faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja … · peminatan keselamatan dan kesehatan kerja...
TRANSCRIPT
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES KERJA
PADA POLISI LALU LINTAS DI POLRES METRO JAKARTA PUSAT
BULAN APRIL-AGUSTUS TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH :
DIANA AULYA
NIM : 109101000028
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1434 H / 2013 M
i
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Agustus 2013
Diana Aulya, NIM : 109101000028
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES KERJA
PADA POLISI LALU LINTAS DI POLRES METRO JAKARTA PUSAT
BULAN APRIL-AGUSTUS TAHUN 2013
(xxi + 129 halaman, 19 tabel, 1 gambar, 2 bagan, 3 lampiran)
ABSTRAK
Pekerjaan sebagai Polisi Lalu Lintas merupakan pekerjaan yang mencakup
banyak aspek, sulit, berbahaya, dan stressfull. Selain itu lingkungan pekerjaan yang
tidak nyaman, seperti bising, debu, panas, asap dan udara kotor yang semuanya ini dapat
menjadi penyebab meningkatnya stres dalam bekerja. Dari hal tersebut peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan stres
kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April – Agustus tahun
2013.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross-
sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah Polisi Lalu Lintas yang berjumlah 65
responden. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari instansi
terkait dan data primer yang diperoleh melalui wawancara dan observasi kepada
responden.
Dari hasil penelitian diperoleh sebesar 52,3% responden mengalami stres kerja
ringan dan 23,1% tidak mengalami stres kerja. Kemudian dari hasil analisis bivariat
dengan tingkat kemaknaan 5%, diperoleh tiga faktor yang berhubungan dengan stres
kerja yakni beban kerja dengan p value 0,030, promosi dengan p value 0,046, dan umur
dengan p value 0,012.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka saran yang dapat diberikan kepada
instansi dan polisi lalu lintas khususnya di Polres Metro Jakarta Pusat yaitu instansi
mampu mengoptimalkan pelatihan dan pendidikan terkait resiko dan bahaya pekerjaan
yang dilakukan oleh polisi lalu lintas, sehingga resiko bahaya psikososial dapat
dikurangi dan juga untuk polisi lalu lintas agar membiasakan diri untuk nyaman dengan
pekerjaan yang dilakukan dan bisa mengatur waktu secara efektif dan efisien.
Kata Kunci : Faktor-Faktor Stres Kerja, Polisi Lalu Lintas, Cross Sectional
Daftar Bacaan : 57 (1984-2012)
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
MAJOR OF OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH
Undergraduated Thesis, Agustus 2013
Diana Aulya, NIM: 109101000028
FACTORS ASSOCIATED WITH JOB STRESS ON TRAFFIC POLICE IN
METRO CENTRAL JAKARTA POLRES MONTH OF APRIL-AUGUST 2013
(xxi + 129 pages, 19 tables, 1 pictures, 2 Chart, 3 attachments)
ABSTRACT
A job as traffic police was occupation is to encompass many aspects, difficult,
dangerous, and stressfull. In addition, the environment work that is uncomfortable as a
noisy, dust, heat, smoke and dirty air all this may be the cause of the increasing stress in
work. From this the researchers interested in conducting research on factors related with
job stress on traffic police in Central Jakarta Metro Polres month of April-August 2013.
This research is research quantitative with a design the study of cross-sectional.
The sample in this research is the traffic police who were 65 respondents. The Data used
in this study is secondary data from related institutions and primary data obtained
through interviews and observations to the respondent.
The results were obtained by 52,3 % of respondents subjected to job stress light
and 23.1 % not subjected to job stress. Then from the results of the bivariate analysis to
the level significance of 5%, obtained three factors related with job stress that workload
with a Pvalue: 0.030, promotions with a Pvalue: 0.046, and age by Pvalue: 0.012.
Based on the results of the research, then a suggestion that is can be given to
institutions and traffic police especially in Central Jakarta police is able to optimize
training and education institutions related to the risks and dangers of the work done by
traffic police, so the risk of psychosocial hazards can be reduced and also to traffic
police in order to familiarize yourself with the work performed and can adjust time
effectively and efficiently.
Keywords: Job Stress Factors, Traffic Police, Cross Sectional
Reading List: 57 (1984-2012)
iv
v
vi
RIWAYAT HIDUP
Nama : Diana Aulya
TTL : Jakarta, 14 Juli 1991
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kemayoran Gempol RT. 009/ RW.04 No.3 Kel. Kebon
Kosong Kec. Kemayoran Jakarta Pusat 10630
No. Telp : 087882046410
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan Formal
Jenjang Pendidikan Tahun Ajaran
SDN Kebon Kosong 14 Pagi 1997-2003
SMPN 78 Jakarta 2003-2006
SMAN 5 Jakarta 2006-2009
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan- Kesmas)
2009-Sekarang
Pengalaman Organisasi
Organisasi Jabatan Periode
Rohis SMPN 78 Jakarta Anggota 2004-2005
English Club SMPN 78 Jakarta Anggota 2004-2005
Rohis SMAN 5 Jakarta Anggota 2006-2007
Bemj Kesehatan Masyarakat
UIN Jakarta
Anggota Divisi Dana
Usaha
2009-2011
Bemj Kesehatan Masyarakat
UIN Jakarta
Staf Ahli Divisi
Pengembangan
Ekonomi
2012- 2013
Panitia Pengawas Pemilu
Wilayah Tangerang Selatan
(Tangsel)
Panitia 2011
vii
LEMBAR PERSEMBAHAN
Tiada Kasih Sayang yang paling indah dalam hidup kecuali kasih sayang ibu. Tiada perjuangan paling tangguh
demi menghidupi keluarga kecuali perjuangan ayah. Terima kasih ya Allah, Engkau telah memberikan ku seorang ayah ibu yang
sempurna kasih sayangnya kepadaku. Tidaklah kesuksesan seorang anak itu atas ridho orang tua, sebab ridho Allah adalah
ridho orang tua.
Dengan mengharap ridho Allah kupersembahkan skripsi ini
untuk keluargaku tercinta yang selalu mendoakan, memotivasi dan menyemangatiku, teruntuk Ibundaku tersayang Sopuroh, Ayahandaku tercinta H. Abdul Rozak, Adik-adikku terkasih (Nisrina Ulfah, M.Dhofir Tamam, & Shabrina Zata Amni), serta kakek dan nenekku. Terima kasih keluargaku atas segalanya, hanya inilah yang bisa aku persembahkan kepada semuanya.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
السالم عليكن ورحمة اهلل وبركاته
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan
limpahan rahmat dan nikmat-Nya yang tak terbatas bagi penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW
semoga kelak kita mendapat syafa’at nya.
Skripsi dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan Stres Kerja pada Polisi
Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013” ini dibuat
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
(SKM). Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini banyak kesulitan yang
dihadapi, tapi dengan bantuan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan. Maka dari itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak
terima kasih kepada :
1. Allah SWT, atas berkah dan rahmatnya sehingga penulis diberikan kemudahan dan
kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Untuk kedua orang tua aku umi dan bapak yang senantiasa mendoakan,
memberikan segala sesuatu yang terbaik untukku dan buat adik-adikku Nisrina
Ulfah, Muh. Dhofir Tamam dan Shabrina Zata Amni.
3. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And.; selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
ix
4. Ibu Ir. Febrianti, Msi; selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK
UIN dan sekaligus sebagai dosen penasehat akademik, terima kasih ibu atas
bimbingan, arahan serta kesediaan untuk memberikan waktu konsultasi selama
penyusunan skripsi..
5. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM dan Ibu Ela Laelasari, SKM, M.Kes; selaku dosen
pembimbing pertama, terima kasih ibu atas bimbingan, nasihat, ilmu, motivasi,
saran-saran, dan doa yang sangat berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
6. Ibu Fase Badriah, Ph.D, Bapak M. Farid Hamzens, M.Si dan ibu Reti Riseti, M.Si;
selaku penguji sidang skripsi, terima kasih ibu atas bimbingan, arahan serta
kesediaan untuk memberikan waktu konsultasi selama penyusunan skripsi.
7. Bapak Sutisna selaku Kaurmintu (Kepala Urusan Administrasi dan Tata Usaha),
yang telah memberikan izin, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian di
Polres Metro Jakarta Pusat.
8. Bapak Komandan Sugianto selaku ketua Natiturjalali (Pengaturan, penjagaan,
pengawalan, dan Patroli) Ditlantas Polres Metro Jakarta Pusat, terimakasih atas
kebaikan dan kesediaan waktunya untuk mendampingi, membimbing dan
membantu jalannya proses pengumpulan data.
9. Para Bapak Polisi Lalu Lintas Polres Metro Jakarta Pusat, terimakasih atas
kerjasamanya dalam proses pengumpulan data.
10. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
x
11. Sahabat – sahabat K3 2009 (Arifah, Vj, Henny, Reza, Nia, Amel, Rifqi, Fadil, Desi,
Dio, Ubay, Denisa, Lina, Mufil, Sandi, Pikih, Sca, Novan dan Defri) Makasii ya
udah bikin aku selalu tertawa lepas klo dikelas,hehe pokonya kalian semua Is The
Best. I Love U all.
12. Sahabatku (Alfiyah dan Fauziah) terima kasih yaa udah selalu memberikan
semangat dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga kita sukses dibidang
kita masing-masing ya.. Aamiin..
13. Sahabat-sahabat Kesmas angkatan 2009 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
tetap semangat untuk masa depan yang lebih baik !!!
14. Dan seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian dan dalam
menyelesaikan skripsi ini yang tidak penulis sebutkan secara keseluruhan. Hormat
penulis kepada semuanya.
Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal dari
Allah Subhanahu Wata’ala. Penulis dengan penuh kesadaran menyadari bahwa skripsi
ini masih cacat dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan oleh penulis. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
TERIMA KASIH.
و السالم عليكن ورحمة اهلل وبركاته
Jakarta, Agustus 2013
` Diana Aulya
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN i
ABSTRAK ii
ABSTRACT iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING iv
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP vi
LEMBAR PERSEMBAHAN vii
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xvi
DAFTAR GAMBAR xviii
DAFTAR BAGAN xx
DAFTAR SINGKATAN xxi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 8
C. Pertanyaan Penelitian 9
D. Tujuan Penelitian 11
1. Tujuan Umum 11
2. Tujuan Khusus 11
E. Manfaat Penelitian 13
F. Ruang Lingkup Penelitian 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Stres 15
B. Definisi Stres Kerja 16
xii
C. Sumber –Sumber Stres Kerja 18
D. Indikator Stres Kerja 20
E. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja 24
1. Faktor Intrinsik Pekerjaan ........................................................................... 25
a. Beban kerja .............................................................................................. 25
b. Shift kerja................................................................................................. 29
c. Jam kerja ................................................................................................. 32
d. Rutinitas ................................................................................................. 33
2. Peran Individu dalam Organisasi ................................................................ 38
3. Pengembangan Karir ................................................................................... 39
a. Promosi ................................................................................................... 41
b. Kepuasan gaji ......................................................................................... 42
4. Hubungan dalam Pekerjaan ........................................................................ 43
5. Struktur dan Iklim Organisasi ..................................................................... 45
F. Tahapan Stres Kerja ............................................................................................. 51
G. Dampak Stres Kerja .............................................................................................. 54
H. Pengukuran Stres Kerja ........................................................................................ 56
I. Pencegahan Stres kerja .......................................................................................... 62
J. Penanggulangan Stres Kerja ................................................................................. 63
K. Polisi Lalu Lintas .................................................................................................. 64
1. Ruang Lingkup ............................................................................................ 64
2. Kondisi Kerja .............................................................................................. 64
L. Kerangka Teori ..................................................................................................... 65
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep ................................................................................................. 68
B. Definisi Operasional ............................................................................................. 71
C. Hipotesis Penelitian .............................................................................................. 76
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian .................................................................................................. 77
B. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................................. 77
xiii
C. Populasi dan Sampel ............................................................................................ 77
D. Alat dan Cara Pengambilan Data ......................................................................... 80
E. Pengolahan Data ................................................................................................... 82
1. Data Editing ................................................................................................... 82
2. Data Coding .................................................................................................... 82
3. Data Entry ...................................................................................................... 84
4. Data Cleaning ................................................................................................ 84
F. Analisa Data ......................................................................................................... 85
1. Univariat ........................................................................................................ 85
2. Bivariat .......................................................................................................... 85
BAB V HASIL
A. Analisis Univariat ................................................................................................. 87
1. Gambaran Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro
Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 ............................................ 87
2. Gambaran Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan ................................................. 88
a. Beban Kerja ............................................................................................ 89
b. Rutinitas ................................................................................................. 89
3. Gambaran Peran individu dalam Organisasi .................................................. 89
4. Gambaran Pengembangan Karir (Promosi dan Kepuasan Gaji) .................. 90
a. Promosi ................................................................................................... 91
b. Kepuasan gaji ......................................................................................... 91
5. Gambaran Hubungan dalam Pekerjaan ......................................................... 92
6. Gambaran Struktur dan Iklim Organisasi ...................................................... 92
7. Gambaran Faktor Individu (Umur dan Masa Kerja) ...................................... 93
a. Umur ....................................................................................................... 93
b. Masa kerja ............................................................................................... 94
B. Analisis Bivariat .................................................................................................. 94
1. Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan
(Beban kerja dan Rutinitas) .......................................................................... 94
a. Beban Kerja ............................................................................................. 94
xiv
b. Rutinitas .................................................................................................. 95
2. Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Peran individu dalam Organisasi .......... 96
3. Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Pengembangan Karir (Promosi dan
Kepuasan Gaji) .............................................................................................. 97
a. Promosi.................................................................................................... 97
b. Kepuasan Gaji ......................................................................................... 98
4. Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Hubungan dalam pekerjaan .................. 98
5. Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Struktur dan Iklim Organisasi ............... 99
6. Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Faktor Individu (Umur dan
Masa Kerja) .................................................................................................... 100
a. Umur........................................................................................................ 100
b. Masa Kerja .............................................................................................. 101
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian ........................................................................................ 103
B. Gambaran Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas .................................................... 103
C. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja ...................................... 106
1. Faktor Intrinsik Pekerjaan (Beban kerja dan Rutinitas) ................................ 106
a. Hubungan antara Beban Kerja dengan Stres Kerja .................................. 106
b. Hubungan antara Rutinitas dengan Stres Kerja ........................................ 109
2. Hubungan antara Peran individu dalam Organisasi dengan
Stres Kerja ..................................................................................................... 112
3. Pengembangan Karir (Promosi dan Kepuasan Gaji) ...................................... 113
a. Hubungan antara Promosi dengan stres kerja .......................................... 113
b. Hubungan antara Gaji dengan stres kerja .................................................. 115
4. Hubungan antara Hubungan dalam pekerjaan dengan Stres Kerja ............... 117
5. Hubungan antara Struktur dan Iklim Organisasi dengan Stres Kerja ........... 119
6. Faktor Individu (Umur dan Masa Kerja) ....................................................... 120
a. Hubungan antara Umur dengan Stres Kerja ............................................. 120
b. Hubungan antara Masa Kerja dengan Stres Kerja .................................... 123
xv
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 126
B. Saran .................................................................................................................. 127
1. Bagi Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat .................................. 128
2. Bagi Instansi .................................................................................................. 128
3. Bagi penelitian Selanjutnya ........................................................................... 129
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penilaian Pekerjaan .................................................................................. 27
Tabel 2.2 Pengelompokan Beban Kerja .................................................................... 29
Tabel 2.3 Daftar Pertanyaan untuk Metode life event scale ..................................... 57
Tabel 4.1 Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda Dua
Proporsi Terhadap Hasil Penelitian Terdahulu ....................................... 78
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres
Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 ............................ 87
Tabel 5.2 Distribusi Responden menurut Faktor Intrinsik Pekerjaan pada
Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-
Agustus Tahun 2013 ................................................................................. 88
Tabel 5.3 Distribusi Responden menurut Peran individu dalam Organisasi pada
Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus
Tahun 2013 ............................................................................................... 90
Tabel 5.4 Distribusi Responden menurut Faktor Pengembangan Karir pada
Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-
Agustus Tahun 2013 ................................................................................ 91
Tabel 5.5 Distribusi Responden menurut Struktur dan Iklim Organisasi
pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-
Agustus Tahun 2013 ................................................................................ 92
Tabel 5.6 Distribusi Responden menurut Faktor Individu pada
Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-
Agustus Tahun 2013 ................................................................................. 93
Tabel 5.7 Distribusi Responden menurut Beban Kerja terhadap Stres Kerja
pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-
Agustus Tahun 2013 ................................................................................. 94
xvii
Tabel 5.8 Distribusi Responden menurut Rutinitas terhadap Stres Kerja
pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-
Agustus Tahun 2013 ................................................................................ 95
Tabel 5.9 Distribusi Responden menurut Peran individu dalam Organisasi
terhadap Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro
Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 ....................................... 96
Tabel 5.10 Distribusi Responden menurut Promosi terhadap Stres Kerja
pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan
April-Agustus Tahun 2013 ...................................................................... 97
Tabel 5.11 Distribusi Responden menurut Kepuasan Gaji terhadap Stres Kerja
pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-
Agustus Tahun 2013 ............................................................................... 98
Tabel 5.12 Distribusi Responden menurut Hubungan dalam Pekerjaan
terhadap Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro
Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 ..................................... 99
Tabel 5.13 Distribusi Responden menurut Struktur dan Iklim Organisasi
terhadap Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro
Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013 .................................... 100
Tabel 5.14 Distribusi Responden menurut Umur terhadap Stres Kerja
pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan
April-Agustus Tahun 2013 ...................................................................... 101
Tabel 5.15 Distribusi Responden menurut Masa Kerja terhadap Stres Kerja
pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan
April-Agustus Tahun 2013 ...................................................................... 102
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Modifikasi Model Stres Kerja Cooper 18
xix
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori 67
Bagan 3.1 Kerangka Konsep 70
xx
DAFTAR SINGKATAN
ACLU : American Civil Liberties Union
EWCS : European Working Condition Survey
ILO : International Labour Organization
NIOSH : National Institue of Occupational Health and Safety
Polres : Polisi Resort
Polsek : Kepolisian Sektor
WHO : World Health Organization
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Ijin Pelaksanaan Penelitian
Lampiran 2 : Kuesioner Penelitian
Lampiran 3 : Output Analisis Data
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu masalah
dunia. Menurut Joint ILO/ WHO Committee on Ocupational Health (1995)
Kesehatan kerja bertujuan untuk promosi dan pemeliharaan tingkat tertinggi
kesehatan fisik, mental dan sosial dari pekerjaan dalam berbagai jenis pekerjaan,
mencegah penyakit yang diakibatkan dari kondisi pekerjaan mereka ditempat kerja
dari risiko yang diakibatkan faktor-faktor yang mengganggu kesehatan;
menempatkan dan memelihara lingkungan pekerjaan pekerja baik kemampuan
fisiologis maupun psikologis pekerja dan menerapkannya kepada pekerja disetiap
pekerjaannnya.
Pada tahun 1996, jauh sebelum stres kerja dan faktor psikososial menjadi
ungkapan sehari-hari, suatu laporan khusus yang berjudul ”Perlindungan
Kesehatan dari Delapan Puluh Juta Pekerja Suatu Tujuan Nasional bagi Kesehatan
Kerja” telah diterbitkan. Laporan tersebut menyebutkan bahwa stres yang
disebabkan oleh faktor psikologis meningkat secara nyata. Tiga puluh tahun
kemudian, laporan ini telah membuktikan ramalan secara luar biasa. stres kerja
telah menjadi penyebab kelainan terdepan di Amerika Utara dan Eropa. Pada
tahun 1990, 13 % dari seluruh kasus ketidakmampuan pekerja, disebabkan oleh
gangguan yang berhubungan dengan stres kerja (Rahayu, 2003).
2
Pada tahun 2000 European Working Condition Survey (EWCS), stres kerja
merupakan kasus nomor dua terbesar di Eropa yang berkaitan dengan pekerjaan,
masalah kesehatan diantaranya yaitu, mengalami sakit punggung, penyakit
jantung, dan gangguan musculoskeletal (European Foundation for the
Improvement of Living and Working Conditions, 2005).
Dua penelitian stres di tempat kerja di Amerika yang dilaporkan oleh
National Institue of Occupational Health and Safety (NIOSH, 2002). Pertama
adalah sebuah survey yang dilakukan oleh Familier and Work Institute
melaporkan bahwa 26% sering dan sangat stres akibat dari pekerjaannya.
Sedangkan penelitian yang kedua dilakukan oleh Yale University melaporkan
bahwa 20% pekerja mengalami stres saat bekerja.
Dengan besarnya masalah stres kerja, dapat memakan biaya yang sangat
tinggi. Di Swedia, pekerjaan yang berhubungan dengan sakit punggung dan otot
menghabiskan biaya yang lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan untuk
Departemen Pertahanan Nasional. Dan penyakit tersebut sebagian besar
disebabkan karena stres (ILO, 2003).
Berikut adalah pekerjaan yang dianggap paling dapat membuat stres
menurut National Safety Council dikutip dari Gaffar (2012) yakni : pegawai pos,
perawat, jurnalis, pilot pesawat, manajer tingkat menengah, sekretaris, polisi,
petugas medis, paramedis, guru, pemadam kebakaran, petugas customer service
dan pelayan. Apapun profesi seseorang dapat mengalami stres kerja.
Pada tahun 1995, sebuah peristiwa menimpa para polisi di Paris. Sekitar 60
orang anggota polisi melakukan bunuh diri masal beserta keluarganya (Suprapto,
3
2008). Hal ini terjadi karena para polisi di Paris menganggap pekerjaan mereka
semakin berat setiap tahunnya. Penyebab lainnya adalah dukungan yang sangat
kurang dari pemimpin mereka. Hal tersebut diperparah dengan image polisi yang
buruk di masyarakat. Sedangkan di sekolah, anak-anak yang orang tuanya bekerja
sebagai polisi sangat sering diejek dan diperlakukan kasar karena pekerjaan orang
tuannya. Selain itu, gaji mereka juga dipotong tanpa adanya kesepakatan dan
pemberitahuan kepada mereka. Kemudian dengan penghasilan yang sedikit,
mereka harus bertahan hidup di kota yang memiliki biaya hidup yang tinggi.
Sehingga berdasarkan hal tersebut, maka para polisi tersebut mengalami stres yang
sangat berat dan terjadilah hal tersebut (New York Times, 1996 dalam Suprapto,
2008).
Sedangkan di New York, sebuah kecelakaan lalu lintas parah dan beruntun
terjadi pada tahun 90-an. Diduga jumlah korbannya mencapai 50 orang.
Penyebabnya adalah akibat kelalaian petugas polisi lalu lintas yang berjaga ketika
itu. Para polisi yang bertugas, menurut investigasi mengalami stres kerja. Mereka
mengaku stres yang mereka rasakan karena pekerjaan mereka yang sangat berat,
selain itu tuntutan pekerjaan yang tinggi, gaji yang tidak memadai untuk biaya
hidup mereka hidup dan mereka harus bekerja lebih dari 10 jam (New York Times,
2001 dalam Suprapto 2008).
Masalah yang berkaitan dengan stres kerja juga banyak ditemukan di
Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Muhammad (2004) terhadap beberapa
faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada polisi Lalu Lintas di terminal
Kampung Melayu menemukan bahwa, faktor usia dan masa kerja memiliki
4
pengaruh yang sangat besar (> 60%) sebagai pemicu terjadinya stres. Sedangkan
rutinitas dan waktu dalam bekerja menyebabkan 80% dari stres yang mereka
alami. Para polisi tersebut mengatakan bahwa pekerjaan yang mereka lakukan
sangat berat dan bersifat monoton. Penelitian tersebut juga mengatakan bahwa
50% gaji dan promosi yang diberikan kepada mereka belum memuaskan.
Sehingga hal tersebut juga memicu timbulnya stres. Namun, para polisi tersebut
tidak memiliki masalah dengan rekan kerja maupun atasan, justru mereka
menganggap bahwa rekan kerja dan atasan dapat mengurangi stres yang mereka
rasakan, karena banyak dari teman dan atasan mereka dapat dijadikan teman untuk
berbicara dan bercerita.
Sedangkan penelitian lain, yang dilakukan Suprapto (2008) terhadap
beberapa faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada polisi lalu lintas di
kawasan Puncak-Cianjur menyatakan bahwa dari faktor pengembangan karir
diperoleh sebanyak 66,7% Polantas merasa bahwa gaji yang mereka terima belum
sesuai. Sedangkan Polantas yang merasa bahwa promosi yang diberlakukan sudah
memuaskan sebanyak 52,5 %, hal tersebut menjadi pemicu terjadinya stres kerja.
Penelitian lain yang pernah dilakukan mengenai stres kerja dengan sampel
polisi mendapatkan hasil penelitian bahwa derajat stres kerja polisi secara
keseluruhan berada pada tingkat menengah (Jayanegara, 2007). Selain itu, direktur
utama ACLU (American Civil Liberties Union), Ira Glasser (dalam Amaranto,
2003) juga menyatakan bahwa polisi adalah pekerjaan yang mencakup banyak
aspek, sulit, berbahaya, dan stressfull.
