faktor-faktor yang berhubungan dengan …digilib.unila.ac.id/30965/10/skripsi tanpa...
TRANSCRIPT
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA PADA PEDAGANG IKAN DI
PASAR TRADISIONAL-MODERN GUDANG LELANG, TELUK
BETUNG, KOTA BANDAR LAMPUNG
( Skripsi )
Oleh
ELIZABETH RUTTINA HUTAGAOL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA PADA PEDAGANG IKAN DI
PASAR TRADISIONAL-MODERN GUDANG LELANG TELUK BETUNG
KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh
ELIZABETH RUTTINA HUTAGAOL
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT
FACTORS RELATED TO OCCUPATIONAL CONTACT DERMATITIS
INCIDENT ON FISHMONGER IN TRADISIONAL-MODERN GUDANG
LELANG MARKET TELUK BETUNG BANDAR LAMPUNG
BY
ELIZABETH RUTTINA HUTAGAOL
Background: Contact dermatitis is one of the most common occupational skin
disorders. Factors that can affect contact dermatitis are endogenous and exogenous
factors. This study examines the factors associated with contact dermatitis and is
performed on fishmonger in Tradisional-Modern Gudang Lelang Market. This
study aims to determine the factors related to occupational contact dermatitis
incident on fishmonger in Tradisional-Modern Gudang Lelang Market.
Methods: This study is a quantitative study with cross sectional approach in
Tradisional-Modern Gudang Lelang Market. This study was done in December
2017 to January 2018 with total sampling technique. Instruments used in this study
were questionnaire and physical examination done by dermatologist.
Results: based on univariate analysis, about 31,4% Fishmonger had occupational
contact dermatitis. Based on bivariate analysis, there was a relation between
personal hygiene and PPE using with occupational contact dermatitis with p-value
0,002 and 0,001 respectively.
Conclusion: There was a significant relationship between personal hygiene and
PPE using with occupational contact dermatitis incident on Fishmonger in
Tradisional-Modern Gudang Lelang Market Teluk Betung Bandar Lampung.
Keywords: fishmonger, occupational contact dermatitis, PPE using, personal
hygiene
ABSTRAK
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
DERMATITIS KONTA AKIBAT KERJA PADA PEDAGANG IKAN DI
PASAR TRADISIONAL-MODERN GUDANG LELANG TELUK BETUNG
KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh
ELIZABETH RUTTINA HUTAGAOL
Latar belakang : dermatitis kontak merupakan salah satu penyakit kulit akibat
kerja yang sering dijumpai. Faktor yang dapat mempengaruhi dermatitis kontak
adalah faktor endogen dan eksogen. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti faktor
yang berhubungan dengan dermatitis kontak dan dilakukan pada pedagang ikan di
Pasar Tradisional-Modern Gudang Lelang Teluk Betung.
Metode : penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional
yang dilakukan di Pasar Tradisional-Modern Gudang Lelang Teluk Betung pada
bulan Desember 2017 sampai Januari 2018 dengan teknik pengambilan sampel
total sampling. Alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini adalah kuesioner dan
pemeriksaan fisik oleh dokter spesialis kulit dan kelamin.
Hasil : berdasarkan hasil analisis univariat, sebanyak 31,4% pedagang ikan
mengalami DKAK. Berdasarkan hasil analisis bivariat bahwa terdapat hubungan
personal hygiene dan penggunaan APD dengan kejadian DKAK dengan p-value
0,002 dan 0,001.
Simpulan : terdapat hubungan yang bermakna antara faktor personal hygiene dan
kejadian DKAK dan terdapat hubungan yang bermakna antara faktor penggunaan
APD dengan kejadian DKAK pada pedagang ikan di Pasar Tradisional-Modern
Gudang Lelang Teluk Betung.
Kata Kunci : dermatitis kontak akibat kerja, pedagang ikan, penggunaan alat APD,
personal hygiene.
Riwayat Hidup
Peneliti, Elizabeth Ruttina Hutagaol, merupakan anak yang dilahirkan di
Tangerang pada tanggal 27 Februari 1996 sebagai anak pertama dari Bapak
Midian Hutagaol dan Ibu Adelina Aritonang.
Pendidikan peneliti yakni Taman Kanak-Kanak (TK) Tarakanita Gading
Serpong yang dimulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2002,
Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Tarakanita Gading Serpong pada tahun
2008, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Strada Slamet
Riyadi Kota Tangerang pada 2011, dan Sekolah Menengah Atas (SMA)
diselesaikan di SMA Negeri 8 Tangerang pada tahun 2014. Kemudian pada
tahun 2014 penulis melanjutkan studi di Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif pada organisasi Badang Eksekutif
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung sebagai anggota tahun
2015-2017.
Sebuah karya tulis ini kupersembahkan kepada Papa, Mama, Ester dan Gilbert yang selalu menjadi alasanku untuk selalu berjuang dalam menjalani pendidikan ini dan menggapai gelar yang mulia itu.
Sungguh besar setia-Mu
Kau nyatakan bagiku
Kau Bapa yang slalu mengerti isi hatiku
Kemuliaan-Mu Kau janjikan
Aku tetap percaya
Ku percaya janji-Mu ajaib
Terukir dalam kehidupanku
Ku berserah di dalam kekuatan-Mu
Hanya Kau sgalanya bagiku
- Kupercaya JanjiMu-
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kritus yang telah memberikan
kasih karunia, berkat, anugerah kepada penulis dan atas penyertaan-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis
Kontak Akibat Kerja Pada Pedagang Ikan Di Pasar Tradisional-Modern Gudang
Lelang Teluk Betung Kota Bandar Lampung” adalah salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.
Selama pembuatan skripsi ini penulis banyak menerima dukungan, masukan dan saran,
dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka dengan ketulusan hati penulis
ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung;
2. Dr.dr.Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung;
3. Ibu Dr. Dyah Wulan SRW, SKM., M. Kes, selaku Pembimbing Utama atas
kesediannya untuk membimbing dan meluangkan banyak waktu, membimbing,
memberikan nasihat, dan saran yang bermanfaat dalam proses penyelesaian
skripsi ini;
4. Bapak Sutarto SKM., M.Epid, selaku Pembimbing Kedua atas kesediannya
untuk membimbing dan meluangkan waktu membimbing, memberikan nasihat,
dan saran yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini.
5. dr. Dwi Indria Anggraini, S. Ked., M.Sc., Sp.KK, selaku Penguji Utama pada
Ujian Skripsi, terimakasih atas bimbingan, waktu, ilmu dan saran-saran yang
telah banyak diberikan;
6. dr. Anggraini Janar Wulan, selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan,
nasihat, dan saran yang bermanfaat selama perkuliahan di Fakultas Kedokteran
ini;
7. Responden penelitian dan pak Oki selaku pengelola pasar yang telah bersedia
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian;
8. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Kedokteran Unila atas ilmu, waktu,
dan bimbingan yang telah diberikan dalam proses perkuliahan;
9. Papaku Midian Hutagaol dan Mamaku Adelina Aritonang yang ku sayangi.
Terima kasih untuk seluruh kasih sayang, kesabaran, doa, perlindungan,
dukungan, pengajaran dan materi yang diberikan kepadaku. Terima kasih untuk
segala jerih payah, keringat, dan perjuangan untuk memberikanku pendidikan
yang terbaik;
10. Dua adikku yang kusayangi Esterina Pasca dan Gilbert Alexander, terima kasih
atas canda tawa, dukungan, nasihat, perhatian dan doa yang diberikan setiap
waktu;
11. Sahabat baik “Good Friend” penulis, Annisa Amalia, Aliya Syafira, Felicia.
Terima kasih untuk semua dukungan, doa, saran dan motivasinya;
12. Kakak yang selalu menopang, Desindah Loria S. dan Shendy Purnamasari.
Terima kasih untuk segala doa, motivasi, dan dukungan selama ini. Terimakasih
sudah mau menjadi tempat berbagi cerita suka dan duka;
13. Teman seperjuangan terkasih Septilia, Nisrina, Ayu Wulandari, Anggiya, Fairuz,
Anggun. Terima kasih atas dukungan, perhatian dan canda tawa yang selalu ada;
14. Teman serta adik bermain dan belajar peneliti, Karen, Sindi, Mba Nurul, Rona,
Osy, Lulu, Shania, Christi, Lidya, Efry yang selalu memberi dukungan,
penghiburan, dorongan dan semangat selama ini;
15. Kelompok kecilku, Widya Pebryanti, Naomi, Brigita, Tania, Fanya yang selalu
mendukung dalam doa.
