evaluasi program.docx

28
Pengertian Evaluasi Program Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Secara umum, istilah evaluasi sapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (ratting) dan penilaian (assessment) kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Ketika hasil kebijakan pada kenyataan mempunyai nilai, hal ini karena hasil tersebut member sumbangan pada tujuan atau sasaran, dalam hal ini dikatakan bahwa kebijakan atau program telah mencapai tingkat kinerja yang

Upload: musfirayanti

Post on 05-Dec-2015

22 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: EVALUASI PROGRAM.docx

Pengertian Evaluasi Program Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Secara umum, istilah evaluasi sapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (ratting) dan penilaian (assessment) kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Ketika hasil kebijakan pada kenyataan mempunyai nilai, hal ini karena hasil tersebut member sumbangan pada tujuan atau sasaran, dalam hal ini dikatakan bahwa kebijakan atau program telah mencapai tingkat kinerja yang

Page 2: EVALUASI PROGRAM.docx

bermakna, yang berarti bahwa masalah-masalah kebijakan dibuat jelas atau diatasi (Dunn, 1999). Menurut Bryant dan White dalam Kuncoro (1997), evaluasi adalah upaya untuk mendokumentasikan dan melakukan penilaian tentang apa yang terjadi. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata evaluasi berarti penilaian hasil. Anderson (dalam Arikunto, 2004 : 1) memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Sedangkan Stufflebeam (dalam Arikunto, 2004 : 1), mengungkapkan bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian dan pemberian informasi yang bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternative keputusan. Patton dan Sawicki (1991) mengklasifikasikan metoda pendekatan yang dapat dilakukan dalam penelitian evaluasi menjadi 6 (enam) yaitu : a. Before and after comparisons, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan membandingkan antara kondisi sebelum dan kondisi sesudahnya suatu kebijakan atau program diimplementasikan.

b. With and without comparisons, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan menggunakan pembandingan kondisi antara yang tidak mendapat dan yang mendapat kebijakan atau program, yang telah di modifikasi dengan memasukan perbandingan kriteria-kriteria yang relevan di tempat kejadian peristiwa (TKP) dengan program terhadap suatu TKP tanpa program.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: EVALUASI PROGRAM.docx

c. Actual versus planed performance comparisons, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan membandingkan kondisi yang ada (actual) dengan ketetapan-ketetapan perencanaan yang ada (planned).

d. Experimental (controlled) models, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan melakukan percobaan yang terkontrol/dikendalikan untuk mengetahui kondisi yang diteliti.

e. Quasi experimental models, metode ini mengkaji suatu objek penelitian dengan melakukan percobaan tanpa melakukan pengontrolan/pengendalian terhadap kondisi yang diteliti.

f. Cost oriented models, metode ini mengkaji suatu objek penelitian yang hanya didasarkan pada penelitian biaya terhadap suatu rencana.

Fungsi utama evaluasi, pertama memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan yang telah dicapai melalui tindakan public. Kedua, evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target, nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan dan target. Nilai juga dikritik dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan taget dalam hubungan dengan masalah yang dituju yang dapat menganalisis alternative sumber nilai (misalnya kepentingan kelompok) maupun landasan mereka dalam berbagai bentuk rasionalitas (misalnya teknis, ekonomis, legal, social, substantif). Nugroho (2004 : 185) mengatakan bahwa evaluasi akan memberikan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan yang telah dicapai melalui tindakan public. Universitas Sumatera Utara

Page 4: EVALUASI PROGRAM.docx

Suharsimi Arikunto dan Abdul Jabar (2004 ; 14) Evalusi program adalah proses penetapan secara sistematis tentang nilai, tujuan, efektivitas atau kecocokan sesuatu sesuai dengan kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses penetapan keputusan itu didasarkan atas perbandingan secara hati-hati terhadap data yang diobservasi dengan menggunakan standard tertentu yang telah di bakukan. Ralp Tyler, 1950 (dalam Suharsimi, 2007) mendefinisikan bahwa evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan program sudah dapat terealisasi. Sedangkan Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan. Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan evaluasi program adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu program pemerintah yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternative atau pilihan yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Dengan melakukan evaluasi maka akan ditemukan fakta pelaksanaan kebijakan public dilapangan yang hasilnya bisa positif ataupun negative. Sebuah evaluasi yang dilakukan secara professional akan menghasilkan temuan yang obyektif yaitu temuan apa adanya; baik data, analisis dan kesimpulannya tidak dimanipulasi yang pada akhirnya akan memberikan manfaat kepada perumus kebikan, pembuat kebijakan dan masyarakat. II.1.2 Pengertian Program Universitas Sumatera Utara

