evaluasi ekonomi kombinasi rituksimab dan kemoterapi untuk...
TRANSCRIPT
Evaluasi Ekonomi Kombinasi Rituksimab
dan Kemoterapi untuk Pasien Limfoma
Malignum Non-Hodgkins (LNH) tipe
Diffuse Large B Cell
Laporan Akhir Penilaian Teknologi
Kesehatan
2019
KOMITE PENILAIAN TEKNOLOGI KESEHATAN
i
RINGKASAN EKSEKUTIF
1. Pendahuluan
Limfoma adalah sekumpulan keganasan primer pada kelenjar getah bening dan jaringan
limfoid serta merupakan keadaan klinis yang kompleks dan bervariasi dalam hal patofisiologi
maupun perjalanan penyakit.1 Menurut data GLOBOCAN (IARC) tahun 2012, age-
standardized incidence rates (ASIR) per 100.000 untuk limfoma malignum non-Hodgkin (LNH)
tertinggi pada tahun 2012 ditemukan pada tiga regional berikut: Amerika Utara: 18,28 (95%
IK 12,53-23,99), Australasia: 12,96 (95% IK 8,25-17,01), dan Eropa Barat: 11,7 (95% IK 7,82-
13,81).2 Di Indonesia, prevalens limfoma sebesar 6 per 100.000 penduduk atau sekitar 14.905
orang, dengan angka ketahanan hidup 5 tahun (5-year survival rate) pasien LNH sekitar 70%,
namun hal ini bergantung pada subtipe dan stadium LNH.3
Merujuk pada Formularium Nasional (Fornas), rituksimab dapat digunakan pada semua jenis
LNH dengan hasil pemeriksaan CD20 positif.4 Sejak implementasi Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) pada tahun 2014, rituksimab pasien LNH ditanggung pembiayaannya oleh
pemerintah. Biaya rituksimab per vial (10 ml) mencapai sekitar 3 juta rupiah.5 Obat ini
diberikan setiap 3 minggu dengan dosis 375 mg/m2. Hingga tahun 2017, total klaim untuk
rituksimab di Indonesia mencapai sekitar 131 miliar rupiah (di luar biaya hospitalisasi). Hal
ini menempatkan klaim rituksimab menjadi salah satu dari 20 klaim obat termahal dalam
skema JKN. LNH tipe diffuse large B cell (DLBCL) merupakan jenis LNH yang paling umum
ditemukan di Indonesia.
Dalam rangka kendali mutu dan kendali biaya program JKN, Komite Penilaian Teknologi
Kesehatan (PTK) melakukan kajian dengan judul “Evaluasi Ekonomi Kombinasi Rituksimab
dan Kemoterapi Dibandingkan dengan Kemoterapi pada Pasien Limfoma Malignun Non-
Hodgkins (LNH) tipe Diffuse Large B Cell.” Kajian ini diharapkan mampu memberikan
masukan sebagai salah satu dasar penyusunan rekomendasi kepada Menteri Kesehatan,
terkait apakah rituksimab merupakan pilihan yang tepat guna (value for money) bagi pasien
dengan kanker LNH tipe DLBCL.
2. Metode
Metode untuk menjawab pertanyaan kebijakan terdiri atas tiga bagian: kajian bukti klinis,
pemodelan pada evaluasi ekonomi dan analisis dampak anggaran (budget impact analysis).
1 Komite Nasional Penanggulangan Kanker. Panduan Nasional Penanganan Kanker Limfoma Non-Hodgkin. 2015. 2 Ferlay J, Soerjomataram I, Ervik M, Dikshit R, Eser S, Mathers C, et al. GLOBOCAN 2012 v1.0, Cancer Incidence and Mortality
Worldwide: IARC CancerBase No. 11 [Internet]. 3 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Lap Nas 2013. 2013;1–384 4 Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/MENKES/659/2017 tentang Formularium Nasional. Hal:64. 5 BPJS Kesehatan. Data Klaim BPJS 2017
ii
2.1 Metode efektivitas klinis
Bukti efektivitas klinis dilakukan dengan menelusuri dan menelaah literatur dengan desain
studi systematic review/meta-analisis (SR/MA) yang telah dipublikasi, dilengkapi dengan
literatur dengan desain uji klinis terandomisasi yang dilakukan dan/atau dipublikasi pada
tahun setelah publikasi SR terkini. Strategi penelusuran literatur disusun berdasarkan
pertanyaan penelitian dan kriteria eligibilitas.
2.2 Evaluasi ekonomi
Dalam studi ini dilakukan analisis utilitas biaya atau cost utility analysis (CUA). Markov model
dibangun untuk menganalisis biaya dan manfaat yang dnyatakan dengan incremental cost
effectiveness ratio (ICER) dan quality adjusted life years (QALYs). Parameter yang dimasukkan
adalah angka ketahanan hidup pasien (survival rate) , transisi probabilitas, biaya, utilitas dan
efektivitas klinis. Data biaya dan utilitas didapatkan baik secara prospektif maupun
retrospektif. Biaya yang dihitung adalah biaya langsung dan tidak langsung. Sumber data
berasal dari billing rumah sakit (RS) dan wawancara pasien. Sementara data utilitas/kualitas
hidup didapatkan dengan wawancara pasien secara langsung.
Model Markov pada studi ini terdiri atas tiga status kesehatan atau health states yaitu: kondisi
bebas progresif atau stabil (progression free), kondisi progresif (progressive), dan kematian
(death). Setiap parameter dianalisis berdasarkan health state. Pemilihan pasien yang mewakili
tiap state diverifikasi oleh dokter penanggung jawab di tiap RS yang terlibat studi ini.
2.3 Analisis dampak biaya
Analisis dampak biaya dilakukan untuk menilai dampak keuangan dalam mengadopsi suatu
intervensi kesehatan. Analisis dampak dilakukan untuk menilai “keterjangkauan” suatu
intervensi kesehatan secara ekonomi. Parameter yang dimasukkan dalam analisis ini adalah
data insidens atau prevalens pasien, biaya terkait penyakit, dan data klaim dari Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Perspektif yang digunakan merupakan perspektif payer,
dalam hal ini adalah BPJS. Konsekuensi ekonomi yang akan diproyeksikan adalah lima tahun.
Progressive
Death
Progression free
iii
3. Hasil
3.1 Pola pemanfaatan rituksimab berdasarkan indikasi penyakit
Pola pemanfaatan rituksimab pada pasien LNH DLBCL menunjukkan bahwa 77% pasien
LNH DLBCL mendapatkan kombinasi rituksimab dan kemoterapi siklofosfamid,
doksorubisin, vinkristin, prednison (CHOP) sebanyak 6-8 siklus, 16,7% pasien mendapatkan
kemoterapi R-CHOP sebanyak 2-4 siklus, dan 7.4% lainnya mendapatkan kemoterapi saja.
Pasien yang ditargetkan memperoleh R-CHOP tidak berarti mendapatkan R-CHOP pada
seluruh siklusnya. Dalam perjalanannya, pasien mungkin mendapatkan variasi terapi seperti
R-CHO, R-HP, R-CHP, atau rituksimab saja. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi pasien saat
evaluasi pasca-kemoterapi dan juga ketersediaan obat R-CHOP di bagian farmasi.
3.2 Efektivitas klinis penggunaan rituksimab pada pasien LNH DLBCL CD20+
Ada tiga studi6,7,8yang memenuhi kriteria eligibilitas yaitu studi dengan desain uji klinis
terandomisasi yang membandingkan RCHOP dengan CHOP pada pasien LNH DLBCL
dengan CD20+. Luaran yang dicari, berupa event-free survival, progression-free survival dan
overall survival dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Probabilitas kesintasan
Luaran R-CHOP
%survival (IK 95%)
CHOP
%survival (IK 95%)
Relative risk
(IK 95%) Nilai p
Event free survival
2 tahun
5 tahun
10 tahun
57 (50 - 64)
47 (39,9 - 54,1)
Tidak dilaporkan
38 (32 - 45)
29 (23,1 - 35,8)
Tidak dilaporkan
0,55 (0,41 – 0,75)
Tidak dilaporkan
Tidak dilaporkan
< 0,001
Tidak dilaporkan
Tidak dilaporkan
Progression free survival
2 tahun
5 tahun
10 tahun
Tidak dilaporkan
54 (46,8 – 61,6)
36,5 (29,7 – 43,5)
Tidak dilaporkan
30 (24,4 – 37,3)
20,1 (14,6 – 26,2)
Tidak dilaporkan
Tidak dilaporkan
Tidak dilaporkan
Tidak dilaporkan
Tidak dilaporkan
Tidak dilaporkan
Overall survival
2 tahun
5 tahun
10 tahun
70 (63 - 77)
58 (50,8 - 64,5)
43.5 (36,4 – 50,4)
57 (50 - 64)
45 (39,1 - 53,3)
27,6 (21,4 – 34,3)
0,53 (0,37 – 0,77)
Tidak dilaporkan
Tidak dilaporkan
0,007
Tidak dilaporkan
Tidak dilaporkan
6 Coiffier, Bertrand, et al. "CHOP chemotherapy plus rituksimab compared with CHOP alone in elderly patients with diffuse
large-B-cell lymphoma." New England Journal of Medicine 346.4 (2002): 235-242. 7 Feugier, P., et al. "Long-term results of the R-CHOP study in the treatment of elderly patients with diffuse large B-cell
lymphoma: a study by the Groupe d’Etude des Lymphomes de l’Adulte." J Clin Oncol 23.18 (2005): 4117-4126 8 Coiffier, Bertrand, et al. "Long-term outcome of patients in the LNH-98.5 trial, the first randomized study comparing
rituksimab-CHOP to standard CHOP chemotherapy in DLBCL patients: a study by the Groupe d'Etudes des Lymphomes de
l'Adulte." Blood 116.12 (2010): 2040-2045.
iv
3.3 Efektivitas biaya penggunaan rituksimab pada pasien LNH DLBCL CD20+
ICER merupakan rasio dari selisih biaya dan selisih efektivitas. Dalam hal ini,
rituksimab+CHOP yang menjadi intervensi utama dibandingkan dengan CHOP sebagai
komparator. Hasil perhitungan ICER dalam studi ini adalah:
Tabel 2. Analisis efektivitas biaya
Rituksimab+CHOP CHOP ICER/LY ICER/QALY
Total biaya Rp 1.494.328.270 Rp 1.340.477.526 Rp 65.878.648 Rp 130.792.988
Tahun hidup
/Life Years (LY)
6,39 4,06
QALYs 4,18 3,00
Dalam perspektif sosietal, biaya yang dibutuhkan untuk tambahan satu tahun hidup
berkualitas adalah Rp 130.792.988. Dalam hal tahun hidup (LY), penambahan rituksimab
memiliki 6,39 tahun sedangkan 4,06 tahun untuk CHOP. Pada saat kualitas hidup pasien
dimasukkan ke dalam analisis, maka QALY untuk rituksimab+CHOP adalah 4,18 tahun dan
CHOP saja 3,00 tahun, dengan selisih lebih dari satu tahun hidup berkualitas. Jika
menggunakan ambang / threshold sebesar 3 kali produk domestik bruto /gross domestic product
(GDP) per kapita (atau setara dengan Rp 165.474.910; dengan nilai 1 GDP=US$
3.932,211; US$1 = Rp 14.027,30), maka dapat disimpulkan bahwa penambahan rituksimab
+ CHOP untuk pasien DLBCL potensial cost effective atau merepresentasikan value for money,
karena ICER berada di bawah threshold.
Dalam analisis sensitivitas, parameter yang potensial berpengaruh terhadap ICER adalah
transisi probabilitas, data utilitas. Setelah dilakukan analisis, maka probabilitas untuk
intervensi pemberian rituksimab menjadi cost-effective diindikasikan sebesar 50%. Apabila
nilai threshold ditingkatkan, maka probabilitas cost-effective makin tinggi.
3. 4. Analisis dampak biaya
Estimasi dampak biaya rituksimab dilakukan dengan menggunakan perspektif payer (BPJS
Kesehatan) dengan periode analisis selama lima tahun. Discounting, baik untuk biaya maupun
luaran, tidak diperhitungkan guna mendapatkan nilai riil dari pembiayaan program.
Skenario analisis dampak pembiayaan atau budget impact analysis (BIA) ini dilakukan dengan
menggunakan asumsi beberapa tingkat harga.
v
Gambar di atas menunjukkan bahwa dampak pembiayaan terapi rituksimab dengan
maksimal 8 siklus pada pasien LNH DLBCL CD20+ secara berturut-turut adalah sebesar 526
miliar rupiah untuk skenario harga saat ini; 521,74 miliar rupiah untuk penurunan harga
rituksimab 10%; 515,35 miliar rupiah untuk penurunan harga 25% ; 504,71 miliar rupiah untuk
penurunan harga 50%; dan 494,06 miliar rupiah untuk penurunan harga 75%. Sementara
dampak anggaran selama lima tahun untuk CHOP saja dengan harga saat ini sebesar 483,32
miliar rupiah.
5. Kesimpulan
Hasil penilaian dalam studi ini menunjukkan bahwa penggunaan terapi rituksimab+CHOP
pada pasien LNH sub-tipe DLBCL CD20+ potensial cost-effective atau merepresentasikan value
for money. Walaupun demikian, dampak pembiayaan terapi ini selama lima tahun ke depan
mencapai hampir satu triliun rupiah. Hal ini mengindikasikan kebutuhan dalam hal efisiensi
prosedur pelayanan yang dipengaruhi tingginya biaya perawatan (non-obat) yang cukup
signifikan pengaruhnya terhadap dampak pembiayaan kesehatan.
160.08 156.86 152.02 143.96 135.90 127.76
90.91 90.65 90.26 89.61 88.97 88.31
88.17 87.92 87.53 86.88 86.24 85.58
90.08 89.82 89.43 88.78 88.14 87.49
96.76 96.50 96.11 95.47 94.82 94.17
526.00 521.74 515.35 504.71 494.06 483.32
0.00
100.00
200.00
300.00
400.00
500.00
600.00
Drug A S1 Drug A S2 Drug A S3 Drug A S4 Drug A S5 Drug B
Dal
am M
ilyar
Skenario
Grafik Analisis Dampak Biaya
Year 1 Year 2 Year 3 Year 4 Year 5 Total
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul: Evaluasi Ekonomi Kombinasi
rituksimab dan Kemoterapi Dibandingkan dengan Kemoterapi pada Pasien Limfoma
Malignun Non-Hodgkins (LNH) tipe Diffuse Large B Cell.” ini untuk memenuhi tugas
sebagai agen Komite Penilaian Teknologi Kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Agen Universitas Indonesia (UI) merupakan agen independen yang dipilih
oleh Komite Penilaian Teknologi Kesehatan untuk melaksanakan penelitian penilaian
teknologi kesehatan yang dibutuhkan oleh negara.
Terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Komite Penilaian Teknologi Kesehatan
atas dukungan dan supervisi kepada agen UI selama proses penelitian berlangsung.
Terima kasih pula kami ucapkan kepada BPJS Kesehatan atas dukungan pendanaan
dan keterbukaan data pada penelitian ini.
Penghargaan dan terima kasih penulis berikan kepada manajemen dan tenaga
kesehatan di RSUPN Cipto Mangunkusumo, RS Kanker Dharmais, RS Hasan Sadikin,
RS Saiful Anwar, dan RSUP Sanglah atas kerjasama dan bantuannya selama proses
pengumpulan data. Serta ucapan terima kasih kepada dokter spesialis hematologi
onkologi yang berkontribusi pada penelitian ini:
1. dr.Hilman T. SpPD KHOM
2. dr.Sri Agustini SpPD KHOM
3. dr. Noorwati Soetandyo SpPD KHOM
4. dr. Sjafrizal Syafei SpPD KHOM
5. dr. Resti Mulya Sari SpPD KHOM
6. dr. Nugroho Prayogo, Sp.PD KHOM
7. dr.Ronald Alexander H SpPD KHOM
8. Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, Sp. PD KHOM, M. Epid
9. dr. Anna Mira Lubis, Sp. PD-KHOM
Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan akhir penelitian ini
masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu, penulis memohon saran dan kritik yang
sifatnya membangun demi kesempurnaannya penelitian ini.
