etiopatogenesis dan penatalaksanaan tinitus

Upload: aditya-wira-buana

Post on 12-Mar-2016

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tinitus

TRANSCRIPT

10

ETIOPATOGENESIS DAN PENATALAKSANAAN TINITUS DENGAN PENDEKATAN.dr. Aditya Wira BuanaDepartemen/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung TenggorokBedah Kepala dan LeherFK UNAIR / RSUD Dr. Soetomo Surabaya

PENDAHULUANTinitus merupakan salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa sensasi suara tanpa adanya rangsangan dari luar. Tinitus berasal dari bahasa latin tinnire yang berarti dering atau membunyikan. Secara umum persepsi suara yang dikeluhkan penderita tidak berkorelasi dengan sumber suara yang berasal dari luar.1-3Tinitus dapat bersifat subjektif dan objektif. Tinitus yang bersifat subjektif merupakan keluhan dimana hanya penderita yang dapat mendengarkan suara. Tinitus bukanlah suatu diagnosis penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu penyakit. Bunyi yang diterima sangat bervariasi. Keluhan tinitus dapat berupa bunyi mendenging, menderu, mendesis atau berbagai macam bunyi lannya. Biasanya keluhan tinitus selalu disertai dengan gangguan pendengaran.2-3Berdasarkan penelitian tahun 2010, didapatkan setidaknya 50 juta penderita dewasa di Amerika Serikat dilaporkan pernah mengalami tinnitus, dan 16 juta diantaranya melaporkan mengalami serangan tinnitus dalam satu tahun terakhir. Angka prevalensi tinnitus meningkat seiring bertambahnya usia, dan mencapi puncak pada 14,3% di usia 60-69 tahun.4 Penelitian di Korea selatan tahun 2015 menunjukkan sebanyak 23% dari 426 responden penderita dengan gangguan pendengaran yang disertai tinnitus memiangalami depresi dan memiliki keinginan untuk bunuh diri.5Penyebab tinitus sampai sekarang masih belum diketahui secara pasti, sebagian besar kasus tidak diketahui penyebabnya. Penatalaksanaan tinitus bersifat empiris dan sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Tinitus dapat memberikan masalah yang seriusbagi penderita karena dapat memberikan pengaruh dalam berkonsentrasi, memberikan perasaan cemas dan depresi, sehingga mengganggu kualitas hidup penderita.4-6 Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka kali ini adalah untuk memahami etiopatogenesis tinitus, beserta penatalaksanaanya.

1. Klasifikasi dan etiologi tinitusTinitus diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu tinitus obyektif dan subyektif. Tinitus obyektif adalah tinitus yang dapat didengar oleh penderita dan pemeriksa, sedangkan tinitus subyektif adalah tinitus yang hanya dapat didengar oleh penderita.1-3 Durasi tinitus dapat detik sampai menit bersifat intermiten atau kontinyu. Episode serangan bisa juga bersifat temporer (cepat menghilang) atau permanen (harian, bulanan, atau tahunan).3Tinitus subyektif dapat disebabkan oleh kelainan otologi, neurologi, infeksi, obat-obatan, atau lainnya. Tinitus obyektif dapat disebabkan oleh pulsatil, anatomi, dan mekanisme spontan (Tabel 1).

Tabel 1. Penyebab tinitus subyektif dan obyektif.1Tinitus subyektifOtology :Penurunan pendengaran,penyakit Meniere, neuroma akustik

Ototoksik :Obat-obatan, substansi

Neurologi :Multipel sklerosis, trauma kepala

Metabolic :Gangguan tiroid, hiperlipidemia, defisiensi B12

Psikogenik :Depresi, cemas, fibromyalgia

Tinitus obyektifVascular :arterial bruit, venous hum, malformasi arteri vena, tumor pembuluh darah

Neurologi :palatomyoklonus, spasme m. stapedial idiopatik patulous tuba Eustachius