Page 5: EVALUASI PROGRAM.docx

Program dapat diartikan menjadi dua istilah yaitu program dalam arti khusus dan program dalam arti umum. Pengertian secara umum dapat diartikan bahwa program adalah sebuah bentuk rencana yang akan dilakukan. Apabila “program” dikaitkan langsung dengan evaluasi program maka program didefinisikan sebagai unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Dengan demikian yang perlu ditekankan bahwa program terdapat tiga unsur penting yaitu : a. Program adalah realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan.

b. Terjadi dalam kurun waktu yang lama dan bukan kegiatan tunggal tetapi jamak berkesinambungan.

c. Terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang.

Sebuah program bukan hanya kegiatan tunggal yang dapat diselesaikan dalam waktu singkat, tetapi merupakan kegiatan yang berkesinambungan karena melaksanakan suatu kebijakan. Oleh karena itu, sebuah program dapat berlangsung dalam kurun waktu relatif lama. Pelaksanaan program selalu terjadi dalam sebuah organisasi yang artinya harus melibatkan sekelompok orang. II.1.3 Dimensi dan Tahapan Evaluasi Program Setelah kita menentukan obyek evaluasi selanjutnya harus menentukan aspek-aspek dari obyek yang akan di evaluasi. Menurut Stake, 1967, Stuffebeam, 1959, Universitas Sumatera Utara

Page 6: EVALUASI PROGRAM.docx

Alkin 1969 (dalam Suharsimi, 2007) telah mengemukakan bahwa evaluasi berfokus pada empat aspek yaitu : a. Konteks

b. Input

c. Proses implementasi

d. Produk

Menurut Beni Setiawan (1999:20) Direktorat Pemantauan dan Evaluasi Bapenas, tujuan evaluasi program adalah agar dapt diketahui dengan pasti apakah pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan program dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan pelaksanaan program dimasa yang akan datang. Menurut Beni Setiawan, (1999:20) dimensi utama evaluasi diarahkan kepada hasil, manfaat, dan dampak dari program. Pada prinsipnya yang perlu dibuat perangkat evaluasi yang dapat diukur melalui empat dimensi yaitu : a. Indikator masukan (input) b. Proses (process) c. Keluaran (ouput) d. Indikator dampak (outcame)

Evaluasi merupakan cara untuk membuktikan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan dari suatu program, oleh karena itu pengertian evaluasi sering digunakan untuk menunjukan tahapan siklus pengelolahan program yang mencakup : a. Evaluasi pada tahap perencanaan (EX-ANTE). Pada tahap perencanaan, evaluasi sering digunakan untuk memilih dan menentukan prioritas dari

Universitas Sumatera Utara

Page 7: EVALUASI PROGRAM.docx

berbagai alternative dan kemungkinan cara mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.

b. Evaluasi pada tahap pelaksanaan (ON-GOING). Pada tahap pelaksanaan, evaluasi digunakan untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan program dibandingkan dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

c. Evaluasi pada tahap Pasca Pelaksanaan (EX-POST) pada tahap pasca pelaksanaan evaluasi ini diarahkan untuk melihat apakah pencapaian (keluaran/hasil/dampak) program mampu mengatasi masalah pembangunan yang ingin dipecahkan. Evaluasi ini dilakukan setelah program berakhir untuk menilai relevansi (dampak dibandingkan masukan), efektivitas (hasil dibandingkan keluaran), kemanfaatan (dampak dibandingkan hasil), dan keberlanjutan (dampak dibandingkan dengan hasil dan keluaran) dari suatu program.

Hubungan ketiga tahapan tersebut sangat erat, selanjutnya terdapat perbedaan metodelogi antara evaluasi program yang berfokus kerangka anggaran dengan yang berfokus pada kerangka regulasi. Evaluasi program yang berfokus pada anggaran dilakukan dengan dua cara yaitu : penilaian indicator kinerja program berdasarkan keluaran dan hasil dan studi evaluasi program berdasarkan dampak yang timbul. Cara pertama dilakukan melalui perbandingan indicator kinerja sasaran yang direncanakan dengan realisasi, informasi yang relevan dan cukup harus tersedia dengan nudah sebelum suatu indicator kinerja program dianggap layak. Cara yang kedua dilaksanakan melalui pengumpulan data dan informasi yang bersifat mendalam terhadap hasil, manfaat dan dampak dari program yang telah selesai dilaksanakan. Universitas Sumatera Utara

