faal

14
Laporan Praktikum Fisiologi Kerutan Usus di Luar Badan (Demonstrasi) Kelompok F7 Ketua : Richard Yehezkiel 102011044 ( ) Anggota : Dela Nabila 102010302 ( ) Alfrida Ade Bunapa 102011137 ( ) Nella 102011185 ( )

Upload: pricilla-nella

Post on 28-Apr-2015

107 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

praktikum faal

TRANSCRIPT

Page 1: faal

Laporan Praktikum Fisiologi

Kerutan Usus di Luar Badan (Demonstrasi)

Kelompok F7

Ketua : Richard Yehezkiel 102011044 ( )

Anggota : Dela Nabila 102010302 ( )

Alfrida Ade Bunapa 102011137 ( )

Nella 102011185 ( )

Reynaldo 102011197 ( )

Yandri Apriyansyah 102011334 ( )

Asty Selevani 102011348 ( )

Eiffel 102011058 ( )

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

FAKULTAS KEDOKTERAN

JAKARTA

2012

Page 2: faal

I. Tujuan

Untuk mengetahui pengaruh-pengaruh atau faktor yng dapat mempengaruhi

kerutan atau kontraksi otot.

II. Alat, sediaan dan bahan kimia yang diperlukan:

1. Kaki tiga + kawat kasa + pembakar Bunsen dengan pipa karet

2. Gelas beker pireks 600 cc

3. Statif

4. Tabung perfusi usus dengan klemnya

5. Pipa kaca bengkok untuk perfusi usus

6. Pompa aquarium

7. Termometer kimia

8. Pencatat gerakan usus

9. Kimograf

10. Es+waskom

11. Sepotong usus halus kelinci dengan panjang ± 5cm

12. Larutan :

Locke biasa dan locke bersuhu 350c

Epinefrin 1 : 10.000

Locke tanpa kalsium

CaCl2 1%

Pilokarpin 0.5%

III. Tata kerja

1. Susunlah alat menurut gambar

2. Hangatkanlah air dlam gelas beker pickers sehingga larutan locke didalam

tabung perfusi mencapai suhu 350c

3. Sediakan sepotong usus halus kelinci

4. Pasang sediaan usus tersebut sebagai berikut :

a. ikatkan dengan benang salah satu ujung sediaan usus pada ujung pipa

gelas bengkok

b. ikatkan ujung yang lain pada pencatat usus (usahaka dalam hal ini supaya

sediaan usus tidak terlampau teregang)

Page 3: faal

5. Alirkan udara kedalam larutan locke dalam tabung perfusi dengan

menggunakan pompa aquarium, sehingga gelembung udara tidak terlalu

menggoyangkan sediaan usus yang telah dipasang itu.

6. Selama percobaan, perhatikan suhu larutan locke dalam tabung perfusi yang

harus dipertahankan pada suhu 350c . apa tujuan pengaliran udara kedalam

cairan perfusi?

A. Pengaruh Epinefrin

1. Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol pada tromol yang berputar lambat, tetapi

setiap kerutan masih tercatat terpisah.

2. Catat waktunya dengan interval 5 detik

3. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 5 teteslarutan epinefrin 1:10.000 ke

dalam cairan perfusi. Beri tanda saat penetesan

4. Teruskan pencatatan, sampai pengaruh epinefrin terlihat jelas. Apa pengaruh

epinefrin dalam percobaan ini?

5. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh

epinefrin sebagai berikut :

a. Pindahkan pembakar bunsen, kaki tiga+kawat kasa dan gelas beker pireks

dari tabung perfusi.

b. Letakkan sebuah waskom dibawah tabung perfusi.

c. Bukalah sumbat tabung perfusi sehingga cairan perfusi keluar sampai

habis.

d. Tutup kembali tabung perfusi, dan isilah dengan larutan locke yang baru

(tidak perlu yang bersuhu 350c) dan besarkan aliran udara sehingga usus

bergoyang-goya mengeluarkan larutan lockenya.

e. Buka lagi sumbat untuk mengeluarkan larutan lockenya.

f. Ulangi hal di atas 2 kali lagi, sehingga dapat dianggap sediaan usus telah

bebas dari pengaruh epinefrin

g. Sesudah selesai hal-hal di atas, tutup kembali tabung perfusi, dan isilah

dengan larutan locke baru yang bersuhu 350c (disediakan) serta atur

kembali aliran udaranya

h. Pasang kembali gelas beker pireks, kaki tiga+kawat kasa dan pembakar

Bunsen.