5
Menurut Fincham dan Rhodes (1988) dalam Munandar (2008) stres kerja
merupakan gejala-gejala dan tanda-tanda faal, perilaku, psikologikal dan somatik,
adalah hasil dari tidak/kurang adanya kecocokan antara orang (dalam arti
kepribadiannya, bakatnya,dan kecakapannya) dan lingkungannya, yang
mengakibatkan ketidakmampuannya untuk menghadapi berbagi tuntutan terhadap
dirinya secara efektif.
Polisi Lalu Lintas merupakan kesatuan lalu lintas yang bertugas membina,
dan dalam batas kewenangan yang ditentukan, menyelenggarakan fungsi lalu
lintas yang meliputi kegiatan pendidikan masyarakat, penegakan hukum dan
identifikasi pengemudi kendaraan bermotor, pengakajian masalah lalu lintas, serta
patroli jalan raya yang bersifat antar wilayah hukum negara Republik Indonesia
(Jayanegara, 2007).
Dampak yang ditimbulkan dari stres kerja sangat besar pengaruhnya. Hal
pertama yang terjadi adalah gangguan psikis dan emosi, bila terus berlanjut maka
akan mengakibatkan gangguan fisik. Dampak stres ini tidak hanya mengganggu
tubuh si pekerja saja, akan tetapi secara pasti akan mempengaruhi produktivitas
kerja yang juga memberi pengaruh pada kinerja perusahaan secara keseluruhan
hingga dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi perusahaan (Hawari,
2001).
Menurut Hurrel dalam Munandar (2008) stres kerja dapat disebabkan
karena lima faktor, faktor-faktor tersebut yaitu faktor intrinsik dalam pekerjaan,
peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan, serta
struktur dan iklim organisasi. Selain faktor intrinsik pekerjaan, menurut Cooper
6
dan Davidson (1987) dalam Miller (2000) stres kerja juga dapat terjadi karena
faktor hubungan atau dukungan sosial yang diterima seseorang baik dari rekan
kerja, atasan, maupun bawahan. Selain itu, faktor lain yang dapat mempengaruhi
stres kerja adalah kepuasan pekerjaan, dimana bahwa salah satu cara untuk
mempertimbangkan potensi stres kerja adalah dengan mempertimbangkan
kepuasan kerja, karena ketidakpuasan kerja dapat menimbulkan terjadinya stres
kerja. Teori Cooper dan Davidson dalam Munandar (2008) menyatakan bahwa
kepuasan bayaran atau gaji merupakan faktor yang berhubungan dengan stres
kerja. Selain faktor struktur dan iklim organisasi berdasarkan modifikasi model
stres kerja Cooper (1989) oleh Munandar (2008) terdapat faktor individu seperti
umur, masa kerja, kepribadian dan lain-lain juga berkontribusi terhadap terjadinya
stres kerja.
Penelitian stres kerja dilakukan di instansi kepolisian dengan alasan bahwa
dilihat dari kondisi kerja polisi lalu lintas yang sangat berbahaya yang menjadi
salah satu sumber penyebab terjadinya stres. Stres juga dapat muncul di
lingkungan kerja polisi, yang dituntut untuk selalu berdisiplin tinggi, patuh pada
peraturan yang berlaku dan tunduk pada perintah atasan, cepat dan tanggap
mengatasi segala permasalahan yang ada (Vesdiawati, 2008). Didapatkan juga dari
hasil penelitian bahwa derajat stres kerja pada polisi secara keseluruhan berada
pada tingkat menengah (Jayanegara, 2007).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada Polisi Lalu
Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat pada bulan April 2013, dengan menggunakan
metode life event scale didapatkan 65% dari 20 responden yang diteliti sering
7
merasakan dan mengalami gejala stres antara lain pusing, jantung berdebar,
gugup/gelisah, sesak nafas, kurang percaya diri, susah tidur, kurang konsentrasi
dan beberapa indikator lainnya yang mengakibatkan stres kerja pada polisi lalu
lintas. Hasil tersebut diperoleh melalui pemberian kuesioner kepada para petugas
polisi lalu lintas.
Penelitian dilakukan di Polres Metro Jakarta Pusat sebab didapatkan bahwa
dari seluruh kesatuan wilayah di Polda Metro Jaya, Polres Jakarta Pusat memiliki
jumlah personil anggota polisi lalu lintasnya sedikit, yang bertugas disetiap pos
jaganya sehingga membuat beban kerja yang diterimanya berat, selain itu juga
polisi lalu lintas di Polres Metro Jakarta Pusat dituntut untuk bekerja secara cepat
dan tepat, selalu berdisiplin tinggi serta patuh pada peraturan yang berlaku.
Dari hasil uraian di atas dapat diketahui bahwa stres kerja merupakan tahap
awal terjadinya penyakit individu yang rentan. Sebagai akibat, stres dapat
menimbulkan gangguan psikosomatik, neurotik, dan psikosis yang dapat dilihat
dengan meningkatnya angka absenteisme, angka terlambat kerja yang tinggi,
pergantian karyawan, kecelakaan kerja dan besarnya angka kerugian sehubungan
dengan ketidakhadiran pekerja. Disamping itu, stres kerja selain dapat
menurunkan tingkat kesehatan dapat pula mempengaruhi tingkat produktivitas
kerja yang akhirnya mempengaruhi kualitas dan performa kerja sehingga perlu
dilakukan upaya pencegahan terhadap stres kerja. Dengan mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhinya diharapkan proses pencegahan dapat lebih mudah
dilakukan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk
8
meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada Polisi
Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat.
B. Rumusan Masalah
Pekerjaan sebagai Polisi Lalu Lintas merupakan pekerjaan yang
mencakup banyak aspek, sulit, berbahaya, dan stressfull. Selain itu lingkungan
pekerjaan yang tidak nyaman, seperti bising, debu, panas, asap dan udara kotor
yang semuanya ini dapat menjadi penyebab meningkatnya stres dalam bekerja.
Sehingga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan fisik akibat stres, seperti
nyeri punggung, sakit kepala, tukak lambung, insomnia, ansietas, penyakit
jantung, hipertensi dan gangguan gastrointestinal. Serta gangguan psikis akibat
stres, seperti mudah tersinggung, marah-marah, kurang konsentrasi, malas
bekerja dan depresi. Stres yang dirasakan oleh Polisi disebabkan oleh faktor-
faktor stres kerja, antara lain faktor dari pekerja, faktor intrinsik dalam pekerjaan,
peran individu dalam organisasi, faktor pengembangan karir, faktor hubungan
dalam pekerjaan, serta iklim dan struktur organisasi.
Studi pendahuluan yang dilakukan pada Polisi Lalu Lintas di Polres
Metro Jakarta Pusat pada bulan April 2013, diketahui bahwa 13 Polisi
mengalami stres kerja atau sebesar 65% dari 20 responden yang diteliti sering
merasakan dan mengalami gejala stres antara lain lain pusing, jantung berdebar,
gugup/gelisah, sesak nafas, kurang percaya diri, susah tidur, kurang konsentrasi
dan beberapa indikator lainnya yang mengakibatkan stres kerja pada polisi lalu
lintas. Oleh karena itu berdasarkan fakta dan studi pendahuluan tersebut, peneliti
9
ingin melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Tahun 2013.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro
Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013 ?
2. Bagaimana gambaran faktor intrinsik pekerjaan (beban kerja dan rutinitas)
pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat tahun bulan April-
Agustus tahun 2013 ?
3. Bagaimana gambaran peran individu dalam organisasi pada Polisi Lalu
Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus tahun 2013 ?
4. Bagaimana gambaran pengembangan karir (promosi dan kepuasan gaji) pada
Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun
2013 ?
5. Bagaimana gambaran hubungan dalam pekerjaan pada Polisi Lalu Lintas di
Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013 ?
6. Bagaimana gambaran struktur dan iklim organisasi pada Polisi Lalu Lintas
di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013 ?
7. Bagaimana gambaran faktor individu (umur dan masa kerja) pada Polisi
Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013 ?
8. Apakah ada hubungan antara faktor intrinsik pekerjaan (beban kerja dan
rutinitas) dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta
Pusat bulan April- Agustus tahun 2013 ?
10
9. Apakah ada hubungan antara peran individu dalam organisasi dengan stres
kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-
Agustus tahun 2013 ?
10. Apakah ada hubungan antara pengembangan karir (promosi dan kepuasan
gaji) dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat
bulan April- Agustus tahun 2013 ?
11. Apakah ada hubungan antara hubungan dalam pekerjaan dengan stres kerja
pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus
tahun 2013 ?
12. Apakah ada hubungan struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja pada
Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun
2013 ?
13. Apakah ada hubungan antara faktor individu (umur dan masa kerja) dengan
stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-
Agustus tahun 2013 ?
11
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan stres
kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-
Agustus tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres
Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013.
b. Diketahuinya gambaran faktor intrinsik pekerjaan (beban kerja dan
rutinitas) pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan
April- Agustus tahun 2013.
c. Diketahuinya gambaran peran individu dalam organisasi pada Polisi
Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun
2013.
d. Diketahuinya gambaran pengembangan karir (promosi dan kepuasan
gaji) pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan
April- Agustus tahun 2013.
e. Diketahuinya gambaran hubungan dalam pekerjaan pada Polisi Lalu
Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013.
f. Diketahuinya gambaran struktur dan iklim organisasi pada Polisi Lalu
Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013.
12
g. Diketahuinya gambaran faktor individu (umur dan masa kerja) pada
Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus
tahun 2013.
h. Diketahuinya hubungan antara faktor intrinsik pekerjaan (beban kerja
dan rutinitas) dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres
Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013.
i. Diketahuinya hubungan antara peran individu dalam organisasi
dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta
Pusat bulan April-Agustus tahun 2013.
j. Diketahuinya hubungan antara pengembangan karir (promosi dan
kepuasan gaji) dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres
Metro Jakarta Pusat bulan April- Agustus tahun 2013.
k. Diketahuinya hubungan antara hubungan dalam pekerjaan dengan
stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan
April- Agustus tahun 2013.
l. Diketahuinya hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan
stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan
April- Agustus tahun 2013.
m. Diketahuinya hubungan antara faktor individu (umur dan masa kerja)
dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta
Pusat bulan April- Agustus tahun 2013.
13
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Dapat mengaplikasikan secara nyata dari teori-teori yang telah
didapat semasa perkuliahan dan dapat mengembangkan kemampuan dalam
bidang penelitian dan penyusunan karya tulis serta penelitian ini
diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai
stres kerja.
2. Bagi Perusahaan
Sebagai bahan informasi dan masukan untuk memperhatikan
kesehatan kerja dalam hal ini Polisi Lalu Lintas dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Dan sebagai acuan dalam program peningkatan
performa dan produktifitas kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro
Jakarta Pusat.
3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Sebagai informasi penelitian dan dokumentasi data penelitian
lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja
pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat.
14
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswa peminatan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja, Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada Polisi
Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus tahun 2013.
Waktu penelitian dilakukan pada bulan April-Agustus 2013. Populasi
penelitian adalah Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat yang berjumlah
65 orang. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional.
Penelitian ini dilakukan berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan
pada 20 orang Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat, diketahui 13
Polisi mengalami stres kerja. Data-data yang dikumpulkan dalam bentuk
pertanyaan yang kemudian dianalisa untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan stres kerja.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam tinjauan pustaka ini akan memahas tentang definisi stres, definisi
stres kerja, sumber-sumber stres kerja, indikator stres kerja, faktor-faktor yang
berhubungan dengan stres kerja, tahapan stres kerja, dampak stres kerja,
pengukuran stres kerja, pencegahan stres kerja serta penanggulangan stres kerja.
A. Definisi Stres
Menurut Nasution (2002) stres menunjuk pada keadaan internal individu
yang menghadapi ancaman terhadap kesejahteraan fisik maupun psikisnya.
Penekanannya adalah pada persepsi dan evaluasi individu terhadap stimulus yang
memiliki potensi membahayakan bagi dirinya. Sehingga ada perbandingan antara
tuntutan yang menekan individu dan kemampuannya untuk mengatasi tuntutan
tersebut. Keadaan yang tidak seimbang dalam mekanisme ini akan meningkatkan
respon stres, bagi fisiologi maupun perilakunya.
Sedangkan menurut (Taylor, 2006) dan (Cook, 1997) Stres adalah emosi
negatif, kognitif, tingkah laku dan proses fisiologi yang terjadi pada individu
untuk mencoba menyesuaikan atau menawar dengan stressor yang ada. Dimana,
dapat mengganggu atau mengancam fungsi sehari-hari individu dan
menyebabkan individu tersebut untuk membuat penyesuaian. Dalam menghadapi
stresor tersebut dapat ditandai dengan adanya adanya respon fisik, psikologis dan
tingkah laku.
16
Selain itu ada tiga pendekatan teori mengenai stres yaitu:
1. Response Based Orientation, menurut Seyle (1976) dalam Hawari (2001),
yaitu stres adalah respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap
tuntutan beban atasnya. Misalnya bagaimana respon tubuh seseorang
manakala yang bersangkutan mengalami beban pekerjaan yang
berlebihan.
2. Stimulus, menurut Holmes dan Rahe (1967) dalam Hawari (2001), yaitu
stres muncul sewaktu-waktu berdasarkan atas kejadian yang dialami
individu dimana kejadian itu menimbulkan coping dan respon adaptif.
3. Transactional, menurut Lazarus (1966) dalam Gustiarti (2002) yaitu stres
merupakan proses dua arah, yaitu lingkungan yang menghasilkan stres
dan individu yang dapat menemukan cara mengatasinya.
Dari berbagai pendapat yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa
stres adalah respon biologis dan psikologis pada individu yang disebabkan oleh
perubahan dan tuntutan kehidupan untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik.
B. Definisi Stres Kerja
Fincham dan Rhodes (1988) dalam Munandar (2008) mengasumsikan bahwa
stres kerja dapat disimpulkan dari gejala-gejala dan tanda-tanda faal, perilaku,
psikologikal dan somatik, adalah hasil dari tidak/kurang adanya kecocokan
antara orang (dalam arti kepribadiannya, bakatnya, dan kecakapannya) dan
lingkungannya, yang mengakibatkan ketidakmampuannya untuk menghadapi
berbagi tuntutan terhadap dirinya secara efektif.
17
Rahayu (2003) secara umum orang berpendapat bahwa jika seseorang
dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang melampaui kemampuan individu
tersebut, maka di katakan individu itu mengalami stres kerja.
Robbins (1998) dalam Supardi (2007) memberikan definisi stres kerja
sebagai suatu kondisi dinamis dimana individu dihadapkan pada kesempatan,
hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak
dapat dipastikan.
Stres kerja juga bisa didefinisikan sebagai respon baik secara fisik maupun
emosional yang berbahaya yang muncul atau terjadi ketika tuntutan pekerjaan
tidak sesuai dengan kapabilitas, sumber atau kebutuhan pekerja (NIOSH, 2002).
Dalam konteks stres di tempat kerja menurut Levi (1984) peran psychososial
stimuli yang berasal dari proses sosial akan mempengaruhi individu. Proses
interaksi yang tidak seimbang antara demands dan resources pada individu akan
cenderung menjadi precursors of disease. Selama proses tersebut berlangsung
akan ada variabel interaktif yang akan berperan didalamnya seperti variabel
intrinsik dan ekstrinsik.
Lebih jauh Cooper (1989) dalam Munandar (2008) menjelaskan konsep stres
ditempat kerja beserta faktor yang berpengaruh didalamnya secara komprehensif.
Menurutnya stres di tempat kerja dapat bersumber dari beberapa hal, yaitu work
area, home area, sosial area dan individual area. Sementara manifestation area
adalah mengamati perubahan akibat stres secara tidak langsung pada fisik,
perilaku dan emosi pada pekerja. Berikut teori stres kerja Cooper yang
dimodifikasi oleh Munandar (2008) yang dapat dilihat pada gambar 2.1.
18
Sumber: Munandar, Psikologi Industri dan Organisasi. Modifikasi dari
Model Stres Kerja Cooper, CL (1989)
Gambar 2.1 Modifikasi Model Stres Kerja Cooper
C. Sumber - Sumber Stres Kerja
Dalam teori yang diungkapkan Sarafino (1990) bahwa sumber stres dapat
dibedakan menjadi sumber stres yang berasal dari dalam diri seseorang,
komunitas, dan masyarakat.
19
1) Sumber stres di dalam diri seseorang
Sumber stres dalam diri sendiri pada umumnya dikarenakan
konflik yang terjadi antara keinginan dan kenyataan berbeda, dalam hal
ini adalah sebagai permasalahan yang terjadi yang tidak sesuai dengan
dirinya dan tidak mampu diatasi, maka dapat menimbulkan suatu stres
(Hidayat, 2004).
Dalam pengamatan pada kehidupan manusia sehari-hari, ternyata
pria memiliki kecenderungan yang lebih besar mengalami stres
dibandingkan oleh wanita. Disamping itu, semakin jauh seorang wanita
mengerjakan pekerjaan-pekerjaann yang biasa dianggap sebagai
pekerjaan kaum pria, semakin besar pula kecenderungan mengalami
stres. Jadi pada dasarnya pria dan wanita mempunyai kecenderungan
yang sama untuk mengalami stres, dan dapat ditambahkan bahwa jenis
kesibukan sehari-hari menentukan besarnya kemungkinan mengalami
stres. Para wanita yang bekerja dikabarkan sebagai pihak yang
mengalami stres lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Masalahnya
wanita bekerja ini menghambat konflik peran sebagai wanita karir
sekaligus ibu rumah tangga (Anoraga, 2005).
20
2) Sumber stres dalam keluarga
Stres dapat bersumber dari interaksi antara para anggota keluarga
seperti: perselisihan, masalah keuangan, perasaan saling acuh tak acuh,
tujuan-tujuan yang berbeda antara anggota keluarga.
3) Sumber stres dalam komunitas dan lingkungan, interaksi subjek
dilingkungan keluarga melengkapi sumber-sumber stres. Contohnya,
pengalaman stres anak-anak disekolah dan beberapa kejadian kompetitif,
seperti olah raga. Sementara beberapa pengalaman stres orang tua
bersumber dari pekerjaannya, dan lingkungannya yang sifatnya stressfull.
Lingkungan kerja juga dapat berperan sebagai faktor penyebab
terjadinya stres kerja (sumber stres), seperti tuntutan pekerjaan, tanggung
jawab kerja, lingkungan fisik kerja, hubungan antar manusia yang buruk,
kurang pengakuan dan peningkatan jenjang karir, rasa kurang aman
dalam bekerja dan sebagainya (Nasution, 2002).
D. Indikator Stres Kerja
Cary Cooper dan Alison Straw (1995) dalam Yunus (2011) menyatakan
bahwa indikator stres yaitu :
1. Fisik
a. Nafas memburu
b. Mulut dan kerongkongan kering
c. Tangan lembab
21
d. Merasa panas
e. Otot-otot tegang
f. Pencernaan terganggu
g. Sembelit
h. Letih yang tidak beralasan
i. Sakit kepala
j. Salah urat dan gelisah
Sedangkan menurut Braham (Handoyo, 2001) indikator stress fisik
yaitu:
a. Sulit tidur atau tidur tidak teratur
b. Sakit kepala
c. Sulit buang air besar
d. Adanya gangguan pencernaan
e. Radang usus
f. Kulit gatal-gatal
g. Punggung terasa sakit
h. Urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang
i. Keringat berlebihan
j. Berubah selera makan
k. Tekanan darah tinggi atau serangan jantung
l. Kehilangan energi
22
2. Perilaku
a. Perasaan bingung
b. Cemas dan sedih
c. Jengkel
d. Salah paham
e. Tidak berdaya
f. Tidak mampu berbuat apa-apa
g. Gelisah
h. Gagal
i. Tidak menarik
j. Kehilangan semngat
k. Sulit konsentrasi
l. Sulit berpikir jernih
m. Sulit membuat keputusan
n. Hilangnya kreatifitas
o. Hilangnya gairah dalam penampilan
p. Hilangnya minat terhadap orang lain
Sedangkan menurut Braham (Handoyo, 2001) indikator stres perilaku
yaitu
a. Mudah lupa
b. Kacau pikirannya
c. Daya ingat menurun
23
d. Sulit untuk berkonsentrasi
e. Suka melamun berlebihan
f. Pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja
3. Emosional
a. Sikap hati-hati menjadi cermat yang berlebihan
b. Cemas menjadi lekas panik
c. Kurang percaya diri menjadi rawan
d. Penjengkel menjadi meledak-ledak
Sedangkan menurut Braham (Handoyo, 2001) indikator stress
emosional yaitu :
a. Marah-marah
b. Mudah tersinggung dan terlalu sensitif
c. Gelisah dan cemas
d. Suasana hati mudah berubah-ubah
e. Sedih
f. Mudah menangis dan depresi
g. Gugup
24
h. Agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah
menyerang
i. Kelesuan mental
Menurut Kalimo (1987) bahwa manifestasi daripada stres kerja adalah dapat
berupa hal-hal sebagai berikut:
a. Ketidakpuasan kerja
b. Berhubungan dengan harga diri
c. Penggunaan alkohol, peningkatan frekuensi merokok
d. Ketidakpuasaan berumah tangga
e. Bercerai atau pisah
f. Penggunaan obat-obatan
g. Kegemukan
h. Tekanan darah tinggi, migrain, asma, depresi
i. Kecelakaan didalam atau di luar tempat kerja
E. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja
Menurut Hurrell, dkk (1988) yang dikutip dalam Munandar (2008)
Faktor-faktor dipekerjaan yang dapat menimbulkan stres yaitu, faktor
intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir,
hubungan dalam pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi, dan
karakteristik individu.
25
1. Faktor Intrinsik Pekerjaan
Terlalu banyak pekerjaan/ terlalu sedikit pekerjaan juga terkadang
dapat menyebabkan stres pada seorang individu. Terlalu banyak
pekerjaan berkaitan dengan kemampuan untuk menyelesaikan semua
pekerjaan tersebut dengan hasil yang sebaik-baiknya. Sedangkan
terlalu sedikit berkaitan dengan tidak adanya pekerjaan yang dapat
dikerjakan. Sejauhmana hal ini dapat menyebabkan seorang individu
menjadi stres, tergantung bagaimana dia dapat mengatasi keadaan
tersebut (Nasution,2002).
a. Beban Kerja
Schultz (1998) menyebutkan bahwa beban kerja terbagi
atas dua macam, dimana beban kerja berlebih atau over load dan
beban kerja yang kurang atau under load. Pada beban kerja yang
berlebih dapat dilihat dari banyaknya pekerjaan yang harus
dikerjakan dengan waktu yang terbatas/ ditentukan atau suatu
pekerjaan yang sangat sulit untuk dikerjakan karena kurangnya
kemampuan. Sedangkan beban kerja kurang (under load)
diakibatkan oleh adanya pekerjaan yang dilakukan secara
rutinitas/monoton yang pada akhirnya mengakibatkan kebosanan
pada pekerja. Walaupun pekerjaan yang dilakukan mempunyai
resiko tinggi untuk terjadi kecelakaan.
26
Sedangkan menurut French dan Caplan (1970) dalam
Munandar (2008) beban kerja sebagai sumber stres disebabkan
karena kelebihan beban kerja baik beban kerja kualitatif maupun
beban kerja kuantitatif. Pada beban kerja kuantitatif yaitu beban
kerja yang timbul sebagai akibat dari tugas yang diberikan harus
diselesaikan dalam waktu tertentu. Sedangkan beban kerja
kualitatif terjadi jika seseorang tidak mampu untuk melakukan
suatu tugas yang tidak menggunakan keterampilan atau potensi
dari tenaga kerja. Jika Beban kerja kuantitatif dan kualitatif ini
berlebih dan menambah waktu kerja yang lebih banyak, maka
sumber terjadinya stres akan lebih banyak.
Selanjutnya beban kerja terlalu banyak maupun sedikit
tersebut timbul selain sebagai akibat dari tugas-tugas yang
diberikan kepada pekerja dan dirasakan oleh pekerja sebagai
beban kerja yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu, juga
merupakan manifestasi dari ketidakmampuan pekerja untuk
melakukan suatu tugas yang diberikan (Munandar, 2008).
