problematika tingginya pengangguran muda filetingginya tingkat pengangguran di kalangan muda, dimana...

16
Vol. IV, Edisi 5, Maret 2019 Tantangan dan Kendala Konversi DHE ke Rupiah p. 7 Problematika Tingginya Pengangguran Muda p. 3 ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Dana Abadi Penelitian Solusi Bagi Dunia Riset Indonesia p. 11

Upload: vuhanh

Post on 05-Jun-2019

239 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Vol. IV, Edisi 5, Maret 2019

Tantangan dan Kendala Konversi DHE ke Rupiah

p. 7

Problematika Tingginya Pengangguran Muda

p. 3

ISO 9001:2015Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685

Dana Abadi Penelitian Solusi Bagi Dunia Riset Indonesia

p. 11

2 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 05, Mar 2019

Terbitan ini dapat diunduh di halaman website www.puskajianggaran.dpr.go.id

Tantangan dan Kendala Konversi DHE ke Rupiahp.7DALAM kerangka penguatan nilai tukar rupiah, langkah pemerintah untuk menarik devisa hasil ekspor (DHE) masuk ke Sistem Keuangan Indonesia (SKI) menjadi tidak efektif apabila tidak diimbangi dengan konversi ke rupiah mengingat DHE tidak akan menambah pasokan dolar AS jika tidak dikonversikan. Sementara itu, upaya pemerintah untuk mendorong konversi ke rupiah memiliki tantangan tersendiri yaitu kondisi perekonomian global. Di samping itu juga terkendala oleh sistem devisa bebas, tingginya biaya transaksi lindung nilai, kebutuhan operasional eksportir, dan kecilnya insentif pajak.

Dana Abadi Penelitian Solusi Bagi Dunia Riset Indonesia p.11

KEBIJAKAN pembangunan Indonesia dalam APBN 2019 difokuskan untuk mendorong investasi dan daya saing melalui pembangunan SDM. Oleh sebab itu terdapat terobosan baru dalam postur APBN 2019 yaitu dana abadi penelitian pada pos Pembiayaan. Dengan memperoleh anggaran awal Rp990 miliar diharapkan menjadi pijakan dalam menggerakkan kegiatan riset di Indonesia. Sinergi antar lembaga riset dan fokus pada peningkatan inovasi akan menciptakan daya saing, yang pada tahap selanjutnya akan memberi manfaat bagi pembangunan nasional.

Problematika Tingginya Pengangguran Muda p.3

Kritik/Saran

[email protected]

Dewan RedaksiRedaktur

DahiriRatna Christianingrum

Martha CarolinaRendy Alvaro

EditorAde Nurul Aida

Marihot Nasution

MASALAH pengangguran memang masih menjadi pekerjaan tersendiri bagi pemerintah. Masih banyaknya persoalan atau permasalahan seperti mismatch keterampilan (pendidikan) dengan kebutuhan pasar kerja, minimnya pengalaman kerja maupun belum optimalnya dukungan kebijakan upah minimum menyebabkan pengangguran di kalangan kategori usia muda, khususnya yang terdidik masih tergolong tinggi dibandingkan dengan kategori lainnya.

Penanggung JawabDr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E.,

M.Si.Pemimpin Redaksi

Dwi Resti Pratiwi

3Buletin APBN Vol. IV. Ed. 05, Mar 2019

Problematika Tingginya Pengangguran Muda

oleh Ade Nurul Aida*)

Pengangguran masih menjadi salah satu masalah yang dihadapi oleh setiap negara, khususnya

Indonesia. Angka pengangguran di Indonesia merupakan salah satu prioritas dan menjadi perhatian pemerintah. Di tahun mendatang, sebagaimana tercantum dalam Nota Keuangan APBN, tingkat pengangguran diharapkan turun di kisaran 4,8-5,2 persen. Sementara berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2018 (tabel 1), tingkat pengangguran terbuka di Indonesia masih berada dalam angka 5,3 persen (7.000.691 orang), lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 5,4 persen (7.040.323 orang). Prestasi tersebut meskipun baik dan on track, masih memiliki beberapa kelemahan seperti tingginya tingkat pengangguran di kalangan muda, dimana sebagian besar pengangguran muda tersebut berada pada jenjang pendidikan menengah atas dan tinggi. Apalagi Indonesia kini akan memasuki era bonus demografi (pada rentang tahun 2028-2031), dimana angkatan kerja usia produktif khususnya usia muda semakin meningkat. Oleh karena itu, perlu keseriusan pemerintah untuk mengatasi persoalan tersebut guna mengurangi pengangguran muda dan sebagai upaya peningkatan daya saing di pasar kerja sehingga mampu memberikan kontribusi dalam membangun bangsa.

Profil Pengangguran Muda Isu terkait pengangguran muda menjadi banyak perhatian setelah ILO merilis bahwa 40 persen dari 202 juta pengangguran di dunia adalah pengangguran muda dengan rentang usia 15-24 tahun (ILO, 2012), bahkan diprediksi pengangguran kaum muda akan terus bertambah seiring dengan meningkatnya populasi usia muda di beberapa negara berkembang. Di Indonesia sendiri, jumlah penganggur muda masih cukup tinggi, yakni sebesar 19,6 persen jauh di atas rata-rata nasional (5,3 persen), rata-rata global (13,0 persen) maupun bila dibandingkan dengan berbagai kelompok pendapatan. Misalnya, di negara berpendapatan menengah, kelompok yang dapat dibandingkan dengan Indonesia, angka pengangguran cenderung lebih rendah yakni sebesar 12,2 persen (ILO, 2017). Sementara berdasarkan latar belakang pendidikan justru sebagian besar tingkat pengangguran muda merupakan lulusan sekolah menengah atas dan tinggi, yakni SMU 23,37 persen, SMK 25,09 persen dan Universitas 26,04 persen (Gambar 1). Hal ini menunjukkan bahwa, masih terdapat permasalahan dan menjadi tantangan besar yang dihadapi pemerintah dalam upaya menciptakan tenaga kerja terampil sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja.

