faktor berpengaruh terhadap perilaku korupsi. kasus indonesia

Upload: oswar-mungkasa

Post on 05-Apr-2018

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/31/2019 Faktor Berpengaruh terhadap Perilaku Korupsi. Kasus Indonesia

    1/21

    Tugas Mikro III - Om 1

    Faktor Berpengaruh terhadap Perilaku Korupsi

    Kasus Indonesia

    Oleh Oswar Mungkasa(Tugas Mata Kuliah Ekonomi Mikro 3, 2002)

    1. Pendahuluan

    Korupsi merupakan penyakit paling parah yang menggerogoti

    perekonomian negara-negara di dunia ketiga. Suatu kemustahilan

    mengharapkan negara menjadi makmur ketika korupsi sudah dianggap

    menjadi bagian dari suatu kehidupan bangsa.

    Tingkat Korupsi yang demikian besar tentu saja akan berdampak

    terhadap kondisi perekonomian. Salah satu contoh aktual adalah Nigeria.

    Tahun 1985 pendapatan per kapita Nigeria mencapai 2.500 dollar AS. Namun,

    sekarang tinggal 225 Dollar AS. Salah satu hasil studi Angang Hu (2000) 1 dari

    Center for China Study, Qinghua University menyebutkan bahwa kerugian

    Cina akibat korupsi di berbagai proyek mencapai sekitar 3,4 sampai 4,5

    persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Besarnya dampak korupsimengakibatkan kejahatan korupsi dianggap bukan tindak pidana biasa tetapi

    merupakan kejahatan luar biasa ( extra ordinary crime ).

    Dikaitkan dengan kondisi di Indonesia, maka tingkat korupsi di

    Indonesia menunjukkan kondisi yang relatif sama jeleknya. Tidak ada data

    yang pasti tentang besarnya korupsi di Indonesia, tetapi berdasar salah satu

    indikator yang diakui secara internasional yaitu Corruption Perception Index

    (CPI)2 yang dikeluarkan oleh Transparency International (TI) menempatkan

    Indonesia pada peringkat ke-88 dari 91 negara yang dinilai. Posisi ini secara

    substansial tidak beranjak dari tahun tahun sebelumnya (Kompas, 4

    1 Hasil penelitian ini dikemukakan dalam makalahnya Corruption and Anti-corruption Strategies in China yangdisampaikan dalam Simposium Korupsi di Amerika Serikat pada bulan februari 2001.2 Transparency International (TI) merupakan sebuah lembaga pemantau tingkat korupsi di berbagai negara yang

    berbasis di Berlin, Jerman. Sementara Corruption Perception Index 9CPI) dihitung berdasar persepsi pelakubisnis, analis, dan orang yang berkepentingan dengan pemberantasan korupsi.

  • 7/31/2019 Faktor Berpengaruh terhadap Perilaku Korupsi. Kasus Indonesia

    2/21

    Tugas Mikro III - Om 2

    Desember 2001). Sekalipun angka ini masih dipertanyakan validitasnya,

    tetapi realitasnya menunjukkan kondisi yang relatif serupa.

    Tentu saja banyak faktor yang dituding menjadi penyebab korupsi.

    Kesemua faktor penyebab tersebut dapat dikelompokkan menjadi beberapafaktor berpengaruh dalam pengambilan keputusan korupsi dari sebuah

    individu. Dalam makalah ini keseluruhan faktor penyebab tersebut

    dikelompokkan dalam 3 (tiga) faktor berpengaruh terhadap kecenderungan

    korupsi (atau tidak korupsi) yaitu tingkat gaji pegawai pemerintah, besarnya

    pendapatan dari korupsi, besar/tingginya tingkat hukuman jika tertangkap,

    dan kemungkinan (probabilitas) tertangkap.

    Pemahaman terhadap mekanisme pengaruh dari faktor-faktor tersebut

    dipercaya dapat membantu pengambil kebijakan (pada berbagai tingkatan

    pemerintahan/institusi) dalam menerapkan strategi penanganan korupsi.

    Memperhatikan hal tersebut di atas, maka maksud studi ini adalah

    memberikan gambaran kecenderungan seseorang berperilaku korupsi

    dengan memperhatikan faktor tingkat gaji pegawai negeri, kemungkinan

    tertangkap, besarnya suap/hasil korupsi dan besarnya hukuman. Tujuan

    studi adalah membangun sebuah model yang dapat memperlihatkan bentuk

    hubungan antara (a) gaji pegawai negeri; (b) kemungkinan tertangkap; (c)

    besarnya suap/hasil korupsi; dan (d) besarnya/tingginya hukuman terhadap

    tingkat kecenderungan korupsi dari pelaku korupsi.

