faktor faktor yang berhubungan dengan...
TRANSCRIPT
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES KERJA
PADA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP KELAS III RS X JAKARTA
TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Disusun Oleh :
NURAZIZAH
NIM : 1112101000053
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2017 M/1438 H
i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga skripsi yang berjudul “Faktor – Faktor yang
Berhubungan dengan Stres Kerja Pada Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas
III RS X Jakarta Tahun 2017” ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam proses
memperoleh gelar sarjana. Dalam proses penyusunannya, penulis mendapat
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Allah SWT atas segala nikmat serta kasih sayang yang telah diberikan-Nya.
2. Keluarga penulis khususnya umi, abi, abang, dan adik yang telah
melimpahkan doa, kasih sayang, serta semangat kepada penulis.
3. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM., M.Kes., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. M. Farid Hamzens, M.Si dan Ibu Meilani M. Anwar, M.T., selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan ilmu serta arahan kepada penulis
dalam menyelesaikan penulisan skripsi.
5. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D., selaku ketua program studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
serta seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat, terimakasih atas
ilmu yang telah diberikan.
6. Ibu Dr. Iting Shofwati, S.T, M.KKK., Bapak Baequni, M.Kes., Ph.D., dan Ibu
Putri Handayani, S.KM., M.KKK., selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran serta arahan kepada penulis dalam menyelesaikan
penulisan skripsi.
7. Ibu Wike, Ibu Eri, Ibu Ros, Ibu Liana, Bapak Ibnu, Bapak Agung, dan
seluruh perawat ruang rawat inap flamboyan, melati, cempaka, dan mawar
yang telah menerima dan membantu penulis dalam melaksanakan penelitian
di RS X Jakarta.
v
8. Teman- teman penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan teman
seperjuangan “Katiguys 2012”, “Sistah”, “Itik”, “Inces”, “Tim Dadakan”
yang selalu memberi bantuan, masukan, doa serta semangat satu sama lain.
Akhir kata, penulis menyadari adanya kekurangan dalam penulisan skripsi
ini. Namun, semoga terdapat manfaat bagi penulis maupun bagi pembaca yang
lain.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta, Juni 2017
Penulis
vi
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Juni 2017
Nurazizah, NIM. 1112101000053
Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja Pada Perawat di
Ruang Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017
( xiii + 103 halaman, 21 tabel, 2 gambar, 2 lampiran)
ABSTRAK
Stres kerja terjadi ketika tuntutan pekerjaan melebihi kapasitas, sumber
daya, dan kemampuan yang dimiliki perawat. Berdasarkan hasil studi
pendahuluan pada 30 perawat di ruang rawat inap kelas III RS X diketahui bahwa
53,3% perawat (16 dari 30 perawat) mengalami gejala stres tinggi. Apabila tidak
dikelola dengan baik, stres pada perawat dapat menyebabkan terjadinya kesalahan
dalam perawatan pasien dan membahayakan keselamatan pasien.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross
sectional. Sampel penelitian merupakan seluruh perawat di ruang rawat inap kelas
III (flamboyan, mawar, melati, dan cempaka) yang berjumlah 109 orang.
Pengambilan data dilakukan dengan pengisian kuesioner (NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire). Analisis bivariat dilakukan dengan uji korelasi spearman
dan uji mann whitney serta analasis multivariat dilakukan dengan uji regresi linier
ganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat empat variabel yang masuk
kedalam pemodelan akhir multivariat yaitu ketidakpastian pekerjaan, kemampuan
yang tidak digunakan, tanggung jawab terhadap orang lain dan dukungan sosial.
Sedangkan faktor yang paling dominan berhubungan dengan stres kerja adalah
kemampuan yang tidak digunakan.
Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar pihak rumah sakit menerapkan
komunikasi yang efektif secara rutin setiap briefing sebelum kerja untuk
memperjelas peran dan tanggung jawab, memberikan dukungan sosial, serta
menjelaskan mengenai kemampuan yang diharapkan ada pada tiap perawat.
Meningkatkan keterampilan perawat guna menyesuaikan diri dengan
perkembangan yang ada di lingkungan kerja, serta menghargai hak perawat dan
menetapkan kebijakan yang jelas mengenai kepastian pekerjaan agar rasa
khawatir terhadap ketidakpastian pekerjaan dapat berkurang.
Kata Kunci : Stres Kerja, Perawat, NIOSH Generic Job Stress Questionnaire.
Daftar Bacaan : 146 (1981 – 2017)
vii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY
OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH
Undergraduate Thesis, June 2017
Nurazizah, NIM. 1112101000053
Factors of Work-related Stress among Nurses in Inpatient Room Class III at
X Public Hospital in 2017
( xiii + 103 pages, 21 tables, 2 images, 2 attachments)
ABSTRACT
Work stress happens when workloads outweigh nurses‟ capacity, resource,
and ability. Prior study as to 30 nurses in inpatient room class III at X public
hospital shows 53,3% (16 out of 30 nurses) experienced the symptom of high
stress. As such, if the stress is not carefully managed, it will surely cause human
error in treating patients and bring the patient in danger as well.
This research uses quantitative method with cross sectional study design.
The samples of this research are all the nurses which total of 109 people in
flamboyan, mawar, melati, and cempaka inpatient room class III. The data was
taken with filling the questionnaire (NIOSH Generic Job Stress Questionnaire).
The bivariate analysis was conducted with correlation spearman test and mann
whitney test, while the multivariate analysis was conducted with multiple liniear
regression test.
The study finds that there are four factors included to the final multivariate
models, such as job insecurity, unused skill, responsibility to other people and
social support. According to this research, the major factor associated with work
stress is the unused skills.
Therefore, researcher suggests to nursing management for implementing
an effective communication in every briefing before work to clarifying role and
responsibilities, in giving social support, as well as in elucidating the ability
expected from the nurse will prevent overlapping duties and make the duties of
nurses and communication flowing smoothly. The hospital is also expected to
improving nurse skills to adapt to the existing developments in the workplace,
respecting the rights of nurses and establishing clear policy regarding to job
security so that the fear of job uncertainty can be reduced.
.
Keywords : Job Stress, Nurse, NIOSH Generic Job Stress Questionnaire.
Reading List : 146 (1981 – 2017)
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................................... i PERNYATAAN PERSETUJUAN .............................................................................. ii PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI ........................................................................ iii KATA PENGANTAR ................................................................................................ iv ABSTRAK .................................................................................................................. vi ABSTRACT ............................................................................................................... vii DAFTAR ISI ............................................................................................................. viii DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 4 1.3 Pertanyaan Penelitian .................................................................................. 4 1.4 Tujuan .......................................................................................................... 5 1.5 Manfaat ........................................................................................................ 7
1.5.1 Bagi Peneliti ........................................................................................ 7 1.5.2 Bagi RS X Jakarta .............................................................................. 7 1.5.3 Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta ............. 7
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 8 2.1. Definisi Stres ............................................................................................... 8 2.2. Mekanisme Stres ......................................................................................... 9 2.3. Stres Kerja ................................................................................................. 10 2.4. Dampak Stres Kerja ................................................................................... 12 2.5. Cara Pengukuran Stres Kerja ..................................................................... 13 2.6. Faktor Risiko Stres Kerja .......................................................................... 17
2.6.1. Faktor Pekerjaan .............................................................................. 17 2.6.2. Faktor di Luar Pekerjaan ................................................................. 24
2.6.3. Faktor Individual ............................................................................. 25 2.6.4. Faktor Pendukung ............................................................................ 28
2.7. Penanggulangan Stres Kerja ...................................................................... 29
2.8. Uji Statistik ................................................................................................ 32
2.9. Kerangka Teori .......................................................................................... 33
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ...................... 34
3.1 Kerangka Konsep ...................................................................................... 34 3.2 Definisi Operasional .................................................................................. 36 3.3 Hipotesis .................................................................................................... 39
ix
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................................ 40 4.1 Desain Penelitian ....................................................................................... 40 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 40 4.3 Populasi dan Sampel .................................................................................. 40
4.3.1 Populasi ............................................................................................. 40 4.3.2 Sampel .............................................................................................. 40
4.4 Instrumen Penelitian .................................................................................. 42 4.5 Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ......................................................... 48 4.6 Pengumpulan Data ..................................................................................... 49 4.7 Pengolahan Data ........................................................................................ 49
4.7.1 Mengkode Data (data coding) .......................................................... 49 4.7.2 Menyunting Data (data editing) ........................................................ 49 4.7.3 Memasukkan Data (data entry) ......................................................... 49 4.7.4 Membersihkan Data (data cleaning) ................................................. 50
4.8 Analisis Data ............................................................................................. 50 4.8.1 Analisis Univariat ............................................................................. 50 4.8.2 Analisis Bivariat ............................................................................... 50 4.8.3 Analisis Multivariat .......................................................................... 51
4.9 Penyajian Data ........................................................................................... 52
BAB V HASIL ........................................................................................................... 53 5.1 Gambaran Umum RS X Jakarta ................................................................ 53 5.2 Analisis Univariat ...................................................................................... 53
5.2.1. Gambaran Stres Kerja pada Perawat di Ruang Rawat Inap
Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017 ................................................. 53 5.2.2. Gambaran Faktor Pekerjaan pada Perawat di Ruang Rawat Inap
Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017 ................................................. 54
5.2.3. Gambaran Faktor di Luar Pekerjaan pada Perawat di Ruang
Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017 .............................. 57 5.2.4. Gambaran Faktor Individual pada Perawat di Ruang Rawat
Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017 ......................................... 58 5.2.5. Gambaran Faktor Pendukung pada Perawat di Ruang Rawat
Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017 ......................................... 60 5.3 Analisis Bivariat ........................................................................................ 60
5.3.1. Hubungan antara Faktor Pekerjaan dengan Stres Kerja ................... 60 5.3.2. Hubungan antara Faktor di Luar Pekerjaan dengan Stres Kerja ...... 64
5.3.3. Hubungan antara Faktor Individual dengan Stres Kerja .................. 64 5.3.4. Hubungan antara Faktor Pendukung dengan Stres Kerja ................ 66
5.4 Analisis Multivariat ................................................................................... 66 5.4.1. Faktor Paling Dominan yang Berhubungan dengan Stres Kerja
pada Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta
Tahun 2017 ...................................................................................... 66
BAB VI PEMBAHASAN .......................................................................................... 70 6.1 Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 70
x
6.2 Gambaran Stres Kerja pada Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas III
RS X Jakarta Tahun 2017 .......................................................................... 70 6.3 Hubungan Faktor-Faktor Pekerjaan dengan Stres Kerja ........................... 72 6.4 Hubungan antara Faktor di Luar Pekerjaan dengan Stres Kerja ............... 91 6.5 Hubungan antara Faktor Individual dengan Stres Kerja ........................... 92 6.6 Hubungan antara Faktor Pendukung dengan Stres Kerja .......................... 98
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 100 7.1 Simpulan .................................................................................................. 100 7.2 Saran ........................................................................................................ 102
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 104
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 112.1 Instrumen Pengukuran Stres Kerja ................................................ 16
Tabel 213.1 Definisi Operasional ...................................................................... 36
Tabel 314.1 Daftar Jumlah Perawat .................................................................. 40
Tabel 114.2 Jumlah Sampel Pada Tiap Ruang Rawat Inap ............................... 42
Tabel 154.3 Skoring Instrumen NIOSH Generic Job Stress Questionnaire ..... 48
Tabel 165.1 Distribusi Frekuensi Stres Kerja pada Perawat di Ruang Rawat
Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017....................................... 54
Tabel 175.2 Distribusi Frekuensi Faktor Pekerjaan pada Perawat di Ruang
Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017 ........................... 54
Tabel 185.3 Distribusi Frekuensi Faktor Pekerjaan (Shift Kerja) pada
Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun
2017 ............................................................................................... 55
Tabel 195.4 Distribusi Frekuensi Faktor di Luar Pekerjaan pada Perawat di
Ruang Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017 ................ 57
Tabel 115.5 Distribusi Frekuensi Faktor Individual pada Perawat di Ruang
Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017 ........................... 58
Tabel 115.6 Distribusi Frekuensi Faktor Individual (Jenis Kelamin dan
Status Pernikahan) pada Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas
III RS X Jakarta Tahun 2017 ......................................................... 58
Tabel 125.7 Distribusi Frekuensi Faktor Pendukung pada Perawat di Ruang
Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017 ........................... 60
Tabel 135.8 Hubungan antara Faktor Pekerjaan dengan Stres Kerja pada
Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun
2017 ............................................................................................... 60
Tabel 145.9 Hubungan antara Faktor Pekerjaan (Shift Kerja) dengan Stres
Kerja pada Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas III RS X
Jakarta Tahun 2017........................................................................ 61
Tabel 155.10 Hubungan antara Faktor di Luar Pekerjaan dengan Stres Kerja
pada Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta
Tahun 2017 .................................................................................... 64
Tabel 165.11 Hubungan antara Faktor Individual dengan Stres Kerja pada
Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun
2017 ............................................................................................... 64
Tabel 175.12 Hubungan antara Faktor Individual (Jenis Kelamin dan Status
Pernikahan) dengan Stres Kerja pada Perawat di Ruang Rawat
Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017....................................... 64
Tabel 185.13 Hubungan antara Faktor Pendukung dengan Stres Kerja pada
Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun
2017 ............................................................................................... 66
Tabel 195.14 Hasil Analisis Bivariat antar Variabel Independen dan Variabel
Dependen ....................................................................................... 67
Tabel 205.15 Hasil Analisis Variabel Kandidat Model Multivariat .................... 68
Tabel 215.16 Hasil Analisis Model Akhir Variabel Multivariat ......................... 68
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 22.1 Kerangka Teori .............................................................................. 33
Gambar 23.1 Keranka Konsep ............................................................................ 35
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Kuesioner Penelitian
Lampiran II Output Hasil Analisa Data
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stres merupakan masalah yang umum terjadi pada kehidupan modern,
termasuk stres yang berhubungan dengan pekerjaan (ILO, 2016). Stres kerja
adalah respon fisik dan emosional yang berbahaya dan dapat terjadi ketika
tuntutan pekerjaan yang ada melebihi kemampuan atau kontrol kerja yang dimiliki
oleh pekerja (Alberta, 2014). Stres kerja menjadi hal yang berisiko bagi kesehatan
dan keselamatan pekerja ketika pekerjaan yang dilakukan melebihi kapasitas,
sumber daya, dan kemampuan pekerja dilakukan secara berkepanjangan (ILO,
2016).
Di Amerika, stres kerja merupakan masalah yang umum terjadi dan
merugikan bagi pekerja (NIOSH, 1999). Stres kerja dapat menimbulkan gangguan
kesehatan seperti rasa letih/lelah, kehabisan tenaga, pusing, dan gangguan
pencernaan (Munandar, 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 775
tenaga profesional pada dua rumah sakit di Taiwan terdapat 64,4% pekerja
mengalami kegelisahan, 33,7% mengalami mimpi buruk, 44,1 % mengalami
gangguan iritabilitas, 40,8% mengalami sakit kepala, 35% insomnia, dan 41,4%
mengalami gangguan gastrointestinal (Tsai & Lu, 2012).
Stres kerja menjadi perhatian penting salah satunya pada pekerja sektor
pelayanan kesehatan (ILO, 2016). Seluruh tenaga profesional di rumah sakit
memiliki risiko stres, namun perawat memiliki tingkat stres yang lebih tinggi
(Charnley, 1999). Hasil penelitian Health and Safety Executive (2015)
menunjukkan bahwa tenaga profesional kesehatan, guru dan perawat memiliki
tingkat stres tertinggi dengan angka prevalensi sebesar 2500, 2190 dan 3000 kasus
per 100.000 orang pekerja pada periode 2011/12, 2013/14, dan 2014/15.
Sebuah studi cross sectional yang dilakukan pada 3 rumah sakit di wilayah
Yangon, Myanmar, menunjukkan bahwa 50,2% perawat memiliki tingkat stres
2
kerja tinggi (Lwin, 2015). Di Indonesia, penelitian yang dilakukan pada perawat
di RSUD Prof Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo menunjukkan bahwa terdapat
55,1% perawat dengan tingkat stres berat (Urip, 2015). Hasil penelitian pada
perawat ruang rawat inap RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta menunjukkan
bahwa 80,3% perawat memiliki tingkat stres kerja yang tinggi (Wahyu, 2015).
Stres yang tinggi dapat menimbulkan pengaruh yang berbeda pada setiap
orang. Perubahan yang timbul akibat stres dapat berupa perubahan perilaku dan
mempengaruhi kesehatan mental dan fisik (Gibson, 1997). Stres yang
berkepanjangan dapat menyebabkan masalah psikologis yang mengarah ke
psikiatri penyalahgunaan obat, minum alkohol dan kemudian tidak datang untuk
bekerja serta dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terserang
infeksi (Depkes RI, 2006).
Tingkat stres kerja yang tinggi juga berpengaruh terhadap kinerja, kepuasan,
produktivitas, dan perilaku caring perawat. Semakin tinggi stres kerja maka
kinerja, kepuasan, produktivitas, dan perilaku caring perawat akan semakin
rendah (Riza, 2015; Harrisma, 2013; Desima, 2013). Penurunan kinerja perawat
dan adanya kecenderungan untuk meninggalkan pekerjaan karena lelah, dapat
menyebabkan bertambahnya beban kerja pada perawat yang menetap (Lwin,
2015).
Selain itu, stres kerja pada perawat juga berpengaruh pada kualitas pelayanan
rumah sakit. Apabila perawat mengalami stres kerja dan tidak dikelola dengan
baik maka dapat menghilangkan rasa peduli terhadap pasien, meningkatkan
terjadinya kesalahan dalam perawatan pasien dan membahayakan keselamatan
pasien (Sharma, 2014 ; Jennings, 2008). Hasil penelitian Park (2013)
menunjukkan bahwa 27,9% perawat pernah melakukan kesalahan yang dapat
membahayakan keselamatan pasien dengan stres kerja sebagai salah satu faktor
penyebabnya.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan stres kerja pada perawat diantaranya
shift kerja malam, konflik peran ganda, kurangnya dukungan sosial, konflik antara
pekerjaan dengan keluarga, tuntutan tugas yang beragam dan tidak sesuai dengan
3
kompetensi, beban kerja berlebih, kondisi kerja tidak nyaman, ketidakpastian
pekerjaan, tidak adanya pengahargaan, promosi yang berlebih atau promosi yang
kurang, dan tidak seimbangnya jumlah rasio tenaga perawat dengan jumlah pasien
(Firmana, 2011; Masitoh, 2011; Indriyani, 2009; Soegiono, 2008; Lumingkewas,
2015 ; Martina, 2012). Selain itu, perawat memiliki tugas dan tanggung jawab
yang sangat tinggi terhadap keselamatan nyawa manusia, dipacu untuk selalu
maksimal dalam melayani pasien, melakukan pencatatan kondisi pasien secara
rutin dan kontinyu, mempertahankan kondisi pasien agar tidak memburuk, serta
menyampaikan segala kondisi pasien dengan jujur kepada pihak keluarga
(Hendrawati, 2015 ; Astuti, 2016).
RS X merupakan rumah sakit tipe B non pendidikan milik pemerintah DKI
Jakarta. Kunjungan pasien di rumah sakit ini mengalami peningkatan setiap
tahunnya, khususnya pada pelayanan rawat inap yang mengalami peningkatan
sebanyak 14% sejak tahun 2014 hingga 2015. Jumlah kunjungan terbesar di tahun
2014 dan tahun 2015 terdapat pada ruang rawat inap kelas III yaitu sebanyak
8.357 pasien dan 9.619 pasien. Peningkatan kunjungan pasien dapat menjadi suatu
dorongan bagi pihak rumah sakit untuk mewujudkan visi menjadi rumah sakit
unggulan yang bermutu internasional dan rujukan terbaik di Ibukota Negara
Republik Indonesia tahun 2017.
Peningkatan jumlah pasien rawat inap di RS X tidak diimbangi dengan
peningkatan jumlah tenaga keperawatan. Menurut Permenkes Nomor 56 Tahun
2014, jumlah kebutuhan tenaga keperawatan sama dengan jumlah tempat tidur
pada instalasi rawat inap (rasio 1). Namun, terdapat kekurangan jumlah perawat
pada ruang flamboyan ; cempaka ; melati dan mawar dengan rasio berturut-turut
sebesar 0,52 ; 0,44 ; 0,61 dan 0,62.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 30 perawat di ruang rawat inap
kelas III RS X diketahui bahwa 16 perawat (53,3%) mengalami stres kerja tingkat
tinggi. Sedangkan 14 perawat lainnya (46,7%) mengalami stres kerja tingkat
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat permasalahan stres kerja yang
dirasakan oleh perawat.
4
Upaya pencegahan dan penanggulangan stres kerja perlu dilakukan untuk
menghindari perawat dari berbagai dampak yang dapat terjadi. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan adalah pengukuran tingkat stres kerja serta faktor – faktor
yang berhubungan dengannya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai faktor – faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada
perawat ruang rawat inap kelas III di RS X Jakarta tahun 2017.
1.2 Rumusan Masalah
Stres kerja merupakan masalah yang umum terjadi. Hal ini dibuktikan dari 30
perawat di ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta, 16 diantaranya (53,5%)
mengalami stres kerja tinggi. Stres kerja tinggi dapat menjadi salah satu risiko
terjadinya gangguan kesehatan serta kecelakaan pada pekerja. Stres kerja juga
menjadi perhatian penting pada perawat. Apabila tidak dikelola dengan baik, stres
pada perawat dapat menyebabkan terjadinya kesalahan dalam perawatan pasien
dan membahayakan keselamatan pasien. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai faktor – faktor yang berhubungan dengan stres
kerja pada perawat di ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta tahun 2017.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran stres kerja pada perawat di ruang rawat inap kelas
III RS X Jakarta Tahun 2017?
2. Bagaimana gambaran faktor pekerjaan (lingkungan fisik, konflik peran,
ketaksaan peran, konflik interpersonal, ketidakpastian pekerjaan,
kurangnya kontrol, kurangnya kesempatan kerja, jumlah beban kerja,
variasi beban kerja, tanggung jawab terhadap orang lain, kemampuan yang
tidak digunakan, tuntutan mental, dan shift kerja) pada perawat di ruang
rawat inap kelas III RS X Jakarta Tahun 2017?
3. Bagaimana gambaran faktor di luar pekerjaan (aktivitas di luar pekerjaan)
pada perawat di ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta Tahun 2017?
4. Bagaimana gambaran faktor individual (umur, jenis kelamin, status
pernikahan, masa kerja, kepribadian tipe A dan penilaian diri) pada
perawat di ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta Tahun 2017?
5
5. Bagaimana gambaran faktor pendukung (dukungan sosial) pada perawat di
ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta Tahun 2017?
6. Apakah ada hubungan antara faktor pekerjaan (lingkungan fisik, konflik
peran, ketaksaan peran, konflik interpersonal, ketidakpastian pekerjaan,
kurangnya kontrol, kurangnya kesempatan kerja, jumlah beban kerja,
variasi beban kerja, tanggung jawab terhadap orang lain, kemampuan yang
tidak digunakan, tuntutan mental, dan shift kerja) dengan stres kerja pada
perawat di ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta Tahun 2017?
7. Apakah ada hubungan antara faktor di luar pekerjaan (aktivitas di luar
pekerjaan) dengan stres kerja pada perawat di ruang rawat inap kelas III
RS X Jakarta Tahun 2017?
8. Apakah ada hubungan antara faktor individual (umur, jenis kelamin, status
pernikahan, masa kerja, kepribadian tipe A dan penilaian diri) dengan stres
kerja pada perawat di ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta Tahun
2017?
9. Apakah ada hubungan antara faktor pendukung (dukungan sosial) dengan
stres kerja pada perawat di ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta Tahun
2017?
10. Faktor apakah yang paling dominan berhubungan dengan stres kerja pada
perawat di ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta Tahun 2017?
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya faktor – faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada
perawat di ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta Tahun 2017.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran stres kerja pada perawat di ruang rawat inap
kelas III RS X Jakarta Tahun 2017.
2. Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan (lingkungan fisik, konflik
peran, ketaksaan peran, konflik interpersonal, ketidakpastian
pekerjaan, kurangnya kontrol, kurangnya kesempatan kerja, jumlah
beban kerja, variasi beban kerja, tanggung jawab terhadap orang lain,
6
kemampuan yang tidak digunakan, tuntutan mental, dan shift kerja)
pada perawat di ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta Tahun 2017.
3. Diketahuinya gambaran faktor di luar pekerjaan (aktivitas di luar
pekerjaan) pada perawat di ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta
Tahun 2017.
4. Diketahuinya gambaran faktor individual (umur, jenis kelamin, status
pernikahan, masa kerja, kepribadian tipe A dan penilaian diri) pada
perawat di ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta Tahun 2017.
5. Diketahuinya gambaran faktor pendukung (dukungan sosial) pada
perawat di ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta Tahun 2017.
6. Diketahuinya hubungan antara faktor pekerjaan (lingkungan fisik,
konflik peran, ketaksaan peran, konflik interpersonal, ketidakpastian
pekerjaan, kurangnya kontrol, kurangnya kesempatan kerja, jumlah
beban kerja, variasi beban kerja, tanggung jawab terhadap orang lain,
kemampuan yang tidak digunakan, tuntutan mental, dan shift kerja)
dengan stres kerja pada perawat di ruang rawat inap kelas III RS X
Jakarta Tahun 2017.
7. Diketahuinya hubungan antara faktor di luar pekerjaan (aktivitas di
luar pekerjaan) dengan stres kerja pada perawat di ruang rawat inap
kelas III RS X Jakarta Tahun 2017.
8. Diketahuinya hubungan antara faktor individual (umur, jenis kelamin,
status pernikahan, masa kerja, kepribadian tipe A dan penilaian diri)
dengan stres kerja pada perawat di ruang rawat inap kelas III RS X
Jakarta Tahun 2017.
9. Diketahuinya hubungan antara faktor pendukung (dukungan sosial)
dengan stres kerja pada perawat di ruang rawat inap kelas III RS X
Jakarta Tahun 2017.
10. Diketahuinya faktor yang paling dominan berhubungan dengan stres
kerja pada perawat di ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta Tahun
2017.
7
1.5 Manfaat
1.5.1 Bagi Peneliti
a. Dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah didapat selama
masa perkuliahan.
b. Hasil penelitian dapat dijadikan referensi peneliti lainnya yang akan
melakukan penelitian mengenai stres kerja.
1.5.2 Bagi RS X Jakarta
a. Hasil penelitian ini menjadi informasi tambahan mengenai stres kerja
pada perawat serta faktor – faktor yang berhubungan dengannya.
b. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi agar dapat dilakukan
upaya pencegahan dan pengendalian stres kerja pada perawat ruang
rawat inap kelas III RS X Jakarta.
1.5.3 Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta
a. Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan kepustakaan mengenai
faktor – faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada perawat.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor–faktor yang berhubungan
dengan stres kerja. Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2016 sampai
dengan Mei 2017 di RS X Jakarta. Subjek penelitian ini adalah perawat di ruang
rawat inap kelas III RS X Jakarta. Penelitian yang dilakukan berupa penelitian
analitik dengan desain studi cross sectional. Instrumen pengumpulan data yang
digunakan adalah NIOSH Generic Job Stress Questionnaire. Uji statistik
dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi spearman, mann whitney untuk
mengetahui hubungan antar variabel independen dengan dependen dan analisis
regresi linier ganda untuk mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan
stres kerja.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi Stres
Stres merupakan “penyakit” global yang bisa melanda siapa saja dan kapan
saja (Margiati, 1999). Stres adalah reaksi nonspesifik manusia terhadap
rangsangan atau tekanan (simulus stressor). Stres merupakan suatu reaksi adaptif,
bersifat sangat individual, sehingga suatu stres bagi seseorang belum tentu sama
tanggapannya bagi orang lain (Hartono, 2007).
Perbedaan reaksi terhadap suatu rangsangan dapat terjadi karena stres
merupakan persepsi individu terhadap situasi atau kondisi di dalam
lingkungannya sendiri (NSC, 2003). Stres dihasilkan dari perubahan lingkungan
yang diterima sebagai suatu hal yang menantang, mengancam, atau merusak
keseimbangan seseorang (Smeltzer, 2002). Reaksi stres juga sangat dipengaruhi
oleh tingkat kematangan berpikir, tingkat pendidikan, dan kemampuan adaptasi
seseorang terhadap lingkungannya (Hartono, 2007).
Stres sebagai suatu reaksi merupakan salah satu bagian dari tiga pembagian
model stres. Secara rinci tiga pembagian model stres terdiri dari model stres yang
mempunyai konsep bahwa fenomena stres berdasarkan stimulus, model yang
mempunyai konsep stres berdasarkan respons, dan model yang mempunyai
konsep bahwa stres merupakan gabungan dari kedua konsep tersebut. Sedangkan
pembagian berdasarkan pendekatan teoritis, stres didefinisikan kedalam disiplin
ilmu fisiologi, psikologi, dan sosiologi (Barnfather, 1993).
Stres dianggap sebagai sebuah respon karena stres merupakan respon
nonspesifik tubuh terhadap setiap kebutuhan, tanpa memperhatikan sifatnya.
Respon tersebut meliputi satu seri reaksi fisiologis yang dinamakan Sindrom
Adaptasi Umum. Pemodelan lain menganggap stres sebagai suatu stimulus, atau
penyebab adanya respon. Dalam model psikososial ini, stres dipandang sebagai
suatu hal di luar individu dan dianggap sebagai faktor pedisposisi atau pencetus
yang meningkatkan kepekaan individu terhadap penyakit (Smeltzer, 2002).
9
Pemodelan terakhir memandang stres sebagai transaksi. Dalam model transaksi
ini terdapat pertukaran antara individu dan lingkungannya. Hubungan khusus
antara seseorang dengan lingkungannya yang dihargai oleh orang tersebut sebagai
pajak terhadap sumber dayanya dan membahayakan kemampuannya.
2.2.Mekanisme Stres
Berbagai rangsangan baik secara fisik, kimiawi, psikologis, maupun
psikososial yang merupakan ancaman gangguan pada sistem homeostasis tubuh
dan dapat memicu response stres. Semua stressor dapat menimbulkan respon
umum yang berefek sama apa pun jenis stressor nya. Respon tersebut adalah
respon umum / general adaption syndrome dikendalikan oleh hipotalamus (Kadir,
2010).
Hipotalamus menerima masukan mengenai stresor fisik dan psikologis dari
hampir semua daerah di otak dan dari banyak reseptor di seluruh tubuh. Sebagai
respon hipotalamus secara langsung mengaktifkan sistem saraf simpatis.
Mengeluarkan CRH untuk merangsang sekresi ACTH dan kortisol, dan memicu
pengeluaran Vasopresin. Stimulasi simpatis pada gilirannya menyebabkan sekresi
epinephrine, dimana keduanya memiliki efek sekresi terhadap insulin dan
glukagon oleh pankreas. Selain itu vasokonstriksi arteriole di ginjal oleh
katekolamin secara tidak langsung memicu sekresi rennin dengan menurunkan
aliran darah (konsumsi oksigen menurun) ke ginjal. Renin kemudian
mengaktifkan mekanisme rennin-angiotensinaldosteron. Dengan cara ini, selama
stres, hipotalamus mengintegrasikan berbagai respon baik dari sistem saraf
simpatis maupun sistem endokrin (Hole, 1981).
Menurut Reilly (1985), reaksi normal pada seseorang yang sehat pada keadaan
darurat, yang mengancam jiwanya, akan merangsang pengeluaran hormon
adrenalin, yang menyebabkan meningkatnya denyut nadi, pernapasan,
memperbaiki tonus otot dan rangsangan kesadaran yang kesemuanya akan
meningkatkan kewaspadaan dan siap akan kecemasan dan antisipasi yang akan
dihadapi, untuk kembali pada keadaan yang normal setelah suatu krisis yang
dihadapinya. Walaupun kondisi ini akan dilanjutkan dengan keadaan stres yang
siap akan terjadinya suatu kerusakan pada tubuh (Kadir, 2010).
10
2.3.Stres Kerja
Lingkungan kerja merupakan salah satu stimulus yang dapat memicu
terjadinya stres. Stres kerja merupakan keadaan psikologis yang mewakili
ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian persepsi seseorang mengenai tuntutan
(yang berhubungan dengan pekerjaan) dan kemampuan mereka untuk mengatasi
tuntutan tersebut. Pada lingkungan kerja, stres merupakan bahaya fisik dan respon
emosional yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan cedera bagi para
pekerja. Stres terjadi ketika persyaratan pekerjaan tidak sesuai dengan
kemampuan, sumber daya, atau kebutuhan pekerja (NIOSH, 1999).
Stres kerja dihasilkan dari ketidaksesuaian antara tuntutan dan tekanan serta
ketidaksesuaian dengan pengetahuan dan kemampuan. Situasi seperti ini tidak
hanya berkaitan dengan tekanan pekerjaan yang melebihi kemampuan pekerja
untuk mengendalikannya tetapi juga terkait dengan pengetahuan dan kemampuan
individu yang tidak digunakan dengan baik sehingga memicu timbulnya masalah
bagi mereka. Pekerjaan yang sehat seharusnya dapat menyesuaikan antara tekanan
dengan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki individu, kemampuan yang
dimiliki untuk mengontrol pekerjaan, dan dukungan yang diterima dari orang-
orang disekitarnya (WHO, 2003).
Pada dasarnya stres dapat dipandang dalam dua cara yaitu sebagai stres baik
dan stres buruk (distres). Stres yang baik disebut sebagai stres positif yaitu situasi
atau kondisi yang mampu memotivasi atau memberikan inspirasi, seperti situasi
yang menyenangkan dan tidak dianggap sebagai ancaman bagi kesehatan
seseorang. Sedangkan stres buruk (distres) merupakan stres yang membuat
seseorang menjadi marah, tegang, bingung, cemas, berasa bersalah atau
kewalahan (NSC, 2003).
Stres buruk (distres) terbagi atau dua bentuk yaitu stres akut dan stres kronik.
Stres akut merupakan stres yang muncul cukup kuat namun dapat menghilang
dengan cepat. Sedangkan stres kronik merupakan stres yang tidak terlalu kuat
namun dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama mulai dari berhari-
hari, berminggu-minggu, hingga berbulan-bulan. Stres kronik yang terjadi
11
berulang kali dapat memengaruhi kesehatan dan produktivitas seseorang (NSC,
2003).
2.3.1. Stres Kerja Akut
Stres akut merupakan bentuk paling umum dari stres. Hal ini berasal dari
tuntutan dan tekanan dalam jangka pendek. Biasanya sumber stres tersebut
seringkali terdapat pada aktivitas yang dilakukan individu kemudian dengan cepat
menghilang. Stres akut dapat menjadi hal yang menarik dan menantang apabila
terjadi dalam dosis yang kecil, namun bila terjadi dalam dosis yang besar maka
dapat menyebabkan kelelahan pada seseorang (APA, 2016).
Stres akut biasanya hanya berupa reaksi singkat tubuh terhadap sumber
stres yang datang. Stres akut terjadi dalam jangka pendek sehingga tidak memiliki
efek kesehatan berlanjut pada individu yang mengalaminya (Taufiqurrohman,
2015). Namun, terdapat beberapa gejala yang ditimbulkan saat seseorang
mengalami stres akut. Gejala tersebut berupa gangguan fisiologis, emosional dan
psikologis yang masih dapat diatasi apabila dikontrol dengan baik. Gejala tersebut
diantaranya terdiri dari sakit kepala, sakit punggung, nyeri otot, rahang kaku,
maag, perut kembung, diare, sembelit, peningkatan tekanan darah, peningkatan
denyut jantung, telapak tangan berkeringat, jantung berdebar, tangan terasa
dingin, sesak napas, nyeri dada, tidak sabar, terjadi kecelakaan kerja, penggunaan
alkohol, merokok, dan lain-lain (APA, 2016).