AbstrakMasalah pengangguran memang masih menjadi pekerjaan tersendiri

bagi pemerintah. Masih banyaknya persoalan atau permasalahan seperti mismatch keterampilan (pendidikan) dengan kebutuhan pasar kerja, minimnya pengalaman kerja maupun belum optimalnya dukungan kebijakan upah minimum menyebabkan pengangguran di kalangan kategori usia muda, khususnya yang terdidik masih tergolong tinggi dibandingkan dengan kategori lainnya. Karena itu perlu peran pemerintah dalam menentukan kebijakan yang mampu mengatasi hal tersebut agar mampu meningkatkan daya saing di pasar kerja dan bonus demografi yang sudah di depan mata dapat dimanfaatkan dengan baik.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

primer

4 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 05, Mar 2019

Masih Adanya Mismatch Keterampilan (Pendidikan) dengan Kebutuhan Pasar KerjaSalah satu permasalahan yang menjadi penyebab masih banyaknya pengangguran bukan hanya terbatasnya lapangan kerja, namun adanya mismatch atau ketidaksesuaian antara keterampilan dan kompetensi tenaga kerja dengan pasar kerja. Mismatch sendiri terbagi atas mismatch horizontal, berarti ketidaksesuaian antara bidang/disiplin keilmuan dengan sektor pekerjaan. Contohnya seorang lulusan Fakultas A yang seharusnya bekerja jenis A tetapi harus bekerja jenis B yang tidak dipelajari dalam kurikulum. Kedua, mismatch vertikal yaitu ketidaksesuaian antara level pendidikan dengan deskripsi dan status pekerjaan yaitu lulusan Strata 1 (S1) harus mengambil pekerjaan yang seharusnya untuk anak

lulusan SMA. Bentuk ketidaksesuaian keterampilan yang paling sering terjadi adalah kekurangan keterampilan (surplus), kesenjangan keterampilan, pendidikan berlebih (atau kurang), kualifikasi berlebih (atau kurang), dan kepunahan keterampilan (ILO, 2017). Di Indonesia sendiri, masih terdapat ketidaksesuaian dalam hal pendidikan (mismatch vertical) dalam hal pendidikan berlebih (overqualified) dan kurang (underqualified)1.

Berdasarkan Gambar 2 yang menunjukkan mismatch vertikal, terlihat bahwa kurangnya pendidikan pada kelompok usia muda mengalami tren kenaikan, di tahun 2016 sebanyak 10 persen dianggap sebagai kurang pendidikan (underqualified). Tren sebaliknya terlihat untuk pendidikan berlebih (overqualified) terdapat sedikit penurunan dalam beberapa tahun, tapi masih terdapat 25 persen kelompok muda mengalami pendidikan berlebih pada 2016.

Bisa jadi, lulusan perguruan tinggi dan SMK yang menganggur sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya, memperlihatkan mutu pendidikan yang tidak sesuai dengan kebutuhan industri. Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh Martawardaya (2018), bahwa program pemerintah yakni pendidikan vokasi seperti SMK di Indonesia belum sesuai dengan kebutuhan dunia industri, dan kurikulum pendidikan vokasi seharusnya disusun berdasarkan masukan dari kalangan industri. Selain itu,

Gambar 1. Tingkat Pengangguran Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan

di 2018

Sumber: BPS

Gambar 2. Tren Pendidikan Berlebih (Overqualified) dan Kurang (Underqualified) Berdasarkan Kelompok Usia Di Indonesia

Sumber: ILO, 20171) Seperti yang didefinisikan oleh ILO (2014), konsep pendidikan berlebih (atau kurang) adalah ketika seseorang memiliki pendidikan berlebih (atau kurang) dari yang dibutuhkan oleh suatu pekerjaan.

5Buletin APBN Vol. IV. Ed. 05, Mar 2019

perkembangan teknologi di industri pun tidak langsung direspon dan disesuaikan oleh dunia pendidikan dan pelatihan.

Minimnya Pengalaman KerjaBagi banyak angkatan muda tujuan mencari pekerjaan adalah mendapat pengalaman, namun justru sebaliknya perusahaan atau industri lebih cenderung untuk mempekerjakan pekerja yang lebih berpengalaman daripada membina atau melatih pekerja muda yang tidak berpengalaman untuk memenangi persaingan. Hal itulah yang kemudian menjadi permasalahan bagi angkatan muda kerja Indonesia. Ekonom ILO, Parray (2016) pun menyatakan bahwa salah satu faktor masih tingginya jumlah pengangguran kaum muda di Indonesia disebabkan oleh kurangnya pengalaman kerja sebagai persyaratan yang dibutuhkan oleh beberapa perusahaan, karena jika hanya mengandalkan pendidikan saja tidak cukup sebagai persiapan untuk masuk dalam dunia kerja.

Berdasarkan hasil studi Pusat Kajian Kebijakan Publik Akademika pada 2014 menunjukkan bahwa 83 persen lowongan kerja yang dipublikasikan di media massa mensyaratkan pelamar memiliki pengalaman kerja. Hal ini terlihat bahwa tidak banyak pencari kerja muda yang memenuhi persyaratan tersebut.

Kebijakan Upah Minimum Belum Optimal Kebijakan upah minimum juga berperan pada rendahnya permintaan terhadap angkatan kerja usia muda. Menurut kalangan pengusaha, mayoritas lulusan sekolah di jenjang apapun secara umum selain tidak memiliki pengalaman, dianggap tidak siap bekerja. Selalu diperlukan pelatihan untuk membuat mereka bisa terampil dalam bekerja, dan hal tersebut tentunya membutuhkan biaya. Dalam kondisi demikian, merekrut angkatan kerja yang baru lulus (fresh graduate) merupakan langkah yang mahal. Angkatan kerja usia muda dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama pahit: bekerja apa saja

dengan upah berapa saja atau jadi penganggur. Hal itu dibuktikan oleh kenyataan sekitar 61 persen pekerja usia muda berpenghasilan kurang dari Rp800.000 per bulan atau bahkan tidak menerima upah sama sekali (Wirawan, 2014 dalam Priyono, 2015).