Lebih jauh menurut Permenaker No 13 Tahun 2011
menyatakan bahwa beban kerja merupakan beban yang dialami
oleh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaan yang dilakukan
olehnya. Penilaian beban kerja dengan mengamati aktivitas
tenaga kerja dan menghitung kebutuhan kalori berdasarkan
27
pengeluaran energi sesuai tabel perhitungan beban kerja, hal ini
dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1
Penilaian pekerjaan
No Pekerjaan Posisi Badan
1 2 3 4
Duduk
(0,3)
Berdiri
(0,6)
Berjalan
(3,0)
Berjalan
mendaki
(3,8)
1 Pekerjaan dengan
tangan
Katagori I (contoh:
menulis, merajut
(0,30)
0,60 0,90 3,30 4,10
Katagori II (contoh:
menyetrika)
(0,70)
1,00 1,30 3,70 4,50
Katagori III (Contoh :
mengetik)
(1,10)
1,40 1,70 4,10 4,90
2 Pekerjaan dengan satu
tangan
Katagori I (contoh:
menyapu lantai)
(0,90)
1,20 1,50 3,90 4,70
Katagori II (contoh:
menggergaji)
(1,60)
1,90 2,20 4,60 5,40
Katagori III (Contoh:
memukul paku)
(2,30)
2,60 2,90 5,30 6,10
3 Pekerjaan dengan dua
lengan
Katagori I
(contoh:menambal
logam, mengemas
barang dalam dus)
(1,25)
1,55 1,85 4,25 5,05
28
No Pekerjaan Posisi Badan
1 2 3 4
Duduk
(0,3)
Berdiri
(0,6)
Berjalan
(3,0)
Berjalan
mendaki
(3,8)
Katagori II (contoh:
memompa, menempa
besi)
(2,25)
2,55 2,85 5,25 6,05
Katagori III (contoh:
mendorong kereta
bermuatan)
(3,25)
3,55 3,85 6,25 7,05
4 Pekerjaan dengan
menggunakan gerakan
tangan
Katagori I (contoh:
pekerjaan
administrasi) (3,75)
4,05 4,35 6,75 7,55
Katagori II (contoh:
membersihkan karpet,
mengepel) (8,75)
9,05 9,35 11,75 12,55
Katagori III (contoh:
menggali lubang,
menebang pohon)
(13,75)
14,05 14,35 16,75 17,55
Keterangan :
Aktivitas kerja: kategori pekerjaan + posisi badan
Contoh: Kategori 1.1 (pekerjaan dengan tangan pada posisi badan
duduk, maka aktivitas kerja+ (0,3)+(0,3)= 0,6
Sumber: Permenaker No 13 Tahun 2011
Hasil pengukuran total beban kerja tersebut akan dibandingkan
dengan pengelompokan beban kerja menurut Permenaker No 13 Tahun
2011 yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
29
Tabel 2.2
Pengelompokan Beban Kerja Sesuai Dengan Kebutuhan Kalori
Per Jam
Beban Kerja Jumlah Kalori
Beban Kerja Ringan < 200 Kilo Kalori/Jam
Beban Kerja Sedang 200- < 350 Kilo Kalori/Jam
Beban Kerja Berat 350 - < 500 Kilo Kalori/Jam
Menurut hasil penelitian Vinallia (2011) terbukti dari hasil
uji chi-square bahwa pengaruh antara beban kerja terhadap stres
kerja menunjukkan adanya pengaruh yang bermakna dengan
nilai p = 0,008 atau (p<0,05) berarti ada hubungan yang
signifikan antara beban kerja terhadap stres kerja. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Siswanti (2004) mengatakan
bahwa dari 170 responden yang diteliti, 75% diantaranya
menyatakan bahwa beban kerja mereka sangat berat sehingga
menyebabkan stres.
b. Shift Kerja/ Kerja malam
Penelitian menunjukkan bahwa kerja shift/ kerja malam
merupakan sumber utama dari stres bagi pekerja pabrik Monk dan
Tepas (1985) dalam Munandar (2008). Para pekerja shift lebih
sering mengeluh tentang kelelahan dan gangguan perut daripada
para pekerja pagi/ siang dan dampak dari kerja shift terhadap
30
kebiasaan makan yang mungkin menyebabkan gangguan-
gangguan perut. Pengaruhnya adalah emosional dan biological,
karena gangguan ritme sirkadian dari tidur/ daur keadaan bangun
(wake cycle), pola suhu dan ritme pengeluaran adrenalin.
Menurut Monk dan Folkard (1983) dalam Munandar
(2008) ada tiga faktor yang harus baik keadaannya agar dapat
berhasil menghadapi kerja shift : tidur, kehidupan social dan
keluarga, dan ritme sirkadian. Faktor-faktor tersebut sangat
berkaitan, sehingga salah satu dapat membatalkan efek positif dari
keberhasilan yang telah dicapai dengan kedua faktor lain.
Menurut Selye (1976) dalam Munandar (2008) para
pekerja yang biasa bekerja shift lama kelamaan akan merasa
berkurang stresnya secara fisik. Namun perlu diingatkan bahwa
ada pekerjaan-pekerjaan shift dimana tidak akan timbul kebiasaan-
kebiasaan ini, yaitu pada pekerja rig lepas pantai yang bekerja
bergantian shift siang dan malam selama 7 atau 14 hari berturut-
turut tanpa adanya istirahat, dan kemuadian memperoleh istirahat
7 atau 14 hari cuti rumah (Sutherland dan Cooper 1986 dalam
Munandar 2008).
Bagi seseorang pekerja, shift kerja berarti berada pada
lokasi kerja yang sama, baik teratur pada saat yang sama (shift
kerja kontinyu) atau pada waktu yang berlainan (shift kerja rotasi).
Shift kerja berbeda dengan hari kerja biasa, dimana pada hari kerja
31
biasa, pekerjaan dilakukan secara teratur pada waktu yang telah
ditentukan sebelumnya, sedangkan shift kerja dapat dilakukan
lebih dari satu kali untuk memenuhi jadwal 24 jam/hari. Biasanya
perusahaan yang berjalan secara kontinyu yang menerapkan
aturan shift kerja ini (Nurmianto, 2004).
Menurut Fish (2000) mengemukakan bahwa efek bekerja
pada (shift) malam hari pada pekerja antara lain:
1. Efek Fisiologis
a. Kualitas tidur: tidur siang tidak seefektif tidur malam,
banyak gangguan dan biasanya diperlukan waktu istirahat
untuk menebus kurang tidur selama kerja malam.
b. Menurunnya kapasitas fisik kerja akibat timbulnya
perasaan mengantuk dan lelah.
c. Menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan.
2. Efek Psikososial
Efek ini menunjukkan masalah lebih besar dari efek
fisiologis, antara lain adanya gangguan kehidupan keluarga,
hilangnya waktu luang, kecil kesempatan untuk berinteraksi
dengan teman, dan gangguan aktivitas kelompok dalam
masyarakat.
32
3. Efek Kinerja
Kinerja menurun selama kerja malam yang diakibatkan
oleh efek fisiologis dan efek psikolsosial. Menurutnya kinerja
dapat mengakibatkan kemampuan mental menurun yang
berpengaruh terhadap perilaku kewaspadaan pekerjaan seperti
kualitas kendali dan pemantauan.
4. Efek Terhadap Kesehatan
Kerja malam menyebabkan gangguan gastrointestinal,
masalah ini cenderung terjadi pada usia 40-45 tahun. Kerja
malam juga dapat menjadi masalah terhadap keseimbangan
kadar gula dalam darah bagi penderita diabetes.
c. Jam Kerja
Menurut standar HIPERKES, rata-rata jam kerja adalah 8
jam per hari. Sehingga penambahan jam kerja diluar standar
dapat meningkatkan usaha adaptasi pekerja, yang kemudian
dapat meningkatkan ekskresi katokholamin yaitu hormon
adrenalin dan non-adrenalin (Munandar, 2008).
Menurut Breslow dan Buell (1960) yang dikutip dalam
Suprapto (2008) melaporkan penemuannya yang mendukung
hubungan antara jam kerja dengan stres yang kemudian
33
menyebabkan sakit jantung. Dalam sebuah investigasi terhadap
kematian pria di California, mereka melakukan observasi pada
pekerja di industry kecil yang berusia kurang dari 45 tahun, yang
bekerja selama lebih dari 48 jam per minggu, memiliki resiko 2
kali lipat untuk terkena stres yang berakibat pada Penyakit
Jantung Koroner (PJK) dibandingkan dengan pekerja yang
bekerja 40 jam atau kurang dalam seminggunya.
Menurut penelitian Muhammad (2004) diketahui bahwa
responden yang bekerja > 12 jam menunjukkan gejala stres
sedang. Hasil uji statistik menunjukkan ada kecenderungan
hubungan yang bermakna antara jam kerja dengan stres kerja.
Namun, menurut Desy (2002) mengatakan tidak ada hubungan
yang bermakna antara waktu dalam bekerja dengan stres kerja.
d. Rutinitas
Rutinitas adalah pekerjaan rutin yang berulang-ulang
sehingga menimbulkan kejenuhan karena bersifat monoton
(Cooper dan Kelly, 1984 dalam Munandar, 2008). Pada
pekerjaan yang sederhana dimana banyak terjadi pengulangan
gerak akan timbul rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam
kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya
tugas yang harus dilakukan, dapat menghasilkan berkurangnya
34
perhatian. Hal ini secara potensial membahayakan jika tenaga
kerja gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Airmayanti (2009)
diketahui bahwa sebagian besar responden atau 55,2%
menyatakan rutinitas pekerjaan membosankan dan berdasarkan
perhitungan risk estimate diperoleh responden yang menyatakan
membosankan memiliki peluang 2.615 kali untuk mengalami
stres kerja berat dibandingkan dengan responden yang
menyatakan tidak membosankan.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Desy (2002) dari
penelitiannya ditemukan ada hubungan yang bermakna antara
rutinitas dalam bekerja dengan tingkatan stres kerja. Sedangkan
menurut Soebakti (2006) dari hasil penelitian menyatakan tidak
ada hubungan yang bermakna antara rutinitas dengan stres kerja.
Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh
Muhammad (2004) dari hasil penelitiannya juga disimpulkan
tidak ada hubungan yang bermakna antara rutinitas dengan
timbulnya stres kerja. Hal ini perlu diketahui bahwa tidak adanya
hubungan yang bermakna antara rutinitas dengan stres kerja
dapat disebabkan karena stressor yang sama dapat dipersepsikan
secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan
tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan
mengancam. Penilaian individu dalam hal ini sangat menentukan
35
apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian
kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap respon yang akan
muncul (Selye, 1956 dalam Widyasari, 2005).
Menurut Wantoro (1999) selain tuntutan kerja yang termasuk dalam
faktor intrinsik pekerjaan adalah kondisi lingkungan fisik yang terdiri dari :
a. Kebisingan
Kebisingan merupakan suara-suara yang tidak dikehendaki.
Kebisingan sangat mengganggu pekerja dalam bekerja, baik dalam hal
pemusatan perhatian terhadap pekerjaannya maupun berkomunikasi
dengan orang lain. Keadaan ini dapat mengganggu pendengaran,
terjadinya kecelakaan kerja, menimbulkan terjadinya gangguan atau
pengaruh psikologis dari pekerja dalam bentuk gangguan emosi,
temperamen dan lain-lain. Paparan kebisingan dengan intensitas yang
tinggi melebihi Nilai Ambang Batas yang ditetapkan pemerintah melalui
Permenakertrans No. Per 13/MEN/X/2011 Tahun 2011 (85 dB untuk
paparan 8 jam kerja sehari) akan membahayakan kesehatan pada telinga
tenaga kerja (Yanri, 2002 dalam Nawawinetu dan Adriyani, 2007).
Menurut Nawawinetu dan Adriyani (2007) efek kebisingan dengan
intensitas tinggi terhadap pendengaran berupa ketulian syaraf (Noise
Induced Hearing Loss) telah banyak diteliti. Namun kebisingan selain
36
memberikan efek terhadap pendengaran (Auditory Effects) juga dapat
menimbulkan efek buka pada pendengaran (Non Auditory Effects) dan
efek ini bisa terjadi karena bising dianggap sebagai suara yang
mengganggu sehingga respon yang timbul adalah stres akibat bising
tersebut. Beberapa penelitian menunjukan bahwa absenteisme pada
tenaga kerja yang terpapar bising lebih tinggi di banding yang tidak
terpapar bising, namun belum jelas apakah ini disebabkan oleh efek
psikologis dari stres (CCOHS, 2007 dalam Nawawinetu dan Adriyani,
2007).
Adapun menurut Kohen (1967) dalam Suprapto (2008) menemukan
ada hubungan antara bising sebesar 95db dengan kelelahan dan stres
dalam bekerja. Namun menurut Nugroho (2004) diketahui bahwa tidak
ada hubungan yang bermakna antara kebisingan dengan stres kerja.
b. Suhu panas atau dingin
Pada suhu panas dan dingin, dapat menyebabkan pekerja mudah
terkena kelelahan disamping pengaruh kesehatan lainnya. Efek suhu
tempat kerja di dalam atau di luar ruangan, status kesehatan pekerja,
kelembaban, kecepatan aliran udara, jenis pakaian yang digunakan dan
lama pemaparan. Keadaan ini bila terjadi berlarut-larut menyebabkan
pekerja tidak mampu bekerja dengan baik karena menurunnya gairah
bekerja atau bila terpaksa bekerja maka dapat mengakibatkan stres
37
(Munandar,2008). Standar suhu lingkungan kerja menurut Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor: 405/Menkes/SK/XI/2002 yaitu 18-300C.
Suatu penelitian diperoleh bahwa hasil produktivitas kerja manusia akan
mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24 derajat
Celcius sampai 27 derajat Celcius ( Wigjosoebrato, 2003).
Menurut penelitian Siswanti (2004) yang dilakukan di PT. Pandu
Dayatama Patria, dilaporkan bahwa 70% responden menyatakan
bermasalah dengan panas, sehingga menyebabkan stres dan 39%
menyatakan stres walaupun tidak mempermasalahkan panas. Hasil
statistik menyatakan Pvalue sebesar 0,039 sehingga ada hubungan yang
bermakna antara panas dengan stres kerja. Selain itu hasil OR sebesar
3,82 hal ini berarti pekerja yang merasakan panas, memiliki
kecenderungan untuk terkena stres 3 kali lebih besar daripada pekerja
yang tidak mempermasalahkan panas.
c. Pencahayaan
Terlalu kuatnya cahaya penerangan dapat menimbulkan dampak
psikologis pada pekerja, seperti kelelahan dan pusing. Bahkan dapat
menimbulkan kecelakaan kerja akibat silaunya penerangan di ruang
kerja, begitu pula sebaliknya dengan penerangan yang suram
(Munandar, 2008). Pencahayaan yang kurang atau terlalu berlebihan di
tempat kerja menyulitkan pekerja untuk bekerja secara optimal,
sehingga apabila hal ini terjadi dalam waktu yang lama dapat
38
menyebabkan seorang pekerja mengalami stres dan ketidaknyamanan
dalam bekerja (Suprapto, 2008).
d. Radiasi
Sumber daya radiasi adalah sinar gamma, yaitu gelombang
elektromagnet yang mampu menembus permukaan kulit tanpa terlihat
oleh mata. Energi itu mampu merusak sel-sel hidup. Pemaparan radiasi
tergantung dari dosis, waktu pemaparan dan jarak sumber ke pekerja.
Selain memberi pengaruh buruk, radiasi juga menyebabkan rasa kurang
aman bagi pekerja yang bekerja di tempat yang mengandung radiasi.
Apabila hal ini tidak diperhatikan, maka dalam waktu-waktu tertentu hal
tersebut tidak hanya berbahaya bagi pekerja, namun dapat menimbulkan
keresahan dan stres dalam bekerja (Munandar, 2008).
2. Peran Individu dalam Organisasi
Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam
organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya
yang harus dilakukan sesuai dengan aturan yang ada dan sesuai dengan
yang diharapkan oleh atasannya. Tenaga kerja tidak selalu berhasil
untuk memainkan perannya tanpa menimbulkan masalah.
39
Peranan dalam organisasi meliputi :
a. Pekerja tidak dapat berbuat banyak untuk mempengaruhi
keputusan perusahaan yang menyangkut diri mereka sendiri, hal
ini berakibat pada performa kerja dan menyebabkan timbulnya
ketidaknyamanan dalam bekerja, contohnya pada kasus
pemotongan gaji karyawan.
b. Pekerja tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan bersama-
sama supervisor dan manajer perusahaan terhadap masalah-
masalah yang menyangkut kepentingan bersama-sama antara
perusahaan dan karyawan.
Menurut Frenh dan Chaplan (1970) dalam Suprapto (2008)
apabila seorang karyawan tidak diikut sertakan dalam pengambilan
keputusan yang berhubungan dengan dirinya, maka hal tersebut dapat
menyebabkan karyawan tersebut menjadi tidak betah dalam bekerja.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa seorang pekerja yang diberi
kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan,
memiliki hasil kerja yang lebih baik dan mengurangi tekanan dalam
bekerja yang dapat menyebabkan stres.
3. Pengembangan Karir
Dalam praktek pengembangan karir lebih merupakan suatu
pelaksaan rencana karir seperti yang diungkapkan oleh Handoko
40
(1985) bahwa pengembangan karir adalah peningkatan-peningkatan
pribadi yang dilakukan seseorang untuk mencapai suatu rencana karir.
Pengembangan karir karyawan menurut Andersen (1982) yang dikutip
oleh Bida (1995) adalah memacu kepada aktivitas pekerjaan yang terus
menerus, kelebihan jam kerja ketika melakukan berbagai pekerjaan
dan berbagai macam pelatihan yang diberikan.
Unsur-unsur penting pengembangan karir meliputi:
a. Peluang untuk menggunakan keterampilan jabatan sepenuhnya
b. Peluang mengembangkan keterampilan yang baru
c. Penyuluhan karir untuk memudahkan keputusan-keputusan yang
menyangkut karir
d. Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang
mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan
promosi yang kurang.
Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang
mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih dan promosi
yang kurang. Pengembangan karir karyawan terkait dengan
pembangkit stres, diantaranya (Munandar,2008) :
1. Kesempatan mendapat promosi kerja
2. Kesempatan mengembangkan bakat dan kreatifitas dengan
menyalurkan ide dan usul atau saran pada perusahaan
41
3. Kesempatan memperoleh pendidikan dan pelatihan atau
kursus di dalam atau di luar perusahaan untuk meningkatkan
keterampilan dan kemampuan kerja
4. System reward, meliputi pemberian gaji, tunjangan dan
penghargaan pada karyawan berprestasi tidak dijalankan
perusahaan dengan baik.
a. Promosi
Promosi merupakan salah satu usaha perusahaan dalam
meningkatkan kemampuan pekerjanya. Peluang pekerja untuk
mendapatkan promosi berbeda-beda tergantung kepada kebutuhan
perusahaan (Munandar,2008). Adanya promosi untuk menghasilkan
kepuasan kerja dan mencegah timbulnya stres pada tenaga kerja
yang bertujuan mengurangi turn over. Dengan promosi kerja,
mereka tidak hanya mencari peningkatan pendapatan, tetapi juga
mencari peningkatan status dan tantangan yang ada dari pekerjaan
yang baru. Bentuk promosi pada pekerja bermacam-macam, seperti
kenaikan pangkat/jabatan, mendapatkan pendidikan atau pelatihan,
mengikuti seminar atau simposium, dan lain-lain.
Menurut penelitian Siswanti (2004) diperoleh bahwa 64%
responden menyatakan bahwa mereka merasakan stres, akibat dari
ketidakpuasan terhadap promosi yang diberlakukan dan 43%
menyatakan mengalami stres walaupun mereka sudah merasa puas
42
terhadap promosi yang diberlakukan. Hasil statistik menyatakan
Pvalue sebesar 0,039, artinya ada hubungan yang bermakna antara
kepuasan terhadap sistem promosi dengan stres kerja. Selain itu
hasil OR sebesar 10,588 hal ini berarti pekerja yang tidak puas
terhadap promosi yang diberlakukan, memiliki potensi terkena stres
10 kali lebih besar daripada pekerja yang merasa puas.
b. Kepuasan gaji
Gaji merupakan kompensasi yang diterima oleh pekerja apabila
ia telah menyelesaikan pekerjaannya (Munandar, 2008). Sedangkan
menurut Schultz (1998) salah satu penyebab tingginya turn over
pekerja disebabkan gaji yang mereka terima sewaktu bekerja tidak
sesuai dengan yang diharapkannya. Selain itu gaji dapat
mempengaruhi motivasi pekerja. Berdasarkan teori dua faktor oleh
Heizberg (1990) dalam Munandar (2008) menyatakan kepuasan
bekerja sangat menentukan motivasi untuk bekerja, salah satu
komponennya adalah upah.
Berdasarkan penelitian pada masyarakat di AS diketahui
adanya diskriminasi dalam pemberian upah seperti pekerja
golongan minoritas atau pekerja wanita mendapatkan gaji sedikit
lebih rendah daripada pekerja golongan mayoritas atau pekerja laki-
laki (Schultz, 1998). Menurut Nugroho (2004) dari penelitiannya
disimpulkan bahwa 74,6% responden menyatakan bahwa mereka
43
tidak puas terhadap gaji yang diterima, sehingga menyebabkan stres
dan 52,6% menyatakan mengalami stres walaupun puas terhadap
gaji yang diterima. Hasil statistik menyatakan Pvalue sebesar 0,045
sehingga ada hubungan antara kepuasan pemberian gaji dengan
stres kerja.
4. Hubungan dalam Pekerjaan
Harus hidup dengan orang lain, menurut Selye (1976) dalam
Munandar (2008), merupakan salah satu aspek dari kehidupan yang
penuh stress. Hubungan yang baik antar anggota dari satu kelompok
kerja dianggap sebagai faktor utama dalam kesehatan individu dan
organisasi (Argyris, 1964; Cooper, 1973 dalam Munandar 2008).
Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala
adanya kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam
pemecahan masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara
positif berhubungan dengan ketatalaksanaan peran yang tinggi, yang
mengarah ke komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai antara
pekerjaan dan ketegangan psikologikal dalam bentuk kepuasan
pekerjaan yang rendah, penurun dari kondisi kesehatan, dan rasa
diancam oleh atasan dan rekan-rekan kerjanya (Munandar, 2008).
Selain itu Tarwaka (2004) menjelaskan bahwa hubungan baik
pekerja di tempat kerja memiliki potensi penyebab terjadinya stres
kerja, hal ini dimungkinkan karena adanya kecurigaan antara pekerja,
44
kurangnya komunikasi dan ketidaknyamanan dalam melakukan
pekerjaan sehingga memicu terjadinya stres kerja. Hal ini
mengisyaratkan bahwa kemungkinan munculnya stres kerja pada
hubungan interpersonal yang baik dapat terjadi, walaupun perlu ada
pengkajian lebih lanjut lagi mengenai faktor ini.
Penelitian yang paling memperhatikan tentang masalah
hubungan interpersonal dalam pekerjaan dilakukan oleh Kahn dkk.
(1964), French dan Chaplan (1970) dan Buck (1972) dalam Suprapto
(2008). Studi yang dilakukan Kahn dkk. dan French dan Chaplan
menghasilkan sebuah kesimpulan yang sama, bahwa
ketidakpercayaan seorang pekerja secara positif berhubungan dengan
tingginya role ambiguity, kurangnya berkomunikasi dengan rekan
kerja, ketegangan psikologi yang ditunjukkan dengan rendahnya
kepuasan dalam bekerja dan tidak adanya perasaan menghilangkan
ancaman dalam pekerjaan sebagai kesuksesan bersama.
Menurut penelitian Bida (1995) yang dilakukan pada karyawan
Conoko dan Kontraktor di Blok B Kepulauan Natuna, dilaporkan
bahwa 53,2% responden merasakan hubungan kerja yang buruk
dengan atasan, sehingga menyebabkan stres dan 33,1% menyatakan
stres tetapi memiliki hubungan kerja yang baik dengan atasan. Hasil
statistik menyatakan Pvalue sebesar 0,00081 sehingga ada hubungan
yang bermakna antara hubungan interpersonal dalam pekerjaan
dengan stres kerja.
45
5. Struktur dan Iklim Organisasi
Faktor stres yang dikenali dalam kategori ini adalah terpusat
pada sejauh mana tenaga kerja dapat terlihat atau berperan serta pada
support sosial. Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam
pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan
perilaku negatif. Peningkatan peluang untuk berperan serta
menghasilkan peningkatan produktivitas, dan peningkatan taraf dari
kesehatan mental dan fisik (Munandar, 2008).
Struktur dan iklim organisasi yang tidak baik dan kurang
mendukung karyawan, biasanya dapat menimbulkan ketidakpuasan
dalam bekerja, yang akhirnya dapat menyebabkan stres Cooper
(1989) dalam Munandar (2008). Struktur dan iklim tersebut meliputi:
a. Kebijakan perusahaan yang terlalu ketat
b. Administrasi dan manajemen perusahaan yang terlalu birokratis
c. Peraturan-peraturan perusahaan yang terlalu mengikat pekerja.
Struktur dan iklim organisasi bukan termasuk faktor yang
mempengaruhi stres kerja dapat disebabkan (Ivancevich, 1975 dalam
Gibson dkk, 1996) :
a) Stresor pada pekerja berkaitan dengan perubahan fisik, psikologis
dan emosional di dalam individu.
b) Tanggapan penyesuaian terhadap stresor pada pekerjaan telah
ditentukan dengan mengukur diri (self-rating), penampilan prestasi
dan pengujian biokimia
46
c) Tidak ada daftar stresor yang dapat diterima secara universal. Setiap
organisasi memiliki penetapan sendiri yang unik.
d) Perbedaan-perbedaan individual menjelaskan mengapa suatu
stresor yang mengganggu dan menggocang bagi seseorang berubah
pada orang yang lain.
