esm 08 bab vii. pengangguran

35
Tujuan Instruksional Umum (TIU): Setelah menyelesaikan mata kuliah Ekonomi Sumber Daya Manusia (pada akhir semester), mahasiswa program studi Sosial Ekonomi Perikanan/ Agrobisnis Perikanan semester VII akan dapat memahami permasalahan dan solusi dalam pengelolaan sumber daya manusia di pasar tenaga kerja serta berbagai dinamika ketenagakerjaan. BAB VII. PENGANGGURAN A. Definisi Pengangguran Istilah penganggur yang merupakan terjemahan dari unemployed dapat diartikan sebagai lawan kata dari employed atau bekerja. Namun, agar dapat disebut penganggur masih ada persyaratan yang lain, yaitu harus aktif mencari pekerjaan, sehingga lebih layak di kategorikan sebagai pencari kerja. Pengangguran Tujuan Instruksional Khusus (TIK): Setelah membaca bab ini, mahasiswa dapat menjelaskan definisi pengangguran, penyebab pengangguran dan kebijakan penanganan pengangguran berdasarkan penyebabnya.

Upload: muhammadadnanzain

Post on 02-Feb-2015

3.927 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Tujuan Instruksional Umum (TIU): Setelah menyelesaikan mata kuliah Ekonomi Sumber Daya Manusia (pada akhir semester), mahasiswa program studi Sosial Ekonomi Perikanan/ Agrobisnis Perikanan semester VII akan dapat memahami permasalahan dan solusi dalam pengelolaan sumber daya manusia di pasar tenaga kerja serta berbagai dinamika ketenagakerjaan.

BAB VII. PENGANGGURAN

A. Definisi Pengangguran

Istilah penganggur yang merupakan terjemahan dari unemployed dapat

diartikan sebagai lawan kata dari employed atau bekerja. Namun, agar dapat

disebut penganggur masih ada persyaratan yang lain, yaitu harus aktif mencari

pekerjaan, sehingga lebih layak di kategorikan sebagai pencari kerja.

Pada umumnya, orang menunjuk bahwa penyebab pengangguran adalah

ketidakseimbangan (imbalance) antara penawaran tenaga kerja dengan permintaan

tenaga kerja. Sebagian yang menawarkan tenaganya mencari pekerjaan dan

berhasil memperolehnya tergolong bekerja (employ), sisanya yang tidak dapat

atau belum memperolehnya digolongkan sebagai penganggur, asal masih terus

mencari pekerjaan.

Pengangguran

Tujuan Instruksional Khusus (TIK): Setelah membaca bab ini, mahasiswa dapat menjelaskan definisi pengangguran, penyebab pengangguran dan kebijakan penanganan pengangguran berdasarkan penyebabnya.

102

Luasnya pengangguran ini mencerminkan baik buruknya perekonomian.

Indeks yang dipakai adalah tingkat pengangguran yang merupakan persentase

jumlah orang yang sedang mencari pekerjaan terhadap jumlah orang yang

menawarkan tenaga kerjanya atau dirumuskan sebagai :

Pencari kerjaIP = X 100 % Angkatan kerja

Semakin tinggi tingkat pengangguran, makin menunjukkan perekonomian

yang lebih buruk. Untuk memahami masalah pengangguran, seorang analisis

perlu mengetahui beberapa hal berikut :

1) Jumlah orang yang dikategorikan menganggur;

2) Tingkat pengangguran;

3) Profil mereka yang menganggur; dan

4) Dinamika pengangguran.

B. Profil Pengangguran

Pengangguran merupakan masalah ketenagakerjaan yang di alami banyak

negara. Begitu seriusnya masalah ini sehingga dalam setiap rencana pembangunan

ekonomi masyarakat selalu dikatakan dengan tujuan untuk menurunkan angka

pengangguran. Namun, kebijakan pemecahannya sudah barang tentu harus

dialamatkan kepada apa yang menjadi penyebabnya. Oleh karena itu, setiap

analis masalah-masalah ini selalu berminat untuk mengetahui profil

permasalahannya.

Profil pengangguran yang dibuat menurut penyebabnya yaitu :

Pengangguran

103

1. Pengangguran Friksional

Terjemahan luas dari kata frictional adalah gesekan. Jadi, pengangguran

friksional adalah pengangguran yang disebabkan oleh suatu hambatan yang

menyebabkan proses bertemunya penawaran dan permintaan tenaga kerja menjadi

tidak lancar. Pengangguran terjadi karena ketidaklancaran mekanisme pasar.

Penyebab dari hambatan ini pada dasarnya ada dua, yaitu karena tempat dan

waktu. Seorang pencari kerja mungkin pada suatu saat tahu bahwa di lain tempat

terdapat permintaan tenaga kerja, namun untuk sampai ke lokasi tersebut

dibutuhkan persiapan. Dengan demikian, jika ia tidak sampai di sana hal ini dapat

dihambat oleh perbedaan tempat. Sebagai contoh, jika persiapan untuk ke lokasi

itu memadai, maka waktulah yang menjadi hambatan utamanya. Selain itu,

pencari kerja harus mengumpulkan informasi mengenai lowongan kerja. Hal itu

tentu saja membutuhkan waktu.

