euthanasia pada pasien vegetatif
DESCRIPTION
Makalah PBL PLENOTRANSCRIPT
![Page 1: Euthanasia pada Pasien Vegetatif](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082715/5695d3111a28ab9b029cb94d/html5/thumbnails/1.jpg)
Perbedaan Pendapat dari Berbagai Aspek Pendekatan dalam
Kasus Eutanasia dan Konsekuensinya
PENDAHULUAN
Kematian adalah sesuatu hukum alam yang niscaya terjadi pada setiap makhluk hidup.
Namun bukan semua makhluk hidup khususnya manusia mati secara alam karena terdapat
beberapa kasus di mana eutanasia atau pencabutan nyawa pasien terjadi dalam beberapa kasus
kedokteran dan hukum. Eutanasia berasal dari kata Yunani yaitu ‘euthanathos’ yang terbentuk
dari kata ‘eu’ dan ‘thanathos’ yang masing-masing berarti ‘baik’ dan ‘mati’.1 Maka eutanasia
dapat didefinisi sebagai kematian yang mudah dan tanpa rasa sakit.2 Secara umumnya pula
boleh diartikan sebagai pencabutan nyawa pasien yang sakit tingkat lanjutan yang tiada
harapan untuk sembuh, lumpuh atau dalam kondisi vegetatif, menderita penyakit yang parah
dan mengalami sakit yang sangat menyiksakan. Eutanasia dilakukan mengikut aturan dan
prosedur serta sebab yang munasabah di atas permintaan pasien atau demi kepentingan pasien
itu. Bagaimanapun, sehingga kini, eutanasia masih menimbulkan persoalan dari aspek sosial,
religius, moral dan etis, tidak kira budaya dan agama. Bagi seorang mahasiswa, topik
eutanasia mungkin sekadar materi kuliah yang harus dipelajari. Bagi seorang wartawan atau
jurnalis, isu eutanasia mungkin sekadar artikel koran. Tetapi bagi seorang pasien atau
keluarga pasien, hal ini merupakan hal yang cukup berat dan membutuhkan masa yang tidak
terkira lamanya untuk membuat keputusan mengenai soal hidup atau mati.
Jadi, makalah ini akan membahas pendapat-pendapat dari sudut pandang pelbagai aspek dan
lingkungan serta konsekuensi praktik eutanasia terhadap lingkungan tersebut secara spesifik
berdasarkan skenario yang diberi yaitu:
Pada awal April 1998, di Pusat Medis Adven Glendale California, diduga puluhan
pasien telah “ditolong” oleh dr. Jack Kevorkian untuk melepaskan ‘beban’ hidup
mereka di RS tersebut. Kevorkian berargumen bahwa apa yang dilakukannya
adalah sesuatu yang mulia, sebab ia menolong para pasien melepas ajal mereka.
Para penentangnya berargumen bahwa apa yang dilakukan Kevorkian tidak lain
dari pembunuhan.
RUMUSAN MASALAH
![Page 2: Euthanasia pada Pasien Vegetatif](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082715/5695d3111a28ab9b029cb94d/html5/thumbnails/2.jpg)
Berdasarkan skenario yang diberi, maka dapat dirumuskan bahwa dr. Kevorkian menganggap
tindakan euthanasia adalah sesuatu yang mulia tetapi mendapat pertentangan dari pihak lain.
Dr. Kevorkian dikritik karena ia seperti meminta publisitas, kurang pengetahuan klinis
tentang penyakit pasien serta karena proses dan kriteria seleksi pasien yang aneh.3 Walaupun
ada pihak yang bersetuju dengan prinsip ia dalam hak untuk menentukan kematian, pihak
tersebut juga mengeritik bahwa dr. Kevorkian kurang tahu akan kondisi pasiennya dan tidak
membuat tindakan untuk mengkonfirmasikan diagnosis dengan pasiennya, apabila muncul
bukti autopsi bahwa terdapat beberapa pasien yang dimatikan itu tidak menunjukkan
kesakitan atau kecederaan secara fisika.3
ANALISIS MASALAH
Untuk membahaskan pendapat tentang euthanasia dari perspektif yang berbeda, pendekatan
holistik dan pendekatan spesifik harus dipertimbangkan.