Di sisi lain, berdasarkan beberapa literatur bahwa perubahan upah minimum cenderung memiliki dampak yang lebih besar pada pekerja muda, yang cenderung kurang berpengalaman dan yang gajinya cenderung paling dekat dengan upah minimum yang ada (misalnya, Abowd et. al, 2000; Gorry 2013 dalam IMF, 2019). Di Indonesia sendiri, pengaruh upah minimum terhadap penyerapan tenaga kerja yakni setiap kenaikan 10 persen tingkat upah minimum, terdapat kenaikan 1 persen pengangguran pria muda dan 1,6 persen pengangguran wanita muda.

RekomendasiDalam mengatasi permasalahan pengangguran di Indoneisa khususnya pengangguran muda lagi terdidik, perlu upaya pemerintah selain penciptaan lapangan pekerjaan, yakni: pertama, link and match antara pendidikan dan kebutuhan industri atau dunia kerja perlu terus dipertajam melalui kerjasama antara dunia pendidikan dengan berbagai industri dan dunia kerja. Kurikulum pendidikan khususnya vokasi harus disusun berdasarkan masukan dari kalangan industri serta kualitas pendidikan perlu terus ditingkatkan dengan tidak hanya hard skills namun menambah aspek soft skills. Selain itu, untuk meningkatkan keterampilan dan kapasitas juga dibutuhkan keseriusan pemerintah dalam perbaikan Balai Latihan Kerja (BLK) yakni dengan meningkatkan mutu pelatihan, merevitalisasi BLK, menambah jumlah instruktur, dan membuka akses seluas-luasnya agar angkatan kerja dapat

6 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 05, Mar 2019

Daftar Pustaka Antara. 2019. Mismatch masih jadi permasalahan pendidikan. Diakses dari https://www.antaranews.com/berita/798989/mismatch-masih-jadi-permasalahan-pendidikan pada tanggal 14 Maret 2019

Beritasatu. 2018. Pendidikan Vokasi Belum Sesuai Kebutuhan. Diakses dari https://www.beritasatu.com/nasional/488875/pendidikan-vokasi-belum-sesuai-kebutuhan-industri pada tanggal 14 Maret 2019

Beritagar. 2019. Serapan Tenaga Kerja Muda Rendah Lantaran Keterampilan Lemah. Diakses dari https://beritagar.id/artikel/berita/serapan-tenaga-kerja-muda-rendah-lantaran-keterampilan-lemah pada tanggal 18 Maret 2019

Bisnis.Com. 2016. ILO: Awas, Pengangguran dan Informalitas di Indonesia Masih Tinggi. Diakses dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20160915/12/584325/ilo-awas-pengangguran-dan-informalitas-di-indonesia-masih-tinggi pada tanggal 15 Maret 2019

CDC Usakti. 2017. Link and Match, Solusi atau Ilusi. Diakses dari https://cdc.trisakti.ac.id/news/read/9/link-and-match--solusi-atau-ilusi pada tanggal 13 Maret 2019

Disas, Eka Prihatin. 2018. Link and Match sebagai Kebijakan Pendidikan Kejuruan. Bandung

Hastiadi, Fithra Faisal. 2019. Ekonom: Pengembangan SDM Harus Dimulai dari Pembenahan Kurikulum. Diakses dari https://id.beritasatu.com/macroeconomics/ekonom-pengembangan-sdm-harus-dimulai-dari-pembenahan-kurikulum pada tanggal 8 Maret 2019

ILO. 2017. Laporan Ketenagakerjaan Indonesia 2017: Memanfaatkan Teknologi untuk Pertumbuhan dan Penciptaan Lapangan Kerja

IMF. 2019. Work in Progress: Improving Youth Labor Market Outcomes in Emerging Market and Developing Economies

Priyono, Edi. 2015. Penganggur Muda dan Solusinya. Diakses dari http://www.feb.ui.ac.id/blog/2015/11/16/penganggur-muda-dan-solusinya-edy-priyono/ pada tanggal 11 Maret 2019

Viva.co.id. 2016. Ini Penyebab Banyak Kaum Muda Masih Menganggur. Diakses dari https://www.viva.co.id/arsip/822442-ini-penyebab-banyak-kaum-muda-masih-menganggur pada tanggal 14 Maret 2019

mengakses pelatihan vokasi, tanpa mensyaratkan usia dan pendidikan. Kedua, angkatan muda perlu mencari pengalaman untuk menambah nilai jual dan sebagai bekal masuk pasar kerja, yakni dengan mendorong angkatan kerja muda untuk mau bekerja yang kiranya menambah kemampuan keterampilan tanpa terlalu berharap pada pekerjaan yang mapan dalam memperoleh pekerjaan yang lebih baik lagi. Ketiga, perbaikan kebijakan upah yang berpihak pada angkatan muda. Salah satunya dengan mempertimbangkan langkah mengecualikan pekerja muda tanpa pengalaman dari kebijakan upah minimum. Artinya, pengusaha boleh membayar pekerja tanpa pengalaman di bawah upah minimum hingga batas waktu tertentu. Langkah itu dimaksudkan sebagai kompensasi biaya pelatihan yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk membuat mereka siap bekerja. Hal itu perlu dilakukan untuk menciptakan insentif bagi dunia usaha agar mau menerima lebih banyak lulusan baru. Alternatif lain, tetap memasukkan pekerja muda dalam kerangka kebijakan upah minimum, tetapi pemerintah yang menanggung biaya pelatihan bagi fresh graduate agar siap bekerja (Priyono, 2015).