Apabila lokasi tersebut jaraknya lebih jauh, maka pencari pekerja

membutuhkan waktu agak lama sebelum memutuskan untuk pergi. Sebagai

manusia, ia membutuhkan banyak hal dan harus dipertimbangkannya.

Sementara ia mengumpulkan informasi, mempertimbangkan, mengadakan

persiapan untuk berangkat dan sebagainya, maka jelas ia akan dikategorikan

sebagai penganggur atau pencari kerja. Padahal dalam waktu satu dua hari sampai

satu bulan lagi mungkin ia sudah mendapatkan pekerjaan tersebut.

2. Pengangguran Musiman

Kegiatan ekonomi masyarakat sering terpengaruh oleh irama musim. Ada

masa “ ramai” sehingga banyak permintaan tenaga kerja dan ada masa di mana

kegiatan mengendur. Pergantian antara masa ramai dan masa kendur terjadi

Ekonomi Sumberdaya Manusia

104

secara teratur dalam periode satu tahun. Selama kegiatan mengendur terjadi

pengangguran dan akan terpecahkan secara otomatis bila tiba masa ramai kembali.

Pada saat menunggu datangnya masa yang lebih ramai, oleh pencacah ia

akan dicatat sebagai penganggur.

Contoh yang paling klasik adalah apa yang terjadi di sektor pertanian.

Pada saat penyiapan lahan untuk ditanami dan dilanjutkan ke penanaman mungkin

dibutuhkan tenaga kerja yang banyak. Namun, pada saat tanaman tumbuh, tenaga

yang dibutuhkan menyusut drastis karena permintaan tenag kerja terbatas pada

pemeliharaan saja dan juga pada masa panen. Namun, pada saat menanam benih

kembali, maka permintaan tenaga kerja secara besar-besaran meningkat lagi.

Irama kegiatan ini diulang-ulang sehingga menjadi rutin setiap tahun.

Penyebab utama irama ini adalah iklim alam yang berlaku. Namun, alam

bukan satu-satunya penyebab timbulnya irama yang berulang-ulang secara rutin

setiap tahun. Perilaku manusia juga dapat menjadi penyebabnya, misalnya

musim-musim sibuk menjelang lebaran atau tahun baru menyebabkan perbedaan

perilaku ekonomi. Demikian pula menjelang dan semasa periode liburan wisata

dan seterusnya. Ditinjau dari segi pasar, ketidakseimbangan yang terjadi bersifat

musiman sehingga pengangguran yang terjadi juga diberi predikat musiman.

3. Pengangguran Siklikal

Makin banyak orang berpendapat bahwa gejala ekonomi mengikuti

perilaku alam bahkan gejala biologis. Justru karena itu, banyak perilaku ekonomi

dapat dirumuskan dalam bentuk fungsi.

Seperti halnya banjir yang merupakan gejala alam. Ini terjadi berdasarkan

siklus tertentu menurut ahli fisika sehingga dikenal banjir sepuluh tahunan, banjir

Pengangguran

105

lima tahunan, dan seterusnya. Demikian pula dengan kegiatan ekonomi, ada

kalanya terjadi ekspansi kegiatan meningkat. Timbul kejenuhan dan penurunan

kegiatan. Setelah itu diikuti oleh kenaikan intensitas lagi. Siklus seperti ini lima

atau sepuluh tahunan sekali secara berulang-ulang secara rutin. Irama seperti ini

sudah barang tentu membawa dampak pada permintaan tenaga kerja.

Pada masa ekspansi orang biasanya penuh dengan optimisme. Dalam

situasi seperti ini, dampaknya bagi kesempatan kerja positif. Kenaikan

permintaan terhadap tenaga kerja akan mengurangi pengangguran. Akan terjadi

sebaliknya bila orang telah kehilangan kepercayaan peluang di masa depan. Sikap

pesimisme yang timbul membawa dampak negatif pada kesempatan kerja. Hal ini

terekam oleh naiknya tingkat pengangguran. Pengangguran yang berirama ini

disebut pengangguran siklikal yang terjadi sesuai dengan konjungtor atau business

cycle yang dapat terjadi lima tahun sekali.

Sebenarnya pengangguran seperti ini mirip dengan pengangguran

musiman. Namun hal ini terjadi dalam jangka yang lebih panjang. Hal yang

memberatkan bahwa belum tentu orang yang menikmati enaknya dipekerjakan

pada masa ekonomi sibuk belum tentu mendapatkan tempat yang sama enaknya

pada saat ekonomi membaik setelah terjadi resesi. Apalagi kalau dia menjadi

kalah bersaing untuk memperebutkan tempatnya semula. Pergeseran-pergeseran

induvidual yang terjadi di samping penderitaan selama pengangguran merupakan

problem yang lebih berat daripada dalam kasus pengangguran musiman.

Ekonomi Sumberdaya Manusia

106

4. Pengangguran Struktural

Salah satu dampak dari kemajuan ekonomi adalah terjadinya perubahan

dominasi peranan ekonomi yang dimainkan oleh setiap sektor dalam kegiatan

produksi maupun dalam pemberian kesempatan kerja.

