estimasi dampak perubahan iklim terhadap sektor …
TRANSCRIPT
ESTIMASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM
TERHADAP SEKTOR UNGGULAN DAN
PEREKONOMIAN DAERAH
SKRIPSI
Diajukan untuk
memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Marlina Rachmawaty
2010110001
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM SARJANA EKONOMI PEMBANGUNAN Terakreditasi Berdasarkan Keputusan BAN-PT No. 211/SK/BAN-PT/Ak-XVI/S/X/2013
BANDUNG
2017
ESTIMATION OF CLIMATE CHANGE IMPACTS
ON LEADING SECTOR AND REGIONAL
ECONOMIC
UNDERGRADUATE THESIS
Submitted to Complete part of the requirements for
Bachelor’s Degree in Economics
By:
Marlina Rachmawaty
2010110001
PARAHYANGAN CATHOLIC UNIVERSITY
FACULTY OF ECONOMICS
PROGRAM IN DEVELOPMENT ECONOMICS Accredited by BAN-PT No. 211/SK/BAN-PT/Ak-XVI/S/X/2013
BANDUNG
2017
v
ABSTRAK
Perubahan iklim dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi pertanian dan
dapat berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Salah satu indikator perubahan
iklim yaitu suhu dan curah hujan. Perubahan suhu dan pola hujan dapat mengganggu
proses pertumbuhan tanaman sehingga menyebabkan produksi menurun.
Perekonomian Provinsi Riau dan Lampung salah satunya bergantung terhadap sektor
unggulan perkebunannya, yaitu kopi dan kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh apa saja yang menjadi penyebab PDRB di Provinsi Riau dan
Provinsi Lampung tetap mengalami kenaikan walaupun ada perubahan iklim.
Penelitian ini menggunakan teori pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan penelitian
menggunakan estimasi Panel Least Square (PLS), variabel luas lahan dan pendidikan
berpengaruh positif terhadap perekonomian daerah yang diukur dengan PDRB Riil.
Sedangkan, variabel suhu dan curah hujan berpengaruh negatif terhadap
perekonomian daerah.
Kata kunci : PDRB, Perubahan iklim, Sektor unggulan perkebunan
vi
ABSTRACT
Climate change may lead to the decreasing production of agriculture and it could
affect the economic growth. Some commonly used of climate change are temperature
and rain intensity. Climate change and rain pattern could disturb the growth process
of plants which would lead to the decreasing of production. The economy of Riau
and Lampung Provinces are dependent on their leading sectors, which are coffee
beans and palm oil. This study aims to determine the cause of consistent increase in
Gross Domestic Regional Bruto province of Riau and Lampung amidst climate
change phenomena. Based on the Panel Least Square (PLS) estimation, variables
such as soil space and education are positively affecting the regional economy which
is measured with Real GDRB, while temperature and rain intensity variables
negatively affects the regional economies.
Keywords: Climate Change, GDRP, PLS, Leading Sector of Plantation
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. atas segala rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Estimasi Dampak Perubahan Iklim Terhadap Sektor Unggulan dan
Perekonomian Daerah”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Katolik Parahyangan
Bandung. Penulis juga menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan
skripsi ini yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan, pengalaman, dan
pengetahuan penulis, maka dengan segala kerendahan hati, penulis menerima segala
usul dan saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang.
Selama penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan berbagai bantuan,
bimbingan, dorongan, kritik, dan saran, serta doa dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
mendukung penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Katolik
Parahyangan Bandung, hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini, terutama
kepada :
1. Kedua orang tua Abdullah Suryanto dan Emillia Baharudin terima kasih untuk
doa, perhatian, kasih sayang, nasihat dan semua yang telah diberikan selama
ini.
2. Reynaldi Aprilio Chandra, Evan Abilio Chandra dan Abel Aurelio Chandra
sebagai adik kandung penulis yang telah membantu, menghibur, dan
memberikan doanya selama penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Hilda Leilani Masniaritta Pohan, Ph.D. selaku dosen pembimbing skripsi
terima kasih atas waktu, pikiran, tenaga dan segala bentuk dukungan yang
tulus dan berharga sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. Ibu Dr. Miryam B. L. Wijaya selaku ketua jurusan Program Studi Ekonomi
Pembangunan Universitas Katolik Parahyangan atas segala bantuan, masukan
dan nasihat kepada penulis.
5. Ibu Noknik Karliya Herawati, Dra., M.P. selaku dosen wali yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis untuk menyusun rencana
studi.
viii
6. Seluruh Dosen Progam Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Katolik
Parahyangan Bandung yang telah memberikan ilmu dan pengalamannya yang
sangat bermanfaat bagi penulis.
7. Jason Cornelius sebagai salah satu alasan penulis untuk selalu semangat
mengerjakan skripsi ini. Terima kasih selalu memberikan semangat,
mendoakan, berbagi suka duka, dan membantu dalam hal apapun.
8. Ibu Aida Maria Picauly sebagai ibu kosan yang selalu memberikan dukungan
dan semangat dari awal proses kuliah sampai dengan sekarang.
9. Sahabat tercinta: Chrestella Dharmadi, Habierdy Syarief, Amung, Aji Putra,
Nur Hikmat, Raoul Antonio, Kevin Kusnadi, Zahid Johar Awal, Kezia Kanza,
Kesha Sandiputera, Benny, Sony Rizky, Rizky Sinaga, Alvin Liem, Sugiri,
Vevina, Arini Rahmilia, Riri Sianturi, Shela Selviani A, Y Adita Cintya P, dan
Marcella Benedicta. Terima kasih telah memberikan dukungan dalam hal
apapun, kalian yang terbaik.
10. Keluarga Kosan Tercinta:.Aurellia Deviane, Monica Dian, Fina Prabowo dan
Sarkoji Markoji. Terima kasih atas persahabatan dan dukungannya selama ini.
11. Keluarga SB Mania Ekonomi Pembangunan : Rendhy, Dary, Vito, Benny,
Michael, Herman, Jaya, Swenanda, Eric, Widyastuti, Ratih, Adhitya, Alvie,
Artanto, Nicholas, Norbertus, Ridwan, Satrio, Sumaryana, Vhil dan Catra.
12. Keluarga besar Prodi Ekonomi Pembangunan lainnya yang selalu memberi
dukungan, bantuannya, dan kepercayaan untuk bekerja sama selama ini.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terimakasih atas
seluruh dukungan serta bantuannya yang sangat berarti bagi penulis.
Skripsi ini adalah kunci untuk membuka pintu menuju babak baru dalam
kehidupan. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
berbagai pihak termasuk pembaca dan penelitian selanjutnya.
Bandung, Januari 2017
Marlina Rachmawaty
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK………………………………………………………………………...... v
ABSTRACT……………………………………………………………………….
vi
PRAKATA…………………………………………………………………............vii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................xi
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………. xii
1. PENDAHULUAN……………………………………………………………....1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………….1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………...4
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian…………………………………………... 5
1.4 Kerangka Pemikiran ……………………………………………………......6
2. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………...7
2.1 Landasan Teoritis………………………………………………………….,..7
2.2 Temuan – temuan Empiris………………………………………………......8
3. METODE DAN OBYEK PENELITIAN……………………………………..17
3.1 Metode Penelitian………………………………………………………….17
3.2 Deskripsi Objek dan Data Penelitian……………………………………....18
4. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………….....29
4.1 Hasil Pengolahan Data…………………………………………………......29
4.2 Uji Asumsi Klasik……………………………………………………….....32
4.2.1 Uji Multikoleniaritas……………………………………………...32
4.2.2 Uji Autokorelasi………………………………………………......34
4.2.3 Uji Heteroskedastisitas…………………………………………...35
4.3 Pembahasan…………………………………………………………...........36
5. PENUTUP…………………………………………………………………….39
x
5.1 Simpulan…………………………………………………………………...39
5.2 Implikasi Kebijakan…………………………………………………….. ..40
5.3 Saran…………………………………………………………………….....42
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...43
LAMPIRAN…………………………………………………………………….... A-1
RIWAYAT HIDUP…………………………………………………………….. ..A-5
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. PDRB Provinsi Riau dan Lampung………………….…………………20
Gambar 2. Kondisi Suhu Provinsi Riau dan Lampung……………………………..22
Gambar 3. Kondisi Curah Hujan Provinsi Riau dan Lampung……………………..23
Gambar 4. Luas Lahan Perkebunan Provinsi Riau dan Lampung …………….…....25
Gambar 5. Pendidikan Provinsi Riau dan Lampung………………………………...26
Gambar 6. Angkatan Kerja Provinsi Riau dan Lampung…………………………...27
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Variabel - Variabel yang digunakan dalam Penelitian………………….28
Tabel 2. Hasil Estimasi Panel Least Square……………………………………...30
Tabel 3. Hasil Estimasi Multikolinearitas Model Linier…………………………33
Tabel 4. Hasil Estimasi Multikolinearitas Model Double Log……………………..33
Tabel 5. Kriteria Uji Autokorelasi………………………………………………..34
Tabel 6. Hasil Estimasi Autokorelasi…………………………………………….34
Tabel 7. Hasil Estimasi Heteroskedastisitas……………………………………...35
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perubahan iklim terjadi di berbagai belahan dunia dan menyebabkan
beberapa perubahan. Perubahan yang terjadi seperti perubahan pola curah hujan,
suhu udara serta peningkatan kejadian cuaca ekstrem berupa hujan dan
kekeringan merupakan beberapa dampak serius perubahan iklim. Perubahan
iklim juga dicirikan oleh temperatur bumi yang menghangat dan terjadinya
pergeseran musim. Dampak lanjutan kenaikan temperatur adalah kenaikan
permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub (IPCC, 2001).
Menurut UNFCCC (2005), perubahan iklim disebabkan oleh berbagai faktor
dan memiliki dampak yang memengaruhi kehidupan manusia. Faktor – faktor
yang memengaruh perubahan iklim, seperti: bertambahnya populasi penduduk,
pesatnya pertumbuhan teknologi, pemanasan global, efek rumah kaca, dan
menipisnya lapisan ozon di atmosfer bumi. Fenomena perubahan iklim
mempunyai dampak yang sangat mengkhawatirkan bagi kehidupan manusia.
Dampak yang terjadi seperti sarana -prasarana (infrastruktur) menjadi rusak,
terjadinya bencana alam dimana-mana, harga pangan yang semakin meningkat
(mahal), dan udara menjadi semakin kotor.
Menurut Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), kejadian ekstrem akibat
perubahan iklim dapat menyebabkan banjir atau pada gilirannya dapat
merusakkan sarana - prasarana (infrastruktur) menjadi rusak. Hal yang
dikhawatirkan dari perubahan iklim adalah meningkatnya harga jual pangan.
Meningkatnya harga pangan terjadi karena berkurangnya produksi hasil pangan
akibat beberapa faktor penghambat seperti kekeringan dan gagal panen.
Indonesia merupakan sebuah negara agraris. Perubahan iklim akan
memengaruhi setidaknya tiga unsur iklim dan komponen alam yang saling
berkaitan dengan sektor pertanian, ketiga unsur itu adalah : (1) naiknya suhu
udara berdampak pada unsur iklim lain terutama kelembapan udara dan dinamika
atmosfer (El Nino dan La Nina), (2) berubahnya pola curah hujan dan semakin
2
meningkatnya intensitas curah hujan akan mengganggu proses pertumbuhan
tanaman, (3) serta naiknya permukaan air laut akibat pencairan gunung es di
kutub utara (Las, 2007). Selain itu perubahan iklim akan berdampak pada
pergeseran musim, yakni dengan semakin singkatnya musim hujan namun
dengan curah hujan yang lebih besar. Untuk daerah tropis seperti Indonesia,
hujan merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan dan produksi
tanaman pertanian. Setiap tanaman memerlukan air dalam siklus
pertumbuhannya, sedangkan hujan merupakan sumber air utama bagi tanaman.
Berubahnya pasokan air bagi tanaman yang disebabkan oleh berubahnya kondisi
curah hujan akan memengaruhi siklus pertumbuhan tanaman (Garrett et al.
2006).
Menurut Kementerian Pertanian, subsektor perkebunan merupakan salah
satu subsektor yang mengalami pertumbuhan paling konsisten, baik ditinjau dari
luas area maupun produksi. Ada beberapa komoditas perkebunan yang menonjol
di Indonesia salah satunya adalah kelapa sawit dan kopi. Pada tahun 2013 luas
areal perkebunan sawit mencapai 10 juta ha. Dengan komposisi 4,9 juta ha
perkebunan swasta, 0,68 juta ha BUMN dan 4,4 juta ha perkebunan rakyat.
Industri kelapa sawit perannya sangat penting bagi perekonomian Indonesia.
Industri ini menyumbang cukup besar dalam penerimaan negara yang nilainya
sebesar US$ 15.800.000.000 atau sekitar 175 triliun rupiah . Kelapa sawit
merupakan salah satu andalan dalam sektor non migas Indonesia. Kelapa sawit
sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit adalah salah satu tanaman
perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia
(Saragih, 2001).
Kopi juga merupakan komoditas ekspor penting bagi Indonesia yang mampu
menyumbang devisa cukup besar. Pada tahun 2010 luas areal kebun kopi
mencapai 1.210.365 ha dengan produksi 686,92 ton dan volume ekspor 433.595
ton atau setara dengan US$ 814.311.000. Komposisi kepemilikan perkebunan
kopi di Indonesia didominasi oleh Perkebunan Rakyat (PR) sebesar 96% dari
total areal di Indonesia dan 2% sisanya merupakan Perkebunan Besar Negara
(PBN) serta 2% merupakan Perkebunan Besar Swasta (PBS), hal ini
menunjukkan bahwa peranan petani kopi dalam perekonomian nasional cukup
signifikan (Ditjenbun, 2013).
3
Perubahan iklim dan perkebunan kopi memiliki keterkaitan erat.
Meningkatnya suhu dan curah hujan akibat perubahan iklim juga dikaitkan
dengan meningkatnya kasus penyakit tanaman kopi. Penyakit ini disebut jamur
atau karat daun atau La Rolla. Penyakit daun akan memengaruhi hasil panen kopi
di seluruh dunia. Ethiopia, India, Kosta Rika, dan Kolombia, termasuk negara
penghasil kopi terbesar di dunia, mengalami penurunan produksi kopi akibat
penyakit jamur daun. Indonesia merupakan negara penghasil kopi terbesar ketiga
di dunia. Menurut Andrea Illy (2016) , CEO perusahaan kopi Italia, pada Forum
Ekonomi Dunia, perubahan iklim merupakan ancaman nyata bagi produksi kopi
dalam jangka menengah dan panjang. Ancaman yang dimaksud berupa suhu
terlalu tinggi, kekeringan, dan hujan yang berlebih di sentral produksi kopi.
Pertumbuhan kopi sangat dipengaruhi kondisi lingkungan hidup. Kerusakan dan
pencemaran lingkungan hidup akan menyebabkan kerentanan produksi kopi.
