euthanasia pada pasien vegetatif

7
Perbedaan Pendapat dari Berbagai Aspek Pendekatan dalam Kasus Eutanasia dan Konsekuensinya PENDAHULUAN Kematian adalah sesuatu hukum alam yang niscaya terjadi pada setiap makhluk hidup. Namun bukan semua makhluk hidup khususnya manusia mati secara alam karena terdapat beberapa kasus di mana eutanasia atau pencabutan nyawa pasien terjadi dalam beberapa kasus kedokteran dan hukum. Eutanasia berasal dari kata Yunani yaitu euthanathos yang terbentuk dari kata eu dan thanathos yang masing-masing berarti baik dan mati . 1 Maka eutanasia dapat didefinisi sebagai kematian yang mudah dan tanpa rasa sakit. 2 Secara umumnya pula boleh diartikan sebagai pencabutan nyawa pasien yang sakit tingkat lanjutan yang tiada harapan untuk sembuh, lumpuh atau dalam kondisi vegetatif, menderita penyakit yang parah dan mengalami sakit yang sangat menyiksakan. Eutanasia dilakukan mengikut aturan dan prosedur serta sebab yang munasabah di atas permintaan pasien atau demi kepentingan pasien itu. Bagaimanapun, sehingga kini, eutanasia masih menimbulkan persoalan dari aspek sosial, religius, moral dan etis, tidak kira budaya dan agama. Bagi seorang mahasiswa, topik eutanasia mungkin sekadar materi kuliah yang harus dipelajari. Bagi seorang wartawan atau jurnalis, isu eutanasia mungkin sekadar artikel koran. Tetapi bagi seorang pasien atau keluarga pasien, hal ini merupakan hal yang cukup berat dan membutuhkan masa yang tidak terkira lamanya untuk membuat keputusan mengenai soal hidup atau mati. Jadi, makalah ini akan membahas pendapat-pendapat dari sudut pandang pelbagai aspek dan lingkungan serta konsekuensi praktik eutanasia terhadap lingkungan tersebut secara spesifik berdasarkan skenario yang diberi yaitu: Pada awal April 1998, di Pusat Medis Adven Glendale California, diduga puluhan pasien telah ditolong oleh dr. Jack Kevorkian untuk melepaskan beban hidup mereka di RS tersebut. Kevorkian berargumen bahwa apa yang dilakukannya adalah sesuatu yang mulia, sebab ia menolong para pasien melepas ajal mereka. Para penentangnya berargumen bahwa apa yang dilakukan Kevorkian tidak lain dari pembunuhan.

Upload: angela-mitchelle-nyangan

Post on 01-Feb-2016

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Makalah PBL PLENO

TRANSCRIPT

Page 1: Euthanasia pada Pasien Vegetatif

Perbedaan Pendapat dari Berbagai Aspek Pendekatan dalam

Kasus Eutanasia dan Konsekuensinya

PENDAHULUAN

Kematian adalah sesuatu hukum alam yang niscaya terjadi pada setiap makhluk hidup.

Namun bukan semua makhluk hidup khususnya manusia mati secara alam karena terdapat

beberapa kasus di mana eutanasia atau pencabutan nyawa pasien terjadi dalam beberapa kasus

kedokteran dan hukum. Eutanasia berasal dari kata Yunani yaitu ‘euthanathos’ yang terbentuk

dari kata ‘eu’ dan ‘thanathos’ yang masing-masing berarti ‘baik’ dan ‘mati’.1 Maka eutanasia

dapat didefinisi sebagai kematian yang mudah dan tanpa rasa sakit.2 Secara umumnya pula

boleh diartikan sebagai pencabutan nyawa pasien yang sakit tingkat lanjutan yang tiada

harapan untuk sembuh, lumpuh atau dalam kondisi vegetatif, menderita penyakit yang parah

dan mengalami sakit yang sangat menyiksakan. Eutanasia dilakukan mengikut aturan dan

prosedur serta sebab yang munasabah di atas permintaan pasien atau demi kepentingan pasien

itu. Bagaimanapun, sehingga kini, eutanasia masih menimbulkan persoalan dari aspek sosial,

religius, moral dan etis, tidak kira budaya dan agama. Bagi seorang mahasiswa, topik

eutanasia mungkin sekadar materi kuliah yang harus dipelajari. Bagi seorang wartawan atau

jurnalis, isu eutanasia mungkin sekadar artikel koran. Tetapi bagi seorang pasien atau

keluarga pasien, hal ini merupakan hal yang cukup berat dan membutuhkan masa yang tidak

terkira lamanya untuk membuat keputusan mengenai soal hidup atau mati.