2.3.2. Stres Kerja Kronis
Stres akut yang tidak dapat dikendalikan, mengalami peningkatan dan
berlangsung dalam jangka waktu yang lama akan berkembang menjadi stres
kronis (Taufiqurrohman, 2015). Stres kronis terjadi dalam waktu lama yang
disebabkan oleh tuntutan dan tekanan yang terus menerus dan sulit untuk diatasi.
Stres kronis dapat menyebabkan kerusakan pada tubuh, pikiran, dan jiwa
seseorang yang mengalaminya (APA, 2016).
Stres kronis dapat memicu terjadinya beberapa penyakit atau risiko
kesehatan seperti penyakit jantung, kanker, paru-paru, bahkan bunuh diri
(Taufiqurrohman, 2015). Sedangkan menurut NIOSH, beberapa penyakit yang
12
berkaitan dengan stres kronis antara lain diabetes, hernia, tuberkulosis, asma,
darah tinggi, penyakit jantung, rematik, epilepsi, glukoma, paralysis, gangguan
ginjal, gangguan pernapasan, stroke, anemia, gangguan hati atau pankreas,
gangguan kelenjar tiroid, insomnia, gastritism colitis, ulkus lambung, sakit
punggung, dan alergi.
2.4.Dampak Stres Kerja
Pengerahan mekanisme pertahanan tubuh bukanlah satu-satunya konsekuensi
potensial yang timbul dari adanya kontak dengan stresor. Dampak stres sangat
banyak dan beragam sehingga Cox mengidentifikasi 5 jenis konsekuensi dampak
stres yang potensial. Kategori yang disusun Cox meliputi (Gibson, 1997) :
1. Dampak subyektif : kecemasan, agresi, angkuh, kebosanan, keletihan,
frustasi, kehilangan kesabaran, rendah diri, gugup, dan merasa kesepian.
2. Dampak perilaku (behavioral effects) : kecenderungan mendapat
kecelakaan, alkoholik, penyelahgunaan obat-obatan, emosi yang tiba-tiba
meledak, makan berlebihan, merokok berlebihan, perilaku yang mengikuti
kata hati, dan ketawa gugup.
3. Dampak kognitif : ketidakmampuan mengambil keputusan yang jelas
konsentrasi yang buruk, rentang perhatian yang pendek, sangat peka
terhadap kritik, dan rintangan mental.
4. Dampak fisiologis : meningkatnya kadar gula, meningkatnya denyut
jantung dan tekanan darah, kekeringan di mulut, berkeringat,
membesarnya pupil mata, dan tubuh panas dingin.
5. Dampak organisasi : keabsenan, pergantian karyawan, rendahnya
produktivitas, keterasingan dari rekan sekerja, ketidakpuasan kerja,
menurunnya keikatan dan kesetiaan terhadap organisasi.
Kelima jenis tersebut tidak mencakup seluruhnya, juga tidak terbatas pada
dampak-dampak dimana ada kesepakatan universal dan untuk hal itu terdapat
bukti ilmiah yang jelas. Dampak yang telah disebutkan hanya mewakili beberapa
dampak potensial yang sering dikaitkan dengan stres. Akan tetapi, jangan
13
diartikan bahwa stres selalu menyebabkan dampak seperti yang disebutkan di
atas.
2.5.Cara Pengukuran Stres Kerja
Berbagai cara pengukuran stres telah digunakan oleh ahli psikologi. Namun,
sebagian besar pengukuran digolongkan menjadi : self-report, physiological, dan
biochemical. Berikut ini merupakan penjelasan masing-masing cara pengukuran
tersebut Eysenck (2002) :
1. Physiological Measure
Cara pengukuran dilakukan untuk melihat perubahan yang terjadi
pada fisik seseorang seperti perubahan tekanan darah, ketegangan otot-otot
bahu, leher dan pundak, dan sebagainya. Cara ini sering dianggap
memiliki realibilitas paling tinggi, namun sangat tergantung pada alat yang
digunakan dan pengukur itu sendiri.
2. Biochemical Measure
Cara pengukuran ini dilakukan untuk melihat respon kimia melalui
perubahan kadar hormon kotekolamin dan kortikosteroid setelah
pemberian suatu stimulus. Cara ini dianggap memiliki realibilitas yang
tinggi, namun terdapat kelemahan apabila subjek penelitian adalah seorang
perokok, peminum alkohol dan sering mengonsumsi kopi, karena
pemberian stimulus tersebut juga dapat meningkatkan kadar hormon
kotekolamin dan kortikosteroid.
3. Self-report Measures
Cara pengukuran ini merupakan yang paling sering digunakan oleh
peneliti untuk menilai stres kerja akut maupun kronis. Pengukuran
dilakukan dengan menanyakan intensitas pengalaman baik psikologis,
fisiologis dan perubahan fisik yang dialami seseorang menggunakan
kuesioner. Cara pengukuran ini terlihat masuk akal untuk menemukan
sejauh mana tingkat stres yang dialami seseorang dengan menanyakan
secara langsung. Selain itu, cara pengukuran ini dapat digunakan dengan
14
mudah dan cepat. Cara pengukuran berupa self-report measure atau
kuesioner dan wawancara memberikan informasi yang lebih spesifik
tentang sumber stres kerja. Berdasarkan APA (2012) dan HSE (2001),
beberapa instrumen pengukuran stres yang umum digunakan terdiri dari :
a. Occupational Stress Inventory-Revised Edition (OSI-R)
Occupational Stress Inventory-Revised Edition (OSI-R)
merupakan kuesioner yang disusun oleh Osipow dan Spokane.
Kueisoner ini terdiri dari 147 item dalam tiga kuesioner yang dapat
mengukur stres kerja, ketegangan dan sumber coping. The
Occupational Roles Questionnaire menilai stres dalam tiga sub
skala yaitu beban peran, kekurangan peran, ketaksaan peran,
batasan peran, tanggung jawab dan lingkungan fisik. The Personal
Resources Questionnaire menilai kemampuan coping yang dimiliki
dengan empat sub skala yaitu rekreasi, kepedulian diri, dukungan
sosial dan sumber coping rasional/kognitif. Semua item dalam
kuesioner ini didesain untuk diisi sesuai dengan keadaan
responden. Skala dalam kuesioner ini merupakan skala likert mulai
dari jarang sering. Hasil pengukuran stres kerja, ketegangan dan
coping diperoleh dengan menjumlahkan seluruh skala yang ada.
b. Job Stress Survey (JSS)
Job Stress Survey merupakan kuesioner disusun oleh
Spielberger. Kuesioner ini terdiri dari 30 item yang dapat
mengukur insiden, keparahan, dan frekuensi stres kerja. Kelebihan
dari kuesioner ini yaitu dapat digunakan untuk menilai tingkat
keparahan dan frekuensi faktor lingkungan kerja yang berdampak
pada keadaan psikologis pekerja. Sedangkan kekurangan dari
kuesioner ini yaitu faktor penilaian hanya pada lingkungan kerja
dan dampaknya terhadap perubahan psikologis pekerja dan
validitas serta reabilitas kuesioner diragukan.
15
c. Job Content Questionnaire
Job Content Questionnaire merupakan kuesioner yang
disusun oleh Karasek. Kesioner ini terdiri dari lima dimensi dengan
total 49 pertanyaan. Lima dimensi tersebut terdiri dari kontrol
kerja, tuntutan psikologi, dukungan sosial, tuntutan fisik, dan
ketidakpastian pekerjaan. Kelebihan dari kuesioner ini adalah dapat
digunakan diberbagai sektor pekerjaan dan sudah teruji validitas
serta reliabilitasnya. Sedangkan kekurangan dari kuesioner ini
adalah hanya terfokus pada penilaian situasi psikologi dan sosial di
lingkungan kerja.
d. NIOSH Generic Job Stress Questionnaire
NIOSH Generic Job Stress Questionnaire disusun oleh
Hurrel dan McLaney. Kuesioner ini terdiri dari 13 stresor
pekerjaan yang disusun dari berbagai literatur stres kerja dengan
skala yang telah teruj validitas dan reliabilitasnya. Kuesioner ini
telah digunakan pada berbagai penelitian. Kelebihan dari kuesioner
ini adalah dapat digunakan untuk mengukur sumber stres yang
berasal dari lingkungan kerja, di luar lingkungan kerja, serta faktor
pendukung lainnya, dapat digunakan untuk mengevaluasi stres
pada kondisi akut dan kronis, relieabilitas dan validitas instrumen
telah teruji, serta tersedia dalam berbagai bahasa. Sedangkan
kekurangan pada kuesioner ini yaitu jumlah pertanyaan yang
terlalu banyak.
e. The Workplace Stress Scale
The Workplace Stress Scale merupakan kuesioner yang
disusun oleh American Institute of Stress (AIS). Kuesioner ini
memiliki kelebihan yaitu dapat digunakan untuk mengukur tingkat
stres kerja dengan interpretasi skor yang jelas dan sumber stres
yang diukur berasal dari dalam lingkungan kerja. Sedangkan
kekurangan pada kuesioner ini yaitu hanya dapat digunakan untuk
mengukur sumber stres yang terdapat di lingkungan kerja.
16
Tabel 2.1 Instrumen Pengukuran Stres Kerja
Nama Instrumen Penyusun Kelebihan Kekurangan
Occupational Stress
Inventory-Revised Edition
(OSI-R)
Osipow and Davis
(1988)
a. Digunakan untuk mengukur tiga bidang
yaitu occupational stresss, psychological
strain, and coping resources.
Job Stress Survey (JSS) Spielberger (1994) a. Digunakan untuk menilai tingkat
keparahan dan frekuensi faktor
lingkungan kerja yang berdampak pada
keadaan psikologis pekerja
a. Faktor penilaian hanya pada
lingkungan kerja dan dampaknya
terhadap perubahan psikologis
b. Validitas dan reabilitas diragukan
Job Content Questionnaire Karasek (1985) a. Dapat digunakan untuk mengukur risiko
kerja yang berhubungan dengan penyakit
jantung.
b. Validitas dan reabilitas kuesioner sudah
teruji
a. Hanya terfokus pada penilaian situasi
psikologi dan sosial di lingkungan
kerja
NIOSH Generic Job Stress
Questionnaire
Hurrell & McLaney
(1988)
a. Dapat digunakan untuk mengukur
sumber stres yang berasal dari
lingkungan kerja, di luar lingkungan
kerja, serta faktor pendukung lainnya.
b. Dapat digunakan untuk mengevaluasi
stres pada kondisi akut dan kronis
c. Reabilitas dan validitas instrumen telah
teruji
d. Tersedia dalam berbagai bahasa
a. Jumlah pertanyaan yang terlalu
banyak
The Workplace Stress
Scale
American Institute
of Stress (AIS)
a. Dapat digunakan untuk mengukur tingkat
stres kerja dengan interpretasi skor yang
jelas.
b. Sumber stres yang diukur berasal dari
dalam lingkungan kerja
a. Hanya dapat digunakan untuk
mengukur sumber stres yang terdapat
di lingkungan kerja
Sumber : APA (2012), HSE (2001)
17
Berdasarkan Tabel 2.1 terdapat berbagai instrumen yang dapat
digunakan untuk melakukan pengukuran stres pada pekerja. Namun, pada
penelitian ini peneliti memilih untuk menggunakan NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire. Instrumen ini dipilih karena dapat mengukur sumber
stres kerja dari berbagai faktor seperti lingkungan kerja, di luar lingkungan
kerja, individu, dan pendukung lainnya. Sedangkan sebagian besar instrumen
lainnya hanya mengukur sumber stres kerja yang berasal dari lingkungan
pekerjaan.
2.6. Faktor Risiko Stres Kerja
2.6.1. Faktor Pekerjaan
Faktor pekerjaan merupakan faktor yang meliputi lingkungan dan faktor
dari pekerjaan itu sendiri. Menurut HSE (2014) dan ILO (2016), karakteristik
pekerjaan yang dapat menyebabkan stres terdiri dari jumlah beban kerja, variasi
beban kerja, kemampuan yang tidak digunakan, ketaksaan peran, ketidakpastian
pekerjaan, shift kerja, konflik peran, kurangnya kontrol, dan konflik interpersonal.
Selain itu, terdapat beberapa faktor pekerjaan lain yang dijelaskan oleh Hurrel &
McLaney (1988) yaitu lingkungan fisik, kurangnya kesempatan kerja, tanggung
jawab terhadap orang lain, dan tuntutan mental. Berikut merupakan penjelasan
dari masing-masing faktor pekerjaan :
a. Lingkungan Fisik
Kondisi kerja tertentu dapat menghasilkan prestasi kerja yang
optimal serta berdampak pada kesehatan mental dan keselamatan kerja
seorang tenaga kerja. Kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh
terhadap kondisi faal dan psikologis diri seorang tenaga kerja. Kondisi
fisik dapat merupakan pembangkit stres (stressor) seperti bising,
vibrasi, dan hygiene di lingkungan kerja (Munandar, 2001). Penelitian
yang dilakukan oleh Lumingkewas (2015) menunjukkan bahwa ada
hubungan antara kondisi kerja dengan stres kerja pada perawat di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado (P-value = 0,001). Dalam
melaksanakan tugasnya, perawat berhadapan dengan pasien yang
18
mengandung kuman tertentu. Hal ini dirasakan sebagai sumber stres
kerja, sehingga terdapat hubungan antara lingkungan kerja dan stres
kerja dengan P-value = 0,010 (Soep, 2012). Selain pada perawat,
lingkungan kerja fisik juga berpengaruh terhadap stres kerja karyawan
pabrik Cold Rolling Mill PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk (Pratiwi,
2015).
b. Konflik Peran
Konflik peran dapat menjadi penekan (stressor) yang penting
bagi sebagian orang (Gibson, 1997). Konflik peran timbul jika
seorang tenaga kerja mengalami adanya pertentangan antara tugas-
tugas yang harus ia lakukan dan tanggung jawab yang ia miliki, tugas-
tugas yang harus ia lakukan yang menurut pandangannya bukan
merupakan bagian dari pekerjaannya, tuntutan-tuntutan yang
bertentangan dari atasan, rekan, bawahan-nya, atau orang lain yang
dinilai penting bagi dirinya, serta pertentangan dengan nilai-nilai dan
keyakinan pribadinya sewaktu melakukan tugas pekerjaannya
(Munandar, 2001). Hasil penelitian pada perawat ruang rawat inap di
salah satu rumah sakit Yogyakarta menunjukkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara konflik peran ganda dengan stres kerja pada
perawat (P-value = 0,000), semakin tinggi konflik peran ganda maka
semakin tinggi stres kerja yang dialami perawat (Masitoh, 2011).
Pengaruh positif antara konflik peran dengan stres kerja sejalan
dengan penelitian Indrawan (2009) yang memiliki nilai probabilitas
sebesar 0,048. Selain itu, adanya hubungan antara konflik peran
dengan stres kerja ditunjukkan oleh beberapa penelitian lain
diantaranya Karimi (2014), Yongkang (2014) dan Rosaputri (2012).
c. Ketaksaan Peran
Ketaksaan peranan adalah kurangnya pemahaman atas hak-
hak, hak-hak istimewa, dan kewajiban yang dimiliki seseorang untuk
melaksanakan pekerjaan (Gibson, 1997). Ketaksaan peran dirasakan
jika seorang tenaga kerja tidak memiliki cukup informasi untuk dapat
19
melaksanakan tugasnya, atau tidak mengerti atau merealisasi harapan-
harapan yang berkaitan dengan peran tertentu (Munandar, 2001).
Semakin tidak jelas peranan seseorang maka semakin rendah
pemanfaatan keahlian intelektual, pengetahuan, dan keahlian
kepemimpinan orang tersebut (Gibson, 1997).
Menurut Tantra (2016), faktor-faktor yang dapat menimbulkan
ketaksaan berupa tanggung jawab yang ambigu, prosedur kerja tidak
jelas, pengharapan pemberi tugas yang tidak jelas, dan ketidakpastian
tentang produktifitas kerja. Ketidakjelasan sasaran mengarah pada
ketidakpuasan pekerjaan, kurang memiliki kepercayaan diri, rasa tak
berguna, rasa harga diri menurun, depresi, motivasi rendah untuk
bekerja, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi, dan
kecenderungan untuk meninggalkan pekerjaan. Hal ini merupakan
tanda stres dalam bekerja. Hubungan positif antara ketaksaan peran
dengan stres kerja ditunjukkan oleh penelitian Karimi (2014),
Rosaputri (2012), dan Yongkang (2014).
d. Konflik Interpersonal
Dalam melaksanakan tugasnya secara profesional perawat
harus berinteraksi dengan pihak-pihak lain seperti halnya dokter untuk
memberikan pelayanan yang baik pada individu, keluarga, kelompok
maupun masyarakat dengan menggunakan komunikasi yang baik
(Rahmawati, 2008). Konflik interpersonal terjadi sebagai hasil
gangguan interaksi sosial antara pekerja dengan orang lain seperti
rekan kerja, pasien, keluarga pasien, dan atasan. Gangguan ini terjadi
akibat adanya ketidaksepakatan antarpersonal terhadap kebutuhan atau
keinginan personal yang seharusnya dipenuhi (Liliweri, 2005). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Laelasari (2016) menunjukkan bahwa
pegawai yang memiliki hubungan interpersonal kurang baik akan
cenderung mengalami stres kerja sebanyak 9,4 kali dibanding pegawai
yang memiliki hubungan interpersonal yang baik (P-value = 0,018).
Hubungan interpersonal yang buruk dapat meningkatkan stres kerja
20
pada perawat instalasi intensif di RSD dr. Soebandi Jember (Martha,
2016). Selain itu, hasil penelitian Dewi (2016) menyatakan bahwa
terdapat pengaruh positif konflik interpersonal terhadap stres kerja
pada Kantor Sekretariat Daerah Kota Denpasar. Hal ini disebabkan
karena kurangnya komunikasi antara pegawai dalam melaksanakan
tugas yang diberikan dan adanya perbedaan pendapat karena unsur
pemikiran dan budaya yang berbeda antara pegawai.
e. Ketidakpastian Pekerjaan
Ketakutan kehilangan pekerjaan dan ancaman bahwa
pekerjaannya dianggap tidak diperlukan lagi merupakan hal-hal biasa
yang dapat terjadi dalam kehidupan kerja. Hal ini terjadi karena
adanya reorganisasi untuk menghadapi perubahan lingkungan seperti
penggunaan teknologi baru yang membutuhkan keterampilan kerja
yang baru. Setiap reorganisasi menimbulkan ketidakpastian pekerjaan,
yang merupakan sumber stres yang potensial (Munandar, 2001).
Pengembangan karir merupakan pembangkit stres yang potensial yang
mencakup ketidakpastian pekerjaan (Siringoringo, 2013).
Ketidakpastian dalam organisasi dapat berupa pekerjaan yang tidak
jelas, adanya peluang kehilangan pekerjaan, ada kemungkinan
pekerjaan yang dilakukan tidak dilakukan lagi, ketidakjelasan jenjang
karir, kecilnya peluang promosi dan kenaikan jabatan, peran yang
tidak jelas sehingga kebebasan dalam pengambilan keputusan tidak
didapatkan. Ketidakpastian dalam organisasi ini akan membuat
karyawan bingung dan menggangu kinerja karyawan. Hal yang paling
rentan dan paling sering terjadi adalah terjadinya stess kerja
(Indrawan, 2009). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Zyl (2013)
yang menyatakan bahwa ketidakpastian pekerjaan berhubungan
dengan stres kerja.
f. Kurangnya Kontrol
Kontrol pekerjaan memainkan peran penting dalam mengatur
kardiovaskular dan respon afektif selama hari kerja, dan respon ini
21
dapat menyebabkan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular
(Teptoe, 2004). Kontrol kerja merupakan kombinasi antara tuntutan
dalam suatu pekerjaan dengan kebijaksanaan dalam menggunakan
kemampuan yang dimiliki. Kombinasi antara tuntutan pekerjaan yang
tinggi dengan rendahnya kontrol kerja dapat menimbulkan tekanan
yang tinggi dan menyebabkan timbulnya berbagai masalah kesehatan.
Perawat merupakan salah satu pekerja yang dianggap memiliki risiko
mengalami tekanan yang tinggi (Landy, 2010). Hasil penelitian
Berland (2008) menunjukkan bahwa rendahnya kontrol terhadap
tuntutan di lingkungan kerja berhubungan dengan stres kerja dan
dapat memberikan efek terhadap keselamatan pasien.
g. Kurangnya Kesempatan Kerja
Kurangnya lapangan pekerjaan dapat menimbulkan
kekhawatiran dalam diri individu terhadap kemungkinan kehilangan
pekerjaan dan sulitnya mencari pekerjaan kembali. Hal ini dapat
mengakibatkan stres pada individu. Karena perasaan khawatir akibat
kurangnya lapangan pekerjaan dapat memicu terjadinya gangguan
kesehatan mental, ketidakstabilan emosi, dan kecemasan (Bizymoms,
2013). Semakin tinggi rasa khawatir para pekerja mengenai kurangnya
kesempatan kerja akan semakin meningkatkan stres kerja yang
dialami mereka (Karima, 2014).
h. Jumlah Beban Kerja
Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit merupakan
pembangkit stres. Beban kerja dapat dibedakan lebih lanjut ke dalam
beban kerja berlebih/terlalu sedikit kuantitatif, yang timbul sebagai
akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak/sedikit diberikan kepada
tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu (Gibson, 1997).
Beban kerja berlebih kuantitatif dapat menimbulkan kebutuhan untuk
bekerja selama jumlah jam yang sangat banyak, yang merupakan
sumber tambahan dari stres (Munandar, 2001). Beban kerja yang
berlebihan (overload) akan menjadi sumber munculnya stres kerja
22
pada perawat, baik pada tingkat yang ringan maupun sedang, hal ini
tergantung dari mekanisme koping yang dimiliki setiap individunya
(Lasima, 2014). Berbagai penelitian menunjukkan adanya hubungan
antara beban kerja dengan stres kerja, penelitian tersebut dilakukan
oleh Sumarni (2011) dengan nilai probabilitas sebesar 0,003, Haryanti
(2013) dengan P-value sebesar 0,000, Aiska (2014) yang
menghasilkan P-value sebesar 0,002, Suratmi (2015), Abdillah
(2011), serta Pratama (2014) yang sama-sama menghasilkan nilai
probabilitas sebesar 0,000.
i. Variasi Beban Kerja
Variasi beban kerja berkaitan dengan beragam jenis pekerjaan
yang diberikan kepada pekerja dengan tuntutan kemampuan yang
berbeda-beda. Variasi beban kerja dapat menjadi salah satu penyebab
stres pada pekerja. Hal ini terjadi ketika pekerja merasa tidak mampu
melaksanakan tugas tersebut. Karena ketidakmampuan pekerja dalam
menyelesaikan tugas dapat mempengaruhi penilaian diri seseorang
terhadap dirinya (Gibson, 1997). Tuntutan tugas yang beragam dan
tidak sesuai dengan kompetensi serta skill yang dimiliki karyawan
akan berdampak pada stres kerja (Soegiono, 2008). Hasil penelitian
Sumarni (2011) menunjukkan bahwa beban kerja fisik (kuantitatif)
dan mental (kualitatif) berpengaruh terhadap peningkatan beban kerja
perawat di bangsal bedah RSUD dr. R. Goeteng Tarunadibrata
Purbalingga sehingga sebagian besar perawat tergolong memiliki
beban kerja fisik seperti banyaknya dan beragamnya pekejaan yang
harus dilakukan.
j. Tanggung Jawab terhadap Orang Lain
Tanggung jawab dalam pekerjaan terbagi menjadi dua, yaitu
tanggung jawab terhadap benda dan tanggung jawab terhadap orang
lain. Tanggung jawab terhadap orang lain secara signifikan dapat
memicu terjadinya penyakit jantung koroner dibandigkan memegang
tanggung jawab terhadap benda. Semakin tua dan tinggi tanggung
23
jawab mereka maka akan semakin besar kemungkinan munculnya
gejala penyakit jantung koroner (Cooper, 2013).
k. Kemampuan yang Tidak Digunakan
Kemampuan pekerja yang tidak digunakan dapat menimbulkan
stres bagi pekerja tersebut. Kondisi seperti ini seringkali terjadi ketika
pekerja memiliki kemampuan yang banyak untuk melakukan suatu
pekerjaan. Akan tetapi, kemampuan tersebut tidak digunakan karena
sudah menggunakan alat bantu atau adanya pekerja lain yang
melakukan tugas tersebut. Kondisi pekerjaan yang demikian dalam
jangka waktu yang lama dapat menyebabkan ketidakpuasan bagi
pekerja sehingga berdampak pada timbulnya stres (Ross & Almaier,
2000).
l. Tuntutan Mental
Tuntutan mental merupakan sumber stres yang signifikan
terutama pada pekerjaan yang menuntut interaksi langsung dengan
klien khususnya pada sektor jasa. Secara umum, standar yng
diterapkan menuntut pakerja untuk selalu bersikap ramah terhadap
klien yang dihadapi. Namun pekerjaan yang menuntut kondisi
emosional yang baik sangat berhubungan dengan rendahnya tingkat
kesejahteraan pekerja secara mental (Koradecka, 2010). Penelitian
Mehta (2014) menunjukkan bahwa tuntutan mental yang dapat
menyebabkan stres kerja salah satunya adalah tuntutan dari keluarga
pasien.
m. Shift Kerja
Shift kerja merupakan pola pengaturan jam kerja sebagai
pengganti atau tambahan kerja siang hari sebagaimana yang biasa
dilakukan, shift kerja biasanya dibagi atas kerja pagi, sore dan malam.
Shift kerja menjadi salah satu tuntutan tugas yang memiliki
konsekuensi terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja. Karena
dapat merubah ritme dan pola istirahat tubuh. Pekerja harus dilatih
24
untuk menghadapi efek stres yang ditimbulkan akibat kerja shift
dengan merencanakan waktu tidur, kontak sosial, dan kontak dengan
keluarga sehingga efek dari stres dapat diminimalkan (Strank, 2005).
Secara umum yang dimaksud dengan shift kerja adalah semua
pengaturan jam kerja, sebagai pengganti atau tambahan kerja siang
hari sebagaimana yang biasa dilakukan (Indah, 2010). Menurut
Firmana (2011), para pekerja shift lebih sering mengeluh tentang
kelelahan dan gangguan perut daripada pekerja pagi/siang dan dampak
dari kerja shift terhadap kebiasaan makan yang mungkin
menyebabkan gangguan perut. Hasil penelitian Marchelia (2014)
menunjukkan bahwa ada perbedaan stres kerja yang signifikan
ditinjau dari shift kerja pada karyawan (P-value = 0,000).
2.6.2. Faktor di Luar Pekerjaan
Faktor di luar pekerjaan merupakan faktor yang berhubungan dengan
lingkungan di luar pekerjaan yang dapat mempengaruhi stres kerja pada seseorang
(Hurrel&McLaney, 1988). Aktivitas di luar pekerjaan merupakan kategori
pembangkit stres potensial mencakup segala unsur kehidupan seseorang yang
dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa kehidupan dan kerja di dalam satu
organisasi, dan dengan demikian memberi tekanan pada individu. Isu-isu tentang
keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keuangan, keyakinan-keyakinan pribadi dan
organisasi yang bertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan
perusahaan, semuanya dapat merupakan tekanan pada individu dalam
pekerjaannya, sebagaimana halnya stres dalam pekerjaan mempunyai dampak
yang negatif pada kehidupan keluarga dan pribadi. Namun demikian, peristiwa
kehidupan pribadi/dukungan sosial dapat meringankan akibat dari pembangkit
stres organisasi dan kepuasan kerja dapat membantu individu untuk menghadapi
kehidupan pribadi yang penuh stres (Munandar, 2001). Hasil penelitian
Musangadah (2015) menunjukkan bahwa tuntutan dari luar pekerjaan
berpengaruh positif terhadap stres kerja. apabila tuntutan dari luar mengalami
peningkatan maka akan menyebabkan peningkatan pada stres kerja.
25
2.6.3. Faktor Individual
Faktor indivudual merupakan faktor yang berkaitan dengan pribadi
seseorang. Menurut Hurrel&McLaney (1988), faktor individual terdiri dari umur,
jenis kelamin, status pernikahan, masa kerja, kepribadian tipe A, dan penilaian
diri. Berikut merupakan penjelasan dari tiap-tiap faktor individual :
a. Umur
Umur adalah lama hidup individu yang terhitung mulai saat
dilahirkan sampai berulang tahun terakhir. Umur merupakan risiko
yang dapat meningkatkan stres kerja secara signifikan (Rasasi, 2015).
Individu dengan umur yang lebih tua mengalami stres yang lebih
rendah karena pengalamannya dalam menghadapi stres sudah lebih
baik dibandingkan dengan individu berumur muda. Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa perawat dengan umur ≤ 36 tahun memiliki risiko
stres sebesar 93,9% (Dewi, 2015). Hal ini berhubungan erat dengan
maturitas atau tingkat kedewasaan seseorang. Semakin tua umur
seseorang, maka akan semakin meningkat kedewasaannya,
kematangan jiwanya dan lebih mampu dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya. Seiring dengan bertambahnya umur maka akan
meningkat pula kemampuan membuat keputusan, berpikir rasional,
semakin bijaksana, mampu mengendalikan emosi, lebih toleran, dan
terbuka dengan pandangan atau pendapat orang lain sehingga
ketahanan dirinya terhadap stres akan meningkat (Sugeng, 2015).
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah karakteristik biologis dan fisiologis yang
membedakan seseorang laki-laki maupun perempuan (WHO, 2016).
Dalam kaitannya dengan stres, perempuan mempunyai kecenderungan
mengalami stres lebih besar dimana didalam tubuh seorang
perempuan terjadi perubahan hormonal. Perempuan lebih mudah
merasakan perasaan bersalah, cemas, peningkatan bahkan penurunan
nafsu makan, gangguan tidur dan gangguan makan. Saat stres
26
perempuan lebih mudah untuk sedih, sensitif, marah, serta mudah
menangis. Penurunan estrogen pada perempuan akan berpengaruh
pada emosi. Selain perubahan hormonal, karakteristik perempuan
yang lebih mengedepankan emosional daripada rasional. Ketika
menghadapi suatu masalah, perempuan cenderung menggunakan
perasaan (Indah, 2010). Hasil penelitian pada perawat di RSUD
Cilacap menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan memilki risiko
stres sebesar 88,2% (Dewi, 2015). Adanya hubungan antara jenis
kelamin dan stres kerja ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan
oleh Sahraian (2013) dan Aiska (2014) dengan nilai probabilitas
sebesar 0,004.
c. Status Pernikahan
Individu yang berstatus tidak menikah memiliki risiko lebih
tinggi untuk mengalami stres kerja dibandingkan dengan individu
yang sudah menikah (Ismar, 2011). Hal ini disebabkan karena pekerja
yang berstatus menikah mendapatkan dukungan emosional dari
pasangan yang tidak didapatkan oleh pekerja yang tidak menikah.
Akan tetapi, pengaruh status pernikahan terhadap stres kerja hanya
akan berpengaruh positif apabila pernikahan tersebut berjalan dengan
baik (Karima, 2014).
d. Masa Kerja
Pekerja yang memiliki masa kerja lebih lama biasanya
memiliki permasalahan kerja yang lebih banyak dibandingkan dengan
pekerja dengan masa kerja yang lebih sedikit. Masa kerja yang
berhubungan dengan stres kerja berkaitan dalam menimbulkan
kejenuhan dalam bekerja. Pekerja yang telah bekerja lebih dari lima
tahun biasanya memiliki tingkat kejenuhan kerja yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pekerja baru. Kejenuhan ini yang kemudian
dapat berdampak pada timbulnya stres di tempat kerja (Munandar,
2001). Hasil penelitian pada perawat di RSUD Cilacap menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada
27
perawat, masa kerja ≤ 10 tahun memiliki risiko stres sebesar 91,7%
(Dewi, 2015). Adanya hubungan antara masa kerja dengan stres kerja
ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Prabowo (2010) dan
Pratama (2014) dengan nilai probabilitas sebesar 0,00. Perawat
dengan masa kerja lebih lama cenderung tidak mengalami stres karena
pengalaman kerja yang lebih lama akan meningkatkan keterampilan
seseorang dalam bekerja, semakin mudah dalam menyesuaikan
pekerjaannya sehingga semakin bisa dalam menghadapi tekanan
dalam bekerja (Sugeng, 2015).
e. Kepribadian Tipe A
Kepribadian adalah keseluruhan cara dimana seorang individu
bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Teori kepribadian yang
digunakan dalam peneltian ini adalah kepribadian tipe A dan tipe B
yang dikembangkan oleh Roseman dan Friedman. Seseorang dengan
kepribadian tipe A cenderung bekerja di bawah tingkat stres yang
sedang sampai tinggi. Mereka senantiasa menempatkan diri dalam
tekanan waktu, menciptakan kehidupan yang penuh tenggat waktu
bagi dirinya sendiri. Sehingga karakteristik ini menghasilkan beberapa
perilaku yang cukup spesifik (Robbins, 2008).
Pola perilaku Tipe A atau TABP ialah karakteristik individu
seperti keagresifan, ketidaksabaran, dan ucapan yang meledak-ledak
(Gibson, 1997). Orang dengan tipe A memiliki paksaan untuk bekerja
lebih, selalu bergelut dengan batas waktu, dan sering menelantarkan
aspek-aspek lain dari kehidupan seperti keluarga, kejaran sosial
(social pursuits), kegiatan-kegiatan waktu luang dan rekreasi.
Sedangkan orang dengan tipe B relatif bebas dari rasa mendesak, dan
tidak selalu harus berkejaran dengan waktu karena mereka tidak
mempunyai konflik berarti dengan orang lain, dan lebih sedikit
mengalami permusuhan (Munandar, 2001). Hasil penelitian pada
perawat ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Pringadi Medan
menunjukkan bahwa sebagian besar perawat dengan kepribadian tipe
28
A mengalami stres sedang, sedangkan perawat dengan kepribadian
tipe B cenderung mengalami stres rendah (Sari, 2006). Sedangkan
menurut Kristanto (2007), faktor yang dapat menyebabkan stres salah
satunya adalah pola perilaku tipe A.
f. Penilaian Diri
Penilaian diri adalah persepsi individu terhadap kemampuan,
keberhasilan dan kelayakan dirinya. Jika seseorang mempunyai
konsep diri positif, maka ia mempunyai penilaian diri yang tinggi
sehingga dapat mengembangkan diri dalam menghadapi kondisi,
situasi atau peristiwa yang mengganggu, menekan atau mengancam
dirinya, akibatnya ia akan mengalami stres kerja yang rendah.
Sebaliknya, jika ia mempunyai penilaian diri yang rendah dalam
menghadapi kondisi, situasi atau peristiwa yang mengganggu,
menekan atau mengancam dalam pekerjaannya, maka ia akan
mengalami stres kerja yang tinggi karena rasa percaya dirinya rendah
(Munandar, 2006). Hasil penelitian Arats (2014) menunjukkan bahwa
apabila keyakinan diri yang dimiliki seseorang rendah maka akan
mengalami tingkat stres yang tinggi. Sedangkan apabila keyakinan
diri tinggi maka tingkat stres kerja akan semakin rendah.
2.6.4. Faktor Pendukung
Faktor pendukung merupakan kemampuan/keahlian dan semua sumber-
sumber yang diperlukan untuk mengurangi dampak stres terhadap individu.
