esophageal disorders
DESCRIPTION
Esophageal DisordersTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Esofagus merupakan saluran panjang dengan panjang ±25 cm, memanjang dari faring
ke abdomen. Berbagai gangguan dapat terjadi di esophagus. Namun, esophagus seringkali
dipandang sebelah mata jika dibandingkan dengan saluran pencernaan lainnya karena kelainan
pada esophagus relative jarang.
Sebuah uji kesehatan di Korea menunjukan bahwa sekitar 17,26% pesertanya memiliki
gangguan di esophagus. Gangguan tersering yang diderita adalah gastrointestinal reflux
disease (GERD) (14.66%), esophagitis (8.45%), dan Barret esophagus (5.01%).
Kelainan esophagus biasanya dapat ditemukan pada beberapa pasien yang mengalami
gejala nyeri tenggorokan, disfagia, reflux, dan globus pharyngeus. Pengetahuan mengenai
kelainan motilitas, infeksi, dan neoplastic merupakan hal penting dalam mendiagnosis dan
memberikan pengobatan bagi kelainan esophagus ini.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
Esofagus merupakan saluran panjang dengan panjang ±25 cm, memanjang dari
faring ke abdomen. Esofagus terbagi menjadi 3 bagian yaitu esophagus bagian servikal,
torakal, dan abdominal.3
Esofagus bagian servikal terletak kurang lebih pada garis tengah leherdi
belaang laring dan trakea. Disana terdapat sphincter esophagus bagian atas (UES).
Esofagus bagian torakal melewati bagian belakang bifurcation trakea, semakin kebawah
2
berjalan di belakang atrium kiri, memasuki abdomen melalui hiatus esophagus. Esofagus
bagian abdomen merupakan daerah dengan panjang sekitar 2-4cm. Daerah ini disebut juga
sebagai sphincter esophagus bagian bawah (LES) yang menghubungkan bagian esophagus
dengan abdomen.3
Terdapat tiga daerah di esophagus yang pada normalnya mengalami
penyempitan, yaitu pada daerah UES dekat kartilago krikoid (titik tersempit), didaerah
dimana bronkus dan arkus aorta menyebrangi esophagus, dan di daerah LES saat melintasi
diafragma (hiatus dafragma).3
B. KELAINAN ESOFAGUS
Kelainan esophagus biasanya dapat ditemukan pada beberapa pasien yang
mengalami gejala nyeri tenggorokan, disfagia, reflux, dan globus pharyngeus.
Pengetahuan mengenai kelainan motilitas, infeksi, dan neoplastic merupakan ham penting
dalam mendiagnosis dan memberigan pengobatan bagi kelainan esophagus ini.2
Beberapa hal yang termasuk dalam kelainan esophagus, diantaranya:
peradangan pada esophagus, GERD, kelainan motilitas, scleroderma, diverticulum
esophagus, neoplasma pada esophagus, serta kegawatan pada esophagus.2
ESOPHAGITIS
Infectious Esophagitis
Infeksi pada esophagus dapat disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Jamur
yang paling sering berperan adalah Candida albicans. Faktor resikonya adalah
terinfeksi HIV, serta penggunaan steroid baik sistemik maupun inhalasi, serta
3
antibiotic. Namun, esophagitis juga dapat terjadi pada orang-orang yang tidak memiliki
faktor resiko sekalipun.2
Gejala yang paling sering dirasakan adalah nyeri tenggorokan dan disfagia.