Untuk kelapa sawit, pergeseran pola musim yang tidak menentu membuat
para petani sulit memprediksi keadaan cuaca, menghambat proses pengangkutan,
hasil buah tidak maksimal dan kualitas buah yang buruk. Menurut Dinas
Pertanian dan Ketahanan Pangan, tanaman kelapa sawit bila tidak terkena hujan
dalam tiga bulan berturut-turut akan menyebabkan terhambatnya proses
pembungaan sehingga produksi kelapa sawit menurun. Curah hujan yang merata
dapat menurunkan penguapan dari tanah dan tanaman kelapa sawit, namun yang
terpenting adalah tidak terjadi defisit (kekurangan) air. Bila tanah dalam keadaan
kering, akar tanaman sulit menyerap air dari dalam tanah. Oleh karena itu, musim
kemarau yang berkepanjangan akan menurunkan produksi kelapa sawit.
Di Indonesia persebaran perkebunan bisa dilihat dari Sumatera hingga
Sulawesi. Dari sejumlah daerah penghasil sawit, Provinsi Riau adalah salah satu
yang terbesar dan Pemerintah Daerah Riau mengutamakan kelapa sawit sebagai
komoditas unggulan daerah. Hampir setiap tahun terjadi kebakaran hutan yang
disebabkan untuk pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit. Walaupun sering
terjadi kebakaran hutan, hal ini tidak menurunkan produksi dan tetap menjadikan
Provinsi Riau menjadi perkebunan kelapa sawit terbesar (Saragih, 2001). Ada
beberapa alasan Pemerintah Daerah Riau mengutamakan kelapa sawit sebagai
komoditas utama, antara lain: dari segi fisik dan lingkungan daerah Riau
4
memungkinkan bagi pengembangan perkebunan kelapa sawit, kondisi tanah yang
memungkinkan untuk ditanami kelapa sawit, dari segi pemasaran hasil produksi
Daerah Riau mempunyai keuntungan karena letaknya yang strategis dengan
pasar internasional, dan berdasarkan hasil yang telah dicapai menunjukkan
bahwa kelapa sawit memberikan pendapatan yang lebih tinggi kepada petani
dibandingkan dengan jenis tanaman perkebunan lainnya (Syahza, 2002).
Provinsi yang berkontribusi paling besar penghasil produksi kopi antara lain,
Provinsi Lampung. Produksi kopi di Provinsi Lampung mencapai 134.700 ton
pada 2013 dan terus meningkat hingga tahun 2014 memberikan kontribusi
terhadap total produksi kopi nasional dibandingkan produksi kopi di provinsi lain
(Ditjen Perkebunan, 2014). Kopi merupakan salah satu produk pertanian
unggulan Provinsi Lampung dengan jangkauan pemasaran mencakup dalam
negeri dan luar negeri. Kopi juga merupakan tanaman tahunan yang menjadi
sumber pendapatan perkebunan sebagian besar masyarakat petani Lampung.
Keunggulan kopi Lampung yang sudah menjadi ciri ialah rasa dan aroma yang
menonjol. Sebagian besar perkebunan kopi di Lampung berada di dataran tinggi
merupakan perkebunan rakyat. Perkebunan kopi di Provinsi Lampung
merupakan contoh bagi perkebunan kopi terbaik karena peningkatan produksi
dan mutu kopi, sehingga kopi merupakan komoditas unggulan di Provinsi
Lampung (Disbun Lampung, 2014).
1.2 Rumusan Masalah
Naiknya suhu di Samudera Pasifik ini mengakibatkan perubahan pola angin
dan curah hujan. Pada saat normal hujan banyak turun di Australia dan Indonesia,
namun akibat El Nino hujan banyak turun di Samudera Pasifik, sedangkan di
Australia dan Indonesia mengalami kekeringan (Las, 2007). Menurut BMKG
menyatakan bahwa pada tahun 2015 gejala El Nino terjadi di Indonesia hingga
awal tahun 2016. Gejala El Nina akan berpengaruh terhadap total produksi
perkebunan kelapa sawit dan kopi. Akan tetapi, menurut data Direktorat Jenderal
Perkebunan pada tahun 2014 sebelum terjadi gejala El Nina produksi kopi di
Lampung sebesar 131.515 ton dan pada tahun 2015 setelah terjadi El Nina
produksi kopi tetap mengalami peningkatan 131.854 ton. Begitu juga dengan
produksi kelapa sawit pada tahun 2014 sebelum terjadi El Nina produksi kelapa
5
sawit sebesar 7.037.636 ton dan pada tahun 2015 setelah terjadi El Nina produksi
kelapa sawit sebesar 7.442.557 ton. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
peningkatan produksi kelapa sawit dan kopi juga sejajar dengan PDRB Provinsi
Riau dan Lampung. PDRB Riau tahun 2014 sebesar 70.664.664 juta dan pada
tahun 2015 menaglami peningkatan sebesar 82.687.187 juta. PDRB Lampung
pada tahun 2014 sebesar 61.676.700 juta dan pada tahun 2015 sebesar
63.932.022 juta.
Berdasarkan temuan beberapa penelitian yang telah dilakukan terdapat
pengaruh perubahan iklim terhadap hasil produksi pertanian. Sehingga, penelitian
ini memunculkan pertanyaan penelitian, yaitu :
Faktor-faktor apa yang menyebabkan produksi kelapa sawit dan kopi
di Provinsi Riau dan Lampung tetap mengalami peningkatan serta
pengaruhnya terhadap PDRB walaupun terjadi perubahan iklim ?
1.3 Tujuan dan kegunaan penelitian
Berdasarkan uraian diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
penyebab PDRB Riau dan Lampung tetap mengalami kenaikan walaupun ada
perubahan iklim yang berdampak negatif terhadap produk – produk pertanian
unggulannya. Perubahan iklim meliputi suhu dan curah hujan. Maka dengan itu,
diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi tentang dampak
perubahan iklim terhadap perekonomian dan menempatkannya secara lebih
proposional.
6
1.4 Kerangka Pemikiran
Bagan diatas memperlihatkan bagaimana beberapa faktor-faktor yang
dianggap relevan dalam mempengaruhi volume produksi (laba dan luas lahan) hasil
komoditi pertanian terutama hasil komoditi perkebunan yaitu kelapa sawit dan kopi
di Indonesia. Dari bagan diatas terlihat bagaimana perubahan iklim (suhu dan curah
hujan) berpengaruh terhadap volume produksi (laba dan luas lahan) komoditi kelapa
sawit dan kopi, yang notabene berpengaruh terhadap PDB sektor pertanian di
Provinsi Riau dan Provinsi Lampung. Pada akhirnya penelitian ini bertujuan melihat
seberapa besar dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian di Indonesia.
Perubahan Iklim :
1. Suhu 2. Curah hujan
Volume Produksi
Kelapa Sawit
Volume Produksi Kopi
PDRB sektor pertanian Riau
PDRB sektor pertanian Lampung
7
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teoritis
Teori Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting
dalam menilai kinerja suatu perekonomian. Terutama untuk melakukan analisis
tentang hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan suatu negara atau suatu
daerah. Ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan apabila produksi barang dan
jasa meningkat dari tahun sebelumnya. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi
menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian dapat menghasilkan tambahan
pendapatan atau kesejahteraan masyarakat pada periode tertentu. Pertumbuhan
ekonomi suatu negara atau suatu wilayah yang terus menunjukkan peningkatan,
maka itu menggambarkan bahwa perekonomian negara atau wilayah tersebut
berkembang dengan baik.
Terjadinya pertumbuhan ekonomi akan menggerakan sektor-sektor lainnya
sehingga dari sisi produksi akan memerlukan tenaga kerja produksi. Suatu
pandangan umum menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi (growth)
berkorelasi positif dengan tingkat penyerapan tenaga kerja (employment rate). Tetapi
ada juga dugaan bahwa dengan produktivitas yang tinggi bisa berarti akan lebih
sedikit tenaga kerja yang dapat diserap. Berpijak dari teori pertumbuhan ekonomi
yang dikemukakan oleh Solow tentang fungsi produksi agregat (Dornbusch, Fischer,
dan Startz, 2004) menyatakan bahwa ouput nasional sebagai representasi dari
pertumbuhan ekonomi disimbolkan dengan (Y), fungsi dari modal (K), tenaga kerja
(L) dan kemajuan teknologi yang dicapai (A). Faktor penting yang memengaruhi
pengadaan modal fisik adalah investasi, dalam arti bahwa modal dan tenaga kerja
yang tinggi akan membawa dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi seperti
ditunjukkan oleh model berikut:
Y = A.F(K,L)
Y akan meningkat ketika input (K atau L, atau keduanya) meningkat. Y juga
akan meningkat jika terjadi perkembangan dalam kemajuan teknologi yang
terindikasi dari kenaikan A. Oleh karena itu, pertumbuhan perekonomian nasional
dapat berasal dari pertumbuhan input dan perkembangan kemajuan teknologi—yang
disebut juga sebagai pertumbuhan total faktor produktivitas.
8
Model Solow dapat diperluas sehingga mencakup sumberdaya alam sebagai
salah satu inputnya. Dasar pemikirannya yaitu output nasional tidak hanya
dipengaruhi oleh K dan L saja tetapi juga dipengaruhi oleh lahan pertanian atau
sumberdaya alam lainnya seperti cadangan minyak. Perluasan model Solow lainnya
adalah dengan memasukkan sumberdaya manusia sebagai modal (human capital).
Dalam literatur, teori pertumbuhan seperti ini terkategori sebagai teori pertumbuhan
endogen dengan pionirnya Lucas dan Romer. Lucas menyatakan bahwa akumulasi
modal manusia, sebagaimana akumulasi modal fisik, menentukan pertumbuhan
ekonomi; sedangkan Romer berpandangan bahwa pertumbuhan ekonomi
dipengaruhi oleh tingkat modal manusia melalui pertumbuhan teknologi.
Secara sederhana, dengan demikian, fungsi produksi agregat dapat
dimodifikasi menjadi sebagai berikut:
Y = A.F(K, H, L)
Variabel H adalah sumberdaya manusia yang merupakan akumulasi dari
pendidikan dan pelatihan. Kontribusi dari setiap input pada persamaan tersebut
terhadap output nasional bersifat proporsional. Suatu negara yang memberikan
perhatian lebih kepada pendidikan terhadap masyarakatnya ceteris paribus akan
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dari pada yang tidak
melakukannya. Dengan kata lain, investasi terhadap sumberdaya manusia melalui
kemajuan pendidikan akan menghasilkan pendapatan nasional atau pertumbuhan
ekonomi yang lebih tinggi. Apabila investasi tersebut dilaksanakan secara relatif
merata, maka tingkat penyerapan tenaga kerja akan semakin meningkat.
2.2 Temuan – temuan Empiris
Model – model pertumbuhan Solow dan Lucas seperti juga model –model
lainnya menggunakan asumsi ceteris paribus. Salah satu asumsinya adalah cuaca dan
iklim tetap. Variabilitas dan perubahan iklim sebagai akibat pemanasan global
(global warming) merupakan salah satu tantangan terpenting pada milenium ketiga.
Iklim adalah suatu kondisi rata – rata cuaca dalam jangka panjang. Iklim di sebuah
lokasi ditentukan melalui pengamatan selama rentang waktu 10 – 30 tahun. Iklim
merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sulit untuk dikendalikan
(Garreth, 2006; Hadad, 2010). Perubahan iklim berdampak terhadap kenaikan
frekuensi maupun intensitas kejadian cuaca ekstrem, perubahan pola hujan, serta
peningkatan suhu dan permukaan air laut. Hasil kajian Intergovernmental Panel on
9
Climate Change (IPCC, 2007) menunjukkan bahwa sejak tahun 1850, tercatat ada
dua belas tahun terpanas berdasarkan data suhu permukaan global. Kenaikan suhu
total dari tahun 1850 – 1899 sampai dengan 2001 – 2005 mencapai 0,760C.
Permukaan air laut juga meningkat dengan rata – rata 1,80 mm per tahun dalam
kurun waktu tahun 1961 – 2003.
Menurut Richard Wolfson (2002), penyebab perubahan iklim adalah efek
rumah kaca, yaitu proses tertahannya radiasi sinar matahari oleh atmosfer yang
disebabkan oleh gas rumah kaca (GRK). Gas yang termasuk ke dalam kategori gas
rumah kaca (GRK) adalah karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrous oxide
(N2O), hydrofluorocarbons (HFCS), perfluorocarbons (PFCS), dan sulphur
hexafluoride (SF6). Penyebab utama menumpuknya GRK di atmosfer adalah
aktivitas manusia seperti penggunaan bahan bakar fosil, deforestasi, dan penggunaan
lahan. Emisi GRK (lepasnya GRK ke atmosfer pada suatu area tertentu dalam jangka
waktu tertentu) di Indonesia berasal dari delapan sektor, yaitu LULUCF (land use,
land use change and forest), pertanian, lahan gambut, transportasi, tenaga listrik,
bahan bakar minyak dan pengolahan, transportasi dan bangunan (UNEP dan
IPIECA, 1991). Emisi GRK di Indonesia menyumbang sekitar 4,5 % dari emisi GRK
global (DNPL, 2010).
Laporan United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs
(UNOCHA) mengindikasikan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang
rentan terhadap perubahan iklim. Perubahan iklim diyakini akan berdampak buruk
terhadap berbagai aspek kehidupan dan sektor pembangunan, terutama sektor
pertanian dan dikhawatirkan akan mendatangkan masalah baru bagi keberlanjutan
produksi pertanian, terutama tanaman pangan. Iklim di Indonesia dipengaruhi ‘El
Nino-Southern Oscillation’ yang setiap beberapa tahun memicu terjadinya cuaca
ekstrem. El Nino berkaitan dengan berbagai perubahan arus laut di Samudera Pasifik
yang menyebabkan air laut menjadi luar biasa hangat. Kejadian sebaliknya, arus
menjadi amat dingin, yang disebut La Nina. Kedua peristiwa ini secara umum
dikategorikan ke dalam “Osilasi Selatan‟ (Southern Oscillation) yaitu perubahan
tekanan atmosfer di belahan dunia sebelah selatan. Perpaduan seluruh fenomena
inilah yang dinamakan El Nino-Southern Oscillation atau disingkat ENSO (UNDP,
2007).
10
Kejadian El Nino dan La Nina dinyatakan dengan nilai Southern Oscilation
Index (SOI) dan perubahan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik. Ketika terjadi
El Nino, nilai SOI turun dibawah kisaran normal (negatif) dan curah hujan berada di
bawah normal, sebaliknya pada kejadian La Nina nilai SOI berada di atas kisaran
normal (positif) sehingga mengakibatkan peningkatan curah hujan (Yoshino et al.,
2000). Secara umum jika nilai SOI mencapai -10 atau kurang maka akan terjadi
penurunan curah hujan dibawah normal, sebaliknya jika nilai SOI mencapai 10 atau
lebih maka akan terjadi peningkatan curah hujan diatas normal (Hamada, 2002).
