evaluasi endoskopi pada traktus aerodigestif bagian atas.doc

30
TERJEMAHAN BAILEY EVALUASI ENDOSKOPI PADA TRAKTUS AERODIGESTIVUS BAGIAN ATAS Presentan : dr. Agus Karsetiyono S.91108001 PPDS I BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN THT-KL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Upload: faidgustisyarif

Post on 27-Sep-2015

53 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

TERJEMAHAN BAILEY

EVALUASI ENDOSKOPI PADA TRAKTUS AERODIGESTIVUS BAGIAN ATAS

Presentan :dr. Agus Karsetiyono

S.91108001

PPDS I BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SEBELAS MARET RSUD DR. MOEWARDISURAKARTA

2012

EVALUASI ENDOSKOPI PADA TRAKTUS AERODIGESTIVUS BAGIAN ATASGregory N. Postma, Peter C. Belafsky, Milan R. Amin, Stacey L. Halum dan Jamie A. Koufman

A. PENDAHULUANPerkembangan evaluasi endoskopi pada traktus aerodigestivus bagian atas telah mengalami perkembangan selama beberapa dekade terakhir. Perkembangan meliputi peningkatan kualitas, diameter sistem yang lebih kecil, serta penggunaan optical chip pada sistem tersebut. Perkembangan alat endoskopi tersebut membantu dokter spesialis THT untuk melakukan pemeriksaan trans-nasal tanpa memerlukan sedasi, dalam rangka mengevaluasi traktus aerodigestivus bagian atas dengan meminimalisasi rasa tidak nyaman pada pasien. Lebih jauh pengembangan teknik tersebut membantu dokter speisalis untuk melakukan biopsi melalui alat tersebut serta melakukan berbagai prosedur klinik seperti dilatasi, injeksi Botox, dan penggunaan laser secara baik dan minimal invasif.

Peningkatan perkembangan pasien dan perkembangan prosedur klinik telah mempercepat evolusi dari alat tersebut. Tindakan prosedur klinik tanpa sedasi lebih aman pada pasien dan leih murah. Pada bagian ini lebih menekankan pada tingkat fleksibilitas evaluasi endoskopi pada traktus aerodigestivus bagian atas. Satu hal yang perlu disadari bahwa inovasi pada alat endoskopi tidak terbatas pada fleksibilitas instrumen yang ada. Penggunaan jet ventilasi pada saat tindakan dapat meningkatkan visualisasi dan manipulasi pada saluran pernafasan bagian atas dan juga esofagus. Kombinasi yang baru serta banyaknya teknologi yang dapat digunakan di ruang operasi dapat meningkatkan visualisasi dan hasil tindakan (pembedahan). Penggunaan teleskop tipe rigid angle dalam tindakan laringoskopi dapat memberikan visualisasi anatomi dan patologi yang tidak dapat dilihat melalui pemeriksaan visual secara langsung. Hal ini termasuk dalam ventrikel laringeal dan juga regio infraglotis intermedia. Pada pasien yang sulit untuk dilihat dengan menggunakan laringoskop rigid, penggunaan sudut 30 dan 70 derajat dapat memberikan visualisasi yang baik mengenai komisura anterior dan juga berbagai macam lesi jinak maupun ganas. Penggunaan laringoskop yang fleksibel, bronkoskop dan esofagoskop melalui tindakan operasi endoskopi atau melalui bronkoskopi ventilasi yang rigid dapat memberikan gambaran yang baik pada lesi melalui traktus aerodigestivus bagian bawah untuk memperoleh biopsi dan kultur. Sebagai tambahan, perkembangan contact endoscop yang memiliki auto fluoresensi memungkinkan untuk meningkatkan diagnosis terhadap lesi pada laring.B. ESOFAGOSKOPI TRANSNASAL (TNE)Pada saat ini, tindakan esofagoskopi telah mengalami perkembangan yang signifikan. Baru-baru ini, chip kamera yang memiliki resolusi tinggi pada esofagoskopi dapat dimasukkan melalui hidung dengan posisi pasien yang tegak dan dibantu dengan tindakan anestesi topikal tanpa harus adanya tindakan anestesi secara intravena atau oral (Gambar 53.1). Hal tersebut dapat membantu dokter spesialis THT untuk melakukan esofagoskopi secara baik dan membuat TNE (transnasal esofagoskopi) menjadi lebih populer diantara kalangan dokter spesialis THT. Endoskopi TNE dapat digunakan untuk insuflasi udara, irigasi dan kemampuan untuk biopsi, pada traktus aerodigestivus bagian atas dari vestibulum nasal hingga ke gastroesofageal junction secara mudah dan aman. TNE sangat berguna pada pasien dengan refluks, gangguan menelan, striktur, perubahan radiasi, gangguan ingesti dan malignansi pada traktus esofagus dan traktus aerodigestivus. Sebagai tambahan untuk mengevaluasi keadaan mukosa, TNE dapat memberikan gambaran yang baik mengenai abnormalitas struktural seperti hernia hiatus, divertiklum dan lesi sub mukosa. Kemampuan visualisasi yang baik didukung dengan kemampuan untuk melakukan biopsi serta konfirmasi keadaan patologi pada esofagus seperti refluks esofagitis, infeksi fungal, hernia hiatus dan barrett esofagus (Gambar 53.2).