Page 4: faal

HASIL PRAKTIKUM

Pengaruh epinefrin (simpatis)

Pengaruh epinefrin yang seharusnya menghambat kontraksi usus (motilitas) kelinci

tersebut namun dari hasil percobaan kami, mendapatkan bahwa terjadinya

peningkatan kontraksi usus yang ditandai dari grafik.Ini mungkin bisa terjadi akibat

dari kesalahan atas percobaan ketika meneteskan zat ataupun hal lainnya yang

menyebabkan hasil yang berlawanan dari teori yang ada.

Pengaruh asetilkolin (parasimpatis)

Pengaruh asetilkolin yang seharusnya menggiatkan kontraksi usus,malah bertolak

belakang dari hasil percobaan kami bahwa terjadinya penurunan kontraksi usus

kelinci yang ditandai dari hasil grafik percobaan kami.

PEMBAHASAN

Selain sistem saraf enterik, kontrol pada traktus gastrointestinal juga dipengaruhi oleh

saraf ekstrinsik, yaitu sistem saraf otonom. Jalur saraf otonom terdiri dari suaru rantai

dua neuron, dengan neurontransmiter terakhir yang berbeda antara saraf simpatis dan

saraf parasimpatis. Dalam hal ini serabut saraf simpatis memiliki hasil kerja yang

berlawanan dari serabut saraf parasimpatis. Serabut saraf parasimpatis berguna untuk

meningkatkan aktivitas traktus gastrointestital dalam percobaan ini adalah pergerakan

atau motilitas usus. Sedangkan serabut saraf simpatis bekerja dengan efek yang

berlawanan yaitu menghambat aktivitas traktus gastrointestinal. Pada masing-masing

serabut mengsekresikan neurontransmiter yang berbeda untuk menghasilkan efek

tersebut. Asetilkolin pada saraf parasimpatis dan Epinefrin pada saraf simpatis.

B. Pengaruh Ion Kalsium

1. Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol

2. Hentikan tromol dan gantilah larutan locke dalam tabung perfusi dengan

larutan locke tanpa Ca yang bersuhu 350c

3. Jalankan kembali tromol dan catatlah terus sampai pengaruh kekurangan ion

Ca terlihat jelas

4. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 1 tetes CaCl12 1 % ke dalam cairan

perfusi. Beri tanda saat penetesan.

Page 5: faal

5. Teruskan dengan pencatatan, sampai terjadi pemulihan. Bila pemulihan tidak

sempurna, gantilah cairan dalam tabung perfusi dengan cairan Locke baru

yang bersuhu 350c. Apa pengaruh kekurangan ion Ca terhadap kerutan usus?

Hasil

Larutan yang digunakan

Organ Efek pada otot usus

Locke tanpa Ca2+ Saluran pencernaan motilitas ↓

CaCl2 Saluran pencernaan motilitas ↑

Pembahasan

Kecepatan aktivitas kontraktil ritmis pencernaan seperti peristalsis di lambung,

segmentasi di usus halus, dan haustrasi di usus besar, bergantung pada kecepatan

inheren yang diciptakan oleh sel-sel pemacu yang bersangkutan. Intensitas kontraksi

bergantung pada jumlah potensial aksi yang terjadi pada saat potansial gelombang

lambat mencapai ambang, yang pada gilirannya bergantung pada berapa lama ambang

dipertahankan. Semakin besar jumlah potensial aksi, semakin besar konsantrasi Ca++

sitosol, semakin besar aktivitas jembatan silang, dan semakin kuat kontraksi. Dengan

demikian tingkat kontraktilitas dapat berkisar dari tonus tingkat rendah sampai

gerakan mencampur dan mendorong yang sangat kuat akibat perubahan konsentrasi

Ca+sitosol.