Boer (2011) melaporkan bahwa pada periode tahun 1844 – 2009 masing – masing
telah terjadi 47 kejadian El Nino dan 38 kali kejadian La Nina yang menimbulkan
kekeringan dan banjir. Perubahan iklim juga menimbulkan perubahan terhadap
permukaan air laut. Akibat dari perubahan iklim permukaan air laut di Indonesia
periode 1993 – 2008 mengalami kenaikan berkisar 0,2 sampai 0,6 cm per tahun .
Perubahan iklim diukur berdasarkan perubahan komponen utama iklim, yaitu
suhu atau temperatur, musim (hujan dan kemarau), kelembaban dan angin. Dari
variabel-variabel tersebut variabel yang paling banyak dikemukakan adalah suhu dan
curah hujan. Hasil penelitian IPCC (2007) menunjukkan bahwa kenaikan suhu udara
dunia pada periode 2000 – 2100 diprediksi sebesar 2,1 – 3,9 0C. dan telah terjadi
peningkatan suhu udara global selama 100 tahun terakhir, rata – rata 0,57 0C. Para
ahli memperingatkan bahwa suhu akan naik hingga 5,8 0C di daerah tropis pada akhir
abad ke – 21 (IPCC, 2007).
Terjadinya perubahan iklim menyebabkan musim dan pola hujan mengalami
perubahan dan menyebabkan suhu udara mengalami peningkatan. Dibagian Barat
Indonesia, terutama di Bagian Utara Sumatera dan Kalimantan, intensitas curah
hujan cenderung lebih rendah, tetapi dengan periode yang lebih panjang. Sebaliknya,
di Wilayah Selatan Jawa dan Bali intensitas curah hujan cenderung meningkat tetapi
dengan periode yang lebih singkat (Naylor et al., 2007). Kondisi ENSO baik El Nino
atau La Nina menyebabkan penurunan atau peningkatan curah hujan di sebagian
Indonesia berdampak terhadap makin panjangnya musim kemarau atau pendeknya
musim kemarau (Hendon, 2003; Hamada et al., 2002).
Pertanian, terutama subsektor tanaman pangan paling rentan terhadap
perubahan iklim. Hal ini terjadi karena tiga sebab utama, yaitu biofisik, genetik dan
11
manajemen. Tanaman pangan pada umumnya merupakan tanaman semusim yang
relatif sensitif terhadap kelebihan dan kekurangan air. Secara teknis, kerentanan
sangat berhubungan dengan sistem penggunaan lahan dan sifat tanam, pola tanam,
teknologi pengelolaan tanah, air dan tanaman, serta varietas tanaman (Las et al.,
2008). Tiga faktor utama terkait dengan perubahan iklim yang berdampak terhadap
sektor pertanian adalah: (1) perubahan pola hujan, (2) meningkatnya kejadian iklim
ekstrem (banjir dan kekeringan), dan (3) peningkatan suhu udara dan permukaan air
laut (Las, 2007). Studi pertanian yang didasarkan oleh pengalaman di Zimbabwe
telah menunjukkan bahwa perubahan iklim memiliki efek negatif terhadap hasil
pertanian. Contohnya menurut penelitian Nhemachena (2014) menunjukkan bahwa
kenaikan suhu sebesar 20C dan kenaikan suhu rata-rata 4
0C akan menurunkan hasil
panen secara signifikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Suriadi (2010) menyatakan bahwa perubahan
iklim secara signifikan cenderung memberikan dampak negatif terhadap produksi
pertanian dan dapat mengurangi volume output. Pilihan – pilihan seperti mitigasi dan
adaptasi memiliki kemampuan untuk mengimbangi penurunan produksi pertanian di
berbagai daerah. Pada sektor pertanian, adaptasi dilakukan dengan cara
menyesuaikan waktu dan pola tanam, serta diversifikasi pertanian. Selain itu upaya
mitigasi juga dapat dilakukan dengan mengefisiensikan pemakaian energi,
menggunakan sumber daya energi terbarukan, mengurangi deforestasi dan
meningkatkan reboisasi (UNEP, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Quiggin (2008) menjelaskan bahwa pertanian
merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang bergantung pada manusia dan
merupakan sektor yang terkena dampak langsung perubahan iklim. Seperti bencana
alam yang terjadi akibat perubahan iklim dapat melumpuhkan kegiatan
perekonomian manusia. Bencana yang merusak bangunan fisik, melumpuhkan
sumber daya manusia dikarenakan tidak mempunyai kemampuan untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim serta dapat memengaruhi iklim
investasi. Turunnya hasil panen dan bencana alam merupakan contoh dampak
langsung dari perubahan iklim. Hal tersebut dapat menggangu kondisi ekonomi
manusia (Stern, 2008).
12
Menurut penelitian Supriadi (2014) dampak ekstrem perubahan iklim
terhadap tanaman kopi adalah penurunan produksi akibat perubahan pola curah hujan
dan peningkatan suhu udara. Periode kemarau pendek yang berlangsung 2 – 4 bulan,
penting untuk merangsang pembungaan. Periode musim hujan yang terjadi sepanjang
tahun sering mengakibatkan panen tidak merata dan produksi menurun. Menurut
Sumirat (2008) kekeringan yang berkepanjangan (diatas tiga bulan berturut-turut)
pada tanaman kopi mengakibatkan daun menguning dan berguguran sehingga
ranting mengering, sedangkan pada tanaman kopi yang mendapatkan air yang cukup
daunnya berwarna hijau cerah dan ranting dipenuhi dengan daun. Selain dapat
menurunkan produksi, kemarau panjang diatas tiga bulan menyebabkan kualitas biji
kopi menurun yaitu meningkatnya jumlah biji kosong.
Menurut penelitian Kanisius (1994) jika tanah kekurangan air (kekeringan)
maka akar tanaman akan sulit menyerap mineral dalam tanah sebab dengan adanya
air unsur – unsur hara dapat larut dan tersedia bagi tanaman. Faktor – faktor
kelembaban juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kelapa sawit. Faktor –
faktor yang memengaruhi kelembaban antara lain curah hujan, suhu dan lamanya
penyinran matahari. Kelembaban optimum bagi kelapa sawit berkisar 80% - 90%.
Dampak musim hujan ekstrem terhadap kelapa sawit diantaranya terbentuk bunga
betina lebih banyak sehingga berakibat positif terhadap produksi tanaman kelapa
sawit. Namun bila musim curah hujan yang tinggi terjadi pada siang hari maka akan
mengurangi penyinaran matahari yang efektif, sehingga berakibat negatif terhadap
produksi karena fotosintesis terganggu. Curah hujan ekstrem yang terlalu tinggi
(>3000 mm/th, >450 mm/bulan, ataupun >150 mm/10 hari) akan cukup memenuhi
kebutuhan air tanaman kelapa sawit ( Kementerian Pertanian, 2011).
Air hujan merupakan sumber utama dalam pertumbuhan perkebunan kelapa
sawit. Pengaruh musim kering dan defisit air (water deficit) sangat besar
pengaruhnya terhadap produktivitas kelapa sawit. Defisit air merupakan suatu
kondisi dimana suplai air tersedia tidak mampu memenuhi kebutuhan air tanaman.
Defisit air pada tanaman kelapa sawit akan memengaruhi proses kematangan tandan
bunga sehingga akan mengurangi jumlah tandan buah segar yang akan dihasilkan
(Risza, 2009). Pemupukan juga merupakan faktor yang sangat penting untuk
meningkatkan kualitas dan produktivitas produksi yang dihasilkan. Pemupukan dapat
meningkatkan daya tahan tanaman terhadap pengaruh perubahan iklim yang tidak
13
menentu. Pemupukan pada tanaman kelapa sawit bertujuan untuk menyediakan
kebutuhan hara bagi tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik dan
mampu berproduksi maksimal dan menghasilkan minyak yang berkualitas (Lesmana
et al., 2011).
Menurut penelitian Hadero (2014), yang meneliti dampak perubahan iklim
terhadap pertumbuhan ekonomi di Ethiopia dengan menggunakan data GDP riil dari
tahun 1980 sampai dengan 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan
suhu memiliki dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Disisi lain Ethiopia
memiliki ketergantungan terhadap tanaman tadah hujan (tanaman yang
membutuhkan curah hujan) yang dimana tanaman tadah hujan memberikan
kontribusi sebesar 43% dari GDP, tetapi dikarenakan penurunan curah hujan
mengurangi pertumbuhan ekonomi. Jika perubahan iklim tidak dapat diatasi akan
memengaruhi pertumbuhan ekonomi yang semakin menurun dalam jangka panjang.
Menurut penelitian Dell (2008), dengan menggunakan variabel suhu dan curah hujan
selama 50 tahun terakhir untuk menguji dampak perubahan iklim terhadap kegiatan
ekonomi di seluruh dunia. Ditemukan tiga hasil utama yaitu : (1) suhu yang lebih
tinggi secara substansial mengurangi pertumbuhan ekonomi di negara – negara
miskin, (2) Suhu yang tinggi akan mengurangi pertumbuhan ekonomi di negara –
negara miskin tidak hanya tingkat output, (3) suhu yang tinggi akan mengurangi
hasil pertanian, hasil industri dan investasi.
Akibat adanya perubahan iklim produksi kopi Bali mengalami penurunan
antara 40 hingga 50%. Berdasarkan data Dinas Perkebunan Bali, penurunan produksi
kopi Arabika di Bali mencapai 55%, sementara kopi Robusta mencapai 45%.
Sebelumnya tingkat produksi kopi di Bali mencapai 3.200 ton hingga 13.000 ton per
tahunnya. Menurut Kepala Dinas Perkebunan Bali, Made Sudharta, menyatakan
dampak perubahan iklim telah menyebabkan gugur bunga pada pohon kopi. Dampak
perubahan iklim menyebabkan pembentukan bunga tidak terjadi, bahkan bunga yang
terbentuk tidak mengalami pembuahan sehingga gugur. Akibat penurunan produksi
harga kopi di Bali saat ini mengalami kenaikan yang signifikan. Harga kopi yang
biasanya dijual dengan harga Rp 13.000 – Rp 31.000, kini dengan adanya penurunan
produksi dijual Rp 22.000 – 57.000 per kilogramnya. Menurut laporan Australian
Bureau of Meteorology, pada tahun 1991 – 1992 terjadi El Nino dengan durasi 9
bulan. Kondisi ini menyebabkan terjadinya bulan kering (curah hujan kurang dari 60
14
mm per bulan) selama lima bulan berturut-turut di Kebun Jollang, Pati (Jawa
Tengah) pada tahun 1991, yang mengakibatkan produktivitas kopi pada tahun 1992
menurun sebesar 56,35%.
Kekeringan dan genangan merupakan kondisi yang tidak ideal bagi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, khususnya kelapa sawit. Kekeringan
menyebabkan pertumbuhan dan hasil kelapa sawit menurun. Defisit air sebesar 200 –
300 mm/tahun menyebabkan penurunan 21 – 32% tandan buah sawit dan defisit air
sebesar 500 mm per tahun menyebabkan penurunan produksi tandan buah sawit
hingga 60% (Hadi, 2004; Nurhakim, 2014). Menurut Kementerian Pertanian (2011)
melaporkan bahwa dampak kekeringan di Indonesia dan Malaysia telah menurunkan
produksi kelapa sawit sebesar 26,30%.
Jelas bahwa perubahan iklim membawa dampak bagi kehidupan manusia
secara menyeluruh dan juga memberi dampak terhadap perekonomian global.
Selama beberapa tahun terakhir perusahaan – perusahaan besar di dunia, mulai
menyadari bahwa perubahan iklim adalah ancaman nyata dan manusia turut andil di
dalamnya. Berbagai perusahaan sadar bahwa perubahan iklim mengancam rantai
produksi barang dan jasa mereka, serta meningkatkan resiko dan ketidakpastian.
Contohnya, 95% produk dari Levi Strauss & Co terbuat dari kapas yang sangat
sensitif terhadap cuaca panas yang ekstrem dan kelebihan maupun kekurangan air.
Aspen Skiing Co. juga merasakan efek langsung dari perubahan iklim, kurangnya
salju (hilangnya salju akibat pemanasan global) membuat penghasilan bisnis U$D 66
Miliar per tahunnya terancam. Ini dikarenakan penghasilan Aspen Skiing Co.
bergantung kepada para peselancar ski dan penikmat olahraga musim dingin lainnya
untuk bertahan (UNEP, 2010).
Wacana perubahan iklim sebagai bagian dari masalah ekonomi semakin
menguat dengan kehadiran laporan Sir Nicholas Herbert Stern (2007). Laporan Stern
memperkirakan bahwa dalam situasi business as usual (dimana negara maju tidak
menurunkan emisi GRK dan negara yang terkena dampak tidak melakukan upaya
adaptasi) maka kerugian akibat perubahan iklim akan mencapai 14% PDB global
pada pertengahan abad ke-21. PDB global menurut laporan tahun 2009 adalah
sebesar USD 58,9 Triliun. Laporan Stern juga mengajukan hipotesis bahwa jumlah
biaya bagi pencegahan kerusakan dengan menurunkan emisi GRK (upaya mitigasi)
15
berkisar antara -2% (surplus) hingga 5% dari PDB global, serta jumlah biaya bagi
pengurangan dampak dan penyesuaian terhadap perubahan iklim (upaya adaptasi)
berkisar 0,5% dari PDB negara-negara maju (Stern, 2007).
Asia Tenggara (termasuk Indonesia) diperkirakan akan terkena dampak
perubahan iklim lebih besar dari pada rata – rata global. Biaya rata – rata untuk
mengatasi perubahan iklim, jika dunia tidak berubah (bussines as usual) di
Indonesia, Vietnam, Thailand an Filipina akan kehilangan 6,7% PDB setiap
tahunnya. Dengan kata lain biaya yang harus dikeluarkan untuk mengatasi (adaptasi
dan mitigasi) perubahan iklim, jauh lebih rendah dari biaya yang harus dikeluarkan
untuk menanggung kerugian ekonomi akibat perubahan iklim (ADB, 2009).
Berdasarkan penelitian Ariyanto (2010), mengenai dampak perubahan iklim
terhadap produktivitas kacang hijau di lahan kering. Penelitian dilakukan di wilayah
Kabupaten Pati yang difokuskan pada daerah sentra produksi kacang hijau yang
tersebar di lima wilayah kecamatan mulai dari bulan April sampai dengan bulan juli
2010. Metode data yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif maupun
kualitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data iklim (curah hujan),
luas lahan dan produktivitas tanaman kacang hijau. Untuk mengetahui hubungan
antara perubahan iklim (curah hujan sebagai variabel independent) dengan
produktivitas (sebagai variabel dependent) dianalisis denga menggunakan regresi. Y
= f (x) dimana Y = produktivitas (variabel dependen) dan X = curah hujan (variabel
independent).
