saing yang

rendah di pasar global (Firdaus, 2007).

Menurut Rumiyati (2012), konsumen saat ini telah menyadari bahwa mutu

dan keamanan pangan tidak hanya bisa dijamin dengan hasil uji pada produk

akhir di laboratorium saja. Konsumen berkeyakinan bahwa mutu dan

keamanan pangan yang baik dipengaruhi juga oleh kegiatan produksi,

pemilihan bahan baku, pengolahan, serta proses distribusinya. Penyelesaian

masalah mengenai jaminan mutu dan keamanan pangan dapat diwujudkan

salah satunya dengan menjaga dan mengawasi proses agribisnis pada sektor

hulu. Oleh karena itu, saat ini berkembanglah berbagai sistem yang dapat

memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan sejak proses produksi

hingga sampai ke tangan konsumen antara lain seperti kaidah Good

Agriculture Practices (GAP), Quality Management Program (QMP), Hazard

Analysis Critical Control Point (HACCP) dan lain-lain.

Melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48 Tahun 2009 tentang pedoman

budidaya buah dan sayuran yang baik (Good Agriculture Practices),

Kementerian Pertanian mencoba menghadapi tuntutan persyaratan tersebut

dalam rangka menghasilkan produk buah maupun sayuran yang aman

konsumsi, bermutu dan diproduksi secara ramah lingkungan.

Menindaklanjuti amanat Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 28

Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan maka perlu disusun

ketentuan cara berproduksi buah dan sayur yang baik dan mengacu pada

3kaidah Good Agriculture Practices (GAP) yang relevan dengan kondisi

pertanian di Indonesia. Departemen Pertanian (2009) menerangkan bahwa

kaidah Good Agriculture Practices (GAP) mencakup penerapan teknologi

ramah lingkungan, pencegahan penularan Organisme Pengganggu Tanaman

(OPT), penjagaan kesehatan dan kesejahteraan petani, dan prinsip

penelusuran balik (traceability). Standard Operating Procedure (SOP) yang

spesifik lokasi, spesifik komoditas serta spesifik sasaran pasarnya

dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk yang

dihasilkan petani agar mampu memenuhi kebutuhan konsumen dan memiliki

daya saing tinggi.

Pusat Sosial Ekonomi Kementerian Pertanian (2015) menjelaskan bahwa

kaidah Good Agriculture Practices (GAP) mulai diterapkan di Indonesia

sejak tahun 2003 dimulai pada komoditas sayuran dan secara berangsur-

angsur mewajibkan semua produk bahan pangan untuk perdagangan global

memiliki sertifikat Good Agriculture Practices (GAP). Sertifikat Good

Agriculture Practices (GAP) dapat menunjang berbagai produk untuk

mendapatkan sertifikat Prima 1, Prima 2, dan Prima 3 yang dikeluarkan oleh

Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Pusat maupun Daerah.

Menurut Nazir (2004), ada beberapa macam kaidah Good Agriculture

Practices (GAP) sesuai dengan komoditas yang dikembangkan, namun

umumnya memiliki standar yang hampir sama. Pada penerapan kaidah Good

Agriculture Practices (GAP) seorang produsen atau pelaku usaha harus

memenuhi beberapa ketentuan wajib, ketentuan anjuran dan ketentuan yang

4disarankan. Ketentuan-ketentuan tersebut tertulis pada Peraturan Menteri

Pertanian Nomor 48 Tahun 2009.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48 Tahun 2009 diterbitkan guna

menyempurnakan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61 Tahun 2006 yang

bertujuan agar produksi dan produktivitas meningkat, mutu hasil serta

keamanan konsumsi terjaga, meningkatkan efisiensi produksi dan daya saing,

memperbaiki efisiensi penggunaan sumberdaya alam, mempertahankan

kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang

berkelanjutan, mendorong petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap

mental yang bertanggung jawab terhadap kesehatan dan keamanan diri

maupun lingkungan, meningkatkan peluang penerimaan oleh pasar global,

serta memberi jaminan keamanan bagi konsumen. Peraturan Menteri

Pertanian Nomor 48 Tahun 2009 menegaskan perlu atau pentingnya

penerapan kaidah Good Agriculture Practices (GAP) dalam menunjang

registrasi kebun dan sertifikasi produk.

Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang telah melaksanakan

atau menerapkan kaidah Good Agriculture Practices (GAP) dalam

menunjang registrasi kebun dan sertifikasi produk. Berdasarkan data Badan

Ketahanan Pangan Daerah, petani di Provinsi Lampung telah menerapkan

kaidah Good Agriculture Practices (GAP) sejak tahun 2009 dengan

komoditas pertama yaitu manggis di Kecamatan Kota Agung Timur

Kabupaten Tanggamus. Kaidah Good Agriculture Practices (GAP) hingga

saat ini belum banyak diketahui oleh petani, sehingga jumlah petani dan luas

5kebun yang telah terdaftar sebagai kebun Good Agriculture Practices (GAP)

di Provinsi Lampung masih sangat sedikit. Jumlah petani dan luas kebun

milik petani yang telah terdaftar sebagai kebun Good Agriculture Practices

(GAP) di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah petani dan luas kebun Good Agriculture Practices (GAP)milik petani di Provinsi Lampung tahun 2014

No Kabupaten Petani Luas Kebun (ha)1 Lampung Barat 94 154,422 Pringsewu - -3 Lampung Selatan 32 29,754 Lampung Timur 33 18,95 Lampung Tengah 81 56,346 Lampung Utara - -7 Way Kanan - -8 Tulang Bawang - -9 Pesawaran - -10 Tanggamus 161 134,2511 Mesuji - -12 Tulang Bawang Barat - -13 Pesisir Barat - -14 Bandar Lampung - -15 Metro - -

Jumlah 401 393,66Sumber: Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Lampung

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa petani yang telah menerapkan kaidah

Good Agriculture Practices (GAP) dan terdaftar sebagai kebun Good

Agriculture Practices (GAP) yaitu sebanyak 401 petani. Berdasarkan data

BPS Provinsi Lampung (2015) jumlah tersebut hanya sebesar 0,02% dari

total penduduk yang bekerja pada sektor pertanian di Provinsi Lampung yaitu

sebesar 1.773.129 petani. Total luas kebun yang terdaftar sebagai kebun

Good Agriculture Practices (GAP) di Provinsi Lampung yaitu sebesar 393,66

hektar. Penerapan kaidah Good Agriculture Practices (GAP) di Provinsi

6Lampung tergolong masih sangat rendah jika dilihat dari perbandingan antara

jumlah petani yang telah menjalankan atau menerapkan kaidah Good

Agriculture Practices (GAP) dengan jumlah penduduk yang bekerja sebagai

petani di Provinsi Lampung. Kebun yang telah terdaftar sebagai kebun Good

Agriculture Practices (GAP) di Provinsi Lampung merupakan kebun dengan

komoditas buah-buahan seperti manggis, nanas, pisang, jeruk, buah naga dan

salak.

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa jumlah petani terbanyak yang telah

menerapkan kaidah Good Agriculture Practices (GAP) dan telah tersertifikasi

adalah Kabupaten Tanggamus. Mayoritas penduduk di Kabupaten

Tanggamus bermata pencaharian sebagai petani dengan komoditas yang

terdaftar sebagai kebun Good Agriculture Practices (GAP) yaitu buah

manggis dan salak. Berdasarkan Tabel 1 sebanyak 161 petani di Kabupaten

Tanggamus telah menerapkan kaidah Good Agriculture Practices (GAP)

dengan total luas kebun 134,25 hektar. Kabupaten Lampung Barat memiliki

luas kebun yang lebih banyak jika dibandingkan dengan Kabupaten

Tanggamus yaitu 154,42 hektar dengan jumlah petani yang menerapkan

kaidah Good Agriculture Practices (GAP) hanya 94 petani. Petani yang telah

menerapkan kaidah Good Agriculture Practices (GAP) tersebar pada

beberapa kecamatan di Kabupaten Tanggamus. Jumlah petani dan luas kebun

yang telah terdaftar sebagai kebun Good Agriculture Practices (GAP) di

Kabupaten Tanggamus dapat dilihat pada Tabel 2.

7Tabel 2. Jumlah petani dan luas kebun Good Agriculture Practices (GAP) di

Kabupaten Tanggamus tahun 2014

No. Kecamatan Petani LuasKebun (ha)

JumlahKebun

1 Wonosobo - - -2 Semaka - - -3 Bandar Negeri Semuong - - -4 Kota Agung 60 22,75 605 Pematang Sawa - - -6 Kota Agung Barat 25 34,75 257 Kota Agung Timur 65 70 658 Pulau Panggung - - -9 Ulu Belu - - -10 Air Naningan - - -11 Talang Padang - - -12 Sumber Rejo 11 6,75 1213 Gisting - - -14 Gunung Alip - - -15 Pugung - - -16 Bulok - - -17 Cukuh Balak - - -18 Kelumbayan - - -19 Limau - - -20 Kelumbayan Barat - - -

Jumlah 161 134,25 162Sumber: Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Lampung

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa dari dua puluh kecamatan yang berada

di Kabupaten Tanggamus, hanya ada empat kecamatan yang sudah

menerapkan kaidah Good Agriculture Practices (GAP) dalam kegiatan

usahatani untuk mendukung registrasi kebun dan sertifikasi produk. Jumlah

tersebut tergolong masih sangat rendah. Menurut data Badan Ketahanan

Pangan Daerah Provinsi Lampung (2014) sebanyak 162 kebun milik petani di

Kabupaten Tanggamus telah terdaftar sebagai kebun Good Agriculture

Practices (GAP) dan sebagian besar telah mendapatkan sertifikat Prima 3

dengan komoditas unggulan yaitu manggis (Garcinia mangostana).

Sebanyak 127,5 hektar merupakan kebun manggis yang telah terdaftar

8sebagai kebun Good Agriculture Practices (GAP), sedangkan sisanya

sebanyak 6,75 hektar adalah kebun salak yang juga telah terdaftar sebagai

kebun Good Agriculture Practices (GAP).

Berdasarkan data pada Tabel 2, Kecamatan Kota Agung merupakan salah

satu kecamatan yang telah menerapkan kaidah Good Agriculture Practices

(GAP) dengan luas kebun yang tidak terlalu luas namun jumlah petani yang

menerapkan kaidah Good Agriculture Practices (GAP) cukup banyak.

Sebanyak 60 petani di Kecamatan Kota Agung telah menerapkan kaidah

Good Agriculture Practices (GAP) dengan total luas kebun 22,75 hektar.

Jika dibandingkan dengan Kecamatan Kota Agung Timur dengan jumlah

petani sebanyak 65 petani dan luas kebun seluas 70 hektar terdapat

perbandingan antara jumlah petani yang tidak terlalu jauh, namun luas kebun

yang terdaftar sebagai kebun Good Agriculture Practices (GAP) memiliki

selisih yang cukup jauh.

Kebun yang mereka daftarkan adalah kebun dengan komoditas manggis.

Secara on farm, jarak tanam yang dianjurkan pada budidaya manggis yaitu

8x10 meter atau 10x10 meter (Rukmana, 1995). Berdasarkan ketentuan

tersebut maka luas lahan yang dibutuhkan petani untuk budidaya manggis

tidak sedikit. Jika melihat data pada Tabel 2 mengenai luas lahan manggis

yang terdaftar sebagai kebun Good Agriculture Practices (GAP) di

Kecamatan Kota Agung dengan jumlah petani sebanyak 60 orang, sebagian

besar petani hanya mendaftarkan kebun mereka dengan luas lahan 0,25 – 1,00

hektar. Melihat ketentuan-ketentuan kaidah Good Agriculture Practices

9(GAP) pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48 Tahun 2009 yang tidak

sedikit yaitu sebanyak 14 persyaratan wajib, 54 persyaratan yang sangat

dianjurkan, dan 32 persyaratan anjuran, maka ketertarikan petani untuk

mengadopsi atau menerapkan kaidah Good Agriculture Practices (GAP)

dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dari internal maupun eksternal petani

tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Rogers dan Shoemaker (1971)

bahwa proses adopsi terhadap suatu program atau inovasi tidak muncul secara

tiba-tiba dalam diri individu. Proses adopsi terhadap suatu program atau

inovasi akan dipengaruhi oleh beberapa faktor sebelum masyarakat mau

menerima atau menerapkan dengan keyakinannya sendiri. Oleh karena itu,

penulis tertarik melakukan penelitian mengenai “Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Tingkat Adopsi Petani Manggis (Garcinia mangostana)

terhadap Kaidah Good Agriculture Practices (GAP) dalam Menunjang

Registrasi Kebun dan Sertifikasi Produk di Kecamatan Kota Agung

Kabupaten Tanggamus”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan

penelitian yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat adopsi petani manggis terhadap kaidah Good

Agriculture Practices (GAP) dalam menunjang registrasi kebun dan

sertifikasi produk di Kecamatan Kota Agung Kabupaten Tanggamus?

2. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat adopsi petani

manggis terhadap kaidah Good Agriculture Practices (GAP) dalam

10menunjang registrasi kebun dan sertifikasi produk di Kecamatan Kota

Agung Kabupaten Tanggamus?

3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi petani manggis pada penerapan

kaidah Good Agriculture Practice (GAP) dalam menunjang registrasi

kebun dan sertifikasi produk di Kecamatan Kota Agung Kabupaten

Tanggamus?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan

sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui tingkat adopsi petani manggis terhadap kaidah Good

Agriculture Practices (GAP) dalam menunjang registrasi kebun dan

sertifikasi produk di Kecamatan Kota Agung Kabupaten Tanggamus.

2. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat adopsi

petani manggis terhadap kaidah Good Agriculture Practices (GAP)

dalam menunjang registrasi kebun dan sertifikasi produk di Kecamatan

Kota Agung Kabupaten Tanggamus.

3. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi petani manggis pada

penerapan kaidah Good Agriculture Practice (GAP) dalam menunjang

registrasi kebun dan sertifikasi produk di Kecamatan Kota Agung

Kabupaten Tanggamus.