Pertama-tama secara umum dapat dikatakan bahwa peranan sektor

pertanian turun dan peranan sektor manufaktur dan sektor jasa meningkat. Hal ini

berakibat pada penurunan daya serap tenaga kerja di sektor pertanian. Mereka

yang tinggal di pedesaan dan yang terbiasa oleh sifat pekerjan di sektor pertanian,

sebagian terpaksa mengadu nasib di sektor lain karena menyempitnya peluang di

sektor pertanian. Dalam sektor yang baru belum tentu mereka beruntung dalam

mencari pekerjaan. Pengangguran yang ditimbulkan karena perubahan struktur

ekonomi seperti ini disebut pengangguran struktural.

Dalam perjalanan pertumbuhan ekonomi mungkin ada satu subsektor lain

yang berkembang, misalnya kehutanan. Perubahan subsektoral ini membawa

dampak yang sejenis dan perubahan sektoral. Pengangguran yang dapat timbul

karena perubahan seperti ini juga berciri struktural.

Banyak aspek pekerjaan yang mempunyai tuntutan atau persyaratan yang

tidak tentu dapat dipenuhi oleh limpahan tenaga kerja dari sektor atau subsektor

lain. Hubungan kerjanya lebih formal, budaya kerjanya lebih kaku,dan hubungan

sosialnya lebih inpersonal. Di antara penyebab itu mungkin yang paling langsung

adalah tuntutan keterampilan yang tidak dapat dipenuhi dalam waktu singkat.

5. Pengangguran Teknologi

Dalam pertumbuhan industri, teknologi yang dipakai dalam proses

produksi selalu berubah dan semakin hari semakin cepat. Di berbagai industri

Pengangguran

107

elektronika, perubahan teknologi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

dari kehidupan sehari-hari.

Perubahan teknologi produksi membawa dampak kesempatan kerja ke

berbagai arah. Kekuatan substitutif dan kekuatan mengubah spesifikasi jabatan

yang ditimbulkan membawa dampak negatif bagi kesempatan kerja berupa

pengangguran.

Sebagai contoh adanya perubahan lokomotif tenaga uap menjadi lokomotif

diesel sehingga tidak lagi dibutuhkan tukang api. Bila tukang api tidak cepat

menguasai keterampilan yang baru, maka kemungkinan ia tergusur oleh

perubahan teknologi.

6. Pengangguran Karena Kurangnya Permintaan Agregat

Permintaan total masyarakat merupakan dasar untuk diadakan kegiatan

investasi. Pengeluaran investasi memberikan peluang untuk tumbuhnya

kesempatan kerja.

Bila permintaan terhadap barang dan jasa lesu, maka pada gilirannya

timbul pula kelesuan pada permintaan tenaga kerja. Kurangnya permintaan

agregat disini diartikan secara mendasar, bukan sementara bulanan atau tahunan,

tetapi merupakan kondisi yang berlaku dalam jangka panjang. Profil yang perlu

diketahui adalah tempat terjadinya pengangguran menurut sektor ekonomi, apakah

disektor pertanian, pertambangan, dan seterusnya. Selanjutnya, distribusi menurut

pendidikan perlu juga diketahui. Pengangguran tidak terdidik atau berpendidikan

rendah dapat lebih mudah ditangani karena biasanya kesempatan kerja bagi tenaga

berketerampilan lebih besar sehingga kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan

Ekonomi Sumberdaya Manusia

108

lebih besar. Akan tetapi sebaliknya dapat juga terjadi bahwa orang yang

berpendidikan rendah susah menyesuaikan diri dengan keterampilan baru.

Pengangguran terdidik dapat berbahaya karena golongan terdidik

merupakan golongan yang amat vokal sehingga dapat mempengaruhi yang

berpendidikan tinggi. Namun, juga mereka lebih gampang diarahkan dan

dicarikan penyelesaian. Di samping itu, golongan senior ini justru diminta untuk

mampu menciptakan pekerjaan tersendiri. Profil semacam ini perlu diketahui

untuk mengungkap peta permasalahannya ditinjau dari segi pendidikan.

Profil pengangguran menurut jenis jabatan atau pekerjaan yang diminati

juga bermanfaat bagi analisis pasar tenaga kerja. Bila hal ini dikaitkan dengan

jenis pendidikan, maka dapat diketahui hubungan antara pendidikan dan pekerjaan

yang diminatinya.

Profil menurut umur, jenis kelamin, daerah perkotaan atau pedesaan dapat

memberikan informasi tambahan tentang keluasaan masalah pengangguran.

C. Setengah Pengangguran

Luasnya kesempatan kerja dan angkatan kerja biasanya digambarkan oleh

banyaknya penduduk yang bekerja dan banyaknya penduduk yang menawarkan

atau mencari pekerjaan.

Berdasarkan hal itu perlu diketahui kriteria tentang kapan seseorang

penduduk dimasukkan kelompok bekerja?. Menurut pedoman yang dipakai oleh

Biro Pusat Statistik, penduduk yang dalam seminggu minimum bekerja selama

satu jam dimasukkan ke dalam kelompok bekerja.