Menurut penelitian Putri (1998) yang dilakukan di PT. Bakrie dan
Brothers, dilaporkan bahwa 61,1% responden menyatakan
menganggap struktur dan iklim organisasinya buruk, sehingga
menyebabkan stres dan 48,4% menyatakan stres tetapi iklim dan
struktur organisasinya baik. Hasil statistik menyatakan Pvalue
sebesar 0,0459 sehingga ada hubungan yang bermakna antara iklim
dan struktur organisasi dengan stres kerja.
Sedangkan menurut Munandar (2008) faktor-faktor lain yang menyebabkan
stress (stesor) berdasarkan model stres yang dikemukakan oleh Cooper (1989)
adalah :
1. Tuntutan dari luar pekerjaan
Faktor ini menyangkut segala aspek kehidupan pekerja sehari-
hari, mulai dari keluarga, orang tua, istri, anak, sahabat sampai dengan
masyarakat disekitarnya. Isu-isu tentang keluarga, kesulitan ekonomi,
keyakinan, konflik dalam keluarga, konflik dengan tetangga di
sekitarnya dan konflik dengan orang tua, dapat menjadi pemicu
timbulnya stres yang berakibat pada performa dalam bekerja.
47
2. Ciri-ciri Individu
Banyak literatur yang mengatakan bahwa stres lebih sering
diakibatkan oleh lingkungan disekitar individu. Menurut pandangan
interaktif dari stres, terkadang stres ditentukan pula oleh individunya
sendiri dan sejauh mana ia melihat situasinya sebagai stres (Munandar,
2008). Menurut Cooper (1989) dalam Munandar (2008) dalam faktor-
faktor individu yang dapat mempengaruhi stres, antara lain:
a. Kepribadian
Ketika berbicara tentang stres pada pekerja, maka kita akan
melihat bagaimana seseorang memandang stres sebagai suatu
gangguan, sehingga stres sangat bergantung kepada kepribadian
individu yang terkena stres tersebut. Seseorang yang berkepribadian
introvert bereaksi lebih negatif dan memilki ketegangan lebih besar
daripada individu yang berkepribadian ekstrovert.
b. Kecakapan
Kecakapan merupakan variabel yang ikut menentukan stres
tidaknya sesuatu yang ia hadapi. jika seseorang menghadapi masalah
yang ia rasakan tidak mampu ia pecahkan sedangkan situasi tersebut
penting, maka hal tersebut akan dirasakan sebagai sesuatu yang
mengancam sehingga dapat memicu terjadinya stres.
Ketidakmampuan individu dalam menyelesaikan masalah sehingga
48
menyebabkan stres berkaitan dengan kecakapan dan kemampuan
seseorang dalam menghadapi stres.
c. Nilai dan kebutuhan
Setiap organisasi dan perusahaan memiliki budaya dan nilai
masing-masing. Para tenaga kerja diharapkan dapat mengikuti nilai
dan budaya yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Proses sosialisasi
pekerja dalam mengikuti nilai dan budaya tidak sepenuhnya berhasil.
Bagi pekerja yang gagal biasanya akan mengundurkan diri. Dan bila
ada yang tidak mengundurkan diri karena tidak adanya pekerjaan lain
atau karena sebab lain maka tenaga kerja tersebut akan mengalami
stres (Munandar, 2008).
3. Umur
Hubungan antara umur dengan stres memiliki kesamaan dengan
hubungan antara masa kerja dengan stres. Namun, tidak selamanya umur
dengan stres kerja dihubungkan dengan masa kerja. Ada beberapa jenis
pekerjaan yang sangat berpengaruh dengan umur, terutama yang
berhubungan dengan sistem indera dan kekuatan fisik. Biasanya pekerja
yang memiliki umur lebih muda memiliki penglihatan dan pendengaran
yang lebih tajam, gerakan yang lebih lincah dan daya tahan tubuh yang
lebih kuat. Namun, untuk beberap jenis pekerjaan lain, faktor umur yang
49
lebih tua, biasanya memiliki pengalaman dan pemahaman bekerja yang
lebih banyak. Sehingga pada jenis pekerjaan tertentu umur dapat menjadi
kendala dan dapat memicu terjadinya stres (Munandar, 2008).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cardiff University (2000)
yang dikutip dalam Suprapto (2008) terhadap faktor-faktor demografi
yang mempengaruhi timbulnya stres kerja, disimpulkan bahwa umur
memiliki hubungan dengan timbulnya stres kerja. Dalam penelitian ini,
umur dibagi ke dalam 4 kategori, yaitu usia 18-32 tahun, 33-40 tahun, 41-
50 tahun dan diatas usia 51 tahun. Dari hasil penelitian ini diketahui
bahwa kategori usia 41-50 tahun memiliki persentase terbesar untuk
terkena stres tingkat tinggi (20,8%). Sedangkan untuk kategori umur yang
memiliki persentase terbesar yang mengalami stres tingkat rendah adalah
usia 18-32 tahun dan usia 51 tahun keatas (83%). Hal ini disebabkan pada
usia awal perkembangan keadaan emosi seseorang masih lebih labil.
Sedangkan pada usia lanjut biasanya daya tahan tubuh seseorang sudah
mulai berkurang sehinga sangat berpotensi untuk terkena stres.
Selain itu menurut Minner (1992) dalam Luthfiyah (2011) pekerja
mungkin menjadi kurang kompeten setelah usia mereka menginjak 40
tahun atau lebih. Pengurangan itu cenderung pada tugas yang
menekankan kecepatan, seperti misalnya kecepatan respon otot atau
persepsi visual. Berhubungan dengan kematangan seseorang secara
psikologis maupun fisik. Pekerja yang umurnya lebih tua sering gagal
untuk mempelajari keahlian baru secara besar karena mereka tidak
50
percaya pengetahuan diperlukan, daripada karena kurangnya kemampuan
mereka.
Berdasarkan penelitian Airmayanti (2009) yang dilakukan pada
pekerja bagian produksi PT ISM Bogasari Flour Mills Tbk diketahui
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan stres
kerja.
4. Masa Kerja
Masa kerja mempunyai potensial terjadinya stres kerja sesuai
pendapat Robbins (1998) dalam Supardi (2007) berdasarkan teori pola
hubungan U terbalik yang memberikan reaksi terhadap stres sepanjang
waktu dan terhadap perubahan intensitas stres baik masa kerja yang lama
maupun sebentar dapat menjadi pemicu terjadinya stres kerja dipeberat
dengan beban kerja yang besar.
Menurut Munandar (2008) bahwa masa jabatan yang berhubungan
dengan stres kerja sangat berkaitan dengan kejenuhan dalam bekerja.
Pekerja yang telah bekerja di atas 5 tahun biasanya memiliki tingkat
kejenuhan yang lebih tinggi daripada pekerja yang baru bekerja.
Sehingga dengan adanya tingkat kejenuhan tersebut dapat menyebabkan
stres dalam bekerja.
Selain itu menurut Cook (1997) bahwa stres dapat dipicu oleh
buruknya hubungan antara sesama pekerja, meskipun seorang atasan,
atau hanya staf. Apabila hubungan antar sesama pekerja telah dibangun
51
dengan baik, maka masa kerja lama ataupun sebentar tidak menjadi
masalah meskipun bagi pekerja yang masa kerjanya lebih singkat tentu
punya beban sedikit lebih besar karena harus beradaptasi dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan kerjanya.
Budiono (2003) mengatakan bahwa masa kerja dapat
mempengaruhi pekerja baik secara positif maupun negatif. Pengaruh
positif dimana semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin
berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sebaliknya akan
memberikan pengaruh negatif apabila semakin lama bekerja maka akan
menimbulkan kelelahan dan kebosanan. Semakin lama seseorang bekerja
maka akan semakin banyak seseorang terpapar bahaya yang ditimbulkan
oleh lingkungan kerja tersebut.
Selain itu menurut penelitian Vierdelia (2008) yang dilakukan pada
pengemudi bus kota PPD Jakarta diperoleh bahwa ada hubungan yang
bermakna antara masa kerja dan stres kerja. Namun menurut penelitian
Suprapto (2008) diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara stres kerja dengan masa kerja.
F. Tahapan Stres Kerja
Lazarus dan Launier (dalam Gustiarti, 2002) mengemukakan tahapan-
tahapan proses stres sebagai berikut :
52
1. Stage of Alarm
Individu mengidentifikasikan suatu stimulus yang membahayakan.
Hal ini akan meningkatkan kesiapsiagaan dan orientasinya pun terarah
kepada stimulus tersebut.
2. Stage of Appraisals
Individu mulai melakukan penilaian terhadap stimulus yang
mengenainya. Penilaian ini dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman
individu tersebut. Tahapan penilaian ini dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Primary Cognitive Appraisal
Adalah proses mental yang berfungsi mengevaluasi suatu situasi
atau stimulus dari sudut implikasinya terhadap individu, yaitu apakah
menguntungkan, merugikan, atau membahayakan individu tersebut.
b. Secondary Cognitive Appraisal
Adalah evaluasi terhadap sumber daya yang dimiliki individu dan
berbagai alternatif cara untuk mengatasi situasi tersebut. Proses ini
dipengaruhi oleh pengalaman individu pada situasi serupa, persepsi
individu terhadap kemampuan dirinya dan lingkungannya serta
berbagai sumber daya pribadi dan lingkungan.
3. Stage of Searching for a Coping Strategy
Konsep „coping‟ diartikan sebagai usaha-usaha untuk mengelola
tuntutan-tuntutan lingkungan dan tuntutan internal serta mengolah konflik
53
antara berbagai tuntutan tersebut. Tingkat kekacauan yang dibangkitkan
oleh satu stresor akan menurun jika individu memiliki antisipasi tentang
cara mengelola atau menghadapi stresor tersebut, yaitu dengan
menerapkan strategi „coping‟ yang tepat. Strategi yang akan digunakan
ini dipengaruhi oleh pengalaman atau informasi yang dimiliki individu
serta konteks situasi dimana stres tersebut berlangsung.
4. Stage of The Stres Response
Pada tahap ini individu mengalami kekacauan emosional yang akut,
seperti sedih, cemas, marah, dan panik. Mekanisme pertahanan diri yang
digunakan menjadi tidak adekuat, fungsi-fungsi kognisi menjadi kurang
terorganisasikan dengan baik, dan pola-pola neuroendokrin serta sistem
saraf otonom bekerja terlalu aktif. Reaksi-reaksi seperti ini timbul akibat
adanya pengaktifan yang tidak adekuat dan reaksi-reaksi untuk
menghadapi stres yang berkepanjangan. Dampak dari keadaan ini adalah
bahwa individu mengalami dis organisasi dan kelelahan baik mental
maupun fisik.
Disamping membagi stres kedalam tahap-tahap diatas, Lazarus juga
membedakan istilah-istilah harm-loss, threat, dan challenge. Harm-loss dan
threat memiliki konotasi negatif. Keduanya dibedakan berdasarkan
perspektif waktunya. Harm-loss digunakan untuk menerangkan stres yang
timbul akibat antisipasi terhadap suatu situasi. Baik stres akibat harm-loss
maupun threat pada umumnya akan dapat berupa gangguan fisiologis
54
maupun gangguan psikologis. Di lain pihak, challenge (tantangan)
berkonotasi positif. Artinya stres yang dipicu oleh situasi-situasi yang
dipersepsikan sebagai tantangan oleh individu tidak diubah menjadi strain.
Dampaknya terhadap tingkah laku individu, misalnya tampilan kerjanya,
justru positif.
G. Dampak Stres Kerja
Pergerakan dari mekanisme pertahanan tubuh bukanlah satu-satunya
konsekuensi yang mungkin timbul dari adanya kontak dengan sumber stres.
Akibat dari stres banyak bermacam-macam. Ada sebagian yang positif
seperti meningkatkan motivasi, terangsang untuk bekerja lebih giat lagi, atau
mendapat inspirasi untuk hidup lebih baik lagi. Tetapi banyak diantaranya
yang merusak dan berbahaya. menurut Cox (2000) telah mengidentifikasi
efek stres, yang mungkin muncul. Kategori yang di susun Cox (2000)
meliputi :
1. Dampak Subjektif (subjective effect)
Kekhawatiran/kegelisahan, kelesuhan, kebosanan, depresi,
keletihan, frustasi, kehilangan kesabaran, perasaan terkucil dan merasa
kesepian.
2. Dampak Perilaku (Behavioral effect)
Akibat stres yang berdampak pada perilaku pekerja dalam bekerja
di antaranya peledakan emosi dan perilaku implusif.
55
3. Dampak Kognitif (Cognitive effect)
Ketidakmampuan mengambil keputusan yang sehat, daya
konsentrasi menurun, kurang perhatian/rentang perhatian pendek, sangat
peka terhadap kritik/kecaman dan hambatan mental.
4. Dampak Fisiologis (Physiological effect)
Kecanduan glukosa darah meninggi, denyut jantung dan tekanan
darah meningkat, mulut kering, berkeringat, bola mata melebar dan
tubuh panas dingin.
5. Dampak Kesehatan (Health effect)
Sakit kepala dan migrant, mimpi buruk, sulit tidur, gangguan
psikosomatis.
6. Dampak Organisasi (Organizational effect)
Produktivitas menurun/rendah, terasing dari mitra kerja,,
ketidakpuasan kerja, menurunnya kekuatan kerja dan loyalitas terhadap
instansi.
Keenam jenis tersebut tidak mencakup seluruhnya, juga tetapi tidak
terbatas ada dampak-dampak dimana ada kesepakatan universal dan untuk
hal itu ada bukti ilmiah yang jelas. Kesemuanya hanya mewakili beberapa
dampak potensial yang sering dikaitkan dengan stres. Akan tetapi, jangan
56
diartikan bahwa stres selalu meyebabkan dampak seperti yang disebutkan
diatas.
H. Pengukuran Stres Kerja
Teknik pengukuran stres yang biasa digunakan dalam studi Amerika
Serikat menurut Karoley (1985) dapat digolongkan dalam 4 cara, yaitu:
1. Self Respons Measure: Cara ini mencoba mengukur stres dengan
menanyakan melalui kuisoner tentang intensitas pengalaman psikologis,
fisiologis, dan perubahan fisik yang dialami dalam peristiwa kehidupan
seseorang. Teknik ini disebut “life event scale”. Teknik ini mengukur
stres dengan melihat atau mengobservasi perubahan-perubahan prilaku
yang ditampilkan oleh seseorang, seperti prestasi kerja yang menurun dan
dapat dilihat dengan gejala:
a. Cenderung berbuat salah
b. Cepat lupa, kurang perhatian terhadap detail
c. Meningkatnya waktu reaksi (menjadi lambat)
Namun cara ini memiliki kelemahan yaitu berupa respons bias.
Sedangkan keuntungannya yaitu paling mudah diatur dan membutuhkan
biaya yang relatif murah. Berikut ini disajikan pertanyaan-pertanyaan
yang digunakan sebagai indikator dalam menentukan stres kerja
berdasarkan metode life event scale.
57
Tabel 2.3
Daftar pertanyaan untuk metode life event scale
Tidak
pernah
(0)
Jarang
(1)
Kadang-
kadang
(2)
Sering
(3)
Setiap
hari
(4)
Jantung berdebar
Gemetar
Menggertakan gigi pada
saat tidur
Tidak bisa tidur
Rentan terhadap penyakit
Sakit perut
Sakit kepala
Sakit kepala sebelah
(migraine)
Merasa lelah terus-
menerus
Sembelit
Maag
Percaya diri menurun
Hilang nafsu makan
Keringat berlebihan
Telapak tangan
berkeringat
Lesu
Lupa
Linglung
Merasa jengkel
Merasa muak
Merasa ingin bunuh diri
Pesimis
Cemburu
Murung
Sakit pada bagian
punggung
Depresi
Gelisah
Kehilangan minat dalam
berbagai hal
Nyeri otot
Sensitif/peka
Ragu-ragu
58
Tidak
pernah
(0)
Jarang
(1)
Kadang-
kadang
(2)
Sering
(3)
Setiap
hari
(4)
Memeriksa pekerjaan yang
berlebihan
Sulit bernapas
Berjuang untuk mengatasi
penyakit minor (misalnya
dingin)
Bersikap curiga
Rambut rontok
Gangguan konsenterasi
Perut mulas/rasa panas
dalam perut
Menurunkan berat badan
Iritasi pada tenggorokan
Hilang rasa humor
Penyakit kulit
Mengambil inisiatif
terlebih dahulu
Mimpi buruk
Mulut kering
Mengkonsumsi tonik
(Bioplus, liviton, lucozade,
pharmaton)
Diare
Gugup
Putus asa
Mudah kaget
Meningkatnya nafsu
makan
Gangguan koordinasi
Ketidakpastian
Cepat frustasi
Kurang keterlibatan
dengan orang lain
Menggigit kuku
Kurang motivasi
Peningkatan konsumsi
kafein (kopi,teh)
Resah
59
Tidak
pernah
(0)
Jarang
(1)
Kadang-
kadang
(2)
Sering
(3)
Setiap
hari
(4)
Pengambilan keputusan
yang buruk
Merokok
Merasa diluar kendali
Merasa bingung
Tidur yang berlebihan
Menggunakan obat tidur
Merasa lelah ketika
bangun
Merasa kewalahan dengan
banyak pekerjaan
Mengedipkan mata secara
berlebihan
Melamun
Menunda pekerjaan
Merasa panik
Mengurangi produktivitas
Membuang-buang waktu
pekerjaan
Sulit untuk
mengidentifikasi penyebab
non kinerja
Tidak bisa mendiskusikan
masalah dengan orang lain
Sumber: Brown family environmental center at Kenyon college diakses
melalui situs http://bfeckenyon.edu/HealthyKenyon/stresspsymptoms.pdf
60
Berdasarkan daftar pertanyaan diatas, bobot skor 0 jika responden
menjawab “tidak pernah”, bobot skor 1 jika responden menjawab “jarang”, bobot
skor 2 jika responden menjawab “kadang-kadang”, bobot skor 3 jika responden
menjawab “sering”, bobot skor 4 jika responden menjawab “setiap hari”. Dengan
demikian jumlah nilai kumulatif berada dalam rentang 75 sampai dengan 300.
Untuk melakukan penilaian indikator stres kerja, dapat dilakukan penilaian
sendiri (self assesment). System scoring/ penilaian yang digunakan sebagai
indikator untuk masing – masing kelompok sebagai berikut:
a. Nilai > 90 : mengalami stres sangat berat
b. Nilai 71-90 : mengalami stres berat
c. Nilai 46-70 : mengalami stres sedang
d. Nilai 21-45 : mengalami stres ringan
e. Nilai 0-20 : tidak stres
2. Performance Measure
Cara ini mengukur stres dengan melihat atau mengobservasi perubahan -
perubahan perilaku yang ditampilkan oleh seseorang. Contohnya, penurunan
prestasi kerja terlihat dari gejala seperti cenderung berbuat salah, cepat lupa
dan menjadi lamban dalam bereaksi. Keuntungannya yaitu mudah dilakukan
oleh siapapun. Kelemahannya berupa tingkat reabilitasnya rendah.
61
3. Psysiological Measure
Pada pengukuran ini berusaha untuk melihat pengaktifan hipotalamus-
hipofisis-adrenal (HPA) dan sekresi utama kortisol dan katekolamin pada
manusia. Pengukuran ini dapat diukur melalui darah, urin dan air liur.
Keuntungannya yaitu pengambilan sampel melalui darah, urin dan air liur
dapat dilakukan oleh siapapun tanpa harus memiliki keterampilan khusus.
Kelamahannya yaitu membutuhkan waktu yang lama dalam penelitiannya dan
biaya yang banyak.
4. Biochemical Measure
Teknik ini melihat stres melalui respon biokimia individu berupa
perubahan kadar hormon katekolamin dan kortikosteroid setelah pemberian
stimulus. Keuntungannya yaitu tingkat reabilitas dari cara ini tergolong tinggi
namun hasil pengukurannya dapat berubah bila subjek penelitiannya adalah
perokok, peminum alkohol dan kopi. Hal ini karena rokok, kopi dan alkohol
dapat meningkatkan kadar kedua hormon tersebut dalam tubuh. Kelemahannya
yaitu membutuhkan waktu yang lama untuk melihat perubahannya.
Dari keempat cara tersebut, yang paling sering digunakan dalam penelitian
stres adalah life event scale, karena paling mudah diatur dan membutuhkan biaya
yang relatif lebih murah walaupun sering terdapat keterbatasan tertentu.
62
I. Pencegahan Stres kerja
Menurut Levi (1984) upaya pencegahan terhadap stres kerja dapat
dilakukan dengan cara, yaitu :
1. Adanya peraturan tentang identifikasi bahaya kerja di lingkungan kerja
perusahaan, termasuk identifikasi terhadap bahaya psikososial kerja.
2. Program Healthy Life Style antara lain tidak minum minuman beralkohol,
tidak merokok, diet sehat, olah raga, rekreasi dan lain-lain
3. Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memikirkan dan
menentukan cara dan peralatan kerjanya, mempunyai wewenang untuk
menghentikan pekerjaan bila berbahaya, meminta tenaga ahli untuk
menilai perilaku kerja atas biaya perusahaan
4. Memberi kesempatan untuk merancang organisasi kerja, teknologi kerja,
sistem remunerasi (insentif) dan memberi kesempatan kepada karyawan
untuk mengembangkan keterampilannya.
5. Desain kerja yang memungkinkan berlangsungnya interaksi sosial dengan
baik, memberi kesempatan kepada pekerja untuk menentukan variasi
tempat kerja, seperti dekorasi ruang kerja, adanya musik dan lain-lain
untuk menghindari kejenuhan
6. Pendidikan dan pelatihan bagi pekerja
7. Sistem penggajian tetap dan tidak menggunakan sistem upah harian.
Selain itu menurut Mangkunegara (2002) upaya yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya stres kerja terkait rutinitas pekerjaan salah satunya
yaitu pola harmonis, yaitu dengan kemampuan mengelola waktu dan kegiatan
63
secara harmonis dan tidak menimbulkan berbagai hambatan. Dengan pola ini,
individu mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan tantangan dengan
cara mengatur waktu secara teratur.
J. Penaggulangan Stres Kerja
Dalam menghadapi stres (to fight), mencakup tiga macam strategi yang
semestinya dilakukan (Anis, 2005):
a. Mengubah lingkungan kerja, jika perlu dengan memanipulasi
sedemikian rupa, sehingga nyaman bagi tenaga kerja.
b. Mengubah lingkungan kerja melalui persepsi tenaga kerja, misalnya
dengan meyakinkan diri bahwa ancaman tidak ada.
c. Meningkatkan daya tahan mental tenaga kerja terhadap stres. Misalnya
dengan latihan-latihan yang dibimbing oleh psikolog, meditasi, relaksasi
progresif, hypnosis dan otosugesti.
Untuk mendapatkan tenaga kerja yang sehat, baik fisik, mental maupun
sosial, diperlukan kerja sama dari pimpinan perusahaan dari berbagai bidang
dan keahlian, termasuk psikolog. Dalam hal ini psikolog menangani
psikologi industri. Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan maupun
keselamatan kerja, perlu dilakukan penelitian-penelitian yang berhubungan
dengan jenis pekerjaan dan lingkungan kerja yang merupakan sumber
timbulnya kebosanan, kelelahan, kecelakaan dan stres psikologis.
64
Menurut Rahayu (2003) cara negatif untuk menangani stres sedapat
mungkin harus dihindari walaupun sama sekali tidak dapat menyelesaikan
perkara secara tuntas, tetapi sedapat mungkin mengatasi stres dengan hal-hal
yang positif. Karena paling sedikit tidak mendatangkan stres baru. Metode
mengatasi stres yang diungkapkan oleh Hardjana (2004) dapat berupa
tindakan langsung (direct action), mencari informasi (seeking for
information), berpaling pada orang lain (turning to others), penerimaan
dengan pasrah (resigned acceptance) dan proses intra psikis (intrapsychis
process).
K. Polisi Lalu Lintas
1. Ruang Lingkup
Polisi Lalu Lintas merupakan kesatuan lalu lintas yang bertugas
membina, dan dalam batas kewenangan yang ditentukan,
menyelenggarakan fungsi lalu lintas yang meliputi kegiatan
pendidikan masyarakat, penegakan hukum, dan identifikasi
pengemudi kendaraan bermotor, pengakajian masalah lalu lintas,
serta patroli jalan raya yang bersifat antar wilayah hukum negara
Republik Indonesia (Jayanegara, 2007).
65
2. Kondisi Kerja
Polisi lalu lintas sering harus berada pada tempat yang dapat
mengancam keselamatan dan kesehatannya seperti kebisingan,
kondisi jalan raya yang panas, kemacetan arus lalu lintas dan
penuhnya asap kendaraan. Setiap hari kerja secara rutin petugas
Polisi Lalu Lintas harus melakukan pengaturan lalu lintas terutama
pada jam-jam sibuk yakni pada waktu pagi pukul 06.30 sampai 08.00
dan siang hari antara 12.00 sampai 14.00. Pada saat-saat tertentu
mereka harus berada lebih lama lagi melakukan pengaturan bila
jalanan akan dilewati oleh rombongan-rombongan penting, misalnya
pejabat negara, karnaval dan sebagainya (Jayanegara, 2007).