7Buletin APBN Vol. IV. Ed. 05, Mar 2019

Pemerintah telah menghimbau para eksportir untuk secara sukarela membawa pulang DHE dan

mengkonversikannya ke dalam rupiah. Sebagai imbas himbauan itu, Bank Indonesia (BI) mencatat DHE selama kuartal II-2018 mencapai USD34,7 miliar. Dari jumlah tersebut, yang masuk ke perbankan domestik sebesar USD32,1 miliar. Namun Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan dari jumlah DHE yang masuk ke perbankan domestik, yang dikonversikan tercatat hanya USD4,4 miliar atau 13,7 persen dari total DHE (Kontan, 2018). Dengan demikian, masih terdapat sebesar USD27,7 miliar DHE yang belum dikonversi atau 86,3 persen dari total DHE yang masuk sebesar USD32,1 di kuartal II-2018.

Langkah nyata yang telah diambil pemerintah di awal tahun 2019 yaitu penerbitan PP No. 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA), dimana didalamnya terdapat kewajiban eksportir untuk memasukan DHE ke Sistem Keuangan Indonesia (SKI). Namun kebijakan tersebut tidak akan efektif jika eksportir hanya sebatas merepretriasi DHE tanpa diimbangi dengan konversi ke rupiah.

Sebab kebijakan ini tentunya tidak hanya serta merta untuk menambah pasokan dolar AS di pasar valas tetapi memberikan manfaat bagi apresiasi nilai tukar rupiah terhadap AS. Untuk itu, perlu diterapkan konversi DHE ke rupiah, dengan didukung pemahaman yang komprehensif atas tantangan dan kendala yang akan dihadapi pemerintah.

Perekonomian Global Menjadi TantanganDi tahun 2019, dari sisi eksternal terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah antara lain, kebijakan perdagangan luar negeri AS, terutama kebijakan proteksionisme yang akan mempengaruhi praktik perdagangan internasional dan aliran modal. Selain itu, perbaikan ekonomi dan naiknya laju inflasi AS turut mempengaruhi kebijakan moneter di AS. Pelaku pasar mulai melakukan penyesuaian untuk mengantisipasi tren hawkish The Fed di 2019. Sementara itu, IMF memperkirakan bahwa normalisasi kebijakan moneter AS, baik itu melalui kenaikan suku bunga maupun pengurangan neraca bank sentral akan mengurangi aliran modal kepada negara

Tantangan dan Kendala Konversi DHE ke Rupiah

oleh Martha Carolina*)Matius Winarno**)

AbstrakDalam kerangka penguatan nilai tukar rupiah, langkah pemerintah untuk

menarik devisa hasil ekspor (DHE) masuk ke Sistem Keuangan Indonesia (SKI) menjadi tidak efektif apabila tidak diimbangi dengan konversi ke rupiah mengingat DHE tidak akan menambah pasokan dolar AS jika tidak dikonversikan. Sementara itu, upaya pemerintah untuk mendorong konversi ke rupiah memiliki tantangan tersendiri yaitu kondisi perekonomian global. Di samping itu juga terkendala oleh sistem devisa bebas, tingginya biaya transaksi lindung nilai, kebutuhan operasional eksportir, dan kecilnya insentif pajak.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

sekunder

8 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 05, Mar 2019

berkembang (Kemenkeu, 2019). BI memperkirakan akan terdapat kenaikan suku bunga The Fed sebanyak dua kali tahun ini (Kontan, 2019). Kondisi di atas dapat membuat eksportir enggan melepas DHE yang dimilikinya.

Beberapa Kendala yang AdaDalam upaya konversi DHE ke rupiah tentunya tidak terlepas dari beberapa kendala yang akan dihadapi oleh pemerintah, yaitu diantaranya: pertama, sistem devisa bebas. Minimnya konversi devisa ke rupiah disebabkan karena aspek legal dalam sistem devisa yang dianut Indonesia. Hal ini mengacu pada sistem devisa bebas seperti yang terdapat dalam Pasal 2 Ayat 1 UU No. 24 Tahun 1999 Tentang Lalu Lintas Devisa Dan Sistem Nilai Tukar yang menyebutkan bahwa setiap penduduk dapat dengan bebas memiliki dan menggunakan devisa. Terkait hal itu, Deputi Gubernur BI, Mirza Adityaswara, menyatakan dalam sistem devisa bebas, DHE yang masuk tak dapat ditahan dan tak ada kewajiban bahwa devisa itu

harus dikonversikan ke rupiah (Bisnis, 2018).

Sebagai perbandingan, negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang menggunakan sistem devisa bebas selain Indonesia seperti tercantum dalam Tabel 1, antara lain: Filipina dan Thailand. Sementara negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang menggunakan sistem devisa terkendali yaitu Kamboja, China, Laos, Malaysia, dan Singapura. Malaysia dengan sistem devisa terkendali dapat memaksa eksportir untuk mengkonversi 75 persen DHE yang dimilikinya (The Star, 2016). Akan tetapi, Thailand dengan sistem devisa bebas yang mirip dengan Indonesia, mewajibkan eksportir menjual DHE yang dimiliki ke bank domestik atau menahan DHE tersebut hingga 12 bulan di bank domestik lewat Exchange Control Act (Bank of Thailand, 2017).

Kedua, tingginya biaya transaksi lindung nilai kepada BI. Sekretaris Kemenko Perekonomian, Susiwidjono Mugiarso, mengakui bahwa premi swap rate yang dinilai masih tinggi dan masih belum efisien bagi importir untuk konversi Dolar AS menjadi Rupiah (Bisnis Indonesia, 2018). Transaksi swap itu sendiri merupakan pertukaran dua valuta dalam periode tertentu melalui mekanisme pembelian sekaligus penjualan kembali valuta tersebut di waktu yang akan datang (Berlianta, 2006).