Dukungan sosial merupakan faktor pendukung yang dapat mempengaruhi stres
kerja seseorang (HSE, 2014; Hurrel&McLaney 1988). Dukungan sosial adalah
kesenangan, bantuan, atau keterangan yang diterima seseorang melalui hubungan,
formal dan informal dengan yang lain atau kelompok. Dukungan sosial dianggap
mampu untuk melindungi atau menyangga individu dari konsekuensi negatif
penyebab stres. Semakin tinggi dukungan sosial yang diberikan maka semakin
sedikit keluhan tentang kesehatan yang ditimbulkan (Gibson, 1997). Stres kerja
dapat terjadi karena tidak adanya dukungan sosial yang mana bisa berupa
dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga. Sehingga
29
cenderung lebih mudah terkena stres. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya
dukungan sosial yang menyebabkan ketidaknyamanan menjalankan pekerjaan dan
tugasnya (Indah, 2010). Oleh karena itu dibutuhkan dukungan sosial yang tinggi
guna meminimalisir risiko terjadinya stres kerja. Dukungan sosial yang tinggi
yang diberikan dari orang-orang disekitar perawat akan mampu menekan
tingginya tingkat stres kerja yang terjadi di lingkungan kerja (Suryaningrum,
2015).
2.7.Penanggulangan Stres Kerja
Langkah pertama yang harus dilakukan untuk menanggulangi stres di tempat
kerja adalah mengakui bahwa stres itu ada. Setiap program intervensi untuk
mengatasi stres harus menentukan lebih dahulu ada tidaknya stres dan penyebab
keberadaannya. Beberapa contoh program penanggulangan stres antara lain
(Gibson, 1997) :
1. Pendekatan organisasional
Pendekatan organisasional merupakan pendekatan yang dilakukan
organisasi dalam mencegah dan mengatasi stres kerja yang dihadapi oleh
pekerjanya. Dalam pendekatan ini ada bermacam-macam strategi yang
dapat dilakukan diantaranya :
a. Analisis peran dan kejelasannya
Stres yang berlebihan dapat muncul dalam suatu peranan.
Manajemen perlu memprakarsai tanggapan yang adaptif yaitu
merumuskan peranan orang yang bersangkutan, mengurangi beban
peranan berlebihan dengan mendistribusikan kembali pekerjaan, dan
memberlakukan prosedur mengurangi stres jika hal itu terjadi
(misalnya mengizinkan karyawan mengadakan pertemuan dengan
mereka yang menyebabkan masalah sehingga penyelesaian dapat
dilakukan). Masing-masing metode tersebut bertujuan untuk
meningkatkan kesesuaian antara orang pada suatu peranan tertentu
dengan pekerjaan atau lingkungan organisasi.
30
b. Program klinis
Program ini merupakan penanggulangan stres yang didasarkan
atas pendekatan medis tradisional. Beberapa unsur dari program
tersebut mencakup :
1) Diagnosis : dilakukan oleh petugas pada unit kesehatan perusahaan
saat karyawan dengan permasalahan stres kerja datang untuk
meminta pertolongan.
2) Pengobatan (treatment) : disediakan penyuluhan atau terapi
dorongan. Jika staf dalam perusahaan tidak dapat menolong,
karyawan tersebut dianjurkan berkonsultasi kepada ahli di
lingkungan tersebut.
3) Penyaringan (screening) : pemeriksaan individu secara berkala
dalam pekerjaan yang penuh dengan ketegangan dengan tujuan
untuk mendeteksi indikasi masalah secara dini.
4) Pencegahan (prevention) : pendidikan dilakukan untuk meyakinkan
karyawan yang mempunyai pekerjaan dengan risiko besar bahwa
sesuatu harus dilakukan untuk menolong mereka menanggulangi
stres.
c. Program keorganisasian
Program keorganisasian ditujukan lebih luas meliputi seluruh
karyawan. Program tersebut sering didorong oleh masalah-masalah
yang ditemukan dalam kelompok atau suatu unit. Berbagai program
keorganisasian yang dapat diterapkan untuk menanggulangi stres
antara lain program pengembangan organisasi, pemerkayaan
pekerjaan, perancangan kembali struktur organisasi, pembentukan
kelompok kerja otonom, pembentukan jadwal kerja variabel, serta
penyediaan fasilitas kesehatan karyawan.
31
2. Pendekatan individual
Terdapat juga berbagai pendekatan individual untuk
menanggulangi stres. Berikut ini merupakan beberapa cara yang dapat
dilakukan :
a. Relaksasi (Relaxation)
Tubuh memiliki tanggapan /respon adaptif yang terdiri dari
stres dan antistres. Antistres dikenal sebagai “tanggapan pengenduran”
(relaxation respons). Pada tanggapan ini otot yang tegang menurun,
denyut jantung dan tekanan darah menurun, serta nafas perlahan-
lahan. Stimulus yang diperlukan dalam melakukan relaksasi antara
lain lingkungan yang sunyi, mata tertutup, posisi tubuh yang
menyenangkan, dan proses mental yang berulang.
b. Meditasi (Meditation)
Salah satu bentuk meditasi yang telah menarik minat banyak
orang disebut meditasi transedental yang ditemukan oleh Maharishi
Mahesh Yogi. Bentuk meditasi ini merupakan pengalihan perhatian
kepada tingkat pikiran yang dalam sampai pikiran menjangkau
pengalaman keadaan pikiraan yang paling dalam dan sampai pada
sumber pikiran itu sendiri. Meditasi dilakukan dengan mata tertutup
dan mengucapkan mantera khusus sekitar 20 menit, dua kali sehari.
Hal ini memiliki dampak pada menurunnya denyut jantung, konsumsi
oksigen, dan tekanan darah.
c. Biofeedback
Individu dapat diajari mengendalikan berbagai proses tubuh
secara internal dengan teknik yang disebut biofeedback. Dalam teknik
ini perubahan kecil dalam tubuh atau otak dideteksi, dibesarkan, dan
diperagakan terhadap orang yang bersangkutan. Teknologi rekaman
dan komputer yang canggih memungkinkan seseorang untuk
mengamati perubahan kecil dalam denyut jantung, tekanan darah,
32
suhu, dan pola gelombang otak yang secara normal tidak dapat
diamati. Sebagian besar dari proses tersebut dipengaruhi oleh stres.
Proses biologis terus-menerus disediakan bagi individu oleh
umpan balik yang ia terima. Individu dapat memantau apa yang terjadi
secara biologis. Kemampuan untuk memperoleh pengertian dan
pengendalian yang sebenarnya atas tubuh dapat mengarah kepada
perubahan penting.
2.8. Uji Statistik
Analisa bivariat dilakukan dengan menggunakan uji statistik berupa uji korelasi
spearman dan uji mann whitney. Kedua uji tersebut digunakan untuk mengetahui
hubungan antar variabel independen dengan variabel dependen. Selanjutnya dilakukan
analisa multivariat dengan menggunakan uji regresi linier ganda yang bertujuan untuk
mengetahu faktor dominan yang paling berhubungan dengan stres kerja.
Uji korelasi spearman adalah bentuk uji non parametrik dari uji korelasi pearson.
Uji korelasi spearman biasa digunakan ketika terdapat minimal satu dari dua variabel
yang berskala ordinal. Koefisien korelasi yang ditunjukkan oleh korelasi spearman
dihasilkan dari ranking observasi, bukan berdasarkan nilai aktual dari observasi.
Kemudian, uji mann whitney merupakan bentuk non parametrik dari independent t-test.
Mann whitney digunakan untuk menguji perbedaan dua ranking skor dari dua sampel
independen. Uji mann whitney dapat digunakan ketika independent t-test tidak memenuhi
syarat (misalnya karena sampel terlalu kecil atau data tidak berdistribusi normal) dan
variabel independennya berskala dikotomi dan variabel dependen berskala ordinal atau
variabel berskala nominal dengan ordinal (Swarjana, 2016). Sedangkan analisis regresi
linier ganda merupakan analisis hubungan antara beberapa variabel independen dengan
satu variabel dependen (Amran, 2012).
33
2.9. Kerangka Teori
Stres
Kerja
Faktor Pekerjaan
a. Lingkungan Fisik
b. Konflik Peran
c. Ketaksaan Peran
d. Konflik Interpersonal
e. Ketidakpastian Pekerjaan
f. Kurangnya Kontrol
g. Kurangnya Kesempatan
Kerja
h. Jumlah Beban Kerja
i. Variasi Beban Kerja
j. Tanggung Jawab
terhadap Orang Lain
k. Kemampuan yang Tidak
Digunakan
l. Tuntutan Mental
m. Shift Kerja
Faktor di Luar Pekerjaan
a. Aktivitas di Luar
Pekerjaan
Faktor Individual
a. Umur
b. Jenis Kelamin
c. Status Pernikahan
d. Masa Kerja
e. Kepribadian Tipe A
f. Penilaian Diri
Faktor Pendukung
a. Dukungan Sosial
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Hurrel & McLaney (1988), HSE (2014), ILO (2016)
34
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang
berhubungan dengan stres kerja pada perawat ruang rawat inap kelas III di RS X
Jakarta Tahun 2017. Kerangka konsep pada penelitian ini terdiri dari variabel
faktor pekerjaan (lingkungan fisik, konflik peran, ketaksaan peran, konflik
interpersonal, ketidakpastian pekerjaan, kurangnya kontrol, kurangnya
kesempatan kerja, jumlah beban kerja, variasi beban kerja, tanggung jawab
terhadap orang lain, kemampuan yang tidak digunakan, tuntutan mental, dan
shift kerja), faktor di luar pekerjaan (aktivitas di luar pekerjaan), faktor
individual (umur, jenis kelamin, status pernikahan, masa kerja, kepribadian tipe
A dan penilaian diri) dan faktor pendukung (dukungan sosial). Sedangkan
variabel dependen yang akan diukur adalah stres kerja. Variabel penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1 sebagai berikut :
35
Faktor Pekerjaan
a. Lingkungan Fisik
b. Konflik Peran
c. Ketaksaan Peran
d. Konflik Interpersonal
e. Ketidakpastian Pekerjaan
f. Kurangnya Kontrol
g. Kurangnya Kesempatan
Kerja
h. Jumlah Beban Kerja
i. Variasi Beban Kerja
j. Tanggung Jawab
terhadap Orang Lain
k. Kemampuan yang Tidak
Digunakan
l. Tuntutan Mental
m. Shift Kerja
Faktor di Luar Pekerjaan
a. Aktivitas di Luar
Pekerjaan
Faktor Individual
a. Umur
b. Jenis Kelamin
c. Status Pernikahan
d. Masa Kerja
e. Kepribadian Tipe A
f. Penilaian Diri
Faktor Pendukung
a. Dukungan Sosial
Stres
Kerja
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Gambar 23.1 Keranka Konsep
36
3.2 Definisi Operasional
Tabel 23.1 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara
Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
1 Stres Kerja Keluhan stres berdasarkan perubahan fisiologis,
psikologis, dan perilaku yang dialami responden
NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire
Mengisi
kuesioner Rata-rata skor Rasio
2 Lingkungan
Fisik
Persepsi responden tentang kebisingan,
pencahayaan, suhu, kelembaban, sirkulasi udara,
polusi udara, pemajaan bahan berbahaya.
NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire
Mengisi
kuesioner Rata-rata skor Rasio
3 Konflik Peran
Tuntutan rumah sakit untuk mampu mengerjakan
banyak tugas secara bersamaan dan di luar
ketentuan yang berlaku atau cara yang berbeda.
NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire
Mengisi
kuesioner Rata-rata skor Rasio
4 Ketaksaan
Peran
Kurangnya informasi untuk dapat melaksanakan
tugas sehingga menimbulkan ketidakpahaman
mengenai pekerjaan yang harus dilakukan.
NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire
Mengisi
kuesioner Rata-rata skor Rasio
5 Konflik
Interpersonal
Permasalahan interaksi sosial antara responden
dengan orang lain seperti rekan kerja dan atasan.
NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire
Mengisi
kuesioner Rata-rata skor Rasio
6 Ketidakpastian
Pekerjaan
Ketakutan kehilangan pekerjaan dan ancaman
bahwa pekerjaannya dianggap tidak diperlukan
lagi.
NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire
Mengisi
kuesioner Rata-rata skor Rasio
7 Kurangnya
Kontrol
Kurangnya otoritas responden untuk melakukan
kontrol terhadap pekerjaan yang dilakukannya
maupun hal-hal yang terkait pekerjaannya.
NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire
Mengisi
kuesioner Rata-rata skor Rasio
8
Kurangnya
Kesempatan
Kerja
Rendahnya lapangan pekerjaan yang tersedia di
rumah sakit lain.
NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire
Mengisi
kuesioner Rata-rata skor Rasio
9 Jumlah Beban
Kerja
Banyaknya tugas-tugas yang harus diselesaikan
oleh responden.
NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire
Mengisi
kuesioner Rata-rata skor Rasio
37
No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara
Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
10 Variasi Beban
Kerja
Beragam jenis pekerjaan yang diberikan kepada
responden dengan tuntutan kemampuan yang
berbeda-beda.
NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire
Mengisi
kuesioner Rata-rata skor Rasio
11
Tanggung
Jawab terhadap
Orang Lain
Tanggung jawab yang harus dilakukan
responden terhadap orang lain.
NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire
Mengisi
kuesioner Rata-rata skor Rasio
12
Kemampuan
yang Tidak
Digunakan
Kemampuan responden yang tidak digunakan
dalam melakukan suatu pekerjaan.
NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire
Mengisi
kuesioner Rata-rata skor Rasio
13 Tuntutan
Mental
Tuntutan pekerjaan yang berkaitan dengan
kondisi mental.
NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire
Mengisi
kuesioner Rata-rata skor Rasio
14 Shift Kerja
Pola pengaturan jam kerja sebagai pengganti
atau tambahan kerja siang hari sebagaimana
yang biasa dilakukan.
NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire
Mengisi
kuesioner
1. Shift
2. Tidak Shift Ordinal
15 Aktivitas di
Luar Pekerjaan
Kegiatan yang dilakukan di luar jam kerja
berkaitan dengan keluarga maupun kehidupan di
lingkungan masyarakat.
NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire
Mengisi
kuesioner Rata-rata skor Rasio
16 Umur Jumlah tahun yang dihitung mulai dari
responden lahir sampai ulang tahun terakhir
NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire
Mengisi
kuesioner
Umur responden
(dalam tahun) Rasio
17 Jenis Kelamin Perbedaan laki-laki dan perempuan secara
biologis dan fisiologis sejak lahir
NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire
Mengisi
kuesioner
1. Perempuan
2. Laki-laki Ordinal
18 Status
Pernikahan
Keterangan yang menunjukkan riwayat
pernikahan responden sesuai yang tercantum di
dalam kartu identitas
NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire
Mengisi
kuesioner
1. Tidak
menikah
2. Menikah
Ordinal
19 Masa Kerja Jumlah waktu yang telah dilalui responden sejak
bekerja di RS X
NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire
Mengisi
kuesioner
Lama kerja
(dalam bulan) Rasio
20 Kepribadian
Tipe A
Sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh
seseorang
NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire
Mengisi
kuesioner Rata-rata skor Rasio
Tabel 3.1 Lanjutan Definisi Operasional
38
No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara
Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
21 Penilaian Diri
Persepsi individu terhadap kemampuan,
keberhasilan, dan kelayakan dirinya yang dapat
mempengaruhi perilaku individu tersebut
NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire
Mengisi
kuesioner Rata-rata skor Rasio
22 Dukungan
Sosial
Hubungan sosial responden yang terjalin dengan
atasan, rekan kerja maupun kerabat
NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire
Mengisi
kuesioner Rata-rata skor Rasio
Tabel 3.1 Lanjutan Definisi Operasional
39
3.3 Hipotesis
1. Tidak ada hubungan antara faktor pekerjaan (lingkungan fisik, konflik
peran, ketaksaan peran, konflik interpersonal, ketidakpastian pekerjaan,
kurangnya kontrol, kurangnya kesempatan kerja, jumlah beban kerja,
variasi beban kerja, tanggung jawab terhadap orang lain, kemampuan
yang tidak digunakan, tuntutan mental, dan shift kerja) dengan stres
kerja pada perawat di ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta Tahun
2017.
2. Tidak ada hubungan antara faktor di luar pekerjaan (aktivitas di luar
pekerjaan) dengan stres kerja pada perawat di ruang rawat inap kelas III
RS X Jakarta Tahun 2017.
3. Tidak ada hubungan antara faktor individual (umur, jenis kelamin,
status pernikahan, masa kerja, kepribadian tipe A dan penilaian diri)
dengan stres kerja pada perawat di ruang rawat inap kelas III RS X
Jakarta Tahun 2017.
4. Tidak ada hubungan antara faktor pendukung (dukungan sosial) dengan
stres kerja pada perawat di ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta
Tahun 2017.
40
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional
dimana pengukuran stres kerja dan faktor – faktor yang berhubungan dengannya
dilakukan secara bersamaan atau sekali waktu. Penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang
berhubungan dengan stres kerja yang terjadi pada perawat di ruang rawat inap
kelas III RS X Jakarta tahun 2017.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RS X pada bulan September 2016 – Mei 2017.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti. Sedangkan sampel
adalah bagian dari populasi yang diambil menggunakan cara-cara tertentu (Wasis,
2006). Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pada ruang rawat
inap kelas III di RS X Jakarta yang berjumlah 109 orang. Data lengkapnya dapat
dilihat pada tabel 4.1 berikut :
Tabel 34.1 Daftar Jumlah Perawat
Ruang Rawat Inap Jumlah Perawat
Melati 22
Flamboyan 38
Mawar 25
Cempaka 24
4.3.2 Sampel
Pengambilan sampel dilakukan perhitungan besar sampel untuk penelitian
analitik dengan rumus uji hipotesis koefisien korelasi sebagai berikut :
41
( )
{
[( )
( )⁄ ]
}
Keterangan :
, dimana kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%.
, dimana kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 10%
= korelasi minimal yang dianggap bermakna, ditetapkan sebesar 0,375
(Karima, 2014).
Sehingga,
( )
{
[( )
( )⁄ ]
}
( )
{
[( )
( )⁄ ]
}
Berdasarkan perhitungan besar sampel diperoleh sampel minimum
sebanyak 71 orang. Untuk mengantisipasi terjadinya drop out atau missing data
maka seluruh populasi yang berjumlah 109 orang dijadikan sebagai sampel
penelitian. Pada saat akhir pengumpulan data didapat jumlah sampel sebanyak
102 orang (response rate 93%) dan 7 orang lainnya tidak mengembalikan
kuesioner. Jumlah sampel yang didistribusikan serta jumlah sampel akhir per
ruang rawat inap yang didapatkan dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut :
42
Tabel 4.2 Jumlah Sampel Pada Tiap Ruang Rawat Inap
Ruang
Rawat Inap
Jumlah
Perawat
Jumlah Sampel yang
Didistribusikan Kuesioner
Jumlah
Sampel Akhir
Melati 22 22 20
Flamboyan 38 38 36
Mawar 25 25 24
Cempaka 24 24 22
Jumlah 109 109 102
4.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
stres kerja yang dikembangkan oleh National Institute of Occupational Safety and
Health yaitu NIOSH Generic Job Stress Questionnaire (NIOSH, 2014).
Kuesioner ini terdiri dari 21 variabel penyebab stres dan tiga indikator stres
berupa gejala perubahan psikologis, fisiologis, dan perilaku. Berikut adalah
penjelasan dari masing-masing variabel yang akan diteliti :
1. Stres Kerja
Variabel stres kerja terdiri dari pertanyaan terkait perubahan
fisiologis, psikologis dan perilaku yang dialami responden. Pertanyaan
terkait perubahan fisiologis terdiri dari 17 pertanyaan yang terdapat pada
kuesioner bagian P1 – P17. Skoring pada pertanyaan ini terdiri dari skor
satu jika tidak pernah, skor dua jika jarang, skor tiga jika kadang-kadanag,
skor empat jika sering, dan skor lima jika sangat sering. Selanjutnya,
pertanyaan terkait perubahan psikologis terdiri dari 20 pertanyaan yang
terdapat pada kuesioner bagian Q1 – Q20 (Lampiran I). Skoring pada
pertanyaan ini terdiri dari skor nol jika hampir tidak pernah (kurang dari 1
hari), skor satu jika jarang terjadi (1-2 hari), skor dua jika kadang-kadang
terjadi (sekitar 3-4 hari), dan skor tiga jika hampir terjadi setiap waktu
(sekitar 5-7 hari). Pertanyaan terkait perubahan perilaku terdiri dari tiga
pertanyaan yang terdapat pada kuesioner bagian R1-R4. Skoring pada
pertanyaan ini terdiri dari skor nol jika tidak dan skor satu jika ya.
Hasil ukur variabel stres kerja merupakan rata-rata skor jawaban
dari pertanyaan terkait perubahan fisiologis, psikologis dan perilaku.
43
Perhitungan rata-rata dilakukan dengan membagi total skor dengan jumlah
pertanyaan terkait perubahan fisiologis, psikologis dan perilaku.
2. Lingkungan Fisik
Variabel lingkungan fisik terdiri dari 10 pertanyaan yang terdapat
pada kuesioner bagian C1-C10 (Lampiran I). Skoring yang dilakukan
adalah skor satu jika benar dan skor nol jika salah. Terdapat pertanyaan
dengan item negatif yaitu C1, C2, C5, C9, dan C10. Hasil ukur variabel
lingkungan fisik merupakan rata-rata skor jawaban yang diperoleh dengan
membagi total skor dengan jumlah pertanyaan terkait lingkungan fisik.
3. Konflik Peran
Variabel konflik peran terdiri dari delapan pertanyaan yang
terdapat pada kuesioner bagian D3, D5, D7, D8, D10, D11, D12, dan D14
(Lampiran I). Skoring yang dilakukan adalah skor satu jika sangat tidak
tepat sekali, skor dua jika sangat tidak tepat, skor tiga jika kurang tepat,
skor empat jika tidak tepat, skor lima jika tepat, skor enam jika sangat
tepat, dan skor tujuh jika sangat tepat sekali. Hasil ukur variabel konflik
peran merupakan rata-rata skor jawaban yang diperoleh dengan membagi
total skor dengan jumlah pertanyaan terkait konflik peran.
4. Ketaksaan Peran
Variabel ketaksaan peran terdiri dari enam pertanyaan yang
terdapat pada kuesioner bagian D1, D2, D4, D6, D9, dan D13 (Lampiran
I). Skoring yang dilakukan adalah skor satu jika sangat tidak tepat sekali,
skor dua jika sangat tidak tepat, skor tiga jika kurang tepat, skor empat jika
tidak tepat, skor lima jika tepat, skor enam jika sangat tepat, dan skor tujuh
jika sangat tepat sekali. Seluruh pertanyaan pada variabel ini bersifat
negatif. Hasil ukur variabel ketaksaan peran merupakan rata-rata skor
jawaban yang diperoleh dengan membagi total skor dengan jumlah
pertanyaan terkait ketaksaan peran.
5. Konflik Interpersonal
Variabel konflik interpersonal terdiri dari 16 pertanyaan yang
terdapat pada kuesioner bagian E1-E16 (Lampiran I). Skoring yang
dilakukan adalah skor satu jika sangat tidak setuju, skor dua jika tidak
44
setuju, skor tiga jika netral, skor empat jika setuju, dan skor lima jika
sangat setuju. Terdapat pertanyaan dengan item negatif yaitu E1, E5, E7,
E8, E10, E12, dan E14. Hasil ukur variabel konflik interpersonal
merupakan rata-rata skor jawaban yang diperoleh dengan membagi total
skor dengan jumlah pertanyaan terkait konflik interpersonal.
6. Ketidakpastian Pekerjaan
Variabel ketidakpastian pekerjaan terdiri dari lima pertanyaan yang
terdapat pada kuesioner bagian F1-F5 (Lampiran I). Skoring yang
dilakukan adalah skor satu jika sangat tidak yakin, skor dua jika tidak
yakin, skor tiga jika cukup yakin, skor empat jika yakin, dan skor lima jika
sangat yakin. Hasil ukur variabel ketidakpastian pekerjaan merupakan
rata-rata skor jawaban yang diperoleh dengan membagi total skor dengan
jumlah pertanyaan terkait ketidakpastian pekerjaan.
7. Kurangnya Kontrol
Variabel kurangnya kontrol terdiri dari 16 pertanyaan yang terdapat
pada kuesioner bagian G1-G16 (Lampiran I). Skoring yang dilakukan
adalah skor satu jika sangat kecil, skor dua jika kecil, skor tiga jika cukup
besar, skor empat jika besar, dan skor lima jika sangat besar. Hasil ukur
variabel kurangnya kontrol merupakan rata-rata skor jawaban yang
diperoleh dengan membagi total skor dengan jumlah pertanyaan terkait
kurangnya kontrol.
8. Kurangnya Kesempatan Kerja
Variabel kurangnya kesempatan kerja terdiri dari empat pertanyaan
yang terdapat pada kuesioner bagian H1-H4 (Lampiran I). Skoring yang
dilakukan adalah skor satu jika sangat mudah, skor dua jika mudah, skor
tiga jika cukup mudah, skor empat jika sulit, dan skor lima jika sangat
sulit. Hasil ukur variabel kurangnya kesempatan kerja merupakan rata-rata
skor jawaban yang diperoleh dengan membagi total skor dengan jumlah
pertanyaan terkait kurangnya kesempatan kerja.
9. Jumlah Beban Kerja
Variabel jumlah beban kerja terdiri dari 11 pertanyaan yang
terdapat pada kuesioner bagian I1-I4 dan J1-J7 (Lampiran I). Skoring yang
45
dilakukan adalah skor satu jika sangat tidak ada, skor dua jika tidak terlalu
banyak, skor tiga jika agak banyak, skor empat jika banyak, dan skor lima
jika sangat banyak. Terdapat pertanyaan dengan item negatif yaitu J1, J2,
J5, dan J7. Hasil ukur variabel jumlah beban kerja merupakan rata-rata
skor jawaban yang diperoleh dengan membagi total skor dengan jumlah
pertanyaan terkait jumlah beban kerja.
10. Variasi Beban Kerja
Variabel variasi beban kerja terdiri dari tujuh pertanyaan yang
terdapat pada kuesioner bagian I1-I7 (Lampiran I). Skoring yang dilakukan
adalah skor satu jika tidak pernah, skor dua jika jarang, skor tiga jika
kadang-kadang, skor empat jika sering, dan skor lima jika sangat sering.
Hasil ukur variabel variasi beban kerja merupakan rata-rata skor jawaban
yang diperoleh dengan membagi total skor dengan jumlah pertanyaan
terkait variasi beban kerja.
11. Tanggung Jawab terhadap Orang Lain
Variabel tanggung jawab terhadap orang lain terdiri dari empat
pertanyaan yang terdapat pada kuesioner bagian J8-J11 (Lampiran I).
Skoring yang dilakukan adalah skor satu jika sangat tidak ada, skor dua
jika tidak terlalu banyak, skor tiga jika agak banyak, skor empat jika
banyak, dan skor lima jika sangat banyak. Hasil ukur variabel tanggung
jawab terhadap orang lain merupakan rata-rata skor jawaban yang
diperoleh dengan membagi total skor dengan jumlah pertanyaan terkait
tanggung jawab terhadap orang lain.
12. Kemampuan yang Tidak Digunakan
Variabel kemampuan yang tidak digunakan terdiri dari tiga
pertanyaan yang terdapat pada kuesioner bagian I8-I10 (Lampiran I).
Skoring yang dilakukan adalah skor satu jika tidak pernah, skor dua jika
jarang, skor tiga jika kadang-kadang, skor empat jika sering, dan skor lima
jika sangat sering.. Terdapat pertanyaan dengan item negatif yaitu I8, I9,
dan I10. Hasil ukur variabel kemampuan yang tidak digunakan merupakan
rata-rata skor jawaban yang diperoleh dengan membagi total skor dengan
jumlah pertanyaan terkait kemampuan yang tidak digunakan.
46
13. Tuntutan Mental
Variabel tuntutan mental terdiri dari lima pertanyaan yang terdapat
pada kuesioner bagian K1-K5 (Lampiran I). Skoring yang dilakukan
adalah skor satu jika sangat setuju, skor dua jika agak setuju, skor tiga jika
agak tidak setuju, dan skor empat jika sangat tidak setuju. Terdapat
pertanyaan dengan item negatif yaitu K1, K2, dan K3. Hasil ukur variabel
tuntutan mental merupakan rata-rata skor jawaban yang diperoleh dengan
membagi total skor dengan jumlah pertanyaan terkait tuntutan mental.
14. Shift Kerja
Variabel shift kerja terdiri dari dua pertanyaan yang terdapat pada
kuesioner bagian B2-B3 (Lampiran I). Hasil ukur variabel shift kerja
adalah :
1) Shift
2) Tidak shift
15. Aktivitas di Luar Pekerjaan
Variabel aktivitas di luar pekerjaan terdiri dari tujuh pertanyaan
yang terdapat pada kuesioner bagian M1-M8 (Lampiran I). Skoring yang
dilakukan adalah skor nol jika tidak dan skor satu jika ya. Hasil ukur
variabel aktivitas di luar pekerjaan merupakan rata-rata skor jawaban yang
diperoleh dengan membagi total skor dengan jumlah pertanyaan terkait
aktivitas di luar pekerjaan.
16. Umur
Variabel umur diukur dari responden lahir sampai ulang tahun
terakhir. Hasil ukur variabel umur merupakan umur responden (dalam
tahun).
17. Jenis Kelamin
Variabel jenis kelamin dilihat dari perbedaan laki-laki dan
perempuan secara biologis dan fisiologis sejak lahir. Hasil ukur variabel
jenis kelamin yaitu :
1) Perempuan
2) Laki-laki
47
18. Status Pernikahan
Variabel status pernikahan yaitu keterangan yang menunjukkan
riwayat pernikahan tenaga kerja sesuai yang tercantum di dalam kartu
identitas pekerja. Hasil ukur variabel status pernikahan adalah :
1) Tidak menikah
2) Menikah
19. Masa Kerja
Variabel masa kerja dilihat dari jumlah waktu yang telah dilalui
perawat sejak bekerja di RS X. Hasil ukur variabel masa kerja adalah lama
masa kerja responden (dalam bulan).
20. Kepribadian Tipe A
Variabel kepribadian tipe A terdiri dari 20 pertanyaan yang
terdapat pada kuesioner bagian O1-O20 (Lampiran I). Skoring yang
dilakukan adalah skor satu jika sangat tidak tepat, skor dua jika tidak tepat,
skor tiga jika tidak tahu, skor empat jika tepat, dan skor lima jika sangat
tepat. Terdapat pertanyaan dengan item negatif yaitu O3, O6, O8, O9,
O11, O12, O14, O15, O16, dan O18. Hasil ukur variabel kepribadian tipe
A merupakan rata-rata skor jawaban yang diperoleh dengan membagi total
skor dengan jumlah pertanyaan terkait kepribadian tipe A.
21. Penilaian Diri
Variabel penilaian diri terdiri dari 10 pertanyaan yang terdapat
pada kuesioner bagian L1-L10 (Lampiran I). Skoring yang dilakukan
adalah skor satu jika sangat tidak setuju, skor dua jika tidak setuju, skor
tiga jika netral, skor empat jika setuju, dan skor lima jika sangat setuju.
Terdapat pertanyaan dengan item negatif yaitu L2, L3, L6, L7, dan L9.
Hasil ukur variabel penilaian diri merupakan rata-rata skor jawaban yang
diperoleh dengan membagi total skor dengan jumlah pertanyaan terkait
penilaian diri.
22. Dukungan Sosial
Variabel dukungan sosial terdiri dari 12 pertanyaan yang terdapat
pada kuesioner bagian N1-N12 (Lampiran I). Skoring yang dilakukan
48
adalah skor satu jika tidak pernah bercerita masalah pribadi, skor dua jika
tidak membantu, skor tiga jika jarang membantu, skor empat jika kadang
membantu, dan skor lima jika sangat membantu/mudah. Hasil ukur
variabel dukungan sosial merupakan rata-rata skor jawaban yang diperoleh
dengan membagi total skor dengan jumlah pertanyaan terkait dukungan
sosial.
Item kuesioner menggunakan poin skala likert yang berbeda-beda, terdapat
item dengan skala empat poin skala likert, lima poin skala likert, dan tujuh poin
skala likert. Tabel 4.3 berikut merupakan contoh skoring untuk pertanyaan dengan
lima poin skala likert.
Tabel 54.3 Skoring Instrumen NIOSH Generic Job Stress Questionnaire
Sangat tidak
setuju
Tidak
setuju
Netral Setuju Sangat
setuju
Skor item positif 1 2 3 4 5
Skor item negatif 5 4 3 2 1
Contoh skoring yang akan dilakukan yaitu jika variabel tuntutan mental terdiri
dari lima pertanyaan, maka dilakukan penjumlahan skor dari kelima pertanyaan
tersebut. Setelah didapatkan total skor, selanjutnya dilakukan pembagian dengan
jumlah pertanyaan yang ada untuk mendapatkan rata-rata skor variabel tuntutan
mental tiap individu. Kemudian dilakukan penjumlahan nilai rata-rata skor
variabel seluruh responden dan dibagi jumlah responden sehingga didapatkan
nilai rata-rata populasi untuk variabel tuntutan mental. Selanjutnya nilai tersebut
dibandingkan dengan nilai median total skor variabel tuntutan mental.
4.5 Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Dalam sebuah penelitian, alat pengumpul data atau instrumen penelitian
sebaiknya memenuhi beberapa hal, diantaranya memenuhi aspek validitas dan
reliabilitas. Validitas adalah kemampuan alat ukur untuk secara tepat mengukur
sesuatu yang ingin diukur (Al-Assaf, 2009). Kuesioner yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan kuesioner baku yang dikembangkan oleh NIOSH.
Kuesioner ini diadaptasi dari berbagai skala yang memiliki validitas dan
reliabilitas yang dapat dipercaya sehingga dapat digunakan untuk mengukur stres
kerja pada berbagai jenis pekerjaan (HSE, 2001). Sedangkan reliabilitas adalah
sejauh mana alat ukur dapat menghasilkan nilai yang sama atau konsisten
49
(Swarjana, 2016). Uji reliabilitas menggunakan cronbach alpha dimana instrumen
penelitian dinyatakan reliabel bila diperoleh nilai alpha minimal 0,60 (Budiharto,
2008). Beberapa penelitian yang melakukan uji reliabilitas NIOSH Generic Job
Stress Questionnaire menunjukkan nilai cronbach alpha sebesar lebih dari 0,7
(Kazronian, 2013), 0,84 (Karima, 2014), dan 0,61-0,94 (Nakata, 2004). Hasil uji
reliabilitas NIOSH Generic Job Stress Questionnaire pada 700 perawat di Kanada
menghasilkan nilai cronbach alpha sebesar 0,65 – 0,90 dengan rata-rata 0,81
(Hurrel, 1988), hasil uji reliabilitas pada 24 perawat di Jakarta menghasilkan nilai
cronbach alpha sebesar 0,5-0,9 (Yana, 2014). Sedangkan hasil uji reliabilitas pada
penelitian ini yaitu sebesar 0,775.
4.6 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data secara langsung dari
perawat pada ruang rawat inap kelas III di RS X Jakarta dengan menggunakan alat
ukur berupa kuesioner. Teknik pengambilan data dilakukan dengan menyerahkan
kuesioner kepada kepala ruangan untuk kemudian dibagikan kepada perawat yang
bertugas di ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta.
4.7 Pengolahan Data
4.7.1 Mengkode Data (data coding)
Mengklasifikasi data dan jawaban menurut kategori masing-masing
sehingga memudahkan dalam pengelompokkan data. Coding dilakukan saat
pembuatan kuesioner untuk memudahkan peneliti dalam pengolahan data
selanjutnya.
4.7.2 Menyunting Data (data editing)
Memeriksa kelengkapan pengisian kuesioner, kejelasan jawaban, relevansi
jawaban, dan konsistensi jawaban.
4.7.3 Memasukkan Data (data entry)
Memasukkan data dari kuesioner ke dalam program komputer untuk
selanjutnya dianalisis dengan menggunakan software.
50
4.7.4 Membersihkan Data (data cleaning)
Pengecekan kembali kelengkapan data yang sudah dimasukkan ke dalam
software dan melakukan koreksi bila terdapat kesalahan.
