faktor-faktor yang berhubungan dengan stres...
TRANSCRIPT
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES
KERJA PADA WANITA BEKERJA
DI WILAYAH KECAMATAN PAMULANG
KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2013
SKRIPSI
Oleh
Bayu Pradana Herlambang
108101000009
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES
KERJA PADA WANITA BEKERJA
DI WILAYAH KECAMATAN PAMULANG
KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh
Bayu Pradana Herlambang
108101000009
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
i
ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Bayu Pradana Herlambang
TTL : Jakarta, 19 Agustus 1991
Alamat : Jl.Pinus 14 Blok Ai.3 No.4 Reni Jaya Pamulang, Tangerang Selatan.
Agama : Islam
Gol.Darah : O
No.Telp : 085697501299 / 081298226448
Email : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun
1996-1998 TK Cahaya Agung, Pamulang – Tangerang Selatan
1998-2003 SDI AL-AZHAR 15 Pamulang – Tangerang Selatan
2003-2006 SMP Negeri 4 Kota Tangerang Selatan (Ex. SMP Negeri 1 Pamulang)
2006-2008 SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan (Ex. SMA Negeri 1 Pamulang)
2008-2013 S1 – Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI 2008-2009 Ketua Komunitas Kelas Akselerasi SMAN 1 Pamulang, Kota Tangerang
Selatan
2009-2010 Staf Departemen Informasi dan Komunikasi BEM Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2010-2011 Staf Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia & Organisasi
(PSDMO) Pengurus Nasional Pergerakan Anggota Muda IAKMI (PAMI)
2010-2011 Wakil Ketua BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2011-2012 Ketua BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2013 Dewan Syuro Forum Studi Kesehatan & Keselamatan Kerja (FSK3) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
iii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, Juli 2013
Bayu Pradana Herlambang, NIM. 108101000009
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja di
Wilayah Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan Tahun 2013
xxii + 160 halaman, 45 tabel, 3 gambar, 3 lampiran
ABSTRAK
Peningkatan jumlah wanita yang bekerja di Tangerang Selatan dari tahun 2010
hingga 2011 adalah sebanyak 23,84%. Kecamatan Pamulang adalahKecamatan Terbesar
kedua di Kota Tangerang Selatan. Dalam melaksanakan pekerjaannya wanita bekerja
perlu mendapatkan perlindungan, karena dalam bekerja mereka dihadapkan pada
berbagai risiko yang dapat menimbulkan gangguan terhadap keselamatan dan kesehatan
kerja. Salah satu gangguan kesehatan yang kurang mendapat perhatian dari perusahaan
adalah stres kerja. Oleh karena itu, perlu dilakukannya penelitian tentang faktor-faktor
yang berhubungan dengan stres kerja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
stres kerja pada pekerja wanita di Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan tahun
2013. Di dalamnya akan dibahas mengenai faktor organisasional, faktor individual, dan
faktor lingkungan kerja, serta stres kerja (variabel dependen).
Penelitian ini merupakan penilitian kuantitatif. Adapun populasi pada penelitian ini
adalah seluruh wanita bekerja yang bertempat tinggal di Kecamatan Pamulang Kota
Tangerang Selatan, sedangkan yang menjadi sampel ialah wanita bekerja di wilayah
Kecamatan Pamulang Kota Tangerang Selatan yang dipilih secara random, dengan
menggunakan metode cluster random sampling sejumlah 248 orang. Metode penelitian
yang digunakan adalah pendekatan cross sectional. Data yang diperoleh kemudian
dilakukan uji statistik dengan uji chi square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang mengalami stres kerja lebih
banyak daripada responden yang tidak mengalami stres kerja yaitu sebesar 53,2% (132
Orang). Dan berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa beban kerja
(Pv=0,000), perkembangan teknologi (Pv=0,031), bertambahnya tanggung jawab tanpa
bertambahnya gaji (Pv=0,007), ketidakpastian ekonomi (Pv=0,003), penghargaan kerja
(Pv=0,003), kejenuhan kerja (Pv=0,000), dan pelecehan seksual (Pv=0,022) memiliki
hubungan bermakna dengan stres kerja.
Untuk meminimalisir terjadinya stres kerja wanita bekerja yang disebabkan oleh
faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja, disarankan untuk dapat melakukan
beberapa cara seperti mengembangkan keterampilan, memperbanyak jaringan dukungan
sosial, menambah wawasan teknologi, maupun berusaha menghargai hasil kerja diri
sendiri.
iv
JAKARTA ISLAMIC STATE UNIVERSITY
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PROGRAM STUDY OF PUBLIC HEALTH Skripsi, July 2013 Bayu Pradana Herlambang, NIM. 108101000009 Factors Related with Job Stress on Women Workers in South Tangerang City,
District Pamulang Year 20 13 xxii + 160 pages, 45 tables, 3 images, 3 attachments ABSTRACT
An increasing number of women workers in South Tangerang from 2010 to 2011
was as much as 23.84%. Pamulang district is the second largest district in South
Tangerang City. In carrying out for doing women worker’s job need to be protected,
because the work they are exposed to various risks that may interfere with the safety and
occupational health. One of the health problems receive less attention from the company
is job stress. Therefore, the need to do research on the factors associated with job stress.
This study aims to determine the factors associated with work stress on women
workers in District Pamulang, South Tangerang City year 2013. It’ll be discussed on
organizational factors, individual factors, and factors of the work environment, and job
stress is the dependent variable.
This research is quantitative research. The population in this study were all
working women who reside in District Pamulang South Tangerang City, while the
sample was female workers in South Tangerang City District Pamulang were selected at
random, using a random sampling method that some 248 people. The research method
used was a cross-sectional approach. Data obtained and performed statistical tests with
chi square formula.
The results showed that workers who have job stress is more than those who did
not experience job stress is equal to 53.2% (132 people). And based on the results of the
bivariate analysis, it is known that the work load (Pv=0.000), technological development
(Pv=0.031), increased responsibility without increased salary (Pv=0.007), economic
uncertainty (Pv=0.003), the award of work (Pv=0.003 ), job burnout (Pv=0.000), and
sexual harrasment (Pv=0.022) had a significant relationship with job stress.
To minimize the job stress on working women caused by factors related to job
stress, it is advisable to be able to perform a number of ways such as developing skills,
expand social support networks, increase knowledge of technology, and try to appreciate
your work.
v
vi
vii
KATA PENGANTAR
ا لسال م عليكن ورحمة ا هلل و بر كا ته
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala berkah, rahmat, kesempatan dan segala kemudahan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan laporan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Stres Kerja pada Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan
Pamulang, Kota Tangerang Selatan Tahun 2013”.
Penulisan skripsi ini disusun dan disajikan sebagai persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan saran, bimbingan
serta bantuan baik langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak yang sangat
membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Keluarga tercinta, Ayahanda dan Ibunda di Pamulang yang selalu mendo’akan secara
tulus, memberikan semangat, kasih sayang dan dukungannya baik moril maupun
materil, serta saudara-saudaraku terima kasih untuk semuanya.
2. Bapak Prof. Dr. dr. MK. Tadjudin Sp And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Febrianti, SP, M.Si, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat.
4. Ibu Catur Rosidati, SKM. MKM, dan Ibu Raihana Nadra Alkaff, SKM, M.MA selaku
Dosen Pembimbing Skripsi, yang senantiasa memberikan bimbingannya kepada
penulis.
5. Ibu Iting Shofwati, ST. MKKK, selaku penguji skripsi, dosen pembimbing akademik
dan dosen koordinator K3 yang selalu gigih berjuang dari tiada menjadi ada.
viii
6. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS, dan bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK
selaku penguji skripsi yang telah memberikan banyak saran serta pendidikan kepada
penulis.
7. Dosen-dosen tenaga pengajar program studi kesehatan masyarakat serta dosen tamu
yang telah memberikan ilmu yang begitu banyak pada penulis.
8. Bapak Kepala Kecamatan dan kepala Kelurahan se-Pamulang yang telah memberikan
izin penulis untuk melakukan penelitian ini.
9. Seluruh wanita bekerja yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk penelitian
ini.
10. Sahabat-sahabat K3 2008 yang selalu memberikan semangat. Sukses hari ini
cerminan sukses esok hari.
Serta semua pihak yang telah berperan aktif membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini, semoga Allah SWT membalas kebaikan yang telah diberikan. Akhir kata,
penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat terutama bagi
perkembangan ilmu dan pengetahuan di bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3),
kalangan akademisi serta pihak-pihak terkait yang membutuhkan informasi khususnya
mengenai stres kerja pada wanita bekerja.
و ا لسال م عليكن ورحمة ا هلل و بر كا ته
Jakarta, Juli 2013
Penulis
ix
DAFTAR ISI
PERNYATAAN PENELITIAN ....................................................................... i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................... ii
ABSTRAK ......................................................................................................... iii
ABSTRACT ....................................................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. v
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xxii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xxii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 7
C. Pertanyaan Penelitian ..................................................................... 8
D. Tujuan Penelitian ........................................................................... 9
1. Tujuan Umum ............................................................................ 9
2. Tujuan Khusus ........................................................................... 9
E. Manfaat Penelitian .......................................................................... 10
1. Bagi Penulis ............................................................................... 10
x
2. Bagi Wanita Bekerja .................................................................. 10
F. Ruang Lingkup ............................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 11
A. Definisi Dan Permasalahan Wanita Bekerja ................................... 11
1. Definisi Wanita Bekerja ............................................................. 11
2. Permasalahan Wanita Bekerja ................................................... 12
B. Definisi Stres ................................................................................... 13
C. Definisi Stres Kerja ......................................................................... 14
D. Faktor Penyebab .............................................................................. 15
1. Penyebab Stres Menurut National Safety Council ..................... 15
a. Faktor Organisasional ............................................................ 16
1) Kurangnya Otonomi Kerja ............................................... 16
2) Beban Kerja ...................................................................... 16
3) Relokasi (Mutasi) Pekerjaan ............................................. 18
4) Pelatihan ........................................................................... 20
5) Karir .................................................................................. 22
6) Hubungan dengan Atasan/Majikan................................... 24
7) Perkembangan Teknologi ................................................. 26
8) Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Bertambahnya
Gaji ................................................................................... 27
9) Pekerja Dikorbankan (Akibat Penurunan Laba yang
Didapat) ............................................................................ 28
b. Faktor Individual ................................................................... 29
xi
1) Pertentangan Antara Pekerjaan danTanggung Jawab
Keluarga ........................................................................... 29
2) Ketidakpastian Ekonomi ................................................... 30
3) Penghargaan Kerja ............................................................ 32
4) Kejenuhan Kerja ............................................................... 33
5) Perawatan Anak ................................................................ 35
6) Hubungan dengan Rekan Kerja ........................................ 36
c. Faktor Lingkungan................................................................. 37
1) Kondisi Lingkungan Kerja (Kebisingan, Ventilasi,
Suhu, dll) .......................................................................... 37
2) Diskriminasi Ras ............................................................... 39
3) Pelecehan Seksual ............................................................. 39
4) Kekerasan di Tempat Kerja .............................................. 41
5) Kemacetan ........................................................................ 43
2. Penyebab Stres Menurut Hurrel ................................................ 44
a. Faktor-Faktor Intrisik Dalam Pekerjaan ................................ 44
1) Tuntutan Fisik ................................................................... 44
2) Tuntutan Tugas ................................................................. 45
a) Kerja Shift .................................................................... 45
b) Beban Kerja .................................................................. 45
c) Paparan dari Risiko dan Bahaya ................................... 45
b. Peran individu dalam organisasi ............................................ 46
1) Konflik Peran .................................................................... 46
xii
2) Ketaksaan (Ambiguitas) Peran ......................................... 47
c. Pengembangan Karir ............................................................. 47
1) Ketidakpastian Pekerjaan (Job Insecurity) ....................... 47
2) Promosi Berlebih dan kurang ........................................... 48
d. Hubungan Dalam Pekerjaan .................................................. 48
e. Struktur Dan Iklim Organisasi ............................................... 48
f. Tuntutan Dari Luar Organisasi atau Perusahaan .................... 49
g. Karakteristik Individu ............................................................ 49
3. Penyebab Stres Menurut Cooper dan Davidson ....................... 49
4. Penyebab Stres Menurut Greenberg (2002) ............................... 51
a. Faktor Stres Kerja yang Bersumber Pada Pekerjaan ............. 51
1) Sumber Intrinsik pada Pekerjaan ...................................... 51
2) Peran di Dalam Organisasi ............................................... 51
3) Perkembangan Karir ......................................................... 51
4) Hubungan Relasi di Tempat Kerja ................................... 51
5) Struktur Organisasi dan Iklim Kerja ................................. 51
b. Faktor Stres Kerja yang Bersumber Pada Karakteristik
Individu ................................................................................. 52
c. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Luar Organisasi ..... 52
5. Penyebab Stres Menurut Robbins .............................................. 52
a. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Lingkungan ........... 52
b. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Organisasi ............. 52
c. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Individu ................. 53
xiii
E. Gejala-Gejala Stres Kerja............................................................... 53
F. Pengukuran Stres ............................................................................ 55
G. Dampak Stres Kerja ....................................................................... 57
H. Manajemen Stres ........................................................................... 58
I. Kerangka Teori............................................................................... 65
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN
HIPOTESIS ...................................................................................... 67
A. Kerangka Konsep .......................................................................... 67
B. Definisi Operasional ...................................................................... 69
C. Hipotesis ........................................................................................ 74
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................ 76
A. Desain Penelitian ........................................................................... 76
B. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 76
C. Populasi dan Sampel ...................................................................... 76
D. Instrumen Penelitian ...................................................................... 80
E. Jenis Data ....................................................................................... 84
F. Pengolahan Data ............................................................................. 85
G. Analisa Data .................................................................................. 85
BAB V HASIL ................................................................................................ 87
A. Gambaran Kecamatan Pamulang ................................................... 87
B. Gambaran Stres Kerja .................................................................... 89
C. Gambaran Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor-
Faktor Penyebab Stres Kerja .......................................................... 89
xiv
1. Faktor Organisasional ................................................................ 89
a. Beban Kerja ........................................................................... 89
b. Relokasi (Mutasi) Pekerjaan .................................................. 90
c. Pelatihan Kerja....................................................................... 91
d. Karir ....................................................................................... 92
e. Hubungan dengan Atasan/Majikan ....................................... 93
f. Perkembangan Teknologi....................................................... 94
g. Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Bertambahnya
Gaji ....................................................................................... 94
2. Faktor Individual ........................................................................ 95
a. Pertentangan Antara Pekerjaan danTanggung Jawab
Keluarga ................................................................................ 95
b. Ketidakpastian Ekonomi ....................................................... 95
c. Penghargaan Kerja ................................................................. 96
d. Kejenuhan Kerja .................................................................... 97
e. Perawatan Anak ..................................................................... 97
f. Hubungan dengan Rekan Kerja ............................................. 98
3. Faktor Lingkungan ..................................................................... 99
a. Kondisi Lingkungan Kerja .................................................... 99
b. Pelecehan Seksual ................................................................ 100
c. Kekerasan di Tempat Kerja .................................................. 100
d. Kemacetan ............................................................................ 100
D. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja ................. 101
xv
1. Beban Kerja dengan Stres Kerja ............................................... 101
2. Relokasi Pekerjaan dengan Stres Kerja .................................... 102
3. Pelatihan dengan Stres Kerja .................................................... 102
4. Karir dengan Stres Kerja ........................................................... 103
5. Hubungan dengan Atasan/Majikan dengan Stres Kerja ........... 104
6. Perkembangan Teknologi dengan Stres Kerja .......................... 104
7. Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Pertambahan
Gaji/Pendapatan dengan Stres Kerja ........................................ 105
8. Pertentangan antara Pekerjaan dan Tanggung Jawab Keluarga
dengan Stres Kerja .................................................................... 106
9.Ketidakpastian Ekonomi dengan Stres Kerja............................. 106
10. Penghargaan Kerja dengan Stres Kerja ................................... 107
11. Kejenuhan Kerja dengan Stres Kerja ...................................... 108
12. Perawatan Anak dengan Stres Kerja ....................................... 108
13. Hubungan Rekan Kerja dengan Stres Kerja ........................... 109
14. Kondisi Lingkungan Kerja dengan Stres Kerja ...................... 110
15. Pelecehan Seksual dengan Stres Kerja ................................... 110
16. Kekerasan di Tempat Kerja dengan Stres Kerja ..................... 111
17. Kemacetan dengan Stres Kerja ............................................... 112
BAB VI PEMBAHASAN ............................................................................... 113
A. Keterbatasan Penelitian ................................................................ 113
B. Stres Kerja Pada Pekerja Waita di Kecamatan Pamulang ............ 114
C. Beban Kerja .................................................................................. 118
xvi
D. Relokasi (Mutasi) Pekerjaan ......................................................... 120
E. Pelatihan ........................................................................................ 122
F. Karir .............................................................................................. 124
G. Hubungan dengan Atasan/Majikan .............................................. 126
H. Perkembangan Teknologi ............................................................. 127
I. Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Bertambahnya Gaji ......... 129
J. Pertentangan Antara Pekerjaan danTanggung Jawab Keluarga .... 130
K. Ketidakpastian Ekonomi............................................................... 132
L. Penghargaan Kerja ........................................................................ 133
M. Kejenuhan Kerja .......................................................................... 136
N. Perawatan Anak ............................................................................ 137
O. Hubungan Rekan Kerja ................................................................ 138
P. Kondisi Lingkungan Kerja ........................................................... 139
Q. Pelecehan Seksual......................................................................... 140
R. Kekerasan di Tempat Kerja .......................................................... 143
S. Kemacetan ..................................................................................... 144
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 146
A. Simpulan ....................................................................................... 146
B. Saran ............................................................................................. 147
1. Bagi Wanita Bekerja ................................................................. 147
2. Bagi Penelitian Selanjutnya ...................................................... 148
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 149
LAMPIRAN ...................................................................................................... 160
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Gejala Stres Menurut John B.Arden ............................................... 55
Tabel 3.1 Faktor Dependen ............................................................................. 69
Tabel 3.2 Faktor Independen .......................................................................... 69
Tabel 4.1 Populasi Sampel Penelitian Terdahulu ........................................... 78
Tabel 5.1 Jumlah Penduduk di Wilayah Kecamatan Pamulang berdasarkan
Jenis Kelamin dan Tahun .............................................................. 87
Tabel 5.2 Jumlah Penduduk Perempuan di Wilayah Kecamatan Pamulang
menurut Umu Angkatan Kerja dan Tahun ..................................... 88
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Stres Kerja Wanita Bekerja
di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .............................. 89
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Beban Kerja Wanita Bekerja
di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .............................. 89
Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Relokasi Pekerjaan Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 90
Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Relokasi Pekerjaan
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 91
Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pelatihan Wanita Bekerja di
Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .................................. 91
xviii
Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Jenjang Karir Wanita Bekerja
di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .............................. 92
Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Karir Wanita Bekerja di
Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .................................. 92
Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Atasan/Majikan Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 93
Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan dengan Atasan
/Majikan Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang
Tahun 2013 .................................................................................... 93
Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Perkembangan Teknologi
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 94
Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Perkembangan Teknologi
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 94
Tabel 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Pertentangan antara
Pekerjaan dan Tanggung Jawab Keluarga Wanita Bekerja di
Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .................................. 95
Tabel 5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Ketidakpastian Ekonomi
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 95
Tabel 5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Penghargaan Kerja Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 96
Tabel 5.17 Distribusi Responden Berdasarkan Kejenuhan Kerja Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 97
xix
Tabel 5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Anak Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 97
Tabel 5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Perawatan Anak Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 98
Tabel 5.20 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan dengan Rekan
Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun
2013 ................................................................................................ 98
Tabel 5.21 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Lingkungan Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 99
Tabel 5.22 Distribusi Responden Berdasarkan Pelecehan Seksual Terhadap
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 99
Tabel 5.23 Distribusi Responden Berdasarkan Kekerasan di Tempat Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 100
Tabel 5.24 Distribusi Responden Berdasarkan Kemacetan yang Dialami
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 100
Tabel 5.25 Distribusi Responden Menurut Beban Kerja dan Stres Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 101
Tabel 5.26 Distribusi Responden Menurut Relokasi Pekerjaan dan Stres
Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun
2013 ................................................................................................ 102
Tabel 5.27 Distribusi Responden Menurut Pelatihan dan Stres Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 102
xx
Tabel 5.28 Distribusi Responden Menurut Karir dan Stres Kerja Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 103
Tabel 5.29 Distribusi Responden Menurut Hubungan dengan
Atasan/Majikan dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah
Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................................................ 104
Tabel 5.30 Distribusi Responden Menurut Perkembangan Teknologi dan
Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang
Tahun 2013 .................................................................................... 104
Tabel 5.31 Distribusi Responden Menurut Bertambahnya Tanggung Jawab
Tanpa Pertambahan Gaji/Pendapatan dan Stres Kerja Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 105
Tabel 5.32 Distribusi Responden Menurut Pertentangan antara Pekerjaan
dengan Tanggung Jawab Keluarga dan Stres Kerja Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 ................ 106
Tabel 5.33 Distribusi Responden Menurut Ketidakpastian Ekonomi dan
Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang
Tahun 2013 .................................................................................... 106
Tabel 5.34 Distribusi Responden Menurut Penghargaan Kerja dan Stres
Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun
2013 ................................................................................................ 107
Tabel 5.35 Distribusi Responden Menurut Kejenuhan Kerja dan Stres Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 108
xxi
Tabel 5.36 Distribusi Responden Menurut Perawatan Anak dan Stres Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 108
Tabel 5.37 Distribusi Responden Menurut Hubungan Rekan Kerja dan
Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang
Tahun 2013 .................................................................................... 110
Tabel 5.38 Distribusi Responden Menurut Kondisi Lingkungan Kerja dan
Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang
Tahun 2013 .................................................................................... 110
Tabel 5.39 Distribusi Responden Menurut Pelecehan Seksual dan Stres
Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun
2013 ................................................................................................ 110
Tabel 5.40 Distribusi Responden Menurut Kekerasan di Tempat Kerja dan
Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang
Tahun 2013 .................................................................................... 111
Tabel 5.41 Distribusi Responden Menurut Kemacetan dan Stres Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013 .... 112
xxii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Model Stres Kerja menurut Cooper dan Davidson (1987) ............ 50
Bagan 2.2 Kerangka Teori Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja.................... 66
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Stres Kerja ................................................................................... 68
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian ..................................................................... 161
2. Kuesioner Penelitian .................................................................... 163
3. Output SPSS Univariat ................................................................ 175
4. Output SPSS Bivariat ................................................................... 181
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara anggota deklarasi milenium Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) tahun 2000 bersama 189
negara lainnya. Dalam konferensi tersebut, Indonesia sepakat untuk mengadopsi
tujuan pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) karena
Indonesia meyakini bahwa MDGs memang sejalan dengan tujuan pembangunan
Indonesia (United Nations Development Group, 2003).
Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals/MDGs) terdiri
dari delapan tujuan. Masing-masing tujuan memiliki satu atau lebih target beserta
masing-masing indikatornya. Tujuan ke tiga dalam MDGs adalah mendorong
kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Targetnya adalah menghilangkan
ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada 2005 serta semua
jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015. Salah satu indikator pencapaiannya
adalah kontribusi wanita dalam pekerjaan upahan di sektor non pertanian (United
Nations Development Group, 2003). Pencapaian tujuan ketiga dalam MDGs
memberikan kesempatan kepada wanita untuk dapat berperan aktif di dalam dunia
kerja. Selain itu, tuntutan beban hidup di zaman sekarang juga memungkinan
banyaknya wanita yang masuk ke dalam dunia kerja. Keadaan ekonomi keluarga
yang kurang, mempengaruhi kecenderungan wanita untuk berpartisipasi kerja di luar
rumah, agar dapat membantu meningkatkan perekonomian keluarga (Wolfman, 1994
dalam Yuda, 2010).
2
Menurut hasil Survey Angakatan Kerja Nasional (SAKERNAS) Badan Pusat
Statistik (BPS) tahun 2010, Indonesia memiliki jumlah wanita yang bekerja sebesar
34,94% dan pria yang bekerja sebesar 57,75% dari jumlah angkatan kerja umur
produktif (15-64 tahun). Sedangkan pada hasil SAKERNAS 2011, wanita yang
bekerja adalah sebesar 35,83% dan pria bekerja sebesar 58,35% dari jumlah
angkatan kerja umur produktif (15-64 tahun) (pusdatinaker-KEMENAKERTRANS,
2012). Hal ini menunjukkan bahwa wanita bekerja di indonesia semakin meningkat
setiap tahunnya.
Pekerja wanita sering mendapatkan perlakuan yang berbeda dibanding pekrja
laki-laki. Tunjangan keluarga dan tunjangan kesehatan yang diberikan antara
pegawai wanita dan laki-laki berbeda. Kebanyakan pekerja wanita juga masih
memperoleh gaji yang lebih kecil dibandingkan laki-laki, sehingga wanita
mendominasi jenis-jenis pekerjaan dengan gaji rendah dan kurang terlindungi serta
menjadi mayoritas pekerja di sektor pekerjaan informal yang bersifat tidak tetap dan
tanpa gaji. Dalam perkembangan karir, pada pekerjaan yang formal wanita sering
menghadapi kendala untuk mendapatkan kenaikan pangkat, posisi, maupun jabatan,
karena masih adanya ideologi patriarkis yang dominan (Deka, 2009). Permasalahan
lainnya yaitu adanya peran ganda yang dimiliki wanita bekerja. Peran ganda seorang
wanita, selain mempunyai tangggung jawab di rumah sebagai istri maupun seorang
ibu, di luar rumah banyak wanita berperan sebagai pencari nafkah. Jika kedua peran
tersebut tidak dapat berjalan dengan seimbang, dapat menimbulkan konflik peran
ganda yang berdampak terhadap kesehatan dan keseimbangan hidupnya.
3
Diharapkan dalam melaksanakan pekerjaannya tenaga kerja wanita bisa
mendapatkan perlindungan, karena dalam bekerja mereka dihadapkan pada berbagai
risiko yang dapat menimbulkan gangguan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
sehinggadapat terhindar dari segala resiko akibat kerja, kecelakaan, atau penyakit
akibat kerja. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003
tentang tenaga kerja wanita yang memuat waktu kerja, waktu melahirkan,
perlindungan dari jenis pekerjaan terburuk, dan sebagainya. Disamping itu, tenaga
kerja wanita juga berhak mendapatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya baik
fisik, mental maupun sosial. Untuk itu, tempat dan lingkungan kerja harus
mendukung terciptanya keselamatan dan kesehatan para pekerja.
Salah satu gangguan kesehatan yang kurang mendapat perhatian dari perusahaan
adalah stres, karena bersifat abstrak (Williams, 1997 dalam Vierdelina, 2008). Stres
dapat didefinisikan sebagai respon dari tubuh yang bersifat nonspesifik terhadap
setiap tuntutan beban yang dimilikinya (Selye,1950 ; Hawari,2001). Sedangkan stres
yang berhubungan dengan kerja adalah respon seseorang yang mungkin timbul saat
tuntutan dan beban kerja tidak sebanding dengan pengetahuan dan kemampuan serta
tantangan bagi mereka untuk mampu menanggulanginya (WHO, 2003).
Penyebab terjadinya stres bermacam-macam faktornya. National Safety Council
(2004) menyebutkan bahwa penyebab dari stres kerja terdiri dari faktor
organisasional, faktor individual, dan faktor lingkungan. Faktor organisasional
diantaranya yaitu kurangnya otonomi, kuota yang tidak logis, relokasi pekerjaan,
kurangnya pelatihan, karir yang melelahkan, hubungan dengan penyelia yang buruk,
selalu mengikuti perkembangan teknologi, bertambahnya tanggung jawab tanpa
4
bertambahnya gaji ,serta pekerja dikorbankan atas penurunan laba yang diperoleh.
Faktor individual diantaranya yaitu pertentangan antara karir dan tanggung jawab
keluarga (double burden), ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan dan
pengakuan kerja, kejenuhan dan ketidakpuasan kerja, perawatan anak yang tidak
adekuat, serta konflik dengan rekan kerja. Sedangkan faktor lingkungan diantaranya
yaitu buruknya kondisi lingkungan kerja, diskriminasi ras, pelecehan seksual,
kemacetan saat berangkat dan pulang kerja.
Dampak yang ditimbulkan akibat stres kerja dapat berpengaruh terhadap
organisasi atau perusahaan maupun individu itu sendiri. Dampak stres terhadap
organisasi diantaranya yaitu terjadinya hambatan baik dalam manajemen maupun
operasional kerja, kenormalan aktivitas kerja terganggu, menurunnya tingkat
produktivitas kerja, menurunnya pemasukan dan keuntungan perusahaan, terjadinya
kerugian finansial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara
produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan
fasilitas lainnya serta banyaknya karyawan yang mangkir kerja, ataupun pekerjaan
tidak selesai tepat waktu baik karena kelambanan maupun karena banyaknya
kesalahan yang berulang. Sedangkan dampak stres terhadap individu diantaranya
adalah timbulnya berbagai permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan,
psikologis, dan interaksi sosial (Rini, 2002).
Dampak-dampak tersebut diperkuat oleh penelitian Randall Schuller (1980) yang
dikutip oleh Jacinta F. Rini (2002) didapatkan bahwa stres pada pekerja berbanding
lurus dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, dan
tendensi terjadinya kecelakaan kerja, serta penelitian yang dilakukan oleh
5
Retnaningtyas (2005) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara stres kerja
dengan produktivitas pekerja wanita di bagian linting rokok PT Gentong Gotri
Semarang. Menurut Peni Tunjungsari (2011) menyebutkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara stres kerja dengan kepuasan kerja karyawan PT. Pos
Indonesia (Persero) Bandung. Pada hasil penelitian Suroso dan Siahaan (2006)
diketahui bahwa stres kerja berpengaruh negatif terhadap kinerja pekerja, artinya
semakin tinggi tingkat stres yang dimiliki pekerja maka semakin rendah kinerja yang
dihasilkan.
Kota Tangerang Selatan adalah kota yang resmi memisahkan diri dari Kabupaten
Tangerang tanggal 28 Oktober 2008 merupakan salah satu kota termuda yang
strategis karena dikelilingi oleh daerah-daerah yang memiliki aktifitas perdagangan
yang ramai dan banyaknya peluang pekerjaan yang ada. Dalam statistik daerah Kota
Tangerang Selatan 2011, pada tahun 2010 jumlah wanita yang bekerja sebanyak
34,96% wanita usia kerja sedangkan priayang bekerja sebanyak 74,32% pria usia
kerja. Sedangkan pada tahun 2011 jumlah wanita yang bekerja sebanyak 45,29%
wanita usia kerja sedangkan pria yang bekerja sebanyak 77,07% laki-laki usia kerja
(BPS Kota Tangerang Selatan, 2011). Peningkatan jumlah wanita yang bekerja dari
tahun 2010 sampai tahun 2011 adalah sebanyak 23,84%. Hal ini menunjukkan
bahwa jumlah wanita di Tangerang Selatan yang bekerja cukup tinggi untuk kota
yang terbilang muda.
Kecamatan Pamulang adalalah salah satu dari 7 kecamatan di Tangerang selatan.
Kecamatan Pamulang merupakan kecamatan yang memiliki penduduk terpadat
kedua di Tangerang Selatan. Kecamatan Pamulang berada pada lokasi geografis
6
yang strategis, karena sebelah timur berbatasan dengan kota Jakarta Selatan Provinsi
DKI Jakarta serta sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Bogor dan kota
Depok provinsi Jawa Barat yang memiliki aktifitas perdagangan yang ramai dan
banyaknya peluang pekerjaan yang ada.
Dari hasil studi pendahuluan stress kerja pada pekerja wanita yang dilakukan
kepada 15 responden di kecamatan pamulang, peneliti mendapatkan responden yang
mengalami stres sebesar 53,3%. Dan faktor independent penyebab stres yang
dirasakan responden diantaranya yaitu kuota yang tidak logis 13,3%, relokasi
pekerjaan 40% tidak nyaman, kurangnya pelatihan 26,7%, karir melelahkan 53,3%,
hubungan yang buruk dengan majikan 13,3%, perkembangan teknologi 13,3%,
pertambahan tanggung jawab tanpa pertambahan gaji 53,3%, pertentangan karir-
keluarga 26,7%, ketidakpastian ekonomi 13,3%, kurangnya penghargaan 66,7%,
kejenuhan kerja 66,7%, perawatan anak 46,7%, hubungan yang buruk dengan rekan
kerja 26,7%, kondisi lingkungan kerja buruk 6,7%, pelecehan seksual 46,7%,
kekerasan di tempat kerja 53,3%, kemacetan 60%.
Berdasarkan data yang telah disebutkan diatas, maka penulis tertarik untuk
meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada wanita bekerja di
wilayah Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini belum pernah
diadakan di Kecamatan Pamulang, sehingga relevan untuk diangkat sebagai
permasalahan dalam penelitian ini yang berjudul “faktor-faktor yang berhubungan
dengan stress kerja pada wanita bekerja di wilayah Kecamatan Pamulang, Kota
Tangerang Selatan.”
7
B. Rumusan Masalah
Seorang wanita yang memiliki kondisi ekonomi lemah maupun karena
kebutuhan ekonomi yang dirasa kurang olehnya membuat dirinya ingin berperan
aktif di dunia kerja. Kecamatan Pamulang sebagai kecamatan dengan penduduk
terpadat kedua di Kota Tangerang Selatan dan berdekatan dengan daerah-daerah
perdagangan yang ramai, memungkinkan wanita yang masuk ke dunia kerja
meningkat.
Wanita yang bekerja memiliki risiko yang dapat menimbulkan gangguan
terhadap kesehatannya, baik dari lingkungan kerjanya maupun dari luar lingkungan
kerja. Selain mempunyai tanggung jawab sebagai wanita yang bekerja, wanita
bekerja yang berstatus menikah juga mempunyai tanggung jawab di rumahnya baik
sebagai istri ataupun seorang ibu. Disamping itu, pekerja wanita sering mendapatkan
perlakuan yang berbeda dibanding laki-laki yang bekerja. Tunjangan yang lebih
sedikit, gaji yang lebih kecil, sulitnya mengembangkan karir di pekerjaan formal,
dan kebanyakan wanita bekerja di sektor informal dengan penghasilan rendah dan
tidak tetap. Sehingga pekerja wanita lebih rentan terhadap stres kerja. Akan tetapi
karena stres merupakan gangguan kesehatan yang sifatnya abstrak, banyak
perusahan kurang memberi perhatian terhadap stres pada pekerjanya.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap 15 responden pekerja
wanita, didapatkan bahwa 53,3% responden di kecamatan Pamulang mengalami
stres. Stres akibat kerja dapat berdampak terhadap kesehatan pekerja yang
mempengaruhi kinerja dan produktifitas kerjanya. Selain itu, stres kerja juga
berdampak pada organisasi atau perusahaan, karena stres kerja dapat mengganggu
8
kenormalan aktivitas kerja, meningkatnya ketidak hadiran pekerja dan menimbulkan
kerugian finansial perusahaan akibat tidak imbangnya antara produktifitas dengan
biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya kepada
pekerja. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan stress kerja pada wanita bekerja di
wilayah Kecamatan Pamulang kota Tangerang Selatan tahun 2013.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran stres kerja pada wanita bekerja di wilayah kecamatan
Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013?
2. Bagaimana gambaran faktor organisasional pada wanita bekerja di wilayah
kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013?
3. Bagaimana gambaran faktor individual pada wanita bekerja di wilayah
kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013?
4. Bagaimana gambaran faktor lingkungan pada wanita bekerja di wilayah
kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013?
5. Apakah ada hubungan faktor organisasional dengan stres kerja pada wanita
bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013?
6. Apakah ada hubungan faktor individual dengan stres kerja pada wanita bekerja di
wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013?
7. Apakah ada hubungan faktor lingkungan dengan stres kerja pada wanita bekerja
di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013?
9
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada wanita
bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran stres kerja pada wanita bekerja di wilayah kecamatan
Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013.
b. Diketahuinya gambaran faktor organisasional pada wanita bekerja di wilayah
kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013.
c. Diketahuinya gambaran faktor individual pada wanita bekerja di wilayah
kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013.
d. Diketahuinya gambaran faktor lingkungan pada wanita bekerja di wilayah
kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013.
e. Diketahuinya hubungan faktor organisasional dengan stres kerja pada wanita
bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013.
f. Diketahuinya hubungan faktor individual dengan stres kerja pada wanita
bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013.
g. Diketahuinya hubungan faktor lingkungan dengan stres kerja pada wanita
bekerja di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2013.
10
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan akan memperluas wawasan dan menambah
pengetahuan dalam bidang sumber daya manusia khususnya tentang faktor-
faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada wanita bekerja.