Gambar 53.1 Pemeriksaan Esofagoskopi Transnasal

Gambar 53.2 Barrett esofagus; perhatikan pola skuamo-kolumner junction ireguler pada lidah. Hernia hiatus yang besar dengan lipatan rugae prominen juga dapat terlihat dengan mudah.

1. Teknologi Transnasal Esofagoskopi

Hal yang paling diperlukan dalam alat endoskop adalah panjang alat sehingga memungkinkan untuk dilakukan retrofleksi untuk melihat gastroesofageal junction (GEJ) dan gaster bagian kardiak (panjang 60 cm). Sebagai tambahan, diameter harus sekecil mungkin untuk memberikan rasa nyaman serta kemudahan pada saat meelalui transnasal. Untuk melakukan esofagoskopi, endoskop harus dilengkapi lubang insuflasi udara. Selain itu, bagian untuk biopsi, suction dan irigasi juga diperlukan. Terdapat endoskop dengan chip kamera yang lebih murah untuk digunakan pada fiber optic esofagoskop. Walaupun alat endoskopi tersebut tidak memiliki lubang internal untuk insuflasi udara, lapisan proteksi dapat diletakkan pada endoskop. Keuntungan endoskop tersebut meliputi penurunan biaya dan waktu yang lebih sedikit untuk membersihkan instrumen. Namun, kualitas gambar yang dihasilkan tidak sebanding dengan endoskop yang telah dibahas sebelumnya.2. Teknik Transnasal Esofagoskopi

Idealnya pasien tidak boleh makan atau minum 3 jam sebelum TNE. Hal ini untuk menjaga agar lambung tetap kosong. Jika tindakan endoskopi yang darurat diperlukan, walaupun pasien baru saja makan, hal tersebut tidak merupakan kontraindikasi untuk dilakukan TNE. Kunci keberhasilan TNE adalah anestesi topikal pada hidung dan juga dekongestan. Teknik yang digunakan meliputi posisi pasien yang duduk tegak, berhadapan dengan operator. Kemudian hidung pasien disemprot dengan larutan campuran oksimetazolin 0,05% dan lidokain 4% dengan perbandingan 1:1. Kemudain dapat pula diberikan 1 hingga 2 semprotan benzokain 20% pada orofaring tetapi hal tersebut sering kali tidak diperlukan. Pada beberapa kasus yang memerlukan biopsi atau tindakan prosedur yang lama, dapat diberikan benzonatate (Tessalon Perle) 100 mg. Pasien diinstruksikan untuk menempatkan benzonatate pada mulut bagian belakang hingga larut dengan sempurna. Alat endoskop tersebut kemudian dilubrikasi dan dimasukkan kedalam cavum nasi. Penyumbatan nasofaringeal, dasar lidah, hipofaring, pergerakan pita suara, dan pengumpulan sekresi oral diawasi. Kemudian kepala pasien difleksikan menuju ke dada selagi endoskop masuk melalui otot krikofaringeus. Kemudian pasien diminta untuk menelan dan alat instrumen tersebut dimasukkan. Kesulitan yang biasa dihadapi adalah pada saat alat tersebut melalui sfingter esofagus bagian atas (UES) harus diperhatikan oleh operator agar tidak terjadi hipertonik UES atau zenker divertikulum. Peningkatan sekresi oral atau adanya makanan dalam esofagus harus menjadi perhatian bagi operator mengenai adanya divertikulum (Gambar 53.3). Tindakan suction yang lembut dapat dilakukan hanya ketika lumen terlihat. Jika operator menemukan adanya divertikulum, kemudian suction, insuflasi udara dan rotasi yang lembut pada teropong harus dilakukan untuk menemukan lumen terlebih dahulu sebelum dilakukan pemeriksaan yang lain. Perforasi dapat terjadi jika ujung endoskop menyentuh divertikulum pada keadaan tekanan alat yang besar.