    2. Korupsi: Penyebab dan Faktor Berpengaruh

    2.1 Definisi dan Bentuk KorupsiKorupsi berasal dari Bahasa Latin corruptus yang berarti mematahkan

    atau memisahkan dan corrumpere atau merusak. Secara konsepsual, korupsi

    adalah sebuah bentuk perilaku yang memisahkan diri dari etika, moralitas,

    tradisi, hukum dan kebajikan sipil. Korupsi mencakup penyalahgunaan

    kekuasaan serta pengaruh jabatan atau kedudukan istimewa dalam

    masyarakat untuk maksud pribadi (Lubis, 1998). Definisi klasik Bank Dunia

  • 7/31/2019 Faktor Berpengaruh terhadap Perilaku Korupsi. Kasus Indonesia

    3/21

    Tugas Mikro III - Om 3

    dan Dana Moneter Internasional (IMF), korupsi diartikan sebagai

    penggunaan posisi pengambilan kebijakan publik untuk secara ilegal

    memperoleh keuntungan pribadi/kelompok.

    Sementara definisi lainnya adalah (a) Discretionary corruption , korupsiyang dilakukan karena adanya kebebasan dalam menentukan kebijaksanaan;

    (b) Illegal corruption, suatu jenis tindakan yang bermaksud mengacaukan

    maksud-maksud hukum, peraturan dan regulasi tertentu; (c ) Mercenery

    corruption, jenis tindak korupsi untuk kepentingan pribadi; (d ) Ideological

    corruption, korupsi illegal atau discretionery untuk kepentingan kelompok

    (Benveniste, 1997).

    Sedikitnya terdapat tujuh macam bentuk korupsi, yaitu (a) korupsi

    transaksional, korupsi yang melibatkan kedua belah pihak; (b) korupsi

    memeras, jika salah satu pihak terpaksa melakukan korupsi; (c) korupsi

    ontogenik, hanya melibatkan yang bersangkutan; (d) korupsi defensif, jika

    dilakukan untuk membela diri; (e) korupsi investasi, berupa pelaksanaan

    tugas dengan harapan mendapat imbalan; (f) korupsi nepotisme, pemberian

    keistimewaan pada keluarga/teman/relasi; (g) korupsi suportif, tidak terlibat

    langsung tapi memberi peluang atau pura-pura tidak tahu (Noeh, 1997).

    2.2 Dampak Korupsi

    Dampak korupsi dapat dibedakan atas dampak negatip dan positip.

    Dampak negatip yaitu (a) Menggagalkan pencapaian tujuan pelaksanaan

    pembangunan; (b) Kenaikan biaya administrasi; (c) Jika dalam bentuk komisi,

    akan mengurangi alokasi dana yang seharusnya dipakai untuk keperluan

    masyarakat umum; (d) Berpengaruh buruk pada mental pegawai; (e)

    Menurunkan kredibilitas pemerintah. Sementara dampak positip adalah (a)

    Hasil korupsi sebagian terbesar dipergunakan untuk investasi; (b)

    Meningkatkan kualitas pegawai; (c) Perekrutan yang berlandaskan nepotisme

    akan melipatgandakan jumlah pegawai, yang berakibat mengurangi jumlah

    pengangguran ( Lubis,1998).

    2.3 Faktor Penyebab

  • 7/31/2019 Faktor Berpengaruh terhadap Perilaku Korupsi. Kasus Indonesia

    4/21

    Tugas Mikro III - Om 4

    Faktor penyebab korupsi, dapat dikategorikan sebagai (a) rendahnya

    tingkat kesejahteraan pegawai dan sistem penerimaan pegawai. Dampak

    sistem penerimaan pegawai yang baik (merit-system) diteliti oleh Evans and

    Rauch [1996] di 35 negara berkembang. Hasilnya menunjukkan bahwa sistemyang baik mengurangi tingkat korupsi. Pengaruh tingkat gaji pegawai

    pemerintah diteliti oleh Rijckeghem and Weder (1997) yang menemukan

    bahwa perbedaan gaji pegawai pemerintah relatif terhadap gaji swasta

    berpengaruh negatif terhadap tingkat korupsi. Meningkatkan gaji pegawai

    pemerintah sebesar dua kali lipat akan memperbaiki CPI sebanyak 2 point

    (Lambsdorff, 2000); (b) faktor kultural. Budaya patron-client dalam birokrasi,

    dan pendekatan kekeluargaan/perkawanan dalam pengambilan keputusan

    merupakan bentuk budaya yang mendorong terjadinya korupsi. Pada

    beberapa komunitas, tingkat kepercayaan diantara masyarakat masih tinggi.