Berdasarkan kualitas suara yang didengar pasien ataupun pemeriksa, tinitus dapat dibagi menjadi tinitus pulsatil dan tinitus nonpulsatil.1 Tinitus pulsatil dapat terjadi akibat adanya kelainan dari vaskular ataupun di luar vaskular. Kelaianan vaskular digambarkan dengan sebagai bising mendesis yang sinkron dengan denyut nadi atau denyut jantung. Tinitus nonpulsatil ini bersifat menetap dan berkelanjutan. Suara yang didengar bervariasi, mulai dari berdenging, berdengung, berdesis, bergemuruh.1,3

2. Patogenesis tinitus Tinitus dapat berasal dari adanya kelainan di sepanjang jalur pendengaran. Tinitus obyektif dapat disebabkan oleh berbagai gangguan pendengaran di telinga luar dan tengah seperti serumen, infeksi di liang telinga luar, infeksi di telinga tengah (otitis media serosa, otitis media supuratif kronik) akan menghambat persepsi bising lingkungan sekitar, sehingga bising dari telinga dalam terdengar lebih keras. Adanya kelainan struktur anatomi yang berdekatan dengan telinga dapat menghasilkan bising disebut tinitus obyektif .7Berbagai teori mulai dikembangkan tentang patogenesis tinitus subyektif, pada umumnya terbagi menjadi 3 teori yaitu kelainan di koklea, teori gangguan neurotransmitter dan reseptor, serta teori neurofisiologi.