11D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki beberapa manfaat antara lain:

1. Sebagai bahan informasi dinas/instansi yang terkait dalam pengambilan

keputusan atau kebijakan dalam meningkatkan adopsi kaidah Good

Agriculture Practices (GAP) di masa yang akan datang.

2. Sebagai informasi dan sumbangan pengetahuan kepada petani mengenai

kaidah Good Agriculture Practices (GAP).

3. Sebagai bahan informasi dan rujukan bagi penelitian berikutnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Deskripsi Manggis

Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L merupakan buah tropis

yang tergolong buah tahunan. Umur tanaman manggis dapat mencapai

puluhan tahun. Tanaman manggis tumbuh dari dataran rendah hingga

ketinggian 800 m dpl dengan tipe iklim basah. Curah hujan yang dibutuhkan

berkisar 1.500-2.500 mm/tahun dengan penyinaran matahari 40-70%. Suhu

ideal yang dibutuhkan untuk pertumbuhan manggis rata-rata 20-30 oC.

Tanaman ini menyebar dari Asia Tenggara ke daerah Amerika Tengah dan

daerah tropis lainnya, seperti Srilanka, Malagasi, Karibia, Hawaii dan

Australia Utara. Klasifikasi pohon manggis adalah sebagai berikut

(Prihatman, 2000):

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotylrdonae

Keluarga : Guttiferae

Genus : Garcinia

Spesies : Garcinia mangostana L.

13Buah yang dikenal sebagai “Queen of Tropical Fruits” ini memiliki bentuk

bulat. Manggis yang berusia muda berwarna hijau muda dan setelah tua

berwarna ungu merah kehitaman. Buah yang berwarna hijau dengan bercak

ungu sudah dapat dipanen. Buah manggis yang telah masak beratnya berkisar

antara 30-140 gram, tebal kulit sekitar 5 mm, getah berwarna kuning, warna

petal merah dan stigma halus dengan diameter 8-12 mm. Daging buah

manggis berwarna putih, bertekstur halus, dan setiap segmen daging

mengandung biji yang berukuran besar. Daging buah manggis bersegmen-

segmen yang jumlahnya berkisar antara lima hingga delapan segmen.

2. Manfaat Manggis

Buah manggis dapat disajikan dalam bentuk segar, sebagai buah kaleng,

dibuat sirop/sari buah. Manfaat manggis secara tradisional adalah sebagai

obat sariawan, wasir, dan luka. Kulit buah dimanfaatkan sebagai pewarna

termasuk untuk tekstil dan air rebusannya dimanfaatkan sebagai obat

tradisional. Batang pohon dapat digunakan sebagai bahan bangunan, kayu

bakar atau kerajinan (PKBT IPB dalam Kastaman, 2007).

Menurut Setyo (2009), kandungan lain yang terdapat pada buah manggis

adalah alpha-mangostin dan gamma-mangostin yang bersifat sebagai anti

bakteri. Alpha-mangostin juga diketahui mempunyai efektivitas yang sama

baiknya dengan antibiotika yang berada di pasaran seperti amphicillin dan

minocycline. Selain itu, kandungan stilbenes pada buah manggis juga sangat

bermanfaat sebagai antifungi. Buah manggus tidak hanya dapat

14dimanfaatkan daging buahnya saja, tetapi kulit buahnya juga memiliki

manfaat yang cukup besar. Daging kulit buah manggis (pericarp)

mengandung senyawa biologis aktif yang diidentifikasi sebagai xanthones,

yang memiliki sifat menyembuhkan berbagai penyakit. Kemampuan buah

manggis sebagai anti-oksidan dihitung 100 kali lebih kuat daripada Vitamin

A, C, dan E. Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah ini mengandung

komponen anti inflamatory yang potensial, inhibitor cox-2 dan sejumlah

vitamin, mineral serta antioksidan yang dapat mencegah pembekuan darah,

menurunkan kadar kolestrol darah dan membantu fungsi jantung.

3. Pengertian Adopsi

Mardikanto dan Sutarni (1983) mengatakan bahwa adopsi adalah penerapan

atau penggunaan suatu ide, alat-alat atau teknologi baru yang disampaikan

berupa pesan komunikasi (lewat penyuluhan). Manifestasi dari bentuk adopsi

ini dapat dilihat atau diamati berupa tingkah laku, metode, maupun peralatan

dan teknologi yang dipergunakan dalam kegiatan komunikasinya.

Samsudin (1982) mengatakan bahwa adopsi adalah suatu proses yang dimulai

dari keluarnya ide-ide dari satu pihak, disampaikan kepada pihak kedua,

sampai diterimanya ide tersebut oleh masyarakat sebagai pihak kedua.

Seseorang menerima suatu hal atau ide baru selalu melalui tahapan-tahapan.

Tahapan ini dikenal sebagai tahap proses adopsi. Pendapat lain dikemukakan

oleh Rogers (2003) mengenai definisi adopsi, yaitu suatu proses pengambilan

keputusan dari sebuah inovasi atau suatu proses seseorang berlalu dari

15pengetahuan pertama mengenai suatu inovasi dengan membentuk suatu sikap

terhadap inovasi, sampai memutuskan untuk menolak atau menerima,

melaksanakan ide-ide baru dan mengukuhkan terhadap keputusan inovasi.

Menurut Mardikanto (1996), adopsi dalam proses penyuluhan pada

hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku baik berupa

pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun keterampilan (psycho-

motoric) pada diri seseorang setelah menerima inovasi yang disampaikan

oleh penyuluh kepada masyarakat sasarannya. Pengertian adopsi menurut

Syafa’at (2003) adalah penerapan suatu teknologi oleh petani yang berkaitan

erat dengan perilaku petani sebagai pengelola usahanya. Perilaku petani

sebagai pengelola usahataninya akan dipengaruhi oleh faktor internal dan

eksternal yaitu meliputi faktor sosial antara lain tingkat pendidikan,

pengalaman usahatani dan jumlah anggota keluarga.

Menurut Suprapto dan Fahrianoor (2004), adopsi adalah suatu keputusan

untuk menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai cara bertindak yang paling

baik. Keputusan inovasi merupakan proses mental, sejak seseorang

mengetahui adanya inovasi sampai mengambil keputusan untuk menerima

atau menolaknya kemudian mengukuhkannya. Keputusan inovasi merupakan

suatu tipe pengambilan keputusan yang khas.

Notoatmodjo (2003) mengatakan adopsi adalah perilaku baru seseorang

sesuai dengan latar belakang pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap

rangsangan/stimulus. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi telah

melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang

16positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting).

Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan

kesadaran, maka perilaku tersebut tidak akan berlangsung lama.

4. Tahapan Adopsi

Menurut Rogers dan Shoemaker (1971), proses adopsi akan melalui tahapan-

tahapan sebelum masyarakat mau menerima atau menerapkan dengan

keyakinannya sendiri. Terdapat lima tahapan adopsi yang dilalui, antara lain:

a. Tahap sadar (awareness) yaitu seseorang mengetahui atau mulai sadar

adanya inovasi tetapi kekurangan informasi mengenai hal itu.

b. Tahap minat (interest) yaitu seseorang mulai menaruh minat terhadap

inovasi yang ditandai oleh keinginannya untuk bertanya atau untuk

mencari informasi yang lebih banyak mengenai inovasi yang ditawarkan.

c. Tahap penilaian (evaluation) yaitu seseorang melakukan penilaian

terhadap baik atau buruk atau manfaat yang telah diketahui informasinya

secara lebih lengkap.

d. Tahap percobaan (trial) yaitu seseorang telah mau mencoba ide baru

yang ditawarkan walaupun dalam skala kecil. Tahap percobaan

dilakukan untuk menentukan atau meyakinkan mengenai penilaiannya.

e. Tahap penerima (adopsi) yaitu seseorang telah menerapkan inovasi

tersebut dengan penuh keyakinan secara kontinyu berdasarkan penilaian

dan uji coba yang telah dilakukan atau diamati sendiri.

175. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kecepatan Adopsi Suatu

Inovasi

Kecepatan adopsi adalah tingkat kecepatan penerimaan inovasi oleh anggota

sistem sosial. Kecepatan ini biasanya diukur dengan jumlah penerima yang

mengadopsi suatu ide baru dalam suatu periode waktu tertentu (Hanafi,

1987).

Menurut Mardikanto (1996), kecepatan adopsi dipengaruhi oleh faktor-faktor,

yaitu:

a. Sifat inovasinya sendiri, baik sifat instrinsik (yang melekat pada inovasi

tersebut) maupun sifat ekstrinsik (menurut atau dipengaruhi oleh keadaan

lingkungannya).

b. Sifat sasarannya. Tentang hal ini, Rogers dan Shoemaker (1971)

mengemukakan hipotesisnya bahwa setiap kelompok masyarakat terbagi

menjadi lima kelompok individu berdasarkan tingkat kecepatan

mengadopsi inovasi, yaitu:

1) Kelompok perintis (innovator)

Pelopor atau orang-orang yang pertama dalam suatu wilayah tertentu

dan paling cepat mengadopsi suatu inovasi. Kelompok ini memiliki

rasa ingin tahu yang tinggi (coriousity) dan cenderung individualis.

2) Kelompok pelopor (early adopter)

Orang yang cukup aktif dalam pembangunan desa, umur relatif muda,

pendidikan cukup tinggi, status sosial agak tinggi dan disegani oleh

anggota masyarakat.

183) Kelompok penganut dini (early majority)

Golongan yang mudah terpengaruh bila hal baru telah disadari dan

diyakini keunggulannya.

4) Kelompok penganut lambat (late majority)

Orang yang lambat menerima inovasi, kedudukan ekonominya

rendah, dan kurang bersemangat dalam usahataninya.

5) Kelompok penolak atau kolot (laggard)

Kaum penolak atau kolot, usia tua, statis dan pasif terhadap

perubahan, serta kurang rasional.

Menurut Rogers (2003), faktor-faktor karakteristik suatu inovasi itu terbagi

atas lima, yaitu:

a. Keuntungan relatif (relative advantage), merupakan derajat yang

menunjukkan inovasi diterima dan dipandang jauh lebih baik

dibandingkan teknologi sebelumnya, yang biasanya dilihat dari segi

keuntungan ekonomi dan keuntungan sosial (prestise dan persetujuan

sosial).

b. Kesesuaian (compatibility), merupakan derajat yang menunjukkan

inovasi dipandang sesuai/konsisten dengan nilai-nilai sosial budaya yang

ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan-kebutuhan adopter.

c. Kerumitan (complexity), merupakan derajat yang menunjukkan inovasi

tersebut dianggap sulit untuk dimengerti dan digunakan.

d. Kemungkinan untuk dicoba (trialability), merupakan derajat yang

menunjukkan inovasi dianggap mungkin untuk diuji cobakan secara

teknis dalam skala kecil.

19e. Kemungkinan untuk diamati/dirasakan hasilnya (observability),

merupakan derajat yang menunjukkan hasil dari inovasi dapat dilihat

atau dirasakan oleh adopter.

Terdapat beberapa karakteristik penerima inovasi (petani) dalam kecepatan

adopsi suatu inovasi seperti umur, pendidikan, pengalaman bertani,

pendapatan, luas lahan, tingkat kosmopolitan, dan tingkat partisipasi.

Beberapa karakteristik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut ini:

a. Umur

Lubis (2000) mengatakan bahwa semakin muda umur petani, maka akan

semakin semangat untuk mengetahui hal baru. Sehingga dengan

demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi.

b. Pendidikan

Tingkat pengetahuan seseorang berhubungan dengan tingkat penilaian

dan keputusan adopsi inovasi. Orang-orang yang mengadopsi inovasi

lebih awal dalam proses difusi, cenderung lebih berpendidikan. Mereka

yang berpendidikan lebih tinggi relatif lebih cepat melaksanakan adopsi.

Pendidikan merupakan sarana belajar yang selanjutnya akan

menambahkan sikap pengertian yang menguntungkan menuju

pembangunan praktik pertanian yang lebih modern. Mereka yang

berpendidikan tinggi adalah yang relatif lebih cepat dalam melaksanakan

adopsi, begitu pula sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah, agak

sulit melaksanakan adopsi inovasi dengan cepat (Lubis, 2000).

20c. Pengalaman berusahatani

Faktor pengalaman mempunyai hubungan positif dengan kecepatan

adopsi inovasi. Petani yang berpengalaman lebih cepat mengadopsi

teknologi dibandingkan dengan petani yang belum atau kurang

berpengalaman. Petani yang sudah lama berusahatani akan lebih mudah

menerapkan inovasi atau menerapkan anjuran penyuluhan dan penerapan

teknologi daripada petani pemula atau petani baru (Soekartawi, 1994).

Menurut Hasyim (2006), lamanya berusahatani untuk setiap orang

berbeda-beda. Oleh karena itu, lamanya berusahatani dapat dijadikan

bahan pertimbangan agar tidak melakukan kesalahan yang sama sehingga

dapat melakukan hal-hal baik untuk waktu berikutnya.

d. Luas Lahan

Luas lahan menentukan petani untuk dapat mengambil keputusan dalam

upaya menerapkan suatu inovasi. Ukuran lahan usahatani berhubungan

positif dengan adopsi. Petani yang mempunyai lahan yang lebih luas

akan lebih mudah menerapkan anjuran penyuluhan, demikian pula

halnya dengan penerapan adopsi inovasi daripada yang memiliki lahan

sempit. Hal ini dikarenakan keefisienan dalam penggunaan sarana

produksi (Soekartawi, 1994).

e. Jumlah Tanggungan

Banyaknya jumlah anggota keluarga sering dijadikan sebagai bahan

pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menerima suatu

21inovasi. Jumlah tanggungan keluarga tersebut adalah banyaknya beban

tanggungan petani dalam satuan jiwa (Lubis, 2000).

f. Tingkat Kekosmopolitan

Menurut Soekartawi (1988), tingkat kekosmopolitan petani dapat

diketahui dengan mengetahui frekuensi petani keluar dari desanya ke

desa lain atau ke kota, frekuensi mengikuti penyuluhan, frekuensi petani

bertemu dengan tokoh inovator, koran yang dibaca , siaran TV yang

ditonton, dan siaran radio yang didengar. Tingkat kekosmopolitan dapat

diukur dengan penggunaan sumber inovasi baru antara lain media

elektronik (televisi, radio, telepon), media cetak (surat kabar, tabloid,

majalah) dan bepergiannya petani keluar daerah tinggal mereka atau

keluar desa dalam rangka memasarkan hasil usahataninya juga untuk

mendapatkan pendidikan dan informasi mengenai inovasi pertanian.

