essay sde

13
THE CONCERT OF EUROPE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP HUBUNGAN INTERNASIONAL disusun untuk memenuhi tugas individu mata kuliah Sejarah Diplomasi Eropa Dosen Pengampu: Drs. Muhadi Sugiono, M.A Annisa Gita Srikandini, MA. Oleh: Ezka Amalia (09/283366/SP/23675) JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Upload: ezka-amalia

Post on 12-Dec-2014

127 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

THE CONCERT OF EUROPE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

HUBUNGAN INTERNASIONAL

disusun untuk memenuhi tugas individu mata kuliah

Sejarah Diplomasi Eropa

Dosen Pengampu:

Drs. Muhadi Sugiono, M.A

Annisa Gita Srikandini, MA.

Oleh:

Ezka Amalia (09/283366/SP/23675)

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2012

THE CONCERT OF EUROPE DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Sejarah diplomasi Eropa sangat menarik untuk dipelajari mengingat dengan

mempelajarinya kita dapat memahami mengapa dan bagaimana Eropa menjadi seperti sekarang,

sebagai alternatif kekuatan di dunia internasional yang berbeda dari kekuatan lain yang telah

lama mendominasi dunia internasional yaitu Amerika Serikat, dan bagaimana hal-hal yang

terjadi di Eropa mempengaruhi apa yang terjadi di dalam hubungan internasional baik masa

lampau maupun masa kini. Pola dalam diplomasi di Eropa sendiri sejak masa lampau hingga

masa kini masih berputar-putar pada tiga hal yaitu Great Power of Europe, Balance of Power

dan ideologi. Salah satu episode dalam sejarah diplomasi Eropa ketika tiga pola diplomasi

tersebut terlihat dengan sangat jelas dan menjadi salah satu hal yang mempengaruhi apa yang

terjadi di dalam hubungan internasional adalah episode dalam sejarah diplomasi Eropa yang

dikenal sebagai The Concert of Europe.

The Concert of Europe dan Aktor-aktor yang Terlibat

Secara garis besar, Concert of Europe dapat dimaknai sebagai episode ketika para great

power of Europe bekerja sama dalam menjamin terciptanya perdamaian dan stabilitas di Eropa

yang tidak pernah terjadi sebelum-sebelumnya. Untuk memahaminya Concert of Europe ini, kita

perlu melihat kembali ke masa Kongres Vienna. Kongres Vienna merupakan sebuah kongres

yang ditujukan untuk membenahi kembali situasi di Eropa dan mengembalikannya ke sistem

lama, khususnya urusan-urusan yang bersifat publik yang terkena dampak dari Revolusi Perancis

dan perang antara sejumlah great power of Europe seperti Rusia, Prusia, Austria, dan Britania

Raya melawan Prancis di bawah Napoleon. Perjanjian damai dengan Perancis sendiri sudah

ditandatangani sebelum Kongres Vienna dilaksanakan. Sehingga dalam kongres ini, Perancis

dapat berinteraksi dengan kekuatan lain di Eropa sebagai bagian dari mereka.

Kongres ini sendiri dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan antara tujuh kekuatan besar

Eropa yaitu Britania Raya, Prusia, Rusia, Austria, Portugal, Spanyol dan Swedia dengan

Perancis,1 yang tercantum dalam perjanjian damai dengan Perancis yang dikenal sebagai First

Peace of Paris. Namun, akhirnya dari ketujuh kekuatan besar di Eropa tersebut, diperkecil 1 R.B. Mowat, A History of European Diplomacy 1815-1914, Edward Arnold & Co., London, 1922, hal. 5.

1

menjadi empat kekuatan besar demi lebih efektifnya Kongres yaitu Britania Raya, Rusia, Prusia

dan Austria. Dalam kongres ini, berkat jasa diplomat Perancis yaitu M. de Tayllerland, Perancis

diperbolehkan bergabung dengan empat kekuatan besar dan membentuk Komite Lima yang kita

kenal saat ini sebagai Kongres Vienna dan secara langsung Perancis diakui dan diperlakukan

sebagai salah satu kekuatan besar Eropa. Kongres Vienna diakhiri dengan ditandatanganinya

Final Act pada bulan Juni 1985 sejak dimulainya kongres tersebut pada bulan November 1814.