Timbulnya plak berwarna putih atau kekuningan pada dasar esophagus yang hiperemis
dapat dikonfirmasi dengan biopsy untuk memastikan etiologi infeksi dengan pasti.2
Pilihan terapi yang dapat digunakan meliputi: anti jamur topical atau oral,
seperti fluconazole.2
Infeksi virus pada esophagitis biasanya disebabkan oleh herpes simpleks virus,
cytomegalovirus, atau HIV.2
Non-Infectious Esophagitis
- Esofagitis karena obat-obatan
Selain mikrroorganisme, obat-obatan juga dapat menyebabkan luka dan
peradangan pada esophagus melalui reaksi local maupun sistemik. Obat-obatan
sistemik yang menyebabkan relaksasi dari otot polos dapat meningkatkan
terjadinya reflux yang pada akhirnya menyebabkan esofagisis, gangguan
motilitas, dan striktur. Contoh obat-obatan yang dapat menyebabkan
peradangan pada esophagus adalah alcohol, nikotin, serta obat-obatan lain yang
memiliki efek merelaksasi otot.2
Kemungkinan lain, obat yang diminum tersangkut dalam esophagus, hal
tersebut menyebabkan luka pada mukosa esophagus, terbentuknya stiktur
hingga perforasi, nyeri, dan disfagia. Endoskop atau NGT dapat digunakan
untuk membebaskan esophagus dari obat yang tersangkut.2
4
- Eosinophilic Esophagitis
Kelainan ini ditandai dengan adanya infiltrasi eosinophil pada mukosa
esophagus. Pada orang dewasa, keadaan ini dapat ditandai dengan kesulitan
menelan makanan padat, dan reflux. Flouroskopi dan endoskopi dapat
digunakan untuk melihat kondisi dari esophagus. Mukosa esophagus sangat
rapuh dan mudah terlukai oleh alat yang digunakan. Alergi makanan atau bahan
inhalasi juga dapat menunjukan gejala eosinophilic esophagitis. Biopsi dapat
memastikan diagnosis, jika ditemukan 15-20 eosinofil perlapang pandang.2
Pengobatan yang diberikan meliputi steroid topical, serta pengobatan
alergi.2
GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD)
Refluks Gastro Esofagus (GER) didefinisikan sebagai aliran retrograde isi lambung ke
dalam esophagus. Penyakit Refluks Gastro Esofagus (GERD) disebut sebagai refluks
gastroesofagus patologik atau refluks gastroesofagus simptomatik, merupakan kondisi yang
kronik dan berulang, sehingga menimbulkan perubahan patologi pada traktus aerodigestif atas
dan organ lain di luar esophagus.1
Manifestasi klinis GERD di luar esophagus didefinisikan sebagai Refluks Ekstra
Esofagus (REE). Istilah Refluks Laringo Faring (RLF) adalah REE yang menimbulkan
manifestasi penyakit-penyakit oral, faring, laring, dan paru. Pasien REE akibat GERD sering
datang dengan keluhan terasa nyeri dan kering pada tenggorokan, rasa panas di pipi, sensasi
ada yang menyumbat (globus sensation), kelainan laring dengan suara serak, batuk kronik,
asma.1
5
GERD dapat merupakan gangguan fungsional (90% kasus) atau gangguan structural
(10% kasus). GERD fungsional menimbulkan gejala refluks yang disebabkan oleh disfungsi
sfingter esofagus bawah (SEB). Sedangkan GERD structural gejala refluks menimbulkan
kerusakan mukosa esophagus. SEB berperan dalam patofisiologi refluks. Pada orang
normal/sehat SEB mencegah aliran retrograde refluksat dari lambung ke dalam esophagus
dengan mempertahankan sawar, yang berupa perbedaan tekanan antara esophagus dan
lambung.1
Manifestasi klinis GERD sangat bervariasi dan gejalanya sering sukar dibedakan
dengan kelainan fungsional lain dari traktus grastrointestinal. Gejala refluks gastroesofagus
dapat tipikal dan atipikal.
Gejala tipikal atau klasik pada orang dewasa adalah:
- Rasa panas di dada terjadi setelah makan, didefinisikan sebagai rasa panas
substernal dibawah tulang dada, rasa panas/terbakar menjalar keatas sampai
tenggorok atau mulut 1-2 jam setelah makan atau setelah mengangkat berat
atau posisi membungkuk.
- Regurgitasi isi lambung secara spontan ke esophagus atau mulut.
Bila kedua gejala terjadi bersamaan, diagnosis GERD dapat ditegakkan lebih dari 90%.
Gejala atipikal merupakan menifestasi dari refluks ekstra esophagus termasuk: nyeri
dada non kardiak, asma, bronchitis, batuk kronik, pneumonia rekuren, suara serak,
laryngitis posterior kronik, sensasi sukar menelan, otalgia, sariawan, cegukan, dan
erosi email gigi.1
6
GERD dapat menimbulkan komplikasi ke esophagus dan ekstra esophagus.
Komplikasi berat ke dalam esophagus antara lain: Barret Esofagus, striktur peptic. Komplikasi
ekstra esophagus antara lain kelainan laringofaring, asma yang disebabkan refluks.1
Proton Pump Inhibitor dapat menjadi terapi inisiasi untuk mencegah kerusakan
esophagus yang berat. Endoskopi dapat dilakukan 3 sampai 6 bulan setelah terapi inisiasi
diberikan. 2
GANGGUAN MOTILITAS ESOFAGUS
Gangguan motilitas esophagus dapat diklasifikasikan menjadi hiperkinetik dan
hipokinetik. Keduanya dapat menimbulkan gejala disfagia, globus pharyngeus, regurgitasi,
dan nyeri dada nonkardiak. Esofagus dapat dites fungsinya dengan menggunakan manometri.