Gambar 1 menunjukan premi swap kepada BI yang menjadi acuan perbankan di dalam negeri untuk melakukan transaksi swap dengan BI, cenderung memiliki tren kenaikan di berbagai tenor. Per Maret 2019, premi swap kepada Bank Indonesia untuk tenor 3 bulan (89 hari) 5,02 persen, 6 bulan (181 hari) 5,33 persen, dan 12 bulan 5,59 persen. Pada praktiknya, perbankan domestik akan mengutip keuntungan yang dikenakan kepada nasabah sebelum melakukan re-swap kepada BI, yang sudah barang tentu menjadi beban bagi eksportir.

Tabel 1. Kebijakan Nilai Tukar di Negara-Negara Asia Timur dan Asia Tenggara

Sumber: IMF, Annual Reports on Exchange Arrangements and Exchange Restrictions, Washington, October 2017

Negara Kebijakan Nilai TukarBrunei Darusalam Currency BoardBurma (Myanmar) Other Managed ArrangementKamboja Other Managed ArrangementChina Other Managed ArrangementHongkong Currency BoardIndonesia FloatingJepang Free FloatingLaos Stabilized ArrangementMalaysia Other Managed ArrangementMongolia FloatingFilipina FloatingSingapura Stabilized ArrangementKorea Selatan FloatingThailand FloatingTimor Leste No Separate Currency

9Buletin APBN Vol. IV. Ed. 05, Mar 2019

Ketiga, kebutuhan operasional eksportir. Dalam pelaksanaan kegiatan bisnis, DHE juga digunakan sebagai modal kerja perusahaan. Walaupun diberikan PPh minimal, modal kerja itu tak dapat diendapkan jika memang diperlukan (Kontan, 2018). Hal ini terjadi antara lain disebabkan banyak eksportir yang juga bertindak sebagai importir yang dalam pembuatan produk ekpornya memerlukan komponen impor.

Keempat, kecilnya insentif pajak. Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira, menjelaskan rendahnya selisih insentif pajak DHE dalam rupiah dengan dolar AS merupakan salah satu kekurangan dari kebijakan DHE yang ada. Menurutnya, rendahnya selisih insentif tersebut mengurangi minat eksportir untuk mengkonversi DHE dolar AS menjadi rupiah. Padahal, dia menjelaskan inti aturan DHE SDA terbaru yaitu adanya konversi dolar AS menjadi rupiah (Hukumonline, 2019). Bunga deposito untuk DHE SDA yang ditempatkan pada Bank Devisa diberikan insentif pajak penghasilan yang bersifat final sesuai ketentuan

perundang-undangan di bidang perpajakan. Dengan demikian, insentif pajak untuk DHE termasuk didalamnya DHE SDA masih mengacu pada PP No. 131 Tahun 2000 jo PP No. 123 Tahun 2015 tentang Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia (Kemenkoperekonomian, 2018).

Ketentuan tentang insentif pajak DHE kemudian diturunkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 26/PMK.010/2016 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan No. 51/KMK.04/2001 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia (BI). Selanjutnya pemerintah mencabut PMK tersebut dan menggantikannya dengan PMK No.212/PMK.03/2018. Namun dalam PMK tersebut tidak ada perubahan penetapan tarif pajak atas suku bunga deposito dengan PMK sebelumnya (Tabel 2). Dalam ketentuan itu, rata-rata selisih insentif pajak DHE dolar AS relatif dibandingkan dengan Rupiah, yakni hanya berkisar 2,5 persen.

Gambar 1. Premi FX Swap kepada Bank Indonesia, Agustus 2018 - Maret 2019

Sumber: Bank Indonesia

Tabel 2. Perbandingan Insentif Pajak DHE yang Ditempatkan di Deposito

Sumber: PMK No. 212/PMK.03/2018

RekomendasiDiperlukan beberapa langkah tegas dan strategis yang dapat ditempuh agar DHE yang masuk ke dalam Sistem Keuangan Indonesia dan dapat dikonversikan ke rupiah, yakni: pertama, pemerintah perlu

Tenor Mata UangUSD IDR

1 bulan 10 persen 7,5 persen3 bulan 7,5 persen 5 persen6 bulan 2,5 persen 0 persen

>6 bulan 0 persen 0 persen

10 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 05, Mar 2019

Daftar PustakaBank Indonesia. 2019. Premi Swap Kepada Bank Indonesia. Diakes dari https://www.bi.go.id/id/moneter/operasi/swap-lindung-nilai/Pages/Swap-Lindung-Nilai-12-03-19.aspx pada 12 Maret 2019.

Bank of Thailand. 2017. Exchange Control Regulation in Thailand. Diakses dari https://www.bot.or.th/English/FinancialMarkets/ForeignExchangeRegulations/FXRegulation/Pages/default.aspx pada 18 Maret 2019.

Berlianta, Heli. 2006. Mengenal Valuta Asing. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Bisnis Indonesia. 2018. Devisa Hasil Ekspor: 90% Eksportir Sudah Bawa Pulang DHE. Diakses dari https://surabaya.bisnis.com/read/20180727/9/821581/devisa-hasil-ekspor-90-eksportir-sudah-bawa-pulang-dhe pada 07 Februari 2019.

Bisnis Indonesia. 2018. Tingkatkan DHE, Pemerintah Buka Opsi Tambahan

Sanksi Bagi Eksportir. Diakses dari https://finansial.bisnis.com/read/20180830/9/833270/tingkatkan-dhe-pemerintah-buka-opsi-tambahan-sanksi-bagi-eksportir pada 11 Maret 2019.

CNN Indonesia, 2018. Devisa Ekspor yang Kembali ke Tanah Air hanya US$4,4 miliar. Diakses dari https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180906061740-78-328035/devisa-ekspor-yang-kembali-ke-tanah-air-hanya-us-44-miliar pada 11 Maret 2019.

Hukumonline. 2019. Insentif Pajak Devisa Hasil Ekspor Berisiko Hambat Penerapan Aturan baru DHE. Diakses dari https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5c4f01814f7cc/insentif-pajak-devisa-hasil-ekspor-berisiko-hambat-penerapan-aturan-baru-dhe pada 16 Februari 2019.