16. Terima kasih untuk teman-teman CRANIAL, Fundraising BEM FK Unila,
Permakomedis atas segala dukungan dan motivasi;
17. Seluruh pihak yang turut berkontribusi dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan namanya satu persatu, terima kasih atas segala kebaikan yang
telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan, namun penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat dan
pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya. Terima kasih.
Bandar Lampung, Februari 2018
Penulis
Elizabeth Ruttina Hutagaol
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................................. i
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .................................................................................................. 1 1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................. 4
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 4 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Akibat Kerja ....................................................................................... 7 2.2 Dermatitis Kontak Akibat Kerja (DKAK) ...................................................... 10
2.2.1 Definisi .................................................................................................. 10 2.2.2 Epidemiologi ......................................................................................... 10 2.2.3 Jenis Dermatitis Kontak Akibat Kerja .................................................. 11
2.2.4 Mekanisme Dermatitis Kontak ............................................................. 13 2.2.5 Gejala Dermatitis Kontak Akibat Kerja ................................................ 16
2.2.6 Diagnosis Klinis Dermatitis Kontak Akibat Kerja................................ 20 2.2.7 Penatalaksanaan .................................................................................... 23
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak Akibat Kerja ....................... 24 2.4 Kerangka Penelitian ........................................................................................ 34
2.4.1 Kerangka Teori...................................................................................... 34
ii
2.4.2 Kerangka Konsep .................................................................................. 35 2.5 Hipotesis .......................................................................................................... 35
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ................................................................................................ 37 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................... 37 3.3. Subyek Penelitian ............................................................................................ 37
3.3.1. Populasi Penelitian ................................................................................ 37 3.3.2. Sampel ................................................................................................... 37
3.4. Identifikasi Variabel Penelitian ....................................................................... 39 3.4.1. Variabel Independen ............................................................................. 39
3.4.2. Variabel Dependen ................................................................................ 39 3.5. Definisi Operasional Variabel Penelitian ........................................................ 40 3.6. Alat dan Bahan Penelitian ............................................................................... 41 3.7. Metode Pengumpulan Data ............................................................................. 42
3.8. Pengolahan Data .............................................................................................. 42 3.9. Teknik Analisis Data ....................................................................................... 42 3.10. Alur Penelitian .............................................................................................. 43
3.11. Etika Penelitian ............................................................................................. 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian................................................................................................45
4.1.1 Hasil Analisis Univariat.........................................................................47
4.1.2 Analisis Bivariat....................................................................................48
4.2 Pembahasan.....................................................................................................53 4.2.1 Analisis Univariat..................................................................................53 4.2.2 Analisis Bivariat....................................................................................54
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan .......................................................................................................... 45 5.2 Saran ................................................................................................................ 46
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 47
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kriteria diagnostik untuk dermatitis kontak iritan….........................................23
2. Definisi Operasional Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Dermatitis Kontak Akibat Kerja Pada Pedangang Ikan….................................40
3. Distribusi Frekuensi Variabel pada Pedagang Ikan...........................................47
4. Distibusi Faktor Usia Dengan Kejadian DKAK Pada Pedagang Ikan.............. 48
5. Distibusi Faktor Masa Kerja Dengan Kejadian DKAK Pada Pedagang Ikan... 49
6. Distribusi Faktor Riwayat Atopi Dengan Kejadian DKAK Pada Pedagang
Ikan.....................................................................................................................50
7. Distribusi Faktor Personal Hygiene Dengan Kejadian DKAK Pada Pedagang
Ikan.....................................................................................................................51
8. Distribusi Faktor Penggunaan APD Dengan Kejadian DKAK Pada Pedagang
Ikan.....................................................................................................................52
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Pemeriksaan uji tempel dan hasil pemeriksaan ....................................................... 22
2. Kerangka Teori ....................................................................................................... 34
3. Kerangka Konsep .................................................................................................... 35
4. Alur Penelitian ........................................................................................................ 43
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Etik Penelitian
Lampiran 2. Lembar Kuesioner Penelitian
Lampiran 3. Data Validitas Kuesioner
Lampiran 4. Data Hasil Kuesioner
Lampiran 5. Hasil pengolahan data
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) adalah suatu
peradangan kulit diakibatkan oleh suatu pekerjaan seseorang (Mariz, 2012).
Salah satu penyakit kulit akibat kerja yang sering dijumpai adalah dermatitis
kontak (Saftarina,2015). Apabila dihubungkan dengan jenis pekerjaan,
dermatitis kontak dapat terjadi pada hampir semua pekerjaan. Biasanya
penyakit ini menyerang orang-orang yang bekerja di sektor industri seperti
percetakan, perawatan kecantikan, perawatan rambut, tenaga kesehatan dan
juga di bidang pertanian (Behroozy & Keegel, 2014).
Terdapat 2 (dua) faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya dermatitis
kontak yaitu faktor eksogen dan faktor endogen. Faktor endogen meliputi
faktor genetik, jenis kelamin, umur, etnis, lokasi kulit, dan riwayat atopi.
Faktor eksogen meliputi sifat-sifat bahan kimia iritan (pH, keadaan fisik,
konsentrasi, ukuran molekul, jumlah, polarisasi, ionisasi, bahan pembawa dan
kelarutan), karakteristik paparan (jumlah, konsentrasi, durasi, jenis kontak,
paparan simultan terhadap iritan lainnya, dan interval setelah paparan
sebelumnya), faktor lingkungan (suhu, dan kelembapan), faktor mekanik
2
(tekanan, gesekan, atau abrasi), dan radiasi ultraviolet (UV) (Sularsito &
Djuanda, 2009).
Prevalensi dermatitis kontak akibat kerja yang sebenarnya tidak diketahui
karena banyak pekerja tidak pernah melaporkan penyakit yang ringan
(Sasseville, 2015). Di dunia, prevalensi DKAK sekitar 68,2% (Bock et al.,
2003). Insiden dari penyakit kulit akibat kerja di beberapa negara adalah sama
yaitu 50-70 kasus per 100.000 pekerja pertahun (Anshar et al., 2016). Di
Indonesia menurut studi epidemiologi yang telah dilakukan memperlihatkan
data bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, yang terbagi
menjadi 66,3% untuk kejadian dermatitis kontak iritan dan 33,7% untuk
kejadian dermatitis kontak alergi (Nanto, 2015). Menurut surveilans tahunan
yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung kejadian
dermatitis kontak yang terjadi di Kota Bandar Lampung mencapai sekitar
63% pada tahun 2012 dan menjadi peringkat pertama penyakit kulit yang
paling sering dialami (Saftarina, et al., 2015).
Telah dilakukan penelitian oleh Cahywati mengenai faktor yang berhubungan
dengan kejadian dermatitis pada nelayan yang bekerja di tempat pelelangan
ikan di Tanjungsari Kecamatan Rembang didapatkan hasil bahwa dari 20
responden yang menderita penyakit dermatitis, sebanyak 15 responden (75%)
memiliki masa kerja <2 tahun, dari 17 responden penderita dermatitis (85%)
tidak menggunakan APD, sebanyak 65% yang memiliki hygiene buruk
menderita dermatitis. Selain itu penelitian mengenai faktor-faktor yang
berhubungan dengan dermatitis kontak pada nelayan juga dilakukan oleh
3
Retnoningsih (2017) dengan hasil bahwa sebanyak 61,1% nelayan yang
berusia tua menderita dermatitis kontak. Sebanyak 58% nelayan yang
memiliki masa kerja yang lebih lama mengalami dermatitis kontak akibat
kerja.
Pedagang ikan merupakan salah satu pekerjaan yang mempunyai resiko untuk
terkena dermatitis kontak akibat kerja. Seorang pedagang ikan dalam
pekerjaannya sering kontak langsung dengan air. Air merupakan bahan
potensial iritan yang relatif mudah menembus melalui stratum koreneum.
Sering terpapar dengan air dapat menyebabkan bengkak dan menyusutnya
stratum korneum dan bisa menyebabkan dermatitis tangan (Behroozy &
Keegel, 2014).
Berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan di Pasar Tradisional-
Modern Gudang Lelang pada pedagang ikan, hampir seluruhnya kurang
memperhatikan keselamatan dan kesehatan diri. Hal ini tampak para
pedagang ikan tidak menggunakan APD saat bekerja. Menurut pedagang ikan
pemakaian APD membuat tidak nyaman dan kesulitan saat membersihkan
atau memotong ikan. Tanpa disadari hal-hal tersebut dapat menjadi penyebab
gangguan kulit khususnya penyakit dermatitis kontak akibat kerja.
Dari uraian tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui dan
memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis
kontak akibat kerja pada pedagang ikan pasar Gudang Lelang, Kota Bandar
Lampung.