Baru-baru ini menometri dengan high resolution dapat melakukan pemeriksaan tekanan
esophagus dari mulai faring, spincter esophagus bagian atas, hingga spincter esophagus bagian
bawah. 2
Hiperkinetik
- Nutracker Esophagus
Nutracker esophagus merupakan gangguan yang berhubungan dengan nyeri
dada non kardiak. Pemeriksaan manometri menunjukan hasil peristaltic yang normal
dan amplitude yang tinggi saat menelan dengan amplitude >180mmHg. 2
Penanganan yang biasanya diberikan adalah pengobatan antireflux dan/atau test
pH. Pembedahan tidak efektif untuk kasus ini. Nitrate dan Calsium Channl Blocker
(CCB) dapat bermanfaan dalam menurunkan intensitas kontraksi dari esophagus. 2
7
- Spasme Esofagus bagian Distal
Spasme Esofagus bagian distal merupakan gangguan motilitas nonperistaltik
yang tidak atau mungkin berhubungan dengan tingginya kontraksi esophagus.
Gangguan ini juga mungkin berhubungan erat dengan penyakit refluks dan dapat
menyebabkan gejala disfagia atau gangguan bolus transit. 2
Penanganan DES biasanya dimulai dengan pH testing dan pengobatan
antirefluks. Tindakan dilatasi esophagus mungkin dapat membantu, tindakan myotomi
biasanya hanya dilakukan pada kasus-kasus berat. 2
- Hiperkinetik pada Esofagus bagian Distal
Normalnya spicter esophagus bagian bawah akan berelaksasi saat ada proses
penelanan makanan. Jika saat berelaksasi tekanan pada esophagus mecapai >45mmHg,
maka spincter tersebut disebut hipertonik. Kelainan ini tidak akan menyebabkan
disfagia selama gerakan peristaltic masih berjalan normal. Diafagia mungkin dapat
muncul pada penelanan makanan padat saja. Penganan untuk gangguan ini biasanya
dengan menggunakan injeksi botulinum toxin, dan pembedahan myotomi.2
Hipokinetik
- Ineffective Esophangeal Motility
Ineffective Esophangeal Motility merupakan gangguan yang dapat
menyebabkan timbulnya gejala disfagia, atau globus pharyngeus. Pada pemeriksaan
manometri, >50% proses penelanan hanya memiliki tekanan <30mmHg di bagian
distal esophagus. Sebagian besar pasien dengan IEM memiliki gangguan pada bolus
transit. Gangguan ini dapat berhubungan dengan penyakit refluks dan biasanya sulit
8
untuk ditangani dengan efektif. Disamping pengobatan antirefluks, betanechol,
muskarinik reseptor agonis, dapat membantu memperbaiki kontraktilitas esophagus.2
- Akalasia
Akalasia adalah ketidakmampuan bagian distal esophagus untuk relaksasi dan
peristaltic esophagus berkurang, karena diduga terjadi inkoordinasi neuromuskuler.
