esm 06 bab v. upah tenaga kerja

27
BAB V. UPAH TENAGA KERJA A. Latar Belakang Pandangan orang tentang tingginya tingkat upah boleh dikatakan tidak berubah, yaitu asal mencukupi. Sisi lain dari mencukupi adalah kewajaran. Berikut ini diuraikan beberapa konsep tersebut. 1. Malthus Salah satu tokoh mazhab klasik ini meninjau upah dalam kaitannya dengan perubahan penduduk. Upah adalah Perbedaan Upah dan Penggunaan Tenaga Kerja Tujuan Instruksional Umum (TIU): Setelah menyelesaikan mata kuliah Ekonomi Sumber Daya Manusia (pada akhir semester), mahasiswa program studi Sosial Ekonomi Perikanan/ Agrobisnis Perikanan semester VII akan dapat memahami permasalahan dan solusi dalam pengelolaan sumber daya manusia di pasar tenaga kerja serta berbagai dinamika ketenagakerjaan. Tujuan Instruksional Khusus (TIK): Setelah membaca bab ini, mahasiswa dapat menjelaskan pendapat para ahli mengenai upah wajar, teori upah produktivitas, struktur upah eksternal dan internal, dinamilka pengupahan

Upload: muhammadadnanzain

Post on 29-Nov-2014

8.871 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Esm 06 bab v. upah tenaga kerja

BAB V. UPAH TENAGA KERJA

A. Latar Belakang

Pandangan orang tentang tingginya tingkat upah boleh dikatakan tidak

berubah, yaitu asal mencukupi. Sisi lain dari mencukupi adalah kewajaran.

Berikut ini diuraikan beberapa konsep tersebut.

1. Malthus

Salah satu tokoh mazhab klasik ini meninjau upah dalam kaitannya dengan

perubahan penduduk. Upah adalah harga penggunaan tenaga kerja. Oleh karena

itu, tingkat upah yang terjadi adalah karena hasil bekerjanya permintaan dan

penawaran.

Sudut pandang kaum klasik bertitik tolak dari sisi penawaran (supply side

economies). Tingkat upah, sebagai harga penggunaan tenaga kerja, ditentukan

Perbedaan Upah dan Penggunaan Tenaga Kerja

Tujuan Instruksional Umum (TIU): Setelah menyelesaikan mata kuliah Ekonomi Sumber Daya Manusia (pada akhir semester), mahasiswa program studi Sosial Ekonomi Perikanan/ Agrobisnis Perikanan semester VII akan dapat memahami permasalahan dan solusi dalam pengelolaan sumber daya manusia di pasar tenaga kerja serta berbagai dinamika ketenagakerjaan.

Tujuan Instruksional Khusus (TIK): Setelah membaca bab ini, mahasiswa dapat menjelaskan pendapat para ahli mengenai upah wajar, teori upah produktivitas, struktur upah eksternal dan internal, dinamilka pengupahan

Page 2: Esm 06 bab v. upah tenaga kerja

57

oleh penawaran tenaga kerja dimana sumber utama penawaran tenaga kerja adalah

penduduk usia kerja.

Bila penduduk bertambah, penawaran tenaga kerja juga bertambah, maka

hal ini menekan tingkat upah. Sebaliknya secara simetris tingkat upah akan

menaik bila penduduk berkurang sehingga penawaran tenaga kerja pun berkurang.

Oleh karena itu, dilihat dari sisi lain, usaha menaikan tingkat upah tidak akan

bermanfaat dalam jangka panjang, sebab bila upah lebih tinggi dari semula,

diperkirakan orang akan menjadi makmur sehingga ada kecendrungan untuk

mempunyai keluarga besar. Perubahan sikap tersebut membawa dampak

menaikkan tingkat upah, karena dalam jangka panjang upah akan turun kembali

ke tingkat semula.

Sebaliknya bila ada usaha untuk menurunkan tingkat upah, maka

kemakmuran akan berkurang. Penurunan kemampuan ekonomis ini akan

menyebabkan orang berhemat. Orang memilih jumlah anak sedikit.

Berkurangnya tingkat penduduk akan mengangkat tingkat upah ke atas menuju ke

tingkatnya semula. Jadi, dalam jangka panjang tingkat upah akan naik turun sesuai

dengan perubahan jumlah penduduk dan akhirnya selalu kembali ke tingkat

semula.