Depok, 10 Juli 2019
Penulis
vii
DAFTAR ISI
RINGKASAN EKSEKUTIF ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................... xi
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................................... xii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar belakang ......................................................................................................... 1
1.2. Pertanyaan kebijakan ............................................................................................. 2
1.3. Pertanyaan penelitian ............................................................................................ 2
1.4. Tujuan ...................................................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 3
2.1. Karakteristik LNH .................................................................................................. 3
2.1.1. Definisi LNH ................................................................................................. 3
2.1.2. Epidemiologi limfoma ................................................................................. 3
2.1.3. Stadium LNH ............................................................................................... 3
2.2. Standar tata laksana LNH di Indonesia .............................................................. 5
2.3. Indikasi penggunaan rituksimab ......................................................................... 6
BAB 3. METODE .................................................................................................................. 8
3.1. Kriteria eligibilitas .................................................................................................. 8
3.1.1. Populasi ......................................................................................................... 8
3.1.2. Intervensi ....................................................................................................... 8
3.1.3. Pembanding .................................................................................................. 8
3.1.4. Luaran ............................................................................................................ 8
3.2. Metode efektivitas klinis ....................................................................................... 9
viii
3.2.1. Strategi pencarian bukti .............................................................................. 9
3.2.2. Telaah kritis................................................................................................. 10
3.2.3. Data ekstraksi ............................................................................................. 11
3.2.4. Data sintesis ................................................................................................ 11
3.3. Metode evaluasi ekonomi ................................................................................... 11
3.3.1. Desain dan model ...................................................................................... 11
3.3.2. Parameter model ........................................................................................ 13
3.3.3. Transisi probabilitas dari efektivitas klinis ............................................ 13
3.3.4. Perspektif, time horizon, dan diskonto ..................................................... 14
3.3.5. Variabel biaya ............................................................................................. 15
3.3.6. Variabel efektivitas klinis dan utilitas ..................................................... 16
3.3.7. Analisis model ............................................................................................ 17
3.3.8. Analisis ketidakpastian (uncertainty analysis) ........................................ 17
3.3.9. Analisis dampak biaya (budget impact analysis) ..................................... 17
3.4. Kerangka sampel .................................................................................................. 18
3.4.1. Sampel data retrospektif ........................................................................... 18
3.4.2. Sampel data prospektif ............................................................................. 19
BAB 4. PENGORGANISASIAN PENELITIAN ............................................................ 20
4.1. Jadwal kegiatan ..................................................................................................... 20
4.2. Lokasi penelitian ................................................................................................... 20
4.3. Alur pengumpulan data ...................................................................................... 21
4.4. Tim peneliti ........................................................................................................... 22
4.5. Tahap Persiapan Studi ......................................................................................... 22
4.5.1. Penyusunan Proposal Final ...................................................................... 22
4.5.2. Pengembangan alat ukur (instrumen penelitian) ................................. 23
4.5.3. Uji coba dan perbaikan alat ukur ............................................................ 23
4.5.4. Proses perijinan .......................................................................................... 24
4.5.5. Rekrutmen enumerator ............................................................................. 24
4.6. Tahap pelaksanaan studi ..................................................................................... 24
4.6.1. Proses koordinasi dengan Unit Kerja/SMF Hematologi ...................... 24
4.6.2. Proses identifikasi pasien .......................................................................... 26
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 29
ix
5.1. Response rate pengumpulan data ........................................................................ 29
5.1.1. Data review rekam medis .......................................................................... 29
5.1.2. Data biaya langsung dan tidak langsung ............................................... 32
5.1.3. Data utilitas ................................................................................................. 34
5.2. Pola Pemanfaatan rituksimab berdasarkan indikasi penyakit ...................... 35
5.3. Pola pengobatan pasien LNH DLBCL .............................................................. 36
5.4. Efektivitas klinis penggunaan rituksimab pada pasien dengan LNH DLBCL
CD20+ ..................................................................................................................... 38
5.4.1. Identifikasi studi ........................................................................................ 38
5.4.2. Penilaian risiko bias ................................................................................... 41
5.4.3. Sintesis data ................................................................................................ 43
5.5. Efektivitas biaya penggunaan rituksimab pada pasien dengan LNH DLBCL
CD20+ ..................................................................................................................... 47
5.5.1. Rerata biaya langsung medis ................................................................... 47
5.5.2. Rerata biaya langsung non-medis ........................................................... 50
5.5.3. Rerata biaya tidak langsung ..................................................................... 50
5.5.4. Utility ........................................................................................................... 51
5.5.5. Rekapitulasi parameter pemodelan efektivitas biaya .......................... 52
5.5.6. Analisis efektivitas biaya .......................................................................... 55
5.5.7. Analisis ketidakpastian ............................................................................. 57
5.6. Analisis dampak biaya ........................................................................................ 59
5.6.1. Skenario analisis dampak biaya pada pasien LNH DLBCL ................ 59
BAB 6. KESIMPULAN ...................................................................................................... 61
BAB 7. LAMPIRAN ........................................................................................................... 62
7.1. Instrumen identifikasi pasien dan biaya langsung medis .............................. 62
7.2. Instrumen biaya langsung non medis dan biaya tidak langsung ................. 62
7.3. Instrumen EQ5D-5L ............................................................................................. 62
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 63
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Klasifikasi stadium LNH berdasarkan staging Ann-Arborr ............................. 4
Tabel 2. Rancangan kata kunci ............................................................................................ 10
Tabel 3. Kriteria penentuan health states .......................................................................... 13
Tabel 4. Transisi probabilitas ............................................................................................... 14
Tabel 5. Sampel data retrospektif ....................................................................................... 19
Tabel 6. Jadwal kegiatan ...................................................................................................... 20
Tabel 7. Rerata Usia Pasien LNH DLBCL pada Studi ..................................................... 31
Tabel 8. Distribusi Responden Komponen Biaya Berdasarkan Fase Perawatan ......... 34
Tabel 9. Distribusi data utilitas (kualitas hidup) .............................................................. 35
Tabel 10. Pola pemanfaatan rituksimab pada 10 Rumah Sakit Tahun 2016-2018 ....... 36
Tabel 11. Karakteristik studi SR/MA yang diinklusi ....................................................... 40
Tabel 12. Penilaian risiko bias studi SR/MA menggunakan AMSTAR ........................ 41
Tabel 13 Karakteristik studi RCT yang diinklusi ............................................................. 44
Tabel 14 Probabilitas kesintasan ......................................................................................... 45
Tabel 15 Median kesintasan ................................................................................................ 45
Tabel 16 Respons tumor ....................................................................................................... 46
Tabel 17. Toksisitas ............................................................................................................... 47
Tabel 18. Rerata biaya langsung medis pasien dengan LNH DLBCL CD20+.............. 48
Tabel 19. Data biaya langsung medis ................................................................................. 49
Tabel 20. Data biaya langsung non-medis ........................................................................ 50
Tabel 21. Data biaya tidak langsung .................................................................................. 51
Tabel 22. Rekapitulasi parameter ....................................................................................... 52
Tabel 23. Analisis efektivitas biaya ..................................................................................... 55
tabel 24. Estimasi prevalens dan insiden kasus LNH DLBCL lima tahun kedepan ... 59
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Transisi probabilitas model .............................................................................. 12
Gambar 2. Alur pengumpulan data ................................................................................... 21
Gambar 3. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin .................................... 30
Gambar 4. Karakteristik responden berdasarkan status rujukan .................................. 31
Gambar 5. Latar belakang pendidikan pasien pada studi di 4 rumah sakit sampel .. 31
Gambar 6. Pekerjaan pasien pada studi di 4 rumah sakit sampel ................................. 32
Gambar 7. Karakteristik pasien berdasarkan stadium .................................................... 32
Gambar 8. Alur pengumpulan data ................................................................................... 33
Gambar 9. Rekapitulasi klaim pemanfaatan rituksimab tahun 2018 ............................ 35
Gambar 10. Pola pemanfaatan rituksimab pada pasien studi ........................................ 37
Gambar 11. Alur penelusuran studi ................................................................................... 39
Gambar 12. Tornado diagram ............................................................................................. 57
Gambar 13. Incremental cost effectiveness analysis ........................................................ 58
Gambar 14. Cost effectiveness acceptiability curve ......................................................... 59
Gambar 16. Grafik analisis dampak biaya pada obat rituksimab (drug a) dan CHOP
(drug b) ................................................................................................................................... 60
xii
DAFTAR SINGKATAN
AMSTAR Assessing the Methodological Quality of Systematic Reviews
BIA budget impact analysis
CDSR Cochrane Database of Systematic Review
CEA cost effectiveness analysis
CENTRAL The Cochrane Central Register of Controlled Trials
CHOP cyclophosphamide, doxorubicin, vincristine, and prednisone
CPI consumer price index
CRF case report form
CUA cost utility analysis
DLBCL diffuse large B-cell
DPJP dokter penanggung jawab pasien
EQ5D Euroqol Five Dimensions Questionnaire
HRQoL health-related quality of life
HTA health technology assessment
IARC The International Agency for Research on Cancer
ICER incremental cost effectiveness ratio
ICTRP International Clinical Trial Registry Platform portal
IK interval kepercayaan
ISPOR International Society for Pharmacoeconomics and Outcomes Research
JKN Jaminan Kesehatan Nasional
KGB kelenjar getah bening
LNH limfoma malignum non-Hodgkins
NCCN National Comprehensive Cancer Network
NMA network meta-analysis
OS overall survival
PFS progression free survival
PTK Penilaian Teknologi Kesehatan
QALYs quality-adjusted life years
RIKESDAS Riset Kesehatan Dasar
SIRS Sistem Informasi Rumah Sakit
SR/MA systematic review/meta-analysis
WHO World Health Organization
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Limfoma adalah sekumpulan keganasan primer pada kelenjar getah bening dan
jaringan limfoid. Berdasarkan tipe histologinya, limfoma dapat dibagi menjadi dua
kelompok besar, salah satu di antaranya yaitu limfoma non-Hodgkin (LNH). Saat ini
terdapat kurang lebih 36 entitas penyakit yang dikategorikan sebagai LNH menurut
klasifikasi WHO. LNH merupakan keadaan klinis yang kompleks dan bervariasi
dalam hal patofisiologi maupun perjalanan penyakit.1
Menurut data GLOBOCAN (IARC) tahun 2012, age-standardized incidence rates (ASIR)
per 100.000 untuk LNH tertinggi ditemukan pada tiga regional yakni Amerika Utara
18,28 (IK 95%: 12,53-23,99), Australasia 12,96 (95% IK 8,25-17,01), dan Eropa Barat 11,7
(IK 95%: 7,82-13,81).2 Sementara di Indonesia, prevalens limfoma sebesar 6 per
100.000 penduduk atau sekitar 14.905 orang, dengan angka ketahanan hidup 5 tahun
(5-year survival rate) pasien LNH sekitar 70%, namun hal ini bergantung pada subtipe
dan stadium LNH.3 Selain itu, LNH bersama dengan limfoma Hodgkin dan leukemia
telah menduduki urutan peringkat keganasan ke-6 di Indonesia.
Pilihan terapi LNH bergantung pada beberapa hal, antara lain: tipe limfoma (jenis
histologi), stadium, sifat tumor (indolen/progresif), usia, dan keadaan umum pasien.
Radioterapi dan/atau kemoterapi merupakan terapi standar yang diberikan pada
pasien LNH. Merujuk pada Panduan Nasional Penanganan Kanker LNH, salah satu
targeted therapy yang dapat diberikan kepada pasien adalah rituksimab.
Rituksimab merupakan suatu antibodi monoklonal yang menjadi terapi tambahan
yang dapat diberikan secara kombinasi dengan berbagai kemoterapi. Merujuk pada
anjuran Formularium Nasional (Fornas), rituksimab diindikasikan untuk semua jenis
LNH dengan hasil pemeriksaan CD20 positif.4 Sejak implementasi Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) pada tahun 2014, rituksimab pada pasien LNH ditanggung
pembiayaannya oleh pemerintah. Biaya rituksimab per vial (10 ml) mencapai sekitar
3 juta rupiah.5 Obat ini diberikan setiap 3 minggu dengan dosis 375 mg/m2. Hingga
tahun 2017, total klaim untuk rituksimab di Indonesia mencapai sekitar 131 miliar
rupiah (diluar biaya hospitalisasi) sehingga menjadi salah satu dari 20 klaim obat
termahal dalam skema JKN.
Rekapitulasi klaim JKN 2018 menunjukkan bahwa sekitar 82% terapi rituksimab
digunakan untuk pasien dengan diagnosis primer/sekunder/tersier LNH dengan total
klaim sekitar 46 miliar rupiah. Temuan ini melatarbelakangi perlunya evaluasi
2
ekonomi untuk menguji apakah penggunaan rituksimab untuk pasien LNH
merupakan alternatif yang cost-effective dalam paket manfaat JKN.
Dalam rangka mendukung kendali mutu dan kendali biaya program JKN Komite
Penilaian Teknologi Kesehatan (KPTK) melakukan kajian dengan judul “Evaluasi
Ekonomi Kombinasi Rituksimab dan Kemoterapi Dibandingkan dengan Kemoterapi
pada Pasien Limfoma Malignun Non-Hodgkins (LNH).” Hasil dari kajian ini
diharapkan mampu memberikan masukan dalam penyusunan rekomendasi kepada
Menteri Kesehatan, apakah rituksimab merupakan pilihan yang efisien (value for
money) bagi pasien dengan LNH.
1.2. Pertanyaan kebijakan
Luaran dalam studi ini adalah penilaian apakah tambahan rituksimab merupakan
terapi yang cost-effective untuk kanker LNH dengan hasil pemeriksaan CD20 positif.
Dalam konteks kebijakan, studi ini ditujukan untuk mampu merekomendasikan
alternatif apa yang paling sesuai terhadap tata laksana pasien LNH dalam mekanisme
paket manfaat dalam JKN.
1.3. Pertanyaan penelitian
1) Bagaimana gambaran penggunaan rituksimab secara umum di Indonesia, baik
yang sesuai maupun tidak sesuai restriksi Fornas?
2) Bagaimana keamanan dan efektivitas klinis pemberian rituksimab sebagai
terapi kombinasi dengan kemoterapi pada pasien LNH?
3) Bagaimana efektivitas biaya pemberian rituksimab sebagai terapi kombinasi
dengan kemoterapi pada pasien LNH?
4) Bagaimana dampak anggaran pemberian rituksimab sebagai terapi kombinasi
dengan kemoterapi pada pasien LNH?
1.4. Tujuan
1) Mengetahui gambaran penggunaan rituksimab secara umum di Indonesia, dan
bagaimana variasi terapi untuk pasien LNH.
2) Menilai keamanan dan efektivitas klinis pemberian rituksimab sebagai terapi
utama pada pasien LNH.
3) Menilai efektivitas biaya pemberian rituksimab pada pasien LNH.
4) Menilai dampak anggaran biaya rituksimab pada LNH dalam skema JKN.
3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik LNH
2.1.1. Definisi LNH
Limfoma merupakan suatu keganasan yang berasal dari kelenjar getah bening dan
jaringan limfoid. Limfoma terjadi akibat adanya abnormalitas sel-sel limfosit B atau T
sehingga sel-sel ini berkembang lebih cepat atau lebih banyak dari biasanya.
Berdasarkan tipe selnya, limfoma secara umum dibagi menjadi limfoma Hodgkin dan
non-Hodgkin (LNH). Apabila pada pemeriksaan histopatologis ditemukan sel Reed-
Stemberg, maka limfoma tersebut digolongkan menjadi limfoma Hodgkin.
Sebaliknya, apabila sel Reed-Stemberg tidak ditemukan, maka dikatakan limfoma
non-Hodgkin.
2.1.2. Epidemiologi limfoma
Sekitar 3,37% keganasan di dunia merupakan limfoma.1 Jumlah kasus LNH lebih
tinggi dibandingkan dengan limfoma Hodgkin (386.000 vs 66.000 kasus pada tahun
2012). Persentase kasus LNH terbanyak berada di wilayah Amerika Utara, Australia,
dan Eropa2. Data GLOBOCAN 2012 mencatat limfoma dalam sepuluh kanker
terbanyak di dunia3. Sementara di Indonesia, data riset kesehatan dasar (RISKESDAS)
2013 menemukan prevalens limfoma sebesar 0,06 per 1.000 orang, dengan Jawa Barat
sebagai jumlah pasien tertinggi.4
2.1.3. Stadium LNH
Gejala yang dialami pasien limfoma mirip dengan penyakit keganasan lainnya,
seperti turunnya berat badan, turunnya nafsu makan, cepat lelah, demam tanpa sebab
yang jelas. Gejala yang khas adalah munculnya benjolan di area kelenjar getah bening,
seperti di dekat leher, ketiak, atau pangkal paha. Penegakkan diagnosis LNH
didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium, dan
histopatologi.
Stadium penyakit ditentukan sebelum memulai pengobatan. Adapun sistem
klasifikasi stadium yang digunakan menggunakan staging Ann-Arborr seperti dalam
Tabel 1.5
4
Tabel 1. Klasifikasi stadium LNH berdasarkan staging Ann-Arborr
Stadium Keterangan
I Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) hanya pada 1 regio
II Pembesaran KGB pada 2 regio atau lebih, tetapi masih dalam 1 sisi
diafragma:
II 2 : Pembesaran 2 regio KGB pada 1 sisi diafragma
II 3 : Pembesaran 3 regio KGB pada 1 sisi diafragma
II E : Pembesaran 1 regio atau lebih KGB dalam 1 sisi diafragma dan 1
organ ekstra limfatik tidak difus / batas tegas
III Pembesaran KGB di 2 sisi diafragma
IV Jika mengenai 1 organ ekstralimfatik atau lebih tetapi secara difus
LNH juga dapat diklasifikasikan menurut tipe histologik selnya, antara lain:
I. Keganasan prekursor sel-B:
Precursor B-Acute Lymphoblastic Leukemia/lymphoblastic lymphoma
II. Keganasan sel-B perifer
a) B-cell chronic lymphocytic leukemia/small lymphocytic lymphoma
b) Lymphoplasmacytic lymphoma
c) Mantle cell lymphoma
d) Follicular lymphoma
e) Extranodal marginal zone B-cell lymphoma or MALT type
f) Nodal marginal zone B-cell lymphoma
g) Splenic marginal zone lymphoma
h) Plasmacytoma/ plasma cell myeloma
i) Diffuse large B-cell lymphoma, NOS
j) Diffuse large B cell lymphoma variants
k) Burkitt’s lymphoma
l) B cell lymphoma inclassifiable with features intermediate between DLBCL and
Burkitt lymphoma
m) B cell lymphoma inclassifiable with features intermediate between DLBCL and
classical Hodgkin lymphoma
5
2.2. Standar tata laksana LNH di Indonesia
Terapi LNH bervariasi tergantung pada beberapa hal berikut:
Sifat tumor
Tipe limfoma (sel B, sel T, atau sel natural killer (NK))
Derajat histologi (rendah, sedang, atau tinggi)
Gejala klinis
Keadaan umum pasien
Usia pasien
Komorbiditas
Berdasarkan sifat tumor, kanker LNH dibedakan menjadi:
1) LNH indolen
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
- SLL (small lymphocytic lymphoma)/CLL (chronic lymphocytic lymphoma)
- MZL (marginal zone lymphoma), nodal, ekstranodal dan splenic
- Lymphoplasmacytic lymphoma
- Follicular lymphoma gr 1-2
- Mycosis Fungoides
- Primary cutaneous anaplastic large cell lymphoma
1.a) LNH indolen stadium I-IIIa
Sebanyak 70% limfoma berada dalam kelompok ini, yaitu limfoma
folikular (stadium I-IIIa). Pada tahap indolen I dan II, terapi standar
yang diberikan adalah radioterapi. Angka ketahanan hidup pasien pada
stadium ini dengan radioterapi adalah 60-80% dalam 10 tahun.
1.b) LNH indolen stadium II, III, IV
Pada stadium ini, terapi antibodi monoklonal dapat ditambahkan dalam
regimen kemoterapi standar. Rituksimab, antibodi monoklonal yang
menargetkan antigen CD20, dapat dikombinasikan dengan regimen
kemoterapi. Median waktu hingga penyakitnya progresif berkisar 4-6
tahun dan ketahanan hidup 6-10 tahun. Regimen kemoterapi yang biasa
dikombinasikan adalah CHOP (cyclophosphamide, hydroxydaunomycin,
vincristine, dan prednisone), CVP (cyclophosphamide, vincristine dan
prednisone), dan fludarabine tunggal atau dengan kombinasi.
6
2) LNH agresif
Limfoma diffuse large B-cell merupakan tipe yang paling umum di kelompok
ini. Yang termasuk dalam kelompok ini, antara lain:
- MCL (Mantle cell lymphoma, pleomorphic variant)
- Diffuse large B cell lymphoma, Follicular lymphoma gr III, B cell lymphoma
unclassifiable with features between diffuse large B cell and Burkitt,
- T cell lymphomas
2.a) LNH indolen stadium I-IIIa
Sebanyak 70% limfoma berada dalam kelompok ini, yaitu limfoma
folikular (stadium I-IIIa). Pada tahap indolen I dan II, terapi standar
yang diberikan adalah radioterapi. Angka ketahanan hidup pasien pada
stadium ini dengan radioterapi adalah 60-80% dalam 10 tahun.
2.b) LNH indolen stadium II, III, IV
Pada stadium ini, terapi antibodi monoklonal dapat ditambahkan dalam
regimen kemoterapi standar. rituksimab, antibodi monoklonal yang
menargetkan antigen CD20, dapat dikombinasikan dengan regimen
kemoterapi. Median waktu hingga penyakitnya progresif berkisar 4-6
tahun dan ketahanan hidup 6-10 tahun. Regimen kemoterapi yang biasa
dikombinasikan adalah CHOP (cyclophosphamide, hydroxydaunomycin,
vincristine, dan prednisone), CVP (cyclophosphamide, vincristine dan
prednisone), dan fludarabine tunggal atau dengan kombinasi.
3) LNH “LEUKEMIA -LIKE”:
Sebagai contoh: lymphoblastic, Burkitt, “double hit” lymphoma. Pilihan terapinya
adalah kemoterapi dosis tinggi dan radioterapi diikuti dengan transplantasi
sumsum tulang. Selain kemoterapi dan radioterapi, nutrisi serta rehabilitasi
medik juga penting diberikan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
kanker.