L. Kerangka Teori
Berdasarkan teori-teori dari para ahli mengenai faktor-faktor penyebab
stres kerja adalah Hurrel (1988) dalam Munandar (2008) bahwa faktor-faktor
yang dapat menimbulkan stres di lingkungan pekerjaan dapat bersumber dari
beberapa hal yaitu: faktor intristik dalam pekerjaan, peranan dalam
organisasi, pengembangan karir karyawan, hubungan dalam pekerjaan dan
struktur dan iklim organisasi. Faktor intrinsik dalam pekerjaan meliputi
beban kerja, jam kerja, shift kerja, rutinitas, dan kondisi fisik lingkungan
(kebisingan, temperatur/suhu, pencahayaan, dan radiasi). Peranan dalam
organisasi merupakan peranan pekerja dalam pengambilan keputusan
perusahaan yang berhubungan dengan dirinya. Pengembangan karir
66
karyawan meliputi adanya promosi dan kepuasan gaji. Hubungan dalam
pekerjaan merupakan hubungan antara atasan, bawahan serta rekan sekerja.
Struktur dan iklim organisasi merupakan peraturan perusahaan.
Teori Hurrel kemudian dimodifikasi oleh Cooper (1989) bahwa faktor-
faktor lain yang menyebabkan stres kerja adalah tuntutan dari luar pekerjaan
dan faktor individu (pekerja). Tuntutan dari luar pekerjaan bersal dari
keluarga dan masyarakat. Sedangkan faktor individu (pekerja) dilihat dari
umur dan masa kerja. Menurut Wantoro (1999), selain faktor intrinsik yang
sudah disebutkan diatas yang termasuk dalam faktor intrinsik pekerjaan
adalah lingkungan fisik seperti kebisingan, temperatur, pencahayaan dan
radiasi. Maka dapat diperoleh kerangka teori sebagai berikut :
67
Bagan 2.1
Kerangka Teori
Hurrel dalam Munandar (2008), Wantoro (1999) dan Modifikasi Cooper (1989)
1. Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan
a. Beban kerja
b. Shift kerja
c. Jam kerja
d. Rutinitas
e. Kondisi Fisik Lingkungan
i. Kebisingan
ii. Temperatur
iii. Pencahayaan
iv. Radiasi
2. Peran Individu dalam Organisasi
3. Pengembangan Karir
a. Promosi
b. Kepuasan Gaji
4. Hubungan Interpersonal dalam
pekerjaan
5. Struktur dan Iklim Organisasi
6. Tuntutan diluar pekerjaan
a. Keluarga
b. Masyarakat
7. Faktor Individu
a. Umur
b. Masa Kerja
Stres Kerja
68
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta
Pusat tahun 2013. Kerangka konsep dalam penelitian ini berdasarkan teori-teori
dari para ahli yaitu dari Hurrel dalam Munandar (2008), Wantoro (1999) dan
Modifikasi Cooper (1989). Berdasarkan teori dari beberapa ahli tersebut faktor-
faktor penyebab stres kerja terdiri dari faktor intrinsik pekerjaan, peran individu
dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan, struktur dan
iklim organisasi, tuntutan dari luar organisasi atau pekerjaan, dan karakteristik
individu.
Kerangka konsep yang diteliti terdiri dari variabel dependen (variabel
terikat) yaitu stres kerja, variabel independen (variabel bebas) yaitu faktor
intrinsik (beban kerja dan rutinitas), peran individu dalam organisasi,
pengembangan karir (promosi dan kepuasan gaji), hubungan dalam pekerjaan,
struktur dan iklim organisasi serta faktor individu (umur dan masa kerja).
69
Sedangkan variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini diantaranya:
a. Jam kerja, dalam penelitian ini variabel jam kerja tidak diteliti karena seluruh
polisi lalu lintas bekerja selama 8 jam. Dalam hal ini jam kerja dinyatakan
homogen.
b. Shift kerja, tidak diteliti karena polisi lalu lintas tidak memberlakukan shift
kerja dalam pekerjaannya.
c. Kebisingan, Muhammad (2004) menyatakan bahwa hampir semua polisi lalu
lintas merasakan bising saat bekerja di jalan, namun sulitnya polisi lalu lintas
diobservasi secara bersamaan karena kondisi bising yang berubah-ubah.
d. Pencahayaan, Nugroho (2004) menyatakan bahwa hampir semua
pencahayaan diruangan outdoor melebihi NAB, sehingga dalam hal ini
pencahayaan dinyatakan homogen.
e. Suhu, Luthfiyah (2011) menyatakan bahwa hampir semua polisi lalu lintas
merasakan suhu panas saat bekerja di jalan, namun pada keterbatasan
penelitian disebutkan bahwa sulitnya polisi lalu lintas diobservasi secara
bersamaan karena suhu panas yang akan diteliti bervariasi setiap harinya.
f. Tuntutan dalam pekerjaan yang berasal dari masyarakat dan keluarga,
Airmayanti (2009) menyatakan bahwa umumnya faktor keluarga dan
masyarakat sulit diubah, selain itu faktor keluarga dan masyarakat
mempunyai ruang lingkup yang luas.
Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada bagan 3.1 sebagai berikut :
70
Variabel Independen Variabel Dependen
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan
a. Beban kerja
b. Rutinitas
Peran individu dalam Organisasi
Pengembangan Karir
a. Promosi
b. Kepuasan Gaji
Faktor Individu
a. Umur
b. Masa Kerja
Stres Kerja pada Polisi
Lalu Lintas di Polres
Metro Jakarta Pusat
bulan April-Agustus
Tahun 2013 Hubungan dalam Pekerjaan
Struktur dan iklim organisasi
71
B. Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Dependen
1. Stres Kerja Stres yang dialami responden
sehubungan dengan
pekerjaannya yang diukur
berdasarkan indikator stres.
Wawancara Kuesioner
dengan uji
life event
scale
0. Stres berat
(skor > 118)
1. Stres ringan
(skor 73-118)
2. Tidak stres
(skor <73)
Ordinal
72
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Independen
Faktor Intrinsik dalam
Pekerjaan
2. Beban Kerja Persepsi responden terhadap
kapasitas pekerjaan yang
dilakukannya.
Wawancara
dan
observasi
Kuesioner 0 Berat (350 – 499
Kilo Kalori/Jam)
1 Sedang (200 – 349
Kilo Kalori/Jam)
2 Ringan (< 200 Kilo
Kalori/Jam)
(Permenaker No 13
Tahun 2011)
Ordinal
73
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
3. Rutinitas
Penilaian responden terhadap
pekerjaannya baik yang
dilakukan berulang maupun
sama sehingga mengalami
kebosanan.
Wawancara Kuesioner 0 Membosankan
(total skor ≥ nilai
median)
1 Tidak
membosankan
(total skor < nilai
median)
Ordinal
4. Peran individu dalam
organisasi
Ada tidaknya peran
responden dengan organisasi
untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan di
perusahaannya.
Wawancara Kuesioner 0. Tidak berperan
(total skor ≥ nilai
median)
1. Berperan (total skor
< nilai median)
Ordinal
74
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Pengembangan Karir
5. Promosi Persepsi responden terhadap
promosi yang pernah diterima
terkait tugas dan
kewenangan.
Wawancara Kuesioner 0 Tidak memuaskan
(total skor ≥ nilai
median)
1 Memuaskan (Total
skor < nilai median)
Ordinal
6. Kepuasan Gaji Hasil yang diterima oleh
responden berupa uang atau
fasilitas yang diberikan oleh
pihak perusahaan sebagai
kompensasi terhadap
pekerjaan yang telah
dilakukannya.
Wawancara Kuesioner 0 Tidak Sesuai (total
skor ≥ nilai median)
1 Sesuai (total skor <
nilai median)
Ordinal
7. Hubungan dalam
Pekerjaan
Hubungan responden dengan
atasan, bawahan maupun
rekan kerja.
Wawancara
Kuesioner
0. Buruk (Total skor ≥
median)
1. Baik (Total skor <
median)
Ordinal
75
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
8. Struktur dan iklim
organisasi
Persepsi responden terhadap
peraturan perusahaan yang
selama ini dirasakan, seperti
kebijakan perusahaan yang
terlalu ketat, peraturan
perusahaan yang terlalu
mengikat pekerja.
Wawancara Kuesioner 0. Buruk (Total skor ≥
nilai median)
1. Baik (Total skor <
nilai median)
Ordinal
Faktor Individu
9. Umur Lama hidup responden
dihitung semenjak lahir
sampai dengan penelitian
berlangsung.
Wawancara Kuesioner
dan
Pengecekan
KTP
Tahun Rasio
10. Masa Kerja Kurun waktu atau lamanya
responden berstatus sebagai
Polisi Lalu Lintas di Polres
Metro Jakarta Pusat dihitung
dari mulai pertama kali
bekerja sampai saat penelitian
berlangsung.
Wawancara Kuesioner Tahun Rasio
76
C. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara faktor intrinsik pekerjaan (beban kerja dan rutinitas)
dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan
April-Agustus tahun 2013.
2. Ada hubungan antara peran individu dalam organisasi dengan stres kerja pada
Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus tahun
2013.
3. Ada hubungan antara pengembangan karir (promosi dan kepuasan gaji) dengan
stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-
Agustus tahun 2013.
4. Ada hubungan antara hubungan dalam pekerjaan dengan stres kerja pada Polisi
Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus tahun 2013.
5. Ada hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja pada
Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus tahun
2013.
6. Ada hubungan antara faktor individu (umur dan masa kerja) dengan stres kerja
pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus tahun
2013.
77
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini merupakan penelitian cross sectional, yaitu pada
penelitian ini variabel independen dan dependen akan diamati pada waktu
(periode) bersamaan. Jenis penelitian ini dilakukan dengan pendekatan
kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat bulan
April-Agustus tahun 2013.
B. Tempat dan Waktu
Tempat penelitian ini dilaksanakan di Polres Metro Jakarta Pusat dengan
waktu penelitian pada bulan April sampai dengan Agustus tahun 2013.
C. Populasi dan Sampel
Populasi Polisi Lalu Lintas Polres Metro Jakarta Pusat yang berjumlah 65
orang. Sedangkan sampel adalah Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat
yang terpilih menjadi responden di tempat penelitian. Dalam pengambilan
sampel digunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi.
Sampel (n) =(Z1 − α/2 2P 1 − P + Z1 − β P1 1 − P1 + P2 1 − P2 )2
(𝑃1 − 𝑃2)2
78
Keterangan :
n : Besar sampel minimal yang diperlukan
P : Rata-rata proporsi pada populasi ((P1 + P2)/2)
P1 : Proporsi kejadian stres kerja pada beban kerja berat = 0,50
P2 : Proporsi kejadian stres kerja pada beban kerja sedang = 0,17
Z1-α/2 : Derajat kepercayaan (5%) = 1,96
Z
1-β : Kekuatan uji (90%)
Perhitungan sampel dilakukan berdasarkan beberapa hasil penelitian
terdahulu dengan menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi yang
kemudian diperoleh hasil seperti pada tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1
Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda Dua Proporsi
Terhadap Hasil Penelitian Terdahulu
Variabel P1 P2 α (%) β (%) N Beban kerja
P1: Berat
P2: Sedang
(Vinallia, 2011)
0,50 0,17
5
80
31
10 25
1 47
5
90
41
10 34
1 59
Rutinitas
P1: membosankan
P2: tidak membosankan
(Airmayanti, 2009) 0,55 0,32
5
80
72
10 57
1 108
5
90
96
10 78
1 136
79
Variabel P1 P2 α (%) β (%) N Promosi
P1: tidak memuaskan
P2: memuaskan
(Siswanti, 2004) 0,64 0,43
5
80
88
10 69
1 131
5
90
117
10 95
1 166
Kepuasan gaji
P1: Tidak memuaskan
P2: memuaskan
(Nugroho, 2004) 0,526 0,746
5
80
74
10 59
1 111
5
90
99
10 81
1 140
Hubungan dalam pekerjaan
P1: Buruk
P2: Baik
(Bida, 1995) 0,532 0,331
5
80
95
10 75
1 141
5
90
126
10 103
1 179
Struktur dan iklim organisasi
P1: Buruk
P2 Baik
(Putri, 1998) 0,61 0,48
5
80
230
10 181
1 342
5
90
307
10 250
1 435
Masa kerja
P1: > 5 tahun P2: ≤ 5 tahun
(Vierdelia, 2008) 0,80 0,40
5
80
23
10 18
1 34
5
90
30
10 24
1 43
Berdasarkan hasil perhitungan sampel pada tabel 4.1, jumlah sampel
(Vinallia, 2011) yang akan diambil adalah 41 orang (P1= proporsi beban kerja
kategori berat pada stres kerja dan P2= proporsi beban kerja kategori sedang
pada stres kerja). Dari hasil tersebut, kemudian dilakukan penghitungan sampel
80
minimal dengan menggunakan perbandingan dari hasil penelitian Yunus (2011)
yaitu hasil dari responden yang tidak stres sebesar 65,7% :
41 = 65,7/100 x n
n = 41 x 100/65,7
n = 63 responden.
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka sampel dalam penelitian ini
yaitu sebesar 63 sampel pada polisi lalu lintas, namun karena jumlah populasi
polisi lalu lintas di Polres Metro Jakarta Pusat sebanyak 65 orang, maka peneliti
mengambil seluruh jumlah polisi lalu lintas yang ada di Polres Metro Jakarta
Pusat yaitu sebesar 65 sampel polisi lalu lintas.
D. Alat dan Cara Pengumpulan Data
Alat dan cara pengumpulan data yaitu melalui data primer dan data
sekunder yang diuraikan sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari Polisi Lalu
Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat dengan menggunakan alat ukur berupa
kuesioner. Kuesioner yang digunakan berupa kuesioner terbuka dengan
metode pengisian melalui wawancara dan observasi langsung dengan
responden. Wawancara dilakukan pada saat responden Apel/ upacara atau
sebelum responden melakukan pekerjaannya, sedangkan observasi pada
responden dilakukan pada saat responden bertugas mengatur lalu lintas di
jalan.
81
Variabel yang dapat diketahui dari kuesioner, yaitu berupa faktor-faktor
yang berhubungan dengan stres kerja sesuai dengan variabel independen
seperti faktor intristik pekerjaan (beban kerja dan rutinitas),perkembangan
karir (Promosi dan kepuasan gaji), hubungan dalam pekerjaan, serta
karakteristik individu seperti usia dan masa kerja. Pertanyaan yang berisi
indikator dalam menetukan stres kerja yang merupakan variabel dependen.
Dimana indikator-indikator tersebut nantinya digunakan untuk menilai
tingkatan stres pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat.
Kuesioner tersebut dipakai berdasarkan cara pengukuran stres kerja
yang digunakan yaitu menggunakan Self Respons Measure dengan metode
life event scale yaitu mengukur stres dengan menanyakan melalui kuisoner
tentang intensitas pengalaman psikologis, fisiologis, dan perubahan fisik
yang dialami dalam peristiwa kehidupan seseorang. Dari keempat
pengukuran yang ada, cara ini yang paling sering digunakan dalam
penelitian stres, karena paling mudah diatur dan membutuhkan biaya yang
relatif lebih murah walaupun sering terdapat keterbatasan tertentu.
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelusuran dokumen,
catatan dan laporan perusahaan, seperti profil perusahaan dan jumlah
petugas Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat.
82
E. Pengolahan data
1. Data Editing
Pada langkah ini peneliti akan melakukan pengecekan isian formulir atau
kuesioner apakah jawaban dikuesioner sudah:
a. Lengkap: semua pertanyaan sudah terisi jawabannya
b. Jelas: jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup jelas terbaca
c. Relevan: jawaban yang tertulis apakah relevan dengan pertanyaannya
d. Konsisten: apakah antara beberapa pertanyaan yang berkaitan isi
jawabannya konsisten.
Jika isian kuesioner sudah sesuai dengan poin-poin tersebut (poin a
sampai d) maka pengolahan data dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
Proses editing/pengecekan ini dapat peneliti lakukan sebelum meninggalkan
responden penelitian atau setelahnya.
2. Data Coding
Coding, merupakan kegiatan memberikan kode pada jawaban kuesioner
yang ada untuk mempermudah proses pengolahan dalam komputerisasi.
Mengkode jawaban adalah merubah data berbentuk huruf menjadi data
berbentuk angka. Pada proses coding ini, variabel independen dan dependen
akan diberi kode untuk memudahkan dalam menganalisa yaitu :
83
a. Variabel stres kerja Stres berat (skor > 118) [0]
Stres ringan ( skor 73-118) [1]
Skala Tidak stres (skor < 73) [2]
b. Rutinitas Membosankan (total skor ≥ nilai median) [0]
Tidak membosankan (total skor < nilai
median)
[1]
c. Peran individu
dalam organisasi
Tidak berperan (total skor ≥ nilai
median)
[0]
Berperan (total skor < nilai /median) [1]
d. Promosi Tidak memuaskan (total skor ≥ nilai
median)
[0]
Memuaskan (total skor < nilai median) [1]
e. Kepuasan gaji Tidak sesuai (total skor ≥ nilai / median) [0]
Sesuai (total skor < nilai mean/median) [1]
f. Hubungan dalam
pekerjaan
Buruk (Total skor ≥ nilai /median) [0]
Baik (Total skor <nilai /median)
[1]
84
3. Data Entry
Sebelum data tersebut di Entry maka dibuat terlebih dahulu template
dengan program Epidata, kemudian data yang telah dikode tersebut
dimasukkan dalam program komputer untuk selanjutnya akan diolah
menggunakan aplikasi program SPSS 16.
4. Data Cleaning
Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekkan kembali,
untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan pada data yang sudah
dimasukkan/entry, baik dalam pengkodean maupun kesalahan dalam
membaca kode, kemudian mencari apakah ada entry yang salah, melihat
responden serta memeriksa ulang di kuesioner. Untuk melihat apakah
terdapat kesalahan dalam mengentry maka dilakukan dengan cara membuat
distribusi frekuensi sehingga akan muncul kesalahan dalam mengentry data.
Misalnya 0 = laki-laki, 1 = perempuan, ketika dilakukan pengecekan kembali
ternyata ada kesalahan dalam mengentry misalanya ada angka 2 sedangkan
pada pengkodean tidak ada angka tersebut. Maka untuk mengeluarkan angka
2 tersebut dengan cara mengklik angka yang salah pada entry data kemudian
g. Struktur dan iklim
organisasi
Buruk (Total skor ≥ nilai /median) [0]
Baik (Total skor < nilai /median) [1]
85
mereset pada tabel frekuensi lalu diganti dengan kode yang benar. Kemudian
data baru siap untuk di analisis.
F. Analisa Data
1. Univariat
Analisa dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dari
masing-masing variabel dependen dan independen. Variabel tersebut antara
lain faktor intristik pekerjaan (beban kerja dan rutinitas), peran individu
dalam organisasi, pengembangan karir (Promosi dan kepuasan gaji),
hubungan dalam pekerjaan, struktur dan iklim organisasi, serta faktor
individu seperti umur dan masa kerja.
2. Bivariat
Analisa dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen. Pengolahan data dilakukan dengan perangkat
komputer dengan derajat kemaknaan yang digunakan, p value ≤ 0,05 maka
dapat diartikan data sampel mendukung adanya hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen. Sebaliknya, apabila p value > 0,05
artinya sampel tidak mendukung adanya hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen.
Uji yang digunakan untuk analisis yang berbentuk data kategorik yaitu uji
Chi-square dengan derajat kemaknaan 5%. Pada analisis ini digunakan uji
Chi-square dengan rumus :
86
𝑋2 = (𝑂 − 𝐸)2
𝐸
dF = (k-1)(b-1)
Keterangan :
X2 : Chi-square O : Nilai observasi
E : Nilai ekspektasi k : Jumlah kolom
B : Jumlah baris
Uji Chi-square digunakan untuk variabel kategorik seperti stres kerja,
rutinitas, beban kerja, promosi, kepuasan gaji, dan hubungan dalam
pekerjaan. Melalui uji statistik Chi-square akan diperoleh nilai p, dimana
dalam penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian
antara dua variabel dikatakan berhubungan jika mempunyai nilai p ≤ 0,05
dan dikatakan tidak berhubungan jika mempunyai nilai p > 0,05.
Metode ini digunakan untuk mendapatkan probabilitas kejadiannya. Jika
p value > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada
hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Sebaliknya jika p
value ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat
hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut.
87
BAB V
HASIL
A. Analisis Univariat
1. Gambaran Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta
Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013
Variabel stres kerja ini dikatagorikan menjadi 3 yaitu stres berat, stres
ringan, dan tidak stres. Adapun hasil yang diperoleh mengenai stres kerja
pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat ini dapat dilihat pada
tabel 5.1 berikut.
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres
Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013
No Tingkat Stres Jumlah (n) Persentase (%)
1 Stres berat 16 24,6
2 Stres ringan 34 52,3
3 Tidak stres 15 23,1
Total 65 100
88
Berdasarkan tabel 5.1 dari 65 responden yang diambil diketahui
gambaran polisi lalu lintas yang mengalami stres ringan memiliki jumlah
yang paling besar yaitu sebesar 52,3%.
2. Gambaran Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan
Hasil penelitian mengenai stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di
Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus Tahun 2013 diperoleh
data bahwa, jumlah stres kerja berdasarkan faktor intrinsik dalam
pekerjaan (Beban kerja dan Rutinitas) pada bulan April-Agustus tahun
2013 adalah seperti yang tercantum dalam tabel 5.2.
Tabel 5.2
Distribusi Responden menurut Faktor Intrinsik Pekerjaan pada
Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat
Bulan April-Agustus Tahun 2013
No Variabel Faktor
Intrinsik Pekerjaan
Kategori Jumlah
(n)
Persentase
(%)
1 Beban Kerja Berat 35 53,8
Sedang 30 46,2
Total 65 100
2 Rutinitas Membosankan 41 63,1
Tidak
Membosankan
24 36,9
Total 65 100
89
a. Beban Kerja
Berdasarkan tabel 5.2 dari 65 responden yang diambil, diketahui
gambaran bahwa polisi lalu lintas yang memiliki jumlah beban kerja
berat yang paling besar yaitu sebesar 53,8%.
b. Rutinitas
Berdasarkan tabel 5.2 dari 65 responden yang diambil, diketahui
gambaran bahwa polisi lalu lintas yang mengalami rutinitas
membosankan memiliki jumlah yang paling besar, yaitu sebesar 63,1%.
3. Gambaran Peran individu dalam Organisasi
Hasil penelitian mengenai stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di
Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus Tahun 2013 diperoleh
data bahwa, jumlah stres kerja berdasarkan peran individu dalam
organisasi pada bulan April-Agustus tahun 2013 adalah seperti yang
tercantum dalam tabel 5.3.
90
Tabel 5.3
Distribusi Responden menurut Peran individu dalam Organisasi
pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat
Bulan April-Agustus Tahun 2013
Peran Individu
dalam Organisasi
Jumlah (n) Persentase (%)
Tidak berperan 54 83,1
Berperan 11 16,9
Total 65 100
Berdasarkan hasil tabel 5.3 dari 65 responden yang diambil,
diketahui gambaran bahwa polisi lalu lintas yang menyatakan tidak
berperan dalam organisasi memiliki jumlah yang paling besar, yaitu
sebesar 83,1%.
4. Gambaran Pengembangan Karir (Promosi dan Kepuasan Gaji)
Hasil penelitian mengenai stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di
Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus Tahun 2013 diperoleh
data bahwa, jumlah stres kerja berdasarkan pengembangan karir (Promosi
dan kepuasan gaji) pada bulan April-Agustus tahun 2013 adalah seperti
yang tercantum dalam tabel 5.4.
91
Tabel 5.4
Distribusi Responden menurut Faktor Pengembangan Karir pada
Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat
Bulan April-Agustus Tahun 2013
No Variabel
Pengembangan
Karir
Kategori Jumlah
(n)
Persentase
(%)
1 Promosi Tidak
Memuaskan
36 55,4
Memuaskan 29 44,6
Total 65 100
2 Kepuasan Gaji Tidak sesuai 40 61,5
Sesuai 25 38,5
Total 65 100
a. Promosi
Berdasarkan hasil tabel 5.4 dari 65 responden yang diambil,
diketahui gambaran bahwa polisi lalu lintas yang menyatakan
promosi kerja tidak memuasakan memiliki jumlah yang paling besar,
yaitu sebesar 55,4%.
b. Kepuasan Gaji
Berdasarkan hasil tabel 5.4 dari 65 responden yang diambil,
diketahui gambaran bahwa polisi lalu lintas yang menyatakan gaji
yang diterima tidak sesuai memiliki jumlah yang paling besar, yaitu
sebesar 61,5%.
92
5. Gambaran Hubungan dalam Pekerjaan
Hasil penelitian mengenai stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di
Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus Tahun 2013 diperoleh
data bahwa, berdasarkan hasil dari 65 responden yang diambil, diketahui
gambaran bahwa semua polisi lalu lintas menyatakan bahwa hubungan
dalam pekerjaannya baik.