2. John Stuart Mills

Mills adalah seorang tokoh mazhab klasik yang berpendapat bahwa

tingkat upah juga tidak akan beranjak dari tingkatnya semula, namun dengan

alasan berbeda.

Menurutnya, dalam masyarakat tersedia dana upah (wage funds) untuk

pembayaran upah. Pada saat investasi sudah dilaksanakan, jumlah dana tersebut

Page 3: Esm 06 bab v. upah tenaga kerja

58

sudah tertentu. Jadi tingkat upah tidak akan berubah jauh dari alokasi tersebut.

Dari dua tokoh klasik ini dapat disimpulkan ada kesan pesimis bahwa tingkat

upah hanya akan berkisar pada tingkat upah yang rendah.

Seberapa tingkat yang rendah tersebut, yaitu berada di tingkat yang dapat

mempertahankan kehidupan. Mempertahankan mempunyai implikasi mengacu

pada apa yang ada atau yang lalu. Bila yang lalu rendah, maka yang akan datang

rendah.

Masa dimana pendapat ini berkembang secara kebetulan bertepatan

dengan terjadinya revolusi industri yang menyerap tenaga kerja secara massal

dengan upah rendah. Disamping karena rendahnya keterampilan mereka, hal ini

juga karena sikap kurang menghargainya pimpinan usaha terhadap peranan tenaga

kerja.

3. Kelompok Neoklasik

Inti usulan yang diajukan adalah bahwa tingkat upah bisa saja tinggi asal

sesuai dengan produk marginalnya. Menurut mahzab ini, tingkat upah cenderung

sama dengan nilai pasar dari produk marginal. Mahzab ini, memberi

kemungkinana bahwa tenaga kerja pada tingkat mikro tidak homogen karena

tingkat upah juga tidak sama untuk semua tenaga kerja. Setiap tingkat kualitas

tenaga kerja terdapat suatu tingkat produk marginal dan satu tingkat upah.

Kualitas tenaga kerja merupakan dasar bagi pencapaian produktivitas.

Kualitas ini tergantung atas modal insani pada diri tenaga kerja seperti pendidikan

latihan, pengalaman kerja dan kesehatan mereka.

Dari pembahasan permintaan tenaga kerja tersirat tentang kesimpulan

tersebut pada titik optimal produsen.

Ekonomi Sumberdaya Manusia

Page 4: Esm 06 bab v. upah tenaga kerja

E0

0 TKTK1TK0

U00

U12

E1

STK

DTK

DTK

59

Bila kualitas TK bertambah, maka NPM bergeser ke kanan ke arah NPM1,

sehingga dengan tingkat penggunaan input TK sebanyak TK0 tingkat upah naik

menjadi U1 dari Uo. Tingkat upah yang terjadi di pasar sesungguhnya sudah

barang tentu dipengaruhi oleh mekanisme pasar.

U = NPM

(W=VMP=MRP)

Gambar 14. Kurva titik optimal produsen

Keuntungan yang diperoleh dari kenaikan kualitas bersifat ganda. Pada

satu pihak pengusaha berusaha membayar upah lebih tinggi, yaitu dari U00 ke U1

2

dan bersedia pula mempekerjakan jumlah TK yang lebih banyak, yaitu naik dari

TK0 ke TK1.

Gambar 15. Kurva tingkat upah ditentukan oleh mekanisme pasar4. Kelembagaan

TK0

NPM1

NPM

TK

U1

0

U0

Page 5: Esm 06 bab v. upah tenaga kerja

60

Dalam zaman modern sekarang muncul berbagai organisasi masyarakat

yang seringkali dapat meluncurkan tekanan kelompok (group pressurre) untuk

mencapai kepentingannya, misalnya serikat buruh dan ikatan para pengusaha. Adu

kekuatan dalam kaitannya dengan penentuan tingkat upah dapat digambarkan

sebagai berikut.

UMIC

B STK

= AICUb

A

Uc CNPM

O TKc TKa TK

Gambar 16. Kurva tingkat upah menurut kelembagaan

Kita baca NPM dalam gambar tersebut sebagai DTK dan kita baca STK

sebagai AIC (average input cost). Pada posisi pada gambar di atas, titik

ekuilibrium yang terjadi cenderung menuju ke A. Namun, pengusaha mengambil

keputusan tentang berapa banyak TK yang akan dipekerjaan tidak dengan

menyamakan NPM dengan AIC melainkan MIC-nya. Dengan struktur AIC seperti

itu, dimana lerenganya positif jelas bahwa MIC selalu berada di atas AIC.