Kongres ini berperan besar dalam membentuk hubungan dan politik internasional di Eropa

hingga pecahnya Perang Dunia I, walaupun secara substansial isi perjanjian yang ditandatangani

dalam kongres tersebut tetap utuh hingga tahun 1860 kendati dengan perubahan-perubahan yang

dibuat.

Dalam masa pasca ditandatanganinya Final Act dan penerapan perjanjian tersebut,

muncul dua aliansi di Eropa yaitu yang dikenal sebagai Holy Alliance dan Quadruple Alliance.

Holy Alliance merupakan aliansi yang terdiri dari tiga negara yaitu Rusia, Prusia dan Austria.

Tiga negara ini membentuk aliansi berdasarkan semangat Kristen untuk saling membantu.

Walaupun pada dasarnya aliansi yang dibentuk ini juga sebagai upaya agar semua perjanjian

pasca perang dapat bertahan lama. Aliansi yang terbentuk melalui sebuah deklarasi dan

diusulkan oleh Tsar Rusia ini diharapkan dapat diaksesi oleh seluruh negara di Eropa. Meski

kebanyakan negara-negara di Eropa termasuk Perancis mengaksesi deklarasi tersebut, Britania

Raya menolaknya karena deklarasi Holy Alliance dianggap sebagai deklarasi penguasa negara,

bukan pemerintahan negara.2 Selain itu, seperti kita tahu sifat dari sebuah deklarasi, deklarasi ini

tidak memiliki syarat yang spesifik dan lebih condong ke arah nota kesepahaman, bukan sebuah

perjanjian.3

Sedangkan Quadruple Alliance dapat dikatakan sebagai cikal bakal Concert of Europe.

Pembentukan Quadruple Allianc4e melalui Act of Alliance yaitu Treaties of Chaumont sebagai

sebuah perjanjian yang menjamin pelaksanaan Final Act atau yang juga dikenal sebagai

Settlement 1815. Kita dapat melihat persamaan tujuan dari kedua aliansi yaitu Holy Alliance dan

Quadruple Alliance, yaitu sama-sama bertujuan menjamin pelaksanaan Final Act dalam jangka

waktu yang panjang sehingga tercipta Eropa yang damai dan stabil. Hal tersebut menunjukkan

2 Mowat, A History of European Diplomacy 1815-1914, hal. 24.

3 Mowat, A History of European Diplomacy 1815-1914, hal. 26.

4 Quadruple Alliance kemudian memasukkan Perancis ke dalam aliansi pada Oktober 1818 melalui Treaty of Aix-la-Chapelle.

2

betapa perdamaian dan stabilitas sangat diinginkan oleh negara-negara Eropa setelah perang

yang panjang dan terus menerus yang memakan korban jiwa serta menyebabkan kerugian yang

sangat banyak.

Asal-usul dibuatnya Act of Alliance atau Treaties of Chaumont dapat kita lihat dari proses

perundingan atau negosiasi yang terjadi setahun sebelumnya, yaitu pada tahun 1814. Pasca

kekalahan Napoleon dalam War of Liberation pada tahun 1813, Perancis diinvasi oleh aliansi

negara-negara great power Eropa yaitu Britania Raya, Rusia, Prussia, Austria, Portugal, Swedia

dan Spanyol, yang diakhiri dengan penandatanganan First Peace of Paris dan Kongres Vienna.

Namun, dengan kembalinya Napoleon dari tempat pengasingannya yaitu Pulau Elba, Perancis

kembali berada di bawah kekuasaan Napoleon. Dua bulan setelah kembalinya Napoleon,

terjadilah perang Waterloo antara Perancis dengan negara-negara great power lain. Perang yang

dimulai dengan upaya Perancis mempertahankan diri dari invasi negara-negara yang tergabung

dalam aliansi ini memunculkan keretakan politik dalam aliansi tersebut ketika gabungan militer

dalam aliansi gagal menembus pertahanan Perancis dan adanya usaha dari Austria untuk

membuat perjanjian damai tersendiri dengan Perancis melalui diplomatnya yaitu M. de

Matternich. Hal ini menunjukkan tidak adanya sebuah perjanjian umum bersama antara negara-

negara great power di Eropa terkait aliansi mereka.