4
1.2. Rumusan Masalah
Apakah faktor – faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak akibat
kerja pada pedagang ikan di Pasar Tradisional-Modern Gudang Lelang Teluk
Betung Kota Bandar Lampung.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya
dermatitis Kontak akibat kerja pada pedangang ikan di Pasar
Tradisional-Modern Gudang Lelang Teluk Betung Kota Bandar
Lampung.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui kejadian dermatitis kontak akibat kerja yang terjadi
pada pedagang ikan di Pasar Tradisional-Modern Gudang Lelang
Teluk Betung Kota Bandar Lampung.
b. Mengetahui gambaran usia, masa kerja, riwayat atopi, penggunaan
alat pelindung diri (APD), dan Personal Hygiene terhadap pedagang
ikan di Pasar Tradisional-Modern Gudang Lelang Teluk Betung
Kota Bandar Lampung.
c. Mengetahui hubungan antara usia dengan kejadian dermatitis
kontak akibat kerja pada pedagang ikan di Pasar Tradisional-Modern
Gudang Lelang Teluk Betung Kota Bandar Lampung.
5
d. Mengetahui hubungan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis
kontak akibat kerja pada pedagang ikan di Pasar Tradisional-Modern
Gudang Lelang Teluk Betung Kota Bandara Lampung.
e. Mengetahui hubungan antara riwayat atopi dengan kejadian
dermatitis kontak akibat kerja pada pedagang ikan di Pasar
Tradisional-Modern Gudang Lelang Teluk Betung Kota Bandar
Lampung.
f. Mengetahui hubungan antara personal hygiene dengan kejadian
dermatitis kontak akibat kerja pada pedagang ikan di Pasar
Tradisional-Modern Gudang Lelang Teluk Betung Kota Bandar
Lampung.
g. Mengetahui hubungan antara penggunaan alat pelindung diri dengan
kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada pedagang ikan di Pasar
Tradisional-Modern Gudang Lelang Teluk Betung Kota Bandar
Lampung.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis :
Pada bidang okupasi dapat membantu pencegahan kejadian dermatitis
kontak akibat kerja pada pedagang ikan pasar Tradisional-Modern
Gudang Lelang Teluk Betung Kota Bandar Lampung.
1.4.2 Manfaat Praktis:
a. Bagi penulis sebagai syarat kelulusan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
6
b. Bagi pedagang ikan Pasar Tradisional-Modern Gudang Lelang
Kota Teluk Betung Bandar Lampung dapat diberikan masukan
untuk mencegah peningkatan angka kejadian dermatitis kontak
akibat kerja.
c. Bagi institusi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dapat
menambah bahan kepustakaan.
d. Sebagai referensi bagi peneliti lainnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Akibat Kerja
2.1.1. Definisi
Penyakit akibat kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan dan lingkungan kerja. Faktor risiko PAK antara lain; golongan
fisik, kimiawi, biologis atau psikososial di tempat kerja. Faktor tersebut di
dalam lingkungan kerja merupakan penyebab yang pokok dan
menentukan terjadinya penyakit akibat kerja. Faktor lain seperti
kerentanan individual juga berperan dalam perkembangan penyakit di
antara pekerja yang terpajan (Efendi & Makhfudli, 2009; Indonesia,
1993).
2.1.2. Faktor Risiko Penyakit Akibat Kerja
Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya PAK adalah sebagai
berikut (Jeyaratnam, 2009) :
1. Golongan Fisik
a. Kebisingan dapat mengakibatkan gangguan pada pendengaran
sampai dengan Non-Induced hearing loss
8
b. Radiasi (sinar radio aktif) dapat mengakibatkan kelainan darah
dan kulit
c. Suhu udara yang tinggi dapat mengakibatkan heat stroke, heat
cramps, atau hyperpyrexia. Sedangkan suhu udara yang rendah
dapat mengakibatkan frostbite, trenchfoot atau hypothermia.
d. Tekanan udara yang tinggi dapat mengakibatkan caison disease
e. Pencahayaan yang tinggi cukup dapat mengakibatkan kelelahan
mata. Pencahayaan yang tinggi dapat mengakibatkan timbulnya
kecelakaan
2. Golongan Kimia
a. Debu dapat mengakibatkan pneumokoniosis
b. Uap dapat mengakibatkan metal fume fever, dermatitis dan
keracunan
c. Gas dapat mengakibtakan keracunan CO dan H2S
d. Larutan dapat mengakibatkan dermatitis
e. Insektisida dapat mengakibatkan keracunan
3. Golongan Infeksi
a. Antrax
b. Brucell
c. HIV/AIDS
9
4. Golongan Fisiologi
Dapat disebabkan oleh kesalahan kontruksi, mesin, sikap badan yang
kurang baik, salah cara melakukan pekerjaan yang dapat
mengakibatkan kelelahan fisik dan perubahan fisik pada tubuh pekerja.
5. Golongan Metal
Disebabkan oleh hubungan kerja yang tidak baik atau keadaan
pekerjaan yang monoton yang menyebabkan kebosanan (Jeyaratnam,
2009).
2.1.3. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Untuk dapat mendiagnosis penyakit akibat kerja pada individu perlu
dilakukan suatu pendekatan. Secara teknis penegakan diagnosis
dilakukan dengan cara berikut ini (Permenkes, 2016):
1. Penegakan diagnosis klinis
2. Penentuan pajanan yang dialami pekerja di tempat kerja
3. Penentuan hubungan antara pajanan dengan penyakit
4. Penentuan kecukupan pajanan
5. Penentuan faktor individu yang berperan
6. Penentuan faktor lain di luar tempat kerja
7. Penentuan diagnosis okupasi
10
2.2 Dermatitis Kontak Akibat Kerja (DKAK)
2.2.1 Definisi
Dermatitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada kulit sebagai respon
terhadap faktor eksogen dan faktor endogen, menimbulkan kelainan
klinis berupa eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi.
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang terjadi karena bahan/substansi
yang menempel pada kulit (Menaldi, et al., 2015).
Dermatitis yang terjadi pada pekerja merupakan dermatitis kontak akibat
kerja. Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit
yang didapatkan dari pekerjaan karena adanya interaksi pada kulit dengan
substansi atau bahan yang digunakan di lingkungan kerja, dan pajanan
yang berada di tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama
(Streit & Braathen, 2001). Terdapat 2 jenis dermatitis kontak akibat kerja,
yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergi (DKA).
2.2.2 Epidemiologi
Prevalensi dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) di dunia mencapai
68,2% (Bock, et al., 2009). Berdasarkan data US Bureau of Labor
Statistic di Amerika terdapat 269.500 kasus DKAK pada tahun 2003,
angka ini didapat dari 6,2% dari 4,4 juta pekerja (Adly, 2013). Di
Indonesia angka kejadian DKAK cukup banyak, biasanya dikarenakan
pekerjaan penderita. Namun untuk angka kejadiannya belum dapat
11
diketahui secara pasti karena banyaknya penderita dengan gejala awal
yang tidak datang ke tempat pelayanan kesehatan (Djuanda, 2010).
2.2.3 Jenis Dermatitis Kontak Akibat Kerja
2.2.3.1 Dermatitis Kontak Iritan (DKI)
a. Definisi DKI
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan suatu reaksi
peradangan pada kulit yang bersifat non-imunologik, dengan
perjalanan penyakit yang kompleks dan kerusakan kulit
terjadi secara langsung tanpa adanya proses sensitisasi
(Nanto, 2015). Dermatitis kontak iritan adalah jenis yang
paling umum dari kelainan kulit kerja. Hal ini disebabkan
oleh reaksi sitotoksik langsung dari agen penyebab pada sel-
sel epidermis dan dermis (Sasseville, 2015).
b. Etiologi DKI
Dermatitits kontak iritan disebabkan oleh pajanan dengan
bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen,
minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan
kulit yang ditimbulkan dapat ditentukan dengan ukuran
molekul, daya larut, kosentrasi bahan tersebut dan vehikulum.
Terdapat juga pengaruh dari faktor lain seperti lama kontak,
frekuensi kontak, oklusi yang menyebabkan kulit lebih
permeabel, suhu, dan kelembaban lingkungan. Selain itu,
12
faktor individu juga turut berpengaruh pada DKI (Menaldi, et
al., 2015)
2.2.3.2 Dermatitis Kontak Alergi (DKA)
a. Definisi DKA
Dermatitis kontak alergi adalah reaksi hipersensitifitas tipe
IV akibat pajanan kulit dengan bahan-bahan yang bersifat
sensitizer (alergen), reaksi imunologi tipe IV ini merupakan
reaksi hipersensitifitas tipe lambat (Djuanda et al., 2010).
b. Etiologi DKA
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat
molekul rendah (<1000 dalton), disebut sebagai hapten,
bersifat lipofilik, sangat reaktif, dan dapat menembus stratum
korneum sehingga mencapai sel epidermis bagian dalam
yang hidup. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
kejadian DKA, misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis per
unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi,
suhu, dan kelembaban lingkungan, vehikulum dan pH
(Menaldi et al., 2015)
13
2.2.4 Mekanisme Dermatitis Kontak
2.2.4.1 Patogenesis DKI
Dermatitis kontak iritan terjadi karena adanya kontak dengan
bahan iritan. Kelainan kulit ini terjadi karena adanya kerusakan
sel secara kimiawi atau fisis. Bahan-bahan iritan tersebut akan
merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan
lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat kulit terhadap air.