Tambahan biaya harus lebih besar dari hanya rata-rata yang lalu agar biaya rata-

rata naik.

Lereng yang menaik pada kurun AIC (STK) menunjukkan bahwa tingkat

upah yang lebih tinggi tidak hanya berlaku bagi tambahan tenaga kerja yang di

Ekonomi Sumberdaya Manusia

Page 6: Esm 06 bab v. upah tenaga kerja

61

angkat melainkan berlaku juga bagi tenaga kerja yang sudah bekerja di unit usaha

tersebut, oleh karena itu kenaikan biayanya juga semakin besar.

Ditinjau dari segi lain, setiap pengangkatan pasti didahului dengan seleksi.

Pada seleksi awal atau pertama ini diharapkan diangkat orang-orang pilihan.

Makin banyak tenaga kerja yang dipakai, makin sedikit kemungkinan bahwa kita

berhasil mendekati yang ideal. Dalam proses ini terpaksa diangkat orang-orang

yang semakin jauh dari kualitas ideal. Hal inlah yang juga menyebabkan MIC

naik dengan cepat.

Tambahan biaya yang naik dengan cepat tersebut merupakan rem bagi

perluasan penggunaan TK. Tidak seluas TK melainkan hanya TKc. Bila TKc

digunakan , maka ada dua alternatif tingkat upah yang dapat diberlakukan, Ub atau

Uc. Pihak buruh melalui serikat buruh (misalnya SPSI) menghendaki tingkat upah

yang lebih tinggi. Namun, mereka tidak dapat memaksa perusahaan membayar

tingkat upah yang lebih tinggi daripada Uc. Tingkat ini merupakan batas maksimal

sesuai dengan keadaan produktivitas Tk.

Sebaliknya, pihak perusahaan lebih senang bila hanya harus membayar

tingkat upah lebih rendah. Namun, pihak perusahaan tidak dapat menekan tingkat

upah menjadi lebih rendah daripada Uc, karena dibawah tingkat ini pihak buruh

tidak bersedia lagi menawarkan tenaga kerjanya.

Jadi, ada dua kekuatan yang mempunyai preferensi tingkat upah yang

berbeda. Karena upah merupakan bagian dari kesempatan yang terangkum dalam

hubungan kerja, maka pertanyaannya adalah pada tingkat upah yang mana

cenderung sepakat. Tingkat kesepakatan yang terjadi tergantung pada kekuatan

tawar menawar (bargaining power) masing-masing pihak. Bila pihak buruh yang

Page 7: Esm 06 bab v. upah tenaga kerja

62

lebih kuat, tingkat upah yang terjadi mendekati Ub. Namun, sebaliknya, bila pihak

perusahaan yang mempunyai kedudukan tawar menawar yang lebih kuat, tingkat

upah cenderung berada pada tingkat mendekati Uc.

B. Teori Upah Produktivitas

Seperti telah dinyatakan dimuka, produktivitas merupakan acuan pokok

bagi pihak perusahaan dalam menentukan upah. Ini berlaku bagi masukan lain,

yaitu modal seperti terlihat pada hubungan berikut ini.

Kita tulis fungsi produksi :

Q = f (m, TK)

Bila kita menambah M dan atau TK, kita akan memperoleh tambahan Q

sesuai dengan produktivitas masing-masing masukan.

Bila M dam TK ditambah senilai dengan satu rupiah masing-masing, maka

:

əQ əQdQ = RP 1,- + RP 1,-

əM əTK

əQ əQ = RP + RP

əM əTK

Bila dQ kita jual, penerimaannya sama dengan

pendapatan marginal (RM) atau marginal revenue (MR) :

əQ əQRM = RP + RP

əM əTKSeperti kita ketahui perusahaan ada pada posisi optimal, bila :

Ekonomi Sumberdaya Manusia

Page 8: Esm 06 bab v. upah tenaga kerja

63

RM = BM(MR = MC)

Jadi, biaya marginal sama dengan ruas kanan : əQ əQ

RM = RP + RP

əM əTKBiaya marginal berasal dari tambahan biaya modal dan tambahan biaya

tenaga kerja.