6. Gambaran Struktur dan Iklim Organisasi
Hasil penelitian mengenai stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di
Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus Tahun 2013 diperoleh
data bahwa, jumlah stres kerja berdasarkan struktur dan iklim organisasi
pada bulan April-Agustus tahun 2013 adalah seperti yang tercantum
dalam tabel 5.5.
Tabel 5.5
Distribusi Responden menurut Struktur dan Iklim Organisasi
pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat
Bulan April-Agustus Tahun 2013
Struktur dan Iklim
Organisasi
Jumlah (n) Persentase (%)
Buruk 36 55,4
Baik 29 44,6
Total 65 100
93
Berdasarkan hasil tabel 5.5 dari 65 responden yang diambil,
diketahui gambaran bahwa polisi lalu lintas yang menyatakan struktur
dan iklim organisasi buruk memiliki jumlah yang paling besar yaitu,
sebesar 55,4%.
7. Gambaran Faktor Individu (Umur dan Masa Kerja)
Hasil penelitian mengenai stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di
Polres Metro Jakarta Pusat bulan April-Agustus Tahun 2013 diperoleh
data bahwa, jumlah stres kerja berdasarkan faktor individu (umur dan
masa kerja) pada bulan April-Agustus tahun 2013 adalah seperti yang
tercantum dalam tabel 5.6.
Tabel 5.6
Distribusi Responden menurut Faktor Individu pada Polisi Lalu
Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus
Tahun 2013
No Variabel 95% CI SD Min-Max
1. Umur 34,35 – 38,05 7,473 26-51
2. Masa Kerja 13,50 – 16,81 6,690 4-35
a. Umur
Berdasarkan hasil tabel 5.6 dari 65 responden yang diambil,
diketahui gambaran distribusi rata-rata umur responden di tempat kerja
adalah antara 34 tahun sampai 38 tahun dengan standar deviasi 7,473.
94
Umur termuda di tempat kerja adalah 26 tahun dan tertua adalah 51
tahun.
b. Masa Kerja
Berdasarkan hasil tabel 5.6 dari 65 responden yang diambil,
diketahui gambaran distribusi rata-rata masa kerja responden di tempat
kerja adalah antara 14 tahun sampai 17 tahun dengan standar deviasi
6,690. Masa kerja baru di tempat kerja adalah 4 tahun dan terlama adalah
35 tahun.
B. Analisis Bivariat
1. Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Faktor Intrinsik Pekerjaan (Beban
kerja dan Rutinitas)
a. Beban Kerja
Hubungan antara beban kerja dengan stres kerja pada Polisi Lalu
Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat tahun 2013 dapat dilihat pada tabel
5.7.
Tabel 5.7
Distribusi Responden menurut Beban Kerja terhadap Stres Kerja
pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat
Bulan April-Agustus Tahun 2013
Beban
Kerja
Stres Kerja Total P value
Berat Ringan Tidak stres
N % N % N % N %
Berat 13 37,1 14 40,0 8 22,9 35 100 0,030
Sedang 3 10,0 20 66,7 7 23,3 30 100
95
Berdasarkan tabel 5.7 dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 65
responden dengan beban kerja kategori berat dan sedang, tingkat stres kerja
berat lebih banyak dialami oleh responden dengan beban kerja berat.
Sehingga berdasarkan hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan stres kerja.
b. Rutinitas
Hubungan antara rutinitas dengan stres kerja pada Polisi Lalu
Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat tahun 2013 dapat dilihat pada tabel
5.8.
Tabel 5.8
Distribusi Responden menurut Rutinitas terhadap Stres Kerja
pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat
Bulan April-Agustus Tahun 2013
Rutinitas Stres Kerja Total P value
Berat Ringan Tidak
stres
N % N % N % N %
Membosankan 12 29,3 23 56,1 6 14,6 41 100 0,095
Tidak
membosankan
4 16,7 11 45,8 9 37,5 24 100
Berdasarkan tabel 5.8 dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 65
responden dengan rutinitas kategori membosankan dan tidak membosankan,
tingkat stres kerja berat lebih banyak dialami oleh responden dengan rutinitas
96
membosankan. Sehingga berdasarkan hasil uji statistik dapat disimpulkan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara rutinitas dengan stres kerja.
2. Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Peran Individu dalam Organisasi
Hubungan antara peran individu dalam organisasi dengan stres kerja pada
Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat tahun 2013 dapat dilihat
pada tabel 5.9.
Tabel 5.9
Distribusi Responden menurut Peran individu dalam Organisasi
terhadap Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro
Jakarta PusatBulan April-Agustus Tahun 2013
Peran Individu
dalam
Organisasi
Stres Kerja Total P value
Stres Tidak Stres
N % N % N %
Tidak berperan 43 79,6 11 20,4 54 100 0,261
Berperan 7 63,6 4 36,4 11 100
Berdasarkan tabel 5.9 dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 65
responden dalam kaitannya dengan peran individu dalam organisasi kategori
berperan dan tidak berperan, tingkat stres kerja lebih banyak dialami oleh
responden yang tidak berperan dalam organisasi. Sehingga berdasarkan hasil
uji statistik dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara peran individu dalam organisasi dengan stres kerja.
97
3. Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Pengembangan Karir (Promosi dan
Kepuasan Gaji)
a. Promosi
Hubungan antara promosi dengan stres kerja pada Polisi Lalu
Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat tahun 2013 dapat dilihat pada
tabel 5.10.
Tabel 5.10
Distribusi Responden menurut Promosi terhadap Stres Kerja pada
Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat
Bulan April-Agustus Tahun 2013
Promosi Stres Kerja Total P value
Berat Ringan Tidak
stres
N % N % N % N %
Tidak
memuaskan
13 36,1 17 47,2 6 16,7 36 100 0,046
Memuaskan 3 10,3 17 58,6 9 31,0 29 100
Berdasarkan tabel 5.10 dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 65
responden dalam kaitannya dengan promosi kategori tidak memuaskan dan
memuaskan, tingkat stres kerja berat lebih banyak dialami oleh responden
yang tidak puas atas promosi yang berlaku di perusahaan. Sehingga
berdasarkan hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara promosi dengan stres kerja.
98
b. Kepuasan Gaji
Hubungan antara kepuasan gaji dengan stres kerja pada Polisi
Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat tahun 2013 dapat dilihat
pada tabel 5.11
Tabel 5.11
Distribusi Responden menurut Kepuasan Gaji terhadap Stres Kerja
pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat
Bulan April-Agustus Tahun 2013
Gaji Stres Kerja Total P value
Berat Ringan Tidak
stres
N % N % N % N %
Tidak
sesuai
13 32,5 18 45,0 9 22,5 40 100 0,157
Sesuai 3 12,0 16 64,0 6 24,0 25 100
Berdasarkan tabel 5.11 dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 65
responden dalam kaitannya dengan kepuasan gaji kategori tidak sesuai dan
sesuai, tingkat stres kerja berat lebih banyak dialami oleh responden yang
menyatakan tidak sesuai dengan gaji yang diterima. Sehingga berdasarkan
hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara kepuasan gaji dengan stres kerja.
99
4. Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Hubungan dalam Pekerjaan
Hubungan antara hubungan dalam pekerjaan dengan stres kerja pada
Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat tahun 2013 dapat dilihat
pada tabel 5.12.
Tabel 5.12
Distribusi Responden menurut Hubungan dalam Pekerjaan
terhadap Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro
Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013
Hubungan
dalam
Pekerjaan
Stres Kerja Total
Berat Ringan Tidak stres
N % N % N % N %
Buruk 0 0 0 0 0 0 0 100
Baik 16 24,6 34 52,3 15 23,1 65 100
Berdasarkan tabel 5.12 dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 65
responden dalam kaitannya dengan hubungan dalam pekerjaan kategori
buruk dan baik, tingkat stres kerja berat lebih banyak dialami oleh responden
yang menyatakan hubungan dalam pekerjaan baik.
5. Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Struktur dan Iklim Organisasi
. Hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja pada
Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat tahun 2013 dapat dilihat
pada tabel 5.13.
100
Tabel 5.13
Distribusi Responden menurut Struktur dan Iklim Organisasi
terhadap Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro
Jakarta Pusat Bulan April-Agustus Tahun 2013
Struktur
dan Iklim
Organisasi
Stres Kerja Total Pvalue
Berat Ringan Tidak
stres
N % N % N % N %
Buruk 12 33,3 18 50,0 6 16,7 36 100 0,135
Baik 4 13,8 16 55,2 9 31,0 29 100
Berdasarkan tabel 5.13 dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 65
responden dalam kaitannya dengan struktur dan iklim organisasi kategori
buruk dan baik, tingkat stres kerja berat lebih banyak dialami oleh responden
yang menyatakan struktur dan iklim organisasinya buruk. Sehingga
berdasarkan hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja.
6. Gambaran Stres Kerja Berdasarkan Faktor Individu (Umur dan Masa
Kerja)
a. Umur
Berdasarkan uji normalitas didapatkan bahwa variabel umur
menunjukkan tidak berdistribusi normal, sehingga uji statistik yang
digunakan memakai uji Kruskall Wallis. Hubungan antara umur dengan
stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat tahun
2013 dapat dilihat pada tabel 5.14
101
Tabel 5.14
Distribusi Responden menurut Umur terhadap Stres Kerja pada
Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat
Bulan April-Agustus Tahun 2013
Stres Kerja 95% CI SD Min-Max P value
Stres Berat 36,73 - 45,02 7,788 29-51 0,012
Stres Ringan 31,88 – 36,24 6,247 26-47
Tidak Stres 31,70 – 40,43 7,887 28-50
Berdasarkan tabel 5.14 diketahui bahwa rata-rata umur
responden yang menyatakan stres berat adalah antara 37 tahun sampai
45 tahun dengan standar deviasi 7,788 tahun. Sehingga berdasarkan
hasil uji statistik kruskall wallis diperoleh nilai Pvalue = 0,012 , artinya
pada alpha 5% menunjukkan ada hubungan antara faktor individu
(umur) dengan stres kerja.
b. Masa Kerja
Berdasarkan uji normalitas didapatkan bahwa variabel masa kerja
menunjukkan tidak berdistribusi normal, sehingga uji statistik yang
digunakan memakai uji kruskall wallis. Hubungan antara masa kerja
dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat
tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.15.
102
Tabel 5.15
Distribusi Responden menurut masa kerja terhadap Stres Kerja
pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat
Bulan April-Agustus Tahun 2013
Stres Kerja 95% CI SD Min-Max P value
Stres Berat 13,29 – 21,96 8,139 4-29 0,313
Stres Ringan 11,94 – 16,00 5,813 7-35
Tidak Stres 11,54 – 18,86 6,603 8-28
Berdasarkan tabel 5.15 diketahui bahwa rata-rata masa kerja
responden yang menyatakan stres berat adalah antara 13 tahun sampai
22 tahun dengan standar deviasi 8,139 tahun. Sehingga berdasarkan
hasil uji statistik kruskall wallis diperoleh nilai Pvalue= 0,313, artinya
pada alpha 5% menunjukkan tidak ada hubungan antara faktor
individu (masa kerja) dengan stres kerja.
103
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan – keterbatasan yang dapat
mempengaruhi hasil penelitian, keterbatasan tersebut, yaitu:
1. Kuesioner pengukuran indikator stres kerja berisi lebih dari 25 pertanyaan
sehingga secara psikologis akan mengurangi validitas hasil, untuk itu agar
hasilnya valid maka peneliti mengurangi pertanyaan yang dianggap tidak
penting.
2. Pengukuran beban kerja dengan cara observasi, yaitu melihat jenis pekerjaan
responden dalam waktu yang sedikit membuat penghitungan beban kerja
menjadi tidak akurat, agar hasilnya lebih akurat maka peneliti mengikuti
pekerjaan yang dilakukan responden dengan menghitung waktu dari awal
pekerjaan hingga selesai melakukan pekerjaannya dan selain itu peneliti juga
menyediakan waktu yang cukup dalam melakukan observasi.
B. Gambaran Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas
Stres kerja merupakan gejala-gejala dan tanda-tanda faal, perilaku,
psikologikal dan somatik, adalah hasil dari tidak/kurang adanya kecocokan
antara orang (dalam arti kepribadiannya, bakatnya, dan kecakapannya) dan
lingkungannya, yang mengakibatkan ketidakmampuannya untuk menghadapi
104
berbagi tuntutan terhadap dirinya secara efektif (Fincham dan Rhodes dalam
Munandar 2008).
Dalam teori yang diungkapkan Sarafino (1990) dalam Luthfiyah (2011)
bahwa sumber stres dapat dibedakan menjadi sumber stres yang berasal dari
dalam diri seseorang, komunitas, dan masyarakat. Lingkungan kerja juga dapat
berperan sebagai faktor penyebab terjadinya stres kerja (sumber stres), seperti
tuntutan pekerjaan, tanggung jawab kerja, lingkungan fisik kerja, hubungan antar
manusia yang buruk, kurang pengakuan dan peningkatan jenjang karir, rasa
kurang aman dalam bekerja dan sebagainya (Nasution, 2002).
Selain itu setiap jenis pekerjaan pasti berhadapan dengan berbagai faktor
yang dapat menimbulkan stres, begitu juga pada Polisi Lalu Lintas. Jayanegara
(2007) mengungkapkan bahwa Polisi lalu lintas sering harus berada pada tempat
yang dapat mengancam keselamatan dan kesehatannya seperti kebisingan,
kondisi jalan raya yang panas, kemacetan arus lalu lintas dan penuhnya asap
kendaraan. Setiap hari kerja secara rutin petugas Polisi Lalu Lintas harus
melakukan pengaturan lalu lintas terutama pada jam-jam sibuk yakni pada waktu
pagi pukul 06.30 sampai 08.00 dan siang hari antara 12.00 sampai 14.00. Pada
saat-saat tertentu mereka harus berada lebih lama lagi melakukan pengaturan bila
jalanan akan dilewati oleh rombongan-rombongan penting, misalnya pejabat
negara, karnaval dan sebagainya.
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini diperoleh bahwa berdasarkan
tabel 5.1 terhadap 65 Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Tahun
2013 menunjukkan bahwa sebesar 52,3% mengalami stres ringan. Dimana
105
kondisi lalu lintas di Jakarta tidak luput dari kebisingan, kondisi jalan raya yang
panas, kemacetan arus lalu lintas dan penuhnya asap kendaraan. Hal ini
menunjukkan bahwa Polisi Lalu Lintas dengan sejumlah tanggung jawab
pekerjaan yang harus diselesaikannya berpotensi mengalami stres kerja, dilihat
dari terjadinya perubahan baik dari segi fisiologis, psikologis, dan perilaku.
Cooper (1989) dalam Munandar (2008) menjelaskan konsep stres
ditempat kerja beserta faktor yang berpengaruh didalamnya secara komprehensif.
Menurutnya stres di tempat kerja dapat bersumber dari beberapa hal, yaitu work
area, home area, sosial area dan individual area. Sementara manifestation area
adalah mengamati perubahan akibat stres secara tidak langsung pada fisik,
perilaku dan emosi pada pekerja. Berdasarkan hasil penelitian ini pada Polisi
Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat tahun 2013 dimana dimungkinkan
sumber stres yang diterima oleh polisi lalu lintas berasal dari kebisingan, panas,
kemacetan dan penuhnya asap kendaraan. Berdasarkan hasil penelitian
dididapatkan bahwa rata – rata Polisi Lalu Lintas mengeluhkan pusing, jantung
berdebar, gugup/gelisah, sesak nafas, kurang percaya diri, susah tidur, kurang
konsentrasi dan beberapa indikator lainnya yang mengakibatkan Polisi Lalu
Lintas mengalami stres kerja.
Dari hasil penelitian yang diperoleh sebagian besar responden dalam
penelitian ini mengalami stres kerja ringan, namun jika hal tersebut tidak
ditangani secara dini maka akan dapat berkembang secara kronik dan menjadi
lebih serius. Akibatnya pekerja mengalami penyimpangan perilaku dan fungsi
106
yang normal yang pada akhirnya dapat mengganggu kinerjanya (Soewono, 1993
dalam Inayah, 2011).
Kejadian stres kerja pada Polisi Lalu Lintas dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Dalam penelitian ini, faktor – faktor yang diduga mempengaruhi stres
kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Tahun 2013 adalah
faktor intrinsik dalam pekerjaan (beban kerja dan rutinitas), peran individu dalam
organisasi, pengembangan karir (promosi dan kepuasan gaji), hubungan dalam
pekerjaan, struktur dan iklim organisasi serta faktor individu (umur dan masa
kerja). Berikut akan dibahas satu persatu mengenai faktor-faktor yang
berhubungan dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas.
C. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja
1. Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan
a. Hubungan antara Beban Kerja dengan Stres Kerja
Beban kerja merupakan beban yang dialami oleh tenaga kerja
sebagai akibat pekerjaan yang dilakukan olehnya. Terlalu banyak
pekerjaan/ terlalu sedikit pekerjaan juga terkadang dapat
menyebabkan stres pada seorang individu. Terlalu banyak pekerjaan
berkaitan dengan kemampuan untuk menyelesaikan semua pekerjaan
tersebut dengan hasil yang sebaik-baiknya. Sedangkan terlalu sedikit
berkaitan dengan tidak adanya pekerjaan yang dapat dikerjakan.
Sejauhmana hal ini dapat menyebabkan seorang individu menjadi
107
stres, tergantung bagaimana dia dapat mengatasi keadaan tersebut
(Nasution, 2002).
Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa 53,8% atau sebagian
besar responden merasa beban yang diterima berat atau tidak sesuai
dengan kemampuan dan waktu yang dimiliki (Tabel 5.2). Dari hasil
penelitian didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
beban kerja dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro
Jakarta Pusat. Dimana hasil tersebut sesuai dengan teori Hurrel, dkk
(1988) dalam Munandar (2008) yang mengatakan bahwa salah satu
faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah beban kerja.
Selain itu hasil penelitian penelitian Vinallia (2011) menyebutkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan stres
kerja atau dapat dikatakan bahwa beban kerja merupakan faktor
pencetus stres kerja. Penelitian dengan hasil serupa juga diungkapkan
oleh Siswanti yang mengatakan bahwa menyatakan bahwa beban
kerja yang dilakukan sangat berat sehingga menyebabkan stres atau
dapat dikatakan bahwa beban kerja yang berlebih maka akan
menyebabkan stres kerja.
Beban kerja terlalu banyak maupun sedikit tersebut timbul selain
sebagai akibat dari tugas-tugas yang diberikan kepada pekerja dan
dirasakan oleh pekerja sebagai beban kerja yang harus diselesaikan
dalam waktu tertentu, juga merupakan manifestasi dari
ketidakmampuan pekerja untuk melakukan suatu tugas yang
108
diberikan (Munandar, 2008). Berdasarkan hasil wawancara dengan
responden diperoleh bahwa beban kerja yang diterima terlalu berat
dimana diketahui bahwa minimnya anggota Polisi Lalu Lintas yang
bertugas di setiap Pos jaganya sedangkan lingkup wilayah kerjanya
luas dan responden juga dituntut untuk bekerja secara cepat dan tepat,
sehingga ini memungkinkan terjadinya stres dalam bekerja.
Kemudian untuk responden dengan beban kerja sedang namun
mengalami stres kerja berat dapat dikarenakan kemungkinan
responden memiliki beban kerja kuantitatif yang ringan atau tidak
terlalu sedikit namun responden memiliki beban kerja kualitatif yang
terlalu banyak atau berat. Beban kerja kualitatif tersebut tercermin
dari banyaknya responden menyatakan bahwa dalam bekerja mereka
dituntut untuk cepat dan tepat, maka timbullah kelelahan mental dan
reaksi-reaksi emosional serta fisik pada responden sehingga
mengakibatkan terjadinya stres kerja. Seperti yang diungkapkan oleh
Munandar (2008) bahwa kelelahan emosional dan mental merupakan
hasil dari kondisi kronis dari beban kerja kualitatif sehingga beban
berlebihan kualitatif merupakan sumber stres.
Oleh karena itu penting untuk melakukan upaya promotif dan
preventif bagi tenaga kerja itu sendiri maupun oleh instansti tempat
kerja mengenai stres kerja. Upaya pengelolaan dilakukan oleh instansi
dengan melakukan identifikasi terhadap bahaya psikososial kerja,
yaitu dengan cara mengetahui seberapa besar beban kerja yang dapat
109
diterima pekerja, selain itu instansti juga disarankan untuk
mengoptimalkan pelatihan dan pendidikan terkait resiko dan bahaya
pekerjaan yang merupakan bagian dari kesehatan dan keselamatan di
instansi, sehingga resiko bahaya psikososial dapat dikurangi.
Sedangkan bentuk pengelolaan stres bagi tenaga kerja itu sendiri
dengan membiasakan diri untuk nyaman dengan pekerjaan yang
dilakukan dan bisa mengatur waktu secara efektif dan efisien, serta
lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
mengingat-Nya menjadikan hidup lebih tenang dan segala pekerjaan
yang dilakukan akan terasa mudah untuk dikerjakannya.
b. Hubungan antara Rutinitas dengan Stres Kerja
Rutinitas adalah pekerjaan rutin yang berulang-ulang sehingga
menimbulkan kejenuhan karena bersifat monoton. Pada pekerjaan
yang sederhana dimana banyak terjadi pengulangan gerak akan
timbul rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-
hari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang harus
dilakukan, dapat menghasilkan berkurangnya perhatian. Hal ini secara
potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk bertindak
tepat dalam keadaan darurat (Cooper dan Kelly, 1984 dalam
Munandar, 2008).
Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa 63,1% atau sebagian
besar responden merasa rutinitas yang dilakukan membosankan
110
(Tabel 5.2), Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara rutinitas dengan stres kerja pada
Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad
(2004) yang meneliti pada Polisi Lalu Lintas yang menyatakan bahwa
tidak ada hubungan antara rutinitas dengan stres kerja. Hal ini perlu
diketahui bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara
rutinitas dengan stres kerja dapat disebabkan karena stressor yang
sama dapat dipersepsikan secara berbeda, yaitu dapat sebagai
peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa
yang berbahaya dan mengancam. Penilaian individu dalam hal ini
sangat menentukan apakah stressor itu dapat berakibat positif atau
negatif. Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap
respon yang akan muncul (Selye, 1956 dalam Widyasari, 2005).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa sebagian besar
responden memang mengalami stressor yang sama, tetapi ditanggapi
dengan hal-hal yang positif, seperti diluar jam kerja mereka
mengobrol dengan sesama rekan kerja di warung kopi, ini salah satu
hal positif yang dilakukan responden supaya pekerjaan yang
dilakukannya tidak membosankan.
Hasil yang didapatkan ini memang tidak sesuai dengan teori
Hurrel, dkk (1988) dalam Munandar (2008) yang menyatakan bahwa
salah satu faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah rutinitas.
111
Pada pekerjaan yang sederhana dimana banyak terjadi pengulangan
gerak akan timbul rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja
rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang
harus dilakukan, dapat menghasilkan berkurangnya perhatian. Hal ini
secara potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk
bertindak tepat dalam keadaan darurat (Cooper dan Kelly, 1984
dalam Munandar, 2008). Sedangkan rutinitas dirasakan tidak
membosankan oleh sebagian besar responden yang diteliti disebabkan
karena pekerja sudah terbiasa menghadapi pekerjaan yang berulang –
ulang dan monoton. Menurut Mangkunegara (2002) upaya yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya stres kerja terkait rutinitas
pekerjaan salah satunya yaitu pola harmonis, yaitu dengan
kemampuan mengelola waktu dan kegiatan secara harmonis dan tidak
menimbulkan berbagai hambatan. Dengan pola ini, individu mampu
mengendalikan berbagai kesibukan dan tantangan dengan cara
mengatur waktu secara teratur.
Tidak ada hubungan antara rutinitas dengan stres kerja dalam
penelitian ini menurut hasil wawancara diasumsikan karena hal ini
diduga Polisi Lalu Lintas sudah terbiasa menghadapi pekerjaan yang
dilakukannya sehingga mereka mampu mengendalikan rasa stres
kerjanya. Dalam hal ini pola harmonis, yaitu dengan kemampuan
mengelola waktu secara teratur yang sudah dilakukan oleh polisi lalu
lintas dapat mendukung pencegahan terhadap stres kerja.
112
2. Hubungan antara Peran Individu dalam Organisasi dengan Stres Kerja
Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi,
artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus
dilakukan sesuai dengan aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan
oleh atasannya (Munandar, 2008). Tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk
memainkan perannya tanpa menimbulkan masalah. Suprapto (2008)
menyatakan bahwa seorang pekerja yang diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, memiliki hasil kerja yang lebih
baik dan mengurangi tekanan dalam bekerja yang dapat menyebabkan stres.
Pada variabel peran individu dalam organisasi diperoleh hasil bahwa
83,1%, atau sebagian besar responden menyatakan tidak berperan dalam
organisasi (Tabel 5.3). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa tidak
ada hubungan yang bermakna antara peran individu dalam organisasi dengan
stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Merto Jakarta Pusat.