Berdasarkan analisis regresi pengaruh volume curah hujan bulan Mei
terhadap produktivitas kacang hijau menunjukkan bahwa R Square (R2) sebesar
0,385 artinya 38,5% produksi kacang hijau dipengaruhi oleh volume curah hujan,
sisanya 61,5% oleh faktor lain. Nilai F sebesar 14,407; p 0,001 artinya curah hujan
bulan Mei berpengaruh terhadap produktivitas kacang hijau. Hasil regresi
produktivitas kacang hijau adalah Y = 8,222 + 0,703x dengan tingkat signifikan
sebesar 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa volume curah hujan berpengaruh positif
dengan peningkatan produktivitas kacang hijau (Ariyanto, 2010).
Sektor pertanian masih menjadi sektor utama untuk perekonomian di Negara
Zimbabwe. Penelitian di Zimbabwe menggunakan metode – metode empiris untuk
16
memeriksa pengaruh perubahan iklim terhadap perekonomian. Penelitian ini
menggunakan pendekatan Richardian yang mengukur kinerja petani, rumah tangga
dan perusahaan pada skala dan iklim yang berbeda. Penelitian ini menggunakan
pendekatan Ricardian untuk mengukur dampak perubahan iklim terhadap pendapatan
bersih petani di Zimbabwe. Penelitian ini menggunakan data dan analisis Richardian
untuk memperkirakan dampak variabel iklim (suhu dan curah hujan), tanah, dan
pendapatan petani.
( )
Dimana :
R = Pendapatan bersih diasumsikan sebagai refleksi dari nilai dimasa kini untuk
produktivitas bersih di masa depan.
F = Suhu
F2 = Curah Hujan
Z = Variabel tanah
G = Variabel Ekonomi
U = Term Eror
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan petani tidak dipengaruhi
oleh peningkatan suhu tetapi di pengaruhi oleh curah hujan (Nhemachena, 2009;
Kurukulasuriya & Mendelsohn, 2008).
17
3. Metode Dan Objek Penelitian
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini ingin mengetahui penyebab PDRB Riau dan Lampung tetap
mengalami kenaikan walaupun ada pengaruh perubahan iklim yang berdampak
negatif terhadap produk – produk pertanian unggulannya yaitu kelapa sawit dan kopi.
Guna mencapai tujuan tersebut metode yang digunakan adalah Ordinary Least
Square (OLS). Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data panel yang
merupakan gabungan antara data runtut waktu (time series) dan data silang (cross
section). Kemudian dalam penelitian ini juga akan menggunakan logaritma natural
atau double log untuk setiap variabel. Double log digunakan untuk mengubah
variabel linier menjadi non linier.
Estimasi data menggunakan Panel Least Square (PLS). Data panel adalah
data yang merupakan penggabungan antara data time series dan cross section.
Menurut Baltagi (2005), data panel memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
dengan data time series dan cross section. Keunggulan tersebut diantaranya sebagai
berikut :
Bila data panel berhubungan dengan individu, perusahaan, negara,
daerah, dan lain – lain pada waktu tertentu, maka data tersebut adalah
heterogen teknik penaksiran data panel yang heterogen secara
eksplisit dapat dipertimbangkan dalam perhitungan.
Kombinasi data time series dan cross section akan memberikan
informasi yang lebih lengkap, lebih beragam, dan lebih efisien.
Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan
dinamis dibandingkan dengan studi berulang dari cross section.
Data panel lebih baik dalam mendeteksi dan mengukur efek yang
secara sederhana tidak dapat diukur oleh data time series dan cross
section.
Data panel membantu studi untuk menganalisi perilaku yang lebih
kompleks.
Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi
individu atau perusahaan karena unit data lebih banyak.
18
Berdasarkan keunggulan-keunggulan tersebut maka digunakan penelitian
menggunakan data panel. Metode digunakan karena dapat menganalisis pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen dan dapat mengestimasi nilai
koefisien regresi. Hasil dari regresi dapat diketahui berapa besar koefisien regresi
yang dimiliki setiap variabel independen dalam memengaruhi secara langsung
variabel dependen. Koefisien regresi mencerminkan apakah masing – masing
variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel
dependennya. Untuk penelitian ini model regresi yang digunakan adalah sebagai
berikut :
Dimana :
Yit = PDRB di daerah i pada tahun t (juta rupiah)
X1it = Suhu rata-rata per tahun di daerah i pada tahun t (oC)
X2it
= Curah hujan rata-rata per tahun di daerah i pada tahun t (mm)
X3it = Luas lahan perkebunan kelapa sawit dan kopi di daerah i pada tahun t (ha)
X4it = Angka Partisipasi Sekolah untuk tingkat SMA di daerah i pada tahun t (%)
X5it = Jumlah Tenaga Kerja di daerah i pada tahun t (jiwa)
β 0 = Konstanta
β 1, β 2, β3, β4, β5 = Koefisien Regresi
uit = Error term
i = daerah penelitian (Provinsi Riau dan Lampung)
t = tahun penelitian ( 2000 – 2015)
3.2 Deskripsi Objek dan Data Penelitian
Unit of analysis dalam penelitian ini merupakan 2 daerah yaitu Provinsi Riau
dan Provinsi Lampung. Provinsi Riau dan Lampung dipilih karena ketersediaan data
dan merupakan daerah dengan hasil perkebunan komoditi unggulan yaitu kopi dan
kelapa sawit. Provinsi Riau dan Lampung merupakan salah satu provinsi dengan
hasil perkebunan kopi dan kelapa sawit terbesar. Provinsi Lampung memiliki tujuh
komoditas unggulan perkebunan yaitu kopi, lada, kakao, karet, tebu, kelapa dan
kelapa sawit. Kopi merupakan salah satu hasil sektor perkebunan unggulan di
Provinsi Lampung. Selama lima tahun terakhir (2009 -2013) sebesar 21,46%
19
produksi kopi berasal dari Provinsi Lampung. Pada periode tersebut rata – rata
produksi kopi Provinsi Lampung mencapai 142.111 ton. Provinsi Lampung
merupakan salah satu sentra produksi kopi di Indonesia yang memiliki potensi untuk
memajukan pembangunan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas kopi.
Kabupaten Lampung Barat merupakan sentra produksi kopi di Provinsi Lampung
dengan jumlah produksi kopi 61.215 ton (Dinas Perkebunan, 2013).
Di Indonesia persebaran perkebunan bisa dilihat dari Sumatera hingga
Sulawesi. Dari sejumlah daerah penghasil sawit, Provinsi Riau adalah salah satu
yang terbesar dan Pemerintah Daerah Riau mengutamakan kelapa sawit sebagai
komoditas unggulan daerah. Hampir setiap tahun terjadi kebakaran hutan yang
disebabkan untuk pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit. Walaupun sering
terjadi kebakaran hutan, hal ini tidak menurunkan produksi dan tetap menjadikan
Provinsi Riau menjadi perkebunan kelapa sawit terbesar (Saragih, 2001). Pada tahun
2014 luas areal perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau sebesar 2,3 juta ha dengan
total produksi sebesar 7 juta ton.
Untuk mengetahui faktor yang memengaruhi PDRB Riau dan Lampung tetap
meningkat walaupun adanya perubahan iklim maka variabel – variabel yang
digunakan adalah variabel – variabel yang dapat memengaruhi PDRB. Pada variabel
perubahan iklim digunakan variabel suhu dan curah hujan. Untuk variabel yang
memengaruhi PDRB selain perubahan iklim adalah variabel luas lahan, pendidikan
dan tenaga kerja. Variabel luas lahan, pendidikan dan tenaga kerja digunakan sebagai
salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Berpijak dari teori
pertumbuhan ekonomi yang dikemukakan oleh Solow tentang fungsi produksi
agregat (Dornbusch, Fischer, dan Startz, 2004) menyatakan bahwa output nasional
(sebagai representasi dari pertumbuhan ekonomi) . Fungsi dari kapital (luas lahan),
fungsi dari labor (tenaga kerja) dan fungsi dari human capital (pendidikan). Objek
penelitian tersebut diuraikan sebagai berikut:
a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Salah satu indikator makro yang digunakan untuk mengukur keberhasilan
pembangunan suatu daerah yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Perekonomian Riau berdasarkan PDRB tanpa migas dalam tiga tahun terakhir (2005
– 2007) mengalami pertumbuhan rata – rata 8,48% per tahun. Sektor pertanian yang
terdiri dari sub-sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan
20
perikanan merupakan sektor yang mempunyai pangsa terbesar. Pada tahun 2007
pangsa pasar sektor pertanian mencapai 37,25%. Pangsa terbesar dari sub-sektor
pertanian berada pada sub-sektor perkebunan dan kehutanan yaitu masing – masing
sebesar 19,02% dan 11,88%, sedangkan peranan terbesar dari sub-sektor perkebunan
adalah kelapa sawit. Pada tahun 2007 luas perkebunan kelapa sawit di Riau
mencapai 1,61 juta ha atau sekitar 27% dari total luas perkebunan kelapa sawit di
Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung pada triwulan I 2015 meningkat
menjadi 4,91% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar
4,70%. Struktur perekonomian Provinsi Lampung pada triwulan 1 2015 didominasi
oleh 3 sektor utama yaitu sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 35,13%.
Sektor pertanian mampu menjadi andalan sebagai penghasil devisa bagi provinsi
Lampung melalui kegiatan ekspor. Kontribusi hasil ekspor pertanian tersebut
sebagian berasal dari komoditas perkebunan. Sebagai salah satu sub-sektor penting
dalam sektor pertanian, sub-sektor perkebunan mempunyai kontribusi yang
signifikan terhadap perekonomian provinsi Lampung. Kopi, teh dan rempah –
rempah merupakan salah satu komoditas utama yang mempunyai nilai ekspor yang
tinggi sebesar 15%. Kopi merupakan tanaman tahunan yang menjadi sumber
pendapatan perkebunan sebagian besar masyarakat petani Lampung. Pembangunan
komoditas kopi tidak hanya sebagai penopang perekonomian daerah tetapi juga
untuk membangun perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Berdasarkan gambar di
bawah (gambar 1), menggambarkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau dan
Lampung menunjukkan trend yang positif setiap tahunnya.
Gambar 1. PDRB Provinsi Riau dan Lampung
Sumber: Badan Pusat Statistik
0
200000000
400000000
600000000
800000000
Data PDRB Provinsi Lampung dan Riau tahun 2000-2015 (juta)
Riau Lampung
21
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator
penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode
tertentu, bai atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada
dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha
dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada suatu daerah. Semakin kecil PDRB di
daerah asal maka kesejahteraan penduduk di daerah tersebut rendah sebaliknya
semakin besar PDRB di daerah asal maka penduduk daerah tersebut sejahtera. Data
yang digunakan untuk penelitian ini adalah PDRB riil suatu daerah yang diperoleh
dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2000 – 2015 untuk dua provinsi yaitu
Provinsi Riau dan Provinsi Lampung. Berdasarkan gambar 1, menggambarkan
b. Kondisi Iklim (Suhu dan Curah Hujan)
Menurut laporan kinerja instansi pemerintah Provinsi Riau , Provinsi Riau
merupakan wilayah tropis dengan suhu udara maksimum berkisar antara 34,0oC –
35,4oC dan suhu minimum berkisar antara 19,2
oC – 20,2
oC. Dengan suhu rata – rata
sebesar 27oC. Suhu rata – rata tahunan untuk pertumbuhan kelapa sawit berkisar
antara 24oC
– 29
oC, dengan produksi terbaik antara 25
oC – 27
oC. Provinsi Riau
memiliki rata – rata suhu udara sebesar 27oC, sehingga cocok untuk pertumbuhan
tanaman kelapa sawit. Sinar matahari dapat mendorong pembentukan bunga,
pertumbuhan vegetative dan produksi buah kelapa sawit. Berkurangnya lama sinar
matahari akan mengurangi proses asimilasi untuk memproduksi karbohidrat dan
membentuk bunga. Lamanya penyinaran optimum bagi tanaman kelapa sawit yaitu 5
– 7 jam per hari.
Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang terdapat di Pulau
Sumatera. Rata – rata suhu minimum di Provinsi Lampung adalah 21,8oC – 23
oC,
sedangkan rata – rata suhu maksimum berkisar antara 30,9oC – 33,8
oC. Syarat
tumbuh tanaman kopi yaitu pada suhu rata – rata 19oC – 32
oC (Djaenudin, 2003).
Berdasarkan syarat tumbuh tanaman kopi, Provinsi Lampung merupakan provinsi
yang cocok untuk pertumbuhan tanaman kopi. Tanaman kopi memerlukan sinar
matahari yang teratur. Umumnya tanaman kopi tidak bisa terkena penyinaran
matarhari langsung karena dapat memengaruhi proses fotosintesis jika dalam jumlah
banyak. Disamping itu, sinar matahari memengaruhi terbentuknya kuncup bunga.
Berdasarkan grafik dibawah ini menunjukkan bahwa kondisi suhu di Provinsi Riau
dan Lampung berubah-ubah setiap tahunnya.
22
Gambar 2. Kondisi Suhu di Provinsi Riau dan Lampung
Sumber: Badan Pusat Statistik
Secara geografis Provinsi Riau dilewati oleh garis khatulistuwa dan mempunyai dua
musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Berdasarkan curah hujan, Provinsi Riau
dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu wilayah dengan curah hujan sedang dan rendah.
Gambar 3, menunjukkan bahwa kondisi curah hujan selalu berubah-ubah sama dengan
halnya kondisi suhu. Daerah dengan curah hujan sedang (2000 – 4000 mm) mencakup
sebagian besar Provinsi Riau. Dengan kondisi curah hujan sedang (2000 – 4000) di Provinsi
Riau sangat mendukung untuk penanaman kelapa sawit. Curah hujan yang ideal bagi
tanaman kelapa sawit berkisar 2.000 – 3.500 mm per tahun yang merata sepanjang tahun. Di
lokasi dengan curah hujan kurang dari 1.450 mm per tahun dan lebih dari 5.000 mm per
tahun sudah tidak sesuai untuk tanaman kelapa sawit.
Provinsi Lampung merupakan provinsi penghasil komoditas kopi, hal ini disebabkan
oleh topologi wilayahnya yang sesuai dengan kesuburan tanaman kopi. Kondisi curah hujan
di Provinsi Lampung berkisar antara 2500 – 3000 mm per tahun. Curah hujan yang
dibutuhkan tanaman kopi minimal dalam 1 tahun sekitar 1000 – 2000 mm, optimal 2000 –
3000 mm per tahun. Tanaman kopi umumnya dapat tumbuh optimum di daerah dengan
curah hujan 2000 – 3000 mm per tahun dan dengan curah hujan kurang dari 60 mm per
bulan.