2.1 Koklea Adanya kerusakan sel rambut koklea secara berulang akan menstimulasi serat saraf untuk beraktivasi, sistem saraf pusat sendiri tidak dapat mendiskriminasi sumber suara sebenarnya. Kebisingan dan bahan ototoksik dapat merusak membran basilaris koklea, sel rambut luar/outer hair cells (OHC) diikuti kerusakan sel rambut dalam/inner hair cells (IHC) yang lebih resisten. Kondisi lainnya, terjadi perubahan rangkaian membrana tektorial dengan stereosilia IHC dan menyebabkan depolarisasi. Kondisi modifikasi dari aktivitas aferen auditorik ini akan menyebabkan persepsi tinnitus. 3,7Disfungsi OHC merangsang pelepasan neurotransmiter secara berlebihan dari IHC yang mengakibatkan peningkatan potensial endokoklear. Tinitus juga dapat disebabkan oleh hiperaktivitas OHC akibat aktivitas patologis koklea dan edema sel rambut luar (peningkatan elektromotilitas). Selain itu adanya kerusakan OHC mempengaruhi perubahan resistensi sistem koklea yang dianggap bertangung jawab atas gelombang persisten pada telinga dalam yang menimbulkan emisi otoakustik spontan dan tinitus.7,8Adanya trauma lokal/gangguan mekanik pada koklea berupa bahan ototoksik, trauma bising, gangguan metabolik, gangguan neurologi dapat menyebabkan perubahan pemetaan tonotopik pada korteks auditorik primer. Perubahan ini tidak selalu berhubungan dengan gangguan pendengaran, tetapi dapat disertai adanya peningkatan emisi spontan dan peningkatan sinkronisasi saraf. 6-82.2 Teori gangguan neurotransmitter dan reseptorBerbagai macam neurotransmiter termasuk glutamat, gamma amino butyric acid (GABA), glisin, asetilkolin (Ach), serotonin (5 HT), dopamin, neurokinin (Zat P) dan lainnya.Efek neurotransmiter ini memiliki ketergantungan pada reseptor yang berinteraksi disinaps. Salah satu neurotransmitter dapat berinteraksi dengan berbagai subtipe reseptor yang berbeda, sehingga memiliki efek yang berbeda di lokasi yang berbeda. Neurotransmitter rangsang utama dalam sistem pendengaran adalah glutamat sedangkan penghambatan neurotransmitter utama adalah GABA.7-9Reseptor Alpha-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA) merupakan reseptor pendengaran utama di IHC dan yang penting untuk menyampaikan informasi pendengaran ke otak. Kebisingan menyebabkan kelebihan glutamat untuk membangun di celah sinaptik, yang mengakibatkan hilangnya jaringan saraf. Proses ini dimediasi oleh reseptor AMPA.72.3 Teori NeurofisiologiDewasa ini dikemukakan teori keterlibatan susunan saraf sentral dalam mekanisme persepsi tinitus berdasarkan teori neurofisiologi tinitus. Deteksi tinitus terjadi di area subkorteks, persepsi pada area korteks, sistem limbik dan area prefrontal korteks. Struktur otak di dinding medial (limbus) hemisfer serebri terdiri dari nukleus yang berhubungan dengan hipokampus, amigdala dan girus fornikatus. Efek sistem limbik dipengaruhi endokrin dan sistem otonomik motor. Sistem ini memantau perilaku multifaset yaitu emosi, menyimpan dan mengingat memori, motivasi dan perasaan bila teraktifasi menyebabkan emosi dan cemas. Adanya aktivitas neuronal yang tidak seimbang dideteksi sebagai sinyal baru di area subkorteks diteruskan ke korteks auditorius dievaluasi dan disimpan sebagai bunyi tinitus yang dapat berlangsung terus menerus. Proses ini dapat dihabituasi sehingga tidak mengganggu penderita, namun pada penderita tinitus dianggap sebagai gangguan dan memberikan dampak.73. Penatalaksanaan Tinitus3.1 Diagnosa TinitusDiagnosis tinitus didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan THT-KL, pemeriksaan pendengaran, pemeriksaan radiologi dan laboratorium.Anamnesis mempunyai peranan penting, kualitas dan kuantitas tinitus, lokasinya, sifatnya apakah mendenging, mendesis, menderu, berdetak, gemuruh atau seperti riak air dan lamanya. Perlu diperhatikan dalam anamnesis lama tinitus dikeluhkan dan durasinya, bila lama keluhan kurang dari satu bulan dan durasi kurang dari satu menit tidak patologis dapat menghilang sendiri, tinitus yang patologi umumnya terjadi minimal 5 menit. Unilateral/bilateral, pada tinitus subyektif unilateral perlu dicurigai kemungkinan neuroma akustik/trauma kepala, namun bila bilateral kemungkinan disebabkan intoksikasi obat, presbiakusis, trauma bising dan penyakit sistemik. Kualitas tinitus, bila kelainan patologis pada putaran basal koklea, saraf pendengar perifer dan sentral pada umumnya tinitus bernada tinggi (mendenging). Tinitus bernada rendah seperti gemuruh ombak khas pada penyakit koklea (hidrops endolimfatika). Sedangkan kuantitas dan intensitas tinitus perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan psikologis. Umumnya tinitus disertai adanya gangguan pendengaran, namun kadangkala penderita tidak menyadari oleh karena bising tinitus menyebabkan pendengaran terganggu.1,3Anamnesa dengan penderita tinitus juga dilakukan dalam hal mengetahui seberapa parah serangan tinitus, yang memiliki dampak dalam keseharian penderita, meliputi gangguan konsentrasi hingga rasa depresi sehingga timbul keinginan untuk bunuh diri. Keluhan tersebut dihipun dalam sebuah kuisioner yang akan menentukan secara persentase gangguan tinitus yang dialami oleh penderita seperti nampak pada gambar 3.1.3

Gambar 2.1 : Tinnitus handicap inventory yang menjadi rujukan dalam penilaian tingkat keparahan tinitus yang dikeluhkan penderita.3