Hasil yang didapatkan ini memang tidak sesuai dengan dengan teori yang
dikemukakan oleh Frenh dan Chaplan (1970) dalam Munandar (2008) yang
menyatakan bahwa apabila seorang karyawan tidak diikutsertakan dalam
pengambilan keputusan yang berhubungan dengan dirinya, maka hal
tersebut dapat menyebabkan karyawan tersebut menjadi tidak betah dalam
bekerja. Dari hasil penelitian diketahui bahwa seorang pekerja yang diberi
kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, memiliki
hasil kerja yang lebih baik dan mengurangi tekanan dalam bekerja yang
dapat menyebabkan stres. Faktor yang mempengaruhi stres kerja, dapat
113
disebabakan mungkin para pekerja lebih merasakan konflik ”intersender”
sebagai pembangkit stres. Konflik intersender yaitu tenaga kerja diminta
untuk berperilaku sedemikian rupa sehingga ada orang merasa puas dengan
hasilnya, sedangkan orang lain tidak, contohnya yaitu seorang kepala
bagian kepegawaian harus memutuskan untuk menerima calon karyawan.
Menurut hasil seleksi, yang terdiri dari wawancara, tes prestatif, dan tes
psikologis, calon tersebut tidak disarankan untuk diterima. Kepala bagian
berada dalam konflik karena si calon tersebut adalah anak dari direktur utama
perusahaan, yang juga adalah pemilik perusahaan tersebut (Sutherland dan
Cooper, (1988) dalam Munandar, 2008). Selain itu menurut Cooper dan
marshall (1978) dalam Munandar (2008) konflik peran lebih dirasakan
sebagai pembangkit stres oleh mereka yang bekerja pada batas-batas
organisasi (organization boundaries), seperti para manajer menengah pada
umumnya.
Tidak ada hubungan antara peran individu dalam organisasi dengan stres
kerja dalam penelitian ini karena sebagian besar responden yang diteliti
adalah para pekerja bukan para manajer menengah sehingga konflik peran
tidak dirasakan.
3. Pengembangan Karir
a. Hubungan antara Promosi dengan Stres Kerja
Promosi merupakan salah satu usaha perusahaan dalam
meningkatkan kemampuan pekerjanya. Peluang pekerja untuk
114
mendapatkan promosi berbeda-beda tergantung kepada kebutuhan
perusahaan. Bentuk promosi pada pekerja bermacam-macam,
seperti kenaikan pangkat/jabatan, mendapatkan pendidikan atau
pelatihan, mengikuti seminar atau simposium, dan lain-lain
(Munandar, 2008).
Pada variabel promosi diketahui hasil bahwa 55,4%, atau
sebagian besar responden menyatakan promosi tidak memuaskan
(Tabel 5.4), Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara promosi dengan stres kerja pada Polisi Lalu
Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat.
Dimana hasil tersebut sesuai dengan teori Hurrel, dkk (1988)
dalam Munandar (2008) yang mengatakan bahwa salah satu faktor
yang mempengaruhi stres kerja adalah pengembangan karir yaitu
promosi. Hal ini disebabkan karena adanya promosi untuk
menghasilkan kepuasan kerja dan mencegah timbulnya stres pada
tenaga kerja yang bertujuan mengurangi turn over. Dengan promosi
kerja, mereka tidak hanya mencari peningkatan pendapatan, tetapi
juga mencari peningkatan status dan tantangan yang ada dari
pekerjaan yang baru.
Didapatkan bahwa dari SK Kapolri No. IX tahun 2010
mengenai sistem kepangkatan atau promosi yang berlaku di Polri
menyatakan bahwa pada dasarnya setiap anggota Polri mempunyai
kesempatan yang sama dalam hal pelaksanaan mutasi, promosi
115
jabatan, yang pelaksanaannya didasarkan atas penilaian mental
kepribadian, kinerja/prestasi kerja, serta pertimbangan kualifikasi
pendidikan dan lamanya berdinas ditempat tersebut. Dimana
jabatan anggota polri dilaksanakan yaitu dengan memperhatikan
usulan Kapolda, mengutamakan penugasan silang
(Mabes/Lemdik/Kewilyahan) guna memperluas wawasan dan
kematangan kemampuan profesi kepolisian bagi setiap anggota
Polri dan memperhatikan senioritas tanpa mengorbankan kualitas
(senior berdasarkan pendidikan pembentukan dan pengembangan
umum serta memperhatikan prestasi pendidikan).
Selain itu dari hasil penelitian Siswanti (2004) yang
menyebutkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sistem
promosi dengan stres kerja atau dapat dikatakan bahwa pekerja
yang tidak puas terhadap promosi yang diberlakukan, memiliki
potensi terkena stres.
Berdasarkan hal tersebut disarankan untuk instansi agar
memberikan reward bagi pekerja yang berprestasi agar dapat
menghasilkan kepuasan kerja dan mencegah timbulnya stres pada
tenaga kerja yang bertujuan mengurangi turn over dalam bekerja.
b. Hubungan antara Kepuasan Gaji dengan Stres Kerja
Gaji merupakan kompensasi yang diterima oleh pekerja apabila ia
telah menyelesaikan pekerjaannya (Munandar,2008). Sedangkan
116
menurut Schultz (1998) salah satu penyebab tingginya turn over
pekerja disebabkan gaji yang mereka terima sewaktu bekerja tidak
sesuai dengan yang diharapkannya. Selain itu gaji dapat
mempengaruhi motivasi pekerja. Berdasarkan teori dua faktor oleh
Heizberg (1990) dalam Munandar (2008) menyatakan kepuasan
bekerja sangat menentukan motivasi untuk bekerja, salah satu
komponennya adalah upah.
Pada variabel gaji diketahui hasil 61,5% atau sebagian besar
responden menyatakan gaji tidak sesuai (Tabel 5.4). Berdasarkan
hasil penelitian didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara gaji dengan stres kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro
Jakarta Pusat. Diperoleh bahwa responden yang menyatakan gaji
sesuai yang mengalami stres kerja ringan lebih besar hasilnya
dibandingkan dengan responden yang menyatakan gaji tidak sesuai
dan mengalami stres ringan.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Cooper yang
mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi stres kerja
adalah pengembangan karir yaitu gaji (Munandar, 2008). Hal ini
disebabkan karena menurut Heizberg (1990) dalam Munandar (2008)
jika seseorang menganggap gajinya terlalu rendah, tenaga kerja akan
merasa tidak puas. Ketidakpuasan inilah yang pada akhirnya dapat
menimbulkan stres kerja. Hal tersebut akan berbeda jika gaji yang
diperoleh sesuai dengan pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
117
Tidak ada hubungan antara gaji dengan stres kerja dalam
penelitian ini menurut hasil wawancara bahwa polisi lalu lintas telah
sesuai gaji yang diterima. Hal ini sejalan dengan penelitian Nugroho
(2004) yang menyatakan tidak ada hubungan antara gaji dengan stres
kerja, karena responden merasa bahwa gaji yang diperoleh telah
sesuai dengan tanggung jawab kerja yang dibebankan kepada mereka
dan responden menganggap bahwa gaji bukan merupakan motivasi
utama bagi mereka, melainkan terdapat hal lainnya seperti adanya
rasa senang dalam melaksanakan pekerjaannya karena responden
merasa dapat membantu dan bermanfaat bagi orang lain, dengan
begitu responden lebih merasa puas akan pekerjaanya yang pada
akhirnya dapat mengurangi stres kerja yang mungkin timbul.
Sebagaimana Miller (2000) menyatakan bahwa salah satu cara
untuk mempertimbangkan potensial stres kerja adalah dengan
mempertimbangkan stres kerja karena stres kerja dapat terjadi melalui
hal-hal yang mengurangi kepuasan kerja yang mengakibatkan
ketidakpuasan terhadap kerja.
4. Hubungan antara Hubungan dalam Pekerjaan dengan Stres Kerja
Harus hidup dengan orang lain, menurut Selye (1976) dalam Munandar
(2008), merupakan salah satu aspek dari kehidupan yang penuh stres.
Hubungan yang baik antar anggota dari satu kelompok kerja dianggap
sebagai faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi (Argyris,
118
1964; Cooper, 1973 dalam Munandar 2008). Hubungan kerja yang tidak baik
terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan yang rendah, dan minat
yang rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan
secara positif berhubungan dengan ketatalaksanaan peran yang tinggi, yang
mengarah ke komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai antara pekerjaan dan
ketegangan psikologikal dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang rendah,
penurun dari kondisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekan-
rekan kerjanya (Munandar, 2008).
Selain itu Penelitian yang paling memperhatikan tentang masalah
hubungan interpersonal dalam pekerjaan dilakukan oleh Kahn dkk. (1964),
French dan Chaplan (1970) dan Buck (1972) dalam Suprapto (2008). Studi
yang dilakukan Kahn dkk. dan French dan Chaplan menghasilkan sebuah
kesimpulan yang sama, bahwa ketidakpercayaan seorang pekerja secara
positif berhubungan dengan tingginya role ambiguity, kurangnya
berkomunikasi dengan rekan kerja, ketegangan psikologi yang ditunjukkan
dengan rendahnya kepuasan dalam bekerja dan tidak adanya perasaan
menghilangkan ancaman dalam pekerjaan sebagai kesuksesan bersama.
Dari hasil penelitian ini diperoleh semua responden menyatakan
hubungan baik dengan atasan, rekan kerja maupun bawahan. Tetapi pada
penelitian ini prevalensi responden yang menyatakan stres kerja ringan
mencapai 52,3%. Dalam Tarwaka (2004) menjelaskan bahwa hubungan baik
pekerja di tempat kerja memiliki potensi penyebab terjadinya stres kerja, hal
ini dimungkinkan karena adanya kecurigaan antara pekerja, kurangnya
119
komunikasi dan ketidaknyamanan dalam melakukan pekerjaan sehingga
memicu terjadinya stres kerja. Hal ini mengisyaratkan bahwa kemungkinan
munculnya stres kerja pada hubungan interpersonal dalam pekerjaan yang
baik dapat terjadi, walaupun perlu ada pengkajian lebih lanjut lagi mengenai
faktor ini.
5. Hubungan antara struktur dan Iklim Organisasi dengan Stres Kerja
Faktor stres yang dikenali dalam kategori ini adalah terpusat pada sejauh
mana tenaga kerja dapat terlihat atau berperan serta pada support sosial.
Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan
berhubungan dengan suasana hati dan perilaku negatif. Peningkatan peluang
untuk berperan serta menghasilkan peningkatan produktivitas, dan
peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik (Munandar, 2008). Struktur
dan iklim organisasi yang tidak baik dan kurang mendukung karyawan,
biasanya dapat menimbulkan ketidakpuasan dalam bekerja, yang akhirnya
dapat menyebabkan stres Cooper (1989) dalam Munandar (2008).
Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa 55,4% atau sebagian besar
responden menyatakan struktur dan iklim organisasinya buruk. Berdasarkan
hasi penelitian didapatkan bahwa struktur dan iklim organisasi tidak memiliki
hubungan yang bermakna dengan stres kerja. Hasil penelitian ini tidak
sesuai dengan dengan teorinya Hurrell dkk yang mengatakan bahwa salah
satu faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah struktur dan iklim
organisasi (Munandar, 2008).
120
Tidak adanya hubungan yang bermakna antara struktur dan iklim
organisasi dengan stres kerja atau struktur dan iklim organisasi dapat
disebabkan (Ivancevich, 1975 dalam Gibson dkk, 1996) :
a) Stresor pada pekerja berkaitan dengan perubahan fisik, psikologis
dan emosional di dalam individu.
b) Tanggapan penyesuaian terhadap stresor pada pekerjaan telah
ditentukan dengan mengukur diri (self-rating), penampilan prestasi
dan pengujian biokimia
c) Tidak ada daftar stresor yang dapat diterima secara universal. Setiap
organisasi memiliki penetapan sendiri yang unik.
d) Perbedaan-perbedaan individual menjelaskan mengapa suatu
stresor yang mengganggu dan menggocang bagi seseorang berubah
pada orang yang lain.
Berdasarkan hal tersebut peneliti berasumsi struktur dan iklim
organisasi tidak mempengaruhi stres kerja karena penilaian terhadap
suatu stresor antara individu yang satu dengan yang lain berbeda, stresor
struktur dan iklim organisasi di Polres Metro Jakarta Pusat tidak
mempengaruhi kejadian stres kerja.
6. Faktor Individu
a. Hubungan antara Umur dengan Stres Kerja
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cardiff University (2000)
dalam Suprapto (2008) terhadap faktor-faktor demografi yang
121
mempengaruhi timbulnya stres kerja, disimpulkan bahwa umur
memiliki hubungan dengan timbulnya stres kerja. Dalam penelitian
ini, umur dibagi ke dalam 4 kategori, yaitu usia 18-32 tahun, 33-40
tahun, 41-50 tahun dan diatas usia 51 tahun. Dari hasil penelitian ini
diketahui bahwa kategori usia 41-50 tahun memiliki persentase
terbesar untuk terkena stres tingkat tinggi. Sedangkan untuk kategori
umur yang memiliki persentase terbesar yang mengalami stres tingkat
rendah adalah usia 18-32 tahun dan usia 51 tahun keatas. Hal ini
disebabkan pada usia awal perkembangan keadaan emosi seseorang
masih lebih labil. Sedangkan pada usia lanjut biasanya daya tahan
tubuh seseorang sudah mulai berkurang sehinga sangat berpotensi
untuk terkena stres.
Pada variabel umur menunjukkan bahwa rata-rata umur Polisi
Lalu Lintas ditempat kerja adalah antara 34 tahun sampai 38 tahun
(tabel 5.6). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara umur dengan stres kerja pada Polisi Lalu
Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat.
Berdasarkan tabel 5.14 diketahui bahwa rata-rata umur responden
yang menyatakan stres berat adalah antara 37 tahun sampai 45 tahun.
Sedangkan responden yang menyatakan stres ringan memiliki rata-
rata umur adalah 32 tahun sampai 36 tahun.
Dimana didapatkan dari hasil penelitian Desy (2002) yang
menyatakan bahwa pekerja yang berumur diatas 35 tahun telah
122
memiliki kematangan berfikir dan bersikap sehingga dapat bertindak
lebih bijaksana dan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri
dengan lebih baik dilingkungan kerjanya serta sudah mulai berupaya
untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, namun apabila dirasa
pemenuhan kebutuhan tersebut tidak sesuai maka individu akan
merasa tidak puas dan cenderung mengalami stres kerja.
Dalam hal ini pekerja mungkin menjadi cepat lelah setelah usia
mereka menginjak 40 tahun atau lebih. Pengurangan itu cenderung
pada tugas yang menekankan kecepatan, seperti misalnya kecepatan
respon otot atau persepsi visual. Berhubungan dengan kematangan
seseorang secara psikologis maupun fisik. Pekerja yang umurnya
lebih tua sering gagal untuk mempelajari keahlian baru secara besar
karena mereka tidak percaya pengetahuan diperlukan, daripada
karena kurangnya kemampuan mereka (Minner 1992, dalam
Luthfiyah (2011).
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Cooper yang mengatakan
bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah umur
(Munandar, 2008). Hal ini disebabkan karena seseorang berusia lanjut
akan merasa cepat lelah dan tidak bergerak dengan gesit ketika
melaksanakan tugasnya sehingga mempengaruhi kinerjanya.
Adanya hubungan yang bermakna antara umur dengan stres kerja
termasuk faktor yang mempengaruhi stres kerja dapat disebabkan
oleh faktor umur yang lebih tua, biasanya memiliki pengalaman dan
123
pemahaman bekerja yang lebih banyak. Sehingga pada jenis
pekerjaan tertentu umur dapat menjadi kendala dan dapat memicu
terjadinya stres (Munandar, 2008).
Berdasarkan hal tersebut disarankan bagi polisi lalu lintas yang
berumur dibawah 40 tahun, diharapkan mampu mengikuti pelatihan
dan pendidikan terkait resiko dan bahaya pekerjaan yang merupakan
bagian dari kesehatan dan keselamatan di instansi tempat kerjanya,
sehingga resiko bahaya psikososial dapat dikurangi. Hal ini dilakukan
agar polisi lalu lintas dapat berdaptasi dengan lingkungannya dan
mampu mengenali setiap permasalahan yang ada di tempat kerja.
b. Hubungan antara Masa Kerja dengan Stres Kerja
Masa jabatan yang berhubungan dengan stres kerja sangat
berkaitan dengan kejenuhan dalam bekerja. Pekerja yang telah
bekerja di atas 5 tahun biasanya memiliki tingkat kejenuhan yang
lebih tinggi daripada pekerja yang baru bekerja. Sehingga dengan
adanya tingkat kejenuhan tersebut dapat menyebabkan stres dalam
bekerja (Munandar, 2008).
Selain itu menurut Robbins (1998) dalam Supardi (2007) masa
kerja mempunyai potensial terjadinya stres kerja sesuai berdasarkan
teori pola hubungan U terbalik yang memberikan reaksi terhadap stres
sepanjang waktu dan terhadap perubahan intensitas stres baik masa
124
kerja yang lama maupun sebentar dapat menjadi pemicu terjadinya
stres kerja diperberat dengan beban kerja yang besar.
Pada variabel masa kerja menunjukkan bahwa rata-rata masa
kerja Polisi Lalu Lintas ditempat kerja adalah antara 13 tahun sampai
16 tahun (tabel 5.6), Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan stres kerja pada
Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat.
Menurut Cook (1997) bahwa stres dapat dipicu oleh buruknya
hubungan antara sesama pekerja, meskipun seorang atasan, atau
hanya staf. Apabila hubungan antar sesama pekerja telah dibangun
dengan baik, maka masa kerja lama ataupun sebentar tidak menjadi
masalah meskipun bagi pekerja yang masa kerjanya lebih singkat
tentu punya beban sedikit lebih besar karena harus beradaptasi dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan kerjanya. Hasil yang diperoleh
dari penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara kedua variabel dapat disebabkan karena masa kerja
yang cukup lama membuat Polisi Lalu Lintas telah beradaptasi
dengan lingkungan sekitar.
Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh Budiono (2003) masa
kerja dapat mempengaruhi pekerja baik secara positif maupun negatif.
Pengaruh positif dimana semakin lama seseorang bekerja maka akan
semakin berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sebaliknya
akan memberikan pengaruh negatif apabila semakin lama bekerja
125
maka akan menimbulkan kelelahan dan kebosanan. Semakin lama
seseorang bekerja maka akan semakin banyak seseorang terpapar
bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Sejalan
dengan penelitian Suprapto (2008) pada polisi lalu lintas yang
menyatakan bahwa dari hasil penelitiannya menunjukkan tidak ada
hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan stres kerja. Hal
ini dikarenakan polisi lalu lintas yang bekerja di tempat kerja tersebut
sudah mampu beradaptasi dengan lingkungannya secara baik.
Tidak ada hubungan antara masa kerja dengan stres kerja dalam
penelitian ini berdasarkan hasil wawancara bahwa diduga masa kerja
yang lama pada polisi lalu lintas menyebabkan mereka sudah mampu
beradaptasi dengan lingkungan sekitar tempat kerjanya sehingga
dapat dikatakan bahwa hal ini polisi lalu lintas sudah dapat
mengendalikan masalah stres kerjanya secara positif. Selain itu
diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Firman (2012)
didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja dengan stres
kerja hal ini karena pekerja dengan rata-rata masa kerjanya sudah
mampu membangun jaringan sosial dengan baik, karena jika dengan
masa kerja sedikit saja pekerja sudah mampu membangun jaringan
sosial dengan baik apalagi sebaliknya. Dalam hal ini jaringan sosial
yang didapat selama masa kerjanya akan memberikan efek penyangga
terhadap kejadian-kejadian yang penuh stres.
126
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada Polisi Lalu Lintas di Polres
Metro Jakarta Pusat Bulan April – Agustus Tahun 2013, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Gambaran stres kerja, faktor intrinsik dalam pekerjaan (beban kerja dan rutinitas),
peran individu dalam organisasi, pengembangan karir (promosi dan gaji),
hubungan dalam pekerjaan, struktur dan iklim organisasi serta faktor individu
(umur dan masa kerja) pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan
April – Agustus Tahun 2013 adapun distribusinya adalah sebagai berikut:
a. 24,6 % Polisi Lalu Lintas mengalami stres kerja berat.
b. 53,8% Polisi Lalu Lintas menyatakan beban kerja berat.
c. 63,1% Polisi Lalu Lintas menyatakan rutinitasnya membosankan.
d. 83,1% Polisi Lalu Lintas tidak berperan dalam organisasi.
e. 55,4% Polisi Lalu Lintas menyatakan promosi tidak memuaskan.
f. 61,5% Polisi Lalu Lintas menyatakan gaji tidak sesuai.
g. Semua Polisi Lalu Lintas menyatakan hubungan dalam pekerjaannya baik.
h. 55,4% Polisi Lalu Lintas menyatakan struktur dan iklim organisasi buruk.
i. Rata – rata umur Polisi Lalu Lintas di tempat kerja adalah antara umur 34
tahun sampai 38 tahun.
127
j. Rata – rata masa kerja Polisi Lalu Lintas di tempat kerja adalah antara 14
tahun sampai 17 tahun.
2. Faktor-faktor yang menunjukkan adanya hubungan dengan stres kerja pada pada
Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April – Agustus Tahun
2013 adalah faktor intrinsik dalam pekerjaan (beban kerja), pengembangan karir
(promosi) dan karakteristik individu (umur).
B. Saran
1. Bagi Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat
a. Bagi Polisi Lalu Lintas yang memiliki beban kerja berat diharapkan
mampu membiasakan diri untuk nyaman dengan pekerjaan yang dilakukan
dan bisa mengatur waktu secara efektif dan efisien, serta lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
mengingat-Nya menjadikan hidup lebih tenang dan segala pekerjaan yang
dilakukan akan terasa mudah untuk dikerjakannya.
b. Bagi yang berumur dibawah 40 tahun diharapkan mampu mengikuti
pelatihan dan pendidikan terkait resiko dan bahaya pekerjaan yang
merupakan bagian dari kesehatan dan keselamatan di instansi tempat
kerjanya, sehingga resiko bahaya psikososial dapat dikurangi. Hal ini
dilakukan agar polisi lalu lintas dapat berdaptasi dengan lingkungannya
dan mampu mengenali setiap permasalahan yang ada di tempat kerja.
128
2. Bagi instansi
a. Mampu melakukan identifikasi terhadap bahaya psikososial kerja, yaitu
dengan cara mengetahui seberapa besar beban kerja yang dapat diterima
pekerja, selain itu instansti juga disarankan untuk mengoptimalkan
pelatihan dan pendidikan terkait resiko dan bahaya pekerjaan yang
merupakan bagian dari kesehatan dan keselamatan di instansi, sehingga
resiko bahaya psikososial dapat dikurangi.
b. Bagi instansi agar memberikan kesempatan pelatihan dan pendidikan
kepada pekerja yang berumur dibawah 40 tahun terkait resiko dan bahaya
pekerjaan yang merupakan bagian dari kesehatan dan keselamatan di
instansi tempat kerjanya, sehingga pemahaman bagi polisi lalu lintas yang
masih berusia muda terhadap resiko dan bahaya dalam pekerjaannya dapat
dikurangi, sehingga mencegah timbulnya potensi penyakit yang
berhubungan dengan stres.
c. Bagi instansi agar memberikan kenaikan jabatan/ pangkat bagi pekerja
yang berprestasi supaya dapat menghasilkan kepuasan kerja dan mencegah
timbulnya stres pada tenaga kerja yang bertujuan mengurangi turn over
dalam bekerja.
129
3. Bagi penelitian selanjutnya
a. Peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat melakukan analisis lebih lanjut
sampai uji multivariat, sehingga dapat dilihat faktor yang dominan
terhadap stres kerja.
b. Peneliti selanjutnya diharapkan pula untuk dapat menambahkan variabel
lainnya sehingga tidak hanya terbatas pada variabel-variabel dalam
penelitian ini saja.
Daftar Pustaka
Airmayanti, Diah. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja pada Pekerja
Bagian Produksi PT ISM Bogasari Flour Mills Tbk Tanjung Priok Jakarta Utara
Tahun 2009. Skripsi. Jakarta: FKIK UIN.
Amaranto. 2003. Police stres interventions: Brief treatment and crisis intervention,
Edisi: 3.
Anis. 2005. Penyakit Akibat Kerja.. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia.
Anoraga, Pandji, Suyati, Sri. 2005. Psikologi Industri dan Sosial. Jakarta: PT. Dunia
Jaya.
Bida, Putu. 1995. Hubungan Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan dan Faktor Rumah
Tanga dengan Stres Kerja pada Karyawan Conoco dan Kontraktor di Block B
Kepulauan Natuna. Tesis. Program Magíster Kesehatan Masyarakat. Universitas
Indonesia.
Brown Family Environmental Center at Kenyon college diakses melalui situs
http://bfeckenyon.edu/HealthyKenyon/stresspsymptoms.pdf
Budiono, Sugeng. 2003. Bunga Rampai Higiene Perusahaan Ergonomi (HIPERKES)
dan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang.
Cook,et.al .1997. Management and Organisational Behavior. McGraw-Hill
Companies,Inc.