2.3. Indikasi penggunaan rituksimab
Badan Pemeriksa Obat milik Amerika (FDA) memberikan izin penggunaan
rituksimab untuk indikasi LNH, chronic lymphocytic leukemia (CLL), rheumatoid
arthritis, dan Wegener’s granulomatosis. Namun di Indonesia, Fornas hanya mencatat
penggunaan rituksimab untuk indikasi semua jenis LNH dengan hasil pemeriksaan
CD 20 positif.
7
Rituksimab diberikan secara intravena dengan dosis untuk penyakit LNH, yaitu 375
mg/m2. Sediaan obat yang terdapat di pasaran adalah 100 mg/mL atau 500 mg/mL.
Efek samping yang umum terjadi (25%) adalah reaksi akibat infus, demam,
limfopenia, menggigil, infeksi dan kelemahan tubuh.
Dosis yang diberikan sesuai jenis penyakitnya:
Relapsed or refractory low-grade or follicular, CD20-positive, B-cell NHL: sekali tiap
minggu x4-8 dosis
Pengobatan ulang terhadap relapsed or refractory, low-grade or follicular, CD20-
positive, B-cell NHL: sekali tiap minggu x4 dosis
Sebelumnya tidak diobati, follicular, CD20-positive, B-cell NHL: diberikan pada
hari ke-1 di setiap siklus kemoterapi sampai 8 dosis dengan respon komplit
atau parsial, mulai dengan maintenance 8 minggu diikuti dengan kombinasi
kemoterapi sebagai agen tunggal untuk 12 dosis.
LH yang tidak berprogres, low-grade, CD20-positive, B-cell NHL, setelah
kemoterapi lini pertama CVP: Setelah 6-8 siklus kemoterapi CVP, berikan
sekali per minggu untuk 4 dosis dengan interval 6 bulan dan maksimum
pemberian 16 dosis.
Diffuse large B-cell NHL: Diberikan pada hari ke-1 di tiap siklus kemoterapi
hingga 8 infus
8
BAB 3. METODE
Metode untuk menjawab pertanyaan kebijakan terdiri atas dua bagian. Pertama,
meringkas bukti klinis melalui systematic review dan meta-analisis. Kedua, untuk
evaluasi ekonomi dibangun sebuah analisis model keputusan untuk menilai
efektivitas biaya kombinasi rituksimab dan kemoterapi dibandingkan dengan hanya
kemoterapi untuk pasien LNH. Selanjutnya, untuk mengetahui perkiraan dampak
anggaran dari masing-masing alternatif terapi maka akan dilakukan analisis dampak
anggaran (budget impact analysis) dengan perspektif pembayar (BPJS Kesehatan).
3.1. Kriteria eligibilitas
3.1.1. Populasi
Populasi dalam studi ini adalah pasien LNH DLBCL dengan nilai CD20+, berusia di
atas 18 tahun (dewasa), tidak dibatasi oleh organ yang mengalami metastasis,
karakteristik, jenis kelamin, dan ras. Penegakan diagnosis LNH DLBCL ditentukan
berdasarkan kriteria dari National Comprehensive Cancer Network (NCCN). Pasien yang
diikutsertakan dibatasi pada pasien de novo, yaitu pasien yang baru terdiagnosis LNH
DLBCL, belum mendapatkan kemoterapi, radiasi, ataupun pembedahan sebelumnya.
3.1.2. Intervensi
Intervensi dalam studi ini adalah targeted therapy golongan antibodi monoklonal yaitu
rituksimab (Mabhtera®) sebagai terapi kombinasi dengan agen kemoterapi standar.
Rituksimab yang diberikan adalah kemasan vial yang diberikan secara intravena,
tidak dibatasi dosis dan frekuensi pemberian. Merujuk pada pedoman tata laksana
LNH khususnya pada tipe DLBCL, rituksimab direkomendasikan digunakan
bersama dengan kemoterapi CHOP (siklofosfamid, doksorubisin, vinkristin, dan
prednison).1
3.1.3. Pembanding
Pembanding dalam studi ini adalah agen kemoterapi standar yaitu CHOP sebagai
terapi tunggal yang diberikan sesuai pedoman NCCN dan tidak dibatasi oleh dosis
dan frekuensi pemberian.
3.1.4. Luaran
Parameter keamanan terapi diekspresikan melalui beberapa kemungkinan efek
samping yang terjadi sebagai dampak terapi. Sementara parameter efektivitas klinis
yang dinilai antara lain overall survival dan progression free survival. Selain itu,
9
parameter penting lain yang akan diukur yaitu health-related quality of life (HRQoL)
yang diukur dengan instrumen EQ-5D-5L, menggunakan value set Indonesia.
Definisi yang digunakan:
Overall survival (OS): waktu yang dihitung sejak tanggal diagnosis awal LNH
sampai dengan tanggal kematian karena sebab apapun.
Progression free survival (PFS): waktu yang dihitung sejak pengobatan dimulai
sampai dengan terjadi progresi penyakit atau kematian.
Tumor response rate: menurut kritria Response Evaluation Criteria in Lymphoma
(RECIL), dideskripsikan sebagai complete response, partial response, stable disease,
dan progressive disease.6
Adverse effect: menurut definisi dari the Common Toxicity Criteria of the National
Cancer Institute, United States.
Health-related quality of life (HRQoL): Penilaian dampak kondisi kesehatan dan
perawatan pada semua aspek penting kehidupan pasien.
3.2. Metode efektivitas klinis
Bukti efektivitas klinis dilakukan dengan menelaah systematic review/meta-analisis
(SR/MA) yang telah dipublikasi, dilengkapi dengan pencarian literatur dengan desain
uji klinis terandomisasi yang terkini.
3.2.1. Strategi pencarian bukti
Penelusuran literatur dilakukan secara elektronik dari sumber data elektronik:
Cochrane Database of Systematic Review (CDSR), PubMed/MEDLINE, CRD York, dan The
Cochrane Central Register of Controlled Trials (CENTRAL). Filter pencarian literatur
berdasarkan desain studi digunakan pada database yang sesuai. Pencarian literatur
tidak dibatasi tahun dan bahasa.
Identifikasi uji klinis yang relevan yang sedang atau sudah selesai dilaksanakan
dilakukan pada registri uji klinis dalam negeri dan luar negeri, antara lain
ClinicalTrials.gov, dan WHO International Clinical Trial Registry Platform Portal
(ICTRP).
Strategi penelusuran literatur disusun berdasarkan pertanyaan penelitian dan kriteria
eligibilitas. Kata kunci disusun menggunakan kombinasi bibliographic database thesaury
dan text word. Rancangan kata kunci yang digunakan dalam penelusuran literatur,
dapat mengacu pada tabel berikut.
10
Tabel 2. Rancangan kata kunci
PICO Kriteria Search terms (dalam bentuk
MeSH dan text word)
Population Dewasa berusia lebih atau sama dengan 18
tahun dengan diagnosis terkonfirmasi LNH
dengan CD20 positif
Non-Hodgkin’s Lymphoma;
NHL; Lymphoma; Diffuse
Large B-Cell; aggressive
lymphoma
Intervention rituksimab (MabThera®) rituksimab; Rituxan; Mabthera;
Monoclonal Antibody
Comparator Kemoterapi
CHOP (Siklofosfamid;
Hidroksidaunorubisin; Onkovin; Prednison)
Chemotherapy; CHOP;
Cyclophosphamide;
Hydroxydaunorubicin;
Oncovin; and Prednisone
Outcome Overall survival (OS)
Progression free survival (PFS)
Tumor response rate
Adverse drug effects
HRQoL
Overall survival; progression
free survival; tumor response
rate; adverse events; quality of
life
Hasil pencarian dari seluruh sumber bukti didokumentasikan dalam Mendeley library
untuk selanjutnya diunggah ke dalam Covidence untuk tahap seleksi literatur.
Penapisan setiap literatur yang sesuai dengan pertanyaan penelitian dilakukan oleh
setidaknya dua orang reviewer. Penapisan dilakukan berdasarkan kriteria eligibilitas
dengan membaca judul dan abstrak dari literatur yang teridentifikasi dalam tahap
penelusuran bukti. Selanjutnya, dilakukan penapisan berdasarkan kriteria eligibilitas
dengan membaca teks lengkap dari literatur yang melewati tahap penapisan judul
dan abstrak. Perbedaan pendapat antara kedua reviewer akan diselesaikan dengan
cara berdiskusi. Apabila kesepakatan tidak tercapai, dilakukan konsultasi kepada
pihak ketiga yang tidak terlibat dalam proses seleksi. Semua langkah seleksi
dilakukan dalam Covidence.
3.2.2. Telaah kritis
Telaah kritis untuk menilai validitas penelitian dilakukan untuk setiap artikel dengan
desain SR/MA yang telah terseleksi, menggunakan kriteria penilaian dari AMSTAR
(Assessing the Methodological Quality of Systematic Reviews),7 dan untuk setiap artikel
dengan desain uji klinis terandomisasi yang terseleksi, menggunakan kriteria
penilaian Cochrane Risk of Bias.8 Proses telaah kritis dilakukan oleh setidaknya dua
orang reviewer.
11
3.2.3. Data ekstraksi
Data karakteristik studi, efektivitas (risiko relatif), kesintasan, dan keamanan (efek
samping dan/atau adverse event), diekstraksi menggunakan formulir terstandar.
Apabila teridentifikasi studi yang sama dalam publikasi systematic review yang
berbeda, data diekstraksi dan dilaporkan sebagai satu studi yang sama. Data
kesintasan dan risiko relatif menjadi salah satu parameter untuk model-based economic
evaluation. Proses data ekstraksi dilakukan oleh setidaknya dua orang reviewer.
3.2.4. Data sintesis
Hasil data ekstraksi efektivitas dan telaah kritis untuk setiap studi terpilih dilaporkan
dalam tabel atau secara naratif. Apabila tidak terdapat perbandingan langsung antara
kombinasi rituksimab dan kemoterapi dengan hanya kemoterapi, akan dilakukan
network meta-analysis (NMA) untuk perbandingan yang relevan.
3.3. Metode evaluasi ekonomi
3.3.1. Desain dan model
Evaluasi ekonomi kesehatan didefinisikan sebagai proses sistematis dalam analisis
perbandingan antara intervensi kesehatan dan alternatif lainnya terkait biaya dan
konsekuensi/luaran.10,11 Proses ini termasuk identifikasi, pengukuran, penilaian dan
perbandingan antara biaya dan konsekuensi, yang bertujuan untuk memberikan
informasi terkait efisiensi, penentuan prioritas kebijakan, alokasi sumber daya dan
keputusan dalam intervensi kesehatan.12,13 Dalam studi ini, analisis utilitas biaya atau
cost utility analysis (CUA) akan diaplikasikan. Teknik ini merupakan adaptasi dari
teknik analisis efektivitas biaya (cost effectiveness analysis), yang manfaat atau benefit
dari suatu intervensi kesehatan diukur dalam bentuk quality adjusted life years
(QALYs). Jenis pengukuran ini dapat membedakan benefit dari suatu intervensi
kesehatan serta improvisasi dalam efisiensi alokasi sumber daya.
Analisis model keputusan merupakan proses di dalam evaluasi ekonomi dengan
mengaplikasikan teknik matematis dengan mengumpulkan berbagai bukti dari
sumber data yang tersedia untuk mendapatkan informasi tentang biaya dan benefit
(expected cost and benefit).14,15 Beberapa elemen dalam pengembangan analisis model
keputusan akan dipaparkan dengan lebih dalam beberapa bagian di bawah ini.
Pada studi ini, Markov model dibangun dan diaplikasikan dalam analisis evaluasi
ekonomi. Markov model biasanya digunakan untuk mendemonstrasikan proses yang
stokastik, dan ini dapat bermanfaat untuk memodelkan proses perjalanan penyakit,
terutama untuk penyakit yang sifatnya kronis.16 Setiap kondisi pada penyakit yang
12
sifatnya mutually exclusive dibangun dalam model ini. Kondisi (states) merefleksikan
konsekuensi yang memungkinkan terjadi sebagai dampak dari intervensi kesehatan.
Markov model dipilih karena memungkinkan untuk memproyeksikan hasil jangka
panjang dari intervensi kesehatan, baik dari sisi biaya maupun keluarannya (benefit
secara klinis). Sementara itu decision tree atau pohon keputusan memiliki keterbatasan
dalam aplikasinya untuk penyakit yang ber-progress atau dapat mengalami
kambuh/pengulangan kondisi tertentu dari waktu ke waktu.14,17
Dalam membangun dan mengembangkan Markov model, kajian pustaka dilakukan
untuk melihat kondisi yang memungkinkan dialami oleh pasien DLBCL LNH yang
menerima terapi rituksimab plus kemoterapi (CHOP). Selanjutnya, diskusi dengan
klinisi dan ahli terkait dilakukan untuk mendapatkan gambaran intervensi, praktik,
dan perjalan penyakit yang representatif sesuai dengan konteks di Indonesia. Proses
pengembangan model evaluasi ekonomi akan mengikuti panduan yang dibangun
oleh ISPOR.18,19 Sedangkan parameter serta langkah-langkah dalam membangun dan
menganalisis model merujuk pada Pedoman Nasional Penilaian Teknologi Kesehatan
yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Struktur model
dipaparkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Transisi probabilitas model
Untuk menentukan states, sebagai gold standard adalah melihat definisi dari RECIL
(Response Evaluation Criteria in Lymphoma) yang terspesifikasi dalam rekam medis
pasien, atau pergantian regimen (kemoterapi) dari CHOP ke ICE/DHAP pada saat
progressive sebagai proksi, disertai clinical judgement di masing-masing rumah sakit
tempat studi.
Progressive
Death
Progression free
13
Tabel 3. Kriteria penentuan health states
Gold Standard (RECIL 2017) Proksi
- % change from baseline
- Complete Response: Complete
disappearance of all target lesions
and all nodes with long axis
<10mm.
- Stable Disease: <10% decrease or
≤20% increase in the sum of
longest diameters of target lesions
- Progressive Disease: >20% increase
in the sum of longest diameters of
target lesions
- FDG-PET/CT Scan
- Bone marrow involvement
- New Lession
- CR: No
- SD: No
- PD: Appearance of a new lesion
- Perubahan Regimen
Kemoterapi dari CHOP
menjadi DHAP atau ICE
- Clinical Judgement (pada
interpretasi hasil CT-
Scan dan LDH)
3.3.2. Parameter model
Ukuran/parameter yang digunakan dalam struktur model Markov kajian ini antara
lain:
1) Transisi probabilitas
2) Nilai efektivitas dari intervensi yang dikaji
3) Kualitas hidup atau health related quality of fife: EQ5D-5L
4) Biaya: biaya medis langsung, biaya medis tidak langsung; biaya tidak langsung
Sumber pengambilan data untuk parameter efektivitas klinis diperoleh dari systematic
review atau literatur penelitian lain yang relevan. Apabila parameter yang diperlukan
tidak tersedia dari penelitian yang diterbitkan pada kelompok pasien yang relevan,
maka akan digunakan data primer dari sumber yang tidak dipublikasikan di tingkat
rumah sakit, atau jika tidak ada data klinis yang tersedia, maka pengambilan data
parameter melibatkan pendapat para ahli.
3.3.3. Transisi probabilitas dari efektivitas klinis
Pada model digambarkan tiga kondisi mutually exclusive, yaitu: progression free (entry
state), disease progression dan death. Pada model ini diasumsikan pasien yang mendapat
14
intervensi rituksimab dengan CHOP berada pada fase awal progression free dan dapat
melanjutkan ke fase progressive sampai akhirnya meninggal. Dalam setiap kondisi
(states) pasien memiliki probabilitas berpindah ke kondisi lainnya atau tetap pada
kondisi tersebut pada waktu tertentu (kondisi ini digambarkan pada tanda melingkar
di sebelah kiri states). Transisi probabilitas direpresentasikan dengan matriks pada
Tabel 2.
Tabel 4. Transisi probabilitas
Progression Free Progressive Death
Progression Free tpPFtoPF tpPFtoP tpPFtoD
Progressive 0 tpPtoP tpPtoD
Death 0 0 1
Keterangan: tp: transisi probabilitas; PF: Progression Free; P: Progressive; D: Death
Perlu diperhatikan bahwa model di atas merupakan model umum dari penyakit
kanker. Struktur model ini merujuk pada beberapa studi yang dipublikasi oleh Soini
et al 2010 dan Ray et al 2010.20,21 Dalam perjalanan proses studi teknologi kesehatan,
struktur model dan definisi states dapat berubah sesuai dengan hasil diskusi dengan
pakar dan klinisi, telaah pustaka mendalam, dan melihat praktik nyata yang
dilakukan di Indonesia.
Data yang dipakai dalam matriks ini antara lain progression free survival (PFS), overall
survival (OS) dan mortality rate, serta luaran klinis lain sesuai dengan asumsi model
yang dibangun.
3.3.4. Perspektif, time horizon, dan diskonto
Dalam studi ini digunakan perspektif sosietal, artinya bahwa biaya yang dimasukkan
dalam studi ini tidak hanya mempertimbangkan biaya langsung medis, baik dari
perspektif rumah sakit maupun perspektif pembayar, melainkan juga perspektif
pasien terkait dengan biaya tidak langsung. Dengan demikian, komponen biaya akan
mencakup biaya langsung medis; biaya langsung non medis; dan biaya tidak
langsung (penghasilan/kesempatan yang hilang). Sementara, periode waktu analisis
akan cukup lama untuk mencerminkan adanya perbedaan biaya atau outcome antara
teknologi yang dibandingkan.
Penggunaan sumber daya akan ditentukan dan dinilai dari perspektif BPJS Kesehatan
dan pasien. Data unit cost akan diidentifikasi dari skema asuransi kesehatan nasional
dan database biaya referensi penagihan pasien untuk tahun terbaru. Selain itu, untuk
15
mempertimbangkan perbedaan karakteristik biaya antara daerah, tim akan
mengumpulkan data di beberapa wilayah yang berbeda.
Periode waktu (time horizon) yang digunakan dalam model ekonomi adalah ‘seumur
hidup’, ini bertujuan untuk mencerminkan adanya besaran biaya atau outcome antara
teknologi yang dibandingkan. Siklus pada model ini adalah per 3 minggu. Penentuan
siklus ini didasarkan pada waktu penilaian ulang kondisi pasien dan pemberian
kemoterapi di rumah sakit. Diskonto 3% per tahun dan koreksi siklus model akan
diaplikasikan pada proses estimasi efektivitas biaya.
3.3.5. Variabel biaya
Dengan menggunakan perspektif societal, dalam praktiknya, proses pengumpulan
data untuk bagian ini akan dipisahkan menjadi dua yaitu (1) direct medical cost ; (2)
direct non-medical cost, indirect cost, dan utility.
Proses pengumpulan data tersebut dipisahkan menjadi dua langkah sebab akan
menggunakan dua sampel pasien yang berbeda. Untuk direct medical cost akan
didapatkan dari pasien terdahulu melalui dokumen billing rumah sakit dan rekam
medis untuk detail perawatan. Sementara direct non-medical cost, indirect cost, dan
utility akan didapatkan melalui proses wawancara secara langsung kepada pasien.