Selain itu bahan tersebut merusak membrane lemak kertinosit,
tetapi tidak semua yang dapat menembus membran sel dan
merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti. Membran
yang rusak akan mengaktifkan fosfolipase dan mengeluarkan
asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet activating
factor (PAF), dan inositida (IP3). AA kemudian diubah menjadi
prostaglandin dan leukotrin. Prostaglandin dan leukotrin akan
memicu vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah sehingga komplemen dan kinin dapat
dilepaskan. Prostaglandin dan leukotrin berperan sebagai
kemoatraktan kuat bagi limfosit dan neutrophil, dan juga
mengaktifasi sel mast untuk melepaskan histamine, leukotrin,
prostaglandin, dan PAF.
DAG dan second messengers lain menstimulasi ekspresi gen dan
sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte
14
macrophage colony stimulating factor (GMCSF). IL-1
mengaktifkan sel T-helper cell melepaskan IL-2 dan
mengekspresi reseptor IL-2, yang mengakibatkan stimulasi
autokrin dan proliferasi sel tersebut.
Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga akan melepaskan
TNFa, suatu sitokin proinflamasi yang mengaktifasi sel T,
makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi
sel dan pelepasan sitokin.
Perjalanan kejadian tersebut mengakibatkan gejala peradangan
klasik di tempat terjadinya kontak dengan kelainan berupa
eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan iritan lemah
akan mengakibatkan kelainan kulit setelah kontak berulang kali,
yang dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena
delipidasi menyebabkan desikasi sehingga kulit kehilangan
fungsi sawarnya (Menaldi, et al., 2015).
2.2.4.2 Patogenesis DKA
Mekanisme terjadinya DKA mengikuti respon imun yang
diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi
imunologik tipe IV. Reaksi ini terjadi melalui dua fase, yaitu:
1. Fase Sensitisasi : Hapten yang masuk ke dalam epidermis
akan ditangkap oleh sel Langerhans dengan cara pinositosis,
15
dan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol
serta dikonjugasikan pada molekul HLA-DR untuk menjadi
antigen lengkap. Di dalam kelenjar limfe, sel Langerhans
mempresentasikan kompleks antigen HLA-DR kepada sel T-
penolong spesifik. Setelah itu sel Langerhans mensekresi IL-
1 yang menstimulasi sel T untuk mensekresi IL-2 dan
mengekspresi reseptor IL-2. Sitokin ini akan menstimulasi
proliferasi dan diferensiasi sel T spesifik, sehingga menjadi
lebih banyak dan berubah menjadi sel T memori. Sel T
memori akan meninggalkan kelenjar getah bening dan
beredar ke seluruh tubuh. Pada saat tersebut individu menjadi
tersensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3
minggu (Menaldi et al., 2015).
2. Fase Elisitasi : fase ini terjadi pada saat terjadi pajanan ulang
alergen (hapten) yang sama atau serupa (pada reaksi silang).
Seperti pada fase sensitisasi, hapten akan ditangkap oleh sel
Langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen,
diikat oleh HLA-DR kemudian diekspresikan di permukaan
sel. Kompleks HLA-DR antigen akan dipresentasikan kepada
sel T yang telah tersensitisasi baik di kulit maupun di kelenjar
limfe sehingga terjadi proses aktivasi (Menaldi et al., 2015).
16
2.2.5 Gejala Dermatitis Kontak Akibat Kerja
2.2.5.1 Dermatitis Kontak Iritan (DKI)
Gejala Klinis pada kulit yang akan timbul sangat beragam,
bergantung pada sifat iritan. Sifat iritan yang kuat menimbulkan
gejala akut, sedangkan sifat iritan lemah akan menimbulkan
gejala kronik. Pada saat terjadi kontak langsung antara kulit
dengan bahan iritan maka kulit akan meradang, bengkak,
kemerahan dan dapat berkembang menjadi vesikel atau papul
dan mengeluarkan cairan bila terkelupas. Gatal, perih, dan rasa
terbakar tejadi pada bintik merah-merah itu. Respon inflamasi
yang ditimbulkan bermacam-macam mulai dari gejala seperti ini
sampai pembentukan luka dan iritan dihentikan. Pada pasien
yang terpapar bahan iritan secara kronik, area kulit yang tepapar
tersebut akan mengalami radang, dan mulai mengkerut,
membesar bahkan terjadi hiper atau hipopigmentasi dan
penebalan. Namun terdapat gejala klasik yaitu berupa kulit
kering, eritema, skuama, yang lama-kelamaan kulit menebal dan
terjadi likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila ada kontak
terus-menerus maka dapat menimbulkan retak kulit yang disebut
fisura (Imartha ,2015).
Dermatitis kontak iritan memiliki manifestasi klinis yang dapat
dibagi dalam beberapa kategori, berdasarkan bahan iritan dan
17
pola paparan. Terdapat 10 (sepuluh) tipe klinis dari dermatitis
kontak iritan yang telah dijelaskan.
1. Reaksi Iritasi: reaksi yang muncul adalah reaksi monomorfik
akut berupa kulit akan bersisik, mengalami eritema derajat
rendah, vesikel, atau erosi dan berlokasi di punggung tangan
dan jari. Reaksi ini sering dialami pada individu yang bekerja
di lingkungan yang lembab. Reaksi iritasi ini akan berakhir
atau berkembang menjadi dermatitis iritan kumulatif.
2. Dermatitis kontak iritan akut: kelainan kulit yang akan timbul
berupa eritema, edema, vesikel, dapat disertai eksudasi,
pembentukan bula dan nekrosis jaringan pada kasus yang
berat. Hal ini biasanya terjadi karena kecelakaan kerja.
3. Iritasi akut tertunda: suatu reaksi akut dengan tidak adanya
tanda yang terlihat karena reaksi inflamasinya terjadi 8
sampai 24 jam. Setelah gejala klinis timbul, maka tampilan
klinisnya sama dengan dermatitis kontak iritan akut
4. Dermatitis kontak iritan kronik kumulatif: terjadi karena
bahan iritan lemah namun terdapat kontak yang berulang.
Bahan iritan lemah dapat berupa deterjen, sabun, pelarut,
tanah, dan air. DKI kronik kumulatif jenis yang sering terjadi.
Perjalanan gejala klinisnya di awali dengan rasa gatal, nyeri,
dan terdapat kulit kering pada beberapa tempat, kemudian
eritema, hiperkeratosis, dan fisur dapat timbul. Gejala tidak
18
segera timbul setelah paparan, tetapi muncul setelah beberapa
hari, bulan atau bahkan tahun.
5. Iritasi subyektif: kelainan pada kulit tidak terlihat namun
pasien biasanya mengeluh gatal, pedih, seperti terbakar, atau
perih pada hitungan menit setelah kontak dengan bahan
iritan, tetapi tanpa terlihat perubahan pada kulit.
6. Iritasi non-eritematosus: ditandai dengan perubahan fungsi
sawar (stratum korneum) tanpa disertai kelainan klinis.
iritasinya tidak terlihat, tetapi secara histopatologi terlihat.
Gejala yang sering timbul meliputi rasa terbakar, gatal, dan
pedih.
7. Dermatitis gesekan: mikro trauma dan gesekan yang berulang
dapat menyebabkan iritasi mekanik. Tipe ini biasanya
memperlihatkan gejala seperti kulit kering, hiperkeratotik
pada kulit yang terabrasi, dan membuat kulit rentan terhadap
terjadinya iritasi.
8. Reaksi traumatik: reaksi ini dapat muncul ketika terjadi
trauma akut pada kulit seperti terbakar atau laserasi dan
paling sering terjadi pada tangan, serta dapat bertahan 6
minggu atau lebih. Proses pembengkakan pada dermatitis ini
memanjang dan eritema, bersisik, papul atau vesikel dapat
timbul.
19
9. Reaksi pustular atau acneiform: lesinya berupa pustul yang
steril dan semetara dapat timbul beberapa hari setelah kontak.
