fajar

14
NAMA : MUHAMMAD FAJAR AS-SIDIQ NIM : 04011181320080 KELAS : PDU B 2013 ANALISIS MASALAH 1. Apa etologi dan bagaimana mekanisme dari keluhan Nn. Sinta? Autoimun Penyebab Myasthenia Gravis adalah proses penyakit auto-immun. Sistem imun terutama melindungi kita dari infeksi dan memproduksi antibody untuk menghancurkan zat- zat asing. Pada kelainan auto-imun, imun system gagal membedakan antara molekul asing dan molekul yang ada pada tubuh sendiri, sehingga memproduksi antibody yang melawan perotein tubuh kita sendiri. Abnormalnya Timus Pembuktian auto-imunologi diberikan oleh kenyataan bahwa glandula timus mempunyai hubungan yang erat. Pada 80% dari penderita miastenia didapati glandula timus yang abnormal. Kira-kira 10% dari mereka memperlihatkan struktur timoma dan pada penderita-penderita lainya terdapat infiltrate limfositer pada pusat germinativa glandula timus tanpa perubahan di jaringan limfositer lainnya. Kelainan di glandula timus seprti itu dijumpai juga pada penderita dengan lupus eritematosus sistemik,

Upload: dky-hartono

Post on 11-Dec-2015

1 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

dgvs

TRANSCRIPT

Page 1: fajar

NAMA : MUHAMMAD FAJAR AS-SIDIQ

NIM : 04011181320080

KELAS : PDU B 2013

ANALISIS MASALAH

1. Apa etologi dan bagaimana mekanisme dari keluhan Nn. Sinta?

Autoimun

Penyebab Myasthenia Gravis adalah proses penyakit auto-immun. Sistem

imun terutama melindungi kita dari infeksi dan memproduksi antibody untuk

menghancurkan zat-zat asing. Pada kelainan auto-imun, imun system gagal

membedakan antara molekul asing dan molekul yang ada pada tubuh sendiri,

sehingga memproduksi antibody yang melawan perotein tubuh kita sendiri.

Abnormalnya Timus

Pembuktian auto-imunologi diberikan oleh kenyataan bahwa glandula timus

mempunyai hubungan yang erat. Pada 80% dari penderita miastenia didapati glandula

timus yang abnormal. Kira-kira 10% dari mereka memperlihatkan struktur timoma

dan pada penderita-penderita lainya terdapat infiltrate limfositer pada pusat

germinativa glandula timus tanpa perubahan di jaringan limfositer lainnya. Kelainan

di glandula timus seprti itu dijumpai juga pada penderita dengan lupus eritematosus

sistemik, tirotoksikosis, miksedema, penyakit Addison dan anemia hemolitik

eksperimental pada tikus.

Pada penyakit Myasthenia Gravis, telah ditemukan adanya ‘antibody’ yang

menduduki reseptor ‘Acetyl Choline’ dari ‘motor end plate’, sehingga dia tidak dapat

menggalakkan serabut-serabut otot skeletal, ‘antibody’ itu dikenal sebagai ‘Anti

Acetyl Choline Receptor’ yang terbukti dibuat oleh kelenjar timus yang dihasilkan

oleh proses immunologi. Ketepatan konsep itu telah dikonfirmasi oleh tindakan

operatif yang menyingkirkan kelenjar timus (timektomi) untuk melenyapkan penyakit

Myasthenia Gravis. Dulu sudah diketahui juga bahwa Myasthenia Gravis memiliki

hubungan dengan reaksi immunologi, namun mekanisme patologiknya bersifat

mekanik daripada neurohumoral. Menurut konsep yang lama itu menjadi atrofik

Page 2: fajar

akibat reaksi immunologi. Karena itu penyerapan Acetyl Choline sangat menurun.