Direct medical cost
Komponen biaya yang akan ditelusuri untuk biaya langsung medis antara lain
sebagai berikut:
1) Biaya hospitalisasi dan rawat jalan
2) Biaya targeted therapy
3) Biaya kemoterapi
4) Biaya manajemen efek samping
5) Biaya obat tambahan
6) Biaya perawatan tambahan
7) Biaya pemeriksaan laboratorium (termasuk pemeriksaan CD20)
8) Biaya radiologi lain
Apabila muncul biaya out of pocket yang dikeluarkan pasien untuk pelayanan di
rumah sakit (terkait dengan perawatan) seperti untuk obat atau pemeriksaan, biaya
ini akan tetap dihitung sebagai biaya langsung medis (direct medical cost). Namun
demikian, karena dalam billing maupun rekam medis informasi ini kemungkinan
tidak tercatat, maka tim akan mencoba untuk menelusuri melalui proses wawancara
yang dilakukan bersama pengumpulan data direct non-medical cost.
16
Direct non-medical cost dan indirect cost
Komponen biaya yang akan ditelusuri untuk biaya langsung non medis antara lain
sebagai berikut:
1) Biaya perjalanan
2) Biaya akomodasi (makan, penginapan, laundry, dsb) baik untuk pasien
maupun caregiver
3) Biaya untuk pelayanan informal (suplemen, obat tradisional, dsb)
Biaya tidak langsung (indirect cost) dikhususkan untuk biaya atau produktivitas yang
hilang diakibatkan sakit. Secara teknis, hal ini terkait dengan penghasilan yang hilang
,baik dari perspektif pasien maupun caregiver. Namun demikian, jika caregiver khusus
direkrut untuk merawat pasien dan dibayar rutin maka income lost tidak dihitung,
melainkan gaji caregiver yang akan digunakan sebagai proksi biaya tidak langsung.
Seluruh biaya yang terkumpul akan dikonversi dengan nilai uang pada tahun saat
model evaluasi ekonomi dibuat dengan menggunakan tabel Consumer Price Index
(CPI) dari World Bank.
3.3.6. Variabel efektivitas klinis dan utilitas
Selain biaya, parameter-parameter yang diolah di dalam model adalah survival,
transisi probabilitas, efektivitas dan utilitas. Parameter survival didapatkan dari
systematic review atau data pasien di rumah sakit, yang akan diolah lebih lanjut
menggunakan analisis kesintasan yang relevan. Transisi probabilitas dan efektivitas
dari intervensi didapatkan dari SR/MA. Efektivitas dari treatment pada model
direpresentasikan oleh Relative Risk (RR). RR akan dikalkulasi secara matematis
bersamaan dengan data transisi probabilitas dan survival.
Sedangkan untuk nilai utilitas penelitian ini akan menggunakan instrumen EQ-5D
(European Quality of Life-Five Dimension). Utilitas dalam model merupakan refleksi dari
apa yang pasien rasakan/alami pada kondisi kesehatannya.22,23 Pada studi ini,
instrumen yang digunakan adalah instrumen EQ-5D-5L.
EQ5D-5L merupakan instrumen pengukuran umum terstandarisasi untuk kualitas
hidup pasien, instrumen ini menghasilkan nilai utilitas yang bermanfaat untuk
menghitung dengan quality adjusted life years (QALYs). Terdapat 5 dimensi dalam
pengukuran yaitu mobilitas, perawatan diri, aktivitas sehari-hari, rasa
sakit/ketidaknyamanan, kegelisahan/depresi, dengan level pernyataan yang
dilaporkan langsung oleh pasien.24 Value set yang digunakan untuk
mengkuantifikasikan hasil adalah value set versi Indonesia.
17
Apabila parameter yang diperlukan tidak tersedia dari penelitian yang diterbitkan
pada kelompok pasien yang relevan, maka digunakan data primer di tingkat rumah
sakit dari sumber yang tidak dipublikasikan, atau jika tidak ada data klinis yang
tersedia, kami akan melibatkan pendapat para ahli dalam hal ini.
3.3.7. Analisis model
Luaran akhir pada hasil analisis evaluasi ekonomi adalah quality adjusted life years
(QALYs). QALYs merupakan pengukuran luaran kesehatan yang dihasilkan dari
kualitas hidup dan lama hidup. QALYs memiliki skala 0 sampai 1; 0 mengindikasikan
“meninggal” sedangkan 1 mengindikasikan “kesehatan penuh”.25
Incremental cost effectiveness ratio (ICER) akan dipresentasikan sebagai hasil dari cost-
utility analysis (CUA). ICER merupakan perbandingan dari inkremental biaya dengan
inkremental efektivitas.10 Dalam hal ini QALY sebagai denominator, dan hasil akhir
dari studi ini adalah biaya per QALY.
3.3.8. Analisis ketidakpastian (uncertainty analysis)
Ketidakpastian (uncertainty) ada di setiap analisis evaluasi ekonomi disebabkan oleh
beberapa faktor seperti metode studi, parameter, atau asumsi matematis yang masuk
ke dalam model.14,26 Oleh karena itu, untuk analisis ketidakpastian harus dilakukan
untuk menangani hal ini. Ada beberapa analisis sensitivitas, baik yang sifatnya
deterministik maupun probabilistik. Pada studi ini kami akan menggunakan analisis
deterministik (one-way sensitivity analysis) dan analisis sensitivitas probabilistik.
Pada analisis sensitivitas yang sifatnya deterministik, setiap parameter akan diberikan
skenario perubahan nilai dengan kisaran tertentu, setelah itu perubahan dalam nilai
ICER dapat diamati lebih lanjut untuk menggali parameter apa yang berpengaruh
dalam perubahan nilai tersebut.
Dalam hal analisis sensitivitas probabilistik, seluruh parameter akan dirandom secara
acak bersamaan setelah mencocokkan distribusi dari setiap data. Pengacakan
mengaplikasikan teknik Monte Carlo dengan 1000 kali pengulangan. Setelah itu, hasil
analisis ini direkam dan dibandingkan dengan parameter model yang sifatnya
deterministik.
3.3.9. Analisis dampak biaya (budget impact analysis)
Analisis dampak biaya dilakukan setelah hasil CUA, yang bertujuan untuk
menganalisis dampak dan konsekuensi keuangan jika mengadopsi suatu intervensi
kesehatan. Analisis dampak dilakukan untuk menilai “keterjangkauan” secara
ekonomi.27 Parameter yang dimasukkan dalam analisis ini adalah data insidens atau
prevalens pasien yang didiagnosis dibandingkan dengan pasien yang diobati, biaya
18
terkait penyakit, dan data klaim dari BPJS. Perspektif yang digunakan merupakan
perspektif payer (pembayar). Konsekuensi ekonomi yang akan diproyeksikan adalah
selama 5 tahun.
3.4. Kerangka sampel
Untuk mendapatkan potret aksesibilitas dan pola pemberian terapi rituksimab di
Indonesia, maka lokasi sampel rumah sakit yang dilibatkan akan mewakili beberapa
regional di Indonesia. Hal ini juga ditujukan agar komponen dan bobot biaya
perawatan DLBCL LNH ini mampu mewakili wilayah Indonesia Barat, Tengah, dan
Timur. Pemilihan rumah sakit yang akan dilibatkan dalam penelitian ini merujuk
pada tingkat utilisasi rituksimab tiga tahun terakhir (2014-2016), dengan beberapa
sampel RS terpilih sebagai berikut:
1) Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah – Denpasar (Bali)
2) Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo – Jakarta
3) Rumah Sakit Kanker Dharmais – Jakarta
4) Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin – Bandung (Jawa Barat)
5) Rumah Sakit Umum Saiful Anwar – Malang (Jawa Timur)
Sementara untuk perhitungan sampel, akan dipisahkan menjadi dua pendekatan
sesuai dengan jenis parameter yang perlu dilakukan, proses pengumpulan data
primer antara lain biaya dan utility. Berikut ini adalah proses perhitungan sampel
untuk masing-masing parameter.
3.4.1. Sampel data retrospektif
(biaya langsung medis dan status kesehatan pasien)
Total utilisasi rituksimab untuk 2017 diketahui sebesar 1188 pemberian dengan
masing-masing sekitar lima hingga enam vial, akan tetapi angka tersebut belum dapat
secara langsung digunakan sebagai proksi total pasien (N) yang menggunakan terapi
rituksimab. Dalam praktik klinis, variasi terapi untuk setiap pasien cukup fluktuatif
sehingga penggunaan total utilisasi per satu pengobatan lengkap menjadi
denominator tidak lengkap. Informasi terkait jumlah pasien sangat penting dalam hal
mengestimasi berapa jumlah pasien yang tersedia dan memenuhi kriteria eligibiltas
kajian. Setelah tim mendapatkan informasi terkait jumlah total pasien LNH yang
menggunakan rituksimab, maka formula berikut ini dapat digunakan untuk
mengestimasi jumlah sampel:
19
Keterangan:
z = tingkat standard error dari mean sample 90% (z=1,645)
P = proporsi terhadap total populasi
N = total populasi
d = reliability coefficient dan standard error (0,1)
Berdasarkan perhitungan menggunakan formula di atas, didapatkan total sampel
kajian sebesar n rekam pasien (dari total 5 Rumah Sakit), yang tampak pada Tabel 5.
Tabel 5. Sampel data retrospektif
No Nama Rumah Sakit N >6 siklus n
1. RS Kanker Dharmais 121 46 27
2. RSUP Sanglah 170 50 28
3. RSUPN Cipto
Mangunkusumo
340 127 42
4. RSUP Hasan Sadikin 263 137 43
5 RS Saiful Anwar 51 17 13
Total 152
Besar sampel di tiap rumah sakit tidak sama. Bila satu rumah sakit hanya memiliki
sedikit sampel, maka jumlah sampel dapat terpenuhi dari rumah sakit lainnya.
3.4.2. Sampel data prospektif
(kualitas hidup, biaya langsung non-medis, dan biaya tidak langsung)
Mengingat proses pengumpulan data dilakukan secara langsung kepada pasien,
maka proporsi besaran pasien akan menjadi bagian penting. Formulasi perhitungan
sampel yang digunakan pada bagian ini secara prinsip sama dengan perhitungan
pada sampel data retrospektif, namun basis data total populasi yang digunakan
berbeda. Sampel data retrospektif merujuk pada semua pasien LNH yang dalam tiga
tahun terakhir mendapatkan rituksimab, sementara sampel prospektif merujuk pada
populasi pasien yang saat ini masih dalam masa perawatan. Hal ini ditetapkan agar
estimasi sampel pasien yang dihitung tidak melebihi jumlah pasien yang sebenarnya
ada di lapangan. Namun demikian, tim peneliti menargetkan untuk menjangkau
pasien sekitar 15 orang per Rumah Sakit.
20
BAB 4. PENGORGANISASIAN PENELITIAN
4.1. Jadwal kegiatan
Penyelenggaraan kajian ini direncanakan akan dimulai pada bulan Agustus 2018.
Proses pengumpulan data diperkirakan selesai pada bulan Desember 2018. Kemudian
proses data cleaning hingga analisis direncanakan akan selesai pada bulan Maret 2019.
Jadwal kegiatan lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 6. Jadwal kegiatan
4.2. Lokasi penelitian
Proses pengumpulan data di Rumah Sakit, secara umum akan melibatkan beberapa
bagian terkait dalam penatalaksanaan pasien kanker LNH sebagai berikut:
1) Unit Manajemen Sistem Informasi/Sistem Informasi Rumah Sakit
2) Unit Rekam Medis
3) Bagian/Unit/SMF/Departemen Patologi Anatomi
4) Bagian/Unit/SMF/Departemen Radiologi
5) Instalasi Farmasi
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
1. Preparation
Protocol Development
Instrument Cost
Instrument QoL
Systematic Review Clinical
Systematic Review Econ
Coordination Meeting
Ethical Clearence
Study Permit
Enumerator Recruitment
Instrument Piloting
Enumerator Training
2. Data Collection
Field Data Collection
Systematic Review
Supervision
Data Entry
Preliminary Analysis
3. Report Writing
Data Cleaning
Coordination Meeting
Data Analysis
Final Reporting
Dissemination
Feb MarPhase
Aug Sept Oct Nov Dec Jan
21
6) Departemen/SMF Bedah Onkologi
7) Instalasi Rawat Jalan
8) Instalasi Rawat Inap
9) Bagian Penjaminan/Klaim
Nama unit/bagian di masing-masing Rumah Sakit termasuk unit mana saja yang akan
terlibat menyesuaikan dengan sistem informasi yang ada di rumah sakit lokasi
penelitian.
4.3. Alur pengumpulan data
Proses pengumpulan data di rumah sakit akan dimulai dari proses identifikasi pasien
yang bergantung pada SIRS. Pada tahap awal, tim peneliti akan berkoordinasi dengan
staf bagian SIRS untuk kode ICD pasien kanker DLBCL LNH tiga hingga empat tahun
terakhir, baik untuk diagnosis primer maupun sekunder. Kemudian, daftar nomor
rekam medik pasien yang dikonfirmasi ke rekam medis maupun bagian penjaminan
adalah pasien kanker LNH yang mendapatkan terapi rituksimab dengan kombinasi
kemoterapi; rituksimab sebagai terapi tunggal; dan/atau kemoterapi sebagai terapi
tunggal. Gambar 2 di bawah ini menggambarkan alur pengumpulan data yang secara
umum akan berlangsung di Rumah Sakit:
Gambar 2. Alur pengumpulan data
Identifikasi pasien dari SIRS
Unit penjaminan dan klaim
Inklusi
Rekam medis dan patologi anatomi
Proses verifikasi kepada DPJP
Wawancara pasien (kualitas hidup)
Input CRF
22
4.4. Tim peneliti
Manajemen penelitian dikoordinir oleh Center for Health Economics and Policy
Studies, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
Dalam pelaksanaan penelitian, tim peneliti yang terlibat antara lain:
1) Septiara Putri, SKM, MPH (Center for Health Economics and Policy Studies,
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia)
2) Ery Setiawan, SKM, M.E., AAAK (Center for Health Economics and Policy
Studies, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia)
3) Siti Rizny Fitriana Saldi, Apt, MSc (Clinical Epidemiology and Evidence-
Based Medicine Unit, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia)
4) dr. Levina Chandra Khoe, MPH (Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas,
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia)
5) Amila Meigraini, SE, MBA (Center for Health Economics and Policy Studies,
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia)
6) Euis Ratna Sari, SKM (Center for Health Economics and Policy Studies,
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia)
4.5. Tahap Persiapan Studi
Sebelum proses pengumpulan data diselenggarakan terdapat beberapa tahapan yang
dilakukan untuk mempersiapkan berbagai material yang dibutuhkan dalam kajian
antara lain melalui proses berikut ini:
4.5.1. Penyusunan Proposal Final
Proposal final disempurnakan setelah melalui proses diskusi dengan perhimpunan
klinis terkait seperti Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (Peraboi) dan
Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia
(Perhompedin) terutama dalam menetapkan kriteria inklusi dan eksklusi pasien,
termasuk pola penetapan status progresivitas pasien melalui review rekam medis.
Dalam dokumen proposal, selain berisi kerangka teori dan kriteria inklusi dan
eksklusi yang ditetapkan dengan klinisi, juga terdapat detail metode pelaksanaan
systematic review dan evaluasi ekonomi hingga rencana analisis data. Secara umum,
berikut ini adalah struktur konten proposal kajian:
a. Pendahuluan
i. Latar belakang
ii. Pertanyaan kebijakan
iii.Pertanyaan penelitian
23
iv. Tujuan
b. Tinjauan Pustaka
i. Karakteristik LNH
ii. Standar pelaksanaan LNH di Indonesia
iii. Indikasi penggunaan rituksimab
c. Metode
i. Kriteria Eligibilitas
ii. Metode efektivitas klinis
iii. Metode evaluasi ekonomi
iv. Kerangka sampel
4.5.2. Pengembangan alat ukur (instrumen penelitian)
Merujuk pada metode penelitian, terdapat tiga parameter utama yang ditelusuri
yakni transisi probabilitas, biaya, dan kualitas hidup. Sebelum penelusuran ketiga
parameter pengembangan alat ukur atau instrumen penelitian menjadi faktor kunci.
Oleh karena parameter transisi probabilitas dan efektivitas klinis ditelusuri melalui
proses systematic review dan meta-analysis maka alat ukur yang dikembangkan berupa
protokol systematic review yang berisi kriteria inklusi, PICO, dan strategi pencarian.
Pada parameter biaya, terdapat tiga komponen yang akan ditelusuri antara lain biaya
langsung medis, biaya langsung non-medis, dan biaya tidak langsung. Komponen
biaya langsung medis secara praktik akan ditelusuri melalui penelusuran rekam
medis dan dokumen klaim. Sementara komponen biaya langsung non-medis dan
biaya tidak langsung diperoleh melalui proses wawancara pasien/caregiver. Oleh
karena perbedaan pendekatan tersebut, maka alat ukur yang digunakan juga akan
dipisahkan menjadi dua bagian; (1) alat ukur biaya langsung medis; (2) alat ukur
biaya langsung non-medis dan biaya tidak langsung.
Parameter kualitas hidup ditelusuri dengan menggunakan instrumen generik EQ5D
yang dikembangkan oleh EuroQoL dengan versi bahasa yang sudah terstandar dan
tervalidasi. Pada kajian ini, tim menggunakan instrumen EQ5D dengan 5 level (EQ5D
5L). Sebagai upaya triangulasi, tim juga akan menulusuri QoL pasien melalui
pendekatan Visual Analogue Scale (VAS).
4.5.3. Uji coba dan perbaikan alat ukur
Secara prinsip, alat ukur yang sama telah digunakan pada studi yang serupa
sebelumnya yaitu kajian evaluasi ekonomi untuk setuksimab. Namun demikian,
terdapat beberapa penyempurnaan alat ukur salah satunya keterangan terkait
demografi, komorbiditas, sebagai parameter kontrol untuk menjelaskan variasi
dampak perawatan klinis dan efek terdapat biaya.
24
4.5.4. Proses perijinan
Proses perijinan di rumah sakit diawali dengan pengurusan keterangan lolos kaji etik
di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Setelah proses ini berlangsung sekitar
6 minggu dan surat lolos etik diterbitkan, maka proses selanjutnya adalah koordinasi
dengan komite etik masing-masing rumah sakit.
Beberapa rumah sakit seperti RSUP Hasan Sadikin dan RSUP Sanglah tetap
mensyaratkan pengurusan etik di Fakultas Kedokteran masing-masing meskipun tim
sudah memiliki surat lolos etik dari FKUI. Proses ini berlangsung sekitar 6-8 minggu
menyesuaikan jadwal presentasi yang ditetapkan oleh masing-masing rumah sakit.
Proses selanjutnya setelah surat lolos kaji etik dikeluarkan oleh komite etik rumah
sakit, maka tim perlu melakukan koordinasi dan presentasi kepada pihak rumah
sakit, khususnya kepada unit-unit yang terkait dengan pengumpulan data seperti
rekam medis, bagian klaim (keuangan), dan poliklinik onkologi (perawatan).
Pengumpulan data baru dapat dilakukan setelah semua proses di atas dilengkapi,
secara rata-rata proses perijinan dapat berlangsung hingga 12 sampai 16 minggu
hingga pengumpulan data dapat dimulai.
4.5.5. Rekrutmen enumerator
Dalam praktik pengumpulan data di RS, di tiap RS akan terdapat satu tim yang terdiri
atas dua orang enumerator dengan komposisi satu orang tim peneliti dan satu orang
enumerator eksternal. Merujuk pada kebutuhan tersebut, tim melakukan proses
rekrutmen dengan beberapa kriteria yang ditetapkan oleh tim kajian guna
mendapatkan 5 orang enumerator yang memiliki kapasitas sesuai dengan kebutuhan.