    La Porta et al. [1997: 336] menyatakan bahwa kepercayaan dapat membantu

    mengurangi tingkat korupsi karena dapat membantu pegawai pemerintah

    bekerjasama lebih baik diantara mereka dan dengan masyarakat umum. Hasil

    ini berdasar pada penelitian di 33 negara ( Lambsdorff, 2000); (c) kurang

    efektifnya sistem pengawasan; (d) lemahnya penegakan hukum Berdasar

    World Development Report (1997) yang terfokus pada kualitas hukum

    menunjukkan penegakan hukum mempengaruhi tingkat korupsi di 59

    negara; (e) kurangnya dukungan dan partisipasi masyarakat dalam

    penanggulangan korupsi. Brunetti and Weder (1998) menunjukkan bahwa

    keterbukaan, demokrasi, kebebasan pers, dan partisipasi masyarakat

    merupakan faktor efektif mengurangi tingkat korupsi ( Lambsdorff, 2000)

    Menurut Huntington (1968) dalam buku klasiknya tentang

    pembangunan politik, mengutarakan beberapa kondisi yang menguntungkan

    timbulnya korupsi yaitu (a) korupsi cendrung meningkat dalam suatu

    periode pertumbuhan serta modernisasi yang cepat, karena perubahan nilai-

    nilai, sumber-sumber baru kekayaan dan kekuasaan, dan perluasan

    pemerintahan; (b) Negara dengan keragaman stratifikasi sosial, lebih banyak

  • 7/31/2019 Faktor Berpengaruh terhadap Perilaku Korupsi. Kasus Indonesia

    5/21

    Tugas Mikro III - Om 5

    polarisasi kelas, dan lebih banyak kecenderungan feodal, korupsi cenderung

    berkurang; (c) Apabila banyak perusahaan asing di suatu negara maka

    korupsi cenderung meningkat; (d) semakin partai politik kurang berkembang

    mekar, semakin meluas korupsinya, lantaran lemahnya kontrol ( Klitgaard,1998).

    Menurut Rijckeghem (1997) 3, keseluruhan faktor penyebab korupsi di

    atas dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori yaitu tingkat gaji (w),

    ketidakmemadaian pengawasan (p), tingkat/besarnya hukuman (f), besarnya

    distorsi ekonomi, dan faktor lainnya ( Rijckeghem, 1997 ).

    3. Pengaruh Kemungkinan Tertangkap, Besarnya Korupsi dan

    Hukuman terhadap Kecenderungan Korupsi

    3.1 Tinjauan Teoritis

    Model dalam makalah ini dijiwai oleh Shirking Model (Shapiro dan

    Stiglitz, 1984) dan dibangun dari hasil kerja Becker dan Stigler (1974), yang

    mengasumsikan bahwa pegawai negeri memaksimalkan expected income.

    Perilaku korupsi jika tertangkap dihukum dalam bentuk dipecat, sehingga

    pejabat dengan pendapatan besar cenderung menjadi kurang korup. Ketikatingkat suap tinggi atau kemungkinan tertangkap rendah, model ini

    memperkirakan bahwa gaji yang dapat mengurangi korupsi adalah tinggi.

    Karena itu, buat pemerintah lebih efektif ( cost effective) untuk

    membayar capitulation wages (gaji dibawah reservation wages) daripada

    meningkatkan gaji. Lebih lanjut, hukuman dapat selalu diperberat sampai

    pada tingkat yang dapat mencegah korupsi, karenanya gaji tinggi tidak

    dibutuhkan.

    Implikasi kebijakan di atas tidak kuat untuk merumuskan proses

    korupsi. Hal ini terlihat ketika dilakukan relaksasi terhadap asumsi pegawai

    negeri memak-sim alkan expected income, sehingga peran kebijakan gaji

    menjadi lebih besar

    3 Faktor p, w, f ditambah besarnya korupsi (B) dinasukkan dalam model Rijckeghem pada bagianselanjutnya dari makalah ini.