Pendekatan holistik memeriksa bagaimana entitas yang kompleks beroperasi sebagai
keseluruhan.4 Ini berarti pendekatan holistik merupakan sarana untuk memahami apakah itu
eutanasia dan apakah pokok permasalahan yang timbul daripada kasus tersebut serta
bagaimana kasus itu dapat ditangani secara menyeluruh. Pendekatan holistik ini mencakupi
aspek filosofis kritis, aspek logis dan aspek linguistik.
Aspek filosofis kritis membahaskan tentang tiga dimensi yaitu ontologis, epistemologi dan
aksiologi. Ontologis merujuk kepada realitas sebagaimana adanya terjadi sesuatu. Sebenarnya
kasus eutanasia bukanlah sesuatu yang baru, bahkan sudah terjadi sejak dahulu dan didukung
oleh tokoh besar seperti filsuf Plato yang mendukung tindakan membunuh diri untuk
mengakhiri penderitaannya dan Aristoteles yang membenarkan adanya infanticide untuk
membunuh orang yang mempunyai penyakit sejak lahir atau apabila dilahirkan tidak dapat
hidup dengan normal dan perkasa.5 Begitu juga kasus yang mungkin paling terkenal dalam
sejarah dunia yaitu Adolf Hitler yang memberi perintah untuk membunuh seluruh orang sakit
yang tidak boleh disembuhkan dan bayi-bayi yang mempunyai penyakit bawaan.5 Eutanasia
secara umumnya boleh dilakukan terhadap pasien yang sakit tingkat lanjutan yang tiada
harapan untuk sembuh, kematian otak menyeluruh, lumpuh atau dalam kondisi vegetatif,
menderita penyakit yang parah dan mengalami sakit yang sangat menyiksakan.
Epistemologi merupakan pengetahuan tentang cara bagaimana manusia dapat mengetahui
realitas tersebut. Eutanasia seharusnya dilakukan mengikut aturan dan prosedur serta sebab
yang munasabah di atas permintaan pasien atau demi kepentingan pasien itu. Namun, masalah
timbul apabila menanyakan mana yang lebih manusiawi dan mengurangkan penderitaan yaitu
![Page 3: Euthanasia pada Pasien Vegetatif](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082715/5695d3111a28ab9b029cb94d/html5/thumbnails/3.jpg)
apakah dengan merawat secara terus enerus sampai pasien meninggal dunia atau apakah
dengan menghentikan perawatan. Ada juga yang menganggap bahwa keputusan terbaik
adalah dengan menyerahkan keputusan kepada penderita dan keluarga. Tetapi timbul lagi
pertanyaan apakah keputusan itu mendukung hak pasien untuk menentukan nasib sendiri atau
apakah pasien itu tidak mampu berfikir dengan waras akibat kesakitannya serta depresi. Jadi,
Aksiologi pula adalah prinsip dasar mengenai tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh
manusia. Ada kelompok yang menganggap tindakan eutanasia ini boleh memberi kesan yang
positif. Dengan hal itu, kesakitan dan penderitaan pasien boleh diakhiri, kesedihan keluarga
juga boleh diringankan serta pasien juga boleh meninggal bersama martabatnya daripada
penderitaan di saat-saat akhir.6 Ada juga yang menganggap bahawa secara spiritual, baik si
pasien maupun yang merawat, mereka boleh mengalami pemahaman hidup yang lebih
mendalam dan misteri-misteri iman atau mukjizat-mukjizat yang mungkin terjadi jika mereka
menunggu lebih lama dibandingkan menjalankan eutanasia.6
Seterusnya, kita lihat kepada aspek logis. Aspek logis membicarakan tentang kebenaran
sesuatu menurut penalaran yaitu keputusan, penyimpulan dan silogisme. Apakah keputusan
itu sesuai azas-azas pemikiran atau tidak? Aspek logis dipengaruhi oleh azas – azas
pemikiran; dasar yang terdalam dari setiap pemikiran dan pengetahuan. Azas pemikiran
terbagi kepada dua yaitu azas primer dan azas sekunder.7 Azas primer tidak tergantung pada
azas yang lain dan terdiri dari azas identitas, azas kontradiksi, azas penyisihan kemungkinan
ketiga dan azas alasan yang mencukupi. Azas identitas adalah dasar dari semua pemikiran dan
ini dapat dilihat dalam pengakuan bahwa benda ini adalah benda ini dan bukan benda
lainnya.7 Dalam logika, pernyataan ini berarti apabila sesuatu diakui, semua kesimpulan yang
lain yang ditarik dari pengakuan itu juga harus diakui. Apabila sesuatu diakui, tetapi
kesimpulan yang ditarik daripadanya dimungkiri, hai itu menyatakan bahwa pengakuan tadi
dibatalkan karena tidak dapat sesuatu diakui dan serentak pula dimungkiri. Azas kontradiksi
adalah perumusan negatif dari azas identitas.7 Azas penyisihan kemungkinan ketiga pula
menyatakan kemungkinan yang ketiga tidak ada. Hal ini bermakna sekiranya ada dua
keputusan yang kontradiktoris, pastilah salah satu dari antaranya salah karena tidak mungkin
kedua – duanya sama – sama salah atau sama – sama benar. Terakhir adalah azas alasan yang
cukup yang menyatakan bahwa sesuatu yang ada mempunyai alasan yang cukup untuk
adanya.7 Bahkan segala sesuatu mempunyai alasan yang cukup untuk adanya dan dapat
dimengerti dan dijelaskan.
