evolusi tektonik sulawesi
TRANSCRIPT
BAB II
EVOLUSI TEKTONIK SULAWESI
Evolusi tektonik dan struktur geologi regional Sulawesi yang mempengaruhi
dan berhubungan dengan daerah penelitian, didasarkan pada laporan telitian dan
hipotesa oleh Sukamto (1985), Wakita, dkk (1996) dan Kaharuddin (1997).
Pulau Sulawesi terbentuk akibat berbagai aktivitas tektonik konvergen dan
longsoran lempeng India-Australia, Pasifik barat dan keraton Asia yang secara
tektonostratigrafi mempunyai fenomena geologi yang kompleks dan rumit,di bangun
oleh empat litologi yang berbeda satu sama lain,yaitu :
1. Mikrokontinen Banggai- Sula – Buton yang tersusun oleh batuan tua
berumur Trias Jura dari batuan metamorf dan aloton granit.
2. Unit Sulawesi Timur yang meliputi batuan kompleks metamorf dan nappe
opiolit-melange.
3. Unit Sulawesi Tengah yang terdiri atas batuan sekis dan metasedimen
yang berumur Kapur
4. Unit Sulawesi Barat yang merupakan busur plutonovulkanik Tersier yang
dialasi oleh Sekis Melange Bantimala yang berumur Mesozoikum.
Evolusi tektonik dan struktur geologi regional Sulawesi, dapat dijelaskan
melalui fase subduksi (subduction) , benturan (collision), dan akresi (acretion)
mikrokontinen pada Trias – Kapur, serta tempatan tektonik tubuh batuan pada mmasa
7
Neogen akibat benturan mikrokontinen lain. Evolusi tektonik pulau Sulawesi berawal
dari pembentukan proto kontinen Sulawesi Barat di zaman Trias didaerah tepian
kontinen Kalimantan Timur yang menyusul gerak blok lain sebagai alloton hanyutan
fragmen dari tepian kontinen Australia dan lempeng Pasifik Barat.
Tektonisme Mesozoikum dimulai pada zaman Trias dimana akibat desakan
lempeng Pasifik Barat ke tepian Asia menyebabkan subduksi didaerah tepian
kontinen Kalimantan Timur.Peristiwa ini disertai dengan deformasi batuan ,kenaikan
tekanan-tekanan dan temperatur membentuk kompleks akresi yang selanjutnya
mengalami metamorfisme tingkat tinggi membentuk sekis biru dan sekis hijau yang
protolitnya dari batuan pelitik serta beberapa blok kerak oceanik membentuk lensa-
lensa eklogit yang merupakan batuan alas Sulawesi Barat.
Fragmen kontinen yang berbagai ukuran mengapung ke arah Utara dan
membentuk zona akresi sepanjang tepian kontinen Asia, saat terjadinya pemisahan
benua Gondwana. Akibat desakan lempeng Pasifik ke bagian Barat tepian kontinen
Asia terjadi subduksi daerah tepian kontinen Kalimantan Timur. Peristiwa ini disertai
dengan deformasi batuan, kenaikan tekanan dan suhu yang tinggi membentuk batuan
metamorfosis tingkat tinggi. Pada zaman Trias hingga Kapur Awal subduksi ini.
Subduksi ini memmbawa mikrokontinen tersebut, hingga mencapai palung (trench),
mengalami benturan yang membentuk tumpukan dalam suatu baji akresi. Setelah
terjadinya benturan dan akresi tersebut, subduksi terhenti pada “Palung Bantimala”.
Sesar anjak “underthrust” pada fragmen kontinen yang relatif lebih ringan
8
Gambar 3. Tatanan Tektonik Sulawesi dan sebaran Kraton Pra-Mesozoikum. Modifikasi dari Hamilton (1979), Barber (1985), Daly, dkk (1991) dan Parkinson (1991) dalam Wilson (1995).
9
menyebabkan terjadinya pengangkatan (uplift) secara cepat dan mengangkat
batuan metamorfosis bertekanan tinggi ke permukaan. Umur 113-132 juta tahun,
mengindikasikan waktu pendinginan selama proses tersebut. Setelah batuan metamorf
Kompleks Bantimala tersebut muncul dipermukaan, erosi yang terjadi membentuk
breksi sekis dan batupasir pada suatu cekungan sedimen yang tidak stabil dimana
didalamnya juga terendapkan radiolaria selama Albian – Cenomanian Awal (kapur
Tengah).
Kemudian pada zaman Jura juga terjadi perkembangan tektonik subduksi
ditepian Kalimantan Timur menyebabkan sebagian batuan metamorfik Trias hancur
tercampur adukkan dengan sedimen tepian dari lelehan lava basal diatas zona Benioff
membentuk batuan campur aduk tekanan tinggi yang disebut melange.Selanjutnya
pada zaman Kapur kompleks akresi berubah menjadi lingkungan laut transgressi yang
berkembang hingga daerah trench yang terisi oleh sedimen tepian tipe flysch dan
sedimen pelagik chert kearah laut dalam. Disisi Tepian Kontinen terjadi peleburan
lempeng dan pencampuran magma membentuk busur magmatisme Kapur yang
menghasilkan batuan penyusun formasi Alino dan Manunggal yang di sertai dengan
pembentukan akresi dalam kondisi laut regresi.