Tingkat kekosmopolitan memiliki hubungan yang positif dengan tingkat

adopsi petani. Semakin tinggi tingkat kekosmopolitan maka semakin

tinggi pula tingkat adopsi petani dalam suatu usahatani.

g. Tingkat Partisipasi

Menurut Soekartawi (1998), tingkat partisipasi akan membuat

perubahan-perubahan yang lebih besar dalam cara berpikir petani. Petani

yang lebih sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan

usahatani akan mendapatkan informasi dan pengetahuan yang lebih

banyak sehingga semakin banyak partisipasi petani maka akan semakin

tinggi tingkat adopsi petani dalam melakukan suatu usahatani.

22Cepat atau lambatnya proses adopsi dalam diri individu berbeda-beda.

Menurut Slamet (1978), perbedaan-perbedaan individu yang mempengaruhi

cepat atau lambatnya proses adopsi antara lain adalah:

1) Umur.

2) Pendidikan.

3) Status sosial ekonomi.

4) Pola hubungan (localite vs cosmopolite).

5) Keberanian mengambil resiko.

6) Sikap terhadap perubahan.

7) Motivasi berkarya.

8) Aspirasi.

9) Fatalisme (tidak adanya kemampuan mengontrol masa depan diri

sendiri).

10) Dogmatisme (sistem kepercayaan yang tertutup).

Pendapat lain dikemukakan oleh Hanafi (1981) yaitu antara adopter yang

inovatif dengan yang kurang inovatif memiliki ciri-ciri sosial ekonomi dan

kepribadian yang berbeda. Jika dibandingkan dengan adopter yang lebih

lambat, anggota sistem yang lebih inovatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Ciri sosial ekonomi, yaitu mereka yang inovatif adalah:

1) Mempunyai status sosial lebih tinggi. Status sosial ditandai dengan

pendapatan, tingkat kehidupan, kesehatan, prestise atau jabatan,

pengenalan diri terhadap kelas sosial tersebut.

2) Mempunyai pekerjaan yang spesifik.

233) Lebih berpendidikan, termasuk lebih menguasai kemampuan baca

tulis.

4) Mempunyai tingkat mobilitas ke atas yang lebih besar, yakni

kecenderungan untuk lebih meningkatkan lagi status sosialnya.

5) Mempunyai ladang yang lebih luas.

6) Lebih berorientasi pada ekonomi komersial, yaitu produk-produk

yang dihasilkan ditujukan untuk dijual bukan semata-mata untuk

konsumsi sendiri, dengan asumsi mereka mengadopsi inovasi untuk

lebih meningkatkan produksi.

7) Memiliki sifat lebih berkenan terhadap kredit.

b. Ciri kepribadian, yaitu mereka yang inovatif adalah:

1) Memiliki empati lebih besar.

2) Kurang dogmatis.

3) Mempunyai kemampuan abstraksi lebih besar.

4) Lebih tinggi intelegensinya.

5) Mempunyai sikap lebih berkenan terhadap perubahan.

6) Mempunyai rasionalitas lebih besar.

7) Memiliki sikap mau mengambil resiko.

8) Memiliki sikap lebih terbuka terhadap pendidikan dan ilmu

pengetahuan.

9) Kurang percaya pada nasib artinya tidak menyerah begitu saja pada

nasib (fatalism).

10) Motivasi untuk meningkatkan taraf hidup lebih tinggi.

24Soewardi (1976) membedakan pula bahwa di dalam masyarakat terdapat dua

lapisan yang berpengaruh terhadap adopsi inovasi, yaitu lapisan atas dan

lapisan bawah. Lapisan atas cenderung lebih cepat mengadopsi inovasi

dibandingkan dengan lapisan bawah.

6. Kaidah Good Agriculture Practices (GAP)

a. Pengertian kaidah Good Agriculture Practices (GAP)

Kaidah Good Agriculture Practices (GAP) merupakan pedoman pelaksanaan

budidaya dalam sektor pertanian. Penerapan kaidah Good Agriculture

Practices (GAP) mencerminkan tiga pilar keberlanjutan (layak secara

ekonomi, ramah lingkungan dan diterima oleh masyarakat) termasuk

keamanan pangan dan kualitas; terkait dengan wajib dan/atau persyaratan

sukarela, dengan fokus pada produksi primer dan mengambil serta

memperhitungkan insentif konteks kelembagaan. Kaidah Good Agriculture

Practices (GAP) diharapkan mampu dibuat untuk spesifik komoditas

sehingga menjadi suatu standar acuan dalam pengembangan dan pengelolaan

komoditas tersebut di tempat lain. Kaidah Good Agriculture Practices (GAP)

mencakup kesesuaian komoditas dengan kesesuaian iklim dan lahan yang

ada, upaya konservasi lahan dan air untuk keberlanjutan lingkungan,

pemupukan yang tepat sesuai kebutuhan hara, tanah dan tanaman.

Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu dan ramah lingkungan serta

proses panen dan pasca panen yang menjamin kebersihan dan kualitas produk

(Neely et al., 2007).

25Menurut Isnoor (2006), penerapan Good Agriculture Practices (GAP)

merupakan pendekatan holistik dengan penekanan pada kegiatan yang dapat

mempengaruhi kualitas produksi, lingkungan dan kesehatan serta

keselamatan kerja. Pengelolaan GAP secara lestari bukan hanya semata-mata

untuk kepentingan pasar melainkan sudah menjadi komitmen nasional bahwa

pembangunan jangka panjang berkelanjutan ditentukan oleh keseimbangan

perhatian antara manusia dan lingkungan, dengan kata lain sektor pertanian

diharapkan mampu menghasilkan produk dengan keuntungan positif dibidang

lingkungan, sosial, dan ekonomi. Dalam mencapai tantangan tersebut, perlu

perubahan paradigma pembangunan pertanian yang memperhatikan aspek:

people-profit-planet, bukan hanya profit oriented.

Menurut Kementerian Pertanian (2014), kaidah Good Agriculture Practices

(GAP) adalah suatu kumpulan dari cara-cara khusus (spesifik) yang apabila

diterapkan dalam pertanian akan menghasilkan produk yang selaras dengan

nilai-nilai yang diharapkan dari praktek-praktek yang dilakukan. Menurut

Rumiyati (2012), kaidah Good Agriculture Practices (GAP) merupakan

panduan yang mencakup penerapan teknologi yang ramah lingkungan,

penjagaan kesehatan dan peningkatan kesejahteraan pekerja, pencegahan

penularan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) dan prinsip Traceability

yaitu suatu produk dapat ditelusuri asal usulnya dari pasar sampai kebun.

Menurut Direktorat Tanaman Buah (2004), kaidah Good Agriculture

Practices (GAP) pada tanaman buah-buahan adalah proses produksi

berdasarkan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang memenuhi aspek

26keamanan pangan dan pelestarian lingkungan sehingga selain dihasilkan buah

bermutu baik dan aman dikonsumsi, juga aman bagi pekerja dan lingkungan,

serta menggunakan cara-cara yang dapat menjaga harkat kemanusiaan dan

memperhatikan kesejahteraan petani. Tujuan yang ingin dicapai dari

penerapan kaidah Good Agriculture Practices (GAP) adalah:

1) Meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman buah.

2) Meningkatkan keamanan dan mutu hasil buah-buahan.

3) Meningkatkan efisiensi produksi dan daya saing buah-buahan.

4) Memperbaiki efisiensi penggunaan sumber daya alam.

5) Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem

produksi yang berkelanjutan.

6) Mendorong petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang

bertanggungjawab terhadap kesehatan dan keamanan diri dan

lingkungannya.

7) Meningkatkan peluang penerimaan oleh pasar dan lingkungannya.

8) Memberi jaminan keamanan terhadap konsumen.

b. Kriteria Titik Kendali Indonesia Good Agriculture Practices (IndoGAP)

Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan (2012), kriteria Titik Kendali

IndoGAP dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu titik kendali wajib (W), titik kendali

sangat dianjurkan (SA), dan titik kendali anjuran (A). Titik kendali wajib

(W) adalah seluruh kegiatan yang wajib dilaksanakan pada kegiatan

pertanian. Titik kendali sangat dianjurkan (SA) adalah kegiatan yang sangat

dianjurkan untuk dilaksanakan dalam kegiatan pertanian, sedangkan titik

27kendali anjuran (A) adalah kegiatan yang dianjurkan untuk dilaksanakan.

Jika mengacu pada Permentan Nomor 61 Tahun 2006 titik kendali wajib

berjumlah 12 kegiatan, 105 kegiatan untuk titik kendali sangat dianjurkan

(SA), dan 64 kegiatan untuk titik kendali anjuran. Menurut versi Permentan

Nomor 48 Tahun 2009, jumlah kegiatan pada titik kendali wajib (W)

berjumlah 14 kegiatan, 54 kegiatan untuk titik kendali sangat dianjurkan

(SA), dan 32 kegiatan untuk titik kendali anjuran (A).

Adapun 14 kegiatan pada titik kendali wajib (W) menurut Permentan Nomor

48 Tahun 2009 adalah sebagai berikut:

No Titik Kendali Wajib

1 Lahan bebas dari cemaran limbah bahan berbahaya dan beracun

2 Kemiringan lahan <30% untuk komoditas sayur dan buah semusim

3Media tanam tidak mengandung cemaran bahan berbahaya danberacun (B3)

4 Tindakan konservasi dilakukan pada lahan miring

5 Kotoran manusia tidak digunakan sebagai pupuk

6 Pupuk disimpan terpisah dari produk pertanian

7Pelaku usaha mampu menunjukkan pengetahuan dan keterampilanmengaplikasikan pestisida

8 Pestisida yang digunakan tidak kadaluwarsa

9 Pestisida disimpan terpisah dari produk pertanian

10Air yang digunakan untuk irigasi tidak mengandung limbah bahanberbahaya dan beracun (B3)

11Wadah hasil panen yang akan digunakan dalam keadaan baik, bersihdan tidak terkontaminasi

12 Pencucian hasil panen menggunakan air bersih

13 Kemasan diberi label yang menjelaskan identitas produk

14Tempat/areal pengemasan terpisah dari tempat penyimpanan pupukdan pestisida

28Lima puluh empat (54) titik kendali yang sangat dianjurkan menurut

Permentan Nomor 48 Tahun 2009 adalah sebagai berikut:

No Titik Kendali Sangat Dianjurkan

1Kemiringan lahan <30% untuk komoditas buah dan sayurtahunan/pohon

2 Dilakukan tindakan untuk mempertahankan kesuburan lahan3 Penyiapan lahan dilakukan dengan cara yang dapat menghindari erosi

4Penyiapan lahan/media tanam dilakukan dengan cara yang dapatmemperbaiki atau memelihara struktur tanah

5Pemberian bahan kimia untuk penyiapan lahan dan media tanam tidakmencemari lingkungan

6 Benih yang ditanam merupakan varietas unggul komersial7 Benih bersertifikat8 Bahan kimia untuk perlakuan benih sesuai anjuran9 Penanaman sudah dilakukan sesuai dengan teknik budidaya anjuran

10Pupuk organik dan anorganik terdaftar atau diijinkan oleh pejabat yangberwenang

11 Pupuk organik telah mengalami dekomposisi dan layak digunakan12 Pemupukan sesuai anjuran13 Pupuk disimpan pada tempat yang terpisah dari pestisida

14Pupuk disimpan dengan cara yang baik dan mengurangi risikopencemaran air dan lingkungan

15Pengemasan atau pengepakan yang dilakukan bisa melindungi produkdari kerusakan dan kontaminan

16Tempat pengemasan bersih, bebas kontaminasi dan terlindung darihama dan penggangu lainnya

17 Pemeraman dilakukan pada lokasi distribusi terakhir18 Penggunaan alsintan untuk pengolahan lahan sesuai rekomendasi19 Peralatan dan mesin pertanian dirawat secara teratur20 Pekerja telah mendapat pelatihan penggunaan alat dan/atau mesin21 Tersedia fasilitas P3K

22Pekerja yang menangani pestisida mendapatkan pengecekan kesehatansecara berkala

23 Tersedia tata cara/aturan tentang kebersihan bagi pekerja24 Tersedia toilet dan fasilitas cuci tangan di sekitar tempat kerja

25Toilet dan fasilitas cuci tangan selalu terjaga kebersihannya dan dapatberfungsi baik

26Pekerja memiliki akses terhadap air minum, tempat makan, tempatistirahat

27 Pekerja dapat berkomunikasi dengan pihak pengelola28 Tersedia catatan tentang keluhan/ketidakpuasan konsumen29 Tersedia catatan mengenai langkah koreksi dari keluhan konsumen30 Terdapat dokumen tindak lanjut dari pengaduan31 Tersedia bukti bahwa evaluasi internal dilakukan secara periodik32 Tersedia catatan tindakan perbaikan sesuai hasil evaluasi

29No Titik Kendali Sangat Dianjurkan

33Hasil panen diletakkan pada tempat yang ternaungi dan diperlakukansecara hati-hati

34 Hasil panen dibersihkan dari cemaran

35Ruang penyimpanan mampu melindungi produk dari kerusakan dankontaminan

36Bahan kimia yang digunakan dalam proses pasca panen terdaftar dandiizinkan

37Penggunaan bahan kimia dalam proses pasca panen sesuai dengananjuran

38Pelaku usaha mampu menunjukkan pengetahuan dan keterampilanmengaplikasikan bahan kimia

39Peralatan dan mesin yang terkait dengan pengukuran dikalibrasi secaraberkala

40Kegiatan budidaya memperhatikan aspek usahatani yangberkelanjutan, ramah lingkungan dan keseimbangan ekosistem

