escooter

46
KARYA TULIS ILMIAH PERENCANAAN STRATEGIS PENGUATAN DAYA SAING UMKM DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015 Diajukan Dalam Rangka Mengikuti ESCOTER Himpunan Mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang Diusulkan oleh : YAENAL ARIFIN7111411063/ 2011 i

Upload: amer-syarifuddin

Post on 23-Jul-2015

18 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

KARYA TULIS ILMIAH

PERENCANAAN STRATEGIS PENGUATAN DAYA SAING

UMKM DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI

ASEAN (MEA) 2015

Diajukan Dalam Rangka Mengikuti

ESCOTER

Himpunan Mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang

Diusulkan oleh :

YAENAL ARIFIN 7111411063/ 2011

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

SEMARANG

2013

LEMBAR PENGESAHAN

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

selesainya penyusunan karya tulis ilmiah yang berjudul

“PERENCANAAN STRATEGIS PENGUATAN DAYA SAING

UMKM DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI

ASEAN (MEA) 2015”.

Harapan kami, karya tulis ini dapat menjadi salah satu bahan

ajar untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa ekonomi bagaimana

sumber daya geothermal dapat menjadi solusi untuk kemandirian dan

ketahan energi nasional.

Penulis menyajikan karya tulis ini dengan bahasa yang sederhana

dan lugas dengan menekan pada aspek perencanaan strategis penguatan

daya saing UMKM. Penyusunan karya tulis ini dimaksudkan untuk

memperkenalkan dan menjelaskan bahwa potensi sector UMKM yang

masih perlu dibenahi untuk mengahadapi Masyaraka Ekonomi ASEAN

(MEA) 2015.

Semoga karya tulis ini dapat memenuhi harapan segenap civitas

akademika untuk dapat memberikan semangat dalam mempelajari

pentingnya sector UMKM sebagai salah satu pilar ekonomi di Indonesia.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini. Kritik dan

saran dari civitas akademia kami nantikan demi kemajuan dan

kesempurnaan karya tulis ilmiah kami yang akan datang.

Semarang, Maret 2013

Penulis

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN........................................................... ii

KATA PENGANTAR....................................................................... iii

DAFTAR ISI...................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR......................................................................... v

DAFTAR TABEL.............................................................................. vi

RINGKASAN.................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN............................................................ 1

Latar Belakang.................................................................. 1

Rumusan Masalah.............................................................. 4

Tujuan................................................................................ 4

Manfaat Penulisan.............................................................. 4

BAB II LANDASAN TEORI........................................................ 5

BAB III METODOLOGI PENULISAN........................................ 9

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN.................................. 11

BAB V PENUTUP....................................................................... 27

Kesimpulan...................................................................... 27

Saran................................................................................. 28

DAFTAR PUSTAKA........................................................................ 32

LAMPIRAN....................................................................................... xi

iii

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1.1 P................................................................................. 3

GAMBAR 4.1 P ................................................................................ 13

iv

DAFTAR TABEL

TABEL 4.1 Potensi Panas Bumi Dunia ............................................ 11

TABEL 4.2 Potensi Panas Bumi di Indonesia dan Cadangannya.... 14

TABEL 4.2 Faktor Ekonomi PLTB ................................................. 21

v

vi

i

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Implemetasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) akan

diberlakukan dua tahun lagi, yaitu pada tahun 2015. MEA terwujud dari

keinginan negara-negara ASEAN untuk mewujudkan ASEAN menjadi

kawasan perekonomian yang solid dan diperhitungkan dalam percaturan

perekonomian Internasional. Para Pemimpin ASEAN telah sepakat untuk

mewujudkan MEA pada tahun 2015 dengan 4 pilar, yaitu (1) pasar tunggal

dan basis produksi, (2) kawasan ekonomi berdaya saing tinggi, (3)

kawasan dengan pembangunan ekonomi yang setara, dan (4) kawasan

yang terintegrasi penuh dengan ekonomi global. Dengan adanya MEA,

tujuan yang ingin dicapai adalah adanya aliran bebas barang, jasa, dan

tenaga kerja terlatih (skilled labour), serta aliran investasi yang lebih

bebas. Dalam penerapannya MEA akan menerapkan 12 sektor prioritas,

yaitu perikanan, e-travel, e-ASEAN, automotif, logistik, industri berbasis

kayu, industri berbasis karet, furnitur, makanan dan minuman, tekstil, serta

kesehatan.

Bagi Indonesia, pembentukan MEA 2015 akan memberikan

beberapa tantangan yang tidak hanya bersifat internal di dalam negeri

tetapi terlebih lagi persaingan dengan sesama negara ASEAN dan negara

lain di luar ASEAN seperti China dan India. Persaingan yang ketat ini

akan berdampak pada harga yang kompetitif pula, bukan hanya

komoditi/produk/jasa unggulan industry besar (UB), tetapi juga sektor

UMKM karena kesamaan karakteristik produk. Menyadari peran UMKM

sebagai kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar dan cukup

dominan dalam perekonomian, maka pencapaian kesuksesan MEA 2015

mendatang juga akan dipengaruhi oleh kesiapan UMKM.

1

UMKM di Indonesia telah terbukti mampu bertahan dari

goncangan ekonomi dan menjadi penyelamat bagi perekonomian pada

krisis keuangan tahun 1997 dan krisis global 2008. Jumlah usaha mikro

kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia saat ini sekitar 55 juta, dan

menyerap 97% tenaga kerja Indonesia. Meski secara kuantitas sangat besar

dan menyerap banyak tenaga kerja, pangsa dalam pendapatan nasional

masih sekitar 57%.