Proses rekrutmen dilakukan secara online melalui email CHEPS, kemudian tim akan
menyeleksi kandidat dengan kriteria latar belakang pendidikan, pengalaman kerja
dan domisili. Pada tahap akhir terdapat 15 orang (dari sekitar 80 pendaftar), yang
akan diwawancara hingga didapatkan 5 orang yang paling sesuai dengan job
description.
4.6. Tahap pelaksanaan studi
4.6.1. Proses koordinasi dengan Unit Kerja/SMF Hematologi
a. RSCM
Setelah peneliti mendapatkan surat lolos kaji etik dari FK UI, peneliti
melanjutkan proses perizinan melalui sekertariat direktur utama dan
didisposisikan ke bagian Penelitian. Setelah mendapatkan surat izin penelitian,
tim peneliti dan enumerator harus membuat tanda pengenal dari Bagian Diklat
25
RSCM. Setelah proses itu selesai, peneliti melakukan koordinasi kepada Unit
Manajemen dan Sistem Informasi (UMSI) dan Instalasi Farmasi untuk
mendapatkan daftar pasien yang sesuai dengan kebutuhan studi untuk dicek
pada bagian rekam medis.
Pada saat proses koordinasi, diketahui bahwa departemen yang mengeluarkan
diagnosis pasien kanker tidak hanya di bagian Hematologi dan Onkologi
Medis, melainkan juga dari unit lain, seperti Patologi Anatomi. Karena itu, tim
juga mengajukan perluasan ijin penelitian ke unit tersebut.
b. RS Kanker Dharmais
Di RS Kanker Dharmais, sebelum mendapatkan surat ijin penelitian, tim
peneliti perlu mengurus notifikasi etik pada bagian komisi etik RS Kanker
Dharmais. Setelah selesai, tim peneliti berkoordinasi dengan bagian penelitian
untuk bisa mendapatkan surat ijin penelitian. Berbeda dengan rumah sakit
lain, di RS Kanker Dharmais, rumah sakit menentukan satu Konsulen
Hematologi dan Onkologi Medik (KHOM) yang bertugas sebagai narasumber
selama penelitian berlangsung. Oleh karena itu, setelah mendapatkan surat
notifikasi etik dan surat ijin penelitian, tim peneliti bertemu dengan KHOM
untuk mendapatkan arahan dan strategi lapangan yang sesuai dan efisien serta
berkoordinasi dengan Kepala Unit Poli Onkologi Klinik. Untuk memudahkan
koordinasi dengan tim dokter RS, maka tim peneliti diminta oleh pihak RS
untuk melakukan presentasi kepada Tim Kerja Kanker Darah RS Kanker
Dharmais.
c. RS Hasan Sadikin
Perijinan dan koordinasi di RS Hasan Sadikin dilaksanakan oleh enumerator
secara langsung ke bagian penelitian. Di bagian penelitian, enumerator
mendapatkan surat ijin penelitian dan memproses pembuatan tanda pengenal.
Setelah itu, enumerator melakukan koordinasi kepada unit terkait penelitian
terutama unit farmasi dan SIRS. Data daftar pasien didapatkan dari unit
farmasi berdasarkan penggunaan obat rituksimab dan dari unit rekam medis
berdasarkan kode ICD X.
d. RS Saiful Anwar
Proses perijinan dan koordinasi di RS Saiful Anwar dilaksanakan oleh tim
peneliti secara online dan berkas dikirimkan melalui jasa pengiriman paket.
Setelah itu, tim peneliti diminta untuk mempresentasikan proposal penelitian
kepada pihak manajemen dan klinisi di rumah sakit. Proses permohonan ijin
26
sudah dilakukan sejak bulan September 2018. Kemudian, pada bulan Januari
2019, setelah mendapatkan surat izin penelitian, proses koordinasi dilakukan
oleh enumerator. Dalam proses koordinasi pada unit-unit layanan,
pengumpulan data belum bisa dilakukan dikarenakan rumah sakit sedang
proses persiapan survey akreditasi.
e. RSUP Sanglah
Di RSUP Sanglah, terdapat dua tahapan dalam proses perijinan pengumpulan
data, yaitu proses uji etik penelitian dan proses pengajuan ijin penelitian. Pada
proses uji etik, peneliti melakukan presentasi proposal kepada komite etik FK
Udayana. Setelah presentasi, surat lolos uji etik didapatkan sekitar 1 bulan
kemudian. Bagian komite etik FK Udayana dan bagian penelitian RSUP
Sanglah secara automatis berkoordinasi memproses ijin penelitian. Surat ijin
penelitian keluar 2-3 bulan setelah surat lolos etik didapatkan sehingga pada
bulan Maret 2019 proses pengumpulan data dimulai.
4.6.2. Proses identifikasi pasien
a. RSCM
Setelah melakukan koordinasi dengan unit terkait, tim enumerator melakukan
telaah dokumen rekam medis khususnya pada kode ICD X 38.3 dan 85.9 sejak
tahun 2015-2018 dari daftar pasien yang sudah dipilih dari EHR dan Farmasi.
Per tanggal 10 Januari 2019, didapatkan 21 rekam medis yang telah ditelaah
dengan sembilan rekam medis yang sesuai dengan inklusi. pada umumnya,
setiap rekam medis menghabiskan waktu 4-5 jam untuk bisa ditelaah dengan
seksama dikarenakan informasi pasien yang sudah banyak. Adapun mayoritas
pasien yang tidak masuk inklusi penelitian dikarenakan terapi yang tidak
sesuai dengan kriteria eligibilitas penelitian.
b. RS Kanker Dharmais
Setelah berkoordinasi dengan KHOM, enumerator melakukan pengumpulan
daftar pasien yang menderita LNH DLBCL di unit farmasi dan berkoordinasi
dengan unit SIRS untuk mendapatkan data pasien. Dari SIRS, tim diminta
untuk mengajukan surat ijin penggunaan data pasien beserta variabel yang
Electronic Health
Record (EHR)
Instalasi Farmasi
Unit Manajemen
Sistem Informasi
Unit Rekam Medis
Pengisian CRFPoli Penyakit
DalamUnit
Penjaminan
27
dibutuhkan diketahui oleh KHOM sehingga tim berkoordinasi kembali
dengan SMF Hematologi dan Onkologi Medik, sesuai pada bagan berikut:
Setelah dibuat surat permohonan penggunaan data, enumerator kembali
berkoordinasi dengan bagian SIRS terkait data yang dibutuhkan. Setiap
minggu tim peneliti melaporkan capaian pengumpulan data kepada KHOM,
serta tiap dua minggu kepada Tim Kerja Kanker Darah.
c. RSUP Hasan Sadikin
Setelah melakukan koordinasi dengan unit farmasi dan SIRS, tenyata unit
tersebut membutuhkan nama-nama dan nomor rekam medis pasien yang
menderita LNH DLBCL sehingga enumerator diminta untuk berkoordinasi
dengan unit Klinik Asnawati. Secara paralel, enumerator juga melakukan
proses koordinasi ke unit rekam medis (tahap tiga pada bagan) untuk
menelaah dokumen rekam medis. Pada unit ini, enumerator mendapatkan
daftar nama pasien LNH DLBCL dan sudah menjalani proses telaah rekam
medis selama dua hari. Unit rekam medis di RS Hasan Sadikin hanya dapat
dikunjungi pada hari Senin hingga Kamis. Karena itu, proses pengambilan
data rekam medis dilakukan di hari tersebut, sementara wawancara pasien
dilakukan pada hari Jumat dan Sabtu.
d. RSUP Sanglah
Setelah berkoordinasi dengan bagian penelitian, enumerator mendapatkan surat
ijin penelitian dan tanda pengenal. Proses identifikasi pasien dilakukan di unit
rekam medis. Hal ini dikarenakan enumerator tidak dijinkan untuk berkoordinasi
langsung dengan unit SIRS sehinggan proses identifikasi pasien dilakukan
Unit Farmasi SIRSUnit Rekam
MedisPengisian
CRFPoli Penyakit
DalamUnit
keuangan
Unit FarmasiInstalasi
Rawat Jalan Asnawati
Unit Rekam Medis
Pengisian CRF
Instalasi Rawat Jalan
Asnawati
Unit Penjaminan/
klaim
28
langsung di unit rekam medis dengan menggunakan sistem informasi terintegrasi
di RSUP Sanglah. Secara paralel, enumerator juga melakukan koordinasi dengan
unit farmasi untuk mendapatkan data pasien berdasarkan penggunaan obat
rituksimab. Setelah didapatkan daftar pasien, enumerator melakukan pengisian
CRF dari hasil penelusuran rekam medis. Selain itu, enumerator juga melakukan
koordinasi dengan poli onkologi untuk mendapatkan ijin wawancara pasien.
Setelah tim mendapatkan pasien sesuai kriteria eligibilitas, enumerator
berkoordinasi dengan bagian penelitian untuk mendapatkan data biaya medis.
Hal ini dikarenakan proses permintaan data billing harus melalui bagian
penelitian RSUP Sanglah. Berikut adalah alur identifikasi pasien di RSUP Sanglah:
Unit Farmasi
Unit Rekam Medis
Pengisian CRF
Bagian Penelitian
SIRSUnit
Penjaminan/klaim
29
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Response rate pengumpulan data
5.1.1. Data review rekam medis
Proses pengumpulan data parameter biaya dan utility dilakukan secara langsung di
lima rumah sakit sampel dengan mekanisme bervariasi sesuai dengan sistem
informasi yang ada di rumah sakit. Secara umum, alur identifikasi pasien dilakukan
dengan mencari daftar pasien dengan diagnosis LNH DLBCL melalui sistem
informasi rumah sakit atau bagian farmasi dengan mencari daftar pasien yang
mendapatkan obat rituksimab. Kemudian, dilakukan penapisan awal dokumen
rekam medis untuk mendapatkan pasien sesuai kriteria eligibilitas. Proses selanjutnya
dilakukan dengan penelusuran dokumen rekam medis untuk mengetahui gambaran
perawatan pasien dan data status kesehatan pada pasien yang sudah sesuai dengan
kriteria eligibilitas. Berikut adalah rekapitulasi pasien yang terkumpul selama
pengumpulan data:
Tabel 6. Distribusi jumlah responden hasil pengumpulan data
Penggunaan rituksimab
Nama Rumah Sakit (periode data) Total
Sampel RS Dharmais RSCM RSHS RS Sanglah RS Saiful Anwar
(2016-2018) (2012-2018) (2014 -2018) (2015-2018) (2015-2018)
Jumlah Penggunaan (kali) 1555 5917 1685
Pasien 221 606 292
Dengan Diagnosis LNH 551 566 142 1180
Dengan Diagnosis CLL 4 5 0
Dengan Diagnosis Non
LNH dan CLL
62 32 150
Unclear Diagnosis 1 3 0
Screening Awal RM by
Diagnosis
80 551 566 142 1339
Screening Lanjutan RM 56 42 137 47 282
Pasien Eligible untuk EE 31 30 46 12 119
Pasien Eligible untuk
DMC
31 17 6 0 54
Pasien wawancara Utility 14 10 20 2 46
Pasien wawancara Indirect
cost
12 10 20 2 44
30
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat variasi sampel antara
parameter utility dan komponen biaya, karena tidak semua dokumen rekam medis
pasien yang telah ditelusuri lengkap tersedia. Dalam penelusuran, tidak semua
informasi yang dibutuhkan dalam studi seperti kondisi penyakit pasien, tanggal
kunjungan, dan status kesehatan dapat diperoleh dari rekam medis. Untuk data biaya
medis langsung, tidak semua billing yang didapatkan dari rumah sakit menuliskan
secara rinci sesuai kebutuhan studi selama kurun waktu pengumpulan data.
Biaya medis tidak langsung dan biaya tidak langsung diperoleh melalui wawancara
pasien yang dapat tidak lengkap karena pasien sendiri tidak mengetahui secara pasti
biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan perawatan dan tidak ada pendamping
saat wawancara.
Dari 119 data pasien yang ditelusuri, diketahui bahwa perbandingan antara pasien
laki-laki dengan pasien perempuan tidak jauh berbeda. Pasien berjenis kelamin laki-
laki sebanyak 65 pasien (55%) sedangkan pasien berjenis kelamin perempuan 54
pasien (45%).
Gambar 3. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Sebanyak 60% pasien LNH DLBCL yang mendapatkan kemoterapi kombinasi R-
CHOP sesuai sampel studi merupakan pasien yang dirujuk dari rumah sakit lain.
Hanya sebesar 7% pasien yang mendapatkan kemoterapi tanpa rujukan atau atas
keinginan sendiri untuk mendapatkan perawatan. Pasien yang mendapatkan
kemoterapi di rumah sakit tempat studi rerata berusia 50 tahun dengan pasien tertua
adalah pasien berusia 75 tahun, sesuai pada tabel berikut:
55%45%
Deskripsi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
31
Tabel 7. Rerata usia pasien LNH DLBCL pada studi
Umur Rerata Simpang Baku Minimal Maksimal
50,8 11,21 20 75
Gambar 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Rujukan
Latar belakang pendidikan mayoritas pasien adalah lulusan SMA/ sederajat (36%),
sedangkan paling sedikit adalah pasien yang tidak bersekolah sebesar 2%.
Gambar 5. Latar belakang pendidikan pasien pada studi di 4 rumah sakit sampel
Berdasarkan data demografi yang didapatkan pada dokumen rekam medis,
ditemukan bahwa sekitar 1 dari 4 pasien adalah karyawan swasta. Sebesar 21% pasien
adalah ibu rumah tangga sedangkan pekerjaan dengan jumlah terendah dari pasien
pada studi adalah PNS (8%), dan tidak bekerja (8%) seperti pada gambar berikut:
7%
60%
33%
Karakteristik Pasien Berdasarkan Status Rujukan
Tidak denganrujukan
Dirujuk
NA
2%
11% 4%
36%
7%
20%
20%
Latar Belakang Pendidikan Pasien Pada Studi
1 Tidak sekolah
2 SD
3 SMP
4 SMA
5 Diploma
6 S1/S2/S3
32
Gambar 6. Pekerjaan pasien pada studi di 4 rumah sakit sampel
Dalam penelusuran data perawatan pasien pada dokumen rekam medis, tidak semua
informasi terkait stadium pasien tersedia. Dari data seluruh subyek yang diinklusi,
45% pasien tidak diketahui informasi stadium dari dokumen rekam medis.
Kemudian, 24% pasien berada pada stadium kedua sedangkan paling sedikit adalah
pasien dengan stadium empat (8%).
Gambar 7. Karakteristik pasien berdasarkan stadium
5.1.2. Data biaya langsung dan tidak langsung
Data biaya yang digunakan pada studi ini yang menjadi parameter model adalah
biaya medis langsung dan tidak langsung. Data dasar biaya yang masuk dalam model
secara umum adalah total biaya medis, biaya perawatan, biaya obat rituksimab, biaya
obat kemoterapi, dan biaya tidak langsung. Proses pengumpulan data untuk
parameter biaya dilakukan di tiap rumah sakit tempat studi dengan mengikuti alur
sebagai berikut:
8%
10%
24%
21%
8%
15%
14%
Pekerjaan Pasien Pada Studi
1 PNS
2 Wirawasta
3 Karyawan swasta
4 Ibu rumah tangga
5 Tidak bekerja
6 Lainnya
7 tidak ada data
9%
24%
14%8%
45%
Distribusi Pasien Berdasarkan Stadium
Stadium 1
Stadium 2
Stadium 3
Stadium 4
NA
33
Gambar 8. Alur pengumpulan data
Dalam pengumpulan data biaya langsung medis, tim melakukan identifikasi secara
retrospektif sedangkan untuk data biaya tidak langsung dilakukan dengan
pendekatan prospektif.
Pendekatan retrospektif
Untuk mendapatkan data biaya langsung medis, tim menelusuri melalui unit sistem
informasi rumah sakit setelah mengetahui pasien dengan eligibilitas sesuai kriteria
studi. Proses selanjutnya, tim mengidentifikasi kelengkapan informasi pasien pada
rekam medis. Informasi yang dibutuhkan adalah nomor rekam medis, usia pasien,
tanggal dilakukan pemeriksaan CD20+, jenis perawatan pasien, status pembayaran,
tanggal kunjungan, status rujukan, dan status kesehatan pasien selama perawatan.
Pada studi ini, pasien yang dijadikan sebagai sampel adalah pasien dengan periode
perawatan tahun 2014-2018.
Pendekatan prospektif
Pendekatan ini digunakan untuk mendapatkan data biaya langsung non-medis, biaya
tidak langsung, dan utility dengan wawancara pada pasien/pendamping pasien.
Adapun langkah-langkah identifikasi responden adalah:
1. Identifikasi pasien LNH DLBCL yang masih dalam fase perawatan berdasarkan data
register pasien diperoleh dari catatan perawatan di poliklinik/daftar pasien dari
sistem informasi rumah sakit
34
2. Mengidentifikasi pasien yang dapat diwawancarai dan berkoordinasi dengan DPJP
3. Mengkonfirmasi data demografi pasien yang diwawancara melalui buku register
poli/SIRS/RM (nama, nomor telepon, alamat).
Seluruh komponen biaya yang didapatkan melalui pendekatan retrospektif dan
prospektif dilaporkan secara terpisah pada fase stabil dan progresif dalam satuan
siklus per pasien. Pada studi ini, terkumpul 54 data biaya langsung medis serta 45
data biaya langsung non-medis, dan biaya tidak langsung dengan rincian sebagai
berikut:
Tabel 8. Distribusi responden komponen biaya berdasarkan fase perawatan
Rumah Sakit n Responden n Progression Free n Progressive
Direct Medical Cost
RS Kanker Dharmais 31 31 5
RS Cipto Mangunkusumo 17 17 1
RS Hasan Sadikin 6 6 0
RS Saiful Anwar 0 0 0
RS Sanglah 0 0 0
Total 54 54 6
Direct Non Medical Cost dan Non Medical Cost
RS Kanker Dharmais 12 9 3
RS Cipto Mangunkusumo 10 10 0
RS Hasan Sadikin 20 20 0
RS Saiful Anwar 0 0 0
RS Sanglah 2 2 0
Grand Total 44 41 3
*Catatan: responden pada fase stabil dan fase progresif dapat merupakan pasien yang sama
karena responden mengalami fase progression freedan juga fase progresif secara
berkesinambungan
5.1.3. Data utilitas
Pada studi ini, data utilitas didapatkan secara prospektif pada pasien LNH DLBCL
yang sedang menjalankan kemoterapi dengan minimal kemoterapi sebanyak 3 kali.
Selama masa pengumpulan data, didapatkan 46 responden yang didapatkan dari
lima rumah sakit tempat studi. Adapun distribusi responden berdasarkan rumah
sakit tempat studi, adalah sebagai berikut:
35
Tabel 9. Distribusi data utilitas (kualitas hidup)
Rumah Sakit n Responden n Progression Free n Progressive
RS Kanker Dharmais 14 9 5
RS Cipto Mangunkusumo 10 10 0
RS Hasan Sadikin 20 20 0
RS Saiful Anwar 0 0 0
RS Sanglah 2 2 0
Grand Total 46 41 5
5.2. Pola Pemanfaatan rituksimab berdasarkan indikasi penyakit
Penilaian pemanfaatan rituksimab ini dilakukan dengan merujuk pada data klaim
JKN tahun 2018. Identifikasi kasus/pasien berdasarkan kode ICD-X diagnosis primer,
sekunder hingga tersier. Hal ini dilakukan untuk menjamin tidak adanya kesalahan
dalam mengidentifikasi kasus LNH akibat tingginya variasi diagnosis LNH
berdasarkan sub-tipe.