Hal tersebut disadari oleh Lord Castlereagh dari Britania Raya yang kemudian berusaha

membuat sebuah perjanjian umum bersama yang mengikat bagi negara-negara great power

dalam suatu ikatan aliansi yang lebih pasti.5 Selama ini, perjanjian aliansi hanya dibuat antara

satu negara great power dengan satu negara great power lainnya, seperti Treaty of Kalisch yang

merupakan perjanjian aliansi antara Rusia dengan Prusia.6 Oleh karena itu, pada bulan Maret

1814 dibuatlah Treaties of Chaumont sebagai sebuah perjanjian umum dengan kedudukan di atas

perjanjian-perjanjian aliansi yang telah dibuat sebelumnya. Perjanjian ini dapat dikatakan

menyimpulkan perjanjian-perjanjian aliansi sebelumnya, oleh karena itu secara keseluruhan isi

Treaties of Chaumont berisi tiga perjanjian yang sama yaitu antara Britania Raya dengan Austria,

antara Britania Raya dengan Prusia dan antara Britania Raya dengan Rusia. Dalam setiap

perjanjian, setiap pihak yang menandatangani perjanjian tersebut berjanji untuk melakukan

segala cara dalam perang melawan Napoleon, untuk tidak bernegosiasi secara terpisah dengan

5 Mowat, The History of European Diplomacy 1815-1914, hal. 25.

6 Mowat, The History of European Diplomacy 1815-1914, hal. 25.

3

musuh, dan jika setelah perjanjian damai Perancis menyerang kembali salah satu negara anggota

dalam perjanjian, maka negara anggota yang lainnya akan membantu dengan mengirimkan

sebanyak 60.000 prajurit.7 Selain itu, dalam perjanjian yang sama disebutkan pula bahwa semua

pihak dalam perjanjian akan,

“…to concert together on the conclusion of a peace with France,

as to the means best adapted guarantee to Europe, and to

themselves reciprocally, the continuance of the peace..”.8

Perang diakhiri dengan penandatanganan Second Peace of Paris, yang merupakan

perjanjian perdamaian kedua yang dibuat oleh para negara-negara aliansi dengan Perancis.

Berakhirnya perang Waterloo ini juga mengakhiri kekuasaan Napoleon di Perancis dan

mengembalikan Perancis di bawah monarki Perancis yang dikenal sebagai Bourbon Government.

Penandatanganan perjajian perdamaian dengan Perancis tersebut menjadi peraturan dasar bagi

sistem yang ada di Eropa. Selain itu, dengan ditandatanganinya perjanjian damai tersebut,

keempat negara great power yang tergabung dalam Quadruple Alliance kembali menegaskan

prinsip-prinsip yang ada di dalam Treaties of Chaumont bahwa mereka akan menegakkan

pelaksanaan perjanjian damai dengan Perancis, mendukung pihak yang diserang oleh Perancis,

dan untuk memperbarui pertemuan mereka dalam waktu yang telah ditentukan dengan tujuan

saling berkonsultasi terkait kepentingan bersama sebagai upaya untuk mempromosikan dan

menjaga perdamaian di Eropa.9 Sejak saat itu hingga tahun 1854 ketika terjadinya Perang

Crimean, Eropa berada dalam suasana damai dan stabil karena para great power menahan diri

untuk tidak mengeluarkan kebijakan luar negeri yang bersifat agresif.10

Inilah episode yang kita kenal sebagai The Concert of Europe. Dalam periode ini, dari

tahun 1815 hingga 1854, negara-negara great power menerapkan metode diplomasi baru yaitu

melalui metode kongres atau konferensi. Mereka mengadakan pertemuan bersama ketika terjadi

krisis untuk menjaga perdamaian di Eropa, dan mengembangkan solusi khas Eropa untuk

permasalahan yang dihadapi oleh Eropa sendiri. The Concert of Europe sendiri dikatakan

7 Mowat, The History of European Diplomacy 1815-1914, hal. 25.

8 Mowat, The History of European Diplomacy 1815-1914, hal. 25.

9 Mowat, The History of European Diplomacy 1815-1914, hal. 26.

10 R.B. Elrod, “The Concert of Europe: A Fresh Look at an International System”, World Politics, vol. 28, no. 2, Januari 1976, hal. 159.