  • 7/31/2019 Faktor Berpengaruh terhadap Perilaku Korupsi. Kasus Indonesia

    6/21

    Tugas Mikro III - Om 6

    Pegaai negeri mungkin terlibat dalam perilaku satisficing (pemuasan)

    dan bukannya maximizing (pemaksimalan) dan karenanya korupsi

    dilakukan hanya untuk mencapai pendapatan sewajarnya ( fair income).

    Pegawai negeri mungkin menghindari kesempatan korupsi, dengantersedianya gaji memadai, bahkan ketika tindakan tersebut bukan

    memaksimalkan expected income. Formalnya cara pandang ini dimodelkan

    sebagai fair-wage effort hypothesis (Akerloff and Yellen, 1990). Ditunjukkan

    bahwa hipotesis ini berakibat peningkatan gaji (penurunan) mempunyai

    dampak kuat pada korupsi daripada ketika PNS memaksimalkan expected

    income dan mengurangi korupsi melalui kebijakan gaji mungkin tidak

    mahal. Ini konsisten dengan bukti penelitian terkini terhadap fair wage effort

    hypothesis.

    3.2 Korupsi dalam kerangka maximizing

    Dari sudut pandang penegakan hukum (Becker and Stigler, 1974)

    bahwa pegawai negeri memaksimalkan expected income dengan cara

    menyeimbangkan keuntungan korupsi terhadap denda dan hukuman jika

    tertangkap. Hukuman ini mencakup pemecatan (biaya sama denganperbedaan gaji dengan swasta ditambah kesempatan korupsi yang hilang)

    dan hukuman lainnya.

    Pada model satu periode hubungannya sebagai berikut:

    Kecuali C maka semua variabel dan parameter P( C) adalah eksogen.

    EI = (1 P( C)) (CB + Wg) + P( C) (Wp f) ... (1)

    EI = expected incomeP = kemungkinan tertangkap dan dihukumC = jumlah tindakan korupsi (variabel kontinu)Wg = gaji pegawai pemerintahWp = gaji swastaB = tingkat suapF = hukuman lain en ara

  • 7/31/2019 Faktor Berpengaruh terhadap Perilaku Korupsi. Kasus Indonesia

    7/21

    Tugas Mikro III - Om 7

    Persamaan diatas menunjukkan bahwa expected income merupakan

    rata-rata tertimbang pendapatan ketika korupsi tidak terdeteksi dan ketika

    terdeteksi. Ketika terdeteksi, pendapatan adalah hasil korupsi dan gaji

    sementara jika tertangkap pendapatan adalah gaji swasta dikurangihukuman.

    Pada formulasi ini, kebijakan gaji pemerintah mempunyai dampak

    terhadap korupsi sebab hukuman termasuk kehilangan pekerjaan. Namun

    gaji tinggi tidak berarti korupsi berkurang, dengan kondisi pemerintah dapat

    memanipulasi P(C) dan f . Akhirnya, kebijakan gaji kehilangan kefektifannya

    ketika tingkat suap tinggi.

    Beragam penambahan dimungkinkan. Pertama, P dapat diekspresikan

    sebagai fungsi negatif hukuman (memasukkan pemecatan), P juga

    dipengaruhi oleh suap terhadap penegak hukum. Kedua, ukuran suap (B)

    mungkin bergantung pada keuntungan suap bagi pemberi suap, tingkat

    hukuman dan kemungkinan tertangkap.

    Mempertimbangkan semua penambahan di atas maka formula

    menjadi:

    Berdasar formula di atas, penambahan f kehilangan banyak

    kemampuan mengurangi korupsi, sebagai hasil dari dampak terhadappenegakan hukum oleh masyarakat yang berkurang sebagaimana pada

    tingkat suap (yang bertambah). Instrumen kedua, P tidak lagi berada

    dibawah kendali langsung pemerintah. Gaji Wg, dilain pihak, meningkat

    perannya melalui dampak pada aktifitas penegakan hukum oleh masyarakat

    (yang bertambah dengan meningkatnya pendapatan).

    3.3 Korupsi dalam Kerangka Pemuasan (satisficing)

    EI = (1 P( C, f,Wg-Wp )) (CB( P,f ) + Wg) + P( C, f,Wg-Wp ) (Wp f) (2)

  • 7/31/2019 Faktor Berpengaruh terhadap Perilaku Korupsi. Kasus Indonesia

    8/21

    Tugas Mikro III - Om 8

    Perilaku individu mungkin tidak cocok dengan penggambaran melalui

    kerangka maximizing di atas. Fehr et. al (1993) menemukan bukti bahwa gaji

    memotivasi usaha bahkan ketika tidak ada hukuman untuk shirking.