Gambar 53.3 Pasien dengan disfagia dan penurunan berat badan. TNE menunjukkan adanya divertikulum sekunder yang menyebabkan refluks akibat striktur. Tampak adanya biji jagung pada divertikulum.Tampaknya dilatasi esofagus atau retensi material yang tertelan harus dicurigai oleh operator sebagai keadaan gangguan motilitas esofagus, striktur atau ring, benda asing, divertikulum, atau akalasia. Fungsi sfingter esofagus bagian distal (LES) harus dievaluasi dengan esofagoskop pada posisi beberapa centimeter di atas LES. Hal yang harus dievaluasi meliputi LES yang tertutup (normal) atau membuka pada saat istirahat atau apakah membuka kemudian menutup setelah menelan. Bagian keadaan tersebut harus meliputi LES yang menutup kemudian membuka pada saat menelan, diikuti dengan hilangnya gambaran peristaltik setelah kontraksi hilang dan diikuti dengan menutupnya LES. Keadaan normal atau abnormal motilitas esofagus sangat sulit dibedakan dan hanya bisa dibedakan melalui pengalaman. Harus diingat bahwa ada beberapa orang yang pada saat menelan tidak mengalami kontraksi peristaltik, namun hal tersebut sngat jarang dijumpai. Sejumlah makanan padat atau makanan yang diberi pewarna dapat diberikan kepada pasien saat dilakukan TNE. Tindakan observasi tersebut meliputi menelan dan motilitas esofagus dapat membedakan adanya striktur yang kecil atau gangguan fungsional pada ring maupun gambaran peristaltik yang normal pada esofagus.Sebagai tambahan asesmen motilitas esofagus, pemeriksaan visualisasi pada junction harus dilakukan secara hati-hati terutama pada mukosa gaster dan esofagus (Z-line) (Gambar 53.4). Evaluasi yang teliti pada daerah tersebut dapat mendeteksi adanya abnormalitas esofagus seperti barrett esofagitis (Gambar 53.2) atau adenokarsinoma esofagus (Gambar 53.5). Akhirnya ketika alat tersebut dikembangkan dan tindakan retrofleksi dilakukan untuk menilai adanya gambaran lesi pada bagian kardiak gaster. Retrofleksi merupakan cara yang terbaik untuk mengidentifikasi adanya hernia hiatus yang berukuran kecil hingga sedang (Gambar 53.6). Insuflasi udara dan irigasi digunakan untuk memeriksa mukosa keseluruhan esofagus ketika mengeluarkan teropong.

Gambar 53.4 Skuamokolumner junction normal, disebut juga sebagai Z-line (tanda panah).

Gambar 53.5 Gastroesofageal junction menunjukkan adanya lesi yang rapuh dan setelah dikonfirmasi dengan biopsi dengan bantuan TNE merupakan suatu adenokarsinoma esofagus.