Page 8: EVALUASI PROGRAM.docx

Hal yang paling penting adalah mengenai informasi yang dihasilkan dan bagaimana memperoleh informasi, dianalisis dan dilaporkan. Informasi harus bersifat independen, obyektif, relevan dan dapat diandalkan. II.1.4 Tujuan Evaluasi Program Seperti disebutkan oleh Sudjana (2006:48), tujuan khusus evaluasi program terdapat 6 (enam) hal, yaitu untuk : a. Memberikan masukan bagi perencanaan program;

b. Menyajikan masukan bagi pengambil keputusan yang berkaitan dengan tindak lanjut, perluasan atau penghentian program;

c. Memberikan masukan bagi pengambil keputusan tentang modifikasi atau perbaikan program;

d. Memberikan masukan yang berkenaan dengan faktor pendukung dan penghambat program;

e. Memberi masukan untuk kegiatan motivasi dan pembinaan (pengawasan, supervise dan monitoring) bagi penyelenggara, pengelola, dan pelaksana program;

f. Menyajikan data tentang landasan keilmuan bagi evaluasi program pendidikan luar sekolah.

Selanjutnya Sudjana berpendapat bahwa tujuan evaluasi adalah untuk melayani pembuat kebijakan dengan menyajikan data yang diperlukan untuk pengambilan keputusan secara bijaksana. Oleh karenanya evaluasi program dapat menyajikan 5 (lima) jenis informasi dasar sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara

Page 9: EVALUASI PROGRAM.docx

a. Berbagai data yang dibutuhkan untuk menentukan apakah pelaksanaan suatu program harus dilanjutkan.

b. Indicator-indikator tentang program-program yang paling berhasil berdasarkan jumlah biaya yang digunakan.

c. Informasi tentang unsur-unsur setiap program dan gabungan antar unsur program yang paling efektif berdasarkan pembiayaan yang diberikan sehingga efisiensi pelaksanaan program dapat tercapai.

d. Informasi untuk berbagai karakteristik sasaran program-program pendidikan sehingga para pembuat keputusan dapat menentukan tentang individu, kelompok, lembaga atau komunitas mana yang paling menerima pengaruh dari pelayanan setiap program.

e. Informasi tentang metode-metode baru untuk memecahkan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan evaluasi pengaruh program.

II.2 Pengertian Kelompok Sebuah kelompok merupakan sekumpulan orang-orang yang saling berinteraksi satu sama lain secara teratur selama jangka waktu tertentu, dan mereka beranggapan bahwa mereka saling bergantungan satu sama lain, sehubungan dengan upaya mencapai sebuah tujuan umum. Jhonson dan Johnson menyebutkan kelompok adalah dua individu atau lebih berinteraksi tatap muka (face to face interaction) yang masing-masing menyadari keanggotaannya dalam kelompok dan saling ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan bersama. Universitas Sumatera Utara

Page 10: EVALUASI PROGRAM.docx

Sedangkan menurut Bion, kelompok bukanlah sekedar kumpulan individu, melainkan merupakan suatu satuan dengan ciri dinamika dan emosi tersendiri. Ciri-ciri group ini berfungsi pada taraf tidak sadar dan didasarkan pada kecemasan-kecemasan dan motivasi-motivasi dasar yang ada pada manusia. Dengan definisi tersebut menekankan ciri penting suatu kelompok, yaitu bahwa dengan berbagai cara anggotanya saling mempengaruhi satu sama lain. Besar atau ruang lingkup kegiatan yang ditunjukan oleh satu kelompok merupakan dimensi lain yang penting. Ada kelompok yang terpusat pada satu masalah. Di sini, kelompok dibentuk untuk suatu tujuan khusus. Salah satu cara membedakan kelompok dengan kelompok lainnya adalah melalui beberapa karakter: 1. Entiativity/entiativitas : merupakan derajat dimana satu kelompok dipersepsikan sebagai satuan koheren.

2. Komposisi Kelompok

• The Size (ukuran)

• The Gender (jenis kelamin)

• Ethnicidentity of The Member (Etnik anggota kelompok)

3. Homogenitas Kelompok

4. Tujuan Kelompok

Terdapat tiga kriteria objektif bagi suatu kelompok. Pertama, kelompok ditandai oleh sering terjadinya interaksi. Kedua, pihak yang berinteraksi mendefinisikan diri mereka sebagai anggota. Ketiga, pihak yang berinteraksi Universitas Sumatera Utara

Page 11: EVALUASI PROGRAM.docx

didefinisikan oleh orang lain sebagai anggota kelompok (Merton, 1965 : 285-286). Lebih tegas Merton membedakan konsep kelompok dengan konsep kolektiva yang didefinisikan bahwa kriteria yang ditonjolkan dalam kelompok ialah adanya sejumlah orang yang mempunyai solidaritas atas dasar nilai bersama yang dimiliki serta adanya rasa kewajiban moral untuk menjalankan peran yang diharapkan. II.2.1 Klasifikasi Kelompok a. Kelompok Formal