Pengangguran

109

Pekerjaan dianggap sebagai suatu mata pencaharian bersifat rutin. Jadi,

bekerja satu jam dianggap mewakili. Agar aktual, referensinya harus untuk

minggu yang lalu.

Jelas bahwa kesemapatan kerja yang diukur dengan cara ini perlu

dikoreksi oleh intensitas penggunaaan tenaganya. Kenyataan bahwa tingkat

pengangguran tidak beranjak jauh dari 2% mengandung implikasi bahwa

tambahan pencari kerja yang baru selalu dapat ditampung oleh lapangan kerja

yang ada. Hal semacam ini dimungkinkan karena sifat hubungan kerja informal

yang berlaku di berbagai lapangan usaha. Oleh karena itu, kesempatan kerja perlu

dihitung dengan metode Biro Pusat Statistik dan perlu dikoreksi lebih lanjut oleh

sifat informal hubungan kerja.

Bila ada anggapan bahwa tingkat pengangguran yang setinggi 4% masih

dapat ditoleransi dan perekonomian masih dianggap full employment, maka angka

2% yang terjadi di Indonesia sangat mencengangkan, mengingat perekonomian

Indonesia belum sampai pada taraf menyediakan lapangan kerja yang mantap.

Salah satu masalah yang belum terungkap adalah setengah pengangguran.

Seorang peneliti bernama Philip Hansen (1975) mengajukan 3 penyebab

terjadinya setengah pengangguran, yaitu:

(1) kurangnya jam kerja

(2) rendahnya pendapatan, dan

(3) ketidak cocokan antara pekerjaan dan keterampilan pekerjaan.

1. Kurangnya Jam Kerja

Catatan tentang jumlah orang yang bekerja belum mengungkap intensitas

penggunaan tenaga kerja mereka. Ternyata terdapat banyak variasi jam kerja

Ekonomi Sumberdaya Manusia

110

mereka. Tidak semua dari mereka bekerja penuh waktu. Mereka yang tidak

bekerja penuh waktu ini jelas mencerminkan setengah pengangguran dalam arti

tidak penuh.

Bila kita anggap bahwa jumlah jam kerja 40 jam per minggu dianggap

penuh waktu, maka mereka yang bekerja 40 jam perminggu mencerminkan ¾

ekuivalen pengangguran. Bila ada empat yang bekerja seperti itu, maka pada

hakikatnya kesempatan kerjanya bukan 4 orang, namun hanya 1 orang sedangkan

pengangguran ekuivalen adalah 3 orang.

Setengah pengangguran dihitung dengan cara sebagai berikut :

Jam kerja Riil1- x Jumlah pekerja

Jam Kerja Penuh

Dengan contoh di atas luasnya setengah pengangguran :

101- x 4 orang = 3 orang

40

Ekuivalen penuh waktu (EPW) dapat langsung dihitung dengan :

Jam Kerja Riil EPW =

Jam Kerja Penuh

Indeks setengah pengangguran (ISP) pun dapat langsung diperoleh dengan

rumusan ini.

ISP = (1-EPW)

Dengan cara ini dapat menghitung besarnya setengah pengangguran. Bila

jumlah ekuivalen ini ada pada jumlah pencari kerja, maka tingkat pengangguran

akan lebih tinggi dari sekedar 2%.

Pengangguran

111

Pengangguran ekuivalen ini tidak tercatat sebagai pencari kerja terbuka,

sehingga golongan ini disebut juga sebagai pengangguran tersembunyi (disguised

unemployment) atau kurangnya kesempatan kerja (underemployment). Jelas

bahwa kata setengah dalam setengah penganggguran disini bukan berarti seperdua

atau 50%, melainkan tidak penuh.

Ternyata Biro Pusat Statistik juga merekam jumlah jam bekerja dari

mereka yang tercatata sebagai pekerja. Dari publikasi sensus atau supas dapat

dibaca berbagai kelas jam kerja, yaitu 0.1-9, 10-24, 25-34, 35-44, 45-60, 60+.

2. Kekurangan Pendapatan

Kriteria kedua yang diajukan adalah pendapatan. Apabila seseorang

mempunyai keterampilan tertentu, misalnya yang diperoleh dari pendidikan atau

latihan tertentu dan bekerja disuatu lapangan usaha dan dalam lingkungan usaha

tertentu, maka diharapkan ia akan memperoleh pendapatan sebesar yang secara

normal dapat diperoleh dari pekerjaannya.

Bila orang tersebut ternyata menerima kurang dari itu, kenyataan ini

menunjukkan bahwa ia kurang dimanfaatkan oleh lingkungan kerjanya. Karena

unit usaha hanya membayar sesuai dengan prestasi atau produktivitas yang

direalisasikan, maka potensi kerja tidak dimanfaatkan sepenuhnya..

Dasar pemikiran mengapa pendaftar dapat dipakai sebagai sinyal intensitas

penggunaan tenaga kerja dapat ditemui dalam khasanah teori ekonomi neoklasik,

yaitu dalam keadaan tingkat upah sama dengan produtivas tenaga kerja.