24
25
26
27
28
29
30
31
2000200120022003200420052006200720082009201020112012201320142015
Data Suhu Provinsi Lampung dan Riau tahun 2000-2015 (°C)
Riau Lampung
23
Gambar 3. Kondisi Curah Hujan di Provinsi Riau dan Lampung
Sumber: Badan Pusat Statistik
Perubahan iklim secara harfiah adalah iklim yang berubah akibat suhu global
rata – rata meningkat. Perubahan iklim global disebabkan antara lain oleh
peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) akibat berbagai aktivitas yang
mendorong peningkatan suhu bumi. Mengingat iklim adalah salah satu unsur utama
dalam sistem metabolisme dan fisiologi tanaman, maka perubahan iklim global
mempunyai dampak yang buruk terhadap keberlanjutan pembangunan pertanian.
Perubahan iklim global akan mempengaruhi setidaknya tiga unsur iklim dan
komponen alam yang sangat erat kaitannya dengan pertanian, yaitu naiknya suhu
udara yang juga berdampak terhadap unsur iklim lain, terutama kelembapan dan
dinamika atmosfer, berubahnya pola curah hujan dan makin meningkatnya intensitas
kejadian iklim ekstrim (anomali iklim) seperti El-Nino dan La-Nina, dan naiknya
permukaan air laut akibat pencairan gunung es di kutub utara (Las, 2007). Akibat
perubahan iklim suhu bumi dan curah hujan sangat berfluktuasi dalam jangka waktu
satu tahun, artinya variabilitas suhu dan curah hujan di suatu tempat untuk bulan
yang satu akan sangat berbeda dengan bulan yang lain meskipun berada dalam satu
tahun yang sama. Akan tetapi, dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data
suhu dan curah hujan per tahun, karena keterbatasan data yang tersedia. Data
diperoleh dari Badan Pusat Statistik tahun 2000 – 2015 untuk dua provinsi yaitu
Provinsi Riau dan Lampung.
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
Data Curah Hujan Provinsi Lampung dan Riau tahun 2000-2015 (mm)
Riau Lampung
24
c. Luas Lahan Perkebunan
Pembangunan perkebunan kelapa sawit mempunyai dampak positif terhadap
perekonomian Riau terutama untuk menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan
pendapatan masyarakat, serta mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi
daerah. Tumbuhnya perkebunan dan industri kelapa sawit menyebabkan munculnya
sumber – sumber pendapatan yang lebih bervariasi bagi masyarakat. Luas
perkebunan kelapa sawit di Riau pada periode 2004 – 2007 meningkat sebesar
20,41% dari 1,34 juta ha menjadi 1,61 juta ha. Luas perkebunan kelapa sawit pada
periode tersebut terbesar masih dimiliki oleh perkebunan rakyat, kemudian diikuti
oleh perkebunan swasta dan perkebunan negara.
Salah satu yang menjadi komoditas unggulan dalam sub-sektor perkebunan
adalah kopi. Sebagian besar produksi kopi Indonesia merupakan komoditas
perkebunan yang diekspor kepasar dunia. Menurut data statistik International Coffee
Organization (ICO) tahun 2013, Indonesia merupakan negara eksportir kopi ketiga
di dunia. Perkebunan kopi yang umumnya di dominasi oleh perkebunan rakyat.
Menurut BPS (2012), kopi tetap menjadi komoditas unggulan pertanian di Provinsi
Lampung. Luas perkebunan kopi di Provinsi Lampung menempati posisi pertama
dengan luas sebesar 163.123 ribu ha pada tahun 2010. Sebagian besar perkebunan di
Lampung merupakan area penghasil kopi, terutama di daerah Lampung Barat.
Menurut data yang diperoleh, luas lahan tanaman kopi di daerah Lampung Barat
mencapai lebih dari 60.347 ribu ha.
Lahan mempunyai peranan sangat penting bagi kehidupan manusia. Segala
macam bentuk intervensi manusia secara siklis dan permanen untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat material maupun non material. Berbagai tipe
pemanfaatan lahan dijumpai di permukaan bumi, masing – masing tipe mempunyai
karakteristik tersendiri. Setiap penggunaan lahan (pertanian dan non pertanian)
memiliki nilai land rent yang berbeda. Jenis penggunaan lahan dengan keuntungan
komparatif tertinggi akan mempunyai kapasitas penggunaan lahan terbesar. Sehingga
penggunaan lahan tertentu akan dialokasikan untuk kegiatan yang memberikan nilai
land rent tertinggi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data luas lahan
perkebunan total yang di peroleh dari Badan Pusat Statistik tahun 2000 – 2015 untuk
dua provinsi yaitu Provinsi Riau dan Lampung.
25
Gambar 4. Luas Lahan Perkebunan Provinsi Riau dan Lampung
Sumber: Badan Pusat Statistik
d. Pendidikan
Aspek pendidikan dianggap memiliki peranan penting dalam menentukan
kualitas manusia. Karena melalui pendidikan, manusia dianggap akan memperoleh
pengetahuan, dan dengan pengetahuannya manusia diharapkan dapat membangun
keberadaan hidupnya. Pendidikan merupakan sarana dalam menyiapkan sumber daya
manusia untuk pembangunan. Dalam lingkup ekonomi makro atau dengan
perekonomian secara umum (nasional), semakin tinggi kualitas hidup suatu bangsa,
semakin tinggi tingkat pertumbuhan dan kesejahteraan bangsa tersebut.
Pembangunan sektor pendidikan di Provinsi Riau memiliki peran penting dan
strategis. Rata – rata penduduk Provinsi Riau pernah mengenyam pendidikan formal
sampai kelas 3 SLTP. Rata – rata Angka Partisipasi Kasar (APS) Provinsi Riau pada
tahun 2013 sebesar 98,59% untuk usia 7 – 12 tahun dan 90,1% untuk usia 13 – 15
tahun.
Rata – rata APS Provinsi Lampung tahun 2013 sebesar 99,03% untuk usia 7 –
12 tahun dan 90,99% untuk usia 13 – 15 tahun. Tingkat pendidikan yang ditempuh
petani memengaruhi pengetahuan dan pola pikir petani. Sebaran petani kopi menurut
tingkat pendidikan yang beragam dari tingkat SD sampai jenjang diploma atau
sarjana. Berdasarkan penelitian sebelumnya banyak petani yang sudah menamatkan
pendidikan sampai dengan jenjang SMA di Provinsi Lampung, khususnya di
Lampung Barat.
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
3000000
3500000
4000000
Luas Perkebunan Provinsi Lampung dan Riau 2000-2015 (ha)
Riau Lampung
26
Pendidikan merupakan hal yang mendasar bagi pembangunan ekonomi suatu
negara karena peningkatan SDM yang berpendidikan akan produktif dibandingkan
dengan negara yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Keterkaitan antara
teori human capital dengan pendidikan adalah bahwa sesorang dapat meningkatkan
penghasilannya melalui peningkatan pendidikan. Tingkat pendidikan yang ditempuh
petani memengaruhi pengetahuan petani. Tingkat pendidikan yang ditempuh juga
berhubungan dengan kemampuan petani dalam menerima teknologi dan inovasi
dalam usaha tani. Indikator yang digunakan adalah dengan melihat Angka Partisipasi
Sekolah (APS). Angka partisipasi sekolah merupakan ukuran daya serap sistem
pendidikan terhadap penduduk usia sekolah. Angka tersebut memperhitungkan
perubahan penduduk terutama usia muda. Data yang digunakan adalah Angka
Partisipasi Sekolah jenjang SMA yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik tahun
2000 – 2015 untuk dua provinsi yaitu Provinsi Riau dan Provinsi Lampung.
Gambar 5. Pendidikan di Provinsi Riau dan Lampung
Sumber: Badan Pusat Statistik
e. Tenaga Kerja
Terdapat empat faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi menurut
Boediono (1982), yaitu (1) akumulasi modal, termasuk semua investasi yang
berwujud tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusi, (2) pertumbuhan penduduk,
(3) kemajuan teknologi, dan (4) sumber daya institusi (sistem kelembagaan).
Pertumbuhan penduduk berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja (labor
force) yang dianggap sebagai faktor positif dalam merangsang pertumbuhan
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
2000200120022003200420052006200720082009201020112012201320142015
Data Pendidikan Provinsi Lampung dan Riau tahun 2000-2015 (%)
Riau Lampung
27
ekonomi. Provinsi Riau masih menghadapi masalah besarnya angka pengangguran.
Menurut data BPS tahun 2002 angka pengangguran tercatat sebesar 11,3%. Besarnya
tenaga kerja yang bekerja di sektor informal sebesar 53,9% merupakan masalah
tersendiri di Provinsi Riau. Dengan melihat permasalahan yang ada pemerintah
Provinsi Riau membangun sektor perkebunan terutama perkebunan kelapa sawit.
Selain peranannya dalam meningkatkan pendapatan masyarakat, perkebunan kelapa
sawit juga memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan output dan penyerapan
tenaga kerja.
Gambar 6. Angkatan Kerja di Provinsi Riau dan Lampung
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sektor perkebunan khususnya tanaman kopi merupakan sektor yang tidak
dapat dipisahkan dari masyarakat di Provinsi Lampung. Sebagian besar dari
masyarakat Provinsi Lampung, khususnya Lampung Barat bekerja sebagai petani
kopi. Pada tahun 2011 lebih dari 20% dari total penduduk di Lampung Barat bekerja
sebagai petani kopi. Pilihan hidup sebagai petani perkebunan merupakan pekerjaan
di sektor pertanian yang paling dominan dikerjakan. Sebanyak 61,20% petani atau
28,88% dari total penduduk bekerja sebagai pekebun dimana hampir semuanya
merupakan petani kopi. Sektor perkebunan kopi merupakan salah satu potensi yang
apabila terus diperkuat dapat bermanfaat dalam penyerapan tenaga kerja dan dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah khususnya yang berbasis
keunggulan lokal.
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
3000000
3500000
4000000
Data Angkatan Kerja Provinsi Riau dan Lampung tahun 2000-2015 (juta jiwa)
Riau Lampung
28
Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi.
Menurut BPS penduduk usia kerja adalah penduduk berusia 10 tahun ke atas.
Sedangkan menurut Mulyadi (2006), tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja
berusia 15 – 64 tahun atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat
memproduksi barang dan jasa. Tenaga kerja merupakan faktor penting yang
digunakan dalam melaksanakan proses produksi. Dalam proses produksi tenaga kerja
memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari usaha yang telah dilakukannya yakni
upah. Tenaga kerja yang memperoleh pekerjaan dan bekerja secara produktif akan
memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Kesempatan kerja meliputi
lapangan pekerjaan yang sudah ditempati dan belum ditempati. Sebagai negara
agraris sektor pertanian mempunyai kontribusi yang besar dalam hal penyerapan
tenaga kerja. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angkatan tenaga kerja
yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik tahun 2000 – 2015 untuk dua provinsi
yaitu Provinsi Riau dan Lampung.
Berikut tabel variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian ini untuk
memberikan informasi secara singkat.
Tabel 1. Variabel – Variabel yang digunakan dalam Penelitian
Indikator
Variabel
Satuan
Sumber
Periode
Perekonomian
Daerah
PDRB
Juta Rupiah
BPS
2000 - 2015
Perubahan Iklim Suhu
Curah
hujan
oC
mm
BPS
2000 - 2015
Ketersediaan
Lahan
Luas Lahan
Perkebunan
ha
BPS
2000 - 2015
Pendidikan
APS
%
BPS
2000 - 2015
Tenaga Kerja
Jumlah Angkatan
Kerja
Juta Jiwa
BPS
2000 - 2015
29
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil Pengolahan Data
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak perubahan iklim
terhadap perekonomian Provinsi Riau dan Lampung. Secara spesifik penelitian ini
ingin mengetahui PDRB Riau dan Lampung tetap meningkat walaupun terjadi
perubahan iklim. Perubahan iklim secara empiri merupakan salah satu faktor yang
berdampak negatif terhadap produk-produk unggulan pertanian. Berdasarkan tujuan
tersebut penulis menggunakan model penelitian sebagai berikut :
Dimana :
Yit = PDRB di daerah i pada tahun t (juta rupiah)
X1it = Suhu rata-rata per tahun di daerah i pada tahun t (oC)
X2it
= Curah hujan rata-rata per tahun di daerah i pada tahun t (mm)
X3it = Luas lahan perkebunan kelapa sawit dan kopi di daerah i pada tahun t (ha)
X4it = Angka Partisipasi Sekolah untuk tingkat SMA di daerah i pada tahun t (%)
X5it = Jumlah Tenaga Kerja di daerah i pada tahun t (jiwa)
β 0 = Konstanta
β 1, β 2, β3, β4, β5 = Koefisien Regresi
uit = Error term
i = daerah penelitian (Provinsi Riau dan Lampung)
t = tahun penelitian ( 2000 – 2015)
Kemudian dalam penelitian ini juga menghitung hasil estimasi Panel Least
Square dengan menggunakan double log untuk setiap variabel. Double log
digunakan untuk mengubah model non linier menjadi model linier. Dalam penelitian
ini transformasi dibutuhkan untuk mengestimasi elastisitas antar variabel independen
dengan variabel dependennya. Hal yang perlu diperhatikan dalam model double log,
koefisien β 1 – β5 diintrepretasikan sebagai persen yaitu persentase perubahan
variabel Y sebagai akibat variabel X.
30
Berikut model estimasi dengan menggunakan logaritma :
Dimana :
logYit = Log PDRB daerah i pada tahun t (juta rupiah)
logX1it = Log suhu rata-rata per tahun daerah i pada tahun t (oC)
logX2it
= Log curah hujan rata-rata per tahun daerah i pada tahun t (mm)
logX3it = Log luas lahan perkebunan kelapa sawit dan kopi di daerah i pada tahun t (ha)
logX4it = Log angka partisipasi sekolah untuk tingkat SMA di daerah i pada tahun t (%)
logX5it = Log jumlah tenaga kerja di daerah i pada tahun t (jiwa)
β 0 = Konstanta
β 1, β 2, β3, β4, β5 = Koefisien Regresi
uit = Error term
i = daerah penelitian (Provinsi Riau dan Lampung)
t = tahun penelitian ( 2000 – 2015)
Berdasarkan model regresi diatas, berikut ini adalah hasil uji regresi dari
model tersebut :
Tabel 2. Hasil Estimasi Panel Least Squares
Variabel
Linier
Double - log
Koefisien
t-Stat
p-Value
Koefisien
t-Stat
p-Value
C
1.08E+09
-3,465971
0,0018
-1.937.507
-3,307902
0,0028
Suhu
1.200.327
0,128521
0,8987
-1.270.030
0,758058
0,4552
Curahhujan
-5.508.409
-0,462762
0,6474
-0,009129
-0,070861
0,9441
Luaslahan
2.626.645
12,11857
0,0000
1.340.236
5,546839
0,0000
31
Pendidikan
2.613.219
2,009234
0,0050
2.663.598
4,896437
0,0000
Tenagakerja
2.581.001
9,630632
0,0000
2.566.153
4,800205
0,0001
R-squared
0,960683
0,942635
F-statistik
127,0571
85,44769
N
32
32
Sumber : Hasil Pengolahan Data oleh Penulis
Berdasarkan hasil estimasi Panel Least Square biasa, variabel suhu memiliki
pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap PDRB pada taraf signifikansi 5%.