International Monetary Fund. 2017.Annual Reports on Exchange Arrangement and Exchange Restrictions (Washington, October 2017).

Kementerian Keuangan RI. 2018. Nota Keuangan dan RAPBN 2019.

Kementerian Koordinator Perekonomian RI. 2018. Paket Kebijakan Ekonomi XVI.

Kontan. 2018. Insentif Untuk Konversi DHE ke Rupiah Mubazir. Diakses dari https://nasional.kontan.co.id/news/insentif-untuk-konversi-dhe-ke-rupiah-mubazir pada 11 Maret 2019.

Kontan. 2019. Perkiraan BI terhadap Kenaikan Suku Bunga The Fed Tetap Dua kali di 2019. Diakses dari https://nasional.kontan.co.id/news/perkiraan-bi-terhadap-kenaikan-suku-bunga-the-fed-tetap-dua-kali-di-2019 pada 19 Februari 2019.

The Star. 2016. Bank Negara Takes Steps to Increase Demand for Ringgit. Diakses dari https://www.thestar.com.my/news/nation/2016/12/03/bank-negara-takes-steps-to-increase-demand-for-ringgit/ pada 15 Februari 2019.

lebih ketat dalam regulasi DHE khususnya terkait konversi ke rupiah, mengacu pada langkah yang dilakukan oleh Thailand dengan sistem devisa yang kurang lebih sama dengan Indonesia. Kedua, memberikan insentif moneter berupa potongan/subsidi premi transaksi lindung nilai valas kepada BI. Potongan premi diharapkan dapat memangkas nilai kurs swap yang pada akhirnya dapat menurunkan perhitungan nilai transaksi. Ketiga, memberikan insentif perpajakan yang lebih berdaya tarik secara khusus bagi DHE yang ditempatkan di deposito berdenominasi rupiah, dengan memberikan potongan tarif pajak lebih besar bagi deposito rupiah untuk semua tenor.

11Buletin APBN Vol. IV. Ed. 05, Mar 2019

Tema kebijakan fiskal yang dijalankan pemerintah Indonesia di Tahun 2019 yaitu “APBN untuk

Mendorong Investasi dan Daya Saing Melalui Pembangunan (Investasi) Sumber Daya Manusia. Terkait fokus APBN tersebut, terdapat hal baru dan strategis dalam postur APBN 2019, yaitu Dana Abadi Penelitian (DAP) dalam pos pembiayaan. Kebijakan ini dilakukan pemerintah sebagai terobosan umtuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas belanja negara melalui penajaman anggaran pendidikan.

DAP mendapat alokasi anggaran awal sebesar Rp990 miliar yang merupakan bagian dari 20 persen dana pendidikan. Penempatan DAP tersebut diharapkan dapat menjadi pijakan awal dalam menggerakkan penelitian-penelitian di Indonesia dan menjadi harapan baru bagi dunia riset di Indonesia untuk mengejar ketertinggalan hasil penelitian yang dapat terintegrasi dengan tujuan pembangunan nasional dan sesuai Rencana Induk Riset Nasional.

DAP ini masuk dalam pos pembiayaan, artinya terdapat penerimaan kembali di periode mendatang atas pengeluaran yang dilakukan saat sekarang. Skema

ini sering disebut dengan “dana abadi” atau endowment fund. Dana abadi merupakan sarana investasi yang berkesinambungan dan hasilnya dapat digunakan untuk tujuan nirlaba seperti beasiswa, kesehatan, pendidikan, biaya riset, renovasi gedung sekolah, dan tujuan sosial lainnya. Skema pendanaan riset seperti ini diharapkan menjadi jawaban pemerintah atas rendahnya ketersediaan dana penelitian selama ini.

Dana Abadi Penelitian Solusi Bagi Dunia Riset Indonesia

oleh Slamet Widodo*)Hikmatul Fitri**)

AbstrakKebijakan pembangunan Indonesia dalam APBN 2019 difokuskan untuk

mendorong investasi dan daya saing melalui pembangunan SDM. Oleh sebab itu terdapat terobosan baru dalam postur APBN 2019 yaitu dana abadi penelitian pada pos Pembiayaan. Dengan memperoleh anggaran awal Rp990 miliar diharapkan menjadi pijakan dalam menggerakkan kegiatan riset di Indonesia. Sinergi antar lembaga riset dan fokus pada peningkatan inovasi akan menciptakan daya saing, yang pada tahap selanjutnya akan memberi manfaat bagi pembangunan nasional.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

sekunder

Tabel 1. Dana Research and Development Beberapa Negara di Asia

(dalam miliar USD)

Sumber: UNESCO Institute for Statistic, R&D Magazine

Negara Dana Penelitian dan

Pengembangan

% terhadap PDB

2013 2018 2013 2018Tiongkok 334,1 482,2 2,0 2,0

India 48,1 86,2 0,8 0,9

Thailand 4,6 4,5 0,4 0,4

Vietnam 1,8 2,2 0,4 0,3

Indonesia 2,1 10,6 0,3 0,3

Korea Selatan 68,2 90,2 4,1 4,3

Jepang 164,7 191,5 3,3 3,5

Malaysia 7,3 12,5 1,1 1,3

Singapura 2,6 13,9 2,0 8,8

12 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 05, Mar 2019

Berdasarkan data R&D Magazine Survey, dana penelitian di Indonesia tahun 2018 diperkirakan sebesar USD10,6 miliar atau 0,3 persen dari PDB. Dari sisi jumlah dana, angka tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat 28 dari 166 negara. Meskipun dana penelitian Indonesia mengalami peningkatan, namun dari rasio terhadap PDB proporsinya masih sangat kecil. Hal berbeda bila dibandingkan dengan negara serumpun dan negara di Asia lainnya seperti Malaysia, Singapura, Korea Selatan, dan Jepang, dimana dana yang dikeluarkan untuk membiayai kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D) negara tersebut sudah sangat tinggi, dan berhasil meningkatkan perekonomian mereka (Tabel 1).