Gambar 53.6 Hernia hiatus dilihat dari arah retrofleksiKesalahan yang biasa terjadi adalah penggunaan insuflasi udara yang berlebih pada saat pemeriksaan. Hal tersebut dapat memberikan rasa tidak nyaman pada pasien. Udara seharusnya diberikan secara lembut pada seluruh permukaan mukosa untuk mendapatkan visualisai yang sempurna dan kemudian disedot kembali jika memungkinkan. Jika terdapat lesi pada mukosa yang ireguler, biopsi forceps dapat dimasukkan melalui lubang yang tersedia dan tindakan biopsi dapat dilakukan.3. Indikasi Transnasal EsofagoskopiIndikasi TNE belum disetujui secara universal. Data penelitian yang tersedia belum jelas untuk menentukan tipe pasien yang harus menjalani pemeriksaan TNE, maka dari itu, indikasi didasarkan pada pengalaman klinis dokter gastroenterologi. Indikasi relatif TNE dapat dibagi menjadi esofageal dan ektra esofageal. Indikasi esofageal relatif yang dikemukakan oleh American Society for Gastrointestinal Endoscopy (ASGE) dan American College of Gastroenterology (ACG), yaitu disfagia, perdarahan, tersedak, nyeri dada, penurunan berat badan, odinofagia, gejala esofageal yang menetap walaupun dengan pengobatan yang sesuai, evaluasi esofagus setelah ingesti kaustik, evaluasi benda asing, untuk kemungkinan biopsi pada lesi yang terlihat secara radiologis, dan pada orang yang memerlukan obat anti reflux kronis. Walaupun indikasi ASGE merupakan hal yang dapat memprediksi penemuan pada saat pemeriksaan endoskopi serta menjadi tolak ukur pemeriksaan, diagnosis dengan endoskopi didapatkan 28% hasil yang tidak sesuai dengan kriteria ASGE. Maka dari itu, apabila terlalu terpaku pada pedoman tersebut dapat terjadi kesalahan bahkan tidak ditemukan kelainan patologi sehingga pembuatan keputusan utnuk melakukan endoskopi harus diterapkan tiap individu.Walaupun indikasi ekstra esofageal TNE masih belum tetap, indikasi tersebut meliputi globus faringeus, batuk kronik, servikal disfagia, gangguan paru yang tidak terkontrol, skrining kanker kepala dan leher, odinofagia, refluks laringofaringeal (LPR). Walaupun cost effectiveness panendoskopi rutin pada kanker kepala dan leher, namun hal ersebut masih diperdebatkan. Penggunaan TNE secara rutin digunakan untuk biopsi pada daerah kepala-leher, maka dari itu dapat dilakukan pula tindakan esofagoskopi yang efisien dan cost effectiveness pada saat biopsi. Teknik tersebut terbukti sangat berguna pada tumor laring dan hipofaring, yang mana menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi pada kelainan esofageal primer.Beberapa penelitian kohort pada individu dengan globus, disfagia, batuk kronik dan odinofagia yang tidak respon terhadap pengobatan klasik, mungkin memiliki gangguan patologis pada esofagus sebagai respon dari gejala seperti barrett metaplasia (Gambar 53.2), kandidiasis esofageal (Gambar 53.7), dan refluks asam atau non asam. Walaupun resiko barrett esofagus pada pasien dengan batuk kronis belum dideskripsikan secara baik, skrining rutin pada esofagus penderita batuk kronik tetap dilakukan. Prevalensi barrett metaplasia pada pasien dengan LPR dilaporkan mencapai 7%. Hal tersebut tidak berbeda pada prefalensi barrett esofagus yang dilakukan TNE pada pasien dengan LPR yang tidak komplit dan bukan merupakan indikasi. Reavis dkk melaporkan bahwa gejala LPR secara signifikan lebih prevalen dibandingkan gejala refluks gastroesofageal tipikal pada pasien dengan disfagia atau adenokarsinoma esofagus. Data yang ada menunjukkan bahwa LPR mungkin menjadi satu-satunya indikasi esofageal displasia atau malignansi. Pasien dengan LPR yang berespons terhadap terapi refluks dapat menunjukkan bahwa gangguan patologi esofagus dapat tertutupi saat pengobatan anti refluks dimulai. Oleh karena itu, sampai indikasi TNE pada seseorang dapat ditegakkan, skrining pada pasien tersebut dapat dilakukan. Aturan biopsi brush pada saat skrining pasien dengan potensial barrett esofagus masih belum diketahui. Data awal menunjukkan bahwa teknik biopsi tersebut lebih sensitif dibandingkan teknik biopsi standar.

Gambar 53.7 Kandida esofagitis berat pada pasien tanpa faktor risikoTidak semua indikasi terapeutik dibahas dalam bab ini termasuk pungsi trakeoesofageal sekunder, jalur dalam memandu pemasangan kawat untuk Savary-Miller dilator, pengambilan benda asing, pemasangan selang makanan dengan melihat langsung, meletakkan kapsul pH wireless, injeksi Botox ke LES, dan untuk dilalui laser fleksibel (Gambar 53.8).

Gambar 53.8 TNE digunakan untuk memasukkan fiber laser fleksibel untuk menangani pasien dengan papilomatosis respiratori pada laring. Perhatikan warna pucat disebabkan oleh pulse-dye laser.4. Komplikasi Transnasal Esofagoskopi

Angka komplikasi TNE masih sangat rendah. Walaupun ahli gastroenterologi melaporkan bahwa terdapat insidensi tinggi terjadinya nyeri dan epsitaksis pada saat TNE dilakukan, tetapi laporan dari ahli THT menyatakan bahwa kejadian tersebut timbul kurang dari 3%. Keadaan tersebut hampir serupa dengan kejadian epistaksis dengan menggunakan transanasal fiber optik laringoskopi. Tinjauan terhadap 700 prosedur TNE menunjukkan hanya ada 6 kasus timbulnya epsitaksis dan dua kasus timbulnya vasovagal refleks. Tidak ditemukan adanya perforasi esofagus ketika TNE dilakukan oleh ahli THT.