Jadi, makalah ini akan membahas pendapat-pendapat dari sudut pandang pelbagai aspek dan

lingkungan serta konsekuensi praktik eutanasia terhadap lingkungan tersebut secara spesifik

berdasarkan skenario yang diberi yaitu:

Pada awal April 1998, di Pusat Medis Adven Glendale California, diduga puluhan

pasien telah “ditolong” oleh dr. Jack Kevorkian untuk melepaskan ‘beban’ hidup

mereka di RS tersebut. Kevorkian berargumen bahwa apa yang dilakukannya

adalah sesuatu yang mulia, sebab ia menolong para pasien melepas ajal mereka.

Para penentangnya berargumen bahwa apa yang dilakukan Kevorkian tidak lain

dari pembunuhan.

RUMUSAN MASALAH

Page 2: Euthanasia pada Pasien Vegetatif

Berdasarkan skenario yang diberi, maka dapat dirumuskan bahwa dr. Kevorkian menganggap

tindakan euthanasia adalah sesuatu yang mulia tetapi mendapat pertentangan dari pihak lain.

Dr. Kevorkian dikritik karena ia seperti meminta publisitas, kurang pengetahuan klinis

tentang penyakit pasien serta karena proses dan kriteria seleksi pasien yang aneh.3 Walaupun

ada pihak yang bersetuju dengan prinsip ia dalam hak untuk menentukan kematian, pihak

tersebut juga mengeritik bahwa dr. Kevorkian kurang tahu akan kondisi pasiennya dan tidak

membuat tindakan untuk mengkonfirmasikan diagnosis dengan pasiennya, apabila muncul

bukti autopsi bahwa terdapat beberapa pasien yang dimatikan itu tidak menunjukkan

kesakitan atau kecederaan secara fisika.3

ANALISIS MASALAH

Untuk membahaskan pendapat tentang euthanasia dari perspektif yang berbeda, pendekatan

holistik dan pendekatan spesifik harus dipertimbangkan.

Pendekatan holistik memeriksa bagaimana entitas yang kompleks beroperasi sebagai

keseluruhan.4 Ini berarti pendekatan holistik merupakan sarana untuk memahami apakah itu

eutanasia dan apakah pokok permasalahan yang timbul daripada kasus tersebut serta

bagaimana kasus itu dapat ditangani secara menyeluruh. Pendekatan holistik ini mencakupi

aspek filosofis kritis, aspek logis dan aspek linguistik.

Aspek filosofis kritis membahaskan tentang tiga dimensi yaitu ontologis, epistemologi dan

aksiologi. Ontologis merujuk kepada realitas sebagaimana adanya terjadi sesuatu. Sebenarnya

kasus eutanasia bukanlah sesuatu yang baru, bahkan sudah terjadi sejak dahulu dan didukung

oleh tokoh besar seperti filsuf Plato yang mendukung tindakan membunuh diri untuk

mengakhiri penderitaannya dan Aristoteles yang membenarkan adanya infanticide untuk

membunuh orang yang mempunyai penyakit sejak lahir atau apabila dilahirkan tidak dapat

hidup dengan normal dan perkasa.5 Begitu juga kasus yang mungkin paling terkenal dalam

sejarah dunia yaitu Adolf Hitler yang memberi perintah untuk membunuh seluruh orang sakit

yang tidak boleh disembuhkan dan bayi-bayi yang mempunyai penyakit bawaan.5 Eutanasia

secara umumnya boleh dilakukan terhadap pasien yang sakit tingkat lanjutan yang tiada

harapan untuk sembuh, kematian otak menyeluruh, lumpuh atau dalam kondisi vegetatif,

menderita penyakit yang parah dan mengalami sakit yang sangat menyiksakan.

Epistemologi merupakan pengetahuan tentang cara bagaimana manusia dapat mengetahui

realitas tersebut. Eutanasia seharusnya dilakukan mengikut aturan dan prosedur serta sebab

yang munasabah di atas permintaan pasien atau demi kepentingan pasien itu. Namun, masalah

timbul apabila menanyakan mana yang lebih manusiawi dan mengurangkan penderitaan yaitu

Page 3: Euthanasia pada Pasien Vegetatif

apakah dengan merawat secara terus enerus sampai pasien meninggal dunia atau apakah

dengan menghentikan perawatan. Ada juga yang menganggap bahwa keputusan terbaik

adalah dengan menyerahkan keputusan kepada penderita dan keluarga. Tetapi timbul lagi

pertanyaan apakah keputusan itu mendukung hak pasien untuk menentukan nasib sendiri atau

apakah pasien itu tidak mampu berfikir dengan waras akibat kesakitannya serta depresi. Jadi,