Artinya jika variabel suhu meningkat 1oC, maka PDRB Riau dan Lampung akan
meningkat sebesar 1.200.327 miliar rupiah. Variabel curah hujan memiliki pengaruh
negatif dan tidak signifikan terhadap PDRB Riau dan Lampung pada taraf
signifikansi 5%. Variabel luas lahan memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap PDRB Riau dan Lampung pada taraf signifikansi 5%. Artinya jika variabel
luas lahan meningkat sebesar 1 ha, maka PDRB Riau dan Lampung juga ikut
bertambah sebesar 2.626.645 miliar rupiah. Variabel pendidikan memiliki pengaruh
positif dan signifikan pada taraf signifikansi 5%. Artinya jika variabel pendidikan
(angka partisipasi sekolah SMA) meningkat sebesar 1%, maka PDRB Riau dan
Lampung akan meningkat sebesar 2.613.219 miliar rupiah. Variabel tenaga kerja
memiliki pengaruh positif dan signifikan pada taraf signifikansi 5%. Artinya jika
variabel tenaga kerja meningkat 1 jiwa maka PDRB Riau dan Lampung akan
meningkat sebesar 2.581.007.
Kemudian hasil estimasi Panel Least Square dengan menggunakan double
log terdapat variabel dengan hasil yang berbeda dengan hasil estimasi Panel Least
Square biasa. Sebagai contoh, variabel suhu dan curah hujan memiliki pengaruh
negatif dan tidak signifikan terhadap PDRB pada taraf signifikansi 5%. Artinya jika
variabel suhu dan curah hujan meningkat 1%, maka PDRB Riau dan Lampung
menurun sebesar 19,3%. Variabel luas lahan memiliki pengaruh positif dan
32
signifikan terhadap PDRB Riau dan Lampung pada taraf signifikansi 5%. Artinya
jika variabel luas lahan bertambah 1%, maka PDRB Riau dan Lampung juga ikut
meningkat sebesar 2,4%. Variabel pendidikan memiliki pengaruh positif dan
signifikan pada taraf signifikansi 5%. Artinya jika pendidikan meningkat 1% maka
PDRB juga akan ikut meningkat sebesar 5,4%. Variabel tenaga kerja memiliki
pengaruh positif dan signifikan pada taraf signifikansi 5%. Artinya jika tenaga kerja
meningkat 1% maka PDRB juga akan ikut meningkat sebesar 5,3%.
Koefisien determinasi atau R2 digunakan untuk mengetahui berapa persen
perubahan variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen
yang dilibatkan dalam persamaan. Hasil estimasi Panel Least Square biasa dengan
hasil estimasi Panel Least Square menggunakan double log berbeda. Koefisien
determinasi atau R2
menggunakan estimasi biasa lebih besar. Koefisien determinasi
atau R2
biasa angka koefisien determinasi yang didapat adalah sebesar 0.960683
yang berarti variabel PDRB diterangkan oleh variabel suhu, curah hujan, luas lahan,
pendidikan dan tenaga kerja sebesar 96%, sedangkan dalam hasil estimasi
menggunakan log memiliki determinasi yang didapat adalah sebesar 0.942635 yang
berarti variabel PDRB diterangkan oleh variabel suhu, curah hujan, luas lahan,
pendidikan dan tenaga kerja sebesar 94%.
4.2 Uji Asumsi Klasik
Untuk melakukan uji regresi linear berganda, perlu dilakukan uji asumsi
klasik agar metode estimasi tersebut dikatakan best linear unbiased estimator
(BLUE) (Gujarati, 2011). Uji asumsi klasik yang dilakukan terdiri atas uji
multikolinearitas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas dan uji normalitas.
4.2.1 Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah adanya hubungan linear atau korelasi yang tinggi
antar beberapa atau semua variabel bebas. Ada atau tidaknya multikolinearitas dapat
terlihat dari koefisien korelasi antar variabel bebas. Jika koefisien korelasi antar
masing-masing variabel independen lebih dari 0,8 maka terjadi multikolinearitas.
Berikut ini adalah hasil koefisien korelasi antar variabel bebas :
33
Tabel 3. Hasil Estimasi Multikolinearitas Model Linier
Sumber : Hasil Pengolahan Data oleh Penulis
Tabel 4. Hasil Estimasi Multikolinearitas Model Double Log
Sumber : Hasil Pengolahan Data oleh Penulis
Pada hasil uji multikolinearitas terlihat bahwa tidak ada variabel yang
memiliki hubungan atau korelasi yang tinggi yaitu diatas 0,8. Hal tersebut
Suhu
Curahhujan
Luaslahan
Pendidikan
Tenagakerja
Suhu
1.000
0.278
0.001
-0.231
-0.393
Curahhujan
0.278
1.000
0.536
0.334
-0.524
Luaslahan
0.001
0.536
1.000
0.729
-0.780
Pendidikan
-0.231
0.334
0.729
1.000
-0.336
Tenagakerja
-0.393
-0,524
0.780
-0.336
1.000
logsuhu
logcurahhujan
logluaslahan
logpendidikan
logtenagake
rja
Logsuhu
1.000
0.234
0.058
-0.216
-0.398
Logcurahhujan
0.234
1.000
0.454
0.312
-0.326
Logluaslahan
0.058
0.454
1.000
0.734
-0.821
Logpendidikan
-0.216
0.312
0.734
1.000
-0.357
logtenagakerja
-0.398
-0.326
-0.821
-0.357
1.000
34
mengindikasikan tidak terjadi korelasi antar variabel independen yang digunakan
dalam model penelitian. Sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada
multikolinearitas.
4.2.2 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi merupakan salah satu uji asumsi klasik yang dilakukan untuk
melihat apakah terdapat hubungan antar observasi yang dilakukan. Kriteria lolos uji
autokorelasi adalah dengan cara mengetahui nilai Durbin-Watson stat. Jika nilai
Durbin-Watson stat berada diantara du dan 4du, maka dapat dikatakan lolos
autokorelasi (Gujarati, 2003). Penjelasan lebih lanjut mengenai kriteria uji
autokorelasi dapat dilihat melalui tabel
berikut :
Tabel 5. Kriteria Uji Autokorelasi
Jika Keterangan
0 < d < dL Autokorelasi positif
dL ≤ d ≤ dU Tidak dapat disimpulkan
4 – dL < d < 4 Autokorelasi negatif
4 – dU ≤ d ≤ 4 - dL Tidak dapat disimpulkan
dU < d < 4 - dU Tidak terdapat Autokorelasi positif
maupun negatif
Berikut hasil pengolahan data untuk melakukan uji autokorelasi :
Tabel 6. Hasil Estimasi Autokorelasi
Sumber: Hasil Pengolahan Data oleh Penulis
N
Durbin-
Watson
stat
dL (α=5%)
dU (α=5%)
4 - dU
4 - dL
Linier
32
2.165941
1.1092
1.8187
2.1813
2.8908
Double-log
32
1.871505
1.1092
1.8187
2.1813
2.8908
35
Berdasarkan kriteria uji autokorelasi jika dU < d < 4 - dU tidak terdapat
autokorelasi positif maupun negatif . Model regresi pada penelitian ini, menunjukkan
bahwa tidak terdapat autokorelasi positif maupun negatif karena nilai berada diantara
dU dan 4 – dU. Jika dilihat dari hasil estimasi uji autokorelasi biasa (tabel 6) nilai
Durbin - Watson stat adalah 2.165941, menggunakan tabel Durbin – Watson stat
dengan α= 5%, variabel independent (k) = 5, dan n = 32. Kemudian didapat nila dL
sebesar 1.1092 dan nilai dU, 1.8187. Hasil estimasi berada diantara dU dan 4 – dU
(2.1813) sehingga dapat dikatakan tidak terdapat autokorelasi.
Selain itu, jika dilihat dari hasil estimasi uji autokorelasi dengan double log
(tabel 7) nilai Durbin - Watson stat adalah 1.871505 setelah ditambahkan variabel
AR(1), menggunakan tabel Durbin – Watson stat dengan α= 5%, variabel
independent (k) = 5, dan n = 32. Kemudian didapat nila dL sebesar 1.1092 dan nilai
dU, 1.8187. Hasil estimasi berada diantara dU dan 4 – dU (2.1813) sehingga dapat
dikatakan hasil estimasi dengan menggunakan double log juga tidak terdapat
autokorelasi.
4.2.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian
dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Uji heteroskedastisitas
dilakukan dengan cara meregresikan variabel independen dengan dependennya.
Untuk melihat ada atau tidaknya heteroskedastisitas dilihat dari probabilitas obs*R-
squared, jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan tidak terjadi
masalah heteroskedatisitas.
Tabel 7. Hasil Estimasi Heteroskedastisitas
Linier
Double-log
F-statistik
9.765329
0.990241
Prob. Chi-Square
0,0652
0,4228
36
R-squared
0.946681
0,610574
N
32
32
Sumber : Hasil Pengolahan Data oleh Penulis
Berdasarkan hasil estimasi pengujian dengan uji asumsi klasik menggunakan
uji heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas biasa dengan uji heteroskedastisitas
menggunakan double log tidak terdapat heteroskedastisitas. Hal ini dapat dilihat dari
hasil uji heteroskedastisitas biasa memiliki probabilitas Chi-Square sebesar 0,0652 >
dari α= 5% (tabel 8), sehingga dapat dikatakan tidak terdapat heteroskedastisitas.
\Sebaliknya juga, uji heteroskedastisitas dengan menggunakan double log memiliki
probabilitas Chi-Square sebesar 0,4228 > α= 5% (tabel 9) juga tidak memiliki
heteroskedastisitas.
4.3 Pembahasan
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel suhu, curah
hujan, luas lahan, pendidikan dan tenaga kerja. Variabel tersebut digunakan untuk
mengetahui penyebab PDRB Riau dan Lampung tetap mengalami peningkatan
walaupun ada perubahan iklim. Hasil estimasi regresi Panel Least Square dan double
log menunjukkan hasil yang sama bahwa dari lima variabel yang diuji, terdapat tiga
variabel yang memengaruhi variabel dependen. Variabel yang memengaruhi yaitu
variabel luas lahan, pendidikan dan tenaga kerja.
Variabel pertama yaitu variabel luas lahan memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap PDRB. Artinya jika variabel luas lahan meningkat 1 ha, maka
PDRB Riau dan Lampung akan naik 2.626.645 triliun rupiah. Hal ini terjadi karena
semakin luas lahan pertanian maka akan semakin banyak lahan yang digunakan
untuk menanam bibit tanaman. Sehingga hasil produksi juga akan ikut meningkat.
Sektor perkebunan dalam proses produksinya membutuhkan faktor produksi utama
yaitu lahan. Semakin besar luas lahan yang digunakan maka akan semakin tinggi
juga produksi yang dihasilkan. Luas lahan juga merupakan salah satu faktor yang
dapat meningkatkan PDRB Riau dan Lampung walaupun ada perubahan iklim.
Perkebunan kelapa sawit saat ini merupakan salah satu tanaman perkebunan
yang mempunyai peranan penting bagi sub-sektor perkebunan. Pemerintah telah
37
mencadangkan 24,4 juta ha lahan yang digunakan untuk perluasan perkebunan
kelapa sawit 5 juta ha, revitalisasi perkebunan kelapa sawit 2 juta ha dan rehabilitasi
lahan 9 juta ha. Pengembangan kelapa sawit akan memberikan manfaat antara lain
meningkatkan pendapatan petani, produksi yang dihasilkan menjadi bahan baku
industri pengolahan yang memberikan nilai tambah dan ekspor CPO yang
menghasilkan devisa. Di Indonesia persebaran perkebunan bisa di lihat dari Pulau
Sumatera hingga ke Pulau Sulawesi. Perkebunan di kelola untuk terus dapat
menghasilkan produksi.
Provinsi Riau adalah salah satu provinsi penghasil kelapa sawit terbesar dan
dikenal dengan industri pengolahan CPO. Hampir setiap tahun terjadi kasus
kebakaran hutan yang salah satunya disebabkan oleh pembukaan lahan perkebunan
untuk kelapa sawit. Selain itu di Provinsi Bengkulu terjadi alih fungsi lahan sawah
menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Terjadinya alih fungsi lahan sawah ke
tanaman kelapa sawit disebabkan oleh beberapa hal yaitu pendapatan petani lebih
tinggi dan nilai jual kebun lebih tinggi. Bagi masyarakat di daerah pedesaan, sampai
saat ini usaha perkebunan merupakan alternatif untuk merubah perekonomian.
Dampak perkebunan kelapa sawit dapat meningkatkan pendapatan petani dan
memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah.
Kemudian variabel kedua yaitu variabel pendidikan juga memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap PDRB. Artinya jika variabel pendidikan meningkat
1% maka PDRB Riau dan Lampung akan naik sebesar 4,9%. Teori modal manusia
menjelaskan proses dimana pendidikan memiliki pengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi. Argumen yang mendukung teori ini adalah manusia yang
memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi yang diukur juga dengan waktu lamanya
sekolah, akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik dibanding yang
pendidikannya lebih rendah. Pendidikan dalam penelitian ini menggunakan Angka
Partisipasi Sekolah (APS) tingkat SMA sebagai tolak ukur. Pendidikan merupakan
bagian dari investasi yang akan dapat memberikan keuntungan. Sebagian besar
penduduk di Indonesia berada di daerah pedesaan dan sebagian besar dari mereka
bermata pencaharian sebagai petani. Pendapatan petani saat ini baik secara nominal
maupun riil relatif masih rendah jika dibandingkan dengan sektor-sektor lain. Hal ini
disebabkan sebagian besar petani di Indonesia adalah petani kecil yang tingkat
pendidikannya rendah. Pendidikan yang rendah menyebabkan rendahnya penerapan
teknologi, sehingga produktivitas sumber daya dan pendapatan petani juga rendah.
38
Faktor penting dalam pengembangan sumber daya manusia adalah dengan sistem
pendidikan dan latihan. Oleh karena itu pemerintah memberikan program
penyuluhan pertanian sebagai suatu sistem pemberdayaan petani yang merupakan
suatu sistem pendidikan non formal bagi keluarga petani. Penyuluhan pertanian
bertujuan untuk membantu petani dalam meningkatkan keterampilan teknis,
pengetahuan, mengembangkan perubahan sikap yang lebih positif dan membangun
kemandirian dalam mengelola lahan pertaniannya (Badan SDM Pertanian, 2003).
Hal ini menyatakan bahwa apabila penduduk di suatu daerah memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi maka akan semakin tinggi pendapatan domestik regional
brutonya. Karena semakin tinggi kualitas sumber daya manusia yang ditunjukkan
dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi, maka perekonomian di daerah
tersebut akan mampu tumbuh dengan baik.