Gambar 9. Rekapitulasi klaim pemanfaatan rituksimab tahun 2018
DLBCL Follicular LNH-Unspecified Other-LNH CLL
Non-Fornas Fornas
Klaim 9,681,963,120 3,732,741,573 1,020,574,341 34,904,066,968 7,106,522,830 227,199,844
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Mili
ar
Klaim Pemanfaatan rituksimab - 2018
6.6%
12.5%
0.4%
17,1%
1.8%
61.6%
36
Berdasarkan data klaim BPJS Kesehatan, pemanfaatan rituksimab pada 2018 sebesar
Rp 56.673.068.676. Pemanfaatan rituksimab berdasarkan Formularium Nasional
adalah 82,5% dari total klaim rituksimab atau sebesar Rp. 46.763.905.712 (DLBCL,
Follicular, LNH tidak spesifik, dan LNH tipe lainnya) sedangkan total klaim
pemanfaatan rituksimab di luar indikasi fornas (LNH dan CLL) sebesar 9,9 miliar
rupiah (17,5%). Grafik diatas menggambarkan bahwa subtipe LNH yang paling
banyak (terkonfirmasi) menggunakan rituksimab adalah DLBCL (6,6% dari total
klaim rituksimab), meskipun sebagian besar kasus diklasifikasikan dalam LNH tidak
spesifik, yaitu 61,6% dari total klaim pemanfaatan rituksimab.
Jika ditelaah lebih lanjut, kasus dengan klasifikasi LNH tidak spesifik banyak terdapat
di rumah sakit rujukan provinsi. Adapun daftar 10 rumah sakit dengan pasien yang
mendapatkan terapi rituksimab terbanyak pada tahun 2016-2018 adalah sebagai
berikut:
Tabel 10. Pola pemanfaatan rituksimab terbanyak pada 10 rumah sakit tahun 2016-2018
Rumah Sakit 2016 2017 2018 Jumlah
RSUP DR. SARDJITO 12 341 392 745
RS. HASAN SADIKIN 386 136 178 700
RS.PKU MUHAMMADIYAH SKA
143 227 43 413
RSUP Dr M HOESIN 44 108 105 257
RSUP SANGLAH DENPASAR 2 134 108 244
RSUP DR. KARIADI 4 153 187 344
RS SANTOSA CENTRAL 28 66 99 193
RSUP DR SARDJITO - 98 90 188
RSUP PERSAHABATAN - 8 164 172
RS KASIH IBU SURAKARTA 13 29 87 129
5.3. Pola pengobatan pasien LNH DLBCL
Berdasarkan hasil analisis biaya langsung medis, pola pemanfaatan rituksimab pada
pasien LNH DLBCL adalah 77% kombinasi terapi R-CHOP 6-8 siklus, 16,7% pasien
kombinasi terapi R-CHOP, dan 7,4% pasien dengan kemoterapi saja. Pasien yang
mendapatkan R-CHOP tidak berarti bahwa pasien tersebut mendapatkan terapi yang
sama di tiap siklus. Ada kemungkinan pasien mendapatkan variasi terapi, seperti R-
CHO, R-HP, R-CHP, atau rituksimab saja. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi pasien
saat evaluasi pasca kemoterapi dan juga ketersediaan obat R-CHOP lengkap di bagian
37
farmasi rumah sakit. Adapun rincian pola pemanfaatan rituksimab pada pasien yang
menjadi sampel studi adalah:
Gambar 10. Pola pemanfaatan rituksimab pada pasien studi
Berdasarkan hasil verifikasi dengan dokter penanggung jawab pasien, dapat
disimpulkan bahwa variasi pola pemberian obat rituksimab dan kemoterapi
bergantung pada kondisi kesehatan umum pasien seperti stabilitas jantung, kadar
gula darah, dan kondisi spesifik lainnya. Selain itu, faktor finansial juga menjadi
keterbatasan dalam penggunaan rituksimab. Sebagai contoh, pasien peserta JKN
mendapatkan terapi rituksimab maksimum 8 kali.
Praktik penggunaan kemoterapi saja (CHOP/ COEP) masih ditemukan pada pasien
LNH DLBCL di beberapa rumah sakit tempat studi. Hal ini dapat dipengaruhi dari
kondisi kesehatan pasien, durasi penerimaan hasil pemeriksaan CD20 dari rumah
sakit, serta ketersediaan obat di rumah sakit.
Pati
ent
Elig
ible
: 54
RCHOP 6-8 siklus: 42
RCHOP(5): 6 RICE(3): 1
RCHOP(5)+RCHOPlike: 6 RICE(3): 1
RCHOP(6): 23
ICE: 1
RICE: 2
RCHOP(7): 2
RCHOP(7): 1
RCHOP(7)+R/RP: 1
RCHOP(8): 5
RCHOP 2-4 siklus: 9
RCHOP (2) +CHOP (6): 1 ICE: 1
RCHOP(3): 1
RCHOP(4) + RCHO(2): 3
RCHOP (4): 2
RCHOP(4) + CHOP(1): 2
CHOP/COEP: 4
CHOP: 1
COEP: 3
38
5.4. Efektivitas klinis penggunaan rituksimab pada pasien dengan LNH
DLBCL CD20+
5.4.1. Identifikasi studi
Seleksi studi
Pengumpulan bukti efektivitas klinis dilakukan dengan menelusuri dan menelaah
studi dengan desain systematic review/meta-analisis (SR/MA) yang telah disusun
sebelumnya. Studi SR/MA disusun sebelumnya dengan mensintesis bukti ilmiah
terbaik yang tersedia.
Hasil penelusuran studi SR/MA pada database PubMed/MEDLINE, Cochrane
Database of Systematic Review, dan CRD York (terdiri atas Database of Abstracts of
Reviews of Effects (DARE), NHS Economic Evaluation Database (NHS EED), dan
Health Technology Assessment Database (HTA Database)) mendapatkan total 471
studi. Setelah melakukan penapisan studi yang duplikat, terdapat 29 studi yang
dieksklusi karena duplikasi. Penapisan judul dan abstrak dilakukan pada 442 studi,
di mana 342 studi di antaranya dieksklusi karena tidak sesuai dengan kriteria
eligibilitas. Naskah lengkap dari 100 studi yang tersisa, dibaca untuk menilai
kesesuaian studi dengan lebih mendalam. Dari 100 studi, terdapat 93 studi yang
dieksklusi dengan berbagai alasan, dan menyisakan 7 studi SR/MA yang memenuhi
kriteria untuk ditelaah lebih lanjut. Alur seleksi studi dapat dilihat pada gambar 8.
Karakteristik studi
Seluruh 7 studi SR/MA yang dipilih adalah systematic review/meta-analisis dari studi
individu dengan desain uji klinis terandomisasi (RCT). Study SR/MA oleh Hua 2015,
Zhang 2014, Fleury 2016 hanya melaporkan outcome keamanan saja dan tidak menilai
luaran efektivitas klinis berupa survival/response rate. Karakteristik dari 4 studi SR/MA
yang membahas efektivitas dan keamanan rituksimab pada pasien DLBCL dapat
dilihat pada Tabel 10.
39
Gambar 11. Alur penelusuran studi
40
Tabel 11. Karakteristik studi SR/MA yang diinklusi
Study name Title Population Interven-
tion
Compa-
rator Outcomes
Number of
RCTs in SR
Number of Excluded
RCTs in SR (reasons)
Number of
Eligible RCTs in
SR
(Study ID)
Meng 2015 Efficacy and safety of
rituksimab combined with
chemotherapy in the
treatment of diffuse large B-
cell lymphoma: a meta-
analysis.
DLBCL R-CHOP CHOP Complete response
Overall response
Overall survival
Adverse effect
10 7 (Chinese language)
1 (Chemo CEOP)
1 (escalated chemo)
1 (Feugier 2005)
Fang 2010 A systematic review and
meta-analysis of rituksimab-
based mmunochemotherapy
for subtypes of diffuse large
B cell lymphoma.
DLBCL R-Chemo Identical
chemo
Overall survival
Disease control
Overall response
6 2 (Chinese language)
1 (R-CHEOP)
2 (R-CHOP like)
1 (RTCOP)
0
Gao 2010 A systematic review and
meta-analysis of
immunochemotherapy with
rituksimab for B-cell non-
Hodgkin's lymphoma.
B-cell non-
Hodgkin’s
lymphoma
R-Chemo Identical
chemo
Overall survival
Progression free
survival
Event-free survival
Time to treatment
failure
Time to progression
Adverse events
12 1 (R-CHOP like)
1 (Chinese language)
1 (R as maintenance)
8 (Mantle cell/follicular
lymphoma/unspecified
LNH)
1 (Coiffier 2002)
Knight 2004 rituksimab (MabThera) for
aggressive non-Hodgkin's
lymphoma: systematic
review and economic
evaluation.
DLBCL R-CHOP CHOP Event-free survival
Overall survival
Response rates
Toxic effects
1 - 1 (Coiffier 2002)
41
5.4.2. Penilaian risiko bias
Untuk menilai risiko bias pada systematic review, peneliti menggunakan AMSTAR
checklist (Assessing Methological Quality of Systematic Review). Format ini terdiri atas 16
pertanyaan penilaian dan dilakukan pada empat jurnal yang telah terseleksi sesuai
kriteria eligibilitas. Hasil penilaian kualitas dari studi SR/MA yang dinilai
menggunakan AMSTAR (Assessing the Methodological Quality of Systematic Reviews)
dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 12. Penilaian risiko bias studi SR/MA menggunakan AMSTAR
Quality assessment: AMSTAR Meng 2015 Fang 2010 Gao 2010 Knight 2004
1. Did the research questions and inclusion
criteria for the review include the components
of PICO?
Yes Yes Yes Yes
2. Did the report of the review contain an
explicit statement that the review methods
were established prior to the conduct of the
review and did the report justify any
significant deviations from the protocol?
No Partial Yes Partial Yes No
3. Did the review authors explain their selection
of the study designs for inclusion in the
review?
Yes Yes Yes Yes
4. Did the review authors use a comprehensive
literature search strategy?
No Partial Yes Partial Yes Yes
5. Did the review authors perform study
selection in duplicate?
No Yes Yes No
6. Did the review authors perform data
extraction in duplicate?
No No Yes Yes
7. Did the review authors provide a list of
excluded studies and justify the exclusions?
No Yes No No
8. Did the review authors describe the included
studies in adequate detail?
No Yes Partial Yes Partial Yes
9. Did the review authors use a satisfactory
technique for assessing the risk of bias (RoB)
in individual studies that were included in the
review?
No No Partial Yes No
10. Did the review authors report on the sources
of funding for the studies included in the
review?
No Yes Yes No
42
Quality assessment: AMSTAR Meng 2015 Fang 2010 Gao 2010 Knight 2004
11. If meta-analysis was performed did the review
authors use appropriate methods for statistical
combination of results?
No Yes Yes No MA (only
1 study
include)
12. If meta-analysis was performed, did the
review authors assess the potential impact of
RoB in individual studies on the results of the
meta-analysis or other evidence synthesis?
No No No No MA (only
1 study
include)
13. Did the review authors account for RoB in
individual studies when interpreting/
discussing the results of the review?
No No No Yes
14. Did the review authors provide a satisfactory
explanation for, and discussion of, any
heterogeneity observed in the results of the
review?
No Yes Yes Yes
15. If they performed quantitative synthesis did
the review authors carry out an adequate
investigation of publication bias (small study
bias) and discuss its likely impact on the
results of the review?
Yes No No
16. Did the review authors report any potential
sources of conflict of interest, including any
funding they received for conducting the
review?
Yes No Yes Yes
Studi Meng 2015 merupakan SR/MA yang dilakukan dengan menggabungkan 10
RCT. Walaupun banyak, ada dua artikel yang menggunakan definisi intervensi yang
berbeda. Di samping itu proses meta-analisis dari kesepuluh artikel tersebut tidak
dijelaskan dengan eksplisit. Secara keseluruhan, kualitas dari studi ini tidak
memenuhi kriteria AMSTAR. Hal serupa juga terjadi pada studi oleh Fang 2010 dan
Gao 2010. Studi SR/MA tidak murni membandingkan antara RCHOP vs CHOP untuk
pasien DLBCL, melainkan melibatkan juga regimen lain seperti RCHEOP dan
RTCOP, serta pasien dengan Mantle cell/follicular lymphoma/unspecified LNH. Kualitas
dari kedua studi SR/MA ini juga tidak baik. Studi Knight 2004 memiliki kualitas yang
lebih baik dari ketiga studi lainnya namun dilakukan 15 tahun yang lalu.
Untuk mendapatkan literatur yang sesuai, dilakukan pemilihan studi RCT yang
diinklusi dalam 4 SR/MA yang ada, yang memenuhi kriteria eligibilitas, dan
mendapatkan 3 studi RCT yang memenuhi kriteria eligibilitas. Studi lainnya
dieksklusi karena berbahasa China, bukan regimen RCHOP/CHOP serta bukan
pasien DLBCL.
43
5.4.3. Sintesis data
Karakteristik studi RCT
Tiga studi yang memenuhi kriteria eligibilitas adalah uji klinis terandomisasi yang
membandingkan RCHOP dengan CHOP pada pasien LNH DLBCL dengan CD20+.
Studi pertama oleh Coiffier 2002 merupakan uji klinis pertama yang dilakukan
membandingkan dua regimen kemoterapi RCHOP vs CHOP. Dua studi lainnya
(Feugier 2005, dan Coiffier 2010), merupakan kelanjutan dari studi oleh Coiffier 2002,
namun dengan waktu pengamatan yang lebih panjang yaitu 5 tahun dan 10 tahun.
Karakteristik dari studi RCT yang diinklusi serta hasil penilaian risiko bias
menggunakan JADAD score dapat dilihat pada Tabel 12.
Luaran kesintasan berupa event-free survival, progression-free survival dan overall
survival dapat dilihat pada Tabel 13 dan Tabel 14. Ketiga studi ini juga melaporkan
respon tumor dan toksisitas yang dapat dilihat pada Tabel 15 dan 16.
44
Tabel 13 Karakteristik studi RCT yang diinklusi
Studi Populasi Intervensi Kontrol Luaran
Coiffier 2002
Feugier 2005*
Coiffier
2010**
Pasien de novo DLBCL.
Pasien DLBCL dengan
konfirmasi CD20+ oleh
minimum 3 ahli
histopatologi
Median usia = 69 tahun
8 siklus R-CHOP:
Rejimen CHOP
rituksimab, pada
dosis375 mg per m2,
pada hari pertama di
tiap 8 siklus CHOP
8 siklus CHOP, setiap tiga minggu:
750 mg siklofosfamid per m2
permukaan tubuh di hari pertama;
50 mg doksorubisin per m2 di hari ke-
1;
1,4 mg vincristine per m2, hingga
dosis maksimum 2 mg, di hari
pertama;
40 mg prednison per m2 tiap hari
selama lima hari
Respon tumor (setelah 8 siklus)
Event-free survival
Overall survival
Risiko kegagalan pengobatan
Risiko kematia
Toksisitas
Median follow-up = 2 tahun
*Median follow up = 5 tahun
**Median follow up = 10 tahun
Skor JADAD: 2 poin (apabila studi melaporkan bahwa penelitian tersebut melaporkan telah melakukan randomisasi & menyatakan jumlah serta alasan
dropout atau alasan pengunduran diri di tiap kelompok)
*Long-term follow up for study: Coiffier 2002; **Long-term follow up for study: Coiffier 2002
45
Tabel 14 Probabilitas kesintasan
Luaran
R-CHOP
%survival (IK
95%)
CHOP
%survival (IK 95%)
Relative risk
(IK 95%) Nilai p
Event free survival
2 tahun
5 tahun
10 tahun
57 (50 - 64)
47 (39,9 - 54,1)
Tidak dilaporkan
38 (32 - 45)
29 (23,1 - 35,8)
Tidak dilaporkan
0,55 (0,41 – 0,75)
Tidak
dilaporkan
Tidak
dilaporkan
< 0,001
Tidak
dilaporkan
Tidak
dilaporkan
Progression free
survival
2 tahun
5 tahun
10 tahun
Tidak dilaporkan
54 (46,8 – 61,6)
36,5 (29,7 – 43,5)
Tidak dilaporkan
30 (24,4 – 37,3)
20,1 (14,6 – 26,2)
Tidak
dilaporkan
Tidak
dilaporkan
Tidak
dilaporkan
Tidak
dilaporkan
Tidak
dilaporkan
Tidak
dilaporkan
Overall survival
2 tahun
5 tahun
10 tahun
70 (63 - 77)
58 (50,8 - 64,5)
43.5 (36,4 – 50,4)
57 (50 - 64)
45 (39,1 - 53,3)
27,6 (21,4 – 34,3)
0,53 (0,37 – 0,77)
Tidak
dilaporkan
Tidak
dilaporkan
0,007
Tidak
dilaporkan
Tidak
dilaporkan
Tabel 15 Median kesintasan
Luaran
(setelah follow-up 10 tahun)
R-CHOP
Median (IK 95%)
CHOP
Median (IK 95%) Nilai p
Event free survival (tahun) 3,8 (2,37 - ) 1,1 (0,8 – 1,5) < 0,001
Progression free survival (tahun) 4,8 (2,7 – 7,6) 1,2 (0,9 – 1,8) < 0,001
Overall survival (tahun) 8,4 (5,4 - ) 3,5 (2,2 – 5,5) < 0,001
46
Tabel 16 Respon tumor
Deskripsi Respon tumor n (%)
Median follow up 2 tahun 5 tahun 10 tahun
Rejimen RCHOP CHOP RCHOP CHOP RCHOP CHOP
N N = 202 N = 197 N = 202 N = 197 N = 202 N = 197
Kejadian (events) 86 (42.6) 120 (60.9) 106 (52.5) 142 (72.1) 131 (64.9) 158 (80.2)
PD selama pengobatan 19 (9.4) 44 (22.3) 19 (9.4) 44 (22.3) 19 (9.4) 44 (22.3)
Alternatif baru pengobatan 11 (5.4) 9 (4.6) 11 (5.4) 9 (4.6) 11 (5.4) 9 (4.6)
PD setelah SD 1 (0.5) 1 (0.5) 1 (0.5) 1 (0.5) 1 (0.5) 1 (0.5)
PD setelah PR 5 (2.5) 4 (2.0) 6 (3.0) 4 (2.0) 6 (3.0) 5 (2.5)
Kambuh pada pasien CR 29 (14.4) 49 (24.9) 40 (19.8) 67 (34.0) 49 (24.3) 71 (36.0)
Meninggal pada saat
pengoabtan 12 (5.9) 11 (5.6) 12 (5.9) 12 (6.1) 12 (5.9) 12 (6.1)
Meninggal setelah
pengobatan (setelah CR) 9 (4.5) 2 (1.0) 17 (8.4) 5 (2.5) 33 (16.3) 16 (8.1)
Event-free 116 (57.4) 77 (39.1) 96 (47.5) 55 (27.9) 71 (35.1) 39 19.8)
PD = progressive disease; SD = stable disease; CR = complete response; PR = partial response
47
Tabel 17. Toksisitas
Kejadian Tingkat berapapun Tingkat 3 atau 4
RCHOP CHOP RCHOP CHOP
persentase pasien dengan minimal satu kejadian pada satu siklus
Demam 64 59 2 5
Infeksi 65 65 12 20
Mukositis 27 31 3 2
Toksisitas hati 46 46 3 5
Toksisitas jantung 47 35 8 8
Toksisitas neurologi 51 54 5 9
Toksisitas ginjal 11 14 1 2
Toksisitas paru 33 30 8 11
Mual muntah 42 48 4 8
Konstipasi 38 41 2 5
Alopesia 97 97 39 45
Toksisitas lainnya 84 80 20 25
Adverse event didefinisikan sebagai setiap perburukan dari kondisi awal, baik terkait
atau tidak terkait dengan pengobatan. Setiap kejadian (event) dinilai berdasarkan
kriteria penilaian dari the National Cancer Institute Common Toxicity Criteria grading
system. Semakin tinggi grade, mengindikasikan toksisitas yang semakin parah.