Lesi sering tampak setelah terpapar bahan kimia saat bekerja,
seperti minyak, tar, logam berat, dan halogen, dapat pula
setelah penggunaan kosmetik.
10. Exsiccation eczematid: gambaran klinisnya berupa gatal,
kulit kering dan ichtyosiform bersisik. Biasnya jenis ini sering
ditemukan pada usia tua yang sering mandi tanpa
mengoleskan pelembab pada kulit setelah mandi (Chew AL
& Maibach HI, 2006).
2.2.5.2 Dermatitis Kontak Alergi (DKA)
Pada umumnya pasien mengeluh gatal. Kelainan kulit yang
timbul bergantung pada tingkat keparahan dan lokasinya. Pada
keadaan akut gejala yang timbul berupa bercak eritematosa
berbatas tegas kemudian diikuti edema, populovesikel, vesikel
atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menyebabkan erosi dan
eksudasi (basah). Pada keadaan kronis terlihat kulit kering,
berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, berbatas
tidak tegas (Menaldi et al., 2015).
20
2.2.6 Diagnosis Klinis Dermatitis Kontak Akibat Kerja
Pada dermatitis kontak tidak memiliki gambaran klinis yang tetap. Untuk
menegakkan diagnosis dapat didasarkan pada:
a. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan dengan cermat karena selain untuk
menegakkan diagnosis juga digunakan untuk mencari kausanya,
karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan penanganan
lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan. Dalam anamnesis
dermatologi ada beberapa hal yang perlu ditanyakan seperti onset
gejala saat pertama kali muncul, dimana lokasi munculnya, apa jenis
pekerjaannya, apakah ada rekan kerja yang menderita gejala yang
sama, apakah dermatitis membaik saat tidak masuk kerja atau
semakin parah saat masuk kerja, apakah ada upaya pasien untuk
menghilangkan keluhan ini sebelumnya, dan apakah pasien
mempunyai riwayat atopik. Selain itu, sebagai tambahan perlu juga
ditanyakan hobi dan kegiatan pasien di luar pekerjaan.
b. Pemeriksaan klinis
Hal –hal yang perlu dilakukan pada pemeriksaan dermatologis adalah:
1. Lokasi dan/atau distribusi dari kelainan yang ada.
2. Karakteristik dari setiap lesi, dilihat dari morfologi lesi (eritema,
urtikaria, likenifikasi, perubahan pigmen kulit).
3. Pemeriksaan lokasi-lokasi sekunder.
4. Teknik-teknik pemeriksaan khusus (Graham & Harman, 2016)
21
c. Pemeriksaan Penunjang Dermatitis Kontak
Jika terjadi dermatitis kontak maka pemeriksaan penunjang yang
harus dilakukan adalah patch test (uji tempel). Uji tempel bertujuan
untuk mengetahui bahan penyebab dermatitis kontak alergik. Tes
dilakukan bila keadaan penyakit sudah stabil, pasien bebas dari
pemakaian obat antihistamin dan kortikosteroid oral dan topikal
sekurang-kurangnya 2 minggu sebelum uji tempel. Uji ini
menggunakan perangkat yang berisi berbagai alergen dan memakai
fin chamber (tempat untuk melekatkan reagens dan menempelkannya
pada kulit). Dalam proses ini alergen yang dicurigai diencerkan
dengan air atau petrolatum. Setelah itu bahan uji tempel ditempelkan
di punggung, ditutup dengan plester, kemudian dibuka dan dibaca
pada jam ke 24, 48,72, dan 96. Reaksi positif mengkonfirmasi reaksi
hipersensitifitas tipe IV terhadap bahan yang digunakan (Graham,
2016; Menaldi, 2015). Selain itu reaksi positif akan mendukung
diagnosis dermatitis kontak alergi dan sebaliknya reaksi negatif
mendukung diagnosis dermatitis kontak iritan (Sari, et al., 2012).
22
Gambar 1. Pemeriksaan uji tempel dan hasil pemeriksaan
Dermatitis kontak iritan akut lebih mudah untuk diketahui karena
gejala klinis yang timbul lebih cepat sehingga penderita pada
umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya,
dermatitis kontak iritan kronis timbulnya lambat dan memiliki
gambaran klinis yang luas, sehingga terkadang sulit dibedakan dengan
dermatitis kontak alergi
Untuk membantu membedakan antara dermatitis kontak iritan dengan
dermatitis kontak alergika, Rietschel mengusulkan kriteria yang dapat
digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dermatitis kontak
iritan (Rietschel, 1990).
23
Tabel 1. Kriteria diagnostik untuk dermatitis kontak iritan
(Rietschel, 1990)
Mayor Minor
Subyektif 1. Onset dari gejala timbul
dalam hitungan menit
hingga jam setelah
paparan
2. Nyeri, rasa terbakar,
rasa tersengat, atau rasa
tidak nyaman melebihi
rasa gatal pada tahap
klinis awal
1. Onset timbulnya
gejala 2 (dua)
minggu setelah
paparan
2. Banyak orang dalam
lingkungan yang
sama juga terkena
Obyektif 1. Makula eritem,
hiperkeratosis, atau
fisura lebih mendominasi
daripada vesikulasi
2. Epidermis tampak
mengkilap, merekah,
atau terkelupas
3. Proses penyembuhan
dimulai segera setelah
paparan terhadap bahan
kausal dihentikan
4. Hasil uji tempel negative
1. Dermatitis berbatas
tegas
2. Terdapat bukti
pengaruh gravitasi,
seperti efek menetes
3. Tidak terdapat
kecenderungan
menyebar
4. Perubahan morfologik
menunjukkan perbedaan
konsentrasi yang kecil
mampu
timbulkan perbedaan
kerusakan
kulit yang besar
2.2.7 Penatalaksanaan
Upaya pengobatan yang terpenting adalah menghindari atau
menyingkirkan penyebabnya. Pengobatan dermatitis berdasarkan pada
tingkatan penyakit. Akut, misalnya erupsi selama 24-36 jam,
menggunakan solusi Burow’s diikuti dengan kortikosteroid secara
topikal, hanya menggunakan kortikosteroid topikal (kelas 1 dan 2) sangat
efektif di dalam fase akut. Ketika erupsi mulai mengering, kortikosteroid
krim sudah dapat digunakan, dilanjutkan pemberian secara oral
24
penghilang rasa sakit dan antialergi untuk menangani kegatalan. Tetapi
antibiotik oral digunakan hanya ketika diduga terjadi infeksi sekunder
oleh bakteri. Kompres dingin dibutuhkan untuk menurunkan peradangan
akibat dermatitis. Kortikosteroid topikal bisa menjadi tidak efektif secara
signifikan dengan berbagai iritasi seperti sodium lauryl sulphate.
Kortikosteroid secara oral efektif untuk pengobatan dermatitis kontak
alergik yang berat (LaDou, 2004) .
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak Akibat Kerja
2.3.1. Faktor Eksogen
a. Karakteristik bahan kimia
Karakteristik bahan kimia meliputi pH bahan kimia (bahan kimia
dengan pH terlalu tinggi >12 atau terlalu rendah <3 dapat
menimbulkan gejala iritasi segera setelah terpapar, sedangkan pH yang
sedikit lebih tinggi >7 atau sedikit lebih rendah <7 memerlukan
paparan ulang untuk mampu menimbulkan gejala), jumlah dan
konsentrasi (semakin pekat konsentrasi suatu bahan kimia maka akan
semakin banyak juga bahan kimia yang terpapar dan sanggup untuk
merusak lapisan kulit), berat molekul (molekul dengan berat <1000
dalton sering menyebabkan dermatitis kontak alergi), kelarutan bahan
kimia yang dipengaruhi sifat ionisasi dan polarisasinya bahan kimia
dengan sifat lipofilik akan mudah menembus stratum korneum kulit
masuk mencapai sel epidermis di bawahnya.
25
b. Karakteristik Paparan
Karakteristik paparan meliputi jumlah, konsentrasi, durasi, jenis
kontak, paparan simultan terhadap iritan lainnya, dan interval setelah
paparan sebelumnya.
c. Faktor Lingkungan
Lingkungan memiliki pengaruh yang cukup besar untuk menimbulkan
penyakit, seperti pekerjaan dengan lingkungan basah, tempat-tempat
lembab atau panas, pemakaian alat-alat yang salah (Cahyawati, 2010).
Faktor lingkungan meliputi temperatur ruangan (kelembapan udara
yang rendah serta suhu yang dingin dapat menurunkan komposisi air
pada stratum korneum yang membuat kulit lebih permeable terhadap
bahan kimia) dan faktor mekanik yang berupa tekanan, gesekan, atau
lecet, juga dapat meningkatkan permeabilitas kulit terhadap bahan
kimia akibat kerusakan stratum korneum pada kulit.