Variabel ketiga yaitu variabel tenaga kerja memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap PDRB Riau dan Lampung. Artinya jika variabel tenaga kerja
naik sebesar 1% maka PDRB Riau dan Lampung akan naik sebesar 4,8%. Hal ini
dikarenakan tenaga kerja merupakan faktor produksi. Jika tenaga kerja disuatu
daerah dapat menghasilkan barang dan jasa yang optimal maka akan berdampak
terhadap perekonomian daerahnya juga. Variabel suhu dan curah hujan tidak
termasuk variabel yang memiliki pengaruh terhadap PDRB Riau dan Lampung. Hal
ini disebabkan karena perubahan iklim, suhu bumi dan curah hujan sangat
berfluktuasi dalam jangka waktu satu tahun yang artinya variabilitas suhu di suatu
tempat untuk satu akan sangat berbeda dengan bulan yang lain meski berada dalam
tahun yang sama. Oleh karena itu variabel suhu dan curah hujan tidak berpengaruh
terhadap PDRB Riau dan Lampung.
39
5. PENUTUP
5.1 Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab PDRB Riau dan
Lampung tetap mengalami kenaikan walaupun ada perubahan iklim yang
berdampak negatif terhadap produk – produk unggulannya. Data yang digunakan
ada enam, yaitu PDRB, suhu, curah hujan, luas lahan, pendidikan dan tenaga
kerja. PDRB digunakan sebagai variabel dependen kemudian suhu, curah hujan,
luas lahan, pendidikan dan tenaga kerja sebagai variabel independen. Variabel
independen digunakan untuk melihat pengaruhnya terhadap variabel
dependennya. Pertama ingin melihat pengaruh perubahan iklim yaitu suhu dan
curah hujan terhadap PDRB Riau dan Lampung. Kedua melihat pengaruh luas
lahan terhadap PDRB Riau dan Lampung. Ketiga melihat pengaruh pendidikan
terhadap PDRB Riau dan Lampung dan yang terakhir ingin melihat pengaruh
tenaga kerja terhadap PDRB Riau dan Lampung. Jenis data yang digunakan ialah
data panel dari tahun 2000 – 2015 untuk Provinsi Riau dan Lampung.
Penelitian ini juga menggunakan dua hasil estimasi yaitu hasil estimasi
linier dan double log. Double log digunakan untuk mengubah model non linier
menjadi model linier. Berdasarkan hasil penelitian linier dan double log ada
empat variabel yang memengaruhi PDRB Riau dan Lampung. Variabel yang
memengaruhi adalah variabel luas lahan, pendidikan, dan tenaga kerja. Variabel
curah hujan dan variabel suhu tidak memiliki pengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap PDRB. Data suhu dan curah hujan yang digunakan untuk
mengetahui dampak perubahan iklim ternyata tidak tepat. Untuk melihat dampak
perubahan iklim melalui indikator suhu dan curah hujan ternyata tidak dapat
dilihat menggunakan data rata-rata suhu dan curah hujan dalam satu tahun.
Adanya faktor teknologi adaptasi dan mitigasi dalam menghadapi perubahan
iklim. Teknologi adaptasi dan mitigasi merupakan salah satu upaya pemerintah
dalam mengurangi dampak negatif perubahan iklim dan produksi pertanian tetap
meningkat. Hal ini juga membuat sektor perkebunan di Provinsi Riau dan
40
Lampung lebih resisten terhadap perubahan iklim sehingga tetap dapat
mendorong PDRB.
Kemudian variabel luas lahan dan variabel pendidikan memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap PDRB. Pendidikan merupakan sarana dalam
menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Sehingga pemerintah
memberikan program penyuluhan pertanian sebagai suatu sistem pemberdayaan
petani. Pemerintah memberikan sistem pendidikan non formal bagi keluarga
petani. Apabila penduduk di suatu daerah memiliki tingkat pendidikan yang tinggi
maka akan semakin tinggi pendapatan domestik regional brutonya. Pendidikan di
Provinsi Riau dan Lampung terbilang tinggi, jika dilihat dari Angka Partisipasi
Sekolah (APS). Rata – rata APS Provinsi Riau pada tahun 20013 sebesar 98,59%
untuk usia 7 – 12 tahun dan 90,1% untuk usia 13 – 15 tahun. Kemudian untuk rata
– rata APS Provinsi Lampung pada tahun 2013 sebesar 99,03% untuk usia 7 – 12
tahun dan 90,99% untuk usia 13 – 15 tahun. Sehingga variabel pendidikan
memberikan pengaruh terhadap PDRB Riau dan Lampung.
Variabel luas lahan juga memberikan pengaruh terhadap PDRB Riau dan
Lampung. Hal ini bisa disebabkan karena kelapa sawit dan kopi merupakan
komditas unggulan Provinsi Riau dan Lampung. Semakin luas lahan pertanian
yang digunakan maka akan semakin tinggi juga produksi yang dihasilkan.
Perkebunan kelapa sawit memberikan pengaruh terhadap PDRB Riau karena
dapat menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat serta
mendorong pemerataan dan pertumbuhan ekonomi daerah. Kemudian kopi,
Indonesia merupakan eksportir terbesar ketiga didunia. Provinsi Lampung
merupakan daerah pengahasil kopi, terutama Lampung Barat, sehingga
perkebunan kopi merupakan sektor yang dapat meningkatkan perekonomian
daerah.
5.2 Implikasi Kebijakan
Dampak perubahan iklim yang begitu besar merupakan tantangan bagi
sektor pertanian. Peran aktif berbagai pihak diperlukan untuk mengantisipasi
dampak perubahan iklim melalui upaya mitigasi dan adaptasi. Diperlukan
kebijakan untuk mengatasi perubahan iklim terhadap sektor pertanian.
Berdasarkan peran strateginya terhadap ketahanan nasional, kerentanan dan
dampaknya, maka kebijakan dalam menghadapi perubahan iklim adalah:
41
1. Kegiatan dan aksi adaptasi sebagai upaya penyelamatan dan pengamanan
kelestarian dan kemantapan ketahanan pangan nasional merupakan
prioritas utama dalam strategi mengahadapi perubahan iklim.
2. Kegiatan dan aksi mitigasi merupakan manivestasi dan tanggung jawab
serta kewajiban bersama harus diimplementasikan melalui pengembangan
pertanian berkelanjutan atau pertanian ramah lingkungan.
3. Aksi adaptasi harus diupayakan bersinergi dan sekaligus berperan sebagai
aksi mitigasi, atau sebaliknya dan setiap aksi mitigasi harus dikaitkan
dengan usaha adaptasi dan selalu mengacu kepada pencapaian sasaran
pembangunan pertanian.
4. Pembangunan pertanian melalui sistem agribisnis dan agroindustri agar
dapat meningkatkan produktivitas.
Dalam hal ini juga pendidikan untuk petani sangat penting khususnya
pendidikan mengenai teknologi. Teknologi dalam pertanian dapat berperan dalam
produktivitas pangan, meningkatkan diversifikasi dalam jenis dan kualitas
pangan, meningkatkan nilai tambah, kesempatan kerja, dan menjaga kelestarian
sumber daya alam serta lingkungan hidup. Petni sebagai pelaku utama dalam
usahatani tentunya memerlukan teknologi pertanian untuk meningkatkan usaha
taninya. Teknologi pertanian tersebut meliput teknologi budidaya, teknologi
pemupukan, teknologi pengendalian hama dan penyakit, teknologi panen dan
pasca panen, serta teknologi dalam memasarkan hasil pertaniannya. Untuk itu
diperlukan pendidikan sebagai pendukung teknologi pertanian. Melalui
pendidikan non formal yang berbasis pemberdayaan masyarakat sesuai dengan
kapasitas petani sebagai warga masyarakat yang perlu mendapatkan pendidikan
dan pendampingan dalam berusahatani.
Dukungan dan implikasi kebijakan : a) Kebijakan terkait dengan
pengembangan pertanian secara ekstenfikasi terkait dengan kebijakan
pemanfaatan sumber daya air terkait dengan pemberian ijin pembukaan hutan dan
lahan gambut, lahan terdegradasi dan terlantar, b) Kebijakan dalam aspek
kelembagaan dalam aspek koordinasi dan komunikasi termasuk sistem
perencanaan pusat dan daerah, c) Kebijakan dalam upaya peningkatan kapasitas
adaptasi dan mitigasi nasional dan daerah.
42
5.3 Saran
Dalam penelitian ini peneliti mengakui masih banyak kekurangan
sehingga masih perlu untuk diperbaiki. Salah satu kekurangan penelitian ini
adalah keterbatasan variabel yang digunakan penulis. Hanya ada enam variabel
yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini mungkin akan lebih baik jika
variabel yang digunakan ditambah atau diganti dengan variabel yang lebih
mendukung. Seperti pengaruh perubahan iklim, indikator yang digunakan hanya
suhu dan curah hujan. Data suhu dan curah hujan yang digunakan tidak dapat
dilihat dengan suhu rata-rata dan curah hujan rata-rata. Sehingga untuk penelitiaan
selanjutnya diharapkan dapat menggunakan data yang cocok untuk mengukur
perubahan iklim yang lebih relevan. Kemudian dalam penelitian ini hanya
menggunakan dua provinsi saja.
Selain perubahan iklim untuk melihat pengaruh perubahan iklim terhadap
perekonomian daerah, penelitian ini hanya menggunakan variabel luas lahan,
pendidikan dan tenaga kerja. Penelitian selanjutnya diharapkan tidak hanya
menggunakan dua provinsi saja dan variabel yang digunakan juga berbeda. Masih
banyak variabel lain yang dapat memengaruhi perekonomian suatu daerah.
Sehingga akan dapat ditemukan kebijakan yang tepat untuk menghadapi
perubahan iklim. Dengan kebijakan yang tepat tentunya akan mengurangi dampak
yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dan meningkatkan perekonomian daerah.
43
DAFTAR PUSTAKA
Asian Development Bank. (2009). The economics of climate change in Southeast
Asia: A regional review. Jakarta: Asian Development Bank.
Agung, B. S. (2016). Pengaruh perubahan iklim terhadap produksi tanaman pangan
di Provinsi Maluku. Maluku: Badan Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku.
Andrea, I. (2016). Perubahan iklim dan kopi, bagaimana keterkaitannya? Diunduh
dari: http://www.lingkunganhidup.co/perubahan-iklim-dan-kopi-terkaitkah/
Batalgi, B. H. (2005). Econometric analysis of panel data. England: John Wiley &
Sons Ltd.
Boer, R., Faqih. A., Ariani. R. (2011). Relationship between Pacific and Indian
Ocean sea surface temperature variability and rice production, harvesting area
and yield in Indonesia. Dipresentasikan pada the 1st International Conference:
Climate Services. New York, 17-19 November.
Badan Pusat Statistik. (2000). Statistik Indonesia: PDRB Provinsi Riau dan
Lampung 2000-2015. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. (2000). Statistik Indonesia: Luas lahan perkebunan Provinsi
Riau dan Lampung 2000-2015. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. (2015). Suhu minimum, rata-rata, dan maksimum di stasiun
pengamatan BMKG (oC), 2000-2013. Diunduh dari:
https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1347
Badan Pusat Statistik. (2015). Jumlah curah hujan (mm) dan jumlah hari hujan di
stasiun pengamatan BMKG, 2000-2013. Diunduh dari:
https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1349
Badan Pusat Statistik. (2015). Angka partisipasi sekolah (APS) menurut Provinsi,
2003-2015. Diunduh dari:
https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1347
Badan Pusat Statistik. (2015). Pencari kerja terdaftar, lowongan kerja terdaftar, dan
penempatan/pemenuhan tenaga kerja menurut Provinsi dan jenis kelamin,
2000-2015. Diunduh dari: https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/984
Dell, M., Jones, F. B., Olken, A. B. (2008). Climate change and economic growth:
Evidance from the last half century. Cambridge: National Bureau Of
Economic Research.
Dinas Perkebunan Bali. (2011). Akibat perubahan iklim, produksi kopi bali menurun.
Diunduh dari: http://www.lingkunganhidup.co/perubahan-iklim-dan-kopi-
terkaitkah/
44
Direktorat Jenderal Perkebunan. (2013). Statistik perkebunan Indonesia komoditas
kopi 2012-2014. Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan.
Direktorat Jenderal Perkebunan. (2014). Statistik perkebunan Indonesia komoditas
kelapa sawit 2013-2015. Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan.
Direktorat Jenderal Perkebunan. (2014). Statistik perkebunan Indonesia komoditas
kopi 2013-2015. Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan.
Djaenudin, D., Marwan, H., & Hidayat, A. (2003). Petunjuk teknis untuk komoditas
pertanian. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat.
Dewan Nasional Perubahan Iklim Indonesia. (2010). Kurva biaya (cost curve)
pengurangan gas rumah kaca Indonesia. Jakarta: Dewan Nasional Perubahan
Iklim Indonesia.
Dornbusch, R., Fischer, S., & Startz, R. (2004). Macroeconomics (9th ed.).
Singapore: McGraw-Hill.
Garrett, K. A., Dendy, S. P., & Travers, S. R. (2006). Climate change effects on plant
disease: genomes to ecosystems. Annual Review of Phytopathology, 44, 489-
509.
Gujarati, D. (2003). Basic econometrics (3rd ed.). Singapore: McGraw-Hill.
Hadad, I. (2010). Perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan. Jurnal Prisma,
29(2), 25-32.
Hadero, T. (2014). The impact of climate change on economic growth: Time series
evidence from Ethiopia. Ethiopia: Jimma University
Hadi, M. (2004). Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Hamada, J., Yamanaka, M. D., Matsumoto, J., Fukao, S., & Winarso, P. A. (2002).
Spatial and temporal variations of the rainy season over Indonesia and their
link to ENSO. Journal of the Meteorological Society of Japan, 80, 285-310.
Hendon, H. H. (2003). Indonesian rainfall variability: Impacts of ENSO and local
airsea interaction. Journal of Climate, 16, 1775-1790.
Intergovernmental Panel on Climate Change. (2001). Climate change 2001: Impacts,
adaptation, and vulnerability. Contribution of working group II to the third
assessment report of the intergovernmental panel on climate change.
Cambridge: Cambridge University Press.
Intergovernmental Panel on Climate Change. (2007). Climate change 2007: the
physical science basis. Contribution of working group I to the fourth
assessment report of the intergovernmental panel on climate change.
Cambridge: Cambridge University Press.
45
Joni, A. D. (2014). Analisis faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan petani padi
di Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen. Economics Development Analysis
Journal, 3(1), 218 – 222.
Kanisius. (1994). Upaya peningkatan produktivitas kelapa sawit. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Kementerian Pertanian. (2011). Pedoman umum adaptasi perubahan iklim sektor
pertanian. Jakarta: Kementerian Pertanian.
Kurukulasuriya, P., & Mendelshon, R. (2008). A Ricardian analysis of the impact of
climate change on African cropland. The African Journal of Agriculture and
Resource Economics, 2(1), 1-23.