Maka terjadi hubungan berikut :

əQ əQBM = RP + RP

əM əTK

Seperti diketahui BTK tidak lain adalah tingkat upah U (= W) dan

adalah PMTK (= MPL) sehingga U = PM TK (W=MPL) atau bahwa tingkat upah

sama dengan nilai rupiah produk marginal.

Sudut pandang ini, didasarkan atas kepentingan perusahaan yang melihat

upah dari sisi biaya. Dari kacamata tenaga kerja upah dianggap sebagai sumber

penghasilan pokok atau disebut human income.

Sebagai sumber pendapatan, tenaga kerja ingin agar upah mencukupi. Ada

dua hal penting dalam kaitannya dengan pembahasan sekarang ini.

Pertama, tingkat upah perlu mencukupi kebutuhan dan yang kedua

tingginya diinginkan agar sesuai dengan harapan ekonomis. Kebutuhan hidup

seseorang mencakup kebutuhan seluruh anggota rumah tangganya yang intinya

terdiri atas istri dan anak-anaknya. Jelas sangatlah sulit agar dapat dikatakan

benar-benar memenuhi kebutuhan. Kriteria kebutuhan dasar (basic needs) pun

masih sangat relatif dan dengan sendirinya bervariasi. Dalam hal ini, faktor sosial

budaya mempunyai peranan yang besar.

Page 9: Esm 06 bab v. upah tenaga kerja

64

Faktor yang menjadi pertimbangan bagi pemasok tenaga kerja lebih

bersifat ekonomis, yaitu bahwa upah harus sepadan dengan pengeluaran investasi

untuk membentuk modal insani untuk meraih sesuatu pekerjaan berupa keahlian,

keterampilan atau pengetahuan tertentu. Bekal tersebut diperoleh melalui

pendidikan, latihan atau pengalaman kerja yang harus dibayar biayanya. Semua

pengeluaran untuk memperoleh bekal tersebur harus dapat ditebus kembali

melalui aliran pendapatan selama menjabat pekerjaan tersebut. Bila akumulasi

aturan pendapatan dengan memperhitungkan tingkat bunga ( dan tingkat inflasi )

yang berlaku melebihi jumlah pengeluaran investasinya, maka orang tersebut akan

merasa untung. Sebaliknya, bila aliran pendapatan berjumlah kurang dari

investasi dia akan merugi. Dalam hal pertama dia akan menerima pekerjaan yang

menjanjikan aliran pendapatan tersebut dan dalam hal kedua dia akan enggan

untuk menerimanya.

Bila upah kita sebut sebagai return (R) dan investasi sebagai biaya (B)

sedangkan tingkat bunga adalah I dan untuk sementara tingkat bunga sudah

dianggap mewakili tingkat inflasi, maka pertimbangan untuk bersedia menerima

atau enggan menerima pekerjaan didasarkan atas hubungan berikut ini :

k RgBo ( 1= i ) t = £

j = 1 ( I + i )g

Hubungan tersebut kita baca sebagai berikut. Nilai sekarang dari investasi

yang lalu (Bo) sama dengan nilai dari aliran pendapatan upah yang akan

diterimanya. Bila ruas kanan sama atau lebih besar daripada ruas kiri orang

tersebut akan bersedia menerima pekerjaan dengan upah R tersebut. Bila lebih

kecil dia akan enggan menerimanya. Di sini digunakan kata enggan karena

Ekonomi Sumberdaya Manusia

Page 10: Esm 06 bab v. upah tenaga kerja

65

seringkali dalam hal terakhir ini dia terpaksa menerima meskipun dengan rasa

enggan. Bila kita kaitkan dengan masalah penentuan tingkat upah yang wajar,

maka hubungan tersebut di atas kita baca sebagai upah (R) sedemikian rupa

sehingga pemasok tenaga kerja bersedia menerimanya. Bila R sudah ditemukan,

tingkat upah U dengan mudah dapat dihitung tergantung pada satuan hitungnya,

menurut waktu, produk ataupun borongan.

Produktivitas dilihat dari pemasok tenaga kerja dapat dengan mudah

membagi pendapatan upah R dengan pengeluaran investasi Bo yang kita beri nama

lain rate of return (r).

Rr =

Bo

Ketidaksamaan / kesamaan tersebut di muka dijamin bila r = ≥ i.