Ditandai dengan peraturan atau anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dan pembagian tugas yang jelas. (Contoh : Partai Politik, Koperasi) b. Kelompok Informal

Tidak didukung oleh peraturan/anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang ada. Sifatnya berdasarkan kekeluargaan dengan perasaan simpatik. (Contoh : Kelompok Arisan) c. Kelompok Terbuka

Kelompok terbuka adalah suatu kelompok yang secara tetap mempunyai rasa tanggap akan perubahan dan pembaharuan d. Kelompok Tertutup

Universitas Sumatera Utara

Page 12: EVALUASI PROGRAM.docx

Adalah suatu kelompok yang kecil kemungkinannya untuk menerima perubahan dan pembaharuan atau memiliki kecenderungan untuk tetap menjaga kestabilan yang telah ada. e. Kelompok Primer

Kelompok Primer Merupakan kelompok sosial dimana interaksi sosial terjadi yg anggotanya saling mengenal dekat dan memiiki hubungan yg erat dalam kehidupan (Contoh : keluarga, rukun tetangga, kelompok diskusi, kelompok agama dan lain-lain) f. Kelompok Sekunder

Terjadi apabila interaksi sosial dilakukan secara tidak langsung, berjauhan dan sifatnya kurang kekeluargaan. Hubungan sifatnya lebih objektif. (Contoh: Partai politik, Himpunan serikat pekerja, dll) II.2.2 Fungsi Kelompok Kelompok sering kali memiliki dampak yang kuat terhadap anggota-anggotanya. Empat aspek dari kelompok yang memainkan peran kunci, yakni peran, status, norma, dan kohesivitas. a. PERAN: Diferensiasi fungsi di dalam kelompok

Peran merupakan suatu set prilaku yang diharapkan dilakukan oleh individu yang memiliki posisi spesifik dalam suatu kelompok (Robert A Baron & Donn Byrne, 2005 : 177). Peran dapat membantu memperjelas tanggung jawab dan kewajiban anggota-anggotanya, maka peran sangat berguna. Orang-orang yang berbeda melakukan tugas-tugas yang berbeda Universitas Sumatera Utara

Page 13: EVALUASI PROGRAM.docx

dan diharapkan dapat mencapai hal-hal yang berbeda demi kelompok. Dan setiap anggota dalam kelompok akan memainkan peran yang berbeda. b. STATUS: Hierarki dalam kelompok

Status adalah posisi atau tingkatan di dalam suatu kelompok. Peran atau posisi yang berbeda dalam kelompok sering dihubungkan dengan tingkat status yang berbeda. Orang-orang sering kali sensitif pada status, karena status terkait dengan begitu banyak hasil akhir yang diharapkan. Untuk alasan ini, kelompok sering menggunakan status sebagai alat dalam mempengaruhi perilaku anggotanya. Hanya anggota yang “baik”, yang mengikuti peraturan kelompok yang menerima status tinggi. c. NORMA: Peraturan Permainan

Faktor ketiga yang menyebabkan kelompok memiliki dampak yang kuat terhadap anggota-anggotanya adalah norma. Norma merupakan peraturan yang diciptakan oleh kelompok untuk memberi tahu anggotanya bagaimana mereka seharusnya bertingkah laku. Norma sering kali memiliki dampak yang kuat terhadap perilaku. Kepatuhan pada norma sering kali merupakan kondisi yang diperlukan untuk mendapatkan status dan penghargaan lain yang dikontrol oleh kelompok (Robert A Baron & Donn Byrne, 2005 : 179). d. KOHESIVITAS: Kekuatan yang mengikat

Kohesivitas merupakan segala kekuatan (faktor-faktor) yang menyebabkan anggota bertahan dalam kelompok. Sepeti kesukaan pada anggota lain dalam kelompok dan keinginan untuk menjaga atau meningkatkan status dengan menjadi anggota dari kelompok yang tepat Universitas Sumatera Utara

Page 14: EVALUASI PROGRAM.docx

(Festinger dkk, 1950). Kohesivitas meliputi depersonalized attraction yang berarti kesukaan pada anggota lain dalam kelompok yang muncul dari fakta bahwa mereka adalah anggota dari kelompok tersebut dan mereka menunjukan atau merepresentasikan karakteristik-karakteristik kunci kelompok yang cukup berbeda dari trait mereka sebagai individu (Hogg & Haines, 1966). Beberapa faktor yang mempengaruhi kohesivitas, antara lain; o Status di dalam kelompok. Kohesivitas sering kali lebih tinggi pada diri anggota dengan status yang tinggi daripada yang rendah. o Usaha yang dibutuhkan untuk masuk kedalam kelompok. Makin besar usaha yang dilakukan, makin tinggi kohesivitas. o Keberadaan ancaman eksternal atau kompetisi yang kuat. Ancaman seperti itu meningkatkan ketertarikan dan komitmen anggota pada kelompok. o Ukuran. Kelompok kecil cenderung untuk lebih kohesif daripada yang besar.