2. Bagi Wanita Bekerja
Mendapatkan pengetahuan terkait cara mencegah stres kerja yang
ditimbulkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja. Sehingga
stres pada wanita bekerja dapat mengalami penurunan.
F. Ruang Lingkup
Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan stres
kerja pada wanita bekerja yang bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Pamulang
,Kota Tangerang Selatan, dengan menggunakan desain studi cross sectional.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 – Mei 2013. Penelitian ini
perlu dilakukan karena berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti
terhadap 15 responden wanita bekerja, didapatkan bahwa 53,3% responden di
kecamatan Pamulang mengalami stres kerja dan banyaknya risiko wanita bekerja
yang dapat menimbulkan stres kerja.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi dan Permasalahan Wanita Bekerja
1. Definisi Wanita Bekerja
Wanita bekerja adalah wanita yang bekerja dan mendapatkan upah (Hoffman
dan Nye, 1984). Menurut Kardamo (1988) wanita bekerja adalah wanita yang
bekerja mengandalkan kemampuan dan keahlian untuk menghasilkan uang agar
dapat memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan wanita bekerja menurut Suranto
dan Subandi (1998) yaitu seorang wanita yang melakukan aktifitas formal atau
nonformal di tempat kerja yang dapat menghasilkan uang untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Chusniah (2010) memaparkan bahwa wanita bekerja
merupakan seorang wanita yang memiliki aktifitas di luar rumah (misalnya guru,
pedagang, buruh pabrik dan lainnya) serta melakukan sebuah kegiatan yang
menguras tenaga dan kemampuannya dalam melakukan suatu hal untuk
mencapai tujuan yang ingin diraihnya. Semua wanita yang bekerja harus
mempersiapkan diri menghadapi konflik, karena dimana pun mereka melakukan
pekerjaannya, memungkinkan munculnya suatu konflik. Konflik berpotensi
terjadi di dalam organisasi, dapat bersifat organisasional maupun individual.
12
2. Permasalahan Wanita Bekerja
Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh pekerja wanita antara lain seperti
upah (gaji) yang tidak sebanding dengan gaji laki-laki. Walaupun besarnya upah
pokok pegawai laki-laki dan wanita sama, akan tetapi tunjangan keluarga dan
tunjangan kesehatan diberikan antara pegawai wanita dan laki-laki berbeda.
Seorang pegawai wanita yang memiliki status menikah ataupun lajang, tetap
dianggap berstatus lajang. Sehingga seorang pegawai wanita yang telah menikah,
hanya mendapat tunjangan untuk dirinya sendiri tanpa mendapatkan tambahan
tunjangan untuk suami atau anaknya (Deka, 2009).
Deka (2009) menambahkan bahwa wanita yang bekerja masih memperoleh
upah yang lebih kecil dibandingkan laki-laki, sehingga wanita mendominasi jenis
pekerjaan dengan upah rendah dan kurang terlindungi serta menjadi mayoritas
pekerja di sektor pekerjaan informal yang bersifat tidak tetap dan tanpa upah.
Permasalahan selanjutnya adalah perkembangan karier wanita dibandingkan
dengan laki-laki pada sektor publik menghadapi kendala lebih besar untuk
melakukan mobilitas vertikal (kenaikan pangkat, posisi, jabatan) karena
melekatnya ideologi patriarkis yang dominan (Deka, 2009). Selain itu peran
ganda seorang wanita masa sekarang, selain mempunyai tangggung jawab di
rumah sebagai istri maupun seorang ibu, juga di luar rumah sebagai wanita karir.
Jika kedua peran tersebut tidak dapat berjalan dengan seimbang, maka dapat
memungkinkan terciptanya kehidupan yang tidak harmonis. Pencapaian peran
yang tidak seimbang dapat menimbulkan konflik peran ganda, yang pada
13
akhirnya dapat menjadi pemicu stres kerja pada wanita yang bekerja (Rini,
2002).
B. Definisi Stres
Stres dapat didefinisikan sebagai respon dari tubuh yang bersifat nonspesifik
terhadap setiap tuntutan beban yang dimilikinya (Selye,1950 dalam Hawari,2001).
Menurut National Safety Council (2004), stres adalah ketidakmampuan mental, fisik,
emosional, dan spiritual seseorang dalam mengatasi ancaman yang pada suatu waktu
dapat mempengaruhi kesehatan orang tersebut. Richard Lazarus (1983) dalam
Seaward (1994) mendefinisikan stress sebagai keadaan kecemasan yang timbul
ketika peristiwa dan tanggung jawab melebihi kemampuan seseorang dalam
mengatasinya.
Menurut Schuler (1980) dalam Robbins (1998) stres merupakan sebuah
kondisi yang dinamis dalam diri seseorang dihadapi dengan suatu kesempatan,
paksaan, ataupun tuntutan terhadap apa yang seseorang tersebut inginkan serta untuk
suatu hasil yang dirasa tidak menentu dan penting. Dalam hal ini, stres merupakan
kondisi dalam diri seseorang yang tidak menentu terhadap suatu hal yang dihadapai
dengan hasil yang tidak menentu pula.
Stres terdiri dari 3 macam, diantaranya yaitu eustress, neustress, dan distress.
Eustress merupakan stres yang baik, biasanya ada pada individu yang sedang
mencari motivasi atau inspirasi. Situasi yang biasanya menimbulkan eustress adalah
situasi yang menyenangkan dan tidak dianggap sebagai ancaman tetapi bisa
menambah motivasinya. Neustress menggambarkan rangsangan sensorik yang tidak
14
memiliki efek begitu penting, hal ini dianggap kurang baik. Sedangkan distress
dianggap buruk dan sering hanya disebut sebagai stres (Seaward,1994). Dalam
pandangan saat ini istilah "stres" memiliki sinonim dengan stres negatif dan istilah
"tekanan" sering digunakan untuk menggambarkan stres positif (Deakin University,
2013).
Dari beberapa definisi mengenai stres tersebut dapat disimpulkan bahwa stres
merupakan suatu kondisi yang terjadi dimana tuntutan yang didapatkan seseorang
dirasakan lebih besar dibandingkan dengan kemampuan seseorang untuk mengatasi
tuntutan tersebut yang pada suatu waktu dapat menimbulkan gangguan kesehatan
maupun dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi orang tersebut.
C. Definisi Stres Kerja
Stres kerja adalah keadaan psikis yang terjadi sebagai wujud
ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian antara persepsi seseorang terhadap tuntutan
yang dimilikinya (yang berhubungan dengan pekerjaan) dan kemampuan mereka
dalam mengatasi tuntutan tersebut (Cox,1981; Miller 2000). Hal ini secara tidak
langsung menjelaskan bahwa stres kerja merupakan suatu yang bersifat mendasar
pada individu, mempengaruhi muatan pengalaman yang berhubungan secara
subjektif dalam mempersepsikan stressor (Handy, 1988; Miller,2000).
Greenberg (2002) mendefinisikan stress kerja sebagai kombinasi antara
sumber-sumber stress yang berhubungan dalam pekerjaan, karakteristik individu,
dan stressor di luar organisasi. World Health Organization (2003) menjelaskan
bahwa yang dimaksud stres yang berhubungan dengan kerja adalah respon seseorang
15
yang mungkin timbul saat tuntutan dan beban kerja tidak sebanding dengan
pengetahuan dan kemampuan serta tantangan bagi mereka untuk mampu
menanggulanginya. Dari beberapa definisi mengenai stress kerja tersebut, dapat
ditarik kesimpulan bahwa stress kerja merupakan stres yang diakibatkan oleh
tuntutan pekerjaan yang melebihi kemampuannya dalam menaggulangi tuntutan
tersebut.
D. Faktor Penyebab
Setiap aspek di dalam pekerjaan berpotensi menjadi pembangkit stres.
Sumber stres yang dapat menyebabkan seseorang tidak optimal dalam menjalankan
fungsinya atau yang dapat menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak hanya dari satu
macam pembangkit stres saja tetapi dapat disebabkan dari beberapa pembangkit
stres, sebagian besar diantaranya adalah dari jumlah waktu bekerja individu
tersebut. Tiap tenaga kerja dapat menentukan sejauhmana situasi yang dihadapi
menjadi situasi stres atau tidak. Tenaga kerja dalam interaksinya di dalam pekerjaan
juga dipengaruhi oleh hasil interaksi di tempat lain seperti di rumah, di sekolah, di
tempat perkumpulan, dan sebagainya (Munandar, 2006).
1. Penyebab Stres Menurut National Safety Council
Dalam National Safety Council (2004), penyebab stres kerja
dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu: faktor organisasional, faktor
individual, dan faktor lingkungan.
16
a. Faktor Organisasional
1) Kurangnya Otonomi Kerja
Tuntutan tugas merupakan faktor yang berhubungan dengan
pekerjaan seseorang. Mereka meliputi desain pekerjaan individu
(otonomi, berbagai tugas, tingkat otomatisasi), kondisi kerja, dan tata
letak kerja fisik. Lebih banyak ketergantungan antara tugas-tugas
seseorang dan tugas lainnya, lebih berpotensi terhadap adanya stres. Di
sisi lain, otonomi cenderung dapat mengurangi stres (Robbins, 1998).
Seseorang yang diberikan otonomi dalam pekerjaannya dapat
memungkinkan berkurangnya stres dalam dirinya, hal ini didukung oleh
penelitian Harlen Saragih (2008) diketahui bahwa pekerja yang bekerja
secara mandiri ada 78,4% yang tidak mengalami stres sedangkan yang
tidak bekerja secara mandiri ada 54,5% yang mengalami stres, dan dalam
penelitian tersebut diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara
otonomi kerja dengan stres kerja.
2) Beban Kerja
Tugas-tugas yang diberikan kepada pekerja terlalu banyak atau terlalu
sedikit untuk diselesaikan dalam waktu tertentu akan menimbulkan beban
kerja berlebih atau terlalu sedikit kuantitatif. Beban kerja berlebih atau
terlalu sedikit kualitatif adalah apabila pekerja merasa tidak mampu untuk
melakukan suatu tugas, ataupun suatu tugas yang tidak disertai
keterampilan dan/atau potensi dari pekerja tersebut (Munandar, 2006).
17
Tugas yang banyak tidak selalu menjadi penyebab stres, akan
cenderung menjadi sumber stres apabila tugas yang banyak tersebut
melebihi kemampuan fisik maupun keahlian dan waktu yang diberikan
kepada pekerja tersebut untuk menyelesaikannya (Davis dan
Newstrom,1989 dalam Margiati,1999).
Unsur yang menimbulkan beban berlebih kuantitaif maupun beban
berlebih kualitatis adalah desakan waktu. Pada saat-saat tertentu dan
dalam hal tertentu, waktu akhir (deadline) dapat meningkatkan motivasi
dan menghasilkan prestasi kerja yang tinggi. Dan pada pekerjaan yang
menitikberatkan pada pekerjaan otak membuat pekerjaan menjadi
semakin majemuk, semakin tinggi kemajemukan pekerjaan menimbulkan
bertambah tingginya tingkat stres yang dialami (Munandar, 2006).
Sedangkan jika beban kerja dirasa terlalu sedikit yang disebabkan
kurangnya rangsangan akan menimbulkan semangat dan motivasi yang
rendah untuk bekerja. Pekerja akan merasa dirinya tidak berkembang dan
merasa tidak berdaya untuk memperlihatkan bakat dan keterampilannya
(Sutherland dan Cooper, 1998 dalam Munandar, 2006).
Dalam hal ini, penelitian Airmayanti (2010) dan bida (1995)
mendapatkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara beban kerja
dengan stres kerja yang dialami oleh responden dalam penelitiannya
masing-masing. Untuk beban kerja kuantitatif, Salafi Nugrahani (2008)
menerangkan bahwa terdapat hubungan antara beban kerja kuantitatif
dengan tingkat stres kerja, yaitu semakin tinggi beban kerja kuantitatif
18
yang dirasakan pekerja, maka tingkat stres yang dialami akan semakin
berat dan sebaliknya.
Untuk mencegah timbulnya dampak buruk bagi pekerja yang
disebabkan oleh beban kerja adalah dengan menambah gaji yang diterima
pekerja maupun dengan memberikan motivasi yang membuat pekerja
tidak merasa beban kerjanya terlalu berat. Karena menurut Sedamayanti
(2009) yang dikutip dalam Airmayanti (2010) kesediaan pegawai untuk
menyesuaikan beban kecepatan kerjanya selama jam kerja adalah dengan
menambah gaji/pendapatan yang diterima pekerja maupun motivasi
lainnya.
3) Relokasi (Mutasi) Pekerjaan
Menurut kamus besar bahasa indonesia, mutasi (relokasi kerja)
adalah pemindahan karyawan dari satu jabatan ke jabatan lain. Relokasi
(mutasi) kerja merupakan pemindahan suatu pekerjaan dari tempat kerja
lama menuju tempat kerja baru dengan tanggung jawab sama atau
berubah (Ghufroni, 2010). Menurut Alex S. Nitisemito (1982) yang
dikutip oleh Zaini (2012) pengertian mutasi adalah kegiatan yang
dilakukan atas persetujuan pimpinan perusahaan untuk memindahkan
karyawan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain yang dianggap setingkat
atau sejajar. Sedangkan menurut Sastrohadiwiryo (2002) dalam Zaini
(2012) mutasi adalah kegiatan ketenagakerjaan yang berhubungan dengan
proses pemindahan fungsi, tanggung jawab, dan status ketenagakerjaan
19
tenaga kerja ke situasi tertentu diharapkan agar tenaga kerja tersebut
mendapatkan kepuasan kerja dan dapat memberikan prestasi kerja yang
maksimal kepada perusahaan. H. Malayu S.P. Hasibuan (2008) dalam
Zaini (2012) menyatakan bahwa pada dasarnya mutasi termasuk dalam
fungsi pengembangan karyawan, karena bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas kerja perusahaan (institusi) tersebut.
Tujuan diadakannya relokasi (mutasi) kerja yang dinyatakan
Hasibuan SP (2003) dalam Saragih (2008) adalah diharapkan dapat
memberikan uraian pekerjaan, lingkungan kerja dan alat kerja yang
sesuai untuk orang yang bersangkutan sehingga dapat bekerja dengan
efisien dan efektif. Akan tetapi relokasi (mutasi) kerja yang tidak sesuai
dapat menimbulkan tekanan kejiwaan maupun perasaan yang bersumber
dari unit kerja baru ataupun jabatan baru, apabila pada tingkat toleransi
tertentu tidak dapat ditoleransi oleh orang yang mengalami relokasi
(mutasi) kerja akan berpotensi menimbulkan stres (Saragih, 2008).
Dalam hasil penelitian Harlen Saragih (2008) diketahui bahwa ada
hubungan yang signifikan antara mutasi kerja dengan stres kerja pada
perawat di ruang rawat inap RSUD Porsea. Sehingga seseorang yang
pekerjaannya direlokasi/mutasi, memungkinkan dirinya akan mengalami
stres karena pekerjaannya yang berbeda dari sebelum dia
direlokasikan/dimutasi. Lain lagi dengan hasil penelitian yang didapat
Bida (1995), pada pekerja yang merasakan keterpencilan tempat kerjanya
cenderung mendapatkan stres kerja tiga kali lebih besar daripada yang
20
tidak. Ketidaksesuaian relokasi (mutasi) dengan keahlian maupun
kesesuaian jenjang karirnya menimbulkan terjadinya perubahan tipe kerja
yang dapat menimbulkan stres Davis dan Newstrom (1989) dalam
Margiati (1999).
4) Pelatihan
Pelatihan mengacu pada upaya yang direncanakan oleh perusahaan
untuk memfasilitasi pembelajaran karyawan terkait kompetensi kerja
mencakup pengetahuan, keterampilan, atau perilaku yang penting untuk
kinerja yang sukses (Noe, 2000). Pelatihan atau training adalah salah
satu bentuk pendidikan dengan melalui training sasaran belajar atau
sasaran pendidikan akan memperoleh pengalaman-pengalaman belajar
yang akhirnya akan menimbulkan perubahan perilaku mereka
(Notoadmodjo, 1989). Menurut Andrew E. Sikula (dalam Notoadmodjo,
1989) training adalah proses pendidikan jangka pendek menggunakan
prosedur sistemik dan terorganisir dimana non-manajerial personil
mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu.
Pada bukunya “Manajemen Personalia” yang dikutip dalam Soekidjo
Notoadmojo (1989), Alex S. Nitisemito menyatakan bahwa pelatihan
merupakan bagian dari kegiatan perusahaan atau organisasi yang
bertujuan untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah
laku, keterampilan dan pengetahuan dari para karyawan atau anggotanya
sesuai dengan keinginan dari perusahaan atau organisasi tersebut. Strauss
21
dan Sayles (dalam Notoadmodjo, 1989) mendefinisikan pelatihan sebagai
kegiatan merubah perilaku, karena dengan pelatihan maka akhirnya
menimbulkan perubahan perilakunya. Menurut lembaga administrasi
Negara (dalam Atmodiwirio, 2002), pelatihan adalah pembelajaran yang
dipersiapkan agar pelaksanaan pekerjaan sekarang meningkat
(kinerjanya). Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi,
memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja,
produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan
keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau
pekerjaan (UU ketenagakerjaan no.13 tahun2003).
Menurut Soekidjo Notoadmodjo (1989) tujuan pokok dari setiap
training (pelatihan) adalah untuk merubah kemampuan seseorang yang
ditunjukkan di dalam melaksanakan pekerjaannya. Sedangkan
kebijaksanaan umum suatu pelatihan adalah agar pekerja dapat
melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan efektif, serta menyiapkan
mereka untuk dapat mengembangkan selanjutnya.
Untuk mendukung peningkatan pelatihan kerja dalam rangka
pembangunan ketenagakerjaan, dikembangkan satu sistem pelatihan kerja
nasional yang merupakan acuan pelaksanaan pelatihan kerja di semua
bidang dan/atau sector yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No.31
tahun 2006 mengenai sistem pelatihan kerja nasional. Karena menurut
Denny (2011), seseorang yang di tempatkan dalam pekerjaan yang tidak
sesuai dengan kualifikasi kerjanya dan orang tersebut sulit dalam
22
mengatasi sesuatu akan menurunkan kepercayaan dirinya dapat
menyebabkan stres, karena ketidakmampuan dirinya memenuhi tuntutan
kerja dan tidak adanya pelatihan untuk menyelesaikan pekerjannya
tersebut.
5) Karir
Wanita yang bekerja, pada umumnya masih mendominasi pekerjaan
skala bawah. Wanita yang bekerja di sektor pertanian pedesaan,
mayoritas berada di tingkat buruh tani. Wanita yang bekerja di sektor
industri perkotaan lebih banyak terlibat sebagai buruh di industri tekstil,
garmen, sepatu dan elektronik. Di sektor perdagangan, pada umumnya
wanita yang bekerja terlibat dalam perdagangan usaha kecil seperti
berdagang sayur mayur di pasar tradisional, usaha warung, yang
merupakan jenis-jenis pekerjaan yang lazim ditekuni wanita (Deka,
2009).
Kecenderungan perempuan terpinggirkan pada pekerjaan marginal
tersebut tidak semata-mata disebabkan faktor pendidikan. Akan tetapi
dari kalangan pengusaha, lebih cenderung mempekerjakan perempuan
pada sektor tertentu dan jenis pekerjaan tertentu karena upah perempuan
lebih rendah daripada laki-laki (Deka, 2009).
Diskriminasi upah yang terjadi secara eksplisit maupun implisit,
seringkali memanipulasi ideologi gender sebagai pembenaran.
Banyaknya persepsi masyarakat yang beranggapan bahwa wanita yang
23
bekerja pada dasarnya hanya untuk membantu ekonomi keluarga
validitasnya belum terbukti, karena untuk wanita dengan ekonomi
menengah kebawah pada kondisi krisis banyak wanita yang menjadi
pencari nafkah utama keluarga (Deka, 2009).
Kecilnya peluang untuk promosi, baik disebabkan oleh keadaan tidak
mengizinkan maupun karena mungkin dilupakan, dapat menjadi
pembangkit stres bagi tenaga kerja yang merasa sudah waktunya
mendapat promosi. Begitu pula untuk promosi berlebih, dimana tenaga
kerja merasa terlalu dini untuk dipromosikan sedangkan dirinya belum
siap untuk berpengetahuan dan berketrampilan yang tidak sesuai dengan
bakatnya, hal tersebut juga dapat memicu stres kerja (Munandar, 2008).
Kecilnya peluang untuk promosi bagi wanita merupakan fenomena
gless ceiling. Fenomena gless ceiling merupakan persepsi yang ada dalam
masyarakat bahwa wanita dapat diterima sebagai karyawan perusahaan,
tetapi sulit untuk dipromosikan (Stoner et. al., 1996 dalam Wijayanti,
2009).
Airmayanti (2010) dalam hasil penelitian mendapatkan bahwa
pengembangan karir tidak memiliki hubungan dan tidak berpengaruh
terhadap stres kerja. Berbeda dengan Airmayanti (2010), Pandyi
Soegiono (2008) dalam jurnal aplikasi manajemen memaparkan hasil
penelitiannya yaitu pengaruh faktor tersendatnya karir bersifat positif
akan tetapi tidak signifikan terhadap stress kerja. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat ALLEN, et Al (1998) yang dikutip Koesmono (2007)
24
dalam Soegiono (2008) yang menyatakan bahwa job content plateu
menjadi hal yang biasa di dalam organisasi dan memiliki pengaruh
terhadap stres kerja seseorang baik negatif (distress) maupun positif
(eustress), sehingga orang tersebut lebih mengutamakan tugas dan
imbalan (upah/gaji) yang diperoleh ketika bekerja. Menurut Davis dan
Newstrom (1989) yang dikutip Koesmono (2007) dalam Soegiono (2008)
menyatakan bahwa meningkatnya stress, diiringi dengan prestasi kerja
yang cenderung naik karena stres yang dimiliki membantu pekerja untuk
mengerahkan segala sumber daya dalam memenuhi standar kerjanya.
6) Hubungan Dengan Atasan/Majikan
Menurut hasil penelitian Buck (1972) dikutip oleh Novendra (1994),
bahwa kurangnya perilaku perhatian / pertimbangan dari seorang atasan
akan dapat mendorong kepada perasaan tekanan pekerjaan. Menurut
Munandar (2006) kelekatan kelompok, kepercayaan antar pribadi dan
rasa senang dengan atasan berhubungan dengan penurunan stres
pekerjaan dan menjadikan kesehatan lebih baik. Perilaku yang kurang
menenggang rasa dari atasan akan menimbulkan rasa ketegangangan dari
pekerjaan yang dapat dirasakan sebagai penuh stres.
Salah satu faktor utama yang berpengaruh dari seorang manajer yang
dikutip oleh Novendra (1994) adalah pengawasannya terhadap pekerjaan
orang lain. Ketidakmampuan untuk mendelegasi dapat menjadi suatu
masalah, tetapi sekarang strain baru adalah mempunyai keterampilan
25
interpersonal dari seorang manajer, manajer harus mempelajari bekerja
secara partisipatif. Menurut Gowler dan Legge (1956) dalam Novendra
(1994) diketahui bahwa faktor yang dapat digunakan pada partisipasi
suatu sebab dari keberhasilan, ketidakpastian dan stres para mananjer,
diantaranya adalah ketidaksesuaian dari kekuasaan formal dan kekuasaan
yang sebenarnya, manajer bisa mengalami pengikisan dari kekuasaan dan
peraturan formalnya serta kehilangan dalam memberi penghargaan,
manajer dapat menjadi subyek penekanan yang tidak dapat menjadi satu
antara berpartisipasi dan dalam hal meningkatkan jumlah produksi yang
tinggi serta bawahannya yang mungkin dapat menolak untuk
berpartisipasi.
Menurut Munandar (2006) menyatakan bahwa hubungan yang buruk
dengan atasan, rekan kerja dan bawahan dalam bekerja dapat memicu
timbulnya stres dan absenteisme dalam bekerja. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Britton (1989) yang dikutip oleh putri (2011)
memaparkan bahwa dukungan sosial dari para atasan berpengaruh positif
terhadap kesehatan fisik dan kesehatan mental para pekerja. Hal tersebut
sejalan dengan yang didapatkan Nugrahani (2008) dalam penelitiannya
bahwa ada hubungan antara hubungan dengan supervisor terhadap stres.
Selain itu juga menurut Parasuraman,dkk (1992) yang dikutip oleh putri
(2011), dukungan sosial yang diterima seseorang dari atasannya, teman
sekerja, dan keluarga mempunyai pengaruh yang besar untuk
26
meringankan beban seseorang yang mengalami kelelahan fisik,
emosional maupun mental.
Untuk membangun hubungan atasan-bawahan yang baik, dapat
dengan melakukan langkah dasar (Loh, 2013) seperti: mengerjakan
pekerjaan dengan baik dan patuhi peraturan yang ada d perusahaan,
berusaha memahami cara kerja atasan anda, bekerjalah sebagai bagian
dari perusahaan, apabila ada ketidaksepahaman dengan atasan segera
diselesaikan dengan baik, bersikap yang tidak menimbulkan kesan
"mengancam" posisi atasan anda, serta bersikaplah jujur dan tidak
berjanji secara berlebihan dapat memenuhi deadline tertentu.
7) Perkembangan Teknologi
Ketidakpastian teknologi ditandai dengan perubahan inovasi
teknologi yang sangat pesat. Pesatnya inovasi teknologi membuat
pekerja dituntut untuk dapat menguasainya dalam waktu singkat serta
minimnya pengalaman yang dimiliki merupakan faktor pembangkit stres
kerja bagi pekerja (Robbins, 1998). Hal ini juga diperkuat oleh Rina Fiati
dan Nafi Inayati Zahro dalam Seminar Nasional Teknologi Informasi &
Komunikasi Terapan (Semantik) tahun 2012 yang menyatakan bahwa
hubungan antara teknologi informasi dan tingkat stress pada wanita yang
bekerja adalah positif. Dan menurut hasil penelitian Kagawa (2013)
dalam dalam Syarifuddin (2013), bahwa sebanyak 93% responden
27
Indonesia mengatakan bahwa mereka membawa perangkat pribadinya
untuk bekerja dan menggunakannya untuk melakukan pekerjaan mereka.
8) Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Bertambahnya Gaji
Menurut Greenberg (2002) faktor-faktor yang secara khusus dianggap
berhubungan dengan ketidakpuasan terhadap pekerjaan salah satunya
adalah gaji. Pernyataan yang sama juga dipaparkan oleh Cooper dan
Davidson (1987) dalam Miller (2000) yaitu kepuasan terhadap
pembayaran (dalam dunia usaha dapat diartikan sebagai gaji) merupakan
faktor yang berhubungan dengan stres kerja. Sejalan dengan Bida (1995)
yang pada penelitiannya mendapatkan adanya hubungan yang bermakna
antara gaji dan stres kerja.
Hal tersebut diperkuat oleh penelitian Salafi Nugrahani (2008) yang
memaparkan bahwa terdapat hubungan antara kepuasan terhadap gaji
dengan tingkat stres yang dialami pekerja, yaitu semakin rendah
kepuasan pekerja terhadap gajinya, maka tingkat stres yang dialami akan
semakin berat dan begitu pula sebaliknya. Akan tetapi, berbeda dengan
penelitian Airmayanti (2010) yang memaparkan bahwa pengembangan
karier berupa pemberian gaji bukan termasuk faktor yang mempengaruhi
stres kerja.
Menurut Hezberg dalam Munandar (2006) jika seseorang
menganggap gajinya terlalu rendah, pekerja akan merasa tidak puas, dan
sebaliknya apabila seseorang menganggap gajinya cukup, pekerja akan
28
merasa puas. Semakin tinggi kepuasan kerja maka semakin rendah stres
kerja, karena kepuasan kerja memiliki hubungan korelasi negatif
signifikan terhadap stres kerja (Kosnin dan Lee, 2008). Menurut Miller
(2000) salah satu cara untuk mengurangi potensi stres kerja pada pekerja
yaitu dengan mempertimbangkan kepuasan kerja pekerja itu sendiri.
9) Pekerja Dikorbankan (Akibat Penurunan Laba yang Didapat)
Perampingan organisasi merupakan serangkaian kegiatan, yang
dilakukan pada bagian dari manajemen organisasi dan dirancang untuk
meningkatkan efisiensi organisasi, produktivitas, dan /atau daya saing.
Kegiatan tersebut merupakan strategi yang diterapkan oleh manajer yang
berdampak pada jumlah tenaga kerja perusahaan, biaya, dan proses kerja
(Cameron, 1994).
Cameron (1994) mendefinisikan perampingan dalam 4 kriteria. Yang
pertama, perampingan merupakan serangkaian kegiatan yang sengaja
dilakukan oleh anggota organisasi. Kedua, perampingan biasanya
melibatkan pengurangan personel, meskipun tidak terbatas hanya pada
pengurangan personil. Berbagai strategi pengurangan personel yang
berhubungan dengan perampingan seperti pengalihan, memberikan
mutasi, insentif pensiun, paket pembelian, PHK, putus sekolah, dan
sebagainya.Yang ketiga, perampingan yang difokuskan pada peningkatan
efisiensi organisasi. Perampingan terjadi baik secara proaktif atau reaktif
dalam rangka untuk mengendalikan biaya untuk meningkatkan
29
pendapatan, atau untuk meningkatkan daya saing. Artinya, perampingan
dapat diimplementasikan sebagai reaksi defensif penurunan atau sebagai
strategi proaktif untuk meningkatkan kinerja organisasi. Dan terakhir,
Perampingan mempengaruhi proses kerja secara sadar ataupun tidak.
Misalnya pada kontrak tenaga kerja, apabila karyawan yang tersisa lebih
sedikit untuk melakukan jumlah beban kerja yang sama, hal ini
berdampak pada pekerjaan apa yang akan dilakukan dan bagaimana hal
itu akan dilakukan.
b. Faktor Individual
1) Pertentangan Antara Pekerjaan dan Tanggung Jawab Keluarga
Menurut Beutell dan Greenhauss (1985) dalam Almasitoh (2011)
bahwa seseorang dikatakan mengalami konflik peran ganda apabila
merasakan suatu ketegangan dalam menjalani peran pekerjaan dan
keluarga. Dalam jurnal Lulus Margiati (1999) menunjukkan bahwa
banyak kasus, para karyawan yang mengalami stres kerja adalah mereka
yang tidak mendapat dukungan (khususnya moril) dari keluarga, seperi
orang tua, mertua, anak, teman dan semacamnya. Hal ini disebabkan,
ketiadaan dukungan sosial tersebut menyebabkan perasaan yang
menyebabkan ketidaknyamanan menjalankan pekerjaan dan tugasnya.
Hasil serupa juga didapatkan Almasitoh (2011), bahwa perawat yang
memiliki konflik peran ganda yang rendah dan dukungan sosial yang
tinggi, maka tingkat stres kerja yang dialami rendah.
30
Yang, Chen, Choi, & Zou, (2000) dalam wirkaristama (2011)
mengidentifikasikan tiga jenis work-family conflict, yaitu:
1. Time-Based Conflict.
Waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan
(keluarga atau pekerjaan) dapat mengurangi waktu untuk
menjalankan tuntutan yang lainnya (pekerjaan atau keluarga).
2. Strain-Based Conflict.
Terjadi pada saat tekanan dari salah satu peran mempengaruhi
kinerja peran yang lainnya.
3. Behavior-Based Conflict.
Berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan
yang diinginkan oleh kedua bagian (pekerjaan atau keluarga).
Menurt hasil penelitian Mayasari (2011), konflik pekerjaan
keluarga berpengaruh terhadap stress kerja perawat wanita rumah sakit
balimed Denpasar. Selain itu juga tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Bida (1995) menemukan adanya hubungan yang signifikan
antara kondisi rumah tangga dengan stres kerja.
2) Ketidakpastian Ekonomi
Saat keadaan ekonomi berubah tak menentu, kekhawatiran orang
mengenai keamanan dalam memenuhi kebutuhannya akan meningkat
(Robbins, 1998). Pada umumnya motivasi kerja kebanyakan tenaga kerja
wanita adalah membantu menghidupi keluarga, akan tetapi mereka juga
31
mempunyai makna khusus karena memungkinkannya memiliki otonomi
keuangan, agar tidak selalu tergantung pada pendapatan suami. Kondisi
tersebut merupakan dorongan penyadaran peran wanita untuk berkiprah
di sektor publik. Pembagian kerja dan perencanaan di dalam keluarga
telah menyebabkan tidak saja beban berlebihan dan jam kerja panjang
bagi perempuan, tapi juga ketergantungan perempuan secara ekonomi.
Oleh karenanya perempuan didorong untuk berpartisipasi aktif di sektor
publik sekaligus tetap harus menjalankan fungsinya sebagai istri dan ibu
(Nursyabani, 1999 dalam Fiati dan Zahro 2011).
Menurut Hermann, et al (1990) dalam Kendall, et al (2000) bahwa
ketegangan terhadap keuangan adalah salah satu faktor yang dapat
menyebabkan tekanan emosional bahkan ketika efek dari sumber daya
pribadi yang tetap konstan. penyesuaian psikologis secara signifikan
berhubungan dengan kemandirian ekonomi yang dirasakan (Melamed,
Grosswasser, dan Stern 1992 yang dikutip oleh Kendall, et al 2000).
Menurut hasil penelitian Fiati dan Zahro (2011), motivasi ekonomi
berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap tingkat stres pada
wanita karir. Naiknya harga barang-barang kebutuhan, serta buruknya
kondisi ekonomi dapat menjadi faktor yang berpotensi menyebabkan
stres pada seseorang (Lianasari, 2009). Selanjutnya, ketidakpastian
ekonomi dapat menimbulkan kemiskinan, sehingga kemiskinan dalam hal
ekonomi keuangan dianggap dapat membangkitkan stres bagi keluarga
khususnya individu itu sendiri (Belton dan Santos, 2011).
32
3) Penghargaan Kerja
Dalam interaksinya dengan orang lain maupun pihak lain, setiap
orang pasti memiliki keinginan untuk dihargai atas sesuatu yang
dilakukannya terhadap pihak yang berkepentingan menghargai suatu
usaha atau pekerjaan seseorang yang bukan untuk kepentingan orang
tersebut adalah suatu keharusan dari segi kemanusiaan. Di sisi lain, orang
yang telah memberikan suatu hasil untuk orang lain atau untuk suatu
kelompok maupun suatu organisasi akan menginginkan hasilnya tersebut
dapat diterima dan dihargai oleh pihak yang berkepentingan. Pada
lingkungan kerja, pegawai memiliki keinginan untuk dihargai oleh
atasannya terhadap hasil kerjanya yang telah dicapai dengan sepenuh hati
dan kemampuannya Moenir (1983).
Penghargaan sering disamakan penyebutannya dengan insentif karena
keduanya memiliki persamaan sifat dan maknanya, tetapi jika dikaji
lebih dalam akan berbeda. Penghargaan diberikan kepada seseorang
untuk menghargai jasa atau prestasi seseorang. Sedangkan insentif
diberikan kepada seseorang agar orang yang bersangkutan dapat
berprestasi ataupun berjasa lebih baik lagi dari sebelumnya (Moenir,
1983).
Menurut moenir (1983), wujud penghargaan dalam lingkungan kerja
adalah penghargaan fisik dan penghargaan non fisik. Penghargaan fisik
adalah penghargaan dalam bentuk benda, dapat berupa uang atau barang.
33
Barang-barang yang bersifat konsumtif (sandang, pangan, dan kebutuhan
pokok lainnya) dan yang bersifat modal (rumah, kendaraan, maupun alat
kerja yang lain sesuai dengan profesi seseorang) termasuk dalam
penghargaan benda berupa barang. Sedangkan penghargaan non fisik
adalah penghargaan yang berhubugan dengan kepuasan rohani seseorang
dari sisi kemanusiaan. Memberikan ucapan terimakasih kepada seorang
bawahan atas hasil kerjanya merupakan wujud penghargaan yang
mendasar namun sederhana.
Dalam penelitian Pratiwi dan Laksmiwati (2012) didapatkan bahwa
dukungan penghargaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stres
dengan arah hubungan negatif. Hal ini didukung oleh Hezberg dalam
Munandar (2006) yang menyatakan bahwa apabila pekerja menganggap
gajinya terlalu rendah, pekerja tersebut akan merasa tidak puas, dan
sebaliknya apabila seseorang menganggap gajinya cukup, tenaga kerja
akan merasa puas dalam bekerja. Dengan mempertimbangkan kepuasan
kerja, pada pekerja dapat mengurangi potensi stres kerja pada pekerja
tersebut (Miller, 2000).