Bila “ tingkat upah” atau rate of return lebih besar dari tingkat biaya

bunga, orang tersebut akan menerima pekerjaan yang menjanjikan tingkat upah

tersebut, sekali lagi r dan I dapat kita lihat dalam pengertian inreal terus, yaitu

kita koreksi dengan tingkat inflasi.

C. Struktur Upah Eksternal

Di muka sudah dinyatakan bahwa tingkat upah tidak naik, tetapi sangat

beragam. Berbagai tingkat upah tersebut berkaitan dalam suatu struktur tertentu.

C.1. Sektoral

Struktur upah sektoral mendasarkan diri pada kenyataan bahwa

kemampuan satu sektor berbeda dengan sektor lain. Sektor pertanian misalnya

Page 11: Esm 06 bab v. upah tenaga kerja

66

pada umumnya cenderung menawarkan tingkat upah yang lebih rendah daripada

sektor yang lebih membutuhkan keterampilan atau kemampuan. Bank swasta

apalagi asing cenderung memberikan tingkat upah yang lebih tinggi daripada bank

milik pemerintah yang bergerak di sektor pertanian rakyat.

Perbedaan karena alasan kemampuan ini tidak dapat dihilangkan.

Kemampuan finansial perusahaan ditopang oleh nilai produksi di pasar. Nilai

penjualan produksi di pasar tergantung kekuatan permintaan dan penawaran.

Diforum ini, produktivitas menjadi agak kurang relevan. Perbedaan tersebut

dapat di ilustrasikan dalam gambar berikut.

NPMx

NPMy

A

Ua

Ub B

C

PMA = PMB

TK di sekitar x dan y

O A di X B di Y

Gambar 17. Struktur upah sektoral

Untuk memurnikan peranan sektor, kita asumsikan bahwa A dan B

dipekerjakan dalam skala masuk TK yang dipergunakan oleh kedua perusahaan

tersebut, sehingga tingkat produktivitasnya juga sama, yaitu setinggi C. Namun,

Ekonomi Sumberdaya Manusia

Page 12: Esm 06 bab v. upah tenaga kerja

67

produk marginal untuk jenis barang sektor X dihargai lebih tinggi di pasar

daripada untuk jenis barang sektor Y, sehingga perusahaan dimana A bekerja

mampu membayar upah setinggi Ua yang lebih tinggi daripada yang dibayarkan

oleh perusahaan dimana B bekerja yaitu setinggi Ub. Dalam bahasa sehari-hari

sektor X tergolong basah dan sektor Y kering.

C.2. Jenis Jabatan

Upah mungkin juga berbeda karena perbedaan jenis jabatan. Dalam batas-

batas tertentu jenis-jenis jabatan sudah mencerminkan jenjang organisatoris atau

keterampilan. Jenis jabatan merupakan simbul dari berbagai faktor misalnya isi

jabatan, jenis keterampilan menurut isi jabatan, jenjang organisatoris, dan

sebagainya. Jadi, perbedaan upah karena jenis jabatan merupakan perbedaan

formal.

C.3. Geografis

Perbedaan upah lainnya mungkin disebabkan karena letak geografis

pekerjaan. Kota besar cenderung memberikan upah yang lebih tinggi daripada

kota kecil atau pedesaan.

C.4. Keterampilan

Perbedaan upah yang disebabkan oleh perbedaan keterampilan adalah

jenis perbedaan yang paling mudah dipahami. Biasanya jenjang keterampilan

sejalan dengan jenjang berat ringannya pekerjaan.

C.5. Seks

Hanya karena perbedaan seks, seringkali upah golongan wanita lebih

rendah daripada apa yang diterima laki-laki, ceteris paribus.

Page 13: Esm 06 bab v. upah tenaga kerja

68

C.6. Ras

Meskipun menurut hukum formal perbedaan upah karena ras tidak boleh

terjadi, namun kenyataannya perbedaan itu ada. Hal ini mungkin karena produk

kebudayaan masa lalu, sehingga terjadi stereo type tenaga menurut ras atau daerah

asal.

C.7. Lain-Lain Faktor

Daftar penyebab perbedaan ini mungkin dapat diperpanjang dengan

memasukkan faktor-faktor lain, seperti masa hubungan kerja. Ikatan kerja yang

lebih panjang cenderung menawarkan upahyang lebih rendah daripada yang

bersifat pendek.