![Page 4: Euthanasia pada Pasien Vegetatif](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082715/5695d3111a28ab9b029cb94d/html5/thumbnails/4.jpg)
Aspek yang ketiga dalam pendekatan holistik adalah aspek linguistik. Aspek linguistik
memiliki alur – alur yang berkaitan seperti alur narasi yang merupakan rangkaian cerita atau
peristiwa, alur argumentasi yaitu perbedaan pendapat dalam sesuatu situasi serta uraian dan
pembuktian sesuatu pegangan dan alur kultural dan emosional yang merupakan perkaitan
sesuatu dengan kebudayaan.
Pendekatan spesifik bermaksud tindakan dari sisi ilmu kedokteran. Pendekatan spesifik
mencakupi aspek medis, aspek hukum dan aspek etis.
Setiap tindakan keputusan medis, para tenaga medis berpegang kepada dua konsep aliran
besar dalam etika yaitu utilitarianisme dan deontologisme.8 Utilitarianisme membutuhkan
seseorang dokter untuk menjadikan dirinya berguna sehingga memberi manfaat kepada orang
lain yang terkena kesan tindakannya itu.
Berdasarkan Sumpah Hipprocrates, “I will not give a lethal drug to anyone if I am asked, nor
will I advise such a plan; and similarly I will not give a woman a pessary to cause an
abortion.”.9 Di sini sudah jelas dinyatakan bahwa seseorang dokter yang melafazkan Sumpah
Hippocrates telah bersumpah untuk menggunakan pengobatan untuk menolong orang sakit
sesuai kemampuan dan penilaian nya, tetapi tidak akan pernah untuk mencelakai atau berbuat
salah dengan sengaja. Seorang dokter juga tidak akan memberikan racun kepada siapa pun
bila diminta dan juga tak akan menyarankan hal seperti itu. Maka, pengamalan eutanasia itu
merupakan satu pelanggaran dari sisi etika kedokteran.
Di Indonesia, masalah euthanasia masih belum mendapatkan tempat yang diakui secara
yuridis. Oleh itu diharapkan dengan perkembangan Hukum Positif Indonesia euthanasia akan
mendapat tempat yang diakui secara yuridis.10 Walaubagaimanapun, jika dilihat dari aspek
legal menurut Hukum Pidana, sebarang bentuk euthanasia adalah dilarang menurut Pasal 344
KUHPidana yang berbunyi; “ Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan
orang itu sendiri, yang dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara
selama 12 tahun.”
Di Amerika Serikat pula, yaitu di negara bagian Washington berlaku larangan dilakukannya
physician assisted suicide.10 Namun larangan ini kemudiannya telah dibatalkan, maka kini hak
untuk mengakhiri hidup telah diperbolehkan bila pasien kehilangan daya tanggap atau reaksi,
pasien tiada gerak spontan dan nafas serta refleksi dan mengalami kerusakan otak.
![Page 5: Euthanasia pada Pasien Vegetatif](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082715/5695d3111a28ab9b029cb94d/html5/thumbnails/5.jpg)
Setiap tindakan pasti ada konsekuensinya. Eutanasia merupakan satu daripada kasus yang
sering diperdebatkan karena memberi dampak yang mendalam terhadap lingkungan religius
dan moral.