Akibatnya bagian proksimal dari tempat penyempitan akan lebar dan disebut mega
esophagus.1
Para ahli menganggap bahwa penyakit ini merupakan disfungsi neuromuskuler
dengan lesi primer, mungkin terletak di dinding esophagus, nervus vagus atau batang
otak. Secara histologic ditemukan kelainan berupa degenerasi sel ganglion pleksus
Auerbach sepanjang torakal esophagus. Hal ini diduga sebagai penyebab gangguan
peristaltic esophagus.1
Pada akalasia terdapat gangguan peristaltic pada daerah duapertiga bagian
bawah esophagus. Tegangan sfingter bagian bawah lebih tinggi dari normal dan proses
relaksasi pada gerak menelan tidak sempurna. Akibatnya esophagus bagian bawah
mengalami dilatasi hebat dan makanan tertimbun di bagian bawah esophagus. 1
Biasanya gejala yang ditemukan adalah disfagia, regurgitasi, nyeri di daerah
substernal dan penurunan berat badan. Disfagia merupakan keluhan utama dari pasien
akalasia. Disfagia dapat terjadi secara tiba-tiba setelah menelan atau bila ada gangguan
emosi. Disfagia dapat terjadi sebentar atau progresif lambat. Biasanya cairan lebih
sukar ditelan dibandingkan makanan padat. Regurgitasi dapat timbul setelah makan
atau pada saat berbaring. Sering regurgitasi terjadi pada malam hari pada saat pasien
9
tertidur, sehingga dapat menimbulkan pneumonia aspirasi. Rasa terbakar dan nyeri di
daerah substernaldapat dirasakan pada stadium permulaan. Pada stadium lanjut akan
timbul rasa nyeri hebat di daerah epigastrium dan rasa nyeri ini dapat menyerupai
serangan angina pectoris. Penurunan berat badan terjadi karena pasien berusaha
mengurangi makannya untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan perasaan nyeri di
daerah substernal.1
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, gambaran radiologic,
esofagoskopi dan pemeriksaan manometrik.1
Pemeriksaan radiologic. Biasanya dilakukan pemeriksaan esofagogram yang
dikombinasikan dengan pemeriksaan flouroskopi dan radiografi dengan menggunakan
kontras. Gambaran radiologic memperlihatkan gelombang peristaltic yang normal
hanya terlihat pada daerah sepertiga proksimal esophagus, tampak dilatasi pada daerah
dua pertiga distal esophagus dengan gambaran peristaltic yang abnormal atau hilang
sama sekali serta gambaran penyempitan di bagian distal esophagus menyerupai ekor
tikus.1
Pemeriksaan esofagoskopi. Tampak pelebaran lumen esophagus dengan bagian
distal yang menyempit, terdapat sisa-sisa makanan dan cairan di bagian proksimal
daerah penyempitan. Mukosa esophagus berwarna pucat, edema dan kadang-kadang
terdapat tanda-tanda esophagitis akibat retensi makanan. Sfingter esophagus bawah
akan terbuka dengan melakukan sedikit tekanan pada esofagoskop dapat masuk ke
lambung dengan mudah.1
Pemeriksaan manometrik. Guna pemeriksaan manometrik ialah untuk menilai
fungsi motoric esophagus dengan melakukan pemeriksaan tekanan di dala lumen dan
10
sphincter esophagus. Pemeriksaan ini untuk memperlihatkan kelainan motilitas secara
kuantitatif maupun kualitatif. Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan pipa untuk
pemeriksaan manometri melalui mulut atau hidung. Pada akalasia yang dinilai adalah
fungsi motoric badan esophagus dan sphincter esophagus bawah. Pada badan
esophagus dinilai tekanan istirahat dan aktivitas peristaltiknya. Sphincter esophagus
bagian bawah yang dinilai adalah tekanan istirahat dan mekanisme relaksasinya.
Gambaran manometrik yang khas adalah tekanan istirahat badan esophagus meningkat,
tidak terdapat gerak peristaltic sepanjang esophagus sebagai reaksi proses menelan.
Tekanan sphincter esophagus bagian bawah normal atau meninggi dan tidak terjadi
relaksasi sphincter pada waktu menelan.1
Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltic esophagus
tidak dapat dipulihkan kembali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi diet tinggi
kalori, medikamentosa, tindakan dilatasi,psikoterapi, dan operasi
esofagokardiomiotomi (operasi Heller). Pemberian medikamentosa hanya dapat
menghilangkan gejala untuk waktu yang singkat dan hasilnya kurang memuaskan.
Obat-obatan yang dipilih dapat berupa preparat nitrit, antikolinergik, dan penghambat
adrenergic. Akhir-akhir ini digunakan obat nifedipine yang bersifat kalsium agonis,
karena dianggap ion kalsium dapat mengaktifkan serat otot (myofibril) esophagus.
Dilatasi dan operasi bertujuan untuk menghilangkan gejala sumbatan dengan cara
melemahkan sphincter esophagus bawah. Dilatasi dapat dilakukan dengan businasi
atau balon dilator dengan menggunakan tekanan udara atau tekanan air. Operasi
esofagokardiotomi transtorasis paling sering dilakukan. Tujuan operasi adalah untuk
melemahkan sphincter, sehingga bagian yang sempit dapat berelaksasi secara adekuat.1
11
PROGRESSIVE SYSTEMIC SCLEROSIS (PSS)
Progressive Systemic Sclerosis (PSS) dulu dikenal sebagai scleroderma. PSS adalah
penyakit kolagen vaskular multisistem dengan kerusakan pembuluh darah yang berkontribusi
terhadap fibrosis dan atrofi otot polos. Keterlibatan sistem gastrointestinal ditemukan pada
90% kasus PSS, dengan bagian distal esophagus merupakan tempat paling sering. Karena
spicter esophagus bagian atas, dan bagian proksimal dari esophagus memiliki otor rangka
yang lebih banyak dibandingkan otot polos, maka hanya bagian dua pertiga dari esophagus
serta LES saja yang dapat terpengaruh oleh PSS.2
Pada pemeriksaan manometri ditemukan bahwa di bagian distal esophagus terdapat
gerakan peristaltic yang lemah (aperistaltik). PSS merupakan faktor resiko dari timbulnya
reflux serta timbuulnya barrett metaplasia, striktur, candida esophagitis, dan neoplasma.