Di Indonesia, UMKM hingga saat ini masih menghadapi berbagai

permasalahan baik yang bersifat klasik atau intermediate atau advanced.

Permasalahan tersebut bisa berbeda di satu daerah dengan daerah lain atau

antar sektor atau perusahaan pada sektor yang sama. Namun ada sejumlah

permasalahan yang umum dihadapi oleh semua UMKM. Walaupun

perkembangan UMKM yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum

diimbangi oleh meratanya peningkatan kualitas UMKM. Permasalahan

klasik yang dihadapi yaitu rendahnya produktivitas. Keadaan ini

disebabkan oleh masalah internal yang dihadapi UMKM yaitu: rendahnya

kualitas SDM UMKM dalam manajemen, organisasi, penguasaan

teknologi, dan pemasaran, lemahnya kewirausahaan dari para pelaku

UMKM, dan terbatasnya akses UMKM terhadap permodalan, informasi,

teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya. Sedangkan masalah

eksternal yang dihadapi oleh UMKM diantaranya adalah besarnya biaya

transaksi akibat iklim usaha yang kurang mendukung dan kelangkaan

bahan baku. Juga yang menyangkut perolehan legalitas formal yang

hingga saat ini masih merupakan persoalan mendasar bagi UMKM di

Indonesia

Dalam menghadapi MEA 2015 perlu dilakukan penguatan UMKM

yang merupakan tulang punggung perekonomian nasional, terlebih dalam

era MEA dimana akan terjadi integrasi ekonomi di kawasan ASEAN dan

akhirnya akan mendorong kompetisi di bidang perekonomian. Berangkat

dari permasalahan diatas bahwa UMKM yang seharusnya menjadi aktor

penting bagi pengembangan perekonomian Indonesia namun belum

mendapat sokongan dan perlindungan dalam menjalankan usahanya, maka

2

perlu dilakukan kajian mendalam guna menjabarkan bagaimana peran

penting UMKM dan daya dukung pemerintah dalam membangun sector

UMKM untuk persiapan mengahadapi MEA 2015 secara menyeluruh.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penulisan karya tulis ini adalah :

1. Bagaimana kondisi UMKM di Indonesia?

2. Bagaimana peranan dan permasalahan UMKM di Indonesia?

3. Bagaimana peran pemerintah dalam membangun sektor UMKM?

4. Bagaimana strategi dan kebijakan yang harus dipersiapkan

pemerintah terhadap sektor UMKM dalam menghadapi MEA 2015?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah :

1. Mengetahui bagaimana kondisi UMKM di Indonesia saat ini.

2. Mengetahui bagaimana peranan dan permasalah UMKM di

Indonesia?

3. Mengetahui bagaimana peranan pemerintah dalam membangun

sektor UMKM?

4. Mengetahui strategi dan kebijakan yang harus dipesiapkan

pemerintah terhadap sector UMKM dalam menghadapi MEA

2015.

3

1.4 Manfaat Penulisan

Pembuatan karya tulis ini diharapkan dapat memberikan manfaat

bagi pihak- pihak yang terkait yaitu masyarakat Indonesia pada

umumnya dan khususnya bagi para pelaku ekonomi di Indonesia.

a. Secara teoritis, manfaat dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah

untuk menambah pengetahuan mengenai kondisi UMKM di indo

nesia dalam menghadpi MEA 2015.

b. Manfaat praktis dari karya tulis ilmiah ini adalah sebagai bahan

masukan dalam persiapan dan strategi yang tepat untuk sektok

UMKM dalam menghadapi MEA 2015.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Perencanaan Strategies

Perencanaan strategis diperlukan oleh suatu perusahaan untuk

mencapai tujuan yang sudah ditetapkan di proses awal. Konsep-konsep

seperti perencanaan jangka panjang, penyusunan program, penyusunan

anggaran

2.2 Daya Saing

Daya saing adalah sebuah konsep yang cukup rumit. Tidak ada satu

indikatorpun yang bisa digunakan untuk mengukur daya saing, yang

memang sangat sulit untuk diukur. Namun demikian, daya saing adalah

4

suatu konsep yang umum digunakan di dalam ekonomi, yang biasanya

merujuk kepada komitmen terhadap persaingan pasar dalam kasus

perusahaan-perusahaan dan keberhasilan dalam persaingan internasional

dalam kasus negara-negara.

Dalam dua dekade terakhir, seiring dengan semakin mengglobalnya

perekonomian dunia dan persaingan bebas, daya saing telah menjadi satu

dari konsep-konsep kunci bagi perusahaan-perusahaan termasuk UKM,

negara-negara, dan wilayah-wilayah untuk berhasil dalam partisipasinya di

dalam globalisasi dan perdagangan bebas dunia.

Dengan memakai konsep daya saing, dapat dibuat suatu model

konseptual yang menghubungkan karakteristik-karakteristik pemilik UKM

dan kinerja jangka panjang perusahaan. Model konseptual untuk daya saing

UKM tersebut terdiri dari 4 (empat) unsur yaitu : (1) ruang lingkup daya

saing perusahaan; (2) kapabilitas organisasi dari perusahaan; (3)

kompetensi pengusaha/pemilik usaha; (4) dan kinerja. Hubungan antara

kompetensi pengusaha/pemilik usaha dan tiga unsur lainnya merupakan inti

dari model tersebut, dimana hubungan tersebut merupakan 3 (tiga) tugas

prinsip pengusaha: (a) membentuk ruang lingkup daya saing; (b)

menciptakan kapabilitas organisasi; (c) menetapkan tujuan-tujuan dan cara

mencapainya.