Percobaan pengaruh ion kalsium membuktikan bahwa Ca++ mempengaruhi

kontraktilitas otot polos pencernaan. Penambahan CaCl2 yang mengandung Ca++

menyebabkan aktivitas kontraktil kerutan usus meningkat jika dibandingkan aktivitas

kontraktilitasnya sewaktu dimasukkan ke dalam larutan locke tanpa Ca.

Factor yang menyebabkan perubahan pada frekuensi kontraksi otot polos. Seperti

yang sudah diberitahu diatas, frekuensi kontraksi disebabkan oleh perubahan pada

voltage potensial membran istirehat. Apabila potensial menjadi kurang negative,

disebut depolarisasi. Apabila potensial menjadi lebih negative, disebut hiperpolarisasi.

Page 6: faal

C. Pengaruh Pilokarpin

1. Catat 10 kerutan usus sebagai kontrol

2. Tanpa mengehntikan tromol, teteskanlah 2 tetes larutan pilokarpin 0,5% ke

dalam cairan perfusi. Beri tanda saat penetesan

3. Teruskan dengan pencatatan, sehingga pengaruh pilokarpin terlihat jelas. Apa

pengaruh pilokarpin terhadap kerutan usus?

4. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh

pilokarpin seperti ad. I sub. 4.

Hasil praktikum

Sebelum pemberian larutan pilokarpin, usus tidak berkontraksi. Ketika larutan

pilokarpin diberikan sebanyak dua tetes ke dalam tabung perfusi usus (awal telah diisi

dengan larutan Locke, usus mulai berkontraksi, namun belum kuat menggerakkan alat

pencatat gerak usus. Setelah mendapat hasil percobaan, usus lalu dicuci dengan cara

membuka penutup tabung perfusi dan mengganti larutan locke yang baru tanpa suhu

35oC (pencucian dilakukan sebanyak 3 kali untuk memastikan usus telah tercuci

dengan baik.

PEMBAHASAN

Sistem saraf otonom terbagi menjadi dua yaitu, sistem saraf simpatis dan

sistem saraf parasimpatis. Saraf simpatis disalurkan melalui torakolumbal dari torakal

1 sampai lumbal 3, dalam sistem ini termasuk ganglia paravertebral, pravertebral dan

ganglia terminal. Sedangkan saraf parasimpatis berfungsi memelihara fungsi tubuh

yang penting. Aktivitas ususdipengaruhi oleh kedua saraf ini dimana saraf simpatis

akan menurunkan gerakanusus sedangkan saraf parasimpatis akan meningkatkan

gerakan usus.

Pada percobaan pilokarpin, usus diberikan pilokarpin 1 : 10000 sebanyak

0,1ml. Kontraksi usus meningkat dari yang normal dan usus kemudian diberi

pilokarpin 0,1 % sebanyak 0,25 ml. Kontraksi usus diamati dan hasilnya kontraksi

dari usus terus meningkat lagi. Kemudian usus diberikan epineprin 1 : 25000sebanyak

0,1 ml. Kontraksi usus menurun tetapi tidak kembali ke paras normal. Pilokarpin ini

bersifat parasimpatomemetik.Efek yang ditimbulkan pilokarpin adalah meningkatkan

Page 7: faal

kerja dari sistem saraf parasimpatis sedangkan epineprin mempunyai efek yang

sebaliknya seperti pada percobaan yang pertama.

D. Pengaruh Suhu

1. Catalah 10 kerutan usus sebagai kontrol pada suhu 350c

2. Hentikan tromol dan turunkan suhu cairan perfusi sebanyak 50c dengan

jalan memindahkan pembakar bunsen dan menggantu air hangat di dalam

gelas beker pireks dengan air biasa

3. Segera setelah tercapai suhu 300c, jalankan tromol kembali dan catatlah 10

kerutan usus

4. Hentikan tromol lagi dan ulangi percobaan ini dengan setiap kali

menurunkan suhu cairan perfusi sebanyak 50c, sampai tercapai suhu 200c

dengan jalan memasukan potongan-potongan es ke dalam gelas beker

pireks. Dengan demikian didapatkan pencatatan keaktifan usus berturut-

turut pada suhu 350, 300, 250, dan 200.