Permintaan tenaga kerja ada dalam posisi terbaik bila nilai produk

marginal yang diperoleh dari penggunaan tenaga kerjanya sama dengan tingkat

upah.

Ekonomi Sumberdaya Manusia

112

NPM = U

(VMP = W)

Jadi, bila pendapatan yang diterima lebih rendah dari yang seharusnya,

NPM yang dihasilkan lebih rendah daripada yang seharusnya. Karena satu dan

lain hal kenyataan bahwa NPM riil lebih dari NPM potensial atau upah riil lebih

rendah daripada upah potensial yang mungkin dapat dijangkau.

Masalah yang harus diselesaikan adalah berapa banyak tingkat pendapatan

yang diharapkan oleh seseorang dengan keterampilan tertentu. Dari pelajaran

statistik didapatkan bahwa pendapatan yang diharapkan adalah sama dengan

pendapatan rata-rata, atau dirumuskan sebagai :

Yk2

E ( Yk) = n

Dimana E (Yk) adalah “expended” pendapatan untuk sesuatu keterampilan

tertentu, k;n = jumlah individu dalam keterampilan k; dan i = individu.

Jelas besarnya pendapatan diharapkan akan sesuai dengan konsep “going

rate”atau “market-rate” yang berlaku bagi suatu keterampilan tertentu.

Dengan demikian, untuk setiap keterampilan tertentu perlu ada standar

pendapatan yang membedakan antara yang dipekerjakan penuh atau tidak penuh.

Untuk itu, perlu diadakan survey secara cermat dan perlu diperbaharui setiap

periode.

3. Ketidakcocokan antara Pekerjaan dengan Kualifikasi Individual Pekerja

Apabila seseorang sudah dipersiapkan untuk menjabat suatu pekerjaan

dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya dari pendidikan

dan latihan yang diperoleh sebelumnya, apabila ia sungguh-sungguh mengerjakan

Pengangguran

113

pekerjaan tersebut, maka ia diharapkan dapat memberikan produktivitas dengan

sepenuhnya. Tenaga kerja yang ada dalam dirinya dapat digunakan sepenuhnya

pula.

Akan tetapi bila terjadi, ketidakcocokan keterampilan dengan

pekerjaannya, maka sukar bagi dia untuk memberikan prestasi secara penuh.

Dengan kata lain, masih tersisa dalam dirinya potensi tenaga kerja yang tidak

terpakai sehingga ia tidak tergolong “ full employment”.

Masalahnya adalah sebenarnya banyak potensi yang tidak terpakai.

Dibandingkan dengan dua kriteria yang lainnya, maka kriteria yang satu ini lebih

sulit untuk mengukurnya. Di sini dibutuhkan indeks pengukur keserasian. Dalam

kasus-kasus ekstrim dan di mana unit produksi mudah diukur, mungkin pencarian

indeks ini lebih mudah. Untuk ini barangkali metode psikometri dapat

dimanfaatkan. Misalnya, bila berhasil ditemukan indeks ini, maka tugas kita

berikutnya adalah menghitung indeks gabungan yang mencakup ketiga unsur

tersebut.

4. Indeks Gabungan Setengah Pengangguran

Indeks gabungan setengah pengangguran (IGSP) dapat dirumuskan

sebagai berikut.

( IEPW)(b,) + (Y) (b2 + (C) (b3)IGSP = b1 + b2 + b3

Dimana IGSP adalah indeks gabungan setengah pengangguran

Y : adalah pendapatan rata-rata

C : adalah indeks ketidakcocokan, sedangkan b adalah bobot masing-

masing faktor.

Ekonomi Sumberdaya Manusia

114

Indeks semacam ini perlu dibuat untuk setiap jenis jabatan. Oleh karena

itu, perlu diatur prosedur untuk menghitung agar indeks tersebut mencerminkan

realita.

Indeks IEPW dapat diperoleh dengan mengolah data mentah yang

mungkin sudah tersedia di Biro Pusat statistik. Namun, untuk mendapatkan yang

diharapkan untuk setiap jenis jabatan masih perlu dikerjakan untuk serangkaian

survei yang lebih sulit juga perlu dikerjakan untuk memperoleh indeks

ketidakcocokan. Sedangkan indeks setengah pengangguran dapat diperoleh

dengan mengurangkannya dari angka 1 seperti tersebut di atas.

5. Setengah Pengangguran Sektoral

Keadaan setengah pengangguran perlu diteliti lebih lanjut terdapat disektor

mana saja. Oleh karena itu, distribusi sektoral dari setengah pengangguran perlu

dibuat. Daya dan dana perlu dialokasikan sesuai dengan ukuran beratnya masalah

ssetengah pengangguran. Konsentrasi setengah pengangguran diduga banyak

ditemukan disektor pertanian dan perdagangan.