Menurut hasil studi yang dilakukan oleh Tambunan (2004), ada 3

(tiga) aspek penting yang mempengaruhi daya saing UKM, yakni (1)

faktor-faktor internal perusahaan; (2) lingkungan eksternal; dan (3)

pengaruh dari pengusaha/ pemilik usaha. Selanjutnya, di dalam penelitian

ini, pengaruh dari pengusaha tersebut di tangani dengan pendekatan

kompetensi dari sebuah proses atau perspektif perilaku.

5

2.3 UMKM

Di Indonesia, terdapat beberapa definisi yang berbeda-beda tentang

Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Pendefinisian ini antara lain oleh

Badan Pusat Statistik, Kementerian Koperasi dan UKM, Bank Indonesia,

Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian

Kesehatan. Definisi UKM menurut lembaga-lembaga tersebut diatas

adalah sebagai berikut (Hubeis 2009) :

1. Badan Pusat Statistik (BPS) : UMKM adalah perusahaan atau industri

dengan pekerja antara 5 – 19 orang.

2. Bank Indonesia (BI) : UMKM adalah perusahaan atau industri dengan

karakteristik berupa;

(a) modal kurang dari 20 juta rupiah;

(b) untuk satu putaran usahanya hanya membutuhkan dana 5 juta rupiah;

(c) memiliki asset maksimal 600 juta rupiah di luar tanah dan bangunan;

(d) omzet tahunan ≥ 1 miliar rupiah.

3. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Undang-

Undang No. 9 Tahun 1995) : UMKM adalah kegiatan ekonomi rakyat

berskala kecil dan bersifat tradisional, dengan kekayaan bersih 50 juta –

200 juta rupiah (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dan

omzet tahunan ≥ 1 miliar rupiah; dalam Undang-Undang No. 20 tahun

2008 dengan kekayaaan bersih 50 juta – 500 juta rupiah dan penjualan

bersih tahunan 300 juta – 2,5 miliar rupiah.

4. Kementerian Perindustrian :

a. Perusahaan memiliki aset maksimum 600 juta rupiah di luar tanah dan

bangunan.

6

b. Perusahaan memiliki modal kerja di bawah 25 juta rupiah.

5. Kementerian Keuangan : UKM adalah perusahaan yang memiliki omzet

maksimum 600 juta rupiah per tahun an atau aset maksimum 600 juta

rupiah diluar tanah dan bangunan.

7

6. Kementerian Kesehatan : perusahaan yang memiliki penandaan standar

mutu berupa Sertifikat Penyuluhan (SP), Merk Dalam Negeri (MD), dan

Merk Luar Negeri (ML).

Adanya berbagai macam penetapan definisi mengenai UKM di atas

membawa berbagai konsekuensi yang strategis. Definisi merupakan

konsensus terhadap entitas UMKM sebagai dasar formulasi kebijakan

yang akan diambil, sehingga paling tidak, ada 2 (dua) tujuan adanya

definisi yang jelas mengenai UMKM, yaitu pertama, untuk tujuan

administratif dan pengaturan; serta kedua, tujuan yang berkaitan dengan

pembinaan (Adiningsih 2000).

Tujuan pertama berkaitan dengan ketentuan yang mengharuskan

suatu perusahaan memenuhi kewajibannya, seperti membayar pajak,

melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, serta mematuhi

ketentuan ketenagekerjaan seperti keamanan dan hak pekerja lainnya.

Sementara tujuan kedua lebih pada pembuatan kebijakan yang terarah

seperti upaya pembinaan, peningkatan kemampuan teknis, serta kebijakan

pembiayaan untuk UKM.

Meskipun perbedaan-perbedaan ini bisa dipahami dari segi

tujuan masing-masing lembaga, namun kalangan yang terlibat dengan

kelompok UKM seperti pembuat kebijakan, konsultan, dan para

pengambil keputusan akan menghadapi kesulitan dalam melaksanakan

tugasnya. Seperti halnya, kesulitan dalam mendata yang akurat dan

konsisten, mengukur sumbangan UKM bagi perekonomian, dan

merancang regulasi/kebijakan yang fokus dan terarah. Oleh karena

itulah, upaya untuk membuat kriteria yang lebih relevan dengan kondisi

saat ini perlu dilakukan.

8

2.4 MEA 2015

BAB III

METODE PENULISAN

3.1 Pendekatan Penulisan

Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah deskriptif

kualitatif berdasarkan kajian kepustakaan. Dalam pemilihan pendekatan

ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara cermat mengenai

keadaan atau gejala tertentu pada objek kajian. Dalam hal ini penulis

berusaha membuat gambaran mengenai konsep Perencanaan Strategis

Penguatan Daya Saing UMKM Dalam Persiapan Menghadapi MEA 2015.