    Eksperimen lost-letters4 menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat jujur, dalam konteks tidak menggunakan kesempatan korupsi. Penemuan ini

    mengindikasikan bahwa sebagian masyarakat tidak menggunakan

    kesempatan korupsi sepanjang diperlakukan adil.

    Secara formal fair wage -effort hypothesys dimodelkan sebagai :

    Menurut teori, pekerja menyesuaikan usahanya kalau terdapat

    perbedaan antara gaji dan fair wage. Korupsi dapat dipahami dalam konteks

    ini sebagai penyesuaian tunjangan (N). Dengan sedikit modifikasi maka teori

    ini menjadi:

    Untuk membandingkan dengan kerangka maximizing diasumsikan

    bahwa hukuman korupsi melalui pemecatan (Wg-Wp), kehilangan

    kesempatan korupsi (CB), dan hukuman (f). Diasumsikan juga untuk

    4 Eskperimen ini dimaksudkan untuk menilai tingkat kejujuran suatu komunitas dengan cara penyebaran amplop berisi uang di tempat-tempat umum. Setiap amplop diberi alamat pemilik amplop,sehingga jika si penemu jujur maka dia dapat mengirim kembali amplop tersebut pada pemiliknya.

    e = f (I/W*) = f ((W + N)/W*) (3.a)

    e = usahaI = pendapatan aktualW* = gaji wajar (fair wage)W = gaji yang diterimaN = tunjangan

    e = f (EI/EI*) . (3.b)

    EI = actual expected incomeEI* = targeted/fair exp. income

  • 7/31/2019 Faktor Berpengaruh terhadap Perilaku Korupsi. Kasus Indonesia

    9/21

    Tugas Mikro III - Om 9

    penyederhanaan bahwa P adalah jumlah kejadian korupsi ( C) dikalikan

    kemungkinan tertangkap untuk sebuah kegiatan korupsi (p). Asumsi ini

    mengurangi kompleksitas analsis, tetapi tetap dapat diterima sebagai suatu

    pedekatan untuk negara berkembang.Substitusi P = pC pada persamaan 1 didapatkan:

    Persamaan ini menjadi dasar analisis selanjutnya yang disebut fair

    wage- corruption hypothesis, yaitu hipotesis bah wa pegawai memilih

    tingkatan korupsi dalam usaha mencapai EI = EI*

    Solusi untuk C adalah fungsi dari Wg relatif terhadap fair income EI*.

    Kemungkinan tidak terdapat solusi untuk C.

    Penggabungan korupsi dan usaha dalam satu model sesuai dengan

    yang digambarkan dalam literatur korupsi (PNS yang tidak ingin, tidak

    punya kesempatan, atau korupsi tidak menguntungkan mungkin melakukan

    strategi lain yaitu ngobyek (Gould, 1980).

    3.4 Implikasi Tertentu

    3.4.1 Hipotesis Fair Wage-Corruption

    Penyelesaian C (satisficing) menggunakan rumus ABC dan memilih

    akar negatip sehingga:

    EI = (1 pC)) (CB + Wg) + pC (Wp f) ... (4)

    EI = (1 pC)) (CB + Wg) + pC (Wp f) = EI* ... (5)

    B p (Wg Wp + f) - DC = ---------------------------------------------- .. (6) 2 p B

  • 7/31/2019 Faktor Berpengaruh terhadap Perilaku Korupsi. Kasus Indonesia

    10/21

  • 7/31/2019 Faktor Berpengaruh terhadap Perilaku Korupsi. Kasus Indonesia

    11/21

    Tugas Mikro III - Om 11

    Penurunan kedua ini selalu lebih besar atau sama dengan nol. (jika

    solusi ada). Secara intuisi, peningkatan kemungkinan tertangkap mengurangiexpected income dari PNS, ceteris paribus, sepanjang dipecat adalah sesuatu

    yang tidak diinginkan. Karenanya PNS akan menguragi korupsi jika

    kemungkinan tertangkap meningkat.