4.8 Analisis Data
4.8.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi
dari masing-masing variabel yang terdiri dari stres kerja, faktor pekerjaan
(lingkungan fisik, konflik peran, ketaksaan peran, konflik interpersonal,
ketidakpastian pekerjaan, kurangnya kontrol, kurangnya kesempatan kerja, jumlah
beban kerja, variasi beban kerja, tanggung jawab terhadap orang lain, kemampuan
yang tidak digunakan, tuntutan mental, dan shift kerja), faktor di luar pekerjaan
(aktivitas di luar pekerjaan), faktor individual (umur, jenis kelamin, status
pernikahan, masa kerja, kepribadian tipe A dan penilaian diri) dan faktor
pendukung (dukungan sosial). Analisis dilakukan dengan bantuan software
pengolah data.
4.8.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel
dependen dan independen. Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan uji
statistik korelasi spearman untuk seluruh variabel kecuali variabel shift kerja,
jenis kelamin dan status pernikahan yang dianalisis dengan menggunakan uji
mann whitney.
Adapun rumus uji korelasi spearman adalah sebagai berikut :
[ ( ) ]
Keterangan :
= koefisien korelasi
= total kuadrat selisih antar ranking
n = jumlah sampel penelitian
Nilai korelasi biasanya berkisar antara -1 sampai dengan 1. Nilai r dapat
diinterpretasikan sebagai berikut :
51
r = 0 : tidak ada hubungan linier
r = -1 : hubungan linier negatif sempurna
r = 1 : hubungan linier positif sempurna
Menurut Colton, kekuatan hubungan dua variabel secra kualitatif dapat
dibagi dalam empat area, yaitu :
r = 0 – 0,25 : tidak ada hubungan / hubungan lemah
r = 0,26 – 0,50 : hubungan sedang
r = 0,51 – 0,75 : hubungan kuat
r = 0,76 – 1 : hubungan sangat kuat
Sedangkan rumus uji mann whitney adalah sebagai berikut :
( )
Keterangan :
n = jumlah sampel terkecil
m = jumlah sampel terbesar
= jumlah ranking dari sampel terkecil
4.8.3 Analisis Multivariat
Analisis multivariat merupakan analisis yang menghubungkan beberapa
variabel independen dengan satu variabel dependen dalam waktu yang bersamaan.
Pada penelitian ini, analisis multivariat dilakukan dengan menggunakan uji regresi
linier ganda dimana variabel dependen dan independen merupakan data numerik.
Uji regresi linier berganda yang digunakan adalah uji linier berganda dengan
pemodelan prediksi. Model prediksi bertujuan untuk memperoleh model yang
terdiri dari beberapa variabel independen yang dianggap tepat untuk memprediksi
variasi yang terjadi pada variabel dependen (Amran, 2012).
Langkah awal untuk melakukan analisis multivariat adalah dengan
melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel independen dengan
variabel dependen. Apabila hasil uji bivariat mempunyai nilai p ≤ 0,25, maka
52
variabel tersebut dapat masuk menjadi kandidat model analisis multivariat.
Selanjutnya adalah tahap pemodelan multivariat dimna variabel yang masuk
dalam kandidat model multivariat dianalisis secara bersamaan. Variabel yang
valid dalam model multivariat adalah variabel yang mempunyai P-value ≤ 0,05.
Apabila di dalam model ditemui P-value > 0,05 maka variabel tersebut harus
dikeluarkan dari model. Selanjutnya dilakukan uji asumsi untuk mengetahui
apakah model yang diperoleh cukup fix untuk melakukan prediksi. Kemudian
dilanjutkan model matematis untuk memprediksi variabel dependennya. Berikut
adalah persamaan regresi yang diperoleh :
Keterangan :
Y = variabel dependen
X = variabel independen
4.9 Penyajian Data
Penyajian data dilakukan untuk menampilkan data yang sederhana dan jelas
agar mudah dibaca. Selain itu, penyajian data juga dimaksudkan agar orang lain
dapat dengan mudah memahami data yang ada untuk kemudian melakukan
penilaian atau perbandingan, dan lain-lain (Budiarto, 2001). Dalam penelitian ini,
data hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel disertai dengan penjelasan
singkat mengenai isi dari tabel tersebut.
53
BAB V
HASIL
5.1 Gambaran Umum RS X Jakarta
RS X adalah rumah sakit milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang
termasuk dalam rumah sakit tipe B non pendidikan. RS X memiliki fasilitas
pelayanan rawat jalan, gawat darurat, rawat inap, rawat intensif, kamar bersalin,
dan kamar operasi. Dengan fasilitas penunjang medik yaitu laboratorium,
radiologi, farmasi, gizi, dan instalasi rehabilitasi medik. Serta instalasi penunjang
khusus yaitu laundry, CSSD, dan kamar jenazah. Jumlah kamar yang terdapat di
RS X sebanyak 79 kamar dengan 364 tempat tidur. Sedangkan jumlah tenaga
kerja yang ada sebanyak 992 pegawai terdiri dari dokter umum, dokter gigi,
dokter spesialis/dokter gigi spesialis, perawat/bidan, paramedis non perawatan,
dan tenaga non medis.
Sebagai bentuk komitmen rumah sakit terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja, maka Direktur RS X menetapkan kebijakan keselamatan kerja,
kebakaran dan kewaspadaan bencana di lingkungan RS X. Kebijakan K3L dibuat
dengan berlandaskan pada falsafah dan tujuan K3. Agar komitmen tersebut dapat
terlaksana dengan baik, maka rumah sakit membangun organisasi K3 yaitu Pokja
K3 yang memiliki tugas diantaranya untuk memberikan rekomendasi dan
pertimbangan kepada direktur RS X mengenai masalah-masalah yang berkaitan
dengan K3, merumuskan kebijakan, pedoman, petunjuk, pelaksanaan dan
prosedur, serta membuat program K3RS. Dengan sasaran K3 yaitu karyawan
yang terlibat langsung dengan peralatan kerja dan material serta lingkungan
sekitarnya.
5.2 Analisis Univariat
5.2.1. Gambaran Stres Kerja pada Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas III
RS X Jakarta Tahun 2017
Hasil yang diperoleh mengenai stres kerja pada perawat di ruang rawat
inap kelas III RS X Jakarta tahun 2017 dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut :
54
Tabel 65.1 Distribusi Frekuensi Stres Kerja pada Perawat di Ruang Rawat
Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017
Variabel Mean ± SD Min-Max 95% CI n
Stres Kerja 1,31 ± 0,38 0,44 – 2,44 1,24 – 1,39 102
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui rata-rata skor stres kerja yang dialami
perawat yaitu 1,31 dengan tingkat kepercayaan 95% berada pada rentang nilai
1,24 – 1,39. Nilai rata-rata terendah adalah 0,44 sedangkan nilai rata-rata tertinggi
adalah 2,44.
5.2.2. Gambaran Faktor Pekerjaan pada Perawat di Ruang Rawat Inap
Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017
Pada penelitian ini, faktor pekerjan yang diteliti terdiri dari lingkungan
fisik, konflik peran, ketaksaan peran, konflik interpersonal, ketidakpastian
pekerjaan, kurangnya kontrol, kurangnya kesempatan kerja, jumlah beban kerja,
variasi beban kerja, tanggung jawab terhadap orang lain, kemampuan yang tidak
digunakan, tuntutan mental dan shift kerja. Hasil distribusi frekuensi faktor
pekerjaan pada perawat di ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta tahun 2017
terdapat pada tabel 5.2 berikut ini :
Tabel 75.2 Distribusi Frekuensi Faktor Pekerjaan pada Perawat di Ruang
Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017
Variabel Mean ± SD Min-Max 95% CI n
Lingkungan Fisik 1,23 ± 0,19 1,00 – 1,70 1,19 – 1,27 102
Konflik Peran 3,31 ± 0,76 1,62 – 5,00 3,16 – 3,46 102
Ketaksaan Peran 2,61 ± 0,61 2,49 – 2,73 2,49 – 2,73 102
Konflik Interpersonal 2,27 ± 0,42 1,31 – 3,56 2,18 – 2,35 102
Ketidakpastian Pekerjaan 2,14 ± 0,68 1,00 – 3,80 2,01 – 2,28 102
Kurangnya Kontrol 2,74 ± 0,65 1,50 – 4,88 2,61 – 2,87 102
Kurangnya Kesempatan Kerja 3,43 ± 0,60 1,75 – 5,00 3,31 – 3,55 102
Jumlah Beban Kerja 3,44 ± 0,30 2,73 – 3,91 3,38 – 3,50 102
Variasi Beban Kerja 3,83 ± 0,68 2,43 – 5,00 3,70 – 3,97 102
Tanggung Jawab terhadap
Orang Lain
3,08 ± 0,93 1,00 – 5,00 2,90 – 3,27 102
Kemampuan yang Tidak
Digunakan
2,05 ± 0,61 1,00 – 4,00 1,93 – 2,17 102
Tuntutan Mental 1,55 ± 0,49 1,00 – 2,20 1,45 – 1,65 102
55
Tabel 85.3 Distribusi Frekuensi Faktor Pekerjaan (Shift Kerja) pada Perawat
di Ruang Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017
Shift Kerja Jumlah Presentase
Shift 93 91,2%
Tidak Shift 9 8,8%
1) Lingkungan Fisik
Kondisi lingkungan fisik dapat berupa suhu yang terlalu panas,
terlalu dingin, terlalu sesak, kurang cahaya, lingkungan kerja kotor
dan lain sebagainya. Berdasarkan tabel 5.2 diketahui rata-rata skor
lingkungan fisik sebesar 1,23 dengan tingkat kepercayaan 95% berada
pada rentang nilai 1,19 – 1,27.
2) Konflik Peran
Konflik peran dapat menjadi salah satu penyebab stres yang
penting bagi sebagian orang. Berdasarkan tabel 5.2 diketahui rata-rata
skor konflik peran yang dialami perawat sebesar 3,13 dengan tingkat
kepercayaan 95% berada pada rentang nilai 3,16 – 3,46.
3) Ketaksaan Peran
Ketaksaan peran dirasakan ketika perawat tidak memiliki cukup
informasi untuk melaksanakan tugasnya. Berdasarkan tabel 5.2
diketahui rata-rata skor ketaksaan peran yang dialami perawat sebesar
2,61 dengan tingkat kepercayaan 95% berada pada rentang nilai 2,49 –
2,73.
4) Konflik Interpersonal
Konflik interpersonal terjadi sebagai hasil gangguan interaksi
sosial antara perawat dengan orang lain. Berdasarkan tabel 5.2
diketahui rata-rata skor konflik interpersonal yang dialami perawat
sebesar 2,27 dengan tingkat kepercayaan 95% berada pada rentang
nilai 2,18 – 2,35.
5) Ketidakpastian Pekerjaan
Rasa takut kehilangan pekerjaan dan ancaman bahwa
pekerjaannya dianggap tidak diperlukan lagi merupakan wujud dari
ketidakpastian pekerjaan yang dialami oleh perawat. Berdasarkan
tabel 5.2 diketahui rata-rata skor ketidakpastian pekerjaan yang
56
dialami perawat sebesar 2,14 dengan tingkat kepercayaan 95% berada
pada rentang nilai 2,01 – 2,28.
6) Kurangnya Kontrol
Kurangnya kontrol kerja seseorang dapat menjadi sebuah tekanan
yang dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Berdasarkan
tabel 5.2 diketahui rata-rata skor kurangnya kontrol yang dialami
perawat sebesar 2,74 dengan tingkat kepercayaan 95% berada pada
rentang nilai 2,61 – 2,87.
7) Kurangnya Kesempatan Kerja
Kurangnya kesempatan kerja atau lapangan pekerjaan dapat
menimbulkan rasa khawatir yang dapat berakibat stres pada individu.
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui rata-rata skor kurangnya kesempatan
kerja yang dialami perawat sebesar 3,43 dengan tingkat kepercayaan
95% berada pada rentang nilai 3,31 – 3,55.
8) Jumlah Beban Kerja
Beban kerja yang berlebih maupun terlalu sedikit dapat menjadi
pemicu stres pada diri seseorang. Berdasarkan tabel 5.2 diketahui rata-
rata skor jumlah beban kerja yang dimiliki perawat sebesar 3,44
dengan tingkat kepercayaan 95% berada pada rentang nilai 3,38 –
3,50.
9) Variasi Beban Kerja
Variasi beban kerja berkaitan dengan beragam jenis pekerjaan
yang diberikan kepada pekerja dengan tuntutan kemampuan yang
berbeda-beda. Berdasarkan tabel 5.2 diketahui rata-rata skor variasi
beban kerja yang dimiliki perawat sebesar 3,83 dengan tingkat
kepercayaan 95% berada pada rentang nilai 3,70 – 3,97.
10) Tanggung Jawab terhadap Orang Lain
Tanggung jawab terhadap orang lain dapat menjadi salah satu
pemicu terjadinya gangguan kesehatan pada diri seseorang.
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui rata-rata skor tanggung jawab
terhadap orang lain yang dimiliki perawat sebesar 3,08 dengan tingkat
kepercayaan 95% berada pada rentang nilai 2,90 – 3,27.
57
11) Kemampuan yang Tidak Digunakan
Kemampuan pekerja yang tidak digunakan dapat menimbulkan
stres bagi pekerja tersebut. Berdasarkan tabel 5.2 diketahui rata-rata
skor kemampuan yang tidak digunakan oleh perawat yaitu 2,05
dengan tingkat kepercayaan 95% berada pada rentang nilai 1,93 –
2,17.
12) Tuntutan Mental
Tuntutan mental menjadi sumber stres pada pekerjaan yang
menuntut interaksi dengan orang lain khususnya pada sektor jasa
seperti perawat. Berdasarkan tabel 5.2 diketahui rata-rata skor tuntutan
mental yang dialami perawat yaitu 1,55 dengan tingkat kepercayaan
95% berada pada rentang nilai 1,45 – 1,65.
13) Shift Kerja
Shift kerja menjadi salah satu tuntutan tugas yang memiliki
konsekuensi terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja.
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa sebagian besar perawat
memiliki sifat pekerjaan yang shift yaitu 93 perawat (91,2%).
Sedangkan 9 perawat (8,8%) lainnya memiliki shifat pekerjaan yang
tidak shift.
5.2.3. Gambaran Faktor di Luar Pekerjaan pada Perawat di Ruang Rawat
Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017
Faktor di luar pekerjaan merupakan faktor yang berhubungan dengan
lingkungan di luar pekerjaan yang dapat memengaruhi stres kerja pada seseorang.
Hal ini mencakup segala aktivitas di luar pekerjaan seperti masalah keuangan,
pernikahan, kehidupan sosial, anak, dll. Hasil analisa univariat faktor di luar
pekerjaan pada perawat di ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta tahun 2017
dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut ini :
Tabel 95.4 Distribusi Frekuensi Faktor di Luar Pekerjaan pada Perawat di
Ruang Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017
Variabel Mean ± SD Min-Max 95% CI n
Aktivitas di luar pekerjaan 0,26 ± 0,16 0,00 – 0,75 0,22 – 0,29 102
58
Aktivitas di luar pekerjaan mencakup segala kegiatan yang dilakukan
seseorang di luar waktu kerja. Berdasarkan tabel 5.4 diketahui rata-rata skor
aktivitas di luar pekerjaan yang dimiliki perawat yaitu 0,26 dengan tingkat
kepercayaan 95% berada pada rentang nilai 0,22 – 0,29.
5.2.4. Gambaran Faktor Individual pada Perawat di Ruang Rawat Inap
Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017
Gambaran faktor individual terkait stres kerja terdiri dari enam variabel
antara lain umur, jenis kelamin, status pernikahan, masa kerja, kepribadian tipe
A, dan penilaian diri. Hasil analisa univariat faktor individual pada perawat di
ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta tahun 2017 dapat dilihat pada tabel 5.5
berikut ini :
Tabel 105.5 Distribusi Frekuensi Faktor Individual pada Perawat di Ruang
Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017
Variabel Mean ± SD Min-Max 95% CI n
Umur 28,88 ± 6,53 22 - 49 27,60 – 30,17 102
Masa Kerja 5,08 ± 6,31 0,06 – 25,02 3,84 – 6,32 102
Kepribadian Tipe A 3,20 ± 0,25 2,55 – 4,00 3,15 – 3,25 102
Penilaian Diri 3,57 ± 0,28 3,00 – 4,10 3,52 – 3,63 102
Tabel 115.6 Distribusi Frekuensi Faktor Individual (Jenis Kelamin dan Status
Pernikahan) pada Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta
Tahun 2017
Variabel Kategori Jumlah Presentase
Jenis Kelamin Perempuan 75 73,5%
Laki-laki 27 26,5%
Status Pernikahan Tidak Menikah 53 52%
Menikah 49 48%
1) Umur
Umur merupakan lama hidup seseorang sejak ia dilahirkan
hingga ulang tahun terakhir. Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa
rata-rata umur perawat yaitu 29 tahun dengan tingkat kepercayaan 95%
berada pada rentang 27,60 – 30,17. Umur perawat termuda adalah 22
tahun sedangkan umur tertua adalah 49 tahun.
59
2) Masa Kerja
Masa kerja terkait dengan waktu atau lamanya seseorang
bekerja pada suatu instansi. Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa
rata-rata masa kerja perawat yaitu 5 tahun 8 bulan dengan tingkat
kepercayaan 95% berada pada rentang nilai 3,84 – 6,32. Masa kerja
terendah adalah 6 bulan dan masa kerja tertinggi adalah 25 tahun 2
bulan.
3) Kepribadian Tipe A
Individu dengan kecenderungan tipe A tinggi memiliki
karakteristik agresif, tidak sabar dan ucapan yang meledak-ledak.
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa rata-rata skor kepribadian tipe
A yang dimiliki perawat adalah 3,20 dengan tingkat kepercayaan 95%
berada pada rentang nilai 3,15 – 3,25.
4) Penilaian Diri
Penilaian diri merupakan persepsi individu terhadap potensi
yang dimiliki. Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa rata-rata skor
penilaian diri yang dimiliki perawat adalah 3,57 dengan tingkat
kepercayaan 95% berada pada rentang nilai 3,52 – 3,63.
5) Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan karakteristik biologis dan fisiologis
yang membedakan seorang laki-laki maupun perempuan. Berdasarkan
tabel 5.6 diketahui bahwa dari 102 perawat penelitian, sebagian besar
berjenis kelamin perempuan dengan jumlah sebanyak 75 perawat
(73,5%). Sedangkan 27 perawat (26,5%) lainnya berjenis kelamin laki-
laki.
6) Status Pernikahan
Status pernikahan menjadi salah satu hal yang berpengaruh
terhadap tingkat stres seseorang. Berdasarkan tabel 5.6 diketahui
bahwa 53 perawat (52%) berstatus tidak menikah. Sedangkan 49
perawat (48%) lainnya berstatus menikah.
60
5.2.5. Gambaran Faktor Pendukung pada Perawat di Ruang Rawat Inap
Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017
Faktor pendukung berupa dukungan sosial dapat memengaruhi tingkat
stres kerja seseorang. Dukungan sosial dapat berupa kesenangan, bantuan, atau
keterangan yang diterima seseorang melalui hubungan formal atau informal
dengan orang lain atau kelompok. Hasil analisa univariat faktor pendukung pada
perawat di ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta tahun 2017 dapat dilihat pada
tabel 5.7 berikut ini :
Tabel 125.7 Distribusi Frekuensi Faktor Pendukung pada Perawat di Ruang
Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017
Variabel Mean ± SD Min-Max 95% CI n
Dukungan Sosial 4,60 ± 0,61 1,00 – 5,00 4,48 – 4,72 102
Dukungan sosial dapat diberikan oleh atasan, rekan kerja, keluarga
maupun orang lain yang ada disekitar pekerja. Berdasarkan tabel 5.7 diketahui
bahwa rata-rata skor dukungan sosial yang didapatkan perawat yaitu 4,60 dengan
tingkat kepercayaan 95% berada pada rentang nilai 4,48 – 4,72.
5.3 Analisis Bivariat
5.3.1. Hubungan antara Faktor Pekerjaan dengan Stres Kerja
Hasil analisis hubungan antara faktor pekerjaan dengan stres kerja adalah
sebagai berikut.
Tabel 135.8 Hubungan antara Faktor Pekerjaan dengan Stres Kerja pada
Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017
Variabel r P-value
Lingkungan Fisik - 0,160 0,109
Konflik Peran 0,110 0,272
Ketaksaan Peran 0,200 0,044
Konflik Interpersonal 0,151 0,129
Ketidakpastian Pekerjaan 0,358 0,000
Kurangnya Kontrol - 0,014 0,886
Kurangnya Kesempatan Kerja 0,271 0,006
Jumlah Beban Kerja - 0,091 0,362
Variasi Beban Kerja - 0,199 0,045
Tanggung Jawab terhadap Orang Lain 0,397 0,000
Kemampuan yang Tidak Digunakan 0,316 0,001
Tuntutan Mental - 0,003 0,976
61
Tabel 145.9 Hubungan antara Faktor Pekerjaan (Shift Kerja) dengan Stres
Kerja pada Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun
2017
Variabel Kategori n Mean rank P-value
Shift Kerja Shift 93 51,87
0,683 Tidak Shift 9 47,67
1. Lingkungan Fisik
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa hubungan antara
lingkungan fisik dengan stres kerja menunjukkan hubungan yang
lemah dan berpola negatif. Hasil uji statistik menunjukkan nilai
probabilitas sebesar 0,109 artinya pada tingkat kepercayaan 5% tidak
terdapat hubungan antara lingkungan fisik dengan stres kerja.
2. Konflik Peran
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa hasil analisa bivariat antara
konflik peran dengan stres kerja menunjukkan hubungan yang lemah
dan berpola positif. Artinya semakin banyak konflik peran yang
dialami maka stres kerja yang dialami juga semakin meningkat. Hasil
uji statistik menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,272 artinya pada
tingkat kepercayaan 5% tidak terdapat hubungan antara konflik peran
dengan stres kerja.
3. Ketaksaan Peran
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa ketaksaan peran dengan
stres kerja memiliki hubungan yang lemah dan berpola positf. Artinya
semakin tinggi ketaksaan peran maka akan semakin meningkat stres
kerja yang dialami. Hasil uji statistik menunjukkan nilai probabilitas
sebesar 0,044 artinya pada tingkat kepercayaan 5% terdapat hubungan
antara ketaksaan peran dengan stres kerja.
4. Konflik Interpersonal
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa analisa hubungan antara
konflik interpersonal dengan stres kerja menunjukkan hubungan yang
lemah dan berpola positif. Artinya semakin tinggi konflik interpersonal
maka akan semakin meningkat stres kerja yang dialami. Hasil uji
statistik menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,129 artinya pada
62
tingkat kepercayaan 5% tidak terdapat hubungan antara konflik
interpersonal dengan stres kerja.
5. Ketidakpastian Pekerjaan
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa hubungan antara
ketidakpastian pekerjaan dengan stres kerja menunjukkan hubungan
yang sedang dan berpola positif. Artinya semakin tinggi ketidakpastian
pekerjaan maka akan semakin meningkatkan stres kerja yang dialami.
Hasil uji statistik menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,000 artinya
pada tingkat kepercayaan 5% terdapat hubungan antara ketidakpastian
pekerjaan dengan stres kerja.
6. Kurangnya Kontrol
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa hasil analisa bivariat antara
kurangnya kontrol dengan stres kerja menunjukkan hubungan yang
lemah dan berpola negatif. Hasil uji statistik menunjukkan nilai
probabilitas sebesar 0,886 artinya pada tingkat kepercayaan 5% tidak
terdapat hubungan antara kurangnya kontrol dengan stres kerja.
7. Kurangnya Kesempatan Kerja
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa kurangnya kesempatan
kerja dengan stres kerja memiliki hubungan yang sedang dan berpola
positif. Artinya semakin sedikit kesempatan kerja yang dimiliki maka
akan semakin meningkatkan stres kerja yang dialami. Hasil uji statistik
menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,006 artinya pada tingkat
kepercayaan 5% terdapat hubungan antara kurangnya kesempatan
kerja dengan stres kerja.
8. Jumlah Beban Kerja
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa jumlah beban kerja dengan
stres kerja memiliki hubungan yang lemah dan berpola negatif. Hasil
uji statistik menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,362 artinya pada
tingkat kepercayaan 5% tidak terdapat hubungan antara jumlah beban
kerja dengan stres kerja.
63
9. Variasi Beban Kerja
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa variasi beban kerja dan
stres kerja memiliki hubungan yang lemah dengan pola negatif. Hasil
uji statistik menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,045 artinya pada
tingkat kepercayaan 5% terdapat hubungan antara variasi beban kerja
dengan stres kerja.
10. Tanggung Jawab terhadap Orang Lain
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa terdapat hubungan yang
sedang dan berpola negatif antara tanggung jawab terhadap orang lain
dengan stres kerja. Artinya semakin besar tanggung jawab terhadap
orang lain maka akan semakin tinggi tingkat stres kerja yang dialami.
Hasil uji statistik menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,000 artinya
pada tingkat kepercayaan 5% terdapat hubungan antara tanggung
jawab terhadap orang lain dengan stres kerja.
11. Kemampuan yang Tidak Digunakan
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa hasil analisa hubungan
menunjukkan adanya hubungan yang sedang dengan pola positif antara
kemampuan yang tidak digunakan dengan stres kerja. Artinya semakin
besar kemampuan yang tidak digunakan maka akan meningkatkan
stres kerja yang dialami. Hasil uji statistik menunjukkan nilai
probabilitas sebesar 0,001 artinya pada tingkat kepercayaan 5%
terdapat hubungan antara kemampuan yang tidak digunakan dengan
stres kerja.
12. Tuntutan Mental
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa tuntutan mental dengan
stres kerja memiliki hubungan yang lemah dan berpola negatif. Hasil
uji statistik menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,976 artinya pada
tingkat kepercayaan 5% tidak terdapat hubungan antara tuntutan
mental dengan stres kerja.
13. Shift Kerja
Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa nilai mean rank perawat
yang shift dan mengalami stres kerja yaitu sebesar 51,87, sedangkan
64
perawat yang tidak shift dan mengalami stres kerja yaitu 47,67. Hasil
uji statistik menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,683 artinya pada
tingkat kepercayaan 5% tidak terdapat hubungan antara shift kerja
dengan stres kerja.
5.3.2. Hubungan antara Faktor di Luar Pekerjaan dengan Stres Kerja
Hasil analisis hubungan antara faktor di luar pekerjaan dengan stres kerja
adalah sebagai berikut.
Tabel 155.10 Hubungan antara Faktor di Luar Pekerjaan dengan Stres Kerja
pada Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017
Variabel r P-value
Aktivitas di luar pekerjaan - 0,008 0,935
Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa aktivitas di luar pekerjaan dengan
stres kerja memiliki hubungan yang lemah dan berpola negatif. Hasil uji statistik
menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,935 artinya pada tingkat kepercayaan
5% tidak terdapat hubungan antara aktivitas di luar pekerjaan dengan stres kerja.
5.3.3. Hubungan antara Faktor Individual dengan Stres Kerja
Hasil analisis hubungan antara faktor di individual dengan stres kerja
adalah sebagai berikut.
Tabel 165.11 Hubungan antara Faktor Individual dengan Stres Kerja pada
Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017
Variabel r P-value
Umur - 0,060 0,547
Masa Kerja - 0,004 0,965
Kepribadian Tipe A 0,011 0,915
Penilaian Diri - 0,062 0,536
Tabel 175.12 Hubungan antara Faktor Individual (Jenis Kelamin dan Status
Pernikahan) dengan Stres Kerja pada Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas
III RS X Jakarta Tahun 2017
Variabel Kategori N Mean rank P-value
Jenis Kelamin Perempuan 75 53,23
0,325 Laki-laki 27 46,70
Status
Pernikahan
Tidak Menikah 53 52,14 0,819
Menikah 49 50,81
65
1) Umur
Berdasarkan tabel 5.11 diketahui bahwa umur memiliki hubungan
yang lemah dan berpola negatif dengan stres kerja. Hasil uji statistik
menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,547 artinya pada tingkat
kepercayaan 5% tidak terdapat hubungan antara umur dengan stres
kerja.
2) Masa Kerja
Berdasarkan tabel 5.11 diketahui bahwa hubungan antara masa
kerja dengan stres kerja menunjukkan hubungan yang lemah dan
berpola negatif. Hasil uji statistik menunjukkan nilai probabilitas
sebesar 0,965 artinya pada tingkat kepercayaan 5% tidak terdapat
hubungan antara masa kerja dengan stres kerja.
3) Kepribadian Tipe A
Berdasarkan tabel 5.11 diketahui bahwa kepribadian tipe A dengan
stres kerja memiliki hubungan yang lemah dan berpola positif. Artinya
semakin tinggi kepribadian tipe A dalam diri seseorang maka akan
semakin meningkatkan stres kerja yang dialami. Hasil uji statistik
menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,915 artinya pada tingkat
kepercayaan 5% tidak terdapat hubungan antara kepribadian tipe A
dengan stres kerja.
4) Penilaian Diri
Berdasarkan tabel 5.11 diketahui bahwa hubungan penilaian diri
dengan stres kerja menunjukkan hubungan yang lemah dan berpola
negatif. Hasil uji statistik menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,536
artinya pada tingkat kepercayaan 5% tidak terdapat hubungan antara
penilaian diri dengan stres kerja.
5) Jenis Kelamin
Berdasarkan tabel 5.12 diketahui bahwa nilai mean rank perawat
yang perempuan dan mengalami stres kerja yaitu sebesar 53,23
sedangkan perawat laki-laki dan mengalami stres kerja yaitu 46,70.
Hasil uji statistik menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,325 artinya
66
pada tingkat kepercayaan 5% tidak terdapat hubungan antara jenis
kelamin dengan stres kerja.
6) Status Pernikahan
Berdasarkan tabel 5.12 diketahui bahwa nilai mean rank perawat
yang tidak menikah dan mengalami stres kerja yaitu sebesar 52,14
sedangkan perawat yang menikah dan mengalami stres kerja yaitu
50,81. Hasil uji statistik menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,819
artinya pada tingkat kepercayaan 5% tidak terdapat hubungan antara
status pernikahan dengan stres kerja.
5.3.4. Hubungan antara Faktor Pendukung dengan Stres Kerja
Hasil analisis hubungan antara faktor di individual dengan stres kerja
adalah sebagai berikut :
Tabel 185.13 Hubungan antara Faktor Pendukung dengan Stres Kerja
pada Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017
Variabel r P-value
Dukungan Sosial - 0,337 0,001
Berdasarkan tabel 5.13 diketahui bahwa dukungan sosial dengan stres
kerja memiliki hubungan yang sedang dan berpola negatif. Hasil uji statistik
menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,001 artinya pada tingkat kepercayaan
5% terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan stres kerja.
5.4 Analisis Multivariat
5.4.1. Faktor Paling Dominan yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada
Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta Tahun 2017
Untuk mengetahui faktor paling dominan yang berhubungan dengan stres
kerja pada perawat di ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta Tahun 2017,
dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi linier ganda dengan model
prediksi. Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Seleksi Kandidat Model Analisis Multivariat
Seleksi kandidat model analisis bivariat dilakukan dengan cara melakukan
analisis bivariat antara tiap variabel independen dengan variabel dependen.
Variabel yang memiliki P-value ≤ 0,25 maka menjadi kandidat model
67
multivariat. Hasil analisis bivariat antara variabel independen dan variabel
dependen pada penelitian ini adalah sebgai berikut :
Tabel 195.14 Hasil Analisis Bivariat antar Variabel Independen dan
Variabel Dependen
Variabel P-value
Lingkungan Fisik 0,109*
Konflik Peran 0,272
Ketaksaan Peran 0,044*
Konflik Interpersonal 0,129*
Ketidakpastian Pekerjaan 0,000*
Kurangnya Kontrol 0,886
Kurangnya Kesempatan Kerja 0,006*
Jumlah Beban Kerja 0,362
Variasi Beban Kerja 0,045*
Tanggung Jawab terhadap Orang Lain 0,000*
Kemampuan yang Tidak Digunakan 0,001*
Tuntutan Mental 0,976
Shift Kerja 0,683
Aktivitas di luar pekerjaan 0,935
Umur 0,547
Masa Kerja 0,965
Kepribadian Tipe A 0,915
Penilaian Diri 0,536
Jenis Kelamin 0,325
Status Pernikahan 0,819
Dukungan Sosial 0,001*
*kandidat model multivariat
Berdasarkan tabel 5.14 diketahui bahwa terdapat sembilan variabel yang
memiliki P-value ≤ 0,25 yaitu lingkungan fisik, ketaksaan peran, konflik
interpersonal, ketidakpastian pekerjaan, kurangnya kesempatan kerja, variasi
beban kerja, tanggung jawab terhadap orang lain, kemampuan yang tidak
digunakan dan dukungan sosial. Dengan demikian, variabel-variabel tersebut
menjadi kandidat model dalam analisis multivariat.
2. Pembuatan Model Faktor Paling Dominan yang Berhubungan dengan
Stres Kerja
Pada tahap ini variabel yang masuk kedalam kandidat multivariat
dianalisis secara bersamaan. Variabel yang valid dalam model multivariat
adalah variiabel yang memiliki P-value ≤ 0,05. Apabila di dalam model
ditemui P-value > 0,05 maka variabel tersebut harus dikeluarkan dari dalam
68
model. Pengeluaran variabel dilakukan bertahap dimulai dari P-value yang
paling besar. Hasil pembuatan model faktor paling dominan adalah sebagai
berikut :
Tabel 205.15 Hasil Analisis Variabel Kandidat Model Multivariat
Variabel P-value
1 2 3 4 5 6
Lingkungan Fisik 0,705 0,713 - - - -
Ketaksaan Peran 0,385 0,425 0,432 0,416 - -
Konflik Interpersonal 0,349 0,344 0,220 0,206 0,271 -
Ketidakpastian Pekerjaan 0,001 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000
Kurangnya Kesempatan Kerja 0,522 0,489 0,527 - - -
Variasi Beban Kerja 0,709 - - - - -
Tanggung Jawab terhadap Orang
Lain 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Kemampuan yang Tidak
Digunakan 0,003 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Dukungan Sosial 0,069 0,062 0,061 0,075 0,025 0,031
Berdasarkan hasil analisis di atas diketahui bahwa variabel yang dominan
berhubungan dengan stres kerja yaitu ketidakpastian pekerjaan, tanggung
jawab terhadap orang lain, kemampuan yang tidak digunakan dan dukungan
sosial. Hasil analisis multivariat variabel tersebut dapat dilihat pada tabel 5.16.
Tabel 215.16 Hasil Analisis Model Akhir Variabel Multivariat
Variabel R R square P-value α β
Ketidakpastian Pekerjaan
0,712 0,507 0,000 0,327
0,172
Tanggung Jawab terhadap Orang Lain 0,183
Kemampuan yang Tidak Digunakan 0,266
Dukungan Sosial - 0,106
Berdasarkan tabel 5.16 diketahui bahwa hubungan antara keempat variabel
dengan stres kerja memiliki hubungan yang kuat dan berpola positif sehingga
semakin tinggi ketidakpastian pekerjaan, tanggung jawab terhadap orang lain,
kemampuan yang tidak digunakan, dukungan sosial maka akan semakin
meningkatkan stres kerja yang dialami perawat. Selain itu, nilai koefisien
determinan sebesar 0,507 yang berarti model regresi yang diperoleh dapat
menerangkan 50% variasi stres kerja. Hasil uji statistik menunjukkan P-value
sebesar 0,000 artinya pada tingkat kepercayaan 5% dapat dinyatakan bahwa
model regresi fit dengan data yang ada. Berdasarkan nilai beta, diketahui
69
bahwa variabel yang paling dominan berhubungan dengan stres kerja adalah
kemampuan yang tidak digunakan.