3.2 Data dan Sumber Data

Data dalam penulisan karya tulis ini ada dua, yaitu data primer dan

data sekunder. Data primer meliputi buku-buku yang relevan dengan

topic penulisan, karya tulis ilmiah, dan artikel dari internet. Adapun data

sekunder bersumber dari situs internet. Sumber kajian ini diharapkan

dapat memperkuat dan mempertajam pembahasan.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan ada dua, yaitu

pengumpulan data primer melalui telaah pustaka dari buku-buku yang

relevan dengan topic penulisan, karya tulis ilmiah, dan artikel dari internet.

9

Adapun pengumpulan data sekunder melalui situs –situs internet

(Kemenkop, AEC Council) mengenai UMKM dan MEA 2015.

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 KARAKTERISTIK MEA 2015

Sejak KTT di Bali tahun 1967, Negara-negara ASEAN

mengangkat masalah ekonomi menjadi bagian yang harus diperhatikan

lebih serius. Untuk itu, negara-negara anggota perlu memperkokoh

kerjasama ekonomi ASEAN dengan menentukan strategi agar

perkembangan ekonomi intra-ASEAN semakin berkembang. Berbagai

bentuk kerjasama pun dilaksanakan oleh Negara-negara ASEAN untuk

mencapai tujuan ekonomi kawasannya.

MEA adalah bentuk Integrasi Ekonomi ASEAN yang

direncanakan akan tercapai pada tahun 2015. Untuk mewujudkan MEA

tersebut, para pemimpin negara ASEAN pada KTT ASEAN ke-13 pada

bulan November 2007 di Singapura, menyepakati ASEAN Econimic

Communty (AEC) Blueprint, sebagai acuan seluruh negara anggota dalam

mengimplementasikan komitmen MEA. Melalui cetak biru MEA,

ASEAN telah melakukan berbagai pembangunan. Antara lain adalah

dengan pelaksanaan pembangunan fasilitas perdagangan pada sektor

informasi, teknologi, dan transportasi. Pengimplementasian ASEAN Single

window di masing-masing Negara, serta harmonisasi kebijakan seperti

adanya standar atau sertifikasi produk buatan ASEAN dengan MRA

10

(Mutual Recognation Arrangement) juga merupakan bagian dari agenda

ASEAN untuk mencapai MEA 2015.

Cetak biru MEA diharapkan akan memberikan arah bagi

perwujudan ASEAN sebagai sebuah kawasan basis produksi dan pasar

tunggal. Sebuah pasar tunggal dan basis produksi pada dasarnya adalah

sebuah kawasan yang secara keseluruhan dilihat oleh negara anggota

ASEAN. Khusus dalam kerangka ASEAN, maka UMKM di Negara-

negara ASEAN akan menghadapi era baru liberalisasi ,termasuk

liberalisasi pasar keuangan, yang dicanangkan sebagai salah satu tujuan

dalam ASEAN Economic Comumunity (AEC) atau masyarakat Ekonomi

ASEAN (MEA) pada tahun 2015. Dengan MEA 2015 maka diharapkan

ASEAN akan memiliki 4 karakteristik utama yaitu :

1. Pasar Tunggal dan Basis Produksi

Sebagai pasar tunggal dan basis produksi, ASEAN memiliki lima

elemen utama, yaitu: (i) aliran bebas barang, (ii) aliran bebas jasa, (iii)

aliran bebas investasi, (iv) aliran modal yang lebih bebas, serta (v) aliran

bebas tenaga kerja terampil. Di samping itu, pasar tunggal dan basis

produksi juga mencakup dua komponen penting lainnya, yaitu Priority

Integration Sectors dan kerjasama di bidang pangan, pertanian dan

kehutanan.

2. Kawasan Ekonomi yang Berdaya Saing Tinggi

Untuk mewujudkan kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi,

ada beberapa elemen yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu: (i)

kebijakan persaingan usaha, (ii) perlindungan konsumen, (iii) Hak atas

Kekayaan Intelektual (HKI), (iv) pembangunan infrastruktur, (v)

perpajakan, dan (vi) E-Commerce. Khusus berkaitan dengan persaingan

usaha, tujuan utamanya adalah memperkuat budaya persaingan yang sehat.

Untuk mewujudkan persaingan usaha yang sehat tersebut, institusi dan

perundang-undangan yang terkait dengan kebijakan persaingan usaha

telah terbentuk di beberapa negara ASEAN, yaitu Indonesia, Singapura,

11

Thailand, dan Viet-Nam. Malaysia belum memiliki undang-undang

mengenai persaingan usaha, tetapi mengacu pada peraturan di tingkat

sektoral untuk menjamin dan menegakkan persaingan usaha. Pada saat ini

belum terdapat badan resmi ASEAN untuk kerjasama CPL (Competition

Policy Law) yang berfungsi sebagai jaringan untuk badan-badan

persaingan usaha atau badan terkait untuk tukar-menukar pengalaman dan

norma-norma institusional mengenai CPL.

3. Kawasan dengan Pembangunan Ekonomi yang Setara

Pembangunan ekonomi yang setara menjadi salah satu pilar dari

MEA. Untuk mewujudkan hal ini, beberapa elemen yang perlu

mendapatkan perhatian yaitu: (i) pengembangan UKM, dan (ii) inisiatif

integrasi ASEAN (Initiative for ASEAN Integration/IAI).