41Pekerja telah mendapat pelatihan sesuai bidang dan tanggungjawabnya

42Pekerja memahami risiko tugas dan tanggung jawabnya masing-masing

43Pekerja memahami mutu dan keamanan pangan dari produk yangdihasilkan

44 Tersedia prosedur penanganan kecelakaan45 Pekerja memahami tata cara penanganan P3K di tempat kerja46 Peringatan bahaya terlihat jelas47 Pekerja memahami bahaya pestisida dalam keselamatan kerja48 Pekerja menggunakan perlengkapan pelindung sesuai anjuran

49Pakaian dan peralatan pelindung ditempatkan secara terpisah darikontaminan

50 Tersedia tempat untuk pembuangan sampah dan limbah51 Tersedia sistem pencatatan yang memudahkan penelusuran

52

Tersedia catatan penggunaan benih; kegiatan pemupukan; stokpestisida dan penggunaan pestisida; kegiatan pengairan; kegiatanpasca panen dan penggunaan bahan kimia dalam kegiatan pascapanen; pelatihan pekerja; perlakuan untuk tanah/media tanam

53 Catatan disimpan selama minimal 2 tahun54 Seluruh catatan dan dokumentasi selalu diperbaharui

Tiga puluh dua (32) titik kendali yang dianjurkan (A) menurut Permentan

Nomor 48 Tahun 2009 adalah sebagai berikut:

No Titik Kendali yang Dianjurkan

1Lokasi kebun/lahan usaha sesuai dengan RUTR/ RDTRD dan petapewilayahan komoditas

2 Ada catatan riwayat penggunaan lahan

30No Titik Kendali yang Dianjurkan

3 Terdapat rotasi tanaman pada tanaman semusim4 Tersedia peta penggunaan lahan.5 Tingkat kesuburan lahan cukup baik6 Media tanam diketahui sumbernya7 Label benih disimpan8 Pupuk disimpan pada tempat yang aman, kering, terlindung dan bersih9 Tempat penyimpanan pestisida mampu menahan tumpahan

10Peralatan aplikasi pestisida dirawat secara teratur agar selalu berfungsidengan baik

11 Tersedia panduan penggunaan peralatan dan aplikasi pestisida12 Terdapat fasilitas pengelolaan air limbah

13Penggunaan air pengairan tidak bertentangan dengan kepentinganumum

14 Dilakukan sortasi dan pengkelasan terhadap hasil panen

15Pengemasan atau pengepakan yang dilakukan bisa melindungi produkdari kerusakan dan kontaminan

16Tempat pengemasan bersih, bebas kontaminasi dan terlindung darihama dan penggangu lainnya

17 Pemeraman dilakukan pada lokasi distribusi terakhir18 Penggunaan alsintan untuk pengolahan lahan sesuai rekomendasi19 Peralatan dan mesin pertanian dirawat secara teratur20 Pekerja telah mendapat pelatihan penggunaan alat dan/atau mesin21 Tersedia fasilitas P3K

22Pekerja yang menangani pestisida mendapatkan pengecekan kesehatansecara berkala

23 Tersedia tata cara/aturan tentang kebersihan bagi pekerja24 Tersedia toilet dan fasilitas cuci tangan di sekitar tempat kerja

25Toilet dan fasilitas cuci tangan selalu terjaga kebersihannya dan dapatberfungsi baik

26Pekerja memiliki akses terhadap air minum, tempat makan, tempatistirahat

27 Pekerja dapat berkomunikasi dengan pihak pengelola28 Tersedia catatan tentang keluhan/ ketidakpuasan konsumen29 Tersedia catatan mengenai langkah koreksi dari keluhan konsumen30 Terdapat dokumen tindak lanjut dari pengaduan31 Tersedia bukti bahwa evaluasi internal dilakukan secara periodik32 Tersedia catatan tindakan perbaikan sesuai hasil evaluasi

c. Registrasi Kebun

Menurut Rumiyati (2012), registrasi kebun Good Agriculture Practices

(GAP) merupakan bentuk penghargaan yang diberikan kepada produsen buah

31dan sayur yang telah menerapkan prinsip-prinsip Standard Operating

Procedure (SOP), Good Agriculture Practices (GAP), dan Pengendalian

Hama Terpadu (HPT) serta telah melakukan pencatatan. Tujuan dari

registrasi kebun Good Agriculture Practices (GAP) adalah untuk memberi

status atau identitas terhadap kebun-kebun yang telah menerapkan prinsip-

prinsip Standard Operating Procedure (SOP), Good Agriculture Practices

(GAP), dan Pengendalian Hama Terpadu (HPT) yang menunjukkan bahwa

produk yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik, aman konsumsi,

memenuhi persyaratan lingkungan, dan mempertimbangkan keselamatan

kerja dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing produk buah dan sayur

Indonesia khususnya pada pasar dalam dan luar negeri. Registrasi kebun

GAP juga bertujuan untuk mempersiapkan kebun-kebun buah dan sayur

untuk disertifikasi oleh Otoritas Kompeten Keamanan Pangan (Pusat dan

Daerah) atau institusi pengawas (auditor) yang ditunjuk.

Prosedur registrasi kebun atau lahan usaha menurut Balai Pelatihan Pertanian,

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat (2012) yaitu sebagai

berikut:

1) Pelaku usaha mengajukan permohonan registrasi kebun atau lahan usaha

ke Dinas Kabupaten/Kota.

2) Verifikasi dokumen dan lapangan oleh Dinas Kabupaten/Kota.

3) Pengusulan kebun atau lahan usaha ke Dinas Pertanian Provinsi oleh

Dinas Kabupaten/Kota.

4) Penilaian kebun atau lahan usaha oleh Dinas Kabupaten/Kota dan

Provinsi.

325) Penetapan hasil penilaian kebun atau lahan usaha oleh Dinas Provinsi.

6) Penerbitan Nomor Registrasi oleh Dinas Provinsi.

Berdasarkan persyaratan registrasi kebun yang mengacu pada Surat Dirjen

Hortikultura Nomor 083/OT.210/D/II/2008 yaitu pemohon (petani/kelompok

tani/perusahaan) telah menerapkan prinsip-prinsip PHT (Pengendalian Hama

Terpadu), telah menerapkan Standard Operating Procedure (SOP), telah

melakukan pencatatan, mengajukan permohonan registrasi kebun ke Dinas

Pertanian Kabupaten, dan mengisi formulir pendaftaran pengajuan registrasi

kebun GAP, maka Nomor Registrasi dan Surat Keterangan diberikan kepada

pemohon yang “lulus”.

Penerbitan Nomor Registrasi dan Surat Keterangan dilakukan oleh Dinas

Pertanian Provinsi. Nomor registrasi kebun hanya berlaku selama 2 (dua)

tahun dan dapat diperpanjang selama 2 (dua) tahun berikutnya setelah

didahului dengan proses penilaian ulang. Nomor registrasi kebun GAP hanya

berlaku untuk 1 (satu) unit kebun pada komoditas yang didaftarkan. Kebun

yang telah mendapat nomor registrasi di Surveylance setidaknya sekali dalam

satu tahun untuk dinilai kepatuhannya. Pemberlakuan nomor registrasi dapat

ditunda/dibekukan/dicabut bila ditemukan ketidakpatuhan dalam memenuhi

persyaratan penilaian kebun GAP (Dinas Pertanian Tanaman Hortikultura

Provinsi Jawa Barat, 2012).

d. Metode Penilaian Registrasi Kebun

Menurut Poerwanto (2010), penilaian registrasi lahan usaha meliputi:

331) Lokasi kebun atau lahan usaha; 2) Gudang atau area penanganan produk

segar; 3) Gudang atau area penyimpanan produk dan sarana produksi; 4)

Sumber air dan sistem pengairan; 5) Catatan atau buku kerja petani

(pembelian/penggunaan input dan hasil panen); dan 6) Areaa atau obyek

lainnya.

Metode penilaian registrasi lahan usaha atau kebun dilakukan dengan 2 cara

yaitu pengumpulan bukti dan wawancara. Pengumpulan bukti diperoleh dari

berbagai sumber informasi, seperti: wawancara dengan pekerja dan personel

lain, observasi dari aktivitas dan lingkungan kerja, dokumen/catatan, dan

informasi dari sumber lain seperti mekanisme traceability yaitu penelusuran

asal usul produk dari pasar hingga ke kebun (Rumiyati, 2012).

Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat (2012),

penilaian lapang dilakukan dengan melakukan perhitungan mengenai

kegiatan-kegiatan yang diterapkan pada praktik pertanian berdasarkan titik

kendali GAP (Good Agriculture Practices). Kebun dinyatakan lulus dan

mendapatkan nomor registrasi apabila memenuhi titik kendali wajib (W)

sebesar 100%, titik kendali sangat dianjurkan (SA) sebesar 60%, dan titik

kendali anjuran (A) sebesar 40% dengan kata lain sebanyak 14 kegiatan pada

titik kendali wajib (W) telah diterapkan, lalu 33 kegiatan pada titik kendali

sangat dianjurkan (SA) telah diterapkan, dan sebanyak 15 kegiatan pada titik

kendali anjuran (A) telah diterapkan. Apabila jumlah kegiatan yang

diterapkan tidak mencapai standar tersebut maka kebun atau lahan usaha

dikatakan tidak lulus.

34e. Bentuk Jaminan atau Sertifikasi pada Produk

Produk pertanian yang telah memenuhi mutu dan keamanan serta telah

terdaftar atau telah mendapatkan nomor registrasi lahan usaha atau kebun

akan mendapatkan bentuk jaminan pada produk berupa sertifikat GAP

(PRIMA). Menurut Balai Pelatihan Pertanian, Dinas Pertanian Tanaman

Pangan Provinsi Jawa Barat (2012), sertifikat produk (Prima) memiliki 3

tingkatan yaitu Prima 1, Prima 2, dan Prima 3.

Sertifikat Prima 1 dikeluarkan oleh Otoritas Kompeten Keamanan Pangan

Pusat (OKKP-P). Sertfikat Prima 1 dikeluarkan apabila produk pertanian

tersebut telah memenuhi aspek: 1) Keamanan Pangan, 2) Mutu, 3)

Lingkungan, dan 4) Sosial. Manajeman mutu dan keamanan pangan produk

tanaman segar pada Prima 1 telah menerapkan GPP (Good Pesticide

Practices), GAP (Good Agriculture Practices), dan HACCP (Hazard

Analysis Critical Control Point).

Sertifikat Prima 2 dikeluarkan oleh Otoritas Kompeten Keamanan Pangan

Daerah (OKKP-D). Sertifikat Prima 2 dikeluarkan apabila produk pertanian

tersebut telah memenuhi aspek: GAP (Good Agriculture Practices) dan GPP

(Good Pesticede Practices). Pengendalian mutu dan keamanan pangan Prima

2 menerapkan standarisasi dan dokumentasi Standar Operasional Prosedur

(SOP) penerapan budidaya yang baik tiap komoditi dengan cara penerapan

budidaya dan pascapanen yang baik (Good Agriculture Practices & Good

Handling Practices), serta melakukan pencatatan penerapannya.

35Sertifikat Prima 3 merupakan fondasi umum bagi petani dan kelompok tani

ditingkat budidaya. Prima 3 dikeluarkan oleh Otoritas Kompeten Keamanan

Pangan Daerah (OKKP-D) jika telah memenuhi aspek keamanan pangan/GPP

(Good Pesticide Practices) serta melakukan pencatatan pemakaian pestisida

yang baik.

7. Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Manggis

Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi

Lampung (2016), diperlukan Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai

acuan dalam pelaksanaan proses budidaya manggis di lapangan. Standar

Operasional Prosedur (SOP) memuat instruksi kerja, cara berbudidaya dan

penanganan pasca panen manggis dalam bentuk buah segar. Penerapan

Standar Operasional Prosedur (SOP) yang mengacu pada Good Agriculture

Practices (GAP) diharapkan mencapai target secara optimal dan mutu

produksi sesuai standar yang diinginkan oleh pasar domestik maupun pasar

internasional.

a. Prosedur Persiapan Lahan

No Prosedur Persiapan Lahan1 Lakukan pengukuran lokasi kebun secara cermat

2Lokasi kebun yang akan direncanakan sebaiknya memiliki tingkatkemiringan lahan sampai 200, apabila kemiringan lahan lebih dari 200

maka dianjurkan untuk membuat terasering

3Menetapkan titik calon lubang tanam dengan jarak 10x10 meter danmembuat lubang tanam berukuran 60x60x60 centimeter

4

Mencampur tanah bagian atas (0-30 cm) dengan pupukkandang/kompos sebanyak 20-40 kg, diletakkan di sebelah kananlubang tanam. Tanah bagian bawah 930-70 cm) diletakkan di sebelahkiri lubang tanam

5 Lubang tanam dibiarkan terbuka selama 2 minggu6 Lakukan pencatatan pada kartu kendali

36b. Prosedur Persiapan Benih

No Prosedur Persiapan Benih

1

Pilih benih unggul manggis bermutu dan bersertifikat/berlabel yaitutinggi benih minimal 60-75 cm, batang lurus, daun berwarna hijaumengkilap, benih manggis sehat secara visual dan bebas dariserangan hama dan penyakit, dan benih manggis berasal dariperbanyakan generatif (biji) dan telah berumur 2 tahun

2Sumber benih harus jelas asal usulnya atau dapat diperoleh daripenangkar benih yang telah terdaftar di UPTD BPSBTPH

3 Benih/bibit manggis sebaiknya varietas unggul lokal

4Benih manggis yang ditanam sebaiknya berasal dari biji agarmempunyai system perakaran yang kuat dan dalam, berpostur tegakdan kekar

5Jumlah benih disesuaikan dengan luas kebun dan jarak tanam. Benihmanggis ditambah 10% sebagai cadangan untuk penyulamanbenih/bibit yang mati

6Tempatkan benih di area yang teduh agar dapat beradaptasi denganlingkungan yang baru selama satu bulan

7 Lakukan pencatatan pada kartu kendali

c. Prosedur Penanaman

No Prosedur Penanaman

1 Lakukan penanaman pada awal musim hujan pada pagi atau sore hari2 Periksa lubang tanam

3Buka polybag dengan cara menggunting terlebih dahulu bagiansamping setelah itu bagian bawah secara hati-hati