D. Struktur Upah Internal

Dalam sebuah organisasi biasanya terdapat struktur upah yang teratur.

Kriterianya didasarkan atas isi jabatan. Makin berat tanggung jawab pekerjaan

makin tinggi upahnya. Struktur pengupahan semacam ini mengikuti pada struktur

organisasi yang menjadi wadahnya.

E. Dinamika Pengupahan

Struktur upah bersifat dinamis. Beberapa penyebab dinamiknya adalah

sebagai berikut :

E.1. Produktivitas

Karena produktivitas merupakan sumber yang dapat menambah

pendapatan perusahaan, maka bila produktivitas naik maka upah juga cenderung

naik. Produktivitas berubah karena perbaikan dalam modal tenaga kerja atau

karena perubahan teknologi.

Ekonomi Sumberdaya Manusia

Page 14: Esm 06 bab v. upah tenaga kerja

69

E.2. Besarnya Penjualan

Penjualan merupakan sumber pendapatan usaha yang menentukan

kemampuan membayar.

E.3. Laju Inflasi

Bagi sebuah rumah tangga, daya beli merupakan unsur yang penting dari

upah yang diterimanya dan bukan upah nominalnya. Oleh karena itu, laju inflasi

yang digunakan untuk mendeflasikan upah nominal menjadi upah riil sangat

penting.

E.4. Sikap Pengusaha

Kecepatan perubahan tingkat upah tergantung sikap pengusaha dalam

menghadapi hal-hal yang dapat mengakibatkan upah berubah. Sikap pengusaha

dapat dikelompokkan jadi dua, yaitu liberal dan konservatif.

1. Sikap Liberal

Yang dimaksud dengan sikap liberal adalah sikap yang longgar dalam arti

mudah mengizinkan adanya perubahan. Perubahan yang dihadapi biasanya

merupakan kenaikan. Hal-hal yang menyebabkan terbentuknya liberal, antara lain

berikut ini.

(i) Rendahnya proporsi biaya tenaga kerja terhadap biaya total. Kenaikan

yang cukup besar pada upah hanya akan membawa dampak kecil pada

biaya total. Akibatnya juga tidak begitu mendesak untuk segera

menaikkan harga komoditas yang dijual. Oleh karena itu, sikap ini mudah

ditemui di perusahaan yang menggunakan teknik produksi padat modal.

Titik gulung tikar atau titik mati – hidup perusahaan masih belum tersebut,

Page 15: Esm 06 bab v. upah tenaga kerja

70

sehingga perusahaan belum segera mengambil sikap keras terhadap

kenaikan upah.

(ii) Elastisitas permintaan komoditi di pasar. Dalam situasi pasar input

dimana elastisitas harganya rendah, maka misalkan pada akhirnya bila

situasi menghendaki bahwa beban kenaikan upah harus digeser ke

konsumen dalam bentuk kenaikan harga maka kenaikan harga ini tidak

akan banyak mempengaruhi kuantitas yang dibeli konsumen. Bahkan

secara teoritis pendapatan usaha justru naik dalam situasi seperti ini.

Dalam hal seperti ini, maka pengusaha sudah tentu tidak ragu-ragu lagi

bila harus menaikan tingkat upah.

2. Sikap konservatif

Sikap konservatif diartikan sebagai sikap hati-hati. Ada beberapa alasan

khusus dalam menghadapi kemungkinan kenaikan tingkat upah, antara lain

sebagai berikut.

(i) Tingginya proporsi biaya tenaga kerja relatif terhdap biaya total.

Kebalikan dari kasus dimuka, maka bila biaya tenaga kerja sangat

dominan dalam struktur biaya perusahaan mengambil sikap sangat hati-

hati dalam menghadapi kenaikan upah. Hal ini disebabkan karena setiap

perubahan sedikit saja pada upah membawa dampak yang besar bagi biaya

total sehingga pengusaha didorong untuk menaikkan harga. Dampak

eksternal inilah yang perlu segera diperhitungkan matang-matang sebelum

meluluskan kenaikan upah.

(ii) Elastisitas permintaan komoditas di pasar .