Pengobatan untuk PSS meliputi obat-obatan antirefluks, dan immunosupresif.2
DIVERTIKULUM ESOFAGUS
Divertikulum esophagus merupakan kantong yang terdapat di lumen esophagus.
Menurut lokasinya divertikulum esophagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu
diverticulum faring-esofagus (diverticulum Zenker), diertikulum parabronkial dan
diverticulum epinefrik.1
Divertikulum faring-esofagus terletak di daerah perbatasan faring dengan esophagus,
diverticulum parabronkial terletak di sekitar bifurkasi trakea dan diverticulum epinefrik
terletak di daerah sepertiga bawah esophagus biasanya di atas diafragma.1
12
Divertikulum esophagus mungkin merupakan diverticulum asli atau diverticulum
palsu. Pada diverticulum asli seluruh lapisan dinding esophagus yang normal ditemukan,
sedangkan diverticulum esophagus palsuhanya lapisan mukosa dan submukosa esophagus
yang ditemukan.1
Gejala yang ditimbulkan diverticulum faring-esofagus tergantung dari tingkat
pembentukan diverticulum.1
Pada tingkat pertama mungkin tanpa gejala atau terdapat retensi makanan yang bersifat
sementara. Pada tingkat kedua kantong sudah berbentuk globul dan telah meluas ke daerah
inferior-posterior akan terjadi pengumpulan makanan, cairan serta mucus di dalam divertikel
yang tidak berhubungan dengan obstruksi esophagus. Jika terjadi spasme esophagus akan
ditemui gejala disfagia. Pada tingkat ketiga karena pengaruh gaya berat isi diverticulum,
menyebabkan kantong dapat meluas sampai ke daerah mediastinm. Gejala yang
ditimbulkannyaberupa disfagia hebat. Regusrgitasi dapat muncul setelah makan atau minum.
Gejala yang menonjnol adalah aspirasi atau regurgitasi pada saat pasien tidur. Diagnosis
ditegakkan dengan pemeriksaan radiologic dan esofagoskopik.1
Jika diverticulum tidak menimbulkan gejala, terapi biasanya bersifat konservatif.
Kantong harus dibersihkan setiap habis makan dengan cara pasien diminta minum air dalam
posisi terlentang atau miring tanpa bantal tergantung letak divertikumunya, sehungga makanan
akan masuk ke lumen esophagus. Jika terdapat keluhan obstruksi atau aspirasi harus dilakukan
operasi divertikulektomi.1
NEOPLASMA PADA ESOFAGUS
13
Maligna
Sebagian besar massa pada esophagus adalah maligna, gold standard yang dapat digunakan
untuk mengevaluasi neoplasma tersebut adalah dengan esofagoskopi. Lesi yang lebih besar
dapat dilihat dengan menggunakan flouroskopi.2
Sayangnya, karsinoma esophagus biasanya tidak menimbulkan gejala sampai dia cukup besar
untuk menyebabkan obstruksi pada esophagus.Kesulutan menelan makanan padat merupakan
gejala yang penting. Gejala lainnya adalah kehilangan berat-badan, hematemesis, batuk, dan
muntah. Adenokarsinoma pada esophagus sering ditemukan di bagian distal dariesofagus.2
Benign
Lesi yang jinak pada esophagus termasuk jarang ditemukan. Flouroskopi dan atau endoskopi
dapat digunakan untuk melihat kondisi dari esophagus. Lesi jinak yang paling sering
ditemukan adalah leiyomioma, lesi yang ditutupi oleh mukosa halus. Kista esophagus
mungkin disebabkan karena kelainan kongenital. Polip fibrovaskular dapat berawal dari
postcricoid dan dapat menjadi “giant”. Aspiksia akibat regurgitasi fibrovaskular polip dapat
menyebabkan kematian mendadak. Eksisi bedah dengan esofagotomi atau endoskopi dapat
dilakukan. Papillova Virus pada esophagus juga dapat terjadi akibat infeksi human papilloma
virus. Infeksi tersebut mungkin asimptomatik, namun, pada sebagian kecil kasus dapat
berdegradasi menjadi squamous cell carcinoma. 2
KEGAWATAN PADA ESOFAGUS
Perforasi Esofagus
14
Ganguan pada esophagus dapat berdampak pada perforasi di esofagu. Hal ini mungkin