4Pilih dan periksa benih yang tumbuh lurus dan perakarannya banyak,Letakkan benih tegak lurus, kemudian tanam benih ± 5 cm di ataspangkal batang

5Tutup lubang tanam dengan tanah galian bagian atas terlebih dahuludan kemudian tekan sedikit disamping tanah bekas polybag

6Setelah benih ditanam, tancapkan ajir di sisi tanaman sebagaipancang, agar tanaman dapat tumbuh tegak lurus ke atas

7Ikat dengan tali batang tanaman dengan pancang dan ikatandiusahakan tidak terlalu kencang

8Buat naungan dari alang-alang/daun kelapa/jerami/daun pisangkering sebagai pelindung tanaman

9Untuk menghindari serangan rayap, ulat, atau serangga tanah lainnya,dianjurkan menaburi pestisida berbahan aktif Carbofuran sepertiFuradan, Curateer, dan Indofuran sebanyak satu sendok makan

10 Lakukan penyiraman setelah penanaman11 Lakukan pencatatan pada kartu kendali

37d. Prosedur Pemangkasan

No Prosedur Pemangkasan

1Perhatikan bentuk tanaman manggis secara keseluruhan dan lakukanpengamatan pada tunas yang kering, tunas air, ranting yang mengarahke dalam

2 Peralatan pemangkasan harus steril

3Lakukan pemangkasan pada tanaman manggis yang sudah berumur 7tahun atau tanaman sudah menghasilkan

4Lakukan pemangkasan tanaman manggis dengan sistem panutantengah agar sinar matahari dapat masuk dalam tajuk

5Pangkas ranting yang terlalu rimbun agar nantinya dapatmeningkatkan ukuran dan kemanisan buah

6Pangkas cabang dan ranting yang tidak produktif, kering dan rantingyang mengarah ke dalam

7 Lakukan pencatatan pada kartu kendali

e. Prosedur Pemupukan

No Prosedur Pemupukan

1Hitung dan sediakan bahan/pupuk yang akan digunakan sesuaikebutuhan berdasarkan dosis pupuk dan jumlah tanaman manggis

2Lakukan pembuatan lubang pupuk dengan dalam 20 cm dan lebar 30cm melingkari tajuk tanaman dengan cara ditugal/dialur kemudianditutup dengan tanah

3Lakukan pemupukan 2 (dua) kali setahun, yakni awal musim hujandan akhir musim hujan (setelah panen)

4 Pemupukan tanaman sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari

5 Lakukan pencatatan pada kartu kendali

f. Prosedur Penyiangan

No Prosedur Penyiangan

1Lakukan pengamatan keberadaan besarnya populasi rumput/gulma disekitar tanaman manggis

2 Penyiangan sebaiknya dilakukan secara serentak

3Lakukan pencabutan/pembersihan pada rumput/gulma yang tumbuhdi bawah tajuk pohon, serta cangkul dan balikan tanah di area gulmatumbuh

4 Kendalikan rumput/gulma di luar tajuk dengan parang/golok

5Bila lahan mempunyai kemiringan lebih dari 200 sebaiknya gulmadipertahankan dan dipangkas saja agar akar rumput tersebut dapatmenahan erosi

6 Lakukan pencatatan pada kartu kendali

38g. Prosedur Pengairan

No Prosedur Pengairan

1

Kabupaten Tanggamus memiliki curah hujan yang cukup untukpertanaman manggis, sehingga petani tidak melakukan pengairanterhadap tanaman manggis yang ada. Namun apabila diperlukanmaka:

2Lakukan penyiraman tanaman dengan sistem manual dan ataumekanisasi (pompa)

3Berikan pengairan pada tanaman manggis secara teratur atau sesuaikebutuhan dan pemberian tidak berlebihan atau terjadi penggenanganair di sekitar tanaman

4Lakukan pengairan pada tanaman yang berumur 1-4 tahun sesuaidengan kebutuhan, cukup 5-10 liter/hari/pohon

5 Frekuensi penyiraman 1-2 kali seminggu, atau sesuai kebutuhan

6Setelah panen, pohon perlu banyak air untuk memulihkan kondisitanaman manggis dari keadaan stres kepada keadaan normal

7Pemberian air dilakukan pada pagi antara pukul 06.00-09.00 pagi danpukul 16.00-17.00 sore hari

8 Lakukan pencatatan pada kartu kendali

h. Prosedur Pengendalian Hama dan Penyakit

No Prosedur Pengendalian Hama dan Penyakit

1Lakukan pengamatan terhadap OPT secara dini dan berkala(seminggu sekali)

2 Lakukan identifikasi gejala serangan, jenis OPT dan musuh alaminya

3Perkirakan OPT yang perlu diwaspadai dan dikendalikan (tupai,getah kuning, kelelawar dan busuk akar)

4Tentukan tingkat serangan maksimum yang masih ditolelir getahkuning

5 Tetapkan alternatif pengendalian OPT:i. Perbaikan teknik budidaya (mengatur jarak tanam ideal yaitu 10

x 10 meter, memperbaiki sistem pengairan dan sanitasi kebun)ii. Mekanis (memotong atau membuang bagian tanaman yang

terserang kemudian memusnahkannya)iii. Penggunaan pestisida nabati didahulukan. Bila melewati ambang

batas ekonomi, maka pestisida sintetis dapat digunakan sesuaianjuran

6 Lakukan pencatatan pada kartu kendali

39i. Prosedur Pemanenan

No Prosedur Pemanenan

1 Manggis dapat dipanen setelah berumur 120 hari sejak berbunga

2Tentukan tingkat/indeks kematangan buah yang akan dipanen dandisesuaikan dengan keinginan konsumen

3Pemanenan buah pada satu pohon dapat dilakukan beberapa kali,sesuai tingkat kemasakan buah dengan interval panen pertamadengan panen berikutnya dilakukan 2 hari sekali, sesuai kebutuhan

4Pemetikan dilakukan secara hati-hati agar tingkat kerusakan buahseperti pada kelopak buah/sepal, tekanan kulit buah seminimalisir

5Usahakan pemetikan buah pada tingkat/indeks kematangan 3 hinggatingkat/indeks kematangan 4 (buah sudah berwarna merah kecoklatanhingga buah berwarna merah keunguan untuk tujuan ekspor)

6Lakukan panen dengan cara memetik langsung dimulai dari ujungcabang atau ranting secara berhati-hati dan usahakan tidak terjadikerusakan pada buah, kelopak buah/sepal dan kulit buah

7Waktu panen/petik buah manggis diupayakan mulai pukul 07.00-16.00

8Gunakan alat panen/galah berwadah untuk buah yang tidak dapatdijangkau tangan

9Letakkan buah yang dipanen dalam box plastic/keranjang/karungpanen dengan diberi alas karton (alat pengumpul sementara dilapangan)

10 Lakukan pencatatan pada kartu kendali

j. Prosedur Pasca Panen

No Prosedur Pasca Panen

1Setelah panen buah dikumpulkan di gudang, buah jangan diletakkanlangsung di lantai untuk menghindari kerusakan buah

2Gudang dibersihkan dari kotoran agar tidak terdapat bakteri yangmerugikan

3 Sortasi:i. Pisahkan buah manggis yang baik dengan buah yang tidak baik

ii. Pilih buah manggis yang baik dengan kriteria kulit buahberwarna hijau ungu kemerahan dan mulus, sepal masih lengkapdan berwarna hijau segar

iii. Pilih tangkai buah yang masih berwarna hijau segar dan tidakkeriput

iv. Buah yang terseleksi diletakkan di kontainer plastik yang diberialas kertas kering dan bersih

4 Grading:i. Kelompokkan buah manggis yang telah disortir berdasarkan

ukuranii. Timbang buah manggis berdasarkan ukuran/grade. Grade super

40A: 7-8 buah per kg, Grade AA: 10-12 buah per kg dan GradeAAA: 14-15 buah per kg

5 Pencucian:i. Masukkan buah kedalam bak/ember yang berisi air, kemudian

digosok dengan menggunakan kain lapii. Lakukan pengeringan buah dengan menggunakan kain lap yang

bersih, pengelapan buah harus dilakukan dengan hati-hati agarsepal buah tetap utuh, lalu letakkan buah yang telah bersih kekontainer plastik dengan hati-hati

6 Pelabelan:i. Tempelkan label pada kemasan sebagai identitas

produk/perusahaan (berat bersih, grade buah dan tanggalpengemasan)

ii. Tempelkan stiker kecil pada buah sebagai identitas kelas buahmanggis dan nama produsen serta asal buah

7 Pengemasan:i. Buah dimasukkan ke dalam box plastic ukuran 60 kg

ii. Lapisi kemasan buah (kontainer plastik) dengan potongan kertasiii. Cek ulang buah yang akan dikemas, kemudian masukkan buah

ke dalam kemasan sesuai kelas/gradeiv. Lakukan proses pemasukan buah secara berhati-hati dengan

posisi punggung buah menghadap ke bawahv. Tandai setiap kemasan buah berdasarkan kelas/grade agar tidak

terjadi kekeliruan, setelah itu timbang ulang agar sesuai denganpermintaan atau kelas

8 Penyimpanan:i. Kondisi gudang bersih, bebas dari hama dan penyakit

ii. Tumpukan buah dalam wadah/kontainer maksimum 8 tumpukaniii. Setiap wadah/kemasan yang masuk pertama, harus terlebih

dahulu yang keluar (first in first out)iv. Gudang harus mempunyai fentilasi yang baik agar buah tetap

segar selama digudang10 Lakukan pencatatan pada kartu kendali

8. Tingkat Kematangan Buah Manggis Berdasarkan Indek/Tahapan

Berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Manggis yang

dikeluarkan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi

Lampung (2016), tingkat kematangan buah manggis berdasarkan

indeks/tahapan terbagi menjadi 6 tahapan, yaitu:

411) Tahap 0. Ciri dari tahap ini adalah warna buah kuning kehijauan, kulit

buah masih banyak mengandung getah dan buah belum siap dipetik.

2) Tahap 1. Ciri dari tahap ini adalah warna kulit buah hijau kekuningan,

buah belum tua dan getah masih banyak, isi buah masih sulit dipisahkan

dari daging. Buah belum siap dipanen.

3) Tahap 3. Ciri dari tahap ini adalah warna kulit buah merah kecoklatan,

kulit buah masih bergetah, isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging

kulit. Buah disarankan dapat dipetik untuk tujuan ekspor.

4) Tahap 4. Ciri dari tahap ini adalah warna kulit buah merah keunguan,

kulit buah masih sedikit bergetah, isi buah sudah dapat dipisahkan dari

daging kulit dan buah dapat dikonsumsi. Buah disarankan dapat dipetik

untuk tujuan ekspor.

5) Tahap 5. Ciri dari tahap ini adalah warna kulit buah ungu kemerahan,

buah mulai masak dan siap dikonsumsi, getah telah hilang dan isi buah

mudah dilepaskan. Buah lebih sesuai untuk pasar domestik.

6) Tahap 6. Ciri dari tahap ini adalah warna kulit buah ungu kehitaman,

buah sudah masak. Buah sesuai untuk pasar domestik dan siap saji.

B. Kajian Penelitian Terdahulu

Peneliti melakukan kajian atau tinjauan terhadap penelitian sejenis yang telah

dilakukan sebelumnya. Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan

sebelumnya dirasa sangat membantu penulis dalam penelitian ini. Adapun

kajian atau tinjauan mengenai penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 3.

Kajian Penelitian Terdahulu.

42

Tabel 3. Kajian penelitian terdahuluNo Judul Penelitian Nama Peneliti Metode Penelitian Temuan Penting Persinggungan1 Analisis Tingkat Adopsi

Petani TerhadapTeknologi BudidayaJagung danHubungannya denganFaktor Sosial Ekonomi(Studi Kasus:Kecamatan LumbanJulu, Kabupaten TobaSamosir)

Voldo M. Sidauruk(2014)

Metode analisisdeskriptif dan metodeanalisis korelasi Chi-square.

Hasil penelitian menunjukkanbahwa:1) Tingkat adopsi petani

terhadap teknologi budidayajagung di KecamatanLumban Julu KabupatenToba Samosir dikategorikantinggi.

2) Tingkat pendidikan, statuslahan, tingkat kosmopolit,sumber modal, danpartisipasi dalam kegiatanpenyuluhan memilikihubungan yang nyataterhadap tingkat adopsipatani dalam teknologibudidaya jagung, sedangkanumur, pengalamanberusahatani, luas lahan, danjumlah tanggungan keluargatidak memiliki hubunganyang nyata terhadap tingkatadopsi petani dalamteknologi budidaya jagung.

Persinggungan denganpenelitian yang akandilakukan penulis terdapatpada variabel bebas yangdilakukan peneliti yaitutingkat kosmopolit,pengalaman berusahatani,dan luas lahan. Jika padapenelitian sejenis variabeltersebut berpengaruh nyatapada tingkat adopsi, lainhalnya dengan penelitianyang dilakukan oleh VoldoM. Sidauruk, sehinggamenjadi alasan penulisuntuk tetap memasukkanvariabel tersebut padapenelitian yang akanpenulis lakukan.

2 Pengaruh PenyuluhanTerhadap KeputusanPetani dalam Adopsi

Kurnia SuciIndraningsih (2009)

Analisis deskriptif dananalisis inferensial

Hasil penelitian menunjukkanbahwa:1) Faktor-faktor yang

Persinggungan penelitiantersebut dengan penelitianyang penulis akan lakukan

43

No Judul Penelitian Nama Peneliti Metode Penelitian Temuan Penting PersinggunganInovasi TeknologiUsahatani Terpadu

mempengaruhi persepsipetani adopter terhadappenyuluhan adalah mobilitas,intelegensi, tingkatkeberanian berisiko, sertakerjasama, sedangkan petaninon-adopter adalah dayabeli, kerjasama,keterdedahan terhadapmedia, dan ketersediaanfasilitas keuangan.