4) Kejenuhan Kerja
Gejala khusus dari kejenuhan kerja dapat berupa kebosanan, depresi,
rasa pesimis, kurang konsentrasi, kualitas kerja buruk, ketidakpuasan,
tidak masuk kerja, dan kesakitan atau sakit. Kejenuhan kerja memiliki
potensi untuk menimbulkan keletihan kerja sehingga pekerja merasa
34
bahwa dirinya hanya memiliki sedikit pengendalian terhadap faktor-
faktor di tempat kerja atau bahkan tidak memiliki pengendalian sama
sekali. Berdasarkan gambaran gambaran tersebut, kejenuhan kerja dapat
menjadi faktor pencetus stres kerja (National Safety Council, 2004).
Rahmawati (2007) dalam penelitiannya memaparkan bahwa pola
sikap yang mencirikan kebosanan kerja diantaranya adalah sering tidak
masuk bekerja tanpa alasan yang jelas, keterlambatan, perubahan kerja
yang banyak, perdebatan dan bahkan kekerasan fisik. Kebosanan dalam
bekerja merupakan manifestasi dari stres kerja yang mengakibatkan
produktivitas kerja menurun, adanya ketidakpuasan kerja, kurang
motivasi, hilangnya gairah kerja (burnout), angka absen yang meningkat
(Prihantini, 2000 dalam Rahmawati, 2007).
Selanjutnya Saragih (2008) dalam penelitiannya mengenai kejenuhan
kerja terhadap stres kerja pada perawat, menyebutkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara kejenuhan dalam bekerja dengan
kejadian stres kerja pada responden penelitiannya. Hal ini diperkuat oleh
munandar (2006) yang menyatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan
berulang atau monoton (majemuk) dapat menimbulkan rasa bosan
maupun jenuh, dan kemajemukan kerja yang semakin tinggi dapat
menimbulkan peningkatan stres pada pekerja. Menurut penelitian yang
dilakukan Cooper & Kelly (1984) yang dikutip oleh munandar (2006)
bahwa kebosanan didapatkan sebagai sumber stres yang nyata pada
operator kran.
35
Seseorang yang memiliki motivasi tinggi akan lebih rendah rasa
kejenuhannya dibandingkan dengan orang lain yang bermotivasi rendah
(Anoraga, 1998 dalam Airmayanti, 2008). Dan rendahnya tingkat
kejenuhan kerja (burnout) dapat meningkatkan kepuasan kerja (Mizmir,
2011). Tingginya kepuasan kerja dapat menurunkan tingkat stres kerja
yang dialami pekerja, karena kepuasan kerja memiliki hubungan korelasi
negatif signifikan dengan stres kerja (Kosnin dan Lee, 2008). Hal ini juga
diperkuat oleh Miller (2000) yang menyatakan bahwa salah satu cara
untuk mengurangi potensi stres kerja karyawan yaitu dengan
mempertimbangkan kepuasan kerja karyawan.
5) Perawatan Anak
Menurut Wulanyani dan Sudiajeng (2006) dalam hasil penelitiannya
didapatkan bahwa urutan kedua tertinggi penyebab stres pada wanita
bekerja adalah masalah pengasuhan anak. masalah pengasuhan anak yang
menyebabkan pekerja wanita menjadi stres dialami oleh pekerja wanita
yang memiliki anak kecil. Apabila usia anak semakin kecil, maka
semakin besar tingkat stres yang dirasakan. Perasaan bersalah yang
dimiliki pekerja wanita yang juga berperan sebagai ibu akibat
meninggalkan anaknya untuk bekerja merupakan persoalan yang sering
dipendam, apalagi tidak ada lagi orang yang dapat diandalkan untuk
mengasuh anaknya tersebut.
36
Menurut Freudiger (1983) dalam Wulanyani dan Sudiajeng (2006)
perasaan bersalah tersebut menimbulkan rasa ketidaknyamanan ibu dalam
menjalankan perannya di dunia kerja. Hal ini diperkuat oleh Ihromi
(1990) dalam Rahmah (2011), bahwa rasa cemas akibat dari efek negatif
terhadap keluarga seperti berkurangnya kesempatan atau kemampuan
dalam membina perkembangan anak dapat menimbulkan stres.
6) Hubungan Dengan Rekan Kerja
Menurut Selye (1956) yang dikutip oleh Munandar (2006) bahwa
hidup dengan orang lain merupakan salah satu aspek dari kehidupan yang
penuh stres. Hubungan yang baik antar anggota dari satu kelompok kerja
dianggap sebagai faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi.
Dalam penelitian yang dilakukan Salafi Nugrahani (2008) didapatkan
adanya hubungan yang bersifat searah antara hubungan dengan rekan
kerja terhadap stres kerja yang dialami pekerja. Artinya semakin kurang
rasa kepuasan hubungan/dukungan sosial yang didapatkan dari rekan
kerjanya, maka tingkat stress yang dialami akan semakin berat dan
sebaliknya.
Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bida (1995) bahwa
tidak adanya hubungan yang bermakna antara hubungan sesama rekan
kerja dengan stres yang dialami pekerja. Menurutnya hal tersebut
disebabkan karena pada satu tingakatan karir yang sama membuat pekerja
tersebut tidak perlu mempertanggung jawabkan pekerjaannya kepada
37
teman sekerja dan juga dimungkinkan karena budaya gotong royong yang
tercipta di lingkungan kerjanya.
c. Faktor Lingkungan
1) Kondisi Lingkungan Kerja (Kebisingan, Ventilasi, Kebersihan, dll)
Kondisi lingkungan fisik dapat berupa suhu yang telalu panas, terlalu
dingin, terlalu sesak, kurang cahaya, lingkungan kerja kotor atau
kebersihannya kurang, dan lain sebagainya. Ruangan yang terlalu panas
(sirkulasi tidak baik) menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam
menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin.
Selain itu, adanya kebisingan juga memberikan pengaruh yang cukup
besar terhadap munculnya stres kerja karena beberapa orang sangat
sensitif pada kebisingan dibanding yang lain (Muchinsky dalam Irawan,
2010). Hal ini didukung oleh Nugrahani (2008) yang mendapatkan bahwa
terdapat hubungan antara buruknya lingkungan kerja yang meliputi
adanya hubungan temperatur (tempat kerja terlalu panas) dan kebisingan
dengan tingkat stres kerja yang dialami para pekerja.
Dalam penelitian Airmayanti (2010) didapatkan bahwa kebisingan
berpengaruh terhadap stres kerja. Menurut Airmayanti (2010) keadaan
bising dapat mengganggu pendengaran, terjadinya kecelakaan kerja,
menimbulkan terjadinya gangguan atau pengaruh psikologis dari pekerja
dalam bentuk gangguan emosi, temperamen dan lain-lain.
38
Selain kebisingan, temperatur juga dapat menimbulkan stres. Menurut
Nugrahani (2008), temperatur memiliki hubungan dengan tingkat stres
pekerja. Dalam kondisi terpajan panas (heat stress), tubuh mengabsorbsi
lebih banyak panas dibandingkan dengan yang mampu dikeluarkannya,
hal tersebut dapat menimbulkan peningkatan temperatur tubuh yang pada
akhirnya dapat mengakibatkan gangguan mental, sakit atau kematian
(Sulsky&Smith, 2005 dalam Nugrahani, 2008).
Menurut hasil penelitian Susilo (2007), lingkungan kerja fisik secara
parsial berpengaruh negatif signifikan terhadap stress kerja pada
karyawan, artinya semakin baik lingkungan fisik maka stress kerja akan
menurun. Hal ini didukung oleh penelitian Arisona (2008) yang
mendapatkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara
persepsi terhadap kondisi lingkungan kerja dengan tingkat stres kerja pada
karyawan bagian tebang angkut. Dalam penelitiannya, Harrianto (2007)
memaparkan bahwa kondisi fisik lingkungan yang dapat mempengaruhi
timbulnya stres kerja diantaranya yaitu tempat kerja yang sunyi atau
terpencil dimana pekerja tidak memiliki kesempatan berkomunikasi
dengan orang lain saat menjalani tugasnya, tempat kerja yang jauh atau
sulit dijangkau, dan adanya paparan fisik maupun zat kimiawi.
Agar stres kerja yang dialami responden tidak semakin tinggi dapat
dilakukan dengan menerapkan teknik kerekayasaan organisasi.
Kerekayasaan organisasi merupakan usaha untuk mengubah lingkungan
39
kerja menjadi lingkungan kerja yang tidak penuh stres dengan
menganalisa kondisi lingkungan kerja terlebih dahulu (Munandar, 2006).
2) Diskriminasi Ras
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.40 tahun 2008, yang
dimaksud dengan tindakan diskriminasi ras dan etnis adalah perbuatan
yang berkaitan dengan segala bentuk pembedaan, pengecualian,
pembatasan, atau pemilihan berdasarkan ras dan etnis, yang
mengakibatkan pencabutan atau mengurangi pengakuan, perolehan, atau
pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu
kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
3) Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang
berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan
oleh orang yang menjadi sasaran hingga menimbulkan reaksi negatif: rasa
malu, marah, tersinggung dan sebagainya pada diri orang yang menjadi
korban pelecehan. Pelecehan seksual terjadi ketika pelaku mempunyai
kekuasaan yang lebih dari pada korban. Kekuasaan dapat berupa posisi
pekerjaan yang lebih tinggi, kekuasaan ekonomi, "kekuasaan" jenis
kelamin yang satu terhadap jenis kelamin yang lain, jumlah personal yang
lebih banyak, dsb. Rentang pelecehan seksual ini sangat luas, meliputi:
main mata, siulan nakal, komentar yang berkonotasi seks, humor porno,
40
cubitan, colekan, tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu, gerakan
tertentu atau isyarat yang bersifat seksual, ajakan berkencan dengan
rayuan atau ancaman, ajakan melakukan hubungan seksual sampai
perkosaan. Pelecehan juga dapat berupa komentar/perlakuan negatif yang
berdasar pada gender, sebab pada dasarnya pelecehan seksual merupakan
pelecehan gender (Annisa, 2012).
Dalam Seventh International Conference on Work, Stress, and Health,
yang dikutip dari Noorika (2012), Hershcovis menjelaskan bahwa pekerja
yang mengalami pelecehan seksual, hasil kerjanya jauh lebih buruk
dibandingkan pekerja yang mengalami tindakan kekerasan, karena
pelecehan seksual membuat moral pekerja merasa begitu direndahkan.
Menurt Margiati (1999) bahwa pelecehan seksual merupakan salah satu
peyebab timbulnya stres kerja. Selain itu, menurut womens health (2013)
yang memaparkan bahwa wanita yang mengalami pelecehan seksual
mungkin akan beresiko menderita masalah emosional, seperti depresi,
kecemasan, dan gangguan stres pasca-trauma (Post Trauma Stress
Dissorder /PTSD).
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah gangguan kecemasan
yang dapat terjadi mengikuti pengalaman atau menyaksikan peristiwa
traumatis. Sebuah peristiwa traumatis adalah peristiwa yang mengancam
jiwa seperti pertempuran militer, bencana alam, insiden teroris,
kecelakaan yang serius, atau penyerangan fisik atau seksual pada orang
dewasa atau anak-anak (Mental Health America, 2013). Tingkatan
41
gangguan stres pasca trauma berbeda-beda tergantung seberapa parah
kejadian tersebut mempengaruhi kondisi psikologis dari korban
(Wardhani &Lestari, 2007).
Selama ini, faktor rasa takut, rasa malu, tidak tahu harus kemana
mengadu, dan lain-lain mempengaruhi tidak adanya catatan khusus
mengenai pelecehan seksual di tempat kerja (KEMENAKERTRANS,
2011). Dari banyaknya kasus pelecehan seksual, yang sering
menyebabkan stres kerja adalah perlakuan kasar atau penganiayaan fisik
dari lawan jenis dan janji promosi jabatan namun tak kunjung terwujud
hanya karena memiliki jenis kelamin wanita. Stres akibat pelecehan
seksual banyak terjadi pada negara yang tingkat kesadaran masyarakatnya
(khususnya wanita) terhadap persamaan jenis kelamin cukup tinggi,
namun tidak ada undang-undang yang melindunginya (Baron and
Greenberg dalam Irawan, 2010).
4) Kekerasan Di Tempat Kerja
Dalam lembar fakta catatan tahunan Komnas Perempuan (2013), Ada
216.156 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan
ditangani selama tahun 2012. Dari kasus yang tercatat, lingkupnya sekitar
65 persen merupakan kasus kekerasan di tingkat personal terutama
kekerasan domestik (KDRT), disusul 34 persen kekerasan di ranah
komunitas, dan satu persen negara. Namun menurut Desti Murdijana,
gambaran jumlah kasus kekerasan perempuan harus disikapi sebagai
42
fenomena gunung es, karena data yang ada (tercatat) belum seluruhnya
atau hanya di permukaan, belum sebanding dengan besarannya (National
Geographic Indonesia, 2013). Menurut Yoan dan Ning (2009), adanya
keengganan wanita korban kekerasan untuk berbicara, berasal dari situasi
sosial yang tidak mendukung posisi wanita tersebut ketika berusaha
mendapatkan keadilan pasca diperlakukan sewenang-wenang.
Peneliti dari Universitas Manitoba Sandy Hershcovis dan peneliti
Universitas Queen Julian Barling menyatakan, dari Kingston, Ontario,
Kanada, kekerasan yang diterima para pekerja menimbulkan dampak
yang lebih berbahaya dibandingkan pelecehan seksual. Akan tetapi,
kedua hal tersebut harus dihindari karena membuat pekerja tertekan dan
merusak suasana di tempat kerja (dalam Noorika,2012).
Berdasarkan Quebec Labour Standards Act, yang dikeluarkan Juni
2004 (dalam Noorika,2012), kategori tindakan kekerasan dalam
pekerjaan, antara lain mencaci maki setiap saat, mengeluarkan kata-kata
kasar dan menunjukkan sikap tubuh menyerang, serta menekan psikologi
seseorang. Menurut Canadian Centre for Occupational Health and Safety
(2012), yang termasuk dalam kekerasan di tempat kerja diantaranya
adalah perilaku yang mengancam (menggebrak, menghancurkan barang
atau melempar benda), ancaman secara lisan ataupun tertulis, pelecehan,
perkataan yang mencaci maki, serta kekerasan fisik (dipukul, disikut,
didorong, atau ditendang).
43
Health safety Executive (2006), memaparkan bahwa kekerasan dapat
menyebabkan distress. Selain kekerasan dengan fisik, pelecehan maupun
ancaman verbal secara serius ataupun berulang juga dapat merusak
kesehatan karyawan melalui kecemasan atau stres.
5) Kemacetan
Kemacetan identik dengan kepadatan, yang didefinisikan sebagai
jumlah kendaraan yang menempati suatu panjang jalan tertentu dari lajur
atau jalan, dirata-rata terhadap waktu (Sari, 2011). Kemacetan lalulintas
pada ruas jalan raya terjadi ketika arus kendaraan lalulintas meningkat
seiring bertambahnya permintaan perjalanan pada suatu periode tertentu
serta jumlah pengguna jalan melebihi dari kapasitas yang ada (Meyer et
al, 1984 dalam Sari, 2011). Menurut Menteri Perindustrian, MS. Hidayat
dalam Koran Kota (2012) yang menyatakan bahwa keterbatasan
infrastruktur jalan di dalam negeri dan kendala pembebasan lahan
menunda sejumlah proyek pembangunan jalan menjadi penyebab utama
kemacetan.
Berdasarkan hasil penelitian Sapta (2009), kemacetan mengakibatkan
pengguna jalan merasa waktunya terbuang, mengurangi jam belajar atau
jam kerja, pemborosan bensin, hilangnya pendapatan dan stres. Menurut
hasil penelitian David Moxxon yang dikutip oleh Bararah (2011),
seseorang yang mengalami Traffic Stress Syndrom (TSS) akan mulai
muncul gejala stres dalam rentang waktu 3-5 menit, sedangkan orang
44
yang tidak memiliki TSS, gejala stres akan muncul apabila sudah
mengalami kemacetan sekitar 13-14 menit. Berbeda dengan hal tersebut,
Vierdelina (2008) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa belum
terbukti ada hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap
kemacetan dan stres kerja.
Untuk menghindari stres pada individu ketika berada pada situsasi
kemacetan, men health Indonesia (2013) memaparkan beberapa cara
yang diantaranya dapat dilakukan dengan berangkat lebih awal,
menyediakan cemilan untuk dapat mengembalikan energy dan mood,
menyediakan aroma terapi di mobil, dan merubah rute rutin perjalanan.
2. Penyebab Stress Menurut Hurrel
Hurrel, dkk (1988) mengelompokkan faktor-faktor dalam pekerjaan yang
dapat menimbulkan stres menjadi lima kategori besar (Munandar, 2006), yaitu:
a. Faktor-Faktor Intrisik Dalam Pekerjaan
Termasuk dalam kategori faktor intrinsik ini adalah tuntutan fisik dan
tuntutan tugas.
1) Tuntutan Fisik
Kondisi kerja tertentu dapat menciptakan prestasi kerja yang optimal.
Selain berdampak pada prestasi kerja, kondisi fisik kerja juga memiliki
dampak terhadap kesehatan mental dan keselamatan kerja seorang tenaga
kerja. Kondisi fisik kerja berpengaruh terhadap kondisi fa’al dan
psikologis diri seorang tenaga kerja. Kondisi fisik dapat menjadi salah
45
satu pembangkit stres (stressor). Tuntutan fisik/ kondisi fisik meliputi
bising, getaran, hygiene.
2) Tuntutan Tugas
a) Kerja Shift
Kerja shift merupakan sumber utama dari stres bagi para
pekerja pabrik (Monk & Tepas, 1985 dalam Munandar, 2006). Para
pekerja shift lebih sering merasakan keluhan mengenai kelelahan dan
gangguan perut dibandingkan para pekerja di pagi atau siang hari dan
dampak dari kerja shift terhadap kebiasaan makan yang mungkin
menyebabkan gangguan perut (Munandar, 2006).
b) Beban Kerja
Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit baik secara
kuantitatif maupun kualitatif merupakan pembangkit stres. Beban kerja
berlebih/terlalu sedikit kuantitatif yang timbul sebagai akibat dari tugas-
tugas yang terlalu banyak/sedikit yang diberikan kepada tenaga kerja
untuk diselesaikan dalam waktu tertentu. Beban kerja berlebih/terlalu
sedikit kualitatif jika orang merasa tidak mampu untuk melakukan suatu
tugas, atau suatu tugas tidak menggunakan keterampilan dan/atau potensi
dari tenaga kerja (Munandar, 2006).
c) Paparan dari Risiko dan Bahaya
Risiko dan bahaya terkait dengan jabatan tertentu dapat menjadi
sumber dari stres. Risiko dan bahaya yang berhubungan dengan banyak
46
jabatan yang tidak dapat diubah, akan tetapi persepsi tenaga kerja
terhadap risiko bisa berkurang dengan pelatihan dan pendidikan. Para
pekerja yang cemas, yang memiliki obsesi, takut, kurang bermotivasi
untuk bekerja mempunyai semangat rendah dan lebih mudah
menimbulkan kecelakaan, dan dalam jangka panjang dapat mengalami
dampak dari penyakit yang berkaitan dengan stres, termasuk sakit jantung
dan gangguan perut.
b. Peran Indivdu dalam Organisasi
Setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan
sesuai dengan aturan- aturan yang ada dan sesuai yang diharapkan atasannya.
Peran yang tidak berfungsi dengan baik merupakan pembangkit stres yang
disebabkan oleh adanya: (Munandar, 2006)
1) Konflik Peran
Konflik peran timbul apabila seseorang tenaga kerja mengalami adanya:
1. Pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan dan antara
tanggung jawab yang dimilikinya
2. Tugas-tugas yang harus dilakukan yang menurut pandangannya
bukan merupakan bagian dari pekerjaannya
3. Tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari atasan, rekan kerja,
bawahan, atau orang lain yang penting baginya
4. Pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu
melaksanakan tugas dalam pekerjaannya
47
2) Ketaksaan (Ambiguitas) Peran
Ketaksaan peran dirasakan jika seorang tenaga kerja tidak memiliki
cukup informasi untuk dapat melaksanakan tugasnya, atau tidak mengerti
atau merealisasikan harapan-harapan yang berkaitan dengan peran
tertentu (Munandar, 2006). Dalam hal ini Kahn, dkk. (1964) mengatakan
bahwa stres yang timbul karena ketidakjelasan sasaran akhirnya
mengarah kepada ketidakpuasan pekerjaan, kurang memiliki kepercayaan
diri, rasa diri tidak berguna, menurunnya rasa harga diri, depresi, motivasi
untuk bekerja rendah, tekanan darah dan tekanan nadi tidak normal, dan
kecenderungan untuk meninggalkan pekerjaan (Munandar, 2006).
c. Pengembangan Karir
Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang
mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi yang
kurang.
1) Ketidakpastian Pekerjaan (Job Insecurity)
Ketakutan kehilangan pekerjaan, ancaman bahwa pekerjaan seseorang
dianggap tidak dibutuhkan lagi merupakan hal yang wajar dalam
kehidupan kerja. Dari sana timbul kegiatan reorganisasi yang bertujuan
untuk tetap berjalannya usaha. Setiap reorganisasi inilah dapat
menimbulkan ketidakpastian pekerjaan yang merupakan sumber stres
yang potensial (Munandar, 2006).
48
2) Promosi Berlebih dan Kurang
Promosi dapat merupakan sumber dari stres, jika peristiwa tersebut
dirasakan sebagai perubahan yang mendadak secara drastis. Dalam hal
ini, Everly dan Girdano dalam Munandar (2008) menyebutkan adanya
tiga faktor yang menyebabkan promosi dirasakan sebagai stres:
1. Perubahan-perubahan dari fungsi pekerjaan;
2. Penambahan tanggung jawab terhadap manusia, produksi, dan uang;
3. Perubahan dalam peran sosial yang menemani promosinya, misalnya
menjadi ketua dalam berbagai macam panitia.
d. Hubungan dalam Pekerjaan
Hubungan dalam pekerjaan yang mengacu pada timbulnya stres adalah
lebih pada hubungan yang tidak baik dalam pekerjaan. Hubungan yang tidak
baik terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan yang rendah, taraf
pemberian support yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan
masalah di organisasi (Munandar, 2006).
e. Struktur dan Iklim Organisasi
Menurut Munandar (2006) kurangnya peran serta atau partisipasi dalam
pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku yang
negatif, misalnya menjadi perokok berat yang diharapkan meningkatkan taraf
kesehatan mental dan fisik. Dari hal tersebut, faktor stres yang dikenali
terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat terlibat atau berperan serta dan
pada support sosial.
49
f. Tuntutan Dari Luar Organisasi Atau Perusahaan
Stressor ini mencakup berbagai unsur kehidupan seseorang yang
berhubungan dengan interaksi kejadian-kejadian dalam kehidupan dan
pekerjaannya, sehingga individu tersebut mendapatkan tekanan yang dapat
membuat individu tersebut stres. Kejadian dalam kehidupan pribadi selain
dapat memberikan tekanan yang menimbulkan stres, ada juga yang dapat
meringankan dampak yang ditimbulkan dari stressor organisasi seperti
support sosial. Sebaliknya, kejadian dalam kehidupan individu seperti
kepuasan kerja yang dimiliki individu dapat membantu meringankan individu
dalam mengahadapi kehidupan pribadinya yang penuh stres (munandar,
2006).
g. Karakteristik Individu
1) Kepribadian
2) Kecakapan
3) Nilai dan kebutuhan
3. Penyebab Stress Menurut Cooper Dan Davidson
Cooper dan Davidson (1987) membagi model penyebab stress ke dalam
empat arena atau lingkup; lingkup kerja, rumah atau keluarga, sosial, dan
lingkup individu. Stress kerja dapat timbul ketika stressor-stressor tersebut
saling terkait dan mempengaruhi sehingga menghasilkan suatu gejala-gejala
yang bisa diamati lewat perubahan fisik, emosi, dan perilaku yang disajikan
pada gambar model stress kerja berikut, bagan 2.1.
50
Arena Kerja
Lama masa kerja, jabatan, kewajiban, penugasan, tanggung jawab terhadap pengawasan
1. Faktor intrinsik pekerjaan meliputi kecocokan perorangan/lingkungan dan kepuasan kerja,
peralatan, pelatihan, shift kerja, beban kerja berlebih, beban kerja kurang, bahaya fisik, dan
kepercayaan diri terhadap pekerjaan.
2. Peran dalam organisasi meliputi peran ambigu, konflik peran, tanggung jawab terhadap orang
banyak, batasan-batasan organisasi
3. Pengembangan karier meliputi berlebihan/kurangnya promosi, kurangnya keamanan kerja,
ketidakpastian status pekerjaan, kepuasan gaji
4. Relasi/dukungan sosial meliputi kolega, atasan, dan bawahan
5. Iklim dan struktur organisasi meliputi politik, konsultasi/komunikasi, keikutsertaan dalam
pengambilan keputusan, perilaku terbatas, kekakuan dalam bidang politik, hal-hal lain yang
berpengaruh
Arena Rumah
Dinamika keluarga, status perkawinan,
dukungan dari pasangan atau teman
dekat, hubungan dengan anak, perhatian
keluarga terhadap keselamatan,
lingkungan tempat tinggal, masalah
keuangan, bentuk pengembangan
Arena Sosial
Alienasi dan anomi, iklim, diet, dan
lain-lain, frekuensi perpindahan,
berkendaraan, kehidupan urban vs
rural, latihan, olah raga, hobi,
aktivitas dan kontak sosial
Arena Individu
Genetik, riwayat hidup, demografi (misalnya umur, pendidikan, agama, kebangsaan atau ras),
kemampuan menghadapi stress, kepribadian tipe A, extraversi vs intervensi, neurosis, peristiwa
kehidupan, dan lain-lain
Arena Manifestasi= Outcome Stres
Ketidakpuasan kerja, kepercayaan diri terhadap pekerjaan, konsumsi alkohol, merokok,
kepuasan dalam hubungan perkawinan, perceraian, penggunaan narkoba, obesitas dan diet,
penyakit jantung koroner, hipertensi, migren, asma, sakit fisik dan mental, kecelakaan,
pengukuran psikologi
Bagan 2.1
Model Stres Kerja Menurut Cooper dan Davidson (1987)
51
4. Penyebab Stress Menurut Greenberg (2002)
a. Faktor Stres Kerja Yang Bersumber Pada Pekerjaan
1) Sumber Intrinsik Pada Pekerjaan,
Diantaranya meliputi kondisi kerja yang sangat sedikit menggunakan
aktifitas fisik, beban kerja yang berlebihan, waktu kerja yang membuat
tertekan, risiko/bahaya secara fisik
2) Peran di Dalam Organisasi,
Diantaranya meliputi peran yang ambigu, konflik peran, tanggung jawab
kepada orang lain, konflik batasan-batasan reorganisasi baik secara internal
maupun eksternal.
3) Perkembangan Karir,
Diantaranya meliputi promosi ke jenjang yang lebih tinggi atau
penurunan tingkat jenjang, kurangnya tingkat keamanan kerja, terhambatnya
ambisis perkembangan karier.
4) Hubungan Relasi di Tempat Kerja,
Diantaranya meliputi kurangnya hubungan relasi dengan pimpinan, rekan
sekerja, atau dengan bawahan, serta kesulitan dalam mendelegasikan
tanggung jawab.
5) Struktur Organisasi dan Iklim Kerja,
Diantaranya meliputi terlalu sedikitnya atau bahkan tidak ada
keikutsertaan dalam pembuata keputusan, hambatan dalam perilaku, politik
di tempat kerja, kurang efektifnya konsultasi.
52
b. Faktor Stres Kerja yang Bersumber Pada Karakteristik Individu
Faktor stres kerja yang bersumber pada karakteristik individu, meliputi
tingkat kecemasan, tingkat neurotisme individu, toleransi terhadap hal yang
tidak jelas, dan pola tingkah laku tipe A
c. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Luar Organisasi,
Faktor stres kerja yang bersumber dari luar organisasi, meliputi masalah-
masalah dalam keluarga, peristiwa krisis dalam kehidupan, dan kesulitan
secara finansial.
5. Penyebab Stress Menurut Robbins
Terdapat tiga sumber potensial pencetus stres kerja menurut Robbins
(1998), yakni sumber dari lingkungan, organisasi, dan individu.
a. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Lingkungan
Ketidakpastian lingkungan mempengaruhi desain struktural organisasi dan
juga dapat mempengaruhi level stres diantara para pekerja dalam organisasi
tersebut. Faktor lingkungan sebagai pemicu stres kerja tersebut berupa
ketidakpastian ekonomi, politik, dan ketidakpastian teknologi.
b. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Organisasi
Faktor organisasi ini meliputi tuntutan pekerjaan (misalkan bentuk
pekerjaan, kondisi bekerja, dan tempat kerja), tuntutan peran (meliputi konflik
peran, peran berlebihan, dan peran ambigu), tuntutan interpersonal
merupakan suatu bentuk tekanan dari pekerja lain (misalnya hilangnya
dukungan sosial dan buruknya hubungan interpersonal), struktur
53
organisasional yang membedakan jabatan organisasi, derajat peraturan, dan
pembuatan keputusan, kepemimpinan organisasi, dan taraf kehidupan
organisasi (misalkan taraf pendirian organisasi dan kemunduran merupakan
hal yang stressfull).
c. Faktor Stres Kerja yang Bersumber dari Individu
Faktor individu meliputi permasalahan keluarga, masalah ekonomi
pribadi, dan karakteristik kepribadian. Permasalahan dalam keluarga seperti
hubungan tidak baik dengan anak dan pasangan, serta perceraian dapat
mempengaruhi stres seseorang dalam pekerjaannya. Kemudian permasalahan
ekonomi seseorang seperti banyaknya kebutuhan dibandingkan dengan
pendapatan yang diperoleh. Adapun karakteristik kepribadian seperti ekspresi
gejala stres kerja.
E. Gejala-Gejala Stress Kerja
Everly dan Giordano (1980) dalam munandar (2006) memaparkan bahwa stres
akan berpengaruh pada suasana hati (mood), otot kerangka (musculoskletal) dan
organ-organ dalam badan (visceral). Tanda-tandanya diantara lain adalah:
1. Suasana Hati (Mood)
Menjadi overexcited
Cemas
Merasa tidak pasti
Sulit tidur pada malam hari
Menjadi mudah bingung dan lupa
Menjadi tidak nyaman dan gelisah
Menjadi gugup
54
2. Otot Kerangka (Musculoskeletal)
Jari-jari tangan gemetar
Tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat
Mengembangkan tic (gerakan tidak sengaja)
Mulai sakit kepala
Otot terasa menjadi tegang atau kaku
Bicara jadi gagap
Leher menjadi kaku
3. Organ-Organ Dalam Badan (Vescel)
Timbul gangguan perut
Jantung terasa berdebar kencang
Lebih banyak mengeluarkan keringat
Tangan berkeringat
Kepala terasa ringan atau terasa akan pingsan
Mengalami kedinginan
Wajah menjadi panas
Mulut menjadi kering
Kuping berdenging
Terasa akan tenggelam dalam perut
Arden (2006) membagi gejala yang berhubungan dengan stres menjadi 3
kategori, yaitu: gejala fisik, gejala psikologis, dan gejala perilaku.
55
Tabel 2.1 Gejala Stres Menurut John B.Arden
F. Pengukuran Stres
Menurut Karoley (1985 dalam Airmayanti, 2010) teknik pengukuran stres dapat
digolongkan dalam empat cara, yaitu:
1. Self Report Measure
Cara ini menggunakan kuesioner untuk mengukur stres yaitu dengan
menyatakan intensitas pengalaman psikologis, fisiologis dan perubahan fisik yang
dialami dalam peristiwa kehidupan seseorang. Cara ini juga dikenal sebagai “Life
Event Scale” yang berisi beberapa pertanyaan sebagai indikator dalam
menentukan stres kerja.
No. Gejala Fisik Gejala Psikologis Gejala Perilaku
Sakit Kepala
Sakit Punggung
Diare
Insomnia
Kehilangan nafsu
makan
Bahu menjadi
tegang
Kelelahan
Sering menderita
flu
Gangguan
pencernaan
Napas pendek
Makan berlebihan
Pesimisme
Mudah lupa
Mudah bosan
Menjadi tidak tegas
Menjadi tidak sabar
Pikiran yang kaku
Depresi
Kecemasan
Tidak logis
Apatis
Kesepian
Merasa tidak
berdaya
Ingin melarikan diri
Keresahan
Mudah marah
Rentan mengalami
kecelakaan
Sifat suka
memerintah
Isolasi sosial
Lebih agresif
Membela diri
Sering curiga
Higiene yang buruk
Tidak memiliki rasa humor
Mudah bingung
Produktifitas kerja buruk
Mangkir kerja
56
Berdasarkan pertanyaan pada daftar pertanyaan metode Life Event Scale
setiap pertanyaan bernilai 0-2. Untuk melakukan penilaian indikator stres kerja,
dapat dilakukan penilaian sendiri (self assesment). Pertanyaan yang digunakan
tidak bersifat mutlak, artinya pertanyaan dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan
dan kondisi saat itu. Sehingga penilaian dan pengelompokannya juga dapat
disesuaikan (Karoley,1985 dalam Airmayanti,2010).
2. Performance Measure
Cara ini mengukur stres dengan melihat atau mengobservasi perubahan-
perubahan perilaku yang ditampilkan oleh seseorang. Contohnya, penurunan
prestasi kerja terlihat dari gejala seperti cenderung berbuat salah, cepat lupa dan
menjadi lamban dalam bereaksi.
3. Psysiological Measure
Pada pengukuran ini berusaha untuk melihat perubahan fisik akibat stres,
seperti ketegangan pada otot bahu, leher dan pundak. Cara ini sering dianggap
paling tinggi reabilitasnya, namun sangat tergantung si pengukur dan pada alat
yang digunakan.
4. Biochemical Measure
Teknik ini melihat stres melalui respon biokimia individu berupa perubahan
kadar hormon katekolamin dan kortikosteroid setelah pemberian stimulus.
Reabilitas dari cara ini tergolong tinggi namun hasil pengukurannya dapat
berubah bila subjek penelitiannya adalah perokok, peminum alkohol dan kopi.
57
Hal ini karena rokok, kopi dan alkohol dapat meningkatkan kadar kedua hormon
tersebut dalam tubuh.
Dari keempat cara tersebut, yang paling sering digunakan dalam penelitian stres
adalah life event scale, karena paling mudah diatur dan membutuhkan biaya yang
relatif lebih murah walaupun sering terdapat keterbatasan tertentu.
G. Dampak Stres Kerja
Dalam dunia kerja, dampak yang ditimbulkan akibat stres kerja dapat
berpengaruh terhadap organisasi atau perusahaan maupun individu itu sendiri.
Dampak stres terhadap organisasi diantaranya yaitu terjadinya hambatan baik dalam
manajemen maupun operasional kerja, kenormalan aktivitas kerja terganggu,
menurunnya tingkat produktivitas kerja, menurunnya pemasukan dan keuntungan
perusahaan, terjadinya kerugian finansial yang dialami perusahaan karena tidak
imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar
gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya serta banyaknya karyawan yang mangkir kerja,
ataupun pekerjaan tidak selesai tepat waktu baik karena kelambanan maupun karena
banyaknya kesalahan yang berulang. Sedangkan dampak stres terhadap individu
diantaranya adalah timbulnya berbagai permasalahan yang berhubungan dengan
kesehatan, psikologis, dan interaksi sosial (Rini, 2002).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Retnaningtyas (2005) mengungkapkan
bahwa terdapat hubungan antara stres kerja dengan produktivitas pekerja wanita.
Lain lagi dengan Tunjungsari (2011), hasil penelitiannya menyebutkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara stres kerja dengan kepuasan kerja.
58
Sedangkan dari penelitian Suroso dan Siahaan (2006) diketahui bahwa stres kerja
berpengaruh negatif terhadap kinerja pekerja, artinya semakin tinggi tingkat stres
yang dimiliki pekerja maka semakin rendah kinerja yang dihasilkan. Dan menurut
Randall Schuller (1980) yang dikutip oleh Rini (2002) diketahui bahwa stress pada
pekerja berbanding lurus dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan
ketidakhadiran kerja, dan tendensi terjadinya kecelakaan kerja.