Persamaan garis yang diperoleh dari hasil analisis ini adalah :
Keterangan :
y = stres kerja
x1 = ketidakpastian pekerjaan
x2 = tanggung jawab terhadap orang lain
x3 = kemampuan yang tidak digunakan
x4 = dukungan sosial
Sehingga :
Stres kerja = 0,327 + 0,172 (ketidakpastian pekerjaan) + 0,183 (tanggung
jawab terhadap orang lain) + 0,266 (kemampuan yang tidak digunakan) –
0,106 (dukungan sosial)
Arti dari persamaan garis tersebut yaitu :
a. Setiap bertambahnya satu unit ketidakpastian pekerjaan yang dialami
maka stres kerja yang terjadi akan lebih besar sebesar 0,172 kali.
b. Setiap bertambahnya satu unit tanggung jawab terhadap orang lain
maka stres kerja yang terjadi akan lebih besar sebesar 0,183 kali.
c. Setiap bertambahnya satu unit kemampuan yang tidak digunakan maka
stres kerja yang terjadi akan lebih besar sebesar 0,266 kali.
d. Setiap bertambahnya satu unit dukungan sosial yang diterima maka
stres kerja yang terjadi akan lebih rendah sebesar 0,106 kali.
70
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
1. Jumlah pertanyaan dalam kuesioner terlalu banyak sehingga dapat
menimbulkan rasa bosan selama proses pengisian. Namun validitas
dan reliabilitas pertanyaan tersebut telah teruji mampu untuk
mengukur stres kerja dan faktor-faktornya.
2. Distribusi kuesioner tidak dilakukan dengan tatap muka langsung
antara peneliti dan responden sehingga kurang maksimalnya proses
penyampaian tujuan dan maksud dari penelitian ini. Namun distribusi
dilakukan dengan menitipkan kuesioner pada kepala ruangan sehingga
penolakan pengisian kuesioner menjadi lebih sedikit.
6.2 Gambaran Stres Kerja pada Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas III
RS X Jakarta Tahun 2017
Stres kerja dihasilkan dari ketidaksesuaian antara tuntutan dan tekanan
serta ketidaksesuaian dengan pengetahuan dan kemampuan. Situasi seperti ini
tidak hanya berkaitan dengan tekanan pekerjaan yang melebihi kemampuan
pekerja untuk mengendalikannya tetapi juga terkait dengan pengetahuan dan
kemampuan individu yang tidak digunakan dengan baik sehingga memicu
timbulnya masalah bagi mereka (WHO, 2003). Pada lingkungan kerja, stres
merupakan bahaya fisik dan respon emosional yang dapat menyebabkan
gangguan kesehatan dan cedera bagi para pekerja (NIOSH, 1999).
Secara umum, gejala stres kerja yang dialami seseorang dapat dilihat dari
berbagai perubahan baik psikologis, fisiologis, dan perilaku (NIOSH, 1999).
Hasil penelitian mengenai gambaran stres kerja menunjukkan nilai rata-rata
sebesar 1,31 dengan nilai minimun 0,44 dan nilai maksimum 2,44. Jika
71
dibandingkan dengan nilai median rata-rata total skor sebesar 2 maka nilai
rata-rata skor stres kerja masih berada pada tingkat yang tidak terlalu tinggi
karena berada dibawah nilai median rata-rata total skor. Dapat disimpulkan
bahwa kecenderungan stres kerja yang dialami oleh perawat di ruang rawat
inap RS X tidak terlalu tinggi.
Stres kerja yang dialami para perawat dapat menimbulkan dampak yang
berbeda pada setiap orang. Perubahan yang timbul akibat stres dapat berupa
perubahan perilaku dan mempengaruhi kesehatan mental dan fisik (Gibson,
1997). Stres yang berkepanjangan dapat menyebabkan masalah psikologis
yang mengarah ke psikiatri penyalahgunaan obat, minum alkohol dan
kemudian tidak datang untuk bekerja serta dapat menurunkan daya tahan
tubuh sehingga mudah terserang infeksi (Depkes RI, 2006).
Stres kerja yang tinggi juga berdampak pada kinerja, kepuasan,
produktivitas, dan perilaku caring perawat. Semakin tinggi stres kerja maka
kinerja, kepuasan, produktivitas, dan perilaku caring perawat akan semakin
rendah (Riza, 2015; Harrisma, 2013; Desima, 2013). Apabila perawat
mengalami stres kerja dan tidak dikelola dengan baik maka dapat
menghilangkan rasa peduli terhadap pasien, meningkatkan terjadinya
kesalahan dalam perawatan pasien dan membahayakan keselamatan pasien
(Sharma, 2014 ; Jennings, 2008).
Banyak hal yang dapat menjadi faktor penyebab stres kerja pada perawat.
Beberapa penelitian menunjukkan hasil bahwa faktor yang berhubungan
dengan kerjadian stres kerja pada perawat terdiri dari shift kerja malam,
konflik peran ganda, kurangnya dukungan sosial, konflik antara pekerjaan
dengan keluarga, tuntutan tugas yang beragam dan tidak sesuai dengan
kompetensi, beban kerja berlebih, kondisi kerja tidak nyaman, ketidakpastian
pekerjaan, tidak adanya pengahargaan, promosi yang berlebih atau promosi
yang kurang, dan tidak seimbangnya jumlah rasio tenaga perawat dengan
jumlah pasien (Firmana, 2011; Masitoh, 2011; Indriyani, 2009; Soegiono,
2008; Lumingkewas, 2015; Martina, 2012). Berbagai faktor penyebab stres
72
kerja tersebut termasuk kedalam faktor – faktor yang berhubungan dengan
stres kerja yang diteliti pada penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa banyak faktor yang dapat
melatarbelakangi terjadinya stres kerja pada perawat. Hasil analisis multivariat
menunjukkan terdapat variabel yang dapat meningkatkan terjadinya stres kerja
yaitu ketidakpastian pekerjaan, tanggung jawab terhadap orang lain,
kemampuan yang tidak digunakan, dan dukungan sosial. Hal ini dapat
dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi pihak manajemen untuk
melakukan langkah pencegahan dan pengendalian untuk dapat mengurangi
tingkat stres kerja yang dialami para perawat di rumah sakit tersebut.
Pada penelitian ini, pengukuran stres kerja dan faktor-faktornya dilakukan
dengan metode pengumpulan data berupa pengisian kuesioner. Metode
pengumpulan data tersebut memiliki beberapa keterbatasan diantaranya adalah
pengisian kuesioner yang dilakukan setelah selesai bekerja dan pendistribusian
kuesioner yang tidak dilakukan secara langsung kepada tiap perawat.
Keterbatasan tersebut dapat menyebabkan timbulnya rasa lelah dalam proses
pengisian kuesioner dan kurang maksimalnya penyampaian maksud serta
tujuan penelitian. Oleh karena itu, disarankan untuk peneliti selanjutnya agar
mendistribusikan kuesioner secara langsung pada tiap perawat sehingga dapat
menyampaikan maksud dan tujuan penelitian secara langsung, melakukan
pengawasan terhadap proses pengisian kuesioner dan memastikan pengisian
kuesioner dilakukan sebelum selesai bekerja.
6.3 Hubungan Faktor-Faktor Pekerjaan dengan Stres Kerja
1. Hubungan antara Lingkungan Fisik dengan Stres Kerja
Kondisi kerja tertentu dapat menghasilkan prestasi kerja yang
optimal serta berdampak pada kesehatan mental dan keselamatan kerja
seorang tenaga kerja. Kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh
terhadap kondisi faal dan psikologis diri seorang tenaga kerja. Kondisi
fisik dapat merupakan pembangkit stres (stressor) seperti bising,
vibrasi, dan hygiene di lingkungan kerja (Munandar, 2001).
73
Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata skor variabel
lingkungan fisik sebesar 1,23 dengan nilai minimum 1,00 dan nilai
maksimum 1,70. Jika dibandingkan dengan total skor 1 – 2 maka rata-
rata skor tersebut melebihi nilai median sebesar 1 sehingga variabel
lingkungan fisik kecenderungan yang buruk. Hasil analisis bivariat
menunjukkan tidak adanya hubungan antara lingkungan fisik dengan
stres kerja (P-value = 0,109).
Kondisi lingkungan fisik buruk menimbulkan stres kerja
perawat sebanyak 61,9%. Hal ini sejalan dengan hasil penelitan Dewi
(2015) yang menunjukkan bahwa kondisi lingkungan yang berisiko
menimbulkan stres kerja perawat sebanyak 79,3%. Menurut Pratiwi
(2015), lingkungan fisik yang buruk berhubungan dengan stres kerja.
Namun hal tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian ini. Hasil
yang berbeda dapat disebabkan oleh perbedaan karakteristik tempat
dan subjek penelitian dimana penelitian Pratiwi (2015) dilakukan pada
karyawan pabrik Cold Rolling PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk.
Tidak adanya hubungan antara lingkungan fisik dengan stres
kerja sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulistyorini
(2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara lingkungan
kerja fisik dengan stres kerja karyawan pabrik gula Jatiroto Lumajang
(P-value = 0,762). Meskipun terdapat perbedaan karakteristik subjek
dan tempat penelitian, namun terdapat persamaan diantara kedua
penelitian ini yaitu pengukuran lingkungan fisik dilakukan
berdasarkan persepsi responden yang diukur melalui kuesioner.
Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh
proses penginderaan, dengan persepsi individu mampu menyadari dan
mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada disekitarnya (Sunaryo,
2004).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui perawat cenderung
menganggap lingkungan fisik di area kerja mereka buruk. Hal ini
sesuai dengan data sekunder terkait pengukuran lingkungan fisik di
74
ruang rawat inap flamboyan, cempaka, mawar dan melati
menunjukkan hasil melebihi standar yang telah ditetapkan. Hasil
pengukuran suhu menunjukkan data sebesar 25,8oC ; 26,0
oC ; 25,8
oC
; dan 26,7 o
C dimana data tersebut melebihi standar yang seharusnya
(22 - 24 o
C). Pencahayaan yang memiliki standar 100-200 lux namun
data menunjukkan hasil secara berturut-turut sebesar 307 lux; 371 lux;
271 lux; dan 305 lux. Begitupula dengan hasil pengukuran kebisingan
yang melebihi 45 dBA (standar yang ditetapkan) yaitu 51 dBA; 53,6
dBA; 54 dBA; dan 56 dBA (Kemenkes, 2010; K3L, 2017).
Hasil analisa kuesioner lebih lanjut menunjukkan bahwa
perawat menganggap lingkungan fisik di area kerja mereka memiliki
kebisingan rendah (61,8%), pencahayaan baik (86,3%), kelembaban di
lingkungan kerja baik (77,2%), dan kualitas lingkungan kerja yang
baik (91,2%). Hal ini tidak sejalan dengan hasil pengukuran
lingkungan fisik di ruang rawat inap flamboyan, cempaka, mawar dan
melati yang menunjukkan hasil melebihi standar Kepmenkes 1087
tahun 2010. Hal inilah yang diduga menyebabkan tidak adanya
hubungan antara lingkungan fisik dengan stres kerja. Meskipun hasil
pengukuran menunjukkan data yang melebihi ambang batas namun
individu memiliki makna masing-masing dalam menentukan sejauh
mana situasi yang dihadapi merupakan situasi yang stres atau tidak
(Munandar, 2001).
Meskipun hasil penelitian menunjukkan tidak adanya
hubungan antara lingkungan fisik dengan stres kerja, namun data
sekunder pengukuran lingkungan fisik menunjukkan hasil yang
melebihi standar Kepmenkes 1087 tahun 2010. Sehingga pihak rumah
sakit diharapkan mampu menciptakan dan menjaga agar lingkungan
fisik di area kerja tetap aman dan nyaman. Hal yang dapat dilakukan
antara lain dengan memasang dan memelihara pendingin ruangan
(AC) dengan melakukan pembersihan filter udara secara periodik agar
suhu ruangan tidak melebihi standar yang ditetapkan dan menjaga
75
kualitas serta sirkulasi udara di ruangan, memperketat jadwal dan
jumlah pengunjung pasien agar kebisingan di ruang rawat inap dapat
berkurang serta menyalakan lampu sesuai dengan kebutuhan agar
penerangan di ruangan tidak berlebihan. Selain itu, untuk memperoleh
data hasil pengukuran yang lengkap dan sesuai dengan kebutuhan
penelitian maka peneliti juga menyarankan bagi peneliti selanjutnya
agar melakukan pengambilan data primer berupa pengukuran
lingkungan fisik di lingkungan kerja.
2. Hubungan antara Konflik Peran dengan Stres Kerja
Konflik peran dapat menjadi penekan (stressor) yang penting
bagi seseorang (Gibson, 1997). Konflik peran timbul ketika pekerja
mengalami adanya pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia
lakukan dan tanggung jawab yang ia miliki, tugas-tugas yang harus ia
lakukan yang menurut pandangannya bukan merupakan bagian dari
pekerjaannya, tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari atasan, rekan,
bawahan-nya, atau orang lain yang dinilai penting bagi dirinya, serta
pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu
melakukan tugas pekerjaannya (Munandar, 2001). Kondisi ini
menyebabkan munculnya ketidaknyamanan pekerja dan dapat menjadi
pencetus munculnya stres.
Pada penelitian ini diperoleh hasil rata-rata skor konflik peran
yang dialami perawat yaitu sebesar 3,31. Nilai minimum dan maksium
rata-rata skor konflik peran adalah 1,62 dan 5. Jika dibandingkan
dengan total skor 1 – 7 maka rata-rata skor tersebut hampir melebihi
nilai median sebesar 3,5 sehingga variabel ini memiliki
kecenderungan yang hampir tinggi.
Konflik peran dapat diartikan sebagai keadaan dimana seorang
individu memiliki peran yang berbeda dalam waktu yang sama
(Indrawan, 2009). Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa
konflik peran yang dialami perawat yaitu perawat memiliki peran
tambahan sebagai bagian dari salah satu tim atau pelaksana program
76
seperti program 5R di rumah sakit. Menjadi bagian dari suatu
organisasi di rumah sakit menyebabkan perawat memiliki lebih dari
satu peran dalam waktu yang bersamaan.
Selain itu hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa terdapat
tindakan-tindakan yang sering dilakukan oleh perawat namun pada
dasarnya bukan menjadi tugas dari perawat itu sendiri. Tindakan
tersebut diantaranya pengambilan darah pasien untuk keperluan
pemeriksaan yang seharusnya dilakukan oleh petugas lab (kimia
analis) dan tindakan bersifat delegatif yang memiliki risiko tinggi
seperti menyuntik dan memasang infus (Rusmini, 2012). Sehingga hal
ini dapat meningkatkan risiko terjadinya stres kerja pada perawat.
Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa konflik
peran berhubungan positif dengan stres kerja. Hal ini berarti semakin
tinggi konflik peran yang dialami perawat maka tingkat stres kerja
yang dialami juga akan meningkat. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Rosaputri (2012) dan Indrawan (2009) yang menyatakan
bahwa peningkatan konflik peran akan mengakibatkan meningkatnya
stres kerja yang dialami oleh karyawan.
Meskipun variabel konflik peran memiliki hubungan yang
berpola positif dengan stres kerja, namun hasil analisis menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konflik peran
dengan stres kerja. Hal ini ditunjukkan dengan nilai P-value sebesar
0,272 (P-value > 0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Tantra (2016) yang menyatakan bahwa konflik peran tidak
berhubungan dengan stres kerja pada mahasiswa kepaniteraan klinik
di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. H. Abdul Moelek.
Pada penelitian ini, variabel konflik peran tidak berhubungan
dengan stres kerja namun memiliki kecenderungan yang hampir
tinggi. Konflik peran yang dialami pekerja dapat memicu terjadinya
suatu sindrom kelelahan emosional, depresonalisasi dan berkurangnya
77
penghargaan terhadap diri sendiri sehingga memengaruhi kepuasan
individu dalam bekerja (Dihan, 2012). Oleh sebab itu sebaiknya pihak
manajemen keperawatan berupaya untuk mengurangi konflik peran
yang dirasakan perawat melalui evaluasi terhadap uraian kerja perawat
dalam memberikan deskripsi kerja yang jelas serta komunikasi efektif
mengenai peran dan tanggung jawab perawat.
3. Hubungan antara Ketaksaan Peran dengan Stres Kerja
Ketaksaan peranan adalah kurangnya pemahaman atas hak-
hak, hak-hak istimewa, dan kewajiban yang dimiliki seseorang untuk
melaksanakan pekerjaan (Gibson, 1997). Ketaksaan peran dirasakan
jika seorang tenaga kerja tidak memiliki cukup informasi untuk dapat
melaksanakan tugasnya, atau tidak mengerti atau merealisasi harapan-
harapan yang berkaitan dengan peran tertentu (Munandar, 2001).
Semakin tidak jelas peranan seseorang maka semakin rendah
pemanfaatan keahlian intelektual, pengetahuan, dan keahlian
kepemimpinan orang tersebut (Gibson, 1997).
Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa nilai rata-rata skor
ketaksaan peran yang dialami perawat adalah sebesar 2,61 dengan
nilai minimun 2,49 dan nilai maksimum 2,73. Jika dibandingkan
dengan total skor 1 – 7 maka rata-rata skor tersebut di bawah nilai
median sebesar 3,5 sehingga variabel ini memiliki kecenderungan
yang cukup rendah.
Ketaksaan peran salah satunya terjadi ketika perawat dituntut
untuk melakukan pekerjaan berupa pengambilan darah dan
pemasangan infus (Rusmini, 2012). Berdasarkan hasil pengamatan
diketahui bahwa pada dasarnya tindakan tersebut merupakan tugas
pendelegasian yang diberikan dari petugas lab (kimia analis) dan
dokter kepada perawat sehingga perawat memiliki informasi yang
kurang untuk menyelesaikannya. Seperti yang diungkapkan oleh
Tantra (2016) bahwa faktor-faktor yang dapat menimbulkan ketaksaan
peran berupa tanggung jawab yang ambigu, prosedur kerja tidak jelas,
78
pengharapan pemberi tugas yang tidak jelas, dan ketidakpastian
tentang produktifitas kerja.
Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa variabel
ketaksaan peran berhubungan signifikan dengan stres kerja (P-value =
0,044) dan memiliki pola hubungan positif. Artinya, semakin tinggi
ketaksaan peran yang dialami perawat maka dapat meningkatkan stres
kerja yang dialami. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian
Rosaputri (2012), Karimi (2014), dan Yongkang (2014).
Ketaksaan peran yang tinggi mengarah pada ketegangan sosial
dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan kondisi
kesehatan dan rasa diancam oleh atasan serta rekan-rekan kerjanya
(Munandar, 2001). Oleh karena itu, untuk mengurangi ketaksaan
peran yang dirasakan oleh perawat dibutuhkan komunikasi yang
efektif (Singh, 2009). Komunikasi yang efektif dapat dilakukan antara
atasan dan bawahan setiap briefing yang dilakukan sebelum memulai
pekerjaan. Pada kesempatan tersebut atasan dapat menyampaikan
peran dan tanggung jawab perawat secara jelas. Selain itu, perawat
juga dapat menyampaikan hambatan yang dirasakan khususnya terkait
dengan ketaksaan peran yang dialami selama bekerja.
4. Hubungan antara Konflik Interpersonal dengan Stres Kerja
Salah satu tugas seorang perawat adalah harus berinteraksi
dengan pihak-pihak lain seperti halnya dokter untuk memberikan
pelayanan yang baik pada individu, keluarga, kelompok maupun
masyarakat dengan menggunakan komunikasi yang baik (Rahmawati,
2008). Konflik interpersonal terjadi sebagai hasil gangguan interaksi
sosial antara pekerja dengan orang lain seperti rekan kerja, pasien,
keluarga pasien, dan atasan. Gangguan ini terjadi akibat adanya
ketidaksepakatan antarpersonal terhadap kebutuhan atau keinginan
personal yang seharusnya dipenuhi (Liliweri, 2005).
79
Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata skor konflik
interpersonal sebesar 2,27. Nilai rata-rata skor minimum adalah
sebesar 1,31 dan nilai rata-rata skor maksimum sebesar 3,56. Jika
dibandingkan dengan total skor 1 – 5 maka rata-rata skor tersebut
hampir mendekati nilai median sebesar 2,5 sehingga variabel ini
memiliki kecenderungan yang hampir tinggi.
Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan yang berkaitan
dengan jasa, sehingga konflik interpersonal dapat terjadi ketika asuhan
keperawatan tidak terlaksana dengan baik (Kustriyani, 2016).
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa konflik tersebut
terjadi akibat keluarga pasien yang menuntut penanganan yang cepat
terhadap keluarganya yang sedang sakit. Misalnya, ketika perawat
sedang melakukan tindakan pada seorang pasien kemudian keluarga
pasien lain di ruangan yang sama memanggil dan menuntut perawat
untuk segera melakukan tindakan pada keluarganya yang sedang
sakit. Tanpa disadari hal tersebut merupakan kejadian yang sering
terjadi dan dapat memicu stres kerja pada seorang perawat.
Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan positif
antara konflik interpersonal dengan stres kerja. Hal ini berarti semakin
tinggi konflik interpersonal yang dialami perawat maka stres kerja
yang dialami akan semakin meningkat. Hasil tersebut sejalan dengan
beberapa penelitian diantaranya yang dilakukan oleh Laelasari (2016)
yang menunjukkan bahwa hubungan interpersonal kurang baik akan
cenderung mengalami stres kerja sebanyak 9,4 kali dibanding
memiliki hubungan interpersonal baik. Selanjutnya adalah penelitian
Martha (2016) yang menunjukkan bahwa hubungan interpersonal
yang kurang baik dapat meningkatkan stres kerja pada perawat.
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara konflik interpersonal dengan stres kerja pada
perawat (P-value = 0,129). Hasil tersebut sejalan dengan penelitian
Sari (2016) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
80
konflik interpersonal dengan stres kerja karena interaksi dan
komunikasi yang berjalan baik. Meskipun demikian, hasil penelitian
menunjukkan adanya hubungan positif antara konflik interpersonal
dengan stres kerja.
Konflik interpersonal yang tidak dikelola dengan baik dapat
menurunkan produktivitas dan kualitas kerja perawat yang pada
akhirnya akan mempengaruhi pelayanan keperawatan di rumah sakit
(Honey, 2012). Sehingga dibutuhkan perhatian dari pihak manajemen
keperawatan dalam menyelesaikan konflik interpersonal pada
perawat. Strategi penyelesaian konflik tersebut diantaranya adalah
memberikan pihak yang terlibat konflik untuk merenungkan dan
memikirkan alternatif penyelesaian masalahnya, menjadi wadah untuk
menampung keinginan pihak yang terlibat konflik, melakukan
kompromi untuk mengambil jalan tengah dalam menyelesaikan
konflik, serta melibatkan pihak yang terlibat konflik untuk bekerja
sama dalam rangka penyelesaian konflik (Arwani, 2006).
5. Hubungan antara Ketidakpastian Pekerjaan dengan Stres Kerja
Ketakutan kehilangan pekerjaan dan ancaman bahwa
pekerjaannya dianggap tidak diperlukan lagi merupakan hal-hal biasa
yang dapat terjadi dalam kehidupan kerja. Hal ini terjadi karena
adanya reorganisasi untuk menghadapi perubahan lingkungan seperti
penggunaan teknologi baru yang membutuhkan keterampilan kerja
yang baru maupun munculnya tenaga kerja baru. Setiap reorganisasi
menimbulkan ketidakpastian pekerjaan, yang merupakan sumber stres
yang potensial (Munandar, 2001).
Pada penelitian ini diperoleh nilai rata-rata skor ketidakpastian
pekerjaan adalah 2,14 dengan nilai minimum 1,00 dan nillai
maksimum 3,80. Jika dibandingkan dengan total skor 1 – 5 maka rata-
rata skor tersebut sedikit dibawah nilai median sebesar 2,5. Dapat
disimpulkan bahwa variabel ketidakpastian pekerjaan memiliki
kecenderungan yang rendah.
81
Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan
signifikan dan berpola positif antara ketidakpastian pekerjaan dengan
stres kerja. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi ketidakpastian
pekerjaan yang dirasakan oleh perawat maka dapat meningkatkan
stres kerja yang dialami. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Zyl (2013) yang menyatakan bahwa adanya
hubungan antara ketidakpastian pekerjaan dengan stres kerja.
Berdasarkan hasil analisis multivariat diketahui bahwa variabel
ketidakpastian pekerjaan menjadi salah satu model dalam analisis
tersebut. Hasil pemodelan multivariat menunjukkan bahwa setiap
bertambahnya satu unit ketidakpastian pekerjaan yang dialami maka
stres kerja yang terjadi akan lebih besar sebesar 0,172 kali. Menurut
Indrawan (2009) ketidakpastian pekerjaan dapat berupa peluang
kehilangan pekerjaan, kemungkinan pekerjaan tidak dilakukan lagi,
ketidakjelasan jenjang karir dan kecilnya peluang promosi dan
kenaikan jabatan. Ketidakpastian dalam organisasi ini akan membuat
karyawan bingung dan menggangu kinerja karyawan. Hasil penelitian
yang dilakukan Caplan et.al menunjukkan bahwa ketidakpastian
pekerjaan merupakan salah satu penyebab stres kerja yang terkait
dengan ketidakpuasan kerja (Beehr, 1995). Oleh karena itu, pihak
manajemen keperawatan perlu melakukan langkah pengendalian
untuk mengurangi kekhawatiran yang dirasakan perawat. Langkah
pengendalian yang dapat dilakukan dengan menetapkan kontrak kerja
yang jelas mengenai status pekerja, menghargai hak pekerja dan
mengapresiasi hasil pekerjaan yang telah dilakukan (ILO, 2012).
6. Hubungan antara Kurangnya Kontrol dengan Stres Kerja
Kontrol kerja merupakan kombinasi antara tuntutan dalam
suatu pekerjaan dengan kebijaksanaan dalam menggunakan
kemampuan yang dimiliki. Kombinasi antara tuntutan pekerjaan yang
tinggi dengan rendahnya kontrol kerja dapat menimbulkan tekanan
yang tinggi dan menyebabkan timbulnya berbagai masalah kesehatan.
82
Perawat merupakan salah satu pekerja yang dianggap memiliki risiko
mengalami tekanan yang tinggi (Landy, 2010).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata skor
variabel kurangnya kontrol adalah 2,74. Nilai rata-rata minimum
sebesar 1,50 dan nilai rata-rata maksimum sebesar 4,88. Jika
dibandingkan dengan total skor 1 – 5 maka rata-rata skor tersebut
melebihi nilai median sebesar 2,5 sehingga terdapat kekurangan
kontrol yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa variabel ini memiliki
kecenderungan yang cukup rendah dalam memberikan kebebasan
perawat dalam melakukan kontrol terhadap pekerjaannya.
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa kurangnya kontrol
tidak berhubungan dengan stres kerja (P-value = 0,886). Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Karima (2014) yang menyatakan
bahwa tidak terdapat hubungan antara kurangnya kontrol dengan stres
kerja karena rendahnya kebebasan dalam melakukan kontrol terhadap
pekerjaan tidak dapat memengaruhi stres kerja. Meskipun demikian,
perasaan kurangnya kontrol dapat timbul ketika melakukan pekerjaan
yang sangat kaku dan penuh dengan aturan dimana pekerja tidak
mampu mendapatkan masukan dalam keputusan pekerjaan sehingga
dapat menimbulkan stres kerja (Ardani, 2004). Oleh karena itu,
diperlukan perhatian dari pihak manajemen keperawatan untuk
mencegah terjadinya stres kerja pada perawat. Hal yang dapat
dilakukan antara lain melibatkan pekerja dalam mengambil keputusan
yang terkait dengan kondisi pekerjaan (ILO, 2012).
7. Hubungan antara Kurangnya Kesempatan Kerja dengan Stres
Kerja
Kurangnya lapangan pekerjaan dapat menimbulkan
kekhawatiran dalam diri individu terhadap kemungkinan kehilangan
pekerjaan dan sulitnya mencari pekerjaan kembali. Hal ini dapat
mengakibatkan stres pada individu. Karena perasaan khawatir akibat
kurangnya lapangan pekerjaan dapat memicu terjadinya gangguan
83
kesehatan mental, ketidakstabilan emosi, dan kecemasan (Bizymoms,
2013).
Pada penelitian ini diketahui bahwa nilai rata-rata skor
kurangnya kesempatan kerja adalah 3,43 dengan nilai minimum 1,75
dan nilai maksimum 5,00. Jika dibandingkan dengan total skor 1 – 5
maka rata-rata skor tersebut melebihi nilai median sebesar 2,5
sehingga terdapat kurangnya kesempatan kerja yang tinggi. Hal ini
berarti sebagian besar perawat merasa khawatir kehilangan pekerjaan
dan kesulitan mencari lapangan kerja.
Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan dan berpola positif antara kurangnya kesempatan kerja
dengan stres kerja (P-value = 0,006). Artinya, semakin tinggi
kekhawatiran terhadap kurangnya kesempatan kerja maka akan
meningkatkan stres kerja yang dialami. Hal ini sejalan dengan
penelitian Singh (2006) yang menyatakan bahwa kekhawatiran akibat
kurangnya kesempatan kerja yang terjadi terus menerus dapat
menimbulkan gangguan kesehatan bagi individu yang merasakannya.
Oleh karena itu para perawat diharapkan mampu mengatasi
perasaan khawatir mereka dengan melakukan teknik penenangan
pikiran. Teknik tersebut adalah proses berpikir dalam bentuk
merencana, mengingat dan menalar secaara berkesinambungan yang
dilakukan dalam keadaan sadar. Bentuk dari teknik penenangan
pikiran diantaranya adalah meditasi, pelatihan relaksasi autogenik dan
pelatihan relaksasi neuromuscular (Munandar, 2006).
8. Hubungan antara Jumlah Beban Kerja dengan Stres Kerja
Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit merupakan
pembangkit stres. Beban kerja dapat dibedakan lebih lanjut ke dalam
beban kerja berlebih/terlalu sedikit kuantitatif, yang timbul sebagai
akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak/sedikit diberikan kepada
tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu (Gibson, 1997).
84
Beban kerja berlebih kuantitatif dapat menimbulkan kebutuhan untuk
bekerja selama jumlah jam yang sangat banyak, yang merupakan
sumber tambahan dari stres (Munandar, 2001).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata skor
jumlah beban kerja adalah 3,44 dengan nilai minimum 2,73 dan nilai
maksimum 3,91. Jika dibandingkan dengan total skor 1 – 5 maka rata-
rata skor tersebut melebihi nilai median sebesar 2,5 sehingga terdapat
jumlah beban kerja yang tinggi. Beban kerja yang berlebihan
(overload) akan menjadi sumber munculnya stres kerja pada perawat
(Lasima, 2014).
Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa beban
kerja tidak berhubungan signifikan dengan stres kerja (P-value =
0,362). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ibrahim (2016)
yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara beban kerja
dengan stres kerja (P-value = 0,13). Menurut Manuaba (2000), akibat
beban kerja yang terlalu berat dapat mengakibatkan seorang pekerja
menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Sedangkan pada
beban kerja yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang terjadi karena
pengulangan gerak akan menimbulkan kebosanan dan rasa monoton.
Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas atau pekerjaan
yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada
pekerjaan seperti hasil penelitian yang menunjukkan bahwa 27,3%
perawat merasa sulit mengalihkan perhatian dari suatu masalah yang
sedang dialami. Oleh karena itu, beban kerja yang berlebihan maupun
rendah sama-sama dapat menimbulkan stres kerja. Sehingga dalam
penelitian ini tidak ditemukan hubungan antara beban kerja dengan
stres kerja.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Pratama
(2014), Suratmi (2015), dan Nurmalasari (2012) yang menyatakan ada
hubungan antara beban kerja dengan stres kerja. Begitu pula dengan
penelitian yang dilakukan oleh Haryanti (2013) dimana terdapat
85
hubungan antara beban kerja dan stres kerja akibat jumlah tindakan
yang harus diselesaikan tidak sebanding dengan jumlah tenaga
perawat yang ada.
Menurut Permenkes Nomor 56 Tahun 2014, jumlah kebutuhan
tenaga keperawatan sama dengan jumlah tempat tidur pada instalasi
rawat inap (rasio 1). Di RS X sendiri terdapat ketidakseimbangan
antara jumlah perawat dengan tempat tidur yang ada di ruang
perawatan (Fatima, 2002). Hal ini ditunjukkan dengan adanya
kekurangan jumlah perawat pada ruang flamboyan ; cempaka ; melati
dan mawar dengan rasio berturut-turut sebesar 0,52 ; 0,44 ; 0,61 dan
0,62. Sehingga hal ini menjadi salah satu penyebab banyaknya jumlah
beban kerja yang diterima oleh perawat. Karena pada dasarnya tingkat
stres kerja dapat dipengaruhi oleh beban kerja dan ketidakseimbangan
jumlah rasio perawat dan pasien (Sugeng, 2015).
Namun pada penelitian ini, beban kerja dan
ketidakseimbangan jumlah rasio perawat dengan pasien tidak
berhubungan dengan kejadian stres kerja yang dialami oleh perawat.
Hal ini dapat terjadi karena perawat di ruang rawat inap kelas III RS X
Jakarta telah mampu bekerjasama dalam tim secara efektif. Karena
kemampuan tim dalam mendistribusikan beban kerja berlebih
mengakibatkan tim dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi
di lingkungan (Mawarti, 2016).
9. Hubungan antara Variasi Beban Kerja dengan Stres Kerja
Variasi beban kerja berkaitan dengan beragam jenis pekerjaan
yang diberikan kepada pekerja dengan tuntutan kemampuan yang
berbeda-beda. Variasi beban kerja dapat menjadi salah satu penyebab
stres pada pekerja. Hal ini terjadi ketika pekerja merasa tidak mampu
melaksanakan tugas tersebut. Karena ketidakmampuan pekerja dalam
menyelesaikan tugas dapat mempengaruhi penilaian diri seseorang
terhadap dirinya (Gibson, 1997).
86
Pada penelitian ini diperoleh nilai rata-rata skor variasi beban
kerja sebesar 3,83 dengan nilai rata-rata skor minimum 2,43 dan
maskimum 5,00. Jika dibandingkan dengan total skor 1 – 5 maka rata-
rata skor tersebut melebihi nilai median sebesar 2,5. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat variasi beban kerja tinggi yang
dirasakan oleh perawat.
Secara umum variasi beban kerja perawat di instalasi rawat
inap antara lain memberikan pelayanan perawatan secara langsung
berdasarkan proses perawatan, melaksanakan tindakan perawatan dan
mengevaluasi sesuai masalah pasien, melaksanakan program-program
medik, memperhatikan keseimbangan kebutuhan pasien (baik secara
fisik, mental dan spiritual), memberikan rasa aman dan nyaman,
memelihara ruangan (kebersihan, keamanan, kenyamanan, dan
keindahan), mendampingi dokter visit dan mencatat program yang
akan dilaksanakan, membuat laporan harian, menciptakan dan
memelihara hubungan interpersonal, melakukan serah-terima
tanggung jawab secara lisan dan tulisan, serta membantu kepala
ruangan dalam ketatalaksanaan ruangan secara administraai (Maharja,
2009). Variasi beban kerja yang beragam menuntut perawat untuk
memiliki berbagai kemampuan dan fokus tidak hanya pada satu
pekerjaan. Ketika tuntutan pekerjaan sangat bervariasi dan melebihi
kemampuan yang dimiliki, maka hal ini dapat menyebabkan
timbulnya keluhan stres kerja pada perawat.
Pada penelitian ini, hasil analisis bivariat antara variasi beban
kerja dan stres kerja dalam penelitian ini menunjukkan adanya
hubungan dengan nilai probabilitas (P-value = 0,045). Hal ini sejalan
dengan penelitian Soegiono (2008) yang menyatakan bahwa tuntutan
tugas yang beragam akan berdampak pada stres kerja. Hal yang sama
diungkapkan oleh Sumarni (2011) dimana perawat dituntut untuk
melakukan beragam tindakan keperawatan secara ketat, cepat dan
tepat terhadap pasien. Seperti hasil penelitian yang menunjukkan
87
bahwa 77,2% perawat diharuskan berfikir dengan cepat selama
bekerja.