II.2.3 KOORDINASI DALAM KELOMPOK Pertolongan bersifat timbal balik dan saling menguntungkan kedua belah pihak, pola seperti ini dikenal dengan kerja sama (coorperation). Dalam kerjasama melibatkan situasi dimana kelompok bekerja secara bersama-sama untuk mendapatkan tujuan yang sama. Kerja sama dapat menjadi sangat menguntungkan, Universitas Sumatera Utara

Page 15: EVALUASI PROGRAM.docx

bahkan, melalui proses ini, kelompok dapat memperoleh hasil yang tidak pernah mereka harap dapat dicapai sendirian (Robert A Baron & Donn Byrne, 2005 : 188). Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja sama adalah, timbal balik, orientasi pribadi dan komunikasi. Timbal balik (reciprocity) adalah faktor yang paling pasti diantara ketiganya. Karena ketika seseorang bekerja sama dengan orang lain dan mengesampingkan kepentingan pribadinya, biasanya seseorang tersebut akan melakukan hal yang sama sebagai balasannya. Sebaliknya, jika mereka tidak bersikap baik dan memaksakan kepentingan sendiri, seseorang akan melakukan hal yang sama (Kerr & Kaufman-Gilliland, 1944). Faktor kedua yang memiliki efek kuat terhadap kerjasama adalah orientasi pribadi pada prilaku seperti itu. Secara spesifik, temuan penelitian memperlihatkan bahwa individu dapat memiliki satu dari tiga orientasi yang berbeda terhadap situasi yang meliputi dilemma sosial, yaitu : 1. Orientasi kooperatif, di mana mereka memilih untuk memaksimalkan hasil akhirbersama yang diterima oleh semua orang yang terlibat.

2. Orientasi individualistic, di mana fokus utamanya adalah untuk memaksimalkan hasil mereka sendiri.

3. Orientasi kompetitif, di mana fokus utamanya adalah untuk mengalahkan orang lain (DeDreu & McCusker, 1997; Van Lange & Kuhlman, 1994).

Orientasi ini memiliki dampak besar pada bagaimana orang bertindak di banyak situasi, jadi hal tersebut merupakan factor penting sehubungan dengan tercipta atau tidak terciptanya kerjasama. Universitas Sumatera Utara

Page 16: EVALUASI PROGRAM.docx

Faktor ketiga yang mempengaruhi kerja sama adalah komunikasi. Penalaran umum menunjukan bahwa jika individu dapat mendiskusikan situasi dengan orang lain, mereka mungkin akan segera menyimpulkan bahwa pilihan yang terbaik untuk setiap orang adalah bekerja sama, karena hal ini akan bermanfaat bagi semua yang terlibat. Secara spesifik, dampak yang menguntungkan dapat dan memang terjadi jika anggota kelompok membuat komitmen pribadi untuk bekerja sama satu sama lain dan jika komitmen ini didukung oleh norma pribadi yang kuat untuk menghargainya (Robert A Baron & Donn Byrne, 2005 : 192). II.3 Pengertian Anak Menurut The Minimum Age Convention Nomor 138 tahun 1973, pengertian tentang anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Sebaliknya, dalam Convention on The Right of The Child Tahun 1989 yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomor 39 Tahun 1990 disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun kebawah. Sementara itu, UNICEF mendefisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18 tahun. Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga menyebutkan bahwa anak adalah Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Universitas Sumatera Utara

Page 17: EVALUASI PROGRAM.docx

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Menurut Undang-undang no.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, masyarakat, pemerintah dan Negara. Hak dan kewajiban anak tercantum dalam pasal Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa : 1. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

2. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.

3. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbinga orang tua.

4. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.

5. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: EVALUASI PROGRAM.docx

6. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (http://www.pdat.co.id/UU/nomer/23/tahun/2002/tentangperlindungananak, Medan, diakses 01 February 2011 Pukul 10.00 WIB)

Disamping uraian hak-hak anak yang tertuang dalam Undang – undang nomer 23 Tahun 2002 di atas, pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi Hak Anak PBB melalui Keppres Nomor 39 tahun 1990. Menurut KHA yang diadopsi dari Majelis Umum PBB tahun 1989, setiap anak tanpa memandang ras, jenis kelamin, asal-usul keturunan, agama maupun bahasa, mempunyai hak-hak yang mencakup empat bidang: 1. Hak atas kelangsungan hidup, menyangkut hak atas tingkat hidup yang layak dan pelayanan kesehatan.

2. Hak untuk berkembang, mencakup hak atas pendidikan, informasi, waktu luang, kegiatan seni dan budaya, kebebasan berfikir, berkeyakinan dan beragama, serta hak anak cacat (berkebutuhan khusus) atas pelayanan, perlakuan dan perlindungan khusus.

3. Hak perlindungan, mencakup perlindungan atas segala bentuk eksploitasi, perlakuan kejam dan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana.

4. Hak partisipasi, meliputi kebebasan untuk menyatakan pendapat, berkumpul dan berserikat, serta hak untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan yang menyangkut dirinya.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: EVALUASI PROGRAM.docx

Selain hak anak yang harus dipenuhii oleh orang tua, keluarga dan negara, anak juga memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yang menuntut untuk dipenuhi sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar. Menurut Katz, kebutuhan dasar yang penting bagi anak adalah adanya hubungan orang tua dan anak yang sehat dimana kebutuhan anak seperti, perhatian dan kasih sayang yang continue, perlindungan, dorongan dan pemeliharaan harus dipenuhi oleh orang tua (Huraerah, 2006 : 27). Sedangkan Huttman menyebutkan kebutuhan anak antara lain : 1. Kasih sayang orang tua

2. Stabilitas emosional

3. Pengertian dan perhatian

4. Pertumbuhan kepribadian

5. Dorongan kreatif

6. Pembinaan kemampuan intelektual dan keterampilan dasar

7. Pemeliharaan kesehatan

8. Pemenuhan kebutuhan makanan, pakaian, tempat tinggal yang sehat dan memadai

9. Aktivitas rekreasional yang konstruktif dan positif

10. Pemeliharaan, perawatan dan perlindungan (Huraerah, 2006 : 28).

Kegagalan dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut akan berdampak negative pada pertumbuhan fisik dan perkembangan intelektual, mental, dan social anak. Anak bukan saja mengalami kerentanan fisik akibat gizi dan kualitas kesehatan yang buruk, melainkan pula mengalami hambatan mental, lemah daya – nalar dan Universitas Sumatera Utara

Page 20: EVALUASI PROGRAM.docx

bahkan prilaku-prilaku maladaptive, seperti : autism, ‘nakal’, sukar diatur, yang kelak mendorong mereka menjadi manusia ‘tidak normal’ dan prilaku criminal (Huraerah, 2006 : 27). II.4 Pengertian Anak Jalanan Anak jalanan adalah anak-anak yang mencari nafkah di jalanan. Umumnya sebagai pengamen, pedagang asongan, gelandangan, pengemis, penjual koran, tukang semir sepatu, pemulung, tukang parker hingga pekerja seks anak (Hambali Batubara, 2010 : v). Menurut Departemen social, seseorang akan dikatakan anak jalanan bila berumur dibawah 18 tahun dan berada di jalan lebih dari 6 jam sehari, 6 hari seminggu. UNICEF memberikan definisi tentang anak jalanan, yaitu street child are those who have abandoned their homes, school and immediate communities before they are sixteen years of age, and have drifted into nomadic street life (anak jalanan merupakan anak-anak berumur dibawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah, lingkungan dan masyarakat teredekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya). Sementara, definisi yang dirumuskan dalam Lokakarya Kemiskinan dan Anak Jalanan, yang diselanggarakan Departemen Sosial pada tanggal 25 dan 26 Oktober 1995, anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya. Definisi tersebut, kemudian dikembangkan oleh Ferry Johanes pada seminar tentang Pemberdayaan Anak Jalanan yang dilaksanakan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Universitas Sumatera Utara

Page 21: EVALUASI PROGRAM.docx

Bandung pada bulan Oktober 1996, yang menyebutkan bahwa, anak jalanan adalah anak yang menghabiskan waktunya di jalanan, baik untuk bekerja maupun tidak, yang terdiri dari anak-anak yang mempunyai hubungan dengan keluarga atau terputus hubungannya dengan keluarga, dan anak yang mandiri sejak kecil karena kehilangan orang tua / keluarga (Huraerah, 2006 : 80). Ciri khas sebagian besar anak jalanan yang berada di kota-kota besar umumnya merupakan perantau. Mereka belajar bagaimana berthan hidup hingga memiliki karakter dan lebih eksis. Resistensinya terhadap permasalahan dijalanan cukup tinggi. Anak jalanan memiliki beberapa tipe, yakni antara lain: 1. Anak jalanan yang masih memiliki dan tinggal dengan orang tua.

2. Anak jalanan yang masih memiliki orang tua tapi tidak tinggal dengan orang tua

3. Anak jalanan yang sudah tidak memiliki orang tua tapi tinggal dengan keluarga.

4. Anak jalanan yang sudah tidak memiliki orang tua dan tidak tinggal dengan keluarga.

Berdasarkan hasil kajian dilapangan, secara garis besar anak jalanan dibedakan ke dalam tiga kelompok : 1. Children On the Street (Anak jalanan yang bekerja di jalanan), yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi – sebagai pekerja anak di jalan, namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Fungsi anak jalanan pada kategori ini adalah untuk membantu penyangga

Universitas Sumatera Utara

Page 22: EVALUASI PROGRAM.docx

ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orangtuanya.

Page 23: EVALUASI PROGRAM.docx

2. Children of the street (Anak jalanan yang hidup dijalanan), yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh dijalanan, baik secara social maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka masih mempunyai hubungan dengan orangtuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu. Banyak diantara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab lari atau pergi dari rumah. Berbagai penelitian menunjukan bahwa anak-anak pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan salah, baik secara social-emosional, fisik maupun seksual.

Page 24: EVALUASI PROGRAM.docx

3. Children from families of the street atau children in the street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup dijalanan. Salah satu ciri penting dari kategori ini adalah pemampangan kehidupan jalanan sejak anak masih bayi bahkan sejak masih dalam kandungan. Di Indonesi, kategori ini dengan mudah ditemui di berbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjangrel kereta api, dan sebagainya walau secara kuantitatif jumlahnya belum diketahui secara pasti (Bagong, 1999 : 41-42).

Studi yang dilakukan UNICEF pada anak-anak yang dikategorikan children of the street, menunjukan bahwa motivasi mereka hidup dijalanan bukanlah sekedar karena desakan kebutuhan ekonomi rimah tangga, melainkan juga karena terjadinya kekerasan dan keretakan kehidupan rumah tangga orangtuanya. Bagi anak-anak ini, kendati kehidupan dijalanan sebenarnya tak kalah keras, namun bagaimanapun dinilai lebih memberikan alternative dibandingkan dengan hidup dalam keluarganya yang Universitas Sumatera Utara

Page 25: EVALUASI PROGRAM.docx

penuh dengan kekerasan yang tidak dapat mereka hindari. Meski tidak selalu terjadi, tetapi acap ditemui bahwa latar belakang anak-anak memilih hidup dijalanan adalah karena kasus-kasus child abuse (tindakan yang salah pada anak) (Bagong, 1999 : 46). II.5 Faktor – faktor yang Menyebabkan Munculnya Anak Jalanan Ada banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus dalam kehidupan dijalanan, seperti kesulitan keuangan keluarga atau tekanan kemiskinan, ketidakharmonisan rumah tangga orangtua, dan masalah khusus menyangkut hubungan anak dengan orangtua. Kombinasi dari faktor-faktor ini sering kali memaksa anak-anak mengambil inisiatif mencari nafkah atau hidup mandiri dijalanan. Pada batas-batas tertentu, memang tekanan kemiskinan merupakan kondisi yang mendorong anak-anak hidup dijalanan. Namun, bukan berarti kemiskinan merupakan satu-satunya faktor determinan yang menyebabkan anak lari dari rumah dan terpaksa hidup dijalanan. Kebanyakan anak bekerja dijalanan bukanlah atas kemauan sendiri, melainkan sekitar 60% diantaranya karena dipaksa oleh orangtuanya (Bagong, 1999 : 48). Menurut Surjana menyebutkan bahwa faktor yang mendorong anak untuk turun ke jalan terbagi dalam tiga tingkatan, yakni sebagai berikut : 1. Tingkat Mikro (immedieate causes), yaitu factor yang berhubungan dengan anak dan keluarga. Sebab-sebab yang biasa didentifikasikan dari anak adalah lari dari rumah (sebagai contoh anak yang selalu hidup dengan orantua yang terbiasa dengan menggunakan kekerasan (sering menampar, memukul, menganiaya karena kesalahan kecil) jika sudah melampaui batas toleransi

Universitas Sumatera Utara

Page 26: EVALUASI PROGRAM.docx

anak, maka anak cenderung memilih keluar dari rumah dan hidup dijalanan, disuruh bekerja dengan kondisi masih sekolah atau disrih putus sekolah, dalam rangka bertualang, bermain-main atau diajak teman. Sebab-sebab yang berasal dari keluarga terlantar, ketidakmampuan orangtua menyediakan kebutuhan dasar, kondisi psikologis seperti ditolak orangtua, salah perawatan dari orangtua sehingga mengalami kekerasan dirumah (child abuse) kesulitan berhubungan dengan keluarga karena terpisah dari orangtua. Permasalahan atau sebab-sebab yang timbul baik dari anak maupun keluarga ini saling terkait satu sama lain. 2. Tingkat Meso (underlying cause), yaitu faktor agar berhubungan dengan struktur masyarakat (struktur disini dianggap sebagai kelas masyarakat, dimana masyarakat itu ada yang miskin dan kaya. Bagi kelompok keluarga miskin anak akan dikutsertakan dalam menambah penghasilan keluarga). Sebab-sebab yang dapat diidentifikasikan adalah pada komunitas masyarakat miskin, anak-anak adalah asset untuk membantu meningkatkan ekonomi keluarga, oleh karena itu anak – anak diajarkan untuk bekerja pada masyarakat lain pergi ke kota untuk bekerja adalah sudah menjadi kebiasaan masyarakat dewasa dan anak-anak (berurbanisasi). 3. Tingkat makro (basic cause), yaitu faktor yang berhubungan dengan struktur masyarakat (struktur ini dianggap memiliki status sebab akibat yang sangat menentukan, dalam hal ini sebab banyak waktu dijalanan, akibatnya akan banyak uang). Sebab yang dapat diidentifikasikan secara ekonomi adalah membutuhkan modal dan keahlian besar. Untuk memperoleh uang yang lebih

Universitas Sumatera Utara

Page 27: EVALUASI PROGRAM.docx

banyak mereka harus lama bekerja dijalanan dan meninggalkan bangku sekolah (Siregar, 2004 : 39).

II.6 Kerangka Pemikiran Anak jalanan sering dianggap sebagai akar masalah tanpa ada solusi yang tepat mengatasinya. Anak-anak jalanan ditangkap dan diasingkan, tapi tidak diberikan jalan keluar dari sumber masalah. Mereka ada dijalan umumnya karena himpitan ekonomi. Persoalan yang berasal dari orang tua yang tidak mampu, sehingga memaksa mereka memenuhi kebutuhannya. Atau bahkan lari dari keluarga karena tidak kuat dengan kekerasan yang terjadi di dalam keluarga. Interaksi anak-anak di jalan membuat mereka rentan terhadap perlakuan kekerasan dan eksploitasi. Anak-anak jalanan yang dipaksa berjuang untuk mempertahankan hidupnya. Keadaan ini membentuk jiwa anak-anak jalanan yang menjadi keras dan terkadang timbul kesan jauh dari etika dan norma-norma kehidupan masyarakat. Anak-anak yang hidup di jalan sangat berbeda dengan anak-anak yang hidup dalam asuhan orangtuanya. Anak-anak dijalan hidup secara bebas. Mereka bebas melakukan apa saja yang mungkin belum patut dilakukan anak seumuran mereka. Penampilan jauh dari kesan apik. Umumnya terlihat berpakaian lusuh,kumal dan dandanan jauh dari kesan rapi hingga tato menghiasi tubuh. Rokok, minuman keras dan mabuk-mabukan sepertinta sudah umum dilakukan anak-anak seusia mereka yang seharusnya mengenyam pendidikan di sekolah. Anak-anak di jalan sebagian Universitas Sumatera Utara

Page 28: EVALUASI PROGRAM.docx

besar putus sekolah karena ketiadaan biaya. Akibatnya mereka seakan tidak terdidik. (Hambali Batubara, 2010 : vi) Keadaan-keadan inilah yang menyebabkan sebagian besar kelompok masyarakat mengasingkan mereka. Masyarakat tidak menganggap mereka sebagai bagian dari masyarakat . Akibatnya terjadi penolakan disetiap kehadiran mereka. Program yang diberikan oleh Yayasan Kelompok Kajian Sosial Perkotaan terhadap anak jalanan melalui penguatan kelompok mencoba mengikis pandangan-pandangan negatif terhadap keberadaan anak jalanan. Dimulai dengan tingkah laku yang hingga penunjukan jati diri mereka dengan karya-karya yang dihasilkan. Untuk menjelaskan bagaimana alur dari penelitian ini dapat dilihat melalui bagan berikut ini : Universitas Sumatera Utara