H. Manajemen Stres
Memanajemeni stres merupakan usaha mencegah timbulnya stres, meningkatkan
ambang stres dan menampung akibat fisiologikal stres. Memanajemeni stres
mempunyai tujuan mencegah berkembangnya stres jangka pendek menjadi stres
jangka panjang atau stres yang bersifat kronis (Munandar, 2006). Ada berbagai cara
manajemen stres untuk mencegah ataupun mengendalikan stres. Dalam jurnal Lulus
Margiyati (1999) strategi manajemen stres kerja menurut Baron dan Greenberg
(1990) yaitu dengan strategi yang dikembangkan secara pribadi atau individual,
yaitu:
1. Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perubahan reaksi kognitif. Artinya jika
seorang merasa dirinya merasa ketegangannya meningkat, para karyawan tersebut
seharusnya time out terlebih dahulu. Cara time out ini dapat dilakukan dengan
istirahat sejenak namun masih dalam ruangan kerja; ke ruang istirahat (jika
menyediakan); pergi sebentar ke kamar kecil untuk membasuh muka dengan air
dingin atau berwudhu bagi orang Islam; mendengarkan musik; menonton televisi
sejenak; bercanda ringan dengan teman sekerja dan sebagainya.
59
2. Melakukan relaksasi dan meditasi. Kegiatan relaksasi dan meditasi ini bisa
dilakukan di rumah pada malam hari atau hari-hari libur kerja. Dengan melakukan
relaksasi, karyawan dapat membangkitkan perasaan rileks dan nyaman.
3. Melakukan diet dan fitnes. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah
mengurangi masukan atau konsumsi garam dan makanan mengandung lemak,
memperbanyak konsumsi makanan yang bervitamin seperti buah-buahan dan
sayursayuran, dan semacamnya serta banyak melakukan olah raga seperti lari
secara rutin, tenis, bulu tangkis, dan sebagainya.
Cara mencegah dan mengendalikan stres kerja menurut Sauter (1990) yang
dikutip dalam Prihatini (2008), diantaranya:
1. Beban kerja fisik ataupun mental harus disesuaikan dengan kemampuan dan
kapasitas kerja dengan menghindari adanya beban kerja yang berlebih maupun
yang terlalu ringan.
2. Jam kerja harus disesuaikan terhadap tuntutan tugas maupun tanggung jawab di
luar pekerjaan
3. Diberikannya kesempatan mengembangkan karir, mendapatkan promosi, dan
kemampuan keahlian kepada pekerja.
4. Membentuk lingkungan sosial yang sehat, baik diantara pekerja maupun antara
atasan dengan bawahan.
5. Mendesain tugas-tugas kerja yang dapat menstimulasi dan memberikan
kesempatan kepada pekerja menggunakan keterampilannya.
60
Menurut Veithzal Rivai (2004) yang dikutip oleh Tunjungsari (2011),
pengendalian stress kerja dapat dilakukan dengan pendekatan individu maupun
pendekatan perusahaan,
Pendekatan individu meliputi :
1. Meningkatkan keimanan
2. Melakukan meditasi dan pernapasan
3. Melakukan kegiatan olahraga
4. Melakukan relaksasi
5. Dukungan sosial dari teman-teman dan keluarga
6. Menghindari kebiasaan rutin yang membosankan
Pendekatan perusahaan meliputi:
1. Melakukan perbaikan iklim organisasi
2. Melakukan perbaikan terhadap lingkungan fisik
3. Menyediakan sarana olahraga
4. Melakukan analisis dan kejelasan tugas
5. Meningkatkan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan
6. Melakukan restrukturasi tugas
7. Menerapkan konsep manajemen berdasarkan sasaran
Teknik-teknik manajemen stres dapat juga dilakukan dengan kerekayasaan
organisasi, kerekayasaan kepribadian, teknik penenangan pikiran, maupun teknik
penenangan melalui aktifitas fisik (Munandar, 2006).
1. Kerekayasaan organisasi
Teknik ini dilakukan untuk mengubah lingkungan kerja menjadi
lingkungan kerja yang tidak penuh stres. Lingkungan kerja secara fisik yang
menurut para pekerja dirasakan sebagai pembangkit stres diantaranya bising,
61
vibrasi, tempratur panas ataupun terlalu dingin, serta paparan risiko dan bahaya
lainnya dapat diatur kembali dengan menganalisa kondisi lingkungan kerja.
2. Kerekayasaan kepribadian
Strategi yang digunakan dalam teknik ini adalah mengupayakan timbulnya
perubahan-perubahan dalam kepribadian individu sehingga timbulnya stres dapat
dicegah dan agar ambang stres dapat ditingkatkan menjadi lebih baik lagi.
Perubahan-perubahan yang dituju adalah perubahan yang terkait dengan
pengetahuan, kecakapan, keterampilan, serta nilai yang mempengaruhi persepsi
dan sikap pekerja terhadap pekerjaannya.
Program pelatihan merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan
keterampilan maupun mencegah timbulnya stres akibat adanya perbedaan antara
nilai-nilai organisasi dengan nilai pribadi. Program pelatihan yang efektif akan
mencegah timbulnya stres maupun meningkatkan ambang individu terhadap stres
dalam menghadapi beban kerja berlebihan, promosi, dan job insecurity yang dapat
membakitkan stres kerja.
Apabila pekerja telah mengalami stres yag menimbulkan ganguan
terhadap kesehatan mentalnya, maka psikoterapi dapat diberikan agar kesehatan
mentalnya dapat berfungsi optimal kembali.
3. Teknik penenangan pikiran
Teknik ini bertujuan untuk mengurangi kegiatan pikiran, membuat
perasaan cemas dan khawatir berkurang, kesigapan umum (general arousal)
berkurang, sehingga pikiran menjadi tenang dan stres akan berkurang.
62
Teknik ini dapat dilakukan dengan meditasi, pelatihan relaksasi autogenic
maupun pelatihan relaksasi neuromuscular. Pelatihan relaksasi autogenic fokus
pada gambaran perasaan tertentu yang dihayati bersama dengan terjadinya
peristiwa tertentu yang kemudian terkait kuat dalam ingatan, sehingga timbulnya
kenangan tentang peristiwa akan menimbulkan penghayatan dari gambaran
perasaan yang sama. Pelatihan relaksasi autogenic berusaha mengaitkan
penghayatan yang menenangkan dengan kejadian yang menimbulkan ketegangan,
sehingga tubuh kita terkondisi untuk memberikan penghayatan yang tetap
menenangkan walaupun mengalami kejadian yang sebelumnya menimbulkan
ketegangan.
Sedangkan pelatihan relaksasi neuromuscular terdiri dari latihan sitematis
terhadap otot dan komponen-komponen system syaraf yang mengendalikan
aktifitas otot, untuk mengurangi ketegangan dalam otot sehingga dapat
mengurangi ketegangan yang nyata dari tubuh kita..
4. Teknik penenangan melalui aktifitas fisik
Teknik ini berfungsi untuk menggunakan sampai habis hasil-hasil sres
yang diproduksi oleh katekutan maupun ancaman, atau mengubah sistem hormon
dan syaraf kita ke dalam sikap mempertahankan. Dan dapat juga menurunkan
reaktifitas kita terhadap stres di masa mendatang dengan mengondisikan relaksasi.
Selain itu juga perasaan sehat, tenang ,dan ringan (transcendence) yang timbul
setelah melakukan aktifitas fisik.
63
Aktifitas fisik dapat dilakukan sebelum dan sesudah terjadinya stres.
Aktifitas dapat dilakukan dengan senam kesegeran badan, jogging, berjalan santai
di pagi hari, dan sebagainya. Apabila aktifitas fisik dilakukan secara teratur, dapat
membantu kita menjadi lebih tahan terhadap stres.
Selain cara pencegahan dan pengendalian stres yang telah disebutkan, ada lagi
cara pencegahan dan pengendalian stres lainnya yaitu dengan melakukan manajemen
diri. Menurut Prijosaksono dan Mardiyanto (2003) yang dikutip dalam
Yudhaningrum (2009), manajemen diri merupakan suatu mekanisme untuk dapat
mengendalikan risiko dari dampak stres kerja, membuat individu dapat menghadapi
dan mengendalikan realita kehidupan dan keberadaan diri yang terdiri atas tubuh
fisik, emosi, mental, maupun pikirannya.
Manajemen diri adalah suatu usaha yang dilakukan oleh individu untuk
mengendalikan hal-hal yang berlebihan dalam pengambilan keputusan maupun
perilakunya, yang dapat digambarkan sebagai seperangkat strategi kognitif dan
perilaku yang membantu individu dalam mendesain lingkungannya, membentuk
motivasi diri, dan membentuk perilaku yang tepat khususnya dalam mengantisipasi
dan mengelola dengan baik tekanan-tekanan yang dapat menimbulkan stres di
tempat kerja (Yudhaningrum, 2009). Hal ini didukung oleh hasil penelitian
Yudhaningrum (2009) yang mendapatkan bahwa pekerja yang telah mendapatkan
pelatihan manajemen diri tingkat stres kerja pada pekerja mengalami penurunan.
Teknik manajemen diri ada berbagai macam caranya. Menurut Manz (1986)
yang dikutip dalam Yudhaningrum (2009), teknik manajemen diri diantaranya yaitu:
64
1. Standard-setting, menentukan sasaran, target tingkah laku atau prestasi yang
hendak dicapai. Bila tujuan telah ditetapkan, seseorang akan lebih fokus pada
bagaimana tujuan tersebut dapat dicapai, misalnya seorang wanita karir yang
memiliki rencana dan tujuan yang mantap akan dapat mencapai kesuksesan
dalam pekerjaannya.
2. Self monitoring, dapat dilakukan dengan cara mencatat atau membuat grafik
sehingga perubahan data dapat dilihat individu yang bersangkutan dan
berfungsi sebagai insentif atau penguat (reinforcer), contohnya seorang
karyawan memiliki sebuah catatan khusus yang digunakan untuk memantau
perkembangan pekerjaannya, biasanya orang tersebut akan lebih cepat
berkembang di bidangnya.
3. Self evaluation, dalam tahap ini, individu yang bersangkutan mengevaluasi
kembali perkembangan rencana kerjanya, misalnya seorang karyawan
mengevaluasi hasil kerjanya apakah sudah memenuhi target atau belum,
karena bila belum, maka dia dapat memperbaiki diri agar targetnya dapat
terpenuhi, misalnya urusan pengambilan keputusan menghambat pencapaian
target pekerjaan, maka karyawan tersebut dapat berusaha menyesuaikan dan
memperbaiki diri, seperti mencari cara yang menyelesaikan pekerjaan tepat
pada waktunya tanpa terganggu pengambilan keputusannya.
4. Self reinforcement, teknik menghargai diri sendiri secara positif, seperti
member penilaian atau penghargaan terhadap apa yang telah dilakukan,
misalnya seorang pekerja melakukan penilaian atas hasil kerjanya dan cara
65
pengambilan keputusannya, bila targetnya terpenuhi, maka dirinya dapat
menghadiahi diri sendiri sebagai imbalan atas usaha yang telah dilakukan.
I. Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penelitian ini mengacu pada teori menurut National Safety
Council (2004) bahwa faktor-faktor penyebab stres kerja terdiri dari faktor
organisasional, faktor individual, dan faktor lingkungan. Faktor organisasional terdiri
dari otonomi kerja, kuota (beban) yang tidak logis, relokasi pekerjaan, pelatihan,
karir yang melelahkan, hubungan buruk dengan majikan, perkembangan teknologi,
bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji, dan pekerja dikorbankan
(penurunan laba yang didapat). Faktor individual terdiri dari pertentangan antara
karir dan keluarga, ketidakpastian ekonomi, kurangnya penghargaan, kejenuhan
kerja, perawatan anak yang tidak adekuat, dan hubungan dengan rekan kerja. Faktor
lingkungan terdiri dari kondisi lingkungan kerja, diskriminasi ras, pelecehan seksual,
kekerasan di tempat kerja, dan kemacetan.
66
Bagan 2.2
Kerangka Teori Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja
Sumber: National Safety Council (2004)
Faktor Organisasi
kurangnya otonomi kerja
beban kerja
relokasi pekerjaan
pelatihan
karir yang melelahkan
hubungan dengan majikan
perkembangan teknologi
bertambahnya tanggung jawab
tanpa bertambahnya gaji
pekerja dikorbankan
(penurunan laba yang didapat)
Faktor Individu
pertentangan karir-keluarga
ketidakpastian ekonomi
kurangnya penghargaan
kejenuhan kerja
perawatan anak yang tidak
adekuat
hubungan dengan rekan kerja
Faktor Lingkungan
kondisi lingkungan kerja
diskriminasi ras
pelecehan seksual
kekerasan di tempat kerja
kemacetan
Stres Kerja
67
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep ini mengacu pada kerangka teori menurut National Safety
Council (2004) bahwa faktor-faktor penyebab stres kerja terdiri dari faktor
organisasional, faktor individual, dan faktor lingkungan. Faktor organisasional terdiri
dari otonomi kerja, beban yang kerja, relokasi pekerjaan, pelatihan, karir yang
melelahkan, hubungan dengan majikan, perkembangan teknologi, bertambahnya
tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji, dan pekerja dikorbankan (penurunan laba
yang didapat). Faktor individual terdiri dari pertentangan antara pekerjaan dan
keluarga, ketidakpastian ekonomi, penghargaan, kejenuhan kerja, dan perawatan
anak. Faktor lingkungan terdiri dari kondisi lingkungan kerja, diskriminasi ras,
pelecehan seksual, kekerasan di tempat kerja, dan kemacetan.
Namun ada beberapa variabel yang tidak dimasukkan ke dalam konsep penelitian
ini. Variabel otonomi kerja tidak dimasukkan karena dari studi pendahuluan peneliti,
variabel otonomi kerja datanya tidak bervariasi (bersifat homogen). Variabel pekerja
dikorbankan (penurunan laba yang didapat) tidak di masukkan karena penelitian ini
dilakukan di lingkungan masyarakat yang jenis dan tempat kerjanya berbeda-beda
antara satu responden dengan responden lainnya. Selain itu, peneliti merasa kesulitan
untuk mengetahui kebenaran responden menjadi korban akibat penurunan laba
68
perusahaan karena terbatasnya waktu penelitian. Variabel diskriminasi ras tidak
dimasukkan karena salah satu tujuan pembangunan pembangunan nasional di
Indonesia adalah penghapusan diskriminasi ras, yang saat ini keberhasilan
pencapaiannya mulai dirasakan masyarakat di Indonesia.
Bagan 3.1
Kerangka Konsep Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja
Faktor Organisasional
Beban kerja
Kondisi relokasi pekerjaan
Pelatihan Kerja
Karir
Hubungan dengan atasan/majikan
Perkembangan teknologi
Bertambahnya tanggung jawab
tanpa bertambahnya gaji
Faktor Individual
Pertentangan pekerjaan-keluarga
Ketidakpastian ekonomi
Penghargaan kerja
Kejenuhan kerja
Perawatan anak
Hubungan dengan rekan kerja
Faktor Lingkungan
Kondisi lingkungan kerja
Pelecehan seksual
Kekerasan di tempat kerja
Kemacetan
Stres Kerja
69
B. Definisi Operasional
1. Faktor Dependen
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Dependen
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Stres Kerja Respon responden
berdasarkan
kuesioner gejala
stres yang terdiri
dari fisiologis,
psikologis dan
perilaku.
Wawancara Kuesioner
(Karoley,
1985 dalam
Airmayanti,
2010).
0. ≥ 16 (stres)
1. 0-15
(Tidak Stres)
Ordinal
1. Faktor Independen
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Dependen
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat
Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
Faktor Organisasional
1. Beban Kerja Persepsi yang dirasakan
responden terhadap beban
kerja dibandingkan dengan
kemampuan yang dimiliki,
yang terbagi dalam: (Every
dan Giordano, 1980 dalam
Munandar, 2008)
1. Beban kerja berlebih
kuantitatif: beban kerja
yang harus diselesaikan
dalam waktu tertentu
2. Beban kerja berlebih
kualitatif: beban kerja
dimana pekerja sulit
dalam menyelesaikannya
Wawancara Kuesioner 0. Berat
(total skor < 3)
1. Ringan
(total skor ≥ 3)
Ordinal
70
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat
Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
2. Kondisi
relokasi
(mutasi)
pekerjaan
Persepsi kesesuaian
responden terhadap
pemindahan kerjanya dari
tempat kerja lama menuju
tempat kerja baru dengan
tanggung jawab yang sama
ataupun berubah.
Wawancara Kuesioner 0. Tidak Sesuai
1. Sesuai
Ordinal
3. Pelatihan Kerja Persepsi responden
terhadap kegiatan
pembelajaran teori maupun
praktek yang
didapatkannya untuk bisa
memudahkan responden
melakukan pekerjaannya.
Wawancara Kuesioner 0. Kurang
(responden tidak
pernah
mendapatkan
pelatihan atau
responden pernah
mendapatkan
pelatihan dan
masih merasa
sulit dalam
mengerjakan
pekerjaannya),
1. Cukup
(responden
pernah
mendapatkan
pelatihan dan
merasa mudah
dalam
mengerjakan
pekerjaannya),
Ordinal
4. Karir Persepsi responden
terhadap peluang yang
kecil untuk mendapatkan
promosi maupun promosi
lebih: (Munandar, 2008)
1. Promosi kurang: keadaan
Wawancara Kuesioner 0. Tidak
Meningkat
(total skor < 4)
1. Meningkat
(total skor ≥ 4)
Ordinal
71
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat
Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur tidak mengijinkan maupun
karena mungkin dilupakan
2. Promosi lebih: merasa
terlalu dini untuk
dipromosikan
5. Hubungan
dengan atasan
atau majikan
Persepsi responden
terhadap dukungan terkait
pekerjaan dari
atasan/majikan terhadap
dirinya.
Wawancara Kuesioner 0. Buruk
1. Baik
Ordinal
6. Perkembangan
teknologi
Persepsi kemampuan yang
dirasakan oleh responden
untuk menguasai inovasi
teknologi termasuk
perlatan dan cara kerja
baru.
Wawancara Kuesioner 0. Tidak mampu
mengikuti
1. Mampu
mengikuti
Ordinal
7. Bertambahnya
tanggung jawab
tanpa
pertambahan
gaji
Persepsi responden
mengenai ketidaksesuaian
hasil yang diterima
responden berupa uang
atau kemudahan fasilitas
yang diberikan oleh pihak
perusahaan atau organisasi
atau majikan sebagai
kompensasi terhadap
pertambahan tanggung
jawab kerja atau usaha
yang telah dilakukannya.
Wawancara Kuesioner 0. Ya
1. Tidak
Ordinal
Faktor Individu 8. Pertentangan
antara
pekerjaan
dengann
keluarga
Persepsi responden yang
dirasa mengganggu akibat
tuntutan peran pekerjaan
dengan dukungan dari
keluarga yang tidak dapat
berjalan secara harmonis.
Wawancara Kuesioner 0. Terganggu
(total skor < 3)
1. Tidak
terganggu
(total skor ≥ 3)
Ordinal
9. Ketidakpastian
ekonomi
Persepsi responden
mengenai keadaan
Wawancara Kuesioner 0. Terganggu (penghasilan
Ordinal
72
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat
Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur ekonomi yang kurang
maupun sulit untuk
memenuhi kebutuhan
hidupnya.
responden tidak
tetap tiap
bulannya atau
jika responden
berpenghasilan
tetap tapi dirasa
tidak dapat
memenuhi
kebutuhan tiap
bulannya)
1. Tidak
terganggu (Responden
berpenghasilan
tetap dan dapat
mencukupi
kebutuhan/bulan
nya)
10. Penghargaan
kerja
Persepsi dan pengalaman
responden dalam
mendapatkan pemberian
yang dimaksudkan untuk
menghargai jasa atau
prestasi responden
Wawancara Kuesioner 0. Kurang
1. Sepadan
Ordinal
11. Kejenuhan
kerja
Pengalaman responden
terhadap suatu keadaan
yang dirasa membosankan
/tidak disukai dengan
pekerjaan yang selalu sama
maupun terlalu sering
sepanjang tahun. (NSC
(2004) dan Saragih (2008))
Wawancara Kuesioner 0. Ya
1. Tidak
Ordinal
12. Perawatan anak Persepsi kemampuan
responden dalam
mengasuh anaknya dengan
baik
Wawancara Kuesioner 0. Tidak Adekuat
(perawatan
anak belum
baik akibat
pekerjaan)
1. Adekuat
(perawatan
anak sudah
baik)
Ordinal
73
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat
Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
13. Hubungan
dengan rekan
kerja
Persepsi responden
terhadap hubungan yang
tidak baik dialami
responden dengan satu atau
lebih kelompok kerja yang
masih ada hubungannya
dengan pekerjaan
responden.
Wawancara Kuesioner 0. Buruk
1. Baik
Ordinal
Faktor Lingkungan
14. Kondisi
lingkungan
kerja
Persepsi responden
mengenai kondisi fisik
lingkungan kerja baik
berupa keramaian maupun
kondisi sirkulasi tempat
kerja yang mengganggu
kenyamanan responden
dalam bekerja.
Wawancara Kuesioner 0. Buruk
(total skor <3)
1. Baik
(total skor ≥ 3)
Ordinal
15. Pelecehan
seksual
Pengalaman responden
berupa kontak atau
komunikasi yang
berhubungan dengan seks
yang dilakukan secara
sepihak dan tidak
diharapkan oleh responden
hingga menimbulkan
reaksi negatif seperti rasa
malu, marah, tersinggung
dan sebagainya pada diri
responden
Wawancara Kuesioner 0. Pernah
Mengalami
(terdapat ≥ 1
jawaban yang
menunjukkan
pernah
dialami)
1. Tidak Pernah
Mengalami
Ordinal
74
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat
Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
16. Kekerasan di
tempat kerja
Pengalaman terhadap
tindakan yang tidak
mengenakkan dalam
pekerjaan meliputi omelan,
kata-kata kasar,
penyerangan fisik, dan
penekanan psikologi yang
menggaggu responden
Wawancara Kuesioner 0. Pernah
Mengalami
(terdapat ≥ 1
jawaban yang
menunjukkan
pernah
dialami)
1. Tidak pernah
mengalami
Ordinal
17. Kemacetan Persepsi responden yang
dirasa mengganggu
perjalanannya saat berada
pada situasi
kepadatan jumlah
kendaraan yang membuat
kendaraan yang
digunakannya terhambat.
Wawancara Kuesioner 0. Terganggu
1. Tidak
Terganggu
Ordinal
C. Hipotesis 1. Ada hubungan antara beban kerja dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah
kecamatan Pamulang tahun 2013.
2. Ada hubungan antara kondisi relokasi pekerjaan dengan stres kerja wanita
bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.
3. Ada hubungan antara pelatihan kerja dengan stres kerja wanita bekerja di
wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.
4. Ada hubungan antara karir dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah
kecamatan Pamulang tahun 2013.
5. Ada hubungan antara hubungan dengan atasan/majikan dengan stres kerja wanita
bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.
75
6. Ada hubungan antara perkembangan teknologi dengan stres kerja wanita bekerja
di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.
7. Ada hubungan antara bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji
dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.
8. Ada hubungan antara pertentangan pekerjaan dan tanggung jawab keluarga
dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.
9. Ada hubungan antara ketidakpastian ekonomi dengan stres kerja wanita bekerja
di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.
10. Ada hubungan antara penghargaan kerja dengan stres kerja wanita bekerja di
wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.
11. Ada hubungan antara kejenuhan kerja dengan stres kerja wanita bekerja di
wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.
12. Ada hubungan antara perawatan anak dengan stres kerja wanita bekerja di
wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.
13. Ada hubungan antara hubungan dengan rekan kerja dengan stres kerja wanita
bekerja di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.
14. Ada hubungan antara kondisi lingkungan kerja dengan stres kerja wanita bekerja
di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.
15. Ada hubungan antara pelecehan seksual dengan stres kerja wanita bekerja di
wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.
16. Ada hubungan antara kekerasan di tempat kerja dengan stres kerja wanita bekerja
di wilayah kecamatan Pamulang tahun 2013.
17. Ada hubungan antara kemacetan dengan stres kerja wanita bekerja di wilayah
kecamatan Pamulang tahun 2013.
76
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan
desain potong lintang (cross sectional), karena penelitian ini dilakukan dengan
menganalisis dan melihat ada tidaknya hubungan antara variabel independen dan
dependen pada sampel dari suatu populasi yang diamati pada waktu yang sama.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2012 hingga bulan Mei 2013
bertempat di wilayah kecamatan Pamulang, kota Tangerang Selatan.
C. Populasi Dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita bekerja yang bertempat
tinggal di wilayah kecamatan Pamulang ,Tangerang Selatan. Pemilihan sampel
dipilih, dengan menggunakan metode cluster random sampling. Dari 8 kelurahan
yang ada di kecamatan Pamulang, masing-masing kelurahan dipilih rukun warga
(RW) secara cluster dengan metode random secara proporsional. Dari masing-
masing RW, responden dipilih secara random berdasarkan kerangka sampel yang
ada secara proporsional menurut kebutuhan.
77
Teknik random yang digunakan dalam pemilihan rukun warga (RW) yaitu
dengan cara menggulung setiap kertas yang memiliki luas permukaan, berat, jenis
dan kualitas kertas yang sama antara satu kertas dengan kertas lainnya serta setiap
kertas sudah dituliskan nomor RW sesuai dengan nomor RW yang ada sebenarnya,
kemudian setiap gulungan kertas tersebut dimasukkan ke dalam wadah gelas yang
tertutup dan hanya memiliki lubang kecil di tutupnya sebagai tempat keluarnya
gulungan kertas tersebut secara acak. Selain pemilihan rukun warga (RW), teknik
pemilihan sampel juga menggunakan cara yang sama. Hanya berbeda saat mengisi
setiap gulungan kertas, kertas diisi dengan nama-nama wanita bekerja yang ada di
setiap RW yang terpilih.
Jumlah sampel yang dibutuhkan berdasarkan dengan asumsi dari penelitian
sebelumnya yaitu bahwa proporsi pada populasi yang memiliki stress kerja akibat
tidak mendapat dukungan keluarga (P1) adalah 51,7% dan proporsi yang memiliki
kejadian stres kerja akibat mendapat dukungan keluarga (P2) adalah 26,8%. Pada
penelitian ini, peneliti menginginkan tingkat kepercayaan sebesar 95%, derajat
kemaknaan 5 % dan kekuatan uji 90%.
Rumus perhitungan sampel untuk uji hipotesis beda 2 proporsi
Keterangan :
n : Besar sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian
Z1-α/2 : Derajat kepercayaan, CI 95% = 1,96, α = 5% (two tail)
Z1-β : kekuatan uji 90%
P : Rata-rata proporsi pada populasi {(P1 + P2)/2}
n = [ Z1-/2 2 P (1-P) + Z1- P1 (1-P1) + P2 (1-P2) ]2
(P1-P2)2
78
P1 : Proporsi pada populasi yang memiliki stress kerja akibat tidak mendapat
dukungan keluarga (P1) adalah 51,7%.
P2 : Proporsi yang memiliki kejadian stress kerja akibat mendapat dukungan
keluarga (P2) adalah 26,8%.
Tabel 4.1
Populasi Sampel Penelitian Terdahulu
No Hubungan
Variabel Indikator Pv P1 P2 Α β Hasil
1. Beban kerja
dg stres
(Saragih,
2008)
Berat
Ringan 0,006 0,513 0,194
10
80
26
5 34
1 50
10
90
36
5 45
1 63
2. Mutasi dg
stres
(Saragih,
2008)
Mutasi tidak
sesuai
Mutasi sesuai
0,002 0,559 0,194
10
80
20
5 26
1 39
10
90
28
5 35
1 49
3. Karir
perawat dg
stres
(Saragih,
2008)
Tidak
meningkat
Meningkat 0,000 0,633 0,175
10
80
13
5 16
1 25
10
90
17
5 22
1 31
4. Dukungan
keluarga
perawat
dg stres
(Saragih,
2008)
Tidak
mendapat
dukungan
Mendapat
dukungan
0,034 0,517 0,268
10
80
46
5 59
1 87
10
90
63
5 78
1 111
5. Kejenuhan
perawat dg
stres
Jenuh
Tidak jenuh 0,008 0,529 0,222
10
80
29
5 37
1 56
10 90 40
79
No Hubungan
Variabel Indikator Pv P1 P2 Α β Hasil
(Saragih,
2008)
5 50
1 70
6. Kepuasan
terhadap gaji
dg stres
(Nugrahani,
2008)
Baik
Buruk
0,018 0,714 0,597
10
80
202
5 257
1 379
10
90
279
5 344
1 484
7. Rutinitas
kerja dg stres
(Airmayanti,
2010)
Tidak
membosankan
Membosankan 0,026 0,320 0,552
10
80
55
5 70
1 104
10
90
76
5 93
1 132
8. Dukungan
sosial dari
rekan kerja
dg stres
(Nugrahani,
2008)
Baik
Buruk
0,000 0,745 0,528
10
80
59
5 76
1 112
10
90
82
5 101
1 142
9. Dukungan
sosial dari
supervisor dg
stres
(Nugrahani,
2008)
Baik
Buruk
0,017 0,673 0,588
10
80
395
5 504
1 744
10
90
548
5 675
1 984
10. Promosi
kerja dengan
stres kerja
(Yunus,
2011)
Buruk
Baik
1,00 0,75 0,25
10
80
11
5 14
1 27
10
90
15
5 19
1 27
11. Kepuasan
gaji dengan
stres kerja
Buruk
Baik 0,451 0,583 0,417
10
80
90
5 117
1 179
10
90
116
5 147
1 216 Sumber: Hasil Perhitungan Sampel Berdasarkan Rumus Uji Hipotesis Beda Dua Proporsi, Ariawan (2009) terhadap
Hasil Analisis bivariat penelitian Nugrahani (2008), Saragih (2008), Airmayanti (2010), dan Yunus (2011)
80
Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus uji hipotesis dua proporsi
diatas, diperoleh besar sampel sebesar 78 orang. Dari hasil tersebut di hitung
kembali berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian Harlen Saragih
(2008) didapatkan responden yang tidak mengalami stres sebesar 62,9%. Maka
perhitungan sampelnya sebagai berikut:
78 = 62,9/100x N
N = 78X 100/62,9
N = 124
Berdasarkan hasil penghitungan tersebut maka sampel yang akan diambil
dalam penelitian ini yaitu sebesar 124 sampel pada wanita bekerja. Karena
penggunaan metode sampling dalam penelitian ini berupa cluster random sampling,
mengakibatkan sampel dikalikan dua menjadi 248 sampel.
D. Instrumen Penelitian
1. Uji Coba
Questioner dilakukan uji coba terlebih dahulu sebelum digunakan dalam
penelitian. Dari hasil uji coba, questioner tersebut dilakukan perbaikan.
Pertanyaan-pertanyaan pada setiap variabel dalam questioner yang telah diisi
dilakukan uji validitas dan uji realibitas. Uji coba questioner dilakukan kepada
sampel yang memiliki karakteristik serupa dengan wanita bekerja di wilayah
kecamatan Pamulang, kota Tangerang Selatan.
81
2. Questioner
Isi questioner memuat pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan
variabel independen, meliputi penyebab organisasional (beban kerja, relokasi
pekerjaan, pelatihan kerja, karir, hubungan dengan majikan, perkembangan
teknologi, bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji), penyebab
Individual (pertentangan pekerjaan-keluarga, ketidakpastian ekonomi,
penghargaan kerja, kejenuhan kerja, perawatan anak, hubungan dengan rekan
kerja), penyebab Lingkungan (kondisi lingkungan kerja, pelecehan seksual,
kekerasan di tempat kerja, kemacetan) serta pertanyaan yang berisi indikator
dalam menentukan stres kerja.
3. Scoring
a) Variabel stres kerja
Variabel dependen (stres kerja) diukur dengan indikator yang telah
ditetapkan sesuai dengan metode self report measurement yang dapat untuk
mengukur tingkat stres. Metode self report measurement menggunakan
sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan adanya perubahan fisiologis,
psikologi dan perilaku yang dapat dijawab dengan jawaban tidak pernah
(skor 0), kadang-kadang diberi (skor 1) dan sering diberi (skor 2). Dimana
perubahan fisiologis, psikologi dan perilaku yang digunakan berdasarkan
pendekatan yang dilakukan oleh Karoley (1985) (dalam Airmayanti, 2010).
Hasil skornya adalah total skor seluruh jawaban responden kemudian
dikategorikan menjadi 2, yaitu stres ( ≥16) dan tidak stres (<16).
82
b) Variabel penyebab stres kerja
1) Beban Kerja
Semakin tinggi skor, maka beban kerja yang didapat semakin terasa
ringan dan sebalikya apabila semakin rendah skor maka beban wanita
bekerja semakin berat.
Berat : skor < 3
Ringan : skor ≥ 3
2) Pelatihan Kerja
Jika responden tidak pernah mendapatkan pelatihan atau responden
pernah mendapatkan pelatihan dan masih merasa sulit dalam mengerjakan
pekerjaannya, maka responden merasa kurang mendapatkan pelatihan
untuk pekerjaannya. Sedangkan jika responden pernah mendapatkan
pelatihan dan merasa mudah dalam mengerjakan pekerjaannya maka
responden merasa telah mendapatkan pelatihan yang cukup untuk
pekerjaannya.
3) Karir
Semakin tinggi skor, maka karir yang didapat semakin terasa tidak
melelahkan dan sebalikya apabila semakin rendah skor maka karir wanita
bekerja semakin melelahkan.
Tidak Meningkat : skor < 4
Meningkat : skor ≥ 4
83
4) Pertentangan antara pekerjaan dan tanggung jawab keluarga
Semakin tinggi skor, maka pekerjaan responden semakin terasa tidak
terganggu terhadap tanggung jawab keluarga dan sebalikya apabila
semakin rendah skor maka tanggung jawab keluarga semakin terasa
mengganggu pekerjaannya.
Terganggu : skor < 3
Tidak terganggu : skor ≥ 3
5) Ketidakpastian Ekonomi
Jika penghasilan responden tidak tetap setiap bulannya atau jika
responden berpenghasilan tetap tetapi dirasa tidak dapat memenuhi
kebutuhan setiap bulannya, maka ketidakpastian ekonomi semakin terasa
mengganggu. Dan jika responden berpenghasilan tetap dan dapat
mencukupi kebutuhan tiap bulannya, maka ketidakpastian ekonomi
semakin terasa tidak mengganggu.
6) Kondisi Lingkungan Kerja
Semakin tinggi skor, maka kondisi lingkungan kerja responden semakin
baik dan sebalikya apabila semakin rendah skor maka kondisi lingkungan
kerja responden semakin buruk.
Buruk : skor < 3
Baik : skor ≥ 3
84
7) Pelecehan seksual
Apabila ada salah satu /lebih jawaban “0.Ya” yang diisi oleh
responden, maka responden pernah menngalami pelecehan seksual dari
rekan ataupun atasan kerja. Apabila semua jawaban diisi “1.Tidak”, maka
responden tidak pernah mengalami pelecehan seksual dari rekan ataupun
atasan kerja.
8) Kekerasan di tempat kerja
Apabila ada salah satu /lebih jawaban “0. Ya” yang diisi oleh
responden, maka responden pernah mendapatkan tindakan kekerasan dari
rekan ataupun atasan kerja di tempat kerjanya. Apabila diisi jawaban “1.
Tidak” semuanya, maka responden tidak pernah mendapatkan tindakan
kekerasan dari rekan ataupun atasan kerja di tempat kerjanya.
E. Jenis Data
Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber asli. Data primer
diperoleh secara langsung dari hasil jawaban kuesioner yang telah diisi oleh
responden, mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja.
2. Data sekunder
Data sekunder yang digunakan diperoleh dari data yang sudah diolah oleh
Badan Pusat Statistik (BPS), kelurahan se-kecamatan Pamulang dan pemerintah
Kota Tangerang Selatan.
85
F. Pengolahan Data
Seluruh data primer yang terkumpul akan diolah untuk dapat mengahsilkan
informasi yang benar melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. Editing
Dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan ketepatan pengisian lembar
kuesioner. Pemeriksaan ini dilakukan pada saat di lapangan.
2. Coding
Kegiatan coding ini dilakukan untuk mempermudah pada saat menganalisis
data dan mempercepat kegiatan entry data. Coding pada penelitian ini dilakukan
pada saat pengisian kuesioner dan pada saat memasukan data ke komputer.
3. Entry data
Meng-entry data dari kuesioner dengan menggunakan program komputer.
4. Cleaning data
Memeriksa kembali data yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak.
G. Analisa Data
1. Analisis univariat
Teknik analisis ini bertujuan untuk memperoleh gambaran distribusi
frekuensi besarnya proporsi dari variabel dependen dan variabel independen
yang disajikan secara deskriptif.