2.3.1 Faktor Endogen
a. Faktor genetik
Diketahui bahwa kemampuan untuk mereduksi radikal bebas,
mengubah kadar enzim antioksidan, dan kemampuan melindungi
protein dari trauma panas, diatur oleh genetik. Dan predisposisi
terjadinya suatu reaksi pada tiap individu berbeda dan mungkin
spesifik untuk bahan kimia tertentu.
26
b. Jenis kelamin
Mayoritas dari pasien yang ada merupakan pasien perempuan
dibandingkan laki-laki, hal ini bukan karena perempuan memiliki kulit
yang lebih rentan, tetapi karena perempuan lebih sering terpapar
dengan bahan iritan dan pekerjaan yang lembap. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan Adilah Afifah, jenis kelamin perempuan
memiliki risiko mengalami dermatitis kontak 1,8 kali dibandingkan
jenis kelamin laki-laki. Dari 28 kasus dermatitis kontak, didapatkan
85,7% berjenis kelamin perempuan, sedangkan sisanya 14,3% berjenis
kelamin laki-laki (Afifah, 2012).
c. Usia
Dermatitis dapat dialami oleh semua golongan umur. Seorang yang
lebih tua memiliki kulit kering dan tipis yang tidak toleran terhadap
sabun dan pelarut (Cahyawati, 2010). Kekeringan pada kulit dapat
mempermudah bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit
menjadi mudah terkena dermatitis. Pada usia lanjut biasanya terjadi
kegagalan dalam pengobatan dermatitis kontak, sehingga timbul
dermatitis kronik. Dapat dikatakan bahwa dermatitis kontak akan lebih
mudah menyerang pada pekerja dengan usia yang lebih tua. Tetapi
dari beberapa hasil penelitian, pekerja dengan usia yang lebih muda
justru lebih banyak yang terkena dermatitis kontak, hal ini di dukung
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari dan Utomo bahwa
27
sebanyak 26 (60,5%) dari 43 pekerja yang berusia <30 tahun terkena
dermatitis kontak, sedangkan diantara pekerja yang berusia >30 tahun
hanya sekitar 13 orang (35,1%) yang terkena dermatitis kontak
(Lestari & Utomo, 2007).
d. Lokasi kulit
Terdapat perbedaan fungsi barier kulit pada lokasi yang berbeda.
Wajah, leher, skrotum, dan punggung tangan lebih rentan mengalami
dermatitis. Ada berbagai lokasi terjadinya dermatitis antara lain:
Tangan
Kejadian dermtitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering
di tangan, misalnya pada ibu rumahtangga. Kebanyakan dermatitis
kontak akibat kerja juga ditemukan di tangan. Sebagian besar kasus
disebabkan oleh bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya
detergen, antiseptik, getah sayuran atau tanaman, semen, dan
pestisida.
Lengan
Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam
tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di
aksila umumnya oleh bahan pengharum.
Wajah
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan
kosmetik, obat topikal, alergen yang ada di udara, nikel (tangkai
28
kacamata). Bila di bibir atau sekitarnya dapat disebabkan oleh
lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan.
Telinga
Anting atau jepit telinga yang terbuat dari nikel dapat menjadi
penyebab dermatitis kontak pada cuping telinga. Penyebab lain
seperti obat topikal, tangkai kacamata, cat rambut, hearing-aids.
Leher
Penyebabnya dapat berupa kalung yang terbuat dari nikel, parfum,
alergen di udara, zat warna pakaian.
Badan
Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh pakaian, zat
warna, kancing logam, karet, plastik, dan detergen.
Genitalia
Penyebabnya dapat berupa antiseptik, obat topikal, nilom, kondom,
pembalut wanita, dan alergen yang berada di tangan
Paha dan tungkai bawah
Dermatitis di tempat ini dpaat disebabkan oleh pakaian, dompet,
kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (misalnya
anastesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, dan sepatu
(Cahyawati, 2010)
29
e. Riwayat atopi
Jika terdapat riwayat atopi maka akan meningkatkan kerentanan
untuk terjadinya dermatitis karena adanya penurunan ambang batas
terjadinya dermatitis, akibat kerusakan fungsi barier kulit dan
perlambatan proses penyembuhan.
f. Faktor lain dapat berupa perilaku individu: kebersihan perorangan,
hobi dan pekerjaanan sambilan, serta penggunaan alat pelindung diri
saat bekerja (Cohen & Jacob, 2008; Taylor, et al., 2008)
g. Personal Hygiene
Personal Hygiene merupakan suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan seseorang yakni pekerja, baik sebelum, saat dan setelah
bekerja. Tujuannya adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan,
memelihara kebersihan diri, pencegahan penyakit, meningkatkan
kepercayaan diri dan menciptakan keindahan (Indrawan, et al., 2014).
Personal Hygiene merupakan salah satu faktor yang dapat mencegah
terjadinya penyakit dermatitis. Mencuci tangan merupakan salah satu
komponen dari penilaiannya. Kesalahan dalam melakukan cuci tangan
dapat menjadi salah satu penyebabnya. Misalnya kurang bersih dalam
mencuci tangan, sehingga masih terdapat sisa bahan kimia yang
menempel pada permukaan kulit. Pemilihan jenis sabun cuci tangan
dapat berpengaruh terhadap kebersihan sekaligus kesehatan kulit.
30
Usaha mengeringkan tangan setelah dicuci juga dapat berperan dalam
mencegah semakin parahnya kondisi kulit karena tangan yang lembab
(Lestari & Utomo, 2007).
Kebersihan kulit yang dilakukan dengan baik akan menghindari diri dari
penyakit, dengan cuci tangan dan kaki, mandi dan ganti pakaian secara
rutin dapat terhindar dari penyakit kulit. Dalam mencuci tangan bukan
hanya bersih saja, yang lebih penting lagi jika disertai dengan
menggunakan sabun serta membersihkan sela jari tangan dan kaki
dengan air mengalir. Dengan mandi dan mengganti pakaian setelah
bekerja juga mengurangi kontak dengan mikroorganisme yang hidup di
permukaan kulit yang berasal dari lingkungan sekitar (Sarfiah, et al.,
2016).
h. Penggunaan Alat Pelindung Diri
APD merupakan suatu komponen yang harus ada di semua sector
pekerjaan. Alat Pelindung Diri harus digunakan untuk melindungi diri
dari apapun yang membahayakan di sekitar lingkungan pekerjaan.
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia nomor PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri
pada pasal (1) ayat (1) mendefinisikan APD sebagai suatu alat yang
mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya
mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat
31
kerja. Pada Pasal (2) dijelaskan alat-alat yang termasuk alat pelindung
diri, yaitu:
Pelindung Kepala
merupakan alat pelindung yang mempunyai fungsi untuk
melindungi kepala dari benturan, kejatuhan atau terpukul benda
tajam atau keras yang melayang, terpapar oleh radiasi panas, api,
percikan bahan-bahan kimia, dan suhu ekstrim. Jenis pelindung
kepala terdiri dari helm pengaman, topi atau tudung kepala, penutup
atau pengaman rambut.
Pelindung Mata dan Muka
merupakan alat pelindung yang mempunyai fungsi untuk
melindungi mata dan muka dari paparan bahan kimia berbahaya,
paparan partikel-partikel yang melayang di udara, percikan benda-
benda kecil, panas, radiasi gelombang elektromagnetik. Jenis
pelindung mata dan muka ini terdiri dari kacamata pengaman,
goggles, tameng muka, masker selam.
Pelindung Telinga
merupakan alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi alat
pendengaran terhadap kebisingan di lingkungan sekitar. Jenis
pelindung telinga terdiri dari sumbat telinga dan penutup telinga.
32
Pelindung Pernapasan Beserta Perlengkapannya
merupakan alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi organ
pernapasan dengan cara menyalurkan udara bersih dan sehat
dan/atau menyaring bahan berbahaya, mikroorganisme, debu, asap,
uap.
Pelindung Tangan
merupakan alat pelindung yang mempunyai fungsi untuk
melindungi tangan dari bahan kimia berbahaya, pajanan api, suhu
panas, suhu dingin,arus listrik. Jenis pelindung tangan terdiri dari
sarung tangan yang terbuat dari logam, bahan kulit, kain kanvas,
sarung tangan yang tahan dengan bahan kimia.
Pelindung Kaki
Berfungsi melindungi kaki dari tertimpa atau berbenturan dengan
benda-benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan panas atau
dingin, panas, bahan kimia yang berbahaya.
Pakaian Pelindung
Berfungsi untuk melindungi badan dari bahaya temperature panas
atau dingin yang ekstrim, pajanan api dan benda-benda panas,
percikan bahan-bahan kimia, cairan dan logam panas, uap. Jenis
pakaian pelindung terdiri dari rompi, celemek, jaket, dll.