4. Kawasan yang Terintegrasi dengan Ekonomi Global

ASEAN bergerak di dalam lingkungan global yang terus berubah,

dengan pasar yang saling tergantung dan industri yang mengglobal. Untuk

mendorong para pelaku usaha dapat bersaing secara internasional, kita

perlu menjadikan ASEAN sebagai bagian yang lebih dinamis dan kuat

dalam mata rantai pasokan global, serta menjamin agar pasar ASEAN

tetap menarik bagi investasi asing. Sehubungan dengan itu, maka aturan

dan ketentuan internasional harus menjadi pertimbangan dalam

mengembangkan kebijakan yang terkait dengan MEA. Elemen penting

yang diperlukan untuk integrasi penuh dengan ekonomi global adalah (i)

pendekatan terpadu terhadap hubungan ekonomi eksternal dan (ii)

partisipasi yang meningkat dalam jaringan pasokan global.

12

Pencapaian MEA melalui penciptaan pasar tunggal dan kesatuan

basis produksi, bertujuan sebagai perluasan melalui integrasi regional

untuk mencapai skala ekonomi yang optimal. Langkah-langkah intergrasi

tersebut diharapkan mampu menjadi strategi penguatan daya saing yang

tangguh dan sisi lain mampu membeerikan kontribusi yang positih bagi

masyarakat ASEAN secara keseluruhan maupun individual Negara

anggota. Pembentukan MEA juga menjadikan posisi ASEAN semakin

kuta dalam menghadapi negosiasi internasional, baik merespons

meningkatnya kecenderungan kerja sama regional,maupun posisi tawar

ASEAN dengan mitra dialog seperti China, Korea, Jepang, Australia-

Selandia Baru, dan India. Bahkan diharapkan terintegrasinya kawasan

ekonomi ASEAN mampu meningkatkan posisi tawarnya dengan kawasan

ekonomi lain di dunia.

Berikut adalah gambar peta rencana hubungan perdagangan

ASEAN dengan kawasan ekonomi di dunia:

Gambar 1. Road Map hubungan perdgangan ASEAN dengan dunia

Sumber : AEC Council, 2010

13

Posisi Indonesia

Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk ke-4 terbesar di

dunia kira-kira terdapat 242 juta jiwa lebih penduduk di Indonesia, dengan

jumlah penduduk yang sangat besar, Indonesia memliki potensi SDM

yang sangat besar dari segi kuantitas. Jumlah penduduk Indonesia yang

mencapai lebih dari 242,3 juta jiwa atau setara dengan dua perlima

penduduk total ASEAN pada tahun 2011, membuat posisi Indonesia mau

tidak mau harus menjadi perhatian bagi Negara-negara ASEAN.

Gambar 2. Jumlah penduduk ASEAN (dalam ribu orang)

Sumber : Supriadi, Agust dan Girsang, Erna S.U. 2011. Ekonomi ASEAN

Layak Naik Kelas. Koran Bisnis Indonesia 5 Juli 2011

Peluang Indonesia untuk dapat bersaing dalam MEA 2015

sebenarnya cukup besar, saat ini Indonesia merupakan peringkat 16 di

dunia untuk besarnya skala ekonomi. Besarnya skala ekonomi juga

didukung oleh proporsi penduduk usia produktif dan pertumbuhan kelas

menengah yang besar. Prospek ekonomi Indonesia yang positif juga

didukung oleh perbaikan peringkat investasi Indonesia oleh lembaga

pemeringkat dunia serta masuknya Indonesia sebagai peringkat empat

prospective destinations berdasarkan UNCTAD World Investment report.

Maih kuatnya fundamental perekonomian Indonesia dapat dilihat ketika

14

banyak negara yang “tumbang” diterpa pelemahan perekonomian global,

perekonomian Indonesia masih dapat terjaga untuk tumbuh positif.

2.2   KONDISI UMKM SEBAGAI PILAR EKONOMI DI

INDONESIA

Dari perspektif dunia, diakui bahwa usaha mikro, kecil dan

menengah (UMKM) memainkan suatu peran vital di dalam pembangunan

dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang

berkembang tetapi juga di negara-negara maju. Diakui secara luas bahwa

UMKM sangat penting karena karakteristik-karakteristik utama mereka

yang membedakan mereka dari usaha besar, terutama karena UMKM

adalah usaha-usaha padat karya, terdapat di semua lokasi terutama di

perdesaan, lebih tergantung pada bahan-bahan baku lokal, dan penyedia

utama barang-barang dan jasa kebutuhan pokok masyarakat

berpendapatan rendah atau miskin.(Sri Susilo,2007) Dengan menyadari

betapa pentingnya UMKM tersebut, tidak heran kenapa pemerintah-

pemerintah di hampir semua NSB mempunyai berbagai macam program,

dengan skim-skim kredit bersubsidi sebagai komponen terpenting, untuk

mendukung perkembangan dan pertumbuhan UMKM. Lembaga-lembaga

internasional seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB) dan

Organisasi Dunia untuk Industri dan Pembangunan (UNIDO) dan banyak

negara-negara donor melalui kerjasama-kerjasama bilateral juga sangat

aktif selama ini dalam upaya-upaya pengembangan (atau capacity

building) UMKM di NSB.

Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), merupakan salah

satu kekuatan pendorong terdepan dalam pembangunan ekonomi (Bank

Dunia, 2005). UMKM memegang peranan yang cukup signifikan dalam

perekonomian. Kontribusi termaksud terutama pada penyerapan

tenaga kerja. Pada tahun 2005, UMKM di Indonesia mampu

menyerap 77.678,498 ribu orang atau sebesar 96,77% dari total tenaga

15

kerja yang mampu diserap oleh usaha skala kecil, menengah, dan besar

(Sri Susilo, 2007). Dari sisi jumlah unit usaha dan tenaga kerja yang

mampu diserap maka UMKM jauh lebih besar dari usaha besar. Di

sisi lain, dalam hal penciptaan nilai tambah bagi Produk Domestik

Bruto (PDB) maka usaha besar (UB) jauh lebih besar daripada UMKM.