2. Analisis Bivariat
Bertujuan untuk memperoleh gambaran hubungan antara variabel-variabel yang
berhubungan dengan stress kerja dengan kejadian stress kerja pada pekerja
wanita di wilayah kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan tahun 2012. Pada
86
analisis ini dilakukan dengan menggunakan uji chi-square. Metode ini digunakan
untuk mendapatkan probabilitas kejadiannya. Uji chi-square hanya untuk
mendapatkan gambaran ada/tidak perbedaan proporsi antara kelompok atau
hubungan 2 variabel kategorik. Dengan derajat kemaknaan 5%, jika Pvalue >
0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan yang
bermakna antara kedua variabel tersebut. Sebaliknya jika Pvalue ≤ 0,05 maka Ho
ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara
kedua variabel tersebut.
87
BAB V
HASIL
A. Gambaran Kecamatan Pamulang
Kecamatan Pamulang adalalah salah satu dari 7 kecamatan di Tangerang selatan.
Kecamatan Pamulang memiliki luas wilayah terluas kedua di Tangerang Selatan
yaitu sebesar 26,82 km2 dan merupakan kecamatan yang memiliki penduduk
terpadat kedua di Tangerang Selatan. Kecamatan Pamulang terdiri dari 8 kelurahan
yang keseluruhannya berjumlah 152 RW, penduduk perempuan di kecamatan
Pamulang dari tahun 2010-2011 mengalami mengalami peningkatan sebanyak 6.608
jiwa, sedangkan penduduk perempuan usia 15-64 tahun pada tahun 2010-2011
mengalami peningkatan sebanyak 5.403 jiwa.
Tabel 5.1
Jumlah Penduduk di Wilayah Kecamatan Pamulang
berdasarkan Jenis Kelamin dan Tahun
Jenis kelamin
Tahun
2010 2011
Laki-Laki 144.898 151.104
Perempuan 141.372 147.980
Total 286.270 286.607
Sumber: BPS Tangsel
88
Tabel 5.2
Jumlah Penduduk Perempuan di Wilayah Kecamatan Pamulang menurut
Umur Angkatan Kerja dan Tahun
Umur
Tahun
2010 2011
15-64 100.733 106.136
Sumber: BPS Tangsel
Batas wilayah Kecamatan Pamulang:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur
2. Sebelah timur berbatasan dengan Kota Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta
3. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok
Provinsi Jawa Barat
4. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Serpong
Letak geografis Kecamatan Pamulang yang berbatasan dengan kota Jakarta
Selatan provinsi DKI Jakarta di sebelah timur dan berbatasan dengan kabupaten
Bogor dan kota Depok provinsi Jawa Barat di sebelah selatan menjadi salah satu
wilayah penyangga dan penghubung antara provinsi DKI Jakarta dengan provinsi
Banten dan Jawa Barat memberi banyak peluang pekerjaan bagi penduduknya.
.
89
B. Gambaran Stres Kerja
Variabel dependen (stres kerja) diukur dengan menggunakan sejumlah
pertanyaan yang intensitas perubahan fisiologis, psikologi dan perilaku yang dialami
seseorang. Hasil total skor seluruh jawaban responden dikategorikan menjadi 2,
yaitu jika diperoleh total skor jawaban ≥16 dapat dikategorikan sebagai stres dan jika
diperoleh total skor jawaban 1-15 dapat dikategorikan sebagai tidak stres.
Tabel 5.3 Distribusi Responden berdasarkan Stres Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Stres Kerja Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Stres 132 53,2
Tidak Stres 116 46,8
Jumlah 248 100
Distribusi responden berdasarkan hasil penelitian yang tercantum dalam tabel
5.3, diketahui bahwa tidak semua responden mengalami stres. Sebagian besar
responden mengalami stres, sisanya responden tidak mengalami stres.
C. Gambaran Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor-Faktor
Penyebab Stres Kerja
1. Faktor Organisasional
a. Beban Kerja
Tabel 5.4 Distribusi Responden berdasarkan Beban Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Beban Kerja Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Berat 84 33,9
Ringan 164 66,1
Jumlah 248 100
90
Variabel beban kerja diukur menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang
berkaitan dengan beban kerja yang dirasakan dalam pekerjaan responden.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
memiliki beban kerja yang ringan. Terkait beban kerja responden, paling
banyak dirasakan adalah dirinya dituntut untuk bekerja dengan cepat dan
tepat. Selain itu pekerjaan di luar tugas pokoknya dirasa terlalu berat bagi
responden juga banyak dirasakan oleh responden.
b. Relokasi Pekerjaan
Tabel 5.5 Distribusi Responden berdasarkan Relokasi Pekerjaan
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Relokasi Pekerjaan Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Pernah
Tidak Pernah
175
73
70,6
29,4
Total 248 100
Dari hasil penelitian diketahui bahwa tidak semua responden pernah
mendapat relokasi pekerjaan, yaitu dari total 248 responden ada 73 orang
atau 29,4% yang tidak pernah mengalami relokasi dalam pekerjaannya.
91
Tabel 5.6
Distribusi Responden berdasarkan Kondisi Relokasi Pekerjaan
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Kondisi Relokasi Pekerjaan Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Tidak Sesuai
Sesuai
63
112
36
64
Total 175 100
Responden yang merasa sesuai dengan pekerjaannya setelah dirinya
mendapat relokasi pekerjaan lebih banyak dibandingkan dengan responden
yang merasa tidak sesuai setelah dirinya mendapat relokasi pekerjaan.
c. Pelatihan Kerja
Tabel 5.7
Distribusi Responden berdasarkan Pelatihan Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Pelatihan Kerja Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Kurang
Cukup
92
156
37,1
62,9
Total 248 100
Dari hasil jawaban responden terhadap pertanyaan-pertanyaan yang
menyatakan bagaimana kecukupan pelatihan kerja responden dalam
pekerjaannya, diketahui bahwa responden yang sudah mendapatkan pelatihan
kerja yang cukup ada lebih banyak jumlahnya daripada responden yang
kurang dalam mendapatkan pelatihan kerja untuk memudahkan dirinya
dalam menjalankan pekerjaanya.
92
d. Karir
Tabel 5.8
Distribusi Responden berdasarkan Jenjang Karir
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Jenjang Karir Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Ada
Tidak Ada
170
78
68,5
31,5
Total 248 100
Tidak semua responden memiliki jenjang karir dalam pekerjaannya, dari
248 responden ada sebanyak 78 orang atau 31,5% yang tidak memiliki
jenjang karir dalam pekerjaannya.
Tabel 5.9
Distribusi Responden berdasarkan Karir
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Karir Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Tidak Meningkat
Meningkat
116
54
68,2
31,8
Total 170 100
.
Berdasarkan hasil penelitian variabel karir melalui pertanyaan-pertanyaan
yang berkaitan dengan kepuasan jenjang karir responden dalam
pekerjaannya, didapatkan bahwa sebagian besar responden merasa karirnya
tidak meningkat.
.
93
e. Hubungan dengan Atasan/ Majikan
Tabel 5.10
Distribusi Responden berdasarkan Atasan/majikan
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Atasan/majikan Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Memiliki Atasan/Majikan
Tidak Memiliki Atasan/majikan
219
29
88,3
11,7
Total 248 100
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam penelitian ini tidak semua
responden memiliki atasan/majikan, dari total 248 responden ada 29 orang
atau 11,7% yang tidak memiliki atasan/majikan.
Tabel 5.11
Distribusi Responden berdasarkan Hubungan dengan Atasan/Majikan
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Hubungan dengan
Atasan/majikan
Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Buruk
Baik
8
211
3,7
96,3
Total 219 100
Responden yang merasa memiliki hubungan yang buruk dengan
atasan/majikannya lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan responden
yang merasa memiliki hubungan yang baik dengan atasan/majikannya.
94
f. Perkembangan Teknologi
Tabel 5.12
Distribusi Responden berdasarkan Kemampuan Mengikuti Perkembangan
Teknologi Wanita Bekerja di Wilayah di Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Perkembangan Teknologi Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Tidak Mampu Mengikuti
Mampu Mengikuti
45
203
18,1
81,9
Total 248 100
Berdasarkan hasil pada tabel 5.12, diketahui bahwa sebagian besar
responden merasa mampu mengikuti perkembangan teknologi yaitu sebanyak
203 orang atau 81,9%.
g. Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Pertambahan Gaji/ Pendapatan
Tabel 5.13
Distribusi Responden berdasarkan Perkembangan Pertambahan
Tanggung Jawab tanpa Pertambahan Gaji/Pendapatan Wanita Bekerja
di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Pertambahan Tanggung Jawab tanpa
Pertambahan Gaji/Pendapatan
Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Ya
Tidak
80
168
32,3
67,7
Total 248 100
Responden yang merasa gaji/pendapatannya sesuai dengan bertambahnya
tanggung jawab yang harus dilaksanakan dalam pekerjaannya lebih banyak
responden yang merasa gaji/pendapatannya tidak sesuai dengan
bertambahnya tanggung jawab yang harus dilaksanakan dalam pekerjaannya ,
seperti yang tercantum pada tabel 5.13.
95
2. Faktor Individual
a. Pertentangan antara Pekerjaan dan Tanggungjawab Keluarga
Tabel 5.14
Distribusi Responden berdasarkan Pertentangan antara Pekerjaan dan
Tanggungjawab Keluarga Wanita Bekerja
di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Pertentangan Pekerjaan dengan
Tanggungjawab Keluarga
Jumlah
(n) Persentase
(%)
Terganggu
Tidak Terganggu
101
147
40,7
59,3
Total 248 100
Variabel pertentangan antara pekerjaan dengan tanggung jawab keluarga
diukur menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan
pertentangan antara Pekerjaan dan tanggung jawab keluarga. Berdasarkan
hasil penelitian, sebagian besar responden menyatakan tidak terganggu
adanya pertentangan antara pekerjaan dan tanggung jawab keluarga sebanyak
147 orang atau 59,3% dari 248 responden.
b. Ketidakpastian Ekonomi
Tabel 5.15
Distribusi Responden berdasarkan Ketidakpastian Ekonomi Wanita Bekerja
di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Ketidakpastian
Ekonomi
Jumlah
(n) Persentase
(%)
Terganggu
Tidak Terganggu
145
103
58,5
41,5
Total 248 100
96
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.15, responden sebagian besar
menyatakan terganggu dengan ketidakpastian ekonominya. Variabel
ketidakpastian ekonomi diukur menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang
berkaitan dengan pendapatan ekonomi responden dalam memenuhi
kebutuhan hidup. Yang paling banyak dirasakan oleh responden terkait
ketidakpastian ekonomi adalah penghasilan yang didapatkan responden tidak
tetap setiap bulannya.
c. Penghargaan Kerja
Tabel 5.16
Distribusi Responden berdasarkan Penghargaan Kerja yang Didapat
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Penghargaan Kerja Jumlah
(n) Persentase
(%)
Kurang
Sepadan
75
173
30,2
69,8
Total 248 100
Dari hasil penelitian pada tabel 5.16 diketahui bahwa sebagian besar
responden merasa penghargaan yang diterimanya sepadan dengan
pekerjaannya yaitu sebanyak 173 responden atau 69,8% dari 248 responden.
97
d. Kejenuhan Kerja
Tabel 5.17
Distribusi Responden berdasarkan Kejenuhan Kerja
Wanita Bekerja di Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Kejenuhan
Kerja
Jumlah
(n) Persentase
(%)
Ada
Tidak Ada
58
190
23,4
76,6
Total 248 100
Responden sebagian besar tidak merasa jenuh dalam pekerjaannya. Yaitu
ada sebanyak 190 orang atau 76,6%, seperti yang tercantum dalam pada tabel
5.17.
e. Perawatan Anak
Tabel 5.18
Distribusi Responden berdasarkan Kepemilikan Anak Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Anak Jumlah
(n) Persentase
(%)
Memiliki anak
Tidak/Belum Memiliki Anak
186
62
75
25
Total 248 100
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak semua responden
memiliki anak, yaitu sebanyak 62 orang atau 25% reponden.
98
Tabel 5.19
Distribusi Responden berdasarkan Perawatan Anak
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Perawatan Anak Jumlah
(n) Persentase
(%)
Tidak Adekuat
Adekuat
24
162
12,9
87,1
Total 186 100
Responden yang menyatakan adekuat dalam merawat anaknya lebih
banyak jumlahnya dibandingkan responden yang tidak adekuat dalam
merawat anaknya.
f. Hubungan dengan Rekan Kerja
Tabel 5.20
Distribusi Responden berdasarkan Hubungan dengan Rekan Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Hubungan dengan
Rekan Kerja
Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Buruk
Baik
8
240
3,2
96,8
Total 248 100
Dari hasil penelitian pada tabel 5.20 diketahui bahwa sebagian besar
responden merasa memiliki hubungan baik dengan rekan kerjanya.
Sebaliknya, hanya sedikit responden yang menyatakan bahwa dirinya
memiliki hubungan yang buruk dengan rekan kerjanya.
99
3. Faktor Lingkungan
a. Kondisi Lingkungan Kerja
Tabel 5.21
Distribusi Responden berdasarkan Kondisi Lingkungan Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Kondisi Lingkungan Kerja Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Buruk
Baik
69
179
27,8
72,2
Total 248 100
Variabel kondisi lingkungan kerja diukur menggunakan pertanyaan-
pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi fisik lingkungan kerja responden.
Berdasarkan hasil penelitian, kondisi lingkungan kerja responden sebagian
besar adalah baik. Yang paling banyak dirasakan tidak nyaman oleh
responden adalah kondisi keramaian tempat kerjanya, diikuti suhu
lingkungan/sirkulasi udara tempat kerja, dan kondisi house keeping
lingkungan kerja.
b. Pelecehan Seksual
Tabel 5.22
Distribusi Responden berdasarkan Pelecehan Seksual terhadap
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Pelecehan Seksual Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Pernah Mengalami
Tidak Pernah Mengalami
65
183
26,2
73,8
Total 248 100
100
Dari hasil penelitian pada tabel 5.22 diketahui bahwa sebagian responden
yang menyatakan tidak pernah mendapatkan perilaku pelecehan seksual dari
rekan kerja maupun atasan/ majikannya.
c. Kekerasan di Tempat Kerja
Tabel 5.23
Distribusi Responden berdasarkan Kekerasan di Tempat Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Kekerasan di Tempat Kerja Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Pernah Mengalami
Tidak Pernah Mengalami
32
216
12,9
87,1
Total 248 100
Responden dalam penelitian ini sebagian besar menyatakan tidak pernah
mendapatkan kekerasan di tempat kerja dari rekan kerja maupun
atasan/majikan, seperti yang tercantum pada tabel 5.23.
d. Kemacetan
Tabel 5.24
Distribusi Responden berdasarkan Kemacetan yang dialami Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Kemacetan Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Terganggu
Tidak Terganggu
160
88
64,5
35,5
Total 248 100
Dari hasil penelitian pada tabel 5.24 diketahui bahwa responden yang
merasa terganggu akibat kemacetan lebih banyak dibandingkan dengan
responden yang merasa tidak terganggu akibat kemacetan.
101
D. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja
Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji chi square dengan tingkat
kemaknaan 5%. Dari hasil analisis bivariat, menunjukkan bahwa beban kerja,
perkembangan teknologi, bertambahnya tanggung jawab tanpa pertambahan
gaji/pendapatan, ketidakpastian ekonomi, penghargaan kerja, kejenuhan kerja, dan
pelecehan seksual secara statistik memiliki hubungan bermakna dengan stres kerja.
Sedangkan relokasi kerja, pelatihan kerja, karir, hubungan dengan atasan/majikan,
pertentangan antara pekerjaan dan tanggung jawab keluarga, perawatan anak,
hubungan dengan rekan kerja, kondisi lingkungan kerja, kekerasan di tempat kerja
dan kemacetan tidak memiliki hubungan secara statistik dengan stres kerja.
1. Beban Kerja dengan Stres Kerja
Tabel 5.25
Distribusi Responden menurut Beban Kerja dan Stres Kerja Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Beban
Kerja
Stres Kerja
Pvalue Stres Tidak Stres Total
n % n % n %
Berat
Ringan
64
68
76,2
41,5
20
96
23,8
58,5
84
164
100
100 0,000
Total 132 53,2 116 46,8 248 100
Responden yang menyatakan beban kerja berat lebih banyak mengalami
stres, sedangkan responden yang menyatakan beban kerja ringan lebih banyak
tidak mengalami stres. Dari hasil uji chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,000,
dimana Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan ada hubungan bermakna antara beban
kerja dengan stres kerja yang dialami responden.
102
2. Relokasi Pekerjaan dengan Stres Kerja
Tabel 5.26
Distribusi Responden menurut Relokasi Pekerjaan dan Stres Kerja Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Relokasi
Pekerjaan
Stres Kerja
Pvalue Stres Tidak Stres Total
n % N % n %
Tidak Sesuai
Sesuai
36
60
57,1
53,6
27
52
42,9
46,4
63
112
100
100 0,766
Total 37 21,1 138 78,9 175 100
Untuk variabel relokasi pekerjaan ini, analisis bivariat hanya dilakukan
kepada responden yang pernah mengalami relokasi pekerjaan. Jumlah responden
yang menyatakan sesuai dengan relokasi pekerjaan yang dialaminya maupun
responden yang menyatakan tidak sesuai dengan relokasi pekerjaan yang
dialaminya sebagian besar sama-sama mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi
square diperoleh Pvalue sebesar 0,766, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan
bahwa kondisi relokasi pekerjaan tidak memiliki hubungan dengan stres yang
dialami responden.
3. Pelatihan Kerja dengan Stres Kerja
Tabel 5.27
Distribusi Responden menurut Pelatihan Kerja dan Stres Kerja Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Pelatihan
Kerja
Stres Kerja
Pvalue Stres Tidak Stres Total
n % n % n %
Kurang
Cukup
53
79
57,6
50,6
39
77
42,4
49,4
92
156
100
100 0,352
Total 132 53,2 116 46,8 248 100
103
Berdasarkan tabel 5.27 diketahui responden yang menyatakan kurang
dalam mendapatkan pelatihan kerja maupun responden yang menyatakan cukup
mendapat pelatihan kerja sebagian besarnya mengalami stres. Dari hasil uji
statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,352, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa pelatihan kerja tidak memiliki hubungan dengan stres yang
dialami responden.
4. Karir dengan Stres Kerja
Tabel 5.28
Distribusi Responden menurut Karir dan Stres Kerja Wanita Bekerja
di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Karir
Stres Kerja
Pvalue Stres Tidak Stres Total
N % n % n %
Tidak Meningkat
Meningkat
65
22
56,0
40,7
51
32
44,0
59,3
116
54
100
100 0,091
Total 87 51,2 83 48,8 170 100
Pada variabel karir ini, analisis bivariat hanya dilakukan kepada
responden yang memiliki jenjang karir di tempat bekerjanya. Dari tabel 5.28
diketahui responden yang menyatakan karirnya tidak meningkat lebih banyak
mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan karirnya meningkat
lebih banyak tidak mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh
Pvalue sebesar 0,091, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa karir tidak
memiliki hubungan bermakna dengan stres yang dialami responden.
104
5. Hubungan dengan Atasan/Majikan dengan Stres Kerja
Tabel 5.29
Distribusi Responden menurut Hubungan dengan Atasan/Majikan dan
Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Hubungan
Atasan/Majikan
Stres Kerja Pvalue
Stres Tidak Stres Total
n % n % n %
Buruk
Baik
5
112
62,5
53,1
3
99
37,5
46,9
8
211
100
100 0,727
Total 117 53,4 102 46,6 219 100
Untuk variabel ini, analisis bivariat hanya dilakukan kepada responden
yang memiliki atasan/majikan pada pekerjaannya. Berdasarkan tabel 5.29
diketahui jumlah responden yang menyatakan memiliki hubungan baik dengan
atasan/majikan dan responden yang menyatakan memiliki hubungan buruk
dengan atasan/majikannya lebih banyak yang mengalami stres. Dari hasil uji
statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,727, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa hubungan dengan atasan/majikan tidak memiliki hubungan
bermakna dengan stres yang dialami responden.
6. Perkembangan Teknologi dengan Stres Kerja
Tabel 5.30
Distribusi Responden menurut Perkembangan Teknologi dan Stres Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah di Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Perkembangan Teknologi
Stres Kerja
Pvalue Stres Tidak Stres Total
n % n % n %
Tidak Mampu Mengikuti
Mampu Mengikuti
31
101
68,9
49,8
14
102
31,1
50,2
45
203
100
100 0,031
Total 132 53,2 116 46,8 248 100
105
Responden yang menyatakan tidak mampu mengikuti perkembangan
teknologi lebih banyak mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan
mampu mengikuti perkembangan teknologi cenderung tidak mengalami stres.
Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,031, dimana Pvalue <
0,05. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan teknologi memiliki hubungan
bermakna dengan stres yang dialami responden.
7. Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Pertambahan Gaji/ Pendapatan
dengan Stres Kerja
Tabel 5.31
Distribusi Responden menurut Bertambahnya Tanggung Jawab tanpa
Pertambahan Gaji/Pendapatan dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah
Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Bertambahnya Tanggung
Jawab tanpa Pertambahan
Gaji/Pendapatan
Stres Kerja Pvalue
Stres Tidak Stres Total
n % n % n %
Ya
Tidak
53
79
66,2
47,0
27
89
33,8
53,0
80
168
100
100 0,007
Total 132 53,2 116 46,8 248 100
Berdasarkan tabel 5.31 diketahui responden yang menyatakan
bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji/pendapatan sebagian
besarnya mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan bertambahnya
tanggung jawab diiringi bertambahnya gaji/pendapatan cenderung tidak
mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,007,
dimana Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa bertambahnya tanggung jawab
tanpa bertambahnya gaji memiliki hubungan bermakna dengan stres yang
dialami responden.
106
8. Pertentangan antara Pekerjaan dengan Tanggung Jawab Keluarga dan
Stres Kerja
Tabel 5.32
Distribusi Responden menurut Pertentangan antara Pekerjaan dan
Tanggung Jawab Keluarga dan Stres Kerja Wanita Bekerja di Wilayah
Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Pertentangan antara
Pekerjaan dan Tanggung
Jawab Keluarga
Stres Kerja
Pvalue Stres Tidak Stres Total
n % n % n %
Terganggu
Tidak Terganggu
54
78
53,5
53,1
47
69
46,5
46,9
101
147
100
100 1,000
Total 132 53,2 116 46,8 248 100
Baik responden yang menyatakan terganggu maupun yang tidak
terganggu akibat pertentangan antara pekerjaan dengan tanggung jawab keluarga,
keduanya lebih banyak yang mengalami stres. Dari hasil uji chi square diperoleh
Pvalue sebesar 1,000,. Hal ini menunjukkan bahwa pertentangan antara pekerjaan
dengan tanggung jawab keluarga tidak memiliki hubungan bermakna dengan
stres yang dialami responden.
9. Ketidakpastian Ekonomi dengan Stres Kerja
Tabel 5.33
Distribusi Responden menurut Ketidakpastian Ekonomi dan Stres Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Ketidakpastian Ekonomi
Stres Kerja Pvalue
Stres Tidak Stres Total
n % n % n %
Terganggu
Tidak Terganggu
89
43
61,4
41,7
56
60
38,6
58,3
145
103
100
100 0,003
Total 132 21 116 46,8 248 100
Berdasarkan tabel 5.33 diketahui responden yang menyatakan terganggu
akibat ketidakpastian ekonomi sebagian besar mengalami stres, sedangkan
responden yang menyatakan tidak terganggu akibat ketidakpastian ekonomi
sebagian besarnya tidak mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square
107
diperoleh Pvalue sebesar 0,003, dimana Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa
ketidakpastian ekonomi memiliki hubungan bermakna dengan stres yang dialami
responden.
10. Penghargaan Kerja dengan Stres Kerja
Tabel 5.34
Distribusi Responden menurut Penghargaan Kerja dan Stres Kerja Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Penghargaan Kerja
Stres Kerja Pvalue
Stres Tidak Stres Total
n % n % n %
Kurang
Sepadan
51
81
68,0
46,8
24
92
32,0
53,2
75
173
100
100 0,003
Total 132 53,2 116 46,8 248 100
Responden yang menyatakan kurang mendapat penghargaan kerja
sebagian besar mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan
penghargaan kerja yang didapat sudah sepadan lebih banyak yang tidak
mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,003,
dimana Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan ada hubungan bermakna antara
penghargaan kerja dengan stres yang dialami responden.
108
11. Kejenuhan Kerja dengan Stres Kerja
Tabel 5.35
Distribusi Responden menurut Kejenuhan Kerja dan Stres Kerja Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Kejenuhan Kerja
Stres Kerja Pvalue
Stres Tidak Stres Total
n % n % n %
Ada
Tidak Ada
45
35
77,6
45,8
13
103
22,4
54,2
58
190
100
100 0,000
Total 132 53,2 116 46,8 248 100
Berdasarkan tabel 5.35 diketahui responden yang menyatakan jenuh
terhadap pekerjaannya sebagian besar mengalami stres, sedangkan responden
yang menyatakan tidak jenuh terhadap pekerjaannya cenderung tidak mengalami
stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,000, dimana
Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kejenuhan kerja memiliki hubungan
bermakna dengan tingkat stres yang dialami responden.
12. Perawatan Anak dengan Stres Kerja
Tabel 5.36
Distribusi Responden menurut Perawatan Anak dan Stres Kerja Wanita
Bekerja di Wilayah di Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Perawatan Anak
Stres Kerja
Pvalue Stres Tidak Stres Total
n % n % n %
Tidak Adekuat
Adekuat
16
80
66,7
49,4
8
82
33,3
50,6
24
162
100
100 0,173
Total 96 51,6 90 48,4 186 100
109
Untuk variabel perawatan anak, analisis bivariat hanya dilakukan kepada
responden yang sudah memiliki anak. Dari hasil penelitian pada tabel 5.36
diketahui responden yang menyatakan adekuat dalam merawat anaknya sebagian
besar tidak mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan tidak
adekuat dalam merawat anaknya cenderung mengalami stres. Dari hasil uji
statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,173, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa perawatan anak tidak memiliki hubungan bermakna dengan
stres yang dialami responden.
13. Hubungan Rekan Kerja dengan Stres Kerja
Tabel 5.37
Distribusi Responden menurut Hubungan Rekan Kerja dan Stres Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah di Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Hubungan Rekan Kerja
Stres Kerja
Pvalue Stres Tidak Stres Total
n % n % n %
Buruk
Baik
4
128
50,0
53,3
4
112
50,0
46,7
8
240
100
100 1,000
Total 132 53,2 116 46,8 248 100
Baik responden yang menyatakan memiliki hubungan buruk maupun
yang memiliki hubungan baik dengan rekan kerjanya, keduanya sama-sama lebih
banyak yang mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue
sebesar 1,000, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan
dengan rekan kerja tidak memiliki hubungan bermakna dengan tingkat stres yang
dialami responden.
110
14. Kondisi Lingkungan Kerja dengan Stres Kerja
Tabel 5.38
Distribusi Responden menurut Kondisi Lingkungan Kerja dan Stres Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Kondisi
Lingkungan Kerja
Stres Kerja
Pvalue Stres Tidak Stres Total
n % n % n %
Buruk
Baik
43
89
62,3
49,7
26
90
37,7
50,3
69
179
100
100 0,101
Total 132 53,2 116 46,8 248 100
Berdasarkan tabel 5.38 diketahui responden yang menyatakan kondisi
lingkungan kerjanya buruk sebagian besar mengalami stres, sedangkan
responden yang menyatakan kondisi lingkungan kerjanya baik cenderung tidak
mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,101,
dimana Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan kondisi lingkungan kerja tidak
memiliki hubungan bermakna dengan stres yang dialami responden.
15. Pelecehan Seksual dengan Stres Kerja
Tabel 5.39
Distribusi Responden menurut Pelecehan Seksual dan Stres Kerja Wanita
Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Pelecehan Seksual
Stres Kerja
Pvalue Stres Stres Kerja Total
n % n % N %
Pernah Mengalami
Tidak Pernah Mengalami
43
89
66,2
48,6
22
94
33,8
51,4
65
183
100
100 0,022
Total 132 53,2 116 46,8 248 100
111
Responden yang menyatakan pernah mengalami perilaku pelecehan
seksual sebagian besar mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan
tidak pernah mengalami perilaku pelecehan seksual cenderung tidak mengalami
stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue sebesar 0,022, dimana
Pvalue < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa pelecehan seksual memiliki hubungan
bermakna dengan stres yang dialami responden.
16. Kekerasan di Tempat Kerja dengan Stres Kerja
Tabel 5.40
Distribusi Responden menurut Kekerasan di Tempat Kerja dan Stres Kerja
Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Kekerasan
di Tempat Kerja
Stres Kerja
Pvalue Stres Tidak Stres Total
n % n % n %
Pernah Mengalami
Tidak Pernah Mengalami
22
110
68,8
50,9
10
105
31,3
49,1
32
216
100
100 0,090
Total 132 53,2 116 46,8 248 100
Berdasarkan tabel 5.40 diketahui responden yang menyatakan pernah
mengalami dan yang menyatakan tidak pernah mengalami perilaku kekerasan di
tempat kerja sebagian besar mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square
diperoleh Pvalue sebesar 0,090, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa
kekerasan di tempat kerja tidak memiliki hubungan bermakna dengan stres yang
dialami responden.
112
17. Kemacetan dengan Stres Kerja
Tabel 5.41
Distribusi Responden menurut Kemacetan dan Stres Kerja Wanita Bekerja
di Wilayah Kecamatan Pamulang Tahun 2013
Kemacetan
Stres Kerja
Pvalue Stres Tidak Stres Total
n % n % n %
Terganggu
Tidak Terganggu
89
43
55,6
48,9
71
45
44,4
51,1
160
88
100
100 0,375
Total 132 53,2 116 46,8 248 100
Responden yang menyatakan terganggu akibat kemacetan sebagian besar mengalami
stres, sedangkan responden yang menyatakan tidak terganggu akibat kemacetan
cenderung tidak mengalami stres. Dari hasil uji statistik chi square diperoleh Pvalue
sebesar 0,375, dimana Pvalue > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kemacetan tidak
memiliki hubungan bermakna dengan tingkat stres yang dialami responden.
113
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan maupun kelemahan
yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, keterbatasan maupun kelemahan
tersebut diantaranya yaitu:
1. Desain penelitian ini menggunakan metode cross sectional yang mempunyai
karakteristik melakukan pengamatan secara bersamaan, sehingga lemah
dalam mengetahui adanya hubungan sebab akibat.
2. Karena keterbatasan waktu dan biaya, pengukuran pada variabel independen
dan variabel dependen dalam penelitian ini lebih bersifat subyektif
berdasarkan persepsi dan pengalaman responden, menurut pengetahuan serta
informasi yang dimiliki responden.
3. Dalam melakukan random pemilihan sampel, dalam peneltian ini adalah
dengan mengacak gulungan kertas yang dimasukkan ke dalam sebuah wadah
dengan tutup yang terbuka kecil yang hanya muat untuk keluarnya gulungan
kertas. Sehingga peneliti menyadari mungkin adanya ketidaksamaan berat
gulungan kertas yang mungkin mempengaruhi sampel gulungan kertas yang
keluar.
114
B. Stres Kerja Pada Wanita Bekerja di Wilayah Kecamatan Pamulang
Menurut World Health Organization (2003) respon seseorang yang
mungkin timbul saat tuntutan dan beban kerja tidak sebanding dengan
pengetahuan dan kemampuan serta tantangan bagi mereka untuk mampu
menanggulanginya merupakan stres yang berhubungan dengan kerja. Setiap
aspek yang ada dalam pekerjaan memiliki kemungkinan berpotensi menjadi
pembangkit stres. Karena penyebab stres bisa saja dari faktor individu,
lingkungan tempat bekerja ataupun lingkungan keluarga seseorang.
Stres yang tidak dikelola dengan baik akan berpotensi menimbulkan efek
yang merugikan bagi seseorang. Seaward (1994) mengkategorikan stres menjadi
3 macam, diantaranya yaitu eustress, neustress, dan distress. Eustress merupakan
stres yang dapat menjadi motivasi atau inspirasi bagi seseorang karena dianggap
menyenangkan dan bukan dianggap sebagai ancaman bagi orang yang
mengalaminya. Neustress menggambarkan rangsangan sensorik yang tidak
memiliki efek begitu penting, hal ini dianggap kurang baik. Sedangkan distress
dianggap buruk dan sering hanya disebut sebagai stres. Dalam pandangan saat ini
istilah "stres" memiliki sinonim dengan stres negatif dan istilah "tekanan" sering
digunakan untuk menggambarkan stres positif (Deakin University, 2013).
Dalam dunia kerja, dampak yang ditimbulkan akibat stres kerja dapat
berpengaruh terhadap organisasi atau perusahaan maupun individu itu sendiri. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Retnaningtyas (2005) mengungkapkan bahwa
terdapat hubungan antara stres kerja dengan produktivitas pekerja wanita. Lain
lagi dengan Tunjungsari (2011), hasil penelitiannya menyebutkan bahwa terdapat
115
hubungan yang signifikan antara stres kerja dengan kepuasan kerja. Sedangkan
dari penelitian Suroso dan Siahaan (2006) diketahui bahwa stres kerja
berpengaruh negatif terhadap kinerja pekerja, artinya semakin tinggi tingkat stres
yang dimiliki pekerja maka semakin rendah kinerja yang dihasilkan.
Dalam penelitian ini pengukuran stres kerja menggunakan indikator
sesuai dengan metode self report measurement yang terdiri dari beberapa
pertanyaan yang berdasarkan pada perubahan fisiologis, psikologis, dan perilaku.
Hasil dari penelitian terhadap 248 responden diketahui bahwa sebagian besar
wanita bekerja yang tinggal di kecamatan Pamulang mengalami stres yaitu
sebesar 53,2%.
Hal ini kemungkinan dikarenakan tempat dan jenis pekerjaan responden
dalam penelitian ini berbeda antara satu dengan yang lainnya sehingga beban
kerja, tuntutan, masalah, dan tekanan yang berpotensi mempengaruhi stres di
antara satu responden dengan yang lainnya. Selain faktor-faktor yang
berhubungan dengan stres yang diteliti dalam penelitian ini, ada kemungkinan
hasil tersebut disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak terukur dalam penelitian
ini seperti pengaruh pasangan hidup, pendidikan, kepribadian seseorang, dan
faktor lainnya yang turut mempengaruhi hasil pengukuran. Menurut Gustafsson
(2002) dalam Maurits dan Widodo (2008) menyatakan bahwa berkurangnya
kualitas tidur pada pekerja wanita berpengaruh terhadap stres, mudah terinfeksi,
ada perubahan mood dan somatic disstress. Karena faktor kualitas tidur tidak
diteliti dalam penelitian ini, kemungkinan faktor kualitas tidur responden juga
cukup mempengaruhi hasil penelitian ini.
116
Banyaknya jumlah wanita bekerja yang mengalami stres, jika tidak
ditangani dengan baik dan serius maka dapat menimbulkan kerugian bagi
responden maupun perusahaan. Seperti yang dinyatakan Randall Schuller (1980)
yang dikutip oleh Rini (2002) diketahui bahwa stres pada pekerja berbanding
lurus dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, dan
tendensi terjadinya kecelakaan kerja.
Pencegahan dengan manajemen stres memerlukan suatu pendekatan yang
menyeluruh dari fisik, psikologik, psikososial, dan psikoreligius (Hawari, 2001).
Ada beberapa cara pencegahan maupun pengendalian stres yang dapat dilakukan.
Menurut Veithzal Rivai (2004) yang dikutip oleh Tunjungsari (2011),
pengendalian stress kerja melalui pendekatan individu dapat dilakukan dengan
cara meningkatkan keimanan, melakukan meditasi dan pernapasan, berolahraga,
relaksasi, menjalin dukungan sosial dari teman-teman dan keluarga, maupun
menghindari kebiasaan rutin yang membosankan. Sedangkan menurut Hawari
(2001), ada beberapa metode manajemen stres yang dapat dilakukan, diantaranya
yaitu:
1. Cukup istirahat
Tugas dan beban yang berat dalam pekerjaan menuntut seseorang
menghabiskan waktu yang lama untuk bekerja, sehingga orang tersebut tidak
memiliki banyak waktu beristirahat dan tidur yang cukup. Tidur dapat
diartikan sebagai “obat” alamiah yang dapat memulihkan segala kelelahan
fisik maupun mental (Hawari, 2001).
117
2. Perbanyak pergaulan sosial serta memperluas tali silaturahim
Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial sehingga
seseorang tidak akan dapat hidup sendiri. Seseorang hendaknya banyak
bergaul, mencari teman dan menjalin silaturahim agar dapat meningkatkan
daya tahan dan kekebalan terhadap stres, Karena seseorang yang memiliki
banyak teman mempunyai lawan bicara yang dipercaya untuk saling bertukar
pikiran dan membantu mengurangi beban pikirannya.