6. Setengah Pengangguran Regional

Peta setengah pengangguran perlu dilengkapi dengan distribusi menurut

daerah dalam regional geografis dan dalam arti pedesaan- perkotaan. Penanganan

masalah ini sering membutuhkan partisipasi aparat pemerintah daerah dengan

gubernur sebagai penguasa tunggal. Untuk itu, peta regional seperti ini sangat

bermanfaat.

D. Status Hubungan Kerja Informal

Dua penyebab dari rendahnya produktivitas tenaga kerja adalah adanya

setengah pengangguran dan sifat informal dari hubungan kerja. Struktur status

Pengangguran

115

hubungan kerja ternyata ada kaitannya dengan setengah pengangguran sehingga

masalah status hubungan kerja dibicarakan dalam kaitannya dengan

pengangguran.

Status hubungan kerja yang bersifat formal terdiri atas majikan dan pekerja

tetap, sedangkan status hubungan kerja informal terdiri atas pekerja mandiri,

pekerja mandiri dengan bantuan tenaga lepas, dan pekerja keluarga tanpa bayaran.

Mengenai definisi “ sektor” informal pada saat ini masih muncul berbagai

pendapat. Salah satu deskripsi “sektor” informal diajukan oleh V. Sethuraman

(1975) dari hasil surveinya di beberapa negara Asia (termasuk Indonesia) dan

Afrika, antara lain mengandung hal-hal sebagai berikut.

a. Menggunakan teknologi produksi tradisional

b. Memproses bahan mentah lokal.

c. Tidak punya akses terhadap permodalan.

d. tidak terjangkau oleh sistem perizinan dan perpajakan.

e. Bermodal kecil.

Namun, deskripsi semacam ini sangat kontroversial dan tidak tahan uji

oleh waktu.

a. Deskripsi utama tentang teknologi. Dengan perluasan jaringan listrik,

penggunaan listrik sudah menyebar ke pedasaan dan menjangkau pengusaha kecil.

Bengkel-bengkel las pada saat ini sudah memanfaatkan tenaga listrik yang jelas

bukan tergolong tradisional. Bengkel-bengkel tambal ban mobil banyak yang

menggunakan generator listrik untuk memompa ban.

b. Deskripsi kedua tentang bahan mentah. Sulit dikatakan bahwa

pengarajin perak di daerah kota Gede Yogyakarta menggunakan bahan mentah

Ekonomi Sumberdaya Manusia

116

lokal karena DIY tidak menggunakan tambang emas atau perak. Perak atau

aluminium diimpor dari luar negeri melalui importir yang sekarang dilaksanakan

oleh Persero Tjipta Niaga. Memang untuk deskripsi tersebut masih cocok untuk

pengrajin bambu, rotan, gerabah, dan sebagainya.

c. Deskripsi yang ketiga menyangkut permodalan. Pedagang atau

pengusaha kecil biasanya enggan meminta kredit dari bank. Bagi mereka, pelepas

uang atau rentenir lebih praktis sebagai sumber modal, meskipun kemudahan itu

harus dibayar mahal. Kredit pembeli untuk barang produksinya atau kredit

penjual untuk bahan mentah yang dipakainya memberikan manfaat ganda yang

tidak dapat diberikan oleh lembaga bank. Kredit pembeli memberikan kepastian

pemasaran, sedangkan kredit penjual memberikan kepastian tersedianya bahan

mentah.

Namun, kenyataannya sekarang pihak perbankan pemerintah telah

memberikan banyak kemudahan dalam pemberian kredit dengan bunga rendah

dan tanpa tanggungan, misalnya Kredit Candak Kulak (KCK), Kredit Investasi

Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), dan sebagainya. Pihak

bank pun sudah lebih aktif mengadakan kampanye mendekati pengusaha kecil.

Ditambah dengan intensifikasi pemberian informasi yang gencar, sudah banyak

pengusaha informal yang memanfaatkan fasilitas kredit bank pemerintah. Dengan

demikian, deskripsi ini pun menjadi tidak cocok lagi sebagai kriteria yang dapat

dipegang untuk membedakan mana yang informal dan yang formal.

d. Deskripsi keempat tentang legalitas dengan status informal. Untuk

dapat melaksanakan usahanya, sebuah unit usaha formal perlu memperoleh

berbagai izin, misalnya HO, SIUP, dan harus memenuhi wajib daftar perusahaan

Pengangguran

117

dan sebaiknya serangkaian izin seperti itu memang tidak berlaku lagi bagi

pengusaha informal. Akan tetapi, bagaimanapun tidak resminya surat izin, unit

usaha masih perlu izin. Meskipun tidak harus memiliki NPWP (Nomor Pokok

Wajib Pajak), namun pengusaha masih mempunyai kewajiban retribusi lokal.

Makin aktif dan “tertib” pengelolaan kota, makin mantap pula retribusi ini. Jadi,

deskripsi tersebut tidak dapat dipakai sebagai pedoman operasional yang

membedakan usaha informal dari usaha formal.

e. Deskripsi kelima mengenai kecilnya modal. Dalam hal ini dapat

dipertanyakan tentang apa saja yang diperhitungkan sebagai modal. Sering

terdapat modal implisit yang lepas dari pengamatan, misalnya tanah dan gedung

yang dipakai, sering tidak dihitung sebagai modal. Yang dihitung hanya terbatas

hanya pada modal kerja saja.