Pemeriksaan THT-KL dilakukan untuk melihat adanya kelainan di telinga luar dan telinga tengah. Seringkali adanya serumen dapat menyebabkan keluhan tinitus, perforasi membran timpani dan adanya kelainan di telinga tengah sesuai penyakit dasarnya selain menimbulkan gangguan konduksi juga dapat menyebabkan tinitus.1Pemeriksaan pendengaran, secara subyektif meliputi audiometri nada murni, pemeriksaan obyektif menggunakan timpanometri, pemeriksaan fungsi koklea menggunakan OAE, tes Short Increment Sensitivity Index (SISI), dan pemeriksaan untuk retrokoklea seperti Tone Decay dan Brainstem Evoked Response Audiometry. 1,3Pemeriksaan radiologis CT scan atau MRI untuk mengetahui kelainan intrakranial, retrokoklear. Kelainan pada tinitus obyektif bila diduga karena kelainan vaskular dapat dilakukan angiografi dan venogram Jugularis.1,9-103.2 Penatalaksanaan tinitus menggunakan NeuromonicTerdapat dua kategori dalam pengobatan tinitus, pertama berfokus pada pengurangan tinnitus (misalnya obat-obatan, electric suppression) dan keuda terfokus pada reaksi pengkondisian pasien. Pemikiran terkini tentang mekanisme yang mendasari tinnitus menekankan perubahan pendengaran dan sistem saraf yang dapat secara luas terkait dengan aspek persepsi, atensi, dan reaksi emosional untuk tinnitus.11Reaksi kognitif dan emosional untuk tinnitus adalah target untuk pengobatan tinnitus yang menggunakan sistem konseling. Beberapa bentuk yang umum digunakan pengobatan tinnitus menggabungkan konseling dengan stimulasi akustik: Tinnitus Retraining Therapy (TRT) dan program alat bantu dengar adalah contoh dari pendekatan ini. Neuromonics Tinnitus Treatment (NTT) didasarkan mengoreksi aktivitas saraf yang abnormal yang menyebabkan tinnitus dengan cara menginduksi modifikasi saraf dalam area otak yang berhubungan dengan audisi, atensi, dan emosi (gambar 3.1). NTT melibatkan stimulasi konseling dan suara yang terdiri dari musik dan suara yang memiliki frekuensi luas.11

Gambar 3.1 : kombinasi auditori, atensi, dan emosi, yang di berikan stimulus dengan menggunakan NTT. 11

1. Cosetti MK, Roehm PC. Tinnitus and Hyperacusis. In : Johnson JT, Rosen CA, eds. Baileys Head and Neck Surgery Otolaryngology 5th edition Volume Two. Philadelphia: Lippincott Williams&. WJ.lkins, a Wolters Kluwer business; 2014.p.2597-6111. Benson AG, Meyers AD. Tinnitus. 2014;1-8. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/856916-overview Accessed June 24, 20151. Dinces EZ, Deschler DG, Park L. Etiology and diagnosis of tinnitus. 2015;1-13. Available from http://www.uptodate.com/contents/etiology-and-diagnosis-of-tinnitus?source=search_result&search=tinnitus&selectedTitle=1%7E138 Accessed June 23, 20151. Shargodosky J, Curhan G, Farwell W. Prevalence and characteristics of tinnitus among US adults. The American Journal of Medicine. Vol 123. Issue 8. Boston; 2010.p.711-8 1. Joo YH, Han KD, Park KH; Association of Hearing Loss and Tinnitus with Health-Related Quality of Life: The Korea National Health and Nutrition Examination Survey. The catholic university of korea. Vol 10. Issue 6. Seoul;2015.p.1-101. Nouvian R, Eybalin M, Puel JL. The cochlea and the auditory nerve as a primary source of tinnitus. In : Eggermont JJ, Zeng FG, Popper AN, Fay RR, eds. Tinnitus. New York: Springer; 2012.p.83-951. Baguley D, Andersson G, McFerran D, McKenna G. Mechanisms of tinnitus. In : Tinnitus : Multidisciplinary approach, second edition. Iowa: Blackwell publishing ltd; 2013.p.29-42 1. Moller AR. Pathology of the auditory system that can cause tinnitus. In : Moller AR, Langguth B, DeRidder T, Kleinjung T, eds. Text book of tinnitus. New York:Springer; 2011.p.77-901. Minen MT, Camprodon J, Nehme R, Chemali Z; The Neuropsychiatry of tinnitus: a circuit-based aproach to the cause and Treatments available. J neurol neurosurg psychiatry; 2014.p.1138-441. Shulman A, Kleinjung T, Tyler RS, Seidman MD; AAO-HNS Intl tinitus miniseminar summary 2014 : Modalities tinnitus treatment neuromodulation, instrumentation, pharmacology, electric stimulation, surgery, and neurofeedback. International tinitus journal, vol 18 no 2. USA;2014.p.102-141. Vierre D, Davis PB. Rehabilitation of tinnitus patients using the neuromonics tinnitus treatment. In : Moller AR, Langguth B, DeRidder T, Kleinjung T, eds. Text book of tinnitus. New York:Springer; 2011.p.605-111.

1