5. Simpulan

TNE merupakan suatu tindakan yang aman dan efektif dan dapat dilakukan pada keadaan yang tidak memerlukan persiapan khusus. Pengenalan TNE telah diterima oleh banyak ahli dan tindakan diagnosis dan terapeutik oleh ahli THT meliputi evaluasi disfagia, refluks, dan kanker kepala-leher. TNE memberikan keuntungan melalui tindakan endoskopi yang fleksibel dengan memperhatikan keamanan dan kenyamanan tanpa mengabaikan kualitas dari performa operator dan tanpa sedasi.C. EVALUASI MENELAN DENGAN ENDOSKOPI FIBER OPTIK (FEES) DAN EVALUASI MENELAN DENGAN UJI SENORI DENGAN ENDOSKOPI FIBER OPTIK (FEESST)Pasien dengan disfagia sering dijumpai oleh ahli THT. Tindakan pemeriksaan rutin seperti anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak dapat membedakan secara akurat penyebab kejadian tersebut. Oleh karena itu, klinisi harus menggunakan metode diagnosis alternatif ketika mengevaluasi pasien dengan gangguan menelan. Instrumen yang baik dapat digunakan untuk melakukan penilaian pada pasien dengan disfagia, aspirasi, globus, atau kombinasi. FEES dapat dikombinasikan dengan FEESST untuk mendapatkan informasi mengenai status sensasi pada laring. Pada saat ini FEES dan FEESST sering digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan gangguan menelan. Dengan perkembangan teknologi dan teknik FEES dan FEESST telah menjadi hal yang sejajar atau lebih superior terhadap penilaian dengan modified barium swallow (MBS) untuk disfagia atau aspirasi.FEES secara ideal dilakukan oleh 2 orang, yaitu ahli THT dan speech language patologist (SLP). Hal yang harus dipersiapkan meliputi laringoskop yang fleksibel, sumber cahaya dan sistem video. Sistem video sangat penting untuk beberapa hal seperti memberi informasi kepada seluruh ahli yang merawat pasien (klinisi, SLP, pasien dan anggota keluarga), kemampuan untuk melihat dan mengevaluasi, dan dokumentasi yang penting untuk tujuan masalah pembayaran. Pada akhirnya hal tersebut berguna bagi klinisi untuk meninjau kembali hasil pemeriksaan dan membandingkan dengan evaluasi sebelumya ketika penilaian dilakukan beberapa kali.

1. Teknik Evaluasi Menelan Endoskopi Fiber Optik

Pada penerapan FEES posisi pasien harus duduk tegak dan senyaman mungkin, walaupun teknik FEES dapat dilakukan di unit ICU, namun keadaan pasien tetap harus dalam posisi tegak. Apabila pasien tidak dapat bertahan dalam posisi tegak selama pemeriksaan, posisi yang diberikan adalah posisi seperti pada saat pasien makan, namun penggunaan anestesi topikal hidung seringkali tidak dilakukan.

Alat endoskop dilubrikasi dan dimasukkan transnasal. Kemudian struktur faring dan laring dievaluasi. Perhatian harus diberikan ketika ditemukan adanya sekresi yang banyak, yang diasosiasikan dengan peningkatan resiko aspirasi. Fungsi plika vokalis juga harus dinilai, seperti adanya gangguan paralisis atau paresis. Kemudian pasien diminta untuk menelan dan selama menelan gerakan faring, inversi epiglotis, dan pergerakan sekresi mukosa dinilai. Kemudian pasien diminta untuk menelan makanan kering yang diberi pewarna dengan konsistensi tertentu.Berbagai macam parameter dinilai selama makan seperti waktu menelan, penetrasi, aspirasi, timbulnya residu dan keadaan di mana pasien memerlukan beberapa kali proses menelan untuk melancarkan bolus. Penetrasi merepresentasikan masuknya porsi bolus ke dalam inlet laringeal. Aspirasi adalah proses masuknya bolus setinggi plika vokalis (Gambar 53.9).Laring harus diobservasi secara hati-hati setelah menelan, oleh karena beberapa porsi bolus dapat terakumulasi pada sinus piriformis dan dapat amsuk ke dalam laring. Sebagai tambahan bolus dapat diobservasi memasuki faring setelah melalui esofagus. Hal tersebut akan muncul pada keadaan zenker divertikulum.