Cox, Tom, Amanda, Griffith & Eusebio Rial-Gonzales. 2000. Work Related stress,
officer for official publications of the European Communities. Luxembourg.
Desy, Vita Helia. 2002. Tingkat Stres Kerja dan Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Stres Kerja pada Karyawan Bagian Marketing Services PT Unilever
Indonesia Tbk. Skripsi. Program Sarjana Kesehatan Masyarakat. Universitas
Indonesia.
European Foundation for the Improvement of Living and Working Conditions. 2005.
Work Related Stress. Dublin. Irlandia
Fish,D. 2002. The Impact of Shift Work. Australia. http://www.healthservice.or.id
diakses tanggal 22 April 2013
Gaffar, Hulaifah. 2012. Pengaruh Stres Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada PT.
Bank Mandiri (Persero) Tbk Kantor Wilayah X Makassar. Skripsi:Makasar: FEB
UNHAS.
Gibson, james L dkk. 1996. Organisasi edisi ke-8 Jilid I. Jakarta : Binarupa Aksara
Gustiarti, Leila. 2002. Stres dan Kepuasan Kerja. Medan: Digital Library.
Handoko, Hani T. 1985. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta : Liberty.
Handoyo, Seger, 2001. Stres pada Masyarakat Surabaya. Jurnal Insan Media Psikologi.
Surabaya : Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Hardjana,M.A. 2004. Stres Tanpa Distres. Yogyakarta: Kanisius.
Hawari, Dadang. 2001. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: FK UI.
Hidayat, A.A. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, Firman. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada
Pengemudi Mini Bus di Terminal Kampung Rambutan Jakarta Tahun 2012.
Skripsi. Jakarta: FKIK UIN.
ILO. 1995. Mental Health and Work, Impact, Issues and Good
Practices.[Online]. [Accesed 17th Januari 2010]. Available from World Wide
Web:http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/ed_emp/ifp_skills/documents/pu
blicati on/wcms_108152.pdf
ILO. 2003. ILO Standards-Related Activities In The Area Of Occupational Safety and
Health: An In-Depth Study for Discussion With a View to The Elaboration Of a
Plan of Action for Such Activities. [Accesed 16th Maret 2013]. Available from
Web:http://www.ilo.org/public/english/standards/relm/ilc/ilc91/pdf/rep-vi.pdf
Inayani, Yani. 2011. Analisis Perbedaan Faktor Demografi dalam Strategi
Penanggulangan Stres Kerja: Studi Kasus Dinas Kesehatan Kota Bogor. Tesis S2
Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Jayanegara. 2007. Stres kerja dan coping pada polisi Indonesia. Jakarta : Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia.
Kalimo,ety.al.1987. Psychososial Factors at Work, and their Relation to Health.WHO.
Geneva.
Karoley, Paul. 1985: Measurement Strategis In Health Psychology. P. 49-51 dan 100
Permenakertrans No. Per 13/MEN/X/2011 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika dan Faktor Kimia ditempat Kerja.
Levi.L. 1984. Stres In Industry Causes, Effect, and Prevention. International Labour
Office, Geneva.
Luthfiyah. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja Pada Polisi
Lalu Lintas.Skripsi. Jakarta: Fpsi UIN.
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.
Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Muhammad, Adhi Noer. 2004. Gambaran Hubungan Factor-Faktor dengan Stres Kerja
pada Polisi Lalu Lintas Dikawasan Terminal Kampung Melayu Jakarta 2004.
Skripsi. Jakarta: FKM UI.
Munandar, Ashar Sunyoto. 2008. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : UI-press.
Miller, David. 2000. Dying to Care? Work Stress and Burnout in HIV/AIDS. London :
Routledge
Nasution, Hanida R. 2002. Stres Kerja dan Faktor-faktor yang Menyebabkannya.
Majalah Kesehatan Masyarakat: Infokes, Vol. VI, No. 2 September, FKM USU
Medan.
Nawawinetu, Erwin Dyah dan Adriyani, Retno. 2007. Stres akibat Kerja Pada Tenaga
Kerja yang Terpapar Bising. The Indonesia Journal OF Public Health.4 : 59-63.
NIOSH publication: 99: 101, 2002, [Online]. [Accesed 28th Juli 2009]. Available from
World Wide Web: http://www.cdc.gov/niosh/stresswk.html
Nugroho, Susanti. 2004. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Stres
Kerja pada Pekerja Vendor Unit Produksi Assembly-Line Divisi Video Cassette
Recorder (VCR)PT LG Eletronics Displey Devices Indonesia Bekasi.
Skripsi.FKM UI.
Nurmianto,E. 2004. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi II.. Surabaya: Guna
Widya.
Putri, Elvira Eka. 1998. Hubungan Faktor Intrinsik dan Faktor Ekstrinsik dengan Stres
Kerja pada Karyawan Unit Produiksi PT Bakrie & Brothers Pabrik Pipa baja
Talang Tirta Jakarta tahun 1997. Skripsi. Jakarta: FKM UI.
Rahayu, Dewi S. 2003. Faktor Psikososial dalam Kesehatan Kerja. Majalah Hyperkes
dan Keselamatan Kerja, Volume XXXVI, No. 2 April-Juni.
Sarafino,P.Edward.1990.Health Psycology. Jhon Wiley & Sons. Inc. New York.
Schultz, D & Schultz, S. E. 1998. Psychology and Work Today : An Introduction to
Industrial and Organizational Psychology 7th ed. New Jersey : Prentice Hall.
Siswanti, Nevita. 2004. Keluhan Stres dan Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan
Terjadinya Stres Kerja Pada Karyawan Bagian Produksi PT.Pandu Daya Tama
Patria Tahun 2004. Skripsi. Jakarta : FKM UI.
Soebakti, Rahmat. 2004. Aspek Bahaya Psikososial Kerja, Pengaruhnya terhadap
Tingkat Stres Karyawan BP. Indonesia. Tesis. Jakarta: FKM UI.
Supardi. 2007. Analisa Stres Kerja Pada Kondisi dan Beban Kerja Perawat dalam
Klasifikasi Pasien di Ruang Rawat Inap Rumkit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB
Medan. Sumatra Utara : Sekolah Pasca Sarjana USU.
Suprapto, Prasetyo Herniawan. 2008. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Stres
Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Kawasan Puncak-Cianjur tahun 2008. Skripsi.
Jakarta: FKIK UIN.
Surat Keputusan Kapolri No. Kep IX/September/2010 Tahun 2010 tentang Pedoman
Mutasi Jabatan Anggota Polri dengan Level Kepangkatan Perwira Tinggi,
Kombes Pol, AKBP Mantap Dan Akbp Promosi (KAPOLRES).
Tarwaka, Bakri,SHA. 2004. Ergonomi untuk Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan
Produktivitas. UNIBA Press. Surakarta
Taylor, Alyssa, Bennerl & Craig. (2006). Operational and organizational police stress in
an Ontario police department: A descriptive study. Canada : The Canadian
Journal of Police & Security Services Volume 4 Issue 4 Winter.
Vesdiawati, Desy Ardita. 2008. Hubungan Antara Resiliensi dengan Stres pada
Anggota Polri. Skripsi. Yogyakarta: Fpsi UII.
Vierdelia, Nadya. 2008. Gambaran stress erja dan Faktor-faktor yang berhungan pada
pengemudi bus patas 9B Jurusan Bekasi Barat- Cililitan Jakarta. Skripsi. Jakarta:
FKM UI.
Vinallia, Bugen. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada
Pekerja Bagian Weaving PT.Unitex Tbk Tahun 2011. Skripsi. Jakarta: FKIK
UIN.
Wantoro, Bing. 1999. Stres Kerja. Majalah Hyperkes dan Keselamatan Kerja, Volume
XXXII No.3.
Widyasari, Putri. 2005 Stres Kerja. [Online]. [Accesed 20 Maret 2013]. Available
from World Wide Web: http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/stres-
kerja.html
Wignjosoebroto, Sritomo. 2003. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. 3th
Edition.
Surabaya: Guna Widya.
Yunus, Muhammad. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stres
Kerja pada Pegawai Unit Kerja Laundry RSUD Pasar ReboTahun 2011. Skripsi.
Jakarta: FKIK UIN.
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
KUESIONER PENELITIAN
Assalamualaikum Wr.Wb.
Ditengah-tengah kesibukan bapak saat ini ,izinkanlah saya Diana Aulya mahasiswa Kesehatan
Masyarakat peminatan Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) yang sedang melakukan
penelitian untuk tugas akhir saya (Skripsi) tentang “FAKTOR -FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN STRES KERJA PADA POLISI LALU LINTAS DI POLRES
METRO JAKARTA PUSAT BULAN APRIL-AGUSTUS TAHUN 2013”
Dengan ini saya meminta waktu bapak selama kurang lebih 10-20 menit untuk mengisi
daftar pertanyaan/angket yang bersama ini saya lampirkan. Saya mengharapakan kesedian bapak
untuk mengisi kuisoner/angket ini dengan sejujurnya dan tanpa diskusi dengan orang lain. Setiap
jawaban anda akan dijaga kerahasiaanya dari siapapun dan tidak akan mempengaruhi penilaian
terhadap kinerja anda, kemudian kuisoner akan disimpan oleh peneliti. Untuk itu dimohon
kesediannya kepada bapak polisi selaku responden untuk mengisi kuisoner ini.
Wassalamualaikum.Wr.Wb
Jakarta, Juli 2013
Hormat Saya
Diana Aulya
109101000028
LAMPIRAN 2
No.Responden
Petunjuk pengisian angket!
1. Bacalah pertanyaan di bawah ini dengan teliti
2. Jawablah semua pertanyaan yang ada dalam angket ini tanpa diskusi dengan orang lain!
3. Pilihlah jawaban yang dianggap paling sesuai dengan pendapat anda, dengan cara melingkari
(O) pada jawaban yang telah disediakan.
4. Kuisoner point G (Indikator stres kerja) mohon diberi tanda ceklist (√) untuk jawaban yang
anda pilih.
Nama : ................................................
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
A1. Usia: …………… Tahun [ ] [ ] A1
A2. Masa kerja : ...................... Tahun [ ] [ ] A2
B. FAKTOR INTRINSIK PEKERJAAN
B1 RUTINITAS
B1.1. Bagaimana pekerjaan yang anda lakukan setiap harinya?
0. Membosankan
1. Tidak membosankan [ ] B1.1
B1.2. Apakah anda merasa bosan terhadap pekerjaan anda yang berulang-ulang?
0.Ya
1.Tidak [ ] B1.2
B1.3. Apakah anda merasa bosan dengan pekerjaan anda yang terlalu sedikit ?
0.Ya
1.Tidak [ ] B1.3
C1 PERAN INDIVIDU DALAM ORGANISASI
C1.1 Apakah anda mempunyai pengaruh terhadap keputusan
yang dibuat perusahaan terkait dengan pekerjaan anda ?
0. Tidak
1. Ya [ ] C1.1
C1 PERAN INDIVIDU DALAM ORGANISASI
C1.2 Apakah anda dilibatkan dalam setiap pengambilan
keputusan terkait dengan pekerjaan anda ?
0. Tidak
1. Ya [ ] C1.2
C1.3 Apakah pendapat yang anda berikan dalam pengambilan keputusan terkait
pekerjaan anda, diterapkan oleh perusahaan ?
0. Tidak
1. Ya [ ] C1.3
D. PENGEMBANGAN KARIR (PROMOSI DAN GAJI)
D1 PROMOSI
D1.1 Apakah anda merasa puas dengan karir dan jabatan anda saat ini?
0. Tidak
1. Ya [ ] D1.1
D1.2. Apakah anda merasa puas tentang sistem promosi / kenaikan jabatan diperusahaan
anda saat ini?
0.Tidak
1.Ya [ ] D1.2
D1.3. Apakah anda mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pendidikan atau
pelatihan tambahan oleh perusahaan?
0.Tidak
1.Ya [ ] D1.3
D2 GAJI
D2.1 Bagaimana perasaan anda berkaitan dengan gaji yang anda terima saat ini?
0.Tidak memuaskan
1.Memuaskan [ ] D2.1
D2.2. Apakah gaji yang anda terima telah sesuai dengan beban kerja yang anda lakukan?
0.Tidak
1.Ya [ ] D2.2
D2.3 Apakah gaji yang anda terima dapat mencukupi kebutuhan anda sehari-hari?
0. Tidak
1. Ya [ ] D2.3
E1 HUBUNGAN DALAM PEKERJAAN
E1.1. Bagaimana persepsi anda tentang komunikasi anda dengan atasan?
0.Kurang baik
1.Baik [ ] E1.1
E1.2. Bagaimana hubungan anda dengan rekan sekerja/ kawan anda?
0.Kurang baik
1.Baik [ ] E1.2
E1.3. Bagaimana hubungan anda dengan bawahan anda? (Jika ada)
0.Kurang baik
1.Baik [ ] E1.3
F1 STRUKTUR DAN IKLIM ORGANISASI
F1.1 Apakah anda merasa peraturan di perusahaan tempat anda bekerja terlalu
kaku/ketat ?
0. Ya
1. Tidak [ ] F1.1
F1.2 Apakah anda merasa ada beberapa karyawan yang baik prestasinya dalam bekerja
tidak mendapatkan promosi/kenaikan pangkat ?
0. Ya
1. Tidak [ ] F1.2
F1.3 Apakah anda merasa tidak mendapatkan kesempatan untuk berkreatifitas (tidak
bebas menyalurkan ide dan bakat dalam melaksanakan tugas) ?
0. Ya
1. Tidak [ ] F1.3
F1.4 Apakah anda merasa atasan melakukan supervisi yang berlebihan sehingga
membuat membuat bawahan merasa tidak senang untuk bekerja?
0. Ya
1. Tidak [ ] F1.4
G. INDIKATOR STRES KERJA
Berilah tanda (√) pada kolom indikator perubahan akibat stres kerja dalam 6 bulan
terakhir
G1
Tidak
pernah
(0)
Jarang
(1)
Kadang-
kadang
(2)
Sering
(3)
Setiap
hari
(4)
Jantung berdebar
Gemetar
Menggertakan gigi pada saat tidur
Tidak bisa tidur
Rentan terhadap penyakit
Sakit perut
Sakit kepala
Sakit kepala sebelah (migraine)
Merasa lelah terus-menerus
Sembelit
Tidak
pernah
(0)
Jarang
(1)
Kadang-
kadang
(2)
Sering
(3)
Setiap
hari
(4)
Maag
Percaya diri menurun
Hilang nafsu makan
Keringat berlebihan
Telapak tangan berkeringat
Lesu
Lupa
Linglung
Merasa jengkel
Merasa muak
Merasa ingin bunuh diri
Pesimis
Cemburu
Murung
Sakit pada bagian punggung
Depresi
Gelisah
Kehilangan minat dalam berbagai hal
Nyeri otot
Sensitif/peka
Ragu-ragu
Memeriksa pekerjaan yang berlebihan
Sulit bernapas
Berjuang untuk mengatasi penyakit
minor (misalnya dingin)
Bersikap curiga
Rambut rontok
Gangguan konsenterasi
Perut mulas/rasa panas dalam perut
Menurunkan berat badan
Iritasi pada tenggorokan
Hilang rasa humor
Penyakit kulit
Mengambil inisiatif terlebih dahulu
Mimpi buruk
Mulut kering
Mengkonsumsi tonik (Bioplus, liviton,
lucozade, pharmaton)
Diare
Gugup
Tidak
pernah
(0)
Jarang
(1)
Kadang-
kadang
(2)
Sering
(3)
Setiap
hari
(4)
Putus asa
Mudah kaget
Meningkatnya nafsu makan
Gangguan koordinasi
Ketidakpastian
Cepat frustasi
Kurang keterlibatan dengan orang lain
Menggigit kuku
Kurang motivasi
Peningkatan konsumsi kafein
(kopi,teh)
Resah
Pengambilan keputusan yang buruk
Merokok
Merasa diluar kendali
Merasa bingung
Tidur yang berlebihan
Menggunakan obat tidur
Merasa lelah ketika bangun
Merasa kewalahan dengan banyak
pekerjaan
Mengedipkan mata secara berlebihan
Melamun
Menunda pekerjaan
Merasa panik
Mengurangi produktivitas
Membuang-buang waktu pekerjaan
Sulit untuk mengidentifikasi penyebab
non kinerja
Tidak bisa mendiskusikan masalah
dengan orang lain
H. BEBAN KERJA
No. Kegiatan yang dilakukan
pekerja
Waktu Penilaian (diisi oleh
peneliti)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
OUTPUT ANALISIS DATA
Analisis Univariat
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
StresKerBr .263 65 .000 .805 65 .000
MasaKer .165 65 .000 .925 65 .001
Umur .157 65 .000 .922 65 .001
BebanKer .359 65 .000 .634 65 .000
Rutinitas .222 65 .000 .839 65 .000
PeranInd .262 65 .000 .758 65 .000
Promosi .289 65 .000 .782 65 .000
Gaji .254 65 .000 .760 65 .000
HubKerja .527 65 .000 .358 65 .000
StrkturIklm .185 65 .000 .905 65 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Statistics
StresKerBr Rutinitas PeranInd Promosi Gaji HubKerja StrkturIklm
N Valid 65 65 65 65 65 65 65
Missing 0 0 0 0 0 0 0
Mean .98 1.09 2.18 1.25 1.71 .22 1.71
Median 1.00 1.00 2.00 1.00 2.00 .00 2.00
Mode 1 0 3 0 3 0 2
Std. Deviation .696 1.042 .967 1.238 1.308 .625 1.155
Variance .484 1.085 .934 1.532 1.710 .390 1.335
LAMPIRAN 3
1. Stres Kerja
Statistics
Stress
N Valid 65
Missing 0
Mean 88.43
Median 84.00
Mode 75a
Std. Deviation 38.405
Percentiles 25 73.00
50 84.00
75 117.50
a. Multiple modes exist. The smallest value
is shown
StresKerBr
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Stres Berat 16 24.6 24.6 24.6
Stres Ringan 34 52.3 52.3 76.9
Tidak Stres 15 23.1 23.1 100.0
Total 65 100.0 100.0
2. Beban Kerja
BebanKer
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Berat 35 53.8 53.8 53.8
Sedang 30 46.2 46.2 100.0
Total 65 100.0 100.0
3. Rutinitas
RutKat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Membosankan 41 63.1 63.1 63.1
Tidak membosankan 24 36.9 36.9 100.0
Total 65 100.0 100.0
4. Peran Individu dalam Organisasi
PeranIndvKat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak berperan 54 83.1 83.1 83.1
Berperan 11 16.9 16.9 100.0
Total 65 100.0 100.0
5. Promosi
PromKat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak memuaskan 36 55.4 55.4 55.4
Memuaskan 29 44.6 44.6 100.0
Total 65 100.0 100.0
6. Gaji
GajiKat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak sesuai 40 61.5 61.5 61.5
Sesuai 25 38.5 38.5 100.0
Total 65 100.0 100.0
7. Hubungan dalam Pekerjaan
HubKerjaKat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Baik 65 100.0 100.0 100.0
8. Struktur dan Iklim Organisasi
StrukturKat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Buruk 36 55.4 55.4 55.4
Baik 29 44.6 44.6 100.0
Total 65 100.0 100.0
9. Umur
Descriptives
Statistic Std. Error
Umur Mean 36.20 .927
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 34.35
Upper Bound 38.05
5% Trimmed Mean 35.94
Median 36.00
Variance 55.850
Std. Deviation 7.473
Minimum 26
Maximum 51
Range 25
Interquartile Range 12
Skewness .497 .297
Kurtosis -.944 .586
10. Masa Kerja
Descriptives
Statistic Std. Error
MasaKer Mean 15.15 .830
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 13.50
Upper Bound 16.81
5% Trimmed Mean 14.79
Median 13.00
Variance 44.757
Std. Deviation 6.690
Minimum 4
Maximum 35
Range 31
Interquartile Range 10
Skewness .847 .297
Kurtosis .125 .586
Analisis Bivariat
1. Beban kerja
BebanKer * StresKerBr Crosstabulation
StresKerBr
Total Stres Berat Stres Ringan Tidak Stres
BebanKer Berat Count 13 14 8 35
% within BebanKer 37.1% 40.0% 22.9% 100.0%
Sedang Count 3 20 7 30
% within BebanKer 10.0% 66.7% 23.3% 100.0%
Total Count 16 34 15 65
% within BebanKer 24.6% 52.3% 23.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 7.032a 2 .030
Likelihood Ratio 7.484 2 .024
Linear-by-Linear Association 2.545 1 .111
N of Valid Cases 65
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 6,92.
2. Rutinitas
RutKat * StresKerBr Crosstabulation
StresKerBr
Total Stres Berat Stres Ringan Tidak Stres
RutKat Membosankan Count 12 23 6 41
% within RutKat 29.3% 56.1% 14.6% 100.0%
Tidak membosankan Count 4 11 9 24
% within RutKat 16.7% 45.8% 37.5% 100.0%
Total Count 16 34 15 65
% within RutKat 24.6% 52.3% 23.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 4.711a 2 .095
Likelihood Ratio 4.620 2 .099
Linear-by-Linear Association 3.933 1 .047
N of Valid Cases 65
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 5,54.
3. Peran Individu dalam Organisasi
PeranIndvKat * StresPeran Crosstabulation
StresPeran
Total stres tidak stres
PeranIndvKat Tidak berperan Count 43 11 54
% within PeranIndvKat 79.6% 20.4% 100.0%
Berperan Count 7 4 11
% within PeranIndvKat 63.6% 36.4% 100.0%
Total Count 50 15 65
% within PeranIndvKat 76.9% 23.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.317a 1 .251
Continuity Correctionb .570 1 .450
Likelihood Ratio 1.213 1 .271
Fisher's Exact Test .261 .219
Linear-by-Linear Association 1.297 1 .255
N of Valid Casesb 65
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,54.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for PeranIndvKat
(Tidak berperan / Berperan) 2.234 .553 9.019
For cohort StresPeran =
stres 1.251 .785 1.995
For cohort StresPeran =
tidak stres .560 .218 1.438
N of Valid Cases 65
4. Promosi
PromKat * StresKerBr Crosstabulation
StresKerBr
Total Stres Berat Stres Ringan Tidak Stres
PromKat Tidak memuaskan Count 13 17 6 36
% within PromKat 36.1% 47.2% 16.7% 100.0%
Memuaskan Count 3 17 9 29
% within PromKat 10.3% 58.6% 31.0% 100.0%
Total Count 16 34 15 65
% within PromKat 24.6% 52.3% 23.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 6.168a 2 .046
Likelihood Ratio 6.587 2 .037
Linear-by-Linear Association 5.344 1 .021
N of Valid Cases 65
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 6,69.
5. Gaji
GajiKat * StresKerBr Crosstabulation
StresKerBr
Total Stres Berat Stres Ringan Tidak Stres
GajiKat Tidak sesuai Count 13 18 9 40
% within GajiKat 32.5% 45.0% 22.5% 100.0%
Sesuai Count 3 16 6 25
% within GajiKat 12.0% 64.0% 24.0% 100.0%
Total Count 16 34 15 65
% within GajiKat 24.6% 52.3% 23.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 3.703a 2 .157
Likelihood Ratio 3.967 2 .138
Linear-by-Linear Association 1.538 1 .215
N of Valid Cases 65
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 5,77.
6. Hubungan dalam Pekerjaan
HubKerjaKat * StresKerBr Crosstabulation
StresKerBr
Total Stres Berat Stres Ringan Tidak Stres
HubKerjaKat Baik Count 16 34 15 65
% within HubKerjaKat 24.6% 52.3% 23.1% 100.0%
Total Count 16 34 15 65
% within HubKerjaKat 24.6% 52.3% 23.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square .a
N of Valid Cases 65
a. No statistics are computed
because HubKerjaKat is a constant.
7. Struktur dan Iklim Organisasi
StrukturKat * StresKerBr Crosstabulation
StresKerBr
Total Stres Berat Stres Ringan Tidak Stres
StrukturKat Buruk Count 12 18 6 36
% within StrukturKat 33.3% 50.0% 16.7% 100.0%
Baik Count 4 16 9 29
% within StrukturKat 13.8% 55.2% 31.0% 100.0%
Total Count 16 34 15 65
% within StrukturKat 24.6% 52.3% 23.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 4.010a 2 .135
Likelihood Ratio 4.152 2 .125
Linear-by-Linear Association 3.814 1 .051
N of Valid Cases 65
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 6,69.
8. Umur
Ranks
StresKerBr N Mean Rank
Umur Stres Berat 16 44.78
Stres Ringan 34 27.84
Tidak Stres 15 32.13
Total 65
Test Statisticsa,b
Umur
Chi-Square 8.809
df 2
Asymp. Sig. .012
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
StresKerBr
9. Masa Kerja
Ranks
StresKerBr N Mean Rank
MasaKer Stres Berat 16 38.91
Stres Ringan 34 30.19
Tidak Stres 15 33.07
Total 65
Test Statisticsa,b
MasaKer
Chi-Square 2.325
df 2
Asymp. Sig. .313
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
StresKerBr