10. Hubungan antara Tanggung Jawab terhadap Orang Lain dengan
Stres Kerja
Tanggung jawab dalam pekerjaan terbagi menjadi dua, yaitu
tanggung jawab terhadap benda dan tanggung jawab terhadap orang
lain. Tanggung jawab terhadap orang lain dapat memicu terjadinya
penyakit jantung koroner dibandigkan memegang tanggung jawab
terhadap benda. Semakin tua dan tinggi tanggung jawab mereka maka
akan semakin besar kemungkinan munculnya gejala penyakit jantung
koroner (Cooper, 2013).
Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata skor variabel
tanggung jawab terhadap orang lain sebesar 3,08. Nilai rata-rata skor
minimun yaitu 1,00 dan nilai rata-rata skor minimun yaitu 5,00. Jika
dibandingkan dengan total skor 1 – 5 maka rata-rata skor tersebut
melebihi nilai median sebesar 2,5 sehingga terdapat tanggung jawab
terhadap orang lain tinggi.
Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan
signifikan (P-value = 0,000) dan berpola positif antara tanggung
jawab terhadap orang lain dengan stres kerja. Hasil ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Supriatna (2014) yang menyatakan
bahwa tanggung jawab terhadap orang lain merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan stres kerja pada perawat di RS
Muhammadiyah Bandung. Selain itu, berdasarkan hasil analisis
multivariat diketahui bahwa variabel tanggung jawab terhadap orang
lain menjadi salah satu variabel yang masuk kedalam pemodelan
multivariat. Hal ini menunjukkan bahwa setiap bertambahnya satu
unit tanggung jawab terhadap orang lain maka stres kerja yang terjadi
akan lebih besar sebesar 0,183 kali.
88
Bentuk tanggung jawab perawat diantaranya adalah tanggung
jawab terhadap keamanan yaitu menjaga pasien agar selalu dalam
kondisi tenang, tanggung jawab terhadap kebutuhan pasien yaitu
memberikan perawatan sebaik mungkin sesuai dengan kebutuhan
pasien selama masa penyembuhan, tanggung jawab moral untuk
merawat pasien dengan penuh kasih sayang dan sikap peduli serta
banyaknya tanggung jawab pekerjaan yang harus dilakukan sesuai
dengan harapan orang lain agar orang lain merasa puas dengan
pekerjaan yang telah dilakukan (Supriatna, 2014). Berdasarkan hasil
penelitian lebih lanjut diketahui bahwa perawat merasa memiliki
tanggung jawab terhadap orang lain, bentuk tanggung jawab tersebut
diantaranya adalah tanggung jawab terhadap masa depan (40,4%),
keamanan (45,6%), moral (45,6%), kesejahteraan serta kehidupan
orang lain (42,1%). Oleh karena itu dibutuhkan peningkatan
keterampilan perawat dalam melakukan asuhan keperawatan kepada
pasien. Karena tanggung jawab yang tinggi disertai dengan
kemampuan mengontrol dengan baik akan mampu menurunkan stres
kerja yang dialami (Aldwin, 2007).
11. Hubungan antara Kemampuan yang Tidak Digunakan dengan
Stres Kerja
Kemampuan pekerja yang tidak digunakan dapat menimbulkan
stres bagi pekerja tersebut. Kondisi seperti ini seringkali terjadi ketika
pekerja memiliki kemampuan yang banyak untuk melakukan suatu
pekerjaan. Akan tetapi, kemampuan tersebut tidak digunakan karena
sudah menggunakan alat bantu atau adanya pekerja lain yang
melakukan tugas tersebut. Kondisi pekerjaan yang demikian dalam
jangka waktu yang lama dapat menyebabkan ketidakpuasan bagi
pekerja sehingga berdampak pada timbulnya stres (Ross & Almaier,
2000).
Pada penelitian ini diperoleh nilai rata-rata skor kemampuan
yang tidak digunakan sebesar 2,05 dengan nilai minimum 1,00 dan
89
nilai maksimum 4,00. Jika dibandingkan dengan total skor 1 – 5 maka
rata-rata skor tersebut dibawah nilai median sebesar 2,5 maka
kemampuan yang tidak digunakan perawat dalam penelitian ini
termasuk rendah. Hasil analisa bivariat menunjukkan adanya
hubungan signifikan (P-value = 0,001) dan berpola positif antara
kemampuan yang tidak digunakan dengan stres kerja. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin banyak kemampuan yang tidak
digunakan maka dapat meningkatkan tingkat stres kerja perawat.
Selanjutnya, hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa
kemampuan yang tidak digunakan menjadi salah satu faktor paling
dominan yang berhubungan dengan stres kerja pada perawat dimana
setiap bertambahnya satu unit kemampuan yang tidak digunakan maka
stres kerja yang terjadi akan lebih besar sebesar 0,266 kali.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Konno
(2014) yang menunjukkan bahwa kemampuan yang tidak digunakan
berhubungan dengan peningkatan tingkat stres kerja. Hal ini dapat
terjadi karena kemampuan pekerja yang tidak digunakan dengan baik
ketika melakukan pekerjaannya. Kemampuan yang tidak digunakan
dapat terjadi ketika adanya perkembangan teknologi yang
menggantikan peran dari perawat itu sendiri (Ross & Almaier, 2000).
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui beberapa teknologi
tersebut diantaranya alat pengukur tensi darah dan suhu secara
otomatis. Disatu sisi perawat merasa terbantu dengan adanya
perkembangan teknologi tersebut namun disisi lain perawat merasa
kemampuan dasar yang telah dipelajarinya selama ini menjadi tidak
berguna karena telah tergantikan oleh suatu alat. Padahal semangat
seseorang untuk mencurahkan seluruh kemampuan yang dimiliki
dalam suatu pekerjaan dapat meningkatkan kepuasan dalam bekerja
(Ernawati, 2014). Oleh karena itu, pihak manajemen keperawatan
perlu melakukan peningkatan keterampilan (memberikan pelatihan)
90
kepada perawat guna menyesuaikan diri dengan segala perkembangan
yang ada di lingkungan kerja.
12. Hubungan antara Tuntutan Mental dengan Stres Kerja
Tuntutan mental merupakan sumber stres yang signifikan
terutama pada pekerjaan yang menuntut interaksi langsung dengan
klien khususnya pada sektor jasa. Secara umum, standar yng
diterapkan menuntut pakerja untuk selalu bersikap ramah terhadap
klien yang dihadapi. Namun pekerjaan yang menuntut kondisi
emosional yang baik sangat berhubungan dengan rendahnya tingkat
kesejahteraan pekerja secara mental (Koradecka, 2010).
Hasil penelitian ini menunjukkan nilai rata-rata skor tuntutan
mental adalah 1,55. Nilai minimum dan maksimum rata-rata skor
tuntutan mental secara berturut-turut adalah 1,00 dan 2,20. Jika
dibandingkan dengan total skor 1 – 4 maka rata-rata skor tersebut
dibawah nilai median sebesar 2 maka tuntutan mental perawat dalam
penelitian ini termasuk rendah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tuntutan mental tidak
berhubungan dengan stres kerja (P-value = 0,976). Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian Karima (2014) yang menyatakan bahwa tidak
adanya hubungan antara tuntutan mental dan stres kerja disebabkan
oleh pekerja yang sudah terbiasa dengan tekanan pekerjaan yang
dirasakan sehingga tidak menganggap tuntutan mental sebagai
penyebab utama stres yang mereka rasakan akibat pekerjaan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa seluruh perawat dengan
tuntutan mental dan stres kerja tinggi mampu menyelesaikan
pekerjaannya dengan santai dan baik (100%) serta tetap dapat
melakukan pekerjaan meskipun pikirannya sedang tidak fokus
(100%). Dengan kata lain, untuk mengurangi permasalahan tuntutan
mental perawat diharapkan mampu mengembangkan kemampuan dan
performa dalam bekerja.
91
13. Hubungan antara Shift Kerja dengan Stres Kerja
Shift kerja merupakan pola pengaturan jam kerja sebagai
pengganti atau tambahan kerja siang hari sebagaimana yang biasa
dilakukan, shift kerja biasanya dibagi atas kerja pagi, sore dan malam.
Shift kerja menjadi salah satu tuntutan tugas yang memiliki
konsekuensi terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja (Strank,
2005).
Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa jumlah perawat
dengan sistem kerja shift (91,2%) lebih banyak dibandingkan dengan
jumlah perawat yang tidak shift (8,8%). Adapun stres kerja tinggi
lebih banyak dialami oleh perawat dengan sistem kerja shift (55,9%).
Sedangkan perawat dengan sistem kerja tidak shift dan mengalami
stres kerja tinggi ada sebanyak 55,6%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa shift kerja tidak
berhubungan dengan stres kerja (P-value = 0,683). Bila ditinjau dari
proporsi antara pekerja shift dan tidak shift, diketahui bahwa hasil
penelitian menunjukkann data yang homogen yaitu 91,2% merupakan
pekerja shift. Menurut Lapau (2015), data homogen pada suatu
variabel menjadi salah satu penyebab tidak terlihatnya hubungan
antara variabel shift kerja dengan stres kerja.
6.4 Hubungan antara Faktor di Luar Pekerjaan dengan Stres Kerja
Kategori pembangkit stres potensial ini mencakup segala aktivitas di luar
pekerjaan. Sebagaimana halnya stres dalam pekerjaan mempunyai dampak
yang negatif pada kehidupan keluarga dan pribadi. Namun demikian,
peristiwa kehidupan pribadi dapat meringankan akibat dari pembangkit stres
organisasi dan kepuasan kerja dapat membantu individu untuk menghadapi
kehidupan pribadi yang penuh stres (Munandar, 2001).
Hasil penelitian ini menunjukkan nilai rata-rata skor aktivitas di luar
pekerjaan sebesar 0,26. Nilai minimum dan maksimum dari rata-rata skor
aktivitas di luar pekerjaan adalah 0,00 dan 0,75. Jika dibandingkan dengan
92
total skor 1 – 2 maka rata-rata skor tersebut dibawah nilai median sebesar 1
maka aktivitas di luar pekerjaan dalam penelitian ini termasuk rendah.
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa aktivitas di luar pekerjaan
tidak berhubungan dengan stres kerja (P-value = 0,935). Hasil tersebut sejalan
dengan penelitian Karima (2014) yang menyatakan bahwa tidak terdapat
hubungan antara aktivitas di luar pekerjaan dengan stres kerja. Menurut
Munandar (2001), peristiwa kehidupan pribadi dapat meringankan akibat dari
pembangkit stres organisasi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa pada kelompok perawat dengan aktivitas di luar
pekerjaan tinggi dan rendah sama-sama melakukan aktivitas di luar pekerjaan
terkait kehidupan pribadi seperti seperti perawatan anak sehari-hari (60%) dan
pembersihan rumah sehari-hari (92,9%). Hal inilah yang diduga menyebabkan
tidak adanya hubungan antara aktivitas di luar pekerjaan dengan stres kerja.
Aktivitas di luar pekerjaan seperti peristiwa kehidupan pribadi dapat
menjadi tekanan bagi individu dalam melakukan pekerjaannya. Sebagaimana
halnya stres dalam pekerjaan mempunyai dampak yang negatif pada
kehidupan keluarga dan pribadi. Namun demikian, peristiwa kehidupan
pribadi dapat meringankan akibat dari pembangkit stres organisasi. Oleh
karena itu, perawat dapat menambah kegiatan di luar pekerjaan guna
mendapatkan dukungan sosial yang berfungsi sebagai bantalan penahan stres
akibat pekerjaan (Munandar, 2006).
6.5 Hubungan antara Faktor Individual dengan Stres Kerja
1. Hubungan antara Umur dengan Stres Kerja
Umur adalah lama hidup individu yang terhitung mulai saat
dilahirkan sampai berulang tahun terakhir. Umur merupakan salah
satu faktor risiko stres kerja pada seseorang (Rasasi, 2015). Namun,
penelitian mengenai pengaruh umur terhadap stres kerja masih
menunjukkan hasil yang berbeda-beda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata umur
perawat adalah sebesar 28,88 atau 29 tahun. Umur perawat termuda
93
pada penelitian ini adalah 22 tahun dan umur perawat tertua adalah 49
tahun. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara umur dengan stres kerja (P-value = 0,547). Hal ini sejalan
dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ibrahim (2016),
Sahraian (2013), Ismafiaty (2011), Gobel (2014), Olayinka (2013),
Aiska (2014) dan Prabowo (2010).
Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Sugeng (2015) dimana
stres kerja lebih banyak dialami oleh perawat dengan kelompok umur
dewasa awal (20 – 40 tahun). Menurutnya, semakin tua umur
seseorang, maka akan semakin meningkat kedewasaannya,
kematangan jiwanya dan lebih mampu dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya. Seiring dengan bertambahnya umur maka akan
meningkat pula kemampuan membuat keputusan, berpikir rasional,
semakin bijaksana, mampu mengendalikan emosi, lebih toleran, dan
terbuka dengan pandangan atau pendapat orang lain sehingga
ketahanan dirinya terhadap stres akan meningkat.
2. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Stres Kerja
Jenis kelamin adalah karakteristik biologis dan fisiologis yang
membedakan seseorang laki-laki maupun perempuan (WHO, 2016).
Dalam kaitannya dengan stres, perempuan mempunyai kecenderungan
mengalami stres lebih besar dibanding laki-laki. Hal ini disebabkan
karena perempuan cenderung mengedepankan perasaan dalam
menghadapi suatu masalah (Indah, 2010).
Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa jumlah perawat yang
berjenis kelamin perempuan lebih banyak (73,5%) dibandingkan
dengan jumlah perawat yang berjenis kelamin laki-laki (26,5%).
Adapun stres kerja tinggi lebih banyak dialami oleh perawat yang
berjenis kelamin perempuan (58,7%). Sedangkan perawat yang
berjenis kelamin laki-laki dan mengalami stres kerja tinggi ada
sebanyak 55,8%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin
tidak berhubungan dengan stres kerja (P-value = 0,325). Hasil
94
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ismafiaty
(2011), Gobel (2014), Prabowo (2010).
Bila ditinjau dari jumlah perawat yang menjadi responden
penelitian ini diketahui bahwa jumlah responden perawat perempuan
lebih banyak dibandingkan dengan responden perawat laki-laki.
Sehingga proporsi responden perawat laki-laki dan perempuan tidak
proporsional dan belum dapat menggambarkan perbedaan stres yang
sesungguhnya. Sedangkan menurut Sugeng (2015) tidak adanya
hubungan antara jenis kelamin dengan stres kerja disebabkan oleh
tidak adanya perbedaan yang konsisten pada laki-laki dan perempuan
dalam hal kemampuan berfikir, menyelesaikan masalah,
menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja, motivasi, keterampilan
dan analisis.
3. Hubungan antara Status Pernikahan dengan Stres Kerja
Individu yang berstatus tidak menikah memiliki risiko lebih
tinggi untuk mengalami stres kerja dibandingkan dengan individu
yang sudah menikah (Ismar, 2011). Hal ini disebabkan karena pekerja
yang berstatus menikah mendapatkan dukungan emosional dari
pasangan yang tidak didapatkan oleh pekerja yang tidak menikah.
Akan tetapi, pengaruh status pernikahan terhadap stres kerja hanya
akan berpengaruh positif apabila pernikahan tersebut berjalan dengan
baik (Karima, 2014).
Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa jumlah perawat yang
tidak menikah lebih banyak (52%) dibandingkan dengan jumlah
perawat yang menikah (48%). Adapun stres kerja tinggi lebih banyak
dialami oleh perawat yang tidak menikah (56,6%). Sedangkan perawat
yang menikah dan mengalami stres kerja tinggi ada sebanyak 55,1%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa status pernikahan tidak
berhubungan dengan stres kerja (P-value = 0,819). Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sahraian (2013),
95
Ismafiaty (2011), dan Aiska (2014). Tidak adanya hubungan antara
status pernikahan dengan stres kerja dapat disebabkan karena status
pernikahan dapat mempengaruhi perilaku seseorang baik secara
positif maupun negatif tergantung bagaimana seseorang menilai suatu
masalah. Seperti yang diungkapkan oleh Siagian (2009) bahwa status
pernikahan berpengaruh terhadap perilaku seseorang baik secara
positif maupun negatif. Pasangan dengan pernikahan yang berjalan
dengan baik dapat saling memberikan dukungan emosional yang
positif sehingga mampu meringankan tekanan yang ada di lingkungan
kerja.
4. Hubungan antara Masa Kerja dengan Stres Kerja
Masa kerja yang berhubungan dengan stres kerja berkaitan
dalam menimbulkan kejenuhan dalam bekerja. Pekerja yang telah
bekerja lebih lama biasanya memiliki tingkat kejenuhan kerja yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja baru. Kejenuhan ini yang
kemudian dapat berdampak pada timbulnya stres di tempat kerja
(Munandar, 2001).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata perawat
memiliki masa kerja 5 tahun 8 bulan. Masa kerja minimal adalah 6
bulan dan masa kerja paling lama yaitu 25 tahun 2 bulan. Berdasarkan
hasil penelitian diketahui bahwa masa kerja tidak berhubungan
signifikan dengan stres kerja (P-value = 0,965).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Ibrahim (2016), Sahraian (2013), Ismafiaty (2011), Gobel (2014).
Masa kerja baru maupun lama dapat menjadi pemicu terjadinya stres
kerja. Stres yang timbul akibat masa kerja lama dapat disebabkan oleh
kebosanan yang timbul akibat rutinitas kerja yang monoton (Ibrahim,
2016). Selain itu masa kerja baru juga dapat menjadi pemicu stres
kerja karena faktor yang mempengaruhi stres kerja selain kejenuhan
dalam bekerja adalah pengalaman seseorang dalam menghadapi suatu
pekerjaan (Ismafiaty, 2011).
96
5. Hubungan antara Kepribadian Tipe A dengan Stres Kerja
Kepribadian adalah keseluruhan cara dimana seorang individu
bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Seseorang dengan
kepribadian tipe A cenderung bekerja di bawah tingkat stres yang
sedang sampai tinggi. Mereka senantiasa menempatkan diri dalam
tekanan waktu, menciptakan kehidupan yang penuh tenggat waktu
bagi dirinya sendiri. Sehingga karakteristik ini menghasilkan beberapa
perilaku yang cukup spesifik (Robbins, 2008).
Pada penelitian ini diketahui bahwa nilai rata-rata skor
kepribadian tipe A adalah 3,20 dengan nilai minimum 2,55 dan nilai
maksimum 4,00. Jika dibandingkan dengan total skor 1 – 5 maka rata-
rata skor tersebut melebihi nilai median sebesar 2,5. Hal ini
menunjukkan bahwa kepribadian tipe A memiliki kecenderungan
yang tinggi.
Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui bahwa variabel
kepribadian tipe A berhubungan positif dengan stres kerja. artinya,
semakin tinggi kecenderungan kepribadian tipe A pada diri seseorang
maka akan semakin meningkatkan stres kerja yang dialami. Individu
dengan kepribadian tipe A yang antara lain bercirikan perilaku agresif,
berkompetisi, tidak sabaran, tergesa-gesa dan selalu bergelut dengan
waktu, bereaksi lebih negatif dan menderita ketegangan yang lebih
besar dibanding dengan kepribadian tipe B yang bercirikan perilaku
santai (Setyawan, 2008).
Meskipun demikian, variabel kepribadian tipe A tidak
berhubungan dengan stres kerja (P-value = 0,915). Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Karima (2014) dimana tidak terdapat
hubungan antara kepribadian tipe A dengan stres kerja karena baik
pekerja yang memiliki keoribadian tipe A maupun tidak memiliki
tingkat stres kerja yang hampir sama. Berbeda dengan hasil penelitian
Kristanto (2007) yang menyatakan ada hubungan antara pola perilaku
tipe A dengan stres kerja. meskipun dalam penelitian ini tidak
97
ditemukan adanya hubungan antara kepribadian tipe A dengan stres
kerja, perawat dengan kepribadian tipe A harus mampu
memanfaatkaan waktu istirahat dan santai dengan sebaik mungkin.
Waktu istirahat yang ada dapat dimanfaatkan untuk melakukan hobi,
meditasi, seni, mendengarkan musik, melakukan permainan dan
kegiatan terbuaka lainnya (Hasibuan, 2016).
6. Hubungan antara Penilaian Diri dengan Stres Kerja
Penilaian diri adalah persepsi individu terhadap kemampuan,
keberhasilan dan kelayakan dirinya. Jika seseorang mempunyai
konsep diri positif, maka ia mempunyai penilaian diri yang tinggi
sehingga dapat mengembangkan diri dalam menghadapi kondisi,
situasi atau peristiwa yang mengganggu, menekan atau mengancam
dirinya, akibatnya ia akan mengalami stres kerja yang rendah.
Sebaliknya, jika ia mempunyai penilaian diri yang rendah dalam
menghadapi kondisi, situasi atau peristiwa yang mengganggu,
menekan atau mengancam dalam pekerjaannya, maka ia akan
mengalami stres kerja yang tinggi karena rasa percaya dirinya rendah
(Munandar, 2006).
Hasil penelitian ini menunjukkan nilai rata-rata skor penilaian
diri sebesar 3,57 dengan nilai minimum 3,00 dan nilai maksimum
4,10. Jika dibandingkan dengan total skor 1 – 5 maka rata-rata skor
tersebut melebihi nilai median sebesar 2,5. Hal ini menunjukkan
bahwa perawat memiliki penilaian diri yang tinggi.
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa penilaian diri tidak
berhubungan dengan stres kerja (P-value = 0,536). Menurut Karima
(2014), tidak adanya hubungan antara penilaian diri dengan stres kerja
dapat disebabkan karena seseorang menilai mereka memiliki
kemampuan diri yang baik tetapi penilaian diri tersebut tidak mampu
mengurangi perasaan stres yang dialami pekerja akibat faktor
pekerjaan yang tinggi. Hasil tersebut tidak sejalan dengan penelitian
Arats (2014) yang menyatakan adanya hubungan antara penilaian diri
98
dengan stres kerja dimana penilaian diri rendah akan menyebabkan
tingkat stres yang tinggi sedangkan apabila penilaian diri tinggi maka
akan tingkat stres akan semakin rendah.
6.6 Hubungan antara Faktor Pendukung dengan Stres Kerja
Dukungan sosial adalah kesenangan, bantuan, atau keterangan yang
diterima seseorang melalui hubungan, formal dan informal dengan yang lain
atau kelompok. Dukungan sosial dianggap mampu untuk melindungi atau
menyangga individu dari konsekuensi negatif penyebab stres. Semakin tinggi
dukungan sosial yang diberikan maka semakin sedikit keluhan tentang
kesehatan yang ditimbulkan (Gibson, 1997).
Pada penelitian ini diperoleh hasil rata-rata skor variabel dukungan
sosial adalah 4,60 dengan nilai minimum 1,00 dan nilai maksimum 5,00. Jika
dibandingkan dengan total skor 1 – 5 maka rata-rata skor tersebut melebihi
nilai median sebesar 2,5. Hal ini menunjukkan bahwa perawat memiliki
dukungan sosial yang tinggi.
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa dukungan sosial
berhubungan dengan stres kerja dengan nilai probabilitas (P-value) sebesar
0,001. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Felisia (2015),
Kristanto (2007), Indah (2010) dan Suryaningrum (2015). Hubungan
dukungan sosial dengan stres kerja memiliki pola hubungan negatif. Artinya,
jika terdapat peningkatan dukungan sosial yang diterima oleh perawat maka
stres kerja akan menurun. Sebaliknya, jika dukungan sosial yang diterima
perawat rendah, baik dari keluarga, rekan kerja maupun atasan, perawat akan
sulit menekan tingkat stres kerja yang muncul (Suryaningrum, 2015). Hasil
analisis multivariat juga menunjukkan bahwa variabel dukungan sosial
termasuk kedalam hasil akhir pemodelan analisis multivariat. Hal ini
menunjukkan bahwa setiap bertambahnya satu unit dukungan sosial yang
diterima maka stres kerja yang terjadi akan lebih rendah sebesar 0,106 kali.
Banyak kasus menunjukkan bahwa, para karyawan yang mengalami
stres kerja adalah mereka yang tidak mendapat dukungan (khususnya moril)
99
dari keluarga seperti orang tua, mertua, anak, teman dan semacamnya. Begitu
juga ketika seseorang tidak mendapat dukungan dari rekan kerjanya (baik
pimpinan maupun bawahan) akan cenderung lebih mudah terkena stres
(Margiati, 1999). Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa dukungan
sosial dari rekan kerja mampu mengurangi berbagai tekanan karena
pemahaman mereka terhadap stresor yang ada di tempat kerja. Agar diperoleh
dukungan maksimal, dibutuhkan komunikasi yang baik pada semua pihak.
Perawat dapat mengajak berbicara orang lain tentang masalah yang dihadapi,
atau setidaknya ada tempat mengadu atas keluh kesahnya. Menurut Masitoh
(2011), salah satu bentuk dukungan sosial dapat berasal dari rekan kerja yang
akan membantu seseorang keluar dari permasalahan yang dihadapi, terutama
terkait dengan permasalahan pekerjaan.
Selain dukungan sosial dari rekan kerja, dukungan sosial juga dapat
diberikan oleh atasan kepada bawahannya. Terdapat beberapa bentuk
dukungan sosial yang dapat diberikan kepada perawat untuk mengurangi stres
kerja yang dialami. Dukungan tersebut terdiri dari dukungan emosional yang
mencangkup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap orang yang
bersangkutan. Dukungan penghargaan, dukungan yang terjadi lewat ungkapan
hormat/ penghargaan positif untuk orang lain itu, dorongan maju atau
persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu. Tujuannya adalah
mengembangkan harga diri dan kepercayaan diri seseorang. Dukungan
instrumental, yang mencangkup bantuan langsung, misalnya orang memberi
pinjaman uang kepada orang yang membutuhkan atau mendorong dengan
memberi pekerjaan pada orang yang tidak punya pekerjaan. Serta dukungan
informatif, dukungan ini mencangkup pemberian nasihat atau saran, petunjuk,
penjelasan dan umpan balik. Tujuannya adalah memberikan alternatif
pemecahan masalah yang terjadi (Rahmawati, 2014).
100
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap perawat ruang rawat
inap kelas III RS X Jakarta Tahun 2017 dapat disimpulkan bahwa :
1. Rata-rata tingkat stres kerja yang dialami perawat yaitu sebesar 1,31.
2. Faktor Pekerjaan :
a. Rata-rata lingkungan fisik yang dirasakan perawat yaitu sebesar
1,23.
b. Rata-rata konflik peran yang dialami perawat yaitu sebesar 3,31.
c. Rata-rata ketaksaan peran yang dirasakan perawat yaitu sebesar
2,61.
d. Rata-rata konflik interpersonal yang dialami perawat yaitu
sebesar 2,27.
e. Rata-rata ketidakpastian pekerjaan yang dirasakan perawat yaitu
sebesar 2,14.
f. Rata-rata kurangnya kontrol yang dirasakan perawat yaitu sebesar
2,74.
g. Rata-rata kurangnya kesempatan kerja yang dirasakan perawat
yaitu sebesar 3,43.
h. Rata-rata jumlah beban kerja yang dirasakan perawat yaitu
sebesar 3,44.
i. Rata-rata variasi beban kerja yang dirasakan perawat yaitu
sebesar 3,83.
j. Rata-rata tanggung jawab terhadap orang lain yang dimiliki
perawat yaitu sebesar 3,08.
k. Rata-rata kemampuan yang tidak digunakan perawat yaitu sebesar
2,05.
101
l. Rata-rata tuntutan mental yang dirasakan perawat yaitu sebesar
1,55.
m. Sebagian besar perawat bekerja secara shift yaitu sebanyak 93
dari 102 perawat (91,2%).
3. Rata-rata aktivitas di luar pekerjaan yang dirasakan perawat yaitu
sebesar 0,26.
4. Faktor Individual
a. Rata-rata umur perawat yaitu adalah 29 tahun.
b. Rata-rata masa kerja perawat adalah 5 tahun 8 bulan.
c. Rata-rata kepribadian tipe A perawat adalah 3,20.
d. Rata-rata penilaian diri yang dirasakan perawat yaitu sebesar
3,57.
e. Sebagian besar perawat berjenis kelamin perempuan yaitu
sebanyak 75 dari 102 perawat (73,5%).
f. Sebagian besar perawat berstatus tidak menikah yaitu sebanyak
53 dari 102 perawat (52%).
5. Rata-rata dukungan sosial yang dirasakan perawat yaitu sebesar 4,60.
6. Hubungan Faktor Pekerjaan dengan Stres Kerja
a. Tidak ada hubungan antara lingkungan fisik, konflik peran,
ketaksaan peran, konflik interpersonal, kurangnya kontrol,
kurangnya kesempatan kerja, jumlah beban kerja, variasi beban
kerja, tuntutan mental dan shift kerja dengan stres kerja pada
perawat ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta Tahun 2017.
b. Ada hubungan antara ketidakpastian pekerjaan, tanggung jawab
terhadap orang lain dan kemampuan yang tidak digunakan dengan
stres kerja pada perawat ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta
Tahun 2017.
7. Tidak ada hubungan antara faktor aktivitas di luar pekerjaan dengan
stres kerja pada perawat ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta Tahun
2017.
102
8. Hubungan Faktor Individual dengan Stres Kerja
Tidak ada hubungan antara umur, masa kerja, kepribadian tipe
A, penilaian diri, jenis kelamin, dan status pernikahan dengan stres
kerja pada perawat ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta Tahun
2017
9. Ada hubungan antara dukungan sosial dengan stres kerja pada perawat
ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta Tahun 2017.
10. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan stres kerja pada
perawat di ruang rawat inap kelas III RS X Jakarta Tahun 2017 adalah
kemampuan yang tidak digunakan.
7.2 Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran
sebagai bahan perbaikan kedepannya, yaitu :
1. Bagi RS X Jakarta
a. Melakukan evaluasi terhadap uraian kerja perawat dan
komunikasi yang efektif secara rutin setiap briefing sebelum
kerja. Komunikasi yang efektif dibangun untuk menyampaikan
peran dan tanggung jawab perawat secara jelas, menyampaikan
hambatan yang dirasakan selama melakukan pekerjaan, serta
melibatkan perawat dalam proses pengambilan keputusan terkait
dengan pekerjaan.
b. Menetapkan kontrak kerja yang jelas mengenai status pekerja,
menghargai hak pekerja dan mengapresiasi hasil pekerjaan yang
telah dilakukan agar rasa khawatir terhadap ketidakpastian
pekerjaan dapat berkurang.
c. Meningkatkan keterampilan perawat dalam melakukan asuhan
keperawatan serta untuk menyesuaikan diri dengan segala
perkembangan yang ada di lingkungan kerja.
d. Menyelesaikan permasalahan konflik interpersonal dengan
memberikan pihak yang terlibat konflik kesempatan merenungkan
dan memikirkan alternatif penyelesaian masalahnya, menjadi
wadah untuk menampung keinginan pihak yang terlibat konflik,
103
melakukan kompromi untuk mengambil jalan tengah dalam
menyelesaikan konflik, serta melibatkan pihak yang terlibat
konflik untuk bekerja sama dalam rangka penyelesaian konflik.
e. Menciptakan dan mempertahankan kualitas lingkungan fisik agar
tetap sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Beberapa hal
yang dapat dilakukan adalah memasang dan memelihara
pendingin ruangan (AC) dengan melakukan pembersihan filter
udara secara periodik, memperketat jadwal dan jumlah
pengunjung pasien serta menyalakan lampu sesuai dengan
kebutuhan.
2. Bagi Perawat Ruang Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta
a. Mempertahankan penilaian diri yang positif dan menenangkan
pikiran dengan berbagai cara seperti meditasi dan relaksasi.
b. Melakukan aktivitas di luar pekerjaan seperti rekreasi maupun
dalam bentuk hiburan lainnya guna meringankan akibat dari
pembangkit stres di tempat kerja.
c. Memberikan dukungan sosial kepada rekan kerja lain guna
membantu seseorang keluar dari permasalahan yang dihadapi,
terutama terkait dengan permasalahan pekerjaan.
d. Bagi perawat dengan kepribadian tipe A disarankan untuk
memanfaatkan waktu istirahat sebaik mungkin dan mengisinya
dengan hal-hal positif dan menyenangkan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Melakukan penyebaran dan pengisian kuesioner di awal
pekerjaan atau saat ada waktu kosong di sela-sela waktu kerja.
b. Mendampingi dan melakukan pemantauan terhadap responden
selama melakukan pengisian kuesioner.
c. Melakukan pengambilan data primer berupa pengukuran
lingkungan fisik di area kerja.
104
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, Iip Prima. (2011). Hubungan Beban Kerja dengan Stres Kerja pada
Perawat di Ruang Rawat Inap RSD Dr. Soebandi Jember. Jember : FKM
Universitas Jember.
Aiska, Selviani. (2014). Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh Pada Tingkat
Stres Kerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta.
Yogyakarta : FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Al-Assaf, A.F. (2009). Mutu Pelayanan Kesehatan : Perspektif Internasional.
Jakarta : EGC.
Alberta Goverment. (2014). Psychosocial Hazard.
https://work.alberta.ca/documents/OHS-Teacher-Resource-Binder-
Chapter07.pdf
Aldwin, C.M. (2007). Stress, Coping and Development : An Integratice
Perspective. United states of America : The Guilford Press.
Amran, Yuli. 2012. Pengolahan dan Analisis Data Statistik di Bidang Kesehatan.
Jakarta : Unibersitas Islam Negeri.
APA. (2012). Measures of Organizational Stressors.
http://supp.apa.org/books/Preventive-Stress-Management-
Second/organizationalstressors.pdf
APA. (2016). Stress : The Different Kind of Stress.
http://www.apa.org/helpcenter/stress-kinds.aspx.
Arats, Miqdad. (2014). Hubungan antara Beban Kerja dan Self-Efficiacy dengan
Stres Kerja pada Dosen Universitas X. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Universitas Surabaya, 3 (1).
Ardani, Tristiadi Ardi. (2004). Strategi Coping terhadap Stres Kerja di
Lingkungan Karyawan STAIN Malang. Psikoislamika, 1 (1).
Arwani, Zaebatul. (2006). Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta : Anggota
IKAPI.
Astuti, Lisa Yuni. (2016). Hubungan Shift Kerja dan Lama Jam Kerja dengan
Beban Kerja Perawat di Ruang rawat inap Penyakit Dalam RSUD
Ambarawa. http://stikesyahoedsmg.ac.id/jurnal/wp-
content/uploads/2016/01/JURNAL-8.compressed.pdf.
Barnfather. (1993). Stress and Coping : State of The Science and Implications for
Nursing Theory. Michigan : Center Nursing Press of Sigma Theta Tau
International.
Beehr, T.A. (1995). Psychological Stress in the Workplace. London : Routledge.
105
Beerland, Astrid., Natvig, Gerd Karin., & Gundersen, Doris. (2008). Patient
Safety and Job-Related Stress : A Focus Group Study. Intensive and
Critical Care Nursing, 24 : 90 – 97.
Bizymoms. (2013). The Lack of Job Opportunities : Job Employment
Opportunities. http://www.bizymoms.com/job-career/lack-of-job-
opportunities.html.
Budiarto, Eko. (2001). Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.Budiharto. (2008).
Metodologi Penelitian Kesehatan dengan Contoh Bidang Ilmu Kesehatan
Gigi. Jakarta : EGC.
Charnley, E. (1999). Occupational Stress in the Newly Qualified Staff Nurse.
Nursing Standard, 33.
Cooper, C.L. (2013). From Stress to Wellbeing. New York : Palgrave Macmillan.
Dahlan, M. Sopiyudin. (2008). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan :
Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat Dilengkapi dengan Menggunakan
SPSS. Ed. 3. Jakarta : Salemba Medika.
Depkes RI. (2006). Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja Instalasi
Farmasi Rumah Sakit (K3-IFRS). Jakarta : Depkes RI.
Desima, Riza. (2013). Tingkat Stres Kerja Perawat dengan Perilaku Caring
Perawat.