4

sebagai forum multilatelar pertama dalam managemen krisis dalam masa damai. Diawali dengan

ditandatanganinya Treaties of Chaumont pasca kekalahan Napoleon di bulan Maret 1814,

kemudian diikuti dengan penandatanganan Final Act di Kongres Vienna pada Juni 1815,

penandatanganan Second Peace of Paris pada November 1815, dan penegasan ulang tujuan para

great power untuk menjaga perdamaian di Eropa. The Concert of Europe sejak saat itu secara

formal diakui dan perannya sebagai forum diskusi dikodifikasikan.11

Implikasi The Concert of Europe

Menurut saya, setidaknya ada lima implikasi dari periode The Concert of Europe ini.

Implikasi pertama, melalui The Concert of Europe, Eropa mengalami masa damai yang cukup

panjang yaitu dari tahun 1815 hingga 1854 ketika pecahnya Perang Crimean, walaupun pada

tahun 1848 ketika terjadi Revolusi Perancis masa damai ini mulai terusik kembali. Masa damai

yang panjang ini tentunya sangat diharapkan oleh masyarakat Eropa khususnya yang dalam

jangka waktu yang lama berada dalam kondisi perang yang tentunya sangat merugikan. Dengan

masa damai yang panjang ini, negara-negara di Eropa mampu memperbaiki kembali kehidupan

mereka dan mengembalikannya pada tatanan sistem yang lama yang dianggap sebagai tatanan

paling stabil mengingat ketika Revolusi Perancis muncul dan menghancurkan tatanan lama, yang

terjadi adalah kekacauan yang sangat merugikan bagi negara-negara di Eropa. Mereka berharap

dengan dikembalikannya tatanan sistem Eropa yang lama, maka akan muncul kembali stabilitas

di Eropa yang tentunya lebih menguntungkan.

Implikasi kedua dari adanya The Concert of Europe adalah untuk pertama kalinya para

great power of Europe bekerjasama secara multilateral. Sebelum periode tersebut, sering kita

lihat para great power ini bekerjasama hanya secara bilateral dan mereka juga tidak pernah

secara bersama-sama mengelola krisis.12 Dengan bekerjasama secara multilateral tentunya akan

lebih mudah untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas di Eropa, terutama dalam hal menjaga

perjanjian damai pasca perang.

Implikasi ketiga adalah munculnya common moral ground dalam hubungan internasional

di Eropa saat itu. Common moral ground di sini adalah perdamaian dan stabilitas. Para great

11 D. Lindley, Avoiding Tragedy in Power Politics: The Concert of Europe, Transparency, and Crisis Management , <http://www.nd.edu/~dlindley/handouts/COE.htm>, diakses 4 Oktober 2012.

12 Lindley, Avoiding Tragedy in Power Politics: The Concert of Europe, Transparency, and Crisis Management, diakses 4 Oktober 2012.

5

power of Europe dalam periode The Concert of Europe menjalankan hubungan mereka satu

sama lain berdasarkan dasar moral untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Eropa. Mereka

secara tidak langsung menerapkan norma bersama di antara mereka terkait tujuan dan cara yang

pantas dan yangdiperbolehkan terkait politik internasional di Eropa dan bagaimana mereka

menjalakan kebijakan luar negeri mereka. Periode The Concert of Europe ini meminta mereka

untuk menahan diri dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan luar negeri yang agresif dan

menggunakan cara yang lebih damai dalam menyelesaikan segala permasalahan yang ada di

Eropa, yaitu solusi yang paling pantas.13

Implikasi yang keempat adalah memperkenalkan metode baru dalam dunia diplomasi

yaitu diplomasi secara multilateral. Masa sebelum The Concert of Europe, diplomasi di Eropa

masih berkutat pada metode diplomasi secara bilateral, yaitu antara satu negara dengan satu

negara yang lain. Hal ini dapat kita lihat dari perjanjian-perjanjian aliansi yang dibuat oleh

negara-negara great power di Eropa seperti Treaty of Ried antara Austria dengan Bavaria dan

Treaty of Kalisch antara Rusia dengan Prusia. Melalui The Concert of Europe ini, metode

diplomasi baru diperkenalkan untuk lebih mengefektifkan penyelesaian permasalahan yang

dihadapi oleh Eropa saat itu. Dengan metode ini, para great power dapat secara langsung

mengetahui tujuan di antara mereka, memperoleh informasi secara lebih efektif dibandingkan

metode diplomasi bilateral yang tentunya akan menghabiskan waktu.