diakibatkan oleh trauma, atau kadang-kadang juga dapat disebabkan karena iatrogenic saat
melakukan suatu tindakan pada esophagus. Perforasi akibat trauma dapat disebabkan karena
trauma oleh benda tumpul maupun benda tajam, muntah yang berat, atau benda asing yang
tertelan. Malignansi seperti limfoma dapat menyababkan perforasi pada esophagus yang
berasal dari erosi tumor atau dari nekrosisnya tumor yang telah teradiasi. 2
Tindakan seperti esofagoskopi, dilatasi esophagus, dan penggunakan NGT dapat
dilakukan untuk mengatasi perforasi esophagus.2
Konsep yang paling penting dalam penanganan perforasi esophagus adalah pengenalan
lebih awal. Idealnya perforasi akibat iatrogenic dapat diidentifikasi saat hal tersebut terjadi,
ditandai dengan perdarahan hebat. Setelah prosedur tersebut selesai dilakukan keluhan seperti
nyeri dada, demam, emfisema merupakan tanda-tanda perforasi telah terjadi. Water-soluble
contrast seperti gastrografin dapat digunakan pada flouroskopi untuk memastikan perforasi. 2
Perforasi esophagus yang kecil dapat diatasi dengan pemberian terapi menggunakan
endoscopic feeding tube placement. Antibiotik spectrum luas juga dapat digunakan sebagai
terapi inisiasi. Floroskopi dapat digunakan pada hari ke 5 – 7 untuk mengevaluasi perembesan
yang persisten dari esophagus. 2
Beenda Asing Pada Esofagus
Benda asing yang tertelan kebanyakan terjadi pada populasi anak-anak. Dalam
esophagus terdapat 3 daerah yang mengalami penyempitan akibat kompresi dari bagian lain,
yaitu pada cricopharyngeus (paling sering terjadi), pada kompresi aortic arc, serta lower
esophangeal spincter (LES). 2
15
Keluarnya air liur yang berlebihan serta kesulitan menelan merupakan tanda yang
sering ditemukan pada adanya benda asing di esophagus. Kompresi pada trakea yang diikuti
oleh distress pernafasan dapat terjadi. Pada anak, benda asing yang paling sering tertelan
adalah koin, bolus makanan yang terlalu besar, dan juga mainan. Potongan makanan yang
besar seperti potongan hotdog dapat menekan bagian trakea dan dapat menyebabkan kematian.
Baterai yang berbentuk koin merupakan benda asng yang sangat membahayakan, karena dapat
menyebabkan perforasi akibat alkaline yang terdapat pada baterai tersebut. 2
Riwayat kejadian merupakan hal yang paling penting untuk menegakkan diagnosis
benda asing yang tertelan. Endoskopi merupakan metode terbaik untuk mengidentifikasi
benda asing di esophagus. Karena benda-benda yang tertelan tidak selalu terdihat dalam
pemeriksaan foto polos. 2
Benda asing atau makanan yang tersangkut biasanya ditangani melalui anestesi umum
dengan rigid endoskopi. Cara ini dilakukan agar benda asing atau makanan tersebut dapat
terdorong ke tempat yang lebih luas sehingga tidak mengganggu jalan napas. Optical forceps
biasanya digunakan untuk mengeksresi benda atau makanan yang mengganggu tadi. Setelah
tindakan selesai dilakukan, esophagus harus tetap dievaluasi untuk melihat ada tidaknya
perlukaan berat, striktur atau adanya benda asing lain yang tertelan. 2
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadjat, Fachri. (2012). Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala dan Leher. Edisi Ketujuh. Jakarta: FKUI; Hal.199-203.
2. Lintzenich, C.R. (2014). Bailey's Head and Neck Surgery. OTOLARYNGOLOGY.
Fifth edition. Philadelphia: LWW; Page: 852-858.
3. Gavaghan, Mary. Anatomy and Physiology of the Esophagus. AORN Journal.
4. Yoo S.S., Lee W.H., Choi S.P., Kim H.J., Kim T.H., Lee O.J., The Prevalence of
Esophageal Disorders in the Subjects Wxamined for Health Screening. PubMed.gov.
17