Dari sisi religius, tindakan mencabut nyawa seseorang sebelum sampai ajalnya adalah sesuatu
tindakan yang berdosa. Sebagai contoh agama Kristen, Deklarasi Vatikan secara empatik
menyatakan: “Pentinglah menyatakan sekali lagi dengan sungguh-sungguh bahwa tidak ada
dan tak seorang pun dengan cara apa pun memperbolehkan pembunuhan umat manusia yang
tidak berdosa, apakah itu janin atau embrio, bayi atau orang dewasa, atau orang yang sedang
menderita penyakit yang tidak bisa disembuhkan atau seseorang yang sedang berada dalam
sakratulmaut”.6
Secara moral, pembedaan yang paling mendasar berkenaan eutanasia adalah antara kondisi
pencabutan nyawa yaitu “membiarkan orang mati” dan “membunuh seseorang”. Menurut
pemahaman ini, timbullah pertanyaan mengapa “membunuh seseorang” itu salah sementara
“membiarkan seseorang meninggal” boleh diterima.6
KESIMPULAN
Walaupun sudah selesai membahaskan tentang kasus dr. Kevorkian, masih terdapat
ketidakpuasan dan ketidakpastian karena begitu sulit untuk menjawab secara objektif dan
meyakinkan. Kebenaran disebalik tindakan eutanasia bagi setiap pasien dr. Kevorkian masih
tidak dapat dipastikan kesahihannya. Seperti yang dikatakan oleh Aristoteles bahwa yang baik
itu tidak semestinya benar tetapi hanya yang benar itu pasti baik. Dalam kasus dr. Kevorkian,
ia menganggap tindakannya benar dan mulia. Namun, secara peribadi, saya menyangkal
tindakan dr. Kevorkian yang seakan-akan senang mendapat perhatian daripada warga dunia
dengan memenangkan kebenarannya sendiri. Setiap kasus eutanasia harus diteliti bukan
sahaja secara holistik tetapi juga secara spefisik sehingga tindakan eutanasia itu memberi hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan alternatif lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ebrahim AFM. Euthanasia. In: Organ transplantation, euthanasia, cloning & animal
experimenation: an Islamic overview. Diterjemahkan oleh: Mujiburohman. Eutanasia.
![Page 6: Euthanasia pada Pasien Vegetatif](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082715/5695d3111a28ab9b029cb94d/html5/thumbnails/6.jpg)
Dalam: Kloning, transfusi darah, eutanasia & eksperimentasi hewan. Jakarta: PT
Serambi Ilmu Semesta; 2007. Hal 148-59.
2. Black’s Medical Dictionary. Edisi ke-42. Hal 236.
3. Mcdougall JF, Gorman M. Biographical sketches. Dalam: Euthanasia: a reference
handbook. Edisi ke-2. California: ABC-CLIO Inc; 2008. Hal 127-46.
4. Wattimena RAA. Hukum dan teori dalam ilmu pengetahuan. Dalam: Filsafat & sains:
sebuah pengantar. Jakarta: Grasindo; 2008. Hal 282.
5. Tukul B. Pendebatan etis atas euthanasia (skripsi). Yogyakarta: Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga; 2008. Hal 73.
6. Higgins GC. Euthanasia. In: Where do you stand?. Diterjemahkan oleh: Setiyanta YM.
Eutanasia. Dalam: 8 dilema moral zaman ini: di pihak manakah anda?. Edisi ke-5.
Yogyakarta: PT Kanisius; 2010. Hal 93-103.
7. Lanur A. Logika Selayang Pandang. Yogyakarta: Penerbit Kanisius; 1983
8. Orfali R. Euthanasia in the real world. The great debate. Point and counterpoint.
Dalam: Death with diginty: the case of legalizing physician-assisted dying and
euthanasia. Minneapolis: Mill City Press Inc.; 2011. Hal 93-127.
9. Available from URL: http://www.nlm.nih.gov/hmd/greek/greek_oath.html . Diakses
pada 28 Oktober 2013.
10. Zainafree I. Euthanasia (Dalam Perspektif Etika dan Moralitas). KEMAS; Jan – Jun
2009; 4(2): 183 – 90.