Gambar 3. Nilai Ekspor UMI, UK, UM, UB dan Total, 2008

(miliar rupiah)

Sumber : Kementrian Koperasi dan UMKM (www.depkop.go.id), diolah

Sebagian besar dari ekspor UMKM Indonesia berasal dari industri

manufaktur, namun kontribusinya jauh lebih kecil dibandingkan pangsa

ekspor UB di dalam total ekspor manufaktur Indonesia. Selain itu, pada

umumnya UMKM industri manufaktur lebih berorientasi pada domestik

dibandingkan ke luar negeri.

Masih kecilnya peran UMKM Indonesia di dalam ekspor non-

migas mencerminkan dua hal yakni kapasitas produksi terbatas hingga

tidak selalu mampu memenuhi permintaan ekspor dan daya saing yang

rendah dari produk-produk yang dihasilkan kelompok usaha tersebut.

Hingga saat ini belum ada bukti empiris mengenai daya saing

UMKM di ASEAN, terkecuali satu penelitian untuk wilayah APEC (Asia-

Pacific Economic Cooperation), yang dilakukan oleh Pusat Inovasi

16

UMKM APEC terhadap 13 ekonomi anggota APEC pada tahun 2006

(APEC, 2006), yang hasilnya diperlihatkan pada Gambar .4

Gambar 4. Daya Saing UMKM di Sejumlah Negara/Ekonomi APEC

Sumber : APEC (2006)

2.3 PERANAN DAN PERMASALAHAN UMKM

Masalah yang masih dihadapi oleh UMKM adalah rendahnya

produktivitas. Hal tersebut berkaitan dengan: (i) rendahnya kualitas

sumberdaya manusia usaha skala mikro, dan (ii) rendahnya kompetensi

kewirausahaan usaha skala mikro. Di samping itu, UMKM menghadapi

pula faktor-faktor yang masih menjadi kendala dalam peningkatan daya

saing dan kinerja UMKM. Faktor-faktor termaksud adalah : (i)

terbatasnya terhadap akses permodalan2, (ii) terbatasnya terhadap

akses ke pasar, dan (iii) terbatas akses informasi mengenai sumberdaya

dan teknologi.

17

2.4 PERANAN PEMERINTAH DI DALAM MEMBANGUN

SEKTOR UMKM

Di Indonesia, sejak awal periode Orde Baru (1966-1998) hingga

sekarang ini sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk

mendukung perkembangan dan pertumbuhan UMKM di dalam negeri

dalam berbagai macam program dan kebijakan/peraturan, termasuk

menerbitkan Undang-undang (UU) UMKM Nomor 20 tahun 2008.

Program-program yang telah/masih dilakukan antara lain dari berbagai

skim kredit bersubsidi mulai dari KIK (Kredit Investasi Kecil) dan KMKP

(Kredit Modal Kerja Permanen) pada dekade 1970-an hingga KUR

(Kredit Usaha Rakyat) yang diperkenalkan oleh Presiden SBY.

Selain itu peranan pemerintah dalam mengembangkan UMKM

baik dari segi finasial dan non finasial adalah sebagai berikut :

2.4.1 Penciptaan Iklim Usaha

Pemerintah pusat dan daerah menggagas untuk perizinan

dan lembaga setara dinas dipersiapkan untuk mengelolanya pada tahun

2008. Dengan adanya dinas perizinan diharapkan mampu

menyederhanakan perizinan baik dari sisi administrasinya maupun waktu

pengurusan melalui satu pintu yaitu Dinas Perizinan. Selain itu, dengan

disahkannya UU NO 31 tahun 2000 tentang desain industri hal ini

menunjukkan bahwa pemerintah bersungguh-sungguh dalam upaya dalam

memberikan perlindungan hukum terhadap desain industri yang

sebelumnya belum mendapatkan pengaturan hukum sebelumnya.

2.4.2 Insfrastruktur

18

Pembangunan infrastruktur baik fisik (seperti jalan raya,

lstrik, dan fasilitas komunikasi serta pelabuhan ) maupun nonfisik (seprti

lembaga pendanaan, pusat informasi, lembaga pendidikan/pelatihan,

penelitian dan pengembangan/ laboratorium, mulai ditingkat desa,

kecamatan, kabupaten, hingga tingkat provinsi. Pembangunan

infrastruktur di daerah menjadi prioritas utama dalam APBD untuk

melancarkan dan mengefisienkan keterkaitan bisnis antara UMKM di

suatu daerah dengan pusat-pusat kegiatan ekonomi di kota-kota besar

seperti DKI Jakarta, Surabaya,Semarang,Makasar dan Medan.

Pembangunan dan modernisasi infrastruktur pendukung, termasuk logistik

pelabuhan-pelabuhan laut sangat diperlukan agar ekspor dari UMKM

daerah bisa menjadi efisien.