2) Faktor-faktor yangmempengaruhi persepsipetani adopter terhadapkarakteristik inovasi adalahtingkat pendapatan, luaslahan, sikap terhadapperubahan, kompetensi danperan penyuluh, sedangkanpada petani non-adopteradalah intelegensi,keberanian berisiko,kekosmopolitan,ketersediaan input,ketersediaan saranapemasaran.

3) Faktor-faktor yangmempengaruhi keputusanpetani adopter untukmengadopsi teknologi adalah

yaitu terlihat pada faktor-faktor yang mempengaruhikeputusan petani untukmengadopsi teknologi yaitumanfaat langsung dariteknologi berupakeuntungan relatif, luaslahan, intelegensi (tingkatpendidikan), sertaketersediaan fasilitaskeuangan. Penulisberasumsi bahwaketersediaan fasilitaskeuangan (dalam hal iniyaitu ketersediaan modal)berpengaruh terhadaptingkat adopsi petani.

44

No Judul Penelitian Nama Peneliti Metode Penelitian Temuan Penting Persinggunganmanfaat langsung dariteknologi berupa keuntunganrelatif, kesesuaian teknologi,serta persepsi petaniterhadap pengaruhmedia/informasiinterpersonal, sedangkanpada petani non-adopteradalah kesesuaian dankerumitan teknologi sertapersepsi petani terhadappengaruh media/informasiinterpersonal sebagaipenyampai teknologi yangkomunikatif bagi petani.

3 Tingkat Adopsi PetaniTerhadap PenggunaanPupuk Sesuai DosisAnjuran Pada UsahataniPada Sawah (StudiKasus: Desa SidoarjoDua Ramunia,Kecamatan Beringin,Kabupaten DeliSerdang)

Lasdiman Sitanggang(2016)

Metode analisis yangdigunakan adalahanalisis skala likertdan analisis modellogit.

Hasil penelitian menunjukkanbahwa tingkat adopsi petaniterhadap penggunaan pupuksesuai dosis anjuran padausahatani padi sawah di daerahpenelitian positif. Secaraserempak variabel bebas (umur,tingkat pendidikan, luas lahan,pengalaman berusahatani, dantingkat pendapatan) berpengaruhnyata terhadap tingkat adopsipetani. Secara parsial variabelbebas yaitu tingkat pendidikanberpengaruh terhadap tingkatadopsi penggunaan pupuk sesuai

Persinggungan antarapenelitian yang akanpenulis lakukan terdapatpada variabel yangdigunakan oleh penelititerdahulu yaitu variabeltingkat pendidikan,pengalaman berusahatani,dan luas lahan. Penelitiantersebut mencobamembuktikan ataumenganalisis tingkat adopsidari segi karakteristik sosialekonomi petani.

45

No Judul Penelitian Nama Peneliti Metode Penelitian Temuan Penting Persinggungandosis anjuran, sedangkanvariabel bebas umur, luas lahan,pengalaman berusahatani dantingkat pendapatan tidakberpengaruh nyata terhadaptingkat adopsi penggunaanpupuk sesuai dosis anjuran.

4 Faktor-Faktor yangBerhubungan denganTingkat Adopsi PetaniTerhadap SistemPertanian Padi Organik(Studi Kasus: DesaLubuk Bayas,Kecamatan Perbaungan,Kabupaten SerdangBedagai).

Tasnim Ahsanu Amala(2013)

Metode penentuansampel denganmenggunakan MetodeCluster PropotionalSampling, Krijcie andMorgan. Pengujianhipotesis datamenggunakan SPSSdengan melihat nilaisignifikansi dan nilaikorelasi koefisien sertamenggunakan uji t.

Dari hasil penelitian diperolehbahwa:1) Tingkat adopsi petani

terhadap sistem pertanianpadi organik dikatakantinggi.

2) Faktor keuntungan relatif,kesesuaian, kerumitan,kemungkinan dicoba,kemungkinan diamati, lamaberusahatani, tingkatkosmopolitan, tingkatpartisipasi, dan saluranantarpribadi berhubungannyata dengan tingkat adopsipetani terhadap sistempertanian padi organik.

Terdapat beberapapersinggungan antarapenelitian yang akanpenulis lakukan yaitumengenai beberapa faktoryang diduga mempengaruhitingkat adopsi petani sepertikeuntungan relatif,kerumitan, lamaberusahatani, dan tingkatkosmopolitan. Padapenelitian yang telahdilakukan semua variabeltersebut berpengaruh nyataterhadap tingkat adopsipetani, sehingga penulistertarik menganalisisfaktor-faktor tersebut padalokasi penelitian yang akanpenulis lakukan.

5 Evaluasi PenerapanStandard OperatingProcedure-Good

Sriyadi, Eni Istiyanti,dan FrancyRisvansuna Fivintari

Penelitian inimenggunakan analisisdeskriptif untuk

Pada penelitian ini, didugatingkat penerapan SOP-GAPUsahatani Padi Organik

Persinggungan antarapenelitian yang akanpenulis lakukan terdapat

46

No Judul Penelitian Nama Peneliti Metode Penelitian Temuan Penting PersinggunganAgriculture Practice(SOP-GAP) padaUsahatani Padi Organikdi Kabupaten Bantul

(2015) menggambarkanpenerapan SOP-GAPusahatani padi organik.Lalu, penelitian inimenggunakan analisiskorelasi RankSpearman mengujipengaruh faktorinternal & eksternalterhadap keputusan,penerapaan SOP-GAPda penanganan hasilpanen.

dipengaruhi oleh beberapafaktor seperti pengalamanberusahatani, tingkatpendidikan, luas lahan,ketersediaan modal, tenaga kerjakeluarga, harga jual gabah, danharga input. Namun, dari tujuhfaktor yang didugamempengaruhi tingkatpenerapan SOP-GAP UsahataniPadi Organik di KabupatenBantul hanya ada tiga faktoryang berpengaruh nyata yaituketersediaan modal, harga jualgabah dan harga beli input.

pada faktor-faktor dugaanyang berpengaruh terhadappenerapan SOP-GAPUsahatani Padi Organik diKabupaten Bantul antaralain yaitu luas lahan,pendidikan, pengalaman,dan ketersediaan modal.Namun dari beberapadugaan tersebut hanyaterdapat beberapa faktoryang berpengaruh nyata,sehingga penulis tertarikuntuk melihat apakahfaktor-faktor tersebutberpengaruh nyata terhadaptingkat adopsi petani padakaidah GAP di lokasi yangpeneliti lakukan.

47C. Kerangka Pemikiran

Kaidah Good Agriculture Practices (GAP) adalah suatu panduan budidaya

buah dan sayur yang baik untuk menghasilkan produk bermutu yang

mencakup penerapan teknologi yang ramah lingkungan, pencegahan

penularan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), penjagaan kesehatan dan

meningkatkan kesejahteraan pekerja serta prinsip penelusuran balik atau

traceability (Permentan Nomor 48 Tahun 2009).

Kaidah Good Agriculture Practices (GAP) bertujuan untuk meningkatkan

produksi dan produktivitas tanaman, meningkatkan mutu hasil termasuk

keamanan konsumsi, meningkatkan efisiensi produksi, memperbaiki efisiensi

penggunaan sumberdaya alam, mempertahankan kelestarian lingkungan dan

kesuburan lahan secara berkelanjutan, meningkatkan daya saing dan peluang

penerimaan oleh pasar internasional maupun domestik, mendorong petani dan

kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang bertanggung jawab terhadap

produk yang dihasilkan, serta memberi jaminan keamanan terhadap

konsumen, serta meningkatkan kesejahteraan petani (Departemen Pertanian,

2009).

Mutu dan standar keamanan dari produk pertanian telah menjadi fokus utama

pada kegiatan pertanian saat ini, sehingga pada hal ini minat dan kemauan

petani dalam menerapkan kaidah Good Agriculture Practices (GAP) untuk

menunjang registrasi kebun dan sertifikasi produk menjadi sangat penting.

Suatu inovasi dinilai bermanfaat apabila sasaran dari inovasi tersebut mau

mengadopsi inovasi yang ditawarkan, artinya salah satu indikator penilaian

48bahwa kaidah Good Agriculture Practices (GAP) dianggap bermanfaat bagi

petani adalah dengan melihat seberapa banyak petani yang mau mengadopsi

atau menerapkan kaidah Good Agriculture Practices (GAP) serta sejauh

mana kaidah Good Agriculture Practices (GAP) telah dijalankan. Oleh

karena itu, pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui tingkat adopsi kaidah

Good Agriculture Practices (GAP) untuk menunjang registrasi kebun dan

sertifikasi produk, faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat

adopsi petani dalam kaidah Good Agriculture Practices (GAP) untuk

menunjang registrasi kebun dan sertifikasi produk, serta kendala-kendala apa

saja yang dihadapi petani manggis dalam mengadopsi kaidah Good

Agriculture Practices (GAP) untuk menunjang registrasi kebun dan

sertifikasi produk di Kecamatan Kota Agung Kabupaten Tanggamus.

Sriyadi, Eni Istiyanti dan Francy Risvansuna Fivintari (2015) melakukan

penelitian mengenai evaluasi penerapan Standard Operating Procedure-Good

Agriculture Practices (SOP-GAP) pada usahatani padi organik di Kabupaten

Bantul. Pada penelitian tersebut tingkat penerapan SOP-GAP pada usahatani

padi organik di Kabupaten Bantul diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti pengalaman berusahatani, tingkat pendidikan, luas lahan, ketersediaan

modal, tenaga kerja keluarga, harga jual gabah dan harga beli input.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Amala (2013) mengenai faktor-faktor

yang berhubungan dengan tingkat adopsi petani terhadap sistem pertanian

padi organik di Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten

Serdang Bedagai menyatakan bahwa tingkat adopsi inovasi dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti lama berusahatani, tingkat kekosmopolitan,

49karakteristik inovasi (keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan,

kemungkinan dicoba dan kemungkinan diamati), serta saluran antarpribadi.

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, maka pada penelitian ini faktor-

faktor yang diduga berhubungan dengan tingkat adopsi petani manggis

terhadap kaidah Good Agriculture Practices (GAP) dalam menunjang

registrasi kebun dan sertifikasi produk di Kecamatan Kota Agung Kabupaten

Tanggamus yaitu pengalaman berusahatani (X1), tingkat pendidikan formal

(X2), luas lahan (X3), ketersediaan modal (X4), karakteristik inovasi (X5)

dan tingkat kekosmopolitan (X6).

Tingkat adopsi petani manggis terhadap kaidah Good Agriculture Practices

(GAP) dalam menunjang registrasi kebun dan sertifikasi produk (Y) dilihat

dari sejauh mana penerapan SOP-GAP (Standard Operating Procedure-Good

Agriculture Practices) komoditas manggis dengan memperhatikan tiga aspek

yaitu people-profit-planet sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor

48 Tahun 2009. Secara ringkas diagram alir kerangka pemikiran mengenai

tingkat adopsi petani manggis terhadap kaidah Good Agriculture Practices

(GAP) dalam menunjang registrasi kebun dan sertifikasi produk di

Kecamatan Kota Agung Kabupaten Tanggamus dapat dilihat pada Gambar 1.

50

Keterangan:= diteliti= tidak diteliti

Tingkat Adopsi PetaniManggis terhadap kaidah

Good AgriculturePractices (GAP) dalammenunjang RegistrasiKebun dan Sertifikasi

Produk(Y)

Indikator:Penerapan SOP-GAP(Standard Operating

Procedure-GoodAgriculture Practices)

komoditas manggisdengan memperhatikan 3

aspek yaitupeople-profit-planet.

Faktor-faktor yangberhubungan dengantingkat adopsi petani

(X):1. Pengalaman

usahatani (x1)2. Tingkat

PendidikanFormal (x2)

3. Luas Lahan (x3)4. Ketersediaan

Modal (x4)5. Karakteristik

Inovasi (x5)6. Tingkat

Kekosmopolitan(x6)

Gambar 1. Kerangka berpikir tingkat adopsi petani manggis terhadap kaidahGood Agriculture Practices (GAP) dalam menunjang registrasikebun dan sertifikasi produk di Kecamatan Kota Agung KabupatenTanggamus.

SedangRendah Tinggi

Petani Manggis

SertifikasiProduk RegistrasiKebun GAP

51D. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Diduga pengalaman berusahatani berhubungan dengan tingkat adopsi

petani manggis dalam penerapan Good Agriculture Practices (GAP)

untuk menunjang registrasi kebun dan sertifikasi produk.

2. Diduga tingkat pendidikan formal berhubungan dengan tingkat adopsi

petani manggis dalam penerapan Good Agriculture Practices (GAP)

untuk menunjang registrasi kebun dan sertifikasi produk.

3. Diduga luas lahan berhubungan dengan tingkat adopsi petani manggis

dalam penerapan Good Agriculture Practices (GAP) untuk menunjang

registrasi kebun dan sertifikasi produk.

4. Diduga ketersediaan modal berhubungan dengan tingkat adopsi petani

manggis dalam penerapan Good Agriculture Practices (GAP) untuk

menunjang registrasi kebun dan sertifikasi produk.

5. Diduga karakteristik inovasi berhubungan dengan tingkat adopsi petani

manggis dalam penerapan Good Agriculture Practices (GAP) untuk

menunjang registrasi kebun dan sertifikasi produk.

6. Diduga tingkat kekosmopolitan berhubungan dengan tingkat adopsi

petani manggis dalam penerapan Good Agriculture Practices (GAP)

untuk menunjang registrasi kebun dan sertifikasi produk.

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel

yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis data yang

berhubungan dengan tujuan penelitian.