Lagipula jarak antar membrane ujung terminal akson motoneuron dan membrane

‘motor end plate’ menjadi lebih panjang sehingga cholinesterase mendapat

kesempatan yang lebih besar untuk menghancurkan lebih banyak ‘Acetyl Choline’

sehingga potensial aksi postsinaptik yang dicetuskannya menjadi lebih kecil. Konsep

yang lama ini tampak sesuai dengan sifat khas kelemahan otot pada Myasthenia

Gravis. Dalam pada itu konstraksi otot skeletal pertama-tama berlalu secara normal

tetapi kontraksi-kontraksi berikutnya menjadi semakin lemah dan berakhir pada

kelumpuhan total. Setelah istirahat kontraksi otot pulih kembali untuk kemudian

melemah dan lumpuh lagi. Kelemahan yang bergelombang itu dikenal sebagai

kelemahan miastenik.

Normalnya, saat otot berkontraksi, impuls dikirimkan oleh saraf dan ujung

saraf melepaskan suatu zat (neurotransmitter) disebut Acetyl Choline.

Neurotransmitter ini melewati neuromuscular junction (tempat dimana saraf

terhubung ka otot yang dikendalikannya) dan mengaktifkan reseptor di membran sel

otot sehingga memicu otot untuk berkontraksi. Pada Myasthenia Gravis , reseptor

tersebut diblok, diubah atau dihancurkan oleh antibodi dan menyebabkan

terhambatnya kontraksi otot akibat kegagalan merespon Acetyl Choline. Hal ini

menghasilkan ciri khas kelemahan otot dan kelelahan pada Myasthenia Gravis

2. Mengapa keluhan Nn. Sinta dirasakan makin hari makin berat secara perlahan-lahan?

Pada penyakit Myasthenia Gravis, telah ditemukan adanya ‘antibody’ yang

menduduki reseptor ‘Acetyl Choline’ dari ‘motor end plate’, sehingga dia tidak dapat

menggalakkan serabut-serabut otot skeletal. ‘antibody’ itu dikenal sebagai ‘Anti

Acetyl Choline Receptor antibody’ yang terbukti dibuat oleh kelenjar timus yang

dihasilkan oleh proses immunologic. Ketepatan konsep itu telah dikonfirmasi ole

tindakan operatif yang menyingkirkan kelenjar timus (timektomi) untuk melenyapkan

penyakit Myasthenia Gravis. Dulu sudah diketahui juga bahwa Myasthenia Gravis

memiliki hubungan dengan reaksi immunologic, namun mekanisme patologiknya

bersifat mekanik daripada neurohumoral. Menurut konsep yang lama itu menjadi

atrofik akibat reaksi immunologic. Karena itu penyerapan Acetyl Choline sangat

menurun. Lagipula jarak antar membrane ujung terminal akson motoneuron dan

membrane ‘motor end plate’ menjadi lebih panjang sehingga cholinesterase mendapat

Page 3: fajar

kesempatan yang lebih besar untuk menghancurkan lebih banyak ‘Acetyl Choline’

sehingga potensial aksi postsinaptik yang dicetuskannya menjadi lebih kecil. Konsep

yang lama ini tampak sesuai dengan sifat khas kelemahan otot pada Myasthenia

Gravis. Dalam pada itu konstraksi otot skeletal pertama-tama berlalu secara normal

tetapi kontraksi-kontraksi berikutnya menjadi semakin lemah dan berakhir pada

kelumpuhan total.

3. Mengapa setelah beristirahat keadaannya semakin membaik?

4. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan fisik

khusus pada kasus?

Kepala: Ptosis Bilateral pada kedua kelopak mata

Saat otot levator palpebra berkontraksi, impuls dikirimkan oleh saraf dan

ujung saraf melepaskan suatu zat (neurotransmitter) disebut Acetyl Choline.

Neurotransmitter ini melewati neuromuscular junction (tempat dimana saraf

terhubung ka otot yang dikendalikannya) dan mengaktifkan reseptor di membran sel

otot sehingga memicu otot untuk berkontraksi. Pada Myasthenia Gravis , reseptor

tersebut diblok, diubah atau dihancurkan oleh antibodi dan menyebabkan

terhambatnya kontraksi otot akibat kegagalan merespon Acetyl Choline. Hal ini

menghasilkan ciri khas kelemahan otot levator palpebra.