Aksiologi pula adalah prinsip dasar mengenai tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh

manusia. Ada kelompok yang menganggap tindakan eutanasia ini boleh memberi kesan yang

positif. Dengan hal itu, kesakitan dan penderitaan pasien boleh diakhiri, kesedihan keluarga

juga boleh diringankan serta pasien juga boleh meninggal bersama martabatnya daripada

penderitaan di saat-saat akhir.6 Ada juga yang menganggap bahawa secara spiritual, baik si

pasien maupun yang merawat, mereka boleh mengalami pemahaman hidup yang lebih

mendalam dan misteri-misteri iman atau mukjizat-mukjizat yang mungkin terjadi jika mereka

menunggu lebih lama dibandingkan menjalankan eutanasia.6

Seterusnya, kita lihat kepada aspek logis. Aspek logis membicarakan tentang kebenaran

sesuatu menurut penalaran yaitu keputusan, penyimpulan dan silogisme. Apakah keputusan

itu sesuai azas-azas pemikiran atau tidak? Aspek logis dipengaruhi oleh azas – azas

pemikiran; dasar yang terdalam dari setiap pemikiran dan pengetahuan. Azas pemikiran

terbagi kepada dua yaitu azas primer dan azas sekunder.7 Azas primer tidak tergantung pada

azas yang lain dan terdiri dari azas identitas, azas kontradiksi, azas penyisihan kemungkinan

ketiga dan azas alasan yang mencukupi. Azas identitas adalah dasar dari semua pemikiran dan

ini dapat dilihat dalam pengakuan bahwa benda ini adalah benda ini dan bukan benda

lainnya.7 Dalam logika, pernyataan ini berarti apabila sesuatu diakui, semua kesimpulan yang

lain yang ditarik dari pengakuan itu juga harus diakui. Apabila sesuatu diakui, tetapi

kesimpulan yang ditarik daripadanya dimungkiri, hai itu menyatakan bahwa pengakuan tadi

dibatalkan karena tidak dapat sesuatu diakui dan serentak pula dimungkiri. Azas kontradiksi

adalah perumusan negatif dari azas identitas.7 Azas penyisihan kemungkinan ketiga pula

menyatakan kemungkinan yang ketiga tidak ada. Hal ini bermakna sekiranya ada dua

keputusan yang kontradiktoris, pastilah salah satu dari antaranya salah karena tidak mungkin

kedua – duanya sama – sama salah atau sama – sama benar. Terakhir adalah azas alasan yang

cukup yang menyatakan bahwa sesuatu yang ada mempunyai alasan yang cukup untuk

adanya.7 Bahkan segala sesuatu mempunyai alasan yang cukup untuk adanya dan dapat

dimengerti dan dijelaskan.

Page 4: Euthanasia pada Pasien Vegetatif

Aspek yang ketiga dalam pendekatan holistik adalah aspek linguistik. Aspek linguistik

memiliki alur – alur yang berkaitan seperti alur narasi yang merupakan rangkaian cerita atau

peristiwa, alur argumentasi yaitu perbedaan pendapat dalam sesuatu situasi serta uraian dan

pembuktian sesuatu pegangan dan alur kultural dan emosional yang merupakan perkaitan

sesuatu dengan kebudayaan.

Pendekatan spesifik bermaksud tindakan dari sisi ilmu kedokteran. Pendekatan spesifik

mencakupi aspek medis, aspek hukum dan aspek etis.

Setiap tindakan keputusan medis, para tenaga medis berpegang kepada dua konsep aliran

besar dalam etika yaitu utilitarianisme dan deontologisme.8 Utilitarianisme membutuhkan

seseorang dokter untuk menjadikan dirinya berguna sehingga memberi manfaat kepada orang

lain yang terkena kesan tindakannya itu.

Berdasarkan Sumpah Hipprocrates, “I will not give a lethal drug to anyone if I am asked, nor

will I advise such a plan; and similarly I will not give a woman a pessary to cause an

abortion.”.9 Di sini sudah jelas dinyatakan bahwa seseorang dokter yang melafazkan Sumpah

Hippocrates telah bersumpah untuk menggunakan pengobatan untuk menolong orang sakit

sesuai kemampuan dan penilaian nya, tetapi tidak akan pernah untuk mencelakai atau berbuat

salah dengan sengaja. Seorang dokter juga tidak akan memberikan racun kepada siapa pun

bila diminta dan juga tak akan menyarankan hal seperti itu. Maka, pengamalan eutanasia itu

merupakan satu pelanggaran dari sisi etika kedokteran.

Di Indonesia, masalah euthanasia masih belum mendapatkan tempat yang diakui secara

yuridis. Oleh itu diharapkan dengan perkembangan Hukum Positif Indonesia euthanasia akan

mendapat tempat yang diakui secara yuridis.10 Walaubagaimanapun, jika dilihat dari aspek

legal menurut Hukum Pidana, sebarang bentuk euthanasia adalah dilarang menurut Pasal 344

KUHPidana yang berbunyi; “ Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan

orang itu sendiri, yang dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara

selama 12 tahun.”