3. Taat beribadah dan mendekatkan diri dengan Tuhan
Manusia adalah makhluk yang fitrah, sehingga memerlukan
pemenuhan kebutuhan dasar spiritual (basic spiritual needs), oleh sebab itu
agama adalah salah satu kebutuhan dasar yang dapat mencegah seseorang
dari kejadian stres. Bagi responden yang beragama islam apabila mengalami
stres selain berobat pada ahlinya, dianjurkan berdoa dan berzikir (mengingat
ALLAH SWT) sehingga dapat menenangkan jiwa yang bersangkutan.
Seperti yang dianjurkan oleh ALLAH SWT dalam firmannya yang artinya
“(yaitu), orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan mengingat ALLAH. Ingatlah, dengan mengingat ALLAH-lah hati
menjadi tenteram” (Q.S Ar-Ra’d:28).
4. Mencari waktu luang untuk berwisata dan berekreasi
Rekreasi/wisata merupakan sarana untuk mengurangi stres, sebab
dengan berekreasi/ berwisata maka seseorang dapat melupakan segala
permasalahan dan rutinitas yang membuat seseorang mejadi stres.
118
C. Beban Kerja
Variabel beban kerja diukur menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang
berkaitan dengan beban kerja yang dirasakan dalam pekerjaan responden. Terkait
beban kerja, yang paling banyak dirasakan responden adalah tuntutan untuk
bekerja dengan cepat dan tepat. Selain itu pekerjaan di luar tugas pokok yang
berat juga banyak dirasakan oleh responden.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden
menyatakan beban kerja mereka ringan. Hasil ini mungkin karena beban
pekerjaan yang dijalani responden diimbangi dengan waktu kerja yang cukup.
Hal ini didukung oleh Munandar (2006) yang menyatakan bahwa unsur yang
menimbulkan beban berlebih kuantitaif maupun beban berlebih kualitatis adalah
desakan waktu. Selain itu, banyaknya beban kerja responden yang dirasa ringan
mungkin karena pekerjaan responden yang monoton/tidak majemuk telah
membuat responden menjadi terampil mengerjakan tugasnya sehari-hari
sehingga tidak terasa terlalu memeras otak. Karena pekerjaan yang
menitikberatkan pada pekerjaan otak, pekerjaan menjadi semakin majemuk,
semakin tinggi kemajemukan pekerjaan menimbulkan bertambah tingginya
tingkat stres yang dialami (Munandar, 2006).
Dari hasil analisis bivariat diketahui bahwa responden yang menyatakan
beban kerja mereka ringan lebih banyak yang tidak mengalami stres, sedangkan
responden yang menyatakan beban kerja mereka berat lebih banyak yang
mengalami stres. Hal ini mungkin karena responden yang memiliki beban kerja
119
berat memiliki batas waktu kerja yang terbatas untuk menyeleseikan tuntutan
beban kerjanya.
Hasil statistik uji chi-square dalam penelitian ini menunjukkan beban
kerja memiliki hubungan yang bermakna dengan stres kerja. Hasil ini selaras
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugrahani (2008) didapatkan bahwa
terdapat hubungan antara beban kerja kuantitatif dengan stres kerja. Selain itu
juga sejalan dengan hasil penelitian Airmayanti (2010) dan Bida (1995) yang
mendapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan
stres kerja.
Beban kerja dapat menimbulkan stres negatif yang sering diartikan
sebagai stres, maupun stres yang bersifat positif yang dalam kata lain disebut
sebagai tekanan yang membangun prestasi. Menurut Davis dan Newstrom (1989)
dalam Margiati (1999) tugas yang banyak tidak selalu menjadi penyebab stres,
akan cenderung menjadi sumber stres apabila tugas yang banyak tersebut
melebihi kemampuan fisik maupun keahlian dan waktu yang diberikan kepada
pekerja tersebut untuk menyelesaikannya. Desakan waktu yang dapat
menimbulkan beban kerja belebih kuantitatif maupun kualitatif, pada saat
tertentu dan dalam hal tertentu waktu akhir (deadline) dapat membuat motivasi
meningkat dan menghasilkan prestasi yang baik (Munandar, 2006). Sedangkan
jika beban kerja dirasa terlalu sedikit yang disebabkan kurangnya rangsangan
akan menimbulkan semangat dan motivasi yang rendah untuk bekerja. Pekerja
akan merasa dirinya tidak berkembang dan merasa tidak berdaya untuk
120
memperlihatkan bakat dan keterampilannya (Sutherland dan Cooper, 1998 dalam
Munandar, 2006).
Untuk mencegah timbulnya dampak buruk bagi responden yang
disebabkan oleh beban kerja, disarankan kepada tiap individu responden untuk
lebih mengembangkan keahlian melalui pelatihan-pelatihan yang terkait dengan
pekerjaannya baik yang diselenggarakan oleh perusahaan maupun pihak lainnya,
dan kepada pihak yang mempekerjakan responden disaranakan untuk lebih
mempertimbangkan kembali beban kerja yang diberikan kepeada pekerjanya dan
juga terhadap jam kerja normal. Apabila pihak pemberi kerja ingin menambah
waktu kerja pekerjanya melebihi jam kerja normal (>8jam) untuk menyesuaikan
dengan beban kerja yang diberikan, disarankan untuk memberikan upah lembur
yang sesuai. Karena menurut Sedamayanti (2009) yang dikutip dalam
Airmayanti (2010) memaparkan bahwa kesediaan pegawai untuk menyesuaikan
kecepatan kerjanya selama jam kerja dipengaruhi oleh banyaknya
gaji/pendapatan yang diterima maupun motivasi lainnya.
D. Relokasi (Mutasi) Pekerjaan
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden pernah
mengalami relokasi (mutasi kerja). Responden lebih banyak yang merasa sesuai
dengan relokasi (mutasi) pekerjaan pekerjaannya dibandingkan dengan yang
merasa tidak sesuai dengan relokasi (mutasi) pekerjaan yang didapatkannya.
Keadaan tersebut mungkin disebabkan oleh pengaruh kenaikan jabatan
(golongan) yang sesuai dengan keterampilannya dan faktor lingkungan tempat
121
kerja baru yang tidak jauh dengan lokasi tempat tinggalnya ataupun tidak dalam
daerah yang memiliki keterbatasan hubungan dengan dunia luar/ daerah
terpencil. Karena pada pekerja yang merasakan keterpencilan tempat kerjanya
cenderung mendapatkan stres kerja tiga kali lebih besar daripada yang tidak
(Bida, 1995).
Baik responden yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan relokasi
pekerjaan yang didapatkan, keduanya lebih banyak yang mengalami stres. Hasil
statistik uji chi-square menunjukkan relokasi (mutasi) pekerjaan tidak memiliki
hubungan yang bermakna dengan stres kerja. Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan teori yang dinyatakan oleh National Safety Council (2004) bahwa
relokasi pekerjaan merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan
terjadinya stres kerja. Selain itu hasil ini juga tidak sejalan dengan penelitian
Saragih (2008) yang mendapatkan bahwa mutasi kerja memiliki hubungan
bermakna dengan kejadian stres pada perawat.
Tidak adanya hubungan bermakna antara relokasi (mutasi) pekerjaan
mungkin dikarenakan para responden yang pernah mengalami relokasi (mutasi)
pekerjaan sudah merasa sesuai dengan keahlian maupun jenjang karir responden,
serta kemampuan yang dimiliki responden untuk dapat beradaptasi dengan baik
terhadap tugas, lingkungan kerja ataupun rekan kerjanya yang baru. Hal ini
diperkuat oleh Davis dan Newstrom (1989) dalam Margiati (1999) yang
menyatakan bahwa ketidaksesuaian relokasi (mutasi) dengan keahlian maupun
kesesuaian jenjang karirnya menimbulkan terjadinya perubahan tipe kerja yang
dapat menimbulkan stres.
122
Tujuan diadakannya relokasi (mutasi) kerja yang dinyatakan Hasibuan SP
(2003) dalam Saragih (2008) adalah diharapkan dapat memberikan uraian
pekerjaan, lingkungan kerja dan alat kerja yang sesuai untuk orang yang
bersangkutan sehingga dapat bekerja dengan efisien dan efektif. Akan tetapi
relokasi (mutasi) kerja yang tidak sesuai dapat menimbulkan tekanan kejiwaan
maupun perasaan yang bersumber dari unit kerja baru ataupun jabatan baru,
apabila pada tingkat toleransi tertentu tidak dapat ditoleransi oleh orang yang
mengalami relokasi (mutasi) kerja akan berpotensi menimbulkan stres (Saragih,
2008). Oleh karena itu disarankan untuk para responden agar tidak menganggap
relokasi (mutasi) pekerjaan sebagai ketegangan, tetapi menjadikannya sebuah
tantangan baru yang harus dihadapi dengan baik. Sehingga diharapkan dapat
termotivasi untuk menjadi lebih baik lagi dan tidak menimbulkan stres yang
dapat menggangu kinerja.
E. Pelatihan Kerja
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden
menyatakan cukup mendapatkan pelatihan kerja yang terkait dengan
pekerjaannya. Hal ini dapat disebabkan oleh jenis pekerjaan responden. Untuk
pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan keterampilan khusus pada pekerjaan
formal biasanya sudah dibuat sistem pelatihan bagi pekerja yang akan
ditempatkan dalam pekerjaan dengan keterampilan khusus tersebut, seperti yang
dianjurkan dalam Peraturan Pemerintah no.31 tahun 2006. Sedangkan pada
123
pekerjaan non-formal, keterampilan untuk bekerja dapat diperoleh dengan
belajar sendiri maupun dari orang lain.
Dari hasil analisis bivariat diketahui bahwa responden yang menyatakan
cukup mendapatkan pelatihan kerja dan responden yang menyatakan kurang
mendapat pelatihan kerja, keduanya lebih banyak jumlah yang mengalami stres.
Hasil statistik uji chi-square menunjukkan bahwa pelatihan kerja tidak memiliki
hubungan yang bermakna dengan stres kerja. Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan teori yang dinyatakan oleh National Safety Council (2004) bahwa
pelatihan merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya stres
kerja.
Tidak adanya hubungan antara pelatihan dengan stres kerja mungkin
karena responden sudah mendapatkan pelatihan kerja sejak awal masuk kerja di
tempat responden bekerja, sehingga saat penelitian ini berlangsung para
responden sudah memiliki pengalaman dan keterampilannya masing-masing
dalam menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Pada pekerjaan-pekerjaan
tertentu ada yang tidak memerlukan pelatihan untuk dapat bekerja dengan baik.
Seperti pedagang ataupun pembantu rumah tangga, mereka dapat melakukan
pekerjaannya dengan baik meskipun tidak pernah mengikuti pelatihan yang
diadakan secara formal. Karena pengetahuan dan keterampilan yang mereka
butuhkan dapat diperoleh baik dengan cara belajar sendiri, belajar dari teman,
maupun belajar dari pengalaman diri sendiri ataupun orang lain.
Meskipun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan tidak
memiliki hubungan dengan stres kerja, tetapi dari distribusi frekuensi antara
124
responden yang cukup mendapat pelatihan dengan tingkat stres kerja selaras
dengan yang diyatakan Denny (2011) bahwa seseorang yang di tempatkan dalam
pekerjaan yang tidak sesuai dengan kualifikasi kerjanya dan orang tersebut sulit
dalam mengatasi sesuatu akan menurunkan kepercayaan dirinya dapat
menyebabkan stres, karena ketidakmampuan dirinya memenuhi tuntutan kerja
dan tidak adanya pelatihan untuk menyelesaikan pekerjannya tersebut. Sehingga
dapat diasumsikan bahwa semakin banyak mendapatkan pelatihan yang dapat
mempermudah pekerjannya, maka semakin kecil tingkat stres kerja yang dialami
orang tersebut.
F. Karir
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki
jenjang karir dalam pekerjaannya. Responden dalam penelitian ini lebih banyak
yang merasa karirnya tidak meningkat dibandingkan dengan yang merasa
karirnya meningkat. Hasil ini mungkin disebabkan karena masih adanya
fenomena gless ceiling di Indonesia. fenomena gless ceiling merupakan persepsi
yang ada dalam masyarakat bahwa wanita dapat diterima sebagai karyawan
perusahaan, tetapi sulit untuk dipromosikan (Stoner et. al., 1996 dalam Wijayanti,
2009).
Responden yang merasa karirnya tidak meningkat maupun yang merasa
karirnya meningkat, keduanya sama-sama lebih banyak yang mengalami stres.
Dari hasil uji chi-square didapatkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara
karir dengan stres kerja. Hasil ini tidak sejalan dengan teori yang dinyatakan oleh
125
National Safety Council (2004) bahwa karir yang melelahkan merupakan salah
satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya stres kerja. Akan tetapi hasil ini
sejalan dengan Airmayanti (2010) dalam hasil penelitian mendapatkan bahwa
pengembangan karir tidak memiliki hubungan dan tidak berpengaruh terhadap
stres kerja.
Tidak adanya hubungan antara karir dengan stres kerja mungkin
dipengaruhi oleh adanya persepsi di masyarakat bahwa wanita bekerja hanya
untuk membantu suami mencari tambahan penghasilan diri sendiri maupun
keluarganya. Dan juga, pekerjaan wanita banyak berada pada skala bawah yang
tidak sesuai dengan harapan namun tetap bertahan pada pekerjaannya karena
tuntutan ekonomi serta tingkat pendidikan rendah yang menimbulkan sulitnya
mendapatkan pekerjaan dengan jabatan (karir) yang lebih baik. Meskipun
banyaknya persepsi masyarakat yang beranggapan bahwa wanita yang bekerja
pada dasarnya hanya untuk membantu ekonomi keluarga validitasnya belum
terbukti, karena untuk wanita dengan ekonomi menengah kebawah pada kondisi
krisis banyak wanita yang menjadi pencari nafkah utama keluarga (Deka, 2009).
Wanita bekerja, pada umumnya masih mendominasi pekerjaan skala bawah.
Wanita yang bekerja di sektor pertanian pedesaan, mayoritas berada di tingkat
buruh tani. Wanita yang bekerja di sektor industri perkotaan lebih banyak terlibat
sebagai buruh di industri tekstil, garmen, sepatu dan elektronik. Di sektor
perdagangan, pada umumnya wanita bekerja terlibat dalam perdagangan usaha
kecil seperti berdagang sayur mayur di pasar tradisional, usaha warung, yang
merupakan jenis-jenis pekerjaan yang lazim ditekuni wanita (Deka, 2009).
126
Untuk meningkatkan daya saing kerja yang tinggi, disarankan wanita
bekerja untuk lebih menunjukkan kompetensi dalam bekerja dengan
menciptakan kualitas maupun prestasi kerja yanga tinggi, meningkatkan keahlian
maupun keterampilan untuk dapat menyelesaikan tanggung jawab kerja dengan
baik, serta melakukan inovasi dalam setiap tindakan dalam pekerjaan.
G. Hubungan dengan Atasan/Majikan
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki
atasan/majikan. Responden dalam penelitian ini sebagian besar menyatakan
dirinya memiliki hubungan yang baik dengan atasan/majikan. Hal ini mungkin
dikarenakan adanya perilaku tenggang rasa atasan ataupun majikan yang
menghargai hasil kerja keras pekerja yang dipimpinnya. Karena menurut
Munandar (2006) perilaku yang kurang menenggang rasa dari atasan akan
menimbulkan rasa ketegangangan dari pekerjaan yang dapat dirasakan sebagai
stres.
Responden yang memiliki hubungan baik maupun yang memiliki
hubungan buruk dengan atasan /majikan, keduanya lebih banyak yang
mengalami stres. Hasil statistik uji chi-square menunjukkan bahwa hubungan
dengan atasan/majikan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan stres
kerja. Hasil ini tidak sejalan dengan teori yang dinyatakan oleh National Safety
Council (2004) bahwa hubungan dengan atasan merupakan salah satu faktor
yang dapat menimbulkan terjadinya stres kerja. Hasil ini juga tidak sejalan
127
dengan yang didapatkan Nugrahani (2008) dalam penelitiannya bahwa ada
hubungan antara hubungan dengan supervisor terhadap stres.
Tidak adanya hubungan dalam hasil penelitian ini mungkin karena
adanya sikap partisipatif atasan/majikan responden dalam melakukan pekerjaan
bersama dengan bawahan/pekerjanya dan tenggang rasa terhadap konflik yang
terjadi di dalam pekerjaan. Hal ini diperkuat oleh Munandar (2006) yang
menyatakan bahwa kelekatan kelompok, kepercayaan antar pribadi dan rasa
senang dengan atasan berhubungan dengan penurunan stres pekerjaan dan
menjadikan kesehatan lebih baik. Selain itu juga adanya komunikasi yang
berjalan baik antara atasan/majikan dan bawahan/pekerjanya terkait pekerjaan
yang mungkin meyebabkan tidak adanya hubungan bermakna antara hubungan
dengan atasan/majikan dengan stres kerja. Artinya selama bawahan (pekerja)
dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh
atasan/majikannya, maka atasan/majikan akan senang dan bangga kepada
bawahan (pekerja) sehingga menimbulkan hubungan baik diantara keduanya.
Seperti yang dinyatakan Loh (2013) bahwa salah satu langkah dasar dalam
mengelola hubungan dengan atasan adalah mengerjakan dan menyelesaikan
pekerjaan dengan baik.
H. Perkembangan Teknologi
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden mampu
mengikuti perkembangan teknologi. Hal ini mungkin karena teknologi yang
digunakan oleh responden dalam pekerjaannya tidak terlalu canggih dan rumit.
128
Karena berdasarkan penelitian, diketahui bahwa pekerjaan yang mendominasi
responden adalah karyawan swasta. Teknologi yang dibutuhkan karyawan swasta
biasanya adalah komputer, untuk dapat melaksanakan kerja dengan baik
menggunakan teknologi komputer bisa dengan belajar secara otodidak maupun
belajar dari teman, karena komputer merupakan teknologi yang banyak
digunakan dan sudah tidak asing lagi pada kondisi moderen saat ini.
Dari hasil analisis bivariat diketahui bahwa responden yang menyatakan
mampu mengikuti perkembangan teknologi lebih banyak yang tidak mengalami
stres, sedangkan responden yang menyatakan tidak mampu mengikuti
perkembangan teknologi sebagian besar mengalami stres. Hasil statistik uji chi-
square menunjukkan bahwa perkembangan teknologi memiliki hubungan yang
bermakna dengan stres kerja. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Rina
Fiati dan Nafi Inayati Zahro yang dinyatakan dalam Seminar Nasional Teknologi
Informasi & Komunikasi Terapan (Semantik) tahun 2012 bahwa terdapat
hubungan antara teknologi informasi dan stres pada wanita yang bekerja.
Adanya hubungan antara perkembangan teknologi dengan stres kerja
dalam penelitian ini mungkin dikarenakan pada zaman moderen saat ini
teknologi yang mendukung pekerja dalam menunjang pekerjaannya banyak yang
berubah ke peralatan dengan nuansa digital. Sehingga pesatnya inovasi
teknologi membuat pekerja dituntut untuk dapat menguasainya dalam waktu
singkat serta minimnya pengalaman yang dimiliki dapat menjadi pembangkit
stres kerja bagi pekerja, seperti yang dikemukakan Robbins (1998).
129
I. Bertambahnya Tanggung Jawab tanpa Pertambahan Gaji/Pendapatan
Responden dalam penelitian ini sebagian besar menyatakan tidak merasa
tanggung jawabnya bertambah tanpa disertai pertambahan gaji/pendapatan. Hal
ini mungkin dikarenakan berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar sistem
kerja yang berlaku dalam pekerjaan responden bersifat tetap. Dimana tanggung
jawab pekerjaan yang dilakukan setiap harinya sesuai dengan jabatan dan
bersifat monoton. Sementara gaji yang didapat setiap bulannya selalu sama
sesuai dengan kebijakan di tempat kerja masing-masing.
Responden yang tidak merasa tanggung jawabnya bertambah tanpa
disertai pertambahan gaji/pendapatan sebagian besar tidak mengalami stres,
sedangkan responden yang merasa tanggung jawabnya bertambah tanpa disertai
pertambahan gaji/pendapatan, lebih banyak yang mengalami stres. Hasil uji chi-
square dalam penelitian ini diketahui bahwa ada hubungan bermakna antara
bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya gaji/pendapatan dengan stres
kerja. Hasil ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Cooper dan
Davidson (1987) dalam Miller (2000) bahwa kepuasan terhadap pembayaran
(dalam dunia usaha dapat diartikan sebagai gaji) merupakan faktor yang
berhubungan dengan stres kerja. Hasil ini juga sejalan dengan Bida (1995) yang
mendapatkan adanya hubungan yang bermakna antara gaji dan stres kerja. Dan
juga dalam penelitian Nugrahani (2008) yang memaparkan bahwa terdapat
hubungan antara kepuasan terhadap gaji dengan tingkat stres yang dialami
pekerja.
130
Adanya hubungan bertambahnya tanggung jawab tanpa bertambahnya
gaji dengan stres kerja mungkin dikarenakan adanya sistem pemberian gaji dan
pembagian tugas yang tetap sesuai dengan kebijakan yang berlaku di masing-
masing tempat kerja responden, akan tetapi tugas yang diberikan semakin
bertambah banyak dan tidak diiringi dengan penambahan gaji di setiap tambahan
tugas kerjanya.
Menurut Hezberg dalam Munandar (2006) jika seseorang menganggap
gajinya terlalu rendah, pekerja akan merasa tidak puas, dan sebaliknya apabila
seseorang menganggap gajinya cukup, pekerja akan merasa puas. Semakin
rendah kepuasan kerja maka semakin tinggi stres kerja, karena kepuasan kerja
memiliki hubungan korelasi negatif signifikan terhadap stres kerja (Kosnin dan
Lee, 2008). Hal ini juga diperkuat oleh Miller (2000) yang menyatakan bahwa
salah satu cara untuk mengurangi potensi stres kerja pada pekerja yaitu dengan
mempertimbangkan kepuasan kerja pekerja itu sendiri. Oleh karena hal-hal
tersebut, peneliti berasumsi bahwa kemungkinan stres kerja terjadi karena faktor
lainnya yang tidak ada dalam penelitian ini.
J. Pertentangan antara Pekerjaan dan Tanggung Jawab Keluarga
Dari hasil penelitian, yang menyatakan tidak terganggu karena adanya
pertentangan antara pekerjaan dengan tanggung jawab keluarga lebih banyak
dibandingkan dengan yang menyatakan terganggu karena adanya pertentangan
antara pekerjaan dengan tanggung jawab keluarga. Hal ini mungkin karena
adanya sikap profesionalitas yang terbentuk dalam diri responden. Dimana
131
apabila dirinya berada dalam situasi pekerjaan, maka dia akan fokus kepada
pekerjaannya dan juga sebaliknya di rumah.
Responden yang terganggu karena adanya pertentangan antara pekerjaan
dengan tanggung jawab keluarga maupun responden yang tidak terganggu karena
adanya pertentangan antara pekerjaan dengan tanggung jawab keluarga,
keduanya lebih banyak yang mengalami stres. Persentase yang terganggu dengan
yang tidak terganggu hanya sedikit perbandingannya, dan keduanya didominasi
oleh responden yang mengalami stres. Hal ini mungkin karena 3 hal, yaitu waktu
yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan (keluarga atau
pekerjaan) dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya
(pekerjaan atau keluarga), terjadi pada saat tekanan dari salah satu peran
mempengaruhi kinerja peran yang lainnya, ataupun ketidaksesuaian antara pola
perilaku dengan yang diinginkan oleh pekerjaan maupun keluarga (Chen, Choi,
& Zou, 2000 dalam Wirakristama, 2011).
Hasil uji chi-square didapatkan bahwa pertentangan antara pekerjaan
dengan tanggung jawab keluarga tidak memiliki hubungan yang signifikan
dengan stres kerja. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Mayasari (2011)
yang mendapatkan bahwa konflik pekerjaan keluarga berpengaruh terhadap
stress kerja perawat wanita rumah sakit balimed Denpasar. Selain itu juga tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Bida (1995) menemukan adanya
hubungan yang signifikan antara kondisi rumah tangga dengan stres kerja.
Tidak adanya hubungan pertentangan antara pekerjaan dan tanggung
jawab keluarga dengan stres kerja mungkin karena responden dalam penelitian
132
merasa mendapatkan dukungan yang baik dari keluarganya sehingga
menimbulkan kenyamanan responden dalam pekerjaannya. Hal ini didukung oleh
penelitian Almasitoh (2011) yang mendapatkan bahwa perawat yang memiliki
konflik peran ganda yang rendah dan dukungan sosial yang tinggi, maka tingkat
stres kerja yang dialami rendah. Ditambah lagi dengan yag dinyatakan Beutell
dan Greenhauss (1985) dalam Almasitoh (2011) bahwa seseorang dikatakan
mengalami konflik peran ganda apabila merasakan suatu ketegangan dalam
menjalani peran pekerjaan dan keluarga. Hal ini juga diperkuat Margiati (1999)
dalam penelitiannya yang mendapatkan bahwa banyak kasus para pekerja yang
mengalami stres kerja adalah pekerja yang tidak mendapat dukungan (khususnya
moril) dari keluarga, seperi orang tua, mertua, anak, teman dan semacamnya,
karena tidak adanya dukungan sosial dapat menimbulkan perasaan yang
menyebabkan ketidaknyamanan menjalankan pekerjaan dan tugasnya.
K. Ketidakpastian Ekonomi
Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar responden menyatakan
terganggu karena ketidakpastian ekonomi. Salah satu sifat manusia yang tidak
pernah cukup untuk memenuhi segala kebutuhannya yang mungkin
menyebabkan banyaknya responden yang terganggu dengan ketidakpastian
ekonomi.
Responden yang menyatakan terganggu karena ketidakpastian ekonomi
sebagian besar mengalami stres, sedangkan responden yang menyatakan tidak
terganggu karena ketidakpastian ekonomi lebih banyak yang tidak mengalami
133
stres. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ketidakpastian ekonomi memiliki
hubungan yang bermakna terhadap stres kerja yang dialami responden. Hasil ini
sejalan dengan Melamed, Grosswasser, and Stern (1992) yang dikutip oleh
Kendall, et al (2000) bahwa penyesuaian psikologis secara signifikan
berhubungan dengan kemandirian ekonomi yang dirasakan.
Adanya hubungan antara ketidakpastian ekonomi dengan stres kerja
mungkin disebabkan adanya rasa cemas dan tegang dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya yang tidak didukung oleh keuangan yang tidak dikendalikan dengan
baik dalam penggunaannya. Karena menurut Hermann, et al (1990) dalam
Kendall, et al (2000) bahwa ketegangan terhadap keuangan adalah salah satu
faktor yang dapat menyebabkan tekanan emosional bahkan ketika efek dari
sumber daya pribadi yang tetap konstan. Hal ini didukung oleh Belton dan santos
(2011) ketidakpastian ekonomi dapat mengancam timbulnya kemiskinan,
sehingga kemiskinan dalam hal ekonomi keuangan dianggap membuat stres bagi
keluarga khusunya individu itu sendiri.
L. Penghargaan Kerja
Dalam penelitian ini, sebagian besar responden merasa penghargaan kerja
yang didapat sepadan dengan jerih payahnya dalam bekerja. Hal ini merupakan
perwujudan dari sikap saling menghormati atas jerih payah seseorang atas
pekerjaannya. Karena dalam interaksinya dengan orang lain maupun pihak lain,
setiap orang pasti memiliki keinginan untuk dihargai atas sesuatu yang
dilakukannya terhadap pihak yang berkepentingan (Moenir, 1983). Sama seperti
134
seorang pekerja yang ingin hasil kerjanya diakui dan dihargai oleh pihak pemberi
kerja. Baik berupa ucapan terimakasih, kata sanjungan maupun berupa insentif.
Responden yang merasa penghargaan kerja yang didapat sepadan dengan
jerih payahnya sebagian besar mengalami stres, sedangkan responden yang
merasa kurang mendapat penghargaan kerja sama-sama lebih banyak yang tidak
mengalami stres. Dan dari uji chi-square didapatkan hasil bahwa penghargaan
kerja memiliki hubungan bermakna dengan stres kerja pada wanita bekerja yang
tinggal di Kecamatan Pamulang tahun 2013.
Hasil ini sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh National Safety
Council (2004) bahwa penghargaan kerja merupakan salah satu faktor yang
dapat menimbulkan terjadinya stres kerja. Hal ini sejalan dengan penelitian
Pratiwi dan Laksmiwati (2012) yang mendapatkan bahwa dukungan
penghargaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stres dengan arah
hubungan negatif. Berarti apabila dukungan penghargaan meningkat, maka stres
mengalami penurunan.
Pemberian insentif sering disebut sebagai penghargaan dalam bentuk
uang, padahal antara insentif dan penghargaan itu dua hal yang berbeda. Menurut
Moenir (1983) penghargaan diberikan kepada seseorang bertujuan untuk
menghargai jasa atau prestasi seseorang. Sedangkan insentif diberikan kepada
seseorang agar orang yang bersangkutan dapat berprestasi ataupun berjasa lebih
baik lagi dari sebelumnya.
Adanya hubungan dalam hasil penelitian ini diperkuat oleh Hezberg
dalam Munandar (2006) apabila pekerja menganggap gajinya terlalu rendah,
135
pekerja tersebut akan merasa tidak puas, dan sebaliknya apabila seseorang
menganggap gajinya cukup, tenaga kerja akan merasa puas dalam bekerja.
Dengan mempertimbangkan kepuasan kerja, pada pekerja dapat mengurangi
potensi stres kerja pada pekerja tersebut (Miller, 2000). Oleh karena itu,
diharapkan kepada pihak pemberi kerja selain mempertimbangkan insentif (gaji)
juga menghargai hasil jerih payah pekerjanya walaupun hanya dengan ucapan
terimakasih tetapi dapat membuat psikologis pekerja menjadi puas dengan hasil
kerjanya yang telah dihargai.
Untuk mencegah terjadinya peningkatan stres yang dialami responden
haruslah mengelola diri dengan baik, yaitu dapat dengan cara memanajemenisasi
dirinya sendiri. Dengan manajemen diri, diharapkan responden dapat
mengendalikan stres kerja meskipun responden tidak mendapatkan penghargaan
atas hasil pekerjaan yang telah dilakukan. hal ini diperkuat oleh hasil penelitian
Yudhaningrum (2009) yang mendapatkan bahwa pekerja yang telah
mendapatkan pelatihan manajemen diri tingkat stres kerja pada pekerja
mengalami penurunan.
Dari beberapa teknik manajemen diri Manz (1986) yang dikutip oleh
Yudhaningrum (2009), salah satu teknik manajemen diri yang sesuai untuk
mencegah terjadinya stres akibat kurangnya penghargaan atas hasil pekerjaan
yang telah dilakukan adalah dengan cara Self reinforcement, yaitu teknik
menghargai diri sendiri secara positif seperti memberi penilaian atau
penghargaan terhadap apa yang telah dilakukan. Contohnya yaitu apabila
seorang pekerja melakukan penilaian atas hasil kerjanya dan cara pengambilan
136
keputusannya, jika dapat memenuhi targetnya, maka dirinya dapat menghadiahi
diri sendiri sebagai imbalan atas usaha yang telah dilakukan. Sehingga stres yang
dialami responden dapat meningkatkan ambang stres menjadi lebih baik.
M. Kejenuhan Kerja
Berdasarkan hasil penelitian sebagian responden merasa tidak jenuh
dengan pekerjaannya. Hal ini mungkin karena sulitnya mendapatkan pekerjaan
baru menjadikan responden telah beradaptasi dengan baik terhadap pekerjaan
yang ditekuninya saat ini, sehingga tidak merasakan kejenuhan melakukan
pekerjaan yang berulang setiap harinya.
Responden yang tidak merasa jenuh dengan pekerjannya lebih banyak
yang tidak mengalami stres, sedangkan responden yang merasa jenuh dengan
pekerjannya sebagian besar mengalami stres, dan dari hasil analisis chi square
didapatkan bahwa kejenuhan kerja memiliki hubungan dengan stres kerja. Hasil
ini sejalan dengan Saragih (2008) yang dalam penelitiannya mendapatkan bahwa
ada hubungan bermakna antara kejenuhan dalam bekerja dengan stres pada
perawat. Hasil ini juga sejalan dengan teorinya munandar (2006) yang
menyatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan berulang atau monoton (majemuk)
dapat menimbulkan rasa bosan maupun jenuh, dan kemajemukan kerja yang
semakin tinggi dapat menimbulkan peningkatan stres pada pekerja. Menurut
penelitian yang dilakukan Cooper & Kelly (1984) yang dikutip oleh munandar
(2006) bahwa kebosanan didapatkan sebagai sumber stres yang nyata pada
operator kran.
137
Adanya hubungan antara kejenuhan kerja dengan stres kerja mungkin
dikarenakan kurangnya tingkat motivasi kerja dan juga kepuasan kerja masing-
masing responden. Karena seseorang yang memiliki motivasi tinggi akan lebih
rendah rasa kejenuhannya dibandingkan dengan orang lain yang bermotivasi
rendah (Anoraga, 1998 dalam Airmayanti, 2008). Dan tingginya tingkat
kejenuhan kerja (burnout) dapat menurunkan kepuasan kerja (Mizmir, 2011).
Rendahnya kepuasan kerja dapat menjadikan pekerja mengalami stres, karena
kepuasan kerja memiliki hubungan korelasi negatif signifikan dengan stres kerja
(Kosnin dan Lee, 2008). Hal ini juga diperkuat oleh Miller (2000) yang
menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengurangi potensi stres kerja
karyawan yaitu dengan mempertimbangkan kepuasan kerja karyawan.
N. Perawatan Anak
Dalam variabel ini, pembahasan dilakukan kepada responden yang
memiliki anak saja. Sebagian besar responden menyatakan bahwa dirinya sudah
baik (adekuat) dalam merawat anaknya. Hal ini mungkin karena adanya sikap
mandiri yang telah tertanam dengan baik pada anak. Karena berdasarkan
wawancara, anak yang dimiliki oleh responden rata-rata sudah bukan anak kecil
yang belum bisa mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang tuanya.
Responden yang adekuat dalam merawat anaknya sebagian besar tidak
mengalami stres kerja, sedangkan responden yang tidak adekuat dalam merawat
anaknya lebih banyak yang mengalami stres kerja. Dan berdasarkan hasil uji chi-
square diketahui bahwa perawatan anak tidak memiliki hubungan yang
138
bermakna dengan stres yang dialami pekerja. Hasil ini tidak sejalan dengan teori
yang dinyatakan oleh National Safety Council (2004) bahwa perawatan anak
merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya stres kerja.
Tidak sejalannya hasil penelitian dengan teori yang dinyatakan oleh
National Safety Council (2004) mungkin dikarenakan sebagian besar anak yang
dimiliki responden sudah tumbuh menjadi dewasa dan remaja, karena anak yang
usianya kecil biasanya masih memerlukan perawatan orang lain dalam hidupnya,
dapat dikatakan bahwa anak kecil belum bisa mandiri. Selain itu pada responden
yang masih memiliki anak kecil, mungkin karena adanya orang lain (misalnya
suami, nenek, kakek, pembantu, maupun pengasuh) yang dipercaya membantu
responden dalam merawat anaknya. Hal ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Wulanyani dan Sudiajeng (2006) yang menyatakan bahwa rasa
bersalah ketika meninggalkan anak untuk bekerja merupakan masalah yang
sering dipendam oleh wanita bekerja yang memiliki anak kecil, apalagi jika tidak
ada bantuan dari orang lain yang dapat diandalkan dalam merawat anak saat
ditinggal bekerja.
O. Hubungan Rekan Kerja
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden merasa
hubungan dengan rekan kerjanya baik. Responden yang memiliki hubungan
dengan rekan kerja baik maupun responden yang memiliki hubungan dengan
rekan kerja buruk keduanya lebih banyak mengalami stres.
139
Berdasarkan hasil uji bivariat didapatkan bahwa hubungan rekan kerja
tidak memiliki hubungan dengan stres kerja. Hasil ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Bida (1995) bahwa tidak adanya hubungan yang
bermakna antara hubungan sesama rekan kerja dengan stres yang dialami
pekerja.