Ekonomi Sumberdaya Manusia

Page 16: Esm 06 bab v. upah tenaga kerja

71

Bila struktur pasar komoditas elastis terhadap perubahan harga, maka

pengusaha juga cenderung hati-hati. Kenaikan upah dapat menaikkan

biaya total yang pada gilirannya mungkin dapat memaksa perusahaan

untuk mengambil pilihan untuk menaikkan harga. Bila hal ini yang

terjadi, maka kenaikan harga akan menurunkan pendapatan karena

besarnya penurunan kuantitas yang dibeli konsumen. Dalam situasi

seperti ini pengusaha akan berada pada posisi terjepit. Pada suatu sisi

harus menghadapi kenaikan harga biaya dan pada sisi lain harus

menghadapi kenyataan turunnya pendapatan. Keadaan terpojok ini

menyebabkan perusahaan segera memasang kuda-kuda dalam menghadapi

masalah tuntutan kenaikan upah.

E.5. Institusional

Peranan serikat pekerja dalam meningkatkan dinamika tingkat upah tidak

segera seperti yang biasa orang gambarkan sebelumnya. Undang-undang

mengharuskan perusahaan besar untuk mengadakan kesepakatan kerja sama

dengan serikat pekerja yang memang diinginkan oleh anggota-anggotanya. Oleh

karena itu, dalam perusahaan –perusahaan di mana sudah ada serikat kerja, tingkat

upahnya diharapkan lebih dinamis mengikuti perkembangan daripada perusahaan

tanpa serikat pekerja. Dalam kelompok kedua ini, tidak ada lembaga yang

memandu pekerja dalam memperjuangkan tingkat upahnya sehingga secara

teoritis mereka akan ketinggalan rekan-rekannya berorganisasi.

Akan tetapi, seorang peneliti bidang ketenagakerjaan, Albert Rees,

menunjukkan bahwa dugaan tersebut tidak selalu terbukti. Justru karena terikat

dalam perjanjian kerja yang biasanya berkisar antara 3-5 tahun, tingkat upah pada

Page 17: Esm 06 bab v. upah tenaga kerja

72

perusahaan yang sudah ada serikat pekerjaannya menjadi kurang fleksibel dan

kalah dinamis dengan perusahaan tanpa serikat kerja.

Di sektor pemerintah, pemerintah sebagai “majikan” sangat dominan.

Biasanya sektor ini juga kurang fleksibel sehingga pengupahan di sektor swasta

lebih cepat dapat menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan daripada di

sektor pemerintah.

RINGKASAN

1. Penetapan upah yang wajar berbeda-beda menurut beberapa konsep. Tetapi

secara umum, tingkat upah yang terjadi adalah karena hasil bekerjanya

permintaan dan penawaran dan tingkat upah tidak akan beranjak dari

tingkatnya semula.

2. Dalam menentukan upah, produktivitas merupakan acuan pokok bagi pihak

perusahaan.

3. Berbagai tingkatan upah tenaga kerja berkaitan dengan suatu struktur eksternal

dan internal. Struktur eksternal yang mempengaruhi tingkat upah antara lain

sektoral, jenis jabatan, geografis, keterampilan, seks, ras dan faktor lainnya.

Sedangkan struktur upah internal didasarkan pada struktur organisasi yang

teratur dan kriterianya didasarkan atas isi jabatan.

4. Struktur upah tenaga kerja bersifat dinamis yang antara lain disebabkan oleh

produktivitas, besarnya penjualan, laju inflasi, sikap pengusaha dalam

menghadapi hal-hal yang dapat mengakibatkan upah berubah, dan

institusional.

LATIHAN

Ekonomi Sumberdaya Manusia

Page 18: Esm 06 bab v. upah tenaga kerja

73

1. Pengertian tingkat upah yang wajar berbeda-beda menurut beberapa konsep.

Jelaskan konsep tersebut menurut Malthus dan John Stuart Mills.

2. Tingkatan upah tenaga kerja berkaitan dengan struktur eksternal dan internal.

Jelaskan apa saja yang termasuk dalam struktur eksternal dan internal tersebut.

3. Struktur upah tenaga kerja bersifat dinamis yang antara lain dipengaruhi oleh

sikap pengusaha dalam menghadapi hal-hal yang dapat mengakibatkan upah

berubah. Jelaskan mengenai hal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Mulyadi S., 2002. Ekonomi Sumberdaya Manusia dalam Perspektif Pembangunan. Divisi Perguruan Tinggi PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Soekidjo Notoatmodjo, Prof, DR., 2003. Pengembangan Sumberdaya Manusia. PT. Rineka Cipta. Jakarta