5.5. Efektivitas biaya penggunaan rituksimab pada pasien dengan LNH
DLBCL CD20+
5.5.1. Rerata biaya langsung medis
Komponen yang diperhitungkan dalam biaya langsung medis teermasuk biaya
rituksimab, kemoterapi CHOP dan hospitalisasi yang meliputi biaya tindakan, rawat
jalan/rawat inap, dan obat lain selain kombinasi kemoterapi yang telah dipisahkan.
Secara umum, proporsi terbesar biaya langsung medis pada RCHOP adalah biaya
obat rituksimab sebesar 60%, diikuti biaya medis diluar laboratorium dan radiologi
sebanyak 12%. Biaya langsung medis terendah adalah biaya administrasi (2%), biaya
alat dan bahan medis habis pakai (ABHP) sebesar 2% ,dan biaya obat lain, termasuk
obat efek samping sebesar 3% dari rerata biaya langsung medis. Proporsi biaya
langsung medis pada pasien dengan LNH DLBCL CD20+ secara perinci sebagai
berikut:
48
Tabel 18. Rerata biaya langsung medis pasien dengan LNH DLBCL CD20+
Total Rerata Persentase
RCHOP
Administrasi 58.176.467 1.939.216 2%
Akomodasi 394.952.200 8.976.186 8%
Farmasi obat lain 175.808.968 3.821.934 3%
ABHP 118.589.036 2.757.885 2%
rituksimab 3.263.943.345 70.955.290 61%
CHOP 595.992.879 12.956.367 11%
Tindakan medis lain 649.519.830 14.119.996 12%
Laboratorium 234.348.456 6.008.935 5%
Radiologi 368.083.412 9.202.085 8%
konsul/ visit 131.954.800 2.932.329 3%
TOTAL 5.351.143.644 116.329.210
CHOP
Administrasi 7.068.850 2.356.283 2%
Akomodasi 38.225.000 12.741.667 12%
Farmasi obat lain 37.874.301 12.624.767 11%
ABHP 27.146.961 9.048.987 8%
CHOP 48.062.108 16.020.703 15%
Tindakan medis lain 88.774.720 29.591.573 27%
Laboratorium 27.710.000 9.236.667 8%
Radiologi 33.327.000 11.109.000 10%
konsul/ visit 22.224.000 7.408.000 7%
TOTAL 330.412.940 110.137.647
Untuk pasien yang hanya mendapatkan kemoterapi CHOP, rerata biaya langsung
medis terbesar adalah biaya untuk tindakan medis lain sebesar 27% dan untuk obat
kemoterapi 15%. Sedangkan biaya terendah adalah biaya administrasi sebesar 2%.
Dari data biaya langsung medis di atas, perhitungan biaya yang masukkan pada
model evaluasi ekonomi dikonversikan dengan nilai uang pada tahun saat model
evaluasi ekonomi dibuat dengan menggunakan tabel Consumer Price Index (CPI) dari
World Bank. Setelah dilakukan konversi, biaya yang dimasukkan dalam model
representasi biaya dalam satuan per siklus perawatan atau sekitar 3 minggu.
49
Tabel 19. Data biaya langsung medis
Progression Free Progressive
Biaya rituksimab CHOP Hospitalisasi rituksimab ICE Hospitalisasi
Bia
ya
lan
gsu
ng
m
ed
is
RC
HO
P
Rerata 9,077,136 633,555 6,090,157 7,953,236 2,264,059 7,545,499
Minimal 1,529,000 342,740 1,554,622 1,529,000 1,678,240 6,417,695
Maksimal 11,076,819 878,804 28,447,650 9,494,416 2,753,180 11,362,440
Median 9,174,000 658,533 4,856,859 9,174,000 2,338,858 6,862,112
Simpang
baku
1,112,362 108,785 4,127,574 3,149,829 500,088 1,889,851
Std error 118,578 12,317 445,088 1,285,912 204,160 771,528
Progression Free Progressive
Biaya rituksimab CHOP Hospitalisasi rituksimab ICE Hospitalisasi
Bia
ya
lan
gsu
ng
m
edis
CH
OP
Rerata 715.554 5.202.359 2,264,059 7,545,499
Minimal 464.391 1.370.671 1,678,240 6,417,695
Maksimal 924.410 25.565.429 2,753,180 11,362,440
Median 685.212 3.231.361 2,338,858 6,862,112
Simpang
baku
105.042 5.486.316
500,088 1,889,851
Std error 23.488 1.258.647 204,160 771,528
50
Tabel di atas menunjukkan bahwa rerata biaya rituksimab di beberapa rumah sakit
pada fase pasien progression free sekitar 9 juta rupiah, sedangkan rerata biaya CHOP
sekitar 600 ribu rupiah. Biaya hospitalisasi pada tahap progression free per siklus
perawatan diketahui sebesar 6 juta rupiah sedangkan biaya rituksimab, ICE, dan
hospitalisasi pada tahap progresif berturut-turut adalah 7,9 juta rupiah; 2,2 juta
rupiah; dan 7,5 juta rupiah.
Sebagai komparator, rerata biaya perawatan untuk pasien yang hanya mendapatkan
CHOP (tanpa rituksimab) adalah sekitar 5,2 juta rupiah untuk biaya hospitalisasi per
siklus, dan sekitar 715 ribu rupiah untuk rerata biaya CHOP per siklus.
5.5.2. Rerata biaya langsung non-medis
Sama halnya dengan biaya langsung medis, satuan biaya untuk biaya langsung non-
medis juga dinyatakan dalam satuan per siklus. Komponen biaya langsung medis
meliputi biaya transportasi menuju fasilitas layanan kesehatan, biaya suplemen, biaya
caregiver, dan pengeluaran lain yang secara prinsip dikeluarkan untuk menunjuang
perawatan medis.
Tabel 20. Data biaya langsung non-medis
Progression Free Progressive
Bia
ya
lan
gsu
ng
no
n
med
is
Rerata 1,297,281 4,685,253
Minimal 120,000 166,667
Maksimal 5,839,333 9,409,091
Median 818,500 4,480,000
Simpang baku 1,508,821 4,624,629
Std Error 232,816 969,590
Tabel di atas menunjukkan rerata biaya langsung non medis pada tahap stabil
(progression free) sekitar 1,2 juta rupiah per siklus (3 minggu perawatan). Sedangkan
rerata biaya langsung medis untuk fase progresif sekitar 4,6 juta rupiah. Perbedaan
biaya yang cukup tinggi tersebut secara umum didorong oleh tingginya biaya obat
penyerta dan frekuensi kunjungan ke Rumah Sakit.
5.5.3. Rerata biaya tidak langsung
Komponen biaya tidak langsung dalam hal ini menjelaskan terkait dengan biaya
produktivitas yang hilang selama proses perawatan pasien di rumah sakit. Dalam
51
studi ini, biaya produktivitas yang diperhitungkan adalah biaya riil yang dihasilkan
dari pasien yang sebelumnya aktif bekerja. Akibatnya, biaya peluang yang hilang
untuk ibu rumah tangga dan anak (sekolah) diasumsikan nol.
Tabel 21. Data biaya tidak langsung
Progression Free Progressive
Bia
ya
tid
ak
lan
gsu
ng
Rerata 2,035,848 538,636
Minimal 33,333 350,000
Maksimal 11,477,500 727,273
Median 1,000,000 538,636
Simpang baku 2,877,552 266,772
Std Error 713,596 154,021
Tabel di atas menunjukkan bahwa rerata biaya peluang yang hilang pada pasien
selama proses perawatan adalah sekitar 2 juta rupiah per satu siklus perawatan di fase
stabil. Sedangkan biaya peluang yang hilang pada fase progresif adalah sekitar 530
ribu rupiah.
5.5.4. Utility
Studi ini bertujuan untuk membandingkan penggunaan kombinasi terapi rituksimab
dan kemoterapi dengan kemoterapi saja pada pasien LNH DLBCL dengan CD20+.
Luaran yang diharapkan dari studi ini adalah angka tahun hidup (survival rate) dan
nilai utilitas (utility values). Pasien LNH DLBCL dinilai stabil jika menjalani
kemoterapi dengan kombinasi rituksimab selama 6-8 siklus secara rutin sedangkan
pasien LNH DLBCL progresif adalah pasien yang mendapatkan perubahan rejimen
terapi lini kedua.
Dalam menilai utilitas pasien LNH, beberapa instrumen generik dapat digunakan
antara lain EQ-5D, SF-6D, 15D, dan HUI3. Di antara instrumen tersebut, EQ-5D adalah
instrumen yang umum digunakan pada penelitian onkologi. Pada instrumen ini,
terdapat lima dimensi yang diukur yaitu dimensi mobilitas, perawatan diri, aktivitas
sehari-hari, nyeri, dan depresi/cemas. Respon dari setiap dimensi digambarkan
dengan lima tingkatan dari kondisi terbaik (nilai 1) sampai terburuk (nilai 5). Selain
itu, pada instrumen ini juga dilakukan pengukuran skala visual analog sehingga pasien
dapat memberikan nilai kondisi kesehatannya dengan rentang 0 (terburuk) sampai
100 (terbaik).
52
Untuk mendapatkan data ini, peneliti melakukan wawancara pasien pada saat
kemoterapi belum dilakukan untuk menghindari bias akibat efek samping
kemoterapi. Pasien yang dipilih adalah pasien yang telah menjalankan minimal 3 kali
kemoterapi RCHOP. Dari hasil pengumpulan data, sebanyak 46 responden berhasil
diwawancarai di lokasi studi. Dari 46 responden tersebut, 41 responden berada pada
kondisi progression free dan 5 responden berstatus progresif.
Dengan menggunakan value set versi Indonesia, nilai rerata utilitas pasien dengan
kondisi progression free adalah 0,739 (SD=0,229); sementara pasien yang berstatus
progresif adalah 0,481 (SD=0,260). Pada studi ini, nilai utilitas pasien dipengaruhi oleh
kondisi status kesehatan pasien pada fase progression free atau progresif tanpa
dipengaruhi jenis terapi yang didapatkan pasien.
5.5.5. Rekapitulasi parameter pemodelan efektivitas biaya
Seperti yang dijelaskan pada bab metodologi, dalam rangka menilai efektivitas biaya,
metode yang digunakan adalah Cost Utility Analysis (CUA) dengan pendekatan
pemodelan evaluasi ekonomi. Markov model dikonstruksi untuk menggambarkan
progresivitas penyakit yang direpresentasikan dalam operasi matematik. Pada setiap
states seperti progression free, progressive, dan death, semua parameter dikombinasikan
untuk mengestimasi Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER).
Parameter yang masuk dalam pemodelan meliputi: data survival dan efektivitas
klinis (diperoleh dari kajian sistematis clinical trial), transisi probabilitas, utilitas, data
biaya (biaya langsung medis, langsung non-medis dan biaya tidak langsung),
diskonto. Adapun data yang digunakan dirangkum dalam tabel berikut:
Tabel 22. Rekapitulasi parameter
Parameter Nilai Distribusi Referensi
Transisi probabilitas
Progression Free Survival
(RCHOP)*
tpPFtoPF_2_RCHOP 0.629 Beta GELA Trial
tpPFtoPF_4_RCHOP 0.630 Beta GELA Trial
tpPFtoPF_6_RCHOP 0.630 Beta GELA Trial
tpPFtoPF_8_RCHOP 0.630 Beta GELA Trial
tpPFtoPF_10_RCHOP 0.629 Beta GELA Trial
53
Parameter Nilai Distribusi Referensi
Overall Survival (RCHOP)
tpPtoD_2_RCHOP 0.001 Beta GELA Trial
tpPtoD_4_RCHOP 0.001 Beta GELA Trial
tpPtoD_6_RCHOP 0.001 Beta GELA Trial
tpPtoD_8_RCHOP 0.001 Beta GELA Trial
tpPtoD_10_RCHOP 0.001 Beta GELA Trial
tpPFtoD_1_RCHOP 0.004 Beta WHO Life Table
tpPFoD_2_RCHOP 0.004 Beta WHO Life Table
tpPFoD_3_RCHOP 0.004 Beta WHO Life Table
tpPFtoD_4_RCHOP 0.004 Beta WHO Life Table
tpPFtoD_5_RCHOP 0.006 Beta WHO Life Table
Biaya
Biaya langsung medis
CostDM_PF_RCHOP 6,090,157 Gamma Data RS
CostDM_PF_CHOP 5,202,359 Gamma Data RS
CostDM_P_RCHOP 7,545,499 Gamma Data RS
CostDM_P_CHOP 5,202,359 Gamma Data RS
CostDM_P_ICE 2,264,059 Gamma Data RS
CostDM_PF_RCHOP 6,090,157 Gamma Data RS
Biaya obat
rituksimab_PF 9,077,136 Gamma Data RS
rituksimab_P 7,953,236 Gamma Data RS
CHOP_PF 715,554 Gamma Data RS
CHOP_P 715,554 Gamma Data RS
ICE_P 2,264,059 Gamma Data RS
54
Parameter Nilai Distribusi Referensi
Biaya langsung non medis
CostDnM_PF_RCHOP 1,297,281 Gamma Wawancara pasien
CostDnM_PF_CHOP 1,297,281 Gamma Wawancara pasien
CostDnM_P_RCHOP 4,685,253 Gamma Wawancara pasien
CostDnM_P_ICE 4,685,253 Gamma Wawancara pasien
Biaya tidak langsung
CostIn_PF_RCHOP 2,035,848 Gamma Wawancara pasien
CostIn_PF_CHOP 2,035,848 Gamma Wawancara pasien
CostIn_P_CHOP 538,636 Gamma Wawancara pasien
CostIn_P_ICE 538,636 Gamma Wawancara pasien
Kualitas Hidup
Progresion Free 0.739 Gamma Wawancara pasien
Progressive 0.481 Gamma Wawancara pasien
Diskonto
Biaya 0.03 Panduan PTK
Luaran 0.03 Panduan PTK
Efektivitas
RR response event 0.550 Log normal GELA Trial
RR death 0.530 Log normal GELA Trial
*PF=Progression free; P=Progressive; D=Death; tp=transisition probability; DMC=Direct Medical
Cost;DnM=Direct non medical cost;In=Indirect cost; RR=Risk ratio
Untuk transisi probabilitas, komparator CHOP diperlakukan metode perhitungan
yang sama. Semua transisi probabilitas distandarisasi sesuai dengan siklus model (per
3 minggu). Siklus ini berasal dari regulasi dan praktik dilapangan. Selanjutnya, model
dianalisis dan disimulasikan selama 50 tahun ke depan. Seluruh data efektivitas
diperoleh dari studi uji klinis yang telah melalui tahapan kajian sistematis 28
Setiap nilai parameter memiliki variasi, standar eror, dan interval kepercayaan.
Pencocokan distribusi juga diaplikasikan untuk analisis sensitivitas. Data untuk biaya
didapatkan dengan dua cara, yaitu data dari RS dan wawancara pasien. Kualitas
55
hidup menggunakan instrumen EQ-5D dan berdasarkan wawancara pasien. Risk
Ratio (RR) dalam studi ini berasal dari GELA trial, dan standardisasi yang dilakukan
mengikuti publikasi dari studi NICE UK 29
5.5.6. Analisis efektivitas biaya
Efektivitas biaya (ICER) merupakan rasio dari inkremental biaya dan inkremental
benefit. Dalam hal ini, rituksimab+CHOP dijadikan intervensi utama lalu
dibandingkan dengan CHOP saja sebagai komparatornya. Hasil perhitungan ICER:
Tabel 23. Analisis efektivitas biaya
rituksimab+CHO
P
CHOP ICER/LY ICER/QALY
Biaya Rp 1.494.328.270 Rp 1.340.477.526 Rp 65.878.648 Rp 130.792.988
Tahun hidup /Life
Years (LY)
6,39 4,06
QALYs 4,18 3,00
Dalam perspektif sosietal, biaya yang dibutuhkan untuk satu tahun hidup berkualitas
adalah Rp 130.792.988. Dalam hal tahun hidup (LY), penambahan rituksimab
memiliki 6,4 tahun sedangkan hanya 4 tahun untuk CHOP. Pada saat kualitas hidup
pasien dimasukkan ke dalam analisis, maka QALY untuk rituksimab+CHOP adalah
4,18 tahun dan CHOP saja 3,00 tahun. Selisih QALY antara intervensi dan komparator
lebih dari satu tahun hidup berkualitas. Hasil ini merupakan hasil setelah biaya dan
luaran didiskon. Selain itu, half-cycle correction diaplikasikan pada analisis model
keputusan untuk menyesuaikan kemungkinan terjadinya perpindahan health state di
tengah siklus model, yang tidak disimulasikan dalam pemodelan.
Jika menggunakan batas threshold 3 GDP per kapita (Rp 165.474.910; 1 GDP=US$
3.932,211; US$1 = Rp 14.027,30), maka dapat disimpulkan bahwa penambahan
rituksimab terhadap kemoterapi CHOP untuk pasien DLBCL potensial cost effective
atau merepresentasikan value for money, karena ICER berada dibawah nilai tersebut.
Hasil ini sejalan dengan beberapa studi. Studi yang dilakukan di UK, dengan
pemodelan evaluasi ekonomi, mengindikasikan bahwa R-CHOP efektif dilihat dari
sisi klinis dan biaya, ICER sekitar £10,596/ QALY untuk pasien berumur lebih dari 60
tahun dan £7533/QALY untuk pasien dibawah umur 60 tahun dikarenakan prognosis
yang lebih baik, keduanya disimpulkan cost-effective. Inkremental QALY yang
56
dihasilkan juga hampir satu tahun, yaitu sekitar 0,82 tahun dibandingkan dengan
CHOP saja.29
Studi dari beberapa negara di Eropa mengindikasikan bahwa R-CHOP cost effective.
Studi di Belanda30 ICER 13983/QALY dan 17933/QALY masing masing untuk pasien
grup yang muda dan lebih dari 60 tahun. Inkremental QALY sekitar 0,88 tahun.