Hal ini mungkin disebabkan karena wanita biasanya menyampaikan
keluh kesahnya dengan bertukar pikiran kepada orang dekat yang nyaman
baginya, untuk hal pekerjaan yang menjadi orang terdekat biasanya adalah rekan
sekerjanya karena mereka sama-sama berada dalam satu tingkatan maupun satu
lini kerja yang sama. Sehingga secara tidak langsung menimbulkan kenyamanan
hubungan dengan rekan kerja. Selain itu, tidak adanya hubungan antara
hubungan rekan kerja dengan stres pekerja mungkin disebabkan karena merasa
pada satu tingakatan karir yang sama membuat pekerja tersebut tidak perlu
mempertanggung jawabkan pekerjaannya kepada teman sekerja dan juga
dimungkinkan karena budaya gotong royong yang tercipta di lingkungan
kerjanya, seperti yang dikemukakan Bida (1995).
P. Kondisi Lingkungan Kerja
Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar responden menyatakan
kondisi lingkungan kerjanya baik. Responden yang menyatakan kondisi
lingkungan kerjanya baik lebih banyak yang tidak mengalami stres, sedangkan
responden yang memiliki kondisi lingkungan buruk sebagian besar mengalami
stres. Kondisi lingkungan kerja responden yang paling banyak dirasakan tidak
140
nyaman adalah kondisi keramaian tempat kerjanya, diikuti suhu
lingkungan/sirkulasi udara tempat kerja, dan terakhir kondisi house keeping
lingkungan kerja.
Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan bahwa tidak ada hubungan
bermakna antara kondisi lingkungan kerja dengan stres kerja. Hal ini tidak
sejalan dengan teori yang diungkapkan National Safety Council (2004) bahwa
kondisi lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan
stres kerja. Hal ini juga tidak sejalan dengan hasil penelitian Susilo (2007) yang
mendapatkan bahwa lingkungan kerja fisik secara parsial berpengaruh negatif
signifikan terhadap stres kerja pada karyawan, artinya semakin baik lingkungan
fisik maka stres kerja akan menurun.
Tidak adanya hubungan antara kondisi lingkungan kerja dengan stres
kerja mungkin karena responden telah beradaptasi dengan baik pada kondisi
lingkungan tempat kerjanya dan juga mungkin karena sebagian besar responden
adalah wanita bekerja di sektor formal, biasanya telah tersedia fasilitas yang
cukup untuk menjaga kebersihan tempat kerja. Sehingga peneliti menyimpulkan
bahwa stres kerja yang dialami respoden dipengaruhi oleh faktor lainnya.
Q. Pelecehan Seksual
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden
menyatakan tidak pernah mengalami pelecehan seksual. Responden yang tidak
pernah mengalami pelecehan seksual di tempat kerjanya lebih banyak yang tidak
141
mengalami stres, sedangkan responden yang pernah mengalami pelecehan
seksual di tempat kerjanya sebagian besar mengalami stres.
Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan bahwa ada hubungan antara
pelecehan seksual dengan stres kerja. Hasil ini sejalan dengan teori yang
dikemukakan Margiati (1999) bahwa pelecehan seksual dapat menyebabkan stres
kerja. Hal ini juga didukung oleh womens health (2013) yang memaparkan
bahwa wanita yang mengalami pelecehan seksual mungkin akan beresiko
menderita masalah emosional, seperti depresi, kecemasan, dan gangguan stres
pasca-trauma (Post Trauma Stress Dissorder /PTSD).
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah gangguan kecemasan
yang dapat terjadi mengikuti pengalaman atau menyaksikan peristiwa traumatis.
Sebuah peristiwa traumatis adalah peristiwa yang mengancam jiwa seperti
pertempuran militer, bencana alam, insiden teroris, kecelakaan yang serius, atau
penyerangan fisik atau seksual pada orang dewasa atau anak-anak (Riggs, 2013).
Tingkatan gangguan stres pasca trauma berbeda-beda tergantung seberapa parah
kejadian tersebut mempengaruhi kondisi psikologis dari korban (Wardhani
&Lestari, 2007).
Untuk mengobati gangguan stres pasca trauma (PTSD) bisa dengan
psikoterapi, medis kedokteran, ataupun dengan dukungan kelompok. Untuk
psikoterapi walaupun mungkin tampak menyakitkan untuk menghadapi trauma,
melakukan psikoterapi dengan bantuan seorang profesional kesehatan mental
dapat membantu untuk jadi lebih baik. Cara pengobatan dengan medis
kedokteran untuk mengobati gejala PTSD, dapat menggunakan selective
142
serotonin reuptake inhibitor atau SSRI. SSRI dapat menurunkan kecemasan dan
depresi dan membantu dengan gejala lainnya. Selain itu, obat penenang dan obat
anti-kecemasan juga dapat membantu dengan masalah tidur.
Sedangkan pengobatan PTSD dengan cara dukungan kelompok
merupakan bentuk terapi yang dipimpin oleh seorang profesional kesehatan
mental, melibatkan kelompok beranggotakan 4 sampai 12 orang dengan masalah
yang sama untuk dibicarakan. Berbicara kepada korban trauma lainnya dapat
menjadi langkah membantu dalam pemulihan PTSD. Penderita PTSD dapat
berbagi pikiran untuk membantu mengatasi perasaan, selain itu juga
menimbulkan rasa kepercayaan dalam menghadapi kenangan dan gejala, serta
menemukan kenyamanan dalam mengetahui bahwa penderita PTSD tidak
sendirian.
Menurut Mackinnon (1979) dalam Dharma (2012) sering terjadinya
pelecehan seksual dapat disebabkan karena adanya daya tarik seksual atau
rangsanggan yang alami diantara dua jenis kelamin yang berbeda, ditambah lagi
wanita yang menjadi korban tidak berani menolak perlakuan karena takut
kehilangan pekerjaan. Karena bidang pekerjaan bagi perempuan umumnya
terbatas menyebabkan wanita menjadi susah untuk menghindari tindak pelecehan
yang diterimanya.
Menurut Papu (2005) dalam Dharma (2012), penyebab terjadinya
pelecehan seksual pada wanita karena didasari oleh wanita itu sendiri, secara
disadari atau tidak disadari wanita telah mengundang lawan jenisnya untuk
melakukan pelecehan seksual, karena penggunaan baju yang menampilkan atau
143
menonjolkan lekuk tubuh, memakai pakaian yang minim (seksi), menggunakan
parfum yang menarik lawan jenis, cara bicara yang mendesah dan sebagainya.
Oleh karena itu saat keluar rumah untuk melakukan aktivitas kerja,
wanita bekerja sebaiknya menghindari penggunaan pakaian yang terbuka, ketat,
pendek, maupun tembus pandang. Selain itu juga sebaiknya menghindari
pemakaian parfum secara berlebihan, serta diharapkan untuk mencari sumber
informasi mengenai pelecehan seksual ditempat kerja untuk dapat terhindar dari
pelecehan seksual di tempat kerja.
R. Kekerasan di Tempat Kerja
Responden dalam penelitian ini sebagian besar tidak pernah mengalami
kekerasan di tempat kerjanya. Responden yang tidak pernah mengalami
kekerasan di tempat kerja maupun responden yang pernah mengalami kekerasan
di tempat kerja, keduanya lebih banyak yang mengalami stres.
Dari hasil uji chi-square didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara
kekerasan di tempat kerja dengan stres kerja. Hal ini tidak sejalan dengan teori
yang dinyatakan National Safety Council (2004) bahwa kekerasan di tempat
kerja merupakan salah satu faktor penyebab stres kerja. Hasil ini juga tidak
sejalan dengan teori yang dinyatakan Health safety Executive (2006) bahwa
kekerasan dapat menyebabkan distress. Selain kekerasan dengan fisik, pelecehan
maupun ancaman verbal secara serius ataupun berulang juga dapat merusak
kesehatan karyawan melalui kecemasan atau stres
144
Tidak adanya hubungan antara kekerasan di tempat kerja dengan stres
kerja mungkin dikarenakan pertanyaan pada kuesioner dalam penelitian ini
bersifat subyektif sehingga responden memilih jawaban sesuai dengan keinginan
hatinya ditambah lagi dengan perasaan takut dalam dirinya apabila orang lain
mengetahui. Hal ini diperkuat oleh Yoan dan Ning (2009) yang menyatakan
bahwa adanya keengganan wanita korban kekerasan untuk berbicara, berasal dari
situasi sosial yang tidak mendukung posisi wanita tersebut ketika berusaha
mendapatkan keadilan setelah diperlakukan sewenang-wenang.
S. Kemacetan
Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar responden menyatakan
terganggu dengan kemacetan yang ada saat berangkat kerja maupun pulang
kerja. Hal ini ,mungkin karena kemacetan akan menghambat waktu tempuh
responden ke tempat kerjanya menjadi lebih lama.
Responden yang merasa terganggu karena kemacetan sebagian besar
mengalami stres, sedangkan responden yang tidak merasa terganggu karena
kemacetan lebih banyak yang tidak mengalami stres. Dan dari hasil uji chi-
square didapatkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara kemacetan
dengan stres kerja pada wanita bekerja yang bertempat tinggal di wilayah
Kecamatan Pamulang. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang Vierdelina
(2008) yang mendapatkan bahwa belum terbukti ada hubungan yang signifikan
antara persepsi terhadap kemacetan dan stres kerja.
145
Tidak adanya hubungan antara kemacetan dengan stres kerja mungkin
karena saat pergi dan pulang kerja responden sudah terbiasa menghindari
kemacetan dengan cara berangkat lebih awal namun tidak menggangu jam kerja
dan bagi yang naik kendaraan pribadi sudah terbiasa melalui jalur alternatif
untuk dapat menghidari kemacetan. Hal ini didukung oleh men health Indonesia
(2013) bahwa berangkat lebih awal dan merubah rute perjalanan merupakan
salah satu cara untuk menghindari stres.
146
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa
simpulan sebagai berikut:
1. Sebagian besar responden mengalami,
a. Stres kerja,
b. Beban kerja ringan,
c. Kondisi relokasi pekerjaan yang sesuai,
d. Cukup mendapat pelatihan kerja,
e. Karir yang tidak meningkat,
f. Hubungan dengan atasan baik,
g. Mampu mengikuti perkembangan teknologi,
h. Pertambahan tanggung jawab disertai pertambahan gaji/pendapatan,
i. Pertentangan pekerjaan dengan tanggung jawab keluarga yang tidak
mengganggu,
j. Ketidakpastian ekonomi mengganggu,
k. Penghargaan kerja sepadan,
l. Tidak jenuh dalam bekerja,
m. Perawatan anak adekuat,
n. Hubungan dengan rekan kerja baik,
o. Kondisi lingkungan kerja baik,
p. Tidak pernah mengalami pelecehan seksual,
q. Tidak pernah mengalami kekerasan di tempat kerja,
r. Kemacetan mengganggu.
2. Berdasarkan dari analisis bivariat, diketahui bahwa variabel yang
berhubungan dengan stres kerja diantaranya:
147
a. Pada faktor organisasional adalah variabel beban kerja , perkembangan
teknologi, dan pertambahan tanggung jawab disertai pertambahan
gaji/pendapatan.
b. Pada faktor individual adalah variabel ketidakpastian ekonomi,
penghargaan kerja, dan kejenuhan kerja.
c. Pada faktor lingkungan adalah pelecehan seksual.
B. Saran
1. Bagi Wanita Bekerja
a. Kembangkan ketrampilan dan perilaku yang tepat untuk memungkinkan
mengerjakan pekerjaan secara maksimal sesuai kemampuan.
b. Memperbanyak jaringan pendukung sosial yang baik, di tempat kerja
maupun dengan keluarga dan teman sehingga dapat membantu
meringankan beban psikologis akibat beban kerja yang berat.
c. Memperkaya wawasan teknologi dengan membaca buku, mencari
informasi di internet, maupun bertanya pada keluarga atau teman tentang
suatu teknologi yang menunjang pekerjaan.
d. Membentuk strategi yang baik untuk mengantisipasi dampak dari
ketidakpastian ekonominya, misalnya dengan membeli sesuatu sesuai
kebutuhan pokok saja.
e. Memberi penilaian maupun penghargaan dengan mengadiahi diri sendiri
sebagai usaha yang telah dilakukannya, sehingga dapat memperoleh rasa
puas dan bangga terhadap setiap hasil kerjanya.
148
f. Untuk menghindari kejenuhan, diharapkan dapat mengasah dan
mengembangkan keterampilan di luar pekerjaan dalam rangka
memposisikan diri di suatu pekerjaan atau jabatan yang baru. Misalnya
dengan mengambil kursus tententu untuk memperbaharui keterampilan,
atau banyak baca buku untuk meningkatkan pengetahuan (terkait bidang
yang ditekuni).
g. Saat keluar rumah untuk melakukan aktivitas kerja, sebaiknya
menghindari penggunaan pakaian yang terbuka, ketat, pendek, maupun
tembus pandang. Selain itu juga sebaiknya menghindari pemakaian
parfum secara berlebihan, serta diharapkan untuk mencari sumber
informasi mengenai pelecehan seksual ditempat kerja untuk dapat
terhindar dari pelecehan seksual di tempat kerja.
2. Bagi Penelitian Selanjutnya
a. Diharapkan dapat meneliti faktor-faktor lain yang diduga berhubungan
dengan stres kerja dan tidak diteliti dalam penelitian ini.
b. Diharapkan menggunakan teknik random sampling yang lebih baik lagi.
c. Diharapkan untuk menggunakan metode pengukuran stres kerja yang
lain, sehingga ada perbandingan antara penggunaan metode pengukuran
stres kerja pada penelitian ini dengan penelitian selanjutnya.
d. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan uji kualitatif pada
variabel-variabel yang berubungan dengan stres kerja.
149
DAFTAR PUSTAKA
Airmayanti, Diah. 2010. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi PT ISM Bogasari Flour Mills Tbk Tanjung Priok Jakarta Utara
Tahun 2009”. Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN: Jakarta
Almasitoh, Ummu Hany. 2011. “Stres Kerja Ditinjau dari Konflik Peran Ganda dan
Dukungan Sosial pada Perawat”. PSIKOISLAMIKA, Jurnal Psikologi Islam (JPI)
volume. 8 no. 1 halaman 63-82. lembaga penelitian pengembangan dan keislaman
(LP3K).
Arden, J.B. 2006. “Bekerja Tanpa Stress”. Terjemahan: Tanto Hendy. PT. Bhuana Ilmu
Populer: Jakarta
Arisona, Andan Sagita. 2008. “Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kondisi
Lingkungan Kerja Dengan Tingkat Stres Kerja Pada Karyawan Bagian Tebang
Angkut di Pabrik Gula Rejo Agung Baru Madiun”. Skripsi Universitas
Muhamadiyah Surakarta: Surakarta.
Atmodiwirio, Soebagio. 2002. “Manajemen Pelatihan”. PT. Ardadizya Jaya: Jakarta
Belton Suzanne dan Santos C. dos. 2011. “Peningkatan Kemampuan Profesional
Kesehatan dan Pengacara untuk Memahami dan Menerapkan Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana dengan Menggunakan Kerangka Hak Asasi Manusia”.
JSMP Charles Darwin University
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2011. “Kecamatan Pamulang Dalam
Angka. 2011”. Tangerang Selatan.
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2012. “Kecamatan Pamulang Dalam
Angka. 2012”. Tangerang Selatan.
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2011. “Kota Tangerang Selatan Dalam
Angka. 2011”. http://tangselkota.bps.go.id/images/tda 2011/ .diakses tanggal 24
september 2012 pukul 21.17 WIB
150
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2012. “Kota Tangerang Selatan Dalam
Angka. 2012”. http://tangselkota.bps.go.id/images/dda 2012/index.htm diakses
tanggal 24 september 2012 pukul 21.17 WIB
Bararah,Vera Farah. 2011. “Sakit Akibat Stres Karena Macet Mengancam Penduduk
Kota”. Tersedia dalam
http://health.detik.com/read/2011/05/09/073619/1635136/763/ diakses pada 3
April 2013 pukul 10.32 WIB.
Better Work Indonesia. 2012. “Pelecehan”.
http://betterwork.org/indonesia/?page_id=2506&lang=id diakses tanggal 7 Mei
2013 pukul 10.25
Bida, Putu. 1995. “Hubungan Faktor Instrinsik Pekerjaan, Faktor Ekstrinsik Pekerjaan,
dan Faktor Rumah Tangga Dengan Stres Kerja Pada Karyawan Conoco dan
Kontraktor di Block-B Kepulauan Natuna”. Tesis Universitas Indonesia: Depok
Cameron, Kim.S. 1994, “Strategies for successful organizational downsizing'', Human
Resource Management, Vol. 33 No. 2, Halaman. 189-211.
Canadian Centre for Occupational Health and Safety. 2013. “Violence in the
Workplace”. Tersedia dalam
http://www.ccohs.ca/oshanswers/psychosocial/violence.html diakses tanggal 8
Januari 2013 Pukul 08.57 WIB
Chusniah. 2010. “Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam pada Anak Dikalangan Wanita
Bekerja di Dusun Kesiman Lecari Sukorejo Pasuruan”. Skripsi S1 PAI Fakultas
Tarbiyah. UIN Maulana Malik Ibrahim: Malang
Deakin University. 2013. “Work Related Stress: A Short Guide for Staff”. Australia.
tersedia dalam http://www.deakin.edu.au/hr/ohs/work-stress/staff-guide-
workstress.php diakses tanggal 22 April 2013 pukul 20.25 WIB
151
Deka, Daan. 2009. “Perempuan Bekerja, Dilema tak Berujung”. Tersedia dalam
http://www.rahima.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=150:f
okus-edisi-12-perempuan-bekerja-dilema-tak-berujung&catid=32:fokus-suara-
rahima&Itemid=47 diakses tanggal 20 maret 2013 pukul 15.02 WIB.
Denny, Richard. 2011. “Membuka Kunci Potensi Kesuksesan dan Kebahagiaan Anda”.
Success for yourself eidsi III. Gramedia: Jakarta.
Fiati, Rina., Zahro, Nafi’ Inayati. 2011. “Pengaruh Teknologi Informasi, Kecerdasan
Intelektual, Emosional dan Motivasi Ekonomi Terhadap Stress Pada Wanita
Karir”. ISSN : 1979-6870. Universitas Muria Kudus: Kudus
Fiati, Rina. Zahro, Nafi’ Inayati. 2012. “Stres Kerja Pengaruhnya Terhadap Teknologi
Informasi, Kecerdasan Intelektual, Emosional Intelligent Dan Motivasi Ekonomi
Pada Wanita Karir”. Seminar Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi
Terapan (Semantik): Semarang.
Ghufroni, Jadi Nugroho Muni. 2010. “Pengaruh relokasi pasar terhadap kondisi sosial
ekonomi pedagang (studi kasus relokasi pasar Klitikan Notoharjo Kota
Surakarta)”. Tersedia dalam http://library.um.ac.id/
Greenberg, J. S. 2002. “Comprehensive Stress Management. 8th
ed”. McGraw-Hill
Companies, Inc: New York
Harrianto Irawan. 2007. “Stres Akibat Kerja dan Penatalaksanaannya”. Vol.24 No.3.
Universa Medicina
Hawari, Dadang. 2001. “Manajemen Stres Cemas dan Depresi”. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta
Health and Safety Executive. 2006. “Violence at Work a Guide for Employers”. Tersedia
dalam http://www.hse.gov.uk/pubns/indg69.pdf diakses tanggal 8 januari 2013 pukul
08.55 WIB.
152
Health Safety Executive. 2011. “Stress and psychological disorders”.
http://www.hse.gov.uk/statistics/causdis/stress/index.htm diakses tanggal 27 juni
2012 pukul 02.14 WIB
Hoffman, Wladis dan Nye, Ivan (1984). Working Mothers. Jossey-Bass Publisher
Irawan, R. Andhi. 2010. “Analisis Pengaruh Stres Kerja dan Gaya Kepemimpinan
terhadap Kinerja Karyawan pada P.D BPR Jepara Artha”. Skripsi S1 Fakultas
Ekonomi UNDIP: Semarang
Kalimo, R., batawi, M.A.E., Cooper, C. L., dkk. 1987. Psychological Factors at Work
and Their Relation to Health. World Health Organization: Geneva
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/
Kardamo, S. (1988). Manajemen wanita bekerja yang efektif. Jakarta : Balai Pustaka.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2011. “Pedoman Pencegaan Pelecehan
Seksual di Tempat Kerja”. Jakarta
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pusat data angkatan kerja.
http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/?section=pyb&period=2010-08-
01#gotoPeriod diakses tanggal 12 september 2012 pukul 11.22 WIB
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pusat data angkatan kerja.
http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/?section=pyb&period=2011-08-
01#gotoPeriod diakses tanggal 12 september 2012 pukul 11.43 WIB
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pusat data angkatan kerja.
http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/?section=ak&period=2010-08-
01#gotoPeriod diakses tanggal 12 september 2012 pukul 11.00 WIB
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pusat data angkatan kerja.
http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/?section=ak&period=2011-08-
01#gotoPeriod diakses tanggal 12 september 2012 pukul 10.37 WIB
153
Kendall, Elizabeth; Murphy, Patricia; O’neil, veronica; Bursnall, Samantha. 2000.
“Occupational Stres: Factors that Contribute to its Occurrence and Effective
Management”. WorkCover Western Australia’s Publication: Australia. Tersedia
dalam http://www.workcover.wa.gov.au
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. 2013. “Korban Berjuang, Publik
Bergerak: Menyoal Stagnansi Sistem Perlindungan Negara terhadap Perempuan
Korban Kekerasan”. Lembar Fakta catatan tahunan Komnas Perempuan Tahun
2012. Tersedia dalam http://www.komnasperempuan.or.id/wp-
content/uploads/2013/03/Lembar-Fakta-Catahu-2012-_Launching-7-Maret-
2013_.pdf. ,diakses tanggal 10 Mei 2013 Pukul 10.20 WIB.
Koran Kota. 2012. “Terbatasnya Infrastruktur Penyebab Kemacetan”. Tersedia dalam
http://www.kemenperin.go.id/artikel/3641/Terbatasnya-Infrastruktur-Penyebab-
Kemacetan diakses pada 8 mei 2013 pukul 12.35 WIB.
Kosnin, Mohd.Azlina; Lee, Tan Sew. 2008. “Pengaruh Personality Terhadap Kepuasan
Kerja dan Stres Kerja Guru”. Jurnal Teknologi, 48(E) Halaman 33-47. Universiti
Teknologi Malaysia: Johor Baru.
Lianasari, Dwi. 2009. “Sumber Stres Karyawan Lini Depan Perbankan: Studi Kasus PT.
Bank Rakyat Indonesia (persero) TBK Cabang Jakarta-Pasar Minggu Dan
Depok”. Skripsi Universitas Indonesia: Depok.
Loh, Cynthia. “Langkah-Langkah Dasar Mengelola Hubungan Kerja dengan Atasan
Anda”. Tersedia dalam http://careers.jobstreet.co.id/panduan-karier/langkah-
langkah-dasar-mengelola-hubungan-kerja-dengan-atasan-anda diakses tanggal 8
mei 2013 pukul 07.32 WIB
Margiati, Lulus. 1999. “Stres Kerja:Latarbetakang Penyebab dan Alternatif
Pemecahannya,” Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th.XII, No.3, Juli 1999,
hal.71-80 dalam journal.unair.ac.id/filerPDF/08-Lulus.pdf diakses tanggal 11
September 2012 pukul 13.14 WIB.
Maurits, L.S. dan Widodo, Imam Djati. 2008. “Faktor dan Penjadualan Shift Kerja”.
Jurnal Teknoin volume 13, no.2 h.11-22. ISSN:0853-8697.
154
Mayasari, Ni Made Dwi Ariani. 2011. “Pengaruh Konflik Pekerjaan Keluarga Terhadap
Stress Kerja Perawat Wanita Rumah Sakit Balimed Denpasar Dengan Dukungan
Sosial Sebagai Variabel Moderasi”. Thesis. Universitas Udayana: Bali
Men Health Indonesia. (2013). Tersedia dalam
http://www.menshealth.co.id/kesehatan/antar.kita/bebas.stres.di.tengah.kemacetan/
004/004/80 diakses tanggal 21 Juni 2013 Pukul 17.20 WIB.
Miller. David. 2000. “Dying to Care? Wrok, Stres and burnout in HIV/AIDS”.
Routledge. London.
Mizmir. 2011. “Hubungan Burnout dengan Kepuasan Kerja Pustakawan di Pusat Jasa
Perpustakaan dan Informasi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia”. Skripsi
Universitas Indonesia: Depok.
Moenir, A.S. 1983. “Pendekatan Manusiawi & Organisasi Terhadap Pembinaan
Kepegawaian”.PT.Gunung Agung: Jakarta
Munandar, A.S, 2006. “Psikologi Industri dan Organisasi”. UI Press: Jakarta
National Geographic Indonesia. 2013. “Perempuan Masih Rentan Sebagai Subjek
Kekerasan”. Tersedia dalam
http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/03/perempuan-masih-rentan-sebagai-
subjek-kekerasan ,diakses pada 10 Mei 2013 Pukul 10.14 WIB.
National Safety Council. 2004. “Stres Management”, Yulianti, Devi (Editor).
Manajemen Stres. EGC: Jakarta.
Noe, Raymond A. 2000. “Employee Training and Development”. International Edition.
McGraw-Hill: Singapore.
Noorika, Andda. 2012. “Kekerasan Di Tempat Kerja Menurunkan Produktifitas”.
Tersedia dalam http://www.scribd.com/doc/101432914/Kekerasan-Di-Tempat-
Kerja-Menurunkan-Produktifitas diakses pada tanggal 29 september 2012 pukul
20.32 WIB
155
Notoatmodjo, Soekidjo. 1989. “Dasar-Dasar Pendidikan Dan Pelatihan”. BPKM FKM
UI: Depok.
Novendra, Very. 1994. “Gambaran Umum Stres Kerja dan Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Pekerja di Balai Yasa Traksi Manggarai”. Skripsi. Program Sarjana Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia: Depok
Nugrahani, Salafi. 2008. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja Pada
Pekerja Bagian Operasional PT.GUNZE Indonesia Tahun 2008”. Skripsi
Universitas Indonesia: Depok.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, No.31 Tahun 2006. “Sistem Pelatihan Kerja
Nasional”.
Pramudya W, Felix. 2008. “Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres Kerja (studi kasus
pada perawat di RSKO Tahun 2008)”. Tesis. Universitas Indonesia. Depok
Pratiwi, Inge Hastinda; Laksmiwati, Hermien. 2012. “Pengaruh Dukungan Emosional,
Dukungan Penghargaan, Dukungan Instrumental, dan Dukungan Informative
Terhadap Stres Pada Remaja di Yayasan Panti Asuhan Putra Harapan Asrori
Malang”. Skripsi Universitas Negeri Surabaya: Surabaya.
Putri, Siska Adinda Prabowo. 2011. “Hubungan Dukungan Sosial Terhadap Stres Kerja
Pada Karyawan Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana Semarang”. Majalah
Ilmiah INFORMATiKA Vol. 2 No.1 Januari 2011
Rahmah, Laily. 2011. “Atribusi tentang kegagalan pemberian ASI pada ibu pekerja
(sebuah studi fenomenologi)”. Proyeksi, Volume 6 (1), Halaman 62-70, April
2011. Universitas Islam Sultan Agung: Semarang.
Rahmawati, Anida. 2007. “Hubungan antara Karakteristik Pekerjaan dan Sikap
terhadap Lingkungan Kerja dengan Kebosanan Kerja”. Skripsi S1 Fakultas
Psikologi Universitas Muhammadiyah: Surakarta
156
Retnaningtyas, Dwi. 2005. “Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Produktivitas Kerja
Di Bagian Linting Rokok PT Gentong Gotri Semarang”. Skripsi S1. Universitas
Indonesia: Depok
Rifka Annisa Woman Crisis Center. www.kesrepro.info/?q=node/279 diakses tanggal
27 september 2012 pukul 00.53 WIB.
Riggs, David S. “Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)”. Tersedia Dalam http://www.mentalhealthamerica.net/go/ptsd diakses tanggal 21 Juni 2013 Pukul
17.07 WIB.
Rini, J.F. 2002. “Wanita Bekerja”. Jakarta dalam http://www.e-
psikologi.com/epsi/search.asp diakses pada 17 Juli 2012
Robbins, P. Stephen. 1998. “Organizational Behaviour Concepts, Controversies,
Application”. Prentice-Hall International, Inc: New Jersey
Sapta, Rendy Dwi. 2009. “Analisis dampak kemacetan lalu lintas terhadap sosial
ekonomi pengguna jalan dengan contingent valuation method (CVM) (Studi kasus:
Kota Bogor, Jawa Barat)”. Skripsi Institut Pertanian Bogor : Bogor
Saragih Harlen. 2008. “Pengaruh Karakteristik Organisasi dan Individu terhadap Stres
Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Porsea”. Tesis
S2 Sekolah Pascasarjana USU: Medan
Sari, F. A. Purnama. 2011. “Analisis Kebijakan Penanganan Kemacetan Lalulintas di
Jalan Teuku Umar Kawasan Jatingaleh Semarang dengan Metode Analisis
Hirarki Proses”. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi UNDIP: Semarang
Seaward, Brian Luke. 1994. “Managing Stress”. Jones and Barlett Publishers: London
Soegiono. Pandyi. 2008. “Pengaruh Kepemimpinan, Tuntutan Tugas Dan Karier
Staknan Terhadap Stres Kerja, Dan Dampaknya Bagi Komitmen Organisasi Dan
Organization Citizienship Behavior Karyawan PT.Alfa Retailindo Surabaya”.
Jurnal Aplikasi Manajemen/Volume 8/ Nomor 2/ mei 2010.
157
Suranto, A. & Subandi, A. (1998). Wanita yang menentang kodrat. Jakarta : Erlangga.
Suroso, Arif Imam. Siahaan, Rotua. 2006. “Pengaruh Stres Dalam Pekerjaan Terhadap
kinerja Karyawan Studi Kasus Di Perusahaan Agribisnis PT.NIC”. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Susilo, Tri. 2007. “Analisis Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik Dan Non Fisik Terhadap
Stress Kerja Pada PT. Indo Bali di Kecamatan Negara, Kabupaten Jimbaran,
Bali”. Jurnal TEKMAPRO volume 2 no.2 tahun 2007. UPN Veteran Jawa Timur:
Surabaya
Syarifuddin, Dian. 2013. “VMware New Way of Life Mengungkap Bahwa Orang
Indonesia Lebih Menyukai Menggunakan Teknologi Milik Sendiri Untuk
Bekerja”. Tersedia dalam http://www.jagatreview.com/2013/02/pr-vmware-new-
way-of-life-mengungkap-bahwa-orang-indonesia-lebih-menyukai-menggunakan-
teknologi-milik-sendiri-untuk-bekerja/ diakses tanggal 21Maret2013 Pukul 17.33
WIB.
Tunjungsari, Peni. 2011. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
Pada Kantor Pusat PT.Pos Indonesia (Persero). Universitas Komputer Indonesia.
Bandung
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan.
Undang-undang Republik Indonesia No.40 tahun 2008, tentang Penghapusan
Diskriminasi Ras dan Etnis.
United Nations Development Group. 2003. “INDICATORS for Monitoring the
Millennium Development Goals”. http://undp.or.id/mdg/documents/MDG
Indicators-UNDG.pdf .diakses pada 24 November 2012 pukul 11.35 WIB.
United Nations Development Group. 2003. “INDICATORS for Monitoring the
Millennium Development Goals”. Report On The Achievement Of Millennium
Development Goals In Indonesia 2011. http://undp.or.id/pubs/docs/Report on the
Achievement of the MDGs in Indonesia 2011.pdf diakses tanggal 24 november
2012 pukul 11.38 WIB
158
Vierdelina, Nadya. 2008. “Gambaran Stres Kerja dan factor-Faktor yang Berhubungan
pada Pengemudi Bus Patas 9B Jurusan Bekasi Barat-Cililitan/Kampung
Rambutan Tahun 2008”. Skripsi. Universitas Indonesia: Depok.
Wardhani, Yurika Fauzia dan Lestari Weny. (2007). “ Gangguan Stres Pasca Trauma
pada Korban Pelecehan Seksual dan Perkosaan”. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sistim dan Kebijakan Kesehatan: Surabaya
Wijayanti. 2009. “Glass Ceiling Dalam Karir Wanita, Mampukah Wanita Mengatasi
Glass Ceiling ?”. Jurnal Manajemen dan Bisnis. Dalam
http://ejournal.umpwr.ac.id/index.php/segmen/issue/view/55 diakses tanggal 7 Mei
2013 pukul 23.58 WIB.
Wirakristama, Richardus Chandra. 2011. “Analisis Pengaruh Konflik Peran Ganda
(Work Family Conflict) terhadap Kinerja Karyawan Wanita pada PT Nyonya
Meneer Semarang dengan Stres Kerja sebagai Variabel Intervening”.Skripsi
Universitas Diponegoro: Semarang.
Women Health. “Violence Against Women”. Tersedia dalam
http://www.womenshealth.gov/violence-against-women/types-of-violence/sexual-
assault-and-abuse.html diakses tanggal 21 Juni 2013 Pukul 16.57wib. U.S.
Department of Health and Human Services (HHS).
World Health Organization. 2003. “Work Organization And Stress: Systematic Problem
Approaches For Employers, Manager, And Trade Union Representatives”.
Protecting Worker’s Health Series no.3. Author: Leka, Stavroula; Griffiths,
Amanda; Cox, Tom. Tersedia dalam
http://www.who.int/occupational_health/publications/en/oehstress.pdf diakses
tanggal 27 juni 2012 pukul 02.09 WIB.
Wulanyani, Swasti. dan Sudiajeng, Lilik. 2006. “Stres Kerja Akibat Konflik Peran Pada
Wanita Bali”. Anima, Indonesian Psycgological Journal Volume 21 No. 2
Halaman 192-195.
Yoan dan Ning. 2009. “Dunia Menolak Kekerasan Terhadap Perempuan”. Fokus edisi
20. Tersedia dalam
http://www.rahima.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=158:fo
kus-edisi-20-dunia-menolak-kekerasan-terhadap-perempuan&catid=32:fokus-
suara-rahima&Itemid=47 diakses tanggal 7 mei 2013 pukul 15.30 WIB.
159
Yuda, Muchti Pratama. 2010. “Hubungan antara Konflik Peran Ganda dengan Stres
Kerja pada Wanita Bekerja”. Skripsi S1. Unversitas Sumatera Utara
Yudhaningrum, Lupi. 2009. “Pengaruh Pelatihan Manajemen Diri Untuk Menurunkan
Tingkat Stres Kerja Karyawan Pramuniaga”. Tesis. Universitas Gajah Mada:
Yogyakarta
Zaini, Fawaid. “Mutasi Pegawai sebagai Langkah Pendewasaan Tanggung Jawab”.
telenteyan.blogspot.com/2012_07_01_archive.html diakses tanggal 26 september
2012 pukul 16.02 WIB.
161
162
163
No. responden:
KUESIONER PENELITIAN
Assalamualaykum Wr. Wb.
Saya mahasiswa peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Jurusan
Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
sedang mengadakan penelitian untuk tugas akhir saya (skripsi) mengenai “Faktor-
Faktor yang Berhubungan Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja di Wilayah
Kecamatan Pamulang Tahun 2013”.
Di tengah-tengah kesibukan ibu/saudari saat ini, izinkanlah saya meminta waktu
ibu/saudari untuk mengisi daftar pertanyaan/angket penelitian yang bersama ini saya
lampirkan.
Saya mengharapkan kesediaan ibu/saudari untuk menjawab kuesioner ini dengan
sejujur mungkin tanpa ada rasa takut, karena tidak ada penilaian benar atau salah untuk
jawaban yang telah ibu/saudari berikan, dan setiap jawaban yang ibu/saudari berikan
akan dijamin kerahasiaannya.
Wassalamualaykum Wr. Wb.
Jakarta, ………………… 2013
Tanda Tangan
Responden Peneliti
........................................................... Bayu Pradana Herlambang
164
LEMBAR KUESIONER
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES KERJA PADA
WANITA BEKERJA DI WILAYAH KECAMATAN PAMULANG
KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2013
Petunjuk Pengisian:
Mohon terlebih dahulu mengisi tanda tangan di samping tanda tangan peneliti.
Isilah identitas diri anda di kolom “Identitas Responden” yang sudah tersedia.
Berilah tanda silang (X) pada angka (0) atau (1) yang ada pada kolom pertanyaan
sesuai dengan jawaban anda.
Jika anda selesai, periksalah kembali jawaban anda, jangan sampai ada yang
terlewati!