Kegiatan R&D suatu negara dilakukan untuk menghasilkan invensi dan mendorong inovasi yang berdaya saing. Fokus tersebut dapat memberi manfaat bagi negara dalam meningkatkan perekonomian. Berdasarkan data UNESCO, 2 dari 10 negara di dunia dengan persentase biaya R&D berbanding PDB tertinggi (GERD) ditempati oleh Korea Selatan dan Jepang. Berdasarkan data pada tabel 1, negara-negara yang mengeluarkan dana R&D yang tinggi tersebut memiliki angka innovation index yang tinggi pula. Selain itu data Bloomberg Innovation Index 2017, menunjukkan bahwa negara yang memiliki indeks inovasi yang tinggi merupakan negara dengan persentase biaya R&D terhadap PDB tertinggi. Diketahui dari 10 negara yang memiliki indeks inovasi tertinggi, 3 diantaranya adalah Korea Selatan, Singapura, dan Jepang. Sedangkan Indonesia tidak termasuk dalam 50 negara dalam daftar Bloomberg Innovation Index. Berdasarkan data indeks inovasi lainnya yaitu Global Innovation Index Tahun 2018, Indonesia hanya masuk dalam peringkat 85. Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh masih rendahnya dana penelitian dan pengembangan di Indonesia jika dibandingkan negara lain baik di kawasan Asia maupun dunia.

Berdasarkan data di atas, dapat memberi insight bagi kita bahwa investasi pemerintah dalam R&D akan memberi manfaat bagi negara dalam mendorong inovasi dan daya saing, dimana muara akhir dari investasi tersebut memberi efek pada meningkatnya perekonomian suatu negara.

Potret Dunia Penelitian di Indonesia

Invensi yang implementatif dan terintegrasi dengan kebutuhan industri merupakan salah satu faktor suksesnya negara maju dalam membiayai riset mereka. Namun hal tersebut masih menjadi kendala umum yang dihadapi dunia penelitian di Indonesia. Selain terkendala oleh rendahnya ketersediaan dana R&D, banyak hasil penelitian di Indonesia yang belum implementatif sehingga tidak dapat dikomersilkan. Sebagai contoh, hasil penelitian di bidang bioteknologi masih banyak mengendap di laboratorium. Program rekayasa sosial untuk riset terapan dan pengembangan produkpun masih sulit dilakukan karena anggaran untuk membiayai riset masih terikat dengan siklus tahunan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Daryatmo Mardiyanto, ketua Pansus RUU Sisnas-Iptek.

Indonesia memiliki 474 lembaga riset yang tersebar di sejumlah perguruan tinggi, kementerian, dan lembaga penelitian non-kementerian sehingga anggaran penelitian yang berasal dari anggaran pemerintah juga masih tersebar di beberapa kementerian dan lembaga tersebut. Kepala Dewan Riset Nasional Andrianto Handojo menyebutkan bahwa lembaga penelitian tersebut masih berjalan sendiri-sendiri dan tanpa koordinasi. Keberadaan 7 pusat penelitian non-kementerian juga tidak berjalan sinergis (LIPI, BPPT, Badan Tenaga Nuklir Nasional, LPAN, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, Badan Pengawas Tenaga Nuklir, dan Badan Standardisasi Nasional), ego sektoral masih sangat

13Buletin APBN Vol. IV. Ed. 05, Mar 2019

terasa. Sebagai contoh Pusat Penelitian Air Kementerian Pekerjaan Umum, Pusat Penelitian Pertanian, dan Pusat Penelitian Kehutanan yang ada di kementerian juga dimiliki oleh pusat penelitian di perguruan tinggi dengan fokus yang hampir sama. Contoh lain, penelitian biodiesel sawit, ada 11 lembaga penelitian yang melakukannya dan berjalan sendiri-sendiri. Anggaran yang dihabiskan untuk penelitian tersebut sekitar Rp15,2 miliar, namun tidak berlanjut ke tingkat aplikasi massal. Keberadaan lembaga Dewan Riset Nasional (DRN) juga sering terabaikan oleh sejumlah lembaga riset, padahal DRN merupakan lembaga yang mendapat kewenangan sebagai penyusun Agenda Riset Nasional. Direktur Industri, Iptek, dan BUMN Bappenas, Mesdin Kornelis menjelaskan, kondisi lembaga riset tidak bersinergi menyebabkan sistem inovasi nasional sebagai grand design penelitian dan 7 bidang riset prioritas masih belum berjalan.

Selain itu, secara umum keadaan peneliti di Indonesia juga masih jauh dari kondisi ideal. Akses yang sulit dan terbatas terhadap dana penelitian menyebabkan minat peneliti rendah ditambah lagi minimnya insentif yang akan mereka terima untuk penelitian. Menurut Praptono Djunedi, Peneliti BKF, menjelaskan selama ini dana penelitian hanya dapat diakses kalangan tertentu saja, seperti ASN, peneliti, dan dosen. Hasil penelitian yang dilakukan Azzuhri (2018) menjelaskan bahwa rendahnya minat mereka untuk berkompetisi mendapatkan pendanaan riset dari pemerintah juga dipengaruhi oleh sulitnya melakukan penelitian berkelanjutan serta pertanggungjawaban keuangan habis pakai (bergantung pada sistem penganggaran APBN) sehingga peneliti justru lebih tertarik mengabdikan dirinya pada riset yang dibiayai swasta baik skala nasional maupun internasional. Harapan para peneliti untuk mendapatkan pembiayaan penelitian multiyears dari lembaga

Dana Ilmu Pengetahuan (DIPI) juga mengalami kendala. Pasalnya, 10 dari 467 usulan penelitian yang diajukan sejak tahun 2017 dan telah disetujui, ternyata lembaga yang dikelola oleh LIPI tersebut kesulitan dana.