Di Amerika Serikat pula, yaitu di negara bagian Washington berlaku larangan dilakukannya

physician assisted suicide.10 Namun larangan ini kemudiannya telah dibatalkan, maka kini hak

untuk mengakhiri hidup telah diperbolehkan bila pasien kehilangan daya tanggap atau reaksi,

pasien tiada gerak spontan dan nafas serta refleksi dan mengalami kerusakan otak.

Page 5: Euthanasia pada Pasien Vegetatif

Setiap tindakan pasti ada konsekuensinya. Eutanasia merupakan satu daripada kasus yang

sering diperdebatkan karena memberi dampak yang mendalam terhadap lingkungan religius

dan moral.

Dari sisi religius, tindakan mencabut nyawa seseorang sebelum sampai ajalnya adalah sesuatu

tindakan yang berdosa. Sebagai contoh agama Kristen, Deklarasi Vatikan secara empatik

menyatakan: “Pentinglah menyatakan sekali lagi dengan sungguh-sungguh bahwa tidak ada

dan tak seorang pun dengan cara apa pun memperbolehkan pembunuhan umat manusia yang

tidak berdosa, apakah itu janin atau embrio, bayi atau orang dewasa, atau orang yang sedang

menderita penyakit yang tidak bisa disembuhkan atau seseorang yang sedang berada dalam

sakratulmaut”.6

Secara moral, pembedaan yang paling mendasar berkenaan eutanasia adalah antara kondisi

pencabutan nyawa yaitu “membiarkan orang mati” dan “membunuh seseorang”. Menurut

pemahaman ini, timbullah pertanyaan mengapa “membunuh seseorang” itu salah sementara

“membiarkan seseorang meninggal” boleh diterima.6

KESIMPULAN

Walaupun sudah selesai membahaskan tentang kasus dr. Kevorkian, masih terdapat

ketidakpuasan dan ketidakpastian karena begitu sulit untuk menjawab secara objektif dan

meyakinkan. Kebenaran disebalik tindakan eutanasia bagi setiap pasien dr. Kevorkian masih

tidak dapat dipastikan kesahihannya. Seperti yang dikatakan oleh Aristoteles bahwa yang baik

itu tidak semestinya benar tetapi hanya yang benar itu pasti baik. Dalam kasus dr. Kevorkian,

ia menganggap tindakannya benar dan mulia. Namun, secara peribadi, saya menyangkal

tindakan dr. Kevorkian yang seakan-akan senang mendapat perhatian daripada warga dunia

dengan memenangkan kebenarannya sendiri. Setiap kasus eutanasia harus diteliti bukan

sahaja secara holistik tetapi juga secara spefisik sehingga tindakan eutanasia itu memberi hasil

yang lebih baik dibandingkan dengan alternatif lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ebrahim AFM. Euthanasia. In: Organ transplantation, euthanasia, cloning & animal

experimenation: an Islamic overview. Diterjemahkan oleh: Mujiburohman. Eutanasia.

Page 6: Euthanasia pada Pasien Vegetatif

Dalam: Kloning, transfusi darah, eutanasia & eksperimentasi hewan. Jakarta: PT

Serambi Ilmu Semesta; 2007. Hal 148-59.

2. Black’s Medical Dictionary. Edisi ke-42. Hal 236.

3. Mcdougall JF, Gorman M. Biographical sketches. Dalam: Euthanasia: a reference

handbook. Edisi ke-2. California: ABC-CLIO Inc; 2008. Hal 127-46.

4. Wattimena RAA. Hukum dan teori dalam ilmu pengetahuan. Dalam: Filsafat & sains:

sebuah pengantar. Jakarta: Grasindo; 2008. Hal 282.

5. Tukul B. Pendebatan etis atas euthanasia (skripsi). Yogyakarta: Universitas Islam

Negeri Sunan Kalijaga; 2008. Hal 73.

6. Higgins GC. Euthanasia. In: Where do you stand?. Diterjemahkan oleh: Setiyanta YM.

Eutanasia. Dalam: 8 dilema moral zaman ini: di pihak manakah anda?. Edisi ke-5.

Yogyakarta: PT Kanisius; 2010. Hal 93-103.

7. Lanur A. Logika Selayang Pandang. Yogyakarta: Penerbit Kanisius; 1983

8. Orfali R. Euthanasia in the real world. The great debate. Point and counterpoint.

Dalam: Death with diginty: the case of legalizing physician-assisted dying and

euthanasia. Minneapolis: Mill City Press Inc.; 2011. Hal 93-127.

9. Available from URL: http://www.nlm.nih.gov/hmd/greek/greek_oath.html . Diakses

pada 28 Oktober 2013.

10. Zainafree I. Euthanasia (Dalam Perspektif Etika dan Moralitas). KEMAS; Jan – Jun

2009; 4(2): 183 – 90.