A. IDENTITAS RESPONDEN (Diisi oleh Peneliti)
A1 Nama :
[ ]
A2 Umur : [ ]
A3
Alamat Lengkap :
Blok/Nomor Rumah :
Kelurahan :
[ ]
A4 No. Telpon/HP: [ ]
A5 Status Perkawinan : 0. Menikah
1. Belum Menikah
[ ]
A6 Pekerjaan:
[ ]
B. FAKTOR ORGANISASIONAL
B1 Kurangnya Otonomi (Diisi oleh Peneliti)
B1.1
Apakah pekerjaan sekarang ini memungkinkan anda bisa
membuat keputusan sendiri tentang bagaimana menjadwalkan
pekerjaan anda?
0. Tidak
1. Ya
[ ]
165
B1.2
Apakah pekerjaan sekarang ini memungkinkan anda bebas
menentukan urutan hal-hal yang akan dilakukan pada
pekerjaan?
0. Tidak
1. Ya
[ ]
B1.3
Apakah pekerjaan ini memungkinkan anda bisa merencanakan
bagaimana anda melakukan pekerjaan anda?
0. Tidak
1. Ya
[ ]
B1.4
Apakah pekerjaan sekarang ini memberi anda kesempatan untuk
menggunakan inisiatif pribadi anda dalam melaksanakan
pekerjaan?
0. Tidak
1. Ya
[ ]
B1.5
Apakah pekerjaan sekarang ini memungkinkan anda dapat
membuat banyak keputusan anda sendiri? 0. Tidak
1. Ya
[ ]
B1.6
Apakah pekerjaan sekarang ini menyediakan anda kebebasan
(keleluasaan) yang signifikan dalam pengambilan keputusan?
0. Tidak
1. Ya
[ ]
B1.7
Apakah pekerjaan sekarang ini memungkinkan anda untuk
membuat keputusan mengenai metode apa yang akan anda
gunakan untuk menyelesaikan pekerjaan anda?
0. Tidak
1. Ya
[ ]
B1.8
Apakah pekerjaan sekarang ini memberi anda kesempatan yang
cukup bebas dalam menentukan bagaimana anda melakukan
pekerjaan?
0. Tidak
1. Ya
[ ]
166
B1.9
Apakah pekerjaan sekarang ini memungkinkan anda untuk
memutuskan sendiri bagaimana cara anda melakukan pekerjaan
anda?
0. Tidak
1. Ya
[ ]
B2 Beban Kerja (Diisi oleh Peneliti)
B2.1
Apakah anda merasa pekerjaan yang dibebankan kepada anda
terlalu berat bagi anda?
0. Ya
1. Tidak
[ ]
B2.2
Apakah pekerjaan diluar tugas pokok yang harus anda lakukan
dalam 1 hari terlalu banyak bagi anda?
0. Ya
1. Tidak
[ ]
B2.3
Apakah pekerjaan yang anda lakukan setiap hari terasa sulit
untuk dikerjakan?
0. Ya
1. Tidak
[ ]
B2.4
Apakah dalam menyelesaikan pekerjaan anda, anda dituntut
untuk bekerja dengan cepat dan tepat?
0. Ya
1. Tidak
[ ]
B3 Relokasi Pekerjaan (Diisi oleh Peneliti)
B3
Apakah anda merasa nyaman ketika anda pindah ke tempat
kerja yang baru dengan jenis dan/ tanggung jawab pekerjaan
yang baru maupun tetap?
0. Tidak
1. Ya
(jika tidak pernah berpindah tugas/ pindah tempat kerja tidak perlu
diisi, lanjut ke pertanyaan B 4.1)
[ ]
167
B4 Pelatihan (Diisi oleh Peneliti)
B4.1
Apakah dari awal anda bekerja sampai sekarang anda pernah
mendapatkan pelatihan yang bertujuan agar anda dapat
mengerjakan pekerjaan anda?
0. Tidak (Jika tidak, silahkan langsung ke pertanyaan B5.1)
1. Ya
[ ]
B4.2
Apakah pelatihan yang pernah anda dapatkan membuat anda
mudah dalam mengerjakan pekerjaan anda?
0. Tidak
1. Ya
[ ]
B5 KARIER YANG MELELAHKAN (Diisi oleh Peneliti)
B5.1
Apakah anda merasa puas terhadap kesempatan kenaikan
jabatan maupun golongan ataupun promosi kerja yang ada?
0. Tidak
1. Ya
(jika pekerjaan anda tidak ada sistem kenaikan jabatan/
golongan karir ,pertanyaan B5.1 - B5.5 tidak perlu diisi,
langsung lanjut ke pertanyaan B.6)
[ ]
B5.2
Apakah di tempat kerja anda sekarang anda pernah mendapat
posisi atau jabatan lain?
0. Tidak
1. Ya
[ ]
B5.3
Apakah anda merasa nyaman dengan posisi/jabatan pekerjaan
anda sekarang?
0. Tidak
1. Ya
[ ]
B.5.4
Apakah atasan/ majikan menempatkan anda sesuai dengan
jenjang pendidikan yang anda miliki?
0. Tidak
1. Ya
[ ]
168
B.6 Hubungan Dengan Atasan/Majikan (Diisi oleh Peneliti)
B.6
Bagaimana pola hubungan dan dukungan yang anda dapat dari
atasan / majikan?
0. Buruk
1. Baik
(Jika tidak punya atasan/majikan tidak perlu diisi, silahkan
lanjut ke pertanyaan berikutnya)
[ ]
B.7 Perkembangan Teknologi (Diisi oleh Peneliti)
B.7
Apakah anda merasa bisa ketika dihadapkan dengan cara kerja
atau alat kerja yang baru untuk digunakan dalam pekerjaan
anda?
0. Tidak
1. Ya
[ ]
B.8 Bertambahnya Tanggung Jawab Tanpa Pertambahan Gaji (Diisi oleh Peneliti)
B.8
Apakah gaji yang anda terima telah sesuai dengan tanggung
jawab yang anda laksanakan?
0. Tidak
1. Ya
[ ]
C. FAKTOR INDIVIDU
C.1 Pertentangan Antara Karir Dan Tanggung Jawab Keluarga (Diisi oleh Peneliti)
C.1.1
Apakah keluarga anda mendukung pekerjaan anda saat ini?
0. Tidak
1. Ya
[ ]
C.1.2
Apakah anda selalu tepat waktu masuk kerja walaupun harus
mengurus /membantu keluarga anda sebelum berangkat?
0. Tidak
1. Ya
[ ]
C.1.3
Apakah keluarga anda mengizinkan apabila anda sering bekerja
lembur?
0. Tidak
1. Ya
[ ]
169
C.1.4
Apakah anda diberikan izin oleh keluarga jika anda kerja pada
malam hari?
0. Tidak
1. Ya
[ ]
C.2 Ketidakpastian Ekonomi (Diisi oleh Peneliti)
C.2.1
Apakah penghasilan yang anda dapatkan selalu tetap setiap
bulannya?
0. Tidak
1. Ya
[ ]
C.2.2
Apakah anda merasa pemasukan keuangan anda dapat
memenuhi kebutuhan anda setiap bulannya?
0. Tidak
1. Ya
[ ]
C.3 Penghargaan Kerja (Diisi oleh Peneliti)
C.3
Apakah anda merasa tunjangan , fasilitas, ataupun kata-kata
pujian yang diberikan orang yang mempekerjakan anda,
maupun penghargaan yang anda dapatkan dari pihak lain sudah
sepadan dengan usaha yang anda kerjakan dalam mencari
nafkah?
0. Tidak
1. Ya
[ ]
C.4 Kejenuhan Kerja (Diisi oleh Peneliti)
C.4
Apakah anda merasa tidak suka/ bosan dalam mengerjakan
pekerjaan anda?
0. Ya
1. Tidak
[ ]
C.5 Perawatan Anak Yang Tidak Adekuat (Diisi oleh Peneliti)
C.5
Apakah anda dapat mengasuh anak dengan baik tanpa
mengganggu pekerjaan anda?
0. Tidak
1. Ya
(jika belum memiliki anak tidak perlu diisi, silahkan lanjut ke
pertanyaan C.6)
[ ]
170
C.6 Hubungan Dengan Rekan Kerja (Diisi oleh Peneliti)
C.6
Bagaimana pola hubungan dan dukungan yang anda dapat dari
rekan kerja yang masih ada hubungannya dengan pekerjaan
anda?
0. Buruk
1. Baik
[ ]
D. FAKTOR LINGKUNGAN
D.1 Kondisi Lingkungan Kerja (Diisi oleh Peneliti)
D.1.1
Apakah anda merasa nyaman dengan kondisi lingkungan kerja
anda?
0. Tidak
1. Ya
[ ]
D.1.2
Apakah anda merasa nyaman dengan keramaian di tempat
kerja anda?
0. Tidak
1. Ya
[ ]
D.1.3
Apakah anda nyaman dengan suhu lingkungan/sirkulasi udara
tempat kerja anda?
0. Tidak
1. Ya
[ ]
D.2 PELECEHAN SEKSUAL (Diisi oleh Peneliti)
D.2
Apakah anda pernah mendapat perlakuan di bawah ini dari
rekan ataupun atasan anda?
Main mata
0.Ya 1. Tidak
Siulan nakal
0.Ya 1. Tidak
Komentar yang berkonotasi seks
0.Ya 1. Tidak
Humor porno
0.Ya 1. Tidak
Cubitan
0.Ya 1. Tidak
Colekan
[ ]
171
0.Ya 1. Tidak
Tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu
0.Ya 1. Tidak
Gerakan tertentu atau isyarat yang bersifat seksual
0.Ya 1. Tidak
Ajakan berkencan dengan iming-iming atau ancaman
0.Ya 1. Tidak
Ajakan melakukan hubungan seksual sampai perkosaan
0.Ya 1. Tidak
D.3 Kekerasan Di Tempat Kerja (Diisi oleh Peneliti)
D.3
Apakah anda pernah mendapat perlakuan di bawah ini dari
rekan atau pelanggan maupun atasan anda?
Perilaku yang mengancam
(misal: menghancurkan properti atau melempar benda ke anda,
menggebrak meja/pintu/dinding)
0.Ya 1. Tidak
Perkataan atau tulisan yang berisi ancaman
0.Ya 1. Tidak
Dilecehkan
(setiap perilaku yang merendahkan, mempermalukan, menghina,
ataupun mengganggu mental)
0.Ya 1. Tidak
Di caci maki
0.Ya 1. Tidak
Kekerasan Fisik
(misal: dipukul, disikut, didorong, atau ditendang)
0.Ya 1. Tidak
[ ]
D.4 Kemacetan Saat Pergi Dan Pulang Kerja (Diisi oleh Peneliti)
D.4
Apakah kemacetan yang anda rasakan saat berangkat maupun
pulang kerja mengganggu waktu dan kenyamanan anda?
0. Ya
1. Tidak
[ ]
172
Petunjuk Pengisian:
Berilah tanda centang ( ) pada kolom indikator dengan memilih satu pilihan
yaitu jawaban Tidak Pernah, Kadang-Kadang, atau Sering.
Jika anda selesai, periksalah kembali jawaban anda, jangan sampai ada yang
terlewati.
No.
INDIKATOR PERUBAHAN AKIBAT STRES KERJA Diisi Oleh
Peneliti Perubahan Fisiologis, Psikologis, dan
Perilaku selama 1 bulan terakhir
Tidak
Pernah (0)
Kadang-
Kadang (1)
Sering
(2)
Perubahan Fisiologis
1. Sakit kepala atau pusing [Saat tenang dan tiba-tiba terjadi]
[ ]
2. Sakit punggung
[Bukan karena kurang minum, bukan
karena habis berolahraga atau bukan
karena habis melakukan aktifitas yang
berat]
[ ]
3. Gangguan menstruasi
[ ]
4. Asma atau sesak nafas
[Saat tenang dan tiba-tiba terjadi]
[ ]
5. Gangguan pencernaan pada
lambung dan usus
(mag atau lainnya)
[Bukan karena salah makan]
[ ]
6. Susah tidur (Insomnia)
[ ]
7. Buang air besar lebih dari 2kali
berturut-turut [Bukan karena salah
makan]
[ ]
8. Telinga berdenging
[Bukan karena bising, tapi saat tenang
dan tiba-tiba terjadi]
[ ]
9. Menggertakan gigi di malam hari
pada waktu tidur
[ ]
173
No.
INDIKATOR PERUBAHAN AKIBAT STRES KERJA Diisi Oleh
Peneliti Perubahan Fisiologis, Psikologis, dan
Perilaku selama 1 bulan terakhir
Tidak
Pernah (0)
Kadang-
Kadang (1)
Sering
(2)
10. Sakit sendi di bagian rahang
[ ]
11. Gejala tekanan darah tinggi
[ ]
12. Gejala PJK (penyakit jantung
koroner)
[ ]
13. Gejala herpes atau cacar air (ada tonjolan pada kulit seperti
berisi air)
[ ]
14. Migraine (sakit kepala sebelah)
[Saat tenang dan tiba-tiba terjadi]
[ ]
15. Perih /luka pada lambung
[Bukan karena salah makan]
[ ]
16. Jantung berdebar-debar
[Saat tenang dan tiba-tiba terjadi]
[ ]
17. Sering buang air kecil
[Bukan karena banyak minum ataupun
penyakit diabetes, dan bukan karena
kondisi lingkungan yang dingin]
[ ]
18. Sering keluar keringat
[Bukan sedang /setelah olahraga,
bukan karena kondisi lingkungan yang
dingin dan/atau panas, serta bukan
karena habis melakukan aktifiras yang
berat]
[ ]
19. Gugup
[Saat tenang dan tiba-tiba terjadi]
[ ]
20. Nafsu makan hilang [ ]
21. Badan terasa lemah
[bukan karena habis melakukan
aktifiras yang berat]
[ ]
22. Letih atau lesu. [bukan karena
habis melakukan aktifiras yang berat]
[ ]
174
No.
INDIKATOR PERUBAHAN AKIBAT STRES KERJA Diisi Oleh
Peneliti Perubahan Fisiologis, Psikologis, dan
Perilaku selama 1 bulan terakhir
Tidak
Pernah (0)
Kadang-
Kadang (1)
Sering
(2)
Perubahan psikologis
23. Mudah marah. [Saat tenang, tiba-
tiba terjadi dan bukan karena pengaruh
dari orang lain]
[ ]
24. Mudah tersinggung [ ]
25. Perasaan tertekan
[Saat tenang, tiba-tiba terjadi dan
bukan karena pengaruh dari orang lain]
[ ]
26. Merasa cemas atau gelisah
[Saat tenang, tiba-tiba terjadi dan
bukan karena pengaruh dari orang lain]
[ ]
27. Mudah putus asa [ ]
28. Sikap acuh tak acuh/ cuek [ ]
29. Perasaan tegang
[Saat tenang, tiba-tiba terjadi dan
bukan karena pengaruh dari orang lain]
[ ]
Perubahan perilaku
30. Merasa malas bekerja [ ]
31. Tidak hadir kerja [ ]
32. Kurang konsentrasi [ ]
33. Cepat merasa lupa [ ]
34. Menunda-nunda pekerjaan [ ]
35. Minum kopi / merokok [ ]
36. Minum obat tidur atau obat
penenang
[ ]
37. Menghindar dari interaksi sosial
(pergaulan)
[ ]
Harap diperiksa kembali, jangan sampai ada yang terlewatkan! Terima kasih.
175
LAMPIRAN 3 OUTPUT SPSS UNIVARIAT
STRES KERJA
PEKERJAAN
Frequency Percent
PNS 49 19.8
Karyawan Swasta 100 40.3
Wiraswasta 4 1.6
Guru 41 16.5
Dosen 1 0.4
Perawat 3 1.2
Bidan 3 1.2
Pedagang 29 11.7
Penjahit 2 0.8
Pegawai Salon 1 0.4
Pembantu Rumah Tangga 15 6.0
Total 248 100.0
JENIS PEKERJAAN
Frequency Percent
Formal 201 81.0
Informal 47 19.0
Total 248 100.0
Statistics
skor_stres
N Valid 248
Missing 0
Mean 16.70
Median 16.00
Mode 8a
Std. Deviation 9.842
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov
a Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
skor_stres .075 248 .002 .970 248 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Skor Stres Skor Frequency Percent
0 5 2.0
1 2 0.8
2 8 3.2
3 5 2.0
4 4 1.6
5 7 2.8
6 7 2.8
7 8 3.2
8 15 6.0
9 6 2.4
10 6 2.4
11 9 3.6
12 15 6.0
13 5 2.0
14 8 3.2
15 6 2.4
Skor Stres Skor Frequency Percent
16 10 4.0
17 11 4.4
18 11 4.4
19 7 2.8
20 8 3.2
21 7 2.8
22 10 4.0
23 5 2.0
24 10 4.0
25 12 4.8
26 6 2.4
27 5 2.0
28 4 1.6
29 1 0.4
30 4 1.6
Skor Stres Skor Frequency Percent
31 3 1.2
32 3 1.2
33 3 1.2
34 2 0.8
36 1 0.4
37 3 1.2
38 1 0.4
39 1 0.4
40 1 0.4
44 1 0.4
45 1 0.4
59 1 0.4
Total 248 100.0
176
Statistics
Skor_Stres Beban_Kerja1 Pelatihan1 Karir1 Pertentangan_Karir
_keluarga1
Ketidakpastian
_Ekonomi1
Lingkungan
_Kerja1
N Valid 248 248 248 248 248 248 248
Missing 0 0 0 0 0 0 0
Mean 16.70 2.73 1.30 4.90 2.80 1.29 2.64
Median 16.00 3.00 2.00 4.00 3.00 1.00 3.00
Mode 8a 3 2 3 2 1 3
Std. Deviation 9.842 1.017 .931 2.878 .948 .672 .640
Stres_Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Stres 132 53.2 53.2 53.2
Tidak Stres 116 46.8 46.8 100.0
Total 248 100.0 100.0
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov
a Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Beban_Kerja1 .268 248 .000 .869 248 .000
Pelatihan1 .402 248 .000 .631 248 .000
Karir1 .309 248 .000 .772 248 .000
Pertentangan_Karir_keluarga1 .207 248 .000 .861 248 .000
Ketidakpastian_Ekonomi1 .269 248 .000 .777 248 .000
Lingkungan_Kerja1 .434 248 .000 .604 248 .000
a. Lilliefors Significance Correction
177
Beban_Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Berat 84 33.9 33.9 33.9
Ringan 164 66.1 66.1 100.0
Total 248 100.0 100.0
Relokasi_Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Pernah 73 29.4 29.4 29.4
Pernah 175 70.6 70.6 100.0
Total 248 100.0 100.0
Kondisi_Relokasi_Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Sesuai 63 36.0 36.0 36.0
Sesuai 112 64.0 64.0 100.0
Total 175 100.0 100.0
Pelatihan_Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Kurang 92 37.1 37.1 37.1
Cukup 156 62.9 62.9 100.0
Total 248 100.0 100.0
Jenjang_Karir
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Ada 78 31.5 31.5 31.5
Ada 170 68.5 68.5 100.0
Total 248 100.0 100.0
178
Perkembangan_Teknologi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Mampu Mengikuti 45 18.1 18.1 18.1
Mampu Mengikuti 203 81.9 81.9 100.0
Total 248 100.0 100.0
karir
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Meningkat 116 68.2 68.2 68.2
Meningkat 54 31.8 31.8 100.0
Total 170 100.0 100.0
Atasan_or_Majikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak Ada 29 11.7 11.7 11.7
Ada 219 88.3 88.3 100.0
Total 248 100.0 100.0
Hubungan_dgn_Atasan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Buruk 8 3.7 3.7 3.7
Baik 211 96.3 96.3 100.0
Total 219 100.0 100.0
Tambah_Tanggungjawab_tanpa_tambah_Gaji
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Ya 80 32.3 32.3 32.3
Tidak 168 67.7 67.7 100.0
Total 248 100.0 100.0
Pertentangan_Pekerjaan_Keluarga
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Terganggu 101 40.7 40.7 40.7
Tidak Terganggu 147 59.3 59.3 100.0
Total 248 100.0 100.0
179
Ketidakpastian_ekonomi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Terganggu 145 58.5 58.5 58.5
Tidak Terganggu 103 41.5 41.5 100.0
Total 248 100.0 100.0
Penghargaan_Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Kurang 75 30.2 30.2 30.2
Sepadan 173 69.8 69.8 100.0
Total 248 100.0 100.0
Kejenuhan_Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ada 58 23.4 23.4 23.4
Tidak Ada 190 76.6 76.6 100.0
Total 248 100.0 100.0
Anak
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak/Belum Memiliki Anak 62 25.0 25.0 25.0
Memiliki Anak 186 75.0 75.0 100.0
Total 248 100.0 100.0
Perawatan_Anak
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Adekuat 24 12.9 12.9 12.9
Adekuat 162 87.1 87.1 100.0
Total 186 100.0 100.0
180
Hubungan_Rekan_Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Buruk 8 3.2 3.2 3.2
Baik 240 96.8 96.8 100.0
Total 248 100.0 100.0
Kondisi_Lingkungan_Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Buruk 69 27.8 27.8 27.8
Baik 179 72.2 72.2 100.0
Total 248 100.0 100.0
Pelecehan_Seksual
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Pernah Mengalami 65 26.2 26.2 26.2
Tidak Ada 183 73.8 73.8 100.0
Total 248 100.0 100.0
Kekerasan_di_Tempat_Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Pernah Mengalami 32 12.9 12.9 12.9
Tidak Ada 216 87.1 87.1 100.0
Total 248 100.0 100.0
Kemacetan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Terganggu 160 64.5 64.5 64.5
Tidak Terganggu 88 35.5 35.5 100.0
Total 248 100.0 100.0
181
LAMPIRAN 4 OUTPUT SPSS BIVARIAT
Beban_Kerja * Stres_Kerja
Beban_Kerja * Stres_Kerja Crosstabulation
Stres_Kerja
Total Stres Tidak Stres
Beban_Kerja Berat Count 64 20 84
% within Beban_Kerja 76.2% 23.8% 100.0%
Ringan Count 68 96 164
% within Beban_Kerja 41.5% 58.5% 100.0%
Total Count 132 116 248
% within Beban_Kerja 53.2% 46.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 26.908a 1 .000
Continuity Correctionb 25.531 1 .000
Likelihood Ratio 28.009 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 26.799 1 .000
N of Valid Cases 248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 39.29.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Beban_Kerja (Berat /
Ringan)
4.518 2.503 8.153
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.838 1.478 2.284
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .407 .272 .609
N of Valid Cases 248
182
Kondisi_Relokasi_Kerja * Stres_Kerja
Crosstab
Stres_Kerja
Total Stres Tidak Stres
Kondisi_Relokasi_
Kerja
Tidak Sesuai Count 36 27 63
% within Kondisi_Relokasi_Kerja 57.1% 42.9% 100.0%
Sesuai Count 60 52 112
% within Kondisi_Relokasi_Kerja 53.6% 46.4% 100.0%
Total Count 96 79 175
% within Kondisi_Relokasi_Kerja 54.9% 45.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .208a 1 .649
Continuity Correctionb .088 1 .766
Likelihood Ratio .208 1 .648
Fisher's Exact Test .752 .384
Linear-by-Linear Association .206 1 .650
N of Valid Cases 175
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 28.44.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kondisi_Relokasi_Kerja
(Tidak Sesuai / Sesuai)
1.156 .620 2.152
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.067 .810 1.404
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .923 .652 1.307
N of Valid Cases 175
183
Pelatihan_Kerja * Stres_Kerja
Crosstab
Stres_Kerja
Total Stres Tidak Stres
Pelatihan_ Kerja Kurang Count 53 39 92
% within Pelatihan_Kerja 57.6% 42.4% 100.0%
Cukup Count 79 77 156
% within Pelatihan_ Kerja 50.6% 49.4% 100.0%
Total Count 132 116 248
% within Pelatihan_ Kerja 53.2% 46.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.129a 1 .288
Continuity Correctionb .866 1 .352
Likelihood Ratio 1.131 1 .287
Fisher's Exact Test .296 .176
Linear-by-Linear Association 1.124 1 .289
N of Valid Cases 248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 43.03.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Pelatihan_ Kerja (Kurang / Cukup) 1.325 .788 2.226
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.138 .900 1.437
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .859 .645 1.144
N of Valid Cases 248
184
Karir * Stres_Kerja
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.449a 1 .063
Continuity Correctionb 2.864 1 .091
Likelihood Ratio 3.462 1 .063
Fisher's Exact Test .071 .045
Linear-by-Linear Association 3.429 1 .064
N of Valid Cases 170
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 26.36.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
Stres_Kerja
Total Stres Tidak Stres
Karir Tidak Meningkat Count 65 51 116
% within Karir 56.0% 44.0% 100.0%
Meningkat Count 22 32 54
% within Karir 40.7% 59.3% 100.0%
Total Count 87 83 170
% within Karir 51.2% 48.8% 100.0%
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Karir (Tidak Meningkat /
Meningkat)
1.854 .963 3.569
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.375 .960 1.971
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .742 .549 1.003
N of Valid Cases 170
185
Hubungan_dgn_Atasan * Stres_Kerja
Crosstab
Stres_Kerja
Total Stres Tidak Stres
Hubungan_dgn_Atasan Buruk Count 5 3 8
% within
Hubungan_dgn_Atasan
62.5% 37.5% 100.0%
Baik Count 112 99 211
% within
Hubungan_dgn_Atasan
53.1% 46.9% 100.0%
Total Count 117 102 219
% within
Hubungan_dgn_Atasan
53.4% 46.6% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .275a 1 .600
Continuity Correctionb .027 1 .870
Likelihood Ratio .279 1 .598
Fisher's Exact Test .727 .439
Linear-by-Linear Association .274 1 .601
N of Valid Cases 219
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.73.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Hubungan_dgn_Atasan
(Buruk / Baik)
1.473 .343 6.322
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.177 .678 2.044
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .799 .323 1.978
N of Valid Cases 219
186
Perkembangan_Teknologi * Stres_Kerja
Crosstab
Stres_Kerja
Total Stres Tidak Stres
Perkembangan_Teknologi Tidak Mampu Mengikuti Count 31 14 45
% within
Perkembangan_Teknologi
68.9% 31.1% 100.0%
Mampu Mengikuti Count 101 102 203
% within
Perkembangan_Teknologi
49.8% 50.2% 100.0%
Total Count 132 116 248
% within
Perkembangan_Teknologi
53.2% 46.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5.417a 1 .020
Continuity Correctionb 4.676 1 .031
Likelihood Ratio 5.556 1 .018
Fisher's Exact Test .021 .015
Linear-by-Linear Association 5.396 1 .020
N of Valid Cases 248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.05.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Perkembangan_Teknologi (Tidak
Mampu Mengikuti / Mampu Mengikuti)
2.236 1.123 4.452
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.385 1.089 1.760
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .619 .393 .977
N of Valid Cases 248
187
Tambah_Tanggungjwb_tnp_tambah_Gaji * Stres_Kerja
Crosstab
Stres_Kerja
Total Stres Tidak Stres
Tambah_Tanggungjwb
_tnp_tambah_Gaji
Ya Count 53 27 80
% within
Tambah_Tanggungjwb_tnp_tambah_Gaji
66.2% 33.8% 100.0
%
Tidak Count 79 89 168
% within
Tambah_Tanggungjwb_tnp_tambah_Gaji
47.0% 53.0% 100.0
%
Total Count 132 116 248
% within
Tambah_Tanggungjwb_tnp_tambah_Gaji
53.2% 46.8% 100.0
%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 8.046a 1 .005
Continuity Correctionb 7.293 1 .007
Likelihood Ratio 8.168 1 .004
Fisher's Exact Test .006 .003
Linear-by-Linear Association 8.014 1 .005
N of Valid Cases 248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 37.42.
b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Tambah_Tanggungjwb_tnp_tambah_
Gaji (Ya / Tidak)
2.211 1.271 3.847
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.409 1.126 1.763
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .637 .454 .894
N of Valid Cases 248
188
Pertentangan_Pekerjaan_Keluarga * Stres_Kerja
Crosstab
Stres_Kerja
Total Stres Tidak Stres
Pertentangan_Pekerjaan_
Keluarga
Terganggu Count 54 47 101
% within Pertentangan_Pekerjaan_Keluarga 53.5% 46.5% 100.0%
Tidak
Terganggu
Count 78 69 147
% within Pertentangan_ Pekerjaan _Keluarga 53.1% 46.9% 100.0%
Total Count 132 116 248
% within Pertentangan_ Pekerjaan _Keluarga 53.2% 46.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .004a 1 .950
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .004 1 .950
Fisher's Exact Test 1.000 .527
Linear-by-Linear Association .004 1 .950
N of Valid Cases 248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 47.24.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Pertentangan_Pekerjaan_Keluarga
(Mengganggu / Tidak Mengganggu)
1.016 .612 1.689
For cohort Stres_Kerja= Stres 1.008 .795 1.277
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .991 .756 1.300
N of Valid Cases 248
189
Ketidakpastian_ekonomi * Stres_Kerja
Crosstab
Stres_Kerja
Total Stres Tidak Stres
Ketidakpastian_ekonomi Terganggu Count 89 56 145
% within
Ketidakpastian_ekonomi
61.4% 38.6% 100.0%
Tidak Terganggu Count 43 60 103
% within
Ketidakpastian_ekonomi
41.7% 58.3% 100.0%
Total Count 132 116 248
% within
Ketidakpastian_ekonomi
53.2% 46.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 9.323a 1 .002
Continuity Correctionb 8.551 1 .003
Likelihood Ratio 9.362 1 .002
Fisher's Exact Test .003 .002
Linear-by-Linear Association 9.285 1 .002
N of Valid Cases 248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 48.18.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Ketidakpastian_ekonomi
(Terganggu / Tidak Terganggu)
2.218 1.325 3.711
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.470 1.131 1.911
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .663 .510 .862
N of Valid Cases 248
190
Penghargaan_Kerja * Stres_Kerja
Crosstab
Stres_Kerja
Total Stres Tidak Stres
Penghargaan_Kerja Kurang Count 51 24 75
% within Penghargaan_Kerja 68.0% 32.0% 100.0%
Sepadan Count 81 92 173
% within Penghargaan_Kerja 46.8% 53.2% 100.0%
Total Count 132 116 248
% within Penghargaan_Kerja 53.2% 46.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 9.426a 1 .002
Continuity Correctionb 8.595 1 .003
Likelihood Ratio 9.609 1 .002
Fisher's Exact Test .002 .002
Linear-by-Linear Association 9.388 1 .002
N of Valid Cases 248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 35.08.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Penghargaan_Kerja
(Kurang / Sepadan)
2.414 1.365 4.267
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.452 1.163 1.814
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .602 .421 .861
N of Valid Cases 248
191
Kejenuhan_Kerja * Stres_Kerja
Crosstab
Stres_Kerja
Total Stres Tidak Stres
Kejenuhan_Kerja Ada Count 45 13 58
% within Kejenuhan_Kerja 77.6% 22.4% 100.0%
Tidak Ada Count 87 103 190
% within Kejenuhan_Kerja 45.8% 54.2% 100.0%
Total Count 132 116 248
% within Kejenuhan_Kerja 53.2% 46.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 18.045a 1 .000
Continuity Correctionb 16.791 1 .000
Likelihood Ratio 18.998 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 17.973 1 .000
N of Valid Cases 248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 27.13.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kejenuhan_Kerja
(Ada / Tidak Ada)
4.098 2.076 8.089
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.694 1.377 2.085
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .413 .252 .679
N of Valid Cases 248
192
Perawatan_Anak * Stres_Kerja
Crosstab
Stres_Kerja
Total Stres Tidak Stres
Perawatan_Anak Tidak Adekuat Count 16 8 24
% within Perawatan_Anak 66.7% 33.3% 100.0%
Adekuat Count 80 82 162
% within Perawatan_Anak 49.4% 50.6% 100.0%
Total Count 96 90 186
% within Perawatan_Anak 51.6% 48.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 2.500a 1 .114
Continuity Correctionb 1.856 1 .173
Likelihood Ratio 2.549 1 .110
Fisher's Exact Test .130 .086
Linear-by-Linear Association 2.487 1 .115
N of Valid Cases 186
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.61.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Perawatan_Anak
(Tidak Adekuat / Adekuat)
2.050 .831 5.057
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.350 .977 1.865
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .659 .367 1.183
N of Valid Cases 186
193
Hubungan_Rekan * Stres_Kerja
Crosstab
Stres_Kerja
Total Stres Tidak Stres
Hubungan_Rekan Buruk Count 4 4 8
% within Hubungan_Rekan 50.0% 50.0% 100.0%
Baik Count 128 112 240
% within Hubungan_Rekan 53.3% 46.7% 100.0%
Total Count 132 116 248
% within Hubungan_Rekan 53.2% 46.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .035a 1 .853
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .034 1 .853
Fisher's Exact Test 1.000 .565
Linear-by-Linear Association .034 1 .853
N of Valid Cases 248
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.74.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Hubungan_Rekan
(Buruk / Baik)
.875 .214 3.580
For cohort Stres_Kerja = Stres .938 .464 1.894
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres 1.071 .529 2.171
N of Valid Cases 248
194
Kondisi_Lingkungan_Kerja * Stres_Kerja
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.175a 1 .075
Continuity Correctionb 2.689 1 .101
Likelihood Ratio 3.204 1 .073
Fisher's Exact Test .089 .050
Linear-by-Linear Association 3.162 1 .075
N of Valid Cases 248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 32.27.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
Stres_Kerja
Total Stres Tidak Stres
Kondisi_Lingkungan_
Kerja
Buruk Count 43 26 69
% within Kondisi_Lingkungan_Kerja 62.3% 37.7% 100.0%
Baik Count 89 90 179
% within Kondisi_Lingkungan_Kerja 49.7% 50.3% 100.0%
Total Count 132 116 248
% within Kondisi_Lingkungan_Kerja 53.2% 46.8% 100.0%
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Kondisi_Lingkungan_Kerja
(Mengganggu / Tidak mengganggu)
1.672 .947 2.952
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.253 .991 1.586
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .749 .535 1.049
N of Valid Cases 248
195
Pelecehan_Seksual * Stres_Kerja
Crosstab
Stres_Kerja
Total Stres Tidak Stres
Pelecehan_Seksual Pernah Mengalami Count 43 22 65
% within
Pelecehan_Seksual
66.2% 33.8% 100.0%
Tidak Pernah
Mengalami
Count 89 94 183
% within
Pelecehan_Seksual
48.6% 51.4% 100.0%
Total Count 132 116 248
% within
Pelecehan_Seksual
53.2% 46.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5.914a 1 .015
Continuity Correctionb 5.231 1 .022
Likelihood Ratio 6.012 1 .014
Fisher's Exact Test .020 .011
Linear-by-Linear Association 5.890 1 .015
N of Valid Cases 248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 30.40.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Pelecehan_Seksual
(Pernah Mengalami / Tidak Ada)
2.064 1.144 3.724
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.360 1.082 1.710
For cohort Stres_Kerja= Tidak Stres .659 .456 .952
N of Valid Cases 248
196
Kekerasan_di_Tempat_Kerja * Stres_Kerja
Crosstab
Stres_Kerja
Total Stres
Tidak
Stres
Kekerasan_di_Tempat
_Kerja
Pernah Mengalami Count 22 10 32
% within Kekerasan_di_Tempat_Kerja 68.8% 31.3% 100.0%
Tidak Pernah
Mengalami
Count 110 106 216
% within Kekerasan_di_Tempat_Kerja 50.9% 49.1% 100.0%
Total Count 132 116 248
% within Kekerasan_di_Tempat_Kerja 53.2% 46.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 3.557a 1 .059
Continuity Correctionb 2.877 1 .090
Likelihood Ratio 3.653 1 .056
Fisher's Exact Test .086 .044
Linear-by-Linear Association 3.542 1 .060
N of Valid Cases 248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.97.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
Kekerasan_di_Tempat_Kerja (Pernah
Mengalami / Tidak Ada)
2.120 .959 4.688
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.350 1.033 1.765
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .637 .374 1.084
N of Valid Cases 248
197
Kemacetan * Stres_Kerja
Crosstab
Stres_Kerja
Total Stres Tidak Stres
Kemacetan Terganggu Count 89 71 160
% within Kemacetan 55.6% 44.4% 100.0%
Tidak Terganggu Count 43 45 88
% within Kemacetan 48.9% 51.1% 100.0%
Total Count 132 116 248
% within Kemacetan 53.2% 46.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.043a 1 .307
Continuity Correctionb .789 1 .375
Likelihood Ratio 1.042 1 .307
Fisher's Exact Test .352 .187
Linear-by-Linear Association 1.038 1 .308
N of Valid Cases 248
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 41.16.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kemacetan
(Terganggu / Tidak Terganggu)
1.312 .779 2.210
For cohort Stres_Kerja = Stres 1.138 .882 1.468
For cohort Stres_Kerja = Tidak Stres .868 .664 1.134
N of Valid Cases 248