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/2380
Dewi, Gilang Permata., Maywati, Sri., & Setiyono, Andik. (2015). Kajian Faktor
Risiko Stress Kerja pada Perawat IGD dan ICU RSUD Cilacap tahun
2015. journal.unsil.ac.id/download.php?id=7651.
Dewi, I Gusti Ayu Agung Desy Aristantya. (2016). Pengaruh Konflik
Interpersonal dan Beban Kerja terhadap Stres Kerja pada Kantor
Sekretariat Daerah Kota Denpasar. E-Jurnal Manajemen Unud, 5 (8) :
4865 – 4891.
Dhania, Dhini Rahma. (2010). Pengaruh Stres Kerja, Beban Kerja terhadap
Kepuasan Kerja (Studi Pada Medical Representatif di Kota Kudus).
Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus 1 (1).
Dihan, Fereshti Nurdiana. (2012). Mereduksi Konflik Peran dan Beban Peran
pada Burnout. http://eprints.unisbank.ac.id/426/1/ARTIKEL-51.pdf
Diklat. (2016). Profil RS X Jakarta Tahun 2016. Jakarta.
Ernawati, Pita. (2014). Analisis Faktorr-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan
Kerja Karyawan (Studi pada Karyawan Bagian Non Marketing PT. Ford
Motor Indonesia). http://eprints.dinus.ac.id/8774/
106
Eswari, M., & Saravanan. (2011). A Study of Job Stress Among Women Nurses in
Coimbatore City, Tamilnadu. International Journal of Research in
Management & Technology 1 (2).
Eysenck, Michael. (2002). Simply Psychology.
https://books.google.co.id/books?id=gzmWQHXn800C&printsec=frontco
ver&hl=id#v=onepage&q&f=false
Fatima. (2002). Analisis Jumlah Tenaga Perawat yang Dibutuhkan di Ruang
Rawat Inap Penyakit Dalam dan Bedah RS X Jakarta. Depok : Universitas
Indonesia.
Firmana, Andri Satriadi. (2011). Hubungan Shift Kerja dengan Stres Kerja pada
Karyawan Bagian Operation PT. Newmont Nusa Tenggara di Kabupaten
Sumbawa Barat. Jurnal KES MAS, 5 : 1 – 67.
Gibson, James. (1997). Organisasi : perilaku, struktur, proses, jil 1. Jakarta :
Binarupa Aksara.
Gobel, Ryo S. (2014). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada
Perawat di Ruang ICU dan UGD RSUD Datoe Binangkang Kabupaten
Bolaang Mongondow. Manado : FKM Universitas Sam Ratulangi.
Harrisma, Okta Wisudawati. (2013). Pengaruh Stres Kerja terhadap
Produktivitas Kerja Melalui Kepuasan Kerja. Jurnal Ilmu Manajemen, 1
(2).
Hartono. (2007). Stres & Stroke. Yogyakarta : Kanisius.
Haryanti., Aini, Faridah., & Purwaningsih, Puji. (2013). Hubungan Antara Beban
Kerja dengan Stres Kerja Perawat di Instalasi Gawat Darurat RSUD
Kabupaten Semarang. Jurnal Managemen Keperawatan, 1 (1).
Hasibuan, Masnun Dewani. (2016). Stres dan Koping Mahasiswa Kepribadian
tipe A dan B dalam Menyusun Skripsi di Fakultas Keperawatan USU.
Medan : Universitas Sumatera Utara.
Hastono, S. P., Sabri, L. (2010). Statistik Kesehatan. Jakarta : Rajagrafindo.
Hawari, Dadang. (2006). Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
Health and Safety Executive. (2015). Work Related Stress, Anxiety and
Depression Statistics in Great Britain 2015
http://www.hse.gov.uk/statistics/causdis/stress/stress.pdf
Health and Safety Executive. Cause of Stress.
http://www.hse.gov.uk/stress/furtheradvice/causesofstress.htm.
Hendrawati, Mulat. (2015). Hubungan Antara Tingkat Stres Kerja Perawat
dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit Marga Husada Wonogiri.
Surakarta : Stikes Kusuma Husada.
107
Hole J.W. (1981). Human Anatomy and Physiology, 2th. Ed. Dubuque- Lowa.
WCB.
Honey, Allfar End., dkk. (2012). Pengaruh Pelatihan Komunikasi Asertif pada
Perawat Pelaksana yang Mengalami Konflik Interpersonal terhadap
Kinerjanya dalam Memberikan Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat
Inap RSUD Solok. Ners Jurnal Keperawatan, 8 (2).
HSE. (2001). Baseline Measurements for The Evaluation of Work-related Stress
Campaign. http://www.hse.gov.uk/research/crr_pdf/2001/crr01322.pdf
HSE. (2014). Stress at Work. http://www.acas.org.uk/media/pdf/q/c/Stress-at-
work-advisory-booklet.pdf
Hurrel., McLaney. (1988). Exposure to job stress—a new psychometric
instrument. Scand J Work Environ Health, 14(1) : 27-28.
Ibrahim, Hasbi., dkk. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres
Kerja pada Pekerja Factory 2 PT. Maruki Internasional Indonesia
Makassar Tahun 2016. Al – Sihah, 8 (1).
ILO. (2012). Stress Prevention at Work Checkpoints.
ILO. (2016). Psychosicoal Risk and Work-related Stress.
http://www.ilo.org/safework/areasofwork/workplace-health-promotion-
and-well-being/WCMS_108557/lang--en/index.htm
ILO. (2016). Workplace stress : a collective challenge.
Indah, Faiqoh., Alifin., & Suratmi. (2010). Hubungan Shift Kerja dengan Stres
Kerja pada Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Soegiri Lamongan. SURYA, 3 (8) .
Indrawan, Rifky. (2009). Pengaruh Konflik Peran terhadap Stres Kerja dengan
Ketidakpastian dan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Mediasi. Surakarta
: FE Universitas Sebelas Maret.
Indriyani, Azazah. (2009). Pengaruh Konflik Peran Ganda dan Stress Kerja
terhadap Kinerja Perawat Wanita Rumah Sakit (Studi Pada Rumah Sakit
Roemani Muhammadiyah Semarang). Semarang : Universitas Diponegoro.
Ismafiaty. (2011). Hubungan Antara Strategi Koping dan Karakteristik Perawat
dengan Stres Kerja di Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit Dustira
Cimahi. Jurnal Kesehatan Kartika.
Ismar, Rinda., & Amri, Zarni., & Sostrosumihardjo, Danardi. (2011). Stres Kerja
dan Berbagai Faktor yang Berhubungan pada Pekerja Call Center PT.
―X‖ di Jakarta. Majalah Kedokteran Indonesia, 61 (1).
Jennings, M. B. (2008). Work Stress and Burnout Among Nurses: Role of the
Work Environment and Working Conditions. In R. G. Hughes, Patient
108
Safety and Quality: An Evidence-Based Handbook for Nurses (p. Ch 26).
Rockville: AHRQ.
Jose, Tessy Treesa., & Bhat, Sripathy M. (2013). A Descriptive Study on Stress
and Coping of Nurses Working in Selected Hospital of Udupi and
Mangalore Districts Karnataka, India. IOSR Journal of Nursing and
Health Science Vol.3 : 10-18.
Junaidi. (2010). Prosedur Uji Chi Square. https://repository.unja.ac.id/126/1/chi-
square_junaidi2010.pdf.
K3L RS X. (2017). Pemeriksaan Mutu Lingkungan. Jakarta.
Kadir, Akmarawita. (2010). Perubahan Hormon terhadap Stres.
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol2.no1.Januari2010/PER
UBAHAN%20HORMON%20TERHADAP%20STRESS.pdf.
Karima, Asri. (2014). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada
Pekerja di PT. X Tahun 2014. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah.
Karimi, Roohangiz., dkk. (2014). The Influence of Role Overload, Role Conflict
and Role Ambiguity on Occupational Stres Among Nurses in Selected
Irian Hospitals. International Journal of Asian Social Science, 4 (1) : 34 –
40.
Karodecka, D. (2010). Handbook of Occupational Safety and Health. United
States of America : CRC Press.
Kazronian, S., dkk. (2013). Reliability and Validity Study of the NIOSH Generic
Job Stress Questionnaire (GJSQ) Among Firefighters in Tehran City.
Journal of Health and Safety at Work, 1 (3).
Kemenkes RI. (2010). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang Standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.
Kemenkes RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.
Konno., Munakata. (2014). Skill Underutilization is Associated with Higher
Prevalence of Hypertension the Watari Study. Occupational Health.
Kristanto, Andreas Agung., Dewi, Kartika Sari., Dewi, Endah Kumala. (2007).
Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja pada Perawat ICU Rumah Sakit Tipe
C di Kota Semarang.
Kustriyani, Menik. (2016). Pelaksanaan Manajemen Konflik Interdisiplin oleh
Case Manager di Ruang Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang.
Semarang : FK Universitas Diponegoro.
Laelasari, Eva., Kurniawidjaja, L Meily. (2016). Faktor Kondisi Pekerjaan yang
Mempengaruhi Stress Kerja pada Pegawai Negeri Sipil di Badan Litbang
109
Kesehatan, Kementrian Kesehatan. Jurnal Ekologi Kesehatan, 15(2) : 127
– 139.
Landy, Frank. (2010). Work in The 21st Century : An Introduction to Industrial
and Organizational Psychology.
https://books.google.co.id/books?id=1K1rnp9uAscC&pg=PA467&dq=job
+control+and+job+stres&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjotaCvvPrPAhVC
vY8KHRJLDDUQ6AEILTAB#v=onepage&q=job%20control&f=false
Lapau, Buchari. (2012). Metode Penelitian Kesehatan : Metode Ilmiah Penulisan
Skripsi, Tesis dan Disertasi. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Lapau, Buchari. (2015). Metodologi Penelitian Kebidanan : Panduan Penulisan
Protokol dan Laporan Hasil Penelitian. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Lasima, Iksan. (2014). Hubungan antara Beban Kerja dengan Stres pada
Perawat Rumah Sakit Toto Kabila Kabupaten Bone Bolango Provinsi
Gorontalo. Gorontalo : FIKK Universitas Negeri Gorontalo.
Leksono, Hendi Suryo. (2014). Kebosanan Kerja : Peningkatan Stres dan
Penurunan Kinerja Karyawan dalam Spesialisasi Pekerjaan. Jurnal
JIBEKA, 8 (2) : 14 – 18.
Liliweri, Alo. (2005). Prasangka & Konflik : Komunikasi Lintas Budaya
Masyarakat Multikultur.
https://books.google.co.id/books?id=d1wkwwyMiFAC&pg=PA265&dq=k
onflik+interpersonal+adalah&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiy26Wv2rPO
AhXMs48KHe4_CGUQ6AEIHDAA#v=onepage&q=konflik%20interpers
onal%20adalah&f=false.
Lumingkewa, Mega. (2015). Hubungan Kondisi Kerja dengan Stres Kerja
Perawat Dirungan Intasalasi Gawat Darurat Medik RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. Ejournal Keperawatan (e-Kp) Vol. 3 No.3.
Lwin, Pyone Mjinzu. (2015). Job Stress And Burnout Among Hospital Nurses In
A City Ofmyanmar.
Manuaba. (2000). Ergonomi, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja. Surabaya :
Guna Widya.
Marchelia, Venny. (2014). Stres Kerja Ditinjau dari Shift Kerja pada Karyawan.
Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 2 (1).
Margiati, Lulus. (1999). Stress Kerja : Penyebab dan Alternatif Pemecahannya.
Masyarakat Kebudayaan dan Politik Th XII, No.3 : 71-80.
Martha, Ainama Rizka Amalia. (2016). Beban Kerja Mental, Shift Kerja,
Hubungan Interpersonal dan Stres Kerja pada Perawat Instalasi Intensif
di RSD dr. Soebandi Jember. Jember : FKM Universitas Jember.
110
Martina, Angga. (2012). Gambaran Tingkat Stres Kerja Perawat di Ruang rawat
inap SPG Cisarua Bogor. Depok : Universitas Indonesia.
Masitoh, Ummu Hany. (2011). Stres Kerja Ditinjau dari Konflik Peran Ganda
dan Dukungan Sosial pada Perawat. Jurnal Psikologi Islam (JPI) 8 (1) :
63-82.
Mawarti, Firameta Arum. (2016). Studi Deksriptif Mengenai Efektifitas
Kerjasama Tim pada Perawat Multazam dan Arafah II di Rumah Sakit
Islam Assyifa Sukabumi. Bandung : Universitas Islam Bandung.
Mehta, Rk., Singh, Ik. (2014). Stress among Nurses Working in Critical Care
Areas at a Tertiary care Teaching Hospital Nepal. Journal of Chitwan
Medical College, 4 (10) : 42 – 48.
Munandar, Ashar Sunyoto. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : UI
Press.
Munandar, Ashar Sunyoto. (2006). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : UI
Press.
Musangadah, Nur. (2015). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres
Kerja Pustakawan di Perpustakan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga.
National Safety Council (NSC). (2003). Manajemen Stres. Jakarta : EGC.
NIOSH. (1999). Stress At Work. Columbia : NIOSH.
NIOSH. (2014). Niosh Generic Job Stress Questionnaire.
http://www.cdc.gov/niosh/topics/workorg/detail088.html
Nugroho, Debi Yudi. (2014). Faktor Risiko Stres Kerja pada Perawat Rawat Inap
di RSUD Tugurejo Semarang. Semarang : FK Universitas Dian
Nuswantoro.
Nurmalasari, Wanti. (2012). Pengaruh Lingkungan Kerja dan Beban Kerja
terhadap Stres Kerja Perawat pada Rumah Sakit Umum Daerah Arifin
Achmad Pekanbaru.
Ogden, Jane. (2004). Health Psychology : A Textbook 3rd Edition. New York.
Olayinka, Onasoga., dkk. (2013). Occupational Stress Management among
Nurses in Selected Hospital in benin City, Edo State, Nigeria. European
Journal of experimental Biology, 3 (1) : 473 – 481.
Parasmala, Ernike., Nelmida., Zaitul. (2006). Pengaruh Faktor Organisasional
terhadap Stres Kerja Pegawai Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Kerinci dengan Pengalaman Kerja Sebagai Variabel Pemoderasi.
Universitas Bung Hatta.
111
Park, Young-Mi., & Kim, Souk Young. (2013). Impact of Job Stress and
Cognitive Failure on Patient Safety Incidents among Hospital Nurse.
Safety ang Health at Work 4 : 210-215.
Prabowo, Yudha Fandy. (2010). Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Stres Kerja pada Bagian Produksi Industri Mebel PT. Chia Jiann
Indonesia Furniture di Wedelan Jepara. Semarang : FIK Universitas
Negeri Semarang.
Pratama, Fajar Aryan. (2014). Beban Kerja dan Masa Kerja terhadap Tingkat
Stres Kerja pada Perawat Intensif Care Unit. Surabaya : FIK Universitas
Muhammadiyah.
Pratiwi, Danur Mega., Wahyuningtyas, Ratri. (2015). Pengaruh Lingkungan
Kerja Fisik terhadap Stres Kerja Karyawan (Studi pada PT Krakatau
Steel (Persero) Tbk. Divisi CRM). Bandung : FEB Universitas Telkom.
Prihatini, Lilis Dian. (2007). Analisis Hubungan Beban Kerja dengan Stres Kerja
Perawat di Tiap Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang. Medan :
Universitas Sumatera Utara.
Rahmawati, Oktaviana. (2014). Hubungan Dukungan Pemimpin dengan Motivasi
Perawat untuk Melanjutkan Pendidikan Keperawatan di Puskesmas
Wilayah Kecamatan Puger Kabupaten Jember. Jember : UNMUH Jember.
Rahmawati, Yanik., & Purwanti, Okti Sri. (2008). Hubungan Komunikasi
Perawat-Dokter dengan Stres Kerja Perawat di Instalasi Rawat Inap
(Irna) Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Sragen. Berita Ilmu
Keperawatan 1 (3) : 25 – 30.
Ram, N., dkk (2011). Role Conflict and Role Ambiguity as Factors in Work Stress
among Managers : A Case Study of Manufacturing Sector in Pakistan.
Asian Social Science, 7 (2).
Rasasi, Al., dkk. (2015). Work-related Stress Among Nurses Working in Dubai, a
Burden for Healthcare Institutions. American Journal of Psychology and
Cognitive Science 1 (2) : 61-65.
Republik Indonesia. (2009). Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Rivai, Ahmad. (2014). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja
pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam
Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta Tahun
2014. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah.
Riza, Maulana Muhammad. (2015). Pengaruh Stres Kerja terhadap Kinerja
Perawat Melalui Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening (Studi
Pada Rumah Sakit Wijaya Kusuma Kabupaten Lumajang Jawa Timur).
Robbins, Stephen P. (2008). Perilaku Organisasi. Jakarta : Salemba Empat.
112
Rosaputri, Rizki. (2012). Pengaruh Konflik Peran dan ambiguitas Peran terhadap
Kinerja Karyawan dengan Variabel Stres Kerja Sebagai Variabel
Intervening (Studi pada Karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero)
Tbk. Cabang Wates). Semarang : FEB Universitas Diponegoro.
Ross., Almaier. (2000). Intervention in Occupational Stress : A Handbook of
Counselling for Stress at Work. London : Sage Publication.
Rusmini., Arip., Sulaeman, Ridawati. (2012). Perbedaan dan Pengaruh Stres
Kerja terhadap Kinerja Perawat Unit Perawatan Intensif dan Unit Gawat
Darurat Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2012.
Sahraian, Ali., dkk. (2013). Occupational Stress among Hospital Nurses :
Comparison of Internal, Surgicalm and Psychiatric Wards. IJCBNM, 1
(4).
Sari, Dwi Ratna. (2006). Stres dan Koping Perawat Kepribadian Tipe A dan
Kepribadian Tipe B di Ruang Rawat Inap RSU DR. Pirngadi Medan.
Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, 2 (1).
Sari, Rahmatika. (2016). Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada
Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi
Tenggara Tahun 2016.
http://sitedi.uho.ac.id/uploads_sitedi/J1A113070_sitedi_J1A113070%20A
BSTRAK.pdf
Setyawan, Zackya Yahya., dkk. (2008). Stres Kerja dan Kecenderungan Gejala
Gangguan Mental Emosional pada Karyawan Redaksi Surat Kabar ―X‖
di Jakarta. Majalah Kedokteran Indonesia, 58 (8).
Sharma, Parul. (2014). Occupational stress among staff nurses: Controlling the
risk to health. Indian J Occup Environ Med, 18 (2): 52–56.
Siagian, S. P. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara.
Singh, L. B. (2006). The Scourge of Unemployment in India and Psychological
Health. India : Ashok Kumar Mittal.
Singh. (2009). Organizational Behaviour. India : Neekuni Print Process.
Siringoringo, Edison., Nontji, Werna., & Hadju, Veni. (2013). Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan Stres Kerja Perawat di Ruang ICU RS Stella
Maris Makasar. Makasar : STIKES Mega Rezky.
Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC.
Soegiono, Pandyi. (2008). Pengaruh Kepemimpinan, Tuntuan Tugas dan Karier
Staknan terhadap Stres Kerja dan Dampaknya bagi Komitmen Organisasi
dan Organization Citizenship Behavior Karyawan PT. Alfa Retailindo
Surabaya.
113
Soep. (2012). Stres Kerja Perawat berdasarkan Karakteristik Organisasi di
Rumah Sakit. Jurnal Keperawatan Indonesia, 15 (1) : 67 – 74.
Strank, Jeremy. (2005). Stress at Work : Management and Prevention. Oxford :
Elsevier.
Sugeng, Sri Utami., Hadi, harry Tribowo., & Nataprawira, Rizki Kurnia. (2015).
Gambaran Tingkat Stres dan Daya Tahan terhadap Stres Perawat
Instalasi Perawatan Intensif di Rumah Sakit Immanuel Bandung. Bandung
: FK Universitas Maranatha.
Sulistyorini, Retno., Tawil, M.F. Rachman., & Weyara, Senny. (2012). Hubungan
Persepsi terhadap Lingkungan Kerja Fisik dengan Stres Kerja Karyawan
P.G. Jatiroto Lumajang. Jember : Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah.
Sumarni, Tri., Suandika, Made., & Lintang, Roro. (2011). Hubungan antara
Beban Kerja Perawat dengan Stres Kerja Perawat di Bangsal Bedah
Rumah Sakit Umum daerah dr. R. Goeteng Tarunadibrata Purbalingga.
Purwpkerto : STIKES Harapan Bangsa
Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
Supriatna, Soni., Yuniar., & Desrianty, Arie (2014). Usulan Strategi Peningkatan
Performansi Kerja Perawat Berdasarkan Faktor Pemicu Stres dengan
Menggunakan Dimensi Greenberg. Jurnal Online Institut Teknologi
Nasional, 1 (2).
Suratmi. (2015). Hubungan Beban Kerja dengan Stres Kerja Perawat Pelaksana
di Ruang IGD RSUD DR. Soegiri Lamongan. Jurnal Keperawatan, 142 -
148.
Suryaningrum, Tri. (2015). Pengaruh Beban Kerja dan Dukungan Sosial
terhadap Stres Kerja pada Perawat RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Yogyakarta : FE Universitas Negeri Yogyakarta.
Swarjana, I Ketut. (2016). Statistik Kesehatan. Yogyakarta : ANDI.
Tantra, M. Sultan. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres pada
Mahasiswa Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD
Dr. H. Abdul Moeloek. Lampung : FK Lampung.
Taufiqurrohman. (2015). Berdamai dengan Stres.
https://books.google.co.id/books?id=W_LgCgAAQBAJ&printsec=frontco
ver&hl=id#v=onepage&q&f=false.
Tsai, Y.-C., & Lu, C.-H. (2012). Factors and Symptoms Associated with Work
Stress and Health-Promoting Lifestyles Among Hospital Staff: A Pilot
Project in Taiwan. BMC Health Servicas Research, 12:199.
114
Urip, Entin. (2015). Hubungan Shift Kerja dengan Stres Kerja pada Perawat di
Interna RSUD Prof Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Gorontalo :
Universitas Negeri Gorontalo.
Wahyu. (2015). Hubungan Tingkat Stress Kerja Perawat terhadap Mutu
Pelayanan Keperawatan di Ruang rawat inap RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. Yoyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan „Aisyiyah.
Wasis. (2006). Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Keperawatan. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
WHO. (2003). Work Organisation & Stress.
http://www.who.int/occupational_health/publications/en/oehstress.pdf
WHO. (2016). Gender, Women and Health.
http://apps.who.int/gender/whatisgender/en/.
Yongkang, Zhou., dkk. (2014). The Relationship among Role Conflict, Role
Ambiguity, Role Overload and Job Stress of Chinese Middle-Level Cadres.
Chinese Studies, 3(1):8-11.
Zyl, L. V., Eeden, C.V., & Rothmann, S. (2013). Job Insecurity and The
Emotional and Behavioral Consequence. Journal Bussiness Management,
44 (1).
Lampiran I
LAMPIRAN
KUESIONER PENELITIAN
NIOSH Generic Job Stress Questionnaire
Kepada Yth.
Bapak/Ibu/Saudara/i Perawat
di RS X Jakarta
Assalamualaikum wr.wb.
Salam Hormat.
Saya, Nurazizah mahasiswi program studi Kesehatan Masyarakat peminatan keselamatan dan
kesehatan kerja akan mengadakan penelitian yang berjudul “Faktor – Faktor yang
Berhubungan dengan Stres Kerja pada Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas III RS X Jakarta
Tahun 2017” dengan tujuan untuk faktor – faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada
perawat di ruang rawat inap kelas III RS X. Penelitian ini tidak akan menimbulkan hal
merugikan bagi bapak/ibu/saudara/i sebagai responden. Informasi yang didapatkan akan
dijamin kerahasiaannya dan hanya akan digunakan dalam kepentingan penelitian ini. Oleh
karena itu saya mohon agar bapak/ibu/saudara/i untuk menjawab pertanyaan ini dengan
objektif dan sejujur-jujurnya sesuai dengan kondisi bapak/ibu/saudara/i. Atas bantuan dan
kerja sama yang Anda berikan, saya ucapkan terima kasih.
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN
Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk menjadi
responden penelitian ini dan saya memahami dan menyadari bahwa penelitian ini bersifat
rahasia dan tidak akan memengaruhi atau mengakibatkan hal yang merugikan saya. Oleh
karena itu saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Jakarta, - - 20
Responden
( )
Petunjuk pengisian :
1. Bacalah setiap pertanyaan dan pilihan jawaban dengan seksama
2. Lingkari setiap pilihan jawaban yang tersedia untuk tipe pertanyaan ya-tidak atau dengan
skala sangat tidak setuju – sangat setuju / sangat mudah – sulit / tidak pernah – sangat
sering, dll.
Identitas Diri
Nama Lengkap :
No. Telepon/HP :
Ruang Rawat Inap :
Shift Kerja :
Tanggal & Jam Pengisian :
A. Informasi Pribadi
No Pertanyaan Diisi peneliti
A1 Jenis kelamin
[ ] A1 Perempuan Laki-laki
A2 Usia (sebutkan usia anda pada ulang tahun terakhir) :
............................................................... [ ] A2
A3 Status pernikahan
[ ] A3 Tidak menikah 2. Menikah
B. Informasi Umum Pekerjaan
No Pertanyaan Diisi peneliti
B1 Sudah berapa lama anda bekerja di rumah sakit ini?
..............Tahun ............ Bulan [ ] B1
B2
Pilihlah keadaan shift kerja anda saat ini....
[ ] B2 Rotasi shift setiap 8 jam kerja
Rotasi shift setiap 12 jam kerja
Tanpa rotasi shift
B3
Jika anda bekerja secara shift, bagaimana pola rotasi shift
anda?
Shift 8 jam, pagi-sore-malam
Shift 8 jam, malam-sore-pagi
Shift 8 jam, tanpa pola
Shift 12 jam, pagi-malam
Shift 12 jam, malam-pagi
Shift 12 jam, tanpa pola
[ ] B3
C. Lingkungan Fisik
No Menurut anda apakah lingkungan tempat anda bekerja
memiliki.....
1.
Benar
2.
Salah
Diisi
peneliti
C1 Tingkat kebisingan di area kerja saya tinggi 1 2 [ ] C1
C2 Tingkat pencahayaan di area kerja saya rendah atau gelap 1 2 [ ] C2
C3 Suhu di area kerja saya selama musim kemarau cenderung
nyaman 1 2 [ ] C3
C4 Suhu di area kerja saya selama musim hujan cenderung
nyaman 1 2 [ ] C4
C5 Kelembaban area kerja saya terlalu tinggi atau terlalu
rendah 1 2 [ ] C5
C6 Sirkulasi udara di area kerja saya baik 1 2 [ ] C6
C7 Udara di area kerja saya bersih dan bebas polusi 1 2 [ ] C7
NO :
No Menurut anda apakah lingkungan tempat anda bekerja
memiliki.....
1.
Benar
2.
Salah
Diisi
peneliti
C8 Saya terlindung dengan baik dari paparan bahan berbahaya
yang ada di lingkungan kerja 1 2 [ ] C8
C9 Secara keseluruhan, kualitas lingkungan fisik di tempat
kerja saya adalah buruk 1 2 [ ] C9
C10 Area kerja saya sangat berantakan 1 2 [ ] C10
D. Konflik Peran dan Ketaksaan Peran
*STTS : sangat tidak tepat sekali T : tepat TP : tidak tepat
STT : sangat tidak tepat ST : sangat tepat
KT : kurang tepat STS : sangat tepat sekali
No Pernyataan STTS STT KT TP T ST STS Diisi
peneliti
D1 Saya mengetahui hak saya
sebagai pekerja 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D1
D2
Saya mengetahui dengan jelas
rencana, sasaran dan tujuan
pekerjaan saya
1 2 3 4 5 6 7 [ ] D2
D3
Saya harus menyelesaikan
pekerjaan dengan cara yang
berbeda atau tidak biasa
1 2 3 4 5 6 7 [ ] D3
D4 Saya membagi waktu dengan
baik selama bekerja 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D4
D5
Saya mendapat tugas tanpa
adanya bantuan padahal saya
membutuhkannya
1 2 3 4 5 6 7 [ ] D5
D6 Saya mengetahui tanggung
jawab kerja saya 1 2 3 4 5 6 7 [ ] D6
D7
Saya harus melanggar peraturan
atau kebijakan untuk
menyelesaikan tugas saya
1 2 3 4 5 6 7 [ ] D7
D8
Saya bekerja dengan dua unit
atau lebih yang memiliki cara
bekerja berbeda dengan unit
saya
1 2 3 4 5 6 7 [ ] D8
D9
Saya mengetahui apa yang
diharapkan rumah sakit dari
hasil kerja saya
1 2 3 4 5 6 7 [ ] D9
D10
Saya mendapat permintaan kerja
yang bertentangan dari dua
orang atau lebih
1 2 3 4 5 6 7 [ ]
D10
D11
Cara saya menyelesaikan
pekerjaan tidak dapat diterima
orang lain
1 2 3 4 5 6 7 [ ]
D11
D12
Saya menerima tugas tanpa
sumber daya dan material yang
cukup untuk menyelesaikannya
1 2 3 4 5 6 7 [ ]
D12
D13 Saya mengetahui tugas yang 1 2 3 4 5 6 7 [ ]
No Pernyataan STTS STT KT TP T ST STS Diisi
peneliti
harus saya selesaikan selama
bekerja
D13
D14 Saya mengerjakan hal yang tidak
penting 1 2 3 4 5 6 7
[ ]
D14
E. Konflik Interpersonal
*STS : sangat tidak setuju N : netral SS : sangat setuju
TS : tidak setuju S : setuju
No Pernyataan STS TS N S SS Diisi
peneliti
E1 Ada kerukunan antar anggota unit saya 1 2 3 4 5 [ ] E1
E2 Dalam unit saya, kami sering berselisih
mengenai pekerjaan 1 2 3 4 5 [ ] E2
E3 Adanya perbedaan pendapat di antara anggota
unit saya 1 2 3 4 5 [ ] E3
E4 Adanya perselisihan di unit saya 1 2 3 4 5 [ ] E4
E5 Setiap anggota unit saya saling mendukung ide
anggota lainnya 1 2 3 4 5 [ ] E5
E6 Adanya perselisihan antar tim kerja di dalam
unit saya 1 2 3 4 5 [ ] E6
E7 Adanya keramahan diantara anggota unit saya 1 2 3 4 5 [ ] E7
E8 Adanya rasa kebersamaan di dalam unit saya 1 2 3 4 5 [ ] E8
E9 Adanya perselisihan antara unit saya dengan
unit lain 1 2 3 4 5 [ ] E9
E10 Adanya kesepakatan kerja antara unit saya
dengan unit lain 1 2 3 4 5 [ ] E10
E11 Unit lain menyembunyikan informasi penting
yang dibutuhkan unit saya 1 2 3 4 5 [ ] E11
E12
Hubungan antara unit saya dengan unit lain
berjalan rukun dalam mencapai tujuan
organisasi
1 2 3 4 5 [ ] E12
E13 Kurangnya rasa tolong menolong antara unit
saya dengan unit lain 1 2 3 4 5 [ ] E13
E14 Adanya kerjasama antara unit saya dengan unit
lain 1 2 3 4 5 [ ] E14
E15 Adanya perselisihan antara unit saya dengan
unit lain 1 2 3 4 5 [ ] E15
E16 Unit lain membuat masalah dengan unit saya 1 2 3 4 5 [ ] E16
F. Ketidakpastian Pekerjaan
*STY : sangat tidak yakin CY : cukup yakin SY : sangat yakin
TY : tidak yakin Y : yakin
No Pertanyaan STY TY CY Y SY Diisi
peneliti
F1 Apakah anda yakin dengan masa depan anda? 1 2 3 4 5 [ ] F1
F2
Seberapa yakin anda akan mendapat
kesempatan kenaikan jabatan beberapa tahun ke
depan?
1 2 3 4 5 [ ] F2
No Pertanyaan STY TY CY Y SY Diisi
peneliti
F3 Seberapa yakin keterampilan kerja anda akan
berguna dan bernilai lima tahun mendatang? 1 2 3 4 5 [ ] F3
F4
Seberapa yakin diri anda mengenai tanggung
jawab pekerjaan yang akan anda dapatkan
selama enam bulan ke depan?
1 2 3 4 5 [ ] F4
F5 Jika anda kehilangan pekerjaan, seberapa yakin
anda dapat mendukung diri anda sendiri? 1 2 3 4 5 [ ] F5
G. Skala Otoritas Kerja
*SK : sangat kecil CB : cukup besar SB : sangat besar
K : kecil B : besar
No Pertanyaan SK K CB B SB Diisi
Peneliti
G1 Berapa besar hak anda dalam mengatur
pekerjaan? 1 2 3 4 5 [ ] G1
G2 Berapa besar tugas anda dalam mengatur
ketersediaan pasokan alat di unit anda? 1 2 3 4 5 [ ] G2
G3 Berapa besar hak anda dalam mengatur urutan
pekerjaan yang akan dilakukan? 1 2 3 4 5 [ ] G3
G4 Berapa besar hak anda dalam menentukan
jumlah pekerjaan yang akan anda lakukan? 1 2 3 4 5 [ ] G4
G5 Berapa besar hak anda dalam menentukan
waktu penyelesaian pekerjaan? 1 2 3 4 5 [ ] G5
G6 Berapa besar pengaruh anda terhadap kualitas
pekerjaan anda? 1 2 3 4 5 [ ] G6
G7 Berapa besar hak anda dalam menata area
kerja? 1 2 3 4 5 [ ] G7
G8 Berapa besar hak anda dalam mengatur
pembagian tim kerja? 1 2 3 4 5 [ ] G8
G9 Berapa besar tugas anda dalam melakukan
pengawasan pekerjaan? 1 2 3 4 5 [ ] G9
G10 Berapa besar pengaruh anda dalam
pengambilan keputusan di unit anda? 1 2 3 4 5 [ ] G10
G11
Berapa besar pengaruh anda dalam
menentukan kebijakan dan prosedur di unit
anda?
1 2 3 4 5 [ ] G11
G12 Berapa besar tugas anda dalam memastikan
kesediaan material kerja? 1 2 3 4 5 [ ] G12
G13 Berapa besar tugas anda untuk memberikan
pelatihan terhadap anggota unit anda? 1 2 3 4 5 [ ] G13
G14 Berapa besar hak anda dalam menentukan
penataan peralatan kerja? 1 2 3 4 5 [ ] G14
G15 Selama bekerja, apakah anda memiliki waktu
untuk beristirahat sejenak? 1 2 3 4 5 [ ] G15
G16 Berapa besar pengaruh jabatan anda terhadap
pekerjaan di unit anda? 1 2 3 4 5 [ ] G16
H. Kesempatan Kerja
*SM : sangat mudah CM : cukup mudah SS : sangat sulit
M : mudah S : sulit
No Pertanyaan SM M CM S SS Diisi
peneliti
H1 Apakah mudah untuk mendapatkan pekerjaan di
rumah sakit lain? 1 2 3 4 5 [ ] H1
H2 Apakah mudah untuk menemukan pekerjaan di
rumah sakit lain sebaik pekerjaan anda saat ini? 1 2 3 4 5 [ ] H2
H3
Bagaimana anda menggambarkan ketersediaan
lowongan kerja di rumah sakit lain yang sesuai
dengan kemampuan anda?
1 2 3 4 5 [ ] H3
H4
Berapa besar kemungkinan anda untuk pindah
ke kota lain untuk mendapatkan pekerjaan di
rumah sakit lain?
1 2 3 4 5 [ ] H4
I. Tuntutan Kerja
*TP : tidak pernah KK : kadang-kadang SS : sangat sering
J : jarang S : sering
No Pertanyaan TP J KK S SS Diisi
peneliti
I1 Seberapa sering anda dituntut bekerja sangat
cepat? 1 2 3 4 5 [ ] I1
I2 Seberapa sering anda dituntut bekerja sangat
keras? 1 2 3 4 5 [ ] I2
I3 Seberapa sering pekerjaan anda sangat menyita
waktu anda? 1 2 3 4 5 [ ] I3
I4
Seberapa sering anda diharuskan mengambil
keputusan besar yang berkaitan dengan pekerjaan
anda?