    3.4.2 Hipotesis Shirking

    Jika pegawai menginginkan maximizing EI solusi C dan turunan

    pertama terhadap Wg dan p adalah

    Penurunan Pertama

    Penurunan Kedua

    Tiga observasi dapat dihasilkan. Pertama, jumlah korupsi skenario

    satisficing adalah lebih kecil dari jumlah korupsi skenario maximizing, untuk

    B p (Wg Wp + f)C = -------------------------------- .. (7)

    2 p B

    dC - 1------- = ----- .. (7.a) dWg 2 B

    dC - 1------- = ------- (7.b) dp 2 p 2

  • 7/31/2019 Faktor Berpengaruh terhadap Perilaku Korupsi. Kasus Indonesia

    12/21

    Tugas Mikro III - Om 12

    setiap tingkatan gaji (jika solusi ada, bandingkan pers 6 dan 7). Dalam

    konteks ini, kesempatan korupsi tidak dipergunakan. Gaji yang mengurangi

    korupsi selalu lebih besar untuk maximizing daripada satisficing. Kedua,

    turunan C terhadap Wg sama dengan turunan (satisficing), minus term, yangselalu negatif (jika B+p(Wg-Wp+f) positif). Oleh karenanya dalam skenario

    maximizing peran gaji lebih besar dalam mengurangi korupsi. Juga turunan

    lebih kecil untuk tingkat suap yang lebih besar, baik satisficing dan

    maximicing, mengakibatkan peran lebih kecil bagi kebijakan gaji ketika suap

    tinggi. Ketiga, turunan terhadap p negatip (maximizing) sementara positip

    (satisficing).

    Pada kedua skenario (maximizing dan satisficing) maka : Hipotesis I Korupsi berhubungan negatip dengan perbedaan relatif gaji

    pegawai negeri dan swasta Skenario fair wage hypothesis

    Hipotesis II Korupsi berkurang/hilang ketika gaji sama dengan fair

    wage.

    Sebagai catatan, untuk tingkat suap rendah dan/atau hukuman tinggidan/atau probabilitas tertangkap dan dihukum tinggi, korupsi hilang

    pada tingkat gaji rendah.

    Hipotesis III jika gaji cukup tinggi (sehingga solusi ada pada skenario

    satisficing), probabilitas tertangkap dan dihukum lebih tinggi

    dihubungkan dengan korupsi yang lebih tinggi, dan bukan korupsi

    rendah.

    Catatan, hubungan negatip anatara p dan f adalah konsisten dengan

    hipotesis fair wage jika gaji rendah dan lingkungan kerja dengan tingkat

    suap rendah dan/atau hukuman tinggi dan/atau p tinggi. Skenario shirking hypothesis

    Hipotesis 4 jika lingkungan kerja dengan tingkat suap tinggi dan/atau f

    rendah dan/atau p rendah, gaji pemerintah berlipat gaji swasta agar

    korupsi hilang.

  • 7/31/2019 Faktor Berpengaruh terhadap Perilaku Korupsi. Kasus Indonesia

    13/21

  • 7/31/2019 Faktor Berpengaruh terhadap Perilaku Korupsi. Kasus Indonesia

    14/21

    Tugas Mikro III - Om 14

    3.5.1 Kondisi Maksimisasi (Shirking Corruption)

    Pada kondisi ini dianggap pelaku korupsi memaksimalkan expectedincomenya, sehingga persamaan (10) menjadi

    Pengaruh gaji pegawai pemerintah (Wg) terhadap korupsi (C)

    Pengaruh Wg terhadap C ditunjukkan melalui turunan pertama

    persamaan (11) terhadap Wg, sebagai:

    Persamaan (12.a) menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh dari faktor

    gaji pegawai pemerintah terhadap intensitas korupsi.

    Pengaruh kemungkinan tertangkap (p) terhadap korupsi (C)

    Pengaruh p terhadap C ditunjukkan melalui turunan pertama persamaan

    (11) terhadap p, sebagai:

    Persamaan (12.b) menunjukkan bahwa kemungkinan tertangkap

    berpengaruh negatip terhadap intensitas korupsi. Semakin besar

    kemungkinan tertangkap akan mengakibatkan berkurangnya intensitas

    korupsi.