Trakeoskopi dilakukan dibagian akir bersamaan dengan FEES, hal tersebut dapat mengkonfirasi lebih jauh ada tidaknya aspirasi. Setelah diagnosis ditegakkan secara sempurna dengan FEES, teknik kompenssator dapat digunakan. Endoskop ditempatkan pada tempat yang sama selagi teknik yang bervariasi seperti teknik menelan supraglotik, ingesti siklik, menolehkan kepala, proses menelan ganda dan menengadahkan kepala dapat dilakukan. Hal tersebut dapat membantu strategi diet dan teknik menelan yang baik untuk pasien.

Gambar 53.9 Aspirasi dapat dikonfirmasi selama evaluasi menelan dengan endoskopi fiberoptik dengan cara visualisasi bolus cairan di daerah subglotis setelah pasien menelan. Residu hipofaringeal ekstensif juga tampak.2. Evaluasi Menelan dengan Tes Sensori dengan Endoskopi Fiber Optik

FEESST pertama kali dikemukakan oleh Aviv dkk. Teknik tersebut mengkombinasikan antara FEES dengan evaluasi sensori laring. Tes yang dilakukan menggunakan gelombang udara yang terkalibrasi yang diteruskan ke mukosa laring. Sensasi yang ditimbulkan akan diteruskan melalui nervus laringeus superior dan pada batas atas toleransi akan timbul refleks adduksi dari plika vokalis melalui nervus laringeus rekuren. Refleks tersebut disebut juga sebagai refleks adduktor laringeal (LAR). LAR merupakan suatu mekanisme proteksi yang membantu menghindari terjadinya aspirasi. Maka dari itu, penilaian LAR dengan tes sensori akan memberikan hasil mengenai mekanisme proteksi yang terjadi pada saat pasien menelan.Sebagai tambahan pada perlengkapan FEES, dua tambahan barang diperlukan untuk melakukan FEESST seperti stimulator gelombang udara yang terkalibrasi dan endoskop yang fleksibel utnuk menghantarkan gelombang udara.

3. Teknik / Interpretasi : Evaluasi Menelan Tes Sensori dengan Endoskopi Fiber Optik

Tes sensori biasanya dilakukan sebelum tindakan FEES untuk menilai proteksi jalan nafas. Alat endoskop diposisikan pada ipsilateral lipatan aritenoid atau ariepiglotik junction. Posisi endoskop dikatakan baik apabila dapat terlihat (2 mm dari mukosa). Pulsasi gelombang udara yang terkalibrasi kemudian dialirkan dan endoskop diposisikan untuk melihat laring dan melihat ada tidaknya LAR. Respon positif mengindikasikan stimulasi yang mencapai batas toleransi. Beberapa tekanan yang berbeda digunakan hingga batas toleransi ditemukan. Kemudian bagian kontralateral juga dilakukan hal yang sama. Hasil yang didapatkan kemudian dibandingkan dengan angka normal di mana 4 mmHg adalah normal, 4-6 mmHg menunjukkan adanya defisit sensori sedang, dan lebih dari 6 mmHg menunjukkan defisit sensori yang berat.

4. Keuntungan Evaluasi Menelan dengan Endoskopi Fiber Optik dan Evaluasi Menelan Tes Sensori dengan Endoskopi Fiber OptikFEES dan FEESST memberikan banyak keuntungan dibandingkan metode tradisional untuk menilai adanya disfagia. Keuntungan terbesar bagi ahli THT adalah bahwa tes tersebut dapat dilakukan secara aman pada ruang praktek atau pada bangsal dengan hanya sedikit tambahan perlengkapan medis. Keuntungan lain yang didapatkan adalah tes ini memberikan umpan balik bagi klinisi untuk melakukan tindakan.

Ketika dibandingkan dengan MBS, FEES memberikan informasi anatomi yang lebih baik, termasuk di dalamnya ada atau tidaknya sekresi mukosa. FEES lebih sensitif untuk mengevaluasi penetrasi, aspirasi dan residu faringeal daripada MBS. Pada penelitian prospektif yang lebih besar, Aviv membandingkan manajemen disfagia dengan FEES dan MBS dalam kemampuannya untuk mencegah terjadinya pneumonia aspirasi. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan secara statistik terhadap kejadian pneumonia antara kedua kelompok.

5. Trakeobronkoskopi di Ruangan

Kelebihan dari endoskopi yang fleksibel adalah dapat dilakukan evaluasi trakeobronkial tanpa menggunakan anestesi general. Tergantung pada indikasinya, evaluasi pada daerah tersebut dapat dilakukan dengan topikal anestesi.