5. Apa interpretasi dari pemeriksaan fisik neurologi ?

Pemeriksaan fisik neurologi

No Pemeriksaan Hasil pemeriksaan Nilai normal Interpretasi

1

Motorik

Kekuatan ekstremitas 5 5 Normal

2 Refleks fisiologis Menurun Tidak menurun Abnormal

3 Refleks Babinski Negatif Negatif Normal

4 Reflek Chaddock Negatif Negatif Normal

5 Sensorik Sensoris Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Normal

6. Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kasus?

A. Anamnesis

Identitas

Page 4: fajar

a)      Nama

b)      Usia

c)      Jenis kelamin dll

Biasanya didapat:

a.       insufisiensi pernafasan

b.      gangguan menutup mata

c.       otot sangat lemah pada siang hari

d.      cepat lelah setelah melakukan kegiatan

Riwayat penyakit, meliputi :

a.     Riwayat penyakit sekarang

b.    Riwayat penyakit terdahulu

c.     Riwayat psikososial

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik, biasanya ditemukan :

a.      Dispnea, kelemahan otot diafragma yang menignkatkan risiko terjadi aspirasi

dan gagal pernafasan akut,

b.      Jatuhnya kelopak mata.

c.      Kesulitan berbicara, mengunyah dan menelan.

d.      Kelemahan otot yang berlebih sehingga mengalami kesulitan dalam melakukan

aktifitas.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

a)      Anti-asetilkolin reseptor antibodi

Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu

miastenia gravis, dimana terdapat hasil yang positif pada 74% pasien, 80% dari

penderita miastenia gravis generalisata dan 50% dari penderita dengan miastenia

okular murni menunjukkan hasil tes anti-asetilkolin reseptor antibodi yang positif.

Pada pasien thymoma tanpa miastenia gravis sering kali terjadi false positive anti-

AChR antibody (Howard, 2008).

Page 5: fajar

b)      Antistriated muscle (anti-SM) antibody

Merupakan salah satu tes yang penting pada penderita miastenia gravis. Tes

ini menunjukkan hasil positif pada sekitar 84% pasien yang menderita thymoma

dalam usia kurang dari 40 tahun. Pada pasien tanpa thymoma dengan usia lebih dari

40 tahun, anti-SM Ab dapat menunjukkan hasil positif.

c)      Anti-muscle-specific kinase (MuSK) antibodies

Hampir 50% penderita miastenia gravis yang menunjukkan hasil anti-AChR

Ab negatif (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang positif untuk anti-

MuSK Ab.

d)     Antistriational antibodies

Dalam serum beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan adanya

antibodi yang berikatan dalam pola cross-striational pada otot rangka dan otot

jantung penderita. Antibodi ini bereaksi dengan epitop pada reseptor protein titin dan

ryanodine (RyR). Antibodi ini selalu dikaitkan dengan pasien thymoma dengan

miastenia gravis pada usia muda. Terdeteksinya titin/RyR antibody merupakan suatu

kecurigaan yang kuat akan adanya thymoma pada pasien muda dengan miastenia

gravis.

Imaging

a) Chest x-ray (foto roentgen thorak),

Dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan lateral. Pada roentgen

thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada bagian anterior

mediastinum

b) Chest Ct-scan

Untuk mengidentifikasi thymoma pada semua kasus miastenia gravis, terutama

pada penderita dengan usia tua.

c) MRI

MRI pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan

rutin. MRI dapat digunakan apabila diagnosis miastenia gravis tidak dapat ditegakkan

dengan pemeriksaan penunjang lainnya dan untuk mencari penyebab defisit pada

saraf otak.