Implikasi terakhir dari periode The Concert of Europe terhadapa hubungan internasional

baik di masa itu maupun di masa sekarang adalah masih dirasakannya pengaruh The Concert of

Europe pada para pembuat keputusan. Hal ini terlihat dari kenyataan bahwa The Concert of

Europe merupakan pendahulu dari Liga Bangsa-Bangsa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan

mereka memiliki tujuan mereka yang sama yaitu menjaga perdamaian walaupun saat itu lingkup

The Concert of Europe hanya benua Eropa. Bahkan bagi para ilmuwan dalam hubungan

internasional, The Concert of Europe ikut mempengaruhi mereka dalam pemikiran mereka

misalnya saja dalam isu keamanan, organisasi internasional,14 dan manajemen krisis15.

Kesimpulan

13 Elrod, “The Concert of Europe: A Fresh Look at an International System”, hal. 166-7.

14 Lindley, Avoiding Tragedy in Power Politics: The Concert of Europe, Transparency, and Crisis Management, diakses 4 Oktober 2012.

15 P. MacDonald, The Strength of Weak Norms: The Concert of Europe and International Relations Theory , 7 Maret 2002, <http://isanet.ccit.arizona.edu/noarchive/macdonald.html>, diakses 4 Oktober 2012.

6

The Concert of Europe dapat diartika sebagai diplomasi multilateral pertama di Eropa

dalam rangka mewujudkan Eropa yang lebih damai dan stabil. The Concert of Europe juga dapat

kita pahami sebagai masa ketika adanya manajemen terhadap balance of power yang ada di

Eropa yang kemudian menciptakan Eropa yang lebih damai dan stabil dalam jangka waktu yang

cukup lama. Munculnya The Concert of Europe tidak dapat kita lepaskan dari ketakutan negara-

negara great power terhadap efek yang ditimbulkan dari revolusi yang terjadi di Perancis dan

perang melawan Perancis di bawah Napoleon dalam jangka waktu yang cukup lama. Melalui

berbagai tahap, pada akhirnya The Concert of Europe terbentuk dan berusaha mengembalikan

tatanan Eropa yang lama yaitu di bawah monarki yang dianggap lebih stabil dan secara

bersamaan menjaga dan mewujudkan perdamaian di Eropa.

Melalui The Concert of Europe ini pula para great power of Europe yaitu Austria,

Britania Raya, Perancis, Prusia dan Rusia bekerjasama secara multilateral untuk pertama kalinya.

Selain itu, mereka juga menerapkan common moral ground dalam kebijakan-kebijakan luar

negeri mereka, memperkenalkan metode baru dalam diplomasi dan hingga kini mempengaruhi

hubungan internasional dari praktik hingga akademik. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri

bahwa apa yang terjadi di Eropa saat itu membentuk Eropa di masa sekarang dan mempengaruhi

apa yang terjadi di hubungan internasional saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

Artikel Online

7

Lindley, Dan, Avoiding Tragedy in Power Politics: The Concert of Europe, Transparency, and Crisis Management, diunduh dari <http://www.nd.edu/~dlindley/handouts/COE.htm> pada 4 Oktober 2012.

MacDonald, Paul, The Strength of Weak Norms: The Concert of Europe and International Relations Theory, 7 Maret 2002, diunduh dari <http://isanet.ccit.arizona.edu/noarchive/macdonald.html> pada 4 Oktober 2012.

Buku

Mowat, R.B., A History of European Diplomacy 1815-1914, Edward Arnold & Co., London, 1922.

Jurnal

Elrod, Richard B., “The Concert of Europe: A Fresh Look at an International System”, World Politics, vol. 28, no. 2, Januari 1976, hal. 159-174.

8