Berdasarkan hal itu, maka kriteria operasional untuk status informal adalah

penggolongan yang dipakai oleh Biro Pusat Statistik yang nota bene harus

mengikuti konvensi internasional.

1. Profil Sektoral

Dalam status informal ini kriteria jam kerja tidak dapat dipakai sebagai

dasar untuk menunjukkan setengah pengangguran dan pada gilirannya

produktivitas yang rendah. Banyak kegiatan di status informal yang jam kerjanya

panjang. Dilihat hanya dari jumlah jam kerja yang dicurahkan penggunaan

tenaga kerjanya disimpulkan sangat intensif. Namun, mereka ini tidak produktif

atau remuneratif. Tidak ada gunanya jam kerja yang panjang bila remunerasinya

rendah.

Ekonomi Sumberdaya Manusia

118

Dapat dibayangkan misalnya penjual kacang rebus dengan kereta dorong.

Jam empat sore ia keliling kota dan setelah jam sepuluh baru dapat kembali ke

rumah. Sulit mengatakan apakah dia ini produktif apalagi remuneratif.

Oleh karena itu, perlu dibuat profil secara sektoral untuk mengetahui di

sektor mana saja status informal ini dominan. Arah pemecahannya akan lebih

jelas bila ada gambaran sektoral ini. Barangkali memang perbantuan dan

perdagangan yang mempunyai tingkat informalitas yang tinggi. Kerangka

prioritas penanganannya perlu disesuaikan dengan kerangka ini.

2. Profil Regional

Lokasi status informal perlu diketahui agar dimensi spesial dari

permasalahannya dapat ditangkap. Regionalisasi mengandung dua pengertian

atau administratif, misalnya propinsi atau kabupaten (lokal), dan geografis, yaitu

perkotaan dan perdesaan.

3. Profil Seksual

Target grup yang dibedakan menurut jenis kelamin adakalanya bermanfaat

mengingat arah penanganan yang mungkin berbeda antara laki-laki dan wanita.

Meskipun sekarang kita ada di zaman yang sudah modern, namun ada suatu jenis

jabatan yang feminim dan hanya cocok dikerjakan oleh wanita dan yang maskulin

yang sebaiknya dikerjakan oleh laki-laki saja. Perpindahan profesi yang memang

terpaksa harus dikerjakan dapat mengacu pada gambaran status informal menurut

seks ini.

E. Kebijakan Penanganan

Pengangguran, setengah pengangguran, atau status informal merupakan

tiga buah masalah ketenagakerjaan yang saling berkaitan. Yang jelas karena hal

Pengangguran

119

ini merupakan masalah sudah barang tentu memerlukan pemecahan. Bentuk

pemecahannya berbeda-beda tergantung pada bentuk permasalahannya. Untuk itu

kita dapat telusuri bentuk-bentuk permasalahannya.

1. Pengangguran Friksional

Inti persoalannya terletak pada hambatan aliran informasi antara penawaran

dan permintaan tenaga kerja. Oleh karena itu, penanganannya harus berupa usaha

untuk mengintensifkan dan mengekstensifkan informasi. Intensif, agar informasi

disebarkan dalam jumlah yang cukup. Penyebaran informasi yang secara

ekstensif dimaksudkan agar menjangkau lokasi geografis seluas mungkin, cepat

diketahui oleh yang bersangkutan untuk mempercepat bertemunya penawaran dan

permintaan tenaga kerja.

Media cetak yang berupa surat kabar, majalah, atau selebaran yang lain

dapat digunakan untuk maksud itu. Bursa-bursa tenaga kerja dalam lingkungan

Departemen Tenaga Kerja dan lembaga-lembaga Swasta juga dapat memainkan

peranan untuk mengatasi hambatan waktu dan tempat bagi aliran informasi pasar

kerja.

2. Pengangguran Musiman

Masalah yang timbul dalam dimensi musiman ini adalah saat-saat di mana

sedang terjadi off-season. Bila on-season, maka pengangguran ini dibutuhkan lagi

sehingga mereka tidak perlu meninggalkan tempat tinggalnya jauh-jauh atau

secara permanen. Salah satu pemecahannya memang berupa migrasi musiman ke

daerah lain, namun tindakan seperti itu mahal bila ditinjau dari biaya sosial.

Salah satu alternatifnya adalah pengembangan jenis-jenis kegiatan yang

bersifat off-farm atau non-farm di daerah pedesaan di mana irama musiman sudah

Ekonomi Sumberdaya Manusia

120

merupakan suatu yang rutin. Penguasa lokal dapat menentukan bentuk dari

kegiatan off-farm tersebut.

Keuntungan dari kegiatan ini adalah mengikat mereka dalam desa yang

bersangkutan sehingga kemajuan dan keberhasilan mereka juga membawa

dampak positif bagi pengembangan dasarnya.

3. Pengangguran Siklikal

Untuk menanggulangi pengangguran siklikal dibutuhkan kebijakan

antisiklikal. Berbagai kebijakan seperti itu dapat berupa kebijakan yang tergolong

moneter atau fiskal.