2.3.3 Permodalan

Salah satu bentuk infrastruktur keuangan yang berfungsi

untuk meningkatkan akses pembiayaan UMKM adalah perusahan

penjaminan kredit daerah atau dikenal dengan PPKD. Pada dasarnya

PPKD adalah sama dengan perusahaan penjaminan kredit lainnya dengan

kegiatan usaha pokok melakukan penjaminan kredit sebagaimana

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.010/2011. Namun pendirian

PPKD memiliki keunggulan dibandingkan dengan perusahaan penjamin

kredit secara umum, yaitu : (1) membantu UMKM dalam mengakses

pembiayaan dari perbankan dengan cara melakukan penjaminan kredit

UMKM, khususnya bagi UMKM yang memiliki keterbatasan agunan, dan

(2) mendorong penyaluran kredit produktif dari perbankan, terutama dari

BPD dan BPR setempat, melalui upaya mitigasi risiko kredit UMKM,

sekaligus mendukung peningkatan fungsi intermediasi. Dengan

meningkatnya pembiayaan kepada UMKM akan mendorong peningkatan

kesejahteraan masyarakat setempat, ekonomi daerah, dan penyerapan

tenaga kerja. Pada akhirnya, hal ini akan menambah pendapatan asli

daerah serta memberikan efek positif dalam perkembangan perekonomian

19

nasional. Peningkatan kontribusi pembiayaan perbankan kepada UMKM

memerlukan sinergi yang terarah antara bank umum dan bank perkreditan

rakyat (BPR) dengan mengoptimalkan sumber daya masing-masing pihak.

Sejak awal, keberadaan BPR di tengah masyarakat adalah mengemban

amanat untuk mengutamakan pembiayaan UMKM. Dalam

perkembangannya UMKM memberikan daya tarik bagi bank umum,

sehingga mulai mengarahkan strategi bisnisnya pada pembiayaan retail

khususnya UMKM.

2.4  STRATEGI DAN KEBIJAKAN DALAM MEBANGUN

UMKM UNTUK MENGHADAPI MEA 2015

ASEAN Policy Blueprint for SME Development (APBSD) 2004–

2014 telah menetapkan bahwa pengembangan UMKM dilakukan dalam

rangka menuju pertumbuhan ekonomi masyarakat ASEAN. Dalam

APBSD tersebut telah mencantumkan bahwa pengembangan UMKM

dilaksanakan melalui lima program, yaitu : (1) program pengembangan

kewirausahaan; (2) peningkatan kemampuan pemasaran; (3) akses kepada

keuangan; (4) akses kepada teknologi; dan (5) menciptakan kebijakan

yang kondusif.(Sri Susilo,2007)

Dalam rangka menuju MEA tahun 2015, terdapat peluang yang

besar bagi UKM untuk meraih potensi pasar dan peluang investasi harus

dapat dimanfaatkan dengan baik. Guna memanfaatkan peluang tersebut,

maka tantangan yang terbesar bagi UMKM menghadapi MEA adalah

bagaimana mampu menentukan strategi yang jitu guna memenangkan

persaingan.

Pada saat MEA tahun 2015 diterapkan, diperkirakan akan terjadi

perubahan-perubahan perilaku pasar dengan ciri-ciri: (1) karakteristik

pasar yang dinamis, kompetisi global, dan bentuk organisasi yang

20

cenderung membentuk jejaring (network); (2) tingkat industri yang

pengorganisasian produksinya fleksibel dengan pertumbuhan yang

didorong oleh inovasi/pengetahuan; didukung teknologi digital; sumber

kompetisi pada inovasi, kualitas, waktu, dan biaya; mengutamakan

research and development; serta mengembangkan aliansi dan kolaborasi

dengan bisnis lainnya. (Tambunan,200)

Oleh karena itulah, mulai saat ini UKM harus mulai berbenah guna

menghadapi perilaku pasar yang semakin terbuka di masa mendatang.

Para pelaku UMKM tidak boleh lagi harus mengandalkan buruh murah

dalam pengembangan bisnisnya. Kreativitas dan inovasi melalui dukungan

penelitian dan pengembangan menjadi sangat penting untuk diperhatikan.

Kerjasama dan pembentukan jejaring bisnis, baik di dalam dan di luar

negeri sesama UKM maupun dengan pelaku usaha besar harus

dikembangkan.

Peranan pemerintah tentu menjadi penting terutama untuk

mengantarkan mereka agar mampu bersaing dengan pelaku usaha lainnya

dalam memanfaatkan MEA pada tahun 2015. Beberapa upaya yang perlu

dilakukan pemerintah untuk memberdayakan UMKM adalah:

1. Meningkatkan kualitas dan standar produk

Guna dapat memanfaatkan peluang dan potensi pasar di kawasan

ASEAN dan pasar global, maka produk yang dihasilkan UKM haruslah

memenuhi kualitas dan standar yang sesuai dengan kesepakatan ASEAN

dan negara tujuan. Dalam kerangka itu, maka UKM harus mulai

difasilitasi dengan kebutuhan kualitas dan standar produk yang

dipersyaratkan oleh pasar ASEAN maupun di luar ASEAN. Peranan

dukungan teknologi untuk peningkatan kualitas dan produktivitas serta

introduksi desainkepada para pelaku UKM yang ingin memanfaatkan

pasar ASEAN perlu segera dilakukan.

21

2. Meningkatkan akses finansial

Isu finansial dalam pengembangan bisnis UKM sangatlah klasik.