Selanjutnya, studi di Italia31 dan Perancis32 mengindikasikan hasil yang sama bahwa
kombinasi rituksimab dan CHOP memiliki ICER dibawah threshold masing-masing
negara dan perbedaan tahun hidup berkualitas yang signifikan, sekitar lebih dari 1
tahun.
Dalam perspektif negara Amerika Serikat, studi dari Hornberger dan Best33 yang juga
mengaplikasikan model Markov menghasilkan ICER $US 19.297/ QALY dengan
selisih tahun hidup sekitar 1,08 tahun. Hal ini juga konsisten dengan studi dari
Kanada34 yang menggunakan pendekatan model berbasis populasi, RCHOP
menghasilkan rerata overall survival 6,9 tahun, dengan perbandingan tahun hidup 1,07
tahun dan nilai ICER €12.259/QALY.
Dalam studi di satu RS di Yunani35, hasil analisis evaluasi ekonomi menghasilkan
bahwa RCHOP dapat memberikan tambahan tahun hidup 5 tahun, sementara 3,6
tahun untuk CHOP dengan ICER 3.394/LYG.
Evaluasi ekonomi di atas sebagian besar dilakukan dengan implementasi pemodelan
matematis, dan time horizon yang lebih dari 10 tahun. Prediksi dan hasil dari beberapa
studi diatas cukup konsisten dengan hasil yang didapatkan di Indonesia.
Penilaian pada subgroup tidak dianalisis lebih lanjut karena keterbatasan data terkait
derajat keparahan atau severity dan penetapan stadium, sehingga memungkinkan
efektivitas biaya akan sedikit lebih tinggi atau rendah di stadium tertentu. Ini juga
menjadi tantangan pada saat penyakit dispesifikasikan lagi berdasarkan states dalam
Markov model. Untuk rerata umur distribusi cukup direpresentasikan dalam model
matematis, terkait survival dan mortality rate.
Perlu diperhatikan bahwa ICER hanya merepresentasikan value for money.
Pengambilan keputusan tidak hanya memperhatikan elemen efektivitas biaya tetapi
juga analisis dampak biaya untuk menilai keterjangkauan (affordability) dari
perspektif pembayar, jika rituksimab tetap di dalam paket manfaat skema JKN.
57
5.5.7. Analisis ketidakpastian
Ketidakpastian (uncertainty) ada di setiap analisis evaluasi ekonomi. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti metodologi studi, parameter, atau asumsi
matematis yang masuk ke dalam model. Karena itu, analisis ketidakpastian harus
dilakukan untuk menangani hal ini.
Pada studi ini dua jenis analisis sensitivitas dilakukan, baik deterministik maupun
probabilistik.
Ketidakpastian pada data dalam studi ini dianalisis secara deterministik untuk
memperlihatkan parameter apa saja yang paling berpengaruh terhadap nilai ICER
yang merupakan hasil akhir dari analisis evaluasi ekonomi. Hasil ini dipaparkan
menggunakan tornado diagram.
Gambar 12. Tornado Diagram
Tornado diagram di atas merupakan hasil dari analisis determinisik, ini
menggambarkan bahwa parameter yang potensial uncertain adalah transisi
probabilitas. Grafik di atas menggambarkan bahwa waktu uji klinis dapat
mempengaruhi analisis dan translasi transisi probabilitas. Diskonto pada benefit juga
dapat berpengaruh terhadap ICER, meskipun tidak signifikan. Parameter lain yang
juga berpengaruh adalah utilitas pada states progresif. Hal ini dapat disebabkan
jumlah sampel yang lebih kecil dibandingkan pada progression free state.
tpPtoD_10_RCHOP
U_progressive
tpPFtoPF_2_CHOP
tpPtoD_10_CHOP
tpPtoD_2_CHOP
tpPFtoD_2_RCHOP
tpPFtoPF_2_RCHOP
Tornado Diagram
Max Min
58
Pada analisis sensitivitas yang sifatnya probabilistik, seluruh parameter diacak secara
bersamaan setelah mencocokkan distribusi dari setiap data pada parameter.
Randomisasi diaplikasikan dengan teknik Monte Carlo dengan 1000 kali pengulangan
(aktivasi VBA pada Microsoft Excel). Selanjutnya, hasil simulasi dipaparkan dalam
Cost-Effectiveness Plane.
Gambar 13. Incremental cost effectiveness analysis
Cost-effectiveness plane di atas menggambarkan sebaran ICER. Garis X merupakan
inkremental QALY sedangkan Y adalah inkremental biaya. Grafik di atas
merepresentasikan bahwa pemberian rituksimab sejalan dengan kenaikan biaya dan
kenaikan luaran, dalam hal ini QALY. Dalam penambahan luaran efektivitas, titik
ICER sebagian besar berada di 0-2 tahun untuk inkremental QALY, meskipun ada
beberapa titik yang menggambarkan ketidakpastian dengan angka yang cukup tinggi
untuk inkremental QALY.
RCHOP memiliki probabilitas menjadi cost-effective sekitar 60% dengan threshold 3
GDP per kapita Indonesia. Probabilitas akan bertambah tinggi jika threshold
disimulasikan lebih tinggi. Cost Effectiveness Acceptiability Curve (CEAC) merupakan
representasi lanjut dari PSA. Kurva ini dapat memperlihatkan tingkat uncertainty data
yang berpengaruh pada hasil akhir, dan dibandingkan dengan threshold.
-
50,000,000
100,000,000
150,000,000
200,000,000
250,000,000
300,000,000
350,000,000
-1.00 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00
Incremental Cost Effectiveness Analysis
59
Gambar 14. Cost effectiveness acceptiability curve
5.6. Analisis dampak biaya
5.6.1. Skenario analisis dampak biaya pada pasien LNH DLBCL
Estimasi dampak pembiayaan rituksimab ini dilakukan dengan menggunakan
perspektif payer (BPJS Kesehatan) dengan periode analisis selama lima tahun.
Diskonto baik untuk biaya dan luaran tidak diperhitungkan guna mendapatkan nilai
riil dari pembiayaan program.
Dalam melakukan analisis dampak biaya, terlebih dahulu dilakukan perhitungan
besaran prevalens dan insiden kasus LNH DLBCL di Indonesia selama lima tahun
kedepan. Berdasarkan jumlah pasien LNH dari data klaim BPJS Kesehatan 2016-2017,
prevalens kasus LNH DLBCL adalah 2145 pasien pada tahun pertama dan kohort
pertama dan insiden sebanyak 172 pasien dengan memperhitungkan duplikasi
kunjungan pasien. Besaran prevalens dan insiden pasien diikuti dengan pengurangan
kasus setiap tahunnya sesuai dengan angka probabilitas dan survival pada model
evaluasi ekonomi. Perhitungan prevalens dan insiden pasien LNH DLBCL secara
rinci seperti pada tabel berikut:
Tabel 24. Perhitungan estimasi prevalens dan insiden kasus LNH DLBCL lima tahun ke depan
Tahun Kohort 1 Kohort 2 Kohort 3 Kohort 4 Kohort 5 Total
1 2145 2145
2 2080 172 2252
3 2033 167 172 2371
4 2016 163 167 172 2517
5 1998 162 163 167 172 2661
-0.20
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
- 100,000,000 200,000,000 300,000,000 400,000,000 500,000,000
Rituximab+ CHOP CHOP Threshold
60
Setelah diketahui estimasi prevalens dan insidens kasus, perhitungan analisis
dampak biaya ini dilakukan dengan menggunakan asumsi harga saat ini dengan
detail skenario penurunan harga sebagai berikut:
Skenario 1 (S1): R-CHOP dengan harga saat ini
Skenario 2 (S2): R-CHOP dengan penurunan harga 10%
Skenario 3 (S3): R-CHOP dengan penurunan harga 25%
Skenario 4 (S4): R-CHOP dengan penurunan harga 50%
Skenario 5 (S5): R-CHOP dengan penurunan harga 75%
Skenario 6 (S6): CHOP dengan harga saat ini
Gambar 15. Grafik analisis dampak biaya pada obat rituksimab (Drug A) dan CHOP (Drug B)
Grafik di atas menunjukkan bahwa dampak pembiayaan terapi rituksimab dengan
maksimal 8 siklus pemberian terapi pada pasien LNH DLBCL CD20+ secara berturut
sebesar 526 miliar rupiah untuk skenario harga saat ini; 521,74 miliar rupiah untuk
penurunan harga 10%; 515,35 miliar rupiah untuk penurunan harga 25%; 504,71
miliar rupiah untuk penurunan harga 50%; dan 494,06 miliar rupiah untuk penurunan
harga 75%. Sedangkan untuk CHOP saja dengan harga saat ini, dampak anggaran
selama lima tahun mencapai 483,32 miliar rupiah.
Dalam analisis dampak anggaran, kasus DLBCL yang termasuk di sini adalah
kombinasi kasus baru dan kasus lama. Yang dimaksud dengan kasus baru adalah
pasien yang baru terdiagnosis di tahun tersebut, sementara yang dimaksud dengan
kasus lama adalah pasien yang masih hidup di tahun selanjutnya. Dengan perubahan
jumlah pasien dari tahun ke tahun yang tidak terlalu jauh, maka kebutuhan anggaran
dari tahun pertama hingga tahun ke lima tidak berbeda secara signifikan.
160.08 156.86 152.02 143.96 135.90 127.76
90.91 90.65 90.26 89.61 88.97 88.31
88.17 87.92 87.53 86.88 86.24 85.58
90.08 89.82 89.43 88.78 88.14 87.49
96.76 96.50 96.11 95.47 94.82 94.17
526.00 521.74 515.35 504.71 494.06 483.32
0.00
100.00
200.00
300.00
400.00
500.00
600.00
Drug A S1 Drug A S2 Drug A S3 Drug A S4 Drug A S5 Drug B
Dal
am M
ilyar
Skenario
Grafik Analisis Dampak Biaya
Year 1 Year 2 Year 3 Year 4 Year 5 Total
61
BAB 6. KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil pengumpulan data, proporsi pasien LNH DLBCL berdasarkan
jenis kelamin tidak berbeda jauh dengan rerata usia pasien LNH CLBCL adalah
50 tahun.
2. Sebagian besar pasien LNH DLBCL yang mendapatkan kemoterapi R-CHOP
merupakan pasien yang dirujuk dari rumah sakit pada tipe kelas lebih rendah
3. Penggunaan kemoterapi kombinasi R-CHOP merupakan terapi yang mayoritas
diberikan kepada pasien dengan diagnosis LNH DLBCL (70%). Meskipun pada
pelaksanaan kemoterapi, pada siklus tertentu kondisi kesehatan pasien dan
ketersediaan obat di rumah sakit memengaruhi pemberian R-CHOP lengkap.
4. Kajian sistematis memberikan informasi bahwa penggunaan rituksimab
dibandingkan kemoterapi saja memperikan dampak yang signifikan, baik dalam
progression free survival maupun overall survival
5. Berdasarkan analisis evaluasi ekonomi, penggunaan rituksimab dan CHOP untuk
pasien DLBCL mengindikasikan value for money. Jika menggunakan threshold 3
GDP per kapita maka RCHOP secara potensial cost effective.
6. Analisis dampak anggaran dengan simulasi lima tahun menunjukan bahwa
kebutuhan anggaran rituksimab yang cukup besar. Namun demikian, beban
biaya dapat dinilai lebih lanjut dan disimulasikan dengan skenario harga obat.
62
BAB 7. LAMPIRAN
7.1. Instrumen identifikasi pasien dan biaya langsung medis
7.2. Instrumen biaya langsung non medis dan biaya tidak langsung
7.3. Instrumen EQ5D-5L
63
DAFTAR PUSTAKA
1. Komite Nasional Penanggulangan Kanker. Panduan Nasional Penanganan
Kanker Limfoma Non-Hodgkin. 2015.
2. Ferlay J, Soerjomataram I, Ervik M, Dikshit R, Eser S, Mathers C, et al.
GLOBOCAN 2012 v1.0, Cancer Incidence and Mortality Worldwide: IARC
CancerBase No. 11 [Internet]. Lyon, France: International Agency for Research
on Cancer. 2013 [cited 2018 Aug 15]. Available from: http://globocan.iarc.fr
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2013. Lap Nas 2013. 2013;1–384.
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/MENKES/659/2017 tentang
Formularium Nasional. Hal:64.
5. BPJS Kesehatan. Data Klaim BPJS 2017.
6. Younes A, Hilden P, Coiffier B, Hagenbeek A, Salles G, Wilson W, et al.
International Working Group consensus response evaluation criteria in
lymphoma (RECIL 2017). Ann Oncol. 2017;28(7):1436–47.
7. Shea BJ, Reeves BC, Wells G, Thuku M, Hamel C, Moran J, et al. AMSTAR 2: A
critical appraisal tool for systematic reviews that include randomised or non-
randomised studies of healthcare interventions, or both. BMJ. 2017;358:j4008.
8. Higgins JPT, Altman DG, Gøtzsche PC, Jüni P, Moher D, Oxman AD, et al. The
Cochrane Collaboration’s tool for assessing risk of bias in randomised trials.
BMJ. 2011;343:d592.
9. Balshem H, Helfand M, Schünemann H, Oxman A, Kunz R, Brozek J, et al.
GRADE guidelines: 3. Rating the quality of evidence. J Clin Epidemiol.
2011;64(4):401–6.
10. Drummond MF, Sculpher MJ, Torrance GW, O’Brien, Stoddart BJ and GL.
Methods for the economic evaluation of health care programmes. Oxford:
Oxford University Press.-05. 2005.
11. Brazier J, Ratcliffe J, Salomon J, Tsuchiya A. Measuring and valuing health
benefits for economic evaluation. Oxford University Press; 2016.
12. Shiell A, Donaldson C, Mitton C, Currie G. Health economic evaluation. J
Epidemiol Community Health. 2002;56(2):85.
13. Miller P. An Introduction to Health Economic Evaluation. The NIHR RDS for
the East Midlands/Yorkshire & the Humber; 2009.
64
14. Briggs A, Claxton K, Scuplher M. Decision modelling for health economic
evaluation. Oxford University Press, USA; 2006.
15. Brennan A, Chick SE, Davies R. A taxonomy of model structures for economic
evaluation of health technologies. Health Econ. 2006;1295–310.
16. Sonnenberg FA, Beck JR. Markov Models in Medical Decision Making: A
Practical Guide. Med Decis Mak. 1993;13(4):322–38.
17. Briggs A, Sculpher M. An introduction to Markov modelling for economic
evaluation. Pharmacoeconomics. 1998;13(4):397–409.
18. Caro JJ, Briggs AH, Siebert U, Kuntz KM. Modeling good research practices-
overview: A report of the ISPOR-SMDM modeling good research practices task
force-1. Med Decis Mak. 2012;32(5):667–77.
19. Roberts M, Russell LB, Paltiel AD, Chambers M, McEwan P, Krahn M.
Conceptualizing a model: A report of the ISPOR-SMDM modeling good
research practices task force-2. Med Decis Mak. 2012;32(5):678–89.
20. Soini EJO, Martikainen JA, Nousiainen T. Treatment of follicular non-Hodgkin’s
lymphoma with or without rituksimab: cost-effectiveness and value of
information based on a 5-year follow-up. Ann Oncol Off J Eur Soc Med Oncol.
2011 May;22(5):1189–97.
21. Ray JA, Carr E, Lewis G, Marcus R. An evaluation of the cost-effectiveness of
rituksimab in combination with chemotherapy for the first-line treatment of
follicular non-hodgkin’s lymphoma in the UK. Value Heal. 2010;13(4):346–57.
22. Walters SJ, Brazier JE. Comparison of the minimally important difference for
two health state utility measures: EQ-5D and SF-6D. Qual Life Res.
2005;14(6):1523–32.
23. Pickard AS, De Leon MC, Kohlmann T, Cella D, Rosenbloom S. Psychometric
comparison of the standard EQ-5D to a 5 level version in cancer patients. Med
Care. 2007;45(3):259–63.
24. Rabin R, De Charro F. EQ-5D: A measure of health status from the EuroQol
Group. Ann Med. 2001;33(5):337–43.
25. Vergel YB, Sculpher M. Quality-adjusted life years. Pract Neurol. 2008;8:175–82.
26. Briggs AH, Gray AM. Handling uncertainty in economic evaluations of
healthcare interventions. BMJ. 1999;319(7210):635–8.
27. Sullivan SD, Mauskopf JA, Augustovski F, Jaime Caro J, Lee KM, Minchin M, et
al. Budget impact analysis - Principles of good practice: Report of the ISPOR
2012 budget impact analysis good practice II task force. Value Heal.
2014;17(1):5–14.
65
28. Shea, B. J., Grimshaw, J. M., Wells, G. A., & all, e. (2007). Development of
AMSTAR: a measurement tool to assess the methodological quality of systematic
reviews. BMC Research Medical Methodology, 1-7.
29. Shea, B., Reeves, B., Wells, G., & all, e. (2017). AMSTAR 2: a critical appraisal tool
for systematic reviews that include randomised or non-randomised studies of
healthcare interventions, or both. The BMJ, 1-9.
30. Coiffier, B., Thieblemont, C., Van Den Neste, E., Lepeu, G., Plantier, I.,
Castaigne, S., ... & Belhadj, K. (2010). Long-term outcome of patients in the LNH-
98.5 trial, the first randomized study comparing rituksimab-CHOP to standard
CHOP chemotherapy in DLBCL patients: a study by the Groupe d'Etudes des
Lymphomes de l'Adulte. Blood, 116(12), 2040-2045.
31. Knight, C., Hind, D., Brewer, N., & Abbott, V. (2004). rituksimab (MabThera®)
for aggressive non-Hodgkin's lymphoma: systematic review and economic
evaluation. In NIHR Health Technology Assessment programme: Executive
Summaries. NIHR Journals Library.
32. Groot, M. T., Lugtenburg, P. J., Hornberger, J., Huijgens, P. C., & Uyl‐de Groot,
C. A. (2005). Cost‐effectiveness of rituksimab (MabThera®) in diffuse large B‐cell
lymphoma in the Netherlands. European journal of haematology, 74(3), 194-202.
33. Ferrara, F., & Ravasio, R. (2008). Cost-effectiveness analysis of the addition of
rituksimab to CHOP in young patients with good-prognosis diffuse large-B-cell
lymphoma. Clinical drug investigation, 28(1), 55-65.
34. Best, J. H., Hornberger, J., Proctor, S. J., Omnes, L. F., & Jost, F. (2005). Cost-
effectiveness analysis of rituksimab combined with CHOP for treatment of
diffuse large B-cell lymphoma. Value in health, 8(4), 462-470.
35. Hornberger, J. C., & Best, J. H. (2005). Cost utility in the United States of
rituksimab plus cyclophosphamide, doxorubicin, vincristine, and prednisone for
the treatment of elderly patients with diffuse large B‐cell lymphoma. Cancer:
Interdisciplinary International Journal of the American Cancer Society, 103(8), 1644-
1651.
36. Johnston, K. M., Marra, C. A., Connors, J. M., Najafzadeh, M., Sehn, L., &
Peacock, S. J. (2010). Cost‐effectiveness of the addition of rituksimab to CHOP
chemotherapy in first‐line treatment for diffuse large B‐cell lymphoma in a
population‐based observational cohort in British Columbia, Canada. Value in
Health, 13(6), 703-711.
37. Rigopoulou, D. K. Cost-Effectiveness Analysis by Adding rituksimab in the
Treatment of Diffuse Large B-Cell Lymphoma.