Tumpukan potongan-potongan struktur akibat proses tektonik (tectonic
stacking of slices), nampak jelas di daerah Bantimala dan mempunyai kemiripan
terhadap prisma akresi dan kompleks akresi pada hampir semua tempat di dunia.
Tumpukan struktur ini umumnya mempunyai kemiringan ke timurlaut, berlawanan
10
dengan yang diperkirakan ke arah barat, sebagaimana subduksi lempeng samudra ke
Kontinen Sunda selama zaman Kapur.
Tektonisme Paleogen dimulai pada Paleosendimana kelanjutan dari aktivitas
tektonisme pada Kala Paleosen ini menyebabkan kompleks akresi Kapur mengalami
subsidensi dalam bentuk pull apart yang disertai dengan pembentukan sedimen
deltaik,batupasir Mallawa dan Toraja berselingan dengan vulkanik bawah laut
(volcanic Paleosen). Kemudian dilanjutkan pada Kala Eosen – Oligosen dimana
subsidensi tepian kontinen Kalimantan Timur masih berlanjut hingga lingkungan
deltaik berubah menjadi laut dangkal yang ditumbuhi oleh paparan karbonat Tonasa
dan sebagian oleh sedimen klastik membentuk Batugamping Tonasa dan Toraja serta
batuan sedimen Salokalupang dan lava dari gunungapi dasar.
Peristiwa tektonisme Neogen dimulai pada Kala Miosen dimana terjadi
peristiwa retak tarik di daerah tepian kontinen oleh aktivitas subduksi dan injeksi
astenosfer di bawah lempeng kontinen menyebabkan terajadinya busur dan cekungan
back arc (Selat Makassar) yang berlangsung sejak Miosen Awal – Tengah. Menjelang
Miosen Tengah hingga Miosen Atas terjadi magmatisme di daerah busur Sulawesi
Barat menghasilkan intrusi dan vulkanik asam - basa membentuk batuan vulkanik
Soppeng dan Camba dan di akhiri dengan perkembangannya cekungan Walanae yang
terisi sedimen klastik dan vulkanik membentuk formasi Walanae dan beberapa
klastika terbentuk dibagian tengah Sulawesi Barat. Selanjutnya pada Kala Pliosen
hingga Plistosen terbentuk adanya suatu akumulasi blok dimana pada daerah
11
Sulawesi terkumpul beberapa blok batuan secara obduksi, benturan maupun subduksi
yang disertai dengan magmatisme secara lokal yang menghasilkan adanya
penempatan ophiolite, melange dan olitostrom.
Sesar naik - sesar naik setempat memotong Formasi Camba berumur Miosen.
Beberapa sesar secara jelas terjadi setelah Miosen. Tumpukan struktur pada kompleks
Lamasi Sulawesi Selatan, disebabkan obduksi dari ofiolit ke arah barat pada Oligosen
dan benturan mikrokontinen pada Miosen – Pliosen. Skenario yang sama dapat
digunakan pula pada kompleks Bantimala.
Hide,dkk (1967,1977) dalam Sukamto (1985) mengemukakan bahwa
gerakan lempeng pasifik ke arah terjadi pada Miosen Awal, sehingga berbagai
mikrokontinen di Indonesia bagian Timur makin terdorong ke barat mendekati sistem
busur palung sulawesi. Pada Miosen Tengah gerakan ke barat tersebut menyebabkan
mikrokontinen Banggai-Sula dan Tukang Besi membentur busur Sulawesi Timue,
dan Busur Sulawesi Timur melewati sistem busur-palung Sulawesi Barat.
Desakan ini menyebakan terjadinya pengangkatan regional di wilayah
sulawesi, dan diikuti oleh Sulawesi Timur, dan Busur Sulawesi Timur melewati
sistem busur palung Sulawesi Barat.
Desakan ini menyebabkan terjadinya pengangkatan regional di wilayah
Sulawesi dan diikuti oleh pensesaran bongkah yang membentuk morfologi sembul
dan terban.
12
Pengangkatan dan erosi yang berlanjut menyebabkan tersingkapnya kembali
batuan Pra-Tersier di daerah Bantimala, dan terbentuk kipas aluvium tua selama
Plistosen. Gejala penurunan kembali terlihat pada Plistosen Tengah, ketika terjadai
selat yang menghunbungkan Teluk Bone dan Selat Makassar melalui Danau Tempe,
dan tenggelamnya kembali Kepulauan Terumbu Spermonde di Selat Makassar.
13