1. Variabel X (Variabel Bebas)

Variabel X merupakan variabel mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat adopsi petani terhadap kaidah Good Agriculture

Practices (GAP) dalam menunjang registrasi lahan dan sertifikasi produk

di Kecamatan Kota Agung Kabupaten Tanggamus. Tingkat adopsi petani

terhadap kaidah Good Agriculture Practices (GAP) dalam menunjang

registrasi lahan dan sertifikasi produk di Kecamatan Kota Agung

Kabupaten Tanggamus diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-

faktor yang diduga berhubungan dengan tingkat adopsi petani terhadap

kaidah Good Agriculture Practices (GAP) dalam menunjang registrasi

lahan dan sertifikasi produk yaitu:

a. Pengalaman berusahatani (X1) adalah kemampuan atau keterampilan

petani dalam pengambilan keputusan untuk mengatasi kendala-

53kendala pada kegiatan budidaya yang mengacu pada 3 aspek (planet-

people-profit). Pengalaman berusahatani erat kaitannya dengan

jangka waktu yang telah petani gunakan untuk kegiatan usahatani

manggis. Tingkat pengalaman berusahatani dapat dilihat berdasarkan

daftar pertanyaan mengenai pengetahuan dan pengambilan keputusan

dalam mengatasi kendala-kendala pada kegiatan budidaya yang

mengacu kepada tiga aspek yaitu aspek keuntugan (profit), aspek

lingkungan (planet), dan aspek keselamatan maupun kesejahteraan

petani (people). Pengalaman berusahatani diklasifikasikan menjadi

tiga kelas sebagai berikut: 13,933-18,911 (tidak berpengalaman),

18,912-23,890 (cukup berpengalaman), dan 23,891-28,867

(berpengalaman) dengan menggunakan rumus Sturges (Dajan, 1986).

Skor yang diperoleh telah diubah menjadi data interval dengan

menggunakan Method of Successive Interval (MSI) yang nantinya

akan digunakan dalam analisis korelasi Rank Spearman.

b. Tingkat Pendidikan Formal (X2) merupakan tingkat pendidikan yang

pernah ditempuh oleh petani secara formal baik tingkat Sekolah

Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, yang

diukur berdasarkan tahun sukses menempuh pendidikan formal, lalu

diklasifikasikan menjadi 1-6 (Sekolah Dasar), 7-9 (Sekolah Menengah

Pertama), dan 10-12 (Sekolah Menengah Pertama). Data yang telah

diperoleh nantinya akan digunakan dalam analisis korelasi Rank

Spearman.

54c. Luas Lahan (X3) merupakan keseluruhan lahan yang dimiliki dan

digarap oleh petani untuk kegiatan usahatani manggis, serta lahan

yang digunakan untuk penerapan Good Agriculture Practices (GAP)

pada kegiatan usahatani manggis. Luas lahan dinyatakan dalam

satuan hektar (ha), kemudian diklasifikasikan menjadi tiga kelas,

yaitu: 0,25-0,50 (sempit), 0,51-0,75 (sedang), dan 0,76-1,00 (luas)

dengan menggunakan rumus Sturges (Dajan, 1986). Data yang telah

diperoleh nantinya akan digunakan dalam analisis korelasi Rank

Spearman.

d. Ketersediaan Modal (X4) adalah keseluruhan masing-masing uang

atau barang yang disiapkan untuk melakukan kegiatan budidaya

manggis. Diukur dengan daftar pertanyaan mengenai jumlah uang

atau barang yang disiapkan untuk melakukan kegiatan budidaya

manggis. Ketersediaan modal diklasifikasikan menjadi tiga kelas,

yaitu: 9,197-12,295 berarti modal tidak tersedia, 12,296-15,393 berarti

modal cukup tersedia, dan 15,394-18,491 berarti modal tersedia,

kemudiaan dimasukkan ke dalam rumus Sturges (Dajan, 1986). Skor

yang diperoleh telah diubah menjadi data interval dengan

menggunakan Method of Successive Interval (MSI) yang nantinya

akan digunakan dalam analisis korelasi Rank Spearman.

e. Karakteristik Inovasi (X5) adalah suatu ide, gagasan, tindakan atau

barang yang dianggap baru bagi petani. Karakteristik inovasi dilihat

dari lima indikator yaitu tingkat keuntungan relatif, tingkat

kompatibilitas, tingkat kompleksitas, tingkat triabilitas, dan tingkat

55observabilitas mengenai kaidah Good Agriculture Practices (GAP).

Karakteristik inovasi diklasifikasikan menjadi tiga kelas, yaitu: 6,110-

9,915 (sulit), 9,916-13,721 (cukup mudah), dan 13,722-17,527

(mudah) dengan menggunakan rumus Sturges (Dajan, 1986). Skor

yang diperoleh telah diubah menjadi data interval dengan

menggunakan Method of Successive Interval (MSI) yang nantinya

akan digunakan dalam analisis korelasi Rank Spearman.

f. Tingkat Kekosmopolitan (X6) adalah tingkat hubungan atau tingkat

interaksi petani dengan dunia luar di luar sistem sosialnya sendiri

selama kurun waktu tertentu. Indikator dari tingkat kekosmopolitan

berupa:

1) Aktivitas petani dalam mengunjungi lembaga-lembaga maupun

melakukan kontak dengan orang di luar kelompok taninya, baik di

tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten atau Kota dalam kurun waktu

enam bulan terakhir.

2) Kemampuan dan aktivitas petani dalam pemanfaatan media massa

seperti televisi dan internet dalam kurun waktu enam bulan

terakhir.

3) Aktivitas petani bepergian keluar daerah guna mencari informasi

dalam kurun waktu enam bulan terakhir.

Tingkat kekosmopolitan diukur berdasarkan data yang diperoleh di

lapangan terkait dengan frekuensi petani dalam melakukan hubungan

atau interaksi dengan dunia luar di luar sistem sosialnya, kemudian

diklasifikasikan menjadi 3, yaitu: 8,000-10,798 (rendah), 10,799-

5613,596 (sedang), dan 13,597-16,394 (tinggi) dengan menggunakan

rumus Sturges (Dajan, 1986). Skor yang diperoleh telah diubah

menjadi data interval dengan menggunakan Method of Successive

Interval (MSI) yang nantinya akan digunakan dalam analisis korelasi

Rank Spearman.

2. Variabel Y (Variabel Terikat)

Variabel Y adalah variabel dari tingkat adopsi komoditi manggis

berdasarkan Standard Operating Procedure-Good Agriculture Practices

(SOP-GAP) manggis dalam menunjang registrasi kebun dan sertifikasi

produk di Kecamatan Kota Agung Kabupaten Tanggamus. Tingkat

adopsi adalah intensitas kesesuaian penerapan inovasi dengan standar

persyaratan dilihat dari frekuensi kesesuaian pelaksanaan yang dilakukan

petani. Tingkat adopsi petani diukur berdasarkan frekuensi kesesuaian

pelaksanaan Standard Operating Procedure - Good Agriculture Practices

(SOP-GAP) dengan memperhatikan aspek 3P (people-profit-planet) dan

kemudian diklasifikasikan menjadi 3 skor, yaitu: 80,072-102,899

(rendah), 102,900-125,726 (sedang), dan 125,727-148,554 (tinggi)

dengan menggunakan rumus Sturges. Skor yang diperoleh telah diubah

menjadi data interval dengan menggunakan Method of Successive Interval

(MSI).

Tabel 4. Pengukuran Variabel

No Variabel Parameter Indikator SatuanPengukuran

JumlahPertanyaan

Kisaran Klasifikasi

1 Pengalamanberusahatani(X1)

Kemampuanatauketerampilanpetani dalammengambilkeputusanmengenaikegiatanusahatanimanggis

Kemampuan atau keterampilanpetani dalam mengambilkeputusan untuk mengatasikendala-kendala pada kegiatanbudidaya manggis denganmengacu kepada tiga aspek,yaitu aspek lingkungan (planet),aspek keamanan dankesejahteraan pekerja (people),dan aspek keuntungan (profit)

Skor 9 9-27 13,933-18,911 =Tidakberpengalaman18,912-23,890 =Cukupberpengalaman23,891-28,867 =Berpengalaman

2 Tingkatpendidikanformal (X2)

Tingkatpendidikanyang pernahdiikuti olehrespondensecara formal

Jenjang pendidikan formalterakhir yang diikuti respondendilihat dari tahun suksesmenempuh pendidikan formal(Sekolah Dasar, SekolahMenengah Pertama, danSekolah Menengah Atas)

Tahun sukses 1 1-6 = SekolahDasar7-9 = SekolahMenengahPertama10-12 = SekolahMengengah Atas

3 Luas lahan (X3) Luas lahanyang digarapoleh petaniuntukusahatanimanggis

Luas lahan yang digunakanpetani manggis dalampenerapan Good AgriculturePractices (GAP)

Hektar 1 0,25-0,50 =Sempit0,51-0,75 =Sedang0,76-1,00 = Luas

Tabel 4. Lanjutan Pengukuran Variabel

No Variabel Parameter Indikator SatuanPengukuran

JumlahPertanyaan

Kisaran Klasifikasi

4 Ketersediaanmodal (X4)

Jumlahkeseluruhanuang ataubarang yangdisiapkan untukmelakukankegiatanbudidayamanggis

Keseluruhan masing-masinguang atau barang yangdisiapkan untuk melakukankegiatan budidaya manggisterhadap penerapan GoodAgriculture Practices (GAP)

Skor 6 6-18 9,197-12,295 =Tidak tersedia12,296-15,393 =Cukup tersedia15,394-18,491 =Tersedia

5 Karakteristikinovasi (X5)

Suatu ide,gagasan,tindakan ataubarang yangdianggap barubagi petani

1. Tingkat keuntungan realtif2. Tingkat kompatibilitas3. Tingkat kompleksitas4. Tingkat triabilitas5. Tingkat observabilitas

Skor 5 5-15 6,110-9,915 =Sulit9,916-13,721 =Cukup mudah13,722-17,527 =Mudah

6 Tingkatkekosmopolitan(X6)

Keadaan yangmenggambarkanketerbukaanpetani terhadaplingkunganyang berada diluar sistemsosialnya

1. Aktivitas petanimengunjungi danmelakukan kontak denganlembaga-lembaga yangada di desa, kecamatan,kabupaten atau kota terkaitGood AgriculturePractices (GAP) dalam

Skor 8 8-24 8,000-10,798 =Rendah10,799-13,596 =Sedang13,597-16,394 =Tinggi

Tabel 4. Lanjutan Pengukuran Variabel

No Variabel Parameter Indikator SatuanPengukuran

JumlahPertanyaan

Kisaran Klasifikasi

kurun waktu 6 bulanterakhir

2. Kemampuan dan aktivitaspetani dalam pemanfaatanmedia massa (televisi daninternet) mengenai GoodAgriculture Practices(GAP) dalam kurun waktu6 bulan terakhir

3. Aktivitas petani bepergiankeluar daerah gunamencari informasimengenai GoodAgriculture Practices(GAP) dalam kurun waktu6 bulan terakhir

Tabel 4. Lanjutan Pengukuran Variabel

No Variabel Parameter Indikator SatuanPengukuran

JumlahPertanyaan

Kisaran Klasifikasi

7 Tingkat adopsipetani (Y)

Intensitaskesesuaianpenerapaninovasi denganstandarpersyaratanyang dilihatdari frekuensikesesuaianpelaksanaayang dilakukanpetani

Frekuensi kesesuaianpelaksanaan StandardOperating Procedure -Good Agriculture Practices(SOP-GAP) denganmemperhatikan tiga aspekyaitu aspek lingkungan(planet), aspek keamanandan kesejahteraan pekerja(people), dan aspekkeuntungan (profit)

Skor 49 49-147 80,072-102,899 =Rendah102,900-125,726= Sedang125,727-148,554= Tinggi

61B. Penentuan Lokasi, Waktu Penelitian, dan Responden

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kota Agung Kabupaten Tanggamus.

Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

pertimbangan bahwa petani manggis yang berada di Kecamatan Kota Agung

Kabupaten Tanggamus telah mengacu pada kaidah Good Agriculture

Practices (GAP) untuk menunjang registrasi kebun dan sertifikasi produk.

Pertimbangan tersebut diperkuat dengan data lahan yang telah terdaftar

sebagai lahan atau kebun Good Agriculture Practices (GAP). Waktu

pengambilan data dilakukan pada bulan November 2017. Lahan penanaman

manggis di Kecamatan Kota Agung terpusat di dua desa/pekon yaitu Pekon

Terdana dan Pekon Penanggungan. Dua pekon tersebut dijadikan kebun

percontohan oleh Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten

Tanggamus (Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Kota Agung, 2012).

Berdasarkan informasi dan keterangan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL)

Kecamatan Kota Agung Kabupaten Tanggamus, Pekon Terdana dan Pekon

Penanggungan memiliki jumlah lahan kering sebesar 278 ha, dengan jumlah

petani manggis yang telah tersertifikasi sebanyak 60 petani dari 282 petani

manggis.

Penentuan sampel dalam penelitian ini merujuk pada teori Yamane (dalam

Kuncoro, 2008) dengan rumus Slovin:

n = ( )Keterangan:n = unit sampelN = unit populasi (282)d = tingkat presisi (0,1)

62Berdasarkan informasi dan keterangan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL)

Kecamatan Kota Agung Kabupaten Tanggamus, petani manggis di

Kecamatan Kota Agung Kabupaten Tanggamus tersebar pada dua desa/pekon

yaitu di Desa Terdana sebanyak 146 petani manggis dan Desa Penanggungan

sebanyak 136 petani manggis. Dengan menggunakan pertimbangan presisi

10% maka diperoleh sampel sebagai berikut:

n = ( , ) = 74 orangJumlah sampel masing-masing populasi anggota kelompok ditentukan dengan

metode alokasi proporsional (Nazir, 1988), yaitu:

ni = ( )Keterangan:ni = Jumlah sampel dalam setiap kelompokNi = Jumlah populasi masing-masing kelompokn = Jumlah seluruh populasi kelompokN = Jumlah sampel secara keseluruhan

Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

Simple Random Sampling, sehingga setiap unit sampel dari populasi

mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel.

Berdasarkan rumus tersebut maka diperoleh jumlah sampel responden pada

tiap desa/pekon yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Sebaran sampel penelitian di Kecamatan Kota Agung KabupatenTanggamus

No. Nama Desa Jumlah PetaniJumlah Sampel

(petani)

1 Terdana 146 382 Penanggungan 136 36

Jumlah 282 74

63C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei yaitu penelitian yang

memilih sampel dari suatu populasi menggunakan teknik wawancara dan alat

bantu pengumpulan data berupa kuesioner (daftar pertanyaan). Jenis data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara

langsung kepada responden dengan menggunakan alat bantu berupa

kuesioner (daftar pertanyaan). Data sekunder pada penelitian ini diperoleh

dari dinas atau instansi dan lembaga-lembaga yang berhubungan dengan

penelitian ini seperti Badan Pusat Statistika, Departemen Pertanian,

Direktorat Jenderal Perkebunan, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura

Kabupaten Tanggamus, Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Lampung.

D. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan tingkat

adopsi petani manggis dan kendala-kendala yang dihadapi dalam penerapan

Good Agriculture Practices (GAP) dalam menunjang registrasi kebun dan

sertifikasi produk. Uji analisis korelasi Rank Spearman digunakan untuk

menguji hubungan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat adopsi

petani manggis terhadap Good Agriculture Practices (GAP) dalam

menunjang registrasi kebun dan sertifikasi produk di Kecamatan Kota Agung

Kabupaten Tanggamus.

64Adapun rumus uji koefisien korelasi Rank Spearman (Siegel, 1997) adalah

sebagai berikut:

= 1 − 6 −Keterangan:rs = Koefisien korelasidi = Perbedaan pasangan setiap peringkatn = Jumlah sampel

Rumus rs ini digunakan atas dasar pertimbangan bahwa dalam penelitian ini

akan melihat korelasi (keeratan hubungan) antar dua peubah, yaitu x dan y

dari peringkatan dan dibagi dalam klasifikasi tertentu. Hal ini sesuai dengan

fungsi rs yang merupakan ukuran asosiasi dua peubah yang berhubungan,

diukur sekurang-kurangnya dengan skala ordinal, sehingga obyek atau

individu yang dipelajari dapat diberi peringkat dalam dua rangkaian yang

berurutan. Jika terdapat peringkat yang berangka sama atau kembar dalam

variabel x dan y, maka diperlukan faktor koreksi T (Siegel, 1997) dengan

rumus sebagai berikut:

= ∑ + ∑ − ∑∑ ∑= −12 −= −12 −= −12

Keterangan:n = Jumlah respondent = Banyak observasi yang berangka sama pada suatu peringkat

65T = Faktor koreksi∑ = Jumlah kuadrat variabel bebas yang dikoreksi∑ = Jumlah kuadrat variabel terikat yang dikoreksi∑ = Jumlah faktor koreksi variabel bebas∑ = Jumlah faktor koreksi variabel terikat

Pengujian hipotesis dan kaidah pengambilan keputusan adalah:

1. Jika nilai signifikansi (2-tailed) > taraf kepercayaan, maka H0 diterima

dan H1 ditolak pada (α) = 0,05 atau (α) = 0,01. Artinya tidak terdapat

hubungan yang nyata antara kedua variabel yang diuji.

2. Jika nilai signifikansi (2-tailed) < taraf kepercayaan, maka H0 ditolak dan

H1 diterima pada (α) = 0,05 atau (α) = 0,01. Artinya terdapat hubungan

yang nyata antara kedua variabel yang diuji.

66

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1. Tingkat adopsi komoditi manggis berdasarkan Standard Operating

Procedure-Good Agriculture Practices (SOP-GAP) manggis dalam

menunjang registrasi kebun dan sertifikasi produk di Kecamatan Kota

Agung Kabupaten Tanggamus termasuk dalam klasifikasi sedang dengan

persentase sebesar 64,86 persen.

2. Faktor-faktor yang berhubungan nyata dengan tingkat adopsi petani

manggis terhadap Good Agriculture Practices (GAP) adalah pengalaman

berusahatani, tingkat pendidikan formal, karakteristik inovasi, dan tingkat

kekosmopolitan, sedangkan faktor-faktor yang tidak berhubungan nyata

dengan tingkat adopsi petani manggis terhadap Good Agriculture

Practices (GAP) adalah luas lahan dan ketersediaan modal.

3. Kendala-kendala yang dihadapi petani manggis di Kecamatan Kota Agung

Kabupaten Tanggamus dalam penerapan Good Agriculture Practices

(GAP) antara lain permainan harga oleh oknum pedagang, kurangnya

informasi dan pengetahuan mengenai Good Agriculture Practices (GAP),

kondisi cuaca atau musim yang tidak dapat diprediksi, serangan hama

127penyakit pengganggu tanaman, serta belum diterbitkannya nomor

registrasi kebun GAP di Pekon Penanggungan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian maka saran yang dapat diberikan yaitu:

1. Peran dinas dan instansi terkait perlu ditingkatkan dalam pelatihan dan

pendampingan mengenai kaidah Good Agriculture Practices (GAP), serta

peningkatan kualitas mutu terus ditingkatkan dengan target produk yang

tersertifikasi tidak hanya sampai pada sertifikasi Prima 3, melainkan

tercapainya sertifikasi Prima 2 dan Prima 1 agar produk dapat bersaing

pada tingkatan pasar yang lebih tinggi lagi.

2. Penerapan Good Agriculture Practices (GAP) diharapkan tidak hanya

berhenti pada komoditi manggis, melainkan dapat diterapkan pada

berbagai produk hasil pertanian yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Amala, Tasnim Ahsanu. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan TingkatAdopsi Petani Terhadap Sistem Pertanian Padi Organik. Jurnal AgribisnisFakultas Pertanian USU Vol 1 No. 1, Januari 2013, hal 1-12. USU. Medan.

Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Lampung. 2014. Data RegistrasiKebun GAP Provinsi Lampung Tahun 2014. Badan Ketahanan PanganDaerah. Lampung.

Balai Pelatihan Pertanian Provinsi Jawa Barat. 2012. Prosedur Registrasi KebunGood Agriculture Practices (GAP). Balai Pelatihan Pertanian. Jawa Barat.

Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Kota Agung. 2012. Laporan BPPKecamatan Kota Agung. Tanggamus.

Dajan, Anto. 1986. Pengantar Metode Statistik II. LP3ES. Jakarta.

Departemen Pertanian. 2008. Pedoman Umum Pelaksanaan PengembanganAgribisnis Hortikultura. Direktorat Jenderal Hortikultura. Jakarta.

Departemen Pertanian. 2009. Pedoman Pengembangan Model Penerapan KebunGAP. Direktorat Budidaya Tanaman Buah, Direktorat Jenderal Hortikultura.Departemen Pertanian. Jakarta.

Dinas Pertanian Tanaman Hortikultura Provinsi Jawa Barat. 2012. PenerapanStandart Operational Procedur (SOP) dalam mendukung sertifikasi produkbuah dan sayur. Dinas Pertanian Tanaman Hortikultura. Jawa Barat.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat. 2012. PenerapanGAP/SOP Sayuran dan Tanaman Obat dalam Mendukung Registrasi LahanUsaha Sayuran dan Tanaman Obat. Dinas Pertanian Tanaman Pangan. JawaBarat.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung. 2016.Standar Operasional Prosedur (SOP) Manggis Kabupaten Tanggamus.Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. Lampung.

Direktorat Tanaman Buah. 2004. Panduan Budidaya Buah yang Benar (GoodAgriculture Practices): Sistem Sertifikasi Pertanian Indonesia. DepartemenPertanian. Jakarta.

FAO. 2003. Report Of the Expert Consultation on a Good AgriculturalPractices (GAP) Aproach. Proceeding. FAO. Roma.

Febriana, R. dan Gusti Devi Artanti. 2009. Penerapan Hazard Anlysis CriticalControl Point (HACCP) dalam Penyelenggaraan Warung Makan Kampus.Jurnal Media Pendidikan, Gizi dan Kuliner. Vol 1 No. 1. Oktober 2009. Hal52-53.

Firdaus, M. 2007. Daya Saing dan Sistem Pemasaran Manggis Indonesia.Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. InstitutPertanian Bogor. Bogor.

Hanafi, Abdillah. 1981. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Usaha NasionalSurabaya Indonesia. Yogyakarta.

______________. 1987. Memasyarakatkan ide-ide Baru. Usaha NasionalSurabaya Indonesia. Yogyakarta.

Hasyim, Hasman. 2006. Analisis Hubungan Karakteristik Petani Kopi TerhadapPendapatan (Studi Kasus Desa Saribu Dolok Kecamatan Pagaran, KabupatenTapanuli Utara). Jurnal Komunikasi Penelitian. Universitas Sumatera Utara.Medan.

Indraningsih, Kurnia Suci. 2009. Pengaruh Penyuluhan Terhadap KeputusanPetani dalam Adopsi Inovasi Teknologi Usahatani Terpadu. Jurnal AgroEkonomi, Volume 29 No.1, Mei 2011. Hal 1-24. Pusat Sosial Ekonomi danKebijakan Pertanian. Bogor.

Isnoor, M. 2006. Good Agriculture Practices (GAP) pada Budidaya Perkebunan.Departemen Pertanian. Jakarta.

Kastaman, Roni. 2007. Analisis Sistem dan Strategi Pengembangan FuturistikPasar Komoditas Manggis Indonesia. Universitas Padjajaran. Bandung.

Kementerian Pertanian RI. 2014. Pedoman Teknis Budidaya Teh yang Baik (GoodAgricultural Practice/GAP on Tea). Jakarta.

Lubis, S.N. 2000. Adopsi Teknologi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.USU Press. Medan.

Mardikanto, T dan Sutarni. 1983. Pengantar Penyuluhan Pertanian dalam Teoridan Praktek. Hapsara. Surakarta.

Mardikanto, T. 1996. Penyuluhan Pembangunan Kehutanan. Pusat PenyuluhanKehutanan Republik Indonesia. Jakarta.

Martinez AMC, Ormerod K, Liddle M, Vilkevicius G, dan Schmitz EF. 2011.Maintenance in Agriculture A Safety and Health Guide. European Agencyfor Safety and Health Work (EU-OSHA). Office of the European Union.Luxembourg.

Nazir, N. 2014. Pedoman Budidaya Florikultura yang Baik (Good AgriculturePractices on Floriculture). Bahan Tayang Diklat Florikultura. BBPPLembang. Jawa Barat.

Neely, C., B. Haight, J. Dixon, A. S. Poissot. 2007. Report of the FAO expertconsultation on a good Agricultural practice approach. Food andAgricultural organization of United Nation. Rome.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.Jakarta.

Poerwanto, Roedhy. 2010. Panduan Budidaya yang Baik (Good AgriculturalPractices) pada komoditas hortikultura. IPB. Bogor.

Prihatman, Kemal. 2000. Manggis Garcinia mangistana L. Bappenas hal 1-15.http://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/manggis.pdf. Diakses padatanggal 24 Desember 2018.

Pusat Sosial Ekonomi Kementerian Pertanian. 2015. Good Agriculture Practices(GAP) sebagai Salah Satu Technical Barrier to Trade dalam PerdaganganInternasional. http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/2/2664-good-agricultural-practices-gap-sebagai-salah-satu-technical-barrier-to-trade-dalam-perdagangan-internasional. Diakses pada tanggal 23 Desember 2016.

Rogers, E.M. dan Shoemaker F.F. 1971. Communication of Innovations. The FreePress. New York.

Rogers, Everett M. 2003. Diffusion of Innovations, 5th edition. The Free Press.New York.

Rukmana, Rahmat. 1995. Budidaya Manggis. Kanisius. Yogyakarta.

Rumiyati, Sri. 2012. Penerapan GAP/SOP Sayuran dan Tanaman Obat. DinasPertanian Tanaman Pangan. Jawa Barat.

Ruslan, Rosady. 2010. Metode Penelitian Public Relations dan MediaKomunikasi. Cetakan ke-5. Raja Persada Grafindo. Jakarta.

Samsudin. 1982. Dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian. Bina Cipta.Bandung.

Setyo, Arlisda Febriana. 2009. Analisis Aliran Perdagangan Manggis diIndonesia. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sidauruk, Voldo. 2014. Analisis Tingkat Adopsi Petani Terhadap TeknologiBudidaya Jagung dan Hubungannya dengan Faktor Sosial Ekonomi. JurnalAgribisnis Fakultas Pertanian USU Vol 1 No. 1, Desember 2014 hal 1-12.USU. Medan.

Siegel, Sidney. 1997. Statistic Non Parametrik untuk Ilmu Sosial. PT GramediaPustaka Utama. Jakarta.

Sitanggang, Lasdiman. 2016. Tingkat Adopsi Petani Terhadap Penggunaan PupukSesuai Dosis Anjuran Pada Usahatani Padi Sawah. Jurnal AgribisnisFakultas Pertanian USU Vol 1 No. 1, Januari 2016 hal 1-15. USU. Medan.

Soekartawi. 1988. Prinsip-Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. UI Press.Jakarta.

_________. 1994. Agribisnis dan Teori Aplikasinya. Rajawali Press. Jakarta.

_________. 1998. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. UI Press. Jakarta.

Soewardi, Herman. 1976. Sikap Masyarakat Desa Terhadap ModernisasiProduksi Pertanian, Terutama Padi. UGM Press. Jawa Barat.

Sriyadi, Eni Istiyanti, dan Francy Risyansuna Fivintari. 2015. Evaluasi PenerapanStandard Operating Procedure-Good Agriculture Practices (SOP-GAP) padaUsahatani Padi Organik di Kabupaten Bantul. Journal of Agribusiness andRural Developtment Research, Vol 1 No. 2, Juli 2015. hal 78-84.

Sumaryo, Indah Listiana, dan Dame T. Gultom. 2012. Dasar-dasar Penyuluhandan Komunikasi Pertanian. Cetakan ke-3. Anugrah Utama Raharja.Lampung.

Suprapto, T. dan Fahrianoor. 2004. Komunikasi Penyuluhan dalam Teori danPraktek. Arti Bumi Intaran. Yogyakarta.

Syafa’at, N. 2003. Dinamika Indikator Ekonomi Makro Sektor Pertanian danKesejahteraan Petani. Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 1 No. 1, Maret2003, hal 62-73.

Wahyuni, S. 2010. Perilaku Petani Bawang Merah dalam Penggunaan danPenanganan Pestisida serta Dampaknya terhadap Lingkungan. Thesis.Universitas Dipenogoro. Semarang.