33
Alat Pelindung Jatuh Perorang
Berfungsi untuk membatasi gerak pekerja agar tidak masuk ke
tempat yang mempunyai resiko untuk terjatuh atau untuk menjaga
pekerja berada pada posisi kerja yang diinginkan. Jenis alat
pelindung jatuh perorang terdiri dari sabuk pengaman tubuh, tali
koneksi, alat penjepit tali.
Pelampung
Berfungsi untuk melindungi pekerja yang bekerja di atas air atau di
permukaan air agar terhindar dari bahaya tenggelam. Jenis
pelampung terdiri dari jaket keselamatan, rompi keselamatan,
rompi pengatur keterapungan (Kemenakertrans, 2010)
34
2.4 Kerangka Penelitian
2.4.1 Kerangka Teori
Gambar 2. Kerangka Teori (Modifikasi :Cohen, 2008; Taylor, 2008)
Faktor yang
mempengaruhi
Dermatitis Kontak
Faktor
Eksogen
Genetik
Jenis Kelamin
Usia
Lokasi kulit
Riwayat Atopik
Personal Hygiene
Penggunaan APD
Karakteristik bahan
kimia
Karakteristik
paparan
Faktor Lingkungan
Faktor
Endogen
Dermatitis Kontak
Akibat Kerja
35
2.4.2 Kerangka Konsep
Gambar 3. Kerangka Konsep
2.5 Hipotesis
1. Ho :Tidak terdapat hubungan antara usia dengan kejadian dermatitis
kontak akibat kerja
Ha :Terdapat hubungan antara usia dengan kejadian dermatitis kontak
akibat kerja
2. Ho :Tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan kejadian
dermatitis kontak akibat kerja
Ha :Terdapat hubungan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis
kontak akibat kerja
3. Ho :Tidak terdapat hubungan antara riwayat atopi dengan kejadian
dermatitis kontak akibat kerja
Ha :Terdapat hubungan antara riwayat atopi dengan kejadian dermatitis
kontak akibat kerja
Variabel Dependen
Dermatitis Kontak Akibat
Kerja
Variabel Independen
Usia
Masa kerja
Riwayat atopi
Penggunaan APD
Personal Hygiene
36
4. Ho :Tidak terdapat hubungan antara penggunaan APD dengan kejadian
dermatitis kontak akibat kerja.
Ha :Terdapat hubungan antara penggunaan APD dengan kejadian
dermatitis kontak akibat kerja.
5. Ho :Tidak terdapat hubungan antara personal hygiene dengan kejadian
dermatitis kontak akibat kerja.
Ha :Terdapat hubungan antara personal hygiene dengan kejadian
dermatiti kontak akibat kerja.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional, untuk
mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak
iritan pada pedagang ikan.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pasar Tradisional-Modern Gudang Lelang Teluk
Betung Kota Bandar Lampung yang dilaksanakan pada bulan Desember 2017
sampai Januari 2018.
3.3. Subyek Penelitian
3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pedangang ikan yang
berjualan di Pasar Tradisional-Modern Gudang Lelang Teluk Betung
Kota Bandar Lampung, yaitu sebanyak 70 orang.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu
hingga dianggap dapat mewakili populasinya. Sampel pada penelitian
ini adalah pedagang ikan yang berdagang di Pasar Tradisional-Modern
38
Teluk Betung Kota Bandar Lampung. Metode pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan metode total sampel, dengan sampel
minimal sebanyak 60 orang. Besar sampel minimal dihitung
menggunakan rumus Slovin, yaitu:
𝑛 =𝑁
1 + 𝑁(𝑒)2
𝑛 =70
1 + 70(0.05)2
𝑛 =70
1 + 70 𝑥 0.0025
𝑛 =70
1.175
𝑛 = 59,5744 dibulatkan menjadi 60 orang
Populasi pedagang ikan di Pasar Tradisional-Modern Gudang Lelang
Teluk Betung Kota Bandar Lampung adalah 70 orang, namun 2 orang
diantaranya tidak memenuhi kriteria inklusi. Oleh karena itu total akhir
sampel untuk penelitian ini adalah 68 orang
Kriteria pengambilan sampel yaitu:
a. Kriteria Inklusi
Pedagang ikan yang berjualan di Pasar Tradisional-Modern
Gudang Lelang Teluk Betung Kota Bandar Lampung.
Pedagang ikan yang bersedia dijadikan sampel penelitian.
Pedagang ikan yang berusia antara 18 s.d. 60 tahun.
39
b. Kriteria Ekslusi
Sedang dalam pengobatan dengan obat kulit topikal dan
sistemik.
3.4. Identifikasi Variabel Penelitian
3.4.1. Variabel Independen
Variabel Independent dari penelitian ini adalah usia, masa kerja,
riwayat atopi, penggunaan APD dan personal hygiene pada pedagang
ikan Pasar Tradisional-Modern Gudang Lelang Teluk Betung Kota
Bandar Lampung.
3.4.2. Variabel Dependen
Variabel Dependent dari penelitian ini adalah dermatitis kontak iritan.
40
3.5. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Tabel 2. Definisi operasional faktor- faktor yang berhubungan dengan
kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada pedangang ikan
Variabel Definisi
Operasional
Cara
Ukur
Alat
Ukur
Hasil
Ukur
Skala
Usia Usia pedagang
ikan dari lahir
hingga waktu
penelitian
(Retnoningsih,
2017)
Wawancara kuesioner 0: ≤ nilai tengah
yang ditentukan
1: > nilai tengah
yang ditentukan
Interval
Masa Kerja Lamanya
seorang
pedagang ikan
bekerja
sebagai
pedagang ikan
dari awal
bekerja hingga
penelitian
(Retnoningsih,
2017).
Wawancara kuesioner 0: ≤ nilai tengah
yang ditentukan
1: > nilai tengah
yang
ditentukang
Ordinal
Riwayat atopi Riwayat
dermatitis
yang terkait
dengan asma,
rhinitis alergi,
dermatitis
atopi, serta
konjungtivitis
alergi
Wawancara Kuesioner 0 : Tidak
memiliki
riwayat
1 : memiliki
riwayat
Nominal
Penggunaan
APD
Kebiasaan
pedagang ikan
dalam
menggunakan
APD seperti
sarung tangan
dan sepatu
boot dengan
waktu yang
konsisten
dinilai dari
aspek
kelengkapan
dan frekuensi
penggunaan
(Retnoningsih,
2017)
wawancara kuesioner 0:menggunakan
1: tidak
menggunakan
Nominal
41
Personal
Hygiene
Suatu usaha
kesehatan
pribadi
yang meliputi
mencuci
tangan
dengan sabun
dan air yang
mengalir,
mencuci kaki
dengan sabun
dan air yang
mengalir,
mencuci
pakaian
kerja, mandi
setelah
bekerja,
dan frekuensi
mandi (Lestari
& Utomo,
2007)
wawancara kuesioner 0 : Baik
1 : Tidak Baik
Nominal
DKAK Respon dari
kulit dalam
bentuk
peradangan
yang dapat
bersifat akut
maupun
kronik, karena
kontak dengan
bahan iritan
maupun
alergen yang
terdapat di
tempat kerja
(Retnoningsih,
2017)
Wawancara
dan
pemeriksan
fisik
0 : Tidak
DKAK
1: DKAK
Ordinal
3.6. Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah
a. Alat Tulis
Alat tulis yang digunakan adalah pulpen, buku tulis, pensil, computer.
b. Kuesioner
Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data.
42
c. Lembar informed consent
Alat yang digunakan untuk meminta persetujuan menjadi responden
penelitian.
3.7. Metode Pengumpulan Data
Data Primer
Pengumpulan data didapatkan melalui kuesioner. Data primer yang
dikumpulkan merupakan semua data yang termasuk variabel dependen dan
variabel independen.
3.8. Pengolahan Data
Langkah pengolahan data menggunakan komputer sebagai berikut:
1. Cleaning, data diperiksa kembali apakah ada kuesioner yang hilang atau
kurang lengkap.
2. Coding, data yang terkumpul selama penelitian akan diterjemahkan
kedalam symbol yang cocok untuk dianalisis.
3. Scoring, memberikan skor pada setiap kuesioner
4. Data entry, memasukkan data kedalam komputer.
5. Output komputer, hasil yang telah dianalisis menggunakan komputer
kemudian dicetak.