Kebijakan moneter yang bersifat melawan konjungtur adalah memperluas

uang yang beredar pada saat terjadi resesi dan mengerem jumlah uang yang

beredar pada saat terjadi ekspansi yang berlebihan. Namun, yang dibicarakan di

sini adalah hanya pada saat resesi yang berakibat terjadinya pengangguran

siklikal.

Penurunan tingkat bunga pinjaman, penurunan rasio cadangan di bank

sentral dan pengembalian surat berharga di bursa surat berharga dapat

mempermudah pengusaha dalam mencari modal untuk berusaha. Investasi yang

bergerak daapat menghidupkan kegiatan ekonomi sehingga meningkatkan

permintaan tenaga kerja pula.

Dampak yang sama juga diperoleh bila pemerintah meringankan tarif

pajak atau pembesaran anggaran belanja pemerintah.

4. Pengangguran Struktural dan Teknologi

Inti masalah yang timbul dalam pengangguran struktural dan teknologi

adalah gagalnya penyesuaian keterampilan mereka yang terkena dampak

Pengangguran

121

teknologi. Mereka memilki keterampilan yang kaku dalam situasi yang baru.

Oleh karena itu, pemecahannya harus diarahkan pada program latihan dan latihan

ulang.

Program-program untuk mendeteksi kebutuhan macam latihan sangat

diperlukan agar program latihan efektif. Dalam hal ini, Dewan Latihan Kerja

Nasional di Depnaker Pusat maupun Dewan Latihan Kerja Daerah dapat diminta

jasanya untuk mengadakan studi kebutuhan latihan ini.

5. Pengangguran Karena Kurangnya Permintaan Agregat

Inti persoalannya dalam hal pengangguran jenis ini adalah lesunya

kegiatan ekonomi. Untuk menghidupkan kegiatan ekonomi ini, investasi dalam

skala yang besar perlu dijalankan agar menghidupkan permintaan agregat yang

berasal dari rumah tangga konsumen, perusahaan, dan pemerintah.

6. Setengah Pengangguran

Penyelesaian masalah setengah pengangguran tergantung pada

penyebabnya. Bila penyebabnya karena kurang jam kerja, maka tindakan-

tindakan yang bersifat ekspansif seperti diuraikan di muka dapat merupakan

kebijakan dasar. Macam dan bentuknya yang kongkret tergantung pada profil

setengah pengangguran secara sektoral, regional, dan sebagainya.

7. Status Hubungan Kerja Informal

Status hubungan kerja informal pada umumnya berciri kurang produktif

dan kurang remuneratif dibandingkan dengan status formal. Bertitik tolak dari

konstantinasi ini salah satu arah pemecahanya adalah status informal menjadi

formal. Status informal biasanya berskala kecil dan bersifat tradisional. Policy

Ekonomi Sumberdaya Manusia

122

semacam ini bertujuan membuat informal menjadi perusahaan besar dan modern.

Alokasi dana yang besar dibutuhkan sebagai konsekuensi dari kebijakan ini.

Cara pendekatan kedua diarahkan kepada usaha untuk menetapkan

kedudukan status informal dibiarkan hidup, namun diusahakan lebih produktif dan

lebih remuneratif. Berbagai latihan dan kredit merupakan paket yang saling

melengkapi. Latihan bertujuan untuk menaikkan kualitas produk, sedangkan

kredit dibutuhkan untuk membiayai ekspansi atau survival mereka. Namun, yang

dibutuhkan lebih lanjut adalah penguasaan pasar secara mantap. Pasar merupakan

uji akhir dari daya tahan perusahaan.

Penanganan masalah ketenagakerjaan perlu hati-hati mengingat sifat

hubungan fungsionalnya yang kadang-kadang bersifat negatif, misalnya antara

pertumbuhan produktivitas dan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja.

RINGKASAN

1. Penyebab pengangguran adalah ketidakseimbangan antara penawaran tenaga

kerja dengan permintaan tenaga kerja.

2. Penyebab pengangguran dapat dilihat dari pengangguran friksional, musiman,

siklikal, struktural, teknologi dan kurangnya permintaan agregat.

3. Kebijakan pemecahan permasalahan pengangguran harus dilihat dari

penyebab pengangguran itu sendiri.

LATIHAN

1. Coba jelaskan definisi pengangguran yang anda ketahui.

2. Jelaskan penyebab pengangguran yang anda ketahui

3. Kebijakan apa saja yang dapat dilakukan dalam upaya mengatasi masalah

pengangguran jika dilihat dari penyebabnya.

Pengangguran

123

DAFTAR PUSTAKA

Mulyadi S., 2002. Ekonomi Sumberdaya Manusia dalam Perspektif Pembangunan. Divisi Perguruan Tinggi PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Afrida BR., 2003. Ekonomi Sumber daya Manusia. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta.

Alwi, Syfaruddin. 2001.Manajemen Sumber Daya Manusia: Strategi Keunggulan Komparatif. Yogyakarta: VII.

Ekonomi Sumberdaya Manusia