Selama ini, belum banyak UKM yang bisa memanfaatkan skema

pembiayaan yang diberikan oleh perbankan. Hasil survey Regional

Development Institute (REDI, 2002) menyebutkan bahwa ada 3 gap yang

dihadapi berkaitan dengan akses finansial bagi UKM, (1) aspek formalitas,

karena banyak UKM yang tidak memiliki legal status; (2) aspek skala

usaha, dimana sering sekali skema kredit yang disiapkan perbankan tidak

sejalan dengan skala usaha UKM; dan (3) aspek informasi, dimana

perbankan tidak tahu UKM mana yang harus dibiayai, sementara itu UKM

juga tidak tahu skema pembiayaan apa yang tersedia di perbankan. Oleh

karena itu, maka ketiga gap ini harus diatasi, diantaranya dengan

peningkatan kemampuan bagi SDM yang dimiliki UKM, perbankan, serta

pendamping UKM. Pada sisi lain, harus juga diberikan informasi yang

luas tentang skema-skema pembiayaan yang dimiliki perbankan.

3. Meningkatkan kualitas SDM dan jiwa kewirausahaan UMKM

Secara umum kualitas SDM pelaku UKM di Indonesia masih

rendah. Terlebih lagi spirit kewirausahaannya. Kalau mengacu pada data

UKM pada tahun 2008, tingkat kewirausahaan di Indonesia hanya 0,25%

dan pada tahun 2011 diperkirakan sebesar 0,273%. Memang hal ini sangat

jauh ketinggalan dengan negara-negara lain di dunia, termasuk di Asia dan

ASEAN. Sebagaimana di Singapura, tingkat kewirausahaan di Singapura

lebih dari 7% demikian juga di USA, tingkat kewirausahaannya sudah

mencapai 11,9%. Oleh karena itu, untuk memperkuat kualitas dan

kewirausahaan UKM di Indonesia, maka diperlukan adanya pendidikan

dan latihan keterampilan, manajemen, dan diklat teknis lainnya yang tepat,

yang sesuai dengan kebutuhan. Pengembangan kewirausahaan juga perlu

ditingkatkan. Pencanangan Gerakan Kewirausahaan Nasional pada tanggal

22

2 Februari 2011 lalu harus ditindaklanjuti dengan langkah kongkrit, seperti

penyusunan grand strategy pengembangan kewirausahaan dan

pelaksanaan dilapangan yang dilakukan dalam kaitannya dan bertanggung

jawab. Hal penting yang juga perlu diperhatikan adalah perlunya

dukungan modal awal terutama bagi wirausaha pemula.

4. Memperkuat dan meningkatkan akses dan transfer teknologi

bagi UKM untuk pengembangan UKM inovatif

Akses dan transfer teknologi untuk UKM masih merupakan

tantangan yang dihadapi di Indonesia. Peranan inkubator, lembaga riset,

dan kerjasama antara lembaga riset dan perguruan tinggi serta dunia usaha

untuk alih teknologi perlu digalakkan. Kerjasama atau kemitraan antara

perusahaan besar, baik dari dalam dan luar negeri dengan UKM harus

didorong untuk alih teknologi dari perusahaan besar kepada UKM.

Praktek seperti ini sudah banyak berjalan di beberapa Negara maju, seperti

USA, Jerman, Inggris, Korea, Jepang dan Taiwan. Model-model

pengembangan klaster juga harus dikembangkan, karena melalui model

tersebut akan terjadi alih teknologi kepada dan antar UKM.

5. Memfasilitasi UKM berkaitan akses informasi dan promosi di

luar negeri

Bagian terpenting dari proses produksi adalah masalah pasar.

Sebaik apapun kualitas produk yang dihasilkan, kalau masyarakat atau

pasar tidak mengetahuinya, maka produk tersebut akan sulit dipasarkan.

Oleh karena itu, maka pemberian informasi dan promosi produk-produk

UKM, khususnya untuk memperkenalkan di pasar ASEAN harus

ditingkatkan. Promosi produk, bisa dilakukan melalui dunia maya atau

mengikuti kegiatan-kegiatan pameran di luar negeri. Dalam promosi

produk ke luar negeri ini perlu juga diperhatikan kesiapan UKM dalam

penyediaan produk yang akan dipasarkan. Sebaiknya dihindari mengajak

23

UKM ke luar negeri, padahal mereka belum siap untuk mengekspor

produknya ke luar negeri. Dalam kaitan ini, bukan saja kualitas dan desain

produk yang harus diperhatikan, tetapi juga tentang kuantitas dan

kontinuitas produknya.

24

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

Pemerintah

UMKM

Membangun Kemitraan dengan pemerintah dibidang sains dan

Masyarakat

Masyarakat sebagai user harus mendukung dan memulai

menggunakan energi alternatif agar tidak bergantung pada

energi fosil

25

DAFTAR PUSTAKA

26

CURICULUM VITAE

Nama Lengkap : Yaenal Arifin

Prodi/Angkatan : Ekonomi Pembangunan S1/2011

Fakultas : Ekonomi

Universitas : Universitas Negeri Semarang

Tempat, Tanggal Lahir : Semarang, 20 november 1991

Agama : Islam

Alamat : Jalan Srikaton Barat III Rt. 02/ Rw.VI Purwoyoso,

Semarang

CP : 085741419699

Riwayat Pendidikan : SDN 06 Purwoyoso Lulus tahun (2003)

SMPN 18 Semarang Lulus tahun (2006)

SMAN 6 Semarang Lulus tahun (2009)

Universitas Negeri Semarang (2011)

xi