6. Pemilihan Pasien/Indikasi Trakeobronkoskopi di Ruangan

Trakeobronkoskopi di ruangan dapat dilakukan secara rutin dan aman dilakukan bagi pasien dewasa. Penelitian terbaru menyatakan bahwa prosedur tersebut juga aman bagi anak-anak. Indikasi yang umum meliputi evaluasi pasien dengan suspek stenosis jalan nafas, hemoptisis, dan batuk kronis. Namun penggunaannya harus dibatasi pada pasien dengan gangguan jantung dan gangguan jalan nafas yang reaktif, oleh karena resiko komplikasi yang dapat meningkat oleh karena perubahan hemodinamik yang signifikan yang diakibatkan oleh pemberian anestesi topikal melalui endoskop ke laring dan suction. Efek bronkoskopi pada fungsi paru juga telah ditinjau. Peacock dkk menyimpulkan bahwa bronkoskopi tidak mempengaruhi fungsi paru. Penggunaan lidokain topikal secara signifikan dapat mengurangi FEV1, kapasitas force vital, dan puncak arus ekspirasi, serta puncak arus inspirasi. Penelitian tersebut memberikan peringatan bagi klinisi untuk berhati-hati dalam penerapan pemeriksaan tersebut pada pasien dengan penyakit cor pulmonal.

7. Anestesi Topikal untuk Trakeobronkoskopi

Evaluasi rutin trakea bagian atas memerlukan sedikit agen anestesi untuk pemeriksaan dengan menggunakan laringoskopi standart yang fleksibel. Apabila pemeriksaan lebih mendetail atau bagian distal diperlukan, anestesi tambahan harus diberikan. Beberapa metode yang berbeda dapat digunakan. Hal ini mencakup :a. Pengunaan lidokain semprot topikal, yang biasanya dimasukan melalui lubang endoskop atau secara oral melalui kanul abraham.

b. Penggunaan nebulisasi lidokain.

c. Penggunaan lidokain melalui pungsi pada krikotiroid kedalam saluran nafas subglottis.

Berdasarkan pengalaman, ditemukan bahwa teknik semprot topikal melalui endoskopi merupakan cara termudah. Teknik transkrikoid perkutaneus juga dapat digunakan dengan toleransi yang baik dan memerlukan sedikit agen anestesi topikal.

Teknis yang lebih sering digunakan meliputi bagian hidung yang disemprot dengan bahan yang digunakan pada pemeriksaan nasolaringoskopi (lidokain dan neosynefrin). Kemudian endoskop yang fleksible dimasukan dan diposisikan diatas laring, kurang lebih 2-3 mL lidokain 4% dimasukan, sedangkan pasien dalam posisi berfonasi. Hal ini mungkin dapat diulang hingga pasien sedikit berespon atau tudak berespon terhadap lidokain pada laring. Endoskop kemudian dimasukan melalui glottis, dan tambahan lidokain topikal dapat diberikan bila diperlukan. Dosis total lidokain yang direkomendasikan adalah 300-400 mg (7-10 mL lidokain 4%). Apabila pemeriksaan memakan waktu lebih lama, atau tindakan biopsi ekstensif dilakukan, maka lidokain dapat diencerkan hingga 2%, dan dapat menggunakan volume yang lebih besar (14-20 mL) untuk anestesi.Pada pasien dengan trakeotomi atau stoma trakeal permanent, anestesi topikal diberikan secara langsung melalui nebuliser melalui mukosa trakeal.

D. PERLENGKAPAN DAN PERALATANApabila hanya trakea bagian proksimal yang diperiksa, digunakan laringoskop fleksibel yang standar. Apabila pemeriksaan yang memakan waktu lama pada trakea bagian proksimal atau direncanakan biopsi, endoskopi fleksibel dengan saluran samping diperlukan. Namun jika hal ini tidak tersedia, maka digunakan alternatif dengan lapisan dengan saluran samping. Jika trakea bagian distal atau saluran nafas bangian bawah yang diperiksa, endoskop fleksible yang lebih panjang, seperti bronkoskop atau transnasal esofagoskop perlu digunakan. Saluran samping diperlukan untuk memasukan anestesi topikal, biopsi, dan suction.