    Pengaruh besarnya korupsi (B) terhadap korupsi (C)

    (B pf)C = ------------------- (11)

    2 p B

    dC------- = 0 .. (12.a) dWg

    dC - 1------- = --------- (12.b) dp 2 p 2

  • 7/31/2019 Faktor Berpengaruh terhadap Perilaku Korupsi. Kasus Indonesia

    15/21

  • 7/31/2019 Faktor Berpengaruh terhadap Perilaku Korupsi. Kasus Indonesia

    16/21

  • 7/31/2019 Faktor Berpengaruh terhadap Perilaku Korupsi. Kasus Indonesia

    17/21

    Tugas Mikro III - Om 17

    Dari persamaan (14.b) relatif sulit menunjukkan bentuk hubungan

    antara C dan P. Hal ini terlihat dari persamaan (14.c) dan (14.d):

    Persamaan (14.c) bisa lebih kecil atau lebih besar dari persamaan(14.d). Jika dC/dP < 0, maka persamaan (14.c) harus lebih besar dari

    persamaan (14.d), sehingga:

    Persamaan (14.e) dapat disederhanakan menjadi:

    1 (E)0.5persamaan (13.c) ------- [ ---------- - 1 ] < 0 . (14.c)

    2 p 2 B

    4 B (EI Wg) + f (B pf)persamaan (13.b) ----------------------------------- > 0 (14.d)

    2 PB (E)0.5

    1 (E)0.5 4 B (EI Wg) + f (B pf)- ----- [ ---------- - 1 ] > --------------------------------- (14.e)

    2 p 2 B 2 PB (E)0.5

    B (E)0.5 - E > 4 pB (EI Wg) + pf (B pf) . (14.f)

  • 7/31/2019 Faktor Berpengaruh terhadap Perilaku Korupsi. Kasus Indonesia

    18/21

    Tugas Mikro III - Om 18

    Tetapi kemudian persamaan (14.f) tetap sulit untuk diartikan, sehingga

    pengaruh kemungkinan tertangkap terhadap intensitas korupsi menjadi tidak

    sederhana. Bisa berpengaruh positip maupun negatip.

    Pengaruh besarnya korupsi (B) terhadap korupsi (C)

    Pengaruh B terhadap C ditunjukkan melalui turunan pertama persamaan

    (10) terhadap B, sebagai:

    Dari persamaan (14.g) relatif sulit menunjukkan pengaruh besarnya

    hasil korupsi terhadap intensitas korupsi. Jika dC/dB > 0 maka 4 p (EI Wg)

    harus lebih besar dari (B pf), sehingga:

    Dari persamaan (14.h) dapat diartikan bahwa besarnya hasil korupsi

    berpengaruh positip terhadap intensitas korupsi jika persamaan (14.h)

    terpenuhi, yaitu selisih expexted income dan actual income ditambah

    besarnya hukuman harus lebih besar dari besarnya korupsi.

    Perilaku optimalisasi mengakibatkan bahwa besarnya korupsi hanya

    akan berpengaruh positip jika tidak melebihi selisih antara pendapatan

    sekarang dan pendapatan yang diharapkan ditambah besarnya hukuman

    yang kemungkinan harus dibayar. Jika hasil korupsi besar sekali maka

    pegawai negeri tidak akan melakukan korupsi. Pengaruh tingkat/besar hukuman (f) terhadap korupsi (C)

    Pengaruh f terhadap C ditunjukkan melalui turunan pertama

    persamaan (10) terhadap f, sebagai:

    dC 1 (E)0.5 4 p (EI Wg) - (B pf) ------- = -------- [( f + --------- )] + ---------------------------------- . (14.g) dB 2 B 2 p 2 p B (E) 0.5

    dC 1 (B pf)------- = --------- [ ----------- - 1 ] (14.i)

    df 2 B (E) 0.5

    B < 4 p (EI Wg+ 0,25 f) . (14.h)

  • 7/31/2019 Faktor Berpengaruh terhadap Perilaku Korupsi. Kasus Indonesia

    19/21

    Tugas Mikro III - Om 19

    Persamaan (14.i) menunjukkan bahwa tingkat hukuman berpengaruhpositip terhadap intensitas korupsi. Semakin tinggi tingkat hukuman akan

    mengakibatkan meningkatnya intensitas korupsi. Artinya pelaku korupsi

    akan tetap korupsi walaupun tingkat hukuman dinaikkan. Hal ini terkait

    dengan kondisi pelaku korupsi hanya melakukan korupsi untuk memenuhi

    kekurangan pendapatannya dari pendapatan yang diharapkan.