Las, I. (2007). Dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian, serta strategi
antisipasi dan teknologi adaptasi. Pengembangan Inovasi Pertanian, 1(2),
138-140
Las, L., Runtunuwu, E., & Surmaini, E. (2008). Iklim dan tanaman padi: inovasi
teknologi dan ketahanan pangan. Bogor: Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.
Lesmana, D., Ratina, R., & Jumriani. (2011). Hubungan persepsi dan faktor-faktor
sosial ekonomi terhadap keputusan petani mengembangkan pola kemitraan
petani plasma mandiri kelapa sawit di Kelurahan Bantuas, Kecamatan
Palaran. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Pembangunan, 8(2), 8-17.
Mc Bride, J., Haylock, M. R., & Nicholls, N. (2003). Relationship between the
maritime continent heat source and the el nino-southern oscillation
phenomenon. Journal of Climate, 16, 2905-2914.
Naylor, R. L., Battisti, S. D., Vimont, J. D., Falcon, P. W., & Burke, B. M. (2007).
Assessing risks of climate change variability and climate change for
Indonesia rice agriculture. National Academic of Science, 104(19), 7752-
7757.
Nhemachena, C. (2014). Economic impact of climate change on agriculture and
implications for food security in Zimbabwe. African Journal of Agriculture
Research, 9(11), 1001-1007.
Nurhakim, Y. I. (2014). Perkebunan kelapa sawit cepat panen. Jakarta: Infra Group
Quiggin, J. (2008). Uncertainty and climate change policy. Economic Analysis and
Policy, 38(2), 203-210.
Richard, W. (2002). Climate change policy: A survey (H. S. Stephen, Ed).
Washington, DC: Island Press.
Risza, S. (2009). Kelapa sawit upaya peningkatan produktivitas. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
46
Saragih, B. (2001). Pembangunan sistem agribisnis di Indonesia dan peranan publik
relasi. Dipresentasikan pada Seminar Peranan Publik Relasi. Bogor, 19
April.
Solow, R. (1956). A contribution to the theory of economic growth. Quarterly
Journal of Economics, 70, 64-94.
Sumirat, U. (2008). Dampak kemarau panjang terhadap perubahan sifat biji kopi
robusta. Pelita Perkebunan, 24(2), 80-94.
Supriadi, H. (2014). Budidaya tanaman kopi untuk adaptasi dan mitigasi perubahan
iklim. Perspektif Puslitbang Perkebunan, 13(1), 35-32.
Suriadi, A. B. (2010). Perubahan iklim dan ketahanan pangan di Jawa Barat.
Bogor: Penelitian Madya Balai Penelitian Geomatika.
Stern, N. (2007). The economics of climate change: The stern review. Diunduh dari:
http://www.wwf.se/source.php/1169157/Stern%20Report_Exec%20Summa
ry.pdf
Syahza, A. (2002). Potensi pembangunan industri hilir kelapa sawit di daerah Riau.
Jakarta: Lembaga Manajemen FE-UI.
Todaro, M. P. (2000). Pengembangan ekonomi di dunia 3: Kajian migrasi internal di
negara sedang berkembang. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan
UGM.
United Nations Development Programme Indonesia. (2007). Sisi lain perubahan
iklim: Mengapa Indonesia harus beradaptasi untuk melindungi rakyat
miskinnya? Jakarta: UNDP Indonesian Country Office.
United Nations Enivorenment Programme. (2010). Green economy report: A
preview. Diunduh dari
http://www.bappenas.go.id/files/9714/1213/9896/syntesa_dan_memulainya.
pdf?&kid=1435127683
United Nations Enivorenment Programme & International Petroleum Industry
Environmental Conservation Association. (1991). Climate change and
energy efficiency in industry. London: International Petroleum Industry
Environmental Conservation Association.
United Nations Framework Convention on Climate Change. (2005). Report on the
seminar on the development and transfer of technologies for adaptation to
climate change. Diunduh dari
http://unfccc.int/resource/docs/2005/sbsta/eng/08.pdf
Yoshino, M., Yoshino, U., & Suratman, W. (2000). Agriculture production and
climate change in Indonesia. Global Environmental Research, 3, 187-197.
A-1
LAMPIRAN Hasil Estimasi Panel Least Square Linier
Dependent Variable: PDRB
Method: Panel Least Squares
Date: 01/19/17 Time: 12:45
Sample: 2000 2015
Periods included: 16
Cross-sections included: 2
Total panel (balanced) observations: 32 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. SUHU 1200327. 9339575. 0.128521 0.8987
CURAHHUJAN -5508.409 11903.34 -0.462762 0.6474
LUASLAHAN 262.6645 21.67454 12.11857 0.0000
PENDIDIKAN 2613219. 1300605. 2.009234 0.0550
TENAGAKERJA 258.1007 26.79997 9.630632 0.0000
C -1.08E+09 3.12E+08 -3.465971 0.0018 R-squared 0.960683 Mean dependent var 2.09E+08
Adjusted R-squared 0.953122 S.D. dependent var 1.94E+08
S.E. of regression 41948126 Akaike info criterion 38.10913
Sum squared resid 4.58E+16 Schwarz criterion 38.38395
Log likelihood -603.7460 Hannan-Quinn criter. 38.20022
F-statistic 127.0571 Durbin-Watson stat 1.442822
Prob(F-statistic) 0.000000
Hasil Estimasi Panel Least Square Double Log
Dependent Variable: LOGPDRB
Method: Panel Least Squares
Date: 01/19/17 Time: 12:51
Sample: 2000 2015
Periods included: 16
Cross-sections included: 2
Total panel (balanced) observations: 32 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LOGSUHU -1.270030 1.675373 -0.758058 0.4552
LOGCURAHHUJAN -0.009129 0.128824 -0.070861 0.9441
LOGLUASLAHAN 1.340236 0.241622 5.546839 0.0000
LOGPENDIDIKAN 2.663598 0.543987 4.896437 0.0000
LOGTENAGAKERJA 2.566153 0.534592 4.800205 0.0001
C -19.37507 5.857207 -3.307902 0.0028 R-squared 0.942635 Mean dependent var 8.129459
Adjusted R-squared 0.931603 S.D. dependent var 0.435388
S.E. of regression 0.113866 Akaike info criterion -1.340227
Sum squared resid 0.337102 Schwarz criterion -1.065402
Log likelihood 27.44364 Hannan-Quinn criter. -1.249130
F-statistic 85.44769 Durbin-Watson stat 1.141541
Prob(F-statistic) 0.000000
A-2
Hasil Estimasi Uji Autokorelasi Linier
Hasil Uji Autokorelasi Double Log
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.002127 Prob. F(1,23) 0.9636
Obs*R-squared 0.002867 Prob. Chi-Square(1) 0.9573
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 01/19/17 Time: 13:07
Sample: 2 32
Included observations: 31
Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LOGSUHU -0.009072 1.010553 -0.008978 0.9929
LOGCURAHHUJAN 0.000156 0.060829 0.002563 0.9980
LOGLUASLAHAN -0.001424 0.166122 -0.008571 0.9932
LOGPENDIDIKAN -0.002399 0.372685 -0.006438 0.9949
LOGTENAGAKERJA -0.004754 0.752219 -0.006320 0.9950
C 0.047991 5.506940 0.008715 0.9931
AR(1) -0.000644 0.057521 -0.011200 0.9912
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 1.903861 Prob. F(1,25) 0.1799
Obs*R-squared 2.264491 Prob. Chi-Square(1) 0.1324
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 01/19/17 Time: 12:58
Sample: 1 32
Included observations: 32
Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. SUHU -2892462. 9417621. -0.307133 0.7613
CURAHHUJAN 3146.096 11921.75 0.263895 0.7940
LUASLAHAN -9.318649 22.35205 -0.416904 0.6803
PENDIDIKAN 45479.78 1278995. 0.035559 0.9719
TENAGAKERJA -11.88983 27.71935 -0.428936 0.6716
C 1.16E+08 3.18E+08 0.365783 0.7176
RESID(-1) 0.290706 0.210687 1.379805 0.1799 R-squared 0.070765 Mean dependent var -7.05E-08
Adjusted R-squared -0.152251 S.D. dependent var 38416552
S.E. of regression 41237462 Akaike info criterion 38.09823
Sum squared resid 4.25E+16 Schwarz criterion 38.41886
Log likelihood -602.5717 Hannan-Quinn criter. 38.20451
F-statistic 0.317310 Durbin-Watson stat 2.165941
Prob(F-statistic) 0.921792
A-3
RESID(-1) 0.010728 0.232598 0.046123 0.9636 R-squared 0.000092 Mean dependent var 5.17E-11
Adjusted R-squared -0.304227 S.D. dependent var 0.070637
S.E. of regression 0.080669 Akaike info criterion -1.979281
Sum squared resid 0.149673 Schwarz criterion -1.609220
Log likelihood 38.67885 Hannan-Quinn criter. -1.858650
F-statistic 0.000304 Durbin-Watson stat 1.871505
Prob(F-statistic) 1.000000
Hasil Uji Heteroskedastisitas Linier
Heteroskedasticity Test: White F-statistic 9.765329 Prob. F(20,11) 0.0002
Obs*R-squared 30.29380 Prob. Chi-Square(20) 0.0652
Scaled explained SS 15.32887 Prob. Chi-Square(20) 0.7573
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 01/19/17 Time: 13:00
Sample: 1 32
Included observations: 32 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1.27E+17 2.42E+17 0.525890 0.6094
SUHU -1.35E+16 1.38E+16 -0.982494 0.3470
SUHU^2 2.65E+14 2.05E+14 1.292175 0.2228
SUHU*CURAHHUJAN -1.30E+12 7.22E+11 -1.801187 0.0991
SUHU*LUASLAHAN 5.00E+09 1.13E+09 4.406546 0.0011
SUHU*PENDIDIKAN -1.97E+14 8.57E+13 -2.298112 0.0422
SUHU*TENAGAKERJA 2.48E+09 1.11E+09 2.237881 0.0469
CURAHHUJAN 3.82E+13 2.29E+13 1.665632 0.1240
CURAHHUJAN^2 1.11E+09 5.57E+08 1.994766 0.0714
CURAHHUJAN*LUASLAHAN 453474.6 1457564. 0.311118 0.7615
CURAHHUJAN*PENDIDIKAN -1.46E+11 7.75E+10 -1.884045 0.0862
CURAHHUJAN*TENAGAKERJA 163006.9 1816988. 0.089713 0.9301
LUASLAHAN -1.54E+11 3.75E+10 -4.101367 0.0018
LUASLAHAN^2 9279.192 3209.299 2.891346 0.0147
LUASLAHAN*PENDIDIKAN -8.69E+08 3.15E+08 -2.756849 0.0187
LUASLAHAN*TENAGAKERJA 15098.38 5282.311 2.858291 0.0156
PENDIDIKAN 7.19E+15 2.80E+15 2.569782 0.0261
PENDIDIKAN^2 1.95E+13 7.90E+12 2.472141 0.0310
PENDIDIKAN*TENAGAKERJA -9.59E+08 2.99E+08 -3.204147 0.0084
TENAGAKERJA -6.74E+10 3.80E+10 -1.775687 0.1034
TENAGAKERJA^2 6427.917 2518.851 2.551924 0.0269 R-squared 0.946681 Mean dependent var 1.43E+15
Adjusted R-squared 0.849738 S.D. dependent var 1.80E+15
S.E. of regression 6.97E+14 Akaike info criterion 71.43863
Sum squared resid 5.35E+30 Schwarz criterion 72.40052
Log likelihood -1122.018 Hannan-Quinn criter. 71.75747
F-statistic 9.765329 Durbin-Watson stat 1.973937
Prob(F-statistic) 0.000211
A-4
Hasil Uji Heteroskedastisitas Double Log Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 0.990241 Prob. F(19,12) 0.5232
Obs*R-squared 19.53837 Prob. Chi-Square(19) 0.4228
Scaled explained SS 10.28872 Prob. Chi-Square(19) 0.9455
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 01/19/17 Time: 13:08
Sample: 1 32
Included observations: 32
Collinear test regressors dropped from specification Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -27.35606 59.80487 -0.457422 0.6555
LOGSUHU 21.31772 75.75770 0.281394 0.7832
LOGSUHU^2 -4.984810 16.22098 -0.307306 0.7639
LOGSUHU*LOGCURAHHUJAN -4.443604 5.030282 -0.883371 0.3944
LOGSUHU*LOGLUASLAHAN 6.334284 3.548038 1.785292 0.0995
LOGSUHU*LOGPENDIDIKAN -23.91120 12.84745 -1.861164 0.0874
LOGSUHU*LOGTENAGAKERJA 1.716354 4.967811 0.345495 0.7357
LOGCURAHHUJAN 7.817225 16.78426 0.465747 0.6497
LOGCURAHHUJAN^2 0.174460 0.271860 0.641725 0.5331
LOGCURAHHUJAN*LOGLUASLAHAN 0.280320 0.606207 0.462416 0.6521
LOGCURAHHUJAN*LOGPENDIDIKAN -1.826133 1.084797 -1.683387 0.1181 LOGCURAHHUJAN*LOGTENAGAKERJ
A -0.161014 1.541629 -0.104444 0.9185
LOGLUASLAHAN -13.75596 12.08870 -1.137919 0.2774
LOGLUASLAHAN^2 -0.146284 0.524042 -0.279146 0.7849
LOGLUASLAHAN*LOGPENDIDIKAN 0.972644 2.474330 0.393094 0.7011
LOGLUASLAHAN*LOGTENAGAKERJA 0.580924 1.465169 0.396490 0.6987
LOGPENDIDIKAN 46.91090 39.74814 1.180204 0.2608
LOGPENDIDIKAN^2 -0.804938 2.840499 -0.283379 0.7817
LOGPENDIDIKAN*LOGTENAGAKERJA -1.468729 4.181256 -0.351265 0.7315
LOGTENAGAKERJA^2 -0.228442 0.572111 -0.399296 0.6967 R-squared 0.610574 Mean dependent var 0.010534
Adjusted R-squared -0.006017 S.D. dependent var 0.013519
S.E. of regression 0.013559 Akaike info criterion -5.494318
Sum squared resid 0.002206 Schwarz criterion -4.578233
Log likelihood 107.9091 Hannan-Quinn criter. -5.190662
F-statistic 0.990241 Durbin-Watson stat 1.705880
Prob(F-statistic) 0.523171
A-5
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Marlina Rachmawaty Tempat, Tanggal Lahir : Tarakan, 4 Maret 1993 Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Perumahan Bumi Asri blog H.77.A, Bandar Lampung Agama : Islam Pendidikan Formal : 1996-1998 : TK HANG THUA, Tarakan 1998 -2000 : SD PERTAMINA, Tarakan 2000 -2004 : SD IMMANUEL, Bandar Lampung 2004-2007 : SMP IMMANUEL, Bandar Lampung 2007-2010 : SMA IMMANUEL, Bandar Lampung 2010-2016 : Universitas Katolik Parahyangan, Bandung