5. Hentikan tromol dan naikkan suhu cairan perfusi sampai 350c jalankan

tromol kembali dan catatlahh 10 kerutan usus. Apa pengaruh suhu pada

keaktifan usus?

- Catatan :

a. Penurunan suhu secara perlahan-lahan akan memberikan hasil yang

lebih memuaskan

b. Penaikkan suhu sehingga normal boleh dilakukan lebih cepat daripada

penurunan suhu

c. Koefisien suhu untuk setiap perbedaan 100c (Q10) merupakan

perbandingan antara frekuensi pada T0 dengan frekuensi pada (t0 ± 100)

sebagai berikut :

Q10 = frekuensi pada t0/ frekuensi pada (t0 ± 100)

d. Tetapi pengukuran yang paling bauk ialah dengan membanfingkan

kerja (work-output) pada t0 dengan kerja pada (t0 ± 100).

Page 8: faal

Hasil :

1. Control 35⁰C tonus otot sedang

2. Control 30⁰C tonus otot kuat

3. Control 25⁰C tonus otot makin kuat

4. Control 20⁰C tonus otot melemah

5. Kembali ke 35⁰C tonus otot sedang

Pembahasan

Tujuan utama percobaan ini adalah untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi

pengerutan usus halus, seperti proses yang berlaku di dalam tubuh.

Seharusnya pada suhu 35⁰C otot usus kelinci mengalami kerja otot yang lebih giat

dibandingkan pada suhu-suhu yang lebih rendah. Hal ini dapat diketahui melalui

pencatatan gambaran melalui kimograf. Namun dari hasil percobaan kami,pada

penurunan suhu secara bertahap terjadi penggiatan kerja otot dari sedang menjadi kuat

dan. Lalu ketika suhu 20⁰C,kontraksi melemah dan ketika dibalikkan ke 35⁰C otot

kembali bekerja seperti semula.

Pada suhu 20⁰C terjadi penurunan pada tonus, frekuensi, dan amplitude. Hal tersebut

dapat diketahui melalui pencatatan gambaran melalui kimograf.

Kesimpulan

1. Pengaruh larutan (bahan kimia) seperti epinefrin dan asetilkolon dapat

mempengaruhi kerja kontraksi usus dimana epinefrin akan menurunkan motilitas

usus sedangkan asetilkolin akan meningkatkan motilitas usus.

2. Pengaruh suhu juga dapat mempengaruhi motilitas usus dimana semakin tinggi

akan meningkatkan motilitas usus ,namun bisa juga dipengaruhi oleh faktor

endogen ataupun eksogen kelinci sehingga bisa adaptif terhadap suhu tertentu.

3. Ion kalsium dapat mempengaruhi kerja motilitas usus, dimana usus yang

dimasukan ke dalam larutan yang mengandung ion kalsium akan meningkatkan

motilitas usus.

Page 9: faal

4. Pengaruh pilokarpin juga dapat mempengaruhi motilitas usus dimana pilokarpin

meningkatkan motilitas usus ( melalui saraf parasimpatis ).

5. faktor-faktor seperti asetikolin, suhu, ion kalsium ,dan pilokarpin, mnamun bisa

juga dipengaruhi oleh faktor endogen ataupun eksogen kelinci sehingga bisa

adaptif terhadap suhu tertentempengaruhi motilitas usus dengan

meningkatkannya.

Pada nomor 1 dan 4, hasil dari percobaan tersebut dapat berubah atau berbanding

terbalik apabila terjadi berbagai kesalahan pada kegiatan praktikum atau faktor

endogen lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland, N. Kamus kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta; EGC. 2002

2. Sherwood, L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 2. Jakarta; EGC.

2001

3. Guyton, AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta; EGC.

2007

4. Despopoulos. Agamemnon. Stefan Sibernagl. Color atlas of physiology. 5th

Edition. New York; Thieme Stuttgart. 2003

5. Ganong, WF. Review of medical physiology. 20th Edition. USA; McGraw-Hill.

2001