Page 6: fajar

Pendekatan Elektrodiagnostik

Dapat memperlihatkan defek pada transmisi neuromuscular melalui 2 teknik :

a) Repetitive Nerve Stimulation (RNS)

Pada penderita miastenia gravis terdapat penurunan jumlah reseptor

asetilkolin, sehingga pada RNS tidak terdapat adanya suatu potensial aksi.

b)       Single-fiber Electromyography (SFEMG)

Menggunakan jarum single-fiber, yang memiliki permukaan kecil untuk

merekam serat otot penderita. SFEMG dapat mendeteksi suatu jitter (variabilitas

pada interval interpotensial diantara 2 atau lebih serat otot tunggal pada motor unit

yang sama) dan suatu fiber density (jumlah potensial aksi dari serat otot tunggal

yang dapat direkam oleh jarum perekam). SFEMG mendeteksi adanya defek

transmisi pada neuromuscular fiber berupa peningkatan jitter dan fiber density

yang normal.

7. Apa diagnosis kerja pada kasus?

Myasthenia Gravis

8. Bagaimana patofisiologi pada kasus?

Dalam kasus Myasthenia Gravis terjadi penurunan jumlah Acetyl Choline

Receptor (AChR). Kondisi ini mengakibakan Acetyl Choline (ACh) yang tetap

dilepaskan dalam jumlah normal tidak dapat mengantarkan potensial aksi menuju

membran post-synaptic. Kekurangan reseptor dan kehadiran ACh yang tetap pada

jumlah normal akan mengakibatkan penurunan jumlah serabut saraf yang diaktifkan

oleh impuls tertentu.

Pengurangan jumlah AChR ini dipercaya disebabkan karena proses auto-

immun di dalam tubuh yang memproduksi anti-AChR bodies, yang dapat memblok

AChR dan merusak membran post-synaptic. Menurut Shah pada tahun 2006, anti-

AChR bodies ditemukan pada 80%-90% pasien Myasthenia Gravis. Percobaan

lainnya, yaitu penyuntikan mencit dengan Immunoglobulin G (IgG) dari pasien

penderita Myasthenia Gravis dapat mengakibatkan gejala-gejala Myasthenic pada

Page 7: fajar

mencit tersebut, ini menujukkan bahwa faktor immunologis memainkan peranan

penting dalam etiologi penyakit ini.

Alasan mengapa pada penderita Myasthenia Gravis, tubuh menjadi kehilangan

toleransi terhadap AChR sampai saat ini masih belum diketahui. Sampai saat ini,

Myasthenia Gravis dianggap sebagai penyakit yang disebabkan oleh sel B, karena sel

B lah yang memproduksi anti-AChR bodies. Namun, penemuan baru menunjukkan

bahwa sel T yang diproduksi oleh Thymus, memiliki peranan penting pada

patofisiologis penyakit Myasthenia Gravis. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

penderita Myasthenic mengalami hiperplasia thymic dan thymoma.

9. Bagaimana komplikasi pada kasus?

Apabila terdapat perburukan dari Miastenia gravis tentunya akan

memunculkan beberapa komplikasi yang bermakna, selain diperoleh dari risiko yang

mungkin meningkatkan keparahan penyakit ini, pengobatan dan perawatan yang

terlambat juga bermakna pada tejadinya perburukan kondisi (Corwin, 2009).

Beberapa komplikasi yang dapat muncul diantaranya:

A.      Krisis miasnetik

Ditandai dengan pemburukan fungsi otot rangka yang berakibat pada gawat

nafas dan kematian karena diafragma dan otot interkostal menjadi lumpuh.

B.      Krisis kolinergik

Merupakan respon toksik yang ditemukan pada penggunaan obat

antikolinesterase yang terlalu banyak. Tanda hiperkolinergik ditandai dengan

peningkatan motilitas usus, berkeringat dan diare.

10. Apa SKDI pada kasus?

SKDI pada kasus Myasthenia Gravis adalah 3B (mampu mendiagnosis,

memberikan penatalaksaanan dalam kegawatdaruratan dan merujuk pasien).

LEARNING ISSUE

Page 8: fajar

Penyakit dengan ptosis

1. Diabetik Neuropati

Komplikasi akibat tidak terkontrolnya gula darah yang menyebabkan rusaknya

nervus.