1 2 3 4 5 [ ] I4
I5 Seberapa sering beban kerja anda bertambah? 1 2 3 4 5 [ ] I5
I6 Seberapa sering anda harus meningkatkan
konsentrasi selama bekerja? 1 2 3 4 5 [ ] I6
I7 Seberapa sering anda diharuskan berpikir dengan
cepat selama bekerja? 1 2 3 4 5 [ ] I7
I8 Seberapa sering anda menggunakan kemampuan
dan pengetahuan yang didapat ketika sekolah? 1 2 3 4 5 [ ] I8
I9
Seberapa sering anda diberi kesempatan untuk
melakukan pekerjaan dengan menggunakan
kemampuan terbaik anda?
1 2 3 4 5 [ ] I9
I10 Seberapa sering anda menggunakan keterampilan
yang didapat pelatihan dalam pekerja? 1 2 3 4 5 [ ] I10
J. Beban Kerja dan Tanggung Jawab
*TA : tidak ada AB : agak banyak SB : sangat banyak
TTB : tidak terlalu banyak B : banyak
No Pertanyaan TA TTB AB B SB Diisi
peneliti
J1 Berapa banyak beban kerja yang memperlambat
anda? 1 2 3 4 5 [ ] J1
No Pertanyaan TA TTB AB B SB Diisi
peneliti
J2 Selama bekerja, berapa banyak waktu yang
anda gunakan untuk berpikir dan merenung? 1 2 3 4 5 [ ] J2
J3 Berapa banyak beban kerja anda? 1 2 3 4 5 [ ] J3
J4 Berapa banyak pekerjaan yang harus anda
selesaikan? 1 2 3 4 5 [ ] J4
J5 Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan seluruh pekerjaan? 1 2 3 4 5 [ ] J5
J6 Berapa banyak tugas anda dalam bekerja? 1 2 3 4 5 [ ] J6
J7 Berapa banyak ketenangan yang anda rasakan
diantara beban kerja yang berat? 1 2 3 4 5 [ ] J7
J8 Berapa besar tanggung jawab anda terhadap
masa depan orang lain? 1 2 3 4 5 [ ] J8
J9 Berapa besar tanggung jawab anda terhadap
keamanan kerja orang lain? 1 2 3 4 5 [ ] J9
J10 Berapa besar tanggung jawab anda terhadap
moral orang lain? 1 2 3 4 5 [ ] J10
J11 Berapa besar tanggung jawab anda terhadap
kesejahteraan dan kehidupan orang lain? 1 2 3 4 5 [ ] J11
K. Tuntutan Mental
*SS : sangat setuju ATS : agak tidak setuju
AS : agak setuju STS : sangat tidak setuju
No Pernyataan SS AS ATS STS Diisi
peneliti
K1 Pekerjaan saya membutuhkan konsentrasi tinggi 1 2 3 4 [ ] K1
K2 Pekerjaan saya mengharuskan saya mengingat
banyak hal 1 2 3 4 [ ] K2
K3 Saya harus selalu fokus bekerjas sepanjang waktu 1 2 3 4 [ ] K3
K4 Saya selalu bekerja dengan santai tetapi pekerjaan
saya tetap selesai dengan baik 1 2 3 4 [ ] K4
K5 Saya tetap dapat bekerja meskipun pikiran saya
sedang tidak fokus 1 2 3 4 [ ] K5
L. Penilaian Diri
*STS : sangat tidak setuju N : netral SS : sangat setuju
TS : tidak setuju S : setuju
No Pernyataan STS TS N S SS Diisi
peneliti
L1 Secara keseluruhan, saya merasa puas dengan
diri saya 1 2 3 4 5 [ ] L1
L2 Saya merasa saya tidak cukup untuk
dibanggakan 1 2 3 4 5 [ ] L2
L3 Terkadang saya merasa tidak berguna 1 2 3 4 5 [ ] L3
L4 Saya merasa bahwa saya berharap dan setara
dengan orang lain 1 2 3 4 5 [ ] L4
L5 Saya merasa saya memiliki kualitas diri yang
baik 1 2 3 4 5 [ ] L5
No Pernyataan STS TS N S SS Diisi
peneliti
L6 Saya cenderung merasa bahwa diri saya gagal 1 2 3 4 5 [ ] L6
L7 Saya berharap bisa lebih peduli terhadap diri
saya 1 2 3 4 5 [ ] L7
L8 Saya bisa melakukan pekerjaan sebaik yang
dilakukan orang lain 1 2 3 4 5 [ ] L8
L9 Terkadang, saya berpikir saya tidak bisa
melakukan apa-apa 1 2 3 4 5 [ ] L9
L10 Saya mengambil sikap positif dari diri saya 1 2 3 4 5 [ ] L10
M. Aktivitas di Luar Pekerjaan
No Pertanyaan 1.
Ya
2.
Tidak
Diisi
peneliti
M1 Apakah Anda saat ini memiliki pekerjaan di tempat kerja lain? 1 2 [ ] M1
M2 Apakah Anda memiliki anak di rumah? 1 2 [ ] M2
M3 Apakah tanggung jawab utama perawatan anak sehari-hari ada
pada anda? 1 2 [ ] M3
M4 Apakah tanggung jawab tugas pembersihan rumah sehari-hari
ada pada anda? 1 2 [ ] M4
M5 Apakah Anda memiliki tanggung jawab utama untuk perawatan
orang tua atau orang cacat secara teratur? 1 2 [ ] M5
M6 Apakah Anda saat ini sedang menempuh pendidikan lanjutan
atau mengambil kursus untuk penyesuaian ijazah? 1 2 [ ] M6
M7
Apakah Anda mengikuti organisasi sukarela atau agama
dimana Anda menghabiskan setidaknya 5 sampai 10 jam per
minggu?
1 2 [ ] M7
M8 Apakah Anda mengalami kemacetan pada aktivitas bekerja
sehari-hari? 1 2 [ ] M8
N. Dukungan Sosial
*TP : tidak pernah bercerita masalah pribadi KM : kadang membantu
TM : tidak membantu SM : sangat membantu/mudah
JM : jarang membantu
No Pertanyaan TP TM JM KM SM Diisi
Peneliti
N1 Apakah keberadaan atasan anda membuat
pekerjaan anda lebih mudah? 1 2 3 4 5 [ ] N1
N2 Apakah rekan kerja anda membuat
pekerjaan anda lebih mudah? 1 2 3 4 5 [ ] N2
N3 Apakah pasangan, teman, dan keluarga
membuat pekerjaan anda lebih mudah? 1 2 3 4 5 [ ] N3
N4 Apakah mudah berdiskusi mengenai
pekerjaan dengan atasan anda? 1 2 3 4 5 [ ] N4
N5 Apakah mudah berdiskusi mengenai
pekerjaan dengan rekan kerja anda? 1 2 3 4 5 [ ] N5
N6
Apakah mudah berdiskusi mengenai
pekerjaan dengan pasangan, teman, dan
keluarga anda?
1 2 3 4 5 [ ] N6
No Pertanyaan TP TM JM KM SM Diisi
Peneliti
N7 Apakah atasan anda mau membantu anda
ketika terjadi kesulitan saat bekerja? 1 2 3 4 5 [ ] N7
N8 Apakah rekan kerja anda mau membantu
anda ketika terjadi kesulitan saat bekerja? 1 2 3 4 5 [ ] N8
N9
Apakah pasangan, teman, dan keluarga
anda mau membantu anda ketika terjadi
kesulitan saat bekerja?
1 2 3 4 5 [ ] N9
N10 Apakah atasan anda mau mendengarkan
masalah pribadi anda? 1 2 3 4 5 [ ] N10
N11 Apakah rekan kerja anda mau
mendengarkan masalah pribadi anda? 1 2 3 4 5 [ ] N11
N12
Apakah pasangan, teman, dan keluarga
anda mau mendengarkan masalah pribadi
anda?
1 2 3 4 5 [ ] N12
O. Kepribadian Tipe A
No Pernyataan
Sangat
tidak
tepat
Tidak
tepat
Tidak
tahu Tepat
Sangat
tepat
Diisi
peneliti
O1 Saya sering merasa gelisah 1 2 3 4 5 [ ] O1
O2 Saya bekerja dengan cepat
dan energik 1 2 3 4 5 [ ] O2
O3 Saya sangat lambat ketika
berbicara di telepon 1 2 3 4 5 [ ] O3
O4 Saya sering terburu-buru
ketika mengerjakan apapun 1 2 3 4 5 [ ] O4
O5
Saya sering menggerakkan
tangan dan kepala ketika
berbicara
1 2 3 4 5 [ ] O5
O6 Saya jarang mengebut ketika
berkendara 1 2 3 4 5 [ ] O6
O7 Saya suka pekerjaan yang
berpindah-pindah tempat 1 2 3 4 5 [ ] O7
O8 Orang-orang menganggap
saya lebih diam dari biasanya 1 2 3 4 5 [ ] O8
O9 Gaya berbicara saya lembut
dibandingkan orang lain 1 2 3 4 5 [ ] O9
O10 Saya selalu menulis dengan
cepat 1 2 3 4 5 [ ] O10
O11 Saya lambat dan hati-hati
dalam bekerja 1 2 3 4 5 [ ] O11
O12 Cara makan saya lambat 1 2 3 4 5 [ ] O12
O13 Saya senang mengebut ketika
berkendara 1 2 3 4 5 [ ] O13
O14 Saya senang bekerja dengan
lambat dan hati-hati 1 2 3 4 5 [ ] O14
O15 Cara berbicara saya lambat 1 2 3 4 5 [ ] O15
O16 Saya membiarkan masalah 1 2 3 4 5 [ ] O16
No Pernyataan
Sangat
tidak
tepat
Tidak
tepat
Tidak
tahu Tepat
Sangat
tepat
Diisi
peneliti
selesai dengan sendirinya
O17 Saya senang memenaruhi
orang lain 1 2 3 4 5 [ ] O17
O18 Cara berjalan saya lambat 1 2 3 4 5 [ ] O18
O19 Cara makan saya cepat 1 2 3 4 5 [ ] O19
O20 Saya biasa bekerja dengan
cepat 1 2 3 4 5 [ ] O20
P. Perubahan Fisiologis
*TP : tidak pernah KK : kadang-kadang SS : sangat sering
J : jarang S : sering
No Apakah setelah bekerja, anda mengalami
keluhan berikut ini? TP J KK S SS
Diisi
peneliti
P1 Wajah terasa panas 1 2 3 4 5 [ ] P1
P2 Berkeringat banyak 1 2 3 4 5 [ ] P2
P3 Mulut terasa kering 1 2 3 4 5 [ ] P3
P4 Otot terasa kaku dan tegang 1 2 3 4 5 [ ] P4
P5 Anda merasa sakit kepala 1 2 3 4 5 [ ] P5
P6 Anda merasa kram di kepala atau migrain 1 2 3 4 5 [ ] P6
P7 Anda merasa ada gumpalan di tenggorokan atau
perasaan tersendat 1 2 3 4 5 [ ] P7
P8 Tangan anda gemetar tanpa diketahui
penyebabnya 1 2 3 4 5 [ ] P8
P9 Sesak napas meskipun sedang tidak bekerja
yang berat 1 2 3 4 5 [ ] P9
P10 Anda merasa jantung anda berdetak cepat 1 2 3 4 5 [ ] P10
P11 Tangan berkeringat banyak 1 2 3 4 5 [ ] P11
P12 Anda merasa pusing 1 2 3 4 5 [ ] P12
P13 Anda mengalami sakit perut saat gugup atau
bingung 1 2 3 4 5 [ ] P13
P14 Jantung terasa berdebar-debar atau nyeri dada 1 2 3 4 5 [ ] P14
P15 Anda mengalami sakit yang memengaruhi
pekerjaan anda 1 2 3 4 5 [ ] P15
P16 Kehilangan nafsu makan 1 2 3 4 5 [ ] P16
P17 Gangguan pada tidur malam hari 1 2 3 4 5 [ ] P17
Q. Perubahan Psikologis
*0 : hampir tidak pernah (kurang dari 1 hari)
1 : jarang terjadi (sekitar 1-2 hari)
2 : kadang-kadang terjadi (sekitar 3-4 hari)
3 : hampir terjadi setiap waktu (sekitar 5-7 hari)
No Apakah setelah bekerja, anda mengalami
keluhan berikut ini?
< 1
hari
1-2
hari
3-4
hari
5-7
hari
Diisi
Peneliti
Q1 Saya merasa terganggu dengan hal yang
biasanya tidak mengganggu 0 1 2 3 [ ] Q1
Q2 Nafsu makan saya menurun 0 1 2 3 [ ] Q2
Q3 Saya tidak dapat menghilangkan rasa sedih 0 1 2 3 [ ] Q3
No Apakah setelah bekerja, anda mengalami
keluhan berikut ini?
< 1
hari
1-2
hari
3-4
hari
5-7
hari
Diisi
Peneliti
meskipun telah dibantu teman atau keluarga
saya
Q4 Saya merasa diri saya sebaik orang lain 0 1 2 3 [ ] Q4
Q5 Saya sulit berkonsentrasi dalam bekerja 0 1 2 3 [ ] Q5
Q6 Saya merasa tertekan atau depresi 0 1 2 3 [ ] Q6
Q7 Saya merasa semua yang saya lakukan adalah
sebuah usaha 0 1 2 3 [ ] Q7
Q8 Saya merasa optimis terhadap masa depan
saya 0 1 2 3 [ ] Q8
Q9 Saya merasa hidup saya merupakan sebuah
kegagalan 0 1 2 3 [ ] Q9
Q10 Saya merasa ketakutan 0 1 2 3 [ ] Q10
Q11 Saya merasa gelisah ketika tidur 0 1 2 3 [ ] Q11
Q12 Saya merasa senang 0 1 2 3 [ ] Q12
Q13 Saya berbicara lebih sedikit daripada biasanya 0 1 2 3 [ ] Q13
Q14 Saya merasa kesepian 0 1 2 3 [ ] Q14
Q15 Saya merasa orang-orang tidak ramah 0 1 2 3 [ ] Q15
Q16 Saya menikmati hidup saya 0 1 2 3 [ ] Q16
Q17 Saya mudah menangis 0 1 2 3 [ ] Q17
Q18 Saya merasa sedih 0 1 2 3 [ ] Q18
Q19 Saya merasa orang-orang tidak menyukai
saya 0 1 2 3 [ ] Q19
Q20 Saya sulit mengalihkan perhatian saya 0 1 2 3 [ ] Q20
R. Perubahan Perilaku
No Pertanyaan 1.
Ya
2.
Tidak
Diisi
peneliti
R1 Apakah anda seorang perokok? 1 2 [ ] R1
R2 Jika “ya”, apakah anda menjadi seorang perokok sebelum
bekerja di ruang rawat inap kelas III RS X? 1 2 [ ] R2
R3 Selama 6 bulan terakhir, apakah anda mengalami kecelakaan
kerja? 1 2 [ ] R3
R4 Selama 1 bulan terakhir, apakah anda kehilangan hari kerja
karena sakit? 1 2 [ ] R4
Terima kasih atas kesediaan bapak/ibu/saudara/i menjawab pertanyaan pada
kuesioner ini dengan lengkap
Mohon diperiksa kembali jawaban anda dan pastikan sudah terisi seluruhan
Lampiran II
OUTPUT HASIL ANALISA DATA
A. Uji Normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
LING_FIS .166 102 .000 .907 102 .000
KON_PER .132 102 .000 .959 102 .003
KET_PER .146 102 .000 .899 102 .000
KON_INT .155 102 .000 .936 102 .000
KET_PEK .173 102 .000 .939 102 .000
KES_KER .274 102 .000 .873 102 .000
KON_KER .095 102 .024 .970 102 .020
JUML_BEB .185 102 .000 .924 102 .000
VAR_BEB .143 102 .000 .933 102 .000
TAN_JAW .146 102 .000 .959 102 .003
KEM_GUN .270 102 .000 .858 102 .000
TUT_MEN .213 102 .000 .810 102 .000
AKT_LUAR .212 102 .000 .840 102 .000
KEP_A .145 102 .000 .952 102 .001
PEN_DIR .156 102 .000 .939 102 .000
DUK_SOS .259 102 .000 .649 102 .000
STRES .136 102 .000 .963 102 .006
a. Lilliefors Significance Correction
B. Analisis Univariat
Descriptives
Statistic Std. Error
USIA Mean 28.88 .647
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 27.60
Upper Bound 30.17
5% Trimmed Mean 28.34
Median 26.00
Variance 42.719
Std. Deviation 6.536
Minimum 22
Maximum 49
Range 27
Interquartile Range 9
Skewness 1.238 .239
Kurtosis .615 .474
MASA KERJA Mean 5.0846 .62575
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.8433
Upper Bound 6.3259
5% Trimmed Mean 4.3133
Median 2.1000
Variance 39.939
Std. Deviation 6.31973
Minimum .06
Maximum 25.02
Range 24.96
Interquartile Range 6.92
Skewness 1.793 .239
Kurtosis 2.523 .474
LING_FIS Mean 1.2324 .01906
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.1945
Upper Bound 1.2702
5% Trimmed Mean 1.2239
Median 1.2000
Variance .037
Std. Deviation .19251
Minimum 1.00
Maximum 1.70
Range .70
Interquartile Range .32
Skewness .360 .239
Kurtosis -.934 .474
KON_PER Mean 3.3113 .07589
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.1607
Upper Bound 3.4618
5% Trimmed Mean 3.3291
Median 3.5000
Variance .587
Std. Deviation .76647
Minimum 1.62
Maximum 5.00
Range 3.38
Interquartile Range 1.03
Skewness -.338 .239
Kurtosis -.763 .474
KET_PER Mean 2.6144 .06042
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.4945
Upper Bound 2.7342
5% Trimmed Mean 2.5793
Median 2.6667
Variance .372
Std. Deviation .61023
Minimum 1.67
Maximum 5.67
Range 4.00
Interquartile Range .83
Skewness 1.409 .239
Kurtosis 5.323 .474
KON_INT Mean 2.2727 .04256
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.1882
Upper Bound 2.3571
5% Trimmed Mean 2.2584
Median 2.1875
Variance .185
Std. Deviation .42986
Minimum 1.31
Maximum 3.56
Range 2.25
Interquartile Range .50
Skewness .755 .239
Kurtosis .572 .474
KET_PEK Mean 2.1471 .06791
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.0123
Upper Bound 2.2818
5% Trimmed Mean 2.1368
Median 2.0000
Variance .470
Std. Deviation .68588
Minimum 1.00
Maximum 3.80
Range 2.80
Interquartile Range 1.20
Skewness .356 .239
Kurtosis -.698 .474
KES_KER Mean 3.4314 .06005
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.3123
Upper Bound 3.5505
5% Trimmed Mean 3.4175
Median 3.2500
Variance .368
Std. Deviation .60644
Minimum 1.75
Maximum 5.00
Range 3.25
Interquartile Range .56
Skewness .566 .239
Kurtosis 1.551 .474
KON_KER Mean 2.7469 .06452
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.6189
Upper Bound 2.8749
5% Trimmed Mean 2.7290
Median 2.6875
Variance .425
Std. Deviation .65162
Minimum 1.50
Maximum 4.88
Range 3.38
Interquartile Range .89
Skewness .342 .239
Kurtosis .424 .474
JUML_BEB Mean 3.4403 .03021
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.3804
Upper Bound 3.5002
5% Trimmed Mean 3.4548
Median 3.4545
Variance .093
Std. Deviation .30508
Minimum 2.73
Maximum 3.91
Range 1.18
Interquartile Range .45
Skewness -.616 .239
Kurtosis -.364 .474
VAR_BEB Mean 3.8389 .06810
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.7038
Upper Bound 3.9740
5% Trimmed Mean 3.8528
Median 3.9286
Variance .473
Std. Deviation .68782
Minimum 2.43
Maximum 5.00
Range 2.57
Interquartile Range .61
Skewness -.123 .239
Kurtosis -.163 .474
TAN_JAW Mean 3.0882 .09227
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.9052
Upper Bound 3.2713
5% Trimmed Mean 3.1114
Median 3.0000
Variance .868
Std. Deviation .93187
Minimum 1.00
Maximum 5.00
Range 4.00
Interquartile Range 1.00
Skewness -.197 .239
Kurtosis -.578 .474
KEM_GUN Mean 2.0523 .06051
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.9323
Upper Bound 2.1723
5% Trimmed Mean 2.0472
Median 2.0000
Variance .373
Std. Deviation .61113
Minimum 1.00
Maximum 4.00
Range 3.00
Interquartile Range .33
Skewness .098 .239
Kurtosis .426 .474
TUT_MEN Mean 1.5549 .04921
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.4573
Upper Bound 1.6525
5% Trimmed Mean 1.5499
Median 1.5000
Variance .247
Std. Deviation .49705
Minimum 1.00
Maximum 2.20
Range 1.20
Interquartile Range 1.00
Skewness .109 .239
Kurtosis -1.736 .474
AKT_LUAR Mean .2610 .01597
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound .2293
Upper Bound .2927
5% Trimmed Mean .2470
Median .2500
Variance .026
Std. Deviation .16131
Minimum .00
Maximum .75
Range .75
Interquartile Range .25
Skewness 1.158 .239
Kurtosis 1.599 .474
KEP_A Mean 3.2078 .02560
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.1571
Upper Bound 3.2586
5% Trimmed Mean 3.2161
Median 3.2500
Variance .067
Std. Deviation .25859
Minimum 2.55
Maximum 4.00
Range 1.45
Interquartile Range .36
Skewness -.285 .239
Kurtosis .623 .474
PEN_DIR Mean 3.5794 .02791
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 3.5240
Upper Bound 3.6348
5% Trimmed Mean 3.5871
Median 3.6000
Variance .079
Std. Deviation .28191
Minimum 3.00
Maximum 4.10
Range 1.10
Interquartile Range .50
Skewness -.413 .239
Kurtosis -.525 .474
DUK_SOS Mean 4.6046 .06070
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 4.4842
Upper Bound 4.7250
5% Trimmed Mean 4.6843
Median 4.8333
Variance .376
Std. Deviation .61301
Minimum 1.00
Maximum 5.00
Range 4.00
Interquartile Range .83
Skewness -3.049 .239
Kurtosis 13.550 .474
STRES Mean 1.3180 .03811
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.2424
Upper Bound 1.3936
5% Trimmed Mean 1.3092
Median 1.3171
Variance .148
Std. Deviation .38486
Minimum .44
Maximum 2.44
Range 2.00
Interquartile Range .55
Skewness .388 .239
Kurtosis -.366 .474
C. Analisis Bivariat
Correlations
STRES LING_FIS
Spearman's rho STRES Correlation Coefficient 1.000 -.160
Sig. (2-tailed) . .109
N 102 102
LING_FIS Correlation Coefficient -.160 1.000
Sig. (2-tailed) .109 .
N 102 102
Correlations
STRES KON_PER
Spearman's rho STRES Correlation Coefficient 1.000 .110
Sig. (2-tailed) . .272
N 102 102
KON_PER Correlation Coefficient .110 1.000
Sig. (2-tailed) .272 .
N 102 102
Correlations
STRES KET_PER
Spearman's rho STRES Correlation Coefficient 1.000 .200*
Sig. (2-tailed) . .044
N 102 102
KET_PER Correlation Coefficient .200* 1.000
Sig. (2-tailed) .044 .
N 102 102
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
STRES KON_INT
Spearman's rho STRES Correlation Coefficient 1.000 .151
Sig. (2-tailed) . .129
N 102 102
KON_INT Correlation Coefficient .151 1.000
Sig. (2-tailed) .129 .
N 102 102
Correlations
STRES KET_PEK
Spearman's rho STRES Correlation Coefficient 1.000 .358**
Sig. (2-tailed) . .000
N 102 102
KET_PEK Correlation Coefficient .358** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 102 102
Correlations
STRES KON_KER
Spearman's rho STRES Correlation Coefficient 1.000 -.014
Sig. (2-tailed) . .886
N 102 102
KON_KER Correlation Coefficient -.014 1.000
Sig. (2-tailed) .886 .
N 102 102
Correlations
STRES KES_KER
Spearman's rho STRES Correlation Coefficient 1.000 .271**
Sig. (2-tailed) . .006
N 102 102
KES_KER Correlation Coefficient .271** 1.000
Sig. (2-tailed) .006 .
N 102 102
Correlations
STRES JUML_BEB
Spearman's rho STRES Correlation Coefficient 1.000 -.091
Sig. (2-tailed) . .362
N 102 102
JUML_BEB Correlation Coefficient -.091 1.000
Sig. (2-tailed) .362 .
N 102 102
Correlations
STRES VAR_BEB
Spearman's rho STRES Correlation Coefficient 1.000 -.199*
Sig. (2-tailed) . .045
N 102 102
VAR_BEB Correlation Coefficient -.199* 1.000
Sig. (2-tailed) .045 .
N 102 102
Correlations
STRES TAN_JAW
Spearman's rho STRES Correlation Coefficient 1.000 .397**
Sig. (2-tailed) . .000
N 102 102
TAN_JAW Correlation Coefficient .397** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 102 102
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
STRES KEM_GUN
Spearman's rho STRES Correlation Coefficient 1.000 .316**
Sig. (2-tailed) . .001
N 102 102
KEM_GUN Correlation Coefficient .316** 1.000
Sig. (2-tailed) .001 .
N 102 102
Correlations
STRES TUT_MEN
Spearman's rho STRES Correlation Coefficient 1.000 -.003
Sig. (2-tailed) . .976
N 102 102
TUT_MEN Correlation Coefficient -.003 1.000
Sig. (2-tailed) .976 .
N 102 102
Correlations
STRES AKT_LUAR
Spearman's rho STRES Correlation Coefficient 1.000 -.008
Sig. (2-tailed) . .935
N 102 102
AKT_LUAR Correlation Coefficient -.008 1.000
Sig. (2-tailed) .935 .
N 102 102
Correlations
STRES USIA
Spearman's rho STRES Correlation Coefficient 1.000 -.060
Sig. (2-tailed) . .547
N 102 102
USIA Correlation Coefficient -.060 1.000
Sig. (2-tailed) .547 .
N 102 102
Correlations
STRES MASA KERJA
Spearman's rho STRES Correlation Coefficient 1.000 -.004
Sig. (2-tailed) . .965
N 102 102
MASA KERJA Correlation Coefficient -.004 1.000
Sig. (2-tailed) .965 .
N 102 102
Correlations
STRES KEP_A
Spearman's rho STRES Correlation Coefficient 1.000 .011
Sig. (2-tailed) . .915
N 102 102
KEP_A Correlation Coefficient .011 1.000
Sig. (2-tailed) .915 .
N 102 102
Correlations
STRES PEN_DIR
Spearman's rho STRES Correlation Coefficient 1.000 -.062
Sig. (2-tailed) . .536
N 102 102
PEN_DIR Correlation Coefficient -.062 1.000
Sig. (2-tailed) .536 .
N 102 102
Correlations
STRES DUK_SOS
Spearman's rho STRES Correlation Coefficient 1.000 -.337**
Sig. (2-tailed) . .001
N 102 102
DUK_SOS Correlation Coefficient -.337** 1.000
Sig. (2-tailed) .001 .
N 102 102
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
D. Analisis Multivariat
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered Variables Removed Method
1 DUK_SOS, LING_FIS, TAN_JAW, KES_KER, VAR_BEB, KON_INT, KET_PER, KET_PEK, KEM_GUN
a
. Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: STRES
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1 .721a .520 .473 .27928
a. Predictors: (Constant), DUK_SOS, LING_FIS, TAN_JAW, KES_KER, VAR_BEB, KON_INT, KET_PER, KET_PEK, KEM_GUN
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 7.784 9 .865 11.089 .000a
Residual 7.176 92 .078
Total 14.960 101
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .465 .540 .862 .391
LING_FIS -.066 .173 -.033 -.380 .705
KET_PER .049 .057 .078 .873 .385
KON_INT -.073 .078 -.082 -.941 .349
KET_PEK .165 .048 .295 3.419 .001
KES_KER .032 .050 .050 .643 .522
VAR_BEB -.026 .069 -.046 -.375 .709
TAN_JAW .183 .032 .444 5.774 .000
KEM_GUN .246 .080 .391 3.084 .003
DUK_SOS -.101 .055 -.161 -1.842 .069
a. Dependent Variable: STRES
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered Variables Removed Method
1 DUK_SOS, LING_FIS, TAN_JAW, KES_KER, KEM_GUN, KON_INT, KET_PER, KET_PEK
a
. Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: STRES
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1 .721a .520 .478 .27799
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 7.773 8 .972 12.574 .000a
Residual 7.187 93 .077
Total 14.960 101
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .341 .424 .804 .423
LING_FIS -.063 .172 -.032 -.369 .713
KET_PER .043 .054 .068 .801 .425
KON_INT -.074 .078 -.082 -.952 .344
KET_PEK .164 .048 .292 3.417 .001
KES_KER .034 .049 .054 .695 .489
TAN_JAW .182 .031 .440 5.808 .000
KEM_GUN .270 .049 .428 5.478 .000
DUK_SOS -.103 .054 -.164 -1.891 .062
a. Dependent Variable: STRES
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered Variables Removed Method
1 DUK_SOS, TAN_JAW, KES_KER, KON_INT, KEM_GUN, KET_PEK, KET_PER
a
. Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: STRES
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1 .720a .519 .483 .27671
a. Predictors: (Constant), DUK_SOS, TAN_JAW, KES_KER, KON_INT, KEM_GUN, KET_PEK, KET_PER
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 7.763 7 1.109 14.483 .000a
Residual 7.197 94 .077
Total 14.960 101
a. Predictors: (Constant), DUK_SOS, TAN_JAW, KES_KER, KON_INT, KEM_GUN, KET_PEK, KET_PER
b. Dependent Variable: STRES
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .291 .400 .727 .469
KET_PER .042 .053 .067 .788 .432
KON_INT -.086 .070 -.096 -1.236 .220
KET_PEK .171 .044 .304 3.850 .000
KES_KER .030 .048 .048 .635 .527
TAN_JAW .183 .031 .443 5.908 .000
KEM_GUN .268 .049 .426 5.492 .000
DUK_SOS -.103 .054 -.164 -1.897 .061
a. Dependent Variable: STRES
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered Variables Removed Method
1 DUK_SOS, TAN_JAW, KON_INT, KEM_GUN, KET_PEK, KET_PER
a
. Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: STRES
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1 .719a .517 .486 .27584
a. Predictors: (Constant), DUK_SOS, TAN_JAW, KON_INT, KEM_GUN, KET_PEK, KET_PER
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 7.732 6 1.289 16.937 .000a
Residual 7.228 95 .076
Total 14.960 101
a. Predictors: (Constant), DUK_SOS, TAN_JAW, KON_INT, KEM_GUN, KET_PEK, KET_PER
b. Dependent Variable: STRES
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .330 .394 .839 .404
KET_PER .043 .053 .069 .817 .416
KON_INT -.088 .069 -.099 -1.274 .206
KET_PEK .178 .043 .317 4.149 .000
TAN_JAW .185 .031 .447 6.004 .000
KEM_GUN .272 .048 .432 5.632 .000
DUK_SOS -.094 .052 -.150 -1.802 .075
a. Dependent Variable: STRES
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered Variables Removed Method
1 DUK_SOS, TAN_JAW, KON_INT, KEM_GUN, KET_PEK
a
. Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: STRES
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1 .717a .513 .488 .27536
a. Predictors: (Constant), DUK_SOS, TAN_JAW, KON_INT, KEM_GUN, KET_PEK
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 7.681 5 1.536 20.260 .000a
Residual 7.279 96 .076
Total 14.960 101
a. Predictors: (Constant), DUK_SOS, TAN_JAW, KON_INT, KEM_GUN, KET_PEK
b. Dependent Variable: STRES
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .467 .356 1.313 .192
KON_INT -.074 .067 -.083 -1.108 .271
KET_PEK .179 .043 .319 4.183 .000
TAN_JAW .186 .031 .451 6.075 .000
KEM_GUN .278 .048 .441 5.817 .000
DUK_SOS -.110 .048 -.176 -2.277 .025
a. Dependent Variable: STRES
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered Variables Removed Method
1 DUK_SOS, TAN_JAW, KEM_GUN, KET_PEK
a
. Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: STRES
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1 .712a .507 .487 .27568
a. Predictors: (Constant), DUK_SOS, TAN_JAW, KEM_GUN, KET_PEK
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 7.588 4 1.897 24.960 .000a
Residual 7.372 97 .076
Total 14.960 101
a. Predictors: (Constant), DUK_SOS, TAN_JAW, KEM_GUN, KET_PEK
b. Dependent Variable: STRES
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .327 .333 .983 .328
KET_PEK .172 .042 .306 4.058 .000
TAN_JAW .183 .031 .443 5.990 .000
KEM_GUN .266 .047 .423 5.705 .000
DUK_SOS -.106 .048 -.169 -2.195 .031
a. Dependent Variable: STRES
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered Variables Removed Method
1 DUK_SOS, TAN_JAW, KEM_GUN, KET_PEK
a
. Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: STRES
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .712a .507 .487 .27568 1.806
a. Predictors: (Constant), DUK_SOS, TAN_JAW, KEM_GUN, KET_PEK
b. Dependent Variable: STRES
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 7.588 4 1.897 24.960 .000a
Residual 7.372 97 .076
Total 14.960 101
a. Predictors: (Constant), DUK_SOS, TAN_JAW, KEM_GUN, KET_PEK
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1 .720a .519 .483 .27671
b. Dependent Variable: STRES
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .327 .333 .983 .328
KET_PEK .172 .042 .306 4.058 .000 .894 1.119
TAN_JAW .183 .031 .443 5.990 .000 .929 1.077
KEM_GUN .266 .047 .423 5.705 .000 .926 1.080
DUK_SOS -.106 .048 -.169 -2.195 .031 .856 1.169
a. Dependent Variable: STRES
Coefficient Correlationsa
Model DUK_SOS TAN_JAW KEM_GUN KET_PEK
1 Correlations DUK_SOS 1.000 .191 .199 .300
TAN_JAW .191 1.000 .192 .140
KEM_GUN .199 .192 1.000 -.020
KET_PEK .300 .140 -.020 1.000
Covariances DUK_SOS .002 .000 .000 .001
TAN_JAW .000 .001 .000 .000
KEM_GUN .000 .000 .002 -3.942E-5
KET_PEK .001 .000 -3.942E-5 .002
a. Dependent Variable: STRES
Collinearity Diagnosticsa
Model Dimension Eigenvalue Condition Index
Variance Proportions
(Constant) KET_PEK TAN_JAW KEM_GUN DUK_SOS
1 1 4.766 1.000 .00 .00 .00 .00 .00
2 .104 6.773 .00 .20 .40 .13 .00
3 .079 7.782 .00 .54 .02 .42 .00
4 .047 10.099 .01 .03 .38 .27 .15
5 .005 31.724 .99 .22 .20 .18 .84
a. Dependent Variable: STRES
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value .9118 2.3481 1.3180 .27410 102
Std. Predicted Value -1.482 3.758 .000 1.000 102
Standard Error of Predicted Value
.029 .182 .057 .021 102
Adjusted Predicted Value .8909 2.3284 1.3143 .27307 102
Residual -.98233 .75948 .00000 .27017 102
Std. Residual -3.563 2.755 .000 .980 102
Stud. Residual -3.722 2.818 .006 1.018 102
Deleted Residual -1.07203 .81268 .00377 .29336 102
Stud. Deleted Residual -4.000 2.925 .005 1.039 102
Mahal. Distance .156 42.868 3.961 4.895 102
Cook's Distance .000 .755 .019 .080 102
Centered Leverage Value .002 .424 .039 .048 102
a. Dependent Variable: STRES
Charts