    4. Kesimpulan

    Beberapa hal dapat disimpulkan dari hasil kajian ini yaitu:

    a. Perilaku korupsi dipengaruhi oleh banyak faktor yang dalam kajian ini

    diklasifikasikan dalam 4 (empat) kategori yaitu tingkat gaji pemerintah

    (Wg), kemungkinan tertangkap (p), besarnya korupsi (B), dan

    besarnya/tingginya hukuman (f).

    b. Pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap intensitas korupsi

    beragam tergantung pada kondisi yang ada. Dalam kajian ini

    dibedakan antara perilaku korupsi yang memaksimalkan pendapatan

    dan korupsi yang mengoptimalkan pendapatan (haanya untuk

    memenuhi kekurangan antara pendapatan aktual dan pendapatan

    yang diharapkan). Model awal mengasumsikan gaji pegawai

    pemerintah (Wg) lebih kecil dari gaji swasta (Wp), sementara untuk

    kondisi Indonesia Wp lebih kecil dari Wg. Secara ringkas hasil kajiantersebut adalah sebagai berikut:

    Faktor Skenario I Wp > Wg Skenario II Wp < Wg

    Maksimisasi Optimalisas

    i

    Masimisasi Optimalisasi

    Gaji pegawai

    pemerintah

    Negatip Negatip Tidak ada

    pengaruh

    Negatip

  • 7/31/2019 Faktor Berpengaruh terhadap Perilaku Korupsi. Kasus Indonesia

    20/21

    Tugas Mikro III - Om 20

    (Wg)Kemungkinantertangkap (p)

    Negatip Positip Negatip Tidak jelas

    Besarnyakorupsi (B)

    Positip Tidak jelas Positip Positip jikaB < 4p (EI g +

    0,25f)Besarnyahukuman (f)

    Negatip Tidak jelas Negatip Positip

    Keterangan: sel dibaca pengaruh faktor Wg/p/B/f terhadap intensitas korupsi untukmasing-masing skenario

    Pada skenario I (Wp > Wg), maka model dapat menjelaskan secara

    baik hanya untuk kondisi maksimisasi, sementara pada kondisi

    optimalisasi hanya dapat menjelaskan hubungan Wg dan p terhadap

    intensitas korupsi.

    Pada skenario II (Wp < Wg), maka model dapat menjelaskan secara

    baik hanya untuk kondisi maksimisasi, sementara pada kondisi

    optimalisasi model tidak dapat menjelaskan hubungan p terhadap

    intensitas korupsi.

    c. Pada kasus Indonesia, maka pengurangan intensitas korupsi dapat

    dilakukan melalui:(i) jika diasumsikan bahwa pelaku korupsi memaksimumkan

    expected income maka menaikkan gaji pegawai pemerintah

    tidak akan mengurangi tingkat korupsi. Hanya menaikkan

    besarnya hukuman yang dapat menurunkan intensitas korupsi.

    (ii) Jika diasumsikan bahwa pelaku korupsi mengoptimalkan

    pendapatan aktualnya sehingga dapat menutup kekurangan

    pendapatannya, maka kenakan gaji pegawai pemerintah akan

    menurunkan intensitas korupsi. Sementara besarnya hukuman

    bukan merupakan strategi yang tepat untuk menurunkan

    intensitas korupsi.

    d. Kebijakan untuk menanggulangi korupsi sangat tergantung pada

    asumsi/kondisi obyektif yang ada.

  • 7/31/2019 Faktor Berpengaruh terhadap Perilaku Korupsi. Kasus Indonesia

    21/21

    Tugas Mikro III - Om 21

    DAFTAR PUSTAKA

    Buku

    1. Benveniste, Guy. Birokrasi. Cetakan Keempat. PT. Rajagrafindo, Jakarta

    1997.2. Klitgaard, Robert. Membasmi Korupsi. Diterjemahkan oleh Hermoyo

    dari judul asli Controlling Corruption. Jakarta, Yayasan OborIndonesia, 1998.

    3. Lubis, Mochtar dan Scott, James C. (Ed.). Bunga Rampai Korupsi.Cetakan Ketiga. LP3ES, Jakarta, 1995.

    4. Noeh, Munawar Fuad. Islam dan Gerakan Moral Anti Korupsi . ZihrulHakim, Jakarta, 1997.

    Makalah

    1. Filmer, Deon dan Lindauer, David L . Does Indonesia Have A Low PayCivil Service?. Bulletin of Indonesian Economic Studies Vol. 37, No.2,2001.

    1. Lambsdorff, Johann Graf. Corruption in Empirical Research - A Review.Internet center for Corruption Research, 2000.

    2. Rijckeghem, Caroline Van dan Beatrice Weder . Corruption and the Rateof Temptation: Do Low Wages in the Civil Service Cause Corruption?.International Monetary Fund, June 1997.

    Media Massa

    1. Kompas 4 Desember 2001. Pemberantasan Korupsi. Kemajuan ituMasih Sebatas Kata.