3.9. Teknik Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat ini digunakan untuk menggambarkan dari masing-
masing variable yaitu usia, masa kerja, riwayat atopi, penggunaan APD,
dan personal hygiene dengan kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada
43
pedangan ikan di Pasar Tradisional-Modern Gudang Lelang Teluk Betung
Kota Bandar Lampung.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat ini digunakan untuk menilai hubungan variabel usia, masa
kerja, riwayat penyakit dahulu, penggunaan APD, dan personal hygiene
dengan kejadian DKAK pada pedagang ikan. Penelitian menggunakan uji
Chi−Square. Untuk menguji hipotesis karena jenis penelitian ini adalah
penelitian komperatif, tidak berpasangan, dengan skala pengukuran
kategorik (nominal/ordinal).
3.10. Alur Penelitian
Gambar 4. Alur Penelitian
Pembuatan Proposal penelitian
Mengurus surat izin kelayakan
etik
Wawancara dan pengisian
kuesioner
Melakukan Informed-consent
Meminta izin kepada pengelola
pasar
Pengolahan data dan analisis data
44
3.11. Etika Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan setelah melalui persetujuan oleh Komisi Etik
Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan telah
mendapatkan surat keterangan lolos uji kaji etik dengan nomor surat
794/UN26.8/DI/2018
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai
berikut.
1. Kejadian DKAK pada pedagang ikan di Pasar Tradisional-Modern Gudang
Lelang sebesar 29,4%.
2. Pedagang ikan di pasar Tradisional-Modern Gudang Lelang sebanyak 39
responden berumur ≤40 tahun dan sebanyak 38 responden sudah bekerja
lebih dari 10 tahun menjadi pedagang ikan. Sebanyak 50 responden tidak
mempunyai riwayat atopi, dan sebanyak 37 responden tidak menjaga
kebersihan diri dengan baik. Sebanyak 38 responden tidak menggunakan
APD pada saat bekerja.
3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan kejadian
DKAK pada pedagang ikan di Pasar Tradisional-Modern Gudang Lelang
Teluk Betung Kota Bandar Lampung.
4. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan
kejadian DKAK pada pedagang ikan di Pasar Tradisional-Modern Gudang
Lelang Teluk Betung Kota Bandar Lampung.
46
5. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat atopi dengan
kejadian DKAK pada pedagang ikan di Pasar Tradisional-Modern Gudang
Lelang Teluk Betung Kota Bandar Lampung.
6. Terdapat hubungan yang bermakna antara personal hygiene dengan
kejadian DKAK pada pedagang ikan di Pasar Tradisional-Modern Gudang
Lelang Teluk Betung Kota Bandar Lampung.
7. Terdapat hubungan yang bermakna antara penggunaan APD dengan
kejadian DKAK pada pedagang ikan di Pasar Tradisional-Modern Gudang
Lelang Teluk Betung Kota Bandar Lampung.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian
adalah sebagai berikut.
1. Bagi pengelola pasar, sebaiknya memberi arahan kepada pedagang ikan
agar selama bekerja selalu menggunakan alat pelindung diri seperti sarung
tangan untuk mencegah kontak dengan bahan-bahan yang berpotensi,
selain itu agar pedagang ikan selalu menjaga kebersihan dirinya selama
bekerja.
2. Bagi peneliti selanjutnya, dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kejadian DKAK dengan
metode yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Adly. 2013. Hubungan antara lama kontak karyawan bengkel cuci kendaraan
dengan kejadian dermatitis kontak akibat kerja. [skripsi]. Surakarta. Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Afifah A. 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya dermatitis
kontak akibat kerja pada karyawan binatu [skripsi]. Semarang. Fakultas
Kedokteran Universitas Dipenogoro.
Anshar R, Pramuningtyas R, Usdiana D. 2016. Hubungan pekerja basah dengan
kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada petugas kesehatan di Rumah Sakit
X Tanjung, Tabalong, Kalimantan Selatan. Biomedika. 8(2): 25–30.
Behroozy A, Keegel TG. 2014. Wet-work exposure: A main risk factor for
occupational hand dermatitis. Safety and Health at Work. 5(4): 175–180.
Bock M, Schimdt A, Bruckner T, Diepgen T. 2003. Contact dermatitis and allergy,
occupational skin disease in the construction industry. British Journal of
Dermatology. 21: 45-51
Cahyawati IN. 2010. Faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis pada
nelayan yang bekerja di tempat pelelangan ikan (TPI) Tanjungsari Kecamatan
Rembang [skripsi]. Semarang. Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas
Negeri Semarang.
Cohen DE. 1999. Occupational Dermatoses. Dalam: DiBerardinis LJ, editor.
Handbook of Occupational Safety and Health Edisi ke-2. Canada: John Wiley
& Sons Inc.
Cohen D, Jacob S. 2008. Allergic Contact Dermatitis. Dalam: Fitzpatricks dkk,
editor. Dermatology in general medicine Edisi ke-7. New York: Mc Graw Hill
Medical.
Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 2010. Ilmu penyakit kulit dan kelamin Edisi ke-
6. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Kulit dan Kelamin Kedokteran
Universitas Indonesia.
Efendi F, Makhfudli. 2009. Keperawatan kesehatan komunitas teori dan praktik
dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Erlina. 2009. Hubungan karakteristik individu dan penggunaan alat pelindung diri
dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja paving block CV. F.
Lhoksumawe [skripsi]. Medan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
Graham R, Harman K. 2016. Dermatology lecture notes Edisi ke-11. USA: Willey
Blackwell.
Indrawan IA, Suwondo A, Lestantyo D. 2014. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian dermatitis kontak iritan pada pekerja bagian premix di PT.X
Cirebon. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2(2): 110–118.
Jeyaratnam J. 2009. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Kemenakertrans RI. 2010. Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi
Republik Indonesia. In Peraturan Menteri (pp. 1–69).
Kepres RI. 1993. Keputusan Presiden No.22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang
Timbul Karena Hubungan Kerja. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.
LaDou, Joseph. 2004. Current occupational and enviromental medicine Edisi ke 3.
New York: Mc Graw Hill
Lestari F, Utomo HS. 2007. Faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis
kontak pada pekerja di PT. Inti Pantja Press Industri. Makara Kesehatan.
11(2): 61–68.
Mariz D, Hamzah S, Wintoko R. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
dermatitis kontak akibat kerja pada karyawan pencucian mobil di kelurahan
Sukarame kota Bandar Lampung. ISSN 2337-, 45–55.
Menaldi SLS, Bramono K, Indriatmi W. 2015. Ilmu penyakit kulit dan kelamin
Edisi ke-7. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Kulit dan Kelamin
Kedokteran Universitas Indonesia.
Nanto SS. 2015. Kejadian timbulnya dermatitis kontak pada petugas kebersihan.
Majority. 4(8), 147–152.
Nuraga W, Lestari F, Kurniawidjaja L. 2008. Dermatitis kontak pada pekerja yang
terpajan dengan bahan kimia di perusahaan industri otomotif kawasan industri
Cibitung Jawa Barat. Makara Kesehatan. 12(2): 63–69.
Menkes RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56
Tahun 2016 tentang penyelenggaraan pelayanan penyakit akibat kerja.
Retnoningsih A. 2017. Analisis faktor-faktor kejadian dermatitis kontak pada
nelayan [skripsi]. Semarang. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Rietschel R. 1990. Diagnosing irritant contact dermatitis. New York: Marcel
Dekker Inc.
Saftarina F, Sibero HT, Aditya M, Dinanti BR. 2015. Prevalensi dermatitis kontak
akibat kerja dan faktor yang mempengaruhinya pada pekerja cleaning service
di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek. Prosiding Seminar Presentasi Artikel
Ilmiah Dies Natalis FK Unila ke 13. 19–25.
Sarfiah, Asfian P, A Ririn. 2016. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
dermatitis kontak iritan pada nelayan di desa Lamanggau Kecamatan Tomia
Kabupaten Wakatobi Tahun 2016. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat. 1(3): 1–9.
Sari IA, Rusyati LM, Darmada IGK. 2012. Dermatitis kontak pada pekerja
bangunan, 1–17.
Sasseville D. 2015. Occupational Contact Dermatitis. Dermatitis. Allergy, Asthma,
and Clinical Immunology. 26(6): 276–283.
Streit M, Braathen LR. 2001. Contact dermatitis: clinics and pathology. Acta
Odontologica Scandinavica, 59(5): 309–314.
Sularsito S, Djuanda S. 2009. Dermatitis. In Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi
ke- 5. pp. 129–153. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Taylor J, Sood A, Amando A. 2008. Occupational skin disease due to irritans and
allergens. Dalam: Fitzpatricks, et al. Dermatology in general medicine. New
York: mc Graw Hill Medical.
Trihapsoro I. 2003. Dermatitis kontak alergi pada pasien rawat jalan di RSUP Haji
Adam Malik Medan [skripsi]. Medan. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera.