evaluasi manajemen kebencanaan pada · pdf filebudaya yang berpotensi rusak atau hilang oleh...
TRANSCRIPT
1
EVALUASI MANAJEMEN KEBENCANAAN PADA CAGAR BUDAYA
STUDI KASUS KOTA PADANG, SUMATERA BARAT
Tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Magister Program Pascasarjana, Jurusan Arkeologi
Kompetensi Pengelolaan Sumberdaya Arkeologi
diajukan oleh: Alfa Noranda
11/324524/PSA/02486
PROGRAM PASCASARJANA
JURUSAN ARKEOLOGI FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2013
08 November 2013
3
DISASTER CULTURAL HERITAGE MANAGEMENT EVALUATION A CASES STUDY: PADANG CITY, WEST SUMATRA
Alfa Noranda Masters Degree, Postgraduated Archeology Department,
Faculty of Cultural Science, Gadjah Mada University. Supervisor: Daud Aris Tanudirjo
Abstract
The City of Padang has at least 74 heritages and three historical areas enlisted on Mayors Decree. However, as Padang situated in the area susceptible to disasater, those heritage are disposed to potensial damage and lost due to natural as well as human-made disaster. The potensialn become higher as no standard procedure of disaster-risk management are available both at the city level and national alike.
This research aim to evaluate the implementation of disaster-risk management, as part of cultural resource management, after an earthquake hit the City of Padang in 2009. In this research some analysis were conducted including model, comparative, historical, and geo-spatial. As the first step in evaluation process, a model for disaster-risk management was set up as a parameter for evaluation. The model was built base on comparative study on several available models, i.e Indonesian Law no. 24 on Managing Disaster, Ministiry of Culture and Tourism Regulation no. 64/UM.001/MKP/2009 on the Guideline for Post-Disaster Handling of Heritage, Managing Disaster Risk for World Heritage.published by World Heritage Center UNESCO, and Guideline for Managing Post-Disaster : Conservation of Heritage Building published by Indonesian Heritage Trust (Badan Pelestari Pusaka Indonesia).
The result show that procedure for handling heritage during the post-Padang Earthquake 2009 was not conducted according to the standard procedure of disater-risk management. There were some steps which not implemented orderly as stipulated by the standard procedure. Some processes in the pre-disaster stage have never been carried out. Thus, all the actions conducted were not appropriate. This means that in the future all stakeholders involve in the risk-disaster management should conduct the standard procedure more properly to minimize the damage or lost of the heritage. Keywords: Cultural Heritages, Management, Disaster
4
EVALUASI MANAJEMEN KEBENCANAAN PADA CAGAR BUDAYA
STUDI KASUS KOTA PADANG, SUMATERA BARAT Alfa Noranda
Magister, Pascasarjana Jurusan Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada.
Pembimbing: Daud Aris Tanudirjo
Intisari
Di Kota Padang Terdapat 74 Cagar Budaya dan 3 Kawasan Bersejarah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Walikota. Namun, karena Kota Padang terletak di daerah yang rawan bencana, banyak cagar budaya yang berpotensi rusak atau hilang oleh bencana alam dan bencana karena manusia. Potensi kerusakan dan kehilangan menjadi semakin besar karena belum adanya manajemen kebencanaan pada cagar budaya yang diterapkan secara baku, baik di Indonesia pada umumnya maupun Kota Padang khususnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan manajemen kebencanaan cagar budaya sebagai bagian dari manajemen pengelolaan sumberdaya budaya atau cultural resource management yang diterapkan setelah terjadinya Gempa Padang 2009. Dalam penelitian ini digunakan beberapa analisis kualitatif, yang meliputi analisis model, perbandingan, sejarah, maupun geo-spasial. Sebagai tahap awal proses evaluasi, terlebih dahulu disusun suatu model manajemen kebencanaan yang akan menjadi tolok ukur. Model tersebut diperoleh dengan analisis perbandingan antara Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan bencana, Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No. 64/UM.001/MKP/2009 tentang Pedoman Penangganan Tinggalan Purbakala Pasca Bencana, Managing Disaster Risk for World Heritage.terbitan World Heritage Center UNESCO, dan Guideline for Managing Post-Disaster : Conservation of Heritage Building yang dipublikasikan oleh Badan Pelestari Pusaka Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tata cara penagganan cagar budaya pada saat gempa padang 2009 belum dilakukan sesuai dengan prosedur baku. Ada tahapan yang kurang tepat dalam urutannya sehingga kurang sesuai dengan tahapan penanggulangan bencana. Beberapa tahap yang seharusnya telah dilakukan ternyata belum dilaksanakan sehingga penanganan kurang memadai. Untuk itu di masa mendatang, diharapkan pihak-pihak pengampu kepentingan perlu menerapkan manajemen kebencanaan cagar budaya sesuai dengan tata cara yang lebih baku agar potensi kehilangan kerusakan cagar budaya sesuai dengan tata cara yang lebih baku agar potensi kehilangan dan kerusakan cagar budaya dapat diminimalkan.
Kata Kunci: Cagar Budaya, Manajemen, Kebencanaan
5
Latar Belakang
Indonesia adalah wilayah yang sangat rawan terhadap bencana
alam. Hal itu dilatarbelakangi oleh keberadaan Indonesia yang terletak di
atas cincin gunung api (ring of fire) (Dulbahri 2011). Indonesia juga
merupakan negara kepulauan yang berlokasi di batas pertemuan empat
lempeng besar dunia yakni Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan
Lempeng Indo-Australia serta satu lempeng mikro yaitu Lempeng Filipina
(Sunardi dkk, 2012).
Menurut Zen (Lembaga Penelitian dan Pengabdian ITB, 2010)
lempengan-lempengan di bumi tersebut terus bergerak, sehingga
menimbulkan aktivitas geodinamik di pinggir lempeng. Fenomena itulah
yang mengakibatkan konfigurasi bumi di wilayah Indonesia menjadi seperti
sekarang ini. Selain itu, menurut Santoso Indonesia merupakan negara
yang memiliki kegiatan geodinamik yang aktif, ditandai dengan banyaknya
gunung api dan gempa bumi (Lembaga Penelitian dan Pengabdian ITB,
2010).
Pada tahun 2011 diketahui bahwa terdapat sebanyak 9,262
BCB/Situs (baca: cagar budaya) tidak bergerak dan 34,143 BCB/Situs
bergerak (Guntur, 2011). Akan tetapi, saat ini tidak ada data terbaru yang
lebih akurat, tentang jumlah cagar budaya yang ada di Indonesia. Namun,
dari data tahun 2011 tersebut tidak dapat disangkal lagi negara ini sangat
kaya akan cagar budaya maupun obyek yang diduga sebagai cagar
budaya. Selain itu, bukti keberadaan cagar budaya daepat dilihat di
berbagai museum yang tersebar di banyak tempat. Bukti lain adalah
banyaknya lembaga yang dibentuk untuk mengurusi cagar budaya baik di
daerah maupun di pusat. Sejarah panjang perkembangan budaya di
6
Indonesia, telah meninggalkan beragam cagar budaya dari Masa
Prasejarah hingga Masa Kolonial. Beberapa di antaranya bahkan telah
dimasukkan dalam Daftar Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO, seperti
Sangiran Early Man Site (no. 593), Borobudur Temple Compound (no.
592), dan Prambanan Temple Compound (no 642), informasi tentang
status warisan budaya dunia tersebut dapat dilihat dalam daftar world
heritage list (Unesco, 2013). Selain itu, masih banyak lagi cagar budaya
dari berbagai masa di Indonesia, baik berupa candi-candi berlatarbelakang
Hindu maupun Budha, mesjid-mesjid kuno, kraton atau pusat kerajaan
khususnya dari Masa Pengaruh Islam, tinggalan berupa prasasti-prasasti
yang penting dalam mengungkap sejarah di kepulauan Indonesia, serta
kota tua atau kota bersejarah dari Masa Kolonial.
Kekayaan cagar budaya tersebut, tentu tidak luput dari ancaman
bencana yang sering terjadi di negara kepulauan ini. Tingginya frekuensi
serta besarnya dampak bencana yang terjadi di Indonesia memunculkan
potensi kehilangan cagar budaya bagi masyarakat dan Bangsa Indonesia.
Padahal sejarah pelestarian warisan budaya di negeri ini sesungguhnya
sudah berlangsung cukup lama sejak awal abad ke-18 hingga 1990-an.
Dalam tahap perkembangan tersebut dinamika terjadi cenderung pada
perkembangan teori serta pendekatan keilmuan. Fenomena kebencanaan
pada cagar budaya di Indonesia belum dilirik sebagai salah satu perhatian,
sehingga tidak ada catatan yang merekam bagaimana cagar budaya yang
sesungguhnya merupakan sumber data keilmuan tersebut, dapat dikelola
dalam ranah manajemen kebencanaan. Sayangnya, hingga saat ini di
Indonesia, belum ada mekanisme yang komprehensif mengenai
manajemen cagar budaya dalam penanggulangan kebencanaan. Dengan
7
demikian, potensi kehilangan akan cagar budaya menjadi tinggi, kondisi ini
tentu saja tidak menguntungkan bagi upaya-upaya pelestarian cagar
budaya.
Meskipun dalam dasawarsa terakhir telah muncul kesadaran
tentang pentingnya manajemen kebencanaan terhadap cagar budaya,
tetapi masalah ini belum dikaji dengan baik. Terkait dengan kondisi ini,
karya ilmiah ini mencoba untuk melakukan kajian terhadap penanganan
atau manajemen kebencanaan pada cagar budaya. Kajian ini akan
menggunakan studi kasus terhadap penanganan yang terjadi di Kota
Padang, yang pada tahun 2009 mengalami Bencana Alam Gempa Bumi,
sehingga membawa dampak terhadap cagar budaya di kota tersebut,
dampaknya berupa kerusakan bahkan hilang.
Permasalahan
Kota Padang merupakan pusat kegiatan nasional (PKN) karena
kota ini mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan
internasional da