E. TEKNIK TRAKEOBRONKOSKOPI

1. Trakeoskopi Tunggal

Pertama, pasien diberi tahu bahwa pasien akan mengalami batuk atau sensasi tersedak (keduanya) selama beberapa detik. Teropong kemudian dimasukan hingga diatas plica vokalis. Sistem video mulai dihidupkan dan pasien diminta untuk bernafas lewat hidung. Ketika plika vokalis abduksi, teropong secara cepat dimasukan ke laringeal inlet hingga ke trakea bagian atas. Lesi atau area yang dituju dapat dilihat dan dievaluasi, kemudian setelah selesai teropong dapat dikeluarkan dalam 2-3 detik setelah pasien batuk. Hasil pemeriksaan yang berhasil direkam, dapat ditinjau ulang dalam bentuk gerakan lambat atau bagian per bagian untuk evaluasi lebih lanjut dan teliti.

2. BronkoskopiDalam prosedur ini, anestesi tambahan biasanya diperlukan. Setelah endoskopi dimasukan hingga saluran nafas bagian bawah, perhatian harus diarahkan pada ujung alat bronkoskopik, karena bagian ini mudah mengalami disorientasi. Hal ini juga penting untuk menghindari suction yang berlebihan, yang dapat menyebabkan desaturasi oksigen.F. PERTIMBANGAN PRAKTIS

Trakeobronkoskopi diruangan dengan menggunakan anestesi topikal merupakan hal yang aman dan efektif, yang telah digunakan secara luas dengan komplikasi yang minimal. Sebagai tambahan, teknik ini memberikan penghematan biaya yang lebih baik dibandingkan bronkoskopi dengan sedasi, oleh karena hal ini menghundari biaya yang berhubungan dengan pelayanan fasilitas dasar dan biaya ruangan.

Beberapa peringatan harus tetap diingat, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pasien harus diperiksa adanya gangguan jantung dan bronkokonstriktif. Selain itu pertimbangan harus diberikan pada pasien yang menjalani prosedur trakeobronkial yang lebih lama melalui alat monitoring. Sebagian besar penelitian merekomendasikan penggunaan pulse oksimetri, tetapi penggunaan monitoring jantung masih belum jelas.

Berdasarkan pengalaman praktis, trakeobronkoskopi digunakan sebagai alat skrining untuk mengevaluasi pasien dengan stenosis jalan nafas, dan untuk laser fleksibel pada lesi disaluran nafas seperti papiloma trakeal (Gambar 53.10). Dengan kadar anestesi yang cukup, tidak ditemukan adanya komplikasi yang terjadi.

Gambar 53.10 Trakeobronkoskopi yang dilakukan pada pasien dengan stridor bifasik. Obstruksi papiloma yang besar terlihat pada trakea bagian tengah.G. SIMPULANHarapan yang ingin dicapai berupa pengembangan teknologi untuk menilai saluran nafas dan digestif bagian atas dengan metode endoskopi. Hal ini menarik untuk dikembangkan oleh ahli THT, sebagai kapabilitas mereka dalam melakukan tindakan evaluasi dan penanganan disfagia dan aspirasi. Teknologi yang baru ini telah meningkatkan kualitas pemeliharaan, sehingga membantu pasien dan keluarga untuk mencapai suatu pelayanan yang paripurna. Perkembangan kemampuan dan pengalaman dibidang TNE meningkatkan hubungan relasi ahli THT dengan ahli gastroenterologi pada pasien yang sulit ditangani. Penerapan FEES dan FEESST yang dipadukan dengan SLP akan meningkatkan kemampuan penanganan pasien yang mengalami gangguan menelan. Penggunaan endoskopi diruangan dengan teknologi ini akan meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien dengan tetapi memprioritaskan keamanan pasien dan mengurangi biaya.H. INTISARI Keseluruhan prosedur yang dijelaskan dapat dilakukan dengan mudah dan aman hanya dengan anestesi topikal. TNE dapat menjelaskan adanya abnormalitas esofageal pada pasien dengan refluks laringofaringeal. Sekresi yang berlebih atau sisa makanan pada esofagus dapat menyebabkan gangguan motilitas esofageal, striktur atau ring, benda asing, divertikulum, atau akalasia. Selama TNE, retrofleksi merupakan cara terbaik untuk mengidentifikasi hernia hiatus ukuran kecil maupun sedang. Gastroesofageal junction harus dapat dilihat secara hati-hati selama TNE untuk menilai adanya gambaran patologis seperti barrett esofagus dan adenokarsinoma esofagus. Evaluasi menelan dengan maupun tanpa tes sensori dengan endoskopi fleksibel merupakan alat untuk mengevaluasi dan menangani pasien dengan disfagia. Pendekatan secara tim pada pasien dengan gangguan menelan sangat disarankan. Penggunaan endoskopi fleksible dan anestesi topikal, trakeobronkoskopi dapat dilakukan diruangan pada sebagian besar pasien dewasa.