2. Stroke

Keadaan emergensi dimana terjadi kerusakan pembuluh darah yang menyuplai

oksigen ke otak, akibatnya terjadi kematian sel otak.

3. Muscular Dystrophies

Menyebabkan kerusakan dan kelemahan kepada otot yang diakibatkan

kekurangan protein yang disebut dystrophin, yang penting untuk fungsi normal otot.

4. Botulism

Botulism (botulism poisoning) sangat langka namun sangat serius, yang dapat

ditransmisikan melalui makanan, kontak dengan tanah yang terkontaminasi, atau

melalui luka yang terbuka, jika tidak segera ditangani, botulism bisa mengakibatkan

paralisis, kesulitan bernafas dan kematian. Botulism poisoning diakibatkan oleh

toksin yang diproduksi oleh bakteri yang disebut Clostridium botulinum.

5. Aneurisme di otak

Suatu area yang lemah pada arteri di otak yang menonjol dan terisi oleh darah,

tidak bisa diprediksi dan mengancam nyawa.

6. Tumor otak

Pertumbuhan abnormal sel di otak.

7. Perdarahan intrakranial

Perdarahan yang terjadi di dalam tengkorak, dan merupakan kondisi

emergensi yang mengancam nyawa.

8. Kanker hipofisis

Pertumbuhan abnormal sel di hipofisis dan bersifat ganas.

9. Nekrosis vaskular

Inflamasi dinding pembuluh darah, dapat mengganggu aliran darah,

menyebabkan kerusakan kulit, otot dan pembuluh darah, serta kematian jaringan dan

organ.

10. Wernicke-Korsakoff syndrome (WKS)

Page 9: fajar

Wernicke-Korsakoff syndrome (WKS) adalah kelainan otak yang disebabkan

oleh kekurangan vitamin B1.

11. Aarskog syndrome

Aarskog syndrome adalah kelainan genetik yang langka yang disebabkan

mutasi pada kromosom x. kelainan ini mempengaruhi tinggi badan, roman muka,

kelamin, otot, dan tulang pada anak. Biasanya menyrang laki-laki.

12. Turner syndrome

Kondisi genetik yang disebabkan oleh abnormalnya satu seks kromosom,

disebut juga Monosomi X, gonadal dysgenesis, dan Bonnevie-Ullrich syndrome.

13. Aase syndrome

Anak yang didiagnosa menderita Aase syndrome ia memiliki jumlah sel darah

merah yang lebih sedikit sejak lahir, dan memiliki tiga tulang di salah satu atau kedua

ibu jari, yang seharusnya dua. Beberapa anak memiliki deformitas tambahan yang

lain.

14. Shingles

Adalah infeksi yang disebabkan oleh virus varicella-zoster, yang mana virus

tersebut mengakibatkan juga chickenpox. Bahkan setelah chickenpox diobati, virus

ini bisa hidup di jaringan nervus bertahun-tahun sebelum aktif kembali menjadi

shingles. Shingles disebut juga herpes zoster.

15. Non-Small Cell Lung Cancer

Pertumbuhan abnormal sel di paru dan bersifat ganas.

DAFTAR PUSTAKA

Mardjono, Mahar. 2013. Neurologi Klinis Dasar Ed 16. Jakarta : Dian Rakyat.

Halaman 1 - 12

Johns Hopkins Medicine. (n.d). Myasthenia Gravis. Retrieved from

http://www.hopkinsmedicine.org/healthlibrary/conditions/nervous_system_disorders/

myasthenia_gravis_85,P07785/.07-09-2015

National institute of neurological disorder and stroke (NINDS). (2010). Myasthenia

Gravis Fact Sheet. Retrieved from http://www.ninds.nih.gov/disorders/myastheniagravis/

detail_myasthenia_gravis.htm.07-09-2015

Page 10: fajar

Krucik, George.What causes droopy eyelid.Retrieved from

http://www.healthline.com /symptom/droopy-eyelid.08-09-2015