Problematika yang telah disebutkan di atas pada akhirnya diikuti oleh rendahnya jumlah invensi dan jumlah paten terdaftar di Indonesia. Menurut data World Intellectual Property Organization (WIPO) 2018, Indonesia masuk ke dalam 4 dari 9 negara teratas yang mengalami penurunan permohonan paten pada tahun 2017 yaitu sebesar 3,5 persen bahkan 75,6 persen dari total permohonan paten Indonesia (yaitu 9.303 permohonan paten) berasal non-resident (Gambar 1). Statistik tersebut mengindikasikan bahwa pasar domestik Indonesia saat ini, khususnya produk teknologi dikuasai oleh pihak asing. Padahal salah satu indikasi kemajuan suatu bangsa adalah jumlah paten yang didaftarkan atas nama penduduk bangsa tersebut.

Belajar dari Kisah Sukses Korea Selatan

Korea Selatan merupakan salah satu contoh negara yang berhasil meningkatkan status ke level negara berpendapatan tinggi karena fokus

Gambar 1. Jumlah Permohonan Paten Tahun 2017

Sumber: WIPO, 2018

14 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 05, Mar 2019

pemerintah Korea Selatan yang meningkatkan dana litbang untuk memacu pertumbuhan negara mereka. Hal tersebut diungkapkan oleh Woosung Lee, pengajar Institut Sains dan Teknologi Korea Selatan. Dana riset Korsel yang meningkat tajam dari USD1,4 miliar di tahun 1960 menjadi USD90,2 miliar di tahun 2018, berhasil memposisikan negara tersebut menjadi negara pengekspor produk pengembangan teknologi seperti mesin listrik, komputer, elektronik, transportasi, dan produk kreatif. Anggaran riset yang melonjak tinggi menjadikan banyak peneliti mengabdikan diri untuk menyokong produk bagi industri. Pada Tahun 1964, jumlah peneliti di Korea

Selatan baru mencapai 2.962 orang, saat ini melebihi 300.000 peneliti. Salah satu strategi yang dijalankan Pemerintah Korea Selatan adalah melibatkan swasta untuk berinvestasi dalam kegiatan R&D mereka. Perbandingan pembiayaan riset antara pemerintah dan swasta sekitar 29:71 persen.

Menurut data WIPO 2018, Korea Selatan termasuk 5 negara teratas yang memiliki permohonan paten terbesar diikuti setelahnya: China, Jerman, Jepang, dan Amerika Serikat. Selain itu, Korea Selatan juga tercatat sebagai negara yang memiliki jumlah aplikasi paten tertinggi per unit GDP dan paling banyak dilakukan oleh residen.

RekomendasiDiberlakukannya pembiayaan bagi dana penelitian dengan skema dana abadi atau DAP mulai tahun 2019 diharapkan menjadi peluang baru bagi dunia riset di Indonesia. Sejumlah permasalahan dalam kegiatan penelitian secara bertahap dapat dilakukan perbaikan dan didorong untuk meningkatkan inovasi dan daya saing yang sejalan dengan tujuan pembangunan nasional. Dimana hal tersebut juga selaras dengan aspek ke-9 dari Sustainable Development Goals, yaitu penekanan pada penciptaan inovasi dan pengembangan industri. Agar kendala yang telah dijelaskan di atas dapat diatasi dan program DAP ini dapat berjalan optimal, pemerintah dapat mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut: pertama, entitas pengelola DAP nantinya diharapkan memberi fokus pada keberlanjutan dari penelitian. Sehingga penelitian yang memerlukan jangka waktu lama mendapat pembiayaan yang maksimal dan dapat dihilirisasi. Skema ini membantu kegiatan penelitian pada level pengembangan produk (R&D) yang harapannya dapat terintegrasi sesuai kebutuhan industri dan mendorong nilai tambah ekonomi.

Kedua, entitas pengelolaan DAP diharapkan dapat menyinergikan kegiatan riset yang dilakukan lembaga, pusat penelitian di kementerian maupun di perguruan tinggi, sehingga penelitian-penelitian di Indonesia dapat terkoordinasi dengan baik dan terfokus pada bidang yang telah ditentukan sesuai dengan Prioritas Riset Nasional. Penelitian yang terfokus dan bersinergi akan menghasilkan riset yang menciptakan nilai tambah dan pada tahap berikutnya akan meningkatkan daya saing bangsa.

Ketiga, dana penelitian di Indonesia agar dapat diselenggarakan dengan open access dan menerapkan skema Public Private Partnership (PPP). Dengan melibatkan peran swasta, dan didukung dunia bisnis, pengembangan riset dapat terkonsolidasi dengan baik dan mendorong inovasi bagi pengembangan teknologi. Riset yang ikut dibiayai oleh swasta akan memacu minat para peneliti untuk mengabdikan diri dalam kegiatan R&D, sehingga akan memunculkan kompetisi positif. Konsekuensi dari ketatnya kompetisi akan berujung pada penelitian yang semakin berkualitas.

15Buletin APBN Vol. IV. Ed. 05, Mar 2019

Daftar Pustaka

Azzuhri, Abdul Adhim & , Richo Andi Wibowo. 2018. Ketidaktertarikan Dosen Berkompetisi Pendanaan Riset Pendidikan Tinggi dari Negara. Jurnal Hukum

Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan. 2019. Informasi APBN 2019.

Dirjen Penguatan Inovasi Kemristekdikti. 2016. Penguatan Inovasi Nasional

Republik Indonesia. 2018. Perpres No.

38 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Riset Nasional Tahun 2017-2045

UNESCO Institute for Statistics. 2018. Research and Development Data Release 2018

UNESCO. Statistics Data Center

WIPO & Cornell SC Johnson College of Business. 2018. Global Innovation Index 2018

World Intellectual Property Organization. 2018. Publication Report: World Intellectual Property Indicators 2018

“Siap Memberikan Dukungan Fungsi Anggaran Secara Profesional”

Buletin APBNPusat Kajian AnggaranBadan Keahlian DPR RI

www.puskajianggaran.dpr.go.idTelp. 021-5715635, Fax. 021-5715635

e-mail [email protected]